Post on 09-Dec-2015
description
PEMBAHASAN UMUM
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa
defisit neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non
traumatik.
Stroke merupakan kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak.
Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli,
pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas pembuluh darah, dan
perubahan viskositas maupun kualitas darah. Perubahan dinding pembuluh darah otak seta
komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif atau
sekunder akibat proses lain seperti peradangan, arteriosklerosis, hipertensi, serta diabetes
melitus.
Faktor risiko terjadinya stroke adalah:
- Yang tidak dapat diubah:usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA atau
stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk
homosistinuria.
- Yang dapat diubah:hipertensi, DM, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,
kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatik, hiperurisemia, serta
dislipidemia.
Etiologi terjadinya stroke antara lain:
1. Infark otak (80%)
a. emboli
b. trombus
2. Perdarahan intraserebral (15%)
3. Perdarahan subarakhnoid (5%)
4. Penyebab lain
Stroke dibagi menjadi:
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a. Stroke iskemik
Transient Ischemic Attack (TIA)
Trombosis serebri
Emboli serebri
b. Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral
Perdarahan subarakhnoid
2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu
TIA
Stroke in evolution
Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
Sistem karotis
Sistem vertebrobasiler
Tanda klinis serangan
Tekanan perfusi otak merupakan komponen terpenting pada sirkulasi darah otak yang
merupakan integrasi fungsi jantung, pembuluh darah dan komposisi darah. Tekanan perfusi otak
menentukan Cerebral Blood Flow (CBF), dimana penurunan CBF yang tidak lebih dari 80%
masih memungkinkan sel otak untuk pulih kembali. Sedangkan pada penurunan lebih dari 80 %
sudah dipastikan terjadi kematian sel otak. Kehidupan sel otak sangat tergantung pada sirkulasi
kolateral di otak, faktor resiko, dan perubahan metabolisme di otak.
Pada umumnya manifestasi klinis serangan otak dapat berupa:
Baal, kelemahan atau kelumpuhan pada wajah, lengan, atau tungkai sesisi atau kedua sisi
dari tubuh.
Penglihatan tiba-tiba kabur atau menurun
Gangguan bicara dan bahasa atau pengertian dalam komunikasi
Dizziness, gangguan keseimbangan, atau cenderung mudah terjatuh
Kesulitan menelan
Sakit kepala yang hebat secara tiba-tiba
Derilium atau kesadaran berkabut (sudden confusion)
Proses patologis yang terjadi dapat berupa perdarahan (20%) dan iskemia (80%).
Biasanya manifestasi klinis gangguan fungsi otak pada perdarahan lebih berat oleh karena selain
proses iskemi, didapatkan pula proses desak ruang (hematoma). Amati serta pelajari manifestasi
klinis gangguan fungsi otak tersebut dan segera lakukan tata laksana kegawatdaruratan medik
sedini mungkin. Agaknya waktu antara onset dan IGD (Instalasi Gawat Darurat) di rumah sakit
dimana dapat dilakukan antisipasi medis secara tepat. Peran serta masyarakat juga sangat
menentukan apalagi bila sudah dibekali dengan bagaimana cara pengenalan serta pemahaman
serangan otak.
Di ruang IGD atau praktik
Sesuai dengan situasi dan kondisi di Indonesia serta perbedaan fasilitas yang dimiliki
rumah sakit maupun tingkat ekonomi masyarakat, maka SOP (Standard Operating Procedure)
untuk serangan otak sudah diupayakan pembakuannya di Indonesia, antara lain :
Stroke Iskemik
Aliran darah otak merupakan patokan utama vaskularisasi regional di otak. Dengan
positron emission tomography (PET) dapat dilihat bahwa aliran darah otak bersifat dinamis,
yaitu dalam keadaan istirahat nilainya akan stabil, tetapi saat melakukan aktivitas fisik maupun
psikis maka aliran darah regional akan meningkat.
Berikut ini dapat dilihat hubungan langsung derajat aliran darah ke otak dengan fungsi
otak, yaitu:
a. Ambang fungsional 50-60 cc/100 gram/menit bila tidak terpenuhi maka fungsi
neuron akan berhenti, tetapi integritas sel saraf masih utuh.
b. Ambang aktivitas listrik otak 15 cc/100 gram/menit bila tidak terpenuhi maka
aktivitas listrik neuron berhenti dan sebagian struktur sel sudah mengalami disintegrasi.
c. Ambang kematian sel <15 cc/100 gram/menit bila tidak terpenuhi maka sel-sel
otak rusak.
Pengurangan aliran darah ke otak akan menyebabkan iskemi di suatu daerah otak, tetapi
terdapat kolateral dan mekanisme kompensasi lokal seperti vasodilatasi. Hal tersebut
memungkinkan terjadinya:
a. Pada sumbatan kecil akan terjadi iskemi, tetapi dalam waktu singkat dapat dikompensasi
oleh kolateral dan vasodilatasi lokal TIA hemiparesis sepintas <24 jam.
b. Pada sumbatan agak besar akan terjadi iskemi lebih luas sehingga mekanisme
kompensasi memerlukan waktu yang lebih lama, yaitu beberapa hari sampai 2 minggu
reversible ischemic neurologic deficit (RIND).
c. Pada sumbatan yang lebih besar lagi akan terjadi iskemi luas dan tidak dapat diatasi
dengan mekanisme kompensasi complete stroke
Pada daerah iskemi luas tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan tingkat iskemi:
a. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic core) akan terlihat sangat pucat dan
menjadi nekrosis. Pada daerah tersebut ditemukan degenerasi neuron dan pelebaran
pembuluh darah tanpa adanya aliran darah.
b. Daerah sekitar ischemic core atau disebut iskemik penumbra. Pada daerah tersebut sel-
sel neuron tidak sampai mati, tetapi fungsi neuron terhenti sehingga menimbulkan
paralisis fungsional. Namun, dengan reperfusi yang cepat, cermat, dan akurat maka
kematian neuron dapat dicegah. Pada daerah iskemik penumbra juga terdapat
kerusakan neuron dalam berbagai tingkat dan edema jaringan akibat dilatasi pembuluh
darah.
c. Daerah di sekeliling penumbra (luxury perfusion). Pada daerah ini akan tampak
kemerahan, edema, dilatasi maksimal pembuluh darah, serta kolateral maksimal.
Pembuluh-pembuluh darah yang terlibat dalam stroke dapat dibagi menjadi:
1. Pembuluh darah besar sirkulasi anterior
2. Pembuluh darah besar sirkulasi posterior
3. Pembuluh darah kecil jalinan vaskuler
Pembuluh darah besar sirkulasi anterior yang terganggu dapat disebabkan oleh kelainan
pembuluh darah (aterosklerosis) atau emboli. Pembuluh darah besar anterior yang terkena terdiri
dari:
1. Arteri karotis interna ekstrakranial
Kelainan yang muncul sebagai etiologi dapat berupa aterosklerosis pada 2 cm pertama
dan terutama pada dinding posterior, fibromuskular displasia, emboli dari vena
pulmonalis, dan trombus dari atrium serta miokard.
2. Arteri karotis interna intrakranial
Aterom pada petrous inlet, siphon, atau proksimal dari arteri serebri anterior dan media
dapat menyebabkan emboli. Keadaan iskemi dapat dihasilkan dari rusaknya kolateral
lentikulostriata atau sklerosis dari pembuluh darah kortikal.
3. Arteri serebri media
Sumbatan pada arteri serebri media terutama disebabkan oleh emboli daripada oleh
aterotrombosis.
4. Arteri serebri anterior
Aterom jarang menimbulkan stroke pada arteri serebri anterior karena adanya kolateral
melalui arteri komunikans anterior. Stroke dapat muncul apabila arteri serebri anterior
mengalami atresia kongenital atau sumbatan yang dialami pada segmen distal.
Pembuluh darah besar sirkulasi posterior terdiri dari dua arteri vertebralis kiri dan kanan
yang bergabung menjadi satu pada bagian pontomeduler menjadi arteri basilaris. Arteri basilaris
bercabang menjadi arteri serebri posterior yang selanjutnya memberikan cabang sirkumferensial
panjang dan cabang kecil yang dalam yang memperdarahi serebelum, medula, pons, midbrain,
talamus, subtalamus, hipokampus, temporal medial dan lobus oksipital. Pembuluh darah besar
posterior terdiri dari :
1. Arteri serebri posterior
Segmen prekomunal atau P1, segmen dari arteri serebri posterior dapat atresia. Aterom
dan emboli pada bagian atas arteri basilar atau pada segmen P1 dapat menimbulkan
gejala-gejala sesuai area yang diperdarahinya.
2. Arteri vertebralis dan arteri serebellar posterior inferior
Arteri vertebralis terdiri dari 4 segmen; V1 memasuki C6C5, V2 memasuki C6-2, V3
meliputi atlas dan dura di foramen magnum, dan V4 bergabung dengan arteri vertebralis
lainnya membentuk arteri basilar. Lesi aterotrombotik terutama memiliki predileksi pada
V1 dan V4, tetapi jarang pada V2 dan V3 dimana lebih seing mengalami fibromuskular
displasia dan diseksi
3. Arteri basilar
Cabang-cabang dari arteri basilar memperdarahi basis pons dan serebelum superior
dimana dibagi 3, yaitu (1) paramedian, (2) short circumferential, (3) bilateral long
circumferential. Lesi ateromatosa sering kali pada proksimal arteri basilar atau distal
segmen arteri vertebralis.
Pembuluh darah kecil apabila terkena sumbatan dapat menyebabkan stroke lakunar, yang
berarti infark akibat aterotrombotik atau lipohialinosis pada cabang kecil dari sirkulus
Willisi, arteri serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris.
Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik yang spesifik yaitu :
1. Timbulnya mendadak
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang tersumbat
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak, sedangkan pada
stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran
Dasar diagnosis stroke berdasarkan pada:
1. Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut
mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
Selain itu perlu ditanyakan faktor-faktor risiko yang menyertai stroke seperti hipertensi,
diabetes melitus, dan penyakit jantung
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah kanan dan kiri, nadi, pernapasan, dan
tentukan juga tingkat kesadaran penderita.
Pemeriksaan refleks-refleks batang otak, yaitu
- Reaksi pupil terhadap cahaya
- Refleks kornea
- Refleks okulo sefalik
- Keadaan atau refleks respirasi
Tentukan juga kelumpuhan yang terjadi pada saraf-saraf otak dan anggota gerak.
Kemungkinan perdarahan intraserebral dapat luas sekali jika terjadi perdarahan retina
atau preretinal pada pemeriksaan funduskopi.
3. Gejala Klinik
Manifestasi klinik stroke sangat tergantung pada daerah otak yang terganggu aliran
darahnya serta fungsi daerah otak yang menderita iskemia tersebut.
Tipe defisit sangat tergantung pada area otak yang terlibat. Jika yang terlibat:
a. Hemisfer dominan (kiri)
Gejala : hemiparesis kanan, gangguan sensoris kanan, gangguan lapang pandang sebelah
kanan, kepala cenderung miring ke kanan, dan afasia.
b. Hemisfer nondominan (kanan)
Gejala : hemiparesis kiri, gangguan sensoris kiri, kepala cenderung miring ke kiri, dan
gangguan lapang pandang kiri.
c. Serebelum : risiko tinggi herniasi dan kompresi batang otak gejala berupa
penurunan kesadaran yang cepat, apnu, dan kematian.Gejala lain berupa:
Gait atau limb ataxia
Vertigo dan tinitus
Mual dan muntah
Hemiparesis atau tetraparesis
Hemisensory loss atau tetrasensory loss
Gangguan pergerakan bola mata, diplopia, nistagmus
Kelemahan orofaringeal atau disfagia
Crossed sign : pada wajah ipsilateral atau badan kontralateral
d. Putamen dan kapsula interna
Perdarahan dapat meluas dan dapat ruptur ke dalam ventrikel lateral. Gejala berupa
defisit motorik dan sensorik kontralateral secara progresif dalam hitungan menit sampai
jam, deviation conjugee mata ke arah lesi, serta gangguan bicara atau visuospasial jika
melibatkan hemisfer otak, baik dominan maupun nondominan.
e. Talamus
Gejala : gejala anggota gerak predominan yang meliputi penurunan kesadaran, gangguan
sensorik kontralateral, gerakan involunter seperti distonia dan khorea, gangguan
okulomotor, deviasi mata kontralateral lesi (jika melibatkan talamus medial), konvergensi
bola mata, dan pupil miosis.
Small right thalamic haematoma Deep hemisphere haematoma with
rupture into the ventricle system
4. Sistem skor untuk membedakan jenis stroke :
Skor Stroke Siriraj : (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + ( 2 x nyeri kepala) + (0,1
x tekanan diastolik) – (3 x petanda ateroma) – 12
Skor > 1 : perdarahan supra tentorial
Skor -1 s.d 1 : perlu CT Scan
Skor < -1 : infark serebri
Derajat kesadaran : 0 = kompos mentis ; 1 = somnolen ; 2 = sopor/koma
Vomitus : 0 = tidak ada ; 1 = ada
Nyeri kepala : 0 = tidak ada ; 1 = ada
Ateroma : 0 = tidak ada ; 1 = salah satu atau lebih:diabetes, angina, penyakit
pembuluh darah
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang diperlukan antara lain:
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Profil faktor koagulasi
c. Elektrolit darah
d. Kimia darah
e. GDS
f. Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, LFT (AST/ALT)M profil lipid
(LDL,HDL, Total lipid)
g. Radiologi
- CT Scan otak non kontras
Dapat membedakan antara stroke hemoragik dengan stroke iskemik serta kelainan
intrakranial lain. Dapat mengidentifikasi hematoma intraserebral dengan diameter
> 1 cm, tetapi kurang dapat memberikan informasi mengenai kelainan
vaskularisasi yang terlibat.
- MRI
Dapat mendeteksi stroke iskemik lebih awal dibandingkan dengan CT Scan.
Pencitraan hemoragik pada MRI sangat tergantung pada lama proses perdarahan
berlangsung.
- Foto toraks
Memperlihatkan keadaan jantung (hipertrofi ventrikel kiri pada hipertensi kronik)
dan identifikasi kelainan paru
Pemeriksaan Penunjang Khusus Atas Dasar Indikasi Dan Fasilitas
Pada kasus stroke yang tidak spesifik atau dengan indikasi pengobatan khusus,
perlu suatu eksplorasi lebih lanjut serta evaluasi khusus.
a. Bila ada dugaan gangguan faal hemostasis :
I. Dilakukan pemeriksaan masa protrombin, APTT, fibrinogen, D-dimer,
protein C dan S, dan agregasi trombosit.
II. Bila perlu AT III, ACA, homosistein, dan lain-lain.
b. Pemeriksaan lain bila ada dugaan (Lues, HIV, TBC, autoimun, dll)
c. Ekokardiografi transtorakal dam atau transesofageal dilakukan untuk
mengetahui adanya vegetasi emboli di jantung dan aorta proksimal.
d. Angiografi serebral, DSA, MRA, atau CT Scan-Angiografi (AVM, aneurisma,
plak karotis, dan lain-lain)
e. SPECT untuk menilai reperfusi hasil pengobatan, tidak direkomendasikan
untuk pemakaian rutin kasus stroke.
f. EEG dilakukan atas dasar indikasi antara lain, kejang dan enarterektomi
karotis.
PENATALAKSANAAN
Penanganan awal
Dasar penatalaksanaan suatu stroke akut adalah dengan mengoptimalkan sirkulasi dan
metabolisme umum dan mencegah peningkatan tekanan intrakranial akibat edema otak.
Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, infus terpasang, boleh dimulai bertahap bila
hemodinamik stabil
Bebaskan jalan nafas, bila perlu berikan oksigen 1-3 L/menit sampai ada hasil
pemeriksaan gas darah
Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten
Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus
Hiperglikemia atau hipoglikemia harus segera dikoreksi
Suhu tubuh harus dipertahankan normal
Asupan nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik dan
apabila didapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun, dianjurkan
melalui pipa nasogastrik dengan 1500 kalori
Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan
Pemberian caian intravena 24 jam pertama cairan emergensi RL, NaCl 0,9%, Asering,
dan dilanjutkan 24 jam berikutnya berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang
mengandung glukosa murni atau hipotonik
Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin/LMWH dosis rendah bila tidak
ada kontraindikasi
Mobilisasi dan neurorestorasi serta neurorehabilitasi dini bila tidak ada kontraindikasi.
Penatalaksanaan Spesifik
Prinsip dasar penatalaksanaan stroke akut adalah upaya memulihkan tekanan perifer otak,
mencegah kematian sel otak, mengoptimalkan metabolisme, dan mencegah terjadinya proses
patologis yang mengiringi serangan otak tersebut, antara lain :
Stroke hemoragik
Perdarahan intraserebral
o Mengobati etiologinya, menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi dengan
neuroprotektor dapat diberikan.
o Tindakan bedah dilakukan dengan mempertimbangkan usia dan skala koma
Glasgow lebih dari 4 dan hanya dilakukan pada penderita dengan:
o Perdarahan serebellum dengan diameter lebih dari 3 cm dilakukan kraniotomi
dekompresi
o Hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikuler atau serebellum dapat
dilakukan VP shunting
o Perdarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda-tanda penibgkatan intrakranial akut
dan disertai dengan ancaman herniasi
Perdarahan subarakhnoid
o nimodipine dapat diberikan untuk mencegah vasospasme pada pwerdarahan
subarachnoid primer akut, diawali dengan 1-2 jam pertama 1 mg/jam dilanjutkan
1-6 mg/jam dengan continous infusion dan selanjutkan dengan pemberian per oral
4-6x60 mg.
o Terapi hi[pervolimik-hipertensif hemodelusi di ICU/NCCU
o Pengobatan baru dengan a ballon angioplasty, intraarterial papaverine atau
kombinasi keduanya.
o Pemasangan coil atau clipping aneurisma 30 % untuk mencegah rebleeding.
Tata laksana dan tindak lanjut pada rawat inap
Terapi umum pada stroke hemoragik
o Rawat ICU bila:
Volume hematome lebih dari 30 cc, perdarahan intraventrikuler, timbul hidrosefalus,
klinis cenderung menurun.
o Tekanan darah:
Diturunkan perlahan-lahan (15-20%) bila tekanan sistolik >180 dan tekanan diastolic
>120. MAP >130, volume hematome bertambah dan terdapat gagal jantung (Labetolol IV 10 mg
sampai 20 mg dengan maksimum 300 mg, Enapril IV 0,625 mg-1,25 mg/6 jam, Captopril
3x6,25-25 mg)
o Tekanan intracranial meningkat:
Posisi kepala dinaikkan 30º dengan posisi kepala dan dada satu bidang.
Manitol
Hiperventilasi (pCo2 30-35 mmHg)
Terapi khusus
Perdarahan intra serebral
Medis
Bedah: evaluasi hematoma
Perdarahan subarakhnoid
Medis (antifibrinolitik, Ca antagonis)
Bedah (aneurisma, AVM) dengan ligasi, embolisasi, ekstirpasi,
gamma knife
Rehabilitasi : Fisioterapi
Terapi wicara
Terapi okupasi
Tata laksana dan tindak lanjut pada rawat jalan
Bertujuan mencegah stroke ulang, mencegah kematian jangka panjang, dan rehabilitasi.
1. Mencegah terjadinya stroke ulang, dengan cara:
Gaya hidup sehat
Mengendalikan faktor resiko:
DM mengontrol kadar gula darah dengan diet, obat anti diabetik, insulin (actrapid)
Hipertensi mengupayakan tekanan sistolik<140, diastolik < 90 (Captopril, Norvask,
Nifedipin)
Fibrilasi atrium warfarin (INR 2,5; range 2,0-3,0)
Antitrombotik
Antiplatelet : aspirin, dipiridamol, tiklopidin, klopidrogel, cilostazol
Antikoagulan : warfarin
Angioplasty dan stenting
2. Mencegah kematian jangka panjang, yang dapat disebabkan oleh: PJK, insfeksi
sal. napas, infeksi sistemik lainnya.
Tindakan Bedah
Masih kontroversial, tertutama pada hemoragik ganglionik karena prognosisnya buruk secara
fungsional. Indikasi tindakan bedah adalah volume darah > 55 cc, midline shift > 5 mm, dan
perdarahan intrakranial.
Follow Up
Monitor ABC
Monitor tekanan darah pasien
Penilaian berkala status neurologis
Monitor status kardiovaskular
Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
Kateterisasi intraventrikel pada pasien dengan hidrosefalus
Rehabilitasi
Merupakan tindakan neurorestoratif yang meliputi aspek kognitif, bahasa, fisik (motorik dan
sensorik), aktivitas hidup sehari-hari, perumahan, fungsi sosial, dan status emosi.
Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, edema serebral dalam 24- 48 jam pertama
Defisit neurologis dalam waktu 3 jam pertama
Penurunan kesadaran dalam waktu 24 jam pertama pada 25 % pasien yang masih sadar
Kejang post stroke
Disabilitas permanen
a. Penatalaksanaan komplikasi
Gejala stroke akut sangat banyak variasinya serta menggambarkan perubahan yang dinamis
sehingga perlu suatu antisipasi.
Bila ada kejang diatasi segera dengan Diazepam iv perlahan atau dengan
antikonvulsan lain.
Ulkus stress diatasi dengan antagonis H2, antasid, atau inhibitor pompa
proton.
Pneumonia dapat dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik
spektrum luas.
Tekanan intrakranial yang meningkat dapat diturunkan dengan salah dsatu
cara atau gabungan cara berikut :
Manitol bolus 1g/kgBB dalam 20-30 menit, kemudian dilanjutkan dengan
0,25-0,5g/kgBB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Dengan target
osmolaritas 300-320 mmol/L.
Gliserol 10%, 10mL/kg dalam 3-4 jam.
Furosemid 1mg/kgBB iv.
Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik hingga pCO2
29-35 mmHg.
Steroid tidak diberikan secara rutin. Bila ada indikasi diberikan dengan
pengamatan ketat.
Tindakan kraniotomi dekompresif.
b. Penatalaksanaan Spesifik Penatalaksanaan Kondisi Khusus
Serangan otak merupakan hasil akhir dari disintergrasi fungsi jantung, pembuluh darah,
dan komposisi drah.Proses yang mengiringi serangan otak akan memicu terjadinya gangguan
regulasi sususnan saraf pusat dengan sistem serebrovaskular dan tiak langsung terhadap sistem
dan organ lainnya. Hipertensi merupakan keadaan yang secara langsung dapat mempengaruhi
ketiga faktor utama tersebut, disusul oleh diabetes melitus dan penyakit jantunng koroner.
Menurut beberapa ahli, hipertensi terkelola baik ama dengan melakukan upaya pengobatan serta
pencegahan stroke. Dengan kata lain, Hipertensi merupakan penyebab serangan otak.
Stroke akut terkadang menimbulkan perubahan irama jantung, edema paru metabolik,
neuro-endokrin maupun neuro-hormonal dan neurotransmitter terutama pada kasus-kasus
perdarahan luas, letak daerah vital atau infark luas yang disertai edema luas.
Penurunan Cardiac output (CO) yang ditandai dengan penurunan tekanan darah harus
dikoreksi hingga normal atau hipertensi ringan dan diobati dengan segera penyebabnya.
Sebaiknya kasus demikian dirawat di Stroke unit atau ICU/NCCU oleh karena cenderung terjadi
perburukan yang berakhir fatal. Metabolisme otak sangat tergantung pada oksigen dan glukosa,
sehingga hipoglikemia dan hiperglikemia harus segera diobati.
o Hipoglikemia harus segera diatasi dengan Dextrose 40% iv sampai
gula darah mencapai batas normal dan segera mencari serta mengobati penyebabnya.
o Hiperglikemia harus segera dilakukan pemantauan kadar glukosa
darah setiap 6 jam dengan pemberian insulin dosis luncur3 unit bila gula darah 150-200 mg%, 5
unit bila 200-250 mg%, 8 unit bila 250-300 mg%, 10 unit bila 300-350 mg%, 12 unit bila 350-
400 mg%, 15 unit bila 400-450 mg% dan 20 unit bila >450 mg%. Dapat pula diberikan insulin iv
secara drips kontinu selama 2-3 hari dengan dosis awal 1 unit per jam diikuti dosis luncur isulin
bila diketahui seorang menderita DM yang sukar dikendalikan, hiperosmolar, atau gula darah
tetap tinggi setelah 24 jam pemantauan.
Masalah hipertensi pada stroke adalah masalah yang paling sering dijumpai dan sering
menimbulkan pertanyaan apakah hipertensi pada stroke diobati. Sebagian besar ahli tidak
merekomendasikan pegobatan hipertensi pada stroke iskemik kecuali bila terdapat krisis
hipertensi. Krisis hipertensi sendiri adalah suatu keadaan klinis tertentu dimana diperlukan
penurunan tekanan darah segera karena akan menentukan keadaan selanjutnya dari si pasien.
Tekanan darah pada krisis hipertensi ini sangat bervariasi tingginya dan tergantung jenis
hipertensi dan target organ yang sudah terkena. Krisis hipertensi dapat dibagi menjadi :
Hipertensi emergensi
Pada umumnya dijumpai pada:
Hipertensi maligna terakselerasi dengan papil edema
Kondisi serebrovaskular : ensefalopati hipertensi, infark luas pada otak, perdarahan
intraserebral, perdarahan subarakhnoidal, dan cedera kranioserebral.
Kondisi jantung : diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard akut, dan
pasca operasi bypass koroner.
Kondisi ginjal : glomerulonefritis akut, hipertensi renovaskular, krisis renal akibat
penyakit collagen-vascular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal.
Akibat katekolamin yang tersirkulasi : pada penghentian mendadak obat hipertensi,
interaksi obat atau makanan dengan MAO inhibitor, krisis feokromositoma,
hiperrefleksia otonom pasca cedera medula spinalis.
Eklamsia
Kondisi bedah : hipertensi berat pada pre operasi cito , hipertensi pasca operasi, dan
perdarahan pasca operasi.
Luka bakar luas dan berat
Epistaksis berat
Trombotik Trombositopenia purpura.
Sedangkan hipetensi emergensi pada stroke biasanya tekanan diastolik lebih dari 140
mmHg setelah diukur 2 kali dengan selang 5 menit, atau tekanan sistolik lebih dari 230 mmHg
dan atau tekanan diastolik 121-140 mmHg pada 2 pengukuran yang berselang waktu 15 menit,
atau tekanan darah sistolik 180-230 mmHg dan atau tekanan diastolik 105-120 mmHg. Selain itu
terbukti pula adanya keadaan perdarahan intraserebral, gagal jantung kiri, edema paru, gagal
ginjal, aorta diseksi, atau tekanan darah arterial rata-rata yang lebih dari 145 mmHg ( [ tekanan
sistolik + 2 tekanan diastolik]/3). Obat anti hipertensi harus diberikan secara parenteral dengan
penurunan yang harus mulai terjadi dalam benberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Obat
untuk hipertensi emergensi yang sering dipergunakan di Indonesia, antara lain:
Diltiazem, diberikan dalam bolus 10 mg yang dilarutkan dengan 10 mL saline
fisiologis dalam jangka waktu 3-5 menit. Lalu evaluasi dan hitung frekuensi
jantung serta bagaimana irama jantung. Obat ini kontra indikasi pada keadaan
blok sino-arterial dan blok AV derajat 2.
Nicardipine, 5-15 mg/jam IV kontinu. Efek samping yang perlu diperhatikan
antara lain sakit keapal, mual, flushing, tachycardia, dan phlebitis lokal.
Nimodipine, dengan dosis awal 1mL/jam (1 mg) dinaikkan setiap 13 menit
0,5-1,0 hingga tercapai target dengan maksimal dosis yang dianjurkan 5
mL/jam (5 mg). Obat ini juga berperan sebgai neuroprotektor selain sebagai
antihipertensi.
Labetolol, diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 menit atau 2 mg/menit IV
kontinu. Efek samping obat ini dapat berupa muntah, mual, gagal jantung,
bronkospasme, dan kerusakan hepar karena obat ini merupakan suatu alfa dan
beta blocker.
Nitroprusid dan nitrogliserin, keduanya diberikan di ICU.
Hipertensi urgensi
Apabila tekanan darah sistolik 130-180 mmHg dan atau tekanan diastolik 105-120
mmHg tanpa ditemukan target organ, pengobatan dimulai bila tekanan darah menetap pada
pengukuran dua kali selang 60 menit. Sedangkan pada kasus baru diawali dengan ACEI atau
ARB, long acting Ca Channel Blocker, atau Beta Blocker atau alfa-beta Blocker dengan
diuretika. Target penurunan adalah beberapa hari.
Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada lokasi perdarahan dan beratnya serangan. Prognosis buruk
pada pasien dengan GCS rendah, volume perdarahan banyak, perdarahan pada ventrikel, dan
faktor komorbid lain.
Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke :
- menghindari :
- rokok
- stres-mental
- alkohol
- kegemukan
- konsumsi garam berlebihan
- obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya
- mengurangi :
- kolesterol dan lemak makanan
- mengendalikan :
- hipertensi
- diabetes melitus
- penyakit jantung
- penyakit vaskuler aterosklerotik lainnya
b. Pencegahan Sekunder
- modifikasi gaya hidup berisiko stroke dan faktor risiko misalnya:
- hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai
- diabetes melitus : diet, obat hipoglikemik oral/insulin
- penyakit jantung aritmik non valvular (antikoagulan oral)
- dislipidemia : diet rendah lemak
- melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin
- obat-obatan yang digunakan:
asetosal
antikoagulan oral
- Tindakan invasif
phlebotomi untuk polisitemia
enarterektomi karotis hanya dilakukan pada penderita yang
simtomatik dengan stenosis 70-99% unilateral dan baru
tindakan bedah lainnya (reseksi AVM, klipping aneurisma Berry)
DAFTAR PUSTAKA
Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline
Stroke 2007. Jakarta.
Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition. New
York : Thieme. 2005.
Budiman, Gregory. Jaras-jaras Neuroanatomi. 2003. Jakarta : CV. Sagung Seto.
Lumbantobing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. 2006. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Misbach,Jusuf. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. 1999. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.