03. Politik Islam
description
Transcript of 03. Politik Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umat muslim, dalam hidupnya berpegang teguh pada Al Qur’an dan Al Hadist
sebagai pedoman hidupnya. Dari kedua pedoman tersebut, umat muslim tidak perlu
khawatir dalam menjalani persoalan hidup. Segala apa yang menjadi persoalan, solusi,
peringatan, kebaikan dan ancaan termuat di dalam pedoman tersebut. Bahkan dalam Al
Qur’an dan Al Hadist permasalahan politik juga tertuang didalamnya. Diantaranya
membahas: prinsip politik islam, prinsip politik luar negeri islam. Baik politik luar negeri
dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang.
Islam merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang terakhir yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril dengan tujuan untuk mengubah
akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi Allah SWT. Banyak cara yang dilakukan
oleh manusia untuk mencapai ketakwaan di sisi-Nya atau yang disebut juga dengan kata
“Politik”. Karena politik dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu.
Tidak sedikit masyarakat menganggap bahwa politik adalah sesuatu yang negatif yang harus
dijauhi. Padahal tidak semestinya selalu begitu, bahkan politik sangat dibutuhkan dalam
hidup beragama. Andai saja kita tidak mempunyai cara untuk melakukan pendekatan
kepada Allah SWT, maka dapat dipastikan kita sebagai manusia biasa juga tidak akan
pernah mencapai kata beriman dan takwa disisi-Nya, dikarenakan tidak akan pernah
tercapai suatu tujuan jika tidak ada usaha atau cara yang dilakukannya untuk mencapai
tujuan tersebut. Realita inilah yang harus kita ubah dikalangan masyarakat setempat,
setidaknya dimulai dari lingkungan keluarga, masyarakat, kemudian untuk bangsa dan
negara kita.
Islam bukanlah suatu ilmu yang harus dipertandingnya dengan tulisan atau dengan
ceramah belaka tanpa diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Karena islam sangat identik
dengan sifat, pemikiran, tingkah laku, dan perbuatan manusia dalam kehidupan sehari- hari
untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan tujuan mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat. Tentunya untuk mencapai hal tersebut, kita harus mempunyai suatu cara
tertentu yang tidak melanggar ajaran agama dan tidak merugikan umat manusia. Banyak
yang beranggapan bahwa jika agama dimasukkan dalam suatu politik, maka agama ini tidak
akan murni lagi. Namun ada yang beranggapan lain, karena jika agama tidak menggunakan
suatu politik atau cara, maka agama tersebut tidak akan sampai pada tujuannya. Kalaupun
pada kenyataannya banyak yang tidak berhasil, mungkin cara yang digunakan belum
sempurna dan perlu menambahan ilmu.
Untuk itulah saya sangat berharap kepada pembaca semua, semoga setelah
membaca atau membahas makalah ini, kita semua mampu menjadikan agama islam agama
yang kembali sempurna untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi-
Nya, Amin.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah nilai-nilai dasar sistem politik dalam Al-Qur’an?
2. Bagaimana ruang pembahasan Siasyah Dusturiyah?
3. Bagaimanakah sosok pemimpin dalam Islam?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui nilai-nilai dasar politik dalam Al-Qur’an
2. Menjelaskan ruang pembahasan Siasyah Dusturiyah
3. Mengetahui bagaimana sosok pemimpin dalam Islam
D. Manfaat Makalah
1. Agar pembaca dapat memahami bagaimana konsep politik dan apa itu politik Islam
2. M
3. Agar pembaca bisa mengetahui bagaimana sosok pemimpin dalam Islam sekaligus
menanamkan dalam dirinya dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari
mengenai sikap seorang pemimpin Islam
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Politik Islam
Politik adalah 'ilmu pemerintahan' atau 'ilmu siyasah', iaitu 'ilmu tata
negara'. Pengertian dan konsep politik atau siasah dalam Islam sangat berbeza
dengan pengertian dan konsep yang digunakan oleh orangorang yang bukan Islam.
Politik dalam Islam menjuruskan kegiatan ummah kepada usaha untuk
mendukung dan melaksanakan syari'at Allah melalui sistem kenegaraan dan
pemerintahan.
la bertujuan untuk menyimpulkan segala sudut Islam yang syumul melalui
satu institusi yang mempunyai syahksiyyah untuk menerajui dan melaksanakan
undang undang.
Pengertian ini bertepatan dengan firman Allah yang mafhumnya: "Dan
katakanlah: Ya Tuhan ku, masukkanlah aku dengan cara yang baik dan keluarkanlah
aku dengan cara yang baik dan berikanlah kepadaku daripada sisi Mu kekuasaan
yang menolong." (AI Isra': 80)
Di atas landasan inilah para 'ulama' menyatakan bahawa: "Allah
menghapuskan sesuatu perkara melalui kekuasaan negara apa yang tidak dihapuskan
Nya meIaiui al Qur'an"
Islam bukanlah semata agama (a religion) namun juga merupakan sistem
politik (a political sistem), Islam lebih dari sekedar agama. Islam mencerminkan
teori-teori perundang-undangan dan politik. Islam merupakan sistem peradaban yang
lengkap, yang mencakup agama dan Negara secara bersamaan (M.Dhiaduddin Rais,
2001:5).
Nabi Muhammad SAW adalah seorang politikus yang bijaksana. Di Madinah
beliau membangun Negara Islam yang pertama dan meletakkan prinsip-prinsip utama
undang-undang Islam. Nabi Muhammad pada waktu yang sama menjadi kepala
agama dan kepala Negara.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian politik sebagai kata benda
ada tiga, yaitu :
(1) pengetahuan mengenai kenegaraan (tentang sistem dan dasar pemerintahan)
(2) segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai
(3) kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah).
Politik itu identik dengan siasah, yang secara pembahasannya artinya
mengatur. Dalam fikih, siasah meliputi :
1. Siasah Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam)
2. Siasah Dauliyyah ( Politik yang mengatur hubungan antara satu negara Islam
lainnya)
3. Siasah Maaliyah (Sistem ekonomi negara)
Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi yang dapat mempersatukan kekuatan-
kekuatan dan aliran-aliran yang berbeda-beda di masyarakat. Dalam konsep Islam,
kekuasaan tertinggi adalah Allah SWT. Ekrepesi kekuasaan dan kehendak Allah
tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul. Oleh karena itu penguasa tidaklah
memiliki kekuasaan mutlak, ia hanyalah wakil (khalifah) Allah di muka bumi yang
berfungsi untuk membumikan sifat-sifat Allah dalam kehidupan nyata. Di samping
itu, kekuasaan adalah amanah Allah yang diberikan kepada orang-orang yang berhak
memilikinya. Pemegang amanah haruslah menggunakan kekuasaan itu dengan sebaik-
baiknya. Sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan Al-Quran dan
Sunnah Rasul.
2. Nilai-nilai dasar politik dalam Al-Quran
2.1 Al-Qur’an
1. Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan ummat.
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu,
dan aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.” (Al-Mu’minun:52).
2. Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah ijtihadiyah.
“Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan
menyebarkan rahmat-Nya. dan Dialah yang Maha pelindung lagi Maha Terpuji.”
(Al-Syura: 38)
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
(Ali Imran : 159).
3. Kemestian menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi
Maha melihat.” (Al-Nisa : 58).
4. Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Uli al-Amri
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Al-Nisa : 59).
5. Kemestian mendamaikan konflik antar kelompok dalam Masyarakat Islam
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap
yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut
kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya
menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang Berlaku adil. (Al-Hujurat : 9).
6. Kemestian mempertahan kedaulatan negara dan larangan melakukan agresi
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah
kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas. (Al-Baqarah : 190).
7. Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan
Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi
Maha mengetahui. (al-Anfal : 61).
8. Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam pertahanan dan keamanan
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi
dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu)
kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka
yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang
kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu
dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). [Al-Anfal : 60].
9. Keharusan menepati janji
Dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu
telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu).
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (Al-Nahl : 91).
10. Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat : 13).
11. Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta
benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk
rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang
dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja
di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. (Al-Hasyr : 7).
2.2 Al-Hadits
1. Keharusan mengangkat pemimpin
Dari Abu Hurairah r.a. telah bersabda Rasulullah saw.: “Apabila tiga orang
keluar untuk bepergian, maka hendaknya salah seorang diantara mereka menjadi
pemimpin mereka”. (H.R. Abu Dawud)
Dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Tidak boleh bagi
orang yang berada di ttempat terbuka di muka bumi ini, kecuali salah
seorang diantara mereka menjadi pemimpinnya” . (H.R. Ahmad).
2. Kemestian pemimpin untuk bertanggung jawab atas kepemimpinannya.
Dari Ibnu Umar r.a, telah bersabda Rasulullah saw. : “Setiap kamu adalah pemimpin
dan setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang imam
yang menjadi pemimpin rakyat bertanggung jawab terhadap rakyatnya dan setiap
suami bertanggung jawab atas rumah tangganya”.(H.R. Bukhari dan Muslim).
3. Kemestian menjadikan kecintaan dalam persaudaraan sebagai dasar hubungan
timbal balik antara pemimpin dengan pengikut.
Dari Auf bin Malik, telah bersabda Rasulullah saw. : “pemimpin yang baik adalah
pemimpin yang mencintai kamu dan kamu mencintainya, mendo’akan kamu dan
kamu mendo’akan mereka, sedangkan pemimpin yang jelek adalah pemimpin yang
kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknat mereka dan mereka
melaknat kamu.” (H.R. Muslim).
4. Kemestian pemimpin berfungsi sebagai perisai.
Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya pemimpin itu
ibarat perisai yang dibaliknya digunakan untuk berperang dan berlindung.
Apabila pemimpin memerintah berdasarkan ketakwaan terhadap Allah ‘Azza wa
Jalla dan berlaku adil, maka baginya ada pahala, apabila memerintah dengan
dasar selain itu, maka dosanya akan dibalas” . (H.R. Muslim).
5. Kemestian pemimpin untuk berlaku adil.
Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah saw.: “Ada tujuh golongan yang
dinaungi Allah swt. dibawah naungan-Nya pada hari kiamat dan tidak ada
naungan kecuali naungan-Nya, yang pertama adalah imam yang adil … “. (H.R.
Bukhari Muslim).
3. Ruang Lingkup Pembahasan Siasiyah Dusturiyah
Objek pembahasan islam meliputi :
Siyasah “dusturiyah” (hukum tata negara), menjelaskan hubungan pemimpin dengan
rakyatnya serta institusi yang ada di negara itu sesuai dengan kebutuhan rakyat untuk
kemaslahatan dan pemenuhan kebutuhan rakyat itu sendiri. Seperti persoalan imamah, hak
dan kewajibannya, persoalan rakyat, status, hak dan kewajibannya, persoalan bai’at,
persoalan perwakilan, wizarah dan pembagiannya, dll.
Siyasah Dusturiyyah, adalah siyasah yang mengatur hubungan warga Negara dengan
lembaga Negara yang satu dengan warga Negara dan lembaga Negara yang lain dalam batas-
batas administrasi suatu Negara.
Permasalahan di dalam siyasah dusturiyah adalah hubungan antara pemimpin di satu
pihak dan rakyatnya di pihak lain serta kelembagaan dalam masyarakatnya. Ruang lingkup
pembahasan siyasah dusturiyah itu sendiri dibatasi hanya dalam pembahasan tentang
pengaturan dan perundang-undangan yang dituntut oleh hal ihwal kenegaraan dari segi
persesuaian dengan prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi kemaslahatan manusia
serta memenuhi kebutuhanya[10]. Kata “dusturi” berasal dari bahasa persia. Semula artinya
adalah seorang yang memiliki otoritas, baik dalam bidang politik maupun agama.
Sumber-sumber siyasah Dusturiyah diantaranya ialah:
a. Al-Quran, yaitu ayat-ayat yang berhubungan dengan prinsip-prinsip kehidupan masyarakat.
b. Hadits, terutama yang berhubungan dengan imamah dan kebijaksanaan Rasulullah dalam
menerapkan hukum Negara.
c. Kebijakan-kebijakan khulafarasyidin dalam mengendalikan pemerintahan.
d. Ijtihad para ulama.
e. Adat kebiasaan suatu bangsa yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip al-Quran dan
Hadits.
Prinsip-prinsip dasar politik (siyasah) islam :
1. Mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Al-Mu’minun 52)
2. Keharusan bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtidaiyah (As-
Syura 38 dan Ali Imran 159)
3. Selalu amanah dan menetapkan hukum secara adil (An-Nisa 58)
4. Mentaati Allah SWT, Rasul SAW dan ulil amri (pemegang kekuasaan) (An-Nisa 59)
5. Mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat islam (Al-Hujarat 9)
6. Mempertahankan kedaulatan negara dan larangan melakukan agresi dan invasi (Al-
Baqarah 190)
7. Mementingkan perdamaian daripada permusuhan (Al-Anfal 61 dan Al-Hujarat 13)
8. Meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan (Al-Anfal 60)
9. Menepati janji (An-Nahl 91)
10. Beredarnya harta pada seluruh lapisan masyarakat (Al-Hasyr 7)
11. Mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum seperti menyedikitkan beban (taqlil al-
takalif), berangsur-angsur (al-tadarruj), tidak menyulitkan (‘adam al-haraj)
4. Pemimpin dalam Islam
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah kepemimpinan (leadership).
Hal ini, disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karena Islam memandang bahwa manusia
pada dasarnya adalah pemimpin, yaitu wakil Allah SWT di muka bumi, khalifatullah fi
al-ardh (QS. Al-Baqarah [2]: 30). Dalam hadis shahih, Rasulullah saw menegaskan
bahwa setiap orang (kamu) adalah pemimpin:
Setiap kamu adalah pemimpin, dan harus bertanggung jawab atas rakyat yang
dipimpinnya; seorang imam (kepala Negara) adalah pemimpin dan harus bertanggung
jawab atas rakyat yang dipimpinnya. (HR. Bukhari dari sahabat Ibn Umar).
Dalam hadis lain, Rasulullah bahkan memberikan intsruksi (arahan), bahwa apabila tiga
orang dalam perjalanan atau bepergian, maka hendaklah ditunjuk salah seorang dari
mereka sebagai imam atau pemimpin.
Kedua, manusia sebagai makhluk social tidak akan berkembang dengan baik, tanpa
kepemimpinan yang kuat dan mencerahkan (the inspiring leader). Menurut sosiolog
Muslim Ibn Khaldun, ada 2 hal yang sangat diperlukan suatu masyarakat, (1) norma-
norma hukum, dan (2) kepemimpinan (pemimpin) yang kuat. Kedua hal ini menjadi
syarat mutlak lahirnya masyarakat yang beradab dan berbudaya tinggi. Tanpa keduanya,
suatu masyarakat akan mudah terseret ke dalam perpecahan dan permusuhan yang
berkepanjangan (chaos).
Ketiga, yang tidak kalah pentingnya adalah karena pemimpin menjadi salah satu factor
penentu kemajuan (dan juga kebangkrutan) suatu masyarakat atau bangsa. Dalam
adagium Arab ada ungkapan yang amat terkenal, yaitu: Manusia akan mengikuti agama
raja-raja mereka
Bertolak dari latar belakang pemikiran di atas, maka soal kepemimpinan, termasuk di
dalamnya memilih pemimpin menjadi hal yang sangat penting dalam pandangan Islam.
2. Arti dan Makna Kepemimpinan dalam Islam
Kepemipinan (leadership) merupakan salah satu variable penting dalam kehidupan umat,
bahkan menjadi factor penentu (determinant factor) kemajuannya. Menurut Imam
Ghazali, hakekat kepemimpinan adalah pengaruh, yakni kedudukan seseorang di mata
dan di hati umat (Ihya’ `Ulum al-Din, Tanpa Tahun, jilid 3, hal. 45). Tanpa pengaruh,
seorang tak dinamakan pemimpin meskipun ia secara formal memiliki dan memangku
jabatan penting dalam pemerintahan, organisasi, maupun korporasi (perusahan).Tak
adanya pengaruh ini diidentifikasi oleh Jeremie Kubicek sebagai matinya
kepemimpinan, dalam bukunya yang kesohor, Leadership is Dead: How Influence is
Reviving It!. (Jeremie Kubicek, New York, Howard Book, 2011), h, 12 dst.).
Hakekat kepemimpinan, seperti telah disinggung, tak lain adalah pengaruh.
Kepemimpinan adalah proses induksi [memengaruhi] orang lain agar bertindak menuju
atau mencapai tujuan umum (the process of inducing others to take action toward a
common goal). (Roland J Burke dan Cary L Coper, Inspiirng Leader, New York:
Routledge, 2006, h. 6) atau tindakan memengaruhi orang lain agar mereka secara sukarela
mencapai tujuan organisasi (influencing others to voluntarily pursue organizational
goals). Pengertian lain, seperti dikemukakan Fred Smith, kepemimpinan adalah upaya
memengaruhi orang lain agar mereka secara sadar melakukan apa yang tidak ingin
mereka lakukan (Leadership is getting someone to willingly do what they don’t want to
do). (Charles A Rarick, Leadership and Motivation in the New Century,Florida: Barry
University, tt. h.2).
Bertolak dari hakekat kepemimpinan ini, maka pemimpin yang efektif dan memuaskan,
menurut John Zinger, adalah pemimpin yang inspiring [inspirasional] dalam arti
mencerahkan dan menggerakkan orang lain mencapai kemajuan dan kemuliaan. Untuk
itu, dalam pandangan Islam, kepemimpinan yang efektif dan mencerahkan itu, harus
ditunjukkan paling tidak dalam tiga hal, yaitu: (1) pelayanan (khadamat), (2), kedekatan
dan komunikasi alias keterhubungan dan ketersambungan dengan kepentingan rakyat (al-
tabligh wa al-bayan), dan (3), keteladanan (qudwah hasanah).
a. Pelayanan
Pelayanan yang baik (khadamat) adalah hal yang paling pokok dalam kepemimpinan
Islam. Dengan makna ini, maka kepemimpinan menjadi medium pengabdian yang tinggi
kepada Allah SWT. Dalam perspektif Islam, pemimpin tidak dipahami sebagai
‘penguasa’ (apalagi joraganbesar), tetapi justru pelayan yang harus bekerja keras untuk
mebantu masyarakat. Pemimpin, kata tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, H.Agus
Salim, adalah “menderita” dalam arti bekerja keras untuk rakyat, bukan bersenang-senang
di atas penderitaan orang lain.
Para Nabi dan Rasul Allah adalah pemimpi-pemimpin sejati, karena kedudukan mereka
sebagai “penggembala,” dalam arti pelayan dan pengayom umat. Diilihami oleh
kepemimpinan para Nabi itu, Raja Fahd dari Arab Saudi, menyebut dirinya sebagai
“Pelayan Dua Tanah Suci,” Mekah dan Madinah (Khadim al-Haramain), karena sebagai
Raja (pemimpin), ia harus melayani kaum muslim yang datang ke sana untuk
melaksanakan haji dan umrah dari seluruh dunia. Kakenda, Mu’assis Awwal As-
Syafi`iyah, KH Abdullah Syafi`I, juga menyebut dirinya sebagai “Khadim al-
Thalabah” (pelayan para santri), karena sebagai ulama ia harus melayani dan
membimbing para santri dan jemaah yang hendak belajar kepadanya. Pendek kata, inti
dari kepemimpinan Islam adalah berjuang dan bekerja untuk kemajuan umat. Dalam
kaidah fiqih politik Islam disebutkan: Tindakan seorang pemimpin (imam) atas rakyat
terikat (tak boleh keluar) dari kemaslahatan umum.
b, Kedekatan dan Komunikasi dengan umat
Kedekatan dan komunikasi dengan umat menjadi ide dasar kedua dalam kepemimpinan
Islam.Ide ini mengajarkan bahwa tidak boleh ada jarak antara pemimpin dan umat.
Berbagai masalah yang muncul belakangan ini, seperti maraknya paham dan aliran sesat,
radikalisasi agama, anarkisme, dan lain-lain, ditengarai karena tak adanya komunikasi
antara pemimpin dan umat. Pemimpin memang wajib berkomunikasi dengan umat. Oleh
sebab itu, pemimpin dalam pandanagn Islam, tak boleh bisu, tetapi ia wajib memiliki
sifat tabligh.
Nabi Musa a.s. sebagaimana diceritakan dalam al-Qur’an, berdo’a kepada Allah swt agar
kata-kata (pikiran)-nya bisa dimengerti oleh kaumnya. "Ya Tuhanku, lapangkanlah
untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari
lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku,” (QS. Thaha [20]: 25-28). Nabi Ibrahim
a.s. malah meminta agar menjadi komunikator yang efektif, (lisana shidqin), yang kata-
katanya abadi, tetap berpengaruh bagi orang-orang kemudian. Firman Allah: Dan
Jadikanlah aku buah tutur (jurubicara) yang baik bagi orang-orang (yang datang)
Kemudian (QS. Al-Syu`ara [26]: 84).
Ini berarti, Nabi Ibrahim tak hanya menjadi pemimpin besar (great leader), tetapi juga
sekaligus komunitor besar (great communicator) sebagai wujud kepeduliannya kepada
kebaikan dan kemajuan umat.
c. Keteladanan (Uswah Hasanah)
Keteladanan (qudwah dan uswah hasanah) merupakan hal yang sangat penting dalam
kepemimpinan Islam. Dalam bahasa modern keteladanan (qudwaah hasanah)
ini disebut “lead by example,” yakni memimpin dengan memberi bukti, bukan
janji. Keteladanan adalah kekuatan yang melahirkan pengaruh, aura, bahkan charisma.
Kita semua mengetahui, bahwa pengaruh adalah kekuasaan (Influence is power). Karena
berbasis keteladanan, kepemimpinan dalam perspektif Islam (leadership in the Islamic
perspective) bergerak dari dalam ke luar (in side out), bukan sebaliknya, dipaksakan dari
luar ke dalam (out side in). Inilah kepemimpinan dalam arti sebenarnya. Saya ingin
mengutip sekali lagi sabda Nabi saw di atas Setiap kamu adalah pemimpin, dan harus
bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.
Hadis ini tak hanya menegaskan pentingnya kepemimpinan, seperti umum dipahami,
tetapi juga mengajarkan bahwa kepemimpinan harus tumbuh dari dalam, dengan latihan
untuk bisa menjadi pemimin atas diri kita sendiri. Karena, percayalah seorang tidak akan
bisa memimpin orang lain, apalagi memimpin bangsa, jika memimpin dirinya sendiri saja
ia tak mampu.
Selanjutnya, hadis ini mendorong kita agar kita tak hanya menjadi manajer,
tetapi leader.Sekali lagi leader. Dalam perspektif Islam, leader jauah lebih dipenting dan
diperlukan ketimbang hanya manajer, apalagi kalau hanya sebagai Dealer (makelar).
3. Kriteria Pemimpin
Seorang pemimpin, dengan sendirinya, perlu memiliki syarat-syarat kepemimpinan yang
kuat. Secara umum, seorang pemimpin, harus memiliki 4 sifat, yaitu: (1), memiliki
wawasan dan ilmu pengetahuan yang luas. Pemimpin tidak boleh bodoh. (QS. Al-
Baqarah [2]: 269). (2), memiliki akhlak yang mulia dan keluhuran budi pekerti, (QS. Al-
Qalam [68]: 4), karena pemimpin adalah teladan atau Role Model (QS. Al-Ahzab [33]:
21). (3), memiliki tanggung jawab dan tanggung gugat
(responsible dan accountable, amanah). (QS. Al-Nisa [4]: 58), dan (4), dapat
mengkomunikasikan ide dan gagasan besarnya serta mampu mewujudkannya dalam
kenyataan (QS. Al-Sya`ara’ [26]: 84).
Bila merujuk kepada kepemimpinan Nabi Muhammad saw, seorang pemimpin harus
memiliki 3 semangat dasar (mental kepemimpinan) seperti disebut oleh Allah SWT
dalam ayat ini:
Sungguh Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS.At-Taubah ayat 128) .
Menunjuk ayat di atas, maka ada 3 sifat yang dimiliki oleh Rasulullah saw, dan yang
mesti dicontoh oleh setiap pemimpin. Pertama, `azizun `alaihi ma `anittum, yakni mampu
merasakan kesulitan dan penderitaan orang lain. Dalam bahasa modern, sifat ini
disebut “Sense of Crisis.”. Kedua, harishun `alaikum, yakni memiliki komitmen yang
kuat untuk mensejahterakan umat. Dalam bahasa modern sifat ini ini disebut, “Sense of
Achievement”. Ketiga, rauf dan rahim, yaitu memiliki cinta dan kasih sayang yang tinggi
alias memiliki “Sense of Love”. Dikatakan, “If You Are Not Loving, You Are Not
living.”
4. Memilih Pemimpin
Dalam kaitan ini, saya ingin mengajak kaum muslim agar memahami dan melakukan 3
hal seperti berikut ini.
Pertama, sebagai muslim kita perlu bersikap positif dan pro aktif, serta ikut serta
mengambil bagian dalam proses pembangunan bangsa, termasuk dalam menentukan dan
memilih pemimpin. Dalam pandangan Islam, memilih pemimpin merupakan bagian dari
tanggung jawab social Islam (al-mas’uliyah al-ijtima`iyah al-Islamiyah) serta merupakan
bagian tak terpisahkan dari kewajiban amar
makruf dan nahi munkar. Kita tidak boleh melepaskan diri dari tanggung jawab ini demi
terciptanya masyarakat adil dan makmur yang menjadi harapan dan ciata-cita bersama.
Kedua, selanjutnya, sebagai Muslim, kita tentu harus memilih pemimpin yang sesuai
dengan criteria dan petunjuk yang diajarkan oleh agama Islam. Perhatikan firman Allah
ini:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi
wali (pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu
mengadakan alas an yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)..? (Q.S. An-Nisa ayat
144).
Perhatikan juga ayat ini:
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani
menjadi pemimpin-pemimpinmu, sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian
yang lain. Barang siapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak member
petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Maidah ayat 51)
Kepemimpinan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam merupakan kepemimpinan yang
ideal. Bukan hanya pribadinya yang ideal TAPI hukum yang diterapkan juga ideal yaitu
HUKUM ISLAM yang pantas bagi manusia.
Setidaknya ada 8 ciri pemimpin yang digariskan dalam Islam:
1. Pemimpin itu hendaklah menunaikan janji-janjinya kepada orang bawahannya.
Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam , “Sesiapa yang diamanahkan oleh Allah
untuk memimpin rakyat, lalu dia mati. Pada hari dia mati dalam keadaan dia menipu
rakyatnya, maka Allah telah mengharamkan syurga untuknya”. (Hadis Riwayat Imam
Bukhari dan Muslim)
2. Pemimpin itu harus memiliki sifat takwa.
"Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat
pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka
mengetahui." (AlBaqarah:103)
3. Pemimpin itu mestilah beramanah, adil dan tidak melakukan kezaliman atau
diskriminasi kepada mereka yang di bawah pimpinannya. (AnNisa:58)
4. Pemimpin itu hendaklah berakhlak, baik budi pekertinya dan menjadi teladan yang
baik dalam semua tindak tanduknya.
5. Pemimpin itu hendaklah tegas dan berpegang teguh kepada prinsip dalam
melaksanakan amanah.
Daripada Aisyah ra bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Sekiranya
Fatimah binti Muhammad mencuri niscaya aku akan memotong tangannya”. (Hadis
Riwayat Imam Bukhari)
6. Pemimpin itu mestilah bertanggungjawab dan tidak sombong kepada mereka yang di
bawah pimpinannya. (At-Taubah:128)
7. Pemimpin itu hendaklah orang yang mempunyai kekuatan dari semua sudut pandang
fisik, spiritual, emosi dan mental.
Daripada Abu Hurairah ra bahawa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
“Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling baik
akhlaknya”. (Hadis Riwayat Imam Tirmidzi)
8. Pemimpin itu hendaklah orang yang berupaya untuk menjaga agama dan menegakkan
syariat Allah di atas muka bumi.
"(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma´ruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan."
(AlHaj:41)
Jadi, Pecinta Al Qur'an sekalian itulah ciri-ciri pemimpin yang digariskan dalam Islam,
bukan mengatakan bahwa selain dari perkara ini tidak baik tetapi agama haruslah
diutamakan. Halalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, demi untuk
menyenangkan kepada siapa yang memberi.
BAB III
PENUTUP
Politik dalam Islam menjuruskan kegiatan ummah kepada usaha untuk
mendukung dan melaksanakan syari'at Allah melalui sistem kenegaraan dan
pemerintahan. la bertujuan untuk menyimpulkan segala sudut Islam yang syumul
melalui satu institusi yang mempunyai syahksiyyah untuk menerajui dan
melaksanakan undang undang.
Islam bukanlah semata agama namun juga merupakan sistem politik,
Islam lebih dari sekedar agama. Islam mencerminkan teori-teori perundang-undangan
dan politik. Islam merupakan sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama
dan Negara secara bersamaan.