10 - T Murhadi Hal 63-69 - Universitas Serambi Mekkah - · hasil musyawarah bersama yang telah...
Transcript of 10 - T Murhadi Hal 63-69 - Universitas Serambi Mekkah - · hasil musyawarah bersama yang telah...
JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU
ISSN 1693-4849
(Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan)
VOLUME 14 NOMOR 1 MARET 2013
• Pelaksanaan Supervisi Akedemik Oleh Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Profesional Guru
pada SMP Negeri 1 Simeulue Timur Kabupaten Simeulue
Abusmar, Cut Zahri Harun, dan Nasir Usman (Hal 1 - 7)
• Kemampuan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru Pada SMA
Negeri 7 Banda Aceh
Aini Zakiyah (Hal 8 - 13)
• The Relation Of Students’ Learning Habits Towards Accounting Learning Achievement
(A Research on Students Grade XII is Sman 1 Banda Aceh)
Faridah Yahya dan Siswandi Yunandar (Hal 14 - 22)
• Kinerja Guru Dalam Meningkatkan Prestasi Siswa pada SMP Negeri 2 Babahrot Aceh Barat Daya
Alfian Helmi (Hal 23 - 28)
• Kinerja Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan pada SMPN 8
Kota Banda Aceh
Arlis. M (Hal 29 - 38)
• Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share dalam Perkuliahan
Botani Tumbuhan Rendah pada Mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi FKIP USM
Jailani (Hal 39 - 44)
• Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan pada SMPN I
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Iin Sumidar (Hal 45 – 51)
• Kompetensi Guru Dalam Mengelola Proses Pembelajaran di MIN Bambi Kabupaten Pidie
Amiruddin (Hal 52 - 56 )
• Tingkat Penguasaan Guru SD Terhadap Materi Geometri
Budiman dan Usman (Hal 57 – 62)
• Manajemen Pembelajaran Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa Prodi Diploma III
Kebidanan STIKES Harapan Bangsa Banda Aceh
T.Murhadi, Murniati AR, dan Djailani AR (Hal 63 – 69)
Diterbit Oleh
FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Jurnal
Pendidikan
Serambi Ilmu
Volume 14
Nomor 1 Hal
1-69
Banda Aceh
Maret
2013
��
�
PELAKSANAAN SUPERVISI AKEDEMIK OLEH KEPALA SEKOLAH DALAM
MENINGKATKAN PROFESIONAL GURU PADA SMP NEGERI 1
SIMEULUE TIMUR KABUPATEN SIMEULUE
Oleh
*Abusmar, **Cut Zahri Harun, ***Nasir Usman
Abstrak: Supervisi akademik di sekolah merupakan upaya kepala sekolah dalam membekali
guru untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya dalam mengelola perangkat
pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui:
program supervisi, pelaksanaan supervisi, evaluasi pelaksanaan supervisi, faktor pendukung
dan kendala pelaksanaan supervisi kepala sekolah pada SMP Negeri 1 Simeulue Timur
Kabupaten Simeulue. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan studi
dokumentasi. Subjek penelitian adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: 1) Program supervisi akademik kepala sekolah mengacu pada
hasil musyawarah bersama yang telah disepakati dan dirumuskan pada awal semester
program-program tersebut berupa: pembekalan dan pembinaan guru melalui pelatihan,
penataran, MGMP dan kunjungan kelas baik secara individu atau kelompok, 2) Pelaksanaan
supervisi akademik kepala sekolah dilaksanakan secara terjadwal dan melalui tahapan-
tahapan serta memperdayakan guru senior dalam membantu tugas kepala sekolah sebagai
supervisor, 3) Evaluasi dilaksanakan berdasarkan instrumen yang telah disusun. Kemudian
hasil evaluasi dianalisis dan ditindak lanjuti berupa dorongan, motivasi, sosialisasi dan
solusi. 4) Faktor pendukung pelaksanaan supervisi akademik adalah keterlibatannya semua
personil sekolah, keinginan kepala sekolah yang tinggi, dan sarana fisik yang memadai.
Sedangkan faktor kendalanya dana kurang memadai, keinginan guru masih relatif kurang,
terbatasnya waktu dan sarana prasarana guru juga berupa perangkat pembelajaran belum
memadai.
Kata Kunci: Supervisi Akademik dan Profesional Guru
PENDAHULUAN Usaha kepala sekolah dalam
meningkatkan profesional guru dapat
dilaksanakan melalui tatanan manajemen
berbasis sekolah yang memfokuskan pada
kegiatan supervisi akademik sebagai usaha
penataan, pembinaan dan pengaturan
peningkatan professional guru dalam proses
pembelajaran. Pembinaan guru oleh kepala
sekolah merupakan upaya menumbuh
kembangkan kompetensi guru di dalam proses
pembelajaran. Pengembangan profesional
guru dituntut untuk mampu menghasilkan out
put pendidikan yang unggul, dalam rangka
mencapai tujuan sekolah yang unggul dan
kondusif.
Dalam tatanan otonomi daerah
pemerintah telah mengatur berbagai peraturan
dan kebijakan pendidikan yang telah diatur
dalam undang-undang dan peraturan
pemerintah bahwa manajemen pendidikan
harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat
otonomi daerah. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah
Otonomi menetapkan bahwa: “pengaturan
penyelenggaraan pendidikan di atur dalam
kewenangan daerah sesuai dengan keputusan
pusat”.
Penyelenggaraan pembangunan
pendidikan harus dapat meningkatkan dan
menjaga mutu pendidikan agar sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional. Peningkatan mutu
pendidikan banyak aspek yang harus
dilakukan dan diperhatikan mulai dari sumber
daya manusia, tenaga kependidikan sampai
pada kesiswaan serta sarana dan prasarana,
kurikulum, proses pembelajaran termasuk
*Abusmar adalah�Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
**Cut Zahri Harun adalah Dosen Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
***Nasir Usman adalah Dosen Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
��
�
sistem manajemen dan evaluasi yang harus
ada pengawasan secara menyeluruh.
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang
Standar Kepala Sekolah/Madrasah
menetapkan bahwa: “(1) Kompetensi
Kepribadian, (2) Kompetensi Manajerial, (3)
Kompetensi Kewirausahaan, (4) Kompetensi
Supervisi dan (5) Kompetensi Sosial”. Sesuai
dengan ketentuan tersebut di atas seorang
kepala sekolah diharapkan dapat memahami
tugas pokok dan fungsinya. Sebagai
pemimpin, kepala sekolah di harapkan
dapat menata dan memberdayakan
berbagai komponen dalam lingkungan sekolah
serta memahami fungsi supervisi
pendidikan.
Sistem pendidikan nasional yang telah
mengalami perubahan dari bentuk sentralistik
menuju desentralisasi pendidikan, telah
memberikan nuansa baru terhadap pelayanan
dan bantuan kepada guru secara bersinergi
dalam menjalankan tugasnya. Sabri (Mulyasa,
2007:48) menyatakan bahwa ”hasil belajar
yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu faktor dari diri siswa dan faktor
lingkungan”. Berdasarkan pernyataan di atas
upaya guru dalam proses pendidikan perlu
pembinaan yang efektif baik yang dilakukan
pengawas maupun kepala sekolah. Guru
merupakan personil yang langsung
berhadapan dengan para peserta didik.
Tenaga pendidik dalam pelaksanaan
tugasnya tidak hanya mengajar seseorang
agar tahu beberapa hal, tetapi guru dapat
merubah sikap mental, keterampilan dan
kemampuan memahami pokok materi
pembelajaran. Tugas guru tidak hanya
mengajar, mendidik dan mengasuh tetapi
membimbing kepribadian siswa guna
mengembangkan sumber daya manusia
(SDM). Dengan demikian mendidik
menanamkan nilai-nilai yang terkandung
pada berbagai pengetahuan yang dibarengi
dengan contoh-contoh teladan dari sikap dan
tingkalaku gurunya, diharapkan peserta didik
dapat menghayati dan kemudian memilikinya,
sehingga dapat menumbuhkan sikap mental.
Paradigma baru ini diharapkan pengawas
pendidik dan supervisor dapat menjalin
kerjasama yang lebih harmonis dalam rangka
mengembangkan tugas-tugas sebagai tenaga
pendidik. Dengan harapan guru dapat
menjalankan tugas secara profesional sesuai
dengan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya.
Sesuai latar belakang masalah di atas,
maka peneliti berinisiatif mengkaji jurnal ini
dengan judul: Pelaksanaan Supervisi
Akademik oleh Kepala Sekolah dalam
Meningkatkan Profesional Guru pada SMP
Negeri 1 Simeulue Timur Kabupaten
Simeulue.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah metode
deskriptif yang dilaksanakan untuk
menggambarkan situasi dan keadaan yang
sedang berlaku, sebagaimana yang
diungkapkan Sugiyono (2008:65) sebagai
berikut “metode deskriptif adalah
menunjukkan dan menafsirkan data yang ada,
misalnya tentang situasi yang dialami, suatu
hubungan dengan kegiatan, pandangan, sikap
yang nampak atau tentang suatu proses yang
sedang bekerja dan sebagainya”. Lokasi
penelitian pada SMP Negeri 1 Simeulue
Timur Kabupaten Simeulue. penulis inginkan
yaitu untuk mendeskripsikan dan menganalisa
pelaksanaan supervisi akademik kepala
sekolah dengan tujuan meningkatkan
profesional guru dan kemampuan kinerja
guru. Adapun yang menjadi subjek penelitian
ini adalah kepala sekolah, wakil kepala
sekolah dan beberapa orang guru.
Subjek penelitian adalah orang atau
individu yang bisa dijadikan sebagai sumber
informasi yang dapat dibutuhkan dalam
pengumpulan data dan informasi. Idrus
(Sugiyino, 2008:121) menyatakan bahwa
”yang dimaksud dengan subjek penelitian
adalah, individu, benda atau organisme yang
dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan
dalam pengumpulan data dalam penelitian”.
Instrumen penelitian adalah alat yang
digunakan untuk meliput data dalam
penelitian. Instrumen dalam penelitian yang
diperlukan adalah pedoman observasi,
pedoman dokumentasi dan pedoman
wawancara. Pengujian kredibilitas data
penelitian akan dilakukan dengan
perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi,
diskusi dengan teman sejawat, dan member
check.
KAJIAN PUSATAKA
Pengawasan terhadap guru bertujuan
untuk memberdayakan dan meningkatkan
kinerja guru dalam penyusunan perangkat
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
��
�
pembelajaran penguasaan kelas dan juga
kemampuan mengevaluasi serta memotivasi
siswa dalam proses pembelajaran yang lebih
baik. Nawawi (Suhardan, 2010:39)
menyatakan bahwa “kegiatan pengawasan
yang dilakukan oleh seorang pejabat terhadap
bawahannya untuk melakukan tugas-tugas dan
kewajiban dengan baik sesuai dengan
pertelaan tugas yang digariskan”. Pernyataan
di atas supervisi akademik hadir karena suatu
alasan untuk memperbaiki proses belajar dan
mengajar yang efektif dan efisien.
Kepala sekolah merupakan salah satu
komponen pendidikan yang sangat berperan
dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Supriadi (Mulyasa, 2007:25) menyatakan
bahwa ”erat hubungan antar mutu kepala
sekolah dengan berbagai aspek kehidupan
sekolah seperti disiplin, budaya sekolah dan
menurunnya perilaku nakal peserta didik”. Ini
menyatakan bahwa kepala sekolah
bertanggungjawab atas manajemen pendidikan
secara mikro yang secara langsung berkaitan
dengan proses pembelajaran.
Supervisi akademik adalah serangkaian
kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya mengelola proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Supervisi akademik salah satu
upaya kepala sekolah membantu guru-guru
mengembangkan kemampuannya dalam
meningkatkan mutu guru dan mutu
pendidikan. Dengan demikian, esensi
supervisi akademik itu sama sekali bukan
menilai unjuk kerja guru dalam mengelola
proses pembelajaran, melainkan membantu
guru mengembangkan kemampuan
profesionalnya.
Kepala sekolah adalah pemimpin yang
mengatur, menggerakkan dan memperdayakan
organisasi sekolah. Tugas kepala sekolah
bukan hanya dalam bidang administrasi saja
namun juga meliputi pemberdayaan sumber
daya, baik manusia dan materi untuk meraih
tujuan yang ditetapkan oleh kepala sekolah.
Sebagaimana dikemukakan oleh Wahjosumijo
(2008:203) menyatakan bahwa “kepala
sekolah bertanggungjawab atas
penyelenggaraan pendidikan dengan
kewajiban mengadakan pembinaan dalam arti
berusaha agar pengelolaan, penilaian,
bimbingan, pengawasan dan pengembangan
pendidikan dapat dilaksanakan dengan baik”.
Supervisi akademik merupakan suatu
usaha memberikan pelayanan agar guru
menjadi professional dalam menjalankan
tugas melayani peserta didik, sebagaimana
Sutisna (Mulyasa, 2007:155) mengemukakan
bahwa ”supervisi sebagai bantuan dalam
pengembangan situasi belajar mengajar agar
memperoleh kondisi yang lebih baik,
meskipun yang tujuan akhirnya tertuju pada
hasil belajar siswa namun diutamakan dalam
supervisi adalah bantuan untuk guru”.
Tujuan Supervisi Akademik
Supervisi akademik merupakan
program tahunan yang dilaksanakan oleh
kepala sekolah sebagai bagian dari tugas
pokok dan fungsi kepala sekolah, dalam upaya
meningkatkan profesional guru meliputi
pengetahuan, keterampilan mengajar,
komitmen dan motivasi. adapun tujuan
supervisi akademik sebagaimana
diungkapkan oleh Glikman (Muslim, 2010:43)
menyatakan bahwa “tujuan supervisi
akademik adalah untuk membantu guru
bagaimana belajar dalam meningkatkan
kemampuan mereka sendiri guna mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
bagi siswa-siswanya.
Berdasarkan pernyataan tersebut di atas
menyiratkan bahwa peran dan tanggung jawab
guru serta peran dan tanggung jawab
supervisor mutlak untuk dilaksanakan, sebab
keberhasilan guru dan pengikatan mutu tidak
terlepas dari pengawasan dan pengontrolan
baik dari supervisor maupun dari pengawas
pendidikan. Melalui supervisi akademik
diharapkan kualitas guru dalam pembelajaran
dapat menjadi lebih baik. Hal ini tentu
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki oleh guru.
Supervisi yang dilaksanakan oleh kepala
sekolah untuk peningkatan profesional guru
berarti kepala sekolah membantu guru untuk
tumbuh dan berkembang dalam mengajar dan
mengelola kelas, memperbaiki keterampilan
dasar mengajar, menggunakan media dan alat
pembelajaran dan memperluas pengetahuan
serta penggunaan administrasi pengajaran.
Tujuan yang ingin dicapai dari
supervisi akademik ini pada intinya adalah
optimalisasi pembelajaran melalui
kemampuan guru yang baik, guru mampu
menciptakan pembelajaran yang dapat
meningkatkan keaktifan dan kreatifitas anak,
membentuk sikap dan kepribadian yang baik
serta dapat membekali siswa dengan skill dan
Abusmar, Cut Zahri Harun, dan Nasir Usman, Pelaksanaaan Supervisi Akademik
�
��
�
keahlian yang sesuai dengan bakat dan
minatnya.
Suhardan (2010:36) menyatakan bahwa
”Supervisi akademik yang baik adalah
supervisi akademik yang mampu berfungsi
mencapai multi tujuan yang dapat dijalankan
berdasarkan kaedah-kaedah keilmuan tentang
bidang kerjanya“. Ungkapan di atas
menyatakan tidak ada keberhasilan bagi
supervisi jika hanya memperhatikan salah satu
tujuan tertentu dengan mengesampingkan
tujuan lainnya. Hanya dengan merefleksi
ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan
berfungsi mengubah perilaku mengajar guru.
Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru
ke arah yang lebih berkualitas akan
menimbulkan perilaku belajar siswa yang
lebih baik. Selanjutnya perilaku mengajar
guru yang baik itu akan
mempengaruhi perilaku belajar anak didik.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa
tujuan akhir supervisi akademik adalah
terbinanya profesional guru dan hubungan
kerja sama antara kepala sekolah dan guru
serta gur dan peserta didik yang lebih baik.
Supervisi kepala sekolah diarahkan
untuk meningkatkan profesionalisme dan
kinerja guru yang direfleksikan dalam
kompetensi guru Satori (Suhardan, 2010:41)
menyatakan bahwa:
1) merencanakan kegiatan belajar
mengajar, 2) melaksanakan kegiatan
belajar mengajar, 3) menilai proses dan
hasil pembelajaran, 4) menggunakan hasil
penilaian untuk peningkatan mutu layanan
belajar, 5) memberikan umpan balik
secara tepat, teratur, dan terus menerus
kepada siswa, 6) melayani peserta didik
yang mengalami kesulitan belajar, 7)
mengembangkan interaksi pembelajaran
yang efektif dari segi strategi, metode, dan
teknik, 8) menciptakan lingkungan belajar
yang menyenangkan, 9) memanfaatkan
dan mengembangkan alat bantu dan media
pembelajaran, 10) memanfaatkan sumber-
sumber belajar yang tersedia dan 11)
melakukan penelitian praktis berupa
penelitian tindakan kelas untuk perbaikan
pembelajaran.
Jadi ungkapan di atas menunjukkan
bahwa dalam kegiatan supervisi akademik
yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai
supervisor pendidikan, para guru tidak
dianggap sebagai pelaksana pasif, melainkan
para guru diperlakukan sebagai partner atau
mitra kerja yang memiliki ide-ide, pendapat,
dan pengalaman yang perlu didengar dan
dihargai serta diikutsertakan di dalam usaha-
usaha perbaikan pendidikan dan pengajaran.
Fungsi dan Teknik Supervisi Akademik
Dalam pembinaan profesional guru
tidak hanya cukup mendorong dan
memerintahkan sesuai dengan kehendak
supervisor melainkan memberikan dukungan
dan motivasi sebagaimana Usman (2007:75)
menyatakan bahwa “motivasi merupakan
dorongan dari dalam diri individu ( intrinsik)
dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya
(ekstrinsik)”, kedua faktor tersebut menjadi
sumber kekuatan yang dapat membuat
seseorang berprestasi baik.
Perwujudan tersebut bukan merupakan
aktualisasi kemampuan guru tergantung pada
berbagai komponen sistem pendidikan yang
saling bekerja sama atau berkolaborasi.
Peranan kepala sekolah sebagai supervisor di
sekolah tempat tugasnya harus
dimaksimalisasikan. Sebab pencapaian mutu
kinerja guru yang profesional memiliki
keterkaitan dengan berbagai komponen
pendidikan yang sangat menentukan dalam
implementasi mutu kinerja guru agar mampu
mengelola pembelajaran yang efektif, selaras
dengan paradigma pembelajaran.
Tujuan supervisi akademik terhadap
guru adalah membantu guru dalam
meningkatkan kemampuan dan keterampilan
mengajar dalam bidang masing-masing yang
dilakukan oleh pihak kompetensi dalam
bidang supervisi. Agar supervisi akademik
dapat membantu meningkatkan profesional
guru dalam mengajar dapat memberikan suatu
perubahan dalam proses pembelajaran.
HASIL PEMBAHASAN
Program Supervisi Akademik Kepala
Sekolah pada SMP Negeri 1 Simeulue
Timur
Berdasarkan hasil penelitian dapat
diungkapkan kepala sekolah program
supervisi akademik secara tertulis
sebagaimana yang dikemukakan kepala
sekolah SMP Negeri 1 Simeulue Timur
bahwa:
Program supervisi akademik kepala
sekolah mengacu pada hasil
musyawarah bersama yang telah
disepakati dan dirumuskan pada awal
semester program- program tersebut
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
��
�
berupa pembekalan dan pembinaan guru
melalui pelatihan, penataran, MGMP dan
kunjungan kelas baik secara individu atau
kelompok. Program pelaksanaan supervisi
yang dilaksanakan secara berkala dan
berkesinambungan sebagai salah satu
upaya peningkatan kemampuan guru
dalam mengelola perangkat pembelajaran.
Guru adalah merupakan sasaran dalam
melaksanakan program supervisi ini tentunya
tidak terlepas dari pengontrolan yang kontinyu
dan perhatian secara berkesinambungan,
pembekalan adalah dambaan semua guru dari
seorang supervisor terhadap bawahannya
sebagaimana ungkapan seorang guru
menyatakan bahwa:
Program supervisi akademik dalam
meningkatkan profesional guru tidak lain
hanya menjalankan program kepala
sekolah melalui pembekalan guru baik
dalam mengikuti pelatihan, penataran
maupun kerja sama dengan musyawarah
guru mata pelajaran dari sekolah lain
dalam rangka berbagi ilmu dengan teman
sejawat.
Perumusan yang ideal dari program
supervisi dilakukan melalui analisa kebutuhan
dilapangan, sehingga menghasilkan
perencanaan yang efektif. Perumusan program
pada hakikatnya proses pengambilan
keputusan atas sejumlah alternatif mengenai
sasaran dan cara yang akan dilaksanakan di
masa yang akan datang guna mencapai tujuan
yang dikehendaki serta pemantauan dan
penilaiannya atas hasil pelaksanaannya, yang
dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan.
Mulyasa ( 2007:15) yaitu:
Perencanaan merupakan salah satu syarat
mutlak bagi setiap kegiatan administratif,
tanpa adanya perencanaan yang matang,
maka pelaksanaan suatu kegiatan akan
mengalami suatu kesulitan dan bahkan
gagal untuk mencapai tujuan.
perencanaan supervisi harus
mempertimbangkan kebutuhan sekolah
dan guru-guru. Perencanaan yang tepat
menghasilkan program supervisi yang
efektif.
Pelaksanaan Supervisi Akademik oleh
Kepala Sekolah pada SMP Negeri 1
Simeulue Timur.
Pelaksanaan supervisi akademik yang
dilakukan oleh kepala sekolah merujuk pada
ketentuan dan hasil musyawarah personil
sekolah dalam melaksanakan program
supervisi akademik yaitu pembekalan guru
melalui pembinaan, dorongan dan motivasi
dalam mengelola perangkat pembelajaran.
Sedangkan mekanismenya pelaksanaan
supervisi akademik terhadap guru, kepala
sekolah dibantu oleh dewan guru yang sudah
senior di lingkungan SMP Negeri Simeulue
Timur, sehingga pada setiap tahunnya
pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh
kepala sekolah dapat berjalan sebagaimana
diharapkan dan sesuai dengan program
pelaksananya yang telah dirumuskan
sebelumnya yaitu pada setiap guru dapat
disupervisi dalam satu tahun pelajaran 2 Kali.
Pelaksanaan supervisi akademik pada
SMP Negeri 1 Simeulue Timur berlangsung
dalam tiga tahap yaitu: 1) tahap perencanaan
awal ( menciptakan suasana yang intim dan
terbuka, mengkaji rencana pembelajaran yang
meliputi tujuan, metode, waktu ,media dan
evaluasi, menentukan fokus observasi, dan
menentukan teknik pelaksanaan observasi), 2)
tahap perencanaan observasi (harus luwes,
tidak mengganggu proses pembelajaran, tidak
bersifat menilai, mencatat dan merekam hal-
hal yang terjadi dalam proses pembelajaran
sesuai dengan kesepakatan bersama dan
mencantumkan teknik observasi dan 3) tahap
akhir/diskusi balikkan pada tahap ini perlu
diperhatikan memberi penguatan, mengulas
kembali dari tujuan pembelajaran, mengulas
hal-hal yang telah disepakati, mengkaji hasil
pengamatan, tidak bersifat menyalakan,
penyimpulan, merumuskan kembali
kesepakatan sebagai tindak lanjut proses
perbaikan.
Mulyasa (2007:111) menyatakan
bahwa ”pengawasan dan pengendalian juga
merupakan tindakan preventif untuk
mencegah agar para guru tidak melakukan
penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam
melaksanakan pekerjaannya”. Dalam
pelaksanaan supervisi akademik terhadap guru
kepala sekolah menggunakan format penilaian
supervisi dengan intensitas pertemuan
sebagaimana disebutkan di atas. Sebagian
guru disupervisi pada semester ganjil dan
sebagian pada semester genap Sebagaimana
pernyataan yang diungkapkan seorang guru
bahwa: Peningkatan profesional guru bisa saja
melalui kerja sama guru baik dalam kelompok
maupun secara individu yang pada tujuannya
untuk mendorong, membimbing guru dalam
Abusmar, Cut Zahri Harun, dan Nasir Usman, Pelaksanaaan Supervisi Akademik
�
��
�
mengembangkan kemampuannya dan bisa
dipertanggungjawabkan dalam mengelola
proses kegiatan pembelajaran
Evaluasi Pelaksanaan Supervisi Akademik
oleh Kepala Sekolah pada SMP Negeri 1
Simeulue Timur
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan
instrument yang telah disusun, kemudian hasil
evaluasi dianalisis dan ditindak lanjuti serta
memberikan bimbingan, dorongan, motivasi,
sosialisasi dan solusi kepada guru-guru dalam
memperbaiki kelemahan dan kekurangan.
Evaluasi yang dilaksanakan oleh kepala
sekolah SMPN 1 Simeulue Timur
memprioritaskan terhadap penilaian kerja guru
yaitu 1) penilaian terhadap penyusunan silabus
sesuai standar isi, 2) penyusunan rencana
program pembelajaran, penilaian terhadap
hasil belajar siswa, 3) penilaian kemampuan
guru dalam memotivasi siswa pada proses
pembelajaran, 4) penilaian kedisiplinan guru
dan 5) kesiapan dalam pengembangan diri.
Menurut Arikunto ( 2006:3)
menyatakan bahwa ”evaluasi adalah kegiatan
untuk mengumpulkan informasi selanjutnya
informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam
mengambil keputusan”. Oleh karena itu kepala
sekolah juga melakukan evaluasi berdasarkan
catatan-catatan pada format dan instrument
kepada guru pada setiap tahunnya, sebagai
bahan analisis dan masukan dalam membuat
program pembinaan guru pada tahun
berikutnya.
Faktor Pendukung dan Penghambat
Pelaksanaan Supervisi Akademik pada
SMP Negeri 1 Simeulue Timur
Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa: faktor pendukung pelaksanaan
supervisi akademik ini adalah : adanya kerja
sama dan keterlibatan personil sekolah dalam
melaksanakan berbagai kegiatan, disampling
sarana prasarana fisik yang memadai,
keinginan kepala sekolah yang tinggi.
Sangat penting adanya usaha-usaha
bagi supervisi sumber daya guru yang
mendukung proses pembelajaran secara
efektif. Purwanto (2009:125) menyebutkan
perlunya orientasi bagi guru di sekolah agar
memperoleh kualitas belajar yang tinggi,
yaitu:
1. Mengenalkan kepada guru-guru baru
secepat mungkin agar mereka segera
dapat mengenal sistem sekolah dan
masyarakat lingkungan sekolah.
2. Menyediakn bantuan secukupnya agar
mereka segera dapat mengenal dan
menyesuaikan diri dengan personil
sekolah.
3. Memberikan bimbingan yang kontraktif
dalam mengembangkan kecakapan-
kecakapan mengajar dan sikap-sikap
profesional mereka.
4. Menyediakan kesempatan kepada guru
baru untuk berpartisipasi langsung
dalam kegiatan sekolah pada umumnya.
Sedangkan faktor kendala dalam
pelaksanaan supervisi akademik adalah: dana
kurang memadai, keinginan guru masih relatif
kurang, terbatasnya waktu supervisi dan
sarana prasarana guru dan media lainnya yang
belum terpenuhi sesuai standar pendidikan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Program yang telah direncanakan yaitu
program pelatihan guru dalam menyusun
perangkat pembelajaran, program
pembinaan bagi guru yang tidak
mematuhi aturan sekolah dan
penguasaan pedagogik guru. Dari
penunjang proses supervisi juga telah
direncanakan program pembinaan
MGMP di setiap bidang studi.
2. Pelaksanaan supervisi mengacu pada
pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang
pada tujuannya untuk memperbaiki dan
meningkatkan keterampilan mengajar.
Hasil evaluasi dianalisis dan menjadi
masukan dalam membuat program
pembinaan guru pada tahun berikutnya
dan dapat meminimalisirkan kelemahan
dan kekurangan dalam pelaksanaan
pembelajaran.
3. Evaluasi dilaksanakan berdasarkan
instrument yang telah disusun, kemudian
hasil evaluasi dianalisis dan ditindak
lanjuti serta memberikan bimbingan,
dorongan, motivasi, sosialisasi dan
solusi kepada guru-guru dalam
memperbaiki kelemahan dan
kekurangan. Mengevaluasi dan
menindak lanjuti pelaksanaan supervisi
akademik adalah upaya untuk
menyamakan persepsi dan mengurangi
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
��
�
kelemahan dan kekurangan guru dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya.
4. Keterbatasan kemampuan, kekurangan
sarana prasarana dan pendanaan yang
tidak selalunya cukup bukanlah menjadi
suatu hambatan dalam pelaksanaan
supervisi tetapi didukung oleh keinginan
dan rasa ingin memiliki, sehingga
pelaksanaan supervisi menjadi suatu
kebutuhan
Saran
1. Program supervisi akademik yang telah
disusun program secara tertulis dalam
rencana kerja sekolah dan rencana
pengembangan sekolah dalam bentuk
program kerja kepala sekolah, hal ini
perlu ditingkatkan dan di sosialisasikan
untuk dapat menumbuhkembangkan
minat dan keinginan guru dalam
memahami arti pentingnya supervisi.
2. Kegiatan pelaksanaan pembinaan perlu
ditingkatkan dan dipertahankan agar
kegiatan supervisi bukanlah sebuah
kegiatan yang menakutkan melainkan
kegiatan kebutuhan.
3. Evaluasi pelaksanaan supervisi
akademik perlu dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh agar dapat
membandingkan sejauh mana
keberhasilan kegiatan sebelumnya
dengan kegiatan yang akan dating dan
perlu adanya umpan balik untuk
meminimalisirkan kelemahan dan
kekurangan yang terjadi.
4. Faktor pendukung dan kendala dalam
pelaksanaan supervisi akademik yang
dihadapi dapat teratasi jika dilibatkan
semua orang yang terlibat dalam
kegiatan ini dan saling memberi
dukungan satu sama lain yang intinya
memperbaiki kinerja dan hendaknya
lebih mengutamakan kebersamaan,
saling membutuhkan, saling berbagi,
sehingga dapat terjalin hubungan yang
harmonis, dan tujuan yang ingin diraih
dapat tercapai dan memberi dampak
kepada peningkatan profesional guru
dan mutu pendidikan ke depan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. ( 2006). Dasar-Dasar
Supervisi. Jakarta: Renika.
Mulyasa, E. (2007). Menjadi guru Profesional.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muslim, Banun, (2010). Supervisi Pendidikan
MeningkatkanKualitas Profesionalisme
Guru. Bandung: Alfabeta.
Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 13
Tahun 2007. tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah. Jakarta. Depdiknas.
Purwanto, M. Ngalim, (2009). Administrasi
dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosda karya.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung:
CV. Alfabeta.
Suhardan, Dadang, (2010). Supervisi
Profesional Layanan dalam
Meningkatkan Mutu Pembelajaran di
Ea Otonomi Daerah. Bandung:
Alfabeta.
Usman, Nasir, (2007). Manajemen
Peningkatan Kinerja Guru. Bandung:
Mutiara Ilmu.
Wahyosumidjo, (2008). Kepemimpinan
Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan
Permasalahan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Abusmar, Cut Zahri Harun, dan Nasir Usman, Pelaksanaaan Supervisi Akademik
�
�
�
KEMAMPUAN KEPALA SEKOLAH
DALAM MENINGKATKAN
KOMPETENSI GURU PADA SMA
NEGERI 7 BANDA ACEH
Oleh
*Aini Zakiyah
Abstrak: Artikel ilmiah ini adalah
tulisan hasil penelitian yang
merupakan bagian dari Tugas Akhir
Mahasiswa S2 (tesis), dalam artikel
ilmiah ini menjelaskan tentang
kemampuan kepala sekolah yang
merupakan salah satu pendukung
dalam mewujudkan pendidikan yang
berkualitas. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui program kepala
sekolah dalam meningkatkan
kompetensi guru, strategi kepala
sekolah dalam meningkatkan
kompetensi guru, dan kendala-
kendala yang dihadapi oleh kepala
sekolah dalan melaksanakan program
peningkatan kompetensi guru.
Metode yang digunakan adalah
metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif, teknik pengumpulan data
menggunakan teknik observasi,
wawancara, dan studi dokumentasi.
Subjek penelitian adalah kepala
sekolah,wakil kepala sekolah, guru
senior/ketua MGMP, dan guru.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: 1) Kepala SMA Negeri 7
Banda Aceh telah melakukan
program peningkatan kompetensi
guru dalam program kerjanya,
program peningkatan kompetensi
guru tersebut adalah program
pembinaan disiplin tenaga
kependidikan, pemberian motivasi,
penghargaan (reward), dan persepsi.
2) Strategi lainya yang ditempuh
oleh kepala SMA Negeri 7 Banda
Aceh untuk peningkatan kompetensi
guru adalah dengan mengirim guru-
guru ke lembaga pelatihan atau
penataran, mengadakan program
Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP), seminar dan workshop,
dan melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Untuk
strategi peningkatan kompetensi
guru, dalam pelaksanannya sudah
terlihat ke arah perbaikan khususnya
dalam mengajar, sudah ada
peningkatan kemampuan guru dalam
merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi pembelajaran. 3)
Kendala-kendala yang dihadapi
adalah sarana dan prasarana masih
kurang, selain itu juga yang menjadi
kendala adalah waktu yang terbatas.
Kata kunci: Kemampuan Kepala
Sekolah dalam Meningkatkan
Kompetensi guru
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan bagian dari
pembangunan nasional yang bertujuan untuk
meningkatkan harkat dan martabat bangsa
serta kualitas sumber daya manusia. Arah
pendidikan negara kita telah ditetapkan dalam
kebijakan peme- rintah melalui Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
sehingga pada gilirannya manu-sia Indonesia
mampu berperan aktif sebagai agen
pembaharuan serta pengembangan kehidupan
nasional maupun internasional”.
Dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan nasional pemerintah khusus-nya
melalui Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas) terus menerus berupaya
melakukan berbagai perubahan dan
pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah
satu upaya yang sudah dan sedang dilakukan,
yaitu berkaitan de-ngan faktor guru. Lahirnya
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen dan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya
merupakan kebijakan pemerintah yang di
dalamnya memuat usaha pemerintah untuk
menata dan memperbaiki mutu guru di
Indonesia.
Jika kita lihat realita yang ada sekarang
walaupun sertifikasi guru telah di lakukan
dan tunjangan profesi sudah di rasakan namun
belum banyak berimplikasi terhadap kinerja
guru. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja
*Aini Zakiyah adalah Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Univers
�
�
guru belum sepenuhnya di topang oleh derajat
penguasaan kompetensi yang memadai, oleh
karena itu perlu adanya upaya yang
komprehensif guna meningkatkan kompetensi
guru.
Kepala sekolah yang menunjukkan
komitmen tinggi dan fokus terhadap
pengembangan kurikulum dan kegiatan
belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan
sangat memperhatikan tingkat kompetensi
yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan
senantiasa berusaha memfasilitasi dan
mendorong agar para guru dapat secara terus
menerus meningkatkan kompetensinya,
sehingga kegiatan belajar mengajar dapat
berjalan efektif dan efisien.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan
metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif, karena permasalahannya holistik,
kompleks, dinamis, dan penuh makna
sehingga tidak mungkin data pada situasi
sosial tesebut dijaring dengan metode
penelitian kuantitatif.
Menurut Satori (2010:25) “Peneli-tian
kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian
yang mengungkap situasi sosial tertentu
dengan mendeskripsikan kenyataan secara
benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan
teknik pengum-pulan dan analisis data yang
relevan yang diperoleh dari situasi yang
alamiah”.
Metode kualitatif pada umumnya
berorientasi pada hal eksplorasi, pengung-
kapan logika induktif sehingga penelitian
kualitatif bermakna melakukan pengamatan–
pengamatan, mencari pola-pola konsep yang
sebelumnya tidak ditentukan, sehingga
penelitian kulitatif merupakan observasi
parsipatoris (pengamatan terlibat). Tujuan
utama penelitian yang menggu-nakan
pendekatan kualitatif adalah mengembangkan
pengertian, konsep-konsep, yang pada
akhirnya menjadi teori, tahap ini dikenal
sebagai Grounded Theory Research, yaitu
menemukan teori berdasarkan data yang
diperoleh di lapangan atau situasi sosial.
KAJIAN PUSTAKA
Kemampuan Kepala Sekolah Siagian (Herabudin, 2009:185)
menyatakan bahwa “kemampuan adalah
keseluruhan daya baik berupa keteram- pilan
sosial maupun keterampilan teknis yang
melebihi orang lain”.
Menurut Sergiovanni (Wahyudi,
2009:35) “kemampuan merupakan wujud dari
kompetensi yang harus dimilki oleh kepala
sekolah dalam menjalankan tugas”.
Menurut Usman (2012:64) “ke-
mampuan merupakan hasil perpaduan antara
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman”. Jadi
kemampuan itu dapat diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan maupun pengalaman
seseo-rang.
Dalam perspektif kebijakan Pendidikan
Nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh
peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai: (1)
educator (pendidik); (2) manajer; (3) adminis-
trator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader
(pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7)
wirausahawan. Selanjut-nya menurut
Mulyasa (2007:98) “dalam paradigma baru
manajemen pendidikan, kepala sekolah
sedikitnya harus mampu berfungsi sebagai
edukator, manajer, administrator, supervisor,
leader, inova-tor, motivator (EMASLIM)”.
Kompetensi Kepala Sekolah
Istilah kompetensi berasal dari bahasa
Inggris Competency yang berarti kecakapan,
kemampuan dan wewenang. Seorang
dikatakan kompeten di bidang tertentu jika
menguasai kecakapan bekerja sebagai satu
keahlian selaras dengan bidangnya.
Kepala sekolah yang memenuhi kriteria
dan persyaratan suatu jabatan berarti
berwenang atas jabatan atau tugas yang
diberikan dengan kata lain memenuhi
persyaratan kompetensi. Dengan demikian
menurut Wahyudi (2009:28) bahwa:
Kompetensi kepala sekolah adalah
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai
dasar yang direfleksikan kepala sekolah
dalam kebiasaan berfikir dan bertindak
secara kon-sisten yang
memungkinkannya menjadi kompeten
atau berkemam- puan dalam mengambil
keputusan tentang penyediaan,
pemanfaatan dan peningkatan potensi
sumber-daya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di sekolah.
Secara formal, kompetensi kepala
sekolah telah di atur dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007
tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah,
yang menetapkan bahwa “kepala sekolah
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
���
�
harus memiliki lima kompetensi, yaitu: (1)
Kompetensi kepribadian, (2) Kompetensi
manajeri-al(3) Kompetensi kewirausahaan,
(4) Kompetensi supervisi, (5) Kompetensi
sosial.
Dengan demikian, kompetensi lain yang
perlu dimiliki kepala sekolah menurut
Wahyudi (2009:36) meliputi “(1) merumuskan
visi, (2) merencanakan program, (3)
komunikasi dan kerjasama, (4) hubungan
masyarakat, (5) mengelola sumberdaya
sekolah, (6) pengambilan keputusan, (7)
mengelola konflik”.
Kompetensi Guru
Guru yang profesional pada intinya
adalah guru yang memiliki kompetensi dalam
melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.
Sarimaya (2009:14) menya-takan bahwa
“kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.
Selanjutnya Kunandar (2009:55) me-nyatakan
bahwa “pengertian kompe-tensi guru adalah
seperangkat penguasa-an kemampuan yang
harus ada dalam diri guru agar dapat
mewujudkan kiner- janya secara tepat dan
efektif”.
Seorang guru harus mempunyai
kemampuan atau kompetensi yang lebih baik
daripada peserta didik dengan ditunjukkan
pada tingkat kompetensi kognitif, afektif, dan
psikomotor. Jadi pemahaman intelektual
yang dipengaru-hi oleh tingkat efektivitas
pribadi dengan menunjukkan pada pihak lain
sebagai aktualisasi pengetahuan melalui
psiko-motor pribadinya.
DalamUndang-Undang Guru dan Dosen
No. 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah
No. 19 Tahun 2005 telah di- tentukan bahwa
“kompetensi guru me-liputi kompetensi
kepribadian, pedago-gik, profesional, dan
sosial”.
Peningkatan Kompetensi Guru
Danim dan Danim (2011:67) me-
ngemukakan bahwa “secara umum kegiatan
pembinaan dan pengembangan guru
dimaksudkan untuk merangsang, memelihara,
dan meningkatkan kompe-tensi guru dalam
memecahkan masalah-masalah pendidikan
dan pembelajaran yang berdampak pada
peningkatan mutu hasil belajar siswa”.
Kuntoro (Suryosubroto, 2010:193)
menyatakan bahwa “masyarakat yang cepat
berkembang menuntut guru untuk belajar terus
menerus. Pengetahuan guru yang “usang”
akan membahayakan generasi brilliant masa
mendatang”.
Usman (2012:118) mengemukakan
bahwa:
Peningkatan pengetahuan guru dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti
mengikuti program pendidikan lanjutan
(S2 dan S3), melakukan berbagai
penelitian (seperti penelitian ekperimen
atau penelitian tindakan kelas),
mengikuti pendidikan dan pelatihan on
the job dan in-service training,
mengikuti berbagai kegiatan ilmiah
(seperti seminar, workshop, konferensi,
simposium, atau panel diskusi),
mengikuti Musyawarah Guru Mata
Pelajaran, dan belajar secara otodidak
melalui aktivitas membaca dan menulis.
HASIL PEMBAHASAN
Program Kepala Sekolah dalam
Meningkatkan Kompetensi Guru pada
SMA Negeri 7 Banda Aceh
Penyusunan Progran Kerja Sekolah
mengacu pada Pasal 53 Ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan menentukan
bahwa “setiap satuan pendidikan dikelola atas
dasar rencana kerja tahunan yang merupakan
penjabaran rinci dari rencana kerja jangka
menengah satuan pendidikan yang meliputi
masa 4 (empat) tahun”.
Berdasarkan penelitian penulis, Kepala
SMA Negeri 7 Banda Aceh sudah membuat
program peningkatan kompetensi guru dalam
setiap program kerjanya, selain adanya
program pembinaan melalui program
supervisi. Salah satu bentuk untuk
meningkatkan kompetensi guru adalah dengan
pelatihan, workshop, seminar, dan
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Strategi Kepala Sekolah dalam
Meningkatkan Kompetensi Guru pada
SMA Negeri 7 Banda Aceh
Setelah dilakukan penelitian ternya-ta
peningkatan kompetensi guru di sekolah perlu
dilaksanakan secara terus menerus dan
terprogram. Segala bentuk kegiatan sekolah,
Aini Zakiyah, Kemampuan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 1
���
�
baik berupa intra kurikuler maupun ekstra
kurikuler harus diarahkan pada peningkatan
kompetensi guru dalam rangka peningkatan
mutu pendidikan agar dapat berkembang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan
nasional, perkembangan teknologi dan
informasi yang berkembang sangat pesat.
Berdasarkan penelitian penulis, ada
beberapa upaya yang telah dilakukan oleh
kepala SMA Negeri 7 Banda Aceh untuk
meningkatkan kinerja sekolah, antara lain
melalui pembinaan disiplin tenaga
kependidikan, pemberian motivasi,
penghargaan (rewards), dan persepsi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Mulyasa (2007:141)
yang mengemukakan bahwa “kepala sekolah
harus mampu menumbuhkan disiplin tenaga
kependidikan, terutama disiplin diri (self-
discipline)”. Jadi sudah menjadi kewajiban
kepala sekolah untuk menumbuhkan disiplin
tenaga kependidikan yang dimulai dengan
sikap demokratis, oleh karena itu dalam
membina disiplin tenaga kependidikan harus
dari, oleh, dan untuk tenaga kependidikan.
Adapun strategi kepala sekolah dalam
meningkatkan kompetensi guru terlihat juga
dari program-program yang dilakukan kepala
sekolah dalam peningkatan kompetensi guru
yang meliputi: (1) Membentuk MGMP di
sekolah dan Mengirim guru untuk mengikuti
Forum Musyawarah Guru seperti Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP); (2) Mengirim
guru ke lembaga pelatihan guru atau penataran
guru baik di tingkat kabupaten/kota maupun di
tingkat provinsi; (3) Mengirim guru untuk
mengikuti seminar dan workshop; (4)
Memotivasi guru-guru untuk melanjutkan
pendidikan bagi guru yang masih D.III ke
jenjang S.1, dan bagi guru yang masih S.1
untuk dapat melanjutkan pendidikan ke
jenjang S.2.
Dalam pelaksanaannya, untuk forum
MGMP pada SMA Negeri 7 Banda Aceh
sudah berjalan sesuai dengan program, yaitu
dilaksanakan sesuai waktu yang telah
ditetapkan yaitu sekali dalam seminggu.
Sebagai contoh misalnya untuk MGMP
bidang studi Fisika dijadwalkan pada setiap
hari Sabtu pertemuannya untuk seluruh guru
Fisika se-Kota Banda Aceh yang dilaksanakan
di SMA Negeri 1 Banda Aceh. Demikian juga
dengan bidang studi lainnya, jadwal dan
tempat sudah ditentukan. Kegiatan tersebut
dikoordinasikan oleh Wakil Kepala Sekolah
Bidang Kurikulum.
Pelaksanaan penataran atau pelatihan di
SMA Negeri 7 Banda Aceh terhadap guru
belum maksimal, hal ini disebabkan
keterbatasan dana, dimana dalam pelaksanaan
program peningkatan kompetensi guru
dananya bersumber dari pemerintah pusat
yang diposkan dalam dana RBOS.
Dalam usaha meningkatkan pengelolaan
sekolah, “penataran” selalu dikaitkan dengan
personel sekolah, terutama guru. Setelah
mengikuti suatu penataran diharapkan agar
ada peningkatan guru itu sendiri. Peningkatan
ini kiranya akan tercermin dengan adanya
perubahan yang terjadi pada guru tersebut.
Aplikasi perubahan tersebut terlihat
ketika guru dalam melaksanakan tugasnya.
Perubahan itu sendiri mencakup sikap,
keterampilan dan pengetahuan. Dengan
adanya perubahan ini diharapkan guru dapat
bekerja secara profesional (Hasan, 2010:51).
Untuk meningkatkan kompetensi guru,
maka guru-guru di SMA Negeri 7 Banda Aceh
aktif mengikuti seminar-seminar pendidikan
dan workshop yang dilakukan oleh
pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat,
dan Perguruan Tinggi. Ini merupakan
komitmen para guru untuk meningkatkan
kompeten-sinya, sebab di dalam seminar
pendi-dikan akan ditemukan suatu titik terang
tentang permasalahan yang dibahas dan
melalui workshop dapat meningkatkan
kualitas profesional.
Usaha kepala sekolah untuk
meningkatkan kompetensi gurunya pada SMA
Negeri 7 Banda Aceh sudah maksimal yaitu
dengan memberikan izin belajar atau tugas
belajar bagi guru-guru yang akan melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal
ini sesuai dengan ketentuan Pasal 47 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru menentukan bahwa “guru yang
sudah memenuhi kualifikasi S.1 atau D.IV
dapat melakukan pengembangan dan
peningkatan Kuali-fikasi Akademik lebih
tinggi dari yang ditentukan”.
Kendala yang Dihadapi oleh Kepala
Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi
Guru pada SMA Negeri 7 Banda Aceh Dari hasil wawancara dan obser-vasi
serta studi dokumentasi dengan responden,
dapat diperoleh informasi bahwa kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan program
peningkatan kompetensi guru di SMA Negeri
Aini Zakiyah, Kemampuan Kepala Sekolah dalam Mening
���
�
7 Banda Aceh adalah sarana dan prasarana
masih kurang.
Setelah dilakukan penelitian, ternyata
sarana dan prasarana pendidikan seperti dialih
fungsikannya beberapa ruang kelas menjadi
ruang Tata Usaha dan ruang Kesiswaan, ruang
Dewan Guru yang sempit memerlukan
perluasan, ruang BK yang juga sempit masih
memerlukan perluasan, kurang-nya
pengetahuan guru tentang teknologi
informatika (TI), dan juga masih ada beberapa
ruangan kelas yang kurang pemeliharaan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1) Kepala SMA Negeri 7 Banda Aceh telah
melakukan program pening-katan
kompetensi guru dalam program kerjanya,
program pening-katan kompetensi guru
tersebut adalah program pembinaan
disiplin tenaga kependidikan, pemberian
motivasi, penghargaan (reward), dan
persepsi;
2) Strategi lainya yang ditempuh oleh kepala
SMA Negeri 7 Banda Aceh untuk
peningkatan kompetensi guru adalah
dengan mengirim guru-guru ke lembaga
pelatihan atau penataran, mengadakan
program Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP), seminar dan
workshop, dan melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi;
3) Kendala-kendala yang dihadapi adalah
sarana dan prasarana masih kurang,
selain itu juga yang menjadi kendala
adalah waktu yang terbatas.
Saran 1. Program meningkatkan kompetensi guru
perlu diprogramkan secara
berkesinambungan, baik jumlah pertemuan
ditingkatkan, kualitas materi juga
ditingkatkan, atau informasi-informasi
unggulan dan terkini dapat diberikan
kepada guru, sehingga guru betul-betul
memiliki wawasan yang luas sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan
atau perkembangan zaman, yang pada
akhirnya guru betul-betul menjadi
profesional.
2. Program meningkatkan kompetensi guru,
sebagaimana tuntutan lembaga, profesi
guru dan era globalisasi, maka kepala
sekolah juga harus profesional, terutama
dalam menyusun program kerja harus
melihat kebutuhan dan tantangan yang
dihadapi guru yang mana dalam
melaksanakan tugasnya sehari-hari
semakin berat, maka perlu dicari strategi-
strategi baru, terutama dalam
pengembangan dan peningkatan
kompetensi guru.
3. Kepala sekolah harus mendelegasi-kan
wewenangnya kepada para wakil kepala
sekolah, dan staf-stafnya sesuai dengan
tugas pokoknya masing-masing, dengan
demikian efektifitas dan efisiensi program
peningkatan kompetensi guru dapat
ditingkatkan.
4. Kepala sekolah harus melakukan supervisi
kelas minimal 3 bulan sekali untuk
mengetahui kemampuan atau kekurangan
yang dimiliki oleh guru. Dengan
demikian, kepala sekolah dapat
mengetahui kelemah-an-kelemahan guru
untuk dilakukan perbaikan serta ditindak
lanjuti dengan dikirim ke lembaga-
lembaga pelatihan atau penataran guru
yang relevan dengan bidang studinya
masing-masing.
5. Perlunya koordinasi dengan Komite
Sekolah, Dinas Pendidikan Kabupa-ten,
pemerintah Kotamadya Banda Aceh,
Dinas Pendidikan Provinsi Aceh dalam
menghadapi kendala atau hambatan.
6. Para guru dituntut meningkatkan motivasi
dan inovasi dalam mening-katkan
kompetensinya yang lebih baik dan
melakukan penelitian-penelitian tindakan
kelas untuk mengetahui metode-metode
apa yang cocok dan relevan dengan bidang
studi yang diajarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan dan Danim, Yunan. (2011).
Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas. Bandung: Pustaka Setia.
Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi
Kepala Sekolah TK, SD, SMP, SMA, dan SLB. Jakarta: Bp. Cipta Karya.
Hasan, Bachtiar. (2010). Perencanaan
Pengajaran Bidang Studi. Bandung:
Pustaka Ramadhan.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 1
���
�
Herabudin. (2009). Administrasi dan
Supervisi Pendidikan. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Kunandar. (2009). Guru Profe-sional.
Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2007 Tentang Standar Kepala
Sekolah-/Madrasah. Jakarta:
Depdiknas.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2007 Tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru.
Jakarta: Asa Mandiri.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
Tentang Standar Nasional pendidikan.
Sarimaya, Farida. (2009). Sertifikasi Guru,
Apa, Mengapa, dan Bagaimana?. Bandung: CV Yrama Widya.
Satori, Djam’an dkk. (2010). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
Suryosubroto. (2010). Manajemen
Pendidikan Sekolah. Jakarta: PT. Asdi
Mahasatya.
Usman, Nasir. (2012). Manajemen
Peningkatan Mutu Kinerja Guru.
Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Wahyudi. (2009). Kepemimpinan Kepala
Sekolah dalam Organisasi
Pembelajar. Bandung: Alfabeta.
��
�
KEMAMPUAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN
KOMPETENSI GURU PADA SMA NEGERI 7 BANDA ACEH
Oleh
*Aini Zakiyah
Abstrak: Artikel ilmiah ini adalah tulisan hasil penelitian yang merupakan bagian dari
Tugas Akhir Mahasiswa S2 (tesis), dalam artikel ilmiah ini menjelaskan tentang
kemampuan kepala sekolah yang merupakan salah satu pendukung dalam mewujudkan
pendidikan yang berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui program kepala
sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru, strategi kepala sekolah dalam
meningkatkan kompetensi guru, dan kendala-kendala yang dihadapi oleh kepala sekolah
dalan melaksanakan program peningkatan kompetensi guru. Metode yang digunakan
adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data
menggunakan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Subjek penelitian
adalah kepala sekolah,wakil kepala sekolah, guru senior/ketua MGMP, dan guru. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: 1) Kepala SMA Negeri 7 Banda Aceh telah melakukan
program peningkatan kompetensi guru dalam program kerjanya, program peningkatan
kompetensi guru tersebut adalah program pembinaan disiplin tenaga kependidikan,
pemberian motivasi, penghargaan (reward), dan persepsi. 2) Strategi lainya yang
ditempuh oleh kepala SMA Negeri 7 Banda Aceh untuk peningkatan kompetensi guru
adalah dengan mengirim guru-guru ke lembaga pelatihan atau penataran, mengadakan
program Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), seminar dan workshop, dan
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Untuk strategi peningkatan
kompetensi guru, dalam pelaksanannya sudah terlihat ke arah perbaikan khususnya dalam
mengajar, sudah ada peningkatan kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan,
dan mengevaluasi pembelajaran. 3) Kendala-kendala yang dihadapi adalah sarana dan
prasarana masih kurang, selain itu juga yang menjadi kendala adalah waktu yang terbatas.
Kata kunci: Kemampuan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi guru
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan bagian dari
pembangunan nasional yang bertujuan
untuk meningkatkan harkat dan martabat
bangsa serta kualitas sumber daya manusia.
Arah pendidikan negara kita telah ditetapkan
dalam kebijakan peme- rintah melalui
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu
“Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga
pada gilirannya manu-sia Indonesia mampu
berperan aktif sebagai agen pembaharuan
serta pengembangan kehidupan nasional
maupun internasional”.
Dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan nasional pemerintah khusus-nya
melalui Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas) terus menerus berupaya
melakukan berbagai perubahan dan
pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah
satu upaya yang sudah dan sedang
dilakukan, yaitu berkaitan de-ngan faktor
guru. Lahirnya Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, pada
dasarnya merupakan kebijakan pemerintah
yang di dalamnya memuat usaha pemerintah
untuk menata dan memperbaiki mutu guru di
Indonesia.
Jika kita lihat realita yang ada
sekarang walaupun sertifikasi guru telah
di lakukan dan tunjangan profesi sudah di
rasakan namun belum banyak berimplikasi
terhadap kinerja guru. Hal ini menunjukkan
bahwa kinerja guru belum sepenuhnya di
topang oleh derajat penguasaan kompetensi
yang memadai, oleh karena itu perlu adanya
*Aini Zakiyah adalah Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
��
�
upaya yang komprehensif guna
meningkatkan kompetensi guru.
Kepala sekolah yang menunjukkan
komitmen tinggi dan fokus terhadap
pengembangan kurikulum dan kegiatan
belajar mengajar di sekolahnya tentu saja
akan sangat memperhatikan tingkat
kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus
juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi
dan mendorong agar para guru dapat secara
terus menerus meningkatkan kompetensinya,
sehingga kegiatan belajar mengajar dapat
berjalan efektif dan efisien.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan
metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif, karena permasalahannya holistik,
kompleks, dinamis, dan penuh makna
sehingga tidak mungkin data pada situasi
sosial tesebut dijaring dengan metode
penelitian kuantitatif.
Menurut Satori (2010:25) “Peneli-tian
kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian
yang mengungkap situasi sosial tertentu
dengan mendeskripsikan kenyataan secara
benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan
teknik pengum-pulan dan analisis data yang
relevan yang diperoleh dari situasi yang
alamiah”.
Metode kualitatif pada umumnya
berorientasi pada hal eksplorasi, pengung-
kapan logika induktif sehingga penelitian
kualitatif bermakna melakukan pengamatan–
pengamatan, mencari pola-pola konsep yang
sebelumnya tidak ditentukan, sehingga
penelitian kulitatif merupakan observasi
parsipatoris (pengamatan terlibat). Tujuan
utama penelitian yang menggu-nakan
pendekatan kualitatif adalah
mengembangkan pengertian, konsep-konsep,
yang pada akhirnya menjadi teori, tahap ini
dikenal sebagai Grounded Theory Research,
yaitu menemukan teori berdasarkan data
yang diperoleh di lapangan atau situasi
sosial.
KAJIAN PUSTAKA
Kemampuan Kepala Sekolah Siagian (Herabudin, 2009:185)
menyatakan bahwa “kemampuan adalah
keseluruhan daya baik berupa keteram- pilan
sosial maupun keterampilan teknis yang
melebihi orang lain”.
Menurut Sergiovanni (Wahyudi,
2009:35) “kemampuan merupakan wujud
dari kompetensi yang harus dimilki oleh
kepala sekolah dalam menjalankan tugas”.
Menurut Usman (2012:64) “ke-
mampuan merupakan hasil perpaduan antara
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman”.
Jadi kemampuan itu dapat diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan maupun pengalaman
seseo-rang.
Dalam perspektif kebijakan Pendidikan
Nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh
peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai:
(1) educator (pendidik); (2) manajer; (3)
adminis-trator; (4) supervisor (penyelia); (5)
leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja;
dan (7) wirausahawan. Selanjut-nya
menurut Mulyasa (2007:98) “dalam
paradigma baru manajemen pendidikan,
kepala sekolah sedikitnya harus mampu
berfungsi sebagai edukator, manajer,
administrator, supervisor, leader, inova-tor,
motivator (EMASLIM)”.
Kompetensi Kepala Sekolah
Istilah kompetensi berasal dari bahasa
Inggris Competency yang berarti kecakapan,
kemampuan dan wewenang. Seorang
dikatakan kompeten di bidang tertentu jika
menguasai kecakapan bekerja sebagai satu
keahlian selaras dengan bidangnya.
Kepala sekolah yang memenuhi kriteria
dan persyaratan suatu jabatan berarti
berwenang atas jabatan atau tugas yang
diberikan dengan kata lain memenuhi
persyaratan kompetensi. Dengan demikian
menurut Wahyudi (2009:28) bahwa:
Kompetensi kepala sekolah adalah
pengetahuan, keterampilan dan nilai-
nilai dasar yang direfleksikan kepala
sekolah dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak secara kon-sisten yang
memungkinkannya menjadi kompeten
atau berkemam- puan dalam
mengambil keputusan tentang
penyediaan, pemanfaatan dan
peningkatan potensi sumber-daya
untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di sekolah.
Secara formal, kompetensi kepala
sekolah telah di atur dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13
Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
���
�
Sekolah/Madrasah, yang menetapkan bahwa
“kepala sekolah harus memiliki lima
kompetensi, yaitu: (1) Kompetensi
kepribadian, (2) Kompetensi manajeri-al(3)
Kompetensi kewirausahaan, (4)
Kompetensi supervisi, (5) Kompetensi
sosial.
Dengan demikian, kompetensi lain
yang perlu dimiliki kepala sekolah menurut
Wahyudi (2009:36) meliputi “(1)
merumuskan visi, (2) merencanakan
program, (3) komunikasi dan kerjasama, (4)
hubungan masyarakat, (5) mengelola
sumberdaya sekolah, (6) pengambilan
keputusan, (7) mengelola konflik”.
Kompetensi Guru
Guru yang profesional pada intinya
adalah guru yang memiliki kompetensi
dalam melakukan tugas pendidikan dan
pengajaran. Sarimaya (2009:14) menya-
takan bahwa “kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan”. Selanjutnya
Kunandar (2009:55) me-nyatakan bahwa
“pengertian kompe-tensi guru adalah
seperangkat penguasa-an kemampuan yang
harus ada dalam diri guru agar dapat
mewujudkan kiner- janya secara tepat dan
efektif”.
Seorang guru harus mempunyai
kemampuan atau kompetensi yang lebih
baik daripada peserta didik dengan
ditunjukkan pada tingkat kompetensi
kognitif, afektif, dan psikomotor. Jadi
pemahaman intelektual yang dipengaru-hi
oleh tingkat efektivitas pribadi dengan
menunjukkan pada pihak lain sebagai
aktualisasi pengetahuan melalui psiko-motor
pribadinya.
DalamUndang-Undang Guru dan
Dosen No. 14 Tahun 2005 dan Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 telah di-
tentukan bahwa “kompetensi guru me-liputi
kompetensi kepribadian, pedago-gik,
profesional, dan sosial”.
Peningkatan Kompetensi Guru
Danim dan Danim (2011:67) me-
ngemukakan bahwa “secara umum kegiatan
pembinaan dan pengembangan guru
dimaksudkan untuk merangsang,
memelihara, dan meningkatkan kompe-tensi
guru dalam memecahkan masalah-masalah
pendidikan dan pembelajaran yang
berdampak pada peningkatan mutu hasil
belajar siswa”.
Kuntoro (Suryosubroto, 2010:193)
menyatakan bahwa “masyarakat yang cepat
berkembang menuntut guru untuk belajar
terus menerus. Pengetahuan guru yang
“usang” akan membahayakan generasi
brilliant masa mendatang”.
Usman (2012:118) mengemukakan
bahwa:
Peningkatan pengetahuan guru dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti
mengikuti program pendidikan lanjutan
(S2 dan S3), melakukan berbagai
penelitian (seperti penelitian ekperimen
atau penelitian tindakan kelas),
mengikuti pendidikan dan pelatihan on
the job dan in-service training,
mengikuti berbagai kegiatan ilmiah
(seperti seminar, workshop, konferensi,
simposium, atau panel diskusi),
mengikuti Musyawarah Guru Mata
Pelajaran, dan belajar secara otodidak
melalui aktivitas membaca dan
menulis.
HASIL PEMBAHASAN
Program Kepala Sekolah dalam
Meningkatkan Kompetensi Guru pada
SMA Negeri 7 Banda Aceh
Penyusunan Progran Kerja Sekolah
mengacu pada Pasal 53 Ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan menentukan
bahwa “setiap satuan pendidikan dikelola
atas dasar rencana kerja tahunan yang
merupakan penjabaran rinci dari rencana
kerja jangka menengah satuan pendidikan
yang meliputi masa 4 (empat) tahun”.
Berdasarkan penelitian penulis,
Kepala SMA Negeri 7 Banda Aceh sudah
membuat program peningkatan kompetensi
guru dalam setiap program kerjanya, selain
adanya program pembinaan melalui program
supervisi. Salah satu bentuk untuk
meningkatkan kompetensi guru adalah
dengan pelatihan, workshop, seminar, dan
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Aini Zakiyah, Kemampuan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan
���
�
Strategi Kepala Sekolah dalam
Meningkatkan Kompetensi Guru pada
SMA Negeri 7 Banda Aceh Setelah dilakukan penelitian ternya-ta
peningkatan kompetensi guru di sekolah
perlu dilaksanakan secara terus menerus dan
terprogram. Segala bentuk kegiatan sekolah,
baik berupa intra kurikuler maupun ekstra
kurikuler harus diarahkan pada peningkatan
kompetensi guru dalam rangka peningkatan
mutu pendidikan agar dapat berkembang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan
nasional, perkembangan teknologi dan
informasi yang berkembang sangat pesat.
Berdasarkan penelitian penulis, ada
beberapa upaya yang telah dilakukan oleh
kepala SMA Negeri 7 Banda Aceh untuk
meningkatkan kinerja sekolah, antara lain
melalui pembinaan disiplin tenaga
kependidikan, pemberian motivasi,
penghargaan (rewards), dan persepsi. Hal
ini sesuai dengan pendapat Mulyasa
(2007:141) yang mengemukakan bahwa
“kepala sekolah harus mampu
menumbuhkan disiplin tenaga kependidikan,
terutama disiplin diri (self-discipline)”. Jadi
sudah menjadi kewajiban kepala sekolah
untuk menumbuhkan disiplin tenaga
kependidikan yang dimulai dengan sikap
demokratis, oleh karena itu dalam membina
disiplin tenaga kependidikan harus dari,
oleh, dan untuk tenaga kependidikan.
Adapun strategi kepala sekolah dalam
meningkatkan kompetensi guru terlihat juga
dari program-program yang dilakukan
kepala sekolah dalam peningkatan
kompetensi guru yang meliputi: (1)
Membentuk MGMP di sekolah dan
Mengirim guru untuk mengikuti Forum
Musyawarah Guru seperti Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP); (2)
Mengirim guru ke lembaga pelatihan guru
atau penataran guru baik di tingkat
kabupaten/kota maupun di tingkat provinsi;
(3) Mengirim guru untuk mengikuti
seminar dan workshop; (4) Memotivasi
guru-guru untuk melanjutkan pendidikan
bagi guru yang masih D.III ke jenjang S.1,
dan bagi guru yang masih S.1 untuk dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang S.2.
Dalam pelaksanaannya, untuk forum
MGMP pada SMA Negeri 7 Banda Aceh
sudah berjalan sesuai dengan program, yaitu
dilaksanakan sesuai waktu yang telah
ditetapkan yaitu sekali dalam seminggu.
Sebagai contoh misalnya untuk MGMP
bidang studi Fisika dijadwalkan pada setiap
hari Sabtu pertemuannya untuk seluruh guru
Fisika se-Kota Banda Aceh yang
dilaksanakan di SMA Negeri 1 Banda Aceh.
Demikian juga dengan bidang studi lainnya,
jadwal dan tempat sudah ditentukan.
Kegiatan tersebut dikoordinasikan oleh
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum.
Pelaksanaan penataran atau pelatihan di
SMA Negeri 7 Banda Aceh terhadap guru
belum maksimal, hal ini disebabkan
keterbatasan dana, dimana dalam
pelaksanaan program peningkatan
kompetensi guru dananya bersumber dari
pemerintah pusat yang diposkan dalam dana
RBOS.
Dalam usaha meningkatkan
pengelolaan sekolah, “penataran” selalu
dikaitkan dengan personel sekolah, terutama
guru. Setelah mengikuti suatu penataran
diharapkan agar ada peningkatan guru itu
sendiri. Peningkatan ini kiranya akan
tercermin dengan adanya perubahan yang
terjadi pada guru tersebut.
Aplikasi perubahan tersebut terlihat
ketika guru dalam melaksanakan tugasnya.
Perubahan itu sendiri mencakup sikap,
keterampilan dan pengetahuan. Dengan
adanya perubahan ini diharapkan guru dapat
bekerja secara profesional (Hasan, 2010:51).
Untuk meningkatkan kompetensi guru,
maka guru-guru di SMA Negeri 7 Banda
Aceh aktif mengikuti seminar-seminar
pendidikan dan workshop yang dilakukan
oleh pemerintah, Lembaga Swadaya
Masyarakat, dan Perguruan Tinggi. Ini
merupakan komitmen para guru untuk
meningkatkan kompeten-sinya, sebab di
dalam seminar pendi-dikan akan ditemukan
suatu titik terang tentang permasalahan yang
dibahas dan melalui workshop dapat
meningkatkan kualitas profesional.
Usaha kepala sekolah untuk
meningkatkan kompetensi gurunya pada
SMA Negeri 7 Banda Aceh sudah maksimal
yaitu dengan memberikan izin belajar atau
tugas belajar bagi guru-guru yang akan
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan ketentuan
Pasal 47 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
menentukan bahwa “guru yang sudah
memenuhi kualifikasi S.1 atau D.IV dapat
melakukan pengembangan dan peningkatan
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
���
�
Kuali-fikasi Akademik lebih tinggi dari yang
ditentukan”.
Kendala yang Dihadapi oleh Kepala
Sekolah dalam Meningkatkan
Kompetensi Guru pada SMA Negeri 7
Banda Aceh
Dari hasil wawancara dan obser-vasi
serta studi dokumentasi dengan responden,
dapat diperoleh informasi bahwa kendala
yang dihadapi dalam pelaksanaan program
peningkatan kompetensi guru di SMA
Negeri 7 Banda Aceh adalah sarana dan
prasarana masih kurang.
Setelah dilakukan penelitian, ternyata
sarana dan prasarana pendidikan seperti
dialih fungsikannya beberapa ruang kelas
menjadi ruang Tata Usaha dan ruang
Kesiswaan, ruang Dewan Guru yang sempit
memerlukan perluasan, ruang BK yang juga
sempit masih memerlukan perluasan,
kurang-nya pengetahuan guru tentang
teknologi informatika (TI), dan juga masih
ada beberapa ruangan kelas yang kurang
pemeliharaan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1) Kepala SMA Negeri 7 Banda Aceh telah
melakukan program pening-katan
kompetensi guru dalam program
kerjanya, program pening-katan
kompetensi guru tersebut adalah program
pembinaan disiplin tenaga kependidikan,
pemberian motivasi, penghargaan
(reward), dan persepsi;
2) Strategi lainya yang ditempuh oleh
kepala SMA Negeri 7 Banda Aceh untuk
peningkatan kompetensi guru adalah
dengan mengirim guru-guru ke lembaga
pelatihan atau penataran, mengadakan
program Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP), seminar dan
workshop, dan melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi;
3) Kendala-kendala yang dihadapi adalah
sarana dan prasarana masih kurang,
selain itu juga yang menjadi kendala
adalah waktu yang terbatas.
Saran
1. Program meningkatkan kompetensi guru
perlu diprogramkan secara
berkesinambungan, baik jumlah
pertemuan ditingkatkan, kualitas materi
juga ditingkatkan, atau informasi-
informasi unggulan dan terkini dapat
diberikan kepada guru, sehingga guru
betul-betul memiliki wawasan yang luas
sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan atau perkembangan zaman,
yang pada akhirnya guru betul-betul
menjadi profesional.
2. Program meningkatkan kompetensi guru,
sebagaimana tuntutan lembaga, profesi
guru dan era globalisasi, maka kepala
sekolah juga harus profesional, terutama
dalam menyusun program kerja harus
melihat kebutuhan dan tantangan yang
dihadapi guru yang mana dalam
melaksanakan tugasnya sehari-hari
semakin berat, maka perlu dicari strategi-
strategi baru, terutama dalam
pengembangan dan peningkatan
kompetensi guru.
3. Kepala sekolah harus mendelegasi-kan
wewenangnya kepada para wakil kepala
sekolah, dan staf-stafnya sesuai dengan
tugas pokoknya masing-masing, dengan
demikian efektifitas dan efisiensi
program peningkatan kompetensi guru
dapat ditingkatkan.
4. Kepala sekolah harus melakukan
supervisi kelas minimal 3 bulan sekali
untuk mengetahui kemampuan atau
kekurangan yang dimiliki oleh guru.
Dengan demikian, kepala sekolah dapat
mengetahui kelemah-an-kelemahan guru
untuk dilakukan perbaikan serta ditindak
lanjuti dengan dikirim ke lembaga-
lembaga pelatihan atau penataran guru
yang relevan dengan bidang studinya
masing-masing.
5. Perlunya koordinasi dengan Komite
Sekolah, Dinas Pendidikan Kabupa-ten,
pemerintah Kotamadya Banda Aceh,
Dinas Pendidikan Provinsi Aceh dalam
menghadapi kendala atau hambatan.
6. Para guru dituntut meningkatkan
motivasi dan inovasi dalam mening-
katkan kompetensinya yang lebih baik
dan melakukan penelitian-penelitian
tindakan kelas untuk mengetahui
metode-metode apa yang cocok dan
relevan dengan bidang studi yang
diajarkan.
Aini Zakiyah, Kemampuan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan
���
�
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan dan Danim, Yunan.
(2011). Administrasi Sekolah dan
Manajemen Kelas. Bandung: Pustaka
Setia.
Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi
Kepala Sekolah TK, SD, SMP,
SMA, dan SLB. Jakarta: Bp. Cipta
Karya.
Hasan, Bachtiar. (2010). Perencanaan
Pengajaran Bidang Studi. Bandung:
Pustaka Ramadhan.
Herabudin. (2009). Administrasi dan
Supervisi Pendidikan. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Kunandar. (2009). Guru Profe-sional.
Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2007 Tentang Standar Kepala
Sekolah-/Madrasah. Jakarta:
Depdiknas.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2007 Tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru.
Jakarta: Asa Mandiri.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
Tentang Standar Nasional pendidikan.
Sarimaya, Farida. (2009). Sertifikasi Guru,
Apa, Mengapa, dan Bagaimana?. Bandung: CV Yrama Widya.
Satori, Djam’an dkk. (2010). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
Suryosubroto. (2010). Manajemen
Pendidikan Sekolah. Jakarta: PT.
Asdi Mahasatya.
Usman, Nasir. (2012). Manajemen
Peningkatan Mutu Kinerja Guru.
Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Wahyudi. (2009). Kepemimpinan Kepala
Sekolah dalam Organisasi Pembelajar. Bandung: Alfabeta.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
���
�
THE RELATION OF STUDENTS’ LEARNING HABITS TOWARDS
ACCOUNTING LEARNING ACHIEVEMENT (A RESEARCH ON STUDENTS GRADE XII IS SMAN 1 BANDA ACEH)
Oleh
*Faridah Yahya, **Siswandi Yunandar
Abstract: This writing is intended to know 1) students’ learning habit, and 2) the
relation of students’ learning habit towards learning achievement. This research’s
sample is student grade XII IS that totaled thirty students. The techniques of collecting
data in this research are observation, questionnaire, and documentation. Data analysis
for the first goal by using Likert scale and the second goal by using moment product
correlation formula. the research’s result showed that the average score from students
learning habit are a) items of preparing all the requirements at night with the score 3.52,
b) concentration with the score 3. 35, c) reading and making notes with the score 3. 32,
d) managing study time (study schedule) with the score 3. 31, e) revising lesson’s
material with the score 3.2, f) being diligent in doing homework with the score 3.14, and
g) being used to visit library with the score 2. 62. However, when viewed as a whole, the
average score acquired 3.31 or it can be categorized medium. Furthermore, the relation
between students’ learning habit and students’ achievement obtained t value ( 5. 958)
greater than table t (2.0484) on significant rate 5 %. Thus Ha accepted and Ho rejected.
Keyword: learning habit, students’ achievement
PENDAHULUAN Siswa sebagai peserta didik
merupakan sasaran utama dari kegiatan
pendidikan, di mana mereka diharapkan
dapat mencapai keberhasilan dalam belajar.
Keberhasilan belajar siswa dapat dilihat dari
kemampuannya dalam menguasai materi
pelajaran, prestasi belajar yang dicapai
siswa, keterampilan dalam kebenaran
menyelesaikan tugas yang diberikan guru
dan lain-lain.
Prestasi belajar merupakan hasil
yang dicapai siswa selama menjalani proses
belajar dalam kurun waktu tertentu. Prestasi
belajar pun dapat menjadi tolak ukur
tercapainya suatu tujuan pembelajaran dan
umpan balik bagi guru maupun pihak
sekolah dalam hal manajemen pembelajaran.
Tak sedikit siswa yang bermasalah dengan
prestasi belajarnya dan berakibat pada
rendahnya prestasi belajar siswa itu sendiri.
Secara umum prestasi belajar dapat
dijelaskan sebagai tingkat pemahaman siswa
tentang materi tertentu yang telah diberikan
dalam proses belajar mengajar.
Menurut Slameto (2006:54)”
faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
belajar dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang ada dalam
diri individu yang sedang belajar yang
terdiri dari faktor jasmaniah, faktor
psikologis dan faktor kelelahan. Faktor
eksternal adalah faktor yang mempengaruhi
dalam belajar yang ada di luar individu yang
terdiri dari faktor keluarga dan masyarakat”.
Dari paparan di atas terlihat bahwa
prestasi belajar yang dicapai oleh siswa
bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri,
melainkan merupakan hasil dari beberapa
faktor yang mempengaruhinya. Di antara
berbagai faktor yang mempengaruhi hasil
belajar, faktor kebiasaan belajar adalah salah
satu faktor yang dianggap penting dalam
proses belajar yang nantinya akan
menentukan hasil belajar. Kebiasaan belajar
merupakan salah satu unsur kepribadian
yang tergolong pada faktor internal. Dari
informasi yang penulis terima dari pihak
sekolah SMAN 1 Banda Aceh bahwa siswa
kelas XII IS mempunyai kebiasaan belajar
yang kurang baik, salah satu contoh
kebiasaan tersebut adalah belajar ketika ada
ujian, siswa selalu belajar ketika ada ujian
saja, sehingga jika tidak ada ujian siswa
tidak membiasakan diri untuk belajar,
seharusnya jauh-jauh hari siswa telah
mempersiapkannya.
*Faridah Yahya adalah Dosen Universitas Syiah Kuala
**Siswandi Yunandar adalah Alumni FKIP Universitas Syiah Kuala
�
���
�
Tanpa kebiasaan belajar yang baik
prestasi belajar yang diperoleh pun kurang
memuaskan. Salah satu contoh yang diambil
seringkali siswa hanya belajar pada saat ada
ulangan dan ujian saja, sehingga kadang-
kadang hasilnya jauh dari yang diharapkan.
Untuk itu agar memperoleh hasil yang lebih
baik diperlukan kebiasaan yang baik dan
teratur.
Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan di atas, yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana kebiasaan belajar siswa kelas
XII IS SMA Negeri 1 Banda Aceh ?
2. Apakah terdapat hubungan antara
kebiasaan belajar siswa dengan prestasi
belajar siswa dalam mata pelajaran
ekonomi Akuntansi kelas XII IS SMA
Negeri 1 Banda Aceh ?
Adapun tujuan dari penelitian adalah
Untuk mengetahui kebiasaan belajar dan
hubungannya terhadap prestasi belajar.
LANDASAN TEORITIS
Belajar adalah kegiatan yang
berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam setiap penyelengaraan
pendidikan. Berhasil atau tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan amat
bergantung pada proses belajar yang dialami
siswa baik di lingkungan sekolah maupun
lingkungan belajarnya sendiri, karena
sesungguhnya belajar dilakukan dimana pun
dan kapan pun hingga akhir hayat.
Menurut Hamalik (2002:154) :
“belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan
atau perubahan dalam diri seseorang yang
dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku
yang baru, berkat pengalaman dan latihan.”
Berdasarkan pengertian beberapa
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan suatu proses dimana di
dalamnya terjadi suatu interaksi antara
seseorang dengan lingkungannya yang
mengakibatkan adanya perubahan tingkah
laku yang akan memberikan suatu
pengalaman yang baik.
Selanjutnya menurut Surya
(2003:30) mengemukakan bahwa “kebiasaan
adalah suatu cara bertindak yang sifatnya
otomatis untuk suatu masa tertentu, tingkah
laku yang menjadi kebiasaan tidak
memerlukan fungsi berfikir yang cukup
tinggi karena sifatnya sudah relatif
menetap.”
Abu Ahmadi (1994:28)
mengatakan “dengan memiliki kebiasaan
belajar yang baik, usaha belajar selalu
memberikan hasil yang sangat memuaskan.
Ilmu yang sedang dipelajari dapat
dimengerti dan dikuasai dengan sempurna,
ujian-ujian dapat dilalui dengan berhasil.
Sehingga dapat menimbulkan kegembiraan
dan kepuasan, di dalam hatinya akan
berkobar keinginan belajar semakin
meningkat.”
Dari berbagai pendapat di atas
dapat disimpulkan kebiasaan belajar adalah
:1).Mengatur waktu belajar (jadwal belajar).
2).Mempersiapkan keperluan belajar pada
malam hari. 3).Membaca dan membuat
catatan. 4).Mengulang bahan pelajaran.
5).Konsentrasi. 6).Rajin dalam mengerjakan
tugas. 7).Terbiasa mengunjungi
perpustakaan
Prestasi belajar dan proses belajar
adalah satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. karena prestasi belajar seorang
peserta belajar pada hakikatnya adalah hasil
akhir dari sebuah proses belajar. Dalam
setiap kegiatan belajar pada akhirnya
menghasilkan perubahan dalam diri siswa.
Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah
pengetahuan, melainkan juga dalam bentuk
kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian,
perhargaan, minat, penyesuaian diri dan
semua yang berkenaan dengan aspek
organisme atau pribadi siswa. Hasil belajar
yang diperoleh siswa dapat diketahui
berdasarkan perbedaan perilaku sebelum dan
sesudah belajar dilakukan. Hasil belajar
merupakan segala perilaku yang dimiliki
siswa sebagai akibat dari proses belajar yang
berlangsung di sekolah maupun di luar
sekolah yang bersifat kognitif, afektif,
maupun psikomotor, yang disengaja maupun
tidak disengaja. Untuk mengetahui prestasi
belajar seorang peserta didik biasanya
dilakukan evaluasi terhadap materi yang
diberikan. Seberapa besar peserta didik
mampu memberikan feed back dari setiap
evaluasi yang diberikan, demikianlah
gambaran prestasi belajar yang ia miliki.
Djamarah (2002:21) bahwa
“prestasi belajar adalah penilaian pendidikan
tentang kemajuan siswa dalam segala hal
yang dipelajari di sekolah yang menyangkut
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
���
�
pengetahuan atau kecakapan/keterampilan
yang dinyatakan sesudah hasil penilaian.”
Berdasarkan pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah
tingkat keberhasilan yang dicapai dari suatu
kegiatan usaha yang dapat memberikan
kepuasan emosional, dan dapat diukur
dengan alat atau tes tertentu.
Adapun dalam penelitian ini yang
dimaksud dengan prestasi belajar adalah
tingkat keberhasilan peserta didik setelah
menempuh proses pembelajaran tentang
materi tertentu, yakni tingkat penguasaan,
perubahan emosional, atau perubahan
tingkah laku yang dapat diukur dengan tes
tertentu dan diwujudkan dalam bentuk nilai
atau skor.
Selanjutnya Muhibbin Syah
(2006:129), faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu :
1).Faktor internal (faktor dalam diri
siswa):Aspek fisiologis,jasmani, mata dan
telinga. 2).Faktor eksternal (faktor dari luar
siswa):Lingkungan social,Keluarga, guru,
dan staf, masyarakat, teman dan
sebagainya.Lingkungan non social Rumah,
sekolah, peralatan, alam dan sebagainya.
3).Faktor pendekatan belajar (approach to
learning), yakni upaya belajar siswa yang
meliputi strategi dan metode yang digunakan
siswa untuk melakukan kegiatan
mempelajari materi-materi pelajaran.
Berhasil atau tidaknya seseorang
dalam belajar disebabkan beberapa faktor
yang mempengaruhi pencapaian hasil
belajar yaitu yang berasal dari dalam diri
orang yang belajar dan ada pula dari luar
dirinya
METODE PENELITIAN
Pendekatan dalam penelitian ini
adalah menggunakan pendekatan kuantitatif,
yaitu data yang berwujud angka-angka.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif.
Penelitian deskriptif ini merupakan
metode penelitian yang berusaha
menggambarkan keadaan secara nyata pada
saat pelaksanaan penelitian dan
menginterprestasikan objek sesuai dengan
apa adanya. (Sukardi 2003:157)
Menurut Komaruddin (Mardalis
2004:53) mengemukakan bahwa “Populasi
adalah semua individu yang menjadi sumber
pengambilan sampel yang memenuhi syarat-
syarat tertentu yang berkaitan dengan
masalah penelitian.”
Populasi dalam penelitian ini
adalah siswa SMA Negeri 1 Banda Aceh
kelas XII IS yang berjumlah sebanyak 30
siswa. Mengingat jumlah siswa yang relatif
kecil maka seluruh siswa menjadi sampel
dalam penelitian ini .
Untuk memperoleh data dalam
penelitian ini ,dilakukan melalui cara
sebagai berikut :
a. Penelitian Kepustakaan (library
research). Penelitian kepustakaan
dilakukan dengan mempelajari buku-
buku dan bahan lainnya yang relevan
dengan pokok pembahasan dan akan
dijadikan landasan teoritis.
b. Penelitian Lapangan (field research)
yaitu melakukan penelitian guna
mendapatkan data-data primer yang
berhubungan dengan penelitian yang
dilakukan.
• Observasi yaitu pengamatan yang
dilakukan secara langsung terhadap
gejala yang tampak pada objek
penelitian.
• Angket adalah sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari
responden.
• Dokumentasi yaitu suatu teknik
pengumpulan data yang penulis
pergunakan untuk mengumpulkan
data-data misalnya data siswa, nilai
siswa dan data-data penunjang
penelitian lainnya.
Angket yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah angket yang berbentuk
skala likert dengan skor alternatif yang
dinilai adalah 5-1. Skala ini disusun dalam
bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh
lima respon yang menunjukkan tingkatan.
Untuk menghitung skor yang
diberikan kepada responden adalah member
skor pada tiap-tiap jawaban, pada penyataan
positif skornya adalah :
Sangat Setuju = 5
Setuju = 4
Netral = 3
Tidak Setuju = 2
Sangat Tidak Setuju = 1
Tujuan analisis ini untuk
mengetahui kuat atau tidaknya hubungan
antara variabel X yaitu “kebiasaan belajar
Faridah Yahya dan Siswandi Yunandar, The Relation Of Students’ Learning Habits Towards
�
siswa” dengan vari
belajar siswa”. at
hubungan antara
variabel lainnya.
digunakan adalah t
moment dari Pearso
berikut :
(Irianto, 2009: 137)
PEMBAHASAN DA
1. Kebiasaan Belaja
Kebiasaan
sebagaimana yang di
Tabel 1.1.1 Mengat
N
o Variabe
1. Memiliki jadwa
2. Belajar ketika a
3. Belajar sesuai d
jadwal telah say
4. Tidak menggun
waktu belajar un
bermain
Rata-rata
Sumber : Data Prime
Berdasarkan
maka indikator yang
dengan rata-rata 3.47
menikmati proses be
semuanya, secara ps
sehingga hasil belaja
siswa mengatur wak
Berikut ini
mempersiapkan sem
Tabel 1.1.2Memper
N
o Variabel
1. Mempersiapkan
sekolah sebelum
2. Diingatkan ole
untuk me
keperluan belaja
3. Mempergunaka
tidur sebaga
Jurn
ariabel Y yaitu “prestasi
atau untuk mengetahui
satu variabel dengan
Teknik korelasi yang
teknik korelasi product
son dengan rumus sebagai
Dimana :
r = Koefisie
N = Jumlah
X = Variab
Y = Variab
setelah koe
selanjutnya
1
nrxyt
−
=
DAN HASIL PENELITIAN
ajar Siswa Kelas XII IS SMA Negeri 1 Banda
n belajar siswa dilihat dari mengatur wa
ditunjukkan pada tabel di bawah ini :
atur Waktu Belajar
bel
Sgt Tdk
Setuju
Tdk
Setuju Netral
Fr % Fr % Fr %
al belajar 0 0.0 3 10 13 43.
ada ujian 1 3.3 9 30 11 36.
i dengan
saya buat 0 0.0 5
16
.7 11 36.
unakan
untuk 0 0.0 1 3.
3 17 56.
mer Diolah (2012)
kan angket yang dibagikan mengenai mengat
ng memperoleh rata-rata tertinggi yaitu siswa m
.47. Dengan memiliki jadwal belajar yang baik,
elajar sebagai bagian dari tubuh seperti juga
psikologis siswa akan lebih tenang, fresh dan
ajar yang akan dicapai pun dapat lebih maksim
aktu belajar (jadwal belajar) sebesar 3.31.
ni akan dibahas tentang kebiasaan belajar sis
mua keperluan pada malam hari yaitu sebagai b
ersiapkan Semua Keperluan pada Malam H
Sgt Tdk
Setuju
Tdk
Setuju Netral
Fr % Fr % Fr %
an keperluan
um tidur 0 0.0 3 10 8 26
leh orang tua
empersiapkan
ajar besok hari
3 10 8 26.7 7 23
kan kamar
gai ruangan 3 10 1 3.3 7 23
rnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, V
���
isien Korelasi,
lah Data
abel Kebiasaan Belajar Siswa
iabel Prestasi Belajar Siswa dan
oefisien korelasi didapat maka
ya di uji distribusi t sebagai berikut:
2
2
rxy
n − (Irianto, 2009: 146)
da Aceh
waktu belajar dapat diperhatikan
al Setuju Sgt
Setuju Mean
% Fr % Fr %
3.3 11 36.
7 3 10 3.47
6.7 7 23.
3 2 6.7 3
6.7 12 40 2 6.7 3.37
6.7 11 36.
7 1 3.3 3.4
3.31
atur waktu belajar (jadwal belajar)
a memiliki jadwal belajar akuntansi
ik, maka siswa akan lebih fokus dan
ga makan dan ibadah. Dampak dari
n percaya diri serta lebih produktif
imal. Adapun nilai rerata mengenai
siswa dilihat dari kebiasaan siswa
i berikut
Hari
Setuju Sgt
Setuju Mean
% Fr % Fr %
26.7 12 40 7 23.3 3.77
23.3 10 33.
3 2 6.7 3
23.3 15 50 4 13.3 3.53
Volume 14 Nomor 1
���
�
belajar
4. Berangkat sekolah dengan
persiapan di malam hari
0
.
0
0.0 1 3.3 9 30 16 53.
3 4 13.3 3.77
Rata-rata 3.52
Sumber : Data Primer Diolah (2012)
Berdasarkan angket yang dibagikan mengenai mempersiapkan semua keperluan pada
malam hari maka indikator yang memperoleh rata-rata tertinggi yaitu siswa mempersiapkan
keperluan sekolah sebelum tidur dan siswa berangkat sekolah dengan persiapan di malam hari
dengan nilai rata-rata yang sama besarnya yaitu 3.77. Mempersiapkan keperluan sekolah pada
malam hari ini dapat membantu siswa agar lebih siap untuk belajar pada esok harinya.
Adapun nilai rerata mengenai siswa mempersiapkan semua keperluan pada malam hari
sebesar 3.52. Dengan demikian, berarti siswa yang berprestasi baik memiliki tingkat kedisiplinan
yang tinggi. Dalam hal ini terlihat bahwa siswa selalu mempersiapkan semua keperluan pada
malam hari.
Berikut ini akan dibahas tentang kebiasaan belajar siswa dilihat dari kebiasaan siswa
membaca dan membuat catatan yaitu sebagai berikut :
Tabel 1.1.3 Membaca dan Membuat Catatan
N
o Variabel
Sgt Tdk
Setuju
Tdk
Setuju Netral Setuju
Sgt
Setuju Mean
Fr % Fr % Fr % Fr % Fr %
1 Menggunakan waktu luang
untuk membaca 2 6.7 0 0.0 18 60 9 30 1 3.3 3.23
2 Membaca beberapa buku
referensi Akuntansi 1 3.3 5 16.7 18 60 6 20 0 0.0 2.97
3 Membuat catatan dan
rangkuman pelajaran Akuntansi 0 0.0 2 6.7 16 53.3 9 30 3 10 3.43
4 Mengajukan pertanyaan ketika
belajar Akuntansi 0 0.0 2 6.7 21 70 7 23.3 0 0.0 3.17
Rata-rata 3.2
Sumber : Data Primer Diolah (2012)
Berdasarkan angket yang dibagikan untuk indikator membaca dan membuat catatan maka
indikator yang memperoleh rata-rata tertinggi yaitu siswa membuat catatan dan rangkuman
pelajaran Akuntansi dengan rata-rata 3.43. dan nilai rata-rata mengenai siswa membaca dan
membuat catatan sebesar 3.2 .
Dengan demikian berarti siswa yang sering membaca dan membuat catatan adalah siswa
yang mampu memahami dan mengerti semua intisari pelajaran yang telah dijelaskan atau
disampaikan oleh guru ketika proses belajar berlangsung. Itulah kebiasaan yang harus dilakukan
siswa supaya belajar jadi lebih mudah. Dan kebiasaan ini juga cukup penting dalam meningkatkan
daya ingat siswa dalam mengingat suatu pelajaran atau apa yang ingin dipelajari.
Berikut ini akan dibahas tentang kebiasaan belajar siswa dilihat dari kebiasaan siswa
mengulangi bahan pelajaran yaitu sebagai berikut :
Tabel 1.1.4 Mengulangi Bahan Pelajaran
N
o Variabel
Sgt Tdk
Setuju
Tdk
Setuju Netral Setuju
Sgt
Setuju Mean
Fr % Fr % Fr % Fr % Fr %
1. Mempelajari kembali materi
yang telah diajarkan 0 0.0 3 10 16 53.3 10 33.3 1 3.3 3.3
2. Mencurahkan perhatian 1 3.3 2 6.7 21 70 5 16.7 1 3.3 3.1
Faridah Yahya dan Siswandi Yunandar, The Relation Of Students’ Learning Habits Towards
���
�
untuk belajar Akuntansi
3. Berupaya untuk memahami
kembali apa yang telah
disampaikan guru
0 0.0 2 6.7 14 46.7 9 30 5 16.7 3.57
Rata-rata 3.32
Sumber : Data Primer Diolah (2012)
Adapun nilai rerata mengenai siswa mengulangi bahan pelajaran sebesar 3.32. Dengan
demikian berarti siswa yang berupaya untuk memahami kembali apa yang telah disampaikan guru
ketika proses pembelajaran berlangsung adalah siswa yang mencurahkan perhatian sepenuhnya
ketika belajar. Mengulangi besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan
(review) materi yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan akan tetap tertanam dalam
otak seseorang siswa.
Berikut ini akan dibahas tentang kebiasaan belajar siswa dilihat dari kebiasaan siswa
berkonsentrasi yaitu sebagai berikut :
Tabel 1.1.5 Konsentrasi
No Variabel
Sgt Tdk
Setuju
Tdk
Setuju Netral Setuju
Sgt
Setuju Mean
Fr % Fr % Fr % Fr % Fr %
1. Selalu fokus dan
memperhatikan apa yang
disampaikan guru
0 0.0 1 3.3 16 53.3 13 43.3 0 0.0 3.4
2. Tidak membuang-buang
waktu ketika belajar
Akuntansi
1 3.3 2 6.7 14 46.7 13 43.3 0 0.0 3.3
Rata-rata 3.35
Sumber : Data Primer Diolah (2012)
Di dalam indikator konsentrasi maka indikator yang memperoleh rata-rata tertinggi yaitu
selalu fokus dan memperhatikan apa yang disampaikan guru ketika belajar Akuntansi 3.4. Adapun
nilai rerata mengenai siswa berkonsentrasi sebesar 3.35.
Berikut ini kebiasaan belajar siswa dilihat dari kebiasaan siswa rajin dalam melaksanakan
tugas yaitu sebagai berikut :
Tabel 1.1.6 Rajin dalam Melaksanakan Tugas
No Variabel
Sgt Tdk
Setuju
Tdk
Setuju Netral Setuju
Sgt
Setuju Mean
Fr % Fr % Fr % Fr % Fr %
1. Selalu mengerjakan tugas
pelajaran Akuntansi 1 3.3 1 3.3 15 50 11 36.7 2 6.7 3.4
2. Mengerjakan tugas Akuntansi
sendiri tidak menyontek punya
teman
1 3.3 3 10 22 73.3 4 13.3 0 0.0 2.97
3. Mengerjakan tugas tepat
waktu 0 0.0 7 23.3 18 60 5 16.7 0 0.0 2.93
4. Mengkoreksi tugas sebelum
dikumpulkan 1 3.3 4 13.3 13 43.3 10 33.3 2 6.7 3.27
Rata-rata 3.14
Sumber : Data Primer Diolah (2012)
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
�
Di dalam i
rata-rata tertinggi ya
Adapun nilai rerata
demikian berarti s
mengerjakan tugas d
Berikut ini
terbiasa mengunjung
Tabel 1.1.7 Terbias
N
o Variabel
1 Membaca buku
dengan pelajaran
2 Setiap beris
mengunjungi pe
meminjam buku
3 Mengunjungi pe
ada waktu luang
4 Membaca bu
perpustakaan ke
masuk kelas
Rata-rata
Sumber : D
Di dalam in
rata-rata tertinggi ya
rerata mengenai sisw
1.2.. Hubungan An
Kelas XII IS SMA N
Untuk men
Akuntansi siswa kel
yaitu kebiasaan bela
Akuntansi siswa be
variabel terikat
Berdasarkan data p
N = 30
�X = 2395 �Y
Berdasarkan data di
3(=rxy
1
=rxy
Faridah Yahya
�
indikator rajin dalam melaksanakan tugas m
yaitu siswa selalu mengerjakan tugas pelajaran
ata mengenai siswa rajin dalam melaksanak
siswa yang rajin dalam melaksanakan tu
s dengan baik sehingga hasil yang dicapai pun m
ni akan dibahas tentang kebiasaan belajar sis
ngi perpustakaan yaitu sebagai berikut :
asa Mengunjungi Perpustakaan
Sgt Tdk
Setuju
Tdk
Setuju Net
Fr % Fr % Fr
u yang berkaitan
an 1 3.3 12 40 14
ristirahat saya
perpustakaan dan
u
6 20 7 23.3 13
perpustakaan jika
ng 2 6.7 9 30 14
buku-buku di
ketika guru tidak 3 10 8 26.7 17
Data Primer Diolah (2012)
indikator terbiasa mengunjungi perpustakaan
yaitu siswa mengunjungi perpustakaan jika ad
swa terbiasa mengunjungi perpustakaan sebesa
ntara Kebiasaan Belajar Siswa Dengan Pre
A Negeri 1 Banda Aceh
engetahui hubungan dari kebiasaan belajar
elas XII IS SMA Negeri 1 Banda Aceh, maka
elajar siswa sedangkan yang menjadi variabel
berupa nilai rapor siswa. Untuk menghitung
dengan variabel bebas digunakan
(Irian
pada lampiran 3 maka diperoleh data sebagai b
Y = 2503 �X² = 193017 Y² = 2
di atas maka dapat dihitung rxy sebagai berikut
()208979(30))(2395()193017(30
)2503)(2395()200207(30
2−−
−
57,15414
11525
748.0=rxy
ya dan Siswandi Yunandar, The Relation Of Student
�
maka indikator yang memperoleh
ran Akuntansi dengan rata-rata 3.4.
akan tugas sebesar 3.14. Dengan
tugas adalah siswa yang selalu
n memuaskan.
siswa dilihat dari kebiasaan siswa
etral Setuju Sgt
Setuju Mean
% Fr % Fr %
46.7 3 10 0 0.0 2.63
43.3 3 10 1 3.3 2.53
46.7 5 16.7 0 0.0 2.73
56.7 2 6.7 0 0.0 2.6
2.62
n maka indikator yang memperoleh
ada waktu luang 2.73. Adapun nilai
sar 2.62.
restasi Belajar Akuntansi Siswa
jar siswa dengan prestasi belajar
ka yang menjadi variabel bebas (X)
el terikat (Y) yaitu prestasi belajar
ng besarnya hubungan (r) antara
rumus sebagai berikut :
anto, 2009: 137)
i berikut :
208979 �XY =200207
ut :
))2503( 2
ents’ Learning Habits Towards
��
�
Tabel 1.2.1 Pedoman Untuk
Memberikan Interval Koefisien Korelasi
Interval Tingkat Hubungan
0.00 – 0.199 Sangat Rendah
0.20 – 0.399 Rendah
0.40 – 0.599 Sedang
0.60 – 0.799 Kuat
0.80 – 1.00 Sangat Kuat
Sugiono (2008:218)
Berdasarkan hasil perhitungan di
atas r sebesar 0,748 yang berarti memiliki
hubungan yang kuat, antara kebiasaan
belajar siswa dengan prestasi belajar. Hal ini
jika ada perbaikan dari indikator kebiasaan
siswa dalam belajar Akuntansi akan
mempengaruhi r² sebesar 56% dari
peningkatan prestasi, selebihnya dipengaruhi
oleh faktor lain yang berada di luar
penelitian ini misalnya faktor intelegensi,
minat, bakat, motivasi, kejeniusan,
kemampuan menyerap pelajaran dan lain
sebagainya.
4.1.4. Tinjauan Hipotesis Untuk membuktikan hipotesis
maka diperlukan perhitungan t hitung
hipotesis yang akan di uji adalah terdapat
hubungan yang signifikan antara kebiasaan
belajar siswa terhadap prestasi belajar
Akuntansi siswa kelas XII IS SMA Negeri 1
Banda Aceh. Untuk menghitung uji t dengan
rumus sebagai berikut :
21
2
rxy
nrxyt
−
−=
=
−
−=
2748.01
230748.0t
664.0
956.3=t
=t 5,958
Dilihat dari hasil perhitungan
tersebut maka diperoleh t hitung sebesar
5.958 sedangkan t tabel sebesar (dk=30-
2=28) 2.0484 dengan taraf signifikan 5%
maka dapat diketahui t hitung lebih besar
dari pada t tabel. Jadi, hipotesis tersebut
diterima berarti terdapat hubungan yang
signifikan antara kebiasaan belajar siswa
terhadap prestasi belajar .
PENUTUP
Dengan memiliki kebiasaan belajar
yang baik maka setiap usaha belajar akan
memberikan hasil yang memuaskan.
Demikan pula kebiasaan belajar itu bukan
sesuatu yang telah ada. Namun sesuatu yang
harus dibentuk. Sedangkan apabila memiliki
kebiasaan belajar yang tidak sesuai atau
kurang tepat maka akan memperoleh hasil
yang tidak optimal sehingga akan
mempengaruhi prestasi belajar siswa yang
bersangkutan.
Setelah menganalisis data dan
menguji, dapat dilihat bahwa terdapat
hubungan signifikan antara kebiasaan
belajar siswa terhadap prestasi belajar
Akuntansi .Dari pengujian hipotesis dengan
menggunakan kriteria uji t maka diperoleh t
hitung sebesar 5.958 kemudian
dibandingkan dengan t tabel sebesar (dk=30-
2=28) 2.0484 dengan taraf signifikan 5%.
Hasil perbandingan memperlihatkan
5.958>2.0484, artinya hipotesis yang telah
dirumuskan sebelumnya yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara kebiasaan belajar siswa terhadap
prestasi belajar.
Sedangkan hasil rxy dari
perhitungan koefisien korelasi yang
diperoleh dari indikator kebiasaan siswa
dalam belajar Akuntansi akan
mempengaruhi r² sebesar 56% dari
peningkatan prestasi, selebihnya dipengaruhi
oleh faktor lain yang berada di luar
penelitian ini misalnya faktor intelegensi,
minat, bakat, motivasi, kejeniusan,
kemampuan menyerap pelajaran dan lain
sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan, maka penulis menyarankan
agar kebiasaan belajar siswa dalam
mengerjakan tugas belajar perlu
diperhatikan dan guru harus memberi
peringatan agar siswa harus rajin dalam
mengerjakan tugas yang diberikan, dan
memotivasi siswa agar mengerjakan tugas
tepat waktu sehingga siswa memiliki
persepsi bahwa tugas yang dikumpulkannya
tidak sia-sia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1994. Psikologi Pendidikan.
PT Rineka Cipta: Jakarta.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
�
�
Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
PT Rineka Cipta: Jakarta.
Depdiknas. 2001. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Ketiga. Balai Pustaka:
Jakarta.
Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran.
PT Rineka Cipta: Jakarta.
Djaali. 2011. Psikologi Pendidikan. PT
Bumi Aksara : Jakarta
Djamarah. 2002. Rahasia Sukses Belajar.
PT Rineka Cipta: Jakarta.
FKIP UNSYIAH. 2007. Pedoman Penulisan
Skripsi. Darussalam. Banda Aceh.
Hamalik, Oemar. 2002. Proses Belajar
Mengajar. PT Bumi Aksara: Jakarta.
Indahayati, Linda. 2006. Hubungan Tingkat
Kemampuan Ekonomi Orang Tua
Dengan Pola Kebiasaan Siswa. Banda
Aceh: FKIP.
Irianto, Agus. 2009. Statistika Konsep Dasar
dan Aplikasinya. Kencana Prenada
Media Grup: Jakarta.
Mardalis. 2003. Metode Penelitian. PT
Bumi Aksara: Jakarta.
Purwanto. 1995. Ilmu Penelitian Teori dan
Praktik. PT Remaja Rosdakarya:
Bandung.
________. 2006. Psikologi Pendidikan. PT
Remaja Rosdakarya: Bandung.
Siroyudin. 2012. Error! Hyperlink
reference not valid. diunduh pada
tanggal 2 Oktober 2012
Surya, Muhammad. 2003. Psikologi
Pembelajaran dan Pengajaran.
Yayasan Bhakti Winaya: Bandung.\
Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi
Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya:
Bandung.
Faridah Yahya dan Siswandi Yunandar, The Relation Of Students’ Learning Habits Towards
�
23
KINERJA GURU DALAM MENINGKATKAN PRESTASI SISWA PADA
SMP NEGERI 2 BABAHROT ACEH BARAT DAYA
Oleh
*Alfian Helmi
Abstrak: Kinerja merupakan prestasi, hasil atau kemampuan yang dicapai dalam
pelaksanaan tugas serta tanggung jawab. Baik buruknya kinerja ditentukan oleh banyak
faktor diantaranya pembinaan, penegakkan disiplin, tersedianya sarana dan prasarana
yang mendukung proses belajar mengajar sehingga usaha-usaha dalam peningkatan
proses belajar bisa tercapai. Penelitian di lakukan untuk melihat bagaimana kinerja guru
dalam perencanaan, pelaksanaan proses belajar mengajar serta pelaksanaan evaluasi
proses dan hasil belajar mengajar. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif dengan subjek penelitian adalah seluruh dewan guru yang mengajar pada SMP
Negeri 2 Babahrot Aceh Barat Daya. Adapun teknik yang di gunakan dalam
mengumpulkan data berupa teknik wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Hasil
penelitian adalah kinerja guru yang di perlihatkan dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi dikatagorikan masih kurang. Direkomendasikan agar kinerja guru dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemberian bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan
serta pelaksanaan evaluasi dari proses belajar mengajar dapat ditingkatkan, maka para
guru harus dilakukan pembinaan dan bimbingan dari kepala sekolah dan instansi terkait.
Pelaksanaan proses belajar mengajar harus di laksanakan sesuai dengan perencanaan
pembelajaran.
Kata Kunci : Kinerja, Guru dan peningkatan prestasi
PENDAHULUAN
Guru bertanggung jawab
melaksanakan kegiatan pendidikan disekolah
dalam arti memberikan bimbingan dan
pengajaran kepada siswa”. Tanggung jawab
ini direalisasikan dalam bentuk melaksanakan
pembinaan kurikulum, menuntut para siswa
belajar, membina pendidikan, watak dan
jasmaniah siswa, menganalisa kesulitan
belajar serta menilai kemajuan belajar siswa
(Hamalik, 2005:36)
Tanggung jawab guru paling utama
adalah bagaimana mengkondisikan
lingkungan belajar yang menyenangkan agar
dapat membangkitkan rasa ingin tahu semua
peserta didik sehingga tunbuh minat untuk
belajar. Guru bukan saja bertanggung jawab
terhadap aspek pengetahuan tetapi juga
terhadap aspek mendidik kepribadian.
Rendahnya kinerja guru sangat
dipengaruhi oleh faktor eksternal dan
initernal. Jika kinerjanya rendah maka harus
di lakukan tindakan pembinaan atau
peningkatan oleh yang berwenang secara
efektif. Menurut Purwanto (2006 : 12).
Kinerja guru dengan harus mendapatkan
perhatian kita bersama, jangan pernah kita
berharap akan terjadinya perubahan praktek
pendidikan kita di tanah air, karena saya
sangat percaya bahwa guru menjadi faktor
penentu keberhasilan pendidikan.
Kurang baiknya kinerja guru juga
disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya:
faktor guru tidak pernah dibekali dengan
kurikulum yang berlaku. Tidak pernah
diadakan pembinaan dan pengawasan oleh
kepala sekolah yang bersangkutan, tidak
ditegakkan disiplin disekolah baik terhadap
guru maupun terhadap siswa. Berdasarkan
masalah-masalah di atas maka penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian tentang kinerja
guru di SMPN 2 Babahrot, Aceh Barat Daya.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian
deskribtif dengan menggunakan pendekatan
kualitatif karena hanya mendepskripsikan
kinerja guru dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian pada salah satu SMP
Negeri yang berada dalam kawasan Aceh
Barat Daya, yaitu SMPN 2 Babahrot.
*Alfian Helmi adalah Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
24
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah seluruh
guru yang ada di SMPN 2 Babahrot Aceh
Barat Daya.yang terdiri dari 13 orang
pegawai sipil dan 4 guru bantu dan 2 guru
bakti.
Instrumen Penelitian
Instrument yang digunakan peneliti
berupa pedoman wawancara, pedoman
pengamatan, dan studi dokumentasi.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan
dalam penelitian ini dengan cara wawancara,
observasi dan studi dokumentasi.
Teknik Analisis Data
Dalam pengolahan data hasil
penelitian dilakukan dengan teknik deskriptif
kualitatif. Pengolahan data dilakukan melalui
tahapan reduksi data, tahap display, tahap
penarikan kesimpilan.
KAJIAN PUSTAKA
Kinerja Guru
Menurut wibowo (2009:7). “ kinerja
adalah melakukan pekerjaan dan hasil yang
di capai dari pekerjaan tersebut”. Kinerja
guru berkenaan dengan kemampuan-
kemampuan yang di capai, berupa prestasi
yang di perlihatkan di bidang yang menjadi
tanggung jawabnya.
Nasir (2007:70), menegaskan bahwa
kinerja diartikan sebagai ungkapan kemajuan
yang di dasari oleh pengetahuan, sikap dan
motivasi dalam menghasilkan sesuatu
pekerja.
Kinerja dapat dilihat dari beberapa
kriteria, menurut casteter (Mulyasa, 2005)
mengemukakan ada empat kriteria kinerja
yaitu: (1) karakteristik individu, (2) proses (3)
hasil dan (4) kombinasi antara karakter
individu, proses dan hasil.
Prestasi Belajar Siswa
Menurut Hamalik (2006 : 154)
“belajar adalah perubahan tingkat yang relatif
mantap berkat pelatihan dan pengalaman”.
Hasil belajar merupakan hasil suatu proses
belajar yang dicapai melalui suatu
pembelajaran-pembelajaran yang baik
merupakan harapan dari semua pihak, untuk
memperoleh hasil belajar (prestasi) harus
dilakukan melalui suatu penilaian.
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Faktor Internal
Faktor yang tergolong kedalam
internal adalah bakat, intelegensi, minat dan
motivasi.
b. Faktor Eksternal
Pada umumnya faktor eksternal dapat
dikelompokkan pada tiga macam yaitu :
lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat
dan lingkungan sekolah.
2. Teknik Peningkatan Prestasi Belajar
Siswa
Dalam hal ini Hamalik (2006 : 72)
mengatakan bahwa ada empat (4) hal yang
harus dijadikan pedoman dalam rangka
pelaksanaan proses belajar mengajar.
Pertama. Spesifikasi dan kualitas perubahan
tingkah laku yang bagaimana yang ingin
dicapai sebagai hasil proses pembelajaran.
Kedua. Memilih pendekatan pembelajaran
yang dianggap relavan untuk mencapai
sasaran. Ketiga. Memilih dan menerapkan
prosudur dan metode yang akan dicapai
dalam proses pembelajaran. Keempat.
Menetapkan kriterial keberhasilan yang
menjadi pengangan untuk menjadi ukuran
keberhasilan kegiatan pembelajaran.
HASIL PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1. Kinerja Guru dalam merencanakan
proses belajar mengajar pada SMP
Negeri 2 Babahrot, Aceh Barat Daya
Untuk melihat kinerja guru maka kita
harus melihat dari indikator kinerja yang
terdiri dari tanggung jawab, komitmen,
disiplin dan motivasi.
Dari hasil obsevasi dan wawancara
diperoleh data bahwa guru pada SMP Negeri
2 Babahrot Aceh Barat Daya dalam hal
penyusun rencana pembelajaran masih
mengalami kesulitan, terutama dalam hal
merumuskan tujuan pembelajaran, memilih
metode alternatif dan langkah-langkah
pengajaran.
Dari data terkumpul bahwa
penggunaan metode yang digunakan pada
saat proses belajar dan mengajar lebih banyak
mengunakan metode ceramah, Tanya jawab
dan pemberian tugas. Hal ini dilakukan oleh
guru disebabkan karena siswa tidak memiliki
buku paket yang sesuai kurikulum.
Berdasarkan studi dokumentasi setiap
guru umumnya memiliki 1 buku paket yang
sesuai dengan tuntutan kurikulum. Sedangkan
berdasarkan wawancara dan dokumentasi
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
25
dengan guru pengelola perpustakaan buku-
buku paket untuk anak didik adalah buku-
buku yang tidak sesuai dengan kurikulum
atau buku-buku yang tidak layak pakai.
Berdasarkan hasil wawancara didapat
bahwa dari 20 orang guru yang mengikuti
penataan dari 2 kali hanya 4 orang sedangkan
yang lain hanya 1 kali bahkan ada yang
belum pernah sama sekali selam mengajar
pada SMP Negeri 2 Babahrot, Aceh Barat
Daya.
Berdasarkan studi dokumentasi, data
ketenagaan guru di sekolah diketahui bahwa
guru seluruhnya berjumlah 20 yang terdiri
dari 8 orang berstatu Pegawai Negeri dan 12
orang Guru Tidak Tetap (GTT).
Sarana dan prasarana sangat kurang
ini disebabkan karena sekolah SMP Negeri 2
Babahrot, merupakan sekolah terpencil yang
berbatasan dengan kabupaten lain.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
dewan guru terungkap bahwa walaupun guru-
guru dalam melaksanakan tugas tidak pernah
diberikan bimbingan dan motivasi dari kepala
sekolah mereka tetap bekerja dengan tulus
ikhlas dan melaksanakan tugasnya dengan
penuh tanggung jawab.
Menyangkut pengambilan alih
terutama guru yang berhalangan hadir selalu
dilimpahkan oleh kepala sekolah kepada guru
piket. Di SMP Negeri 2 Babahrot, sampai
saat ini tidak memiliki OHP, alat-alat
pratikum IPA, bahasa dan alat-alat musik
untuk pelajaran kertangkes dan komputer.
Berdasarkan data yang terkumpul
terdapat beberapa orang guru mengajar tidak
sesuai latar belakang ilmu yang dimiliki. Ini
akan mengakibatkan tingkat kemampuan dan
keahlian dari guru itu tidak bisa dilaksanakan
secara maksimal.
2. Kinerja guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar. Berdasarkan hasil observasi guru-guru
yang mengajar atau melaksanakan proses
belajar mengajar di SMP Negeri 2 Babahrot,
dikatakan mempunyai kinerja yang baik. Hal
ini dapat dilihat dari kemampuan guru dalam
mengusai materi, kemampuan dalam
penyampaian bahan, kemampuan dalam
penggunaan metode, penyesuaian langkah-
langkah pengelolaan kelas yang baik dalam
proses belajar mengajar. Karena hampir
semua guru berijazah strata 1 (sarjana) hanya
4 orang yang masih jenjang pendidikan
Diploma.
Berdasarkan hasil pengamatan dan
observasi yang dilakukan peneliti maka
diperoleh data-data bahwa: Guru-guru selalu
melakukan kegiatan pra pembelajaran,
mengusai materi yang diajarkan, tidak
maksimal dalam penggunaan metode belajar,
tidak sesuai dengan alokasi waktu yang telah
ditentukan, mengajar berpedoman pada
sumber pelajaran, tidak menggunakan media
atau alat pembelajaran, tidak merangkum
atau menutup materi, penilaian hasil belajar
dilakukan pada akhir pokok pembahasan,
pedoman penilaian tidak dilengkapi dengan
pengskoran.
3. Kinerja guru dalam membantu siswa
yang mengalami kesulitan dalam
belajar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
dewan guru bahwa siswa yang mengalami
kesulitan tidak semuanya dibantu baik dalam
bentuk perbaikan dan pengayaan. Bentuk
bantuan yang diberikan hanya bagi siswa
kelas 3 saja terutama untuk menghadapi ujian
nasional.
Menurut hasil dokumentasi dan
wawancara dengan dewan guru bahwa siswa
secara keseluruhan tingkat intelegensinya
rendah. Hal ini terbukti masih ada terdapat
anak-anak yang belum lancar membaca.
4. Kinerja guru dalam mengevaluasi
proses dan hasil belajar mengajar.
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi penilaian hasil belajar dilakukan
hanya dalam bentuk evaluasi formatif dan
sumatif. Pelaporan hasil evaluasi dan
pelaksanaan program perbaikan dan
pengayaan tidak pernah diadakan. Sehingga
guru-guru tidak pernah mengetahui berapa
persen tigkat ketuntasan belajar yang telah
dilaksanakan dalam proses belajar mengajar
(PBM). Untuk mengetahui tercapai tidaknya
tujuan pendidikan dan pengajaran harus
dilakukan usaha dan tindakan untuk menilai
proses dan hasil belajar mengajar yang
dilaksanakan di sekolah.
Pembahasan
1. Kinerja guru dalam perencanaan
proses belajar mengajar.
Guru-guru yang mengajar pada SMP
Negeri 2 Babahrot, masih menunjukkan
Alfian Helmi, Kinerja Guru dalam Meningkatkan Prestasi Siswa SMP
26
sikap-sikap yang berorientasi kearah kinerja
yang kurang baik, sehingga guru-guru ini
sangat membutuhkan pengarahan dan
pembinaan dari pihak yang terkait. Oleh
sebab itu guru-guru belum mampu
melaksanakan kedua belas komponen untuk
menjadi guru yang baik sesuai yang
diungkapkan oleh Hamalik (2006:106). Ini
berarti bahwa guru-guru pada SMP Negeri 2
Babahrot, belum semuanya dapat
melaksanakan kesepuluh kompetensi yang
harus dimiliki oleh seorang guru.
Kurangnya kinerja guru dalam
merencanakan proses belajar memngajar
dapat dilihat dari kurang mampunya dalam
mengusai dan menyusun rencana
pembelajaran berupa perumusan tujuan
pembelajaran pemilihan bahan, pemilihan
metode, pemilihan sarana atau sumber belajar
dan pemilihan strategi evaluasi. Hal ini sesuai
dengan dikatakan oleh Suryosubroto
(2002:26)
Kesemua ini dapat dibuktikan dari
hasil data di lapangan bahwa sebagian besar
guru yang mengajar tanpa melengkapi dirinya
dengan administrasi pembelajaran pada setiap
kali pertemuan atau tatap muka. Hal ini
ditegaskan oleh Sanjaya (2006:143) bahwa
mengajar bukanlah menyampaikan materi
saja, tetapi merupakan pekerjaan yang
bertujuan dan bersifat kompleksi.
Rendahnya kinerja guru pada SMP
Negeri 2 Babahrot, ini disebabkan karena
guru-guru masih kurang mampu
melaksanakan kompetensi professional yang
dapat berupa kemampuan untuk
menyelesaikan tugas-tugas keguruan.
Kesemua kemampuan ini merupakan dasar
yang harus dikuasai oleh guru, ini sesuai
dengan pendapat Sanjaya (2006:146).
Kurangnya kesempatan dalam
mengikuti penataran-penataran yang
diadakan oleh dinas atau instansi lain yang
terkait turut memicu kurangnya kinerja guru
pada SMP Negeri 2 Babahrot,
Menurut hasil wawancara diperoleh
bahwa masih banyak guru-guru yang belum
pernah mengikuti penataran khususnya
penataran tentang kelengkapan administrasi
guru sesuai dengan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP).
Kemampuannya dalam menyusun
program tahunan, program semester mereka
perlu mendapatkan binaan dan bimbingan
dari atasan dan instansi yang terkait.
Sehingga dengan adanya binaan itu dewan
guru tidak akan mengalami kesulitan dalam
menyusun satuan pelajaran dan silabus.
Dalam penentuan metode mengajar
dan sarana harus di perhatikan kelengkapan
yang dimiliki oleh sekolah. Pada sekolah
lokasi penelitian sarana dan alat pembelajaran
yang dimiliki sangat minim. Sehingga sampai
sekarang permasalahan ini belum ditangani
dengan tuntas baik oleh dinas terkait maupun
oleh kepala sekolah SMPN 2 Babahrot, Aceh
Barat Daya.
Pemilihan sarana dan metode yang
tepat haruslah disesuaikan dengan tujuan,
materi, karakteristik sarana kemampuan
siswa dan biaya. Dari hasil wawancara dan
pengamatan pada sekolah lokasi penelitian
hanya memakai metode ceramah, metode
Tanya jawab, metode diskusi dan metode
pemberian tugas.
2. Kinerja guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar disekolah
Data yang terkumpul menunjukkan
bahwa guru-guru yang mengajar pada SMP
lokasi telah melaksanakan program
prapembelajaran dengan baik. Dimana guru-
guru telah dapat menyiapkan ruangan serta
telah memeriksa kesiapan siswa untuk
melakukan proses belajar mengajar yang di
mulai dengan mengabsensi siswa setiap kali
tatap muka berlangsung. Selanjutnya guru
melanjutkan dengan membuka pelajaran yang
disertai dengan memberikan appersepsi.
Sebelum materi disampaikan guru terlebih
dahulu memberikan kompetensi-kompetensi
yang akan dicapai dalam proses belajar
mengajar nanti.
Proses belajar mengajar (PBM) bukan
hanya menuntut kepada dewan guru bisa
mengajar dengan menguasai materi yang
akan diajarkan. Di samping itu juga pada
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
guru dituntut untuk dapat menempatkan
siswa bukan sebagai objek akan tetapi siswa
di jadikan subjek dalam PBM.
Implementasi yang dilakukan oleh
dewan guru SMPN 2 Babahrot masih dalam
tahap menjadikan siswa sebagai objek
sehingga hal ini menyebabkan siswa dalam
PBM masih bersifat pasif, ini disebabkan
karena siswa di sekolah lokasi tingkat
intelegensinya sangat kurang.
Dalam penggunaan metode guru
hanya menggunakan metode ceramah, Tanya
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
27
jawab dan diskusi. Ketiga metode inilah
dianggap sangat tepat di gunakan di SMP
lokasi. Karena sumber-sumber belajar yang
berupa buku paket saja sebagai pegangan
siswa tidak dimiliki oleh sekolah.
Berdasarkan hasil pengamatan dan
wawancara, peneliti menemukan bahwa
dalam pelaksanaan proses belajar mengajar
masih ada guru-guru yang tidak sesuai
alokasi waktu yang telah di tetapkan, hal ini
disebabkan karena masuk tidak tepat waktu,
sehingga waktu PBM banyak tidak
dimanfaatkan secara efektif. Begitu juga
dalam hal menutup materi yang diajarkan
masih terdapat guru-guru yang tidak menutup
atau merangkum materi. Sehingga siswa
tidak mempunyai ketegasan atau inti proses
belajar mengajar yang dilaksanakan.
Kegiatan belajar mengajar di sekolah
harus dilakukan oleh dewan guru dengan
semaksimal mungkin. Usaha ini akan berhasil
apabila semua guru yang ada di sekolah
berusaha meningkatkan kinerjanya masing-
masing.
3. Kinerja guru dalam membantu siswa
yang mengalami kesulitan belajar.
Dari data yang terkumpul di ketahui
bahwa siswa-siswa SMPN 2 Babahrot
kebanyakan mengalami kesulitan dalam
belajar, terutama kesulitan yang dialami
ditetapkan karena tingkat integensi siswa
rata-rata rendah dan masih adanya siswa yang
belum lancar membaca dan menulis. Dalam
hal kinerja guru dalam memberi bantuan
kepada siswa dikategorikan kurang baik.
Berdasarkan hasil wawancara dan
studi dokumentasi di peroleh data bahwa
SMPN 2 Babahrot, siswa-siswi yang
mengalami masalah dan kesulitan dalam
belajar melebihi 50% dari keseluruhan
jumlah siswa, hal ini disebabkan faktor
intelegensi siswa yang sangat rendah. Faktor
ini merupakan faktor yang penting dalam
mencapai keberhasilan.
Berdasarkan data yang di peroleh
dilapangan dinyatakan bahwa siswa pada
SMPN 2 Babahrot tingkat kecerdasannya
rendah. Data ini diperoleh dari studi
dokumentasi bahwa siswa yang melanjutkan
pada SMP lokasi adalah anak-anak yang nilai
ijazahnya sangat rendah.
Untuk upaya peningkatan prestasi
siswa harus adanya peningkatan tingkat
intelegensi terutama pada saat penerimaan
siswa baru harus di perhatikan oleh pihak
sekolah dalam penentuan siswa yang di
terima.
4. Kinerja guru dalam mengevaluasi
proses dan hasil belajar siswa
Penilaian hasil belajar siswa dapat
dilakukan secara formal atau tidak formal, di
dalam atau di luar kelas, bisa menggunakan
tes atau non tes atau intelegensi dalam proses
belajar mengajar (PBM). Pada penilaian
harus didasarkan kepada tiga aspek yaitu
aspek kognitif, aspek afektif dan aspek
psikomotorik.
Berdasarkan hasil wawancara dan
dokumentasi terkumpul data bahwa penilaian
prestasi siswa diperoleh dari tugas-tugas ke
kurikulum, ujian harian, ujian tengah
semester dan ujian semester.
Penilaian prestasi siswa tidak hanya
dipengaruhi oleh perolehan nilai dari hasil
evaluasi atau dari hasil yang diperoleh setelah
proses belajar berlangsung. Tetapi prestasi
diperoleh siswa sangat di pengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal.
Dari data dokumentasi menunjukkan
bahwa kurangnya dukungan keluarga
terhadap pendidikan anak. Ini terbukti
banyaknya siswa tidak masuk sekolah tanpa
adanya berita (absen). Apalagi pada waktu-
waktu tertentu, misalnya musim tanam,
musim panen dan acara budaya.
Dalam rangka peningkatan prestasi
belajar siswa haruslah merupakan hasil dari
proses belajar mengajar yang berpedoman
pada tujuan pendidikan. Untuk melihat ada
tidaknya peningkatan prestasi belajar siswa
harus dilihat dalam tiga kelompok ranah
yaitu: ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotorik.
Ketiga aspek ini harus dievaluasi
secara seimbang dan keberhasilan
pembelajaran merupakan perkembangan
ketiga aspek tersebut. Untuk mengukur ketiga
aspek tadi harus di gunakan alat evaluasi
yang berupa tes dan non-tes. Tes di gunakan
untuk mengukur kemampuan kognitif dan
keterampilan sedangkan non-tes di gunakan
untuk mengukur sikap siswa. Dari data yang
diperoleh pada SMP lokasi jenis tes yang di
gunakan adalah tes formatif dan tes sumatif.
Pelaksanaan program perbaikan
(perbaikan) dilakukan terhadap siswa yang
hasil ulangannya baik formatif atau sumatif
nilainya tidak mencukupi atau tidak mencapai
Alfian Helmi, Kinerja Guru dalam Meningkatkan Prestasi Siswa SMP
28
dari 7,5 dan daya serap kurang dari 75%.
Sedangkan bagi siswa yang telah
mendapatkan nilai daya serapnya 75%
diberikan pengayaan apabila masih ada
waktu.
Dari hasil wawancara dan studi
dokumentasi selama ini pada SMP N 2
Babahrot para dewan guru jarang melakukan
program perbaikan dan pengayaan. Mereka
hanya melakukan program perbaikan dengan
memberikan tugas, baik tugas mengerjakan
soal-soal maupun pekerjaan rumah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka
dapat di simpulkan bahwa :
1. Kinerja guru pada SMPN 2 Babahrot
dalam proses belajar dapat di kategorikan
kurang baik, hal ini disebabkan
kurangnya binaan dan arahan dari pihak
terkait, tidak memadai sarana dan
prasarana.
2. Pelaksanaan proses belaja mengajar
(PBM) yang dilaksanakan oleh dewan
guru mendekati baik.
3. Pemberian bantuan kepada siswa yang
mengalami kesulitan belajar belum
sepenuhnya dilakukan oleh dewan guru
dan sekolah.
4. Pelaksanaan evaluasi di SMPN 2
Babahrot belum dilaksanakan seperti
tuntutan kurikulum. Pemberian evaluasi
hanya sebatas memperoleh nilai.
Saran Berdasarkan kesimpulan maka peneliti
mengemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Kepada seluruh dewan guru SMPN 2
Babahrot diharapkan agar dapat
melengkapi administrasi pembelajaran
yang terdiri dari program tahunan,
program semester, program mingguan
yang didasarkan pada kurikulum dan
silabus sesuai kurikulum yang berlaku.
2. Kepala sekolah haruslah meningkatkan
pembinaan dan pengarahan dalam
perumusan perencanaan pembelajaran
serta penegakan disiplin disekolah baik
terhadap guru maupun kepada siswa.
3. Kepada supervisor agar benar-benar
melakukan supervisi di sekolah sehingga
dapat membantu dewan guru yang
mengalami kesulitan dalam melaksanakan
perencanaan proses belajar mengajar
dapat diberikan bimbingan sehingga
mampu menjadi guru yang professional.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S (2008). Penelitian Tindakan
Kelas. Jakarta: PT Rineka Cipta
Hamalik, Oemar,(2006). Pendidikan Guru
berdasarkan pendekatan kompetensi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI
Nomor 16 tahun 2007 tentang
kompetensi Guru.
Mulyasa, E (2009).Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja
Rosda.
Purwanto, N (2006), Ilmu Pendidikan
Teoritis dan praktis. Bandung ; PT.
Remaja Rosda Karya
Sedarmayanti.(2007) Tata Kerja &
Produktivitas Kerja. Jakarta : Mandar
Maju.
Usman, Nasir. (2007). Manajemen
Peningkatan Kinerja Guru, Bandung:
Mutiara Ilmu
Wibowo. (2007). Manajemen Kinerja.
Jakarta: Rajawali Pers.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
���
�
KINERJA KOMITE SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN PADA SMPN 8 KOTA BANDA ACEH
Oleh
*Arlis. M
Abstrak: Kinerja komite sekolah merupakan salah satu faktor keberhasilan program
pendidikan. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini mengunakan pendekatan
kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi,
dan studi dokumentasi. Sedangkan subjek penelitian adalah ketua komite sekolah, kepala
sekolah, wakil kepala sekolah, dan guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)
Kemampuan komite sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan antara lain melakukan
identifikasi sumber daya pendidikan dengan cara memantau perkembangan sumber
daya masyarakat agar dapat direkomendasikan menjadi calon tenaga pengajar di
sekolah, memberikan masukan RAPBS, menyelenggarakan rapat RAPBS, memberikan
pertimbangan dan perubahan RAPBS, dan ikut mensahkan RAPBS bersama kepala
sekolah.; (2) Motivasi komite sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan antara lain
mengelola sumber daya pendidikan melalui koordinasi dengan kepala sekolah dan
dewan guru. Adapun pemantauan dan evaluasi terhadap sarana dan prasarana sekolah
dilakukan dengan menerima hasil laporan wakil kepala sekolah bidang sarana dan
prasarana, dan (3) Tanggung jawab komite sekolah dalam penyelenggaran pendidikan
dilakukan dengan cara mengontrol keputusan pada setiap kebijakan yang dirumuskan
oleh kepala sekolah dan mengontrol pelaksanaan program sekolah melalui pengawasan
terhadap organisasi sekolah,
Kata kunci: Kinerja, Komite Sekolah, dan Penyelenggaraan Pendidikan
PENDAHULUAN
Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut
adalah dengan mengoptimalkan peran serta
masyarakat, khususnya yang tergabung
dalam keanggotaan komite sekolah dalam
setiap pengambilan kebijakan sekolah.
Suyatmo (2008;11) mengemukakan bahwa
“Peran serta masyarakat diharapkan lebih
bernuansa advokasi, mediasi,
pemberdayaan, dan demokratisasi”. Dengan
adanya pembentukan komite sekolah pada
satuan pendidikan sebagaimana telah diatur
dalam Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 044/U/2002 tentang
Pembentukan Dewan Pendidikan (DP) dan
Komite Sekolah (KS).
Dalam Kepmendiknas tersebut
menyebutkan tujuan pembentukan komite
sekolah antara lain sebagai berikut (1)
Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan
prakarsa masyarakat dalam melahirkan
kebijakan operasional dan program
pendidikan di satuan pendidikan; (2)
Meningkatkan tanggung jawab dan peran
serta dari seluruh lapisan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan; dan (3)
menciptakan suasana dan kondisi transparan,
akuntabel, demokratis dalam
penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan
yang bermutu di satuan pendidikan.
Dengan lahirnya Kepmendiknas di
atas, semakin memperjelas posisi dan fungsi
komite sekolah dalam penyelenggaraan
pendidikan antara lain sebagai tempat
penyaluran aspirasi dalam melahirkan
kebijakan, meningkatkan peran serta
masyarakat dan menciptakan suasana belajar
yang kondusif dan demokratis.
KINERJA KOMITE SEKOLAH
Usaha seorang ketua komite sekolah
dapat digambarkan sebagai motivasi yang
diperlihatkan untuk menyelesaikan program
pendidikan. Tingkat keterampilan ketua
komite sekolah berhubungan dengan apa
yang dapat dilakukannya di sekolah dan di
msayarakat. Sudarmayanti (2006:53)
mengemukakan bahwa “Ciri-ciri kinerja
seseorang dalam suatu organisasi dapat
dikatakan meningkat jika memenuhi
indikator-indikator yaitu kualitas hasil kerja,
*Arlis. M adalah�Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala�
���
�
ketepatan waktu, inisiatif, kecakapan, dan
komunikasi yang baik.
Enos (2007:277) mengemukakan ciri-
ciri kinerja pada seseorang yang produktif
adalah sebagai berikut: (1) Bekerja
sepenuhnya dalam jam-jam kerja (fulltime);
(2) Pilihan kerja itu didasarkan pada
motivasi yang kuat; (3) Memiliki
seperangkat pengetahuan, ilmu dan
keterampilan khusus yang diperoleh lewat
pendidikan dan latihan yang lama; (4)
Membuat keputusan sendiri dalam
menyelesaikan pekerjaan atau menangani
klien; (5) Pekerjaan berorientasi kepada
pelayanan, bukan kepentingan pribadi; (6)
Pelayanan didasarkan pada kebutuhan
objektif klien; (7) Memiliki otonomi untuk
bertindak dalam menyelesaikan persoalan
klien; (8) Menjadi anggota organisasi profesi
sesudah memenuhi persyaratan atau kriteria
tertentu; (9) Memiliki kekuatan dan status
yang tinggi sebagai eksper dalam
spesialisasinya; dan (10) Keahlian yang
sudah dimiliki tidak diadvertensikan untuk
mencari klien. Dari deskripsi tersebut dapat
dipahami bahwa kinerja komite sekolah
harus dicapai dalam bentuk pelaksanaan
kegiatan atau program dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, visi dan misi sekolah yang
dipengaruhi oleh motivasi dan kemampuan
para anggota komite sekolah.
Berhasil tidaknya tujuan dan cita-cita
dalam organisasi pemerintahan sangat
tergantung bagaimana proses kinerja
tersebut dilaksanakan. Kinerja tidak lepas
dari faktor yang mempengaruhinya. Berikut
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
sebagaimana yang dikemukakan Davis
(Mangkunegara, 2006:13) yaitu: (1) Faktor
kemampuan (ability). Secara psikologis,
kemampuan terdiri dari potensi IQ dan
reality knowledge+skill. Artinya pimpinan
dan karyawan yang memiliki IQ superior,
very superior, gifted dan genius dengan
pendidikan yang memadai untuk jabatan dan
terampil dalam menjalankan pekerjaan
sehari-hari, maka akan mudah menjalankan
kinerja maksimal; dan (2) Faktor motivasi
(motivation).
Motivasi diartikan sebagai suatu sikap
(attitude) pimpinan dan karyawan terhadap
situasi kerja di lingkungan organisasinya.
Mereka yang bersikap positif terhadap
situasi kerjanya akan menunjukan motivasi
kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka
berpikir negatif terhadap situasi kerjanya
akan menunjukan pada motivasi kerja yang
rendah. Situasi yang dimaksud meliputi
hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja,
kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan
kerja dan kondisi kerja.
Berdasarkan pengertian di atas dapat
dipahami bahwa suatu kinerja dipengaruhi
oleh beberapa faktor pendukung dan
penghambat berjalannya suatu pencapaian
kinerja yang maksimal faktor tersebut
meliputi faktor yang berasal dari intern
maupun ekstern. Menilai suatu kinerja
apakah sudah berjalan dengan yang
direncanakan perlu diadakan suatu evaluasi
kinerja. Hal ini senada dengan pernyataan
Sikula (Mangkunegara, 2006:69), yang
mengatakan bahwa evaluasi kinerja atau
penilaian merupakan evaluasi yang
sistematis dari pekerjaan pegawai dan
potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian
dalam proses penafsiran atau penentuan
nilai, kualitas atau status dari beberapa objek
orang ataupun sesuatu barang.
Dari beberapa pendapat tentang
penilaian atau evaluasi kinerja dapat
disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah
penilaian yang dilakukan secara sistematis
untuk menilai kinerja pegawai dan
organisasi. Di samping itu juga untuk
menentukan kebutuhan pelatihan kerja
dengan tepat dan memberikan tanggung
jawab kepada pegawai atau organisasi
sehingga dapat meningkatkan kinerjanya di
masa yang akan datang. Pegawai sebagai
pelayan masyarakat, harus memberikan
layanan terbaik untuk mencapai suatu
kinerja yang baik. Kenyataannya untuk
mencapai kinerja yang diinginkan tidaklah
mudah, banyak hambatan-hambatan yang
harus dilewati. Terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi pencapaian kinerja,
faktor tersebut berasal dari faktor
kemampuan dan motivasi pegawai.
Berdasarkan hal tersebut, Davis
(Mangkunegara, 2006:13-14), bahwa faktor
yang mempengaruhi pencapaian kinerja
adalah: (a) faktor kemampuan (ability) yang
mencakup
pengetahuan dan keahlian, dan (b)
faktor motivasi (motivation), yang meliputi
sikap dan situasi kerja. Dari pengertian di
atas, seorang pegawai dalam pencapaian
kinerja harus memiliki kemampuan dan
motivasi kerja. Kemampuan yang dimiliki
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
���
�
pegawai dapat berupa kecerdasan ataupun
bakat.
PERAN DAN FUNGSI KOMITE
SEKOLAH
Kehadiran komite sekolah dapat
berfungsi dan berperan untuk (1) Memberi
pertimbangan (advisory agency); (2)
Memberikan dukungan (supporting agency);
(3) Mengawasi penyelenggaraan pendidikan
di sekolah (controlling agency); dan (4)
Penghubung antara sekolah dengan orang
tua siswa (mediator).
Sehingga untuk menjalankan perannya,
komite sekolah memiliki fungsi, yaitu
mendorong tumbuhnya perhatian dan
komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu,
bertugas mendorong orang tua dan
masyarakat agar berpartisipasi dalam
pendidikan serta menggalang atau menggali
potensi-potensi dana masyarakat untuk
pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di
sekolah tersebut. Secara kelembagaan,
komite sekolah langsung dapat diawasi oleh
masyarakat (Kurniawan, 2006:21).
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa
sinergisitas antara komite sekolah dan
sekolah menyebabkan tanggung jawab
pendidikan menjadi tanggung jawab
bersama antara sekolah dan masyarakat
sebagai mitra kerja dalam membangun
pendidikan. Dari sini masyarakat dapat
menyalurkan berbagai ide dan partisipasinya
dalam memajukan pendidikan di daerahnya.
PENINGKATAN KINERJA KOMITE
SEKOLAH
Peningkatan kinerja sumber daya
manusia dalam organisasi merupakan suatu
proses yang berkelanjutan. Peningkatan
kinerja merupakan perubahan prilaku
individu dari yang baik menjadi lebih baik.
Peningkatan kinerja dapat terjadi melalui
interaksi dengan lingkungan. Usman
(2007:120) mengemukakan bahwa dalam
suatu profesi akan menggambarkan
bagaimana prilaku yang harus ditampilkan
oleh sesorang yang berprofesi dalam
melaksanakan tugasnya. Sehingga
peningkatan kinerja komite sekolah dapat
dipahami sebagai tingkat kemajuan kuantitas
dan kualitas kerja yang diarahkan pada
tujuan sekolah dengan potensi yang dimiliki
dalam wujud sumber daya manusia.
Selanjutnya Usman (2007:133-143)
menambahkan bahwa terdapat lima
pendekatan penting dalam peningkatan
sumber daya manusia yaitu: (1) Peningkatan
pengetahuan (knowledge); (2) Peningkatan
kemampuan (ability); (3) Peningkatan
keterampilan (skills); (4) Peningkatan sikap
diri (attitude); dan (5) Peningkatan sikap diri
(habit)”.
Sedangkan Danim dan Suparno
(2009:79) mengemukakan tiga alternatif
strategi peningkatan kinerja sumber daya
manusia di sekolah antara lain: “(1)
Kemampuan berkomunikasi; (2) Motivasi;
dan (3) Pengetahuan. Adapun upaya untuk
meningkatkan kinerja komite sekolah
merupakan suatu kebutuhan penting bagi
sekolah secara terus menerus dan tidak
pernah berakhir, karena peningkatan kinerja
tidak hanya dilakukan apabila terdapat
kesenjangan kinerja komite sekolah antara
kinerja aktual dengan kinerja yang
diharapkan.
Peningkatan tersebut harus tetap
dilakukan karena perubahan lingkungan
eksternal dunia pendidikan yang dinamis di
mana semakin meningkatnya tuntutan
stakeholders atas kuantitas dan kualitas
proses dan produk yang dihasilkan oleh
sekolah. Oleh karena itu, desain strategi
peningkatan kinerja komite sekolah yang
ampuh dilakukan secara berkesinambungan,
baik melalui pendidikan dan pelatihan
(diklat), studi komperatif, serta pemberian
motivasi perlu mendapat perhatian dalam
meningkatkan kinerja.
Rampersad (Mangkunegara, 2006:144)
peningkatan kinerja merupakan suatu siklus
yang terdiri dari: (a) result planning, (b)
coaching, (c) appraisal, dan (d) job-oriented
competence development. Sedangkan
menurut Zwell (Sudarmayanti, 2006:287),
bahwa siklus proses peningkatan kinerja
pegawai terdiri dari tiga tahapan yaitu: (a)
tahap perencanaan kinerja, (b) tahap
eksekusi yang mencakup monitoring
perkembangan, coaching, supervisi dan
penyesuaian rencana, dan (c) tahap penilaian
atas hasil kerja.
Dari deskripsi tersebut dapat dipahami
bahwa perencanan hasil berkaitan dengan
kriteria persetujuan hasil berdasarkan tujuan
kinerja dan pemilihan kompetensi yang
mendukung pada kinerja tersbut. Dalam
pandangan Usman (2012:63), bahwa kinerja
Arlis. M, Kinerja Komite Sekolah Dalam Penyelenggaraan Pendidikan�
���
�
yang baik dapat dipengaruhi oleh
kemampuan dan motivasi. Kinerja adalah
prestasi yang dapat dicapai oleh seseorang
atau organisasi berdasarkan kriteria dan alat
ukur tertentu. Dengan demikian, dapat
dipahami bahwa kemampuan dalam
melaksanakan tugas dan motivasi kerja
seseorang akan mengakibatkan pada hasil
kerja sehingga akan menentukan kinerjanya
sebagai aparatur dalam suatu organisasi.
Dalam konteks kemampuan
melaksanakan tugas merupakan hasil
perpaduan antara pendidikan, pelatihan, dan
pengalaman. Sedangkan motivasi kerja
merupakan daya pendorong yang
menyebabkan seseorang berbuat dan
melakukan sesuatu. Motivasi dalam konteks
ini merupakan bagian terpenting dalam
meningkatkan kinerja seseorang. Tanpa
motivasi produktivitas akan sulit dicapai,
karena dengan motivasi dapat mengubah
nasib individu maupun instansi di mana ia
mengantungkan diri.
Kepuasan kerja akan tercipta oleh
sejumlah faktor yang saling berkaitan,
seperti kepemimpinan, iklim kerja, dan
hubungan kerja yang manusiawi. Artinya
apabila kepuasan kerja tercapai akan
meningkatkan motivasi seseorang untuk
kerja. Dalam upaya meningkatkan kinerja
komite sekolah, dengan ini komite sekolah
memiliki wewenang dan tugas pokok komite
sekolah yang harus dipahami oleh para
pengelola kegiatan.
Fattah (2006:160) menyatakan bahwa
komite sekolah mempunyai wewenang
sebagai berikut: (1) Menetapkan AD/ART
komite sekolah; (2) Menetapkan rencana
strategi pengembangan sekolah; (3)
Menetapkan standar pelayanan sekolah; (4)
Membahas bentuk kesejahteraan personil
sekolah; (5) Menetapkan RAPBS; (6)
Mengkaji pertanggungjawaban program
sekolah; (7) Mengkaji dan menilai kinerja
sekolah; (8) Merekomendasikan kepada
sekolah atau guru yang berprestasi dan
memenuhi persyaratan profesionalisme serta
administratif secara normatif sesuai dengan
landasan hukum untuk promosi dan diajukan
kepada pihak berwenang, dalam hal ini
kepala Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten;
(9) Menerima kepala sekolah dan guru yang
dipromosikan oleh sekolah lain sesuai
dengan kriteria dan persyaratan profesional
serta administratif secara normatif sesuai
denga landasan hukum untuk dipromosikan
dan ditunjuk oleh pihak yang berwenang;
dan (10) Merekomendasikan kepada sekolah
atau guru yang melanggar etika
profesionalisme serta administratif secara
normatif sesuai dengan landasan hukum
yang berlaku dan diajukan kepada pihak
yang berwenang, dalam hal ini kepala kantor
Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten.
Adapun sehubungan dengan kegiatan
pokok komite sekolah, selanjutnya Fattah
(2006:161-162) menyatakan bahwa komite
sekolah mempunyai kegiatan pokok sebagai
berikut: (1) Menyelenggarakan rapat-rapat
komite sesuai dengan program yang telah
ditetapkan; (2) Merumuskan dan
menetapkan visi dan misi sekolah; (3)
Menyusun standar pelayanan pembelajaran
disekolah; (4) Menyusun rencana strategik
pengembangan sekolah; (5) Menyusun dan
menetapkan rencana program tahunan
sekolah termasuk RAPBS; (6) Membahas
dan turut menetapkan pemberian tambahan
kesejahteraan berupa uang honororium yang
diperoleh dari masyarakat kepada sekolah,
tenaga guru dan tenaga administratif
sekolah; (7) Mengembangkan potensi
unggulan, baik yang bersifat akademis
maupun non akademis; (8) Menghimpun dan
menggali sumber dana dari masyarakat
untuk meningkatkan kualitas pelayanan
sekolah; (9) Mengelola kontribusi
masyarakat berupa uang yang diberikan
kepada sekolah; (10) Mengelola kontribusi
masyarakat yang berupa non material
(tenaga, pikiran) yang diberikan kepada
sekolah; (11) Mengevaluasi program
sekolah secara profesional sesuai dengan
kesepakatan pihak sekolah, meliputi
pengawasan penggunaan sarana dan
prasarana sekolah, pengawas keuangan
secara berkala dan berkesinambungan; (12)
Mengidentifikasi berbagai permasalahan dan
memecahkannya bersama-sama dengan
pihak sekolah; (13) Memberikan respon
terhadap kurikulum yang dikembangkan
secara standar nasional maupun lokal; (14)
Memberikan motivasi dan penghargaan
kepada tenaga pendidik dan kependidikan;
(15) Memberikan otonomi secara
profesional kepada guru mata pelajaran
dalam melaksanakan tugas-tugas
kependidikannya sesuai dengan kaidah dan
kopetensi guru; (16) Membangun jaringan
kerjasama dengan pihak luar sekolah yang
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
���
�
bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan proses dan hasil pendidikan di
sekolah; (17) Memantau kualitas proses
pelayanan dan hasil pendidikan di sekolah;
(18) Mengkaji laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan program yang dikonsultasikan
oleh kepala sekolah; dan (19)
Menyampaikan usul atau rekomendasi
kepada pemerintah daerah untuk
meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan
sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Dari penjelasan wewenang dan tugas
pokok komite sekolah di atas jelaslah bahwa
keberadaan fungsi dan peran komite sekolah
yang selama ini hanyalah sebagai simbol
belaka merupakan unsur yang esensial
terhadap pencapaian target pengelolaan
pendidikan yang melibatkan masyarakat.
Dengan demikian, pemahaman yang
mendalam tentang wewenang dan tugas
pokok komite sekolah sejatinya harus
diwujudkan oleh setiap sekolah dalam
pencapaian dan peningkatan mutu
pendidikan.
HUBUNGAN KOMITE DENGAN
KEPALA SEKOLAH DALAM
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Independensi Kedudukan Komite
Sekolah dengan Kepala Sekolah
Dalam iklim yang kompetitif sekarang
ini, sangat sulit bagi organisasi pendidikan
untuk dapat hidup dengan baik jika tidak
memiliki kemampuan untuk merubah diri
dengan cepat dan mampu berkembang
seiring dengan tuntutan stakeholder. Kondisi
ini berlaku hampir pada keseluruhan
organisasi baik yang bersifat profit maupun
non profit. Adapun sekolah sebagai lembaga
pendidikan yang termasuk juga lembaga non
profit juga tidak terlepas dari fenomena ini,
itulah sebabnya dalam banyak hal lembaga
pendidikan harus mengetahui berbagai
harapan dan kebutuhan stakeholder.
Pemerintah dalam hal ini telah
memberikan regulasi kepada lembaga
pendidikan untuk selalu menyertakan
stakeholder dalam seluruh kegiatan melalui
komite sekolah.
Secara tegas, Pantjastuti (2008:85)
mengatakan bahwa komite sekolah
merupakan lembaga mandiri dan bersifat
independen. Kedudukan komite sekolah
tidak berada di bawah bayang-bayang
kekuasaan kepala sekolah. kedudukan
kepala sekolah sama sekali tidak sebagai
pembina seperti kedudukan BP3 pada era
sebelumnya. Independen kedudukan dan
peran tersebut menjadi terganggu, misalnya
hanya karena salah satu sumber anggara
komite sekolah mungkin berasal dari
RAPBS.
Dengan tersedianya anggaran dalam
RAPBS tersebut, maka ada anggapan bahwa
komite sekolah menjadi lembaga birokrasi
yang kedudukannya berada di bawah kepala
sekolah, bahkan berada di bawah Dinas
Pendidikan. Penyediaan anggaran komite
sekolah dalam RAPBS tidak berarti
anggaran itu bukan dari kepala sekolah,
melainkan sumber dari keluarga dan
masyarakat.
Dengan demikian dapatlah dipahami
bahwa kedudukan dan peran komite sekolah
dengan kepala sekolah merupakan lembaga
yang independen dan berjalan secara sendiri-
sendiri dalam melaksanakan berbagai
program pendidikan. Hanya saja untuk
meluruskan persoalan ini kepada masyarakat
dibutuhkan sosialisasi yang mengarah
kepada program dan tujuan yang dimaksud
sehingga masyarakat sebagai penerima akhir
dari jasa pendidikan dapat memahami duduk
perkara yang berhubungan dengan status
komite sekolah dengan kepala sekolah.
Hubungan Kemitraan Komite Sekolah
dengan Kepala Sekolah
Masyarakat adalah komponen
pendidikan nasional yang sangat
berpengaruh dalam pengembangan
pendidikan. Dalam mewujudkan pendidikan
yang bermutu dan berkualitas, harus ada
hubungan yang harmonis antara sekolah dan
masyarakat dan keluarga. Hubungan yang
harmonis akan terwujud apabila ada saling
pengertian antara sekolah, orang tua, dan
masyarakat serta lembaga-lembaga lain yang
ada dalam masyarakat termasuk pula dalam
dunia kerja.
Setiap unsur mempunyai peran masing-
masing sehingga membentuk saru kesatuan
dalam sebuah sistem masyarakat. Seperti
pihak sekolah, masyarakat, dan pemerintah
mempunyai peran masing-masing yang
saling mendukung satu dengan yang lainnya.
Masyarakat dituntut untuk berpartisipasi
aktif agar dapat lebih memahami,
membantu, dan mengontrol proses
pendidikan.
Arlis. M, Kinerja Komite Sekolah Dalam Penyelenggaraan Pendidikan�
�
���
�
Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun
1999 tentang otonomi daerah, di mana
daerah (termasuk di dalamnya adalah
sekolah) diberi kebebasan untuk mengelola
dan memberdayakan potensi sekolahnya
masing-masing. Kebijakan tersebut
bertujuan untuk memberdayakan daerah dan
masyarakat dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dalam segala bidang
kehidupan, termasuk bidang pendidikan dan
sebagai upaya untuk pemetaan dan
peningkatan mutu pendidikan.
Untuk meningkatkan peran serta
masyarakat dalam bidang pendidikan,
diperlukan wadah yang dapat
mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan
potensi masyarakat, sekaligus dapat
menjamin terwujudnya demokratisasi,
transparansi, dan akuntabilitas dalam
penyelenggaraan pendidikan. Salah satu
wadah tersebut adalah dewan pendidikan di
tingkat kabupaten/kota dan komite sekolah
di setiap satuan pendidikan.
Sebagaimana telah disebutkan di atas,
komite sekolah merupakan suatu
wadah/lembaga yang mengikutsertakan
masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan pada satuan pendidikan yang
dapat menampung, dan meyalurkan pikiran
dan gagasan dalam mengupayakan
kemajuan pendidikan. Dalam hal ini, komite
sekolah merupakan badan mandiri yang
mewadahi peran serta masyarakat dalam
rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan
efesiensi pengelolaan pendidikan di satuan
pendidikan (Khaeruddin, dkk, 2007:248).
Namun dalam pelaksanaan di lapangan,
komite sekolah sebagai wakil masyarakat
harus diberikan ruang oleh kepala sekolah
untuk bisa mengimplementasikan berbagai
peran dan fungsinya. Hal itu sejalan dengan
pendapat Prabowo (2009:30) bahwa “Kepala
sekolah harus berkompetensi dalam
mengelola hubungan sekolah dengan
masyarakat dalam rangka pencapaian
dukungan ide, sumber belajar, dan
pembiayaan sekolah atau madrasah”.
Adapun dalam pedoman kerja komite
sekolah pada bab II pasal 4 tentang
kedudukan komite sekolah menyebutkan
bahwa komite sekolah di SMP/MTs,
SMA/MA, SMK/MAK, berkedudukan
sebagai lembaga mandiri yang di luar
struktur organisasi SMP/MTs, SMA/MA,
SMK/MAK atau lazim disebut dengan
organisasi non struktural, tetapi merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari SMP/MTs,
SMA/MA, SMK/MAK sebagai mitra kerja
unsur pimpinan SMP/MTs, SMA/MA,
SMK/MAK.
Dalam pasal 4 di atas sangat jelas
disebutkan bahwa komite sekolah
merupakan mitra kerja kepala sekolah
sebagai unsur pimpinan satuan pendidikan.
Sehingga transformasi pelaksanaan konsep
komite sekolah memerlukan pemahaman
dari berbagai pihak baik dari anggota komite
sekolah maupun dari kepala sekolah
sehingga bisa menciptakan hubungan
sinergis antara keduanya. Jika dilihat dari
pada struktur organisasinya, keberadaan
komite sekolah sejajar dengan kepala
sekolah yang dihubungkan dengan garis
koordinatif.
Dalam tata hubungan antara kepala
sekolah dengan komite sekolah dalam hal ini
Suhaman (2012:2) menjelaskan bahwa
hubungan antara kepala sekolah dengan
komite sekolah memiliki garis yang dapat
mengantarkan keduanya, yaitu: (a)
koordinatif, (b) suportif, (c) evaluatif, (d)
normatif, (e) kolaburatif, dan (f)
komunikatif.
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini, metode yang
digunakan adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Penggunaan metode
dan pendekatan tersebut mengingat bahwa
tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendiskripsikan dan menganalisis tentang
kinerja komite sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan pada SMP
negeri 8 Kota Banda Aceh, dengan
melibatkan partisipasi kepala sekolah
maupun guru sebagai sumber informasi
sebagai kegiatan pengumpulan data.
Deskripsi tersebut sesuai dengan
pernyataan Sugiyono (2005:115) bahwa
metode penelitian deskriptif merupakan
metode penelitian yang berusaha
menggambarkan obyek atau subyek yang
diteliti sesuai dengan apa adanya dengan
tujuan menggambarkan secara sistematis
fakta dan karakteristik subyek yang diteliti
secara cepat. Dari deskripsi tersebut
dapatlah dipahami bahwa pendekatan
kualitatif adalah suatu pertanyaan mengenai
hakikat gejala atau pertanyaan mengenai apa
itu atau mendiskripsikan tentang apa itu,
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
���
�
sehingga diperoleh informasi keadaan gejala
yang sedang berlangsung sebagai
pemecahan masalah yang ada, masalah yang
hangat dan aktual, dalam bentuk kata atau
kalimat sehingga memberikan makna.
Subjek dalam penelitian ini adalah
ketua komite sekolah, kepala sekolah, wakil
kepala sekolah, guru, dan pihak- pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan kegiatan di
persekolahan. Moleong (2007:65)
mengemukakan bahwa subjek penelitian
pada penelitian kualitatif adalah sampel
bertujuan artinya menjaring informasi dari
berbagai macam sumber dan bentuknya
sehingga dapat dirinci kekhususannya yang
ada dalam konteks yang unik.
Dalam menemukan data yang benar
tentang kinerja komite sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan pada SMP
negeri 8 Kota Banda Aceh, peneliti
mengunakan teknik pengumpulan data
melalui observasi, wawancara dan studi
dokumentasi. Selanjutnya untuk
menganilisis data yang telah dikumpulkan
sejak awal penelitian sampai akhir penelitian
dengan teknik reduksi data, penyajian data
dan kesimpulan.
HASIL PENELITIAN
Kemampuan Komite Sekolah dalam
Penyelenggaraan Pendidikan pada SMP
Negeri 8 Kota Banda Aceh Hasil penelitian membuktikan bahwa
kemampuan komite sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan pada SMP
Negeri 8 Kota Banda Aceh, dalam aspek
perencanaan sekolah antara lain dengan
melakukan identifikasi sumber daya
pendidikan dalam masyarakat, memberikan
masukan Rencana Anggaran Pendidikan dan
Belanja Sekolah (RAPBS),
menyelenggarakan rapat RAPBS,
memberikan pertimbangan dan perubahan
RAPBS, dan ikut mensahkan RAPBS
bersama kepala sekolah.
Motivasi Komite Sekolah dalam
Penyelenggaraan Pendidikan pada SMP
Negeri 8 Kota Banda Aceh Hasil penelitian membuktikan bahwa
motivasi komite sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan pada SMP
Negeri 8 Kota Banda Aceh difokuskan pada
aspek pengelolaan sumber daya, pemantauan
dan evaluasi sarana dan prasarana sekolah,
dan pemantauan dan evaluasi terhadap
penggunaan anggaran sekolah.
Tanggung Jawab Komite Sekolah dalam
Penyelenggaraan Pendidikan pada SMP
Negeri 8 Kota Banda Aceh
Hasil penelitian memuktikan bahwa
tanggung jawab komite sekolah dalam
penyelenggaran pendidikan pada SMP
Negeri 8 Kota Banda Aceh dilakukan
melalui kontrol terhadap perencanaan
sekolah, kontrol terhadap pelaksanaan
program sekolah, dan kontrol terhadap
output sekolah, selanjutnya menjadi
penghubung dalam perencanaan program
sekolah, penghubung dalam pelaksanaan
program sekolah, dan penghubung dalam
mengidentifikasi sumber daya sekolah.
PEMBAHASAN
Kemampuan Komite Sekolah dalam
Penyelenggaraan Pendidikan pada SMP
Negeri 8 Kota Banda Aceh Hasil penelitian membuktikan bahwa
kemampuan komite sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan pada SMP
Negeri 8 Kota Banda Aceh, dalam aspek
perencanaan sekolah antara lain dengan
melakukan identifikasi sumber daya
pendidikan dalam masyarakat, memberikan
masukan RAPBS, menyelenggarakan rapat
RAPBS, memberikan pertimbangan dan
perubahan RAPBS, dan ikut mensahkan
RAPBS bersama kepala sekolah.
Dengan demikian, dapat dipahami
bahwa komite sekolah pada SMP Negeri 8
Kota Banda Aceh sudah memiliki
memahami peran dan fungsi komite
terhadap kemajuan sekolah. Kondisi tersebut
mengindikasikan bahwa komite sekolah
pada SMP Negeri 8 Kota Banda Aceh sudah
memiliki kemampuan yang baik terhadap
penyelenggaraan pendidikan.
Sehubungan dengan hal tersebut di
atas, Khaeruddin, dkk (2007:248)
mengatakan bahwa komite sekolah
merupakan wadah atau lembaga yang
mengikutsertakan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan yang dapat menampung
dan menyalurkan pikiran dan gagasan dalam
mengupayakan kemajuan pendidikan.
Dalam hal ini komite
sekolahmerupakan badan mandiri yang
mewadahi peran serta masyarakat dalam
Arlis. M, Kinerja Komite Sekolah Dalam Penyelenggaraan Pendidikan�
�
��
�
rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan
efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan
pendidikan.
Dari penjelasan di atas dapatlah
dipahami bahwa komite sekolah merupakan
lembaga mandiri dengan mengedepankan
kesukarelaan dan sosial yang melibatkan
masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan.
Oleh karena itu, komponen yan terlibat
dalam komite sekolah haruslah menyadari
bahwa dalam melakukan identifikasi sumber
daya pendidikan di masyarakat, memberikan
masukan RAPBS, menyelenggarakan rapat
RAPBS, memberikan pertimbangan
perubahan RAPBS, dan ikut mensahkan
RAPBS bersama kepala sekolah merupakan
sejumlah kegiatan bidang sosial yang
diterapkan oleh komite sekolah.
Motivasi Komite Sekolah dalam
Penyelenggaraan Pendidikan pada SMP
Negeri 8 Kota Banda Aceh
Hasil penelitian membuktikan bahwa
motivasi komite sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan pada SMP
Negeri 8 Kota Banda Aceh difokuskan pada
aspek pengelolaan sumber daya, pemantauan
dan evaluasi sarana dan prasarana sekolah,
dan pemantauan dan evaluasi terhadap
penggunaan anggaran sekolah. Sehubungan
dengan deskripsi tersebut, salah satu cara
untuk menerapkan kegiatan pemantau
terhadap sarana dan prasarana pendidikan
antara lain dengan melakukan pemeliharaan.
Ada beberapa macam pemeliharaan sarana
prasarana pendidikan di sekolah.
Menurut Bafadal (2008:45), bila
ditinjau dari sifatnya, terdapat empat macam
pemeliharaan sarana pendidikan yang cocok
dilakukan pada sarana pendidikan, yaitu: (1)
Pemeliharaan yang bersifat pengecekan.
Pengecekan ini dilakukan oleh seseorang
yang mengetahui tentang baik buruknya
keadaan mesin; (2) Pemeliharaan yang
bersifat pencegahan. Pemeliharaan dengan
cara demikian itu dilakukan agar kondisi
mesin selalu dalam keadaan baik. Misalnya,
sekolah memiliki sepeda motor dinas
hendaknya setiap hari dilakukan
pemeriksaan terhadap minyak rem dan
bensinnya; (3) Pemeliharaan yang bersifat
perbaikan ringan, seperti perbaikan remnya;
dan (4) Perbaikan berat. Sedangkan apabila
ditinjau dari waktu perbaikannya, ada dua
macam pemeliharaan sarana prasarana
sekolah, yaitu: (a) pemeliharaan sehari hari
dan (b) pemeliharaan berkala. Pemeliharaan
sehari hari, misalnya, berupa menyapu,
mengepel lantai, dan membersihkan pintu.
Sedangkan pemeliharaan berkala,
misalnya, berupa pengontrolan genting dan
pengapuran dinding. Kegiatan pemeliharaan
ini bertujuan untuk: (a) memperpanjang usia
kegunaan aset, (b) menjamin ketersediaan
optimum peralatan yang dipasang untuk
produksi atau jasa, (c) menjamin kesiapan
operasional daru seluruh peralatan yang
diperlukan dalam keadaan darurat setiap
waktu, dan (d) menjamin keselamatan orang
yang menggunakannya.
Tanggung Jawab Komite Sekolah dalam
Penyelenggaraan Pendidikan pada SMP
Negeri 8 Kota Banda Aceh Hasil penelitian memuktikan bahwa
tanggung jawab komite sekolah dalam
penyelenggaran pendidikan pada SMP
Negeri 8 Kota Banda Aceh dilakukan
melalui kontrol terhadap perencanaan
sekolah, kontrol terhadap pelaksanaan
program sekolah, dan kontrol terhadap
output sekolah, selanjutnya menjadi
penghubung dalam perencanaan program
sekolah, penghubung dalam pelaksanaan
program sekolah, dan penghubung dalam
mengidentifikasi sumber daya sekolah.
Sehubungan dengan hasil temuan
penelitian di atas, dalam mengelola berbagai
kegiatan komite sekolah, terdapat sejumlah
prinsip yang perlu diperhatikan oleh
komponen komite sekolah agar tujuan
tersebut dapat tercapai dengan maksimal.
Prinsip-prinsip tersebut menurut Bafadal
(2008:34), yaitu: (a) prinsip pencapaian
tugas, (b) prinsip efisiensi, (c) prinsip
administratif, (d) prinsip kejelasan tanggung
jawab, dan (e) prinsip kekohesifan.
Adapun organisasi komite sekolah
harus didelegasikan kepada perwakilan
masyarakat yang mampu mengemban
tanggung jawab, apabila melibatkan banyak
personil dalam manajemennya, maka perlu
adanya deskripsi tugas dan tanggung jawab
yang jelas untuk setiap personel komite
sekolah.
Adapun pemahaman tanggung jawab
dalam pemahaman prinsip ini adalah
menjunjung budaya dan disiplin kerja sesuai
dengan paparan dan pembagian tugas yang
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
��
�
sudah diamanatkan kepadanya serta mampu
mempertanggungjawabkan segala kegiatan
yang sudah dilaksanakan.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil temuan penelitian, ada
beberapa hal yang dapat penulis simpulkan,
yaitu:
1. Kemampuan komite sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan pada SMP
Negeri 8 Kota Banda Aceh, dalam
aspek perencanaan sekolah antara lain
dengan melakukan identifikasi sumber
daya pendidikan dalam masyarakat,
memberikan masukan Rencana
Anggaran Pendidikan dan Belanja
Sekolah (RAPBS), menyelenggarakan
rapat RAPBS, memberikan
pertimbangan dan perubahan RAPBS,
dan ikut mensahkan RAPBS bersama
kepala sekolah.
2. Motivasi komite sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan pada SMP
Negeri 8 Kota Banda Aceh difokuskan
pada aspek pengelolaan sumber daya
pendidikan, pemantauan dan evaluasi
sarana dan prasarana sekolah, dan
pemantauan dan evaluasi terhadap
penggunaan anggaran sekolah.
3. Tanggung jawab komite sekolah dalam
penyelenggaran pendidikan pada SMP
Negeri 8 Kota Banda Aceh dilakukan
melalui kontrol terhadap perencanaan
sekolah, kontrol terhadap pelaksanaan
program sekolah, dan kontrol terhadap
output sekolah, selanjutnya menjadi
penghubung dalam perencanaan
program sekolah, penghubung dalam
pelaksanaan program sekolah, dan
penghubung dalam mengidentifikasi
sumber daya sekolah.
Saran-saran
Adapun saran-saran yang diajukan
adalah sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan kemampuan
komite sekolah dalam penyelenggaraan
pendidikan pada SMP Negeri 8 Kota
Banda Aceh, pengurus komite sekolah
yang melibatkan ketua dan sekretaris
agar dapat meningkatkan kinerjanya
sebagai pemberi pertimbangan, badan
pendukung, badan pengontrol, dan
mediator antara pemerintah dengan
masyarakat, agar dapat merumuskan
berbagai macam program kerja yang
dapat meningkatkan pola pikir
masyarakat sehingga jumlah partisipasi
belajar siswa akan mengalami
peningkatan di tahun anggaran
berikutnya. Begitu pula halnya kepala
sekolah, guru, dan pegawai administrasi
agar dapat meningkatkan kerjasama
yang baik antara komponen pengelolaan
sekolah dengan pengurus komite
sekolah.
2. Dalam membangun motivasi komite
sekolah, pengurus komite sekolah
beserta jajarannya supaya dapat
memperluas jaringan dengan jenis
satuan pendidikan lainnya terkait
dengan anggaran pendidikan untuk
dapat mengimplementasikan berbagai
program kerja sekolah dan program
kerja komite sekolah. Begitu pula
halnya dengan kepala sekolah beserta
komponen pengelola sekolah agar dapat
meningkatkan koordinasinya dengan
komite sekolah dalam rangka
menyukseskan permasalahan anggaran
pendidikan yang sedang dihadapi
sekolah.
3. Begitu pula dalam meningkatkan
tanggung jawab komite sekolah, pihak
komite sekolah agar dapat mengikuti
perkembangan pendidikan yang
berlangsung di sekolah, sehingga pihak
komite sekolah secara langsung dapat
memberi masukan kepada kepala
sekolah atau bahkan dapat memberi
masukan kepada kepala sekolah tentang
situasi masyarakat dan pengaruhnya
terhadap penyelenggaran pendidikan di
sekolah. Begitu pula halnya kepala
sekolah, guru-guru, dan seluruh
pegawai administrasi sekolah agar dapat
membangun komunikasi yang baik
dengan pihak komite sekolah agar
program kerja yang dilaksanakan dapat
berjalan sebagaimana yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bafadal, Ibrahim, (2008), Manajemen
Perlengkapan Sekolah Teori dan
Aplikasi, Jakarta: Bumi Aksara.
Danim, Sudarwan dan Suparno. (2009).
Manajemen dan Kepemimpinan
Transformasional Kekepalasekolahan:
Arlis. M, Kinerja Komite Sekolah Dalam Penyelenggaraan Pendidikan�
�
���
�
Visi dan Strategi Sukses Era Teknologi,
Situasi Krisis, dan Internasionalisasi
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Enos, Darryl D. (2007). Performance
Improvement: Making It Happen. USA:
St. Lucie Press.
Fatah, Nanang, (2006). Konsep Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan
Sekolah, Bandung: Pustaka Bani
Quraisy.
-------------------, (2006). Landasan
Manajemen Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 044/U/2002 tentang Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah.
Khaeruddin, dkk, (2007). Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan: Konsep dan
Implementasinya di Madrasah,
Yogyakarta: Pilar Media.
Kurniawan, I. (2006). Optimalisasi Komite
Sekolah. (Online), (Tersedia di:
http://www.pikiran_rakyat.com/cetak/2
006/012006/27/99forumguru.htm/,
diakses 4 April 2012).
Mangkunegara, Prabu Anwar. (2006).
Perencanaan dan Pengembangan SDM,
Bandung: Refika Aditama.
Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi
Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Pantjastuti, Sri Renani, dkk (2008). Komite
Sekolah: Sejarah dan Prospeknya di
Masa
Prabowo, Sugeng Listyo, (2009).
Manajemen Peningkatan Mutu
Sekolah/Madrasah, Malang: UIN
Malang Press.
Sudarmayanti. (2006). Tata Kerja &
Produktivitas Kerja, Jakarta: Mandar
Maju.
Sudarmayanti. (2006). Tata Kerja &
Produktivitas Kerja, Jakarta: Mandar
Maju.
Sugiyono, (2005). Memahami Penelitian
Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
Suhaman, (2012). Tata Hubungan Kepala
Sekolah dengan Komite Sekolah,
(Online), (Tersedia di:
http://www.smun8.net/index.php?opti
on, diakses 4 April 2012).
Suyatmo. (2008), Penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah: Strategi
Pendidikan Nasional dalam Era
Globalisasi dan Otoomi Daerah.
Jakarta: Uhamka Press.
Usman, Nasir, (2007). Manajemen
Peningkatan Kinerja Guru, Bandung:
Mutiara Ilmu.
-------------------, (2012). Manajemen
Peningkatan Mutu Kinerja Guru:
Konsep, Teori, dan Model, Bandung:
Cita Pustaka Media Perintis.
�
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
39
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-
SHARE DALAM PERKULIAHAN BOTANI TUMBUHAN RENDAH PADA
MAHASISWA PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP USM
Oleh
*Jailani
Abstrak: Telah dilakukan sebuah penelitian yang berjudul: “Efektivitas Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Dalam Perkuliahan Botani Tumbuhan Rendah (BTR)
Pada Mahasiswa Prodi pendidikan biologi FKIP USM” Subjek penelitian adalah mahasiswa
prodi pendidikan biologi FKIP USM Banda Aceh.. Mahasiswa yang dipilih sebagai subjek
penelitian adalah mahasiswa semester 3, unuit-1 sebagai kelompok eksperimen sedangkan
unit-2 sebagai kelompok kontrol, jumlah mahasiswa masing masing unit adalah 20 orang.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah nilai tes, serta respon mahasiswa
terhadap kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelejaran think-pair-
share. Analisis data prestasi belajar untuk melihat perbedaan prestasi antara kelas
eksperimen dengan kelas kontrol, dianalisis dengan uji-t, dengan menggunakan prongram
SPSS. Data respons mahasiswa dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif
persentase. Respons mahasiswa dikatakan positif jika jawaban mahasiswa terhadap
pernyataan positif untuk setiap aspek yang direspon pada setiap komponen pembelajaran
diperoleh persentase � 80%. Berdasarkan hasil analisis data, di simpulkan bahwa: 1.Model
pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share dapat meningkatkan prestasi belajar
mahasiswa pada perkuliahan BTR. 2. Respon mahasiswa prodi pendidikan biologi FKIP
USM saat perkuliahan BTR dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think-
pair-share adalah sangat positif.
Kata Kunci: Efektifitas, Model Pembelajaran Kooperatif, Think-Pair-Share,
PENDAHULUAN Ketidakselarasan antara metode
perkuliahan dan konsep mata kuliah sering
kali terjadi dalam proses perkuliahan di
perguruan tinggi, selain itu dalam kegiatan
pembelajaran dosen lebih cenderung
mengajarkan materi mata kuliah dengan
menggunakan metode ceramah dengan cara
dosen menjelaskan di depan sementara
mahasiswa hanya duduk untuk mendengar dan
mencatat apa yang dijelaskan oleh dosen saja.
sehingga mahasiswa tidak termotivasi untuk
mengikuti pembelajaran. Ketika proses
pembelajaran berlangsung mahasiswa merasa
bosan dan kurang memperhatikan apa yang
jelaskan oleh dosen, karenanya banyak
mahasiswa yang tidak lulus.
Model pembelajaran kooperatif tipe
think-pair-share merupakan salah satu model
pembelajaran yang melibatkan mahasiswa
bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai
tujuan pembelajaran secara maksimal.
Kelompok belajar tersebut dibentuk dari
kelompok yang mahasiswanya mempunyai
kemampuan yang berbeda-beda (heterogen),
kelompok yang heterogen adalah kelompok
terdiri dari mahasiswa yang berkemampuan
tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini bermanfaat
untuk melatih mahasiswa menerima pendapat
orang lain dan bekerja dengan teman yang
berbeda latarbelakangnya, membantu
memudahkan menerima konsep mata kuliah,
meningkatkan kemampuan berfikir dalam
memecahkan masalah. Model pembelajaran
kooperatif dikembangkan untuk mencapai
tiga tujuan pembelajran yang penting, yakni
prestasi akademik, penerimaan akan
kenekaragaman dan pengembangan
keterampilan sosial (Arends, 2007).
Matakuliah botani tumbuhan rendah
(BTR) merupakan salah satu matakuliah inti
yang harus diikuti seluruh mahasiswa prodi
biologi pada semester 3. Dari hasil observasi
peneliti diperoleh informasi bahwa selama ini
mahasiswa sulit memahami materi
perkuliahan BTR, penyebabnya karena
mereka bosan dengan penyampaian dosen,
sehingga pembelajaran kurang aktif. Sehingga
ketika diadakan tes, dari mahasiswa yang
berjumlah 30 orang perkelas, yang dinyatakan
lulus hanya 11 orang sedangkan yang lainnya
harus remedial. Dari observasi awal, penulis
*Drs. Jailani, M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I DPK pada FKIP Universitas Serambi Mekkah
40
berkeyakinan bahwa model pembelajaran tipe
think-pair-share sesuai diterapkan pada materi
perkuliahan BTR. Model pembelajaran
tersebut diharapkan dapat membantu
mahasiswa dalam meningkatkan proses dan
hasil belajar yang optimal.
Beranjak dari
pemahaman ini, penulis tertarik untuk menetiti
tentang, ”Efektivitas Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think-Pair-Share pada
Perkuliahan BTR di Prodi pendidikan biologi
FKIP USM”
RUMUSAN MASALAH
Yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah:1. Apakah dengan
menggunakan metode TPS (think–pair–share)
dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa
pada pembelajaran botani tumbuhan rendah?.
2. Bagaimana respons mahasiswa terhadap
pembelajaran dengan menggunakan metode
TPS (think–pair–share) pembelajaran botani
tumbuhan rendah?
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Think-Pair-Share (TPS)
Metode pembelajaran think-pair-
share (TPS) dikembangkan oleh Frank Lyman
dari Universitas Maryland pada tahun 1985
(Handoyo, B, 2010). Model pembelajaran
kooperatif tipe think-pair-share merupakan
salah satu model pembelajaran kooperatif
sederhana. Teknik ini memberi kesempatan
pada mahasiswa untuk bekerja sendiri serta
bekerja sama dengan orang lain.
Think-pair-share lahir dari gagasan
Vygotsky yang menekankan adanya hakekat
sosial dari belajar, dan menyarankan untuk
menggunakan kelompok-kelompok belajar
yang kemampuan anggota kelompok berbeda-
beda.Vygotsky juga berpendapat, bahwa
proses belajar akan terjadi secara efisien dan
efektif apabila anak belajar secara kooperatif
dengan anak-anak lain dalam bimbingan atau
pendampingan seseorang yang lebih mampu
(Herawati, 2007).
TPS adalah salah satu pembelajaran koperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi mahasiswa yang berasal dari tiga kata think yaitu berpikir, pair berarti berpasangan
kemudian share/squere yang berarti berbagi secara keseluruhan seperti yang diterangkan pada
gambar dibawah ini :
Gambar 1: Proses pembelajaran dengan menggunakan metide TPS (Anonymous, 2010)
Metode think-pair-share dapat
diartikan sebagai suatu metode pembelajaran
yang memusatkan mahasiswa pada kegiatan
pembelajaran berpikir secara individual,
berbagi hasil pemikiran masing-masing
kepada pasangan atau kelompoknya kemudian
berbagi hasil diskusi kelompoknya secara
klasikal (Lonning, R.A. 2008).
Keunggulan Pembelajaran Kooperetif Tipe
TPS
Keunggulan pembelajaran think-pair-
share adalah optimalisasi partisipasi
mahasiswa. Selain itu juga mudah diterapkan
pada berbagai tingkat kemampuan berpikir
dalam setiap kesempatan, mahasiswa diberi
waktu lebih banyak, berpikir, menjawab dan
saling berbagi dan membantu satu sama lain,
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
41
prosedur yang digunakan juga cukup
sederhana (Lonning, R.A. 2008). Bertanya
kepada teman sebaya dan berdiskusi
kelompok untuk mendapatkan kejelasan
tentang apa yang sedang dipelajari mahasiswa
tentu akan lebih mudah memahami, diskusi
dalam bentuk kelompok-kelompok kecil ini
sangat efektif untuk memudahkan mahasiswa
dalam memahami konsep dan memecahkan
suatu permasalahan dalam pembelajaran
Dalam belajar kelompok mahasiswa
sering lebih paham akan apa yang
disampaikan oleh temannya sendiri dari pada
oleh dosen. Bahasa yang digunakan oleh
mahasiswa lebih mudah ditangkap oleh
mahasiswa lain. Pada kelompok kecil yang
terdiri dari 4-5 mahasiswa perlu dipupuk
suasana yang saling membantu, saling
menghargai dan bukan suasana kompetisi
Watson, S.S (2001). Mahasiswa Sambil
menjelaskan kepada temannya ia juga akan
lebih menguasai konsep tersebut.
Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
(Think-Pair-Share)
Sintaks suatu model pembelajaran
menggambarkan keseluruhan urutan alur
langkah yang pada umumnya diikuti oleh
serangkaian kegiatan pembelajaran. Sintaks
pembelajaran menunjukkan dengan jelas
kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan
oleh dosen dan mahasiswa (Richard, 2007).
Urutan kegiatan-kegiatan tersebut, dan tugas-
tugas khusus yang perlu dilakukan oleh
mahasiswa, di dalam sintaks dapat dilihat
secara jelas kegiatannya.
Sintaks dari metode think-pair-share terdiri dari lima tahapan utama dimulai dari dosen
memperkenalkan mahasiswa pada masalah dan diakhiri dengan penyajian dan hasil analisa mahasiswa
tentang masalah tersebut.Untuk lebih jelas tahapan-tahapan pembelajaran think-pair-share sebagai
berikut:
Tabel 1: Sintaks pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
Tahap Aktivitas Pembelajaran
Langkah ke 1 :
Orientasi mahasiswa pada
permasalahan.
Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan
pertanyaan yang berhubungan dengan konsep yang akan
disampaikan, memotivasi mahasiswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah.
Langkah ke 2 :
Mahasiswa berpikir secara
individual
Dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
memikirkan pemecahan masalah secara individual, kemudian
mahasiswa menuliskan hasil pemikiranya masing-masing
Langkah ke 3:
Setiap mahasiswa
mendiskusikan hasil
pemikiran masing-masing
dengan pasangan (kelompok)
Dosen mengorganisasikan mahasiswa untuk berpasangan dan
memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mendiskusikan
jawaban/pemecahan masalah yang menurut mereka paling benar
atau paling meyakinkan. Dosen memotivasi mahasiswa untuk
aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan metode ini
dilengkapi dengan tugas-tugas, sehingga kumpulan soal latihan
atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok dapat tercapai
secara maksimal
Langkah ke 4 :
Mahasiswa berbagi informasi
secara klasikal
Mahasiswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah
secara klasikal dengan bimbingan dosen.
Langkah ke 5 : Menganalisis
dan mengevaluasi hasil
pemecahan masalah
Dosen membantu mahasiswa untuk melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka
diskusikan.
Sumber: Dimodifikasi dari Muslimi Ibrahim 2005
METODE PENELITIAN Sebagai subjek penelitian adalah
mahasiswa prodi pendidikan biologi FKIP
USM Banda Aceh.. Mahasiswa yang dipilih
sebagai subjek penelitian adalah unuit-1
sebagai kelompok eksperimen sedangkan unit-
2 sebagai kelompok kontrol, jumlah
mahasiswa masing masing unit adalah 20
orang. Jenis data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah nilai tes, serta angket
yang diberikan kepada mahasiswa. Tes
diberikan dengan dua tahap yaitu pre test dan
Jailani, Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share
42
post test untuk mengetahui keberhasilan
penerapan model pembelajaran think pair
share. Angket diedarkan setelah berlangsung
pemeblajaran seluruhnya, adapun tujuan
pemberian angket untuk memperoleh data
tentang respon mahasiswa terhadap kegiatan
belajar mengajar dengan menggunakan model
pembelajaran think-pair-share.
Analisis data prestasi belajar
mahasiswa untuk melihat perbedaan prestasi
antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol
dianalisis dengan uji-t. Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan prongram
SPSS. Data respons mahasiswa dianalisis
dengan menggunakan statistik deskriptif
dengan persentase. Respons mahasiswa
dikatakan efektif jika jawaban mahasiswa
terhadap pernyataan positif untuk setiap aspek
yang direspon pada setiap komponen
pembelajaran diperoleh persentase � 80%.
HASIL PENELITIAN Hasil analisis data dengan menggunakan uji-t melalui jendela SPSS dapat disajikan sebagai
berikut:
Tabel 2. Statistik nilai tes akhir kelas control dan kelas eksperimen group statistics.
Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Prestasi Tes
Akhir
Eksperimen
Kontrol
20
20
83.2500
64.7500
11.27118
15.25873
2.52031
3.41196
Uji-t Independent Samples Test
Levene’s Test
for Equality
of Variances
Mest for Equality of Means
F T Df Sig
(2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Prestasi
Tes
Akhir
Equal
variances
assumed equal
variances not
assumed
1.563 4.361
4.361
38
34.977
.000
.000
18.50000
18.50000
4.24187
4.24187
90913
9.888
27.087
27.112
Pada tabel di atas, terlihat bahwa t-hitung
adalah 4.361 > t-tabel 1,563 dengan � = 0,05
maka Ho di tolak dan Ha diterima. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat
meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada
perkuliahan BTR.
Tabel 3. distribusi frekuensi prestasi belajar
mahasiswa dengan penerapan pembelajaran
konvensional pada perkuliahan BTR.
No Angka Keterangan Frekuensi Persentase
1 86-100 Baik Sekali 2 10
2 72-85 Baik 1 5
3 56-71 Cukup 8 40
4 40-55 Kurang 4 20
5 30-39 Gagal 5 25
Jumlah 20 100
Tabel 4. Distribusi frekuensi prestasi belajar
mahasiswa dengan penerapan metode
pembelajaran TPS pada perkuliahan BTR.
No Angka Keterangan Frekuensi Persentase
1 86-100 Baik Sekali 4 20
2 72-85 Baik 9 45
3 56-71 Cukup 6 30
4 40-55 Kurang 1 5
5 30-39 Gagal 0 0
Jumlah 20 100
Data respon mahasiswa
Adapun hasil analisis data respon
mahasiswa yang diperoleh dari angket
sebagai berikut:
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
43
Tabel 5. distribusi frekuensi respon mahasiswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode
TPS pada perkuliahan BTR.
No Uraian respon
Prekuensi Persentase
Senang Tidak
Senang Senang Tidak
Senang
1 Respon umum perkuliahan
1. Susana Belajar 20 0 100 00
2. Konsep 16 4 80 20
3. Cara Perkuliahan 20 0 100 00
2 Minat Ya Tidak Ya Tidak
1. Minat Untuk mengikuti perkuliahan 19 1 95 05
2. Bersemangat Mengikuti perkuliahan 20 0 100 00
3. Fahan Setelah Mengikuti perkiliahan 16 4 80 20
3 Mamfaat Metode Pembelajaran 20 0 100 00
4 Kesesuaian Metode dengan materi 20 0 100 00
Perkuliahan
Dari hasil analisis tabel di atas,
bahwa distribusi frekuensi respon mahasiswa
terhadap penerapan model pembelajaran TPS
adalah baik, dapat dibuktikan dengan
persentase jawaban mahasiswa 100%
mahasiswa senang dengan cara mengajar
dosen dengan menggunakan metode
pembelajaran TPS, 95 % mahasiswa berminat
serta bersemangat untuk mengikuti
pembelajaran dengan metode TPS, 80 %
mahasiswa merasa mengerti tentang
perkuliahan BTR setelah mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan metode
TPS, 100 % mahasiswa berpendapat
pembelajaran TPS sesuai diterapkan pada
perkuliahan BTR.
KESIMPULAN Dalam proses pembelajaran agar
konsep yang disampaikan tercapai tujuan
pembelajarannya, maka seorang pengajar
harus pandai memilih pendekatan, strategi,
metode, dan model yang sesuai dalam
pembelajaran, bila tidak maka proses
pembelajaran akan terhambat. Pola belajar
yang diharapkan adalah dosen dijadikan
sebagai fasilitator bagi mahasiswa, sementara
mahasiswa itu sendiri yang menggali ilmunya
serta menemukan konsep-konsep secara
mandiri. Dosen dituntut mencari dan
menemukan suatu cara yang dapat
mengembangkan kemampuan mahasiswa
mengembangkan, menemukan, dan
mengungkapkan ide mahasiswa sendiri.
Dengan kata lain diharapkan dosen mampu
mencari metode pembelajaran yang mampu
meningkatkan kemampuan berpikir
mahasiswa dan memecahkan masalah.
Berdasarkan hasil analisis data
tentang prestasi belajar mahasiswa, diperoleh
harga t-hitung 4.361 > t-tabel 1,563 dengan �
= 0,05 maka Ho di tolak dan Ha diterima.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperetif tipe think-
pair-share dapat meningkatkan hasil belajar
mahasiswa pada perkuliahan BTR. Hasil
analisis respon mahasiswa terhadap
penerapan model pembelajaran TPS diperoleh
persentase jawaban bahwa 100% mahasiswa
senang dengan cara mengajar dosen dengan
menggunakan model pembelajaran kooperetif
tipe think-pair-share, 95% mahasiswa
berminat serta bersemangat untuk mengikuti
pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperetif tipe think-pair-share, 80%
mahasiswa merasa mengerti tentang BTR
setelah mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperetif
tipe think-pair-share, 100 % mahasiswa
berpendapat bahwa model pembelajaran
kooperetif tipe think-pair-share sesuai
diterapkan pada perkuliahan BTR. Dengan
demikian respon mahasiswa prodi pendidikan
biologi FKIP USM saat pembelajaran pada
perkuliahan BTR dengan menggunakan model
Jailani, Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share
44
pembelajaran kooperetif tipe think-pair-share
sangat positif.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2010. Pembelajaran Dengan
Menggunakan Metode Think-Pair-
Share, (Online), diakses melalui
http://dosenpkn wordpress.commetode-
pembelajaran TPS, 12-juli-2012.
Arends, A. A. (1993). Teaching Modern
Science. Sixth edition. New York:
Merill Publisher.
Handoyo, B. 2010. Penerapan Metode Think-
Pair-Share Dalam Pembejaran
Kooperatif Untuk Meningkatkan
Pembelajaran Geografi,(online)
diakses melalui situs http://biologi-
fkip.unri.ac.id/karya_tulis/rosmaini.pdf
27 juni 2010.
Harman, I.S. 2005. Interactive and
Cooperative Methods as an Extension
to Examination. Bringing Students
Closer to The Teaching and Learning
Processes. Journal of Research in
Science Teaching. Vol 41.
No.1,pp.401-403. New York: John
Willey and Sons Publisher.
Hernawati. Penerapan Metode Pembelajaran
Cooperative Learning Tipe Think Pair
Share (Tps) Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Kelas VIII SMP 14
Tegal Dalam Pokok Bahasan System
Persamaan Linear Dua Variable.2007
(online) diakses melalui situs
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/sk
ripsi/ index/assoc /HASH118d /705
7d637.dir/doc.pdf. 27 juni 2010.
Ibrahim, M. 2005. Pembelajaran Berdasarkan
Masalah, Surabaya: Unesa University
Press.
Lonning, R.A. 2008. Effect of Cooperative
Learning Strategi on Student Verbal
Interaction and Achievement During
Conceptual Change Instruction in 10th
Grade General Science. Journal of
Research in Science Teaching. Vol 45.
No.9,pp.1017-1021. New York: John
Willey and Sons Publisher.
Richard, I. A. 2007. Classroom Instruction
and Management. Mc.Graw-Hill: New
York.
Watson, S.S. 2001. Cooperative Learning and
Group Educatioanal Modules: Effect on
Cognitive Achievement of High School
Biology Students. Journal of Research
in Science Teaching. Vol 38.
No.2,pp.9-21. New York: John Willey
and Sons Publisher.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
45
PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DALAM
MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN PADA SMPN I
MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT
Oleh
*Iin Sumidar
Abstrak: Manajemen berbasis sekolah merupakan suatu pendekatan pengelolaan
manajemen sekolah dalam rangka memberikan wewenang yang lebih luas kepada kepala
sekolah untuk mengambil keputusan mengenai pengelolaan sumber-sumber daya pendidikan
sekolah. Tujuan penelitian ini adalah: Penerapan manajemen berbasis sekolah dalam
bidang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dalam bidang personalia dan pada
pengelolaan keuangan pada SMPN 1 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu: pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, teknik
pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Subjek
penelitian adalah: kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, guru, komite
sekolah, pengawas dan bendahara sekolah. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) di
mulai dari penyusunan visi, misi, tujuan sekolah, ekstrakurikuler, kokurikuler, pembagian
tugas, silabus , RPP, dan kalender pendidikan,(2) bidang personalia Kepala sekolah SMPN 1
Meulaboh melaksanakan pembinaan dan peningkatan profesional guru melalui kegiatan
pelatihan, MGMP, Memberikan izin untuk pendidikan lanjutan dan melakukan supervisi,
sedangkan rekruitmen, mutasi dan pensiunan masih di atur oleh Pemerintah Daerah 3) dalam
pengelolaan keuangan dilakukan dengan penetapan sumber dana, analisis kebutuhan, alokasi
anggaran, pengawasan, dan pelaporan dengan melibatkan stake holder dan komite sekolah.
Kata kunci: Manajemen Berbasis Sekolah dan Mutu Pendidikan.
PENDAHULUAN
Manajemen pendidikan pada hakekatnya
sebagai penataan, pengaturan dan pelaksanaan
sistem pendidikan yang dapat mencapai tujuan
keunggulan dalam pengelolaan pendidikan
secara efektif dan efisien sehingga melahirkan
suatu kebijakan dalam menentukan penerapan
program pendidikan yang sesuai dengan
standar nasional pendidikan. Manajemen
berbasis sekolah yang juga merupakan suatu
proses pendidikan yang terlibat di berbagai
input seperti bahan ajar, metodologi, sarana
sekolah, dukungan administrasi, sarana
prasarana dan sumber daya lainnya serta
penciptaan suasana yang kondusif dan
berkualitas.
Perubahan manajemen berbasis
sekolah sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun. 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menetapkan bahwa:
1) Merupakan lembaga yang mandiri
dan dinamis, 2) Dinamika berlangsung
secara alamiah sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan sekolah, 3) Proaktif dalam
upaya mengembangkan pelayanan
pendidikan, 4) Inovatif dan kreatif
terhadap upaya pengembangan mutu
pendidikan, 5) Meningkatkan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga
(AD/ART) dan 6) Memanfaatkan sumber
daya pendidikan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan ketetapan tersebut di atas
salah satu persoalan pendidikan yang sedang
dihadapi saat ini termasuk persoalan mutu
pendidikan pada setiap jenjang dan satuan
pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan
untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional,
antara lain melalui berbagai pelatihan dan
kompetensi guru, pengadaan buku dan alat
pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana
pendidikan, dan meningkatkan mutu
manajemen sekolah.
Sudarsono (2007: 45). mengemukakan
bahwa “Untuk memenuhi kebutuhan ini
Pemerintah merasa perlu untuk menerapkan
dan mengembangkan model manajemen yang
disebut Manajemen Berbasis Sekolah”.
Berdasarkan pernyataan di atas penulis
*Iin Sumidar adalah Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
46
menyatakan bahwa: manajemen Berbasis
Sekolah dapat dipandang sebagai suatu
pendekatan pengelolaan sekolah dalam rangka
desentralisasi pendidikan yang memberikan
wewenang yang lebih luas kepada sekolah
untuk mengambil keputusan mengenai
pengelolaan sumber-sumber daya pendidikan
sekolah (manusia, keuangan, material, metode,
teknologi, wewenang dan waktu) yang
didukung dengan partisipasi yang tinggi dari
warga sekolah, orang tua, dan masyarakat dan
sesuai dengan kerangka kebijakan pendidikan
Nasional dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan.
Penerapan Manajemen berbasis
sekolah diharapkan dapat memberikan suatu
pembaharuan dalam menata, mengatur,
menyusun dan melaksanakan setiap komponen
sumberdaya manusia dalam lingkungan SMPN
1 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
Berdasarkan permasalahan yang telah
diuraikan, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian yang berjudul:
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan pada SMPN 1
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif.
Pendekatan ini didasarkan atas pertimbangan
bahwa yang hendak dicari adalah data yang
akan memberikan gambaran dan melukiskan
realita sosial yang komplek sedemikian rupa
menjadi gejala sosial yang lebih konkrit.
Menurut Moleong (2006:3) “Penelitian
kualitatif menghasilkan deskripsikan/uraian
berupa kata-kata tertulis dari perilaku yang
terlibat dalam penelitian yang dapat diamati
dalam suatu situasi sosial”. Selanjutnya peneliti
berusaha memahami makna perilaku personil
yang terlibat dalam penelitian ini yang terkait
dengan penerapan manajemen berbasis sekolah
dalam meningkatkan mutu pendidikan pada
SMPN 1 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
Subjek dalam penelitian ini adalah
kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang
kurikulum, guru, komite sekolah, pengawas
dan bendahara sekolah di SMPN 1 Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat. Pengumpulan data
dalam penelitian dalam penelitian ini bersifat
deskriptif analitik, lebih menitik beratkan pada
perekaman situasi yang terjadi dalam konteks
masalah yang dibahas. Metode deskriptif
analitik memungkinkan adanya suatu langkah
evaluatif atas keadaan yang nyata terjadi.
Metode deskriptif analitik ini memungkinkan
peneliti memberikan masukan-masukan yang
dipandang berguna, bermanfaat, dari aspek
yang dikaji atau terhadap masalah-masalah
yang ada di lapangan, sehingga akan
memberikan suatu analisis yang lebih
mendalam terhadap kondisi yang terjadi.
Analisis pada saat pengumpulan data,
yaitu selama pengumpulan data peneliti
merekam dan membuat catatan lapangan,
melakukan memberchek dengan subjek
penelitian yang bersangkutan, mengadakan
audit trail (uji kecocokkan data), melakukan
triangulasi untuk mendapatkan keabsahan data.
Analisis setelah data terkumpul, yaitu
mereduksi data dengan mencatat,
menggolongkan, dan mengklarifikasi hal-hal
yang relevan dengan fokus penelitian serta
menghubungkan data antara yang satu dengan
yang lainnya, sehingga data diperoleh secara
jelas menjadi satu kesatuan yang utuh. Untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini
penulis menggunakan wawancara. Adapun
instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah observasi, wawancara serta
dokumentasi.
KAJIAN PUSTAKA
Upaya peningkatan mutu pendidikan
dapat dilaksanakan dengan menata manajemen
desentraslisasi sebagai konsep organisasi yang
mengandung makna pendelegasian atau
pelimpahan kekuasaan atau wewenang dari
pimpinan atau atasan ketingkat bawahan dalam
organisasi. Desentralisasi tidak dimaksudkan
untuk memperbesar ketimpangan antara daerah
dengan pusat atau antara daerah yang ada di
Indonesia, tetapi untuk mewujudkan keadilan
dan kemakmuran dengan tidak mengabaikan
kebhinekaan.
Engkoswara (2010:292), menyatakan
bahwa: “Desentralisasi sebagai penyerahan
urusan pemerintah kepada daerah sehingga
wewenang dan tanggungjawab daerah,
termasuk didalamnya penentuan kebijakan
perencanaan, pelaksanaan maupun yang
menyangkut segi-segi pembiayaan dan
aparatnya”. Sedangkan desentralisasi
pendidikan adalah sistem manajemen untuk
mewujudkan pembangunan pendidikan yang
menekankan kepada kebhinekaan.
Usman, Nasir. (2007:54),
mengemukakan bahwa desentralisasi
pendidikan adalah:
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
47
Salah satu model pengelolaan pendidikan
dengan memberikan suatu pendelegasian
kewenangan tertentu di tingkat sekolah
untuk membuat keputusankeputusan yang
bekenaan dengan upaya untuk
memperbaiki kualitas pendidikan serta
sumber daya manusia termasuk
profesionalitas guru yang belakangan ini
dirisaukan oleh berbagai pihak, baik secara
regional maupun secara internasional.
Sistem pendidikan yang selama ini
dikelola dalam suatu iklim birokratik dan
sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab
yang telah membuahkan keterpurukan dalam
mutu dan keunggulan pendidikan. Hal ini
beralasan, karena sistem birokrasi selalu
menempatkan “kekuasaan”sebagai faktor yang
paling menentukan dalam proses pengambilan
keputusan. Sekolah-sekolah terbelenggu oleh
kekuasaan birokrasi mulai dari kekuasaan
tingkat pusat hinggga daerah. Ironisnya, kepala
sekolah dan guru-guru sebagai pihak yang
paling memahami realitas pendidikan berada
pada tempat yang “dikendalikan’. Merekalah
seharusnya yang paling berperan sebagai
pengambil keputusan dalam mengatasi
berbagai persoalan sehari-hari yang
menghadang upaya peningkatan mutu
pendidikan namun, mereka dalam posisi tidak
berdaya dan tertekan oleh berbagai pembakuan
dalam bentuk juklak dan juknis yang terkadang
tidak sesuai dengan kenyataan obyektif di
masing-masing sekolah.
Murniati dan Usman (2009:37)
mengemukakan bahwa : “Manajemen
merupakan kegiatan mengatur berbagai sumber
daya, baik manusia maupun material dalam
rangka melakukan berbagai kegiatan suatu
organisasi untuk mencapai tujuan secara
optimal”. Dalam mengoptimalisasikan sumber-
sumber daya yang berkenaan pemberdayaan
sekolah merupakan alternative yang paling
tepat untuk mewujudkan suatu sekolah yang
mandiri dan memiliki keunggulan tinggi.
Penerapan hal itu memerlukan suatu perubahan
kebijakan dibidang manajemen pendidikan
dengan prinsip memberikan kewenangan dalam
pengelolaan dan pengambilan keputusan sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan masing-masing
sekolah secara local.
Dengan mengalihkan wewenang
dalam keputusan dari pemerintahan tingkat
pusat/Dinas Pendidikan Provinsi ke tingkat
sekolah, diharapkan sekolah akan lebih mandiri
dan lebih mampu menentukan arah
pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan
tuntutan lingkungan masyarakatnya. Pada
pelaksanaannya disadari bahwa pemberian
kewenangan kepada sekolah melalui
pendekatan MBS memerlukan proses dan
waktu. Salah satu aspek yang memerlukan
proses dan waktu untuk diubah adalah desain
organisasi yang mampu mengakomodasi dan
mengembangkan program yang relevan dengan
kebutuhan masyarakat dengan demikian,
sekolah secara kreatif dan bertanggung jawab
dapat melakukan kegiatan untuk mengelola
program-programnya secara efektif dan efisien.
Chapman (Fattah, 2008:15) mengemukakan
bahwa :
MBS sebagai terjemahan dari school based
management adalah suatu pendekatan yang
bertujuan untuk merancang kembali
pengelolaan sekolah dengan memberikan
kekuasaan kepada kepala sekolah dan
meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam upaya perbaikan kinerja sekolah
yang mencakup guru, siswa, kepala
sekolah, orang tua siswa dan masyarakat.
MBS mengubah sistem pengambilan
keputusan dengan memindahkan otoritas
dalam pengambilan keputusan dan
manajemen kesetiap pihak yang
berkepentingan di tingkat local (Local
Stakeholdrs).
Berdasarkan kutipan di atas MBS
memberikan merupakan salah satu upaya
pengembangan gagasan menyambut kebijakan
pemerintha dalam rnagka desentralisasi yang
menempatkan sekolah sebagai suatu institusi
pendidikan yang mandiri. Pemahaman tentang
MBS diharapkan dapat memberikan tambahan
pengetahuan dan wawasan kepada para
pengelola pendidikan dalam pembudayaan dan
peningkatan mutu serta pengendalian sekolah.
Otonomi dalam pengembangan
kurikulum memberikan keleluasaan kepada
sekolah dalam mengelola sumber daya dan
menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi,
serta mendorong profesionalisme para
pengawas, kepala sekolah, dan guru.
Menurut Rusman (2009:17), secara
garis besar beberapa kegiatan berkenaan
fungsi-fungsi manajemen Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan adalah:
(a) mengelola perencanaan kurikulum; (b)
mengelola implementasi kurikulum; (c)
mengelola pelaksanaan evaluasi
kurikulum; (d) mengelola perumusan
penetapan kriteria dan pelaksanaan
Iin Sumidar, Penerapan manajemen berbasis sekolah dalam Meningkatkan mutu pendidikan
48
kenaikan kelas/kelulusan; (e) mengelola
pengembangan bahan ajar, media
pembelajaran, dan sumber belajar; dan (f)
mengelola pengembangan ekstrakurikuler
dan kokurikuler”.
Dalam MBS, kebijakan
pengembangan kurikulum dan pembelajaran
beserta sistem evaluasinya harus
disentralisasikan ke sekolah, agar sesuai
dengan kebutuhan peserta didik dan
masyarakat secara fleksibel. Pemerintah pusat,
dalam hal ini Depdiknas, hanya menetapkan
standar nasional, yang pengembangannya
diserahkan kepada sekolah. Dengan demikian,
disentralisasi kebijakan dalam pengembangan
kurikulum dan pembelajaran beserta sistem
evaluasinya merupakan prasyarat untuk
mengimplementasikan MBS.
Berkaitan dengan manajemen
personalia dalam suatu organisasi, perlu adanya
suatu pengelolaan yang efektif dan efesien
sehingga dapat memaksimalkan personalia
dalam konteks pengembangan sumber daya
manusia agar dapat memajukan organisasi
sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman.
Menurut Harun (2009:47) “Pengembangan
sumber daya manusia adalah kemampuan
seseorang dari potensi yang ada pada diri
seseorang dikembangkan lagi untuk dapat
mengimbangi kedudukan dan perkembangan
zaman”. Sehingga dalam program
pengembangan harus dituangkan sasaran,
kebijaksanaan, prosedur, anggaran, peserta,
kurikulum dan waktu pelaksanaannya agar
tujuan dari kegiatan pengembangan tersebut
sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut Mulyasa (2009:13)
“Peningkatan kualitas sumber daya manusia
perlu mengkaji ulang masaah pendidikan. Hal
ini karena pendidikan mempunyai konstribusi
dalam memajukan masyarakat dan sebagai
wahana menterjemahkan pesan-pesan
konstitusi serta sarana pembangunan anak
bangsa”. Peningkatan kualitas sumber daya
manusia melalui pendidikan ini lebih
diperlukan lagi dalam konteks otonomi dan
desentralisasi pendidikan.
Menurut Fatah (2007:23),
“Pembiayaan pendidikan adalah segenap
kegiatan yang berkenaan dengan penataan
sumber, penggunaan, dan pertanggungjawaban
dana pendidikan di sekolah atau lembaga
pendidikan”. Kegiatan yang ada dalam
administrasi pembiayaan meliputi tiga hal yaitu
penyusunan anggaran yang dapat disebut
dengan perencanaan pembiayaan pendidikan,
pembukuan yang termasuk dalam pelaksanaan
pembiayaan pendidikan dan pengawasan
pelaksanaan pembiayaan pendidikan.
Dalam konteks pendidikan, pengertian
mutu mengacu pada proses pendidikan dan
hasil pendidikan. Dalam proses pendidikan
yang bermutu terlibat berbagai input, seperti;
bahan ajar (kognitif, afektif, atau
psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai
kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan
administrasi dan sarana prasarana dan sumber
daya lainnya serta penciptaan suasana yang
kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas
berfungsi mensinkronkan berbagai input
tersebut atau mensinergikan semua komponen
dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik
antara guru, siswa dan sarana pendukung di
kelas maupun di luar kelas, baik konteks
kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam
lingkup subtansi yang akademis maupun yang
non-akademis dalam suasana yang mendukung
proses pembelajaran. Mutu dalam konteks hasil
pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai
oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu.
Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan
dapat berupa hasil test kemampuan akademis
(misalnya ulangan umum dan UN).
HASIL PEMBAHASAN
1. Penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah dalam Bidang KTSP
Pelaksanaan Manajemen berbasis
Sekolah pada SMPN 1 Meulaboh Kabupaten
Aceh Barat dilaksanakan sesuai dengan
panduan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang merupakan kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan
oleh masing-masing satuan pendidikan yang
terdiri dari penyusunan visi, misi, dan tujuan
sekolah, ekstrakurikuler, kokurikuler,
pembagian tugas, penyusunan silabus, Rencana
Program Pembelajaran (RPP) serta dan
kalender pendidikan pada masing-masing
Tingkat Satuan Pendidikan.
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) bertujuan agar setiap
satuan pendidikan dapat mencapai tujuan
pendidikan nasional dengan menyesuaikannya
pada kekhasan kondisi dan potensi daerah,
satuan pendidikan, dan peserta didik.
Kunandar (2010:154) menjelaskan bahwa :
“Kewenangan sekolah dalam menyusun
kurikulum memungkinkan sekolah
menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
49
sekolah, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah.
Dengan demikian, daerah atau sekolah
memiliki cukup kewenangan untuk merancang
dan menentukan hal-hal yang akan diajarkan
atau pengelolaan pengalaman belajar, cara
mengajar, dan memulai keberhasilan mengajar.
Oleh sebab itu pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada
SMPN 1 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
disesuaikan dengan kebutuhan, potensi dan
kemampuan peserta didik pada sekolah
tersebut.
2. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
dalam Bidang Personalia
Sesuai dengan hasil penelitian yang
penulis lakukan pada SMPN 1 Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat yang menyangkut
efektivitas penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah pada SMPN 1 Meulaboh Kabupaten
Aceh Barat diperoleh beberapa temuan dan
temuan tersebut di analisis faktor penyebab dan
akibat dari kegiatan yang dilakukan. Dalam
konteks pengelolaan personil sekolah,
Rekruitmen, mutasi dan pensiunan guru di
kelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Aceh Barat, sekolah hanya mengisi data
rencana pemenuhan kebutuhan guru dan di
serah kepada dinas pendidikan melalui laporan
bulanan. Kemudian rekruitmen dilaksanakan
oleh pemerintah daerah melalui tes dan
pemutihan. Kepala sekolah SMPN 1 Meulaboh
hanya melakukan Pembinaan dan peningkatan
professional guru pada SMPN 1 Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat dilaksanakan melalui
kegiatan pelatihan dan penataran, MGMP,
memberikan izin untuk melanjutkan jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, dan melakukan
supervisi.
Mulyasa (2009:15), menyatakan
bahwa: “1) perencanaan pegawai, 2)
pengadaan pegawai, 3) pembinaan dan
pengembangan pegawai, 4) promosi dan
mutasi,5) pemberhentian pegawai, 6)
kompensasi,dan 7) penilaian pegawai”. Semua
itu perlu dilakukan dengan baik dan benar agar
apa yang di harapkan tercapai,yakni
tersedianya tenaga kependidikan yang di
perlukan dengan kualifikasi dan kemampuan
yang sesuai serta dapat melaksanakan
pekerjaan dengan baik dan berkualitas.
3. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
dalam Pengelolaan Keuangan
Penyusunan analisis keuangan pada
SMPN 1 Meulaboh lebih menekankan pada
kebutuhan sekolah sesuai standar pendidikan,
keuangan dan pembiayaan merupakan potensi
yang sangat menentukan kajian manajemen
pendidikan. Komponen keuangan dan
pembiayaan pada suatu sekolah merupakan
komponen produksi yang menentukan
terlaksananya kegiatan belajar-mengajar di
sekolah bersama dengan komponen-komponen
yang lain. Penyusunan RKAS pada SMPN 1
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat dimulai
dengan menganalisis kebutuhan dan sumber
keuangan yang diawali dari perencanaan,
pelaksanaan dan hasil analisis keuangan sesuai
dengan kebutuhan sekolah yang melibatkan
stakeholders termasuk komite sekolah. Hal ini
sesuai dengan Fattah dan Ali (2008:43) yang
mengemukakan bahwa :
“Desentralisasi pendidikan dalam
implementasinya memberikan
kemungkinan dan peluang besar kepada
sekolah secara mandiri dengan kesenangan
desentralisasinya, untuk mengelola dana
dan biaya pendidikan untuk kepentingan
pendidikan yang dianggap yang paling
penting di sekolah tersebut. Dengan
pemahaman manajemen berbasis sekolah
maka setiap sekolah pada awal tahun
anggaran sudah memiliki rencana
penggunaan biaya yang berorientasi
kepada upaya peningkatan mutu
pendidikan”.
Berdasarkan kutipan di atas keuangan
sekolah selalu di susun sesuai dengan rencana
kerja dan anggaran sekolah (RKAS).
Manajemen keuangan sekolah dapat
menentukan peningkatan mutu pendidikan.
Dengan kata lain setiap kegiatan yang
dilakukan di sekolah memerlukan biaya, baik
itu disadari maupun yang tidak disadari.
Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu
dikelola sebaik-baiknya, agar dana-dana yang
ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan penelitian ini, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
Iin Sumidar, Penerapan manajemen berbasis sekolah dalam Meningkatkan mutu pendidikan
50
A. Penerapan Manajemen berbasis Sekolah
dalam bidang Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) pada SMPN 1
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
dilaksanakan sesuai dengan panduan
pelaksanaan kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang merupakan kurikulum
operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan yang terdiri dari penyusunan
visi, misi, tujuan sekolah, ekstrakurikuler,
kokurikuler, pembagian tugas, silabus,
RPP serta kalender penentuan kalender
pendidikan pada masing-masing tingkat
satuan pendidikan. Pelaksanaan MBS
pada bidang kurikulum tingkat satuan
pendidikan di laksanakan sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan lingkungan
pendidikan dan proses pembelajaran.
Guru harus menguasai kompetensi atau
kemampuan untuk membuat desain
instruksional sesuai dengan kaedah-
kaedah pedagogik yang dituangkan dalam
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Langkah-langkah yang harus dilalui oleh
guru dalam pengembangan bahan
pembelajaran adalah mengidentifikasi
bahan pelajaran yang akan disajikan
setiap pertemuan, menyusun kerangka
materi pembelajaran yang sesuai dengan
tujuan instruksional dan pencapainya
sesuai dengan indikator-indikator yang
telah ditetapkan.
B. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
dalam bidang personalia pada SMPN 1
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat, Kepala
Sekolah melaksanakan kegiatan dan
pembinaan kemampuan profesional guru
melalui pelatihan, pendidikan lanjutan
guru-guru juga dikembangkan mutunya
dengan memberikan izin dan kemudahan
mengikuti jenjang pendidikan lebih
tinggi, MGMP dan melakukan supervisi.
Personil sekolah atau sumber daya tenaga
kependidikan guru dalam peningkatan
profesional kepala SMPN 1 Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat Penerapan
manajemen berbasis sekolah dalam
bidang proses belajar mengajar,
khususnya pengembangan mutu guru
yaitu (1) memberi kemudahan bagi guru
untuk melanjutkan pendidikan guna
meningkatkan kualifikasi guru. (2)
memberi intensif guru mengajar lebih
dari 18 (delapan belas) jam/Minggu
diberi intensif. (3) Memberi dispensasi
oleh guru yang mengikuti penataran,
seminar, dan jenis pelatihan lainnya yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas
guru, (4) memberikan kemudahan bagi
guru yang akan naik pangkat sepanjang
telah memenuhi persyaratan angka kredit
dan peraturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, (5) Memberikan kemudahan
bagi guru yang akan memperoleh
kenaikan gaji berkala. Pengelolaan
rekruitmen, mutasi dan pensiunan guru
masih di atur oleh pemerintah kabupaten
Aceh barat.
C. Penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah dalam pengelolaan keuangan
pada SMPN 1 Meulaboh Kabupaten
Aceh Barat lebih menekankan pada
analisis kebutuhan dan sumber
keuangan yang dimulai dari
perencanaan, pelaksanaan dan hasil
analisis keuangan yang melibatkan
stakeholders termasuk komite sekolah.
Pengeluaran dana yang diperoleh dari
berbagai sumber digunakan secara
efektif dan efisien, artinya setiap
perolehan dana dalam pengeluarannya
harus didasarkan pada daftar unjuk
proyek yang telah di tetapkan oleh
perencanaan pendidikan di sekolah.
Pengelolaan Manajemen keuangan
pada SMPN 1 Meulaboh di
laksanakan dengan baik dan teliti
mulai dari tahap penyusunan
anggaran, penggunaan, sampai
pengawasan dan pertanggungjawaban
secara efektif dan efisien sehingga
tidak di temukan penyalahgunaan
anggaran. Penggunaan dana yang telah
disusun di dalam RKAS dilaksanakan
sesuai dengan kebutuhan sekolah dan
petunjuk juknis termasuk pelaksana
dan evaluasi keuangan sekolah.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh serta implikasi yang akan muncul
dari kesimpulan dapat disusun saran sebagai
berikut :
a. Kepala sekolah diharapkan dapat
mempertahankan dan lebih
meningkatkan keterlibatan guru dalam
merumuskan kebijakan dan program
sekolah sehingga efektivitas
Manajemen Berbasis Sekolah untuk
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
51
peningkatan mutu sekolah benar-benar
dapat dilaksanakan oleh guru dengan
penuh rasa tanggung jawab.
b. Pengembangan kemampuan
profesional guru sangat penting dalam
pengelolaan proses belajar mengajar
sehingga dapat meningkatkan mutu
pendidikan. Komitmen dan kerja keras
antara guru dan kepala sekolah
merupakan faktor utama untuk
memperbaiki dan mengembangkan
kemampuan profesional untuk
meningkatkan kualitas pendidikan
terutama pada sekolah masing-masing
dengan cara : (a) membuat
perencanaan, (b) melaksanakan
program, (c) bekerja dengan
kelompok, (d) berkoordinasi dengan
GMP, guru senior atau guru
pembimbing, (e) melakukan evaluasi,
(f) melakukan renovasi hasil
pembelajaran untuk mendapatkan
hasil yang optimal.
c. Komite Sekolah yaitu masyarakat,
seharusnya secara aktif bahkan positif
memberikan bantuan ke sekolah agar
setiap sekolah dapat memenuhi
kebutuhannya untuk mencapai tujuan
sekolah secara efektif.
d. Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh
Barat dapat menjadi suatu pola
pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah dalam membangun sistem
pendidikan di Kabupaten Aceh Barat.
DAFTAR PUSATAKA
Engkoswara dan Aan Komariah. (2010).
Administrasi Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Fattah, Nanang dan Ali Muhammad. (2008).
MBS. Jakarta: Universitas Terbuka.
Kunandar. (2010). Guru profesional:
Implementasi Kurikulum satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam
Sertifikasi Guru. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Mulyasa. E. (2009). Manajemen Berbasis
Sekolah Konsep, Strategi dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Murniati dan Usman, Nasir. (2009).
Implementasi Manajemen Stratejik.
Bandung: Cipta Pustaka Media Perintis.
Moleong, J. Lexy. (2006). Metodologi
Pendidikan kualitatif. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Usman, Nasir. (2007). Manajemen
Peningkatan Kinerja Guru. Bandung:
Mutiara Ilmu.
Rusman. (2009). Manajemen Kurikulum.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sudarsono. (2007). Manajemen Kepala
Sekolah Dalam Pelayanan Publik.
Jakarta: Tesis Universitas Jakarta.
Iin Sumidar, Penerapan manajemen berbasis sekolah dalam Meningkatkan mutu pendidikan
52
KOMPETENSI GURU DALAM MENGELOLA PROSES PEMBELAJARAN
DI MIN BAMBI KABUPATEN PIDIE
Oleh
*Amiruddin
Abstrak: Peningkatan mutu pendidikan pada umumnya menjadi tuntutan masyarakat kini
dan masa yang akan datang. Faktor utama yang paling menentukan meningkatnya
prestasi belajar siswa adalah tentang pengelolaan kelas pada saat guru melangsungkan
proses pembelajaran. Sehubungan dengan hal ini, berbagai pelatihan atau penataran
sering diikuti oleh guru dengan tujuan meningkatkan kemampuan guru tersebut.
Diperlukan kajian melalui suatu penelitian tentang kemampuan guru dalam pengelolaan
kelas, dan telah dilaksanakan di MIN Bambi Kabupaten Pidie mulai bulan Mei sampai
dengan juni 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru dalam
pengelolaan kelas sebagai usaha meningkatkan kualitas pembelajaran. Metode yang
digunakan adalah deskriptif, dengan menggunakan angket sebagai instrumen
pengumpulan data. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru mata pelajaran pada
MIN Bambi Kabupaten Pidie berjumlah 9 orang. Sampel penelitian diambil secara total
sampel sebanyak 9 orang, dengan persentase masing-masing sekolah(100%). Data di
analisis dengan menggunakan rumus persentase. Hasil penelitian dari analisis data,
menunjukan bahwa guru-guru di MIN Bambi Kabupaten Pidie memiliki kemampuan
yang tiggi dalam pengelolaan kelas, sehingga kualitas pembelajaran menjadi meningkat.
Kata Kunci: Kompetensi Guru, Mengelola Proses Pembelajaran
PENDAHULUAN Peningkatan mutu pendidikan pada
umumnya menjadi tuntutan masyarakat
masa kini dan masa yang akan datang.
Faktor utama yang paling menentukan
dalam peningkatan kualitas pendidikan
adalah pengelolaan kegiatan pembelajaran
oleh guru. Oleh karena itu, berbagai
pelatihan atau penataran untuk guru
diselenggarakan dari tahun ke tahun yang
tujuannya antara lain meningkatkan
kemampuan profesionalisme guru dalam
pengelolaan kegiatan pembelajaran tersebut.
Perkembangan baru terhadap pandangan
belajar mengajar membawa konsekwensi
kepada guru-guru untuk meningkatkan
peranan dan kompotensinya, karena proses
belajar mengajar dan hasil belajar siswa
ditentukan oleh peranan dan kompetensi
guru dalam mengembangkan program
pembelajaran di sekolah sehingga prestasi
belajar siswa akan meningkat. Adapun
peranan guru dalam proses pembelajaran
adalah sebagai demonstrator, mediator dan
fasilitator dan evaluator.
Jelaslah bahwa guru sebagai fasilitator
harus mampu mengusahakan sumber belajar
dan berguna, serta dapat meningkatkan
pencapaian tujuan kegiatan belajar mengajar,
baik sebagai nara sumber, atau dalam
menggunakan buku teks.
Proses kegiatan belajar mengajar
bertalian dengan tujuan yang hendak di
capai. Tujuan pendidikan bersifat komplek
maka evaluasinya tidak mungkin sederhana.
Menilai hasil belajar yang beraneka ragam
diperlukan berbagai macam alat evaluasi.
Fungsi guru sebagai evaluator dalam
penilaian proses belajar mengajar harus
dilakukan terus menerus mengikuti hasil-
hasil belajar yang dicapai siswa dari waktu
ke waktu. Sebagai evaluator informasi
proses belajar mengajar, umpan balik
tersebut dijadikan titik tolak untuk
memperbaiki dan meningkatkan proses
belajar mengajar untuk memperolah hasil
yang optimal.
Dalam melaksanakan proses
pembelajaran guru harus memiliki sikap dan
kemampuannya yaitu menguasai materi
setiap bidang studi, menguasai metode dan
teknik penilaian, komitmen atau mencintai
profesi atau tugas sebagai guru, dan disiplin
dalam pelaksanaan tugas.
Guru dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik bila menguasai dan mampu
*Drs. Amiruddin M.Si adalah Dosen Kopertis Wil. I DPK pada FKIP Universitas Jabal Ghafur
53
melaksanakan keterampilan mengajar
dengan menggunakan metode yang sesuai
dengan pelajaran, tujuan dan pokok bahasan
yang diajarkan. Guru harus mampu memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang cukup
tentang metode alat dan media sebagai alat
bantu komunikasi guna mengefektifkan
proses belajar mengajar.
Guru mungkin dapat menggunakan
suatu metode dengan baik bila memiliki
kemampuan untuk memilih bentuk-bentuk
metode yang sesuai dengan tujuan materi
pembelajaran yang ingin dicapai.
Profesionalisme adalah seorang
memiliki komitmen yang mendalam
terhadap tugasnya. Kecintaan terhadap tugas
diwujudkan dalam bentuk curahan tenaga,
waktu dan pikiran. Guru yang mencintai
tugasnya, jauh lebih baik dan bermakna
dalam pencapain tujuan pembelajaran.
Proses belajar mengajar yang dilakukan
oleh seorang guru ditentukan oleh teknik
penyampaian materi pelajaraan yang
disampaikan. Pengajaran deduktif teknik
penyampaian materi meliputi metode
pengajaran, keterampilan, menjelaskan,
bervariasi, keterampilan membuka dan
menutup pelajaran.
Memilih dan menerapkan metode
penyajian yang sesuai dengan tuntutan
kurikulum yang dilandasi oleh sistem
pamong yang mengutamakan azas dan suatu
interaksi deduktif yang sifstnya
kekeluargaan dan kasih sayang antara
pendidik (Guru) dengan anak didik (siswa)
untuk mencapai tujuan pendidikan.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MIN
Bambi Kabupaten Pidie. Pelaksanaan
penelitian mulai mei sampai dengan juni
2012.
Populasi Dan Sampel Penelitian
Dalam suatu penelitian yang tersusun
dan terencana dengan baik dan sistematis.
Penetapan populasi merupakan suatu hal
yang mutlak harus diperhatikan.
Kesimpulan-kesimpulan dari suatu
penelitian biasanya tidak hanya dibatasi
pada orang-orang yang tidak turut menjadi
subjek penelitian. Arikunto (1998: 20)
menjelaskan bahwa:”Sampel dapat ditarik
antara 5-10% atau 10-15% atau lebih”.
Karena populasi yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah guru-guru MIN Bambi
Kabupaten Pidie sebanyak 9 orang. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa jumlah
sampel yang keseluruhannya dijadikan
sebagai sampel atau total sampel.
Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam
penelitian ini, penulis menggunakan angket.
Angket tersebut diberi atau disebarkan
kepada guru di MIN Bambi Kabupaten
Pidie. Langkah-langkah yang ditempuh
adalah melakukan kunjungan kesekolah dan
menjumpai masing-masing kepala sekolah
untuk menyerahkan angket agar dapat
diberikan kepada masing-masing kepala
sekolah untuk menyerahkan angket agar
dapat diberikan kepada masing-masing guru
yang ada disekolahnya. Angket yang
diberikan dalam bentuk tertutup, yaitu
semua jawaban untuk setiap pertanyaan
dalam angket telah disediakan dalam
responden diberikan kebebasan untuk
memilih terhadap pertanyaan sesuai dengan
keadaan yang mereka alami.
Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara
sederhan dengan rumus persentase, yang
sebelumnya ditabulasikan kedalam tabel
terlebi dahulu. Adapun rumus persentase
yang digunakan adalah dengan pendapat
Sudjana, Nana (1987:40) sebagai berikut:
%100XN
FP =
Dimana:
P = Nilai atau persentase
F = Frekuensi jawaban masing-
masing pertanyaan
N = Jumlah responden yang diteliti
100% = Konstanta persentase
Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah
dengan cara menggunakan teknik
bibliografi, yaitu dengan jalan menelaah
sejumlah buku-buku yang ada hubungannya
dengan pembahasan ini. Kedua dengan
menggunakan teknik pengisian sejumlah
angket oleh responden, kemudian dilengkapi
pula dengan wawancara bersama dengan
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
54
beberapa pihak yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas. Namun yang menjadi
pusat perhatian dan masalah ialah lebih
dititik beratkan pada hasil angket, sedangkan
hasil wawancara akan dipergunakan untuk
melengkapi dan mengunakan data dari hasil
angket tersebut.
Maksud tersebut telah terlebih dahulu
disusun beberapa buah pertanyaan dalam
bentuk pilihan ganda dan isian. Angket
tersebut diedarkan kepada guru-guru yang
mengajar pada MIN Bambi Kabupaten
Pidie, objek dari penelitian ini, yaitu
sebanyak 9 orang, dengan jumlah pertanyaan
20 buah.
Analisis Data Setelah data yang diperlukan
dikumpulkan sebagaimana disebut di atas,
langkah berikutnya dilakukan pengolahan
atau analisis data dari angket atau jawaban
yang dijawab oleh responden.
HASIL PENELITIAN Hasil penelitian melalui jawaban angket tentang kompetensi guru dalam mengelola proses
belajar mengajar disajikan pada tabel 1,2,3,4,5 dan 6 dibawah ini:
Tabel 1. Cara menentukan materi pembelajaran yang akan disajikan (N = 9)
NO Alternatif jawaban Frekuensi Persentase
a Berpedoman pada kurikulum 1 11,11
b Berpedoman pada pokok/sub pokok bahasan 3 33,33
c Berpedoman pada tujuan pembelajaran khusus 5 55,55
d Berpedoman pada buku teks - -
e Berpedoman pada contoh-contoh satuan pembelajaran
yang sudah ada -
-
Jumlah 9 100,00%
Berdasarkan tabel diatas dapat
ditafsirkan bahwa sebanyak 1
orang(11,11%) responden menyatakan
dalam menentukan materi pembelajaran
berpedoman pada kurikulum, sebanyak 3
orang (33,33%) responden menyatakan
berpedoman pada pokok / subpokok
bahasan, sebanyak 5 orang (55,55%)
responden menyataan berpedoman pada
tujuan pembelajara khusus dan tidak ada
responden yanng menyatakan berpedoman
pada buku teks (buku paket) serta
berpedoman pada contoh-contoh satuan
pembelajaran yang sudah ada.
Analisis tabel 1 dapat disimpulkan
bahwa guru-guru yang mengajar di MIN
Bambi Kabupaten Pidie dalam memilih
materi pembelajaran pada umumnya
berpedoman pada kurikulum,
pokok/subpokok bahasan dan tujuan
pembelajaran khusus. Berpedoman pada
kurikulum, pokok/subpokok bahasan dan
tujuan pembelajaran khusus dalam memilih
materi berarti guru-guru yang mengajar di
MIN Bambi Kabupaten Pidie telah memiliki
kemampuan dalam mengelola proses belajar
mengajar dalam rangka meningkatkan
prestasi belajar anak.
Tabel 2. Pengunaan Multi Metode
Pembelajaran
NO
Alternatif
jawaban Frekuensi Persentase
a Selalu 7 77,77
b
Kadang-
kadang 2 22,22
c Tidak pernah - -
Jumlah 9 100,00%
Berdasarkan tabel 2 menunjukan
bahwa sebanyak 7 orang(77,77%) responden
mengatakan selalu, sebanyak 2 orang
(22,22%) responden mengatakan kadang-
kadang dan tidak ada reponden yang
menyatakan tidak menggunakan multi
metode dalam proses belajar mengajar.
Analisis tabel 2 membuktikan
bahwa guru-guru yang mengajar di MIN
Bambi Kabupaten Pidie menggunakan multi
metode dalam proses belajar mengajar.
Peranan multi metode tersebut merupakan
salah satu kemampuan guru dalam
menciptakan pengelolaan program
pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
Amiruddin, Kompetensi Guru Dalam Mengelola Proses Pembelajaran
55
Tabel 3. Metode Pembelajaran yang sering digunakan (N = 9)
NO Alternatif jawaban Frekuensi Persentase
a Metode ceramah 1 11,11
b Ceramah bervariasi 1 11,11
c Diskusi dan kerja kelompok 1 11,11
d Inquiri dan pemberian tugas 4 44,44
e Sosiodrama dan diskusi 1 11,11
f Tanya jawab 1 11,11
Jumlah 9 100,00%
Berdasarkan data tabel 3
menunjukan bahwa sebanyak 1 orang
(11,11%) responden menyatakan
menggunakan metode ceramah, sebanyak 1
orang (11,11%) responden menyatakan
ceramah bervariasi, sebanyak 1 orang
(11,11%) responden menyatakan
menggunakan metode diskusi dan kerja
kelompok, sebanyak 4 orang (44,44%)
responden menyatakan menggunakan
metode diskusi dan kerja kelompok,
sebanyak 4 orang (44,44%) responden
menyatakan menggunakan metode inquiri
dan pemberian tugas, sebanyak 1 orang
(11,11%) menggunakan metode sosiodrama
dan diskusi dan sebanyak 1 orang (11,11%)
responden mengatakan menggunakan
metode tanya jawab.
Hasil yang ditunjukkan tabel 3
membuktika bahwa guru-guru MIN Bambi
Kabupaten Pidie umumnya menggunakan
metode ceramah, diskkusi, kerja kelompok
inquiri, pemberian tugas, sosiodrama dan
tanya jawab. Keadaan tersebut membuktikan
bahwa guru-guru yang mengajar pada MIN
Bambi Kabupaten Pidie telah sesuai dengan
pengelolaan program pengajaran.
Tabel 4. Strategi yang digunakan dalam proses belajar mengajar
NO Alternatif jawaban Frekuensi Persentase
a Mengajukan respon sebanyak-banyaknya terhadap stimulus
yang diajukan terhadap siswa
2 22,22
b Mengupayakan siswa dapat menyimpulkan materi yang
disajikan guru
3 33,33
c Mengupayakan agar siswa dapat menjabarkan kembali setiap
konsep-konsep yang telah disajikan
4 44,44
Jumlah 9 100,00%
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa
sebanyak 2 orang (22,22%) mengatakan
mengjukan respon sebanyak-banyaknya
terhadap stimulus yang diajukan terhadap
siswa, sebanyak 3 orang (33,33%)
responden mengatakan mengupayakan siswa
dapat menyimpulkan materi yang disajakan
guru dan sebanyak 4 orang (44,44%)
mengupayakan agar siswa dapat
menjabarkan kembali setiap konsep-konsep
yang telah disajikan.
Hal yang ditunjukkan tabel 4
membuktikan bahwa guru-guru Kabupaten
Pidie dalam proses belajar mengajar
menggunakan strategi yang efektif dan
efesien. Dengan demikian tujuan proses
pembelajaran dapat tercapi dengan baik.
Tabel 5. Penggunaan pendekatan konsep
dalam proses belajar mengajar
NO
Alternatif
jawaban Frekuensi Persentase
a Ada 6 66,66
b Tidak ada 3 33,33
Jumlah 9 100,00%
Berdasarkan tabel 5 menunjukan
bahwa sebanyak 6 orang (66,66%)
responden menyatakan ada mengunakan
pendekatan konsep dalam melaksanakan
proses belajar mengajar. Sedangkan 3 orang
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
56
(33,33%) responden menyatakan tidak
menggunakan konsep dalam pelaksaan
proses pembelajaran.
Guru yang baik, tentunya
mempunyai perencanaan yang matang dalam
pelaksanaan proses pembelajaran, salah
stunya adalah konsep yang cocok untuk
mendukung kelancaran proses belajar
mengajar. Hasil analisis tabel 5
membuktikan bahwa sebagian besar guru-
guru di MIN Bambi Kabupaten Pidie telah
menggunakan konsep dalam melaksanakan
proses belajar mengajar disekolah tersebut.
Tabel 6. Penggunaan media pembelajaran
dalam proses belajar mengajar
N
O
Alternatif
jawaban Frekuensi
Persentas
e
a Selalu 6 66,66
b
Kadang-
kadang 3 33,33
c Tidak pernah - -
Jumlah 9 100,00%
Tabel di atas menunjukan bahwa
sebanyak 6 orang (66,66%) responden
menyatakan bahwa media pembelajaran
merupakan suatu komponen pengajaran
yang perlu diterapkan. Namun sebanyak 3
orang (33,33%) responden masih kurang
memperhatikan tentang penggunaan media
pengajaran. Hasil analisis ini
memperlihatkan bahwa umumnya guru-guru
di MIN Bambi Kabupaten Pidie
menggunakan media pembelajaran dalam
proses belajar mengajarnya. Dengan
demikian proses pengelolaan pengajaran
termasuk pengelolaan kelas dapat berjalan
dengan baik.
PENUTUP
Kompetensi guru merupakan salah
satu dari kompetensi yang harus dimiliki
oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan
apapun. Termasuk dalam rangka pembinaan
guru dan sebagai alat seleksi penerimaan
guru.
Dalam tulisan ini guru memiliki
kemampuan untuk mengembangkan untuk
mengembangkan satuan pelajaran sebagai
pendukung dalam mengelolaan kelas, dan
hasilnya meningkatkan kualitas
pembelajaran mata pelajaran. Guru-guru
memiliki kemauan yang tinggi dalam
mengembangkan proses pembelajaran mulai
dari pengelolaan kelas, penyajian materi
sampai evaluasi prestasi belajar siswa.
Untuk guru-guru mata pelajaran
agar selalu dapat meningkatkan kemampuan
dalam mengelola kelas dengan baik semua
untuk dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. S (1994). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka
Cipta, Jakarta
Kartono, Kartini(1995). Bimbingan Belajar
Di MIN Dan Perguruan Tinggi, CV
Rajawali, Jakarta
Nawawi (1999), Belajar Dan Prestasi.
Rineka, Jakarta
Said Hamid Hasan (1998). Tujuan Belajar
Dan Pengajaran. Ghalia Indonesia,
Jakarta
Slamento (1995). Belajar Dan Factor Yang
Mempengaruhi. Jakarta
Sadiman Arif. S (1986). Media Pendidikan,
Pengertian Pengembangan Dan
Pemamfaatannya. CV Rajawali,
Jakarta
Sudjana (1992). Metode Statistik. Tarsito,
Bandung
S. Nasution (1986). Strategi Belajar
Mengajar IKIP. Bandung
Thabrany, Hasbullah (1999). Rahasia sukses
belajar. PT. Raja Grafindo Prasada,
Jakarta
Usman, Uzer (1990). Menjadi Guru
Profesional. Remaja Karya, Bandung
Amiruddin, Kompetensi Guru Dalam Mengelola Proses Pembelajaran
57
TINGKAT PENGUASAAN GURU SD TERHADAP MATERI GEOMETRI
Oleh
*Budiman, **Usman
Abstrak: Geometri merupakan bagian dari matematika yang sudah mulai diajarkan semenjak
di sekolah dasar meningkatkan keterampilan pemecahan masalah, penalaran, dan kemudahan
dalam mempelajari berbagai topik matematika, serta berbagai ilmu pengetahuan yang lain.
Rendahnya penguasaan guru terhadap materi geometri. Penelitian ini dimaksudkan: (1) untuk
mendeskripsikan tingkat penguasaan geomteri SD guru-guru sekolah dasar di Aceh Utara
dalam menyelesaikan soal tes penguasaan geometri SD, (2) untuk menganalisis kesalahan-
kesalahan guru-guru sekolah dasar di Aceh Utara dalam menyelesaikan soal tes penguasaan
geometri SD, (3) untuk menentukan faktor-faktor penyebab terjadinya kesalahan guru
sekolah dasar di Aceh Utara dalam menyelesaikan soal tes penguasaan geometri SD.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini adalah guru SD yang
berjumlah 14 orang yang dipilih dari 5 sekolah dasar di Kabupaten Aceh Utara. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan tes dan wawancara. Analisis data
dilakukan dengan memeriksa jawaban guru dan dikonvensikan kedalam kriteria yang telah
ditetapkan. Hasil penelitian ini adalah: (1) kategori penguasaan 1 diperoleh: kategori sangat
menguasai tidak ada guru (0 %), menguasai 2 orang guru (21, 42%), kurang menguasai 1
orang guru (7,14 %), dan tidak menguasai 11 orang guru (71, 42 %), (2) untuk kategori
penguasaan 2 diperoleh: kategori sangat menguasai 3 orang guru (21,42 %), menguasai 3
orang guru (21, 42%), kurang menguasai 5 orang guru (35,71 %), dan tidak menguasai 3
orang guru (21, 42 %), (3) kategori penguasaan 3 diperoleh: kategori sangat menguasai tidak
ada guru (0 %), menguasai 4 orang guru (28,57%), kurang menguasai 3 orang guru (21,42 %),
dan tidak menguasai 7 orang guru (50%. Jenis kesalahan yaitu:konsep, prinsip, dan operasi
Kata Kunci: Tingkat, Penguasaan, Geometri
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu
ilmu dasar yang harus dikuasai oleh setiap
generasi muda, guna dapat menguasai dan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Hampir tidak ada ilmu
pengetahuan yang tidak menggunakan
matematika dalam perkembangan maupun
penerapannya. Oleh karena itu matematika
menjadi mata pelajaran yang diajarkan di
setiap jenjang pendidikan baik itu pendidikan
umum, maupun pendidikan kejuruan di
berbagai negara. Tujuan pelajaran matematika
di sekolah sebagai sarana untuk menumbuh
kembangkan kemampuan berpikir logis,
kreatif, kritis, cermat, efektif dan sistematis.
Matematika menjadi sarana yang sangat
membantu perkembangan kepribadian dan
daya nalar seseorang. Jadi setiap orang perlu
mempelajari matematika.
Soedjadi (2000: 53) mengatakan
bahwa matematika untuk semua orang
sekurang-kurangnya harus merupakan materi
pokok dalam kurikulum pendidikan dasar (SD
dan SLTP). Kutipan tersebut memperjelas
bahwa setiap orang harus menguasai
matematika, sebab seperti telah menjadi
pengetahuan umum, bahwa tidak ada
persoalan dalam kehidupan yang tidak
menggunakan matematika. Matematika yang
diajarkan di berbagai jenjang pendidikan
sekolah, yang disebut matematika sekolah
adalah bagian dari matematika yang dipilih
berdasarkan dan berorientasi kepada
kepentingan pendidikan serta perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan
pendidikan matematika tersebut, seperti yang
dikemukakan oleh Soedjadi (2000: 66) adalah
tujuan yang bersifat formal dan material.
Tujuan yang formal menekankan pada
penataan nalar siswa serta pembentukan
pribadinya. Tujuan material menekankan pada
penerapan matematika baik dalam matematika
sendiri ataupun di luar matematika. Penekanan
tujuan pendidikan matematika di setiap
jenjang pendidikan berbeda, bergantung pada
*Budiman adalah Dosen pada Pendidikan Matematika FKIP Unsyiah
**Usman adalah Dosen pada Pendidikan Matematika FKIP Unsyiah
58
jenis jenjang pendidikan; sebagai contoh,
untuk pendidikan kejuruan, tujuan material
akan lebih ditekankan dari pada sekolah
umum.
Kurikulum 2004 menegaskan tujuan
pendidikan matematika di Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah adalah: (1)
menumbuhkan dan mengembangkan
keterampilan berhitung (menggunakan
bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-
hari, (2) menumbuhkan kemampuan siswa,
yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan
matematika, (3) mengembangkan pengetahuan
dasar matematika sebagai bekal belajar lebih
lanjut di sekolah menengah pertama
(SMP)/madrasah tsanawiyah (MTs), (5)
membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif
dan disiplin.
Berdasarkan tujuan pendidikan
matematika di atas, maka jelas bahwa
matematika Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah merupakan landasan pertama untuk
belajar matematika ke tingkat selanjutnya
yaitu: SMP/Tsanawiyah, SMA/MA/SMK
maupun perguruan tinggi. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Skemp (1982:
36) bahwa tahap awal belajar matematika
berlangsung di sekolah dasar.
Geometri merupakan bagian dari
matematika yang sudah mulai diajarkan
semenjak di Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidiayah yang memiliki tujuan sama dengan
tujuan pendidikan matematika secara umum
seperti yang telah disebutkan di atas. Kennedy
dan Tipps (1994: 385) menyatakan bahwa
melalui pengalaman belajar geometri dapat
ditingkatkan keterampilan pemecahan
masalah, penalaran, dan kemudahan dalam
mempelajari berbagai topik matematika, serta
berbagai ilmu pengetahuan yang lain,
(Clements dan Battista, 1992: 475).
Berdasarkan kutipan di atas, jelas
bahwa belajar geometri tidak hanya
berhubungan dengan matematika semata, akan
tetapi pembelajaran geometri juga mendukung
untuk mempelajari berbagai cabang ilmu
pengetahuan lain. Pembelajaran geometri juga
dapat meningkatkan minat anak terhadap
matematika, sebab geometri sebagai bagian
dari matematika, didalamnya banyak dibahas
bentuk-bentuk bangun seperti bangun datar
(persegi, persegipanjang, segitiga,
jajarangenjang, belah ketupat, trapesium),
bentuk ruang (kubus, balok, tabung, prisma,
bola, dan lain-lain yang telah dikenal dan
diakrabi siswa sejak masa kanak-kanak.
Bangun-bangun itu bisa dikenal dari mainan
anak sendiri maupun dari objek-objek visual di
sekitar mereka. Dengan demikian secara
alamiah geometri akan menarik bagi siswa
Sekolah Dasar /Madrasah Ibtidaiyah. Karena
itu, geometri di Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah merupakan materi yang strategis
untuk mendorong peningkatan kualitas proses
dan hasil belajar matematika.
Namun kenyataan menunjukkan
bahwa hasil belajar matematika khususnya
geometri di Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah masih belum memuaskan. Beberapa
bukti masih rendahnya prestasi belajar
matematika di Madrasah Ibtidaiyah yaitu nilai
rata-rata ujian akhir matematika Madrasah
Ibtidaiyah hanya 3,6 (Depag NAD tahun
2004). Selain itu beberapa penelitian terdahulu
juga menemukan masih rendahnya penguasaan
matematika siswa-siswa Sekolah Dasar.
Berikut beberapa temuan penelitian terdahulu,
menyangkut dengan penguasaan siswa sekolah
dasar terhadap konsep-konsep geometri yang
telah mereka pelajari, yaitu: Susi Herawati
(1994), dalam penelusuran kemampuan siswa
SD dalam memahami bangun-bangun
geometri, menemukan bahwa: (1) siswa yang
kemampuannya di bawah rata-rata kelas belum
mampu membedakan segiempat dengan yang
bukan segiempat, (2) masih terdapat siswa
dengan kemampuan di atas rata-rata,
menyebut jajargenjang sebagai persegi
panjang, (3) kemampuan siswa dalam
mengucapkan definisi bangun datar baru
sampai batas menyebutkan perbedaan khusus
(diferensial spesifikasi), (4) kemampuan siswa
dalam mengucapkan sifat-sifat bangun datar
hanya sampai batas mengamati dengan
penglihatan. Belum mampu menggunakan
panca indera secara optimal.
Soedjadi dan kawan-kawan (1996),
dalam diagnosis kesulitan belajar siswa
sekolah dasar dalam belajar matematika
mengungkapkan antara lain: bahwa banyak
kesulitan yang dialami siswa kelas IV dan V
dalam menyelesaikan soal-soal geometri, hal
ini disebabkan karena kurang mantapnya
konsep-konsep yang mendasar.
Wahyu Setiawan (1995), dalam
diagnosis kesulitan belajar pada topik geometri
di kelas V sekolah dasar, mengungkapkan
bahwa rendahnya prestasi belajar siswa pada
bidang studi matematika, khususnya geometri
diantaranya disebabkan siswa kurang
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
59
menguasai konsep-konsep dan prinsip-prinsip
pada geometri.
Berdasarkan temuan di atas, dapat
dikemukakan bahwa siswa sekolah dasar/
madrasah ibtidaiyah, pada umumnya masih
banyak yang mengalami kesulitan dalam
mempelajari geometri dan belum mampu
menguasai konsep-konsep maupun prinsip-
prinsip geometri. Hal ini tentunya berakibat
kepada rendahnya prestasi belajar matematika
secara umum, dan juga tidak siapnya siswa
mengikuti pendidikan di jenjang lebih lanjut
(sekolah menengah pertama). Kurangnya
penguasaan siswa terhadap konsep dan prinsip
dalam geometri, tentunya disebabkan oleh
berbagai faktor; salah satunya adalah faktor
guru. Herman Hudoyo (1988:7),
mengemukakan bahwa penguasaan materi dan
cara penyampaian materi merupakan syarat
yang tidak dapat ditawar-tawarkan lagi dalam
matematika. Dari kutipan ini jelas bahwa
kelemahan yang mungkin terjadi pada diri
seorang guru dapat berupa penguasaan materi,
maupun penggunaan metode, namun di antara
kelemahan tersebut yang sering diamati yaitu
kesalahan dari segi cara mengajar (metode)
sedangkan kelemahan yang berupa kekeliruan
konsep sulit untuk diamati, hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Soedjadi
(1992 : 31):
“Kekeliruan/kelemahan guru seringkali tidak
diketahui dan tidak dapat dibetulkan karena
tidak ada seorangpun yang mengetahui
terjadinya kekeliruan itu. Apabila seorang
guru tidak menyadari kekeliruan konsep yang
dikuasainya, maka kekeliruan yang demikian
dapat terjadi berlarut-larut hingga tahunan”.
Berikut beberapa penelitian yang
menjelaskan tentang kurangnya penguasaan
konsep geometri sekolah dasar beberapa guru
yaitu : (1) Soedjadi (1992) dari hasil
pengamatan dan diskusi, serta tes terbatas
terhadap 650 orang guru sekolah dasar,
mengemukakan bahwa pada umumnya bekal
pengetahuan matematika yang diterima amat
sangat tidak memadai terutama kedalamannya.
Kelemahan yang amat jelas terjadi dalam hal
geometri, (2) Kamarullah (2005:170),
mendeskripsikan penguasaan mahasiswa D2
PGMI IAIN Jami’ah Ar-Raniry terhadap
geometri di Madrasah Ibtidaiyah, menganalisis
jenis kesalahan yang dilakukan mahasiswa
adalah: (1) secara umum penguasaan
mahasiswa D2 PGMI Ar-Raniry terhadap
geometri di Madrasah Ibtidayah sangat rendah,
(2) jenis kesalahan yaitu kesalahan konsep
pencerminan, konsep sumbu simetri, konsep
segiempat, trapesium, layang-layang,
jajarangenjang, belahketupan,
persegipanajang, dan persegi, kesalahan
prinsip yaitu prinsip pencerminan. Keliling
bangun datar, prinsip luas segitiga, luas
jajarangenjang, luas trapesium, dan
belahketupat, prinsip volume tabung dan
volume kerucut.
Menurut Supriadi (dalam Hasbi:
2006) menjelaskan untuk menjadi profesional,
seorang guru dituntut untuk memiliki beberapa
syarat kewenangan. Beberapa syarat
kewenangan yang harus dimiliki oleh guru
diantaranya guru harus menguasai secara
medalam bahan/mata pelajaran yang
diajarkannya serta cara mengajarkannya
kepada para siswa. Indikator penguasaan guru
terhadap materi pelajaran menurut Bloom
(dalam Anonymous: 2009) dari kognitif
meliputi: (1) memiliki ingatan terhadap bahan
pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya,
(2) mampu untuk memahami arti dari suatu
bahan yang telah dipelajari, (3) mampu
menggunakan suatu bahan yang telah
dipelajari ke dalam situasi yang baru atau
situasi yang konkrit, (4) mampu menguraikan
suatu menguraikan suatu materi atau bahan ke
dalam bagian-bagian sehingga susunannnya
dapat dimengerti, (5) mampu untuk
menghubungkan bagian-bagian untuk
membentuk keseluruhan yang baru, yang
menitikberatkan pada tingkah laku kreatif
dengan cara mengformulasikan pola dari
struktur baru, (6) mampu membuat penilaian
terhadap sesuatu bahan atau materi
berdasarkan maksud dan kriteria tertentu.
Mengacu pada pendapat di atas penguasaan
guru terhadap materi geometri meliputi:
penguasaan terhadap fakta, konsep, prinsip
dan operasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
dikemukakan bahwa kurangnya penguasaan
guru terhadap konsep dan prinsip-prinsip dasar
geometri di sekolah dasar, merupakan salah
satu sebab rendahnya penguasaan siswa
terhadap geometri. Sebab, bagaimanapun
bagus dan lengkap perangkat pembelajaran
yang tersedia, jika tidak didukung oleh tenaga
(guru) yang menguasai konsep yang akan
diajarkan, maka akan merupakan kendala
tersendiri dalam proses pembelajaran.
Rendahnya kemampuan yang dimiliki oleh
guru, terutama kemampuan dalam penguasaan
Budiman Dan Usman, Tingkat Penguasaan Guru SD
60
materi bisa merupakan akibat dari kemampuan
yang didapat ketika masih dalam masa
pendidikan terutama pendidikan keguruan
masih sangat rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1)
mendeskripsikan tingkat penguasaan geomteri
SD guru-guru sekolah dasar di Aceh Utara
dalam menyelesaikan soal tes penguasaan
geometri SD, (2) menganalisis kesalahan-
kesalahan guru-guru sekolah dasar di Aceh
Utara dalam menyelesaikan soal tes
penguasaan geometri SD, (3) menentukan
faktor-faktor penyebab terjadinya kesalahan
guru sekolah dasar di Aceh Utara dalam
menyelesaikan soal tes penguasaan geometri
SD.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis
penelitian deskriptif dan kualitatif. Subjek
penelitian ini adalah guru SD yang dipilih dari
4 SD di Aceh Utara dan setiap dipilih 3 oarang
dengan ketentuan 1 orang guru yang mengajar
kelas IV, 1 orang kelas V, dan 1 Kelas VI.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tes. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara melakukan tes dan
wawancara. Teknik analisis data dilakukan
dengan cara: (1) reduksi data, yaitu
mentranskripsikan, menyeleksikan,
memeriksan ulang kebenarana, dan mengetik,
(2) menyajikan data, (3) penyimpulana.
Kriteria tingkat pengausaan guru tentang
materi geometri diklarifikasi sebagai berikut.
1) Seorang guru dikatakan sangat menguasai
suatu kategori penguasaan tertentu yaitu,
jika seorang guru dapat menjawab dengan
benar seluruh soal kategori satu yang
diberikan. Jika diukur dengan skor yang
diperoleh, sekurang-kurangnya 76% dari
skor maksimal ideal (SMI) pada kategori
penguasaan tersebut.
2) Seorang guru dikatakan menguasai suatu
kategori penguasaan tertentu yaitu , jika
skor tes yang diperoleh guru berkisar
antara 56% - 75% dari skor maksimal
ideal untuk kategori yang bersangkutan.
3) Seorang guru dikatakan kurang menguasai
suatu kategori penguasaan tertentu yaitu ,
jika skor tes yang diperoleh guru berkisar
antara 40% - 55% dari skor maksimal
ideal untuk kategori yang bersangkutan.
4) Seorang guru dikatakan tidak menguasai
suatu kategori penguasaan tertentu yaitu ,
jika skor tes yang diperoleh guru 0% - 40%
dari skor maksimal ideal untuk kategori
yang bersangkutan.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil tes yang dilakukan terhadap
guru SD di Kabupaten Aceh Utara, setelah
dilakukan pemeriksanaan dan didisbusikan
dalam angka-angka yang diberikan,
menyatakan skor yang diperoleh guru. Hasil
analisis data diperoleh sebagai berikut:
1) Untuk kategori penguasaan 1 diperoleh:
kategori sangat menguasai tidak ada guru
(0 %), menguasai 2 orang guru (21, 42%),
kurang menguasai 1 orang guru (7,14 %),
dan tidak menguasai 11 orang guru (71,
42 %).
2) Untuk kategori penguasaan 2 diperoleh:
kategori sangat menguasai 3 orang guru
(21,42 %), menguasai 3 orang guru (21,
42%), kurang menguasai 5 orang guru
(35,71 %), dan tidak menguasai 3 orang
guru (21, 42 %).
3) Untuk kategori penguasaan 3 diperoleh:
kategori sangat menguasai tidak ada guru
(0 %), menguasai 4 orang guru (28,57%),
kurang menguasai 3 orang guru (21,42
%), dan tidak menguasai 7 orang guru
(50%).
Hasil analisis terhadap hasil
wawancara diperoleh sebagai berikut.
1) Jenis Kesalahan yaitu: (1) kesalahan konsep
yang meliputi: konsep sumbu simetri,
mendefinisikan bangun datar segitiga dan
segiempat, dan konsep prisma dan limas,
(2) kesalahan prinsip yang meliputi :
prinsip luas segitiga, luas jajarangenjang,
luas belahketupat, luas persegipanjang,
dan luas persegi, prinsip volume tabung
dan volume kerucut, (2) kesalahan operasi
2) Penyebab kesalahan yaitu: (1) tidak
menguasai konsep jajarangenjang,
belahketupat, persegipanjang, dan persegi,
(2) tidak dapat mengungkapkan dengan
kata-kata apa yang ada dalam
pemikirannya tentang sebuah konsep, (3)
belum memahami cara mendefinisikan
sebuah konsep, (4) belum menguasai
prinsip menghitung luas jejarangenjang,
belahketupat, dan trapezium, (5) belum
menguasai prinsip untuk menghitung
volume kerucut dan tabung, (6) salah
memahami soal atau kealpaan
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
61
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1) Untuk kategori penguasaan 1 diperoleh:
kategori sangat menguasai tidak ada guru
(0 %), menguasai 2 orang guru (21, 42%),
kurang menguasai 1 orang guru (7,14 %),
dan tidak menguasai 11 orang guru (71,
42 %), (2) untuk kategori penguasaan 2
diperoleh: kategori sangat menguasai 3
orang guru (21,42 %), menguasai 3 orang
guru (21, 42%), kurang menguasai 5
orang guru (35,71 %), dan tidak
menguasai 3 orang guru (21, 42 %), (3)
untuk kategori penguasaan 3 diperoleh:
kategori sangat menguasai tidak ada guru
(0 %), menguasai 4 orang guru (28,57%),
kurang menguasai 3 orang guru (21,42
%), dan tidak menguasai 7 orang guru
(50%
2) Jenis Kesalahan yaitu ksalahan konsep,
prinsip, dan operasi. Penyebab kesalahan
yaitu (1) tidak menguasai konsep
jajarangenjang, belahketupat,
persegipanjang, dan persegi, (2) tidak
dapat mengungkapkan dengan kata-kata
apa yang ada dalam pemikirannya
tentang sebuah konsep, (3) belum
memahami cara mendefinisikan sebuah
konsep, (4) belum menguasai prinsip
menghitung luas jejarangenjang,
belahketupat, dan trapesium, (5) Belum
menguasai prinsip untuk menghitung
volume kerucut dan tabung, (6) Salah
memahami soal atau kealpaan
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah
diperoleh dari penelitian ini, maka penulis
mengemukakan saran-saran: (1) diharapkan
kepada guru SD, agar berupaya semaksimal
mungkin untuk meningkatkan penguasaan
terhadap materi geometri sekolah dasar, (2)
dalam mengajarkan konsep kepada mahasiswa
PGSD diharapkan dosen dapat mengarahkan
mahasiswa untuk mendefinisikan dari konsep
yang sedang dipelajari dengan menggunakan
kata-kata sendiri serta mengajarkan materi
geometri, (3) diharapkan kepada dinas terkait
untuk melakukan pemantapan materi kepada
guru-guru SD khusus materi geometri
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2009. Aspek Penilaian dalam
KTSP bagian 1 (Aspek Kognitif),
(Online), (http://massofa.wardpress.
com/feef/.,diakses 22 Juni 2012.
Begle, Edward. 1975. Critical Variable in
Mathematics Education. NCTM,
Washington DC.
Bell, F.H. 1981. Teaching and Learning
Mathematics (in secondary scholl).
Wim. C. Brown, C. Dubuque, Iouo.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003.
Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Depdiknas, Jakarta.
Hasbi, M dan Ikhsan, M. 2006. Penguasaan
Guru Matematika SMP terhadap Materi
Ajar Kesebangunan. Laporan Penelitian
Dosen Muda. Darussalam: FKIP
Unsyiah
Herawati, Susi. 1994. Penelusuran
Kemampuan Siswa Sekolah Dasar
dalam Memahami Bangun-bangun
Geometri (suatu studi kasus di kelas V
SD No. 44 Purus Selatan). Tesis IKIP
Malang.
Hudoyo, Herman. 1988. Mengajar Belajar
Matematika, Dikti, Jakarta.
Juliana S. Molle. 2000. Analisis Kesalahan
Jawaban Siswa Kelas V SD Negeri
Latihan 1 SPG Ambon Dalam
Menyelesaikan Soal Geometri. Tesis
Pascasarjana UNESA, Surabaya.
Kamarullah. 2005. Analisis Kesalahan
Mahasiswa D-2 PGMI IAIN Ar-Raniry
Banda Aceh Tentang Geometri Di
Madrasah Ibtidaiyah Beserta Alternatif
Pembelajaran. Tesis Pascasarjana
UNESA, Surabaya.
Kennedy, I. M., dan Tipps, S. 1994. Guiding
Children’s Learning of Mathematics.
Seventh Edition, Belmont, California:
Wadsworth Publishing Company.
Kerans, D.S. 1995. Pengajaran Matematika
Topik Geometri pada Beberapa SD di
Budiman Dan Usman, Tingkat Penguasaan Guru SD
62
Kota Kupang NTT. Tesis FPS IKIP
Malang.
Miles, M.B dan Huberman A. Michel. 1992.
Analisis Data Kualitatif, Terjemahan
Tjejep Rohedi. UI Press, Jakarta.
Moleong, Lexi. J. 1988. Metode Penelitian
Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Nana Sudjana, Ibrahim. 2001. Penelitian dan
Penilaian Pendidikan. Sinar Baru
Algesindo, Bandung.
Setiawan, Wahyu. 1995. Diagnosis Kesulitan
Belajar Pada Topik Geometri di Kelas
V Sekolah Dasar. Tesis FPS IKIP
Malang.
Soedjadi, R.1992. Orientasi Kepada
Kemampuan Yang Transferalde, Media
Pendidikan Nasional, No. 2, Th. 1992.
IKIP Surabaya.
-------------- 2000. Kiat Pendidikan
Matematika di Indonesia (Konstantasi
keadaan masa kini menuju keadaan
masa depan). Dikti, Jakarta.
Sunarto. 1997. Dasar dan Konsep Penelitian.
Diktat Perkuliahan, PPs IKIP,
Surabaya.
Swida Purwanto. 2000. Penguasaan Guru-
guru Sekolah Dasar Muhammadiyah di
Surabaya Tentang Geometri Sekolah
Dasar. Tesis PascasarjanaUNESA,
Surabaya.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
���
�
��
MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI
BELAJAR MAHASISWA PRODI DIPLOMA III KEBIDANAN
STIKES HARAPAN BANGSA BANDA ACEH
Oleh
*T.Murhadi, **Murniati AR, ***Djailani AR
Abstrak: Manajemen pembelajaran sebagai usaha mengelola pembelajaran menuju
pembelajaran yang efektif dan efesien, sehingga dapat membantu mahasiswa untuk
mencapai pengetahuan, ketrampilan, kemampuan dan pemahaman terhadap dunia sekitar
mereka. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dalam meningkatkan motivasi belajar
mahasiswa Prodi Diploma III Kebidanan Stikes Harapan Bangsa Banda Aceh. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Subjek penelitian
adalah dosen, kepala Bidang Akademik dan Ketua Program Studi Prodi Diploma III
Kebidanan Stikes Harapan Bangsa Banda Aceh. Hasil penelitian menunjukkan: 1)
Perencanaan pembelajaran dilakukan oleh Bidang Akademik berdasarkan kurikulum
nasional. Perencanaan pembelajaran yang disusun oleh dosen membuat desain instruksional
sesuai dengan kaedah-kaedah pedagogik yang dituangkan dalam satuan acara perkuliahan
(SAP), Lesson Plan study, Handout dan daftar tilik. Namun ada juga dosen yang tidak
membuat perencanaan pembelajaran dan diserahkan kepada bagian akademik. 2)
Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan materi pembelajaran ditampilkan
semenarik mungkin agar mahasiswa lebih menyukai bahasan yang dipelajari, penggunaan
media atau sumber belajar digunakan se efektif mungkin dan juga pengelolaan kelas yang
kondusif sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa serta dilakukan evaluasi
kemajuan mahasiswa dengan melakukan tes untuk mengukur kemampuan dasar
mahasiswa,. 3) Sistem evaluasi yang dilakukan dosen adalah quis, midtest dan final tetapi
tidak melakukan analisis terhadap butir soal, baik dari tingkat validitas, reabilitas, daya
pembeda maupun tingkat kesukaran soal, komponen penilaian dari setiap mata kuliah
adalah Absensi, Tugas, seminar, Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester dan
bagi mahasiswa yang belum lulus akan diberikan perbaikan (remedial) pada akhir semester.
Kata Kunci: Manajemen Pembelajaran, Motivasi Belajar, dan Mahasiswa.
PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan upaya
pendidikan, proses belajar mengajar (PBM)
merupakan aktivitas yang paling penting,
karena melalui proses inilah tujuan pendidikan
akan tercapai dalam bentuk perubahan
perilaku peserta didik. Untuk mewujudkan
tujuan proses belajar mengajar, banyak faktor
yang dapat jadi penentu. Menurut Makmun
(2005:3)
Ada tiga unsur yang harus terdapat
dalam proses belajar mengajar yaitu “(1)
peserta didik (siswa/mahasiswa) dengan
segala karakteristiknya untuk
mengembangkan dirinya se optimal
mungkin melalui kegiatan belajar, (2)
pengajar (Guru/ dosen) yang selalu
mengusahakan terciptanya situasi yang
tepat untuk belajar sehingga
memungkinkan untuk terjadinya proses
pengalaman belajar, dan (3) tujuan, yaitu
sesuatu yang diharapkan setelah adanya
kegiatan belajar”.
Uraian diatas menunjukkan kepada
kita bahwa dalam proses belajar mengajar
terdapatk dua subyek yang berperan yaitu
dosen dan mahasiswa. Hal ini
mengimplikasikan bahwa proses belajar
mengajar merupakan suatu proses interaksi
dosen dan mahasiswa yang didasari oleh
hubungan yang bersifat mendidik dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan.
Dosen adalah pendidik profesional
dan ilmuwan dengan tugas utama
*T.Murhadi adalah Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
**Murniati AR adalah Dosen Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
***Djailani AR adalah Dosen Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
���
�
��
mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat
(UU No. 14 tahun 2005). Oleh sebab itu,
dosen adalah salah satu komponen esensial
dalam suatu pendidikan di perguruan tinggi.
Peran, tugas dan tanggungjawab dosen sangat
penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan
(Depdiknas, 2008:2). Lebih khusus lagi,
“Dosen dalam proses belajar mengajar
memiliki multiperan, tidak hanya terbatas
sebagai pengajar, yang melakukan transfer of
knowledge, tetapi juga sebagai pembimbing
yang mendorong potensi, mengembangkan
alternatif, dan mobilisasi mahasiswa dalam
belajar”. Artinya dosen memiliki tugas dan
tanggungjawab yang kompleks terhadap
pencapaian belajar. Dosen tidak hanya
dituntut menguasi ilmu yang akan
diajarkannya, tetapi juga dituntut
menampilkan kepribadian yang mampu
menjadi teladan bagi mahasiswanya.
Manajemen pembelajaran merupakan
proses pendayagunaan seluruh komponen
yang saling berinteraksi (sumber daya
pengajaran) untuk mencapai tujuan program
pengajaran (Syafaruddin dan Nasution,
2005:77). Untuk mengorganisir pelaksanaan
pembelajaran diperlukan pengelolaan
pembelajaran dengan efektif. Pembelajaran
yang dikelola dengan manajemen yang efektif
diharapkan dapat mengembangkan potensi
mahasiswa, sehingga memiliki pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang
mengakar pada individu mahasiswa.
Berdasarkan pendapat di atas,
seorang dosen seharusnya mampu
menciptakan situasi yang dapat menunjang
perkembangan belajar mahasiswa. Walaupun
bagi peserta didik di perguruan tinggi atau
mahasiswa, pembelajaran sebenarnya bisa
terjadi tanpa kehadiran seorang dosen, tetapi
pembelajaran dapat ditingkatkan dengan
melibatkan seorang dosen yang berfungsi
sebagai fasilitator.
Fasilitator segala hal yang berkaitan
dengan proses belajar mengajar, termasuk
menumbuhkan motivasi belajar mahasiswa.
Namun semua ini tidak terlepas dari
bagaimana seorang dosen menampilkan
kemampuannya, kepribadiannya dalam proses
belajar mengajar, sehingga muncul pendapat
bahwa dosen adalah pemberi motivator bagi
peserta didik/mahasiswanya. Perilaku dosen
dalam mengajar baik langsung maupun tidak
langsung mempunyai pengaruh terhadap
motivasi belajar mahasiswa baik yang positif
maupun negatif (Riduwan, 2005). Maknanya,
apabila kepribadian yang ditampilkan dosen
dalam mengajar sesuai dengan harapan
mahasiswa, maka mahasiswa termotivasi
untuk belajar dengan baik, begitupun
sebaliknya. Termasuk dalam pengajaran mata
kuliah di Diploma III Kebidanan.
Berdasarkan hasil observasi yang
penulis lakukan, di Program Studi (Prodi)
Diploma III (D-III) Kebidanan Stikes Harapan
Bangsa Banda Aceh para mahasiswanya
berasal dari Kota Banda Aceh dan juga dari
seluruh Kabupaten Kota di Provinsi Aceh.
Variasi ini menyebabkan motivasi belajar
yang juga berbeda. Seperti yang lazim dalam
pendidikan kesehatan, mata kuliah di Prodi D-
III Kebidanan Stikes Harapan Bangsa Banda
Aceh juga harus mencapai tujuan belajar yang
meliputi tiga domain sekaligus, mulai dari
domain kognitif, psikomotor dan afektif. Oleh
sebab itu, diperlukan dosen yang mampu
menunjukan sifat atau kepribadian sebagai
pengajar yang meliputi fleksibelitas kognitif
dosen, keterbukaan psikologis dosen dan sifat-
sifat pribadi dosen tersebut dan yang lebih
penting adalah manajemen pembelajaran yang
di laksanakan untuk keberhasilan perkuliahan
dan keberhasilan mahasiswa.
Prodi D-III Kebidanan Stikes
Harapan Bangsa Banda Aceh, memiliki dosen
tetap sebanyak 23 orang dan dosen tidak tetap
sebanyak 30 orang yang bervariasi dalam hal
kemampuannya. Beberapa dosen sudah
termasuk senior yang memiliki pengalaman
mengajar yang banyak, sementara beberapa
diantaranya termasuk dosen baru, yang
memiliki pengalaman mengajar yang masih
kurang. Bervariasinya pengalaman mengajar
dosen, tentu akan berpengaruh terhadap
kemampuan belajar masing-masing dosen, dan
akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar,
termasuk motivasi belajar mahasiswa.
Apabila keadaan tersebut di atas
diabaikan, maka sangat mungkin proses
belajar mengajar di Prodi D-III Kebidanan
Stikes Harapan Bangsa Banda Aceh tidak
akan berjalan dengan baik. Tujuan pendidikan
di Diploma III Kebidanan ini sulit untuk
dicapai. Untuk itu, dipandang perlu
melakukan penelitian “Manajemen
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
���
�
��
Pembelajaran dalam Meningkatkan Motivasi
Belajar Mahasiswa Prodi D-III Kebidanan
Stikes Harapan Bangsa Banda Aceh”.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan kualitatif.
Pemilihan pendekatan ini didasarkan atas
pertimbangan bahwa yang hendak dicari
adalah data yang akan memberikan gambaran
dan melukiskan realita sosial yang komplek
sedemikian rupa menjadi gejala sosial yang
lebih konkrit. Lokasi penelitian di Prodi D-III
Kebidanan Stikes Harapan Bangsa Banda
Aceh. Adapun yang menjadi subjek penelitian
ini adalah adalah Ketua Prodi, Kabid
Akademik dan para Dosen.
Instrumen penelitian adalah alat yang
digunakan untuk meliput data dalam
penelitian. Instrumen penelitian yang
diperlukan adalah pedoman wawancara,
pedoman observasi dan pedoman
dokumentasi. Verifikasi data yang dilakukan
adalah melakukan memberchek, dan
melakukan triangulasi, sehingga diperoleh
kesimpulan data yang valid dan mendasar
(gounded).
KAJIAN PUSTAKA
Menurut Hoban Manajemen
pembelajaran mencakup saling hubungan
berbagai peristiwa tidak hanya seluruh
peristiwa pembelajaran dalam proses
pembelajaran tetapi juga faktor logistik,
sosiologis, dan ekonomis. Karena sistem
manajemen pembelajaran adalah berkenaan
dengan teknologi pendidikan yang mana
teknologi adalah organisasi terpadu dan
kompleks dari manusia, mesin, gagasan,
prosedur dan manajemen. Jadi teori
pembelajaran, pengajaran, manajemen
pembelajaran adalah ilmu murni, terapan dan
sistem. Teori pembelajaran melintasi teori
pengajaran yang didalamnya dihubungkan
berbagai faktor ke dalam sistem manajemen
pembelajaran (Syafaruddin dan Nasution,
2005:76).
Fungsi manajemen pembelajaran
yaitu: perencanaan pengajaran,
pengorganisasian pengajaran, kepemimpinan
dalam kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi
pengajaran”. Dalam menjalankan fungsi
manajemen dimaksud, seorang dosen harus
memanfaatkan sumber daya pengajaran
(learning resources) yang ada di dalam kelas
maupun di luar kelas (Syafaruddin dan
Nasution, 2005:79),.
Sanjaya (2010:280) mengemukakan
bahwa Perencanaan pembelajaran adalah
proses pengambilan keputusan hasil berpikir
secara rasional tentang sasaran dan tujuan
pembelajaran tertentu, yaitu perubahan
tingkah perilaku serta rangkaian kegiatan yang
harus dilaksanakan sebagai upaya pencapaian
tujuan tersebut dengan memanfaatkan segala
potensi dan sumber belajar yang ada.
Mengingat perencanaan pembelajaran
merupakan tahapan penting menuju
terlaksananya pembelajaran dan tercapainya
tujuan pembelajaran, maka perlu dipersiapkan
dengan baik.
Kemp (Sanjaya, 2010:124)
menjelaskan bahwa,
Strategi pembelajaran adalah suatu
kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan dosen dan mahasiswa agar
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
efektif dan efisien. Pendapat yang sama
juga dikemukakan Dick and Carey yaitu,
Strategi pembelajaran itu adalah suatu
set materi dan prosedur pembelajaran
yang digunakan secara bersama-sama
untuk menimbulkan hasil belajar pada
mahasiswa.
Strategi pembelajaran yang
menggunakan urutan kegiatan pembelajaran
secara sistematis, memiliki potensi untuk
memudahkan kegiatan belajar peserta didik.
Urutan sistematis sangat penting karena akan
menunjukkan urutan yang harus dan perlu
diikuti dalam menyajikan sesuatu. Dalam
manajemen pembelajaran dikaji konsep
strategi pembelajaran, dan gaya mengajar
dosen akan menentukan keberhasilan dalam
mencapai tujuan pengajaran.
Evaluasi merupakan salah satu
kegiatan utama yang harus dilakukan oleh
seorang guru dalam kegiatan pembelajaran.
Dengan penilaian, guru akan mengetahui
perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat
khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan
kepribadian siswa atau peserta didik.
Tujuan evaluasi adalah untuk
mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai
oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan
pembelajaran dimana keberhasilan tersebut
kemudian ditandai dengan skala nilai berupa
huruf atau kata atau simbol. Menurut Arikunto
T.Murhadi, Murniati Ar, Dan Djailani Ar, Manajemen Pembelajaran Dalam Meningkatkan Motivasi
�
���
�
��
(Syarifuddin dan Nasution, 2005:139) hasil
evaluasi belajar ditujukan untuk keperluan:
“1) untuk diagnostik dan pengembangan, 2)
untuk seleksi, 3) untuk kenaikan kelas, 4) dan
untuk penempatan.
Motivasi Mahasiswa
Sardiman (2007:74) mengatakan
bahwa “Motivasi akan diransang karena
adanya tujuan, motivasi memang muncul dari
dalam diri manusia, tetapi kemunculannya
karena didorong oleh unsur tujuan”.
Motif dan motivasi merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan, namun secara
konseptual dapat dibedakan karena motivasi
merupakan hal-hal yang berkaitan dengan
timbul dan aktifnya motif. Makmun (2005:37)
mengatakan bahwa “kekuatan pendorong yang
ada di dalam diri seseorang untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai
tujuan disebut motif, sedangkan segala sesuatu
yang berkaitan dengan timbul dan
berlangsungnya motif disebut motivasi”. Hal
ini berarti bahwa dibalik setiap aktivitas
seseorang terdapat suatu motivasi yang
mendorongnya untuk mencapai tujuan
tertentu.
Supervisi akademik adalah serangkaian
kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya mengelola proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
HASIL PEMBAHASAN
Program pembelajaran dalam
meningkatkan motivasi belajar mahasiswa
pada Prodi D-III Kebidanan Stikes
Harapan Bangsa Banda Aceh
Berdasarkan hasil penelitian dapat
diungkapkan bahwa beberapa upaya yang
dilakukan oleh dosen dalam menyusun
program pembelajaran. Pertama, mempelajari
ruang lingkup program pembelajaran dalam
setiap pokok bahasan atau dalam setiap
pertemuan. Kedua, membuat atau
memformulasikan langkah-langkah
penyampaian bahan belajar tersebut ke dalam
format satuan acara perkuliahan (SAP) yang
menggunakan format sebagai berikut: (a)
identitas; (b) standar kompetensi dan
kompetensi dasar; (c) indikator dan tujuan
pembelajaran; (d) materi kuliah; (e) kegiatan
belajar mengajar; dan (f) sumber belajar.
Berdasarkan studi dukumentasi yang
ada di tempat penelitian ditemukan adanya
jadwal perkuliahan dan kalender akademik
yang ditempelkan di papan informasi, serta
dari silabus atau garis-garis besar program
pengajaran (GBPP) terdiri dari mata kuliah,
beban studi, dosen pengajar standar
kompetensi, tujuan mata kuliah, proses
pembelajaran, evaluasi dan rincian kegiatan
yang meliputi hasil pembelajaran, pokok
bahasan, sub pokok bahasan, metode, media
waktu dan daftar pustaka.Selanjutnya dosen
juga menyusun Lessen plan teori yang
merupakan bagian dari mata kuliah yang
dibuat dosen berdasarkan topik/ subtopik yang
didalamnya termuat ; objectif dari silabus,
sumber pustaka, bahan dan sumber serta
waktu, metode, objektif prilaku siswa, uraian
materi, kesimpulan dan evaluasi.
Dosen juga menyusun handout dari
setiap pokok bahasan, yang didalamnya berisi
pendahuluan, uraian materi, kesimpulan dan
evaluasi. Bagi mata kuliah yang ada
praktikum juga di lengkapi dengan daftar tilik
sebagai evaluasi dan pegangan mahsiswa
yntuk melakukan setiap tindakan atau perasat,
yang didalamnya terdiri dari nama mahasiswa,
tanggal, penilai, kegiatan/ aktivitas, evaluasi
dan nilai.
Sebelum melaksanakan pembelajaran,
seorang dosen memang harus menyusun
perencanaan pembelajaran. Karena
perencanaan merupakan salah satu fungsi
manajemen yang pertama sekali dilakukan
atau perencanaan merupakan fungsi awal dari
kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan
secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang dikemukan oleh Fattah
(2006: 49) “Perencanaan merupakan tindakan
menetapkan terlebih dahulu apa yang akan
dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, apa
harus dikerjakan dan siapa yang
mengerjakan.”
Sagala (2010:142) mengemukakan
bahwa:
Seorang guru sebelum masuk kelas,
sudah mempersiapkan sejumlah materi
dan bahan ajar yang akan
disampaikan kepada siswa, agar
penyampaian materi tersebut sesuai arah
dan tujuan yang ditetapkan, maka lebih
dulu disusun suatu perencanaan yang
matang dan permasalahan teknis dapat
diatasi, tinggal guru mengatur skenario
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
���
�
��
pembelajaran yang efektif dikelas sesuai
rencana tersebut.
Pelaksanaan pembelajaran dalam
meningkatkan motivasi belajar mahasiswa
pada Prodi D-III Kebidanan Stikes
Harapan Bangsa Banda Aceh
Dalam pelaksanaan program belajar
mengajar pada sebagian dosen melakukan tes
sebagai cara untuk mengukur kemampuan
dasar para mahasiswa sehingga diharapkan
program belajar mengajar yang dilaksanakan
sesuai dengan kemampuan dasar mahasiswa.
Dari hasil wawancara dengan dosen, nyatanya
belum semua dosen melaksanakan tes dalam
setiap pelaksanaan program belajar mengajar.
Hal tersebut, tergantung pada materi atau
pokok bahasan yang akan diberikan.
Sebagaimana salah seorang dosen mengatakan
: “saya menyiapkan powerpoint sebelum
mengajar, dan mengajar menggunakan
powerpoint tersebut dan membuat kesimpulan
diakhir perkulihan atau pertemuan dengan
mahasiswa”. Beberapa dosen juga sudah
mengunakan pembelajaran e-learning yaitu
dengan mengakomodasi berbagai gaya belajar
dan menggunakan berbagai cara penyampaian
untuk berbagai tipe mahasiswa yaitu tipe
visual lewat penggunakan gambar,
grafik/diagram serta visual lain dengan
memanfaatkan komputer dan internet. Lewat
penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi dalam proses pembelajaran, maka
secara tidak langsung, kemampuan dan
keterampilan penggunaan teknologi akan ikut
terasah.
Pada pelaksanaan pembelajaran,
dosen haruslah mengajar sesuai dengan apa
yang telah direncanakan dan didesain
sebelumnya. Sanjaya (2011:65)
mengemukakan bahwa “Desain pembelajaran
pada dasarnya suatu proses yang bersifat linier
yang diawali dengan penentuan kebutuhan,
mengembangkannya, mengujicobakannya,
dan akhirnya melakukan proses evaluasi untuk
menentukan hasil tentang efektifitas
rancangan (desain) yang disusun.” Selanjutnya
Harjanto (2010:54) mengemukakan bahwa
“Melihat kedudukan dan fungsi pembelajaran
yang sangat strategis, maka diperlukan
kerangka konseptual yang mendasar.”
Untuk melaksanakan pembelajaran e-
learning, dosen harus memiliki beberapa
kompetensi. Kompetensi tersebut adalah
kemampuan penguasaan TIK dalam
pembelajaran yaitu pemanfaatan internet
sebagai sumber pembelajaran dalam rangka
mendapatkan materi ajar yang berkualitas dan
penguasaan materi pembelajaran sesuai
dengan bidang keahlian yang dimiliki.
Dalam kaitannya dengan sumber
bahan mengajar, Noni (2009:7)
mengemukakan bahwa : “Internet sangat
potensial untuk mendukung pengembangan
profesional dosen, karena (a) dosen dapat
mengakses rencana belajar mengajar dan
metodologi baru; (b) dosen dapat memperoleh
bahan baku dan bahan jadi yang cocok untuk
segala bidang kuliah; dan (c) dosen dapat
mengumumkan dan berbagi sumber belajar”.
Langkah-langkah konkrit lainnya
yang dilakukan oleh dosen di Prodi D-III
Kebidanan Stikes Harapan Bangsa Banda
Aceh dalam pelaksanaan e-learning adalah
mengidentifikasi bahan kuliah yang akan
disajikan setiap pertemuan, menyusun
kerangka materi pembelajaran yang sesuai
dengan tujuan instruksional dan
pencapaiannya sesuai dengan indikator-
indikator yang telah ditetapkan. Bahan
tersebut selanjutnya dibuat tampilan yang
menarik dalam bentuk power point yang
didukung oleh gambar, video dan bahan
animasi lainnya sehingga mahasiswa tertarik
dengan materi yang akan dipelajari serta
diberikan latihan-latihan sesuai dengan
kaedah-kaedah evaluasi pembelajaran
sekaligus sebagai bahan evaluasi kemajuan
mahasiswa.
Pada tahap awal, dosen juga
memberikan motivasi kepada mahasiswa.
Sanjaya (2011:174) “Motivasi adalah
dorongan yang memungkinkan siswa untuk
bertindak atau melakukan sesuatu.” Motivasi
yang diberikan berupa ikhlas belajar, kemauan
dalam belajar, manfaat belajar dan pentingnya
ilmu dan pengalaman. Hal ini dilakukan
supaya mahasiswa lebih semangat dan
konsentrasi dalam belajar.
Sistem evaluasi keberhasilan pembelajaran
mahasiswa pada Prodi D-III Kebidanan
Stikes Harapan Bangsa Banda Aceh Evaluasi hasil belajar yang
dilaksanakan oleh dosen adalah tes dan non
tes. Evaluasi bentuk non tes berupa
pengamatan kepada mahasiswa mengenai
kerja sama, tanggung jawab, kesabaran, dan
T.Murhadi, Murniati Ar, Dan Djailani Ar, Manajemen Pembelajaran Dalam Meningkatkan Motivasi
�
���
�
��
sifat demokratis. Tes yang diberikan berupa
tes lisan dan tulisan. Tes lisan diberikan
kepada mahasiswa ketika pembelajaran
berlangsung berupa tanya jawab dan diskusi.
Sedangkan tes tulisan baik dalam bentuk essay
maupun pilihan ganda diberikan pada ujian
tengah semester dan ujian akhir semester.
Sebagaimana hasil wawancara dengan dosen
yang mengatakan bahwa: ‘Evaluasi yang saya
lakukan berupa kehadiran atau absensi, tugas
tengah semester dan ujian akhir semester”.
Setelah melaksanakan evaluasi,
dosen memasukkan nilai siswa kedalam daftar
nilai. Mahasiswa yang belum tuntas diberikan
remedial. Remedial yang dilakukan dengan
memberikan tugas-tugas tambahan untuk
dikerjakan dirumah yang akan di ujian secara
lisan dan ada juga berupa pengulangan materi
terlebih dahulu. Sebagian besar dosen
memberikan remedial pada akhir semester.
Undang-undang nomor 19 tahun 2005
tentang standar nasional pendidikan pasal 22
bahwa “teknik penilaian dapat berupa tes
tertulis, observasi, tes praktek dan penugasan
perorangan atau kelompok dan harus sesuai
dengan kompetensi dasar yang harus
dikuasai”. Mulyasa (2009:209)
mengemukakan bahwa “Penilaian hasil belajar
siswa dapat dilakukan terhadap program,
proses, dan hasil belajar. Penilaian program
bertujuan untuk menilai efektifitas program
yang dilaksanakan, penilaian proses
bertujuan untuk mengetahui aktivitas dan
partisipasi peserta didik dalam
pembelajaran, sedangkan penilaian hasil
bertujuan untuk mengetahui hasil belajar
atau pembentukan kompetensi peserta didik”
Sehubungan dengan kompetensi dan
tujuan yang belum dikuasai, apabila sebagian
besar mahasiswa belum menguasainya maka
perlu dilakukan pembelajaran kembali
(remedial teaching).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Perencanaan pembelajaran dalam
meningkatkan motivasi belajar
mahasiswa yaitu: kompetensi atau
kemampuan dosen untuk membuat desain
instruksional sesuai dengan kaedah-
kaedah pedagogik yang dituangkan dalam
satuan acara perkuliahan (SAP).
Langkah-langkah yang harus dilalui oleh
dosen dalam pengembangan bahan kuliah
adalah mengidentifikasi bahan kuliah
yang akan disajikan setiap pertemuan.
2. Pada pelaksanaan pembelajaran dalam
meningkatkan motivasi belajar
mahasiswa, dosen harus memiliki
beberapa kompetensi, yaitu kemampuan
penguasaan TIK dalam pembelajaran
dengan pemanfaatan internet sebagai
sumber pembelajaran dalam rangka
mendapatkan materi ajar yang berkualitas
dan penguasaan materi pembelajaran
sesuai dengan bidang keahlian yang
dimiliki. Dosen melakukan tes sebagai
cara untuk mengukur kemampuan dasar
para mahasiswa sehingga diharapkan
program belajar mengajar yang
dilaksanakan sesuai dengan kemampuan
dasar mahasiswa. Penggunaan media atau
sumber belajar merupakan komponen
pendukung yang dapat mendorong
terwujudnya proses belajar mengajar yang
efektif dan pengelolaan kelas yang
kondusif.
3. Pelaksanaan sistem evaluasi tidak
terdapat perbedaan yang mendasar antara
dosen dan hanyalah evaluasi hasil belajar,
komponen penilaian dari setiap mata
kuliah adalah Absensi, Tugas, seminar,
Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir
Semester. Bagi mahasiswa yang belum
mencapai ketuntasan akan diberikan
perbaikan (remedial) pada akhir semester
dan bukan pada setiap kompetensi dasar
atau materi.
Saran
1. Kepada dosen yang sudah menyusun
perangkat perencanaan pembelajaran,
hendaknya dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan
pembelajaran agar pembelajaran dapat
berlangsung secara efektif dan efisien.
Dalam penyusunan perencanaan
pembelajaran hendaknya dilakukan dalam
suatu forum musyawarah sesama dosen
agar saling memberikan informasi, saling
memberikan pengalaman, dan saling
memberikan motivasi. Dosen diharapkan
untuk memperdalam pengetahuan dan
wawasan, dengan mengikuti berbagai
pelatihan/penataran/workshop tentang
pemanfaatan e-learning dalam
pembelajaran, sehingga dalam membuat
suatu program perencanaan pembelajaran
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2013, Volume 14 Nomor 1
���
�
��
menjadi lebih sistematis dan memenuhi
tuntutan kurikulum yang berlaku dan
proses pembelajaran akan lebih baik dan
efektif.
2. Kepada Bagian Akademik agar
penyusunan kalender akademik dan
penentuan dosen yang akan mengajar
serta penentuan silabus dapat dilakukan
dengan sebaik-baiknya dengan
memperhatikan kualitas keilmuan dosen
berdasarkan pengalaman, pelatihan dan
tingkat pendidikan serta specifikasi ilmu
yang sudah dikuasai dosen.
3. Kepada ketua Prodi dan semua komponen
pengelola Prodi D-III Kebidanan Stikes
Harapan Bangsa Banda Aceh untuk sama-
sama meningkatkan program e-learning,
karena dengan penerapan e-learning
dalam proses belajar mengajar mahasiswa
lebih mudah dalam memahami materi
pelajaran sehingga dapat meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. ( 2006). Dasar-Dasar
Evaluasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Fattah, Nanang. (2006). Landasan Manajemen
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Harjanto. (2010). Perencanaan Pengajaran.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Makmun, Abin Syamsuddin. (2005). Psikologi
Pendidikan. Bangdung: Rosdakarya.
Noni, Nurdin. (2009). Modul Internet Sebagai
Sumber Belajar Dalam Pendidikan.
Makassar. Universitas Negeri Makassar.
Riduwan. (2005). Belajar Modal Penelitian
untuk Guru, Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta.
Sagala, Syaiful. (2010). Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. (2011). Perencanaan dan
Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Kencana. Jakarta: Kencana.
Sardiman. (2007). Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Syafaruddin, dan Nasution (2005).
Manajemen Pembelajaran. Jakarta.
Quantum Teaching
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14
Tahun (2005), Tentang Guru dan Dosen
T.Murhadi, Murniati Ar, Dan Djailani Ar, Manajemen Pembelajaran Dalam Meningkatkan Motivasi
�