Post on 02-Jun-2018
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
1/132
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
2/132
2
1. Golongan A, yakni golongan bahan galian yang strategis
2. Golongan B, yakni golongan bahan galian yang vital.
3. Golongan C, yakni golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan bahan
galianA dan B.
Perkembangan industrialisasi, globalisasi serta kecenderungan peningkatan
kegiatan ekonomi masyarakat yang semakin pesat telah menyebabkan kebutuhan
akanenergi berupa minyak dan gas bumi semakin meningkat. Bangsa Indonesia pun
menyadari akan pentingnya hal ini sehingga negara mendelegasikan pengusahaan
pertambangan minyak dan gas bumi kepada perusahaan milik negara. Hal
inisebelumnya diatur pada ketentuan Pasal 3 ayat (2) UU No. 44 tahun 1960 tentang
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi jo UU No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor
76, Tambahan Lembaran Negara No. 2971)..Saat ini kedua undang-undang tersebut
telah diganti dengan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4152). Pada undang-undang sebelum UU No. 22 Tahun 2001, pengaturan
mengenai keberadaan Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara yang
kemudian disebut PT. PERTAMINA (Persero) dijumpai pada ketentuan Pasal 2 ayat (1)
UU No. 8 Tahun 1971 yang menyatakan bahwa Dengan nama Perusahaan
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara, disingkat PERTAMINA, selanjutnya
dalam undang-undang ini disebut Perusahaan, didirikan suatu perusahaan pertambangan
minyak dan gas bumi, yang dimiliki Negara Republik Indonesia.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
3/132
3
Secara historis, berdirinya PERTAMINA sebagai perusahaan minyak dan gas
bumi yang dimiliki olehPemerintah Indonesia (National Oil Company), berdiri sejak
tanggal 10Desember 1957 dengan nama PT. PERMINA. Pada tahun 1961 perusahaan
iniberganti nama menjadi PN. PERMINA dan setelah merger dengan PN.PERTAMIN
di tahun 1968, namanya berubah menjadi PN.PERTAMINA.Setelah bergulirnya
Undang-Undang No. 8 Tahun 1971, sebutan perusahaan berubah menjadi
PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah status
hukumnya menjadi PT. PERTAMINA(Persero) pada tanggal 17 September 2003
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi.1
Menurut Pasal 4 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2001dinyatakan bahwaMinyak dan
gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam
wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai
oleh negara.Salah satu tujuan dari penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas
bumi, sebagaimana ditentukan padaPasal 3 huruf b UU No. 22 Tahun 2001,
yangmenyatakan bahwa penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi
bertujuan menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan, dan niaga secara akuntabel, yang diselenggarakan melalui
mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan.Untuk mewujudkan
tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi tersebut, pemerintah
melimpahkan kewenangannya kepada PT. PERTAMINA (Persero) untuk melaksanakan
1PT.PERTAMINA (Persero) (Persero), Tentang Pertamina,
http://www.pertamina.com, diunduh pada 20 Januari 2013
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
4/132
4
kegiatan yang mencakup pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi, berikut
pendistribusiannya ke seluruh pelosok tanah air.Dengan demikian, PT. PERTAMINA
(Persero) menjadi satu-satunya perusahaan negara yang mengelola minyak, gas, dan
panas bumidi Indonesia. Adapun tugas utama yang dibebankan kepada PT
PERTAMINA (Pesero) didalam melaksanakan tugasnya, yaitu:
1. Melaksanakan pengusahaan minyak, gas bumi, dan panas bumi dengan tujuan
memperoleh hasil yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan negara.
2. Mengadakan dan melayani kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi serta
mengusahakan panas bumi untuk keperluan konsumsi dalam negeri.
3. Menyediakan bahan baku yang berasal dari minyak dan gas bumi bagi
perkembangan dan pertumbuhan industri dalam negeri.
Sehubungan dengan tugasnya seperti di atas, PT. PERTAMINA (Persero)
mengimplementasikan sistem yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.Kegiatan hulu
meliputi eksplorasi dan produksi minyak, gas, dan panas bumi. Kegiatan hilir
menangani proses pengolahan migas (minyak dan gas), distribusi, dan pemasaran dari
produk-produknya. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan produk
Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri serta produk non-BBM dan petrokimia
untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor.Hal ini telah menyebabkan
keberadaanPT.PERTAMINA (Persero) sebagai pemimpin bisnis hilir migas nasional
semakin berat, karena investor asing bermodal kuat mulai beralih pada sektor ini.2
2Lidyawati Kartika, 2009,TesisAnalisis Kepuasan Kerja Karyawan MelaluiFaktor-Faktor Quality Of Work Life (QWL) Pada PT. PERTAMINA (Persero)
Perkapalan, Universitas Indonesia, Jakarta, h. 2
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
5/132
5
Semenjak berlakunya UU No. 22 Tahun 2001, peta industri hilir migas nasional
berubah total.Salah satunya mulai 1 Januari 2006, industri hilir migas yang semula
dimonopoli oleh PT. PERTAMINA (Persero), kini terbuka untuk siapa saja termasuk
investor asing. Oleh karena itu, PT. PERTAMINA (Persero) saat ini sedang menuju
pembentukan dunia barunya dan menghadapi tantangan yang berat dari pergeseran
konteks eksternal, kondisi awal yang memprihatinkan, hingga berbagai kelemahan
internal lainnya. Perubahan undang-undang dan peraturan telah meningkatkan fokus
kepada kinerja riil.Keinginan PT. PERTAMINA (Persero) untuk menjadi perusahaan
migas kelas dunia di sektor hilir. Namun demikian, dengan kondisi tersebut di atas tidak
akan mudah. Bagi PT. PERTAMINA (Persero) menangkap keinginan kuat dari seluruh
stakeholders untuk mempertahankan dan mengembangkan PT. PERTAMINA (Persero)
sebagai economy powerhouse. Menyadari kondisi yang sedang dihadapi saat ini, pihak
manajemen dan pekerja PT. PERTAMINA (Persero) berkomitmen untuk melaksanakan
transformasi secara menyeluruh termasuk dalam segi sumber daya manusia, sehingga
PT. PERTAMINA (Persero) dapat tampil sebagai perusahaan minyak nasional kelas
dunia yang menjadi kebanggaan bangsa.
PT. PERTAMINA (Persero) tidak lagi menjadi regulator yang merangkap
pemain. Saat ini kedudukan PT. PERTAMINA (Persero) sama dan setara dengan
perusahaan lain, yaitu sebagai pemain, tidak ada lagi hak-hakprivilege yang dapat
melindungi PT. PERTAMINA (Persero) di arena persaingan, kecuali PT. PERTAMINA
(Persero) sendiri membangun kekuatan sendiri.3
Kekuatan yang dibangun PT.
PERTAMINA (Persero) baik dengan atau tanpa bekerja sama dengan pihak lain seperti
3Warta Pertamina Edition No. 1/THN XLII, Januari 2007
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
6/132
6
halnya dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (selanjutnya ditulis SPBU).
Adapun bentuk pengelolaan SPBU yang dikembangkan oleh PT. PERTAMINA
(Persero) pada umumnya meliputi 3 jenis SPBU, yakni:
1. COCO (Company Own Company Operate), yakni SPBU yang dimiliki dan
dioperasikan sepenuhnya oleh pihakPT. PERTAMINA (Persero).
2. DODO (Dealer Own Dealer Operate, yakni SPBU yang dimiliki dan
dioperasikan oleh pengusaha SPBU tersebut.
3. CODO (Company Own Dealer Operate), yakni SPBU yang tanahnya dikuasai
oleh pengusaha SPBU bekerja sama dengan PT. PERTAMINA (Persero) yang
memberikan bantuan pengembangan sarana serta peralatan SPBU agar SPBU
bersangkutan lebihmaju dan meningkat.4
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat terutama di bidang
transportasi darat, hal ini telah menyebabkan banyaknya bermunculan SPBU yang
berada dibawah naungan PT. PERTAMINA (Persero).Para pengusaha memandang
bisnis SPBU sebagai bisnis yang menguntungkan dengan semakin banyaknya volume
kendaraan yang beredar di masyarakat. Berdasarkan data BP Migas bahwaPT
PERTAMINA(Persero) berencana menambah jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum (SPBU) yang melayani penjualan pertamax dan pertamax plus sebanyak 1.000
SPBU pada 2013 sehingga total SPBU pada tahun 2013 ditargetkan menjadi 5.100
SPBU.5
4PT. PERTAMINA, Jenis SPBU,www.pertamina.com, diunduh pada 14
Februari 20135Okezone.com diunduh tanggal 3 Mei 2013
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
7/132
7
Fenomena lain yang menarik dalam bisnis minyak dan gas bumi adalah telah
dibukanya peluang pendirian SPBU untuk investor asing. Sampai saat ini Petronas telah
membangun lebih dari 200 unit SPBU di seluruh Indonesia.Shell yang menjadi pemilik
SPBU terbanyak di Malaysia, menargetkan membangun 400 unit SPBU dalam waktu
delapan tahun.6Dengan banyaknya perusahaan yang berniat untuk terjun ke bisnis
mengelola SPBU, hal ini tentunya memerlukan suatu kepastian hukum yang dapat
memberikan perlindungan hukum bagi pihak PT. PERTAMINA (Persero) dan
pengusaha SPBU, khususnya bagi SPBU CODO yang menjadi obyek penelitian ini.
SPBU CODO merupakan SPBU yang dibentuk atas dasar kerjasama antara PT.
PERTAMINA (Persero) dengan pihak-pihak tertentu.Bentuk kerjasama yang dimaksud
adalah kerjasama dengan pemanfaatan lahan milik perusahaan atau individu untuk
dibangun SPBU.Dengan demikian, perjanjian kerjasama antara PT. PERTAMINA
(Persero) dan pengelola SPBU merupakan suatu perjanjian yang dilakukan antara PT.
PERTAMINA (Persero) dengan pengusaha swasta terkat kegiatan penyaluran dan
pelayanan bahan bakar minyak bagi masyarakat umum.
Pihak pertama pada perjanjian SPBU CODO yaitu PT. PERTAMINA (Persero)
yang akan menempatkan peralatan SPBU pada lahan yang dikuasi/dikelola oleh pihak
kedua, yakni pengusaha SPBU. Peralatan yang ditempatkan oleh pihak PT.
PERTAMINA (Persero) sebagai bagian peralatan SPBU dikelola dan dioperasikan oleh
pihak kedua dengan sebaik-baiknya.Perjanjian dibuat dalam bentuk Surat Perjanjian
Kerjasama Pengelolaan dan Penggunaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
(SPBU).Perjanjian bersangkutan dibuat dalam bentuk perjanjian baku sehingga
6Harto, 2006, www.wartaekonomi.com, diunduh pada 14 Februari 2013
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
8/132
8
bentuknya sudah ditentukan dan tidak ada posisi tawar bagi pihak kedua selaku pelaku
usaha SPBU. Selain itu Perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU ini terkadang terdapat
beberapaperbuatan wanprestasi, seperti takaran unit pompa yang dikurangi oleh
pihakpemilik SPBU yang curang, merekayasa takaran minyak pada Dispensing
Pump,menjual produk pesaing, seperti produk-produk yang mereknya selain barang
produksi PT. PERTAMINA (Persero).
Perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU antara PT. PERTAMINA (Persero)
dengan pihak swasta tentunya harus menghasilkan sesuatu yang saling menguntungkan.
Namun perjanjian yang ditawarkan oleh PT. PERTAMINA (Persero) kepada pihak
pengusaha SPBU ditetapkan dalam bentuk perjanjian baku, sehingga pihak pengusaha
SPBU tidak mempunyai posisi tawar dalam pembuatan perjanjian bersangkutan. .Dalam
UU No. 22 Tahun 2001 tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai bentuk perjanjian
CODO ini.Sementara itu, ketentuan tentang jual beli minyak dan gas bumi dijumpai
sebagai bagian dari usaha hilir yakni bagian kegiatan usaha niaga yang diatur pada Pasal
5 ayat (2) huruf d UU No. 22 Tahun 2001.Adapun yang dimaksudkan dengan kegiatan
niaga dalam usaha minyak dan gas bumi adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor,
impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa.
Selanjutnya Pasal 7 ayat (2) menetapkan bahwa kegiatan Usaha Hilir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 angka 2 diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha
yang wajar, sehat, dan transparan. Untuk hal tersebut maka kegiatan Usaha Hilir agar
dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha terlebih dahulu wajib mendapat Izin Usaha dari
Pemerintah.Mengenai izin yang diperlukan untuk usaha niaga ditetapkan pada Pasal 23
ayat (2) UU No. 22 Tahun 2001 berupa Izin Usaha Niaga.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
9/132
9
Hal di atas menunjukkan ketentuan UU No. 22 Tahun 2001 belum mengatur
mengenai kerjasama yang dibangun antara PT. PERTAMINA (Persero) dengan pihak
pengusaha SPBU, selain pengaturan mengenai izin yang dibutuhkan. Oleh karena itu,
terjadi kekosongan norma pada UU No. 22 Tahun 2001 terkait dengan pengaturan
kerjasama antara PT. PERTAMINA (Persero) dengan pengusaha dalam pendirian
SPBU khususnya lagi SPBU CODO. Kekosongan norma dalam UU No. 22 Tahun
2001 ini tentunya kurang memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang terikat
dalam perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU CODO. Atas dasar pertimbangan di atas,
maka penelitian mengenai Perlindungan Hukum Atas Penerapan Klausula Baku Dalam
Perjanjian Codo (Company Owned Dealer Operated) Antara Pihak PT. PERTAMINA
(Persero) dengan Mitra Usaha SPBU sangat menarik dan aktual untuk dilakukan.
Berdasarkan penelusuran kepustakaan bahwa yang dilakukan,ada beberapa
penelitian yang berkaitan dengan keberadaan PT. PERTAMINA (Persero) dalam
melakukan kerjasama dengan pihak lain, yaitu:
a. Tesis dari Suhari, NIM C4A.006.476, alumni Program Studi Magister Manajemen
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2008 dengan judul
tesis Pengaruh Penerapan PT. PERTAMINA (Persero) Way Terhadap Kualitas
Pelayanan Dalam Rangka Meningkatkan Loyalitas (Studi Kasus Pada SPBU
44.591.14.PATI). Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian tesis
tersebut yakni:
a). bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan untuk meningkatkan kepuasan agar
pelanggan loyal ?
b).bagaimana cara membentukrelationship untuk menciptakan loyalitas ?
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
10/132
10
b. Tesis Novana Octa Syaputra, NIM 087011164/M.Kn, alumni Program Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, Medan Tahun 2011 dengan judul tesis Analisis Yuridis
Kontrak Keagenan Minyak Tanah Di PT. PERTAMINA (Persero) Provinsi Aceh.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan tesis tersebut yaitu:
a). bagaimanakah tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan kontrak keagenan
minyak tanah yang dibuat antara para agen dengan PT. PERTAMINA ?
b). bagaimanakahperlindungan hukum terhadap para pihak atas kontrak keagenan
minyak tanah yang dibuat antara para agen dengan PT. PERTAMINA ?
Berdasarkan penelusuran dari tesis dengan judul dan pokok permasalahan seperti yang
dijelaskan diatas, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul Perlindungan Hukum
Atas Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian CODO (Company Owned Dealer
Operated) Antara Pihak PT. PERTAMINA (Persero) dengan Mitra Usaha SPBUbelum
ada yang membahasnya, sehingga tesis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
orisinalitas atau keasliannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, dapat
dirumuskanpermasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kedudukan PT. PERTAMINA (Persero) sebagai perusahaan
BUMN dalam melakukan perjanjian CODO (company owned dealer operated)
yang berklausula bakudengan mitra usaha SPBU?
2. Perlindungan hukum apakah yang diberikan bagi pihak mitra usaha SPBU dalam
perjanjian CODO yang berklausula baku?
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
11/132
11
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan yang bersifat
umum dan khusus sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitan ini yaitu untuk pengembangan ilmu hukum terkait
paradigmaScience as a process (ilmu sebagai proses). Dengan paradigma ini, ilmu
hukum tidak akan mandek dalam penggalian atas kebenaran, khususnya terkait dengan
materi perlindungan hukum atas penerapan Klausula Baku dalam perjanjian CODO
(Company Owned Dealer Operated) antara Pihak PT. PERTAMINA (Persero) dengan
Mitra Usaha SPBU.
b. Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini sesuai permasalahan
yang dibahas adalah:
1). Untuk mendeskripsikan dan menganalisa secara mendalam tentang kedudukan
PT. PERTAMINA (Persero) sebagai perusahaan BUMN dalam melakukan
perjanjian CODO (company owned dealer operated) yang berklausula
bakudengan mitra usaha SPBU.
2). Untuk mendeskripsikan dan menganalisa secara mendalam perlindungan
hukum yang dapat diberikan bagi pihak mitra usaha SPBU dalam perjanjian
CODO (company owned dealer operated) yang berklausula baku.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
12/132
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
13/132
13
pengusahaan minyak dan gas bumi yang dikelola oleh pemerintah dengan
namaPT. PERTAMINA (Persero) dan perlindungan hukum kepada mitra
usaha SPBU terkait kerjasama tersebut.
1.5 . Landasan Teoritis dan Batasan Operasional
a. Landasan Teoritis
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, oleh
karena ada hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan
dan pengolahan data, analisa, serta konstruksi data.7 Dengan demikian, landasan teoritis
merupakan upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/teori khusus, konsep-
konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma dan lain-lain yang akan
dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Hal itu dimaksud
untuk mewujudkan kebenaran ilmu hukum yang bersifat konsensus yang diperoleh dari
rangkaian upaya penelusuran (controleur baar). Berhubungan dengan itu maka harus
dihindari teori-teori (ajaran atau doktrin), konsep, asas yang bertentangan satu sama
lain. Semakin banyak teori, konsep, asas yang berhasil diidentifikasi semakin tinggi
derajat kebenaran (konsensus) yang bisa dicapai.
Teori diperlukan untuk menerangkan dan menjelaskan secara spesifik suatu
proses tertentu yang terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.8Teori juga merupakan alur
7Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana, 2011, Buku Pedoman
Pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana, Denpasar, h.48.
8J.J.JM. Wuisaman, 1996, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta, h.203
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
14/132
14
penalaran atau logika (flow of reasonic/logic), yang terdiri dari seperangkat konsep atau
variabel, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis.9Sementara itu, kerangka
teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu
kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis
dalam penelitian.10Oleh karena itu, perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada
metodologi, aktifitaspenelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.Otje
Salman dan Anton F. Susanto dalam hal ini menyimpulkan teori adalah seperangkat
gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi
kriteria tertentu, meskimungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi
keseluruhan teori yang lebihumum.11Hal ini sejalan dengan pendapat Snelbecker yang
mendefinisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasisecara sintaksis (yang
mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logissatu dengan lainnya
dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagaiwahana untuk meramalkan
dan menjelaskan fenomena.12
Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana
mengorganisasikan dan mengimplementasikan hasil-hasil penelitian dan
menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu.13
Sedang dalam kerangka
konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan
9J. Supranto, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta,
Jakarta, h. 19410
M. Solly Lubis, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung,h. 80
11Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2007, Teori Hukum, Refika Aditama,
Bandung, h. 29.12Snelbecker dan Lexy J. Moleong, 1993, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Remaja Rosdakarya, Bandung, h. 34-3513
Burhan Ashsofa, 2003,Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h. 23
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
15/132
15
sebagai dasar penelitian hukum.14
Dalam kaitan itu, maka adapun landasan teoritis yang
dijadikan dasar dalam mengkaji secara teoritis atas permasalahan penelitian ini adalah
seperti berikut ini.
1) Teori Negara Hukum
Untuk memahami permasalahan mengenai kedudukan pihak Pertamina sebagai
Badan Hukum Milik Negara (BUMN) dalam melakukan perjanjian kerjasama
pengelolaan SPBU dengan pihak swasta maka perlu pemahaman tentang konsep negara
hukum.Dalam konsep negara hukum sangat menjunjung tinggi adanya sistem hukum
yang menjamin kepastian hukum.
Suatu negara dapat dikatakan Negara Hukum bilamana memenuhi unsur unsur
negara hukum. Friedrich Julius Stahl mengemukakan bahwa ciri-ciri dari suatu Negara
Hukum yaitu:
1. Adanya pengakuan akan hak-hak dasar manusia;
2. Adanya pembagian kekuasaan;
3. Pemerintahan berdasarkan Peraturan; dan
4. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara.15
Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 45) menyatakan
bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.Berdasarkan pernyataan pasal ini
penyelenggaraan pemerintahan didasarkan atas prinsip-prinsip hukum untuk membatasi
14Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 715
OemarSeno Adji, 1966, Prasara Dalam Indonesia Negara Hukum, Simposium
UI Jakarta, h. 24
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
16/132
16
kekuasaan pemerintah.Hal ini berarti bahwa kekuasaan Negara c.q. aparat pemerintahan
dibatasi oleh hukum (rechtsstaat), bukan didasarkan atas kekuasaan belaka
(machtsstaat). Dengan demikian dalam penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan
berdasarkan sistem pemerintahan berdasarkan hukum yang oleh K.C. Wheare
dinyatakan sebagai berikut:16
first of all it is used to describe the whole system of government of a country,
the collection of rule are partly legal, in the sense that courts of law will
recognized as law but which are not less effective in regulating the government
than the rules of law strictly so called.
(Terjemahan bebasnya adalah pertama-tamadigunakanuntuk menggambarkanseluruhsistem pemerintahansuatu negara, kumpulanaturanhukum,hukum yang
dipertimbangkan dalam proses peradilan dalam arti hukumyang dapat
efektifdalam mengaturpemerintahan).
Philipus M. Hadjon dalam hubungan di atas memberikan pendapat bahwa asas
utama Hukum Konstitusi atau Hukum Tata Negara Indonesia adalah asas negara hukum
dan asas demokrasi serta dasar negara Pancasila.Oleh karena itu dari sudut pandang
yuridisme Pancasila, maka secara ideal bahwa Negara Hukum Indonesia adalah
Negara Hukum Pancasila.17
Adapun unsur-unsur dari Negara Hukum
Indonesia,dikemukakan18
meliputi:
a. hukum bersumber pada Pancasila;
b. kedaulatan rakyat;
c. pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi;
d. persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
16K.C Wheare, 1975, Modern Constitutions, Oxford University Press, London,
p. 1.17
I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi: Problematika Konstitusional
Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, h. 16218
Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia. Analisis Yuridis Normatif tentang
Unsur- unsurnya, UI Press, Jakarta, h.144.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
17/132
17
e. kekuasaan kehakiman yang bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya;
f. pembentukan undang-undang oleh presiden bersama-sama DPR;
g. dianutnya sistem MPR.
Lebih lanjut Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa ciri-ciri dari Negara
HukumPancasila, adalah sebagai berikut:
a. keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asaskerukunan;
b. hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan- kekuasaan Negara;
c. prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan
sarana terakhir;d. keseimbangan antara hak dan kewajiban.19
Bilamana teori Negara Hukum Pancasila dibandingkan dengan Negara Hukum
Anglosaxon dan Eropa Kontinental terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan kedudukan
individu dan hak serta kewajiban individu masyarakat dalam ketiga sistem Negara
hukum itu, disebabkan oleh pengaruh pandangan hidup serta latar belakang sejarah
Bangsa Indonesia20
.
Tujuan yang hendak dicapai oleh Negara Hukum Indonesia adalah mencapai
masyarakat adil dan makmur baik spiritual maupun material secara merata berdasarkan
Pancasila. Untuk mewujudkan tujuan di atas, maka Negara tidak hanya bertugas
memelihara ketertiban masyarakat saja, akan tetapi dituntut untuk turut serta aktif secara
aktif (proaktif) dalam semua aspek kehidupan dan penghidupan rakyat. Kewajiban ini
merupakan amanat para pendiri Negara Hukum Indonesia seperti yang tercantum pada
19Philipus M. Hadjon, 1992, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia: Sebuah
Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya, Penerapannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan
Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Bina Ilmu,
Surabaya (selanjutnya ditulis Philipus M. Hadjon I), h. 9020
Azhary, op.cit., h.116.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
18/132
18
Pembukaan UUD Tahun 1945 alinea ke-4 (empat). Sebagai Negara Hukum maka segala
aktivitas Pemerintahan dan Masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
haruslah sesuai atau tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Hukum menjadi
landasan pokok dalam melakukan segala aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Berdasarkan uraian dan pendapat mengenai konsep negara hukum di atas dapat
diketahui bahwa harus ada keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat guna
mewujudkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.Apabila dikaitkan dengan
penelitian tesis ini, konsep negara hukum menjadikan pemerintah untuk memberikan
perlindungan bagi rakyatnya melalui perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU yang
ditawarkan oleh pihak PT. PERTAMINA (Persero) kepada pihak swasta.Perjanjian
yang dibentukseharusnya memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi
para pihak dalam hal ini pemerintah dan mitra usaha .PT. PERTAMINA (Persero)
dalam penyusunan perjanjian kerjasama SPBU untuk memberikan perlindungan hukum
bagi para pihak.
2) Teori Kepastian Hukum
Secara konseptual, Indroharto mengemukakan bahwa kepastian hukum adalah
konsep yang mengharuskan, bahwa hukum objektif yang berlaku untuk setiap orang
tersebut harus jelas dan ditaati.21
Sementara itu, Peter Mahmud Marzuki dengan
mengutip pendapatnya Van Apeldorn mengemukakan mengenai pengertian kepastian
hukum, sebagai berikut:
21Indroharto, tanpa tahun, Rangkuman Asas-asas umum Hukum Tata Usaha
Negara, Jakarta, h. 212-213.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
19/132
19
Pertama, kepastian hukum berarti dapat ditentukan hukum apa yang berlakuuntuk masalah-masalah konkrit. Dengan dapat ditentukan masalah-masalah
konkrit, pihak-pihak yang berperkara sudah dapat mengetahui sejak awal
ketentuan-ketentuan apakah yang akan dipergunakan dalam sengketa tersebut.Kedua, kepastian hukum berarti perlindungan hukum, dalam hal ini pihak yangbersengketa dapat dihindarkan dari kesewenang-wenangan penghakiman.22
Kepastian hukum atau rechtszekerheid menurut J.M.Otto, yang dikutip oleh
Tatiek Sri Djatmiati dikemukuakan terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut:10
1. adanya aturan yang konsisten dan dapat diterapkan yang ditetapkan
negara.
2. Aparat pemerintah menerapkan aturan hukum tersebut secara konsisten
dan berpegang pada aturan hukum tersebut.
3. rakyat pada dasarnya tunduk pada hukum.
4. hakim yang bebas dan tidak memihak secara konsisten menerapkan
aturan hukum tersebut.
5. putusan hakim dilaksanakan secara nyata.
Soedikno Mertokusumo dalam kerangka penerapan hukum mengemukakan bahwa
salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum yaitu kepastian
hukum.23Hal ini sejalan dengan pemikiran Prajudi Atmosudirdjo yang berpendapat
asas kepastian hukum mengandung arti, sikap atau keputusan pejabat administrasi
negara yang manapun tidak boleh menimbulkan kegoncangan hukum.24
22Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum,Kencana, Jakarta, h. 59.
10Tatiek Sri Djatmiati, 2002, Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia, Disertasi,
PPS Unair, Surabaya, h.18.23
E. Fernando M. Manullang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, BukuKompas, Jakarta, h. 92.
24Prajudi Atmosudirdjo, 1983,Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia,
Jakarta, h. 88.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
20/132
20
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka jaminan kepastian hukum menjadi
prasyarat dalam implementasi Negara Hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945. Hal itu dimaksudkan untuk menjamin terwujudnya tata kehidupan
bernegara dan berbangsa yang adil dan sejahtera, aman, tenteram dan tertib, serta
memberikan kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat. Sejalan dengan
maksud tersebut maka asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
merupakan bagian yang inheren dalam Negara Hukum dikemukakan Saldi Isra bahwa
Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa materi muatan
Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan
berdasarkan latar belakang antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status
sosial.25
Hal itu menunjukan bahwa kepastian hukum akan terjamin bilamana aturan
hukumnya tidak bermasalah dan setiap warga negara dan pejabat-pejabat pemerintahan
menjunjung tinggi dan melaksanakan prinsip Negara Hukum terutama asas legalitas.
Dengan kata lain, persoalan kepastian hukum berkaitan dengan supremasi hukum,
karena hukumlah yang berdaulat. Teori kedaulatan hukum menurut Krabbe11 bahwa
hukumlah memiliki kedaulatan tertinggi. Kekuasaan bukan kedudukan atau pangkat dan
jabatan seorang pemimpin melainkan kekuasaan itu dari hukum. Oleh karena itu,
hukumlah yang memberikan pengakuan hak maupun wewenang, sedangkan Yohanes
25Saldi Isra, 2004, Agenda Pembaruan Hukum: Catatan Fungsi Legislasi DPR:Jentera, Jurnal Hukum, Edisi 3 Tahun II November, Jakarta, h. 74.
11Soehino, 1998, Ilmu Negara, Liberty,Yogyakarta, h.156.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
21/132
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
22/132
22
pihak lain, sehingga diartikan terjadi perjanjian satu arah. Sedangkan dalam
perkembangannya perjanjian atau kontrak terjadi apabila kedua belah pihak sepakat
untuk mengikatkan diri.
Menurut Hukum Kontrak Indonesia yang berasal dari Burgerlijk Wetboek
Nederland, dalam membuat suatu perjanjian dikenal dengan azas-azas universal tentang
pembuatan suatu perjanjian/kontrak yaitu azas kebebasan berkontrak, prinsip itikad
baik, syarat sahnya perjanjian dalam hukum perjanjian, dan lain-lain. Maksud dari azas
kebebasan berkontrak itu sendiri bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada setiap
subyek hukum perdata untuk mencantumkan hal-hal yang dikehendaki oleh masing-
masing pihak asalkan sebelumnya telah ada persetujuan antara para pihak. Suatu
kontrak dianggap sah dan mengikat apabila kontrak itu telah memenuhi semua syarat
seperti yang telah ditetapkan oleh Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Mengenai suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Adakalanya suatu perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, tidak
juga dapat terlaksana sebagaimana telah diperjanjikan. Hukum perjanjian sendiri
mengenal dua hal yang dapat menyebabkan tidak terlaksananya suatu perjanjian yaitu
wanprestasi dan overmacht. Jika terjadi wanprestasi tentu akan mengakibatkan salah
satu pihak menderita kerugian. Oleh karena terdapat pihak yang dirugikan maka pihak
yang menimbulkan kerugian itu wajib bertanggungjawab. Dengan kata lain perjanjian
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
23/132
23
merupakan perbuatan hukum, oleh karena itu para pihak yang melakukan perjanjian
harus memiliki perlindungan hukum agar kepentingan para pihak dapat terlindungi.27
Dalam penyusunan suatu kontrak atau perjanjian, baik perjanjian itu bersifat
bilateral dan multilateral maupun perjanjian dalam lingkup nasional, regional, dan
internasional harus didasari pada prinsip hukum dan klausula tertentu.28 Dalam Hukum
Perdata dikenal beberapa prinsip dasar yang harus diterapkan dalam penyusunan
kontrak sehingga akan terhindar dari unsur-unsur yang dapat merugikan para pihak
pembuat suatu kontrak yang mereka sepakati. Salah satu prinsipnya yaitu Asas
Kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyebutkan
bahwa
1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sabagai Undang-Undang bagi
mereka yang membuatnya.
2. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah
pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu.
3. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1338KUHPerdata,maka kata semua dapat diartikan
sebagai setiap perjanjian yang dibentuk secara sah adalah mengikat. Dengan demikian,
asas kebebasan berkontrak dapat dikatakan bersumber dari ketentuan pasal ini.
Sedangkan kata sah dapat dihubungkan dengan kata sahnya perjanjian pada Pasal
27Agus Yudha, 2008,Hukum Perjanjian : Azas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, Mediatama, Yogjakarta, h. 25.28
Joni Emirzon, 1998, Dasar-dasar dan Tehnik Penyusunan Kontrak,
Universitas Sriwijaya, Ideralaya, h. 19
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
24/132
24
1320 KUHPerdata. Setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320
KUHPerdata barulah suatu perjanjian dapat mengikat para pembentuknya atau pihak
lain yang terkait.
Selain perjanjian pada umumnya juga berkembang perjanjian bakudi Indonesia
yang sering disebut juga dengan istilahperjanjian standar, kontrak standar dan kontrak
baku. Dalam beberapa makalah dan buku yang ditulis oleh para ahli hukum, seperti
Mariam Darus Badrulzaman, Abdul Kadir Muhammad, Sutan Remy Sjahdeini dan
Johannes Gunawan, istilah yang digunakan adalah perjanjian baku. Oleh karena para
ahli pada umumnya menggunakan istilah tersebut, maka dalam tesis ini jugadigunakan
istilah perjanjian baku.
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standart
contract. Menurut Mariam Darus Badrulzaman: perjanjian baku adalah perjanjian yang
isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.29Sedangkan menurut J.
Satrio: Perjanjian baku adalah perjanjian tertulis,yang bentuk dan isinya telah
dipersiapkan terlebih dahulu,yang mengandung syarat-syarat tetap, yang oleh salah satu
pihak kemudian disodorkan kepada pihak lain untuk disetujui (lawan janjinya) dan
dimaksudkan untuk setiap kali digunakan pada penutupan perjanjian seperti itu.30
Oleh
karen itu, dalam perjanjian baku hampir seluruh klausul-klausulnya dibakukan oleh
pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk
merundingkan atau meminta perubahan.
29Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung,
(selanjutnya disebut Mariam I) h. 47-4830
J. Satrio, 1994, Beberapa Segi Hukum Perjanjian Kredit Standar, Media
Notariat Nomor : 30-31-31-33, Januari-April-Juli-Oktober, h.136-137.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
25/132
25
Kontrak dalam perjanjian baku ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak,
terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah.31Standar kontrak
merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir
tertentu, sehingga secara substansi hanya menuangkan dan menonjolkan hak-hak yang
ada pada pihak yang berkedudukan lebih kuat sedangkan pihak lainnya terpaksa
menerima keadaan itu karenanya posisinya yang lemah.32
4) Teori Badan Hukum
Berbagai tokoh dan pendukung aliranilmu hukum dan filsafat hukum telah
mengemukakan pendapat mengenai eksistensi badan hukum sebagai subjek hukum
disamping manusia.33Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa badan hukum adalah
suatu badan yang disamping manusia perorangan juga dianggap dapat bertindak dalam
hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan perhubungan hukum
terhadap orang lain atau badan lain.34Sejalan dengan itu, Soedewi Masjchoen Sofwan
menyatakan bahwa badan hukum adalah kumpulan dari orang-orang yang bersama-
sama mendirikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan harta kekayaan, yang
ditersendirikan untuk tujuan tertentu (yayasan).35
Lebih lanjut, terdapat beberapa teori
yang berkaitan dengan badan hukum yang diungkapkan oleh para sarjana, yaitu:
31Salim H.S, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUHPerdata,
RajaGrafindo Persada, Jakart, h. 14532Rahman Hasanudin, 2000, Legal Draf ting , Citra Aditya Bakti,
Bandung, h 134.33
Chidir Ali, 1987,Badan Hukum, Alumni, Bandung, h. 2934P.N.H Simanjuntak, 2009, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia,
Djambatan, Jakarta, h. 28-2935
ibid
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
26/132
26
a. Teori Fiksi (Fictie Theorie)
Von Savigny menyatakan bahwa,hanya manusia saja yang mempunyai
kehendak.Selanjutnya dikemukakan bahwa badan hukum adalah suatu
abstraksi, bukan merupakan suatu hal yang konkrit.Badan hukum semata-
mata hanyalah buatan pemerintah atau negara.Terkecuali negara, badan
hukum itu suatu fiksi yakni sesuatu yang sebenarnya tidak ada tetapi orang
menghidupkannya dalam bayangannya untuk menerangkan suatu hal.Jadi,
orang bersikap seolah-olah ada subjek hukum yang lain, tetapi wujud yang
tidak riil itu tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan, sehingga yang
melakukan ialah manusia sebagai wakil-wakilnya.36
b. Teori Organ (Orgaan Theorie)
Otto von Gierke menyatakan bahwa badan hukum adalah sesuatu yang
sungguh-sungguh ada dalam pergaulan hukum yang mewujudkan
kehendaknya dengan perantaraan alat-alat (organ-organ) yang ada padanya
(pengurus).Menurut teori ini, Berfungsinya badan hukum dipersamakan
dengan fungsinya manusia.Jadi, badan hukum tidak berbeda dengan
manusia, karena itu dapat disimpulkan bahwa tiap-tiap perkumpulan atau
perhimpunan orang adalah badan hukum37.
c. Teori Kekayaan Tujuan
A Brinz berpendapat bahwa badan hukum bukalah kekayaan dari seseorang,
melainkan kekayaan itu terikat pada tujuannya.Setiap hak tidak ditentukan
36Chidir Ali, Op.cit, hal. 32
37Komariah, 2002,Hukum Perdata, UMM Press, Malang, h. 23
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
27/132
27
oleh suatu subyek, tetapi ditentukan oleh suatu tujuan.Kelemahan teori ini
adalah kekayaan hanya sesuai untuk badan hukum yang berbentuk yayasan.
d. Teori Milik Kolektif
Menurut Planiol dan Molengraaf, hak dan kewajiban badan hukum pada
dasarnya juga menjadi hak dan kewajiban anggota secara bersama-sama,
sehingga badan hukum hanyalah konstitusi yuridis yang pada hakekatnya
adalah abstrak.38
Menurut ketentuan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(Lembaran Negara RI No. 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara No. 4756)
menyatakan bahwa Perseroan Terbatas ialah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatasn usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.Dengan
demikian, Perseroan Terbatas mempunyai sifat badan hukum dan pertanggungjawaban
terbatas. Dalam kepustakaan hukum Eropa Kontinental perusahaan sering disebut
sebagai rechtperson dan dalam hukum Common Law Sistem dikenal dengan istilah
legal entity, juristic person atau artificial person. Dalam kamus Hukum Ekonomi legal
entity diartikan sebagai badan hukum yaitu badan atau organisasi yang oleh hukum
diperlakukan sebagai subjek hukum dan mempunyai hak dan kewajiban.
Dalam Blacks Law Dictionary, legal entity diartikan sebagai body (such as
company) which is a person in the eye of law (badan (seperti perusahaan) yang
merupakan orang dimata hukum). Sedangkan menurutBlacks LawDictionary,artificial
38Op.cit.h 24
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
28/132
28
person didefinisikan sebagai persons created and devised by human laws for the
purpose of society and government, as distinguished from natural person. (orang yang
direncanakan dan diciptakan oleh hukum manusia untuk tujuan sosial dan
pemerintahan, dibedakan dari orang alamiah). Kemudian legal entity adalah:an entitty,
other than natural person, who has sufficient existence in legal contemplation that it
can function legally, be sued or sue and make decisions through agents as in the case of
corporation. (suatu kesatuan, berbeda dari orang alamiah, mempunyai kedudukan
dimuka hukum, dapat dituntut atau menuntut dan membuat keputusan melalui agen
dalam hal korporasi.)39
Dalam kaitan di atas maka keberadaan badan hukum yaitu PT.
PERTAMINA(Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dibentuk
oleh pemerintah, badan hukum tersebut terdiri dari organ-organ perusahaan yang
menjalankan tugasnya untuk menyalurkan bahan bakar minyak pada masyarakat luas,
serta melakukan kerjasama untuk pendistribusiannya kepada badan hukum dalam
bentuk perusahaan swasta.Sementara itu PT. PERTAMINA sebagai Perseroan Terbatas,
maka sifat badan hukum dan pertanggungjawaban terbatas dari suatu perseroan terbatas
melekat juga pada PT. PERTAMINA (Persero).
5) Konsep Tindakan Pemerintahan
Menurut Philipus M. Hadjon, kekuasaan pemerintah di Indonesia sangat popular
disebut dengan kekuasaan eksekutif yang dalam prakteknya tidaklah murni sebuah
39Gunawan Widjaja, 2008,Resiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik
PT, Forum Sahabat, Jakarta, (selanjutnya disebut Gunawan I) h. 12-13
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
29/132
29
kekuasaan eksekutif.57
Di negara manapun tidak pernah terjadi kekuasaan pemerintahan
hanya melaksanakan fungsi eksekutif menurut ajaran Trias Politica. Pemerintah dalam
bahasa Belanda yang disebutbestuur secara negatif dirumuskan sebagai lingkungan
kekuasaan negara diluar lingkungan kekuasaan legisllatif dan kekuasaan yudisial.
Dengan rumus itu kekuasaan pemerintahan tidaklah sekedar melaksanakan undang-
undang. Kekuasaan pemerintahan merupakan kekuasaan aktif. Sifat aktif tersebut dalam
konsep administrasi negara secara intrinsik merupakan unsur-unsur utama dari sturen
(bestuuren), dan menurut Philipus M. Hadjon unsur-unsurnya terdiri dari;
a. Sturen merupakan suatu kegiatan yang kontinu. Kekuasaan pemerintahan
dalam hal menerbitkan ijin mendirikan bangunan misalnya, tidak berhentidengan diterbitkannya izin mendirikan bangunan. Kekuasaan pemerintah
senantiasa mengawasi agar izin tersebut digunakan dan ditaati. Dalam hal
pelaksanaakn mendirikan bangunan tidak sesuai dengan izin yangditerbitkan, pemerintah akan menggunakan kekuasaan penegakan hukum
berupa penerbitan yang mungkin berupa tindakan pembongkaran bangunan
yang tidak sesuai. Demikian halnya penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM)oleh polisi. Aktivitas polisi tidak berhenti dengan terbitnya SIM tetapi terus
mengawasi penggunaan SIM oleh pemegangnya.b. Sturen berkaitan dengan penggunaan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah
konsep hukum publik. Sebagai konsep hukum publik penggunaan kekuasaanharus dilandaskan pada asas-asas negara hukum, asas demokrasi dan asas
instrumental. Berkaitan dengan negara hukum adalah asas Wet en
Rechtmatigheid van Bestuur.
Dengan demikian, fungsi pemerintahan yang dilaksakan oleh organ
pemerintahan pada hakikatnya cukup luas yang dilaksanakan melalui berbagai macam
tindakan pemerintahan. M. Donner mengemukakan ada 4 (empat) macam bentuk fungsi
penguasa, yakni:
57Philipus M. Hadjon I, 1992,op.cit, h. 2
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
30/132
30
a.Pemeliharaan Ketertiban, dapat terdiri dari penetapan peraturan, mengeluarkan
perintah untuk mewujudkan ketertiban umum jika terjadi keonaran umum
(keributan).
b.Pengelolaan Keuangan, melalui pajak, pungutan-pungutan lain, pihak penguasa
menjadi yang terkaya dan yang paling boleh dipercaya dalam negara. Pendapatan
pihak penguasa bertujuan untuk menutup kebutuhan-kebutuhan sendiri, namun juga
mempunyai fungsi dalam hal pengaturan kembali pendapatan negara dan dalam
usaha mengadakan koreksi terhadap situasi dalam masyarakat yang dialami secara
tidak diinginkan. Dengan demikian penguasa memberi bantuan, menyediakan
subsidi, memberi kredit dan jaminan atau memberi harta milik yang diinvestasikan
oleh kelompok-kelompok tertentu atau masyarakat umum.
c.Tuan tanah, mengingat banyak jalan dan sungai, pantai, bendungan dan tentu saja
bahan-bahan mineral, adalah milik penguasa. Penguasa juga memiliki kesempatan-
kesempatan yuridis untuk merampas tanah ataupun menggunakan tanah itu dengan
tujuan membatasi kepentingan umum dan pungutan pajak.
d.Penguasa, mengingat beberapa kegiatan hanya dapat dilaksanakan oleh pihak
penguasa karena diharuskan undang-undang.
Mengkaji berbagai macam kegiatan pemerintahan tersebut maka dapat dipahami
bahwa disamping perlunya produk hukum yang mengatur tindakan pemerintah juga
tindakan pemerintah tidak semata-mata berkarakter publik namun dalam hal-hal tertentu
juga dapat berkarakter perdata:55
55Yohanes Usfunan, 2002, Perbuatan pemerintah Yang Dapat Digugat,
Djambatan, Jakarta, h. 6.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
31/132
31
Dalam kaitan itu fungsi pemerintahan diarahkan sebagai:
a. Badan Organisasi Intern, dalam arti Pemerintahan bertanggungjawab atas
pengeluaran biaya yang sangat besar bagi kebutuhan para pegawai negeri,
harta milik yang banyak jumlahnya. Pemerintahan intern berbentuk segala
macm aturan organisasi, keputusan pengangkatan dan pemberhentian,
aturan-aturan dan keputusan-keputusan mengenai kedudukan hukum
pegawai negeri, keputusan tentang bidang kepegawaian para pegawai yang
kedudukannya lebih tinggi terhadap yang lebih rendah dan peraturan
mengenai penyelesaian sengketa diantara para pegawai negeri. Berdasarkan
wewenang yang ada pemerintahan secara intern dapat bertindak menurut
hukum publik.
b. Badan hukum menurut perdata, dalam arti mempunyai wewenang untuk
atas nama negara melaksakan tindakan-tindakan hukum menurut hukum
perdata.56
Hal di atas menunjukkan secara intern fungsi pemerintahan yang dijalankan
tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan menurut hukum publik dan hukum perdata. Salah
satu contoh penundukan diri pemerintah ke dalam hukum perdata adalah didirikannya
berbagai perusahaan atas dasar saham negara yang dipisahkan, seperti pendirin PT.
PERTAMINA (Persero).PT. PERTAMINA(Persero) mersupakan salah satu Badan
Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan kaidah-kaidahHukum Perdata.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003 (Lembaran Negara
No. 70 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara No. 4297, selanjutnya disebut UU
56Ibid. H.8.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
32/132
32
BUMN) tentang Badan Usaha Milik Negara dinyatakan bahwa BUMN adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. PT.
PERTAMINA(Persero) berdasarkan ketentuan dalam UU No. 22 Tahun 2001
ditetapkan sebagai pemegang kuasa pertambangan nasional yang diselengarakan
olehpemerintah. Sehubungan dengan tugas tersebut di atas, PT. PERTAMINA(Persero)
melalui kerja sama dengan pihak pengusana telah membangun dan mengelola sejumlah
SPBU demi melayani kebutuhan masyarakat atas Bahan Bakar Minyak atau pelumas.
6) Perlindungan Hukumbagi rakyat
Philipus M. Hadjon mengemukakan perlindungan hukum bagi rakyat dalam
kepustakaan hukum berbahasa Belanda dikenal dengan sebutan rechtsbescherming van
de burgers40
. Hal itu menunjukkan kata perlindungan hukum merupakan terjemahan
dari rechtsbescherming (bahasa Belanda). Pengertiannya, dalam kata perlindungan
hukum terdapat suatu usaha untuk memberikan hak-hak kepada pihak yang dilindungi
sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan. Ada dua macam perlindungan hukum
bagi rakyat Indonesia yaitu perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan
hukum yang represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan
kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu
keputusan pemerintah mendapat bentuk defenitif. Dengan demikian, perlindungan
hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Sedangkan
40Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia,
op.cit Peradaban, Surabaya, h. 1.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
33/132
33
sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa41.
Sementara itu, dalam negara hukum maka segala tindakan alat-alat perlengkapan
negara atau penguasa didasarkan atas hukum untuk memberikan perlindungan kepada
aparatur negara maupun masyarakat. Dengan demikian, Keberadaan hukum dalam
penyelenggaraan pemerintahan sejak jaman dahulu telah disadari oleh Lord Acton
sebagaimana dikutip oleh Sjachran Basah yang mengatakan bahwa
Setiap kekuasaan sekecil apapun cenderung untuk disalahgunakan. Oleh sebab itu,dengan adanya keleluasaan bertindak dari administrasi negara yang memasuki
semua sektor kehidupan masyarakat termasuk di dalamnya bidang perpajakan,
kadang-kadang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat itu sendiri.
Wajarlah kemudian adanya keinginan yang menghendaki adanya jaminan agar
jangan sampai keadaan negara menjurus diktator tanpa batas, yang bertentangan
dengan ciri negara hukum. Oleh karena itu terhadap warga diberikan bilamana
sikap tindak administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya. Terlebih
tugas pelayanan publik yang diemban oleh administrasi negara tentu haruslah
berlandaskan Hukum Administrasi Negara sehingga dalam hal melaksanakan
tugas itu secara aktif. Artinya dalam melaksanakan pemerintahan, administrasi
negara melakukan suatu perbuatan penetapan (beschikkings-handeling) yang
menghasilkan ketetapan (beschikking).42
Pemerintah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan maka melakukan
berbagai tindakan pemerintahan yang dapat timbul berbagai kemungkinan termasuk
dalam perbuatan melawan hukum oleh administrasi negara.43
Kaitannya dengan
penelitian ini, maka pelaksanaan perjanjian antara PT. PERTAMINA (Pesero) dengan
41Ibid. h.2.
42Sjachran Basah, 1992, Perlindungan Hukum Atas Sikap Tindak Administrasi
Negara, Alumni, Bandung (selanjutnya ditulis Sjachran Basah I), h. 1343
SF, Marbun dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi
Negara , Yogyakarta: UII Press, h. 283
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
34/132
34
pihak lain dalam pengusahaan SPBU tidaklah juga terlepas dari potensi terjadinya
masalah. Dalam kaitan itu, Giri Achmad Taufik menyatakan:
Perlindungan hak-hak asasi manusia dipandang sebagai segala aktivitas yang
ditujukan untuk mendorong dihormatinya secara penuh hak asasi individu yang
bersandarkan pada norma-norma hukum. Perlindungan hak-hak asasi manusia
pada prinsipnya terbagi menjadi dua, yakni yang sifatnya menghormati (respect)
dan memenuhi (fulfillment).
Kedua konsep perlindungan tersebut berangkat dari peran negara dalam
perlindungan hak-hak asasi manusia, menghormati hak-hak asasi manusia berarti
negara dituntut untuk tidak melakukan suatu tindakan yang akan mencederai hak-
hak asasi tersebut. Sedangkan dalam konteks memenuhi, negara justru diwajibkan
untuk melakukan tindakan-tindakan agar hak-hak warga negaranya menjadi
terpenuhi.44
Di dalam negara hukum Pancasila, perlindungan hukum bagi rakyat diarahkan kepada
usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa antara pemerintah dan rakyat,
menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat secara musyawarah serta
peradilan merupakan sarana terakhir dalam usaha menyelesaikan sengketa antara
pemerintah dengan rakyat. Dengan kata lain, adanya sarana perlindungan hukum ini
bagi masyarakat pada umumnya dan mitra PERTAMINA (Persero) pada khususnya
disamping sebagai suatu urgensi yang wajar dalam mewujudkan keadilan dan
kebenaran, juga merupakan conditio sine qua non dalam negara hukum45.
7) Konsep Tanggung Jawab
Dalam ranah hukum, seseorang tentu harus bertanggungjawab terhadap kerugian
yang diakibatkan oleh perbuatan yang bertentangan dengan hukum dari orang lain. Hal
44Giri Achmad Taufik, http://www.alumniipb.or.id/index.php?option=com
content&task=view&id=3199&Itemid=37, diunduh tanggal 3 Mei 201345Sjachran Basah, 1992, Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan
Administrasi (HAPLA), Penerbit Rajawali Pers, Cet. ke-2, Jakarta (selanjutnya ditulis
Sjachran Basah II), h. 4-5.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
35/132
35
ini disebut tanggung jawab kualitatif, yaitu orang yang bertanggungjawab karena orang
itu memiliki suatu kualitas tertentu.46Hukum memberikan jaminan dan keamanan dalam
kehidupan sosial termasuk memberikan jaminan dan keamanan kepada masyarakat atas
hak yang dimilikinya, begitu juga bagi pihak pengusaha SPBU dengan perjanjian
kerjasama CODO yang disepakati oleh pihak PT. PERTAMINA (Persero) sesuai
dengan kaidah hukum yang berlaku. Hal ini senada seperti yang dikemukakan oleh
Roger Catterrell dalam bukunya The Sociology of Law yang menyebutkan bahwalaw
secures social cohesion and orderly social change by, balancing conflicting interest-
individual (the private interest of individual citizens), social (arising from the common
conditions of social life) and public (specifically the interest of the state)47
Menurut Roscoe Pound, mengenai jenis tanggung jawab ada 3(tiga) yaitu
sebagai berikut:
1. Pertanggungjawaban atas kerugian dengan disengaja,
2. Atas kerugian karena kealpaan dan tidak disengaja,
3. Dalam perkara tertentu atas kerugian yang dilakukan tidak karena
kelalaian serta tidak disengaja.48
Lebih lajut Roscoe Pound menyatakan bahwa tanggung jawab dapat bersumber
dari beberapa hal, yakni:
46W. Sommermeijer, 2003, Tanggung Jawab Hukum, Pusat Studi Hukum
Universitas Parahyangan, Bandung, h. 2347
Roger Catterrell, 1984, The Sociology of Law : An Introduction, Butterworths,
London, p. 7648Roscoe Pound, 1996, Pengantar Filsafat Hukum (An Introduction to the
Philosophy of Law), diterjemahkan oleh Mohammad Radjab, Bharata Karya Aksara,
Jakarta, h. 92
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
36/132
36
1. Perjanjian, dimana para pihak mengadakan perjanjian tersebut masing-masingdituntut untuk bertanggung jawab atas pemenuhan isi perjanjian yang mereka
buat.
2. Perbuatan melawan hukum, yang terbagi atas:a. Perbuatan diri sendiri, baik yang disengaja (dolus) maupun yang tidak
disengaja (culpa)
b. Perbuatan orang lain (orang yang masih berada di bawah tanggungan
sipenanggung jawab yang bersangkutan)c. Kejadian lain yang bukan merupakan perbuatan, tetapi menimbulkan akibat
yang tetap harus dipertanggung jawabkan oleh orang yang oleh hukum
dianggap sebagai penanggung jawabannya.49
Dalam kaitannya dengan permasalahan dalam tesis ini, maka kewajiban dalam
memenuhi prestasi antara kedua belah pihak yaitu antara PT. PERTAMINA (Persero)
dengan pengusaha SPBU dalam perjanjian kerjasama CODO harus dipenuhi guna
menghindari perbuatan wanprestasi.Perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU CODO
memperhatikan berlakunya aturan-aturan yang mengatur hak-hak dan kewajiban antara
kedua belah pihak yang harus diperhatikan, baik pada pembuatan perjanjian, mulainya
perjanjian, pelaksanaan perjanjian dan berakhirnya perjanjian.
b. Batasan Operasional
Berkenaan dengan judul rencana tesis ini adapun beberapa konsep yang
dipergunakan sehingga membutuhkan penjelasan lebih lanjut adalah:
1). Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah suatu usaha preventif atau represif untuk memberikan
hak-hak kepada pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang telah
dilakukan.
2). Perjanjian Baku
49Ibid, h. 163-164
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
37/132
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
38/132
38
Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan sebagai dasar sudut pandang
dan kerangka berpikir seorang peneliti didalam melakukan analisis.Secara teoritis,
dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yaitu:
1). Pendekatan analitis (Analytical Approach), pendekatan ini dilakukan dengan
mencari makna pada istilah-istilah hukum yang terdapat didalam perundang-undangan, dengan begitu peneliti memperoleh pengertian atau makna baru
dari istilah-istiah hukum dan menguji penerapannya secara praktis dengan
menganalisis putusan-putusan hukum.2). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) hal ini dimaksudkan
bahwa peneliti menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar
awal melakukan analisis.
3). Pendekatan perbandingan (Comparative Approach), pendekatan inidilakukan dengan membandingkan peraturan perundangan Indonesia dengan
satu atau beberapa peraturan perundangan negara-negara lain.
4). Pendekatan konsep (Conseptual Approach), konsep-konsep dalam ilmuhukum dapat dijadikan titik tolak atau pendekatan bagi analisis penelitian
hukum, karena akan banyak muncul konsep bagi suatu fakta hukum.
5). Pendekatan sejarah (Historical Approach), pendekatan sejarah ini dilakukandengan menelaah latar belakang dan perkembangan dari materi yang diteliti.
6). Pendekatan kasus (case approach), pendekatan kasus dalam penelitian hukum
bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yangdilakukan dalam praktik hukum.51
Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini agar mendapatkan
hasil yang ilmiah serta dapat dipertahankan secara ilmiah, yaknijenis pendekatan yang
diterapkan adalah pendekatan analitis (Analytical Approach), pendekatan konsep
(conseptual approach), dan pendekatan perundang-undangan (statute approach).
c. Sumber Bahan Hukum
Mengenai sumber bahan hukum dari penelitian hukum normatif ini diperoleh dari
hasil penelitian melalui penelitian kepustakaan (Library Research).52
Adapun bahan
hukum yang digunakanterdiri dari:
51Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum
Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, h. 185-190
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
39/132
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
40/132
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
41/132
41
(deskripsi), menjelaskan masalah (eksplanasi), mengkaji permasalahan dari bahan-
bahan hukum yang terkait (evaluasi) dan memberikan argumentasi dari hasil evaluasi
tersebut, sehingga didapat kesimpulanmengenai persoalan yang dibahas pada penelitian
ini.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
42/132
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
43/132
43
yang berhubungan dengan janji kawin yaitu sebagai perbuatanyang terdapat dalam
bidang hukum keluarga.55
Akibat tidak lengkap dan terlalu luasnya rumusan perjanjian makamuncullah
berbagai pandangan mengenai definisi yang diberikan olehpara sarjana hukum.Menurut
Subekti, suatu perjanjian adalahsuatu peristiwa, dimana seseorang berjanji kepada
seseorang lain, ataudimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal.56Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah: hubungan hukum antara
kedua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum.dua pihak sepakat
untuk menentukanperaturan atau kaedah atau hak-hak dan kewajiban yang
mengikatmereka untuk di taati atau di jalankan.57Disamping kedua definisi di atas,
Munir Fuady menberikandefinisi lebih luas bahwa kontrak adalah: suatu kesepakatan
yang diperjanjikan diantara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan,memodifikasi
atau menghilangkan hubungan hukum.58
Sementara itu, menurut teori klasik yang dimaksud dengan perjanjian adalah
satu perbuatan hukum, yang berisi dua (een tweezijdige overeenkomst) yang didasarkan
atas kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.59
Adapun yang dimaksud dengan
satu perbuatan hukum yaitu satu perbuatan hukum yang meliputi penawaran (offer,
aanbod) dari pihak yang satu dan penerimaan (acceptance, aanvaaeding) dari pihak
yang lain. Pandangan klasik itu kiranya kurang tepat oleh karena dari pihak yang satu
55Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hal. 18
56R. Subekti,Loc. cit57
Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty,
Yogjakarta, h. 2358Munir Fuady, 1999, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya
Bakti, Bandung, h. 2359
Sudikno Mertokusumo, Op.cit, hal. 117
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
44/132
44
ada penawaran dan dari pihak yang lain ada penerimaan, maka ada dua perbuatan
hukum yang masing-masing bersisi satu. Oleh karena itu menurut Sudikno
Mertokusumo definisi perjanjian tidak merupakan satu perbuatan hukum, akan tetapi
merupakan hubungan hukum antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan
akibat hukum.60
Perjanjian yang dilakukan akanmelahirkan suatu perikatan atau verbintenis
(bahasa Belanda), yang artinya suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya
adalah hak dan kewajiban. Suatu hak untuk menuntut sesuatu dan disebelah lain suatu
kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Istilah lain dari perikatan dalam bahasa
Inggris, yaitu Obligation yang dipakai untuk melukiskan hal yang sama, secara
kurang lengkap hanya menunjuk pada satu sudut dari hubungan yang timbal balik itu,
yaitu sudut kewajibannya, meskipun adanya suatu kewajiban mengandung pengertian
bahwa di sudut lain ada suatu hak.61
Perikatan sebagaimana dimaksudkan di atas, merupakan suatu pengertian
abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi dapat dibayangkan dalam pikiran
manusia. Sorang atau lebih melakukan suatu perjanjian ia dengan sendirinya secara
langsung akan mengikatkan dirinya pula terhadap mana ia melakukan perjanjian
tersebut. Mengikatkan diri maksudnya bahwa dengan melakukan perjanjian tersebut,
maka merekapun melakukan suatu perikatan tertentu, oleh satu pihak terhadap pihak
lainnya diantara mereka.Dengan demikan, hubungan antara perikatan dan perjanjian
adalah perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian atau perjanjian adalah sumber,
60Op.cit., h. 118
61R. Subekti, 1992,Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 2
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
45/132
45
bahkan sumber utama dari perikatan.Dikemukakan sebagai sumber utama oleh karena
disamping itu, masih ada sumber-sumber lainnya yang juga bisa melahirkan
perikatan.Oleh karena itu dapat dirumuskan bahwa perikatan itu dilahirkan dari
perjanjian, undang-undang dan hukum tak tertulis.62
Dasar hukum dari pernyataan di
atas dapat dilihat didalam Pasal 1233 KUHPerdata, yang isinya menyatakan bahwa tiap-
tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuanataupunkarena undang-undang.
Pengertian lain dari perikatan dikemukakan oleh L. C. Hofmann, yaitu sebagai
suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan
dengan itu seseorang atau beberapa orang dari padanya (Debitur atau para Debitur)
mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang
lain, berhakatas sikap yang demikian itu.63
Pengertian perjanjian dan perikatan di atas
maka dapat disimak bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa nyata dan sumber
utama dari lahirnya suatu perikatan tertentu yang dilakukan oleh seseorang atau lebih
terhadap seorang atau lebih lainnya.
Perjanjianyang telah dibuat memiliki akibat hukum pula bagi para pihak yang
membuat perjanjian tersebut. Akibat hukum yang dimaksudkan adalah apabila isi
perjanjian tidak dilaksanakan oleh para pihak, maka pihak yang lain (yang merasa
dirugikan akibat tidak dilaksanakannya isi perjanjian tersebut) dapat saja menuntut
secara hukum, sebab kedudukannya dilindungi secara hukum oleh undang-undang.
62Ibid, h. 3
63R. Setiawan, 1987, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, h. 1
(dikutip dari buku L.C. Hofmann, 1968, Het Nederlands Verbintenissenrecht,
Eersteggedeelte, Wolters-Northdoff, NV, Groningen, p. 3)
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
46/132
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
47/132
47
4. Suatu sebab yang halal.
Kesepakatan yang dimaksudkan adalah persesuaian kehendak antara para
pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan. Dalam hal ini,
makakesepakatanpada hakikatnya merupakan penyesuaian pernyataan kehendak antara
satu orang atau lebih dengan pihak yang lainnya.65Secara formil, suatu pernyataan
kesepakatan para pihak dalam suatu perjanjian tertulis cukup dilakukan dengan
pembubuhan tandatangan pada perjanjian tersebut.66Namun demikian, kesepakatan ini
dapat dicapai dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun secara tidak tertulis.
Dikatakan tidak tertulis, bukan dalam artian semata-mata lisan karena perjanjian dapat
saja terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, bahkan hanya dengan
menggunakan simbol-simbol atau dengan cara lainnya yang tidak secara lisan.
Mengenai makna kesepakatan harus diperhatikan pula ketentuan Pasal 1321
KUHPerdata yang menyatakan bahwa Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu
diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.
Kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-halpokok dari apa yang
diperjanjikan atau tentang barang yang menjadiobjek perjanjian. Paksaan yang
dimaksudkan adalah paksaan rohani atau paksaanjiwa dan bukan paksaan
fisik.Sedangkan penipuan terjadi apabila salahsatu pihak dengan sengaja memberikan
65Salim H.S., 2003, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika,
Jakarta, h. 16266
Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya
Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Mariam II) h. 80
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
48/132
48
keterangan-keterangan palsudisertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak
lawanmemberikan persetujuannya.67
Berkenaan dengan unsur adanya kecakapan, hal itu berkaitan dengan
kemampuan suatu pihak menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum
(perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau telah
menikah walaupun usianya belum mencapai 21 tahun. Hal ini sesuai dengan ketentuan
yang tercantum pada Pasal 330 KUHPerdata yang menyatakan bahwa Yang belum
dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan
tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap dua
puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.Selain itu Pasal
1330 KUHPerdata juga mengatur mengenai pihak-pihak yang dipandang tidak memiliki
kecakapan dalam membuat perjanjian, yakni:
1. orang-orang yang belum dewasa;
2. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
3. orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkanoleh undang-undang,
dan pada umumnya semua orang kepadasiapa undang-undang telah melarang
membuat perjanjianperjanjiantertentu.
Sehubungan dengan unsur mengenai hal tertentu, sebagai syarat ketiga untuk
sahnya perjanjian ini menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang
jelas.Jika tidak jelas, maka perjanjian tidak sah. Jadi suatu perjanjian tidak bisa
dilakukan tanpa objek yang tertentu. Dengan kata lain, tidak dapat seseorang menjual
sesuatu (tidak tertentu) dengan harga seribu rupiah misalnya karena kata sesuatu tidak
67Salim H.S,Loc.cit
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
49/132
49
menunjukkan hal tertentu, tetapi hal yang tidak tentu. Mengenai hal tertentu yang harus
ada di dalam suatu perjanjian,diatur dalam Pasal 1333 KUHPerdata yang menyatakan
bahwaSuatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatubarang yang paling
sedikit ditentukan jenisnya.Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak
tentu,asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan ataudihitung.Apabila suatu
perjanjian tanpa adanya suatu hal tertentu makaperjanjian tersebut adalah batal demi
hukum.
Syarat keempat mengenai suatu sebab yang halal, ini juga merupakan syarat
tentang isi perjanjian. Isi perjanjian yang dimaksudkan disini tidak dapat bertentangan
dengan undang-undang dan norma kesusilaan yang berlaku, serta ketertiban umum.
Ketentuan Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwaSuatu perjanjian tanpa sebab,
atau yang telah dibuat karenasuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak
mempunyaikekuatan.Adapun yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu
perjanjianadalah isi perjanjian itu sendiri.Oleh karena itu, isi dari suatu perjanjian
termasuk terkait antara PT.PERTAMINA (Persero) dengan mitra usaha SPBU tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dannorma kesusilaan yang
telah berlaku maupun dengan ketentuan ketertiban umum.
Apabila keempat syarat sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata tersebut telah
terpenuhi maka perjanjian yang telah dibuat secara sah akan berlaku sebagai undang-
undang bagi para pihak yang membuatnya. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 1338
ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa, semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Dengan demikian,
Pasal 1338 KUHPerdataini menunjukkan adanya asas kebebasan berkontrak, yang
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
50/132
50
mengakui setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian berupa apa saja, baik
bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian itu ditujukan.Berdasarkan hal tersebut,
setiap orang baik Pemerintah maupun masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian
yang berupa dan berisi apa saja (tentang apa saja) dan perjanjian itu mengikat mereka
yang membuatnya sebagai suatu undang-undang sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan dan norma kesusilaan yang telah berlaku maupun
dengan ketentuan ketertiban umum.
2.3 Klausula Baku Dalam Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah dengan pihak
Swasta
Terdapat banyak penyebutan terhadap perjanjian baku, diantaranyadalam bahasa
asing adalahStandard Contract, Standard Vourrwarden,Standard Konditionen, ataupun
Standarised Contract. Sementara itu dalam Undang-undangNomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dikenal adanyaklausula baku. Menurut Abdulkadir
Muhamad bahwa perjanjian baku adalah perjanjian yang menjadi tolak ukur yang
dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan
hubungan hukum dengan pengusaha, yang distandarisasikan atau dibakukan meliputi
model, rumusan dan ukuran.68
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Sutan Remy
Sjahdeini memberikan pendapat bahwa perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir
seluruh klausul-klausunya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada
dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta
68Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan
Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 6
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
51/132
51
perubahan.69
Selanjutnya Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen memberikan definisi mengenai klausula baku sebagai berikut:
Setiap peraturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan danditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam
suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen
Dalam penjelasan pasal tersebut dapat diketahui bahwa pengaturan mengenai klausula
baku tersebut dimaksudkan oleh undang-undang sebagai usaha untuk menempatkan
kedudukan konsumen secara setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan
berkontrak.
Perjanjian standar yang berbentuk klausula baku inisecara historis tumbuh
danberkembang seiring pertumbuhan keadaan sosial dan ekonomi masyarakat yang
membatasi keberadaan asas kebebasan berkontrak. Perusahaan besar semi pemerintah
atau perusahaan-perusahaan pemerintahmengadakan kerja sama dalam suatu organisasi
dan untuk kepentingannyamenciptakan syarat-syarat tertentu, secara sepihak untuk
diajukan kepada pihak lawannya (counter party/wederpartij).70
Dalam perjanjian standar
biasanyapihak lawan mempunyai kedudukan (bargaining position) yang lemah,
baikdalam perbuatan hukum yang akan diperbuatnya serta akibat hukumnya.71
Dengan
kata lain, menguatnya pembatasan terhadap asas kebebasan berkontraksebagai akibat
dari dipergunakannya perjanjian-perjanjian baku dalam duniabisnis termasuk juga
terkait hubungan perjanjian kerjasama antara Pemerintah dengan pihak swasta, maka
kebebasan pihak lain yangmasih tersisa hanyalah berupa pilihan antara menerima atau
69Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit, h. 66
70Hasanuddin Rahman, 2000, Legal Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.
13471
Mariam II, Op.cit, h. 46
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
52/132
52
menolak (take it or leaveit) atas syarat-syarat perjanjian baku yang disodorkan
kepadanya itu.72
Mengenai ciri-ciri dari suatu perjanjian dengan klausula baku pada hakikatnya
meliputi 5 hal sebagai berikut:
1. bentuknya tertulis;
2. isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif kuat dari
debitor;
3. debitor sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian tersebut;
4. terdorong oleh kebutuhan, debitor terpaksa menerima perjanjian tersebut;
5. dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.
Ciri-ciri klausula baku diatas mencerminkan adanya kepentingan pengusaha dan sngat
minim berpihak pada kepentingan konsumen. Dengan pembakuan syarat-syarat yang
tercantum dalam perjanjian, maka kepentingan ekonomi pengusaha lebih terjamin
karena konsumen hanya menyetujui syarat-syarat yang ditawarkan oleh pengusaha.73
Dikaji dari klasifikasi perjanjian dengan klausula baku, maka pada dasarnya
dapat dibedakan menjadi tiga jenis sebagai berikut:74
1. Perjanjian baku sepihak
Merupakan perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat
kedudukannya dalam perjanjian itu.Pihak yang kuat di sini adalah pihak kreditur
yang lazimnya mempunyai kedudukan ekonomi kuat ibandingkan pihak
72Sutan Remy Sjahdeini, 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang
Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut BankirIndonesia, Jakarta, h. 65
73Mariam II, Op.cit, h. 53
74Mariam II, Op.cit, h. 53
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
53/132
53
debitur.Kedua belah pihak lazimnya terikat dalam organisasi, misalnya pada
perjanjian kerja kolektif.
2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah
Merupakan perjanjian yang mempunyai objek berupa hak-hak atas tanah. Dalam
bidang agraria, misalnya Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku
Tanah Hak Tanggungan, dan Sertipikat Hak Tanggungan.
3. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan Notaris atauAdvokat
Merupakan perjanjian yang sudah sejak semula disediakan untuk memenuhi
permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan Notaris atau
Advokat yang bersangkutan.
Hal di atas menunjukkan bahwa perjanjian dengan klausula baku sering atau
dimungkinkan dipergunakan oleh Pemerintah dalam melakukan hubungan kerjasama
dengan pihak swasta.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
54/132
54
BAB III
KEDUDUKAN PERTAMINA DALAM MELAKUKAN PERJANJIAN
KERJASAMA CODO DENGAN MITRA USAHA SPBU
3.1 Sejarah dan Dasar Hukum Kedudukan Pertamina
Pemboran sumur minyak di Indonesia pertama kali dilakukan oleh Belanda pada
tahun 1871 di daerah Cirebon. Namun demikian, sumur produksi pertama adalah sumur
Telaga Said di wilayah Sumatera Utara yang dibor pada tahun 1883 yang disusul
dengan pendirian Royal Dutch Company di Pangkalan Brandan pada 1885. Sejak era
itu, kegiatan ekspolitasi minyak di Indonesia dimulai.Kemudin pada era tahun 1900-an,
Setelah diproduksikannya sumur Telaga Said, maka kegiatan industri perminyakan di
tanah air terus berkembang. Penemuan demi penemuan terus bermunculan. Sampai
dengan era 1950an, penemuan sumber minyak baru banyak ditemukan di wilayah Jawa
Timur, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, dan Kalimantan Timur. Pada masa ini
Indonesia masih dibawah pendudukan Belanda yang dilanjutkan dengan pendudukan
Jepang. Ketika pecah Perang Asia Timur Raya produksi minyak mengalami gangguan.
Pada masa pendudukan Jepang usaha yang dilakukan hanyalah merehabilitasi lapangan
dan sumur yang rusak akibat bumi hangus atau pemboman lalu pada masa perang
kemerdekaan produksi minyak terhenti. Namun ketika perang usai dan bangsa
Indonesia mulai menjalankan pemerintahan yang teratur, seluruh lapangan minyak dan
gas bumi yang ditinggalkan oleh Belanda dan Jepang dikelola oleh negara.75
75PT. PERTAMINA, Sejarah Pertamina EP,www.pertamina-ep.com/id/
tentang-pep/sejarah-kami, diunduh pada 10 Juli 2013
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
55/132
55
Pada awal kemerdekaan Republik Indonesiayakni tahun 1950-an, ketika
penyelenggaraan negara mulai berjalan normal seusai perang mempertahankan
kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia mulai melakukan inventarisasi sumber-
sumber pendapatan negara, termasuk diantaranya dari sektor minyak dan gas.Adapun
pengelolaan ladang-ladang minyak peninggalan Belanda saat itu tidak terkendali dan
penuh dengan sengketa.Oleh karena itu, banyak ditemukan perusahaan-perusahaan kecil
saling berebut untuk menguasai ladang-ladang tersebut.76
PT. PERTAMINA (Persero) adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang
dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10
Desember 1957 dengan nama PT PERMINA. Pada tahun 1961 perusahaan ini berganti
nama menjadi PN PERMINA dan setelah merger dengan PN PERTAMIN di tahun
1968 namanya berubah menjadi PN PERTAMINA. Dengan bergulirnya Undang
Undang No. 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan menjadi PERTAMINA. Sebutan ini
tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT.
PERTAMINA (Persero) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi sebagai dasar hukum Pertamina di Indonesia. PT Pertamina
(Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis Ishak, SH No. 20 tanggal 17
September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum & HAM melalui Surat Keputusan
No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09 Oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini
dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1
76PT. PERTAMINA, Sejarah Perusahaan, www.pertamina.com/Company
History.aspx, diunduh pada 10 Juli 2013
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
56/132
56
tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998
tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2001
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 dan peralihannya
berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 "Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan
Pertambangan Minyak DanGas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan
Perseroan (Persero)". Sesuai akta pendiriannya, Maksud dari Perusahaan Perseroan
adalah untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam
maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan
usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut.77
Dalam menjalankan kegiatan usahanya PT. PERTAMINA (Persero) memiliki
visi perusahaan, yakni Menjadi Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia. Untuk
mewujudkan visi tersebut PT. PERTAMINA (Persero) memiliki misi yaitu:
Menjalankan usaha inti minyak, gas, dan bahan bakar nabati secara terintegrasi,
berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.Adapun yang menjadi tujuan dari
Perusahaan Perseroan ditetapkan untuk:
1. Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perseroan secara
efektif dan efisien.
2. Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Menurut ketentuan dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,
PT. PERTAMINA (Persero) tidak lagi menjadi satu-satunya perusahaan yang
77PT. PERTAMINA, Tentang Pertamina,http://www.pertamina.com, diunduh
pada 10 Juli 2013
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
57/132
57
memonopoli industri Minyak dan Gas Bumi dimana kegiatan usaha minyak dan gas
bumi diserahkan kepada mekanisme pasar.Sebagai bagian dari manajemen perubahan
yang tengah digulirkan berkenaan dengan perubahan status hukum PT. PERTAMINA
(Persero) menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perseroan, PT Pertamina
(Persero) berkomitmen untuk melaksanakan praktik-praktik Good Corporate
Governance atau tata kelola perusahaan yang baik sebagai bagian dari usaha untuk
pencapaian visi dan misi perusahaan. Code of Conductini merupakan salah satu wujud
komitmen tersebut dan menjabarkan Tata Nilai PT. PERTAMINA (Persero) 6C, yaitu
Clean, Competitive, Confident, Customer Focused, Commercial dan Capable ke dalam
interpretasi perilaku yang terkait dengan etika usaha dan tata perilaku. Etika Usaha dan
Tata Perilaku (Code of Conduct) ini disusun untuk menjadi acuan perilaku bagi
Komisaris, Direksi dan pekerja sebagai Insan PT. PERTAMINA (Persero) dalam
mengelola perusahaan guna mencapai visi, misi dan tujuan perusahaan. Penerapan Etika
Usaha dan Tata Perilaku (Code of Conduct) ini dimaksudkan untuk:
1. Mengidentifikasikan nilai-nilai dan standar etika selaras dengan Visi dan Misi
perusahaan.
2. Menjabarkan Tata Nilai Perusahaan 6C sebagai landasan etika yang harus diikuti
oleh insan PT. PERTAMINA (Persero) dalam melaksanakan tugas.
3. Menjadi acuan perilaku insan PT. PERTAMINA (Persero) dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab masing-masing dan berinteraksi dengan stakeholders
perusahaan.
8/10/2019 unud-889-734404711-tesis ( isi)
58/132
58
4. Menjelaskan secara rinci standar etika agar insan PT. PERTAMINA (Persero)
dapat menilai bentuk kegiatan yang diinginkan dan membantu memberikan
pertimbangan jika menemui keragu-raguan dalam bertindak.78
3.2 Kegiatan Usaha Pertamina
Dalam menyelenggaraakan sebagian urusan pemerintahan di bidang pengelolaan
minyak dan gas bumi, PT. PERTAMINA (Persero) melaksanakan beberapa kegiatan
usaha untuk mencapai maksud dan tujuan seperti yang telah diuraikan di atas.Adapun
kegiatan usaha yang dimaksudkan meliputi:
1. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil olahan
dan turunannya.
2. Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada saat
pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang
telah mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil menjadi milik Perseroan.
3. Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Liquified Natural Gas (LNG) dan
produk lain yang dihas