Post on 04-May-2019
i
UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN KAUM MUDA
DALAM HIDUP MENGGEREJA
DI PAROKI SANTO ANTONIUS, BADE, KEUSKUPAN AGUNG MERAUKE
MELALUI SHARED CHRISTIAN PRAXIS
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Emanuel Paulus Metubun
NIM: 011124051
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2008
ii
iii
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
bapakku
ibuku,
dan
saudara-saudariku.
v
MOTTO
“Ketahuilah, pada hari ini aku mengangkat engkau atas bangsa-bangsa dan atas kerajaan-kerajaan untuk mencabut dan merobohkan,
untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam.”
(Yer 1:10)
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : EMANUEL PAULUS METUBUN Nomor Mahasiswa : 011124051
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA DI PAROKI SANTO ANTONIUS, BADE, KEUSKUPAN AGUNG MERAUKE MELALUI SHARED CHRISTIAN PRAXIS
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupaun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 18 Maret 2008 Yang menyatakan
(Emanuel Paulus Metubun)
vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 Maret 2008
Penulis,
Emanuel Paulus Metubun
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA DI PAROKI SANTO ANTONIUS BADE, KEUSKUPAN AGUNG MERAUKE MELALUI SHARED CHRISTIAN PRAXIS”. Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan penulis akan kaum muda yang kurang terlibat dalam hidup menggereja di Paroki St. Antonius, akibat dari pendampingan bagi kaum muda yang kurang berjalan dengan baik.
Di satu pihak pendampingan iman kaum muda di Paroki St. Antonius mutlak diperlukan, di pihak lain pendampingan iman kaum muda selama ini kurang dilaksanakan dengan baik, sehingga belum memberikan makna bagi kaum muda. Pendampingan iman kaum muda, tidak hanya merupakan suatu kegiatan yang rutin dan harus dilaksanakan, tetapi perlu dipersiapkan dengan baik sehingga tujuan pendampingan iman dapat tercapai. Permasalahan mendasar dari skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: bagaimanakah mengusahakan suatu pendampingan bagi kaum muda, sehingga iman mereka semakin berkembang? Lewat pendampingan kaum muda diharapkan mau terlibat dalam kegiatan-kegiatan Gereja dan kemasyarakatan. Menyadari akan kondisi dan situasi tersebut, Paroki St. Antonius perlu memikirkan suatu upaya dalam meningkatkan pendampingan terhadap kaum muda melalui berbagai kegiatan hidup menggereja. Dengan demikian kaum muda mendapat peluang untuk mengembangkan potensi diri, sehingga mereka semakin termotivasi untuk terlibat secara aktif dalam hidup menggereja.
Pembahasan masalah dikaji dengan mengumpulkan data-data melalui kuesioner kepada kaum muda di Paroki St. Antonius, Bade. Hasil data dilengkapi dengan studi pustaka untuk memperoleh masukan-masukan sebagai bahan refleksi. Kemudian hasil gagasan-gagasan tersebut dipergunakan untuk menyampaikan sumbangan katekese bagi pendampingan katekese umat bagi kaum muda di Paroki St. Antonius, Bade melalui shared christian praxis.
Dalam masa pertumbuhan dan perkembangan, kaum muda membutuhkan tempat untuk berbagi pengalaman, baik dalam keluarga, sekolah, Gereja, maupun masyarakat. Melalui keterlibatan mereka dalam kegiatan hidup menggereja, kaum muda mengungkapkan pengalaman-pengalaman iman mereka. Dan katekese umat merupakan tempat yang cocok untuk mengungkapkan pengalaman iman mereka. Katekese umat berangkat dari pengalaman konkrit peserta yang saling dikomunikasikan sehingga kaum muda semakin menghayati perkembangan iman. Shared christian praxis merupakan salah satu model dari katekese umat. Katekese umat ini bertujuan membantu kaum muda untuk dapat berpartisipasi dan aktif dalam proses katekese. Penulis menawarkan usulan serta penjabaran program katekese model shared christian praxis untuk satu tahun dalam rangka meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja.
Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran demi perkembangan iman kaum muda di Paroki St. Antonius, Bade dalam hidup menggereja sehingga mereka dapat terlibat secara aktif.
ix
ABSTRACT
The title of the thesis is “EFFORT TO INCREASE THE INVOLVEMENT OF THE YOUTH IN THE LIFE OF THE CHURCH AT THE SAINT ANTHONY PARISH OF BADE IN THE ARCHDIOCESE OF MERAUKE THROUGH THE SHARED CHRISTIAN PRAXIS”. The title is chosen based on the author’s concern on the youth that is less involved in the life of the church of the Saint Anthony Parish, as the consequence of the un-well-done youth assistance.
At one side, faith assistance for the youth in St. Anthony Parish is absolute needed, but the other side, the issue so far is so unwell done that has not valued the youth yet. Faith assistance for the youth is not merely a routine program that must be done, it needs to be well prepared so that the goal of the issue can be achieved. The basic problem of the thesis can be formulated as how to manage an assistance for youth so that their faith becomes stronger. Thus through the assistance, youth, hopefully, wants to be involved in church and society’s activities. Realizing the fact, St. Anthony Parish needs to think an effort to increase the assistance for the youth through various activities in the life of the church. In the manner of it, youth finds a chance to expand their self-potentials, so that they are motivated more and more to involve actively in the life of the church.
Discussion on the issue was examined by collecting the data on the questioners given to youth in St. Anthony Parish of Bade. The result is completed with the study on literature to get inputs as a matter of reflection on youth’s faith assistance in the church. Then the results are being used as a donation for the youth’s faith assistance in St. Anthony Parish of Bade through the Shared Christian Praxis.
During the time of growth and development, youth needs a place to share their experiences in family, school, church and society. Through their involvement in the activity of the church’s life, youth express their experiences of faith. And the catechesis is the appropriate place to do so. Catechesis based on the attendance’s concrete experiences, which are being communicated mutually, enables youth to experience fully their faith. Through the Shared Christian Praxis, which is one of the models of the catechesis, youth is helped to participate actively in its process. The author offers the proposal and the spelling out of a model of the catechesis program, Shared Christian Praxis, for a year, in order to increase youth’s involvement in the life of the church in St. Anthony Parish of Bade.
The author hopes that the thesis could offer a good opinion and an idea as a contribution for the growth of faith of the youth in St. Anthony Parish of Bade, in their involvement in church’ life.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasihNya yang
melimpah kepada penulis. Dalam kasih dan pendampinganNya, penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “UPAYA MENINGKATKAN
KETERLIBATAN KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA DI
PAROKI ST ANTONIUS, BADE, KEUSKUPAN AGUNG MERAUKE
MELALUI SHARED CHRISTIAN PRAXIS”. Berbagai perasaan gembira, cemas,
tantangan maupun hambatan turut mewarnai penulisan Skripsi ini.
Skripsi ini berhasil disusun tidak lepas dari dukungan dan bantuan pelbagai
pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penulis dengan hati
yang tulus mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A., selaku dosen pembimbing akademik sekaligus
pembimbing utama skripsi yang dengan penuh perhatian, kesabaran dan kesetiaan
telah mengarahkan, mendampingi, membimbing, memberikan perhatian dan
sumbangan pemikiran, mengkritik, dan memotivasi penulis selama menjalani
studi hingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dra. Y. Supriyati, M.Pd., selaku dosen penguji II yang telah bersedia
membimbing penulis dalam proses penelitian dan juga telah meluangkan waktu
untuk mempelajari keseluruhan isi dari skripsi ini.
3. Bapak Yoseph Kristianto, SFK., selaku dosen penguji III yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk mempelajari isi dari skripsi ini.
xi
4. Kedua orang tuaku, Bapak Ismail Metubun dan Ibu Adolfina Rahangmetan,
Adikku Sesilia Metubun dan Melania Metubun, serta semua keluarga: Bapa
Ignatius Rahangmetan dan Keluarga, Ibu Monika Rahangmetan dan Keluarga
serta semua keluarga di Bade yang telah membantu dan memotivasi serta
memberi perhatian kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Program
Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu
Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
5. Almarhum Pastor Yoseph Seran, MSC. Semasa hidupnya telah memotifasi dan
memberi perhatian kepada penulis.
6. Segenap staf dosen dan karyawan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan
Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, yang mendidik,
membantu, dan memberi teladan yang baik bagi penulis selama studi sampai
selesainya penulisan skripsi ini.
7. Elisabeth Nurhayati yang selalu memberikan dukungan, perhatian dan cinta, serta
memotivasi dan menyemangati penulis dalam studi hingga penyelesaian skripsi
ini.
8. Rekan-rekan mahasiswa, khususnya angkatan 2001 yang telah memberi dukungan
dan kritikan serta berjuang bersama dalam semangat persaudaraan dan
kekeluargaan untuk menjadi katekis yang bermutu dan bijaksana.
xii
9. Rekan-rekan Mudika Paroki St. Antonius, Bade yang telah membantu penulis
dalam memberi informasi yang sangat berarti dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Rekan-rekan “P Kos”: Jhon Aryo, Andrianus, Isa Suhendra, Hermas, Gerard,
Antonius Yogi, Blasius, Suryo, Alex, Febriyanto, Agung, Martinus, Wahyu dan
teman-teman Mudika Lingkungan “YOPA” Tukangan yang telah memberi
dukungan, kritikan, semangat persaudaraan dan kekeluargaan untuk menjalani
hidup sebagai seorang katekis yang bermutu dan bijaksana.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberi
bantuan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan, pemahaman, dan
pengalaman, sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karena itu,
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat bagi pembaca
sekalian.
Yogyakarta, 10 Maret 2008
Penulis,
Emanuel Paulus Metubun
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv
MOTTO ............................................................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
ABSTRACK ...................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang Penulisan Skripsi .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah Penulisan Skripsi ......................................................... 5
C. Tujuan Penulisan Skripsi .......................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan Skripsi ........................................................................ 6
E. Metode Penulisan Skripsi .......................................................................... 6
F. Sistematika Penulisan Skripsi .................................................................... 6
BAB II. GAMBARAN UMUM PENDAMPINGAN KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA DI PAROKI SANTO ANTONIUS, BADE, KEUSKUPAN AGUNG MERAUKE ............. 9
A. Situasi pendapingan Kaum Muda di Paroki St. Antonius ......................... 10
1. Situasi Umum Paroki St. Antonius, Bade ........................................... 10
2. Situasi Kaum Muda di Paroki ............................................................. 11
3. Situasi Pendampingan Kaum Muda .................................................... 11
a. Kegiatan-kegiatan Gerejani ........................................................... 12
b. Kegiatan kemasyarakatan ............................................................. 14
xiv
c. Kegitan-kegiatan lain .................................................................... 15
B. Penelitian mengenai Pendampingan Kaum Muda di Paroki St. Antonius, Bade .......................................................................................................... 18
1. Tujuan Penelitian ................................................................................. 18
2. Metode Penelitian ................................................................................ 19
3. Responden Penelitian .......................................................................... 19
4. Instrumen Penelitian ............................................................................ 20
5. Variabel Penelitian .............................................................................. 21
6. Waktu Pelaksanaan Penelitian ............................................................. 21
7. Pembahasan Hasil Penelitian dan Keprihatinan-keprihatinan Kaum Muda di Paroki St. Antonius, Bade...................................................... 21
8. Rangkuman Hasil Penelitian ............................................................... 28
BAB III. PENDAMPINGAN KAUM MUDA DALAM GEREJA ................... 31
A. Pengertian Kaum Muda ............................................................................. 32
1. Pengertian Umum Kaum Muda ........................................................... 31
2. Aspek-aspek Pertumbuhan Kaum Muda ............................................. 33
a. Aspek pertumbuhan fisik ............................................................... 33
b. Aspek Perkembangan mental......................................................... 34
c. Aspek perkembangan emosional ................................................... 35
d. Aspek perkembangan sosial .......................................................... 36
e. Aspek perkembangan moral ......................................................... 37
f. Aspek perkembangan religius........................................................ 38
g. Aspek perkembangan kognitif ....................................................... 39
3. Problematika dalam Perkembangan Kaum Muda ............................... 40
a. Problematika dalam keluarga ........................................................ 41
b. Problematika dalam masyarakat ................................................... 42
c. Problematika dalam gereja ............................................................ 43
d. Problematika dalam diri kaum muda sendiri ................................. 45
B. Pengertian Pendampingan ......................................................................... 47
1. Pengertian Pendampingan pada Umumnya ......................................... 47
xv
2. Ciri-ciri Pendampingan Kaum Muda .................................................. 50
a. Tujuan pendampingan kaum muda ................................................ 50
b. Materi pendampingan kaum muda................................................. 52
c. Dasar pendampingan kaum muda .................................................. 54
d. Prinsip pendampingan kaum muda................................................ 55
e. Proses pendampingan kaum muda................................................. 58
f. Syarat pendampingan kaum muda ................................................ 58
g. Program pendampingan kaum muda ............................................ 60
3. Unsur-unsur Pokok dalam pendampingan ........................................... 61
C. Pendampingan Kaum Muda dalam Gereja ................................................ 62
1. Pendampingan Iman Kaum Muda ...................................................... 62
2. Ciri-ciri Pendampingan Iman Kaum Muda.......................................... 63
3. Bentuk-bentuk Pendampingan Iman Kaum Muda .............................. 67
D. Katekese sebagai Salah Satu Bentuk Pendampingan Iman ...................... 71
1. Pengertian katekese ............................................................................. 71
2. Makna Katekese .................................................................................. 72
3. Bentuk-bentuk Katekese ...................................................................... 73
a. Bentuk praktis ................................................................................ 73
b. Bentuk historis ............................................................................... 73
c. Bentuk sistematis .......................................................................... 74
4. Tujuan Katekese .................................................................................. 74
E. Shared Christian Praxis (SCP) sebagai Salah Satu Model Katekese Umat (KU) .............................................................................................. .. 75
1. Shared Christian Praxis ...................................................................... 76
2. Langkah-langkah Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) ... 79
BAB IV. USULAN PROGRAM PENDAMPINGAN BAGI KAUM MUDA DI PAROKI SANTO ANTONIUS, BADE, KEUSKUPAN AGUNG MERAUKE MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS .......................................................................... 86
A. Alasan Pemilihan Katekese Model SCP ................................................... 87
B. Alasan Pemilihan Tema dan Tujuan ......................................................... 88
xvi
C. Penjabaran Tema ....................................................................................... 90
D. Petunjuk Pelaksanaan Program ................................................................. 93
E. Contoh Persiapan Program Katekese bagi Kaum Muda Model Shared Christian Praxis............................................................................. 94
BAB V. PENUTUP ............................................................................................ 108
A. Kesimpulan ................................................................................................ 108
B. Saran ......................................................................................................... 110
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 111
LAMPIRAN........................................................................................................ 113
Lampiran 1: Surat Permohonan Penelitian ............................................. (1)
Lampiran 2: Daftar Pertanyaan Angket ................................................. (2)
Lampiran 3: Peta Paroki St. Antonius, Bade ......................................... (5)
Lampiran 4: Peta Wilayah Pengembangan Kabupaten Merauke............ (6)
Lampiran 5: Struktur Pengurusan Mudika.............................................. (7)
Lampiran 6: Data Paroki St. Antonius Padua, Bade .............................. (8)
xvii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Lembaga
Alkitab Indonesia). Jakarta: Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia, 2001, hal 6.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Yohanes Paulus II tentang
Katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang
Gereja, 21 November 1964.
C. Singkatan Lain
& : Dan
Art : Artikel
Bdk : Bandingkan
Dll : Dan lain-lain
h : Halaman
KU : Katekese Umat
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
LA : Los Angeles
Mudika : Muda-mudi Katolik
PB : Perjanjian Baru
xviii
PL : Perjanjian Lama
R.I : Republik Indonesia
SCP : Shared Christian Praxis
St : Santo
Thn : Tahun
W.I.B : Baktu Indonesia Barat
W.I.T : Waktu Indonesia Timur
WKRI : Wanita Katolik Republik Indonesia
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan Skripsi
Kaum muda adalah tulang punggung dan ujung tombak dari perkembangan
Gereja baik saat ini maupun masa yang akan datang. Kaum muda adalah penentu
segala sesuatu untuk memajukan Gereja di zaman sekarang ini. Mereka adalah
saksi-saksi Kristus yang dapat diandalkan untuk masa depan dan demi
perkembangan Gereja. Namun demikian, mereka tetap membutuhkan dorongan dan
semangat dari Gembala Gereja sendiri. Untuk itu kaum dewasa selalu menjalin
hubungan persahabatan dan keakraban dengan kaum muda, dengan berusaha
menjalin dialog dan tukar pikiran, sehingga kaum muda dapat dijadikan teladan bagi
kehidupan mereka di dalam lingkungan keluarga, Gereja maupun di dalam
masyarakat di mana mereka berada.
Kekuatan terpenting dalam pembangunan kehidupan menggereja di zaman
sekarang ini dan juga di masa yang akan datang terletak dalam keikutsertaan dan
keterlibatan kaum muda sendiri. Oleh karena itu demi memperkembangkan iman
akan Yesus Kristus, kaum muda dituntut untuk terlibat secara aktif dalam hidup
menggereja. Oleh sebab itu keikutsertaan dan keterlibatan kaum muda sangat
dibutuhkan dalam karya kerasulan di tengah-tengah umat.
Hidup menggereja sendiri memiliki pengertian, menampakkan iman dalam
hidup sehari-hari lewat usaha dan tindakan nyata kepada sesama di sekitar kita.
Dengan kata lain, setiap kegiatan yang orientasi kehidupannya menampakkan iman
2
kristiani dalam situasi dan kesadaran dewasa ini (Suhardiyanto, 2006: 1-2; bdk.
Banawiratma, 1992: 9-11).
Kaum muda sebagai bagian dari Gereja diharapkan memiliki kesadaran untuk
melakukan berbagai kegiatan kemajuan iman mereka dan demi pekembangan
Gereja. Kesadaran ini menuntut kaum muda sendiri agar memiliki kepribadian yang
matang dan dewasa, sehingga mendorong mereka untuk menyalurkan gairah hidup,
semangat kerja yang tinggi, mampu memiliki tanggung jawab sendiri dan ingin
semakin dapat dan mampu memainkan peranannya dalam kehidupan sosial dan
budaya. Kesemuanya itu perlu dilandasi dengan semangat Kristus sebagai dasar dan
pedoman kehidupan dalam jemaat Kristiani serta dijiwai sikap patuh dan cinta kasih
terhadap gembala Gereja sehingga diharapkan dapat membuahkan hasil yang
berlimpah.
Dalam perkembangan iman Gereja menuntut kedewasaan iman umatnya.
Kaum muda sebagai ujung tombak perkembangan Gereja diharapkan mampu
memperkembangkan imannya lewat karya kepada sesama. Perkembangan zaman
menuntut kaum muda agar lebih kritis dan kreatif dalam bertindak dan menentukan
pilihan. Oleh sebab itu kaum muda perlu dibekali sebelum mereka sungguh-sungguh
mampu dan dapat berinteraksi dengan sesama.
Perkembangan yang kini terjadi di Paroki St. Antonius, Bade, kaum muda
kurang terlibat dalam proses pendewasaan iman. Hal ini nampak pada kurangnya
kesadaran kaum muda untuk terlibat dalam setiap kegiatan gerejani, yakni mengikuti
pendalaman iman, doa bersama umat di Lingkungan, dan kegiatan-kegiatan lain
yang membantu mereka memperkokoh dan memperkembangkan iman akan Allah.
Kaum muda sendiri memilih mengikuti kegiatan yang bersifat kesenangan sesaat,
3
entah itu untuk mengisi waktu tanpa menyadari makna atau manfaat dari pertemuan
itu maupun keikutsertaan mereka karena tuntutan sekolah atau desakan dari orang
tua. Bahkan dari pihak Gereja kurang memperhatikan berbagai persoalan yang kini
dihadapi oleh kaum muda sendiri.
Kaum muda tidak dapat terlibat secara aktif tanpa campur tangan dari pihak
Gereja dengan memberi perhatian dan selalu memotivasi mereka agar mereka dapat
berkembang. Oleh sebab itu, pihak Gereja selalu menjembatani kaum muda dalam
memperkembangkan iman yang dimiliki dengan mengadakan berbagai kegiatan
yang dapat melibatkan mereka. Kegiatan yang dilaksanakan bukan hanya demi
perkembangan jasmani, tetapi perkembangan rohani perlu mendapat perhatian yang
sama.
Salah satu paroki yang berada di wilayah Keuskupan Agung Merauke adalah
Paroki St. Antonius, Bade. Berdasarkan statistik paroki pada tahun 2006 secara
teritorial Gereja, Paroki St. Antonius, Bade memiliki 9 Stasi. Paroki kota sendiri
memiliki 7 Lingkungan, dengan jumlah umat 13.589 jiwa. Kaum muda sendiri
dibagi menjadi 3 Wilayah, yakni: Wilayah kota dan Digul bawah, Wilayah kali Ia
dan kali Bamgi dan Wilayah Edera dan Dumut. Di Stasi ada mudika Stasi dan di
Paroki ada mudika Lingkungan/Kring.
Begitu banyak kegiatan yang sering dilakukan, namun seringkali kaum muda
di Paroki St. Antonius Bade kurang menyadari akan pentingnya keterlibatan mereka
dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan tersebut. Salah satu faktor yang mungkin
mengakibatkan kurangnya keterlibatan kaum muda dalam kegiatan-kegiatan rohani
seperti: Doa bersama umat di Lingkungan, pendalaman iman, dan kegiatan-kegiatan
kerohanian yang dilakukan di Lingkungan, kaum muda kurang melibatkan diri
4
sepenuhnya karena dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut, metode
penyampaian atau penyajian materi yang terlalu monoton dan kurang melibatkan
kaum muda untuk ikut aktif dan terlibat. Kaum muda merasa kurang diperhatikan
sehingga kaum muda lebih memilih mencari kegiatan lain walau kadangkala
kegiatan-kegiatan yang diambil kurang membantu dalam perkembangan iman.
Menanggapi kenyataan dengan melihat persoalan yang ada, maka perlu adanya
pembaharuan di berbagai segi, di antaranya perlu adanya koordinasi dari pihak
Gereja dan kaum muda agar bersama-sama mencari dan menemukan akar
permasalahan dan kiranya dapat menyepakati suatu kesepakatan bersama demi
mendewasakan iman kaum muda di Paroki St. Antonius, Bade, Keuskupan Agung
Merauke. Berdasarkan pemikiran tokoh-tokoh kristiani mengenai kaum muda dan
melihat kenyataan yang terjadi maka penulis mengajak kaum muda di Paroki St.
Antonius untuk mempelajari dan memahami akan keterlibatan atau keikutsertaan
kaum muda dalam proses pendewasaan iman. Untuk itu penulis memberi judul dari
karya tulis ini sebagai berikut: “UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN
KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA DI PAROKI SANTO
ANTONIUS, BADE, KEUSKUPAN AGUNG MERAUKE MELALUI
SHARED CHRISTIAN PRAXIS”.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat membantu kaum muda untuk
semakin memahami akan pentingnya peranan mereka dalam perkembangan Gereja,
sehingga kaum muda mau terlibat secara aktif dalam pelaksanaan kegiatan hidup
menggereja tidak hanya dalam lingkup Gereja melainkan juga dalam lingkup
masyarakat demi pendewasaan iman dengan mengaktifkan kembali segala bentuk
kegiatan yang pernah dilakukan.
5
Gereja akan selalu berkembang jika kaum muda mau terlibat. Keterlibatan
dalam artian, terlibat secara utuh, bukan hanya sebatas hadir dalam berbagai
kegiatan kaum muda, melainkan turut serta memperkembangkan Gereja. Dengan
keterlibatan dan keikutsertaan kaum muda dalam berbagai kegiatan kerohanian,
diharapkan Gereja akan semakin berkembang, demikian pula kedewasaan iman yang
ingin diwujudkan oleh kaum muda.
B. Rumusan Permasalahan Penulisan Skripsi
1. Apa yang dimaksud dengan hidup menggereja?
2. Masalah-masalah apa saja yang dihadapi kaum muda berkaitan dengan
keterlibatan kaum muda dalam rangka hidup menggereja di Paroki St. Antonius?
3. Apa upaya penting yang harus ditempuh untuk memberdayakan Muda-mudi
Katolik dalam hidup menggereja?
C. Tujuan Penulisan Skripsi
1. Memberi wawasan baru bagi penulis dan pembaca mengenai hidup menggereja,
berani untuk menggali nilai-nilai positif yang ada didalamnya, mampu
menghayatinya dan ikut terlibat langsung dalam kegiatan Gerejani.
2. Memaparkan permasalahan yang dihadapi kaum muda berkaitan dengan
keterlibatan kaum muda dalam rangka hidup menggereja di Paroki St. Antonius.
3. Memaparkan upaya penting yang harus ditempuh untuk memberdayakan Muda-
mudi Katolik dalam hidup menggereja dan menyadarkan kaum muda akan
pentingnya peranan kaum muda dalam perkembangan Gereja.
6
4. Memenuhi salah satu persyaratan akademik untuk kelulusan sarjana strata satu
(S1) pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama
Katolik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
D. Manfaat Penulisan Skripsi
1. Memberikan inspirasi bagi penulis untuk memberdayakan kaum muda di Paroki
St. Antonius, Bade dalam rangka terlibat dalam hidup menggereja.
2. Mendorong kaum muda di Paroki St. Antonius, Bade agar semakin berani
menghadapi permasalahan yang ada dan mau melibatkan diri dalam hidup
menggereja.
E. Metode Penulisan Penulisan Skripsi
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif-analitis.
Dengan menggunakan metode ini, penulis berusaha mendiskripsikan dengan cara
memaparkan dan menguraikan gambaran mengenai keterlibatan kaum muda dalam
hidup menggereja serta mengkaji dan menganalisanya berdasarkan data-data yang
diperoleh dari hasil penelitian, studi pustaka, hasil wawancara, dan refleksi pribadi
dengan bantuan buku-buku pendukung.
F. Sistematika Penulisan Penulisan Skripsi
Judul yang dipilih oleh penulis adalah “UPAYA MENINGKATKAN
KETERLIBATAN KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA DI
PAROKI SANTO ANTONIUS, BADE, KEUSKUPAN AGUNG MERAUKE
7
MELALUI SHARED CHRISTIAN PRAXIS”. Skripsi ini dibahas dalam lima bab,
sebagai berikut:
Bab I berisikan pendahuluan yang meliputi: latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan yang
merangkum keseluruhan penulisan skripsi.
Bab II akan membahas mengenai penelitian tentang keterlibatan dan
keikutsertaan kaum muda dalam segala bentuk kegiatan rohani demi pendewasaan
iman, meliputi persiapan penelitian, laporan hasil penelitian dan pembahasan
penelitian. Dalam bam ini penulis akan memaparkan pula mengenai keadaan dan
situasi yang kini dialami maupun kegiatan yang sedang dilaksanakan oleh kaum
muda di Paroki St. Antonius Bade. Oleh sebab itu dalam bab ini akan dibagi dalam
dua bagian, yakni bagian pertama mengulas seputar kehidupan kaum muda dan
bagian kedua seputar hasil penelitian yang dilaksanakan di paroki St. Antonius.
Bab III akan membahas mengenai teori seputar perkembangan remaja dan
berbagai pandangan tentang perspektif kaum muda berkaitan dengan keterlibatan
dan keikutsertaan dalam hidup menggereja. Pemaparan mengenai teori
pendampingan dalam rangka pendampingan iman remaja, yakni menyangkut
pengertian pendampingan, metode katekese yang digunakan sebagai salah satu
alternatif dalam pendampingan bagi kaum muda yakni shared christian praxis dan
pengertian mengenai kaum muda dan segala perkembangan yang dialaminya.
Bab IV ini akan mengupas usaha pendampingan kaum muda melalui model
pendampingan Shared Christian Praxis (SCP) dan usulan pogram katekese serta
contoh katekese.
8
Bab V adalah penutup yang membahas kesimpulan penulis tentang
pendampingan bagi kaum muda di Paroki St. Antonius, Bade dan saran bagi
kepengurusan Mudika maupun kepada pihak Gereja dalam hal ini kepengurusan
dewan paroki sehingga pendampingan terhadap kaum muda sungguh-sungguh dapat
membantu dan mengarahkan kaum muda agar semakin memahami akan pentingnya
keterlibatan dan keikutsertaan mereka dalam kehidupan menggereja, selain itu pula
sebagai tindak lanjut dari seluruh rangkaian tulisan ini.
9
BAB II
GAMBARAN UMUM PENDAMPINGAN KAUM MUDA
DALAM HIDUP MENGGEREJA DI PAROKI SANTO ANTONIUS, BADE,
KEUSKUPAN AGUNG MERAUKE
Keterlibatan dan keikutsertaan kaum muda dalam pengembangan Gereja
sangat diharapkan. Keterlibatan dan keikutsertaan tersebut tidak dapat terjadi dengan
sendirinya, melainkan kaum muda perlu didampingi agar mengerti dan memahami
bahwa mereka sangat dibutuhkan dalam perkembangan Gereja. Paroki St. Antonius,
Bade mengupayakan keterlibatan kaum muda melalui pendampingan demi
pengembangan iman kaum muda akan Allah.
Pendampingan yang dilaksanakan bagi kaum muda tentu saja berkaitan
dengan situasi dan kebutuhan kaum muda, entah itu persoalan hidup sehari-hari,
pengembangan iman, pengembangan diri maupun pengembangan potensi-potensi
yang dimiliki oleh kaum muda. Dalam pelaksanaan pendampingan, kaum muda
dibimbing dan diarahkan agar mampu menemukan potensi-potensi diri dan
memahami serta mengolah pengalaman tersebut dan menjadikan pengalaman-
pengalaman itu sebagai pelajaran yang berarti bagi dirinya. Dengan pengalaman-
pengalaman yang dimiliki, kaum muda diharapkan mampu memewujudkannya
dalam hidup sehari-hari sebagai sebuah karya pewartaan Allah di masyarakat.
Adapun maksud uraian penulisan yaitu sebagai bahan untuk menunjukkan
dinamika kegiatan kaum muda dalam bentuk kegiatan-kegaitan, sekaligus sebagai
landasan dan acuan penelitian terhadap keterlibatan dan keikutsertaan kaum muda
dalam rangka hidup menggereja.
10
A. Situasi Kegiatan Pendampingan Kaum Muda di Paroki St. Antonius, Bade
Uraian situasi umum dan berbagai kegiatan kaum muda yang dilaksanakan di
Paroki St. Antonius Bade, meliputi pembicaraan tentang situasi umum Paroki St.
Antonius, situasi kaum muda, situasi pendampingan yang dilaksanakan bagi kaum
muda dalam memperkembangkan iman akan Allah.
1. Situasi Umum Paroki St. Antonius, Bade
Paroki St. Antonius merupakan bagian dari Keuskupan Agung Merauke.
Paroki St. Antonius memiliki 24 stasi dengan jumlah umat di Paroki St. Antonius
18. 676 jiwa. Posisi Gereja Paroki St. Antonius sendiri berada di Kecamatan Edera
yang cukup strategis dan tidak jauh dari pusat pemerintahan dan perkantoran
[Lampiran 6: (9)].
Secara geografis Paroki St. Antonius Padua, Bade terletak di daerah
Kecamatan Edera, dengan batas-batas sebagai berikut:
• Sebelah Utara : Kecamatan Obaa
• Sebelah Timur : Kecamatan Mindiptana
• Sebelah Selatan : Kecamatan Okaba
• Sebelah Barat : Kecamatan Nambioman Bapai
Pembagian wilayah dalam Paroki St. Antonius, disesuaikan dengan daerah
geografis. Paroki St. Antonius dibagi menjadi 3 bagian, yakni: Bade kota dan Digul
Bawah, terdiri dari 3 Stasi; Kali Ia sampai Kali Bamgi memiliki 12 Stasi serta Kali
Edera dan Dumut memiliki 9 Stasi. Pembagian daerah disesuaikan dengan situasi
daerah setempat, di mana sebagian besar daerah berada di pedesaan dan dilalui
beberapa sungai [Lampiran 4: (6)].
11
2. Situasi Kaum Muda di Paroki
Berdasarkan data Paroki 2006, jumlah kaum muda 183 orang. Mudika yang
berada di pusat paroki sebanyak 93 orang dan mudika stasi sebanyak 90 orang. Dari
7 Lingkungan yang ada di pusat paroki, hanya 63 kaum muda dari 93 orang yang
aktif mengikuti kegiatan mudika, baik kegiatan yang diselenggarakan oleh paroki,
maupun yang dilaksanakan oleh pengurus mudika demi pengembangan diri maupun
pengembangan iman kaum muda.
Kaum muda yang terdaftar dan terlibat sebagai anggota mudika sangatlah
berfariasi. Bersumber dari data yang diperoleh, kaum muda yang masih menempuh
pendidikan di sekolah menengah yakni kaum muda usia antara 17-20 tahun
sebanyak 23 orang, usia antara 21-24 tahun sebanyak 87 orang, usia antara 24-28
sebanyak 68 orang dan usia di atas 29 tahun sebanyak 5 orang [Lampiran 6: (9)].
3. Situasi Pendampingan Kaum Muda
Dalam pelaksanaan karya pastoral bagi kaum muda, Gereja turut memberi
perhatian. Paroki menanggapi berbagai kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi oleh
kaum muda dengan mengadakan berbagai kegiatan dengan tujuan agar lewat
kegiatan-kegiatan tersebut kaum muda diharapkan mampu mengembangkan
kepercayaan diri dalam menanggapi situasi dan kondisi zaman. Pelaksanaan
kegiatan tersebut melibatkan semua kaum muda yang ada di paroki St. Antonius.
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan adalah: kegiatan-kegiatan gerejani, kegiatan-
kegiatan kemasyarakatan dan kegiatan-kegiatan lain yang diharapkan dapat
memupuk persaudaraan dan keakraban antar mudika.
12
a. Kegiatan-kegiatan gerejani
Dalam pelaksanaan hidup menggereja, kaum muda diharapkan agar mau
terlibat dalam kegiatan-kegiatan gerejani. Keikutsertaan dan keterlibatan mereka
tidak hanya sebatas “hadir atau ada”, melainkan kaum muda diharapkan terlibat
dalam kegiatan-kegiatan mudika, terlibat dalam kegiatan-kegiatan tersebut demi
pengembangan Gereja, terlibat di Lingkungan maupun di dalam masyarakat dengan
memberi hati sepenuhnya demi terlaksananya kegiatan-kegiatan tersebut. Kegiatan-
kegiatan gerejani yang dilaksanakan oleh kaum muda di Paroki St. Antonius adalah
temu mudika, doa, lomba baca kitab suci dan mazmur serta bertugas koor di gereja.
1) Temu mudika
Temu mudika dilaksanakan satu kali, yakni pada Maret 2007, dengan jumlah
peserta 68 orang. Dalam pelaksanaan temu mudika, dihadiri oleh Pastor Paroki dan
4 orang pembina mudika. Berbagai hal dibicarakan demi pengembangan kaum muda
di Paroki St. Antonius Bade, diantaranya pergantian pengurus, keterlibatan dan
keikutsertaan kaum muda, bukan hanya dalam kegiatan kaum muda, lebih dari itu
kaum muda diharapkan dapat terlibat dalam kegiatan di Lingkungan maupun dalam
masyarakat.
Dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan, para Pembina maupun pengurus
mudika mengatakan bahwa masih kurang kesadaran dari kaum muda untuk terlibat
dalam berbagai kegiatan gerejani, oleh sebab itu perlu adanya perhatian khusus bagi
mereka yang belum terlibat. Dalam pertemuan ini pula dibicarakan mengenai temu
muka Mudika se-Dekenat Mappi yang rencananya akan dilaksanakan tahun 2008,
13
dan Paroki St. Antonius sebagai tuan rumah dalam pelaksanaan temu muka tersebut
[Lampiran 6 : (11)].
2) Doa mudika
Doa mudika dilaksanakan secara rutin, sekali dalam satu bulan. Peserta yang
hadir dalam setiap pelaksanaan doa tersebut antara 30 sampai 40 orang. Tidak semua
kaum muda hadir dan terlibat dalam doa bersama. Kurangnya sosialisasi dan
informasi mengenai tempat dan waktu pelaksanaan doa menyebabkan banyak kaum
muda yang tidak dapat terlibat. Namun hingga kini pelaksanaan doa tetap berjalan.
Dalam proses doa bersama yang bertugas adalah kaum muda. Pelaksanaan doa
dilaksanakan pada hari Kamis, pukul 16.00-17.00 W.I.T. Para mendamping turut
serta dalam setiap pelaksanaan doa tersebut [Lampiran 6 : (11)].
3) Lomba baca Kitab Suci dan Mazmur
Pelaksanaan kegiatan lomba baca Kitab Suci dan Mazmur dilaksanakan
dengan tujuan agar kaum muda semakin hari semakin sadar akan pentingnya
memahami dan mendalami Kitab Suci dan mampu menemukan nilai-nilai baru dari
Kitab Suci sebagai pegangan dalam hidupnya. Kitab Suci tidak hanya dibaca ketika
bulan Kitab Suci, melainkan dapat dijadikan pegangan hidup dan dapat dibaca setiap
hari. Pelaksanaan tertsebut diikuti oleh 28 (dua puluh delapan) orang, yakni 4
(empat) orang perwakilan mudika dari 7 (tujuh) Lingkungan yang ada di pusat
Paroki. Pelaksanaan lomba baca Kitab Suci dan Mazmur tersebut diadakan pada
bulan september 2007 dan tempat pelaksanaan kegiatan tersebut di gereja St.
Antonius, Bade [Lampiran 6 : (10)].
14
4) Bertugas koor di gereja
Tugas utama dari kelompok ini yakni berlatih dan mempersiapkan nyanyian
dalam memeriahkan Perayaan Ekaristi bila mudika mendapat tugas koor di gereja.
Dalam misa Minggu Palma dan hari raya Natal Desember 2007, mudika diberi
tanggung jawab untuk mempersiapkan nyanyian dalam misa Natal tersebut. Dengan
jumlah anggota 32 orang, kelompok koor diharapkan selalu siap apabila ada
lingkungan yang berhalangan bila mendapat tugas dalam suatu perayaan Ekaristi,
kelompok ini siap untuk menggantikan. Persiapan yang dilakukan oleh kelompok
koor dengan berlatih bersama 2 (dua) kali dalam seminggu guna persiapan
menjelang tugas yang dipercayakan kepada mereka [Lampiran 6 : (11)]
b. Kegiatan kemasyarakatan
Kaum muda di Paroki St. Antonius Bade tidak hanya terlibat dalam kegiatan-
kegiatan gerejani, baik dalam lingkup Paroki dan Lingkungan, melainkan
keterlibatan kaum muda juga diwujudkan dalam kebersamaan dan keterlibatan
dengan mengikuti kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Keterlibatan dan keikutsertaan
kaum muda dalam berbagai kehidupan, merupakan salah satu usaha kaum muda
untuk semakin memahami akan makna kebersamaan dalam hidup. Kegitan-kegiatan
tersebut diantaranya: Bakti sosial serta terlibat dalam persiapan pesta Kemerdekaan
R.I.
1) Bakti sosial
Salah satu wujud keterlibatan kaum muda dalam hidup bermasyarakat yakni
dengan diadakannya bakti sosial. Dalam pelaksanaan bakti sosial ini diikuti oleh 90
15
orang kaum muda katolik. Bakti sosial dilaksanakan oleh kaum muda dengan
membersihkan tempat-tempat ibadah, yakni membersihkan halaman Masjid dan
gereja. Pelaksanaan bakti sosial diadakan pada Minggu pertama bulan Juli dan
Minggu ke dua bulan Agustus 2007. Pelaksanaan bakti sosial ini didampingi
langsung oleh pastor paroki dan para pendamping kaum muda. Pelaksanaan kegiatan
bakti sosial dilaksanakan bagi kaum muda dengan harapan kaum muda semakin
termotivasi untuk lebih peka terhadap situasi yang ada di dalam masyarakat dengan
mau terlibat dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan [Lampiran 6 : (10)]
2) Pesta Kemerdekaan R.I
Dalam memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia kaum muda turut
serta dalam memperingati hari bersejarah yang setiap tahun dirayakan dan
diperingati oleh seluruh warga Indonesia. Dalam peringatan hari kemerdekaan
tersebut, kegiatan yang diikuti oleh kaum muda ialah, lomba gerak jalan. Dalam
pelaksanaan lomba tersebut diikuti oleh 2 (dua) regu kaum muda, yakni regu putra
dan putri, tiap terdiri dari 15 orang orang untuk regu putra dan 15 orang untuk regu
putri. Disamping itu pula, kaum muda mengadakan pameran. Pameran dilaksanakan
selama peringatan kemerdekaan Republik Indonesia dengan menjual barang-barang
kudus seperti patung Bunda Maria, Rosario, Madah Bakti, Puji Syukur, dan lain-lain
[Lampiran 6 : (10)].
c. Kegiatan-kegiatan lain
Di samping kegiatan-kegiatan gerejani dan kemasyarakatan, juga kegiatan lain
yang dianggap penting dan dapat membantu dan memperkembangkan kaum muda
16
Katolik di Paroki St. Antonius Bade dalam memupuk persaudaraan dan keakraban
antar kaum muda. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya: pertemuan pengurus,
bazar dan olah raga.
1) Pertemuan pengurus
Pertemuan pengurus dilaksanakan dalam rangka persiapan, pelaksanaan dan
evaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan maupun rencana kegiatan yang akan
dilaksanakan bersama. Dalam bulan Januari sampai dengan Juli 2007, pertemuan
dilaksanakan sebanyak 3 kali.
Pertemuan pertama dilaksanakan pada 10 Februari dengan jumlah peserta 20
orang, pertemuan kedua dilaksanakan tanggal 12 Februari. Dalam pertemuan
pertama dan kedua, jumlah peserta yang hadir sebanyak 20 orang, terdiri dari 16
orang pengurus dan 4 orang pembina.
Pertemuan pertama dan kedua membicarakan persiapan Paskah, dimana kaum
muda diberikan tugas Minggu Palma, disamping itu pula kaum muda diminta untuk
terlibat secara aktif dalam perayaan Paskah.
Pertemuan ketiga dilaksanakan tanggal 14 Juli, peserta yang hadir sebanyak 20
orang, terdiri dari 16 orang pengurus dan 4 orang pembina. Materi yang dibahas
dalam pertemuan ketiga yakni kegiatan-kegiatan kaum muda yang akan
dilaksanakan pada beberapa waktu ke depan dan persiapan Natal. Di samping itu
pula, dibicarakan mengenai keterlibatan dan keikutsertaan kaum muda di dalam
Lingkungan [Lampiran 6 : (11)].
17
2) Bazar
Kegiatan ini dilaksanakan pada 10 Juni 2007. Kegiatan tersebut dilaksanakan
setelah Perayaan Misa hari Minggu, dengan lokasi di Aula gereja. Tujuan kegiatan
ini dilakukan untuk membina kebersamaan dan mengembangkan kreativitas dan
ketrampilan yang dimiliki oleh kaum muda. Kegiatan ini sekaligus dimanfaatkan
oleh kaum muda untuk mencari dana demi membiayai berbagai kegiatan yang akan
mereka laksanakan. Pelaksanaan tersebut tidak hanya diikuti oleh para pengurus,
melainkan melibatkan seluruh anggota mudika yang ada di pusat Paroki. Dalam
pelaksanaan tersebut, berbagai kreasi dan ketrampilan kaum muda ditampilkan,
misalnya kerajinan tangan, aneka bentuk kreasi masakan, maupun benda-benda
liturgi seperti: lilin, patung, rosario, dan lain-lain [Lampiran 6 : (10)].
3) Olah raga
Dalam pelaksanaan kegiatan olah raga, salah satu harapan yang ingin dicapai
dalam kegiatan ini yakni, keterlibatan dan keakraban dalam kebersamaan sebagai
kaum muda Katolik di Paroki St. Antonius Bade. Selain itu dengan kegiatan olah
raga yang dilaksanakan bagi kaum muda dapat mengembangan bakat yang dimiliki.
Kaum muda sering kali terlibat dalam suatu kegiatan bila kegiatan tersebut menarik
dan mampu membahagiakan dan memperkembangkan diri kaum muda. Selain demi
meningkatkan keakraban dan kekeluargaan antar kaum muda Katolik, kegiatan olah
raga ini melibatkan pula remaja Muslim dan remaja Protestan.
Peserta yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah 230 orang.
Kegiatan ini dilaksanakan pada 10 Juli 2007, dengan jenis olah raga yang
dilombakan yakni: voli untuk putra dan putri serta tenis meja. Kegiatan ini dapat
18
dikatakan berhasil karena dapat melibatkan remaja dan orang muda dari berbagai
agama. Hal ini sangat positif karena dapat memberi masukan dan pengalaman
berarti bagi kaum muda akan pentingnya persaudaraan antar pemeluk agama
[Lampiran 6 : (11)].
B. Penelitian mengenai Pendampingan Kaum Muda di Paroki St. Antonius
Bade
Pada bagian ini akan diuraikan tentang persiapan penelitian yang membahas
mengenai tujuan penelitian, metode penelitian, responden penelitian, instrumen
penelitian, variabel penelitian, waktu pelaksanaan penelitian dan rangkuman hasil
penelitian.
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengenal lebih dekat
kehidupan dan kegiatan-kegiatan yang sedang dilakukan oleh kaum muda,
diantaranya:
• Untuk mengetahui situasi dan perkembangan kaum muda dalam rangka hidup
menggereja.
• Melalui penelitian ini dapat diketahui secara jelas situasi serta pendampingan
yang dilaksanakan oleh paroki terhadap kaum muda, sebagai upaya peningkatan
keterlibatan kaum muda dalam rangka hidup menggereja.
• Mengetahui model-model pendampingan yang diberikan kepada kaum muda,
dengan maksud membimbing dan mengarahkan kaum muda agar semakin
memahami akan pentingnya peranan kaum muda dalam hidup menggereja.
19
• Melalui penelitian ini dapat menampung segala hambatan-hambatan dalam
usaha pendampingan terhadap kaum muda dan usaha-usaha konkret
dilaksanakan oleh Pengurus Mudika maupun oleh paroki demi perkembangan
iman kaum muda di paroki St. Antonius Bade.
2. Metode Penelitian
Dalam kegiatan penelitian terhadap kaum muda di Paroki St. Antonius Bade,
penulis menggunakan metode Survai. Dalam penulisan ini, survai dimengerti
sebagai cara pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dalam waktu
(jangka waktu) yang bersamaan (Marzuki, 1985: 58). Data yang diperoleh berupa
jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukkan. Survai bukan hanya mengetahui
status gejala, tetapi juga menentukan kesamaan status dengan cara membandingkan
dengan standar yang sudah ada.
3. Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah kaum muda yang berdomisili di 7
Lingkungan wilayah Paroki Santo Antonius Bade. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan Purposive Sampling. Purposive Sampling atau sampel bertujuan
adalah cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah,
tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Suharsimi Arikunto, 2002: 117).
Penulis menggunakan Purposive Sampling atau sampel bertujuan karena
keterbatasan waktu dan tenaga dalam pengumpulan data, berkaitan dengan hidup
menggereja dan perkembangan iman kaum muda di Paroki St. Antonius, Bade.
Populasi dalam penelitian adalah 183 orang. Kaum muda yang diambil adalah yang
20
terlibat dalam kegiatan kaum muda maupun dalam kegiatan-kegiatan hidup
menggereja. Proses pengambilan sampel di prioritaskan bagi kaum muda di setiap
lingkungan. Dalam pengambilan sampel, kuesioner diberikan ke tiap lingkungan dan
8-9 orang kaum muda mewakili kaum muda dilingkungan. Jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 59.
4. Instrumen penelitian
Dengan mail questionnaires, data diperoleh berdasarkan kuesioner berupa
pertanyaan kepada kaum muda di wilayah paroki Santo Antonius Bade, Keuskupan
Agung Merauke. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan instrumen penelitian
yaitu kuesioner yang dikirim melalui surat (mail questionnaires). Instrumen
penelitian berguna sebagai sarana memperlancar penelitian dalam pengumpulan data
agar penelitian ini dapat terlaksana dan data yang dipeoleh sungguh bermanfaat dan
efisien demi pengembangan iman kaum muda di Paroki Santo Antonius Bade.
Jenis kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini ialah, kuesioner semi
terbuka (open closed), yakni meminta responden untuk memilih salah satu dari
sekian jawaban alternatif yang telah disediakan. Sedangkan untuk responden yang
tidak setuju dengan jawaban altenatif yang sudah disediakan tesebut, maka
responden diperkenankan untuk mengisi jawaban sesuai dengan keadaan dan
situasinya pada lembar pilihan yang telah disediakan (Suharsimi Arikunto, 2002:
129).
Kuesioner bertujuan sebagai sarana pendukung demi melengkapi proses
pengumpulan data. Dengan kuesioner ini penulis ingin mengumpulkan data
mengenai kesulitan atau hambatan maupun hal-hal yang mendukung kaum muda
21
dalam bentuk pertanyaan sehubungan dengan perkembangan iman, dengan harapan
kaum muda semakin memahami akan hidup menggereja dan mampu berinteraksi
dengan sesama, baik dilingkup gereja maupun dilingkup masyarakat.
5. Variabel penelitian
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
No Variabel Kuesioner untuk kaum Muda
No Item Jumlah
1 Kegiatan kaum muda dalam hidup menggereja 1, 2, 3 3 2 Pemahaman kaum muda terhadap upaya peningkatan
pendampingan kaum muda dalam hidup menggereja. 4, 5, 6, 7, 8 5
3 Harapan dan usulan terhadap peningkatan pendampingan kaum muda dalam hidup menggereja
9, 10, 11, 12 4
Jumlah 12 12
6. Waktu Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2007 sampai Juli 2007 di Paroki
Santo Antonius Bade, Keuskupan Agung Merauke. Dalam pelaksanaan pengisian
Kuesioner penelitian, responden diberi kesempatan untuk mengisi Kuesioner kurang
lebih selama 3 (tiga) minggu. Pada kenyataannya, dalam pengumpulan kuesioner
tidak bisa bersamaan, hal ini dikarenakan adanya berbagai kendala yang dihadapi
oleh para responden, yakni keterbatasan waktu dan faktor komunikasi dalam proses
pengumpulan data tersebut, namun segalanya dapat diatasi dan berjalan dengan baik.
7. Pembahasan Hasil Penelitian dan Keprihatinan-keprihatinan Kaum Muda
di Paroki St. Antonius Bade
Bagian ini akan menyajikan mengenai laporan dan pembahasan berdasarkan
hasil penelitian. Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel. Data-data
22
yang diperoleh meliputi: idenitas responden, keterlibatan kaum muda dalam hidup
menggereja, pemahaman kaum muda tentang hidup menggereja, tanggapan dan
penilaian kaum muda terhadap upaya peningkatan keterlibatan kaum muda dalam
hidup menggereja.
a. Identitas responden
Dibawah ini penulis memaparkan identitas responden. Identitas responden
meliputi jenis kelamin, usia dan pendidikan terakir atau pendidikan yang sedang
dijalani. Gambaran identitas responden tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut
ini:
Tabel 1: Identitas Responden (N=59)
No Pernyataan Alternatif Jawaban Frekwensi Prosen (%)
(1) (2) (3) (4) (5) 1 Jenis Kelamin a. Laki-laki
b. Perempuan 21 38
35,59 % 64,41 %
2 Usia a. Antara 17-20 thn b. Antara 21-24 thn c. Antara 24-28 thn d. Lebih dari 29 thn
23 21 11 4
38,98 % 35,60 % 18,64 % 06,78 %
3 Pendidikan/Status a. SMU/SMK b. PT c. Karyawan Swasta d. Wiraswasta e. Lain-lain
29 14 2 1 13
49,15 % 23,73 % 03,39 % 01,69 % 22,04 %
Tabel 1 menunjukkan identitas kaum muda Paroki St. Antonius Bade.
Mayoritas kaum muda yang terlibat dalam keorganisasian Mudika adalah
perempuan yakni sebanyak 38 orang (64,41 %) .Dari segi usia dan latar belakang
pendidikan sangatlah berfariasi. Kebanyakan Kaum muda yang terlibat berusia
23
antara 17-20 tahun, yakni sebanyak 23 orang (38,98 %), dan yang paling sedikit
yakni usia lebih dari atau diatas 29 tahun sebanyak 4 orang (6,78 %).
b. Kegiatan kaum muda dalam rangka hidup menggereja
Dibawah ini penulis memaparkan mengenai kegiatan kaum muda dalam
rangka hidup menggereja di Paroki St. Antonius, sebagai berikut:
Tabel 2: Kegiatan Kaum Muda dalam Rangka Hidup Menggereja (N=59)
No Pernyataan Alternatif Jawaban Frekwensi Prosen (%)
(1) (2) (3) (4) (5) 1 Bentuk kegiatan
kaum muda di paroki
a. Kelompok koor b. Kelompok doa c. Pengurus mudika d. Lain lain
22 12 13 12
37,29 % 20,34 % 22,03 % 20,34%
2 Keterlibatan dalam kegiatan gerejani
a. Karena diajak teman b. Karena disuruh oleh orang tua
atau guru c. Ingin mengikuti jejak teman a. Lain-lain
6 14
7
32
10,17 % 23,73 %
11,86 % 54,24 %
3 Kegiatan kaum muda merupakan bagian dari kegiat-an hidup menggereja
b. Ya c. Mungkin d. Tahu e. Lain-lain
49 7 1 2
83,06 % 11,86 % 01,69 % 03,39 %
Tabel 2 menunjukkan kegiatan kaum muda yang telah dilaksanakan, maupun
makna yang dapat diperoleh oleh kaum muda sendiri dalam mengembangkan diri
dalam memahami akan hidup menggereja. Dari segi kegiatan dalam rangka hidup
menggereja, responden yang terlibat dalam Kelompok Koor sebanyak 22 orang
(37,29 %). Dari segi alasan keterlibatan mereka dalam kegiatan hidup menggereja,
sebanyak 32 orang (54,24 %) mengatakan, terlibat karena kemauan sendiri dan
24
sudah menjadi kewajiban sebagai kaum muda untuk terlibat aktif dalam kegiatan
gerejani atau kegiatan-kegiatan kerohanian.
c. Pemahaman kaum muda terhadap upaya peningkatan pendampingan
kaum muda dalam hidup menggereja
Dibawah ini disajikan mengenai pemahaman kaum muda katolik di Paroki
Bade, terhadap upaya peningkatan pendampingan kaum muda dalam hidup
menggereja.
Tabel 3: Upaya Peningkatan Pendampingan Kaum Muda dalam Hidup Menggereja
(N=59)
No Pertanyaan Alternatif Jawaban Frekwensi Prosen (%)
(1) (2) (3) (4) (5) 1 Pemahaman kaum
muda terhadap hidup menggereja
a. Panggilan untuk umat atau beriman dalam mewujudkan tanggungjawab di gereja maupun di masyarakat da-lam segala bidang
b. Kegiatan rohani seperti: doa bersa-ma di lingkungan, Pendalaman iman dan Kitab Suci yang dilaksa-nakan oleh Gereja
c. Keterlibata dalam misa hari minggu dan hari raya yang ditetapkan oleh Gereja
d. Lain-lain
49
6
0
4
83,05 %
10,17 %
0 %
6,78 %2 Menunjukkan
sikap hidup sebagai kaum muda Katolik dalam keluarga maupun di dalam masyarakat
a. Sudah b. Belum c. Belum sama sekali d. Lain-lain
31 19
4 5
52,54 % 32,20 % 06,78 % 08,47 %
3 Sikap kaum muda terhadap hidup menggereja
a. Melaksanakan karena sudah sepantasnya sebagai warga Gereja
8
13,56 %
25
b. Ikut-ikutan karena terpaksa c. Melaksanakan dengan sadar,
tulus dan bertanggung jawab sebagai anggota gereja, sehingga iman akan Allah se-makin hari semakin berkembang
d. Lain-lain
1 50
0
01,69 % 84,75 %
0 %4 Pendampingan
membantu kaum muda dalam menghayati hidup menggereja
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu d. Lain-lain
40 6 6 7
67,80 % 10,17 % 10,17 % 11,86 %
5 Nilai positif pendampingan kaum muda dalam hidup menggereja
a. Semakin mengenal Kristus lewat ajaran-ajaranNya
b. Iman anda semakin diteguhkan, bahkan anda semakin termotifasi, semakin yakin sehingga mampu mewujudkan dalam hidup sehari-hari
c. Merasa bangga sebagai seorang kaum muda katolik
d. Lain-lain
22
25
6
6
37,29 %
42,37 %
10,17 %
10,17 % Tabel 4 penulis akan memaparkan Pemahaman Kaum Muda di Paroki St.
Antonius terhadap upaya peningkatan pendampingan kaum muda dalam hidup
menggereja. Dari segi pemahaman kaum muda diparoki St. Antonius mengenai arti
hidup menggereja, responden yang memilih Panggilan untuk umat atau ceriman
dalam mewujudkan tanggungjawab di gereja maupun dimasyarakat dalam segala
bidang sebanyak 49 orang (83,05 %). Melaksanakanan dengan sadar, tulus dan
bertanggungjawab sebagai anggota gereja, sehingga iman akan Allah semakin hari
semakin berkembang, sebanyak 50 orang (84,75 %). Dari segi pendampingan yang
selama ini dilaksanakan sungguh membantu kaum muda dalam menghayati akan
hidup menggereja, responden yang menjawab “Ya” sebanyak 40 orang (67,79 %).
Bila dilihat dari nilai positif yang dapat diperoleh dari pendampingan kaum
muda dalam hidup menggereja yang selama ini diikuti, responden yang menjawab
Semakin mengenal Kristus lewat ajaran-ajaranNya, sebanyak 22 orang (37,29 %).
26
Kaum muda sendiri merasa bangga sebagai seorang kaum muda katolik sebanyak 6
orang (10,17 %).
d. Harapan dan usulan terhadap peningkatan pendampingan kaum muda
dalam hidup menggereja
Pada tabel 4, penulis memaparkan mengenai harapan dan usulan kaum muda
terhadap upaya peningkatan pendampingan dalam hidup menggereja di Paroki St.
Antonius.
Tabel 4: Harapan dan Usulan terhadap Peningkatan Pendampingan Kaum Muda
dalam Hidup Menggereja (N=59)
No Pernyataan Alternatif Jawaban Frekwensi Prosen (%)
(1) (2) (3) (4) (5) 1 Keterlibatan di dalam
keluarga, lingkungan, paroki, maupun dimas-yarakat merupa-kan bagian dari penghayatan hidup menggereja
a. Ya b. Mungkin c. Tidak tahu d. Lain-lain
53 5 0
1
89,83 % 08,47 %
0 % 01,70 %
2 Keterlibatan kaum muda dalam kegiatan
a. Tidak tahu karena saya sendiri kurang terlibat
b. Terlalu sedikit kaum muda yang mau terlibat
c. Cukup lumayan, karena banyak kaum muda yang mau terlibat
d. Lain-lain
11
22
21
5
18,65 %
37,29 %
35,59 %
08,47 %
3 Peningkatan pendam-pingan demi perkembangan iman kaum muda
a. Perlu b. Perlu sekali c. Terserah d. Lain-lain
15 39 1 4
25,43 % 66,10 % 01,69 % 06,78 %
4 Pendampingan dibutuhkan bagi kaum muda dalam perkem-bangan iman akan Allah
a. Materi dan sarana dalam pendampingan yang selalu berfariatif
b. Mengatasi permasalahan seputar kaum muda
31
13
52,54 %
22,03 %
27
c. Pendampingan kaum muda yang dapat membangitkan motivasi kaum muda
d. Lain-Lain
10
5
16,95 %
08,48 %
Menurut pendapat kaum muda keterlibatan di dalam keluarga, lingkungan,
paroki, maupun dimasyarakat merupakan bagian dari penghayatan hidup
menggereja, sebanyak 53 orang (89,83 %) mengatakan “Ya”, namun ada 1 orang
(1,70 %) merasa masih kurang memahami akan hidup menggereja.
Dalam berbagai kegiatan kaum muda yang dilaksanakan dalam rangka
keterlibatan dan perkembangan iman kaum muda, tentu menimbulkan berbagai
pendapat tentang keterlibatan kaum muda selama ini. Bila dilihat dari segi pribadi
kaum muda sendiri mengenai keterlibatan mereka dalam rangka keterlibatan dan
partisipasi mereka, sebanyak 22 orang (37,29 %) mengatakan, terlalu sedikit kaum
muda yang mau terlibat dibandingkan dengan jumlah kaum muda yang ada di Paroki
St. Antonius, namun sebanyak 21 orang (35,59 %) mengatakan kehadiran dan
keterlibatan kaum muda selama ini Cukup lumayan, karena banyak kaum muda
yang mau terlibat, lain halnya, sebanyak 5 orang (8,47 %) mengatakan belum cukup
puas dengan kehadiran dan partisipasi kaum muda selama ini, menurut mereka
seharusnya lebih banyak lagi. Harapannya agar kaum muda sadar dan mau terlibat
dalam kegiatan-kegiatan mudika.
Berkaitan dengan upaya peningkatan pendampingan bagi kaum muda, agar
kaum muda semakin memahami dan semakin menyadari akan pentingnya
perkembangan iman. Begitu antusias kaum muda dalam menanggapi point ini, yang
sangat mengesan bahwa sebanyak 39 orang (66,10 %) mengatakan “Perlu sekali”,
namun ada yang mengatakan “Terserah” sebanyak 1 orang (1,69 %), mengatakan
28
perlu dan masih sangat di butuhkan oleh kaum muda, namun materi yang akan
diberikan ke kaum muda perlu variatif.
Sebanyak 31 orang (52,54 %), materi dan sarana dalam pendampingan yang
selalu berfariatif selain itu pula sebanyak 5 orang (8,48 %) mengatakan agar
pendamping mampu memahami akan situasi kaum muda sehingga materi yang
disampaikan sungguh menanggapi kesulitan dan menjawab kebutuhan kaum muda.
8. Rangkuman Hasil Penelitian
Melihat kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa
semangat dan keterlibatan kaum muda di Paroki Santo Antonius, Bade masih sangat
kurang. Masih bayak kaum muda yang belum menyadari akan pentingnya peranan
dan keterlibatan mereka dalam hidup menggereja.
Suatu organisasi dapat berjalan dengan baik bila diimbangi dengan
kepengurusan yang baik. Salah satu faktor pendukunga perkembangan kaum muda
yakni kegiatan pendukung yang mampu mengakrabkan dan memotivasi kaum muda
untuk lebih giat lagi dalam memberikan hati di setiap kegiatan-kegiatan kaum muda.
Oleh karena itu, perlu adaya pembenahan dan pembaharuan kinerja pengurus demi
perbaikan keorganisasian kaum muda ini. Organisasi kaum muda di dalam Gereja,
adalah sarana mendekatkan kaum muda dalam melibatkan diri disetiap kegiatan
hidup menggereja. Untuk itu para pengurus mudika perlu menyadari akan
pentingnya tugas kepengurusan mereka dalam membantu dan menarik simpati kaum
muda untuk semakin terlibat lagi dalam kegiatan-kegiatan kaum muda, maupun
dalam hidup menggereja.
29
a. Materi dan sarana pendampingan
Sebanyak 31 responden [Tabel 4 (52,54 %)] mengharapkan agar materi dan
sarana pendampingan perlu kreatif dan bervariasi. Disamping itu pula, pendamping
perlu memperlihatkan dan mampu memahami situasi dan kondisi yang kini dialami
oleh kaum muda. Dalam penyampaian materi perlu ketrampilan dan kreativitas dari
para pendamping sehingga mampu memotivasi kaum muda agar semakin sadar dan
mau terlibat dalam hidup menggereja. Hal ini disadari sangat penting karena,
keseluruhan proses serta hasil yang ingin dicapai dalam pertemuan tersebut
tergantung pada proses penyampaian materi yang disampaikan oleh pendamping,
untuk itu, pendamping perlu untuk selalu mempersiapkan materi yang akan
disampaikan dalam suatu pendampingan, agar peserta terbantu dan tujuan dapat
tercapai dengan baik.
b. Peningkatan pendampingan bagi kaum muda
Sebanyak 39 responden [Tabel 4 (66,10 %)] mengharapkan agar
pendampingan terhadap kaum muda diadakan secara berkala terus menerus dan
sesuai dengan kebutuhan kaum muda. Pendampingan yang selama ini dilaksanakan,
menurut mereka masih sangat kurang. Apa yang selama ini diberikan dalam
pendampingan dirasa masih sangat kurang, sehingga mereka belum sepenuhnya
memahami akan keterlibatan mereka dalam hidup menggereja. Kaum muda masih
sangat membutuhkan perhatian dan dukungan dari orang lain atau pribadi lain di
luar diri pribadi tertentu. Hal ini pula yang masih sangat dibutuhkan oleh kaum
muda demi perkembangan dirinya maupun perkembangan imannya. Orang tua
sungguh sangat berperan dalam perkembangan anaknya. Organisasi Kaum Muda
30
sebagai sarana pengembangan diri seseorang sehingga pribadi tertentu mampu
memperkembangkan imannya.
Dalam berbagai pelaksanaan kegiatan kaum muda, tidak semua Kaum muda
terlibat dalam kegiatan hidup menggereja dan juga dalam hidup bermasyarakat.
Salah satu faktor yang mungkin perlu diperhatikan oleh Pengurus Mudika maupun
oleh Pengurus Dewan Paroki agar perlu adanya peningkatan yang dapat ditempuh
melalui pendampingan bagi kaum muda. Kaum muda merasa kurang dibekali dan
bahkan pendampingan bagi kaum muda sendiri jarang dan bahkan tidak pernah ada.
Perlu disadari bahwa kaum muda masih sangat membutuhkan bimbingan dan
pendampingan demi perkembangan dirinya ke arah yang lebih baik.
Gereja perlu melihat dan merespon keberadaan kaum muda demi tercapainya
kader-kader penerus gereja yang bermartabat baik dan mampu menghayati akan
makna hidupnya sebagai seorang katolik yang baik didalam keluarga maupun
didalam masyarakat. Salah satu cara yang dapat ditempuh yakni melalui
pendampingan kaum muda. Lewat pendampingan tersebut, diharapkan kaum muda
semakin termotivasi dan semakin sadar akan tugas perutusan yang dimilikinya,
sehingga kaum muda mau terlibat dalam mengembangkan diri dan iman mereka
semakin hari semakin berkembang.
31
BAB III
PENDAMPINGAN KAUM MUDA DALAM GEREJA
Dalam Gereja maupun dalam masyarakat, sering kali kita temui berbagai
kegiatan pemberdayaan maupun pengembangan diri, seperti pendampingan,
pelatihan dan kegiatan-kegiatan lain, dengan harapan kegiatan-kegiatan tersebut
sungguh dapat membantu dan mengembangkan setiap peserta dalam
mengembangkan dirinya dan mampu menemukan nilai-nilai baru dalam
memperkembagnkan dirinya.
Pendampingan bagi kaum muda sebagai salah satu bentuk karya pastoral
Gereja bermaksud membantu dan membimbing kaum muda agar memahami akan
pentingnya keterlibatan dan peranan mereka dalam gereja, maupun mampu
mewujudkannya dalam hidup bermasyarakat. Pendampingan bagi kaum muda
sangatlah penting, karena kaum muda sedang mengalami masa perkembangan
menuju kematangan iman Katolik, iman akan Yesus Kristus. Dalam
mengembangkan imannya akan Yesus kaum muda sangat membutuhkan bimbingan
dan pendampingan yang efektif dan bermutu.
Dalam memperkembangkan iman menuju kedewasaan, kaum muda tidak
mampu berjalan maupun bertindak sendiri tanpa bantuan dan dorongan dari orang
lain, oleh karena itu dibutuhkan seorang pendamping yang diharapkan mampu
membimbing dan mengarahkan mereka dalam mengenal dan memahami akan
keseharian hidupnya maupun situasi dan perkembangan yang dialami dalam hidup.
Dalam rangka menanggapi keadaan tersebut, maka bab III akan memaparkan
32
pengertian pendampingan bagi kaum muda, situasi hidupnya dan persmasalahan-
permasalahan yang dihadapi oleh kaum muda.
A. Pengertian Kaum Muda
Dalam mengenal dan memahami tentang kaum muda, tidak cukup dengan
melihat dan menilai pada satu segi. berbagai segi turut mendukung maupun
melatarbelakangi perkembangan kaum muda tersbut. Oleh karena itu, perlu adanya
pendekatan khusus terhadap kaum muda, sehingga dapat mengerti dan memahami
bagaimana kehidupannya dan apa kebutuhan yang sedang diingini dalam
mengembangkan dirinya menuju kedewasaan yang sungguh matang dalam
perkembangan diri.
1. Pengertian umum kaum muda
Menurut A.M. Mangunhardjana (1986: 12-13) kaum, golongan, kelompok
orang yang muda usia, adalah para muda-mudi yang berusia 15 – 21 tahun. Kaum
muda adalah mereka yang oleh psikologi dikatakan remaja, adolescent, yang
mencakup para muda-mudi dalam usia Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA)
serta dalam tingkat studi di Perguruan Tinggi (PT) semester I – IV.
Melihat berbagai pandangan tentang penggolongan kaum muda berdasarkan
usia, maka Komisi Kepemudaan Konferensi Wali Gereja Indonesia (1999: 4)
memberikan kejelasan mengenai kriteria kaum muda, kemana tujuan pembinaan
mereka, bagaimana mencapai tujuan tersebut dan siapa yang bisa diajak kerja sama.
Kaum muda adalah mereka yang berusia 13-35 tahun dan belum menikah.
33
Dalam mengolah dan mendalami akan kaum muda, penulis menggunakan
gagasan maupun pandangan yang diungkapkan oleh Komisi Kepemudaan
Konferensi Wali Gereja Indonesia (1999: 4). Begitu banyak pandangan maupun
gagasan yang diungkapkan berkaitan dengan kaum muda, namun penulis lebih
banyak mengolah pandangan yang dikemukakan oleh Komisi Kepemudaan KWI,
karena lebih spesifik dan bahkan pandangan yang dikemukan oleh Komisi
Kepemudaan KWI menyeluruh pada aspek kehidupan serta perkembangan kaum
muda.
2. Aspek-aspek Pertumbuhan Kaum muda
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan kaum muda, tentu saja dilatar
belakangi oleh berbagai aspek yang turut mendukung proses perkembangan tersebut,
entah itu dari dalam diri kaum muda sendiri maupun faktor dari luar dirinya,
misalnya: faktor keluarga, lingkungan maupun masyarakat luas. Memahami akan
pertumbuhan dan perkembangan dalam diri kaum muda, tentu saja kita perlu
memahami akan aspek-aspek pertumbuhan tersebut, diantanya: aspek pertumbuhan
fisik, aspek perkembangan intelektual, aspek perkembangan emosional, aspek
perkembangan sosial, aspek perkembangan moral, aspek perkembangan religius dan
aspek perkembangan kognitif.
a. Aspek pertumbuhan fisik
Pertumbuhan fisik merupakan gejala yang paling nampak dalam
perkembangan kaum muda. Dengan pertumbuhan fisik, setiap kaum muda makin
mengenal akan dirinya, baik itu laki-laki maupun perempuan, dimana anak laki-laki
34
semakin menampilkan dirinya sebagai seorang pria dan anak perempuanpun
menampakkan diri sebagai seorang wanita, dengan berbagai kaakter yang
dimilikinya (Mangunhardjana, 1986: 12).
Namun kadangkala kaum muda mempersoalkan perubahan dan pertumbuhan
fisiknya, entah itu tidak ideal, entah itu katerna terlalu lambat ataupun tidak besar-
besar, ataupun karena terlalu cepat terlalu cepat bahkan tiba-tiba menjadi besar dan
lain-lain. Perubahan dan perkembangan emosionalpun turut berkembang sejalan
dengan pertumbuhan fisik, hal ini terlihat dengan munculnya sikap masa bodoh,
keras kepala bahkan tidak jarang hingar bingar. Persoalan yang muncul dengan
perubahan dan pertumbuhan fisik ini yakni kaum muda merasa pertumbuhan dan
perubahan fisiknya tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
Dengan perubahan dan pertumbuhan fisik ini, kaum muda juga mulai
menghadapi permasalahan seputar seks dan pergaulan dengan lawan jenis, pada
usia-usia seperti ini mereka sudah cukup besar namun mereka belum siap untuk
memasuki pergaulan dengan lawan jenis bahkan mampu bersikap dan berperilaku
dalam menghadapi persoalan dan permasalahan yang dihadapi dalam pergaulan.
Maka tidak jarang kaum muda terjebak dalam berbagai pergaulan.
b. Aspek perkembangan mental
Selain perkembangan dan perubahan dalam pertumbuhan fisik, perkembangan
mental juga dialami oleh kaum muda, hal ini nampak dalam perkembangan
intelektual yakni dalam cara atau pola berpikir. Dengan melewatimasa kanak-kanak
berarti cara perpikir kekanak-kanakan mulai ditinggalkan dan mencoba berpikir
sebagai orang dewasa, diman mereka tidak lagi memikirkan hal-hal konkrit
35
melainkan berpikir hal-hal yang abstrak. Dalam proses tersebut kaum muda mulai
berpikir secara kritis terhadap permasalahan dan kemungkinan-kemungkinan yang
harus di lalui dan dihadapi dalam bersiakp dan bertindak (Mangunhardjana, 1986:
13).
Entah apa sebutan yang digunakan yang digunakan oleh kaum kaum muda
dalam menjalin hubungan dengan yang kuasa, kadang kala kaum muda
menyebutnya dengan sahabat, teman dan lain sebgainya. Ini sebagai salah satu
wujud perkembangan religius yang dialaminya. Pada usia seperti ini, kaum muda
dengan berbagai cara, entah lewat pertanyaan ataupun tidak lagi menjalankan
praktek-praktek keagamaan yang biasanya dilakukannya hanya untuk mengetahui
tentang segi yang paling dalam tentang sang pencipta atau kadang disebut dengan
“sahabat”.
Segala proses pertumbuhan yang nampak dalam diri kaum muda tentu saja
suatu proses pendewasaan diri yang harus dilalui oleh setiap orang. Berbagai cara
seringkali dilakukan oleh kaum muda dalam mengatasi dan menghadapi persoalan
yang dihadapi, namun persoalan yang dihadapi oleh mereka kadangkala sulit bagi
mereka sendiri untuk mengetasinya.
Agar lebih terarah pemecahan persoalan yang dihadapi oleh kaum muda perlu
adanya pendekatan khusus kepada mereka, salah satu cara yang bisa ditempuh yakni
melalui pendampingan dengan materi berkaitan dengan persoalan dan permasalahan
yang kini dihadapi oleh kaum muda.
c. Aspek perkembangan emosional
36
Berbicara mengenai perkembangan eosional, tentu saja ada kaitannya dengan
perkembangan fisik. Dengan adanya perkembangan dan perubahan perkembangan
fisik, tentu saja terjadi perubahan dan perkembangan hormon-hormon dalam diri
seseorang. Dengan demikian muncullah sikap masa bodoh, cuek, keras kepala
bahkan kadangkala muncul berbagai sikap yang tidak wajar. Hal ini merupakan
wujud meletusnya hati akibat perubahan dan perkembangan emosional dalam diri
seoran kaum muda.
Masalah yang dihadapi kaum muda berkaitan dengan perkembangan
emosional yakni bagaimana menilai baik buruknya emosi dan bagaimana menguasai
dan mengarahkannya. Salah satu cara yang kadang diambil atau dilakukan oleh
kaum muda, yakni mencoba mengatasi dan bahkan mencoba melupakan apa yang
sesungguhnya terjadi pada dirinya. Oleh karena itu, dalam mengatasi berbagai
persoalan yang terjadi dalam diri kaum muda, mereka membutuhkan bantuan dan
dorongan dari luar dirinya dalam menanggapi dan mengantar mereka untuk keluar
dari berbagai persoalan-persoalan mereka dalam perkembangan emosioanal mereka
(Mangunhardjana, 1986: 13).
d. Aspek perkembangan sosial
Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan, perhatian dan bahkan
dorongan dari orang lain dalam memperkembangkan hidupnya, demikian pula
dengan kaum muda. Sebagai pribadi yang sedang berkembang, kaum muda
membutuhkan perhatian dan dorongan dari luar dirinya dalam berinteraksi maupun
memperkembangkan pengalaman yang dimilikinya maupun yang dialami dalam
kehidupannya (Mangunhardjana, 1986: 14).
37
Perkembangan terjadi pada dirinya karena bantuan dan dorongan dari orang-
orang terdekatnya. Perhatian dan pendampingan yang diberikan kepada mereka
semakin memotifasi mereka untuk semakin meyakini akan rahmat dan kasih sayang
yang diberikan Allah kepada mereka dan mereka semakin tergugah dan diharapkan
mau terlibat dalam kehidupan menggereja yang juga perlu diwujudnyatakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Perkembangan sosial kaum muda berkaitan dengan hubungan dan interaksi
kaum muda dengan orang lain. Dalam hal ini, hubungan antar kaum muda tidak
hanya terjalin antara orang-orang terdekat mereka dalam lingkup keluarga,
melainkan dalam lingkup luar, entah itu dengan teman sebaya maupun dengan
masyarakat luas. Masalah yang kadang muncul yang dihadapi kaum muda dalam
perkembagngan sosial yakni cara masuknya kaum muda dalam pergaulan entah
dengan teman sebaya maupun dalam masyarakat. Kaum muda sulit menghadapi
permasalahan dan persoalan dalam pergaulan mereka. Yang muncul dan sering
terjadi seperti penerimaan oleh kelompok dan penghargaan kelompok.
e. Aspek perkembangan moral
Perkembangan moral membawa kaum muda pada suatu perubahan yang sangat
berbeda dari masa-masa sebelumnya. Berbagai pandangan dimiliki oleh kaum muda,
ada yang merasa, hidup ini terlalu mudah untuk dijalani, namun ada yang merasa
hidup ini terlalu sulit untuk di jalani dengan begitu saja tanpa harus bersusah payah.
Dengan berbagai perubahan-perubahan tersebut, bila dilihat dalam perkembangan
moral, kaum muda mulai merasa dan memahami akan baik dan buruk
(Mangunhardjana, 1986: 14).
38
Berkaitan dengan perkembangan moral dalam diri kaum muda, dengan
bertambah luasnya pergaulan mereka, kaum muda melihat bahwa pandangan orang
mengenai baik dan buruk tidaklah sama. Akibatnya teidakan yang dilakukanpun
berbeda-beda dalam menghadapi dan mengatasi baik dan buruk. Dengan melihat
perbagai pandangan yang diterima dalam kehidupan mereka, kaum muda
dihadapkan pada masalah pencarian patokan moral yang dapat dipergunakan oleh
mereka sebagai patokan dalam pergaulan mereka bersama orang lain dalam
menentukan baik dan buruk. Masalah-masalah tersebut tidak hanya terbatas dalam
diri mereka, melainkan meluas dalam hidup bermasyarakat, misalnya: kenakalan
dalam masyarakat, ketidakadilan, ha-hak asasi manusia, kebebasan agama,
prostitusi, korupsi dan peranan yang diharapkan dari mereka dalam hidup
bermasyarakat. Disinilah muncul panggilan hidup. Berbagai hal tersebut merupakan
solusi bagi mereka dalam memperkembangkan apa yang dimilikinya dan menyadari
akan perubahan-perubahan tersebut sebagai perubahan moral bagi dirinya.
f. Aspek perkembangan religius
Perkembangan religius menyangkut hubungan antara pribadi dengan yang
maha kuasa. Ketika masa kanak-kanak, segala sesuatu yang berkaitan dengan
religius, dilakukan karena meneladan atau diperintah oleh tokoh-tokoh tertentu.
Namun pada masa menjelang dewasa, segala sesuatu yang berkaitan dengan religius
malah dipertanyakan. Hal ini dilakukan oleh kaum muda, karena mereka ingin
mendapat kejelasan dan pemahaman tentang yang kuasa. Mereka ingin memahami
lebih dalam lagi, bukan hanya tentang praktek-praktek keagamaan melainkan
39
mengenal lebih tentang yang kuasa. Semua ini dilakukan karena mereka ingin
belajar menjadi orang religius sejati (Mangunhardjana, 1986: 15).
Iman adalah hubungan pribadi antara manusia dengan Allah. Hubungan
tersebut baru menjadi nyata bila manusia menanggapi tawaran Allah untuk terlibat
dalam menanggapi tawaran Allah yakni mewujudkannya lewat tindakan dalam
kehidupan sehari-hari, baik didalam keluarga maupun di masyarakat. Kaum muda
sebagai pribadi yang sedang berkembang perlu memahami dan mengerti akan
makna tawaran Allah dalam keseharian hidupnya. Relasi antara manusia dengan
Allah akan menjadi nyata, bila manusia tidak hanya menggemakan semata-mata
sapaan Allah, melainkan memberika jawaban yang berasal dari penghayatan diri
manusia yang bertanggung jawab atas relasi tersebut.
Berbagai usaha sering kali dilakukan oleh kaum muda dalam mengembangkan
iman dan juga dalam menanggapi tawaran Allah dan bahkan ingin lebih mengenal
akan Allah, namun tidak jarang dari mereka sering kali terbentur dengan berbagai
persoalan-persoalan pribadi.
g. Aspek perkembangan kognitif
Pada dasarnya kaum muda selalu berkembang sesuai dengan situasi dan
keadaan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan kognitif
menyertai setiap perubahan yang terjadi dalam dirinya, dimana kaum muda mampu
berpikir secara lebih abstrak dan kompleks mengenai berbagai permasalahan yang
terjadi dalam masyarakat. Dengan kenyataan yang dihadapi oleh mereka dalam
kehidupan, menunjukkan bahwa kaum muda semakin memahami dan sungguh
terlibat dalam permasalaha-permasalahan yang kompleks (Shelton, 1988: 135).
40
Secara bertahap kaum muda akan memahami bahwa Yesus adalah kekuatan
utama dan pembaharu dalam setiap derap langkahnya. Dengan demikian muncullah
kesadaran yang lebih nyata tentang Yesus sebagai dasar bagi kesadaran sosial yang
ingin dibangunnya dalam keseharian hidupnya dalam berinteraksi dengan
sesamanya. Hubungan yang erat dan semakin dalam antara kaum muda dengan
Yesus memungkinkan munculnya kesadaran dan kepekaan yang lebih besar dalam
diri mereka dalam memahami dan menilai kekeliruan yang terjadi dalam masyarakat
dan mampu bertindak mengatasi bahkan mampu mengadakan perubahan.
3. Problematika dalam Perkembangan Kaum Muda
Dalam perkembangan menuju suatu kematangan hidup seseorang, tentu saja
sering dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi serta keberadaan seseorang dalam
lingkungan dan wilayah tertentu. Kaum mudapun mengalami hal tersebut, dimana
lingkungan dan situasi kondisi setempat mendukung perkembangan dirinya. Orang
tua, teman maupun masyarakat sekitar sangat berperan perting dalam perkembangan
dirinya. Demi menuju suatu kematangan dalam dirinya, tentu kaum muda
mengalami berbagai macam persoalan, entah itu datang dari dalam maupun dari luar
dirinya. Namun kadangkala mereka merasa sulit dan bahkan tidak mampu untuk
keluar dari berbagai permasalahn maupun kesulitan hidp yang dialami.
Dalam kehidupan sehari-hari, secara keseluruhan masalah yang seringkali
ditemui dalam kehidupan kaum muda yakni, iman yang dimiliki oleh kaum muda
kurang mendalam dan pribadi yang belum mantap. Tentu saja masih banyak
permsalahan-permasalahan lain yang sering dialami oleh mereka, namun dua
permasalahan ini sungguh menjadi keprihatinan dan mereka sangat membutuhkan
41
bantuan, bimbingan dan pendampingan khusus bagi mereka dalam memecahkan
persoalan yang bagi mereka sulit mencari dan menemukan jalan keluarnya. Tentu
saja perlu dimaklumi bahwa dalam situasi perkembangan dalam menemukan jati
diri, menuntut setiap pribadi untuk mempu bertindak, bahkan diharapkan mampu
menanggapi permasalahan tersebut sebagai wujud perkembangann dirinya.
a. Problematika dalam keluarga
Kesenjangan yang terjadi antara orang tua dan anak, hal ini dikarenakan
adanya perbedaan pandangan dan pengertian antara nilai dan norma. Orang tua
masih memakai ukuran tempo dulu (past oriented), sementara kaum muda
cenderung lebih mengikuti perkembangan dan melihat ke depan (future oriented).
Konflik-konflik yang terjadi sering dikarenakan orang tua yang merasa dirinya
paling benar dari segi pengalaman hidup, dimana orang tua sering gagal membantu
anak-anak menyimak dan menyadari nilai-nilai yang tersirat dalam pengalaman
yang cenderung normatif dan disampaikan dalam nada yang imperatif. Kesenjangan
ini akan menjadi masalah, manakala berkembang menjadi konflik (Tangdilintin,
1984: 26).
Konflik antara orang tua dan anak tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja,
tetapi di pedesaanpun sering terjadi. Di kota-kota besar, konflik terjadi karena orang
tua terlalu sibuk mengejar prestise dan status sosial yang telah banyak menyita
waktu dan anak kurang diperhatikan, sehingga kadangkala kurang ada komunikasi
antara anak dan orang tua, sehingga orang tua tidak terlalu tau perkembangan
anaknya. Dipedesaan sendiri, adanya perbedaan tingkat pendidikan antara orang tua
dan anak menjadi penyebab kesulitan dialog.
42
Selain kedua hal diatas, kesenjangan antara orang tua dan kaum muda juga
nampak jelas dalam perbedaan bahasa, dimana perbedaan-perbedaan itu menyangkut
alam pikiran, cita rasa dan aspirasi. Misalnya, pengertian orang tua yang baik bagi
orang muda atau kaum muda berarti mereka yang bisa memberi perhatian dan bisa
berdialog dengan mereka, sementara bagi orang tua sendiri identik dengan
penyediaan biaya dan fasilitas-fasilitas yang ada. Wibawa orang tua cenderung
menurun dimata kaum muda, apabila mereak menyaksikan ketidak harmonisan
hubungan orang tua dengan mereak. Posisi anak dalam keluarga juga membawa
masalah tersendiri, adanya kesenjangan cara didik antara si sulung dan si bungsu
dapat mengakibatkan cara pandang mereka dalam hidup.
b. Problematika dalam masyarakat
Pesatnya kemajuan dan peningkatan taraf hidup membawa akibat-akibat
sampingan, seperti materialisme, hedonisme (paham atau sikap mencari kenikmatan
hidup) dan konsumerisme. Bagi kaum muda, sifat-sifat diatas membawa pengaruh
yang berbahaya, dimana kecenderungan kaum muda mengikuti mode jamannya
tanpa harus adanya sikap kritis.
Dalam masyarakat, kaum muda juga sering mendapat perlakuan yang
menyamaratakan dan kurang simpatik, misalnya: hanya karena sebagian kaum muda
melakukan tindakan-tindakan yang tidak baik, maka semua kaum muda mendapat
tanggapan negatif dari masyarakat. Dalam masa transisi masyarakat, tata nilai dan
norma lama yang menjadi standart tingkah laku mengalami kegoncangan dan kerasa
terjadi pergeseran. Nilai-nilai lama diragukan dan cenderungditinggalkan, tetapi
nilai-nilai baru belum dipegang. Proses transisi sering terjadi secara mendadak,
43
sehingga menimbulkan kejutan, ketegangan dan kebingungan, sebagai contoh: tejadi
demonstrasi-demonstrasi sebagai wujud ketidakpuasan kaum kaum muda dalam
berbagai hal (Tangdilintin, 1984: 29).
Kaum muda merupakan lapisan yang paling merasakan transisi itu. Kaum
muda sering diberi predikat sebagai pendobrak dan pembaharu, kaum muda ingin
mendobrak kelambanan transisi, memberantas berbagai praktek tidak sehat serta
merombak berbagai sistem tertentu yang melambangkan ketidakadilan dalam
masyarakat, walaupun tidak jarang kaum muda tidak diberi kesempatan untik
menyuarakan pendapat mereka. Tidak jarang pula kaum muda dipojokkan hanya
untuk kepentingan-kepentingan organisasi tertentu yang mengatasnamakan kaum
muda dan mereka boleh bangga dan puas denfan atribut-atribut yang melekat dalam
diri kaum muda.
Sementara itu, pencarian lapangan kerja belum mampu mengatasi
pengangguran yang semakin membengkak oleh banyaknya usia angkatan kerja yang
tergolong tidak memiliki ketrampilan atau keahlian yang memadai. Gambaran
surgawi tentang hidup di kota-kota besar, mengakibatnya kaum kuda pedesaan
melakukan urbanisasi yang membawa masalah-masalah sosial baru di kota.
c. Problematika dalam Gereja
Gereja sedang dalam masa transisi, dimana Gereja sedang mencari terus
menerus menemukan jatidirinya untuk semakin hadir sebagai sakramen keselamatan
bagi umatnya. Perubahan dan perkembangan Gereja dewasa ini sangatlah
mengagumkan, dimana Gereja sedang bergerak dan digerakkan kearah Gereja
Berdikari, perubahan dan perkembangan tidak semata-mata soal dana melainkan
44
tenaga pelayanan. Peran awam dalam perkembangan Gereja sangat dibutuhkan.
Salah satu hasil atau penemuan yang sangat berarti dari Konsili Vatikan II (1962-
1965) adalah Gereja Umat Allah. Perkembangan Gereja tidak hanya terletak pada
Hirarkhi, melainkan juga umat. Melihat kaum awam sudah lama tenggelam dengan
segala potensi yang dimilikinya dan juga tenggelam dalam gambaran Gereja yang
lebih institusional-hirarkhi dan kaum awam berada pada posisi pasif-parasiter,
menungggu dilayani dan bahkan diajari (Tangdilintin, 1984: 34). Dalam memahami
akan gambaran Umat Allah, kaum awam bersama para hirarkhi harus menyadari diri
sebagai komponen konstitutif yakni keduanya sebagai unsur pembentuk Gereja
(Tangdilintin, 1984: 34).
Kaum muda yang hidup antara transisi dengan segala akibatnya, seringkali
belum bahkan tidak diperhitungkan dalam Gereja, mengakibatkan tidak jarang kaum
muda menggambil jarak dan bahkan acuh tak acuh. Bahkan ada anggapan, Gereja
sebagai “urusan orang tua” dan bahkan kurang memberi perhatian kepada kaum
muda bahkan menjadikan kaum muda sebagai partner dalam perkemangan Gereja
(Bons-Storm, 2003: 1).
Bahkan Tangdilintin, 1984: 34 menulis: Timbul keluhan beberapa anak muda:
mengapa orang tua sekarang ini selalu mendominir, memonopoli dan memperbudak
kaum muda? Kami dimohon kerjasama dangan kaum tua, itu baik sekali. Tetapi
mengapa kami hanya diperbudak dalam kerjasama tersebut, sedang orang tualah
penentunya?
Berbicara mengenai kaum muda, umumnya berbicara mengenai Gereja masa
depan. Gereja yang tidak lagi digerakkan hanya oleh para religius, melainkan
didalamnya ada keterlibatan umat, dalam hal ini kaum muda saat ini. Kadangkala
45
orang tua kurang menyadari bahwa kaum muda juga merupakan bagian dari Gereja
dan mereka juga memiliki peran aktif dalam perkembangan Gereja.
Anggapan orang tua bahwa kaum muda belum sepenuhnya anggota dari
Gereja, mereka masih dalam proses persiapan, iman mereka belum “mantap”.
Anggapan orang tua bahwa mereka dikatakan sepenuhnya anggota Gereja bila telah
dewasa. Karena tidak mendapat tempat, maka dalam perkembangan Gereja masa
kini, kecenderungan kaum muda memilih sikap pasif, masa bodoh dan tidak mau
terlibat. Permasalahan ini (anggapan-anggapan orang tua) tanpa disadari
menciptakan iklim yang tidak sehat bagi kaum muda, dimana kaum muda merasa
asing, tersingkir, tidak diteri bahkan tidak dihargai dalam Gereja. Lebih
mengecewakan lagi, kaum muda ada yang merasa tidak krasan, adanya
ketidaknyamanan sebagai anggota Gereja.
d. Problematika dalam diri kaum muda sendiri
Dinamika hidup kaum muda sulit untuk dimengerti dan dipahami, mereka
selalu terbuka dan labil, pendirian dan kondisi emosionalnya cepat berubah. Sesuatu
dapat menjadi potensi sekaligus problem bagi kaum muda sendiri.
Dari segi fisik maupun psikis, masalah perkembangan kaum muda ditandai dua
dorongan, yakni dorongan kelamin (nafsu sex) dan dorongan aku (nafsu ego) yang
bisa mempengaruhi seluruh hidup kaum muda. Pengetahuan-pengetahuan tentang
sex tidak jarang masih dianggap tabu oleh para orang tua, mengakibatkan banyak
kaum muda yang berusaha mencari tau sendiri tentang semua itu, sehingga kenaifan
mengenai sexualitas dengan gejala-gejala, tidak jarang menyebabkan kegelisahan
46
dan keingintahuan yang disalurkan dalam berbagai cara atau malah eksperimen yang
pada gilirannya menimbulkan masalah-masalah baru (Tangdilintin, 1984: 47).
“Dorongan aku” menggejala dalam berbagai perilaku, dengan harapan minta
diperhatikan, dihargai dan diterima sebagaimana adanya. Masalah timbul apabila
orang lain tidak menerima dan menghargai ke “aku” apa adanya seseorang. Sikap
egois ini dapat diartikan kebebasan, tidak terikat oleh apa dan siapapun dalam
memilih dan menentukan tindakan. Kaum muda tidak suka didikte orang tua atau
otorita lain. Hal ini mengakibatkan orang tua menjadi lebih otoriter dan cenderung
mengatur, sehingga menimbulkan konflik.
Perkembangan emosi dan afeksi menyebabkan kaum muda dapat membina
selera dan cita rasanya sendiri. Perkembangan intelek memampukan kaum muda
melihat dan menilai segala sesuatu dengan skala nilainya sendiri, memandang jauh
kedepan dan membuat rencana masa depannya sendiri. Semua itu ada dalam diri
kaum muda dan merupakan potensi yang dimiliki oleh mereka. Menjadi masalah
apabila mereka kurang menyadari potensi-potensi yang mereka miliki.
Perasaan minder tentu saja merupakan faktor utama bagi seseorang akan
sangat menghambat perkembangan, karena menyulitkan seseorang untuk bergaul,
berkenalan, sosialisasi dengan orang lain, dan bahkan lebih memilih memilih sikap
untuk menutup diri. Keraguan, kurang yakin pada diri sendiri dan banyak
berprasangka terhadap orang lain, membatasi ruang geraknya apalagi untuk
berinisiatif dan berkreasi. Bagi mereka, ini merupakan gambaran hidup dan masa
depan serba suram, bahkan kadang-kadang tidak berani menatap masa depan.
Sebagai contoh di daerah Mentawai, banyak remaja putus sekolah karena
orang tua yang kurang mampu dan mereka harus bekerja membantu keluarga. Tidak
47
sedikit pula yang harus kawin muda yang menyebabkan kaum muda kehilangan fase
yang amat berharga dalam hidupnya. Dimasa remaja, mereka sudah dibebani dengan
tanggung jawab yang begitu besar sehingga kesempatan untuk berkembang normal
lewat kontak sesama usia (bersosialisasi) apabila untuk pembinaan tidak mungkin
terjadi. Mereka dituntut untuk cepat menjadi dewasa, sehingga ada sesuatu yang
hilang dalam mata rantai proses perkembangannya. Berbagai adat yang memojokkan
kaum muda tak urung membesarkan masalah dalam diri kaum muda sendiri, apalagi
bila mereka pasrah tanpa usaha untuk mengubahnya (Tangdilintin, 1984: 40).
B. Pengertian Pendampingan
Situasi berbeda sering kali dialami oleh setiap kaum muda. Pengalaman dan
situasi tersebut menuntut kaum muda agar mampu belajar maupun bercermin dari
pengalaman orang lain di luar dirinya. Berbagai permasalahan sering kali dialami
dalam proses perkembagan diri dan dalam proses penemuan jati diri.
Demi mengatasi permasalahan dan kesulitan yang dihadapi oleh kaum muda,
maka salah satu cara yang dapat ditempuh yakni melalui pendampingan. Tentu saja
dengan berbagai persoalan maupun kebutuhan kebutuhan yang mereka alami
diharapkan lewat pendampingan bagi kaum muda, kaum muda semakin sadar akan
keberadaan mereka dalam berbagai situasi hidupnya sehingga mereka mampu
bertindan dan mampu keluar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
1. Pengertian Pendampingan pada Umumnya
Pendampingan merupakan usaha dalam membantu dan memperkembangkan
kaum muda. Berbagai pertimbangan diambil dalam menentukan arti yang sesuai
48
dalam mendampingi kaum muda. Kata pendampingan yang digunakan dalam
mendampingi kaum muda, dengan pertimbangan, dalam mendampingi mereka
tidakalah sesuai bila digunakan kata pendidikan, karena istilah tersebut lebih bersifat
formal dan seringkali digunakan dalam proses pendidikan di sekolah dan hanya
mengarah pada perkembangan pengetehuan dan ilmu yang tidak lain sering
dilakukan disekolah-sekolah, selain itu tidak digunakan kata penbinaan, karena kata
tersebut lebih kepada persiapan kaum muda, dimana memiliki asumsi ada sesuatu
yang tidak beres dan harus di perbaiki, selain itu pula, proses pembinaan lebih
bersifat satu arah yakni dari pembimbing kepada kaum muda. Dengan demikian kata
yang dipakai yakni pendampingan, dimana dalam prosesnya tidak searah melainkan
dua arah yakni dari pembimbing ke kaum muda dan dari kaum muda ke
pendamping.
Menurut Mangunhardjana (1986: 21), istilah pendampingan berbeda dengan
istilah pembinaan.
Pemilihan kata pendampingan sebagai istilah untuk menyebut usaha membantu kaum muda, dibuat atas pertimbangan berikut… Kata pembinaan kami hindari karena kata itu mengandung pengertian usaha penyiapan kaum muda yang bersifat satu arah dari pembina kepada kaum muda yang dibina, dan mempunyai asumsi bahwa pada diri kaum muda ada suatu hal yang tidak beres yang perlu diperbaiki. Sedang usaha yang dibayangkan dalam buku ini adalah usaha dua arah dari pendamping kepada kaum muda yang didampingi dan sebaliknya dan bertitik tolak dari keyakinan bahwa kaum muda mempunyai potensi yang dapat tumbuh menjadi kenyataan.
Pengertian kata pendampingan yang dikemukakan Mangunhardjana (1993:
20), mendapat penegasan dari Suhardiyanto. Menurut Suhardiyanto kedua istilah
Pendampingan dan pembinaan pada hakekatnya memiliki pengertian yang sama:
49
“dari segi maksud yang dibuat adalah pembinaan, namun dari segi pendekatan yang
dibuat adalah pendampingan”.
Pembinaan bermaksud atau mempunyai intensi untuk membantu peserta
menyongsong masa depan dengan tujuan materi, bentuk, metode dan tehnik
pendampingan yang tertentu. Sedangkan dari segi pendekatan, pendamping
melaksanakan pendampingan yakni menyertai dekat-dekat, berjalan seiring dengan
yang didampingi dalam menggumuli masalah mereka. Ia tidak berpretensi “tahu
masalah dan kebutuhan mereka”, melainkan menolong mereka menyadari dan
merumuskan masalahnya. Pendamping tidak menyuarakan kepentingan mereka,
melainkan memberi kesempatan dan memampukan mereka menyuarakan diri sendiri
(Tangdilintin, 1984: 14).
Tangdilintin (1984: 13) menegaskan arti pendampingan:
Melihat pembinaan sebagai pendampingan mencegah kita untuk menggiring dan menjinakkan kaum muda sehingga memandulkan potensi mereka. Pendampingan memungkinkan kaum muda (sebagai subyek dan pusat bina) untuk memutuskan dan menentukan sendiri, tidak cenderung didikte dan “dibentuk”. Pembina adalah seorang pendamping yang karenanya tidak boleh menggiring kaum muda ke arah yang sesuai selera dan kebutuhannya sendiri.
Mardi Prasetyo (2000: 18), secara lebih dalam dan mendasar mengartikan
pendampingan sebagai formation yakni sebagai suatu proses yang senantiasa
bertumbuh, semakin mendalam dimensi-dimensi kepribadian seseorang yang utama,
entah dalam segi manusiawi, rohani, intelektual, sosial, dan apostolis. Pribadi
manusia senantiasa diharapkan bertumbuh dan pertumbuhan ini tidak sekali jadi,
tetapi berproses dalam suatu peziarahan.
Pendampingan berciri dinamis karena menekankan pada usaha untuk terus-
menerus membaharui diri sesuai dengan tuntutan zaman. Pendampingan berupaya
50
mengantisipasi terjadinya kemandegan dalam tugas. Mempertahankan hidup
berkualitas merupakan wujud yang hendak dicapai lewat pendampingan. Melalui
pendampingan peserta diajak untuk terus menerus memperbaharui diri dan
memperkembangkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Dengan
demikian, peserta terus menerus berusaha memberi kesaksian hidup dalam Gereja
dan masyarakat secara berkualitas sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya
dalam masyarakat atau kelompok.
2. Ciri-ciri Pendampingan Kaum Muda
Pendampingan bagi kaum muda merupakan usaha memanusiakan manusia
baru. Lewat pendampingan seseorang dibimbing dan diarahkan untuk semakin
mengerti dan memahami akan apa yang akan dilakukan dalam pengembangan
dirinya, sehingga kaum muda semakin menyadari akan peran mereka, entah itu
didalam keluarga, Lingkungan maupun didalam masyarakat.
Oleh sebab itu, dalam suatu pendampingan harus memiliki ciri-ciri, yakni
tujuan yang ingin dicapai harus jelas, selain itu materi pendukung yang dapat
mengarahkan mereka untuk mencapai cita-cita dalam rangkaian tujuan tersebut.
Disamping itu pula suatu pendampingan perlu memiliki dasar, proses serta prinsip
yang dapat menjadi pegangan bagi mereka dalam proses mengenal dan
pengembangan diri.
a. Tujuan pendampingan kaum muda
Tujuan pendampingan merupakan arah yang hendak dicapai dalam
pendampingan. Tujuan pendampingan dapat dikatakan sebagai sasaran, maksud,
51
cita-cita dan hasil yang ingin dicapai. Dalam pendampingan bagi kaum muda, tentu
saja ada berbagai harapan dan impian yang hendak di capai, entah itu mengenai
keterlibatan mereka dalam hidup menggereja maupun perkembangan iman mereka
Mangunhardjana (1986: 25-28) merumuskan tujuan pendampingan sebagai
berikut:
Sebagai pelayanan bagi kaum muda, dalam persiapan mereka untuk dapat hidup dan berperan secara memadai di tengah masyarakat, bangsa dan dunia pada masa dewasa mereka. Pendampingan kaum muda bertujuan membantu kaum mdua untuk mendapatkan ilmu, pengetahuan, informasi, kecakapan, sikap, perbuatan, perilaku, hidup yang memadai dalam segi-segi pokok yang berhubungan dengan hidup pribadi, kebersamaan dengan orang lain, dan peran mereka dalam masyarakat, bangsa dan tujuan.
Dalam memahami tujuan pendampingan, tentu saja ada tiga unsur penting
yang perlu diperhatikan. Pertama, tujuan pendampingan mencakup segi kehidupan
kaum muda yang mencakup, perilaku, sikap hidup, tindakan, budi. Dengan melihat
berbagai segi kehidupan diharapkan pendampingan mampu mengembangkan sikap
mental kaum muda. Karena hanya dengan sikap dasar itulah kaum muda mendapat
dorongan, motivasi, cita-cita, untuk mampu mewujudkannya dalam hidup
kesehariannya. Tujuan ini membedakan dua bidang yang akan dikembangkan yakni
bidang kognitif menyangkut: pengetahuan, mengerti, menilai, dan afektif:
merasakan, memasukkan dalam hati, merasukkan dalam batin. Materi yang diolah
yakni hal-hal berkaitan dengan hidup pribadi dan kebersamaan dengan orang lain,
maupun yang berkaitan dengan peran mereka dalam hidup bermasyarakat.
Kedua, penekanannya pada penguasaan metode dan kecakapan. Dengan
demikian pendampingan bukan hanya menyampaikan ilmu, tetapi lebih kepada
pengembangan daya pikir, daya cari dan daya kreatif dalam diri kaum muda.
52
Pendampingan juga tidak hanya membekali kaum muda dengan isi, tetapi
diharapkan dengan ketrampilan kaum muda mampu mengolah dan mendapatkan isi
yang baru.
Ketiga, jangkauan tujuan pendampingan tidak sebatas pada pribadi seseorang
maupun kelompok tertentu, tetapi mampu mencakup lingkup sosial dan masyarakat
luas. Dengan pendampingan tersebut, diharapkan mampu memperkembangkan
kaum muda dan dengan demikian kaum muda mampu berperan dan terlibat dalam
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan demi kemajuan masyarakat. Dengan
pendampingan bagi kaum muda, tidak hanya mengembangkan pribadi yang tertutup
pada diri sendiri, men and women for themselves tetapi dengan pendampingan
tersebut, kaum muda mau terbuka bagi siapa saja tanpa melihat latar belakang dan
stuktur sosial yang ada dalam masyarakat maupun lingkup dimana kaum muda
berada.
b. Materi pendampingan kaum muda
Secara garis besar, materi pendampingan adalah hal-hal yang berkaitan dengan
keseluruhan kegiatan pendampingan. Hal-hal yang berkaitan dengan materi
pendampingan yakni mencakup segala ilmu, pengetahuan, informasi kegiatan,
latihan, tugas, proyek pekerjaan yang dinilai perlu untuk disampaikan kepada
peserta selama proses pelaksanaan pendampingan tersebut (Mangunhardjana, 1986:
35).
Materi yang akan disampaikan dalam pendampingan harus menjawab
pertanyaan dalam tujuan pendampingan tersebut. Dalam suatu pendampingan,
materi yang akan disampaikan perlu mengandung ketiga unsur, yakni: kepribadian,
53
kebersamaan dengan orang lain dan peran dalam masyarakat bangsa dan dunia.
Ketiga unsur tersebut merupakan kunci utama dalam menyusun dan merencanakan
suatu materi yang akan disampaikan dalam suatu pendampingan. Materi yang
disampaikan tidak semata-mata demi pengembangan pribadi, melainkan memberi
semangat dan motivasi, sehingga peserta berani dan dapat mempraktekkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
1) Kepribadian
Dalam kepribadian, peserta diajak dan diarahkan untuk memahami akan
identitas, gambaran, harga kepercayaan diri. Setelah memahani akan pribadinya,
peserta dibantu untuk semakin mengenal segala aspek yang ada dalam dirinya
dengan cara, mengerti dan memahami akan perasaan dan pengenalan serta mengolah
perasaan tersebut. Dengan demikian diharapkan peserta dapat menemukan
pandangan, keyakinan, filsafat hidup, nilai dan sistem nilai hidup sebagai pedoman
bagi dirinya. Dengan memahami akan dirinya, peserta diharapkan mampu
menemukan potensi yang dimilikinya dan mampu memotivasi dirinya untuk berbuat
dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari (Mangunhardjana, 1986: 36).
2) Kebersamaan dengan orang lain
Dalam unsur kebersamaan dengan orang lain, peserta diarakan untuk semakin
mengerti dan memahami akan pandangan tentang manusia, dengan demikian peserta
diarahkan untuk dapat berhubungan dengan orang lain dengan cara, berkenalan,
pergaulan, komunikasi, persahabatan dan mengatasi konflik dengan orang lain,
apapun suku, agama, ras dan keadaan mereka (Mangunhardjana, 1986: 36).
54
3) Peran dalam masyarakat, bangsa, dan dunia
Peran dalam masyarakat merupakan unsur terpenting bagi peserta selain kedua
unsur diatas. Peran dan keterlibatan peserta dalam merupakan wujud atas apa yang
dipahami berdasar pada kedua unsur diatas. Oleh karena itu, peserta perlu dibekali
dengan berbagai pengetahuan, keahlian dan ketrampilan, yakni: sikap, pengetahuan,
kecakapan manajemen dan kepemimpinan (Mangunhardjana, 1986: 36).
c. Dasar pendampingan kaum muda
Dasar pendampingan adalah pendidikan orang dewasa. Dalam arti, pendidikan
orang dewasa adalah kegiatan yang direcanakan untuk mengadakan perubahan
dalam diri orang dewasa, dalam hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan
orang lain dan bahkan mampu mendorong dan memotivasi mereka agar sungguh-
sungguh mampu mewujudkan peran mereka dalam masyarakat. Titik tolak
pendidikan orang dewasa adalah hal-hal yang berarti, penting, relevan dalam situasi
hidup mereka. Pendidikan bagi orang dewasa memanfaatkan kelompok sebagai
tempat dan sarana pendidikan, dimana pengetahuan, sikap dan kegiatan-kegiatan
saling berhubungan satu dengan yang lain (Mangunhardjana, 1986: 38).
Pendidikan orang dewasa dijadikan dasar pendampingan kaum muda karena,
pendidikan itu sesuai dengan tujuan pendampingan kaum muda yakni, membantu
pemekaran kaum muda secara bertahap menjadi orang dewasa. Bila dilihat dari titik
tolak pendampingan sendiri sesuai dengan pendampingan kaum muda yakni,
keadaan, situasi dan konteks hidup kaum muda beserta segala masalah dan
kebutuhan yang sering kali dialami dan dirasakan dalam hidup. Demikian pula
dengan proses pendampingan sendiri, dimana proses pendampingan sendiri berpusat
55
pada peserta dan peran pendamping hanya sebagai fasilitator yang membantu dan
mengarahkan peserta agar sampai pada tujuan yang yag ingin dicapai dalam proses
tersebut.
Dalam pendampingan kaum muda, teman maupun kelompok sangatlah penting
sebagai patner dalam pengembangan diri. Lewat pengalaman-pengalaman yang
dimiliki oleh setiap peserta, peserta saling memperkaya, saling melengkapi sehingga
pengalaman-pengalaman yang disharingkan dan diolah bersama, dengan demikian
kaum muda semakin diperkaya dan diteguhkan untuk berbagi kepada sesama.
Dengan demikian lewat pendampingan tersebut kaum muda diharapkan sampai pada
tujuan pendampingan yakni, cakap sebagai manusia dalam status dan tanggung
jawab dalam kehidupan di masa dewasa mereka (Mangunhardjana, 1986: 39).
d. Prinsip pendampingan kaum muda
Karena dasar pendampingan sendiri mengandung unsur pendidikan orang
dewasa, maka prinsip-prinsip pendampinganpun mengambil unsur pendampingan
orang dewasa. Ada empat prinsip dalam pendampingan kaum muda yakni, belajar
dari pengalaman, belajar mengalami proses emosi dan budi, belajar lewat proses
kebersamaan dan kerja sama, belajar karena mendapat motivasi dan melihat sendiri
arti hal-hal yang dipelajari (Mangunhardjana, 1986: 41).
1) Belajar dari pengalaman
Setiap pribadi pasti memiliki pengalaman, entah itu pengalaman yang dialami
perorangan maupun yang dialami dalam kebersamaan bersama orang lain, baik di
dalam keluarga maupun didalam masyarakat. Dalam proses pendampingan kaum
56
muda, pengalaman setiap peserta perlu dihargai, maka pengalaman-pengalaman
peserta tersebut harus medapat perhatian diawal pertemuan. Lewat sharing-sharing
pengalaman, kaum muda memperoleh banyak pengalaman baru sehingga mampu
memotifasi dirinya untuk dapat bertindak kearah yang lebih baik. Dengan berbagai
proses dalam pendampingan, kaum muda dibantu untuk saling menghargai orang
lain, melihat nilai kebersamaan, mengerti arti kerja sama dan mengerti atri berperan.
Dengan demikian dalam proses pendampingan tersebut, lewat pengalaman-
pengalaman yang diungkapkan atau disharingkan, kaum muda didampingi untuk
mengembangkan wawasan dan praktek dalam bidang kebersamaan dengan tujuan
agar mereka tahu arti dan mampu mempraktekkanya dalam kebersamaan, maupun
dalam masyarakat (Mangunhardjana, 1986: 42).
2) Belajar mengalami proses emosi dan budi
Dalam proses belajar, orang tidak hanya melatih pikiran saja, tetapi juga
seluruh daya hati. Dalam proses belajar, seluruh aspek perlu dikembangkan, belajar
tidak hanya untuk mengerti, tetapi juga perlu memahami sehingga mampu
mempraktekkannya dalam situasi nyata. Pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh
setiap pribadi perlu dijadikan motivasi dalam pengembangan diri, maka proses
belajar tersebut lebih efektif dan meresap, bila orang yang belajar dapat
mengungkapkan apa yang dirasakan maupun yang ada dipikirannya lewat kata,
tulisan, gerak, maupun lewat lambang visual, sebagai wujud nyata akan apa yang
diterima dalam proses pendampingan tersebut. Oleh sebab itu, dalam pendampingan
kaum muda peserta diberi kesempatan untuk saling mengungkapkan pengalaman
57
dengan kegiatan ataupun proses pelaksanaan berkaitan dengan apa yang di miliki
maupun diperoleh selama prose pendampigan tersebut (Mangunhardjana, 1986: 42).
3) Belajar lewat proses kebersamaan dan kerja sama
Sebagai makluk sosial, manusia tidak dapat hidup terpisah dengan orang lain
atau sesama. Belajar lewat kebersamaan dan kerja sama antar kelompok diharapkan
kaum muda semakin saling mengenal, menerima, mengoreksi dan mendukung.
Tentu saja akan sangat membantu dalam menjernihkan pandangan mengena
pengertian, sikap dan perilaku pribadi dan memperkaya lewat pandangan pengertian,
sikap, perilaku peserta lain. Dalam organisasi kaum muda tidak dapat berjalan
sendirian tanpa dukungan dan motifasi dari sesama yang ada dalam organisasi
tersebut. Kebersamaan yang dibangun dapat dijadikan sebagai semangat maupun
pemicu dalam perkembangan kaum muda (Mangunhardjana, 1986: 42-43).
4) Belajar karena mendapat motivasi dan melihat sendiri arti hal-hal yang dipelajari
Dalam proses belajar orang tidak dipaksa, diancam dengan berbagai hukuman,
maupun janji-janji atau jejali petuah-petuah, melainkan dibantu untuk mengerti dan
memahami maupun mampu mengambil makna dan manfaat demi kemajuan
pribadinya. Maka dalam proses pendampingan kaum muda, peserta tidak bebani
dengan larangan “harus begini atau jangan begitu”, melainkan kaum muda
diajakdan dibantu agar mencari manfaat bagi dirinya sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan pribadi, lalu mengambil pilihan dan mengambil tindakan yang dirasa
paling baik (Mangunhardjana, 1986: 43).
58
e. Proses pendampingan kaum muda
Dalam suatu pendampingan, proses pendampingan terdiri dari berbagai unsur
yang terjadi, yakni: terjadi berbagai kegiatan, latihan, praktek dan interaksi antar
peserta. Dalam proses pendampingan tersebut, para peserta dibantu untuk meninjau
pengetahuan, kecakapan, sikap, perbautan, peri laku hidup mereka.
Dengan melihat dan memahami akan pengetahuan dan mengenal akan dirinya,
peserta dibantu untuk mengenal kekuatan-kekuatan yang mendukung terjadinya
perubahan dan melawannya, sehingga mereka mampu merumuskan perubahan-
perubahan yang diinginkan, entah dibidang pengetahuan, kecakapan, sikap,
perbuatan dan perilaku dalam hidup. Proses pendampingan perlu membantu peserta
agar meresapi benar-penar segala kekuatan-kekuatan dalam diri mereka dan mereka
semakin termotifasi untuk mampu mempraktekkannya dalam hidup sehari-hari.
Proses pendampingan itu sendiri betul-betul membantu kaum muda bila,
informasi dan pengetahuan yang diberkan atau disampaikan kepada mereka sungguh
menambah dan memperkaya pengetahuan yang mereka miliki. Semakin termotifasi
dan semangat, kecakapan dan kettrampilan untuk mengolah diri bersama dengan
orang lain sehingga mereka mampu mewujudkannya dalama hidup bermasyarakat
(Mangunhardjana, 1986: 56).
f. Syarat pendampingan kaum muda
Agar pendampingan yang dilaksanakan sungguh sangat berarti dan bermanfaat
bagi pelaksana pendampingan, peserta maupun pendamping, maka perlu adanya
kerjasama dan koordinasi yang baik antar pelaksana pendampingan, yang
mendampingi maupun yang didampingi
59
Dalam proses pendampingan, pelaksana pendampinganperlu menjagan dan
memperkembangkan sikap saling menghargai, menghormati, menerima antar
pendamping dan peserta yang didampingi. Saling menghargai dan saling percaya
diwujudkan dengan melibatkan kaum muda yang akan mengikuti kegiatan
pendapingan sejak persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Karena dengan proses
tersebut membantu proses belajar mereka. Dalam pelaksanaan proses, pelaksana
pendampingan dan pendamping berusaha agar terciptanya suasana keterbukaan antar
peserta, rasa aman diantara mereka serta kemerdekaan dalam mengikuti acara
pendampingan sesuai dengan kepribadiaan masing-masing peserta dan tenggang
rasa antar mereka (Mangunhardjana, 1986: 58).
Demi menunjang kelancaran proses pendampingan, pendamping diharapkan
agar memperkembangkan pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, sikap dan perilaku.
Dimata peserta, pendamping adalah pemimpin. Namun pemimpin yang
dimaksudkan berbeda dengan pemimpin bisnis atau dagang. Oleh karena itu,
tekanan pendampingan bukan pertama-tama pada hasil melainkan manusia, yakni
kaum muda yang didampingi. Oleh sebab itu, setiap pendamping perlu memiliki
sikap cinta pendamping kepada peserta. Apabila rasa cinta ini ada, maka hubungan
baik antar pendamping dan peserta memiliki dasar yang kuat, sehingga dalam proses
pendampingan tersebut tujuan yang ingin dicapai sungguh-sungguh dapat di raih
bersama. Karena dianggap sebagai pemimpin, maka pendamping perlu memiliki
kewibawaan pendamping. Kewibawaan awal seorang pendamping diperoleh ketika
dia diterima dan dipercayaai sebagai pendamping. Dengan itu dia memperoleh
kewibawaan status, dimana dia berhak melakukan apa saja demi tercapainya tujuan
pendampingan.
60
Dalam proses pendampingan, tidak hanya pelaksana pendampingan maupun
pendamping saja yang perlu memperhatikan berbagai syarat demi tercapainya suatu
proses pendampingan, peserta pun perlu memperhatikannya. Suatu hal mendasar
yang harus dimiliki oleh peserta yakni memiliki niat untuk maju. Semangat itu perlu
diwuudkan dengan aktif dan terlibat dalam kegiatan, latihan pribadi dan dalam
interaksi dengan orang lain, baik antar peserta maupun dengan pendamping. Selain
itupula peserta bersedia menerima sumbangan dan aktif menyumbang demi
kemajuan diri dan kemajuan bersama. Bahkan peserta bersedia mempraktekkan hal-
hal yang diperoleh dan yang dimiliki selama pendampingan dalam hidup nyata.
g. Program pendampingan kaum muda
Pendampingan yang dimaksudkan oleh Mangunhardjana (1986: 37), adalah
pendampingan dalam jangka waktu 1-3 tahun. Karena materi pendampingan saling
berkaitan satu dengan yang lain, maka pengolahan bentuk program dimulai dengan
kepribadian, kebersamaan dan diakhiri dengan peran dalam masyarakat. Namun
setiap peserta memiliki penghayatan dalam bidang kebersamaan dan peran dalam
masyarakat yang berbeda, hal ini dipengaruhi oleh tingkat kedewasaannya. Maka
materi yang akan disampaikan perlu memperhatikan hal ini dengan diawali dengan
pengolahan pribadi lalu dilanjudkan denga pengolahan dalam kebersamaan dan
diakhiri dengan peran danlam masyarakat.
Program pendampingan yang berjangka waktu 1-3 tahun dengan materi yang
telah dipersiapkan maka perlu disusun menjadi sebuah program pendampingan
konkrit yakni realis sesuai dengan kebutuhan dan minat kaum muda yang
didampingi dan terarah sesuai dengan cita-cita pengembangan kaum muda yang
61
dilihat dalam konteks kehidupan kaum muda, yakni dalam kehidupan pribadi,
kebersamaan bersama orang lain, masyarakat, bangsa maupun dunia internasional.
3. Unsur-unsur pokok dalam pendampingan Dalam suatu pendampingan, seorang pendamping perlu memperhatihan
beberapa hal yakni menyangkut unsur-unsur pokok sebagai penunjang dalam suatu
pendampingan. Unsur-unsur tersebut ialah penyampaian informasi dan pengetahuan,
perubahan dan pengembangan sikap, dan latihan pengembangan kecakapan serta
keterampilan (Mangunhardjana, 1986: 14).
Dalam suatu proses pendampingan, ketiga hal itu mendapat tekanan atau
perhatian secara seimbang tanpa berat sebelah. Ketiga unsur-tersebut saling
mendukung satu sama lain, oleh sebab itu dalam pendampingan ketiganya
dikembangkan bersamaan dengan pengembangan materi. Setelah penyampaian
informasi dan pengetahuan, peserta diharapkan mengalami perubahan dan
pengembangan sikap. Dan pada akhirnya kaum muda semakin termotivasi dan
terdorong serta memungkinkan kehendak dan kebebasan peserta untuk berlatih
mengembangkan kecakapan dan keterampilan yang ada pada ririnya sesuai dengan
tujuan diselenggarakannya pendampingan (Mangunhardjana, 1986: 56).
Dalam suatu pendampingan, pendamping perlu memperhatikan beberapa hal
berikut ini, yakni metode dan sarana, proses pelaksanaan dan evaluasi. Metode dan
sarana digunakan sebagai penunjang pelaksanaan pendampingan. Metode dan sarana
memiliki keterkaitan dalam upaya pencapaian tujuan. Metode sebagai suatu cara
62
yang digunakan dalam mencapai tujuan, sedangkan sarana sebagai perangkat atau
alat yang digunakan dalam mendukung tercapainya tujuan.
Dalam proses pendampingan, peran pendamping sebagai fasilitator dalam
mengarahkan proses, sehingga apa yang dicita-citakan berdasarkan tujuan
pendampingan sungguh tercapai dan peserta diarahkan mampu mengambil sikap
dalam mewujudkannya dalam hidup. Evaluasi merupakan suatu cara yang dapat
dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan dan bahkan mengetahui
sejauh mana pencapaian tujuan sunggu-sungguh tercapai dalam setiap pribadi
peserta yang mengikuti pendampingan.
C. Pendampingan Iman Kaum Muda dalam Gereja
Kaum muda dalam perjalanan hidupnya, seringkali mengalami berbagai
persoalan dan kusulitan. Dalam perkembangan iman, kaum muda masih sangat
membutuhkan bantuan dan dorongan dari orang lain, sehingga dari waktu ke waktu,
iman mereka semakin berkembang. Melalui pendampingan, kaum muda semakin
sadar dalam menghayati iman mereka sehingga mampu mewujudkannya dalam
hidup bermasyarakat. maka pada bagian ini akan diuraikan: pendampingan iman
kaum muda, ciri-ciri pendampingan iman kaum muda dan bentuk-bentuk
pendampingan iman kaum muda.
1. Pendampingan Iman Kaum Muda
Pada dasarnya pengertian pendampingan iman kaum muda sama dengan
pengertian pendampingan pada umumnya. Namun pendampingan iman mempunyai
63
kekhasan tersendiri yakni lebih menekankan pada segi perkembangan iman. Materi
pendampingan iman harus menyangkut soal iman, baik segi pemahaman,
penghayatan maupun perwujutan iman dalam hidup. Iman tidak hanya menyangkut
segi pemahaman saja, lebih-lebih pada sikap iman. Karena iman merupakan
pertemuan antara manusia dengan Allah dan hidup dalam kesatuan denganNya.
Iman bukanlah pertama-tama menerima aturan melainkan menghayati hidup secara
bebas dan bertanggung jawab dalam kesatuan pribadi dengan Allah (Konferensi
Waligereja Indonesia, 1996: 15).
Pendampingan iman kaum muda dapat dimengerti sebagai usaha untuk
membimbing dan mengarahkan iman kaum muda dalam Gereja untuk meraih
kesatuan iman, kedewasaan pribadi dan pertumbuhan hidup yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus (CT, art. 25). Oleh karena itu, pendampingan iman dapat
membantu kaum muda supaya berkembang kedewasaan imannya. Orang yang
dewasa dalam imannya maka dewasa pula sikap hidupnya sehari-hari (Setyakarjana,
1997b: 1-2)
2. Ciri-ciri pendampingan iman kaum muda
Pada prinsipnya ciri-ciri pendampingan iman kaum muda tidak jauh berbeda
dengan pendampingan pada umumnya. Pendampingan iman kaum mudapun
memiliki tujuan pendampingan yang jelas, materi pendampingan yang sesuai dengan
tujuan, program pendampingan, dasar dan prinsip pendampingan, proses
pendampingan, dan evaluasi pendampingan.
64
a. Tujuan pendampingan iman kaum muda
Secara khusus tujuan pendampingan iman kaum muda ialah mengantarkan
kaum muda kepada kedewasaan iman. Iman yang dewasa tikak sekedar kedalaman
hidup atau religiusitas, mainkan sudah terintergrasi atau telah mempribadi dalam
hidup kaum muda. Karena sudah mempribadi dalam hidup seseorang, maka iman itu
akan terus berkembang dalam keserasian unsur sikap yakni pemahaman, perasaan,
kehendak dan perilaku.
Iman yang berkembang dalam unsur pemahaman, merupakan iman yang
mendalam, tidak dangkal atau tidak kekanak-kanakan, melainkan dapat
dipertanggungjawabkan, memahami tradisi iman, tahan kritik, dan pasrah kepada
kehendak Allah. Iman yang berkembang dalam unsur perasaan, merupakan iman
yang mandiri, terbuka untuk dialog dan diskusi, tidak cepat berpuas diri dan tidak
melarikan diri dari arus ideologi. Iman yang berkembang dalam unsur kehendak dan
perilaku, merupakan iman yang dinamik penuh kegairahan dan aktif, dan mau
terlibat dalam kehidupan bermasyarakat (Setyakarjana, 1997b: 18-20).
Dalam upaya membantu kaum muda dalam mencapai kedewasaan imannya,
pendampingan kaum muda diupayakan untuk berlangsung terus-menerus dan
berkesinambungan. Pendampingan iman kaum muda merupakan kegiatan yang tidak
pernah berhenti, karena titik akhir yang ingin dicapai bukanlah titik waktu yang
definitif, melainkan diusahakan selama hidup (Setyakarjana, 1997b: 20).
b. Materi pendampingan iman kaum muda
Materi pendampingan iman dapat disebut juga isi pendampingan iman, yang
diharapkan dapat menjawab tujuan pendampingan itu sendiri. Dalam penyampaian
65
materi, yakni: kepribadian, kehidupan iman dan gereja, dan kebersamaan dengan
orang lain serta peran mereka dalam masyarakat (Komisi Kepemudaan KWI, 1999:
7-10).
Bidang kepribadian dan hidup bersama berbicara mengenai pengenalan diri
sebagai kaum muda yang menumbuhkan kepercayaan diri dan gambaran diri yang
sehat dan seimbang, sehingga mampu mengembangkan potensinya dalam cipta,
bakat dan ketrampilan. Berhubungan dengan hidup bersama atau dalam kehidupan
sosia, kaum muda diharapkan mampu menjalin hubungan yang salaing
mengembangkan dalam semangat persaudaraan, melalui kerjasama, komunikasi
maupun saling mendukung dalam memperkembangkan diri sebagai kaum muda
Katolik.
Bidang hidup beriman dan menggereja berbicara mengenai, kebenaran-
kebenaran iman, penyerahan diri kepada Allah, menghayati hidup rohani dalam doa
dan ibadat, menggumuli hidup sehari-hari sebagai perwujudan iman dalam hidup
menggereja dan bermasyarakat. Penghayatan iman pribadi diwujudkan dalam
kebersamaan pelaksanaan seluruh tugas-tugas gereja. Dengan demikian, kaum muda
terlibat dan terpanggil secara aktif dalam pelaksanaan tugas-tugas Gereja, yaitu:
koinonia (persekutuan), kerygma (pewartaan), liturgia (perayaan), diakonia
(pelayanan) dan martyria (kesaksian) (Konferensi Waligereja Indonesia, 1996: 340).
Bidang kemanusiaan berbicara mengenai hal-hal yang menyangkut kehidupan
pribadi. Secara konkrit meliputi, sikap solider terhadap sesama yang menderita dan
membutuhkan perhatian dari sesama, selain itu juga memiliki sikap hormat terhadap
martabat dan hak-hak asasi manusia. Sedangkan bidang kemasyarakatan meliputi:
kesadaran diri sebagai anggota masyarakat dan negara dengan segala hak dan
66
kewajibannya, mampu melibatkan diri dalam kehidupan dan kegiatan
kemasyarakatan, serta mampu membentuk dan menyuarakan sikap berdasarkan
suara hati demi kebaikan bersama dan kesejahteraan umum.
c. Proses pendampingan iman kaum muda
Proses pendampingan iman kaum muda dilaksanakan dalam suasana
komunikatif. Masing-masing peserta dapat saling mengkomunikasikan imannya
dengan baik, tanpa takut atau malu untuk mengungkapkan ide, pendapat maupun
pengalaman yang mereka miliki kepada peserta lain. Suasana yang komunikatif
mengandaikan terciptanya proses dialog yang membawa peserta pada sikap bersedia
menghargai orang lain, baik antar peserta sendir maupun dengan pembina. Proses
dialog tetap mengarah pada pemahaman serta penghayatan iman dalam
hubungannya dengan hidup sehari-hari. Hal itu mengingat bahwa tujuan
pendampingan iman adalah kedewasaan dan kesempurnaan iman secara penuh
(Setyakarjana, 1997b: 19-20). Oleh karena itu, dalam proses pendampingan iman
kaum muda, pembina berfungsi sebagai fasilitator yang berperanan mempermudah
serta mengarahkan peserta untuk berusaha memahami hal-hal yang disampaikan
kepada peserta. Di samping itu, pembina juga bertugas dalam menciptakan iklim
yang komunikatif sehingga peserta berani mengkomunikasikan imannya dengan
baik dan terbuka (Komisi Kepemudaan KWI, 1999: 11-12).
d. Evaluasi pendampingan iman kaum muda
Evaluasi pendampingan iman berdasar pada tujuan yang ingin dicapai melalui
kegiatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi merupakan cara untuk mengetahui
67
sejauh mana keberhasilan pelaksanaan kegiatan pendampingan iman. Untuk
mengevaluasi kegiatan pendampingan iman, perlu disesuaikan dengan tujuan dan isi
yang akan dicapai, metode dan sarana yang akan digunakan, serta partisipasi dan
peranan pembina dalam proses pendampingan iman.
Menurut Mangunhardjana (1986: 103-105), ada tiga macam bentuk evaluasi:
yaitu evaluasi mini, evaluasi midi dan evaluasi maksi. Evaluasi mini dilaksanakan
selama proses pendampingan berlangsung, dengan tujuan untuk mengadakan
penyesuaian acara, membantu peserta agar dapat mengambil manfaat dari acara
yang sedang berlangsung dan mengoreksi proses pendampingan yang sedang
dilaksanakan. Evaluasi midi dilaksanakan setiap tahap pendampingan berakhir, yang
bertujuan untuk menyempurnakan isi dan tahap pendampingan selanjutnya,
menyiapkan peserta agar dapat mengikuti tahap pendampingan selanjutnya dengan
baik dan memberikan masukan kepada pendamping untuk menyelesaikan
pelaksanaan tugasnya. Evaluasi maksi diadakan pada waktu seluruh pendampingan
selesai, yang merupakan pertanggungjawaban terhadap penyelenggara. Evaluasi ini
bermanfaat untuk melihat seberapa jauh tujuan pendampingan tercapai.
3. Bentuk-bentuk pendampingan iman kaum muda
Bentuk pendampingan iman merupakan wujud dari usaha pendampingan itu
sendiri. Dari situ tujuan pendampingan iman diciptakan dan usaha pendampingan
iman menjadi konkrit. Bentuk-bentuk pendampingan iman yakni: Ziarah, retret,
rekoleksi dan pendalaman Iman. Namun pada bagian ini, tidak semua bentuk
pendampingan diuraikan, hanya bentuk retret, rekoleksi dan pendalaman Iman.
Ketiga bentuk pendampingan ini dipilih karena ketiga bentuk tersebut sudah sering
68
digunakan, dan bahkan kaum muda sudah tidak asing lagi dengan ketiga bentuk
tersebut.
a. Retret
Bila kita mengenal dan memahami arti sesungguhnya, kata retret berasal dari
bahasa prancis yaitu la retraite yang berarti pengunduran diri, menyendiri, menyepi,
menjauhkan diri dari kesibukan sehari-hari, meninggalkan dunia ramai. Sedangkan
dalam bahasa indonesia kita kenal dengan Khalwat, yang mengandung pengertian
mengasingkan diri ke tempat yang sunyi (Mangunhardjana, 1985: 1).
Ditinjau dari tujuan aslinya, retret merupakan latihan rohani (exercitia
spiritualia atau spiritual exercises) (Mangunhardjana, 1985: 9). Mendengar kata
latihan, tentu saja berbagai pandangan maupun emage yang muncul dibenak kita
mengenai suatu rangkaian kegiatan maupun acara yang dilaksanakan secara
sistematis dan teratur guna mencapai sesuatu yang dinginkan. Dalam kehidupan ini
sudah tidak asing lagi bagi kita bila mendengar istilah oleh raga. Bila kita
mendengar kata olah raga, tentu saja yang ada dibayangan kita seputar olah raga,
antara lain: sepak bola, tenis meja, bulu tangkis, karate dan lain sebagainya dengan
aturan serta teknik masing-masing. Demikian pula dengan retret, sebagai latihan
rohani dengan berbagai rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan
teratur dalam bidang rohani, seperti: berdoa, mengadakan refleksi, membuat
renungan, meditasi, kontemplasi dan lain sebagainya guna mencapai hasil tertentu
dalam hidup rohani. Kalau kita melakukan latihan jasani atau olah raga, tentu semua
itu dikakukan dengan maksud agar menjaga kesehatan dan kesegaran jasmani,
sehingga dapat membantu seseorang dalam melaksanakan tugas dan karyanya
69
sehari-hari, tanpa merasa capai. Demikian pula bila kita mengadakan retret, berarti
kita menjaga kesehatan rihani, yakni bebas dari penyakit jiwa, yang membuat kita
tidak mampu hidup dengan potensi hidup rohani kita. Dengan mengikuti retret, kita
menjaga kesegaran rohani kita yakni terbuka dan tanggap akan karya cinta kasih
Allah bagi kita sebagai makhluk ciptaannya.
Mangunhardjana (1985: 9) memiliki pandangan bahwa, tujuan utama retret
adalah perubahan hidup metanoia (bahasa Yunani). Melalui berbagai proses dalam
retret, kerapkali retret bermula dari hal-hal yang baik yakni menuju keperbaikan
(deformata) kemudian diarahkan (transformata) agar sesuai dengan panggilan dan
status hidup dan selanjudnya hal-hal yang sudah sesuai (conformata) diteguhkan
(confirmata) oleh penerangan dan kekuatan yang diperoleh lewat doa-doa selama
pelaksanaan retret.
Pola pandang bahwa lewat retret, membantu seseorang hingga sampai pada
suatu perubahan hidup. Perubahan hidup yang dimaksudkan bukan hanya melulu
pada pribadi seseorang saja, melainkan mampu mengantar seseorang sehingga dapat
membuat analisa diri, membantu seseorang dalam berhubungan dengan orang lain
dan diharapkan mampu mewujudkannya dalam tindalkan nyata lewat keterlibatan
dalam hidup bermasyarakat dengan berbagai persoalan dan permasalahan yang ada
didalam masyarakat tersebut.
b. Rekoleksi
Rekoleksi sudah umum dijalankan oleh semua anggota gereja. Kata rekoleksi
(recollectio) dipahami sebagai usaha untuk memperkembangkan kehidupan iman
atau rohani (Mangunhardjana, 1985: 1). Kata rekoleksi memiliki dua arti yang
70
mendalam yakni re (kembali) dan koleksi (mengumpulkan). Pelaksanaan rekoleksi
yang sering kita jumpai dalam kebersamaan dengan umat yakni dilaksanakan ketika
peristiwa-peristiwa tertentu tidak tetap (aksidentil), misalnya: pelantikan dewan
paroki, mudika, WKRI . namun ada pula rekoleksi yang dilakukan dengan maksud
atau niat tertentu, misalnya: rekoleksi diadakan untuk siswa-siswi kelas tiga yang
sedang menyiapkan diri dalam menghadapi ujian nasional.
Bila dilihat dari pelakunya, ada rekoleksi yang dilakukan oleh kelompok
tertentu, namun ada yang dilakukan perorangn atau pribadi tertentu dengan maksud
dan niat yang berbeda pula. Bahan atau materi yang disampaikan dalam rekoleksi
berkaitan dengan pengalaman hidup yang telah dijalani. Yang menarik dalam proses
rekoleksi yakni, meninjau karya Allah dalam diri kita, cara kerja serta bimbingannya
dan tanggung jawab kita terhadap karya Allah itu (Mangunhardjana, 1985: 18).
c. Pendalaman iman
Katekese juga dimengerti sebagai pendalaman dan pendidikan iman,
pengajaran, agar orang Kristen semakin dewasa dalam iman (Telaumbanua, 2005:
4). Peranan katekese sendiri adalah memberitakan sabda Allah dan mewartakan
Kristus, mendidik orang untuk beriman dan mengembangkan Gereja. Katekese dapat
diikuti oleh seluruh jemaat, baik itu anak-anak, remaja, kaum muda, kaum dewasa,
maupun kelompok kategorial tertentu (CT, art. 35-45). Dalam proses pendalaman
iman, tidak hanya segi pengetahuan yang dikembangkan, melainkan yang lebih
penting yakni memperkembangkan iman. Oleh sebab itu, dalam proses pendalaman
iman terhadap kaum muda, perlu meemperkembangkan segala aspek yang dimiliki
oleh kaum muda, yang mana menyangkut kedua hal diatas.
71
D. Katekese sebagai Salah Satu Bentuk Pendampingan Iman
Dalam hidup menggereja, umat kristiani tentunya tidak asing lagi dengan
istilah katekese. Pelaksanaan katekese sendiri sering kali dilaksanakan di tiap
Lingkungan, dan umat pun diharapkan agar dapat terlibat dan berperan aktif dalam
kegiatan katekese tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada bagian ini
akan diuraikan: pengertian katekese, makna katekese, bentuk-bentuk katekese dan
tujuan katekese.
1. Pengertian Katekese
Bila dilihat dari arti sesungguhnya, katekese adalah penyampaian khasanah
iman kepada mereka yang bergabung dengan Gereja sebagai anggota baru,
pengajaran elementer bagi calon baptis orang dewasa, tetapi juga pengajaran awal
bagi anak-anak yang sudah dibaptis sebelum menyambut komuni pertama. Namun
bila dilihat secara umun, katekese memiliki arti yang luas, yakni katekese sebagai
suatu bentuk pengajaran iman, mencakup semua pendidikan iman untuk
menyuburkan hidup kristiani hingga penyampaian iman secara ilmiah kepada
mereka yang sudah maju dalam hal memahami akan iman kepada Allah.
Menurut Marinus Telaumbanua (2005: 5), anjuran apostolik Catechesi
Tradendae, Sri Paus Yohanes Paulus II menegaskan: katekese adalah pembinaan
anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya
mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara
organis dan sistematis dengan maksud mengantar para pendengar memasuki
kepenuhan hidup Kristen.
72
Dalam berbagai tulisan maupun dalam kitab suci sendiri, terdapat berbagai
istilah maupun pengertian mengenai katekese. Katekese bukanlah sesuatu hal baru
bagi umat kristiani, melainkan suatu bentuk pengajaran iman yang telah ada sejak
jaman Yesus. Katekese dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman dan pendidikan
iman agar orang-orang kristen semakin dewasa dalam iman. Jadi biasanya katekese
diperuntukkan bagi orang-orang kristen yang sudah dibaptis. Selain itu pula katekese
seringkali diperuntukkan bagi para calon baptis, dalam berbagai persiapan dalam
megenal dan memahami akan iman kepada Allah. Dengan kata lain katekese adalah
usaha-usaha dari pihak gereja untuk menolong umat agar semakin memahami,
mengahyati dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari, katekese
berpusat pada komunitas, dalam arti katekese dari oleh dan demi komunitas. Oleh
sebab itu, katekese menyalami seluruh kehidupan, seluruh proses pergulatan yang
dialami oleh setiap umat manusia dalam memaknai hidup dan semakin akan
pentingnya hidup dengan memperkembangkan iman akan Allah sebagai sang juru
selamat dan penuntun hidup.
2. Makna Katekese
Dalam memahami katekese, setiap umat beriman perlu memakanai arti
katekese dimana Katekese mencakup arti mengajak sesama mendalami misteri
keselamatan Allah dengan segala dimensinya, untuk menunjukkan kepada semua
orang makna rencana yang terkandung dalam misteri keselamatan yang telah
dimiliki oleh setiap anggota gereja yang telah dibaptis (Telaumbanua, 2005: 9).
Lewat katekese setiap peserta mendalami arti kegiatan dan kata-kata Yesus Kristus
di setiap karya-karya yang telah dilakukan, begitu pula dengan tanda-tanda yang
73
telah dikerjakan-Nya, karena semua itu merupakan bagian terpenting dalam
menanggapi misteri keselamatan anak manusia. Dengan demikian diharapkan
melalui katekese, bukan saja menghubungkan manusia dengan Yesus Kristus,
melainkan lebih dari itu mengundang dan memasuki persekutuan hidup yang mesra
dengan-Nya.
3. Bentuk-bentuk Katekese
Memahami dan mendalami akan bentuk-bentuk katekese, Marinus
Telaumbanua (2005: 5), mengungkapkan tiga bentuk katekese yakni: bentuk praksis,
bentuk historis dan bentuk sistematis.
a. Bentuk praktis
Katekese tidak hanya dipahami, melainkan perlu diwujudnyatakan dalam
kehidupan sehari-hari. bentuk praksis ini bertujuan mengarahkan peserta katekese
agar mampu mempraktekkan dan mewujudkannya secara nyata dalam hidup
menggereja. Sumber utama yang di tekankan dalam katekese bentuk praktis ialah
Liturgi Gereja. Oleh sebab itu, praktek nyata yang hendaknya dilakukan oleh peserta
katekese adalah rajin berdoa, tidak dengan paksaan melainkan dengan hati yang
tulus mau mengikuti perayaan ekaristi kudus (Telaumbanua, 2005: 5).
b. Bentuk historis
Sejarah penyelamatan Allah sungguh menjadi prioritas utama dalam bentuk
Historis. Mengenal dan memahami akan sejarah penyelamatan Allah, yang diawali
dengan perjanjian mesianis yang terdapat dalam Perjanjian Lama dan memuncak
74
dalam pribadi Yeses Kristus yang terdapat dalam Perjanjian Baru. Oleh sebab itu,
Bentuk historis lebih menekankan pada Kitab Suci. Dalam bentuk ini, peserta
diarahkan untuk lebih mencintai Kitab Suci, sehingga Kitab Suci bukan lagi
dianggap sebagai rangkaian cerita atau kisah dijaman dahulu, melainkan dapat
dijadikan pegangan hidup dalam mengenal Allah (Telaumbanua, 2005: 5).
c. Bentuk sistematis
Sumber utama dalam bentuk sistemnatis ialah Katekismus. Yang ingin
ditekankan kepada para peserta katekese ialah ajaran teologis dan dogmatis. Peserta
katekese diarahkan agar mampu dan dapat memahami dengan mudah ajaran-ajaran
gereja, sehingga dalam hidup sehari-hari peserta mampu mewujudkannya
(Telaumbanua, 2005: 5).
4. Tujuan Katekese
Katekese tidak hanya diberikan begitu saja, setiap pendamping perlu
memperhatikan tujuan katekese itu sendiri. Tujuan katekese adalah berkat bantuan
Allah mengembngkan iman yang baru mulai tumbuh, dan dari hari ke hari
memekarkan menuju kepenuhannya serta makin memantapkan perihidup Kristen
umat berman, muda maupun tua (CT, art. 25).
Bila dilihat dari tujuan khas katekese adalah berkat bantuan Allah
mengembangkan iman yang baru tumbuh yang dimiliki oleh umat beriman entah tua
maupun muda, dan dari hari kehari iman semakin berkembang menuju
kepenuhannya, kenyataan ini menuntut tidak hanya pengetahuan yang harus
dikembangkan melainkan juga penghayatan iman akan Allah, dengan demikian
75
pertumbuhan iman yang ditaburkan oleh roh kudus melalui pewartaan awal dan
dikurniakan lewat baptisan semakin berkembang dan tumbuh menjadi iman yang
utuh. Iman tersebut tidak hanya dihayati, namun perlu diwujudnyatakan dalam
keseharian hidupnya dengan demikian iman yang dimiliki diharapkan dari hari ke
hari semakin berkembang menuju kepenuhannya, dimana umat semakin menghayati
akan iman Kristiani yang dimiliki dan dihayati.
E. Shared Christian Praxis (SCP) sebagai Salah Satu Model dari Katekese
Umat (KU)
Shared Christian Praxis adalah salah satu model dari Katekese Umat.
Katekese Umat dipahami sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman
antar anggota jemaat. Melalui tukar pengalaman atau kesaksian antar peserta,
diharapkan setiap peserta semakin diteguhkan bahkan semakin kaya akan
pengalaman iman. Melalui Katekese Umat kita bersaksi akan iman kita kepada
Yesus Kristus. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan Katekese Umat peranan peserta
sangatlah dibutuhkan. Dalam prosespun peran umat sangatlah berarti, dimana
pengalaman yang akan diolah yakni pengalaman umat dan pesertalah yang harus
menemukan solusi atau jalan keluar terbaik dalam memecahkan persoalan yang ada.
Dalam pelaksanaan Katekese Umat, pemimpin katekese bertindak sebagai pengarah
dan pemudah (fasilitator).
Melalui Katekese model Shared Christian Praxis umat dibantu agar
permasalahan yang akan diangkat dan diolah dalam pertemuan katekese sungguh-
sungguh permasalahan yang masih relevan dan bahkan yang sedang dihadapi oleh
76
peserta, sehingga pengalaman-pengalaman tersebut sungguh dimiliki oleh setiap
umat sebagai pengalaman iman demi perkembangan menuju kedewasaan iman.
1. Shared Christian Praxis (SCP)
Shared Christian Praxis (SCP) merupakan salah satu proses demi
pendewasaan iman, dimana dalam proses ini kaum muda diharapkan sungguh-
sungguh dan mau untuk terlibat secara aktif baik dalam memberikan sumbangan
pemikiran maupun dalam mengusahakan suatu perubahan (Groome, 1997: 1).
Shared Christian Praxis merupakan suatu model katekese yang sangat
menekankan sifatnya dialogis partisipatif. Artinya peserta diberi kebebasan dan
tanggung jawab penuh untuk merefleksikan, mengungkapkan dan merefleksikan
imannya melalui sharing pengalaman iman. Dialog antar subyek yang ditekankan
dalam model ini tidak hanya terjadi antara peserta dengan pendamping, tetapi juga
antara peserta dengan peserta, peserta dengan teks dan peserta dengan masyarakat
setempat (Sumarno, 2006: 19).
Katekese model Shared Christian Praxis mendorong peserta agar dapat
mengkomunikasikan antara tradisi dan visi hidup mereka dengan tradisi dan visi
kristiani, sehingga mampu mengadakan penegasan dan pengambilan keputusan demi
terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia. Model ini
bermula dari pengalaman hidup iman dan visi kristiani, sehingga muncul
pemahaman, sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi pada keterlibatan
baru pula (Groome, 1997: 1). Katekese model Shared Christian Praxis memiliki tiga
komponen pokok, yakni: Shared, Christian, dan Praxis.
77
a. Shared
Istilah ini menunjuk pengertian komunikasi yang timbal balik, setiap
partisipasi yang aktif dan kritis dari semua peserta, serta terbuka baik untuk ke
dalam diri pribadi. Kehadiran sesama maupun kepada sesama, maupun untuk rahmat
Tuhan. Istilah ini juga menekankan proses katekese yang bersifat dialog,
kebersamaan, keterlibatan dan solidaritas. Dalam sharing, semua peserta diharapkan
secara terbuka siap mendengar dengan hati dan komunikasi dengan kebebasan hati
(Groome, 1997: 4).
Namun demikian sharing bukan berarti peserta harus bicara terus menerus
atau bergantian dalam suatu pertemuan. Sharing berarti berbagi pengalaman,
pengetahuan serta saling mendengarkan pengalaman orang lain. Sharing dimulai
dari diri sendiri dan diungkapkan selaras dengan pengalamannya sendiri dalam
suasana persaudaraan dan cinta kasih. Dalam istilah sharing terdapat unsur penting
yakni, mendengarkan (Sumarno, 2006: 19-20).
b. Christian
Tradisi kristiani mengungkapkan pengalaman iman jemaat kristiani yang hidup
dan dihidupi. Hal ini merupakan tanggapan manusia terhadap perwahyuan dari Allah
yang terlaksana dalam kehidupan manusia. Dalam konteks ini, tradisi dipahami
sebagai perjumpaan antara rahmat Allah dalam Kristus dan tanggapan manusia.
Oleh karena itu, tradisi disini tidak hanya berupa tradisi pengajaran gereja tetapi juga
meliputi kitab suci, spiritualitas, sakramen, liturgi, seni, nyanyian rohani,
kepemimpinan dan kehidupan jemaat (Sumarno, 2006: 20-21).
78
c. Praxis
Dalam katekese ini, pengertian praxis bukan hanya praktek (lawan dari teori),
tetapi merupakan suatu tindakan yang sungguh disadari dan sudah direfleksikan.
Praxis meliputi seluruh kegiatan manusia dalam dunia. Segala sesuatu yang
dilakukan oleh manusia dengan tujuan tertentu. Praxis mengacu pada tindakan
manusia yang mempunyai tujuan untuk perubahan hidup yang didalamnya
terkandung kesatuan antara refleksi secara kritis dan kesadaran historis yaitu yang
mengarah pada keterlibatan baru. Selain itu, praxis memiliki tiga unsur pokok yang
saling berkaitan yakni: aktivitas, refleksi dan kreativitas. Ketiga unsur pokok ini
berfungsi membangkitkan imajinasi, meneguhkan kehendak dan mendorong pada
praxis baru (Sumarno, 2006: 20-21). Ada tiga komponen yang berfungsi
membangkitkan perkembangan imajinasi, meneguhkan kehendak dan mendorong
praksis baru.
• Aktivitas: Aktivitas menekankan kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan
personal dan sosial, hidup pribadi maupun bersama yang ditempatkan dalam
kurun waktu tertentu sebagai usaha pembaharuan diri.
• Refleksi: Penekanan dalam refleksi yakni pada refleksi kritis terhadap tindakan
historis pribadi dan sosial masa lampau dan juga terhadap kehidupan
bermasyarakat serta Tradisi dan Visi iman Kristiani sepanjang sejarah sebagai
acuan demi perubahan hidup baru.
• Kreativitas: Menggabungkan kedua unsur aktivitas dan refleksi yang
menekankan sifat transenden manusia dan dinamika menuju ke masa depan
untuk praxis hidup baru. Dengan melihat kenyataan yang ada, peserta
79
diharapkan mampu menemukan sikap hidup baru yang akan dijalani sebagai
wujud penghayatan iman akan Allah.
2. Langkah-langkah Katekese Model Shared Chrictian Praxis (SCP)
Katekese Model Shared Chrictian Praxis lebih menekankan komunikasi
timbal balik antar peserta. Unsur kebersamaan mendapat posisi paling penting dalam
proses katekese antara peserta dengan pendamping dan juga antara peserta dengan
peserta sendiri. Hubungan yang harmonis sungguh dapat membantu setiap peserta
dalam memahami maupun mendalami akan pengalaman imannya. Dalam proses
katekese dengan model ini dapat dimengerti sebagai proses yang terus mengalir.
Sumarno (2006: 18) dalam uraiannya dari buku Tomas H. Groome mengemukakan,
model Shared Christian Praxis memiliki 5 (lima) langkah pokok, yang didahului
oleh langkah 0 (nol), proses dalam model ini berjalan secara mengalir dan terarah.
a. Langkah nol (awal): Pemusatan aktivitas
Pada dasarnya, dalam langkah ini peserta diajak untuk betul-betul bertolak dari
pengalaman konkrit, pengalaman yang sering dialami maupun yang sering kali
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari (Groome, 1997: 9).
Kekhasan dalam langkah nol adalah membantu dan mendorong peserta dalam
menemukan dan merumuskan topik yang nantinya akan disepakati bersama menjadi
sebuah tema dasar yang akan digunakan selama proses katekese. Tujuan utama
dalam langkah nol adalah, membantu dan mendorong umat agar menemukan topik
pertemuan yang bersumber dan bertitik tolak dari kehidupan konkrit yang
80
selanjutnya menjadi tema dasar pertemuan yang nantinya akan diolah dan
dikembangkan secara bersama.
Peran pendamping dalam langkah ini sebagai fasilitator yang menciptakan
suasana yang mendukung (kondusif), suasana penuh persaudaraan, kenyamanan,
keterbukaan dan saling percaya mengakibatkan peserta merasa at home, merasa
dimengerti, diterima dan dihargai sehingga peserta terbantu dalam menemukan dan
merumuskan prioritas tema yang tepat. Tidak hanya pendamping yang berperan
dalam proses katekese atau dalam langkah ini, peserta perlu terlibat dalam proses
dengan memberi hati dan terlibat aktif dalam merumuskan tema dasar yang bertitik
tolak pada pengalaman yang dialami dalam kehidupan konkrit. Bersumber pada
situasi dan pengalaman yang ungkapkan oleh peserta, maka pendamping bersama
peserta merumuskan sebuah tema yang akan diolah dalam langkah berikutnya.
Contoh tema yang dipilih adalah: ketulusan hati dalam menanggapi persoalan hidup.
b. Langkah pertama: Pengungkapan praxis faktual
Langkah ini membantu peserta untuk mengungkapkan pengalaman hidup
faktual (Fakta) dan juga berkaitan dengan pengalaman keterlibatan mereka.
Pengalaman yang akan diungkapkan, adalah pengalaman yang sungguh-sungguh
terjadi, bukan pengalaman yang direkayasa. Di samping pengalaman pribadi, peserta
juga dapat mengungkapkan pengalaman orang lain maupun pengalaman-
pengalaman yang sering ditemui dalam kehidupan di dalam kehidupannya (Groome,
1997: 10)
Dalam langkah pertama, peserta dibantu dan didorong supaya menyadari
pengalaman mereka, menginterpretasikan dan membahasakan dan selanjutnya
81
mengkomunikasikan pengalaman-pengalaman mereka kepada peserta lain. Hal ini
dilakukan dengan tujuan agar peserta mengungkapkan pengalaman hidup faktual
berkaitan dengan tema yang telah dipilih bersama.
Dalam langkah ini peran pendamping sebagai fasilitator yang menciptakan
suasana pertemuan menjadi hangat dan membantu pesera untuk membagikan praxis
hidupnya berkaitan dengan tema dasar. Pendamping mengarahkan peserta melalui
cerita, puisi, tarian, drama pendek, lambang, nyanyian, dan lain-lain, sehingga
peserta mampu mengungkapkan pengalaman mereka, menjelaskan sikap,
kepercayaan dan keyakinan yang melatarbelakangi pengalaman yang diungkapkan
dan disharingkan kepada peserta lain. Dalam proses pengungkapan pengalaman,
peserta diminta untuk mengkomunikasikan pengalaman konkrit yang dialami dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam pengungkapan pengalaman, peserta perlu diarahkan
agar pengalaman yang diungkapkan sesuai dengan tema yang telah dipilih. Untk itu,
pendamping perlu merumuskan pertanyaan yang kiranya mudah dimengeti oleh
peserta, salah satu contoh: ceritakan pengalaman anda ketika mengambil keputusan
dalam menanggapi persoalan hidup.
c. Langkah kedua: Refleksi kritis pengalaman faktual
Langkah kedua mengajak peserta untuk lebih aktif, kritis dan kreatif dalam
menilai pengalaman yang telah diungkapkan serta mengolah pengalaman hidup
mereka, oleh sebab itu segi pemahaman, pengenangan serta imajinasi sangatah
dibutuhkan dalam menilai dan memahami pengalaman yang diungkapkan (Groome,
1997: 13).
82
Mendalami pengalaman hidup peserta, hal ini yang akan diolah dan
dikembangkan dalam langkah kedua. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
langkah ini adalah membantu peserta dalam memperdalam saat refleksi dan
mengantar peserta pada kesadaran kritis akan pengalaman hidup dan tindakannya
yang meliputi: alasan, minat, asumsi, ideologi yang merupakan segi pemahaman;
sumber-sumber historis yang merupakan segi kenangan; konsekuensi historis yang
diharapkan dan dibayangkan yang merupakan segi imajinasi.
Peran pendamping dalam langkah selain sebagai fasilitator, pendamping perlu
mengarahkan terciptanya suasana pertemuan yang harmonis, menghormati dan
mendukung setiap gagasan, usul dan saran yang diungkapkan oleh peserta.
Disamping itu, pendamping mengajak peserta untuk berdialog dan penegasan
bersama yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman, kenangan dan
imajinasi peserta. Peserta diharapkan agar dapat memahami dan merefleksikan
secara kritis makna pengalaman mereka, sehingga peserta dapat lebih aktif berperan
dalam hidup bermasyarakat. Agar peserta lebih mendalami akan pengalaman
hidupnya, pendamping perlu mengarahkan mereka dengan pertanyaan, contoh
pertanyaannya: cara apa saja yang seharusnya teman-teman lakukan dalam
mengusahakan dan memperjuangkan ketulusan hati yang sungguh bertanggung
jawab?
d. Langkah ketiga: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani lebih
terjangkau
Dari pengalaman hidup faktual, peserta di arahkan untuk mengkomunikasikan
nilai-nilai Tradisi dan Visi kristiani agar lebih terjangkau dan lebih mengena untuk
83
kehidupan mereka. Peran pendamping sangatlah dibutuhkan, dimana pendamping
diharapkan mampu memberikan dan mengarahkan peserta sehingga semakin
memahami akan iman kristiani yang sungguh hidup dan mampu dikembangkan oleh
setiap pribadi (Groome, 1997:19).
Kekhasan dalam langkah ini peserta mengkonfrontasikan atau mendialogkan
tradisi dan visi hidup mereka dengan tradisi dan visi Gereja. Tujuan utama dalam
langkah ini yakni peserta mengkomunikasikan nilai-nilai Tradisi dan Visi kristiani
agar lebih terjangkau dan lebih mengena bagi kehidupan setiap peserta yang konteks
dan latar belakang kebudayaannya peserta yang berlainan.
Dengan mengkonfrontasikan atau mendialogkan tradisi dan visi hidup peserta
dengan Tradisi dan Visi Gereja, diharapkan peserta tergugah untuk melangkah
menuju praksis hidup baru. Untuk sampai pada tujuan tersebut, peserta pandu
dengan panduan pertanyaan, contoh Pertanyaan: Ayat manakah dari teks tersebut
yang mengungkapkan ketulusan hati? Makna-makna ketulusan hati apa saja yang
dapat dipetik dari perikop tersebut?
e. Langkah keempat: Interpretasi dialektis antara praksis dan visi peserta
dengan Tradisi Dan Visi Kristiani
Pada langkah keempat ini, berdasarkan nilai-nilai Tradisi dan Visi Kristiani,
peserta diajak, dibimbing dan diarahkan untuk menemukan bagi dirinya sendiri nilai
yang hendak digarisbawahi, sikap-sikap pribadi yang harus dihilangkan, dan nilai-
nilai baru yang hendak diperjuangkan demi perubahan dan perkembangan hidup,
dengan demikian diharapkan hidup iman mereka menjadi lebih aktif, dewasa dan
misioner (Groome, 1997: 29).
84
Setelah mengkonfrontasikan atau mendialogkan tradisi dan visi hidup peserta
dengan tradisi dan visi Gereja, maka dalam langkah ini peserta diarahkan agar
mampu menerapkan iman kristiani dalam situasi hidup konkrit peserta. Tujuan
utama dalam langkah ini yakni, mengajak peserta agar mampu menemukan bagi
dirinya, nilai-nilai dan sikap hidup baru yang hendak dikembangkan dan akan
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Di satu pihak peserta mengintegrasikan
nilai-nilai hidup mereka ke dalam Tradisi dan Visi Kristiani, di lain pihak
mempersonalkan dan memperkaya dinamika Tradisi dan Visi Kristiani.
Agar dapat sampai pada sikap hidup baru, maka pendamping perlu
menghormati kebebasan dan hasil penegasan peserta, termasuk peserta yang
menolak penafsiran pembimbing, disamping itu menyakinkan peserta bahwa mereka
mampu mempertemukan nilai pengalaman dan visi mereka dengan nilai Tradisi dan
Visi kristiani dan mendorong peserta untuk merubah sikap dari pendengar pasif
menjadi pihak yang aktif. Peserta perlu mengadakan penilaian dan siap dinilai
berkaitan dengan pokok-pokok aktual yang menyangkut permasalahan hidup. Salah
satu contoh pertanyaan panduan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
mengarahkan peserta sehingga peserta mampu dan dapat menebukan bagi dirinya
sikap hidup baru. Sikap mana yang ingin kita perjuangkan dalam memaknai
ketulusan hati di dalam hidup?
f. Langkah kelima: Keterlibatan baru demi makin terwujudnya Kerajaan
Allah di dunia
Pada langkah terakhir ini, peserta diajak untuk sampai pada keputusan praktis
yang dipahami sebagai tanggapan jemaat terhadap pewahyuan Allah yang terus
85
berlangsung di dalam sejarah kehidupan manusia dalam kontinuitas dengan tradisi
Gereja sepanjang sejarah dan visi kristiani. Keprihatinannya adalah praktis yakni
mendorong keterlibatan baru dengan jalan mengusahakan metanoia yakni pertobatan
pribadi dan sosial yang kontinyu (Groome, 1997: 34).
Langkah ini merupakan, langkah kunci dari rangkaian proses katekese dengan
model Shared Christian Praxis. Maka kekhasan langkah ini, berdasar pada
pengalaman yang telah disharingkan dalam langkah pertama hingga langkah
keempat, dalam langkah kelima lebih menekankan pada mengusahakan suatu aksi
konkrit atau nyata. Dengan tujuan yang ingin dicapai pada langkah ini yakni:
mengajak peserta agar sampai pada keputusan praktis yang dipahami sebagai
tanggapan jemaat terhadap wahyu Allah yang selalu berlangsung dalam sejarah
kehidupan umat manusia dalam kontinuitasnya dengan Tradisi Gereja sepanjang
sejarah dan visi kristiani.
Peran Pendamping sangatlah dibutuhkan dalam membantu peserta agar peserta
menyadari hakikat praktis, inovatif dan transformatif, selain itu pertanyaan yang
dirumuskan tidak perlu yang sulit melainkan pertanyaan yang mudah dimengerti
oleh peserta dan mampu mewujudkannya. Dengan demikian diharapkan agar peserta
semakin memahami akan peserta semakin sadar dan mampu menemukan sikap dan
nilai-nilai baru sebagai wujud konkrit yang nantinya peserta akan sampai pada
keputusan pribadi maupun kelompok. Agar peserta semakin termotivasi dan dapat
sampai pada aksi konkrit, pendamping perlu mengarahkan mereka, dan arahan
tersebut dapat dilakukan dengan pertanyaan panduan, misalnya: Niat apa yang
hendak kita lakukan demi terwujudnya arti ketulusan hati yang sesungguhnya?
86
BAB IV
USULAN PROGRAM PENDAMPINGAN
BAGI KAUM MUDA DI PAROKI SANTO ANTONIUS, BADE,
KEUSKUPAN AGUNG MERAUKE
MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS
Berdasarkan hasil penelitian yang diadakan bagi kaum muda di Paroki St.
Antonius, Bade berkaitan dengan keterlibatan kaum muda dalam rangka hidup
menggereja dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh kaum muda, maka
penulis mengusulkan program pendampingan yang kiranya diharapkan dapat
menjawab kebutuhan maupun permasalahan yang dihadapi oleh kaum muda.
Dalam karya tulis ini, program diartikan sebagai rangkaian kegiatan untuk
mencapai tujuan demi perkembangan iman kaum muda. Dalam program tersebut
penulis akan menguraikan mengenai gambaran umum tentang Katekese, model
katekese yang digunakan dalam program pendampingan kaum muda, yakni Shared
Christian Praxis (SCP), serta usulan program sebagai upaya dalam mengupayakan
peningkatan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja di Paroki St.
Antonius, Bade.
Berdasar pada keprihatinan pendampingan yang selama ini dilaksanakan
terhadap kaum muda di Paroki St. Antonius, Bade, dalam upaya penigkatan
keterlibatan dalam hidup menggereja, maka penulis mengusulkan program Katekese
dengan menggunakan model Shared Chrictian Praxis dengan tujuan menjawab
keprihatinan tersebut.
87
Program katekese ini merupakan usulan atau tawaran bagi pelaksanaan
pendampingan terhadap kaum muda, sehingga kaum muda semakin memahami akan
pentingnya peranan dan keterlibatan mereka dalam hidup menggereja.
Usulan program katekese ini belum dilaksanakan, namun diharapkan mampu
membantu para pendamping dalam mengupayakan peningkatan keterlibatan kaum
muda dalam hidup menggereja di Paroki St. Antonius, Bade. Dalam usulan program
katekese ini akan dipaparkan pula: pengertian program, tujuan program, alasan
pemilihan katerkese dengan model SCP, alasan pemilihan tema dan tujuan,
penjabaran tema, petunjuk pelaksanaan program dan contoh pelaksanaan
pendampingan katekese dengan menggunakan model Shared Christian Praxis.
A. Alasan pemilihan Katekese model SCP
Pendampingan yang akan dilaksanakan bagi kaum muda di Paroki St.
Antonius akan menggunakan pendekatan dialogis-partisipatif. Pemilihan pendekatan
ini dalam pelaksanaan pendampingan kaum muda di Paroki St. Antonius
dilatarbelakangi oleh model pendampingan katekese yang digunakan yakni Shared
Christian Praxis. Alasan penerapan metode Shared Christian Praxis adalah agar
peserta dapat mengungkapkan, menggali dan menafsirkan pengalaman hidup mereka
sendiri dan mampu menemukan nilai-nilai baru, sehingga diharapkan nilai-nilai baru
tersebut nantinya diterapkan dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dalam
memaknai hidup menggereja. Penulis menggunakan katekese model Shared
Christian Praxis, karena model inilah yang dianggap paling cocok dan mudah untuk
mengembangkan pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh kaum muda. Model ini
lebih sistematis, dimana mampu mengantar dan mengarahkan seseorang agar
88
mampu menemukan nilai-nilai baru yang kiranya dapat dijadikan pedoman dalam
hidupnya.
B. Alasan pemilihan tema dan tujaun
Dalam sebuah pendampingan, perlu adanya persiapan-persiapan, diantaranya
pembuatan program pendampingan sebagai acuan dalam mengembangkan iman
kaum muda, disamping itu pula demi mencapai dan menjawab kebutuhan peserta,
dalam hal ini kebutuhan kaum muda. Seringkali dalam berbagai pendampingan, para
pendamping kurang memperhatihan segi program tersebut. Hal ini yang dapat saya
peroleh dengan berbagai pengalaman kaum muda di Paroki St. Antonius Bade dalam
berbagai pendampingan yang selama ini dilakukan. Dalam suatu pendampingan
tentu saja perlu adanya unsur-unsur yang diperhatikan sehingga program tersebut
sungguh bermutu dan bermanfaat. Unsur-unsur tersebut diantaranya, peran kaum
muda dalam gereja dan masyarakat serta kebersamaan.
Pendampingan bagi kaum muda di Paroki St. Antonius Bade sebagai tidak
lanjut berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan. Maka program dalam skripsi
ini menindaklanjuti apa yang telah dilaksanakan entah oleh kaum muda sendiri
maupun yang dilaksanakan oleh pihak gereja dalam hal ini paroki setempat dalam
memperkembangkan iman kaum muda serta menumbuhkembangkan semangat
pelayanan entah itu dalam lingkup gereja maupun dalam lingkup masyarakat sebagai
wujud keikutsertaan dan keterlibatan mereka dalam rangka penghayatan hidup
menggereja.
89
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya serta memperhatikan tujuan
program diatas, maka penulis merumuskan tema yang akan diolah selama
pendampingan bagi kaum muda di Paroki St. Antonius, Bade:
Tema umum : Meningkatkan Keterlibatan Kaum Muda Dalam Hidup Menggereja
di Paroki St Antonius Bade, Keuskupan Agung Merauke.
Tujuan umum : Bersama-sama pendamping, peserta dapat memahami tentang
Peranan dalam hidup menggereja, sehingga mereka mampu
mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tema tersebut dipilih penulis, karena penulis merasa sangat cocok untuk
dilaksanakan bagi kaum muda dalam menanggapi berbagai permasalahan yang
dihadapi kaum muda dalam melibatkan diri dalam hidup menggereja. Berdasarkan
tema diatas, maka dibagi menjadi dua sub tema dan tujuannya sebagai berikut:
Tema I : Kaum Muda dalam Gereja
Tujuan I : Bersama-sama pendamping, peserta memahami akan tugas dan
peranan mereka dalam gereja, sehingga mereka mau terlibat dalam
kegiatan-kegiatan gerejani, dengan demikian iman mereka semakin
berkembang.
Tema II : Keterlibatan dan keikutsertaan kaum muda dalam hidup
menggereja.
Tujuan II : Bersama-sama pendamping, peserta dapat memahami akan makna
perwujudan iman dalam kehidupan sehari-hari, baik didalam
keluarga maupun didalam masyarakat.
90
C. Penjabaran Tema
Tema : Meningkatkan Keterlibatan Kaum Muda Dalam Hidup Menggereja di
Paroki St Antonius Bade, Keuskupan Agung Merauke.
Tujuan : Bersama-sama pendamping, peserta dapat memahami tentang peranan
mereka dalam hidup menggereja, sehingga mereka mampu
mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tema Tujuan tema Judul
pertemuan Tujuan pertemuan Uraian materi Metode
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Kaum Muda dalam Gereja
Bersama-sama pendamping, peserta memaha-mi akan tugas dan peranan mereka dalam gereja, sehingga mereka mau terlibat dalam kegiatan-kegiatan gereja-ni, dengan demi-kian iman me-reka semakin berkembang.
a. Siapakah kaum muda?
b. Tugas dan peranan Gereja
Bersama pendamping peserta diarahkan agar semakin mengenal akan dirinya dan aspek-aspek pertum-buhan yang ada pada dirinya, sehingga ka-um muda semakin mampu menanggapi persoalan hidupnya. Bersama pendamping, memahami akan tugas dan peranan ge-reja, sehingga semakin menghayati akan hidup menggereja
• Pengertian kaum muda • Aspek-aspek
pertumbuhan kaum muda • Problematika
dakam kehidupan kaum muda • Tugas Mewartakan • Tugas Pengudusan
dalam Perayaan. • Tugas Melayani. • Tugas Persekutuan.
• Sharing pengalaman• Diskusi
kelompok • Refleksi
pribadi • Informasi • Tanya jawab • Menggali
pengalaman• Dinamika
Kelopmpok• Informasi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) c. Peranan
kaum muda dalam Gereja.
Bersama pendamping, peserta diarahkan untuk semakin me-mahami akan peranan mereka dalam Gereja.
• Kentingnya keterlibatan kaum muda. • Keterlibatan kaum
muda wujud tang-gungjawab sebagai warga gereja.
• Informasi • Tanya jawab• Dinamika
kelompok
91
2 Keterlibatan dan keikut-sertaan kaum muda dalam hidup meng-gereja.
Bersama-sama pendamping, pe-serta dapat me-mahami akan makna perwuju-dan iman dalam kehidupan se-hari-hari, baik dalam Gereja, keluarga maupun dalam masyara-kat.
d. Keterlibatan kaum muda dalam kegiat-an gereja.
e. Kaum muda dalam hidup bermasyara-kat.
Bersama pendamping, peserta diarahkan untuk semakin memahami akan keterlibatan dalam gereja. Bersama pendamping, peserta memahami akan hidup bermas-yarakat.
• Keterlibatan dalam bidang Pewartaan. • Keterlibatan dalam
bidang Liturgi. • Keterlibatan dalam
bidang Pela-yanan. • Keterlibatan dalam
bidang Perse-kutuaan. • Orientasi
kemasyarakatan. • Pendidikan Nilai • Pemberdayaan
Pemuda Desa
• Sharing • Tanya jawab• Informasi
• Dinamika
Kelompok • Tanya jawab• Informasi • Sharing
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) f. Keterlibatan
kaum muda da-lam hidup menggereja dan bermas-yarakat.
Bersama pendamping, peserta diarahkan se-hingga memahami dan menghayati akan panggilan, sehingga peserta semakin ter-motivasi dan terlibat dalam hidup meng-gereja dan bermas-yarakat.
• Tema yang di-bicarakan • Tujuan yang ingin
dicapai • Pelaksanaan:
proses • Pengembangan
langkah-langkah • Rangkuman • Penutup
• Sharing pengalaman • Tanya jawab• Informasi
92
D. Petunjuk Pelaksanaan Program
Program pendampingan kaum muda yang diusulkan dalam skripsi ini
dilaksanakan selama kurang lebih 1 (satu) tahun dalam 6 (enam) kali pertemuan
sesuai dengan jumlah tema. Pendampingan sendiri dilaksanakan 2 (dua) bulan 1
(satu) kali dalam satu tahun. Setiap pertemuan dilaksanakan selama satu hari, yakni
dimulai pada pukul 08.00 W.I.T sampai dengan pukul 17.00 W.I.T.
Dalam pelaksanaan pendampingan tersebut, pada awal pertemuan, peserta
diajak untuk mengolah dan menggali pengalaman hidupnya maupun berbagai
pengalaman yang seringkali ditemui dalam keseharian hidupnya. Pengalaman-
pengalaman tersebut tentunya berkaitan dan berhubungan dengan tema pertemun.
Penggalian pengalaman dilaksanakan dalam kelompok-kelompok kecil dan akan
disharingkan dalam kelompok besar. Pengalaman tersebut tidak untuk ditanggapi
melainkan peserta diharapkan mampu menemukan makna maupun nilai-nilai baru
yang dapat dipetik sebagai suatu pengalaman baru. Dengan pengalaman-pengalaman
yang diperoleh ketika sharing dalam kelompok kecil maupun kelompok besar,
diharapkan mampu mengantarkan mereka sehingga turut serta dan aktif dalam
pertemuan selanjutnya.
Peran pendamping di sini sebagai fasilitator dan merangkum semua
pengalaman-pengalaman yang diungkapkan dan disharingkan oleh peserta dan
meneguhkan serta mengajak peserta merefleksikan pengalaman-pengalaman
tersebut. Setelah menggali dan merefleksikan pengalaman tersebut, pendamping
memberikan masukan berupa landasan-landasan teori agar peserta diteguhkan dan
diluruskan sesuai dengan ajaran-ajaran Gereja. Pada akhir pertemuan pendamping
mengajak peserta baik secara pribadi maupun secara bersama-sama menemukan dan
93
membuat suatu niat yang nantinya akan diwujudkan sebagai wujud konkrit atas
pelaksanaan pendampingan ini. Sebelum menutup rangkaian pada setiap
pendampingan, perlu adanya evaluasi dan ibadat, memohon bantuan Roh Kudus
agar menyemangati dan menyertai peserta dalam melaksanakan niat bersama
maupun niat pribadi yang telah dibentuk selama proses pendampingan.
Pada pertemuan terakhir, penulis mengusulkan kegiatan pendampingan
dalam bentuk katekese. Dalam pelaksanaan pendampingan tersebut, ada lima
langkah yang harus dilaksanakan berkaitan dengan katekese model Shared
Christian Praxis yang digunakan, yakni pertama, pengungkapan pengalaman
hidup faktual peserta, kedua, refleksi kritis atas pengungkapan pengalaman hidup
faktual, ketiga, mengusahakan supaya Tradisi dan Visi kristiani lebih terjangkau,
keempat, interpretasi/tafsir dialektis antara Tradisi dan Visi kristiani dengan tradisi
dan visi peserta dan kelima, ketelibatan baru demi makin terwujudnya kerajaan
Allah di dunia ini (Sumarno, 2006: 18-22).
E. Contoh Persiapan Program Katekese bagi kaum muda Model Shared
Christian Praxis
1. Identitas:
a. Tema : Siapakah kaum muda?
b. Tujuan : Bersama pendamping, peserta diarahkan agar semakin
mengenal akan dirinya dan aspek-aspek pertumbuhan yang
ada pada dirinya, sehingga kaum muda semakin mampu
menanggapi persoalan hidupnya.
94
c. Peserta : Mudika Paroki St. Antonius Bade
d. Tempat : Aula Paroki St. Antonius Bade
e. Metode : - Sharing pengalaman
- Diskusi kelompok
- Refleksi pribadi
- Informasi
- Tanya jawab
f. Model : Shared Christian Praxis
g. Sarana : - Kitab Suci
- Teks lagu
- Teks pertanyaan pendalaman
- Film “The Crossing”
- Proyektor, LCD
- Tape Recorder
- Gitar
h. Sumber bahan : - Yoh 15:1-17
- Bergant, Dianne & Karris, J. (Ed.). (2002) Tafsir Alkitab
Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius. hh. 190-191.
- Mangunhardjana (1986). Pendampingan Kaum Muda
Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Kanisius. hh. 11-20
2. Pemikiran Dasar
Bagi sebagian besar kaum, kesadaran untuk berkumpul mengikuti kegiatan-
kegiatan mudika, mengadakan pertemuan, doa bersama sebagai kaum muda Katolik,
95
mengikuti kelompok koor, tata laksana di gereja, sharing kitab suci maupun kegiatan
yang lain dalam gereja belum lancar, kaum muda merasa tidak mampu dan juga
lebih mengandalkan orang lain apabila ditujuk atau diberi tugas. Belum ada
keterbukan hati dan siap sedia melibatkan diri dalam kegiatan Gereja. Disamping itu
kaum muda di Paroki St. Antonius, Bade belum menyadari pentingnya membentuk
kelompok dalam rangka memajukan Gereja. Keberadaan mereka sekarang masih
berlindung pada lingkungan lain, pada hal sebenarnya mereka mampu mandiri,
dipandang mampu untuk membentuk lingkungan baru.
Perikop Yoh 15:1-8 memberi gambaran pokok anggur dengan bagian-bagian
atau ranting-ranting yang diharapkan selalu tumbuh dan menghasilkan buah yang
baik. Dalam hal ini, Yesus adalah pokok anggur yang benar, yang sangat
diperhatikan secara pribadi oleh Bapa. Gambaran Yesus sebagai pokok anggur,
memiliki cabang-cabang yang bersemi dan menghasilkan buah-buah yang bagus.
Gambaran dari bagian-bagian pohon tersebut, adalah para murid yang diundang,
didorong untuk terus hidup dan berkembang. Diungkapkan pula bahwa dengan tetap
tinggal bersama Kristus dan Kristus tinggal di dalamnya, maka para murid yang
diutus Kristus akan selalu berbuah. Dengan tetap bersatu dalam Kristus berarti tetap
setia pada tugas dan panggilan yang diberikan Kristus. Kristus sendiri juga
menyatakan bahwa barang siapa yang tidak dapat menghasilkan buah, tidak pantas
disebut sebagai murid.
Dari pertemuan ini peserta diharapkan untuk semakin tumbuh dan berbuah
terlebih lagi dalam hal iman. Pertumbuhan dan perkembangan iman kaum muda di
Paroki St. Antonius perlu didukung oleh kesadaran akan pentingnya peranan dan
keikutsertaan mereka dalam kegiatan-kegiatan hidup menggereja. Dengan demikian
96
Gereja Paroki St. Antonius ikut tumbuh dan berkembang. Sebagai anggota gereja
peran kaum muda menjadi utama, karena tanpa kaum muda gereja tidak akan
berkembang dan bergerak. Jadi kalau kaum muda tidak mau berkumpul pada suatu
kelompok, dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan demi pengembangan kaum
muda, maupun kegiatan-kegiatan lain yang diperuntukkan bagi kaum muda dalam
berbagi pengalaman iman, pasti tidak akan mengalami kemajuan maupun
perkembangan iman bahkan gereja pun tidak akan berkembang. Mudika sebagai
kelompok kaum muda menjadi makin berkembang karena adanya kesiapsediaan hati
untuk berpartisipasi aktif dalam kelompok tersebut. Semua berperan sesuai
kemampuan masing -masing tetapi dengan suka rela dan hati yang senang. Semua
itu dilakukan dalam persatuan dengan Yesus Kristus. Persatuan dengan Allah
terungkap dalam persatuan atau persekutuan dengan sesama anggota.
3. Pengembangan Langkah-langkah:
a. Pembukaan:
1) Pengantar:
Rekan-rekan mudika yang terkasih dalam Kristus, kita sungguh bahagia karena
pada hari ini kita masih bisa berkumpul, untuk dapat saling berbagi pengalaman
iman guna meneguhkan iman kita sebagai pengikut Kristus. Pada hari ini kita akan
melihat pentingnya peranan dan keikutsertaan kita sebagai kaum muda katolik
dalam kegiatan-kegiatan kaum muda maupun kegiatan-kegiatan hidup menggereja.
Kita akan belajar bersama, mengolah bersama pengalaman hidup kita dan kita akan
belajar pula dari pengalaman teman lain, oleh sebab itu, dalam pertemuan ini
diharapkan adanya keterbukaan hati untuk berbagi pengalaman yang kita miliki
97
kepada teman lain sehingga kita saling perkaya mengenai iman dan demi kemajuan
iman kita.
2) Gerak dan lagu: “Yesus Pokok dan kitalah carangnya”
Yesus pokok dan kitalah carangnya
Tinggallah di dalam-Nya (2x)
Pastilah kau akan berbuah
Yesus cinta ku, ku cinta kau, kau cintaNya (2x)
3) Doa pembukaan:
Puji dan syukur kepadaMu ya Allah Bapa yang Maha pengasih, hanya karena
rahmatMu kami boleh berkumpul di tempat ini guna memperdalam iman kami akan
Dikau. Dalam mewujudkan kehadiran KerajaanMu, Yesus mengajarkan kepada para
murid agar tumbuh dan berbuah seperti perumpamaan pokok anggur yang benar.
Kami akan menggali bagaimana dapat tumbuh dan berkembang dan mampu
menghasilkan buah yang baik bagi komunitas kami dan juga bagi sesama. Kami
mohon kepadaMu, berkatilah kami dan acara yang kami laksankan pada hari ini,
agar kami semakin mengenalmu dan semakin menyadari kehadiranMu dalam setiap
kegiatan yang kami laksanakan pada hari ini. Doa ini kami mohon kepadaMu
dengan perantaraan Kristus Tuhan kami. Amin
b. Langkah I: Pengungkapan pengalaman hidup faktual
1) Pendamping mengajak peserta mengawali pertemuan ini dengan menyaksikan
sebuah Film yang berjudul “The Crossing”.
2) Intisari film “The Crossing”:
98
Film ini berkisah mengenai kehidupan anak muda LA, lebih khusus
menyangkut persahabatan. Dengan sifat dan kemampuan dan berwatak keras, Peter
selalu mengandalkan kemampuan dan ketrampilan yang ia miliki. Kegiatan-kegiatan
yang seringkali dilaksanakan dikampus seperti: Basket, baseball dll, sering tidak
dihirukannya dan bahkan peter tidak terlibat aktif mengikuti kegiatan tersebut,
karena Peter beranggapan bahwa, kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya
sudah cukup baginya untuk dapat menjalani hidup tanpa harus disibukkan dengan
kegiatan seperti yang terungkap diatas. Lain halnya dengan Hubert, dia memilih
untuk terlibat dalam berbagai kegiatan di kampus tanpa memikirkan penting
tidaknya kegiatan tersebut, namun dengan mengikuti kegiatan tersebut, diyakini
hubert sebagai usaha dan proses bagi dirinya untuk dapat memperkembangakan
kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki olehnya. Walaupun sifat kedua sahabat
ini berbeda, namun tidak mempengaruhi persahabatan mereka. Persahabatan mereka
terinspirasi oleh ungkapan “cinta temanku”. Ungkapan tersebut mempengaruhi
kehidupan mereka, sehingga dari hari kehari mereka selalu berusaha untuk
memahami dan memaknai akan arti tersebut.
Pada suatu hari, tiba-tiba Hubert sakit dan meninggal. Tiba-tiba dari belakang
sebuah suara menyapa Peter, tak disangka ternyata suara itu adalah suara Hubert.
Hubert yang telah meninggal, mengajak dirinya untuk berjalan-jalan ke “surga”.
Hubert mengajak Peter masuk dalam beberapa ruangan. Saat memasuki ruangan
pertama, Peter diperlihatkan dengan sebuah daftar dosa-dosa. Ruangan kedua yang
mereka masuki adalah ruangan pengadilan. Kejadian yang dialami oleh Peter,
mengubah seluruh kehidupannya.
99
3) Pengungkapan pengalaman: Pendamping mengajak peserta mendalami
Film“The Crossing” dengan bantuan pertanyaan:
• Kesulitan apa yang dialami oleh Peter dalam film tadi dalam memahami diri
dalam memaknai dirinya sebagai seorang kaum muda?
• Ceritakan pengalaman teman-teman dalam menghadapi kesulitan-kesulitan
dalam memaknai diri sebagai kaum muda?
4) Rangkuman
Dalam Film“The Crossing” yang berkisah mengenai pertemanan antar dua
sahabat ini, sungguh sangatlah mengasikkan bila pertemanan dan persahabatan
tersebut saling mendukung dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Kedua sifat
yang digambarka oleh Peter dan Hubert, merupakan gambaran mengenai kaum
muda masa kini. Demikian pula dengan pengalaman-pengalaman hidup kita sebagai
kaum muda katolik, yang juga merupakan tulang punggung dan penerus
perkembangan Gereja. Berbagai kesulitan, hambatan dan persoalan seringkali
mewarnai hidup kita, baik pengalaman persahabatan di sekolah, persahabatan antar
sesama anggota mudika, pengalaman di dalam keluarga bersama bapak, ibu, kakak,
adik, maupun pengalaman hidup di dalam lingkungan masyarakat. Demikian pula
berbagai kesulitan dalam menjalin persahabatan yang dialami oleh Peter dan Hubert.
c. Langkah II: Refleksi kritis atas sharing pengalaman hidup faktual
1) Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman berkaitan dengan
Film“The Crossing”, dengan panduan pertanyaan sebagai berikut:
100
• Cara apa saja yang seharusnya teman-teman lakukan dalam mengenal akan
pribadi dan aspek-aspek pertumbuhan yang ada pada diri teman-teman?
2) Pedoman rangkuman bagi pendamping:
Sebagai kaum muda yang baik, tentu mau terlibat dalam berbagai kegiatan-
kegatan kaum muda, entah itu dalam memperkembangkan iman maupun
memperkembangkan diri kaum muda ke arah yang lebih baik. Kaum muda tidak
hanya hadir ketika mengikuti misa di gereja, tetapi lebih dari itu kaum muda
diharapkan mampu terlibat secara akktif dalam kagiatan-kegiatan gerejani maupun
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Kaum muda perlu menyadari bahwa lewat
kegiatan-kegiatan tersebut sungguh dapat membantu kaum muda untuk
memperkembangkan pribadi, maupun segala aspek-aspek yang ada dalam diri
mereka, sehingga kehadiran kaum muda tidak hanya sebatas “ada” tetapi kaum
muda sungguh dapat terlibat secara aktif dalam memperkembangkan Gereja.
Keikutsertaan dan keterlibatan kaum muda sangat diharapkan, untuk itu, kaum muda
jangan merasa kecil hati karena kurang di perhatikan, marilah kita buktikan kalau
kaum muda memiliki potensi yang tidak kalah jika dibandingkan dengan orang tua.
d. Langkah III: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi kristiani lebih
terjangkau
1) Salah seorang peserta diminta untuk membacakan perikop langsung dari kitab
suci Yoh 15:1-17, sedangkan peserta lain diminta mengikutinya dengan
menyimak dari Kitab Suci atau dari teks/foto copy yang telah dibagikan.
101
2) Peserta diberi waktu sebentar untuk hening dan mendalami kembali isi perikop
yang baru saja dibacakan dan mencoba menanggapinya dengan bantuan
pertanyaan sebagai berikut:
• Ayat mana dari perikop ini yang menunjuk kaum muda yang baik?
• Makna apa saja yang ingin ditanamkan oleh Yesus dalam memaknai hidup
sebagai kaum muda katolik?
3) Peserta diajak untuk menemukan sendiri inti dari perikop diatas.
4) Pendamping memberikan tafsir dari Yoh 15:1-17 dan dihubungkan dengan tema
dan tujuan sebagai berikut:
Ayat 1, misalanya, memberikan gambaran bahwa Yesus adakah pokok anggur
yang benar, mempunyai cabang-cabang dan menghasilkan buah yang bagus. Bagian-
bagian pohon adalah para murid yang telah menerima sabda Yesus memberi hidup.
Para murid adalah kita kaum muda katolik yang selalu tumbuh dan berkembang
sesuai dengan perkembangan diri kaum muda. Ayat 11 dikatakan, tidak ada syarat
bila ingin bersahabat dengan Tuhan.
Perikop Yoh 15:1-17 memberi gambaran pokok anggur dengan bagian-bagian
atau ranting-ranting yang diharapkan selalu tumbuh dan menghasilkan buah yang
baik. Dalam hal ini, Yesus adalah pokok anggur yang benar, yang sangat
diperhatikan secara pribadi oleh Bapa. Gambaran Yesus sebagai pokok anggur,
memiliki cabang-cabang yang bersemi dan menghasilkan buah-buah yang bagus.
Gambaran dari bagian-bagian pohon tersebut, adalah para murid yang
diundang, didorong untuk terus hidup dan berkembang. Diungkapkan pula bahwa
dengan tetap tinggal bersama Kristus dan Kristus tinggal di dalamnya, maka para
murid yang diutus Kristus akan selalu berbuah. Dengan tetap bersatu dalam Kristus
102
berarti tetap setia pada tugas dan panggilan yang diberikan Kristus. Kristus sendiri
juga menyatakan bahwa barang siapa yang tidak dapat menghasilkan buah, tidak
pantas disebut sebagai murid.
Sikap-sikap yang nampak dalam perikop ini menggambarkan Yesus yang
memiliki sikap sebagai pohon anggur yang selalu bersemi dan menghasilkan buah
yang bagus. Para murid dituntut agar bisa menjadi ranting yang nantinya dapat
selalu bersemi dan menghasilkan buah yang bagus pula. Kita sebagai kaum muda
katolik, diharapkan agar selalu terus berusaha dan berjuang sehingga kitapun dapat
menghasilkan buah-buah roh, buah-buah kebaikan bagi sesama. Kebaikan tersebut
dapat kita wujudkan dengan memberi hati dan terlibat secara aktif dalam kegiatan-
kegiatan gerejani dan juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Dengan
demikian, lewat keterlibatan dan keikutsertaan kita dalam kegiatan hidup
menggereja, iman kita pun semakin berkembang dan kita pun tumbuh sebagai
pribadi yang dewasa dalam iman dan terang kasih Allah.
e. Langkah IV: Interpertasi/Tafsir dialektis antara Tradisi dan Visi kristiani
dengan Tradisi dan Visi peserta
1) Pengantar:
Dari pembicaraan-pembicaraan tadi kita sudah menemukan sikap-sikap mana
yang telah dibuat oleh Yesus sebagai gembala yang baik dan kita sebagai kaum
muda dituntut untuk mampu menjadi ranting-ranting yang dapat selalu bersemu dan
mampu menghasilkan buah yang baik. Maka dalam pertemuan ini, kita disadarkan
kembali untuk mampu mengenal diri dan memperkembangkan aspek-aspek yang
ada dalam diri kita, sehingga kita semakin mampu dalam menanggapi berbagai
103
persoalan yang kita hadapi dalam hidup ini. Oleh karena itu sebagai bahan refleksi
bagi teman-teman, marilah kita menjawab beberapa pertanyaan, dengan panduan
pertanayaan sebagai berikut ini:
• Sikap apa yang ingin teman-teman lakukan sebagai wujud kebersamaan
dalam menghayati diri sebagai kaum muda katolik?
• Apakah teman-teman disadarkan, ditegur atau diteguhkan sebagai kaum
muda katolik?
2) Pedoman rangkuman bagi pendamping:
Yesus telah menawarkan mengenai berbagai sikap kepada kita sebagai kaum
muda katolik. Perumpamaan Yesus sebagai pokok anggur, ingin menyapa kita kaum
muda, bahwa dihadapan Tuhan kita juga memiliki tempat dan ruang, kita sangat
berarti. Dari perumpamaan tersebut, kaum muda dituntut agar mampu
mengembangkan diri dan kemampuan yang ada pada diri kita, disamping itu pula
kaum muda diharapkan agar mampu memperkembangkan iman yang dimiliki
sehingga kita pun dapat menghasilkan buah-buah kebaikan yang nantinya dapat kita
bagi kepada sesama yang membutuhkan.
f. Langkah V: Keterlibatan baru demi terwujudnya Kerajaan Allah didunia
1) Pengantar:
Rekan-rekan mudika yang terkasih dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus,
setelah kita menggali bersama pengalaman hidup kita sebagai kaum muda katolik,
lewat film The Crossing kita belajar mengenai persahabatan dan mengenal
kemampuan serta ketrampilan yang dimiliki oleh Hubert dan Peter, dimana
kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh Peter mengantar dirinya untuk lebih
104
cenderung tertutup dan tidak mau terlibat dan bahkan bergaul dengan orang lain,
berbeda dengan Hubert yang selalu giat dalam mengikuti berbagai kegiatan yang
dilaksanakan di kampus, diantaranya: mengikuti pertandingan volli, masuk dalam
keanggotaan drum band, dan kegiatan-kegiatan lain yang diperuntukkan bagi
perkembangan mahasiswa. Dari pengalaman iman, Yohanes dalam injilnya memberi
gambaran kepada kita kaum muda mengenai perumpamaan Yesus sebagai pokok
anggur dan para rasul sebagai rantingnya. Berbagai pengalaman hidup, entah itu
pengalaman hidup kita sehari-hari maupun pengalaman iman yang diugkapkan oleh
penginjil Yohanes, mengantar kita pada wawasan dan cara pandangan baru,
semangat baru, kemauan untuk sadar dan mau terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan
mudika, kegiatan-kegiatan gerejani, maupun terlibat dalam kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan. Dalam seluruh perjalanan hidup kita sebagai kaum muda katolik,
kita perlu menyadari akan pentingnya peranan dan keterlibatan kita dan memahami
akan pentingnya peranan kita dalam hidup menggereja. Diharapkan agar Kaum
muda selalu berkembang, entah itu memperkembangkan diri lewak kegiatan-
kegiatan olah raga, maupun memperkembangkan iman lewat kebersamaan dalam
kegiatan-kegaitan rohani, hal ini kita lakukan demi perkembagan iman kita akan
Allah.
Untuk itu, agar kita lebih meningkatkan keterlibatan dalam mengenal akan
pribadi dan aspek-aspek pertumbuhan yang ada pada diri teman-teman, maka
marilah kita menjawab refleksi beberapa pertanyaan, dengan panduan pertanyaan:
• Niat apa yang hendak teman-teman lakukan untuk semakin mengenal akan
diri dan aspek-aspek pertumbuhan yang ada pada diri teman-teman, sehingga
teman-teman semakin mampu menanggapi persoalan hidup?
105
• Hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan dalam mewujudkan niat-niat
tersebut?
2) Peserta diberi kesempatan untuk memikirkan niat-niat tersebut. Setelah peserta
menemukan niat-niat, peserta diberi kesempatan untuk membagikan niat pribadi
atau bersama yang akan diwujudkan kepada teman lain dalam kelompok.
g. Penutup
1) Setelah mengungkapkan niat, peserta diajak masuk dalam suasana doa, dengan
mendoakan doa umat secara spontan, dengan menyampaikan niat pribadi
berkaitan dengan pengenalan akan diri dan aspek-aspek pertumbuhan yang ada
pada diri kaum muda, sehingga kaum muda semakin termotivasi dalam mampu
dalam menanggapi persoalan hidupnya dan selanjudnya diakhiri dengan
mendoakan doa Bapa Kami.
2) Pengantar doa umat:
Teman-teman mudika yang terkasih dalam kasih Kristus, sebagai kaum muda
katolik, kita dituntut agar mampu memahami dan memaknai hidup ini dengan
memperkembangkan potensi-potensi diri yang kita miliki dan juga
memperkembangkan iman yang kita yakini, maka marilah dengan rendah hati kita
mohon kepada Tuhan agar lewat perantaraan puteraNya, kita selalu dibimbing dan
diarahkan agar kita semakin berkembang dalam mengimani Dia yang telah memberi
hidup keapda kita. Untuk itu, marilah kita panjakan doa-doa permohonan dan niat-
niat baik kita kepadaNya.
3) Doa penutup:
106
Allah bapa disurga, puji dan syukur kami panjatkan kepadaMu atas rahmat dan
perlindunganmu selama pertemuan ini. Dalam pertemuan ini kami berlajar dan
berbagi bersama makna diri kami sebagai kaum muda katolik lewat sharing
pengalaman hidup kami, dan juga lewat sabdaMu. Maka kami mohon, bimbing dan
sertailah kami selalu, agar kami semakin mengenal akan diri kami dan juga
mengenal aspek-aspek pertumbuhan yang ada pada setiap pribadi kami yang hadir
disini, sehingga kami semakin mampu dan dikuatkan dalam menanggapi persoalan-
persoalan hidup yang seringkali kami hadapi. Bukalah mata hati kami, agar kami
mampu menanggapi cintamu lewat teman-teman kami, lewat sesama yang kami
jumpai dalam hidup ini, sehingga kami semakin berkembang sebagai kaum muda
katolik yang baik, sesuai dengan kehendakMu. Demi Kristus Tuhan dan pengantara
kami yang hidup dan bertahta, kini dan sepanjang segala masa. Amin
107
BAB V
PENUTUP
Pada bagian akhir skripsi ini, penulis mencoba mengemukakan beberapa
pokok gagasan atau pemikiran yang menjadi pusat perhatian pada Bab I-IV. Pada
bagian saran, penulis membuat beberapa gagasan yang harus dipikirkan maupun
diperkembangkan lebih mendalam berkaitan dengan upaya meningkatkan
pendampingan bagi kaum muda di Paroki St. Antonius Bade, Keuskupan Agung
Merauke.
Berdasarkan situasi konkrit yang terjadi di lapangan, penulis memberikan
beberapa saran yang kiranya dapat berguna bagi pendampingan terhadap kaum
muda sebagai usaha demi peningkatan keterlibatan mereka dalam hidup menggereja
maupun mewujudkannya secara konkrit dalam hidup bermasyarakat.
A. Kesimpulan
Keterlibatan dan keikutsertaan kaum muda dalam hidup menggereja sangat
diharapkan. Keterlibatan kaum muda tidak hanya aktif ketika mengikuti Perayaan
Ekaristi, koor, maupun doa Lingkungan. Kaum muda diharapkan dapat terlibat aktif
dalam setiap tugas dan peranan Gereja secara keseluruhan.
Dalam kegiatan hidup menggereja, keterlibatan kaum muda mengalami pasang
surut dan timbul tenggelam. Hal ini disebabkan karena kurang adanya
pendampingan, perhatian dan motivasi dari pihak gereja dan umat paroki setempat.
Keterlibatan dan keikutsertaan kaum muda tidak dapat terjadi dengan sendirinya,
108
melainkan kaum muda perlu didampingi agar mereka mengerti dan memahami
bahwa mereka sangat dibutuhkan dalam perkembangan Gereja.
Upaya pendampingan terhadap kaum muda di jaman sekarang ini sangat
dibutuhkan. Pendampingan bagi kaum tidak hanya seputar kehidupan saja,
melainkan menyeluruh pada seluruh aspek kehidupan yang dialami oleh kaum
muda. Berbagai persoalan hidup sering kali menuntut seseorang untuk mampu
mengatasi segala persoalan tersebut.
Di samping itu, bentuk, materi, metode dan sarana dalam pendampingan iman
bagi kaum muda perlu disesuaikan dengan situasi peserta. Hal ini sangat penting
karena setiap peserta berada dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Situasi dan
kondisi yang dialami oleh setiap peserta kiranya juga cukup berpengaruh dalam
penyelenggaraan pendampingan.
Dalam karya tulis ini, penulis menawarkan suatu bentuk pendampingan yang
kiranya dapat digunakan dalam mendampingi dan memperkembangkan kaum muda
sebagai upaya meningkatkan keterlibatan mereka dalam hidup menggereja maupun
mampu mengaktualisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat. Disamping itu,
penulis juga terlibat aktif dan berusaha untuk membangngkitkan semangat kaum
muda dalam melaksanakan hidup menggereja. Dengan segala kemampuan yang
dimiliki, penulis memberi gagasan yang sekiranya dapat membantu dan
memperkembangkan kaum muda sehingga semakin terlibat dalam hidup menggereja
dan bermasyarakat. Penulis percaya, bahwa dengan rahmat Allah dan kasih Kristus,
maka rencana dan niat-niat yang akan diupayakan dapat berjalan dengan baik,
sehingga gereja Paroki St. Antonius, Bade semakin tumbuh dan berkembang.
109
B. Saran
Agar pendampingan bagi kaum muda sungguh mengena dan kaum muda
merasa benar-benar terabantu dalam mengembangkan kehidupan berimannya dan
semakin memahami akan hidup menggereja serta mengerti dan memahami akan
situasi hidupnya dan mampu mewujudkannya sebagai perwujudan iman dalam
kehidupan sehari-hari baik di dalam lingkup keluarga maupun di dalam masyarakat,
maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pendampingan terhadap kaum muda sebaiknya dilaksanakan secara terprogram,
sehingga selalu berkesinambungan antar pendampingan satu dengan yang lain.
Oleh karena itu pihak paroki, dalam hal ini dewan paroki bidang kaum muda
perlu membantu pengurus dalam merencanakan program pendampingan bagi
mereka dengan jangka waktu tertentu.
2. Dalam upaya meningkatkan keterlibatan kaum muda, perlu adanya dukungan,
perhatian serta motivasi dari berbagai pihak, di antaranya: Pastor Paroki, Dewan
Paroki, Katekis, guru Agama, maupun orang tua, sehingga pendampingan
terhadap kaum muda dapat berjalan dan terlaksana secara optimal.
3. Berkaitan dengan tema, materi, metode maupun sarana yang akan digunakan
dalam setiap pendampingan perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi oleh kaum muda, sehingga apa yang diberikan atau disampaikan dalam
pendampingan sungguh-sungguh berguna bagi kaum muda dalam mengenal
kehidupan mereka, persoalan-persoalan hidup dan bahkan mereka semakin
termotivasi untuk mau terlibat dalam kehidupan menggereja dan bermasyarakat.
110
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab Deuterokanonika. (2001). Jakarta: Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia. Banawiratma, J.B. (1992). Wujud Baru Hidup Menggereja: Diagonal dan
Transformatif. Orientasi Baru. Yogyakarta: Kanisius. Bergant, Dianne & Karris, J. (Ed.). (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru.
Yogyakarta: Kanisius. Bons-Storm, M. (2003). Pastoral Kaum Muda. Yogyakarta: Pusat Pastoral. Diacomo, Di, James. (1984). Pendampingan Muda-Mudi. Yogyakarta: Pusat
Pastoral. Groome, Thomas H. (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese
(F.X. Heryatno Wono Wulung, Penyadur). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat.
Gunarsa, D. Singgih. (1997). Psikologi untuk Muda-Mudi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Halsema. (1996). Partisipasi Kaum Awam (Seri Pastoral No. 226). Yogyakarta: Pusat Pastoral.
Hardawiryana, R. (2001). Katekese sebagai Konkretisasi Tradisi bagi Umat Beriman (Seri Puskat No. 375). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat.
Heryatno Wono Wulung, F.X. (2006). Pendidikan Agama Katolik III. Diktat Mata Kuliah Pendidikan Agama Katolik III untuk Mahasiswa Semester VII, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Hurlock, Elisabeth B. (1996). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Komisi Kepemudaan KWI (1999). Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda
(PKPKM). Jakarta: Komisi Kepemudaan KWI. Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan
Referensi. Yogyakarta: Kanisius. Mangunhardjana, A.M. (1985). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius. _______. (1986). Pendampingan Kaum Muda: Sebuah Pengantar. Yogyakarta:
Kanisius. Mardi Prasetyo, F. (2000). Unsur-unsur Hakiki dalam Pembinaan. Yogyakarta:
Kanisius. Marzuki. (1985). Metodologi Riset. Yogyakarta: Bagian Penerbit FE UII. Sene, Alfons. (1989). Kita Berkateke demi Remaja. Flores: Nusa Indah. Setyakarjana, J. S. (1997a). Arah Katekese di Indonesia. Yogyakarta: Pusat
Kateketik. _______. (1997b). Kateketik Pendidikan Dasar. Yogyakarta: Lembaga
Pengembangan Kateketik Puskat. Shelton, Charles M. (1987). Spiritualitas Kaum Muda: Bagaimana Mengenal dan
Mengembangkannya. Yogyakarta: Kanisius _______. (1988). Moralitas Kaum Muda: Bagaimana Menanamkan Tanggung
Jawab Kristiani. Yogyakarta: Kanisius. Suhardiyanto, H.J. (2006). Pendidikan Hidup Menggereja. Diktat Mata Kuliah
Pendidikan Hidup Menggereja untuk Mahasiswa Semester II, Program
111
Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Suharsimi Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian. Jakata: Rineka Cipta. Sumarno, M. (2005) Pengantar Pendidikan Agama Katolik Paroki. Diktat Mata
Kuliah Pengantar Pendidikan Agama Katolik Paroki untuk Mahasiswa Semester III, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
_______. (2006). Praktek Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki PPL Paroki. Diktat Mata Kuliah Praktek Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki untuk Mahasiswa Semester VI, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Tangdilintin. (1984). Pembinaan Generasi Muda: Visi dan Latihan. Yogyakarta: Kanisius.
Telaumbanua, Marinus. (2005). Ilmu Kateketik: Hakikat, Metode dan Peserta Katekese Gerejawi. Jakarta: OBOR.
Wasito Hermawan. (1997). Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia. Yohanes Paulus II. (1992). Catechesi Tradendae. (R. Hardawirjana, Penerjemah).
Jakarta: Dokpen KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun 1979).
112
LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Permohonan Penelitian
Lampiran 2: Daftar Pertanyaan Angket
PETUNJUK PENGISIAN:
1. Bacalah dahulu pertanyaan dengan teliti dan jawablah pertanyaan-pertanyaan
dibawah ini dengan jujur serta sesuai dengan situasi dan kondisi konkrit yang
ada
2. Berilah tanda (X) pada salah satu jawaban yang paling sesuai.
A. IDENTITAS RESPONDEN 3. Nama lengkap: ________________________________________________ 4. Paroki/Lingkungan: _____________________________________________ 5. Umur saat ini:
a. Antara 16-20 tahun b. Antara 21-25 tahun c. Antara 26-30 tahun d. Lebih dari 30 tahun
6. Bagaimana dengan Pendidikan atau status andan saat ini? a. Sekolah Menengah Umun (SMU) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) b. Perguruan Tinggi c. Karyawan Swasta d. ........................................................................
B. KEGIATAN KAUM MUDA DALAM RANGKA HIDUP MENGGEREJA 7. Apakah bentuk kegiatan kaum muda yang sering anda ikut?
a. Kelompok koor b. Kelompok doa c. Pengurus Mudika d. ......................................................................
8. Menurut jawaban diatas, mengapa anda mau terlibat dalam kegiatan tersebut? a. Karena diajak teman b. Karena disuruh oleh orang tua/Guru c. Ingin mengikuti jejak teman d. ............................................................................
9. Apakah kegiatan yang selama ini anda ikut, merupakan bagian dari kegiatan hidup menggereja?
a. Ya b. Mungkin c. Tidak tahu d. .........................................................................
C. PEMAHAMAN KAUM MUDA TERHADAP UPAYA PENINGKATAN PENDAMPINGAN KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA.
10. Menurut anda, apa yang dimaksud dengan Hidup menggereja? a. Panggilan untuk umat beriman dalam mewujudkan tanggungjawab digereja
maupun di masyarakat dalam segala bidang. b. Kegiatan rohani seperti: doa bersama di lingkungan, Pendalaman Iman dan
Kitab Suci yang diaksanakan oleh Gereja. c. Keterlibatan dalam misa hari minggu dan hari raya yang ditetapkan oleh
gereja. d. ................................................................................
11. Apakah anda pada saat sekarang ini, telah menunjukkan sikap hidup sebagai seorang kaum muda katolik yang baik, entah itu di dalam keluarga maupun di dalam masyarakat?
a. Sudah b. Belum c. Belum sama sekali d. ................................................................................
12. Bagaimana sikap anda terhadap Hidup Menggereja sebagai kaum muda katolik?
a. Melaksanakan karena sudah sepantasnya sebagai warga gereja b. Ikut-ikutan, karena terpaksa c. Melaksanakan denga sadar, tulus dan tanggungjawab sebagai anggota gereja,
sehingga iman akan Allah semakin hari semakin berkembang. d. ................................................................................
13. Apakah pendampingan yang selama ini sungguh membantu anda dalam menghayati akan hidup menggereja?
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu d. ................................................................................
14. Nilai positif apa yang dapat anda petik dari pendampingan kaum muda dalam hidup menggereja yang selama ini anda ikuti?
a. Semakin mengenal Kristus lewat ajaran-ajaranNya b. Iman anda semakin diteguhkan, bahkan anda semakin termotivasi, bahkan
semakin yakin sehingga mampu mewujudkannya dalam hidup-sehari-hari. c. Merasa bangga sebagai seorang kaum muda Katolik d. ................................................................................
D. HARAPAN DAN USULAN TERHADAP PENINGKATAN PENDAMPINGAN KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA.
15. Menurut pendapat anda, apakah keterlibatan di dalam keluarga, lingkungan, paroki maupun di masyarakat merupakan bagian dari penghayatan hdup menggereja?
a. Ya b. Mungkin c. Tidak tahu d. ................................................................................
16. Bagaimana pandangan anda tentang keterlibatan kaum muda selama ini?
a. Tidak tahu, karena saya sendiri kurang terlibat b. Terlalu sedikit kaum muda yang mau terlibat c. Cukup lumayan, karena banyak kaum muda yang yang terlibat d. ................................................................................
17. Menurut pendapat anda, apakah perlu adanya penigkatan pendampingan bagi kaum muda, agar kaum muda semakin memahami dan semakin menyadari akan pentingnya perkembangan iman?
a. Perlu b. Perlu sekali c. Terserah d. ................................................................................
18. Menurut pendapat anda, pendampingan macam apa yang dibutuhkan bagi kaum muda dalam memperkembangkan iman akan Allah?
a. Materi dan sarana dalam Pendampingan yang selalu berfariasi. b. Mengatasi permasalahan seputar kaum muda c. Pendampingan kaum muda yang “Mudika bangat” d. ................................................................................
Lampiran 3: Peta Paroki St. Antonius, Bade
Lampiran 4: Peta Wilayah Pengembangan Kabupaten Merauke
Lampiran 5: Struktur Kepengurusan Mudika
Lampiran 6: Data Paroki St. Antonius Padua, Bade
PAROKI ST. ANTONIUS PADUA
BADE 2007
I. WILAYAH
PUSAT BADE
• Stasi St. Fransiskus Xaverius - Mememu
• Stasi St. Paulus - Gimikya dan lingkungan St. Salome - Padat Karya (Kota II)
• Stasi St. Yohanes - Banamepe • Stasi Regina Pacis - Yodom • Stasi St. Lukas - Isyaman
• Ling. St. Marta • Ling. Bunda Maria • Ling. St. Agnes • Ling. St. Yosef • Ling.
II. WILAYAH KALI IYA – BAMGI
KALI IYA KALI BAMGI
III. WILAYAH VENAHA
A. KALI DUMUT • Stasi St. Paulus-Sien • Stasi St. Paulus-Getio • St. St. Titus-Muya • Stasi St. Adrianus-
Ghabeske
B. KALI EDERA • Stasi St. Wilhelmus-Memes • Stasi St. Petrus-Piyes • Stasi Sang Penebus-Mopio • Stasi St. Paulus-Yibin • Stasi St. Laurensius-Saghapikya • Stasi St. Kornelius-Khogoya • Stasi St. Benediktus –Benggo • Stasi St. Yosep-Yame
Stasi St. Agapitus-Ogorito Stasi St. Paulus-Bosma Stasi St. Antonius-Osso Stasi St. Paulus-Asset Stasi St. Petrus Nimbe-
Kobetha Stasi St. Petrus Rasul-Oghoto Stasi St. Antonius Padua-
Homlikya Stasi St. Theresia Kecil-
Geturki
Stasi Petrus-Amta Butu Stasi St. Maria Patima-
Yeloba Stasi Stella Maris-Konebi Stasi St. Yosep-Sibi Stasi Roh Kudus-
Tagaimon
Via telepon dengan Ketua Mudika (Hendrik)
Pertanyaan 1. Pembagian wilayah (stasi) Paroki kota, bamgi, ia dan dumut apa saja? Minta dari
paoki. 2. Data paroki mengenai jumlah kaum muda “keseluruhan”? Yang aktif berapa
banyak? 3. Berkaitan dengan kegiatan-kegiatan Mudika yang dilaksanakan selama bulan
januari s/d bulan juni: • Peserta? • Kapan dilaksanakan? • Setelah kegiatan, apakah ada evaluasi? Apah hasil dari evaluasi tersebut? • Laporan setiap kegiatan. (Gambaran umumnya aja) • Dalam setiap kegiatan, apakah dapat dikatakan sukses oleh pendamping dan
pengurus? Alasannya apa? • Apakah pendamping terlibat sepenuhnya dalam perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi? • Kegiatan apa saja yang telah dilaksanakan? Nama kegiatan beserta catatan?
Contoh: - Lomba baca KS, Kapan, dimana, peserta, - Bakti sosial, siapa yang di tuju? Orang miskin atau apa? Kapan? dll.
• Kegiatan yang direncanakan yang akan dilaksanakan kedepan? • Program mudika?
Catatan: tanggal, bulan, tahun, dari jam berapa S/d jam berapa, dalam kegiatan tersebut siapa saja yang mengisi/memberi materi? Tolong sedetail
mungkin.
4. Peta wilayah paroki St. Antonius Bade. 5. Kalau ada foto-foto kegiatan mudika, sa minta juga tapi nanti di kirim, beserta
struktur kepengurusan mudika.
Jawaban
1. Bakti: a. peserta yang terlibat yakni Mudika dan Pemuda Katolik (Keluarga Muda) b. jumlah peserta 180 orang
2. Kegiatan Gereja a. Pesta kemerdekaan
Dilaksanakan bulan agustus, yang didampingi dan di pandu oleh: Pastor paroki, ketua mudika dan ketua pemuda
b. Bakti Dilaksanakan bulan juli-agustus, yang didampingi dan di pandu oleh: Pastor paroki, ketua mudika dan ketua pemuda
c. Temu mudika
Dilaksanakan bulan maret, yang didampingi dan di pandu oleh: Pastor paroki, ketua mudika dan ketua pemuda. Dengan hasil pertemuan: • Pergantian pengurus mudika • Mengaktifkan kembali mudika • Perencanaan perayaan natal • Temu mudika se-Dekanat
3. pertemuan pengurus dilaksanakan sebanyak 3 kali, dengan pembahasan: a. Persiapan paskah (Minggu Palma) b. Agustus c. Natal (Membantu tugas pelayanan dan koor) d. Keterlibatan mudika dalam lingkungan
4. ada a. Pertandingan Volly dan Tenis meja, pesertanya Mudika dan Pemuda,
melibatkan juga Remaja Muslim dan Remaja Protestan b. Lomba baca kitab suci dan mazmur c. Panjat pinang: pesertanya Mudika dan Pemuda
5. jarak antara pertemuan I dan II adalah 2 bulan, yakni bulan februari dan mei 6. jumlah peserta dalam tiap pertemuan:
a. pertemuan I, tgl 10 Februari 2007, dihadiri 16 orang ditamba 4 orang pemmbina
b. pertemuan I, tgl 12 Februari 2007, dihadiri 16 orang ditamba 4 orang pemmbina
c. pertemuan I, tgl 14 juli 2007, dihadiri 16 orang ditamba 4 orang pemmbina 7. Pengurus: perlu adanya regenerasi Cat:
1. Hingga kini dewan masih memperhatikan mudika, namun tidak sepenuhnya, dimana dewan kurang memberi semangat dan motivasi kepada mudika untuk lebih kreatif dalam mengembangkan diri dan kurang memberi semangat kepada pengurus. Untuk itu perlu adanya perhatian lebih kepada pengurus.
2. kegiatan rohani: yang mampu mudika jumlah mudika paroki : 93 orang stasi : 90 orang jumlah umat Paroki St Antonius Bade: 18. 676 jiwa.