138914372 Anestesi Pada Mata
-
Upload
irwan-muhaimin -
Category
Documents
-
view
10 -
download
3
description
Transcript of 138914372 Anestesi Pada Mata
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Eviserasi
- Defenisi: Pengankatan isi bola mata dengan meninggalkan bagian dinding bola mata,
sclera, otot-otot ekstra okuli dan saraf optiki.
- Indikasi
Indikasi dari pembedahan eviserasi adalah keadaan kebutaan pada mata dengan infeksi
berat atau kondisi mata yang sangat nyeri. Tumor intraocular dan phitisis merupakan
kontraindikasi dalam meaksanakan pebedahan eviserasi. Eviserasi memiliki keuntungan
dibandingkan enukleasi yaitu pembedahan dapat dilaksanakan dengan komplikasi yang
lebih sedikit, anastesi dapat dilakukan dengan anastesi local berupa blok retrobulbar dan
proses pebedahan dilakukan dalam waktu yang lebih singkat.ii
- Prosedur Pembedahaniii
I. Pebedahan dilakukan menggunakan anastesi local dengan blok retrobulbi. Jika
jaringan mengalami imflamasi maka anastesi ditambahkan atau diberikan anastesi
sistemik seperti Pethidine 100 mg i.m. Pada kasus endophtalmitis anastesi sistemik
lebih baik digunakan.
II. Spekulum dimasukkan pada lipatan kelopak mata.
III. Dengan menggunakan skapel, insisi dimulai pada bagian limbus, kemudian
kornea dieksisi menggunakan gunting.
IV. Isi bola mata dilepaskan menggunakan sharp currete atau spoon. Pendahan sering
terjadi sehingga sangat penting untuk memastikan semua bagian hitam koroid
dilepaskan menggunakan bare white sclera. Jika terdapat jaringan koroid, maka
terdapat factor resiko yang memungkinkan terjadinya sympatetik ophtalmologis
dikemudian hari. Bersihkan cavum sklera menggunakan swab basah phenol 5%
untuk membantu mengurangi rasa nyeri pasca operasi.
V. Sklera dibuka melalui drainase, cara ini digunakan untuk eviserasi pada
endhoptalmitis, namun pada eviserasi yang diindikasikan penyakit lain
penggunaan catgut untuk menutup sklera dan jaringan konjungtiva disekitarnya.
Salep antibiotik digunakan sebelum dilakukan bebat tekan pada mata yang dilakukan
pembedahan.
B. ANASTESI PADA MATA
Pembedahan mata merupakan tindakan yang unik dan menantang bagi ahli
anestesi, termasuk regulasi tekanan intraokuler, pencegahan reflex okulercardiac dan
penanganan akibatnya, mengontrol perluasan gas intraokuler dan dibutuhkan untuk
mengerjakan kemungkinan efek sistemik obat-obat mata. Pengetahuan tentang mekanisme
dan penanganan masalah tersebut dapat mempengaruhi hasil pembedahan . bagian ini juga
mempertimbangkan teknik khusus dari anestesi umum dan regional dalam bedah mata.
Tekanan dinamis intraokuler
Fisiologi tekanan intraokuler
Mata dapat dianggap sebagai bola hampa dengan dinding yang kaku. Jika isi dari
bola mata meningkat, tekanan intraokuler ( normal 12 – 20 mmHg) akan naik. Sebagai
contoh, glaukoma disebabkan oleh sumbatan aliran humor aquos. Begitu juga tekanan
intraokuler akan naik jika volume darah dalam bola mata meningkat. Naiknya tekanan
vena akan meningkatkan tekanan intraokuler oleh penurunan aliran aquos dan peningkatan
volume darah koroid. Perubahan yang ekstrim dari tekanan darah arteri dan ventilasi
dapat meningkatkan tekanan intraokuler (tabel 38-1). Pemberian anestesi merubah
parameter ini dan dapat menpengaruhi tekanan intraokuler seperti laryngoscopy, intubasi,
sumbatan jalan napas, batuk, posisi trendelenburg)
Hal lain, peningkatan ukuran bola mata yang tidak proporsional mengubah volume
isinya akan meningkatkan tekanan intraokuler. Penekanan pada mata dari sungkup yang
sempit, posisi prone yang tidak baik, atau perdarahan retrobulber merupakan tanda
peningkatan tekanan.
Tekanan intraokuler membantu mempertahankan bentuk dan oleh karena itu
membangun optik dari mata. Variasi temporer tekanan biasanya dapat ditoleransi dengan
baik oleh mata normal. Dalam kenyataanya kebutaan menaikkan tekanan intraokuler
sebanyak 5 mmHg dan juling 26 mmHg. Episode transien peningkatan tekanan intraokuler
pada pasien dengan tekanan arteri optalmikus yang rendah. ( hipotensi, arteriosklerotik
arteri retina), bagaimanapun dapat membahayakan perfusi retina yang menyebabkan
iskemia retina.
Pada saat bola mata dibuka selama prosedur pembedahan (tabel 38-2) atau setelah
trauma tembus, tekanan intraokuler dapat mendekati tekanan atmosfer. Beberapa faktor
yang secara normal meningkatkan tekanan intraokuler akan menurun bila terjadi
pengaliran aqous atau ektruksi vitreus yang menembus luka. Komplikasi lama yang serius
menimbulkan kelainan visus yang permanen.
Efek obat –obat anestesi pada tekanan intraokuler
umumnya obat –obat anestesi lain yang rendah tidak berefek pada tekanan
intraokuler (tabel 38-3). Anestesi inhalasi menurunkan tekanan intraokuler yang
proporsional sesuai dalamnya anestesi. Penyebab penurunannya multipel antara lain ;
penurunan tekanan darah mengurangi volume koroidal, relaksasi otot-otot ekstraokuler
menurunkan tekanan dinding bola mata, kontriksi pupil memudahkan aliran aquos.
Anestesi intravena juga dapat menurunkan tekanan intraokuler. Mungkin pengecualian
adalah ketamin, yang dapat menaikkan tekanan darah arteri dan tidak menyebabkan
relaksasi otot ekstraokuler.
Tabel 38-1 variabel efek jantung dan pernapasan pada tekanan intraokuler
variabel efek pada TIO
tekanan vena sentral
meningkat
menurun
tekanan darah arteri
meningkat
menurun
PaCO2
meningkat (hipoventilasi)
menurun (hiperventilasi)
PaO2
Meningkat O
menurun
= menurun (ringan, sedang, petanda)
= meningat (ringan, sedang, petanda)
= tidak ada efek
Tabel 38-2 prosedur pembedahan mata terbuka
Ekstraksi katarak
Perbaikan laserasi kornea
Transplantasi kornea (penetrasi keraoplasty)
Iridektomi perifer
Pengeluaran benda asing
Perbaikan ruptur bola mata
pemasangan lensa intraokuler sekunder
Trabekulektomi (dan presedur penyaring lain)
Vitrektomi (anterior dan posterior)
Perbaikan luka yang bocor
Pemberian obat antikolinergik topikal menyebabkan dilatasi pupil (midriasis), yang
dapat menyebabkan glaukoma sudut tertutup. Dosis premedikasi atropin sistemik yang
dianjurkan tidak berhubungan dengan hipertensi intraokuler, karena bagaimanapun hal ini
akan terjadi pada pasien-pasien dengan glaukoma. Besarnya empat struktur amonium
glikopirolat dapat memperbesar batas keamanan dan mencegah penularan ke dalam sistem
saraf pusat.
Suksinilkolin meningkatkan tekanan intraokuler sebanyak 5 – 10 mmHg selama 5 –
10 menit setelah pemberiannya, menembus terutama ke dalam otot – otot ekstraokuler dan
menyebabkan kontraktur. Tidak seperti otot skelet lainnya, otot ekstraokuler terdiri dari
sel – sel dengan multipel neuromuskuler junction. Setelah pemulihan depolarisasi sel –sel
ini oleh suksinilkolin menyebabkan kontraktur yang berkepanjangan. Hasilnya terjadi
peningkatan tekanan intraokuler yang mempunyai beberapa efek. Hal ini akan
menyebabkan pengukuran palsu terhadap tekanan intraokuler selama pemeriksaan dalam
pengaruh anestesi pada pasien – pasien glaukoma, peningkatan ini tidak penting dalam
pembedahan, oleh karena itu kenaikan tekanan intraokuler dapat menyebabkan ekstruksi
okuler akibat bedah terbuka atau trauma yang tembus. Efek akhir kontraktur yang
berkepanjangan dari otot –otot ekstraokuler adalah tes forced duction abnormal selama 20
menit. Manuver ini menilai penyebab ketidakseimbangan otot ekstraokuler dan pengaruh
tipe pembedahan strabismus. Kongesti vena – vena koroid juga dapat menaikkan tekanan
intraokuler. Obat pelumpuh otot nondepolarisasi tidak menaikkan tekanan intraokuler.
Tabel 38-3 efek agent – agent anestesi pada tekanan intraokuler
Obat efek pada TIO
Anestesi inhalasi
Agent volatile
Nitrous oxide
Anestesi intravena
Barbiturat
Benzodiazepin
Ketamin ?
Narkotika
Pelumpuh otot
Depolarisasi (suksinilkholin)
nondepolarisasi 0/
= menurun (ringan, moderat)
= meningkat (ringan, sedang)
/O = tidakberubah atau menurun ringan
? = masih dipertentangkan
REFLEKS OKULOKARDIAK
Tarikan pada otot ektraokuler atau penekanan pada bola mata dapat menimbulkan
disritmia jantung berupa bradikardia dan ventrikular ectopik sampai sinus arrest atau
fibrilasi ventrikuler. Refleks ini terdiri dari afferen trigeminus (V1) dan jalur efferen
vagal. Refleks okulokardiak paling sering pada pasien pediatrik yang menjaliani
pembedahan strabismus. Biarpun demikian hal ini dapat terjadi dalam semua kelompok
umur dan beberapa prosedur , termasuk ekstraksi katarak, enukleasi, dan perbaikan retinal
terlepas.
Pemberian antikolinergik sering membantu mencegah reflek okulokardiak. Atropin
intravena atau glikopirolat merupakan prioritas segera pada pembedahan dan lebih efektif
dibandingakn dengan premedikasi intramuskuler. Hal ini telah diketahui bahwa pemberian
antikolinergik dapat merugikan pada pasien – pasien yang tua, yang sering mempunyai
penyakit arteri koronaria. Blok retrobulbar atau anestesi inhalasi yang dalam juga dapat
dinilai, tetapi prosedur ini mempunyai resiko baginya. Blok retrobulbar kenyataanya dapat
menimbulkan refleks okulokardiak. Kebutuhan profilaksis secara rutin masih merupakan
kontroversi
Penanganan refleks okulokardiak terdiri dari prosedur berikut : (1) segera laporkan
ke ahli bedah dan menghentikan secara temporer stimulasi pembedahan sampai nadi
meningkat; (2) konfirmasi adekuatnya ventilasi , oksigen dan kedalaman anestesi; (3)
memberikan atropin intravena (10 ug/kg) jika terdapat gangguan konduksi yang persisten;
dan; (4) dalam episode yang tidak bisa ditangani, lakukan infiltrasi pada otot rektus dengan
anestesi lokal. Refleks ini dapat lelah sendiri ( memusnahkan dirinya sendiri) dengan
pulihnya traksi dari otot –otot ekstraokuler.
EKPANSI GAS INTRAOKULER
Gelembung gas dapat terjadi setelah injeksi oleh ahli mata didalam chamber
posterior selama pembedahan vitreus. Injeksi udara intravireal akan meyebabkan retina
terlepas dan dibolehkan koreksi penyembuhan secara anatomis. gelembung gas dapat
diserap dalam 5 hari dengan perlahan – lahan menebus jaringan sekitarnya dan masuk
kedalam aliran darah. Jika pasien diberikan nitrous oksida, gelembung akan meingkat
ukurannya. Hal ini karena nitrous oksida 35 kali lebih larut dari nitrogen dalam darah.
Kemudian nitrous oksida akan berdifusi ke dalam gelembung gas lebih cepat dibanding
nitrogen ( komponen utama udara) diserap oleh aliran darah. Jika gelembung berekspansi
setelah mata ditutup, maka tekanan intraokuler akan meningkat.
Sulfur hexaflouride (SF6) merupakan gas lemban, dimana gas tersebut kurang
larut dalam darah dibanding nitrogen, dan lebih kurang larut dibanding nitrous oxide.
Durasi lama kerjanya ( lebih dari 10 hari ) sebanding dengan gelembung udara yang dapat
memberikan keuntungan kepada ahli mata. Ukuran gelembung tersebut menjadi ganda
dalam waktu 24 jam setelah diinjeksi karena nitrogen dari udara yang dihirup memasuki
gelembung lebih cepat dari difusi sulfur hexafouride ke dalam aliran darah. Walaupun
demikian, kecuali volume tertinggi dari sulfur hexoflouride alami ditolak, gelembung yang
lambat tidak biasa meningkat pada tekanan intraokuler. Jika pasien menghirup nitroxide,
maka ukuran gelembung akan meningkat dengan cepat dan dapat menyebabkan hipertensi
intraokuler. Konsentrasi nitroxide 70% dapat berganda 3x dalam ukurannya sebesar 1 ml
gelembung dan dapat membuat tekanan lebih meningkat dalam mata tertutup dalam waktu
30 menit. Penggunaan nitroxide yang tidak berkelanjutan dapat menyebabkan reabsorpsi
dari gelembung, dimana telah menjadi sebuah campuran nitroxide dan sulfur hexaflouride.
Konsekuensi dari tekanan intraokuler yang terjadi dapat mengendap tidak mempengaruhi
retinal yang lain.
Komplikasi-komplikasi ini terlibat pada intraokuler dari gelembung gas dapat
dihindarkan dengan pemberian secara tidak lanjut nitroxide + 15 menit sebelum injeksi
udara atau sulfurhexaflouride. Kenyataannya, jumlah waktu untuk menghilangkan
nitroxide dari darah tergantung pada beberapa faktor , termasuk kecepatan udara dan
ventilasi pembuluh darah kapiler yang cukup. Keadaan dalam anestesi harus seimbang
dengan menggantikan agen-agen anestesi yang lain. Nitroxide seharusnya dihindari sampai
gelembung tersebut menyerap ( 5 hari setelah diudara dan 10 hari setelah injeksi
hexaflouride sulfur ).
Efek Sistemik dari Opthalmic Drugs
Secara topical tambahan tetes mata yang dapat diserap oleh pembuluh darah
conjunctival sac dan saluran nasolacrimal mucosa. Satu tetesan ( topical 1/20 ml ) dari
phenylephrine ( 0,05 – 0,1 mg ) digunakan untuk merawat pasien dewasa dengan penyakit
hipertensi. Tambahan obat topical dapat diserap pada level intermedial diantara penyerapan
intravena dan subcutan injeksi ( dosis toksik subkutan dari phenylephrine adalah 10 mg ).
Anak-anak dan orang dewasa umumnya beresiko pada efek toksik dari pengobatan
tambahan obat topikal dan seharusnya hanya 2,5 % phenylephrine. Secara kebetulan,
pasien-pasien tersebut adalah pasien yang cocok (tepat) in but operasi mata.
Echotniophate merupakan kolinesterase penghambat yang irreversibel untuk
perawatan glukoma. Topical persyaratan menyebabkan absorpsi sistemik dan
berkurangnya aktivitas kolinesterase dalam plasma. Oleh karena itu, succinylcolin
dimetabolisme oleh enzim yaitu echothiophate dengan durasi kerja succinylcolin jangka
panjang. Paralisis biasanya tidak muncul selama 20 atau 30 menit penghambatan utas
kolinesterase berjalan selama 3-7 minggu setelah pemakaian echothiophate yang tidak
berkelanjutan. Muskutanic efek samping ---- seperti bradikardi selama pemberian ----
dapat dicegah dengan obat antikolinergik intravena ( contoh atropin, glikopirrolate ).
Epinephrin, tetes mata dapat menyebabkan hipertensi, takikardi dan disritmia
ventrikuler; disrithmogenic efek disebabkan oleh halotan. Intalasi epinefrin secara
langsung ke dalam chamber ant mata ; dimana belum dihubungkan dengan toxiciti
cardiovaskuler. Timolol, sebuah -adrenergik antagonis non selektif, dapat mengurangi
tekanan intraokuler dengan meningkatkan produksi humour aqous. Timolol tetes mata
telah dibungkan dengan resistensi atropin bradikardi, hipotensi dan bronchospasme selama
anestesi umum.
ANESTESI UMUM UNTUK PEMBEDAHAN OPHTALMICA
Pilihan antara anestesi lokal dan anestesi umum harus dilakukan bersama dengan pasien,
ahli anestesi dan pembedahan. Beberapa pasien bahkan menolak untuk mendiskusikan
anestesi lokal. Hal ini kadang menunjukkan rasa takut selama prosedur pembedahan atau
pengumpulan kemabali nyeri selama prior tehnik regional. Meskipun tidak ditemui
konklusif epidensi bahwa 1 bentuk dari anestesi lebih aman dari yang lain, anestesi lokal
tampaknya lebih menegangkan. Anestesi umum diindikasikan pada pasien yang tidak
kooperatif, bahkan sejak perpindahan bagian kecil dapat memperlihatkan kelainan selama
pembedahan mikro. Pada pasien lainnya anestesi lokal dikontraindikasikan untuk alasan
pembedahan. Pada banyak hal, keputusan defenitif harus dibuat. Anestesi lokal-umum ---
tehnik dari sedasi dalam dengan pertanyaan pada kontrol jalan udara ---- harus dihindari
karena ini dapat mengacu pada serangan kombinasi dari anestesi umum dan anestesi lokal.
PREMEDIKASI
Pasien dibawah keadaan pembedahan mata dapat ---, khususnya jika mereka dihadapkan
pada multi prosedur dan terdapat kemungkinan buta permanen. Pasien anan-anak kadang
diasosiasikan dengan gangguan kongenital ( sindrom rubella, sindrom goldenhar`s, dan
sindrom down’s ). Pada pasien yang dewasa biasanya pada usia yang lebih tua, dengan
penyakit sistemik miriad ( hipertensi, DM, penyakit a. koronaria ). Seluruh faktor-faktor ini
harus dipertimbangkan untuk premedikasi.
INDUKSI
Pilihan tehnik induksi pada pembedahan mata biasanya bergantung pada pasien dengan
masalah medik lainnya daripada pasien dengan penyakit mata atau jenis pembedahan
kontemplasi. Satu penolakan adalah pasien dengan ruptur globe. Kunci untuk melakukan
anestesi pada pasien dengan cedera mata yang terbuka adalah dikontrol tekanan intraokular
dengan induksi lemah. Secara spesifik, batuk selama intubasi harus dihindari dengan
mengetahui tingkat tinggi dari anestesi dan penemuan paralisis. Tekanan intraokuler
merespon terhadap laringoskopi dan intubasi endotrakeal yang dapat dijadikan prior
pelaksanaan pemberian lidokain intra vena (1,5 mg/kg ) atau fentanyl ( 3-5 ug/kg ).
Relaksasi otot yang non depolarisasi biasanya menegakkan succinylcolin karena dengan
abdomen yang tensi dan kebutuhan akan tehnik induksi lanjutan.
MONITOR DAN MAINTENANCE
Operasi mata mengharuskan untuk menjauhkan posisi anestesiologist jauh dari
jalan napas pasien, membuat denyut oximetry mandatory untuk semua prosedur
ophthalmologic. Monitor lanjutan untuk circuit pernapasan yang tidak disengaja juga
sangat penting. Kemungkinan dari kekakuan atau penghambatan dari saluran endotrakheal
dapat dikurangi dengan menggunakan kekuatan dari saluran endotrakheal buatan.
Kemungkinan dari disritmia disebabkan oleh oculocardia refleks yang meningkat, dimana
sangat penting dalam memeriksa elektrokardiogram secara teratur. Secara kontras dalam
operasi anak-anak ( pediatric ), temperatur tubuh bayi sering kali meningkat selama operasi
ophthalmic dikarenakan kepala sampai jari kaki ( diapig ) dan permukaan tubuh yang tidak
signifikan. Analisa end--- tidal CO2 membantu untuk membedakan hal ini dari malignant
hyperthermis.
Rasa sakit dan stress akan timbul pada operasi mata, dimana hal tersebut kurang
diperhatikan selama prosedur mayor intra abdominal. Level tertinggi dari anestesi dapat
terpuaskan jika konsekuensi gerakan pasien tidak terlalu ( catas) (trophic). Kekurangan
stimulasi cardiovaskuler yang dipengaruhi oleh kebanyakan prosedur mata yang
berbanding dengan keadaan anestesi yang adekuat dapat menghasilkan hipotensi pada
orang-orang yang berusia lanjut. Masalah tersebut biasanya dicegah dengan memasukkan
hidration intravenous
EKSTUBASI DAN KEDARURATAN
Meskipun pengadaan material modern dan tehknik pendekatan mempelajari resiko dari
…………………….., kedaruratan kecil dari anastesis umum masih memungkinkan. Batuk
dari endoktrakhea dapat ditangani dengan mengekstubasi pasien selama tingkat tinggi
secara moderat dari anastesi, seperi akhir dari pengadaan prosedur pembedahan, relaksasi
otot dilakukan dan respirasi spontan diadakan. Agent-agent anastetik dapat diteruskan
i American Academy of Ophthalmology: Orbit, eyelid and Lacrimal System, Section7 ,
2011-2012. page 119-120
ii Ocuplastic and Reconstructive Surgery. 2008. Mosby Elsevier.
iii Community Eye Health Journal. Eviceration, Enucleation and Exenteration. Chapter 10 page
selama pembukaan jalan udara. Nitrit oksida tidak diteruskan, dan lidokain intravena (1,5
mg/kg )dapat diberikan untuk menekan refleks batuk secara teratur. Prosedur ekstubasi 1-2
menit setelah pemberian lidokain dan selama respirasi spontan dari 100% oksigen.
Pengadaan kontrol jalan udara adalah perlu sampai batuk dan refleks ………………..
kembali., tehknik ini tidak sesuai untuk pasien yang beresiko tinggi terhadap aspirasi.
Beberapa nyeri post-operative biasanya diikuti dengan pembedahan mata. Pri\
osedur dari skeleral, enukleasi, dan perbaikan ruptur merupakan yang paling nyeri
menandainya hipertensi intraokular, absrasi kornea atau komplikasi bedah lainnya.
ANASTESI REGIONAL UNTUK PEMBEDAHAN OPTALMIKUS.
Anastesi regional pada pembedahan mata biasanya terdiri dari blok retrobubar,
blok saraf wajah , dan sedasi intervena . Tidak infatif daripada anestesi umum dengan
intubasi endotrakeal, anestesi lokal tidak tanpak kemungkinan komplikasi , untuk
tambahan, blok tidak menjamin askinesia adekuat atau anelgesia untuk mata aatau pasien
mungkin tidak bisa baring dengan sempurna selama waktu pembedahan. Untuk alasan
inilah, peralatan dan kebutuhan peronal untuk perawatan pada komplikasi anastesi lokal
dan untuk mengurangi anastesi umum harus segera dipersiapkan . Pada suatu waktu jangka
(waktu) local-standy by digambarkan oleh ahli anastesi pada kasus –kasus. Waktu ini
sekarang telah dipindahkan oleh monitored anasthesia care, sejak ahli anastesia harus
memonitor pasien secara berkesinambungan selam pembedahan dan tidak hanya bersiaga.
BLOKADE RETROBULBAR
Dalam tekhnik ini, anastesi lokal diinjeksi dibelakang mata didalam bentuk cone
oleh otot ekstraokular. Jarum tipe 25 ditusukkan bagian yang lebih rendah pada junction
dari pertengahan dan lateral (1/3 ) orbita pasien diintruksikan agar supranasal seperti pada
jarum yang ditusuknya 3,5 cm dibagian apex otot conus. Setelah aspirasi untuk preclude
injeksi intravaskuler, 2-5 ml dari anastesi lokal injeksikan dan jarum dipindahkan. Pilihan
anastesi lokal bervariasi, tapi lidokain dan bupivacain yang paling banyak dipakai.
Hyluronidase, hidrolisasi dari jaru konektif polisakarida, secara teratur ditambahkan untuk
memperbaiki letak retrobulbar dari anastesi lokal. Bloker retrobulbar yang sukses
dihubungkan dengan anastesi akinesi, dan abolish dari reflex okulocefalik
Komplikasi injeksi rerobulbar padaanestesi lokal adalah perdaraahan rretrobulbar,
perforasi bola mata, atrofi saraf optik, convulsi frank, refleks okulokardiak dan kegagalan
pernapasan. Komplikasi berat bila injeksi anestesi lokal masuk ke dalam a. optalmikus
menyebabkan retrograde menuju ke otak dan menyebabkan stantaneous seizure. Sindrom
apneu post retrobulber dapat disebabkan injeksi anestsi lokal masuk ke dalam serabut saraf
optik, sampai kedalam cairan serebrospinal. Konsentrasi anestesi lokal yang tinggi dalam
sistem saraf pusat, apprehension dan tidak sadara. Apneu yang terjadi 20 menit dan pulih
dalam 1 jam , terapi supportif dengan ventilasi tekanan positif untuk mencegah hipoksia,
bradikarddia dan henti jantung. Ventilasi yang adekuat harus tetep dimonitor pada pasien
yang diberi anestesi retrobulbar.
Injeksio retrobulbar biasanya tidak diberikan pada passien dengan perdarahan
( karena resiko perdarahan retrobulbar), miopia yang ekstrim (peningkatan panjang bola
mata beresiko untuk perforasi), atau trauma mata terbuka ( tekanan dari injeksi cairan mata
menyebabkan ektrusi intraokuler dari luka)
BLOK SARAF WAJAH
Blok saraf wajah melindungi jatuhnya kelopak mata selama pembedahan dan
alllow (memudahkan) penempatan spekulum. Ada beberapa teknik blok nervus fasial :
van lint, Atkinson, dan O’Brien (gbr382). Komlikasi utama blok ini adalah perdarahan
subkutaneus. Prosedur lain, teknik Nadbath, blok nervus fasial keluar foramen
stylomastoideus di bawah canalis auditorius eksterna, ditutup pada bagian proksimal
nervus vagus dan glossopharingeal. Blok ini tidak direkomendasikan karena dapat
menyebabkan kelumpuhan pita suara, spasme laring, disfagia dan penekanan pernapasan.
SEDASI INTRAVENA
Beberapa teknik sedasi intravena dapat dibunakan pada pembedahan mata.
Sebagian obat-obatan yang digunakan kurang penting dibandingkan dosisnya. Sedasi yang
dalam harus dihindari karena dapat meningkatkan resiko apnu dan kelainan gerakan
pasien selama pembedahan. Pada keadaan yang lain blok nervus fasialis dan retrobulbar
dapat menyebabkan kelainan. Sebagai kompromi beberapa ahli anestesi membolehkan
dosis kecil barbiturat aksi pendek (methohexital 10 – 20 mg atau thiopental 25 – 75 mg)
untuk menghasilkan ketidaksadaran selama blok regional. Alternatif lain bolus kecil
alfentanil (375 – 500 ug) allow brief (memungkinkan) mengatur intensitas analgesia. Ahli
anestesi lain percaya bahwa resiko henti napas dan aspirasi tidak dapat diterima, batas
dosisnya yang dapat menghasilkan relaksasi minimal dan amnesia. Midazolam (1 – 3 mg)
dengan atau tanpa fentanyl (12,5 – 25 ug) adalah regimen yang umum. Dosis yang
dianjurakan bervariasi antara pasien – pasien dan harus diatur penurunannya sedikit demi
sedikit. Pengenalan dan pengadaan teknik, ventilasi dan oksigenasi harus terus dimonitor
( dengan oximetry), dan peralatan ventilasi untuk menghasilkan tekanan positif harus
tersedia.
DISKUSI KASUS ; PENDEKATAN PADA PASIEN DENGAN MATA TERBUKA
DAN PERUT PENUH
Seorang anak 12 tahun datang UGD setelah matanya terkena peluru senjata angin.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh ahli mata ditemukan luka pada intraokuler. Anak ini
direncakan untuk memperbaiki kedaruratan ruptur bola mata.
Apa yang harus diperhatikan pada evaluasi preoperatif pasien ini ?
Pada anamnesa dan pemeriksaan fisis, satu yang harus diketahui seakurat
mungkin adalah saat intake oral sebelum atau sesudah trauma. Pasien harus
dipertimbangkan pada perut penuh jika trauma terjadi 8 jam setelah makan terakhir, jika
terjadi pada pasien yang tidak makan beberapa jam setelah trauma : lambung yang lambat
kosong oleh karena nyeri dan cemas setelah trauma.
Apa tanda penting perut penuh pada pasien dengan trauma bola mata terbuka ?
Penanaganan pasien yang mengalami trauma tembus pada mata merupakan
tantangan bagi ahli anestesi karena dibutuhkan perencanaan anestesi yang tepat dengan 2
hal yang obyektif. Hal yang pertama adalah pencegahan kerusakan mata oleh karena
peningkatan tekanan intraokuler. Hal penting yang kedua adalah pencegahan aspirasi paru
– paru pada pasien dengan peryt penuh..
Banyak kemungkinan strategi yang digunakan untuk menanggulangi masalah
langsung dengan yang lainnya, bagaimanapun (tabel 38-5 dan 38-6), sebagai contoh saat
anestesi regional (blok retrobulbar)mengurangi resiko pneumonia aspirasi, namun
merupakan kontra indikasi relatif pada pasien dengan trauma tembus mata karena injeksi
anestesi lokal dibelakang mata meningkatkan tekanan intraokuler dan memacu ekspulsi isi
bola mata. Karena itulah pasien ini diberikan anestesi umum – di samping peningkatan
resiko pneumonia aspirasi.
Tabel 38-5 strategi pencegahan peningkatan tekanan intraokuler.
hindari tekanan langsung pada bola mata
patch mata dengan fox shield
injeksi tidak pada retrobulber atau periretrobulber
teknik face mask secara hati-hati
hindari peningkatan tekanan vena sentral
mencegah batuk selama induksi dan intubasi
pemberian anestesi yang dalam dan obat relaksasi pada laryngoscopy *
hindari posisi jatuhnya kepala
ekstubasi saat tertidur dalam *
hindari agen - agen farmakologi yang meningkatkan tekanan intraokuler
succinylcholine
ketamine (?)
* strategi ini tidak direkomendasikan untuk pasien dengan perut penuh
Apa persiapan preoperasi yang harus dipertimbangkan pada pasien ini ?
Tujuan dari persiapan preoperasi adalah meminimalkan resiko pneumonia aspirasi
dengan penurunan volume lambung dan keasaman. Aspirasi pada pasien dengan trauma
mata dicegah dengan pemberian agent farmakologi dan teknik anestesi. Evakuasi isi
lambung dengan nasogastrik tube dapat menyebabkan batuk, bersin dan respon lain yang
dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara dramatis.
Tabel 38-6 strategi untuk mencegah pneumonia aspirasi
anestesi regional dengan sedasi minimal
premedikasi
metoclopramide
antagonis histamin H2
antasida
evakuasi isi lambung
nasogastic tube *
induksi cepat
penekanan krikoid
agen induksi cepat
succynylcholin atau rocuronium
hindari ventilasi dengan tekanan positif
intubasi sesegera mungkin
ekstubasi saat bangun
* strategi ini tidak dianjurkan pasien dengan trauma tembus pada mata
Metoclopramide meningkatkan kekuatan spingter esofageal distal, mempercepat
pengosongan lambung, mengurangi volume cairan lambung dan berefek sebagai anti
emetik. Ini diberikan secara intravena (10 –20 mg) sesegera mungkin dan diulang setiap 2
– 4 jam sampai pembedahan.
Ranitidine (50 mg IV), Cimetidine (300 mg IV), Famotidine ( 20 mgIV) adalah
antagonis reseptor H2 histamin yang menghambat sekresi asam lambung. Karena tidak
mempengaruhi pada pH sekresi lambung maka obat –obat ini dianjurkan, obat ini
mempunyai keterbatasan pada kedaruratan bedah.
Tidak seperti antagonis reseptor H2, antasida mempunyai efek langsung. Meskipun
demikian antasida dapat meningkatkan volume dalam lambung. Antasida kerja lama
(seperti natrium sitrat, kalium sitrat dan asam sitrat) efektifitasnya akan hilang dalam 30 –
60 menit dan harus diberikan segera diberikan obat induksi (15 – 30 ml peroral)
Agen – agen induksi mana yang dianjurkan pada pasien trauma tembus mata ?
Agen induksi yang ideal pada pasien dengan perut penuh adalah mempercepat
onset dan meminimalkan resiko regurgitasi . ketamin, thiopental, profopol dan etomidate
secara alami mempunyai onset aksi yang cepat(ie, one- arm-to-brain waktu
sirkulasi).
Selain itu agen induksi yang ideal tidak akan meningkatkan resiko ekpulsi okuler
oleh naiknya tekanan intraokuler (kenyataannya, kebanyakan agen – agen induksi
intravena menurunkan tekanan intraokuler). Pengamatan efek ketamin pada tekanan
intraokuler hasilnya masih dipermasalahkan, ketamin tidak dianjurkan pada trauma
tembus pada mata karena meningkatkan angka kejadian bleparospasme dan nistagmus.
Walaupun etomidate dapat diberikan pada beberapa pasien dengan penyakit
jantung, hal ini berhubungan dengan insiden mioklonus dari 10% sampai 60%. Episode
mioklonus yang berat dapat menyebabkan retinal detachment yang komplet dan prolaps
vitreus pada pasien dengan trauma bola mata terbuka dan keterbatasan pemulihan
kardiovaskuler.
Profopol dan thiopental mempunyai onset aksi yang cepat dan menurunkan
tekanan intraokuler : bagaimanapun, tidak ada yang dapat mencegah respon hipersensitf
pada laringoskopy dan intubasi. Tidak pencegahan penigkatan tekanan intraokuler yang
disebabkan oleh laryngoscopy dan intubasi. Pengobatan utama dengan fentanyl (3 – 5
ug/kg) alfentanyl (20 ug/kg) esmolol (0,5 – 1 mg/kg), atau lidokain (1,5 mg/kg) attenuates
respon ini dengan variasi derajat kesuksesan.
Bagaimana pilihan pelumpuh otot dibedakan pada pasien ini dari pasien – pasien
lain pada resiko untuk aspirasi
Pilihan pelumpuh otot pada pasien-pasien dengan trauma tembus pada mata masih
merupakan kontroversi lebih dari tiga dekade. Succynylcholin tetap meningkatkan tekanan
intraokuler. Walaupun ada perbedaan penelitian, kemungkinan paling aman yang
menaikkan tekanan adalah tidak tetap dan dapat dicegah oleh preterapi dengan agen
nondepolarisasi seft-taming doses succynylcholin , lidokain, atau diazepam. Penemuan
kontradiksi oleh beberapa peneliti dengan menggunakan regimen yang berbeda adalah
mungkin berbeda dalam dosis dan waktu pemberian obat-obat preterapi.
Beberapa ahli anestesi beralasan bahwa peningkatan tekanan intraokuler relatif
kecil dan tersebunyi yang disebabkan oleh succynylcholin adalah tidak signifikan bila
dihubungkan dengan perubahan yang disebabkan oleh larygoscopy dan intubasi. Mereka
mengklaim bahwa peningkatan sedikit tekanan intraokuler dibayar oleh dua keuntungan
dari succynylcholin ; onset aksi yang cepat dapat menurunkan resiko aspirasi dan profound
relaksasi otot yang menurunkan chance dari respon valsava selama intubasi, lebih dari itu
pemberian succynylcholin umumnya mengacu pada penilaian laporan kasus dokumen pada
trauma mata yang telah menggunakan succynylcholin.
Pelumpuh otot nondepolarisasi tidak meningkatkan tekanan intraokuler. Sampai
penemuan rocuronium, walaupun agen nondepolarisasi tidak cukup cepat onset aksinya.
Rocuronium (0,9 – 1,2 mg/kg) telah diperdebatkan karena onset aksi cepat, berefek
jelek(lack) pada tekanan intraokuler, dan durasi aksi yang cepat. Regardless pilihan
pelumpuh otot, intubasi harus dilakukan sampai pada tingkat paralisis adalah achieved
yang akan mencegah batuk pada endotrcheal tube.
Bagaimana variasi strategi induksi pada pasien pediatri tanpa jalur intravena ?
Anak-anak histeris dengan trauma tembus pada mata dan perut terisi memberikan
tantangan anestesi yang tidak ada penyelesaiannya secara sempurna. Sekali lagi dilema
dalam menghindari peningkatan tekanan intraokuler belum dapat meminimalkan resiko
aspirasi. Sebagai contoh teriakan dan tangisan dapat meningkatkan tekanan intraokuler
yang menakutkan. Mencoba pemberian sedasi pada anak dengan suppositoria rektal dan
injeksi intramuskuler, walaupun sering meningaktkan status agitasi dan meperburuk
trauma mata. Begitupun tanpa sedasi preoperatif dapat juga meningkatkan resiko aspirasi
oleh karena refleks penutupan aliran. Hal ini sering harus dilakukan dengan jalur intavena
akibat induksi yangcepat. Strategi yang ideal yang dianjurkan sedasi yang cukup untuk
menghilangkan nyeri dengan jalur intravena sebelum sampai pada level kesadaran yang
adekuat untuk melindungi refleks aliran. Kini penyelesaiannya dicapai dengan obat –obat
baru dan sinstem yang inovatif seperti opiod dengan rasa permen dapat digunakan sebagai
alternatif. Sementara itu srategi yang aman dilakukan sedapat mungkin untuk menghindari
aspirasi yang memperbanyak biaya dan kerusakan mata.
Apakah ada pertimbangan khusus selama ekstubasi dan keadaan darurat
Pasien yang berisiko terjadi aspirasi selama intubasi juga resiko selama ekstubasi
dan keadaan darurat. Oleh karena itu ektubasi harus lebih lambat sampai pasien bangun
dan refleks jalan napas utuh (seperti menelan spontan dan batuk dengan endotracheal tube.
Ektubasi yang dalam beresiko mual dan aspirasi. Dianjurkan pemberian antiemetik
intraoperatif dan pengisapan nasogastric tube dapat menurunkan insiden muntah selama
keadaan darurat, tetapi mereka tidak menjamin pengosongan lambung.