173' psi 1° -...
Transcript of 173' psi 1° -...
173' psi 1°
KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PENDERITA HIV/AIDS DALAM MENGGUNAKAN OBAT
ARV
Oleh:
BACHTIAR SUGIARTO 9919016098
FAKUL TAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2004
KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PENDERITA HIV/AIDS DALAM
MENGGUNAKAN OBAT ARV
Skripsi
Diqiukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenu!ti
Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Pembimbing I
Oleh
BACHTIAR SUGIARTO
Nll'.1: 9919016098
Di Bawah Bimbingan
~fa77_~~u2
Pembimbing II
~ Ors. Sofiandy Zakaria, M.Psi.T Dra. Fivi Nurwianti, M.Si
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatl!Hah
Jakarta
1425 H/ 2004 M
Pengesahan Panitia Ujian
Skripsi yang berjudul KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PENDERITA HIV/AIDS DALAM MENGGUNAKAN OBAT ARV telah diujikan
dalam Sidang Munaqayah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tanggal 9 September 2004. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas
Psikologi.
Jakarta, 9 September 2004
Sidang Munaqasyah
Ketua mer 9gkap anggota
Ora. e artati M. Si ah M. Psi NIP.~ 0215938 38773
Anggota
Penguji I Penguji II
Dra\:~.s; Ors. Sofiandy Zakaria, M. Psi.T NIP. 150215283
Pembimbing I Pembimbing II
~~ Ors. Sofiandy Zakaria, M. Psi.T urwianti, M. Si
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah atas rahmat Allah SWT, yang telah memberikan
kesabaran, kekuatan, keyakinan, kesehatan dan rasa optimisme sehingga
penulis dapat meyelesaikan skripsi ini, meski prosesnya tak semudah dari
apa yang diperkirakan sebelumnya.
Shalawat dan salam kepada Baginda Rasulullah SAW, keluarga dan para
sahabatnya yang telah memberi warna dan cahaya dalam Islam sebagai
agama yang di Ridhoi-Nya.
Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan mencapai
gelar Sarjana Psikologi, selama penyusunan hingga selesainya skripsi ini
tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Peneliti selaku penulis merasa tidaklah mudah untuk menyajikan sebuah
skripsi sebab sebagaimana yang penulis alami pada saat ini, penyusunan ini
banyak menemui kendala-kendala yang penulis hadapi.
Terlepas dari semua itu, penulis sadar bahwa tiada gading yang tak retak,
masih banyak kekurangan-kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karna itu
penulis mengharapkan sekali khususnya kepada pembimbing memberikan
saran-saran dan kritik yang dapat menunjang atas kelancarari tugas sebagai
penulis skripsi ini dan ucapan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi, lbu. Ora. Hj. Netty Hartati, M. Si beserta Staf
Dekanat dan Staf Tata Usaha Fakultas Psikologi yang telah membantu
penulis dalam proses akademik.
2. Dasen Pembimbing I. Bapak Ors. Sofiandy Zakaria, M.Psi.T, dan dosen
pembimbing II lbu Ora. Fivi Nurwianti , M. Si atas arahan, saran dan
bimbingannya yang tutus kepada penulis selama proses pembuatan
skripsi berlangsung.
3. Pihak YPI yang telah membantu proses perizinan dan mba juju, serta
I rekan -rekan yang bersedia untuk diwawancarai.
4. Ayahanda dan Bunda tercinta atas doa dan dukungannya kepada penulis
secara moril maupun materil. Semoga Allah mencintai kita semua dan
segenap pengorbanan selama ini menjadi amal shaleh kelak.
5. Kakakku Mas Pray yang sangat baik disaat kesulitan dan adik
perempuanku Prima Setiana Dewi . Be the best for your life.
6. Teman - teman angkatan 99 semoga tali ukhuwah diantara kita tetap
terjaga.
7. Iqbal, lpul, Nabil, Ila, Novi, Bowo, Ari, dan temen - temen kelas lainnya.
Terima kasih atas semua inspirasi dan kebersamaan selama ini.
8. Adik - adik, semoga apa yang kita harapkan pada "dunia psikologi" ini
dapat tercapai. Terima kasih atas bantuannya selama ini kepada Dwi,
saat pelajaran statistik dan PSP dan juga saat hunting subjek penelitian.
Serta berbagai pihak yang telah membantu proses penelitian hingga dapat
menjadi sebuah karya tulis; dan dapat bermanfaat bagi mahasiswa
khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Jakarta, 30 Agustus 2004
Penulis
DAFTAR ISi
Kata Pengantar
Daftar lsi
Daftar Tabel
Daftar Grafik
BAB I
BAB II I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Pembatasan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Sistematika Penulisan
TINJAUAN TEORI
A. Konflik
1. Pengertian Konflik
2. Tipe-tipe Konflik
B. Pengambilan Keputusan
1. Pengertian Pengambilan Keputusan
2. Strategi Pengambilan Keputusan
3. Tahap - tahap Pengambilan Keputusan
C. HIV/AIDS
1. Pengertian HIV/AIDS
Halaman
iii
iv
v
1
16
17
18
20
20
22
32
32
3<!
36
39
39
BAB Ill
BABIV
2. Fase-fase perjalanan virus sampai dengan
tahap AIDS
3. Pendemi AIDS
4. Orang Dengan HIV/AIDS
5. VCT (Voluntary Counseling and Testing) dan
Tes HIV/AIDS
D. Obat HIV/AIDS (ARV:Anti Retroviral)
E. Konflik dan Pengambilan Keputusan Penderita
HIV/AIDS untuk mulai menggunakan Obat ARV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
B. Teknik Pengumpulan Data
C. lnstrumen Pengumpulan Data
D. Analisis Data
E. Tahapan Penelitian
HASIL PENELITIAN
A.
B.
Gambaran Umum subjek
Penyajian dan Analisis Data
1. Kasus Fraz
2. Kasus Adi
3. Kasus Yos
C. Perbandingan antar kasus
1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
44
46
48
51
55
67
70
72
76
76
78
80
83
83
101
122
136
136
BABV
Daftar Pustaka
Lampiran
2. Gambaran Pengalaman Subjek Dalam
Memutuskan Menggunakan ARV
3. Dinamika Konflik dan Pengambilan Keputusan
140
untuk mulai menggunakan Obat ARV 141
PENUTUP
A. Kesimpulan 148
B. Diskusi 151
C. Saran 153
Daftar Gambar dan Tabel
1. Gambar kasus Franz
2. Gambar kasus Adi
3. Gambaran Kasus Yos
4. Tabel IV.1 Tabel latar belakang umum subjek
100
121
135
82
136
5. Tabel IV.2 Pengalaman subjek untuk menggunakan ARV 139
6. Tabel IV.3 Tabel Konflik Approach - Avoidance 142
7. Tabel IV.4 Tabel Pengambilan Keputusan: Tahapan -tahapan
dan Strategy 144
ABSTRAKSI A) Fakultas Psikologi B) September 2004
C) Bachtiar Sugiarto D) Konflik dan Pengambilan Keputusan Penderita HIV/AIDS Dalam
Menggunakan Obat ARV E) xi + 158 + lampiran F) Hidup dengan kondisi terinfeksi HIV adalah tidak mudah. Kondisi ini
bertambah berat bila orang yang telah terinfeksi menjadi parah atau harus menggunakan obat ARV. Obat ARV dapat mencegah efek buruk dari virus HIVyaitu kematian, namun demikian obat ini memiliki keterbatasan -keterbatasan. Obat ini memiliki efek positif sekaligus efek negatif. Hal inilah yag mendorong peneliti untuk mencari jawaban atas pertanyaan penelitian yang diajukan yaitu : 1. Bagaimanakah proses konflik terjadi pada penderita HIV/AIDS dalam
pengambilan keputusan untuk memulai menggunakan obat ARV? 2. Mengapa sebagian penderita HIV/AIDS memutuskan untuk mulai
mengkonsumsi ARV padahal cukup banyak prosedur, efek samping dan resiko yang harus diterima?
Penelitian in menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu dengan studi kasus. Subjek dalam penelitian in berjumlah tiga orang, terdiri dari dua orang yang telah menggunakan ARV dan satu orang yang belum menggunakan ARV. Penelitian ini menggunakan dua macam instrumen penelitian yaitu pedoman wawancara dan pedoman observasi. Dalam menganalisis data-data yang diperoleh peneliti menggunakan analisis pendekatan kualitatif.
Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa alasan subjek menggunakan ARV adalah faktor kondisi yang telah mendesak dan agar terhindar dari resiko terburuk yaitu kematian. Sementara subjek yang belum menggunakan ARV adalah karena belum disarankan dokter dan meyakini serta telah menjalani pengobatan altematif selain ARV. Setelah subjek terinfeksi menimbulkan efek sosial, ekonomi dan psikologis pada diri subjek. Setelah subjek disarankan atau diharuskan menggunakan ARV, subjek mengalami konflik karena kondisi dilematis. Subjek ingin hidup panjang tanpa ARV tapi dalam analisis dokter kecil kemungkinannya, sedangkan biila menggunakan ARV artinya siap dengan konsekuensi -konsekuensinya. Konflik ini dijelaskan berdasarkan teori Kurt Lewin yaitu konflik Appoarch-Avoidance atau mendekat - menjauh. Konflik ini menghadapkan subjek pada valensi positif dan negatif dalam memutuskan menggunakan ARV. Pengambilan Keputusan berjalan seiring dengan
proses berlangsungnya konflik. Ada lima tahap pengambilan keputusan yang dilakukan yaitu : penilaian masalah, survey alternatif pilihan, menimbang seluruh alternatif, membuat komitmen, dan penerimaan umpan balik. Pengambilan Keputusan untuk menggunakan ARV cenderung menggunakan wish strategy. Seseorang yang menggunakan wish strategy akan memilih altematif pilihan yang dapat membawa ada hasil yang paling diinginkan tanpa memperdulikan resiko yang nantinya diterima. Dua subjek memilih menggunakan ARV dan satu subjek tidak untuk mengatasi masalah atau mencapai keinginan. Subjek yang menggunakan ARV tidak menyesal atas keputusannya bahkan bersyukur dengan kondisi kesehatannya sekarang. Di masa datang ke dua subjek ini akan terus menggunakan ARV dan membantu teman-temannya yang telah disarankan menggunakan ARV untuk mendapatkan ARV seperti mereka. Subjek lain yang belum menggunakan ARV menemukan cara lain selain ARV, ia senang dengan kondisi sekarang dan berharap kondisinya tidak berubah bahkan bertambah baik. Di masa datang ia akan terus dengan pengobatan alternatif seperi sholat tahajud, ruqyah, dzikir dan obat-obatan tradisional
G) 8-ahan bacaan : 29 ( 1964 - 2004)
A. Latar Belakang
BABI
PENDAHULUAN
Era globalisasi telah datang, itulah anggapan bagi banyak orang. Pada
kenyataannya bahkan sejak beberapa tahun lalu sebenarnya Indonesia telah
masuk ke dalam era globalisasi, hal ini bisa dicontohkan dengan Indonesia
sejak lama telah menggunakan tenaga kerja asing, produk-produk asing,
jasa-jasa asing dan budaya asing telah banyak mempengaruhi sebagian
masyarakat Indonesia. Selain itu telah banyak perusahaan - perusahaan
asing berdiri di Indonesia sejak lama. Era Globalisasi terutam_a globalisasi
informasi merupakan era keterbukaan segala macam bentuk akses hasil akal
budi manusia seperti teknologi, informasi, pendidikan, budaya, barang -
barang dan jasa-jasa. Globalisasi menyebabkan keseragaman antar bangsa,
sesuatu yang dianggap maju atau berguna akan diikuti atau ditiru oleh
bangsa lain.
Di era globalisasi ini segala yang bermunculan di belahan bumi manapun
dapat sangat singkat kita ketahui. Dunia tidak lagi terlihat jauh dan terpisah.
Di era ini kita seperti keluarga besar yang dapat dengan cepat mengetahui
keadaan anggota keluarga lainnya. Dalam era globalisasi, jarak bukan
menjadi kendala lagi, karena produk teknologi dapat mengantarkan kita
kemanapun dan dapat memberikan informasi apapun yang kita inginkan
dalam waktu singkat.
lnformasi terkini tentang penyakit yang kian berkembang salah satunya
adalah penyakii AIDS dan penelitian ini berkenaan dengan penyakit AIDS
namun dari segi psikologis. Sejak lama kita telah mendengar tentang
informasi penyakit AIDS yang menjangkit negara lain dan belum ada di
Indonesia. Namun sekarang kita merasa penyakit ini sangat dekat berada di
2
sekeliling kita, bahkan AIDS merupakan ancaman yang sangat mungkin telah \.
masuk ke dalam rumah kita.
Seiring berkembangnya dunia pengobatan, semakin banyak ditemukan pula
jenis- jenis penyakit atau jenis - jenis virus baru. Dahulu orang tidak
mengenal AIDS, flu burung, penyakit Lupus dan penyakit sapi gila. Sekarang
penyakit ini sangat dikenal masyarakat di negara manapun dan telah menjadi
masalah dunia. Wabah penyakit dapat menembus batas- batas negara
seiring dengan mobilisasi makhluk seperti manusia, hewan dan tumbuh-
tumbuhan sebagai agen penularan. Cukup banyak penyakit yang pada jaman
dahulu sangat mematikan namun kini telah ditemukan obatnya seperti TBC,
cacar, malaria, radang paru-paru dan sebagainya.
3
Dalam pandangan agama manusia diciptakan untuk diuji kesabaran dan
ketaatan kepada Allah AWT. Ujian pada manusia bermacam - macam, salah
satunya melalui penyakit yang dideritanya. Ujian ini untuk menilai tingkat
kesabaran dan keikhlasan kepada Allah SWT. Seperti dalam hadis
disebutkan:"Dan sesungguhnya bila Allah SWT mencintai suatu kaum,
dicobanya dengan berbagai cobaan. Siapa yang ridha menerimanya maka
dia akan menerima keridlaan Allah, dan barangsiapa yang murka {tidak
ridha), dia akan memperoleh kemurkaan Allah. {H.R. lbnu Majah dan
Tarmidzi) dan dalam al Quran dijelaskan," Berilah khabar gembira kepada
orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah
mereka mengucapkan:" sesungguhnya kami milik Allah,dan kepadanya-Nya
kami kembali". {Q.S. Al Baqarah 155-156)
Salah satu hikmah diturunkan penyakit pada diri seseorang adalah untuk
mengurangi dosa-dosa yang telah ia lakukan dan agar kembali ingat kepada
Allah. Hal ini seperti dijelaskan dalam hadis, 'Tidak ada suatu musibah yang
menimpa seorang mukmin walaupun hanya tertusuk duri bahkan lebih dari
itu, kecuall Allah tingkatkan derajatnya dan dihapuskan
dosanya".{H.R.Muslim). Setiap penyakit yang diturunkan Allah pasti disertai
obatnya, banyaknya orang menderita penyakit dan tidak kunjung sembuh
dikarenakan belum menemukan obatnya dan Allah belum mengangkat
penyakit yang ada didalam tubuh. Seperti dijelaskan dalam hadis,
4
"Berobatlah kamu, karena Allah Ta'ala tidak mendatangkan penyakit
melainkan telah mendatangkan pula obatnya. Hanya satu penyakit yang tidak
ada obatnya, yakni tua". (H.R.Ahmad) dan hadis,"Bagi tiap-tiap penyakit ada
obatnya, maka kalau bertemu penyakit dengan obatnya sembuhlah ia
dengan izin Allah". (H.R. Muslim)
Permasalahan berkembangnya suatu wabah penyakit di suatu negara dapat
mempengaruhi ketidakstabilan negara lain baik itu dalam hal ekonomi
maupun sosial politik. Hal ini menarik untuk dikaji artinya kita tidak bisa diam
I saja melihat fenomena berkembangnya suatu penyakit atau virus pada suatu
negara tertentu karena dalam waktu sangat dekat penyakit atau virus
tersebut akan ada di negara kita. Globalisasi seharusnya menyebabkan kita
peduli dengan kondisi negara lain.
Salah satu hal yang sangat menarik adalah perkembangan penyakit
HIV/AIDS yang merupakan penyakit yang paling ditakuti penyebarannya.
Laju penyebaran HIV/AIDS sejalan dengan globalisasi, dengan mudahnya ia
masuk kesuatu negara dan berkembangbiak berlipat - lipat dalam tubuh
manusia. Virus HIV/AIDS ini jika telah masuk kedalam tubuh manusia maka
selamanya tubuh itu tak akan lepas dari virus tersebut dan hampir semua
orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS berujung pada kematian yang
mengenaskan.
5
Cara kerja virus HIV/AIDS adalah dengan memakan sel darah putih
inangnya(manusia) dimana sel darah putih ini berfungsi sebagai zat anti bodi
pelindung tubuh dari benda benda asing yang masuk kedalam tubuh seperti
virus, bakteri dan penyebab penyakit lainnya. Se! darah putih akan melawan
dengan membunuh benda- benda asing tersebut sehingga organ vital pada
diri manusia terlindungi. Tentu bisa dibayangkan bila orang tanpa memiliki sel
darah putih tentu benda - benda asing (virus, kuman - kuman, bakteri) akan
merajalela merusak tubuh.
Sampai saat ini pendemi AIDS global tidak menunjukkan tanda - tanda
mereda, 5 juta orang terinfeksi HIV di seluruh dunia dan 3 juta Jainnya telah
meninggal dan ini merupakan angka tertinggi selama ini. Angka ini
dilaporkan dalam "AIDS Epidemic Update 2003", laporan yang lebih
mendalam pada global HIV/AIDS Epidemic oleh Joint United Programme on
HIV/AIDS (UNA/OS) dan World Health Organitation (WHO) dalam hari AIDS
sedunia baru-baru ini tanggal 1 Desember.(Support, 2003:34).
Menurut laporan terbaru, diperkirakan 40 (antara 34 dan 46) juta orang hidup
dengan HIV diseluruh dunia, termasuk 2,5 (antara 2, 1 dan 2,9) juta anak
anak dibawah umur 15 tahun. Secara global, diperkirakan 5 (4,2- 5,8) juta
orang baru terinfeksi dan 3 (2,5 - 3,5) juta orang meninggal karena AIDS di
tahun 2003. Negara Afrika, daerah yang paling rentan dari seluruh dunia
6
terhitung lebih 3 juta orang terinfeksi baru dan telah terjadi 2,3 juta kematian
karena AIDS. Setiap hari di tahun 2003 diperkirakan 14 ribu orang terinfeksi
oleh HIV. Lebih dari 95 % dari mereka berada dalam negara berpenghasilan
rendah dan menengah. (Support , 2003: 34).
Pendataan perkembangan AIDS di Indonesia yang belum begitu jelas ini
dikarenakan lokasi penyebaran yang sangat luas dan banyaknya kasus yang
tidak melapor. Atau kasus penderita HIV baru diketahui setelah penderita
mau dirawat karena gejala HIV/AIDS sudah demikian tampak namun dapat
diperkirakan saat ini terdapat 130.000 Odha di seluruh Indonesia (meskipun
jumlah yang dilaporkan hanya 3.492 Odha hingga September 2003.(Support,
2003).
Seiring jumlah penderita HIV/AIDS yang bertambah dengan pesatnya, telah
ditemukan obat HIV/AIDS yang disebut obat ARV (Antiretroviral). ARV adalah
obat yang berfungsi menghambat replikasi (penggandaan diri) HIV.
Terapi (ART) dengan mengkombinasikan beberapa obat ARV bertujuan
untuk mengurangi viral load uumlah virus dalam darah) agar menjadi sangat
renda~ atau dibawah tingkat yang dapat terdeteksi untuk jangka waktu yang
lama. (Depkes RI, 2003)
8
Mulai menggunakan ARV bukanlah hal yang mudah karena Obat ARV tidak
dijual bebas dan harus dengan izin dokter khusus dan bimbingan konselor.
Namun dalam dunia medis pengobatan terbaik dan termaju untuk menangani
virus HIV/AIDS adalah dengan terapi obat ARV ini. Di negara maju umumnya
telah menggunakan obat ARV untuk mengobati HIV/AIDS. Walaupun
demikian, pengobatan seperti vitamin - vitamin tertentu dan juga pengobatan
tradisional baik itu berupa ramu-ramuan, terapi pijat, akupuntur, tenaga
dalam dan segala bentuk cara pengobatan diluar standar medis tetap bisa
menjadikan pilihan bagi beberapa penderita terutama penderita yang tidak
memiliki biaya yang cukup atau yang tidak memiliki akses untuk
mendapatkan obat ini. Tidak sedikitjuga orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS
pasrah dengan nasibnya sehingga ia enggan berobat apalagi mereka
mengetahui cepat atau lambat mereka akan meninggal juga .
Pengambilan k9putusan untuk mulai menggunakan ARV harus didiskusikan
dengan beberapa pihak antara lain pihak dokter, konselor atau pendamping,
dan pihak keluarga. Pengambilan keputusan tidak dapat langsung diputuskan
karena harus mendengarkan beberapa pendapat dari pihak tersebut, selain
itu juga banyak hal- hal yang dipertimbangkan seperti besarnya biaya, efek
samping dari penggunaan obat ARV yang terus menerus. Pengambilan
keputusan mulai menggunakan ARV juga harus mempertimbangkan
keterbatasan yang dimiliki dari obat ARV tersebut seperti ARV tidak mampu
9
memberantas virus, jenis HIV yang resisten sering muncul terutama jika
kepatuhan pasien pada terapi tidak hampir sempuma (95 % atau lebih).
Kegagalan lebih mungkin terjadi pada tahap penyakit yang sudah lanjut.
Kepatuhan pada terapi jangka panjang adalah sulit; semakin lama kepatuhan
cenderung semakin menurun. Selain itu penularan HIV melalui perilaku yang
beresiko dapat terus terjadi dan efek samping jangka pendek sering terjadi.
(Depkes RI, 2003)
Penggunaan ARV atau terapi antiretroviral di negara maju menyebabkan
penurunan drastis morbiditas dan mortalitas akibat AIDS serta menimbulkan
pemulihan kembali sistem kekebalan tubuh. Peningkatan jumlah CD4 rata
rata 100 - 200 pada tahun pertama. Pasien dengan kemajuan seperti ini
dapat menghentikan profilaksis primer atau sekunder unruk beberapa infeksi
oportunistik.(Depkes RI , 2003).
Ada beberapa perbedaan antara negara kita dengan negara maju mengenai
akses obat ARV ini. Di negara maju produksi ARV telah sangat masa1 dan
harganya terjangkau sehingga akses terhadap obat ini mudah. Selain itu
sistem penanganan di rumah sakit telah terbangun dengan baik serta
partisipasi masyarakat sangat positif baik itu dalam hal upaya pencegahan
maupun kepedulian dalam berbagai bentuk terhadap penderita HIV/AIDS. Of
negara maju terkenal dengan budaya disiplin dan kunci dari keberhasilan
10
terapi ARV adalah disiplin diri dalam masa terapi yang berlanjut terus
menerus seumur hidup. Sementara di negara kita baru pada tanggal 8
Desember 2003 obat ARV dapat di produksi sendiri yaitu oleh PT. Kimia
Farma. Obat ini semakin mudah didapat dan dengan harga yang lebih
terjangkau yaitu berkisar Rp.400.000 - Rp.600.000 untuk konsumsi sebulan.
Sebelumnya, sejak tahun 2001 Odha membeli obat ARV generik import dari
India seharga Rp. 650.000, melalui Pokdisus AIDS FKUl/RSCM Jakarta.
Beberapa tahun sebelumnya hanya sedikit Odha yang mampu membeli ARV
jenis paten karena harganya luar biasa mahal yaitu, 4 - 6 juta rupiah per
bulan. (Support, 2003). Namun demikian obat ARV masih berpusat di kota -
kota besar saja dan penanganan terapi harus dilakukan di rumah sakit besar
di kota atau klinik - klinik yang fokus untuk menangani kasus HIV/AIDS.
Dalam hal harga obat dan biaya terapi masih dirasakan sangat mahal bagi".
sebagian besar penderita HIV/AIDS di Indonesia apalagi bila ditambah
dengan biaya untuk obat - obatan penyakit oportunistik. Biasanya
pengobatan untuk penyakit - penyakit lainlah yang menyebabkan biaya
pengobatan behambah mahal.
Ketika seseorang diharuskan untuk mengikuti terapi ARV mungkin yang
pertama kali terlintas adalah mahalnya harga, sulitnya mendapatkan obat
tersebut karena keterbatasan tempat-tempat yang menyediakannya dan
11
ditambah lagi besamya biaya pengobatan untuk infeksi oportunistik dari HIV
dan juga efek samping dari ARV. ARV ini sebagai obat penekan jumlah virus
dalam tubuh jLlga mempunyai efek samping yang berbeda bagi setiap
individu penggunaanya seperti muntah-muntah, gatal-gatal dan sebagainya.
Untuk itu penggunaan ARV harus benar-benar dikontrol baik oleh pihak
keluarga maupun dokter, maka penggunaan obat ARV harus benar- benar
dari resep dokter dan tidak bisa menggunakan fotocopy resep hal ini karena
kerasnya efek samping obat ARV. (Support, 2003)
Pengguna obat ARV tidak hanya berdomisili di Jakarta saja atau di kota
besar saja, tapi juga di luar Jakarta atau di pedesaan. Penderita HIV/AIDS
yang berasal dari luar Jakarta karena keterbatasan tenaga medis harus
menebus resep ke dokter yang ada di Jakarta atau dokter yang ada di kota
besar. Kesemuanya itu selain memakan biaya yang besar juga check up
untuk terapi ARV harus terus menerus dan harus di bawah pengawasan
dokter yang ahli dalam bidang HIV/AIDS.
Terdeteksinya seseorang terinfeksi HIV/AIDS menimbulkan konflik yang
sangat besar dalam diri penderita bahkan sampai pada keadaan konflik
memilih antara terus menjalankan hidup ini atau berakhir disini saja (putus
asa yang dapat berujung pada tindakan bunuh diri). Hampir semua orang
yang terdeteksi pada awalnya menolak dan tidak percaya atas nasib yang
mereka alami. Seakan - akan Tuhan telah berlaku tidak adil pada diri
mereka.Sering timbul pemberontakan dalam diri penderita HIV/AIDS seperti
mengasingkan diri, menutup diri dari pergaulan, tidak mau makan, tidak lagi
menjalankan usaha atau pekerjaan karena stress atas nasib yang
menimpanya .
Setelah penderita HIV/AIDS berusaha menerima dirinya kembali, timbul
12
upaya untuk menjalani pengobatan walau mereka tahu bahwa penyakit yang
mereka terima secara medis belum ada obatnya. Obat tercanggih saat ini
hanya berfungsi memperfambat perkembangan virus. Bagi sebagian
penderita HIV/AIDS lainnya meyakini bahwa segala penyakit pasti ada
obatnya dan mereka berusaha terus mencari obat atau orang yang memiliki
kemampuan mengobati.
Pengobatan dengan terapi ARV memiliki resiko mulai dari ringan hingga
berat, namun tidak menggunakan ARV pun penuh resiko, mencari cara
pengobatan lain yang belum jelas hasil risetnya atau pembuktiannya juga
jauh beresiko. Bahkan menjadi kekonyolan apalagi penderita HIV/AIDS tidak
berobat sama sekali, tidak berbuat apa-apa itu bisa dikatakan pasrah pada
nasib dan membiarkan tubuh berjuang sendiri dengan anti bodinya yang
pada kenyataannya antibodi tersebut habis sedikit demi sedikit dimakan oleh I
virus HIV.
Pilihan menjalankan terapi ARV ini biasanya akan menimbulkan konflik.
Penderita HIV Positif harus terus mengkonsumsi ARV seumur hidup, terus
mengeluarkan biaya tidak hanya untuk obat ARV namun juga untuk tenaga
konselor, tenaga dokter dan pengobatan efek samping dari obat ARV dan
infeksi oportunistik akibat virus HIV. Proses pengobatan yang sepanjang I
13
hayat dapat menambah rasa bersalah kepada banyak pihak terutama kepada
keluarga karena harus terus menyiapkan dana untuk pengobatan seumur
hidup. Hal ini sangat terasa pada keluarga yang kurang mampu ataupun
keluarga ekonomi menengah.
Selain itu yang menjadi pertimbangan lagi adalah ketatnya proses terapi.
Terapi ini memerlukan tingkat kepatuhan yang tinggi, obat harus terus
diminum pada jangka waktu tertentu dan itu dilakukan seumur hidup.
Penderita HIV Positif harus terus berada dibawah bimbingan konselor dan
dokter artinya ia harus terus melapor secara berjangka. Kegiatan pelaporan
ini baik itu ke dokter atau ke konselor bisa menjadi rutinitas yang bisa saja
membosankan. Melihat tingginya resiko yang harus dipikul maka dalam
memulai terapi ARV sangat diperlukan dukungan dari keluarga dan
umumnya faktor keluarga merupakan faktor terbesar bagi penderita HIV
Positif untuk mau bangkit dan berdamai dengan penyakitnya dan berusaha
hidup positif serta produktif mengisi " sisa-sisa " hidupnya. Alangkah
disayangkan bila keluarga tidak mendukung pengobatan atau bahkan ketika
anggota keluarga terdeteksi HIV Positif sudah tidak menghiraukan karena
alasan aib keluarga, membuat malu dan sebagainya.
14
Melihat besarnya manfaat dari obat ARV namun harus menerima
konsekuensi yang harus dipikul membuat penderita HIV/AIDS berada dalam
situasi konflik. Sangat mungkin konflik seputar penggunaan ARV akan terus
muncul sepanjang hidup karena konsumsi ARV terus menerus menyebabkan
masalah - masalah yang tidak sedikit seperti masalah ekonomi, masalah
kedisiplinan atau kebosanan dalam menjalankan terapi, masalah kelangkaan
keters·ediaan obat ARV di Indonesia, masalah resistensi virus dan masalah
penyakit oportunistik serta penyakit -penyakit lainnya. Manfaat dan
konsekuensi dari penggunaan ARV menyebabkan kondisi dilematis bagi
penderita HIV/AIDS. Kebutuhan ARV harus dibayar mahal dengan
konsekuensi - konsekuensi yang harus ditanggung oleh penderita HIV/AIDS.
Problem pada masing - masing subjek sangat mungkin berbeda-beda karena
latar belakang kondisi yang berbeda - beda. Misalkan saja penderita
HIV/AIDS di negara maju seperti di Amerika Serikat mungkin tidak begitu
mempermasalahkan ketersediaan obat ARV karena produksi ARV disana
sangat melimpah dan dari segi ekonomi dana untuk terapi ARV sangat
terbantu dengan intervensi pemerintah atau bahkan pemerintah memberikan
jaminan keuangan bagi penderita HIV/AIDS bila dana tersebut memang
dalam rangka pengobatan dan menunjang kelangsungan kehidupan
penderita HIV/AIDS.
Kondisi penderita HIV/AIDS di Indonesia tentu sangat menarik karena
perbedaan serta keunikan latar belakang baik itu ekonomi, budaya, karakter
dan kebijakan - kebijakan pemerintah yang ada. Begitu banyaknya
permasalahan seputar terapi ARV menyebabkan peneliti tertarik meneliti hal
ini, yaitu mengenai bagaimana penderita HIV/AIDS mengatasi konflik dan I
mengambil keputusan untuk memulai menggunakan ARV sebagai pilihan
terapi untuk menemaninya sepanjang hidup.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
1. Perumusan Masalah
Berdasar latar balakang tersebut di atas, perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses konflik terjadi pada penderita HIV/AIDS dalam
pengambilan keputusan untuk memulai menggunakan obat ARV? Untuk
menjawabnya pembahasan akan diarahkan untuk memahami dinamika
konflik dan pengambilan keputusan yang mengantarkan mereka pada
pilihan mau mengkonsumsi ARV pada waktu yang telah ditentukan.
15
16
2. Mengapa sebagian penderita HIV/AIDS memutuskan untuk mulai
mengkonsumsi ARV padahal cukup banyak prosedur, efek samping dan
resiko yang harus diterima? Untuk menjawab pertanyaan ini,
pembahasan akan diarahkan untuk menemukan faktor- faktor yang
menyebabkan mereka melakukan tindakan tersebut.
2. Pembatasan Masalah
Agar jelas arah penelitian ini, maka peneliti memberikan batasan pada
masalah yang akan diteliti yaitu:
1. Konfiik yang dimaksud di sini adalah suatu keadaan dalam lapangan
kehidupan seseorang ketika ada daya - daya yang saling bertentangan
arah, tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama. Konflik itu terjadi
ketika seseorang berada dibawah tekanan untuk merespon daya - daya
tersebut secara simultan.
2. Pengambilan keputusan yang dimaksud disini adalah pemilihan salah satu
diantara sejumlah alternatif pilihan dan memikul tanggung jawab atas
keputusannya itu. Dalam batasan ini, unsur pemilihan dan tanggung
jawab mendapat penekanan. Jika individu yang bersangkutan tidak
sampai terlibat dalam memikul tanggung jawab tersebut, maka ia tidak
ikut atau tidak perlu menanggung konsekuensi dari keputusannya , maka
dengan kata lain ia tidak tergolongkan sebagai pengambil keputusan.
17
3. AIDS yang dimaksud disini adalah sekumpulan gejala penyakit atau
sindrom yang disebabkan retrovirus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh dan penderita HIV/AIDS disini adalah orang yang telah terinfeksi
HIV/AIDS positif melalui pengetesan laboratorium dan sekarang berada
pada tahap HIV positif.
4. ARV yang dimaksud disini adalah terapi obat - obatan retroviral (ART) .
ARV ini berupa obat-obatan penghambat replikasi (penggandaan diri)
virus HIV/AIDS sehingga jumlah virus HIV/AIDS dapat ditekan hingga
tidak terdeteksi dalam darah. namun demikian obat ini tidak dapat
membunuh virus HIV/AIDS secara total, virus masih tetap ada dan sangat
mungkin berkembang biak bila terjadi resistensi terhadap obat ARV ini. I
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian.
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui :
1. Dinamika Konflik dan proses pengambilan keputusan penderita HIV
Positif untuk mulai mengkonsumsi ARV.
2. Faktor - faktor yang menyebabkan penderita HIV Positif memutuskan
untuk mulai mengkonsumsi obat ARV.
2. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang
cukup mendalam mengenai sikap seorang penderita HIV Positif dalam
mengambil keputusan dilematis atas kehadiran obat ARV yang dapat
meningkatkan kualitas hidupnya namun memiliki efek dan resiko yang harus
siap dihadapi. Sedangkan dari segi praktis penelitian ini diharapkan
bermanfaat bagi praktisi bidang penanganan orang dengan HIV/AIDS
seperti konselor HIV/AIDS pada instansi negeri, swasta maupun LSM - LSM
atau kita - kita sebagai individu yang peduli kepada peningkatan kualitas
hidup penderita HIV Positif. Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai
referensi untuk memahami kasus dalam konseling yang berkenaan dengan
pasien atau klien yang terkena HIV/AIDS. Penelitian ini diharapkan juga
dapat berguna bagi penentu kebijakan dan pihak terkait dalam memberikan
masukan tentang kondisi yang terjadi sebenarnya seputar penyediaan ARV
dan respon penderita HIV/AIDS terhadap ARV ini.
D. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri atas lima bab, yaitu:
Bab I Pendahuluan yang meliputi : latar belakang masalah; perumusahan
dan pembatasan masalah; tujuan dan manfat penelitian, serta sistematika
penulisan.
18
Bab II Tinjauan teori yang meliputi : konflik; pengertian konflik; tipe konflik
pengambilan keputusan; definisi pengambilan keputusan; strategi
pengambilan keputusan; tahap-tahap pengambilan keputusan; HIV/AIDS;
pengertian HIV/AIDS; fase-fase AIDS; pendemi AIDS; ODHA; VCT; obat
ARV; konflik dan pengambilan keputusan penderita HIV/AIDS untuk mulai
menggunakan obat ARV
19
BAB Ill. Metodologi Penelitian yang meliputi: subjek penelitian; teknik
pengumpulan data; instrumen pengumpulan data; analisis data; dan tahapan
penelitian.
Bab IV Hasil penelitian, penyajian dan analisis data dan perbandingan antar
kasus.
Bab V Bab ini menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi dan
saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini,
yaitu teori-teori konflik, pengambilan keputusan, obat AIDS (ARV), dinamika
konflik dan pengambilan keputusan pada penderita HIV/AIDS untuk mulai
menggunakan obat ARV.
A. Konflik
1. Pengertian Konflik
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori konflik yang dikembangkan
oleh Kurt Lewin. Teori Konflik Kurt Lewin dianggap lebih tepat dan lengkap
untuk menjelaskan dan menjabarkan konflik internal yang terjadi pada
individu dalam hal ini penderita HIV/AIDS. Ada beragam definisi - definisi
konflik dalam disiplin ilmu psikologi dan salah satu yang cukup populer
adalah definisi yang dikembangkan oleh Kurt Lewin. Dijelaskan olehnya
bahwa konflik adalah keadaan daya-daya yang saling bertentangan arah
tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama. (Atkinson, 1964).
Dalam Ensiklopedi Psikologi dijelaskan, bahwa konfik adalah suatu keadaan
individu yang dihadapkan kepada dua atau lebih tujuan (pilihan) dan individu
harus memilih satu atau beberapa pilihan tersebut. Lazarus (1976)
menjelaskan bahwa konflik dapat timbul sebagai akibat adanya kebutuhan
internal atau motif yang saling bertentangan, tuntutan eksternal yang tidak
sesuai, dan adanya pertentangan kebutuhan internal dengan tuntutan
eksternal. Ada dua kategori konflik, yang pertama bersifat internal dan yang
kedua bersifat interpersonal. Konflik internal menunjukkan adanya
pertentangan dalam individu yang disebabkan adanya dua tuntutan yang
saling bertentangan dalam pencapaiannya. Sementara konflik interpersonal
terjadi bila ada benturan antara tujuan yang ingin dicapai seseorang dengan
tujuan yang ingin dicapai oleh orang lain. (Myers, 1986)
21
Para ahli psikologi merumuskan konflik terjadi ketika seseorang berada di
bawah tekanan untuk merespons daya-daya secara simultan. Dalam ilmu
Psikologi biasanya digolongkan menurut positif atau negatif nilai-nilai pada
pilihan yang efektif (Atwater, 1983). Dalam situasi konflik yang terjadi akibat
daya-daya yang bertegangan inilah seseorang mengarahkan pilihan sebagai
solusi konflik bagi dirinya terlepas dari pendapat orang lain apakah tetap atau
tidak tapi konflikjyang diselesaikan menunjukan nilai-nilai dan kualitas diri
dalam mengatasi konflik. Lewin menambahkan bahwa konflik terjadi pada
lapangan kehidupan seseorang. Lapangan kehidupan seseorang terdiri dari
orang itu sendiri (person) dan lingkungan psikologisnya (psychological
environment) yang ada padanya pada suatu saat tertentu. (Sarlito Wirawan,
2000). Dengan demikian dapat dibuat batasan bahwa pengertian konflik
adalah suatu ke.adaan dalam lapangan kehidupan seseorang karena ada I
daya-daya yang saling bertentangan arah tetapi dalam kadar kekuatan yang
kira-kira sama akibat adanya dorongan internal dan tuntutan eksternal yang
22
berbeda. Konflik itu sendiri terjadi ketika seseorang berada di bawah tekanan
untuk merespon daya-daya tersebut secara simulatan.
2. Tipe - Tipe Konflik
Lewin mendefinisikan konflik sebagai suatu keadaan dimana ada daya -
daya yang saling bertentangan arah, tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-
kira sama. Berdasarkan jenis daya yang terfibat di dalamnya, konflik dibagi
menjadi beberapa tipe. Tipe - tipe tersebut adalah:1. Konflik antara daya-
daya yang menimbulkan pergerakan, 2. Konflik antara daya yang
menimbulkan pergerakan dan daya yang menghambat, dan 3. Konflik antara
daya yang berasal dari kebutuhan sendiri dan daya yang berasal dari orang
lain. Ketiga tipe konflik ini akan diutarakan satu persatu. (Atkinson, 1964)
1) Konflik antara Daya-daya yang menimbulkan Pergerakan (Conflict
between Two or More Driving Forces)
Konflik tipe pertama ini adalah konflik antara dua atau lebih driving forces
(daya yang mendorong). Dalam hal ini, seseorang berada diantara dua
23
valensi positif atau negatif yang masing - masing terpisahkan satu sama lain.
Pada tipe pertama ini, dapat terjadi empat kemungkinan situasi konflik, yaitu:
a. Konflik mendekat-mendekat (appoarch-approach conflict)
Dalam konflik ini, seseorang (P) berada diantara dua valensi positif
yang sama kuat. Contohnya, seorang penderita HIV/AIDS harus
memilih antara pergi dengan teman-temannya sesama penderita
HIV/AIDS ke psikolog yang dapat memberikan motivasi hidup atau
pergi menonton acara pagelaran budaya karya - karya penderita
HIV/AIDS. Konflik terjadi jika daya menuju pergi ke psikolog sama
kuatnya dengan daya menuju ke pagelaran budaya karya penderita
HIV/AIDS. Kekuatan salah satu daya akan meningkat jik.a valensi
wilayah yang dituju menguat dan jarak psikologis menuju wilayah itu
berkurang. Jika hal tersebut te~adi, maka konflik ini terselesaikan.
Dalam perilaku nyata, penyelesaian konflik di atas berlangsung dalam dua
bentuk, pertama: konflik diselesaikan dengan memuaskan/memenuhi tujuan
di satu wilayah terlebih dahulu baru kemudian ke wilayah Jain. Kedua, konflik
diselesaikan dengan memilih salah satu wilayah dan meninggalkan wilayah
yang lain. Dibandingkan dengan tipe konflik lainnya, konflik seperti ini
biasanya tidak berlangsung Jama dan mudah untuk dipecahkan .
24
b. Konflik menjauh-menjauh (avoidance -avoidance conflict)
Dalam konflik ini, P berada di antara dua valensi negatif yang sama
kuat. Pada kasus penderita HIV/AIDS sangat mungkin sering terjadi.
P berada diantara 2 valensi negatif. P akan bertambah parah jika tidak
mengkon.sumsi obat-obatan yang mahal. Daya - daya dalam lapangan I
kehidupan P berupaya untuk tidak sakit parah dan tidak
mengkonsumsi obat-obatan. Namun jika P mengikuti daya pertama
yaitu berusaha tidak bertambah parah maka daya tersebut akan
berbenturan dengan daya kedua yang menghindari mengkonsumsi
obat-obat yang mahal. Demikian pula sebaliknya.
Dengan demikian P berada dalam konflik antara berusaha tidak parah
penyakitnya (dengan konsekuensi mengkonsumsi obat-obatan yang mahal)
atau tidak mengkonsumsi obat-obatan (dengan konsekuensi penyakitnya
bertambah parah). Konflik ini bisa bertahan lama jika ia tetap berada di
tengah-tengah antara mengerjakan tugas dan menghindari hukuman.
Keadaan semacam ini disebut keadaan keseimbangan yang semu (quasi
state of equilibrium). Dua bentuk perilaku dapat muncul sebagai akibat dari
keadaan ini. Bentuk pertama adalah kebimbangan perilaku dan pemikiran.
Artinya ada inkonsistensi pada apa yang dilakukan dan dipikirkan P ; P
terombang - ambing antara melakukan satu hal dengan hal yang lain.
Kebimbangan terjadi karena kuatnya daya suatu wilayah akan meningkatkan
25
begitu P bergerak mendekatinya. Ketika P mendekati salah satu wilayah
yang bervalensi negatif, P akan merasakan adanya peningkatan daya tolak
dan akibatnya ia bergerak menghindari wilayah itu, namun ketika ini
dilakukan, secara bersamaan P justru mendekati wilayah kedua yang juga
bervalensi negatif. Sebagai akibatnya, ia akan mengalami hal yang sama. Hal
ini membuat konflik menjadi stabil.
Kemungkinan bentuk kedua adalah tindakan meninggalkan wi!ayah
terjadinya konflik (leaving the field). Dalam kondisi ini, jumlah daya yang
dihasilkan justru menggerakkan P ke arah yang secara simultan
meninggalkan dua wilayah bervalensi negatif tersebut. Secara teoritis,
seseorang dapat menyelesaikan konflik menjauh-menjauh dengan cara
seperti ini. Namun seringkali tindakan ini justru memiliki konsekuensi yang
lebih buruk dari alternatif yang sudah ada. Terakhir dapat disebutkan bahwa
tindakan "leaving the field" menggambarkan keadaan di mana seseorang lari
dari kenyataan (night from reality) dan sering menjadi ciri dari perilaku orang
orang yang terperangkap dalam konflik pelik semacam ini.
Banyak keadaan emosi yang intens dibangkitkan oleh konflik menjauh
menjauh. Jika kedua wilayah yang bervalensi negatif memproduksi rasa takut
dan bersifat mengancam, seseorang dapat terperangkap diantara keduanya
dan mengalami ketakutan. atau sebaliknya, ia mungkin menjadi marah dan
benci terhadap situasi yang memerangkapnya.
c. Konflik mendekat - menjauh (approach - avoidance conflict)
26
Dalam konflik ini P menghadapi valensi positif dan negatif yang sama,
contohnya seorang penderita HIV/AIDS (P) bekerja di sebuah salon,
sebagian daya mengarahkan P untuk bekerja di salon itu dengan giat
bahkan lembur namun daya lain menghambat P karena P tidak boleh
kerja terlalu berat, P harus menjaga kondisi tubuhnya agar tidak
terkena penyakit menular lainnya. P akan bekerja keras dan bila letih
atau sudah terasa lelah ia berhenti dan setelah beberapa waktu ia
bekerja keras lagi, ia akan mencoba bekerja terus dan kemudian
istirahat, hal ini membentuk keseimbangan (equilibrium) dan
menyebabkan konflik mendekat - menjauh menjadi konflik yang stabil.
Konflik in~ merupakan konflik yang paling sulit untuk dipecahkan
penyebabnya, orang yang bersangkutan tertarik sekaligus menghindar
dari suatu wilayah yang sama karena wilayah tersebut bervalensi
positif, P mendekatnya tetapi begitu didekati, valensi negatif yang ada
diwilayah itu menjadi lebih kuat. Jika pada satu titik ketika mendekati
wilayah itu valensi negatif menjadi lebih kuat dari valensi positif, P
akan berhenti mencapai wilayah tersebut, karena wilayah yang
menjadi tujuan tidak dapat tercapai, P bisa mengalami frustasi.
27
Seperti halnya konflik menjauh - menjauh, kebimbangan juga kerapkali
terjadi pada konflik mendekat-menjauh, artinya seseorang yang berada
dalam konflik akan berupaya mencapai wilayah yang dituju sampai saat
valensi negatifnya menjadi lebih kuat dan ia mundur. Namun demikian, sering
kali pada valensi negatif yang ada tidak cukup kuat untuk menolak upaya
mendekati wilayah tersebut. Dalam ha! ini orang tersebut dapat kewilayah
yang dituju, tetapi dengan lebih lambat dan ragu - ragu bila dibandingkan
wilayah tersebut tidak beNalensi negatif.
Perlu ditambahkan, bahwa ketika wilayah dituju akhirnya bisa dicapai,
kemungkinan frustasi tetap ada, bahkan pada beberapa waktu setelah tujuan
itu tercapai orang tersebut mungkin masih merasa tidak nyaman. Karena
valensi negatif yang ditetapkan telah ada kuat di wilayah itu baik seseorang
mengalami frustasi karena ia mencapai tujuan dengan lambat maupun
karena tidak mencapai tujuan sama sekali. Reaksi emosional seperti takut,
marah, dan benci, biasanya menyertai konflik mendekat - menjauh.
Sebelum masuk pada penjelasan tentang konflik mendekat-menjauh ganda,
perlu diperhatikan catatan Lewin berikut ini. Konflik menjauh-menjauh dan
mendekat - menjauh yang telah dijelaskan di atas, hanya dapat terjadi kalau
batas-batas (barrier) dalam kondisi kokoh pada lapangan kehidupan
sehingga tidak ada daya yang bisa keluar dari wilayah-wilayah terjadi konflik.
28
Misalkan pada penderita HIV/AIDS yang bekerja keras untuk mendapatkan
uang namun dilarang untuk terlalu berlebih-lebihan dalam bekerja. Konflik
mendekat -menjauh terjadi sangat jelas bila batas - batas (banier) yang
kokoh pada lapangan kehidupannya seperti tidak ada lagi dana bantuan lain,
tidak ada kawan yang dapat membantu, sistem sosial yang tidak
mempermasalahkan seperti misalnya pelarangan bekerja bagi penderita
HIV/AIDS di tempat publik. Kestabilan sebetulnya akan lebih cepat
terpecahkan jika ada situasi-situasi yang berubah seperti tunjangan negara -
negara atau jaminan pengobatan bagi penderita HIV/AIDS. Dengan
demikian, kestabilan konflik sebetulnya akan lebih cepat terpecahkan jika
terjadi beberapa perubahan situasi. Pertama, jika batas tidak kuat dan ada
wilayah lain yang bervalensi positif, maka daya akan berpindah ke wilayah I
yang terakhir ini. Terjadilah substitusi dan konflik pun berakhir. Kedua, salah
satu daya berkembang menjadi lebih dominan, sehingga pergerakan
(lokomosi) pun terjadi mengikuti arah daya tersebut.
d. Konflik mendekat - menjauh ganda (multiple approach - avoidance
conflict)
Konflik mendekat - menjauh ganda mengindikasikan seseorang yang
berada di antara dua wilayah, yang masing - masing memiliki valensi
positif dan negatif sekaligus. P menghadapi valensi positif dan negatif
pada satu jurusan dan menghadapi pula valensi positif dan negatif
pada jurusan yang lain. Banyak keputusan - keputusan yang besar
dalam hidup yang melibatkan konflik semacam ini. Sebagai contoh
seorang penderita HIV/AIDS memilih terapi ARV untuk kelangsungan I
kehidupannya. Penggunaan ARV ini memiliki valensi positif baginya
29
karena memberikan stabilitas dan rasa aman, karena ia mendapatkan
obat tercanggih untuk menangani AIDS, disamping ia juga tidak
mempermasalahkan dana. Dilain pihak, penggunaan obat ARV
bervalensi negatif karena dengan begitu ia harus menghentikan terapi
alternatif yang sangat disukainya dan cukup berkhasiat. Karena
memiliki keinginan untuk hidup lebih berkualitas dan sehat , ia tertarik
menggunakan obat ARV tetapi juga ia tidak ingin pengobatan
alternatifnya dihentikan karena sejauh ini cukup ada perubahan walau
tidak terlalu besar.
Menurut Atwater, setiap pilihan wilayah dalam konflik ini mengandung
konsekuensi positif dan negatif. Akibatnya, pengambilan keputusan menjadi
lebih sukar. Dampak buruk yang paling sering terjadi dari konflik ini adalah :
kebimbangan diantara alternatif - alternatif yang ada tanpa pernah mencapai
keputusan, memutuskan dengan terburu - buru tanpa dasar yang rasional;
atau membiarkan orang lain membuatkan keputusan untuk kita. (Atwater,
1983)
30
2) Konflik antara Daya yang Menggerakan dan Daya yang Menghambat
(Conflict between Driving Forces and Restraining Forces)
Tipe konflik yang kedua adalah konflik antara driving forces (daya yang
menggerakan) dan restraining forces (daya yang menghambat). Konflik ini
berbeda dengan konflik mendekat - menjauh yang telah dijelaskan
sebelumnya. Pada konflik mendekat - menjauh, dan konflik - konflik lainnya
yang berada dalam tipe pertama, semua daya yang terlibat merupakan
driving forces. Telah dijelaskan, driving forces adalah daya yang
mengarahkan pergerakan atau lokomosi ke wilayah tertentu. Sedangkan
restraining force.s adalah batas - batas (barrier) fisik atau sosial yang dapat I
menghambat pergerakan. Artinya, daya ini sama sekali tidak mengarahkan
pergerakan, namun berpengaruh terhadap driving forces.
Kadangkala, seseorang (P) terhalang oleh batas - batas (barrier) tertentu
dari upayanya untuk mendekati suatu goal bervalensi positif atau untuk
menghindari wilayah bervalensi negatif. Dalam situasi seperti ini, P akan
berulang kali mencoba mengitari dan kemudian melintasi barrier tersebut,
dengan kata lain "bernegosiasi", untuk mencapai (valensi positif) atau
meninggalkan (valensi negatif) wilayah yang bersangkutan. Jika upaya itu
gaga!, barrier itu sendiri lama kelamaan akan bervalensi negatif. Upaya P
untuk mendekati barrier cendrung makin berkurang dan perlahan - lahan ia
akan meninggalkan wilayah itu (leaving the field). la mungkin akan kembali
dan mencoba kembali, tetapi jika tetap saja gagal, ia akan secara permanen
meninggalkan wilayah tersebut. Lewin menambahkan, gagalnya negosiasi
untuk keluar dari barrier wilayah bervalensi negatif sering menghasilkan
keadaan ketegangan emosional yang tinggi. (Sarlito Wirawan,2000).
3) Konflik antara Daya yang Berasal dari Kebutuhan Sendiri dan Daya
yang Berasal dari Orang Lain (Conflict between Own Need Forces
and Induced Forces)
31
Tipe konflik pertama dan kedua di atas biasanya merupakan pertentangan
antara dua daya yang berasal dari kebutuhan orang yang bersangkutan
(forces corresponding to a person's own needs) atau dua daya yang berasal
dari orang lain (induced forces). Adapun tipe konflik yang ketiga, merupakan
pertentangan antara sebuah daya yang bersifat own need forces dan sebuah
daya lain yang bersifat induced forced. Sebagai contoh, keinginan seorang
anak/penderita HIV/AIDS (P) bertentangan dengan harapan orang tuanya
(0). Orang tua (0) memiliki kekuasaan yang lebih besar, oleh karenanya O
dapat menciptakan induced driving/restraining forces yang sesuai dengan
kehendak 0 sendiri. Si anak/penderita HIV/AIDS (P) dapat berupaya
melawan atau meruntuhkan kekuasaan orang tuanya, setidaknya di dalam
area konflik tersebut. Namun jika upaya ini gagal, P mungkin akan
mengarahkan agresivitasnya pada orang atau obyek lain. Atau mungkin juga,
P akan berhenti melawan karena kekuatan 0 terlalu besar.
32
Konflik pada akhirnya menghadapkan seseorang pada situasi untuk memilih.
Dalam situasi itulah, pengambilan keputusan diperlukan. Pengambilan
keputusan merupakan bagian dari penyelesaian masalah yang merupakan
suatu tindakan memilih dari lebih satu alternatif kemungkinan pllihan. Jika
kadar konflik yang dialami makin meninggi, seorang penderita HIV Positif
akan dihadapkan pada beberapa pilihan. Secara umum penderita HIV Positif
memiliki dua pilihan pada kasus pemakaian ARV. Pertama, mengkonsumsi
ARV dan kedua tidak mengkonsumsi ARV. Disinilah harus mengambil
keputusan, dengan pertimbangan bahwa hal itu adalah bagian dari upaya
penyelesaian masalahnya.
B. Pengambilan Keputusan
1. Pengertian P·1engambilan Keputusan
Beberapa ahli memberikan batasan mengenai pengambilan keputusan
(decision making). Di antaranya adalah :
1) Pengambilan keputusan adalah sejenis pemecahan masalah yang
menimbulkan beberapa alternatif pilihan, yang mengharuskan kita
untuk memilih diantara beberapa pilihan.
2) Pengambilan keputusan adalah bagian dari pemecahan masalah.
Disini, memilih alternatif tertentu adalah dengan memberikan
33
seseorang pada tindakan yang mengharuskan untuk memilih.(David L
Watson, 1984).
3) Pengambilan keputusan adalah proses yang berkembang pada
pemecahan masalah. Pengambilan keputusan dapat dilihat sebagai
tindakan untuk memilih di antara alternatif pilihan masalah. (Clifford
T.Morgan dkk, 1986).
Batasan - batasan di atas memperlihatkan bahwa pengambilan keputusan
merupakan suatu proses atau bagian dari pemecahan masalah. Secara
umum, masalah adalah setiap konflik atau pertentangan antara satu situasi
dengan situasi lain yang ingin dicapai yaitu yang menjadi goal atau tujuan
oleh seseorang atau sekelompok orang. Dengan demikian, proses yang
dilakukan dalam pemecahan masalah bersifat terarah pada tujuan dan
didorong oleh kebutuhan untuk mengurangi kesenjangan antara satu hal
dengan yang lain. (Morgan, 1986)
Keputusan yang diambil beraneka ragam. Tapi ada tanda- tanda umumnya:
1). keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual; 2). keputusan
selalu rnelibatkan pilihan dari berbagai alternatif; 3). keputusan selalu
melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan
atau dilupakan. (Jalaluddin Rakhmat, 1998).
2. Strategi Pengambilan Keputusan
Atwater mengklasifikasikan strategi pengambilan keputusan berdasarkan
unsur resiko yang terlibat di dalamnya:
1) Wish Strategy. Memilih altematif pilihan yang dapat membawa pada
hasil yang paling diinginkan, tanpa memperhatikan resiko.
2) Escape Strategy. Memilih alternatif pilihan yang paling tinggi
kecenderungannya untuk dapat terhindar dari hasil yang buruk.
3) Safe Strategy. Memilih alternatif pilihan yang paling tinggi
kecenderungannya untuk mencapai keberhasilan.
34
4) Combination Strategy. Memilih alternatif pilihan yang tepat.
Mengkombinasikan kemungkinan untuk memperoleh hasil. Yang
paling diinginkan (high desireability) dengan probabilitas peluang
tertinggi (high probability). (Atwater, 1984)
Dapat dikatakan pengambilan keputusan seseorang ditentukan oleh strategi
yang digunakannya untuk mengambil keputusan. Setiap orang melakukan
strategi pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Tiap orang pun memiliki
kemampuan yanig berbeda-beda dalam mengambil keputusan terhadap
berbagai sitasi yang dihadapi. Oleh karena itu, walaupun strategi
pengambilan keputusan tampaknya dapat diklasifikasikan oleh para ahli,
strategi pengambilan keputusan lebih bersifat unik. (Atwater, 1984).
35
Atwater mengingatkan bahwa tujuan pengambilan keputusan adalah untuk
memperoleh h~1sil yang diinginkan dan menghindari hasil yang tidak
diinginkan. Dalam pengertian ini, " baik " atau " buruk" nya suatu keputusan
tergantung pada individu yang bersangkutan dan situasi yang dihadapi.
Gambaran pola pengambilan keputusan seseorang lebih merupakan
kombinasi unik dari strategi - strategi yang dilakukannya. Penelitian ini
berusaha menggali gambaran pengambilan keputusan secara individual,
dengan metode yang memungkinkan tergalinya keunikan individual. (Atwater,
1984)
Kadangkala seseorang melakukan strategi yang sama pada waktu, situasi,
atau lingkungan yang berbeda. Namun demikian strategi pengambilan
keputusan dapat berubah-ubah. Seseorang dapat melakukan strategi yang
berbeda-beda dalam berbagai situasi atau situasi yang sama di waktu yang
berbeda. Maka dapat dikatakan bahwa pola pengambilan keputusan
seseorang bersifat dinamis. Oleh karena itu, selain berusaha mendapatkan
gambaran pengambilan keputusan, penelitian ini juga berusaha
mendapatkan gambaran dinamika pengambilan keputusan masing-masing
respond en
36
3. Tahapan Pengambilan keputusan
Para ahli umumnya mengartikan pengambilan keputusan sebagai cara
memecahkan masalah dengan memilih alternatif terbaik dari sejumlah
alternatif yang ada (Du Brin, 1983: Morgan, King dan Robinson, 1984).
Adapun proses pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: (Du Buin.
1980)
a. Tahap input.
Pada tahap ini individu menemukan atau diberi suatu persoalan.berpangkal
dari persoalan tersebut, diketahui adanya satu atau beberapa keputusan
yang harus diambil.
b. Tahap throughput (decision making stages).
Pada tahap ini masalah sudah dikenali, kemudian berlangsung rangkaian
proses pengambilan keputusan yang saling tumpang tindih, yaitu
menjernihkan persoalan menemukan berbagai alternatif-alternatif tersebut,
mengambil keputusan, mengevaluasi hasilnya.
c. Tahap out put.
Dari konflik keputusan yang diambil, subjek merasakan konsentrasinya
berupa hasil yang optimal, memuaskan, atau kurang memuaskan .
Janis dan Mann seperti dikutip dalam Atwater, merumuskan adanya lima
tahap pengambilan keputusan yang kerap dilakukan dalam membuat
keputusan - kePjutusan sulit. Rumusan tahap ini mencakup keputusan -
keputusan yang diambil mulai dalam masalah penyakit beresiko kematian
37
hingga keadaan darurat nasional. Lima tahap tersebut adalah (Atwater,
1983) :
1) Menilai masalah. Meliputi pengenalan terhadap masalah, tujuan dari
penyelesaian dan menjaga agar tidak terjadi asumsi yang salah atau
oversimplifikasi terhadap masalah yang kompleks. Pertanyaan kunci: I
"Resiko apakah yang mungkin timbul jika tidak berbuat apa - apa atau
jika tidak melakukan perubahan?"
2) MelihaUsurvey alternatif - alternatif pilihan yang ada. Hal yang paling
dibutuhkan dalam tahap ini adalah sikap keterbukaan dan fleksibilitas
dengan perhatian untuk mengumpulkan informasi mengenai seluruh
kemungkinan altenatif, baik yang telihat nyata maupun tidak.
Pertanyaan kunci: "Apakah seluruh alternatif yang ada telah
dipertimbangkan ?"
3) Menimbang alternatif. Seluruh pilihan dievaluasi berdasarkan
konsekuensi dan kemungkinan untuk dilakukan. Mengenai
konsekuensi, yang terutama dilihat adalah kemungkinan manfaat dan
pengorbanan yang harus diterima. Pertanyaan kunci : " Alternatif
manakah yang terbaik ?"
4) Membuat komitmen. Penumpukan ketegangan karena
mempertimbangkan banyaknya altenatif hanya bisa diselesaikan
dengan membuat komitmen. Namun demikian, masih ada
kemungkinan bahaya untuk bertindak secara impulsif dalam
mengambil keputusan. Pertanyaaan kunci :" Kapankah saya dapat
mengimplementasikan alternatif terbaik yang telah diambil dan
membiarkan orang lain tahu keputusan saya ? "
38
5) Menerima umpan balik meskipun negatif. Setiap keputusan
mengandung resiko. Oleh karena itu, adalah penting untuk tidak
bereaksi berlebihan terhadap kritik atau kekecewaan yang mungkin
timbul. Reaksi tersebut memang dapat terjadi dalam berbagai bentuk,
misalnya dengan berubah pikiran atau sebaliknya membenarkan
pikiran sendiri atau mengabaikan kritik-kritik yang bermanfaat.
Pertanyaan kunci : "Apakah resiko yang ada demikian seriusnya jika
saya tidak berubah ? Apakah resiko itu menjadi lebih serius jika saya
tidak berubah ? "
Disamping tahapan - tahapan di atas Janis dan Mann mengeniukakan 7
kriteria untuk menguji efektifitas pengambilan keputusan :
1) Secara menyeluruh melihat alternatif tindakan yang mungkin dilakukan
2) Mempertimbangkan seluruh tujuan yang akan dicapai dan nilai - nilai
yang terkandung dalam setiap pemilihan
3) Secara hati - hati menimbang kerugian yang akan dihadapi,
memperkirakan resiko -resiko yang belum pasti, baik konsekuensi
positif maupun negatif
4) Secara intensif mencari informasi baru yang relevan untuk. evaluasi
lanjut
39
5) Membuka diri memperhitungkan informasi baru walaupun informasi itu
tidak mendukung pilihan yang disukainya
6) Menilai kembali konsekuensi positif dan negatif setiap pilihan termasuk
pilihan yang semula tidak diterima sebelum mengambil keputusan
akhir
7) Membuar langkah - langkah tindakan dan rencana yang terperinci
dengan mempertimbangkan kemungkinan tindakan antisipatif. (Janis &
Mann,1979)
C. HIV/ AIDS
1. Pengertian HIV/AIDS
Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk golongan virus RNA yaitu virus
yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik. Virus
HIV pertama kali ditemukan pada Januari 1983 oleh Luc Montaigner di
Prancis pada seorang pasien limfadenopati, Oleh karena itu kemudian
dinamakan LAV (Lumph Adenopathy Virus). Kemudian pada bu Ian Maret
1984, Robert Gallo di Amerika Serikat menemukan virus serupa pada
penderita AIDS yang kemudian disebut HTLV-111. Pada bulan Mei 1986
Komisi Taksonomi lnternasional memberikan nama baru HIV (Human
Immunodeficiency Virus) yang sampai saat ini secara resmi digunakan.
(Depkes RI, 2003)
40
AIDS merupakan singkatan dari Acruired lmmuno Defficiency Syndrome,
yaitu sekumpulan gejala penyakit atau sindrom yang disebabkan oleh
retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Penyakit ini disebabkan
karena virus yang disebut HIV (Human lmunodeficiency Sydrome). Pada
orang yang sehat, terjadinya infeksi dapat dilawan oleh suatu sistem
pertahanan dalam tubuh yang disebut sebagai sistem kekebalan tubuh
(immune body system). Sistem kekebalan tubuh ini bekerja untuk mengenali
benda asing yang masuk (misalnya bakteri, virus dan lain-lain) dan
selanjutnya membentuk antibodi untuk melawan benda asing tersebut. Tiap
penyakit merangsang pembentukan antibodi yang spesifik terhadapnya.
(Depkes , 1989).
Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk golongan virus RNA yaitu virus
yang mengunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik.
(Depkes RI, 2003). Virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh manusia
dan merusak salah satu jenis dari sel - sel putih yang bertugas menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk dalam kelompok limfosit yang
disebut sel T-4 atau sel T-penolong (T - helper), atau disebut juga sel CD-4
(Depkes RI, 1997). Pada AIDS komponen yang diserang adalah limfosit T-
41
helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya. Terdapat banyak fungsi
penting limfosit T - helper antara lain menghasilkan zat kimia yang berperan
sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam
sistem imun dan pembentukan antibodi
Kemampuan HIV melumpuhkan dan membunuh sel-sel ini mengakibatkan
tidak berfungsinya seluruh sistem kekebalan tubuh manusia. Keadaan ini
menjadikan Odha sangat rentan terhadap infeksi yang mengenainya. lnfeksi
yang menyerang pada sistem kekebalan tubuh lemah disebut infeksi
oportunistik (opportunistic infections). Dengan kata lain, HIV bukan
merupakan penyebab langsung dari kematian, tetapi dengan kehadirannya I
yang melemahkan sistem kekebalan tubuh, menyebabkan penyakit - penyakit
lain mudah menyerang tubuh. (Schoub, Berry D, 1994)
Keunikan dari virus ini dibandingkan virus penyakit lain adalah adanya masa
laten (asymptomatic stage) sekitar 5 tahun. Pada masa ini Odha tidak
menyadari dirinya telah terinfeksi karena belum adanya kerusakan fisik nyata,
namun ia telah mampu menularkan virus ini kepada orang lain. Pada masa
laten ini (disebut tahap HIV positif) Odha tidak berbeda dengan orang lain
yang sehat, ia masih dapat melakukan aktifitas biasa sehari - hari. Melalui tes
laboratorium saja dapat diketahui adanya virus dalam tubuhnya.
Ketidaktahuan ini dapat menyebabkan ketidakhati-hatian pada Odha dan
akhirnya meningkatkan resiko penularan infeksi HIV ke orang lain. Setelah
masa tanpa gejala ini, barulah Odha masuk pada tahap AIDS dimana mulai
muncul gejala-gejala yang ditandai oleh beberapa penyakit sebagai akibat
makin melemahnya sistem kekebalan tubuh. (Schoub, Berry, 1994).
42
Dalam kondisi normal jumlah CD-4 dalam tubuh berjumlah sekitar 1000 ul.
Namun ketika virus HIV mulai masuk kedalam tubuh dan secara selektif
menyerang CD4 maka jumlahnya akan berkurang secara progresif. Pada
awal fase asymptomatic, jumlahnya CD-4 dalam tubuh adalah 500 ul. Jumlah
ini akan berkurang sampai dengan 200 ul pada fase AIDS. Pada jumlah ini
sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah, sehingga menyebabkan
penderitanya (Odha) menjadi sangat rentan terhadap berbagai macam
penyakit oportunistik, seperti Herpes Zoster, Sarcoma Karposi, TBC dll.
(Stewart, 1997).
Penularan HIV/AIDS tidak mudah dan terjadi begitu saja .Virus HIV hidup dan
berkembang di cairan - cairan dalam tubuh seperti darah, sperma, dan
cairan vagina. Berkaitan dengan media hidup HIV, maka penularannya pun
bersifat spesifik, yaitu HIV menular melalui a). hubungan seksual, baik homo
atau hetero dengan seseorang yang sudah terinfeksi HIV tanpa memakai
pelindung, b). melalui tranfusi darah yang telah tercemar HIV, c). melalui ibu
hamil yang telah terinfeksi kepada janin yang sedang dikandungnya, dan d).
43
melalui alat suntik yang dipakai berulang-ulang dan telah tercemar HIV (Inter
Drug User). Virus ini tidak terbukti ditularkan melalui kontak sosial biasa
seperti; hidup serumah dengan pengidap HIV/AIDS, bersenggolan dan
bersentuhan dengan Odha, berjabatan tangan, berciuman, makan dan
minum dari tempat yang sama, melalui gigitan serangga dan berenang
bersama (Depkes RI, 1997).
Sebagai retrovirus, HIV memiliki sifat khas karena memiliki enzim reverse
transcriptase, yaitu enzim yang memungkinkan virus mengubah informasi
genetiknya yang berada dalam RNA keputusan dalam bentuk DNA yang
kemudian diinteraksikan keputusan dalam informasi genetik sel limfosit yang
diserang, dengan demikian HIV dapat memanfaatkan mekanisme sel limfosit
untuk menggandakan dirinya menjadi virus baru yang memiliki ciri - ciri HIV.
HIV dapat diteimukan dan diisolasikan dari sel limfosit T, limfost B, sel
makrofag (di otak dan paru) dan berbagai cairan tubuh. Akan tetapi sampai
saat ini hanya darah dan sperma yang jelas terbukti sebagai sumber
penularan serta ASI yang mampu menularkan HIV dari ibu ke bayinya.
(Depkes RI, 2003)
Sistem manusia adalah sangat kompleks dan memiliki kaitan yang rumit
antara berbagai jaringan dan sel dalam tubuh, kerusakan pada salah satu
komponen sistem imun akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan
44
terutama apabila komponen tersebut adalah komponen yang menentukan
fungsi-fungsi komponen sistem lainnya. Pada AIDS komponen yang diserang
adalah limfost T helper yang memiliki reseptor VD 4 di permukaannya.
Terdapat banyak fungsi penting limfosit T helper antara lain menghasilkan zat
kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan
sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi. Oleh karena itu
pada pasien AIDS terdapat kelainan pada fungsi limfosit T, limfosit B,
monosit, makrofag dan sebagainya.
(Depkes RI, 2003)
2. Fase - fase perjalanan virus sampai dengan tahap AIDS
Perjalanan virus HIV sampai dengan tahapan AIDS terbagi menjadi beberapa
fase, yaitu :
lnfeksi awal HIV : Masa sebelum timbulnya respin antibodi
biasanya antara 6 -12 minggu yang sering disebut sebagai
periode jendela (window period). Pada masa ini seorang yang
diuji darahnya dapat menunjukan hasil yang negatif. Untuk itu
perlu dilakukan tes ulang. Biasanya selama 3-5 tahun setelah
terinfeksi, timbul pembengkakan kelenjar getah bening secara
menyeluruh yang tidak menimbulkan rasa nyeri.
Pembengkakan kelenjar getah bening ini dapat terus
berkembang dan menetap selama beberapa bulan bahkan
sampai beberapa tahun. Pada masa ini, seorang pengidap
HIV sudah dapat menularkannya pada orang lain.
Gejala HIV atau disebut juga PGL (Persistent Generalized
Lymphadenopaty).
Yaitu gejala - gejala infeksi HIV yang timbul setelah masa
window period berlalu, antara lain pembengkakan kelenjar
getah bening di bagian leher, ketiak atau selangkangan,
demam atau influenza, berkeringat pada malarn hari, berat
badan turun tanpa sebab yang jelas serta diare.
45
Gejala AIDS atau ARC (AIDS Related Complex). Pada tahap
ini, virus sudah merusak sistem kekebalan tubuh. Gejala
infeksi lanjutan pada tahap ini antara lain; selalu merasa lelah,
mencret terus menerus lebih dari sebulan, demam dan
berkeringat di malam hari, berat badan turun lebih dari 10 %
berat normal, infeksi rongga mulut. Pembengkakan kelenjar
getah bening bisa terus berlanjut pada tahap ini.
Tahap AIDS (Full Blow). Merupakan akhir dari perjalanan
iiiifeksi HIV. Hal ini ditujukan dengan adanya satu atau
beberapa infeksi oportunistik, seperti; peneumonia diare
persisten, sarcoma karposi dan infeksi dari sistem saraf.
Sistem kekebalan tubuh sudah lumpuh sama sekali. lnfeksi
oportunistik juga mematikan menyerang tubuh penderita,
antara lain: radang/kanker paru-paru kanker kulit dan infeksi
~ongga mulut, TBC serta Herpes .
46
AIDS Tahap Lanjutan atau AIDS Dimentia Complex.Pada
tahap ini HIV telah mencemari darah yang masuk ke otak dan
menghancurkan sel-sel otak. Hal ini menyebabkan gejala
gejala antara lain, kebingungan, daya ingat penderita
melemah bahkan rusak sama sekali, proses daya pikir juga
rusak, perilaku menjadi kacau, perubahan pada kepribadian
menjadi pikun atau pelupa sebelum waktunya, dan tidak
mampu mengontrol (emosi) diri (Depkes RI, 1998).
3. Pendemi AIDS
Sejak tahun 1987 hingga akhir September 2003, Depkes melaporkan 2685
kasus HIV/ AIDS, namun sebenarnya diperkirakan sekitar 80.000-120.000
orang. Menurut laporan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (Mei 2003),
pada 3 tahun terakhir ini fase epidemik HIV/AIDS di Indonesia telah berubah
dari "low" menjadi "concentrated" karena terdapat prevalensi HIV di atas 5 %
di beberapa wilayah/kelompok masyarakat terdapat peningkatan
seroprevalensi HIV yang sangat pesat di kalangan pecandu narkoba, yaitu 48
% di OKI Jakarta dan 53 % di Bali. sebuah hasil tes HIV secara sukarela
(VCT) yang dijalankan Yayasan Pelita llmu di Jakarta bahkan menunjukkan
sebanyak 93 % pecandu narkoba diketahui terinfeksi HIV. Tingginya
47
prevalensi HIV dikalangan pengguna narkoba bisa menimbulkan resiko
cukup besar terjadinya penularan HIV dari pasangan pengguna narkoba ke
bayi mereka. (Support, 2002). Penyebaran yang tinggi ini juga diperkuat dari
hasil pendataan oleh Depkes yaitu hingga Maret 2002 telah tercatat terdapat
2187 kasus HIV positif dan 689 kasus AIDS yang tersebar 24 provinsi di
Indonesia. Dengan demikian jumlah keseluruhan kasus HIV/AIDS adalah
2876 kasus. (Depkes Rl,2002).
Kasus penularan HIV/AIDS dikalangan pecandu narkoba suntik atau IOU
(Inter Drug User) meningkat sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari proporsi
keseluruhan jumlah kasus HIV/AIDS, dimana 668 kasus dianta.ranya berasal
dari faktor resiko penyalahgunaan narkoba suntik. Selanjutnya, hubungan
seks memberi kaitan lagi antara penyalahgunaan obat dan infeksi HIV.
Dalam suatu survey pernah dilakukan di 13 kota besar di Indonesia sebagian
besar pecandu narkoba suntik melaporkan tidak pernah memakai kondom
dengan pasangan tetapnya. Karena IOU tidak hanya melakukan hubungan
seks dengan IOU lain, maka mereka sering menjadi jembatan penting bagi
penyebaran HIV ke masyarakat umum (Depkes RI, 2002)
Sementara penyebaran pada ibu hamil dimana dalam studi prevalensi pada
ibu hamil di Pro1pinsi Riau pada tahun 1998/1999 menunjukkan bahwa 0,35 %
ibu hamil telah terinfeksi HIV, sedangkan di Propinsi Papua sebesar 0,25 %.
48
Sebuah hasil konseling dan testing HIV secara sukarela (VCT) kepada ibu
hamil di Jakarta menunjukan bahwa sebanyak 2,86% ibu hamil diketahui HIV
positif. (Support, 2003).
4. Orang dengan HIV/AIDS ( ODHA) I
Pengertian Odha dibedakan dari Ohida. Odha (Orang dengan HIV/AIDS).
merujuk pada individu yang teinfeksi HIV, baik yang masih pada tahap HIV
positif maupun yang sudah masuk pada tahap AIDS, sedangkan Ohida
(Orang hidup dengan HIV/AIDS) merujuk pada individu - individu lain yang
terkena pengaruh secara tidak langsung dari penyakit ini seperti keluarga,
teman Odha, relawan dan lain - lain (Support, no.11, 1995).
Orang dengan HIV/AIDS berbeda kondisinya dengan orang yang menderita
penyakit terminal yang lain seperti kanker, stroke, infeksi HIV mempengaruhi
keseluruhan hidup Odha, seperti perubahan status emosional, perubahan
dalam pola adaptasi perilaku dan fungsi kognitifnya perilaku hidup sehat,
perubahan tujuan, hidup dan peranannya di masyarakat, perubahan dalam
kehidupan spiritual sampai persiapan menjelang kematiannya (Hoffman,
1996).
Keluarga yang mengetahui salah satu anggota keluarganya terinfeksi
HIV/AIDS akan mengalami beban mental yang berat. Hal ini disebabkan
49
karena penyakit HIV/AIDS sampai saat ini belum ada obat yang dapat
menyembuhkannya. Selain itu keluarga membayangkan biaya pengobatan
yang tinggi untuk memperpanjang harapan hidup anggota keluarganya yang
terinfeksi HIV, hal lain adalah menghadapai kemungkinan pengucilan oleh
masyarak terhadap keluarga. Hal tersebut merupakan sumber stres bagi
keluarga Odha (Depkes, 1997).
Demikian pesatnya epidemi AIDS memberikan masalah sosial yang sangat
luar biasa artinya beban psikologis bagi penderita HIV/AIDS, keluarganya
dan lingkungan sekitarnya sangat besar, hal ini menyebabkan
ketidakstabilan tatanan masyarakat lebih spesifik lagi tatanan keluarga dalam
masyarakat. Sebagai contoh sebagian masyarakat masih beranggapan
penyakit AIDS adalah penyakit kutukan, masyarakat menilai demikian karena
cara penyebarannya sebagian besar melalui hubungan seksual dan jarum
suntik untuk menggunakan narkoba.Tapi apapun faktor penyebab seseorang
menderita HIV/AIDS tetap akan menimbulkan stigma negatif bagi
penderitanya.
Masyarakat menganggap bahwa orang yang menderita AIDS adalah
manusia yang menjijikan, kotor dan berdosa. Pengetahuan masyarakat yang
terbatas mengenai penyakit AIDS menimbulkan kesan bahwa Odha ini telah
dihukum Tuhan. Mereka dianggap telah melakukan dosa besar dan
50
menimbulkan rasa malu bagi masyarakat, karenanya Odha harus dijauhi
atau dikucilkan.
Berbagai stigma negatif terhadap penderita HIV/AIDS menimbulkan konflik
hubungan antar penderita dengan masyarakat terutama masyarakat yang
mencap mereka dengan stigma-stigma negatif. Hal ini tentu disayangkan
disaat penderita HIV/AIDS membutuhkan sandaran, dukungan penguatan
atas apa yang menimpa dirinya malahan diperberat dengan hambatan sosial I
yang harus diatasinya. Penderita HIV/AIDS dalam dirinya sendiri bergejolak
serangkaian beban psikologis yang sangat besar apalagi setelah dirinya
mengetahui dirinya mengidap virus HIV/AIDS yang mematikan ini.
Konflik dalam diri penderita HIV/AIDS menjadi demikian kompleks, selain itu
mereka terbebani rasa sakit yang diderita juga mendapatkan stigma negatif
dari masyarakat. Berbagai macam masalah menjadi konflik yang tidak mudah
diselesaikan. Karena masalah yang dihadapi adalah kebutuhan dasar yang
benar-benar harus dipenuhi seperti rasa aman, nyaman, bebas dari
ketakutan, kebutuhan diterima masyarakat, kebutuhan untuk dihargai dan
diperlakukan layak sebagai manusia. Penderita HIV/AIDS harus menghadapi
tekanan - tekanan dan merespon daya - daya tersebut secara simultan.
Begitu besarnya masalah atau konflik yang dihadapi menuntut penderita
HIV/AIDS memiliki keyakinan yang kuat akan nilai-nilai, prinsip - prinsip,
norma-norma, karena nilai - nilai inilah mereka dapat terus bertahan. Konflik
yang tercipta karena faktor luar dan dalam ini menyebabkan konflik internal
dalam diri penderita HIV/AIDS menjadi kompleks.
51
Berbagai macam masalah dapat mempengaruhi kehidupan penderita, sangat
mungkin penderita HIV/AIDS menghentikan pengobatan karena sudah tidak
dihargai dan ia merasa dunia tidak menerima kehadirannya lagi. Disaat
penderita HIV/AIDS mengalami frustasi akan diikuti menurunnya kondisi
tubuh dan pada saat tertentu ia harus menjalani terapi yang benar - benar
baik karena kondisi tubuhnya terus menurun, terapi itu antara lain terapi ARV.
Namun memutuskan memulai menjalani terapi ARV tidak mudah apalagi bila
penderita pasrah dan merasa tidak ada harganya lagi di dunia ini. Penderita
HIV/AIDS harus memberikan respons bagaimana mensikapi kehadiran virus
tersebut dan bagaimana ia mensikapi lingkungan sosial setelah mengetahui
dirinya telah terinfeksi. Hal ini tidak mudah karena sikap tentu berhubungan
dengan nilai-nilai yang dianutnya, sikap tentu berhubungan dengan karakter
yang telah terbentuk dan pada setiap orang berbeda-beda dan sikap tentu
mempertimbangkan respons lingkungan.
5. VCT (Voluntary counseling and testing) dan Tes HIV/AIDS
Konseling adalah proses pertolongan dimana seseorang dengan tulus dan
tujuan jelas memberikan waktu, perhatian dan keahliannya, untuk membantu
52
klien mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan pemecahan
masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan. Voluntary
counseling and testing (VCT) dalam bahasa Indonesia disebut konseling dan
tes sukarela, artinya sama dengan VCCT: voluntary dan confidential
counseling and testing. VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela
dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di
labolatorium. Tes HIV dilakukan setelah terlebih dahulu memahami dan
menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah
mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar.
VCT penting karena :
1) Merupakan pintu masuk keseluruh layanan HIV/AIDS I
2) Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif maupun
negatif dengan fokus pada pemberian dukungan atas kebutuhan klien
seperti perubahan perilaku dukungan mental, dukungan terapi ARV,
pemahaman faktual dan terkini atas HIV/AIDS.
3) Mengurangi stigma masyarakat
4) Merupakan pendekatan menyeluruh: kesehatan fisik dan mental
5) Memudahkan akses ke berbagai pelayanan yang dibutuhkan klien
baik kesehatan maupun psikososisal.
53
Tujuan Khusus VCT bagi ODHA :
1) Meningkatkan jumlah ODHA yang mengetahui bahwa dirinya terinfeksi
HIV Saat ini sangat sedikit orang di Indonesia yang diketahui
terinfeksi HIV. Kurang dari 2,5 % orang yang diperkirakan telah
terinfeksi HIV mengetahui bahwa dirinya terinfeksi.
2) Mempercepat diagnosis HIV.
Sebagian besar ODHA di Indonesia baru mengetahui bahwa dirinya
terinfeksi setelah mencapai tahap simtomatik dan masuk ke stadium
AIDS, bahkan dalam keadaan hampir meninggal.
3) Meningkatkan penggunaan layanan kesehatan dan mencegah
terjadinya infeksi lain pada ODHA
ODHA yang belum mengetahui dirinya ternfeksi HIV tidak dapat
mengambil manfaat profilaksis terhadap infeksi oportunistik, yang
sebetulnya sangat mu rah dan efektif. Selain itu, mereka juga tidak
dapat memperoleh terapi antiretroviral secara lebih awal, sebelum
sistem kekebalan tubuhnya rusak total dan tidak dapat dipulihkan lagi.
4) Meningkatkan kepatuhan pada terapi antiretroviral.
5) Agar virus tidak menjadi resisten dan efektivitas obat dapat
dipertahankan diperlukan kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan.
Kepatuhan tersebut didorong oleh pemberian informasi yang lengkap
dan pemahaman terhadap informasi tersebut, serta dukungan oleh
pendamping.
Konseling pra dan pasca tes HIV penting dilakukan, mengingat diagnosi
HIV/AIDS terhadap Odha akan menimbulkan tekanan dan kecemasan
psikologis akibat perlakuan lingkungan yang diskriminatif serta infeksi HIV
yang terus bertahan seumur hidup. Konseling tidak haya memberikan
informasi kepada Odha mengenai HIV/AIDS dan penularannya, tetapi juga
mengkaji kemungkinan sumber infeksi Odha dan perilaku pencegahannya,
menggali kemungkinan adanya hambatan budaya dan nilai-nilai perubahan
perilaku, memberikan dukungan bagi Odha dalam kesedihannya
merencanakan agar Odha dapat menerima kenyataan hidup dan
memantapkan jaringan dukungan sosial baik fisik maupun emosional bagi
Odha (Damayanti, 2000).
D. Obat HIV/AIDS (ARV : Anti retrivoral)
55
Saal ini memang belum ada obat yang bisa menyembuhkan HIV/AIDS.
Namun fakta menyebutkan bahwa obat anti retroviral (ARV) secara signifikan
telah menurunkan angka kematian, memperpanjang masa hidup,
meningkatkan kualitas hidup Odha, serta mengubah HIV/AIDS dari penyakit
mematikan (fatal condition) menjadi sebuah penyakit kronis yang bisa
ditangani.
56
Dalam majalah Support dikutip bahwa kondisi Indonesia diperkirakan saat ini
terdapat 130.000 Odha di seluruh Indonesia (meskipun jumlah yang
dilaporkan hanya 3.492 Odha hingga September 2003). Sebanyak 10 %
diantaranya (13.000) diperkirakan telah butuh ARV. Namun menurut data
Pokdisus AIDS FKUl/RSCM, baru 1.100 Odha yang telah mengkonsumsi
ARV hingga Desember 2003. (Support, 2003).
Odha yang disiplin minum ARV menunjukan hasil yang memuaskan, menurut
Prof. Dr Zubairi Djoerban,(Ketua Harian Pokdisus), sekitar 150 Odha di
Indonesia yang rutin minum ARV setiap hari, jumlah viral Load-nya Qumlah
HIV di tubuh) undetectable atau tidak bisa dideteksi lagi, kondisi tubuhnya
nampak gagah dan segar, seperti orang yang tidak terinfeksi HIV, meskipun
bukan berarti itu telah sembuh dari HIV ujar Djubari. (Support, 2003)
ARV (antiretroviral) adalah obat yang dapat langsung menghambat replikasi
(penggandaan diri) HIV. Terapi Antiretroviral (ARV) dengan mengkombinasi
beberapa obat ~RV bertujuan untuk mengurangi viral load Qumlah virus
dalam darah} agar menjadi sangat rendah atau di bawah tingkat yang dapat
terdeteksi untuk jangka waktu lama. Sa at ini ada tiga golongan ARV yang
tersedia di Indonesia :
1. Nuc/eoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI): obat ini
dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses
perubahan RNA virus menjadi DNA. Proses ini diperlukan agar virus I
57
dapat bereplikasi. Obat dalam golongan ini termasuk zidovudine (ZDV
atau AZT) lamivudine (3TC), didanosine (ddl) zalcitabine (ddC),
stavudine (d4T), dan abacavir (ABC).
2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI): obat
ini berbeda dengan golongan ini termasuk nevirapine (NVP), efavirenz
(EFV) dan delavirdine (DLV).
3. Protease Inhibitor (Pl): obat ini bekerja menghambat enzim
protease yang memotong rantai panjang asam amino menjadi protein
yang lebih kecil. Obat dalam golongan ini temasuk indinavir (IDV),
nelfinavir (NFV), saquinavir (SQV), ritonavir (RTV), amprenavir (APV),
dan lopinavir /ritonavir (LPV Ir). Obat - obat tersebut tersedia dalam
bentuk paten dan generik. Harga obat generik jauh lebih murah
dibandingkan obat paten. Hanya sebagian dari obat di atas tersedia di
Indonesia dalam bentuk paten maupun generik.
ARV dapat juga dipakai untuk mencegah infeksi HIV misalnya setelah
tusukan jarum suntik yang tercemar HIV pada petugas kesehatan atau kasus
perkosaan oleh tersangka yang dicurigai terinfeksi HIV. lni disebut profilaksis
pasca pajanan (PEP= post exposure prophylaxis). ARV juga dapat dipakai
untuk mengurangi penularan HIV dari ibu ke bayi. (Depkes RI, 2003)
58
Bila CD4 ditubuh seseorang rusak akibat infeksi virus HIV akan timbul
ganguan imunitas yakni munculnya infeksi-infeksi seperti jamur, TBC, dan
lain-lain. Pemeriksan CD4 tempatnya masih terbatas. Saat ini hanya ada di
RS Dharmais. Harga pemeriksaan Rp.150.000. Namun menurut Dr.
Samsulridjal Djauzi mengemukakan bahwa pemeriksaan CD 4 bukan satu
satunya indikator untuk terapi obat AIDS (antiretroviral atau ARV} bagi Odha
tetapi juga diberikan bila ada gejala infeksi oportunistik walaupun CD4 masih
tinggi (diatas 200)," ujarnya. (Support, 2003).
Penggunaan obat ARV harus dalam bentuk terapi artinya pengobatan adalah
untuk jangka panjang dan terus menerus diawasi oleh dokter dan dibantu
oleh konselor. Tujuan terapi Antiretroviral adalah mengurangi morbiditas dan
mortalitas terkait HIV, memperbaiki mutu hidup, memulihkan dan memelihara
fungsi kekebalan dan menekan replikasi virus semakimal mungkin dalam
waktu yang lama.
Indonesia sekarang telah dapat membuat obat ARV yang dibuat oleh PT.
Kimia Farma. Ada beberapa hal khusus ARV produksi lokal ini. Pertama,
untuk memproduksinya Kimia Farma harus mendatangkan bahan baku
khusus dari lndi;3, Cina ataupun Korea Selatan. Kedua Kimia Farma
membuat pabrik khusus untuk memproduksi ARV tersebut, tidak menyatu
dengan tempat produksi obat-obatan penyakit lain. Ketiga Badan
59
Pengawasan Obat dan Makanan DEPKES RI memberikan ARV buatan Kimia
Farma secara khusus atau terbatas. Maksudnya obat-obatan itu tidak bisa
dijual di apotik-apotik di seluruh Indonesia, hal ini dikarenakan produksinya
bukan untuk tujuan komersial melainkan untuk live saving ODHA. (Support, j
2003)
Dasar - dasar yang perlu diperhatikan dalam keputusan untuk Terapi
Antiretroviral (ART) :
1) HIV bereplikasi dengan cepat dan terus - menerus sejak awal infeksi.
Pada seorang yang terinfeksi HIV, sedikitnya sepuluh miliyar virus
dibuat dan dihancurkan setiap hari. Walaupun ada replilkasi yang
cepat, sebagian besar pasien tetap sehat selam bertahun-tahun sekali
pun tanpa terapi antiretroviral.
2) Replikasi HIV yang terus-menerus mengakibatkan kerusakan pada
sistem kekebalan tubuh semakin berat dan menyebabkan kerentanan
terhadap infeksi oportunistik, kanker, penyakit syaraf,
wasting(kehilangan berat badan tanpa alasan jelas) dan berakhir
dengan kematian.
3) Viral load menunjukkan tingginya replikasi HIV dan kecepatan
penghancuran sel CD4, sedangkan penurunan jumlah CD4
menunjukkan tingkat kerusakan pada sistem kekebalan yang
disebabkan oleh HIV.
60
4) Tinggi - rendahnya viral load menunjukan cepat-lambatnya perjalanan
penyakit dan kematian. Pemeriksaan jumlah CD4 dan viral load
secara berkala Gika dapat dilakukan) dapat menentukan arah
perkembangan penyakit pada pasien yang terinfeksi HIV dan untuk
mengetahui kapan sebaiknya memulai atau mengubah regimen ARV.
5) Penurunan sistem kekebalan dia antara orang yang terinfeksi HIV
dapat berbeda-beda. Keputusan untuk memulai pengobatan dilakukan
berdasarkan jumlah CD4 dan viral load Qika mungkin dilakukan) atau
limfosit total serta gejala klinis.
6) Terapi kombinasi antiretroviral dapat menekan replikasi HIV sampai di
bawah tingkat yang dapat dideteksi oleh tes yang peka. Penekanan
virus secara efektif ini mencegah timbulnya virus yang resisten
terhadap obat dan menunda perkembangan penyakit. J"adi penekanan
virus secara maksimal menjadi tujuan terapi.
7) Cara paling efektif untuk menekan replikasi HIV secara terus-menerus
adalah memulai pengobatan dengan kombinasi ARV yang efektif.
Semua obat yang dipakai harus dimulai pada saat yang bersamaan
dan tidak pernah dipakai sebelumnya. Oba! tersebut tidak boleh
menimbulkan resistensi silang (cross resistant) dengan obat yang
pernah dipakai.
8) ARV yang digunakan dalam terapi kombinasi harus berdasarkan
jadwal dan dosis yang optimal. Sampai saat ini pengetahuan tentang
mekanisme kerja dan jenis ARV masih terbatas dan dilaporkan
adanya resistensi silang pada obat - obat tertentu.
9) Wanita seharusnya menerima ART yang optimal tanpa
memperhatikan status kehamilannya .
10)Prinsip yang sama diberlakukan juga pada pemberian ARV untuk
anak maupun orang dewasa yang terinfeksi HIV, walaupun
pengobdtan pada anak yang terinfeksi HIV perlu mendapatkan
pertimbangkan khusus.
61
11)0rang dengan HIV, walaupun dengan viral load yang tidak terdeteksi,
harus dianggap tetap menular. Mereka harus diberi konseling agar
menghindari hubungan seks atau penggunaan narkotika suntik yang
dapat menularkan HIV dan pathogen menular lain.
12)ART harus dipakai terus - menerus dengan kepatuhan yang sangat
tinggi, walaupun sering dijumpai efek samping.Keterlibatan pasien
dan pendampingannya (keluarga, pasangan teman) sangat penting
dalam semua pertimbangan dan keputusan untuk memulai ART.
Hubungan baik antara pasien dan dokternya sangat diperlukan .
Keterbatasan ART (Anti Retroviral Therapy)
Walaupun ART sudah menjadi kunci dalam penatalaksanaan penyakit HIV,
ada beberapa keterbatasan :
62
1) ART tidak mampu memberantas virus. Terapi ini gaga!
mengendalikan viremia dalam kurang - lebih sepertiga pasien pada uji
klinis. Viremia cepat meningkat kembali setelah berhenti terapi, atau
menghentikan salah satu obat dalam kombinasi. Pasien harus
melanjutkan terapi seumur hidup agar memperoleh manfaatnya yang
optimal.
2) Jenis HIV yang resisten sering muncul, terutama jika kepatuhan
pasien pada terapi tidak hampir sempurna (95 % atau lebih).
Kegagalan lebih mungkin terjadi pada tahap penyakit yang sudah
lanjut. Kepatuhan pada terapi jangka panjang adalah sulit; semakin
lama kepatuhan cendrung semakin menurun.
3) Penularan HIV melalui prilaku yang beresiko dapat terus terjadi,
walaupun viral load tidak terdeteksi. Jenis virus yang resisten
terhadap semua obat dalam regimen ART dapat ditularkan ke orang
lain melalui perilaku berisiko.
4) Efek samping jangka pendek akibat ART sering terjadi, mulai dari
yang ringan termasuk anemia, neutropenia, mual, sakit kepala,
sampai yang berat, misalnya hepatitis akut, reaksi hipersensitif dan
sindrom Stevens Johnson. Sedangkan efek samping jangka
menengah baru mulai diketahui, misalnya resistensi insulin, asidosis
laktat, hiperlipidemia dan perpindahan lemak dalam tubuh (lipodistrofi.
lipoatrofi). Efek samping jangka panjang belum diketahui. Selain
efeksamping dapat pula ditemukan interaksi dengan obat dipakai
untuk penyakit lain, misalnya TB.
63
5) Pada saat ini di Indonesia hanya ada sedikit pilihan untuk pasien yang
gagal dengan pengobatan regimen baku atau mengalami efek
samping yang berat. (Oepkes RI, 2003)
T abel manfaat dan Keterbatasan ARV
ManfaatART Keterbatasan ART
Morbiditas dan mortalitas menurun Tidak menyembuhkan, obat harus
i diminum seumur hidup. Efek pada
sebagian besar, tetapi tidak semua
pasien. Prognosis jangka panjang
belum diketahui
Penekanan virus terus-menerus Oibutuhkan kepatuhan yang sangat
selama beberapa tahun dapat dicapai tinggi. Pemantauan ketat dibutuhkan
oleh cukup banyak pasien agar terapi dapat diubah jika
resistensi berkembang
Jenis virus yang resisten dapat
ditularkan melalui hubungan seks
yang beresiko
Pasien yang menerima ART tetap Efek samping beberapa regimen
produktif dapat mengurangi mutu hidup
64
Sistem kekebalan tubuh mulai pulih lnfeksi oportunistik masih dapat
dan ini mengurangi kebutuhan akan terjadi, terutama jika terapi dimulai
profilaksis terhadap infeksi dengan jumlah CD4 yang rendah
oportunistik
Mengurangi penularan HIV dari ibu- Penularan dari ibu- ke-bayi masih
ke - bayi tetap dapat terjadi
Mengurangi biaya rawat inap dan Biaya terus-menerus untuk obat dan
memelihara anak yatim piatu pemantauan terapi
Ketersediaan ART mendorong orang Layanan bermutu dan terjangkau
dengan HIV untuk meminta tes HIV dibutuhkan untuk meyakinkan
dan mengungkapkan status HIV-nya konseling dan tindak lanjut medis
sukarela
ART diindikasikan untuk mereka yang memenuhi kriteria sbb:
1) lnfeksi HIV telah dikonfirmasi dengan tes antibodi
2) Keputusan untuk memulai menggunakan ART diambil setelah pasien
dan keluarga/pendamping mendapatkan informasi yang lengkap
tentang dana yang dibutuhkan, jaminan kepatuhan berobat yang
tinggi, efek samping yang mungkin terjadi dll.
3) lndikasi laboratorium atau klinis sbb:
a. Penyakit HIV stadium IV WHO tanpa memperhatikan jumlah
CD4; atau
65
b. Jika tes CD 4 dapat dilakukan, ART sebaiknya dimulai sebelum
jumlah CD 4 turun di bawah 200; atau
c. Jika tes CD4 tidak dapat dilakukan, ART sebaiknya dimulai jika
infeksi HIV memenuhi klasifikasi klinis stadium II atau Ill WHO,
dengan limfosit total dibawah 1200.
Persyaratan untuk pemberian ART
Persyaratan berikut penting untuk pemberian ART secara baik :
1) Tes HIV secara sukarela disertai konseling (VCT) yang mudah
dijangkal.i untuk mendiagnosa HIV secara dini.
2) Tersedia dana yang cukup untuk membiayai ART selama sedikitnya
satu tahun.
3) Konseling bagi pasien dan pendamping untuk memberikan pengertian
tentang ART, pentingnya kepatuhan pada terapi, efek samping yang
mungkin terjadi, dll.
4) Konseling lanjutan untuk memberikan dukungan psikososial dan
mendorong kepatuhan serata untuk menghadapi masalah nutrisi yang
dapat timbul akibat ART.
5) Laboratorium untuk memantau efek samping obat termasuk Hb, tes
fungsi hati, dll.
6) Kemampuan untuk mengenal dan menangani penyakit umum dan
infeksi oportunistik akibat HIV.
66
7) Tersedianya obat yang bermutu dengan jumlah yang cukup, termasuk
obat untuk infeksi oportunistik dan penyakit yang berhubungan
dengan HIV.
8) Tersedianya tim kesehatan terpadu termasuk dokter, perawat,
konselor, pekerja sosial, dukungan sebaya.
9) Adanya pelatihan, pendidikan berkelanjutan, pemantauan dan umpan
balik tentang penatalaksanaan penyakit HIV yang efektif termasuk
sistem untuk menyebarluaskan informasi dan pedoman baru.
1 O)Obat ARV diresepkan/digunakan secara rasional sesuai pedoman
yang berlaku.
Hal yang perlu dicatat adalah bahwa pelaksanaan ART secara efektif adalah
rumit dan jika tidak dilaksanakan dengan baik, dapat berdampak buruk pada
penanggulangan HIV/AIDS yaitu memicu tumbuhnya resistensi obat.
Beberapa aspek ART berubah secara cepat, misalnya penemuan obat baru,
perubahan regimen, penurunan harga obat, munculnya resitensi obat, dll.
Karena itu, dokter yang meresepkan ART harus sering mengikuti
perkembangan ilmiah terbaru. Protokol untuk ART harus diperbaharui.
Pelaksanaan ART secara efektif membutuhkan tingkat komitmen yang tinggi
dari petugas kesehatan manusia, pasien dan pendampingnya.
E. Konflik dan Pengambilan Keputusan Penderita I
HIV/AIDS untuk mulai menggunakan obat ARV
67
Keputusan seorang penderita HIV/AIDS untuk mulai menggunakan obat ARV
tidak datang begitu saja tiba-tiba. Memutuskan untuk menggunakan obat
ARV sebagai pilihan terapi tidaklah sama dengan menggunakan obat lain.
Seperti telah diuraikan, penggunaan obat ARV didasari oleh berbagai
ketentuan tujuan dan syarat yang digariskan dalam peraturan penanganan
medis dan sosial. Oleh karena itu ketika seseorang memutuskan untuk
menggunakan obat ARV, ia harus mempertimbangkan dahulu secara
mendalam dan harus dengan persetujuan dokter serta keluarga. Disamping ·
itu, ia juga perlu memikirkan konsekuensi - konsekuensi yang akan dihadapi,
baik yang bersifat pribadi maupun sosial.
Pilihan menjalankan terapi ARV ini biasanya akan menimbulkan konflik.
Penderita HIV Positif harus terus mengkonsumsi ARV seumur hidup, terus
mengeluarkan biaya tidak hanya untuk obat ARV tapi juga untuk tenaga
konselor, tenaga dokter dan pengobatan efek samping dari Obat ARV dan
infeksi oportunistik. Dari proses pengobatan yang sepanjang hayat dapat
menambah rasa bersalah kepada banyak pihak terutama kepada keluarga
karena harus terus menyiapkan dana untuk pengobatan seumur hidup. Hal
ini sangat terasa pada keluarga yang kurang mampu ataupun keluarga
ekonomi menengah.
Selain itu yang menjadi pertimbangan lagi adalah ketatnya proses terapi.
Terapi ini memerlukan tingkat kepatuhan yang tinggi, obat harus terus
diminum pada jangka waktu tertentu dan itu dilakukan seumur hidup.
Penderita HIV Positif harus terus berada di bawah bimbingan konselor dan
dokter artinya ia harus terus melapor secara berjangka. Kegiatan pelaporan
ini baik itu ke dokter atau ke konselor bisa menjadi rutinitas yang bisa saja
membosankan.
68
Melihat dari besarnya manfaat dari obat ARV namun seimbang pula dengan
konsekuensi yang harus dipikul membuat penderita HIV/AIDS berada dalam
situasi konflik. Sangat mungkin konflik seputar penggunaan ARV akan terus
muncul sepanjang hidup karena konsumsi ARV terus menerus menyebabkan
masalah - masalah yang tidak sedikit seperti masalah ekonomi, masalah
kedisiplinan atau kebosanan dalam menjalankan terapi, masalah kelangkaan
ketersediaan obat ARV, masalah resistensi virus dan masalah penyakit
oportunistik serta penyakit - penyakit lainnya.
Kondisi dilemati~ dimana kebutuhan obat ARV sangat vital bagi
kelangsungan hidup penderita HIV/AIDS namun harus dibayar sangat mahal
dengan segenap problem yang akan dihadapi saat atau setelah mulai
mengkonsumsi ARV ini. Problem pada masing- masing subjek sangat
mungkin berbeda-beda karena latar belakang kondisi yang berbeda-beda.
Misalkan saja penderita HIV/AIDS di negara maju seperti di Amerika Serikat
mungkin tidak biegitu mempermasalahkan ketersediaan obat ARV karena
produksi ARV disana sangat melimpah dan dari segi ekonomi dana untuk
terapi ARV sangat terbantu dengan intervensi pemerintah atau bahkan
pemerintah memberikan jaminan keuangan bagi penderita HIV/AIDS bila
dana tersebut memang dalam rangka pengobatan dan menunjang
kelangsungan kehidupan penderita HIV/AIDS.
69
BAB Ill
METODOLOGIPENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif
merupakan pendekatan yang berupaya memahami gejala tingkah laku
manusia menurut penghayatan sang pelaku atau pun melalui sudut pandang
subjek penelitian. (Suharsimi Arikunto, 1995)
Pemilihan pendekatan kualitatif ini memungkinkan peneliti memahami gejala
yang dialami subjek, memfokuskan pada proses-proses yang terjadi dalam
diri individu, dan memandang individu serta lingkungannya sebagai suatu
kesatuan. Hal itu penting agar dapat diperoleh gambaran yang sesuai
dengan subjek yang merupakan gambaran utuh dari penghayatan subjek
terhadap keadaan yang dialaminya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini akan mengambil
bentuk studi kasus. Studi kasus lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu
penelitian berkenaan dengan pertanyaan "how" dan "why" dan bila peneliti
hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang
akan diselidiki serta fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer
atau masa kini di dalam konteks kehidupan nyata. Pendekatan ini tidak
71
memiliki kontrol alas kejadian - kejadian yang (telah) berlangung, studi kasus
juga dapat memberi nilai tambah pada pengerahan kita secara unik tentang
fenomena individual dan dapat digeneralisasikan ke proposisi teoritis.
(Robert K. Yin, 2000)
Dalam proses studi kasus, teknik yang dipakai adalah wawancara mendalam
(in depth- interview), untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat dan
mendalam terh<:\dap peristiwa yang dialami dan dirasakan subjek. Disamping
itu juga dilakukan observasi selama wawancara yang memungkinkan peneliti
memperoleh data yang sifatnya nonverbal, antara lain: ekspresi, wajah,
gerakan tubuh, intonasi suara, serta setting ruangan. Observasi ini penting
dilakukan sebagai pendukung dan penguatan keobyektifan dan keakuratan
proses pengambilan data.
Penelitian ini berupa penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan
suatu keadaan atau suatu fenomena tertentu berdasarkan data yang peneliti
peroleh. Secara harfiah, penelitian deskriptif mengenai situasi -situasi atau
kejadiari - kejadian tertentu sehingga diperoleh deskripsi yang sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi atau daerah
tertentu. (Sumadi Suryabrata, 1998)
Dalam penelitian deskriptif terdapat adanya kemungkinan pandangan um um
bahwa individu merupakan totalitas dengan lingkungannya. Bukan hanya
perilaku yang diamati sekarang saja yang harus diinterpretasikan dari
individu, tetapi juga masa lalu lingkungannya, emosinya, jalan pikiran dan
hal-hal yang berhubungan dengan perilaku tersebut. Dengan demikian
peneliti dapat mengambil kesimpulan tepat "mengapa" individu berbuat
seperti itu. Sedangkan kelemahan dari penelitian deskriptif ini diantaranya
adalah tidak memungkinkannya dilakukan generalisasi, hal ini dikarenakan
riwayat seseorang merupakan pengalaman unik hanya bagi orang yang
bersangkutan dan tidak berlaku bagi orang lain.(Suharsimi Arikunto, 1995).
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
72
Lokasi yang dipilih oleh peneliti adalah Yayasan Pelita llmu, sebuah Yayasan
Sosial yang bergerak menangani berbagai permasalahan HIV/AIDS,
beraktifitas di JI. Kebon Baru IV No.16, Asem Baris, Jakarta 12830. Mengenai
sampel penelitian ini menggunakan "purposive sampling" artinya sampel
dalam penelitian ini dipilih berdasarkan karakteristik yang sudah ditentukan.
Menurut Straukss tidak ada ketentuan baku mengenai jumlah minimal subjek
yang harus dipenuhi dalam suatu penelitian kualitatif. Apabila data yang
diperoleh telah cukup mendalam maka dapat diambil subjek dalam jumlah
kecil, misalnya pada penelitian yang menggunakan wawancara mendalam.
Suatu penelitian studi kasus dapat menggunakan satu sample saja asalkan
73
data yang didapatkan sudah cukup. Meski demikian harus ada jumlah subjek
yang signifikan agar hasil penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.
Jumlah sample dalam penelitian berjumlah 3 orang. Karakteristik subjek yang
dipilih dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Berusia antara 17 - 40 tahun. Kebanyakan penderita HIV/AIDS pada
rentang usia ini dan umumnya yang aktif di Yayasan adalah
remaja/pemuda.
2) Telah berstatus HIV/AIDS positif
3) Terdaftar di Yayasan Pelita llmu baik itu sebagai anggota maupun
pen gurus
4) Subjek l,i belum menggunakan (mengkonsumsi) obat ARV, namun
dalam tahap pertimbangan dan subjek II, telah menggunakan obat
ARV, artinya subjek telah memutuskan dengan beragam
pertimbangan untuk menggunakan ARV.
5) Berdomisili di Jakarta dan sekitarnya. Jakarta menjadi sample bagi
kasus penderita HIV/AIDS di kola besar lainnya di Indonesia.
B. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pendekatan kualitatif, metode yang umumnya digunakan untuk
mengumpulkan data adalah observasi, wawancara, dan peninjauan berbagai
dokumen yang relevan mengenai subjek. Dalam penelitian ini, metode
pengumpulan data utama yang akan digunakan adalah wawancara,
sedangkan sebagai metode penunjang adalah metode observasi.
Wawancara adalah sebuah percakapan tata,p muka, dengan tujuan untuk
memperoleh informasi faktual untuk menilai kepribadian seseorang
(J.P.Chaplin 1987, hal 285). Wawancara adalah pertemuan tatap muka
antara pewawancara (interviewer) dengan mengajukan pertanyaan -
pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban relevan
sesuai permasalahan penelitian kepada seseorang yang diwawancara
(interviewee). (Fred N. Kerlinger).
74
Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara bebas terpimpin.
Wawancara bebas terpimpin merupakan kombinasi antara wawancara bebas
dengan wawancara terpimpin. Dalam pelaksanaanya, pewawancara
membawa pedoman wawancara yang merupakan garis - garis besar tentang
hal-hal yang akan ditanyakan untuk melengkapi data-data yang diperlukan.
(Suharsimi Arikunto, 1998). Wawancara dijalankan sesuai dengan pedoman
yang dibuat dan dilakukan secara santai diselingi humor. Karena subjek
umumnya remaja atau anak muda maka wawancara yang terstruktur dan
kaku tidak tepat.
75
Kelancaran wawancara sangat dipengaruhi oleh adanya rapport. Rapport
adalah suatu situasi di mana telah terjadi hubungan psikologis antara
pewawancara dengan subjek/responden, yaitu rasa curiga responden telah
hilang, dan antara responden dan pewawancara telah terjalin suasana
komunikasi secara wajar dan jujur. Rapport adalah suasana atau atmosfir
yang wajar dalam berbincang-bincang, bukan sesuatu yang dibuat-buat atau
yang ditanamkan ke dalam suatu wawancara. (Moh. Nazir, 1983).
Selain mengumpulkan data dengan wawancara dilakukan pula observasi
untuk melengkapi data-data yang secara verbal tidak tersampaikan. Teknik
observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi sistematis,
yaitu suatu teknik observasi yang dilaksanakan dengan menggunakan
pedoman observasi sebagai instrumen pengamatan, (Suharsimi
Arikunto, 1998) .. Observasi dilakukan berdasarkan pedoman observasi yang I
telah dibuat artinya dalam pengamatan dilapangan peneliti berusaha
mengungkapkan aspek - aspek tertentu yang tidak terungkap dalam
wawancara. Pengamatan hanya sebatas hal- hal yang ada di pedoman
observasi namun tetap masih terbuka dengan fakta-fakta di lapangan yang
menguatkan hasil penelitian. Dengan observasi diharapkan peneliti dapat
lebih menangkap intensitas emosi subyek terhadap pengalaman -
pengalamannya serta hal - hal lain yang tidak tercakup dalam informasi
verbal yang diberikan subjek sehingga dapat memperkaya data yang
diperoleh.
C. lnstrumen Pengumpulan Data
76
lnstrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah pedoman wawancara yang berlaku sebagai pegangan peneliti dalam
wawancara agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian dan untuk
mengingatkan peneliti akan aspek - aspek yang perlu digali dari subyek,
serta memudahkan kategorisasi dalam melakukan analisis data. Pedoman ini
disusun berdasarkan konsep - konsep teoritis yang telah dibangun dalam
Bab II.
Lembar observasi berisikan pedoman untuk mengamati tempat wawancara,
gambaran fisik subjek, gangguan selama wawancara, sikap subjek selama
jalannya wawancara, serta proses wawancara dari awal hingga akhir . Alat
pengumpulan data menggunakan tape recorderdan buku catatan.
D. Analisis Data
Analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata yang biasanya disusun dalam
teks yang diperluas. Menurut Matthew B. Miles dan A. Micheal Huberman,
ada tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan dan terjalin sebelum,
selama, dan sesudah pengumpulan data dalam analisa data, yaitu : reduksi
77
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Reduksi data
diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data "kasar" yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan. (Mathew B. Miles, A. Micheal
Huberman, 1992)
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan mengarahkan membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasi data dengan cara diverifikasi. Penyajian data sebagai
sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Proses penarikan
kesimpulan/ verifikasi dapat dilakukan tergantung pada besarnya data
kumpulan - kumpulan catatan- catatan di lapangan pengkodean,
penyimpanan, kecakapan peneliti, namun seringkali kesimpulan tersebut
telah dirumuskan oleh peneliti sejak awal.
Data - data yani~ telah terkumpul melalui wawancara kemudian dipindahkan
kedalam transkip verbatim. Penulisan transkip ini didasarkan pada kerangka
teori dan pedoman wawancara. Setelah dari transkip lalu dibuat ringkasan
dari setiap kasus dan dikumpulkan aspek - aspek penting yang relevan
dengan penelitian untuk dianalisis. Data - data yang telah dikumpulkan
kemudian dikelompokkan dan diberi kode (reduksi data) serta penjelasan
singkat untuk miempermudah proses interpretasi sesuai dengan outline
analisis data (penyajian data). Setelah data dikelompokan berdasarkan
outline kemudian dilakukan analisis terhadap masing-masing kasus. Hasil
analisis tersebut lalu dirangkum dan disimpulkan. Mengenai hal-hal yang
umum yang ada pada setiap kasus dan hal-hal khusus pada masing-masing
kasus akan dicatat sebagai bahan penarikan kesimpulan. Analisis kasus ini
semua mengacu pada kerangka teori dan permasalahan penelitian.
E. Tahapan Penelitian
1. Tahapan Persiapan
78
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti perlu melakukan persiapan yang
melakukan studi pendahuluan dengan mewawancarai salah seorang
responden yang sesuai dengan karakteristik sampel untuk mengetahui
permasalahan-permasalahan apa saja yang kerap terjadi pada responden,
dan kendala-kendala apa saja yang mungkin dihadapi oleh peneliti.
Mempersiapkan instrumen penelitian yaitu pedoman wawancara, lembar
observasi. tape recorder, dan buku catatan. Selain itu penelit! mencoba
membangun rapport dengan subjek penelitian agar subjek penelitian merasa
nyaman dan bersikap terbuka.
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan wawancara dengan subjek penelitian dilakukan dengan sekali
pertemuan persubjek dan bila ada kekurangan data maka akan dilanjutkan
via telepon kepada subjek bersangkutan.
79
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi paparan dan pembahasan yang disusun secara sistematis dari
kasus - kasus yang dialami masing-masing subjek. Bab ini terdiri dari dua
bagian. Bagian pertama berisi gambaran umum ke tiga subjek dan analisis
masing-masing kasus yang akan disajikan satu per satu. Kasus - kasus
tersebut akan dianalisis dengan menggunakan kerangka teoretis yang telah
diuraikan dalam landasan teori. Di dalamnya terdapat pula bagian-bagian
yang dirasa penting untuk diangkat berdasarkan kemunculannya dalam data
hasil penelitian.
Adapun dalam bagian kedua berisi gambaran umum ketiga subjek dan
perbandingan antar kasus dari ketiga subjek tersebut. Pada perbandingan
antar kasus akan dilihat kesamaan dan perbedaan dari ketiga kasus. Nama
subjek, tempat-tempat tertentu, dan orang - orang yang telibat dalam kasus
akan disamarkan untuk menjaga kerahasiaan subjek dan pihak-pihak lain
yang terkait. Masing-masing kasus pada bagian pertama akan dianalisis
dengan sistematika seperti sebagai berikut :
81
A. Gambaran umum subjek dalam tabel
B. Penyajian dan Analisis Data
Penyajian dan Analisis Data akan dibuat dalam susunan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Wawancara
2. Hasil Observasi
3. Latar Belakang Subjek
4. Masa Awai Terinfeksi HIV/AIDS
5. Masa setelah hasil tes HIV positif ---1). Sikap setelah positifHIV
2). Perasaan sebagai Odha
6. Konflik dan Pengambilan keputusan menggunakan ARV
1) lnformasi dan Persepsi tentang ARV
2) Kondisi Kesehatan Awai sebelum mengkonsumsi ARV
3) Konflik yang terjadi ketika akan menggunakan ARY
4) Pengambilan Keputusa·n menggunakan ARV
5) Strategi Pengambilan keputusan
7. Masa pasca mengunakan ARV (pasca pengambilan keputusan)
1) Dampak konflik dan pengambilan keputusan menggunakan
ARV
2) Pandangan masa depan; kemungkinan untuk terus
menggunakan/tidak menggunakan lagi
C. Perbandingan antar kasus
1.Gambaran Subjek Penelitian
2.Gambaran Pengalaman Subjek dalam Memutuskan Menggunakan
ARV
3.Dinamika Konflik dan Pengambilan Keputusan
A. GAMBARAN UMUM SUBJEK
Gambaran um1
um masing-masing subjek disajikan dalam tabel berikut
ini:
Fraz Adi Yos
Umur 28 37 29
Domisili Jakarta Jakarta Jakarta
Latar belakang Religius dan Sang at Dari keluarga baik-
keluarga perhatian mengutamakan baik, ibu sangat
pendidikan sayang
Ag a ma
Pendidikan Formal, hingga Umum, dan Formal, hingga
perguruan pesantren, perguruan tinggi
tinggi perguruan tinggi
Ekonomi Menengah atas Menengah bawah Menengah atas
keluarga
82
Profesi Konselor AIDS KonselorAIDS,
penulis
Status Belum nikah menikah
Positif HIV 2003 2001
Menggunakan 2003 Bel um
ARV menggunakan
B. Penyajian dan Analisis Data
1. KASUS FRAZ
1. Pelaksanaan Wawancara :
Wawancara dilaksanakan pada tanggal : 24 Juli 2004
Waktu : 09:00 - 10:20
2. Hasil observasi selama proses wawancara
Konselor AIDS,
peg.swasta
Belum nikah
1999
2000
Fraz adalah seorang pria berkulit putih dengan rambut cepak. fraz terlihat
agak gemuk. Fraz berpenampilan sederhana dengan menggunakan kaos
dan celana hitam. Saat wawancara Fraz bersikap terbuka dan ramah. Setiap
pertanyaan dijawab dengan lancar tanpa kesan menutup-nutupi. Fraz duduk
dengan santai namun beberapa kali mencondongkan tubuhnya ke
depan.Sikap Fraz tampak sangat hangat dan bersahabat. Fraz terlihat
83
84
emosional bila pembicaraan tentang masa lalu saat ia menggonakan
narkoba, nasib teman-teman Odha lainnya serta kebijakan pemerintah yang
berkenaan dengan ketersediaan ARV. Fraz terlihat bersemangat dalam hidup
dan tidak terlihat beban bahwa dirinya adalah Odha.
3. Latar belakang Subjek
Fraz adalah berasal keluarga besar dan juga keluarga yang baik-baik. Orang
tuanya beragama Islam dan telah pergi haji. Pendapat orang tuanya di
lingkungan sangat didengar oleh masyarakat. Orang tua Fraz merupakan
sesepuh di masyarakat. Kakak-kakak Fraz tergolong berhasil dan mapan,
ada yang berprbfesi sebagai dosen di Universitas terkemuka di Bandung,
sebagian berprofesi sebagai wiraswastawan dan pegawai swasta. Fraz
dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki dasar agama yang cukup kuat.
Kedua orang tua Fraz sangat menekankan ajaran agama dalam keluarga.
Fraz menempuh pendidikan seperti lainnya dari sekolah dasar hingga
perguruan tinggi. Masa pendidikan Fraz dilewati dengan wajar dan lancar,
Fraz pun mendapatkan pendidikan agama yang memadai disamping
pendidikan formal. Selain pendidikan formal,Fraz mendapatkan pendidikan
madrasah selama 5 tahun dan Fraz termasuk pandai, ia pernah masuk
peringkat 3 besar di sekolahnya.
85
Fraz sebelum mengkonsumsi narkoba rajin sholat, dan Fraz sering
melakukan sholat Shubuh dan Maghrib di masjid. Dalam keluarganya Fraz
mengaku paling pandai membaca tajwid dan sering kali orang tuanya
diberitahu bila ada kesalahan dalam pembacaan al Quran. Fraz suka
berteman, ia berteman dengan siapa saja dan bergaul seperti biasa. Setelah
lulus SMA, Fraz masuk perguruan tinggi swasta di kawasan Depok
mengambil jurusan akuntansi. Karena alasan tempat tinggal yang jauh dari
kampus Fraz mengontrak rumah sebagai tempat kos bersama teman -
teman lainnya. Di rumah kos inilah Fraz merasakan kebebasan. Rumah
kosnya sangat strategis dan dijadikan tempat kumpul-kumpul serta tempat
mampir teman-teman mahasiswa, bahkan rapat-rapat senat sering diadakan
pula disini.
Di minggu pertama setelah Fraz menempati kos, Fraz langsung mengenal
narkoba dari teman - temannya. Narkoba saat itu sangat marak, dan saat itu
yang terkenal adalah jenis Amfetamin. Pada awal mengkonsumsi narkoba
Fraz mengakui langsung suka dan saat itu juga ia merasa kecanduan.
Setelah itu setiap malam Fraz mengkonsumsi narkoba. Pada tahun 1999,
kebiasaan Fraz mengkonsumsi narkoba diketahui keluarga. Setelah Fraz
diketahui mengkonsumsi narkoba ia tidak dibolehkan lagi tinggal di tempat
kos. Lalu ia kembali kerumahnya dan tinggal bersama orang tua. Namun
lingkungan tempat tinggal Fraz terdapat banyak narkoba karena tempat
tinggalnya dekat dengan kawasan Roxy, Jakarta Pusat dan Fraz akhirnya
belum bisa lepas dari narkoba.
86
Perilaku Fraz yang tidak mau berubah menyebabkan dirinya pernah diusir
dari rumah. Lalu Fraz tinggal ditempat bandar selama 3 bulan. Pada tahun
1999, Fraz mulai merasakan kejenuhan. Fraz mulai sadar dan berfikir
setelah melihat teman - temannya banyak yang meninggal satu-persatu
karena OD (Over Oasis ), lalu banyak teman-temannya yang tertangkap polisi
bahkan tertembak. Mengenai uang untuk membeli obat-obatan Fraz jarang
meminta uang kepada orang tua untuk membeli narkoba, uang keperluan
narkoba ia dapatkan dari usahanya sendiri dan dari pergaulan dengan
teman-temannya termasuk dengan para bandar. Fraz mengakui bahwa
pecandu yang hidup dengan bandar akan sejahtera artinya kebutuhan
narkoba akan si:llalu terpenuhi.
Di tahun 1999 inilah ia benar - benar merasakan kejenuhan. Fraz teringat
perkataan Prof. Dadang Hawari bahwa siapapun tidak akan bisa terlepas dari
narkoba kecuali kesadaran dari diri sendiri ingin berhenti. Dan Fraz sadar
kecanduan tidak bisa dihentikan dengan paksaan kecanduan hanya bisa
berhenti oleh keinginan kuat dari si pecandu sendiri. Di tahun 1999 Fraz
merasakan kehidupan yang benar-benar berat yang membuat Fraz cukup
stres. Fraz stres karena kuliahnya tidak selesai, kakaknya koma di rumah
'i. ''-
87
sakit karena narkoba juga dan terinfeksi HIV/AIDS. Selain itu Fraz
ditinggalkan oleh pacar yang dicintainya dan Fraz merasa telah banyak
mengecewakan orang tua dan saudara-saudaranya.
Di tahun 1999, Fraz bertekad memutuskan untuk berhenti mengkonsumsi
narkoba. Setelah memutuskan berhenti, waktu Fraz digunakan untuk
menemani kakaknya yang koma di rumah sakit. Kakak Fraz juga pecandu
dan telah terinfeksi HIV/AIDS. Di saat menunggu kakaknya yang sakit inilah
Fraz merasakan sugesti yang sangat kuat untuk relaps (kembali
mengkonsumsi narkoba setelah beberapa waktu berhenti). Di saat inilah ia
merasakan sakaw yang menurutnya sangat sakit dan menyiksa dan Fraz
mengaku dirinya dalam mengatasi rasa sakit akibat sakaw ini tidak
menggunakan obat apapun. la berfikir jika ia kembali memakai narkoba lagi
ia akan merasakan sakaw lagi dan ini benar-benar sangat menderita. Hal ini
-yang makin menguatkan Fraz untuk berhenti. Di saat menunggu kakaknya
sakit, godaan untuk kembali menggunakan narkoba kembali sangat banyak.
Fraz sering menjumpai narkoba saat ia harus membeli obat untuk kakaknya
atau saat Fraz bertemu dengan teman-temannya. Ketika Fraz memutuskan
berhenti, teman-teman Fraz merasa kecewa namun mereka tidak bisa
memaksa Fraz untuk mengkonsumsi lagi.
88
4. Masa awal terinfeksi HIV/AIDS
Ketika Fraz menjadi pecandu Fraz sering menggunakan jarum suntik secara
bergantian baik itu sesama teman mahasiswa yang juga pecandu maupun
orang lain bahkan dengan orang asing. Namun demikian Fraz tidak
mengetahui dari siapa virus ini masuk. Fraz memiliki pacar namun hubungan
dengan pacar sebatas wajar-wajar saja dan Fraz tidak pernah berhubungan
intim dengan siapapun termasuk dengan pacarnya. Fraz sangat yakin dirinya
terinfeksi saat ia bergantian jarum suntik dengan orang lain.
Pada tahun 1999, Fraz tes VCT, kesadaran untuk tes HIV datang dari diri
sendiri karena ia merasa perilakunya beresiko seperti hal kakaknya yang
telah terbaring di rumah sakit karena terinfeksi HIV. la tahu ia pernah
bergantian jarum suntik dengan orang lain bahkan dengan orang asing.
Setelah Fraz menyadari dirinya beresiko terinfeksi HIV/AIDS, ia diam-diam
tes HIV tanpa memberitahukan kepada orang tuanya. Tes HIV ia lakukan
setelah kakaknya sembuh dan pulang dari rumah sakit.
Ketika Fraz tes HIV, Fraz merasa kesal dengan konselor karena Fraz
merasa ditakut-takuti dan membuat Fraz sangat ngeri akan apa yang
mungkin telah menimpa dirinya. Fraz sebenarnya berharap konselor
memberikan alternatif solusi, motivasi dan bukan malah menakut-nakuti.
Apalagi saat itu obat-obatan untuk HIV/AIDS masih jarang dan jika ada hanya
yang paten dan itu mahal harganya. Tes pertama hasil Fraz dinyatakan
I negatif dan menurut Fraz mungkin saat itu fase Window Priode. Lalu Fraz
tes lagi ke dokter. Setelah hasil tes diketahui, dokter tidak memberitahukan
hasilnya dan dokter mengatakan bahwa ia sehat dan boleh melakukan
kegiatan seperti biasa. Fraz merasa tidak puas karena dokter tidak
memberitahukan hasilnya, lalu Fraz melewati hari demi hari dengan tanda
pertanyaan apakah ia terinfeksi HIV atau tidak. Namun demikian setelah
pengetesan kesehatan itu Fraz tetap dipantau. Lalu Fraz mulai merasakan
sakit - sakitan. Fraz kemudian tes HIV/AIDS lagi, dan hasilnya positif.
5. Masa setelah hasil tes HIV/AIDS
1 ). Sikap setelah positif HIV
Fraz tidak terkejut alas apa yang ia terima karena ia telah menyadari tanda-
tanda yang ada pada dirinya dan Fraz menyadari dirinya sangat mungkin
89
sama seperti apa yang dialami kakaknya itu. Setelah dinyatakan positif, Fraz
merasa lega karena telah ada kepastian tentang kondisi dirinya. Namun
demikian setelah ia dinyatakan positif ia mengurung diri namun hal itu tidak
berlangsung lama. Setelah hasil pengetesan keluar, Fraz lalu
memberitahukan kepada orang tua dan beberapa kakaknya yang
menurutnya akan mendukung. Fraz hingga kini belum membuka diri kepada
masyarakat di sekitar rumah tinggalnya karena Fraz tidak mau keluarganya
90
diganggu oleh orang - orang yang belum memahai AIDS dengan benar dan
memiliki pandangan negatif terhadap Odha.
2). Perasaan sebagai Odha
Fraz tidak merasa terbebani dengan statusnya sebagai Odha karena setelah
ia terbukti HIV positif, hari-harinya ia isi dengan membantu sesama teman
Odha lainnya dan melakukan kegiatan yang positif di sanggar. Bahkan kini
Fraz telah menjadi salah satu pengurus harian di sana. Namun demikian
Fraz masih khawatir terhadap diri dan juga keluarganya bila banyak orang
tahu tentang status dirinya sebagai Odha. Oleh karenanya hingga sekarang
Fraz hanya mau terbuka kepada orang-orang tertentu saja. Hingga kini
lingkungan tempat tinggalnya bersama dengan keluarga belum mengetahui
jika dirinya Odha. Fraz merasa sekarang malah bersyukur telah diberikan
peringatan Allah sehingga Fraz merasa dirinya sekarang jauh lebih berguna
dan tenang. Fraz bahkan tidak sempat memikirkan dirinya Odha, Fraz
sangat sibuk menangani teman-temannya sesama Odha yang masih
terbaring di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan dan pendampingan.
Fraz pernah mendapatkan beragam reaksi lingkungan terhadap dirinya.
Mulai dari orang-orang yang dapat menerimanya hingga orang-orang yang I
mengusirnya dari rumah kontrakan yang ia sewa bersama dengan teman
Odha lainnya. Bahkan rumah kontarakan Fraz sendiri pernah mau dibakar
91
oleh masyarakat sekitar. Fraz bersyukur lingkungan keluarga dapat
menerima Fraz dengan baik termasuk orang tuanya dan beberapa kakak
kakak. Namun hingga kini ada beberapa kakaknya yang belum mengetahui
tentang dirinya karena Fraz khawatir jika ia memberitahukan tentang kondisi
dirinya, kakak-~akaknya akan memberikan sikap negatif.
6. Konflik dan Pengambilan keputusan menggunakan ARV
1 ).lnformasi dan persepsi tentang ARV
Pada tahun 1999 berita tentang ARV sering terdengar dan ARV menjadi
pemberitaan yang hangat yang seringkali dibahas. Fraz mendapatkan
informasi ARV dari bacaan yang ia baca, selain itu informasi ARV ia
dapatkan dari kakaknya yang berprofesi sebagai dokter serta konselor Fraz
sendiri. Pemahaman Fraz tentang ARV sangat berbeda saat awal ia
menggunakan ARV dengan sekarang. Saat awal ia menggunakan ARV,
pengetahuan seputar ARV sangat terbatas yaitu ARV harus diminum seumur
hidup, mahal, dan memiliki efek samping dari ringan hingga berat. Namun
kini karena ia juga sebagai pendamping dan aktivis di LSM pemahaman
tentang ARV bertambah luas .
Persepsi Fraz tentang ARV adalah ARV merupakan jalan keluar yang baik
bila saatnya tiba memang harus digunakan, yaitu bila CD4 antara 200
kebawah atau memiliki penyakit oportunistik yang banyak. Fraz merasa ARV
92
telah banyak membantunya bahkan membuat hidupnya kembali normal dan
dapat menjalankan aktivitas seperti orang - orang lain. Fraz menyadari ARV
tidak dapat menyembuhkan AIDS, fungsi ARV hanya menekan jumlah virus
yang ada dalam tubuh.
2). Kondisi kesehatan awal sebelum mengkonsumsi ARV
Sebelum mengkonsumsi ARV, Fraz memiliki CD4 hanya sebanyak 12
sementara CD4 orang normal adalah diatas 500. Dan terakhir tes setelah
Fraz menggunakan ARV ,CD 4 nya sekitar 217 dan kini Fraz bisa
beraktifitas seperti biasa. Sebelum mengkonsumsi ARV, Fraz memiliki
penyakit oportunistik yang banyak, tubuh Fraz penuh dengan koreng yang
tak kunjung sembuh. Fraz saat itu hanya bisa jalan beberapa meter saja
karena setelah itu dadanya terasa sesak, rambutnya rontok seperti orang
yang tengah menjalankan kemoterapi. Fraz dalam waktu satu.minggu
menggunakan ARV, Fraz mengakui dirinya berangsur-angsur membaik.
3). Konflik yang terjadi ketika akan menggunakan ARV
Setelah Fraz terbukti terinfeksi HIV/AIDS, ia lalu berusaha menjalani
pengobatan yang bisa membuatnya bertahan hidup. Saat itu kondisi Fraz
terus menurun dan kondisinya sangat rentan serta sangat mudah dimasuki
berbagai macam penyakit. Pada saat di rumah sakit setelah hasil tes HIV
membuktikan bahwa CD4 hanya tinggal 12, lalu dokter menyarankan Fraz
93
harus segera menggunakan obat ARV. Lalu setelah itu Fraz berdiskusi
dengan pihak keluarga dan berfikir selama tiga hari. Fraz mengetahui
melakukan pengobatan dengan ARV tidak mudah terutama masalah biaya,
infeksi oportunistik yang akan dialami serta pengobatan yang harus dijalani
seumur hidup. Setelah kurang lebih tiga hari berunding dengan pihak
keluarga dan keluarga Fraz menyetujuinya, Fraz bersedia untuk memulai
mengkonsumsi ARV. Pada awalnya Fraz khawatir akan makin memberatkan
kondisi keluargil namun bila tidak menggunakan ARV nyawa Fraz akan
terancam.
Fraz mengalami konflik setelah dokter menyarankan untuk menggunakan
ARV secepatnya. Konflik ini tidak mudah bagi Fraz. Namun karena kondisi
Fraz yang sangat disarankan untuk mengunakan ARV secepatnya
menyebabkan Fraz lebih memilih menggunakan ARV daripada tidak
menggunakan atau mencari pengobatan cara lain. Situasi yang dialami Fraz
adalah Konflik seputar penggunaan ARV, yaitu menggunakan ARV atau
tidak. Dalam perspektif Psikologi Lapangan situasi tersebut dinamakan
konflik mendekat-menjauh(approach-avoidance conflict). Konflik menurut
Lewin adalah suatu keadaan dimana ada daya-daya yang saling
bertentangan arah tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama. Konflik
itu sendiri terjadi ketika seseorang berada dibawah tekanan untuk merespon
daya-daya secara simultan. Dalam diri Fraz terdapat daya-daya yang
94
bertentangan arah yaitu daya-daya untuk menggunakan ARV dan daya-daya
yang mengarah tidak menggunakan ARV. Dengan adanya daya-daya dalam
diri Fraz ini , Fraz merasa tertekan namun ia harus memilih salah satunya.
Fraz menghadapi valensi positif dan juga negatif pada wilayah yang sama
yaitu ARV. Menurut Lewin, Konflik ini merupakan konflik yang paling sulit
untuk dipecahkan. Penyebabnya orang bersangkutan mengindari sekaligus
tertarik pada wilayah yang sama. Hal ini terjadi pada diri Fraz. Ketika wilayah
ARV bervalensi negatif, Fraz ingin menjauhi, tapi bila dijauhi, valensi positif
yang ada di wilayah itu menguat. Terjadi keseimbangan semu yang
menyebabkan konflik Fraz menjadi stabil. Keseimbangan semu dapat
memunculkan dua bentuk perilaku. Pertama inkonsistensi dan kedua leaving
the field. Pada kasus Fraz yang terjadi tampaknya adalah inkonsistensi.
Setelah Fraz memutuskan menggunakan ARV, ia tetap memakai ARV namun
tetap membawa keraguan atau kekhawatiran dalam dirinya. Dukungan penuh
dalam keluarga membuat valensi positif terhadap ARV menguat, Fraz
semakin ingin menggunakan ARV. Tapi disatu sisi Fraz tetap khawatir
tentang efek samping yang akan ia terima, selain itu ia merasa tambah
membebani keluarga serta Fraz harus menggunakan ARV ini seumur hdup.
Fraz mengalami kebimbangan sebelum ia memutuskan menggunakan ARV.
4). Pengambilan keputusan menggunakan ARV
Tahap - tahap pengambilan Keputusan
95
a. Penilaian masalah
Tahap ini adalah tahap Fraz berusaha mengenali masalahnya dan menilai
seberapa besar masalah yang dihadapi. Permasalahan yang tjmbul ini
sesungguhnya dapat dilihat dari resiko yang dapat terjadi bila tidak
menggunakan ARV. Fraz bila tidak menggunakan ARV kemungkinan besar
secara perhitungan medis hidupnya akan bertambah buruk, hal ini
dikarenakan kondisi Fraz yang sudah sangat lemah dan Fraz memilih banyak
infeksi oportunistik. Di satu sisi Fraz tidak tahu cara lain untuk mengatasi
penyakitnya dan seperti yang dikatakan Fraz, dirinya tidak mempercayai
pengobatan alternatif. Fraz merasa kondisi saat harus memutuskan
menggunakan ARV adalah darurat dan nyawa Fraz akan terancam bila tidak
diambil keputusan yang cepat. Fraz harus memutuskan dengan tepat
dengan mempeftimbangkan resiko dan konsekuensi - konsekuensi yang
harus dihadapi.
b. Survey alternatif - alternatif pilihan
Setelah menerima saran dari dokter untuk menggunakan ARV, Fraz
berdiskusi dengan pihak keluarganya. Fraz merasa pilihan menggunakan
ARV adalah yang terbaik dan dapat dipertanggung jawabkan secara medis.
Fraz tidak terlalu banyak memikirkan teknik pengobatan yang lainnya karena
Fraz harus cepat mengambil keputusan dan jika tidak nyawanya akan
terancam. Fraz tidak berfikir sama sekali dengan pengobatan alternatif
96
seperti jamu-jamuan, reflexiologi dan sebagainya. Saat itu yang dipikirkan
adalah bagaimana caranya agar ia bisa selamat dan tidak meninggal. Fraz
lebih meyakini medis daripada pengobatan alternatif. Dari pemikirannya itu,
Fraz memiliki dua pilihan tidak menggunakan ARV, atau menggunakan ARV.
c. Menimbang seluruh alternatif pilihan
Seluruh pilihan dievaluasi dalam tahap ini berdasarkan konsekuensi dan
kemungkinannya untuk dilakukan. Mengenai konsekuensi, yang terutama
dilihat adalah manfaat dan pengorbanan yang harus diterima. Dari segi
manfaat Fraz memandang menggunakan ARV lebih besar manfaat dari
pada tidak menggunakan ARV. Walaupun Fraz mendapatkan dukungan
keluarga namun demikian Fraz harus menyiapkan dana terus menerus
selama ia hidup. Mengenai kemungkinan untuk dilaksanakan, ia mengakui
kedua pilihan itu sebenarnya sama-sama berat tapi jika tetap tidak
menggunakan ARV maka nyawanya akan terancam dan pengobatan lain
masih diragukan olehnya. Fraz merasa setelah berdiskusi dengan keluarga,
dirinya akan didukung oleh keluarga dan ia sendiri akan terus mencari jalan
keluar untuk mendapatkan dana untuk membeli ARV. Akhirnya Fraz memilih
untuk mengggunakan obat ARV.
97
d. Membuat komitmen
Fraz setelah disarankan oleh dokter untuk secepatnya berunding dengan
keluarga untuk mencari pemecahan dan kesepakatan. Fraz bersama
keluarga berunding selama kurang lebih tiga hari. Setelah mendapat ijin serta
dukungan dari keluarga dan mendapat dukungan dari saudara-saudaranya,
Fraz memutuskan untuk menggunakan obat ARV
e. Penerimaan umpan balik
Tahapan ini dilewati Fraz dengan tidak mengalami banyak kendala karena
beberapa hal, d1iantaranya adalah jenis ARV yang dikonsumsi Fraz cocok
dan tidak menimbulkan efek samping yang berat. Fraz mengalami efek
samping dari ARV yaitu anemia atau kekurangan darah, selain itu Fraz
merasa penurunan fungsi syaraf motorik. Efek samping lainnya Fraz cepat
capek bila banyak berjalan. Namun ada efek samping yang menyenangkan
yaitu meningkatnya nafsu makan. Fraz dari awal menggunakan ARV hingga
saat wawancara mendapat bantuan dari LSM asing untuk mengkonsumsi
ARV gratis selama satu setengah tahun. Hal positif setelah menggunakan
ARV, tubuh Fraz bertambah sehat dan gemuk dan Fraz dapat melakukan
aktivitas seperti biasa lagi. lnformasi yang mudah didapat seputar ARV
membuat Fraz lebih nyaman dalam mengkonsumsi ARV. Aktivitas sebagai
relawan AIDS inilah yang menyebabkan Fraz selalu mendapatkan informasi
terbaru mengenai perkembangan HIV/AIDS
98
2). Strategi Pengambilan keputusan
Tahap - tahap pengambilan keputusan yang ditempuh Fraz memperlihatkan
bahwa ia cendrung menggunakan wish strategy. Seseorang yang
menggunakan wish strategy ini akan memilih alternatif pilihan yang dapat
membawa pada hasil yang paling diinginkan tanpa memperhatikan resiko. la
sadar bahwa keputusan untuk menggunakan ARV akan mendatangkan
resiko yang tidak sedikit. Namun dengan keputusan itu ia berharap dapat
bertahan hidup dan hidup lebih baik serta berkualitas. Baginya harapan ini
lebih baik untuk dicapai, untuk itu ia berani mengambil resiko apapun.
7. Masa Pasca menggunakan ARV
1). Dampak Konflik dan Pengambilan keputusan menggunakan ARV
Pada saat wawancara,Fraz sudah satu tahun mengkonsumsi ARV. la
mengatakan bahwa dirinya merasa lega dan jauh lebih baik. Hidup Fraz
jauh lebih sehat. Selain itu Fraz menerima efek samping yaitu anemia dan
penurunan fungsi syaraf motorik dari ARV ini. Namun demikian Fraz senang
karena ia bisa bertahan hidup dan kesehatannya kian membaik. Hingga kini
Fraz masih mengkonsumsi ARV dengan 3 kombinasi, obat ini ia minum satu
hari dua kali dan ia jalankan dengan cukup disiplin. Sehari - haii Fraz harus
membawa ARV di dalam tasnya dan Fraz telah terbiasa dengan jadwal
minum obat yang harus dipatuhinya, Fraz merasa minum obat tidak lagi
membebankan seperti pada awalnya. Fraz telah merasa ARV adalah bagian
99
dari dirinya yang harus ia bawa - bawa dan harus terus diingat. Fraz
bersyukur dengan kondisinya sekarang dan merasa ARV sangat berperan
hingga kondisinya seperti sekarang ini.
2. Pandangan Terhadap Masa Depan
Selama wawancara, Fraz bercerita bahwa dirinya sekarang jauh lebih baik
dan ia terus mengkonsumsi ARV. Hari - harinya ia isi dengan kegiatan yang
padat di sanggar dan berbisnis. Selain itu Fraz mendampingi teman - teman
odha yang memiliki masalah dan menemani teman-teman Odha yang berada
dirumah sakit untuk dicarikan jalan keluarnya. Fraz akan terus
mengkonsumsi ARV walau bantuan dari lembaga asing sebentar lagi akan
habis. Fraz tidak ada niat sama sekali untuk berhenti mengkonsumsi ARV
karena menurutnya berhenti mengkonsumsi ARV sama saja membiarkan I
virus HIV berkembang biak dalam tubuhnya. Dan ini berarti kematian. Fraz
akan terus mengkonsumsi ARV kedepan dan Fraz akan berusaha dapat
terus mengkonsumsi ARV nantinya. Namun Fraz berharap ARV semakin
berkembang sehingga ia dapat mengurangi penggunaan ARV dan efek
samping obat dapat diminimalisir atau bahkan tidak ada.
Tan tang.an ()dha Kepatuhan minu1n obat Diskriminasi EtCk sa1nping
Valensi negatif ARV harus disiplin dirninun1 seun1ur hidup efek smnping
Rcsolusi Kontlik Valensi + 111enguat
Pandangan n11:1sa depan: T i:rus n1enggunakan ARV
. -
Makin aktif di LSM AIDS
GAMBARAN KASUS FRAZ Latar Belakang Pribadi:
a. keluarga : baik-baik. religius b. pendidikan: Formal dan 1nadrasah c. agan1a : rajin ibadah d. pergaulnn: berteman dengan siapa saja e. ekonon1i : 1nenengah atas
+ Latar Belakang Terinft::ksi HIV:
a. A\\'al: berte1nan dt::ngan te111an negatif b. Proses : 1ninu111. putau. suntik c. Akhir: terint't::ksi HIV positif
i Test VCT I HIV:
a. T elah 111erasa n1c1niliki gejala AIDS
b. Pengalan1an kakak c. Hasil test : Positif
+ Masa setelah status HIV Positif:
a. sikap sett::lah terinft::ksi : U\val kaget b. agama: peningkatan -- c. ekonon1i : pengeluaran tinggi. dana
cukup d. sosial : 1nengala1ni diskrin1inasi
Latar Belakang Menggunakan ARV : -kondisi tubuh CD4 12.infeksi oportunistik -kurang yakin dengan non medis --didukung seluruh keluarga
--KONFLIK
Vale
100
Motivasi diri sendiri keluarga te1nan di LSM
nsi positif ARV Makin sehat gejala AIDS hi Jang banyak bukti cocok dengan &D\T
Approach-Avoidance Pengrunbilan keputusan = WISH STRATEGY
I. Penilaian masalah
i Mendesak n1enggunakan ARV
I I 2. Survey pilihan-pilihan
Pakai ARV Pakai ARV
l Tidak pakai ARV
3. Pertimbangan Hidup sehat
Dampak Kontlik dan Meninggal Pengambilan keputusan 4. Buat komitmen Manfaat : sehat dan psikologis 3 hari setelah disarankan Jega 5. Umpan balik Peruhahan: n1inum ARV Positif: badan sehat setian hari
101
2. KASUS ADI
1. Pelaksanaan Wawancara
Wawancara dilaksanakan pada tanggal : 20 Juli 2004
Waktu : 15:00 - 17:00
2. Hasil Observasi selama proses wawancara
Adi adalah seorang pria berkulit coklat kehitam-hitaman. Ukuran badannya
sedang, tidak terlalu tinggi. Adi suka berpakaian santai seperti kaos dan
perpenampilan sederhana. Sikapnya menunjukan sikap kebapak-bapakan
dan bersahabat. Adi terlihat cukup terbuka dan sangat senang untuk
diwawancarai. Adi saat diwawancarai terlihat sangat santai dan lancar dalam
menjawab pertanyaan peneliti. Adi tidak menceritakan mengapa dirinya
terinfeksi HIV/AIDS sebelum sebelum peneliti menanyakannya. Hal ini
menyebabkan dirinya terlihat belum sepenuhnya terbuka dengan
pewawancara terutama hal-hal yang sangat pribadi.Namun demikian Adi I
sangat antusias untuk bercerita tentang terapi alternatif yang dipilihnya.
3. Latar belakang Subjek
Adi adalah anak pertama dari empat bersaudara. Ayah ibunya beragama
Islam. Bapaknya dan saudara keturunan bapak sangat religius dan
102
mengutamakani pendidikan agama. Hampir semua saudara-saudara dari
bapak sekolah di sekolah agama. Sementara lbu memiliki darah bisnis.
Keluarga lbu banyak yang berhasil pada bisnis hiburan, seperti perfilman
atau persinetronan. Adi dari kecil hingga besar dibesarkan dalam keluarga
yang memiliki pemahaman agama yang kuat, Adi lahir di Bali karena
ayahnya berasal dari Bali. Ketika SMP dan SMA, Adi pindah ke Banyuwangi
ikut dengan neneknya. Di sana Adi sekolah di pesantren yang terkenal. Adi
memiliki hobi membaca, berenang dan naik gunung dan semuanya hoby ini
terpenuhi dari kegiatan sekolah yang diikutinya yaitu Pramuka. Selain itu Adi
pernah mengikuti juga pencak silat. Terlilhat dari gaya bicara Adi, Adi terlihat
sangat supel, ramah dan bersifat terbuka. Hal ini wajar saja sehingga Adi
memiliki pergaulan serta wawasan yang luas. Pekerjaan Adi kini sebagai
konselor AIDS dan penulis buku terutama yang berkenaan dengan AIDS dan
agama.
Adi sebagian besar masa remajanya dihabiskan di pesantren. Hal ini
menyebabkan ia akrab dengan lingkungan agama. Setelah lulus sekolah Adi
mengajar bahasa Arab, hingga murid Adi mencapai limapuluhan namun
setelah mulai menyatakan secara terbuka dirinya terinfeksi HIV/AIDS, murid
murid Adi mengundurkan diri satu persatu. Latar belakang pergaulan Adi
banyak diisi dengan kegiatan keorganisasian. Adi mengakui dirinya sangat
terbuka atau bersifat ekstrovet, ia senang berdiskusi atau ngobrol -ngobrol
dengan orang lain untuk bertukar wawasan atau keilmuan. Adi sangat
menyukai organisasi terutama yang berhubungan dengan aktivitas fisik dan
petualangan, di sekolah Adi ikut pramuka dan pencak silat.
4. Masa awal terinfeksi HIV/AIDS
103
Suatu ketika Adi berkenalan dengan seorang wanita yang Adi tidak tahu
bahwa wanita tersebut terinfeksi HIV. Adi menikahi wanita tersebut sebagai
istri kedua. lstri pertama Adi bertempat tinggal di kota yang berbeda. Sejalan
berjalannya waktu istri Adi mulai sakit-sakitan. Akhirnya setelah istrinya di tes
terbukti bawa istrinya positif terinfeksi HIV. Saat itu Adi juga dites bersama
sama namun Adi hasilnya negatif, Adi meyakini dirinya masuk ke fase
Window Priode. Setelah itu istri Adi meninggal dunia kemudian Adi tes lagi
dan hasilnya Adi positif terinfeksi HIV. Adi meyakini bahwa dirinya terinfeksi
dari istrinya. Mengenai kebiasaan hidup Adi mengakui dirinya sangat benci
narkoba apalagi untuk menggunakannya. Bahkan Adi tidak suka dengan
rokok dan juga kopi. Adi meyakini ia tertular virus HIV/AIDS dari istrinya
yang kedua ini.
Sebelum Adi mengetahui dirinya terinfeksi HIV/AIDS , Adi telah mengetahui
seputar penyaki!t AIDS dari buku -buku dan bacaan yang ia baca. Karena
pengetahuan inilah Adi memberanikan diri mengajak istrinya untuk
mengetes bersama-sama untuk mengetahui apakah benar diri mereka
berdua telah terinfeksi. Pada awalnya istri Adi menolak, namun setelah
dibujuk akhirnya istrinya tidak keberatan. Hasil tes menunjukan istri Adi
positif terinfeksi HIV sementara Adi negatif.
104
Adi tidak kaget dengan hasil tes tersebut. Adi telah mengetahui gejala
gejala bahwa diri istrinya telah terinfeksi dan Adi juga mengaku setelah
terbukti dirinya terinfeksi HIV dirinya tidak kaget atau terkejut. Setelah hasil
tes yang kedua keluar dan Adi dinyatakan HIV positif Adi lalu memberi tahu
ke istri pertama. Selanjutnya ke orang terdekat lainnya seperti ayahnya lalu
adik-adiknya. Sikap keterbukaan Adi menunjukan sikap keterbukaan Adi
terhadap orang-orang terekatnya memeperligatkan Adi tidak mau
membohongi siapapun dan ia siap mendapatkan reaksi apapun dari orang
lain. Setelah Adi membuka diri kepada keluarga, Adi mulai membuka diri
kepada masyarakat . Adi mengaku membuka diri pertama kali pada tahun
2002 bulan Mei di depan acara pertemuan Lembaga-lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM).
5. Masa setelah hasil tes HIV positif
1). Sikap setelah positif HIV
Setelah Adi menerima hasil tes HIV, Adi mengaku dirinya tidak terkejut. Adi
sudah menyadari sebelumnya bahwa sangat mungkin ia terinfeksi melihat
dari gejala-gejala yang ada pada dirinya. Ketika Adi mengetahui hasil tes
105
positif yang ia khawatirkan adalah istrinya yang pertama ikut tertular. Namun
ketika diketahui istrinya tidak tertular Adi sangat lega dan bersyukur. Adi
sangat bersyukur karena diingatkan tuhan tanpa melibatkan istrinya
mengalami hal yang sama. Di sini Adi terlihat merasa bertanggung jawab
dan lebih bersalah bila istri ikut terinfeksi karena perbuatan Adi seorang. Adi
sangat bersyukur kepada Allah setelah mengetahui istrinya tidak terinfeksi.
Dari segi ibadah dan hubungan dengan tuhan, Adi merasakan
perkembangan yang positif. Adi merasakan dirinya ditegur oleh Allah dan
Allah masih sayang kepadanya. lstri Adi pada awalnya sangat kecewa atas
apa yang terjadi, impiannya tentang rumah tangga yang normal tidak seperti
dulu lagi. Namun sikap istri menunjukkan kesabaran dan keikhlasan yang
tinggi. Hal ini membuat Adi sangat terharu dan memotivasi Adi menjadi lebih
baik lagi. Setelah Adi mengetahui dirinya terinfeksi, Adi takut bila orang lain
dapat tertular olehnya terutama istri, anak dan keluarganya. Setelah Adi
mengetahui AIDS hanya tertular melalui cairan tertentu Adi merasa lega. Adi
memahami AIDS tidak tertular melalui air mata, cairan hidung, ludah dan
AIDS tidak melalui udara juga dengan bersentuhan.
2).Perasaan sebagai Odha
Adi tidak merasa berbeda dengan orang pada umumnya dan Adi sangat
tidak ingin orang lain membedakan antara Odha dengan bukan Odha.
Karena baginya orang dengan HIV/AIDS atau tidak memiliki hak dan
kewajiban yang sama. Semua hal yang bisa dilakukan orang normal bisa
pula dilakukan oleh Odha. Perbedaannya adalah orang dengan HIV/AIDS
tidak boleh menularkan virusnya kepada orang lain dan harus terus
menjaganya. Adi mengatakan bahwa dirinya setelah membuka diri ke
masyarakat luas dirinya mengalami diskriminasi dari lingkungannya, namun
demikian hal ini tidak membuat Adi menjauh atau memusuhi lingkungannya.
Adi berusaha ni1emahami sikap orang-orang tersebut terhadap dirinya. Adi
memahami sikap mereka selama ini dikarenakan salahnya atau kurangnya
informasi tentang HIV/AIDS itu sendiri. Hal ini yang menyebabkan Adi terus
berusaha menjelaskan secara proporsional tentang HIV/AIDS dan berusaha
menghilangkan "mitos - mitos" yang negatif dan tidak benar sedikit demi
sedikit di masyarakat.
6. Konflik dan Pengambilan Keputusan menggunakan ARV
1 ). lnformasi dan persepsi tentang ARV
106
Setelah Adi menyadari dirinya terinfeksi, Adi mencari tahu tentang
penyakitnya dan bagaimana pengobatannya. Adi mengakui bahwa informasi
banyak ia dapatkan dari buku-buku dan majalah. Adi jarang bertanya
kepada dokter karena menurutnya dokter - dokter sendiri masih banyak yang
tidak faham. Adi mengetahui telah ditemukan obat yang dapat menghambat
replikasi HIV/AIDS dalam tubuh yaitu ARV atau anti retroviral.
Kesenangannya membaca dan meneliti menyebabkan Adi memahami baik
buruknya ARV dan sejauh mana keterbatasan-keterbatasan ARV.
107
Adi memahami bahwa ARV cocok bagi sebagian orang tapi tidak cocok bagi
sebagian yang lain. ARV telah banyak menyelamatkan banyak orang dan
banyak orang bisa hidup walau terinfeksi HIV/AIDS karena terus
mengkonsumsi ARV. Kesenangan Adi dalam membaca dan melakukan
eksplorasi membuat Adi memiliki persepsi tersendiri tentang AIDS dan ARV.
Setelah Adi membaca dan mempelajari tentang ARV, Adi menganggap ARV
itu bagus dan bisa dijadikan sebagai cara yang tepat bagi banyak orang
untuk bertahan hidup walau telah terinfeksi HIV/AIDS. Namun demikian Adi
menganggap bahwa ARV itu adalah tetap obat, dan obat-obatan kimia itu
juga merupakan racun bagi tubuh. Maka Adi memahami semakin banyak
orang mengkonsumsi obat termasuk obat ARV sama saja orang itu
sebenarnya memasukkan racun dalam tubuhnya. Adi masih terus menunggu
perkembangan ARV dan ia sampai sekarang belum mengkonsumsi ARV. Bila
perkembangan ARV semakin bagus dan efek samping berkurang bahkan
tidak ada , Adi mengatakan suatu saat mungkin ia akan mengkonsumsi
ARV.
Adi senang melakukan studi literatur, dari studi literatur yang dilakukan, Adi
memahami ARV memiliki efek samping dari mulai ringan hingga beret. Adi
108
membaca hasil penelitian yang dilakukan peneliti independen di luar negeri
bahwa ARV selain positif juga memiliki efek samping seperti pengeroposan
tulang sumsum dan ini sangat berbahaya karena tulang sumsung adalah
pusat pembuat sel darah putih alami. Selain itu ARV dapat menyebabkan
gagal hati, kematian mendadak dan anemia. Adi mengetahui ada sekitar 26
efek samping yang mungkin terjadi pada diri Odha bila mengkonsumsi ARV.
Banyaknya ditemukan kasus efek samping ARV menyebabkan Adi kurang
begitu tertarik terhadap ARV dan Adi menjadi takut bila nanti diharuskan
menggunakan ARV disaat kondisi tubuhnya menurun. Adi memahami untuk
mengkonsumsi ARV tidak mudah dan harus memenuhi syarat-syarat tertentu
seperti CD4 dibkwah 200, atau memiliki penyakit oportunistik lebih dari satu.
Selain itu, sebelum memulai mengkonsumsi ARV harus dicek dulu fungsi
ginjal, fungsi hati dan fungsi otak. Selain itu yang membuat Adi khawatir bila
mengkonsumsi ARV adalah dirinya memiliki penyakit serosis hati atau
radang hati. Adi mengatakan bahwa bila disuruh memilih menggunakan ARV
atau tidak ia cenderung memilih tidak menggunakannya. Hal ini karena ia
memahami ada dua cara menghadapi HIV/AIDS yaitu dengan menekan
jumlah virus dalam tubuh dengan ARV dan dengan immunomodulatoryaitu
meningkatkan jumlah sel darah putih dengan obat-obatan medis maupun non
medis. Adi lebih memilih cara yang kedua.
2). Kondisi kesehatan awal sebelum mengkonsumsi ARV
Adi mengatakan bahwa terakhir tes, CD4 nya sebanyak 400 lebih ,
sementara ia miemahami orang normal di Indonesia CD4nya berjumlah
antara 400 - 1200. Adi bersyukur CD4 cukup tinggi dan masuk dalam
kategori normal seperti orang biasa. Namun demikian Adi terus berusaha
mempertahankan jumlah CD4nya atau bahkan meningkatkan lebih banyak
lagi. Adi mengaku kondisinya yang makin membaik dan ini salah satunya
karena ia melakukan terapi alternatif seperti dengan mengkonsumsi bawang
putih setiap hari, mengkudu, dan Adi selalu melaksanakan sholat tahajud
dan Ruqyah (doa-doa khusus). Adi percaya terapi tersebut dapat
meningkatkan daya tahan tubuh dan Adi membuktikannya sendiri.
Kepercayaannya itu lebih mantap setelah tes terakhir yaitu CD 4 nya
termasuk kategori normal. Adi mengatakan dirinya mengalami penyakit
Herpes dan bila Herpes ini kambuh sangat mengganggu. Adi mengetahui
virus Herpes tidak bisa hilang dalam tubuh dan Herpes menyerang bila daya
tahan tubuhnya menurun. Selain itu Adi mengalami sakit di tenggorokan
terutama saat menelan.
3). Konflik yang terjadi ketika akan menggunakan ARV
109
Adi mengatakan bahwa ia belum memiliki penghasilan tetap. Pekerjaan yang
ia lakukan adalah sebagai relawan dan konselor AIDS, selain itu ia juga
sebagai penulis buku. Adi mengakui dari segi ekonomi, keluarganya
sederhana bahkan cenderung kekurangan. Profesinya yang ia jalani bukan
karena orientasi uang melainkan pengabdian dirinya kepada kemanusiaan.
Untuk mengobati penyakit-penyakitnya Adi berusaha mencari obat yang
terjangkau harganya. Pengobatan untuk mengatasi virus HIV ia berusaha
mencari cara yang murah namun tetap efektif. Adi tidak sanggup bila harus
membeli obat-obatan atau suplemen-suplemen yang mahal, karena selain
dari profesinya tidak mencukupi ia juga harus menghidupi istri dan seorang
anaknya. Di sini Adi terlihat tegar dan tidak berputus asa. Adi berusaha
mencari alternatif lain untuk malawan penyakitnya.
Kondisi Adi memang belum dianjurkan untuk mengkonsumsi ARV, apalagi
Adi mengaku ia sangat takut terhadap efek samping yang mungkin terjadi
bila ia memakai ARV. Kekhawatiran Adi sangat beralasan melihat banyak
kasus-kasus mengenai efek samping dari ARV. Selain itu ia mempunyai
penyakit serosis hati. Adi pernah menyaksikan temannya meninggal di
depannya sendiri karena trombosit turun drastis sementara ketersediaan
darah saat itu di rumah sakit habis dan penurunan trombosit ini disebabkan
karena efek samping dari ARV. Adi juga menyaksikan efek samping lain
seperti Anemia, rambut rontok dan teman-temannya sering berganti
kombinasi ARV karena tidak cocok.
Adi menyadari untuk mengkonsumsi ARV harus dipertimbangkan secara
I mendalam lahir maupun batin. Adi merasa tidak sanggup bila harus
110
111
mengkonsumsi ARV karena harga ARV termasuk tinggi bagi dirinya. Bila ia
harus mengkonsumsi ARV itu artinya ia harus menyiapkan dana setiap bulan
untuk membeli ARV dan ini harus dilakukan seumur hidup. Adi menganggap
ARV masih berupa eksperimen walaupun kian waktu terus bertambah maju.
Adi merasa bila dirinya mengkonsumsi ARV itu berarti ia sebagai kelinci
percobaan atas 1ARV yang masih dalam tahap penyempurnaan dan ia tidak
mau dirinya dikendalikan oleh ARV, setiap hari harus mengkonsumsi ARV
dan tidak mau dirinya dibayangi dengan resistensi virus bila tidak tepat waktu
min um obat ARV. Namun demikian disatu sisi Adi pun ingin seperti teman
temannya yang cocok dengan obat ARV. Badannya bertambah gemuk dan
segar. la senang melihat teman-temannya yang dulu CD4nya 12 atau
bahkan 4, meningkat drastis setelah mengkonsumsi ARV. Banyak pula ia
lihat teman-temannya semakin sehat hari demi hari bahkan ada temannya
yang virus HIV dalam dirinya tidak terdeteksi lagi. Disini Adi mengalami
konflik, disatu sisi ia ingin seperti teman-temannya yang cocok dengan ARV
tapi disisi lain ia takut karena melihat teman-temannya yang menderita
bahkan meninggal karena mengkonsumsi ARV. Selain itu ia pun tidak
sanggup untuk membeli ARV karena keterbatasan ekonomi yang ia miliki.
Konflik yang dialami Adi dalam persfektif psikologi lapangan disebut konflik
mendekat - menjauh (approach - avoidance). Adi ingin seperti teman
temannya yan9 cocok menggunakan ARV namun Adi menjadi ragu-ragLL
112
karena teman-teman yang lain tidak cocok dengan ARV dan ia melihat
sendiri temannya meninggal karena efek samping ARV. Kebimbangan dan
kekhawatiran Adi mencerminkan adanya valensi positif dan negatif pada
ARV. Dikatakan oleh Lewin, jika valensi yang ada pada suatu wilayah negatif,
maka daya-daya yang ada akan menghindarkan atau menjauhi wilayah
tersebut. Hal ini tampak pada pemikiran Adi untuk belum menggunakan
ARV, karena jika ia menggunakan ARV itu berarti ia memiliki resiko dan
harus siap dengan efek samping bila ARV tidak cocok dengan dirinya.
Di sisi lain ARV memiliki valensi positif, yaitu adanya harapan untuk hidup
lebih sehat lagi dan memiliki CD4 yang tinggi serta ada kemungkinan virus
dalam tubuh Adi tidak terdeteksi lagi. Konflik yang dialami Adi adalah konflik
yang sulit untuk diputuskan karena disatu sisi ARV memiliki hal positif disisi
lain negatif. Konflik ini sebenarnya belum benar-benar terjadi karena Adi
belum dianjurkan mengkonsumsi ARV oleh dokter dan secara hitungan
medis Adi masih bisa bertahan tanpa ARV. Namun konflik ini terjadi saat Adi
berfikir bila mana kondisi tubuhnya tidak sebaik sekarang, dan konflik ini
dapat terjadi bila Adi memiliki keinginan lebih sehat lagi seperti teman
temannya yang cocok menggunakan ARV. Selain itu konflik ini untuk saat
sekarang masih teratasi karena ada alternatif pilihan yang dapat dipilih Adi
yaitu Adi tidak menggunakan ARV tapi menggantinya dengan terapi alternatif
seperti dzikir, ruqyah dan sholat tahajud. Sejauh ini Adi melaksanakan terapi
alternatif ini dan hasilnya Adi tetap sehat hingga sekarang. Adi mengakui
setelah ia menjalankan terapi alternatif ini CD4 nya meningkat dan kondisi
kesehatan lebih baik, Adi juga mengakui terapi yang dijalankannya juga
membuat pikiran dan perasaan menjadi tenang.
113
Lewin menjelaskan konflik mendekat-menjauh seperti yang telah dijelaskan di
atas hanya dapat terjadi kalau ada batasan-batasan (barrier) yang kokoh
pada lapangan kehidupan pada diri bersangkutan sehingga tidak ada daya
yang bisa keluair dari wilayah-wilayah terjadinyak. Dengan demikian,
kestabilan konflik sebetulnya akan cepat terpecahkan jika terjadi beberapa
situasi. Pertama jika batas tidak kuat dan ada wilayah lailn yang bervalensi
positif, maka daya akan berpindah ke wilayah yang terakhir ini. Terjadilah
substitusi dan konflik pun berakhir. Kedua, salah satu daya berkembang
menjadi lebih dominan, sehingga pergerakan (lokomosi) pun terjadi mengikuti
arah daya tersebut. Pada kasus Adi batasan menggunakan ARV tidak kuat
karena ada wilayah lain yang bervalensi positif yaitu pengobatan alternatif
yang juga sama efektif dan diyakini oleh Adi, Kebutuhan ARV mendapatkan
substitusi oleh pengobatan alternatif dan konflik pun berakhir
4). Pengambilan keputusan
Tahap-tahap Pengambilan keputusan
a. Penilaian Masalah
Adi mengaku masalah terbesar bila ia harus menggunakan ARV adalah
dana dan efek samping. Penghasilan Adi yang terbatas dan hanya cukup
untuk kehidupan sehari-hari menyebabkan Adi mencari alternatif lain. Dana
merupakan masalah yang cukup besar bagi Adi untuk menjaga tubuh agar
selalu sehat saja memerlukan dana yang tidak sedikit. Selain itu Adi masih
takut terhadap efek samping bila ia mengkonsumsi ARV, hal ini ia ketahui
dari literatur yang ia baca dan pengalaman teman-temannya yang sudah
menggunakan ARV.
114
Adi memiliki penyakit lever dan ini menjadi pertimbangan pula dalam
mengkonsumsi obat-obatan medis terutama ARV. Selain itu Adi masih
memiliki jumlah CD4 yang cukup yaitu 400, artinya ia belum dianjurkan untuk
menggunakan ARV. Tindakan yang Adi lakukan kini adalah
mempertahankan jumlah CD 4. Adi meyakini bahwa setiap penyakit itu
datang dari Allah dan Allah pula yang memberikan obatnya, dan Allah tidak
menguji seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupan orang tersebut.
Hal ini yang membuat Adi tidak pernah berputus asa.
Adi mempercayai terapi alternatif itu tidak memiliki efek samping yang
berbahaya. Adi meyakini HIV/AIDS bisa diatasi dengan cara lain seperti
terapi alternatif dengan mengkonsumsi tanaman tradisional, seperti bawang
putih, mengkudu, jinten hitam. Selain itu adapun terapi lain yang ia percayai
adalah terapi sholat malam (tahajud) dan terapi ruqyah. Semua terapi ini ia
laksanakan dan ia merasakan keefektifannya. Hal ini pula yang
menyebabkan ia tidak langsung menyetujui menggunakan ARV.
b. Survey alternatif - alternatif Pilihan
Setelah Adi terbukti terinfeksi HIV ia berusaha terus mencari informasi apa
itu AIDS dan bagaimana mengobatinya. Adi mencari informasi hampir di
semua literatur, baik itu literatur medis modern, tradisional bahkan literatur
keagamaan. Adi memahami bahwa dunia medis modern telah menemukan
ARV dan sangat banyak orang-orang asing seperti orang Amerika, lnggris,
Perancis telah mengkonsumsi ARV dan hasilnya sangat menggembirakan.
Adi juga telah ~nemahami bahwa obat-obatan tradisionalpun bisa
meningkatkan sel darah putih dan daya tahan tubuh, selain itu pengobatan
tradisional memiliki resiko atau efek samping yang ringan.
115
Selain pengobatan modern, pengobatan Timur atau tradisional Adi juga
tertarik mempelajari pengobatan cara Nabi Muhammad SAW atau
pengobatan Islam. Dari tiga pilihan yang telah ia pelajari masing-masing
menurutnya ada kelebihan dan kekurangannya. Hingga sekarang lebih
meyakini terapi tradisional dan terapi agama, terapi ini telah Adi jalankan
hingga sekarang. Baginya terapi ARV adalah terapi yang mahal dan memiliki
efek samping. Selain itu ARV adalah obat kimia yang dipahaminya sama
seperti racun bagi tubuh.
c. Menimbang Seluruh Alternatif Pilihan
I I 6
Setelah Adi mempelajari tentang HIV/AIDS, pengobatannya dan bagaimana
hidup dengan AIDS, Adi lebih dapat bersikap proporsional. Adi tidak seperti
dulu saat awal terinfeksi HIV yaitu takut dengan "mitos-mitos" seputar AIDS.
Adi juga telah mempelajari terutama dari bacaan-bacaan baik itu dari dalam
negeri maupun luar negeri. Pilihannya tentang pengobatan AIDS yang ia
alami lebih kepada konsekuensi - konsekuensi yang mungkin terjadi dan
kemungkinan-kemungkinan pilihan itu dapat dilakukan. Mengenai
konsekuensi, yang terutama dilihat dari manfaat dan pengorbanan yang
yang harus diterima. Dari segi manfaat Adi mungkin bisa lebih sehat lagi
dari sekarang seperti keadaan teman-temannya yang cocok dengan ARV.
Namun demikian Adi merasa ARV masih banyak efek samping yang harus
dipertimbangkan. Selain itu konsekuensi lain adalah Adi nantinya harus
menyiapkan dana untuk mengkonsumsi ARV selama hidup.
Adi juga melihat konsekuensi yang diterima dari menggunakan terapi non
ARV itu lebih ringan dan dari segi hasil sama efektifnya. Adi telah merasakan
dan mencoba sendiri efektifitas terapi non ARV atau terapi alternatif dan Adi
merasakan sendiri terapi ini cukup efektif. Hal ini yang menyebabkan Adi
terus menjalankan terapi alternatif. Adi sejauh ini terus mengikuti
perkembangan pengobatan ARV, Adi berharap kemajuan pengobatan ARV
semakin pesat sehingga ARV dapat lebih murah lagi dan efek samping ARV
menjadi sangat ringan atau bahkan tidak ada sama sekali. Adi mengatakan
jika ARV semakin baik dan bila kondisinya mengharuskan mengkonsumsi,
maka Adi kemungkinan menggunakan terapi ARV, dan Adi akan tetap
menjalankan terapi alternatif dan terapi religius .
d. Membuat Komitmen
Adi belum membuat komitmen untuk menggunakan ARV karena Adi belum
disarankan untuk menggunakan ARV. Hal ini dikarenakan CD4 nya normal
yaitu 400 dan juga ia lebih memilih pengobatan alternatif. Baginya membuat
komitmen menggunakan ARV sangat berat dan harus mempertimbangkan
banyak hal seperti, dana dan efek samping dari ARV itu sendiri. Sampai
penelitian berlail1gsung Adi lebih meyakini pengobatan alternatif sebagai
terapi yang baik dan efektif dan juga tidak memiliki efek samping.
e. Penerimaan Umpan Balik
117
Sampai saat ini kondisi Adi terlihat sehat CD4 nya terakhir ditest berjumlah
400. Adi merasa baginya terapi tradisional seperti bawang putih, mengkudu
dan sebagainya serta terapi religius seperti, sholat tahajud, ruqyah dan dzikir
memberikan kesembuhan bagi penyakitnya. Adi mengaku tidak hanya
penyakit fisik saja yang sembuh tapi juga ia mendapatkan ketenangan jiwa,
ketrentaman hati dan juga ketenangan pikiran.
Penyakit Adi yang masih sering kambuh adalah herpes. Adi mengatakan
herpes ini kan muncul bila kondisi tubuh Adi menurun dan Adi menyadari
hal ini salah satunya disebabkan jiwanya sedang tidak tenang. Adi merasa
kondisinya menurun bila ia tidak konsisten menjalankan tahajud atau dzikir
dan ruqyah. Adi mengatakan jika ia sedang jarang tahajud, badan dan
pikiran terasa tidak "karu-karuan". Kondisi ini ia alami juga bila ia mulai
berbuat salah seperti berbuat dosa dan maksiat.
5). Strategi Pengambilan Keputusan
118
Tahap-tahap pengambilan keputusan yang ditempuh Adi memperlihatkan
bahwa ia cenderung menggunakan Wish Strategy. Seseorang yang
menggunakan strategi ini akan memilih alternatif pilihan yang dapat
membawa pada hasil yang paling diinginkan tanpa memperhitungkan resiko.
Adi yakin bahwa terapi yang dipilih dan dipraktekannya dapat membawa
hasil yang paling diinginkan dan Adi menganggap mengkonsumsi obat
obatan atau tanaman tradisional walau tidak enak bahkan pahit adalah
resiko. Namun resiko ini tidak seberapa dibandingkan khasiat yang ia
dapatkan dari tanaman tradisional tersebut. Selain itu terapi tahajud dan
ruqyah atau dzikir bagi Adi bukanlah resiko melainkan kebutuhan yang harus
119
dipenuhi karena tidak hanya menyehatkan fisik tapi juga menyehatkan jiwa
dan pikiran.
7. Masa Pasca Pengambilan Keputusan
1 ). Dampak Konflik dan Pengambilan keputusan
Pada saat wawancara Adi belum mengkonsumsi ARV, Adi merasa belum
saatnya mengkonsumsi ARV yang menurut Adi ada beberapa alasan,
pertama CD4 yang dimiliki Adi masih diatas 400, kedua ia masih sangat
takut terhadap efek samping yang mungkin terjadi bila ia mengkonsumsi ARV
dan Adi tidak memiliki cukup biaya untuk membeli ARV. Hingga sekarang ini
Adi berusaha untuk terus mempertahankan kesehatannya terutama jumlah
CD4 nya agar tidak turun sehingga ia tidak diharuskan mengkonsumsi ARV.
Dan bila jumlah CD 4 nya suatu saat sekitar 200, Adi berupaya tetap
mencari alternatif lain yang lebih aman dan dengan biaya terjangkau. Adi
berusaha untuk tidak mengkonsumsi ARV sampai kapanpun. Adi mungkin
akan mengkonsumsi ARV bila ada kemajuan seperti efek samping yang
makin sedikit dan juga dengan biaya yang terjangkau. Sampai saat ini Adi
terus menunggu dan menanti perkembangan ARV dan ia selalu berharap I
ARV semakin baik lagi mutu dan kualitasnya dan juga murah dan Adi
berharap vaksin AIDS yang ia ketahui dari literatur yang ia baca cepat
ditemukan.
Adi sekarang tetap mengalami herpes. Selain itu ia sering mengeluarkan
keringat malam saat malam hari. Selain itu Adi mengalami sakit saluran I
pernapasan. Adi bila ada keluhan atau menderita penyakit langsung
konsultasi kedokter langganannya dan Adi selalu berusaha patuh untuk
mengikuti saran dan nasihat dokternya.
2). Pandangan Terhadap Masa Depan
Adi merasa bersyukur dengan kondisinya sekarang, kesehatannya yang
terus terjaga hingga sekarang ia percayai adalah hasil dari terapi alternatif
yang telah dan sedang ia jalankan terus menerus. Adi mengatakan kepada
orang lain bahwa tanpa ARV pun orang HIV positif bisa bertahan hidup dan
120
terus terjaga kesehatannya. Bagi Adi , ARV penting tapi tidak segala-galanya.
Dan masih ada alternatif-alternatif lain selain ARV. Harapan Adi kedepan ia
masih bisa konsisten menjalankan terapinya terutama terapi tahajud dan
ruqyah. Selain itu Adi berusaha terus mengkonsumsi obat-obat tradisional
atau obat-obatan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Adi memiliki
keinginan menulis buku dan menjelaskan kepada masyarakat tentang
manfaat dari sholat tahajud dan juga ruqyah. Namun demikian, kedepan Adi
mungkin saja mengkonsumsi ARV bila dirinya diharuskan menggunakan ARV
oleh dokter dan juga perkembangan ARV telah maju, seperti efek samping
yang ringan atau bahkan tidak ada dan juga harga ARV yang terjangkau.
121
GAMBARAN KASUS Latar Bdakang Prihadi:
a. kcluarga : baik~baik. religius h. pcndidikan : Formal dan pcsantren c. agama : r~iin ibadah dan fahain agmna d. pergaulan: tenrnn knlangan agan1a. luas c. t'konomi : pas·pasan
i Latar Bela~ang Terinfeksi HIV:
a. Awai: n1crantau mt!ninggalkan istri I h. Proses : tncnikahi wanita terinfoksi HIV c. Akhir : terinfoksi HIV positif
.J, Test VCT I HIV:
a. Tclah n1crasa men1iliki gejala AIDS b. tt:s bersama istri a. Hasil test : Positif
i Tantangan Odha tvtasa sctelah status HIV Positif:
- diskriminasi a. sikap setdnh terinfcksi : biasa saja Motivasi
- pcngeluaran h. agama : mi;:ningkat - diri sendiri
tinggi ckonomi : pengeluaran tinggi. dana tidak - istri I - c.
1-- - temandi LSM - belum at.la cukup literature
pcngha<;ilan tctap d. sosial : mcngalami diskrlmina<>i - agama
+ Latar belakang belun1 n1enggunakan .1\.RV : Valensi positif -kondisi tubuh CD4 400 - banyak tc1nan
Valensi ncgatif ARV - yakin dengan n1edis dan non med is cocok dengan
- Efok s:unping ARV - Dana yang bt:sar -ada terapi alternatif - ingin lebih sehat - Ada tt:rapi -didukung scluruh keluarga
alternatif tidak ada dana
I I .J, ,
. - KONFLIK Pcngmnbilan keputusan = Approach-Avoidance WISH STRATEGY
Rcsolusi Konllik I. Penilaian masalah
.J, Belum snatnya minum ARV Ynlcnsi - n1cnguat Pcngobatan altcmatif .
I Tidak pakai I Dana terbatas
ARV 2. Survey pilihan-pilihan Pandangan masa dcpan:
+ PakaiARV
Kcmungkinan mcnggunakan Tidak pakai ARV ARV bila altcniatiftidak cfcktif
Dnn1pak Konflik dan Terapi alternatif
Jagi. CD4 dibawah 200. 3. Pertimbangan mcmpcrkenalkan lcrapi altcrnatif Pcngambilan keputusan Hidup sehat scbagai solusi ~
Manfaat : schat dan psikologis , Mcninggal perlahan tcnang -Pen1balum:Disiplin terapi
Hidup sehat 4. Buat komitmen I altcrnatif dun scmakin yakin Memilih terapi alternatif 5. U111pan balik
Positif: badan schat.tcnang Ncgatif: -
3. KASUS YOS
1 . Pelaksanaan Wawancara
Wawancara dilaksanakan pada tanggal : 24 Juli 2004
Waktu : 10:30 - 12:00
2. Hasil observasi selama proses wawancara
122
Yos adalah orang pria yang berperawakan cukup tinggi dengan sikap badan
tegap. Kulitnya agak hitam dan berpenampilan cukup menarik. Yos
berpakaian kaos putih dengan celana jeans biru. Sepertinya Yos menyukai
baju santai namun tetap memberikan kesan sporty. Yos bersikap santai saat
diwawancarai. la berusaha menjelaskan setiap pertanyaan tanpaterkesan
menutup-nutupi. Sepanjang wawancara berlangsung, Yos tidak terlihat
emosional terhadap topik-topik yang diutarakan. Semua pertanyaan dijawab
dengan biasa - biasa saja dan santai. Yos terlihat tidak memiliki beban yang
berat, Yos terkesan santai, humoris dan "menikmati hidup".
3. Latar belakang Subjek
Usia Yos sekitar 29 tahun dan Yos belum menikah. Yos berprofesi sebagai
pegawai disebuah perusahaan swasta. Selain itu Yos aktif sebagai pengurus
dan juga relawan AIDS di suatu LSM yang bergerak dibidang penanganan
123
kasus HIV/AIDS. Yos berasal dari keluarga baik-baik dan cukup berada.
Keadaan keluarga Yos baik dan Yos mengakui ibunya sangat perhatian
kepadanya. Yos merasakan kasih sayang penuh dari keluarga terutama dari
ibunya. Yos memiliki banyak saudara, hubungan Yos dengan saudara
saudaranya baik-baik saja. Waiau hubungannya baik, Yos lebih terbuka
ngobrol dan kumpul - kumpul dengan teman-temannya. Pemahaman Yos
terhadap agama kurang dan ia mengakui bahwa dalam melaksanakan sholat
lima waktu hingga kini masih sering bolong - bolong. Yos sangat menyukai
olah raga terutama olah raga Basket dan Yos pernah masuk ke dalam tim
basket di sekolahnya.
Yos memiliki latar belakang pergaulan yang luas, hal ini dikarenakan sifat
Yos yang supel dan "rame" ketika gabung dengan teman -temannya. Yos
mengatakan dirinya memiliki beraneka macam teman mulai da.ri teman yang
baik -baik dan juga teman-teman yang bandel seperti teman - teman yang
perokok dan peminum atau pemabuk. Yos mengaku lebih menyukai
berteman dengan teman yang bandel karena Yos menganggap mereka
lebih "keren".
4. Masa awal terinfeksi HIV/AIDS
Yos mengaku sejak SD sudah mulai merokok. Kebiasaan sejak kecil
dengan hal-hal yang agak dilarang membuat sikap Yos terbiasa dengan hal-
hal yang dilarang lainnya. Apalagi Yos sendiri mengakui dirinya itu bandel
dan tidak suka diberitahu orang lain. Kebiasaan negatif yang Yos lakukan
sebenarnya untuk penampilan atau gaya hidup agar lebih "keren" dan juga
untuk memenuhi rasa penasaran pada sesuatu yang belum pernah
dicobanya.
Lingkungan pergaulan Yos dengan teman-teman membuat Yos larut
dengan kebiasaan -kebiasaan buruk tersebut. Hingga akhirnya Yos I
124
mengenal narkoba yaitu pete atau putaw pada tahun 1994. Sejak tahun 1994
Yos mulai "make" putaw dengan dihisap dan 6 bulan kemudian Yos mulai
"make" putaw dengan cara disuntikkan kebadannya. Setelah Yos
menggunakan putaw dengan cara disuntik, Yos terbiasa shearing atau
bergantian jarum suntik dengan sesama pemakai narkoba lainnya. Yos
mengakui dirinya terinfeksi HIV melalui teman-temannya sesama pemakai
narkoba.
Pada tahun 1999, kebiasaan Yos mengkonsumsi narkoba diketahui
keluarga. Keluarga Yos kaget dan kecewa dengan apa yang terjadi pada
Yos. Setelah Yos ketahuan kecanduan narkoba Yos masuk ke tempat
Rehabilitasi Titian Respati yang terletak di Sawangan, Bogor. Sebelum Yos
dapat mengikuti program rehabilitasi Yos diwajibkan tes medical atau tes
kesehatan dan salah salah satunya tes HIV. Hasil tes menunjukan Yos
125
terbukti positif terinfeksi HIV. Sikap Yos setelah menerima tes pada awalnya
agak terkejut namun setelah itu biasa saja. Yos menyadari dirinya dulu
melakukan perilaku beresiko dan selain itu gejala -gejala HIV/AIDS telah ia
rasakan sebelumnya yaitu mulai tahun 1998. Yos mulai menyadari dar.
curiga dirinya terinfeksi ketika Yos mau menyumbangkan darahnya pada
saat kegiatan donor darah. Di tempat kegiatan donor darah, Yos membaca
poster di tembok yang berisikan informasi AIDS, lalu Yos mencocokan
gejala-gejala yang tertulis di poster tersebut dengan gejala-gejala yang ada
pada dirinya. Setelah Yos membanding-bandingkan gejala-gejala pada
dirinya, Yos merasakan gejala-gejala pada dirinya sebagian sama dengan
yang tertulis di poster tersebut, Yos ketika itu memiliki gejala keluar keringat
pada malam hari dan diare. Yos mengakui perilakunya berubah setelah
menjadi pecandu. Setelah menjadi pecandu sifat Yos menjadi apatis atau
mudah putus asa. Selain itu ia menjadi " tunnel vision" artinya ia tidak
memikirkan apapun efeknya dan yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana
caranya bisa "make "putaw lagi.
Yos pada tahun 1998 curiga dan khawatir bahwa dirinya telah terinfeksi
HIV/AIDS karena kebiasaan mengkonsumsi narkoba dengan jarum suntik
bergantian, namun kecurigaan ini ia biarkan saja hingga pada tahun 1999
terbukti melalui tes HIV. Yos melakukan tes HIV/AIDS karena diwajibkan
sebelum masuk ke pusat rehabilitasi pecandu narkoba oleh Yayasan Titian
Respati, Sawangan Bogor.
5 Masa setelah hasil tes HIV positif
1 ). Sikap setelah Positif HIV
Yos mengatakan bahwa dirinya tidak kaget bahkan relatif biasa saja ketika
hasil tes menunjukan dirinya HIV Positif. Hal itu dikarenakan sejak tahun lalu
ia telah merasakan gejala- gejala HIV/AIDS pada dirinya dan Yos sedikit
banyak telah mengetahui informasi AIDS dan penularannya. Sikap Yos
setelah HIV Positif menunjukan dirinya meneraima apa yang terjadi. Yos
menganggap semuanya telah terlanjur terjadi dan ia harus bagaimanapun I
menerimanya. Yos berusaha untuk tidak "down" atau putus asa karena ia
menyadari bila putus asa dan tidak berusaha terus bangkit, virus HIV dalam
126
dirinya akan berkembang biak dengan pesat dan itu berarti kematian semakin
cepat datang.
2). Perasaan sebagai Odha
Yos merasa biasa-biasa saja seperti orang pada umumnya. Yos memahami
secara fisik dirinya tidak ada keterbatasan dan sama seperti orang lain yang
tidak terinfeksi HIV/AIDS. Yos menyadari perbedaannya hanyalah ia
berusaha menjaga dan tidak boleh menularkan virus ke orang lain. Yos
merasa tidak mendapatkan diskriminasi sebagai Odha, baik itu dari
127
keluarganya maupun dari lingkungannya. Sikap keluarga biasa saja terhadap
dirinya. Hingga saat ini Yos baru bisa terbuka kepada keluarga dan teman
teman dekatnya. Yos tidak mau memberitahukan dirinya Odha kepada
semua orang karena ia menyadari masih banyak orang yang memberikan
penilaian salah terhadap Odha, ia berusaha untuk menjaga ketenangan
dirinya dan agar keluarganya tidak terganggu. Yos tidak merasakan
diskriminasi termasuk dengan teman-teman kerjanya. Yos seperti biasa kerja
setiap hari dan bekerja seperti layaknya orang lain. Yos mengatakan bila ia
mau membina hubungan khusus dengan lawan jenisnya ia terus terang
dengan statusnya sebagai Odha.
6 Konflik dan Pengambilan keputusan menggunakan ARV
1 ). lnformasi dan persepsi tentang ARV
Yos mengetahui informasi tentang HIV/AIDS dan juga ARV dari majalah,
koran-koran dan juga dari dokter yang merawatnya. Pada awal
menggunakan ARV, informasi seputar ARV masih sangat sedikit diterima
Yos. Yos pada awalnya mengetahui bahwa ARV dapat meningkatkan
kekebalan tubuh dari dokternya dan Yos juga diberitahu bahwa ARV
memiliki efek samping dan belum tentu cocok bagi Yos. Namun hal ini tidak
menjadi masalah bagi Yos dan bagi Yos terpenting dirinya bis.a sehat
seperti orang normal walau menggunakan ARV terus menerus seumur hidup.
Yos mengakui saat awal mau menggunakan ARV yang terpikirkan adalah
128
harus tepat waktu dalam menggunakan ARV dan terus disiplin dalam
meminumnya. lni yang membuat Yos merasa berat memutuskan, la khawatir
tidak bisa meminumnya dengan teratur.
2). Kondisi kesehatan awal sebelum menggunakan ARV
Sejak tahun 1998 Yos telah memiliki tanda-tanda HIV/AIDS namun ia kurang
memperhatikannya. Yos saat itu telah mengaalami diare dan keluar keringat
pada malam hari tanpa sebab-sebab yang jelas. Yos tidak mengetahui
apakah tambah kurus atau tidak saat itu karena Yos sebelumnya memang
sudah kurus karena sering mengkonsumsi narkoba. Yos mengetahui
kekebalan tubuhnya menurun ketika hasil tes menunjukan CD4nya hanya
sekitar 200, sementara viral load Uumlah virus dalam darah) mencapai 1500.
Kondisi inilah yang menyebabkan dokter menganjurkan Yos menggunakan
ARV sebelum kpndisi tubuh Yos makin memburuk.
3). Konflik yang terjadi ketika akan menggunakan ARV
Yos mengatakan sebelum memutuskan menggunakan ARV ia berunding
dengan keluarga. Setelah berunding dan keluarga menyetujui, Yos mulai
menggunakan ARV. Saal itu saran dokter benar-benar dipertimbangkan
karena kondisi Yos memenuhi syarat untuk menggunakan ARV. Yos dan
keluarga sangat percaya kepada medis terutama dokter. Yos dan keluarga
tidak terlalu lama berunding karena meyakini adalah yang terbaik bagi diri
129
Yos. Oalam diri Yos sempat ada kebimbangan yaitu disatu sisi ia ingin
menggunakan ARV tapi ia khawatir dirinya tidak patuh dan tidak disiplin untuk
minum ARV setiap harinya dan hal ini akan berakibat fatal menurutnya.
Selain itu Yos juga memikirkan obat ARV harus diminum seumur hidup.
Konflik Yos terjadi dalam diri Yos dalam Psikologi Lapangan disebut konflik
mendekat-menjauh (approach - avoidance conflict). Yos ingin menggunakan
ARV agar dapat hidup sehat dan terhindar dari kematian karena ARV dapat
menurunkan jumlah virus dalam tubuh Yos. Namun Yos ragu apakah dirinya
mampu menaati prosedur -prosedur menggunakan ARV, Yos khawatir
dirinya tidak bisa mematuhinya. Kebimbangan dan kekhawatiran Yos
mencerminkan ada valensi negatif dan valensi positif pada ARV. ARV disatu
sisi bervalensi positif bagi Yos yaitu ARV bisa menekan jumlah virus dan Yos
dapat kembali hidup wajar lagi dan disisi yang lain ARV memiliki valensi
negatif yaitu meminum ARV memerlukan kedisiplinan tinggi dan ini bisa
menjadi beban tersendiri. Bila ARV tidak diminum tepat waktu akan dapat
berakibat fatal yaitu resistensi virus terhadap obat dan artinya virus akan
bertambah kuat dan banyak.
4). Pengambilan Keputusan menggunakan ARV
Sebelum Yos memutuskan menggunakan ARV ia melakukan tahapan -
tahapan pengambilan keputusan sebagai berikut:
130
a. Penilaian Masalah
Yos menyadari dirinya telah terinfeksi HIV/AIDS dan hal ini masalah yang
sangat serius menyangkut hidup dan mati, kondisi Yos mulai menunjukan
gejala-gejala AIDS mengharuskan tindakan yang tepat. Yos menyadari CD4
di bawah normal serta virus HIV/AIDS dalam darah sudah banyak
bereplikasi. Yos menilai dirinya harus segera menggunakan ARV sebelum
kondisi fisiknya menurun. Yos menganggap mengatasi virus HIV inilah
prioritas utama sehingga organ-organ tubuhnya dapat diselamatkan. Setelah
Yos mendapat saran dari dokter untuk menggunakan ARV, Yos
beranggapan dokter tersebut memberikan solusi terbaik bagi dirinya dan
dokter lebih tahu tentang penyakit Yos dari pada diri Yos sendiri. Yos
menilai menggunakan ARV adalah sebuah solusi yang paling tepat agar ia
bisa sehat kembali, namun demikian Yos khawatir terhadap peraturan
penggunaan ARV yang sangat ketat selain itu Yos khawatir terhadap efek
samping yang mungkin terjadi bila ARV tidak cocok dengan dirinya. Yos
menilai menggunakan ARV adalah cara yang paling tepat, sebab Yos tidak
tahu cara lain ""jalaupun memiliki konsekuensi risiko yang harus diterima.
b. Survey alternatif-alternatif pilihan
Setelah Yos terbukti terinfeksi HIV, Yos disarankan dokternya untuk
menggunakan obat ARV. Yos meyakini dokter lebih memahami bagaimana
yang terbaik bagi diri Yos. Yos setelah berunding sesaat dengan keluarga,
Yos menyetujui untuk menggunakan obat ARV untuk mengobati
i penyakitnya. Yos tidak melakukan survey alternatif pilihan. Ketika Yos
131
mengetahui ARV adalah jalan keluar terbaik Yos mempercayai dan langsung
menggunakannya. Hal ini disebabkan pula pada latar belakang Yos dan
keluarga yang lebih mempercayai medis dibandingkan non medis. Yos tidak
melihat alternatif-alternatif lain selain ARV dan Yos langsung mempercayai
ARV adalah yang terbaik dan tepat.
c. Menimbang seluruh alternatif pilihan
Yos mengakui dirinya lebih percaya medis daripada pengobatan-pengobatan
lainnya. Dalam dunia medis, ARV adalah solusi yang paling tepat untuk
menghilangkan gejala-gejala AIDS, Yos setelah disarankan dokter langsung
mempercayainya. Yos khawatir bila dirinya tidak bisa menggunakan ARV
secara disiplin. Yos tidak mempertimbangkan hal-hal lain untuk mengobati
dirinya selain ARV. Yos melakukan pertimbangan berdasarkan konsekuensi
dan kemungkinannya. Yos meyakini dengan ARV ini ia lebih pasti dan yakin
akan efek yang positif yang akan ia terima karena ARV adalah obat yang
sudah teruji secara medis kedokteran. Yos merasa bila tidak mengkonsumsi
ARV virus dalam dirinya akan cepat berkembang biak dan itu artinya Yos
akan cepat meninggal. Yos merasa bersyukur karena keluarga mau
mendukung masalahnya terutama dalam penyediaan ARV ini.
132
d. Membuat komitmen
Yos tidak lama memutuskan untuk menggunakan ARV setelah Yos
berunding dengan keluarga tentang bagaimana efek samping dan bagaimana
agar disiplin mengkonsumsi. Yos langsung membeli ARV dan
menggunakannya. Komitmen menggunakan ARV dibuat Yos dalam waktu
yang relatif cepat karena Yos tidak mempertimbangkan hal-hal lain diluar
ARV. Yos hanya mempertimbangkan bagaimana agar ia bisa terus
mengkonsumsi ARV tepat waktu. Kondisi keluarga seperti ekonomi keluarga
yang mapan, orang tua yang mendukung serta adik Yos yang berprofesi
dokter juga mendukung membuat Yos cepat membuat komitmen keputusan
menggunakan ARV. Yos sadar bahwa keputusan untuk menggunakan ARV
akan mendatangkan resiko tidak sedikit. Namun dengan keputusan itu ia
berharap dapat hidup dengan wajar dan sehat.
5). Strategi Pengambilan keputusan
Tahap - tahap pengambilan keputusan yang ditempuh Yos memperlihatkan
bahwa ia cenderung menggunakan wish strategy. Seseorang yang
menggunakan wish strategy akan memilih alternatif pilihan yang dapat
membawa hasil yang paling diinginkan tanpa memperhatikan resiko.
Baginya, harap<:1n in lebih baik untuk dicapai, untuk itu ia berani mengambil I
resiko apapun.
7 Masa pasca pengambilan keputusan
1). Dampak konflik dan pengambilan keputusan
Pada saat wawancara Yos telah mengkonsumsi ARV, Yos merasakan
badannya jauh lebih sehat dan Yos sangat senang terhadap kesehatannya
sekarang. Dan jrang lebih menggembirakan lagi terakhir ia tes darah jumlah
CD 4 nya 900 lebih. Dan Yos tidak lagi sekurus dulu. Badan Yos seimbang
dan proposional Yos pun terlihat segar dan cerah. Yos mengakui secara
psikologis lebih tenang dan Yos merasa badan ia tidak ada apa-apa lagi.
Efek samping yang pernah Yos rasakan setelah mengkonsumsi ARV, Yos
terkena anemia dan di opname selama seminggu. Selain itu hingga kini Yos
telah menggunakan perubahan kombinasi ARV karena beberapa kali tidak
cocok dengan tubuhnya. Yos mengkhawatirkan bila ia terus berganti-ganti
kombinasi, lalu kombinasi ARV habis. Sedangkan kombinasi selalu diubah
bila tubuh merasa tidak cocok atau virus AIDS telah resisten. Namun pernah
optimis dengan ARV karena pernah virus HIV sampai tidak terdeteksi dalam
dirinya. Yos sering mendengar keberhasilan teman-temannya dan ada
temannya yang CD 4 nya tinggal dua saja namun setelah mengkonsumsi
ARV meningkat drastis. Selain itu untuk meningkatkan kesehatannya Yos
melengkapi terapinya dengan terapi tradisional yaitu dengan tanaman
tanaman tradisional. la berusaha terus rutin memakan mahkota dewa yang
dapat memperbaiki fungsi hati. Yos mengatakan ARV telah menjadi bagian
133
dalam dirinya, bila ia lupa minum ia merasakan ada yang hilang dalam
dirinya.
2). Pandangan kedepan
134
Yos berpandangan akan terus mengunakan ARV dan Yos berharap ia tidak
ganti kombinasi-kombinasi lagi. Yos khawatir jika sering ganti-ganti
kombinasi akan berakibat buruk pada diri Yos dan suatu saat kombinasi itu
tidak ada yang lain. Setelah Yos mencoba mahkota dewa dan berefek positif
pada diri Yos terutama hati, Yos ingin lebih sering dan teratur
mengkonsumsinya. Yos tidak pernah berfikir akan berhenti menggunakan
ARV karena ia meyakini bila dirinya berhenti menggunakan ARV sama saja
meninggal perlahan-lahan. Yos berharap ia bisa terus berperan berjuang
bersama teman-teman Odha untuk memajukan perkembangan AIDS
terutama membantu orang yang telah terinfeksi HIV. Selain itu Yos akan
terus bekerja untuk menafkahkan dirinya dan juga untuk membeli ARV.
Tantangan Odha Kepa!Uhan minum obat Berganti-gmui kombinasi
Valcnsi ncgatif ARV harus disiplin di111inun1 SCUlllUr hidup clt:k.smnping: ancn1ia
Rcsolusi Konllik Vaknsi + n1cnguat
Pandangan masa dcpan: Terus menggunakan ARV lvlcnggunakan tanaman obattradisional Tidak herhcnti mcnggunakan ARV
135
GAMBARAN KASUS VOS
Latar Belakang Pribadi: a. keluarga : baik-baik, ibu penuh kasih sayang b. pendidikan : Formal c. agama: sholat bolong-bolong d. pergaulan: memilih teman-ten1an negatif
'· ekonomi : menengah atas
i Latar Bdakang Terinfeksi HIV:
a. Awai : bertcman dengan teman yang negatif b. Proses : 1nerokok, n1inum. putau. suntik c. Akhir : terinfeksi HIV positif
i Test VCT I HIV:
b. Tclah n1crasa mcmiliki gejala AIDS c. Test Medical scbelun1 rchabilitas
d. Hasil test : Positif
i lv1asa setelah status HIV Positif:
a. sikap setelah tcrinfeksi : biasa saja Motivasi h. agama : biasa saja - diri sendiri c. ekonmni : pengcluaran tinggi. dana cukup - - ibu dan adik d. sosial : tidak mcngalami diskriminasi - te1nan di
LSM
i Latar Belakang t-.-lenggunakan ARV: Valensi positif ARV -kondisi tubuh CD4 200. viral load 1500 - kondisi tubuh -kurang )'Ukin dL'ngan non n1L'dis n1en1baik -pcrcaya ki!pada snrun doktL'r ~ - gejaln AIDS -didukung seluruh keluarga menghlang
t - banyak bukti
cocok dengan ARV
KONFLJK Approach-A voidanct: I
i I Pakai ARV I Pengambilan keputusan =
i WISH STRATEGY
I. Penilaian 1nasalah Scbelmn terlambat menggunakan
Dainpak Kontlik dan ARV Pengambilan keputusan 2. Survey pilihan-pilihan Manfaat : sehat dan psikologis Pakai ARV lega ..._
Tidak pakai ARV Perubahan:Disiplin 1ninmn 3. Pertimbangan ARV,percaya tanaman Hidup sehat - tradisional Meninggal perlahan
4. Buat komit.Jnen Langsung setelah terbukti HIV+
5. Umpan balik Positif: badan sehat Negatif: anemia dan_g ganti-ganti
136
C. Perbandingan antar kasus
1. Gambaran Subjek Penelitian
Gambaran latar belakang subjek secara ringkas dapat dijelaskan dalam tabel
berikut ini :
Fraz Adi Yos
Umur 28 37 29
Domisili Jakarta Jakarta Jakarta
Sangat
Latarbelakang Religius dan mengutamakan Dari keluarga baik-
pendidikan baik, ibu sangat keluarga perhatian
Agama dan sayang
perhatian
Latar belakang Baik, pernah di Sangat baik, kurang
agama madrasah pesantren
Ekonomi
keluarga Menengah atas Menengah bawah Menengah atas
Um urn, Formal, kuliah Formal hingga
Pendidikan pesantren. tidak selesai perguruan tinggi
Kuliah SI
Profesi Konselor AIDS Konselor AIDS, Konselor AIDS,
penulis peg.swasta
Status Belum nikah menikah Belum nikah
137
2. Gambaran pengalaman subjek dalam memutuskan menggunakan
ARV
Fraz, Adi dan Yos sama-sama telah merasa diri mereka telah terinfeksi
HIV/AIDS sebelum pembuktian melalui tes HIV. Ketiga - tiganya bersikap
cenderung biasa dan tidak terkejut setelah mengetahui terinfeksi. Kondisi
Fraz dan Yos sudah disarankan mengkonsumsi ARV, bahkan Fraz saat itu
memiliki CD4 hanya 12 dan mengalami penyakit oportunistik. Fraz dan Yos
telah dianjurkan dokter dan memenuhi syarat menggunakan ARV. Sementara
Adi, kondisi kesehatannya lebih baik, yakni CD4 nya diatas 200.
I Fraz dan Yos memiliki latar belakang yang mirip dalam hal pemahaman
terhadap pengobatan medis. Fraz dan Yos meyakini apa yang disarankan
dokter adalah yang terbaik bagi mereka dan solusi pengobatan medis adalah
paling tepat. Sementara Adi meyakini pengobatan non medis sama efektif
bahkan tanpa efek samping.
Adi memiliki latar belakang yang paling berbeda dengan Fraz dan Yos. Adi
berlatar belakang pesantren dan lingkungan yang sangat religius.
Kesenangannya mempelajari literatur-literatur menyebabkan Adi memilih
pemahaman yang luas tentang banyak hal terutama tentang penyakit dan
macam-macam pengobatannya. Dari hasil studi dan kajiannya, Adi sangat
tertarik pada pengobatan non medis. Setelah Adi terinfeksi HIV/AIDS, Adi
138
menjalankan terapi alternatif untuk menjaga kesehatannya. Terapi alternatif
yang dijalani yaitu terapi bawang-putih, jinten, mengkudu serta terapi spiritual
seperti sholat tahajud, dzikir dan ruqyah. Adi merasakan keefektifan terapi ini
semua.
Keluarga Fraz dan Yos mendukung untuk menggunakan ARV. Dukungan itu
membuat Fraz dan Yos mau menggunakan ARV. Dukungan yang terbesar
bagi Fraz dan Yos secara nyata dan sangat menentukan adalah dukungan
financial atau keuangan. Namun demikian Fraz dapat menggunakan ARV
untuk saat ini dengan mendapatkan bantuan dari LSM asing untuk
menggunakan ARV selama satu setengah tahun. Sementara itu untuk
menggunakan ARV, Adi tidak memiliki cukup dana. Adi menyadari itu dan
Adi mencari cara lain. Dilihat dari latar belakang agama Adi dan Fraz
memiliki latar belakang yang kuat namun hal ini belum dapat mencegah
untuk tidak melakukan ha! ha! yang tidak baik seperti mengkonsumsi narkoba
yang dilakukan oleh Fraz . Sedangkan Adi melakukan nikah mut'ah karena ia
mengetahui dalil yang membolehkannya namun demikain sebagian ulama
tidak membolehkan nikah mut'ah. Sementara Yos memiliki latar bekalang
agama yang kurang. Dari sebelum ia terinfeksi HIV/AIDS hingga sekarang
kewajibannya menjalankan sholat lima waktu sering ia tinggalkan.
Untuk lebih jelasnya proses yang dialami masing -masing subjek dapat dilihat
pada label IV.2 dibawah ini
139
Tabel IV.2. Gambaran Pengalaman Subjek untuk menggunakan ARV
Fraz Adi Yos
Proses memulai Tes HIV, Tes HIV, belum Tes medical
ARV disarankan oleh disarankan, sebelum msuk
dokter, dialog menjalankan terapi rehab,disarankan
dengan keluarga, alternatif dan dokter, keluarga
keluarga efektif,belum mendukung,
mendukung menggunakan menggunakan ARV
ARV
Alasan; harapan Terhindar dari I ngin sehat tan pa Menghindari dari
resiko kematian efek samping dan resiko terburuk
Harga:terjangkau mu rah Harga: terjangkau
Keluarga Kesehatan masih Keluarga:
mendukung baik mendukung
I Tidak percaya non Keluarga Tidak percaya non
med is mendukung med is
Percaya alternatif
efektif
Masa memulai 3 hari setelah Belum Langsung
ARV disarankan dokter menggunakan menggunakan ARV
ARV setelah disarankan
Pengetahuan Sebatas medis Medis, tradisional Sebatas medis
pengobatan dan agama
140
Tabel IV.2. Sesungguhnya menggambarkan proses memutuskan mulai
menggunakan ARV atau tidak. Proses menggunakan ARV cenderung
menguat bagi ke tiga subjek bila kondisi kesehatan menurun. Fraz dan Yos
memiliki kondisi yang hampir sama sebelum menggunakan ARV yaitu kondisi
fisik lemah dengan CD 4 dibawah 200, Secara khusus dapat diperhatikan
kondisi Fraz sangat mendesak untuk memulai menggunakan ARV. Saat itu
kondisi Fraz sangat buruk melebihi Adi dan Yos . Pada kasus Yos yang
meninjol adalah antisipasi terhadap kejadian yang terburuk yang akan dapat
terjadi pada Yos. Kondisi Adi paling berbeda baik itu secaara kesehatan,
wawasan ilmu pengobatan dan ekonomi.
Hal yang perlu diperhatikan:
1. Fraz dan Yos sudah dalam kondisi disarankan menggunakan
ARV sedangkan Adi belum disarankan.
2. Alasan terhindar dari resiko kematian pada Fraz dan Yos.
Pada Adi resiko terburuk bisa diantisipasi dengan cara lain
3. Secara khusus Adi selain belum saatnya, la memahami
pengobatan lain. Adi menemukan substitusi untuk ARV
4. Kesamaan: sama didukung keluarga dan tidak dapat
diputuskan sendiri
141
3. Dinamika Konflik dan Pengambilan Keputusan untuk mulai
menggunakan ARV
1.Tipe dan Proses Konflik
Aspek gambaran ideal tentang obat "idaman" terhadap penyakit yang dialami
subjek, mengantarkan subjek pada konflik dalam menggunakan ARV. Dalam
hal ini semua subjek memiliki konflik yang sama ketika ingin menggunakan
ARV yaitu approach-avoidance conflict atau konflik mendekat menjauh.
Konflik ini akan dijelaskan sebagai berikut Fraz, Adi dan Yos menghadapi
valensi positif dan negatif pada wilayah yang sama yakni ARV. Pada Fraz
' valensi positif adalah kondisi tubuhnya sangat mendesak untuk mulai
menggunakan ARV dan juga seluruh keluarganya mendukung. Sedangkan
valensi negatifnya adalah Fraz khawatif terhadap efek samping dan
peraturan minum ARV yang sangat ketat. Pada kasus Adi, ARV memiliki
valensi positif bagi dirinya karena ARV dapat membuat dirinya lebih sehat
dan ARV banyak juga yang cocok dengan teman-temannya. Namun Adi
memiliki valensi negatif terhadap ARV yaitu, bila menggunakan ARV berarti I
Adi harus siap dengan efek samping dan juga valensi negatif lainnya Adi
tidak memiliki dana cukup untuk membeli ARV dan Adi telah mendapatkan
pengobatan pengganti I substitusi yaitu dengan terapi alternatif (bawang putih
dan terapi agama).
142
Pada kasus Yo~ valensi positifnya adalah dirinya dapat sembuh bila minum
ARV dan virus dalam darah dapat ditekan sehingga tidak begitu
membahayakan dirinya. Sementara valensi negatifnya adalah keketatan
untuk meminum setiap hari selain itu ada resiko virus imun pada ARV tertentu
dan selanjutnya berganti-ganti jenis ARV.
Tabel.IV.4. Konflik Appoarch - Avoidance
·-·-·· Subjek Fraz Adi Yos
Tipe Konflik App -Avoid App -Avoid App -Avoid
Lebih sehat Menghindari
Teman-teman Menghindari
Val. Positif resiko dari resiko Wilayah
kematian banyak yang
kematian ARV cocok
Efek samping Efek samping
Prosedur ARV Val. Negatif Dana
Prosedur ketat ketat
lnkonsistensi lngin ARV tapi Bimbang bila Ing in
takut resiko kondisi tubuh menggunakan
menurun dan ARVtapi
Keseimbangan melihat teman khawatir tidak
semu yang cocok disiplin
Leave the field *** *** ***
Dari tabel tersebut dapat dilihat pada semua subjek secara umum
beranggapan sama terhadap ARV yaitu memiliki valensi positif yaitu
membuat badan lebih sehat dan mengurangi resiko kematian akibat infeksi
oportunistik. Valensi negatif secara umum sama yaitu efek samping dan
pengobatan yang seumur hidup. Pada Adi valensi negatif ditambah dana
yang tidak mencukupi dan selain itu ia memiliki substitusi ARV berupa
pengobatan alternatif yang sudah dijalaninya bertahun-tahun dan hasilnya
baik. Dari tabel tersebut dapat pula dilihat beberapa kesamaan yaitu subjek
sama-sama mengalami keseimbangan semu. Penyelesaian dari dua subjek
(Fraz dan Yos) terjadi karena salah satu daya dalam konflik yaitu daya
keinginan hidup dan sehat menjadi lebih kuat dibandingkan resiko
menggunakan ARV. Sedangkan Adi diselesaikan dengan adanya substitusi
ARV berupa pengobatan alternatif yang terus dijalaninya.
2. Pengambilan Keputusan
Setiap penyelesaian konflik merupakan bagian dari upaya pemecahan
masalah. Dalam upaya inilah, terkandung pula aspek-aspek pengambilan
keputusan. Seperti telah disebutkan pengambilan keputusan adalah suatu
proses atau bagian dari upaya pemecahan masalah yang merupakan suatu
tindakan memilih salah satu diantara sejumlah pilihan dengan disertai
tanggung jawab atas pilihan yang diambil. Tahapan pengambilan keputusan
dijelaskan melalui tabel berikut ini :
143
144
Tabel IV.4 Pengambilan keputusan: Tahap - tahap dan Strategi
Fraz Adi Yes
1. Pengenalan Harapan : ingin sehat, Harapan ingin Harapan ingin sehat, masalah tidak ada efeksamping sehat,dana cukup bisa disiplin minum
Nyata: sakit dan harus dan konsisten obat I segera diatasi dengan cara Nyata: sakit, CD4 200
Resiko: efek samping, alternatif Resiko: seumur hidup, seumur Nyata: CD4 baik, efek samping, hidup,resistensi virus dana kurang, resistensi virus
mengetahui terapi substitusi Resiko:kondisi tubuh menu run
2 Survey 1. menggunakan 1. Mengunakan 1. menggunakan alternatif ARV ARV ARV pilihan 2. tidak 2. tidak 2. tidak
menggunakan menggunakn menggunakan ARV ARV ARV
3. terapi alternatif
3 Pertimbangan + menjadi sehat tapi + menjadi sehat tapi + menjadi sehat tetapi
seluruh diminum seumur hidup mahal dan menerima harus disiplin dan
alternatif - tidak minum obat efek samping seumur hidup
seumur hidup tapi - tidak minum obat - tidak dengan ARV
resiko kematian seumur hidup,mahal tapi harus siap segala
tidak terkenaefek resiko
samping tapi resiko
penurunan
kesehatan
4 Membuat 3 hari setelah Memilih pengobatan Langsung komitmen disarankan dokter non ARV hingga menggunakan ARV
sekarang setelah disarankan dokter
5 Penerimaan Positif: sehat Positif:lebih sehat Positif: sehat umpan balik Negatif : ada efek Negatif : infeksi Negatif: efek
samping oportunistik tetap samping,ganti ada kombinasi
Strateqi Wish stratenv Wish strategy Wish strategy
Keterangan + = konsekuensi positif
- = konsekuensi negatif
145
Tahap ke 1 : Fraz dan Yos memiliki kesamaan mereka harus segera
mengambil keputusan untuk menggunakan ARV. Selain itu kondisi Fraz dan
Yos sedang sakit dan CD 4 nya dibawah normal. Selain itu Fraz dan Yos
memilik cukup dana untuk mengkonsumsi ARV. Fraz dan Yos mengetahui
resiko yang harus diterima. Pilihan mereka lebih menggutamakan
keselamatan jiwa dan kehidupan yang lebih baik. Sementara Adi memiliki
kondisi kesehatan yang leibh baik dari Fraz dan Yos. Adi belum disarankan
menggunakan ARV. Adi telah menemukan bahwa pengobatan non ARV pun
bisa menyehatkan dan juga tidak ada efek samping
Tahap ke 2 : ketika subjek sama-sama memiliki pilihan. Fraz dan Yos
memiliki pilihan menggunakan ARV atau tidak. Fraz dan Yos dari awal tidak
meyakini pengobatan altenatif yang dapat mengatasi penyakitnya.
Sementara Adi memiliki pilihan menggunakan pengobatan alternatif. Adi
meyakini pengobatan alternatif bila dijalankan dengan konsisten dan sungguh
sungguh dapat mengobati penyakitnya.
Tahap ke 3 : tampak bahwa ketiga subjek yakin dengan pilihannya dan hal ini
kemudian berpengaruh pada tahap ke 4.
Tahap ke 4: Fraz dan Yos tidak berfikir lama. Mereka memutuskan untuk
menggunakan ARV setelah berunding dengan keluarga. Sedangkan Adi
semakin meyakini pengobatan alternatif yang dijalaninya dan ia akan
semakin rajin menjalaninya. Adi ingin orang lain memilih hal yang sama
dengan Adi.
146
Tahap ke 5 : ketiga subjek mendapatkan umpan balik positif yaitu kondisi fisik
yang membaik. Fraz dan Yos mendapatkan umpan balik negatif yaitu efek
samping dari ARV sedangkan Adi tidak ada umpan balik negatif atas
pilihannya.
Dari seluruh tahap yang ditempuh oleh ketiga subjek terlihat kesamaan
dalam startegi p1engambilan keputusan. Mereka sama-sama menggunakan
Wish Strategy. Seseorang yang menggunakan Wish Strategy akan memilih
alternatif pilihan yang dapat membawa pada hasil yang paling diinginkan,
tanpa memperdulikan resiko. Strategy ini tampak pada ketiga subjek. Apapun
resiko yang nantinya diterima. Mereka memutuskan berdasarkan hal yang
membuat mereka lebih baik.
3. Dampak Konflik dan Pengambilan keputusan
Setelah ketiga subjek memutuskan pilihannya untuk menggunakan ARV atau
tidak. Ketiga subjek bisa menjalani hidup dengan lebih baik, sehat dan lega.
Fraz merasa lebih sehat dan dapat kembali beraktifitas seperti orang normal.
Adi merasa tetap sehat dan CD4 tetap tinggi dan Yos merasa dirinya harus
bersyukur ARV cocok dan ia menjadi lebih sehat. Setelah Fraz dan Yos
memilih menggunakan ARV, mereka terus mengkonsumsi ARV seumur hidup
dan harus tepat waktu minum ARV setiap harinya. Fraz dan Yos harus siap
terhadap efek samping ARV dan resistensi dengan ARV lama. Sedangkan
Adi, terus menjalankan terapi alternatif seperti makan bawang putih,
mengkudu, sholat tahajud, dzikir dan Ruqyah.
4. Pandangan terhadap masa depan:
Fraz dan Yos tidak berfikir sama sekali untuk berhenti menggunakan ARV
karena bagi mereka berhenti menggunakan ARV berarti membiarkan virus
berkembang biak. Adi terus konsisten dengan pengobatan alternatif. Karena
selama ini berefek positif. Namun demikian Adi mungkin menggunakan ARV
suatu saat bila kondisi tubuhnya melemah dan perkembangan ARV terus
bertambah baik.
147
BABV
Kesimpulan, Diskusi dan Saran
A. Kesimpulan
1. Konflik dan pengambilan keputusan untuk mulai menggunakan ARV
Alasan subjek untuk menggunakan ARV, selain karena terpaksa oleh
keadaan kondisi fisik yang mendesak sehingga mereka memutuskan untuk
menggunakan !'.\RV juga agar hidup mereka bisa lebih baik dan normal. Tapi
untuk menggunakan ARV tidak mudah dan harus dengan syarat - syarat
tertentu serta harus mau menerima konsekuensi dari efek samping ARV itu
sendiri.
Pengambilan keputusan berjalan seiring dengan proses berlangsungnya
Konflik. Dari lima tahap pengambilan keputusan, tiga tahap pertama
bersinggungan dengan masa-masa dimana Konflik masih berlangsung.
Adapun dua tahap yang terakhir memperlihatkan secara lebih detail
bagaimana konflik itu diselesaikan dan konsekuensi yang mengikutinya
untuk dihadapi. Konflik yang terjadi pada semua subjek menurut Lewin
adalah Konflik approach-avoidance atau mendekat-menjauh yaitu adanya
daya-daya yang bertentangan arah dengan kekuatan yang kira-kira sama.
149
Daya-daya yang bertentangan ini menyebabkan subjek mengalami dilema.
kebingungan atau kebimbangan. Konflik dapat selesai setelah salah satu
daya lebih kuat dari daya yang bertentangan lainnya. Konflik menggunakan
ARV pada awalnya selesai ketika keputusan bulat telah dibuat. Namun
konflik seputar ARV tetap akan terjadi selama hid up karena efek virus,
perkembangan virus HIV dan kondisi tubuh yang tidak selalu sama dari hari
kehari. Hal ini menyebabkan timbulnya permasalan baru pasca pengambilan
keputusan. Permasalahan yang muncul pasca pengambilan keputusan dari
seluruh subjek antara lain mengenai efek samping yang bebeda-beda dari
masing-masing subjek, Kondisi fisik yangt tidak selalu stabil dan hal ini dapat
menyebabkan datangnya infeksi oportunistik atau penyakit -penyakit baru .
Selain itu masalah lain dari masing - masing subjek adalah mengenai dana .
Pada penderita HIV/AIDS secara otomatis memerlukan dana yang lebih
besar untuk merawat tubuh untuk melawan virus HIV yang ada di dalam
tubuh walaupun dana dapat dikurangi dangan megngunakan pengoabatna
tradisional. Hal karena Odha harus mengkonsumsi gizi cukup selain itu
dibutuhkan vitamin dan mineral yang dapat menjaga stamina dan
meningkantkan kekebalan tubuh.
Pengambilan keputusan untuk menggunakan ARV, cenderung menggunakan
wish strategy. Seseorang yang menggunakan wish strategy akan memilih
alternatif pilihan yang dapat membawa pada hasil yang paling diinginkan
tanpa memperdulikan resiko yang nantinya diterima, subjek memilih
menggunakan atau tidak menggunakan ARV untuk mengatasi masalah dan
mencapai keinginannya.
150
Subjek yang menggunakan ARV memiliki keinginan tetap terus
menggunakan ARV. Keinginan ada karena mereka sadar bahwa ARV efektif
menekan virus HIV/AIDS dalam diri mereka . Hanya saja mereka khawatir
virus HIV sedikit demi sedikit resisten dan juga timbul efek samping. Dilain
pihak ada pula subjek yang tidak atau belum menggunakan ARV.
Ketidakmauan ini kemungkinan karena subjek lebih memilih pengobatan
altenatif yang tidak beresiko, murah dan tidak ada efeksamping.
Dukungan keluarga dalam memulai menggunakan ARV sangat besar dan
menentukan. D~kungan yang penting adalah dukungan dana. Namun
demikian keputusan tetap diambil berdasarkan pilihan subjek sendiri. Pihak
dokter dan keluraga hanyalah faktor-faktor pendukung untuk menggunakan
ARV sementara keputusan tetap pada subjek sendiri. Subjek tidak
mendapatkan paksaan melainkan kesadaran sendiri setelah
mempertimbangakan seluruh resiko dan kemungkinan pilihannya untuk
dilaksanakan.
151
2. Faktor penyebab
Hasil analisis memperlihatkan adanya dua aspek penting yang mengantarkan
subjek pada keingingan menggunakan ARV. Dalam hal in1 kedua aspek
tersebut dapat dipandang sebagai faktor utama :
1. untuk menghindari resiko yang fatal atau kematian
2. tidak ada pilihan yang lebih meyakinkan selain ARV
B. Diskusi
Dari hasil penelitian ini dapt dilihat bahwa pada umumnya subjek, mulai mau
tes setelah dirinya masuk ke fase gejala Al OS. Hal in bisa berakibat fatal dan
sangat merugikan diri mereka sendiri juga orang lain. Ketersediaan ARV
merupakan hal yang sangat urgen bagi penderita HIV/AIDS apalagi bagi
mereka yang telah masuk ke fase AIDS. Ada dua hal yang baik untuk
didiskusikan dan diperjuangkan. Pertama, bagaimana ARV dapat dinikmati
oleh orang yang sudah disarankan atau diharuskan karena hal ini
menyangkut nyawa. Kedua, mencari solusi alternatif selain ARV. Banyak
pengobatan yang belum tergali yang bersumber dar tanam-tanaman, terapi
pemijatan, tenaga dalam dan juga pengobatan yang bersumber dari agama.
Seiring peningkatan kasus HIV/AIDS dimana jumlah penderita HIV/AIDS
terbanyak dan mengalami perkembangan yang sangat cepat di negara
berkembang termasuk Indonesia. Kasus HIV/AIDS menuntut penanganan
dan perhatian yang serius. Sangat diperlukan langkah- langkah-nyata dan
cepat agar perkembangan HIV/AIDS dapat ditekan. Penekanan
berkembangannya kasus HIV/AIDS itu salah satunya dengan memberikan
informasi yang proporsional dan tepat tentang HIV/AIDS kepada semua
masyarakat. Terutama di Indonesia, kasus HIV/AIDS berkembang karena
minimnya informasi tentang HIV/AIDS dan informasi bagaimana
penularannya. Pendidikan rakyat Indonesia yang sangat rendah dan
terbelakang serta luasnya daerah Indonesia menyebabkan penginformasi
bahaya HIV/AIDS kurang dapat dipahami oleh banyak orang.
152
Ada satu hal yang menarik yaitu berkembangan kasus HIV/AIDS seiring
dengan menurunnya nilai- nilai moral dan agama di Indonesia, seperti hasil
penelitian terhadap orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS sebagian besar
mereka terinfeksi karena hubungan seks yang tidak aman dan melanggar
agama serta moral selain itu juga karena penggunaan narkoba. Narkoba
yang menjadi pintu masuk efektif bagi virus HIV/AIDS pun harus ditangani
secara serius. Narkoba bukan hanya meningkatkan penderita HIV/AIDS juga
meningkatkan kemiskinan dan kemelaratan bangsa ini.
153
C. Saran
Selama menjalani penelitian ada beberapa hal yang menjadi cacatan penulis
yang sekiranya dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian
selanjutnya:
1. Sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan dalam jumlah subjek yang
lebih banyak agar hasil penelitian lebih beragam dan dapat
menjelaskan lebih banyak dinamika konflik dan pengambilan
keputusan pada orang dengan HIV/AIDS.
2. Penelitian selanjutnya sebaiknya dengan melakukan observasi yang
lebih mendalam sehingga permasalahan subjek lebih dalam terungkap
dan hasilo observasi dapat menguatkan serta melengkapi hasil
wawancara.
3. Orang dengan HIV/AIDS ketika telah memerlukan atau telah
disarankan dokter untuk menggunakan ARV sebaiknya terlebih dahulu
memahami seluruh resiko dan konsekuensi yang mungkin timbul
sehingga siap menerima segala kemungkinan setelah
menggunakannya.
4. Orang dengan HIV/AIDS ada baiknya mempelajari pengobatan lain
diluar ARV baik itu untuk menyembuhkan atau menjaga kesehatan
tubuh.
5. Orang dengan HIV/AIDS ada baiknya lebih mendekatkan dirinya
kepada Allah karena walau bagaimanapun ia telah menjadi sesuatu
153
C. Saran
Selama menjalani penelitian ada beberapa hal yang menjadi cacatan penulis
yang sekiranya idapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian
selanjutnya:
1. Sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan dalam jumlah subjek yang
lebih banyak agar hasil penelitian lebih beragam dan dapat
menjelaskan lebih banyak dinamika konflik dan pengambilan
keputusan pada orang dengan HIV/AIDS.
2. Penelitian selanjutnya sebaiknya dengan melakukan observasi yang
lebih mendalam sehingga permasalahan subjek lebih dalam terungkap
dan hasilo observasi dapat menguatkan serta melengkapi hasil
wawancara.
3. Orang dengan HIV/AIDS ketika telah memerlukan atau telah
disarankan dokter untuk menggunakan ARV sebaiknya terlebih dahulu
memahami seluruh resiko dan konsekuensi yang mungkin timbul
sehingga siap menerima segala kemungkinan setelah
menggunakannya.
4. Orang dengan HIV/AIDS ada baiknya mempelajari pengobatan lain
diluar ARV baik itu untuk menyembuhkan atau menjaga kesehatan
tubuh.
5. Orang dengan HIV/AIDS ada baiknya lebih mendekatkan dirinya
kepada Allah karena walau bagaimanapun ia telah menjadi sesuatu
yang "beda" dan harus menyiapkan apapun nanti dimasa depan
termasuk setelah kematian yang akan datang bagi setiap orang.
154
6. Melihat dari perspektif Psikologi Agama dan Psikologi Pendidikan,
penelitian ini menunjukan bahwa pengetahuan serta pemahaman yang
selama ini didapat subjek tidak dapat mencegah dari perbuatan -
perbuatan tidak baik. Diperlukan peninjauan kembali pada diri subjek
dalam kaitannya dengan pemahaman terhadap aspek moral dan
agama. Ada pula baiknya kita meninjau sistem pendidikan dan
pengajaran agama sehingga dapat diterima lebih baik lagi.
7. Melihat begitu berkembangnya jumlah orang yang terinfeksi HIV/AIDS
dan juga efek sosial dari kejadian tersebut diperlukan kerjasama dari
seluruh elemen masyarakat baik itu mulai dari pemerintah, kaum
akademisi, LSM-LSM, orang-orang medis, masyarakat luas dan
individu - individu untuk mengatasinya secara bersama-sama.
Sedangkan langkah terbaik untuk dilakukan adalah hilangkan
diskriminasi di masyarakat sehingga Odha dapat berperan wajar di
masyarakat tanpa dicurigai atau dianggap aib bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, Rita. L, 1991, Pengantar Psikologi, Jakarta, Erlangga
Atkinson J.W.An lntroducton to Motivation, 1964, New York: Nan Nostran Reinhold
Arikunto, Suharsimi, 1995, Manajemen Penelitian, Get 3, (Jakarta: Rineka Cipta).
Atwater, Eastward, 1983, Psychology of Adjustment 2"d· Edition (New Jersey: Prentic)
Atkinson J.W, 1964, An Introduction to Motivation, New York: Van Nostran Reinhold
Bart Smet, 1994, Psikologi Kesehatan, Jakarta, Grasindo
Chatib, Suryatini B, Agustus 1998, Skripsi Dukungan Sosial yang dibutuhkan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS ), UI Depok
Chaplin J.B. Kamus Lengkap Psikologi, Terjemah, 1987, Jakarta, PT. Grafindo Persada. ·
Daradjat, Zakiah (1996), I/mu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, Salaby.
Departemen Kesehatan RI (2003), Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Bagi ODHA
lkatan Sarjana Psikologi Indonesia (1996), JPM: Jurna/ Psikologi Dan Masyarakat 2, PT. Grasindo.
Kerlinger, Fred, N, Asas -asas Penelitian Behavioral, Yogyakarta: Gajahmada University Pess
Marshall, C dan Rossman, 1995,G. B, Designing Quallitative Research 2th. Edition, (London : Sage Publications)
Mann L. dan Janis ,L. 1979, Decision Making a Psychological Analysis of Conflict (New York Free Press)
Miles B. Mathew, A. Michal Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumbertentang Metode-metode Baru, Jakarta: UIP
Moleong, Lexy J, 2001, Metode Penelitian Kualitatif, , Bandung, Rosdakarya.
Morgan, Clifford T, dkk, 1986, Introduction to Psychology,._ Singapore, Mc Graw Hill,lnc. ·
Muzaham, Fauzi 1995, Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan, Jakarta, UI Press
I
Nazir.Moh, 1983, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia.
Rakhmat Jalaludio,1998, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosda Karya, Cet.12
Rom Harre dan Roger Lamb, 1986, Ensiklopedi Psikologi, Jakarta, Arcan
Sarwono, Sarlito Wirawan, 2000, Teori - teori Psikologi Sosial, Jakarta, Rajawa(J Press
Schellenberg, James A, 1997, Tokoh - tokoh Psikologi Sosial, Jakarta, Bumi Aksara
Scoub, Barry D, 1994. AIDS dan HIV in Perspective,Adi Guide to Understanding the Virus and It's Consequences, Cambridge, Cambridge University Press.
Suryabrata, Sumadi, 1998, Psikologi Kepribadian, Jakarta, Rajawali Pres
Tjokronegoro, Arjatmo dkk. 1992, Seluk Beluk AIDS yang Perlu Anda Ketahui, Fak. Kedokteran UI
Watson, David.L.1984, Social Psychology, Scienceand Application, Gleview lllionis: Scott, Foresman & Company.
Winarno, Thomas 1980, Perkembangan Pribadi dan Kesehatan Mental, Bandung, Jemmars
Yin, K. Robert 2000, Studi Kasus, Jakarta, Raja Grafindo.
Lembaran Observasi
Subjek:
Tanggal:
Jam:
Tempat:
Catatan Lapangan
1. Keadaan tempat wawancara, cuaca dan kehadiran pihak lain di sekitar tempat
wawancara
2. Gambaran fisik dan penampilan subjek
3. Ringkasan sikap subjek selama jalannya wawancara ( suara, intonasi, sikap tubuh,
antusiasme, sikap kepada interviewer,dll)
4. Gangguan I hambatan selama wawancara
5. Catatan khusus selama wawancara
Pedoman Wawancara
Konflik dan Pengambilan Keputusan Penderita HIV/AIDS untuk mulai menggunakan Obat ARV
Latar Belakang Subjek
1. Bisa anda ceritakan bagaimana keberagamaan anda sebelum terkena HIV I AIDS ! 2. Bisa anda ceritakan bagaimana hubungan dengan orang tua,keluarga dan teman
teman! 3. Bisa anda ceritakan bagaimana anda bisa terkena HIV I AIDS !
Sikap setelah terkena HIV/AIDS
1. Bagaimana sikap anda setelah terkena HIV I AIDS, bagaimana perasaan anda! 2. Apa yang anda lakukan setelah anda tahu bahwa anda telah terkena HIV I AIDS ? 3. Berapa lama anda menerima diri anda kembali setelah anda tahu terinfeksi HIV? 4. Siapa yang anda beritahu terlebih dahulu setelah anda tahu terinfeksi HIV/AIDS?
I
Perasaan sebagai Odha
1. Bagaimana perasaan anda setelah terkena HIV I AIDS jika dibandingkan ketika anda belum terkena ?
2. Bagaimana reaksi lingkungan terhadap anda , orang tua , kakak , adik, saudara, teman ?
3. Apa ada perasaan yang begitu menekan pada diri anda terkait sikap orang lain terhadap diri anda ?
4. Apakah anda takut menulari orang lain saat anda bergaul dengan orang itu ? 5. Apa yang membuat anda berbesar hati atau yang membuat anda sernangat dalam
menjalankan kehidupan ini ?
Sikap anda saat mulai I akan menggunakan obat ARV
I. Dari mana anda tahu tentang ARV 2. Apakah anda telah menggunakan ARV ? 3. Apa yang anda ketahui tentang ARV? 4. Apa yang anda ketahui tentang efek samping dari penggunaan ARV? 5. Apa yang menjadi pertimbangan anda saat anda mau mulai mengkonsumsi ARV?
Pertimbangan ekonomi apakah ha! yang penting dan sangat mempengaruhi dalam memulai mengkonsumsi ARV Pertimbangan visi hidup apakah itu penting untuk dapat bertahan Pertimbangan agama apakah ha! yang penting Pertimbangan kesehatan , kondisi kesehatan yang dirasa kian menurun
Pertimbangan efeksamping dari obat ini apakah menjadi pertimbangan utama Pertimbangan adanya obat - obatan selain terapi ARV seperti dengan obat - obatan medis lainnya maupun dengan pengobatan alternatifke orang pintar, dengan ramuan - ramuan , tenaga dalam dsb.
Peran - peran orang atau lembaga disekitar Odha
I. Apakah peran konselor sangat penting atau sangat anda butuhkan , dalam bentuk apa konselor membantu anda ?
2. Apakah peran Iembaga LSM pemerhati Penderita HIV I AIDS penting , apa yang anda dapat kan dari LSM tersebut
3. Apakah nasehat dokter sangat mempengaruhi segala aktivitas anda , seperti misalnya anda dilarang merokok, anda harus makan yang bergizi ?
4. Kepada siapa anda sering mencurahkan isi hati anda?
Hal - ha! apa yang menjadi pertimbangan saat anda akan menggunakan obat ARV? Hal - hal yang mendukung anda untuk menggunakan obat ARV apasaja ?
Hal - ha! yang mendukung anda untuk tidak atau membuat anda ragu atau membuat anda tidak sepenuh hati menggunakan obat ARV
Bisa anda ceritakan bagaimana langkah - langkah anda sebelum anda mulai mengkonsumsi ARV apa yang anda lakukan, apa berdiskusi <lulu dengan orang tua atau dengan konselor atau dengan teman atau dengan sukarelawan LSM !
Bisa anda ceritakan prosedur yang harus anda ikuti sebelum anda menggunakan obat ARV!
Apa yang menjadi pertimbangan anda dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan obat ARV, urutkan dari yang terpenting, misalkan pertarna dana, kedua efek dari obat itu , ketiga ketakutan tidak bisa meneruskan terapi sepanjang hidup dsb?
Siapa yang paling berperan dalam mensupport anda untuk terns bersemangat dalam hidup dan apa yang menjadi motivasi anda untuk tetap semangat?
Siapa yang sangat mempengaruhi anda untuk menggunakan obat ARV, dan apakah sukar untuk memutuskan memulai terapi ARV?
Proses terjadinya konflik
1. Apakah setelah anda tahu tentang manfaat danjuga resiko atau efeksamping atau konsekuensi yang anda hadapi terjadi sulit memutuskan , artinya anda harus memikirkan , tidak dapat langsung memutuskan dan harus berdiskusi <lulu dengan orang - orang terdekat anda sebelum memulai menggunakan obat ARV?
2. Apakah pertentangan I pertirnbangan itu sulit a tau keputusan itu tidak !ah mud ah untuk di tetapkan ?
3. Bagaimana langkah - langkah anda menyelesaikan konflik ini ( konflik memutuskan penggunaan ARV )
4. Setelah memilih langkah tersebut , bagairnana rasanya ? Apakah anda telah merasa terbebas dari konflik I masalah yang anda hadapi ? Mengapa ?
Pengambilan Keputusan untuk menggunakan obat ARV
Unsur - unsur pengambilan keputusan : I. Hal - hal apa saja yang anda rasakan se 2. bagai masalah, sehingga sulit bagi anda untuk memutuskan memulai
menggunakan obat ARV ? 3. Hal/ situasi I kondisi apa yang sebenarnya anda harapkan, artinya agar masalah
itu terpecahkan ? 4. Dan ha! I situasi I kondisi apa yang pada kenyataannya anda hadapi ? 5. Apa ada cara lain selain menggunakan ARV untuk mengatasi HIV/AIDS, dan
apakah anda memilihnya ? 6. Apa yang menyebabkan anda memutuskan untuk menggunakan ARV?
Strategi Pengambilan keputusan
l. Pada waktu hendak mengambil keputusan , untuk setiap alternatif pilihan, konsekuensi apa yang anda perkirakan akan dihadapi ? Seberapa besar konsekuensi itu ?
2. Untuk setiap aiternatifpilihan, manfaat apa saja yang anda perkirakan bisa diperoleh? Seberapa besar manfaat itu ?
Tahap - tahap pengambilan keputusan
Penilaian Masalah
1. Terhadap masalah anda dalam memulai menggunakan obat ARV, menurut anda resiko apa yang mungkin tirnbul jika anda tidak berbuat apa - apa ( tidak melakukan perubahan ? Resiko apa yang mungkin tirnbul jika anda tidak menggunakan obat ARV, misalnya dengan pengobatan alternatifmaupun medis?
2. Jika anda memilih menggunakan obat ARV , apakah resikonya lebih besar/berat atau lebih ringan, dan bagaimana bila dibandingkan manfaatnya? Mengapa?
Survey altematif -altematif pilihan
I. Apakah semua altematif sudah dipertirnbangakan ? 2. Darimana saja alternatif itu anda dapatkan?
Menimbang seluruh alternatif pilihan
1. Berdasarkan konsekuensi dan kemungkinannya, altematif mana yang menurut anda paling baik untuk dilakukan? Mengapa?
Membuat Komitmen
1. Setelah mendapatkan jalan keluar, berapa lama kernudian anda memutuskan melaksanakannya? Mengapa ?
2. Kapan tepatnya anda menemukan salah satu altematif sebagai pilihan terbaik ? Dan kapan akhirnya anda kemudian menjalankan pilihan itu ?
Pcnerimaan Umpan balik
1. Bagaimana tanggapan lingkungan sosial terutarna keluarga terhadap keputusan anda untuk menggunakan obat ARV ?
2. Umpan balik apa saja yang bersifat negatif? Dari siapa saja? Bagairnana anda rnenghadapinya? Seberapa besar pengaruhnya bagi anda
3. Umpan balik apa saja yang bersifat positif?Dari mana saja? Bagaimana anda menghadapinya? Seberapa besar pengaruhnya bagi anda?
4. Setelah menggunakan ARV, pemahkah terpikir: apakah resiko yang ada demikian seriusnya kalau anda tetap memakai obat ARV ? Seberapa serius ?Dan apa dampaknya ?
5. Setelah anda menggunakan obat ARV, apakah resikonya meajadi lebih serius seperti efek samping dan dana yang sernakin besar ? Seberapa serius dan apa dampaknya?
Pasca Pengambilan keputusan ( Masa setelah menggunakan obat ARV)
1. Secara umum ,bagaimana rasanya setelah rnemutuskan menggunakan obat ARV? Hal positif apa yang anda dapatkan ? Apa pula ha! negatif yang didapatkan ?
2. Setelah memutuskan menggunakan obat ARV , bagaimana kehidupan anda kini ? 3. Hal - ha! apa saja yang berubah? Apa yang anda peroleh dari keputusan ini?
Resiko I konsekuensi apa yang anda tenggung ? Mengapa demikian ? 4. Bagaimana pandangan anda untuk masa depan? Adakah kemungkinan untuk
berhenti menggunakan obat ARV ?
\Jarna / lnisiul
1L'n1s l\.ela111in
l \I ii
~I ~1 (I I''
•\l;11n:il I )()1Jllsii1
'end id i kan (Co rmal/i nfo rtna I)
l)1..'kerjaa1l
Status 1111·
CATATAN SUBJEK