2. TEORI PENUNJANG 2.1 Pengertian Pariwisata · 2.1 Pengertian Pariwisata UNWTO mendefinisikan...
Transcript of 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Pengertian Pariwisata · 2.1 Pengertian Pariwisata UNWTO mendefinisikan...
9 Universitas Kristen Petra
2. TEORI PENUNJANG
2.1 Pengertian Pariwisata
UNWTO mendefinisikan pariwisata sebagai kegiatan manusia yang
melakukan perjalanan ke dan tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan
kesehariannya. Perjalanan wisata ini berlangsung dalam jangka waktu tidak lebih
dari satu tahun secara berturut-turut untuk tujuan bersenang-senang, bisnis dan
lainnya (Susanto, 2015).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan Pasal 1 Ayat 3 menerangkan bahwa wisata merupakan kegiatan
perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu
sementara. Selain itu, dalam Undang-Undang juga disebutkan bahwa pariwisata
merupakan berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan
Pemerintah Daerah. Pariwisata berkaitan erat dengan wisatawan yang melakukan
perjalanan di luar tempat tinggalnya untuk memenuhi kebutuhan sekundernya,
seperti bersenang-senang, berbisnis, mengunjungi kerabat, dan lain-lain. Salah
satu pembangunan Kepariwisataan Indonesia adalah destinasi pariwisata dengan
kriteria pembangunan yang satu diantaranya yaitu memiliki citra yang sudah
dikenal secara luas (Hanif, 2016).
Menurut Yoeti (1993) pariwisata didefinisikan sebagai suatu perjalanan
yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat
ke tempat lain dengan maksud menikmati perjalanan tersebut untuk rekreasi atau
untuk memenuhi kebutuhan beraneka ragam (Jupriyadi, 2011). Unsur utama
komponen produksi pariwisata terbagi atas tiga bagian, yaitu:
a. Atraksi
Atraksi wisata dapat diartikan segala sesuatu yang terdapat di daerah wisata
yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah. Sesuatu
yang dapat menarik perhatian wisatawan meliputi benda-benda yang tersedia
di alam (iklim/cuaca, bentuk tanah dan pemandangan, hutan dan pohon-
10 Universitas Kristen Petra
pohon, flora dan fauna), hasil ciptaan manusia, dan tata cara hidup
masyarakat. Atraksi dibedakan menjadi dua, yaitu :
- Site attraction (tempat-tempat yang menarik, tempat dengan iklim yang
nyaman, pemandangan yang indah, dan tempat bersejarah).
- Event attraction (tempat yang berkaitan dengan pariwisata, misalnya
konferensi, festival, dan lain-lain).
b. Aksesibilitas
Aksesibilitas dalam pariwisata berkenaan dengan tingkat kemudahan
seseorang mencapai suatu objek wisata. Aksesibilitas sangat penting untuk
diperhatikan karena aspek tersebut bisa memberikan pengaruh yang besar bagi
wisatawan. Hal yang dapat mempengaruhi aksesibilitas adalah kondisi jalan,
jarak tempuh, jaringan transportasi. Semakin baik aksesibilitas suatu objek
wisata, maka wisatawan yang berkunjung semakin banyak jumlahnya.
Sebaliknya, apabila aksesibilitas tidak begitu baik, wisatawan akan merasakan
hambatan dalam kunjungannya ke daerah tersebut.
c. Fasilitas
Fasilitas dapat diartikan sebagai suatu sarana dan prasarana yang harus
disediakan oleh pengelola untuk kebutuhan wisatawan seperti akomodasi
(sarana kebersihan, kesehatan, keamanan, komunikasi, hotel / penginapan,
restoran), transportasi (jalan alternatif, aspal, jalan setapak), kendaraan
(angkutan umum, transportasi online, becak), dan lain-lain (gereja, tempat
parkir).
2.2 Wisata Minat Khusus (Special Interest Tourism)
World Tourism Organization (1985) mendefinisikan wisata minat khusus
sebagai wisata khusus untuk melibatkan kelompok atau individual yang ingin
mengembangkan minat dan kunjungan tertentu dan tempat-tempat yang terkait
dengan subjek tertentu. Secara umum, minat khusus wisatawan menjalankan
profesi yang sama atau memiliki hobi yang sama (Lee, 2016).
Menurut Darsiharjo (2016), wisata minat khusus merupakan kegiatan
wisata yang memiliki fokus kegiatan yang lebih spesifik, dimana pada wisata ini
menawarkan sesuatu yang lebih dari biasanya, suatu pengalaman yang baru dan
11 Universitas Kristen Petra
unik. Selain itu, Darsiharjo (2016) juga mengemukakan bahwa wisata minat
khusus memiliki beberapa prinsip, yaitu :
1. Motivasi wisatawan mencari sesuatu yang baru, otentik dan mempunyai
pengalaman perjalanan wisata yang berkualitas.
2. Motivasi dan keputusan untuk melakukan perjalanan ditentukan oleh minat
tertentu atau khusus dari wisatawan dan bukan dari pihak-pihak lain.
3. Wisatawan melakukan perjalanan berwisata pada umumnya mencari
pengalaman baru yang dapat diperoleh dari objek wisata sejarah, makanan
lokal, olah raga, adat istiadat, kegiatan di lapangan dan petualangan alam.
Robinson dan Novelli (2005) membagi wisata minat khusus (special
interest tourism) ke dalam beberapa bagian seperti yang dijabarkan di bawah ini :
Tabel 2.1 Pembagian Wisata Minat Khusus
Cultural Environmental Rural Urban Others
Heritage Nature and
Wildlife
Farms / Barns Business Photographic
Tribal Ecotourism Camping Conference Small Cruise
Religious Adventure Wine /
Gastronomy
Exhibition Volunteer
Educational Alpine Sport Sport Dark
Genealogy Geotourism Festival and
Events
Gallery Youth
Coastal Arts and Crafts Art Transport
2.2.1 Wisata Budaya (Cultural Tourism)
Cultural tourism adalah jenis pariwisata di mana perjalanan dilakukan
karena adanya motivasi untuk melihat daya tarik dari seni-budaya suatu tempat
atau daerah. Objek kunjungannya adalah warisan nenek moyang dan benda-benda
kuno. Seringkali terbuka kesempatan bagi wisatawan untuk mengambil bagian
dalam suatu kegiatan kebudayaan di tempat yang dikunjunginya (Fajri, 2016).
Robinson dan Novelli (2005) membagi tipe cultural tourism sebagai
berikut :
1. Heritage Tourism
Wisata minat khusus yang memotivasi orang-orang untuk melakukan
perjalanan disebabkan karena adanya daya tarik dari seni budaya suatu
tempat atau daerah, akan tetapi lebih mengutamakan tempat atau lokasi
yang menjadi sumber budaya tersebut.
12 Universitas Kristen Petra
2. Tribal Tourism
Aktivitas wisata dimana para orang lokal sendiri yang mengoperasikan
paket wisata serta sumber budaya yang ada, menyediakan fasilitas
kepada para pengunjung dan mengontrol akses turis untuk mengarah
pada acara-acara budaya dalam kampung halaman, serta festival dan juga
acara-acara khusus pribumi.
3. Religious Tourism
Perjalanan wisata yang motivasinya untuk menyaksikan atau melihat
upacara–upacara keagamaan, seperti Ngaben.
4. Educational Tourism
Jenis pariwisata dimana pengunjung atau orang yang melakukan
perjalanan bertujuan untuk belajar.
5. Genealogy Tourism
Kegiatan wisata yang tujuannya mengunjungi lokasi tertentu, dimana
wisatawan tersebut merasa memiliki ikatan batin (masa lalu) dengan
tempat itu.
2.2.2 Wisata Lingkungan (Environmental Tourism)
Wisata lingkungan disebut juga wisata eecotourism dimana jenis
kepariwisataan yang berbasis alam. Robinson dan Novelli (2005) membagi tipe
environmental tourism sebagai berikut :
1. Nature and Wildlife Tourism
Jenis pariwisata yang memfokuskan pada kenikmatan alam bebas. Oleh
karena itu, nature and wildlife tourism adalah suatu istilah umum bagi
jenis pariwisata yang memang menekankan pada interaksi dengan
lingkungan alam secara langsung.
2. Ekowisata (ecotourism)
Jenis kepariwisataan berbasis alam yang memberi manfaat bagi
masyarakat dan destinasi setempat baik dalam hal lingkungan alam,
budaya maupun ekonomi.
13 Universitas Kristen Petra
3. Adventure Tourism
Jenis wisata yang dilakukan di alam terbuka untuk melatih ketangkasan
jasmani serta menyegarkan jiwa dengan mengambil langkah yang cukup
menantang, biasanya dipandu oleh seseorang yang lebih berpengalaman
dalam hal ini.
4. Alpine Tourism
Jenis wisata yang mengunjungi pegunungan Alpen sebagai pilihan
wisatanya.
5. Geotourism
Jenis wisata yang memfokuskan pada penampakan relief geologis
permukaan bumi dalam rangka mendorong pemahaman khas akan
warisan lingkungan hidup dan budayanya, apresiasi dan konservasi akan
estetika serta kesejahteraan penduduk sekitar.
6. Coastal Tourism
Jenis wisata yang didasarkan pada kombinasi sumber daya yang unik
yang terdapat di perbatasan antara lingkungan darat dan laut : matahari,
air, pantai, kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity) seperti
burung, paus, karang, dll, disertai dengan makanan laut dan infrastruktur
transportasi yang baik.
2.2.3 Wisata Pedesaan (Rural Tourism)
Menurut Host dan Guest (1989) rural tourism adalah merupakan
perjalanan untuk meresapi dan mempelajari kegiatan pertanian, perkebunan,
peternakan, kehutanan. Jenis wisata ini bertujuan mengajak wisatawan
memikirikan alam dan kelestariannya (Kusumanegara, 2009).
Robinson dan Novelli (2005) membagi tipe rural tourism sebagai
berikut:
1. Farm/barn Tourism
Disebut juga dengan Agritourism, dimana di Indonesia dikenal dengan
istilah Agrowisata, merupakan suatu jenis wisata yang menjadikan kebun
atau peternakan sebagai lokasi wisatanya.
14 Universitas Kristen Petra
2. Camping Tourism
Suatu jenis wisata dimana peminatnya dapat merasakan pengalaman
menginap di alam terbuka.
3. Wine / Gastronomy Tourism
Jenis wisata yang berfokus pada pencicipan dan pembelian wine yang
diselenggarakan di tempat pembuatan produk tersebut, bias dalam bentuk
kunjungan ke wineries, vineyard, atau festival wine tertentu.
4. Sports Tourism
Jenis wisata yang memiliki kaitan dengan kegiatan observasi atau
berpartisipasi dengan menjadi bagian dari suatu acara atau kegiatan
olahraga yang dimana lokasinya berbeda dari tempat tinggal asalnya.
5. Festival and Events Tourism
Jenis wisata dimana wisatawan dapat menikmati sebuah acara atau
festival local yang diadakan suatu daerah.
6. Arts and Crafts Tourism
Jenis wisata dimana tujuan kepergian para wisatawan adalah untuk
menikmati seni.
2.2.4 Wisata Perkotaan (Urban Tourism)
Menurut Iskandar (2017) wisata perkotaan atau urban tourism adalah
destinasi dengan multimotivasi, tidak seperti resor-resor pada umumnya.
Wisatawan datang ke suatu kota dengan berbagai tujuan seperti bisnis, berlibur,
mengunjungi keluarga dan kerabat, atau urusan pribadi lainnya.
Robinson dan Novelli (2005) membagi tipe urban tourism sebagai
berikut:
1. Business Tourism
Jenis wisata dimana seseorang datang untuk berkunjung ke suatu tempat
dengan bisnis sebagai tujuan utamanya.
2. Conference Tourism
Salah satu bagian dari MICE tourism dimana tujuan utama seorang
wisatawan datang ke suatu tempat adalah untuk mengunjungi konferensi.
15 Universitas Kristen Petra
3. Exhibition Tourism
Salah satu bagian dari MICE tourism dimana tujuan utama wisatawan
datang ke suatu tempat adalah untuk mengunjungi pameran atau
pertunjukan.
4. Sports Tourism
Jenis wisata yang memiliki kaitan dengan kegiatan observasi atau
berpartisipasi dengan menjadi bagian dari suatu acara atau kegiatan
olahraga yang dimana lokasinya berbeda dari tempat tinggal asalnya.
5. Gallery Tourism
Jenis wisata dimana wisatawan bertujuan mengunjungi galeri-galeri yang
berada di lokasi wisata.
6. Art Tourism
Jenis wisata dimana tujuan kepergian para wisatawan adalah untuk
menikmati seni.
2.2.5 Lain-lain (Others)
Robinson dan Novelli (2005) membagi tipe tourism lainnya sebagai
berikut :
1. Photographic Tourism
Jenis pariwisata dimana fokus utama para wisatawannya adalah untuk
menemukan lokasi foto yang bagus.
2. Small Cruise Tourism
Jenis wisata yang mengambil lokasi di atas cruise. Wisata jenis ini
menawarkan waktu bersantai sambil menikmati hiburan serta hidangan di
atas kapal pesiar.
3. Volunteer Tourism
Jenis wisata dimana wisatawannya dapat berjalan-jalan sekaligus menjadi
relawan di berbagai pilihan wisata yang disediakan.
4. Dark Tourism
Jenis wisata dimana wisatawannya mengunjungi tempat-tempat yang erat
kaitannya dengan kematian dan juga tragedi.
16 Universitas Kristen Petra
5. Youth Tourism
Jenis pariwisata dimana wisatawan yang pergi terdiri dari segerombolan /
individu yang berusia antara lima belas hingga tiga puluh tahun.
6. Transport Tourism
Jenis pariwisata dimana wisatawannya tidak hanya pergi dengan tujuan
untuk menikmati pemandangan alam, akan tetapi juga untuk menikmati
keunikan transportasi daerah yang tidak biasa dan hanya bisa didapatkan
di daerah tersebut.
2.3 Wisata Perkotaan (Urban Tourism)
Pengembangan wisata perkotaan cenderung akan menjadi pusat perhatian
pembangunan termasuk juga pembangunan sektor pariwisata. Kecenderungan
tersebut dilatarbelakangi oleh faktor sosial demografi penduduk kota jauh lebih
mudah menerima isu-isu terkini yang terkait modernisasi dan pemberdayaan
ekonomi karena memang kaum terpelajar lebih dominan berada di daerah
perkotaan. Sementara apabila dilihat dari trend pertumbuhan wilayah, ada
kecenderungan jumlah kota semakin meningkat dari masa ke masa, namun
perdesaan semakin menyempit karena arus modernisasi dan konversi pedesaan
menjadi daerah perkotaan baru (Bagus, 2015).
Menurut Iskandar (2017) wisata perkotaan atau urban tourism adalah
destinasi dengan multimotivasi, tidak seperti resor-resor pada umumnya.
Wisatawan datang ke suatu kota dengan berbagai tujuan seperti bisnis, berlibur,
mengunjungi keluarga dan kerabat, atau urusan pribadi lainnya. Seringkali,
wisatawan mengunjungi kota untuk lebih dari satu alasan. Orang yang pergi ke
suatu kota untuk berbisnis, menyempatkan diri untuk mengunjungi museum atau
galeri seni di kota yang dikunjunginya, atau dari luar negeri (wisatawan
mancanegara) mengunjungi dan berwisata di kota tertentu sebagai awal untuk
mengunjungi daerah lain di sekitarnya. Misalkan, wisatawan mengunjungi Kota
Lama di Semarang karena merupakan salah satu ciri khas dari Semarang.
Law (1996) mengemukakan bahwa perkotaan memiliki ciri yang khas
apabila dibandingkan dengan tempat wisata yang umumnya ditujukan hanya
untuk pengunjung yang berwisata. Wisata perkotaan menggunakan fasilitas
17 Universitas Kristen Petra
perkotaan yang juga digunakan oleh penduduk kota sebagai daya tarik wisatanya.
Misalnya, di Kota Semarang, pusat-pusat perbelanjaan di Kota Semarang tidak
hanya digunakan oleh penduduk sebagai fasilitas belanja, tetapi juga digunakan
oleh penduduk kota sebagai daya tarik wisatanya (Iskandar, 2017).
Iskandar (2017) menyebutkan bahwa terdapat ciri-ciri pada wisata
perkotaan, antara lain :
1. Atraksi Wisata, pada kota wisata ini atraksi memang lebih mudah dijangkau
dan seringkali menjadi salah satu alasan orang untuk dapat meningkatkan
minatnya berwisata.
2. Jarak Tempuh, yang harus dilalui oleh kota wisata ini lebih mudah dibanding
dengan desa wisata karena kota wisata ini lebih memudahkan dan terutama
pada jarak tempuh tempat wisata.
3. Ketersediaan infrastruktur, kota wisata ini memiliki infrastruktur yang lebih
lengkap dan lebih memudahkan orang untuk berwisata sehingga dalam
keberlangsungannya, infrastruktur membantu wisatawan untuk mempermudah
proses wisatanya.
Adapun beberapa unsur pendukung pariwisata lebih tersedia di daerah perkotaan
apabila dibandingkan dengan di pedesaan, seperti unsur aksesibilitas, dimana
bandara, infrastruktur jalan raya, dan fasilitas publik lebih baik daripada di
pedesaan. Selain itu, apabila dilihat dari unsur atraksi atau daya tarik, hampir
sebagian besar obyek wisata terdapat di perkotaan. Lalu, apabila dilihat dari unsur
amenitas, sangat jarang seorang pebisnis atau investor ingin membangun hotel
atau restoran di daerah pedesaan.
Berikut sumberdaya yang terdapat pada kota yang dapat dikemas menjadi
daya tarik wisata, yaitu (1) Balai Kota, dimana pada tiap kota memiliki Balai Kota
yang sengaja dibangun agar mencerminkan ciri khas kota tersebut, (2) Kawasan
jalan tertentu yang biasanya memiliki mitologi seperti horor, nostalgia, dan
sebagainya yang biasanya melekat dan menjadi ciri khas tersendiri bagi setiap
kota, (3) Monumen Kota, yang memiliki pesan edukasi histori yang biasanya juga
dimiliki oleh kota-kota, (4) Kuliner juga menjadi daya tarik tersendiri yang dapat
dikemas oleh setiap kota untuk menjadi daya tarik wisata yang menarik, (5)
Universitas dirancang sebagai aset kota sehingga dapat dijadikan daya tarik wisata
18 Universitas Kristen Petra
edukasi, (6) Mall atau Pasar Tradisional juga menjadi ciri khas bagi setiap kota,
(7) Alun-alun dan Taman Kota adalah ruang terbuka yang biasanya menjadi daya
tarik wisata kota dan juga melekat pada identitas sebuah kota. (8) Museum Kota
juga dimiliki oleh kota-kota yang dikelola sebagai bagian dari wujud pelestarian
terhadap benda-benda purbakala yang dianggap sebagai warisan budaya. (9) Pasar
Malam juga menjadi ciri khas sebuah kota, dan apabila dapat dikelola secara
profesional akan dapat menjadi daya tarik wisata kota (Bagus, 2015).
Ketika kota dianggap sebagai setting dimana pariwisata berkembang,
maka hal ini yang membedakan dengan pariwisata lainnya seperti pariwisata yang
berbasis resor, pantai, dan lainnya. Di kota-kota, pariwisata hanyalah satu fungsi
di antara banyak, dengan berbagi dan / atau bersaing dengan penduduk lainnya
dalam hal layanan, fasilitas. Adapun daya tarik kota terletak pada suasana
perkotaanya seperti kekayaan atraksi sejarah dan budaya, bangunan yang menarik,
tempat perbelanjaan dan restoran, dan lain-lain. Pender dan Sharpley (2005)
berpendapat bahwa semakin banyak kejadian pariwisata perkotaan maka hal
tersebut akan berdampak positif bagi suatu kota baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang, seperti event olimpiade di Barcelona dimana pengunjung
yang hadir mencapai dua kali lipat. Atas dasar hal tersebut, maka terdapat dua
tantangan yang harus dihadapi dalam pengelolaan wisata perkotaan. Pertama,
keterkaitan antara pariwisata dengan potensi wisata perkotaan, maksudnya adalah
terdapat banyak keragaman bentuk pariwisata yang bisa dikembangkan, maka hal
tersebut juga harus sejalan dengan pengembangan potensi kota tersebut agar bisa
optimal. Kedua, hubungan antara permintaan dan penawaran wisata perkotaan
bisa dikatakan tidak memiliki perbedaan signifikan dalam beberapa tahun
terakhir, hal ini dikarenakan kota-kota mulai kehilangan kekhasannya, dan apabila
tidak diperhatikan dengan baik maka akan berdampak negatif pada kota tersebut
terutama di bidang perekonomian.
2.4 Destinasi Wisata
Suatu destinasi wisata harus memiliki modal kepariwisataan. Modal
tersebut harus mengandung potensi untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata,
karena atraksi wisata itu sudah tentu harus komplementer dengan motif perjalanan
19 Universitas Kristen Petra
wisata (Soekadijo, 2000). Soekadijo (2000) menyatakan bahwa terdapat modal
atraksi yang menarik kedatangan wisatawan. Adapun atraksi dibagi menjadi tiga
yaitu :
1. Potensi alam, yang dimaksud dengan alam adalah alam fisik, flora dan
faunanya.
2. Kebudayaan, yang dimaksud dengan kebudayaan adalah kebudayaan yang
tidak hanya meliputi “kebudayaan tinggi” seperti kesenian atau peri kehidupan
keratin akan tetapi juga meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan yang hidup
di masyarakat.
3. Potensi manusia, yang dimaksud dengan potensi manusia adalah adanya tokoh-
tokoh dan seniman-seniman yang dimanfaatkan untuk potensi wisata di suatu
destinasi.
Menurut Cooper et al (1995) mengemukakan bahwa terdapat empat
komponen yang harus dimiliki oleh suatu destinasi (Setiawan, 2015), yaitu :
1. Attraction
Merupakan komponen yang signifikan dalam menarik wisatawan. Suatu daerah
dapat menjadi tujuan wisata jika kondisinya mendukung untuk dikembangkan
menjadi sebuah atraksi wisata. Apa yang dikembangkan menjadi atraksi wisata
itulah yang disebut modal atau sumber kepariwisataan. Untuk menemukan
potensi kepariwisataan di suatu daerah orang harus berpedoman kepada apa
yang dicari oleh wisatawan. Modal atraksi yang menarik kedatangan
wisatawan itu ada tiga, yaitu (1) Natural Resources (2) Atraksi wisata budaya,
dan (3) Atraksi buatan manusia itu sendiri. Modal kepariwisataan itu dapat
dikembangkan menjadi atraksi wisata ditempat dimana modal tersebut
ditemukan. Ada modal kepariwisataan yang dapat dikembangkan sehingga
dapat menahan wisatawan selama berhari-hari dan dapat berkali-kali dinikmati,
atau bahkan pada kesempatan lain wisatawan bisa berkunjung ketempat yang
sama. Keberadaan atraksi menjadi alasan serta motivasi wisatawan untuk
mengunjungi suatu destinasi.
2. Amenities
Merupakan segala macam sarana dan prasarana yang diperlukan oleh
wisatawan selama berada di daerah tujuan wisata. Sarana dan prasarana yang
20 Universitas Kristen Petra
dimaksud seperti: penginapan, rumah makan, transportasi dan agen perjalanan.
Adapun prasarana yang banyak diperlukan untuk pembangunan sarana-sarana
pariwisata ialah jalan raya, persediaan air, tenaga listrik, tempat pembuangan
sampah, bandara, pelabuhan, telepon, dan lain-lain. Suatu tempat atau daerah
dapat berkembang sebagai daerah tujuan wisata apabila aksesibilitasnya baik.
Ada hubungan timbal balik antara sarana dan prasarana. Prasarana merupakan
syarat untuk sarana, dan sebaliknya sarana dapat menyebabkan perbaikan
prasarana.
3. Accessibility
Merupakan hal yang paling penting dalam kegiatan pariwisata. Segala macam
transportasi ataupun jasa transportasi menjadi akses penting dalam pariwisata.
Di sisi lain akses ini identik dengan transferabilitas, yaitu kemudahan untuk
bergerak dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Jika suatu daerah tidak
tersedia aksesibilitas yang baik seperti bandara, pelabuhan dan jalan raya, maka
tidak akan ada wisatawan yang mempengaruhi perkembangan aksesibilitas di
daerah tersebut. Jika suatu daerah memiliki potensi pariwisata, maka harus
disediakan aksesibilitas yang memadai sehingga daerah tersebut dapat
dikunjungi.
4. Ancilliary Service
Pelayanan tambahan harus disediakan oleh pemerintah dari suatu destinasi,
baik untuk wisatawan maupun untuk pelaku pariwisata. Pelayanan yang
disediakan termasuk pemasaran, pembangunan fisik (jalan raya, rel kereta, air
minum, listrik, telepon, dan lain-lain) serta mengkoordinir segala macam
aktivitas dan dengan segala peraturan perundang-undangan baik di jalan raya
maupun di objek wisata. Ancilliary juga merupakan hal–hal yang mendukung
sebuah kepariwisataan, seperti lembaga pengelolaan, tourist information, travel
agent dan stakeholder yang berperan dalam kepariwisataan.
Selanjutnya, Beerli dan Martin (2004) mengungkapkan bahwa suatu
destinasi perlu adanya pemilihan atribut agar dapat menciptakan citra yang baik.
Adapun atribut destinasi adalah sebagai berikut :
21 Universitas Kristen Petra
1. Natural Resources
Merupakan sumber daya alam yang memanfaatkan keadaan cuaca dan
keindahan alam. Biasanya berupa pegunungan, laut, pantai, lembah, dan lain-
lain.
2. General Infrastructure
Merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, air, bangunan, dan
fasilitas publik lainnya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia.
3. Tourist Infrastructure
Merupakan infrastruktur yang sengaja dibangun untuk mendukung keperluan
pariwisata seperti hotel, restoran, bar, dan pusat informasi pariwisata.
4. Tourist Leisure and Recreation
Merupakan tempat atau kegiatan yang sengaja dibuat untuk keperluan hiburan
seperti theme park, casino, dan mall.
5. Culture, History, and Art
Merupakan kebudayaan, sejarah, dan kesenian yang ada di suatu destinasi.
6. Political and Economic Factors
Merupakan faktor politik dan ekonomi yang terdapat di suatu destinasi yang
berupa kestabilan politik dan perkembangan ekonomi serta tingkat keamanan
yang ada pada destinasi tersebut.
7. Natural Environment
Merupakan kondisi lingkungan alami yang terdapat pada suatu destinasi,
seperti keindahan pemandangan, kebersihan, keramaian, dan polusi udara.
8. Social Environment
Merupakan kondisi sosial yang terdapat di suatu destinasi seperti keramahan
dari penduduk lokal dan kualitas kehidupan destinasi tersebut.
9. Atmosphere of the Place
Merupakan atmosfir yang dirasakan para wisatawan di destinasi yang
dikunjungi seperti atmosfir kemewahan, eksotis, dan atraktif serta
menyenangkan.
22 Universitas Kristen Petra
2.5 Citra Destinasi (Destination Image)
Citra destinasi atau destination image adalah salah satu faktor penting
yang dapat mempengaruhi wisatawan dalam memilih destinasi. Definisi dari citra
destinasi berfokus pada persepsi seseorang terhadap sebuah daerah (Chiu, 2016).
Selain itu, citra destinasi yang baik, juga akan memberikan dampak positif yang
berdampak pada kepuasan dan loyalitas wisatawan (Coban, 2012). Menurut
Kotler dan Keller (2009), citra destinasi adalah sejumlah keyakinan, ide, dan
kesan yang dipegang oleh seseorang tentang sebuah objek. Sedangkan citra yang
terdapat pada suatu destinasi wisata dikenal dengan istilah destination image
(Priyanto et. al, 2015).
Istilah citra destinasi dapat didefinisikan sebagai representasi kognitif
dari tempat yang dapat dirasakan atau dinilai oleh calon pengunjung. Citra
destinasi tidak hanya sebuah foto, melainkan merupakan sebuah kesan, persepsi,
pemahaman, kepercayaan, dan pemikiran emosional (Yeh, 2012). Citra destinasi
yang positif secara tidak langsung akan berdampak pada kepuasan wisatawan, dan
hal itu merupakan dasar bagi wisatawan untuk melakukan kunjungan berikutnya.
Apabila tiap destinasi menyediakan akomodasi dan aksesibilitas yang memadai
bagi wisatawan, maka juga akan memberikan kesempatan kerja dan meningkatkan
perekonomian daerah tersebut (Coban, 2012).
Menurut Echtner dan Ritchie (2003), “Destination image is frequently
described as simply "impressions of a place" or "perceptions of an area". From
the definitions, there is no concrete indication of whether the researchers are
considering the attribute-based or the holistic components of image, or both.”
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa citra destinasi secara sederhana mengacu
pada impresi terhadap suatu tempat atau persepsi seseorang terhadap suatu arena
tertentu. Atas dasar ini, maka tidak ada komponen yang bersifat baku guna
mengukur citra destinasi suatu tempat atau suatu kota.
Selanjutnya, Pike (2004, p.92) menyatakan bahwa “an understanding of
the images held of the destination by consumers is important, to determine
whether there is congruence between the desired brand image and that which
resides in the minds of consumers.” Pendapat ini menjelaskan bahwa memenuhi
persepsi masyarakat terhadap sesuatu menjadi sangat penting karena bisa
23 Universitas Kristen Petra
digunakan sebagai evaluasi untuk mengidentifikasikan ketepatan image yang
diinginkan seseorang dengan kenyataannya.
Dari beberapa penjabaran di atas, terdapat persamaan yang dapat
disimpulkan bahwa citra destinasi suatu daerah sangat berpengaruh terhadap
persepsi wisatawan yang melakukan kunjungan, baik untuk berlibur maupun
bisnis. Dari persepsi tersebut, wisatawan akan memberikan penilaian secara tidak
langsung tentang apa yang dirasakan dan dialami baik dari suasana, pelayanan,
kenyamanan di destinasi yang dikunjungi. Penilaian yang baik, maka akan
memberikan citra positif terhadap destinasi tersebut. Sebaliknya, penilaian tidak
baik, maka akan cenderung memberikan citra negatif terhadap destinasi tersebut.
2.5.1 Dimensi Citra Destinasi
Menurut Echtner dan Ritchie (2003), “images of destinations can range
from those based on 'common' functional and psychological traits to those based
on more 'unique' features, events, feelings or auras. In other words, on one
extreme of the continuum, the image of a destination can be composed of the
impressions of a core group of traits on which all destinations are commonly
rated and compared.” Dapat dijelaskan bahwa citra destinasi meliputi beberapa
hal dari yang bersifat umum sampai pada hal yang sifatnya menyangkut
psikologis yang mendasar pada keunikan, features, event, perasaan, atau aura.
Secara umum, komponen citra destinasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Ilustrasi Komponen Citra Destinasi
Sumber : Echtner dan Brent Ritchie (2003, p.5)
Functional
Characteristic
- Cool Climate
- Low Prices
- Poor Roads
- Poor Nightlife
- Mental picture of
physical characteristic
(mountainous villages)
- Friendly people
- Generally safe
- General feeling
or atmosphere
Holistic
(Imagery) Attributes
Psychological
Characteristic
24 Universitas Kristen Petra
Gambar di atas menjelaskan bahwa terdapat empat komponen dari citra
destinasi, dilihat dari fungsional sampai pada psikologis, dan dari atribut sampai
pada nilai-nilai holistik. Setiap kuadran dari empat komponen citra destinasi atas
manajemen suatu kondisi tertentu. Echtner dan Ritchie (2003), menjelaskan empat
komponen utama citra destinasi, yaitu :
a. Karakter Fungsional – Atribut
Nilai atribut yang menekankan pada fungsi karakternya, seperti pemandangan
alam, biaya, kondisi obyek wisata, kondisi infrastruktur, kondisi bangunan,
kondisi pantai, kondisi akomodasi dan penginapan, event-event, dan kondisi
informasi pariwisata.
b. Karakter Fungsional – Holistik
Fungsi dari karakter yang mengarah pada perasaan abstrak, seperti kondisi
kepadatan perumahan, dan kondisi akses menuju obyek wisata.
c. Karakter Psikologi – Atribut
Nilai atribut (fisik) yang menyangkut pada karakter sentuhan dan perasaan,
seperti kualitas layanan, reputasi kota, kuliner, dan kondisi lingkungan.
d. Karakter Psikologi – Holistik
Perasaan yang abstrak yang berhubungan dengan karakter sentuhan dan
perasaa, seperti kondisi perkembangan bisnis, stabilitas politik, dan perbedaan
budaya.
Coban (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa citra destinasi
terdiri dari dua elemen yaitu hasil penilaian rasional atau citra kognitif (cognitive
image) dan penilaian emosional atau citra afektif (affective image) dari destinasi
itu sendiri. Cognitive image menjelaskan mengenai hasil evaluasi dari wisatawan
yang tinggal atau berkunjung ke daerah tersebut dan acara-acara yang
diselenggarakan oleh pemerintah setempat. Sedangkan untuk affective image,
lebih mengacu pada emosional seseorang yang menggambarkan tentang apa yang
dirasakan saat berada di destinasi tersebut. Perasaan emosional, kepercayaan, dan
pemikiran yang dimiliki oleh seseorang tentang destinasi tersebut bisa dikatakan
dapat terkait dengan cognitive image, melalui hasil evaluasi tersebut, sehingga
dapat menggambarkan secara umum tentang destinasi tersebut (Beerli dan Martin,
2004).
25 Universitas Kristen Petra
Beerli dan Martin (2004) juga menyatakan bahwa terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi citra destinasi, yaitu :
Gambar 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Citra Destinasi
Sumber : Beerli, A. dan Martin, J. (2004)
Dari gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa terdapat dua faktor yang
mempengaruhi citra destinasi, yaitu Information Sources (sumber informasi) dan
Personal Factors (faktor pribadi).
1. Information Sources (sumber informasi)
Sumber informasi merupakan faktor yang paling mempengaruhi
pembentukan persepsi dan evaluasi. Wisatawan mengacu pada jumlah dan
beragam informasi yang diperoleh mengenai suatu destinasi. Terdapat berbagai
macam sumber informasi yaitu (1) Overt Induced, dapat ditemukan dalam
iklan di media massa, dan institusi terkait dengan destinasi seperti agen tour,
(2) Covert Induced, menggunakan selebriti dalam kegiatan promosi destinasi
tersebut, (3) Autonomous, dapat ditemukan dalam media massa penyiaran
berita, film, program televisi, (4) Organic, melibatkan orang-orang seperti
teman atau kerabat dalam memberikan informasi tentang destinasi, berdasarkan
pada pengalaman pribadinya, (5) Visit To The Destination, berdasarkan pada
kunjungan ke destinasi. Citra yang terbentuk oleh sumber informasi organic,
induced, dan autonomous pada dasarnya terbentuk sebelum mengunjungi
DESTINATION IMAGE
Personal Factors
Motivations
Vacation Experience
Socio-demographic
Characteristics
Cognitive
Image
Affective
Image
Overall
Image
Information Sources
Secondary :
Induced, Organic,
Autonomous
Primary :
Previous Experience,
Intensity of Visit
26 Universitas Kristen Petra
destinasi, oleh karena itu disebut secondary sources. Sebaliknya, primary
sources terbentuk apabila sudah mengunjungi destinasi yang dimaksud.
Sumber informasi yang didapatkan oleh wisatawan memiliki pengaruh
terhadap cognitive image. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa
cognitive image merupakan hasil evaluasi dari wisatawan yang pernah
berkunjung pada suatu daerah, dan akan mempengaruhi persepsi wisatawan
(Coban, 2012).
2. Personal Factors
Personal factors atau faktor pribadi mengacu pada faktor-faktor internal
seperti sosio-demografis individu (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan
lain-lain), serta yang bersifat psikologis seperti motivasi, nilai, kepribadian,
gaya hidup, dan lain-lain. Faktor-faktor pribadi inilah yang mempengaruhi
persepsi kognitif seseorang sehingga juga dapat mempengaruhi persepsi
lingkungan dan citra yang dihasilkan.
Motivasi juga dapat mempengaruhi proses pembentukan citra dan pilihan
destinasi, dan memberi pengaruh langsung pada komponen afektif, dimana
citra afektif mengacu pada perasaan yang ditimbulkan oleh suatu tempat dan
orang-orang dengan motif yang berbeda dapat menilai destinasi dengan cara
yang serupa jika persepsinya memenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya, citra
afektif adalah nilai yang dilekatkan pada tujuan berdasarkan motivasi, baik
secara langsung maupun tidak langsung, yang berdampak pada keseluruhan
citra tersebut. Pengalaman juga mempengaruhi citra destinasi, hal ini
dikarenakan adanya hubungan antara informasi yang diperoleh saat ini
dikaitkan dengan pengalaman masa lalu, dimana pengaruh pengalaman
seseorang cenderung lebih kuat jika dibandingkan dengan informasi yang
diperoleh. Selain itu, faktor sosio-demografis individu (usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, dan lainnya) juga dapat mempengaruhi citra suatu
destinasi. Hal ini dikarenakan tiap individu memiliki cara pandang yang
berbeda sehingga menimbulkan citra yang berbeda pula.
Dari pendapat beberapa ahli di atas, penulis mengadopsi indikator citra
destinasi dari Beerli dan Martin (2004) yaitu natural resources, general
infrastructure, tourist infrastructure, tourist leisure and recreation, cultural,
27 Universitas Kristen Petra
history, and art, political and economics factors, natural environment, social
environment, dan atmosphere of the place. Namun, indikator tersebut akan
dikembangkan menjadi 17 indikator sesuai dengan jurnal penelitian Beerli dan
Martin (2004).
2.6 Kepuasan Wisatawan (Tourist Satisfaction)
Menurut Kotler dan Keller (2009, p.164), konsep kepuasan secara umum
didefinisikan sebagai perasaan konsumen yang puas atau kecewa yang dihasilkan
dari membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) dengan
ekspektasi konsumen. Apabila kinerja gagal memenuhi ekspektasi, maka
konsumen tidak akan puas. Hal sebaliknya akan terjadi, apabila kinerja sesuai
dengan ekspektasi, maka konsumen akan puas. Definisi lain tentang kepuasan
konsumen adalah penilaian konsumen atas produk ataupun layanan dalam hal
menilai produk atau layanan tersebut telah memenuhi kebutuhan dan ekspektasi
konsumen. Kepuasan konsumen merupakan strategi utama, karena konsumen
yang puas akan merekomendasikan (word of mouth) dan mampu menarik
konsumen baru (Zeithaml, 2009, p.104).
Wang (2017) mengembangkan sebuah teori untuk menguji kepuasan
konsumen, yang gagasan utamanya didasarkan pada harapan dan konfirmasi
konsumen. Hal ini digunakan untuk mempelajari kepuasan konsumen berdasarkan
kualitas layanan atau produk yang diberikan oleh suatu perusahaan. Teori ini
mencakup dua faktor yang secara independen mempengaruhi kepuasan konsumen,
yaitu ekspektasi layanan sebelum membeli dan menilai kualitas layanan setelah
digunakan. Pertama-tama, konsumen membangun harapan layanan, yang
didasarkan pada manfaat yang diharapkan layanan konsumsi. Sebenarnya layanan
tersebut kemudian memberi kontribusi pada kepercayaan konsumen terkait
dengan kinerja sebenarnya. Akhirnya, kepuasan pelanggan adalah hasil
perbandingan antara apa yang diharapkan pelanggan dan apa yang sebenarnya
didapatkan.
Dalam konteks pariwisata, kepuasan konsumen disebut juga kepuasan
wisatawan. Kepuasan wisatawan atau tourist satisfaction dapat dianggap sebagai
evaluasi pasca kunjungan ke sebuah destinasi. Hunt (1983) mengemukakan bahwa
28 Universitas Kristen Petra
kepuasan bukan hanya tentang kesenangan pengalaman perjalanan tetapi juga
evaluasi membuat pengalaman itu setidaknya sebaik yang seharusnya. Artinya,
kepuasan ditimbulkan saat konsumen membandingkan ekspektasi awal dengan
persepsi. Begitu dirasakan pengalaman lebih besar dari harapan, konsumen puas
(Chiu, 2016).
Kepuasan wisatawan merupakan ukuran keseluruhan dari pendapat
wisatawan pada setiap kualitas destinasi. Ukuran tersebut dapat dipertimbangkan
sebagai nilai mengenai kualitas hasil dari destinasi pariwisata, misalnya perlakuan
dan pelayanan yang dirasakan wisatawan terhadap destinasi pariwisata, tetapi
tidak hanya hasil pada akhir pengalamannya (Coban, 2012). Coban (2012) juga
mengungkapkan bahwa terdapat perbandingan antara kinerja dan harapan.
Apabila kinerja yang dirasakan lebih tinggi dari ekspetasi, maka pelanggan
merasa senang. Sebaliknya, apabila kinerja yang dirasakan lebih rendah dari
ekspetasi, maka hal tersebut akan dianggap sebagai ketidakpuasan terhadap
pengalaman pelanggan.
Di sektor pariwisata, kepuasan wisatawan memainkan peran penting
sebagai alat pemasaran untuk menarik konsumen dan juga membuat rencana
tentang produk dan layanan apa yang disediakan di pasar pariwisata. Tingkat
kepuasan wisatawan dievaluasi oleh perbedaan antara pengalaman wisatawan di
masa lalu dan kondisi saat ini, serta perbandingan antara tujuan perjalanan saat ini
dengan destinasi alternatif atau tempat lain yang dikunjungi di masa lalu (Wang,
2017).
2.6.1 Pengukuran Kepuasan Wisatawan
Yuksel (2010) mengukur kepuasan wisatawan dengan tiga indikator,
yaitu:
1. Berkaitan dengan senang atau tidaknya wisatawan terhadap keputusannya
untuk berkunjung ke destinasi.
2. Kepercayaan bahwa memilih destinasi terkait merupakan hal yang benar.
3. Tingkat kepuasan secara keseluruhan selama berwisata ke destinasi pariwisata.
Berbeda dengan Yuksel, Coban (2012) mengemukakan bahwa kepuasan
wisatawan diukur sebagai jumlah opini wisatawan pada masing-masing kualitas
29 Universitas Kristen Petra
destinasi. Jenis pengukuran ini dapat dijadikan sebagai penilaian tentang kualitas
destinasi seperti bagaimana cara memperlakukan wisatawan baik dari segi kualitas
layanan seperti aksesibilitas dan akomodasi, serta bagaimana cara mengajak
wisatawan untuk ikut berpartisipasi dalam acara-acara yang diselenggarakan oleh
pemerintah setempat, dan jenis pengukuran ini juga dapat dijadikan sebagai acuan
untuk mengembangkan sebuah destinasi guna mencapai keunggulan kompetitif.
Dari pendapat beberapa ahli di atas, penulis mengadopsi pengukuran
kepuasan wisatawan dari Yuksel (2010) yaitu berkaitan dengan senang atau
tidaknya wisatawan terhadap keputusannya untuk berkunjung ke destinasi,
kepercayaan bahwa memilih destinasi terkait merupakan hal yang benar, dan
tingkat kepuasan secara keseluruhan selama berwisata ke destinasi pariwisata.
2.7 Loyalitas Wisatawan (Tourist Loyalty)
Oliver (1999) menyatakan loyalitas adalah sebuah komitmen yang sangat
kuat untuk membeli ulang atau berlangganan produk / layanan yang disukai secara
konsisten di masa depan, sehingga menyebabkan pembelian merek yang sama,
terlepas dari percobaan dan upaya pemasaran yang memiliki potensi yang
menyebabkan perilaku beralih. Saren dan Tzokas (1998) mengemukakan bahwa
point utama berfokus pada mengidentifikasi pembelian ulang sebagai bukti
adanya hubungan yang kuat antara pihak penyedia produk atau jasa dengan
konsumen (Campon et al, 2013).
Loyalitas konsumen adalah salah satu aspek yang diimpikan oleh setiap
perusahaan. Terdapat hubungan yang positif antara loyalitas dengan profitabilitas.
Peningkatan profit yang berasal dari loyalitas dapat terlihat dari penurunan biaya
pemasaran, peningkatan penjualan. Pelanggan yang loyal cenderung akan
melakukan pembelian ulang dan membeli dalam jumlah banyak apabila dibanding
dengan pembeli yang non-loyal. Pelanggan yang loyal juga akan membantu
promosi secara tidak langsung melalui word of mouth, dan hal ini sangat efektif
bagi suatu perusahaan (Bowen, 2001).
Loyalitas konsumen di bidang pariwisata yang dimaksud adalah loyalitas
wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut. Loyalitas wisatawan atau tourist
loyalty adalah komitmen yang sangat kuat untuk melakukan pembelian kembali
30 Universitas Kristen Petra
produk / layanan secara konsisten di masa yang akan datang. Loyalitas wisatawan
merupakan salah satu aspek penting bagi marketers dari suatu destinasi, karena
lebih diminati dan lebih murah untuk mempertahankan wisatawan yang ada
daripada mencari wisatawan baru (Chiu, 2016). Wisatawan dengan tingkat
loyalitas yang tinggi merupakan aset terpenting bagi segmen pasar pada suatu
destinasi. Hal ini dikarenakan pada umumnya wisatawan akan tinggal lebih lama
apabila dibandingkan dengan wisatawan yang datang pertama kali, dan cenderung
akan menyebarkan informasi positif dari mulut ke mulut (WOM) kepada keluarga,
dan rekan-rekan. Hal ini akan menguntungkan bagi marketers karena dapat
mengurangi biaya pemasaran dibandingkan dengan menarik minat pengunjung
untuk yang pertama kali (Chiu, 2016).
Loyalitas bisa diartikan sebagai jaminan di masa yang akan datang untuk
membeli suatu produk atau jasa. Loyalitas dapat dilakukan dengan mengamati
perilaku pembelian langsung dan frekuensi pembelian atau dengan memusatkan
perhatian pada angka penjualan produk atau layanan serta mengukur sikap untuk
membelinya sekali lagi secara tidak langsung (Lobato et al, 2006). Terkait studi
loyalitas di bidang pariwisata, terdapat beberapa indikator untuk mengukur
loyalitas wisatawan. Pertama, loyalitas bisa diukur dengan mengamati perilaku
saat melakukan pembelian ulang. Kedua, hal itu dapat diukur dengan
menganalisis kecenderungan perilaku wisatawan terhadap tujuan wisata. Dengan
demikian, sebuah pengukuran loyalitas mencakup kombinasi antara sikap dan
perilaku wisatawan terhadap suatu tujuan (Lobato et al, 2006).
2.7.1 Pengukuran Loyalitas Wisatawan
Bowen (2001) menyatakan ada tiga pendekatan yang digunakan untuk
mengukur loyalitas wisatawan secara umum, yaitu :
1. Behavioral Measurements, pengukuran dengan cara dilihat dari adanya
konsisten untuk melakukan pembelian ulang.
2. Attitudinal Measurements, pengukuran yang berkaitan dengan perilaku
pembelian ulang oleh konsumen.
31 Universitas Kristen Petra
3. Composite Measurement, pengukuran yang mengkombinasi dua pengukuran
tersebut dilihat dari perilaku sekunder konsumen seperti frekuensi pembelian,
jumlah pembelian, dan merekomendasikan ke orang lain.
Selain itu, Artuger et al (2013) mengemukakan terdapat dua faktor
penentu untuk mengukur loyalitas wisatawan. Pertama, Intention to revisit the
destination, maksudnya adalah wisatawan menunjukkan loyalitasnya dengan
mengunjungi kembali destinasi pariwisata terkait di masa mendatang. Kedua, Say
positive things about the destination and recommendations to others, maksudnya
bahwa wisatawan menunjukkan loyalitasnya dengan mengatakan hal-hal yang
positif mengenai destinasi pariwisata kemudian merekomendasikan destinasi
pariwisata tersebut ke orang lain (Hanif, 2016).
Dari pendapat beberapa ahli di atas, penulis mengadopsi pengukuran
loyalitas wisatawan dari Artuger et al (2013) yaitu Intention to revisit the
destination dan Say positive things about the destination and recommendations to
others.
2.8 Hubungan Antar Konsep
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh citra destinasi dari
cognitive image dan affective image dari Kota Semarang terhadap kepuasan dan
loyalitas wisatawan saat berkunjung ke Kota Semarang. Pada bagian ini, penulis
memaparkan hubungan antar konsep yang diteliti di atas berdasarkan pada
penelitian terdahulu yang dijabarkan pada tabel 2.3.
Dari kajian literatur yang dilakukan, penulis mengelompokkan kesepuluh
penelitian terdahulu ke dalam tiga fokus utama. Pertama, penelitian-penelitian
yang fokus utamanya adalah pada pengaruh atribut-atribut destinasi wisata
terhadap kepuasan wisatawan (Lee, 2015). Kedua, penelitian-penelitian mengenai
citra destinasi yang digali secara lebih spesifik yaitu pada aspek kognitif dan
afektif dan pengaruhnya terhadap kepuasan serta loyalitas wisatawan. Adapun
penelitinya antara lain adalah Artuger (2013), Chiu (2016), Hanif (2016), Coban
(2012), Yuksel (2010), dan Zhang (2014). Ketiga, penelitian yang fokusnya
adalah pada kepuasan wisatawan dan intensi perilaku di masa yang akan datang
(Prayag 2009).
32 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.3 Tabel Penelitian Terdahulu
No. Judul Penelitian Penulis / Tahun Tujuan Penelitian Pendekatan & Metode
Penelitian Hasil Penelitian
1
Tourist satisfaction
with factory tour
experience
Cheng-Fei Lee /
2015
Untuk mengidentifikasi atribut
destinasi secara spesifik dan
pengaruhnya terhadap kepuasan
wisatawan dan niat untuk
merekomendasikan dan
berpartisipasi kembali dalam
kegiatan tur.
Survei dan kuesioner
yang dilakukan selama
3x setiap weekend di
tanggal 9-10, 16-17,
dan 23-24 Agustus
2014 di Taiwan
1. Suatu destinasi harus memiliki
atribut-atribut yang memadai agar
tercipta kepuasan wisatawan.
2. Perlu adanya perbaikan dan
penambahan fasilitas umum seperti
shuttle service dan parking space.
3. Faktor utama yang harus
diperhatikan adalah tingkat
keamanan bagi wisatawan yang
sangat dibutuhkan oleh wisatawan.
2
The Effect of
Destination Image on
Destination Loyalty:
An Application In
Alanya
Savaş Artuğer,
Burçin Cevdet
Çetinsöz,
İbrahim Kılıç /
2013
Untuk membuktikan dampak dari
citra destinasi di Alanya.
Kuesioner yang
dibagikan 420
responden, tetapi yang
valid hanya 393
kuesioner.
Cognitive image memiliki pengaruh
lebih besar jika dibandingkan dengan
affective image.
3
The influence of
destination image
and tourist
satisfaction on
tourist loyalty:
a case study of
Chinese tourists in
Korea
Weisheng Chiu,
Shiheng Zeng,
Philip Shao-
Tung Cheng /
2016
Untuk mengeksplor cita kognitif
dan afektif dan menguji adanya
pengaruh destinasi terhadap
kepuasan dan loyalitas wisatawan
di Korea
Menggunakan sampling
method. Memakai
kuesioner yang
dibagikan pada 311
responden.
Hasil menunjukkan bahwa kunci
utama dalam penentuan citra sebuah
destinasi adalah terletak pada kepuasan
wisatawan. Wisatawan yang puas,
mereka akan melakukan kunjungan
ulang dan merekomendasikan ke
kerabatnya.
32
Un
ivers
itas K
riste
n P
etra
33 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.3 Tabel Penelitian Terdahulu (sambungan)
No. Judul Penelitian Penulis / Tahun Tujuan Penelitian Pendekatan &
Metode Penelitian Hasil Penelitian
4
Pengaruh Citra
Destinasi Terhadap
Kepuasan Wisatawan
Serta Dampaknya
Terhadap Loyalitas
Wisatawan
Asya Hanif,
Andriani
Kusumawati, M.
Kholid Mawardi /
2016
Menjelaskan pengaruh variabel
citra destinasi terhadap variabel
kepuasan wisatawan, pengaruh
dari variabel citra destinasi
terhadap variabel loyalitas
wisatawan, dan pengaruh dari
variabel kepuasan wisatawan
terhadap variabel loyalitas
wisatawan di Kota Batu.
Penelitian dilakukan
terhadap 113
responden di Kota
Batu.
Hasil penelitian menunjukkan adanya
pengaruh citra destinasi terhadap
loyalitas wisatawan melalui kepuasan
wisatawan. Salah satu hal yang
menjadi faktor penentu adanya
pengaruh adalah banyaknya jumlah
daya tarik wisata, sehingga wisatawan
memiliki minat untuk melakukan
kunjungan kembali.
5
The Effects of the
Image of Destination
on Tourist
Satisfaction and
Loyalty: The Case of
Cappadocia
Suzan Coban /
2012
Untuk mengetahui pengaruh citra
destinasi terhadap kepuasan dan
loyalitas wisatawan
Melakukan survey &
membagikan kuesioner
kepada 170 responden
terhadap wisatawan
yang berkunjung ke
Cappadocia pada
tanggal 1-20 Juni.
Menunjukkan bahwa citra destinasi
sangat bergantung pada kualitas
layanan yang diberikan pada
wisatawan seperti sarana transportasi,
akomodasi, dan banyaknya tempat
wisata, baru wisatawan akan merasa
puas, dan melakukan kunjungan
kembali. Yang ditekankan dalam
penelitian ini mengenai kualitas
layanan yang diberikan.
6
Destination image
and tourist loyalty: A
meta-analysis
Hongmei Zhang,
Xiaoxiao Fu,
Liping A. Cai,
Lin Lu / 2014
Mengetahui pengaruh antara citra
destinasi dan loyalitas wisatawan
memakai meta analisis.
Kuesioner kepada 117
responden di China.
- Citra yang positif dapat membantu
mempertahankan loyalitas wisatawan
- Loyalitas dipengaruhi oleh persepsi
wisatawan terhadap destinasi
tersebut
Un
ivers
itas K
riste
n P
etra
33
34 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.3 Tabel Penelitian Terdahulu (sambungan)
No. Judul Penelitian Penulis / Tahun Tujuan Penelitian Pendekatan &
Metode Penelitian Hasil Penelitian
7
Destination
attachment: Effects
on customer
satisfaction and
cognitive,
affective and
conative loyalty
Atila Yuksel,
Fisun Yuksel,
Yasin Bilim /
2010
Mengetahui pengaruh kepuasan
wisatawan saat berlibur dan
loyalitas destinasi (dilihat dari
cognitive image dan affective
image)
Kuesioner kepada 246
responden di Turki.
Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa
kepuasan wisatawan terletak pada
kualitas produk dan layanan yang
diberikan. Kualitas produk dan layanan
yang dimaksud di pariwisata adalah
akomodasi, transportasi. Kemudahan
dalam segi aksesbilitas sangat
diprioritaskan, karena akan
meningkatkan kepuasan wisatawan,
dan berdampak pada tingkat loyalitas.
8
Tourists’ Evaluations
Of Destination
Image, Satisfaction,
And Future
Behavioral
Intentions—The Case
Of Mauritius
Girish Prayag /
2009
Untuk mengetahui pengaruh
antara destination image,
satisfaction, dan future behavioral
intention.
Membagikan
kuesioner kepada 705
responden di
Mauritius. Penelitian
menggunakan metode
SEM.
Destination image yang terbagi dalam
dua elemen yaitu cognitive image dan
affective image. Cognitive image
merupakan hasil evaluasi yang positif
dari wisatawan atas kunjungan pada
suatu destinasi. Sedangkan, affective
image merupakan kesan yang timbul
secara emosional. Hasil evaluasi
tersebut akan berdampak terhadap
emosional pada tiap pengunjung. Jika
pengalaman lebih besar dari
ekspektasi, maka wisatawan puas.
Tingkat kepuasan yang tinggi akan
cenderung meningkatkan loyalitas.
34
Un
ivers
itas K
riste
n P
etra
35 Universitas Kristen Petra
2.8.1 Hubungan Cognitive Image dengan Affective Image
Cognitive image mengacu pada pengetahuan dan pemahaman wisatawan
atas atribut destinasi, sedangkan affective image berhubungan dengan perasaan
wisatawan terhadap sebuah destinasi. Gambaran secara keseluruhan terhadap
suatu destinasi terbentuk dari hasil interaksi antara cognitive dan affective (Zhang,
2014). Penelitian yang dilakukan Prayag (2009) menemukan bahwa affective
image akan terbentuk setelah wisatawan melakukan kunjungan ke destinasi yang
diinginkan kemudian mengevaluasi informasi-informasi yang telah diperoleh
(cognitive image). Perpaduan antara kedua tahap tersebut akan mengakibatkan
citra destinasi pada tiap wisatawan. Dari hasil dua penelitian terdahulu tersebut,
penulis merumuskan hipotesis pertama sebagai berikut :
H1 : Cognitive image berpengaruh terhadap affective image.
2.8.2 Hubungan Cognitive Image dengan Kepuasan Wisatawan
Menurut Beerli dan Martin (2004), cognitive image memiliki pengaruh
terhadap kepuasan wisatawan, hal ini dikarenakan wisatawan tertarik terhadap
keindahan alam dan suasana yang dapat memberikan rasa puas. Senada dengan
Beerli dan Martin (2004), Lee (2015) menyatakan bahwa salah satu atribut yang
termasuk dalam cognitive image adalah keamanan yang juga besar peranannya
dalam membentuk kepuasan wisatawan. Dari hasil dua penelitian terdahulu
tersebut, penulis merumuskan hipotesis kedua sebagai berikut :
H2 : Cognitive image berpengaruh terhadap kepuasan wisatawan.
2.8.3 Hubungan Cognitive Image dengan Loyalitas Wisatawan
Berdasarkan penelitian Artuger et al (2013) menunjukkan bahwa
cognitive image memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap loyalitas wisatawan
jika dibandingkan dengan affective image. Hal ini terlihat pada atribut natural
resources, infrastructure, dan social environment yang memiliki nilai lebih besar
dibandingkan dengan atribut lainnya. Wisatawan cenderung lebih tertarik pada
keindahan alam serta penduduk lokal yang ramah, sehingga wisatawan dapat
memiliki loyalitas terhadap destinasi tersebut. Senada dengan Artuger (2013),
Coban (2012) berpendapat bahwa beberapa komponen cognitive image juga harus
36 Universitas Kristen Petra
dikembangkan seperti tourist attractions dan basic facilities, karena hal tersebut
yang membuat wisatawan mempunyai minat untuk berkunjung kembali. Dari
hasil dua penelitian terdahulu tersebut, penulis merumuskan hipotesis ketiga
sebagai berikut :
H3 : Cognitive image berpengaruh terhadap loyalitas wisatawan.
2.8.4 Hubungan Affective Image dengan Kepuasan Wisatawan
Yuksel (2010) menyatakan bahwa affective image akan terbentuk jika
wisatawan telah melakukan kunjungan secara langsung ke destinasi yang
diinginkan. Selain itu, Huang (2006) mengemukakan bahwa kepuasan wisatawan
terletak pada daya tarik suatu daerah, keterlibatan wisatawan terhadap destinasi
tersebut, dan kualitas layanan. Kepuasan akan tercipta apabila ekspektasi sesuai
dengan kenyataan, sehingga menimbulkan citra tersendiri yang positif bagi
wisatawan. Sebaliknya, apabila ekspetasi tidak sesuai dengan kenyataan, maka
akan mengakibatkan citra negatif bagi wisatawan. Dari hasil dua penelitian
terdahulu tersebut, penulis merumuskan hipotesis keempat sebagai berikut :
H4 : Affective image berpengaruh terhadap kepuasan wisatawan.
2.8.5 Hubungan Affective Image dengan Loyalitas Wisatawan
Chiu (2016) mengemukakan bahwa citra destinasi yang terdiri dari dua
elemen cognitive image dan affective image dapat mempengaruhi perilaku
wisatawan untuk merekomendasikannya ke orang lain, atau berkunjung kembali
ke destinasi pariwisata. Senada dengan Chiu (2016), Hanif (2012) menyatakan
bahwa affective image berpengaruh signifikan terhadap loyalitas wisatawan.
Wisatawan yang sudah terlibat secara emosi atau perasaan (affective image)
cenderung akan bermaksud mengunjungi kembali di masa mendatang,
mengatakan hal-hal positif, dan akan merekomendasikan kepada orang lain. Dari
hasil dua penelitian terdahulu tersebut, penulis merumuskan hipotesis kelima
sebagai berikut :
H5 : Affective image berpengaruh terhadap loyalitas wisatawan.
37 Universitas Kristen Petra
2.8.6 Hubungan Kepuasan Wisatawan dengan Loyalitas Wisatawan
Lovelock et al. (2010) menjelaskan bahwa loyalitas sejati terletak pada
kepuasan pelanggan (wisatawan) dimana wisatawan yang sangat puas atau
menyenangi layanan cenderung menjadi pendukung yang loyal terhadap
perusahaan (destinasi pariwisata). Bentuk loyalitas tersebut dapat berupa
menggabungkan semua pembelian dengan satu penyedia layanan, dalam hal
pariwisata yaitu dengan kembali berkunjung ke suatu destinasi yang sama, dan
menyebarkan berita positif terkait destinasi. Selain itu, Prayag (2009)
menyebutkan bahwa kepuasan sangat dekat kaitannya dengan penilaian atribut
citra destinasi secara keseluruhan. Keseluruhan atribut tersebut cenderung
menghasilkan kepuasan dan tingkat loyalitas. Dari hasil dua penelitian terdahulu
tersebut, penulis merumuskan hipotesis keenam sebagai berikut :
H6 : Kepuasan wisatawan berpengaruh terhadap loyalitas wisatawan.
2.9 Model Penelitian
Berikut merupakan model penelitian hubungan antara citra destinasi,
kepuasan wisatawan, dan loyalitas wisatawan yang dijelaskan pada gambar di
bawah ini :
Gambar 2.3 Model Penelitian
Sumber : Adaptasi Beerli dan Martin (2004), Coban (2012), Artuger et al (2013)
Kepuasan
Wisatawan
(KW)
Loyalitas
Wisatawan
(LW)
H1
H4
Cognitive
Image (CI)
Affective
Image (AI)
H5
H6
H2
H3