145276884-Pscba-Devi

download 145276884-Pscba-Devi

of 20

description

hegw

Transcript of 145276884-Pscba-Devi

Laporan kasus

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS (PSCBA)

Oleh:DEVI0808151385

Pembimbing :dr.Andi Zainal,SpPD.KGEH.FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK SENIORBAGIAN ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAURSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU2013BAB IPENDAHULUAN

Perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCBA) merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan yang sering terjadi membawa pasien datang untuk berobat ke dokter. Angka kejadian dan angka kematian akibat PSCBA ini masih tinggi. Pasien datang biasanya dengan keluhan muntah darah dan atau buang air besar hitam. Keadaan ini perlu menjadi perhatian terutama pada penanganan pertama diruang gawat darurat.1,2 Salah satu bentuk manifestasi klinik dari PSCBA adalah melena. Melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter dan berisi darah yang telah dicerna. Fesesnya dapat terlihat seperti mengkilat, berbau busuk, dan lengket.1Di Amerika Serikat dilaporkan angka kematian yang cukup tinggi (8-10%) dalam kurun 40 tahun terakhir, walaupun telah banyak dicapai kemajuan baik dari segi diagnostik maupun terapeutik. Di Amerika Serikat keadaan ini menyebabkan 10.000-20.000 kematian setiap tahunnya dengan angka kekerapan sekitar 150 per 100.000 populasi. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ditemukan rata-rata 200-300 kasus perdarahan SCBA setiap tahun dengan angka kematian rata-rata 26% (pada tahun 1988) di mana sebagian besar disebabkan oleh penyakit dasar sirosis hati dengan berbagai komplikasinya. Terdapat perbedaan populasi penyebab/sumber perdarahan SCBA di negara-negara Barat dan di Indonesia. Di negara-negara Barat ulkus peptikum menduduki peringkat teratas (50-60%) dan varises esofagus hanya sekitar 10%. Sementara di Indonesia (khususnya di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo) varises esofagus menduduki peringkat pertama penyebab perdarahan SCBA. Angka kematian pada perdarahan pertama akibat pecahnya varises esofagus sekitar 30-50%, hampir 2/3-nya meninggal dalam waktu satu tahun.3-5

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (PSCBA)2.1.1 DefinisiPerdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan pada daerah proksimal dari ligamentum Treitz. Manifestasinya berupa hematemesis (muntah darah segar) dan atau melena yang merupakan pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter dan berisi darah yang telah dicerna. Fesesnya dapat terlihat seperti mengkilat, berbau busuk, dan lengket.1,22.1.2 EtiologiDi Indonesia, dari 1673 kasus perdarahan saluran cerna bagian atas di SMF Penyakit Dalam RSU dr.Sutomo Surabaya, penyebabnya 76,9% adalah pecahnya varises esophagus, 19% gastritis erosif, 1% tukak peptic, 0,6% Ca-gaster, dan 2,6% karena sebab lain. Laporan kasus di RS Swasta yakni RS Darmo Surabaya, perdarahan saluran cerna bagian atas disebabkan karena tukak peptic 51,2 %, sindrom Mallory-weiss 1,4%, tidak diketahui 1%. 1PSCBA secara umum dibagi menjadi dua, yaitu PSCBA karena rupture varices dan PSBCA bukan karena varices. Pada PSCBA karena varices, patofisiologi yang mendasari adalah meningkatnya tekanan vena porta yang mengakibatkan vena-vena esophagus, lambung melebar dan juga menyebabkan gastropati. Sedangkan PSBCA yang non varices, melibatkan perdarahan arterial seperti ulkus dan rupture mukosa yang dalam, atau perdarahan vena tekanan rendah seperti pada teleangiectasi dan angioectasis.Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama dapat menentukan kira-kira lokasi PSCBA. Riwayat penyakit hati kronis atau alkohol bisa memperkirakan perdarahan berasal dari gastropati hipertensi portal atau pecahnya varices esophagus. Riwayat pemakaian obat antiinflamasi non steroid tau obat-obat anti rematik atau penghilang nyeri yang berkaitan dengan cyclooxygenase-1 yang menurunkan ketahanan mukosa terhadap asam lambung, bisa menuntun kita ke arah ulkus lambung.a. Varises esophagusPerdarahan varises esophagus berupa hematemesis yang massif tanpa rasa nyeri. Gejala lain yang dapat terjadi pada perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya varises ini adalaha melena dan atau hematoskezia. Perdarahan varises esophagus merupakan keadaan yang emergensi. Pasien ditransfusi apabila penurunan tekanan darah >15 mmHg disertai bradikardi atau takikardi tanpa memperhatikan nilai hematokrit atau hemoglobin.

b. GastropatiGastropati yang disebabkan oleh refluks empedu atau NSAID sering disebut sebagai gastropati kimiawi atau gastropati reaktif atau gastritis tipe C. NSAID merupakan salah satu obat yang paling sering diresepkan sebagai first line therapy untuk arthritis dan digunakan secara luas pada kasus trauma, nyeri pasca pembedahan, dan nyeri yang lain. Sebagian besar efek samping NSAID pada saluran cerna bersifat ringan dan reversible. Faktor resiko untuk mendapatkan efek samping NSAID yaitu:1. Usia lanjut > 60 tahun2. Riwayat pernah menderita tukak3. Digunakan bersama-sama dengan steroid4. Dosis tinggi atau menggunakan 2 jenis NSAID5. Menderita penyakit sistemik yang berat

c. Ulkus gasterUlkus gaster adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat berukuran >5mm kedalaman sub mucosal pada mukosa lambung akibat terputusnya kontinuitas mukosa lambung. Biasanya muncul sebagai rasa nyeri dan perih di epigastrium disertai dengan kembung, mual, muntah, dan tidak nafsu makan. Pasien biasanya terbangun pada malam hari karena nyeri epigastrium dan rasa sakit hilang dengan pemberian antasida. d. Sindroma Mallory-weissSindroma Mallory-weiss adalah suatu keadaan hematemesis atau melena yang khas mengikuti muntah yang berat dan berlangsung dalam beberapa jam atau bahkan dalam beberapa hari, dapat ditemukan beberapa laserasi mukosa lambung mirip celah terletak memanjang di atau sedikit dibawah persambungan esofagosatrikum. Sindroma ini umumnya terjadi pada dewasa muda. Perdarahan oleh karena Mallory-weiss ini biasanya berhenti sendiri. Namun perdarahan yang aktif diperlukan tata laksana dengan koagulasi termal dan injeksi epinefrin.

e. Ulkus duodenumGejala dan tandanya nyeri berupa rasa terbakar yang muncul kira-kira 2 jam setelah makan dan nyeri dirasakan berkurang dengan pemberian antasida. Pasien juga sering terbangun pada malam hari karena gejala ini. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium. Pilihan utama untuk penunjang diagnosis adalah endoskopi yang selain juga bisa digunakan untuk terapeutik dengan menggunakan elektrokoagulasi atau injeksi epinefrin. Terapi dengan menggunakan endoskopi bisa mengurangi rekurensi 10-33%. Data epidemiologi didapatkan bahwa 99% ulserasi duodenum disebabkan oleh H.Pylori. Terapi yang efektif untuk mengeradikasi bakteri ini adalah kombinasi PPI dan antibiotik. Jika penyebabnya karena pemakaian NSAID maka NSAID harus diberhentikan karena 15-30% dari pengguna NSAID menderita ulserasi duodenum. Sekitar 1/3 pasien mengalami perdarahan berulang dalam 2 tahun.

2.1.3 DiagnosisGejala klinis PSCBA diantaranya adalah hematemesis dan atau melena. Pasien dengan PSCBA umumnya memiliki riwayat dyspepsia, cepat merasa kenyang, konsumsi obat-obat anti-inflamasi, muntah, konsumsi alkohol, dan riwayat penyakit hati. Adanya riwayat dyspepsia (terutama gejala dyspepsia pada malam hari) memperberat dugaan ulkus peptikum. Adanya riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah lebih kearah robekan Mallory-weiss. Konsumsi obat anti-inflamasi mengarahkan dugaan ke gastritis (30-40%). Erosi lambung sering terjadi pada pasien yang mengalami trauma berat, pembedahan dan penyakit sistemik yang berat, khususnya pada pasien luka bakar dan pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Penurunan berat badan mengarahkan pada keganasan. Perdarahan dari varises esophagus atau lambung biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hepatis.1-5a.AnamnesisDilakukan anamnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lemah dapat dilakukan alloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu seperti hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik, dan penyakit darah seperti leukemia dan lain-lain.1. Penderita dengan riwayat ulkus peptikum, maka ulkus ini merupakan sumber perdarahan2. Riwayat sering mengalami perdarahan mengarah ke kelainan darah.3. Riwayat perdarahan saluran cerna pada keluarga berhubungan dengan hemofilia atau telangiektasis hemoragik herediter.4. Riwayat alkoholisme menunjukan ada varises atau gastritis5. Anamnesis Penggunaan obat-obat ulserogenik karena obat-obat ini dapat menginduksi perdarahan.6. Penderita dengan feses hitam perlu ditanyakan tentang penggunaan obat-obat yang dapat merubah warna feses.7. Riwayat muntah-muntah hebat mengarah ke sindrom Mallory-weiss.8. Hernia hiatus esophagus dicurigai bila penderita mengeluh pirosis yang sudah lama, sendawa, dan rasa tidak enak di daerah substernal atau epigastrium terutama waktu berbaring.9. Riwayat anoreksia, rasa lemah, berat badan turun, dan keluhan pencernaan, terutama pada orang tua mengarah kepada keganasan.Pemeriksaan Diagnostik1. Pipa NGT dimasukan kedalam lambung untuk mengosongkan lambung, menentukan perdarahan terdapat pada SCBA, untuk memastikan tidak adanya obstruksi pylorus.2. Tes fluorosein mungkin digunakan untuk menentukan letak perdarahan.3. Setelah keadaan penderita stabil secepatnya dilakukan pemeriksaan sinar X, endoskopi atau kedua-duanya.4. Varises esophagus dapat dilihat dengan esofagoskopi atau barium kontras esophagus atau dapat juga dengan venografi splenoportal perkutan.5. Arteriografi abdomen kadang-kadang dapat membantu menentukan letak perdarahan, terutama pada perdarahan aktif. Juga dapat mendeteksi lesi yang menyebabkan perdarahan.2.1.4 PenatalaksanaanPenatalaksanaan PSCBA pada umumnya bertujuan untuk sesegera mungkin memperbaiki keadaan umum pasien dan menstabilkan hemodinamik (resusitasi). Jika memungkinkan, pasien akan lebih baik jika dirawat di ruang rawat intensif untuk menjamin pengawasan hemodinamik. Resusitasi cairan biasanya dengan memberikan cairan kristaloid (NaCl fisiologis atau ringer laktat) bahkan jika perlu diberikan larutan koloid. Pada keadaan tertentu sebaiknya dipasang dua jalur infus dengan jarum besar, sekaligus untuk mempersiapkan jalur intravena untuk pemberian transfusi darah. Untuk transfusi darah biasanya diberikan packed red cell dengan pertimbangan telah terjadi pemulihan cairan intravena. Perlu dipertimbangkan pemberian faktor-faktor pembekuan dengan menambahkan plasma segar beku, karena pada keadaan sirosis hati umumnya terjadi defisiensi faktor-faktor pembekuan. Whole blood dapat dipakai pada perdarahan masif. Bilas lambung dengan menggunakan air es atau larutan NaCl fisiologis sebaiknya dilakukan, selain untuk tujuan diagnostik juga dalam usaha untuk menghentikan perdarahan. Teknik bilas lambung harus tepat sehingga tidak menimbulkan trauma mukosa SCBA. Pada pasien sirosis hati umumnya kondisi mukosa lambung rapuh dan mudah berdarah akibat kongesti portal. Evakuasi darah dari dalam lambung dapat mencegah terjadinya ensefalopati hepatik. Dari aspirat sonde dapat kita perkirakan bahwa perdarahan berlangsung aktif bila darah yang keluar berwarna segar (belum bercampur dengan asam lambung). Darah segar cair tanpa bekuan harus diwaspadai adanya gangguan hemostasis. Untuk memperbaiki faal hemostasis dapat diberikan injeksi vitamin K dan asam traneksamat. Pemberian antasida oral, sukralfat dan injeksi penyekat reseptor H2 dapat diberikan jika ada dugaan kerusakan mukosa yang menyertai perdarahan. Dengan menekan sekresi asam, diharapkan mekanisme pembekuan darah tidak terganggu oleh terjadinya lisis bekuan pada lesi yang terlalu cepat. Sterilisasi usus dengan pemberian preparat neomisin dan preparat laktulosa oral serta tindakan klisma tinggi bermanfaat untuk mencegah kemungkinan terjadinya ensefalopati hepatik. Pada awal perawatan, sebaiknya pasien dipuasakan (kecuali obat-obatan oral). Lama puasa sebaiknya sesingkat mungkin. Realimentasi dapat segera dimulai secara bertahap bila secara klinis perdarahan berhenti, yaitu cairan aspirat lambung jernih dan hemodinamik stabil.3,4,72.2 Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS)2.2.1 DefinisiObat anti inflamasi non steroid (OAINS) adalah obat-obat yang memiliki efek analgesik, antipiretik dan, bila diberikan dalam dosis yang lebih besar, akan memberikan efek anti inflamasi . Istilah non steroid digunakan untuk membedakan obat-obat ini dari obat golongan steroid, yang memiliki peran eikosanoid yang hampir serupa efek depresi, dan anti inflamasi. Sebagai analgesik, kekhususan dari obat OAINS adalah obat ini bukan golongan narkotik. Yang termasuk ke dalam kelompok obat-obatan ini adalah aspirin, ibuprofen, dan naproxen. Paracetamol (acetaminofen) memiliki efek anti inflamasi yang kecil, dan bukan tergolong OAINS.8,9

2.2.2Mekanisme kerja Sebagian besar obat OAINS bekerja sebagai inhibitor non selektif enzim siklooksigenase, dimana obat ini menghambat isoenzim siklooksigenase 1 (COX-1) dan siklooksigenase 2 (COX-2). Siklooksigenase mengkatalisis pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat. Asam arakidonat ini dihasilkan dari lapisan ganda fosfolipid oleh fosfolipase A2. Prostaglandin bekerja sebagai molekul pembawa dalam proses inflamasi.8,92.2.3 Indikasi OAINS OAINS biasanya diindikasikan untuk pengobatan kondisi akut dan kronik dimana ditemukan nyeri dan inflamasi. OAINS biasanya diindikasikan untuk mengurangi gejala-gejala pada kondisi rheumatoid arthritis, osteoarthritis, gout, dismenorhea, migren, nyeri pasca operasi, kolik ginjal, dan nyeri derajat ringan sampai sedang akibat inflamasi dan cedera jaringan.8,92.2.4Efek samping 10,11Efek pemakaian OAINS yang luas menyebabkan efek samping obat golongan ini menjadi meningkat. Dua reaksi samping utama (adverse drug reactions / ADRs) yang berkaitan dengan OAINS berhubungan dengan saluran cerna dan ginjal.Efek ini bersifat dose-dependent, dan pada sebagian besar kasus bisa menyebabkan perforasi ulkus, perdarahan saluran cerna bagian atas, dan kematian. Sekitar 10%-20% pasien-pasien yang menggunakan OAINS mengalami dyspepsia dan efek samping saluran cerna. Efek samping utama (ADRs) terkait penggunaan OAINS menyebabkan iritasi langsung maupun tidak langsung saluran cerna. Ada 2 mekanisme kerja obat OAINS yang bisa menyebabkan kerusakan pada saluran cerna, molekul-molekul obat OAINS yang bersifat asam akan langsung mengiritasi mukosa gaster dan inhibisi enzim COX-1 akan mengurangi kadar prostaglandin yang bersifat protektif terhadap mukosa gaster. Resiko terjadinya ulserasi meningkat sejalan dengan lama pemberian obat, dan juga berkaitan dengan pemberian dosis yang lebih tinggi. Untuk mengurangi efek samping terhadap saluran cerna, sangatlah penting untuk memberikan dosis terkecil yang efektif untuk waktu yang pendek. Indometasin, ketoprofen dan piroksikam cenderung memiliki efek samping saluran cerna yang paling tinggi, sementara ibuprofen (dosis rendah) dan diklofenak cenderung memiliki efek samping yang lebih rendah. Biasanya, efek samping saluran cerna dapat dikurangi melalui pemberian obat penekan asam, seperti proton pump inhibitor, seperti omeprazole, atau analog prostaglandin, misoprostol. Penggunaan misoprostol sendiri juga menyebabkan kejadian diare yang tinggi. 8,9

BAB IIILAPORAN KASUSIdentitas Pasien Nama: Tn. ZNo RM : 794590Umur: 59 tahunJenis Kelamin : Laki-lakiAgama : IslamPekerjaan : BuruhStatus : MenikahMasuk RS: 02 Januari 2013Tanggl Pemeriksaan : 02 Januari 2013

AnamnesisAutoanamnesis

Keluhan utama : Pusing sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

Riwayat Penyakit Sekarang: 10 hari SMRS, pasien mengeluh BAB berwarna hitam pekat, lembek dan sangat berbau (frekuensi 2 kali/hari), BAB berlendir (-), BAB darah segar (-). Pasien mengeluhkan lemas, mual (-), muntah (-), dan BAK lancar. 3 hari SMRS, pasien mengeluh BAB berwarna hitam pekat, lembek dan sangat berbau (frekuensi 2 kali/hari), BAB berlendir (-), BAB darah segar (-). Pasien mengeluhkan pusing, mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (+), lemas dan BAK lancar. 1 hari SMRS, pasien mengeluh BAB berwarna hitam pekat, lembek dan sangat berbau (frekuensi 2 kali/hari), BAB berlendir (-), BAB darah segar (-). Pasien mengeluhkan pusing semakin menigkat, mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (+), lemas dan BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi sejak 4 tahun yang lalu. Riwayat DM disangkal.

Riwayat Pengobatan: Pasien mengonsumsi obat hipertensi yang didapat dari Puskesmas sejak 4 tahun yang lalu bila ada keluhan.

Riwayat Penyakit Keluarga DM (-) Hipertensi (-) Tidak ada keluarga yang mengeluhkan keluhan yang sama

Riwayat Sosial Pasien bekerja sebagai buruh, merokok (+), minum alkohol (-), konsumsi jamu-jamuan. Komposisi jamu M : Centella Asiatica 35 %, Glaziosa Superbal 25 %, Minosa Pudical 15 %, Phyllantnus Urinalialinn 10 %, Sonchus Arvesisi 10 %, dan lainlain sampai 100 % (paracetamol dan natrium diklofenak).PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan umumKeadaan umum : tampak sakit sedangKesadaran : komposmentisTekanan darah: 120/80 mmHgNadi : 94 kali/menitNafas : 18 kali/menitSuhu : 36,5CBB: 80 kgTB: 165 cmIMT: 29,38 (obesitas I)

Kepala Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokhor, diameter 3 mm/ 3 mm, reflex cahaya (+/+), pembesaran KGB (-)

Thoraks ParuInspeksi : gerakan dada simetris, otot napas tambahan (-)Palpasi: vocal fremitus sama dextra dan sinistraPerkusi: sonor pada ke dua lapangan paruAuskultasi: vesikuler seluruh lapangan paru, ronki (-/-), wheezing (-/-)

JantungInspeksi : iktus kordis tidak terlihatPalpasi: iktus kordis teraba di RIC V 2 jari medial LMCSPerkusi: batas-batas jantungDextra: RIC V linea sternalis dekstraSinistra: RIC V 2 jari medial LMCS Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, mur-mur (-), gallop (-)Abdomen Inspeksi: perut tampak datar, venektasi (-), scar (-), inflamasi (-).Palpasi: Supel, hepar dan lien tidak membesar, nyeri tekan epigastrium (+).Perkusi: timpani, shifting dullness (-)Auskultasi : bising usus (+) normal

Pemeriksaan Rectal toucher Tonus sfingter ani baik, ampula tidak kolaps, nyeri (-), pada handschoon terdapat feses hitam (+), lendir (-), darah (-).

Ektremitas superior dan inferior : akral hangat, oedem (-), CRT