Post on 07-Jul-2016
Indah Permata Sari / 114215579
Tata cara pendirian Apotek
Persyaratan Pendirian Apotek
Dalam pendirian suatu apotek sebelum melakukan kegiatannya, menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Bab I Pasal 1 bahwa Apoteker
pengelola Apotek wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA). SIA merupakan surat izin yang
diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan
pemilik sarana untuk mendirikan apotek di suatu tempat tertentu.
Pemberian izin apotek ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 Bab I Pasal 4, antara lain yaitu:
1. Izin apotek diberikan oleh Menteri.
2. Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
3. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian
izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun
kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 Bab I Pasal 7 dan 9 tentang ketentuan dan tata cara pemberian
izin apotek adalah sebagai berikut:
Pasal 7, menyatakan bahwa:
1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan menggunakan contoh formulir model APT-1.
2. Dengan menggunakan formulir model APT-2, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk
melakukan kegiatan.
3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat–lambatnya 6 (enam) hari kerja
setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir APT-
3.
4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) dan (3) tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan
kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabuapten/Kota setempat dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4.
5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud Ayat (3), atau pernyataan dimaksud Ayat (4)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek
dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5.
6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dimaksud Ayat
(3) masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-6.
7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (6), Apoteker diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat–lambatnya
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
Pasal 9, menyatakan bahwa :
Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan dimaksud Pasal
5 dan atau Pasal 6, atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat–lambatnya 12 (dua belas)
hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan–alasannya dengan
mempergunakan contoh Formulir Model APT-7.
Gambar. Alur Tata Cara Pemberian Izin Apotek
Permohonan izin apotek
Form APT-1
Kepala Dinkes Kab/Kota
Form APT-2
Memeriksa kesiapan apotek selambat-lambatnya 6 hari kerja
Pemeriksaan dilakukan Pemeriksaan tidak dilakukan
Pelaporan hasil ke Kepala Dinkes
Kab/Kota selambatnya 6 hari kerja setelah permintaan bantuan (form APT-3)
Apoteker pemohon membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan
kepada Kepala Dinkes Kab/Kota
(tembusan Kepala Dinkes Propinsi)
Laporan/surat diterima Kepala Dinkes Kab/Kota
Memenuhi Belum memenuhi persyaratan
Tidak memenuhi persyaratan mengenai APA
(pasal 5) dan persyaratan
Mengeluarkan Surat Penundaan selambatnya
12 hari kerja
Mengeluarkan Surat Ijin Apotek
(SIA) selambatnya
12 hari kerja
Dikeluarkan Surat Penolakan disertai alasan-alasan dari
Kepala Dinkes selambatnya 12 hari kerja (form APT-7)
Apoteker melengkapi persyaratan yang belum
dipenuhi selambatnya 1 bulan setelah tanggal Surat
Persyaratan sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/ X/1993 Bab III Pasal
5, menyatakan bahwa untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Ijasahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.
b. Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker.
c. Memiliki Surat Izin Kerja (SP/SK) dari Menteri.
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya
sebagai Apoteker.
e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola
Apotek di Apotek lain.
Pekerjaan Kefarmasian
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Pasal 37,
disebutkan bahwa:
1. Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memiliki sertifikat
kompetensi profesi.
2. Bagi apoteker yang baru lulus pendidikan profesi, dapat memperoleh sertifikat
kompetensi profesi secara langsung setelah melakukan registrasi.
3. Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk
setiap 5 (lima) tahun melalui uji kompetensi profesi apabila apoteker tetap akan
menjalankan pekerjaan kefarmasian.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh sertifikat kompetensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara registrasi profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.
Serta menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Pasal
52, disebutkan bahwa:
1. Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia
wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja.
2. Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker) bagi apoteker yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian di apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit;
b. SIPA bagi apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian sebagai apoteker
pendamping;
c. SIK (Surat Izin Kerja) bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di
fasilitas kefarmasian diluar Apotek dan Instalasi farmasi rumah sakit
d. SIK (Surat Izin Kerja) bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
Dilanjutkan pada pasal 55, disebutkan bahwa:
1. Untuk mendapat surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Tenaga
Kefarmasian harus memiliki:
a. STRA, STRA khusus, atau STRTTK yang masih berlaku;
b. Tempat atau ada tempat untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian atau fasilitas
kefarmasian atau Fasilitas Kesehatan yang memiliki izin; dan
c. Rekomendasi dari Organisasi Profesi setempat.
2. Surat izin sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) batal demi hukum apabila Pekerjaan
Kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam
surat izin.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Pasal 40,
untuk mendapatkan/ memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:
a. Memiliki ijazah Apoteker;
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/ janji Apoteker;
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat
izin praktik; dan
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
STRA dikeluarkan oleh Menteri dengan mengajukan permohonan kepada Komite
Farmasi Nasional (KFN) sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009 pasal 40 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA
TENAGA KEFARMASIAN Pasal 3. STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan.
Tata cara memperoleh Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA
TENAGA KEFARMASIAN Pasal 12, yaitu :
1. Untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Komite
Farmasi Nasional (KFN) dengan menggunakan contoh formulir 1
2. Surat permohonan STRA harus melampirkan :
a. Fotokopi ijazah Apoteker
b. Fotokopi surat sumpah/janji Apoteker
c. Fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku
d. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktik
e. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi, dan
f. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2
x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
3. Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika atau
secara online melalui website KFN
4. KFN harus menerbitkan STRA paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat
permohonan diterima dan dinyatakan lengkap menggunakan contoh formulir 2
Serta mengenai registrasi ulang menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN
IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN Pasal 15, yaitu :
1. Registrasi ulang dilakukan dengan melampirkan surat tanda regitrasi yang lama
2. Registrasi ulang harus dilakukan minimal 6 (enam) bulan sebelum STRA habis masa
berlakunya
Perbedaan SIPA dan SIKA
Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker
untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kesehatan, sedangkan
Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk
dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi
atau penyaluran. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA
TENAGA KEFARMASIAN Pasal 18, yaitu :
1. SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA
hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian
2. Apoteker Penanggung Jawab difasilitas pelayanan kefarmasian berupa puskesmas
dapat menjadi Apoteker pendamping di luar jam kerja
3. SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat
fasilitas kefarmasian.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA
TENAGA KEFARMASIAN Pasal 19, SIPA dan SIKA dikeluarkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA
TENAGA KEFARMASIAN Pasal 21 tentang Tata cara memperoleh SIPA, SIKA, yaitu :
1. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan menggunakan formulir 6
2. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan :
a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pmpinan fasilitas produksi atau
distribusi/penyaluran.
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 cm
sebanyak 2 (dua) lembar.
STUDI KELAYAKAN APOTIK
Studi kelayakan apotek perlu dilakukan untuk menjamin kelangsungan suatu apotek
jika sudah dibangun nanti. Studi kelayakan apotek memakan waktu dan biaya, tapi biaya
tersebut relatif kecil jika dibandingkan dengan resiko kegagalan suatu apotek yang
menyangkut investasi dalam jumlah besar dan jangka lama. Studi kelayakan apotek dilakukan
pada lokasi dimana suatu apotek hendak didirikan. Lama studi kelayakan biasanya beberapa
bulan tergantung situasi dan kondisi lokasi tersebut.
Dengan adanya studi kelayakan, dapat diprediksi omzet awal apotek yang akan
dijalankan, tenaga kerja yang digunakan (SDM), modal, keuntungan, anggaran kas awal, dan
break event point. maka apotek diharapkan dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi
masyarakat. Studi ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dalam menghindari
kesalahan yang mungkin terjadi di masa akan datang.
Studi kelayakan dengan survei yang terbatas, khusus untuk pendirian apotek dan
diteruskan operasionalnya, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut (16P atau 1L-
15P): (Seto dkk, 2008)
1. Lokasi (Place)
Lokasi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu usaha. Dalam pemilihan
lokasi, maka yang perlu diperhatikan antara lain: lingkungan masyarakat, kedekatan
dengan supplier, harga tanah, pesaing, tingkat perpajakan, keamanan lingkungan sekitar,
serta fasilitas, biaya, dan sarana transportasi yang ada. Sebaiknya hindari sebanyak
mungkin seluruh segi negatif untuk mendapatkan lokasi yang paling strategis. Hal
penting lainnya yang berpengaruh terhadap kelangsungan suatu apotek dilokasi tertentu
adalah:
a. Pola Penyakit
Penyakit di daerah sekitar lokasi apotek akan mempengaruhi pengadaan obat di
apotek, karena pengadaan obat yang terjadi disesuaikan dengan pola penyakit yang
ada. Contohnya: apabila suatu apotek berdiri di daerah yang agak kumuh, maka
pengadaan obat yang paling banyak akan berkisar pada obat-obat antibiotika dan
antidiare.
b. Keberadaan Rumah Sakit, Puskesmas, dan Klinik
Adanya rumah sakit, puskesmas, dan klinik di dekat apotek juga akan berpengaruh
pada persediaan, baik jenis obat maupun alat kesehatan.
c. Pola Penulisan Resep Dokter di sekitar Apotek
Setiap dokter cenderung memiliki ciri khas sendiri-sendiri dalam menuliskan resep.
Obat-obat yang dipilih juga berbeda-beda antar dokter. Jadi sebaiknya disiapkan
obat-obat yang biasanya diresepkan oleh dokter yang berada di sekitar apotek.
2. Populasi
Tingkat kepadatan penduduk dan demografi sekitar radius tertentu, tingkat
kemakmuran/kedaan sosial ekonomi warga setempat, tingkat pengangguran, serta angka
kesakitan dan kematian warga sekitar. Angka kematian yang tinggi akan menyebabkan
semakin tinggi pula tanggung jawab yang dipikul oleh apotek sekitar dalam hal
pelayanan kefarmasian. Oleh karena itu, sangat diperlukan apoteker profesional yang
memiliki ilmu pengetahuan, kompetensi, pengalaman, kemampuan memberikan
pelayanan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup warga sekitar.
3. Perancangan Jasa
Faktor-faktor sebagai bahan pertimbangan antara lain: pelayanan yang ditawarkan
oleh apotek, misalnya dapat melayani resep kredit, dapat menerima kembali obat yang
sudah tidak digunakan oleh pasien asalkan keadaan obat masih baik dan belum
kadaluwarsa, melayani layanan pesan antar obat, termasuk mengusahakan obat yang
dibutuhkan pasien jika tidak tersedia di apotek kita, pelayanan konseling gratis, dan
sebagainya. Ketersediaan pelayanan lainnya dapat berupa lama waktu jam buka apotek
(apakah hari minggu/besar tetap buka), serta harus ada keseimbangan antara tingkat
pelayanan terhadap pasien dengan kebutuhan operasional apotek secara ekonomis pada
saat yang sama.
4. Produk
Produk dan jasa apa yang akan ditawarkan kepada konsumen/pasien. Apakah
pelayanan apotek berorientasi pada obat atau pelayanan farmasi klinik di apotek.
5. Prasarana dan Sarana
Merupakan hal-hal terkait fasilitas dan perlengkapan yang harus disediakan di
apotek berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang menunjang dalam
kelangsungan usaha apotek, yang meliputi kondisi air, listrik, telepon, tempat parkir,
ruang tunggu, dan fasilitas lainnya, serta bagaimana keadaan sekitar apotek misalnya:
akses jalan, penerangan jalan, faktor keamanan lingkungan, dan lainnya.
6. Pangsa Pasar
Sasaran/target pasar yang akan dituju, misalnya: perusahaan dengan pembayaran
secara kredit atau perorangan, pasien dengan asuransi kesehatan, dan lainnya.
7. Pesaing (competitor)
Didalam radius tertentu dari apotek, apakah ada kompetitor lain, yaitu keberadaan
apotek atau sarana kefarmasian yang lain seperti toko obat yang sudah beroperasi dan
berapa jumlahnya.
8. Penentuan Harga
Kebijakan yang akan diambil berada dibawah kendali/keputusan dari APA,
sedangkan harga pesaing adalah diluar kendali kita. Oleh karena itu, dalam proses
penentuan harga harus dicermati dengan baik.
9. Prioritas Pelanggan Potensial
Pasien geriatri, pediatri, pasien dengan penyakit kronis, dan lainnya.
10. Promosi dan Pemasaran
Dalam promosi suatu apotek harus dijaga supaya tidak melanggar etika profesi.
Promosi yang dapat dilakukan oleh apotek biasanya lebih banyak berfokus pada
penampilan dan pelayanan yang diberikan. Jika apotek memiliki pelayanan yang unik,
maka hal ini sudah merupakan promosi tersendiri. Apotek harus dipromosikan kepada
pasien sebagai tempat pelayanan kesehatan dengan jaminan kualitas obat yang diberikan
sehingga harus dijaga citra baik apotek dalam masyarakat. Misalnya dalam hal penolakan
terhadap resep karena tidak tersedianya obat di apotek akan menurunkan citra apotek
sehingga apotek harus menyediakan obat-obatan, baik secara mandiri maupun
melakukan kerja sama dengan apotek lain yang berada di sekitarnya.
11. Penampilan (Performance)
Penampilan apotek/desain yang digunakan untuk mengembangkan citra apotek dan
menarik perhatian konsumen terdiri dari beberapa komponen, yaitu mencakup:
b. Desain bagian luar
Pajangan yang memberikan informasi kepada pasien dapat meningkatkan citra
apotek dan menjalankan peran promosi yang cukup besar.
c. Desain bagian dalam
Dalam memilih barang untuk dipajang seharusnya dilakukan sesuai dengan cara
berikut ini, yaitu:
1. Barang baru
2. Barang yang sedang musim
3. Barang untuk peristiwa khusus
4. Kepopuleran barang
5. Daya laba barang
6. Barang promosi
7. Barang yang berpotensi menyebabkan pembelian tanpa direncanakan terlebih
dahulu.
d. Penyajian barang dagangan
Sedapat mungkin barang dagangan yang disajikan secara visual dapat dilihat oleh
konsumen, sehingga konsumen dengan mudah mengetahui pilihan dan mudah
menentukan keputusan pembelian obat/barang. Selain itu, hal-hal yang dapat
menarik konsumen untuk datang ke apotek antara lain mencakup: perlengkapan
tetap, tata cahaya, bahan untuk lantai, tata warna, bau dan suara, suhu, lebarnya
lorong, kebersihan, modernisasi, bermacam-macam atau kelengkapan barang
dagangan, parkir kendaraan, pajangan harga, dan pegawai. Penampilan ini meliputi
gedung, tata ruang, desain dan warna ruangan yang berguna untuk menarik perhatian
konsumen, tata ruang yang tanpa sekat kaca pada meja penyerahan dan pengambilan
resep akan menunjukkan kesiapan dalam hal pelayanan KIE.
12. Program
Apakah ada program khusus yang rutin diselenggarakan, misalnya peringatan hari
besar tertentu dengan kegiatan yang sesuai dengan visi, misi, dan tujuan didirikannya
apotek.
13. Personil (SDM)
Menyangkut jenis ketenagaan, jumlah, dan kualitas tenaga kerja. Rekrutmen
dilakukan dengan seleksi secara teliti dengan wawancara, tes kemampuan, bila perlu
dengan tes psikologi dengan bantuan dari lembaga yang berwenang dan profesional.
Seorang APA harus memahami perilaku karyawan dan dapat memberikan motivasi.
Tidak ada organisasi yang dapat berhasil tanpa tingkat komitmen dan usaha tertentu dari
anggota-anggotanya. Pengembangan karyawan dapat dilakukan dengan latihan/training
dan pendidikan.
14. Proses
Proses kegiatan di apotek harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Setiap satuan
kegiatan baik yang menyangkut pelayanan dan pengelolaan apotek harus ada prosedur
tetapnya (protap)/Standard Operating Procedure (SOP/SPO) yang harus dipatuhi oleh
semua anggotanya.
15. Pertumbuhan Ekonomi dan Siklus Bisnis
Selain sebagai sarana pelayanan kesehatan, apotek juga merupakan sebuah badan
usaha. Perlu dilakukan perencanaan investasi dana cadangan untuk mengantisipasi hal-
hal di luar rencana.
16. Peraturan Setempat
Sering dikaitkan dengan era otonomi daerah. Selain itu, perlu dibuat peraturan yang
harus dipatuhi oleh semua anggota di apoteknya dan penjadwalan rencana kerja juga
perlu disusun untuk dapat dipakai sebagai tolak ukur kegiatan yang terdiri dari: nomor
urut kegiatan, macam kegiatan, jangka waktu/kurun waktu tiap kegiatan
(hari/minggu/bulan/tahun). Jadwal kegiatan tersebut harus dilakukan monitoring dan
evaluasi, apabila ada masalah/ketidakcocokan perlu dilakukan pemecahan masalahnya.
Penggolongan Obat
Menurut Permenkes No.949/Menkes/Per/VI/2000 tentang penggolongan obat, obat di
golongkan menjadi 6 (enam) yaitu :
1. Obat Bebas
Adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter, tidak
termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan
sudah terdaftar di Depkes R.I.
Contoh : Parasetamol, Tablet Vitamin C, Vitamin B komplek, Obat batuk hitam.
2. Obat Bebas Terbatas
Adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual
atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan.
Contoh : CTM, Dulcolax tablet,
3. Obat Wajib Apotek
Adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker di apotek tanpa resep dokter.
Contoh : Ranitidin, pil KB, Antihistamin, Obat asma,
4. Obat Keras
Adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.
Contoh : Asam Mefenamat, Antibiotik
5. Obat Narkotika
Adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan
ketergantungan.
Contoh : Morfin, Codein
6. Obat Psikotropika
Adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Contoh : Diazepam, Luminal, Valisanbe, Analsik
YANG HARUS ADA DI DALAM RESEP
Resep harus memuat :
a. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan
b. Tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat,
c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
d. Tanda tangan atau paraf penulis resep, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
e. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya
melebihi dosis maksimal
Kenapa resep harus memuat data seperti diatas karena untuk memastikan resep itu asli
dan legal atau tidak.
KIE
Menurut Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayaan Kefarmasian di Apotek (SK Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004), konseling adalah suatu proses yang sistematis uttuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat
Konseling dapa dilakukan pada :
1. Pasien dengan penyakit kronis seperti: diabetes, TB dan Asma, dll
2. Pasien dengan sejarah ketidakpatuhan dalam pengobatan
3. Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit yang memerlukan pemantauan
4. Pasien dengan multirejimen obat
5. Pasien lansia
6. Pasien pediatrik melalui orang tua dan pengasuhnya
7. Pasien yang mengalami Drug Related Problems.
Informasi yang perlu diberikan saat konseling:
a. Indikasi
b. Jadwal penggunaan obat (frekuensi dan durasi)
c. Berapa lama obat akan memberikan efek
d. Interaksi
e. Efek samping
f. Perhatian khusus dan kontraindikasi
g. Rekomendasi penggunaan dan penyimpanan
h. Kapan pasien dapat membeli ulang
s