14 peran pemerintah kota cimahi-UMKM
Transcript of 14 peran pemerintah kota cimahi-UMKM
HASIL PENELITIAN HIBAH MANDIRI FISIP UNPAD
PERAN PEMERINTAH KOTA CIMAHI DALAM PROGRAM
PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH
(UMKM)
Oleh:
Dr. Drs. Agustinus Widanarto.M.Si.
NIRM :
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
DESEMBER
2014
HASIL PENELITIAN HIBAH MANDIRI FISIP UNPAD
PERAN PEMERINTAH KOTA CIMAHI DALAM PROGRAM
PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH
( UMKM )
Jatinangor, Desember 2014
Mengetahui, Peneliti,
Kepala Departemen Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran
Dr. Franciscus Van Ylst. Drs., M.Hum Dr., Drs. Agustinus Widanarto, M.Si
NIP. 19530911 198203 1 003 NIP. 19550522 198303 1 003
Menyetujui
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UniversitasPadjadjaran
Dr. Arry Bainus, M.A
NIP. 19610627 199001 1 001
I. IdentitasPenelitian :
1. JudulUsulan: PERAN PEMERINTAH KOTA CIMAHI DALAM PROGRAM
PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM).
2. Peneliti
a. Namalengkap dan Gelar : : Dr., Drs. AgustinusWidanarto, M.Si
b. Jeniskelamin : Laki – Laki
c. JabatanFungsional : LektorKepala
d. Fakultas/Program Studi : ISIP/IlmuPemerintahan
e. Alamat Kantor : Jl. Raya Bandung Sumedang Km. 21
f. AlamatRumah : JlAtletik II No. 16 Arcamanik Bandung 40293
g. Telepon/E-Mail : 08122010843/[email protected]
3. Alokasiwaktu untuk penelitianini : 256 jam/16 Minggu
4. ObjekPenelitian
Objek penelitian ini adalah kegiatan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang
dilakukan oleh masyarakat Kota Cimahi.
5. Masa PelaksanaanPenelitian
Mulai : September 2014
Berakhir : Desember 2014
6. Anggaran yang diusulkan : Rp. 15.000.000
7. LokasiPenelitian : Kota Cimahi Jawa Barat
8. Hasil yang ditargetkan adalahMenganalisis, mengidentifikasikan data Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi yang berkaitan dengan program-program
pemerintah;
9. Institusi lain yang terlibat : Tidak Ada
i
i
ABSTRAK
Judul penelitian: Peran Pemerintah Kota Cimahi Dalam Pemberdayaan
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan
Masyarakat
Maksud penelitian ini adalah menganalisis, mengidentifikasikan data dan
informasi tentang pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di
Kota Cimahi yang berkaitan dengan program-program pemerintah dengan tujuan
untuk mengetahui dan menganalisis program pemberdayaan Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Cimahi,
mengetahui faktor-faktor apakah yang menghambat pemberdayaan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi dan menganalisis strategi
pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi.
Metode penelitian menggunakan metode deskriptif dengan analisis data
kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi
dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, pemberdayaan UMKM
(Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang dilaksanakan Pemerintah Kota
Cimahi masih memerlukan dukungan penyediaan anggaran APBD untuk
workshop, sertifikasi halal , pengemasan produk dan pendampingan dan semua
pelaku UMKM belum mampu didata secara optimal oleh Pemerintah Kota
Cimahi. Kedua, faktor-faktor yang menghambat program pemberdayaan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi adalah faktor internal
dan faktor eksternal yang berkaitan dengan kurangnya permodalan dan
terbatasnya akses pembiayaan, kondisi sumber daya manusia (SDM), lemahnya
jaringan usaha dan penetrasi pasar, mentalitas pengusahanya dan kurangnya
transparansi, iklim usaha yang kurang kondusif, terbatasnya sarana dan prasarana
usaha, pungutan liar, implikasi kondisi sumber daya manusia (SDM), lemahnya
jaringan usaha dan penetrasi pasar, mentalitas pengusahanya dan kurangnya
transparansi. Ketiga, strategi pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) di Kota Cimahi baru dalam tahap identifikasi potensi, analisis
kebutuhan, dan rencana kerja bersama, sehingga dalam pelaksanaannya masih
memerlukan proses sosialisasi yang komprehensif serta monitoring dan evaluasi.
Khusus yang telah mendapat fasilitas permodalan dan sarana dari Pemerintah
Kota Cimahi masih memerlukan perluasan jaringan dalam bentuk usaha mandiri
dalam mengembangkan klaster ekonomi yang difokuskan dalam Pengembangan
Ekonomi Lokal (PEL).
ii
ii
ABSTRACT
Purpose of this study was to analyze , identify data and information about
empowering Micro, Small and Medium Enterprises in Cimahi related to
government programs with the objective of identifying and analyzing the
empowerment program of Micro, Small and Medium Enterprises conducted by
the Government Cimahi , determine whether the factors that impede the
empowerment of Micro, Small and Medium Enterprises in Cimahi and analyze
the strategy of empowering Micro, Small and Medium Enterprises ( MSMEs ) in
Cimahi.
Methods of research used descriptive method with qualitative data
analysis with data collection techniques in-depth interviews and documentary
studies.
The results showed that the first , Micro, Small and Medium Enterprises
are implemented Cimahi Government still needs to support the provision of local
budget workshop , halal certification , product packaging and mentoring and all
UMKM have not been able to optimally recorded by the Government Cimahi.
Second , the factors that inhibit the development program of Micro, Small and
Medium Enterprises in Cimahi are internal factors and external factors related to
the lack of capital and limited access to financing , conditions of human
resources, lack of business networks and market penetration , the entrepreneur
mentality and lack of transparency , lack of conducive business climate , limited
facilities and infrastructure businesses , extortion , human resource implications
conditions ( SDM ) , the weakness of the business network and market penetration
,entrepreneur mentality and lack of transparency. Third, the strategy of
empowering Micro, Small and Medium Enterprises in Cimahi new stage in the
identification of strengths , needs analysis , and the joint work plan , so that the
implementation still requires a comprehensive socialization process as well as
monitoring and evaluation. That has received capital facilities and infrastructure
Government Cimahi still require expansion of the network in the form of
independent businesses in developing economic clusters focused in Local
economic Development.
ii
i
iii
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena penulis dapat
menyelesaikan penelitian dengan judul Peran Pemerintah Kota Cimahi
Dalam Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Penelitian ini penulis susun untuk memenuhi syarat dalam melaksanakan Tri
Dharma Perguruan Tinggi bagi saya sebagai salah seorang Dosen di FISIP
UNPAD.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak
Dr. Arry Bainus, MA. selaku Dekan FIFIP UNPAD dan Bapak Dr. Fransiscus
Van Ylst.,M.Hum. selaku Ketua Departemen Ilmu Pemerintah yang telah
memberi kesempatan pada saya untuk melakukan penelitian ini.
Pada Kesempatan ini, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada seluruh informan di Kota Cimahi dan semua pihak yang telah membantu
saya, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan.
Akhirnya tiada lain harapan penulis, semoga hasil penelitian ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis maupun pihak lain.
Jatinangor , Desember 2014
Agustinus Widanarto.
iv
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
ABSTRACT ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………….………. iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………………… 1 ……………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ………………………………………… 1
1.2 Permasalahan ………………………. …………….………………. 6
1.2.1.Identifikasi Masalah...……………………………………….. 6
1.2.2. Rumusan Masalah………………………………… .......... 7
1.2.3. Fokus Masalah ……………………………………….. 7
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian …………………………………… 8
1.3.1. Maksud Penelitian …………………………………………. 8
1.3.2. Tujuan Penelitian …………………………………………... 8
1.4 Kegunaan Penelitian …………………………….……………….. 8
1.5 Kerangka Pemikiran …………………………….………...……… 9
1.6 Metode Penelitian ............................................................................ 17
1.6.1 Desain Penelitian ......................................................................... 17
1.6.2 Definisi Konsep dan Fokus Penelitian ........................................ 18
1.6.3 Sumber Data ............................................................................... 18
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 19
1.6.5 Analisis Data .............................................................................. 20
1.6.6 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 21
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 23 ………………………………7
2.1 Konsep Pemberdayaan……………….............................................. 23
2.1.1. Definisi Pemberdayaan……………………...……………… 23
v
v
2.1.2. Pemberdayaan Program Pemerintah ………………………. 25
2.2. Pemberdayaan Dalam Pemerintahan ……………………………… 28
2.3. Pemerintahan dan Fungsi Pemerintahan ………………………… 30
2.4. Tinjauan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah ………. 37
BAB III : OBYEK PENELITIAN …………………………………………… 45 ………………………………7
3.1. Sejarah Kota Cimahi ……………………………………………… 45
3.2. Visi dan Misi Kota Cimahi ............................................................ 47
3.3. Struktur Organisasi Kota Cimahi ................................................. 48
3.4. Peran dan Fungsi Kelembagaan Kota Cimahi ................................ 49
3.5. Gambaran Umum Pekembangan UMKM dan SIUP
di Kota Cimahi Sebagai Elemen Penting Pengembangan ………… 50
3.6. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi Industri Perdagangan
dan Pertanian (Diskopindagtan) …………………………….. 58
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………….. 61
4.1. Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
yang Dilaksanakan Pemerintah Kota Cimahi ………………… 61
4.2. Faktor-Faktor yang Menghambat Program Pemberdayaan
Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Di Kota Cimahi ……………. 78
4.1. Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) di Kota Cimahi………………………………………….. 86
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 113
5.1. Kesimpulan ………………………………………………............ 113
5.2. Saran ............................................................................................. 114
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 115
Lampiran Pedoman Wawancara ................................................................................... 117
Lampiran Surat Keterangan Penelitian ..................................................................... 118
vi
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Jumlah Industri Besar, Sedang dan Kecil di Kota Cimahi ..... 4
Tabel 1.2 Jadual dan Waktu Kegiatan .................................................... 22
vi
i
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Struktur Organisasi Kota Cimahi ......................................... 49
Gambar 3.2. Contoh Surat Izin Usaha Perdagangan .................................... 54
Gambar 4.1. Produk Usaha Kecil Menengah (UKM) Kota Cimahi ............ 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Krisis ekonomi tahun 1997 sampai dengan tahun 1998 merupakan
lembaran paling suram dalam sejarah perekonomian di tanah air, sehinga
banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) diberbagai perusahaan. Namun
disisi lain usaha kecil menengah (UKM) tetap bertahan, bahkan ada yang
menyatakan bahwa usaha kecil menengah (UKM) merupakan sabuk pengaman
perekonomian nasional dan sampai saat ini merupakan penopang perekonomian
masyarakat kecil dan menengah.
Berdasarkan data Kementrian Koperasi Usaha Kecil Menengah, di
Indonesia sektor Usaha Kecil menengah (UKM) mampu menyedot 91,8 juta
tenaga kerja dari 113,83 juta angkatan kerja.1 UKM juga memiliki kontribusi
besar terhadap PDB (Pendapatan Domestik Bruto) hingga 55,6 persen atau
Rp. 2.6094 triliun. Kontribusi UKM bagi Jawa Barat pun tak kalah tinggi, dimana
sebanyak 8,21 juta unit UKM di Jabar sanggup menyerap 13,79 juta orang atau
88,5 persen total tenaga kerja di Jawa Barat. UKM menyumbang sedikitnya 60,34
persen PDRB Jawa Barat Tahun 2009. Sehingga, Usaha Kecil Menengah (UKM)
dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) telah memiliki kontribusi yang
sangat besar dalam membantu perekonomian Indonesia sehingga dalam kiprahnya
1 Portal website Kementrian Koperasi dan UKM dalam www.kemenkukm.go.id diunduh tanggal
29 November 2010.
2
terbukti dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan
tenaga kerja unskilled yang ilmunya tidak harus didapatkan dari bangku
pendidikan formal.
Keberhasilan pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha
Mikro Kecil Menegah (UMKM) yang mampu bertahan dari krisis ekonomi
global, baik nasional maupun dunia internasional. Hal ini terbukti dari adanya
pengakuan Presiden Barrack Obama terhadap konsep kewirasusahaan Goris
Mustaqim, seorang usahawan muda berumur 27 Tahun kelahiran Tarogong
Garut.2 Goris adalah penggagas program gerakan kewirausahaan dikalangan
mahasiswa (Innovative Entrepreneurship Challenge) se-Jawa dan Bali tahun 2007
dan membentuk paguyuban, kemudian menghimpun para pemuda dari dalam dan
luar negeri yang memiliki idealisme untuk membangun daerah, sehingga
terhimpun Usaha Kecil Menengah (UKM). Ungkapan terkenal yang Goris
sampaikan yaitu:
“bahwa program pemerintah tidak lanjut, hanya aksi saja, seharusnya
modelnya seperti Amerika, salah satu yang bikin wirausaha berkembang
adalah “supporting system”. Metoda di kampus berupa pembinaan-
pembinaan semacam pusat incubator bisnis. Jadi kampus menjadi pusat
pembibitan wirausahawan handal yang kelak akan menjalankan dan
memajukan roda ekonomi bangsa, sehingga mahasiswa didorong untuk
berwirausaha oleh pemerintah. Pembinaan sangat penting , karena yang
pertama dibutuhkan adalah mindset. Mindset itu bukan skill, sehingga
perlu dikuatkan lebih dulu. Dana hibah tidak tepat, sebaiknya memberikan
kailnya, kalaupun ada dana hibah sebaiknya bekerja sama badan-badan
yang berpengalaman misal dikampus ada inkubator, atau badan kusus
yang dibentuk sehingga professional, artinya selain menyalurkan juga
bikin targetnya jelas. Dengan pengembangan baik di universitas maupun
dikampung halamannya, sehingga meraih kesuksesan terbaik ditingkat
asia, dalam hal ini diakui oleh presiden adikuasa yaitu Barrack Obama.
Kesuksesan dalam mengembangkan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan
2 Harian Umum Pikiran Rakyat 16 Juli 2010 artikel “Barrack Obama dengan Goris Mustaqim”
3
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) juga telah dibuktikan daerah lain
misal Batam dengan mampu meningkatkan pengembangan industri kreatif
yaitu tempurung kelapa, Bali dan Yogjakarta, dan Solo terkenal dengan
batiknya yang mampu menembus pasar dunia. 3
Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM), dewasa ini mendapat perhatian khusus oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah kota/kabupaten dengan melalui berbagai kebijakan dan
program-program. Kontribusi terbesar dalam pembangunan ekonomi di Kota
Cimahi pada tahun 2008/2009 didominasi oleh sektor industri pengolahan.
Sumber data sektor industri ini diperoleh dari hasil survei tahunan
perusahaan industri besar/sedang. Dalam pengumpulan data statistik industri,
yang dimaksud dengan industri besar adalah perusahaan dengan jumlah pekerja
100 orang atau lebih, industri sedang dengan jumlah pekerja antara 20 sampai
dengan 99 orang, sedangkan Industri kecil mempunyai pekerja antara 5 sampai
dengan 19 orang dan perusahaan yang mempunyai pekerja kurang dari 5 orang
disebut usaha rumah tangga.
Jumlah perusahaan industri pada tahun 2008 terdiri dari industri besar
sebanyak 65 perusahaan dan industri sedang sebanyak 105 perusahaan. Jumlah
perusahaan industri besar dan sedang paling banyak berada di wilayah kecamatan
Cimahi Selatan, yaitu 123 perusahaan (72,35 %). Sedangkan yang paling sedikit
berada di wilayah kecamatan Cimahi Utara, yaitu 15 perusahaan ( 8,82 %).
3 Ibid. PR dalam artikel yang sama 16 Juli 2010
4
Tabel 1.1
Jumlah Industri Besar, Sedang dan Kecil di Kota Cimahi Tahun 2012
Sumber : BPS Kota Cimahi, 2012
Pengembangan selanjutnya dilakukan melalui program Kelompok Usaha
Bersama (Kube) yang berpola kelompok dan bantuan modal untuk Usaha Kecil
Menengah (UKM) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Akan tetapi,
sampai tahun 2010 untuk pendataan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kota Cimahi, datanya belum sesuai dengan
yang diharapkan.
Hal ini teridentifikasi dari data yang diperoleh masih belum sesuai dengan
kriteria yang berlaku, dimana dalam data UKM yang dimiliki oleh Pemerintah
Kota Cimahi khususnya Disperekop Kota Cimahi, hanya memuat data mengenai
target market, asset, omzet, profit, dan jumlah pegawai. Sementara itu,
seharusnya data tersebut sudah menyesuaikan dengan kriteria UMKM
berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah dinyatakan bahwa :
5
1. Kriteria Usaha Mikro
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000 (limapuluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000
(tigaratus juta rupiah)
2. Kriteria Usaha Kecil
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000 (limapuluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000
(tigaratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
3. Kriteria Usaha Menengah
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000 (dua
milyar limaratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah)
Data yang valid dan sesuai aturan merupakan salah satu unsur
keberhasilan dalam mendukung suksesnya program peningkatan dan
pemberdayaan UMKM di Kota Cimahi. Sampai saat ini, jumlah UMKM yang
terdaftar di Dinas Perekonomian, Koperasi dan UMKM Kota Cimahi masih
dinamis dimana jumlah terakhir yang terdata berdasarkan hasil pendataan
penyuluh KUMKM Kota Cimahi Periode Januari S/D Desember 2012 sebanyak
6.568 KUMKM tanpa kriteria normatif sebagaimana yang disebutkan di atas.
Berdasarkan informasi awal dari Kepala Bidang Koperasi dan UKM Kota
Cimahi menyatakan bahwa pengembangan UMKM di Kota Cimahi terhambat
oleh kurangnya data yang dimiliki lembaga (Disperekop dan UKM) mengenai
kondisi UKM yang ada. Selain itu, melihat hasil evaluasi lapangan dan
6
perkembangan tahun 2013, banyak UMKM yang tidak mampu melanjutkan
usahanya sebagai akibat sulitnya akses pemasaran produk.4
Temuan awal masalah lainnya adalah kurangnya perhatian yang serius dari
Pemerintah Kota Cimahi dalam memberikan bantuan modal dan peluang
pemasaran. Selain itu, masih banyak UMKM yang sudah memperoleh bantuan
modal dari Pemerintah Kota Cimahi kurang memperlihatkan perkembangan usaha
yang bagus.5
Berdasarkan uraian di atas, maka dengan melihat kondisi perkembangan
UMKM di Kota Cimahi peneliti menduga bahwa Pemerintah Kota Cimahi kurang
memiliki program yang mampu memberdayakan UMKM. Sehingga,peneliti
tertarik untuk lebih mendalami permasalahan tersebut dan ingin menuangkannya
kedalam bentuk penelitian yang berjudul “Peran Pemerintah Kota Cimahi
Dalam Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)”
1.2. Permasalahan
1.2.1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang dijelaskan dalam latar belakang penelitian, perlu
diidentifikasi masalah penelitian, yaitu : Masyarakat merupakan obyek dan
subyek dari dinamika pelaksanaan program-program pembangunan di Kota
Cimahi, yang terus menerus berkembang seiring dengan pemenuhan tingkat
kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat Kota Cimahi.
4 Wawancara dengan Kepala Bidang Koperasi Kota Cimahi tahun 2014 di Kantor Diskopindagtan
Kota Cimahi Tahun 2014. 5 Lampiran pendataan UMKM Bulan Desember Tahun 2012 dari Diskopindagtan Kota Cimahi
7
Dalam hal pemberdayaan UMKM, konsep masyarakat industri yang sudah
menjadi salah satu bagian dari budaya masyarakat Kota Cimahi, memiliki
berbagai permasalahan yang harus dicermati. Hal-hal yang perlu dicermati dari
adanya permasalahan yang diuraikan dalam latar belakang penelitian di atas, dapat
diidentifikasikasikan dalam uraian sebagai berikut :
1) Kurang lengkapnya data UMKM yang ada di Kota Cimahi;
2) Kurangnya bantuan untuk UMKM dalam modal dan pemasaran
3) Kurangnya pembinaan dari Pemerintah Kota Cimahi
1.2.2. Rumusan Masalah
Dalam uraian identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut :
1) Bagaimanakah program pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota
Cimahi ?
2) Faktor-faktor apakah yang menghambat pemberdayaan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi ?
3) Bagaimana strategi pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) di Kota Cimahi ?
1.2.3. Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, terdapat
kecenderungan yang memungkinkan adanya keterkaitan antara program
pembangunan dengan peningkatan pemberdayaan UMKM yang difokuskan
kepada konsep pemberdayaan. Agar penelitian ini mencapai sasaran dan terdesain
8
dengan baik, maka dibatasi kepada aspek-aspek pemberdayaan program
pembangunan masyarakat yang berkaitan dengan kemitraan pemerintah dan
swasta serta masyarakat. Data-data sekunder yang digunakan adalah data dalam
periode Bulan Januari sampai dengan Bulan Desember tahun 2009-2013.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud diadakannya penelitian ini adalah Menganalisis,
mengidentifikasikan data dan informasi tentang pemberdayaan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi yang berkaitan dengan program-
program pemerintah;
1.3.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Mengetahui dan menganalisis program pemberdayaan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Kota Cimahi;
2) Mengetahui faktor-faktor apakah yang menghambat pemberdayaan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi;
3) Menganalisis strategi pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) di Kota Cimahi;
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Akademis, diharapkan hasil dari penelitian ini memberikan
kontribusi dalam pengembangan Ilmu Pemerintahan yang berupa teori
9
pemberdayaan dan teori pembangunan yang mendukung pengembangan
wawasan akademis, khususnya di bidang Ilmu Pemerintahan.
2. Kegunaan Praktis, diharapkan hasil penelitian ini menjadi bahan masukan
bagi penyempurnaan program pemberdayaan UMKM di Kota Cimahi
yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Cimahi.
1.5. Kerangka Pemikiran
Analisa klasik Milton Friedman menyatakan bahwa “The empowerment
approach, which is fundamental to an alternative development, places the
emphiric autonomy the decision making of teritorially organized community, local
self reliance (but not autarchy), direct participacy, democracy, also experimental
social learning”.7
Dari pernyataan tersebut di atas, diperoleh suatu pengertian tentang
pendekatan pemberdayaan masyarakat sebagai suatu pondasi dari alternatif
pembangunan yang menempatkan masyarakat untuk memilih alternatif-alternatif
pengembangan kegiatan yang mampu dilaksanakan sebagai wujud partisipasinya
dalam pembangunan. Masyarakat tidak hanya menjadi penonton atau pelaksana
program yang telah ditetapkan, namun mereka juga diberikan kesempatan untuk
turut mengusulkan alternatif program-program pembangunan. Kesempatan yang
diberikan dapat secara kolektif melalui jalur formal (kelembagaan) maupun
informal (media massa cetak maupun elektronik).
Tjahya Supriatna mengemukakan pendapat bahwa :
7) David.C.Korten dan Rudi Klauss.People Centered Development: Contribution Toward Theory and Planning
Frameworks.( West Hartford : Kumarian Press, 1994 )
10
“Pendekatan pembangunan di negara-negara berkembang dekade 1990-an
hingga kini lebih dititikberatkan kepada pembangunan sosial dan
lingkungan agar mendukung pertumbuhan ekonomi dengan strategi
“sustained development” yang dicirikan oleh :
a. Pembangunan yang berdimensi pelayanan sosial dan diarahkan kepada
kelompok sasaran melalui pemenuhan kebutuhan pokok berupa
pelayanan sosial di sektor kesehatan dan gizi, sanitasi, pendidikan dan
pendapatan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;
b.Pembangunan yang ditujukan kepada pembangunan sosial, seperti
mewujudkan keadilan, pemerataan dan peningkatan budaya serta
menciptakan kedamaian;
c. Pembangunan yang berorientasi kepada manusia sebagai subjek
pembangunan melalui “people centered development ” dan ”Promote the
empowerment people” .8
Pendapat di atas, menempatkan pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masyarakat di bidang kesehatan, sanitasi dan lingkungan di urutan pertama
sebagai dasar pelaksanaan pembangunan masyarakat selanjutnya. Sehingga dapat
dikatakan bahwa program pembangunan masyarakat di bidang pemberdayaan
menentukan bidang-bidang pembangunan lainnya.
Pentingnya program pemberdayaan, tidak terlepas dari dukungan dan
partisipasi masyarakat yang diikutsertakan secara dini dalam proses perencanaan
program. Hal ini dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha, yang mengemukakan
kesimpulan bahwa :
“Suatu rencana atau keputusan yang telah disiapkan oleh pemerintah dan
masyarakat hanya mendapat kesempatan untuk menyatakan setuju
(biasanya) setelah diarahkan terlebih dahulu, tidak akan membawa hasil
yang diharapkan. Alasannya bahwa masyarakat belum tahu apa-apa
janganlah digunakan. Demikian pula alasan bahwa pengikutsertaan
masyarakat sejak awal sekali akan memperlambat proses pembangunan.”9
Maksud pendapat tersebut, apabila masyarakat tidak dilibatkan dalam
proses penentuan tujuan akan sulit untuk meyakinkan bahwa program
8) Dr. Tjahya Supriatna, MS. Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan.1997.hlm 12 9) Taliziduhu Ndraha. Pembangunan Masyarakat. Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas.(Rineka Cipta, 1990 )
11
pemberdayaan pembangunan tersebut dirancang sebagai media untuk memperluas
ruang gerak partisipasi masyarakat dalam mengelola pembangunan. Dalam
melibatkan masyarakat dituntut kesungguhan dari pemerintah untuk menciptakan
inisiasi yang didukung oleh faktor finansial (dana) yang terencana dan faktor
otoritas (wewenang) yang tegas dan jelas.
Menurut Osborne dan Ted Gaebler, mengemukakan bahwa “…tugas
pemerintah adalah untuk mengemudikan pembangunan, dan bukan sebagai
pengayuh kapal. Hal ini disebabkan karena pemerintah memiliki proporsi
kewenangan dalam penciptaan inisiasi dan mengalokasikan dana atau anggaran
pembangunan untuk tiap-tiap sektor maupun wilayah.“10
Pendapat di atas diperkuat oleh Kristiadi yang menyatakan bahwa :
“…pemerintah hendaknya menciptakan kondisi yang dapat menumbuhkan
motivasi masyarakat agar secara sukarela berperan serta dalam
pembangunan kota, melalui sikap dan kebijakan-kebijakan sebagai
berikut :
1. Menyediakan informasi tentang kegiatan-kegiatan pembangunan kota
yang dapat dilaksanakan melalui kemitraan antara pemerintah dan
masyarakat;
2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab di kalangan penduduk kota untuk
membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut
demi kepentingan bersama;
3. Menanamkan rasa percaya di kalangan masyarakat bahwa kontribusi
mereka pada akhirnya akan memberikan dampak positif terhadap
masyarakat dan usahanya;
4. Memberikan bimbingan serta bantuan yang diperlukan oleh
masyarakat untuk dapat berperan serta;
5. Menyediakan perangkat peraturan yang diperlukan untuk menjamin
terjadinya kerjasama yang saling menguntungkan antara pemerintah
dan swasta;
6. Pemerintah kota perlu lebih terbuka mengenai kebijaksanaan yang
ditempuh, kegiatan yang akan dilakukan oleh pemerintah kota, dan
alasan mengapa kegiatan tersebut dilakukan, terutama dalam
mempersiapkan tata ruang kota;
10) Osborne, David and Ted Gaebler.Reinventing Government : How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the public
Sector. ( New York : Plume, 1993 : 115 )
12
7. Pemerintah kota dapat berkomunikasi dengan masyarakat guna
memberikan kesempatan yang luas kepada mereka untuk
megembangkan bentuk-bentuk peran serta mereka;
8. Pemerintah kota sebaiknya menetapkan bentuk-bentuk kerjasama serta
peraturan-peraturan lainnya yang diperlukan dalam rangka menjamin
terjadinya kerjasama yang serasi, seimbang dan selaras antara
pemerintah dengan masyarakat dan sektor swasta;
9. Pemerintah kota perlu meningkatkan kemampuan teknis maupun
manajerial para aparatnya, meningkatkan kejujuran dan kedisiplinan
melalui waskat dalam rangka menumbuhkan kepercayaan masyarakat
kepada pemerintah;
10 .Dalam azas kemitraan, peranan pemerintah dan sektor swasta lebih
bersifat sejajar, tetapi masing-masing memiliki hak dan kewajiban
yang perlu diatur dengan rambu-rambu. Rambu-rambu tersebut
hendaknya lebih bersifat atas dasar hal-hal yang tidak boleh
dikerjakan swasta (negative list). Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan peluang kreatif bagi masyarakat luas.”11
Dari kedua pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa untuk meningkatkan
dan memberdayakan program pembangunan di daerah (Kota), pemerintah daerah
berkewajiban untuk memantapkan keberhasilan setiap program-program
pembangunan, terutama yang langsung menyentuh kepentingan dasar masyarakat.
Pemberdayaan program pembangunan dapat dilakukan melalui bantuan program
yang memperkuat basis kegiatan yang sudah ada.
Peranan berasal dari kata peran, berarti sesuatu yang menjadi bagian atau
memegang pimpinan yang terutama.12
Peranan menurut Levinson sebagaimana
dikutip Soekamto, adalah :
suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang
dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam
masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-
peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
kemasyarakatan.13
11) Dr. JB.Kristiadi.Dimensi Praktis Manajemen Pembangunan di Indonesia.( Jakarta : STIA-LAN Press, 1997 )hlm.236 12
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985), hal.
735 13
Soejono Soekamto. Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Press, 1982), hal. 238
13
Istilah peran dikaitkan dengan apa yang dimainkan oleh seorang aktor
dalam suatu drama. Mungkin tak banyak orang tahu, bahwa kata “peran” atau role
dalam bahasa Inggrisnya memang diambil dari dramaturgy atau seni teater.
Dalam seni teater seorang aktor diberi peran yang harus dimainkan sesuai dengan
plotnya, dengan alur ceritanya, dengan lakonnya.
Lebih jelasnya kata “peran” atau “role” dalam kamus oxford dictionary
diartikan : Actor’s part; one’s task or function. Yang berarti aktor; tugas
seseorang atau fungsi.14
Istilah peran dalam “ Kamus Besar Bahasa Indonesia”
mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong,
perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di
masyarakat.15
Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka
seseorang yang diberi (atau mendapatkan) sesuatu posisi, juga diharapkan
menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan
tersebut. Karena itulah ada yang disebut dengan role expectation. Harapan
mengenai peran seseorang dalam posisinya, dapat dibedakan atas harapan dari si
pemberi tugas dan harapan dari orang yang menerima manfaat dari
pekerjaan/posisi tersebut.
Dalam memahami peranan pemerintah, terlebih dahulu Ndraha yang
menyatakan bahwa, fungsi pemerintah terdiri dari :
…pertama fungsi primer dan kedua fungsi sekunder. Fungsi primer yaitu
fungsi yang terus-menerus berjalan dan berhubungan positif dengan
14
The New Oxford Illustrated Dictionary, ( Oxford University Press, 1982), p.1466 15
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka,
2005) hal. 854
14
kondisi pihak yang diperintah. Artinya, fungsi primer tidak pernah
berkurang dengan meningkatnya kondisi ekonomi, politik dan sosial
masyarakat. Pemerintah berfungsi primer sebagai provider jasa-jasa
publik yang tidak diprivatisasikan dan layanan civil termasuk layanan
birokrasi. Kedua fungsi itu disingkat sebagai fungsi pelayanan (serving).
Fungsi sekunder pemerintah adalah fungsi yang berhubungan negatif
dengan kondisi ekonomi, politik dan sosial yang diperintah, dalam arti
semakin tinggi taraf hidup, semakin kuat bergaining position, dan semakin
integratif masyarakat yang diperintah, semakin berkurang fungsi sekunder
pemerintah. Jika kondisi ekonomi masyarakat lemah, pemerintah
menyelenggarakan pembangunan. Semakin berhasil pembangunan,
semakin meningkat kondisi ekonomi masyarakat, semakin berkurang
fungsi pemerintah dalam pembangunan. Jika masyarakat merasa tertindas
(powerless), tidak berdaya menentukan masa depannya, maka pemerintah
melakukan program pemberdayaan (empowerment). 16
Dukungan kelembagaan pemerintah akan mendorong tumbuhnya swadaya
masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, sehingga dalam pembangunan yang
terencana, perubahan struktur masyarakat akan terjadi secara bertahap seiring
dengan kemandirian masyarakat dalam keikutsertaannya dalam pengelolaan
pembangunan yang dikelola secara langsung oleh kelompok masyarakat.
Pemerintah akan lebih berfungsi sebagai fasilitator dan mitra yang mendampingi
masyarakat dalam mengelola program pembangunan.
Untuk memperjelas dan mendapatkan wawasan yang lebih luas sekaligus
sebagai bahan perbandingan, perlu dikemukakan mengenai faktor-faktor yang
perlu mendapat perhatian dalam pemberdayaan pembangunan menurut pendapat
Bintoro Tjokroamidjojo yang menyatakan, antara lain :
1. Faktor kepemimpinan ; bahwa dalam pemberdayaan program
pembangunan diperlukan adanya figur pemimpin yang berkualitas;
2. Faktor komunikasi ; dengan adanya gagasan, ide, kebijaksanaan, dan
rencana-rencana baru akan mendapatkan dukungan bila diketahui, dan
dimengerti masyarakat;
16
Taliziduhu Ndraha. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) Cetakan pertama. Rineka Cipta,
Jakarta, 2003. hlm. 76
15
3. Faktor pendidikan ; dengan tingkat pendidikan yang memadai,
masyarakat akan dapat memberikan dukungan partisipasinya dalam
program pembangunan.” 17
Dari uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aparatur
pemerintah daerah dalam memberdayakan program pembangunan perlu
merancang sedini mungkin proses sosialisasi program-program kepada kelompok-
kelompok masyarakat ( Community Group ) sehingga diharapkan mereka
memberikan respon positif pada saat pelaksanaan program pembangunan.
Selanjutnya kesimpulan menurut Tjahya Supriatna yang diambil dari
asumsi David.C.Korten, Bryan dan White serta Moelyarto Tjokrowinoto,
menyatakan bahwa :
“Salah satu unsur penting dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan
program pembangunan adalah dilibatkannya kelompok sasaran dan swadaya
masyarakat secara aktif dalam mengelola program pembangunan. Tanpa
penyertaan kelompok selaku subyek dan obyek sasaran, serta lembaga
swadaya masyarakat dapat dipastikan tujuan program pembangunan akan
terhambat, bahkan boleh jadi gagal total”18
Hubungan yang kuat antara hasil pembangunan dengan prasyarat yang
dibutuhkan untuk pembangunan tersebut. Sehingga untuk mencapai hasil yang
terbaik sesuai dengan kriteria dan indikator keberhasilan yang ditetapkan menurut
parameter sistem sosial, tingkat partisipasi, dan manusia, dibutuhkan dukungan
faktor-faktor kepemimpinan, komunikasi dan pendidikan yang merupakan motor
penggerak masyarakat dalam menterjemahkan strategi maupun dalam melakukan
kemitraan dengan agen-agen pembangunan yang ada. Untuk mencapai hasil yang
optimal, maka setiap komponen yang terlibat dalam proses pembangunan harus
17)
Bintoro Tjokroamidjojo.Pengantar Administrasi pembangunan. ( Jakarta :LP3S, 1995 ) hlm 226
18) Tjahya Supriatna. Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan.1997.hlm 118
16
TUJUAN
Kesejahteraan Masyarakat
Indikator - Pembangunan SDM
- Sarana dan Prasarana
- Prosedur
merupakan “organisasi belajar” yang penuh dengan kreasi dan inovasi dalam
upaya berkesinambungan untuk menyempurnakan dan meningkatkan hasil setiap
tahap. Selanjutnya penulis menggambarkan secara sistematis kerangka pemikiran
penelitian, yaitu :
Kerangka Pemikiran
Gambar 1.1. Pola Kerangka Berpikir.
PEMERINTAH KOTA CIMAHI
Sumber daya Kota - Pedoman - Mekanisme
- Koordinasi
TIM PENGELOLA
- PEMKOT - UMKM
- Lembaga keuangan - Unsur lainnya
Rencana Tindakan
- Desentralisasi kegiatan
- Pemberdayaan Penuh
- Kajian potensi
Analisa Faktor Pemberdayaan
UMKM
(1) Identifikasi Potensi,
(2) Analisis Kebutuhan,
(3) Rencana Kerja
Bersama,
(4) Pelaksanaan,
(5) Monitoring dan
Evaluasi.
STRATEGI
17
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan metode penelitian
naturalistik kualitatif, yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Sumber data adalah situasi yang wajar atau natural setting; 2) Peneliti
sebagai instrumen penelitian, peneliti yang aktif mengumpulkan data
melalui pengamatan langsung terhadap situasi ilmiah, wawancara dengan
sumber-sumber data, dokumentasi, dan observasi partisipatif guna
memudahkan dalam mendeskripsikan dan menganalisis data tersebut,
3) Sangat deskriptif 4) Mementingkan proses maupun produk, artinya
memperhatikan bagaimana perkembangan terjadinya sesuatu, 5) Mencari
makna dibelakang terjadinya sesuatu, 6) Mengutamakan data langsung atau
first hand, 7) Triangulasi : data atau informasi dari satu pihak harus diteliti
kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain, 8)
Menonjolkan rincian kontekstual 9) Subyek yang diteliti dipandang
berkedudukan yang sama dengan peneliti 10) Mengutamakan pandangan
responden yakni bagaimana ia memandang dan menafsirkan data dari
pendiriannya; 11) Verifikasi, antara lain dengan pengungkapan kasus yang
bertentangan atau negatif, 12) Sampling yang purposif, artinya sampelnya
cukup sedikit dan dipilih menurut tujuan penelitian 13)
Mengutamakan audit trail (mengikuti jejak atau melacak), untuk
mengetahui apakah laporan penelitian sesuai dengan yang dikumpulkan,
14) Partisipasi tanpa mengganggu untuk memperoleh situasi yang natural
atau wajar; 15) Mengadakan analisis sejak awal penelitian.19
Peneliti mengambil metode penelitian kualitatif (naturalistik) dengan alasan
sebagai berikut :
1. Peneliti ingin mengetahui tentang hal-hal yang menyebabkan suatu
program pembangunan diberdayakan, sehingga menimbulkan kesadaran
masyarakat dalam meningkatkan kesejahtraan hidupnya, terutama
dibidang Usaha Masyarakat yang berbasis UMKM;
2. Sesuai dengan karakteristik penelitian di atas, peneliti dalam penelitian
ini ingin mencari tahu mengenai gambaran secara jelas (deskriptif)
18
tentang konsep masa lampau dan konsep masa sekarang, yang memiliki
hubungan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
pemberdayaan masyarakat dalam program UMKM.
3. Proses penelitian dimulai dari mencari data dan fakta yang ada,
kemudian dianalisis, diinterpretasi dengan teori-teori pemberdayaan
serta partisipasi masyarakat.
4. Informan diambil dari individu-individu atau narasumber yang
mengetahui dan memahami peran serta tugasnya dalam kegiatan
program pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kota Cimahi
1.6.2. Definisi Konsep dan Fokus Penelitian
Penelitian ini berjudul pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) dalam meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kota Cimahi.
Analisis dalam penelitian ini adalah analisis terhadap satu variabel yang berusaha
menjawab pertanyaan tentang bagaimanakah pemberdayaan UMKM program
pembangunan masyarakat agar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kota Cimahi. Difokuskan kepada faktor-faktor pemberdayaan program
pembangunan masyarakat yang berkaitan dengan kemitraan Pemerintah, pihak
swasta dan masyarakat.
1.6..3. Sumber Data
Sumber Data dalam penelitian ini adalah individu dari suatu kelompok
(organisasi) manusia, baik para pelaku maupun kelompok sasaran masyarakat
19
yang memiliki hak dan kewajiban dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kota Cimahi yang dalam penelitian ini meliputi :
1. Kepala Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan Pertanian
(Diskopindagtan);
2. Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Cimahi;
3. Goverment Relation Manager Alfamart Regional Jabar;
4. Ketua Forum Kemitraan Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Cimahi;
5. Aggota UMKM ( 5 orang ).
1.6.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.6.4.1. Interview / Wawancara, dalam hal ini peneliti menggunakan wawancara
berstruktur. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi atau
keterangan yang terperinci dan mendalam (in-depth interview) mengenai
pandangan, buah pikiran dan perasaan orang lain yang diberikannya secara
bebas.
1.6.4.2. Studi Kepustakaan dan Dokumentasi, dalam hal ini peneliti melihat dan
mempelajari berbagai sumber-sumber atau bahan bacaan, seperti buku-
buku penunjang teori, makalah ilmiah, jurnal, dokumen-dokumen seperti
peraturan perundang-undangan yang relevan dengan bidang yang diteliti.
1.6.4.3. Triangulasi, menurut Alwasilah “Untuk mendapatkan data yang lengkap,
para peneliti kualitatif naturalistis menggunakan teknik triangulation
(triangulasi). Dalam penelitian kualitatif , triangulasi ini merujuk pada
pengumpulan informasi (data) sebanyak mungkin dari berbagai sumber”.20
20
Atau data dari satu pihak dicek kebenarannya dengan cara memperoleh
data tersebut dari sumber lain.
1.6.5. Analisis Data
Analisis Data yang digunakan adalah analisis data secara induktif. Analisis
ini digunakan dengan alasan :
1) Lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda seperti yang
terdapat dalam data;
2) Membuat hubungan peneliti dengan responden menjadi eksplisit, dapat
dikenal dan akuntabel;
3) Dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-
keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan pada suatu latar yang
lainnya21
Analisis data ini dilakukan sejak awal, artinya analisis akan timbul dengan
sendirinya bila peneliti menafsirkan data yang diperoleh, hanya saja perlu
diadakan pembedaan mana yang merupakan data deskriptif dan mana yang
merupakan data analisis atau tafsiran.22
Dalam menganalisis data, peneliti juga melengkapinya dengan menyajikan
tabel hasil wawancara mendalam (In-depth interview) dalam matriks-matriks, hal
ini berdasarkan pendapat Becker yang dikutip Maxwell (1996) yang
menyebutkan:
“… Peneliti harus melaporkan alasan pemakaian data-data kuantitatif
untuk menarik sejumlah kesimpulan. Pemakaian angka-angka ini bukan
hanya mengetes atau mendukung klaim keterlibatan statistik, tapi juga
membantu peneliti menghitung bukti-bukti dari lapangan yang mungkin
berpotensi sebagai data atau temuan yang mengancam validitas
penelitian”.23
Selanjutnya Mathew. B.Miles dan A. Michael Huberman menyatakan
bahwa “…Data kualitatif dapat ditransformasikan dalam aneka macam cara :
21
seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkannya
dalam satu pola yang lebih luas, dan sebagainya. Kadangkala dapat juga
mengubah data ke dalam angka-angka atau peringkat-peringkat (misalnya,
seorang penganalisis memutuskan untuk memandang kondisi wilayah penelitian
ke dalam kategori “tinggi” atau “menengah” dalam hal pemusatan
administrasinya). Pedoman kami adalah sebagai berikut : biarkan saja angka-
angka dan kata-kata untuk menguraikan angka-angka itu ada bersama-sama dalam
analisis anda berikutnya. Dengan cara itu, kita tidak menapis data yang ada dari
konteks di mana data itu terjadi /diperoleh.”6 Jadi dalam penelitian kualitatif perlu
diketahui, yang pertama-tama, adalah bahwa kadang-kadang kita juga
menghitung, dan saat yang tepat bagi kita untuk menggunakan unsur frekuensi
secara sadar. Ada tiga alasan kuat mengapa kita menggunakan angka; yakni untuk
melihat dengan cepat apa yang telah anda peroleh dalam data yang begitu banyak;
untuk menguji suatu dugaan atau hipotesis; dan menjaga agar anda tetap jujur
secara analitis, menghindari bias.”7
1.6.6. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kota Cimahi, dengan pertimbangan
sebagai berikut :
1) Peneliti mudah untuk mengakses data primer maupun data sekunder;
2) Besarnya Potensi UMKM yang ada di Kota Cimahi;
3) Adanya program Pemberdayaan UMKM di Kota Cimahi
23)
Mathew. B.Miles dan A. Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjejep Rohendi
Rohidi. (Jakarta : Universitas Indonesia. 1992) hlm 16-17 7 )
Mathew. B.Miles dan A. Michael Huberman. Op.Cit. hml 389-391
22
Penelitian ini dirancang dengan mengikuti jadwal sebagai berikut :
1) Tahap Persiapan dan observasi lapangan : September 2004;
2) Tahap Pengumpulan Data Lapangan: Oktober 2014.
3) Tahap Pengolahan dan Penyusunan Data: Nopember 2014.
4) Tahap Penulisan Laporan : Nopember
5) Tahap Penyerahan Laporan: Desember 2014.
Tabel. 1.2
Jadual dan Waktu Kegiatan
No KEGIATAN
B U L A N
Sept Oktober Nov Des
1 Tahap Persiapan dan Observasi Lapangan *****
2 Tahap Pengumpulan Data Lapangan ******
3 Tahap Pengolahan dan Penyusunan Data *****
4 Tahap Penulisan Laporan ***
5 Tahap Penyerahan Laporan *
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Pemberdayaan
2.1.1. Definisi Pemberdayaan
Pemberdayaan, yang dikenal dari bahasa Inggris, empowerment adalah
sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran
masyarakat dan kebudayaan barat, terutama Eropa. Guna memahami konsep
pemberdayaan secara benar memerlukan upaya pemahaman latar belakang
kontekstual yang melahirkannya.
Konsep tentang pemberdayaan telah luas diterima dan digunakan,
mungkin dengan pengertian dan persepsi yang berbeda satu dengan yang lain.
Pemakaian konsep tersebut secara kritikal meminta adanya telaah yang sifatnya
mendasar dan jernih.”1 Sependapat dengan pernyataan di atas, Paul menyatakan
pula bahwa :
“Pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil (equitable sharing
of power ) sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan
kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap
proses dan hasil-hasil pembangunan. Dari perspektif lingkungan,
pemberdayaan mengacu kepada pengamanan akses terhadap sumber daya
alam dan pengelolaannya secara berkelanjutan “2
Selanjutnya, Bennis warren dan Michael Mische menjelaskan bahwa :
“Pemberdayaan berarti menghilangkan batasan birokratis yang
mengkotak-kotakan orang dan membuat mereka menggunakan seefektif
mungkin keterampilan, pengalaman, energi dan ambisinya. Aparatur yang
mempunyai keleluasaan untuk berkreasi mendorong minat dan
1)
Prijono dan A.M.W Pranarka. Pemberdayaan Konsep Kebijakan dan implementasinya.
(Jakarta : CSIS, 1996) hlm. 44-45 2)
Ibid .hlm.56
24
kemampuan yang lebih besar lagi, sehingga aparatur akan saling
berkompetisi dalam mengembangkan dirinya berdasarkan misi”3
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka konsep pemberdayaan sebagai
awal proses munculnya suatu gagasan yang ingin menempatkan manusia sebagai
obyek dari dunianya sendiri, menempatkan dua kecenderungan yaitu :
“Pertama, Pemberdayaan menekankan pada proses memberikan atau
mengalihkan bagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan (power) pada
masyarakat, organisasi atau individu agar menjadi lebih berdaya. Proses
ini sering disebut sebagai kecenderungan primer dari makna
pemberdayaan.
Kedua, kecenderungan sekunder, menekankan pada proses menstimulasi,
mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau
keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya.”4
Selanjutnya Sedarmayanti menyatakan bahwa “ …dengan pemberdayaan,
dapat mendorong terjadinya inisiatif dan respons, sehingga seluruh masalah yang
dihadapi dapat diselesaikan dengan cepat dan fleksibel”5 Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa dengan pemberdayaan akan mendorong suatu inisiatif dan
respon masyarakat yang akhirnya dapat menjadi pendorong pemberdayaan
program pembangunan masyarakat dan dapat menyelesaikan suatu permasalahan
pembangunan masyarakat.
3)
Bennis warren and Michael Mische. Organisasi Abad 21, Reiventing melalui Reingenering. (
Jakarta : LPPM, 1995 ) hlm.45 4)
Prijono dan A.M.W Pranarka.Pemberdayaan Konsep Kebijakan dan Implementasinya. (Jakarta:
CSIS,1996) hlm. 56-57 5)
Sedarmayanti.Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi. (Bandung : Mandar Maju, 2000)
hlm.80
25
2.1.2. Pemberdayaan Program Pemerintah
Menurut Supriatna dikatakan bahwa :
“Konsep pemberdayaan program pembangunan, lebih menekankan
kepada keikutsertaan masyarakat dan kelompok sasaran dalam
menentukan kebutuhan dan partisipasi dalam proses pembangunan lewat
pemberdayaan, pembelajaran masyarakat, dan memanfaatkan kondisi
lokal. Makna pembangunan manusia seutuhnya mempunyai implikasi
dalam memperluas pilihan melalui langkah pemberdayaan, pengakuan hak
asasi manusia dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam sosio-ekonomi.”6
Hal ini sesuai dengan pendapat Harmon and Mayer yang menyatakan
bahwa :”Model Pembangunan III lebih menekankan kepada kegiatan aparatur
pemerintah yang penuh tanggung jawab dan berupaya membangkitkan kesadaran
dan kemampuan instansi secara individual dan kolektif”7. Selanjutnya Korten
menyatakan bahwa:
“Banyak program pembangunan yang tidak mampu meningkatkan akses
masyarakat terhadap program pengentasan penduduk miskin dan
keterbelakangan, bahkan gagal mencapai tujuan program tersebut. Karena
itu, pemerintah dalam melakukan pelayanan publiknya harus
memperhatikan kondisi lokal, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan
kebutuhan kelompok masyarakat”8
Pemberdayaan program pembangunan memerlukan keikutsertaan dan
partisipasi masyarakat, strategi pembangunan yang memiliki kemampuan
memotivasi masyarakat , dan memberdayakan sumberdaya-sumberdaya yang
dimiliki oleh lembaga. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Sedarmayanti
yang menyatakan bahwa :
“…Sumberdaya perlu dikelola dengan baik dalam suatu aktivitas tertentu,
sehingga akan mencapai suatu keunggulan. Pada dasarnya sumberdaya
yang dimiliki oleh organisasi meliputi sumberdaya yang nyata,
sumberdaya yang tidak nyata dan sumberdaya manusia. Sumberdaya nyata
6)
Dr. Tjahya Supriatna,MS.Birokrasi, Pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan.1997 7)
Ibid.hlm.18 8)
ibid.hlm.37
26
terdiri dari fisik dan keuangan, dan sumberdaya yang tidak nyata terdiri
dari teknologi, reputasi dan budaya, sedangkan sumberdaya manusia
terdiri dari keterampilan, pengetahuan dan sikap, kemampuan
berkomunikasi dan berinteraksi serta motivasi. Keseluruhan sumberdaya
organisasi tersebut akan sangat menunjang kemampuan organisasi (karena
kemampuan organisasi ditentukan oleh sumberdaya yang dimiliki
organisasi) .Kemampuan organisasi akan sangat menentukan keunggulan
bersaing, setelah atau apabila organisasi mampu menggunakan strategi
yang sesuai dan memperhatikan faktor-faktor kunci keberhasilan yang
ada…”8
Menurut Supriatna, yang menyatakan bahwa :
“ Program pembangunan akan berhasil dan gagal memajukan
kesejahteraan kelompok sasaran masyarakat, tergantung pada kualitas
derajat kesesuaian antara kebutuhan pihak penerima dengan program,
persyaratan program dengan kemampuan nyata organisasi pembantu,
kemampuan mengungkapkan kebutuhan oleh organisasi pembantu. Karena
itu, agar program pembangunan bisa mengakses dan komitmennya
melekat pada kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat mempunyai
”sense of belonging” dan “sense of responsibility” kesesuaian tiga arah ini
harus disosialisasikan dan dilembagakan lewat kebijakan publik”9
Kesesuaian tiga arah ( three ways fit model ) yang dimaksud di atas,
berdasarkan model yang dikemukakan Korten yang berasumsi bahwa “daya kerja
dari suatu program pembangunan adalah fungsi kesesuaian antara mereka yang
dibantu (Beneficiaries), program pembangunan dan organisasi yang membantu”10
Selanjutnya dapat digambarkan hubungan sumberdaya, kemampuan
organisasi dan strategi menurut Robert Grant, sebagai berikut :
8)
Sedarmayanti.Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi. (Bandung : Mandar Maju, 2000)
hlm.95 9)
Tjahya Supriatna.Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan.hlm.41 10)
David.C.korten.Strategic Organization for People Centered Development
( Public administration Review.1984.) hlm.182
27
Gambar 2.1
Hubungan Antara Sumberdaya, Kemampuan Organisasi dan Strategi
Sumber : Robert Grant. Contemporary Strategi Analisis
11
Berdasarkan uraian dan gambaran analisis di atas, maka dapat
dikemukakan kesimpulan bahwa pemberdayaan program pembangunan sangat
ditentukan oleh kemampuan aparatur pemerintah dalam mengelola sumberdaya
lokal/daerah dengan strategi tertentu dan mampu melibatkan seluruh elemen
masyarakat agar turut serta dalam meningkatkan hasil dari penyelenggaraan atau
pelaksanaan suatu program pembangunan yang pada dasarnya ditujukan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Pembangunan yang berorientasi
kepada masyarakat memberikan kesempatan kepada setiap anggota masyarakat
11
) Sedarmayanti.Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi.(Bandung : Mandar Maju ,2000)
hlm 95
Keunggulan bersaing STRATEGI Faktor-Faktor Kunci Keberhasilan
Kemampuan Organisasi
SUMBER-SUMBER DAYA
Sumber daya nyata Sumber daya tidak nyata Sumber Daya Manusia Fisik Keuangan Teknologi Reputasi Budaya Keterampilan Komunikasi Motivasi Pengetahuan Interaksi & Interaks Sikap
28
untuk ikut serta dalam proses pembangunan dengan mendapatkan kesempatan
yang sama dan menikmati hasil pembangunan tersebut sesuai kemampuannya.
2.2. Pemberdayaan, Pengaturan dan Pelayanan dalam Pemerintahan
Menurut David Osborne dan Ted Gaebler, Lembaga Publik dapat
menjalankan Konsep kewirausahaan, sehingga dalam konsep reinventing
government ditawarkan sepuluh prinsip, yaitu :
1. Pemerintah dan Birokrasi berperan sebagai katalisator;
2. Pemerintah dan birokrasi harus memberdayakan masyarakat dalam
pemberian pelayanan;
3. Pemerintah dan birokrasi harus menciptakan persaingan dalam setiap
pelayanan;
4. Pemerintah dan birokrasi harus melakukan aktivitas yang menekankan
pada pencapaian apa yang merupakan misinya daripada menekankan
pada peraturan-peraturan;
5. Pemerintah dan birokrasi hendaknya berorientasi kepada kinerja yang
baik;
6. Pemerintah dan birokrasi harus mengutamakan pemenuhan kebutuhan
masyarakat bukan kebutuhan diri sendiri;
7. Pemerintah dan birokrasi harus memiliki aparat yang tahu cara yang
tepat dengan menghasilkan uang untuk organisasinya, disamping
pandai menghemat biaya;
8. Pemerintah dan birokrasi yang antisipatif;
9. Diperlukan desentralisasi dalam pengelolaan pemerintahan;
10. Pemerintah dan birokrasi harus memperhatikan kekuatan pasar.12
Dari uraian di atas, memberdayakan masyarakat merupakan faktor yang
sangat penting dalam meningkatkan pelayanan masyarakat yang merupakan
tujuan utama program pembangunan di daerah.
Menurut Sedarmayanti, Paradigma Pemerintahan Daerah berdasarkan
Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, bertumpu
12
) Sedarmayanti.Good Governance, Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien melalui
Restrukturisasi dan Pemberdayaan. ( Bandung : Mandar Maju, 2003 ).hlm 52
29
kepada nilai demokrasi, pemberdayaan dan pelayanan.13
Dalam melaksanakan
program pembangunan aparatur pemerintah hendaknya tidak harus selalu
melaksanakan sendiri, tetapi justru lebih banyak bersifat mengarahkan (steering
rather than rowing), atau memilih kombinasi yang optimal antara melaksanakan
atau mengarahkan.14
Selanjutnya diperlukan strategi dalam melaksanakan konsep reinventing
government, antara lain :
1. Strategi inti (Core Strategy), yaitu strategi perumusan kembali tujuan-
tujuan penyelenggaraan penyelenggaraan pemerintahan, termasuk
otonomi daerah;
2. Strategi Konsekuensi (Consequency Strategy), dalam hal ini perlu
dirumuskan dan ditata kembali pola-pola insentif kelembagaan
maupun individual;
3. Strategi Pemakai Jasa (Costumer Strategy), aparatur birokrasi dalam
hal ini perlu melakukan reorientasi dari kepentingan politik
pemerintahan, serta orientasi pada kepentingan kelembagaannya;
4. Strategi pengendalian (Control Strategy), yaitu adanya perumusan
kembali dalam upaya pengendalian organisasi;
5. Strategi Budaya/kultur (Culture Strategy), yaitu adanya upaya
reorientasi perilaku dan budaya aparatur dan birokrasi.15
Dari uraian starategi tersebut di atas, maka diperlukan pemahaman
struktur, sistem dan budaya organisasi pada abad 20 dan abad 21 yang
menekankan perlunya :
1. Kesadaran yang tetap tinggi akan urgensi;
2. Kerjasama tim dalam tatanan manajemen puncak;
3. Bisa menciptakan dan mengkomunikasikan visi yang efektif;
4. Pemberdayaan besar-besaran baik individu, organisasi dan masyarakat;
5. Pendelegasiam yang sangat baik kepada manajemen bawah untuk
kinerja jangka pendek;
6. Tidak ada saling ketergantungan yang tidak perlu;
7. Budaya organisasi yang adaptif dan penggunaan analisis kinerja.16
13
) Ibid.hlm 33
14 ) Ibid.hlm 33
15 ) Ibid.hlm 53
16 ) Ibid.hlm 66
30
Selanjutnya Tjahya Supriatna menekankan pentingnya pendekatan
program pembangunan yang terdiri dari :
1.Keterpaduan; yaitu mengarahkan kegiatan pembangunan secara lintas
sektoral;
2.Kegotongroyongan; yaitu menumbuhkan kebersamaan yang kuat guna
membantu yang lemah, sehingga dapat menciptakan kesejahteraan
merata;
3.Keswadayaan; yaitu menitikberatkan pada kegiatan yang mandiri;
4.Partisipatif; yaitu melibatkan warga masyarakat, khususnya kelompok
sasaran, dalam pengambilan keputusan dari mulai perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian dan pemanfaatan hasil sesuai dengan nilai-
nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat itu sendiri;
6. Terdesentralisasi; yaitu menurunkan wewenang pembuatan keputusan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kepada aparat pemerintah
yang terdekat dengan penduduk miskin.17
2.3. Pemerintahan dan Fungsi Pemerintahan
Negara sebagai organisasi kekuasaan yang meliputi kelompok masyarakat,
mempunyai kewenangan untuk menyatukan, melayani kelompok masyarakat
dalam kehidupan bermasyarakat untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama.
Maka pemerintah sebagai alat untuk memfasilitasi kepentingan tersebut mutlak
harus ada. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintah dengan dasar
kekuasaan dan kewenangan memerintah yang dimilikinya melaksanakan kegiatan
pemerintahan, untuk memfasilitasi hubungan keberadaan dua kelompok orang
yang memerintah di satu pihak dan kelompok yang diperintah di lain pihak
disebut masyarakat.
17
) Tjahya Supriatna. Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan.1997.hlm 131-132
31
Berkaitan dengan hubungan-hubungan pemerintahan, khususnya hubungan
antara yang memerintah (pemerintah) dan yang diperintah rakyat. Syafei
mengklasifikasikan dalam beberapa pola hubungan antara lain:
1) Hubungan pemerintahan vertikal : yaitu hubungan atas bawah antara
pemerintah dan rakyatnya dimana pemerintah sebagai pemegang kendali
yang memberikan perintah-perintah kepada rakyat, sedangkan rakyat
menjalankan perintah dengan penuh ketaatan, sebaliknya dalam pola ini
dapat pula rakyat sebagai pemegang otoritas yang diwakili parlemen,
sehingga kemudian pemerintahan bertanggungjawab kepada rakyat.
2) Hubungan pemerintahan horizontal: yaitu hubungan menyamping kiri
kanan antara pemerintah dengan rakyatnya, dimana pemerintah dapat saja
berlaku sebagai produsen, sedangkan rakyat sebagai konsumen.18
Pengertian pemerintahan menurut R, Mc Iver, menyatakan
”...government is the organization of men under authority…..how men can be
governed ” maksudnya pemerintahan itu adalah sebagai suatu organisasi dari
orang yang mempunyai kekuasaan ….bagaimana manusia itu bisa diperintah19
Selanjutnya Syafei menjelaskan bahwa kekuasaan pemerintahan dapat dibedakan
dalam (1) arti sempit hanya meliputi lembaga negara yang mengurus roda
pemerintahan (disebut eksekutif ) dan (2) dalam arti luas selain eksekutif
termasuk juga lembaga yang membuat peraturan perundang-undangan (disebut
legislatif) dan yang melaksanakan peradilan (disebut yudikatif)20
.
Sesuai dengan pendapat Suradinata, bahwa pengertian “pemerintahan”
dapat dibedakan dalam artian luas dan artian sempit, yaitu :
“pemerintahan dalam artian luas adalah segala kegiatan dalam badan-
badan publik yang meliputi kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif,
18
) Ibid hal. 52-53 19
) lihat R, Mc Iver , dalam Syafei, Ibid, hal 22 20
) Ibid, hal 2
32
dalam usaha mencapai tujuan negara sedangkan, pemerintah dalam artian
sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi
kekuasaan eksekutif”.21
Pengertian pemerintah menurut C.F. Strong
“government is the broader sense, is changed wifh the maintenance of the
peace and security of state with in and with out, it must therefore, have
first military power or the control of armed forces, secondly legislative
power of the means of making laws, thirdly financial power or the ability
to extract sufficient money from the community to defray the cost of
defending of state and of enforcing the law it makes on the states behalf”22
Maksudnya pemerintahan dalam artian luas mempunyai kewenangan
untuk memelihara kedamaian dan keamanan negara, ke dalam dan ke luar. Oleh
karena itu, pertama, harus mempunyai kekuatan militer atau kemampuan untuk
mengendalikan angkatan perang, yang kedua, harus mempunyai kekuatan
legislatif atau dalam artian pembuatan undang-undang , yang ketiga, harus
mempunyai kekuatan finansial atau kemampuan untuk mencukupi keuangan
masyarakat dalam rangka membiayai ongkos keberasaan negara dalam
menyelenggarakan peraturan, hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan
kepentingan negara.
Pendapat tersebut juga mengatakan tentang kekuasaan dalam
pemerintahan, sehingga dapat dikatakan pemerintahan tanpa kekuasaan tidak akan
dapat berjalan, dalam praktiknya penyelenggaraan pemerintahan kekuasaan
diperlukan untuk berbagai aktifitas baik di bidang eksekutif, dalam artian luas,
militer, legislatif maupun yudikatif.
21
) Suradinata , Sistem Informasi Manajemen, dan Proses Pengambilan Keputusan (Bandung: CV
Ramadan, 1996), hal 6 22
) Syafei, Loc. Cit hal. 22
33
Pemerintah tidak akan mempunyai peran manakala tanpa adanya
pemerintahan, karena pemerintah merupakan lembaga atau badan yang tidak
dinamis sedangkan pemerintahan merupakan kegiatan/proses aktifitas pemerintah,
pemerintah mempunyai arti untuk menggerakkan sesuatu, pemeritahan adalah
suatu kegiatan proses atau prosedur bagaimana menjalankan perbuatan
pemerintah atau negara. Selanjutnya pemerintahan menurut Sumendar dalam
Syafei menyatakan bahwa : sebagai badan yang penting dalam pemerintahannya,
pemerintah mestinya memperhatikan ketentraman dan ketertiban umum, tuntutan
dan harapan serta pendapat rakyat, kebutuhan dan kepentingan masyarakat,
pengaruh lingkungan, pengaturan komunikasi peran serta seluruh lapisan
masyarakat dan legitimasi.23
Tujuan utama dibentuknya pemerintahan, adalah untuk menjaga suatu
sistem ketertiban di dalam mana masyarakat bisa menjalankan kehidupannya
secara wajar, menurut Rasyid, tugas pokok pemerintahan mencakup tujuh bidang
pelayanan yaitu:
1. Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar,
dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat
mengulingkan pemerintah yang sah melalui cara-cara kekerasan
2. Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya gontok-gontokan di
antara warga masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi
di dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai.
23
) lihat Sumendar dalam Innu Kencana Syafei, Loc. Cit. hal 18
34
3. Menjamin diterapkannya pelakuan yang adil kepada setiap warga
masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakangi
keberadaan mereka.
4. Melakukan pekerjaan umum dan memberi pelayanan dalam bidang-bidang
yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non pemerintah, atau yang
akan lebih baik dikerjakan oleh pemerintah.
5. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahtaraan sosial,
membantu orang miskin dan memelihara orang-orang cacat, jompo dan
anak-anak terlantar,menampungn serta menyalurkan para gelandangan ke
sektor kegiatan yang produktif.
6. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas
seperti mengendalikan laju inflasi, mendorong penciptaan lapangan kerja
baru, memajukan perdagangan domestik dan antar bangsa, serta kebijakan
lain yang secara langsung menjamin peningkatan ketahanan ekonomi
negara dan masyarakat.
7. Menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup, seperti air, tanah, dan hutan.24
Fungsi utama pemerintahan, menurut Supriatna tidak hanya menitik
beratkan pada fungsi pengaturan, pengelolaan, pelaksanaan, dan pengendalian
pemerintahan dalam pelayanan publik, tetapi lebih berorientasi kepada fungsi
pemberdayaan (empowering), peluang/ kesempatan (enabeling), keterbukaan
24
) Ryas Rasyid, Op Cit. hal 13.
35
(democracy), dan kemitraan (partnership) dalam proses pengambilan keputusan,
pelaksanaan kebijakan dalam upaya pelayanan publik.25
Fungsi pemerintahan yang moderen pada saat ini stateginya pada daya
dukung dan daya dorong untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan
Prinsip pendekatan fungsi pemerintahan, menurut Supriatna sebagai berikut
1. Pemerintah berperan sebagai pengendali (steering) dan bukan sebagai
pendayung (rowing)
2. Pemerintah lebih berperan dalam pemberdayaan masyarakat daripada
melayani
3. Pemerintah menciptakan iklim persaingan yang sehat terutama dalam
pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat
4. Pemerintah lebih berorientasi kepada misi bukan kepada tugas
5. Pemerintah lebih berorientasi kepada keluaran daripada efisiensi
6. Pemerintah berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat dari
pada kepentingan birokrasi
7. Pemerintah berorientasi pada bisnis dalam menggali uang daripada
membelanjakannya
8. Pemerintah memiliki daya tanggap dan mampu mengaantisilpasi semua
tantangan yang terjadi
9. Pemerintah harus berorientasi pada pasar/ pelayanan dalam memenuhi
tuntutan permintaan/ kebutuhan masyarakat. 26
Dilain pihak pemberdayaan adalah salah satu strategi untuk memperbaiki
sumber daya manusia dengan pemberian tanggung jawab dan kewenangan
terhadap mereka yang nantinya diharapkan dapat memungkinkan mereka
mencapai kinerja yang lebih tinggi di era yang selalu berubah.27
25
) Tjahya Supriatna, Op Cit hal,78 26
) Ibid, hal 96 27
).
Wahibur Rochman, Jr, , “Pemberdayaan dan Komitmen : Upaya Mencapai Kesuksesan
Organisasi Dalam menghadapi Persaingan Global”, Amara Books : Jogyakarta.2002.p.121.
36
Menurut Kahan , salah satu model pemberdayaan adalah melalui tahapan
Desire, yakni adanya keinginan manajemen untuk mendelegasikan dan
melibatkan pekerja, antara lain adalah menggambarkan keahlian team dan melatih
karyawan untuk mengatasi sendiri (self-control).28
Argumen mengenai kegiatan melatih ini sejalan dengan konsep
pemberdayaan yang diajukan oleh Caudron yang mengatakan bahwa salah satu
yang harus dilakukan untuk membentuk lingkungan yang mendukung program
pemberdayaan (empowerment) melalui provide the training and resources needed
to do good job. Artinya pemberdayaan dapat dilakukan melalui “training” sebagai
upaya yang sangat penting untuk meningkatkan keahlian. 29
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Stewart yang menyebutkan bahwa
analisis kebutuhan-kebutuhan pelatihan (training needs analisys) yang berkaitan
dengan pemberdayaan harus selalu didasarkan pada model klasik siklus pelatihan,
yakni menemukan kekurangan kinerja, menemukan cara-cara pelatihan yang
dapat membetulkan kekurangan, melakukan pelatihan yang sesuai, menilai hasil-
hasilnya; dan mengulangi proses, secara terus-menerus. 30
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pemberdayaan merupakan suatu upaya untuk memberikan atau
mengalihkan kekuasaan, kekuatan atau kemampuan (power) kepada masyarakat,
organisasi atau individu agar menjadi lebih berdaya yang dapat dilakukan melalui
program pemerintah. Dengan demikian dari uraian tersebut di atas, bahwa
28).
Ibid.p.123. 29).
Ibid.124. 30)
Aileen Mitchell Stewart, , “Empowering People” (Penerj. Agus.M. Hardjana,
Kanisius:Yogyakarta). 1994.p.165.
37
pemerintahan merupakan pelaksanaan dari tugas dan fungsi pemerintah, melalui
lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan dan hukum dalam
penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai tujuan masyarakat dan negara.
2.4. Tinjauan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
UMKM merupakan salah satu sektor usaha yang banyak memiliki
keterbatasan dibandingkan dengan perusahaan besar. Perbedaan yang paling
mendasar jika dibandingkan dengan perusahaan besar adalah dalam hal skala
usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa ruang lingkup usaha UMKM sangat
terbatas. Faktor lain yang membedakan adalah pada umumnya sektor UMKM
belum memiliki legalitas usaha yang sah, sehingga sering disebut dengan sektor
informal, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak pula UMKM
yang memiliki legalitas sebagai badan hukum. Menurut S.V. Sethuraman
(Wibowo, 2002), sektor informal merupakan sektor usaha yang terdiri dari unit-
unit usaha berskala kecil yang memproduksi dan mendistribusikan barang dan
jasa, dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi
dirinya masing-masing dan dalam usahanya sangat dibatasi faktor modal dan
keterampilan.
Definisi mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih
belum seragam antar satu institusi dengan institusi yang lain. Berikut ini
dijelaskan definisi UMKM dari masing-masing institusi.
1. Badan Pusat Statistik mendefinisikan UMKM berdasarkan ukuran
ketenagakerjaan. Usaha mikro adalah usaha yang mempekerjakan
38
lima orang termasuk pekerja keluarga yang tidak dibayar. Usaha kecil
apabila mempekerjakan 5 sampai 10 orang, dan usaha menengah
apabila mempekerjakan 20 sampai 99 orang.
2. Bank Indonesia mendefinisikan UMKM dengan dua kriteria. Kriteria
yang pertama berdasarkan aset, omset, dan badan hukum. Yang
disebut usaha mikro adalah usaha yang dilakukan orang miskin atau
hampir miskin, milik keluarga, sumber daya lokal dan teknologi
sederhana. Lapangan usaha mudah dimasuki dan keluar. Sedangkan
usaha kecil adalah usaha yang memiliki aset hingga Rp. 200 juta di
luar tanah dan bangunan dengan omset Rp 1 miliar. Lalu disebut
usaha menengah apabila ber-omset Rp 3 miliar, yang terbagi dalam
dua jenis, yaitu industri bukan manufaktur dengan aset hingga Rp 600
juta di luar tanah dan bangunan serta industri manufaktur dengan aset
hingga Rp 5 miliar. Kriteria yang kedua berdasarkan kredit yang
diterima oleh pengusaha. Usaha mikro adalah usaha yang dapat
menerima kredit hingga Rp 50 juta. Sedangkan usaha kecil adalah
usaha yang dapat menerima kredit mulai dari Rp 50 juta hingga Rp
500 juta. Lalu usaha menengah adalah usaha yang dapat menerima
kredit dari Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar rupiah.
3. Menurut Bank Dunia, usaha mikro adalah kegiatan usaha yang
menggunakan pekerja hingga 20 orang. Sedangkan usaha kecil dan
menengah (UKM) adalah perusahaan yang menggunakan tenaga kerja
39
di atas 20 orang dengan aset di luar tanah dan bangunan hingga US$
500 ribu.
4. Definisi UMKM yang terdapat di dalam Undang-undang Nomor 20
Tahun 2008 merupakan definisi UMKM yang terbaru di Indonesia,
menggantikan definisi UMKM yang lama, yaitu Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1995. Definisi usaha mikro, kecil dan menengah
dijelaskan satu persatu berikut ini. Usaha mikro adalah usaha
produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan
yang memiliki kriteria sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta.
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar
yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagai berikut: memiliki
kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling
banyak Rp 500 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300
juta sampai dengan paling banyak Rp 2,5 miliar. Usaha menengah
adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
40
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagai
berikut: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai
dengan paling banyak Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp 2,5 miliar sampai dengan paling banyak Rp 50
miliar.
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 33 ayat (1) UUD 1945 bahwa
“perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan”. Hal tersebut mengandung makna perekonomian di Indonesia pada
dasarnya berdasarkan atas demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua,
untuk semua di bawah pimpinan atau kepemilikan anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakatlah yang harus lebih diutamakan, bukan
kemakmuran orang-seorang. Oleh karenanya, perekonomian disusun sebagai
suatu usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dengan sebutan yang
lebih tepatnya adalah “koperasi”.
Dalam pasal 1 Bab I Ketentuan Umum UU No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian disebutkan bahwa Koperasi adalah :
“Badan Usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum
Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
41
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan
atas asas kekeluargaan”. 31
Adapun mengenai tujuan dari Koperasi sebagaimana tercantum dalam
pasal 3 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah :
“Memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian
nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 32
Sedangkan mengenai fungsi, peran dan prinsip Koperasi disebutkan dalam
pasal 4 dan pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah :
Pasal 4 :
Fungsi dan Peran koperasi adalah :
a. membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi
anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
b. berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan
manusia dan masyarakat.
c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai soko gurunya.
d. berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional
yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonomi.33
Pasal 5 :
Prinsip Koperasi adalah :
a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan
besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.34
31 ).
Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, Kantor Menteri Negara Urusan
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indoensia.p.5.
32 ). Ibid.p.6.
33 ). Ibid.p.6-7.
34 ). Ibid.p.7.
42
Sedangkan yang dimaksud dengan usaha kecil dan menengah sebagaimana
yang tercantum dalam UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil disebutkan
bahwa :
Usaha kecil adalah : kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil
dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam UU No.9/1995.
Usaha menengah adalah : kegiatan ekonomi yang mempunyai
kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar
daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan usaha kecil.35
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah dinyatakan bahwa :
1. Kriteria Usaha Mikro
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000 (limapuluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000
(tigaratus juta rupiah)
2. Kriteria Usaha Kecil
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000 (limapuluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000
(tigaratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
3. Kriteria Usaha Menengah
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000 (dua
milyar limaratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah) 36
Dengan memperhatikan beberapa uraian di atas, maka dapat diketahui
secara seksama bahwa eksistensi koperasi dalam pengelolaan perekonomian
35 ).
Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. CV. Asta Jaya : Bandung.p.47.
36 ) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
43
kerakyatan di Indonesia sangatlah penting artinya dalam menumbuh kembangkan
potensi ekonomi rakyat serta dalam mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi
yang mempunyai ciri-ciri demokratis; kebersamaan; kekeluargaan; dan
keterbukaan.
Pentingnya pengembangan koperasi, usaha kecil dan menegah di daerah,
secara fundamental akan dapat memperkuat basis ekonomi secara nasional. Arah
pemberdayaan yang perlu diwujudkan adalah pengembangan sistem ekonomi
kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, berbasis pada
SDA dan SDM yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.
Pemberdayaan UMKM merupakan upaya yang wajib dilakukan oleh
Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam bentuk penumbuhan iklim usaha,
pembinaan dan pengembangan sehingga usaha kecil dapat mampu menumbuhkan
dan memperkuat dirinya menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Pemberdayaan
bagi usaha kecil di Indonesia wajib dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 yang diselenggarakan atas dasar kekeluargaan dengan tujuan :
a. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan Usaha Kecil menjadi usaha
yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha yang
menengah.
b. Meningkatkan peranan Usaha Kecil dalam pembentukan produk nasional,
perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor serta
peningkatan dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya
sebagai tulang punggung serta memperkukuh struktur perekonomian
nasional.37
37).
Ibid
44
Dalam rangka memfasilitasi upaya pemberdayaan tersebut, kemudian
Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melakukan pembinaan dan
pengembangan sektor usaha kecil dalam bidang : produksi dan pengolahan;
pemasaran; sumber daya manusia; dan teknologi dengan cara :
a. meningkatkan kemampuan manajemen serta teknik produksi dan
pengolahan;
b. meningkatkan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan;
c. memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana produksi
dan pengolahan, bahan baku, bahan pengawet dan bahan kemasan.38
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa program pendidikan dan
pelatihan manajemen usaha merupakan salah satu bagian dari upaya untuk
memperkuat basis pemberdayaan UMKM yang terfokus pada peningkatan
pengetahuan SDM dalam bidang menajemen usaha.
38 ).
Pasal 14-15 Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. CV. Asta Jaya :
Bandung.p.50-51.
45
BAB III
OBYEK PENELITIAN
3.1. Sejarah Kota Cimahi
Cimahi mulai dikenal pada Tahun 1811, Gubernur Jendral Willem
Daendels membuat jalan Anyer-Panarukan, dengan dibuatnya pos penjagaan
(Loji) di Alun-alun Cimahi sekarang. Tahun 1874-1893, dilaksanakan pembuatan
jalan kereta api Bandung-Cianjur sekaligus pembuatan stasiun kereta api Cimahi.
Tahun 1886 dimulainya pembangunan pusat pendidikan militer dan fasilitas
lainnya (RS Dustira, rumah tahanan militer, dll). Tahun 1935, Cimahi menjadi
kecamatan (lampiran staat blad Tahun 1935). Tahun 1962 dibentuk setingkat
kewedanaan, meliputi empat kecamatan Cimahi, Padalarang, Batujajar dan
Cipatat.
Tahun 1975 ditingkatkan menjadi Kota Administratif (PP No. 29 Tahun
1975), diresmikannya pada tanggal 29 Januari 1976, merupakan Kotif pertama di
Jawa Barat dan ketiga di Indonesia. Tahun 2001 ditingkatkan statusnya menjadi
Kota Otonom. Cimahi yang berasal dari status Kecamatan yang berada di wilayah
Kabupaten Bandung sesuai dengan perkembangan dan kemajuannya maka
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1974 tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1975.
tentang pembentukan Kota Administratif, Cimahi dapat ditingkatkan statusnya
dari Kecamatan menjadi Kota Administratif yang berada di wilayah Kabupaten
Bandung yang dipimpin oleh Walikota administratif yang bertanggung jawab
kepada Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bandung. Kota administratif Cimahi
46
dengan luas wilayah keselurahan mencapai 4.025,73 Ha, yang merupakan bagian
dari Kabupaten Bandung Utara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
No. 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam
lingkungan Propinsi Jawa Barat. Perkembangan Kota Cimahi yang pesat,
khususnya di bidang pelaksanaan pembangunan dan peningkatan jumlah
penduduk, yang pada tahun 1990 berjumlah 290.202 jiwa dan pada tahun 2000
meningkat menjadi 352.005 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 2,12 % pertahun.
Hal ini mengakibatkan bertambahnya beban tugas dan wewenang kerja dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan
kemasyarakatan. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya peningkatan di bidang
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan
kemasyarakatan dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat di wilayah Cimahi atau kota administratif sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 29/1975 tentang pembentukan Kota Administratif
Cimahi. Secara geografis wilayah Kota Administratif Cimahi mempunyai
kedudukan strategis, baik dari segi ekonomi maupun sosial budaya.
Dari segi potensi, industri dan perdagangan, perhubungan serta
pendidikan, Kota Administratif mempunyai prospek yang baik bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut di atas dan memperhatikan
aspirasi masyarakat yang berkembang, wilayah Kota Administratif Cimahi yang
meliputi Kecamatan Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan
Cimahi Selatan, perlu dibentuk menjadi Kota Cimahi sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 2001 tentang Pembentukan
Kota Cimahi.
47
Tanggal 18 Oktober 2001 dibentuklah Kota Cimahi yang disahkan oleh
Menteri Dalam Negeri dengan melalui proses penelitian dari lima perguruan
tinggi negeri dan swasta yaitu Universitas Padjadjaran (Unpad), Institut Teknologi
Bandung (ITB), Sekolah Tinggi Pemerintah Dalam Negeri (STPDN), Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) dan Universitas Jend. Ahmad Yani (Unjani). Proses
tersebut meneliti tentang persyaratan Daerah Otonom yaitu luas wilayah,
Pendapatan Asli Daerah (PAD), jumlah penduduk serta kehidupan sosial politik
ekonomi dan budaya. Dengan demikian Kota Cimahi adalah Daerah Otonom yang
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan No. 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Kewenangan Kota Cimahi sebagai daerah otonom mencakup seluruh
kewenangan bidang pemerintahan, termasuk kewenangan wajib yaitu pekerjaan
umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, perhubungan, industri dan
perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi dan
tenaga kerja kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
moneter fisikal, agama serta kewenangan bidang lain sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan No.1 Tahun 2003 tentang Kewenangan Kota Cimahi sebagai
Daerah Otonom.
3.2. Visi dan Misi Kota Cimahi
Visi Kota Cimahi periode tahun 2007-2012 adalah dengan iman, taqwa,
optimis dan cerdas, jadikan Cimahi kota maju, agamis, nyaman, tertib, aman dan
produktif. Sedangkan untuk misi Kota Cimahi diantaranya adalah sebagai berikut:
48
1. Meningkatkan sarana perekonomian dan lapangan kerja
2. Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan
3. Meningkatkan penataan dan Penegakan hukum
4. Meningkatkan ifrastruktur kota
5. Mengendalikan pembangunan agar berwawasan lingkungan
6. Meningkatkan kemitraan dengan dunia usaha
3.3. Struktur Organisasi Kota Cimahi
Pada suatu organisasi adanya garis komando atau susunan hirarki
sangatlah penting untuk mengarahkan organisasi tersebut kepada tujuan bersama.
Untuk mengarahkan tujuan organisasi tersebut diperlukannya adanya suatu
susunan atau tatanan organisasi yang terstruktur mulai dari jabatan tertinggi
hingga jabatan yang paling bawah. Fungsi dari tiap-tiap jabatan adalah untuk
membantu kepala jabatan sebagai pemegang penuh kekuasaan dan untuk memberi
saran, idea tau gagasan tentang sebuah masalah yang ada di daerah tersebut.
Kota Cimahi memiliki susunan organisasi yang sama dengan daerah
lainnya yang dimana Wali Kota Kota Cimahi dibantu oleh beberapa staf ahli dan
sekretariat. Wali Kota langsung membawahi dinas-dinas, lembaga teknis daerah,
satuan polisi dan pamong praja. Sekretariat sendiri membawahi tiga asisten yaitu,
asisten pemerintahan, asisten perekonomian dan pembangunan, dan yang terakhir
adalah asisten administrasi umum, dengan gambar struktur sebagai berikut:
49
Gambar 3.1
Struktur Organisasi Kota Cimahi
Sumber: Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2001
3.4. Peran dan Fungsi Kelembagaan Kota Cimahi
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 2 Tahun 2003
Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Pemerintah Kota
Cimahi, Walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertanggung jawab atas
perencanaan pembangunan di daerah, peran dan fungsi kelembagaan di Kota
Cimahi yaitu Badan Perencanaan Daerah bertanggung jawab dalam teknis
perencanaan umum pembangunan daerah dan Pimpinan Satuan Kerja Perangkat
Daerah menyelenggarakan perencanaan teknis pembangunan sesuai dengan tugas
dan kewenangannya.
50
3.5. Gambaran Umum Pekembangan UMKM dan SIUP di Kota Cimahi
Sebagai Elemen Penting Pengembangan
Kota Cimahi merupakan salah satu kota yang ada di Propinsi Jawa Barat
dengan tingkat populasi penduduk sebanyak 522.731 jiwa. Populasi ini tersebar di
3 kecamatan yaitu Cimahi Utara, Cimahi Tengah dan Cimahi Selatan. Jumlah
penduduk yang berjenis kelamin laki-laki mencapai 270.350 jiwa dan 252.381
perempuan. Luas wilayah Kota Cimahi mencapai 40 km2. Kontribusi terbesar
dalam pembangunan Kota Cimahi pada tahun 2006 didominasi oleh sektor
industri pengolahan. Sektor ini telah menyumbangkan PDRB sebesar 61,92
persen atau setara dengan Rp 3,3 trilyun lebih. Konsentrasi lokasi industri
pengolahan terdapat di Kecamatan Cimahi Selatan dengan jumlah 105 industri.
Industri-industri tersebut berukuran sedang dan besar. Kecamatan Cimahi Tengah
hanya menampung 33 unit industri. Sedangkan Kecamatan Cimahi Utara
menampung 18 unit industri. Total jumlah industri besar yang ada di Cimahi
mencapai 75 sedangkan industri yang berukuran sedang mencapai 81 unit.
Kota Cimahi sendiri memiliki 156 unit usaha yang berukuran sedang dan
besar. Industri berukuran sedang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 20
sampai dengan 99 pekerja. Sedangkan industri besar daya serapnya mencapai 100
pekerja bahkan lebih. Sektor lainnya yang juga menjadi aktivitas ekonomi andalan
di Cimahi adalah sektor perdagangan hotel dan restoran. Sektor ini mampu
memberikan kontribusi pada kegiatan ekonomi Kota Cimahi sebesar 18,85 persen.
Sedangkan untuk jasa-jasa lainnya termasuk jasa pemerintah di dalamnya mampu
memberikan kontribusi pada perekonomian sebesar 5.82 persen.
51
Melihat perkembangan di atas, maka Surat Izin Usaha Perdagang (SIUP)
di Kota Cimahi dibuat oleh Pemerintah Kota Cimahi berdasarkan hasil lapangan
yang menyatakan bahwa hampir 89% warga Kota Cimahi belum mempunyai surat
sebagai tanda kelengkapan berusaha. Sebelum adanya SIUP warga yang ingin
berdagang hanya mendapatkan pengantar dari desa sabagai bukti bahwa mereka di
ijinkan untuk melakukan usaha jual beli. Kondisi seperti ini membuat warga yang
berjualan tidak mempunyai payung hukum yang jelas sehingga sering mengalami
penggusuran.
Pembuatan SIUP ini Menurut Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 27
Tahun 2003 seri C tentang Ijin Usaha Bidang Perdagangan menyebutkan bahwa
Ijin Usaha, adalah keabsahan suatu usaha menurut ketentuan Peraturan Dareah
Nomor 27 Tahun 2003 Seri C merupakan Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan
atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian yang dilakukan oleh setiap
pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diartikan bahwa usaha merupakan
suatu kegiatan yang dilakukan pengusaha baik perorangan atau perusahaan untuk
mendapatkan keuntungan dari hasil jual beli. Menurut Perda Kota Cimahi tentang
Ijin Usaha Bidang Perdagangan menyebutkan bahwa:
”Perdagangan adalah kegiatan jual beli barang dan atau jasa yang
dilakukan secara terus menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan
atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi”. (Perda No.27/2003 seri C).
Pengertian di atas menjelaskan tentang proses jual beli antara pedagang dan
pembeli dengan azas timbal balik dan proses dua arah dimana terjadinya
perpindahan hak atas barang. Tujuan dari pemberian ijin usaha adalah untuk
52
memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi perusahaan yang telah
melaksanakan kewajibannya melengkapi legalitas usahanya. Sedangkan tujuannya
yaitu :
1. Terlindungnya perusahaan-perusahaan yang menjalankan usahanya
secara tertib, jujur dan terbuka;
2. Terbinanya dunia usaha dan perusahaan, perusahaan kecil,menengah
dan besar;
3. Terciptanya iklim usaha yang sehat dan tertib;
4. Tergalinya sumber dan pengamanan pendapatan Kota;
5. Mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu
perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak
yang berkepentingan mengenai identitas dan keterangan lainnya tentang
perusahaan. (Perda No 27/ 2003 seri C)
Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa kegiatan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi, dan dengan memberikan
jaminan hukum yang pasti agar para pengusaha merasa nyaman melakukan proses
perdagang karena sudah ada hukum yang mengatur dan melindunginya. Surat
edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
36/M-Dag/Per/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
sebagaimana telah diubah oleh Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
Tahun 2009 46/M-Dag / Per/9/2009 Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah
izin bagi perusahaan untuk melakukan bisnis di seluruh wilayah Indonesia Karena
itu, sebelum perusahaan perdagangan menjalankan usahanya, mereka akan
mendapatkan SIUP sebagai keabsahan suatu usaha.
53
Pengklasifikasian SIUP bertujuan agar sasaran yang telah tercantum pada
Perda Nomor 27 seri C Tahun 2003 Tentang SIUP berjalan dengan baik. Hal
lainnya dikarenakan izin usaha yang diajukan oleh masyarakat Kota Cimahi
tentunya akan berbeda-beda sehingga untuk membedakannya maka dibuatlah
klasifikasi SIUP, berikut adalah penjabarannya:
1. Setiap perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
2. SIUP diklasifikasikan sebagai berikut:
a. SIUP Perusahaan Kecil (PK), adalah perusahaan yang melakukan
kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih
(netto) seluruhnya sampai Rp. 200.000.000,- (Dua ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
b. SIUP Perusahaan Menengah (PM), adalah perusahaan yang melakukan
kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih
(netto) seluruhnya diatas Rp. 200.000.000,- (Dua ratus juta rupiah)
sampai dengan Rp. 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha;
c. SIUP Perusahaan Besar (PB), adalah perusahaan yang melakukan
kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih
(netto) seluruhnya diatas Rp. 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Persyaratan SIUP Bagi warga yang ingin mengajukan SIUP harus
memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan sesuai dengan Perda Nomor 27 seri
C Tahun 2007 Tentang SIUP. Persyaratannya sebagai berikut:
1. Surat Permohonan
54
2. FC KTP Pemohon
3. Surat Pernyataan
4. FC tanda lunas PBB tahun terakhir
5. FC SITU / HO
6. Pas Photo 3 X 4 sebanyak 2 Buah
7. FC Neraca Perusahaan
8. FC NPWP
9. FC Akte Pendirian Perusahaan
Setelah penjelasan tentang sasaran dan persyaratan SUIP, maka hal
selanjutnya adalah pencetakan dokumen izin SIUP. Bentuk dokumen SIUP dapat
terlihat seperti halnya gambar di bawah ini:
Gambar 3.2
Contoh Surat Izin Usaha Perdagangan
Sumber: KPPT Kota Cimahi Tahun 2014
55
Bentuk akhir ini berupa surat izin usaha perdagangan tersebut dilengkapi
dengan tingkat keamanan berupa aplikasi barcode yang tidak bisa dimanipulasi
bagi pemohon. SIUP tersebut siap dicetak dengan catatan sudah melalui beberapa
tahapan seperti yang terdapat di bagan alur berikut ini. Berdasarkan gambar di
atas mekanisme perizinan di KPPT Kota Cimahi secara garis besar sebagai
berikut:
1. Pemohon mencari informasi pada loket informasi (penjelasan) terkait
tentang biaya, dan waktu untuk mendapatkan pelayanan perizinan.
2. Pemohon mengisi formulir permohonan dengan dilengkapi persyaratan
yang sudah ditetapkan.
3. Pemohon menyerahkan formulir permohonan dan persyaratan yang
diperlukan ke loket pendaftaran.
4. Petugas di loket pendaftaran malakukan pemeriksaan berkas permohonan
dan kelengkapan persyaratan.
1) Jika tidak lengkap, maka berkas dikembalikan kepada pemohon untuk
dilengkapi.
2) Jika berkas lengkap, maka:
a. Pemohon menerima berkas tanda terima
b. Petugas melakukan pendataan
c. KPPT akan melakukan pemeriksaan (pembahasan) terhadap berkas-
berkas tersebut, apakah pemohon tersebut disetujui atau tidaknya
permohonan
d. Jika hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah
(Perda), Rancana Tata Ruang Wilayan (RTRW) dan Rencana
56
Detail Tata Ruang (RDTR) serta peraturan lainnya, maka
permohonan ditolak dan berkas-berkas permohonan tersebut
dikembalikan kepada pemohon.
e. Jika pemeriksaan berkas permohonan tersebut sesuai dengan
peraturan yang berlaku, maka dilakukan peninjauan lapangan
dilanjutkan dengan pembuatan Berita Acara Pembuatan (BAP).
f. Namun jika hasil pemeriksaan tersebut tidak sesuai, maka petugas
menginformasikan dan mengembalikan berkas permohonan kepada
pemohon
g. Jika hasil pemeriksaan tersebut sesuai, maka permohonan disetujui
dengan naskah perizinan diterbitkan (dicetak) olah KPPT dan
ditanda tangani oleh Kepala KPPT.
h. Pemohon menerima informsi bahwa surat izin telah selesai
i. Pemohon melakukan pembayaran di loket kasir/bank
j. Petugas loket kasir/bank memberikan bukti pembayaran
k. Pemohon mengambil surat izin
l. Petugas loket pengambilan menyerahkan tanda terima dan surat izin.
UMKM sangat mempunyai peran yang sangat penting dalam membangun
perekonomian nasional karena banyak menyerap tenaga kerja yang otomatis
mengurangi pengangguran di Kota Cimahi. Menjamurnya UMKM yang ada di
Kota Cimahi membuat persaingan diantara UMKM menjadi semakin ketat
sehingga memunculkan peningkatan kualitas dari tiap-tiap UMKM. Hal ini
menjadi landasan dan kekuatan perekonomian di Kota Cimahi. Jumlah UMKM
yang berada di Kota Cimahi bagian selatan sampai dengan tahun 2013 sebanyak
57
174 UMKM dengan 172 bergerak di Usaha Mikro dan 2 bergerak di Usaha Kecil.
75 dari 174 jumlah UMKM adalah UMKM unggulan Kota Cimahi dengan 32
UMKM di bidang kerajinan, 19 UMKM di bidang pakaian, 18 UMKM di bidang
olahan makanan ringan, 8 UMKM di bidang olahan makanan basah, 5 UMKM di
bidang olahan minuman dan 3 UMKM di bidang batik.
Untuk menentukan Usaha Mikro, Kecil atau Menengah maka diperlukan
kriteria agar dapat mempermudah dalam proses pengajuan syarat, kiteria-kriteria
UMKM sebagai berikut:
1. Kriteria Usaha Mikro
termasuk dalam kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut:
a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,-
(tiga ratus juta rupiah).
2. Kriteria Usaha Kecil
termasuk dalam kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,-
(dua milyar lima ratus juta rupiah).
3. Kriteria Usaha Menengah
termasuk dalam kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:
58
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh
milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp . 2.500.000.000,- (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).
3.6. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi Industri Perdagangan dan
Pertanian (DISKOPINDAGTAN)
3.6.1. Kedudukan
Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, Perdagangan dan Pertanian
merupakan unsur pelaksana otonomi daerah, yang menyelenggarakan sebagian
urusan Pemerintahan Daerah, di bidang Koperasi, UMKM, Perindustrian,
Perdagangan, Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kebudayaan dan Pariwisata.
Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian Perdagangan dan Pertanian
dipimpin oleh Kepala Dinas. Kepala Dinas berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Pada Dinas
Koperasi, UMKM, Perindustrian, Perdagangan dan Pertanian dapat dibentuk unit
pelaksana teknis dinas untuk melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja.
3.6.2. Tugas Pokok Dan Fungsi
Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, Perdagangan dan Pertanian
mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan bidang koperasi, UMKM,
perindustrian, perdagangan, pertanian, peternakan, perikanan, kebudayaan dan
pariwisata.
59
Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian Perdagangan dan Pertanian dalam
melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis bidang Koperasi, UMKM, Perindustrian,
Perdagangan, Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kebudayaan dan
Pariwisata;
b. Penyelenggaran sebagian urusan pemerintahan dan pelayanan umum di
bidang Koperasi, UMKM, Perindustrian, Perdagangan, Pertanian,
Peternakan, Perikanan, Kebudayaan dan Pariwisata;
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Koperasi, Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah, Perindustrian, Perdagangan, Pertanian, Peternakan,
Perikanan, Kebudayaan dan Pariwisata;
d. Pelaksanaan urusan kesekretariatan;
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya.
3.6.2. Susunan Organisasi
Susunan struktur Organisasi Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah, Perindustrian, Perdagangan dan Pertanian terdiri atas :
a. Kepala Dinas;
b. Sekretariat, membawahi :
1. Sub Bagian Program dan Pelaporan;
2. Sub Bagian Keuangan;
3. Sub Bagian Umum dan K epegawaian.
c. Bidang Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, membawahi:
1. Seksi Koperasi;
60
2. Seksi UMKM.
d. Bidang Perindustrian, Perdagangan, Kebudayaan dan Pariwisata
membawahi :
1. Seksi Perdagangan dan Perlindungan Konsumen;
2. Seksi Industri;
3. Seksi Kebudayaan dan P ariwisata.
e. Bidang Pertanian, membawahi :
1. Seksi Pertanian;
2. Seksi Peternakan dan Perikanan.
f. Unit Pelaksana Teknis;
g. Kelompok Jabatan Fungsional.
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang
Dilaksanakan Pemerintah Kota Cimahi
Omzet Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang ada di Kota
Cimahi menembus Rp. 214 miliar. Hal ini selalu terjadi setiap tahunnya, bahkan
angka tersebut akan terus meningkat mengingat masih besarnya potensi UMKM
yang ada di Cimahi. Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Koperasi
Perindustrian Perdagangan dan Pertanian (Diskopindagtan) Kota Cimahi1 yang
menyatakan bahwa jumlah potensi usaha mikro yang ada di Kota Cimahi saat ini
tercatat sebanyak 4.485 UMKM dengan nilai omzet diperkirakan mencapai Rp
156 miliar dan 58 usaha kecil dengan omzet Rp 34 miliar. Adapun jenis komoditi
usaha menengah yang diunggulkan yaitu sektor kuliner seperti makanan kecil.
Pada 2011, omzet komoditas kuliner Cimahi sudah mencapai Rp 11 miliar.2
Selain omzet yang terus bertambah setiap tahun, jumlah UMKM yang ada di Kota
Cimahi pun mengalami penambahan sebesar 10 persen dari total UMKM 4.461
yang ada saat ini.
Untuk memacu pertumbuhan UMKM tersebut, Pemerintah Kota Cimahi
telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,2 miliar untuk tahun 2014. Dana
sebesar itu nantinya akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas para pelaku
UMKM.
1 Tatang Turhendi, Kepala Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan Pertanian
(Diskopindagtan) Kota Cimahi 2014 2 Tribunnews.Com Kamis, 26 September 2014 unduhan 21:57 WIB
62
Pada tanggal 25 April 2012 bertempat di Aula Pemkot Cimahi, sebanyak 75
pedagang kecil dan warung eceran di Kota Cimahi diarahkan untuk mengikuti
pelatihan pengelolaan warung bagi usaha mikro kecil (UMK) yang
diselenggarakan oleh Alfamart bekerjasama dengan Diskopindagtan dan Asosiasi
Pengusaha Retail Indonesia (APRINDO) serta Perhimpunan Jurnalis Indonesia
(PJI) Kota Cimahi.
Sebagaimana disampaikan oleh Goverment Relation Manager Alfamart
Regional Jabar Bapak Parnomo Adi bahwa pelatihan tersebut merupakan salah
satu bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) Alfamart sebagai bentuk
perhatian terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Bapak Parnomo Adi menyatakan bahwa :
…Program seperti ini sudah dilakukan diberbagai kota di Jabodetabek dan
sejumlah kota/kabupaten di berbagai provinsi. Namun untuk Kota Cimahi,
ini memang baru pertama kalinya. Pelatihan sengaja kami selenggarakan
untuk memberipencerahan sekaligus wawasan tata cara dan pengetahuan
bagaimana mengelola bisnis retail secara sederhana…
Berdasarkan wawancara dengan salah seorang peserta pelatihan yang
bernama Neni Anggraeni, mengatakan bahwa :
…dengan pelatihan ini ia memperoleh wawasan serta pengetahuan
pengelolaan bisnis warung kelontong miliknya di kawasan Cibogo Permai.
…Pelatihan ini sangat bermanfaat, sebab selain bisa memperoleh ilmu
dagang, ternyata saya juga bisa memperoleh tambahan ilmu bagaimana bisa
meningkatkan omzet…..
UMKM sangat mempunyai peran yang sangat penting dalam membangun
perekonomian nasional karena banyak menyerap tenaga kerja yang otomatis
mengurangi pengangguran di Kota Cimahi. Menjamurnya UMKM yang ada di
Kota Cimahi membuat persaingan diantara UMKM menjadi semakin ketat
sehingga memunculkan peningkatan kualitas dari tiap-tiap UMKM. Hal ini
63
menjadi landasan dan kekuatan perekonomian di Kota Cimahi. Jumlah UMKM
yang berada di Kota Cimahi bagian selatan sampai dengan tahun 2009 sebanyak
174 UMKM dengan 172 bergerak di Usaha Mikro dan 2 bergerak di Usaha Kecil.
75 dari 174 jumlah UMKM adalah UMKM unggulan Kota Cimahi dengan 32
UMKM di bidang kerajinan, 19 UMKM di bidang pakaian, 18 UMKM di bidang
olahan makanan ringan, 8 UMKM di bidang olahan makanan basah, 5 UMKM di
bidang olahan minuman dan 3 UMKM di bidang batik.
Untuk menentukan usaha mikro, kecil atau menengah maka diperlukan
kriteria agar dapat mempermudah dalam proses pengajuan syarat, kiteria-kriteria
UMKM yang harus memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan
memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta
rupiah).
Sementara itu, kriteria usaha kecil harus memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha dan memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar
lima ratus juta rupiah).
Kriteria usaha menengah harus memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha dan memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,-
64
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).
Berdasarkan informasi di atas, maka dalam pencapaian visi dan misi Kota
Cimahi periode tahun 2007-2012 khususnya dalam meningkatkan sarana
perekonomian dan lapangan kerja serta meningkatkan kemitraan dengan dunia
usaha, maka Pemerintah Kota Cimahi melakukan berbagai upaya dalam berbagai
bentuk program, yaitu :
Pertama, penyediaan anggaran di APBD. Pemerintah Kota Cimahi
menyediakan Rp 500 juta untuk UMKM. Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas
Koperasi Industri Perdagangan dan Pertanian (Diskopindagtan) menyediakan
anggaran Rp 500 juta dari APBD Kota Cimahi untuk berbagai kegiatan Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM), terutama untuk kegiatan pelatihan dan
pameran.
Informasi ini diperoleh dari pernyataan Kepala Dinas Diskopindagtan
Kota Cimahi, pada acara Pelatihan Peningkatan Kemampuan Petugas Lapangan
UMKM di Baros Information Technology and Creative Centre (BITC). Pelatihan
tersebut merupakan salah satu upaya Pemerintah Kota Cimahi meembekali ilmu
untuk mengantisipasi rencana pemerintah pusat menaikkan harga bahan bakar
minyak yang akan mulai berlaku sebentar lagi.
Pemerintah Kota Cimahi membentuk petugas lapangan sebanyak 10 orang
di setiap kelurahan yang bertugas menampung permasalahan dan aspirasi para
pelaku UMKM agar dapat difasilitasi Pemerintah Kota Cimahi. Mereka juga
bertugas mendata perkembangan jumlah pelaku UMKM di wilayah kelurahan
masing-masing.
65
Kedua, bantuan sertifikasi halal. Hal ini sudah diberikan kepada
pengusaha mikro, kecil dan menengah Kota Cimahi, sebanyak 26 pengusaha
mendapat bantuan sertifikasi halal dan bantuan hak atas kekayaan intelektual
(HAKI) yang diserahkan Dinas KUKM Jawa Barat.
Pemberian bantuan tersebut dalam rangka pemberdayaan sekaligus
melindungi UMKM dari praktik penjiplakan. Penyerahan bantuan sertifikasi halal
dan pendaftaran HAKI tersebut, diserahkan Dinas KUKM Jawa Barat pada acara
yang dilaksanakan oleh Dewan Koperasi Indonesia Wilayah (Dekopinwil) Jawa
Barat.
UMKM di Kota Cimahi, baik yang sudah memiliki sertifikasi halal
maupun yang terdaftar HAKI, relatif masih sedikit. Untuk jumlah UMKM yang
mempunyai sertifikat halal di Kota Cimahi, saat ini baru sekitar 10-20 persen dari
total UMKM, khususnya untuk kategori UMKM olahan makanan. Sedangkan
untuk HAKI, totalnya ada 7, yakni desain batik produk Cimahi yang sudah
terdaftar HAKI. Namun demikian, hingga saat ini Pemerintah Kota Cimahi masih
menunggu kepastian data mengenai jumlah UMKM di Kota Cimahi yang
mempunyai sertifikasi tersebut.
Hal tersebut terkait dengan adanya kemungkinan, pelaku usaha UMKM
yang mendaftarkan sertifikasi halal secara mandiri, namun belum melaporkan
kepada Pemkot Cimahi. Berdasarkan hal tersebut, pihaknya saat ini masih
melakukan pendataan untuk mengetahui jumlah UMKM di Kota Cimahi yang
sudah memperoleh sertifikasi halal dan terdaftar HAKI.
Bantuan Pemerintah Kota Cimahi untuk membantu UMKM, baik untuk
memperoleh sertifikasi halal maupun HAKI, turut juga dilakukan, sehingga
66
UMKM yang dibantu sertifikasi halal oleh Pemkot Cimahi sudah sebanyak 22
UMKM yang merupakan usaha produk makanan olahan. Sementara itu, UMKM
yang diberikan bantuan HAKI adalah UMKM pembuat Batik Cimahi sebanyak 4
UMKM.
Ketiga, workshop pengelolaan website pemasaran. Pemerintah Kota
Cimahi melalui Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Perdagangan dan Pertanian
Kota Cimahi menyelenggarakan Workshop Pengelolaan Website Pemasaran
untuk memberikan pelatihan praktis kepada para pengusaha di Kota Cimahi
dalam memanfaatkan internet dalam operasional pemasarannya. Dengan
memanfaatkan internet, diharapkan bahwa UMKM akan mengefisiensikan dan
mengefektifkan segala sumber daya / biaya pemasaran, serta mendongkrak omzet
para pelaku usaha/pengusaha.
Pelatihan ini dilaksanakan di 2 (dua) tempat yang berbeda, untuk acara
pembukaan serta materi umum dilaksanakan di Ruang Basic Science , P4TK
BMTI. Sedangkan untuk teknis workshopnya dilaksanakan di Ruang LSynch
Laboratorium, Telkom Learning Center. Alasan melaksanakan workshop di PT.
Telkom adalah untuk mengoptimalkan jaringan internet. Narasumber yang
diundang dalam kegiatan tersebut, adalah para narasumber yang dipandang
kompeten dalam bidang bisnis online, antara lain :
1. Anne Ahira, CEO dari www.asianbrain.com Anne Ahira adalah
seorang pengusaha yang sudah sukses mengenalkan bisnis online
kepada masyarakat Indonesia. Anne Ahira juga pernah diundang
sebagai pembicara di APEC tentang materi yang sama.
67
2. Fikri Fatulloh, salah seorang expert dalam pemanfaatan Social
Media seperti Facebook, Twitter, Twislert, Youtube Fikri Fatulloh
juga merupakan salah satu praktisi di www.yukbisnis.com
3. Edwin Maidhanie, pemilik dari Maika Etnik yang telah dipandang
berhasil dalam mengelola www.maika-etnik.com dalam
menggerakkan omsetnya.
4. Widodo, pemilik dari Mukena Fathiya, yang juga merupakan Ketua
FK. PEL dan juga pengusaha online yang telah berhasil
mendongkrak omsetnya.
5. Relawan IT Jawa Barat- Praktisi IT PT. Telkom Indonesia
Selain mendapatkan materi mengenai IT/Internet/Sosial media, para
peserta juga mendapatkan materi tentang manajemen keuangan serta desain grafis
sederhana. Untuk meningkatkan capaian serta manfaat dari kegiatan tersebut,
Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Perdagangan dan Pertanian Kota Cimahi
melibatkan para komunitas pengusaha di Kota Cimahi untuk penyeleksian peserta
sehingga peserta yang mengikuti kegiatan ini, minimal sudah bisa
mengoperasionalkan computer sehingga penyampaian materinya tidak terlalu sulit
bagi para narasumber. Adapun komunitas yang dilibatkan adalah Dewan
Kerajinan Nasional Daerah Kota Cimahi, Forum Kemitraan Pengembangan
Ekonomi Lokal, Komunitas Wirausaha Muda Kota Cimahi, Ikatan Entrepreneur
Cimahi, Asosiasi Pasar Tani, Asosiasi Industri Kecil Menengah Agro dan Ikatan
Wanita Pengusaha Indonesia Daerah Kota Cimahi.
Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Koperasi UMKM Perindustrian
Perdagangan dan Pertanian Kota Cimahi juga selain memfasilitasi dalam kegiatan
68
Workshop, juga memberikan fasilitasi berupa Modem Wifi dengan tujuan agar
materi yang diperoleh dalam proses workshop ini dapat terus dipraktekkan dalam
kehidupan bisnis sehari-hari.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa peserta, beberapa forum
komunitas sepakat untuk melanjutkan pembelajaran tentang bisnis online dengan
mengadakan pertemuan-pertemuan rutin untuk mempraktekan bersama apa yang
telah didapat pada pelatihan tersebut. Diantaranya adalah kegiatan Pengajian IT
yang diselenggarakan oleh Forum Kemitraan Pengembangan Ekonomi Lokal
(FK-PEL) Kota Cimahi. Adapun hasil dari kegiatan ini, para peserta sudah
memiliki blog masing-masing serta memiliki kemampuan untuk mengoptimalkan
social media untuk mencari calon pembeli dan melakukan usaha promosi.
Langkah Pemerintah Kota Cimahi memberikan fasilitasi workshop untuk
melakukan usaha pemasaran di dunia maya merupakan salah satu langkah untuk
juga mengenalkan Kota Cimahi secara luas di dunia maya. Kepala Kandatel
Lembang yang membawai wilayah Bandung Barat dan Kota Cimahi PT. Telkom
Indonesia, menyatakan bahwa Kota Cimahi memiliki ikatan batin yang kuat
dengan para pelaku usaha / masyarakatnya sehingga rasa tanggung jawab bersama
untuk membangun Kota Cimahi semakin kental dan semakin kuat. PT Telkom
Indonesia juga menyambut baik dengan adanya Workshop pengelolaan Website
Pemasaran ini, para pelaku usaha di Kota Cimahi dapat secara aktif
memanfaatkan Plasa Telkom Cimahi untuk berkonsultasi tentang apa-apa yang
menjadi kesulitan dalam melaksanakan bisnis online. Para pemateri pun yang
berasal dari Relawan TIK Jawa Barat, bersedia menjawab secara online / off line
pertanyaan para peserta Workshop Pengelolaan Website Pemasaran.
69
Keempat, pemberian sertifikasi halal. Berdasarkan informasi dari Dinas
Koperasi Perindustrian Perdagangan dan Pertanian per tanggal 4 September 2013
untuk Kota Cimahi ada 37 kelompok Usaha Kecil Menengah (UKM) di Kota
Cimahi mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar.
Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Dinas Koperasi Perindustrian
Perdagangan dan Pertanian (Diskopindagtan) Kota Cimahi yang mengatakan
bahwa saat ini tengah fokus menggenjot agar pelaku UKM semuanya
mendapatkan sertifikat halal. Melalui sertifikat ini, akan menunjukkan
keberpihakan kepada masyarakat muslim untuk lebih nyaman dalam
mengkonsumsi sehingga produk terbeli lebih banyak karena meraih kepercayaan
konsumen. UKM yang diprioritaskan mendapatkan sertifikat ini adalah mereka
yang telah mendapatkan PIRT (surat izin usaha industri rumah tangga) dari Dinas
Kesehatan.
Untuk mendapatkan sertifikat tersebut pelaku UKM tidak dikenakan biaya
alias gratis. Oleh karena itu, Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan
Pertanian akan berusaha mengajukan sebanyak-banyaknya kepada Pemerintah
Provinsi Jawa Barat. Sebetulnya Kota Cimahi hanya dapat kuota 9 UKM, namun
selanjutnya mendapatkan tambahan lagi 25 UKM. Dikarenakan banyak Daerah
yang tidak penuhi kuota, jadi Cimahi memasukkan sebanyak-banyaknya.
Kelima, bantuan proses pengemasan produk. Di sebuah toko makanan di
Kota Cimahi, Jawa Barat ada makanan ringan Comring (comro kering)
terbungkus dengan dus cantik berwarna kuning kemerahan. Di belakang dus
ukuran 10 x 25 centimeter, tertulis izin Depkes – MUI yang menyatakan makanan
itu sehat dan halal produksi Mustika Sari dengan huruf tebal hitam cukup
70
profesional. Sepintas makanan kecil berkomposisi singkong, cabe, bawang, gula,
garam dan ketumbar itu seperti produk industri besar.
Makanan ringan yang terbungkus rapi lengkap dengan ukuran beratnya itu,
ternyata buatan ibu-ibu rumah tangga yang tinggal di gang sempit, Jl Leuwi Gajah
128 Kelurahan Cigugur Tengah Kota Cimahi. Begitu juga Sumpia, makanan
renyah dan gurih berbahan baku udang kering yang terbungkus dengan dus warna
kuning dan merah jambu. Produsennya tertulis ChanTika Dewi beralamat di Jl
Raya Cilember Cigugur Tengah Kota Cimahi. Ternyata, pabriknya terletak di
gang sempit Tunggal Bakti 5/7 RT 04 RW 06 yang tempat penggorengannya
bersatu dengan teras rumah berukuran 5 X 7 meter.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, dalam mengelola makanan
ringan jenis comring tersebut, informan hampir 11 (sebelas) tahun lamanya
memproduksi. Sambil membungkus comring yang sudah digoreng, comring-
comring itu diletakkan di sebuah wadah di atas kursi panjang tengah rumah yang
bersatu dengan dapur. Comro sendiri adalah makanan tradisional Sunda yang
berarti oncom dijero (di dalam). Sebelum digoreng, oncom diletakkan di dalam
parutan singkong yang dibentuk bulat-bulat. Selanjutnya informan menyatakan
bahwa :
Dalam pembuatan comring, Bu Enok bertugas membuat adonan dari
singkong parutan dan membumbuinya. Setelah siap goreng, lalu disebarkan
ke 5 kelompok ibu-ibu tetangganya yang masing-masing kelompok
beranggotakan 3 ibu rumah tangga. Setelah comring matang, disetorkan
kembali ke Bu Enok untuk dibungkus dan diberi label. Dari hasil
penggorengan itu tiap anggota memperoleh penghasilan rata-rata Rp 30.000
per hari. Lumayan untuk meringankan beban suami yang menjadi mitra Bu
Enok. Dengan pola itu selain menyebarkan usaha dan menambah
penghasilan rumah tangga, juga menyebarkan usaha.
71
Hal yang sama juga dilakukan oleh informan lainnya yaitu ibu Ai Tarmini
dengan 10-15 ibu-ibu tetangganya. Selain di Cimahi dan Bandung, Ai juga
menjual makanan tradisonal itu ke Jakarta dan rest area di Jalan Tol Cikampek
dan Cipularang, yang bersangkutan menyatakan bahwa :
“Kami juga membantu menjualkan comring dan beberapa makanan ringan
hasil ibu-ibu lainnya di Cimahi yang menggeluti sumpia sejak 2005 lalu.
Merk dari hasil kerajinan tangan sudah memperoleh hak cipta dari
Dephukham. Di kartu nama juga tercantum alamat lengkap website dan
email.
Gambar 4.1
Produk Usaha Kecil Menengah (UKM) Kota Cimahi
COMRING
Penjelasan :
Makanan ringan “Comring” yang terbungkus rapi lengkap dengan ukuran
berat buatan ibu-ibu rumah tangga yang tinggal di gang sempit, Jl Leuwi
Gajah Blk 128 Kelurahan Cigugur Tengah Kota Cimahi.
Ibu-ibu rumah tangga itu merupakan dua di antara 30 pelaku usaha
menengah kecil mikro (UMKM) yang menerima bantuan stimulan kemasan dari
Rumah Desain Kemasan Kota Cimahi atau RDKC. RDKC adalah unit pelaksana
72
teknis di bawah Dinas Koperasi Perindustrian, Perdagangan, dan Pertanian
(Diskopindagtan) Kota Cimahi yang bertugas melayani kebutuhan UMKM
melalui berbagai konsultasi, yaitu memberikan informasi detail proses desain dan
aliran proses pembuatan bungkus produk sampai pencetakan dan konsultasi detail
desain kemasan baik grafis atau struktur bagi produk yang dihasilkan UMKM
dengan harapan setiap pembungkusan/pengemasan yang dikeluarkan mempunyai
karakteristik dan memberi dampak lebih besar terhadap usaha mereka dan bukan
semata mampu mengikuti tren. Konsultasi pengembangan pemasaran produk-
produk UMKM setelah mendapatkan kemasan baru melalui akses pasar yang
dijalin oleh tim RDKC ataupun informasi-informasi potensi pasar untuk produk-
produk tersebut.
Selain itu, RDKC memberikan konsultasi manajemen baik produksi,
keuangan maupun pemasaran dan distribusinya dimana bagi UMKM yang telah
mapan agar dapat melakukan kegiatan produksinya dengan nuansa pemberdayaan,
yaitu melibatkan masyarakat sekitar agar ikut dalam kegiatan usaha tersebut dan
produksinya ditampung dan dipasarkan melalui akses pasar yang telah berjalan
serta menawarkan kerja sama dalam pengemasan produk melalui fasilitasi mesin-
mesin kemasan yang dimiliki oleh RDKC.
Setelah itu, konsultasi tentang perizinan yang menjadi persyaratan sebuah
produk, khususnya produk olahan makanan serta konsultasi persyaratan-
persyaratan kemasan untuk dapat masuk dalam beberapa segmen pasar. Tiap
tahun APBD Cimahi menganggarkan belanja langsung untuk UMKM ini sekitar
Rp 5 miliar, namun khusus untuk RDKC, dialokasikan dana Rp 300-500 juta per
tahun.
73
Pengembangan UMKM didasari oleh kenyataan bahwa warga Cimahi
tingkat daya belinya masih di bawah rata-rata Jawa Barat. Padahal derajat
kesehatan dan pendidikan sudah di atas rata-rata Jabar. Karakteristik Kota Cimahi
ini adalah industri, namun sejak krisis ekonomi berlangsung sudah 58 industri
berhenti. Dengan komposisi tenaga kerja 60 persen dari luar dan 40 persen dari
Kota Cimahi, hal itu berpengaruh terhadap pendapatan warga. Akibatnya di
daerah kantung-kantung di dekat industri penghasilan warga terbatas. Malah
penghasilan mereka banyak yang kurang dari upah minimum kota.
Dari kenyataan itu Pemkot lalu mencari formulasi untuk mengembangkan
UMKM, yaitu :
Pertama, memfasilitasi program maklun yakni mengupahkan pengerjaan
barang kepada pihak lain. Misalnya industri komponen kendaraan yang
memaklunkan suku cadangnya kepada UMKM. Ini terjadi di industri otomotif,
misalnya karet-karet penahan benturan antarbesi dengan besi. Kedua, garmen
yang sekarang ini pasarnya masih bisa diandalkan. Ketiga, adalah kuliner yang
terutama diarahkan untuk kemampuan meningkatkan kualitas higienis produk
hingga memasarkannya.
Pemerintah Kota Cimahi lalu menyediakan Sekolah Jumat yang dikelola
oleh ibu-ibu PKK. Di sini para pelaku UMKM dilatih cara memproduksi,
menggoreng, hingga membungkus makanan sehat. Misalnya para pembuat roti
terutama yang biasa dijajakan ke anak-anak sekolah, kami bina betul terutama
kesehatan makanannya. Hingga kini sudah 86 pengusaha UMKM bidang kuliner
dibimbing mulai dari pembungkusan hingga pemasaran. Untuk mendukung
74
tenaga ahli, disediakan jurusan Tataboga pada SMK III Cimahi. Di SMK ini
terdapat tempat pelatihan yang cukup mumpuni bagi para pelaku UMKM.
Cimahi yang letaknya diapit oleh Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan
Kabupaten Bandung Barat memiliki tiga kecamatan dan 15 kelurahan, 307 rukun
kampung/warga dan 1.675 rukun tetangga (RT) berpenduduk 522.731 jiwa
(2007). Melihat fakta itu, program pembangunan harus langsung diarahkan
kepada peningkatan peningkatan kesejahteraan masyarakat berbasis keluarga. Di
tiap-tiap RT yang memiliki potensi usaha dibuat proyek perintis lalu dibina oleh
RDKC.
RDKC kemudian melakukan advokasi dan pelatihan sehingga pelaku
ekonomi di tingkat akar rumput itu memiliki kemampuan berusaha. Bagi yang
sudah berusaha didorong agar meningkatkan kemampuannya, misalnya bidang
pemasaran. Bagaimana produk-produk hasil kerajinan rakyat itu bisa dipasarkan
lebih baik, maka pembungkusan atau pengemasannya harus menarik. RDKC juga
diarahkan menjadi badan usaha milik daerah (BUMD). Pelaku UMKM yang
sudah menerima stimulan kemasan, seterusnya berlangganan bungkus/kemasan
bagi produknya yang desainnya dibuat di RDKC.
Namun kenyataannya RDKC belum mampu menampung semua pelaku
UMKM yang berada di masyarakat. Sehingga, pada 18 Maret 20133 Dinas
memperpanjang Kontrak Petugas Pendamping UMKM. Petugas Pendamping
UMKM direkrut pada tahun 2008 dengan tujuan untuk membantu kinerja dinas
dalam mencari pelaku usaha yang tersebar di wilayah Kota Cimahi. Petugas
3 Dalam www.cimahikota.go.id dan wawancara dengan salahsatu petugas pendamping di wilayah
Kelurahan Utama Cimahi Selatan tanggal 7 Oktober 2014
75
pendamping UMKM ini dipilih langsung dari masyarakat yang berada pada
wilayah binaannya. Adapun tugas pokok dan fungsinya adalah :
1. Melaksanakan pendataan lapangan ke Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan
Usaha Menengah yang bergerak di Bidang Kerajinan, Tekstil Produk
Tekstil, Makanan, dan Minuman di wilayah kerja masing-masing lalu
mencantumkannya kepada Formulir Pendataan
2. Melaksanakan pembinaan dan penyuluhan kepada pengelola Usaha
Mikro Produksi, Usaha Kecil Produksi dan Usaha Menengah Produksi
3. Mengeinventarisasi permasalahan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha
Menengah di wilayah masing-masing
4. Menyetorkan segala data yang terinventarisasi kepada pihak pertama
Kepada Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Perdagangan dan
Pertanian Kota Cimahi yang sebelumnya telah dikoordinasikan dengan
pihak kelurahan wilayah kerja masing-masing untuk mencapai sinergi
data dan pembinaan antara Pemerintah Kota dan Pihak Kelurahan.
Demi menjaga validitas dari data yang diperoleh, pada tahun 2014 ke
depan, Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Perdagangan dan Pertanian Kota
Cimahi menugaskan staf untuk melakukan verifikasi melalui telefon atau dengan
mengunjungi langsung pelaku usaha yang sudah didata sebelumnya. Bagi
Masyarakat Kota Cimahi yang melakukan usaha, dan ingin mengikuti berbagai
Program/Kegiatan Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Perdagangan dan
Pertanian Kota Cimahi atau Pemerintah secara umum, bisa menghubungi para
petugas Pendamping UMKM yang berada pada wilayahnya masing-masing.
76
Di sisi lain, DPRD Kota Cimahi masih memandang Pemerintah Kota
Cimahi masih minim dalam memberikan sosialisasi terhadap para pelaku usaha
mikro kecil dan menengah (UMKM) yang tersebar di 15 Kelurahan di Kota
Cimahi. Indikasi tersebut terlihat dari data di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
(KPPT) yang mencatat sebanyak 600 pelaku usaha belum memiliki izin
operasional. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Badan Legislasi DPRD Kota
Cimahi, yang menyatakan bahwa :
….izin usaha pada dasarnya dapat memberikan keuntungan bagi pelaku
usaha maupun pemerintah. Terlebih, perkembangan UMKM di Cimahi kini
cukup mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, dengan adanya izin
usaha, para pelaku usaha dapat memiliki perlindungan hukum yang jelas
serta dapat menjamin legalitasnya… 4
Berdasarkan hal di atas, maka dengan adanya izin operasional, setidaknya
memberikan data akurat bagi pemerintah sebagai dasar dalam memproyeksikan
kebijakan ekonomi. Sebab, hal tersebut berkaitan dengan pencapaian indeks
pembangunan manusia (IPM). Selain itu, diharapkan adanya regulasi serta jalinan
kemitraan agar para pelaku usaha dapat diakomodir Pemerintah Kota Cimahi
sehingga mendapatkan kemudahan dalam mempromosikan usahanya.
Minimnya sosialisisasi menjadi persoalan utama para pelaku usaha yang
mayoritas bergerak di bidang kuliner yang hingga kini belum mengantongi izin.
Karena, tak sedikit dari mereka menilai biaya dalam pembuatan izin usaha masih
tergolong tinggi. Terutama dalam pembuatan izin mendirikan bangunan dan
beberapa persyaratan lainnya yakni Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat
Izin Tempat Usaha (SITU), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Karena, tak
sedikit dari mereka masih berlabel home industri.
4 Lihat www.bandungekspress.com tanggal 6 May 2013 diunduh 19 Oktober 2014
77
Informasi di atas diperkuat oleh Kepala Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu (KPPT) Kota Cimahi, Bapak Endang Hidayat yang mengatakan bahwa :
…kesadaran pelaku UMKM untuk memproses izin masih tergolong rendah.
Kendati demikian, pihaknya telah melakukan berbagai upaya agar seluruh
pelaku usaha yang membuka lahan usaha di Kota Cimahi memiliki surat
izin operasional. Imbauan serta sosialisasi telah dilaksanakan secara
berkelanjutan setiap tahunnya dengan berkoordinasi sejumlah instansi
pemerintahan. Namun, terkait masih minimnya kesadaran dari para pelaku
usaha melakukan kepengurusan surat izin kami tentunya tidak dapat berbuat
banyak karena dalam penindakan maupun pemberlakuan sanksi bukan
kapasitas kami (pihak PPTSP)…
Berdasarkan informasi, pihak PPTSP hanya melakukan tugas dalam
mendata serta menerbitkan surat izin terhadap para pelaku usaha yang melakukan
pengurusan. Sesuai dengan data yang dimiliki PPTSP pada tahun 2013, PPTSP
sudah menerbitkan surat izin usaha perdagangan (SIUP) bagi 322 pelaku usaha,
sementara tahun sebelumnya hanya sekitar 200 SIUP. Hal tersebut dapat
dikatakan meningkat menyusul bertambahnya para pelaku usaha setiap tahunnya
yang mencapai 200 pelaku usaha.
Jumlah pelaku UMKM di Cimahi saat ini sebanyak 5.511 pelaku usaha.
Sementara itu, untuk jumlah pelaku usaha yang belum melakukan pengurusan
surat izin operasional sebanyak 600 pelaku usaha. Harapan yang diinginkan oleh
PPTSP adalah bertambahnya jumlah pelaku usaha diiringi oleh kesadaran pelaku
usaha dalam melakukan pengurusan legalitas usahanya agar secara hukum dan
legalitas operasional dapat terjamin.
78
4.2. Faktor-Faktor yang Menghambat Program Pemberdayaan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah Di Kota Cimahi
Berdasarkan hasil penelitian, pada umumnya permasalahan yang dihadapi
oleh Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi dibagi dalam dua hal
yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Oleh karena itu, maka akan diuraikan
lebih lanjut dalam penjelasan sebagai berikut :
Pertama, faktor internal. Faktor internal ini terkait dengan kurangnya
permodalan dan terbatasnya akses pembiayaan, kondisi sumber daya manusia
(SDM), lemahnya jaringan usaha dan penetrasi pasar, mentalitas pengusahanya
dan kurangnya transparansi. Agar lebih dipahami, maka penjelasan terhadap
faktor internal tersebut yaitu :
1. Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan;
Dalam hal ini, permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan, oleh karena pada
umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau
perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang
jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga
keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan
teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi
hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena
tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan
agunan.
2. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM);
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha
keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari
79
segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat
berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut
sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan
kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi
perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang
dihasilkannya.
3. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar;
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai
jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah,
ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai
kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah
mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang
dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.
4. Mentalitas Pengusaha UKM;
Hal penting lainnya adalah semangat kewirausahaan (entrepreneurship) para
pengusaha UMKM sendiri. Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan
terus berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin
mengambil risiko. Suasana domisili UMKM yang menjadi latar belakang
seringkali memiliki andil juga dalam membentuk kinerja organisasi (UMKM).
Misalnya dengan ritme kerja UMKM di Daerah berjalan dengan santai dan
kurang aktif sehingga seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatan-
kesempatan yang ada untuk menjalin kemitraan/coorporate.
80
5. Kurangnya Transparansi
Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun UMKM tersebut
terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang
disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya
menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi
penerus dalam mengembangkan usahanya.
Kedua, faktor eksternal. Faktor eksternal ini terkait dengan iklim usaha yang
kurang kondusif, terbatasnya sarana dan prasarana usaha, pungutan liar, implikasi
kondisi sumber daya manusia (SDM), lemahnya jaringan usaha dan penetrasi
pasar, mentalitas pengusahanya dan kurangnya transparansi. Agar lebih dipahami,
maka penjelasan terhadap faktor internal tersebut yaitu :
1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Upaya pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari
tahun ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal
kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan
tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan
investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal tetap brutto
(investasi). Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan
dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UMKM serta menjadi indikator
keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun
sebelumnya.
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun
dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya
kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang
81
sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-
pengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UMKM adalah mendapatkan perijinan
untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai
banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah
lagi dengan jangka waktu yang lama.
2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka
miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya
sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan dalam
memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena
mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.
3. Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar
menjadi salah satu kendala juga bagi UMKM karena menambah pengeluaran yang
tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali secara
periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.
4. Implikasi Otonomi Daerah dan Implikasi Perdagangan Bebas
Dengan berlakunya Undang-undang UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan
daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat.
Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan
menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UMKM. Jika
kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UMKM.
82
Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan
kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan
usahanya di daerah tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan
APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk
bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut
untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat
menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar
kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak
Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara
tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade).
Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara
keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
5. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik
sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajinan dengan ketahanan yang pendek.
Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak
dan tidak tahan lama.
6. Terbatasnya Akses Pasar dan Akses Informasi
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak
dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
Selain akses pembiayaan, UMKM juga menemui kesulitan dalam hal akses
terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UMKM, sedikit
banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari
83
unit usaha UMKM dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah
tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UMKM untuk menembus
pasar ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial
untuk bertarung di pasar internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses
terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik.
Kedua faktor di atas, berdasarkan hasil penelitian masih belum mampu
dibenahi oleh Pemerintah Kota Cimahi. Hal ini terkait dengan distribusi dan
pemanfaatan anggaran yang belum optimal, besaran anggaran dan pendataan
UMKM yang memenuhi standar/kriteria yang diperlukan untuk pengembangan
UMKM.
Namun demikian, pada saat penelitian dilakukan salah satu pelaku UMKM
Kota Cimahi yang memegang merk produk “Dapur Abon” berhasil memperoleh
“UKM Pangan Award” dari Kementrian Perdagangan RI. Produk merk “Dapur
Abon” yang diinisiasi oleh Pengusaha Kota Cimahi mendapatkan penghargaan
"UKM Pangan Award" Kategori Makanan Siap Saji untuk Usaha Kecil dari
Menteri Perdagangan Republik Indonesia. Penghargaan UKM Pangan Award
terdiri dari dua klasifikasi usaha yaitu :
Pertama, kategori umum meliputi produk bumbu, produk makanan olahan
siap saji, produk minuman kemasan dan produk makanan cemilan. Kategori
kedua, yaitu penghargaan khusus untuk inovasi bahan pangan baru dan inovasi
hasil olahan buah tropis Indonesia. Jumlah Peserta yang lolos seleksi UKM
Pangan Award 2013 sebanyak 128 UKM yang terdiri dari 109 Usaha Kecil dan 19
Usaha Menengah.
84
Penjurian terhadap produk UMKM tersebut, dihadiri Direktur Dagang Kecil
Menengah dan Produk Dalam Negeri Suhanto serta Tim Juri dari IPB, Badan
POM serta Konsultan Pangan. Para juara UKM pangan diharapkan bisa
berinovasi dan meningkatkan kualitas kemasan agar tampak lebih menarik bagi
konsumen. Kemasan diinovasi agar lebih menarik. Kemasannya menggunakan
bahan baku dari dalam negeri yang dapat didaur ulang dan tentunya harus aman
bagi kesehatan dan sesuai standar Badan POM.
UKM Pangan harus dapat meningkatkan omset dan memperluas pasar
ekspor. Untuk itu para pemenang UKM Pangan Award diharapkan bisa
diikutsertakan dalam misi dagang ke luar negeri. Penganugerahan UKM Pangan
Award akan mendorong dan memotivasi pengembangan usaha UKM yang
bersumber pada nilai tradisi dan budaya bangsa serta mampu mempromosikan
citra produk pangan UKM yang kompetitif, menumbuhkan pemahaman
mengenai aspek-aspek mutu dan keamanan produk serta membangkitkan minat
pelaku UMKM, meningkatkan wawasan dan profesionalisme dalam
mengembangkan usaha. Berkat kreatifitas dan inovasi dari pengusaha UMKM
Kota Cimahi, produk Dapur Abon dinilai memenuhi nominasi dalam produk
makanan olahan siap saji yang dapat dikembangkan baik dari segi produk maupun
pemasarannya.
Diperolehnya UKM Pangan Award oleh salah satu pengusaha UKM asal
Kota Cimahi, memberikan spirit dan inspirasi bagi pengusaha UKM lainnya
dalam menggerakkan manajemen dan produksi yang berkualitas. Namun
demikian, pada saat penelitian dilakukan, informasi mengenai perolehan
penghargaan UKM Pangan Award yang disandang oleh salah satu pengusaha
85
UKM tersebut kurang diinformasikan atau disosialisasikan oleh Dinas Koperasi
Industri Perdagangan Pertanian (Diskopindagtan) Kota Cimahi secara langsung,
namun melalui media cetak yang sasaran informasinya kurang mengena kepada
para pengusaha UMKM di Kota Cimahi. Hal ini berdasarkan hasil wawancara
dengan beberapa pelaku usaha UMKM di Kota Cimahi, mereka kurang
mengetahui adanya UKM Pangan Award tersebut.
Hal ini sesuai dengan informasi Ketua Forum Pengembangan Ekonomi
Lokal (PEL) Kota Cimahi Bapak Widodo yang menyatakan bahwa :
.... Pemkot Cimahi tidak memberikan bantuan yang bersifat sesaat sehingga
tidak banyak dirasakan manfaatnya oleh pelaku usaha kecil menengah
(UKM), pemkot seharusnya mulai memikirkan cara baru dalam memberikan
bantuan kepada para pelaku UKM salah satunya dnegan memfasilitasi
berdirinya ruang pamer UKM . Biasanya pemerintah hanya membantu
pelaku UKM dari sisi pelatihan dan pameran yang sifatnya hanya sesaat.
Tetapi dengan adanya ruang pamer yang bisa menampung setiap pelaku
UKM di Cimahi ini ke depannya akan lebih menggeliat. Ybs berharap agar
pemerintah bisa lebih membantu eksistensi pelaku UKM. Salah satunya
dengan lebih banyak menggunakan produk UKM ketimbang produk lainnya
dalam setiap kegiatan pemkot. perkembangan UKM pada giliran selanjutnya
akan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat, khususnya dalam
ketersediaan lapangan kerja. Sekarang dalam setiap cluster UKM bisa
menyerap sedikitnya 10 tenaga kerja...
Lebih lanjut dalam www.bisnis-jabar.com tanggal 8 Oktober 2013 diunduh
Oktober 2014 Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Cimahi Hendra WS
mengatakan bahwa:
...keberadaan UKM diandalkan untuk mengendalikan merangkak naiknya
angka kemiskinan. Konsep PEL memprioritaskan pada peningkatan
kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan. PEL juga merupakan
perangkat intervensi kebijakan dalam rangka mendongkrak indeks daya beli
masyarakat. Pemerintah Kota Cimahi telah mengidentifikasn potensi
ekonomi daerah untuk mengembangkan ekonomi lokal Kota Cimahi yang
terbagi dalam empat klaster seperti klaster industri mamin atau makanan dan
minuman, klaster industri kerajinan, klaster industri tekstil dan produk
tekstil, serta klaster industri telematika.
86
4.3. Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di
Kota Cimahi
Secara konseptual pemberdayaan UMKM terutama dapat dilakukan
dengan sistim pemberdayaan pelaku UMKM itu sendiri. Keberhasilan
pemberdayaan sangat bergantung pada partisipasi UMKM sebagai pelaku maupun
stakeholder lain yang turut serta dan berperan dalam pengembangannya. Dalam
hal ini lebih banyak menitikberatkan pada metode “bottom up”, dimana
perencanaan lebih diupayakan menjawab kebutuhan UMKM dan dilakukan secara
partisipatif.
Dalam praktek untuk menggugah partisipasi masyarakat, sasaran langkah
langkah yang dapat dilakukan adalah (1) Identifikasi Potensi, (2) Analisis
Kebutuhan, (3) Rencana Kerja Bersama, (4) Pelaksanaan, (5) Monitoring dan
Evaluasi.
Pertama, identifikasi potensi dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik
sumber daya manusia (SDM) UMKM dan lingkungan internalnya baik
lingkungan sosial, ekonomi dan sumberdaya alam (SDA) khususnya yang terkait
dengan usahanya, maupun lingkungan eksternal usaha. Dengan langkah ini
diharapkan setiap gerak kemajuan dapat bertumpu dan memanfaatkan
kemampuan dan potensi wilayahnya masing-masing. Dalam identifikasi ini
melibatkan stakeholder UMKM dan tokoh masyarakat maupun instansi terkait.
Kedua, analisis kebutuhan. Dari hasil identifikasi ditindaklanjuti dengan
analisis kebutuhan. Pada tahapan ini analisis dilakukan oleh perwakilan UMKM
yang dapat difasilitasi oleh Perguruan Tinggi / LSM / BDS (Bussines
Development Services) maupun instansi terkait untuk memberikan fasilitasi dan
pandangannya tentang berbagai kebutuhan dan kecenderungan produk dan pasar.
87
Dengan pola analisis kebutuhan semacam ini diharapkan mampu mendorong
terwujudnya manifestasi kebutuhan UMKM selaku individu pengusaha maupun
sebagai anggota kelompok. Dengan demikian antara individu pengrajin maupun
kelompok dapat diharapkan saling beriringan dan saling mendukung dalam
mencapai tujuan kemajuan bersama.
Ketiga, merumuskan/membuat program kerja bersama. Setelah kebutuhan
dapat ditentukan, langkah berikutnya adalah merumuskan/membuat program kerja
bersama untuk mencapai kondisi yang diinginkan berdasarkan skala prioritas yang
ditetapkan bersama. Dalam tahap ini pihak luar baik BDS maupun instansi terkait
berperan sebagai fasilitator.
Keempat, pelaksanaan program kerja. Jika program kerja telah disepakati,
maka langkah berikutnya adalah pelaksanaan program kerja. Dalam tahap ini
fungsi instansi pemerintah terkait selaku fasilitator pemenuhan kebutuhan
UMKM, sedangkan PT / LSM dapat bertindak selaku BDS dengan memberikan
jasa konsultansi. Sebagai konsultan, idealnya BDS harus mendapatkan jasa dari
layanan yang diberikan kepada UMKM, karena tidak mudah untuk menarik biaya
konsultasi dari UMKM maupun kelompoknya, maka yang terpenting adalah
adanya keiikutsertaan pengusaha UMKM dalam bentuk kontribusi membantu
pelaksanaan program kerja khususnya pelatihan-pelatihan peningkatan
ketrampilan, proses produksi maupun manajemen usaha UMKM. Sumber
pembiayaan utama pengembangan UMKM masih mayoritas dari pihak ketiga baik
pemerintah maupun swasta, namun diharapkan UMKM dalam jangka panjang
sedikit demi sedikit mampu mandiri dan mampu memberikan balas jasa yang
diterima dari lembaga konsultan (BDS). Kondisi ini juga perlu didukung lembaga
88
konsultan yang professional. Untuk kondisi awal pengembangan UMKM, maka
peran pemerintah seperti Deperindag dan Departemen Koperasi UKM masih
sangat perlu. Kebutuhan akan permodalan UMKM salah satunya dapat dipenuhi
dengan fasiltiasi BDS sebagai Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) bagi
pengrajin maupun kelompok. KKMB ini lahir sebagai perubahan paradigma baru
terhadap UMKM dari perbankan bahwa: (1) UMKM mempunyai potensi
menabung; (2) bank perlu aktif menjemput Bola; (3) UMKM membutuhkan
kemudahan memperoleh kredit/layanan perbankkan; (4) bank perlu memobilisasi
tabungan dari UMKM; (5) biaya dapat ditekan melalui pendekatan kelompok; (6)
resiko dapat ditekan melalui pendekatan kelompok. Selain bank memberikan
kredit sebagai tugas utamanya, bank dapat membantu UMKM dengan
memberikan pendampingan (Technical Assistant) baik dilakukan oleh bank
sendiri atau bekerjasama dengan PT/LSM/BDS pendamping.
Kelima, monitoring dan evaluasi. Dari hasil pelaksanaan program kerja
dilakukan monitoring dan evaluasi, tidak saja untuk mengetahui apakah yang
dikerjakan sudah sesuai dengan program kerja yang telah ditetapkan, namun juga
untuk membuat penyesuaian-penyesuaian jika diperlukan sesuai dengan
perubahan kondisi lingkungan UMKM.
Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di Kota
Cimahi dan faktor yang menghambat selama ini, maka kedepannya, Pemerintah
Kota Cimahi diharapkan dapat merealisasikan langkah-langkah yaitu :
Pertama, penciptaan iklim usaha yang kondusif. Pemerintah Kota Cimahi
perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan
89
mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan
prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
Kedua, bantuan permodalan. Pemerintah Kota Cimahi perlu memperluas
skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM,
untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa
finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan
dana modal ventura. Pembiayaan untuk UMKM sebaiknya menggunakan
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga
Keuangan Mikro bank antara lain: BJB Mikro dan Bank Perkreditan Rakyat
(BPR).
Ketiga, perlindungan usaha. Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis
usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus
mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang
maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-
win solution).
Keempat, pengembangan kemitraan. Pengembangan kemitraan yang
diarahkan untuk saling membantu antar UMKM, atau antara UKM dengan
pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan
terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar
dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, UMKM akan
mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari
dalam maupun luar negeri.
Oleh sebab itu, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai
peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi lokal, regional dan nasional,
90
oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga
kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis
ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana
banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti
aktifitasnya, sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terbukti lebih
tangguh dalam menghadapi krisis tersebut.
Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis,
kiranya tidak berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan pada
UMKM, terlebih lagi unit usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil
produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha
lainnya. Pengembangan UMKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik
dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif
bersama pelaku ekonomi lainnya.
Kebijakan pemerintah Kota Cimahi ke depan perlu diupayakan lebih
kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UMKM. Pemerintah perlu
meningkatkan perannya dalam memberdayakan UMKM disamping
mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha
besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusianya.
Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak
diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UMKM memiliki peran penting dalam
pengembangan usaha. UMKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha
besar, bahkan hampir semua usaha besar berawal dari UMKM.
91
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) harus terus ditingkatkan (up
grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika
tidak, UMKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia
tidak akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam
pengembangan UMKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan
langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab
Pemerintah. Pihak UMKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat
mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan
UMKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala
hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan
kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau
modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak
dapat pula kita kesampingkan.
Pemerintah Kota Cimahi pada intinya memiliki kewajiban untuk turut
memecahkan tiga hal masalah klasik yang kerap kali menerpa UMKM, yakni
akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini kerap menjadi pembicaraan di
seminar atau konferensi. Secara keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam melakukan pengembangan terhadap unit usaha UMKM, antara
lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses
pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM, ketersediaan layanan
pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan kompetisi.
Perlu disadari, UMKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan
dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UMKM tidak banyak berarti bila tidak
mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas. Konsep
92
pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku
usaha (termasuk UKM) sehingga upaya pengembangan UMKM tidak hanya bisa
dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan
ekonomi nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan.
Berdasarkan hasil penelitian, Pemerintah Kota Cimahi akhirnya dapat
memperjelas program pemberdayaan UMKM dengan diterbitkannya Peraturan
Daerah Kota Cimahi Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pemberdayaan Dan
Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Kota Cimahi.
Dalam Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 12 Tahun 2012 Tentang
Pemberdayaan Dan Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah di Kota Cimahi, konsep penumbuhan iklim usaha menjadi tugas
Pemerintah Kota Cimahi yang menyebutkan bahwa 5 :
(1) Pemerintah Daerah menumbuhkan iklim usaha Koperasi dan UMKM
yang meliputi aspek:
a. pendanaan;
b. sarana dan prasarana;
c. informasi usaha;
d. kemitraan;
e. perizinan usaha;
f. kesempatan berusaha;
g. promosi dagang; dan
h. dukungan kelembagaan.
5 Pasal 35 Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pemberdayaan Dan
Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Di Kota Cimahi
93
(2) Dunia usaha dan masyarakat berperanserta secara aktif membantu
Pemerintah Daerah dalam menumbuhkan iklim usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Penumbuhan iklim usaha bagi usaha mikro dapat dilakukan dalam
bentuk:
a. Pendidikan dan pelatihan serta fasilitasi kelembagaan dan usaha;
b. Fasilitasi perkuatan permodalan;
c. Fasilitasi promosi hasil produksi.
(4) Untuk memperoleh penumbuhan iklim usaha sebagaimana disebutkan
pada ayat (3), usaha mikro wajib menyerahkan surat keterangan
domisili perusahaannya yang diterbitkan oleh Kelurahan dan
Kecamatan.
(5) Penumbuhan iklim usaha bagi usaha kecil dan menengah dapat
dilakukan dalam bentuk :
a. Pendidikan dan pelatihan serta fasilitasi kelembagaan dan usaha;
b. Fasilitasi perkuatan permodalan;
c. Fasilitasi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI).
Aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam uraian di atas
dilaksanakan untuk memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi UMKM di
daerah dalam mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank,
memperbesar pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses
oleh koperasi dan UMKM di daerah, memberikan kemudahan dalam memperoleh
pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan,
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, membantu para pelaku usaha
94
Koperasi dan UMKM di Daerah untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk
keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan
bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah.
Khusus mengenai aspek pendanaan terhadap UMKM ini, Pemerintah Kota
Cimahi dapat menyediakan pembiayaan dari APBD Kota Cimahi.
Aspek sarana dan prasarana dilaksanakan untuk menyediakan
prasarana umum yang dapat mendorong dan mengembangkan
pertumbuhan UMKM dan memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi
koperasi dan UMKM.
Aspek informasi usaha dilaksanakan untuk membentuk dan
mempermudah pemanfaatan bank data dan jaringan informasi bisnis koperasi dan
UMKM, yang terintegrasi dengan data dan jaringan bisnis tingkat nasional
maupun internasional, mengadakan dan menyebarluaskan informasi mengenai
pasar, sumber pembiayaan, komoditas, penjaminan, desain dan teknologi, serta
kualitas produk barang/jasa koperasi dan UMKM dan memberikan jaminan
transparansi dan akses yang sama bagi pelaku usaha koperasi dan UMKM.
Aspek Kemitraan dilaksanakan untuk mewujudkan kemitraan antar
koperasi dan UMKM, mewujudkan kemitraan antara koperasi dan UMKM
dengan Usaha Besar, mendorong terjadinya kemitraan usaha yang saling
menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar koperasi dan UMKM,
mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan
transaksi usaha antara Koperasi dan UMKM dengan Usaha Besar,
mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Koperasi dan
UMKM, mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin pertumbuhan
95
persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen dan mencegah terjadinya
penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perseorangan atau kelompok
tertentu yang merugikan koperasi dan UMKM.
Aspek perizinan usaha, dilaksanakan untuk menyederhanakan tatacara
dan jenis perizinan usaha dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu. Koperasi
atau UMKM dapat memperoleh izin jenis usaha sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Aspek kesempatan berusaha, dilaksanakan untuk menentukan perun-
tukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan,
lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi yang wajar bagi pedagang
kaki lima serta lokasi lainnya, menetapkan alokasi waktu berusaha untuk koperasi
dan UMKM pada sub sektor perdagangan retail, mencadangkan bidang dan jenis
kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses, bersifat padat karya, serta
mempunyai warisan budaya yang bersifat khusus dan turun temurun, menetapkan
bidang usaha yang dicanangkan untuk koperasi dan UMKM serta bidang usaha
yang terbuka untuk usaha besar, dengan syarat harus bekerjasama dengan
koperasi dan UMKM, melindungi usaha koperasi dan UMKM yang bersifat
strategis, mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan oleh koperasi dan
UMKM melalui pengadaan secara langsung, memprioritaskan pelaku usaha
koperasi dan UMKM di daerah dalam pengadaan barang atau jasa dan
pemborongan kerja yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan memberikan
bantuan konsultansi hukum dan pembelaan. Pengawasan dan pengendalian atas
pelaksanaan di atas dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
96
Aspek promosi dagang, dilaksanakan untuk meningkatkan promosi
produk koperasi dan UMKM, memperluas sumber pendanaan untuk promosi
produk koperasi dan UMKM, memberikan insentif untuk koperasi dan UMKM
yang mampu menyediakan pendanaan secara mandiri dalam kegiatan promosi
produk koperasi dan UMKM dan memfasilitasi pemilikan Hak atas Kekayaan
Intelektual (HaKI) untuk peningkatan kualitas produk dan desain koperasi dan
UMKM dalam kegiatan usaha di dalam negeri dan ekspor.
Aspek dukungan kelembagaan dilaksanakan untuk mengembangkan dan
meningkatkan fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan
keuangan mitra bank, Lembaga Penjaminan Daerah, Lembaga Pembiayaan
Daerah, dan lembaga profesi sejenis lainnya sebagai lembaga pendukung
pengembangan koperasi dan UMKM di daerah, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Berdasarkan Program USDRP (Urban Sector Development Reform
Program), Bank Dunia mendukung implementasi agenda reformasi dan investasi
di kota dan kabupaten yang berpartisipasi dalam program USDRP. Khusus Kota
Cimahi USDRP mengidentifikasi dan mengembangkan klaster ekonomi yang
akan menjadi fokus dalam pengembangan ekonomi lokal, sehingga USDRP
memberikan berbagai dukungan yang salah satunya melalui pelaksanaan kajian
“Identifikasi dan Pengembangan Klaster Ekonomi untuk Pengembangan Ekonomi
Lokal di Kota Cimahi ”. 6
6 Dalam kajian USRDP Terkait tujuan dari fasilitasi mendorong Kota Cimahi untuk
mengidentifikasi dan mengembangkan klaster ekonomi yang akan menjadi fokus dalam
pengembangan ekonomi lokal, maka USDRP memberikan berbagai dukungan salah satunya
melalui pelaksanaan kajian “Identifikasi dan Pengembangan Klaster Ekonomi untuk
Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Cimahi ” tahun 2012. Bappeda Kota Cimahi.
97
Pada dasarnya terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam
pembentukan dan pengembangan klaster ekonomi di daerah. Pertama adalah
klaster harus mampu memberikan stimulus bagi pengembangan ekonomi lokal
dalam arti klaster mampu menyediakan lapangan pekerjaan khususnya bagi
masyarakat daerah. Dalam konteks ini, adanya klaster diharapkan mampu
menyerap atau melibatkan sebanyak-banyaknya tenaga kerja di daerah dalam
berbagai proses “kreatif” terkait pengembangan ekonomi lokal.
Kedua, klaster harus mempunyai kemampuan dalam melibatkan semua
potensi ekonomi di daerah. Dalam hal ini, klaster yang ideal adalah klaster yang
memiliki keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang sangat kuat. Untuk
menciptakan klaster yang demikian ini, maka spesialisasi diperlukan. Dengan
demikian, idealnya klaster memiliki sub klaster-sub klaster dengan spesialisasi
yang berbeda satu sama lain, tetapi bersifat saling mendukung, saling terkait dan
menopang satu sama lain, sehingga tidak semua sub-klaster harus menghasilkan
produk akhir yang sama.
Ketiga, sebisa mungkin lokasi klaster saling berdekatan. Hal ini untuk
memudahkan kontak atau hubungan misalnya dengan pemasok, pemodal (misal:
bank) serta pengembangan dan peningkatan kapasitas usaha dan klaster itu
sendiri. Seperti halnya kota-kota lain di Indonesia, karakteristik daerah perkotaan
juga melekat pada Kota Cimahi tercermin dari dominasi yang kuat pada sektor
industri dan jasa dibanding sektor lainnya. Perekonomian Kota Cimahi selama ini
ditopang oleh tiga sektor andalan utama yaitu sektor industri pengolahan,
perdagangan dan jasa (pemerintahan dan swasta).
98
Terkait dengan tiga sektor ini, setidaknya ada beberapa sub sektor yang
berkembang pesat dan memiliki potensi untuk menjadi klaster ekonomi lokal di
Kota Cimahi. Ketiga sub-sektor tersebut adalah makanan dan industri pengolahan
makanan yang terkait dengan wisata kuliner, komponen suku cadang (otomotif),
dan industri garmen/tekstil.
Berdasarkan lokasinya, produk (lokasi produksi dan pemasaran) makanan
relatif tersebar, sementara industri tekstil (khususnya pemasok limbah tekstil)
lebih dominan di wilayah Kecamatan Cimahi Selatan. Bagian berikut akan
menguraikan secara lebih mendetail tentang potensi-potensi klaster ekonomi yang
dapat dikembangkan di Kota Cimahi.
Pendekatan yang akan digunakan sebagai alat analisis adalah model porter.
Model porter, seperti sudah dijelaskan pada bab sebelumnya menekankan pada
beberapa hal diantaranya: faktor input, permintaan, industri pendukung, termasuk
dukungan insitusi seperti pemerintah daerah. Dari analisis makro dan analisis
deskriptif, dapat ditarik beberapa klaster ekonomi yang potensial di Kota Cimahi,
yaitu: a. Industri makanan dan minuman, b. Industri tekstil dan garmen,
c. Industri kerajinan atau handycraft dan d. Perdagangan
Pertama, Klaster Industri Makanan Olahan (Wisata Kuliner). Salah satu
produk andalan Kota Cimahi adalah produk makanan olahan kering. Berdasarkan
data Potensi 2012, di Kota Cimahi terdapat 415 industri makanan dan minuman
yang tersebar secara merata di tiga kecamatan, Cimahi Selatan, Tengah dan Utara.
Jumah industri tersebut belum termasuk industri rumah tangga yang merupakan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang jumlahnya ratusan.
99
Meskipun secara umum makanan olahan hampir diproduksi oleh
sebagain besar wilayah di Indonesia, dan beberapa daerah yang bersebelahan
dengan Kota Cimahi seperti Kota Bandung, Kota Cimahi memiliki beberapa
produk yang diklaim memiliki keunikan yaitu: Comring (oncom kering), Sumpia,
Kripik Setan, dan Dendeng Jantung Pisang. Comring atau kependekan dari
combro atau oncom kering merupakan jenis makanan yang dibuat dari bahan
utama singkong dan diolah/dicampur dengan cabe, bawang, gula, garam, dan
ketumbar. Sebagian besar produsen Comring merupakan UKM yang berbasis
industri rumah tangga. Meskipun produk ini sudah lama dihasilkan oleh industri
rumah tangga di Kota Cimahi, namun jenis makanan olahan ini masih kurang
populer dan belum dikenal oleh masyarakat luas, khusunya di luar Kota Cimahi.
Selain produk-produk di atas, beberapa produk sedang dicoba untuk
dikembangkan, antara lain produk olahan dari bahan baku singkong seperti
“Kripik Setan” dan produk makanan berbahan baku jantung pisang, yaitu
“Dendeng Jantung Pisang”. Dengan berbagai potensi produk makanan olahan
yang dihasilkan, makan klaster makanan olahan layak dikembangkan sebagai
klaster utama di Kota Cimahi.
Pertimbangan lainnya adalah bahwa industri makanan olahan merupakan
salah satu industri utama yang memiliki kandungan lokal besar, baik dari sisi
input bahan baku yang digunakan maupun dari kapasitas industri tersebut dalam
melibatkan banyak tenaga kerja lokal (oleh karena sifatnya sebagai industri
rumahan).
Di satu sisi, perekonomian di Kota Cimahi didominasi oleh sektor non-
pertanian seperti industri pengolahan, tekstil dan jasa-jasa. Di sisi lain, berbagai
100
produk khususnya makanan olahan menggunakan bahan baku yang berasal dari
sektor pertanian seperti singkong sebagai bahan baku Comring dan Kripik. Oleh
karena itu, faktor input atau bahan baku perlu mendapat perhatian bagi
pengembangan produk makanan olahan baik dari sisi kuantitas atau ketersediaan
maupun kualitas bahan baku. Sebagai contoh, bahan baku Combring saat ini
sebagian besar dipasok dari wilayah Cimahi, yaitu Cirendeu.
Pasokan Singkong Cirendeu sampai saat ini masih bisa memenuhi
permintaan industri makanan olahan berbahan baku singkong di Kota Cimahi.
Dengan demikian, pasokan dari luar Cimahi masih relatif terbatas. Namun
demikian, pada beberapa kasus Cirendeu belum bisa menghasilkan Singkong
dengan kualitas bagus yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kualitas produk
akhir, Comring maupun Keripik. Oleh karena itu, riset guna mendukung
perbaikan kualitas Singkong Cirendeu harus terus dilakukan sehingga bisa
memenuhi kebutuhan di Kota Cimahi.
Pada kasus-kasus lain, misalnya produk “dendeng jantung pisang”,
ketersediaan bahan baku dari wilayah Cimahi sendiri masih terbatas. Hal ini
menyebabkan produk ini belum bisa dihasilkan secara masal. Bahkan, seringkali
ketika terjadi peningkatan permintaan industri-industri rumahan ini belum mampu
memenuhi kebutuhan pasar. Dengan melihat bahwa lahan pertanian di Kota
Cimahi relatif terbatas, maka untuk menjaga rantai pasokan bahan baku tersebut,
perlu dipikirkan terobosan-terobosan baru melalui riset untuk menuju intensifikasi
produksi bahan baku.
Sementara itu, dilihat dari input sumber daya manusia, keberadaan
industri rumah tangga (UMKM) penghasil produk makanan olahan menjadi
101
kelebihan tersendiri dan aset dari industri ini di Kota Cimahi. Dengan lokasi
industri rumah tangga yang tersebar di hampir semua lokasi, maka tantangan bagi
pengembangan klaster makanan di Kota Cimahi terkait dengan upaya
mengintegrasikan industri makanan olahan menjadi satu industri besar yang saling
terkait, baik dari sisi pemanfaatan input maupun pemasaran hasil produk.
Peranserta Pemerintah Kota Cimahi dalam pengembangan industri
makanan di Kota Cimahi adalah persoalan koordinasi antarpelaku kegiatan
ekonomi. Hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah antara lain membuat
sentra-sentra produksi dan pemasaran. Terkait dengan pengembangan KUMKM
di Kota Cimahi, saat ini Pemerintah Kota Cimahi sedang dalam proses
pembangunan infrastruktur untuk menunjang pemasaran produk KUMKM, yaitu
yang disebut Baros Information and Technology Cimahi (BITC). Di samping itu,
Pemerintah Kota Cimahi memberikan insentif kepada UMKM terkait kemudahan
akses untuk ijin usaha.
Kedua, Klaster Fashion dan Tekstil: Limbah industri tekstil dan batik
Cimahi. Di Kota Cimahi terdapat dua potensi klaster terkait industri fashion dan
tekstil, yaitu pengolahan limbah tekstil dan batik khas Cimahi. Kawasan Cimahi
selatan merupakan sentra industri tekstil.
Berdasarkan data dari dinas PU (tata ruang), bahwa sebagian besar alih
fungsi yang terjadi di Cimahi Selatan diperuntukkan untuk pengembangan
industri pengolahan limbah, bengkel bubut, pembuatan makloon, industri rumah
tangga (keset) dan komponen kendaraan (spare part, seperti pembuatan karet).
Potensi industri pengolahan limbah di daerah ini cukup besar. Pada dasarnya
industri ini mengolah ulang (recycle) limbah tekstil untuk ditingkatkan nilai
102
tambahnya kembali. Bentuk-bentuk limbah tersebut antara lain benang dan kapas.
Salah satu kawasan penghasil limbah tekstil terbesar adalah Kelurahan Utama.
Sebagian besar limbah kain yang diperoleh dari industri tekstil,
dikumpulkan oleh “pengumpul” dan diolah/dibersihkan secara sederhana yang
beberapa diantaranya adalah UMKM. Sementara itu, salah satu lapangan usaha
yang dapat dikembangkan dalam klaster fashion adalah batik Cimahi. Beberapa
motif batik Cimahi dinamakan berdasar daerah pembuatnya, misal Citeureup dan
Cierendeu.
Sayangnya, industri kerajinan batik belum menjadi produk masal.
Berdasarkan data dari Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, Perdagangan dan
Pertanian (Diskopindagtan) Kota Cimahi, saat ini hanya terdapat 2
pengusaha/perajin batik khas Cimahi yang secara konsisten memproduksi batik di
samping memiliki akses pemasaran yang cukup baik. Sementara beberapa
pengrajin batik merupakan industri rumah tangga yang berproduksi atas dasar
ada-tidaknya pesanan atau permintaan.
Permintaan dari produk limbah tekstil saat ini berasal dari daerah di luar
Kota Cimahi, khususnya Surabaya. Bahan limbah tekstil kemudian akan diolah
menjadi bahan alternatif pembuatan bahan kosmetik seperti kapas. Produk
akhirnya adalah kapas (kecantikan) yang banyak digunakan oleh kaum wanita. Di
samping itu, bahan limbah juga dapat diolah menjadi bahan-bahan keperluan
rumah tangga seperti keset dan handuk. Dari informasi yang diperoleh, limbah
yang dibeli dengan harga sekitar Rp200/kg, setelah diolah dijual kembali kepada
“pengumpul besar” atau perusahaan seharga kira-kira Rp18.000/kg. Hal ini
103
menunjukkan bahwa permintaan terhadap limbah cukup besar mengingat nilai jual
yang cukup mahal.
Sementara itu, permintaan akan produk batik Cimahi relatif kecil.
Penyebabnya adalah harga jual yang relatif mahal dibandingkan batik-batik
produksi daerah lain seperti Solo, Yogya, dan lainnya. Produksi yang belum
bersifat masal dan dihasilkan oleh industri rumah tangga kecil, di samping bahan-
bahan pembuat batik yang masih didatangkan dari luar wilayah Cimahi,
menyebabkan harga jual batik mahal khusunya bagi masyarakat Cimahi.
Demikian juga, pengembangan desain/motif belum begitu besar,
sehingga belum dapat menyediakan pilihan-pilihan yang beragam bagi
masyarakat pecinta batik. Industri Pendukung Terkait sebagai penghasil limbah
tekstil yang cukup besar, Kota Cimahi belum memiliki industri pengolahan
limbah sendiri. Kegiatan pengolahan yang selama ini dilakukan oleh usaha yang
dikembangkan masyarakat masih bersifat tradisional.
Demikian juga, industri pengolah limbah menjadi produk akhir bernilai
tambah tinggi (misal: kapas) juga belum tersedia sehingga sebagain besar produk
limbah harus dikirim ke luar daerah. Tantangan yang harus dijawab oleh pelaku
ekonomi (pemerintah daerah, pengusaha dan masyarakat) untuk menangkap
peluang ini adalah membangun atau menyediakan industri pengolahan limbah di
Kota Cimahi. Dengan juga, terkait industri kerajinan batik, keberadaan industri
desain grafis akan membantu pengembangan batik dan juga diversifikasi produk
batik.
Pengelolaan limbah saat ini masih bersifat sederhana, misalnya dengan
cara dibersihkan dengan menggunakan bahan kimia. Strategi pemasaran
104
perusahaan juga masih bertumpu pada “pengumpul” bagi perusahaan besar, yang
berlaku sebagai monopsony. Dengan demikian keberlangsungan usaha-usaha
pengolah limbah tersebut bergantung dari keberadaan para “pengumpul”. Selain
itu, metode pengolahan limbah tergolong sederhana (dan relatif berbahaya serta
tidak ramah lingkungan). Untuk itu, diperlukan teknologi pengolahan yang lebih
efisien beserta bahan-bahan yang tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Untuk industri kerajinan batik, strategi produksi masih bertumpu pada
keberadaan permintaan. Artinya, produksi hanya dilakukan jika ada permintaan.
Belum terjadi adopsi teknologi untuk melakukan diversifikasi produk, misalnya
dengan memproduksi batik cetak, tapi dengan motif khas Cimahi. Demikian juga,
motif-motif yang dikembangkan selama ini kurang bervariasi. Persaingan di
industri kerjainan batik sendiri tergolong rendah, apalagi sebagian besar pengrajin
berproduksi hanya jika ada permintaan. Pengembangan motif dan desain yang
beragam serta pemanfaatan teknologi dalam produksi akan meningkatkan
kompetisi di level industri yang pada akhirnya akan menghasilkan diversifikasi
produk.
Pemerintah Kota Cimahi dapat mengambil peran sebagai fasilitasi antara
industri pengolah limbah di level rumah tangga dan industri hilirnya (yang
membutuhkan bahan-bahan olahan limbah tekstil). Perlu insentif bagi munculnya
usaha pengolahan limbah modern yang dapat mengkonversi limbah menjadi
produk bernilai tambah tinggi. Hal ini pada akhirnya akan mengalihkan pasar bagi
industri rumah tangga saat ini dan memberikan nilai tambah yang besar pada
perekonomian Kota Cimahi secara keseluruhan, khusunya dari sisi penyerapan
tenaga kerja lokal. Di samping itu, kerjasama pemerintah melalui RDKC dengan
105
dunia usaha, misalnya batik, dapat dilakukan dengan proses desain atau
pengembangan motif dari batik Cimahi.
Ketiga, Klaster Kerajinan (Handycraft). Salah satu yang menjadi
prioritas untuk dikembangkan menjadi klaster di Kota Cimahi adalah klaster
kerajinan (Handycraft). Jenis kerajinan yang dikembangkan di Kota Cimahi antara
lain, yaitu: Kerajinan Kayu: asbak, mainan anak, Kerajinan Kulit: sepatu,
dompet, Kerajinan Logam dan Kaca: hiasan, kaligrafi, gamelan, piala, kompor
biogas, oven LPG, peralatan Rumah Tangga, Anyaman: dari daun pandan, barang
bekas/daur ulang, dan Gerabah/Keramik: asbak, vas bunga
Pengembangan klaster kerajinan membutuhkan input sumber daya alam
sebagai bahan baku pembuatan kerajinan. Misalnya kerajinan yang berbasis pada
bahan baku alam, seperti anyaman pandan, vas bunga, dompet kulit. Kota Cimahi
merupakan sebuah kota yang mempunyai keterbatasan lahan dan sumber daya
alam. Dengan demikian bahan baku yang dibutuhkan untuk pengolahan atau
pembuatan kerajinan (handicraft) harus didatangkan dari daerah lainnya.
Nilai ekspor kerajinan tangan atau handicraft pada tahun 2011
diperkirakan bakal mencapai USS 660-720 juta. Angka tersebut menunjukkan
adanya pertumbuhan volume ekspor sekitar 10-20 persen. Pada tahun 2010 nilai
ekspor handicraft hanya sebanyak USS 600 juta. Negara tujuan ekspor terbesar
kerajinan tangan Indonesia adalah Amerika Serikat. Sementara untuk negara-
negara di Asia, diantaranya Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei.
Industri pendukung maupun industri terkait di Kota Cimahi dapat
dikatakan sangat mendukung. Hal ini terdapat banyak perusahaan-perusahaan
(industri) besar dan sedang di sektor pengolahan. Selain itu, lembaga keuangan
106
cukup membantu dalam hal menyuplay modal untuk menjalankan usaha
kerajinan. Jumlah bank yang terdapat di Kota Cimahi dari tahun 2009 sampai
2009 mengalami perkembangan kenaikan yang cukup nyata. Pada Tahun 2013
jumlah bank umum sebanyak 25 unit, BPR 11 unit dan lembaga keuangan lainnya
sebanyak 84 unit.
Strategi pesaing, seperti yang dilakukan di Kota Bandung adalah
menyediakan tempat khusus untuk pelancong yang menginginkan cidera mata dari
seluruh hasil kerajinan penduduk Jawa Barat. Di Kota Bandung terdapat gedung
Jabar Craft Center yang menyediakan produk-produk kerajinan. Terdapat lebih
dari 150 jenis barang kerajinan dari seluruh Jawa Barat. Produk yang dipajang
seperti wayang, angklung, patung bebek, asbak dari batu alam, bola, jaket,
boneka, border, batik tulis, anyaman mendong, kerajinan tempurung kelapa serta
tanduk, golok hias, tas, gerabah atau keramik, vas, topeng, kaligrafi, lukisan kaca,
mainan edukatif, jam dinding, dan lampu gentur.
Selain itu, terdapat pula miniatur pesawat terbang, perahu, dan alat
musik. Pengrajin yang bisa menitipkan produk-produk kerajinan untuk
dipamerkan dan tidak dipungut biaya. Lokasi bangunan pun strategis, karena
berada di jalan utama Kota Bandung. Gedung yang dibuka empat tahun lalu itu
terdiri dari tiga lantai. Dua lantai diantaranya untuk memajang produk.
Selain Bandung, pusat kerajinan seperti anyaman pandan terdapat di
Tasikmalaya. Tasikmalaya mempunyai strategi fokus dalam menjalankan strategi
pengembangan kerajinan anyaman pandan (kerajinan rajapolah). Berbagai jenis
produk kerajinan rajapolah diproduksi di Tasikmalaya, seperti tas, topi, sandal,
dan kerajinan rajapola lainnya.
107
Pemerintah Kota Cimahi dapat mengambil peran sebagai fasilitasi antara
industri kerajinan di level rumah tangga. Hal ini pada akhirnya akan mengalihkan
pasar bagi industri rumah tangga saat ini dan memberikan nilai tambah yang besar
pada perekonomian Kota Cimahi secara keseluruhan, khususnya dari sisi
penyerapan tenaga kerja lokal. Di samping itu, kerjasama pemerintah melalui
RDKC dengan pengrajin handicraft dapat dilakukan dengan proses desain atau
pengembangan handicraft.
Keempat, Klaster Baru: Industri Telematika. Klaster ini turut diangkat
sebagai alternatif pilihan kluster dengan pertimbangan bahwa saat ini Kota
Cimahi tengah mendukung dikembangkannya industri telematika dalam bentuk
klaster sebagai bentuk pengembangan ekonomi lokal Kota Cimahi. Beberapa jenis
industri telematika yang bisa dikembangkan antara lain, yaitu: Konten: Film dan
Animasi, Layanan Aplikasi Telematika: e-government, e-learning (e-
development), Layanan Akses: Internet Data Center (IDC), Sistem Integrasi,
Instalasi dan Pemeliharaan Perangkat Telematika, Manufaktur Perangkat
Telematika: Pabrik HP, Komponen Perangkat Telematika: Pabrik Pencetak
Cassing dan Material Komponen Perangkat Telematika
Pengembangan klaster telematika sangat membutuhkan dukungan
sumber daya manusia yang memadahi. Dukungan kesiapan akan sumber daya
manusia paling tidak dapat dilihat dari profil pembangunan sumber daya manusia
di bidang pendidikan. Angka melek huruf (AMH) Kota Cimahi mencapai 99,64.
Rata-rata lama sekolah (RLS) mencapai 10,42 tahun, artinya penduduk rata-rata
sudah memasuki pendidikan SLTA/SMK.
108
Selain itu, kemajuan pembangunan manusia secara umum dapat
ditunjukkan dengan melihat perkembangan indeks pembangunan manusia (IPM)
yang mencerminkan capaian kemajuan di bidang pendidikan, kesehatan dan
ekonomi. Nilai IPM kota Cimahi dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013
menunjukan adanya peningkatan sebesar 0,75 point dari 74,42 menjadi 75,17.
Reduksi shortfall 2010-2012 sebesar 1,50. Angka ini relatif kurang jika
dibandingkan dengan reduksi shortfall IPM tahun 2010 tehadap IPM 2009 yang
mencapai 4,02, dimana upaya akselerasi IPM tahun tersebut cukup besar.
Permintaan akan produk-produk telekomunikasi terus meningkat dari
tahun ke tahun. Informasi saat ini sudah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi.
Hal ini bisa ditunjukkan dengan permintaan konsumen menjadi pelanggan telepon
di Indonesia. Selama tahun 1908-2013 perkembangan pelanggan telepon terus
meningkat. Rata-rata pertumbuhan sebesar 13,31 persen per tahun.
Industri Pendukung Terkait di Kota Cimahi dapat dikatakan sangat
mendukung. Hal ini terdapat banyak perusahaan-perusahaan (industri) besar dan
sedang di sektor pengolahan. Selain itu, lembaga keuangan cukup membantu
dalam hal menyuplay modal untuk menjalankan usaha. Jumlah bank yang terdapat
di Kota Cimahi dari tahun 2010 sampai 2013 mengalami perkembangan kenaikan
yang cukup nyata.
Strategi Perusahaan dan Persaingan pada industri telekomunikasi
bersaing secara ketat dan dinamis. Industri konten dan aplikasi multimedia
interaktif, misalnya, dipandang sebagai industri masa depan yang diharapkan
memanfaatkan infrastruktur akses multimedia yang telah tergelar skalanya belum
signifikan dan masih pada tahap awal dari perkembangannya.
109
Meski begitu, ada hal yang menarik dari industri infokom, yaitu bahwa
nilai dari industri ini bergeser dari nilai komunikasi menuju ke nilai informasi.
Nilai komunikasi akan terus turun dan segera menjadi komoditi, sementara nilai
informasi terus meningkat sejalan dengan munculnya berbagai manfaat aplikasi
nyata yang mendukung aktivitas di berbagai sektor. Aplikasi infokom akan terus
bergerak kepada jenis inovasi yang mengaitkan sistem dengan jaringan (network
centric application).
Pemerintah Kota Cimahi dapat mengambil peran sebagai fasilitasi dalam
bermitra dengan perusahaan-perusahaan telematika. Hal ini pada akhirnya akan
mengalihkan pasar bagi industri rumah tangga saat ini dan memberikan nilai
tambah yang besar pada perekonomian Kota Cimahi secara keseluruhan,
khusunya dari sisi penyerapan tenaga kerja lokal dan alih teknologi.
Lebih lanjut, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 12
Tahun 2012 Tentang Pemberdayaan Dan Pengembangan Koperasi, Usaha
Mikro, Kecil, Dan Menengah Di Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi
melaksanakan fasilitasi pengembangan UMKM yang meliputi : fasilitasi
produksi dan pengolahan, pemasaran, sumberdaya manusia dan desain dan
teknologi. Hal tersebut diuraikan sebagai berikut :
Pertama, produksi dan pengolahan. Pengembangan dalam bidang
produksi dan pengolahan dilakukan dengan cara meningkatkan teknik produksi
dan pengolahan serta kemampuan manajemen UMKM, memberikan kemudahan
dalam pengadaan sarana dan prasarana, produksi dan pengolahan, bahan baku,
bahan penolong, dan kemasan bagi produk UMKM, mendorong penerapan
110
standardisasi dalam proses produksi dan pengolahan dan meningkatkan
kemampuan rancang bangun dan perekayasaan bagi Usaha Menengah.
Kedua, pemasaran. Pengembangan koperasi dan UMKM dalam bidang
pemasaran dilakukan dengan cara melakukan penelitian dan pengkajian
pemasaran, menyebarluaskan informasi pasar, melakukan kemampuan
manajemen dan teknik pemasaran, menyediakan sarana pemasaran yang meliputi
penyelenggaraan uji coba pasar, lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang
dan promosi UMKM, memberikan dukungan promosi produk, jaringan
pemasaran, dan distribusi dan menyediakan tenaga konsultan profesional dalam
bidang pemasaran.
Ketiga, sumberdaya manusia. Pengembangan sumberdaya manusia
sebagai pengelola UMKM dilakukan dengan cara memasyarakatkan dan
membudidayakan kewirausahaan, meningkatkan keterampilan teknis dan
manajerial dan membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan
pelatihan, penyuluhan, motivasi dan kreativitas bisnis, serta penciptaan wirausaha
baru.
Keempat, desain dan teknologi. Pengembangan desain dan teknologi
UMKM, dilakukan dengan cara meningkatkan kemampuan di bidang desain dan
teknologi serta pengendalian mutu, meningkatkan kerjasama dan alih teknologi,
meningkatkan kemampuan UMKM di bidang penelitian untuk mengembangkan
desain dan teknologi baru, memberikan insentif kepada UMKM yang
mengembangkan teknologi dan melestarikan lingkungan hidup dan mendorong
UMKM untuk memperoleh sertifikat Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).
111
Selanjutnya dalam hal perlindungan usaha, Pemerintah Kota Cimahi
dan dunia usaha memberikan perlindungan usaha dalam rangka pemberdayaan
dan pengembangan UMKM. Perlindungan usaha yang dimaksud dilakukan
dengan mengikutsertakan elemen masyarakat dan memperhatikan unsur
persaingan usaha yang sehat melalui instrumen kebijakan yang diatur oleh
Walikota. Sementara itu, jaringan usaha dan kemitraan UMKM dapat
membentuk jaringan usaha baik secara vertikal maupun horizontal, meliputi
bidang-bidang yang disepakati oleh para pihak dan tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan
serta dapat dilakukan dalam bentuk perluasan usaha mandiri atau kemitraan.
UMKM yang telah mendapat fasilitas permodalan dan sarana dari
Pemerintah Kota Cimahi untuk perluasan jaringan dalam bentuk usaha mandiri,
dapat melakukan pengalihan jaringan usaha kepada pihak lain dengan berdasarkan
persetujuan Walikota Cimahi. Kemitraan dalam rangka keterkaitan usaha oleh
UMKM, dilaksanakan melalui pola yang sesuai dengan sifat dan tujuan usaha
yang dimitrakan, dengan berpedoman pada peraturan yang dilaksanakan dengan
pola inti plasma, subkontrak, perdagangan umum, waralaba, distribusi dan
keagenan dan bentuk kemitraan lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian, strategi pemberdayaan UMKM yang
mengacu kepada peraturan tersebut, belum sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh
Pemerintah Kota Cimahi. Hal ini berdasarkan informasi dari seluruh pemangku
kepentingan yang terkait dengan UMKM. Secara rasional, jangka waktu yang
diperlukan dalam pelaksanaan peraturan yang menjadi dasar pengambilan
kebijakan Pemerintah Kota Cimahi dalam memberdayakan UMKM belum cukup
112
memberikan ruang pelaksanaannya, karena belum satu tahun anggaran sejak
penetapan kebijakan. Namun berdasarkan hasil penelitian, yang sudah dilakukan
oleh Pemerintah Kota Cimahi adalah pendataan UMKM, pelatihan-pelatihan dan
identifikasi kebutuhan UMKM yang sampai saat ini masih terus berjalan.
Percepatan pembangunan yang diarahkan dalam rangka pemberdayaan
UMKM di Kota Cimahi oleh Pemerintah Kota Cimahi, dapat disimpulkan oleh
peneliti masih lambat, namun beberapa hal yang pasti sudah menjadi bukti
keseriusan dari Pemerintah Kota Cimahi untuk mengembangkan dan
mengedepankan UMKM sebagai roda penggerak ekonomi Kota Cimahi.
Keterlibatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat
dalam memberikan bantuan dan pengembangan UMKM di Kota Cimahi masih
diperlukan, karena keterbatasan anggaran dan keterbatasan personil yang mampu
membina UMKM. Namun, terobosan dan pendekatan yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Cimahi dalam menjalin kerjasama dengan Pemerintah vertikal
tersebut sudah dapat dikatakan berjalan, hanya saja monitoring dan evaluasi dari
hasil kerjasama tersebut belum tesosialisasi kepada masyarakat.
113
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Pemberdayaan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang
dilaksanakan Pemerintah Kota Cimahi masih memerlukan dukungan
penyediaan anggaran APBD untuk workshop pengelolaan website
pemasaran, pemberian sertifikasi halal , proses pengemasan produk dan
pendampingan Rumah Desain dan Kemasan Cimahi (RDKC). Namun,
semua pelaku UMKM yang berada di masyarakat belum mampu didata
secara optimal oleh Pemerintah Kota Cimahi.
5.1.2. Faktor-faktor yang menghambat program pemberdayaan usaha mikro
kecil dan menengah (UMKM) di Kota Cimahi yaitu : faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal ini terkait dengan kurangnya permodalan
dan terbatasnya akses pembiayaan, kondisi sumber daya manusia (SDM),
lemahnya jaringan usaha dan penetrasi pasar, mentalitas pengusahanya dan
kurangnya transparansi. Faktor eksternal terkait dengan iklim usaha yang
kurang kondusif, terbatasnya sarana dan prasarana usaha, pungutan liar,
implikasi kondisi sumber daya manusia (SDM), lemahnya jaringan usaha
dan penetrasi pasar, mentalitas pengusahanya dan kurangnya transparansi.
5.1.3. Strategi pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di
Kota Cimahi baru dalam tahap identifikasi potensi, analisis kebutuhan,
dan rencana kerja bersama. Dalam pelaksanaannya masih memerlukan
proses sosialisasi yang komprehensif serta monitoring dan evaluasi. Selain
114
itu, UMKM Kota Cimahi yang telah mendapat fasilitas permodalan dan
sarana dari Pemerintah Kota Cimahi masih memerlukan perluasan jaringan
dalam bentuk usaha mandiri dalam mengembangkan klaster ekonomi yang
difokuskan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL).
5.2. Saran
5.2.1. Pemerintah Kota Cimahi seyogyana meningkatkan penyediaan anggaran
untuk program pemberdayaan UMKM dan menambah personil pendataan
agar mampu mengidentifikasi data semua pelaku UMKM yang berada di
masyarakat.
5.2.2. Untuk mengatasi hambatan program pemberdayaan usaha mikro kecil
dan menengah (UMKM) di Kota Cimahi adalah meningkatkan
permodalan dan aksesnya terhadap perbankan yang difasilitasi Pemerintah
Kota Cimahi, peningkatan sumber daya manusia melalui pelatihan usaha
mandiri, memperkuat jaringan usaha dan memperkuat mentalitas
pengusahanya serta memperbaiki sarana dan prasarana usaha maupun
perijinan.
5.2.3. Sosialisasi PEL yang komprehensif dan pelaksanaan monitoring dan
evaluasi lebih difokuskan dalam pengembangan UMKM yang mengarah
kepada perluasan jaringan usaha mandiri.
115
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. 2000. Pokoknya Kualitatif, Dasar-Dasar Merancang dan
Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta : Pustaka Jaya
B.Miles, Mathew dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Terjemahan Tjejep Rohendi Rohidi. Jakarta : Universitas Indonesia.
Caroline, Bryan and White, Louise G. 1996. Manajemen Pembangunan untuk
negara berkembang. Terjemahan Rusyianto.L.Simatupang. Jakarta
:LP3ES
Korten, David.C. 1984. Strategic Organization for People Centered Development.
Publik Administration Review.
-------------------, dan Rudi Klauss.1994. People Centered Development :
Contribution Toward Theory and Planning Framwork. West Hartford :
Kumarian press
Kristiadi. 1997. Dimensi Praktis Manajemen Pembangunan di Indonesia .
Jakarta : STIA-LAN Press.
Mclean, Bywatter. 2001. Development Transformation Method. Terjemahan
Mulyanto. Jakarta :Atantya.
Moleong, Lexy.J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosdakarya.
Ndraha, Talidzuhu. 1990. Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat
Tinggal Landas. Jakarta : Rineka Cipta.
Osborne, David and Ted Gaebler. 1993. Reinventing Government: How the
entrepreneurial Spirit is Transforming the public sector. New York :
Plume.
Prijono dan A.M.W. Pranarka. 1996. Pemberdayaan Konsep Kebijakan dan
Implementasinya. Jakarta : CSIS
Sedarmayanti.2000. Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi. Bandung :
Mandar Maju.
-----------------. 2003. Good Governance, Upaya Membangun Organisasi Efektif
dan Efisien melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan. Bandung :
Mandar Maju.
116
Supriatna ,Tjahya. 1997. Birokrasi, Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan.
Bandung : Humaniora Utama Press.
Suradinata, Ermaya. 1998. Manajemen Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
Bandung: Ramadhan.
Nasution, S. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito.
Ndraha, Talidzuhu. 1990. Pembangunan Masyarakat. Mempersiapkan
Masyarakat Tinggal Landas Jakarta : Rineka Cipta.
Tjokroamidjojo,Bintoro.1995. Pengantar Adnistrasi Pembangunan. Jakarta
:LP3ES
Warren, Bennis, and Michel Mische. 1995. Organisasi Abad 21, Reinventing
Government melalui Reingenering. Jakarta : LPPM
Dokumen :
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan
Menengah.
Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pemberdayaan
Dan Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Di
Kota Cimahi Profil Pemerintah Kota Cimahi Tahun 2009, BPS Kota Cimahi
Kajian :
Integrasi Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Dalam Strategi
Perencanaan Ekonomi Nasional. Pusat Kajian Kebijakan dan Hukum
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia.
Kajian Identifikasi dan Pengembangan Klaster Ekonomi untuk Pengembangan
Ekonomi Lokal di Kota Cimahi ” Tahun 2012. USDRP.