12 - Bab VI - Solusi PDP Dengan MBH

18
Bab 6 Soludi Persamaan Diferensial Parsial dengan Metode Beda Hingga 6.1. Pendahuluan Persamaan diferensial parsial (PDP) linier orde dua sering diklasifikasikan ke dalam tipe eliptik, hiperbolik serta parabolik. Klasifikasi tersebut dimungkinkan apabila PDP tersebut direduksi melalui transformasi variabel bebas, sehingga berbentuk berikut: (6-1) Koefisien A i mungkin berharga 1, -1 atau 0. u adalah variabel tidak bebas, sedangkan x i adalah variabel bebas. Dalam persamaan (6-1) tidak terdapat variabel turunan campuran seperti x j (i j). Beberapa kemungkinan pada persamaan (6-1): Jika A i 0, bertanda sama, maka PDP bertipe eliptik, Jika A i 0, bertanda sama (kecuali satu), maka PDP bertipe hiperbolik. Jika salah satu A i = 0 (misalnya A k ), sedangkan sisanya 0 dan bertanda sama, dan jika koefisien u/x k 0, maka PDP bertipe parabolik. Seringkali salah satu variabel bebas berupa waktu (t) dan sisanya berupa jarak atau koordinat dalam ruang (x,y,z). (6-2) VI-1

description

materi keempat pertemuan kuliah matakuliah metode numerik dengan judul solusi pdp dengan mbh

Transcript of 12 - Bab VI - Solusi PDP Dengan MBH

Page 1: 12 - Bab VI - Solusi PDP Dengan MBH

Bab 6

Soludi Persamaan Diferensial Parsialdengan Metode Beda Hingga

6.1. Pendahuluan

Persamaan diferensial parsial (PDP) linier orde dua sering diklasifikasikan ke dalam tipe eliptik, hiperbolik serta parabolik. Klasifikasi tersebut dimungkinkan apabila PDP tersebut direduksi melalui transformasi variabel bebas, sehingga berbentuk berikut:

(6-

1)

Koefisien Ai mungkin berharga 1, -1 atau 0. u adalah variabel tidak bebas, sedangkan xi adalah variabel bebas. Dalam persamaan (6-1) tidak terdapat variabel turunan campuran seperti xj (i j). Beberapa kemungkinan pada persamaan (6-1):

Jika Ai 0, bertanda sama, maka PDP bertipe eliptik,

Jika Ai 0, bertanda sama (kecuali satu), maka PDP bertipe hiperbolik.

Jika salah satu Ai = 0 (misalnya Ak), sedangkan sisanya 0 dan bertanda sama, dan jika koefisien u/xk 0, maka PDP bertipe parabolik.

Seringkali salah satu variabel bebas berupa waktu (t) dan sisanya berupa jarak atau koordinat dalam ruang (x,y,z).

(6-

2)

6.2. Pendekatan Turunan dengan Beda Hingga

Variabel u selanjutnya didefinisikan sebagai u = u(x,y). Antara u(x,y) dan u(x+h,y+k) berdasar deret Taylor mempunyai hubungan sebagai berikut:

(6-3)

dimana Rn adalah suku sisa yang dinyatakan dalam bentuk seperti berikut:

VI-1

Page 2: 12 - Bab VI - Solusi PDP Dengan MBH

y

(6-

4)atau

Rn = O[(h+k)n] (6-5)

Titik dalam ruang atau disebut titik grid (i, j) dan titik-titik grid terdekat digambarkan pada gambar 6.1. Pengembangan deret Taylor di sekitar titik ui,j akan menghasilkan:

(6-6)

(6-7)

(i-1, j+1) (i, j+1) (i+1, j+1)

(i –1,j) (i, j) (i+1, j)

(i-1, j -1) (i, j-1) (i+1, j-1)

Gambar 6.1: Pengaturan Titik-titik Grid

Dalam hal ini ux u/x dan uxx 2u/x2. Semua turunan dievaluasi pada titik (i,j). Berdasar cara yang sama diperoleh turunan dengan orde yang lebih tinggi.

(6-8)

(6-9)

(6-10)

(6-11)

Formula (6-8), (6-9) dan (6-10) masing-masing disebut dengan forward, backward, dan central difference. Demikian juga berlaku untuk u/y dan 2u/y2. Selanjutnya bentuk berikut ini juga dimungkinkan untuk dibuat.

VI-2

x

Page 3: 12 - Bab VI - Solusi PDP Dengan MBH

Kondisi awal u (x,0) = f(x)0

10

(6-12)

Untuk grid bujur sangkar (x = y), pendekatan 9 titik berikut ini dapat digunakan untuk persamaan Laplace dua dimensi, yaitu uxx + uyy = 0 sebagai berikut:

(6-13)

Sering operator central-difference ditulis dengan x dan didefinisikan sebagai berikut:

(6-14)

Bentuk kuadrat diekspresikan dengan:

(6-15)

6.3. Contoh Persamaan Diferensial Parsial

Berikut adalah contoh PDP parabolik untuk fenomena perambatan panas. Distribusi panas satu dimensi dalam arah x sebagai fungsi waktu t, yaitu u(x,t) untuk t > 0.

Gambar 6.2: Pengaturan Titik-titik Grid

Distribusi panas 1-D diberikan tanpa satuan (dimensionless) dapat didiskripsikan dengan menggunakan PDP parabolik beserta kondisi awal dan kondisi batasnya seperti diilustrasikan dalam gambar 6.2 sebagai berikut:

VI-3

Solusi u(x,t)

Kondisi batasu(0,t) = g0(t)

Persamaan DP

t

T

x

Kondisi batasu(1,t) = g1(t)

Page 4: 12 - Bab VI - Solusi PDP Dengan MBH

t

xMxix0

tn

tN

t

t

x

(6-16)

(6-17)

f(x) adalah kondisi awal, sedangkan g0(t) dan g1(t) adalah kondisi batas.

6.4. Persamaan Beda Hingga Eksplisit

Untuk mendekati solusi persamaan (6-16) dengan kondisi awal dan kondisi batasnya, dibuat jaringan grid dalam interval 0 x 1, 0 t T, seperti berikut

Gambar 6.3: Grid Metode Beda Hingga (MBH)

Spasi grid adalah x = 1/M, t = T/N, M dan N masing-masing adalah jumlah grid dalam arah x dan t. Persamaan (6-16) mengacu pada persamaan (6-8) dan (6-11) dapat didekati dengan persamaan beda hingga (PBH) berikut ini:

(6-18)

jika didefinisikan

(6-19)

maka persamaan (6-18) dapat dimodifikasi menjadi

i,n+1 = i - 1,n + (1-2)i,n + i + 1,n (6-20)

VI-4

Kondisi awali,0 = f (xi)

Hasil pendekatani ,n

Kondisi batas0,n = g0(tn)

Kondisi batasM,n = g1(tn)

Page 5: 12 - Bab VI - Solusi PDP Dengan MBH

xi+1 xixi -1

Jika semua nilai i,n diketahui pada langkah waktu (time step) tn, persamaan (6-20) dapat digunakan untuk menghitung i,n + 1 secara langsung (eksplisit) pada langkah waktu tn+i untuk interval 1 i M-1. Kondisi batas pada i = 0, i = M adalah:

0,n+1 = g0 (tn+1),

M,n+1 = g1 (tn+1) (6-21)

Kondisi awal diberikan pada t = 0 dengan harga berikut:

i,0 = f (xi) (6-22)

Gambar 6.4: Bentuk Grid Beda Hingga Eksplisit

Contoh persamaan perambatan panas satu dimensi:

Perambatan panas 1-D diekspresikan dalam persamaan (6-16) dan (6-17) dengan kondisi f(x) = 0 dan g0(t) = g1(t) = 100. Grid beda hingga ditentukan x = 0.2 dan t = 0.01, sehingga = ¼, maka persamaan (6-20) mempunyai bentuk sebagai berikut:

(6-23)

Hasil perhitungan t,n diberikan dalam tabel berikut:

Tabel 6.1: Perhitungan t,n dengan Metode Beda Hingga (MBH) Eksplisit(Sumber: Carnahan et al, 1969)

Variabel Waktu (n)

Variabel Ruang (i)0 1 2 3 4 5

0 0 0 0 0 0 01 100 0 0 0 0 1002 100 25 0 0 25 1003 100 37.5 6.25 6.25 37.5 1004 100 45.31 14.06 14.06 45.31 1005 100 51.17 21.87 21.87 51.17 1006 100 56.05 29.19 29.19 56.05 100

dst.6.4.1. Konvergensi Solusi Metode Beda Hingga Eksplisit

Kesuksesan solusi numerik diukur berdasar kriteria konvergensi, konsistensi serta stabilitas. Konvergensi berhubungan dengan besarnya penyimpangan solusi

VI-5

tn+1

tn

Page 6: 12 - Bab VI - Solusi PDP Dengan MBH

A

B

t

tn

xi

i,n

x

pendekatan oleh metode numerik terhadap solusi eksak atau solusi analitik (closed form). Penyimpangan tersebut dinyatakan sebagai berikut:

w = u - (6-24)

Solusi MBH dikatakan konvergen jika w 0 untuk x dan t 0. Kondisi cukup untuk konvergen bagi solusi MBH eksplisit adalah:

0 < ½ (6-25)

6.5. Persamaan Beda Hingga Implisit

Pada solusi eksplisit, harga i,n untuk langkah waktu tn tergantung hanya pada harga i-1,n-1, i,n-1 dan i+1,n-1 untuk langkah waktu tn-1. Pada gambar 6.5, harga i,n tergantung hanya pada harga dalam wilayah piramida A saja. Padahal solusi u(x,y) untuk langkah waktu tn selain tergantung pada harga di wilayah A juga di wilayah B.

Selain itu, persyaratan 0 < ½ atau 0 < t / (x)2 ½ merupakan batasan yang menyulitkan untuk masalah dengan dimensi waktu dan ruang yang sangat besar.

Gambar 6.5: Keterbatasan Grid Beda Hingga Eksplisit

MBH implisit diharapkan mampu mengatasi dua kesulitan tersebut. Pada metode implisit, harga uxx pada langkah waktu tn+1 tidak hanya dipengaruhi oleh harga pada langkah waktu tn saja, seperti pada metode eksplisit, tetapi juga oleh harga pada langkah waktu tn+1 itu sendiri. Berdasar persamaan (6-16) dan (6-17), maka persamaan (6-16) dapat didekati dengan PBH implisit sebagai berikut:

(6-26)

atau dalam bentuk lain dapat dinyatakan sebagai berikut:

- i –1, n +1 + (1+2) i, n +1 - i +1, n +1 = i , n (6-27)

Secara geometrik hubungan antar harga di titik-titik terdekat pada metode implisit diilustrasikan dalam gambar berikut:

VI-6

B

Page 7: 12 - Bab VI - Solusi PDP Dengan MBH

xi+1 xixi -1

Gambar 6.6: Bentuk Grid Beda Hingga Implisit

Kondisi batas dan kondisi awal pada metode eksplisit, seperti dinyatakan dalam persamaan (6-21) dan (6-22), berlaku juga pada metode implisit, yaitu:

0, n +1 = g0(tn+1),

M, n +1 = g1(tn+1) (6-28)

i ,0 = f(xi) (6-29)

Setiap titik dalam interval 1 i M – 1 pada setiap langkah waktu, akan menghasilkan sebuah persamaan (6-27), sehingga seluruh titik dalam sistem akan menghasilkan sistem persamaan simultan dengan M – 1 buah persamaan dan M –1 harga i, n +1 yang tidak diketahui.

6.5.1. Konvergensi Solusi Metode Beda Hingga Implisit

Tidak seperti metode eksplisit, metode implisit hampir selalu menghasilkan solusi yang konvergen untuk t 0 dan x 0 dengan sembarang nilai seperti dinyatakan dalam persamaan (6-20). Dengan demikian meskipun mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi, metode implisit hampir dapat dipastikan menghasilkan solusi yang konvergen. Efektifitas metode implisit sangat terasa terutama pada persoalan yang melibatkan dimensi waktu dan geometri yang besar dan rumit.

6.5.2. Penanganan Sistem Persamaan Simultan dalam Metode Implisit

Pada setiap langkah waktu, metode implisit menghasilkan sistem persamaan simultan linier yang harus diselesaikan, dengan skema seperti berikut ini.

(1+2)1, n +1 - 2, n +1 = 1, n + g0(t n+1)

-i-1, n +1 + (1+2)i, n +1 - i + 1, n +1 = i, n untuk 2 i M – 2 (6-30)

-M-2, n +1 + (1+2)M-1, n +1 = M-1, n + g1(tn+1)

Ekspresi lebih rinci dari persamaan (6-30) diberikan sebagai berikut:

b11 + c12 = d1

a21 + b22 + c23 = d2

a32 + b33 + c34 = d3

…………………………

VI-7

tn+1

tn

Page 8: 12 - Bab VI - Solusi PDP Dengan MBH

aii-1 + bii + ciI+1 = dI (6-31)……………………………

aN -1 N - 2 + bN -1 N -1 + c N -1 N = dN –1

aN N - 1 + bN N = dN

Dari persamaan (6-30) ke (6-31), index (n+1) pada variabel dihilangkan. Suku di sebelah kanan tanda sama dengan pada persamaan (6-31), untuk penyederhanaan masing-masing disebut dengan d1, d2, … dN, dengan N = M – 1. Matriks koefisien yang elemen-elemennya adalah a, b dan c disebut matriks tridiagonal. Sistem persamaan linier (6-31) dapat diselesaikan dengan metode eliminasi Gauss, metode iterasi Gauss-Seidel serta metode lainnya. Selain itu, cara berikut ini juga dapat dipakai untuk menyelesaikan sistem persamaan linier di atas, yaitu dengan formula rekursi yang mempunyai bentuk seperti berikut:

(6-32)

Konstanta i dan i diketahui atau ditentukan. Persamaan (6-32) disubstitusikan ke dalam persamaan (6-31) akan menghasilkan:

(6-33)

atau dengan pengaturan selanjutnya sehingga didapatkan:

(6-34)

persamaan di atas merupakan bukti eksistensi atas hubungan rekursif berikut:

(6-35)

Demikian juga dari persamaan pertama sistem persamaan linier (6-31) didapatkan

(6-36)

Selanjutnya i = b1 dan 1 = d1 / 1. Akhirnya, substitusi formula rekursi ke dalam persamaan terakhir dari sistem persamaan linier (6-31), sehingga didapatkan

(6-37)

selanjutnya

VI-8

Page 9: 12 - Bab VI - Solusi PDP Dengan MBH

(6-38)

Berikut ini adalah ikhtisar lengkap algoritma penyelesaian sistem tridiagonal

(6-

39)

dimana parameter dan ditentukan dari atau berdasar formula rekursi.

(6-40)

Salah satu kelemahan metode eliminasi Gauss adalah adanya akumulasi 'round-off error'. Solusi berdasar algoritma seperti dalam persamaan (6-39) dan (6-40) mempunyai 'round off error' yang diharapkan lebih kecil dari metode eliminasi Gauss.

6.6. Stabilitas Solusi Metode Beda Hingga

Kriteria konvergen dipahami sebagai kriteria dimana solusi MBH (tanpa hadirnya round off error) merupakan solusi pendekatan PDP, jika x 0 dan t 0. Ada dua kriteria lain yang diasosiasikan dengan kriteria konvergen, yaitu: stabilitas dan konsistensi. Kriteria stabilitas merupakan kondisi perlu dan cukup agar diperoleh solusi konvergen, sedang kriteria konsistensi merupakan kondisi ideal dimana solusi MBH sesuai dengan solusi PDP yang diharapkan.

Terminologi stabilitas menunjukkan karakteristik persamaan diferensial tertentu jika t 0 serta berhubungan dengan amplifikasi solusi selama proses komputasi. Jika amplifikasi solusi semakin besar, maka proses komputasi akan divergen dan tidak memperoleh hasil (tidak konvergen). Bisa jadi solusi divergen ini dipengaruhi oleh amplifikasi yang terlalu besar selama komputasi. Di lain pihak, amplifikasi yang besar belum tentu tidak menghasilkan solusi konvergen. Amplifikasi yang sangat besar menunjukkan bahwa stabilitas komputasi sangat rendah.

Kondisi perlu dan cukup metode eksplisit untuk memenuhi kriteria stabilitas adalah harga = t / (x)2 ½. Metode implisit tidak memerlukan kondisi tertentu untuk kriteria stabilitas (unconditionally stable). Tabel berikut memberi contoh proses komputasi yang tidak stabil dilihat dari besarnya amplifikasi, bahkan tanpa hadirnya round off error sekalipun.

Table 6.2: Instabilitas Metode Eksplisit untuk = 1

VI-9

Page 10: 12 - Bab VI - Solusi PDP Dengan MBH

xi+1xixi -1

i,n+ ½

(Sumber: Carnahan et al, 1969)

Variabel Waktu (n)

Variabel Ruang (i)0 1 2 3 4 5

0 0 0 0 0 0 01 100 0 0 0 0 1002 100 100 0 0 100 1003 100 0 100 100 0 1004 100 200 0 0 200 1005 100 -100 200 200 -100 1006 100 400 -100 -100 400 100

dst.

6.7. Konsistensi Solusi Metode Beda Hingga

Terminologi konsistensi menunjukkan, bahwa solusi dengan MBH merupakan pendekatan solusi PDP analitik seperti diharapkan, bukan solusi persamaan yang lain. Jika x 0 dan t 0, maka solusi dengan MBH sama dengan solusi analitik PDP. Pada umumnya solusi dengan MBH akan sesuai dengan solusi PDP, sehingga kriteria konsistensi dengan sendirinya terpenuhi (taken for granted).

6.8. Metode Crank-Nicolson

Baik MBH eksplisit maupun implisit menyebabkan error sebesar O[t + (x)2]. Untuk itu MBH dikembangkan guna mereduksi ketergantungan pada inkremen waktu dari O(t) menjadi O[(t)2]. Gambar 6.7 memberi ilustrasi turunan u/t di titik dengan setengah interval (i,n+½).

Gambar 6.7: Metode Crank-NicolsonPersamaan (6-10) merupakan pendekatan dalam O[(x)2] untuk variabel x. Berikut ini adalah pendekatan yang serupa untuk variabel t.

(6-41)

Berdasar deret Taylor, pendekatan 2u/x2 juga dapat dibuat untuk titik (i,n+½):

VI-10

tn

tn +1

Page 11: 12 - Bab VI - Solusi PDP Dengan MBH

xi+1xixi -1

tn

(6-42)

mempunyai harga dalam interval 0 1. Operator central-difference (x) seperti didefinisikan dalam persamaan (6-14) digunakan untuk penyederhanaan. Jika ditentukan = ½, maka PBH menyangkut persamaan (6-41) dan (6-42) untuk PDP ut = uxx adalah:

(6-43)

Metode Crank-Nicolson stabil untuk semua harga = t/(x)2 dan konvergen dengan error O[(t)2 + (x)2]. Metode Crank-Nicolson eksplisit mempunyai bentuk yang dekat dengan MBH implisit. Persamaan (6-43) jika ditulis dalam bentuk yang lengkap akan mempunyai bentuk sebagai berikut:

- i–1,n +1 + 2(1 + )i, n +1 - i +1,n +1 = i -1,n + 2(1 - )i ,n + i +1,n (6-44)

mempunyai bentuk yang hampir sama dengan persamaan (6-27) untuk MBH implisit.

6.9. Metode Eksplisit Stabil Tanpa Kondisi (Unconditionally Stable)

Meskipun metode eksplisit dibatasi oleh kriteria ½, dengan beberapa pengembangan, ada beberapa metode eksplisit yang terbebas dari kriteria di atas. Salah satu diantaranya adalah metode DuFort-Frankel berikut:

Gambar 6.8: Metode DuFort-Frankel

Persamaan (6-41) dinyatakan dalam PBH eksplisit menurut DuFort-Frankel sbb:

(6-45)

6.10. Metode Alternating-Direction Implicit (ADI)

VI-11

tn-1

tn +1

Page 12: 12 - Bab VI - Solusi PDP Dengan MBH

Untuk penjelasan metode ini, dipilih PDP parabolik yang mendiskripsikan perambatan panas 2-D dengan parameter persamaan u = u(x,y,t) dan = (i,j,n), dimana y = jy. Bentuk persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

(6-46)

PBH eksplisit persaman di atas pada langkah waktu tn berbentuk sebagai berikut:

(6-47)

Untuk menjamin stabilitas solusi persamaan (6-47), maka hubungan antara beda waktu (t) dan beda geometri (x) dan (y) dipelajari berikut ini. Jika didefinisikan

(6-48)

PBH implisit untuk persamaan (6-46) mempunyai bentuk sebagai berikut:

(6-49)

Persamaan (6-49) dengan x = y dapat dituliskan secara lengkap sebagai berikut:

- i –1,j,n +1 - i, j –1,n+1 + (1+4)i ,j,n+1 - i,j+1,n+1 - i+1,j,n+1 = i,j,n (6-50)

Seperti pada kasus 1-D, solusi implisit seperti pada persamaan (6-50) stabil untuk sembarang harga . Sistem persamaan linier yang terbentuk kemudian direpresentasikan dalam bentuk matriks. Metode eliminasi Gauss tidak efektif digunakan untuk menyelesaikan SPL dalam bentuk matriks tridiagonal seperti dalam persamaan (6-50). Sebagai alternatif dapat digunakan metode iterasi Gauss- Seidel. Metode ADI dapat mengatasi kesulitan ini. Prinsip metode ADI adalah mengintrodusir langkah waktu (time step) setengah atau t/2. Selain itu metode ADI juga mengintrodusir dua persamaan. Persamaan pertama mempunyai bentuk implisit dalam arah x saja, sedangkan persamaan kedua implisit dalam arah y saja. Dengan demikian, jika merupakan nilai aktual (intermediate value) pada akhir langkah waktu pertama, maka akan didapatkan:

(6-51)

diikuti oleh

(6-52)

VI-12

Page 13: 12 - Bab VI - Solusi PDP Dengan MBH

Jika ditulis dalam bentuk lengkap dan pengaturan selanjutnya dengan x = y untuk penyederhanaan, maka persamaan di atas akan menjadi:

(6-53)

(6-54)

Solusi persamaan (6-53) menghasilkan * yang selanjutnya akan digunakan untuk solusi persamaan (6-54) yang akan menghasilkan i,j,n+1 pada akhir interval t.

6.11. Metode untuk Kasus Tiga Dimensi

Metode ADI dapat dikembangkan untuk kasus 3-D dengan menggunakan dua nilai aktual. Dengan harga > 3/2, solusi metode ADI tidak cukup stabil. Oleh karena itu disarankan menggunakan metode Crank-Nicolson dimodifikasi seperti berikut:

(6-55)

* dan ** adalah dua nilai aktual. Metode ini cukup stabil untuk kasus multi dimensi.

VI-13