repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44738/1/SIFA...
Transcript of repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44738/1/SIFA...
PEMETAAN POKOK MASALAH PADA SENGKETA PEMBIAYAAN
MURABAHAH DI PENGADILAN AGAMA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
SIFA FAUZIAH
11140460000086
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/2018 M
v
ABSTRAK
Sifa Fauziah. NIM 11140460000086. PEMETAAN POKOK MASALAH PADA
SENGKETA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PENGADILAN AGAMA.
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2018 M.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pokok masalah pada sengketa
pembiayaan murabahah yang diselesaikan melalui pengadilan agama. Metode
penelitian dalam skripsi ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian ini
menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari lembaga atau institusi
tertentu. Dalam penelitian ini penulis mendapatkan data putusan pengadilan agama
dari Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Teknik pengumpulan
data yang dilakukan penulis yaitu studi dokumentasi dengan meneliti dan mendata
dokumen berupa putusan pengadilan agama tentang sengketa pembiayaan
murabahah. Pengolahan data dilakukan dengan memeriksa dan meneliti isi dokumen
yang telah terkumpul mengenai masalah yang menjadi penyebab sengketa
pembiayaan murabahah, kemudian dilakukan klasifikasi atau pengelompokkan
terhadap pokok masalah tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pokok masalah yang menyebabkan
adanya sengketa pembiayaan murabahah yaitu pertama, pencantuman klausula baku
dengan hasil persentase 5,41%. Kedua, objek murabahah yang diperjanjikan dengan
hasil persentase 2,70%. Ketiga, jaminan pada pembiayaan murabahah dengan hasil
persentase 24,32%. Keempat, wanprestasi pembiayaan murabahah karena
debitur/nasabah lalai memenuhi kewajiban untuk membayar angsuran dengan hasil
persentase 59,46%. Kelima, pemberian informasi yang tidak benar dengan hasil
persentase 2,70%. Keenam, bertentangan atau tidak sesuai dengan prinsip syariah
dengan hasil persentase 5,41%.
Kata kunci : Pokok Masalah, Sengketa, Pembiayaan Murabahah, Pengadilan
Agama
Pembimbing : A.M. Hasan Ali, MA.
Daftar Pustaka : 2001 s.d. 2017
vi
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Penulis menyadari sepenuhya dalam melakukan penyusunan skripsi ini tidak
lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan
ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah memberikan masukan yang sangat berarti dalam proses
penyusunan skripsi ini. Untuk itu ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan
kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidaytullah Jakarta.
2. Bapak A.M. Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., M.A., selaku Sekretaris Program Studi Hukum
Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak A.M. Hasan Ali, M.A., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh
kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang selama ini telah
memberikan ilmu pengetahuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
jenjang pendidikan ini dengan baik.
6. Seluruh staff dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
yang telah memberikan pelayanan yang baik dalam mendapatkan informasi
dan sumber referensi dari buku, jurnal, dan lain-lain.
7. Kedua orang tua, kakak-kakak, dan adik tercinta, yang selalu memberikan
semangat motivasi dan selalu memberikan dukungan baik moril maupun
materil serta doa yang tiada henti kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat - sahabat Annisa Adzkiya, Fildza Adelina, Layna Avia, Liesa
Apriyanti, Mila Eka, Putri Ramadhani, Rahmayanti Syahdina, yang selalu
memberikan dukungan, semangat dan doa.
9. Sahabat - sahabat seperjuangan Aufa Saffanah, Fiqih Aulya, Ida Nurlatifah,
Maulidia Sakinah, Natasha Aulia, Rahawati Alfiyah, Rizky Amelia yang
senantiasa membantu, memberikan semangat serta doa.
10. Seluruh teman-teman mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah 2014 yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga kita semua diberi kesuksesan dan
kelancaran dalam segala hal oleh Allah SWT. Amiin.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan, maka dengan terbuka dan senang hati penulis menerima kritik dan
masukan yang membangun agar penulis dapat menulis lebih baik lagi di masa
mendatang. Penulis berharap Alah SWT membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah memberikan doa, dukungan, serta bantuan. Semoga skripsi ini berguna
dan bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, 05 Desember 2018
Sifa Fauziah
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................ 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 7
E. Sistematika Penulisan .................................................................... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................... 11
A. Konsep Pemetaan, Pokok Masalah, dan Sengketa di
Pengadilan Agama ......................................................................... 11
1. Pengertian Pemetaan ................................................................. 11
2. Pengertian Pokok Masalah ........................................................ 12
3. Pengadilan Agama .................................................................... 12
4. Sengketa .................................................................................... 16
a. Pengertian Sengketa ............................................................. 16
b. Potensi dan Penyebab Terjadinya Sengketa ......................... 18
B. Murabahah ..................................................................................... 23
1. Pengertian Murabahah .............................................................. 23
2. Landasan Hukum Murabahah ................................................... 26
3. Rukun dan Syarat Murabahah ................................................... 30
ix
4. Ciri-ciri Pokok Pembiayaan Murabahah ................................... 35
5. Jenis-jenis Pembiayaan Murabahah .......................................... 38
C. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ............................................... 39
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 41
A. Pendekatan Penelitian .................................................................... 41
B. Jenis Penelitian .............................................................................. 42
C. Data Penelitian ............................................................................... 42
D. Sumber Data .................................................................................. 43
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 43
F. Objek Penelitian ............................................................................. 44
G. Teknik Pengolahan Data ................................................................ 44
H. Teknik Penulisan ............................................................................ 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 46
A. Profil Data ...................................................................................... 46
1. Deskripsi Sampel Data Penelitian dan Cara Mendapatkan Data
Penelitian ................................................................................... 46
2. Pemetaan Putusan Sengketa Pembiayaan Murabahah
Berdasarkan Tahun Putusan ...................................................... 48
3. Pemetaan Berdasarkan Dasar Gugatan ..................................... 50
4. Pemetaan Putusan Tehadap Isi Gugatan ................................... 54
B. Pokok Masalah pada Sengketa Pembiayaan Murabahah
di Pengadilan Agama ..................................................................... 56
C. Dampak Pembiayaan Murabahah Setelah Adanya Putusan
Pengadilan Agama ......................................................................... 81
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 86
A. Simpulan ........................................................................................ 86
B. Rekomendasi .................................................................................. 87
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 88
x
DAFTAR TABEL
1.1 Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah .................. 3
4.1 Pengelompokkan Sampel Data Penelitian Berdasarkan Sebaran
Pengadilan Agama Tahun 2013 – 2017 ........................................................ 47
4.2 Pengelompokkan Data Penelitian Berdasarkan Tahun Putusan ................... 49
4.3 Pengelompokkan Data Penelitian Berdasarkan Dasar Gugatan .................. 52
4.4 Pengelompokkan Data Penelitian Berdasarkan Putusan Isi Gugatan .......... 55
4.5 Pemetaan Pokok Masalah Pada Sengketa Pembiayaan Murabahah ............. 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan pesatnya pertumbuhan kegiatan ekonomi syariah di
Indonesia, potensi yang muncul untuk terjadinya sengketa juga semakin
tinggi. Sengketa tersebut dapat timbul ketika terjadi penyimpangan-
penyimpangan dari kesepakatan yang telah dibuat oleh para pihak dalam
pelaksanaan kegiatan ekonomi syariah. Dalam hal jika terjadi suatu sengketa
antara para pihak, maka cara penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui
jalur non litigasi (luar pengadilan) dan jalur litigasi (pengadilan).
Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dapat ditempuh dengan
menggunakan alternatif penyelesaian sengketa baik dilakukan secara internal
dengan model negosiasi hingga menggunakan cara arbitrase melalui lembaga
BASYARNAS. Sedangkan untuk penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi
dapat dilakukan di pengadilan agama. Berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama mengatur bahwa Pengadilan Agama
bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara
ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang
ekonomi syariah yang meliputi: a) bank syariah, b) lembaga keuangan mikro
syariah, c) asuransi syariah, d) reasuransi syariah, e) reksa dana syariah, f)
obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, g) sekuritas
syariah, h) pembiayaan syariah, i) pegadaian syariah, j) dana pensiun lembaga
keuangan syariah, dan k) bisnis syariah.1
1Angka 37 Pasal 49 huruf (i) Penjelasan atas Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
2
Selain itu, ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah menyebutkan penyelesaian sengketa
perbankan syariah dapat dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Agama.
Adapun khusus mengenai sengketa ekonomi syariah yang menjadi
kewenangan absolut pengadilan agama adalah meliputi:
1. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan dan
lembaga pembiayaan syariah dengan nasabahnya;
2. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara sesama lembaga keuangan
dan lembaga pembiayaan syariah; dan
3. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara orang-orang yang beragama
Islam, yang mana akad perjanjiannya disebutkan dengan tegas bahwa
kegiatan usaha yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-prinsip
syariah.1
Penyelesaian sengketa mengenai perkara ekonomi syariah di pengadilan
agama cukup mengalami peningkatan meskipun tidak signifikan. Data
direktori putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia menunjukkan
jumlah index putusan tentang perkara ekonomi syariah di pengadilan agama
hingga saat ini sebanyak 292.2 Adapun permasalahan sengketa ekonomi
syariah yang sering diselesaikan di pengadilan agama yaitu sengketa antara
lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah dengan nasabahnya pada
saat menjalankan salah satu kegiatan utamanya yaitu penyaluran dana berupa
pembiayaan.
Secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat
kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu
pembiayaan dengan prinsip jual beli diantaranya murabahah, salam, istishna’,
1 Ahmad Mujahidin, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010), h. 19. 2 https://putusan.mahkamahagung.go.id/direktori/perdata-agama/ekonomi-syariah.
3
pembiayaan dengan prinsip sewa diantaranya ijarah, ijarah muntahiya bit
tamlik, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diantaranya mudharabah,
musyarakah, dan pembiayaan dengan akad pelengkap diantaranya qardh.
Dari berbagai produk pembiayaan pada lembaga keuangan syariah,
pembiayaan yang paling banyak diminati oleh masyarakat adalah pembiayaan
dengan akad murabahah. Akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu
barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sesuai dengan keuntungan yang
disepakati.3 Hal ini bisa dilihat dari rangkuman data statistik perbankan
syariah 5 (lima) tahun terakhir pada tabel berikut ini.4
Tabel 1.1.
Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
*Miliar Rupiah
Akad 2013 2014 2015 2016 2017
Mudharabah 13.625 14.354 14.820 15.292 16.781
Musyarakah 39.874 49.387 60.713 78.421 94.910
Murabahah 110.565 117.371 122.111 139.536 148.636
Qardh 8.995 5.965 3.951 4.731 5.884
Istishna 582 633 770 878 1.139
Ijarah 10.462 11.620 10.631 9.150 9.157
Sumber: Data Otoritas Jasa Keuangan Tahun 2013-2017
Dari data tabel 1.1. menunjukan bahwa murabahah merupakan
pembiayaan dengan jumlah terbesar dibandingkan dengan pembiayaan
3 Pasal 19 ayat (1) huruf d Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah. 4 Data Statistik Perbankan Syariah, www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan-statistik/statistik-
perbankan-syariah/Documents/Pages/Statistik-Perbankan-Syariah---November-2017, h. 9.
4
lainnya. Selain itu, jumlah kegiatan usaha bank syariah pada pembiayaan
murabahah selalu mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Hal inilah
yang mengidentifikasikan bahwa murabahah menjadi pembiayaan yang
paling banyak diminati oleh masyarakat.
Menurut Wiroso, yang dikutip Bagya Agung Prabowo pada bukunya
terdapat beberapa alasan yang menjadikan transaksi murabahah menjadi
idola ataupun mendominasi pembiayaan di bank syariah adalah:5
1. Jual beli murabahah mudah diimplementasikan dan dipahami karena
pelaku bank syariah menyamakan murabahah ini sama dengan kredit
investasi konsumtif seperti misalnya kredit kendaraan bermotor, kredit
kepemilikan rumah, dan kredit lainnya. Walaupun kedua kedua jenis
transaksi ini sangat jauh berbeda, namun tidak dapat dipungkiri bahwa
saat ini banyak bank syariah yang menjalankan transaksi murabahah
dengan pola yang tidak jauh berbeda dengan pemberian kredit pada bank
konvensional;
2. Pendapatan bank dapat diprediksi karena dalam transaksi murabahah
hutang nasabah adalah harga jual, sedangkan dalam harga jual terkandung
porsi pokok dan porsi keuntungan. Sehingga dalam keadaan yang normal,
bank dapat memprediksi pendapatan yang akan diterima;
3. Menganalogikan murabahah dengan pembiayaan konsumtif. Jika
diperhatikan, sepintas memang terdapat persamaan antara jual beli dengan
pembiayaan konsumtif. Misalnya saja pembiayaan yang diberikan adalah
komoditi (barang) bukan uang, dan pembayarannya dapat dilakukan
dengan cara tangguh atau cicilan maupun cara lainnya. Namun jika dilihat
ketentuan Fatwa yang ada dan dijalankan sesuai dengan konsep
syariahnya, keduanya mempunyai karakteristik yang berbeda.
5 Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah pada Perbankan Syariah,
(Yogyakarta: UII Press, 2012), h. 27-28.
5
Dalam praktiknya, pemberian pembiayaan tentunya tidak selalu berjalan
mulus serta tidak lepas dari adanya masalah-masalah yang dapat timbul
kapan saja. Setelah dana disalurkan oleh kreditur kepada debitur terdapat dua
kemungkinan. Lancar karena memiliki manajemen yang baik atau tidak
lancar karena manajemen usahanya kurang baik, sehingga dapat
menyebabkan munculnya risiko bagi pemberi pembiayaan yaitu tidak
kembalinya pokok pembiayaan dikarenakan pembayaran angsuran terhenti,
tidak melaksanakan perjanjian dengan baik sebagaimana telah disepakati
dalam akad, pihak-pihak atau salah satu pihak telah melaksanakan apa yang
telah disepakati, tetapi pelaksanaannya tidak sama persis sebagaimana yang
telah dijanjikan.6 Risiko tersebut dapat menimbulkan sengketa apabila di
antara para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai solusi
pemecahannya.
Berdasarkan data jumlah index putusan tentang perkara ekonomi syariah
yang telah disebutkan di atas, serta permasalahan sengketa yang sering terjadi
antara lembaga keuangan syariah dengan nasabahnya, penulis tertarik untuk
melakukan pemetaan terhadap pokok masalah yang menjadi penyebab
adanya gugatan sengketa ekonomi syariah melalui putusan pengadilan agama
yang hanya difokuskan pada sengketa pembiayaan murabahah. Hal tersebut
dikarenakan sebagian besar pembiayaan yang dilakukan bank-bank syariah
dan lembaga keuangan syariah menggunakan akad murabahah, sehingga
potensi terjadinya sengketa pada pembiayaan murabahah lebih tinggi dari
pembiayaan lainnya.
Pemetaan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah proses, cara,
perbuatan, membuat peta. Terdapat juga pengertian lain dari pemetaan yaitu
sebuah tahapan yang harus dilakukan dalam pembuatan peta. Langkah awal
yang dilakukan dalam pembuatan data, dilanjutkan dengan pengolahan data,
6 Rizal Nur Firdaus, “Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal yang mempengaruhi Pembiayaan
Bermasalah pada Bank Umum Syariah di Indonesia”, El-Dinar, Vol. 3 No. 1, 2015, h. 84.
6
dan penyajian dalam bentuk peta.7 Pengertian peta sendiri menurut Badan
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL 2005)
merupakan wahana bagi penyimpanan dan penyajian data kondisi lingkungan,
merupakan sumber informasi bagi para perencana dan pengambilan
keputusan bagi tahapan dan tingkatan pembangunan.8
Jadi peta dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai penyajian data dari
pokok masalah sengketa pembiayaan murabahah. Pemetaan dalam penelitian
ini merupakan proses kegiatan untuk menghasilkan gambaran tentang pokok
masalah sengketa pembiayaan murabahah melalui putusan-putusan
pengadilan agama. Dengan kehadiran pemetaan ini, maka dapat terlihat apa
saja pokok masalah yang disengketakan pada pembiayaan murabahah.
Berdasarkan dari uraian diatas, karena belum pernah dilakukan pemetaan
tentang pokok masalah pada sengketa pembiayaan murabahah melalui
putusan-putusan pengadilan agama, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul
“Pemetaan Pokok Masalah pada Sengketa Pembiayaan Murabahah di
Pengadilan Agama”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mekanisme dan pelaksanaan akad pembiayaan murabahah
pada bank syariah?
2. Bagaimana manajemen resiko pada pembiayaan murabahah?
3. Mengapa bisa terjadi pembiayaan bermasalah?
7
Rini Abbas, “Pemetaan 2” artikel diakses pada 23 Februari 2018 dari
https://www.academia.edu/16537674/PEMETAAN_2?auto=download . 8 Valentino Rompas, “Pengertian Peta dan Pemetaan”, artikel diakses pada 23 Februari 2018
dari https://www.scribd.com/document/102084695/PENGERTIAN-Peta-Dan-Pemetaan .
7
4. Apa faktor-faktor penyebab pembiayaan murabahah menjadi
bermasalah?
5. Apa saja kategori yang bisa disebut sebagai pembiayaan bermasalah?
6. Bagaimana penentuan kategori pokok masalah pada sengketa
pembiayaan murabahah?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan menghindari terjadinya
penyimpangan dari pokok permasalahan yang akan diteliti, maka perlu
dibuat pembatasan. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu
tentang pokok masalah yang menyebabkan terjadinya sengketa ekonomi
syariah dalam pembiayaan murabahah yang didapat melalui putusan
pengadilan agama yang telah menangani perkara ekonomi syariah.
Putusan tersebut didapatkan dengan cara mengakses Direktori Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Adapun rentang waktu atau tahun
putusan yang penulis teliti yaitu putusan tahun 2013 sampai dengan 2017.
Hal ini dikarenakan penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2018.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis melakukan
perumusan masalah sebagai berikut :
a. Apa pokok masalah yang disengketakan dalam pembiayaan
murabahah di pengadilan agama?
b. Apa dampak terhadap pembiayaan murabahah setelah adanya putusan
pengadian agama tersebut?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:
8
a. Untuk mengetahui pokok masalah sengketa pembiayaan murabahah
di pengadilan agama.
b. Untuk mengetahui dampak terhadap pembiayaan murabahah setelah
adanya putusan-putusan pengadilan agama mengenai sengketa
pembiayaan murabahah.
2. Manfaat Penelitian
Secara garis besar, manfaat untuk penelitian ini dapat dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan ilmu
dan menambah wawasan ilmu pengetahuan yang lebih dalam
khususnya tentang pokok masalah yang sering terjadi dalam
pembiayaan murabahah sehingga perbankan syariah maupun
masyarakat mempunyai gambaran dalam melakukan praktek
pembiayaan murabahah agar tidak terjadi sengketa.
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan penulis
mengenai pokok masalah sengketa ekonomi dalam pembiayaan
murabahah.
2) Bagi Praktisi, hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan
pemikiran dan hasil riset sebagai bahan masukan yang berarti
bagi perbankan syariah dalam hal mengantisipasi untuk
mengurangi sengketa ekonomi yang terjadi pada pembiayaan
murabahah.
3) Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumber informasi, sumber ilmu pengetahuan serta sumber
referensi dalam bidang ekonomi syariah.
9
E. Sistematika Penulisan
Laporan skripsi ini disusun dalam beberapa bab dengan tujuan untuk
mempermudah penulisan dan memeperjelas pembacaanya. Adapun
sistematika penulisan laporan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan secara garis besar mengenai latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan mengenai teori-teori berdasarkan tinjauan pustaka yang
digunakan dalam penelitian dan pembahasan berupa Konsep Pemetaan,
Pokok Masalah, dan Sengketa di Pengadilan Agama, Pengertian Sengketa,
Potensi dan Penyebab Terjadinya Sengketa, Pengertian Murabahahah, Dasar
Hukum Murabahah, Rukun dan Syarat Murabahah, Ciri-Ciri Pokok
Pembiayaan Murabahah, Jenis-jenis Pembiayaan Murabahah dan Tinjauan
(Review) Studi Terdahulu.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian, Pendekatan Penelitian, Jenis
Penelitian, Jenis Data Penelitian, Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data,
Teknik Pengolahan Data, dan Teknik Penulisan Skripsi.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan mengenai masalah yang akan diteliti yaitu pemetaan
dimana akan dibuatkan kategorisasi mengenai apa saja yang menjadi pokok
masalah pada sengketa pembiayaan murabahah yang diselesaikan melalui
pengadilan agama.
10
BAB IV PENUTUP
Bab ini memuat tentang uraian kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian
dan disertai dengan pemberian rekomendasi yang akan ditujukan kepada para
pihak terkait dan berkepentingan dengan tema yang diteliti.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Pemetaan, Pokok Masalah, dan Sengketa di Pengadilan Agama
1. Pengertian Pemetaan
Pemetaan berasal dari kata dasar peta. Menurut Stevenson yang
dikutip oleh Ika Krismayani, peta adalah “a diagrammatic representation
of an area of land”. Peta dapat pula berarti representasi melalui gambar
dari suatu daerah yang menyatakan sifat, seperti batas daerah, sifat
permukaan.1 Pengertian peta sendiri menurut Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL 2005) merupakan wahana
bagi penyimpanan dan penyajian data kondisi lingkungan, merupakan
sumber informasi bagi para perencana dan pengambilan keputusan bagi
tahapan dan tingkatan pembangunan.2
Sedangkan pemetaan menurut
kamus besar bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan, membuat
peta.
Pemetaan yang dimaksud dalam penelitian ini bukanlah suatu
kegiatan/proses/cara dalam membuat peta yang berupa gambar/lukisan.
Bukan pula representasi dari suatu daerah yang menyatakan sifat seperti
batas daerah/ sifat permukaan. Pemetaan dalam penelitian ini merupakan
proses kegiatan penyajian data untuk menghasilkan gambaran secara
deskriptif tentang pokok masalah sengketa pembiayaan murabahah
melalui putusan-putusan yang diselesaikan di pengadilan agama. Dari
pemetaan tersebut, akan terlihat penyajian data mengenai apa saja pokok
masalah yang disengketakan pada pembiayaan murabahah.
1
Ika Krismayani, “Pemetaan Penulisan Skripsi Mahasiswa Program Studi S-1 Ilmu
Perpustakaan Universitas Diponegoro”, Lentera Pustaka 2, (1): 45-47, 2016, h. 47. 2 Valentino Rompas, “Pengertian Peta dan Pemetaan”, artikel diakses pada 23 Februari 2018
dari https://www.scribd.com/document/102084695/PENGERTIAN-Peta-Dan-Pemetaan
12
2. Pengertian Pokok Masalah
Pokok masalah adalah penyebab utama dari beberapa gejala masalah
atau dengan kata lain pokok masalah adalah penyebab dari serangkaian
sebab dan akibat.3 Dalam skripsi ini, pokok masalah dapat diartikan
sebagai penyebab utama yang menimbulkan adanya sengketa diantara
para pihak dalam melakukan pembiayaan dengan akad Murabahah, yang
kemudian menjadi dasar pengajuan gugatan ke pengadilan agama untuk
melakukan penyelesaiannya.
3. Pengadilan Agama
Peradilan agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan
kehakiman (yudicial power) di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman di Indonesia
dikenal empat lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung, yaitu
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer dan lingkungan peradilan tata usaha negara, serta sebuah
Mahkamah Konstitusi.4
Berbicara mengenai kewenangan atau kompetensi lingkungan
peradilan agama dalam kedudukannya sebagai salah satu pelaksana
kekuasaan kehakiman (yudicial power) di Indonesia saat ini, tidak lain
harus merujuk pada kententuan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman. Berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dinyatakan bahwa:
Peradilan agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang
memeriksa, mengadili dan memutus menyelesaikan perkara-perkara
3 Cecep Hidayat, “Menemukan Permasalahan Pokok Sebuah Rencana Penelitian [Bagian 1]”
artikel diakses pada 23 Februari 2018 dari https://sbm.binus.ac.id/2014/06/05/menemukan-
permasalahan-pokok-sebuah-rencana-penelitian-bagian-1/ 4 Khotibul Umam, Perbankan Syariah: Dasar-dasar dan Dinamika Perkembangannya di
Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 265.
13
antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.5
Selanjutnya untuk mengetahui apa saja kewenangan peradilan agama
tersebut harus merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor
50 Tahun 2009. Dalam Undang-Undang tersebut telah diatur ketentuan
mengenai kewenangan atau kompetensi absolut maupun mengenai
kewenangan atau kompetensi relatif.
Kewenangan atau kompetensi absolut diartikan sebagai kewenangan
lingkungan peradilan berkaitan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan
atau tingkatan pengadilan dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau
jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan lainnya.6 Kewenangan absolut
peradilan agama telah dirumuskan dalam Pasal 49 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagai berikut: Pengadilan agama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang:
a. Perkawinan;
b. Kewarisan;
c. Wasiat;
d. Hibah;
e. Wakaf;
f. Zakat;
g. Infaq;
h. Shadaqah; dan
5 Pasal 25 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
6 Khotibul Umam, Perbankan Syariah, h. 265.
14
i. Ekonomi Syariah.
Hal yang menarik dan membuat undang-undang hasil amandemen ini
berbeda dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama adalah, adanya kebolehan non muslim menundukkan diri secara
sukarela kepada hukum Islam. Ketentuan seperti ini dapat dilihat dalam
penjelasan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama yang menyatakan bahwa:
Yang dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragam Islam”
adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya
menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai
hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan
ketentuan Pasal ini.7
Melihat kenyataan bahwa yang bermua‟amalah dalam lembaga
keuangan syariah, bukan hanya orang Islam tetapi juga non muslim,
sedangkan peradilan agama hanya menyelesaikan perkara di antara orang-
orang yang beragama Islam, maka Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama ini memberikan solusi dengan cara penundukkan diri
secara sukarela bagi non muslim yang bermuamalah dengan sistem
ekonomi syariah untuk menyelesaikan sengketanya di pengadilan agama.8
Adapun mengenai jangkauan kewenangan mengadili lingkungan
peradilan agama dalam bidang ekonomi syariah dapat dilihat dalam
penjelasan Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, penjelasan pasal tersebut selengkapnya berbunyi
sebagai berikut:
7 Angka 37 Pasal 49 Penjelasan atas Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 8
Chatib Rasyid dan Syaifuddin, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik pada
Peradilan Agama, (Yogyakarta: UII Press, 2009), h. 157.
15
Yang dimaksud dengan “ekonomi syariah” adalah perbuatan atau
kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain
meliputi:
a. Bank syariah;
b. Lembaga keuangan mikro syariah;
c. Asuransi syariah;
d. Reasuransi syariah;
e. Reksa dana syariah;
f. Obligasi syariah;
g. Sekuritas syariah;
h. Pembiayaan syariah;
i. Pegadaian syariah;
j. Dana pensiun lembaga keuangan syariah;
k. Bisnis syariah.
Dari penjelasan pasal tersebut dapat diketahui bahwa jangkauan
kewenangan mengadili lingkungan peradilan agama dalam bidang
ekonomi syariah sudah meliputi keseluruhan bidang ekonomi syariah. Hal
ini dapat dipahami dari maksud kata ekonomi syariah itu sendiri yang
dalam penjelasan pasal tersebut diartikan sebagai perbuatan atau kegiatan
usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah. Artinya, seluruh
perbuatan atau kegiatan usaha apa saja dalam bidang ekonomi yang
dilakukan menurut prinsip syariah ia termasuk dalam jangkauan
kewenangan mengadili lingkungan peradilan agama. Adapun jenis-jenis
yang disebutkan dalam rincian tersebut hanya antara lain, yang berarti
tidak tertutup kemungkinan adanya perbuatan atau kegiatan usaha dalam
bentuk lain di bidang tersebut selain dari yang disebutkan itu. Sepanjang
perbuatan atau kegiatan usaha yang dimaksud dilakukan sesuai menurut
prinsip syariah maka apabila terjadi sengketa atas perbuatan atau kegiatan
16
usaha tersebut menjadi kewenangan lingkungan peradilan agama untuk
memeriksa dan mengadilinya.9
Kewenangan atau kompetensi relatif yaitu kewenangan peradilan
menyangkut peradilan wilayah mana yang berwenang dalam
menyelesaikan suatu sengketa. Mengenai hal ini berlaku asas umum yaitu
Actor Sequetur Forum Rei, yang artinya bahwa penyelesaian sengketa
perdata dilakukan ditempat tergugat berdomisili.10
Maka dalam hal ini
perkara dalam bidang ekonomi syariah, yang berwenang mengadilinya
adalah pengadilan agama di tempat kediaman tergugat.
4. Sengketa
a. Pengertian Sengketa
Menurut Rachmadi Usman seperti dikutip Adrian Sutedi, kata
sengketa dalam kosa kata Inggris terdapat 2 (dua) istilah, yakni
“conflict” dan “dispute”, yang kedua-duanya mengandung pengertian
tentang adanya perbedaan di antara kedua pihak atau lebih, tetapi
keduanya dapat dibedakan. Kosa kata conflict sudah diserap ke dalam
bahasa Indonesia menjadi “konflik”, sedangkan kosa kata dispute
dapat diterjemahkan dengan kosa kata “sengketa”. Sebuah konflik,
yakni sebuah situasi di mana 2 (dua) pihak atau lebih dihadapkan pada
pebedaan kepentingan, tidak akan berkembang menjadi sengketa
apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak
puas atau keprihatinannya. Sebuah konflik berubah atau berkembang
menjadi sebuah sengketa bilamana pihak yang merasa dirugikan telah
menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya, baik secara
langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau
9 Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009), h. 104. 10
Khotibul Umam, Perbankan Syariah, h. 267.
17
pihak lain.11
Jadi, sengketa merupakan kelanjutan dari konflik.
Apabila pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat mencapai
kesepakatan mengenai solusi pemecahan masalahnya, maka
sengketalah yang timbul.
Secara etimologi, sengketa adalah sesuatu yang menyebabkan
perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan, atau perselisihan.
Adapun secara istilah, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak
atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu
kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum
bagi keduanya dan dapat diberikan sanksi hukum terhadap salah satu
di antara keduanya.12
Terdapat pengertian lainnya menurut Anita Dewi Anggraeni
Kolopaking sengketa adalah: “Pertentangan, perselisihan atau
percekcokan yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak lainnya
dan atau antara pihak dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan
hak yakni sesuatu yang bernilai, baik itu berupa uang maupun
benda”.13
Sengketa yang dimaksud dalam penelitian ialah adanya perbedaan
kepentingan di antara dua pihak atau lebih ketika melakukan transaksi
pembiayaan murabahah yang mengakibatkan terjadinya kerugian bagi
pihak tertentu. Selanjutnya perbedaan kepentingan atau kerugian
tersebut dinyatakan kepada pihak yang dianggap menjadi penyebab
kerugian atau kepada pihak lain, dan pihak lain tersebut memberikan
pendapat yang berbeda sehingga menimbulkan pertentangan.
11
Adrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009), h. 166. 12
Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2017), h. 11. 13
Anita D.A. Kolopaking, Asas Iktikad Baik dalam Penyelesaian Sengketa Kontrak Melalui
Arbitrase, (Bandung: P.T. Alumni, 2013), h.10.
18
b. Potensi dan Penyebab Terjadinya Sengketa
Ada beberapa hal yang menjadi potensi terjadinya sengketa yang
memerlukan perhatian dari para pihak. Potensi-potensi terjadinya
sengketa antara lain: 14
1) Sejak awal kontrak dibuat mengandung masalah;
2) Adanya miskomunikasi yang tertuang di dalam kontrak tidak
disadari sesuai dengan harapan yang diinginkan salah satu pihak;
3) Kontrak yang dibuat kurang jelas dan tidak spesifik;
4) Terbukanya peluang masalah pada isi kontrak yang dibuat;
5) Tidak segera mengatasi awal masalah yang timbul;
6) Tidak adanya usaha untuk berkonsultasi atas penyebab masalah
yang timbul dan untuk segera menyelesaikannya sebelum
mencuatnya sengketa.
Selain potensi terjadinya sengketa yang telah penulis uraikan di
atas, terjadinya sengketa ekonomi syariah kebanyakan disebabkan
karena adanya ketidakserasian antara pribadi-pribadi atau kelompok-
kelompok yang mengadakan hubungan sehingga ada hak yang
terganggu atau terlanggar. Secara umum sengketa bisnis terjadi karena
beberapa akibat, antara lain:15
a. Adanya penipuan atau ingkar janji yang dilakukan oleh salah satu
pihak atau kedua belah pihak yang melakukan perjanjian.
b. Pihak-pihak atau salah satu pihak telah melakukan apa yang telah
disepakati namun tidak sama dengan yang telah diperjanjikan.
c. Pihak-pihak atau salah satu pihak melakukan apa yang dijanjikan,
namun terlambat.
14
Anita D.A. Kolopaking, Asas Iktikad Baik dalam Penyelesaian Sengketa Kontrak Melalui
Arbitrase, h.23. 15
Abdul Rasyid, “Penyebab Terjadinya Sengketa Ekonomi Syariah” artikel diakses pada 23
Oktober 2018 dari http://business-law.binus.ac.id/2018/08/09/penyebab-terjadinya-sengketa-ekonomi-
syariah/
19
d. Pihak-pihak atau salah satu pihak melakukan sesuatu yang
menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Beberapa perbuatan yang disebutkan di atas bisa menimbulkan
perselisihan antara para pihak, karena ada pihak yang merasa
dirugikan. Selain itu menurut Amran Suadi, terdapat beberapa
penyebab teradinya sengketa ekonomi syariah, antara lain:16
a. Dalam proses pembuatan akad terdapat ketidaksepahaman para
pihak dalam proses bisnis, karena terjebak pada orientasi
keuntungan, karakter coba-coba, atau karena keidakmampuan
mengenali mitra bisnisnya dan mungkin tidak ada legal cover.
b. Akad atau kontrak sulit untuk dilaksanakan karena:
1) Para pihak kurang cermat atau kurang hati-hati ketika
melakukan perundingan pendahuluan.
2) Tidak mempunyai keahlian untuk mengkontruksikan norma-
norma akad yang pasti, adil, efisien.
3) Kurang mampu mencermati risiko yang potensial akan terjadi
atau secara sadar membiarkan potensi itu akan terjadi.
4) dan tidak jujur atau amanah.
Berkenaan dengan paradigma tersebut, terdapat beberapa bentuk
akad yang dapat menimbulkan sengketa sehingga mesti diwaspadai,
bentuk-bentuk akad sebagai berikut:
a. Salah satu pihak menemukan fakta bahwa syarat-syaratnya suatu
akad, baik syarat subjektif maupun syarat objektif yang ternyata
tidak terpenuhi sehingga menuntut pembatalan akad;
b. Akad diputus oleh salah satu pihak tanpa persetujuan pihak lain
dan perbedaan menafsirkan isi akad oleh para pihak sehingga
menimbulkan sengketa hukum;
16
Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, h. 8.
20
c. Karena salah satu pihak tidak memenuhi prestasi sebagaimana
yang telah diperjanjikan;
d. Terjadinya perbuatan melawan hukum (onrechtmatig daad);
e. Adanya risiko yang tidak diduga pada saat pembuatan akad/force
majeur/overmacht.
Pada umumnya munculnya sengketa atau konflik itu secara teoritik
disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu:17
a. Konflik Kepentingan (Interest Conflict)
Dalam melakukan kegiatan ekonomi syariah, setiap para pihak
memiliki kepentingan. Tanpa adanya kepentingan, para pihak
tidak akan dapat mengadakan kerjasama. Timbulnya konflik
kepentingan ini adalah karena beberapa hal, yaitu:
1) Ada perasaan atau tindakan yang bersaing;
2) Ada kepentingan substansi dari para pihak;
3) Ada kepentingan psikologis;
4) Ada kepentingan prosedural.
Keempat hal di atas dapat menimbulkan konflik kepentingan
karena apabila di antara para pihak merasa adanya kepentingan
dalam suatu kerjasama, maka akan timbul persaingan yang tinggi,
ini akan menyebabkan kerja sama yang dibina tidak akan
menghasilkan hal-hal sebagaimana diharapkan.
b. Konflik Hubungan (Relationship Conflict)
Konflik hubungan dapat terjadi disebabkan karena adanya
beberapa faktor, yakni:
1) Emosi yang kuat (strong emotions)
2) Adanya kesalahan persepsi dalam realisasi akad;
17
Ahmad Mujahidin, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia, (Bogor:
Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), h. 47-49.
21
3) Miskin komunikasi (poor communication) atau kesalahan
komunikasi (miscommunication); dan
4) Tingkah laku negatif yang berulang-ulang (repetitive
negative behaviour).
Para pihak yang melakukan hubungan kerjasama haruslah
mengontrol emosi melalui aturan main yang disepakati,
mengklarifikasi perbedaan persepsi, kemudin memperbaiki
kualitas dan kuantitas komunikasi dan menghilangkan tingkah
laku negatif yang dilakukan secara berulang-ulang.
c. Konflik Nilai (Value Conflict)
Konflik nilai dalam ekonomi syariah terjadi karena adanya
beberapa perbedaan, diantaranya ialah:
1) Adanya perbedaan kriteria evaluasi pendapat atau perilaku;
2) Adanya perbedaan pandangan paham (aliran) dalam agama;
3) Adanya penilaian sendiri tanpa memperhatikan penilaian
orang lain.
Konflik nilai ini harus dihilangkan, untuk itu para pihak harus
menghindari permasalahan istilah atau nilai, terdapat standar
hukum materiil yang diberlakukan dalam penyelesaian konflik di
pengadilan agama, mengizinkan para pihak untuk menyetujui atau
tidak menyetujui, menciptakan lingkungan pengaruh dengan
dengan suatu nilai yang dominan, dan melakukan penelitian untuk
mencari hasil di mana semua pihak mendapat bagian.
d. Konflik Struktur (Structural Conflict)
Konflik struktur akan terjadi dalam pelaksanaan ekonomi syariah,
hal ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut.
1) Karena adanya pola merusak perilaku atau interaksi
2) Karena adanya kontrol yang tidak sama
22
3) Karena adanya kepemilikan atau distribusi sumber daya yang
tidak sama
4) Karena adanya kekuatan dan kekuasaan
5) Karena adanya psikologi yang tidak sama
6) Karena adanya faktor-faktor lingkungan yang menghalangi
kerja sama
7) Karena terbatasnya waktu untuk berkomunikasi
Oleh karena itu, dalam rangka membangun struktur yang baik,
para pihak harus melakukan sikap-sikap sebagai berikut.
1) Para pihak harus memperjelas atau mempertegas aturan main
2) Para pihak harus mengubah pola prilaku yang dapat merusak
3) Para pihak harus mengalokasi kembali kepemilikan atau
kontrol sumber daya
4) Para pihak harus membangun persaingan yang sehat
5) Para pihak harus saling pengertian
6) Para pihak harus mengubah proses negosiasi dari posisional
menjadi penawaran berdasarkan kepentingan
7) Para pihak harus mengubah psikologi dan lingkungan yang
berhubungan dengan para pihak
8) Para pihak harus memodifikasi tekanan dari luar
9) Para pihak harus mengubah waktu yang sempit menjadi lebih
memadai.
e. Konflik Data (Data Conflict)
Konflik data terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor
berikut.
1) Karena adanya kekurangan informasi (lack of information)
2) Karena kesalahan informasi (misinformation)
3) Karena adanya perbedaan pandangan
4) Karena adanya perbedaan interpretasi terhadap data
23
5) Karena adanya perbedaan penafsiran terhadap prosedur.
Data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu perjanjian.
Oleh karena itu, akurasi data sangatlah penting untuk tercapainya
kesepakatan yang baik. Untuk itu, dalam setiap negosiasi para
pihak akan selalu berusaha mencari data atau informasi yang
menjadi objek perundingan selengkap mungkin. Setelah data
terkumpul atau didapat, diperlukan pemahaman, interpretasi atau
pengertian yang sama antara para pihak.
B. Murabahah
1. Pengertian Murabahah
Murabahah secara bahasa merupakan mashdar dari kalimat ribhun
yang berarti ziyadah (tambahan atau keuntungan).18
Transaksi
Murabahah telah lazim dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya. Pengertian Murabahah secara sederhana adalah suatu
penjualan seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati
antara penjual dan pembeli. Boleh dikatakan bahwa akad yang terjadi
dalam murabahah ini merupakan salah satu bentuk natural certainty
contracts, karena dalam murabahah ini ditentukan berapa required rate of
profit-nya atau keuntungan yang diharapkan akan diperoleh dalam
transaksi ini.19
Menurut Mohammad Hossein yang dikutip oleh Bagya Agung
Prabowo, murabahah adalah jual beli barang dengan harga asal ditambah
dengan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus
18
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor Keuangan
Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 83. 19
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2013), h. 113.
24
memberitahukan harga pokok produk yang ia jual dan menentukan suatu
tingkat keuntungan sebagai tambahannya.20
Menurut Mardani jual beli murabahah adalah pembelian oleh satu
pihak utuk kemudian dijual kepada pihak lain yang telah mengajukan
permohonan pembelian terhadap suatu barang dengan keuntungan atau
tambahan harga yang transparan. Atau singkatnya jual beli murabahah
adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keutungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.21
Adiwarman Karim memberikan definisi murabahah yang tidak jauh
berbeda, menurutnya murabahah adalah akad jual beli barang dengan
menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati
oleh penjual dan pembeli. Karena dalam definisinya disebut adanya
“keuntungan yang disepakati”, karakteristik murabahah adalah si penjual
harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan
menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.22
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 20 ayat 6
mendefinisikan murabahah:
“Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan
oleh shahib al-mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi
jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga
jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi
shahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur”.
Dalam aplikasi bank syariah, bank merupakan penjual atas objek
barang dan nasabah merupakan pembeli. Bank menyediakan barang yang
dibutuhkan oleh nasabah dengan membeli barang dari supplier, kemudian
menjualnya kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi dibanding
20
Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah pada Perbankan Syariah, h.
26. 21
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), h. 136-137. 22
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, h. 113.
25
dengan harga beli yang dilakukan bank syariah. Pembayaran atas
transaksi murabahah dapat dilakukan dengan cara membayar sekaligus
pada saat jatuh tempo atau melakukan pembayaran angsuran selama
jangka waktu yang disepakati.23
Dalam teknis yang ada di perbankan Islam, murabahah merupakan
akad jual dan beli yang terjadi antara pihak bank Islam selaku penyedia
barang yang menjual dengan nasabah yang memesan dalam rangka
pembelian barang itu. Keuntungan yang diperoleh dari pihak bank Islam
dalam transaksi ini merupakan keuntungan jual beli yang telah disepakati
secara bersama.24
Dalam hukum positif di Indonesia, akad sepadan dengan perjanjian,
yaitu suatu peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang
lain atau di mana dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu
hal. Berdasarkan KUH Perdata Pasal 1313, perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Atas dasar perjanjian tersebut, pihak
yang satu berhak menuntut pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban
untuk memenuhi tuntutan itu. Oleh karena itu, perjanjian merupakan
sumber perikatan karena perjanjian melahirkan hubungan hukum di mana
pihak yang satu berhak menuntut pihak yang lain, dan pihak yang lain
berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.25
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
murabahah adalah akad perjanjian penyediaan barang berdasarkan jual
beli dimana penjual (lembaga pembiayaan) membiayai atau membelikan
kebutuhan barang atau investasi nasabah dan menjual kepada pembeli
23
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 138-139. 24
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan
Praktis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 43. 25
Jaih Mubarok dan Hasanudin, Fikih Mu’amalah Maliyyah Prinsip-Prinsip Perjanjian,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2017), h. 18.
26
(nasabah) dengan harga asal ditambah keuntungan yang disepakati.
Pembayarannya dapat dilakukan sekaligus atau tunai pada saat jatuh
tempo atau dengan cicilan (angsuran).
2. Landasan Hukum Murabahah
Dasar hukum yang dapat dijadikan dasar penerapan jual beli
murabahah, sebagai berikut:
1) Al-Qur‟an
Al-Qur‟an tidak memuat acuan langsung berkenaan dengan
murabahah, walaupun ada beberapa acuan di dalamnya untuk menjual,
keuntungan, kerugian, dan perdagangan. Dalil diperbolehkan jual beli
murabahah dapat dipahami dari keumuman dalil diperbolehkannya
jual beli. Murabahah jelas-jelas bagian dari jual beli, dan jual beli
secara umum diperbolehkan. Berdasarkan hal ini, maka dasar hukum
diperbolehkannya jual beli murabahah berdasarkan ayat-ayat jual
beli.26
1) Q.S. An-Nisa (4): 29:
/ (٩٩: ٤)الىساء
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
26
Imam Mustofa, Fiqh Mua’amalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 68-69.
27
Maksud dari ayat di atas adalah melarang untuk melakukan
transaksi jual beli dengan cara yang tidak baik (haram) dan tidak
dibenarkan oleh syariat Islam. Jika ingin memperoleh harta
dengan cara perniagaan ataupun transaksi jual beli harus
berdasarkan kerelaan hati masing-masing pihak dan suka sama
suka sehingga tidak ada paksaan dalam melakukan transaksi
tersebut. Serta tidak melakukan hal-hal yang dilarang yaitu
membunuh diri, baik membunuh diri sendiri maupun saling
membunuh. Ayat di atas menganjurkan untuk melakukan transaksi
jual beli dengan jalan yang dihalalkan dan atas dasar suka sama
suka.
2) Q.S. Al-Baqarah (2): 275:
… … / (٩٧٢: ٩)البقرة
Artinya: “…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba…”
Maksud dari ayat di atas adalah Allah memperbolehkan jual
beli dalam hal ini jual beli dengan cara murabahah yang mana
dalam jual beli ini, penjual memberi tahu kepada pembeli tentang
harga pokok dan keuntungannya terlebih dahulu dan melarang
untuk melakukan transaksi jual beli yang di dalamnya terdapat
riba karena riba merupakan perbuatan yang sangat dilarang dan
mereka yang melakukannya akan menjadi penghuni neraka dan
kekal di dalamnya.
3) QS. Al-Baqarah (2): 280:
/ (٩٨٢: ٩)البقرة
28
Artinya: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran,
maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu Mengetahui.”
Maksud dari ayat di atas adalah jika ada orang yang kesulitan
membayar hutang, berilah tenggang waktu kepada orang tersebut
sampai betul-betul mampu untuk membayarnya. Pembiayaan
murabahah merupakan pembiayaan yang dilaksanakan untuk
pengadaan obyek barang tertentu yang dapat dilakukan secara
mengangsur atau secara tangguh. Bila nasabah sedang mengalami
kemampuan financial yang buruk maka berilah waktu ketika tiba
masa pelunasan sampai betul-betul mampu.
b. Al-Hadits
Tidak ada hadis yang memiliki acuan langsung kepada
murabahah. Para ulama awal Islam seperti Malik dan Syafi‟i secara
secara khusus menyatakan bahwa penjualan murabahah berlaku,
tetapi tidak menyebutkan referensi hadis yang jelas.27
1) Dalil Hadis
ح ا ل ص ه ب د او د ه ع ىل ق ي ي ر ذ خ ال ذ ي ع ا س ب أ ت ع م س ا ل ق ً ي ب أ ه ع ً و ذ م ال
)رواي ابه اض ر ت ه ع ع ي ب ا ال م و : ا ل اق صلً للا عليً و سلم للا ل ى س ر ا ل ق
(ما جً وصحً ابه حبان
“Dari Daud ibn Shalih al-Madani yang diterima dari bapaknya
ia berkata: Saya mendengar Abu Said al-Khudri mengatakan
bahwa Rasulullah SAW berkata, “Sesungguhnya jual beli itu
27
Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 124.
29
harus dilakukan suka sama suka”. (HR. Ibnu Majah, dan dinilai
shahih oleh Ibnu Hibban).28
Maksud dari hadis tersebut adalah dalam melakukan transaksi
jual beli dalam hal ini yaitu pembiayaan murabahah harus di
dasari suka sama suka. Pembiayaan murabahah yang dilakukan
untuk membantu nasabah untuk pengadaan obyek barang tertentu
dimana penjual menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
2) Murabahah juga berlandaskan pada Sabda Rasulullah SAW. yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah Nomor. 2289:
ى ي للا ع ض ه ي ب ر ه س لً ً أ ن الىب ع ل م ق ال : ث ال ث ف ي ه ه ي ص س ً و ل ي للا ع
ب ي ع ي ر ل ل ب ي ت ال ل ل ع ل ط ال ب ر ب الش خ ت و ض ق ار ا لم ل و ت : ا ل ب ي ع إ لً أ ج ك ا لب ر
)رواي ابه ما جً(
Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tiga
hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara
tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum
dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.” (HR
Ibnu Majah).29
Maksud dari hadis tersebut adalah adanya suatu keberkahan
didalam 3 hal, salah satunya yaitu adalah menjual dengan
pembayaran tangguh (murabahah). Karena didalam murabahah
terdapat unsur saling tolong menolong, dan saling mempermudah
kepada orang yang membutuhkan pengadaan obyek tertentu
dengan cara pembayaran tangguh atau secara berangsur.
c. Pengaturan dalam Hukum Positif
28
Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid Al-Qazuwaini wa Majah, Sunan Ibn Majah, Juz 7,
(Kairo: Mawqi‟ Wizarah al-Auqaf al-Mishriyah, t.th), hlm. 10, hadis ke-2269. 29
Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar
el-marefah, 2005), Juz 3, h. 79-80.
30
1) Pasal 19 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah yang mengatur mengenai kegiatan usaha Bank
Umum Syariah yang salah satunya adalah pembiayaan
murabahah;
2) PBI Nomor 9/19/PBI/2007 jo. PBI Nomor 10/16/PBI/2008
tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan
Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa
Bank Syariah;
3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah;
4) Ketentuan pembiayaan murabahah dalam praktik perbankan
syariah di Indonesia dijelaskan dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah.30
3. Rukun dan Syarat Murabahah
Perangkat hukum perjanjian dalam syariah Islam adalah terpenuhinya
rukun dan syarat dari suatu akad. Rukun adalah unur esensial yang
mutlak harus ada dalam akad atau transaksi, sedangkan syarat adalah
unsur yang harus ada untuk melengkapi rukun.
Apabila rukun tidak terpenuhi maka akad tersebut tidak sah dan dapat
dibatalkan. Dalam hal rukun yang tidak terpenuhinya menyangkut objek
akad, yaitu objek akad tersebut yang diharamkan oleh Hukum Islam,
maka akad tersebut batal demi hukum. Sedangkan dalam hal rukun-rukun
lainnya dan syarat-syarat tidak terpenuhi, maka akad tersebut bukan batal
demi hukum, tetapi tidak sah dan dapat dimintakan pembatalan.31
Berikut
rukun dan syarat dalam melakukan pembiayaan dengan akad Murabahah.
30
Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah pada Perbankan Syariah, h.
29. 31
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 27.
31
a. Rukun Murabahah
1) Pihak yang berakad:
Penjual (ba‟i)
Penjual adalah pihak yang memiliki objek barang yang
diperjualbelikan.
Pembeli (musytari)
Pihak-pihak yang melakukan akad merupakan faktor utama
pembentukan suatu perjanjian. Pihak-pihak yang melakukan akad
ini, fiqh pada awalnya lebih menunjukkan kepada perseorangan
dan tidak dalam bentuk badan hukum. Namun sesuai dengan
perkembangan, pihak-pihak yang melakukan akad ini tidak saja
berupa orang perseorangan (al-ahwal al-syakhsiyyah/natuurlijk
persoon), tetapi juga berbentuk badan hukum (al-syakhsiyyah al-
i’tibariyyah atau al-syakshiyyah al-hukmiyyah/rechpersoon).32
2) Objek yang diakadkan:
Mahal aqd adalah objek akad atau benda-benda yang dijadikan
akad yang betuknya tampak dan membekas. Objek akad ini sering
disebut dengan prestasi, yaitu apa yang menjadi kewajiban dari
satu pihak dan apa yang menjadi hak bagi pihak lain. prestasi ini
bisa berupa perbuatan positif maupun negatif. Bentuknya dapat
berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat
sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).33
Dalam akad Murabahah
yang merupakan akad jual beli, objek yang diakadkan yaitu antara
lain berupa:
32
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, h. 31. 33
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, h. 35.
32
Barang yang diperjualbelikan yaitu suatu barang yang
diperlukan nasabah dan lembaga pembiayaan membelinya dan
menjual kembali kepada nasabah.
Harga yaitu harga pembelian barang yang diperlukan nasabah
dan lembaga pembiayaan menyatakan jumlah keuntungan
yang akan diambil.
3) Sighat
Shighat al-aqd adalah cara bagaimana pernyataan pengikatan diri
itu dilakukan. Dalam literatur fiqh, shighat al-aqd biasanya
diwujudkan dalam bentuk ijab dan kabul.
Serah (Ijab) yaitu penyerahan suatu barang dari pihak lembaga
pembiayaan kepada pihak nasabah
Terima (Qabul) yaitu pernyataan penerimaan pihak nasabah
terhadap suatu barang yang diperlukannya kepada pihak bank.
Dari rukun akad diatas, secara umum memiliki kesamaan dengan
ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian dalam KUH Perdata.
Pasal 1320 KUH Perdata menetapkan syarat sahnya perjanjian,
yaitu:34
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3) Suatu hal tertentu; dan
4) Suatu sebab yang halal.
Yang dimaksud dengan sepakat mereka yang mengikatkan diri
adalah bahwa apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu disetujui
atau disepakati oleh pihak yang lain.
Mengenai kecakapan, pada dasarnya setiap orang adalah cakap
untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak
34
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, h. 39.
33
dinyatakan tak cakap (Pasal1329 KUH Perdata). Tak cakapnya
seseorang untuk membuat suatu perjanjian adalah (a) orang yang
belum dewasa, (b) mereka yang ditaru di bawah pengampuan, (c)
orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan undang-
undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-
undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu (Pasal
1330 KUH Perdata).
Menurut ketentuan Pasal 330 KUH Perdata, orang belum dewasa
adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu
tahun, dan tidak lebih dahulu menikah. Anak yang belum dewasa
harus diwakili oleh orang tuanya. Hal tertentu yaitu hanya barang-
barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu
perjanjian (Pasal 1332 KUH Perdata).
Sementara itu, suatu sebab (orzaak) yang halal (legal) maksudnya
apa yang menjadi tujuan bersama atau apa yang dikerjakan para pihak
yang mengadakan perjanjian tersebut bukan hal yang dilarang oleh
undang-undang, tidak bertentangan dengan kepentingan umum, dan
tidak melanggar kesusilaan. Suatu perjanjian tanpa sebab atau yang
telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak
mempunyai kekuatan (Pasal 1335 KUH Perdata). Suatu sebab adalah
terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila
berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum (Pasal 1337
KUH Perdata).
Syarat nomor 1 dan 2 merupakan “syarat subjektif”, sedangkan
syarat nomor 3 dan 4 disebut “syarat objektif”. Dari empat syarat
diatas, apabila tidak terpenuhi rukun tersebut berupa syarat subjektif
maka perjanjian dapat dibatalkan. Apabila tidak terpenuhi rukun
34
tersebut mengenai syarat objektif, maka perjanjian tersebut batal demi
hukum.35
b. Syarat Murabahah
1) Pihak yang berakad:
Sebagai keabsahan suatu perjanjian (akad) para pihak harus
cakap hukum
Sukarela dan tidak dibawa tekanan (terpaksa/dipaksa)
2) Objek yang diperjualbelikan:
Barang yang diperjualbelikan tidak termasuk barang yang
dilarang (haram), dan bermanfaat serta tidak menyembunyikan
adanya cacat barang
Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad
Sesuai spesifikasinya antara yang diserahkan penjual dan yang
diterima pembeli
Penyerahan dari penjual ke pembeli dapat dilakukan
3) Sighat:
Harus jelas secara spesifik (siapa) para pihak yang berakad
Antara ijab qabul harus selaras dan transparan baik dalam
spesifikasi barang (penjelasan fisik barang) maupun harga
yang disepakati (memberitahu biaya modal kepada pembeli).
Tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan
keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang.36
Selain syarat-syarat yang telah disebutkan di atas, terdapat 5
syarat khusus dalam setiap transaksi pembiayaan murabahah yang
harus dipenuhi, yaitu:
35
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, h. 40. 36
Ahmad Subagyo, Manajemen Operasi Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Jakarta: Penerbit
Mitra Wacana Media, 2015), h. 37.
35
1) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3) Kontrak harus bebas dari riba.
4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas
barang sesudah pembelian.
5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.37
4. Ciri-ciri Pokok Pembiayaan Murabahah
Bentuk pembiayan murabahah memiliki beberapa ciri/elemen dasar,
dan yang paling utama adalah bahwa barang dagangan harus tetap dalam
tanggungan bank selama transaksi antara bank dan nasabah belum
diselesaikan. Ciri/elemen pokok pembiayaan murabahah selengkapnya
menurut Usmani (1999) adalah sebagai berikut.
a. Pembiayaan murabahah bukan pinjaman yang diberikan dengan
bunga. Pembiayaan murabahah adalah jual beli komoditas dengan
harga tangguh yang termasuk margin keuntungan di atas biaya
perolehan yang disetujui bersama.
b. Sebagai bentuk jual beli, dan bukan bentuk pinjaman, pembiayaan
murabahah harus memenuhi semua syarat-syarat yang diperlukan
untuk jual beli yang sah.
c. Murabahah tidak dapat digunakan sebagai bentuk pembiayaan,
kecuali ketika nasabah memerlukan dana untuk membeli suatu
komoditas/barang.
d. Pemberi pembiayaan harus telah memiliki komoditas/barang sebelum
dijual kepada nasabahnya.
37
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2001), h. 102.
36
e. Komoditas/barang harus dalam penguasaan pemberi pembiayaan
secara fisik atau konstruktif, dalam arti bahwa risiko yang mungkin
terjadi pada komoditas tersebut berada di tangan pemberi pembiayaan
meskipun untuk jangka waktu yang pendek.
f. Cara terbaik untuk ber-murabahah, yang sesuai syariah, adalah bahwa
pemberi pembiayaan membeli komoditas dan menyimpan dalam
kekuasaannya atau membeli komoditas melalui orang ketiga sebagai
agennya sebelum menjual kepada nasabah. Namun demikian, dalam
kasus perkecualian, ketika pembelian ke supplier tidak praktis,
diperbolehkan bagi pemberi pembiayaan untuk memanfaatkan
nasabah sebagai agen untuk membeli komoditas atas nama pemberi
pembiayaan. Dalam kasus ini, nasabah pertama membeli
komoditas/barang yang diperlukannya atas nama pemberi pembiayaan
dan mengambil alih penguasaan barang. Selanjutnya nasabah
membeli komoditas/barang tersebut dari pemberi pembiayaan dengan
harga tangguh. Penguasaan atas komoditas/barang oleh nasabah
dalam keadaan pertama adalah dalam kapasitasnya sebagai agen dari
pemberi pembiayaan. Dalam kapasitas ini, nasabah hanyalah sebagai
trustee, sedangkan kepemilikan dan risiko komoditas/barang tersebut
berada di tangan pemberi pembiayaan. Akan tetapi, ketika nasabah
membeli komoditas/barang tersebut dari pemberi pembiayaan, maka
kepemilikan dan risiko beralih ke tangan nasabah.
g. Jual beli tidak dapat berlangsung kecuali komoditas/barang telah
dikuasai oleh penjual, tetapi penjual dapat berjanji untuk menjual
meskipun barang belum berada dalam kekuasaannya. Ketentuan ini
berlaku juga untuk murabahah.
h. Sejalan dengan prinsip-prinsip yang telah dikemukakan di atas,
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat menggunakan murabahah
37
sebagai bentuk pembiayaan dengan mengadopsi prosedur sebagai
berikut.
(1) Nasabah dan LKS menandatangani perjanjian umum ketika LKS
berjanji untuk menjual dan nasabah berjanji untuk membeli
komoditas/barang tertentu dari waktu ke waktu pada tingkat
margin tertentu yang ditambahkan dari biaya perolehan barang.
Perjanjian ini dapat menetapkan batas waktu fasilitas pembiayaan
ini.
(2) Ketika komoditas tertentu dibutuhkan oleh nasabah, LKS
menunjuk nasabah sebagai agennya untuk membeli komoditas
dimaksud atas nama LKS, dan perjanjian keagenan ditandatangani
kedua belah pihak.
(3) Nasabah membeli komoditas/barang atas nama LKS dan
mengambil alih penguasaan barang sebagai agen LKS.
(4) Nasabah menginformasikan kepada LKS bahwa dia telah membeli
komoditas/barang atas nama LKS, dan pada saat yang sama
menyampaikan penawaran untuk membeli barang tersebut dari
LKS.
(5) LKS menerima penawaran tersebut dan proses jual beli selesai
ketika kepemilikan dan risiko komoditas/barang telah beralih ke
tangan nasabah.
Kelima tahapan di atas diperlukan untuk menghasilkan
murabahah yang sah. Jika LKS membeli komoditas/barang langsung
dari supplier (hal ini lebih disukai), maka perjanjian keagenan tidak
diperlukan. Dalam hal ini, tahap kedua tidak diperlukan dan tahap
ketiga LKS akan membeli komoditas/barang langsung dari supplier,
dan tahap keempat nasabah menyampaikan penawaran untuk membeli
komoditas/barang tersebut.
38
Bagian paling esensial dari transaksi ini adalah kepemilikan dan
risiko barang harus tetap berada di tangan LKS selama periode antara
tahap tiga dan tahap lima.
Inilah satu-satunya ciri murabahah yang membedakannya dari
transaksi berbasis bunga. Oleh karena itu, hal ini harus diperhatikan
dan dilaksanakan benar-benar dengan segala konsekuensinya. Apabila
tidak demikian, transaksi murabahah tidak sah menurut syariah.
k. LKS dapat meminta nasabah untuk menyediakan keamanan sesuai
permintaan untuk pembayaran yang tepat waktu dari harga tangguh.
LKS juga dapat meminta nasabah untuk menandatangani promissory
note „nota kesanggupan‟ atau bill of exchange, sesudah jual beli
dilaksanakan, yaitu setelah selesai tahap kelima. Alasannya adalah
bahwa promissory note ditandatangani oleh debitur untuk kepentingan
kreditur, tetapi hubungan antara debitur dan kreditur, antara nasabah
dan LKS baru ada pada tahap kelima ketika jual beli yang sebenarnya
terjadi di antara mereka.
l. Jika terjadi default „wanprestasi‟ oleh pembeli (nasabah) dalam
pembayaran yang jatuh waktu, harga tidak boleh dinaikkan. Namun
demikian, jika dalam perjanjian awal disepakati bahwa nasabah harus
memberikan donasi (infaq) kepada lembaga sosial, maka nasabah
harus memenuhi janji tersebut. Uang ini tidak boleh diambil sebagai
penghasilan LKS, tetapi harus disalurkan ke kegiatan atau lembaga
sosial atas nama nasabah.38
5. Jenis-jenis Pembiayaan Murabahah
Jenis-jenis pembiayaan murabahah dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
macam, yaitu:39
38
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 85 – 88. 39
Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), h. 37-38.
39
a. Murabahah tanpa pesanan
Murabahah tanpa pesanan, maksudnya ialah ada yang pesan atau
tidak ada yang pesan, ada yang beli atau tidak ada yang beli, bank
syariah menyediakan barang dagangannya. Penyediaan barang pada
murabahah ini tidak terpengaruh atau terkait langsung dengan ada
tidaknya pesanan atau pembeli.
b. Murabahah berdasarkan pesanan
Murabahah berdasarkan pesanan, maksudnya bank syariah baru
akan melakukan transaksi murabahah atau jual beli apabila ada
nasabah yang memesan barang sehingga penyediaan barang baru
dilakukan jika ada pesanan. Murabahah berdasarkan pesanan dapat
dibedakan menjadi (a) Murabahah berdasarkan pesanan dan mengikat,
maksudnya apabila telah pesan harus dibeli, dan (b) Murabahah
berdasarkan pesan dan bersifat tidak mengikat, maksudnya walaupun
nasabah telah memesan barang, tetapi nasabah tidak terikat, nasabah
dapat menerima atau membatalkan barang tersebut.
C. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu
Setelah melakukan tinjauan (review) dari penelitian-penelitian
sebelumnya, penulis mendapatkan kajian lain yang membahas tentang
pemetaan yaitu skripsi yang ditulis oleh Rizki Amalia Fauroza dari Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta pada tahun 2017 yang
berjudul “Pemetaan Judul Skripsi tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pembiayaan Akad Murabahah Bermasalah dan Strategi Penyelesaian yang
Dilakukan Lembaga Keuangan Syariah” penelitian ini melakukan pemetaan
terhadap judul skripsi yang membahas faktor-faktor yang mempengaruhi
pembiayaan murabahah bermasalah dan model penyelesaian yang digunakan
oleh lembaga keuangan syariah dalam menyelesaikan pembiayaan murabahah
bermasalah dan strategi yang digunakan oleh masing-masing lembaga
40
keuangan syariah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun
hasil penelitian menyatakan faktor internal pembiayaan bermasalah paling
banyak yaitu account officer yang lalai, sedangkan faktor eksternal penyebab
pembiayaan yaitu kelemahan kemampuan mitra pembiayaan dalam
membiayakan pembiayaanya. Perbedaan skripsi ini dengan skripsi penulis
terletak pada sumber data dan objek penelitian, dalam skripsi ini sumber data
diperoleh dari judul skripsi yang membahas tentang Pembiayaan Akad
Murabahah Bermasalah, sedangkan skripsi yang penulis bahas sumber data
yang digunakan untuk melakukan pemetaan diperoleh dari putusan
pengadilan agama tentang sengketa pembiayaan murabahah dengan
menganalisis pokok masalah yang menyebabkan terjadinya sengketa.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
dengan metode content analysis (analisis isi). Content analysis didefinisikan
sebagai cara mencari makna materi tertulis atau visual dengan cara alokasi isi
sistematis ke kategori terinci yang telah ditentukan sebelumnya dan kemudian
menghitung dan menginterpretasikan hasilnnya.1Adapun Suharsimi Arikunto
menjelaskan bahwa metode penelitian analisis isi atau analisis dokumen
adalah metode penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang
didokumentasikan dalam rekaman, baik gambar, tulisan, atau bentuk rekaman
lainnya.2 Dalam buku Meleong yang dikutip oleh Soejono dan Abdurrahman
dikemukakan rumusan beberapa pakar mengenai content analysis (kajian isi).
Weber menyatakan kajian isi adalah metodologi penelitian yang
memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih
dari sebuah buku atau dokumen. Definisi berikutnya dikemukakan oleh
Krippendorff, yaitu kajian isi adalah teknik penelitian yang dimanfaatkan
untuk menarik kesimpulan yang replikatif dan sahih dari data atas dasar
konteksnya. Holsti memberi definisi kajian isi adalah teknik apa pun yang
digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik
pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis.3
Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan analisis isi terhadap
dokumen berupa putusan pengadilan agama tentang sengketa pembiayaan
murabahah untuk mencari dan mengumpulkan data-data yang berkaitan
dengan masalah yang akan diteliti.
1 Samiaji Sarosa, Penelitiann Kualitatif: Dasar-Dasar, (Jakarta: PT Indeks, 2012), h. 70.
2 Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h.
80. 3 Soejono, dan Abdurrahman, Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Terapan, (Jakarta: PT
Rineka Cipta dan PT Bina Adiaksara, 2005), h. 13.
42
B. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat kepustakaan
(library research) yang menghasilkan data deskriptif. Penelitian kualitatif
adalah metode penelitian ilmu-ilmu sosial yang mengumpulkan dan
menganalisis data berupa kata-kata (lisan maupun tulisan) dan perbuatan-
perbuatan manusia.4
Sedangkan library research yaitu penelitian yang
dilakukan dengan melakukan kajian terhadap literatur, penelitian sebelumnya,
jurnal dan sumber-sumber lainnya. Dengan semakin canggihnya teknologi
informasi, maka penelitian jenis ini saat ini tidak harus dilakukan di
perpustakaan secara fisik, tetapi dapat dilakukan dari lokasi mana saja dengan
memanfaatkan internet sebagai media untuk mencari informasi dan data.5
Dalam penelitian ini, penulis melakukan penulusuran pustaka untuk
memperoleh data objek penelitian dalam bentuk dokumen. Dokumen tersebut
berupa putusan-putusan lembaga peradilan yakni pengadilan agama, yang
didapat dengan cara mengakses Direktori Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia.
C. Data Penelitian
Data adalah satuan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab masalah
penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
yaitu data yang diperoleh dari lembaga atau institusi tertentu.6
Dalam
penelitian ini, penulis mendapatkan data penelitian yang berasal dari
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia berupa putusan
pengadilan agama tentang sengketa pembiayaan murabahah. Semua data
yang diperoleh kemudian dianalisis dan diolah sehingga menjadi
4 Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian
Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), h. 13. 5 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Penerbit Graha
Ilmu, 2006), h. 18. 6 Bagong Suyanto, dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan,
(Jakarta: Kencana, 2015), h. 55.
43
pengelompokkan data mengenai putusan pengadilan agama tentang sengketa
pembiayaan murabahah, yang nantinya akan digunakan untuk menjawab
permasalahan yang ada.
D. Sumber Data
Sumber data adalah sumber dari mana data berasal.7 Sebagai penelitian
kepustakaan (library research), maka sumber data dalam penelitian ini adalah
data-data kepustakaan berupa bahan-bahan tertulis yang dikumpulkan dengan
cara mencari, memilih dan menganalisis data-data literatur yang berkaitan
dengan permasalahan. Adapun sumber data dalam penelitian terdiri atas dua
bagian, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek yang akan
diteliti.8 Dalam penelitian ini sumber data primer yaitu dokumen berupa
putusan-putusan yang diterbitkan oleh pengadilan agama mengenai
sengketa ekonomi syariah dalam pembiayaan murabahah pada tahun 2013
sampai dengan tahun 2017.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data atau informasi yang diperoleh dari sumber lain
yang mungkin tidak berhubungan langsung dengan penelitian. Sumber
data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari kajian sebagai
pendukung data primer, seperti melalui jurnal, surat kabar, buku-buku,
dan publikasi lainnya.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, teknik
pengumpulan data yang digunakan penulis yaitu:
7 Tommy Hendra Purwaka, Metodologi Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya,
2007), h. 72. 8 Bagong Suyanto, dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan, h.
55.
44
1. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang ditujukan
kepada subyek penelitian.9 dengan klasifikasi bahan-bahan tertulis atau
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang akan
diteliti. Dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah berupa
putusan-putusan pengadilan agama mengenai sengketa pembiayaan
murabahah yang diperoleh dari beberapa pengadilan agama. Teknik studi
dokumentasi dilakukan dengan meneliti dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan objek penelitian, yakni pokok masalah dalam putusan
sengketa pembiayaan murabahah.
2. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan melakukan kajian terhadap teori yang berkaitan dengan penelitian,
penulis akan mengumpulkan informasi dari kepustakaan terkait dengan
masalah yang diteliti. Adapun informasi ini dapat diperoleh dari buku-
buku ilmiah, jurnal, laporan hasil penelitian, sumber-sumber tertulis
lainnya yang sesuai baik tercetak maupun elektronik.
F. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah putusan pengadian agama mengenai
pokok masalah yang menjadi penyebab adanya gugatan pada sengketa
pembiayaan murabahah.
G. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data merupakan kegiatan lanjutan setelah
pengumpulan data dilaksanakan. Data yang telah didapatkan kemudian diolah
yaitu dengan melakukan tahapan – tahapan berikut ini :
9
Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004), h. 101.
45
1. Seleksi data terlebih dahulu, setelah memperoleh data-data dan bahan
yang ada, dilakukan pemeriksaan agar tidak terjadi kekeliruan. Data yang
dibutuhkan yaitu dokumen berupa putusan hanya mengenai sengketa
pembiayaan murabahah.
2. Memeriksa dan meneliti isi dokumen-dokumen yang telah terkumpul
mengenai masalah yang berkaitan dengan objek penelitian, serta membuat
daftar putusan berdasarkan cakupannya seperti, nama pengadilan agama,
nomor perkara dan para pihak, tanggal putus, pokok masalah, jenis
putusan.
3. Mengolah data, data diolah dengan cara memetakannya menggunakan
pola tabel dengan melakukan klasifikasi atau pengelompokkan dalam
bentuk dan jenis tertentu. Setelah itu data dianalisis untuk mendapatkan
hasil analisis yang dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan pada
rumusan masalah.
H. Teknik Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan penelitian ini
mengacu pada Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Data
1. Deskripsi Sampel Data Penelitian dan Cara Mendapatkan Data
Penelitian
Putusan pengadilan agama yang penulis dapatkan sebagai sampel data
dalam penelitian ini yaitu berjumlah 37 putusan. Putusan tersebut berasal
dari 22 pengadilan agama yang menangani perkara sengketa pembiayaan
murabahah yang diputus pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2017.
Penulis mendapatkan data penelitian dengan cara mengakses Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang merupakan sistem
berbasis situs web yang dimiliki oleh Kepaniteraan Mahkamah Agung
untuk mempublikasikan putusan Mahkamah Agung dan seluruh putusan
pengadilan termasuk pengadilan agama. Dalam mengumpulkan data
penelitian, terdapat kesulitan yang dihadapi penulis misalnya seperti tidak
adanya file putusan yang dilampirkan pada direktori karenanya putusan
tersebut tidak bisa di download, sehingga untuk memastikan putusan
tersebut mengenai sengketa pembiayaan murabahah penulis menelusuri
website masing-masing pengadilan agama dan mencarinya di SIPP
(Sistem Informasi Penulusuran Perkara). Berikut penulis sajikan secara
rinci masing-masing jumlah putusan yang didapatkan dari hasil pencarian
pada direktori putusan yang berasal dari 22 pengadilan agama :
47
Tabel 4.1.
Pengelompokkan Sampel Data Penelitian Berdasarkan Sebaran
Pengadilan Agama Tahun 2013 - 2017
No. Nama Pengadilan Agama Jumlah
Putusan Persentase
1 Pengadilan Agama Jaksel 2 5%
2 Pengadilan Agama Bogor 1 3%
3 Pengadilan Agama Kebumen 1 3%
4 Pengadilan Agama Badung 1 3%
5 Pengadilan Agama Banjarbaru 1 3%
6 Pengadilan Agama Muara Enim 1 3%
7 Pengadilan Agama Bantul 7 19%
8 Pengadilan Agama Purwokerto 3 8%
9 Pengadilan Agama Purbalingga 4 11%
10 Pengadilan Agama Malang 1 3%
11 Pengadilan Agama Mentok 1 3%
12 Pengadilan Agama Klaten 3 8%
13 Pengadilan Agama Bukittinggi 1 3%
14 Pengadilan Agama Sukoharjo 1 3%
15 Pengadilan Agama Sleman 2 5%
16 Pengadilan Agama Pekalongan 1 3%
17 Pengadilan Agama Jember 1 3%
18 Pengadilan Agama Tanjung
Karang 1 3%
19 Pengadilan Agama Makassar 1 3%
20 Pengadilan Agama Yogyakarta 1 3%
21 Pengadilan Agama Medan 1 3%
22 Pengadilan Agama Gorontalo 1 3%
Jumlah 37 100%
Sumber: Diolah dari Data Penelitian
48
Tabel 4.1. diatas memberikan informasi bahwa dari beberapa
pengadilan agama, sampel data putusan mengenai sengketa pembiayaan
murabahah yang paling banyak ditemukan berasal dari Pengadilan Agama
Bantul. Penulis menemukan sampel data putusan sebanyak 7 putusan atau
19% dari 37 putusan pada 22 pengadilan agama, yang artinya Pengadilan
Agama Bantul sudah lebih banyak menerima dan menangani gugatan
sengketa pembiayaan pada akad Murabahah dibandingkan dengan
pengadilan agama yang lainnya. Dari 7 putusan tersebut seluruhnya
merupakan sengketa antara Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dengan
nasabahnya.
2. Pemetaan Putusan Sengketa Pembiayaan Murabahah berdasarkan
Tahun Putusan
Sejak tanggal 20 Maret 2006 telah ada reformasi di bidang Peradilan
Agama, dimana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama diadakan perubahan dengan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006. Perubahan Undang-Undang Peradilan Agama pada tahun
2006 memberikan konsekuensi kepada pengadilan agama dengan
diberikannya kewenangan untuk menerima, memeriksa, dan
menyelesaikan perkara perdata berupa sengketa ekonomi syariah.1
Perkara mengenai sengketa ekonomi syariah yang diselesaikan di
pengadilan agama masih sangat sedikit jumlahnya dibandingkan dengan
perkara lainnya. Tetapi seiring berjalannya waktu, jumlah perkara
ekonomi syariah yang masuk ke pengadilan agama dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan meskipun tidak signifikan. Berdasarkan data
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama pada
tahun 2011 tercatat jumlah perkara ekonomi syariah yang diterima oleh
1
Ikhsan Al Hakim, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama”,
Pandecta, Volume 9, Nomer 2, 2014, h. 270.
49
pengadilan agama hanya sebanyak 5 perkara ekonomi syariah dan telah
diputus sebanyak 2 perkara. Pada tahun 2012 tercatat jumlah perkara
ekonomi syariah yang diterima oleh pengadilan agama tercatat 31
perkara ekonomi syariah dan telah diputus sebanyak 24 perkara. Tahun
2014 perkara ekonomi syariah yang diterima sebanyak 102 perkara
dengan perkara sisa pada tahun sebelumnya 20 perkara, sehingga total
122 perkara dan telah diputus sebanyak 68 perkara. Pada tahun 2015
perkara ekonomi syariah yang diterima oleh pengadilan tingkat pertama
sebanyak 102 perkara dan telah diputus sebanyak 41 perkara. Pada tahun
2017 perkara ekonomi syariah yang diterima sebanyak 184 perkara
dengan perkara sisa pada tahun sebelumnya 70 perkara, sehingga total
254 perkara dan telah diputus sebanyak 118 perkara.2
Dalam penelitian ini, penulis telah mengumpulkan 37 putusan perkara
ekonomi syariah yang hanya terfokus pada putusan sengketa pembiayaan
yang dilakukan dengan akad Murabahah. Penelitian ini memasukkan 5
tahun, maksudnya adalah data putusan yang dikumpulkan untuk
penelitian dimulai dari tahun 2013 sampai tahun 2017 saja. Berikut akan
disajikan data putusan sengketa pembiayaan Murabahah berdasarkan
tahunnya dalam bentuk tabel dibawah ini.
Tabel 4.2.
Pengelompokkan Data Penelitian Berdasarkan Tahun Putusan
No. Tahun Jumlah
1. 2013 1
2. 2014 7
3. 2015 4
4. 2016 5
5. 2017 20
Jumlah 37
Sumber: Diolah dari Data Penelitian
2 https://badilag.mahkamahagung.go.id/laptah/laptah/laptah
50
Dapat dilihat dari tabel 4.2. diatas bahwa, jumlah putusan pengadilan
agama pada tahun 2017 mempunyai jumlah paling banyak yakni
sebanyak 20 putusan. Hal ini berbanding cukup jauh dengan jumlah
putusan yang dihasilkan pada tahun-tahun sebelumnya, di tahun 2016
sebanyak 5 putusan, tahun 2015 sebanyak 4 putusan, tahun 2014
sebanyak 7 putusan, dan pada tahun 2013 hanya terdapat 1 putusan saja.
Selain dari ke lima tahun yang telah penulis ungkapkan, terdapat di
beberapa tahun lainnya yang menyediakan putusan mengenai sengketa
pembiayaan murabahah. Namun, penulis tidak menyertakan semua tahun
yang ada karena penelitian ini dimulai sejak tahun 2018.
3. Pemetaan Berdasarkan Dasar Gugatan
Dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah yang menghendaki
campur tangan pengadilan, maka harus mengajukan surat gugatan yang
ditandatangani oleh yang mengajukan gugatan tersebut atau kuasanya
yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan yang menguasai wilayah
hukum tempat tinggal lawannya atau tergugat. Jika surat gugatan tersebut
sudah diterima oleh pengadilan, maka pengadilan harus memanggil
pihak-pihak yang bersengketa itu untuk diperiksa hal-hal yang menjadi
pokok sengketa atas dasar gugatan yang mempunyai alasan hukum.
Adapun jenis-jenis gugatan yang lazim diajukan sebagai dasar gugatan di
pengadilan yaitu gugatan wanprestasi dan gugatan perbuatan melawan
hukum.
Menurut Yahya Harahap, gugatan wanprestasi dan perbuatan
melawan hukum terdapat perbedaan prinsip yaitu:3
1) Gugatan wanprestasi (ingkar janji)
3 Sofie Widyana P., “Jenis-jenis Gugatan Perkara Perdata yang Lazim Diajukan di Peradilan
Umum” artikel diakses pada 12 Oktober 2018 dari http://www.hukumacaraperdata.com/gugatan/jenis-
jenis-gugatan-perkara-perdata-yang-lazim-diajukan-di-peradilan-umum/
51
Ditinjau dari sumber hukumnya, wanprestasi menurut Pasal 1243
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) timbul dari
perjanjian (agreement). Oleh karena itu, wanprestasi tidak mungkin
timbul tanpa adanya perjanjian yang dibuat terlebih dahulu diantara
para pihak. Hak menuntut ganti kerugian karena wanprestasi timbul
dari Pasal 1243 KUH Perdata, yang pada prinsipnya membutuhkan
penyataan lalai dengan surat peringatan (somasi). KUH Perdata juga
telah mengatur tentang jangka waktu perhitungan ganti kerugian yang
dapat dituntut, serta jenis dan jumlah ganti kerugian yang dapat
dituntut dalam wanprestasi.
2) Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, perbuatan melawan hukum timbul
karena perbuatan seseorang yang mengakibatkan kerugian pada orang
lain. Hak menuntut ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum
tidak perlu somasi. Kapan saja terjadi perbuatan melawan hukum,
pihak yang dirugikan langsung mendapat hak untuk menuntut ganti
rugi tersebut. KUH Perdata tidak mengatur bagaimana bentuk dan
rincian ganti rugi. Dengan demikian, bisa digugat ganti kerugian yang
nyata-nyata diderita dan dapat diperhitungkan (material) dan kerugian
yang tidak dapat dinilai dengan uang (immaterial).
Agar pengugat dapat menuntut ganti kerugian berdasarkan perbuatan
melawan hukum, maka harus dipenuhi unsur-unsur yaitu:4
1) Harus ada perbuatan, yang dimaksud perbuatan ini baik yang bersifat
positif maupun bersifat negatif, artinya setiap tingkah laku berbuat
atau tidak berbuat, karena dengan melakukan tindakan tersebut
seseorang telah salah (dalam hukum). Ketidakbolehan untuk
4 Sofie Widyana P., “Jenis-jenis Gugatan Perkara Perdata yang Lazim Diajukan di Peradilan
Umum” artikel diakses pada 12 Oktober 2018 dari http://www.hukumacaraperdata.com/gugatan/jenis-
jenis-gugatan-perkara-perdata-yang-lazim-diajukan-di-peradilan-umum/
52
melakukan atau untuk berbuat sesuatu yang diperintahkan oleh hukum,
yang jika perbuatan yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan atau
untuk dibuat tersebut dilakukan, dan ternyata menimbulkan kerugian
pada orang lain, maka ia berkewajiban ganti kerugian terhadap pihak
yang telah dirugikan tersebut;
2) Perbuatan tersebut harus melawan hukum. Istilah melawan hukum
telah diartikan secara luas, yaitu tidak hanya melanggar peraturan
perundang-undangan tetapi juga dapat berupa:
a. Melanggar hak orang lain.
b. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.
c. Bertentangan dengan kesusilaan.
d. Bertentangan dengan kepentingan umum.
3) Adanya kesalahan;
4) Ada kerugian, baik materil maupun immaterial;
5) Adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan, melawan hukum
tersebut dengan kerugian.
Berikut tabel masing-masing jumlah putusan atas dasar gugatan yang
diajukan oleh pihak yang bersengketa:
Tabel 4.3.
Pengelompokkan Data Penelitian Berdasarkan Dasar Gugatan
No. Dasar Gugatan Jumlah Putusan
1. Wanprestasi/ingkar janji 23
2. Perbuatan melawan hukum 14
Jumlah 37
Sumber: Diolah dari Data Penelitian
Dapat dilihat pada tabel 4.3. diatas, dari jumlah keseluruhan sengketa
ekonomi syariah tentang pembiayaan murabahah para pihak yang
53
mengajukan gugatan atas dasar wanprestasi berjumlah 23 dan pihak yang
mengajukan gugatan atas dasar Perbuatan Melawan Hukum berjumlah 14.
Berdasarkan pengamatan pada putusan yang telah penulis dapatkan,
pihak yang mengajukan atas dasar wanprestasi sebagian besar
dikarenakan Tergugat sudah ingkar janji terhadap perjanjian yang telah
dilakukan dengan tidak atau lalai melaksanakan kewajibannya untuk
membayar angsuran, meskipun penggugat telah melakukan upaya
penagihan dengan pendekatan secara kekeluargaan dan sudah
memberikan somasi untuk mengingatkan. Adapun gugatan yang diajukan
atas dasar Perbuatan Melawan Hukum dikarenakan merasa perbuatan
tergugat telah melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian padanya
antara lain seperti pencantuman klausula baku yang diduga melanggar
pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, penarikan kendaraan tidak sesuai waktu yang
diperjanjikan, penafsiran harga jual jaminan yang dilakukan secara
sepihak tidak melalui perusahaan jasa penilai sebagaimana diatur dalam
pasal 36 PMK No.93/PMK.06/2010/Jo pasal 18 Perdirjen
No.03/KN/2010, pengajuan lelang agunan dengan objek tanah atas
proses hukum yang masih prematur, membelokkan prinsip-prinsip
perjanjian/akad pembiayaan murabahah ke perjanjian tentang fiducia,
melakukan pelaksanaan eksekusi lelang dimana penggugat masih
memiliki iktikad baik untuk membayar pinjaman dan jatuh tempo
pembayarannya pun masih berjalan, menjadikan BPKB mobil milik
penggugat sebagai jaminan hutang dalam melakukan akad pembiayaan
murabahah tanpa melibatkan pihak penggugat, melanggar prinsip syariah
yang telah diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun
2004 tentang Bunga (Interest/Fa‟idah).
54
4. Pemetaan Putusan Terhadap Isi Gugatan
Dilihat dari segi isinya terhadap gugatan/perkara, putusan dibagi
beberapa macam, diantaranya yaitu :
1) Putusan tidak menerima gugatan penggugat, yaitu gugatan
penggugat/permohonan pemohon tidak diterima karena tidak
terpenuhinya syarat formil maupun materil (putusan negatif).
2) Putusan menolak gugatan penggugat, yaitu putusan akhir yang
dijatuhkan setelah menempuh semua tahapan pemeriksaan, tetapi
ternyata dalil-dalil gugat tidak terbukti (putusan negatif).
Perbedaannya dengan gugatan tidak diterima adalah bahwa kalau
tidak diterima perkara pokoknya belum diperiksa, sedangkan apabila
ditolak perkara pokoknya sudah diperiksa dan setelah diperiksa
terbukti dalil gugatannya tidak beralasan atau tidak dapat dibuktikan
kebenarannya.
3) Putusan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan
menolak tidak menerima selebihnya, yaitu putusan akhir yang dalil
gugat ada yang terbukti dan ada pula yang tidak terbukti atau tidak
memulai syarat (putusan campuran positif dan negatif).
4) Putusan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya, yaitu putusan
yang terpenuhinya syarat gugat dan terbuktinya dalil-dalil gugat
(putusan positif).5
5) Putusan didamaikan, yaitu jika kedua belah pihak sepakat untuk
mengakhiri persengketaannya, dan hakim menjatuhkan putusan
perdamaian dalam akta perdamaian atau akta van vergelijke (pasal
154 ayat (2) R.Bg atau pasal 130 ayat (2) HIR).6
5 Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syar’iyah, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2009), h. 118. 6 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta:
Yayasan Al-Hikmah), 2001, h. 206.
55
Berdasarkan pengamatan yang telah penulis lakukan terhadap 37 data
putusan mengenai sengketa pembiayaan murabahah dari tahun 2013
sampai tahun 2017 yang dijadikan sampel penelitian dan telah
berkekuatan hukum tetap (inkracht), terdapat 5 kualifikasi putusan yang
masing-masing akan dirinci pada tabel berikut ini.
Tabel 4.4.
Pengelompokkan Data Penelitian Berdasarkan Putusan Isi Gugatan
No. Tentang Putusan Jumlah
Putusan Persentase
1. Tidak dapat diterima 9 24,32%
2. Ditolak 4 10,81%
3. Dikabulkan 16 43,24%
4. Dikabulkan sebagian 2 5,41%
5. Damai 6 16,22%
Jumlah 37 100,00%
Sumber: Diolah dari Data Penelitian
Dapat dilihat dari tabel 4.3. diatas, dari 37 putusan tersebut dapat
dikelompokkan menjadi 5 kualifikasi putusan, yakni:
1) Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (Niet
Onvankelijkeverklaard), sebanyak 24,32% (9 perkara);
2) Menolak gugatan penggugat, sebanyak 10,81% (4 perkara);
3) Mengabulkan gugatan penggugat, sebanyak 43,24% (16 perkara);
4) Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, sebanyak 5,41% (2
perkara);
5) Pengadilan agama menjatuhkan putusan perdamaian dengan
mengeluarkan akta perdamaian yang telah disepakati oleh para pihak
dan para pihak harus menaatinya, sebanyak 16,22% (6 perkara).
56
B. Pokok Masalah pada Sengketa Pembiayaan Murabahah di Pengadilan
Agama
Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap putusan – putusan
pengadilan agama, pokok masalah yang disengketakan pada pembiayaan
Murabahah dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
1) Pencantuman Klausula Baku
Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat
yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak
oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau
perjanian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.7 Klausula
baku biasanya dibuat oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat, yang
dalam kenyataan biasa dipegang oleh pelaku usaha. Isi klausula baku
sering kali merugikan pihak yang menerima klausula baku tersebut, yaitu
pihak konsumen karena dibuat secara sepihak. Bila konsumen menolak
klausula baku tersebut ia tidak akan mendapatkan barang ataupun jasa
yang dibutuhkan, karena klausula baku serupa akan ditemuinya di tempat
lain. Hal tersebut menyebabkan konsumen lebih sering setuju terhadap isi
klausula baku walaupun memojokkan. Bagi para pengusaha mungkin ini
merupakan cara mencapai tujuan ekonomi yang efisien, praktis, dan
cepat tidak bertele-tele. Tetapi bagi konsumen justru merupakan pilihan
yang tidak menguntungkan karena hanya dihadapkan pada suatu pilihan
yaitu menerima walaupun dengan berat hati.8
Dengan melihat kenyataan bahwa bargaining position konsumen
pada praktiknya jauh di bawah produsen dan pelaku usaha, maka
Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai ketentuan
perjanjian baku dan/atau pencantuman klausula baku dalam setiap
7 Pasal 1 Ayat 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pelindungan Konsumen
8 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h.
66.
57
dokumen atau perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha. Ini berarti
bahwa pada prinsipnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak
melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian baku, yang memuat
klausula baku atas setiap dokumen atau perjanjian transaksi perdagangan
barang dan/atau jasa, sepanjang klausula baku tersebut tidak
mencantumkan ketentuan sebagaimana dilarang dalam Pasal 18 Undang-
Undang Perlindungan Konsumen.9
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 18 ayat (1)
menjelaskan ketentuan tentang pencantuman klausula baku yang isinya
pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula
baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
konsumen;
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran;
e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual
beli jasa;
9Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 73.
58
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang
dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Lebih lanjut lagi, Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada
Pasal 18 ayat (2) juga melarang pelaku usaha mencantumkan klausula
baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca
secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Dan Setiap
klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen
atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum. Dengan amar bahwa
pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan
dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Adapun gugatan dengan pokok masalah pencantuman klausula
baku terdapat dalam putusan pada nomor perkara
259/Pdt.G/2013/PA.Bjb. Penggugat (Nasabah) merasa dirugikan tentang
pencantuman klausula baku pada perjanjian pembiayaan Murabahah
Nomor DJS/K/02/216/2012 tanggal 18 September 2012 untuk
pembiayaan pembelian rumah (KPR) dengan sistem syariah yang diduga
melanggar pasal 18 ayat 1 pada huruf d sampai f Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dikarenakan Penggugat
(Nasabah) adalah seorang muallaf (baru masuk Islam) sehingga
pemahaman tentang hukum syariat Islam masih belum bisa memahami
secara penuh dan pada saat penandatanganan perjanjian kredit secara
murabahah pun Penggugat tidak memahami isi dan tidak bisa mengubah
perjanjian kredit tersebut.
59
Selanjunya terdapat dalam putusan dengan nomor perkara
2623/Pdt.G/2013/PA.Kbm., Penggugat merasa perjanjian kredit dengan
Tergugat telah memenuhi klausula baku yang dilarang karena Tergugat
telah melampirkan dalam perjanjiannya seperti menyatakan tunduknya
Penggugat kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan
dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha hal
mana dilarang berdasarkan pada pasal 18 ayat 1 huruf (g) Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999. Dalam hal ini Penggugat merasa bahwa
Tergugat telah melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum.
2) Objek Murabahah yang Diperjanjikan
Objek murabahah merupakan suatu barang, benda atau hal lainnya
yang diperjanjikan dalam melakukan akad pembiayaan murabahah
diantara kreditur dan debitur. Sehingga dalam hal ini, terjadinya sengketa
disebabkan karena adanya permasalahan pada barang atau benda yang
menjadi objek murabahah yang diperjanjikan.
Adapun pokok masalah yang berkaitan dengan objek murabahah
yang diperjanjikan terdapat dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta
Selatan dengan nomor 2400/Pdt.G/2013/PA.JS. Merupakan perkara
gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh Penggugat
(Hj.Euis Komariah) yang merupakan Nasabah dari Tergugat (PT Trust
Finance Indonesia, Tbk Unit Syariah). Pada tanggal 17 Desember 2010
Penggugat (Nasabah/Debitur) mendapat fasilitas pembiayaan pembelian
1 (satu) unit mobil dari Tergugat (LKS/Kreditur) dengan Akad
Pembiayaan Murabahah dengan Wakalah No. 0813/SYARIAHTFI-
CF/XII/10 dengan harga Rp 1.476.000.000 (satu milyar empat ratus tujuh
puluh enam juta rupiah) dengan uang muka Rp 265.000.000 (dua ratus
enam puluh lima juta rupiah), jangka waktu pembayaran 36 (tiga puluh
enam) bulan yang setiap bulannya sebesar Rp 33.471.000 (tiga puluh tiga
60
juta empat ratus tujuh puluh satu ribu rupiah), angsuran dimulai dari
tanggal 17 Desember 2010 sampai dengan tanggal 17 November 2013.
Penggugat telah membayar angsuran hingga periode ke-31 dan masih
tersisa kewajiban angsuran untuk 5 (lima) bulan, yaitu periode
pembayaran 17 Juli 2013 hingga 17 November 2013. Namun pada saat
pembayaran angsuran periode 17 Juli 2013 Penggugat mengalami
keterlembatan 17 hari, dari adanya keterlambatan tersebut Tergugat
melakukan penarikan terhadap mobil pada tanggal 3 Agustus 2013.
Penarikan mobil tersebut merupakan perbuatan melawan hukum dan
menyalahi perjanjian tertulis yang telah dibuat pada Akad Pembiayaan
Murabahah dengan Wakalah, dimana penarikan kendaraan berhak
dilakukan apabila keterlambatan angsuran sampai 30 (tigapuluh) hari.
3) Jaminan pada Pembiayaan Murabahah
Jaminan pembiayaan adalah hak dan kekuasaan atas barang
jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada lembaga keuangan guna
menjamin pelunasan utangnya apabila pembiayaan yang diterimanya
tidak dapat dilunasi sesuai waktu yang diperjanjikan dalam perjanjian
pembiayaan atau addendum-nya.10
Selain istilah jaminan, dikenal juga
dengan istilah agunan. Istilah agunan dapat dibaca di dalam Pasal 1
angka 26 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. Agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak
maupun benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik Agunan
kepada Bank Syariah dan/atau UUS, guna menjamin pelunasan
kewajiban Nasabah Penerima Fasilitas.
Berdasarkan hasil kajian dan analisis penulis terdapat 9 (sembilan)
perkara mengenai masalah yang berkaitan dengan jaminan pada
10
Veithzal Rivai, Islamic Financial Management, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.
663.
61
pembiayaan murabahah yang tersebar di 9 (sembilan) pengadilan agama
dengan jumlah 1 (satu) perkara dikabulkan, 1 (satu) perkara dikabulkan
sebagian, 4 perkara tidak dapat diterima dan 3 perkara ditolak.
Adapun pokok masalah sengketa pembiayaan murabahah yang
berkaitan dengan jaminan pada pembiayaan murabahah terdapat dalam
putusan perkara nomor 170/Pdt.G/2014/PA.Tnk, antara Penggugat
melawan Tergugat (Bank Syariah), Turut Tergugat (Nasabah). Penggugat
merupakan Istri dari Turut Tergugat yang melakukan perikatan dalam
rangka pembiayaan sebagaimana Akad Pembiayaan Nomor:
TKS/140/2007/MRBH tanggal 29 Agustus 2007 dan Nomor : TKS/
I66/2008/MRBH tanggal 9 Mei 2008 dengan total pembiayaan sebesar
Rp 31.230.650.000 (tiga puluh satu milyar dua ratus tiga puluh juta enam
ratus lima puluh ribu rupiah). Terhadap pembiayaan tersebut Turut
Tegugat mengagunkan objek sebidang tanah dan bangunan dimana
terdapat sebagian kepemilikan Penggugat. Bahwa atas objek tanah dan
bangunan tersebut telah diajukan lelang oleh Tergugat atas proses hukum
yang sangat prematur, tanpa melibatkan atau mengikutsertakan
Penggugat yang mempunyai hak secara hukum.
Putusan dengan nomor perkara 348/Pdt.G/2014/PA.Pkl antara
Penggugat (Nasabah/debitur) melawan Tergugat I (Bank Syariah) dan
Tergugat II (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang). Tergugat I
telah memberi fasilitas Pembiayaan Murabahah kepada Penggugat yang
telah tercantum dalam Akad Pembiayaan Murabahah Nomor:
PLS/2010/008/MRB untuk pembangunan rumah dan Nomor:
PLS/2011.077/MRB untuk modal usaha. Untuk menjamin Pembiayaan
Murabahah tersebut, Penggugat mengagunkan aset-aset yaitu 3 bidang
tanah, 2 bidang tanah dengan bangunan rumah tinggal dan gudang. Pada
saat angsuran ke-39 Penggugat mengalami kejatuhan dan kendala pada
usahanya sehingga setoran pinjaman menjadi kurang lancar, yang
62
akhirnya pinjaman macet. Dalam keadaan Penggugat masih mengalami
kejatuhan usahanya, Tergugat II telah melakukan pelelangan terhadap
aset Penggugat yang dijadikan sebagai barang agunan. Disamping
melelang aset Penggugat melalui Tergugat II, Tergugat I juga telah
menjual aset milik Penggugat dengan penjualan dibawah tangan dengan
harga jual yang kecil dibanding dengan harga jika dijual secara umum.
Upaya Tergugat I dan Tergugat II untuk melakukan Pelaksanaan
Eksekusi Lelang Jaminan milik penggugat merupakan tindakan paksa
menghilangkan aset Penggugat dan Perbuatan Melawan Hukum, karena
Penggugat masih memiliki Iktikad baik untuk membayar Pinjaman
Fasilitas Pendanaan Murabahah dan jatuh tempo Pembayaran Murabahah
ini masih berjalan dengan jangka waktu tenor masih sampai 05 Mei 2016.
Perkara nomor 219/Pdt.G/2015/PA.Klt. antara Penggugat (Diana
Kuncorowati) melawan Tergugat I (Dessy Indriastuti), Tergugat II (Setyo
Budi Wibowo), Tergugat III (PT Citra Tirta Mulia Jakarta Selatan Cq.
Citivin Multi Finance Syariah). Penggugat adalah pemilik sah dari Buku
Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) mobil Toyota Rush yang dijadikan
jaminan hutang oleh Tergugat I dan Tergugat II kepada Tergugat III
dalam melakukan akad Pembiayaan Murabahah No. 71K008140001449
tanggal 26 Mei 2014. Dalam menggadaikan atau menjaminkan benda
yang menjadi objek sengketa Tergugat I dan Tergugat II tidak melibatkan
pihak Penggugat. Bahwa hal yang dilakukan oleh Para Tergugat
merupakan perbuatan melawan hukum.
Perkara nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks. antara Penggugat (Hj.
Andi Syamsiar., SKM., M. Kes binti A. Ilyas) dan Tergugat I (PT. Bank
BNI Syari'ah Kantor Cabang Pembantu Micro Makassar), Tergugat II
(Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang). Penggugat telah
mengadakan perikatan akad Pembiayaan Murabahah dengan PT Bank
BNI Syariah pada tanggal 21 November 2011. Pada bulan Agustus tahun
63
2014 usaha klinik herbal Penggugat mulai menurun sehingga
pembayaran angsuran terhambat, karena para pelanggan Penggugat
beralih menggunakan fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS), yang mana menurut Penggugat hal tersebut tergolong peristiwa
sebagai keadaan memaksa (force majeure) sehingga Tergugat seharusnya
membebaskan Penggugat dari segala pembiayaan angsuran dan beban
biaya lainnya. Segala upaya telah dilakukan oleh Penggugat untuk
mencari upaya maksimal penyelamatan usaha, akan tetapi sudah di luar
kekuasaan dan kemampuan. Penggugat beberapa kali mendapatkan surat
peringatan tetapi Penggugat masih dapat membayar sebagian tunggakan
dan masih dengan itikad baik untuk berupaya memenuhi kewajiban. Atas
keadaan mana Penggugat tidak tidak dapat menyelesaikan kewajiban
angsuran, pada tanggal 24 November 2015 Tergugat menyampaikan
perihal Surat Pemberitahuan jadwal Lelang terhadap sebidang tanah yang
berdiri diatas sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 23251/Sudiang Raya
yang menjadi jaminan atas pembiayaan tersebut dan menurut Penggugat
prosesi pelelangan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Perkara nomor 689/Pdt.G/2017/PA.MLG. Penggugat I bernama
Tukiran bin Sanapun dan Penggugat II Sunarti binti Sekak melawan
Tergugat I (PT. Bank BNI Syariah kantor Cabang Mikro Dinoyo),
Tergugat II (Dhenny Mardanu Eka Cahya, SE bin Agung Sunyoto),
Tergugat III (Yenni, SE binti Mulyadi), Turut Tergugat 1 (Notaris &
PPAT Leslie Arnia Diajeng, SH.,Mkn.), Turut Tergugat II (Kepala
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kab. Malang), Turut Tergugat III
(Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
Malang). Tergugat II dengan Tergugat III selaku nasabah telah
meminjam uang secara pembiayaan Murabahah kepada Tergugat I (Bank
BNI Syariah) dengan No. 274 tanggal 27 Oktober 2015 dibuat dan
dihadapan Turut Tergugat I sebesar 220.037.200 (dua ratus dua puluh
64
juta tiga puluh tujuh ribu dua ratus rupiah). Yang menjadi jaminan
pembiayaan murabahah tersebut adalah rumah satu-satunya yang
ditempati oleh Para Penggugat. Sedangkan Para Penggugat tidak ada
hubungan darah atau saudara dari Tergugat II dan Tergugat III karena
Para Penggugat percaya kepada Tergugat II dan Tergugat III. Para
Tergugat terkejut menerima surat somasi dari Tergugat I yang ditujukan
kepada Tergugat II tertanggal 20 Februari 2017, pada pokoknya Tergugat
I telah memberi peringatan/somasi kepada Tergugat II sebanyak 3 (tiga)
kali karena Tergugat II menunggak pembayaran angsuran sejak bulan
Desember 2016. Bahwa tanpa melalui musyawarah dan mufakat sesuai
prinsip syariah pada tanggal 14 Maret 2017 melalui surat
No.KCM/8630/152/03/2017, rumah jaminan pembiayaan murabahah
tersebut didaftarkan lelang oleh Tergugat I kepada Turut Tergugat III.
Bahwa sangat tidak adil Para Penggugat yang bukan nasabah dan tidak
menikmati hutang Tergugat II dan III, diminta oleh Tergugat I untuk
melunasi hutang apalagi dengan cara menjual rumahnya secara lelang
yang nilai harga pasarnya ditaksir sekitar Rp 750.000.000 (tujuh ratus
lima puluh juta rupiah) digunakan untuk membayar pembiayaan
murabahah yang hanya sebesar Rp 220.037.200 (dua ratus dua puluh juta
tiga puluh tujuh ribu dua ratus rupiah.
Putusan dengan nomor 1326/Pdt.G/2016/PA.Smn. antara pihak
Penggugat (Nasabah/debitur) dan Tergugat (PT. Bank Syariah Mandiri)
telah melakukan suatu perjanjian dengan Akad Murabahah pada awal
tahun 2015, dengan mengangsur setiap bulannya sebesar Rp 135.000.000
(seratus tiga puluh lima juta rupiah) Namun dikarenakan usaha
Penggugat mengalami kerugian, pembayaran angsuran menjadi tidak
lancar dan Penggugat telah memohon kepada Tergugat untuk meminta
keringanan dalam pembayaran angsuran yang hanya mampu sebesar Rp
20.000.000 (dua puluh juta rupiah), tetapi Tergugat tidak menanggapi
65
dan tetap mengharuskan Penggugat membayar tunggakan dan
mengatakan akan melaksanakan lelang eksekusi langsung melalui Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta. Lelang
Hak Tanggungan yang dilaksanakan oleh kantor lelang harus terlebih
dahulu ada penetapan Ketua Pengadilan/fiat eksekusi (Yurisprudensi
Putusan MA No. 3210K/PDT/1984 tertanggal 30 Januari 1986).
Sedangkan untuk lelang eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan oleh
PT Bank Syariah Mandiri Penggugat yakin tanpa ada penetapan Ketua
Pengadilan khususnya dalam hal ini yang berwenang adalah Pengadilan
Agama. Penggugat keberatan apabila aset-aset tersebut dilakukan lelang
oleh Tergugat karena Penggugat tidak akan lari dari tanggung jawab
menyelesaikan pembiayaan dan sedang berusaha menawarkan penjualan
aset-aset tersebut karena jika dilakukan lelang harga yang didapatkan
sangat jauh dari harga pasaran. Sikap Tergugat yang tidak sabar dan
selalu menekan Penggugat untuk melakukan pembayaran dengan cara
mengancam secara lelang terhadap aset tersebut merupakan perbuatan
melawan hukum.
Perkara nomor 0599/Pdt.G/2016/PA.Gtlo antara Penggugat (Andi
Jahja) dan Tergugat I (PT. Bank Mega Syariah), Tergugat II (Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)), Tergugat III (Yasril
M. Noer). Penggugat dan Tergugat I mengadakan perjanjian pembiayaan
Murabahah nomor: 17 tertanggal 5 Oktober 2012. Namun oleh karena
Penggugat mengalami gagal usaha maka pembayaran pengembalian uang
pinjaman tersebut mengalami keterlambatan atau kemacetan. Atas
keterlambatan itu Penggugat tetap mengupayakan untuk melunasi hutang
tersebut. Namun pada bulan Maret 2016 Penggugat mendapatkan surat
pemberitahuan bahwa jaminan Pengugat akan dilelang. Permohonan
yang diajukan Tergugat I adalah keliru/melawan hukum karena
Pelelangan harus ada fiat atau perintah dari pengadilan setempat dalam
66
hal ini Pengadilan Agama Gorontalo, Penentuan nilai limit objek lelang
terlalu rendah dan dilakukan oleh Tergugat I tanpa melalui tim penilai
atau tim penaksir harga secara resmi dari Kantor Jasa Penilai Publik
(KJPP). Dan Penggugat tidak pernah dinyatakan wanprestasi oleh
Pengadilan maka dasar pengajuan permohonan lelang Tergugat I kepada
Tergugat II tidak ada, serta syarat-syarat lelang cacat hukum karena
kewenangan Tergugat II hanya meliputi permohonan lelang piutang
negara terhadap milik negara. Sedangkan Tergugat bukan merupakan
bank milik pemerintah yang pembiayaannya diberikan oleh pemerintah
namun merupakan bank swasta. Berdasarkan hal tersebut Tergugat I dan
Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Perkara nomor 342/Pdt.G/2016/PA.Bkt antara Penggugat I,
Penggugat II dan Tergugat I (PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Ampek Angkek Candung). Penggugat I dan Penggugat II adalah suami
istri yang melakukan Akad Pembiayaan Al Murabahah dengan Tergugat
sebanyak 2 (dua) kali. Pembiayaan pertama berjalan lancar dan Para
Penggugat dapat melunasi hutang pada waktunya. Kemudian pada
tanggal 13 Februari 2015 Para Penggugat kembali meminjam dengan niai
Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) untuk jangka waktu 2 tahun
dengan jaminan sebidang tanah beserta bangunan yang berada diatasnya
yang dikenal dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 658/Kelurahan
Manggis Ganting, mobil toyota avanza, mobil toyota etios, mobil
mitsubushi pick up. Namun semenjak bulan September 2015 Para
Penggugat belum sanggup membayar angsuran kepada Tergugat karena
usahanya tidak berjalan lancar dan telah ditegur sebanyak 3 kali agar
segera mengangsur pinjaman. Atas kejadian tersebut Para Tergugat
berusaha menemui direktur Tergugat dan Dewan Syariah untuk mencari
jalan keluar dengan cara penjadwalan ulang (rescheduling), penataan
ulang (restructuring), dan persyaratan ulang (reconditioning) tetapi
67
Direktur Tergugat dan Dewan Syaiah Tergugat tidak bersedia dengan
cara tersebut. Kemudian pada tanggal 18 Mei 2016 Tergugat telah
meletakkan sita eksekusi terhadap ruko yang dikenal dengan Sertifikat
Hak Milik Nomor 658/kelurahan Manggis Ganting, surat ukur tanggal 8
juni 2007 Nomor 14/MG/2007 seluas kurang lebih 227 meter persegi.
Bahwa sewaktu Tergugat menyegel ruko Para Tergugat tersebut, Para
Tergugat sedang tidak berada di tempat, sehingga Para Tergugat telah
kehilangan barang-barang yang berada dalam ruko tersebut Rp
10.000.000 (sepuluh juta rupiah). Para Penggugat sangat heran dengan
tindakan dan perbuatan yang sangat bernafsu untuk melelang ruko Para
Penggugat dan Para Penggugat mendengar ada persengkongkolan jahat
antara Tergugat dengan pihak ketiga untuk melelang ruko tersebut
dengan harga yang murah. Dan Penggugat merasa keberatan karena
sesuai dengan ketentuan Hukum Acara Perdata, untuk dapat membayar
hutang Para Penggugat kepada Tergugat, Tergugat terlebih dahulu harus
menyita dan melelang barang-barang bergerak Para Penggugat. Baru jika
hasil penjualan barang bergerak Para Penggugat tidak mencukupi untuk
membayar hutang barulah Penggugat menyita dan melelang barang tidak
bergerak (ruko) sebagaimana diatur dalam Pasal 208 ayat (1) RBg.
Dengan demikian, tindakan dan perbuatan Tergugat yang melelang
barang tidak bergerak terlebih dahulu dari barang-barang bergerak milik
Para Penggugat adalah melanggar Pasal 208 ayat (1) Rbg.
Perkara nomor 5242/Pdt.G/2014/PA.Jr dengan Penggugat I
(Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia), Penggugat II
(Nasabah/Debitur) melawan Tergugat I (Bank Syariah). Penggugat I
menerima pengaduan masyarakat dari Penggugat II yang mendapatkan
fasilitas kredit sebanyak 3 (tiga) kali dengan total angsuran yang harus
dibayar tiap bulannya sebesar Rp 40.000.000 (empat puluh juta rupiah).
Atas utang tersebut Penggugat II menjaminkan 3 (tiga) buah ruko berupa
68
sebidang tanah dan bangunan. Ternyata Penggugat II hanya mampu
membayar sebanyak 4 kali angsuran terhitung sejak bulan Agustus 2012
s/d November 2012 dan mengalami keterlambatan pembayaran selama
22 bulan. Sehingga penggugat II sudah mendapatkan 3 (tiga) kali Surat
Peringatan yaitu Surat Peringatan 1 No:642/BMI/C-JBR/VIII/2014, Surat
Peringatan ke 2 No: 655/ BMI/C-JBR/VIII/2014 dan Surat Peringatan ke
3 No: 686/BMI/ C-JBR/VIII/2014 terkait masalah kredit macet. Setelah
itu Penggugat menerima surat pemberitahuan rencana Lelang
berdasarkan salinan surat dari KPKNL kepada Pimpinan lembaga
Tergugat I Kantor Cabang Jember, nomor: S-1158/
WKN.10/KNL.04/2014, perihal Penetapan Jadwal Lelang tertanggal 9
September 2014, yang isinya adalah daftar nama objek jaminan yang
akan dilelang pada tanggal 10 Oktober 2014. Tindakan Tergugat I yang
ingin merencanakan lelang tanggal 10 Oktober 2014 atau tanggal lain di
kemudian hari atas objek jaminan milik Penggugat II berdasarkan pasal 6
UUHT harus dibatalkan karena belum dilakukan penilaian ulang oleh
Tim Independent, dan berdasarkan pasal 27 Peraturan Menteri Keuangan
No. 93/PMK/.06/2010, lelang menjadi batal karena ada gugatan pihak
ketiga dan atau merujuk pada pasal 13 Permenkeu tersebut lelang harus
melalui fiat eksekusi Ketua Pengadilan.
4) Wanprestasi Pembiayaan Murabahah
Wanprestasi bisa diartikan sebagai suatu keadaan ketika debitur
tidak dapat melaksanakan prestasinya karena kesalahannya dan debitur
telah ditegur atau disomasi. Bentuk-bentuk wanprestasi diantaranya
sebagai berikut:
a. Debitur sama sekali tidak memenuhi prestasinya;
b. Debitur memenuhi sebagian prestasi;
c. Debitur terlambat di dalam melakukan prestasinya;
69
d. Debitur keliru di dalam melaksanakan prestasinya;
e. Debitur melaksanakan sesuatu yang dilarang di dalam akad.11
Berdasarkan hasil kajian dan analisis penulis terdapat 22 (dua
puluh dua) perkara mengenai masalah wanprestasi yang tersebar di 10
(sepuluh) pengadilan agama dengan jumlah 14 (empat belas) perkara
dikabulkan, 1 (satu) perkara dikabulkan sebagian, 6 (enam) perkara
berakhir damai dan 1 (satu) perkara ditolak.
Adapun pokok masalah sengketa pembiayaan murabahah yang
disebabkan karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh debitur
terdapat pada nomor perkara 0311/Pdt.G/2016/PA.Pbg yang diajukan
oleh pihak Penggugat (Bank) ke Pengadilan Agama Purbalingga
dikarenakan Tergugat (Nasabah) tidak dapat menyelesaikan
kewajibannya untuk melakukan pembayaran terhadap pembiayaan
dengan akad Murabahah untuk pembelian tanah seluas 360 m2 padahal
sudah beberapa kali pihak dari penggugat Penggugat (Bank)
melayangkan surat peringatan dan melakukakan berbagai upaya
penagihan dengan pendekatan secara kekeluargaan.
Perkara nomor 1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg Penggugat (Bank)
mengajukan Gugatan akibat wanprestasi yang dilakukan Para Tergugat
(Nasabah) terhadap Pembiayaan dengan akad Jual Beli Murabahah
Nomor: 43 tanggal 18 Agustus 2010 yang digunakan untuk pembelian 1
(satu) unit Mobil Panther Merah Tahun 1997 dan 1 (satu) unit Mobil
Daihatsu Expass Hijau Tahun 1994. Bahwa ternyata dalam perjalanannya
Para Tergugat (Nasabah) telah menunggak angsuran sehingga Penggugat
(Bank) melakukan berbagai upaya penagihan dengan pendekatan secara
kekeluargaan maupun melayangkan beberapa kali surat peringatan atau
somasi sampai 3 (tiga) kali, namun Para Penggugat tidak menanggapi
11
Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah pada Perbankan Syariah,
(Yogyakarta: UII Press, 2012), h. 135.
70
dan tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban angsurannya,
bahkan sampai gugatan ini diajukan Para Tergugat (Nasabah) tidak dapat
menyelesaikan kewajibannya kepada Penggugat (Bank).
Dalam putusan nomor 0945/Pdt.G/2014/PA.ME gugatan diajukan
oleh Penggugat (PT BI Syariah KCP Prabumulih) karena Tergugat
(Nasabah) telah melakukan ingkar janji atau wanprestasi karena tidak
melakukan kewajibannya membayar angsuran tepatnya mulai angsuran
ke 7 (tujuh) atas pembiayaan murabahah untuk pembelian tanah dan
kebun karet. Padahal Penggugat (Bank) telah berusaha menempuh proses
perdamaian dengan Tergugat (Nasabah) dan telah pula memberikan
teguran dan peringatan, tetapi Tergugat (Nasabah) tetapi tidak mau
melaksanakan kewajibannya kepada Penggugat (Bank).
Perkara nomor 0030/Pdt.G/2016/PA.Bdg. antara Penggugat
(Koperasi Simpan Pinjam Jasa Layanan Syariah Cabang Denpasar)
melawan Tergugat I (A.Ang Nudi Santoso alias Haji A Ang Nudy
Santosa), Tergugat II (Hajjah Wiwik Santosa). Para Tergugat merupakan
Nasabah dari Penggugat yang melakukan pembiayaan al-Murabahah
nomor : 39 tanggal 08 Juni 2012. Namun per Januari 2015 Para Tergugat
melakukan perbuatan ingkar janji atau wanprestasi dengan tidak
membayar kewajibannya atas pembiayaan yang telah diberikan oleh
Penggugat dengan sisa kewajiban hutang sebesar Rp 604.133.800 (enam
ratus empat juta tiga puluh tiga ribu delapan ratus rupiah).
Perkara nomor 326/Pdt.G/2016/PA.Pbg. antara Penggugat (Bank)
dan Tergugat (Nasabah). Dimana Tergugat (Nasabah) telah melakukan
perbuatan cidera janji atau wanprestasi terhadap Akad Pembiayaan
Murabahah No. 441-02/14, tanggal 25 Februari 2014 yang dibuat oleh
Penggugat dengan Tergugat, yang mengakibatkan kerugian materil pada
Penggugat (Bank) sebesar Rp 53.980.000 (lima puluh tiga juta sembilan
ratus delapan puluh ribu rupiah).
71
Perkara nomor 1586/Pdt.G/2016/PA.Js. antara Penggugat (Bank
Syariah) melawan Tergugat I (Nasabah/Debitur), Tergugat II (Orangtua
Nasabah/Penanggung). Perbuatan cidera janji atau wanprestasi yang
dilakukan Para Tergugat. Tergugat I mengajukan permohonan
pembiayaan murabahah kepada Penggugat untuk membiayai pembelian
alat berat berupa Escavator merek Komatsu PC 200 dengan wakalah
selama 36 bulan. Pada awalnya Tergugat I melakukan pembayaran secara
teratur, tetapi ketika memasuki pembayaran ke 6 (enam) tergugat tidak
melakukan pembayaran sehingga oleh karenanya Penggugat mengirim
Surat Peringatan untuk melakukan pembayaran sampai 2 (dua) kali
karenas Surat Peringatan yang pertama tidak diindahkan oleh Tergugat I.
Kemudian pada tanggal 18 November 2014 Tergugat I bersama
orangtuanya Tergugat II mendatangi kantor Penggugat dan menyatakan
Tergugat II bertanggung jawab terhadap segala hutang Tergugat I yang
dibuat dalam Surat Pernyataan tertanggal 18 November 2014 untuk
melakukan pembayaran angsuran sampai lunas. Namun sampai batas
waktu yang Penggugat berikan telah berakhir ternyata Para Tergugat
tidak melakukan kewajiban hukumnya untuk membayar lunas atas
kewajiban pembayarannya padahal Penggugat telah beberapa kali
menghubungi dan meminta kepada Para Tergugat untuk menyelesaikan
permasalahan ini secara kekeluargaan dan melakukan upaya dengan
mengirimkan surat somasi namun Para tergugat tidak mengindahkannya.
Terdapat 2 perkara yang diajukan oleh Penggugat atas nama Ir.
Bambang Edy Asmoro kepada Tergugat (para nasabahnya) yaitu perkara
nomor 75/Pdt.G/2017/PA.Btl. dan 77/Pdt.G/2017/PA.Btl. dikarenakan
Tergugat telah melakukan wanprestasi terhadap Akad Pembiayaan
Murabahah Nomor 250/MRB/BMT-AA/USP/III/15 tertanggal 3 Maret
2015, dan Nomor 244/MRB/BMT-AA/USP/II/15 tertangal 26 Febuari
2015 menyebabkan Penggugat mengalami kerugian.
72
Terdapat 5 (lima) putusan di Pengadilan Agama Bantul dengan
pihak Penggugat bernama Sabda Nugroho, S.P. yang mengajukan
gugatan kepada para nasabahnya dikarenakan wanprestasi dengan tidak
melakukan pembayaran angsuran pada Akad Pembiayaan Murabahah
yang telah diperjanjikan. 1 (satu) perkara dikabulkan yaitu dengan nomor
putusan 990/Pdt.G/2016/PA.Btl. dan 4 (empat) perkara lainnya berakhir
damai yaitu dengan nomor putusan 991/Pdt.G/2016/PA.Btl.,
993/Pdt.G/2016/PA.Btl., 994/Pdt.G/2016/PA.Btl., 995/Pdt.G/2016/PA.
Btl.
Dalam perkara nomor 2370/Pdt.G/2016/PA.Pwt. antara Penggugat
(PT BPRS Arta Leksana) yang diwakili oleh Ana Nurkhaerani, SH dan
Tergugat I (A Suwarno), Tergugat II (Mugiati) yang selanjutnya disebut
Para Tergugat. Para Tergugat merupakan Nasabah di Lembaga Keuangan
Syariah Tergugat (BPRS Arta Leksana) yang melakukan pembiayaan
Akad Murabahah nomor 4510100457/MBA/VII/2012 tanggal 04 Juli
2012. Namun Para Tergugat (Nasabah) wanprestasi tidak melaksanakan
kewajibannya untuk membayar angsuran dan merugikan Penggugat
sebesar Rp 159.950.000 (seratus lima puluh sembilan juta sembilan ratus
lima puluh ribu rupiah).
Perkara nomor 1192/Pdt.G/2016/PA.Pwt, gugatan yang diajukan
oleh Penggugat (PT BPRS Khasanah Umat) kepada Tergugat (Mugiyati)
yang merupakan nasabah di BPRS Khasanah Umat. Tergugat telah
melakukan wanprestasi dengan tidak melakukan pembayaran angsuran
pada pembiayaan Murabahah nomor 081/MRB/INV/V/16 dengan total
kerugian sebesar Rp 88.976.444 (delapan puluh delapan juta sembilan
ratus tujuh puluh enam ribu empat ratus empat puluh empat rupiah).
Nomor perkara 2132/Pdt.G/2016/PA.Pwt. gugatan yang diajukan
Penggugat (BRI Syariah) yang diwakili oleh Dian Risdianto kepada
Tergugat (Andi Pramono Purwaningsih) yang merupkan nasabah di BRI
73
Syariah. Tergugat telah melakukan perbuatan cidera janji atau
wanprestasi yaitu tidak melakukan pembayaran pada Pembiayaan
Murabahah dengan Akad Pembiayaan Murabahah bil Wakalah nomor
002 tertanggal 03 Maret 2015 dengan total kerugian sebesar Rp
100.820.196,82.
Pekara nomor 2052/Pdt.G/2017/PA.Pbg. antara Penggugat (BPRS)
melawan Tergugat I (Imam Suryatmoko, SP), Tergugat II (Rintis
Herniati, S.Farm. Apt) selanjutnya disebut sebagai Para Penggugat.
Penggugat mengajukan gugatan karena Para Tergugat melakukan
perbuatan cidera janji/wanprestasi terhadap Akad Pembiayaan
Murabahah nomor 07 yang mengakibatkan Penggugat mengalami
kerugian materiil sebesar Rp 91.541.400 (sembilan puluh satu juta lima
ratus empat puluh satu ribu empat ratus rupiah).
Perkara nomor 0136/Pdt.G/2017/PA.Mtk., yang diajukan
Penggugat (PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangka Belitung) pada
tanggal 17 Mei 2017 direktur utama BPRS atas nama Helli Yudha
memberikan kuasa kepada Wahyu Pamungkas Nugraha, S.H.,M.H.
melawan Tergugat (Minal Hadi). Penggugat (BPRS) dan Tergugat
(Nasabah) mengadakan perjanjian Akad al-Murabahah dengan nomor
0037/BSBB/KC.MTK/MRB/VII/2015 dimana isinya berupa transaksi
jual beli lahan perkebunan sawit dengan angsuran selama 48 bulan mulai
dari tanggal 14 Juli 2015 sampai dengan 14 Juli 2019. Namun Tergugat
sudah ingkar janji atau wanprestasi terhadap perjanjian tersebut yaitu
tidak melaksanakan kewajibannya membayar angsuran dari bulan
Agustus 2016 sampai bulan Mei 2017. Tergugat beralasan pembiayaan
tersebut telah dilunasi melalui program pelepasan pembebasan beban
hutang oleh UN SWISSINDO, padahal Penggugat telah mengingatkan
Tergugat terkait UN-SWISSINDO bahwa berdasarkan siaran pers
Otoritas Jasa Keuangan no. SP 110/DKNS/OJK/XI/2016 tentang OJK
74
dan Satgas Waspada Investigasi ungkap dua kasus Investasi Illegal dan
satu penipuan pelunasan kredit, bahwa UN-SWISSINDO dinyatakan
sebagai penipuan. Namun, Tergugat menyatakan surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan tidak memiliki dasar hukum yang jelas dengan kata lain
tidak memiliki hukum tetap. Penggugat juga sudah memberikan somasi I,
II, dan III serta memberi informasi kepada Tergugat terkait UN
SWISSINDO yang dinyataan sebagai penipuan namun tetap tidak
dindahkan oleh Tergugat.
Terdapat 2 (dua) putusan di Pengadilan Agama Klaten dengan
pihak Penggugat bernama Arifin Hidayat, perwakilan dari BPR Syariah
Al-Mabrur yang mengajukan gugatan kepada para nasabahnya
dikarenakan wanprestasi dengan tidak melakukan pembayaran sisa
kewajibannya pada Akad Pembiayaan Murabahah yang telah
diperjanjikan. Namun 2 (dua) perkara tersebut tersebut berakhir dengan
kesepakatan damai, yaitu dengan nomor putusan
1246/Pdt.G/2017/PA.Klt. dan 1247/Pdt.G/2017/PA.Klt.
Dalam perkara nomor 1609/Pdt.G/2016/PA.Smn. antara Penggugat
(BMT Bina Ummah) dan Tergugat (Rida Dewi Anandhayu). Tergugat
telah melakukan wanprestasi terhadap Akad Pembiayaan Murabahah No.
1204/AKAD BMT-BU/XII/13/13263 tertangal 26 Desember 2013 karena
tidak melakukan kewajibannya untuk membayar angsuran yang
menyebabkan Penggugat mengalami kerugian materiil sejumlah Rp
16.200.000 (enam belas juta dua ratus ribu rupiah).
Putusan nomor 883/Pdt.G/2013/PA.Bgr. dengan Penggugat
bernama Ir. Basuki Trihatmadi,MM. Penggugat merupakan suami
sekaligus ahli waris dari almarhumah Ny. Aluh Sabariah, SH yang
menerima pembiayaan Murabahah Rumah dengan akad Murabahah
Nomor: BGS/2008/401/K dan nomor BGS/2008/401/K, Penggugat
diminta oleh Tergugat (PT BNI Syariah Cabang Bogor) untuk
75
meneruskan kewajiban pembayaran yang baru dilakukan 4 kali angsuran.
Namun menurut Penggugat, dengan telah meninggalnya istri Penggugat
selaku penerima pembiayaan, maka penerima pembiayaan telah ditutup
Asuransi Jiwa, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5 ayat ke 1 huruf b
Akad Murabahah Nomor: BGS/2008/401/ K, dan Pasal 5 ayat 1 huruf c
Akad Murabahah Nomor: BGS/2008/402/K. Dengan adanya Asuransi
Jiwa tersebut seharusnya kewajiban istri Penggugat dan ataupun
Penggugat selaku suami sekaligus ahli warisnya dengan seketika sudah
dihapus, pembayarannya harus dinyatakan lunas atau tidak mempunyai
kewajiban pembayaran. Tindakan yang dilakukan Tergugat merupakan
perbuatan ingkar janji atau wanprestasi karena Tergugat telah
mengingkari kesepakatan.
5) Pemberian Informasi yang Tidak Benar
Pokok masalah dikarenakan pemberian informasi yang tidak benar
terdapat dalam Perkara nomor 1814/Pdt.G/2013/PA.Mdn antara
Penggugat I (Jaka Mulia Damanik), Penggugat II (Esterlina), Penggugat
III (Muhammad Erwin) dan Tergugat I (PT Bank SUMUT (Persero)
Kantor Pusat Medan, Cq. PT Bank Sumut kantor Cabang Syariah Tebing
Tinggi), Tergugat II (Syawaludin Harahap), Tergugat III (Betty Herlina).
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat yaitu
telah melakukan perbuatan curang kepada Penggugat atas Akad
Pembiayaan Murabahah KPR iB Griya No. 083/KCSy-03-
APP/MRB/2013. Tergugat-tergugat telah memberikan keterangan dan
penjelasan yang tidak benar (bohong) kepada Penggugat atas dana
pribadi yang diperoleh dari Penggugat (Muhammad Erwin) sebesar Rp
20.000.000. Sebelumnya Tergugat-tergugat ada memberikan penjelasan
kepada Penggugat, dana pribadi yang diperoleh dari Penggugat sebesar
Rp20.000.000 tersebut, diperuntukkan sebagai pembayaran uang muka
76
pembelian objek agunan, namun ternyata tentang peruntukan dana
pribadi sebesar Rp 20.000.000 yang diperoleh dari Penggugat tidak
disebutkan dan diatur didalam Surat Persetujuan Prinsip Pemberian
Pembiayaan (SP4) tertanggal 25 April 2013 dan juga tidak ada
disebutkan dan diatur didalam Akad Pembiayaan Murabahah KPR.iB.
Griya No. 083/KCSy-03-APP/MRB/2013 tertanggal 29 April 2013.
Selain itu, Penggugat juga melihat terdapat kecurangan yang dilakukan
oleh Tergugat I dan Tergugat II atas adanya transaksi pemindah bukuan
dana sebesar Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Kecurangan
tersebut terlihat dari asal muasal perolehan dana dan peruntukannya.
Menurut Tergugat-Tergugat dana tersebut berasal dari dana pribadi
nasabah yang peruntukannya adalah untuk membeli barang-barang yang
dibutuhkan atau disebut sebagai uang tanda jadi. Tetapi pada
kenyataanya terdapat ketidaksinkronan antara penjelasan Tergugat
dengan isi Surat Peretujuan Prinsip Pemberian Pembiayaan (SP4).
6) Bertentangan dengan Prinsip-Prinsip Syariah
Gugatan sengketa pembiayaan dengan Akad pembiayaan
Murabahah yang disebabkan karena bertentangan atau tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah terdapat dalam nomor perkara
101/Pdt.G/2014/PA.Yk antara Penggugat (Nasabah) dan Tergugat
(Lembaga Pembiayaan) yang mengadakan akad pembiayaan murabahah
berupa 1 mobil DAIHATSU/VVTI 13 XI DLX tahun 2011 dengan
sistem angsuran selama 52 bulan. Namun pada bulan ke 8 pembayaran
tidak lancar dikarenakan mobil yang diperjanjikan dalam akad
murabahah tersebut dipinjam oleh orang lain (pihak ke 3) dan oleh
peminjam di bawa kabur. Atas kejadian tersebut Penggugat sudah
melaporkan ke POLDA dan Penggugat memohon kepada Tergugat untuk
bersabar sampai proses perkara di POLDA berjalan kemudian diadakan
77
perhitungan dan bisa memperoleh keringanan dalam pembayaran
angsuran yang terlambat tersebut. Namun ternyata Tergugat tidak sabar
lalu melaporkan Penggugat ke POLRESTABES Yogyakarta, dasar yang
digunakan dalam laporannya yaitu telah melanggar peraturan dan
prinsip-prinsip perjanjian murabahah dengan cara membelokkan prinsip-
prinsip perjanjian/akad pembiayaan Murabahah ke perjanjian tentang
fiducia. Pembelokkan Perjanjian/akad Murabahah menjadi perjanjian
fiducia menurut Penggugat telah melanggar prinsip-prinsip syariah
Murabahah, karena mobil yang diperjanjikan tersebut berdasar prinsip-
prinsip murabahah telah menjadi milik Penggugat, maka Penggugat dapat
secara bebas menjual atau beralih kepada siapapun mobil tersebut itu
merupakan hak Penggugat, dan perbuatan Tergugat merupakan perbuatan
melawan hukum karena dalam menyelesaikan sengketa telah
mengesampingkan peraturan perundangan dan prinsip-prinsip akad
Murabahah sebagaimana yang tercantum dalam pasal 55 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Yang mana
Murabahah merupakan akad pembiayaan yang tunduk pada prinsip-
prinsip syariah dan ketentuan umum Murabahah ada dalam Bank Syariah.
Selanjutnya terdapat dalam putusan nomor
0610/Pdt.G/2016/PA.Skh. dengan Penggugat (Nasabah/debitur)
melawan Tergugat 1 (Lembaga Keuangan). Penggugat merupakan
nasabah Tergugat I yang melakukan akad jual beli Murabahah nomor
446 tahun 2013 dengan objek jaminan sebidang tanah dan bangunan
SHM NO: 1741 atas nama istri Penggugat. Penggugat berhutang Rp
120.000.000 yang hanya bisa diangsur sebanyak 13 (tiga belas) kali
dengan besaran angsuran Rp 4.773.350. Kemudian dilakukan
restrukturisasi penjadwalan hutang addendum akad jual beli Murabahah
yang ke 2 (dua) pada Agustus 2014. Dalam isi perjanjian tersebut
outstanding kewajiban nasabah/Penggugat sebesar Rp 89.000.000 yang
78
diangsur sebesar Rp 2.600.250 perbulan, dimana didalam addendum akad
jual beli murabahah Pasal 6 Biaya dan Denda keterlambatan kewajiban
sebesar Rp.40.000,(empat puluh ribu) per/bulan, menurut Tergugat hal
itu tidak sesuai dengan prinsip syariah yang telah diatur di Fatwa Nomer
43/DSN MUI/VIII/2004 oleh Majelis Ulama Indonesia tentang Fatwa
Ganti Rugi (Ta‟widh) yang mana denda hanya boleh dikenakan atas
pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang
menyimpang dari ketentuan akad, sedangkan Tergugat masih beriktikad
baik untuk memenuhi kewajibannya. Selain itu, pada saat Penggugat
mengalami musibah kecelakaan yang mengakibatkan tidak terpenuhi
kewajiban dan dalam keadaan sulit perekonomian dimana seharusnya
mendapat jaminan secara asuransi syariah akan tetapi malah
diikutsertakan dalam asuransi konvensional yaitu di PT. Asuransi Jiwa
Sraya (Persero) hal tersebut tidak sesuai dengan Prinsip Syariah yang
telah diatur dalam Peraturan Bapepam dan Lembaga Keuangan
Nomor :Per-04/BL/2007 tentang Asuransi pada Pasal 58. Pada tanggal 24
Februari 2016 Penggugat menerima surat pemberitahuan penetapan
lelang tertanggal 23 Maret 2016 namun pada lelang I tersebut tidak ada
pembelinya dan Tergugat I mengirim surat proses lelang ke 2 pada 06
April 2016 dengan rincian tunggakan, dimana dalam rincian tersebut
tertuang bunga dan denda. Hal tersebut tidak sesuai dengan Prinsip
Syariah yang telah diatur dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga (Interst/Fa‟idah) Fatwa; 1). Praktek
pembungaan tersebut hukumnya adalah haram.
Berdasarkan penjelasan dari klasifikasi pokok masalah yang telah
dipaparkan diatas, adapun pemetaan pokok masalah pada sengketa
pembiayaan murabahah akan disajikan dalam tabel dibawah berikut ini:
79
Tabel 4.5.
Pemetaan Pokok Masalah Pada Sengketa Pembiayaan Murabahah
No. Pokok Masalah Jumlah Persen
1. Pencantuman klausula baku 2 5,41%
2. Objek murabahah yang diperjanjikan 1 2,70%
3. Jaminan pada pembiayaan murabahah 9 24,32%
4. Wanprestasi pembiayaan murabahah 22 59,46%
5. Pemberian informasi yang tidak benar 1 2,70%
6. Bertentangan dengan prinsip syariah 2 5,41%
Jumlah 37 100,00%
Sumber: Data Penelitian
Dapat dilihat pada tabel 4.5. diatas, terdapat 2 (dua) perkara pada
pokok masalah tentang pencantuman klausula baku. Adanya sengketa
disebabkan karena penggugat atau nasabah merasa dirugikan tentang
pencantuman klausula baku yang melanggar Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 pada Pasal 18 ayat (1) pada huruf d sampai f, dan juga telah
melanggar pasal 18 ayat (1) huruf g.
Selanjutnya pada klasifikasi pokok masalah tentang objek
murabahah yang diperjanjikan hanya terdapat 1 (satu) perkara. Adanya
sengketa tersebut disebabkan karena telah dilakukan penarikan atas objek
murabahah berupa mobil yang mengalami keterlambatan membayar
angsuran tetapi belum mencapai batas waktu tempo penarikan yang telah
diperjanjikan.
Pada klasifikasi pokok masalah tentang jaminan pada pembiayaan
murabahah terdapat 9 (sembilan) perkara. Adapun penyebab adanya
sengketa tersebut dikarenakan tanah dan bangunan yang dijadikan
jaminan dalam melakukan pembiayaan murabahah telah diajukan lelang
atas proses hukum yang prematur dan tanpa melibatkan atau
mengikutsertakan penggugat yang mempunyai hak secara hukum, telah
80
melelang jaminan dengan harga jual yang kecil dibanding dengan harga
jika dijual secara umum, menjadikan BPKB mobil sebagai jaminan
dalam melakukan pembiayaan murabahah tetapi tidak melibatkan
pemilik dari BPKB mobil tersebut, pemberitahuan jadwal lelang terhadap
sebidang tanah yang menjadi jaminan atas pembiayaan yang menurut
Tergugat prosesi pelelangan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,
pelelangan terhadap jaminan yang dilakukan tanpa ada penetapan ketua
pengadilan/fiat eksekusi, penentuan nilai limit objek lelang terlalu rendah
dan dilakukan tanpa melalui tim penilai atau penaksir.
Pokok masalah yang disebabkan karena adanya wanprestasi pada
pembiayaan murabahah terdapat 22 (dua puluh dua) perkara. Penyebab
sengketa dalam hal ini sebagian besar dikarenakan debitur lalai dalam
memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran atas pembiayaan
yang telah mereka lakukan.
Pada pokok masalah tentang pemberian informasi yang tidak benar
terdapat 1 (satu) perkara. Adanya sengketa disebabkan karena Tergugat
merasa telah diberikan keterangan serta penjelasan yang tidak benar dan
terdapat kecurangan dalam melakukan akad pembiayaan murabahah.
Selanjutnya pada pokok masalah yang bertentangan dengan pinsip
syariah terdapat 2 (dua) perkara. Adanya sengketa tersebut dikarenakan
Penggugat merasa Tergugat telah membelokkan prinsip-prinsip
perjanjian akad pembiayaan murabahah menjadi perjanjian fiducia yang
menurut Penggugat telah melanggar prinsip-prinsip syariah murabahah
serta dalam menyelesaikan sengketa telah mengesampingkan peraturan
perundangan dan prinsip-prinsip akad Murabahah sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah. Yang mana Murabahah merupakan akad
pembiayaan yang tunduk pada prinsip-prinsip syariah dan ketentuan
umum Murabahah ada dalam Bank Syariah. Selain itu, adanya denda
81
akibat keterlambatan membayar kewajiban yang tercantum dalam
addendum akad jual beli murabahah menurut Tergugat tidak sesuai
dengan prinsip syariah yang telah diatur dalam Fatwa Nomer 43/DSN
MUI/VIII/2004 tentang Fatwa Ganti Rugi (Ta‟widh) yang mana denda
hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau karena
kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad, dan
dalam rincian tunggakan tertuang bunga dimana pengenaan bunga
dilarang dan tidak sesuai dengan prinsip syariah yang telah diatur dalam
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Bunga
Interest/Faidah.
C. Dampak Terhadap Pembiayaan Murabahah Setelah Adanya Putusan
Pengadilan Agama
Putusan pengadilan agama merupakan putusan yang dijatuhkan oleh
hakim pengadilan agama untuk menyelesaikan perkara antara Penggugat
dengan Tergugat yaitu dengan cara menetapkan siapa yang berhak dan apa
pula hukumnya. Ketika seseorang mengajukan penyelesaian sengketanya
kepada pengadilan agama, maka konsekuensinya adalah pihak-pihak yang
berperkara tersebut seharusnya tunduk dan patuh atas putusan yang
dijatuhkan oleh pengadilan. Dalam hal ini, maka putusan yang sudah
dijatuhkan hakim dalam persidangan dapat mengikat para pihak yang sedang
melakukan penyelesaian sengketa ekonomi syariah terkait pembiayaan
Murabahah di pengadilan agama apabila para pihak tidak melakukan upaya
hukum.
Dalam putusan-putusan pengadilan agama yang telah dilakukan
penelitian sebagaimana telah dijelaskan diatas, terdapat 5 (lima) macam
putusan yang dijatuhkan oleh Ketua Hakim berdasarkan kesepakatan bersama
setelah diadakan muyawarah dengan Para Hakim Anggota terhadap isi
gugatan yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa yaitu:
82
1. Putusan dikabulkan;
2. Putusan dikabulkan sebagian;
3. Putusan ditolak;
4. Putusan tidak dapat diterima;
5. Putusan damai.
Dari hasil putusan sengketa pembiayaan murabahah yang gugatannya
dikabulkan oleh hakim, terdapat 2 (dua) perkara yang gugatannya diajukan
oleh nasabah (debitur) dan 14 (empat belas) perkara yang gugatannya
diajukan oleh lembaga pembiayaan (kreditur). Dampak terhadap pembiayaan
murabahah yang gugatannya diajukan oleh nasabah (debitur) setelah adanya
putusan tersebut yaitu dalam perkara nomor 2400/Pdt.G/2013/PA.JS.
menghukum Tergugat (PT. Trust Finance Indonesia, Tbk Unit Syariah) untuk
mengembalikan mobil yang telah diambil sebelum tanggal penarikan jatuh
tempo dari Penggugat (Nasabah), dan Penggugat (Nasabah) diharuskan untuk
membayar kekurangan uang cicilan dan denda akibat keterlambatan. Dalam
putusan nomor 219/Pdt.G/2015/PA.Klt, menyatakan pembiayaan akad
murabahah nomor 71K008140001449 tanggal 26 Mei 2014 antara Tergugat II
dengan Tergugat I batal karena mengandung cacat hukum dan menghukum
Tergugat III untuk mengembalikan objek sengketa berupa BPKB (Buku
Pemilikan Kendaraan Bermotor) kepada Penggugat, dikarenakan objek
sengketa berupa BPKB (Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor) yang ingin
dijadikan jaminan dalam melakukan pembiayaan akad murabahah oleh
Tergugat I adalah milik sah dari Penggugat. Sedangkan dampak terhadap
pembiayaan murabahah yang gugatannya diajukan oleh lembaga pembiayaan
(kreditur) yaitu menghukum para Tergugat (Nasabah/debitur) untuk melunasi
pembayaran angsuran dari pembiayaan murabahah dan membayar denda
keterlambatan. Hal ini dikarenakan sebagian besar gugatan yang diajukan
83
oleh lembaga pembiayaan yaitu terkait dengan masalah wanprestasi nasabah
yang telah lalai atau ingkar janji.
Putusan sengketa pembiayaan murabahah yang gugatannya dikabulkan
sebagian oleh hakim terdapat 1 (satu) perkara yang gugatannya diajukan oleh
nasabah (debitur) dan 1 (satu) perkara yang gugatannya diajukan oleh
lembaga pembiayaan (kreditur). Dampak terhadap pembiayaan murabahah
yang gugatannya diajukan oleh nasabah (debitur) setelah adanya putusan
tersebut yaitu dalam perkara nomor 342/Pdt.G/2016/PA.Bkt menyatakan sah
akad pembiayaan murabahah dengan jangka waktu 2 (dua) tahun
mulai tanggal 13 Februari 2015 sampai 13 Februari 2017. Dan menyatakan
sah jaminan dalam akad pembiayaan murabahah yaitu berupa sebidang tanah
dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 658/ Kelurahan Manggis
Ganting, Mobil Toyota Avanza, dan Mobil Toyota Etios. Permintaan
Penggugat untuk mengembalikan sebagian jaminan utang yang berupa benda
bergerak tidak dikabulkan, sehingga mobil yang dijadikan jaminan tersebut
tidak dikembalikan untuk melunasi sisa angsuran dari pembiayaan murabahah
tersebut. Sedangkan dampak terhadap pembiayaan murabahah yang
gugatannya diajukan oleh lembaga pembiayaan yang terdapat dalam nomor
perkara 0030/Pdt.G/2016/PA.Bdg. yaitu Akta perjanjian Pembiayaan al
Murabahah Nomor 39 tanggal 08 Juni 2012 dinyatakan sah dan menyatakan
sah jaminan yang digunakan dalam Akta perjanjian Pembiayaan al
Murabahah Nomor 39 berupa sebidang tanah dan bangunan yang tertuang
dalam Sertifikat Hak Milik No. 855, menyatakan bahwa Tergugat telah
melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi) sehingga Terguggat di hukum
untuk membayar sisa hutang dari perjanjian Pembiayaan al Murabahah.
Putusan yang gugatannya ditolak oleh hakim terdapat 4 (empat) perkara,
keempat putusan tersebut merupakan gugatan yang diajukan oleh nasabah
(debitur). Dalam surat gugatannya Penggugat memohon agar akad
pembiayaan murabahah harus dinyatakan syarat batal karena tidak memiliki
84
prinsip syariah, meminta untuk membebaskan Penggugat dari segala
pembiayaan angsuran dan beban lainnya dikarenakan usaha penggugat
tergolong peristiwa keadaan memaksa (force majeur), menangguhkan
pelaksanaan lelang atas sebuah rumah, meminta kewajiban pembayaran atas
perjanjiian pembiayaan murabahah dinyatakan lunas karena penerima
pembiayaan telah meninggal dunia sehingga ditutup dengan asuransi jiwa.
Dikarenakan dalam putusannya hakim menolak seluruh gugatan yang
diajukan penggugat maka dampak dari putusan tersebut yaitu pembiayaan
murabahah yang dilakukan antara Penggugat dan Tergugat dinyatakan sah
ataupun tidak batal, sehingga Penggugat tetap melaksanakan angsuran yang
harus dibayarkan kepada Tergugat. Penagguhan peaksanaan lelang yang
dimohonkan Penggugat ditolak karena pelaksanaan lelang baru sampai pada
tindakan untuk ditetapkan lelang dan/atau tahap pengumuman lelang sebagai
bukti bahwa tindakan lelang benar-benar akan dilaksanakan sehingga lelang
akan tetap dilaksanakan untuk bisa membayar sisa angsuran. Kewajiban
pembayaran atas pembiayaan murabahah tidak dianggap lunas dan ahli waris
penerima pembiayaan tetap harus membayarnya sampai pembiayaan lunas
hal tersebut dikarenakan permohonan penutupan asuransi jiwa tidak disetujui
oleh PT Asuransi Takaful Keluarga. Apabila perusahaan asuransi tidak
bersedia menutup asuransi jiwa dan belum mengeluarkan persetujuan
penutupan asuransi, maka dengan meninggalnya penerima pembiayaan,
kewajiban pelunasan pembiayaan menjadi kewajiban ahli waris untuk
meneruskannya.
Putusan yang gugatannya tidak dapat diterima terdapat 9 (sembilan)
perkara, semua gugatan yang tidak dapat diterima tersebut diajukan oleh
nasabah(debitur). Seperti yang telah diungkapkan pada pembahasan
sebelumnya, suatu gugatan tidak dapat diterima dikarenakan tidak
terpenuhinya syarat formil yang mungkin melekat pada gugatan antara lain,
gugatan yang ditandatangani kuasa berdasarkan suarat kuasa yang tidak
85
memenuhi syarat yang digariskan, gugatan tidak memiliki dasar hukum,
gugatan error in persona, gugatan mengandung cacat obscuur libel, nebis in
idem, atau melanggar yuridiksi (kompetensi) absolut atau relatif. Gugatan
yang dijatuhkan dengan putusan tidak dapat diterima tidak ditindaklanjuti
oleh hakim untuk diperiksa dan diadili oleh karena itu pokok perkaranya pun
belum diperiksa. Sehingga atas putusan seperti ini dampak terhadap
pembiayaan murabahah tidak ada atau masih sama seperti keadaan semula
sebelum ada gugatan yang diajukan dan tidak ada yang dapat dieksekusi.
Dampak terhadap pembiayaan murabahah yang gugatannya diputus
hakim dengan putusan damai yaitu para pihak yang berperkara harus mentaati
dan melaksanakan seluruh isi kesepakatan yang telah dibuat dalam akta
perdamaian. Dalam akta putusan perdamaian ini yang menentukan isinya
adalah para pihak yang berperkara pada saat mediasi ataupun pada saat
persidangan masih berjalan, oleh sebab itu para pihak harus menaatinya
dikarenakan hal tersebut merupakan kesepakatan yang telah disetujui oleh
mereka.
86
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pada pembahasan yang telah diungkapkan pada bab-bab
sebelumnya tentang pemetaan pokok masalah pada sengketa pembiayaan
murabahah di pengadilan agama, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pokok masalah yang menyebabkan adanya sengketa pembiayaan murabahah
sebagai berikut:
1. Pencantuman klausula baku yang melanggar Pasal 18 Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini ditunjukkan
dengan hasil persentase 5,41%.
2. Objek murabahah yang diperjanjikan, penyebab sengketa ini dikarenakan
penarikan objek murabahah yang belum jatuh tempo untuk dilaksanakan
penarikan sesuai perjanjian yang disepakati. Hal ini ditunjukkan dengan
hasil persentase 2,70%.
3. Jaminan pada pembiayaan murabahah, penyebab sengketa ini berkaitan
dengan jaminan pada pembiayaan murabahah yang akan dilaksanakan
lelang, menjadikan barang milik orang lain sebagai jaminan tanpa
melibatkan/izin kepada pemiliknya. Hal ini ditunjukkan dengan hasil
persentase 24,32%.
4. Wanprestasi pembiayaan murabahah, dikarenakan debitur/nasabah lalai
dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil persentase 59,46%.
5. Pemberian informasi yang tidak benar, sengketa yang terjadi karena
diberikan keterangan serta penjelasan yang tidak benar dan terdapat
kecurangan dalam melakukan akad pembiayaan murabahah. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil persentase 2,70%.
87
6. Bertentangan dengan prinsip syariah, sengketa ini dikarenakan adanya
perbuatan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah yang telah diatur
dalam fatwa dan melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan
akad. Hal ini ditunjukkan dengan hasil persentase 5,41%.
B. Rekomendasi
Berdasarkan simpulan penelitian seperti yang telah diuraikan di atas,
maka dapat dikemukakan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
1. Bagi lembaga keuangan maupun nasabahnya, apabila timbul suatu gejala
atau sengketa dalam suatu pembiayaan, sebaiknya para pihak terlebih
dahulu bernegosiasi dan melakukan penyesuaian ataupun pembenahan
terhadap kesalahan-kesalahan yang menyebabkan terjadinya sengketa.
Jika para pihak dapat menemukan penyebab dan mau mencari jalan
keluar dari penyebab masalah mereka, akan lebih mudah
menyelesaikannya dan dengan begitu akan terbuka peluang untuk
mendapatkan solusi yang baik untuk kedua belah pihak. Sehingga dalam
melakukan penyelesaian tidak berlarut-larut, membuang banyak waktu
dan biaya.
2. Bagi akademisi, untuk penelitian selanjutnya dapat mengembangkan
penelitian lain dengan jangkauan yang lebih luas tidak hanya terbatas
pada pembiayaan murabahah saja, tetapi bisa pembiayaan lainnya
ataupun lingkup bidang ekonomi syariah yang lain. Sehingga dapat
melengkapi data-data yang berkaitan dengan masalah sengketa ekonomi
syariah yang terjadi. Oleh sebab itu, penelitian ini bisa dianjutkan oleh
peneliti lain dengan objek penelitian yang sama.
88
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Rini. “Pemetaan 2”. artikel diakses pada 23 Februari 2018 dari
https://www.academia.edu/16537674/PEMETAAN_2?auto=download .
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan
Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta: Rajawali Press,
2015.
Al Hakim, Ikhsan. “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama”,
Pandecta, Vol.9, Nomer 2, (2014): 270.
Antonio, Muhammad Syafi‟i. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani, 2001.
Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Basir, Cik. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009.
Data Statistik Perbankan Syariah, www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan-
statistik/statistik-perbankan-syariah/Documents/Pages/Statistik-Perbankan-
Syariah---November-2017.
Djamil, Fathurrahman. Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Firdaus, Rizal Nur “Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal yang mempengaruhi
Pembiayaan Bermasalah pada Bank Umum Syariah di Indonesia”. El-Dinar,
Vol. 3 No. 1, (2015): 84.
Hidayat, Cecep. “Menemukan Permasalahan Pokok Sebuah Rencana Penelitian
[Bagian 1]”. artikel diakses pada 23 Februari 2018 dari
https://sbm.binus.ac.id/2014/06/05/menemukan-permasalahan-pokok-
sebuah-rencana-penelitian-bagian-1/.
https://badilag.mahkamahagung.go.id/laptah/laptah/laptah.
https://putusan.mahkamahagung.go.id/direktori/perdata-agama/ekonomi-syariah.
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis
dan Praktis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.
89
Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana, 2011.
Karim, Adiwarman. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2013.
Kolopaking, Anita D.A. Asas Iktikad Baik dalam Penyelesaian Sengketa Kontrak
Melalui Arbitrase. Bandung: P.T. Alumni, 2013.
Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama.
Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2001.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013.
_______ Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syar’iyah. Jakarta :
Sinar Grafika, 2009.
Mubarok, Jaih dan Hasanudin. Fikih Mu’amalah Maliyyah Prinsip-Prinsip
Perjanjian. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2017.
Muhammad, Abu Abdillah bin Yazid bin Majah al-Qazwini. Sunan Ibnu Majah.
Beirut: dar el-marefah, 2005.
Muhammad, Abu Abdullah ibn Yazid Al-Qazuwaini wa Majah. Sunan Ibn Majah.
Juz 7. Kairo: Mawqi‟ Wizarah al-Auqaf al-Mishriyah, t.th.
Mujahidin, Ahmad. Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia.
Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Mustofa, Imam. Fiqh Mua’amalah Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Prabowo, Bagya Agung. Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah pada Perbankan
Syariah. Yogyakarta: UII Press, 2012.
Prastowo, Andi. Memahami Metode-metode Penelitian. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2016.
Purwaka, Tommy Hendra. Metodologi Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas Atma
Jaya, 2007.
Rasyid, Abdul “Penyebab Terjadinya Sengketa Ekonomi Syariah” artikel diakses
pada 23 Oktober 2018 dari http://business
law.binus.ac.id/2018/08/09/penyebab-terjadinya-sengketa-ekonomi-syariah.
90
Rasyid, Chatib dan Syaifuddin. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik pada
Peradilan Agama. Yogyakarta: UII Press, 2009.
Rivai, Veithzal. Bank and Financial Institution Management. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2008.
Rompas, Valentino. “Pengertian Peta dan Pemetaan”. artikel diakses pada 23
Februari 2018 dari
https://www.scribd.com/document/102084695/PENGERTIAN-Peta-Dan-
Pemetaan.
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor
Keuangan Syariah. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Sarosa, Samiaji. Penelitiann Kualitatif: Dasar-Dasar. Jakarta: PT Indeks, 2012.
Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:
Penerbit Graha Ilmu, 2006.
Suadi, Amran. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana, 2017.
Subagyo, Ahmad. Manajemen Operasi Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Jakarta:
Penerbit Mitra Wacana Media, 2015.
Soejono, dan Abdurrahman. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Terapan.
Jakarta: PT Rineka Cipta dan PT Bina Adiaksara, 2005.
Sukandarrumidi. Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004.
Sutedi, Adrian. Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum. Bogor:
Ghalia Indonesia, 2009.
Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif
Pendekatan. Jakarta: Kencana, 2015.
Umam, Khotibul. Perbankan Syariah: Dasar-dasar dan Dinamika
Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
91
Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
17 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pelindungan Konsumen
Wiroso. Jual Beli Murabahah. Yogyakarta: UII Press, 2005.
Widyana P., Sofie. “Jenis-jenis Gugatan Perkara Perdata yang Lazim Diajukan di
Peradilan Umum” artikel diakses pada 12 Oktober 2018 dari
http://www.hukumacaraperdata.com/gugatan/jenis-jenis-gugatan-perkara-
perdata-yang-lazim-diajukan-di-peradilan-umum.
Zulham. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013.
LAMPIRAN
DAFTAR POKOK MASALAH PADA SENGKETA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PENGADILAN AGAMA
PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
No Nama Pengadilan
Agama
No. Perkara dan Para
Pihak
Tanggal
Putus Pokok Masalah Jenis Putusan
1. Pengadilan
Agama
Banjarbaru
Nomor
259/Pdt.G/2013/PA.Bjb
Nasabah Vs PT. BNI
Syariah
03-12-2013 Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
Tergugat. Penggugat merasa dirugikan tentang
pencantuman klausula baku pada perjanjian
pembiayaan Murabahah Nomor
DJS/K/02/216/2012 tanggal 18 September 2012
untuk pembiayaan pembelian rumah (KPR)
dengan sistem syariah dengan barang dan
pembiayaan yang telah diasuransikan dan diikat
dengan hak tanggungan. Selanjutnya pada
tanggal 28 september 2012 antara Penggugat
(Nasabah) dan Tergugat (Bank) membuat Surat
Kuasa (Wakalah) untuk pembelian rumah sebagai
barang pembiayaan serta membuat perjanjian
kuasa jual yang ditandatangani Penggugat
sebagai pemberi kuasa dan Tergugat sebagai
penerima kuasa untuk menjual, mengalihkan dan
melepas segala hak-hak kepada siapapun juga,
Tidak dapat
diterima
termasuk kepada dirinya sendiri dengan syarat
bila hutang yang timbul dari perikatan tersebut
tidak terselesaikan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan hal tersebut Penggugat (Nasabah)
merasa dirugikan tentang pencantuman klausula
baku yang diduga melanggar pasal 18 ayat 1 pada
huruf d sampai f Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
dikarenakan Penggugat (Nasabah) adalah seorang
muallaf (baru masuk Islam) sehingga pemahaman
tentang hukum syariat Islam masih belum bisa
memahami secara penuh dan pada saat
penandatanganan perjanjian kredit secara
murabahah pun Penggugat tidak memahami isi
dan tidak bisa mengubah perjanjian kredit
tersebut.
2. Pengadilan
Agama Kebumen
Nomor
2623/Pdt.G/2013/PA. Kbm.
Pemberi Hak Tanggungan
(Penggugat) VS Lembaga
pembiayaan (Tergugat),
Nasabah/debitur (Turut
Tergugat)
07-04-2014 Pada bulan November 2010 anak perempuan
Penggugat memohon kepada Penggugat agar
meminjamkan Sertifikat Tanah untuk digunakan
sebagai jaminan pada pembiayaan Muurabahah
yang dilakukan oleh Turut Tergugat di lembaga
Tergugat, dimana Turut Tergugat merupakan
mitra usaha dari anak Penggugat. Penggugat pun
mengijinkan permohonan anaknya dengan
harapan usaha anak bersama mitra ussahanya
lebih berkembang. Ternyata pada tanggal 24
April 2013 Penggugat mendapat informasi bahwa
Tidak dapat
diterima
angsuran pembiayaan dari lembaga Tergugat
mengalami kemacetan dan jaminan Penggugat
akan dilelang ditandai dengan pemberitahuan
lewat fax dari Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang. Namun Penggugat beriktikad
baik untuk melunasi sisa pinjaman sesuai dengan
Akta pemberian Hak Tanggungan No.
247/Kebumen/2010, dimana Penggugat
menjamin pelunasan hutang sebesaar Rp
182.400.000 (seratus delapan puluh dua juta
empat ratus ribu rupiah). Penggugat mendapat
informasi bahwa Turut Tergugat sudah
mengangsur 4 kali dengan total angsuran telah
mencapai Rp 118.604.000. Pada saat Penggugat
meminta informasi kepada lembaga Tergugat
tentang sisa hutang dari Turut Tergugat untuk
melunasinya, namun lembaga Tergugat tidak
dapat memberikan informasi yang jelas, bahkan
membingungkan Penggugat karena menurut
Tergugat hutang Turut Tergugat tidak hanya Rp
182.400.000 seperti yang Penggugat jamin
pelunasannya. Penggugat merasa perjanjian
kredit dengan Tergugat telah memenuhi klausula
baku yang dilarang karena Tergugat telah
melampirkan dalam perjanjiannya seperti
menyatakan tunduknya Penggugat kepada
peraturan yang berupa aturan baru, tambahan,
lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang
OBJEK MURABAHAH YANG DIPERJANJIKAN
dibuat sepihak oleh pelaku usaha hal mana
dilarang berdasarkan pada pasal 18 ayat 1 huruf
(g) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.
Dalam hal ini Penggugat merasa bahwa Tergugat
telah melakukan suatu perbuatan yang melawan
hukum.
No Nama Pengadilan
Agama
No. Perkara dan Para
Pihak
Tanggal
Putus Pokok Masalah Jenis Putusan
1. Pengadilan
Agama Jaksel
Nomor
2400/Pdt.G/2013/PA. JS.
Penggugat (Nasabah /Hj.
Euis Komariah) Vs
Tergugat (PT. Trust
Finance Indonesia, Tbk
Unit Syariah)
09-06-2014 Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh
tergugat. Pada tanggal 17 Desember 2010
Penggugat (Nasabah/Debitur) mendapat fasilitas
pembiayaan pembelian 1 (satu) unit mobil dari
Tergugat (LKS/Kreditur) dengan Akad
Pembiayaan Murabahah dengan Wakalah No.
0813/SYARIAHTFI-CF/XII/10 dengan harga Rp
1.476.000.000 (satu milyar empat ratus tujuh
puluh enam juta rupiah) dengan uang muka Rp
265.000.000 (dua ratus enam puluh lima juta
rupiah), jangka waktu pembayaran 36 bulan yang
setiap bulannya sebesar Rp 33.471.000 (tiga
puluh tiga juta empat ratus tujuh puluh satu ribu
rupiah), angsuran dimulai dari tanggal 17
Desember 2010 sampai dengan tanggal 17
Dikabulkan
JAMINAN PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH
November 2013. Penggugat telah membayar
angsuran hingga periode ke-31 dan masih tersisa
kewajiban angsuran untuk 5 (lima) bulan, yaitu
periode pembayaran 17 Juli 2013 hingga 17
November 2013. Sebagai wiraswasta dalam
menjalankan usahanya Penggugat mengalami
jatuh bangun sehingga pembayaran angsuran
periode 17 Juli 2013 mengalami keterlembatan
17 hari, dari adanya keterlambatan tersebut
Tergugat melakukan penarikan terhadap mobil
pada tanggal 3 Agustus 2013. Penarikan mobil
tersebut merupakan perbuatan melawan hukum
dan menyalahi perjanjian tertulis yang telah
dibuat pada Akad Pembiayaan Murabahah
dengan Wakalah, dimana penarikan kendaraan
berhak dilakukan apabila keterlambatan angsuran
sampai 30 (tigapuluh) hari.
No Nama Pengadilan
Agama
No. Perkara dan Para
Pihak
Tanggal
Putus Pokok Masalah Jenis Putusan
1. Pengadilan
Agama Tanjung
Karang
Nomor
170/Pdt.G/2014/PA.Tnk
Penggugat Vs Tergugat
21-08-2014 Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan
Hukum yang bertentangan dengan prinsip
syariah. Penggugat merupakan istri sah Turut
Tergugat (suami penggugat) yang melakukan
Tidak dapat
diterima
(Bank Syariah), Turut
Tergugat (Nasabah/debitur)
perikatan dalam rangka pembiayaan sebagaimana
Akad Pembiayaan Nomor:
TKS/140/2007/MRBH tanggal 29 Agustus 2007
dan Nomor : TKS/ I66/2008/MRBH tanggal 9
Mei 2008 dengan total pembiayaan sebesar Rp
31.230.650.000 (tiga puluh satu milyar dua ratus
tiga puluh juta enam ratus lima puluh ribu
rupiah). Terhadap pembiayaan tersebut Turut
Tegugat mengagunkan objek sebidang tanah dan
bangunan dimana terdapat sebagian kepemilikan
Penggugat. Bahwa atas objek tanah dan
bangunan tersebut telah diajukan lelang oleh
Tergugat atas proses hukum yang sangat
prematur, tanpa melibatkan atau
mengikutsertakan Penggugat yang mempunyai
hak secara hukum.
2. Pengadilan
Agama
Pekalongan
Nomor
348/Pdt.G/2014/PA.Pkl
Penggugat
(Nasabah/debitur) Vs
Tergugat I (Bank Syariah)
dan Tergugat II (Kantor
Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang)
25-05-2015 Tergugat I telah memberi fasilitas Pembiayaan
Murabahah kepada Penggugat yang telah
tercantum dalam Akad Pembiayaan Murabahah
Nomor: PLS/2010/008/MRB untuk
pembangunan rumah dan Nomor:
PLS/2011.077/MRB untuk modal usaha. Untuk
menjamin Pembiayaan Murabahah tersebut,
Penggugat mengagunkan aset-aset yaitu 3 bidang
tanah, 2 bidang tanah dengan bangunan rumah
tinggal dan gudang. Pada saat angsuran ke-39
Penggugat mengalami kejatuhan dan kendala
Tidak dapat
diterima
pada usahanya sehingga setoran pinjaman
menjadi kurang lancar, yang akhirnya pinjaman
macet. Dalam keadaan Penggugat masih
mengalami kejatuhan usahanya, Tergugat II telah
melakukan pelelangan terhadap aset Penggugat
yang dijadikan sebagai barang agunan.
Disamping melelang aset Penggugat melalui
Tergugat II, Tergugat I juga telah menjual aset
milik Penggugat dengan penjualan dibawah
tangan dengan harga jual yang kecil dibanding
dengan harga jika dijual secara umum. Upaya
Tergugat I dan Tergugat II untuk melakukan
Pelaksanaan Eksekusi Lelang Jaminan milik
penggugat merupakan tindakan paksa
menghilangkan aset Penggugat dan Perbuatan
Melawan Hukum, karena Penggugat masih
memiliki Iktikad baik untuk membayar Pinjaman
Fasilitas Pendanaan Murabahah dan jatuh tempo
Pembayaran Murabahah ini masih berjalan
dengan jangka waktu tenor masih sampai 05 Mei
2016.
3. Pengadilan
Agama Klaten
Nomor
219/Pdt.G/2015/PA.Klt.
Penggugat (Diana
Kuncorowati) Vs Tergugat
I (Dessy Indriastuti),
29-02-2016 Para tergugat telah melakukan perbuatan
melawan hukum yaitu BPKB (Buku Pemilik
Kendaraan Bermotor) mobil Toyota Rush milik
Penggugat dijadikan jaminan hutang oleh
Tergugat I dan Tergugat II kepada Tergugat III,
dalam melakukan akad Pembiayaan Murabahah
Dikabulkan
Tergugat II (Setyo Budi
Wibowo), Tergugat III (PT
Citra Tirta Mulia Jakarta
Selatan Cq. Citivin Multi
Finance Syariah)
No. 71K008140001449 tanggal 26 Mei 2014.
Dalam menggadaikan atau menjaminkan benda
yang menjadi objek sengketa Tergugat I dan
Tergugat II tidak melibatkan pihak Penggugat.
4. Pengadilan
Agama Makassar
Nomor
2279/Pdt.G/2015/PA Mks
Penggugat (Hj. Andi
Syamsiar., SKM., M. Kes
binti A. Ilyas) melawan
Tergugat I (PT. Bank BNI
Syari'ah Kantor Cabang
Pembantu Micro
Makassar), Tergugat II
(Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan
Lelang)
12-05-2016 Penggugat telah mengadakan perikatan akad
Pembiayaan Murabahah dengan PT Bank BNI
Syariah pada tanggal 21 November 2011. Pada
bulan Agustus tahun 2014 usaha klinik herbal
Penggugat mulai menurun sehingga pembayaran
angsuran terhambat, karena para pelanggan
Penggugat beralih menggunakan fasilitas Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang
mana menurut Penggugat hal tersebut tergolong
peristiwa sebagai keadaan memaksa (force
majeure) sehingga Tergugat seharusnya
membebaskan Penggugat dari segala pembiayaan
angsuran dan beban biaya lainnya. Segala upaya
telah dilakukan oleh Penggugat untuk mencari
upaya maksimal penyelamatan usaha, akan tetapi
sudah di luar kekuasaan dan kemampuan.
Penggugat beberapa kali mendapatkan surat
peringatan tetapi Penggugat masih dapat
membayar sebagian tunggakan dan masih dengan
itikad baik untuk berupaya memenuhi kewajiban.
Atas keadaan mana Penggugat tidak tidak dapat
menyelesaikan kewajiban angsuran, pada tanggal
Ditolak
24 November 2015 Tergugat menyampaikan
perihal Surat Pemberitahuan jadwal Lelang
terhadap sebidang tanah yang berdiri diatas
sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor
23251/Sudiang Raya yang menjadi jaminan atas
pembiayaan tersebut dan menurut Penggugat
prosesi pelelangan tidak mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat.
5. Pengadilan
Agama Malang
Nomor
689/Pdt.G/2017/PA.MLG.
Tukiran bin Sanapun,
Sunarti binti
Sekak/Nasabah
(Penggugat) Vs PT. Bank
BNI Syariah kantor Cabang
Mikro Dinoyo (Tergugat I),
Dhenny Mardanu Eka
Cahya, SE bin Agung
Sunyoto (Tergugat II),
Yenni, SE binti Mulyadi
(Tergugat III), Notaris &
PPAT Leslie Arnia
Diajeng, SH.,Mkn. (Turut
Tergugat 1), Kepala Badan
Pertanahan Nasional (BPN)
Kab. Malang (Turut
12-12-2017 Tergugat II dengan Tergugat III selaku nasabah
telah meminjam uang secara pembiayaan
Murabahah kepada Tergugat I (Bank BNI
Syariah) dengan No. 274 tanggal 27 Oktober
2015 dibuat dan dihadapan Turut Tergugat I
sebesar 220.037.200 (dua ratus dua puluh juta
tiga puluh tujuh ribu dua ratus rupiah). Yang
menjadi jaminan pembiayaan murabahah tersebut
adalah rumah satu-satunya yang ditempati oleh
Para Penggugat. Sedangkan Para Penggugat tidak
ada hubungan darah atau saudara dari Tergugat II
dan Tergugat III karena Para Penggugat percaya
kepada Tergugat II dan Tergugat III. Para
tergugat terkejut menerima surat somasi dari
Tergugat I yang ditujukan kepada Tergugat II
tertanggal 20 Februari 2017, pada pokoknya
Tergugat I telah memberi peringatan/somasi
kepada Tergugat II sebanyak 3 (tiga) kali karena
tergugat II menunggak pembayaran angsuran
Ditolak
Tergugat II) , Kepala
Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan
Lelang (KPKNL) Malang
(Turut Tergugat III)
sejak bulan Desember 2016. Bahwa tanpa
melalui musyawarah dan mufakat sesuai prinsip
syariah pada tanggal 14 Maret 2017 melalui surat
No.KCM/8630/152/03/2017, rumah jaminan
pembiayaan murabahah tersebut didaftarkan
lelang oleh Tergugat I kepada Turut Tergugat III.
Bahwa sangat tidak adil Para Penggugat yang
bukan nasabah dan tidak menikmati hutang
Tergugat II dan III, diminta oleh Tergugat I untuk
melunasi hutang apalagi dengan cara menjual
rumahnya secara lelang yang nilai harga pasarnya
ditaksir sekitar Rp 750.000.000 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah) digunakan untuk membayar
pembiayaan murabahah yang hanya sebesar Rp
220.037.200
6. Pengadilan
Agama Sleman
Nomor
1326/Pdt.G/2016/PA.Smn
Nasabah/debitur
(Penggugat) Vs PT. Bank
Syariah Mandiri (Tergugat)
29-05-2017 Penggugat dan Tergugat Telah melakukan suatu
perjanjian dengan Akad Murabahah pada awal
tahun 2015, dengan mengangsur setiap bulannya
sebesar Rp 135.000.000 (seratus tiga puluh lima
juta rupiah) Namun dikarenakan usaha Penggugat
mengalami kerugian, pembayaran angsuran
menjadi tidak lancar dan Penggugat telah
memohon kepada Tergugat untuk meminta
keringanan dalam pembayaran angsuran yang
hanya mampu sebesar Rp 20.000.000 (dua puluh
juta rupiah), tetapi Tergugat tidak menanggapi
dan tetap mengharuskan Penggugat membayar
Tidak diterima
tunggakan dan mengatakan akan melaksanakan
lelang eksekusi langsung melalui Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
(KPKNL) Yogyakarta. Lelang Hak Tanggungan
yang dilaksanakan oleh kantor lelang harus
terlebih dahulu ada penetapan Ketua
Pengadilan/fiat eksekusi (Yurisprudensi Putusan
MA No. 3210K/PDT/1984 tertanggal 30 Januari
1986). Sedangkan untuk lelang eksekusi Hak
Tanggungan yang dilakukan oleh PT Bank
Syariah Mandiri Penggugat yakin tanpa ada
penetapan Ketua Pengadilan khususnya dalam
hal ini yang berwenang adalah Pengadilan
Agama. Penggugat keberatan apabila aset-aset
tersebut dilakukan lelang oleh Tergugat karena
Penggugat tidak akan lari dari tanggung jawab
menyelesaikan pembiayaan dan sedang berusaha
menawarkan penjualan aset-aset tersebut karena
jika dilakukan lelang harga yang didapatkan
sangat jauh dari harga pasaran. Sikap Tergugat
yang tidak sabar dan selalu menekan Penggugat
untuk melakukan pembayaran dengan cara
mengancam secara lelang terhadap aset tersebut
merupakan perbuatan melawan hukum.
7. Pengadilan
Agama Gorontalo
Nomor
0599/Pdt.G/2016/PA.Gtlo
03-04-2017 Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
Tergugat I dan Tergugat II. Penggugat dan
Tergugat I mengadakan perjanjian pembiayaan
Ditolak
Andi Jahja (Penggugat) Vs
PT. Bank Mega Syariah
(Tergugat I), Kantor
Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang
(KPKNL) (Tergugat II),
Yasril M. Noer (Tergugat
III)
Murabahah nomor : 17 tertanggal 5 Oktober
2012. Namun oleh karena Penggugat mengalami
gagal usaha maka pembayaran pengembalian
uang pinjaman tersebut mengalami keterlambatan
atau kemacetan. Atas keterlambatan itu
Penggugat tetap mengupayakan untuk melunasi
hutang tersebut. Namun pada bulan Maret 2016
Penggugat mendapatkan surat pemberitahuan
bahwa jaminan Pengugat akan dilelang.
Permohonan yang diajukan Tergugat I adalah
keliru/melawan hukum karena Pelelangan harus
ada fiat atau perintah dari pengadilan setempat
dalam hal ini Pengadilan Agama Gorontalo,
Penentuan nilai limit objek lelang terlalu rendah
dan dilakukan oleh Tergugat I tanpa melalui tim
penilai atau tim penaksir, Penggugat belum
melakukan wanprestasi karena belum ada
putusan pengadilan yang menyatakan Penggugat
wanprestasi oleh Pengadilan maka dasar
pengajuan permohonan lelang Tergugat I kepada
Tergugat II tidak ada, serta syarat-syarat lelang
cacat hukum karena kewenangan Tergugat II
hanya meliputi permohonan lelang piutang
negara terhadap milik negara. Sedangkan
Tergugat bukan merupakan bank milik
pemerintah yang pembiayaannya diberikan oleh
pemerintah namun merupakan bank swasta.
8. Pengadilan
Agama
Bukittinggi
Nomor
342/Pdt.G/2016/PA.Bkt
Penggugat I, Penggugat II,
Vs Tergugat I (PT. Bank
Pembiayaan Rakyat
Syariah Ampek Angkek
Candung)
03-11-2016 Penggugat I dan Penggugat II adalah suami istri
yang melakukan Akad Pembiayaan Al
Murabahah dengan Tergugat sebanyak 2 (dua)
kali. Pembiayaan pertama berjalan lancar dan
Para Penggugat dapat melunasi hutang pada
waktunya. Kemudian pada tanggal 13 Februari
2015 Para Penggugat kembali meminjam dengan
niai Rp 400.000.000 (empat rauts juta rupiah)
untuk jangka waktu 2 tahun dengan jaminan
sebidang tanah beserta bangunan yang berada
diatasnya yang dikenal dengan Sertifikat Hak
Milik Nomor 658/Kelurahan Manggis Ganting,
mobil toyota avanza, mobl toyota etios, mobil
mitsubushi pick up. Namun semenjak bulan
September 2015 Para Penggugat belum sanggup
membayar angsuran kepada Tergugat karena
usahanya tidak berjalan lancar dan telah ditegur
sebanyak 3 kali agar segera mengangsur
pinjaman. Atas kejadian tersebut Para Tergugat
berusaha menemui direktur Tergugat dan Dewan
Syariah untuk mencari jalan keluar dengan cara
penjadwalan ulang (rescheduling), penataan
ulang (restructuring), dan persyaratan ulang
(reconditioning) tetapi Direktur Tergugat dan
Dewan Syaiah Tergugat tidak bersedia dengan
cara tersebut. Kemudian pada tanggal 18 Mei
2016 Tergugat telah meletakkan sita eksekusi
terhadap ruko yang dikenal dengan Sertifikat Hak
Mengabulkan
gugatan Para
Penggugat
untuk sebagian
Milik Nomor 658/kelurahan Manggis Ganting,
surat ukur tanggal 8 juni 2007 Nomor
14/MG/2007 selua kurang lebih 227 meter
persegi. Bahwa sewaktu Tergugat menyegel
ruko Para Tergugat tersebut, Para Tergugat
sedang tidak berada di tempat, sehingga Para
Tergugat telah kehilangan barang-barang yang
berada dalam ruko tersebut Rp 10.000.000
(sepuluh juta rupiah). Para Penggugat sangat
heran dengan tindakan dan perbuatan yang sangat
bernafsu untuk melelang ruko Para Penggugat
dan Para Penggugat menengar ada
persengkongkolan jahat antara Tergugat dengan
pihak ketiga untuk melelang ruko tersebut dengan
harga yang murah. Dan Penggugat merasa
keberatan karena sesuai dengan ketentuan
Hukum Acara Perdata, untuk dapat membayar
hutang Para Penggugat kepada Tergugat,
Tergugat terlebih dahulu harus menyita dan
melelang barang-barang bergerak Para
Penggugat. Baru jika hasil penjualan barang
bergerak Para Penggugat tidak mencukupi untuk
membayar hutang barulah Penggugat menyita
dan melelang barang tidak bergerak (ruko)
sebagaimana diatur dalam Pasal 208 ayat (1)
RBg. Dengan demikian, tindakan dan perbuatan
Tergugat yang melelang barang tidak bergerak
terlebih dahulu dari barang-barang bergerak milik
Para Penggugat adalah melanggar Pasal 208 ayat
(1) Rbg.
9. Pengadilan
Agama Jember
Nomor
5242/Pdt.G/2014/PA.Jr
Lembaga Perlindungan
Konsumen Nasional
Indonesia (Penggugat I)
dan Nasabah/debitur
(Penggugat II) Vs Bank
Syariah (Tergugat I)
09-06-2015 Penggugat I menerima pengaduan masyarakat
dari Penggugat II yang mendapatkan fasilitas
kredit sebanyak 3 (tiga) kali dengan total
angsuran yang harus dibayar tiap bulannya
sebesar Rp 40.000.000 (empat puluh juta rupiah).
Atas utang tersebut Penggugat II menjaminkan 3
(tiga) buah ruko berupa sebidang tanah dan
bangunan. Ternyata Penggugat II hanya mampu
membayar sebanyak 4 kali angsuran terhitung
sejak bulan Agustus 2012 s/d November 2012
dan mengalami keterlambatan pembayaran
selama 22 bulan. Sehingga penggugat II sudah
mendapatkan 3 (tiga) kali Surat Peringatan yaitu
Surat Peringatan 1 No:642/BMI/C-
JBR/VIII/2014, Surat Peringatan ke 2 No: 655/
BMI/C-JBR/VIII/2014 dan Surat Peringatan ke 3
No: 686/BMI/ C-JBR/VIII/2014 terkait masalah
kredit macet. Setelah itu Penggugat menerima
surat pemberitahuan rencana Lelang berdasarkan
salinan surat dari KPKNL kepada Pimpinan
lembaga Tergugat I Kantor Cabang Jember,
nomor: S-1158/ WKN.10/KNL.04/2014, perihal
Penetapan Jadwal Lelang tertanggal 9 September
2014, yang isinya adalah daftar nama objek
jaminan yang akan dilelang pada tanggal 10
Tidak dapat
diterima
WANPRESTASI PEMBIAYAAN MURABAHAH
Oktober 2014. Tindakan Tergugat I yang ingin
merencanakan lelang tanggal 10 Oktober 2014
atau tanggal lain di kemudian hari atas objek
jaminan milik Penggugat II berdasarkan pasal 6
UUHT harus dibatalkan karena belum dilakukan
penilaian ulang oleh Tim Independent, dan
berdasarkan pasal 27 Peraturan Menteri
Keuangan No. 93/PMK/.06/2010, lelang menjadi
batal karena ada gugatan pihak ketiga dan atau
merujuk pada pasal 13 Permenkeu tersebut lelang
harus melalui fiat eksekusi Ketua Pengadilan.
No Nama Pengadilan
Agama
No. Perkara dan Para
Pihak
Tanggal
Putus Pokok Masalah Jenis Putusan
1. Pengadilan
Agama
Purbalingga
Nomor
0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg
Bank Syariah Vs Nasabah
05-06-2014 Para tergugat telah melakukan perbuatan cidera
janji/ingkar janji/wanprestasi terhadap akad
Pembiayaan Murabahah tanggal 21 Oktober
2011, untuk pembelian tanah seluas 360 m2
dengan harga jual sebesar Rp 142.400.000
(seratus empat puluh dua juta empat ratus ribu
rupiah) yang diangsur oleh Tergugat (Nasabah)
selama 60 (enam puluh) bulan terhitung sejak
mulai penandatanganan akad tanggal 21 Oktober
2011 sampai dengan 21 Oktober 2016. Namun
Dikabulkan
dalam pperjalanannya Tergugat tidak dapat
menyelesaikan kewajibannya untuk melakukan
pembayaran padahal sudah beberapa kali
penggugat melayangkan surat peringatan dan
melakukan berbagai upaya penagihan dengan
pendekatan secara kekeluargaan.
2. Pengadilan
Agama
Purbalingga
Nomor
1720/Pdt.G/2013/PA.Pbg
Bank Syariah Vs Nasabah
16-01-2014 Para tergugat telah melakukan perbuatan cidera
janji/ingkar janji/wanprestasi terhadap akad
Pembiayaan Murabahah Nomor 43 tanggal 18
Agustus 2010 yang digunakan untuk pembelian
1 (satu) unit Mobil Panther Merah Tahun 1997
dan 1 (satu) unit Mobil Daihatsu Expass Hijau
Tahun 1994. Dengan perhitungan harga pokok
Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah), margin
keuntungan Rp 46.800.000 (empat puluh enam
juta delapan ratus ribu) berjangka waktu 36 bulan
sejak 18 Agustus 2010. Bahwa ternyata dalam
perjalanannya Para Tergugat (Nasabah) telah
menunggak angsuran sehingga Penggugat (Bank)
melakukan berbagai upaya penagihan dengan
pendekatan secara kekeluargaan maupun
melayangkan beberapa kali surat peringatan atau
somasi sampai 3 (tiga) kali, namun Para
Penggugat tidak menanggapi dan tidak ada itikad
baik untuk menyelesaikan kewajiban
angsurannya, bahkan sampai gugatan ini diajukan
Para Tergugat (Nasabah) tidak dapat
Dikabulkan
menyelesaikan kewajibannya kepada Penggugat
(Bank). Akibat hal itu Penggugat mengalami
kerugian materiil sebesar Rp 59.826.602.
3. Pengadilan
Agama Muara
Enim
Nomor
0945/Pdt.G/2014/PA.ME
PT. BNI Syariah Kantor
Cabang Pembantu mikro
Prabumulih (Penggugat) Vs
Nasabah (Tergugat)
26-02-2015 Pada tanggal 28 Juni 2013 terjadi kesepakatan
dimana Pengugat (Bank) memberikan kredit
kepada Tergugat (Nasabah) sebesar Rp
45.000.000 (empat puluh lima juta rupiah)
dengan akad pembiayaan Murabahah No.
00129/86604/2013/06, tertanggal 18 Juni 2013
untuk pembelian tanah dan kebun karet produktif
dengan margin keuntungan sebesar Rp
27.540.000 (dua puluh tujuh juta lima ratus
empat puluh ribu). Dari pembiayaan tersebut
Tergugat (Nasabah) diwajibkan membayar
angsuran pokok dan margin setiap bulannya
sebesar Rp 2.015.000 dari tanggal 28 Juni 2013
sampai dengan 28 Juni 2016. Tergugat (Nasabah)
telah melakukan pembayaran sebanyak 6 (enam)
kali angsuran kepada Penggugat (Bank). Namun
sejak tanggal 28 Januari 2014, tepatnya mulai
angsuran ke 7 (tujuh) dan seterusnya Tergugat
(Nasabah) tidak melakukan pembayaran atau
angsuran lagi. Penggugat (Bank) telah berusaha
menempuh proses perdamaian dengan Tergugat
(Nasabah) dan telah pula memberikan teguran
dan peringatan, tetapi Tergugat (Nasabah) tetapi
tidak mau melaksanakan kewajibannya kepada
Dikabulkan
Penggugat (Bank). Oleh sebab itu maka
Penggugat menggangap bahwa Tergugat telah
melakukan ingkar janji atau wanprestasi karena
tidak melakukan kewajibannya sebagaimana isi
akad yang telah ditandatangani.
4. Pengadilan
Agama Badung
Nomor
0030/Pdt.G/2016/PA.Bdg.
Koperasi Simpan Pinjam
Jasa Layanan Syariah
Cabang Denpasar
(Penggugat) Vs Nasabah/A.
Ang Nudi Santoso alias
Haji A Ang Nudy Santosa
(Tergugat I), Hajjah Wiwik
Santosa (Tergugat II)
23-08-2016 Wanprestasi (ingkar janji) yang dilakukan Para
Tergugat terhadap pembiayaan al-Murabahah
nomor : 39 tanggal 08 Juni 2012. Sejak bulan
Januari 2015 Tergugat tidak membayar
kewajibannya atas pembiayaan yang telah
diberikan oleh Penggugat dengan sisa kewajiban
hutang sebesar Rp 604.133.800 (enam ratus
empat juta tiga puluh tiga ribu delapan ratus
rupiah).
Dikabulkan
(Kabul
sebagian)
5. Pengadilan
Agama
Purbalingga
Nomor
326/Pdt.G/2016/PA.Pbg.
Bank (Penggugat) Vs
Nasabah (Tergugat)
24-08-2016 Para tergugat telah melakukan perbuatan cidera
janji/ingkar janji/wanprestasi terhadap akad
Pembiayaan Murabahah No. 441-02/14 tanggal
25 Februari 2014, yang dibuat oleh Penggugat
dengan Tergugat, yang mengakibatkan kerugian
materil pada Penggugat (Bank) sebesar Rp
53.980.000 (lima puluh tiga juta sembilan ratus
delapan puluh ribu rupiah).
Dikabulkan
6. Pengadilan Nomor 11-12-2017 Perbuatan cidera janji (wanprestasi) yang
dilakukan Para Tergugat. Tergugat I mengajukan
Dikabulkan
Agama Jaksel 1586/Pdt.G/2016/PA.Js.
Bank Syariah (Penggugat)
Vs Nasabah/debitur
(Tergugat I), Orangtua
Nasabah/Penanggung
(Tergugat II)
permohonan pembiayaan kepada Penggugat
untuk membiayai pembelian alat berat berupa
Escavator merek Komatsu PC 200 dan Penggugat
menyetujui untuk melakukan pembiayaan dan
dibuatlah perjanjian pembiayaan syariah berupa
Akad Pembiayaan Murabahah dengan Wakalah
tertanggal 21 Maret 2013 dengan jangka waktu
pertanggungan pembayaran disepakati selama 36
bulan. Pada awalnya Tergugat I melakukan
pembayaran secara teratur, tetapi ketika
memasuki pembayaran ke-6 tergugat tidak
melakukan pembayaran sehingga oleh karenanya
Penggugat mengirim Surat Peringatan. Tergugat I
tidak mengindahkan surat Penggugat dan tidak
melakukan pembayaran ke-7 yang telah jatuh
tempo sehingga Penggugat kembali mengirimkan
Surat Peringatan yang isinya meminta Tergugat I
untuk melakukan pembayaran angsuran ke-6 dan
7 beserta denda keterlambatan. Namun pada
tanggal 18 November 2014 Tergugat I bersama
orangtuanya Tergugat II mendatangi kantor
Penggugat dan menyatakan Tergugat II
bertanggung jawab terhadap segala hutang
Tergugat I yang dibuat dalam Surat Pernyataan
tertanggal 18 November 2014 untuk melakukan
pembayaran angsuran sampai lunas. Namun
sampai batas waktu yang Penggugat berikan telah
berakhir ternyata Para Tergugat tidak melakukan
kewajiban hukumnya untuk membayar lunas atas
kewajiban pembayarannya padahal Penggugat
telah beberapa kali menghubungi dan meminta
kepada Para Tergugat untuk menyelesaikan
permasalahan ini secara kekeluargaan dan
melakukan upaya dengan mengirimkan surat
somasi namun Para Tergugat tidak
mengindahkannya.
7. Pengadilan
Agama Bantul
Nomor
77/Pdt.G/2017/PA.Btl.
Ir. Bambang Edy Asmoro,
MEK (Penggugat) Vs
Sobari (Tergugat I),
Sukilah (Tergugat II)
19-10-2017 Para Tergugat (Nasabah) telah melakukan
wanprestasi terhadap Akad Pembiayaan
Murabahah Nomor 244/MRB/BMT-
AA/USP/II/15 tertangal 26 Febuari 2015 karena
tidak melakukan kewajibannya untuk membayar
angsuran yang menyebabkan Penggugat
mengalami kerugian materiil sejumlah Rp
112.000.000 (seratus dua belas juta rupiah),
dengan perincian angsuran pokok sejumlah Rp
75.624.997 (tujuh puluh lima juta enam ratus dua
puluh empat ribu sembilan ratus sembilan puluh
tujuh rupiah), margin sejumlah Rp 26.375.003
(dua puluh lima juta tiga ratus tujuh puluh lima
ribu tiga rupiah), dan biaya-biaya lainnya
sejumlah Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah).
Dikabulkan
8. Pengadilan
Agama Bantul
Nomor
75/Pdt.G/2017/PA.Btl
Ir. Bambang Edy Asmoro,
27-11-2017 Para Tergugat (Nasabah) telah melakukan
wanprestasi terhadap Akad Pembiayaan
Murabahah Nomor 250/MRB/BMT-
Dikabulkan
MEK. (Penggugat) Vs Th.
Umi Wasiati Puspitasari
(Tergugat I), Eko Asihanto
(Tergugat II).
AA/USP/III/15 tertanggal 3 Maret 2015, dengan
tidak melakukan pembayaran atas kewajibannya
yang menyebabkan Penggugat mengalami total
kerugian materiil sebesar Rp 48.950.000 (empat
puluh delapan juta sembilan ratus lima puuh ribu
rupiah) dengan perincian angsuran pokok sebesar
Rp 27.708.330 (dua puluh tujuh juta tujuh ratus
delapan ribu tiga ratus tiga puluh rupiah), margin
sebesar Rp 11.241.670 (sebelas juta dua ratus
empat puluh satu ribu enam ratus tujuh puluh
rupiah), dan biaya-biaya lainnya sebesar Rp
10.000.000 (sepuluh uta rupiah).
9. Pengadilan
Agama Bantul
Nomor
991/Pdt.G/2016/PA.Btl.
Sabda Nugroho, S.P.
(Penggugat) Vs Nurjanah
Dwi Iswatun (Tergugat)
27-02-2017 Tergugat telah wanprestasi/cidera janji dengan
tidak melakukan pembayaran pada pembiayaan
murabahah dengan Akad Pembiayaan Murabahah
No. 01-23-001624/BPRS-MMS/MRB/IV/2012
tertanggal 3 April 2012 dengan total kerugian
sebesar Rp 24.406.192,88.
Damai
10. Pengadilan
Agama Bantul
Nomor
990/Pdt.G/2016/PA.Btl.
Sabda Nugroho, S.P.
(Penggugat) Vs Gendro
Wibowo (Tergugat)
16-02-2017 Tergugat telah wanprestasi/cidera janji dengan
tidak melakukan pembayaran pada pembiayaan
murabahah dengan Akad Pembiayaan Murabahah
No. 01-23-001509/BPRS-MMS/MRB/XII/2011
tertanggal 6 Desember 2011 dengan total
kerugian sebesar Rp 21.952.696,06.
Dikabulkan
11. Pengadilan Nomor 31-01-2017 Tergugat telah wanprestasi/cidera janji dengan
tidak melakukan pembayaran pada pembiayaan
Damai
Agama Bantul 993/Pdt.G/2016/PA.Btl.
Sabda Nugroho, S.P.
(Penggugat) Vs Noor
Khanifah (Tergugat)
murabahah dengan Akad Pembiayaan Murabahah
No. 01-23-001680/BPRS-MMS/MRB/V/2012
tertanggal 31 Mei 2012 dengan total kerugian
sebesar Rp 71.940.963,73.
12. Pengadilan
Agama Bantul
Nomor
994/Pdt.G/2016/PA.Btl.
Sabda Nugroho, S.P.
(Penggugat) Vs Suharni
(Tergugat)
19-02-2017 Tergugat telah wanprestasi/cidera janji dengan
tidak melakukan pembayaran pada pembiayaan
murabahah dengan Akad Pembiayaan Murabahah
No. 01-23-001478/BPRS-MMS/MRB/XI/2011
tertanggal 11 November 2011 sebagaimanana
dirubbah dengan addendum I akad murabahah
No. 01-23-001805/BPRS-MMS/MRB/IX/2013
tertanggal 27 September 2013 dengan total
kerugian yang harus dibayar tergugat sebesar Rp
30.255.687,-.
Damai
13. Pengadilan
Agama Bantul
Nomor
995/Pdt.G/2016/PA.Btl.
Sabda Nugroho, S.P.
(Penggugat) Vs Sri Subekti
(Tergugat)
02-02-2017 Tergugat telah wanprestasi/cidera janji dengan
tidak melakukan pembayaran pada pembiayaan
murabahah dengan Akad Pembiayaan Murabahah
No. 01-23-001369/BPRS-MMS/MRB/IX/2011
tertanggal 14 Sepetember 2011 dengan total
kerugian sebesar Rp 18.398.521,16.
Damai
14. Pengadilan
Agama
Purwokerto
Nomor
2370/Pdt.G/2016/PA.Pwt.
PT. Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah Arta
18-05-2017 Para Tergugat merupakan Nasabah di Lembaga
Keuangan Syariah Tergugat (BPRS Arta
Leksana) yang melakukan pembiayaan Akad
Murabahah nomor 4510100457/MBA/VII/2012
tanggal 04 Juli 2012. Namun Para Tergugat
Dikabulkan
Leksana Ana Nurkhaerani,
SH. (Penggugat) Vs A
Suwarno (Tergugat I),
Mugiati (Tergugat II)
(Nasabah) wanprestasi tidak melaksanakan
kewajibannya untuk membayar angsuran dan
merugikan Penggugat sebesar Rp 159.950.000
(seratus lima puluh sembilan juta sembilan ratus
lima puluh ribu rupiah).
15. Pengadilan
Agama
Purwokerto
Nomor
1192/Pdt.G/2016/PA.Pwt
PT. BPR Syariah Khasanah
Umat Purwokerto
(Penggugat) Vs A Mugiyati
(Tergugat)
16-11-2017 Tergugat telah melakukan wanprestasi dengan
tidak melakukan pembayaran angsuran pada
pembiayaan Murabahah nomor
081/MRB/INV/V/16 dengan total kerugian
sebesar Rp 88.976.444 (delapan puluh delapan
juta sembilan ratus tujuh puluh enam ribu empat
ratus empat puluh empat rupiah).
Dikabulkan
16. Pengadilan
Agama
Purwokerto
Nomor
2132/Pdt.G/2016/PA.Pwt
PT. Bank BRISyariah Dian
Risdianto (Penggugat) Vs
Andi Pramono,
Purwaningsih (Tergugat)
02-03-2017
Tergugat telah melakukan perbuatan cidera janji
atau wanprestasi yaitu tidak melakukan
pembayaran pada Pembiayaan Murabahah
dengan Akad Pembiayaan Murabahah bil
Wakalah nomor 002 tertanggal 03 Maret 2015
dengan total kerugian sebesar Rp
100.820.196,82.
Dikabulkan
17. Pengadilan
Agama
Purbalingga
Nomor
2052/Pdt.G/2017/PA.Pbg
PT. Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah
(Penggugat) Vs Imam
Suryatmoko, SP. (Tergugat
12-12-2017 Pada tanggal 07 Maret 2014 Penggugat dan Para
Tergugat melakukan Akad Pembiayan
Murabahah nomor 07 di BPRS Purbalingga.
Namun Para Tergugat melakukan perbuatan
cidera janji/wanprestasi terhadap Akad
Pembiayaan Murabahah nomor 07 yang
mengakibatkan Penggugat mengalami kerugian
Dikabulkan
I), Rintis Herniati, S,
Farm.Apt. (Tergugat II)
materiil sebesar Rp 91.541.400 (sembilan puluh
satu juta lima ratus empat puluh satu ribu empat
ratus rupiah).
18. Pengadilan
Agama Mentok
Nomor
0136/Pdt.G/2017/PA.Mtk.
PT. Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah Bangka
Belitung (Penggugat) Vs
Minal Hadi (Tergugat)
19-12-2017 Tergugat sudah Ingkar Janji (Wanprestasi)
terhadap perjanjian/Akad Murabahah yang
tertuang dalam surat perjanjian nomor
0337/BSBB/KC.MTK/MRB/VII/2015 dimana
isinya berupa transaksi jual beli lahan perebunan
sawit dengan harga jual Rp 255.000.000 (dua
ratus lima puluh lima juta rupiah), dengan
perincian harga pokok sebesar Rp 153.000.000
(seratus lima puluh tiga juta rupiah) dan margin
kentungan sebesar Rp 102.000.000 (seratus dua
juta rupiah). Tergugat akan membayar angsuran
selama 48 bulan mulai dari tanggal 14 Juli 2015
sampai dengan 14 Juli 2019 dengan jumlah
angsuran setiap bulan sebesar Rp 5.250.000 (lima
juta dua ratus lima puluh ribu rupiah). Namun
sejak bulan agustus 2016 sampai bulan Mei 2017
Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya,
tetapi Tergugat beralasan pembiayaan tersebut
telah dilunasi melalui program pelepasan
pembebasan beban hutang oleh UN
SWISSINDO, padahal Penggugat sudah
memberikan somasi I dan II serta mengingatkan
Tergugat terkait UN-SWISSINDO berdasarkan
siaran pers Otoritas Jasa Keuangan no. SP
Dikabulkan
110/DKNS/OJK/XI/2016 tentang OJK dan dan
Satgas Waspada Investigasi ungkap dua kasus
Investasi Illegal dan satu penipuan pelunasan
kredit, bahwa UN-SWISSINDO dinyatakan
sebagai penipuan. Namun, Tergugat menyatakan
surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tidak
memiliki dasar hukum yang jelas dengan kata
lain tidak memiliki hukum tetap. Penggugat juga
sudah memberikan somasi I, II, dan III serta
memberi informasi kepada Tergugat terkait UN
SWISSINDO berdasarkan siaran pers Bank
Indonesia perwakilan Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung nomor 18/16/PkP/Peng/B
tentang waspada janji pelunasan kredit oleh UN-
SWISSINDO, namun tetap tidak dindahkan oleh
Tergugat. Kerugian yang diderita oleh Penggugat
sebesar Rp.183.750.000,00 (seratus delapan
puluh tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu
rupiah).
19. Pengadilan
Agama Klaten
Nomor
1246/Pdt.G/2017/PA.Klt.
Arifin Hidayat (Penggugat)
Vs Johan Malipus
Johari(Tergugat)
04-09-2017 Wanprestasi/ingkar janji yang dilakukan oleh
Tergugat pada Akad Murabahah
Nomor701/APJBM/ALMABRUR/X/2011
tanggal 05 Oktober 2011 dengan tidak membayar
sisa kewajibannya.
Damai
20. Pengadilan Nomor 05-09-2017 Wanprestasi/ingkar janji yang dilakukan oleh
Tergugat pada penyelesaian hutang piutang
Damai
Agama Klaten 1247/Pdt.G/2017/PA.Klt.
Arifin Hidayat (Penggugat)
Vs Winarno (Tergugat)
sesuai Akad Murabahah Nomor
701/APJBM/ALMABRUR/X/2011 tanggal 05
Oktober 2011 dengan tidak membayar sisa
kewajibannya.
21. Pengadilan
Agama Sleman
Nomor
1609/Pdt.G/2016/PA.Smn
LKS KSU BMT Bina
Ummah (Penggugat) Vs
Rida Dewi Anandhayu
(Tergugat)
12-07-2017 Tergugat telah melakukan perbuatan hukum
Wanprestasi/Cidera Janji terhadap akad
pembiayaan murabahah no 1204/AKAD BMT-
BU/XII/13/13263 tertanggal 26 Desember 2013
dengan tidak membayar angsuran yang
menyebabkan kerugian materiil sebesar Rp
16.200.000 (enam belas juta dua ratus ribu
rupiah) dengan perincian utang pokok Rp
5.000.000 (lima juta rupiah), margin keuntungan
Rp 1.200.000 (satu juta dua ratus ribu rupiah),
dan biaya penyelesaian permasalahan hukum ini
sebesar Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah).
Dikabulkan
22. Pengadilan
Agama Bogor
Nomor
883/Pdt.G/2013/PA.Bgr.
Suami Nasabah /Ir. Basuki
Trihatmadi,MM
(Penggugat) Vs PT BNI
Syariah Cab. Bogor
(Tergugat)
28-05-2015 Wanprestasi (perbuatan ingkar janji) yang
dilakukan oleh Tergugat. Penggugat merupakan
suami sekaligus ahli waris dari almarhumah Ny.
Aluh Sabariah, SH yang telah menerima
pembiayaan Murabahah Rumah sesuai akad
Murabahah Nomor: BGS/2008/401/K dan nomor
BGS/2008/401/K, diminta oleh Tergugat untuk
meneruskan kewajiban pembayaran. Namun
menurut Penggugat, dengan telah meninggalnya
istri Penggugat selaku penerima pembiayaan,
Ditolak
maka penerima pembiayaan telah ditutup
Asuransi Jiwa, sebagaimana dinyatakan dalam
Pasal 5 ayat ke 1 huruf b Akad Murabahah
Nomor: BGS/2008/401/ K, dan Pasal 5 ayat 1
huruf c Akad Murabahah Nomor:
BGS/2008/402/K. yang setelah dikurangi masa
angsuran selama 4 bulan, dengan adanya
Asuransi Jiwa tersebut seharusnya kewajiban istri
Penggugat dan ataupun Penggugat selaku suami
sekaligus ahli warisnya dengan seketika sudah
dihapus, pembayarannya harus dinyatakan lunas
atau tidak mempunyai kewajiban pembayaran.
Tindakan yang dilakukan Tergugat merupakan
perbuatan ingkar janji atau wanprestasi karena
Tergugat telah mengingkari kesepakatan
sebagaimana yang ditentukan dalam Akad
Murabahah Nomor: BGS/2008/401/K, serta Akad
Murabahah Nomo:BGS/2008/402/K yang
ditandatangani pada tanggal 28 Agustus 2008.
(Perjanjian asuransi jiwa telah diingkari oleh
tergugat).
PEMBERIAN INFORMASI YANG TIDAK BENAR
No Nama Pengadilan
Agama
No. Perkara dan Para
Pihak
Tanggal
Putus Pokok Masalah Jenis Putusan
1. Pengadilan
Agama Medan
Nomor
1814/Pdt.G/2013/PA.Mdn
Jaka Mulia Damanik
(Penggugat I), Esterlina
(Penggugat II) Muhammad
Erwin (Penggugat III) Vs
PT. Bank SUMUT Kantor
Pusat Medan (Tergugat I),
Syawaludin Harahap
(Tergugat II), Betty
Herlina (Tergugat III)
19-06-2014 Pokok masalah dikarenakan pemberian informasi
yang tidak benar terdapat dalam Perkara nomor
1814/Pdt.G/2013/PA.Mdn antara Penggugat I
(Jaka Mulia Damanik), Penggugat II (Esterlina),
Penggugat III (Muhammad Erwin) dan Tergugat I
(PT Bank SUMUT (Persero) Kantor Pusat Medan,
Cq. PT Bank Sumut kantor Cabang Syariah Tebing
Tinggi), Tergugat II (Syawaludin Harahap),
Tergugat III (Betty Herlina). Sekitar bulan April
2013 Penggugat III (Muhammad Erwin)
diberitahukan secara lisan oleh Tergugat II melalui
Tergugat III tentang Pembiayaan Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) iB Griya Bank Sumut Kantor
Cabang Syariah Tebing Tinggi dapat dicairkan
dengan ketentuan Penggugat dapat mencarikan
pembeli pengganti atas objek agunan pembiayaan
An. Walidi yaitu sebidang tanah seluas 102 m2.
Penggugat III pun menyanggupi mencari pembeli
pengganti atas objek pembiayaan, dengan
Penggugat I (Jaka Mulia Damanik) yang menjadi
pembeli pengganti atas objek agunan pembiayaan
An. Walidi dengan ketentuan Penggugat III
bersedia memberi pinjaman dana sebesar Rp
Tidak dapat
diterima
20.000.000 (dua puluh juta rupiah) guna keperluan
modal proyeknya di Kabupaten Banten setelah
pencairan pembiayaan di PT. Bank Sumut Kantor
Cabang Syariah Tebing Tinggi. Pada hari Senin 29
April 2013 bertempat di kantor Tergugat II
sebelum penandatanganan Akad Pembiayaan
Murabahah KPR IB Griya No. 083/KCSy-03-
APP/MRB/2013 An Jaka Mulia Damanik,
Tergugat III menemui Penggugat III (Muhammad
Erwin) yang juga sedang berada di kantor tersebut
untuk meminjam uang tunai sebesar Rp 20.000.000
(dua puluh juta rupiah) yang diperuntukkan guna
membayar uang muka/DP pembelian objek
pembiayaan dan akan dikembalikan pada hari itu
juga setelah penandatanganan Akad Pembiayaan
Murabahah. Namun setelah dilakukan
penandatanganan Akad Pembiayaan Murabahah
KPR IB Griya No. 083/KCSy-03-APP/MRB/2013
antara Penggugat I (Jaka Mulia Damanik) dengan
Tergugat I melalui kuasanya Tergugat II, Tergugat
III tidak mengembalikan uang pinjaman dan
mengatakan untuk menunggu 2 (dua) bulan setelah
penandatanganan akad. Tetapi ternyata sampai
gugatan ini diajukan uang milik Penggugat III
tidak juga dikembalikan. Selain itu, pada hari
Senin 29 April 2013 telah dilakukan transaksi tunai
(kas) pada kolom mutasi debet sebesar Rp
256.000.000 (dua ratus lima puluh enam juta
rupiah) oleh Tergugat I tetapi Penggugat tidak
melakukan transaksi tunai (kas) pada hari itu dan
Penggugat I tidak memperoleh penjelasan dari
Tergugat atas hal tersebut, dan pada hari itu juga
terdapat transaksi pemindahbukuan (PBK) sebesar
Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) pada kolom
mutasi kredit pada buku tabungan Marhamah
dengan No. Tabungan: 630.03.01.006240-5.
Berdasakan hal tersebut Tergugat-tergugat telah
melakukan perbuatan curang kepada Penggugat
atas Akad Pembiayaan Murabahah KPR iB Griya
No. 083/KCSy-03-APP/MRB/2013. Tergugat-
tergugat telah memberikan keterangan dan
penjelasan yang tidak benar (bohong) kepada
Penggugat atas dana pribadi yang diperoleh dari
Penggugat (Muhammad Erwin) sebesar
Rp20.000.000. Sebelumnya Tergugat memberikan
penjelasan kepada Penggugat, dana pribadi yang
diperoleh dari Penggugat sebesarRp 20.000.000
tersebut, diperuntukkan sebagai pembayaran uang
muka pembelian objek agunan, namun tentang
peruntukan dana pribadi sebesar Rp 20.000.000
yang diperoleh dari Penggugat tidak ada
disebutkan dan diatur didalam Surat Persetujuan
Prinsip Pemberian Pembiayaan (SP4) tertanggal 25
April 2013 dan juga tidak ada disebutkan dan
diatur didalam Akad Pembiayaan Murabahah
KPR.iB. Griya No. 083/KCSy-03-APP/MRB/2013
BERTENTANGAN DENGAN PRINSIP SYARIAH
tertanggal 29 April 2013. Selain itu, Penggugat
juga melihat terdapat kecurangan yang dilakukan
oleh Tergugat I dan Tergugat II atas adanya
transaksi pemindahbukuan dana sebesar Rp
50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Kecurangan
tersebut terihat dari asal muasal perolehan dana
dan peruntukannya. Menurut Tergugat-Tergugat
dana tersebut berasal dari dana pribadi nasabah
yang peruntukannya adalah untuk membeli barang-
barang yang dibutuhkan atau disebut sebagai uang
tanda jadi. Tetapi pada kenyataanya terdapat
ketidaksinkronan anatara penjelasan Tergugat
dengan isi Surat Peretujuan Prinsip Pemberian
Pembiayaan.
No Nama Pengadilan
Agama
No. Perkara dan Para
Pihak
Tanggal
Putus Pokok Masalah Jenis Putusan
1. Pengadilan
Agama
Yogyakarta
Nomor
101/Pdt.G/2014/PA.Yk
Nasabah/debitur
(Penggugat) Vs Lembaga
pembiayaan (Tergugat)
14-10-2014 Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
Tergugat. Antara Penggugat dan Tergugat
mengadakan akad pembiayaan murabahah berupa
1 mobil DAIHATSU/VVTI 13 XI DLX tahun
2011 dengan sistem angsuran sebesar Rp
3.301.000 tiap bulannya selama 52 bulan. Namun
pada bulan ke 8 pembayaran tidak lancar
Tidak dapat
diterima
dikarenakan mobil yang diperjanjikan dalam akad
murabahah tersebut dipinjam oleh orang lain
(pihak ke 3) dan oleh peminjam di bawa kabur.
Atas kejadian tersebut Penggugat sudah
melaporkan ke POLDA dan Penggugat memohon
kepada Tergugat untuk bersabar dan bisa
memperoleh keringanan dalam pembayaran
angsuran yang terlambat tersebut. Namun ternyata
Tergugat melaporkan Penggugat ke
POLRESTABES Yogyakarta, dasar yang
digunakan dalam laporannya yaitu dengan cara
membelokkan prinsip-prinsip perjanjian/akad
pembiayaan Murabahah ke perjanjian tentang
fiducia. Pembelokkan Perjanjian/akad Murabahah
menjadi perjanjian fiducia menurut Penggugat
telah melanggar prinsip-prinsip syariah
Murabahah, karena mobil yang diperjanjikan
tersebut berdasar prinsip-prinsip murabahah telah
menjadi milik Penggugat, maka Penggugat dapat
secara bebas menjual atau beralih kepada siapapun
mobil tersebut itu merupakan hak Penggugat dan
perbuatan Tergugat merupakan perbuatan melawan
hukum karena dalam menyelesaikan sengketa telah
mengesampingkan peraturan perundangan dan
prinsip-prinsip akad Murabahah sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 55 Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Yang
mana Murabahah merupakan akad pembiayaan
yang tunduk pada prinsip-prinsip syariah dan
ketentuan umum Murabahah ada dalam Bank
Syariah.
2. Pengadilan
Agama
Sukoharjo
Nomor
0610/Pdt.G/2016/PA.Skh
Nasabah/debitur
(Penggugat) Vs Lembaga
Keuangan (Tergugat I)
30-05-2017 Gugatan perbuatan melawan hukum. Penggugat
merupakan nasabah Tergugat I yang melakukan
akad jual beli Murabahah nomor 446 tahun 2013
dengan objek jaminan sebidang tanah dan
bangunan SHM NO: 1741 atas nama istri
Penggugat. Penggugat berhutang Rp 120.000.000
yang hanya bisa diangsur sebanyak 13 kali dengan
besaran angsuran Rp 4.773.350. Kemudian
dilakukan restrukturisasi penjadwalan hutang
addendum akad jual beli Murabahah yang ke 2
pada Agustus 2014. Dalam isi perjanjian tersebut
outstanding kewajiban nasabah /Penggugat sebesar
Rp 89.000.000 ynag diangsur sebesar Rp
2.600.250 perbulan, dimana didalam addendum
akad jual beli murabahah Pasal 6 Biaya dan Denda
keterlambatan kewajiban sebesar Rp.40.000
(empat puluh ribu) per/bulan hal itu tidak sesuai
dengan prinsip syariah yang telah diatur di Fatwa
Nomer 43/DSN MUI/VIII/2004 oleh Majelis
Ulama Indonesia tentang Fatwa Ganti Rugi
(Ta‟widh) yang mana denda hanya boleh
dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau
karena kelalaian melakukan sesuatu yang
menyimpang dari ketentuan akad, sedangkan
Tidak dapat
diterima
Tergugat masih beriktikad baik untuk memenuhi
kewajibannya. Selain itu, pada saat Penggugat
mengalami musibah kecelakaan yang
mengakibatkan tidak terpenuhi kewajiban dan
dalam keadaan sulit perekonomian dimana
seharusnya mendapat jaminan secara asuransi
syariah akan tetapi malah diikutsertakan dalam
asuransi konvensional yaitu di PT. Asuransi Jiwa
Sraya (Persero) hal tersebut tidak sesuai dengan
prinsip syariah yang telah diatur dalam Peraturan
Bapepam dan Lembaga Keuangan Nomer :Per-
04/BL/2007 tentang Asuransi pada Pasal 58. Pada
tanggal 24 Februari 2016 Penggugat menerima
surat pemberitahuan penetapan lelang tertanggal 23
Maret 2016 namun pada lelang I tersebut tidak ada
pembelinya dan Tergugat I mengirim surat proses
lelang ke 2 pada 06 April 2016 dengan rincian
tunggakan, dimana dalam rincian tersebut tertuang
bunga dan denda. Hal tersebut tidak sesuai dengan
Prinsip Syariah yang telah diatur dalam Fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomer 1 Tahun
2004 tentang Bunga Interest/Fa‟idah; 1). Praktek
pembungaan tersebut hukumnya adalah haram.