Post on 26-Oct-2015
Tugas Geoteknik Tambang
PENCEGAHAN LONGSOR DENGAN METODE ANALISIS, MEDIA
GEOTEKSTIL, DAN CARA ALAMI
NAMA : FAHMI YAHYA
NIM : DBD 111 0022
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
2013
TugasIdentifikasikan tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah longsor dengan :
1. Metode Analisis2. Media geotekstil - Vidio/gambar
- Instalasi3. Cara Alami
JAWAB :
1. Metode Analisis
Analisa Metode Kelongsoran Menurut Beberapa Ahli
1. Metode Fellenius
Ada beberapa metode untuk menganalisis kestabilan lereng, yang paling umum
digunakan ialah metode irisan yang dicetuskan oleh Fellenius (1939). Metode ini
banyak digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng yang tersusun oleh tanah, dan
bidang gelincirnya berbentuk busur (arc-failure).
Menurut Sowers (1975), tipe longsorang terbagi kedalam 3 bagian berdasarkan
kepada posisi bidang gelincirnya, yaitu longsorang kaki lereng (toe failure), longsorang
muka lereng (face failure), dan longsoran dasar lereng (base failure). Longsoran kaki
lereng umumnya terjadi pada lereng yang relatif agak curam (>450) dan tanah
penyusunnya relatif mempunyai nilai sudut geser dalam yang besar (>300). Longsoran
muka lereng biasa terjadi pada lereng yang mempunyai lapisan keras (hard layer),
dimana ketinggian lapisan keras ini melebihi ketinggian kaki lerengnya, sehingga
lapisan lunak yang berada diatas lapisan keras berbahaya untuk longsor. Longsoran
dasar lereng biasa terjadi pada lereng yang tersusun oleh tanah lempung, atau bisa juga
terjadi pada lereng yang tersusun oleh beberapa lapisan lunak (soft seams).
Perhitungan lereng dengan metode Fellenius dilakukan dengan membagi massa
longsoran menjadi segmen-segmen seperti pada contoh gambar 1, untuk bidang longsor
circular adalah:
Gambar 1. Gaya Yang Bekerja Pada Longsoran Lingkaran
Metode Fellenius dapat digunakan pada lereng-lereng dengan kondisi isotropis, non
isotropis dan berlapis-lapis. Massa tanah yang bergerak diandaikan terdiri dari atas
beberapa elemen vertikal. Lebar elemen dapat diambil tidak sama dan sedemikian
sehingga lengkung busur di dasar elemen dapat dianggap garis lurus.
Berat total tanah/batuan pada suatu elemen (W,) termasuk beban Iuar yang
bekerja pada permukaan lereng (gambar 2) Wt, diuraikan dalam komponen tegak lurus
dan tangensial pada dasar elemen. Dengan cara ini, pengaruh gaya T dan E yang
bekerja disamping elemen diabaikan. Faktor keamanan adalah perbandingan momen
penahan longsor dengan penyebab Iongsor. Pada gambar 2 momen tahanan geser pada
bidang Iongsor adalah :
Mpenahan = R. r
Dimana : R = gaya geser
r = jari-jari bidang longsor
Tahanan geser pada dasar tiap elemen adalah :
Momen penahan yang ada sebesar :
Komponen tangensial Wt, bekerja sebagai penyebab Iongsoran yang
menimbulkan momen penyebab sebesar:
Faktor keamanan dari lereng menjadi :
Jika lereng terendam air atau jika muka air tanah diatas kaki lereng, maka tekanan
air pori akan bekerja pada dasar elemen yang ada dibawah air tersebut. Dalam hal ini
tahanan geser harus diperhitungkan yang efektif sedangkan gaya penyebabnya tetap
diperhitungkan secara total, sehingga rumus menjadi :
Gambar 2. Sistem Gaya pada Metode Fellenius
2. Metode Bishop
a. Metode ini pada dasarnya sama dengan metode swedia, tetapi dengan
memperhitungkan gaya-gaya antar irisan yang ada. Metode Bishop
mengasumsikan bidang longsor berbentuk busur lingkaran
b. Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik pusat
busur lingkaran bidang luncur, serta letak rekahan
c. Untuk menentukan titik pusat busur lingkaran bidang luncur dan letak rekahan
pada longsoran busur dipergunakan grafik
Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat populer
dalam analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana,
cepat dan memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti.
Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang
memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti Metode Spencer atau Metode
Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat
cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang
berbentuk busur lingkaran untuk mencari faktor keamanan minimum.
Metode Bishop sendiri memperhitungkan komponen gaya-gaya (horizontal
dan vertikal) dengan memperhatikan keseimbangan momen dari masing-masing
potongan, seperti pada gambar 2. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisa
tegangan efektif.
Gambar 3. Stabilitas lereng dengan metode Bishop
Cara analisa yang dibuat oleh A.W. Bishop (1955) menggunakan cara
elemen dimana gaya yang bekerja pada tiap elemen ditunjukkan pada seperti pada
gambar 4. Persyaratan keseimbangan diterapkan pada elemen yang membentuk
lereng tersebut.
Faktor keamanan terhadap longsoran didefinisikan sebagai perbandingan
kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah di bidang longsor (S tersedia) dengan
tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan (Sperlu).
Gambar 4. Sistem gaya pada suatu elemen menurut Bishop
Harga m.a dapat ditentukan dari gambar 5. Cara penyelesaian merupakan
coba ulang (trial and errors) harga faktor keamanan FK di ruas kiri persamaan
faktor keamanan diatas, dengan menggunakan gambar 5. untuk mempercepat
perhitungan. Faktor keamanan menurut cara ini menjadi tidak sesuai dengan
kenyataan, terlalu besar, bila sudut negatif ( - ) di lereng paling bawah mendekati
30 °. Kondisi ini bisa timbul bila lingkaran longsor sangat dalam atau pusat rotasi
yang diandalkan berada dekat puncak lereng. Faktor keamanan yang didapat dari
cara Bishop ini lebih besar dari yang didapat dengan cara Fellenius.
Gambar 5. Harga m.a untuk persamaan Bishop
3. Metode Janbu
a. Metode ini digunakan untuk menganalisis lereng yang bidang longsornya tidak
berbentuk busur lingkaran.
b. Bidang longsor pada analisa metode janbu ditentukan berdasarkan zona lemah
yang terdapat pada massa batuan atau tanah.
Cara lain yaitu dengan mengasumsikan suatu faktor keamanan tertentu yang tidak
terlalu rendah. Kemudian melakukan perhitungan beberapa kali untuk mendapatkan
bidang longsor yang memiliki faktor keamanan terendah.
Gambar 6. Aplikasi Metode janbu
Metode Janbu, untuk tanah berbutir kasar :
Qp = Ap (c · Nc’+ q’· Nq’)
Dimana :
c = Kohesi tanah (kN/m2)
Nc’, Nq’ = Faktor daya dukung ujung tiang berdasarkan tabel Janbu
Gambar 7. Faktor Daya Dukung Ijin Dengan Sudut Geser Dalam
Janbu (1954) mengembangkan suatu cara analisa kemantapan lereng yang dapat
diterapkan untuk semua bentuk bidang longsor (gambar 8).
Gambar 8. Analisa Kemantapan Lereng Janbu
Gambar 9. Sistem Gaya pada Suatu Elemen menurut cara Janbu
Keadaan keseimbangan untuk setiap elemen dan seluruh massa yang longsor mengikuti
persamaan dibawah ini :
2. Media Geotekstil
Geotekstil adalah teknik pelapisan tanah untuk mencegah longsor dan ambles.
Untuk itu, digunakan lembar plastik atau polimer dari jenis poliester, polipropilen, atau
polietilen. Lapisan plastik ini berfungsi mencegah kebocoran, mengalirkan air yang
merembes ke dinding, dan mencegah kebocoran.
Teknik pelapisan yang diperkenalkan Inggris tahun 1960-an ini kemudian
dikembangkan Jepang, terutama untuk meningkatkan kekuatan bahan. ”Bila yang lama
hanya dapat menahan beban 1-2 ton, geotekstil yang baru dapat tahan sampai
pembebanan 100 ton,” kata Hasimi Fukuoka, ahli bangunan sipil dari Jepang, dalam
forum diskusi beberapa waktu lalu.
Dari faktor biaya, pelapisan dengan geotekstil 40 persen lebih murah
dibandingkan dengan beton. Masa pengerjaannya dapat dua kali lebih cepat.
Penggunaan polimer dapat mempertahankan bentuk alami sehingga tanggul di tepi
sungai masih dapat ditanami rumput setelah pelapisan. ”Ini berbeda dengan tanggul
beton yang keberadaannya menentang alam.
Penanggulangan bencana longsor perlu partisipasi semua pihak, termasuk masyarakat
setempat. Warga yang tinggal di daerah rawan longsor perlu diberdayakan untuk
mengenali gejala awal longsor dan aktif memantau di lapangan sehingga antisipasi dini
bisa dilakukan.
Masyarakat lokal perlu dilatih untuk mengenali gejala awal terjadinya tanah
longsor seperti adanya retakan tanah di kawasan lereng. Munculnya retakan di lereng
biasanya sejajar arah tebing dan terjadi setelah hujan.
Gejala lain adalah munculnya mata air baru secara tiba-tiba. Pada tebing rapuh ditandai
kerikil yang mulai berjatuhan. ”Bila ditemukan kerusakan itu, mereka perlu segera
menutup dan memadatkan tanah,” kata Wisnu Widjaja dari Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.
Salah satu metode Geotekstil yang dikembangkan di Indonesia yakni Sabut Geotekstil
untuk Penyembuhan Erosi
Erosi dapat berbentuk kehilangan sejumlah tanah, badai migrasi yang mengalir
berkecepatan sampai 250 ton per hektar dari atas tanah. Aliran air hujan yang
berlebihan ini menyebabkan kerusakan pada saluran air dan selokan. Biasanya masalah
ini dapat ditahan oleh gambut atau rumput, tetapi pada musim lain, benih yang ditanam
hanyut karena keterbatasan waktu untuk akar tumbuh lebih dalam. Pada kasus ini, coir
blanket atau selimut sabut dapat memainkan peran yang efektif. Ketika benih rumput
ditebar diatas jala, segera akan memberikan perlindungan kepada tanah.
3. Tindakan untuk Mencegah Longsor dengan Cara Alami
Bencana itu dapat dicegah dengan menjaga pepohonan di lereng. Tumbuhan akan
menyerap air dan akarnya mengikat tanah. Tanah gundul di lereng harus dihijaukan.
Lereng terjal yang berpotensi longsor sebaiknya dihindari dengan tidak membangun
rumah di kaki lereng. Tebing terjal dekat jalan dan permukiman sebaiknya dilandaikan
untuk mencegah runtuh. Permukaannya dipadatkan sesuai dengan kondisi tanah dan
ditutupi tumbuhan yang sesuai.
”Kestabilan lereng dapat tercapai bila modifikasi geometri lereng dipadukan dengan
perkuatan vegetatif,” kata Febri Himawan, peneliti dari Universitas Padjadjaran pada
program Riset Unggulan Terpadu, beberapa waktu lalu.
Dari penelitian itu diketahui, sistem stabilisasi lereng tercapai dengan pengurangan
kemiringan lereng sebesar 5 persen disertai penanaman campuran tanaman tahunan,
yaitu rambutan, durian, dan jengkol dengan kerapatan 200-400 pohon per hektar.
Faktor yang menyebabkan tanah longsor adalah faktor internal dan eksternal.
Faktor internal, yaitu terjadinya perubahan kemiringan lahan dari landai ke
curam, jenis batuan, sifat batuan dan tingkat pelapukan, serta terjadinya gempa
tektonik.
Faktor eksternal, yaitu bentuk lereng, adanya hujan yang menyebabkan
terbentuknya bidang gelincir, kegiatan manusia yang mengganggu kestabilan
lereng. Kegiatan manusia yang dapat mengganggu kestabilan lereng antara lain:
1. melakukan pembangunan tanpa mengindahkan tata ruang lahan;
2. mengganggu vegetasi penutup lahan dengan penebangan yang berlebihan;
3. menambah beban mekanik dari luar dikawasan rawan longsor seperti
reboisasi yang sudah terlalu rapat dan pohon terlalu besar namun tidak
dipanen.
Karakteristik kawasan rawan longsor
Ada beberapa karakteristik kawasan rawan longsor yaitu:
1. kawasan mempunyai lereng >20%;
2. tanah mempunyai pelapukan tebal;
3. sedimen berlapis (lapisan permiabel menumpang pada lapisan impermeabel;
4. tingkat curah hujan tinggi sehingga tingkat kebasahan tanah tinggi;
5. terjadinya erosi yang menyebabkan terjadinya penggerusan dibagian kaki lereng
yang berakibat lereng makin curam;
6. adanya penurunan lahan;
7. adanya patahan yang mengarah keluar lereng;
8. makin curam lereng makin tidak stabil.
9. Tanda-tanda tanah longsor
Tanda-tanda terjadikan tanah longsor antara lain:
1) terjadinya lapisan tanah/batuan yang miring kearah luar;
2) terjadinya retakan yang membentuk tapal kuda;
3) munculnya rembesan air pada lereng;
4) deretan acir bambu yang dipasang tidak membentuk garis lurus lagi; dan
5) beberapa batang pohon terlihat melengkung searah lereng.
Upaya mencegah longsor melalui konservasi tanah dan air (KTA)
Untuk mencegah dan mengurangi tanah longsor dapat dilakukan dengan upaya-upaya
mekanik maupun vegetasi.
Upaya mekanik, antara lain dengan cara sebagai berikut:
1) menghindari atau mengurangi penebangan pohon yang tidak terkendali;
2) penanaman vegetasi tanaman dengan perakaran yang dalam dan kuat;
3) mengembangkan usaha tani ramah longgsor dengan penanaman hijauan makanan
ternak (HMT) melalui sistem panen pangkas;
4) membuat saluran pembuangan air di daerah yang bercurah hujan tinggi dan
merubahnya menjadi saluran penampungan air dan tanah ke daerah yang bercurah
hujan rendah;
5) mengurangi atau menghindari pembangunan teras bangku dikawasan rawan
longsor tanpa dilengkapi saluran pembuangan air dan saluran drainase dibawah
permukaan tanah untuk mengurangi kandungan air dalam tanah;
6) mengurangi intensifikasi pengolahan tanah daerah yang rawan longsor;
7) membuat saluran drainase di bawah permukaan (mengurangi kandungan air
dalam tanah);
8) mengalirkan air genangan yang berada diatas lokasi yang rawan longsor;
9) menutup ttanah retak searah kontur dan atau yang membentuk tapal kuda;
10) daerah rawan longsor dilengkapi bangunan mekanik/teknik sipil;
11) mengurangi kegiatan yang mengganggu kestabilan lereng.
12) Upaya vegetatip, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut: cover cropping,
strip copping, penanaman mengikuti countur, alley cropping, pengolahan tanah
minimum. Jenis-jenis tanaman yang layak untuk ditanam di daerah rawan longsor
adalah tanaman yang mempunyai akar tunggang dalam dan akar cabang yang
banyak antara lain:
1) kemiri (Aleurites moluccana) termasuk tanaman multiguna dan dapat
tumbuh didaerah berketinggian diatas 1000 meter diatas permukaan air laut
(m dpl);
2) tanaman dlingsem (Homalium tomentosum) tanaman multiguna untuk
lokasi dibawah 300 m dpl.;
3) johar (Cassia siamea) tanaman multiguna yang dapat hidup pada ketinggian
700 m dpl;
4) lamtoro merah (Acacia villosa) tanaman multiguna yang dapat hidup
didaerah berketinggian < 300 m dpl;
5) lamtoro (Leucaena leucocephala) tanaman multiguna yang dapat hidup
bagus diketinggian dibawah 500 m dpl.
Selain itu dapat juga ditanami tanaman yang mempunyai akar tunggang dalam
dengan sedikit akar cabang, seperti;
1) mahoni (Swietenia macrophylla) dapat hidup didaerah berketinggian < 700
m dpl;
2) renghaas (Gluta renghas) yang bagus ditanam di lokasi berketinggian
sampai 300 m dpl;
3) jati (Tectona grandis) yang bagus ditanam di lokasi berketinggian sampai
500 m dpl;
4) angsana (Pterocarpus indicus) yang bagus ditanam di lokasi berketinggian
sampai 700 m dpl;
5) sono keling (Dalbergia latifolia) yang bagus ditanam di lokasi berketinggian
sampai 700 m dpl;
6) trengguli (cassia fistula) yang bagus ditanam di lokasi berketinggian sampai
700 m dpl;
7) asam jawa (Tamarindus indicus) yang bagus ditanam di lokasi
berketinggian sampai 1.000 m dpl.
Upaya mencegah longsor melalui rekayasa social
Yang tak kalah pentingnya dalam pengendalian dan pencegahan tanah longsor adalah
dengan melakukan rekayasa sosial yaitu:
1) memperhatikan tata ruang wilayah rawan longsor dengan menghindari tinggal
didaerah rawan longsor;
2) siap mengungsi setiap saat pada musim hujan atau hari-hari akan hujan;
3) membangun tempat pengungsian;
4) melakukan pengamatan hujan secara swadaya;
5) membangun sistim komunikasi tanda bahaya (misalnya dengan kentongan); dan
6) melakukan penyuluhan tentang pencegahan tanah longsor dan upaya yang harus
dilakukan.