2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan...
-
Upload
hoangduong -
Category
Documents
-
view
263 -
download
0
Transcript of 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan...
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Unit Penangkapan Ikan
Armada penangkapan merupakan sekelompok kapal-kapal yang teroganisasi
untuk melakukan beberapa hal secara bersama-sama seperti kegiatan penangkapan
ikan (Dirjen Perikanan Tangkap 2002), dengan kata lain armada perikanan adalah
sekelompok kapal-kapal yang akan melakukan kegiatan penangkapan ikan di
suatu daerah penangkapan (fishing ground). Unit penangkapan merupakan suatu
kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri dari
perahu/kapal penangkap, alat tangkap (Dirjen Perikanan Tangkap 2002). Monintja
(2001) menyatakan bahwa suatu armada penangkapan terdiri dari beberapa unit
penangkapan ikan yang terdiri dari kapal, alat tangkap dan nelayan.
2.1.1 Alat tangkap
Alat tangkap merupakan sarana dan perlengkapan untuk menangkap ikan.
Berdasarkan Statistik Kelautan dan Perikanan Indonesia Tahun 2005, alat
penangkapan ikan (API) di Indonesia dikelompokkan kedalam beberapa jenis
yaitu: pukat tarik (trawl), pukat kantong (seine net), pukat cincin (purse seine),
jaring angkat (liftnet), pancing (hook and lines), perangkap, alat pengumpul dan
penangkap, dan alat lainnya (DKP RI 2006). Pengelompokkan alat tangkap
tersebut mengindikasikan bahwa terdapat berbagai tipe alat tangkap ikan (API)
yang dioperasikan di seluruh Indonesia.
Berdasarkan Statistik Perikanan Provinsi Maluku tahun 2006, alat tangkap
yang dioperasikan di perairan Maluku dapat dikelompokkan kedalam 12 jenis alat
tangkap ikan. Jenis dan jumlah alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan di Maluku
bervariasi sesuai dengan sasaran yang menjadi tujuan penangkapan. Beberapa
macam alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan di perairan Maluku
adalah jaring insang (gillnet), pukat pantai (beach seine), bagan apung (liftnet),
huhate (pole and line), pukat cincin (purse seine), pancing tonda (troll line),
pancing tangan (handline) dan alat penangkapan ikan lainnya. Pada tahun 2001
sampai dengan tahun 2002, penggunaan alat tangkap oleh nelayan di provinsi
20
Maluku mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena dampak kerusuhan yang
terjadi di daerah ini.
Jumlah alat tangkap ikan di Provinsi Maluku pada tahun 2006 adalah 46832
buah dan pada tahun 2007 adalah 46725 buah. Perkembangan alat tangkap yang
digunakan oleh nelayan di Provinsi Maluku dapat dilihat pada Tabel 5
Tabel 5 Perkembangan alat tangkap di Provinsi Maluku tahun 1998 – 2007
No Jenis alat tangkap
Tahun
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1 Pukat udang 179 179 2 164 154 47 39 35 53 49
2 Payang 0 125 125 206 210 175 0 0 0 0
3 Pukat tarik 0 0 0 0 0 0 140 135 138 143
4 Pukat pantai 770 608 146 339 344 339 370 419 425 435
5 Pukat cincin 540 639 91 192 192 223 246 245 251 272
6 Jaring insang
9882 10197 4337 7637 9614 11406 11305 12688 12843 12661
7 Bagan 3637 3226 638 1230 1336 2082 1936 1672 1717 1659
8 Pancing tonda
21209 19328 9345 18144 21564 26418 25289 23679 24152 27471
9 Huhate 737 496 104 267 226 193 224 216 244 404
10 Rawai 4653 3268 742 1666 229 279 308 950 992 1083
11 Perangkap 3549 3368 2162 3161 5663 6198 6344 5962 6017 2548
Jumlah 45615 41441 17692 33006 39539 47365 47551 46001 46832 46725
Sumber : DKP Maluku (2007)
2.1.1.1 Alat tangkap ikan pelagis kecil (1) Pukat cincin (purse seine)
Pukat cincin (purse seine) adalah alat tangkap ikan yang terbuat dari jaring
yang umumnya berbentuk empat persegi panjang tanpa kantong dengan cincin di
bagian bawahnya dan digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan.
Disebut pukat cincin karena dilengkapi dengan cincin untuk menarik tali cincin
(purse line) saat operasi penangkapan dilakukan. Pukat cincin merupakan alat
tangkap yang cukup banyak dioperasikan di perairan Maluku untuk penangkapan
jenis-jenis ikan pelagis. Jenis alat ini tersebar disebelah timur dan barat pulau
Ambon, daerah penangkapannya adalah sekitar laut Seram, laut Banda. Pukat
cincin (purse seine) terdiri dari beberapa bagian, yaitu sayap (wing), perut (body),
bahu (shoulder), dan kantong (bunt). Adapun Gambar kapal pukat cincin yang
beroperasi di perairan Maluku dapat dilihat pada Gambar 4
Puka
konstruksi
dengan m
beberapa t
jaring, 3)
tangkapan
15 GT jum
(2) Bag
Alat
dibedakan
dengan al
fishing) s
sehingga d
Keg
pukul 18.0
Penangkap
menarik g
tengah ba
pantulan
dinyalakan
penangkap
berkumpu
wadah pe
dengan m
pengopera
angkat (lif
Gamba
at cincin ya
inya terdiri
menggunakan
tahap sebag
penarikan
n. Di peraira
mlah awak b
gan apung
t tangkap
n atas bagan
lat ini dila
ebagai pen
dengan mud
giatan penan
00, kemudi
pan dilakuk
gerombolan
agan dikura
cahaya ke
n lagi untuk
pan. Bersam
ul dibagian t
enampungan
menggunak
asiannya, ba
iftnet), dan
ar 4 Kapal p
ang digunak
dari pukat
n pukat cin
gai berikut:
tali kolor;
an Maluku s
berkisar 16
(lift net)
bagan mer
n tetap dan
akukan pada
narik ikan a
dah ditangk
ngkapan dil
ian menurun
kan dengan
n ikan. Sete
angi dengan
permukaan
k menarik
maan denga
tengah baga
n sementar
kan kapal
agan apung
berdasarka
pukat cincin
kan oleh ne
cincin tipe
ncin, bila m
1) menemu
4) penarika
satu unit pu
sampai 25 o
rupakan sa
n bagan pe
a malam h
agar dapat
ap.
lakukan de
nkan jaring
menyalaka
elah ikan t
n cara me
n air, dan
ikan berkum
an itu jaring
an dan dipin
ra (gogona
huhate (p
di perairan
an konstruk
n (purse sein
layan di pe
satu kapal.
mengejar ge
ukan gerom
an tubuh ja
ukat cincin d
orang.
alah satu j
rahu atau b
hari dengan
berkumpul
engan meny
g yang diatu
an lampu d
terkumpul,
madamkan
jaring ditu
mpul di dal
g ditarik per
ndahkan de
) untuk pe
pole and
n Maluku d
ksinya terdir
ne) di Maluk
rairan Malu
. Operasi pe
erombolan
mbolan ikan
aring; 5) pe
dengan kap
jaring angk
bagan apun
n bantuan c
l pada suat
yalakan lam
ur dengan p
di sisi kiri d
maka caha
lampu un
urunkan, k
lam jaring
rlahan-lahan
engan ”scoop
enangkapan
line). Be
dikelompokk
ri dari bag
ku
uku, berdas
enangkapan
ikan terdiri
n, 2) pelingk
engambilan
pasitas 10 sa
kat, yang
ng. Penangk
cahaya (lig
tu areal ter
mpu pada se
penarik ”ro
dan kanan u
aya lampu
ntuk mengu
kemudian l
untuk dilak
n agar ikan
op net” ke d
n ikan cak
erdasarkan
kan dalam j
an perahu
21
arkan
n ikan
i dari
karan
hasil
ampai
dapat
kapan
ghting
rtentu
ekitar
oller”.
untuk
disisi
urangi
ampu
kukan
tetap
dalam
kalang
cara
jaring
(boat
22
liftnet) da
perairan M
Ga
(3) Puk
Puka
dioperasik
redi”, tuju
sebagai um
dua buah
tergantung
nylon dan
utama, ba
pelampung
bawah dan
Alat
perairan p
tidak rama
jaring (me
Operasi p
sebanyak
(fishing m
nelayan p
ke area p
an bagan ra
Maluku terl
ambar 5 Bp
kat pantai (
at pantai (
kan di perai
uan utama p
mpan hidup
sayap yan
g pada loka
n konstruks
agian pingg
g, tali ris a
n tali penari
t tangkap i
pasir dan lum
ah lingkung
esh size) pad
enangkapan
10-13 oran
master) 1 o
erahu lamp
enangkapan
akit (raft lif
ihat pada G
Bagan rakit perairan Ma
(beach sein
(beach sein
iran pantai.
penangkapa
p pada perik
ng panjang
si penangka
si pukat pa
ir jaring (w
atas, pembe
ik.
ini biasany
mpur. Alat
gan karena m
da alat tang
n dengan m
ng, dengan
orang yang
pu sebanyak
n, 3) nelaya
ftnet). Bag
Gambar 5
(raft liftnealuku
ne)
ne) adalah
Di Maluku
annya adalah
kanan pole
gnya sama
apan. Bahan
antai antara
wing), pepet
erat (sinker
ya dioperas
tangkap ini
menangkap
gkap pukat p
menggunaka
n pembagia
tugasnya m
k 2-3 orang
an biasa (m
gan yang di
et) dan bag
salah satu
u, pukat pan
h jenis-jeni
and line. A
dan varias
n jaring puk
a lain : bag
tan (selvedg
r), tali pem
sikan di se
i termasuk s
semua jeni
pantai ini ad
an pukat pa
an tugas se
memberi k
yang bertu
masnait) seb
operasikan
gan perahu
u jenis ala
ntai disebut
s ikan yang
Alat tangka
si ukuran
kat pantai te
gian tengah
ge), pelamp
mberat (sink
ekitar baka
salah satu a
s ukuran ik
dalah 0,25 i
antai membu
ebagai berik
komando da
ugas untuk
banyak 7 s
oleh nelay
(boat liftne
at tangkap
t dengan “j
g dapat dija
ap ini terdir
umumnya
erbuat dari b
h (bunt), b
pung (float)
ker line), ta
au dengan
lat tangkap
kan. Ukuran
inci dan 0,5
utuhkan ne
kut: 1) nak
alam opera
menggiring
sampai 12 o
yan di
et) di
yang
jaring
dikan
ri dari
sama
bahan
bagian
), tali
ali ris
dasar
yang
mata
5 inci.
elayan
khoda
si, 2)
g ikan
orang
yang bertu
dapat kita
Ope
melingkar
ikan deng
meter), se
lampu seb
pada daer
dikategori
berpasir d
(Oktober s
musim tim
hasil pen
dominan
tembang (
Sistem pe
Kabupaten
2.1.1.2 A
(1) Jar
Jarin
pada selur
Alat tangk
insang per
ugas untuk
lihat pada G
Gambar 6
erasi penan
ri areal tert
an jaring pa
edangkan pa
bagai pengu
rah yang te
ikan sebaga
dan berpasi
sampai Apr
mur (Mei sa
nelitian yan
tertangkap
(Sardinella
mbagian ha
n Maluku T
Alat tangka
ring insang
ng insang b
ruh tubuh j
kap ini meru
rmukaan leb
menarik jar
Gambar 6
Alat tangka
ngkapan pa
tentu yang
ada daerah
ada malam
umpul ikan.
erdapat kom
ai daerah es
ir. Musim
ril) dimana
mpai Septe
ng diperole
oleh pukat
sp), selar (
asil pada un
Tengah adala
ap ikan pela
permukaa
berbentuk e
jaring, leba
upakan alat
bih sedikit
ring. Gamb
ap pukat pan
ada waktu
diduga me
yang agak j
hari operas
Penangkap
munitas bak
stuaria deng
penangkap
nelayan cen
mber) terjad
eh menunju
t pantai ter
(Selaroides
nit penangk
ah pembagi
agis besar
an (drift gill
empat perse
ar jaring leb
t tangkap ya
dan ringan
bar kapal da
ntai (beach
siang har
erupakan te
jauh dari ga
si penangka
pan ikan den
kau dan ali
gan dasar p
pan terbaik
nderung unt
di ombak d
ukkan bah
rdiri dari:
spp), serta
kapan pukat
ian hasil lan
lnet)
egi panjang
bih pendek
ang pasif. Ju
bila diband
an alat tangk
seine) di pe
ri dilakuka
empat berad
aris pantai (
apan dibantu
ngan pukat
iran sungai
perairannya
terjadi pad
tuk melaut,
an gelomba
hwa jenis-j
ikan teri (S
a ikan pelag
pantai di K
ngsung yaitu
g, ukuran m
dari pada
umlah pemb
dingkan den
kap pukat p
erairan Malu
an dengan
danya kelom
(100 sampa
u dengan p
pantai dilak
sehingga
lumpur, lu
da musim
sedangkan
ang. Berdas
enis ikan
Stolephorus
gis kecil lai
Kota Ambon
u 50% : 50%
mata jaring
ukuran pan
berat pada j
ngan pelamp
23
pantai
uku
cara
mpok
ai 200
erahu
kukan
dapat
umpur
barat
n pada
arkan
yang
s sp),
nnya.
n dan
%.
sama
njang.
jaring
pung,
24
sehingga terbentuk dua gaya yang berlawanan arah pada tubuh jaring yaitu gaya
apung lebih besar dari gaya tenggelam, setelah jaring ditaburkan selama 3 sampai
4 jam, kemudian dilakukan penarikan. Tertangkapnya ikan-ikan dengan gillnet
ialah dengan cara ikan-ikan tersebut terjerat pada mata jaring ataupun terbelit
pada tubuh jaring. Tujuan tangkap dengan jaring insang permukaan yang
berukuran mata jaring 4,0 sampai 7,0 inchi di perairan Maluku umumnya terdiri
dari: ikan tongkol (Euthynnus affinis), cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna
(Thunnus albacares), layar (Isthioporus orientalis), lemadang (Coryphaena
hyppurus), dan lain sebagainya.
(2) Huhate (pole and line)
Huhate (pole and line) adalah alat tangkap ikan yang sangat sederhana,
bagian-bagiannya terdiri dari tangkai pancing (joran), tali pancing kait dan
umpan buatan. Joran pancing terbuat dari bambu berukuran panjang 3 sampai 4
m dengan diameter 2,5 sampai 3,0 cm. Tali pancing terbuat dari tali senar
monofilamen diameter 3,0 mm, No 800 dari bahan polyamida yang panjangnya
kurang lebih sama dengan panjang tiang pancing. Kail terbuat dari baja putih
tanpa pengait pada mata pancing dan umpan buatan terbuat dari bulu ayam, bulu
kambing dan serat plastik. Di Maluku, kapal huhate dapat digolongkan dalam dua
jenis, yakni rurehe dan motor ikan. Rurehe adalah kapal huhate berukuran kecil
yang menggunakan sistem motor tempel (outboard engine system) dimana ruang
para pemancing terdapat di bagian buritan kapal (Gambar 7), sedangkan motor
ikan adalah kapal huhate berukuran lebih besar yang menggunakan motor dalam
(inboard engine system) dan ruang para pemancing berada di bagian haluan
kapal (Gambar 8)
Gambar 7 Kapal huhate dengan sistem motor tempel (rurehe). (a) pandangan samping, (b) pandangan atas
Mes
in
Palka UmpanRuangJangkar Palka Ikan Palka BBM
Ruang ABK Ruang Pemancingan
(a)
(b)
Mes
inM
esin
Palka UmpanRuangJangkar Palka Ikan Palka BBM
Ruang ABK Ruang Pemancingan
(a)
(b)
Jum
yang terdi
sampai 5
antara 11
jurumudi,
hidup (boi
Jeni
adalah ika
layang (D
(Caesio sp
(3) Pan
Panc
umpan dan
mengguna
mm, tetap
dari bahan
penangkap
berada di
awalnya t
serat-serat
membuat
umpan bu
mlah nelayan
iri dari satu
nelayan pem
sampai 25 o
satu orang
i-boi) dan 8
Gambar 8
s-jenis ikan
an teri (Sto
Decapterus s
pp.) yang ba
ncing tonda
cing tonda (
n penggulun
akan tali ya
pi sekarang
n polyamid
pan ikan dis
belakang
terbuat dari
t plastik di
umpan bua
uatan berbe
n yang terd
u orang tan
mancing, se
orang yang
g jurumesin
8 sampai 14
Kapal huha
n pelagis kec
olephorus s
sp.), ikan t
anyak terdap
a (troll line)
(troll line) a
ng tali. Unt
ang terbuat
mereka tela
da berdiame
seret atau d
kapal/perah
i bahan bul
i pasaran,
atan. Kead
entuk ikan,
dapat dalam
nase (fishin
edangkan ju
terdiri dari
n, satu oran
4 nelayan p
ate yang be
cil yang bia
sp.), ikan k
tembang (S
pat di Malu
adalah alat t
tuk tali, awa
dari bahan
ah menggun
eter 2,0 mm
ditonda (tro
hu. Umpan
lu ayam, bu
nelayan m
daan ini ter
udang atau
m satu rureh
ng master),
umlah nelay
: satu orang
ng oliman, s
pemancing
roperasi di
asanya digun
kembung (R
Sardinella sp
uku.
tangkap ika
alnya nelaya
manila hen
nakan senar
m. Alat pa
lled) diman
n buatan te
ulu itik, ke
menggunakan
rus berkemb
u cumi-cum
he antara 7
2 orang ju
yan pada sa
g fishing m
satu orang
perairan Ma
nakan sebag
Rastrelliger
sp.) dan ika
an yang terd
an pancing
nep berdiam
r monofilam
ncing tond
na posisi ala
elah mengal
emudian set
nnya sebag
bang denga
mi yang ter
sampai 8 o
uru mesin d
atu kapal h
aster, satu o
penawur um
aluku
gai umpan h
r spp.) dan
an pisang-p
diri dari tali,
tonda di M
meter 2 sam
men yang te
a dalam op
at tersebut s
lami perub
telah bered
gai bahan u
an diciptaka
rbuat dari b
25
orang
dan 4
huhate
orang
mpan
hidup
ikan
pisang
, kail,
aluku
mpai 3
erbuat
perasi
selalu
bahan,
arnya
untuk
annya
bahan
26
kayu, plas
terutama p
kayu, teta
dilakukan
mengingat
memperha
Perubahan
mempenga
Ga
Beb
(Ayodhyo
usaha dap
bebas, 4)
tertangkap
menyerup
teknologi
alternatif
dengan ke
daerah pe
lokal yakn
stik atau dar
pada bahan
api sekaran
nelayan t
t teknologi
atikan damp
n ini juga di
aruhinya. G
ambar 9 Kap
erapa hal po
oa 1981), ad
pat dijalanka
pengaruh
p seekor de
ai 1) ikan t
umpan bua
untuk: 1) m
esukaan ma
nangkapan,
ni sebanding
ri bahan fib
nnya, diman
ng diganti
terhadap de
saat ini b
pak yang di
idasari deng
Gambar kapa
pal pancing
ositip dari p
dalah : 1)
an, 3) syara
cuaca dan
emi seekor.
tongkol, 2)
atan yang d
menyesuaik
kan ikan tu
, 2) mahaln
g dengan p
erglass. Gu
na sebelum
dengan ba
esain tekno
erkembang
itimbulkan
gan memper
al pancing t
g tonda yang
penggunaan
strukturnya
at daerah pe
n keadaan
Bentuk um
layang, 3)
dimiliki ne
kan umpan
una terhadap
nya jenis um
endapatan r
ulungan tali
mnya nelaya
han dari fi
ologi alat
terus dari
akibat peng
rhatikan fak
tonda dapat
g beroperasi
n alat pancin
a tidak rum
enangkapan
laut relatif
mpan buatan
terbang, da
elayan terse
buatan yan
p jenis ikan
mpan buata
rata-rata usa
juga meng
an membua
fiberglass. P
tangkap sa
hari ke ha
ggunaan tek
ktor-faktor l
dilihat pad
i di perairan
ng dalam pe
mit, 2) denga
nnya dapat
f kecil, dan
n yang dibu
an 4) cumi-
ebut merupa
ng digunak
n dimangsa
an yang ter
aha penangk
alami perub
atnya dari b
Perubahan
angatlah pe
ari dengan
knologi ters
lingkungan
a Gambar 9
n Maluku
enangkapan
an modal u
memilih de
n 5) ikan
uat oleh ne
cumi. Ting
akan upaya
kan oleh ne
yang terdap
sedia di pa
kapan.
bahan
bahan
yang
enting
tetap
sebut.
yang
9.
n ikan
ukecil
engan
yang
elayan
ginya
a atau
elayan
pat di
asaran
Gambar 1
2.1.2 Per
Kap
menangka
penelitian
disebutkan
suatu bent
tempat un
yang dila
lainnya. F
dalam me
melihat ja
tangkap se
Kap
fasilitas y
penyimpan
lainnya d
konstruksi
Sem
yang telah
kapal ikan
bagi setia
masing di
0 Umpan buterbang, (
ahu/kapal
pal ikan ada
ap sumberd
, kontrol, su
n oleh Iskan
tuk bangun
ntuk melaku
akukan oleh
Fungsi atau
ndesain kon
angkauan o
erta tingkah
pal ikan haru
yang cukup
n es. Kom
dan kompon
i kapal ikan
mua kapal ya
h ditetapkan
n, kapal pe
ap kapal ya
igambarkan
1
3
uatan meny(4) cumi-cum
penangkap
alah kapal y
daya perair
urvey dan s
ndar dan No
nan yang da
ukan aktifit
h sebuah k
peruntukan
nstruksi kap
operasinya,
h laku ikan t
us memilik
p antara l
mponen inila
nen inilah
n. (Nomura d
ang beroper
n oleh Depa
enumpang,
ang telah b
n dengan m
yerupai (1) imi
p ikan
yang digun
ran atau k
sebagainya
ovita (1997)
apat terapu
tas dan me
kapal ikan
n sebuah kap
pal tersebut
jenis ikan
target penan
ki kapasitas
lain: palka
ah yang m
yang dapa
dan Yamaz
rasi di perai
artemen Per
dan lain-la
beroperasi
model/desai
ikan tongko
akan untuk
kegiatan y
(Boxton 19
) yang diacu
ung dan ber
erupakan sa
sangat be
pal ikan ak
t. Sebuah ka
n yang aka
ngkapan.
muat yang
, ruang pe
membedakan
at berpenga
aki 1977; F
iran Indones
rhubungan
ain. Persyar
sesuai den
in kapal se
2
4
ol, (2) ikan l
k usaha men
yang berhu
957). Penge
u oleh Nand
rfungsi seba
arana transp
erbeda deng
kan menunju
apal ikan d
an ditangk
memadai s
endingin, p
n kapal ika
aruh terhad
Fyson 1985)
sia harus m
laut, baik i
ratan yang
ngan kegiat
esuai kebut
ayang, (3) i
ngumpulkan
ubungan de
ertian kapal
da (2004) a
agai wadah
portasi. Akt
gan kapal-
ukkan perbe
dirancang de
kap, ukuran
serta mempu
pembekuan
an dengan
ap suatu d
).
memenuhi kr
itu kapal ba
telah diteta
tannnya ma
tuhan. Beb
27
ikan
n dan
engan
yang
adalah
h atau
tifitas
kapal
edaan
engan
n alat
unyai
n dan
kapal
desain
riteria
arang,
apkan
asing-
berapa
28
persyaratan yang harus ditaati oleh kapal ikan yang walaupun penggunaannya
tidak sama dengan kapal lainnya, seperti: kemampuan berlayar yang cukup aman
dalam kondisi apapun, memiliki bentuk yang memberikan gambaran kestabilan
dan daya apung yang cukup efisien hal ini dilihat dari ukuran, tenaga, biaya,
produk dan tujuan penggunaannya. Persyaratan ini semuanya harus dipenuhi
sebelum desain dasar dimulai atau ditentukan guna perencanaan kapal yang layak
laut (Brown 1957).
Pada umumnya kategori dan ukuran kapal/perahu di Indonesia berdasarkan
Statisti Kelautan dan Perikanan Tahun 2005 terdiri dari 3 kategori utama (DKP
RI, 2006) yaitu: (1) Perahu Tanpa Motor, (2) Motor Tempel, dan (3) Motor
Tempel, yang terbagi menurut ukuran GT yaitu: ukuran ,<5GT, 5-10GT, 10-
20GT, 20-30GT, 30-50GT, 50-100GT, 100-200GT, dan >200GT.
Pengelompokkan kategori kapal tersebut tentunya didasarkan pada tenaga
penggerak yang digunakan. Fungsi kapal perikanan seperti tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 meliputi: (1) kapal penangkap ikan, (2)
kapal pengangkut ikan, (3) kapal pengolah ikan, (4) kapal latih perikanan, (5)
kapal penelitian/eksplorasi perikanan, dan (6) kapal pendukung operasi
penangkapan ikan dan atau pembudidayaan ikan.
Jumlah armada penangkapan ikan di Maluku untuk tahun 2007 secara
keseluruhan tercatat sebanyak 44.430 buah, yang terdiri dari perahu tanpa motor
(PTM) 39.124, perahu motor tempel (PMT) 3.781 buah, dan kapal motor (KM)
1.525 buah. Jika dibandingkan dengan Tahun 2006 sebesar 34.372 buah maka
untuk Tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 10.058 buah atau 11,58 %.
Namun, armada penangkapan di Maluku masih didominasi oleh perahu berukuran
kecil yaitu perahu tanpa motor (PTM), yang mencakup jukung, perahu papan
kecil, sedang dan besar. Jumlah armada penangkapan ikan PTM rata-rata
mencapai 90% dari total keseluruhan armada penangkapan, sedangkan selebihnya
merupakan perahu tanpa motor (PMT) 7,96%, dan kapal motor (KM) 2,34%
(DKP Maluku 2006). Perkembangan jumlah armada terlihat mengalami
penurunan pada Tahun 2000 dan Tahun 2001. Hal ini disebabkan akibat dampak
kerusuhan sosial Maluku yang terjadi pada saat itu, akan tetapi setelah itu pada
Tahun 2002 sampai Tahun 2007 jumlah armada penangkapan mulai meningkat
29
secara signifikan. Secara lengkap ukuran kapal yang digunakan masyarakat
nelayan di perairan Maluku dapat dilihat pada Tabel 6
Tabel 6 Jumlah perahu/kapal perikanan menurut jenis/ukuran di Maluku tahun 1998 – 2007
Kategori Besarnya Usaha
Perahu Tanpa Motor Perahu Kapal Motor
Tahun Jumlah Jukung Perahu Papan Motor
Kecil Sedang Besar Tempel <5 GT
5 -10 GT
10- 20 GT
20 -30 GT
30-50 GT
50-100 GT
100-200 GT
>200 GT
1998 36629 24896 5643 2210 211 2396 423 206 238 133 42 45 132 54
1999 35343 23584 5509 1491 271 2090 1226 228 140 370 144 14 113 163
2000 29275 20646 3565 1262 194 1529 1079 187 103 241 115 36 155 163
2001 26211 20709 1621 1033 117 968 932 146 66 113 86 59 197 164
2002 37295 29897 3118 995 178 2285 215 54 56 57 51 198 165 26
2003 39838 29372 5762 1162 321 1738 744 245 134 75 40 30 170 45
2004 38301 28978 5378 1216 272 1792 225 119 65 37 3 44 149 23
2005 43601 30834 6285 1609 627 3251 418 266 99 40 12 35 125 0
2006 34372 24704 4364 1422 610 2894 338 204 102 32 8 9 20 25
2007 44430 30000 6563 1826 735 3781 533 428 276 90 34 16 128 20
Sumber : DKP Maluku (2007)
2.1.3 Nelayan
Nelayan merupakan salah satu faktor penting dari unit penangkapan ikan
yang sangat berperan dalam mengadakan kegiatan penangkapan ikan. Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 2004 mendefinisikan nelayan sebagai orang yang mata
pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Berdasarkan waktu yang
dialokasikan untuk melakukan operasi penangkapan ikan, maka nelayan dapat
diklasifikasikan dalam: 1) nelayan penuh; nelayan yang seluruh waktunya
dialokasikan untuk kegiatan penangkapan ikan, 2) nelayan sambilan utama;
nelayan yang sebagian waktunya dialokasikan untuk melakukan operasi
penangkapan, 3) nelayan sambilan tambahan: yaitu nelayan yang sebagian kecil
waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan.
Nelayan yang ada di perairan Maluku melakukan pekerjaan operasi penangkapan
sebagai nelayan penuh dan nelayan sambilan utama.
Perkembangan jumlah nelayan di Provinsi Maluku pada tahun 2006 tercatat
114.630 orang, dengan armada penangkapan sebanyak 34.372 unit, selain itu
pendapatan nelayan yang dicapai pada tahun 2006 sebesar Rp 4.038.329 per
tahun, sementara konsumsi ikan mencapai 54,3 per kapita per tahun, sedangkan
30
rumah tangga perikanan (RTP) pada tahun yang sama berjumlah 37.505 (DKP
Maluku 2007).
Perkembangan nelayan meningkat selama periode 2002–2006. Peningkatan
jumlah nelayan pada tahun 2005 menjadi 114.156 orang atau sekitar 29%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya adalah seirama dengan peningkatan RTP
pada tahun yang sama yaitu sebesar 37.434 atau sekitar 13%. Perkembangan RTP
di Maluku dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7 Perkembangan nelayan dan rumah tangga perikanan (RTP) di Maluku Tahun 2002-2006
No Uraian Tahun
2002 2003 2004 2005 2006
1 Nelayan perikanan laut
74.012* 105.660* 88.236* 114.156+ 114.630+
2 RTP Laut 31.026# 31.472# 33.016# 37.434# 37.505#
Sumber : * DKP RI (2006); + DKP Maluku (2007); # DKP Maluku (2003; 2005; 2007a) 2.2 Produksi Perikanan
Produksi hasil perikanan merupakan output dari proses penangkapan ikan.
Produksi tersebut sangat ditentukan oleh berbagai faktor seperti sarana
penangkapan ikan, kemampuan atau ketrampilan nelayan, manajemen, dan
beberapa faktor lainnya ternasuk infrastruktur pendudkung seperti pelabuhan
perikanan dan pangkalan pendaratan ikan.
Menurut Naamin dan Badrudin, 1992 diacu dalam Ihsan 2000), secara
umum sumberdaya hayati laut dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok antara
lain:
(1) Sumberdaya ikan pelagis kecil
(2) Sumberdaya ikan pelagis besar
(3) Sumberdaya ikan demersal
(4) Sumberdaya udang dan biota laut non ikan lainnya.
Produksi sangat ditentukan oleh oleh berbagai faktor seperti sarana
penangkapan, kemampuan/ketrampilan nelayan, manajemen, serta beberapa faktor
lainnya termasuk infrastruktur pendukung seperti pelabuhan perikanan dan
pangkalan pendaratan ikan. Produksi hasil perikanan berdasarkan Statistik
Perikanan Provinsi Maluku tahun 2007 yang terdiri dari komoditi cakalang, tuna,
31
udang, kembung, layang, teri, selar, julung, serta komoditi lain-lain relatif
meningkat selama periode 2002-2006. Kenaikan tersebut adalah seiring dengan
peningkatan jumlah RTP, kapal penangkap, alat tangkap, serta nelayan pada
periode yang sama.
Rata-rata volume produksi ikan pelagis kecil seperti kembung dan layang
sejak tahun 2002 hingga 2006 meningkat, sedangkan ikan selar, julung dan teri
berfluktuasi pada periode tahun yang sama. Produksi ikan pelagis terbanyak pada
tahun 2006 secara berurutan adalah ikan layang (35.129,8 ton), kembung
(32.880,7 ton), selar (13.454,4 ton), teri (8.215,6 ton), dan julung (2.335,6 ton).
Jika dibandingkan dengan tahun 2005 maka produksi ikan pelagis kecil dimaksud
mengalami peningkatan produksi lebih besar dari 35% untuk masing-masing jenis
ikan. Kecenderungan peningkatan produksi ikan pelagis kecil cukup intensif,
walaupun demikian, total produksi, perubahan produksi hasil perikanan di
Maluku tahun 2006 terhadap 2005 hanya meningkat sekitar 0,5%. Sementara
produksi ikan pelagis besar didominasi oleh ikan cakalang (20.719,2 ton), serta
ikan tuna (6.293,0 ton). Jenis non ikan yang dominan adalah udang, lola, teripang,
siput mutiara, rumput laut dan lain-lain yaitu sebesar 238.980,6 ton dari
Kabupaten Maluku Tenggara. Produksi hasil perikanan yang dihasilkan di
perairan Maluku menurut komoditi tercantum pada Tabel 8. Jumlah produksi ikan
menurut komoditi jenis ikan tahun 2002 hanya sekitar 240.314 ton dan terus
meningkat hingga tahun 2006 mencapai 488.090 ton. Hal ini disebabkan pada
tahun 2002 nelayan lebih terfokus pada profesinya akibat pada tahun sebelumnya
terjadi konflik sosial yang terjadi di daerah ini.
Upaya peningkatan produksi tidak hanya berkaitan langsung dengan
bertambahnya nelayan, tetapi perlu dukungan terhadap nelayan melalui
modernisasi alat tangkap dan kapal penangkap. Hal ini disebabkan karena 905
kapal penangkap masih merupakan PTM dengan jangkauan yang terbatas, selain
itu juga perlu dukungan finansial dan IPTEK perikanan bagi nelayan PTM dan
kapal motor untuk lebih memperluas jangkauan operasi penangkapan ke wilayah
perairan yang rendah tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan.
Peningkatan produksi hasil perikanan berhubungan langsung dengan kondisi
pasar untuk memberikan nilai tambah produk perikanan. Pemasaran hasil-hasil
32
perikanan Maluku mempunyai peluang besar untuk keperluan konsumsi lokal
maupun internasional. Peluang pasar eksport akhir-akhir ini terus meningkat, hal
ini disebabkan karena: 1) jumlah penduduk dunia terus meningkat, 2) kesadaran
manusia akan gizi ikan mulai meningkat, 3) semakin bertambahnya industri
makanan dan minuman dengan bahan dasar dari biota laut. Komoditi perikanan
Maluku dalam realisasi ekspor 2006 meliputi komoditi udang, ikan tuna, ikan
campur, kepiting beku, dan ikan hidup. Sementara pasar dalam negeri mengarah
pada produk ikan asin, ikan asap, abon ikan, kerupuk udang, serta kerupuk ikan.
Produksi hasil perikanan menurut komoditi terlihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Produksi hasil perikanan di Maluku Tahun 2002-2006
Komoditi Volume (ton) Perubahan 2005-2006 (%)
2002 2003 2004 2005 2006 Udang 4348,2 5.748,9 6.776,7 928,8 3.838,1 312,8 Cakalang 6981,9 6.253,0 3.862,5 11.777,8 20.719,2 75,9 Tuna 4973,6 4.112,3 3.792,6 4.913,7 6.293,0 28,1 Kembung 3746,7 3.415,9 9.205,3 11.487,7 32.880,7 186,2 Layang 6828,7 8.914,4 15.518,6 19.098,6 35.129,8 83,9 Selar 4272,9 6.149,4 7.324,2 8.652,4 13.454,4 55,5 Julung 1201 1.150,6 1.094,2 1.539,3 2.335,6 51,7 Teri 4131 6.186,8 5.678,8 5.970,9 8.215,6 37,6 Lain-lain 203556 331.839 370.431 417.958 361,538 -13,5 Ikan darat 274 111,3 520,1 3.328,2 3.689,4 10,85 Jumlah 240314 373.882 428.204 485.657 488.090 0,5
Sumber: DKP Maluku (2006)
Tabel 9 Produksi perikanan laut menurut komoditi non ikan pada Kabupaten/Kota
Tahun 2007
Kabupaten/Kota Udang Lola Teripang Siput Mutiara
Rumput Laut
Lain-lain
Jumlah (ton)
Ambon 1576,6 - - - - 1440,9 77063,0 Maluku Tengah 33,3 12,8 40,5 11,8 2,1 340,2 91341,4
Seram Bagian Barat 7,5 7,7 67,6 6,8 18,4 153,4 15509,1 Seram Bagian Timur
35,8 - - - - 5,1 7593,5
Buru 4,8 - 9,8 - 50,5 104,9 33558,4 Maluku Tenggara 1734,9 447,2 40,9 13,5 - 3346,9 238980,6Maluku Tenggara Barat
- 70,1 318,8 - 89,1 483,6 14434,1
Kepulauan Aru 661,0 - 25,4 137,7 23,3 1179,1 10548,3Jumlah 4044,9 537,8 493,0 169,8 183,4 7054,1 489018,4
Sumber: DKP Maluku (2007)
33
2.3 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap
Pengembangan menurut DEPDIKBUD (1990) dalam kamus besar bahasa
Indonesia berarti pengertian proses, cara atau perbuatan mengembangkan.
Pengembangan merupakan usaha perubahan dari suatu kondisi yang kurang kepada
suatu yang dinilai lebih baik. Manurung et al. (1998), memberikan pengertian tentang
pengembangan sebagai suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan
penduduk dalam mengelola lingkungan sosial yang disertai dengan meningkatkan
taraf hidup mereka. Pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu
kemajuan. Pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan
manusia untuk meningkatkan produksi dibidang perikanan dan sekaligus
meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik
(Bahari 1989).
Kebijakan merupakan suatu bentuk keputusan pemerintah atau sebuah
lembaga yang dibuat agar dapat memecahkan suatu masalah untuk mewujudkan
suatu keinginan rakyat, suatu kebijakan mampu mempengaruhi keikutsertaan
masyarakat yang secara keseluruhan dipengaruhi oleh proses kebijakan, mulai
dari perumusan, pelaksanaan hingga penilaian kebijakan (Abidin 2004).
Kebijakan yang dilakukan akan bertolak pada dasar hukum serta peraturan yang
berlaku. Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu perubahan dari
suatu yang dinilai kurang kepada sesuatu yang dinilai lebih baik. Kemajuan akan
dicapai apabila kondisi ekonomi berubah/meningkat, pertumbuhan ekonomi
berkaitan erat dengan mekanisme ekonomi, sosial dan institusional, baik swasta
maupun pemerintah untuk dapat menciptakan perbaikan taraf hidup masyarakat
dengan luas dan cepat (Tara 2001 diacu oleh Jusuf 2005).
Kebijakan pengelolaan mengacu pada upaya yang merupakan suatu bentuk
tindakan yang sedemikian rupa untuk dapat menangani isu kebijakan dari awal
hingga akhir. De Coning (2004) mengatakan bahwa analisis kebijakan adalah
bagian dari kebijakan pengelolaan yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan
dianggap resmi oleh pemerintah merupakan suatu bentuk dari suatu kebijakan
yang sah dan mempunyai kewenangan dan memaksa kehendaknya untuk dipatuhi
oleh setiap masyarakat.
Pengembangan jenis teknologi penangkapan ikan di Indonesia perlu
diarahkan agar dapat menunjang tujuan pembangunan umum perikanan, syarat-
34
syarat yang harus dipenuhi menurut Monintja (2003), yaitu: 1) menyediakan
kesempatan kerja yang banyak, 2) menjamin pendapatan yang memadai bagi para
tenaga kerja atau nelayan, 3) menjamin jumlah produksi yang tinggi untuk
menyediakan protein, 4) mendapatkan jenis ikan komoditi eksport atau jenis ikan
yang bisa diekspor, 5) tidak merusak kelestarian sumberdaya.
Upaya pengelolaan dan pengembangan perikanan laut dimasa mendatang
akan terasa lebih berat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK), tetapi dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi
itu pula diharapkan akan mampu mengatasi keterbatasan sumberdaya melalui
suatu langkah yang rasional untuk mendapatkan manfaat yang optimal dan
berkelanjutan. Langkah pengelolaan dan pengembangan tersebut juga harus
mempertimbangkan aspek biologi, teknis, sosial, budaya, dan ekonomi (Barus et
al. 1991).
Seleksi teknologi menurut Haluan dan Nurani (1988), dapat dilakukan
melalui pengkajian pada aspek bio-technico-socio-economi-approach, oleh karena
itu ada empat aspek yang harus dipenuhi oleh suatu jenis teknologi penangkapan
ikan yang dikembangkan, yaitu: 1) jika ditinjau dari segi biologi tidak merusak
dan mengganggu kelestarian sumberdaya, 2) secara teknis efektif digunakan, 3)
secara sosial dapat diterima masyarakat nelayan, dan 4) secara ekonomi teknologi
tersebut bersifat menguntungkan. Pengembangan jenis-jenis teknologi
penangkapan ikan di Indonesia perlu diarahkan agar dapat menunjang tujuan
pembangunan umum perikanan, apabila hal ini dapat disepakati, maka syarat-
syarat pengembangan teknologi penangkapan Indonesia haruslah dapat:
(1) Menyediakan kesempatan kerja yang banyak
(2) Menjamin pendapatan yang memadai bagi para tenaga kerja atau nelayan
(3) Menjamin jumlah produksi yang tinggi
(4) Mendapatkan jenis ikan komoditi ekspor atau jenis ikan yang biasa diekspor
(5) Tidak merusak kelestarian SDI
Intensifikasi untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan pada
dasarnya adalah merupakan penerapan teknologi modern pada sarana dan teknik
yang digunakan termasuk alat penangkapan ikan, perahu atau kapal dan alat bantu
penangkapan ikan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah,
35
namun tidak semua modernisasi dapat menghasilkan peningkatan produksi dan
peningkatan pendapatan (net income) nelayan. Oleh karena itu introduksi teknik-
teknik penangkapan ikan yang baru harus didahului dengan penelitian dan
percobaan yang intensif dengan hasil yang meyakinkan (Wisudo et al 1994).
Berbagai masalah dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan di
bidang perikanan tangkap antara lain: 1) usaha perikanan tangkap masih
didominasi oleh usaha perikanan tangkap skala kecil, 2) tidak ada kepastian dalam
hal produktivitas dan ketersediaan bahan baku, 3) maraknya IUU fishing baik oleh
nelayan asing maupun nelayan domestik, sehingga beberapa jenis alat tangkap
produktivitasnya menurun, 4) rendahnya kepastian hukum, 5) kurangnya insentif
investasi, 6) keamanan kegiatan penangkapan di berbagai wilayah kurang
kondusif, 7) banyaknya pungutan terhadap pelaku usaha, baik yang resmi maupun
tidak resmi (unpredictable), 8) bidang perikanan tangkap dipandang tidak
bankable, 9) rendahnya kualitas SDM, 10) sarana dan prasarana daerah tertentu
belum memadai, dan 11) tumpang tindihnya peraturan pusat dan daerah, terutama
terkait dengan pungutan, restribusi, dan pajak pengusahaan perikanan (DJPT
2004).
Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa
komponen yang saling berkaitan atau berhubungan dan saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya. Komponen-komponen perikanan tangkap, yakni: 1)
masyarakat atau sumberdaya manusia (SDM), 2) sarana produksi, 3) usaha
penangkapan, 4) prasarana pelabuhan, 5) unit pengolahan, dan 6) unit pemasaran
(Monintja dan Yusfiandayani 2001). Pembangunan perikanan tangkap dinilai
cerah karena potensi dan prospek yang dimiliki bangsa Indonesia, yaitu : 1)
luasnya perairan yang dimiliki (laut teritorial, laut nusantara dan ZEE), dan
perairan umum (danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya), 2) potensi lestari
ikan laut yang belum dikelola secara optimal, 3) potensi SDM yang melimpah
yang belum dioptimalkan, 4) prospek pasar dalam dan luar yang cerah untuk
produk-produk perikanan laut, 5) permintaan untuk konsumsi dalam dan luar
negeri sangat tinggi seiring meningkatnya jumlah penduduk, dan 6) kesadaran
masyarakat akan pentingnya ikan sebagai bahan pangan yang aman, sehat dan
36
bebas kolestrol sehingga masyarakat beralih dari mengkonsumsi red-meat
menjadi white-meat (DJPT 2004).
Monintja (2001) menyatakan bahwa apabila pengembangan perikanan di
suatu wilayah perairan ditekankan pada perluasan kesempatan kerja, maka
teknologi yang perlu dikembangkan adalah jenis unit penangkapan ikan yang
relatif dapat menyerap banyak tenaga kerja dengan pendapatan yang memadai.
Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen
yang saling berkaitan dengan lainnya atau saling mempengaruhi antara satu
dengan lainnya. Komponen perikanan tangkap antara lain: 1) masyarakat, 2)
sarana produksi, 3) usaha penangkapan, 4) prasarana pelabuhan, 5) unit
pengolahan, 6) unit pemasaran (Monintja 2001) terlihat pada Gambar 11.
Pada Gambar 11 dijelaskan tentang komponen dalam kompleksitas
penangkapan ikan terdiri dari:
(1) Sumberdaya manusia
Dalam membangun dan mengembangkan usaha perikasnan tangkap sangat
dibutuhkan sumberdaya manusia yang cukup tangguh, handal, dan
profesional. Untuk memperoleh tenaga yang terampil dalam penguasaan
teknologi maka sangat dibutuhkan pembinaan terhadap sumberdaya manusia
(2) Sarana produksi
Sarana produksi tersebut antara lain: penyediaan alat tangkap, pabrik es,
galangan kapal, instalasi air tawar, listrik serta pendidikan dan pelatihan
tenaga kerja
(3) Usaha penangkapan/ proses produksi
Usaha penangkapan terdiri dari kapal, alat tangkap, dan nelayan, aspek legal
yang meliputi sistem informasi dan unit sumberdaya terdiri spesies, habitat,
dan lingkungan fisik
(4) Prasarana pelabuhan
Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat
nelayan, tempat berlabuhnya kapal perikanan, tempat pendaratan ikan hasil
perikanan, pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan, pusat
pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan. serta pusat pelaksanaan
penyuluhan dan pengumpulan data
37
(5) Unit pengolahan
Unit pengolahan terdiri dari handling, processing dan packaging, bertujuan
untuk mempertahankan kualitas mutu hasil tangkapan
(6) Unit pemasaran
Pemasaran merupakan arus pergerakan barang-barang dan jasa dari produsen
ke tangan konsumen.
Perikanan tangkap di Indonesia masih dicirikan oleh perikanan skala kecil
seperti terlihat pada komposisi armada penangkapan nasional yang masih
didominasi oleh usaha perikanan skala kecil sekitar 85%, dan hanya sekitar 15%
dilakukan oleh usaha perikanan skala besar (Ditjen Perikanan Tangkap 2004).
Pengembangan perikanan tangkap dalam rangka peningkatan produksi dan
pendapatan nelayan setidaknya harus memperhatikan berbagai faktor, antara lain:
1) potensi dan penyebaran sumberdaya ikan, komposisi ukuran hasil tangkapan, 2)
jenis dan jumlah unit penangkapan ikan termasuk fasilitas penanganan dan
pendaratan ikan, 3) nelayan dan kelembagaan, 4) pemasaran dan rente ekonomi
sumberdaya ikan , dan 5) kelestarian sumberdaya ikan (Kesteven 1973; Charles
2001).
Pembangunan perikanan berkelanjutan menurut Charles (2001) harus
mengandung empat aspek penting yaitu:
(1) Keberlanjutan ekologis (ecological sustainability) yaitu: memelihara
keberlanjutan stok ikan sehingga tidak melewati daya dukungnya, serta
meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistem;
(2) Keberlanjutan sosial ekonomi (socioeconomic sustainability) yaitu:
mempertahankan keberlanjutan kesejahteraan individu dan masyarakat;
(3) Keberlanjutan komunitas (community sustainability) yaitu: mempertahankan
keberlanjutan kesejahteraan masyarakat; dan
(4) Keberlanjutan institusi (institutional sustainability) yaitu: memelihara aspek
finansial dan administrasi yang sehat dan merupakan prasyarat terhadap
ketiga aspek keberlanjutan sebelumnya.
38
Gambar 11 Sistim agribisnis perikanan tangkap (Kesteven 1973 dimodifikasi oleh
Monintja 2001).
2.4 Teknologi Penangkapan Ikan Tepat Guna
Definisi teknologi tepat guna (TTG) berdasarkan Undang-Undang (UU)
Nomor 5 Tahun 1984 tentang perindustrian adalah teknologi yang tepat dan
berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai tambah, hal ini berarti
teknologi yang diciptakan dapat memenuhi kebutuhan manusia, menjaga
kelangsungan serta dapat meningkatkan taraf hidup manusia sebagai pengguna
teknologi.
MASYARAKAT
Konsumen Modal
Teknologi Pembinaan
Ekspor
Devisa
UNIT PEMASARAN Distribusi Penjualan
Segmen pasar
UNIT PENGOLAHAN
Handling Processing Packaging
PRASARANA PELABUHAN
PROSES PRODUKSI UNIT PENANGKAPAN
Kapal Alat tangkap
Nelayan
ASPEK LEGAL
Sistem Informasi
UNIT SUMBERDAYA
Spesies Habitat
Musim/lingkungan fisik
SARANA PRODUKSI
Galangan kapal Pabrik alat
Diklat tenaga kerja
Membangun Membuat Menyelenggarakan
Domestik
Membayar
Produk dijual oleh
Hasil tangkapan didaratkan
Menangkap
Diolah
dijual
39
Penerapan teknologi tepat guna disuatu wilayah harus benar-benar
memperhatikan kondisi lingkungan setempat serta penerapannya disesuaikan
dengan keadaan lingkungan dimana teknologi tepat guna tersebut diterapkan.
Aspek-aspek yang harus diperhatikan adalah aspek lingkungan yang terkait
dengan aspek teknis, aspek biologi, aspek ekonomis, dan aspek sosial budaya
masyarakat setempat.
Pemilihan suatu jenis teknologi penangkapan ikan di suatu wilayah perairan
sangat tergantung pada faktor alam yang merupakan faktor penentu utama yaitu 1)
jenis, kelimpahan, 2) penyebaran sumberdaya ikan, dan 3) luas areal, lokasi dan
keadaan fisik lingkungan daerah penangkapan ikan. Monintja (1987)
mengemukakan bahwa pengembangan usaha perikanan tangkap secara umum
dilakukan melalui peningkatan produksi dan produktivitas usaha perikanan, tujuannya
adalah untuk meningkatkan pendapatan petani dan nelayan, produk domestik bruto
(PDB), devisa negara, gizi masyarakat dan penyerapan tenaga kerja, tanpa
mengganggu atau merusak kelestarian sumberdaya perikanan. Aspek yang perlu
dipertimbangkan dalam pengembangan usaha perikanan yakni aspek biologi, teknis
(teknologi), ekonomis dan sosial budaya. Aspek-aspek yang berpengaruh dalam
pengembangan kegiatan perikanan tangkap di suatu kawasan konservasi antara lain:
(1) Aspek biologi, berhubungan dengan sediaan SDI, penyebarannya, komposisi,
ukuran hasil tangkapan dan jenis spesies.
(2) Aspek teknis, berhubungan dengan unit penangkapan, jumlah kapal, fasilitas
pendaratan dan fasilitas penanganan ikan di darat.
(3) Aspek sosial, berkaitan dengan kelembagaan dan tenaga kerja serta dampak
terhadap nelayan.
(4) Aspek ekonomi, berkaitan dengan hasil produksi dan pemasaran serta efisiensi
biaya operasional yang berdampak terhadap pendapatan bagi stakeholders.
2.5 Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)
Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) atau Ketentuan
Perikanan yang Bertanggungjawab diharapkan dapat dipergunakan sebagai
pedoman untuk melaksanakan perikanan secara bertanggungjawab. Pedoman
teknis ini akan memberikan kelengkapan yang diperlukan bagi upaya nasional dan
internasional untuk menjamin pengusahaan yang lestari dan berkelanjutan
40
menyangkut sumberdaya hayati akuatik yang selaras dan serasi dengan
lingkungan. Pedoman ini juga ditujukan terutama bagi para pengambil keputusan
didalam otoritas pengelolaan perikanan dan kelompok yang berkepentingan,
termasuk perusahaan perikanan, organisasi nelayan, organisasi non pemerintah
yang peduli dan lain- lainnya. Eksploitasi yang berlebihan terhadap stok ikan
penting, modifikasi ekosistem, kerugian ekonomi yang nyata, dan persengketaan
internasional mengenai pengelolaan dan perdagangan ikan telah mengancam
konservasi jangka panjang perikanan dan kontribusi perikanan terhadap suplai
pangan.
Perikanan yang bertanggungjawab tidak membolehkan mengeksploitasi
sumberdaya perikanan secara berlebihan melebihi rata–rata pertumbuhan stok
ikan, jika tidak maka sumberdaya tersebut akan berkurang seiring berjalannya
waktu, mempengaruhi keanekaragaman genetik suatu stok atau populasi, dan bila
ditinjau dari aspek ekonomi akan mempengaruhi rata–rata keuntungan optimal
menjadi lebih rendah. Sebaliknya, apabila sumberdaya perikanan dipandang
sebagai stok modal yang dikelola secara bertanggungjawab dan berkelanjutan
akan menghasilkan manfaat sosial dan ekonomi yang besar.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penangkapan
ikan yang ramah lingkungan adalah (Direktorat Produksi Ditjen Perikanan 2000):
(1) Kriteria penangkapan ikan ramah lingkungan
Menentukan alat penangkapan ikan yang dalam operasinya produktif dan
hasil tangkapannya mempunyai nilai ekonomis tinggi. Pengoperasian alat
tersebut tidak merusak lingkungan dan kelestarian sumberdayanya tetap
terjaga, oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa hal antara lain :
1) selektivitas alat penangkapan ikan, 2) tidak merusak sumberdaya dan
lingkungan, dan 3) meminimumkan discard (ikan buangan).
(2) Fishing ground (daerah penangkapan ikan)
Pembagian daerah penangkapan yang sesuai dengan ukuran kapal dan jenis
alat tangkap yang digunakan, perlunya pengaturan operasi penangkapan ikan
dilapangan, dimaksudkan agar tidak terjadi benturan antara kelompok
nelayan, baik antar nelayan tradisional maupun dengan pemilik kapal besar.
(3) Pemanfaatan
41
Sumberdaya perikanan harus dikelola secara wajar, agar kontribusinya
terhadap nutrisi, ekonomi dan kesejahteraan sosial penduduk dapat
ditingkatkan.
(4) Peraturan
Perlu diperhatikan adanya peraturan-peraturan yang mengatur jalannya
operasi penangkapan ikan yang menuju ramah lingkungan dan bertanggung-
jawab. Salah satu peraturan tersebut adalah mengatur jalur-jalur penangkapan
ikan.
2.6 Teori Sistem
Sistem didefinisikan sebagai sekumpulan entitas atau komponen yang saling
berhubungan dan terorganisasi membentuk suatu kesatuan untuk mencapai tujuan
atau sekelompok tujuan (Manethsch and Park 1979; Wetherbe1988). Menurut
Eriyanto (1998), sistem merupakan totalitas himpunan hubungan yang
mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama
dimensi ruang dan waktu.
Wilson (1990) mendefinisikan sistem sebagai satu set elemen yang saling
berkaitan dan terorganisir menghasilkan satu set tujuan. Proses analisa sistem
mencakup 6 tahap kegiatan, yaitu:
(1) Definisi masalah: definisi kebutuhan, penentuan input, output dan hubungan
antar elemen sistem serta definisi batasan sistem.
(2) Penentuan tujuan sistem
(3) Sintesa sistem: penentuan alternatif dan fungsi sistem, perencanaan sub
sistem dan penggunaan kreatifitas
(4) Analisa sistem: penentuan cara dan metode analisis sistem yang digunakan
(5) Seleksi sistem optimum: pendefinisian kriteria keputusan, evaluasi akibat dan
meranking sistem
(6) Penerapan sistem
Djojonegoro (1993) diacu dalam Nurani (1996) mengemukakan, pada
umumnya suatu sistem terdiri dari berbagai elemen yang sangat kompleks,
sehingga untuk analisis perlu disederhanakan dengan jalan menuangkannya dalam
42
bentuk fungsi matematik atau abstraksi lain yang disebut model. Penggunaan
model menguntungkan dalam analisis sebab:
(1) Model dapat dilakukan analisis dan percobaan dalam situasi yang kompleks
dengan mengubah nilai atau bentuk relasi antar variabel yang tidak mungkin
dilakukan pada sistem nyata.
(2) Model memberikan penghematan dalam mendiskripsikan suatu keadaan
nyata.
(3) Menghemat waktu, tenaga dan sumberdaya lainnya
(4) Dapat memfokuskan perhatian lebih banyak pada karakteristik yang penting
dari masalah.
2.7 Analisis SWOT
Penentuan strategi pengembangan perikanan tangkap dilakukan dengan
survey PRA (Participatory Rural Appraisal), dengan menggali sebanyak mungkin
informasi yang berbasis pada masyarakat.
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan suatu strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportuniti), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threat).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan
misi, tujuan, strategi, dan kebijakan, dengan demikian perencana strategis
(strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis (kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut
dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah
Analisis SWOT ( Rangkuti 2005).
2.8 Analytical Hierarchy Process (AHP)
Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya ketidakpastian atau
ketidaksempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah banyaknya faktor yg
berpengaruh terhadap pilihan yang ada, beragamnya kriteria pemilihan dan jika
pengambilan keputusan lebih dari satu. Jika sumber kerumitan itu adalah
43
beragamnya kriteria, maka analytical hierarchy process (AHP) merupakan teknik
untuk membantu menyelesaikan masalah ini (Mulyono 2002).
Dalam perkembangannya, AHP tidak saja digunakan untuk menentukan
prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria, tetapi penerapannya telah meluas
sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah,
seperti memilih portofolio, analisis manfaat biaya, peramalan dan lain-lain. AHP
menawarkan penyelesaian masalah keputusan yang melibatkan seluruh sumber
kerumitan seperti yang diidentifikasikan diatas, hal ini dimungkinkan karena AHP
cukup mengandalkan intuisi sebagai input utamanya, namun intuisi harus datang
dari pengambilan keputusan yang cukup informasi dan memahami masalah
keputusan yang dihadapi (Mulyono 1991).
AHP adalah suatu hirarki fungsional dengan memanfaatkan persepsi dari
key person yang terkait dengan masalah yang diteliti. Metode ini mempunyai
kelebihan karena prosedurnya yang sederhana dan tidak memerlukan asumsi.
Karena itulah metode ini sering digunakan dalam proses pengambilan keputusan
yang kompleks dengan permasalahaan yang tidak terstruktur, termasuk dalam
penyelesaian masalah yang bersifat strategis dan makro, seperti pengolahan
perikanan tangkap.
2.9 Linear Goal Programming (LGP)
Linear goal programming (LGP) merupakan pengembangan linear
programing (LP). Perbedaan utama antara LGP dan LP terletak pada struktur dan
penggunaan fungsi tujuan. Dalam LP fungsi tujuannya hanya mengandung satu
tujuan, sementara dalam LGP semua tujuan apakah satu atau beberapa
digabungkan dalam sebuah fungsi tujuan. Ini dapat dilakukkan dengan
mengekspresikan tujuan ini dalam bentuk sebuah kendala (goal constrain),
memasukkan suatu variabel simpangan (deviational variabel) dalam kendala itu
untuk mencerminkan seberapa jauh tujuan dicapai dan menggabungkan variabel
simpangan dalam fungsi tujuan. Dalam LP tujuannya bisa maksimisasi atau
minimisasi, sementara dalam LGP tujuannya adalah meminimumkan
penyimpangan-penyimpangan dari tujuan-tujuan tertentu. Ini berarti semua
masalah LGP adalah masalah minimisasi (Mulyono 2004).
44
Penyimpangan dari tujuan-tujuan itu diminimumkan sehingga sebuah model
LGP dapat menangani aneka ragam tujuan dengan dimensi atau satuan ukuran
yang berbeda. Jika terdapat banyak tujuan, prioritas atau urutan ordinalnya dapat
ditentukan, dan proses penyelesaian LGP itu akan berjalan sedemikian rupa
sehingga tujuan dengan prioritas tertinggi dipenuhi sedekat mungkin sebelum
memikirkan tujuan dengan peristiwa lebih rendah. Jika LP berusaha
mengidentifikasi solusi optimum dari suatu himpunan solusi layak, LGP mencari
titik yang paling memuaskan dari sebuah persoalan dengan beberapa tujuan, sekali
lagi LGP ingin meminimumkan penyimpangan dari tujuan dengan mempertim-
bangkan hirarki prioritas.
2.10 Kondisi Umum Perairan Maluku
Provinsi Maluku adalah provinsi kepulauan dengan luas wilayahnya
712.479,69 km2, terdiri dari 93,5% luas perairan (666.139,85 km2 ) dan 6,5% luas
daratan (46.339,80 km2). Total jumlah pulau yang teridentifikasi di Maluku adalah
1.340 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 10.630,10 km. Secara
geografis wilayah ini berbatasan dengan Provinsi Maluku Utara di sebelah Utara,
Negara Timor Leste dan Australia di sebelah selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara
di sebelah Barat, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Irian Jaya
Barat. Provinsi Maluku terletak antara 230` - 830` Lintang Selatan dan 124
sampai 13530` Bujur Timur, dengan luas wilayah 712.479,69 km2. Batas-batas
wilayah Maluku adalah sebagai berikut: bagian Utara berbatasan dengan Provinsi
Maluku Utara, bagian Selatan berbatasan dengan Negara Timor Leste, sebelah
Barat berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Provinsi Sulawesi
Tengah, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Irian Jaya Barat. (DKP
Maluku, 2007).
Secara administrasif Provinsi Maluku terdiri 8 Kabupaten/Kota, 62
Kecamatan, dan 886 Desa/Kelurahan yang sebagian besar terletak di pesisir pantai
(BPS Maluku, 2007). Wilayah perairan Maluku merupakan laut dalam seperti
Laut Banda dan Laut Seram, sedangkan Laut yang dangkal adalah Laut Arafura.
Wilayah perairan Laut Banda merupakan wilayah laut dari Kabupaten Buru,
Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Seram
45
Bagian Timur, Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Kabupaten
Maluku Tenggara, serta sebagian kecil dari perairan Provinsi Sulawesi Tengah
dan Sulawesi Tenggara. Perairan Laut Seram merupakan bagian wilayah perairan
Kabupaten Buru, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Maluku Tengah,
dan Provinsi Maluku Utara.
Perairan laut Arafura merupakan bagian wilayah perairan dari Kabupaten
Maluku Tenggara Barat, Kabupaten Kepulauan Aru, dan Provinsi Papua Barat.
Jumlah penduduk di Provinsi Maluku pada tahun 2006 tercatat 1.313.022 jiwa,
dengan pertambahan penduduk sangat bervariasi menurut Kabupaten/Kota.
Pertambahan penduduk tertinggi terdapat di Kota Ambon (4,98%) bila
dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya. Lapangan pekerjaan yang utama
adalah sektor pertanian (termasuk perikanan, kehutanan, dan perkebunan) sebesar
60,99% (BPS Maluku 2007). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Maluku
pada tahun 2006 mencapai sekitar 60%, sedangkan jumlah nelayan perikanan laut
pada tahun 2004 di Provinsi Maluku tercatat 88.236 orang (DKP RI 2006).
Iklim di kepulauan Maluku termasuk iklim tropis dan iklim musim, karena
wilayah ini sebagian besar dikelilingi oleh laut sehingga iklim di daerah ini sangat
dipengaruhi oleh lautan seirama dengan iklim musim yang berlaku (BPS Maluku,
2007). Berdasarkan datangnya angin musim, pada daerah ini dikenal adanya 2
(dua) musim yaitu musim barat dan musim timur yang diselingi oleh musim
pancaroba yang merupakan transisi dari kedua musim tersebut. Musim timur
berlangsung dari bulan Mei sampai dengan Oktober, sedangkan musim barat
berlangsung dari bulan Desember sampai Maret.
2.11 Daerah Penangkapan Ikan
Armada penangkapan di perairan Maluku dapat menjangkau daerah
penangkapan yang jauh, maka sumberdaya perikanan pelagis masih dapat
dimanfaatkan di daerah lain, hal ini disebabkan karena wilayah ini berdekatan
dengan wilayah lainnya yang berpotensi sebagai daerah penangkapan.
Daerah penangkapan jenis-jenis ikan untuk dijadikan umpan hidup pada
perikanan huhate tersebar di Teluk Ambon, Teluk Baguala, Teluk Tulehu di
Pulau Ambon, Teluk Tuhaha dan Teluk Haria di Pulau Saparua, Teluk Kayeli,
Teluk Leksula dan Pasir Putih di Pulau Buru, Teluk Piru, Teluk Elpaputih,
46
perairan Pelita Jaya, Teluk Kawa dan Teluk Teluti di Pulau Seram dapat disajikan
pada Gambar 12
Sumber: DKP Maluku (2006) Gambar 12 Daerah penangkapan ikan umpan di Kabupaten Pulau Buru, Seram
Bagian Barat, Maluku Tengah dan Kota Ambon
Fishing base unit penangkapan huhate yang ada di Maluku tersebar di Kota
Ambon, Desa Tulehu, Desa Haria, Desa Nolloth dan di Kota Kecamatan Tehoru
(Maluku Tengah), Desa Hitu, Desa Luhu dan Desa Eti khususnya di Dusun Pelita
Jaya (Kabupaten SBB), di Namlea (Kabupaten Buru), di Kota Tual (Kabupaten
Maluku Tenggara) dan di Kota Saumlaki (Kabupaten MTB) ditampilkan pada
Gambar 13
Sumber: DKP Maluku (2006)
Gambar 13 Pusat perikanan huhate di Provinsi Maluku.
Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar dari perairan Maluku lebih
banyak dilakukan oleh nelayan dari pulau Ambon dan sebagian dari wilayah pulau
Seram. Hal ini disebabkan karena produksi ikan pelagis besar dari wilayah laut
126o00’ BT 127o00’ BT 128o00’ BT 129o00’ BT 130o00’ BT 131o00’ BT 132o00’ BT
05o 0
0’LS
04o 0
0’LS
03o 0
0’LS
02o 0
0’LS
S e r a m
B u r uAmbon
Haruku
Tel. Piru Elpapu
tih
ManipaKelang
Kep. Banda
Geser
Gorom
Kep. Watubela
Saparua
Sanana
Nusalaut
Ambelau
Buano
Tel. TelutiNamlea
Pasir Putih
Neira
Pelita Jaya
Laut Banda
Laut Seram0 50 100 km
S k a l aS k a l a
Tehoru
LEGANDA :
Pusat Perikanan Huhate
126o00’ BT 127o00’ BT 128o00’ BT 129o00’ BT 130o00’ BT 131o00’ BT 132o00’ BT
05o 0
0’LS
04o 0
0’LS
03o 0
0’LS
02o 0
0’LS
S e r a m
B u r uAmbon
Haruku
Tel. Piru Elpapu
tih
ManipaKelang
Kep. Banda
Geser
Gorom
Kep. Watubela
Saparua
Sanana
Nusalaut
Ambelau
Buano
Tel. TelutiNamlea
Pasir Putih
Neira
Pelita Jaya
Laut Banda
Laut Seram0 50 100 km
S k a l aS k a l a
0 50 100 km
S k a l aS k a l a
Tehoru
LEGANDA :
Pusat Perikanan Huhate
126o00’ BT 127o00’ BT 128o00’ BT 129o00’ BT 130o00’ BT 131o00’ BT 132o00’ BT
05o 0
0’LS
04o 0
0’LS
03o 0
0’LS
02o 0
0’LS
S e r a m
B u r uAmbon Haruku
Tel. Piru Elpa
putih
ManipaKelang
Kep. Banda
Geser
Gorom
Kep. Watubela
Saparua
Sanana
Nusalaut
Ambelau
Buano
Tel. TelutiNamlea
Pasir Putih
Neira
Pelita Jaya
Laut Banda
Laut Seram0 50 100 km
S k a l aS k a l a
Tehoru
LEGANDA :
Daerah Penangkapan Ikan Umpan
Leksula
126o00’ BT 127o00’ BT 128o00’ BT 129o00’ BT 130o00’ BT 131o00’ BT 132o00’ BT
05o 0
0’LS
04o 0
0’LS
03o 0
0’LS
02o 0
0’LS
S e r a m
B u r uAmbon Haruku
Tel. Piru Elpa
putih
ManipaKelang
Kep. Banda
Geser
Gorom
Kep. Watubela
Saparua
Sanana
Nusalaut
Ambelau
Buano
Tel. TelutiNamlea
Pasir Putih
Neira
Pelita Jaya
Laut Banda
Laut Seram0 50 100 km
S k a l aS k a l a
0 50 100 km
S k a l aS k a l a
Tehoru
LEGANDA :
Daerah Penangkapan Ikan Umpan
Leksula
47
Seram cukup banyak akan tetapi jumlah armada dari wilayah ini sedikit sehingga
hal ini menyebabkan banyak armada dari luar pulau Seram memanfaatkan potensi
tersebut. Pada kenyataannya nelayan mengadakan operasi penangkapan di daerah
penangkapan lebih dari batas 4 mil laut, bahkan di beberapa wilayah perairan
hingga 12 mil laut dari batas surut terendah.
Daerah penangkapan dari unit-unit huhate di Maluku terdapat di selatan
Pulau Ambon dan P.P. Lease, Pulau Seram dan Pulau Buru (Laut Banda) mulai
dari 125o30’ BT – 129o40’ BT dan dari 3o30’ LS - 4o30’ LS. Di bagian utara P.
Buru dan P. Seram (Laut Seram) mulai dari 126o 00’ BT – 129o07’ BT dan dari
02o30’ LS – 02o00’ LS, sedangkan bagi perikanan huhate yang terdapat di sekitar
Kota Tual, daerah penangkapannya terdapat di bagian selatan dan utara hingga ke
arah timur di perairan Pulau Kei Besar. Di perairan Laut Seram di utara Pulau
Buru dan Pulau Seram, musim penangkapan ikan terjadi pada bulan Mei hingga
November, sedangkan di perairan selatan Pulau Buru, Seram, Ambon dan
Kepulauan Lease musim penangkapan terjadi pada bulan September hingga
Maret. Daerah penangkapan ikan cakalang di perairan Maluku disajikan pada
Gambar 14
Sumber: DKP Maluku (2006) Gambar 14 Daerah penangkapan kapal huhate di utara Laut Banda dan Laut
Seram.
Musim penangkapan ikan cakalang di perairan Maluku yang dilakukan
dalam satu tahun dirinci menurut bulan, diuraikan pada Tabel 10 berikut ini:
126o00’ BT 127o00’ BT 128o00’ BT 129o00’ BT 130o00’ BT 131o00’ BT 132o00’ BT
05o 0
0’LS
04o 0
0’LS
03o 0
0’LS
02o 0
0’LS
S e r a m
B u r uAmbon
Haruku
Tel. Piru Elpapu
tih
ManipaKelang
Kep. Banda
Geser
Gorom
Kep. Watubela
Saparua
Sanana
Nusalaut
Ambelau
Buano
Tel. Teluti
0 50 100 km
S k a l a
LEGANDA :
= D.P. Huhate di Laut Seram
= D.P. Huhate di Laut Banda
126o00’ BT 127o00’ BT 128o00’ BT 129o00’ BT 130o00’ BT 131o00’ BT 132o00’ BT
05o 0
0’LS
04o 0
0’LS
03o 0
0’LS
02o 0
0’LS
S e r a m
B u r uAmbon
Haruku
Tel. Piru Elpapu
tih
ManipaKelang
Kep. Banda
Geser
Gorom
Kep. Watubela
Saparua
Sanana
Nusalaut
Ambelau
Buano
Tel. Teluti
0 50 100 km
S k a l a
LEGANDA :
= D.P. Huhate di Laut Seram
= D.P. Huhate di Laut Banda
0 50 100 km
S k a l a
0 50 100 km
S k a l a
LEGANDA :
= D.P. Huhate di Laut Seram
= D.P. Huhate di Laut Banda
48
Tabel 10 Musim penangkapan cakalang di perairan utara laut Banda dan Maluku Tengah
No Bulan Musim Penangkapan
di Perairan utara L. Banda
No Bulan Musim Penangkapan
1 Januari Normal 1 Januari Normal 2 Februari Normal 2 Februari Normal 3 Maret Normal 3 Maret Normal 4 April Puncak 4 April Puncak 5 Mei Puncak 5 Mei Puncak 6 Juni Paceklik 6 Juni Paceklik 7 Juli Paceklik 7 Juli Paceklik 8 Agustus Normal 8 Agustus Normal 9 September Normal 9 September Normal 10 Oktober Puncak 10 Oktober Puncak 11 November Puncak 11 November Puncak 12 Desember Normal 12 Desember Normal
Sumber: DKP Maluku (2007)
Pusat-pusat penangkapan ikan tuna dengan pancing tonda terdapat di
beberapa desa di Pulau Ambon, di bagian utara Kabupaten Seram Bagian Barat, di
Kabupaten Maluku Tengah terdapat di beberapa desa di bagian selatan Pulau
Seram hingga Kecamatan Tehoru, sebagian di Kepulauan Lease, di bagian utara
dan selatan Kabupaten Pulau Buru, di Geser, Gorom dan di Neira Kepulauan
Banda disajikan pada Gambar 15
Sumber: DKP Maluku (2006) Gambar 15 Pusat usaha perikanan pancing tonda di Pulau Buru, Kota Ambon,
Seram Bagian Barat, Maluku Tengah, dan Seram Bagian Timur.
Perairan Laut Seram, di utara Pulau Buru dan Pulau Seram, musim
penangkapan ikan terjadi pada bulan Mei sampai November, sedangkan di
perairan selatan Pulau Buru, Seram, Ambon dan Kepulauan Lease terjadi pada
126o00’BT 127o00’BT 128o00’BT 129o00’BT 130o00’BT 131o00’BT 132o00’BT
05o 0
0’LS
04o 0
0’LS
03o 0
0’LS
S e r a m
B u r u
Ambelau
KelangManipa
Buano
L a u t B a n d aKep. Banda
Ambon
Tel. PiruBara
Wamlana
Waeprea
Namlea
LeksulaAsilulu
Latuhalat
Neira
Luhu
TehoruTel. Teluti
Oma
L a u t S e r a m
T.Elpa
putih
Geser
Gorom
Kep. Watubela
0 50 100 km
LEGENDA := Pusat-Pusat Perikanan
Pancing Tonda
Hutum
uri
KawaTaniwel
S k a l a
Telaga
HariaKep. Lease
126o00’BT 127o00’BT 128o00’BT 129o00’BT 130o00’BT 131o00’BT 132o00’BT
05o 0
0’LS
04o 0
0’LS
03o 0
0’LS
S e r a m
B u r u
Ambelau
KelangManipa
Buano
L a u t B a n d aKep. Banda
Ambon
Tel. PiruBara
Wamlana
Waeprea
Namlea
LeksulaAsilulu
Latuhalat
Neira
Luhu
TehoruTel. Teluti
Oma
L a u t S e r a m
T.Elpa
putih
Geser
Gorom
Kep. Watubela
0 50 100 km0 50 100 km
LEGENDA := Pusat-Pusat Perikanan
Pancing Tonda
Hutum
uri
KawaTaniwel
S k a l a
Telaga
HariaKep. Lease
49
bulan September sampai Maret. Di Maluku, daerah penangkapan unit-unit
pancing tonda terdapat di selatan Pulau Ambon dan P.P. Lease, Pulau Seram dan
Pulau Buru (Laut Banda) mulai dari 125o45’ - 130o01’ BT dan dari 03o30’ -
04o05’ LS. Di bagian utara P. Buru dan P. Seram (Laut Seram) mulai dari
125o45’ – 128o50’ BT dan dari 02o30’ – 02o00’ LS. Di bagian tenggara Pulau
Seram mulai dari 130o40’ BT – 131o35’ BT dan dari 03o40’ – 04o25’ LS. Di
sekitar Kepulauan Banda mulai dari 129o25’ – 130o25’ BT dan dari 04o10’ –
04o55’ LS (Gambar 16)
Sumber: DKP Maluku (2006)
Gambar 16 Daerah penangkapan dari unit pancing tonda di Laut Banda dan Laut Seram.
126o00’BT 127o00’BT 128o00’BT 129o00’BT 130o00’BT 131o00’BT 132o00’BT
04o 0
0’LS
03o 0
0’LS
S e r a m
B u r u
L a u t B a n d a
Ambon
Kep. Lease
Namlea
L a u t S e r a m
Elpap
utih
Kep. Watubela
0 50 100 km
LEGENDA := Ibu Kota Kabupaten/Kota= D.P. Musim Barat= D.P. Musim Timur
Masohi Bula
Piru
NusalautHaruku
Ambelau
Buano
ManipaKelang
Saparua
Tel. Teluti
Kep. Banda
Geser
Gorom
S k a l a
Tel. Piru
05o 0
0’LS
126o00’BT 127o00’BT 128o00’BT 129o00’BT 130o00’BT 131o00’BT 132o00’BT
04o 0
0’LS
03o 0
0’LS
S e r a m
B u r u
L a u t B a n d a
Ambon
Kep. Lease
Namlea
L a u t S e r a m
Elpap
utih
Kep. Watubela
0 50 100 km0 50 100 km
LEGENDA := Ibu Kota Kabupaten/Kota= D.P. Musim Barat= D.P. Musim Timur
Masohi Bula
Piru
NusalautHaruku
Ambelau
Buano
ManipaKelang
Saparua
Tel. Teluti
Kep. Banda
Geser
Gorom
S k a l a
Tel. Piru
05o 0
0’LS