Post on 07-Jun-2019
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
LAPORAN KHUSUS
UPAYA PENGENDALIAN FAKTOR BAHAYA KEBISINGAN
DI UNIT POWER PLANT PUSAT PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN MINYAK DAN GAS BUMI
CEPU, BLORA, JAWA TENGAH
Septian Wisnu Santoko
R.0008133
PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
PENGESAHAN
Tugas Akhir dengan judul : Upaya Pengendalian Faktor Bahaya Kebisingan
di Unit Power Plant Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak dan
Gas Bumi Cepu, Blora, Jawa Tengah
Septian Wisnu Santoko, NIM : R0008133, Tahun : 2011
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan
Penguji Tugas Akhir
Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Fakultas Kedokteran UNS Surakarta
Pada Hari Tanggal 20
Pembimbing I Pembimbing II
Putu Suriyasa, dr, MS, PKK, Sp.Ok Margono, dr, MKK.
NIP. 19481105 198111 1 001 NIP. 19540915 198601 1 001
Ketua program
D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja FK UNS
Putu Suriyasa, dr, MS, PKK, Sp.Ok
NIP. 19481105 198111 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
UPAYA PENGENDALIAN FAKTOR BAHAYA KEBISINGAN DI UNIT
POWER PLANT PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MINYAK DAN
GAS BUMI CEPU, BLORA, JAWA TENGAH
Septian Wisnu Santoko1, Putu Suriyasa
2, Margono
3
Tujuan : Tempat kerja yang di dalamnya terdapat manusia, material, alat dan
lingkungan terdapat potensi dan faktor bahaya yang jika diabaikan maka akan
menyebabkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mencari atas permasalahan yang telah dirumuskan yaitu untuk
mengidentifikasi sumber bahaya kebisingan dan bagaimana upaya pengendalian
yang telah dilakukan oleh PUSDIKLAT MIGAS CEPU serta dampak dari faktor
bahaya kebisingan tersebut pada tenaga kerja di Unit Power Plant.
Metode : Kerangka pemikiran dari penelitian in adalah bahwa di PUSDIKLAT
MIGAS CEPU terdapat faktor bahaya kebisingan di tempat kerja yang
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam bekerja sehingga diperlukan proses
pengendalian menanggulangi mengenai faktor bahaya kebisingan tersebut.
Hasil : Metode Penelitian yang digunakan adalah Metode Deskriptif yang bertujuan
memberikan gambaran yang jelas dan tepat mengenai bagaimana pelaksanaan
identikikasi mengenai sumber-sumber bahaya, sumber kebisingan dan potensi
bahaya beserta tindakan pengendalian yang terdapat pada PUSDIKLAT MIGAS
CEPU. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data bahwa kebisingan pada
Unit Power Plant telah melampaui Nilai Ambang Batas (NAB). Maka pada area itu
perlu adanya upaya-upaya pengendalian dari faktor bahaya kebisingan.
Simpulan : Kesimpulan dari penelitian ini adalah PUSDIKLAT MIGAS CEPU
telah melakukan proses identifikasi terhadap Unit Power Plant yang terpapar
bising melebihi NAB dan melakukan tindakan pengendalian terhadap tempat kerja
yang melebihi NAB.
Kata Kunci : Kebisingan, Upaya Pengendalian
1. Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran
Universitas, Sebelas Maret Surakarta. 2. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillah, puji syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya dalam pelaksanaan Magang dan
penyusunan laporan Tugas Akhir dengan judul Upaya Pengendalian Faktor
Bahaya Kebisingan di Unit Power Plant Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Minyak dan Gas Bumi Cepu, Blora, Jawa Tengah.
Laporan ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
pendidikan di Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan untuk menambah wawasan
guna mengenal, mengetahui dan memahami mekanisme serta problematika yang
ada mengenai penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) serta lingkungan
hidup di perusahaan.
Dalam pelaksanaan praktek kerja lapangan dan penyusunan laporan ini,
banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis,
sehingga dalam penyusunan laporan ini dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak A.A. Subiyanto, Dr., dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta periode 2006-2011.
2. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., S.PD-KR-FINASIM selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta periode 2011-2016.
3. Bapak Putu Suriyasa, dr.,MS, PKK, Sp. Ok, selaku Ketua Program Diploma III
Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta dan selaku pembimbing 1 yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan.
4. Bapak Margono, dr, MKK, Selaku pembimbing 2 yang telah banyak
memberikan bimbingan dan pengarahan.
5. Bapak Kastur, S.Ag yang telah membantu dalam segala kelancaran Praktek
Kerja Lapangan di PUSDIKLAT MIGAS Cepu.
6. Bapak Putut Prasetyo, ST, MT selaku pembimbing lapangan yang telah
memberikan masukan-masukan selama proses magang di PUSDIKLAT
MIGAS Cepu.
7. Bapak Yoga Suswanto, SST selaku Kepala Unit LL yang telah banyak
memberikan arahan dan bimbingan.
8. Bapak Hilmi dan Bapak Parnoto yang selalu menemani setiap hari baik dalam
pengukuran, inspeksi maupun sekedar sharing-sharing.
9. Bapak Suharto, ST selaku Kepala Bidang Fire beserta Bapak Edi, Bapak
Kazim, Bapak Yanto, Bapak Zainudin, Bapak Lanan, Bapak Karmu, Bapak
Budi, dan Bapak-bapak dari tim Fire yang telah banyak membantu.
10. Bapak Wahyudi selaku Kepala Unit Keselamatan Kerja dan Bapak Wiyanto
dan Bapak Adi yang telah banyak membantu di Lapangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
11. Arie Suprayitno, Roy Abrianto dan Yanuar Kristardianto teman-teman satu
tempat magang, satu atap, sepenanggungan yang selalu mendukung dan
menyemangati satu sama lain di dalam kita magang bersama di PUSDIKLAT
MIGAS Cepu.
12. Bapak Heru Prayitno dan keluarga yang telah menyediakan tempat untuk kami
dapat tinggal selama satu bulan.
13. rga yang telah banyak
membantu selama di tempat perantauan.
14. Bapak, Ibu dan Adik di rumah yang selalu mendukung dan mendoakan.
15. doa, dorongan dan semangat dalam
magang dan pembuatan laporan.
16. Teman-teman 2008 yang memberikan dukungan serta doa.
17. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangannya, sehingga saran dan kritik sangat penulis harapkan demi perbaikan
dan kesempurnaan laporan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Cepu, Februari 2011
Penulis,
Septian Wisnu Santoko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PERUSAHAAN .............................................. iii
ABSTRAK .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
BAB II. LANDASAN TEORI ...................................................................... 7
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 7
B. Kerangka Pemikiran .................................................................... 40
BAB III. . METODELOGI PENELITIAN ................................................ 41
A. Jenis Penelitian ............................................................................ 41
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian .................................... 41
C. Objek Penelitian .......................................................................... 42
D. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
E. Sumber Data ................................................................................ 43
F. Analisa Data ................................................................................ 43
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 45
A. Hasil Penelitian ........................................................................... 45
B. Pembahasan ................................................................................. 51
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 61
A. Simpulan ..................................................................................... 61
B. Saran ............................................................................................ 62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 63
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Intensitas Kebisingan Sehari-hari ...................................................... 17
Tabel 2. Kontribusi Berbagai Sumber Kebisingan .......................................... 17
Tabel 3. NAB Pemaparan Kebisingan di Tempat Kerja .................................. 28
Tabel 4. Baku Mutu Tingkat Kebisingan ......................................................... 29
Tabel 5. Pengukuran Intensitas kebisingan di unit Power Plant ..................... 46
Tabel 6. Pengukuran Kebisingan Berdasarkan NAB ....................................... 52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Perhitungan Noice
Lampiran 2. Pemantauan Tingkat Kebisingan
Lampiran 3. Surat Keterangan Magang
Lampiran 4. Jadwal Kegiatan Magang
Lampiran 5. Surat Penerimaan Magang
Lampiran 6. Kebijakan Lingkungan Pusdiklat Migas
Lampiran 7. Struktur Organisasi LK3
Lampiran 8. SOP Sound Level Meter
Lampiran 9. Diagram PLTD Pusdiklat Migas Cepu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan industri dewasa ini, maka tentunya akan
menimbulkan berbagai faktor bahaya yang semakin beragam dan lebih luas.
Hal tersebut sering kali disertai dengan tingkat risiko bahaya yang tinggi oleh
karena kompleksitas peralatan maupun kurangnya keterampilan tenaga kerja
yang mengoperasikan. Penerapan teknik dan teknologi yang canggih
disamping membawa kemudahan juga berdampak negatif seperti penyakit
akibat kerja, kecelakaan kerja, pencemaran lingkungan kerja, pencemaran
lingkungan umum yang menimpa tenaga kerja dan masyarakat. Hal ini tidak
terlepas dari manajemen suatu perusahaan yang unggul dan cermat dalam
melakukan suatu bentuk pengendalian yang efektif.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Occupational Health and Safety)
merupakan bagian dari keselamatan dan kesehatan masyarakat yang berkaitan
dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang
mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja. Bahaya pekerjaan (akibat
kerja), seperti halnya masalah keselamatan dan kesehatan lingkungan lain,
bersifat akut atau kronis (sementara atau berkelanjutan) dan efeknya mungkin
segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat secara
langsung maupun tidak langsung. Keselamatan dan kesehatan pekerja perlu
diperhatikan, oleh karena selain dapat menimbulkan gangguan tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
produktifitas, keselamatan dan kesehatan masyarakat kerja tersebut dapat
timbul akibat pekerjaannya.
Sasaran keselamatan dan kesehatan kerja khususnya adalah para pekerja
dan peralatan di tempat kerja. Melalui usaha keselamatan dan kesehatan
pencegahan di lingkungan kerja masing-masing dapat dicegah adanya
penyakit akibat dampak pencemaran lingkungan maupun akibat aktivitas dan
produk di tempat kerja terhadap masyarakat konsumen baik di lingkungan
kerja maupun masyarakat luas.
Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah :
1. Mengontrol semua risiko dan potensi kecelakaan yang menghasilkan
kecelakaan dan kerusakan.
2. Mencegah kecelakaan.
3. Menghindari kerugian harta benda dan nyawa.
4. Menghindari kerugian bagi perusahaan (cost).
(Pusat Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 2010)
Salah satu contoh faktor bahaya potensial yang terdapat di tempat kerja
adalah faktor fisika yang salah satunya yaitu kebisingan yang semakin hari
semakin melanda berbagai sektor industri. Kurangnya perhatian terhadap
aspek kebisingan membuat topik ini lebih menarik untuk diangkat sebagai
permasalahan. Mengingat efeknya yang tidak kentara tetapi akan dirasakan
pada stadium lanjut. Pada stadium (500, 1000, dan 2000 Hz) yaitu tingkat
frekuensi pembicaraan, tenaga kerja akan mengalami ketulian baik dari tingkat
ringan menuju ke berat atau total (irreversible).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Secara umum bising adalah suatu bunyi yang tidak diinginkan atau tidak
diharapkan yang sifat getarannya selalu berubah-ubah dan dapat mengganggu
seseorang. Bising dapat diartikan sebagai suara yang timbul dari getaran-
getaran yang tidak teratur dan periodik. Manusia masih mampu mendenngar
bunyi dengan frekuensi antara 16-20.000 Hz, dan intensitas dengan Nilai
Ambang Batas (NAB) 85 dB(A) secara terus menerus. Intensitas lebih dari 85
dB dapat menimbulkan gangguan dan batas ini disebut critical level of
intensity (Pusat Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 2010).
Pengaruh utama dari kebisingan terhadap kesehatan adalah kerusakan pada
indera pendengaran yang dapat menyebabkan ketulian progresif. Jika telinga
selalu terpapar dengan kebisingan yang melebihi NAB (85 dB untuk 8 jam)
maka ada hair cells pada telinga yang rusak atau mati sehingga suara tadi jadi
tidak terdengar. Kejadian seperti itu merupakan indikasi bahwa telinga kita
sudah memasuki fase ketulian (Ir. Fatur Yani, 1998).
Bising dalam industri sudah lama menjadi masalah yang sampai sekarang
belum bisa ditanggulangi dengan baik sehingga apabila tidak mendapatkan
perhatian lebih dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan pendengaran
para pekerja. Oleh karena itu, maka diperlukan langkah pengendalian yang
wajib dilakukan oleh perusahaan agar kebisingan yang ada di industri dapat
diminimalisir sehingga dapat mencapai tingkat intensitas yang diperkenankan
yaitu tidak melebihi dari Nilai Ambang Batas (NAB). NAB kebisingan yaitu
besarnya tingkat suara di mana sebagian besar tenaga kerja masih berada
dalam batas aman untuk bekerja selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
atau sesuai dengan Permenaker No. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. NAB yang seharusnya diterapkan di
pabrik atau perusahaan yaitu 85 dB, apabila NAB melebihi 85 dB akan
mempunyai dampak yang tidak baik bagi produktivitas tenaga kerja.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak dan Gas Bumi Cepu (Pusdiklat
Migas Cepu) adalah suatu industri kedinasan yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku bagi tenaga
kerja di lingkungannya, terlebih dalam dunia perminyakan dan gas bumi.
Selain itu, Pusdiklat Migas Cepu berfungsi sebagi tempat pengolahan minyak
mentah. Pusdiklat Migas Cepu adalah tempat pengolahan minyak dan gas
bumi, yang salah satu unitnya adalah unit Power Plant yaitu suatu unit di
Pusdiklat Migas Cepu yang mengatur persediaan tenaga listrik. Unit ini
sangatlah penting bagi Pusdiklat Migas Cepu karena merupakan pemasok
listrik yang kemudian digunakan pada proses operasi, seperti di kilang, wax
plant, water treatment, dan juga untuk perumahan Pusdiklat Migas Cepu.
Power plant merupakan salah suatu unit yang memiliki faktor bahaya, yaitu
kebisingan. Kebisingan itu sangatlah mengganggu aktivitas tenaga kerja.
Sehingga perlu upaya-upaya untuk menanggulangi adanya bahaya kebisingan
tersebut.
Dari uraian diatas, maka penulis mengambil judul Upaya Pengendalian
Faktor Bahaya Kebisingan di Unit Power Plant Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Migas Bumi Cepu, Blora, Jawa Tengah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana Pengendalian Faktor
Bahaya Kebisingan di Unit Power Plant Pusat Pendidikan dan Pelatihan Migas
Bumi Cepu, Blora, Jawa Tengah?
C. Tujuan Peneltian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui sumber-sumber kebisingan yang terdapat di unit Power Plant
Pusdiklat Migas Cepu.
2. Mengetahui upaya pengendalian faktor bahaya kebisingan di unit Power
Plant Pusdiklat Migas Cepu.
3. Mengetahui dampak faktor bahaya kebisingan terhadap tenaga kerja di
unit Power Plant Pusdiklat Migas Cepu.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Perusahaan
Sebagai motivasi dan masukan dalam penyelidikan area dan sumber-
sumber kebisingan untuk kemudian dilakukan identifikasi dan
pengendalian dari timbulnya kebisingan di tempat kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Peneliti
Mahasiswa dapat mengaplikasikan keilmuan yang didapat dibangku
kuliah pada dunia kerja yang nyata dan untuk menambah wawasan,
pengetahuan, dan pengalaman di lapangan mengenai masalah
keselamatan kerja, kesehatan kerja, dan lingkungan.
3. Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Menambah studi kepustakaan untuk meningkatan kualitas
mahasiswa dalam menerapkan keselamatan kerja dan kesehatan kerja di
perusahaan, serta untuk menjalin terbinanya kerjasama antara Program
Diploma III Hiperkes dan Keselamatan kerja dengan Pusdiklat Migas
Cepu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tempat Kerja
Sesuai dengan Keputusan menteri Tenaga Kerja No. 51/MEN/1999
tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, dalam pasal 1
ayat 2 disebutkan bahwa pengertian tempat kerja yaitu tiap ruangan atau
lapangan, tertutup dan terbuka, bergerak dan tetap, dimana tenaga kerja
bekerja atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan
terdapat sumber-sumber potensi bahaya (Depnakertrans, 2007).
2. Pengantar Power Plant
Power plant adalah suatu unit di PUSDIKLAT MIGAS Cepu yang
menangani penyediaan tenaga listrik. Peranan unit ini sangat penting
karena tidak hanya digunakan di unit kilang saja, tetapi juga digunakan di
PERTAMINA. Sebagai pembangkit tenaga listrik, power plant
menggunakan tenaga diesel dengan pertimbangan teknis antara lain :
a. Bahan bakar yang dipakai adalah solar, yang disediakan oleh
PUSDIKLAT MIGAS Cepu sendiri.
b. Sisten strartingnya lebih mudah dan mesinnya relatif lebih kuat.
c. Daya yang dihasilkan lebih besar.
d. Tidak ada ketergantungan terhadap instalasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
PUSDIKLAT MIGAS Cepu menyediakan tenaga pembangkit listrik
sendiri, sebab :
a. Perlu adanya kontinuitas pelayanan tenaga listrik yang ada pada
PUSDIKLAT MIGAS Cepu, sehingga dapat menunjang operasi kilang
dan pendidikan.
b. Semakin besar kebutuhan tenaga listrik yang diperlukan untuk
keperluan operasional dalam rangka operasi kilang dan semakin
majunya pendidikan yang ada di PUSDIKLAT MIGAS Cepu.
Fungsi PLTD yang ada di PUSDIKLAT MIGAS Cepu adalah untuk
melayani kebutuhan tenaga listrik di beberapa daerah antara lain :
a. PUSDIKLAT MIGAS Cepu :
1) Kebutuhan dalam pabrik, yaitu :
a) Kebutuhan untuk operasi kilang
b) Kebutuhan di water treatment
c) Kebutuhan di kantor
d) Kebutuhan di wax plant
e) Kebutuhan di boiler plant
f) Kebutuhan di bengkel-bngkel operasional dan pendidikan
g) Kebutuhan di laboratorium
2) Kebutuhan di luar pabrik, diantaranya :
a) Gedung kuliah STEM
b) Asrama STEM
c) Perumahan dinas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
d) Aula dan GOR
e) Rumah sakit Pusdiklat Migas Cepu
f) Penerangan kompleks Cepu
g) STM MIGAS Cepu
b. PERTAMINA
1) PERTAMINA UEP III
2) PERTAMINA UPDN IV
PLTD di PUSDIKLAT MIGAS Cepu mulai didirikan pada tahun 1973
dan hingga kini telah memiliki 9 buah generator sebagai mesin yang
digunakan untuk pembangkit listrik.
Distribusi tenaga listrik dari generator ke beban didistribusikan melalui
transformator yang jumlahnya ada 16 buah dengan menggunakan instalasi
bawah tanah, hal ini disebabkan karena diinginkan kontinuitas tenaga
listrik yang tinggi dengan faktor gangguan seminimal mungkin.
3. Definisi Kebisingan
Seringkali kita mengeluh dikarenakan suara gaduh atau berisik yang
terjadi di sekitar kita. Suara-suara berisik itu sering disebut sebagai bising.
Bising adalah suara-suara yang tidak diinginkan oleh telinga. Beberapa
sumber suara tersebut adalah :
a. Suara mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik seperti genset,
mesin diesel, dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
b. Benturan antara alat kerja dan benda kerja, misalnya proses
menggerinda permukaan metal, memalu (hammering), pemotongan
logam (metal cutting), dan lain-lain.
c. Aliran material, misalnya aliran gas, air atau material-material cair
dalam pipa distribusi di tempat kerja, aliran material padat seperti batu,
kerikil, dan lain-lain.
d. Manusia
(Saparudin, 2008).
Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan tahun 1988 terdapat 8-12
% penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk.
Angka ini diperkirakan akan terus meningkat (Annie, Yusuf, 2000) dalam
(Cholidah, 2006).
Suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja
(occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau
tidak diinginkan secara :
a. Fisik (menyakitkan telinga pekerja).
b. Psikis (mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi).
Saat situasi tersebut terjadi, status suara berubah menjadi polutan dan
identitas suara berubah menjadi kebisingan (noise). Kebisingan di tempat
kerja menjadi bahaya kerja bagi sistem penginderaan manusia, dalam hal
ini bagi sistem pendengaran (hearing loss).
Dalam bahasa K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja), National
Institute of Occupational Safety & Health (NIOSH) telah mendefinisikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
status suara atau kondisi kerja dimana suara berubah menjadi polutan
secara lebih jelas, yaitu :
a. Suara-suara dengan tingkat kebisingan lebih besar dari 104 dBA.
b. Kondisi kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus
menghadapi tingkat kebisingan lebih besar dari 85 dBA selama lebih
dari 8 jam (maksimum 85 dBA selama 8 jam TWA atau Time
Weighted Average yang ditetapkan oleh NIOSH sebagai
Recommended Exposure Limit, REL) (Saparudin, 2008).
Kebisingan merupakan suatu hal yang tidak dapat dilepaskan dari hal-
hal berikut, yaitu :
a. Bunyi
Bunyi atau suara adalah kompresi mekanikal atau gelombang
longitudinal yang merambat melalui medium. Medium atau zat
perantara ini dapat berupa zat cair, padat, gas. Jadi, gelombang bunyi
dapat merambat misalnya di dalam air, batu bara, atau udara (Francois
Weston Sears, 1991).
Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-
molekul zat yang saling beradu satu dengan yang lain secara
terkoordinasi sehingga menimbulkan gelombang dan meneruskan
energi serta sebagian dipantulkan kembali. Media yang dilalui
mempunyai masa yang elastis sehingga menghantarkan bunyi tersebut.
Bunyi merambat melalui udara dengan kecepatan sekitar 344 m/detik
pada suhu 20º C dan menimbulkan gelombang dengan sumber bunyi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
sebagai titik pusat dan disebarkan radial membentuk bidang
gelombang (Emil Salim, 2002) dalam (Cholidah, 2006).
Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh
getaran-getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyi
tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan
Tipe bunyi dapat dibedakan dalam 3 rentang frekuensi sebagai
berikut :
1) Infra Sonic, bila suara dengan gelombang antara 0-16 Hz.
Infra sonic tidak dapat didengar oleh telinga manusia dan
biasanya ditimbulkan oleh getaran tanah dan bangunan.
Frekuensi < 16 Hz akan mengakibatkan perasaan kurang
nyaman, lesu, dan kadang-kadang mengalami perubahan
penglihatan.
2) Sonic, bila gelombang suara antara 16-20.000 Hz.
Merupakan frekuensi yang dapat ditangkap oleh telinga
manusia. Bunyi dengan frekuensi 250-3000 Hz sangat penting,
karena frekuensi tersebut manusia dapat mengadakan komunikasi
dengan lancar.
3) Ultra Sonic, bila gelombang > 20.000 Hz.
Frekuensi diatas 20.000 Hz, sering digunakan dalam bidang
kedokteran seperti untuk penghancuran batu ginjal, pembedahan
katarak karena dengan frekuensi yang tinggi bunyi mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
daya tembus jaringan yang cukup besar sedangkan suara dengan
frekuensi sebesar ini tidak dapat didengar oleh manusia.
b. Desibel (dB)
Desibel adalah perbandingan logaritmis antara tekanan suara
tertentu dengan tekanan dasar yang besarnya 0,0002 dyne/cm yaitu
tekanan suara dengan frekuensi 1000 Hz tepat dapat didengar oleh
telinga normal
Menurut Arif Susanto (2006), Desibel (dB) adalah ukuran energi
bunyi atau kuantitas yang dipergunakan sebagai unit-unit tingkat
tekanan suara berbobot A. Untuk menilai kebisingan diperlukan untuk
menghitung tambahnya atau kurangnya tingkat tekanan suara berbobot
A, rata-ratanya, dan sebagainya.
c. Frekuensi
Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau disebut
Hertz (Hz), yaitu jumlah dari golongan-golongan yang sampai di
telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari
campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka
frekuensi. Nada dari kebisingan ditentukan oleh frekuensi-frekuensi
6).
Frekuensi bunyi yang dapat didengar telinga manusia terletak
antara 16 hingga 20.000 Hz. Frekuensi bicara terdapat pada rentang
250-4000 Hz. Bunyi frekuensi tinggi adalah yang paling berbahaya
(Joko Suyono, 1995) dalam (Cholidah, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
d. Intensitas
Intensitas adalah jumlah rata-rata energi yang diangkut oleh
gelombang itu lewat satu satuan permukaan dan dalam satuan waktu
(Francois Weston Sears, 1991).
Intensitas suara didefinisikan sebagai laju aliran energi (daya)
suara yang menembus suatu luasan terientu pada jarak tertentu (Yoga
Suswanto, 2008).
Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya
yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan sebagainya atau
yang menyebabkan rasa sakit atau menghalangi gaya hidup, (JIS Z 8106,
IEC60050-801 kosakata Elektro-Teknik International Bab 801: Akustikal
dan Electroakustikal). Menurut Keputusan Kementerian Lingkungan
Hidup No. 48 Tahun 1996 kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan
dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan keselamatan manusia dalam kenyamanan
lingkungan atau semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran menurut Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. 51 Tahun 1999. Sedangkan bising dalam
kesehatan kerja diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan
pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran)
maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi, dan pola waktu (Buchari,
2007).
Bising dapat merusak kokhlea di telinga dalam sehingga menganggu
pendengaran, sedang kerusakan yang ditimbulkan pada saraf vestibuler di
telinga dalam dapat menyebabkan gangguan keseimbangan. Gangguan
pendengaran dan keseimbangan akibat kerja belum mendapat perhatian
penuh, padahal gangguan ini menempati urutan pertama dalam daftar
penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa dengan proporsi 35%. Di
berbagai industri di Indonesia, angka ini berkisar antara 30-50% (Jenny
Bashirudin, 2003) dalam (Cholidah, 2006).
Menurut Buchari (2007), bahaya bising dihubungkan dengan beberapa
faktor, yaitu :
a. Intensitas
Intensitas bunyi yang harus ditangkap oleh telinga berbanding
langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan
getaran dalam rentang yang dapat didengar. Jadi, tingkat tekanan bunyi
diukur dengan skala logaritma dalam desibel (dB).
b. Frekuensi
Frekuensi bunyi yang dapat didengar telinga manusia terletak
antara 16-20.000 Hz. Frekuensi bicara terdapat dalam rentang 250-
4000 Hz. Bunyi frekuensi tinggi adalah yang paling berbahaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
c. Durasi
Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan,
dan kelihatannya berhubungan dengan jumlah total energi yang
mencapai telinga dalam. Jadi perlu mengukur semua elemen
lingkungan akustik yang dapat merekam dan memadukan bunyi.
d. Sifat
Mengacu pada distribusi bunyi terhadap waktu (stabil, berfluktuasi,
intermitten). Bising impulsif (satu atau lebih lonjakan energi bunyi
dengan durasi kurang dari 11 detik) sangat berbahaya.
4. Sumber Kebisingan
Sumber kebisingan dibedakan bentuknya atas dua jenis sumber, yaitu :
a. Sumber titik (berasal dari sumber diam) yang penyebaran
kebisingannya dalam bentuk bola-bola konsentris dengan sumber
kebisingan sebagai pusatnya dan menyebar di udara dengan kecepatan
sekitar 360 m/detik.
b. Sumber garis berasal dari sumber bergerak dan penyebaran
kebisingannya dalam bentuk silinder-silinder konsentris dengan
sumber kebisingan sebagai sumbunya dan menyebar di udara dengan
kecepatan sekitar 360 m/detik, sumber kebisingan ini umumnya
berasal dari kegiatan transportasi (Dwi P. Sasongko, 2000) dalam
(Cholidah, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Tabel 1. Intensitas Kebisingan Sehari-hari
Sumber Bising Desibel (dB)
Ambang Menyakitkan Telinga
Memasang Paku Kling
Kereta Api Sebelah Atas Jalan Raya
Lalu Lintas Ramai
Percakapan Biasa
Mesin Mobil yang Mulus
Suara Suara Radio Tenang Dalam Rumah
Bisik-bisik
Desah Daun-daunan
Ambang Pendengaran
120
95
90
70
65
50
40
20
10
0
Sumber : New York City Noise Abatement Commision (1991) dalam
(Francois Weston Sears, 1991).
Sumber kebisingan di perusahaan biasanya berasal dari mesin-mesin
untuk proses produksi dan alat-alat lain yang dipakai untuk melakukan
pekerjaan. Contoh sumber-sumber kebisingan di perusahaan baik dari
dalam maupun dari luar perusahaan seperti :
a. Generator, mesin disel untuk pembangkit listrik.
b. Mesin-mesin produksi.
c. Mesin potong, mesin bor, gergaji, serut diperusahaan kayu.
d. Ketel uap atau boiler untuk pemanas air.
e. Alat-alat lain yang menimbulkan suara den getaran seperti alat
pertukangan.
Tabel 2. Kontribusi Berbagai Sumber Kebisingan
No. Jenis Sumber Kebisingan Persentase (%)
2.
3.
4.
4.
5.
7.
8.
Kendaraan Bemotor
Pesawat Terbang
Suara
Radio dan Televisi
Alat-alat Rumah Tangga
Konstruksi
Industri
Lain-lain
55
15
12
2
2
1
1
12
Sumber : Environmental Protection Agency (EPA)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Di tempat kerja, disadari atau tidak, cukup banyak fakta yang
menunjukkan bahwa perusahaan beserta aktivitasnya ikut menciptakan
atau menambah tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya :
a. Mengoperasikan mesin-
b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja
cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.
c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya,
misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami
kerusakan parah.
d. Melakukan modifikasi atau perubahan atau penggantian secara parsial
pada komponen-komponen mesin produksi tanpa mengindahkan
kaidah-kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan
komponen tiruan.
e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak
tepat (terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian
penghubung antara modul mesin (bad connection).
f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai fungsinya, misalnya
penggunaan palu untuk membengkokkan benda-benda metal atau alat
bantu pembuka baut.
(Saparudin, 2008)
Kebisingan adalah suatu gerakan gelombang longitudinal di udara
yang menghasilkan suara dari fluktuasi tekanan di dalam suatu medium
yang elastis dengan satuan desibel (dB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Di dalam anatomi sistem pendengaran manusia dibagi dalam 3 zona
yaitu telinga bagian luar, tengah dan dalam. Gelombang suara ditangkap
melalui daun telinga yang diteruskan lewat kanal atau lubang telinga
(bagian luar telinga). Kemudian melalui konduksi tulang di bagian tengah
telinga yang terdapat 3 jenis tulang yaitu hammer, anvil, stirrup yang
mengirimnya ke cochlea (seperti terompet kertas anak-anak dan
menyerupai keong). Di dalam cochlea ini terdapat hair cells yang
berjumlah ± 23.000 buah. Hair cell ini bergetar dengan irama yang teratur
seperti padi yang tertiup oleh angin sehingga kita dapat mendengar dengan
baik (bagian tengah telinga) (Ir. Fatur Yani, 1998).
Dari sudut pandang lingkungan, kebisingan adalah masuk atau
dimasukkannya energi (suara) ke dalam lingkungan hidup sedemikian rupa
sehingga mengganggu peruntukannya. Dari sudut pandang lingkungan
maka kebisingan lingkungan termasuk dalam kategori pencemaran karena
dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan
manusia (Dwi P. Sasongko, 2000) dalam (Cholidah, 2006).
5. Jenis Kebisingan
Bising yang berlebihan dapat mengganggu kesehatan secara umum.
Beberapa peneliti percaya bahwa bising yang berlebihan berperan dalam
timbulnya :
a. Stres mental
b. Stres Fisik
c. Penyakit tertentu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
d. Kecelakaan
(Pusat Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 2010).
Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan meliputi :
a. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state,
wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar.
b. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state,
narrow band noise), misalnya gergaji sirkuler, katup gas.
c. Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas, suara
kapal terbang di lapangan udara.
d. Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise), seperti pukulan,
tembakan bedil, atau meriam, ledakan.
e. Kebisingan impulsive berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan
Menurut Buchari (2007), jenis kebisingan antara lain :
a. Kebisingan yang continue dengan spektrum frekuensi yang luas (stady
state, wide band noise). Bising ini relatif tetap dalam batas ± 5 dB
untuk periode 0,5 detik berturut-turut, misalnya mesin-mesin, kipas
angin, dapur pijar, dan lain-lain.
b. Kebisingan continue dengan spektrum frekuensi sempit (steady state,
narrow band noise). Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi
mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan
4000 Hz), misalnya gergaji silkuler, katup gas, dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
c. Kebisingan terputus-putus (intermittent). Bising di sini tidak terjadi
secara terus-menerus melainkan ada periode relatif tenang, misalnya
lalulintas, suara kapal terbang di lapangan udara.
d. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise). Bising jenis ini
mempunyai perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu
sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya seperti pukulan
tukul, tembakan bedil atau meriam, dan ledakan.
e. Kebisingan impulsif berulang. Sama dengan bising impulsif, hanya
saja terjadi secara berulang misalnya mesin tempa di perusahaan.
Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas
(Buchari, 2007) :
a. Bising yang mengganggu (Irritating noise). Intensitas tidak terlalu
keras. Misalnya mendengkur.
b. Bising yang menutupi (Masking noise). Merupakan bunyi yang
menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini
akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena
teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber
lain.
c. Bising yang merusak (damaging/injurious noise) adalah bunyi yang
intensitasnya melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak atau
menurunkan fungsi pendengaran.
Suara yang terlalu bising bisa menyebabkan :
a. Kerusakan pendengaran sementara atau tetap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
b. Menimbulkan stres, dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mental.
c. Menyebabkan kecelakaan saat pekerja tidak dapat mendengarkan
intruksi atau peringatan bahaya.
(Pusat Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 2010).
6. Fisiologi Pendengaran
Telinga dibagi dalam tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga dan kanal telinga,
batas telinga luar yaitu dari daun telinga sampai dengan membrana
tympani. Telinga tengah, batas telinga tengah mulai dari membrana
tympani sampai dengan tuba eustachii. Terdiri dari 3 buah tulang kecil
yaitu os malleulus, os incus, dan os stapes. Telinga dalam, berada di
belakang tulang tengkorak kepala terdiri dari kokhlea dan oval window (J.
F. Gabriel, 1995) dalam (Cholidah, 2006).
a. Telinga Bagian Luar
Telinga luar terdiri atas aurikel atau pinna dan meatus auditorius
externa yang menjorok ke dalam menjauhi pinna. Serta
menghantarkan getaran suara menuju membrana tympani. Liang
telinga berukuran panjang sekitar 2,5 cm. Sepertiga luarnya adalah
tulang rawan sementara, dua pertiga dalamnya adalah berupa tulang.
Bagian tulang rawan tidak lurus serta bergerak ke arah atas dan
belakang. Liang ini dapat diluruskan dengan cara mengangkat daun
telinga ke atas dan ke belakang. Aurikel berbentuk tidak teratur serta
terdiri dari tulang rawan dan jaringan fibrus, kecuali pada ujung paling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
bawah, yaitu cuping telinga yang terutama terdiri dari lemak (Evelyn
C. Pearce, 2002) dalam (Cholidah, 2006).
Daun telinga berfungsi sebagai pengumpul energi bunyi dan
dikonsentrasikan pada membrana tympani, dan hanya menangkap 6-8
dB.
Pada kanalis telinga terdapat malam (wax) yang berfungsi sebagai
peningkatan kepekaan terhadap frekuensi suara 3.000-4.000 Hz.
Membrana tympani tebalnya 0,1 mm, luas 65 mm2, mengalami vibrasi
dan diteruskan ke telinga bagian tengah yaitu pada tulang telinga
(incus, malleulus, dan stapes). Nilai ambang pendengar terendah yang
dapat didengar ~ 20 Hz dan pada 160 dB membrana tympani
mengalami rupture atau pecah (J. F. Gabriel, 1995) dalam (Cholidah,
2006).
b. Telinga Bagian Tengah
Telinga bagian tengah terdiri dari 3 tulang yaitu malleulus, incus,
dan stapes. Suara yang masuk itu 99,9 % mengalami refleksi dan
hanya 0,1 % saja yang ditransmisi atau diteruskan. Pada frekuensi
<400 Hz membran tympani
4000 Hz membran tympani akan menegang. Telinga bagian tengah ini
memegang peranan proteksi. Hal ini dimungkinkan oleh karena adanya
tuba eustachii yang mengatur tekanan di dalam telinga bagian tengah,
dimana tuba eustachii mempunyai hubungan langsung dengan mulut
(J. F. Gabriel, 1995) dalam (Cholidah, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Tuba eustakhius bergerak ke depan dari rongga telinga tengah
menuju naso farinx, lantas terbuka. Dengan demikian tekanan udara
pada kedua sisi gendang telinga dapat diatur seimbang melalui meatus
auditorius externa serta melalui tuba eustakhius (faringo timpanik).
Celah tuba eustakhius akan tertutup jika dalam keadaan biasa, dan
akan terbuka setiap kali kita menelan. Dengan demikian tekanan udara
dalam ruang timpani dipertahankan tetap seimbang dengan tekanan
udara dalam atmosfer, sehingga cedera atau ketulian akibat tidak
seimbangnya tekanan udara, dapat dihindarkan. Adanya hubungan
dengan nasofarinx ini, memungkinkan infeksi pada hidung atau
tenggorokan dapat menjalar masuk ke dalam rongga telinga tengah (J.
F. Gabriel, 1995) dalam (Cholidah, 2006).
Tulang-tulang pendengaran adalah tiga tulang kecil yang tersusun
pada rongga telinga tengah seperti rantai yang bersambung dari
membrana tympani sampai rongga telinga bagian dalam. Tulang
sebelah luar adalah malleus, berbentuk seperti martil dengan gagang
yang terikat pada membrana tympani, sementara kepalanya menjulur
ke dalam ruang tympani. Tulang yang berada di tengah adalah incus
atau landasan, sisi luarnya bersendi dengan malleus sementara sisi
dalamnya bersendi dengan sisi dalam sebuah tulang kecil, yaitu stapes.
Stapes atau tulang sanggurdi yang dikaitkan pada inkus dengan
ujungnya yang lebih kecil, sementara dasarnya yang bulat panjang
terikat pada membran yang menutup fenestra vestibuli, atau tingkap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
jorong. Rangkaian tulang-tulang ini berfungsi untuk mengalirkan
getaran suara dari gendang telinga menuju rongga telinga dalam,
menghubungkan gendang telinga dengan tingkap jorong (Evelyn C.
Pearce, 2002) dalam (Cholidah, 2006). Saluran setengah lingkaran
berjumlah 3 (superior, posterior, lateral) berfungsi mengendalikan
keseimbangan tubuh.
c. Telinga Bagian Dalam
Rongga telinga dalam terdiri dari berbagai rongga yang
menyerupai saluran-saluran dalam tulang temporalis. Rongga-rongga
itu disebut labirin tulang, dan dilapisi membran sehingga membentuk
labirin membranosa. Saluran-saluran bermembran ini mengandung
cairan dan ujung-ujung akhir saraf pendengaran dan keseimbangan.
Vestibula yang merupakan bagian tengah dan tempat
bersambungnya bagian-bagian yang lain. Saluran setengah lingkaran
bersambung dengan vestibula. Ada 3 jenis saluran-saluran itu, yaitu
saluran superior, posterior, dan lateral. Saluran lateral letaknya
horizontal, sementara ketiganya saling membuat sudut tegak lurus satu
sama lain. Pada salah satu ujung setiap saluran terdapat penebalan
yang disebut ampula (gerakan cairan yang merangsang ujung-ujung
akhir saraf khusus dan ampula yang menyebabkan kita sadar akan
kedudukan kita). Bagian telinga dalam ini berfungsi untuk membantu
serebelum dalam mengendalikan keseimbangan, serta kesadaran akan
kedudukan kita. Kokhlea adalah sebuah tabung bentuk spiral yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
membelit dirinya laksana sebuah rumah siput. Belitan-belitan itu
melingkari sebuah sumbu berbentuk kerucut yang memiliki bagian
tengah dari tulang disebut modiulus. Dalam setiap belitan ini terdapat
saluran membranosa yang mengandung ujung-ujung akhir saraf
pendengaran. Cairan dalam labirin membranosa disebut endolimfe,
cairan di luar labirin membranosa dan di dalam labirin tulang disebut
perilimfe. Ada 2 tingkap dalam ruang melingkar ini :
1) Tingkap jorong (fenestra vestibuli/fenestra ovalis) ditutup oleh
tulang stapes.
2) Tingkap bundar (fenestra kokhlea/fenestra rotunda) ditutup oleh
membran.
Kedua-duanya menghadap ke telinga dalam, adanya tingkap-
tingkap ini dalam labirin tulang bertujuan agar getaran dapat dialihkan
dari rongga telinga tengah, guna dilangsungkan dalam perilimfe.
Getaran dalam perilimfe dialihkan menuju endolimfe, dengan demikian
merangsang ujung-ujung akhir saraf pendengaran (Evelyn C. Pearce,
2002) dalam (Cholidah, 2006).
Nervus auditorius (saraf pendengaran) terdiri dari 2 bagian salah
satu dari padanya pengumpulan sensibilitas dari bagian vestibuler
rongga telinga dalam yang mempunyai bagian dengan keseimbangan.
Serabut-serabut saraf ini bergerak menuju nucleus vestibularis yang
berada pada titik pertemuan antara pons dan medulla oblongata, lantas
kemudian bergerak terus menuju serebelum. Bagian kokhlearis pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
nervus auditorius adalah saraf pendengar yang sebenarnya. Serabut-
serabut sarafnya mula-mula dipancarkan pada sebuah nukleus khusus
yang berada tepat di belakang thalamus, kemudian dipancarkan lagi
menuju pusat penerima akhir dalam korteks otak yang terletak pada
bagian bawah lobus temporalis (Evelyn C. Pearce, 2002) dalam
(Cholidah, 2006).
7. Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai Ambang Batas (NAB) adalah angka dB yang dianggap aman
untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam perhari dan 40 jam
per minggu.
Kebisingan terhadap manusia dibatasi dengan NAB yaitu 0 dB untuk
threshold of hearing (anak bayi), 120 dB untuk threshold of discomfort
(mulai tidak enak didengar), serta 130-140 dB adalah threshold of pain
(telinga mulai terasa sakit) (Ir. Fatur Yani, 1998).
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 tahun 1999 tentang NAB
untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan
nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh tenaga kerja tanpa
mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk bekerja secara
terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam per minggunya.
Waktu pemaparan kebisingan maksimum dalam bekerja adalah sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Tabel 3. NAB Pemaparan Kebisingan di Tempat Kerja
Waktu Pemaparan Intensitas Kebisingan
8 Jam
4 Jam
2 Jam
1 Jam
30 Menit
15 Menit
7,5 Menit
3,75 Menit
1,88 Menit
0,94 Menit
28,12 Detik
14,06 Detik
7,03 Detik
3,52 Detik
1,76 Detik
0,88 Detik
0,44 Detik
0,23 Detik
0,11 Detik
85
88
91
94
97
100
103
106
109
112
115
118
121
124
127
130
133
136
139
Sumber : Depnakertrans RI
SNI No. 16-7063-2004 tentang NAB iklim kerja (panas), kebisingan,
getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja. NAB
adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai pedoman
pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-
hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu yaitu
sebesar 85 dB.
Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan
yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan
sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan (Kepmen LH No. 48, 1996).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Tabel 4. Baku Mutu Tingkat Kebisingan
Peruntukan Karyawan/Lingkungan
Kesehatan
Tingkat
Kebisingnan dB (A)
a. Peruntukan kawasan
1. Perumahan dan pemukiman
2. Perdagangan dan jasa
3. Perkantoran dan perdagangan
4. Ruang terbuka hijau
5. Industri
6. Pemerintahan dan fasilitas umum
7. Rekreasi
8. Khusus:
- Bandar udara
- Stasiun Kereta api
- Pelabuhan laut
- Cagar budaya
b. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah sakit atau sejenisnya
2. Sekolah atau sejenisnya
3. Tempat ibadah atau sejenisnya
55
70
65
50
70
60
70
60
70
55
55
55
(Sumber: Kepmenlh No 48 Tahun 1996)
8. Pengukuran Kebisingan
adalah :
a. Memperoleh data tentang fekuensi dan intensitas di perusahaan atau di
mana saja.
b. Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi
intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan
dalam rangka upaya konservasi pendengaran tenaga kerja, atau
perlindungan masyarakat dari gangguan kebisingan atas ketenangan
dalam kehidupan masyarakat atau tujuan lainnya.
Untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan kerja, digunakan
Sound Level Meter. Untuk mengukur nilai ambang pendengaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
digunakan Audiometer. Untuk menilai tingkat pajanan pekerja lebih tepat
digunakan Noise Dose Meter karena pekerja umumnya tidak menetap pada
suatu tempat kerja selama 8 jam ia bekerja. Nilai ambang batas (NAB)
intensitas bising adalah 85 dB dan waktu bekerja maksimum adalah 8 jam
per hari.
Sound Level Meter adalah alat pengukur suara. Mekanisme kerja SLM
apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan
tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini, selanjutnya akan
menggerakan meter penunjuk.
Audiometer adalah alat untuk mengukur nilai ambang pendengaran.
Audiogram adalah chart hasil pemeriksaan audiometri. Nilai ambang
pendengaran adalah suara yang paling lemah yang masih dapt didengar
telinga (Buchari, 2007).
Pada pengukuran kebisingan ini Sound Level Meter
Alat tersebut dapat mengukur intensitas kebisingan antara 40-130 dB(A)
pada frekuansi antara 20-20.000 Hz. Sebelum dilakukan pengukuran harus
dilakukan contour map lokasi sumber suara dan sekitarnya. Selanjutnya
Sound Level Meter pada ketinggian ±
140-150 meter atau setinggi telinga (Tarwaka, 2004).
9. Pengaruh Kebisingan Pada Tenaga Kerja
Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti
gangguan fisiologis, komunikasi, dan gangguan pendengaran/ketulian atau
ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditori,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditori
seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya
performance kerja, kelelahan, dan stress (Buchari, 2007).
Lebih rinci lagi dampak kebisingan terhadap kesehatan tenaga kerja
adalah sebagai berikut (Buchari, 2007) :
a. Gangguan Fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan
denyut nadi, basal metabolisme, retriksi pembuluh darah kecil
terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat, dan gangguan
sensoris.
b. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang
konsentrasi, susah tidur, emosi, dan lain-lain. Pemaparan dalam jangka
waktu lama dapat menimbulkan penyakit psikosomatik antara lain;
gastristik, penyakit jantung koroner, dan lain-lain.
c. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan,
bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang
belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung
akan mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja karena tidak mendengarkan teriakan atau isyarat tanda
bahaya yang tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan
produktivitas kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
d. Gangguan Keseimbangan
Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisiologis
seperti kepala pusing, mual, dan lain-lain.
e. Gangguan Terhadap Pendengaran (Ketulian)
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising,
gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius
karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian.
(Buchari, 2007).
Kerusakan pendengaran karena kebisingan sebenarnya adalah
kerusakan pada indera pendengaran dengan risiko penurunan daya dengar
yang akhirnya dapat menjadi tuli menetap yang tidak dapat disembuhkan.
Oleh karena itu, menghindari kebisingan yang berlebihan adalah satu-
satunya cara yang tepat untuk mencegah kerusakan pendengaran. Namun
dalam suatu proses produksi hal ini tidak dapat dilaksanakan (Cholidah,
2006).
(1996) mula-mula efek kebisingan pada
pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah
dihentikan kerja di tempat bising. Tetapi kerja terus menerus di tempat
bising berakibat kehilangan daya dengar yang menetap dan tidak bisa
pulih kembali. Biasanya di mulai pada frekuensi-frekuensi sekitar 4000 Hz
dan kemudian menghebat dan meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya
mengenai frekuensi-frekuensi yang digunakan untuk percakapan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Kehilangan pendengaran dapat bersifat sementara atau permanen.
Pergeseran ambang sementara yang diinduksi bising (NITTS, Noise
Induced Temporary Treshold Shift, atau kelelahan pendengaran) adalah
kehilangan tajam pendengaran sementara setelah paparan yang relatif
singkat terhadap bising yang berlebihan, pendengaran pulih cukup cepat
setelah bising dihentikan. Pergeseran ambang permanen yang diinduksi
bising (NIPTS, Noise Induced Permanent Treshold Shift) adalah
kehilangan pendengaran irreversible yang disebabkan paparan jangka
lama terhadap bising. Pergeseran ambang yang diinduksi bising adalah
kuantitas kehilangan pendengaran yang dapat dikaitkan dengan bising saja
(setelah dikurangi nilai-nilai untuk presbiakusis). Gangguan pendengaran
umumnya mengacu pada tingkat pendengaran dimana individu tersebut
mengalami kesulitan untuk melaksanakan kehidupan normal, biasanya
dalam hal memahami pembicaraan (Joko Suyono, 1995) dalam (Cholidah,
2006).
Seseorang yang terpapar kebisingan secara terus menerus dapat
menyebabkan dirinya menderita ketulian. Ketulian akibat kebisingan yang
ditimbulkan akibat pemaparan terus manerus tersebut dapat dibagi menjadi
dua :
a. Temporary deafness, yaitu kehilangan pendengaran sementara.
b. Permanent deafness, yaitu kehilangan pendengaran secara permanen
atau disebut ketulian saraf, yang harus dapat dikompensasi oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
jamsostek atas rekomendasi dari dokter pemeriksa kesehatan (Emil
Salim, 2002) dalam (Cholidah, 2006).
10. Pengendalian Kebisingan
1996) dalam bukunya yang berjudul Higiene
Perusahaan dan Kesehatan Kerja dikemukakan mengenai cara yang
ditempuh dalam melaksanakan pengendalian kebisingan antara lain dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Mengurangi intensitas kebisingan pada sumbernya.
b. Mengisolasi sumber kebisingan yang ada agar tidak meluas lebih jauh.
c. Melakukan upaya-upaya pengendalian lainnya seperti : Engineering
Control dan Administratif Control.
Dalam (Cholidah, 2006), pengendalian kebisingan dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
a. Pengendalian Pada Sumber
Pengendalian kebisingan pada sumber mencakup :
1) Perlindungan pada peralatan, struktur, dan pekerja dari dampak
bising.
2) Pembatasan tingkat bising yang boleh dipancarkan sumber.
(Dwi P. Sasongko, 2000).
b. Pengendalian Pada Media Rambatan
Pengendalian pada lintasan (media rambatan) adalah pengendalian
diantara sumber dan penerima kebisingan. Prinsip pengendaliannya
adalah dengan melemahkan intensitas kebisingan yang merambat dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
sumber ke penerima dengan cara membuat hambatan-hambatan. Ada 2
cara pengendalian kebisingan pada lintasan yaitu out door noise
control dan indoor noise control.
1) Outdoor Noise Control
Pengendalian kebisingan di luar sumber suara adalah
mengusahakan menghambat rambatan suara di luar ruangan
sedemikian rupa sehingga intensitas suaranya menjadi lemah (Dwi
P. Sasongko, 2000).
2) Indoor Noise Control
Pengendalian di dalam ruang sumber suara adalah usaha
menghambat rambatan suara atau kebisingan di dalam ruangan
atau gedung sehingga intensitas suara menjadi lemah (Dwi P.
Sasongko, 2000).
c. Pengendalian Kebisingan Pada Manusia
Pengendalian kebisingan pada manusia dilakukan untuk mereduksi
tingkat kebisingan yang diterima harian, sering disebut dengan
personal hearing protection. Pengendalian ini ditujukan pada pekerja
pabrik atau mereka yang bertempat tinggal didekat jalan raya yang
ramai. Karena daerah utama kerusakan akibat kebisingan pada
manusia adalah pendengaran (telinga bagian dalam), maka metode
pengendaliannya dengan memanfaatkan alat bantu yang bisa
mereduksi tingkat kebisingan yang masuk ke telinga bagian luar dan
bagian tengah, sebelum masuk ke telinga bagian dalam. Cara yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
biasa digunakan untuk pengendalian kebisingan pada penerima adalah
:
1) Pengendalian Secara Teknis
a) Mengubah cara kerja, dari yang menimbulkan bising menjadi
berkurang suara yang menimbulkan bisingnya.
b) Menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang kedap
suara.
c) Mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan.
d) Substitusi mesin yang bising dengan mesin yang kurang bising.
e) Menggunakan fondasi mesin yang baik agar tidak ada
sambungan yang goyang, dan mengganti bagian-bagian logam
dengan karet.
f) Modifikasi mesin atau proses.
g) Merawat mesin dan alat secara teratur dan periodik sehingga
dapat mengurangi suara bising.
(A. M. Sugeng Budiono, 2003).
2) Pengendalian Secara Administratif
Yaitu berupa kriteria atau tingkat baku kebisingan untuk
tindakan pencegahan yang menetapkan tingkat kebisingan
maksimal yang diperbolehkan dan lamanya kebisingan yang boleh
diterima dalam kaitannya dengan perlindungan pendengaran.
Pengendalian secara administratif mempunyai tujuan untuk
mengendalikan tingkat dan lama kebisingan yang diterima oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
pekerja dengan mengatur pola kerja sesuai lingkungannya (Dwi P.
Sasongko, 2000).
Pengendalian secara administratif yaitu :
a) Pengadaan ruang kontrol pada bagian tertentu (misalnya bagian
diesel).
Tenaga kerja di bagian tersebut hanya melihat dari ruang
berkaca yang kedap suara dan sesekali memasuki ruang
berbising tinggi, dalam waktu yang telah ditentukan, serta
menggunakan APD (ear muff).
b) Pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan NAB yang ada.
Cara ini dilakukan untuk mengurangi waktu pemajanan dan
tingkat kebisingan, sehingga suara yang diterima organ
pendengaran pekerja, masih dalam batas aman (A. M. Sugeng
Budiono, 2003).
3) Pengendalian Secara Medis
Pemeriksaan Audiometri sebaiknya dilakukan pada saat awal
masuk kerja, secara periodik, secara khusus, dan pada akhir masa
kerja.
Menurut Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional
(1987) adalah sebagai berikut :
a) Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja
(1) Riwayat penyakit
(2) Pemeriksaan klinis secara umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
(3) Pemeriksaan klinis terhadap telinga.
(4) Tes audiometri yang sederhana.
b) Pemeriksaan Berkala
(1) Riwayat penyakit secara pendek.
(2) Pemeriksaan klinis terhadap telinga.
(3) Tes audiometri yang sederhana.
c) Pemeriksaan Khusus
(1) Riwayat penyakit
(2) Pemeriksaan klinis secara umum.
(3) Pemeriksaan klinis yang menyeluruh terhadap telinga,
hidung, dan tenggorokan.
(4) Tes audiometri yang kompleks.
Tes audiometri yang sederhana merupakan tes terhadap suara
mesin dengan hantaran udara yang dilakukan secara terpisah untuk
masing-masing telinga terhadap beberapa frekuensi tertentu (500,
1000, 2000, 4000, dan 6000 Hz).
Tes audiometri yang kompleks dilakukan dalam ruangan kedap
suara dan masing-masing telinga terpisah terhadap beberapa
frekuensi (250, 500, 1000, 2000, 3000, 4000, 6000, dan 8000 Hz)
dan sebelumnya orang yang akan diperiksa diisolir dalam ruang
hampa suara selama 12 jam atau lebih baik 16 jam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
4) Penggunaan Alat Pelindung Diri
Teknik ini merupakan langkah terakhir apabila seluruh teknik
pengendalian di atas belum mungkin untuk dilaksanakan. Jenis
pengendalian ini dapat dilakukan dengan penggunaan alat
pelindung telinga (tutup atau sumbat telinga).
a) Sumbat telinga (earplug), dapat mengurangi kebisingan 8-30
dB. Biasanya digunakan untuk proteksi sampai dengan 100 dB.
Beberapa tipe dari sumbat telinga antara lain Formable type,
Costum-molded type, Premolded type.
b) Tutup telinga (earmuff), dapat menurunkan kebisingan 25-40
dB. Digunakan untuk proteksi sampai dengan 110 dB.
c) Helm (Helmet), mengurangi kebisingan sampai antara 40-50
dB.
(Buchari, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
B. Kerangka Pemikiran
Tempat Kerja
(Manusia, Material, Alat, Lingkungan)
Faktor dan Potensi Bahaya
Pencegahan Kecelakaan Kerja
dan Penyakit Akibat Kerja
Program Pengendalian
Keberhasilan Program
- Perundang-undangan
- Standarisasi
- Pembinaan K3
YA
Penurunan Tingkat
Insiden
TIDAK Insiden
LOSS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
penelitian diskriptif. Penelitian diskriptif adalah penelitian yang hanya terbatas
pada pengumpulan data, penyajian data, dan analisa data dalam bentuk narasi
(Putu Suriyasa, 2001).
Tujuan dari penulis menggunakan metode penelitian ini adalah agar
peneliti memperoleh data yang dibutuhkan dan dapat menyajikan data
tersebut, mula-mula peneliti mengumpulkan data, setelah itu data disajikan
dan penulis melakukan analisa data yang ada. Analisa data tersebut digunakan
oleh peneliti untuk memecahkan rumusan masalah yaitu bagaimana upaya
pengendalian faktor bahaya kebisingan di unit Power Plant Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Minyak dan Gas Bumi Cepu?
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Minyak dan Gas Bumi Cepu (Pusdiklat Migas Cepu) dengan alamat Jalan
Sorogo No. 01 Cepu 58315, Blora, Jawa Tengah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
2. Waktu penelitian
Dalam pelaksanaan magang mahasiswa mengikuti program-program
kerja yang ada di perusahaan. Disamping itu, penulis juga mencari data
sendiri melalui pengamatan atau observasi, wawancara, dan pengukuran.
Pelaksanaan magang mulai 1 Februari sampai 28 Februari 2011, setiap
hari Senin sampai Kamis jam 08.00-
08.00-16.30 WIB.
C. Objek Penelitian
Sebagai upaya dalam penelitian ini adalah pengendalian faktor bahaya
kebisingan pada unit Power Plant di Pusdiklat Migas Cepu.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi Lapangan
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengamatan dan
pengukuran langsung di lapangan terhadap sumber-sumber kebisingan,
peralatan dan tenaga kerja yang ada di unit Power Plant kemudian dicatat
hal-hal yang diperlukan sebagai data. Alat ukur yang digunakan untuk
mengukur kebisingan adalah Sound Level Meter.
2. Wawancara
Pengumpulan data dilakukan dengan tanya jawab secara langsung
kepada tenaga kerja yang bersangkutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
3. Dokumentasi
Dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari buku-buku dan
dokumen dari catatan-catatan perusahaan mengenai masalah kebisingan
dan peralatan yang ada pada unit Power Plant di Pusdiklat Migas Cepu.
4. Studi kepustakaan
Dilakukan dengan membaca literatur perusahaan yang berhubungan
dengan kebisingan dan peralatan yang ada pada unit Power Plant di
Pusdiklat Migas Cepu.
E. Sumber Data
1. Data primer
Data primer diperoleh dari observasi lapangan secara langsung,
wawancara dengan bagian Lindung Lingkungan dan Fire safety LK3
tenaga pelaksana di Pusdiklat Migas Cepu.
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen perusahaan, literatur-
literatur dari perusahaan, buku-buku, dan data-data penunjang lainnya.
F. Analisis Data
Analisis data yang diperlukan dalam penelitian termasuk analisis deskriptif
mengenai Upaya Pengendalian Faktor Bahaya Kebisingan pada Unit Power
Plant Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak dan Gas Bumi Cepu. Data yang
diperoleh selanjutnya dihubungkan dengan Kepmenaker No.51/MEN/1999
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
tentang NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan
merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh tenaga kerja tanpa
mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk bekerja secara terus
menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam per minggunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Identifikasi sumber kebisingan
Di Pusdiklat Migas Cepu pengukuran intensitas kebisingan dilakukan
1 bulan sekali oleh Tim dari Departemen Fire Safety dan LK3 yaitu unit
LL atau Lindungan Lingkungan.
Identifikasi sumber kebisingan di Pusdiklat Migas Cepu, dilakukan
dengan melakukan pengukuran pada area-area yang telah ditentukan
sebelumnya berdasarkan hasil dari data pengukuran yang pernah
dilakukan. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan yaitu
Sound Level Meter.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti secara langsung
maka diketahui bahwa dari 9 buah genset yang ada pada saat pengukuran
dilakukan diketahui bahwa 3 buah genset sedang on yang 5 buah sedang
off dan yang 1 buah sedang diisi bahan bakar.
Adapun hasil yang didapatkan dari pengukuran intensitas kebisingan
pada unit Power Plant di Pusdiklat Migas Cepu adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Tabel 5. Pengukuran Intensitas kebisingan di unit Power Plant
No Area
Hasil pengukuran 1+2+3
3
10^NI/10
Hasil (dB)
10 Log E 1 2 3
1 Ruang Genset 1
Genset 1
Genset 2
Genset 3
Genset 4
Genset 5
Total genset 1
s/d 5
106 104 106 105.3 34145488738
105.6 104.1 107 107.0 50118723363
0 0 0 0.0 1
0 0 0 0.0 1
0 0 0 0.0 1
84264212104 109.3
2 Ruang Genset 2
Genset 6
Genset 7
Genset 8
Genset 9
Total genset 6
s/d 9
0 0 0 0.0 1
0 0 0 0.0 1
0 0 0 0.0 1
106.8 103.3 110 112.0 158489319246
158489319249 112.0
3 Ruang Jaga 1 72
4 Ruang Jaga 2 89
5 Kantor 64
6 R Administrasi 64
7 Ruang Kelas 82.6
Sumber : Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan oleh peneliti maka
dapat diketahui bahwa banyak area-area yang melebihi Nilai Ambang
Batas Kebisingan. Area-area yang Nilai Ambang Batas (NAB) diatas
standart (85dB) yaitu :
a. Ruang genset 1
b. Ruang genset 2
c. Ruang jaga 2
Sedangkan area-area yang NABnya dibawah standart yaitu :
a. Ruang jaga 1
b. Kantor
c. Ruang administrasi
d. Ruang kelas
2. Upaya pengendalian kebisingan
Upaya-upaya pengendalian kebisingan di Pusdiklat Migas Cepu
dilakukan dengan pengendalian secara engineering yaitu upaya-upaya
pengendalian dengan pemberian sekat-sekat atau peredam bunyi pada
sumber-sumber kebisingan di area-area tertentu. Hal ini telah dilakukan
oleh Pusdiklat Migas cepu dengan memberikan peredam pada area-area
tertentu yaitu :
a. Ruang administrasi
b. Ruang kelas
c. Kantor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Adapun upaya-upaya lainnya yang dilakukan oleh Pusdiklat Migas
Cepu sebagai upaya untuk mengendalikan kebisingan yaitu melalui
pengendalian secara administratif, upaya-upaya pengendalian tersebut
antara lain sebagai berikut :
a. Rotasi Kerja
Rotasi kerja yang dilakukan di Pusdiklat Migas Cepu yaitu
memindahkan tenaga kerja dari tempat yang kebisingannya diatas
NAB ke tempat yang NAB nya lebih rendah misalnya dari ruang
genset 1 dipindahkan ke ruang jaga 1, hal tersebut dilakukan oleh
Pusdiklat Migas Cepu sebagai upaya agar tenaga kerja tersebut
terhindar dari paparan bising secara terus-menerus.
b. SOP (Standart Operation Procedure)
SOP yang ada di Pusdiklat Migas Cepu berkaitan dengan masalah
kebisingan, yaitu misalnya dalam penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada tenaga kerja yang bekerja pada area kebisingan yang
melebihi NAB dan juga saat pekerja akan melakukan pengisian bahan
bakar maupun perbaikan genset harus mematuhi SOP yang ada. Di
pusdiklat Migas Cepu itu sendiri sudah ada SOP mengenai
penggunaan APD di unit power plant yaitu bahwa setiap tenaga kerja
yang memasuki area-area yang kebisingannya melebihi NAB,
kebisingan 85 dB diwajibkan memakai APD berupa earplug ataupun
earmuff. Bagi tenaga kerja yang melanggarnya maka akan diberikan
sanksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
c. Training
Program training atau pelatihan pada tenaga kerja di Pusdiklat
Migas Cepu telah berjalan secara baik seperti training tentang K3LH
dan training tentang penggunaan APD yang dilaksanakan oleh
Departeman Fire Safety dan LK3. Training tersebut dilakukan setiap 3
bulan sekali dan diikuti oleh tenaga kerja yang pada hari itu tidak
masuk kerja atau mendapatkan shift yang berbeda.
d. Safety Sign
Pemberian rambu atau tanda bahaya bahwa dalam area tersebut
nilai kebisingannya melebihi NAB, seperti pada bagian pintu masuk
unit power plant yang telah dipasang Safety Sign yang
memberitahukan bahwa pada area tersebut diwajibkan memakai ear
protection (APD Telinga) harus dipakai karena kebisingannya
melebihi NAB yaitu 85 db.
e. PPE (Personal Pretective Equipment)
Pengendalian bahaya kebisingan melalui pemakaian APD yang
diterapkan di Pusdiklat Migas Cepu adalah dengan memberikan APT
(Alat pelindung Telinga) berupa pemberian earplug dan earmuff pada
tenaga kerja yang bekerja pada area yang tingkat kebisingannya tinggi
(melebihi NAB). Earplug dan earmuff wajib digunakan oleh tenaga
kerja pada waktu memasuki ruang genset 1, ruang genset 2, dan ruang
jaga 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
3. Dampak faktor bahaya kebisingan terhadap tenaga kerja
Kebisingan yang terjadi pada bagian unit Power Plant Pusdiklat Migas
Cepu sangat tinggi, rata-rata diatas NAB yang telah ditetapkan (85 dB).
Daerah tersebut meliputi ruang genset 1, ruang genset 2, dan ruang jaga 2.
Di daerah tersebut, banyak tenaga kerja yang bekerja sehingga beberapa
pekerja mengalami hal sebagai berikut :
a. Gangguan Fisiologis
Pada beberapa pekerja yang rata-rata bekerja ditempat tersebut
selama 5 tahun bahkan banyak yang lebih dari itu, mengaku pernah
merasakan pusing, tekanan darah tinggi, dan rasa sakit pada perut,
tetapi hal itu sangat jarang terjadi.
b. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis pada tenaga kerja sangat dirasakan seperti
susah tidur, cepat marah, sehingga sesampai di rumah keluarga yang
terkena imbasnya. Khususnya bagi pekerja yang mendapat giliran shift
malam.
c. Gangguan Komunikasi
Gangguan ini jelas berdampak pada tenaga kerja, akibat tenaga
kerja yang bekerja di bagian unit Power Plant, pada umumnya
berbicara dengan suara keras.
d. Gangguan Keseimbangan
Ada beberapa pekerja yang sudah pernah merasakan seperti
mabuk atau vertigo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
e. Efek Pada Pendengaran
Tenaga kerja pada umumnya merasakan pendengarannya seperti
berdengung.
B. PEMBAHASAN
1. Identifikasi sumber kebisingan
Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sesuai dengan yang ditetapkan
dalam Kepmenaker No. 51 tahun 1999 adalah 85 dB untuk pemaparan
selama 8 jam/hari atau 40 jam/minggu.
Pusdiklat Migas Cepu sendiri berpedoman kepada Kepmenaker No.
51/MEN/1999 adalah 85 dB untuk pemaparan selama 8 jam/hari atau 40
jam/minggu. Hal ini dilakukan oleh Pusdiklat Migas Cepu untuk
melindungi tenaga kerjanya dari bahaya kebisingan.
Adapun hasil dari pengukuran intensitas kebisingan berdasarkan tinggi
rendahnya NAB pada unit power plant di Pusdiklat Migas Cepu adalah
sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Tabel 6. Pengukuran Kebisingan Berdasarkan NAB
No Area Hasil Pengkuran NAB Kesimpulan
1
2
3
4
5
6
7
Ruang Genset 1
Genset 1
Genset 2
Genset 3
Genset 4
Genset 5
Total genset 1 s/d 5
Ruang Genset 2
Genset 6
Genset 7
Genset 8
Genset 9
Total genset 6 s/d 9
Ruang Jaga 1
Ruang Jaga 2
Kantor
Ruang Administrasi
Ruang Kelas
105.3
107.0
0
0
0
109.3
0
0
0
112.0
112.0
72
89
64
64
82.6
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
Melebihi NAB
Melebihi NAB
Kurang dari NAB
Kurang dari NAB
Kurang dari NAB
Melebihi NAB
Kurang dari NAB
Kurang dari NAB
Kurang dari NAB
Melebihi NAB
Melebihi NAB
Kurang dari NAB
Melebihi NAB
Kurang dari NAB
Kurang dari NAB
Kurang dari NAB
Sumber : Data Primer
Berdasarkan hasil pengukuran di atas maka dapat diketahui secara jelas
area mana yang NABnya melebihi standar. Area-area yang NABnya diatas
standar (85dB) yaitu :
a. Ruang genset 1
b. Ruang genset 2
c. Ruang jaga 2
Sedangkan area-area yang NAB kebisingannya dibawah standar yaitu :
a. Ruang jaga 1
b. Kantor
c. Ruang administrasi
d. Ruang kelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
2. Upaya pengendalian kebisingan di Pusdiklat Migas Cepu
Pengendalian faktor bahaya kebisingan yang dapat dilakukan adalah
melalui engineering control untuk mereduksi intensitas kebisingan yang
sudah sesuai dengan hirarki pengendalian yaitu dengan memberi peredam
berupa tembok yang dilapisi gypsum dan juga spon. Program engineering
control tidak dapat berjalan dengan baik karena peralatan yang digunakan
sudah terlalu tua, tidak menggunakan peralatan yang bagus, pemeliharaan,
dan perawatan yang kurang terhadap peralatan peredam bunyi. Karena
program engineering control tidak berjalan dengan baik maka Pusdiklat
Migas Cepu melakukan program administratif control dengan menjaga
agar pemaparan kebisingan bisa masuk kedalam batas yang aman pada
saat diterima. Hal ini dilakukan oleh Pusdiklat Migas Cepu sebagai upaya
melindungi tenaga kerja dari bahaya kebisingan yang dapat mengganggu
kesehatan tenaga kerja. Administratif control dapat dilakukan antara lain
dengan cara :
a. Rotasi Kerja
Rotasi kerja yaitu perputaran jam kerja tenaga kerja yang
dilakukan oleh pihak Pusdiklat Migas Cepu dengan tujuan agar tenaga
kerja tidak mengalami paparan bising yang sama dalam waktu yang
terus-menerus, misalnya operator unit power plant yang setelah
melakukan pengawasan terhadap genset langsung meninggalkan
tempat tersebut dan menuju tempat lain yang nilai kebisingannya lebih
rendah setelah pangawasannya dirasa cukup. Durasi dari pengawasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
genset sendiri hanya sekitar 2 sampai 3 menit untuk 1 genset jadi jika
ditotal untuk semua genset di ruang 1 maupun 2 hanya sekitar 10
sampai 15 menit dan pengawasan dilakukan tiap 1 jam sekali. Ruangan
yang bisa digunakan oleh para operator setelah melakukan pengecekan
adalah ruangan yang memiliki NAB lebih rendah yaitu seperti ruangan
khusus operator yang di dalam ruangan tersebut telah dipasang alat
peredam kebisingan.
b. SOP (Standart Operation Procedure)
Pelaksanaan SOP meliputi semua aspek yang berkaitan dengan K3,
contohnya pada mesin-mesin produksi yang digunakan harus
memenuhi standar aman dalam penggunaan maupun dalam
perawatannya agar tidak menimbulkan terjadinya kecelakaan maupun
Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada tenaga kerja. SOP yang digunakan
di Pusdiklat Migas Cepu adalah bahwa setiap tenaga kerja yang
memasuki area-area yang kebisingannya melebihi NAB (kebisingan 85
dB) diwajibkan memakai APD berupa earplug ataupun earmuff. SOP
tersebut tidak hanya berlaku bagi operator saja tetapi juga bagi pihak
ketiga yang memasuki area-area di Unit Power Plant yang intensitas
kebisingannya melebihi NAB. Bagi tenaga kerja yang melanggarnya
akan dikenai sanksi dan pengawasannya sendiri dilakukan oleh tim
dari unit Safety Departemen LK3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
c. Training
Dalam Undang-undang No. 01 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja bab V pasal 9 tentang pembinaan, bahwa pihak perusahaan
wajib menunjukkan dan menjelaskan termasuk didalamnya melakukan
pembinaan terhadap seluruh tenaga kerja tentang :
1) Kondisi-kondisi berbahaya yang dapat timbul dalam tempat
kerjanya.
2) Semua pengaman dan alat-alat pelindung yang harus disediakan di
tempat kerja bising.
3) Alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang sesuai dengan jenis
pekerjaannya.
4) Cara-cara dan sikap kerja yang aman dalam melakukan
pekerjaannya (Depnaker, 1970).
Perusahaan yang bersagkutan yaitu Pusdiklat Migas Cepu harus
menyadari dengan benar akan pentinganya training atau pelatihan bagi
tenaga kerja karena hal tersebut dirasa dapat meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya K3 bagi dirinya sendiri
dan guna untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Program training yang dilakukan oleh Pusdiklat Migas Cepu
meliputi berbagai macam jenis pelatihan seperti fire training, pelatihan
dasar K3 dan pelatihan-pelatihan yang lainnya seperti penggunaan
APD. Program pelatihan atau training ini dilaksanakan tiap 3 bulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
sekali dan diikuti oleh tenaga kerja yang pada hari itu tidak masuk
kerja atau mendapatkan shift yang berbeda.
d. Safety Sign
Setelah dilakukan proses identifikasi bahaya di area-area yang
telah ditentukan dan pengukuran intensitas kebisingan, maka dapat
dilihat dari data-data yang diperoleh mengenai tempat-tempat kerja
yaitu dengan yang memiliki tingkat kebisingan yang melebihi NAB
kebisingan sebesar 85 dB. Langkah-langkah pengendalian kebisingan
yang dilakukan oleh Pusdiklat Migas Cepu yaitu pemasangan safety
sign yang merupakan bentuk peringatan berupa tanda bahwa area
tersebut NAB kebisingannya melebihi 85 db dan wajib menggunakan
Alat Pelindung Diri (APD). Pemasangan safety sign ini di tempatkan
di pintu masuk ruang genset baik ruang genset 1 maupun ruang genset
2 sehingga tenaga kerja yang akan masuk dapat melihatnya dengan
jelas. Selain itu juga terdapat poster-poster bahaya dari kebisingan
yang melebihi NAB yang juga dipasang di ruang-ruang di Unit Power
Plant.
e. Alat Pelindung Diri (APD)
Sesuai dengan peraturan dalam SE Dirjen Binawas No. SE.
05/BW/1997 tentang penggunaan APD, maka pihak perusahaan harus
menyediakan APD pada setiap unit atau departeman dan diberikan
kepada setiap tenaga kerja untuk menjamin keselamatan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
kenyamanan tenaga kerja. Mengenai paparan bising yang diperoleh
tenaga kerja, maka APD yang harus disediakan yaitu berupa :
1) Sumbat Telinga (Ear Plug)
2) Tutup Telinga (Ear Muff)
Pelaksanaan training mengenai pemakaian dan perawatan APD
tersebut juga penting untuk dilakukan, agar tenaga kerja dapat
mengetahui cara-cara penggunaan APD, dan perawatannya.
Pemakaian APD sangatlah penting demi mencegah timbulnya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja oleh karenanya pihak
Pusdiklat Migas Cepu telah mengeluarkan peraturan-peraturan tentang
kewajiban pemakaian APD, jika bekerja di tempat-tempat yang bising
dan lamanya terpapar dalam tempat kerja bising tersebut. Tetapi masih
saja ada tenaga kerja terutama dari pihak ketiga yang sering kali
melanggar dengan tidak memakai APD. Biasanya jika saat dilakukan
inspeksi ada yang tertangkap basah tidak memakai APD maka akan
mendapat terguran langsung dari tim Unit Safety.
3. Dampak faktor bahaya kebisingan terhadap tenaga kerja
a. Gangguan Fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan
denyut nadi, basal metabolisme, retriksi pembuluh darah kecil
terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat, dan gangguan
sensoris. Para pekerja di Unit Power Plant yang telah bekerja lebih
dari 5 tahun mengeluhkan bahwa tekanan darahnya naik, mengeluh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
sakit perut dan sering mengalami pusing terutama untuk yang
mendapatkan shift kerja malam.
b. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang
konsentrasi, susah tidur, emosi, dan lain-lain. Pemaparan dalam jangka
waktu lama dapat menimbulkan penyakit psikosomatik antara lain
gastristik, penyakit jantung koroner, dan lain-lain. Gangguan
Psikologis sering dirasakan oleh pekerja yang telah lama bekerja di
Unit Power Plant. Para pekerja sering mengeluhkan bahwa jika sampai
di rumah sering cepat marah dan kadang sering mengalami susah tidur
setelah bekerja.
c. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan,
bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang
belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung
akan mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja karena tidak mendengarkan teriakan atau isyarat tanda
bahaya yang tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan
produktivitas kerja. Gangguan ini sering disebut dengan masking
effect. Sedangkan para pekerja yang telah lama bekerja kadang jika
berbicara dengan suara yang keras bahkan juga terbawa sampai di
rumah jika sedang berkomunikasi dengan keluarga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
d. Gangguan Keseimbangan
Gangguan keseimbangan akibat bising yang berlebihan ini
mengakibatkan gangguan fisiologis seperti kepala pusing, mual, dan
lain-lain. Jadi gangguan keseimbangan akibat bising berhubungan
dengan gangguan fisiologis. Untuk para pekerja di unit Power Plant,
mereka kadang mengalami vertigo pada saat bekerja.
e. Gangguan Pendengaran
Ganngguan pendengaran merupakan pengaruh utama dari
kebisingan yang dirasakan oleh pekerja yang biasanya berupa ketulian.
Kerusakan pendengaran karena kebisingan sebenarnya adalah
kerusakan pada indera pendengaran dengan risiko penurunan daya
dengar yang akhirnya dapat menjadi tuli menetap yang tidak dapat
disembuhkan. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah
sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di
area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di
area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal
kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian
makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai
frekwensi yang biasanya digunakan untuk percakapan. Para pekerja di
Unit Power Plant sering mengeluhkan bahwa telinganya sering
berdengung dan juga merasakan bahwa lama kelamaan kemampuan
pendengaran mereka mulai berkurang. Pemeriksaan kesehatan
terhadap tenaga kerja sendiri hanya dilakukan setahun sekali oleh Tim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
dari Rumah Sakit Pusdiklat Migas jadi kurang efektif untuk
mendeteksi gangguan pendengaran yang terjadi pada tenaga kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 61
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh, maka
penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh penulis maka
didapatkan bahwa NAB kebisingan yang ada di unit power plant yang
melebihi NAB kebisingan adalah pada mesin-mesin genset.
2. Pusdiklat Migas Cepu telah melakukan pengendalian terhadap faktor
bahaya kebisingan di Unit Power Plant baik secara engineering control
maupun pengendalian secara administratif.
a. Engineering Control
Dengan memberi peredam berupa tembok yang dilapisi gypsum
dan juga spon.
b. Pengendalian Secara Administratif
Dengan Rotasi Kerja, SOP, Pemasangan Safety Sign, Trainning,
dan Penggunaan APD.
3. Penggunaan APD yang telah disediakan oleh Pusdiklat Migas Cepu
kurang maksimal dalam penggunaannya, karena masih banyak tenaga
kerja yang tidak menggunakan APD terutama Pihak Ketiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
B. Saran
Setelah melakukan identifikasi dengan pengukuran terhadap sumber
kebisingan pada unit power plant di Pusdiklat Migas Cepu maka penulis
menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam upaya pengendalian faktor bahaya kebisingan khususnya di unit
Power Plant, seharusnya pemasangan Safety Sign yang berupa anjuran
untuk memakai APD terutama earmuff dan earplug diperbanyak dan
penempatan yang mudah dilihat oleh tenaga kerja.
2. Pengendalian terhadap faktor bahaya kebisingan yang telah dilakukan oleh
Pusdiklat Migas Cepu perlu dipertahankan dan juga diperlukan
pengawasan oleh pihak yang berwenang khususnya oleh Departmen LK3
yaitu Unit Keselamatan Kerja atau Safety..
3. Perlu lebih ditingkatkan lagi pengawasan pemakaian APD bagi pekerja
terutama di unit Power Plant dan khususnya bagi Pihak Ketiga.