18. PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT FINALujp.ucoz.com/18-NTB.pdf · 7 Kabupaten Sumbawa 8 Kabupaten...
Transcript of 18. PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT FINALujp.ucoz.com/18-NTB.pdf · 7 Kabupaten Sumbawa 8 Kabupaten...
558
PETA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
559
A. UMUM
1. Dasar Hukum
Provinsi Nusa Tenggara Barat berdiri
tertenggal 14 Agustus 1958.
2. Lambang Provinsi
Gunung
sebagai gunung tertinggi di Lombok.
Kubah melambangkan ketaatan beragama masyarakat Nusa Ten
3. Letak Geografis dan Batas Wilayah
Provinsi Nusa Tenggara Barat terletak di antara 8
Bujur Timur, dengan perbatasan wilayah sebagai berikut :
Utara = Laut Flores
Selatan = Samudera Indonesia
Barat = selat Lombok
Timur = Selat Sape
4. Pemerintahan
Pemerintahan provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari 8 kabupaten dan 2
pemerintahan kota. Berikut ini adalah daftar kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara
Barat :
No. Kabupaten/Kota
1 Kabupaten Bima
2 Kabupaten Dompu
3 Kabupaten Lombok Barat
4 Kabupaten Lombok Tengah
5 Kabupaten Lombok Timur
6 Kabupaten Lombok Utara
7 Kabupaten Sumbawa
8 Kabupaten Sumbawa Barat
9 Kota Bima
10 Kota Mataram
PROVINSI NUSA TENGGA18
Provinsi Nusa Tenggara Barat berdiri berdasarkan Undang-undang No. 64 Tahun 1958,
tertenggal 14 Agustus 1958.
Lambang Nusa Tenggara barat berlatar belakang perisai sebagai
gambaran jiwa pahlawan.
Makna Lambang :
Bintang melambangkan lima sila pancasila
Padi dan kapas melambangkan kemakmuran dan tanggal
terbentuknya provinsi Nusa Tenggara Barat pada tanggal
14 agustus 1958.Hari tersebut diungkapkan secara
simbolik dengan jumlah kuntum dan untaian padi 58.
Rantai ( 4 lingkaran dan 5 persegi) melambangkan tahun 45
sebagai tahun Kemerdekaan Republik Indonesia .
Menjangan merupakan salah satu satwa yang banyak
terdapat di Sumbawa.
yang berasap melambangkan kemegahan Gunung Rinjani
sebagai gunung tertinggi di Lombok.
Kubah melambangkan ketaatan beragama masyarakat Nusa Tenggara Barat.
Letak Geografis dan Batas Wilayah
Provinsi Nusa Tenggara Barat terletak di antara 8o – 9
o Lintang Selatan dan 115
Bujur Timur, dengan perbatasan wilayah sebagai berikut :
= Laut Flores
= Samudera Indonesia
selat Lombok
= Selat Sape
Pemerintahan provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari 8 kabupaten dan 2
pemerintahan kota. Berikut ini adalah daftar kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara
Kabupaten/Kota Ibu kota
Bima Raba
Kabupaten Dompu Dompu
Kabupaten Lombok Barat Mataram
Kabupaten Lombok Tengah Praya
Kabupaten Lombok Timur Selong
Kabupaten Lombok Utara Tanjung
Kabupaten Sumbawa Sumbawa Besar
Kabupaten Sumbawa Barat Taliwang
-
-
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
undang No. 64 Tahun 1958,
Lambang Nusa Tenggara barat berlatar belakang perisai sebagai
Bintang melambangkan lima sila pancasila
bangkan kemakmuran dan tanggal
terbentuknya provinsi Nusa Tenggara Barat pada tanggal
14 agustus 1958.Hari tersebut diungkapkan secara
simbolik dengan jumlah kuntum dan untaian padi 58.
Rantai ( 4 lingkaran dan 5 persegi) melambangkan tahun 45
un Kemerdekaan Republik Indonesia .
Menjangan merupakan salah satu satwa yang banyak
yang berasap melambangkan kemegahan Gunung Rinjani
ggara Barat.
Lintang Selatan dan 115o – 119
o
Pemerintahan provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari 8 kabupaten dan 2
pemerintahan kota. Berikut ini adalah daftar kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara
RA BARAT
560
5. Komposisi Penganut Agama
Islam = 96,4%
Kristen = 0,3%
Hindu = 2,6%
Budha = 0,5%
6. Bahasa dan Suku Bangsa
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat asli NTB adalah bahasa sasak.Suku-suku yang
mendiami wilayah provinsi ini adalah suku sasak, suku Sumbawa dan suku kisar.
7. Budaya
a. Lagu daerah : Tutu Koda, Helele Uala De Teang, Primura rame-rame, Orlen orlen.
b. Tarian Tradisional : Tari Mpaa Lengo, Tari Batu Ngnga
c. Senjata Tradisional : Keris
d. Rumah tradisional : Dalam Coka Samawa
e. Seni Musik : Foi Mere ( sejenis seruling), Keloko.
f. Bandara dan Pelabuhan Laut :
Bandara : Selaparang
Pelabuhan Laut : Ampenen
8. Perguruan Tinggi : Universitas Mataram
9. Indurstri dan pertambangan : Emas dan Perak, Mangaan.
B. OBYEK WISATA
1. Wisata Alam
a. Air Terjun Sendang Gile
Lokasi air terjun yang
berada di kawasan Rinjani
ini dinamakan Sendang Gila
(baca gile), karena menurut
cerita, penduduk setempat
secara tidak sengaja
menemukan air terjun ini
kala memburu singa gila
yang mengacau di sebuah
kampung dan kemudian lari
masuk ke hutan. Lokasi
wisata yang lebih banyak
dikunjungi oleh wisatawan
domestik ini memiliki
ketinggian kurang lebih 31
meter.Air terjun ini muncul
dari atas tebing dan jatuh ke sungai yang ada di bawahnya.Dasarnya relatif datar,
sehingga banyak orang yang mandi di bawah air terjun. Ada lokasi air terjun lain di
lokasi ini yang bernama Tiu Kelep. Namun karena jarak tempuh dari Sendang Gile
memakan waktu (1 jam) dan kondisi jalan yang kurang baik, para wisatawan
biasanya lebih memilih cukup mengunjungi air terjun ini.
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
561
Terletak di ketinggian 600m di atas permukaan laut, air terjun ini menawarkan
suasana relaks dan damai. Bagi wisatawan yang jenuh dengan hangar-bingar kota,
ada baiknya untuk singgah di lokasi wisata ini. Sentuhan alamnya yang tergolong
jauh dari nuansa perkotaan, panorama asri dan menawan, serta udaranya yang
segar, mampu membawa anda ke dunia yang dapat menghilangkan kepenatan di
kepala.
Selain itu, ada hal menarik lainnya yang membuat lokasi ini berbeda.Para penduduk
setempat mempercayai bahwa air pada lokasi ini memiliki unsur magis yang bisa
membuat seseorang menjadi lebih muda satu tahun dari usianya.
Wisata alam ini berada di daerah utara Kabupaten Lombok Tengah, Propinsi Nusa
Tenggara Barat.Tepatnya di desa Senaru, kecamatan Bayan. Desa ini berjarak kurang
lebih 60 km dari ibu kota Mataram. Lokasi wisata ini masih berada dalam kawasan
Gunung Rinjani yang merupakan gunung tertinggi ke-3 di Indonesia.
Untuk menuju ke lokasi air terjun ini diperlukan waktu sekitar 2 hingga 3 jam dengan
kendaraan roda empat dari pusat kota Mataram atau Bandara Selaparang. Tidak ada
kendaraan umum yang menuju langsung ke lokasi. Karenanya, para wisatawan
biasanya menyewa kendaraan di rental-rental mobil yang banyak ditemukan di
pusat kota (Mataram atau Cakranegara). Untuk mencapai air terjun, para wisatawan
harus berjalan kaki menuruni 315 anak tangga melalui sebuah lembah yang
membutuhkan waktu sekitar 15 menit.
Untuk masuk ke dalam lokasi air terjun Sendang Gile, para wisatawan tidak perlu
merogoh kocek dalam-dalam. Harga tiket hanya Rp. 5.000,-.
b. Gunung Rinjani
Gunung Rinjani terletak di
sebelah utara Lombok,
Nusa Tenggara Barat,
yang merupakan gunung
berapi tertinggi ketiga di
Indonesia sehingga
termasuk dalam seven
sumit Indonesia.
Ketinggian puncak
Gunung Rinjani hanya
dikalahkan oleh Cartenz
Pyramid di Papua dan
Gunung Kerinci di
Sumatra.Gunung Rinjani
tidak hanya dikenal oleh
warga Indonesia, namun
juga dikenal oleh
wisatawan asing.Setiap tahun tercatat ribuan wisata asing dan domestik yang
mendaki gunung berketinggian 3.726 m dpl ini.
Hutan di Gunung Rinjani termasuk hutan jenis heterogen dan pada titik-titik tertentu
berupa hutan jenis homogen. Pada ketinggian 1000 – 2000 m dpl akan ditemui
bermacam-macam tumbuhan seperti beringin (ficus superb), garu (dysoxylum sp),
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
562
dan perkebunan penduduk yang ditanami sayur-sayuran seperti kol, cabai, bawang,
dan juga kentang. Pada ketinggian 2000–3000 m dpl, vegetasi yang dominan adalah
cemara gunung (casuarina junghuniana).Sedangkan pada ketinggian 3000 m dpl ke
atas terdapat jenis rumput–rumputan dan bunga edelweiss
(www.trekkingrinjani.com).Di sebelah barat kerucut Rinjani terdapat kaldera dengan
luas sekitar 3.500 m × 4.800 m, memanjang ke arah timur dan barat. Di kaldera ini
terdapat Segara Anak seluas 11.000.000 m2 dengan kedalaman 230 m. Di sisi timur
kaldera terdapat Gunung Baru (Gunung Baru Jari) yang memiliki kawah berukuran
170m × 200 m dengan ketinggian 2.296 – 2376 m dpl (www.balioutbound.com).
Gunung Rinjani Tampak dari Kejauhan
Sumber Foto: http://jimzzz.wordpress.com
Berdasarkan cerita yang beredar di Suku Sasak yang bermukim di sekitar Gunung
Rinjani, gunung tersebut menyimpan sejumlah misteri, salah satunya adalah tentang
keberadaan Dewi Anjani yang.Dewi Anjani dipercayai sebagai keturunan langsung
Raja Selaparang yang diperoleh dari hasil pernikahan dengan mahluk halus yang ada
di Gunung Rinjani.Kerajaan Selaparang adalah salah satu kerajaan yang pernah ada
di Pulau Lombok sekitar abad 13 dan runtuh pada abad 16.Pusat kerajaan ini di masa
lampau berada di Selaparang, yang saat ini menjadi Desa Selaparang, Kecamatan
Swela, Lombok Timur.
Cerita itu bermula ketika terjadi kekeringan yang panjang di Selaparang.Saat itu,
Raja Selaparang memutuskan untuk bersemedi di Gunung Rinjani guna memohon
turunnya hujan. Di Gunung Rinjani, Raja Selaparang bertemu dengan mahluk halus
yang kemudian dinikahinya. Dari perkawinan ini kemudian lahirlah Dewi Anjani. Oleh
karena itu, hingga saat ini masyarakat Sasak dan pemeluk Hindu Dharma di Pulau
Lombok sering melakukan ritual Mulang Pakelem, yakni ritual memohon hujan dan
kesuburan kepada Dewi Anjani. Ritual tersebut ditandai dengan pemberian
sesembahan kepada dewa dengan cara ditenggelamkan ke Danau Segara Anak.
Sejak tahun 1990, kawasan Gunung Rinjani dinyatakan sebagai Taman Nasional yang
kemudian dipertegas dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 280/Kpts-
II/1997.Surat keputusan ini menyatakan bahwa kawasan dengan luas 40.000 hektare
tersebut dijadikan sebagai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).Selain itu,
berdasarkan berita dari www.tempointeraktif.com, Gunung Rinjani juga
dicanangkan untuk menjadi geopark pertama di Indonesia. Geopark Rinjani akan
menambah daftar geopark dunia yang saat ini berjumlah 53 dan tersebar di 17
negara di bawah jaringan United Nations Educational Scientific and Cultural
Organization (UNESCO).
563
Saat ini pengelolaan wisata pendakian ke puncak Rinjani sudah dilakukan secara
profesional oleh sebuah badan yang terdiri dari unsur pemerintah, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), warga sekitar Rinjani, dan Rinjani Trekking Management
Board (RTMB). Sejak dikelola oleh RMTB, Gunung Rinjani telah meraih berbagai
penghargaan internasional, di antaranya World Legacy Award (2004) dan finalis
Tourism for Tommorow Award pada tahun 2005 serta 2008
(www.tempointeraktif.com).
c. Bukit Malimbu
Malimbu adalah dataran
tinggi yang merupakan
terusan area pantai Senggigi.
Konon, nama Malimbu
berasal dari nama daerah
wisata terkenal di Amerika,
Malibu. Namun karena lidah
orang lokal tidak terbiasa
dengan nama tersebut,
maka penyebutannya
berubah menjadi Malimbu.
Di hadapan dataran ini
terbentang pantai pasir
putih yang tidak kalah
cantiknya dengan pantai
lainnya di Pulau Lombok. Biasanya para wisatawan akan melewati daerah ini jika
ingin melakukan perjalanan ke daerah Gili.
Bukit Malimbu adalah sebuah tempat yang sangat indah dengan pemandangan alam
terbuka dan mempesona dimana para pengunjung dapat menikmati indahnya
matahari terbenam dengan pemandangan Gunung Agung di Bali dan deretan Gili-
Gili (pulau) di bagian utara Pulau Lombok. Ini adalah lokasi yang paling
mengesankan bagi yang ingin menikmati keindahan alam Pulau Lombok terutama
pada sore hari.
Keasrian alam serta panorama alam yang menakjubkan menjadikan Bukit Malimbu
sebagai lokasi ideal bagi para fotografer untuk mengasah kemampuannya.Banyak
turis mancanegara dan lokal yang datang hanya untuk mengabadikan keindahan
bukit yang masih terjaga keasliannya ini. Dari bebukitan Malimbu, landscape yang
ditawarkan cukup beragam, mulai dari birunya pantai, deburan ombak, suasana
sunset, hijaunya gunung, hingga deretan pulau-pulau kecil.
Selain itu, banyak terdapat kera berkeliaran di daerah ini. Hal ini dikarenakan masih
banyaknya pohon-pohon besar yang berdiri kokoh di area Malimbu.
Bukit yang menjadi wisata unggulan daerah ini berada di Kabupaten Lombok Barat,
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Bukit ini berada dalam satu deretan pesisir Senggigi.
Untuk menuju lokasi ini, wisatawan membutuhkan waktu 30 menit dari pusat kota
Mataram. Tidak ada kendaraan umum yang langsung menuju ke lokasi ini.
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
564
Untuk singgah dan menikmati suasana lokasi wisata ini, para wisatawan tidak perlu
membayar sepeserpun.
d. Taman Narmada
Seperti kerajaan-kerajaan lainnya di Nusantara, kerajaan-kerajaan Bali yang pernah
berkuasa di Pulau Lombok banyak membangun taman-taman sebagai tempat
peristirahatan para Raja untuk menikmati suasana alam setelah penat dengan
urusan kerajaan. Di dalam taman-taman itu terdapat beberapa peralatan yang biasa
digunakan untuk menghibur raja-raja. Berbeda dengan taman-taman lainnya di
Nusa Tenggara Barat,
Taman Narmada dibangun
sebagai tempat
peribadatan dan ritual para
raja.
Narmada adalah sebuah
taman yang dibangun oleh
Raja Anak Agung Gde
Ngurah Karangasem
tepatnya pada tahun 1727
M. Sebagian buku sejarah
menyatakan waktu
pendiriannya pada tahun
1805 M. Nama taman ini
diambil dari sebuah Sungai
suci di India, Sungai Narmada. Taman ini menyerupai Gunung Rinjani dan Danau
Segara Anak. Konon, ketika Sang Raja sudah terlalu tua untuk melakukan ritual
kurban (pekelan) ke puncak Gunung Rinjani yang memiliki ketinggian 3.726 meter,
beliau memerintahkan seluruh arsitek kerajaan untuk membawa nuansa Gunung
Rinjani ke tengah pusat kota. Akhirnya mereka bersepakat untuk membuat
duplikatnya yaitu Taman Narmada. Pada masa lalu, selain sebagai tempat khusus
untuk memuja Dewa Shiwa, Taman Narmada juga diperuntukkan sebagai tempat
peristirahatan raja.
Saat ini Taman Narama terbuka untuk umum dan menjadi pusat rekreasi yang selalu
ramai dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara dan selalu padat terutama pada
akhir pekan.
Jika anda pecinta alam
namun terlalu sibuk dan
tidak memiliki cukup waktu,
maka tidak salah jika anda
menyempatkan diri untuk
singgah di Taman Narmada.
Konsep taman ini berciri-
khaskan nuansa alam yang
eksotik, ditata menyerupai
bentuk gunung. Di bagian
bawah terdapat tiga kolam
yang diairi oleh sumber
mata air jernih bagaikan
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
565
sebuah danau. Jumlahnya yang tiga sama dengan jumlah Danau Segara Anak di
puncak Gunung Rinjani. Di dalam taman ini terdapat sebuah pura bernama Pura
Kalasa yang berada di bagian atas. Untuk sampai ke pura ini, anda harus melewati
puluhan anak tangga yang sengaja dibuat agar tampak seolah-olah menaiki Gunung
Rinjani. Cukup melelahkan untuk sampai ke puncak atas Pura Kalasa. Namun rasa
capek dan lelah tersebut akan terhapus dengan adanya suasana alam yang masih
segar, pepohonan yang rindang dan kolam renang alami dengan air yang jernih.
Antara bulan November dan Desember, taman ini akan tampak seperti pusat
ibadah. Para penduduk asli Lombok penganut agama Hindu pada bulan tersebut
biasanya merayakan Hari Pujawali dengan menaiki Gunung Rinjani dan melakukan
ritual pekelan dengan melempar barang-barang dan perhiasan kecil untuk
menghormati Dewa yang menjaga Gunung Rinjani. Namun bagi yang tidak mampu
pergi ke gunung, mereka cukup datang menuju pura di taman ini.
Hal menarik lainnya, air kolam di Taman Narmada ini berasal dari sumber mata air
yang berasal dari Gunung Rinjani dan dipercaya bisa membuat awet muda
seseorang. Anda bisa mencobanya dengan cara mencuci muka atau meminum air
tersebut.
Taman ini terletak di Kota Mataram, Propinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
Bagi wisatawan yang ingin mengunjungi Taman Narmada, perjalanan ke lokasi
membutuhkan waktu sekitar 20 menit dari Terminal Mandalika di Kota Mataram
menggunakan kendaraan umum. Tarif angkutan umum Rp. 4.000,- dan taksi Rp.
25.000,- (Februari 2008).
Untuk menikmati miniatur Gunung Rinjani ini, wisatawan hanya perlu membayar
tiket Rp. 2.000,- untuk dewasa dan Rp. 1.000,- untuk anak-anak (Februari 2008).
Taman ini dibuka untuk umum mulai jam 07.00 hingga 18.00 WITA.
e. Gili Trawangan
Gili Trawangan merupakan satu
dari tiga pulau yang ada di
Lombok, Nusa Tenggara Barat,
selain Gili Meno, dan Gili Air.Dari
ketiga pulau di sebelah barat laut
Pulau Lombok ini, Gili Trawangan
merupakan pulau terbesar dan
memiliki ketinggian lebih di atas
permukaan air laut dibanding dua
pulau lainnya.Gili menurut
bahasa setempat berarti pulau.
Gili Trawangan mempunyai luas
sekitar 360 hektar dengan
panjang 3 km dan lebar 2 km.
Pulau yang dihuni setidaknya 800 jiwa ini merupakan objek wisata bahari yang
cukup terkenal hingga mancanegara. Tidak mengherankan jika setiap tahunnya,
pulau ini dikunjungi oleh ribuan wisatawan, baik dari dalam negeri maupun
mancanegara.
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
566
Sebelum menjadi tempat tujuan wisata, Gili Trawangan merupakan pulau sepi yang
tak terlalu dikenal oleh masyarakat. Menurut cerita masyarakat setempat, pulau ini
merupakan tempat pembuangan narapidana politik yang terlibat PKI (Partai
Komunis Indonesia) pada masa Pemerintahan Orde Baru dan tempat pembuangan
pemberontak Sasak yang berusaha melawan kekuasaan raja di daerah Lombok. Baru
sekitar tahun 1970-an, pulau ini dikunjungi oleh para nelayan dari Bajau dan Bugis,
suku perantau asal Sulawesi Selatan.Sejak saat itulah pulau ini dihuni oleh sebagian
besar Suku Bajau, Bugis, dan sedikit suku Sasak.
Pada tahun 1974 hingga tahun 1976, beberapa masyarakat yang menghuni Gili
Trawangan mulai menanam pohon Kelapa di kawasan sebelah timur dan utara
pulau.Beberapa tahun setelahnya, perhatian pemerintah setempat terhadap
kawasan Gili Trawangan mulai kelihatan.Puncaknya, pada bulan Maret 1990,
Pemerintah Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan studi teknis yang dijalankan oleh
Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi.Dari studi tadi, Pemerintah NTB
menetapkan kebijakan tata ruang Pulau Trawangan sebagai kawasan sarana rekreasi
bahari. Dengan kondisi lingkungan alami yang dipenuhi dengan jajaran pohon-pohon
cemara, kelapa, akasia, dikelilingi hamparan pasir putih di pinggir pantai, dan dihiasi
oleh keanekaragaman biota yang menyebar di karang lautnya, Gili Trawangan tentu
menawarkan keindahan pesona alam bagi para wisatawan yang mengunjunginya.
f. Gili Meno
Gili Meno adalah salah salah
satu dari 3 Pulau kecil yang
berada diwasan wisata.
Letaknya berada di Gili
Trawangan dan Gili Air. Dari
Mataram sekitar 45 menit
perjalanan menempuh kawasan
wisata senggigi yang
berlatarkan pemandangan
pantai yang menakjubkan
ataupun melalui kawasan wisata
hutan monyet pusuk dan hutan
lindung yang lebat. Disini
terdapat taman burung yang memiliki koleksi burung burung yang langka dari
Indonesia dan mancanegara. Pasirnya yang putih dan masih alami sangat cocok
digunakan untuk tempat berlibur keluarga.
g. Gili Air
Pulau Gli Air adalah pulau yang terdekat
dengan
daratan pulau
Lombok. Pulau
ini juga
memilki pantai
yang sangat
putih dan
hamparan terumbu karangnya. Diantara ketiga
pulau pulau di bagian utara pulau Lombok, Gili
567
Airlah yang memiliki pulau terbesar. Di pulau ini juga terdapat berbagai macam
aneka hotel dari bintang hingga kelas melati juga restaurant yang menyediakan
berbagai macam makanan mulai dari makanan khas Lombok hingga makanan Eropa.
h. Batu Layar
Tempat suci bagi para penganut Wetu Telu.
Batu Layar ramai dikunjungi pada saat
"lebaran ketupat" yang merupakan lebaran
bagi orang yang berpuasa 1 minggu setelah
lebaran Idul Fitri.
i. Pantai Senggigi
Jika Anda pernah membayangkan tubuh
Anda terbaring di pinggir pantai, di atas
pasir putih yang indah, ditaburi
pemandangan alam yang serba eksotis,
serta dihujani cahaya mentari yang
menghangatkan tubuh, maka tak salah jika
Anda menyempatkan diri berekreasi ke
Pantai Senggigi di Pulau Lombok, Nusa
Tenggara Barat. Pantai yang terletak 12
kilometer di sebelah barat laut Kota
Mataram ini memang merupakan obyek
wisata yang terkenal dengan keindahan dan
kealamian pantainya. Masyarakat sering menyejajarkan keindahan pantai ini dengan
pantai-pantai ternama di Pulau Bali, seperti Kuta, Legian, dan Sanur. Bahkan,
keindahan Pantai Senggigi sering dilukiskan melebihi pantai-pantai tersebut, karena
kondisinya yang jauh lebih nyaman dan tenang.Mungkin hal ini terkait dengan
belum maraknya kedatangan turis mancanegara di pantai ini.
Sebagai kawasan wisata pantai andalan Propinsi Nusa Tenggara Barat, Senggigi
masih relatif alami dan terjaga kebersihannya. Pantainya yang masih asri, debur
ombaknya yang tak terlalu besar, dan keindahan pemandangan bawah lautnya,
semakin menegaskan bahwa pantai yang membentang sekitar 10 kilometer ini
merupakan tempat idaman bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara
untuk melupakan sejenak rutinitas
keseharian dan suasana hiruk-pikuk
kota.
Pantai Senggigi kini mulai dilirik oleh
para wisatawan, khususnya wisatawan
mancanegara, karena daerahnya yang
relatif perawan dan juga informasi
yang telah meluas mengenai
keberadaannya. Dengan bertambahnya
minat dan antusiasme wisatawan ke
Pantai Senggigi, pemerintah daerah
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
568
setempat dan perusahaan sewasta makin giat membangun dan membenahi segala
prasarana, agar para wisatawan makin tertarik untuk mengunjungi pantai ini.
j. Pantai Kuta – Lombok
Jika mendengar nama
Pantai Kuta, ingatan Anda
pasti akan tertuju pada
Pantai Kuta yang terletak
di Pulau Bali. Tetapi
cobalah menyambangi
Pulau Lombok, dan Anda
akan menemukan Pantai
Kuta yang jauh lebih
cantik dan alami,
dibanding Pantai Kuta di
Pulau Bali.
Pantai Kuta ini terletak di
Desa Kuta, Kabupaten
Lombok Tengah.Pada
awalnya, pantai ini sangatlah sepi, dan hampir tidak didatangi oleh wisatawan.Hal ini
dikarenakan kurangnya perhatian serta kurang gencarnya promosi yang dilakukan
oleh pemerintah daerah. Namun, sejak adanya pembangunan hotel di kawasan ini,
Pantai Kuta mulai dilirik oleh para wisatawan yang akan langsung jatuh hati begitu
pertama kali melihatnya.
Menyambangi Pantai Kuta, pandangan pengunjung akan dimanjakan dengan pesona
birunya air laut. Selain itu, pantai yang terletak di bagian selatan Pulau Lombok ini,
dikelilingi oleh deretan perbukitan.Deretan perbukitan ini, menciptakan paduan
warna yang molek, antara birunya air laut dan hijaunya perbukitan.Di samping itu,
ombak di Pantai Kuta ini juga cukup bagus untuk olahraga selancar air.
Salah satu keistimewaan dari Pantai Kuta adalah butiran pasirnya yang unik, yang
tidak terdapat di pantai-pantai lainnya.Pasir di pantai ini berbentuk butiran-butiran
seperti merica, yang nyaman untuk diinjak.Banyak wisatawan yang berjalan di
pinggir pantai ini tanpa menggunakan alas kaki, karena butiran pasir di pantai ini
dianggap baik untuk membantu melancarkan sirkulasi darah.
Ada cerita menarik di balik butiran pasir berbentuk merica di sepanjang Pantai Kuta
ini.Oleh penduduk setempat, butiran pasir berbentuk merica ini dianggap sebagai
sarang nyale (cacing laut) yang banyak terdapat di Pantai Kuta.Nyale-nyale yang
jumlahnya jutaan tersebut, membangun sarang dengan melubangi karang-karang
yang berwarna putih, yang banyak terdapat di pantai.Hasil galian karang ini menjadi
butiran pasir, yang kemudian terbawa gelombang ke pinggir pantai.Peristiwa ini
terjadi terus menerus dan berlangsung selama ratusan tahun.Maka tak heran jika
pasir jenis ini hanya dapat ditemukan di Pantai Kuta, Pulau Lombok.
Keberadaan nyale di Pantai Kuta ini, berkaitan erat dengan mitos yang berkembang
di masyarakat sekitar pantai.Konon, ada seorang putri cantik berambut panjang
yang bernama Putri Mandalika.Parasnya yang cantik ini, membuat banyak pangeran
dan pemuda yang ingin menikahinya. Banyaknya lamaran yang datang membuat
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
569
Putri Mandalika bingung untuk mengambil keputusan, maka ia pun terjun ke laut.
Sebelum terjun, ia berjanji bahwa akan datang kembali selama sekali dalam setahun.
Rambut panjang Putri Mandalika inilah yang kemudian menjelma menjadi
nyale.Untuk memperingati sekaligus menanti kedatangan Putri Mandalika,
masyarakat setempat mengadakan upacara Bau Nyale, yang diadakan setahun
sekali.
Pantai Kuta terletak di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat,
Indonesia.
Bagi para pengunjung dari
luar Pulau Lombok, tidak
perlu khawatir kesulitan
dalam mencapai pulau
tersebut.Seiring dengan
semakin pesatnya
perkembangan pariwisata
di Pulau Lombok, semakin
banyak pula maspakai yang
menyediakan penerbangan
menuju pulau
ini.Pengunjung dapat mengakses penerbangan menuju Pulau Lombok dari kota-kota
besar seperti Jakarta, Surabaya, Makassar, maupun Kupang.
Dari Bandara Selaparang yang terletak di Kota Mataram, akses kendaraan umum
menuju Pantai Kuta masih sangat terbatas.Oleh karena itu, disarankan bagi para
pengunjung untuk menggunakan mobil sewaan. Perjalanan ini akan memakan waktu
sekitar 1,5 jam hingga 2 jam.
k. Pulau Moyo
Satu setengah kilometer
sebelah utara Pulau
Sumbawa, Provinsi Nusa
Tenggara Barat, terdapat
sebuah pulau kecil yang
bernama Pulau
Moyo.Sebagai salah satu
tujuan wisata, Pulau Moyo
memang tidak sepopuler
pulau-pulau yang menjadi
surga wisata lainnya,
seperti Pulau Bali ataupun
Pulau Lombok.Namun
siapa sangka, bahwa pulau
kecil ini telah menjadi
salah satu destinasi wisata
kelas dunia yang kerap
dilirik oleh para selebritis.Sebut saja, almarhum Putri Diana ataupun Mick Jagger
(musisi rock dunia) keduanya pernah menjadikan Pulau Moyo sebagai tempat
berlibur.
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
570
Pulau yang luasnya hanya 330 km2 ini memiliki variasi ketinggian dari 0—648 m di
atas permukaan laut.Dengan variasi ketinggian tersebut, maka tak heran jika Pulau
Moyo memiliki beragam kekayaan alam. Mulai dari hutan hujan, hutan bakau
(mangrove), hingga padang rumput (savana). Selain itu, dengan mengunjungi pulau
ini, pengunjung dapat melihat ratusan kupu-kupu yang beterbangan, pepohonan
dengan berbagai ukuran, dan beragam burung.Beragam jenis ikan dan terumbu
karang pun juga terdapat di pulau yang memiliki garis pantai sejauh 88 km ini.
Berwisata ke Pulau Moyo, pengunjung dapat melakukan beberapa kegiatan.Seperti,
hiking di hutan dengan keindahan yang masih alami, menyelami keindahan bawah
laut, ataupun sekadar bersantai di pantai.Memasuki kawasan hutan di Pulau Moyo,
pengunjung dapat menikmati keindahan yang masih alami yang jarang
tersentuh.Pengunjung dapat menyusuri sungai-sungai yang ada di kawasan
hutan.Selain itu, pengunjung juga dapat bermain air seraya menikmati keindahan Air
Terjun Brang Rea yang terletak di tengah Pulau Moyo.Untuk menuju lokasi air terjun
ini, pengunjung dapat melakukan trekking selama sekitar dua jam, dari Desa Labuan
Haji.Di samping Brang Rea, juga terdapat air terjun berundak yang bernama Mata
Jitu.
Salah satu air terjun yang terdapat di Pulau Moyo
Sumber Foto: www.panoramio.com - Alvaro Alveriani
Jika ingin menikmati petualangan yang lebih menantang, menjelajahi gua dapat
menjadi alternatif wisata yang menyenangkan.Dalam kawasan hutan di Pulau Moyo,
terdapat beberapa gua yang dapat dicapai dengan berjalan kaki.Di antaranya, yang
cukup menarik untuk dijelajahi adalah Gua Ai Manis yang menjadi tempat
bersarangnya ratusan kelelawar.
Selain sebagai tempat untuk menikmati petualangan alam, Pulau Moyo juga
merupakan surga bagi pecinta burung.Dari 124 spesies burung yang terdapat di
Sumbawa, 86 jenis di antaranya dapat ditemukan di Pulau Moyo.Beberapa di
antaranya, bahkan terhitung sebagai burung langka, seperti Kakatua berkepala
kuning, Burung Gosong, maupun jenis Megapodius.
Puas menikmati keindahan daratan Pulau Moyo, pengunjung pun dapat melakukan
petualangan lainnya, yakni menyelami keindahan bawah laut. Beragam jenis
terumbu karang dapat dinikmati oleh pengunjung, baik dengan snorkeling maupun
diving. Dahulu, keragaman terumbu karang di Pulau Moyo sempat mengalami
571
kerusakan, yang disebabkan pemboman oleh nelayan dari luar Indonesia.Namun,
seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat setempat mengenai kelestarian
alam, terumbu karang di pulau ini pun mulai pulih kembali. Menjelajahi pesona
bawah air di Pulau Moyo, selain menikmati terumbu karang, pengunjung juga dapat
menyaksikan beragam jenis ikan, seperti ikan hiu dengan panjang kurang lebih dua
meter, anemon, pelagik, belut, gropuers, dan manta.
Usai menikmati berbagai petualangan seru di Pulau Moyo, pengunjung dapat
beristirahat sejenak dengan menikmati panorama matahari tenggelam di pesisir
pantai Pulau Moyo. Hamparan pasir putih yang membuat pantai di Pulau Moyo
tampak sangat cantik, ombak yang berlarian mengejar bibir pantai, serta diiringi
senja yang membuat suasana menjadi semakin romantis, ampuh menghilangkan
semua kelelahan usai berpetualang.
Pulau Moyo terletak di sebelah utara Pulau Sumbawa.Secara administratif, pulau ini
merupakan bagian dari Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat,
Indonesia.
Bagi wisatawan yang ingin mengunjungi Pulau Moyo, dapat mencapainya melalui
Kota Sumbawa Besar. Dari Sumbawa Besar, wisatawan dapat menyewa mobil untuk
melaju 20 km ke arah utara, menuju kampung pesisir bernama Ai Bari. Dari
Kampung Ai Bari, wisatawan dapat menyewa speedboat yang dapat digunakan
untuk menyeberang ke Pulau Moyo. Perjalanan menggunakan speedboat ini akan
memakan waktu sekitar 15 menit.
Hingga saat ini, pengelolaan Pulau Moyo tidaklah ditangani oleh dinas pariwisata
ataupun instansi pemerintah lainnya, melainkan ditangani oleh pihak swasta. Maka
tak heran, jika untuk mengakses dan menikmati seluruh keindahan dan petualangan
di Pulau Moyo, diperlukan dana yang cukup besar. Bagi pengunjung yang ingin
berlibur di pulau ini, pengelola mensyaratkan adanya deposit (uang jaminan)
sebesar 5.000 USD. Sebenarnya, jumlah uang yang akan dipergunakan untuk
menikmati seluruh paket yang ditawarkan tidaklah sebesar itu. Namun, keharusan
adanya deposit ini bertujuan untuk memastikan bahwa wisatawan yang datang,
memilik cukup uang untuk membayar paket wisata yang ditawarkan.
l. Hutan Monyet Pusu
Rimbunnya pepohonan yang terhampar, dan
berjajar rapi di tepian jalan, mengikuti kontur
lokasi yang berbukit, seakan menghadirkan
nuansa kesegaran yang begitu alami di puncak
pusuk, atau pusuk pass (perbatasan Lombok
barat dan Lombok utara).
Pusuk pass, seringkali di manfaatkan banyak
wisatawan, pelancong, atau pun pengendara
yang melintas di jalan raya pusuk, entah
menuju mataram atau sebaliknya menuju Lombok utara. Biasanya kalau saya
melintas di jalan ini, selalu menyempatkan diri untuk menikmati suasana di pusuk
pass ini. Sambil menyeruput kopi dan beristirahat sejenak mengumpulkan tenaga
sebelum melanjutkan perjalanan, terang Fianto Widawan, salah satu pengendara
motor ketika dijumpai Korean Berita tengah istirahat disebuah berugak pinggir jalan.
572
Hutan pusuk sendiri merupakan hutan konservasi, produksi, dan hutan lindung yang
termasuk dalam kawasan hutan rinjani barat, dengan memiliki luas sebesar
43.550,23 hektar serta 162 jenis pohon yang tumbuh di areal ini. Antara lain Sono
Keling atau Dalbergia Latifolia, Daoki yang memiliki nama latin Duacontomelori
Mangiferum, serta yang banyak terdapat berjejer rapi di tepi jalan, Mahoni atau
Swettania Macrophylla.
2. Wisata Sejarah
a. Pura Lingsar
Pura Lingsar merupakan pura
terbesar dan tertua di Pulau
Lombok yang dibangun pada
tahun 1714 oleh Raja Anak
Agung Ngurah.Bangunan yang
dianggap suci ini pernah
mengalami renovasi pada
beberapa bagiannya pada
tahun 1878.
Pura ini merupakan simbol
kerukunan antar umat
beragama karena selain
tempat ibadah umat Hindu,
pura ini juga dimanfaatkan oleh umat Islam suku Sasak yang beraliran wektu telu.Di
dalam Pura ini terdapat dua bangunan.Bangunan pura untuk umat Hindu dinamakan
Gaduh sementara bagian untuk suku Sasak disebut Kemaliq (tempat keramat atau
suci). Di depan kedua bangunan tersebut terdapat dua rumah tinggal yang dihuni
oleh pemangku (pemimpin agama umat Hindu) serta amangku (pemuka adat suku
Sasak) yang keduanya dipilih secara turun temurun.
Kenapa anda harus ke lokasi ini?Ada beberapa hal berbeda dalam Pura ini sehingga
layak untuk anda kunjungi.Dalam Pura ini mengalir sebuah mata air yang dianggap
suci oleh sebagian penduduk karena dipercaya mampu memberikan peruntungan.Di
dalam mata air tersebut, ada ikan julit (ikan yang mirip belut) yang berumur ratusan
tahun.Apabila seorang wisatawan mengunjungi kolam ini dan ikan tersebut
kebetulan keluar, ini menandakan kebaikan bagi wisatawan itu. Karenanya, para
wisatawan biasanya menggunakan berbagai cara agar ikan tersebut bisa keluar, di
antaranya memancingnya dengan sebutir telur.
Selain itu, bagi anda yang tertarik dengan fenomena kerukunan antar umat
beragama, datanglah pada tiap bulan keenam menurut perhitungan kalender Bali
atau bulan ketujuh menurut kalender Sasak (biasanya jatuh pada penghujung akhir
bulan November-Desember).Suku Sasak yang beragama Islam aliran Wetu Telu
bersama umat Hindu biasanya melaksanakan Perang Topat.Perang ini bukan konflik,
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
573
melainkan ritual bersama sebagai wujud rasa syukur atas karunia Tuhan dan
permohonan agar menurunkan hujan bagi masyarakat setempat.
Pura ini terletak 9 km utara kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa
Tenggara Barat.
Untuk menuju lokasi Pura ini, para wisatawan bisa menggunakan kendaraan umum
(bemo) dari terminal kota Mataram menuju kecamatan Narmada. Dari sana, banyak
kendaraan umum yang bisa mengantarkan anda langsung ke lokasi. Tarif bemo
berkisar antara Rp. 2.500 hingga 3.000,- baik dekat maupun jauh.
b. Taman Air Mayura
Berkunjung ke Provinsi Nusa
Tenggara Barat akan semakin
lengkap bila anda
menyempatkan diri mampir
ke Taman Air Mayura.
Mayura adalah paduan unik
dan khas dari konsep taman,
kolam serta pura ibadah.
Bangunan yang masih kental
dengan corak Bali, Jawa dan
Lombok ini dibangun pada
masa ketika Kerajaan Bali
masih berkuasa di Pulau
Lombok, tepatnya pada tahun 1744 M. oleh Raja A.A. Made Karangasem. Bangunan
ini pada awalnya bernama Taman Istana Kelepug.Nama tersebut diambil dari suara
yang muncul (kelepug-kelepug) karena derasnya air yang keluar dari mata air di
tengah kolam dalam taman tersebut.
Pada masa Kerajaan Mataram, taman ini mengalami proses renovasi sekitar tahun
1866 yang dititahkan langsung oleh Raja A.A. Ngurah Karangasem. Tidak hanya
bangunan fisik, nama Istana Kelepugpun diganti menjadi Istana Mayura. Kata
“mayura” sendiri berasal dari Bahasa Sansekerta yang berarti burung merak. Konon,
pada masa Raja A.A. Ngurah Karangasem, banyak ular berkeliaran di taman Istana
sehingga mengganggu aktivitas kerajaan. Beberapa penasehat menyarankan agar di
sekitar taman ini dipelihara burung merak yang suka memangsa ular sehingga Istana
menjadi aman.
Letaknya yang strategis serta nilai sejarah yang banyak terkandung di dalamnya
menjadikan lokasi wisata ini sering dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun
mancanegara.
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
574
Bangunan bersejarah ini menawarkan perpaduan suasana antara nuansa alam,
atmosfer religius dan sejarah. Ketika anda memasuki lokasi ini, kesan pertama yang
muncul adalah kesan bangunan taman yang mampu menghadirkan kedamaian
natural. Istana ini dilengkapi dengan kolam yang ditata sedemikian rupa sehingga
tampak bagaikan sebuah taman yang asri. Di tengah kolam berdiri sebuah
bangunan yang disebut “Bale Kambang”. Ada yang menyebutnya gili (dalam bahasa
lokal bermakna pulau kecil) karena keberadaannya di tengah-tengah kolam yang
menyerupai pulau kecil di tengah samudera. Di dalam komplek ini banyak sekali
dijumpai pohon manggis berderet rapi yang menambah kesejukan hawa udara di
taman. Jika anda beruntung, pemandu wisata akan memperbolehkan anda untuk
memetik beberapa buah manggis.
Beberapa bangunan yang bercirikan Bali serta paduan antara pengaruh Jawa dan
Lombok menjadikan Mayura sangat bernuansa religius. Bahkan, menurut penjaga
Taman ini, roh utama taman ini adalah sebuah pura yang terletak di hulu kolam.
Namun karena luasnya taman, deretan pohon manggis, kolam yang lebar serta letak
pura yang di ujung, menjadikan pura ini selalu terlewatkan dari perhatian para
pengunjung. Pura tersebut masih menggunakan namanya yang lama “Kelepug”
untuk mengingatkan akan nama asli lokasi ini. Dalam beberapa ritual khusus, pura
ini masih tetap difungsikan sebagai tempat pemujaan para dewa.
Jika anda berkunjung ke lokasi ini, anda akan ditemani seorang guide yang banyak
bercerita tentang hal-ihwal sejarah Mayura. Diantara hal yang menarik dalam
sejarah pembangunan beberapa bagian taman ini adalah patung batu manusia yang
berwajah Asia Barat. Menurut sejarah, patung ini dibuat sebagai tanda terima kasih
Raja kepada orang Asia Barat itu karena telah memberikan idenya supaya
mengembangbiakkan merak untuk mengusir ular. Selain itu, sejarah pendirian
bangunan yang berada di tengah kolam (bale kambang) layak untuk anda simak.
Konon, bangunan ini didirikan setelah adanya desakan masyarakat pada saat itu
untuk memperoleh keadilan. Pada zaman Rad Kerta, pengadilan terhadap orang
yang berperkara biasanya disidangkan di Bale Kambang. Masih banyak lagi hal-hal
berkaitan dengan sejarah lainnya yang akan membuat anda kagum akan konsep
pembangunan taman ini.
Taman ini terletak di pusat bisnis, tepatnya di Kecamatan Cakranagera, Kota
Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
Menuju Pura Mayura membutuhkan perjalanan sekitar 15 menit dari kecamatan
Narmada (tempat pemberhentian kendaraan umum). Perjalanan dapat ditempuh
menggunakan angkot dengan tarif Rp. 5000,- atau menggunakan taksi dengan tarif
Rp. 15.000,-. Namun bila perjalanan dimulai dari Ibukota Mataram, perjalanan
hanya ditempuh selama 10 menit dengan naik angkot dengan tarif Rp. 2.500,- atau
menggunakan taksi Rp 10.000,-.
575
c. Pura Meru
Pura Meru, sebuah karya besar dan
mengagumkan dari orang Bali, terletak
berseberangan dengan Taman Mayura dan
dibangun bersamaan pada tahun yang sama
(1720), letak Pura ini di tengah kota
Cakranegara, mudah dijangkau, banyak
kendaraan umum dan dekat dengan hotel,
baik hotel berbintang maupun hotel-hotel
Melati. Pura Meru, terletak di tengah Kota Cakranegara dibangun pada tahun 1720
di bawah pangawasan Anak Agung Gde Karang Asem salah satu Raja Karang Asem
yang dapat menguasai sebagian Wilayah Pulau Lombok, berkuasa pada tahun 1740 -
1894. Pura ini merupakan Pura besar di P. Lombok dan salah satu Pura yang sangat
menarik dan Indah, Pura Meru dibangun dengan maksud untuk tempat
bersembahyang umat Hindu di Lombok, Pura Meru terdiri tiga halaman yang luas
mebentang dari arah barat ke timur, halaman paling barat terdapat Rumah "Kulkul"
atau Kentongan, halaman tengah terdapat dua buah bangunan besar yang beundak-
undak (tangga), bangunan ini digunakan untuk tempat menyusun sesaji untuk
Upacara dan Sembahyangan sedangkan halaman paling timur terdapat bangunan
tiga buah menara menjulang tinggi yang terdiri dari susunan atap yang khas dan
unik, sebelas susun atap pada menara tengah, dan sembilan susun pada menara kiri
dan kanan, merupakan simbol dari Dewa Shiwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma.
Untuk menuju lokasi Pura Meru sangat mudah, karena terletak ditengah-tengah
kota dan banyak kendaraan umum yang melaluinya. Selain Taxi, kendaraan umum
yang dapat dipergunakan adalah ANGKOT (bemo) angkutan rakyat yang banyak
beroperasi di jalan, dengan tarif relatif murah dan kendaraan tradisional CIDOMO,
atau kereta kuda. Jarak tempuh dari Pelabuhan Lembar ± 20 km, sedangkan dari
Pelabuhan Udara SElaparang ± 5 km.
d. Museum Daerah NTB
Museum yang terletak di jantung
kota Ampenan ini didirikan pada
tanggal 23 Januari 1982 atas
keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dan disyahkan oleh Dr.
Daoed Joesoef. Lebih dari 7000
koleksi barang-barang bersejarah
tertata rapi di dalamnya. Koleksi
tersebut disusun berdasarkan
unsur-unsur budaya seperti bahasa,
sistem pengetahuan, sistem
organisasi kemasyarakatan, sistem
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
576
teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian. Di bagian
depan bangunan museum, berdiri sebuah bangunan asli sasak yaitu berugak, namun
dengan arsitektur modern.
Bagi anda yang tertarik dengan wisata sejarah dan budaya, jangan lewatkan untuk
mengunjungi Museum Nusa Tenggara Barat. Daya tarik utama tempat ini adalah
kekayaan akan koleksi-koleksinya yang tidak hanya berkaitan dengan budaya Sasak
(suku asli pulau Lombok), namun juga suku-suku sekitarnya seperti Bali, Samawa dan
Mbojo (penduduk pulai Sumbawa).
Bangunan museum ini dibagi menjadi dua bagian: ruangan depan dan ruangan
pameran yang masing-masing terhubung dengan sebuah koridor. Pada bagian
kanan dinding koridor terdapat beberapa ilustrasi gambar mengenai budaya Sasak
seperti Gandrung, Rudat, Cepung, Wayang, dan Jaran Kamput. Sementara pada
dinding bagian kanan terdapat gambar mengenai Melengke, Toja, Konya, Sak Eco,
dan Rebana Rea.
Ruangan pameran museum sendiri terbagi menjadi dua ruangan, ruang I dan ruang
II. Ruang pameran I lebih banyak menyimpan fosil kuno seperti fosil Stegodon,
Paleokarbau, dan Hypothalamus. Koleksi fosil dari kayu-kayu langka seperti Rajumas,
Cempaka, Lingsar, Bajur, Kepundung dan Kelincung juga berada di ruang ini.
Ruang pameran II lebih banyak menampilkan artefak yang berkaitan dengan budaya
masyarakat setempat. Beragam jenis pakaian adat dari Sasak, Bali, Mbojo, dan
Samawa berada pada ruangan ini. Artefak kuno seperti arca Siwa Mahadewa
(patung abad IX), alat-alat yang digunakan dalam upacara daur hidup dalam
keseharian masyarakat (ceret, kendi, pondi, kipas), serta alat-alat yang biasa
digunakan untuk penobatan raja-raja pada kesultanan Bima, Kerajaan Sumbawa dan
Selaparang (Kipas emas) menjadi nilai tersendiri bagi museum ini. Selain itu,
museum ini juga menyimpan manuskrip asli yang menunjukkan bahasa awal
penduduk asli Pulau Lombok. Diantara manuskrip yang disimpan di museum ini
adalah manuskrip Asta Dasta Parwa (Mahabharata), Takepan Kotoragam, Takepan
Jatiswara, Kitab Katika, dan pisau Pangot.
Museum ini berada kurang lebih 7 km dari pusat kota Mataram, tepatnya di Jl. Panji
Tilar Negara, No 6, Kecamatan Ampenan Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Jika anda datang ke Pulau Lombok melalui jalur udara, maka anda hanya
membutuhkan waktu kurang dari 15 menit untuk menuju lokasi museum dari
Bandara Udara Selaparang. Namun, bagi yang berangkat melalui Terminal
Mandalika, angkutan kota jurusan Cakra-Ampenan akan mengantarkan anda hingga
ke perempatan Seruni, dan selanjutnya anda bisa menggunakan cidomo (alat
transportasi khas Lombok) hingga ke museum. Perjalanan kurang lebih 30 menit.
577
Musuem ini dibuka untuk umum pada hari Selasa hingga hari Sabtu, mulai pukul
08.00 hingga pukul 13.00 WITA (Waktu Indonesia Tengah). Tiket masuk masih dalam
konfirmasi.
3. Wisata Budaya
a. Festival Bau Nyale
Kegiatan budaya di suatu
daerah hampir tidak
terpisahkan dengan adanya
mitos, cerita atau legenda
yang berkembang dalam
masyarakat setempat. Kisah-
kisah tersebut biasanya
didongengkan secara turun
temurun oleh para generasi
tua. Asal mula terjadinya
suatu peristiwa menjadi
tema umum yang selalu
diangkat oleh kisah-kisah
tersebut seperti festival Erau di Kalimantan Timur yang dilatarbelakangi oleh
Legenda Erau atau Festival Tabot di Bengkulu dengan kisah kematian keluarga Nabi.
Masyarakat Pulau Lombok juga memiliki sebuah festival rutin tahunan yang
dilatarbelakangi oleh sebuah legenda, yaitu legenda Putri Mandalika dari Kerajaan
Tonjang Beru .
Festival ini dinamakan “Bau Nyale” yang dalam Bahasa Sasak berarti “menangkap
nyale”. Nyale adalah sejenis cacing laut yang biasa hidup di dasar air laut, seperti di
lubang-lubang batu karang. Kegiatan ini diadakan setiap tanggal dua puluh bulan
kesepuluh dalam penanggalan Sasak atau lima hari setelah bulan purnama. Biasanya
jatuh pada bulan Maret. Acara inti dalam festival ini adalah menangkap nyale yang
hanya muncul setahun sekali di beberapa lokasi tertentu di Pantai Selatan Pulau
Lombok. Nyale akan muncul pada pertengahan malam hingga menjelang subuh.
Menurut dongeng warga setempat, pada zaman dahulu kala di sepanjang Pantai
Selatan terdapat Kerajaan Tonjang Beru dipimpin oleh seorang Raja yang memiliki
putri cantik bernama Putri Mandalika.Kecantikannya banyak memukau pangeran-
pangeran di Pulau Lombok. Karena banyaknya pinangan terhadap dirinya dan Putri
Mandalika tidak bisa memilih salah satu diantara mereka, Sang Putri memutuskan
untuk menceburkan diri ke Pantai Selatan dan berjanji akan kembali setahun sekali.
Sesuai dengan perkataannya, ia kembali setiap tahun namun dalam bentuk nyale.
Dongeng lain menyebutkan bahwa nyale adalah jelmaan rambut Putri Mandalika.
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
578
b. Upacara adat Hanta Ua Pua
Bagi umat Islam, bulan Rabiul
Awal merupakan salah satu
bulan mulia dan
kedatangannya senantiasa
dinanti-nantikan.Sebab, pada
bulan ketiga menurut
perhitungan kalender Hijriah
(kalender Islam) tersebut
adalah bulan kelahiran Nabi
Muhammad SAW, tepatnya
pada tanggal 12 Rabiul
Awal.Berbagai ekspresi
kebudayaan digelar umat Islam
di berbagai belahan dunia
untuk memuliakan hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW, atau yang lebih populer dengan sebutan Maulid
Nabi.Salah satunya adalah upacara adat Hanta Ua Pua yang digelar oleh umat Islam
di Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
Selain untuk memuliakan kelahiran Nabi Muhammad SAW, upacara adat ini juga
bertujuan untuk memperingati masuknya agama Islam ke Bima dan sekaligus
menghormati para pembawa agama Islam ke daerah tersebut. Sebagaimana yang
terdapat dalam buku Bo‘ Sangaji Kai, hasil suntingan Henri Chambert-Loir dan Siti
Maryam R. Salahuddin (1999), Islam masuk ke Bima pada hari Kamis tanggal 5 Juli
1640 M, atau bertepatan dengan tanggal 15 Rabiul Awal 1050 H. Islam pertama kali
dibawa ke Bima oleh dua orang datuk keturunan bangsawan Melayu dari Kerajaan
Pagaruyung, yang dewasa ini masuk dalam wilayah Kecamatan Tanjung Emas,
Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat. Dua datuk yang juga berprofesi sebagai
saudagar tersebut bernama Datuk Dibanda dan Datuk Ditiro. Sebagian literatur
menyebut keduanya dengan nama Datuk ri Bandang dan Datuk ri Tiro. Selain ke
Bima, dua datuk ini juga dikenal sebagai tokoh utama penyebar agama Islam di
Pulau Sulawesi. Bahkan, khusus Datuk Dibanda yang juga populer dengan nama
Khatib Tunggal, kondang dalam legenda masyarakat di kawasan Indonesia Timur
sebagai tokoh yang mengislamkan raja-raja dari lima kerajaan, yaitu Kerajaan Gowa,
Wajo, Kutai, Gantarang (di Pulau Selayar), dan Bima sendiri. Selain menyebarkan
agama Islam, keturunan Kerajaan Pagaruyung tersebut juga turut serta membantu
mengusir para bajak laut dari Teluk Bima yang kerap mengancam keamanan
Kerajaan Bima.
Sebagai penghormatan atas jasa Datuk Dibanda dan Datuk Ditiro, Sultan Abdul Kahir
Ma Ntau Bata Wadu, sultan Kerajaan Bima pertama, menganugerahkan sebidang
tanah yang cukup luas kepada keduanya. Kelak, tanah pemberian Sultan Bima ini
dijadikan sebagai tempat tinggal kerabat dan keluarga mereka.Seiring dengan
perkembangan masyarakat, penghuni kampung tersebut kian bertambah ramai.
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
579
Dan, akhirnya perkampungan tersebut diberi nama Kampung Melayu. Sampai
sekarang pun, perkampungan yang berada di tengah-tengah Kota Bima ini tetap
dihuni oleh keturunan Melayu yang masih mempertahankan adat-istiadat Melayu
dan teguh memeluk agama Islam.
Konon upacara adat Hanta Ua Pua telah dilaksanakan oleh kerajaan dan masyarakat
Bima sejak empat abad silam.Pada saat itu, upacara resmi Kerajaan Bima ini dihelat
saban tahun dan dirayakan secara besar-besaran.Bahkan, upacara sakral ini menjadi
ajang silaturahmi antarsuku bangsa.Namun, upacara ini terhenti tatkala Perang
Dunia II meletus.Setelah Indonesia merdeka, karena menimbang nilai-nilai historis
dan religius yang terkandung di dalamnya, pihak Kerajaan Bima berinisiatif
menghidupkan kembali upacara ini pada tahun 1950-an. Namun, perhelatan
upacara adat tersebut terasa hambar dan kesakralannya kian tergerus.Sebagaimana
diketahui, tahun 1950-an adalah masa transisi politik dari kerajaan menuju swapraja
yang sarat dengan intrik politik dan konflik kepentingan.Setelah tahun 1950-an,
upacara adat Hanta Ua Pua pernah digelar pada tahun 1980-an, tahun 1990-an, dan
tahun 2003.Kendati demikian, tetap saja jauh dari kesan semarak, apalagi
khidmat.Setelah era reformasi dan otonomi daerah bergulir, upacara adat Hanta Ua
Pua mulai mendapatkan momentumnya. Apalagi, upacara ini mendapat dukungan
penuh dari pihak Kerajaan Bima, pejabat pemerintahan Kabupaten/Kota Bima, dan
masyarakat Bima pada umumnya.
Semarak, atraktif, dan khidmat. Demikianlah kira-kira kesan para pengunjung ketika
menyaksikan upacara adat Hanta Ua Pua yang dihelat oleh masyarakat yang
mendiami daerah yang juga dikenal dengan nama Dana Mbojo itu. Sebab, selama
prosesi upacara adat yang sarat dengan simbol-simbol dan nilai-nilai agama Islam ini
dimeriahkan dengan berbagai kegiatan dan perlombaan.
Upacara Hanta Ua Pua dimulai pada pagi hari, sekitar pukul 08.00 WITA. Upacara ini
dimulai dari Kampung Melayu dan berakhir di depan istana Kerajaan Bima. Pada sisi
kiri dan kanan jalan yang menjadi rute upacara, biasanya penuh sesak oleh
masyarakat yang menyaksikan upacara adat Hanta Ua Pua.Mereka terpesona
melihat aneka hiasan dan pernak-pernik perlengkapan upacara yang menyimbolkan
keagungan agama Islam, kemuliaan adat Melayu, dan kebesaran Kerajaan Bima.
Tari klosal anak-anak
580
Salah satu yang menjadi daya tarik upacara adat resmi Kerajaan Bima ini, adalah
iring-iringan Uma Lige.Uma Lige adalah semacam mahligai persegi empat yang
dijadikan sebagai tandu untuk membawa penghulu Melayu dari Kampung Melayu
hingga serambi Istana Kerajaan Bima.Penghulu Melayu tersebut didampingi oleh
empat orang penari perempuan Lenggo Mbojo dan empat orang penari laki-laki
Lenggo Melayu. Selain penghulu Melayu dan para penari, di dalam Uma Lige juga
terdapat sebuah kitab suci Al-Qur‘an dan Ua Pua/Sirih Puan, yaitu 99 tangkai bunga
telur aneka warna dan hiasan yang dilengkapi dengan sirih dan pinang. 99 tangkai
bunga telur itu melukiskan 99 nama-nama indah Allah SWT, atau Asmaul Husna.
Uma Lige ini digotong oleh 44 orang pemuda dari berbagai kelurahan/kampung di
Kota Bima, di mana masing-masing sudut Uma Lige akan digotong oleh 11 orang.
Konon, 44 orang penggotong tersebut menggambarkan 44 jenis keahlian/profesi
masyarakat Bima pada masa lalu.Misalnya, daerah Ngadi kesohor sebagai pencetak
guru mengaji Al-Qur‘an, kawasan sekitar Bedi terkenal sebagai penghasil tentara,
dan lain sebagainya.
Hal lain yang dapat memesona wisatawan adalah parade pasukan berkuda. Pasukan
berkuda tersebut terdiri dari dua kelompok, yaitu Jara Wera dan Jara Sara‘u. Jara
Wera adalah pasukan berkuda yang bertugas untuk mengawal Sultan Bima,
sementara Jara Sara‘u adalah pasukan berkuda yang digunakan untuk mengawal
tamu kehormatan Kerajaan Bima.Konon dulunya, penunggang-penunggang kuda ini
adalah para pendekar yang mengantar datuk-datuk dari Makassar yang datang ke
Bima melalui Teluk Bima untuk memperkenalkan agama Islam pertama kalinya.
Parade pasukan berkuda
Sesampainya di depan Istana Kerajaan Bima atau yang populer dengan nama Asi
Mbojo, pasukan Jara Wera tampil ke depan. Mereka akan memperlihatkan
kebolehan menunggang kuda. Setelah itu pasukan Jara Sara‘u memasuki arena yang
diiringi oleh bala tentara yang dilengkapi dengan pakaian kebesaran prajurit
Kerajaan Bima.Mereka melakukan atraksi ketangkasan menggunakan
senjata.Suasana kian meriah karena unjuk kebolehan berkuda dan ketangkasan
menggunakan senjata ini diakhiri dengan masuknya para penari yang membawakan
tari perang.
581
Setelah atraksi pasukan berkuda selesai, rombongan Uma Lige tampil ke depan.
Penghulu Melayu menyerahkan Al-Qur‘an kepada Jena Teke/Raja Muda Kerajaan
Bima yang merupakan acara inti upacara adat Hanta Ua Pua. Penyerahan Al-Qur‘an
ini melambangkan bahwa Kesultanan Bima senantiasa teguh memeluk agama Islam
hingga akhir zaman dan masyarakat Bima harus mengamalkan kandungan Al-Qur‘an
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Rangkaian upacara berikutnya adalah
penyerahan Ua Pua/Sirih Pinang oleh para penari Lenggo kepada Jena Teke.
Setelah upacara adat Hanta Ua Pua usai, hal lain yang membuat para turis terhibur
adalah tatkala menyaksikan para pengunjung berlomba-lomba memperebutkan Ua
Pua/Sirih Pinang yang terdiri dari 99 tangkai bunga telur dengan hiasan warna-warni.
Mereka meyakini, bahwa bunga-bunga telur tersebut dapat membawah berkah,
seperti dimudahkan rezeki oleh Allah SWT dan cepat mendapat jodoh. Kecuali itu,
sepanjang perhelatan upacara, para turis juga akan disuguhkan dengan tarian-tarian
khas daerah setempat, aneka permainan rakyat, berbagai perlombaan, dan pameran
benda-benda bersejarah peninggalan Kerajaan Bima.
Upacara adat Hanta Ua Pua dipusatkan di halaman depan Istana Kesultanan Bima,
Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
Bagi wisatawan yang berasal dari luar Kota Bima, dapat memulai perjalanan dari
Bandara Sultan Muhammad Salahuddin, Kota Bima.Dari sini kemudian perjalanan
dilanjutkan menuju Istana Kerajaan Bima/Asi Mbojo, lokasi upacara adat Hanta Ua
Pua digelar, dengan menggunakan bus atau menyewa mobil carteran.Perjalanan
dari bandara ke istana dapat ditempuh dalam waktu sekitar 20 menit.
4. Wisata Minat Khusus
a. Sentra Industri Gerabah Banyumulek
Kalau Anda mengenal sentra
indrustri kerajinan seni gerabah
di Desa Kasongan, Yogyakarta,
maka di Kabupaten Lombok
Barat, Nusa Tenggara Barat, juga
ada sentra industri serupa
tepatnya di Desa Banyumulek,
yakni Sentra Industri Gerabah
Banyumulek. Sentra kerajinan
ini sudah cukup terkenal di
Pulau Lombok dan pulau
sekitarnya, serta telah dijadikan
desa wisata andalan yang Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
582
menjadi tujuan wisatawan saat mencari cenderamata/suvenir yang akan dibawa
pulang ke wilayah/negeri asalnya.
Kawasan Banyumulek—yang dalam bahasa Sasak berarti air jernih—memang
dikenal sebagai wilayah dengan kualitas tanah lempung nomor satu di Pulau
Lombok. Maka tidak aneh, jika pengrajin gerabah banyak muncul di desa ini, dan
akhirnya ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat sebagai sentra industri
gerabah unggulan Nusa Tenggara Barat.
Menurut cerita yang beredar secara turun-temurun mengenai Desa Banyumulek,
perempuan di desa ini digambarkan sebagai pembuat gerabah selao atau gentong
yang sangat ulung, sedangkan para lelaki dewasanya kemudian menjajakan gentong
tersebut dengan cara memikulnya keliling kampung. Namun, sejak pariwisata
Lombok mulai berkembang (1990-an), gambaran tentang Desa Banyumulek pun
mulai berubah.Tak ada lagi lelaki yang memikul gerabah keliling kampung, karena
telah muncul art shop-art shop yang khusus menjual produk-produk kerajinan
gerabah mereka.Sejak tahun-tahun tersebut, kerajinan gerabah Banyumulek pun
mulai bervariasi dan tidak hanya membuat kerajinan gentong saja, melainkan telah
mulai memproduksi jenis gerabah lain, seperti anglo, wajan, periuk, kendi, dan
masih banyak lainnya.
Cerita lain yang menggambarkan kedekatan masyarakat Lombok dengan gerabah
dilukiskan secara apik dalam cerita rakyat (legenda) tentang Dewi Anjani. Menurut
legenda tersebut, Dewi Anjani mengirimkan seekor burung pembawa pesan (Manuk
Bre) untuk menolong sepasang manusia yang kebingungan menanak beras hasil
panen pertama mereka.Melalui burung tersebut, Dewi Anjani lalu mengajari
manusia mengolah tanah gunung menjadi periuk.Mungkin, cerita ini sedikit
menggambarkan bagaimana masyarakat Lombok dari dulu memang telah dekat dan
menggeluti kerajinan gerabah.
Perkembangan industri gerabah di Desa Banyumulek berkembang pesat, salah
satunya, karena kehadiran sebuah lembaga pendamping bernama Lombok Pottery
Center Indonesia-New Zealand, dengan programnya Lombok Craft Project. Lembaga
yang didirikan atas inisiatif seniman Selandia Baru ini mulai membina dan membantu
pengrajin gerabah pada tahun 1988. Lembaga yang mendapat suntikan dana dari
Pemerintah Selandia Baru ini tidak hanya membantu para pengrajin dalam
mengembangkan usaha gerabahnya, melainkan juga menfasilitasi terbentuknya
asosiasi pengarajin dan koperasi gerabah, serta jaringan pemasaran ke wilayah-
wilayah Indonesia dan mancanegara.
Lombok Pottery Center sebenarnya tidak hanya membina para pengrajin gerabah di
Desa Banyumulek saja, melainkan juga ikut membantu para pengrajin gerabah desa
lain yang ada di Pulau Lombok, seperti Desa Panunjak (Kabupaten Lombok Tengah)
dan Desa Masbagik (Kabupaten Lombok Timur). Namun, di antara desa-desa ini,
Banyumulek memang lebih terkenal.Setelah berkembang pesat, bersama-sama
583
dengan desa-desa gerabah lainnya, produk kerajinan gerabah Desa Banyumulek
mulai merambah pasar internasional. Tidak kurang dari 28 negara tujuan pasaran
industri gerabah Lombok, seperti Amerika, Italia, Belanda, Selandia Baru, Australia,
Yunani, Polandia, Norwegia, India, dan lainnya. Tahun 2002, nilai ekspor gerabah
Lombok tercatat sekitar 1,116 juta dollar AS.
Dua perempuan Banyumulek Membuat Gerabah
Sumber Foto : http://www.flickr.com/photos/tanenhaus
Untuk pasaran Indonesia, hasil kerajinan Gerabah Banyumulek sebagaian besar
dipasarkan di Bali, yang bersaing ketat dengan gerabah Pleret (Purwakarta/Jawa
Barat) dan Gerabah Kasongan (Yogyakarta).Sedangkan di Luar Negeri, pasaran
gerabah Banyumulek bersaing ketat dengan gerabah Thailand. Namun, di antara
gerabah-gerabah tersebut, gerabah Banyumulek mempunyai keunggulan tersendiri,
yakni kandungan pasir kuarsa yang cukup tinggi, koalin yang bagus, dan juga
dilengkapi dengan sertifikat tidak beracun, sehingga aman sebagai tempat
menyajikan makanan.
Namun, kejayaan industri kerajinan gerabah Banyumulek juga sempat terpuruk.
Peristiwa Bom Bali di Kuta pada tanggal 12 Oktober 2002 menyebabkan pasaran
industri kerajinan gerabah Banyumulek menjadi surut, bahkan lumpuh sama sekali.
Menurut survei yang dilakukan oleh Univeritas Mataram di Kota Lombok
menyebutkan, akibat peristiwa peledakan Bom Bali, penjualan hasil industri yang
berhubungan dengan pariwisata menurun hingga 50 persen, tak terkecuali industri
gerabah Banyumulek. Padahal, sebelum peristiwa ledakan bom tersebut, industri
kerajian Gerabah Banyumulek dan desa-desa gerabah lainnya di Pulau Lombok
menyuplai 75 persen produknya ke Bali, sementara 25 persen lainnya dijual di
Lombok dan untuk keperluan ekspor.
Setelah kondisi pariwisata Bali dan Lombok mulai membaik, kini industri kerajinan
Banyumulek mulai bergeliat dan berkembang pelan-pelan. Untuk mendukung
berkembangnya kerajinan gerabah Banyumulek pasca-ledakan Bom Bali, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Nusa Tenggara Barat mulai
584
merencanakan langkah-langkah, seperti mengikuti pameran hasil kerajinan tangan di
dalam maupun luar negeri dan mendaftarkan hak paten produk gerabah Lombok,
tak terkecuali gerabah Banyumulek.
Berkunjung ke Desa Banyumulek mungkin dapat menjadi alternatif tersendiri bagi
para pecinta hasil kerajinan tangan, khususnya gerabah. Saat memasuki desa,
wisatawan akan disambut sebuah gapura rangka besi bertuliskan “Sentra Industri
Gerabah Banyumulek”. Setelah masuk, di sepanjang jalan desa yang terletak sekitar
14 kilometer bagian selatan Kota Mataram ini (Ibu Kota Nusa Tenggara Barat),
wisatawan segera akan melihat deretan art shop di depan rumah-rumah warga.
Deretan art shop ini menjajakan beraneka kerajinan gerabah seperti selao (gentong),
dumang (anglo), kekete atau sigon (wajan), kemek (periuk), ceret, tong sampah,
guci, dan masih banyak lagi. Selain kerajinan yang bersifat fungsional, seperi periuk
dan gentong, produk kerajinan gerabah Banyumulek juga menyediakan hasil
kerajinan untuk dekorasi ruangan, seperti asbak, vas bunga, patung, mangkuk,
lampu tembok, dan hiasan dinding.
Harga kerajinan gerabah di Banyumulek bervariasi tergantung model gerabah dan
tingkat kesulitan membuatnya, yakni antara Rp 5.000 hingga Rp 500.000. Sebagai
contoh, lampu hias dijual seharga Rp 55.000, ceret atau teko Rp 12.500, pot bunga
Rp 5.000—20.000, tong sampah mewah Rp 40.000, gentong besar Rp 75.000, aneka
guci Rp 50.000, mangkuk buah motif primitif Rp 40.000, satu tea-set motif kulit telur
Rp 60.000, dan berbagai hiasan dinding yang harganya mulai Rp 30.000 hingga Rp
300.000 (Desember 2008).
Selain itu, ada juga gerabah yang dibuat dari kulit telur ayam.Harga gerabah jenis ini
lebih mahal, berkisar antara Rp 200.000—Rp 300.000 per buah.Lainnya adalah
hiasan dinding kaligrafi Arab bertuliskan Allah dan Muhammad yang juga
menggunakan kulit telur, pasir putih, dan kulit kayu, seharga Rp 30.000 per pasang.
Ada juga asbak rokok dalam berbagai bentuk seharga Rp 5.000—10.000 (Desember
2008).
Yang menarik dari kerajinan gerabah Banyumulek adalah cara pembuatannya yang
masih tetap mempertahankan teknik pembakaran tradisional, yakni dengan
menggunakan jerami dan kayu bakar. Teknik pembakaran ini sering dikenal dengan
nama tenunuq lendang atau pembakaran gerabah di tengah kebun. Karena
pembakaran dilakukan secara terbuka (di luar ruangan), teknik ini konon memiliki
keuntungan, yakni gerabah dapat dikeluarkan secara lebih leluasa, untuk diwarnai
atau ditambahi dengan hiasan dan ukiran.Namun, meskipun begitu, gerabah dengan
teknik pembakaran seperti ini biasanya lebih rapuh.
585
Membakar Gerabah
Sumber Foto: http://www.thingsasian.com
Keunikan dan daya tarik lainnya dari hasil kerajinan gerabah Banyumulek adalah
hiasan atau anyaman yang terbuat dari sejenis kayu rotan sebagai penghias gerabah-
gerabah tersebut.Anyam-anyaman ini disebut anyaman Ketak Lombok.Ketak adalah
sejenis pohon mirip rotan yang bisa dipakai untuk membuat anyaman.Selain itu,
gerabah Banyumulek biasanya juga dihiasi dengan pasir putih yang ditempelkan
dengan bentuk dan motif tertentu, sehingga membentuk hiasan yang apik dan
menarik.Jika berminat, wisatawan juga dapat menyaksikan secara langsung
pembuatan gerabah-gerabah cantik tersebut.Perlu diketahui, kebanyakan para
pengrajin gerabah di Banyumulek adalah wanita, terutama ibu-ibu.Mungkin ada
semancam kepercayaan di masyarakat Banyumulek, bahwa wanita bisa lebih teliti
dan detail, sehingga sangat memengaruhi hasil akhir pembuatan gerabah tersebut.
Dari sekian jenis gerabah yang dihasilkan di Banyumulek, ada salah satu model
gerabah yang punya keunikan tersendiri dan tidak ditemui di sentra industri
kerajinan gerabah lain, yakni Kendi Maling.Kendi adalah semacam alat minum
seperti teko yang dibuat dari tanah liat. Kendi Maling ini memang sekilas sama
dengan kendi-kendi lain, yakni sama-sama sebagai tempat untuk minum, namun
kalau diamati lebih jeli, Kendi Maling memiliki perbedaan, yakni adanya lubang di
bagian bawah kendi, tempat untuk mengisi air. Singkatnya, kalau kendi-kendi pada
umumnya diisi air melalui lubang di bagian atas, maka Kendi Maling diisi air melalui
lubang di bagian bawah. Uniknya, jika kendi tersebut diisi air kemudian dibalik dalam
posisi berdiri, maka air tersebut tak akan tumpah.
Konon, nama Kendi Maling sangat terkait dengan cerita yang beredar di masyarakat
Lombok. Cerita itu mengatakan bahwa jika ada maling atau pencuri masuk dan
mencuri di daerah Lombok pasti pencuri itu tidak bisa keluar dari daerah tersebut,
dan akhirnya dapat ditangkap. Mungkin cerita inilah yang menjadi muasal nama
Kendi Maling.
586
Salah satu model Ceret Maling
Sumber Foto: http://www.wisatanet.com
Kalau mencermati secara detail hasil kerajinan gerabah di Banyumulek, wisatawan
dapat melihat ragam hias gerabah di desa ini kebanyakan menggunakan motif
tanaman, yang berbeda dengan ragam hias gerabah desa lainnya di Lombok,
misalnya kerajinan dari Desa Panunjak (Lombok Tengah) dan Desa Masbagik
(Lombok Timur) yang bercirikan motif binatang laut dan motif orang. Motif-motif
pada gerabah di Lombok ini biasanya masih memadukan ciri budaya masyarakat
Sasak dalam hiasan gerabahnya.
Desa Banyumulek berada di Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Nusa
Tenggara Barat, Indonesia.Desa ini terletak sekitar 14 kilometer bagian selatan Kota
Mataram, Ibu Kota Nusa Tenggara Barat.
Akses menuju Desa banyumulek cukup mudah, karena telah ada pelabuhan dan
bandara di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, bagi wisatawan yang berasal dari
luar kota. Apabila bertolak dari Pulau Bali, wisatawan dapat berangkat dengan
menggunakan pesawat terbang dari Bandara Ngurah Rai Denpasar menuju Bandara
Selaparang di Mataram (Ibu Kota NTB), yang hanya memerlukan waktu sekitar 15
menit saja. Selain dari Bali, wisatawan juga dapat menempuh perjalanan udara dari
kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Bali, dan Yogyakarta. Dengan
menggunakan pesawat terbang dari salah satu kota tersebut, wisatawan akan
sampai ke Bandara Selaparang, Mataram. Desa Banyumulek berjarak sekitar 14
kilometer dari Kota Mataram. Dari Kota Mataram, Wisatawan dapat menggunakan
taksi atau kendaraan umum lain menuju Desa Banyumulek dengan waktu tempuh
sekitar satu jam.
Selain dari Bandara Ngurah Rai (Bali), wisatawan juga dapat berangkat dari
Pelabuhan Padang Bay di Bali menggunakan kapal feri menuju Pelabuhan Lembar di
Pulau Lombok. Dalam perjalanan, wisatawan akan dimanjakan dengan panorama
alam yang indah dan juga munculnya ikan lumba-lumba yang saling berkejaran
mengikuti kapal. Perjalanan Padang Bay—Lembar dengan kapal feri memakan waktu
587
sekitar 4 jam. Setelah sampai di Pelabuhan Lembar, wisatawan dapat melanjutkan
perjalanan ke Kota Mataram. Dari Kota Mataram, dapat langsung menuju Desa
Banyumulek.
b. Dusun Sade
Saat berwisata ke Provinsi
Nusa Tenggara Barat (Pulau
Lombok), tak lengkap
rasanya jika Anda belum
menyempatkan diri
berkunjung ke sebuah desa
wisata tradisional di
Kabupaten Lombok Tengah,
yakni Dusun Sade. Dusun
yang mempunyai luas 6
hektar dan berpenduduk
sekitar 700 jiwa ini dikenal
sebagai perkampungan suku
Sasak yang masih
mempertahankan dan
memegang teguh tradisi budayanya. Di kampung ini, para penduduk masih
mempertahankan arsitektur rumah adat menurut kosmologi Gunung Rinjani,
merawat kesenian Gendang Belek, dan meneruskan tradisi menenun kain warisan
nenek moyangnya.
Sebenarnya di Pulau Lombok, selain Dusun Sade (Desa Rambitan, Kecamatan Pujut),
masih ada sejumlah desa tradisional yang masih mempertahankan adat-budaya suku
Sasak, di antaranya Dusun Limbungan, Desa Perigi, Kecamatan Suwela, Lombok
Timur, dan Dusun Segenter, Desa Sukadana, Kecamatan Bayan, Lombok Barat.
Mungkin, dibanding dengan desa-desa tradisional suku Sasak ini, Dusun Sade tak
jauh berbeda, namun Sade lebih familiar di telinga wisatawan, khususnya
mancanegara. Tak Aneh, misalnya, jika dusun ini pada bulan Juni 2008, sebagai
contoh, telah dikunjungi sekitar 582 wisatawan, yakni 381 wisatawan mancanegara
dan 201 wisatawan domestik. Bahkan saat kunjungan wisatawan ramai, warga
Dusun Sade yang terdiri dari 152 Kepala Keluarga (KK) di 7 Rumah Tangga (RT) ini,
banyak menggantungkan hidupnya di sektor pariwisata.
Warga Dusun Sade secara umum bermata pencaharian sebagai petani, pengrajin
tenun kain ikat (khususnya para wanita), menganut agama Islam, serta terkenal
dengan konsep 3 waktu/pokok (wetu telu) yang masih hidup dalam kesadaran
budayanya yakni lahir, tumbuh, dan mati—seperti tercermin dalam konsep
bangunan tangga rumah dan praktik sholat tiga waktu (ajaran Islam wetu telu).
Namun kini, konsep wetu telu, seiring perkembangan zaman telah tergantikan oleh
konsep wetu lima, yang dibawa oleh ajaran agama Islam, sebagai agama mayoritas.
Di antara wilayah yang masih mempertahankan adat-budaya Sasak, Dusun Sade bisa
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
588
dikatakan sebagai sisa-sisa kebudayaan Sasak lama yang mencoba bertahan sejak
zaman Kerajaan Penjanggik di Praya, Lombok Tengah.
Jalan di Dusun Sade
Sumber Foto: Tokyo Tanenhaus
Sebagai salah satu desa tradisional yang merupakan salah satu andalan pariwisata
Pulau Lombok, Dusun Sade memang sengaja diberdayakan dan didorong oleh
pemerintah setempat untuk terus menjaga keaslian bangunan adat, merawat
kesenian tradisonal, serta menjaga warisan tradisi leluhur mereka. Meski televisi,
telepon seluler, dan sepeda motor telah menjadi bagian dari keseharian warga,
pemerintah daerah bekerja sama dengan pemangku adat dan tokoh masyarakat
berusaha dengan gigih mempertahankan konsep arsitektur dan tata ruang desa agar
tetap mempertahankan karakter tradisionalnya. Oleh karenanya, sekitar 152 rumah
yang tersisa tetap dipertahankan, dan tidak diperkenankan membangun rumah baru
di kampung ini, baik bagi warga setempat maupun pendatang, kecuali di dusun-
dusun di sekitar Sade.
Berkunjung ke Dusun Sade sungguh akan menambah pengalaman wisatawan akan
eksotisme sebuah pedesaan alami, lengkap dengan lanskap bangunan adat yang
masih terjaga keasliannya, tradisi, serta kerajinan masyarakat yang diwariskan
secara turun-temurun. Saat pertama memasuki dusun, mata wisatawan akan
langsung disambut oleh deretan rumah unik bernuansa tradisional. Rumah-rumah
tersebut milik penduduk asli Dusun Sade yang memang telah menetap secara turun-
temurun.Oleh penduduk Sade, rumah-rumah ini lazim disebut Bale, dalam bahasa
lokalnya.
Jika diperhatikan menurut pola dan bentuk bangunan, sekitar 152 rumah di dusun
ini relatif mempunyai bentuk sama, alias seragam. Ukuran rumah-rumahnya juga
hampir sama, yakni kira-kira 7 x 5 meter. Yang unik, rumah-rumah ini dibangun
dengan menggunakan bahan-bahan alami sebagai dasar konstruksinya.Lihat saja,
dinding-dinding rumah ini terbuat dari bambu dan atapnya terbuat dari rumbia.Yang
lebih unik lagi, seluruh rumah di dusun ini menghadap Gunung Rinjani, yakni sebuah
589
gunung tertinggi di Pulau Lombok (3.676 m dpal).Arah hadap rumah ke Gunung
Rinjani ini dikarenakan kepercayaan bahwa Gunung Rinjani dianggap sebagai tempat
bersemayamnya roh-roh leluhur.Yang pasti, corak, karakteristik, dan arah hadap
rumah-rumah ini merupakan simbol yang menggambarkan bagaimana warga Sade
berinteraksi dengan lingkungan kosmologisnya, dan dengan serentak memaknai
hidupnya melalui rumah.
Rumah Tradisional Sasak
Sumber Foto: estebano
Jika tertarik, wisatawan juga dapat mencoba memasuki salah satu rumah dan
mengamati detail ruangan-ruangan. Jika telah sampai ke dalam rumah, wisatawan
mungkin akan menanggapinya secara sederhana, bahwa rumah ini adalah rumah
gelap tanpa jendela. Pintunya pun cuma satu, yakni pintu muka, tempat satu-
satunya jalan keluar-masuk orang.Bagi orang Sasak hal ini bermakna bahwa hidup
manusia itu harus punya aturan tunggal, ada yang dijaga dan tak boleh
dilanggar.Yang menarik, hampir semua pintu-pintu rumah di Dusun Sade—atau
bahkan seluruh bangunan rumah di perkampungan tradisonal Sasak lainnya—rata-
rata dibuat rendah, yakni hanya sedada orang dewasa.Jadi bagi siapapun yang ingin
memasuki rumah harus menunduk, terkecuali anak-anak kecil.Mungkin, ini
semacam bentuk penghormatan kepada si empunya rumah.
Lebih masuk lagi, wisatawan akan segera paham bahwa rumah ini terbagi menjadi
dua, yakni bale dalam dan bale luar. Ruangan bale dalam adalah ruang yang lebih
pivat yang dilengkapi amben untuk tidur dan dapur berisi perlengkapan alat-alat
memasak, sedangkan bale luar adalah ruang tamu dengan pintu bergeser. Meski
ruang untuk menerima tamu, bale luar tak menyediakan kursi layaknya rumah-
rumah pada umumnya.Yang menarik, antara bale luar dan bale dalam dihubungkan
oleh anak tangga. Sejarah mencatat, cara beradaptasi orang Sasak terhadap ajaran
Islam dapat dilihat pada jumlah anak tangganya. Dulu, anak tangga penghubung ini
berjumlah tiga, sesuai kepercayaan nenek moyang mereka tentang wetu telu,
dimana hidup manusia termaknai dalam 3 tahapan: lahir, berkembang, dan mati.
Saat Islam masuk, wetu telu juga sering dimaknai waktu sholat yang hanya tiga hari
590
sekali.Inilah yang sering disebut sebagai Islam Wetu Telu, yakni ajaran Islam yang
telah berasimilasi dengan keyakinan Hindu dan animisme nenek moyang orang
Sasak.Namun saat ini, ketika pemahaman Islam sudah mulai terbuka, dua anak
tangga ditambahkan, guna menambah simbol jumlah waktu sholat yang
kurang.Namun untuk menghargai tradisi dan adat, anak tangga keempat dan kelima
tidak serta-merta ditambahkan selepas anak tangga ketiga, melainkan setelah diberi
lantai kecil.
Selain itu, yang mengherankan dan sekaligus unik, ternyata lantai rumah ini adalah
campuran tanah, getah pohon, dan abu jerami yang kemudian diolesi kotoran
kerbau. Mungkin wisatawan akan bertanya-tanya dan mengira kotoran ini akan
menciptakan bau tidak sedap. Namun tidak, sebab rumah tersebut ditinggali jika
kotoran kerbaunya telah mengering.Warga di dusun ini menganggap kotoran kerbau
sangat berguna untuk menghindari kelembaman tanah. Selain rumah, di Dusun Sade
ternyata masih ada bangunan-bangunan lain yang juga tak kalah menariknya, antara
lain lumbung tempat menyimpan padi dan kandang (bare) ternak. Konon, bentuk
lumbung padi inilah yang dijadikan simbol bangunan tradisional Lombok. Hampir
seluruh bangunan dan gedung-gedung besar milik pemerintah, atap depannya selalu
dibentuk menyerupai lumbung padi ini.Tak hanya itu, di dusun ini masih ada lagi
bangunan yang menjadi bangunan khas masyarakat Sasak.Bangunan itu dalam
bahasa lokal lazim disebut berugak.Berugak adalah sebuah bangunan panggung
yang disangga oleh empat tiang (berugak sekepet) atau enam tiang (berugak
sekenem).Berugak bentuknya sangat familiar, yakni tanpa dinding, tiangnya dari
bambu, dan atapnya dari alang-alang—mirip pondok petani di tengah sawah.Di
tempat inilah, para warga, baik wanita, lelaki dewasa, maupun anak-anak, biasa
berkumpul (begibung), berbincang-bincang, serta bersantai selepas bekerja.
Dusun Sade memang penuh dengan citra tradisonal.Selain menyuguhkan bangunan-
bangunan tradisional kepada wisatawan, Sade juga menawarkan keunikan lain, yakni
hasil kerajinan tenun ikat.Para wanita di dusun ini adalah pelaku utama kerajinan ini,
mereka tekun menenun dengan menggunakan alat sederhana dan tradisional
sehingga menghasilkan kain yang indah. Bahan-bahan membuat kain tenun biasanya
didapat di lingkungan sekitar dan kemudian diracik sendiri melalui proses yang
lumayan lama sehingga menghasilkan sebuah kain tenun. Menurut cerita, dulu kaum
perempuan di desa ini bekerja mulai dari mencari kapas yang tumbuh liar di kebun-
kebun, memintalnya menjadi benang, dan kemudian menenunnya menjadi kain.
Proses membentuk kapas menjadi benang ternyata lumayan lama, yakni kapas yang
telah dipetik dijemur hingga kering, lalu dihaluskan dengan sebuah alat, dibentuk
dengan cara menggulung menjadi benang, dan selanjutnya diberi pewarna alami
dari tumbuhan. Untuk membuat selembar kain sarung, misalnya, dibutuhkan
berpuluh-puluh gulungan benang dan proses menenun yang lama, yakni sekitar satu
bulan. Sayangnya, saat ini tumbuhan kapas jarang ada.Namun, sekarang sudah ada
penjual yang menjajakan benang yang telah jadi di pasar terdekat.Jadi, proses
menenun pun bisa dipercepat.Kain tenun di Dusun Sade mempunyai motif
591
bermacam-macam, seperti gambar rumah, bintang, dan manusia atau gambar
abstrak.
Selain tenun, warga dusun ini juga menghasilkan beragam kerajinan aksesoris dan
suvenir seperti gelang, kalung, gantungan kunci, dan lain-lain.Akasesori-aksesori ini
rata-rata bermotif cecak, hewan yang dianggap sebagai simbol keberuntungan.Baik
kain tenun maupun aksesori seperti gelang, kalung, dan gantungan kunci biasanya
dijajakan pada etalase kios yang sebagian menyatu dengan rumah warga.Di kios-kios
inilah wisatawan dapat membeli cenderahati untuk oleh-oleh keluarga maupun
sanak saudara.
Wanita Sade sedang memintal benang
Sumber Foto: Vincent Wautelet
Jika beruntung, yakni kunjungannya bertepatan dengan upacara pernikahan salah
satu warga, wisatawan juga bisa menyaksikan ritual nikah yang relatif masih
mempertahankan adat-istiadatnya.Di acara ini gendang belek ditabuh bertalu-talu,
saat mempelai pria-wanita diarak warga menuju tempat penyelenggaraan
pesta.Gendang belek adalah gendang tradisional khas Lombok yang ukurannya lebih
besar daripada gendang pada umumnya.Dulu, dalam adat pernikahan masyarakat
Sasak dikenal istilah merarik yang berarti kawin lari.Kawin lari konon dianggap
sebagai sebuah perkawinan yang berharga, karena mempelai lelaki dianggap
mempunyai keberanian dalam memperjuangkan cintanya. Pada Tahun 1970-an
merarik masih banyak dijalankan oleh masyarakat Lombok, namun kini perkawinan
yang dimulai dengan melarikan mempelai wanita sudah jarang, atau malah
(mungkin) sudah tidak ada lagi. Yang masih tersisa, khusus di Dusun Sade, adalah
dalam acara perkawinannya dibutuhkan adat yang rumit, mahar, dan upacara-
upacara dengan biaya yang mahal.Sekali acara, puluhan gram emas dan beberapa
kerbau dipersembahkan.Oleh karenanya, jarang ada lelaki luar Sade menikahi gadis
asli kampung.Akibatnya, pernikahan yang terjadi di dusun ini adalah pernikahan
antar saudara.
592
Sekiranya sudah cukup puas mengunjungi Dusun Sade, pengunjung juga dapat
melanjutkan perjalanan wisatanya ke Pantai Kuta di pulau Lombok.Perlu diingat,
ternyata di Pulau Lombok juga terdapat Pantai Kuta, yang berbeda dengan Pantai
Kuta di Bali.Jaraknya cukup dekat, yakni sekitar tujuh kilometer dari Dusun
Sade.Selain itu, banyak yang bilang jika berkunjung ke Lombok Tengah kurang
mantap jika tak menyaksikan Festival Bau Nyale yang diselenggarakan tiap bulan
akhir Februari hingga Maret.Urutannya dimulai dari mengunjungi Dusun Sade,
Pantai Kuta, terus ke Tanjung Aan, kemudian menikmati Festival Bau Nyale.
Dusun Sade terletak di Desa Rambitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok
Tengah, Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
Menuju Dusun Sade cukup mudah, karena dusun ini hanya berjarak 70 kilometer
dari Kota Mataram. Di Kota ini terdapat Bandara Selaparang dan beberapa
pelabuhan yang menyebar di Pulau Lombok, seperti Pelabuhan Lembar, Pelabuhan
Labuhan Haji, Pelabuhan Tanjung Luar dan Pelabuhan Lombok. Jika wisatawan
bertolak dari Pulau Bali, wisatawan dapat berangkat dengan menggunakan pesawat
terbang dari Bandara Ngurah Rai Denpasar menuju Bandara Selaparang di Mataram
(Ibu Kota NTB), yang hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit saja. Selain dari Bali,
wisatawan juga dapat menempuh perjalanan udara dari kota-kota besar di
Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Bali, dan Yogyakarta. Dengan menggunakan
pesawat terbang dari salah satu kota tersebut, wisatawan akan sampai ke Bandara
Selaparang, Mataram. Dari Kota Mataram (Terminal Mandalika), wisatawan
langsung dapat menuju Praya (Ibu Kota Kabupaten Lombok Tengah) dengan
menggunakan transportasi umum. Setelah sampai di Praya, Pengunjung bisa
menyewa mobil atau menggunakan jasa ojek menuju Dusun Sade, yang hanya butuh
waktu sekitar setengah jam.
Selain jalur udara, wisatawan juga dapat menempuh jalur laut, yakni berangkat dari
Pelabuhan Padang Bay di Bali dengan menggunakan kapal feri menuju Pelabuhan
Lembar di Pulau Lombok. Dalam perjalanan, wisatawan akan dimanjakan dengan
panorama alam yang indah dan juga munculnya ikan lumba-lumba yang saling
berkejaran mengikuti kapal. Perjalanan Padang Bay—Lembar dengan kapal feri
memakan waktu sekitar 4 jam. Setelah sampai di Pelabuhan Lembar, wisatawan
dapat melanjutkan perjalanan ke Kota Mataram. Dari Kota Mataram, dapat langsung
menuju Dusun Sade.