Post on 23-Jun-2015
TUGAS MAKALAH AKHLAK TASAWUF
Oleh :
Mahdi Musthaffa
KPI D
Semester I
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAMFAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASIUIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010M / 1431H
Kata Pengantar
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Pandangan Islam tentang Filsafat Hedonisme:Konsep dan Gaya Hidup” Dalam
penyelesaian makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan terutama disebabkan kurangnya
ilmu pengetahuan. Namun berkat bimbingan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat
diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangan.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa tersusunnya makalah ini bukan hanya atas
kemampuan dan usaha penulis semata, namun juga berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada terhormat Bapak Asep
Usman Ismail ,selaku dosen mata kuliah Akhlak Tasawuf yang telah memberikan bimbingan,
motivasi dan pengarahan dalam penyusunan makalah ini.
Ucapan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini. Dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung
maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu .
Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca. Penulis akan
menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan yang memperbaiki makalah ini
di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya dapat penulis selesaikan dengan hasil yang lebih
baik lagi.
Dengan menyelesaikan makalah ini penulis mengharapkan banyak manfaat yang dapat
diambil dari makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan inspirasi dan bermanfaat bagi
pembaca dan rekan mahasiswa.
Jakarta , Januari 2010
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………………………………….i
Daftar isi………………………………………………………………………………………..ii
BAB I : Pendahuluan .............................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan.................................................................................2
BAB II : Pembahasan .............................................................................................2
2.1 Pengertian Filsafat.......................................................................2
2.2 Filsafat dalam Ilmu Pengetahuan.................................................3
2.3 Ciri Khas Filsafat.........................................................................4
2.3.1 Sebagai filsafat religius-spritual…………………….….…5
2.3.2 Filsafat Sinkretis………………………………….………5
2.4 Pengertian Hedonisme…………………………………………6
2.5 Konsep Dasar Filsafat Hedonisme…………………………….7
2.6 Dampak Filsafat Hedonisme……………………………….….8
2.7 Filsafat Hedonisme dalam Pandangan Islam…………………11
BAB III : Penutup ...................................................................................................14
Kesimpulan...........................................................................................14
BAB IV : Daftar Pustaka .......................................................................................15
ii
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam hudupnya, manusia senantiasa
terkagum atas apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh panca
inderanya,dan mulai menyadari keterbatasanya. Dalam situasi itu banyak yang berpaling kepada
agama atau kepercayaan Illahiah.
Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman penuh taqwa itu tidak
menahan manusia menggunakan akal budi dan fikirannya untuk mencari tahu apa yang
sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan. Proses itu mencari tahu sesuatu yang
menghasilkan kesadaran .Jika proses itu dapat dipertanggung-jawabkan,maka lahirlah ilmu
pengetahuan.
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut
sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika,
matematika, dan lain sebagainya, Umat manusia lebih dulu memikirkan dengan bertanya tentang
berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut
sebagai sebuah jawaban filsafati hedonisme.
Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan
pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia. Meski
bagaimanapun banyaknya gambaran yang kita dapatkan tentang filsafat, sebenarnya masih sulit
untuk mendefinisikan secara konkret apa itu filsafat hedonisme dan apa kriteria suatu pemikiran
hingga kita bisa mengetahuinya, karena filsafat hedonisme bukanlah sebuah disiplin ilmu.
Sebagaimana definisinya,sejarah dan perkembangan filsafat pun takkan pernah habis untuk
dibahas. Tapi justru karena itulah mengapa filsafat layak untuk dikaji demi mencari serta
mamaknai segala esensi kehidupan.
1
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1) Untuk melengkapi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
2) Untuk memahami lebih dalam lagi akan arti filsafat hedonisme dan kaitannya
dalam Agama Islam.
Bab 2
Pembahasan
2.1 Pengertian Filsafat
Pada mulanya filsafat berkembang di pesisir samudera Mediterania bagian Timur pada
abad ke-6 M yang ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan untuk menjawab persoalan seputar
alam, manusia, dan Tuhan. Dari sinilah lahirlah sains-sains besar, seperti fisika, etika,
matematika, dan metafisika yang menjadi batubara kebudayaan dunia. Dari Asia Minor
(Mediterania) bergerak menuju Athena yang menjadi tanah air filsafat. Ketika Iskandariah
didirikan oleh Iskandar Agung pada 332 SM, filsafat mulai merambah dunia timur, dan
berpuncak pada 529 M.
Filsafat Islam bukanlah filsafat Timur Tengah. Bila memang disebut ada beberapa nama
Yahudi dan Nasrani dalam filsafat Timur Tengah, dalam filsafat Islam tentu seluruhnya adalah
muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski
semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles
dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam.
2
Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih ‘mencari Tuhan’,
dalam filsafat Islam justru Tuhan ‘sudah ditemukan.’ Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa
Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab ,فلسة yang juga diambil dari bahasa
Yunani; philosophia Dalam bahasa ini, kata tersebut merupakan kata majemuk dan berasal dari
kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti
harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang dipungut
dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya.
Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”.
Definisi kata filsafat sendiri bisa dikatakan sebagai sebuah problem falsafi pula. Tetapi,
paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena
kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan mendasar (radikal).
Namun pada hakekatnya filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti semesta
dalam hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan
panca indera manusia sekalipun.Bidang filsafat sangatlah luas dan mencakup secara keseluruhan
sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan
tujuan hidupnya. Filsafat menggunakan bahan-bahan dasar deskriptif yang disajikan bidang-
bidang studi khusus dan melampaui deskripsi tersebut dengan menyelidiki atau menanyakan sifat
dasarnya, nila-nilainya dan kemungkinannya.Tujuannya adalah pemahaman dan kebijaksanaan.
Karena itulah filsafat merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan dunia.
Suatu bidang yang berhubungan erat dengan bidang-bidang pokok pengalaman manusia.
2.2 Filsafat dalam Ilmu Pengetahuan
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia”
meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan
dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno
yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah. Munculnya ilmu
pengetahuan alam pada abad ke 17 menyebabkan terjadinya perpisahan antara filsafat dan ilmu
pengetahuan.
3
Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu
pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat,
sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut. Filsafat itu sendiri
telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu
pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan
diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya
sendiri-sendiri.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat
berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa
kritik dari filsafat. Ilmu kealaman dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-
persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak
persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya
argumentasinya tidak salah.
2.3. Ciri Khas Filsafat Islam
2.3.1 Sebagai filsafat religius-spritual
Dikatakan filsafat religius, karena filsafat Islam tumbuh dijantung Islam, tokoh-tokohnya
dididik dengan ajaran Islam dan hidup dalam suasana Islam. Filsafat Islam merupakan
perpanjangan dari pembahasampembahasan keagamaan dan teologi yang ada sebelumnya.
Topik-topik filsafat Islam itu bersifat religius, seperti meng-Esakan Tuhan. Karena Ia adalah
pencipta, maka Ia mencipta dan bukan sesuatu, mengatur dan menatanya1. Ia menciptakan
dengan semata-mata anugerah- Nya. Ia jaga dengan perhatian-Nya dan Ia tundukan dengan
kepada hukum-hukum permanen dan kokoh. Dengan cara religius dan spiritual ini, filsafat Islam
bisa mendekati filsafat skolastik, bahkan sejalan dengan filsafat kontemporer.
1 Madkour,. L.organon, halm 27-28
2 Ibid,. halm 35-38
3 Ibnu Sina, al-Irsyad, Leiden 1982. halm 147-157
4
2.3.2 Filsafat Rasional
Walaupun bersifat religius-spiritual, tetapi filsafat Islam juga amat bertumpu pada akal
dalam menafsirkan problematika ketuhanan, manusia dan alam. Akal manusia merupakan salah
satu potensi jiwa. Ia ada 2 macam. Pertama, praktis bertugas mengendalikan badan dan mengatur
tingkah laku. Kedua, teoritis khusus berkenaan dengan persepsi dan epistemology. Karena akal
praktis inilah yang menerima persepsi-persepsi inderawi dan meringkas pengertian universal
dengan bantuan akal aktif.
Dengan akal, kita menganalisa dan membuktikan. Dengan akal, kita menyingkap realita-
realita ilmiah. Karena akal merupakan salah satu pintu pengetahuan. Para filosof Islam sejalan
dengan Mutazilah yang mendahului mereka dalam mengagungkan akal dan tunduk kepada
hukumnya. Mereka bertumpu pada akal dalam banyak hal. Untuk itu, mereka sepakat bahwa
dengan akalnya manusia mampu membedakan baik dan buruk, bahkan mampu membedakan
baik dan buruk sebelum ada ketentuan agama. Mereka mengemukakan teori bahwa Allah harus
melakukan yang baik dan yang terbaik, sehingga perbuatan Allah tidak terlepas dari kriteria
baik2.
2.3.3 Filsafat Sinkretis
Filsafat Islam memadukan antar sesama filosof. Akan tetapi, mereka konsentrasi khusus
mempelajari Plato dan Aristoteles. Mereka menerjemahkan hampir semua buku standar
Aristoteles. Aritoteles dan Plato amat mempengaruhi banyak aliran Islam. Tidak pelak lagi,
Aristoteles dan Plato adalah pemimpin filsafat, yang meletakkan prinsiprinsipnya,
membicarakannya secara detail, mencapai tujuan dengan prinsip-prinsip itu. Namun, tidak
mungkin kita mengharapkan kesuksesan. perpaduan yang landasannya salah. Akan tetapi, hal ini
merupakan titik awal yang melandasi para filosof selanjutnya. Jika perpaduan Plato dan
Aristoteles sebagai salah satu asas yang melandasi filsafat Islam, maka prinsip yang kedua
adalah memadukan filsafat dengan agama. Selain berciri religius, filsafat Islam juga memasukan
teks agama dengan akal. Dalam filsafat, ada aspek yang tidak sesuai dengan agama. Itu sebabnya
mengapa para filosof Islam sibuk memberi ciri agama kepada filsafat. Perpaduan yang
diusahakan para filosof Islam merupakan salah satu rajutan jembatan yang mendekatkan filsafat
Arab dengan filsafat latin.
2 Al-Syahrastani, Nihayah, Oxford 1934, halm 397-400
5
2.4 Pengertian Hedonisme
Menurut kamus Indonesia Wikipedia, Hedonisme berasal dari bahasa Yunani yang
derivasi katanya; “hedon” (pleasure) dan “isme”. Yang diartikan sebagai paradigma berpikir
yang menjadikan kesenangan sebagai pusat tindakan (any way of thinking that gives pleasure a
central role). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hedonisme diartikan sebagai pandangan
yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (KBBI,
edisi ketiga, 2001). Secara general, hedonisme bermakna, kesenangan merupakan satu-satunya
manfaat atau kebaikan. Dengan demikian hedonisme bisa didefinisikan sebagai sebuah doktrin
(filsafat etika) yang berpegangan bahwa tingkah laku itu digerakkan oleh keinginan atau
hasrat terhadap kesenangan dan menghindar dari segala penderitaan.
Paradigma hedonistis memfokuskan pandangannya pada pencarian kesenangan an-sich
dan penghindaran terhadap segala penderitaan. Namun dewasa ini substansi secara harfiah sudah
tidak lagi menemukan relevansinya. Nampaknya tidak ada persamaan persepsi mengenai apa-apa
saja yang sebenarnya bisa mendatangkan kesenangan dan apa-apa saja aktivitas yang bisa
mendatangkan penderitaan. Esensi filosofis hedonistik terkadang punya konotasi seksual atau
pemikiranliberal.
Berbicara mengenai hedonisme, maka kita tidak bisa mengesampingkan seorang filosof
Yunani yang dinilai punya peranan signifikan dalam membangun epistemologi hedonisme, yaitu
Epicurus of Sámos (341-270 SM). Yang kelak prinsip-prinsip ajarannya tersebut dikenal dengan
Epicureanisme. Epicureanisme adalah sebuah sistem filsafat yang bersumber dai ajaran-ajaran
Epicurus yang dicetuskan sekitar tahun 307 SM. Inti epistemologi Epicureanisme dibangun
diatas tiga kriteria kebenaran: Sensasi atau gambaran (aesthesis), pra-konsepsi atau prasangka
(prolêpsis) dan terakhir feelings atau perasaan (pathe). Prolepsis diartikan sebagai “kekuatan
dasar” dan juga bisa didefinisikan sebagai “gagasan universal”, yaitu sebuah konsep dan cita-cita
yang bisa dimengerti oleh semua orang.
6
Bagi Epicurus, kesenangan yang paling tinggi adalah tranquility (kesejahteraan dan bebas
dari rasa takut) yang hanya bisa diperoleh dari ilmu pengetahuan (knowledge), persahabatan
(friendship) dan hidup sederhana (virtuous and temperate life). Ia juga mengakui adanya
perasaan-perasaan akan kesenangan sederhana (enjoyment of simple pleasures), namun Epicurus
mengartikan kesenangan sebagai sesuatu yang harus jauh dari hasrat-hasrat jasmaniah (bodily
desires), semisal seks dan hawa nafsu. Ia menguraikan, ketika kita makan, jangan sampai terlalu
kenyang dan berlebihan, karena bisa menyebabkan ketidakpuasan (dissatisfaction) nantinya.
Maka konsekuensinya, nantinya dikemudian hari, seseorang tidak layak untuk menghasilkan
makanan-makanan yang lezat.
2.5 Konsep Dasar Filsafat Hedonisme
Ide mendasar dibalik makna hedonis mengajarkan kepada kita bahwa setiap tindakan
yang baik, bisa diukur pada seberapa banyak kesenangan dan seberapa kecil penderitaan yang
bisa diproduksi. Dalam koridor teoretis, hedonisme pun bertalian dengan sistem filsafat etika
yang lainnya seperti utilitarianisme, egoisme dan permisifisme. Dalam terma singkatnya, seorang
hedonis akan mengarahkan segala usahanya untuk memaksimalkan “rasio” ini (pleasure over
pain).
Beberapa prinsip fundamental hedonisme berdasarkan teori etika utilitarianisme (paham
yang mengatakan bahwa manusia dalam tindakannya selalu mencari untung dan manfaat).
Menurut mereka, nilai-nilai utilitarianisme merupakan sebuah pijakan dasar bagi berdirinya
nilai-nilai filsafat hedonisme dalam seluruh tindakan yang mengarah kepada proses pencapaian
kebahagiaan yang paling besar bagi seluruh manusia. Meskipun konsekwen dengan pencarian
kebahagiaan atau kesenangan, ada sedikit perbedaan pandangan nilai-nilai hedonistik antara
Bentham dengan Mill yang berkaitan dengan ekspostulat (gagasan) mengenai prinsip-prinsip
tentang “manfaat” itu sendiri. Sedikitnya ada dua aliran pemikiran mengenai hedonisme:
1. Aliran pertama, lebih meyakini pendekatan kuantitatif. Bentham meyakini bahwa nilai-
nilai mendasar tentang sebuah kesenangan bisa dimengerti secara kuantitatif. Pada dasarnya, dia
percaya bahwa nilai-nilai kesenangan bisa dipacu oleh kesenangan lain yang dipengaruhi oleh
durasi waktu (intensitas). Jadi, bukan hanya jumlah kesenangan, intensitas dan seberapa lama
kesenangan tersebut bisa dinikmati, juga bisa mempengaruhi jumlah.
7
2. Aliran yang kedua, yang menganjurkan pendekatan kualitatif. Lebih meyakini adanya
perbedaan level kesenangan, yang mana kualitas kesenangan tertingi, lebih baik dari kualitas
kesenangan yang lebih rendah. Makhluk rendahan (simpler beings) semisal babi, punya jalan
termudah untuk memperoleh kesenangan yang sederhana (simpler pleasure); selama mereka
(simpler beings, Pen) tidak disibukkan oleh segmen kehidupan yang lain, mereka bisa dengan
mudah menuruti kesenangan mereka tersebut.
Banyak yang melihat, hedonisme tidak punya kaitan dengan egoisme. Tapi anehnya,
utilitarianismenya terkadang diklasifikasikan sebagai sebuah bentuk hedonisme, yang mana
klasifikasi tersebut juga membenarkan tindakan moral melalui kontribusi berikutnya kepada
manfaat tertinggi dan kebahagiaan. Hal ini juga—bisa dikatakan—ama dengan hedonisme
altruistik (altruisme; paham mendahulukan orang lain). Mengingat, diantara doktrin-doktrin
hedonistik ada yang mengajarkan untuk melakukan apa saja yang bisa membuat kebahagiaan
pribadi seseorang (via usaha yang panjang), tindakan-tindakan yang dapat membuat orang-orang
bahagia. Dengan arti lain, menyandingkan individualisme dengan kolektifisme.
2.6 Dampak Filsafat Hedonisme
Manusia mempunyai berbagai keinginan di dalam dirinya, yang diantaranya adalah
keinginan atau kecenderungan kepada spiritual, keadilan, membantu kepada sesama dan
kesenangan kepada keindahan. Dengan kata lain, Allah swt telah mengaruniakan kepada
manusia kecenderungan kepada keindahan dan kecenderungan untuk memiliki kecantikan.
Dengan begitu manusia akan berbuat untuk memiliki kehidupan materi dan spiritual yang lebih
baik. Imam Ridha as berkata: “Allah swt indah dan mencintai keindahan. Dia senang
menyaksikan kenikmatan yang Dia karuniakan pada diri hamba-Nya. Allah tidak menyukai
keburukan.”Amat disayangkan, sebagian orang terlalu berlebihan dalam memandang keindahan
sehingga terperosok ke dalam lembah hedonisme. Hedonisme berarti berlebih-lebihan dalam
mencintai keindahan dan penyimpangan dari daya tarik alami ini.
8
Imam Ali as menyebut tiga tanda bagi orang yang berlebihan dalam hal memanfaatkan karunia
dan kenikmatan Allah.
Pertama: Memakan apa yang tidak sesuai baginya,
Kedua : mengenakan pakaian yang tidak seharusnya,
Ketiga: membeli yang tidak pantas untuk dirinya.
Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang terjerat ke dalam gaya hedonisme yang
sebagiannya akan kami bahas pada kesempatan ini. Biasanya kecenderungan kepada hedonisme
berpangkal pada kepribadian seseorang. Misalnya, kesombongan dan egoisme adalah penyebab
kecenderungan seseorang kepada kehidupan mewah. Orang sombong akan selalu
membanggakan kekayaan dan kedudukan yang dimilikinya untuk menunjukkan keunggulannya
atas orang lain. Persaingan tidak sehat untuk menunjukkan kemewahan terkadang menimbulkan
perasaan dengki dan iri.
Mereka mengira bahwa cara menunjukkan kelebihan atas orang lain adalah dengan cara
bersaing seperti ini. Orang yang hedonis memandang rendah kepada orang lain. Pandangan ini
sudah barang tentu akan menyebabkan timbul jurang yang dalam antara mereka dengan orang
lain. Dalam mengumpul harta dan barang-barang mewah mereka akan dikuasai oleh sifat
ketamakan, dan orang seperti ini tidak akan bersedia memberikan harta mereka kepada orang
lain.
Penyebab lain penyakit hedonisme ialah, kepribadian tidak sempurna yang dimiliki oleh
seseorang. Orang yang cenderung kepada kemewahan berusaha menutupi kelemahan dirinya
yang kurang dari segi ilmu dan spiritual. Pada sebagian kasus, kita menyaksikan orang-orang
kaya yang tidak tahu bagaimana membelanjakan hartanya. Karena itu, mereka membeli dan
mengumpulkan barang-barang mewah dan pakaian-pakaian yang mahal.
Faktor penting lainnya adalah, pandangan materialis dan cinta dunia. Ada pula faktor
luar yang menjadi penyebab kecenderungan kepada kemewahan, antara lain adalah budaya
masyarakat dan lingkungan sekitar. Dalam sebuah masyarakat yang memiliki budaya hidup
mewah, kecenderungan kepada kemewahan akan menguasai seluruh anggota masyarakat. Dalam
hal ini, kemewahan para pejabat dan tokoh masyarakat akan memberikan pengaruh yang sangat
besar pada gaya kehidupan ini.
9
Di era kontemporer ini iklan yang terdapat di berbagai sarana media ikut membantu
menciptakan budaya hedonisme. Media-media ini dalam banyak kasus mengiklankan produk-
produk yang sebenarnya tidak diperlukan. Iklan-iklan ini pula meninggalkan berbagai dampak
psikologis terhadap para pemirsa. Allah swt mengaruniakan nikmat yang tidak terhingga untuk
digunakan oleh manusia dalam kehidupan, dan Allah memerintahkan manusia untuk
mengunakannya nikmat dan karunia ini secara benar dan adil serta tidak melanggar hak orang
lain. Dengan demikian, hedonisme berarti keluar dari aturan ilahi dan menyimpangkan karunia
Allah dan hak orang lain.
Banyak akibat buruk yang ditimbulkan oleh hedonisme. Pertama, lenyapnya kekayaan,
meningkatnya jurang antar miskin dan kaya, berkembangnya kemiskinan, kebangkrutan
dan hutang di tengah masyarakat kecil. Ibnu Khaldun sejarawan dan sosiolog muslim dalam hal
ini berkata: Sejauh mana sebuah masyarakat tenggelam dalam hedonisme, sejauh itulah mereka
akan mendekati batas kehancuran. Proses kehancuran akan terjadi karena hedonisme secara
perlahan akan menyebabkan kemiskinan masyarakat dan negara. Sejauh mana hedonisme
mewabah, sejauh itu pulalah kemiskinan akan menyebar di tengah masyarakat.
Di pihak lain, membuang-buang harta untuk membeli barang-barang mahal yang hanya
dimaksudkan untuk berbangga-bangga, perlahan-lahan akan menyeret sebuah negara kepada
pihak asing. Hal inilah yang terjadi saat ini dunia. Banyak negara dunia yang bergantung kepada
Barat yang setiap waktu memasarkan produk-produk baru untuk dikonsumsi.
Meskipun pekerjaan, usaha dan jerih payah untuk mencari harta, dapat mengantarkan
seseorang dan masyarakatnya kepada kemajuan dan hal ini didukung oleh agama Islam, namun
jangan sampai hal itu menjerumuskan kita ke lembah hedonisme dan kemewahan. Sebab, hal itu
akan membawa kerugian dan menghalangi manusia untuk sampai kepada tujuan hidup yang
sebenarnya. Untuk itu, harus dibedakan antara kecenderungan ke arah keindahan yang
merupakan tuntutan fitrah manusia dengan hedonisme yang akan menyeret ke kemewahan dan
kesombongan. Orang yang hedonis, tidak hanya dikecam karena sikapnya yang memubazirkan
anugerah Allah saja, tetapi ia dikecam juga karena dia menutup kesempatan berkembangnya
nilai-nilai kebaikan seperti infak, kemanusiaan dan kedermawanan, serta menyebabkan
berkembangnya kemiskinan dan ketidak-adilan dalam masyarakat serta meruntuhkan
nilai-nilai spiritualitas.
10
2.7 Filsafat Hedonisme dalam Pandangan Islam
Budaya hedonisme (kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup) yang seolah
sudah mengurat nadi. Budaya yang bertentangan dengan ajaran islam ini digemari dan dijadikan
sebagai gaya hidup (life style) kawula muda masa kini, kaya atau miskin, ningrat atau jelata,
sarjana atau kaum proletar, di desa ataupun di kota seolah sepakat menjadikan hedonisme yang
sejatinya kebiasaan hidup orang barat ini sebagai “tauladan” dalam pergaulannya. Firman Allah
SWT, “…dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada
pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.” (QS. Huud: 116).
Bahkan yang lebih meresahkan lagi budaya hedonisme seolah telah menjadi ideologi bagi
kaum muda yang tidak tabu lagi untuk dilakukan.Namun, ketika ada di ranah hubungan “bisnis”
antarmanusia (hablumminannas), dirinya harus pula bisa bersikap hedonis, sosok manusia yang
bernafsu menyukai kepentingan dunia dan gemar memburu kesenangan biologis. Dua peran
itulah yang sebenarnya mencerminkan berlakunya prinsip religius yes, hedonis yes, atau agama
tetap diperankan sebagai cermin dirinya yang berasal dan dibesarkan di lingkungan beragama,
sementara ketika dirinya masuk di lingkaran pergaulan dunia selebriti, agama tak lagi harus
diperankan sebagai kekuatan suci yang mengawalnya.
Agama saat masuk dunia hedonis ini berhak dikalahkan atau dipinggirkan dan digantikan
oleh gaya hidup berbingkaikan hedonisme. Prinsip tersebut tampaknya sedang memperoleh
tempat tertinggi dalam tayangan televisi dewasa ini.Remaja saat ini masih banyak yang
terpengaruh gaya hidup liberal dan hedonis. Ini menjauhkan dan mengeluarkan mereka dari gaya
hidup yang beradab, yaitu dari hukum Allah yang menciptakan manusia.
Remaja sekarang ini tergilas arus hedonisme dan sulit keluar dari kondisi itu.
Ada beberapa bentuk gaya hidup, antara lain :
11
a.Industri Gaya Hidup
Dalam abad gaya hidup, penampilan-diri itu justru mengalami estetisisasi, “estetisisasi
kehidupan sehari-hari” dan bahkan tubuh/diri (body/self) pun justru mengalami estetisisasi
tubuh. Tubuh/diri dan kehidupan sehari-hari pun menjadi sebuah proyek, benih penyemaian gaya
hidup. “Kamu bergaya maka kamu ada!” adalah ungkapan yang mungkin cocok untuk
melukiskan kegandrungan manusia modern akan gaya. Itulah sebabnya industri gaya hidup untuk
sebagian besar adalah industri penampilan.
b. Iklan Gaya Hidup
Dalam masyarakat mutakhir, berbagai perusahaan (korporasi), para politisi, individu-
individu semuanya terobsesi dengan citra. Di dalam era globalisasi informasi seperti sekarang
ini, yang berperan besar dalam membentuk budaya citra (image culture) dan budaya cita rasa
(taste culture) adalah gempuran iklan yang menawarkan gaya visual yang kadang-kadang
mempesona dan memabukkan. Iklan merepresentasikan gaya hidup dengan menanamkan secara
halus (subtle) arti pentingnya citra diri untuk tampil di muka publik. Iklan juga perlahan tapi
pasti mempengaruhi pilihan cita rasa yang kita buat.
c. Public Relations dan Journalisme Gaya Hidup
Pemikiran mutakhir dalam dunia promosi sampai pada kesimpulan bahwa dalam budaya
berbasis-selebriti (celebrity based-culture), para selebriti membantu dalam pembentukan
identitas dari para konsumen kontemporer. Dalam budaya konsumen, identitas menjadi suatu
sandaran “aksesori fashion”. Wajah generasi baru yang dikenal sebagai anak-anak E-Generation,
menjadi seperti sekarang ini dianggap terbentuk melalui identitas yang diilhami selebriti
(celebrity-inspired identity)-cara mereka berselancar di dunia maya (Internet), cara mereka
gonta-ganti busana untuk jalan-jalan. Ini berarti bahwa selebriti dan citra mereka digunakan
momen demi momen untuk membantu konsumen dalam parade identitas.
12
d. Gaya Hidup Mandiri
Kemandirian adalah mampu hidup tanpa bergantung mutlak kepada sesuatu yang lain.
Untuk itu diperlukan kemampuan untuk mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri, serta
berstrategi dengan kelebihan dan kekurangan tersebut untuk mencapai tujuan. Nalar adalah alat
untuk menyusun strategi. Bertanggung jawab maksudnya melakukan perubahan secara sadar dan
memahami betuk setiap resiko yang akan terjadi serta siap menanggung resiko dan dengan
kedisiplinan akan terbentuk gaya hidup yang mandiri. Dengan gaya hidup mandiri, budaya
konsumerisme tidak lagi memenjarakan manusia. Manusia akan bebas dan merdeka untuk
menentukan pilihannya secara bertanggung jawab, serta menimbulkan inovasi-inovasi yang
kreatif untuk menunjang kemandirian tersebut.
e. Gaya Hidup Hedonis
Gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang aktivitasnya untuk mencari kesenangan
hidup, seperti lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah, lebih banyak bermain, senang
pada keramaian kota, senang membeli barang mahal yang disenanginya, serta selalu ingin
menjadi pusat perhatian.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dari suatu gaya hidup dapat berupa
gaya hidup dari suatu penampilan, melalui media iklan, modeling dari artis yang di idola kan,
gaya hidup yang hanya mengejar kenikmatan semata sampai dengan gaya hidup mandiri yang
menuntut penalaran dan tanggung jawab dalam pola perilakunya.
13
Bab 3
Penutup
Kesimpulan
Filsafat adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran
manusia secara kritis dan mendasar (radikal).Namun pada hakekatnya filsafat adalah usaha untuk
memahami atau mengerti semesta dalam hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya (esensi) yang
tidak cukup dijangkau hanya dengan panca indera manusia sekalipun. Bidang filsafat sangatlah
luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran.Salah satunya
termasuk filsafat hedonisme yang merupakan suatu (filsafat etika) yang berpegangan bahwa
tingkah laku itu digerakkan oleh keinginan atau hasrat terhadap kesenangan dan menghindar
dari segala penderitaan.
Orang yang hedonis, tidak hanya dikecam karena sikapnya yang memubazirkan
anugerah Allah saja, tetapi ia dikecam juga karena dia menutup kesempatan berkembangnya
nilai-nilai kebaikan seperti infak, kemanusiaan dan kedermawanan, serta menyebabkan
berkembangnya kemiskinan dan ketidak-adilan dalam masyarakat serta meruntuhkan
nilai-nilai spiritualitas. Karena itu kami ingin mengajak para remaja muslimah untuk
membebaskan diri mereka dengan Islam. Atas nama kebebasan, banyak remaja terjebak dalam
pergaulan bebas, narkoba, aborsi, dan silau dengan gemerlapnya demokrasi liberalisme.
14
Daftar Pustaka
Mustofa. 1997. Akhlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia
Nugraheni,P.N.A.2003. Perbedaan Kecenderungan gaya Hidup Hedonis Pada Remaja Ditinjau
dari Lokasi Tempat Tinggal.
Ata Ujan, Andre. 2001. Keadilan Dan Demokrasi Telaah Filsafat Politik John Rawls.
Yogyakarta: Kanisius.
www.omnilogos.blogspot.com
http://www.idonbiu.com
http://irfanchemist.wordpress.com/info/hedonism/.
http://blog.dunixi.com
www.docstoc.com
15