Post on 09-Dec-2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat.
Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Kejang mungkin
sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau
merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus.
Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang salah
atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol, depresi
nafas dan rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah
memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bukan. Selanjutnya melakukan identifikasi
kemungkinan penyebabnya.
1.2 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk memenuhi tugas sebagai salah satu sarat
untuk dapat mengikuti ujian akhir dari serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik Neurologi di
RSUD Cianjur.
Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk memperbanyak pengetahuan tentang patofisiologi
kejang tersebut, sehingga lebih memahami apa yang dimaksud dengan definisi, etiologi,
faktor risiko dan penatalaksanaannya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat
berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom
yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak.
Seizure adalah cetusan aktivitas listrik abnormal yang terjadi secara mendadak
dan bersifat sementara di antara saraf-saraf di otak yang tidak dapat dikendalikan.
Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu. Manifestasi dari seizure bisa bermacam-
macam, dapat berupa penurunan kesadaran, gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik
(kelojotan), konvulsi dan fenomena psikologis lainnya. Kumpulan gejala berulang dari
seizure yang terjadi dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun disebut sebagai
epilepsi (ayan).
Konvulsi adalah gerakan mendadak dan serentak otot-otot yang tidak bisa
dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh. Hal inilah yang lebih sering dikenal orang
sebagai kejang. Jadi kejang hanyalah salah satu manifestasi dari seizure.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Gangguan kejang adalah masalah neurologis umum. Insiden kejang mencapai
sekitar 5-8% dan 3% dari seluruh kejadian kejang merupakan kasus epilepsy. Di Amerika
Serikat, telah diperkirakan bahwa lebih dari 4 juta orang memiliki beberapa bentuk
epilepsi.
2.3 PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang
berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain
secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Fenomen elektrik ini adalah wajar.
Manifestasi biologiknya berupa gerak otot atau suatu modalitas sensorik, tergantung dari
neuron kortikal mana yang melepaskan muatannya. Dalam keadaan fisiologik, neuron
melepaskan muatan listriknya oleh karena potensial membrannya direndahkan oleh
potensial postsinaptik yang tiba pada dendrit. Potensial aksi itu disalurkan melalui akson
yang bersinap dengan dendrit neuron lain.
Asetilkolin merendahkan potensial membran postsinaptik. Apabila sudah cukup
asetilkolin tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik neuron-neuron
kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh neuron-neuron kolinergik dan
merembes keluar dari permukaan otak. Pada kesadaran awas-waspada lebih banyak
asetilkolin mesembes keluar dari permukaan otak daripada selama tidur. Penimbunan
asetilkolin setempat harus mencapai suatu konsentrasi yang dapat mengungguli ambang
lepas muatan listrik neuron. Oleh karena itu fenomena lepas muatan listrik epileptic
terjadi secara berkala.
Kurangnya zat gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai zat anti-konvulsi
alamiah akan menyebabkan neuron-neuron kortikal mudah sekali terganggu dan bereaksi
dengan melepaskan muatan listriknya secara menyeluruh.
Inti-inti intralaminar talamik dapat juga digalakkan oleh lepas muatan listrik dari
sekelompok neuron-neuron kortikal. Pada gilirannya inti-inti intralaminar talamik
melepaskan muatan listriknya dan merangsang seluruh neuron kortikal. Sehingga, kejang
dapat diawali dengan kejang fokal akibat lepasnya muatan listrik dari neuron kortikal
menjadi kejang tonik-klonik karena inti intralaminar talamik merangsang seluruh neuron
kortikal.
Penurunan kesadaran karena lepasnya muatan listrik dari nuclei intralaminares
talami yang berlebihan. Input pada inti ini yang merupakan terminal lintasan asendens
aspesifik akan menentukan derajat kesadaran. Karena lepasnya berlebihan maka
perangsangan talamokortikal yang berlebihan ini menghasilkan kejang otot seluruh tubuh
dan sekaligus menghalangi neuron-neuron pembina kesadaran menerima impuls aferen
dari dunia luar sehingga kesadaran menghilang.
2.4 ETIOLOGI
Banyak kelainan sistem saraf dapat mengakibatkan aktivitas kejang. Kejang dapat juga
terjadi pada sistem saraf normal ketika terjadi gangguan keseimbangan metabolik.
Berikut ini terdapat beberapa faktor yang secara umum dapat menyebabkan kejang :
a. Faktor genetik
Beberapa orang mempunyai faktor genetik yang dapat berkembang menjadi kejang
dikemudian hari. Terdapatnya peningkatan insiden dari epilepsy yang berhubungan dengan
gangguan kejang.
b. Cedera kepala
Kejang dapat terjadi pada saat terjadi cedera kepala atau satu tahun post trauma (biasanya
tidak lebih dari dua tahun). Cedera kepala baik terbuka atau tertutup dapat mengakibatkan
kejang.
c. Stroke ( gangguan serebrovaskular)
Kejang dapat terjadi pada saat stroke atau beberapa tahun kemudian post stroke. Kejang
dapat terjadi dengan stroke karena kurangnya aliran darah ke otak atau karena adanya
perdarahan di dalam otak.
d. Gangguan metabolik
Perubahan metabolism didalam tubuh juga dapat mengakibatkan kejang. Beberapa keadaan
yang berhubungan dengan gangguan metabilime tubuh yang dapat mengakibatkan kejang :
Ketidakseimbangan elektrolit (natrium, kalsium, atau magnesium)
Hipoglikemia atau hiperglikemia
Gagal ginjal : uremia
Hepatic failure (penyakit hati yang berat)
Hipoksia
e. Toxic
Penggunaan obat tertentu yang dapat menyebabkan terjadinya kejang. Penghentian
obat secara tiba – tiba juga dapat mengakibatkan kejang. Beberapa obat yang dapat
memicu terjadinya kejang adalah : antidepresan trisiklik, lithium, antipsikotik,
aminofilin, dan penisilin dosis tinggi.
Penggunaan narkoba seperti kokain, heroin, amfetamin, dan PCP dapat menyebabkan
kejang.
Gejala putus alkohol juga dapat berhubungan dengan timbulnya kejang. Biasanya
kejang terajdi 12 – 24 jam setelah minum lakohol dan juga dapat terjadi sampai 48
jam atau lebih.
f. Infeksi
Infeksi pada sistem saraf dapat mengakibatkan menurunkan ambang kejang. Beberapa
penyakit infeksi pada SSP adalah :
Meningitis : infeksi pada meningen dan cairan cerebro spinalis
Ensefalitis : infeksi pada otak
HIV (human immunodeficiency virus).
g. Tumor
Tumor otak adalah kausa lain kejang didapat, terutama pada pasien berusia antara 35 sampai
55 tahun. Kejang dapat merupakan gejala pada tumor otak tertentu, khususnya meningioma,
glioblastoma, dan astrositoma. Apakah suatu neoplasma otak menimbulkan kejang
bergantung pada jenis, kecepatan pertumbuhan, dan lokasi neoplasma tersebut. Tumor yang
terletak supratentorium dan mengenai korteks kemungkinan besar menyebabkan kejang.
Insidensi tertinggi terjadi pada tumor yang terletak di sepanjang sulkus sentralis disertai
keterlibatan daerah motorik. Semakin jauh tumor dari bagian ini, semakin kecil
kemungkinannya menyebabkan kejang.
h. Penyakit degenerative
Terdapat beberapa penyakit neurodegenerative dapat memicu terjadinya kejang. Seperti :
neurofibromatosis, penyakit Tay-Sachs, fenilketonuria (PKU), dan sindrom Sturge-Weber.
i. Kerusakan otak bayi
Cerebral palsy merupakan akibat sekunder dari kekurangan oksigen, infeksi, atau trauma
yang berhubungan dengan epilepsi.
j. High fever
Menyebabkan terjadinya kejang demam. Biasanya terjadi pada anak-anak dengan usia 3
bulan sampai 4 tahun dengan insiden 3% - 4% dari anak-anak.
2.5 KLASIFIKASI
Kejang dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab kejang serta subtipe serangan
kejang. International Classification of Epileptic Seizure membagi jenis kejang berdasarkan
lokasi pada otak.
A. Kejang Parsial
Kejang Parsial Sederhana
1. Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:
Tanda-tanda motoris→kedutaan pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi tubuh :
umumnya gerakan kejang yang sama.
Tanda atau gejala otonomik→muntah berkeringan, muka merah, dilatasi pupil.
Gejala somatosensoris atau sensoris khusus→-mendengar musik, merasa seakan jatuh
dari udara, parestesia.
Gejala psikik→dejavu, rasa takut, sisi panoramic.
Kejang parsial komplesk
Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks.
Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatic—mengecapkan bibir, mengunyah,
gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya
Dapat tanpa otomatisme—tatapan terpaku.
B. Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif)
Kejang Absens
1. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
2. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik.
3. Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh.
4. Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan sendirinya
pada usia 18 tahun.
Kejang Mioklonik
Kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak. Myoclonic
kejang ditandai dengan gerakan menyentak singkat yang muncul dari sistem saraf pusat,
biasanya melibatkan kedua sisi tubuh. Gerakan ini mungkin sangat halus. Terdapat
berbagai macam sindrom yang terkait dengan serangan myoclonic, diantaranya :
a. Juvenile Myoclonic epilepsy
Ini termasuk sindrom yang sulit. Onset mulai 12-16 tahun. Jenis ini juga termasuk
epilepsi idiopatik. Kasusnya mencapai 5-10% dari seluruh kasus. Gejala khasnya adalah
gerakan mioklonik seperti terkejut pada saat bangun tidur yang diikuti kejang general
tonik klonik. Mioklonok ini dipicu oleh kelelahan, gangguan tidur atau pengaruh
alkohol.
Manajemen epilepsi jenis ini adalah mengubah lifestyle. Pengobatan paling
efektif dengan valproate. ”Lamotrigine juga efektif tetapi biasanya dikombinasi dengan
valproate karena valproate sangat efektif untuk kejang mioklonik,” jelas Nelly yang
tergabung dalam ahli saraf anak. Kondisi epilepsi jenis ini merupakan kondisi seumur
hidup. Artinya, kejang kembali datang dalam hitungan minggu atau bulan bila
pengobatan dihentikan.
b. Lennox-Gastaut Syndrome
Sindrom ini juga termasuk yang sulit ditangani. Lennox-Gastaut Syndrome
termasuk dalam bentuk epilepsi general yang simtomatik dengan prevalensi sekitar 2-3%
dari seluruh kasus epilepsi. Puncak onset terjadi di usia 3-5 tahun.
Secara umum sindrom ini berkaitan dengan tipe kejang yang multipel. Tetapi
yang paling khas adalah adanya axial tonic seizure yang menyebabkan cedera. Sedangkan
kejang atypical absence , atonic atau drop attack serta kejang mioklonik dan tonik klonik,
juga bisa ditemui. Hasil EEG secara umum lambat (< 2 Hz). Biasanya penderita memiliki
IQ rendah dan ada kemunduran mental.
Prognosis sindrom ini juga sangat buruk, lebih dari 80% tidak bisa disembuhkan.
Untuk mengatasi sindrom ini diperlukan politerapi yaitu kombinasi topiramate,
lamotrigine dan valproate.
c. West syndrome
Sindrom ini sering juga disebut infantile spasms. West Syndrom bisa dibedakan
menjadi dua jenis yaitu simptomatik dan cryptogenik. Jenis simptomatik disebabkan
karena ada kelainan neurologis sebelumnya. Sedangkan jenis cryptogenic tidak diketahui
penyebabnya.
Jenis spasmenya adalah berkelompok (kluster) dan dalam satu kluster bisa
mencapai 125 spasme. Biasanya gejala timbul setelah bangun tidur. Pada saat terjadi
spasme biasanya anak menangis dan spasme ini bisa terus berlangsung. Gambaran EEG
sangat tidak beraturan.
Pengobatan infantile spasms sampai saat ini belum memuaskan. ACTH diyakini
lebih efektif dibandingkan penggunaan kortikosteroid sehingga rekomendasi lini pertama
adalah ACTH sedini mungkin. Namun efek samping ACTH harus diwaspadai.
Sedangkan melalui penelitian, topiramate cukup efektif untuk monoterapi pada anak di
atas 2 tahun.
Kejang Mioklonik→Lanjutan
Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutaan-
kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.
Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok.
Kehilangan kesadaran hanya sesaat
Kejang Tonik-Klonik
Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ektremitas,
batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit
Kejang biasanya berlangsung 5 - 20 menit
Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.
Tidak adan respirasi dan sianosis
Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
Letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical
Kejang Atonik
Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun,
kepala menunduk atau jatuh ketanah.
Singkat, dan terjadi tampa peringatan.
Status Epileptikus
Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang.
Anak tidak sadar kembali diantara kejang.
Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia
memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang, sangat
penting membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau serangan yang
menyerupai kejang. Perbedaan diantara keduanya adalah pada tabel 1:
Untuk mendiagnosis kejang dilakukan dalam beberapa tahapan :
1. Anamnesis
Riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang
Faktor pencetus atau penyebab kejang
Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya
Kondisi medis yang berhubungan
Obat - obatan
Trauma
Gejala-gejala infeksi
Keluhan neurologis
Nyeri atau cedera akibat kejang
Kejang terjadi selama terjaga atau tidur ?
Apakah terjadi dehidrasi sebelumnya ?
Apakah sebelumnya pasien mengalami kurang tidur ?
Riwayat pemakaian narkoba dan alcohol
Onset mendadak atau makin berat ?
berapa lama saat kejang saat serangan ?
Apakah pasien sadar setelah kejang ?
Apakah pasien terlihat sianosis ?
Lidah tergigit atau luka lain
Gerakan ekstremitas
ada demam atau tidak ?
2. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan
untuk mencari faktor penyebab
Tanda-tanda vital
Tanda-tanda trauma akut kepala dan adanya kelainan sistemik
Terpapar zat toksik
Infeksi
Adanya kelainan neurologis fokal
3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium : Darah lengkap, urin lengkap, elektrolit, lumbal punksi.
b. CT- Scan
c. MRI
d. EEG
Memberikan informasi tentang aktivitas listrik di otak. Digunakan untuk membantu
menetapkan jenis dan focus dan kejang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk
dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan)
neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat
kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi
akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat
diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran
tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko
epilepsi. Beberapa elektroda kecil diletakkan di titik-titik tertentu di kulit kepala pada
kedua sisi kepala untuk merekam aktivitas yang dihasilkan terutama oleh korteks
otak. Aktivitas gelombang otak biasanya dicatat selama 30-45 menit.
2.7 PENATALAKSANAAN
1. Pada kejang yang sangat jarang dan dapat dihilangkan factor pencetusnya, pemberian
obat harus dipertimbangkan
2. Pengobatan diberikan setelag diagnose ditegakkan, ini berarti pasien mengalami lebih
dari 2 kali kejang yang sama
3. Obat yang diberikan disesuaikan dengan jenis kejang
4. Sebaiknya menggunakan monoterapi karena dengan cara ini toksisitas akan
berkurang,mempermudah pemantauan dan menghindari interaksi obat
5. Dosis obat disesuikan secara individual
6. Evaluasi hasilnya
Bila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya
OBAT OBAT YANG DIPAKAI UNTUK ANTI KEJANG
a. Golongan Lini Pertama
1. Fenitoin
agen yang lebih umum digunakan dan sering dianggap sebagai obat lini pertama untuk
mengobati kejang. Obat ini bekerja dengan cara menekan aktivitas listrik di sel saraf
otak. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena (IV), dan bentuk baru dari obat
tersebut, fosphenytoin Cerebryx (®) dapat disuntikkan ke dalam otot. Bentuk oral
memiliki manfaat dosis sekali sehari. Fenitoin adalah agen lini pertama untuk mengobati
parsial dan umum tonik-klonik (grand mal) kejang. Hal ini juga salah satu agen utama
yang digunakan dengan pasien yang datang dengan status epilepticus. tingkat obat .
Fenitoin perlu dipantau dengan pengujian laboratorium. Konsentrasi terapi yang
direkomendasikan adalah antara 10-20mg / L. Selain itu, uji fungsi hati dan jumlah darah
lengkap (CBC) perlu diikuti. Fenitoin telah banyak interaksi dengan obat lainnya, dan
tingkat sendiri dapat berfluktuasi ketika obat lain diambil. Beberapa efek samping yang
terkait dengan penggunaan termasuk gingiva hiperplasia (pertumbuhan berlebih dari
gusi), hirsuitism / hipertrikosis (pertumbuhan rambut berlebihan), ketidakseimbangan,
kelesuan, anemia, dan, dalam penggunaan jangka panjang, neuropati perifer (kelemahan).
2. Carbamazepine
Carbamazepine (Tegretol ® / Carbatrol ®) telah digunakan selama lebih dari 30 tahun.
Hal ini umumnya diresepkan untuk pengobatan parsial dan umum tonik-klonik (grand
mal) kejang. Mekanisme yang kerjanya tidak dipahami dengan baik. Dalam bentuk lisan,
dapat diambil 2 sampai 3 kali sehari; perkembangan baru dari obat dalam bentuk rilis
yang berkelanjutan-memungkinkan untuk pemberian dosis dua kali sehari.
tingkat Carbamazepine perlu diikuti dengan pengujian laboratorium. Tingkat terapi yang
direkomendasikan adalah antara 8-12mg / L. Tes fungsi hati dan KBK juga perlu
diperiksa secara rutin. Carbamazepine dapat mempengaruhi tingkat beberapa obat lain
dalam tubuh, dan tingkat sendiri dapat berfluktuasi ketika agen lainnya diambil.
Diakui termasuk efek samping mengantuk, ketidakseimbangan, mual, anemia, dan
neutropenia (rendah, jumlah sel darah putih). Carbamazepine juga digunakan untuk
mengobati neuralgia trigeminal atau tic douloureux, gangguan saraf nyeri wajah, dan lain
sindrom nyeri neuropatik.
3. Fenobarbital
Fenobarbital adalah yang tertua dari kelompok anticonvulsants. Hal ini dapat digunakan
untuk mengobati kedua jenis kejang, baik parsial maupun umum. Hal ini juga digunakan
sebagai bagian dari protokol setelah digunakan fenitoin dalam status epilepticus serta
epilepsi neonatal. Ini tersedia dalam bentuk oral dan intravena. Tingkat perlu dipantau.
Tingkat terapi yang dianjurkan adalah 15-40mg / L. Analisis darah lengkap juga harus
rutin dilakukan. Phenobarbital dapat menyebabkan perubahan dalam metabolisme obat
lain melalui tindakan pada enzim hati. Efek samping meliputi mengantuk, kerusakan
kognitif, dan lekas marah.
4. Valproate
Valproate (Depakote ®) telah digunakan selama lebih dari 20 tahun. Obat ini dapat
digunakan untuk spektrum luas kebutuhan antikonvulsi, termasuk kejang parsial, umum
tonik-klonik (grand mal) , petit mal, dan epilepsi myoclonic. Mekanisme kerjanya
dianggap berkaitan dengan pengaruh zat otak yang dikenal sebagai GABA (asam
gamma-aminobutyric). Obat ini bisa diberikan 2 sampai 3 kali per hari untuk dosis
memadai. Tingkat obat harus dipantau, serta fungsi hati, dan hitung darah. Obat yang
disarankan jendela terapeutik adalah 50-100mg / L. Efek samping termasuk
hepatotoksisitas (kerusakan hati), mual, berat badan, allopecia (rambut rontok), dan
tremor.
b. Golongan Lini kedua
1. Topiramate
Topiramate (Topamax ®) digunakan dengan obat antikonvulsan lainnya dalam
pengobatan kejang parsial dan kejang tonik-klonik umum pada orang dewasa dan
anak-anak usia 2 sampai 16. Meskipun mekanisme kerjanya yang tepat tidak
diketahui, salah satu teori menyatakan bahwa kegiatan antikonvulsi yang mungkin
karena sebagian untuk meningkatkan GABA (asam gamma-aminobutyric), sebuah
neurotransmitter yang menghambat eksitasi sel saraf di otak. Ini tersedia dalam
bentuk lisan, termasuk Semburan untuk anak-anak, dan harus diambil dua kali sehari.
efek samping utama termasuk kantuk, mual, pusing, dan masalah koordinasi. Anak-
anak mungkin memiliki kesulitan berkonsentrasi dan bisa menjadi agresif. Glaukoma
akut dan kelainan visual, komplikasi potensial yang sangat serius, telah dilaporkan di
sejumlah kecil pasien. Jika ada gejala visual normal terjadi, pasien harus
memberitahu dokter mereka dengan segera. Ada beberapa interaksi obat antara
Topamax ® dan obat lain atau anticonvulsants lainnya.
2. Gabapentin
Gabapentin (gabapentin ®) diindikasikan untuk pengobatan adjunctive dari kejang
parsial, dengan atau tanpa generalisasi sekunder. Meskipun secara struktural terkait
dengan substansi GABA (asam gamma-aminobutyric), tidak berinteraksi dengan
reseptor GABA di otak, dan mekanisme kerjanya tidak diketahui. Ini tersedia dalam
bentuk lisan dan harus diminum tiga kali sehari. Tidak ada pemantauan laboratorium
hati, ginjal, atau hematologi (darah) fungsi yang diperlukan dengan gabapentin ®.
efek samping utamanya adalah kelelahan, pusing, dan ketidakseimbangan.
Gabapentin ® juga telah berhasil digunakan pada pasien dengan sindrom nyeri
neuropatik. Lamotrigin (Lamictal ®) digunakan untuk pengobatan adjunctive dari
kejang parsial. mekanisme yang tepat Its tindakan tidak diketahui. Hal ini saat ini
tersedia dalam bentuk lisan. Lamictal ® harus dilakukan dua kali sehari. Tidak ada
pemantauan laboratorium tingkat Lamictal diperlukan. efek samping utamanya adalah
munculnya ruam kulit berakibat fatal, terutama untuk pasien yang juga sedang
mengambil valproate (Depakote ®). Setiap pasien yang mengambil Lamictal
mengembangkan ruam harus segera melaporkannya kepada dokter-nya. efek samping
lainnya termasuk sakit kepala, mual, dan pusing.
3. Tiagabine
Tiagabine (Gabitril ®) yang diindikasikan untuk terapi tambahan pada orang dewasa
dengan kejang parsial. Mekanisme tindakan mungkin berkaitan dengan efek pada
substansi otak GABA (asam gamma-aminobutyric). Ini tersedia dalam bentuk lisan
dan harus diberikan dalam dosis terbagi dua hingga empat kali sehari. Tidak ada
pemantauan laboratorium tingkat Gabitril diperlukan. Beberapa kemungkinan ada
interaksi ketika Gabitril diambil dengan anticonvulsants lain, dalam metabolismenya
dapat diubah. Efek samping termasuk pusing dan sifat tidur.
4. Leviteracetam
Keppra ® (levetiracetam) Keppra telah disetujui untuk digunakan pada orang dewasa
sebagai terapi tambahan untuk pengobatan gangguan kejang parsial. Efek samping
yang dapat termasuk kelelahan, ketidakseimbangan dan perubahan perilaku, yang
sering menghilang setelah bulan pertama pengobatan.
5. Oxcarbazepine
Trileptal ® (oxcarbazepine) diindikasikan untuk monoterapi (digunakan sendiri) pada
orang dewasa yang memiliki serangan parsial dan dapat digunakan pada anak-anak
sebagai add-on terapi untuk kejang parsial. Efek samping yang paling umum adalah
pusing, kantuk, mual, dan ketidakseimbangan, tetapi ini tidak menjamin pengamatan
klinis.
6. Zonisamide
Zonegram (Zonisamide) telah disetujui untuk digunakan pada orang dewasa sebagai
terapi tambahan untuk kejang parsial. Obat ini telah digunakan cukup luas di negara-
negara lain untuk pengobatan kejang termasuk kejang umum, kejang dan bukan
kejang myoclonic. Efek samping dapat mencakup pusing, ketidakseimbangan dan
kelelahan. Individu yang alergi terhadap obat sulfinamide tidak boleh menggunakan
Zonisamide karena merupakan turunan dari kelas obat ini
2.8 PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian. Angka kejadian kejang demam epilepsy berbeda-beda tergantung
dari cara penelitiannya; misalnya Lumbantobing (1975) mendapatkan 6%, sedangkan Living
stone (1954) dari golongan kejang demam sederhana mendapatkan 2,9% yang menjadi
epilepsi, dan golongan epilepsy yang diprovokasi oleh demam ternyata 97% menjadi
epilepsy.
Hemiparesis biasannya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung
lebih dari 30 menit) baik bersifat umum atau fokal. Kelumpuhannya sesuai kejang fokal yang
terjadi. Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, tetapi setelah 2 minggu timbul spasitas.
Dari suatu penelitian terdapat 431 pasien dengan kejang demam sederhana, tidak
terdapat kelainan pada IQ.tetapi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat
gangguan perkembangan atau kelaianan neurologist akan didapat IQ yang lebih rendah
dibanding dengan saudaranya. Jika kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa
demam, retardasi mental akan terjadi 5 kali lebih besar.