121922277-Struma (2).pdf

27
1 カイルパン タラ STRUMA A. Definisi Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Biasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal. Pembesaran ini dapat memiliki fungsi kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien tyroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid yang tidak normal. Pembesaran kelenjar tiroid sangat bervariasi dari tidak terlihat sampai besar sekali dan mengadakan penekanan pada trakea, membuat dilatasi sistem vena serta pembentukan vena kolateral. Pada struma gondok endemik, Perez membagi menjadi: Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan Derajat I : teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan Derajat II : mudah terlihat pada posisi kepala normal Derajat III : terlihat pada jarak jauh. Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi: Derajat 0a : tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal. Derajat 0b : jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala ditegakkan. B. Epidemiologi Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumnya kurang sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat struma endemik adalah di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes, Himalaya di mana iodinasi profilaksis tidak menjangkau masyarakat. Di Indonesia banyak terdapat di daerah Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi.34

Transcript of 121922277-Struma (2).pdf

1

カイルパン タラ

STRUMA

A. Definisi

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh

karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa

gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.

Biasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran

normal. Pembesaran ini dapat memiliki fungsi kelenjar yang normal (eutirodisme),

pasien tyroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipetiroidisme).

Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah depan (pada

tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid yang tidak normal.

Pembesaran kelenjar tiroid sangat bervariasi dari tidak terlihat sampai

besar sekali dan mengadakan penekanan pada trakea, membuat dilatasi sistem

vena serta pembentukan vena kolateral. Pada struma gondok endemik, Perez

membagi menjadi:

• Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan

• Derajat I : teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan

• Derajat II : mudah terlihat pada posisi kepala normal

• Derajat III : terlihat pada jarak jauh.

Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:

• Derajat 0a : tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal.

• Derajat 0b : jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila

kepala ditegakkan.

B. Epidemiologi

Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumnya

kurang sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat

struma endemik adalah di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes,

Himalaya di mana iodinasi profilaksis tidak menjangkau masyarakat. Di Indonesia

banyak terdapat di daerah Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi.34

2

カイルパン タラ

Berdasarkan penelitian Mafauzy yang dilakukan di Kelantan Malaysia

pada tahun 1993 dari 31 daerah yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu wilayah

pesisir, pedalamam serta diantara pantai dan pedalaman. Sebanyak 2.450 orang

dengan usia >15 tahun ditemukan PR GAKY 23 % di wilayah pesisir dengan

kelompok usia terbanyak pada usia 36-45 tahun (33,9 %) , 35,9 % di wilayah

pedalaman pada usia 15-25 tahun (39,6 %) dan 44,9 % diantara pedalaman dan

pesisir pantai pada usia 26-35 tahun (54,3 %).39

Berdasarakan penelitian Juan di Spanyol pada tahun 2004 terhadap 634

orang yang berusia 55-91 tahun diperiksa ditemukan 325 orang (51,3 %)

mengalami goiter multinodular non toxic, 151 orang (23,8 %) goiter multinodular

toxic, 27 orang (4,3%) Graves disease, dan 8 orang (1,3 %) simple goiter.

C. Embriologi

Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan

bagian tengah farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan

pertama disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan

kedua pada foramen ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I. Pada

minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch

melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus. Kelenjar tiroid akan mencapai

kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus thyroglossus akan menghilang.

Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan vertebra cervicalis 5, 6, dan 7.

Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan

di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang

lain. Duktus tiroglosus akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan

tertentu masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tiroid yang

letaknya abnormal, seperti persisten duktud tyroglossus, tiroid servikal, tiroid

lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tiroid substernal.

Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tiroid, merupakan asal sel-sel

parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin. Kelenjar tiroid janin

secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin.

3

カイルパン タラ

D. Anatomi dan Histologi

Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan

fascia prevertebralis. Didalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus,

pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakhea sambil

melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar

paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid.

Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan dan sangat

vascular. Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah laring setinggi vertebra

cervicalis 5 sampai vertebra thorakalis 1. Kelenjar ini terselubungi lapisan

pretracheal dari fascia cervicalis dan terdiri atas 2 lobus, lobus dextra dan sinistra,

yang dihubungkan oleh isthmus. Beratnya kira2 25 gr tetapi bervariasi pada tiap

individu. Kelenjar tiroid sedikit lebih berat pada wanita terutama saat menstruasi

dan hamil. Lobus kelenjar tiroid seperti kerucut. Ujung apikalnya menyimpang ke

lateral ke garis oblique pada lamina cartilago thyroidea dan basisnya setinggi

cartilago trachea 4-5. Setiap lobus berukutan 5x3x2 cm. Isthmus menghubungkan

bagian bawah kedua lobus, walaupun terkadang pada beberapa orang tidak ada.

Panjang dan lebarnya kira2 1,25 cm dan biasanya anterior dari cartilgo trachea

walaupun terkadang lebih tinggi atau rendah karena kedudukan dan ukurannya

berubah. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea

sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar

kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu

bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak.

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari a.tiroidea superior (cabang dari

a.karotis eksterna) dan a.tiroidea inferior (cabang a.subklavia). Setiap folikel

limfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem

venanya berasal dari pleksus perifolikular.

Nodus limfatikus tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus

trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan

ke nl.pretrakhealis dan nl.paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke

nl.brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini

penting untuk menduga penyebaran keganasan.

4

カイルパン タラ

Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis

terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500

µm. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak

menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran

basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk

lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan

pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin

(BM 650.000).

E. Fisiologi

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu Tiroksin (T4).

Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal

dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh

kelenjar tiroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan

baku hormon tiroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik

dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tyroglobulin

sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang

terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid

kelenjar tiroid.

Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap

didalam kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya

menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada globulin,

globulin pengikat tiroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin

pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA).

Proses pembentukan hormon tiroid :

(1) Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini

dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah;

(2) Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein besar

yang nantinya akan mensekresi hormon tiroid;

(3) Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh

enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase.

5

カイルパン タラ

(4) Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium (I) akan

menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat

terjadi karena afinitas iodium terhadap oksigen (O) pada cincin benzena

lebih besar daripada hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim iodinase agar

lebih cepat.

(5) Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah teriodinasi

(jika teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan monoiodotirosin dan jika dua

unsur I menjadi diiodotirosin).

(6) Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika

monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi

triiodotironin. Jika dua diiodotirosin bergabung akan menjadi

tetraiodotironin atau yang lebih sering disebut tiroksin. Hormon tiroid

tidak larut dalam air jadi untuk diedarkan dalam darah harus dibungkus

oleh senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga sering

disebut protein pengikat plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan

hormon tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama keluar dari

protein ini. Sedangkan triiodotironin lebih mudah dilepas karena

ikatannya lebih lemah.

Metabolisme T3 dan T4 :

Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian

T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi

T3. Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan

hati, ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3

(reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur

metabolisme pada tingkat seluler.

Pengaturan faal tiroid :

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :

1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis

mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar

tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi

6

カイルパン タラ

2. TSH (thyroid stimulating hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam

sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-

reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon

meningkat

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).

Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis.

Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada

tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis

terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

Efek metabolisme Hormon Tiroid:

1. Kalorigenik

2. Termoregulasi

3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,

tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik

4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal

meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot

menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.

5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses

degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih

cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah.

Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan

fosfolipid meningkat.

6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan

hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.

7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati,

tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi

diare, gangguan faal hati, anemia defisiensi besi dan hipotiroidisme.

7

カイルパン タラ

F. Klasifikasi Struma

a. Simple goiter (endemic / sporadic )

Diffuse hyperplastic goitre

Nodular goiter

b. Toxic goiter

Diffuse (Graves’ disease)

Toxic multinodular goiter

Toxic solitary nodule

c. Neoplastic goiter

Benign

Maligna

d. Thyroiditis

Subacute (granulomatous) –

de Quervain’s

Autoimmune (Hassimoto’s)

Riedel’s

Acute suppurative

e. Miscellaneus

Chronia bacterial infection

(e.g. TB or syphilis)

Actinomycosis

Amyloidosis

Dyshormonogenesis

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan). Menurut American

Society for Study of Goiter membagi :

a. Struma Non Toxic Diffusa

b. Struma Non Toxic Nodusa

c. Stuma Toxic Diffusa

d. Struma Toxic Nodusa

8

カイルパン タラ

Istilah toksik dan non toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi

fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah

nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.

1. Struma non toxic nodusa

Definisi : Pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa

gejala-gejala hipertiroid.

Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah

kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan

struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma

non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada

difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d.

Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25

mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.

2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada

preexisting penyakit tiroid autoimun

3. Goitrogen :

Obat: Propylthiouracil, litium, phenylbutazone,

aminoglutethimide, expectorants yang mengandung

yodium

Agen lingkungan: Phenolic dan phthalate ester

derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu

dan batubara.

Makanan, sayur-mayur jenis Brassica (misalnya,

kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian

millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.

4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic

hormon kelejar tiroid

5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama

masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan

maligna

9

カイルパン タラ

2. Struma Non Toxic Diffusa

Etiologi :

1. Defisiensi Iodium

2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum

thyroiditis

3. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti

lithium, dengan penurunan pelepasan hormon tiroid.

4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis,

resistensi hipofisis terhadap hormo tiroid, gonadotropin,

dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin

5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan

dalam biosynthesis hormon tiroid.

6. Terpapar radiasi

7. Penyakit deposisi

8. Resistensi hormon tiroid

9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)

10. Silent thyroiditis

11. Agen-agen infeksi

12. Suppuratif Akut : bacterial

13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa

parasit

14. Keganasan Tiroid

3. Struma Toxic Nodusa

Etiologi :

1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4

2. Aktivasi reseptor TSH

3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G

4. Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1

(ET-1), insulin like growth factor-1, epidermal growth

factor, dan fibroblast growth factor.

10

カイルパン タラ

4. Struma Toxic Diffusa

Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease,

yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab

pastinya.

Berdasarkan morfologinya :

1. Struma Hyperplastica Diffusa

Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut

ataupun relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya

terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena

kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin

dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply

iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel

kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan

bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau

kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides

atau kelenjar akan menjadi fase istirahat.

2. Struma Colloides Diffusa

Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan

excessive akan tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal,

pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah

terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan

mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan

ukuran kelenjar membesar.

3. Struma Nodular

Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan

sequelae dari struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai

akibat kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan

berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing periode

kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat

daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada

11

カイルパン タラ

daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid

yang hiperinvolusi.

Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat

untuk memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan

sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma

nodular, kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi

sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya

mengalami hiperinvolusi (involusi yang berlebihan/mengecil)

G. Patofisiologi

Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari

darah untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat

hormon tiroid cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan

defisiensi yodium individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon

tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini disebut thyroid

stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini merangsang tiroid

untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh dalam ukuran yang besar.

Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang disebut sebuah

gondok.

Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang

juga dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada

gilirannya dipengaruhi oleh hormon thyrotropin releasing hormon (TRH) dari

hipotalamus. Thyrotropin bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid.

Serum hormon tiroid levothyroxine dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis,

mengatur produksi TSH. Interferensi dengan sumbu ini TRH hormon tiroid TSH

menyebabkan perubahan fungsi dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi dari

reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH reseptor antibodi, atau agonis reseptor

TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat mengakibatkan gondok difus. Ketika

sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel ganas metastasis untuk

tiroid terlibat, suatu nodul tiroid dapat berkembang.

12

カイルパン タラ

Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan

produksi TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity

dan hiperplasia kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon

tiroid. Jika proses ini berkelanjutan, maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab

kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid,

defisiensi yodium, dan goitrogens.

Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH.

Pendorong reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap

hormon tiroid hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor

memproduksi human chorionic gonadotropin.

Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh,

hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi

hormone tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam

plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar-

kadar hormon tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap

kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran

(hipertrofi).

Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid

yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian

posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat

mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara

sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap

gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Penekanan pada

pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.

H. Diagnosis

Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan

keterangan lainnya, yaitu morfologi dan faal struma.

Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran

makroskopis yang diketahui dengan palpasi atau auskultasi :

1. Bentuk kista : Struma kistik

13

カイルパン タラ

Mengenai 1 lobus

Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan

Kadang Multilobaris

Fluktuasi (+)

2. Bentuk Noduler : Struma nodusa

Batas Jelas

Konsistensi kenyal sampai keras

Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma

tiroidea

3. Bentuk diffusa : Struma diffusa

batas tidak jelas

Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek

4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa

Tampak pembuluh darah

Berdenyut

Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa

Kelejar getah bening : Para trakheal dan jugular vein

Dari faalnya struma dibedakan menjadi :

1. Eutiroid

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang

disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal

sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang

meningkat. Goiter atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan

gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan

dapat mengakibatkan kompresi trakea.

2. Hipotiroid

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid

sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari

kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon.

Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami

14

カイルパン タラ

atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi

radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar

dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan,

sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan

lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan,

pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.

3. Hipertiroid

Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam

darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi

hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar.

Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan

meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak

napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada

tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur,

rambut rontok, dan atrofi otot.

Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :

1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid

2. Toksik : Hipertiroid

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang, yaitu sebagai berikut:

Anamnesis

a. Penderita datang dengan keluhan adanya benjolan pada leher depan bagian

tengah

b. Usia dan jenis kelamin: nodul tiroid timbul pd usia < 20 tahun atau > 50

tahun dan jenis kelamin laki-laki resiko malignancy tinggi (20-70%).

c. Riwayat radiasi daerah leher & kepala pada masa anak-anak

malignancy 33-37%

d. Kecepatan tumbuh tumor. Nodul jinak membesar lama (tahunan), nodul

ganas membesar dengan cepat (minggu/bulan)

15

カイルパン タラ

e. Gangguan menelan, sesak nafas, suara serak & nyeri (akibat

penekanan/desakan dan/atau infiltrasi tumor sebagai pertanda telah terjadi

invasi ke jaringan atau organ di sekitarnya)

f. Asal dan tempat tinggal (pegunungan/pantai)

g. Benjolan pada leher, lama, pembesaran

h. Riwayat penyakit serupa pada keluarga

i. Struma toksik :

Kurus, irritable, keringat banyak

Nervous

Palpitasi

Hipertoni simpatikus (kulit basah dingin & tremor)

j. Struma non-toksik :

Gemuk

Malas dan banyak tidur

Gangguan pertumbuhan

Pemeriksaan Fisik :

Status Generalis :

1. Tekanan darah meningkat

2. Nadi meningkat

3. Mata :

Exopthalmus

Stelwag Sign : Jarang berkedip

Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli

waktu melihat ke bawah

Morbus Sign : Sukar konvergensi

Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi

Ressenbach Sign : Temor palpebra jika mata tertutup

4. Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus

5. Jantung : Takikardi

16

カイルパン タラ

Status Lokalis :

Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:

lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus

ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang

jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)

konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras

nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi

mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus

sternokleidomastoidea

pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.

Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan

nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik:

Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada

nodull dan sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat

mengalamii degenerasi kistik dan kemudian menjadi lunak.

Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak,

walaupun nodul yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada

hiperplasia adenomatosa yang sudah berlangsung lama.

Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan,

walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika

ditemukan ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner syndrome)

merupakan tanda infiltrasi atau metastase ke jaringan sekitar.

20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang

yang ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada

keganasan tiroid

Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai

ganas terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang

tiba-tiba membesar progresif.

17

カイルパン タラ

Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar

getah bening regional atau perubahan suara menjadi serak.

Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus

sternokleido mastoidea karena desakan pembesaran nodul (Berry’s

sign).

Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid (Pengukuran T3 (Triodothyroxin)

dan T4 (Tiroksin))

Pemeriksaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan

radioimmuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA)

dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua

penderita penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L

atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal

pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat

membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH

meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.

B. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.

Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum

penderita dengan penyakit tiroid autoimun.

antibodi tiroglobulin

antibodi mikrosomal

antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)

antibodi permukaan sel (cell surface antibody)

thyroid stimulating hormone antibody (TSA)

C. Pemeriksaan Radiologis

A. Foto Rontgen

Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas

adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada

umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher

[posisi AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas

18

カイルパン タラ

sehubungan dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang intuk

konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher.

B. USG

Pemeriksaan USG dapat membedakan antara padat, cair, dan

beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan

pasti ganas atau jinak. USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:

Dapat menentukan jumlah nodul

Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,

Dapat mengukur volume dari nodul tiroid

Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif

yang tidak menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan

sidik tiroid.

Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak

dapat dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu

mengetahui adanya pembesaran tiroid.

Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang

akan dilakukan biopsi terarah

Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.

C. Radioisotop

Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan

memanfaatkan metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan

kinerja tiroid bisa menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun

bentuk lesinya. Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga dilakukan

karena adanya sistem transport pada membran sel tiroid yang

menangkap iodida dan anion lain. Iodida selain mengalami proses

trapping juga ikut dalam proses organifikasi, sedangkan ion

pertechnetate hanya ikut dalam proses trapping. Uji tangkap tiroid ini

berguna untuk menentukan fungsi dan sekaligus membedakan berbagai

penyebab hipertiroidisme dan juga menentukan dosis iodium radioaktif

untuk pengobatan hipertiroidisme. Uji tangkap tiroid tidak selalu

sejalan dengan keadaan klinik dan kadar hormon tiroid. Hasil

19

カイルパン タラ

pemeriksaan dengan radioisotop adalah ukuran, bentuk lokasi, dan

yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini

pasien diberi NaI peroral dan setelah 24 jam secara fotografik

ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.

Nilai normalnya 10-35%. Jika kurang dari 10% disebut menurun

(hipotiroidisme), jika diatas 35% disebut meninggi (hipertiroidisme).

Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :

1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang

dibandingkan sekitarnya.

2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada

sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya.

Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

4. Scintiscan yodium radio aktif dengan teknetium porkeknera, untuk

melihat medulanya.

5. Sidik ultrasound untuk mendeteksi perubahan-perubahan kistik

pada medula tiroid.

Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji tangkap tiroid, yaitu

dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap

radioaktivitas yang lebih tinggi.

D. Pemeriksaan FNAB

Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle aspiration

biopsy FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan sampai

menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.

Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan

secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul (Noer, 1996).

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi

aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya

penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil

negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar,

20

カイルパン タラ

pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah

interpretasi oleh ahli sitologi.

E. Pemeriksaan potong beku

(VC = Vries coupe) pada operasi tiroidektomi diperlukan untuk meyakinkan

bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan atau bukan.

Lesi tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC dilakukan pemeriksaan patologi

anatomis untuk memastikan proses ganas atau jinak serta mengetahui jenis

kelainan histopatologis dari nodul tiroid dengan parafin block.

Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum:

• Sangat mencurigakan

riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare

cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin

nodul padat atau keras

sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar

paralisis pita suara

metastasis jauh

• Kecurigaan sedang

umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun

pria

riwayat iradiasi pada leher dan kepala

nodul >4cm atau sebagian kistik

keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu dan

batuk.

• Nodul jinak

riwayat keluarga: nodul jinak

struma difusa atau multinodosa

besarnya tettap

FNAB: jinak

kista simpleks

nodul hangat atau panas

21

カイルパン タラ

mengecil dengan terapi supresi levotiroksin.

I. Penatalaksanaan

Perawatan akan tergantung pada penyebab gondok. Penyebab gondok

dapat bermacam-macam, antara lain:

A. Defisiensi Yodium

Gondok disebabkan kekurangan yodium dalam makanan maka akan diberikan

suplementasi yodium melalui mulut. Hal ini akan menyebabkan penurunan

ukuran gondok, tapi sering gondok tidak akan benar-benar menyelesaikan.

B. Hashimoto Tiroiditis

Jika gondok disebabkan Hashimoto tiroiditis dan hipotiroid, maka akan

diberikan suplemen hormon tiroid sebagai pil setiap hari. Perawatan ini akan

mengembalikan tingkat hormon tiroid normal, tetapi biasanya tidak membuat

gondok benar-benar hilang. Walaupun gondok juga bisa lebih kecil, kadang-

kadang ada terlalu banyak bekas luka di kelenjar yang memungkinkan untuk

mendapatkan gondok yang jauh lebih kecil. Namun, pengobatan hormon tiroid

biasanya akan mencegah bertambah besar.

C. Hipertiroidisme

Jika gondok karena hipertiroidisme, perawatan akan tergantung pada

penyebab hipertiroidisme. Untuk beberapa penyebab hipertiroidisme,

perawatan dapat menyebabkan hilangnya gondok. Misalnya, pengobatan

penyakit Graves dengan yodium radioaktif biasanya menyebabkan penurunan

atau hilangnya gondok.

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid

yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak

jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

Obat antitiroid

Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini

bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh

karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon

tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang

22

カイルパン タラ

terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid

(tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan

metimasol/karbimasol.

Indikasi :

1. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang

menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang

dan tirotoksikosis.

2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum

pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat

yodium aktif.

3. Persiapan tiroidektomi

4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

5. Pasien dengan krisis tiroid

Pengobatan dengan yodium radioaktif

Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada

kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak

mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi

gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam

kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh

lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukemia, atau

kelainan genetik. Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau

cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan

empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.

Indikasi :

1. Pasien umur 35 tahun atau lebih

2. Hipertiroidisme yang kambuh

3. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

4. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik

Operasi

Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering

dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien

23

カイルパン タラ

hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan

tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang

merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis

parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang

menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon

tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid

yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4

sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.

Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum

pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan

dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan

tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam

jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan

struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.

Indikasi pembedahan :

1. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons

terhadap obat antitiroid.

2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat

antitiroid dosis besar

3. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima

yodium radioaktif

4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik

5. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih

nodul

6. Multinodular

Untuk nodul tunggal tiroid yang bukan oleh karena keganasan dilakukan

tindakan isthmolobektomi, sedangkan multinoduler dilakukan tindakan

subtotal tiroidektomi atau near total tiroidektomi, tetapi para ahli bedah

endokrin menganjurkan total tiroidektomi.

Menurut ahli bedah endokrin, terdapat 2 pilihan operasi yang dianjurkan

pada penderita hipertiroid:

24

カイルパン タラ

Bilateral tiroidektomi atau near total tiroidektomi

Total tiroidektomi

Banyak gondok, seperti gondok multinodular, terkait dengan tingkat

normal hormon tiroid dalam darah. Gondok ini biasanya tidak memerlukan

perawatan khusus setelah dibuat diagnosa yang tepat.

J. Pencegahan

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri

dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk

mencegah terjadinya struma adalah :

a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku

makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium.

b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut

c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium

setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak

untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan

d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini

memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena

dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan

yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan

dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air

minum.

e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di

daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah

semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita

hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis

sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin.

f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3

tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc

dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

25

カイルパン タラ

DAFTAR PUSTAKA

Adwok, J. 2006. Thyroid I: Endemic Goiter. Surgery in Africa Monthly Review.

(dikutip dari: http://www.utoronto.ca/ois/SIA/2006/Endemic_Goiter.htm,

tanggal: 20 Desember 2010)

Boey, JH. 1990. Toxic Nodular Goiter. Dalam: Journal of the Hongkong Medical

Association Vol. 42 No. 3, 1990.

Car-Blanchard, M. 2010. Goiter. iHealth: Orlando & Central Florida Urgent Care.

(dikutip dari: http://www.centracare.org/Home/PatientEducationLibrary/

tabid/14685/ctl/View/mid/33209/ContentPubID/627/dnnprintmodule/true/

Default.aspx?SkinSrc=[G]Skins/_default/No%20Skin&ContainerSrc=[G]

Containers/_default/No%20Container, tanggal: 19 Desember 2010)

Cavalieri, R. 1997. Iodine Metabolism and Thyroid Physiology: Current Concepts.

Dalam: Thyroid Journal Vol. 7 No. 2, 1997. Mary Ann Liebert Inc.

Corenblum, B, Adediji, OS. 2010. Goiter, Diffuse Toxic. eMedicine Specialties

Endocrinology. (dikutip dari: http://www.emedicine.com/med/topic917.

htm, tanggal 19 Desember 2010)

Corvilain, B, Van Sande, J, Dumont, JE, Bourdoux, P, Ermans, AM. 1998.

Autonomy in Endemic Goiter. Dalam: Thyroid Journal Vol. 8 No. 1, 1998.

Mary Ann Liebert Inc.

Davis, AB, Orlander, PR. 2010. Goiter, Toxic Nodular. eMedicine Specialties

Endocrinology. (dikutip dari: http://www.emedicine.com/med/topic920.

htm, tanggal 19 Desember 2010)

De Jong. W, Sjamsuhidajat. R. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC:

Jakarta.

Delange, F. 1994. The Disorders Induced by Iodine Deficiency. Dalam: Thyroid

Journal Vol. 4 No. 1, 1997. Mary Ann Liebert Inc.

Djokomoeljanto, 2001. Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya.

Dalam: Suyono, Slamet (Editor) 2001 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

FKUI. Jakarta

26

カイルパン タラ

Dorion, D, Lemaire, D. 2008. Thyroid Anatomy. eMedicine Specialties

Endocrinology. (dikutip dari: http://www.emedicine.com/med/topic919.

htm, tanggal 19 Desember 2010)

Dowshen, S. 2009. Thyroid Disease. The Nemours Foundation: Teens Health.

(dikutip dari: http://kidshealth.org, tanggal: 20 Desember 2010)

Frilling, A, Liu, C, Weber, F. 2004. Benign Multinodular Goiter. Dalam:

Scandinavian Journal of Surgery 93 : 278-281, 2004.

Guyton, AC, Hall, JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9. Jakarta:

EGC.

Hegedus, L, Bonnema, J, Bennedbæk, FN. 2003. Management of Simple Nodular

Goiter: Current Status and Future Perspective. The Endocrine Society.

(dikutip dari: http://edrv.endojournals.org, tanggal 20 Desember 2010)

Knudsen, N, Laurberg, P, Perrild, H, Bulow, I, Ovesen, L, Jorgensen, T. 2002.

Risk Factor for Goiter and Thyroid Nodules. Dalam: Thyroid Journal Vol.

12 No. 10, 2002. Mary Ann Liebert Inc.

Lee, SL, Ananthakrishnan, S. 2010. Goiter, Non Toxic. eMedicine Specialties

Endocrinology. (dikutip dari: http://www.emedicine.com/med/topic919.

htm, tanggal 19 Desember 2010)

Mulinda, JR, Goiter. 2009. eMedicine Specialties Endocrinology. (dikutip dari:

www.emedicine.com/med/topic916.htm, tanggal 19 Desember 2010)

Pasaribu, ET. 2006. Pembedahan pada Kelenjar Tiroid. Dalam: Majalah

Kedokteran Nusantara Vol. 39 No. 3 September 2006.

Pulford, DS. 1928. The Commoner Types of Goiter - Clinical Pathological

Classification. Dari: California and Western Medicine Vol. XXVIII No. 2.

Rismadi, K. 2010. Struma. Publikasi Universitas Sumatera Utara. (dikutip dari:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20013/4/Chapter%20II.pd

f, tanggal 18 Desember 2010)

27

カイルパン タラ