2. LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teoritis · 2.1 Kajian Teoritis Pekerjaan pada bidang konstruksi...
Transcript of 2. LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teoritis · 2.1 Kajian Teoritis Pekerjaan pada bidang konstruksi...
5
2. LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teoritis
Pekerjaan pada bidang konstruksi memerlukan konsentrasi dan usaha dari
semua pihak yang terlibat, kerjasama tim merupakan sukses kunci kemitraan.
Kemitraan adalah suatu komitmen jangka panjang antara dua atau lebih organisasi
untuk kepentingan menuju keberhasilan sasaran dari bisnisnya. Pertimbangan
yang paling utama dalam bermitra adalah untuk mencapai keuntungan timbal
balik antara mitra kerja dan untuk mencapai sasaran bisnis (Nedo, 1991). Dua atau
lebih organisasi yang mana sedang membina kerjasama untuk suatu proyek secara
spesifik dengan harapan untuk saling memberikan layanan satu sama lainnya
(Irayani dan Yunita, 2001).
Pada awalnya hubungan kerja kontraktor dalam bermitra masih sangat
sederhana, yaitu hubungan yang terjadi hanya antara pemilik proyek dan
kontraktor. Semakin lama hubungan tersebut semakin kompleks, seiring dengan
perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi. Pada akhir dekade ini, hubungan
kerja kontraktor sudah mengarah pada suatu pembagian tugas yang semakin
khusus dan terperinci, sehingga selain hubungan kerja antara pemilik proyek dan
kontraktor, masih ada berbagai pihak terkait yang berkepentingan dan terlibat
dalam suatu proyek konstruksi. Pihak-pihak yang terlibat antara lain, konsultan
perencana, konsultan pengawas, mitra kerja kontraktor atau subkontraktor,
pemasok barang-barang kebutuhan proyek, para penyandang dana, dan berbagai
pihak lain (Wiryodingingrat, 1995).
2.2. Hubungan Kontraktor dan Subkontraktor
Kontraktor adalah perusahaan yang membuat kontrak dengan pemilik proyek
(owner) yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan beberapa elemen dan
input yang merupakan bagian proses konstruksi dan menyelesaikan suatu proyek
(Clough, 1994).
Subkontraktor adalah agensi spesialis dalam pelaksanaan suatu pekerjaan
khusus, disamping menyediakan pekerja, juga menyediakan material, peralatan
Universitas Kristen Petra
6
berat, peralatan ringan atau disain. Subkontraktor bertanggung jawab terhadap
pengawasan sebagaian pengerjaan, bertindak sebagai agen dari sistem produksi
kontraktor (Lendra, 2004).
Para kontraktor sesungguhnya menyadari bahwa landasan terpenting dalam
industri konstruksi adalah agar dapat bekerja sebaik-baiknya, nyaman dan aman,
bagi seluruh kepentingan umum. Hal-hal tersebut dicakup dalam fungsi kontraktor
sebagai elemen tanggung jawab profesional yang ditegakkan sebagai kehormatan
dalam mengemban kepercayaan. Tanggung jawab tersebut memerlukan upaya-
upaya pengembanan metode konstruksi dan pelayanan dalam bentuk manajemen,
dalam rangka mengurangi hal-hal yang tidak ekonomis dan praktek pelaksanan
yang tidak pada tempatnya. Semakin membengkaknya volume manapun
kompleksitas kegiatan dalam proses konstruksi telah mendorong tumbuh
berkembangnya kegiatan-kegiatan spesialisasi didalam proses. Munculnya
kegiatan spesialisasi tersebut lebih dipacu lagi dengan penemuan-penemuan baru
dibidang bahan serta pengembangan sistem instalasi dan struktur bangunan.
Keadaan tersebut mendorong timbulnya pertimbangan untuk menempuh cara
mensubkontraktorkan beberapa bagian pekerjaan kepada kontraktor spesialis.
Meskipun untuk pekerjaan-pekerjaan pokok seperti pekerjaan sipil yang berkaitan
dengan sistem struktur bangunan, biasanya tetap dikerjakan sendiri oleh
kontraktor utama. Pekerjaan pokok tersebut biasanya merupakan porsi terbesar
dari keseluruhan volume pekerjaan dan memerlukan pengendalian secara khusus
karena pengaruhnya terhadap keseluruhan pembiayaan. Pada kenyataanya, cara
kerja sama demikian telah berhasil memberikan banyak manfaat, baik bagi
kontraktor utama maupun para perusahaan subkontraktor (Dipohusodo, 1993).
Wewenang dari kontraktor utama hanya terbatas pada koordinasi dengan
cara memberikan konstruksi dan mengalihkan resiko kepada subkontraktor.
Rendahnya keuntungan bagi subkontraktor, mengakibatkan kurangnya sumber
daya personil yang terampil dan terlatih, teknologi dan pengalaman, ketidakadilan
kondisi kontrak dan perbedaan tujuan (antara kontraktor dan subkontraktor) telah
memberikan konstrubusi yang signifikan dan berpengaruh terhadap kinerja
proyek. Untuk menghindari permasalahan diatas dan memastikan kinerja yang
lebih baik, maka sangat disarankan untuk menggunakan konsep kemitraan antara
Universitas Kristen Petra
7
kontraktor utama dan subkontraktor sebagai suatu pendekatan re-engineering.
Perhatian khusus perlu diberikan jika konsep kemitraan diimplementasikan pada
hubungan antara kontraktor dan subkontraktor yaitu dengan prinsip yang obyektif
untuk meningkatkan kinerja dan mengurangi biaya bagi klien (Dissanayaka dan
Kumaraswamy, 1997).
Berbeda dengan perusahaan kontraktor, bagi perusahaan subkontraktor akan
mengalami manfaat melalui sistem, karena bagaimanapun terbuka kesempatan
kerja bagi mereka. Sistem tersebut telah membuka peluang serta pasar bagi
perusahaan-perusahaan subkontraktor, yang biasanya hanya berkekuatan modal
terbatas dan tidak mampu bersaing untuk memperebutkan keseluruhan pekerjaan
proyek (Dipohusodo, 1993).
2.3. Jenis Pekerjaaan yang Disubkontraktorkan
Kontraktor seringkali dihadapkan kepada pilihan antara mengerjakan
sendiri lingkup proyek, atau menyerahkan sebagian kepada perusahaan lain
sebagai subkontraktor. Untuk proyek berskala besar, praktek telah menunjukkan
bahwa karena alasan-alasan efisiensi dan produktifitas, terdapat kecenderungan
makin banyak paket kerja oleh kontraktor (utama) diserahkan kepada
subkontraktor. Tersedianya perusahaan subkontraktor yang mampu dari segi
teknis dan finansial adalah faktor utama dalam mempertimbangkan penyerahan
bagian lingkup proyek kepada subkontraktor, disamping harga yang wajar. Jenis
pekerjaan bersifat khusus akan lebih efisien diserahkan kepada perusahaan yang
mamang spesialis dalam bidang tersebut sebagai subkontraktor dari pada
dilaksanakan sendiri oleh kontraktor utama (Soeharto,1995). Jenis pekerjaan yang
sering disubkontraktorkan yaitu pekerjaan pondasi, pekerjaan bekisting dan
pekerjaan mekanikal-elektrikal (Dipohusodo, 1993).
2.4. Faktor Sukses
Pekerjaan pada bidang konstruksi memerlukan konsentrasi dan usaha dari
semua pihak yang terlibat, kerjasama tim merupakan sukses kunci kemitraan.
Kerjasama tim dapat berupa intra maupun inter organisasi atau keduanya (Cheung
et al, 2003). Konsep kemitraan menitikberatkan pada tujuan menghilangkan
hubungan permusuhan antara klien dan kontraktor, (meskipun tidak menutup
Universitas Kristen Petra
8
kemungkinan hubungan antra kontraktor dan subkontraktor) ke hubungan ko-
operatif yang mendorong kerjasama, saling berbagi visi dan situasi win-win solusi
dalam mengatasi permasalahan yang terjadi (Black et al, 2000). Tidak ada metode
kontrak manajemen yang 100% berhasil, namun ada beberapa faktor yang dapat
dikontrol baik oleh kontraktor maupun subkontraktor yang berpotensi mengarah
kepada berhasil atau tidaknya hubungan kemitraan (Lazar, 1997).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan antara mitra kerja adalah :
- Sumber Daya Yang cukup
- Dukungan Dari Manajemen Puncak
- Saling Percaya
- Komitmen Jangka Panjang
- Komunikasi Yang Efektif
- Koordinasi Yang Efisien
- Resolusi Konflik Yang Produktif
2.4.1 Sumber Daya Cukup
Sumber daya terhitung langka dan bersaing, tidak lazim bagi suatu
organisasi untuk berbagi sumber-sumbernya dengan yang lain. Sumber daya yang
utama adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan modal. Beberapa penyelidikan
sebelumnya menunjukan pentingnya berbagi sumber antar mitra kerja agar
hubungan kemitraan dapat berjalan dengan baik (Chan et al, 2004). Pentingnya
berbagi sumber antar mitra kerja juga dapat menegaskan penggunaan sumber-
sumber secara maksimal. Sumber-sumber yang saling mengisi dari berbagai
kelompok tidak hanya dapat digunakan untuk memperkuat daya saing dan
kemampuan membangun dari sebuah hubungan kemitraan, tetapi juga mampu
menjadi kriteria utama untuk menilai keberhasilan dari sebuah kemitraan (Cheng
et al, 2000).
2.4.1.1 Pengetahuan Tentang Konstruksi
A. Penyusunan jadwal yang kooperatif
Jadwal adalah penjabaran perencanaan proyek menjadi urutan langkah-
langkah pelaksanaan untuk mencapai sasaran. Jadwal atau waktu
merupakan salah satu sasaran utama proyek. Keterlambatan jadwal akan
mengakibatkan berbagai bentuk kerugian, misalnya panambahan biaya,
Universitas Kristen Petra
9
kehilangan kesempatan produk memasuki pasaran, dan lain-lain. Metode
penyusunan jadwal yang terkenal adalah analisis jaringan kerja
(network), yang menggambarkan dalam suatu grafik hubungan urutan
pekerjaan proyek. Pekerjaan yang harus mendahului dan didahului oleh
pekerjaan lain diidentifikasi dalam kaitannya dengan waktu.
Pengelolaan waktu itu sendiri meliputi perencanaan, penyusunan, dan
pengendalian jadwal (Soeharto,1995).
B. Pengetahuan untuk mendapatkan kualitas
Kualitas atau mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi,
atau melebihi harapan (Tjiptono dan Diana, 1996). Kualitas atau mutu
dalam kaitannya dengan proyek, dapat diartikan sebagai memenuhi
syarat penggunaan yang telah ditentukan atau fit for intended use. Agar
suatu produk atau jasa hasil proyek memenuhi syarat penggunaan,
diperlukan suatu yang panjang, dan kompleks mulai dari mengkaji apa
saja syarat-syarat penggunaan yang dikehendaki oleh pemilik proyek
atau owner, menjabarkan persyaratan tersebut menjadi kriteria dan
spesifikasi, serta menuangkannya menjadi gambar-gambar instalasi atau
produksi. Pengetahuan untuk mendapatakan kualitas juga termasuk
menganalisis sumber daya serta jadwal, sampai kepada merencanakan
dan mengendalikan aspek mutu pada tahap implementasi atau produksi.
Semua kegiatan diatas adalah bagian dari pengelolaan kualitas atau mutu
yang ada dilingkungan proyek dilakukan dengan menyusun program
penjaminan dan pengendalian mutu atau Quality Assurance (QA), dan
Quality Control (QC) (Soeharto,1995).
C. Penyusunan perkiraan biaya proyek
Perkiraan biaya adalah seni memperkirakan (the art of approximating)
kemungkinan jumlah biaya yang diperlukan untuk suatu kegiatan yang
didasarkan atas informasi yang tersedia pada waktu itu NES ( National
Estimating Society-USA). Definisi perkiraan biaya di atas erat
hubungannya dengan analisis biaya, yaitu pekerjaan yang menyangkut
pengkajian biaya kegiatan-kegiatan terdahulu yang akan dipakai sebagai
Universitas Kristen Petra
10
bahan untuk menyusun perkiraan biaya. Menyusun perkiraan biaya
berarti melihat masa depan, memperhitungkan, dan mengadakan
prakiraan atas hal-hal yang akan dan mungkin terjadi. Analisis biaya
menitikberatkan pada pengkajian dan pembahasan biaya kegiatan masa
lalu yang akan dipakai sebagai masukan (Soeharto,1995).
Faktor sumber daya yaitu pengetahuan tentang konstruksi memiliki
hambatan dimana keterbatasan pengetahuan tentang konstruksi akan berpengaruh
pada penyusunan jadwal yang tidak kooperatif, kualitas rendah, dan terjadi
pembengkakkan biaya. Antisipasi yang dapat diambil terhadap hambatan yang
terjadi adalah dengan membuat barchart, Bill Of Quantity dan harus dapat
mengetahui spesifikasi mutu atau kualitas yang diharapkan. Ukuran kesuksesan
yang diharapkan yaitu penyelesaian proyek sesuai jadwal, kontrak kerja dan
anggaran biaya yang direncanakan
2.4.1.2 Teknologi yang Dipakai
A. Penggunaan teknologi pada alat berat yang dapat meminimalkan tenaga
kerja.
Di samping material dan peralatan yang akan menjadi bagian tetap dari
instalasi, juga diperlukan alat konstruksi atau alat berat yang digunakan
untuk membantu tenaga kerja dilapangan. Jadi teknologi dapat
meminimalkan penggunaan tenaga kerja dan tugas-tugasnya. Dewasa ini
dengan tersedianya berbagai macam alat-alat konstruksi, baik mengenai
kapasitas maupun spesialisasinya maka efektifitas dan efisiensi
penggunaannya terletak pada program pengelolaan dan tingkat disiplin
dalam melaksanakan program tersebut. Program pengelolaan tersebut
meliputi seleksi pengadaan, operasi dan pemeliharaan, keputusan
membeli atau menyewa, dan standarisasi (Soeharto,1995).
B. Penggunaan teknologi yang dapat mengefisienkan pekerjaan sehingga
mempercepat jadwal proyek.
Pada awal sebelum adanya perencanaan target jadwal atau tanggal
penyelesaian yang telah ditentukan, pimpinan proyek harus menganalisis
terlebih dahulu untuk mengetahui kemungkinan atau kepastian mencapai
Universitas Kristen Petra
11
jadwal tersebut, yaitu dengan adanya usaha-usaha tambahan guna
mempercepat penyelesaian pekerjaan misalnya dengan menggunakan
teknologi. Penggunaan teknologi dapat membantu mempermudah
pekerjaan sehingga pekerjaan dapat dilakukan dengan cepat dan dapat
mempercepat jadwal proyek yang telah ditentukan (Soeharto,1995).
C. Penggunaan teknologi pada alat berat yang dapat meningkatkan
keselamatan kerja.
Faktor keselamatan kerja menempati urutan pertama sebagai aspek yang
harus diperhatikan dalam penyelenggaraan proyek, terutama pada tahap
konstruksi. Hal ini disebabkan oleh karena pada tahap ini terkumpulnya
sejumlah besar tenaga kerja di area yang relatif sempit. Teknologi
sebagai pengganti fungsi manusia atau tenaga kerja. Pemakaian teknologi
pada umumnya untuk menangani material yang berbahaya dan tugas-
tugas yang susah dilakukan dengan tenaga manusia (Soeharto,1995).
Faktor sumber daya yaitu teknologi yang dipakai, hambatan yang sering
terjadi adalah keterbatasan teknologi yang dipakai, sehingga memerlukan banyak
tenaga kerja, dapat memperlambat jadwal proyek, dan jaminan keselamatan
kerja. Antisipasi yang dapat diambil adalah antar mitra kerja harus mempunyai
teknologi yang cukup dalam penyelesaian pekerjaan dilapangan. Ukuran
kesuksesan yang diharapkan mitra kerja yaitu dapat menggunakan teknologi yang
ada seefisien mungkin.
2.4.1.3 Modal yang Dipunyai Mitra Kerja
A. Perencanaan keuangan yang kooperatif antara mitra kerja yang dapat
memperlancar jalannya pekerjaan proyek
Dari sudut kontraktor, uang adalah sumber daya terpenting. Tanpa uang
kontraktor tidak akan bisa memperoleh ketiga sumber daya lain yaitu
tenaga kerja, bahan atau material, dan peralatan yang dibutuhkannya.
Banyak kontraktor menaksir terlampau rendah kebutuhan akan uang,
tampak dari kenyataan bahwa di banyak negara mereka menghadapi
kebangkrutan. Banyak subkontraktor bahkan pemasok menganggap
kontraktor kurang aman sehingga mereka mau menerima pekerjaan atau
Universitas Kristen Petra
12
order tersebut bila kontraktor membayar tunai sesuai kontrak. Kontraktor
harus menyadari hal ini pada waktu menyiapkan penawarannya, artinya
mereka harus memiliki cukup modal untuk dapat terus membayar gaji,
membeli bahan serta menyewa peralatan antara waktu pemeriksaan
pekerjaan dan waktu pembayaran agar dapat memperlancar jalannya
pekerjaan proyek (Austen dan Neale, 1994).
B. Pembelian material yang termasuk pekerjaan subkontraktor yang dapat
meminimalkan modal kontraktor
Menyusun perkiraan biaya dalam pembelian material sangat kompleks,
mulai dari membuat spesifikasi, mencari sumber, mengadakan lelang
sampai kepada membayar harganya. Terdapat berbagai alternatif yang
tersedia, salah satunya yaitu dengan mensubkontraktorkan untuk
kegiatan tersebut, sehingga bila kurang tepat menanganinya mudah
sekali membuat biaya atau modal proyek menjadi tidak ekonomis
(Soeharto, 1995).
C. Pembiayaan peralatan pekerjaan yang disubkontraktorkan yang dapat
meminimalkan biaya peralatan kontraktor
Peralatan meruapakan barang yang dibutuhkan selama pembangunan
proyek. Penyediaan alat adalah tanggung jawab kontraktor dan termasuk
dalam harga penawaran. Semua kontraktor kecuali kontraktor yang
sangat besar tidak dapat memiliki sendiri alat-alat yang besar yang
mungkin hanya akan digunakan untuk waktu singkat di suatu lokasi
pekerjaan, kebanyakan kontraktor menyewanya saja bila diperlukan,
atau ada juga kontraktor yang mensubkontraktorkan pekerjaan tersebut
beserta dengan peralatan yang akan digunakan, sehingga dapat
meminimalkan biaya peralatan kontraktor. Prinsip ini juga sama dalam
mengukur biaya terhadap rencana, seperti tenaga kerja, produktivitas alat
harus diusahakan maksimal dan alat yang di sewa harus dikembalikan
segera sesudah tidak diperlukan lagi (Austen dan Neale, 1994).
Faktor sumber daya yaitu modal yang dipunyai mitra kerja, hambatan yang
terjadi adalah kurangnya modal yang dipunyai mitra kerja yang berpengaruh pada
perencanaan keuangan yang kurang kooperatif, menghambat pembelian material,
Universitas Kristen Petra
13
dan pembiayaan peralatan. Antisipasi yang dapat diambil adalah membuat
perencanaan keuangan yang kooperatif, melakukan negosiasi harga pekerjaan, dan
biaya peralatan. Ukuran kesuksesan yang yang diharapkan mitra kerja yaitu
pengeluaran anggaran sesuai dengan modal yang dipunyai.
2.4.2 Dukungan Manajemen Puncak
Dukungan dari manajemen puncak adalah penting sekali untuk mengawali
serta menjalani suatu rencana kemitraan, dimana merumuskan strategi dan
petunjuk aktivitas pelaksanaan konstruksi, persetujuan bersama antara mitra kerja,
tugas dan tanggung jawab manajemen puncak yang baik dapat terjalinnya
hubungan kemitraan yang akan sukses (Cheng et al, 2000; Soeharto, 1995).
Dukungan dari manajemen puncak selalu merupakan prasyarat untuk keberhasilan
sebuah proyek kemitraan (Chan et al, 2004). Kesalahan strategi dan petunjuk
aktivitas pelaksanaan konstruksi yang berpengaruh pada hubungan, perencanaan,
dan pembayaran. Selalu mengadakan rapat antara mitra kerja dalam
menyelesaikan masalah yang terjadi diproyek. Mampu menciptakan hubungan
kemitraan dengan baik, dan dapat menyelesaikan masalah yang terjadi di proyek.
2.4.2.1 Strategi dan Petunjuk Aktivitas Pelaksanaan Konstruksi
A. Penyelenggaraan rapat secara rutin
Dalam strategi dan petunjuk aktivitas bisnis, mengadakan rapat secara
rutin diharapkan tujuan dan sasaran yang sudah dibahas oleh masing-
masing pihak harus sudah merupakan hasil kesepakatan bersama antar
mitra kerja (Cheng et al, 2000). Merencanakan rapat yang efektif dimulai
dengan menentukan tujuan rapat. Rapat yang direncanakan mungkin
untuk satu tujuan atau kombinasi tujuan-tujuan, seperti menyebarkan
informasi yang diperoleh mitra kerja, memecahkan masalah bersama dan
membuat keputusan bersama didalam rapat (Curtis,Floyd dan Winsor
1997).
B. Pembuatan rencana pelaksanaan proyek
Dukungan dari manajemen puncak sebelum proyek berlangsung yaitu
dibuatnya rencana pelaksanaan proyek agar nantinya proyek dapat
Universitas Kristen Petra
14
berjalan sesuai biaya, waktu dan kualitas yang telah direncanakan (Cheng
et al, 2000).
C. Penyetujuan pembayaran pekerjaan yang telah diselesaikan oleh
subkontraktor
Perlu adanya dukungan dari manajemen puncak dalam pembayaran
pekerjaan yang telah diselesaikan, persetujuan cara pembayaran mitra
kerja harus sesuai dengan kontrak kerjanya (Cheng et al, 2000).
Faktor dukungan manajemen puncak yaitu strategi dan petunjuk aktivitas
pelaksanaan konstruksi, hambatan yang sering terjadi adalah kesalahan strategi
dan petunjuk aktivitas pelaksanaan konstruksi yang berpengaruh pada hubungan,
perencanaan, dan pembayaran. Antisipasi yang dapat dilakukan adalah selalu
mengadakan rapat antara mitra kerja dalam menyelesaikan masalah yang terjadi
diproyek. Ukuran kesuksesan yang diinginkan mitra kerja yaitu mampu
menciptakan hubungan kemitraan dengan baik, dan dapat menyelesaikan masalah
yang terjadi di proyek.
2.4.2.2 Persetujuan Bersama Antara Mitra Kerja
A. Perencanaan biaya dan mutu
Pada saat berlangsungnya suatu proyek, perencanaan biaya dan mutu
sebaiknya harus direncanakan terlebih dahulu. Proyek yang
dimanajemeni dengan berhasil adalah proyek yang diselesaikan dengan
tingkat kulitas yang ditetapkan, penyelesaian pekerjaan tepat atau
sebelum batas waktu, dan biaya masih didalam anggaran yang ditetapkan
(Haynes, 1993).
B. Pelaksanaan biaya dan mutu
Setiap pekerjaan yang akan dilaksanakan harus sesuai dengan rencana
yang telah disepakati dalam kontrak kerja. Mitra kerja harus bekerja
sesuai dengan kualitas, biaya serta waktu yang telah ditentukan agar
proyek dapat berjalan dengan lancar dan terjalinnya kemitraan yang
sukses (Haynes, 1993).
C. Pengontrolan biaya dan mutu
Universitas Kristen Petra
15
Selama masa pelaksanaan pekerjaan proyek harus diadakan pengawasan.
Agar pelaksanaan berjalan sesuai rencana maka harus dilakukan
pengontrolan secara terus menerus agar dalam pelaksanaannya tidak
menyimpang dari kontrak kerja (Haynes, 1993).
Faktor dukungan manajemen puncak yaitu kesepakatan atas persetujuan
bersama, hambatan yang terjadi adalah kurangnya kesepakatan atas persetujuan
bersama antara mitra kerja yang berpengaruh pada perencanaan, pelaksanaan, dan
pengontrolan biaya dan mutu. Antisipasi yang dapat diambil adalah harus ada
kesepakatan atas persetujuan bersama antara mitra kerja dalam menentukan
keputusan untuk kepentingan bersama. Ukuran kesuksesan yang diinginkan mitra
kerja adalah perencanaan, pelaksanaan, dan pengontrolan biaya dan mutu proyek
berjalan sesuai rencana.
2.4.2.3 Tugas dan Tanggung Jawab
A. Pelaksanaan proyek sesuai dengan kontrak kerja antara mitra kerja
Pelaksanaan suatu proyek harus ada kejelasan tentang tanggung jawab
yang terkandung didalam prosedur persetujuan, misalnya sejauh mana
dampak persetujuan yang telah diberikan oleh mitra kerja terhadap
kontrak kerja. Pelaksana atau kontraktor proyek berukuran besar pada
umumnya melaksanakan beberapa paket kerja diserahkan kepada
subkontraktor. Manajemen puncak harus bertanggung jawab sepenuhnya
atas hasil kerja mitra kerja agar dapat memenuhi persyaratan yang
terkandung dalam kontrak kerja, oleh karena itu perlu adanya
pengontrolan pada tiap pekerjaan yang akan dilakukan apakah sudah
memenuhi spesifikasi sehingga proyek berjalan sesuai yang diharapkan
(Soeharto,1995).
B. Penentuan jenis pekerjaan yang akan disubkontraktor
Penentuan jenis pekerjaan yang dilakukan, menunjukkan tingkat
kompleksitas dan kerumitan pekerjaan, dimana dalam menentukan jenis
pekerjaan yang disubkontraktorkan akan disesuaikan dengan
spesialisasinya, kemampuan dan keahlian masing-masing perusahaan
mitra kerja (Soeharto,1995). Oleh karena itu manajemen puncak harus
tahu pekerjaan mana yang akan disubkontraktorkan agar dapat
Universitas Kristen Petra
16
mempermudah pekerjaannya dan meringankan tanggung jawabnya serta
yang dapat mengurangi anggaran dan mempercepat jadwal proyek.
C. Pengintegrasian dan penyelarasan semua kegiatan
Sebelumnya telah digambarkan banyaknya jenis dan jumlah pekerjaan,
serta pihak-pihak yang terlibat dalam pemeriksaan dan penelitian mutu
hasil proyek sebelum resmi diterima oleh pemilik. Untuk memperlancar
pekerjaan dengan jalan meningkatkan komunikasi dan kerja sama, yang
berarti mengurangi kemungkinan adanya tumpang tindih dan
pengulangan, manajemen puncak perlu menyusun suatu program
pelaksanaan agar adanya pengintegrasian dan penyelarasan semua
kegiatan yang ada (Soeharto,1995).
Faktor dukungan manajemen puncak yaitu tugas dan tanggung jawab,
hambatan yang terjadi adalah besarnya tugas dan tanggung jawab yang dipikul
yang berpengaruh pada pelaksanaan proyek, penentuan jenis pekerjaan, dan
pengintegrasian dan pelarasan kegiatan. Antisipasi yang diambil adalah membuat
struktur organisasi masing-masing mitra kerja beserta tugas dan tanggung jawab.
Ukuran kesuksesan yang diinginkan mitra kerja adalah melaksanakan tugas dan
tanggung jawab dengan baik.
2.4.3 Saling Percaya
Harus ada kepercayaan timbal balik antara mitra kerja, percaya bahwa
mitra kerja kita dapat bekerja dengan baik (Chan et al, 2004). Kepercayaan dapat
dipengaruhi oleh faktor dari perusahaan itu sendiri, faktor dari proyek itu sendiri
dan dasar kepercayaan yang ada (Lendra, 2004).
2.4.3.1 Karakteristik Perusahaan
A. Usia perusahaan
Faktor ini secara tidak langsung dapat menunjukkan seberapa jauh
pengalaman suatu perusahaan dalam bidang jasa konstruksi. Perusahaan
yang sudah lama berdiri biasanya akan lebih disukai karena sudah
memiliki reputasi dan kemampuan yang dapat dipercaya untuk
menangani suatu proyek (Lendra, 2004).
B. Kategori perusahaan
Universitas Kristen Petra
17
Faktor ini menunjukkan spesialisasi pekerjaan dalam bidang jasa
konstruksi yang dapat dikerjakan oleh perusahaan mitra kerja.
Perusahaan dengan keahlian tertentu akan lebih dipercaya untuk
melakukan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya tersebut (Lendra,
2004).
C. Lamanya hubungan kemitraan
Faktor ini menunjukkan lama pengalaman perusahaan selama terlibat
dalam hubungan kemitraan dengan perusahaan mitra kerja,untuk bekerja
sama menyelesaikan suatu proyek. Berdasarkan pengalaman masing-
masing mitra kerja maka akan lebih saling mengenal satu dengan yang
lainnya sehingga akan timbul rasa kepercayaan dan keterikatan untuk
melakukan kerja sama pada kesempatan proyek-proyek berikutnya
(Lendra, 2004).
Faktor saling percaya yaitu karakteristik perusahaan, hambatan yang terjadi
adalah perbedaan karaktetistik perusahaan yang berkaitan dengan usia
perusahaan, kategori perusahaan, dan lamanya hubungan kemitraan. Antisipasi
yang diambil adalah harus mengetahui karakteristik perusahaan yang akan diajak
bermitra. Ukuran kesuksesan yang diinginkan mitra kerja adalah mampu bekerja
secara profesional.
2.4.3.2 Karakteristik Proyek
A. Jenis proyek bangunan
Faktor ini menunjukkan tingkat kompleksitas dan kerumitan suatu
proyek bangunan dimana proyek bangunan dengan tingkat kompleksitas
dan kerumitan yang tinggi akan mempunyai kecenderungan lebih sulit
untuk dikerjakan, sehingga memerlukan perusahaan konstruksi yang
benar-benar mampu dan dapat dipercaya untuk menyelesaikannya
(Lendra, 2004).
B. Besarnya nilai proyek bangunan
Faktor ini juga dapat menunjukkan tingkat kompleksitas dan kerumitan
suatu proyek bangunan, dimana proyek bangunan dengan nilai kontrak
yang besar umumnya mempunyai kecenderungan tingkat kompleksitas
Universitas Kristen Petra
18
dan kerumitan yang tinggi jika dibandingkan dengan proyek bangunan
dengan nilai kontrak yang kecil, sehingga memerlukan perusahaan
konstruksi yang benar-benar mampu dan dapat dipercaya untuk
menyelesaikannya (Lendra, 2004).
C. Jenis pekerjaan yang disubkontraktorkan
Faktor ini menunjukkan tingkat komplektisitas dan kerumitan pekerjaan
yang dimana jenis pekerjaan yang disubkontrakkan akan disesuaikan
dengan spesialisasi, kemampuan dan keahlian masing-masing
perusahaan mitra kerja (Lendra, 2004).
Faktor saling percaya yaitu karakteristik proyek, hambatan yang terjadi
adalah perbedaan karakteristik proyek yang berkaitan dengan jenis proyek,
besarnya nilai proyek, dan jenis pekerjaan. Antisipasi yang diambil adalah harus
mengetahui karakteristik proyek yang akan diajak bermitra. Ukuran kesuksesan
yang diinginkan mitra kerja adalah mampu bekerja secara profesional.
2.4.3.3 Dasar Kepercayaan
A. Keuntungan yang diberikan subkontraktor kepada kontraktor
Faktor ini menunjukkan dalam hubungan yang berdasarkan kepercayaan
seperti kemitraan, dimana kepercayaan muncul ketika trustor
(kontraktor) menggap bahwa trustee (subkontraktor) berniat untuk
melakukan tindakan yang menguntungkan bagi trustor. Dalam keadaan
demikian ini saling percaya antara partisipan dalam proyek merupakan
syarat mutlak suksesnya kemitraan, karena pada prinsipnya hubungan
yang diharapkan pada kemitraan adalah hubungan yang aktif dan saling
menguntungkan antara mitra kerja (Lendra, 2004).
B. Pengalaman yang dimiliki subkontraktor
Faktor kepercayaan muncul diantara individu yang kerap kali
berinteraksi sepanjang waktu melalui hubungan kemitraan, pihak-pihak
yang terlibat secara langsung mendapatkan pengalaman pribadi dan
informasi yang membentuk dasar kepercayaan dan pelengkap yang
mempengaruhi hubungan kemitraan (Lendra, 2004).
Universitas Kristen Petra
19
C. Penyelesaian pekerjaan sesuai kontrak kerja
Faktor ini menunjukkan adanya suatu aturan atau kontrak di antara mitra
kerja, maka akan muncul kepercayaan karena setiap perusahaan mitra
berusaha dapat bekerja sesuai kontrak kerja agar tidak bermasalah
dengan sistem hukum (Lendra, 2004). Jika pekerjaan yang dilakukan
sesuai kontrak kerja maka akan timbul kepercayan antara mitra kerja, dan
jika tidak sesuai kontrak maka mitra kerja dapat menuntut atau meminta
ganti rugi pekerjaan yang tidak sesuai.
Faktor saling percaya yaitu dasar kepercayaan, hambatan yang terjadi
adalah kurangnya dasar kepercayaan yang dipertimbangkan berdasarkan
keuntungan, pengalaman, dan penyelesaian pekerjaan. Antisipasi yang diambil
adalah saling percaya bahwa hubungan ini akan saling menguntungkan antara
mitra kerja. Ukuran kesuksesan yang diinginkan mitra kerja adalah dapat
menghasilkan keuntungan, dan kontrak kerja berjalan dengan lancar.
2.4.4 Komitmen Jangka Panjang
Komitmen jangka panjang digambarkan sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan kemauan dari pihak-pihak yang terlibat secara kontinyu
mengantisipasi terjadinya masalah (Chan et al, 2004; Cheng et al, 2000).
Komitmen jangka panjang diharapkan dapat menyeimbangkan tujuan antara
jangka pendek dan jangka panjang, serta bekerjasama tanpa rasa kuatir akan
adanya mitra lain yang akan mengambil kesempatan (Chan et al, 2004).
Kemitraan jangka panjang seringkali disebut kemitraan multi proyek atau
kemitraan strategis, dimana ada kesepakatan antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan aktivitas konstruksi lebih dari satu proyek (Chan et al, 2004).
Komitmen berkenaan dengan kemauan dari tiap partisipan untuk berdaya upaya.
Tujuan komitmen jangka panjang, biaya dan keuntungan jangka panjang,
komitmen dari manajemen puncak dapat memperlancar pekerjaan antara mitra
kerja (Moekijat,1977; Vincent, 1997).
2.4.4.1 Tujuan Komitmen Jangka Panjang
A. Pengarahan mitra kerja terhadap tujuan jangka panjang
Universitas Kristen Petra
20
Faktor ini untuk memberikan pandangan atau gambaran yang jelas
mengenai arah tujuan perusahaan mitra kerja. Dengan adanya arah
tujuan yang jelas dapat melaksanakan pekerjaan secara pasti dan
menghindari kesalahan yang akan terjadi (Moekijat, 1977).
B. Mempertahankan komitmen jangka panjang
Faktor ini untuk memperlihatkan pentingnya mempertahankan
komitmen jangka panjang jika terjadi perubahan-perubahan, maka
perubahan itu tidak akan mengganggu rencana pekerjaan proyek.
Dengan dapat mempertahankan komitmen jangka panjang maka proyek
dapat berjalan lancar sesuai komitmen yang ada (Moekijat, 1977).
C. Perubahan ide-ide untuk perbaikkan perencanaan jangka panjang
Faktor ini untuk menarik perhatian terhadap teknik-teknik baru.
Perubahan ide-ide yang berhubungan dengan perbaikkan-perbaikkan
agar dapat mempercepat pekerjaan juga didorong oleh adanya
perencanaan jangka panjang (Moekijat, 1997).
Faktor komitmen jangka panjang yaitu tujuan komitmen jangka panjang,
hambatan yang terjadi adalah sempitnya tujuan komitmen jangka panjang yang
berpengaruh pada pengarahan mitra kerja, mempertahankan komitmen, dan
perubahan ide-ide. Antisipasi yang diambil adalah menentukan arah tujuan yang
jelas, mempertahankan komitmen, dan mencari ide-ide untuk jangka panjang.
Ukuran kesuksesan yang diinginkan mitra kerja adalah punya arah tujuan yang
sama, meningkatkan citra baik perusahaan, dan menjalankan ide-ide dengan baik.
2.4.4.2 Biaya dan Keuntungan Jangka Panjang
A. Perencanaan tenaga kerja
Faktor ini menunjukkan suatu pendekatan perencanaan tenaga kerja
kepada masalah pekerja yang juga akan menghalangi kecenderungan
semua manajer untuk mengabaikan pertimbangan-pertimbangan jangka
panjang. Penanaman uang dalam latihan mungkin tidak memberikan
hasil untuk beberapa tahun sampai pekerja itu dipromosikan kejabatan
lain, tetapi dalam hal ini komitmen yang dibuat terhadap perencanaan
Universitas Kristen Petra
21
pekerja harus benar-benar dipertimbangkan atas biaya dan keuntungan
jangka panjang yang akan diperoleh perusahaan (Moekijat, 1997).
B. Proses pengambilan keputusan
Faktor ini menunjukkan suatu organisasi dalam perusahaan memerlukan
proses, dengan mana pertimbangan-pertimbangan jangka panjang dapat
dijadikan faktor dalam pengambilan keputusan sekarang. Seperti halnya
dalam semua perencanaan, bantuan perencanaan tenaga kerja menjamin
bahwa pilihan-pilihan yang dibuat sekarang akan membantu organisasi
dalam mencapai tujuan yang ditentukan untuk jangka panjang
(Moekijat,1997).
C. Peraturan pelaksanaan pekerjaan
Faktor ini menunjukkan bahwa perencanaan adalah sama pentingnya
dengan pelaksanaan dan peraturan pelaksanaan pekerjaan harus
dilakukan perencanaan yang baik terjadi sebelum pelaksanaan. Untuk
mencapai hasil yang sebaik-baiknya, perencanaan dan pelaksanaan harus
bekerja sama, dengan perencanaan mendahului pelaksanaan ( Moekijat,
1997).
Faktor komitmen jangka panjang yaitu biaya dan keuntungan jangka
panjang, hambatan yang terjadi adalah keterbatasan biaya dan keuntungan jangka
panjang yang berpengaruh pada perencanaan tenaga kerja, proses pengambilan
keputusan, dan penyelesaian pekerjaan. Antisipasi yang diambil adalah membuat
perencanaan tenaga kerja dengan baik, mengambil keputusan berdasarkan
komitmen, dan penyelesaian pekerjaan sesuai kontrak kerja. Ukuran kesuksesan
yang diinginkan mitra kerja adalah menggunakan tenaga kerja berpengalaman,
dapat mengambil keputusan, dan penyelesaian pekerjaan sesuai kontrak kerja.
2.4.4.3 Komitmen Dari Pemimpin Puncak
A. Penerapan visi dan kebijaksanaan kualitas perusahaan
Faktor komitmen dari pemimpin puncak ditunjukkan melalui berbagai
tindakan seperti penerapan visi dan kebijakan kualitas perusahaan
(Vincent, 1997). Agar proyek dapat berjalan sesuai rencana maka
Universitas Kristen Petra
22
terlebih dahulu pemimpin puncak harus mempunyai komitmen tentang
visi dan kebijakan terhadap kualitas pekerjaan yang akan dilakukanya.
B. Peninjauan ulang pekerjaan agar sesuai dengan visi perusahaan
Faktor komitmen dari pemimpin puncak ditunjukkan melalui berbagai
tindakan seperti peninjauan ulang pekerjaan agar sesuai dengan visi
perusahaan (Vincent, 1997). Visi yang telah direncanakan oleh pemimpin
puncak agar berhasil maka perlu peninjauan tiap pekerjaan yang akan
dilakukan agar dapat sejalan atau tidak menyimpang dari visi yang telah
direncanakan.
C. Penyetujuan ide-ide perbaikan yang disarankan mitra kerja
Faktor komitmen dari pemimpin puncak ditunjukkan melalui berbagai
tindakan seperti penyetujuan ide-ide perbaikkan yang akan disarankan
mitra kerja (Vincent, 1997). Pemimpin puncak harus mempunyai
komitmen agar ide-ide perbaikkan yang disarankan mitra kerja maupun
yang disetujui tetap dapat sejalan dengan komitmen yang ada.
Faktor komitmen jangka panjang yaitu komitmen dari pemimpin puncak,
hambatan yang terjadi adalah kurang jelasnya komitmen dari pemimpin puncak
yang berpengaruh pada penerapan visi, peninjauan ulang pekerjaan, dan
penyetujuan ide. Antisipasi yang diambil adalah memperjelas komitmen agar visi,
peninjauan pekerjaan, penyetujuan ide-ide dapat dilakukan dengan baik. Ukuran
kesuksesan yang diinginkan mitra kerja adalah pekerjaan berjalan sesuai
komitmen yang dibuat, serta dapat meningkatkan kualitas pekerjaan.
2.4.5 Komunikasi yang Efektif
Kemitraan membutuhkan pengkomunikasian informasi yang tepat waktu
dan pemeliharaan bentuk komunikasi yang langsung dan terbuka diantara seluruh
anggota tim sebuah proyek. Masalah-masalah dilapangan perlu dipecahkan
secepatnya pada tingkatan terendah yang paling memungkinkan. Jika komunikasi
hanya digunakan untuk hal-hal rutin sedangkan topik penting disampaikan dari
kantor dilokasi proyek ke kantor pusat masing-masing dan kemudian kembali lagi
ke kantor dilokasi proyek sebelum adanya interaksi, kemitraan akan gagal (Chan
et al, 2004). Jelas bahwa kemampuan komunikasi yang efektif dapat membantu
Universitas Kristen Petra
23
memudahkan pertukaran ide, visi, dan dalam mengatasi kesulitan. Saluran
komunikasi yang efektif dapat dipergunakan untuk memotivasi mitra kerja untuk
bersama-sama berpatisipasi dalam perencanaan dan tujuan akhir serta membuat
harapan secara tepat. Untuk dapat berkomunikasi secara efektif harus mengetahui
dasar pemikiran komunikasi, arah komunikasi, apa yang perlu dicapai dalam
berkomunikasi (Cheng et al, 2000; Curtis,Floyd dan Winsor, 1997).
2.4.5.1 Dasar Pemikiran Komunikasi
A. Saling memberikan informasi untuk membuat perkiraan biaya pekerjaan
Terdapat beberapa alasan mengapa komunikasi terjadi didalam
organisasi. Salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan informasi
antar mitra kerja termasuk dalam pembuatan perkiraan biaya pekerjaan
yang akan dikerjakan., sedangkan tujuan lainnya adalah diberi informasi.
Lebih jauh lagi, komunikasi bertujuan untuk mempengaruhi orang lain
(Curtis,Floyd dan Winsor, 1997).
B. Saling membantu dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah
Komunikasi dalam organisasi bisnis ditujukan untuk membuat
keputusan dan menyelesaikan atau memecahkan masalah. Pendapat
tersebut tidak dapat dibantah karena semakin tinggi kedudukan
seseorang dalam bisnis, dirinya akan semakin tergantung kepada
keahlian seseorang dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah
untuk menujuh suatu keberhasilan (Curtis,Floyd dan Winsor, 1997).
C. Saling terbuka terhadap saran dan kritik
Kemampuan berkomunikasi mengacu kepada pemahaman seseorang
terhadap aspek sosial situasi komunikasi. Seorang komunikator bisnis,
yang mulanya tidak mau tebuka, mengakui bahwa para manajer masa
kini tidak terbuka tehadap saran-saran dan kritik pada waktu-waktu
tertentu, maka diharapkan agar dapat berkomunikasi secara efektif harus
mau saling terbuka terhadap saran dan kritik antar mitra kerja
(Curtis,Floyd dan Winsor, 1997).
Faktor komunikasi yang efektif yaitu dasar pemikiran komunikasi, hambatan
yang terjadi adalah keterbatasan dasar pemikiran komunikasi yang berpengaruh
pada informasi, dalam membuat keputusan, dan saling terbuka terhadap saran dan
Universitas Kristen Petra
24
kritik. Antisipasi yang diambil adalah membuat jalan masuk informasi yang
diterima, harus dapat membuat keputusan, dan menghilangkan sikap egois.Ukuran
kesuksesan yang diinginkan mitra kerja adalah infomasi yang diterima sesuai yang
diharapkan, dapat berkomunikasi secara efektif, dan mau menerima saran dan
kritik.
2.4.5.2 Arah Komunikasi
A. Penjelasan kontraktor terhadap pekerjaan yang akan dikerjakan
subkontraktor
Faktor lain dalam komunikasi adalah arah komunikasi, dimana
komunikasi kebawah terjadi jika manajer mengirimkan pesan kepada
satu orang bawahan atau lebih. Komunikasi kebawah seringkali
berbentuk pemberian instruksi atau penjelasan bagaimana seorang
kontraktor menginginkan suatu pekerjaan yang akan diselesaikan oleh
subkontraktor (Curtis,Floyd dan Winsor, 1997).
B. Peraturan dan spesifikasi kualitas terhadap pekerjaan yang akan
disubkontraktorkan
Faktor ini diberikan dari atasan mengirimkan informasi mengenai
peraturan, spesifikasi kepada bawahannya (Curtis,Floyd dan Winsor,
1997). Memberitahukan tentang sasaran proyeknya. Bentuk peraturan
dan spesifikasi berupa gambar-gambar dan rencana, ada pula yang
diberikan uraian tertulis maupun lisan tentang sasaran kualitas
proyeknya. Subkontraktor harus mengusahakan dan menjamin bahwa
semua persyaratannya atau spesifikasi dari kontraktor dapat terpenuhi.
Keterikatan subkontraktor tidak hanya terbatas pada rinci-rinci teknik,
tetapi juga mencakup berbagai ketentuan kualitas dan cara bekerjanya
sesuai dengan yang diharapkan kontraktor (Lock, 1987).
C. Pelaporan kemajuan proyek
Faktor lain dalam komunikasi juga terjadi pada komunikasi keatas.
Komunikasi keatas terjadi jika pesan datang dari bawahan ke manajer.
Para mitra kerja harus melaporkan kemajuan mereka dalam penyelesaian
proyek, jika ada, pekerjaan apa yang menyebabkan masalah bagi mitra
Universitas Kristen Petra
25
kerja, dan yang terpenting adalah perasaan mitra kerja mengenai
bagaimana segala sesuatu dapat berjalan sesuai jadwal. Komunikasi ke
atas merupakan hal yang penting para manajer memerlukan umpan balik
yang akurat mengenai pesan-pesan mitra kerja apakah telah dipahami
atau bagaimana keputusan-keputusan tersebut diterima serta masalah-
masalah apa yang dikembangkan (Curtis, Floyd dan Winsor, 1997).
Faktor komunikasi yang efektif yaitu arah komunikasi, hambatan yang
terjadi adalah kesalahan arah komunikasi yang berpengaruh pada penjelasan
terhadap pekerjaan, peraturan dan spesifikasi kualitas, dan pelaporan kemajuan
proyek. Antisipasi yang diambil adalah menentukan arah komunikasi agar
penjelasan, peraturan dan spesifikasi kualitas, dan pelaporan kemajuan proyek
diterima dengan jelas antara mitra kerja. Ukuran kesuksesan yang diinginkan
mitra kerja adalah subkontraktor menyelesaikan pekerjaan sesuai penjelasan yang
diberikan, tidak ada komplain, serta mendapat respon positif atas laporan yang
diserahkan.
2.4.5.3 Pencapaian Komunikasi
A. Peningkatan motivasi untuk melaksanakan pekerjaan
Faktor peningkatan motivasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik.
Komunikasi yang lancar dari mitra kerja dapat membantu memberi
semangat agar dapat bekerja dengan baik serta memotivasi para
pekerjanya agar dapat bekerja sesuai jadwal yang telah direncanakan
(Ludlow dan Panton, 1994).
B. Lamanya kemitraan antara kontraktor dan subkontraktor
Faktor ini menunjukkan lama pengalaman selama terlibat dalam
hubungan kemitraan dengan perusahaan mitra kerja, untuk bekerja sama
menyelesaikan suatu proyek. Melalui pengalaman maka masing-masing
pihak akan saling mengenal satu dengan yang lainnya sehingga timbul
rasa terbuka dalam berkomunikasi dalam melakukan kerjasama (Ludlow
dan Panton, 1994).
C. Pemahaman terhadap adanya perubahan
Universitas Kristen Petra
26
Faktor ini memberitahukan dengan cara berkomunikasi yang baik dengan
mitra kerja sehingga jika ada perubahan yang terjadi didalam proyek
maka mitra kerja dapat memahami perubahan-perubahan itu (Ludlow dan
Panton, 1994).
Faktor komunikasi yang efektif yaitu pencapaian komunikasi, hambatan
yang terjadi adalah keterbatasan dalam pencapaian komunikasi yang berpengaruh
pada peningkatan motivasi, lamanya kemitraan, pemahaman terhadap adanya
perubahan. Antisipasi yang diambil adalah memberikan wawasan yang luas untuk
meningkatkan motivasi, melakukan komunikasi yang efektif, memberikan
pemahaman tentang perubahan pekerjaan. Ukuran kesuksesan yang diinginkan
mitra kerja adalah melaksanakan pekerjaan dengan motivasi yang tinggi,
kemitraan berjalan dengan baik, dan mencapai kata sepakat atas perubahan
pekerjaan yang terjadi.
2.4.6 Koordinasi yang Efisien
Koordinasi mencerminkan harapan tiap kelompok pada kelompok-
kelompok yang lain dalam memenuhi serangkaian tugas. Koordinasi yang baik
yang berakibat atau ditunjukkan dalam pencapaian stabilitas pada lingkungan
yang tidak pasti dapat dicapai dengan peningkatan contact point diantara
kelompok-kelompok dan berbagi informasi proyek (Chan et al, 2004). Dalam
bermitra ada kegiatan yang saling tergantung dengan kegiatan yang lainnya maka
dalam mengelola kegiatan itu diperlukan koordinasi. Karena bila tidak,
dikuatirkan sasaran proyek tidak akan tercapai. Satu saja mata rantai tidak sinkron
maka akan berdampak negatif pada keseluruhan proyek. Koordinasi makin
diperlukan bila semua kegiatan tergantung dengan yang lainnya (Moris, 1983).
Tanggung jawab dari adanya koordinasi, menentukan prioritas sangat penting
dilakukan karena menghadapi jumlah maupun mutu sumber daya yang terbatas
agar dapat terkoordinasi dengan baik, pusat perencanaan dan pemantauan agar
tidak terjadi tumpang tindih antara pekerjaan.
2.4.6.1 Tanggung Jawabnya
A. Pengaturan penggunaan sumber daya
Universitas Kristen Petra
27
Faktor pengaturan sumber daya tersebut, jadwal maupun prioritasnya
disesuaikan dengan keperluan masing-masing proyek dilihat dari
wawasan perusahaan secara keseluruhan. Bertugas mengadakan
pembinaan sumber daya manusianya agar dapat bekerja sesuai
pekerjaannya (Soeharto, 1995).
B. Pemantauan dan pengawasan pelaksanaan pekerjaan
Faktor pemantauan dan pengawasan pelaksanaan proyek-proyek agar
disamping memenuhi kontrak terhadap mitra kerjanya, juga sejalan
dengan kebijakan perusahaannya (Soeharto, 1995).
C. Pembinaan, pengembangan, dan peningkatan keahlian tenaga kerja
Faktor pembinaan, pengembangan, dan peningkatan keahlian tenaga
kerja dapat mempertinggi efektivitas dan efisiensi dari para pekerja. Para
pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik sehingga
pelaksanaan proyek dapat berjalan sesuai dengan jadwal proyek
(Soeharto, 1995).
Faktor koordinasi yang efisien yaitu tanggung jawabnya, hambatan yang
terjadi adalah besarnya tanggung jawab yang harus dipikul yang berpengaruh
pada pengaturan penggunaan sumber daya, pemantauan dan pengawasan, dan
pembinaan pengembangan dan peningkatan keahlian tenaga kerja. Antisipasi yang
diambil adalah menyediakan sumber daya yang cukup, mengadakan pengawasan
dan pemantauan secara rutin, dan menyediakan waktu untuk pembinaan,
pengembangan dan peningkatan keahlian bagi tenaga kerja. Ukuran kesuksesan
yang diinginkan mitra kerja adalah dapat mengatur penggunaan sumber daya
dengan baik, melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan kontrak kerja, dan
mampu bekerja secara profesional.
2.4.6.2 Menentukan Prioritas
A. Besarnya keuntungan finansial yang akan dihasilkan oleh proyek
Faktor besarnya keuntungan finansial yang akan dihasilkan oleh proyek
juga mempengaruhi penentuan urutan prioritas proyek. Dalam
menentukan urutan prioritas penting dilakukan apalagi bila menghadapi
jumlah maupun mutu sumber daya yang sangat terbatas, dalam
Universitas Kristen Petra
28
kenyataanya hal ini sangat penting dilaksanakan. Untuk mengatasinya
perlu diadakan perencanaan yang matang sebelum saat pelaksanaan tiba
(Soeharto, 1995).
B. Besarnya nilai kontrak
Faktor besar dan bentuk komitmen yang tercantum didalam kontrak,
seperti denda, ganti rugi, bonus, dan lain-lain. Makin berat akibat atau
resiko komitmen, makin besar pula keinginan untuk memberikan
prioritas agar komitmen tersebut dapat dicapai (Soeharto, 1995).
C. Pekerjaan yang sesuai jadwal proyek
Faktor pekerjaan yang sesuai jadwal proyek sehingga perlu
memperhatikan prioritas pekerjaan yang akan dilaksanakan terlebih
dahulu dan pelaksanaan proyek dapat sesuai dengan yang dijadwalkan
(Soeharto, 1995).
Faktor koordinasi yang efisien yaitu menentukan prioritas, hambatan yang
terjadi adalah kesalahan dalam menentukan prioritas berpengaruh pada besarnya
perkiraan keuntungan, besarnya nilai kontrak dan pekerjaan sesuai jadwal.
Antisipasi yang diambil adalah membuat cash flow, Bill of Quantity, dan
Barchart. Ukuran kesuksesan yang diinginkan mitra kerja adalah mendapatkan
keuntungan yang sesuai dengan direncanakan, dan penyelesaian pekerjaan sesuai
jadwal proyek.
2.4.6.3 Pusat Perencanaan Dan Pemantauan
A. Pengkoordinasian semua pekerjaan subkontraktor
Faktor pengkoordinasian ini dapat memantau kemajuan, membagi
informasi, memberikan laporan yang berkaitan dengan koordinasi
pelaksanaan proyek yang saling ada ketergantungan antara pekerjaan satu
dengan yang lainnya (Soeharto, 1995).
B. Pemantauan pekerjaan agar tidak terjadi tumpang tindih
Faktor yang tidak kalah pentingnya yaitu menjaga dengan
mengkoordinasi tiap pekerjaan agar tidak terjadi tumpang tindih antara
pekerjaan yang satu dengan yang lainnya (Soeharto, 1995). Jika terjadi
tumpang tindih pekerjaan akan menyebabkan keterlambatan proyek dan
Universitas Kristen Petra
29
pembengkakan biaya dan itu karena tidak adanya koordinasi yang baik
antar mitra kerja sehingga menyebabkan tidak suksesnya bermitra.
C. Pemantauan terhadap sumber daya
Faktor pemantauan terhadap sumber daya sehingga ada perencanaan
kebutuhannya, pengendaliannya sehingga dapat memanfaatkan sumber
daya yang ada. Memantau seluruh sumber daya untuk proyek yang
dimiliki perusahaan, perencanaan pemakaian, dan kemungkinan
menyewa (subkontrak) dari luar perusahaan agar dapat meminimalkan
biaya (Soeharto, 1995).
Faktor koordinasi yang efisien yaitu pusat perencanaan dan pemantauan,
hambatan yang terjadi adalah kurangnya pusat perencanaan dan pemantauan, yang
berpengaruh pada pengkoordinasian semua pekerjaan, pemantauan pekerjaan dan
pemantauan terhadap sumber daya. Antisipasi yang diambil adalah melakukan
pengkoordinasian terhadap semua pekerjaan, dan melakukan pemantauan
pekerjaan, serta sumber daya. Ukuran kesuksesan yang diinginkan mitra kerja
adalah mampu mengkoorinasikan semua pekerjaan dengan baik, menyelesaikan
pekerjaan sesuai jadwal, dan dapat menggunakan sumber daya yang ada.
2.4.7 Resolusi Konflik yang Produktif
Konflik terjadi dikarenakan oleh ketidak sesuaian atau ketidak cocokan
dalam tujuan dan harapan, pokok pembahasan atau permasalahan biasanya
ditinjau atau diamati diantara kelompok-kelompok. Teknik penyelesaian
atau pemecahan konflik seperti kekerasan atau paksaan dan konfrontasi
menjadi tidak produktif dan gagal mencapai situasi yang saling
menguntungkan (Lazar 2000). Pada kenyataannya kelompok-kelompok
yang bertikai mencari penyelesaian atau pemecahan yang saling
memuaskan, dan hal ini dapat dicapai melalui pemecahan bersama (joint
problem solving) guna mencari alternatif untuk topik atau pokok bahasan
yang bermasalah, semacam partisipasi tingkat tinggi diantara kelompok-
kelompok dan membantu mereka untuk mengamankan tanggung jawab
pada suatu pemecahan yang telah disepakati bersama (Cheng et al, 2000).
Pada prinsipnya upaya pemecahan atau pengendalian konflik diarahkan
Universitas Kristen Petra
30
untuk menjaga tingkat konflik yang optimal sehingga dapat berfungsi
untuk menjamin efektivitas organisasi yang tinggi (Dipohusodo 1996).
2.4.7.1 Alternatif Penyelesaian Masalah Karena Keterlambatan Jadwal.
A. Pemeriksaan sisa kerja apakah waktu yang hilang dapat dikejar kembali
Memeriksa sisa kerja yang masih harus dilakukan dan memutuskan
apakah waktu yang hilang dapat dikejar kembali dalam langkah yang
berikutnya (Haynes, 1993).
B. Pemberian insentif untuk penyelesaian proyek yang sesuai jadwal
Pertimbangan memberikan insentif untuk penyelesaian proyek yang
tepat pada waktunya. Insentif dapat dibenarkan bila anda
membandingkan pengeluaran ini dengan kemungkinan kerugian yang
disebabkan oleh penyelesaian yang terlambat (Haynes, 1993).
C. Penyediaan sumber daya dapat membantu subkontraktor
Pertimbangan untuk menyebarkan lebih banyak sumber daya, ini juga
kan menghabiskan biaya yang lebih besar, tetapi dapat mengimbangi
kerugian lebih jauh karena penyelesaian yang tertunda, maka dari itu
kontraktor menyediakan sumber daya yang dapat membantu
subkontraktor (Haynes, 1993).
Faktor resolusi konflik yang produktif yaitu alternatif penyelesaian masalah
karena keterlambatan jadwal, hambatan yang terjadi adalah kurangnya alternatif
penyelesaian masalah karena keterlambatan jadwal yang berpengaruh pada
pemeriksaan sisa kerja, pemberian insentif, dan penyediaan sumber daya.
Antisipasi yang diambil adalah melakukan penilaian terhadap produktifitas
pekerja dilapangan, memberikan insentif jika proyek selesai sesuai jadwal, dan
menyediakan sumber daya yang cukup. Ukuran kesuksesan yang diinginkan mitra
kerja adalah dapat mengejar kembali waktu pekerjaan yang hilang, dan proyek
selesai sesuai jadwal yang direncanakan.
2.4.7.2 Metoda Untuk Memecahkan Konflik
A. Pemecahan konflik dengan cara memperjelas tujuan bersama
Faktor ini menegaskan bahwa seluruh tujuan dari masing-masing
kelompok harus diperjelas, kemudian dikembangkan tingkat pengertian,
Universitas Kristen Petra
31
dan kesadaran segenap kelompok atau satuan kerja yang terlibat
mengenai arti penting kebersamaan untuk mencapai satu-satunya tujuan
bersama, yaitu memberikan pelayanan jasa bagi pemberi tugas (owner)
melalui cara-cara profesional (Dipohusodo 1996)
B. Pemecahan konflik dengan cara menyelesaikan masalah bersama
Faktor ini menunjukan bahwa memecahkan permasalahan perselisihan
atas dasar kepentingan bersama, yaitu dengan cara membiasakan
membahas sebab-sebab terjadinya perselisihan langsung diantara pihak-
pihak atau kelompok-kelompok yang bersangkutan (Dipohusodo, 1996).
C. Pemecahan konflik dengan cara meningkatkan interaksi
Faktor ini didasarkan pada prinsip bahwa semakin sering berkomunikasi
dan berinteraksi, akan semakin besar kemungkinan pemahaman
kepentingan satu sama lainnya, sehingga dapat mempermudah
terwujudnya semangat kerjasama (Dipohusodo, 1996).
Faktor resolusi konflik yang produktif yaitu metoda untuk memecahkan
konflik, hambatan yang terjadi adalah keterbatasan metoda untuk memecahkan
konflik yang berpengaruh pada pemecahan konflik dengan cara memperjelas
tujuan bersama, menyelesaikan masalah bersama, meningkatkan interaksi.
Antisipasi yang diambil adalah melihat sedalam mungkin konflik yang terjadi,
mencari berbagai alternatif, dan mencari pemecahan yang disepakati semua pihak.
Ukuran kesuksesan yang diinginkan mitra kerja adalah dapat menyelesaikan
konflik yang terjadi di proyek.
2.4.7.3 Strategi Untuk Pemecahan Perbedaan
A. Penyiapan daftar pertanyaan mengenai apa yang dibutuhkan kontraktor
Jika beberapa kelompok terlibat konflik karena harapan yang berbeda
maka ada cara untuk menyelesaikan konflik itu yaitu setiap kelompok
menyiapkan daftar pertanyaan mengenai apa yang dibutuhkan kelompok
lain. Misalkan tentang apa yang harus dilakukan, harus diakhiri dan
diteruskan oleh kelompok lain.(Santoso,1997).
B. Pemikiran tentang apa yang diharapkan kontraktor
Universitas Kristen Petra
32
Jika beberapa kelompok terlibat konflik karena harapan yang berbeda
maka ada cara untuk menyelesaikan konflik itu yaitu dengan harapan
kelompok yang bersangkutan juga harus berpikir tentang apa yang
diharapkan dan diinginkan kelompok lain terhadap kelompoknya.
Kelompok-kelompok tersebut selanjutnya saling tukar menukar daftar
yang sudah dibuatnya (Santoso, 1997).
C. Pengadaan negosiasi untuk mencapai kesepakatan
Jika beberapa kelompok terlibat konflik karena harapan yang berbeda
maka ada cara untuk menyelesaikan konflik itu yaitu dilakukan tawar-
menawar antar kelompok tersebut untuk mencapai kesepakatan tentang
apa yang harus dilakukan oleh setiap kelompok. Dalam hal ini harus
disadari bahwa tujuannya untuk menemukan solusi konflik yang terjadi,
bukan saling menemukan kesalahan. Apabila diperlukan seorang
konsultan yang bertugas untuk menjembatani proses negosiasi ini, agar
setiap kelompok tetap komitmen terhadap hasil kesepakatan, sebaiknya
hasilnya dibuat tertulis (Santoso, 1997).
Faktor resolusi konflik yang produktif yaitu strategi untuk pemecahan
perbedaan, hambatan yang terjadi adalah kesalahan strategi untuk pemecahan
perbedaan yang berpengaruh pada penyiapan daftar pertanyaan, pemikiran tentang
apa yang diharapkan, dan pengadaan negosiasi. Antisipasi yang diambil adalah
bertanya langsung pekerjaan yang tidak dimengerti, mengusahakan untuk
menyatuhkan pemikiran, dan mencari mitra kerja yang dapat melakukan
negosiasi. Ukuran kesuksesan yang diinginkan mitra kerja adalah dapat
menyelesaikan perbedaan yang ada.
Universitas Kristen Petra