Post on 19-Nov-2020
i
UPAYA GURU PAI DALAM MENGATASI PENYIMPANGAN
PERILAKU ANAK TUNAGRAHITA DI SMALB NEGERI SALATIGA
TAHUN AJARAN 2018/2019
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
TRI OKTAVIANI
NIM : 111-14-030
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
ii
iii
UPAYA GURU PAI DALAM MENGATASI PENYIMPANGAN
PERILAKU ANAK TUNAGRAHITA DI SMALB NEGERI SALATIGA
TAHUN AJARAN 2018/2019
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh :
TRI OKTAVIANI
NIM : 111-14-030
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
iv
v
vi
vii
MOTTO
Tujuan seorang guru bukanlah menciptakan siswa-siswanya menurut
pandangannya, tapi mengembangkan siswanya yang mampu menciptakan
pandangan mereka sendiri
*Tri Oktaviani*
Anak-anak bagaikan bunga, siramilah selalu dengan kasih sayang, pupuklah
dengan nilai-nilai kebaikan agar mereka kelak mekar menjadi bunga yang indah
*Arifin*
viii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil ‘alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT
skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada :
1. Bapak Suyanto dan Ibu Siti Sobiah, sebagai wujud baktiku padanya,
yang senantiasa memberikan nasehat, mencurahkan kasih sayang, dan
telah mendidikku dari kecil sampai dewasa ini, serta tidak lelah
mendoakan tanpa henti untuk menjadi pribadi yang bermanfaat untuk
sesama.
2. Kakakku tersayang Slamet Hariyanto yang selalu memberiku motivasi
dan semangat.
3. Ibu Nyai Hj. Siti Zulaicho selaku pengasuh PPTQ Al-Muntaha yang
selalu mendoakanku
4. Sahabat-sahabatku (sa’idatun ‘Iin M, Fahruni D, Desi Nor W, Zahrotul
U, Rokhanah) yang telah memberi motivasi dan semangat.
5. Teman-teman seperjuangan (Himatul Uliyah, Eka Yuniyanti, Mir’atus
S) di PPTQ Al-Muntaha yang selalu memberi arahan dan semangat.
6. Keluarga besar PPTQ Al-Muntaha yang saya sayangi.
7. Tunangan saya Muhammad Mustofa, terimakasih selalu mendukung
dan memberi semangat untuk saya.
8. Temanku Anggix Lyga Wijayanto, yang selalu memberi motivasi,
arahan, dan semangat.
9. Ustadzah Aida, terimakasih dukungan dan semangatnya.
10. Teman-teman PAI angkatan 2014.
ix
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas
karunia-Nya, pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membimbing Siswa
Tunagrahita Sedang (studi kasus pada siswa kelas XI di SMALB Negeri Salatiga
Tahun 2018/2019)” ini yang merupakan tugas dan syarat wajib yang harus
dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan Pendidikan agama Islam (PAI)
IAIN Salatiga.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
kita yakni Nabi Muhammad SAW, yang menjadi suri tauladan bagi seluruh umat
dijagat raya ini. Beliau adalah pembawa dan penyampai risalah Islam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-imu keislaman, yang dapat menjadi
bekal hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak.
Terselesaikannya penulisan skripsi ini tentu tidak lepas dari bimbingan,
bantuan, serta motivasi dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis menyampaikan
banyak terimakasih kepada smeua pihak yang telah memberikan bantuannya,
khususnya kepada :
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M. Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Siri Rukhayati, M.Ag., selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam.
4. Ibu Dra. Urifatun Anis M.Pd.I., selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan saran, bimbingan, dan arahan serta keihklasan dan kebijaksanaan
x
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan pada
penulisan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Imam Sutomo M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik penulis
yang dengan sabarnya, membimbing penulis dari waktu ke waktu.
6. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu, bagian
akademik dan staff perpustakaan yang telah memberikan layanan serta
bantuan kepada penulis.
7. Bapak Muhlisun, M.Pd. selaku Kepala Sekolah SMALB Negeri Salatiga,
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penulisan
disekolah tersebut.
8. Bapak Eko Puji Widodo, S.Pd.I., selaku guru PAI SMALB Negeri Salatiga
yang menjadi narasumber utama dan membantu penulis selama melakukan
penulisan.
9. Bapak/Ibu Guru serta Staff Karyawan SMALB Negeri Salatiga yang telah
membantu penulis selama melakukan penulisan.
10. Orang tua tercinta Bapak Suyanto dan Ibu Siti Sobiah yang telah
mencurahkan kasih sayang, semangat dan doa demi keberhasilan penulis.
11. Kakakku tersayang Slamet Hariyanto yang selalu memberiku motivasi dan
semangat.
12. Ibu Nyai Hj. Siti Zulaicho selaku pengasuh PPTQ Al-Muntaha yang selalu
mendoakanku
Atas jasa mereka, penulis hanya dapat memohon doa semoga amal mereka
mendapat balasan yang lebih baik serta mendapat kesuksesan di dunia maupun di
xi
xii
ABSTRAK
Oktaviani, Tri. 2018. Upaya Guru PAI Dalam Mengatasi Penyimpangan Perilaku
Anak Tunagrahita di SMALB Negeri Salatiga Tahun Ajaran
2018/2019. Skripsi. IAIN Salatiga. Pembimbing : Dra. Urifatun Anis
M.Pd.I.
Kata Kunci :
Masalah dalam penelitian ini adalah apa saja bentuk penyimpangan yang
dilakukan anak tunagrahita di SMALB Negeri Salatiga dan bagaimana upaya
yang dilakukan guru pendidikan agama Islam dalam mengatasi penyimpangan
perilaku tersebut.
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan datanya
dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk analisis data dengan
menggunakan analisis data model interaktif, sedangkan pengecekan keabsahan
datanya menggunakan truangulasi sumber dan metode. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang diamati. Penelitian ini dilaksanakan di SMALB Negeri
Salatiga Bulan Agustus sampai dengan September. Subjek dalam penelitian ini
adalah narasumber utama yang dapat memberikan informasi data yang
dibutuhkan untuk mengungkap permasalahan dalam penelitian ini, adapun
subjeknya yaitu Guru pendidikan agama Islam. Sedangkan informannya adalah
Kepala Sekolah dan siswa. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan
berupa metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam penyajian
keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber dan triangulasi metode.
Tehnik analisis data dalam penelitian ini yaitu 1) data reduction (reduksi data),
2) data display (penyajian data), 3) drawing conclusion/ verification (penarikan
kesimpulan/verifikasi).
Hasil penelitian ini berdasarkan yang telah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk-bentuk
penyimpangan perilaku yang dilakukan anak tunagrahita antara lain: 1) tindakan
anti sosial 2) tindakan yang tidak sesuai dengan norma di masyarakat.
Sedangkan peran yang dilakukan guru pendidikan agama Islam dalam hal
mengatasi penyimpangan perilaku anak tunagrahita yaitu 1) konseling
individual/pribadi. 2) metode pembiasaan yang dilaksanakan pada saat di dalam
kelas maupun di luar kelas. 3) home visiting.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………… ............................................... i
LEMBAR BERLOGO ............................................................................ ii
HALAMAN SAMPUL DALAM ........................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN............................................... vi
MOTTO................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................ ix
ABSTRAK .............................................................................................. xii
DAFTAR ISI ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian.................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian................................................................ 9
1. Manfaat Teoritis ............................................................ 9
2. Manfaat Praktis ............................................................. 9
E. Penegasan Istilah .................................................................. 9
1. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam ......................... 10
2. Mengatasi Kenakalan Siswa Tunagrahita ..................... 11
F. Sistematika Penulisan ........................................................... 11
xiv
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................ 13
A. Landasan Teori ..................................................................... 13
1. Upaya Guru ................................................................... 13
a. Pengertian Upaya ................................................... 13
b. Pengertian Guru ..................................................... 13
c. Syarat Guru ............................................................ 18
d. Tugas Guru ............................................................. 21
2. Pendidikan Agama Islam .............................................. 24
a. Pengertian pendidikan Agama Islam ..................... 24
b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam ........ 26
3. Tunagrahita .................................................................. 30
a. Pengertian Tunagrahita .......................................... 30
b. Klasifikasi Anak Tunagrahita ................................ 31
c. Karakteristik Tunagrahita ...................................... 33
d. Faktor Penyebab Tunagrahita ................................ 37
4. Penyimpangan Perilaku/Abnormal ............................... 38
a. Pengertian Perilaku Abnormal ............................... 38
b. Sebab-sebab Perilaku Abnormal ............................ 39
c. Bentuk-bentuk Perilaku menyimpang .................... 43
B. Kajian pustaka ...................................................................... 45
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... 47
A. Jenis Penelitian ..................................................................... 47
B. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................ 48
C. Sumber Data ......................................................................... 48
D. Prosedur Pengumpulan Data ............................................... 50
E. Analisis Data ........................................................................ 52
F. Pengecekan Keabsahan Data ................................................ 54
xv
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA ..................................... 57
A. Gambaran Umum SMALB Negeri Salatiga......................... 57
1. Sejarah singkat SMALB Negeri Salatiga ...................... 57
2. Profil Sekolah ................................................................ 58
3. Visi, Misi, dan Tujuan ................................................... 61
4. Struktur Organisasi SMALB Negeri Salatiga ............... 62
5. Keadaan Guru dan Siswa .............................................. 63
6. Keadaan Sarana dan Prasarana SMALB Negeri Salatiga64
B. Analisis Data ........................................................................ 66
1. Bentuk-bentuk Penyimpangan Perilaku Anak Tunagrahita 66
2. Upaya Guru PAI dalam Mengatasi Penyimpangan
perilaku Siswa Tunagrahita ........................................... 69
BAB V PENUTUP ................................................................................. 82
A. Kesimpulan........................................................................ ..82
B. Saran .................................................................................. ..83
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 84
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................
RIWAYAT HIDUP PENULIS .............................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Riwayat Hidup
2. SKK
3. Nota Pembimbing Skripsi
4. Surat Permohonan Izin Penelitian
5. Surat Keterangan Melakukan Penelitian
6. Lembar Konsultasi
7. Kode Penelitian
8. Pedoman Wawancara
9. Hasil Wawancara
10. dokumentasi
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya. Tidak ada satu anak manusia yang diciptakan sama satu dengan
yang lainnya. Anak adalah karunia terbesar yang diberikan Tuhan Sang
Maha Pencipta kepada umat manusia. Tuhan mempunyai rahasia tersendiri
sehingga ada anak yang dilahirkan normal dan ada pula yang dilahirkan
istimewa (berkebutuhan khusus). Banyak masyarakat memandang sebelah
mata tentang anak berkebutuhan khusus karena perbedaan fisik, mental,
intelegensi dan emosional. Di dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan bahwa
semua manusia sama dimata Allah dan tidak ada yang dibedakan. Seperti
firman Allah dalam Surah An-Nuur ayat 61:
Artinya : Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang
pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu
sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di
rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-
2
saudaramuyang laki-laki, di rumah saudara-saudaramu yang perempuan,
di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara bapakmu
yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah
saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya
atau di rumah kawan-kawanmu, tidak ada halangan bagi kamu makan
bersama-sama mereka atau sendirian.
Di dalam ayat tersebut mengandung makna kesetaraan yaitu bahwa
tidak ada halangan bagi masyarakat untuk bergabung bersama dengan
mereka yang berkebutuhan khusus seperti penyandang tunanetra,
tunarungu, tunadaksa atau bahkan tunagrahita. Mereka berhak untuk
melakukan aktivitas sehari-hari bersama orang-orang normal tanpa adanya
diskriminasi seperti layaknya masyarakat pada umumnya. Perbedaan yang
terdapat pada anak berkebutuhan khusus bukanlah hukuman dari Allah
SWT, karena semua manusia sama tanpa melihat dari kesempurnaan fisik.
Dalam Islam anak berkebutuhan khusus bukanlah anak yang
seharusnya dihindari, dicaci, dan dihina melainkan diberikan kasih sayang
yang setara dengan anak normal pada umumnya, karena mereka hanyalah
manusia yang diuji Allah dengan keterbatasan. Allah SWT menghadirkan
anak dengan keterbatasan di dalam sebuah keluarga karena ada maksud
dan tujuannya. Menghadapi kenyataan memiliki anak sebagai penyandang
gangguan Intelegensi atau anak tunagrahita tidaklah mudah bagi orang tua,
terutama jika dihadapi oleh orang tua yang kurang pemahamannya
terhadap semua permasalahan ketunaan tersebut, baik itu tentang apa dan
bagaimana ketunagrahitaan itu, serta penanganan yang harus dilakukan
guna mencapai keberhasilan pada tugas perkembangan anak. Jadi sebagai
orangtua yang diberi amanah oleh Allah harus berlapang dada dan
3
menerima dengan ikhlas serta menjaga, merawat dan membesarkannya
sebagaimana mestinya karena terdapat hikmah yang dapat di ambil untuk
keluarga maupun masyarakat.
Mereka yang menyandang cacat bukan kehendak mereka sendiri
namun itu adalah pemberian Allah sang Kholiq. Masyarakat sekitar sering
mengcemooh anak tunagrahita dikarenakan banyak yang kurang suka
tentang kehadiran anak tunagrahita tersebut. Anak ini cenderung meniru
apa yang ada di masyarakat dan apa yang dilihatnya, anak ini sering kali
belajar sesuatu dengan kenyataan atau abstrak. Kurangnya pengawasan
menyebabkan perilaku anak tersebut cenderung sering ke hal-hal yang
negatif dan anak melakukan hal-hal yang menyimpang terhadap kehidupan
masyarakat dalam sosialisasinya. Dalam dunia ini pendidikan bagi anak
cacat kurang diperhatikan. Jika keadaan seperti ini dibiarkan saja maka
dunia pendidikan dan pandangan masyarakat terhadap mereka akan tetap
stagnan dan berhenti seperti itu terus. Sebagaimana manusia mereka juga
membutuhkan pendidikan, karena pendidikan sudah menjadi salah satu
kebutuhan manusia. Mendidik anak cacat tidak semudah mendidik anak-
anak normal, terutama dalam membentuk karakter karena anak-anak cacat
mental mempunyai ciri-ciri yang khusus sesuai dengan kecacatannya.
Sebagaimana pendidikan yang diterapkan kepada anak disabilitas mereka
memerlukan pelayanan secara khusus dengan sarana dan prasarana/alat-
alat khusus, guru yang khusus, bahkan kurikulum yang khusus pula.
4
Salah satu anak berkebutuhan khusus yaitu anak tunagrahita atau
anak dengan gangguan intelektual rendah. Seorang dikatakan tunagrahita
apabila memiliki tiga faktor, yaitu: (1) keterhambatan fungsi kecerdasan
secara umum atau di bawah rata-rata. Hal ini mengakibatkan anak
tunagrahita tidak mampu bergaul dengan teman seusianya. Oleh sebab itu,
mereka bergaul dengan anak yang usianya di bawah usia mereka. (2)
ketidakmampuan dalam perilaku adaptif dan bersosial. Dalam keseharian
anak tunagrahita tidak mampu untuk adaptasi dan bersosialisasi dengan
baik dikarenakan intelektual mereka yang rendah di bawah rata-rata. (3)
terjadi selama perkembangan sampai usia 18 tahun. (Salim Choiri &
Munawir Yusuf, 2009:56).
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam kemampuan berfikir,
oleh karena itu anak tunagrahita tidak mampu untuk mengingat suatu hal
lebih lama dibanding anak normal. Mengalami permasalahan dalam
pembelajaran, jadi guru memberikan penjelasan terkait materi dengan
menggunakan metode yang khusus dan butuh kesabaran yang lebih dalam
mengajar. Adaptasi sosial dalam hal menyesuaikan diri dengan
lingkungannya anak tunagrahita dikatakan kurang karena intelektual yang
rendah dan mereka lebih banyak diam menyendiri. Ketidakmampuan
komunikasi dan merawat diri dengan baik, karena intelektual di bawah
rata-rata, contohnya anak tunagrahita dengan kategori berat mereka tidak
mampu untuk mandi sendiri, memakai baju sendiri, makan sendiri, semua
aktivitas membutuhkan bantuan dari orang lain. Mereka kurang mampu
5
bergaul, tidak mampu berpartisipasi, maka dari itu anak tunagrahita lebih
memfokuskan pada program bina diri agar mereka mampu untuk hidup
mandiri dan tidak terlalu bergantung pada lingkungan sekitarnya serta
dapat beradaptasi dengan lingkungan (Wawancara dengan Pak Eko 11
Agustus 2018).
Perilaku menyimpang termasuk dalam kategori perilaku abnormal.
Kebanyakan psikolog saat ini mengakui bahwa perilaku abnormal
disebabkan oleh kombinasi faktor biologis, psikologis dan sosial (Kendler
& Prescott, 2006; Rutter & Rutter, 1993). Perilaku abnormal anak
tunagrahita disebabkan oleh faktor biologis. Rendahnya kapasitas mental
pada anak tunagrahita sangat mempengaruhi terhadap kemampuannya
untuk menjalankan fungsi-fungsi sosialnya seperti kurangnya perilaku
adaptif atau kesulitan pada dirinya sendiri untuk bertingkah laku sesuai
dengan norma yang ada di masyarakat.
Menurut Reynolds, C.D dalam buku Bandi Delphie, (2007:153)
mengemukakan bahwa siswa berkelainan khusus dengan hendaya
perkembangan (tunagrahita) nampak sebagai perilaku non-adaptif atau
ketidakmampuan menyesuaikan diri, antara lain: berjalan tidak seimbang,
adanya kekakuan pada jari tangan, suka mengoceh, tidak dapat diam,
sering mengganggu temannya, sulit berkomunikasi dengan cara lisan,
mudah marah (emosional). Anak tunagrahita termasuk kategori retardasi
mental, yaitu gangguan yang telah tampak sejak masa kanak-kanak dalam
bentuk fungsi intelektual dan adaptif yang secara signifikan berada di
6
bawah rata-rata. Penderita retardasi mental mengalami kesulitan dalam
berbagai aktivitas sehari-hari sampai ke tingkat yang mencerminkan
beratnya defisit kognitif mereka serta jenis dan banyaknya bantuan yang
mereka terima. Penderita retardasi mental memperlihatkan kemampuan
dan kepribadian yang sangat beragam.
Fenomena yang sering terjadi pada anak tunagrahita, bahwa mereka
tidak mempunyai pengetahuan yang cukup untuk membedakan mana
perilaku yang benar dan tidak karena fungsi intelektualnya yang rendah.
Masalah gangguan kepribadian dan emosi dalam memahami kondisi
karakteristik mentalnya nampak jelas bahwa anak tunagrahita kurang
memiliki kemampuan berfikir, keseimbangan pribadinya kurang konstan
atau labil, kadang-kadang stabil dan kadang-kadang kacau. Kondisi yang
demikian itu dapat dilihat dalam penampilan tingkah lakunya sehari-hari,
misalnya: berdiam diri berjam-jam lamanya, gerakan yang hiperaktif,
mudah marah, dan mudah tersinggung, suka mengganggu orang lain
disekitarnya (bahkan tindakan merusak atau destruktif). Hal tersebut
menunjukkan adanya perilaku menyimpang pada anak tunagrahita dan
membutuhkan pendampingan serta bimbingan khusus dari guru.
Bimbingan tersebut bertujuan untuk mengurangi tingkat penyimpangan
perilaku yang dilakukan anak tunagrahita sehingga mereka mampu untuk
bersosialisasi dengan baik di dalam lingkungan sekolah maupun
masyarakat. Karena tidak adanya guru bimbingan konseling maka yang
bertugas untuk mendampingi dan membimbing anak berkebutuhan khusus
7
yaitu guru kelas dan guru pendidikan Agama Islam (Observasi 11 Agustus
2018).
Anak berkebutuhan khusus (ABK) memang berbeda dengan anak
normal pada umumnya, baik dari segi fisik, mental, maupun secara
pemikiran. Meskipun demikian anak berkebutuhan khusus harus memiliki
kesamaan perlakuan seperti yang telah dirasakan anak-anak normal, tidak
terkecuali dalam masalah pendidikan. Karena pendidikan sangatlah
penting bagi setiap manusia dalam rangka mengembangkan segala
potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima oleh setiap warga
negara. Seluruh warga negara tanpa terkecuali termasuk di dalamnya anak
berkebutuhan khusus mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan
pendidikan, hal tersebut dijamin oleh UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang
mengemukakan “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
Pada UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional,dijelaskan dalam pasal 5 ayat (1) dan (2) menyatakan: (1) Setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu. (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental intelektual, dan atau sosial berhak mendapatkan pendidikan
khusus.
SMALB Negeri Salatiga merupakan salah satu institusi yang
memberikan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus mulai
dari anak tunarungu, tunagrahita, tuna wicara, tunanetra dan tunadaksa
yang didalamnya terdapat proses belajar mengajar (wawancara guru PAI).
8
Berdasarkan hasil observasi dari peneliti bahwa sebagian besar siswa di
SMALB Negeri Salatiga masih banyak yang melakukan penyimpangan
perilaku khususnya pada siswa tunagrahita. Untuk itu peneliti menjadi
tertarik untuk mengadakan penelitian lebih mendalam tentang upaya guru
pendidikan agama Islam dalam mengatasi perilaku kurang baik siswa
tunagrahita di SMALB Negeri Salatiga. Berdasarkan hal-hal tersebut
peneliti mengajukan judul penelitian yang berjudul : “Upaya Guru PAI
Dalam Mengatasi Penyimpangan Perilaku Anak Tunagrahita di SMALB
Negeri Salatiga Tahun Ajaran 2018/2019”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka dengan hal tersebut dapat diambil rumusan masalah untuk penelitian
ini sebagai berikut :
1. Apa saja bentuk penyimpangan perilaku siswa tunagrahita SMALB
Negeri Salatiga?
2. Bagaimana upaya guru pendidikan agama Islam dalam mengatasi
kenakalan siswa tunagrahita?
C. Tujuan penelitian
Didalam suatu penelitian selalu memiliki tujuan, adapun tujuan dalam
penulisan ini adalah :
1. Untuk mengidentifikasi penyimpangan perilaku Siswa tunagrahita
SMALB Negeri Salatiga.
9
2. Untuk mengetahui peran guru pendidikan agama Islam dalam
mengatasi kenakalan siswa tunagrahita di SMALB Negeri Salatiga.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
a. Memberi kejelasan secara teoritis tentang upaya guru Pendidikan
agama Islam dalam mengatasi penyimpangan perilaku siswa
tunagrahita sedang di SMALB Negeri Salatiga.
b. Sebagai tambahan Khazanah keilmuwan pendidikan Islam
terutama tentang bagaimana peran guru pendidikan agama Islam
dalam menanggulangi kenakalan siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi tenaga pendidik, dalam hal ini guru diharapkan dapat
melakukan pendekatan dan keteladanan terhadap siswa untuk
meminimalisir perilaku yang kurang baik bagi siswa.
b. Untuk menambah wawasan bagi peneliti mengenai kegiatan guru
pendidikan agama Islam dalam mengatasi penyimpangan perilaku
siswa tunagrahita di SMALB Negeri Salatiga.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalah pahaman dan kekeliruan dalam
penulisan skripsi ini, maka penulis akan mengemukakan beberapa istilah
pokok, yakni :
10
1. upaya Guru pendidikan Agama Islam
a. Upaya
Dalam kamus etismologi kata upaya memiliki arti yaitu yang
didekati atau pendekatan untuk mencapai suatu tujuan ( Ngajenan,
1990 : 177).
b. Guru
Guru adalah sosok yang memiliki rasa tanggung jawab
sebagai seseorang pendidik dalam menjalankan tugas dan
fungsinya sebagai seorang guru professional yang pantas menjadi
figure atau teladan bagi peserta didiknya (Roqib dan Nurfuadi,
2009 : 23).
c. Pendidikan
Pendidikan adalah proses sosialisasi, memasyarakatkan
nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam kehidupan
(Rosyadi, 2004 : 136).
d. Agama
Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan
dengan mengadakan hubungan dengan Dia melalui upacara,
penyembahan dan permohonan, dan bentuk sikap hidup manusia
menurut atau berdasarkan ajaran agama itu (Ali, 2008 : 40).
e. Agama Islam
Agama Islam adalah Agama Allah yang disampaikan
kepada nabi Muhammad, untuk diteruskan kepada seluruh umat
11
manusia, yang mengandung ketentuan-ketentuan keimanan
(aqidah) dan ketentuan ibadah dan mu’amalah (syari’ah) yang
menentukan positif berfikir, merasa, dan berbuat, dan proses
terbentuknya kata hati (Salimi dan Ahmadi, 1991 : 4).
2. Kenakalan Siswa Tunagrahita
a. Kenakalan
Kenakalan adalah suka berbuat kurang baik (tidak menurut,
mengganggu, terutama bagi anak-anak) atau sikap nakal dan
perbuatan nakal (Poerdarminta, 1982 : 670), yang artinya sifat
nakal atau tingkah laku yang menyimpang dari norma yang
berlaku.
b. Siswa
Siswa adalah peserta didik yang berusaha dalam
mengembangkan potensi dalam dirinya melalui proses
pembelajaran.
c. Tunagrahita
Tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan fungsi
kecerdasan intelektual dan adaptasi sosial yang terjadi pada masa
perkembangannya (nunung, 2012 : 27).
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dari penelitian skripsi
maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut :
12
BAB 1 : PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, penegasan istilah, manfaat
penelitian, metode pengumpulan data, analisis data dan
sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Berisi tentang pengertian upaya guru Pendidikan
Agama Islam, pengertian guru Pendidikan Agama Islam,
pengertian tentang upaya guru pendidikan agama Islam
dalam mengatasi kenakalan siswa Tunagrahita, teori
kenakalan remaja di SMALB Negeri Salatiga.
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisi tentang jenis penelitian, lokasi dan waktu
penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data,
analisis data, pengecekan keabsahan data.
BAB IV : PEMBAHASAN
Berisi tentang upaya guru Pendidikan Agama
Islam dalam mengatasi kenakalan siswa dan langkah-
langkah yang ditempuh dalam mengatasi kenakalan siswa
tunagrahita di SMALB Negeri Salatiga Tahun 2018.
BAB V : Berisi kesimpulan dan saran.
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Upaya
Suatu usaha, akal, atau ikhtiar untuk mencapai suatu
maksud, memecahkan persoalan, dan mencari jalan keluar
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998 : 995).
b. Pengertian Guru
Guru atau pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung
jawab memberikan pertolongan pada peserta didik, agar
mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri, dan
memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam
mengerjakan tugas, taat sebagai hamba Allah SWT dan
mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai
makhluk mandiri (Nata, 2010 : 159). Seseorang guru adalah
pendidik di lembaga formal atau disekolah. Guru sering pula
disebut dengan pendidik, pembantu karena guru menerima
limpahan sebagai tanggung jawab orang untuk menolong dan
membimbing anak (Ahmad dan Nur, 1991 : 241 : 242).
Peran guru artinya keseluruhan tingkah laku yang harus
dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru
(Tohirin, 2006 : 165). Guru mempunyai peran yang luas
14
karena faktor utama dalam keseluruhan proses pendidikan.
Seperti yang dikatakan oleh Asep Yonny bahwa guru memiliki
peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Guru tidak
sekedar dituntut memiliki kemampuan mentransformasikan
pengetahuan dan pengalamannya, memberikan ketauladanan,
tetapi juga diharapkan mampu menginspirasi anak didiknya
agar mereka dapat mengembangkan potensi diri dan memiliki
akhlaq yang baik (Yonny, 2011 : 9).
Pendidik adalah orang yang secara langsung bertanggung
jawab untuk membawa peserta didik ke arah yang dicita-
citakan. Seorang pendidik dituntut tanggung jawab yang besar.
Untuk itu diperlukan beberapa kompetensi pokok. Pertama
kompetensi keilmuan, seorang pendidik mesti memiliki ilmu
yang kadarnya layak untuk mengajar pada tingkat dan program
tertentu. Kedua kompetensi keterampilan mengkomunikasian
keilmuwan. Ketiga kompetensi moral akademik. Saat sekarang
dalam undang-undang tentang Guru dan Dosen telah
ditetapkan empat kompetensi yaitu Kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional (daulay dan Nurgaya, 2012 : 20).
Menurut pengertian secara umum guru adalah seorang yang
memberikan pembelajaran alam lingkungan lembaga
pendidikan formal maupun non formal. Maka guru dapat
15
didefinisikan sebagai orang yang memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik (Djamarah, 2005 : 31).
Guru adalah seseorang yang kerjanya mengajar serta
mendidik yang merupakan sebuah profesi yang memerlukan
keahlian dan keterampilan khusus sebagai seorang pengajar.
Seorang pendidik yang professional memiliki tugas penting
yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik melalui
pendidikan formal. Tugas guru adalah melaksanakan berbagai
usaha untuk menolong anak didik dalam menuju kedewasaan,
salah satu diantara sekian banyak usaha yang dapat dilakukan
ianlah dengan mengajar. Usaha lain umpanya memberikan
contoh yang baik, pembiasaan, memberikan hadiah, pujian,
hukuman, larangan, dan sebagainya (tafsir, 2008 : 7). Guru
dalam sejarah hidupnya senantiasa menghargai kejayaan anak
didiknya serta sanggup berkorban dan melakukan apa saj untuk
manfaat dan kesejahteraan orang lain. Firman Allah SWT di
dalam Al Qur’an surat Al Mujadaalah : 11
نو ٱأ يه ا ي ام ا قيل ل كم لذين ء ج ل ٱت ف سحوا في ا إذ ح س حوا ي ف ف ٱلس ف م ل كم ٱس لل
ا قيل إذ ٱف ع نشزوا ي ر ٱنشزوا ف ٱو نوا منكم ٱلل ام م عل ل ٱلذين أوتوا ٱو لذين ء
ج ب ٱو ت د ر ا ت ع لل بير م لون خ ١١ م
Artinya : Hai orang-orang beriman apabila dikatakan
kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
16
untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Seorang guru adalah aktor utama disamping sebagai
orang tua dan elemen lainnya kesuksesan pendidikan yang
dicanangkan. Tanpa keterlibatan aktif guru, pendidikan kosong
dari materi, esensi, dan subtansi. Secanggih apapun sebuah
kurikulum, visi, misi, dan kekuatan finansial, sepanjang
gurunya pasif, maka kualitas pendidikan akan merosot tajam.
Sebaliknya sejak kapanpun sebuah kurikulum, visi, misi, dan
kekuatan finansial, jika gurunya inovatif, progresif, dan
produktif, maka kualitas lembaga pendidikan akan maju pesat.
Lebih lagi jika sistem yang baik ditunjang dengan kualitas
guru yang inovatif, maka kualitas lembaga pendidikan akan
semakin dahsyat (Asmani, 2009 : 6). Untuk menjadi guru yang
inovatif dan professional sangatlah penting bagi kemajuan
peserta didiknya. Karena pendidik memiliki tugas dan
tanggung jawab terhadap kecerdasan anak bangsa di Indonesia.
Pendidik ialah tenaga professional yang diserahi tugas
dan tanggung jawab untuk menumbuhkan, membina,
mengembangkan bakat dan minat, kecerdasan akhlaq, moral,
pengalaman, wawasan, dan ketrampilan peserta didik. Seorang
pendidik adalah orang yang berilmu pengetahuan dan
17
berwawasan luas, memiliki keterampilan, pengalaman,
kepribadian mulia, memahami, yang tersurat dan tersirat,
menjadi cotoh dan model bagi muridnya, senantiasa membaca
dan meneliti, memiliki keahlian yang dapat diandalkan, serta
menjadi penasehat (Nata, 2010 : 165). Sehingga guru atau
pendidik mempunyai peran penting dalam membentuk karakter
anak didiknya untuk lebih baik dan berakhlaq mulia yang
berguna bagi bangsa dan Negara (Asmani, 2009 : 160).
Seorang guru memiliki dua sisi yang tidak dapat
dilepaskan yaitu kelebihan dan kekurangan, kelebihan yang
ada sangat baik untuk ditingkatkan. Menjadi guru yang ideal
dan inovatif yang menjunjung tinggi integritas moral,
emosional, spiritual, question dan sosial. Dan kelemahan yang
harus dikurangi sedikit demi sedikit, sehingga bisa menjadi
teladan bagi murid dan lingkungan sosialnya (Asmani, 2009 :
9). Untuk itu pendidik harus rela melayani dan sadar bahwa :
1) Anak adalah makhluk yang berpribadi, karena itu harus
diperlakukan sesuai dengan kepribadiannya.
2) Anak untuk berkembang sendiri kemampuannya masih
terbatas.
3) Anak adalah makhluk manusia yang selalu ingin
berkembang.
18
4) Atas dasar keterbatasan tersebut anak membutuhkan
pertolongan dan bantuan pelayanan dari pendidik/ orang tua
(Ahmadi dan Nur, 1991 : 13).
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan
bahwa guru adalah orang yang profesinya mengajar, melakukan
profesi transfer ilmu yang dimilikinya kepada siswa. Atau juga
bisa diartikan guru adalah salah satu unsur yang berperan dalam
proses belajar mengajar, tanpa kehadiran guru niscaya tujuan
PAI tidak dapat tercapai. Guru merupakan faktor penentu bagi
keberhasilan pendidikan disekolah karena guru merupakan
pusat informasi dan pembentuk rupa mental peserta didik.
c. Syarat Guru
Dilihat dari ilmu pendidikan Islam, secara umum untuk
menjadi seorang Guru Pendidikan Agama Islam yang baik dan
dapat bertanggung jawab haruslah memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan. Menurut Zakiyah Darajat (2004 : 41),
syarat-syarat tersebut antara lain :
1) Taqwa kepada Allah SWT
Taqwa adalah mentaati atau melaksanakan segala
perintah Allah. Sebab ia adalah teladan bagi umat-Nya.
Sejauh mana seorang guru mampu memberikan teladan
baik bagi muridnya, sejauh itu punlah ia akan berhasil
19
mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa
yang baik dan mulia.
2) Berilmu
Syarat utama untuk menjadi seorang guru adalah
berilmu. Sehingga ijazah bukan semata-mata secarik
kertas, tetapi sesuatu bukti bahwa pemiliknya telah
memiliki ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu
yang diperlukan untuk suatu jabatan. Guru pun harus
mempunyai ijazah supaya ia diperbolehkan mengajar
kecuali dalam keadaan darurat. Misalnya jumlah murid
sangat meningkat sedang jumlah gru jauh daripada
mencakup, maka terpaksa menyimpang untuk sementara
yakni menerima guru yang belum berijazah tapi dalam
keadaan normal dan patokan bahwa makin tinggi
pendidikan guru makin tinggi pula derajat masyarakat.
3) Sehat Jasmani
Kesehatan jasmani kerap kali dijadikan salah satu
syarat bagi mereka yang melamar sebagai guru. Guru yang
mengidap penyakit menular upamanya sangat
membahayan kesehatan siswa-siswanya.
20
4) Berkelakuan Baik
Budi pekerti guru maha penting dalam pendidikan
murid. Guru harus menjadi suri tauladan bagi anak
didiknya.
Menurut (Yunus Namsa 2000 : 89), syarat-syarat bagi
Guru Pendidikan Agama Islam yang baik sebagai berikut :
1) Zuhud.
2) Kebersihan guru.
3) Ikhlas dalam mengajar
4) Pemaaf.
5) Harus mengetahui tabi’at murid.
6) Harus mengetahui mata pelajaran yang diajarkan.
Menurut (Oemar hamalik, 2001 : 118) pekerjaan guru
adalah professional, maka untuk itu menjadi guru harus pada
memenuhi persyaratan yang berat. Beberapa diantaranya ialah
:
1) Harus memiliki bakat sebagai guru,
2) Harus memiliki keahlian sebagai guru,
3) Memiliki kepribadian yang baik dan terintergrasi,
4) Memiliki mental yang kuat,
5) Berbadan sehat,
6) Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas,
21
7) Guru adalah manusia yang berjiwa pancasila,
8) Guru adalah warga Negara yang baik.
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa untuk
menjadi seorang guru bukanlah hal yang mudah, ia harus
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan antara lain
taqwa kepada Allah, taat pada agama, menguasai ilmu
pengetahuan agama, zuhud, ikhlas, sehat jasmani dan rohami,
dan ia juga mampu mempengaruhi anak didik kea rah yang
lebih baik.
d. Tugas Guru
Secara umum guru memiliki banyak tugas, baik berkaitan
oleh dinas maupun diluar dinas dalam bentuk pengabdian.
Menurut Uzer Usman (2005:6-7) ada tiga jenis tugas guru
yakni tugas dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan, dan
tugas dalam bidang kemasyarakatan.
1) Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar
dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan
mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
2) Tugas guru dalam bidang kemanusian di sekolah harus
dapat menjadikan drinya sebagai orang tua kedua. Ia harus
menarik simpati sehngga ia menjadi idola para siswanya.
22
Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya akan mejadi
motivasi bagi siswanya dalam belajar.
3) Tugas guru dalam masyarakat, seorang guru diharapkan
masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini
berartti bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa
menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya
berdasarkan pancasila.
Berbeda dengan guru-guru bidang studi lain, guru
pendidikan agama Islam disamping melakukkan tugas
pengajaran yaitu memberitahu pengetahuan keagamaan, ia
juga melaksanakan tugas pengajaran dan pembinaan bagi
pesertsa didik, membantu pembentukan kepribadian,
pembinaan akhlak serta menumbuh kembangkan keimanan
dan ketaqwaan para peserta didik.
Menurut Muhaimin (2002: 83), tugas guru
pendidikan agama Islam adalah berusaha secara sadar untuk
membimbing, mengajar dan melatih siswa agar dapat:
1) Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan
keluarga.
2) Menyalurkan bakat dan minatnya dalam mendalami
bidang agama serta mengembangkan secara optimal
23
sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan
dapat pula bermanfaat bagi orang lain.
3) Memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurang-kurangan
dan kelemah-kelemahannya dalam keyakinan,
pengalaman dan pengamalan ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
4) Menangkal dan mencegah pengaruh negatif dari
kepercayan, paham atau budaya lain yang
membahayakan dan menghambat perkembangan
keyakinan siswa.
5) Menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang sesuai
ajaran Islam.
6) Menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman hidup untuk
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
7) Mampu memahami, mengilmu pengetahuan Agama
Islam secara menyeluruh sesuai dengan daya serap
siswa dan keterbatasan waktu yang tersedia.
Dapat pula dikatakan bahwa tugas yang harus
dilakukan oleh Guru Pendidikan Agama Islam adalah
mengajak orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik
dengan dakwah Islamiyah yang bertujuan mengajak umat
Islam untuk amar makruf nahi mungkar.
24
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa tugas Guru
Pendidikan Agama Islam tidak hanya mengajar di kelas,
tetapi juga meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa
kepada Allah SWT, memperbaiki kesalahan dan
kekurangan pada dirinya dan peserta didik, sebagai
tauladan untuk mengajak orang lain berbuat baik,
pembinaan akhlak, serta pembawaan normal agama di
tengah-tengah masyarakat.
2. Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Pendidikan Agama Islam
adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayai, hingga
mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntutan
untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya
dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud
kesatuan dan persatuan bangsa (Kementerian Pendidikan, 2002
: 3).
Dan untuk mencapai pengertian tersebut maka harus ada
serangkaian yang saling mendukung antara lain :
1) Pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar, yakni suatu
kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan yang
dilakukan secara berencana dan sadar akan tujuan yang
hendak dicapai.
25
2) Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai
tujuan dalam arti yang dibimbing, diajari dan atau dilatih
dalam peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan
dan pengalaman terhadap ajaran agama Islam.
3) Pendidik/ guru yang melakukan kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan atau latihan secara sadar terhadap pesera
didiknya untuk mencapai tujuan tertentu.
4) Kegiatan PAI diarahkan untuk meningkatkan keyakinan,
pemahaman, penghayatan dan pengalaman terhadap
peserta didik, yang disamping untuk membentuk
kesalehan atau kualitas pribadi juga membentuk kesalehan
sosial (Muhaimin, dkk 1996 : 3).
Menurut Zakiyah Darajat, yang dikutip oleh Abdul Majid
dan Dian Andayani, “Pendidikan Agama Islam adalah suatu
usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar
senantiasa dapat dapat memahami ajaran Islam secara
menyeluruh, lalu menghayati tujuan, yang ada pada akhirnya
dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan
hidup”.
Sedangkan Tayar Yusuf (mengartikan pendidikan agama
Islam sebagai usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan
pengalaman, pengetahuan, kecakapan, dan ketrampilan kepada
26
generasi muda agar menjadi manusia bertaqwa kepada Allah
SWT (Majid, Andayani, 2004 : 13).
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwasanya dalam
penyampaian PAI maupun menerima PAI adalah dua hal yang
dilakukan secara sadar dan terencana oleh peserta didik dan
guru untuk meyakini akan adanya suatu ajaran kemudian
ajaran tersebut difahami, dihayati dan setelah itu diamalkan
atau diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi
disitu juga dituntut untuk menghormati agama lain.
Sedangkan dalam buku “Ilmu Pendidikan Islam” yang
ditulis H.M. Arifin dikatakan Pendidikan Agama Islam adalah
system pendidikan yang dapat memberikan kemampuan
seseorang untuk memimpin kehudpannya sesuai dengan cita-
cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan
mewarnai corak kepribadiannya.
Dengan istilah lain, manusia yang telah mendapatkan
pendidikan Islam itu harus mampu hidup di dalam kedamaian
dan kesejahteraan sebagaimana cita-cita Islam.
b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam
Sebelum lebih jauh menjelaskan tujuan pendidikan agama
Islam terlebih dahulu dijelaskan apa sebenarnya makna dari
“tujuan” tersebut. Secara etimologi “tujuan” adalah
27
diistilahkan dengan ghayat, ahdaf, maqosid. Sedangkan secara
terminologi, tujuan berarti “suatu yang diharapkan tercapai
setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Maka dari itu
segala sesuatu harus memiliki tujuan, karena dengan adanya
tujuan maka hal yang kita inginkan akan tercapai meskipun
kadang sulit untuk mencapainya (Arief, 2002 : 12).
H. M. Arifin menyebutkan bahwa tujuan proses pendidikan
Islam adalah “idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai
Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang
berdasarkan ajaran Islam secara bertahap.
Dan dari sini dapat diketahui betapa pentingnya kedudukan
pendidikan agama Islam dalam membangun manusia Indonesia
seutuhnya, dapat dibuktikan dengan ditempatkannya unsur-
unsur agama dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Pendidikan agama Islam di sekolah atau di madrasah
bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan
melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan,
penghayatanm pengamalan serta pengalaman peserta didik
tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang
terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya,
berbangsa, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang
28
pendidikan yang lebih tinggi (Kementerian Pendidikan, 2002 :
3).
Pendidikan agama Islam juga mempunyai tujuan
pembentukan kepribadian muslim, yaitu suatu kepribadian
yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam. Hal ini berarti
bahwa pendidikan Islam itu diharapkan dapat menghasilkan
manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta
senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran
Islam yang berhubungan dengan Allah SWT dan manusia
sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin
meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di
dunia kini dan di akhirat nanti (Darajat, dkk 2011 : 30).
Sedangkan tujuan pendidikan agama Islam sendiri
diarahkan pada pencapaian tujuan, yakni tujuan jangka panjang
(tujuan umum) adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua
kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara
lain. Tujuan jangka pendek adalah (tujuan khusus) adalah
tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah
pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah
kurikulum. Maka jika kita perhatikan tujuan dari pendidikan
agama Islam adalah sejalan dengan tujuan hidup manusia itu
sendiri.
29
Dengan demikian tujuan pendidikan Islam haruslah
diarahkan pada pencapaian tujuan akhir tersebut, yaitu
membentuk insan yang senantiasa berhamba kepada Allah,
dalam semua aspek kehidupannya.
Pendidikan agama Islam pada jenjang pendidikan
menengah (SMA) bertujuan untuk meningkatkan keyakinan,
pemahaman, penghayatan, dan pengalaman peserta didik
tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Serta berakhlaq
mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan
bernegara, serta untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang
yang lebih tinggi.
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana
dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlaq
mulia dalam mengamalkan agama Islam dari sumber utama
kitab suci Al Qur’an dan hadits, melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Dibarengi
tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam
hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam
masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa
(Sutrisno, 2005 : 20).
30
3. Tunagrahita
a. Pengertian Tunagrahita
Anak-anak dalam kelompok di bawah normal dan atau
lebih lamban daripada anak normal, baik perkembangan sosial
maupun kecerdasan disebut anak terbelakang mental : istilah
resminya di Indonesia disebut anak tunagrahita (PP No. 72
Tahun 1991). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata
“tuna” diartikan sebagai luka, rusak, kurang, atau tidak
memiliki. Tunagrahita adalah sebutan bagi anak-anak yang
memiliki kecerdasan dibawah rata-rata anak normal pada
umumnya.
Tunagrahita adalah anak yang secara signifikan memiliki
kecerdasan dibawah rata-rata anak pada umumnya dengan
disertai hambatan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan
disekitarnya. Mereka mengalami keterlambatan dalam segala
bidang, dan itu sifatnya permanen, rentang memori mereka
pendek terutama yang berhubungan dengan akademik, kurang
dapat berfikir abstrak dan pelik. Untuk anak-anak tunagrahita
tertentu dapat belajar akademik yang sifatnya aplikatif
(Apriyanto, 2012 : 21-22).
Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk
menyebut anak atau orang yang memiliki kemampuan
intelektual dibawah rata-rata atau bisa juga disebut dengan
31
retardasi mental. Tunagrahita ditandai dengan keterbatasan
intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial (Aqila
Smart, 2010 : 49).
Manusia yang terlahir pada keadaan normal pada umumnya
dapat bermanfaat bagi orang lain. Namun tidak menutup
kesempatan bagi mereka yang menyandang tunagrahita.
Meskipun dalam keterbatasan mental, intelektual,
sesungguhnya masih ada potensi yang dapat digali dan
dikembangkan melalui pendidikan. Karena sesungguhnya
status tunagrahita merupakan takdir dari Allah SWT. Seperti
ayat Allah disurat At-tiin : 4
ل ق ل ق د ٱن ا خ ن ت ق أ ح ن في نس ل ٤ ويم س
Artinya : sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya
b. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Pengklasifikasian anak tunagrahita penting dilakukan
karena anak tunagrahita memiliki perbedaan individual yang
sangat bervariasi. Klarifikasi untuk anak tunagrahita
bermacam-macam sesuai dengan disiplin ilmu maupun
perubahan pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita
(Apriyanto, 2012 : 30). Klasifikasi tersebut sekrang telah jarang
digunakan karena terlalu mempertimbangkan kemampuan
akademik seseorang.
32
Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah klasifikasi
yang dikemukakan oleh AAMD(Ammerican Association On
Mentally Deficiency) (hallahan dan wardani, dkk., 2002 : 6.4)
sebagai berikut :
1) Mild Mental Retardation (Tunagrahita ringan) IQ nya 70-
55,
2) Moderate Mental Retardation (Tunagrahita sedang) IQ nya
55-40,
3) Severe Mental retardation (tunagrahita berat) IQ nya (40-
25)
4) Profound Mental Retardation (sangat Berat) IQ nya 25
kebawah.
Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai
dengan PP 72 tahun 1991 adalah sebagai berikut :
1) Tunagrahita Ringan (IQ 50-70)
Mereka yang termasuk dalam kelompok ini
meskipun kecerdasannya dan adaptasi sosialnya terhambat,
namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang
dalam bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial dan
bekerja.
2) Tunagrahita sedang (IQ 30-50)
Mereka yang termasuk dalam kelompok tunagrahita
sedang memiliki kemampuan intelektual umum dan
33
adaptasi perilaku dibawah tunagrahita ringan. Mereka dapat
belajar keterampilan sekolah untuk tujuan-tujuan
fungsional, dan dapat sebagai pekerja bantuan.
3) Tunagrahita berat dan sangat berat ( IQ kurang dari 30)
Anak yang tergolong dalam tunagrahita berat pada
umumnya hampir tidak memiliki kemampuan untuk dilatih
mengurus diri sendiri, melakukan sosialisasi dan bekerja.
Pengkasifikasian Anak Tunagrahita untuk keperluan
pembelajaran sebagai berikut :
1) Educable, merupakan anak pada kelompok ini masih
mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan
anak regular pada kelas 5 Sekolah dasar.
2) Trainable, merupakan anak yang yang mempunyai
kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri,
dan penyesuaian sosial sangat terbatas kemampuannya
untuk mendapat pendidikan secara akademik.
3) Custodia, merupakan anak-anak yang mendapat pelatian-
pelatihan yang terus menerus dan khusus. Dapat melatih
anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan
kemampuan yang bersifat kumonikatif.
34
c. Karakteristik Tunagrahita
1) Karakteristik umum
Depdiknas (2003) mengemukakan bahwa
karakteristik anak tunagrahita yaitu penampilan fisik tidak
seimbang, tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai dengan
usianya, perkembangan bicara/ bahasanya terhambat,
kurang perhatian pada lingkungan, koordinasi gerakannya
kurang dan sering mengeluarkan ludah tanpa sadar.
James D Page yang dikutip oleh suhaeri H. N (Amin
: 1995) menguraikan karakteristik anak tunagrahita sebagai
berikut :
a) Kecerdasan
Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk
hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar
dengan cara membeo (rote-learning) bukan dengan
pengertian.
b) Sosial
Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus,
memelihara, dan memimpin diri. Ketika masih kanak-
kanak mereka harus dibantu terus-menerus,
disingkirkan dari bahaya, dan diawasi waktu bermain
dengan anak lain.
35
c) Fungsi-fungsi mental lain
Mereka mengalami kesukaran memusatkan
perhatian. Minatnya sedikit dan cepat peralihan
perhatian, pelupa, sukar membuat asosiasi-asosiasi,
sukar membuat kreasi baru. Mereka cenderung
menghindar dari berfikir.
d) Dorongan dan emosi
e) Anak yang sangat terbelakang hampir-hampir tidak
memperlihatkan dorongan untuk mempertahankan
dirinya. Kehidupan dan penghayatannya terbatas.
f) Kepribadian
Anak tunagrahita jarang yang mempunyai
kepribadian yang dinamis, menawan, berwibawa dan
berpandangan luas. Kepribadian mereka pada
umumnya mudah goyah.
g) Organisme
Baik struktur tubuh maupun fungsi organismenya,
anak tuna grahita pada umumnya kurang dari anak
normal. Sikap dan gerakannya kurang sigap. Mereka
juga kurang mampu melihat persamaan dan perbedaan.
36
2) Karakteristik Khusus
Wardani, dkk (2002) mengemukakan karakteristik anak
tunagrahita menurut tingkat ketunagrahitaannya sebagai
berikut :
a) Karakteristik Tunagrahita Ringan
Meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang
seusia dengannya, mereka masih dapat belajar
membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
Kecerdasannya berkembang dengan kecepatan antara
setengah dan tiga perempat kecepatan angka normal
dan berhenti pada usia muda.
b) Karakteristik Tunagrahita Ringan
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa
mempelajari pelajaran-pelajaran akademik. Namun
mereka masih memiliki potensi untuk mengurus diri-
sendiri dan dilatih untuk mengerjakan sesuatu dengan
rutin, dapat dilatih berkawan, mengikuti kegiatan dan
menghargai hak milik orang lain. Sampai batas tertentu
mereka selalu membutuhkan pengawasan,
pemeliharaan dan bantuan orang lain.
c) Karakteristik Tunagrahita Berat dan Sangat Berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang
hidupnya akan selalu teragantung pada pertolongan dan
37
bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri
sendiri dan tidak dapat membedakan bahaya dan bukan
bahaya. Mereka juga tidak dapat bicara, kalaupun
hanya bicara hanya mampu mengucapkan kata-kata
atau tanda sederhana saja.
d. Faktor Penyebab Tunagrahita
Para ahli dari berbagai ilmu telah membagi faktor-faktor
penyebab menjadi beberapa kelompok. Straus
mengelompokkan faktor-faktor tersebut menjadi dua gugus
yaitu endogen dan eksogen. Suatu faktor dimasukkan kedalam
gugus endogen apabila letaknya pada sel keturunan, faktor ini
diturunkan. Sedangkan yang termasuk kedalam faktor eksogen
adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya : infeksi dan
virus yang menyerang otak dan benturan, radiasi dan
sebagainya; faktor ini tidak diturunkan.
Berikut ini beberapa faktor penyebab Tunagrahita yaitu :
1) Faktor keturunan
Faktor keturunan terdapat pada sel khusus yang
pada pria disebut spermatozoa dan pada wanita disebut sel
telur (ovarium).
38
2) Gangguan Metabolisme Gizi
Kegagalan dalam metabolism dan kegagalan dalam
pemenuhan kebutuhan akan gizi dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan fisik maupun mental pada individu.
3) Infeksi dan keracunan
Infeksi dan keracunan yang mana terjadi selama
janin masih berada dalam kandungan ibunya tidak secara
langsung akan tetapi lewat penyakit-penyakit yang dialami
ibunya, diantaranya adalah penyakit yang timbul karena
virus rubella, syiphilis, toxoplasmosis, dan keracunan yang
berupa : gradivity syindrome yang beracun, kecanduan
alkohol, obat-obatan atau narkotika.
4) Trauma dan Zat radioaktif
Trauma terjadi pada beberapa bagian tubuh
khususnya pada otak ketika bayi dilahirkan dan terkena
radiasi zat radioaktif selama hamil.
4. Penyimpangan Perilaku/ Perilaku Abnormal
a. Pengertian Perilaku Abnormal
Menurut Kartini (2010 : 6) penyimpangan perilaku dapat
juga disebut dengan kenakalan remaja adalah suatu perbuatan
yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat
yang dilakukan pada usia remaja atau ransisi masa anak-anak
dan dewasa. Sedangkan menurut Jamal Makmur (2012: 94)
39
kenakalan remaja atau penyimpangan perilaku adalah kelainan
tingkah laku/tindakan remaja yang bersifat antisosial,
melanggar norma, sosial, agama, serta ketentuan hukum yang
berlaku dalam masyarakat.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
perilaku abnormal atau penyimpangan perilaku yaitu suatu
perilaku yang berbeda, tidak mengikuti peraturan yang berlaku,
tidak pantas, mengganggu dan tidak dapat dimengerti melalui
kriteria yang biasa di dalam masyarakat.
b. Sebab-sebab Perilaku Abnormal
Berdasarkan sumber asalnya, sebab-sebab perilaku
abnormal menurut Supratiknya, (1995: 25-32) dapat
digolongkan sedikitnya menjadi tiga, yaitu faktor biologis,
faktor psikososial, dan faktor sosiokultural.
1) Faktor Biologis
Yang dimaksud faktor biologis adalah berbagai
keadaan biologis atau jasmani yang dapat menghambat
perkembangan maupun fungsi sang pribadi dalam
kehidupan sehari-hari seperti kelainan gen, kurang gizi,
penyakit dan sebagainya. Pengaruh faktor biologis biasanya
bersifat menyeluruh. Artinya, mempengaruhi seluruh aspek
tingkah laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan
40
terhadap stres. Beberapa jenisnya yang terpenting adalah
sebagai berikut
a) Cacat Genetik
Keadaan ini biasanya berupa kelainan kromosom.
Kelainan struktur atau jumlah kromosom, misalnya
dapat menimbulkan aneka cacat dan gangguan
kepribadian. Contoh: Sindrom Down, yaitu sejenis
keterbelakangan mental akibat adanya trisomi dalam
struktur kromosom penderita; Sindrom Klinefelter,
yakni sejenis kelainan berupa tubuh pria namun dengan
sifat wanita, akibat kelebihan kromosom X pada
kromosom jenis kelamin XXY.
b) Kelemahan Konstitusional
Konstitusi adalah struktur biologis individu yang
relatif menetap akibat pengaruh-pengaruh genetik atau
lingkungan sangat awal, termasuk lingkungan pranatal.
c) Deprivasi Fisik
Malnutrisi atau kekurangan gizi dimasa bayi dapat
menghambat pertumbuhan fisik, melemahkan daya
tahan terhadap penyakit, menghambat pertumbuhan
otak dan berakibat menurunkan tingkat intelegensi.
41
d) Proses-proses Emosi yang Berlebihan
Gejolak emosi ekstrem yang berlangsung singkat
dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk
bereaksi secara tepat dalam situasi-situasi darurat.
Gejolak emosi ekstrem itu dapat berakibat negatif
terhadap penyesuaian diri terhadap orang yang
bersangkutan secara keseluruhan.
e) Patologi Otak
Yang dimaksud adalah gangguan-gangguan organik
atau penyakit yang langsung mengganggu atau
melumpuhkan fungsi otak. Gangguan ini dapat bersifat
sementara misalnya, suhu badan yang tinggi atau
keracunan atau dapat pula bersifat permanen, misalnya
infeksi sipilis. Suhu badan tinggi dan keracunan dapat
menimbulkan delirium atau kekacauan mental,
misalnya dalam bentuk mengigau yang bersifat
sementara sedangkan infeksi sipilis yang menyerang
otak akan menimbulkan gangguan pikosis tertentu yang
lebih sulit disembuhkan.
2) Faktor-Faktor Psikososial
a) Trauma di Masa Kanak-kanak
Trauma (psikologis) adalah pengalaman yang
menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga diri
42
sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit
disembuhkan sepenuhnya. Trauma psikologis yang
dialami pada masa kanak-kanak cenderung akan terus
dibawa sampai ke masa dewasa, terlebih bila trauma
tersebut tidak pernah disadari oleh lingkungan sosial
anak dan dicoba disembuhkan. Akibatnya bila
kemudian hari sesudah dewasa anak itu mengalami
kejadian yang mengingatkannya kembali pada trauma
yang pernah dialaminya itu, maka luka lama itu pun
akan muncul kembali dan menimbulkan gangguan atau
masalah padanya.
b) Deprivasi Parental
Yang dimaksud dengan deprivasi parental adalah
tiadanya kesempatan untuk mendapatkan rangsangan
emosi dari orang tua, berupa kehangatan, kontak fisik,
rangsangan intelektual, emosional dan sosial.
c) Hubungan Orang Tua-Anak yang Patogenik
Yang dimaksud dengan hubungan yang patogenik
adalah hubungan tidak serasi, dalam hal ini diantara
orang tua dan anak, yang berakibat menimbulkan
masalah atau gangguan tertentu pada anak.
43
d) Struktur Keluarga yang Patogenik
Struktur keluarga sangat menentukan corak
komunikasi yang berlangsung di antara para
anggotanya. Struktur keluarga tertentu melahirkan pola
komunikasi yang kurang sehat, dan selanjutnya
berpengaruh terhadap munculnya gangguan perilaku
pada sebagian anggotanya.
3) Faktor-faktor Sosiokultural
Faktor-faktor sosiokultural meliputi keadaan
obyektif dalam masyarakat atau tuntutan dari masyarakat
yang dapat berakibat menimbulkan tekanan pada individu
dan selanjutnya melahirkan berbagai bentuk gangguan,
seperti:
a) Suasana perang dan suasana kehidupan yang diliputi
kekerasan.
b) Terpaksa menjalankan peran sosial yang berpotensi
menimbulkan gangguan, seperti menjadi tentara yang
dalam peperangan harus membunuh musuh, terlibat
dalam situasi kekerasan, dan sebagainya.
c) Menjadi korban prasangka dan diskriminasi
berdasarkan penggolongan tertentu seperti, berdasarkan
suku, agama, ras, afiliasi politik dan sebagainya.
44
d) Resesi ekonomi dan kehilangan pekerjaan.
e) Perubahan sosial dan iptek yang sangat cepat
melampaui kemampuan wajar orang untuk
menyesuaikan diri.
c. Bentuk-bentuk perilaku menyimpang
Menurut Kartini Kartono (2010:49), perilaku menyimpang
dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1) Kenakalan Terisolir (Delinkuensi terisolir)
Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari
remaja nakal. Pada umumnya mereka tidak menderita
kerusakan psikologis.
2) Kenalakan Neurotik (Delinkuensi neurotik)
Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita
gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa
kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan
berdosa, dan lain sebagainya.
3) Kenakalan Psikopatik (Delinkuensi psikopatik)
Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan
tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan,
mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya.
4) Kenakalan Defek Moral (Delinkuensi defek moral)
Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak
lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Mereka merasa cepat
45
puas dengan prestasinya, namun perbuatan mereka sering
disertai agresivitas yang meledak. Remaja yang defek
moralnya biasanya menjadi penjahat yang sukar diperbaiki.
Sedangkan menurut Narwoko (2007:101) bentuk-
bentuk perilaku menyimpang secara umum dapat digolongkn
antara lain:
1) Tindakan nonconform
Perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau
norma-norma yang ada.
2) Tindakan anti sosial atau asosial
Yaitu tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat
atau kepentingan umum.
3) Tindakan-tindakan kriminal
Tindakan yang nyata-nyata telah melanggar aturan-
aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau
keselamatan orang lain.
Dari beberapa paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa
bentuk-bentuk perilaku menyimpang mencakup pelanggaran
norma-norma yang berlaku di masyarakat, dimulai dari tindakan
kecil sampai tindakan kriminal dan dilatarbelakangi oleh beberapa
faktor.
46
B. Kajian Pustaka
Kajian hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan topik
penelitian ini adalah:
Andi Wardana (2015) dalam judulnya “Upaya Kuratif Dalam
Menangani Kenakalan Santri Di Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an
Karang Joho, Kacangan, Andong, Boyolali, menunjukkan bahwa
kenakalan remaja atau penyimpangan perilaku pada masa remaja perlu
penanganan yang serius yaitu dengan menggunakan metode kuratif.
Upaya kuratif yang dilakukan dalam menangani santri sudah
dilaksanakan di pondok pesantren Madrasatul Qur’an untuk mengobati
dan merubah kedudukan santri yang dulunya nakal atau melakukan
penyimpangan perilaku yang melanggar sekarang menjadi lebih baik
dan tidak melakukan penyimpangan perilaku kembali.
Sedangkan Danik Noviasari (2016) dalam judulnya “Upaya Guru
Pendamping Terhadap Perkembangan Religiusitas Siswa Tunagrahita
Di Sekolah Inklusi Sekolah Menengah Al Firdaus Mendungan,
Kartasuro, Sukoharjo, menunjukkan bahwa anak tunagrahita
memerlukan guru pendamping terhadap perkembangan religiusitas
siswa saat proses pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan kedua kajian hasil penelitian terdahulu, dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya kajian hasil penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya menitikberatkan pada upaya penyembuhan
penyimpangan perilaku remaja normal dan perkembangan religiusitas
47
anak tunagrahita. Sedangkan peneliti akan melakukan penelitian
tentang peran guru PAI dalam membimbing siswa tunagrahita di
SMALB yang berfokus pada penyimpangan perilaku atau kenakalan
remaja. Oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian dengan
judul “Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membimbing
Siswa Tunagrahita (Studi Kasus Siswa Kelas XI di SMALB Negeri
Salatiga 2018/2019)” untuk itu penulis hendak melakukan penelitian
tersebut
48
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam menyelesaikan masalah ini peneliti menggunakan penelitian
deskriptif kualitatif. “Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang
ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran
seseorang secara individual maupun kelompok ”(Nana Syaodih S,
2012 : 60). Menurut Sukmadinata (2012: 60) penelitian kualitatif
(Qualilative research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, aktivitas sosial, sikap,
kepecayaan, presepsi, pemikiran, orang secara individu maupun
kelompok.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan
bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data-data deskriptif dari beberapa kondisi tertentu yang
menggunakan metode-metode ilmiah dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai
metode yang ada.
“Metode lapangan merupakan metode penelitian kualitatif yang
dilakukan di tempat atau lokasi di lapangan.” (Andi Prastowo,
2012:183). Sedangkan Moleong (2013:26) menambahkan, penelitian
49
lapangan (Field Research) dapat juga dianggap sebagai pendekatan
luas dalam penelitian kualitatif atau sebagai metode untuk
mengumpulkan data kualitatif. Ide pentingnya adalah bahwa peneliti
berangkat ke lapangan untuk mengadakan pengamatan tentang suatu
keadaan alamiah.
Dalam penelitian ini, penulis mendeskripsikan dan
menggambarkan upaya guru PAI dalam mengatasi penyimpangan
perilaku siswa tunagrahita di SMALB 2018/2019.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMALB Negeri Salatiga. Lokasi
penelitian ini dipilih dengan alasan bahwa di SMALB Negeri Salatiga
memiliki siswa penyandang tunagrahita yang melakukan
penyimpangan perilaku.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2018 – September
2018.
C. Sumber data
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber informasi yang berlangsung
mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan
ataupun penyimpanan data. Data ini berasal dari bacaan dan sumber
50
lainnya yang terdiri dari dokumen-dokumen resmi. Data primer dalam
penelitian ini meliputi dokumen resmi, yakni segala macam bentuk
dokumen, baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan yang
ada pada tanggung jawab badan resmi (Ali, 1987 : 42), yang artinya
data yang diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan dengan
mengamati dan mewawancarai untuk mendapatkan informasi secara
langsung tentang upaya guru PAI dalam mengatasi penyimpangan
perilaku siswa tunagrahitadi SMALB Negeri Salatiga.
Sumber primer dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru
PAI, siswa.
b. Sumber sekunder
Sumber sekunder adalah sumber informasi yang secara tidak
langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap
informasi yang ada padanya. Data sekunder dalam penelitian ini
meliputi dokumen tidak resmi dan segala bentuk dokumen yang
berada atau menjadi tanggung jawab dan wewenang badan yang tidak
resmi atau perorangan, seperti manuskrip, biografi, dan semacamnya
(Ali, 1987 : 42). Sumber data sekunder dalam penelitian ini meliputi
data-data tidak resmi seperti catatan, tulisan tentang sekolah, teman-
teman siswa dan lingkungan siswa.
51
D. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang akurat serta memperhatikan relevansi
data dengan tujuan yang dimaksud, maka dalam pengumpulan data
peneliti menggunakan beberapa teknik, yaitu :
1. Metode observasi
Metode Observasi adalah metode yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan terhadap objek, baik secara langsung
maupun tidak langsung (Ali, 1987 : 91). Metode ini digunakan untuk
mengumpulkan data tentang Observasi dilakukan untuk mengamati
penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh siswa tunagrahita dan apa
upaya guru PAI dalam mengatasi penyimpangan perilaku siswa
tunagrahita di SMALB Negeri Salatiga.
2. Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengadakan Tanya jawab, baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan sumber data. Wawancara
langsung diadakan dengan orang yang menjadi sumber data dan
dilakukan tanpa perantara, baik tentang dirinya maupun tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan dirinya untuk mengumpulkan data
yang diperlukan (Ali, 1987 : 83). Metode ini penulis gunakan untuk
mengumpulkan data yang penulis tanyakan kepada responden dan
untuk mengetahui bagaimana penyimpangan perilaku siswa
tunagrahita dan upaya guru PAI dalam mengatasi penyimpangan
52
perilaku siswa tunagrahita di SMALB Negeri Salatiga tahun
2018/2019.
Wawancara dilakukan kepada guru PAI SMALB Negeri Salatiga
berkaitan dengan penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh siswa
baik di dalam kelas saat proses belajar mengajar berlangsung maupun
di luar kelas serta peran apa yang dilakukan oleh guru dalam
mengatasi hal tersebut. Wawancara juga dilakukan kepada kepala
SMALB Negeri Salatiga berkaitan dengan tingkat penyimpangan
perilaku dari tahun ke tahun. Selanjutnya wawancara dilakukan
kepada wali murid berkaitan dengan penyimpangan perilaku yang
dilakukan siswa di lingkungan rumah.
Wawancara dilaksanakan pada bulan Agustus 2018 sebagai sumber
primer. Metode ini digunakan untuk mencari data yang berhubungan
dengan upaya guru PAI dalam mengatasi penyimpangan perilaku
siswa tunagrahita di SMALB Negeri Salatiga tahun ajaran 2018/2019.
3. Metode dokumentasi
Metode Dokumentasi adalah rekaman peristiwa yang lebih dekat
dengan percakapan, menyangkut persoalan pribadi, dan memerlukan
interpretasi yang hubungannya sangat dekat dengan konteks rekaman
peristiwa tersebut (Bungin, 2011 : 142). Dokumentasi berasal dari
kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam
melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menggunakan rekaman
53
hasil wawancara. Rekaman wawancara digunakan untuk menelaah
lebih detail informasi-informasi yang disampaikan oleh narasumber.
E. Analisis Data
Menurut Imam Suprayogo dan Tobroni (2001 : 191) mengatakan,
analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan,
sistematisasi, penafsiran, dan verifikasi agar sebuah fenomena memiliki
nilai sosial, akademis, dan ilmiah. Menurut Robert Bogdan & Steven J.
Taylor (1992:137) teknik analisis data adalah teknik-teknik yang dapat
digunakan untuk memberi arti kepada beribu-ribu, lembar catatan
pernyataan dan perilaku dalam catatan-catatan anda. “Analisis data
merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus-
menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analitis dan
menulis catatan singkat sepanjang penelitian.” (Creswell, 2016:274).
Dalam sebuah penelitian, teknik analisis data sangat penting untuk hasil
akhir penelitian.
Pada prinsipnya analisis data kualitatif dilakukan bersamaan
dengan proses pengumpulan data. Teknik analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis data interaktif yang dikemukakan oleh
Miles dan Huberman (1992:19-20) mencakup tiga kegiatan bersamaan
yaitu: (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3) penarikan kesimpulan
(verifikasi).
54
1. Reduksi data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian,
pengabstrakan dan transformasi data kasar dari lapangan. Reduksi
data ini berlangsung selama penelitian dilakukan, dari awal sampai
akhir penelitian. Dalam proses reduksi ini peneliti benar-benar
mencari data yang valid. Ketika peneliti menyaksikan dan
memperoleh kebenaran data, akan dicek ulang dengan informasi lain
yang dirasa peneliti lebih mengetahui.
Reduksi data yang dilakukan sebagai proses seleksi, pemfokusan,
penyederhanaan dan abstraksi dari catatan lapangan. Pada saat
penelitian, reduksi data dilakukan dengan membuat ringkasan dari
catatan yang diperoleh dari lapangan dengan membuat coding,
memusatkan tema dan menentukan batas. Reduksi data merupakan
bagian dari analisis data yang mempertegas, memperpendek,
membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian
rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan.
2. Penyajian data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Tahap ini merupakan upaya untuk merakit kembali semua
data yang diperoleh dari lapangan selama kegiatan berlangsung.
Penyajian data dilakukan dengan merakit organisasi informasi.
55
Deskripsi dalam bentuk narasi memungkinkan simpulan peneliti dapat
dilakukan dengan menyusun kalimat secara logis dan sistematis
sehingga mudah dibaca dan dipahami.
3. Menarik kesimpulan atau verifikasi.
Dalam tahap ini, peneliti membuat rumusan yang terkait dengan
prinsip logika, mengangkatnya sebagai temuan penelitian, kemudian
dilanjutkan dengan mengkaji secara berulang-ulang terhadap data
yang ada, pengelompokan data yang telah terbentuk. Langkah
selanjutnya yaitu melaporkan hasil penelitian lengkap, dengan temuan
baru yang berbeda dari temuan yang sudah ada.
F. Pengecekan Keabsahan data
Untuk mendapatkan keabsahan data atau kebenaran data sehingga
hasil penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan, maka, diperlukan teknik
pemeriksaan. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data
digunakan teknik Triangulasi. “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.”
(Lexy J Moleong, 2010:330). Prastowo (2012:33) mengemukakan
triangulasi adalah mencari data atau informasi dari satu pihak harus dicek
kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain. Menurut
Denzin dalam Lexy J moleong (2010:330) membedakan empat macam
triangulasi, yaitu :
56
1. Triangulasi dengan sumber
Triangulasi dengan sumber yaitu membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.
2. Triangulasi dengan metode
Triangulasi jenis ini terdapat dua strategi yaitu pengecekan derajat
kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan
data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan
metode yang sama.
3. Triangulasi dengan penyidik
Teknik ini ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat
lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data.
4. Triangulasi dengan teori
Menurut Lincoln dan Guba dalam Lexy J Moleong beranggapan
bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu
atau lebih teori saja. Maka diperlukan teori lain sebagai pembanding.
Dalam penelitian ini teknik triangulasi yang digunakan adalah
triangulasi sumber dan metode. Penelitian ini menggunakan metode
observasi, wawancara dan dokumentasi. Oleh karena itu dalam
melakukan pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan cara
membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara
57
dengan isi suatu dokumen. Triangulasi metode digunakan untuk
membandingkan data yang diperoleh dari wawancara, observasi
maupun dokumentasi untuk memastikan data yang diperoleh tidak
saling bertentangan.
58
BAB IV
PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum SMALB Negeri Salatiga
1. Sejarah Singkat SMALB Negeri Salatiga
SMALB Negeri Dibawah naungan Departemen Pendidikan
Nasional. Pada awalnya SMALB Negeri Salatiga adalah SDLB Negeri
Mangunsari Salatiga (jenjang sekolah dasar ) yang berdiri tahun 1983
berdasar Inpres Nomor 4 / 1983, dengan jumlah siswa awal 4 anak
jenis ketunaan Tunagrahita (C) yang diasuh oleh 5 orang guru.
Menyesuaikan perkembangan dan sesuai dengan situasi dan kondisi
untuk lebih memberikan fasilitas anak untuk memperoleh layanan
pendidikan, dengan SK Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Tengah Nomor 421.8/24686 Tanggal 25 Juni 2007 Beralih status
menjadi SLB NEGERI SALATIGA yang menyelenggarakan
pelayanan pendidikan jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB.
Data awal tahun pelajaran 2008 / 2009 SLB Negeri Salatiga
melayani pendidikan untuk jenjang : SDLB = 89 Siswa dalam 20 kelas
/ rombel, SMPLB = 29 Siswa dalam 6 kelas / rombel, SMALB = 3
Siswa dalam 1 kelas / rombel, Yang dilayani oleh 28 tenaga guru.
Tahun pelajaran 2015/2016 jumlah peserta didik jenjang SDLB ada
119 siswa, SMPLB ada 41 siswa dan SMALB ada 30 siswa.
Masing-masing jenjang terbagi lagi menjadi beberapa rombongan
belajar (rombel) sesuai dengan jenis ketunaan. Sebagai contoh untuk
59
kelas 1 tuna grahita sedang (1-C1) ada 2 rombel yang masing-masing
menggunakan metode pembelajaran team teaching. Maksud dari team
teaching disini adalah setiap rombel/kelas diampu oleh dua guru. Hal
ini dimaksudkan untuk memperlancar proses belajar mengajar pada
anak berkebutuhan khusus tuna grahita sedang yang masih kecil yang
masih sangat membutuhkan perhatian lebih dari guru pengampu.
2. Profil Sekolah
a. Identitas sekolah
1) Nama Sekolah : SLB Negeri Salatiga
2) NPSN : 20328473
3) Jenjang Pendidikan : SLB
4) Status Sekolah : Negeri
5) Alamat Sekolah : Jl.Hasanudin gang II RT/
(Cakra)
RW : 03/ 12
Kode Pos : 50721
Keluarahan : Mangunsari
Kecamatan : Sidomukti
Kabupaten/ Kota : Salatiga
Provinsi : Jawa Tengah
Negara : Indonesia
6) Posisi Geografis : -7.3403/ 110.4928 Lintang
Bujur
60
b. Data Pelengkap
1) SK Pendirian Sekolah : 4/1983
2) Tanggal SK Pendirian : 1983-01-07
3) Status Kepemilikan : Pemerintah Daerah
4) SK Izin Operasional : 421.8/24686
5) Tgl SK Izin Operasional : 2007-06-25
6) Kebutuhan Khusus Dilayani : A, B, C, D, Autis, Ganda
7) Nomor Rekening : 2-003-08323-1
8) Nama Bank : Bang Jateng
9) Cabang KCP/ Unit : Salatiga
10) Rekening Atas nama : SMPLB Negeri Salatiga
11) MBS : ya
12) Luas Tanah Milik (m2) : 3810
13) Luas Tanah Bukan Milik : 0
14) Nama Wajib Pajak : SLB Negeri Salatiga
15) NPWP : 005990130505000
c. Kontak Sekolah
1) Nomor Telefon : 0298-32803
2) Nomor Fax : -
3) Email :slbnegerisalatiga@yahoo.com
4) Website :http://www.slbnsalatiga.sch.id
d. Data Periodik
1) Waktu Penyelenggaraan : Pagi
61
2) Bersedia Menerima Bos? : Ya
3) Sertifikat ISO : Belum Bersertifikat
4) Sumber Listrik : PLN
5) Daya Listrik (watt) : 5500
6) Akses Internet : Smartfren
7) Akses Internet Alternatif : Telkom Speedy
e. Sanitasi
1) Kecukupan Air : Cukup
2) Sekolah Memproses Air sendiri : Tidak
3) Air Minum Untuk Siswa : Disediakan
4) Mayoritas Siswa Membawa
Air Minum : ya
5) Jumlah Toilet
Berkebutuhan Khusus : 13
6) Sumber Air Sanitasi : Ledeng/ PAM
7) Ketersediaan Air
di Lingkungan Sekolah : ada Sumber Air
8) Tipe Jamban : Leher Angsa (Toilet
duduk/Jongkok)
9) Jumlah Tempat Cuci Tangan : 7
10) Apakah Sabun dan Air Mengalir
pada Tempat Cuci Tangan : Ya
11) Jumlah Jamban dapat digunakan : 9
62
3. Visi, Misi, dan Tujuan
a. Visi
1) Mewujudkan insan yang mandiri, berpotensi dan berakhlak
mulia
b. Misi
Dalam rangka mencapai Visi tersebut, SLB Negeri salatiga:
1) Mengoptimalkan potensi sumber daya manusia, sarana dan
prasarana di sekolah
2) Meningkatkan mutu pendidikan dengan mengintegrasikan nilai
agama, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi
3) Menanamkan kedisiplinan melalui budaya bersih, budaya
tertib dan budaya kerja
4) Mengoptimalkan kegiatan akademis dan non-akademis
5) Meningkatkan pendidikan karakter dengan meningkatkan budi
pekerti dan jiwa nasionalisme
6) Menumbuhkan budaya membaca melalui program literasi
7) Menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif, aman dan
damai
8) Menjalin hubungan yang harmonis dengan stake holder
c. Tujuan Sekolah
1) Menumbuhkan komitmen untuk mandiri
2) Menumbuhkan budaya untuk sekolah
3) Menumbuhkan kemampuan berpotensi
63
4) Melaksanakan pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan
yang efektif
5) Melakasanakan pengelolaan sumber belajar secara efektif
6) Menciptakan lingkungan sekolah yang kondusi
4. Struktur Organisasi SMALB Negeri Salatiga
SMALB Negeri Salatiga sebagai lembaga formal yang
menyelenggarakan berbagai macam kegiatan, mempunyai sistem
pengelolaan secara dinamis dan profesional dalam bentuk pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu lembaga ini dibentuk
dalam suatu jalinan koordinasi yang terstruktur dan jelas. Hal ini
digunakan untuk kejelasan masing-masing tanggungjawab yang akan
diemban. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut, maka dalam
penyusunan struktur organisasi yang tepat, Kepala Sekolah beserta
guru dan staf karyawan menentukan nama-nama yang sesuai dengan
kemampuan dan keahliannya untuk mengisi jabatan dalam struktur
organisasi sekolah. Struktur organisasi sangat diperlukan dalam suatu
lembaga pendidikan atau sekolah. Karena struktur organisasi satu-
satunya dalam anggota tubuh dalam lembaga pendidikan sehingga
tidak dapat terpisah-pisahkan.
Struktur organisasi sekolah dibentuk untuk mengatur kerjasama
kelompok, termasuk hak dan kewajiban serta tanggungjawabnya
masing-masing sehingga tersusun suatu pola kegiatan guna mencapai
tujuan. Dengan struktur organisasi sekolah beban dan tanggungjawab
64
akan didistribusikan sesuai dengan fungsi, kemampuan dan wewenang
masing-masing yang telah ditentukan. Struktur organisasi sebagaimana
terlampir (Dokumentasi, 21 Agusutus 2018).
5. Keadaan Guru dan siswa
a. Keadaan Guru
SMALB Negeri Salatiga mempunyai guru-guru yang
sangar professional. Adapun jumlah tenaga pendidik perempuan
yaitu 28, jumlah tenaga pendidik laki-laki yaitu 9. Sebagian ada
yang menjadi guru kelas dan ada juga yang menjadi guru mata
pelajaran seperti guru pendidikan agama Islam.
65
b. Keadaan Siswa
Jumlah siswa seluruhnya yang ada di SMALB Negeri Salatiga
berdasarkan data yang telah peneliti peroleh berjumlah 195 siswa.
6. Keadaan Sarana dan prasarana SMALB Negeri Salatiga
Sarana atau fasilitas di SMALB Negeri Salatiga adalah segala
sesuatu yang mendukung dan menunjang terlaksananya pendidikan
dan keberhasilan pendidikan dalam pembelajaran yang sedang
berlangsung. Sebagian sarana dan prasarana di SMALB Negeri
Salatiga sudah terfasilitasi, namun ada sebagian yang belum memadai,
dikarenakan jumlah siswa dan bantuan dari pemerintah yang kurang.
I GEDUNG JUMLA
H
KONDISI
BAIK RUSAK
RINGAN
RUSA
K
BERA
T
1
Ruang Kepala
Sekolah 2 2
2 Ruang Guru 2 2
3 Ruang TU 2 2
4 Ruang Tamu 1 2
5 Ruang Kelas 27 20 7
6
Ruang
Perpustakaan 2 1 1
7 Ruang Multimedia 2 2
8 Ruang Tata Rias 1 1
9 Ruang Tata Boga 1 1
10
Ruang Tata
Busana 1 1
11 Ruang Cuci Motor 2 2
12 Ruang Musik 1 1
1 Ruang UKS 2 2
66
3
14 Ruang Koperasi 1 1
15 Ruang Ibadah 2 1 1
16 Ruang KMD 1 1
17
Ruang Sensori
Integrasi 1 1
18 Ruang Gudang 2 1 1
19
Ruang
Keterampilan 2 2
20 Kamar mandi/WC 19 17 2
21
Rumah Dinas
Penjaga 1 1
II Luas tanah /
Bangunan
Lokasi I
: 3.810
m2
Lokasi II
: 2.224
m2
Jumlah
Keseluruhan
: 6.034
m2
III Peralatan dan
Mesin
a. Alat Besar
: 3 Buah
b. Alat Bengkel dan Alat Ukur : 12 Buah
c. Alat Kantor dan Rumah
Tangga : 772 Buah
d. Alat Studio dan Komunikasi : 20 Buah
e. Alat Kedokteran
: 8 Buah
f. Alat
Laboratorium
: 249 Buah
IV Buku
Perpustakaan
Jumlah Buku Perpustakaan : 3.938
Eksempla
r
67
B. Analisis Data
1. Bentuk-bentuk Penyimpangan Perilaku Anak Tuna Grahita
Pada bagian ini peneliti akan menyajikan fakta temuan mengenai
bentuk-bentuk penyimpangan perilaku yang ada di SMALB Negeri
Salatiga. Pembahasan yang ditulis pada bab ini mengacu pada
rumusan masalah yang pertama yaitu apa saja gambaran
penyimpangan perilaku di SMALB Negeri salatiga.
Untuk mengetahui apa saja gambaran penyimpangan perilaku
siswa tunagrahita sedang di SMALB Negeri Salatiga, peneliti terlebih
dahulu melakukan observasi di dampingi oleh guru pendidikan agama
Islam yaitu Bapak Eko. Dalam proses observasi peneliti mengamati
sikap siswa tunagrahita saat di dalam maupun diluar kelas. Dari
observasi tersebut peneliti melihat berbagai sikap yang ditunjukkan
siswa tunagrahita dari yang pendiam sampai dengan sikap yang
menunjukkan adanya penyimpangan perilaku. Di sela-sela observasi
peneliti melihat ada siswa yang melakukan penyimpangan perilaku
seperti mengganggu teman saat pembelajaran berlangsung padahal
pada saat itu ada guru di dalam kelas yang sedang menerangkan
pelajaran, kemudian ada juga yang berjalan mengelilingi isi ruang
kelas. (Observasi, 8 Agustus 2018)
Berdasarkan hasil wawancara pada kamis, 8 Agustus 2018 dengan
Bapak Muhlisun selaku kepala SMALB Negeri Salatiga, bahwa
bentuk-bentuk sikap/ perilaku siswa tunagrahita sedang yang ada di
68
SMALB Negeri Salatiga sangat beragam mengingat rendahnya
kapasitas intelegensi siswa tunagrahita sedang. Dimulai dari
penyimpangan perilaku yang masuk kategori ringan seperti membuat
gaduh di kelas saat pembelajaran berlangsung, mengganggu teman
lainnya, berjalan-jalan di dalam kelas saat pembelajaran berlangsung
sampai ke penyimpangan perilaku kategori berat seperti mencuri dan
berkelahi. Dikarenakan daya ingat serta intelegensi yang kurang maka
bentuk-bentuk penyimpangan perilaku tersebut dianggap wajar oleh
guru dan masyarakat tetapi hal itu perlu diatasi karena mengganggu
ketentraman bersosialisasi serta mengganggu anak-anak yang lainnya.
Ciri utama dari anak tunagrahita yaitu kelemahan dalam berfikir
dan bernalar. Akibat dari kelemahan tersebut anak tunagrahita
memiliki kemampuan belajar dan adaptasi sosialnya berada di bawah
rata-rata. Menjadi halayak umum jika anak tunagrahita rata-rata
memiliki perilaku yang menyimpang, berlawanan dengan norma yang
berlaku di masyarakat. Hal ini juga dikuatkan oleh Bapak Eko selaku
Guru Pendidikan agama Islam mengatakan bahwa kenakalan anak
Tunagrahita yang sosialnya rendah dan dimaklumi jika mereka
berperilaku yang tidak baik.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa bentuk-bentuk
penyimpangan perilaku yang dilakukan anak tunagrahita di SMALB
Negeri Salatiga yaitu (a) tindakan anti sosial (b) tindakan yang tidak
69
sesuai dengan norma masyarakat. Adapun penjelasannya sebagai
berikut yaitu:
a. Tindakan anti sosial
Untuk mengetahui bentuk-bentuk penyimpangan perilaku
yang termasuk kategori anti sosial, peneliti melakukan observasi
dengan Pak Eko selaku guru pendidikan agama Islam di SMALB
Negeri Salatiga. Pada saat observasi berlangsung ada beberapa
anak yang menunjukkan tindakan anti sosial seperti membuang
sampah tidak pada tempatnya. Sikap anti sosial merupakan sikap/
perilaku yang tidak mempertimbangkan penilaian dan keberadaan
orang lain ataupun masyarakat di sekitarnya. Anak tunagrahita
menunjukkan sikap anti sosial yaitu sikap yang tidak
bertanggungjawab serta kurangnya penyesalan mengenai
kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan. (Observasi, 8 Agustus
2018)
b. Tindakan yang tidak sesuai dengan norma di masyarakat
Tindakan yang tidak sesuai dengan norma di masyarakat
maksudnya adalah perilaku yang tidak diinginkan dalam
lingkungan masyarakat. Sebaiknya perilaku atau tindakan yang
tidak sesuai dimasyarakat harus dihindari supaya tidak menjadikan
konflik di masyarakat. Terkait dengan penyimpangan tersebut
peneliti melakukan observasi langsung dilanjutkan wawancara
dengan kepala sekolah dan guru pendidikan agama Islam. Dari
70
hasil observasi tersebut menunjukkan bahwa anak tunagrahita
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma di masyarakat
seperti berbicara kasar kurang ada sopan santunnya sama sekali hal
itu dikarenakan ketidakmampuan mereka dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Anak tunagrahita memiliki gangguan-
gangguan yang mencakup gangguan bahasa maka dari itu sudah
menjadi hal biasa kita jumpai sebagian anak tunagrahita kacau
dalam segi bahasa sehari-hari.
2. Upaya Guru PAI dalam Mengatasi Penyimpangan Perilaku Siswa
Tunagrahita
Dengan adanya penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh anak
tunagrahita di SMALB Negeri Salatiga, guru pendidikan agama Islam
yaitu Bapak Eko melakukan upaya untuk mengatasi penyimpangan
perilaku yang dilakukan oleh siswanya. Menurut Bapak Eko (dalam
wawancara 8 Agustus 2018) upaya yang dilakukan adalah:
“Peranannya itu dari pihak sekolahan mengadakan bimbingan
konseling pribadi disela jam pembelajaran dan juga ada
pembiasaan sholat dhuhur berjama’ah jika waktu pulangnya siang.
Kemudian ada juga kunjungan ke rumah tetapi tidak setiap bulan
tetapi hanya diwaktu-waktu tertentu karena guru disini juga sibuk
dan terbatas”.
Perihal upaya yang dilakukan oleh guru pendidikan agama Islam
dikuatkan dengan wawancara yang dilakukan bersama Bapak
Muhlisun selaku Kepala Sekolah di SMALB Negeri Salatiga
(Wawancara, 8 Agustus 2018), bahwa:
“Dari pihak sekolahan mengadakan bimbingan konseling
individual atau biasa kita sebut itu bimbingan pribadi dari semua
71
guru tak terkecuali guru mapel seperti guru pendidikan agama
Islam lalu kita juga ada pembiasaan akhlak yang mencakup sholat
dhuhur berjama’ah supaya mengasah religiusitas siswa agar
perilakunya terarah dan home visiting”.
Hal ini juga sesuai dengan observasi yang dilakukan pada hari
Senin 13 Agustus 2018 bahwa pelaksanaan konseling pribadi dan
pembiasaan akhlak yang mencakup sholat dhuhur berjama’ah menjadi
upaya yang dilakukan guru pendidikan agama Islam dalam mengatasi
penyimpangan perilaku yang dilakukan anak tunagrahita di SMALB
Negeri Salatiga.
Pada prinsipnya bimbingan dan konseling merupakan bantuan
yang diberikan kepada individu atau sekelompok dalam mencegah dan
mengatasi masalah hidupnya untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
Di samping itu berbagai jenis layanan dan kegiatan perlu dilakukan
sebagai wujud penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling.
Sedangkan bentuk kegiatan dan isi layanan disesuaikan dengan
karakteristik dan kebutuhan peserta didik.
Konseling perseorangan/pribadi merupakan bentuk layanan yang
paling utama dalam pelaksanaan fungsi pemecahan masalah siswa.
Maka dari itu konseling perseorangan merupakan jantung hati
pelayanan bimbingan secara menyeluruh. Dengan kata lain konseling
perseorangan merupakan layanan inti yang pelaksanannya menuntut
persyaratan dan mutu usaha yang sungguh-sungguh.
Menurut Bapak Eko selaku guru pendidikan agama Islam
menyatakan bahwa pemberian suatu nasehat kepada anak tunagrahita
72
di SMALB Negeri Salatiga yang melakukan penyimpangan-
penyimpangan di dalam sekolahan sangat penting, hal ini diberikan
supaya siswa mengetahui bahwa apa yang dia lakukan itu tidak benar,
dengan hal ini diharapkan siswa sadar dan tidak akan mengulangi
kesalahannya. Senada dengan Bapak Eko, Bapak Muhlisun
mengatakan bahwa ketika guru melihat siswa yang melakukan
pelanggaran ataupun melakukan penyimpangan perilaku seperti
ketahuan bolos, berpakaian tidak rapi, membuang sampah pada
tempatnya, keluar kelas sebelum jam istirahat, tidak melakukan sholat
dzuhur berjamaah disana guru langsung memberikan nasehat di tempat
kejadian kepada siswa supaya tidak mengulanginya lagi. Kutipan
wawancara, 13 Agusutus 2018.
“Saat ada pelanggaran seperti tidak rapi dalam memakai seragam
kemudian membuang sampah sembarangan, mondar mandir pada
saat jam pelajaran berlangsung itu guru langsung menegur pada
saat itu juga supaya anak tahu kesalahannya dimana mbak”.
Sedangkan menurut observasi yang peneliti lakukan memang benar
adanya suatu nasehat yang dilakukan guru pendidikan agama Islam
maupun guru-guru yang lainnya, karena di SMALB Negeri Salatiga
sudah adanya suatu kerja sama antara guru pendidikan agama Islam
dengan guru kelas lainnya, hal ini dibuktikan dengan apa yang
dikatakan Bapak Muhlisun yaitu ada siswa yang berkeliaran diluar
kelas pada saat jam pelajaran berlangsung di lingkungan sekolah,
membuang sampah tidak pada tempatnya, dan Bapak Muhlisun
melihatnya langsung menghampiri lalu diserahkan kepada guru
73
pendidikan agama Islam supaya diberi penanganan secara khusus.
(Observasi, 13 Agustus 2018).
Selain konseling pribadi dan pembiasaan akhlak yang mencakup
sholat dhuhur berjama’ah ada juga upaya yang lain yaitu home visiting.
Home Visiting adalah salah satu teknik pengumpulan data dengan jalan
mengunjungi rumah siswa untuk membantu menyelesaikan masalah
yang dihadapi siswa dan untuk melengkapi data siswa yang sudah ada
yang diperoleh dengan teknik lain. Seperti yang dikatakan oleh Bapak
Muhlisun saat wawancara (Wawancara, 13 Agusutus 2018), bahwa:
“pelaksanaan kunjungan rumah (Home Visit) memerlukan
perencaan dan persiapan yang matang dari wali kelas dan guru
PAI. Home visitingnya itu dilaksanakan ketika anak melakukan
penyimpangan mbak. Seperti kemarin ada anak yang sering tidak
masuk nah disitu guru melakukan kunjungan ke rumah untuk
mengetahui kenapa anak tersebut sampai tidak masuk sekolah”.
Kegiatan home visiting tidak hanya dilakukan pada saat siswa
melakukan penyimpangan perilaku yang termasuk kategori ringan
seperti yang sudah diuraikan di atas dalam hasil wawancara dengan
kepala sekolah. Hal ini dikuatkan oleh keterangan dari Kepala Sekolah
yaitu Bapak Muhlisun bahwa:
“Ada siswa yang memang benar-benar susah diatur kita juga
melakukan kunjungan rumah untuk mengetahui bagaimana sikap
anak tersebut ketika di rumah dan bagaimana perlakuan orang tua
terhadap anak tersebut. Kemudian dari situ kita bisa memikirkan
tindakan untuk menangani anak tersebut itu bagaimana dan harus
seperti apa”.
Jadi home visiting hanya dilakukan di saat-saat tertentu saja guna
mengetahui permasalahan yang ada di lingkungan rumah maupun
74
masyarakat untuk mengetahui tindakan selanjutnya yang akan
diberikan oleh siswa itu seperti apa dan bagaimana kelanjutannya.
Sedangkan bimbingan konseling dilakukan saat pembelajaran
berlangsung dan dilakukan oleh semua guru termasuk guru kelas dan
guru mata pelajaran seperti guru pendidikan agama Islam, hal ini
dikuatkan oleh keterangan dari Bapak Eko selaku guru pendidikan
agama Islam, bahwa:
“Saya kasih contoh simulasi bimbingannya ya mbak. Pada saat jam
pembelajaran berlangsung ada siswa yang membuat gaduh serta
mondar-mandir di dalam kelas. Di saat itu juga bimbingan pribadi
terjadi dengan cara menasehati dan memberikan contoh sikap yang
baik dan benar di dalam kelas itu seperti apa. Tetapi anak kan tidak
langsung merespon karena intelegensi yang rendah maka dari itu
bimbingan dilakukan secara terus menerus dan nanti daya ingatnya
lambat laun akan terasah sendiri walaupun sulit untuk mengingat
sesuatu tapi itu sudah menjadi kebiasaan yang nantinya akan
berdampak pada perubahan sikap anak tersebut. (Wawancara, 13
Agustus 2018)
Upaya-upaya tersebut dilakukan atas izin dan persetujuan dari
pihak sekolahan untuk mengatasi penyimpangan perilaku yang
dilakukan anak tunagrahita guna mencapai visi dan misi serta tujuan
pendidikan sesuai dengan tingkat pendidikan.
3. Faktor Penghambat
Di dalam pelaksanaan upaya mengatasi penyimpangan perilaku
anak tunagrahita terdapat beberapa faktor. Faktor tersebut berkaitan
dengan karakteristik yang ada pada anak tunagrahita tersebut seperti
kurang mampu mengendalikan emosi, kepribadian kurang harmonis
karena tidak mampu menilai baik atau buruk suatu perilaku maupun
75
sikap, kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang
abstrak, kemampuan berfikir rendah, lambat perhatian, ingatannya
rendah dan sukar untuk diajak fokus pada satu hal.
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti melihat ada beberapa
penghambat dalam pelaksanaan upaya yang dilakukan oleh guru
pendidikan agama Islam yaitu diantaranya: masih ada siswa yang
membantah saat konseling individu/pribadi sedang berlangsung,
mereka bersikap semau hati sendiri dengan mengabaikan bahwa ada
guru yang sedang memberikan konseling pribadi terhadap dirinya. Hal
itu karena ketidakmampuan dalam mengelola emosional dan
ketidakmampuan dalam mengadaptasikan dirinya terhadap lingkungan
yang disebabkan oleh sifat agresif secara verbal serta kecenderungan
yang sangat tinggi untuk melakukan tindakan yang salah. (Observasi,
13 November 2018)
Sehubungan dengan faktor penghambat dari observasi, hal tersebut
diperkuat dengan hasil wawancara bersama Bapak Eko selaku guru
pendidikan agama Islam bahwa anak tunagrahita umumnya tidak
mempunyai kemampuan sosial, tidak mampu mengatasi rasa marah, rasa
takut yang berlainan tidak tahu sebab dari ketakutan tersebut itu apa,
kemampuan intelektual yang kurang. Pada beberapa anak tunagrahita
mempunyai keadaan lain/kelainan penyerta seperti gangguan
perkembangan lain yang menyebabkan upaya dalam mengatasi
76
penyimpangan perilaku anak tunagrahita menjadi terhambat. Kutipan
wawancara, 13 Agustus 2018 sebagai berikut:
“Faktor penghambat yaitu kapasitas intelegensi siswa yang rendah
menjadikan guru harus bersabar lebih extra dalam menghadapi
siswa tersebut karena daya ingat yang rendah juga dan kurangnya
mengatasi rasa marah/emosional kurang terkontrol. Faktor
pendukungnya dari pihak orang tua yang menyuport derta
membantu dalam menasehati anak mbak”.
Jadi bisa disimpulkan bahwa faktor penghambat utama yaitu
kapasitas intelegensi yang rendah mengakibatkan anak tunagrahita
mengalami kesulitan dan hambatan-hambatan dalam proses
perkembangannya hal ini sesuai dengan teori pada bab II yang
dikemukakan oleh Bandi Delphie, (2012:67-69).
Setelah data diketahui sebagaimana yang penulis sajikan pada
fakta-fakta temuan dari penelitian di atas, maka tindak lanjut dari
penelitian ini yaitu menganalisis data-data yang terkumpul dengan
menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu menerangkan keadaan
dengan menggunakan kata-kata terperinci.
Berdasarkan pemaparan data di atas dapat diinterpretasikan bahwa
bentuk penyimpangan anak tunagrahita antara lain yaitu:
1. Tindakan Anti Sosial
Anak tunagrahita rata-rata melakukan pelanggaran-pelanggaran
terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar norma. Mereka
mengabaikan norma yang berakibat mendatangkan kerugian bagi
dirinya sendiri dan bagi masyarakat luas sebab pada dasarnya anak
77
tunagrahita tidak menyukai keteraturan sosial yang diinginkan
hatinya.
Sikap anti sosial anak tunagrahita dengan mudah dapat diketahui
yaitu dengan cara melihat sikap/perilaku yang tidak sesuai dengan
norma yang terdapat pada masyarakat. Seperti halnya anak tunagrahita
di SMALB Negeri Salatiga, salah satu dari mereka ada yang
melakukan perlawanan saat diberi tahu jika apa yang dia lakukan itu
tidaklah benar. Ketidakmampuan anak tunagrahita dalam menjalankan
norma yang berlaku di masyarakat menjadikan mereka memiliki sikap
anti sosial.
Tindakan anti sosial yang dilakukan anak tunagrahita termasuk
kategori tindakan anti sosial yang dilakukan secara tidak sengaja
karena kapasitas intelegensi mereka ynag rendah menjadikan mereka
tidak sadar dengan apa yang dilakukan dan mereka tidak mengetahui
perilaku mereka termasuk dalam kategori perilaku baik atau buruk,
dapat diterima masyarakat atau tidak dan melanggar norma atau tidak.
2. Tindakan yang tidak sesuai dengan norma di masyarakat
Kebiasaan yang tidak sesuai dengan norma di masyarakat terjadi
pada perilaku anak tunagrahita seperti membuang sampah tidak pada
tempatnya, membuat gaduh saat proses pembelajaran berlangsung,
berpakaian tidak rapi seperti baju seragam dikeluarkan dari celana.
Penyimpangan tersebut disebut juga dengan penyimpangan primer
yaitu penyimpangan ringan. Artinya penyimpangan tersebut tidak
78
terjadi terus menerus karena adanya upaya yang dilakukan untuk
mengatasi penyimpangan tersebut dan hal itu dianggap penyimpangan
yang wajar dilakukan dikalangan remaja bagi masyarakat. Karena
penyimpangan tersebut umumnya tidak merugikan orang lain hanya
saja mengganggu ketentraman orang lain.
Perilaku menyimpang anak tunagrahita dilakukan perorangan
bukan berkelompok sebab rendahnya intelegensi yang rendah atau di
bawah rata-rata menyebabkan mereka tidak suka berkelompok. Tetapi
sebagian besar anak tunagrahita berkemlompok dengan anak normal
karena anak tunagrahita menjadi buyung upik di kelompok tersebut. Bobot
penyimpangan yang dilakukan anak tunagrahita di SMALB Negeri
Salatiga dapat dilihat dari norma-norma atau nilai-nilai yang telah
dilanggar. Pelanggaran terhadap norma-norma kesopanan dinilai lebih
ringan dibanding dengan pelanggaran terhadap norma hukum.
Dengan adanya bentuk penyimpangan perilaku anak tunagrahita,
guru pendidikan agama Islam selaku guru yang mengajar berkaitan dengan
akhlak siswa melakukan upaya dalam mengatasi penyimpangan perilaku
anak tunagrahita tersebut. Adapun upaya yang dilakukan guru pendidikan
agama Islam dalam mengatasi penyimpangan perilaku anak tunagrahita
yaitu:
1. Konseling individual/ bimbingan khusus bagi anak tunagrahita
79
Anak tunagrahita memerlukan bimbingan khusus disebabkan
berbagai alasan yaitu anak tunagrahita dalam masalah penyesuaian diri
banyak mengalami hambatan, membantu mereka untuk memahami
dirinya sendiri dalam arti memahami kemampuan dan
ketidakmampuannya sehingga mereka mengetahui arah dalam
penyesuaian diri, membantu anak tunagrahita untuk mengerti
masalahnya sehingga dapat mengarahkan diri dalam mengadakan
penyesuaian diri dan yang terakhir bahwa antara bimbingan khusus
dan pendidikan khusus ada keterkaitan yaitu bimbingan khusus sebagai
bagian dan proses penunjang keberhasilan dari pendidikan khusus. (
Mumpuniarti, 2000: 124)
Selain upaya yang dilakukan oleh guru pendidikan agama Islam,
guru kelas juga ikut berperan dalam mengatasi penyimpangan perilaku
tersebut dengan mengadakan bimbingan konseling individual.
Bimbingan individual dilakukan pada saat jam pembelajaran
berlangsung. Karena intelektual yang rendah, bimbingan individual
sangat diperlukan untuk mengasah kemampuan berfikir anak
tunagrahita sehingga mereka tidak lagi melakukan penyimpangan
perilaku. Dengan adanya konseling individual secara terus menerus,
anak tunagrahita menjadi mengerti bahwa hal yang dilakukan
kaitannya dengan penyimpangan perilaku itu termasuk perbuatan yang
baik/buruk.
80
2. Metode pembiasaan
Metode pembiasaan diperlukan bagi anak tunagrahita mengingat
rendahnya kapasitas intelegensi yang terdapat pada anak tunagrahita.
Penanaman akhlak sebagai salah satu upaya guru pendidikan agama
Islam dalam mengatasi penyimpangan perilaku anak tunagrahita
dilaksanakan di dalam kegiatan belajar mengajar atau di saat proses
pembelajaran berlangsung dan diluar kegiatan belajar mengajar. Di
dalam penanaman akhlak bagi anak tunagrahita melalui metode
pembiasaan tersebut dilaksanakan melalaui proses yang di dalamnya
terdapat prinsip-prinsip dan cara khusus.
Prinsip-prinsip yang digunakan oleh guru pendidikan agama
Islam dalam menanamkan akhlak pada anak tunagrahita melalui
metode pembiasaan meliputi prinsip kasih sayang dan prinsip
keperagaan. Prinsip kasih sayang yang digunakan oleh guru
pendidikan agama Islam seperti: berbicara kepada siswa dengan pelan-
pelan, lemah lembut, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
oleh siswa, memberi perhatian, penuh kesabaran, murah senyum,
ramah kepada siswa. Sedangkan prinsip keperagaan yang digunakan
oleh guru pendidikan agama Islam dalam upaya mengatasi
penyimpangan perilaku dengan metode pembiasaan penanaman akhlak
yaitu dengan menggunakan alat peraga ataupun dengan guru
memberikan contoh langsung kepada siswa seperti, berdo’a, tolong
81
menolong, mengucapkan terimakasih dan meminta maaf,
melaksanakan 3s (senyum, sapa, dan salam) dan lain sebagainya.
Selain prinsip-prinsip, adapun cara yang digunakan oleh guru
pendidikan agama Islam dalam mengatasi penyimpangan perilaku anak
tunagrahita melalui metode pembiasaan yaitu seperti, melakukan
pengawasan terhadap perkembangan perilaku siswa, memberikan
anjuran yang baik kepada siswa seperti mengajak siswa untuk sholat
dhuhur berjamaah, tolong menolong jika ada teman yang
membutuhkan pertolongan. Selain itu memberikan ancaman juga
dilakukan oleh guru ketika siswa melakukan penyimpangan perilaku
yaitu dengan memberitahu akibat-akibat yang di dapat kepada siswa
jika melakukan hal yang menyimpang dari norma masyarakat sehingga
siswa tidak berbuat penyimpangan seperti itu lagi seperti ketika siswa
tidak melaksanakan sholat maka guru memberitahu kepada siswa
bahwa orang yang tidak melakukan sholat maka akan masuk neraka.
82
3. Home visiting
Home Visiting adalah salah satu teknik pengumpul data dengan
jalan mengunjungi rumah siswa untuk membantu menyelesaikan
masalah yang dihadapi siswa dan untuk melengkapi data siswa yang
sudah ada yang diperoleh dengan teknik lain (WS.Winkel, 1995).
Kunjungan rumah bisa bermakna upaya mendeteksi kondisi keluarga
dalam kaitannya dengan permasalahan individu atau siswa yang
menjadi tanggung jawab pembimbing atau guru dalam pelayanan
bimbingan dan konseling. Kunjungan rumah dilakukan apabila data
siswa yang digunakan untuk kepentingan pelayanan bimbingan atau
konseling belum diperoleh melalui wawancara.
Jadi, home visiting menjadi sarana utama dalam menjalin
komunikasi dengan wali murid, tidak hanya siswa bermasalah yang
mendapatkan kunjungan, namun semua siswa akan dikunjungi minimal
sekali dalam satu tahun ajaran. Hal ini dilakukan untuk membangun
kesepahaman dengan wali murid tentang bagaimana baiknya dalam
mendidik anak, juga menjadi kesempatan yang baik bagi sekolah untuk
menghimpun data mengenai aktifitas anak-anak di lingkungan
keluarga dan masyarakat.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan di lapangan dan analisis
yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan guna
menjawab rumusan masalah yang ada. Adapun bentuk-bentuk
penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh siswa tunagrahita di SMALB
Negeri Salatiga antara lain :
1. Tindakan Anti Sosial
Tindakan anti sosial yang dilakukan siswa tunagrahita di SMALB
yaitu membuang sampah sembarangan, kurangnya sopan santun.
2. Tindakan yang tidak sesuai dengan norma di sekolah
Tindakan yang tidak sesuai dengan norma di sekolah contohnya:
tidak mematuhi aturan dalam memakai seragam, baju seragam
dikeluarkan dari celana, membuat gaduh saat proses pembelajaran
berlangsung, berkata kotor di depan teman maupun orang dewasa.
Dengan adanya bentuk-bentuk penyimpangan yang ada di SMALB
Negeri Salatiga, maka guru PAI melakukan upaya untuk mengatasi
penyimpangan perilaku anak tunagrahita tersebut dengan cara sebagai
berikut:
a. Konseling individual/ bimbingan khusus bagi anak tunagrahita
84
Bimbingan konseling sangat berarti bagi anak tunagrahita karena
berbagai alasan salah satunya yaitu anak tunagrahita memiliki
masalah dalam penyesuaian diri dengan banyak hambatan.
b. Metode pembiasaan
Menerapkan metode pembiasaan seperti saling mengasihi dan
menyayangi, berbicara dengan pelan-pelan, lemah lembut, murah
senyum, sholat dzuhur berjamaah, mengucapkan terimakasih dan
bersyukur.
c. Home visiting
Home visiting dilaksanakan pada saat-saat tertentu ketika ada anak
tunagrahita melakukan penyimpangan perilaku.
B. Saran
1. Bagi Kepala SMALB Negeri Salatiga, demi hasil yang lebih optimal,
alangkah baiknya mendatangkan guru bimbingan konseling yang
ahlinya supaya dalam pelaksanannya bisa lebih optimal.
2. Bagi Guru SMALB Negeri Salatiga, demi lancarnya upaya mengatasi
penyimpangan perilaku yang dilakukan anak tunagrahita di SMALB
Negeri Salatiga, maka sebaiknya disempurnakan fasilitas bimbingan
konseling.
3. Bagi Guru PAI SMALB Negeri Salatiga untuk lebih sabar dan tegas
dalam memberikan sanksi kepada siswa dan siswi supaya lebih
berkurang penyimpangan perilaku di SMALB Negeri Salatiga.
85
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Abu dan Noor Salimi. 1991. MKDU Dasar-Dasar Pendidikan Agama
Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Ahmadi, Abu, dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Aly, Hery Noer. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Apriyanto, Nunung. 2012. Seluk Beluk Tunagrahita dan Pembelajarannya.
Jogjakarta : Javalitera.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif (komunikasi, Ekonomi, kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial). Jakarta: Kencana
Choiri, Salim dan Munawir Yusuf. 2009. Pendidikan Luar Biasa Atau Pendidikan
Khusus. Surakarta: Mata Padi Pressindo.
Cowley, Sue. 2010. Panduan Managemen Perilaku Siswa. Jakarta : Erlangga.
Creswell, John W. 2016. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Daradjat, Zakiyah. 1974. Perawatan Jiwa Untuk Anak-Anak. Jakarta : Bulan
Bintang.
_______________. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Cet ke-9. Jakarta : Bumi
Aksara.
Daulay, Haidar Putra, dan Nurgaya pasa. 2012. Pendidikan Islam dalam
Mencerdaskan bangsa. Jakarta : Rineka Cipta.
Djamarah, syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta : PT Rineka Cipta.
Departemen Agama RI. 2010. Al-Qur’an dan terjemah di Sertai Hukum Bacaan.
Jakarta.
Makmur, Jamal. 2012. Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja Di Sekolah.
Yogyakarta: Bukubiru.
Miles, Mathew B. dan A. Michel Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: UI Press.
Muhaimin. 2002. Pemikiran Dan Aktualisasi Pendidikan Islam. Jakarta : PT
Grafindo Persada.
Mujib, Abdul. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Prenada Media.
86
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nata, Abudin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner.
Jakarta : Rajawali press.
Poewodarminto WJS. 1993. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Roqib dan Nurfuadi. Kepribadian Guru. 2009. Yogyakarta : Grafindo Linera
Media.
Rosyadi, Khoiron. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyajarta : Pustaka pelajar.
Syafaat, Aat dkk. 2008. Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah
Kenakalan Remaja (Juvenile delinquency). Jakarta : Rajawali Press.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Suhattono, dan Suparlan. 2008. Wawasan pendidikan : Sebuah Pengantar
Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruz Media.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Supratiknya, A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.
Sutrisno. 2005. Menejemen Keuangan Teori Konsep dan Aprikasi. Yogyakarta :
Ekonosia.
Tohirin. 2006. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakata : PT
Raja Grafindo Persada.
Undang-Undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Tahun 2005). 2011. Jakarta :
Sinar Grafika.
Yonny, dkk. 2011. Begini Cara Menjadi Guru Inspiratif dan Disenangi Siswa.
Yogyakarta : Pustaka Widyatama.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Tri Oktaviani
2. Tempat Tanggal Lahir : Kampar, 05 Oktober 1996
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Warga Negara : Indonesia
5. Agama : Islam
6. Alamat : Jl. Soekarno-Hatta No 39 Sidoharjo, Kel.
Cebongan, Kec. Argomulyo, Salatiga
7. Riwayat Pendidikan :
a. SDN 006 Desa Sari Makmur Kec. Pangkalan Lesung Kab. Pelalawan
Riau
b. MTsN Boyolali
c. MAN 1 Boyolali
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 14 September 2018
Penulis
Tri Oktaviani
111-14-030
KODE PENELITIAN
UPAYA GURU PAI DALAM MENGATASI PENYIMPANGAN
PERILAKU ANAK TUNAGRAHITA DI SMALB NEGERI SALATIGA
TAHUN AJARAN 2018/2019
1. Responden
Nama Kode Jabatan Kode
Muhlisun, M.Pd. Kepala Sekolah MH
Eko Puji Widodo, S.Pd.I. Guru PAI EW
Aryo Adhib Prasetyo Siswa Tunagrahita AP
2. Metode Penelitian
Metode Penelitian Kode
Wawancara w
3. Media penyimpanan Data
Media Kode
Foto F
File L
4. Kategori
Kategori Kode
Gambaran Penyimpangan Perilaku Siswa Tunagrahita GP
Peran Guru PAI Dalam membimbing Siswa Tunagrahita GPP
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH
UPAYA GURU PAI DALAM MENGATASI PENYIMPANGAN
PERILAKU ANAK TUNAGRAHITA DI SMALB NEGERI SALATIGA
TAHUN AJARAN 2018/2019
Kode Responden : MH
Kode data : W/MH
Hari/tanggal : 08 sampai 13 Agustus 2018
Tempat : SMALB Negeri Salatiga
Waktu : 08.30-10.00 WIB
Daftar Pertanyaan :
1. Bagaimana kondisi/keadaan siswa Tunagrahita sedang di lingkungan
SMALB Negeri Salatiga?
2. Gambaran kenakalan siswa tunagrahita sedang di SMALB seperti apa
saja?
3. Bagaimana peran kepala sekolah dalam membimbing siswa tunagrahita
yang melakukan penyimpangan perilaku?
4. Apakah ada peran yang dilakukan dalam membimbing kenakalan siswa
tinagrahita di SMALB Negeri Salatiga?
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN GURU PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
UPAYA GURU PAI DALAM MENGATASI PENYIMPANGAN
PERILAKU ANAK TUNAGRAHITA DI SMALB NEGERI SALATIGA
TAHUN AJARAN 2018/2019
Kode Responden : EW
Kode data : W/EW
Hari/tanggal : 08 sampai 13 Agustus 2018
Tempat : SMALB Negeri Salatiga
Waktu : 10.00-11.30 WIB
Daftar Pertanyaan :
1. Bagaimana kondisi/keadaan siswa Tunagrahita sedang di lingkungan
SMALB Negeri Salatiga ketika saat pembelajaran langsung atau ketika
diluar kelas?
2. Gambaran kenakalan siswa tunagrahita sedang di SMALB seperti apa
saja?
3. Bagaimana peran Guru PAI dalam membimbing siswa tunagrahita yang
melakukan penyimpangan perilaku?
4. Apa tujuan akhir Guru PAI dalam membimbing siswa tunagrahita sedang?
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN SISWA TUNAGRAHITA SEDANG
UPAYA GURU PAI DALAM MENGATASI PENYIMPANGAN
PERILAKU ANAK TUNAGRAHITA DI SMALB NEGERI SALATIGA
TAHUN AJARAN 2018/2019
Kode Responden : AP
Kode data : W/AP
Hari/tanggal : 14 Agustus 2018
Tempat : SMALB Negeri Salatiga
Waktu : 10.00-11.30 WIB
Daftar Pertanyaan :
1. Apa yang anda lakukan selama proses pembelajaran berlangsung?
2. Apakah anda sering menggangu teman yang lain?
3. Bagaimana sikap guru ketika melihat kamu atau siswa lainnya membuat
gaduh dan keributan dikelas?
4. Apakah ada hukuman ketika anda atau siswa lainnya tidak melaksanakan
sholat Dhuha dan Dzuhur berjamaah dimasjid?
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH
UPAYA GURU PAI DALAM MENGATASI PENYIMPANGAN
PERILAKU ANAK TUNAGRAHITA DI SMALB NEGERI SALATIGA
TAHUN AJARAN 2018/2019
Kode Responden : MH
Kode data : W/MH
Hari/tanggal : 08 sampai 13 Agustus 2018
Tempat : SMALB Negeri Salatiga
Waktu : 08.30-10.00 WIB
Daftar Pertanyaan :
1. Bagaimana kondisi emosional/keadaan emosional siswa Tunagrahita
sedang di lingkungan SMALB Negeri Salatiga?
“Kalau untuk kondisi emosional termasuk kategori labil karena intelektual
mereka yang rendah di bawah rata-rata. Jadi memang dasarnya dari siswa
mempunyai emosional yang tak terduga-duga, ketika sedang emosional
tinggi anak tersebut marah-marah sendiri dan melakukan hal yang
menyimpang dari norma masyarakat seperti berkelahi, mengganggu
temannya dan lain sebagainya. Siswa yang mempunyai emosional ringan
Alhamdulillah masih bisa dikontrol dan diawasi, akan tetapi siswa yang
memiliki emosional tinggi lumayan sulit”
2. Bagaimana gambaran penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh siswa
tunagrahita sedang di SMALB Negeri Salatiga?
“Seperti berkelahi, tidak patuh/ menentang saat diberi tahu oleh gurunya,
membuat gaduh dikelas, mencuri uang milik teman sekelasnya
3. Bagaimana tanggapan kepala sekolah dalam menanggapi dan
membimbing siswa tunagrahita yang melakukan penyimpangan perilaku?
“Tanggapan saya (Kepala Sekolah) dalam menanggapi dan membimbing
siswa tunagrahita, ketika Kepala Sekolah atau guru yang lain melihat
langsung siswa sedang melakukan penyimpangan perilaku maka guru atau
kepala sekolah langsung menegurnya. Salah satu contoh hal kecil saja
yaitu membuang sampah. Ketika guru mendapati anak membuang sampah
sembarangan, guru yang melihat langsung menegur. Hal seperti ini
memang sudah diterapkan dari sekolahan supaya siswa-siswa terbiasa
disiplin dan belajar menjaga lingkungan setempat.
4. Apakah ada peran yang dilakukan dalam membimbing kenakalan siswa
tunagrahita di SMALB Negeri Salatiga?
“Dari pihak sekolahan mengadakan bimbingan konseling individual atau
biasa kita sebut itu bimbingan pribadi dari semua guru tak terkecuali guru
mapel seperti guru pendidikan agama Islam lalu kita juga ada pembiasaan
sholat dhuhur berjama’ah supaya mengasah religiusitas siswa agar
perilakunya terarah dan home visiting (kunjungan kelas). Home visiting
sendiri dapat diartikan kunjungan kerumah siswa ketika anak melakukan
penyimpangan perilaku. Contohnya ada anak yang sering tidak masuk
sekolah, dari pihak wali kelas dan guru bimbingan konseling segera
menanganinya. Dengan melakukan kunjungan kerumah siswa tersebut.
Wali kelas dan guru Pendidikan Agama Islam mencari informasi melalui
orang tuanya kenapa anak tersebut sering tidak masuk sekolah.
5. Siapa saja yang terlibat dalam ikut serta membimbing siswa tunagrahita
sedang?
“Kalau untuk bimbingan konseling semua guru berpartisipasi karena
konseling dilakukan pada sela-sela jam pembelajaran berlangsung tetapi
kalau untuk sholat berjama’ah yang berperan utama adalah guru
pendidikan agama Islam dibantu guru kelas kemudian untuk home
visitingnya dilakukan guru kelas, guru bimbingan konseling, dan guru
pendidikan agama Islam.
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN GURU PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
UPAYA GURU PAI DALAM MENGATASI PENYIMPANGAN
PERILAKU ANAK TUNAGRAHITA DI SMALB NEGERI SALATIGA
TAHUN AJARAN 2018/2019
Kode Responden : EW
Kode data : W/EW
Hari/tanggal : 08 sampai 13 Agustus 2018
Tempat : SMALB Negeri Salatiga
Waktu : 10.00-11.30 WIB
Daftar Pertanyaan :
1. Bagaimana sikap sosial siswa Tunagrahita sedang di lingkungan SMALB
Negeri Salatiga?
“Sikap sosial siswa tunagrahita di SMALB Negeri Salatiga dari yang
ringan sampai yang berat, sikap sosialnya ada yang kurang da nada juga
yang sudah mulai bisa bersosialisasi dengan temannya. Contoh dari siswa
tunagrahita yang sikap sosialnya kurang yaitu ada siswa yang nakal, suka
mengganggu temannya tetapi ada juga siswa yang pendiam menjauhkan
diri dari lingkungan. Karena intelegensinya yang memang kurang maka
dari itu sosialnya juga ikut kurang.
2. Gambaran penyimpangan perilaku siswa tunagrahita sedang di SMALB
seperti apa saja?
“Gambaran penyimpangan perilaku siswa tunagrahita sedang di SMALB
Negeri Salatiga seperti membuat gaduh didalam kelas, menjaili teman,
berkelahi, keluar masuk kelas disaat jam pelajaran.
3. Bagaimana peran Guru PAI dalam membimbing siswa tunagrahita yang
melakukan penyimpangan perilaku?
“Peran guru PAI dalam membimbing siswa tunagrahita sangatlah penting,
Upayanya itu dari pihak sekolahan mengadakan bimbingan konseling
pribadi disela jam pembelajaran dan juga ada sholat dhuhur berjama’ah
jika waktu pulangnya siang. Kemudian ada juga kunjungan ke rumah
tetapi tidak setiap bulan tetapi hanya diwaktu-waktu tertentu karena guru
disini juga sibuk dan terbatas. Contohnya Jam pembelajaran berlangsung
ada siswa yang membuat gaduh serta mondar-mandir di dalam kelas. Di
saat itu juga bimbingan pribadi terjadi dengan cara menasehati dan
memberikan contoh sikap yang baik dan benar di dalam kelas itu seperti
apa. Tetapi anak kan tidak langsung merespon karena intelegensi yang
rendah maka dari itu bimbingan dilakukan secara terus menerus dan nanti
daya ingatnya lambat laun akan terasah sendiri walaupun sulit untuk
mengingat sesuatu tapi itu sudah menjadi kebiasaan yang nantinya akan
berdampak pada perubahan sikap anak tersebut.
4. Apa tujuan akhir Guru PAI dalam membimbing siswa tunagrahita sedang?
“membentuk karakter yang berakhlaqul karimah, berjiwa sosial, meskipun
mereka anak berkebutuhan khusus akan tetapi guru PAI tidak ingin
kekurangan mereka menjadi penghalang bagi mereka untuk menjadi
pribadi yang mulia. Mereka juga bisa mengembangkan potensi-potensi
mereka. Bisa jadi kekurangan manusia normal itu menjadi kelebihan
mereka. Guru PAI ingin orang lain memandang anak berkebutuhan tidak
hanya dari kekurangannya saja akan tetapi kelebihannya juga yang patut
dicontoh.
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN SISWA TUNAGRAHITA SEDANG
UPAYA GURU PAI DALAM MENGATASI PENYIMPANGAN
PERILAKU ANAK TUNAGRAHITA DI SMALB NEGERI SALATIGA
TAHUN AJARAN 2018/2019
Kode Responden : AP
Kode data : W/AP
Hari/tanggal : 14 Agustus 2018
Tempat : SMALB Negeri Salatiga
Waktu : 10.00-11.30 WIB
Daftar Pertanyaan :
1. Apa yang anda lakukan selama proses pembelajaran berlangsung?
“Yang saya lakukan ketika pembelajaran berlangsung yaitu mendengarkan
guru sambil bercanda dengan teman sebelah saya. Terkadang mondar
mandir. Jailin teman saya. Mainan HP”.
2. Apakah anda sering menggangu teman yang lain?
“Sering banget. Biasanya saya suka nyubitin teman saya”.
3. Bagaimana sikap guru ketika melihat kamu atau siswa lainnya membuat
gaduh dan keributan dikelas?
“Menegur dan menasehati untuk tidak membuat gaduh dan rebut dikelas”.
4. Apakah ada hukuman ketika anda atau siswa lainnya tidak melaksanakan
sholat Dhuha dan Dzuhur berjamaah dimasjid?
“Ada, hukuman kalau tidak melaksanakan sholah dhuha dan dzuhur
berjamaah disuruh membersihkan toilet”.
FOTO KEGIATAN
1. Mabit
KHBKG
VFDSFVFXFVFDBDGB CVF
2. Pelaksanaan Sholat Dzuhur Berjamaah
3. Memperingati Isra’ Mi’raj
4. Rutinan Kegiatan Keagamaan setiap hari Jum’at
5. Berdoa bersama sebelum pelajaran dimulai
6. Suasana Pembelajaran Berlangsung