10 Langkah Acprilesma.pdf
description
Transcript of 10 Langkah Acprilesma.pdf
TEN STAGES TO LIVING PERFECTION
SEPULUH LANGKAH MERAIH KESEMPURNAAN HIDUP
Tujuan hidup, utama tentunya sebuah kesempurnaan, maka perlu jalan untuk mencapai
kebijaksanaan yang transenden dan murni. Transenden berkeimanan, tentu berbeda dengan
ilmu pengetahuan ilmiah. Setiap ilmu pengetahuan memiliki aturan yang pasti, mampu
menampilakan refleksi dari kebenaran abadi yang tinggi, dimana semua realitas ikut terlibat.
Pengetahuan ilmiah secara diskriminatif cenderung membuat kita berpikir parsial, tentu hal ini
sangat berbeda dengan kebenaran batiniah (rohaniah). Pengetahuan ilmiah yang menunjukkan
ketidaksempurnaan dunianya sendiri serta memberdayakan pikiran pada suatu yang belum
mencapai tingkat siklus sistemik. Sebagai manusia yang ingin meraih kesempurnaan hidup
maka kita perlu mengkaji tingkat eksistensi yang lebih tinggi, dengan cara meninggalkan sifat
“aku”-nya, guna mendapatkan sang diri yang lebih tinggi, melalui pencarian, pencarian dan
pencarian terus menerus dengan bersemangat, dan ini akan mengangkat derajat manusia dari
batasan yang sempit, suka lupa diri kemudian melakukan
perenungan atau kontempelasi tentang prinsip universal.
Bila pencarian itu dilakukan secara konsisten maka akan
sampai pada tingkat kemasyhuran, dengan menyandarkan
pada kemaslahatan umat atau rohmatallil’alamin. Di
dalam mencapai tujuan kesempurnaan (ahsani takwim),
mencapai kebenaran yang menyelamatkan atau wabil
akhirotihum yuukinun, setidaknya ada sepuluh langkah yang terangkum dalam prinsip
ACPRILESMA.
Akronim dari kata ACPRILESMA yang pertama adalah A kepanjangannya adalah
AGAMA. Agama merupakan ajaran bagi orang hidup untuk menjalankan
kehidupannya, sehingga manusia sebagai makhluk yang sempurna, tau benar
darimana kita berasal, hendak kemana kita akan pergi dan antara datang dan
pergi, apa yang harus kita kerjakan, tidak ada kata lain kecuali mengabdi secara tulus dan
ikhlas, semata-mata hanya menuju ridho Allah.
Huruf C merupakan simbol dari CHARACTER. Karakter merupakan buah dari
kesadaran dirinya, sebagai makhluk yang derajatnya telah ditinggikan oleh
Allah, melalui kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual. Kalau ketiga-tiganya dijadikan sebagai landasan pijak, manusia akan
selalu memilih jalan orang-orang yang mendapatkan nikmat Tuhannya, bukan
Tujuan hidup, utama
tentunya sebuah
kesempurnaan, maka perlu
jalan untuk mencapai
kebijaksanaan yang
transenden dan murni
jalan orang-orang yang selalu dimarahi, apalagi bukan jalan orang-orang yang selalu dilaknat
oleh Sang Maha Pencipta.
Huruf P mewakili kata POWER. Power yang terbentuk dari soft, sehingga
menjadi soft power. Soft power terbangun dari penyatuan antara, intelektual,
spiritual dan emosional. Softpower lebih bersifat ghaib. Kalau ketiganya saling
berkolaborasi, dan mengalir menjadi Hardpower atau kekuatan fisik maka akan
menjadi satu kekuatan manunggalnya sifat-sifat ketuhanan ke dalam jasadiah. Seandainya ini
terpelihara dengan baik, akan mampu menciptakan manusia dengan produktifitas tinggi yang
dapat menimbulkan kemaslahatan dalam hidup dan kehidupan ini.
Huruf R kepanjangan dari Regulasi. Bahwa kemaslahatan hidup tidak mungkin
datang secara tiba-tiba. Dia perlu dilandasi dengan norma-norma, aturan-aturan
hukum, baik hukum tata negara/tata pemerintahan ataupun hukum
langit/hukum-hukum Tuhan. Tanpa Regulasi, kemungkinan hidup manusia akan menjadi tidak
terarah, tidak bisa membedakan antara baik dan buruk, hak dan bathil, benar dan salah. Ada
kecenderungan, manusia yang semacam ini berfilsafat ”gebyah uyah podo asine” yang berarti
kurang lebih baik dan buruk kurang lebih dianggap sama pentingnya.
Huruf I kepanjangan dari Introspeksi Diri / berkaca terhadap diri sendiri, agar
tahu benar siapa dirinya, bagaimana harus menempatkan dirinya, dengan siapa
dirinya harus berkolaborasi, akan kemana dirinya dibawa, dengan kata lain
Introspeksi diri harus berjuang memerangi diri. Menelanjangi diri untuk
membersihkan diri, yang berujung pada tahu diri, bersifat dan bersikap professional dan
proporsional.
Huruf L kependekan dari LEADER. Bahwa kepemimpinan itu sangat diperlukan
baik untuk memimpin dirinya sendiri, keluarga, lingkungan atau masyarakat
yang lebih luas. Jiwa kepemimpinan dapat dibentuk dari pembiasaan-
pembiasaan yang selalu mengarah kepada berpandangan benar, berpikiran
benar, berperasaan benar, berbicara benar dan berperilaku benar. Benar yang dimaksud adalah
benar menurut ajaran Tuhan, benar menurut Negara dan benar menurut adat istiadat. Bukan
menurut dirinya sendiri.
Huruf E berarti EMPOWERING, adalah pemberdayaan. Pemberdayaan ini
merupakan turunan dari point-point A sampai dengan L. Kita harus menjadi
manusia yang berdaya guna dan berhasil guna, artinya bahwa tanpa
kehadiran kita, orang merasa kehilangan, ibarat sayur tanpa garam. Kita
butuh bersama/berjamaah. Tetapi kita juga dibutuhkan dalam kebersamaan itu dalam
berjamaah, karena dampak dari kehadiran kita, membawa manfaat bagi kepentingan bersama.
I)i
t
Huruf S adalah SPIRITUAL. Spiritual adalah sesuatu yang ada pada tubuh
manusia yang merupakan sumber dari segala sumber kekuatan batin atau inner
power, tempat menyimpan rasa cinta yang menyayangi, yang apabila dibiaskan
ke dalam implementasi hidup dan kehidupan maka dapat menimbulkan rasa
damai, tenteram, aman, bahagia dan sejahtera. Segala yang ada, segala yang terjadi, semuanya
datang sebagai bias dari cinta kasih. Sekalipun kebanyakan orang menganggap kedatangannya
adalah musibah, tetapi ini harus dipahami, bahwa dibalik musibah itu ada makna kasih sayang
yang luar biasa.
Huruf M menunjukkan arti MOTIVASI. Ini merupakan proses penggiat agar
manusia senantiasa terdorong untuk mencari hakikat hidup dan kehidupan.
Memang menafsirkan hakikat hidup dan kehidupan, agak sulit dibahasakan,
tetapi sering dalam firman Tuhan menyatakan bahwa “tidak diciptakan Jin dan
Manusia kecuali untuk mengabdi pada-Ku.” Jadi tidak ada kata lain bahwa
motivasi yang harus kita giatkan dalam menjalankan tugas-tugas dalam kehidupan ini tiada lain
motivasi untuk mengabdi kepada Tuhan pencipta jagad raya ini.
Huruf A adalah ACTION. Aksi merupakan inti dari totalitas kehidupan.
Totalitas pengabdian. Kata totalitas ini harus mengacu pada “sepi ing
pamrih rame ing gawe”. Artinya sedikit berharap tetapi banyak berbuat.
Ikhlas bakti bina bangsa, berbudi bawa laksana. Memayu hayuning
bawono langgeng. Kalau ini dapat kita terapkan di dalam menjalankan
kehidupan ini, tidak ada seorangpun yang tidak produktif. Dia akan selalu berbuat yang terbaik,
yang terbesar, yang berguna bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia, baik secara ekonomi,
politik, sosial, budaya. Dan mampu menimbulkan kenyamanan dalam hidup dan kehidupan
yang kita harapkan. Ada satu ungkapan, teori tanpa action ibarat mutiara yang terpendam tiada
guna, tetapi action tanpa teori ibarat mutiara yang terabaikan dari manfaatnya. Keduanya bagai
sekeping uang logam, jika sebelah rusak, yang lain tiada guna. Maka daripada itu, totalitas
kehidupan adalah action. Kita bias terbang di angkasa karena buah dari action. Kita bias
menikmati kedalam laut dengan aneka keindahannya juga buah dari action. Kita dapat melihat
istana yang megah, tugu yang menjulang tinggi, masjid luar biasa madinah dan makkah al
muqaromah, itu juga karena buah dari action. Maka sekali lagi dinyatakan bahwa action adalah
inti dari kehidupan.
Dalam upaya mewujudkan jalan ACPRILESMA, maka diperlukan tahapan-tahapan.
Tahapan tersebut dirumuskan dalam prinsip Five Circle (lima lingkaran kehidupan), lingkaran
yang pertama adalah vison statement bahwa hidup itu harus memiliki pandangan jauh ke
depan. Gapailah kebahagiaan yang akhir tetapi jangan lupakan kebahagiaan hari ini. Panduan
dari jangkauan jangka panjang dan jangka awal itu adalah Tuhan, Allah yang maha segalanya.
Don t worry!I'
m coming!
Maka berlindunglah kepada Allah, bersaksilah kepada Allah, pasti kita akan terpikir bahwa silih
bergantinya siang dan malam, bergesernya langit dan bumi, itu merupakan tanda-tanda bagi
orang-orang yang memiliki visi jauh ke depan. Berangkat dari circle pertama ini pastinya tidak
ada orang yang menderita, semuanya pasti bahagia. Penderitaan itu akan datang dan
kebahagiaan akan sirna, jika manusia tidak memiliki Ketuhanan. Tidak memiliki pemahaman
tauhid. Tidak memiliki kecerdasan tauhid. Dan ini banyak kita buktikan kebanyakan
penderitaan kesengsaraan itu lantaran keberadaan manusia selalu meninggalkan nilai-nilai
tauhid.
Nilai-nilai tauhid tidak terlepas dari kesaksian kita akan Muhammad Rasulullah. Maka
sudah seharusnya kita memasuki circle yang kedua, bahwa misi kita adalah mem-breakdown,
visi ketuhanan itu menjadi misi keteladanan. Misi keteladanan menurut Rasulullah SAW, yang
pertama adalah kejujuran (sidiq). Kejujuran ini ditempatkan pada nomor wahid, nomor yang
pertama, karena kejujuran itu adalah sebuah keberangkatan. Keberangkatan tanpa kejujuran
maka mata kepala kita akan buta, mata telinga kita akan jadi tuli, mata hidung kita akan
tertutup sehingga kita tidak dapat menerima masuknya oksigen sebagai sumber energy, yang
paling berbahaya bahwa mata bathin kita akan berkarat, sehingga kita tidak mampu melihat
orang senang.
Oleh karena itu, kejujuran itu harus dicerdaskan (fathonah), supaya cerdas, kita harus
membaca (iqra’). Tingkatan membaca itu harus dimulai dari melihat dan mengamati, kemudian
mengingat ingat, dilanjutkan dengan memahami apa yang diingat-ingat itu, kemudian
dilakukan, diimplementasikan, dilaksanakan, diterapkan, supaya menjadi satu kebiasaan atau
habbit, supaya menjadi sikap atau attitude, supaya menjadi keterampilan atau skill. Supaya
menjadi pengetahuan atau knowledge. Apabila orang telah memiliki kecerdasan bathin atau
kecerdasan ghaib dari intelektual, spiritual dan emosional maka auranya akan membias
menjadi outer power dan mempengaruhi raga (jasmani/kinestetik). Raga kita akan cerdas,
cekatan, sigap dan penuh tanggungjawab (amanah). Sehingga dengan kecekatan, kesigapan,
dinamika, kesehatan tubuh, akan tumbuh sikap tanggungjawab untuk selalu menyebarluaskan
perintah dan larangan yang dimandatkan oleh Allah kepada kita untuk memelihara jagat raya
beserta isinya ini. Inilah yang disebut dengan tabligh atau menyuarakan sifat-sifat Tuhan untuk
kita analisis dan kita sintesiskan kemudian menjadi suatu penilaian apakah tiap tindakan kita
sudah sesuai keinginan Tuhan atau belum.
Circle yang ketiga adalah character building, atau membangun karakter umat, secara
ritual, kita wajib menjalankan perintahnya, yaitu shalat lima waktu, tetapi secara aplikatif, kita
harus menegakkan aturan-aturan (sunatullah) dalam menjalankan kehidupan ini sehingga
tidak membuat kerusakan di muka bumi. Kita harus selalu membuat keseimbangan antara
menggunakan (konsumtif) dan mengadakan (produktif). Jangan sampai menebang tanpa
menanam, jangan sampai memotong tanpa menernak kembali dan jangan mengambil hanya
sekedar untuk memenuhi kepuasan saja, karena seluruh makhluk ciptaan Tuhan ini, semuanya
memiliki fungsi yang berbeda-beda dan perbedaan fungsi itulah yang dapat membuat harmoni
kehidupan. Suara akan enak kita dengar jika beda alat dan beda irama, tempo dan ritmenya.
Gunakan ciptaan Tuhan ini secukupnya, sebutuhnya, sesuai gunanya. Banyak makna pada circle
ketiga ini, tetapi tidak dapat diurai semua, maka bagi khalayak pembaca perlu membuat tafsir
yang lebih mendalam, sehingga pemahaman kita akan sholat dari gerakan hingga
implementasinya, dapat kita maknai secara mendalam dan mampu menimbulkan pemahaman
kita betapa hebatnya nilai-nilai keilmuan dalam shalat itu.
Circle yang keempat adalah Self Controlling (mengendalikan diri). Self controlling ini
dapat dilakukan dengan syariat berpuasa. Ada yang berpendapat bahwa puasa itu mencegah
dari makan, minum dan kebutuhan biologis dari terbit hingga tenggelamnya matahari. Ada
yang lebih mendalam bahwa puasa itu dapat dibedakan menjadi puasa jasmani, puasa rohani
dan puasa keduanya. Jika ditelaah secara mendalam, memang semuanya bukan tanpa makna.
Makna utamanya dalah pengendalian diri. Secara kesehatan dengan mengurangi makan, efek
kesehatannya dapat menurunkan kolesterol, tensi darah, kegemukan, mengistirahatkan kerja
system pencernaan dan lain-lain. Secara ekonomi dengan berpuasa jasmani, kita dapat
mengurangi cost perbelanjaan kita, yang seharusnya sehari makan tiga kali ditambah dengan
makanan penyela, dapat dilakukan penghematan karena hanya dilakukan makan dua kali
sehari, namun karena banyaknya aneka tafsir, justru di bulan puasa, kebutuhan secara ekonomi
justru semakin bertambah besar, ini harus menjadi renungan bersama. Sementara puasa rohani
mengajak kepada kita untuk selalu mengendalikan sifat-sifat kehewanan kita, sifat-sifat
kenabatian kita, kadang dari dalam diri kita muncul ketamakan bagai singa, kedunguan
bagaikan kerbau, kelicikan bagai si kancil, kebengisan bagai serigala, tapi kadang juga muncul
sifat kemalasan seperti kuda nil. Kadang kita juga hanya sebagai pohon hidup yang hanya
menunggu dan menunggu. Pipa kapiler menyerap air dari dalam tanah, menunggu datangnya
hujan, di dalam dibawa ke hijau daun untuk dimasak, menunggu datangnya sinar matahari.
Jadilah bunga, tepung sari dan kepala putik, mau ketemu, menunggu datangnya angina tau
hewan serangga untuk mempertemukan keduanya. Watak yang selalu menunggu inilah yang
harus selalu kita control, analisis, sintesis sehingga kita benar-benar menjai manusia yang
ahsani takwim, manusia yang ditinggikan dan bukan manusia asfala safilin atau manusia yang
direndahkan. Maka self controlling mau tidak mau, suka tidak suka harus kita laksanakan dan
syariatnya diajarkan melalui puasa, dan dengan syariat puasa tersebut kita dapat memahami
antara, syariat, tarekat dan makrifatnya, sehingga dengan puasa ini juga kita dapat “weruh
sadurung winarah” (tahu sebelum kejadian) karena kemampuan kita menganalisa, mensintesa
dan mengendalikan diri.
Circle yang kelima adalah pengembangan diri dan total action sesuai dengan
kemampuannya. Pengembangan diri dan total action dibatasi sesuai dengan kemampuannya,
mengacu kepada pemahaman bahwa atas dasar pengalaman sunatullah, pemahaman akan
kemampuan atau kompetensi diri menjadi berbeda-beda. Bagi seseorang yang mampu
mengetahui apa yang diketahuinya, kemudian melaksanakan apa yang diketahuinya, maka
akan menghasilkan karya yang dapat dinikmati oleh atau bagi kemaslahatan umat manusia.
Tetapi apabila manusia tidak tahu dari apa yang diketahuinya maka dia akan tidak tahu pula
bagaimana mengimplementasikannya. Banyak orang pintar tetapi kepintarannya berhenti di
kepala, yang berujung pada kebotakan kepala belakang, dia tidak lebih seperti perpustakaan
berjalan, tetapi tak satu orangpun mendekat untuk membacanya dan dibacapun tidak mengerti
maksudnya apa. Tetapi ada juga orang yang badannya kuat, namun sedikit yang diketahuinya
sehingga kekekaran ototnya hanya bermanfaat untuk memindahkan batu besar, kayu besar
atau benda besar dari satu tempat ke tempat lainnya, maka akan menjadi penting apabila di
dalam tubuh yang kekar berisi intelektual, emosional dan spiritual yang cerdas. Kecerdasannya
tersebut dikembangkannya terus diimplementasikan secara terus menerus dengan cara action
secara total maka tidak pernah ada maslah tanpa solusinya. Syariatnya adalah zakat dan naik
haji jika mampu. Zakat merupakan strategi kolaborasi sedangkan naik haji adalah total action.
MENUJU PENGABDIAN PARIPURNA
Pengabdian paripurna merupakan perwujudan dari penguasaan diri sepenuhnya,
memenuhi kehendak Ilahi Robbi, karena tidak diciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk
mengabdi kepada Allah. Ketiganya ini merupakan penekanan terhadap aspek-aspek intelektual,
emosional, spiritual dan kinestetik. Penekanan yang utama adalah bagaimana
mengimplementasikan Ar Rahman Ar Rohim, kasih yang menyayangi, mengkristal dalam bauran
kehidupan. , emosional dan kinestetik, ia adalah pencari sinar abadi yang terang benderang
berkilau, bagaikan matahari di siang hari, tidak ada kegelapan. Bagi mereka yang melakukan
pengabdian paripurna, untuk sebuah amilussholihat, watawasaubil haq wattawasshoubis-shobr,
dialah kebajikan abadi dalam waktu yang mewaktu, yang mantap, adil dan terukur. Sekali lagi
dialah kasih sayang, keindahan dari keikhlasan yang suci, dialah kebenaran, dialah yang haq,
dan dialah yang mampu membuat satu harmoni. Hal ini laksana seperangkat alat-alat musik
yang memiliki jenis berbeda, nada yang berbeda, tetapi dibunyikan dengan ritme, tempo yang
sama, akan dapat menimbulkan keindahan, kehalusan rasa, penghalusan gerak, dan bahkan
pendinamikaan gerak. Seirama dengan sebuah firman, dalam kalimat umum yang berbunyi,
“kami ciptakan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal”. Kata
saling mengenal adalah suatu keharmonisan. Saling mengenal merupakan jalan kesempurnaan,
jalan kebijaksanaan, merupakan muara dari intelektual, emosional dan spiritual yang berujung
pada kinestetika. Kepercayaan metafisika, atau yukminuna bil ghoib, setelah terjadi modifikasi
yang mendasar, akan mampu menimbulkan keyakinan yang mendalam, tentang Sang Pencipta,
Allah SWT, yang dengan kekuasaannya, dapat merubah yang sulit menjadi mudah atau
sebaliknya, yang sayang menjadi murka atau sebaliknya, yang jahat menjadi baik atau
sebaliknya, yang tamak, rakus, serakah akan menjadi dermawan, atau sebaliknya, sangat
tergantung modifikasi dari pendalaman yukminuna bil ghoib. Missmodification, akan
mengakibatkan terjadinya kejahatan, disebabkan oleh suatu “belenggu” seperti yang dinyatakan
Allah dalam Qur’an Surat Al Baqaroh ayat 7 bahwa, “Allah telah mengunci-mati hati dan
pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup, dan bagi mereka siksa yang amat berat.”
Dalam ayat tersebut menyebutnya bahwa Allah telah
“menutup pendengaran”, bukan berarti membuat mereka
menjadi tuli tapi bahwa mereka tidak dapat menerima
petunjuk, dan segala macam nasehatpun tidak akan berbekas
padanya. Sedangkan arti dari kata “menutup penglihatan”
maksudnya adalah bahwa mereka tidak dapat memperhatikan
dan memahami ayat-ayat Al Qur’an yang mereka dengar dan
tidak dapat mengambil pelajaran dari tanda-tanda kebesaran
Allah yang mereka lihat di cakrawala, di permukaan bumi dan
pada diri mereka sendiri.
Seperti kata Titik Sandora dan Muchsin Alatas dalam bait
lagunya “...diantara hatimu hatiku, terbentang dinding yang
tinggi, tak satu jua jendela di sana, agar
kumemandangmu…..diantara hatiku hatimu….”. Lirik ini menunjukkan contoh missmodification
yang seharusnya memproyeksikan dirinya pada hal yang berguna, yaitu daya guna dan hasil
guna, tetapi ternyata menjadi belenggu, karena missmodificatio. Sang Roh pada saati itu berada
pada titik lemah dan jatuh, karena lupa mengenali kembali, dan menurunkan prakarti/ karya
berguna. Metafisika atau yukminuna bil ghoib harus dirubah menjadi realita
(wayukimunassholah) dengan melakukan rutinitas ritual, kemudian diimplementasikan menjadi
amilussholihat, karya bhakti mewujudkan karya guna, karya manfaat, karya hikmah, yang
berjiwa kemaslahatan umat. Wayukimunassholah, yang ditransformasikan dari ritual menjadi
implementasi merupakan keutamaan dari kegiatan intelektual, emosional dan spiritual menuju
tindakan jasmani atau kinestetik.
Semar, dalam falsafah jawa
merupakan simbol keikhlasan,
simbul kebijaksanaan yang lepas dari
keduniawian.
i
V
r
IMPLEMENTASI INTI ILMU PENGETAHUAN
Inti dari segala ilmu pengetahuan adalah agar kita hendaknya bersandar pada kebesaran
dan kekuasaan Illahi supaya tidak bingung serta hampa tidak berguna dan pada akhirnya akan
malu sendiri. Pada dasarnya Nur Allah itu terus terang dan terang terus tidak pernah padam
sesaat pun, dan cahaya Nur Allah yang terang tapi tidak menyilaukan itu menerangi seluruh
ciptaanNya kecuali ada penghalangnya, lalu apakah yang menjadi penghalangnya? diri kita
sendiri, ibarat kita membelakangi sinar matahari maka kita akan melihat bayangan kita dan
bayangan kita itulah akibat dari cahaya matahari yang kita halangi, kalau muka kita menghadap
cahaya matahari tentu muka kita akan terkena sinar matahari. Malas itu adalah watak manusia
ketika berhadapan dengan yang tidak disukainya, orang malas mengerjakan sholat karena tidak
suka atau juga belum mengetahui manfaat serta hakekat didalamnya. Biasanya bagi manusia
manusia yang suka menuruti hawa nafsu juga suka dipuji,tipe manusia semacam ini biasanya
akan malas melakukan sesuatu yang baik kalau tidak dipuji, maka bisa dikatakan segala
perbuatannya adalah riya'.
Tapi bagi yang sudah waspada akan semut hitam dibatu
hitam dimalam hari, maka segala perbuatan baiknya akan dia
sembunyikan juga tidak banyak omong (sinamun samudana),
segala amal baik hanya kita niatkan kepada Allah dan tidak
perlu kita umbar demi memperoleh pujian dari orang lain,
memang adakalanya kita "pamer" sedekah tapi hanya kita
niatkan untuk memacu yang lain supaya berlomba lomba
dalam berbuat kebaikan, tapi didalam hati kita tidak ada niat
untuk pamer secuilpun. Orang yang sudah mawas diri akan menahan diri untuk mengadu ilmu
kebijaksaan, debat kusir demi memperoleh pengakuan bahwa dirinyalah yang lebih pintar dan
paling pintar, bagi orang yang sudah mawas diri, memamerkan ilmu dan harta demi pujian
adalah tabu karena segala puji hanya diperuntukkan bagi Allah, pujian yang mampir didiri kita
hanya sementara, bisa jadi orang itu sekarang memuji kita tapi dilain waktu mencela kita.
Begitulah ilmu yang sejati, ilmu padi bagi yang pintar dan bijaksana, karena ilmu itulah
maka hatinya menjadi tenteram dan bahagia, kebahagiaan itu tidak bisa diukur tapi bisa
dirasakan, bagi yang pintar dan bijaksana ketika dibilang kurang mengerti malahan senang,
karena ketika dibilang kurang mengerti maka si pintar akan segera menyadari kekurangannya,
ketika manusia mengetahui hakekat Tuhan sebenarnya maka merasa kecillah dia,
sesungguhnya kita itu bukan apa-apa, tiada daya sekecil apapun kecuali karena ijin Allah, tapi
kita punya kehendak iradat Allah yang dititipkan kepada kita, maka pergunakanlah kehendak
itu untuk kita olah menjadi nafsu muthmainah yang akan memimpin nafsu amarah, lauwamah,
sufiyah, serta nafsu-nafsu lainnya. Bagi si pintar ketika dihina akan merendah , merendah
ibarat kita membelakangi sinar matahari maka kita
akan melihat bayangan kita dan bayangan kita
itulah akibat dari cahaya matahari yang
kita halangi
karena merasa kurang mengerti juga untuk menyembunyikan ilmunya demi menghindarkan
diri dari sifat pamer, karena pamer itu sifat bodoh.
Jangan sekali sekali kita menyia-nyiakan hidup yang cuman sekali bagi yang tidak percaya
reinkarnasi, sebab sekali rusak maka kelak akan menyesal dikemudian hari, seperti pemakai
narkoba, sekali kecanduan maka tidak akan sembuh 100 persen, maka jangan sekali-kali
mencobanya. Bagi yang sudah rusak hidupnya, maka nalarnya tidaklah panjang dan malas
untuk berpikir dan nalarnya seperti selokan yang kotor dan mudah diombang-ambing karena
tidak punya pendirian, maka seperti terbawa angin, karena itu bualannya menggema bagaikan
burung yang sedang berkicau. Orang yang ilmunya pas pasan atau masih muda ilmunya yang
memaksakan diri supaya terlihat pandai dan menjadi sok pandai padahal tidak tahu apa apa.
Orang yang sombong itu paling malas untuk merendah dan inginnya selalu unggul dan
diatas, suka mengumbar kesombongan hingga berlarut larut, yang begitu dinamakan tidak tahu
diri dan terlena akan sifat sombongnya sendiri. Orang yang tidak tahu diri dan terlena dengan
kesombongannya suka perintah sana sini dengan seenaknya terhadap anak buah atau
bawahannya supaya terlihat wibawa dan ditakuti, seharusnya atasan itu lebih sopan dan tahu
diri dibanding bawahan sebab atasan itu punya pendidikan dan pengalaman lebih tinggi
dibanding bawahannya. Orang yang sombong itu malas untuk menjadi tua dalam arti
mengaplikasikan sifat sifat baik yang arif dan bijak dan lebih suka sifat sifat yang muda dalam
arti suka menonjolkan diri sendiri, suka dipuji, dan suka terlihat wibawa dan ditakuti.
Berbuat baik itu sedapat mungkin sepanjang hidup kita baik siang
maupun malam, dikala berdiri, duduk atau tiduran, dikala berjalan atau
berhenti, karena dengan perbuatan kita yang baik dan disertai dengan hati
yang tulus ikhlas maka kita telah menabur benih kebaikan yang akan kita
tuai di kemudian hari kelak, siapa yang menanam apel maka akan berbuah
apel, yakinlah itu. Di dalam berbuat baik maka kita perlu berguru kepada
orang yang tepat, yang sesuai dengan diri kita supaya tidak salah arah,
bayangkan kalau kita ingin belajar fisika tapi malah berguru kepada ahli
hukum, tentu tidak akan cocok. Didalam berguru kita juga dianjurkan
sesuai dengan kata hati, biasanya hati kita akan merasa cocok ketika
menemukan orang yang bisa kita pahami penjelasannya, mungkin ini
yang dinamakan jodoh, tapi yang namanya jodoh baik guru maupun pasangan hidup tentu tidak
bisa dipaksakan, bisa juga jodoh itu karena kebiasaan (witing tresna jalaran soko kulina).
Berguru itu selain kepada yang ahli atau setidaknya kepada yang berusaha menjadi ahli.
Mengapa? kalau kepada yang ahli tentu tidak usah dipertanyakan lagi, tapi kepada yang
berusaha menjadi ahli karena yang berusaha itu pada dasarnya mencerminkan sifat tawaduk
mereka, bisa jadi mengaku ahli tapi kenyataannya tidak ahli, sebaliknya mengaku tidak ahli tapi
Semakin tinggi ilmu dan
kedudukan maka harus
makin bersahaja
I.
1
kenyataannya sangat ahli. Juga berguru kepada suri tauladan yang sudah berpindah alam atau
dengan kata lain sudah meninggal seperti para Nabi atau para Wali Allah, sesungguhnya jejak
para Nabi atau Wali itu sungguh luar biasa apabila mengetahui hakekat perbuatan mereka,
kebanyakan orang sering salah paham tentang ajaran nabi lalu mengaku aku paling benar, ini
mencerminkan pengetahuan mereka masih kurang dalam, tapi bagi yang mengetahui hakekat
dari perbuatan dalam hal ini contohnya Rasulullah SAW maka akan kita temukan suatu akhlak
mulia yang luar biasa.
Didalam belajar tidak hanya belajar tentang aturan-aturan atau ilmu keduniaan tapi perlu
juga belajar tentang pengendalian hawa nafsu, dengan mengendalikan hawa nafsu maka segala
ilmu akan mudah dipelajari, seiring dengan perjalanan kita menimba ilmu maka kita akan
mendapat ilmu baru yang tidak didapat orang tua maupun orang lain yaitu pengalaman.
Pengalaman adalah guru yang berharga dan dengan pengalaman itu kita tularkan ilmu kita
kepada orang lain supaya bisa saling asah, asih, asuh. Dan didalam berasah, asih, asuh kita tidak
usah membeda bedakan apa itu tua, muda, kaya dan miskin, pada hakekatnya mereka semua itu
sama, sama-sama makhluk Allah dan dari mereka punya jalan hidup serta ilmu masing-masing.
Bagi yang percaya dan yakin, petunjuk Tuhan itu terus menerus menerpa kita secara kita
sadari maupun tidak, ibarat cahaya matahari yang terus terang dan terang terus tanpa padam
sesaat pun, hanya manusia-manusia yang tertutupi hawa nafsunya sendiri yang tidak
mendengar panggilan-Nya, bagi yang menguasai hawa nafsunya dengan menggunakan nafsu
mutmainah sebagai pemimpin maka dia akan dengan mudah mendapat petunjuk-Nya. petunjuk
Tuhan itu walaupun sekecil apapun akan diolah untuk mencapai kesempurnaan dalam arti lain
petunjuk yang pada awalnya kelihatan sepele tapi karena disyukuri maka akan menjadi besar,
suatu contoh yang populer adalah ketika Imam Ghazali melihat lalat yang bertengger di
penanya dan beliau berhenti menulis sejenak membiarkan lalat itu minum tinta yang ada di
penanya, dan beliau mendapatkan pencerahan dari seekor lalat, maka inilah pentingnya kita
untuk tawaduk atau merendah terhadap segala ciptaan-Nya. Bagi yang bisa mengolah segala
petunjuk-Nya untuk dijadikan sarana semakin mendekatkan diri kepadaNya maka dia berhak
mendapat predikat orang tua, orang tua disini maksudnya adalah orang yang telah tua ilmunya,
sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya sendiri dan paham akan konsep sejatinya manusia.
Banyak orang yang salah paham akan konsep manunggaling kawula gusti, manunggaling
kawula gusti secara sosial atau lex humana bisa diartikan bersatunya pemimpin dan rakyat yang
dipimpinnya, kalau yang ini sudah banyak yang paham. Akan tetapi manunggaling kawula lan
gusti secara hubungan dengan ketuhanan atau lex divina bisa diartikan menemukan Tuhan
didalam dirinya sendiri, Tuhan itu dimana sih? apa di atas Arasy-Nya dan Dia sedang duduk
bersila? tentu saja Tuhan tidak begitu, Tuhan itu tiada daya apapun atas Dia, ada suatu
ungkapan yang menyebutkan bahwa Tuhan itu lebih dekat dari urat leher kita, bukankah urat
leher itu bagian dari diri kita, tapi kenapa Tuhan lebih dekat dari bagian tubuh kita sendiri?
Seperti perumpamaan katakanlah manusia itu adalah gambar, gambar itu lengkap dengan
gambar bagian dalam manusia, ada gambar otak, usus, jantung, paru-paru tulang dan
sebagainya, katakanlah pusat dari gambar manusia itu gambar jantung, apabila kita
menyentuhkan jari kita kepada gambar jantung maka mana yang lebih dekat antara jari kita-
gambar jantung atau gambar leher-gambar jantung? tentu saja jari kitalah yang terdekat,
begitulah penjelasan dari ungkapan “Tuhan itu lebih dekat dari urat leher kita" dan untuk
menjelaskan itu semua maka perlu pemahaman ke dimensi yang lebih tinggi yaitu dimensi ke
empat, tapi bukan berarti Tuhan itu berdimensi empat, sekali lagi Tuhan itu tiada suatu akal,
ilmu dan imajinasi yang dapat melihat wujud-Nya yang sejati, tapi walaupun begitu kita bisa
merasakan kehadiran-Nya didalam sanubari kita yang terdalam.
Berbicara tentang manunggaling kawula lan Gusti atau paham wahdatul wujud maka
harus ada pemahaman yang benar, apabila kita dipanggil oleh pak guru maka jawab kita adalah
"saya pak guru", tapi apabila yang memanggil adalah Gusti (Tuhan) maka jawabnya adalah
"kawula Gusti". Manunggaling kawula Gusti bukan berarti Gusti adalah kawula dan kawula
adalah Gusti, pemahaman seperti itu adalah pemahaman Pantheisme yang berbeda dengan
kawula Gusti yang sebenarnya, ibarat joki dan kudanya sudah menyatu maka dengan mudah
akan memenangkan pertandingan pacuan kuda, tapi bukan berarti kuda itu joki atau joki itu
kuda, joki tetaplah joki dan kuda tetaplah kuda. Lalu bagaimana pemahaman yang sebenarnya?
Apabila Tuhan berkenan menjadikan mata kita untuk melihat, menjadikan telinga kita untuk
mendengar, menjadikan kaki untuk berjalan, menjadikan semua bagian indera kita serta batin
kita terbuka dan kita menyadari itu semua karena ijin Allah maka itulah manunggaling kawula
Gusti.
Ketika kita memahami hakikat maka kita akan menjadi pemenang atas diri sendiri
sehingga kita dapat menggunakan nafsu muthmainah kita sebagai pemimpin dari segala nafsu
kita, lalu apakah nafsu muthmainah itu? nafsu yang ingin selalu dekat kepadaNya, hanya nafsu
muthmainah yang mendengar panggilan-Nya sedangkan nafsu-nafsu lainnya hanya sibuk
mengurusi keduniaan, maka apabila anggapan bahwa panggilan itu hanya berlaku untuk umat
Muhammad itu benar, benar dalam arti umat muhammad itu umat yang terpuji atau umat yang
menjunjung tinggi akhlak mulia serta mempraktekannya didalam kehidupannya sehari hari
apapun agama yang dianutnya, salah apabila umat Muhammad itu diartikan sebagai hanya
umatnya Nabi Muhammad SAW karena beliau adalah Rohamtan Lil ‘alamin, rahmah bagi
seluruh alam.
Dalam setiap kita bergaul atau di kita maka dari itu untuk mewujudkan sikap tahu diri
yang pas dan bisa diterapkan kepada orang banyak maka kita harus sering bertafakur lalu
bertadzabur setiap ada kesempatan dan waktu luang. Bertafakur itu artinya berpikir akan
kekuasaan Allah yang terbentang diseluruh penjuru jagat raya betapa kecilnya kita ini,
jangankan kita, bumi aja seperti setitik debu di jagat raya ini, lalu kita bertadzabur itu
maksudnya melihat menembus kedalam atau
berdzikir dengan menyebut nama-Nya tidak cukup
hanya dimulut sekian kali tapi didalam hati sambil
meresapi makna dari nama-Nya yang kita sebut,
sesungguhnya Nur dari nama-nama-Nya itu ada
dibalik ciptaan-Nya. Didalam bertafakur dan
bertadzabur maka hendaknya kita pergi ke alam
terbuka supaya bisa lebih meresapi laku pikir dan
dzikir kita sambil bersepeda atau jalan-jalan di alam
terbuka sambil mensyukuri keindahan pemandangan
alam yang terbentang. Didalam pikir dan dzikir kita
maka sisipkanlah suatu cita-cita kita bisa berupa
keinginan-keinginan yang bersifat keduniaan seperti
ingin kaya, kedudukan dan sebagainya semua itu
boleh kita cita-citakan dengan syarat semua itu harus
kita labuhkan dijalan Allah atau semua karena Allah, akan tetapi cita-cita yang paling mulia
adalah agar diri kita segera di diduduki oleh rahman dan rahim-Nya, dengan kata lain kita sudah
sampai pada taraf makrifat atau penuh dengan kearifan.
TENTUKAN SECARA PASTI TUJUAN HIDUP
Didalam jalan menuju Allah maka kuatkanlah tekad serta berusaha dengan tekun, tekun
disini bermakna setia dan telaten mengikuti arah teken atau petunjukNya dan siapa saja yang
sepanjang hidupnya terus menerus mencari petunjuk Allah dan mengikutinya maka akan
sampai ketujuan, petunjuk itu tidak hanya syari'at didalam Qur'an dan hadits tapi juga petunjuk
tersirat dari segala ciptaan-Nya dan petunjuk dari dalam hati yang terdalam.
Setelah menentukan tujuan hidup kita maka selanjutnya adalah mengolah segala petunjuk
itu dengan akal budi kita dan menghayati cinta kasih. Akal budi kita berdayakan untuk
mewujudkan segala cita-cita kita, segala cita-cita kita yang bersifat keduniaan maupun akherat
maka hendaknya diwujudkan dengan cara-cara yang berakhlak mulia dan bermanfaat bagi
sesamanya, salah satu contoh tujuan hidup yang untuk Allah tapi tidak diolah dengan akal budi
yang baik adalah para pengebom bunuh diri, mereka tahu tujuan hidup mereka untuk Allah
Memahami hakikat melampaui objektivitas.
walaupun ada juga yang demi mendapatkan surga dan mereka tidak berpikir bahwa mencintai
sesama itu adalah jihad juga, alangkah indahnya apabila ajaran agama disampaikan dengan rasa
cinta kasih antar sesama tanpa rasa benci sedikitpun, mereka juga tidak berpikir apa dampak
dari pengeboman itu terhadap keluarga para korban, mereka hanya memikirkan diri sendiri
masa bodoh dengan orang lain, sesungguhnya ini bukan ajaran Islam, sebab kata Islam berasal
dari kata "salaam".
Kesungguhan dari tekad kita didalam mewujudkan cita-cita kita karena Allah dan
mengharapkan curahan ilmu dari tepi samudera ilmu-Nya Allah maka Allah berkenan
memberikan setetes dari samudera ilmu-Nya Allah oleh karena kuatnya tekad dan kesungguhan
kita. Walaupun setetes bagi Allah tapi menjadi sebanyak lautan ditangan kita, segala sesuatu
yang sangat kecil tapi disyukuri maka akan menjadi sangat besar, segala sesuatu perbuatan baik
kita sekecil apapun apabila kita benar-benar ikhlas karena Allah maka akan menjadi perbuatan
besar yang nilainya tak terhitung ibarat bilangan berapapun dibagi nol akan menjadi tak
terhingga dan nol adalah simbol dari akhlal mulia : ikhlas.
Ajaran Rasulullah SAW sesungguhnya sudah mencakup semua ajaran Nabi dan Rasul
terdahulu. Inti dari akhlak Rasul adalah akhlak mulia. Inilah sunnah Rasul yang sejati diatas
segala sunnah lainnya. Lalu bagaimana caranya supaya bisa berakhlak mulia seperti nabi?
Akhlak mulia yang diteladankan kepada kita antara lain kejujuran. Rasulullah memberi teladan
kepada kita, bahwa kita harus jujur, terhadap segala kekurangan-kekurangan kita. Kemudian,
kekurangan-kekurangan yang kita sadari melalui kejujuran itu hanya bisa diatasi dengan
kecerdasan atau fatonah. Transformasi kejujuran menjadi optimalisasi kecerdasan harus kita
tafsirkan, sebagai satu perubahan, dari intelektual yang standar menjadi intelektual yang
cerdas, artinya membangun alur pikir yang sistematis, kritis dan radikal. Emosional yang masih
standar, juga harus kita bangun menjadi satu kecerdasan emosional yang luar biasa, sehingga
mampu menumbuhkan perasaan-perasaan yang positif, selalu mengarah pada rasa iba, rasa
sayang, rasa indah, rasa kasih, dan bukan rasa sedih, rasa benci, rasa iri, rasa dengki dan
perasaan negatif lainnya. Gangguan terhadap kecerdasan emosional akan mengganggu
kemapanan emosional untuk menuju kulminasi EQ (emotional quotion). Spriritual lebih dekat
dengan suara hati (God spot). Suara hati yang tidak pernah dikelola dengan baik, akan menjadi
stagnan. Untuk itu maka menjadi penting bahwa fungsi spiritual, harus selalu dipertajam atau
dicerdaskan, hingga berubah menjadi SQ (spiritual quotion). Berikutnya adalah kecerdasan
kinestetis, atau kesehatan jasmani, akan menjadi dinamis dan produktif, inovatif, kreatif dan
proaktif, apabila dipengaruhi oleh fatonahnya IQ dan SQ. Inilah yang akan dapat menciptakan
masyarakat yang rahmatan lil alamin. Sifat amanah itu merupakan turunan sifat sidiq dan sifat
fatonah, karena amanah adalah tanggungjawab. Jika seseorang memiliki kejujuran rohani, maka
ia akan memiliki kejujuran jasmani, jika orang memiliki kejujuran jasmani maka dia akan
menjadi orang yang tanggungjawab atau amanah terhadap amanat Allah. Kepada manusia
seperti itu, purnalah tugasnya sebagai khalifah fil ardhi/pemimpin di muka bumi. Maka dengan
demikian akan tumbuh sifat dan sikap untuk melakukan syiar atau tabligh tentang keteladanan
Rasulullah yang tak terbantahkan. Tidak ada kata lain dalam hidup ini kecuali berlandaskan
pada kejujuran, kecerdasan, tanggungjawab dan syiar yang melahirkan, pemikiran tentang
bagaimana memberdayakan informasi, komunikasi dan teknologi seperti saat ini. Marilah kita
mulai berbenah, mulai diri kita, mulai dari hal yang kecil dan mulai dari sekarang. Salam
ACPRILESMA.