Web view“MATERI DISKUSI HUKUM ACARA PIDANA OLEH ... Kitab Undang-Undang Hukum Acara ... pihak...
Transcript of Web view“MATERI DISKUSI HUKUM ACARA PIDANA OLEH ... Kitab Undang-Undang Hukum Acara ... pihak...
“MATERI DISKUSI HUKUM ACARA PIDANA OLEH KEMENTRIAN KUNJUNGAN
PENGADILAN DAN KEAKRABAN PERKUMPULAN GEMAR BELAJAR”
RABU, 27 MEI 2015
PEMBICARA : 1. DORA VIRGOLIN TAMBUNAN (2012)
2. EKO NAINGGOLAN (2011)
MODERATOR : KEMENKPK GEMBEL
“Letak dan Posisi Para Pihak Dalam Hal Persidangan Pidana"
A F
B
C E
D
G
1
A. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Persidangan Tindak Pidana (dalam Sekup Acara Pidana).
1. Hakim (Majelis Hakim)
Pada prinsipnya persidangan pidana dilaksanakan dengan tiga hakim terdiri dari satu
orang hakim ketua dan dua orang hakim anggota. Namun dalam hal tertentu dapat terjadi
persidangan dilaksanakan dengan satu hakim saja misalnya dalam hal peradilan dengan perkara
singkat, cepat. Sedangkan pengertian dari hakim itu sendiri diatur dalam pasal 1 butir 8 yaitu “
Pejabat Peradilan Negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili “.
Mengadili yang dimaksud dalam pasal 1 butir 8 itu adalah “ Serangkaian tindakan Hakim untuk
menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak
memihak disidang Pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang
ini “(Pasal 1 Butir 9 KUHAP). Dalam putusan dapat dilaksanakan voting apabila musyawarah
diantara ketiga hakim tersebut tidak tercapai.
Adapun bentuk putusan akhir oleh hakim di pengadilan adalah berikut :
A. Putusan Bebas (vrijspraak).
*. Pasal 191 ayat (1) KUHAP mengatakan, jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil
pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.
*. Mengenai putusan bebas ini, perbuatan atas kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa
sama sekali tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melalui alat-alat bukti yang dihadirkan
atau bisa juga putusan bebas ini dikarenakan hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa, oleh
karena hakim menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak).
B. Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum (ontslag van alle rechtsvervolging).
#. Terhadap putusan ini, pengadilan dalam hal ini hakim berpendapat bahwa perbuatan yang
didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana,
maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Putusan pelepasan ini disebut juga
dengan “ontslag van alle rechtsvervolging”.
#. Dalam putusan ini semua yang didakwakan oleh Penuntut Umum terbukti secara sah, akan
tetapi hal yang didakwakan bukan merupakan tindak pidana atau dengan kata lain perbuatan
tersebut tidak memenuhi unsur tindak pidana. Sehingga hakim menjatuhkan putusan lepas dari
segala tuntutan hukum.
C. Putusan Pemidanaan (veroordeling).
2
-. Putusan pemidanaan dijatuhkan oleh hakim apabila terdakwa terbukti bersalah melakukan
tindak pidana yang didakwakan kepadanya, sesuai ketentuan Pasal 193 ayat (1) KUHAP.
Terhadap putusan ini sebenarnya tidak ada masalah, karena hal yang didakwakan oleh penuntut
umum memang terbukti dan tindakan tersebut merupakan tindak pidana, hanya
saja yang menjadi permasalahan, apabila terhadap putusan pemidanaan ini kemudian terpidana di
tahan lalu dibebaskan lagi dengan berbagai alasan sehingga akan mencederai penegakan hukum,
dan fenomena ini sering terjadi, khususnya bagi terpidana pelaku korupsi.
2. Jaksa Penuntut Umum
Seringkali antara jaksa dan penuntut umum diartikan sama. Namun yang sebenarnya
berbeda menurut tugas dan wewenangnya, walaupun antara jaksa dan penuntut umum dijabat
oleh satu orang. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan pengertian serta tugas dan wewenang dari
jaksa dan penuntut umum ini adalah sebagai berikut : Jaksa adalah pejabat yang diberi
wewenang oleh Undang-Undang (KUHAP) untuk bertindak sebagai penuntut umum serta
melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 1 butir
(6) poin a). Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang
(KUHAP) untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim (Pasal 1 butir (6)
poim b). Jaksa bersama dengan polisi untuk menuntaskan kasus pidana dan dapat melakukan
penahanan terhadap terdakwa apabila memungkinkan siding akan di tangguhkan sementara. JPU
adalah pejabat yang diangkat untuk menuntut terdakwa berdasarkan BAP dan dituangkan dalam
surat dakwaan, Jaksa bersama dengan polisi bekerja sama dalam menguak kasus pidana dan juga
bisa kita lihat bahwa JPU dapat melakukan penahanan terhadap terdakwa apabila memungkinkan
siding akan di tangguhkan sementara.
3. Penasihat Hukum
Penasehat Hukum dalam hal ini dilakukan oleh Sarjana Hukum dengan profesi advokat
dan pengacara praktek yang telah memiliki ijin praktek, namun setelah disahkannya Undang-
Undang Advokat tidak ada lagi istilah pengacara praktek, yang ada hanya Advokat. Istilah
“Penasehat Hukum” merupakan istilah baku sebagai pengganti dari “Pembela” atau “Pengacara”
dalam perkara pidana (Al Wisnubroto, 2002:7). Dalam pasal 1 butir 13 disebutkan bahwa “
Penasehat Hukum adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar
Undang-Undang untuk memberi bantuan Hukum”.
3
Dalam beracara tugas penasehat hukum mengajukan fakta dan pertimbangan yang ada
sangkut pautnya dengan klien yang sedang dibelanya dalam perkara tersebut, sehingga akan
terjadi keseimbangan dalam persidangan yang akan berpengaruh pada keputusan Hakim yang
adil. Jadi jelaslah tugas dari penasehat hukum dalam peradilan adalah memperjuangkan hak-hak
tersangka / terdakwa dengan memperhatikan kepentingan masyarakat atau negara demi tegaknya
hukum dan keadilan. Dan juga PH dapat mengajukan eksepsi (pembelaan) , mengajukan memori
banding dan kasasi, mengajukan permohonan penangguhan penahanan terdakwa, dan
mengajukan permohonan menghadirkan saksi untuk meringankan terdakwa.
4. Panitera (Panitera Pengganti)
Panitera adalah pejabat pengadilan yang salah satu tugasnya adalah membantu hakim
membuat berita acara pemeriksaan dalam proses persidangan. Oleh karena begitu banyaknya
tugas dari panitera ini sangat memungkinkan panitera tidak dapat ikut serta dalam persidangan
pidana, maka dengan demikian panitera menunjuk panitera pengganti (PP) sebagai Notulen
dalam persidangan pidana, yang tugasnya membuat berita acara persidangan, memeriksa dan
menerima memori banding dan kasasi, mencatat hasil siding dan mencatat setiap kejadian dalam
proses persidangan termasuk dalam pokok-pokok dialog antara pihak-pihak yang terlibat dalam
persidangan, misalkan tanya jawab antara hakim, penuntut umum, penasehat hukum dengan
saksi dan terdakwa.
5. Terdakwa
Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di Sidang
Pengadilan (pasal 1 butir 15). Sedangkan tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya
atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana(pasal 1
Butir 14 dan terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum atau didampingi oleh PH nya.
6. Saksi (Saksi Ahli)
Keberadaan saksi dalam persidangan pidana sangat menentukan dalam mencari
kebenaran hukum. Menurut pasal 1 butir 26 KUHAP saksi adalah orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Untuk selanjutnya saksi ini
memberikan keterangan disidang pengadilan mengenai suatu tindak pidana yang ia dengar
sendiri, ia alami sendiri dan ia lihat sendiri, dan keterangan itu dapat dijadikan alat bukti dalam
perkara pidana yang diajukan sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 butir 27 KUHAP.
4
Saksi ahli merupakan ahli yang memberikan keterangan di sidang pengadilan pidana berdasarkan
ilmu pengetahuan yang dimiliki. Dalam ketentuan pasal 1 butir 28 disebutkan keterangan ahli
adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal
yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
7. Petugas Pendukung Kelancaran Sidang
A. Petugas Pengawalan
Tersangka yang akan dihadapkan ke muka sidang dilakukan pengawalan oleh petugas,
karena penuntut umum berasal dari kejaksaan maka petugas pengawalan juga dilakukan oleh
petugas dari kejaksaan, namun dalam kasus-kasus tertentu yang mengundang perhatian
masyarakat maka pengawalan dibantu oleh petugas keamanan dari kepolisian.
B. Juru Panggil
Juru panggil ini biasanya berasal dari pegawai pengadilan dan atau pegawai kejaksaan,
yang tugasnya adalah melakukan pemanggilan terhadap tersangka / terdakwa dan saksi untuk
dilahirkan di ruang sidang.
C. Juru Sumpah
Juru sumpah biasanya dilakukan oleh pegawai pengadilan, namun bukan berarti juru
sumpah ini secara langsung membimbing sumpah terhadap saksi dan terdakwa tapi biasanya
dibimbing oleh hakim yang diikuti oleh saksi dan terdakwa yang sedang disumpah. Jadi tugas
juu sumpah ini tugasnya hanyalah mempersiapkan perlengkapan misalnya kitab suci ALKITAB
untuk yang kristen dan kitab lain sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Namun ketentuan
dalam KUHAP ada tempat khusus bagi rohaniawan yang tugasnya menyumpah, namun dengan
alasan teknis maka hal itu sampai sekarang belum dapat melaksanakan.
D. Petugas Pengawalan
Petugas pengawalan sangat diperlukan dalam proses persidangan pidana khususnya
dalam perkara-perkara tertentu yang mengundang perhatian masyarakat, biasanya dalam hal
kasus-kasus besar seperti contoh : kasus dengan terdalwa Amrozi tersangka pengeboman di Bali
tahun 2002. Petugas pengamanan ini bertugas menertibkan pengunjung diluar dan didalam
persidangan agar jalannya persidangan dapat tertib.
5
B. Alat Bukti Beracara dalam Pidana
Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan
bahwa alat bukti yang sah adalah :
1.Keterangan Saksi;
2.Keterangan Ahli;
3.Surat;
4.Petunjuk;
5.dan Keterangan Terdakwa.
C.Asas-Asas dalam BerAcara dalam Kasus Pidana
1. Asas Praduga Tidak bersalah (presumption of Innocence)
2. Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan
3. Asas Hak Ingkar
4. Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk Umum
5. Asas pengadilan Memeriksa perkara pidana dengan adannya kehadiran terdakwa
6. Asas Equal Before the law (Perlakuan Yang sama didepan Hukum)
7. Asas Tersangka atau Terdakwa Bantuan Hukum
8. Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan
9. Asas ganti Rugi dan rehabilitasi
10. Asas Pengawasan dan pengamatan pelaksanaan putusan pengadilan
11. Asas kepastian jangka waktu Penahanan
12. Asas Legalitas
13. Asas Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, Dan Penyitaan Dilakukan Berdasarkan
perintah tertulis pejabat yang berwenang.
D. Sumber Hukum Acara Pidana
1. UUD 1945 dalam Pasal 24 ayat (1) dan Ayat (2), pasal 25 dan Dalam Pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Atau Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Peraturan yang menjadi dasar sebelum berlakunya
6
Undang-Undang ini adalah Herzien Inlandsch Reglement (HIR) atau Reglemen Indonesia yang
diperbaharui (RIB) (Staadsblad Tahun 1941 Nomor 44) yang berdasarkan Pasal 6 ayat (1)
Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951.Dengan berlakunya KUHAP maka untuk
pertama kalinya di Indonesia di adakan kodifikasi dan unifikasi yang lengkap dalam arti meliputi
seluruh proses pidana dari awal (mencari kebenarasn) sampai pada kasasi di Mahkamah Agung,
bahkan sampai (herziening).
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum jo. Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 2 /1986 Tentang Peradilan Umum jo. Undang-
Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 2/1986 Tentang
Peradilan Umum.
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung jo. Undang-undang
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung jo. perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009.
5. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, pada saat Undang-
Undang ini berlaku, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4358) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang mulai berlaku sejak
diundangkan tanggal 5 April 2003.
7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
8. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
9. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Pokok Perbangkan, khususnya Pasal 37 jo.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
10. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang – Undang ini mengatur acara pidana khusus untuk delik korupsi. Kaitannya dengan
KUHAP ialah dalam Pasal 284 KUHAP. Undang - Undang tersebut dirubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
11. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1970 Tentang Tata Cara Tindakan Kepolisian terhadap
anggota MPRS dan DPR Gotong Royong. Undang-Undang ini masih berlaku dan kata MPRS
seharusnya dibaca MPR, sedangkan DPR seharusnya tanpa Gotong Royong.
7
12. Undang-Undang Nomor 5 (PNPS) Tahun 1959 Tentang Wewenang Jaksa Agung/Jaksa
Tentara Agung dan memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana tertentu.
13. Undang –Undang Nomor 7 (drt) Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan
Tindak Pidana Ekonomi.
14. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP.
15. Beberapa Keputusan Presiden yang mengatur tentang acara pidana yaitu :
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1967 Tentang Pemberian Wewenang
Kepada Jaksa Agung Melakukan Pengusutan, Pemeriksaan Pendahuluan Terhadap Mereka
Yang Melakukan Tindakan Penyeludupan;
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228 Tahun 1967 Tentang Pembentukan Tim
Pemberantasan Korupsi;
Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1974 Tentang Tata Cara Tindakan
Kepolisian terhadap Pimpinan/Anggota DPRD Tingkat II dan II;
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Organisasi Polri;
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1991 Tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1983 Tentang Tunjangan Hakim
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1983 Tentang Tunjangan Jaksa
E. Proses BerAcara Perkara Pidana
1. Perkara Pidana Biasa (Pid.B)
Praktek Pengadilan Negeri menunjukkan bahwa si penerima berkas-berkas perkara dari
pihak Jaksa, yang umumnya dikirim langsung ke: Panitera, kemudian dicatat dalam suatu daftar
(Register) perkara-perkara pidana dean seterusnya diserahkan kepada Ketua Pengadilan dan baru
oleh Ketua berkas-berkas perkara itu dibagikan kepada Hakim Ketua Majelis yang bersangkutan.
2. Perkara Pidana Singkat (Pid.s)
Berdasarkan pasal 203 ayat (1) KUHAP, maka yang diartikan dengan perkara-perkara
dengan acara singkat adalah perkara-perkara pidana yang menurut Penuntut Umum pembuktian
serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. Pengajuan perkara pidana dengan
acara singkat oleh Penuntut Umum ke persidangan dapat dilakukan pada hari-hari persidangan
tertentu yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
8
Dalam acara singkat ini, maka setelah sidang dibuka oleh Ketua Majelis Hakim dan setelah
pertanyaan formil terhadap terdakwa diajukan maka Penuntut_Umum dipersilahkan
menguraikan tentang tindak pidana yang didakwakan secara lisan dan dicatat dalam Berita Acara
Sidang sebagai pengganti surat dakwaan (pasal 203 ayat (3) KUHAP). Tentang hal registrasi
atau pendaftaran perkara-perkara pidana dengan acara singkat ini, baru didaftarkan oleh
Panitera/Panitera Muda Pidana setelah Hakim memulai dengan pemeriksaan perkara.
Apabila pada hari sidang yang ditentukan, terdakwa dan atau saksi-saksi utamanya tidak datang,
maka Majelis cukup menyerahkan kembali berkas perkara kepada Jaksa secara langsung tanpa
Ada penetapan, sebaiknya dengan buku pengantar (ekspedisi). Tetapi apabila dari pemeriksaan
dimuka sidang terdapat hal-hal yang menunjukkan bahwa perkara pidana itu tidak bersifat
sederhana, Majelis mengembalikan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum dengan suatu
surat penetapan dengan nomor pendaftaran pengadilan negeri. Tentang penerimaan perkara-
perkara pidana dengan acara singkat oleh Pengadilan Negeri berlaku acara sebagaimana
disebutkan dalam bab mengenai perkara-perkara pidana biasa yakni diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri dengan melalui Panitera tetapi dengan perbedaan bahwa berkas-berkas
perkara pidana dengan acara singkat tidak perlu didaftarkan dulu pada waktu penerimaan.
Putusan tidak dibuat secara khusus tetapi dicatat dalam Berita Acara Sidang atau putusan
menjadi satu dengan Berita Acara Sidang.
3. Perkara Pidana Cepat
Yang diartikan dan termasuk perkara-perkara dengan acara cepat adalah perkara-perkara
pidana yang diancam dengan hukuman tidak lebih dari 3 (tiga) bulan penjara atau denda Rp.
7.500,- (pasal 205 ayat (1) KUHAP), yang mencakup tindak pidana ringan, pelanggaran lalu
lintas (pasal 211 KUHAP beserta penjelasannya) juga kejahatan "penghinaan ringan" yang
dimaksudkan dalam pasal 315 KUHP dan diadili oleh Hakim Pengadilan Negeri dengan tanpa
ada kewajiban dari Penuntut Umum untuk menghadirinya kecuali bilamana sebelumnya
Penuntut Umum menyatakan keinginannya untuk hadir pada sidang itu. Jadi pada pokoknya
yang dimaksud perkara-perkara semacam tersebut diatas ialah antara lain perkara-perkara
pelanggaran Lalu Lintas, Pencurian Ringan (pasal 364 KUHP), Penggelapan Ringan (pasal 373
KUHP), Penadahan ringan (pasal 482 KUHP), dan sebagainya. Semasa Pemerintah Hindia
Belanda perkara-perkara dengan acara cepat ini diperiksa dan diadili oleh "Landgerecht" yang
acara pemeriksaannya diatur oleh "Reglement untuk Landgerecht" (Stbl. 1914-317). Terdakwa
9
tidak hadir dipersidangan Putusan verstek yakni putusan yang dijatuhkan tanpa hadirnya
terdakwa (pasal 214 ayat (2) KUHAP), apabila putusan berupa pidana perampasan kemerdekaan,
terpidana dapat mengajukan perlawanan yang diajukan kepada pengadilan yang memutuskan,
dan Panitera memberitahukan Penyidik tentang adanya perlawanan dan Hakim menetapkan hari
persidangan untuk memutus perkara perlawanan tersebut. Perlawanan diajukan dalam waktu 7
(tujuh) hari setelah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa. Terhadap putusan yang
Berupa pidana perampasan kemerdekaan, dapat diajukan banding.
Dalam hubungan perkara-perkara pidana dengan acara cepat, Panitera memelihara 2
(dua) register (pasal 61 Undang-undang No.2 Tahun 1986, tentang Peradilan Umum), yakni:
A. Register tindak pidana ringan.
B. Register pelanggaran lalu lintas.
4. Rehabilitasi
Alasan-alasan untuk meminta rehabilitasi ditentukan secara limitatif dalam pasal 97
KUHAP. Rehabilitasi karena terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan atau dilepas dari segala
tuntutan hukum, selalu harus dicantumkan dalam putusan. Rumusannya berbunyi:“Memulihkan
hak terdakwa dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya”.
Putusan Pengadilan yang batal demi hukum karena ada ketentuan hukum acara yang tidak
dilaksanakan oleh Hakim, tidak ada sangkut pautnya dengan "martabat" terdakwa, dan oleh
karenanya tidak dapat dipakai sebagai alasan untuk meminta rehabilitasi.Untuk memuat tentang
rehabilitasi dalam suatu media massa tidak diatur dalam KUHAP. Apabila dikehendaki, pihak
yang bersangkutan dapat mengajukan hal itu melalui suatu gugatan Perdata agar diperintahkan
oleh Hakim. Khusus mengenai biaya dan siapa yang harus membayarnya yang berhubungan
dengan itu juga termasuk wewenang Hakim untuk memutuskannya.
5. Upaya Hukum Pidana
*. Upaya Banding
Perihal acara peradilan banding dalam hukum pidana diatur dalam pasal 233 sampai
dengan pasal 243 KUHAP. Sehubungan dengan soal banding itu, apabila putusan Hakim tingkat
pertama memuat perintah"terdakwa ditahan atau membebaskan terdakwa dari tahanan". Perintah
tersebut harus ditetapkan di dalam putusan terakhir. Majelis agar memperhatikan ketentuan-
ketentuan yang termaktub dalam pasal 193 ayat 2a jo pasal 21 KUHAP dan pasal 193 ayat 2 (b)
KUHAP. Oleh sebab perintah terdakwa ditahan berarti segera masuk tahanan, maka perintah ini
10
hanya dapat dikeluarkan apabila terdakwa diajukan ke muka persidangan pengadilan karena
perbuatan-perbuatan yang dimaksud dalam pasal 21 ayat 4 KUHAP.Putusan Majelis tadi harus
segera dilaksanakan oleh Jaksa setelah putusan Hakim diucapkan, tanpa menunggu turunnya
putusan banding. Demikian pula apabila terdakwa meminta berpikir dalam tempo 7 (tujuh) hari,
jangka waktu mana merupakan jangka waktu untuk mengajukan banding. Apabila Penuntut
Umum atau terdakwa/Penasehat Hukum mengajukan bandingnya melampaui tenggang waktu 7
(tujuh) hari, maka Panitera membuat keterangan yang menyatakan keterlambatan permintaan
banding yang ditandatangani Panitera dan diketahui Ketua, sehingga berkas perkara permintaan
banding tidak dikirimkan ke Pengadilan Tinggi.
*. Pidana Kasasi
Sebagaimana diketahui berdasarkan pasal 244 sampai dengan pasal 262 KUHAP, maka
dikenal kasasi oleh pihak-pihak termasuk Jaksa/ Penuntut Umum dan kasasi demi kepentingan
hukum oleh Jaksa Agung. Kasasi demi kepentingan hukum tidak membawa akibat hukum apa-
apa bagi pihak yang bersangkutan. Hendaknya diperhatikan tentang jangka waktu pengajuan
permohonan kasasi dan memori kasasi : Permohonan kasasi diajukan di Kepaniteraan Pengadilan
yang memutus perkara yang bersangkutan dalam tingkat pertama, selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari setelah putusan Pengadilan Tinggi diberitahukan. Memori kasasi dan.kontra memori
kasasi diajukan di Kepaniteraan Pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan dalam
tingkat pertama. Pada waktu menerima permohonan kasasi dari orang yang bersangkutan baik
permohonan kasasi itu diajukan secara tertulis maupun lisan, oleh Panitera harus ditanyakan
kepada yang bersangkutan apakah alasan-alasannya sehingga ia mengajukan permohonan
tersebut. Untuk yang tidak pandai menulis alasan-alasan itu harus dicatat dan dibuat sebagai
suatu memori kasasi sama halnya dengan cara membuat dan menyusun suatu gugatan lisan
dalam perkara perdata Yang dapat mengajukan permohonan kasasi selain terpidana dan
Jaksa/Penuntut Umum yang bersangkutan sebagai pihak, demi kepentingan hukum Jaksa Agung
juga pihak ketiga yang dirugikan. Alasan permohonan kasasi harus diajukan pada waktu
menyampaikan permohonan atau selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah mengajukan
permohonan kasasi kepada panitera tersebut. Panitera berkewajiban :
1) mencatat permohonan kasasi dan dilarang untuk menangguhkan pencatatannya.
2) membuat akte permohonan kasasi, membuat akte penerimaan memori kasasi, membuat akte
tidak mengajukan memori kasasi, membuat akte penerimaan kontra memori kasasi, membuat
11
akte terlambat mengajukan permohonan kasasi, membuat akte pencabutan permohonan kasasi,
membuat akte pemberitahuan putusan pengadilan tinggi.
3) membuat alasan-alasan kasasi bagi mereka termasuk mereka yang kurang memahami hukum.
4) mendahulukan penyelesaian perkara kasasi dari pada perkara grasi.
*. Pidana Peninjauan Kembali
Terhadap putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan putusan berupa
pemidanaan, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan peninjauan kembali. Pengajuan
dapat dikuasakan kepada penasehat hukum. Permohonan peninjauan kembali diajukan kepada
Panitera Pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama, tanpa dibatasi
tenggang waktu. Ketua menunjuk Hakim yang tidak memeriksa perkara semula yang dimintakan
peninjauan kembali itu untuk memeriksa dan memutusnya, berita acara pemeriksaan
ditandatangani oleh Hakim, Penuntut Umum, Pemohon dan Panitera. Bila permohonan ditujukan
terhadap putusan pengadilan banding, maka tembusan berita acara serta berita acara pendapat
dikirimkan ke pengadilan banding yang bersangkutan. Permintaan peninjauan kembali tidak
menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan. Permohonan peninjauan
kembali yang terpidananya berada di luar wilayah Pengadilan yang telah memutuskan dalam
tingkat pertama : Permohonan peninjauan kembali harus diajukan kepada Pengadilan yang
memutus dalam tingkat pertama (pasal 264 ayat (1) KUHAP). Hakim dari Pengadilan yang
memutus dalam tingkat pertama membuat penetapan untuk meminta bantuan pemeriksaan
kepada Pengadilan Negeri tempat pemohon peninjauan kembali berada. Berita Acara
Persidangan dikirim ke Pengadilan yang telah meminta bantuan pemeriksaan. Berita Acara
Pendapat dibuat oleh Pengadilan tingkat pertama yang telah memutus pada tingkat pertama.
6. Grasi
Berdasarkan Undang-Undang Grasi, kecuali apabila terdakwa dibebaskan, maka dalam
hal diputus pidana penjara lebih dari 2 tahun hakim wajib memberitahukan terdakwa akan
haknya untuk mengajukan permohonan grasi yang ditujukan kepada Presiden Republik
Indonesia dengan melalui Pengadilan Negeri.
Sumber: Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan
(Buku II), Cet. II, 1997.
12
F. BAGAN (ALUR) PERSIDANGAN PIDANA
*. BAGAN ALUR PROSEDUR PERKARA PIDANA - TINGKAT PERTAMA
13
*. BAGAN ALUR PROSEDUR PERKARA PIDANA - TINGKAT BANDING
*. BAGAN ALUR PROSEDUR PERKARA PIDANA - TINGKAT KASASI
14