2. kadar abu

13
Alfi Nurfauziah 240210130006 V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 3 Maret 2014 mengenai kadar abu. Kadar abu merupakan ukuran dari jumlah total mineral yang ada dalam bahan pangan. Menurut Sudarmadji et. al. (1989), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Sehingga dalam suatu analisis pangan dalam segi kebersihan semakin tinggi kadar abu dalam suatu produk maka produk tersebut kurang bersih dalam pengolahannya. Pada suatu bahan pangan, sekitar 95% nya merupakan komponen organik, sedangkan sisanya adalah abu. Dari kadar abu tersebut maka dapat ditentukan kadar mineralnya. Prinsip kadar abu adalah mineral tidak hancur oleh pemanasan dan memiliki volatilitas yang rendah dibandingkan komponen makanan lainnya. Penentuan kadar abu didasarkan pada residu anorganik sisa setelah air dan zat organik lainnya habis terbakar oleh pemanasan. Abu yang di dalamnya terkandung mineral tidak hancur dengan pemanasan, sedangkan komponen organik hancur dengan pemanasan, oleh karena itu yang tersisa adalah abunya. Mineral memiliki kadar volatil yang rendah sehingga tidak mudah menguap.

description

kadar abu

Transcript of 2. kadar abu

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Praktikum yang dilaksanakan pada 3 Maret 2014 mengenai kadar abu. Kadar abu merupakan ukuran dari jumlah total mineral yang ada dalam bahan pangan. Menurut Sudarmadji et. al. (1989), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Sehingga dalam suatu analisis pangan dalam segi kebersihan semakin tinggi kadar abu dalam suatu produk maka produk tersebut kurang bersih dalam pengolahannya. Pada suatu bahan pangan, sekitar 95% nya merupakan komponen organik, sedangkan sisanya adalah abu. Dari kadar abu tersebut maka dapat ditentukan kadar mineralnya.Prinsip kadar abu adalah mineral tidak hancur oleh pemanasan dan memiliki volatilitas yang rendah dibandingkan komponen makanan lainnya. Penentuan kadar abu didasarkan pada residu anorganik sisa setelah air dan zat organik lainnya habis terbakar oleh pemanasan. Abu yang di dalamnya terkandung mineral tidak hancur dengan pemanasan, sedangkan komponen organik hancur dengan pemanasan, oleh karena itu yang tersisa adalah abunya. Mineral memiliki kadar volatil yang rendah sehingga tidak mudah menguap.Terdapat tiga metode pengabuan, yaitu pengabuan kering, pengabuan basah dan pengabuan plasma suhu rendah. Pengabuan cara kering prinsipnya adalah dengan menggunakan suhu tinggi dan memerlukan waktu yang lama untuk pengabuan. Sedangkan cara basah dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu pada bahan yang diabukan sepeti gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat. Pengabuan cara basah dilakukan untuk penentuan elemen mineral. Waktu pengabuan relatif cepat, suhu yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi, untuk analisis sampel dalam jumlah sedikit, memakai reagen kimia yang sering berbahaya sehingga perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan.Residu anorganik dari proses pengabuan (cara kering dan basah) terdiri dari bermacam-macam mineral yang komposisi dan jumlahnya tergantung pada jenis bahan pangan dan metode analisis yang digunakan. Analisis atau penentuan kadar mineral dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan berbagai jenis metode: metode titrimetrii, spektrofotometer, dan atomic absorption spectrofotometer (AAS). (Dainith, 1994)Praktikum kali ini ditentukan kadar abu dari sampel ikan peda, ikan kembung, biskuit, biskuit gandum, dan susu low fat. Penentuan kadar abu ini dilakukan dengan cara kering atau cara langsung dengan prinsip mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi yaitu 6000C yang kemudian dilakukan penimbangan terhadap abu yang dihasilkan, sehingga dapat diperoleh persen kadar abu dari bahan tersebut. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penentuan kadar abu ini, yaitu bila bahan memiliki kadar air yang tinggi maka bahan tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, baru kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang dikehendaki. Sedangkan untuk bahan yang membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dahulu dalam oven dan ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau paraffin. (Apriyantono, 1988)Langkah-langkah yang dilakukan dalam praktikum ini ialah menyiapkan wadah berupa cawan yang akan digunakan untuk sampel. Cawan yang digunakan adalah cawan porselin. Cawan biasanya digunakan sebagai wadah suatu bahan yang dipanaskan dalam suhu yang sangat tinggi. Fungsi cawan porselen adalah untuk menempatkan sampel pada proses penimbangan dalam analisis dan wadah dalam pemanasan suhu tinggi. Alasan penggunaan cawan porselin yaitu karena cawan ini tahan terhadap suhu tinggi (20% . Urutan sampel dari yang pain banyak mengandung kadar abunya hingga ke rendah adalah: ikan peda > Susu Low fat > biskuit gandum > biskuit susu > ikan kembung. Ikan peda memiliki kandungan mineral yang tinggi dari keseluruhan sampel. Sedangkan ikan kembung memiliki mineral yang rendah. Berikut ini tabel perbandingan kadar abu berdasarkan literatur dengan hasil pengamatan.

Tabel 2. Kandungan Kadar Abu Sampel%Kadar Abu literatur%Kadar abu rata-rata praktikum

Ikan peda20%21,6735%

Ikan kembung1,7%0,835%

Biskuit susu1,4%1,36%

Biskuit gandum2%2,234%

Susu Bubuk Low Fat Susu Low fat > biskuit gandum > biskuit susu > ikan kembung.4. Perbedaan kadar abu pada ikan kembung berdasarkan praktikum dengan literatur mungkin dikarenakan karena mineral pada ikan kembung hilang yang dikarenakan menguap pada suhu tinggi.

5.2 Saran1. Ketika memasukkan cawan porselen ke dalam tanur diharapkan dengan rhati-hati karena tanur memiliki suhu yang sangat tinggi.2. Pengujian kadar abu ini diperlukan waktu yang relatif lama sehingga diharapkan praktikan memerhatikan waktu agar tidak lebih lama3. Praktikan diharapkan teliti dalam menuliskan berat abu dan berat sampel awal4. Praktikan harus mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai daftar komposisi zat gizi makanan

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, Anton., dkk 1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Dainith John. 1994. Kamus Kimia Lengkap. Edisi baru. Erlangga: Jakarta

Mahmud, dkk. 2008. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT Elex Media Komputindo. Jakarta

Rizal Syarief dan Hariyadi Halid. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta.

Sudarmaji,S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1979. Kimia pangan dan gizi. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.