Post on 31-Mar-2019
TAHAPAN PENANGGULANGAN BENCANA SITU GINTUNG OLEH PKPU
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Sosial Islam ( S. Sos. I )
Disusun oleh :
ERSYAD TONNEDY
NIM: 105054102070
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H ./ 2010 M.
TAHAPAN PENANGGULANGAN BENCANA SITU GINTUNG OLEH PKPU
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Sosial Islam ( S. Sos. I )
Disusun oleh :
ERSYAD TONNEDY
NIM: 105054102070
Pembimbing:
Ismet Firdaus, M.Si
NIP: 150411196
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431H / 2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan
ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 20 April 2010
Ersyad Tonnedy
ABSTRAK
Ersyad Tonnedy
Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU
Ancaman bencana tidak mengenal waktu dan tempat. Rusaknya infrastruktur, bangunan rumah, hilangnya korban jiwa, harta benda dan mata pencaharian, hingga timbulnya rasa trauma yang membekas adalah gambaran kerugian akibat bencana. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu penanggulangan bencana yang bersifat menyeluruh baik sebelum, pada saat maupun setelah terjadi bencana.
Penulis mengambil judul Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU karena pada dasarnya penanggulangan bencana merupakan upaya untuk mencegah dan mengurangi dampak bencana dengan tujuan memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman dan kerugian akibat bencana
Berdasarkan UU penanggulangan bencana RI No. 24/ 2007, penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahapan, yaitu tahapan pra bencana (pencegahan; kesiapsiagaan; mitigasi), tanggap darurat dan pasca bencana (rehabilitasi dan rekonstruksi). Rangkaian tahapan penanganan bencana tersebut merupakan upaya melindungi dan menyelamatkan manusia sebagai sumber daya pembangun, mengembalikan kerugian harta benda dan kerusakan sarana prasarana serta memulihkan kehidupan dan penghidupan masyarakat
Prosedur pemilihan informan pada penelitian ini menggunakan purposive sampling.
Adapun informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang, yang terdiri dari 7 orang penerima program dan 3 orang koordinator program (pelaksana program), yaitu Koordinator Rescue, Koordinator Pemberdayaan Ekonomi dan Koordinator divisi Kesehatan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini adalah tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU, yaitu pada masa tanggap darurat dengan menurunkan Team Ekspedisi/ SAR, membuat posko bantuan darurat, mengadakan program dapur air, program bersih rumah, program steam gratis dan memberikan beragam paket-paket sumbangan bagi korban Situ Gintung. Pada masa pasca bencana/ recovery yaitu kegiatan rehabilitasi meliputi program trauma healing anak-anak, program tag sale, program wisata keluarga dan program gizi. Kemudian masa rekonstruksi melalui program ekonomi. Sedangkan pada tahapan pra bencana, PKPU tidak ikut terlibat dalam upaya-upaya penanganan bencana. Kemudian faktor pendukung tahapan penanggulangan bencana PKPU yaitu tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, adanya mitra usaha yaitu para donator yang mendukung jalannya program dari segi pendanaan, kemudian mitra kerja yang solid. Faktor penghambatnya yaitu kondisi medan yang berat dan sulitnya akses keluar masuk wilayah bencana akibat lumpur dan material-material lainnya, serta terhalang oleh ribuan orang yang datang melihat, lokasi korban dan pengungsian yang terpencar sehingga agak menyulitkan pelaksanaan program penanggulangan bencana.
KATA PENGANTAR
Segala puji ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Adil dan Maha Pengasih. Hanya
kepada-Nya kita memuji, memohon ampun dan pertolongan. Hanya dengan inayah-Nyalah
penulis dapat menyelesaikan pendidikan sampai pada tingkat strata satu (S1).
Shalawat serta salam semoga tercurah ke haribaan baginda Rasulullah SAW beserta
keluarganya, sahabat-sahabatnya dan seluruh umatnya sampai akhir zaman yang senantiasa
ikhlas mengikuti sunah-sunah serta jejak perjuangannya.
Terselesaikannya skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik moril
maupun materiil yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta
para pembantu Dekan I, II dan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Helmi Rustandi, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial
dan sebagai Penguji, terimakasih telah memberikan kritik, saran dan masukan untuk
skripsi yang telah penulis selesaikan.
3. Bapak Ismet Firdaus, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial,
sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia membagi waktunya
untuk memberikan arahan, bimbingan dan motivasi serta masukan-masukan berharga
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Helmi Rustandi, M.A. dan Ibu Wati Nilamsari, M.Si., selaku Dosen Penguji,
penulis mengucapkan terima kasih telah memberikan kritik, saran dan masukan
membangun terhadap skripsi yang telah penulis selesaikan
5. Para Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta seluruh Civitas Akademika yang
telah membagi wawasan serta keilmuan, juga membimbing penulis selama mengikuti
proses perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Pimpinan Perpustakaan, para staff dan para karyawan, baik perpustakaan Utama UIN
Syarif Hidayatullah maupun perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah
membantu penulis selama menjalani perkuliahan dan khususnya dalam proses
penyelesaian skripsi
7. Para staff dan pengurus PKPU, Bapak Ir. Muhammad Yasin, Bapak Nurzaman, Bapak
Feri, Mba Ida, Mba Nia, Mba Ina dan seluruh pengurus dan staff PKPU yang tidak bisa
disebutkan satu persatu atas kesediaannya memberian kesempatan bagi penulis untuk
mengambil skripsi di PKPU. Kemudian kepada para korban Situ Gintung yang telah
banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Ibunda “Murni Ainun, S. Pd” dan Ayahanda “Ir. Edison” yang begitu tulus mencintai,
mengerti dan tidak henti-hentinya selalu mengiringkan do’a bagi penulis. Kakakku
tersayang “Erisya Indah Rahmania Tonnedy, S.pt” dan adikku “Ervan Tonnedy” terima
kasih atas dukungan, motivasi dan canda tawanya. Nenek dan Kakek, Nek Mami, Mbah
Putri, Om dan tanteku, bibi, sepupu-sepupuku, de Ria, Harits, Fadel, Bayu, Taufan dan
lainnya yang tak dapat disebutkan satu persatu.
9. Sahabat dan teman-teman seperjuangan di Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial
Angkatan 2005. Kawan-kawan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial angkatan 2003, 2004,
2006, 2007, 2008 terima kasih atas support dan dukungannya.
10. Teman-teman “Capung Community”
11. “Nda” terima kasih atas perhatiannya yang selalu mendukung dan memberikan semangat
bagi penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
12. Keluarga besar Aula Insan Cita HMI
13. Teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa terima kasih
penulis kepada kalian.
Akhir kata, karena keterbatasan wawasan, pengetahuan dan pengalaman penulis, tentu
banyak kesalahan dan kekhilafan penulis dalam skripsi ini. Selanjutnya penulis ucapkan
terima kasih dan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Amin
Ciputat, 20 April 2010
Ersyad Tonnedy
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………. i
ABSTRAK……………………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR……………………….………………………. iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………. vi
DAFTAR TABEL…………………………………………………… viii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………… ix
DAFTAR LAMPIRAN…………………....……………………… … x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………….. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………….……. 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………… 13
D. Metodologi Penelitian…………………………………. 14
E. Sistematika Penulisan………………………………….. 21
BAB II LANDASAN TEORI
A. Bencana……………………………………………….... 23
1. Pengertian Bencana ……………………………. ….. 23
2. Jenis - Jenis Bencana.................................................. 25
3. Penyebab Bencana………………………….............. 26
4. Dampak - Dampak Bencana………………………... 28
5. Pengelolaan Bencana (Disaster Management)……... 30
6. Tahapan Penanggulangan Bencana……………….... 37
a. Pra Bencana…………………………………….. 40
1) Pencegahan (prevention)……………………. 41
2) Kesiapsiagaan (preparedness)…………….... 43
3) Mitigasi (mitigation)……………………....... 47
b. Tanggap Darurat (response)……………………... 52
c. Pasca Bencana (pemulihan/ recovery)…………... 57
1) Rehabilitasi (rehabilitation)…………….......... 59
2) Rekonstruksi (reconstruction)……………….. 62
BAB III GAMBARAN UMUM PKPU
A. Profil PKPU…………...................................................... 65
1. Sejarah Singkat…………………………………........ 65
2. Visi dan Misi……………………………………..…. 66
3. Tujuan ………………………………………………. 66
4. Nilai Budaya Organisasi……....……………………. 67
5. Aktivitas Lembaga…………………………………. 67
6. Struktur Lembaga…………………………………... 68
7. Jaringan Kerja……………………………………..... 70
B. Profil Situ Gintung…………………………………....... 70
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS
A. Analisis Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU
….………………………………………….......... 73
1. Pra Bencana…………………………………………. 73
2. Tanggap Darurat…………….……………………..... 74
a. Menurunkan Team Ekspedisi/ SAR...…............... 74
b. Penyediaan Posko Bantuan……………............... 83
c. Program Dapur Air……..…………….................. 86
d. Program Bersih Rumah..……………................... 88
e. Program Steam Gratis………………………....... 91
f. Paket-Paket Sumbangan …..……………………. 93
3. Pasca Bencana (pemulihan/ Recovery)…..…………. 96
a. Rehabilitasi……………………...…………….… 96
1) Program Trauma Healing Anak-Anak……..… 96
2) Program Tag Sale………………….……........ 101
3) Program Wisata Keluarga…………..……....... 105
4) Program Gizi…………………………………. 107
b. Rekonstruksi…………………………………….. 113
1) Program Ekonomi………………………......... 113
B. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Tahapan Penanggulangan Bencana
Situ Gintung oleh PKPU……………………….
…………………………... 127
1. Faktor Pendukung…………………………………..... 130
2. Faktor Penghambat…………………………………... 130
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………... 111
B. Saran………………………………...………………...... 112
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………..... 132
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Rancangan Penelitian…………………………………... 15
Tabel 2 Siklus Penanganan Bencana……………......................... 40 Tabel 3 Struktur Lembaga PKPU.………………………………. 69 Tabel 4 Aktivitas Team Ekspedisi/ SAR PKPU………………… 83 Tabel 5 Aktivitas Penyediaan Posko Bantuan PKPU…………… 85 Tabel 6 Aktivitas Program Dapur Air PKPU……………………. 87 Tabel 7 Aktivitas Program Bersih Rumah PKPU………………... 90 Tabel 8 Aktivitas Program Steam Gratis PKPU…………………. 92 Tabel 9 Aktivitas Program Trauma Healing Anak PKPU……….. 101
Tabel 10 Aktivitas Program Tag Sale PKPU……………………… 104
Tabel 11 Aktivitas Program Wisata Keluarga……………………... 107
Tabel 12 Aktivitas Program Gizi…………………………………... 111
Tabel 13 Aktivitas Program Ekonomi PKPU……………………… 119
Tabel 14 Rangkuman Analisis Data……………………………..... 121
DAFTAR GAMBAR
1. Peta Jaringan Kerja PKPU………………………………………. 70
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Riset/ Penelitian Lampiran 2 Form Assesment Lampiran 3 Pedoman Wawancara Lampiran 4 Transkrip Wawancara Lampiran 5 Dokumentasi Kegiatan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Wilayah Indonesia yang bercirikan kepulauan dan lingkungan alam tropiknya dengan
curah hujan yang cukup tinggi, secara alamiah dapat menyebabkan terjadinya
pembentukan situ, danau atau waduk yang kemudian selain berfungsi sebagai tempat
penampungan dari air hujan, mata air maupun sungai-sungai yang terdapat disekitarnya,
juga dimanfaatkan untuk perairan ladang pertanian, tambak dan tempat wisata alam.
Situ adalah sejenis waduk kecil sebagai wadah genangan air di atas permukaan tanah
atau air permukaan yang terbentuk secara alamiah sebagai siklus hidrologi dan
merupakan salah satu bagian yang juga berperan potensial dalam kawasan lindung.1
Sedangkan waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air sediaan untuk berbagai
kebutuhan. Waduk dapat terjadi secara alami maupun buatan manusia.2
Terjadinya pembentukan situ atau danau baik secara alami maupun buatan, yang
tanpa disadari semakin lama sudah berumur relatif tua namun tidak disertai dengan
adanya pemeliharaan dan perawatan yang memadai, kemudian ditambah dengan
pelanggaran-pelanggaran tata ruang yang terjadi dan telah berlangsung sejak lama, sedikit
demi sedikit menyebabkan kemungkinan akan kerentanan terhadap terjadinya bencana
sangatlah besar. Hingga fenomena bencana jebolnya tanggul situ atau danau di Indonesia
yang sangat berdampak bagi lingkungan sekitarnya menjadi semakin bertambah.
1 Roviky, “Dongeng Seputar Situ-situ di Indonesia,” artikel diakses pada Selasa, 23 Februari 2010 dari http://rovicky.wordpress.com/2009/03/30/dongeng-seputar-situ-situ-di-indonesia-beauty-and-the-beast-1/
2 “Waduk,” artikel diakses pada Minggu, 28 Februari 2010 dari http://.wikipedia/waduk. org/
Hasil inventarisasi situ-situ di Jabodetabek oleh BBWS-CC (Balai Besar Waduk dan
Sungai-Ciliwung Cisadane) yang dilakukan tahun 2009, Jabodetabek yang dulunya
memiliki 202 situ kini hanya tinggal 182 situ. Situ-situ yang tersisa pun saat ini cukup
memprihatinkan dan kurang baik, ada pula yang dinyatakan rusak.3 Dengan demikian,
seharusnya menjadi tolak ukur untuk dapat berbuat banyak dalam menjamin keselamatan
warga.4
Wilayah, daerah dan lokasi yang semestinya tidak/ kurang layak dihuni atau
dikembangkan sebagai pemukiman, aktivitas produksi dan industri tanpa memperhatikan
kaidah alam dan perilakunya, serta tidak menggunakan pertimbangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang bijaksana dan tepat, misalnya pada lokasi pinggir danau/ situ, dapat
menimbulkan kerentanan terhadap bencana. Pada akhirnya, aktivitas pembangunan,
industri, produksi, transportasi dan rekreasi untuk tujuan pembangunan sosial, budaya,
politik, hukum dan keamanan yang dapat dilihat betapa semarak dan berpacu tanpa henti-
hentinya tersebut, menjadi kandas dan pudar manakala bencana datang dengan
dahsyatnya.5
Lebih-lebih Indonesia kini termasuk dalam daftar negara paling beresiko bencana
(dilansir Badan Pencegahan Bencana PBB atau United Nations International Strategy for
Disaster Reduction). Dalam daftar ini, negara-negara di Asia mendominasi dan Indonesia
berada diposisi Sembilan (sangat tinggi) bersama Bangladesh, China, India dan
Myanmar. Data disusun berdasarkan bencana sejak tahun 1977 sampai 2009, yang tidak
hanya mengukur resiko bencana, namun juga menunjukan kemampuan negara dan
masyarakat di negara bersangkutan dalam menanggulangi bencana. Tidak mengherankan
3 “Situ Gintung Segera di Bangun Lagi,” Kompas, 18 Mei 2009, h. 7. 4 “Departemen PU Kaji Kondisi Situ di JABOTABEK” artikel diakses pada Sabtu, 20 Maret 2010 dari
http://bbwsciliwungcisadane.com/index.php?option=com_content&task=view&id=136 &Itemid=2 5 Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu (Jakarta: Yarsif Watampone,
2006), h. 2-3.
bila Indonesia oleh masyarakat Internasional dikenal sebagai supermarket bencana,
karena hampir semua jenis bencana ada di Indonesia. Jepang misalnya, masuk dalam
negara beresiko sedang atau medium karena dinilai sangat siap menghadapi bencana jenis
apapun.6
Dalam dasa warsa terakhir pengelolaan bencana semakin bergeser kearah
pemberdayaan komunitas, seperti yang dicanangkan dalam World Conference on Natural
Disaster Reduction di Yokohama pada tahun 1994 mengenai Community-based Disaster
Management. Suatu kesadaran mengenai pentingnya upaya pemberdayaan komunitas agar
memiliki informasi yang memadai, memiliki kewaspadaan yang lebih tinggi, lebih aktif,
serta memiliki kemampuan untuk berkoordinasi dan mendukung pemerintah. Tentunya
bukan hanya sekedar merespon bencana tetapi juga dalam kegiatan mitigasi.7
Melihat banyaknya potensi bencana, sudah seharusnya bangsa Indonesia senantiasa
sadar dan waspada. Bencana sudah seyogyanya dijadikan peristiwa yang membuat kita
patut merenungi dan merefleksi diri bahwa negara kita merupakan wilayah yang hampir
semua bencana exist.8
Ketika terjadinya suatu bencana maka kita berhadapan dengan manusia, sehingga
kondisi serta kebutuhan para korban harus didahulukan dan akhir dari tindakan terlihat
pada hasil yang dinikmati korban. Kebutuhan korban harus dimaknai sebagai menjawab
kebutuhan manusia yang tengah menderita tersebut.9
Terjadinya bencana seolah menagih simpati jiwa kemanusiaan kita untuk
mengaplikasikan nilai-nilai moral. Dengan demikian, suara hati manusia tanpa harus
memandang agama dan kepercayaannya akan bicara mengenai tindakan-tindakan yang
6 “Resiko Tinggal di Negeri Seribu Bencana,” Komunika, Edisi 12/tahun V (Agustus 2009): h. 8. 7 Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu (Jakarta: Yarsif Watampone,
2006), h. 92. 8 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 2-3. 9 Abraham Fanggidae, “Soal Nilai Dalam Manajemen Bencana”, artikel diakses pada Selasa, 23 Februari
2010 dari http://www.averroes.or.id/breaking-news/soal-nilai-dalam-manajemen-bencana.htmlZ
berperikemanusiaan. Begitu banyak manusia yang tunduk pada tuntutan-tuntutan moral
karena menanti surga dan kekhawatiran akan Jahanam dan ancaman siksa. Tentu dalam
hal ini, agama mempunyai peran sebagai pendorong untuk menerapkan nilai-nilai moral.
Dalam kerangka interaksi sosial, aplikasi nilai-nilai moral adalah harga mati yang tak bisa
ditawar lagi karena keadilan dan tatanan sosial bersemayam dalam nilai-nilai moral yang
bertanggungjawab.10 Seperti yang dikatakan dalam Al-Qur’an (QS. Al-Maidah/ 5: 2) yang
berbunyi:11
��������� � ������ ��������� �� �������� �� !�"#⌧� %��� ���� &'�()*�� +�&�,-�� ���� "./�0123�� ���� "�5�6�78,*�� 9��� �:�;����� <=,>?,*�� +�&�,-�� @��B'C� D⌧/E72 F�;� 'G�HIJK ��LM��/NK�� O �7PQ8�� S�T2�6�"U ���V>�7W/X��72 O ���� 'G�YZ��[&,\7] �@�%0^⌧� �_'�7� @�` 'Gab�K�<X cF� ��def"☺,*�� �_�&�,-�� @�` ���V�B#7h i ���L���"#7h�� k6h� QH�d*,*�� Y.��,8lB*���� � ���� ���L���"#7h k6h� dm,m=n�� @M��/��#,*���� O ���a8Zh���� ���� � Z@Q8 ���� V����⌧� do�78�#,*�� cp
Artinya:
“Hendaklah kamu tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah
saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat keras dalam hukuman-Nya.”
Allah SWT menyuruh umat manusia untuk saling membantu, tolong menolong dalam
mengerjakan kabaikan/ kebajikan dan ketaqwaan. Sebaliknya Allah melarang kita untuk
saling menolong dalam melakukan perbuatan dosa dan pelanggaran.
Sebagai makhluk sosial, manusia tak bisa hidup sendirian namun membutuhkan orang
lain. Tak hanya sebagai teman dalam kesendirian, tetapi juga partner dalam melakukan
10 “Aplikasi Nilai-Nilai Moral Dalam Bencana”, artikel diakses pada Kamis, 25 Februari 2010 dari http://en.search.zorpia.com/murtaufiq/journal/1770283
11 M Said, Tarjamah Al Qur’an Al Karim (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987), h. 368-369.
sesuatu. Entah itu aktivitas ekonomi, sosial, budaya, politik maupun amal perbuatan yang
terkait dengan ibadah kepada Tuhan. Di sinilah tercipta hubungan untuk saling tolong
menolong antara manusia satu dengan yang lainnya. Allah SWT memberikan rule
(kaidah/ panduan) agar dalam melakukan tolong menolong itu seyogyanya dalam
melakukan hal-hal yang baik, tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah keagamaan
maupun budaya atau norma yang berlaku di masyarakat dimana kita tinggal. Masing-
masing membantu orang lain sesuai dengan kapasitas dan kemampuan.12
Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk biologis, makhluk pribadi dan
makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial atau makhluk yang bermasyarakat, manusia tidak
dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia ada kalanya sehat, sakit senang dan
ada kalanya susah. Kita sangat membutuhkan bantuan orang lain. Jadi adab kepada orang
yang kena musibah adalah membantu atau menolong mereka untuk meringankan
penderitaannya, serta menghiburnya dalam kesusahan. Allah SWT akan senantiasa
menolong hambanya yang suka memberi pertolongan kepada orang lain.13 Sebagaimana
dalam suatu hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda:
(ملسم �اور) �يخأ نوع ىف دبعلا ناك ام دبعلا نوع يف �للاو
Artinya:
“Allah senantiasa akan menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong
saudaranya sendiri.” (H.R Muslim).
Kita harus mencoba memahami setiap musibah yang kita dapatkan. Segala musibah
tersebut terjadi dengan seizin Allah. Manusia memang ditakdirkan tidak pernah lepas dari
ujian. Baik yang sudah diprediksikan ataupun yang datang tiba-tiba seketika. Musibah
12 Ahmad Nurcholish, “Tolong Menolong Dalam Kebajikan”, artikel diakses pada Rabu, 23 Februari 2010 dari http://ahmadnurcholish.wordpress.com/2008/08/27/tolong-menolong-dalam-kebajikan-qs-al-maidah52/
13 Anggit Saputra Dwi Pramana, “Tolong Menolong dalam Kebaikan”, artikel diakses pada Rabu, 23 Februari 2010 dari http://anggitsaputradwipramana.blogspot.com/2009/08/tolong-menolong-dalam-kebaikan.html
merupakan salah satu cara Allah dalam menilai keimanan seseorang kepada takdir, karena
seorang mukmin yakin bahwa segala sesuatu yang diterimanya adalah ketentuan dari
Allah SWT.14
Sudah selayaknya manusia sebagai salah satu penghuni muka bumi ini untuk
senantiasa merawat, melestarikan serta menjaga bumi ini dari hal-hal negatif yang dapat
merusak alam semesta. Paling tidak dapat mengurangi terjadinya bencana yang
disebabkan oleh ulah tangan-tangan manusia dan kelalaian-kelalaiannya yang berakibat
fatal.15 Peringatan Allah seperti yang dikatakan dalam Al-Qur’an (QS. Ar-Rum/ 30: 41)
yang berbunyi:16
&"\7V V>�<f⌧q,*�� kQ� QH�"*,*�� [&7?,*���� �"☺Qr /=C<f⌧s .����` Z�Z�*�� GV\78�du�u�* �v#r .������ ���#��w⌧x 'GV\��"#7* @��#yz'&� cN
Artinya:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan ulah manusia, supaya
Allah merasakan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar).”
Allah dengan segala Kebesaran dan Anugrah-Nya telah memberikan akal budi dan
pikiran kepada manusia yang membedakannya dengan makhluk hidup lainnya di planet
bumi. Manusia sebagai makhluk sosial itulah yang justru cenderung kurang bijaksana
menyikapi dan menyiasati eksistensi alam sebagai habitatnya yang penuh dengan rahasia
dan peristiwa alam, serta berpotensi menimbulkan bencana yang bisa datang dan pergi
tiba-tiba.17
14 “Ujian Bagi Mereka Adalah Ujian Bagi Kita”, artikel diakses pada Rabu, 23 Februari 2010 dari http://mta-online.com/v2/2009/10/02/ujian-bagi-mereka-adalah-ujian-bagi-kita/
15 Agus Mustofa, Menuai Bencana (Surabaya: PADMA press, 2005), h. 236. 16 M Said, Tarjamah Al Qur’an Al Karim (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987), h. 368-369. 17 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 2.
Pada hakekatnya bencana juga merupakan suatu cobaan, peringatan dan ujian dalam
kehidupan manusia didunia. Sebagai suatu alat introspeksi diri serta pelajaran berharga
bagi manusia untuk senantiasa memperbaiki dirinya, karena suatu saat kita pasti akan
kembali kepada-Nya.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT (QS. Al-Anbiyaa/ 21: 35) yang berbunyi:18
K K{�s |J,qL #�78}��7P �G'�"☺,*�� Y
G�s�#�'?L�� QH�(~*��Qr Q�'&7�,-����
������2 � ���,>7*Q8�� @��#"z'&#h c[Q
Artinya:
“Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan.”
Bagi orang-orang yang menggunakan akalnya dan membuka diri, mereka akan dapat
mengambil hikmah dari berbagai peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Hikmah tersebut
akan menjadi pelajaran berharga untuk menghadapi masalah di masa depan, serta
membangun kedekatan dengan Allah sang penguasa kehidupan. Demikian seharusnya
kita menyikapi setiap bencana yang menimpa kita, menimpa sahabat-sahabat kita atau
mungkin sanak famili kita. Hikmah yang terkandung di dalam bencana tentu selalu
memuat beberapa pelajaran agar kita berintrospeksi dan kemudian termotivasi untuk
melangkah kearah yang lebih baik dan produktif. Bagi orang-orang yang berfikir positif,
mereka akan selalu berpendapat bahwa semua ini adalah ujian dan cobaan. Ujian terhadap
keimanan kita dan cobaan bagi kesabaran kita dalam menerima musibah. Karena semua
itu datangnya dari Allah dan kita pun akan kembali pada-Nya.19
18 Said, Tarjamah Al Qur’an Al Karim, h. 293. 19 Mustofa, Menuai Bencana, h. 236-237.
Untuk itu, atas semua musibah dan bencana yang tengah kita alami saat ini,
seharusnya membuat kita mawas diri dan jangan sampai menunggu bencana yang lebih
besar kembali datang memusnahkan kita. Penanggulangan terhadap ancaman bencana
yang tidak mengenal waktu dan tempat, juga memerlukan pengelolaan secara menyeluruh
baik sebelum terjadi bencana, saat terjadi bencana maupun juga pasca terjadinya bencana.
Penanggulangan bencana harus ditangani secara terpadu dan terkoordinasi, serta
menekankan pada upaya penanganan secara sistemik, termasuk kebijakan-kebijakan
sosial terkait. Kebijakan sosial memiliki fungsi preventif (pencegah), kuratif
(penyembuh) dan pengembangan (developmental). Kebijakan sosial adalah ketetapan
yang didesain secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi
preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban
negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial warganya (Suharto, 2006a).20
Penanggulangan bencana pada hakekatnya merupakan upaya kemanusiaan untuk
melindungi dan menyelamatkan manusia sebagai sumber daya pembangun dari ancaman
bencana. Penanggulangan bencana juga merupakan upaya kegiatan ekonomi yang
bertujuan memulihkan dan mengembalikan kerugian harta benda, kerusakan sarana dan
prasarana, serta kehidupan dan penghidupan masyarakat. 21
Usaha kesejahteraan sosial dengan mengacu pada program penanggulangan bencana
yang secara kongkrit, bertujuan untuk mengembalikan keberfungsian sosial para korban
bencana pada kondisi yang normal dan merupakan suatu tanggung jawab bersama semua
kalangan baik pemerintah, swasta maupun lapisan dan golongan masyarakat lainnya
untuk turut andil dalam proses penanggulangan bencana.
20 Suharto, Kebijakan Sosial; Sebagai Kebijakan Publik, h. 11. 21 Soeladi, Manajemen Bencana Alam Tsunami (Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 1995), h. 1.
Dalam undang-undang no. 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kesejahteraan sosial, pasal 2 ayat 1 adalah sebagai berikut:
“Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat dan menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia serta kewajiban manusia sesuai dengan falsafah kita, yaitu pancasila”.22
Dalam kondisi bencana, diperlukan upaya penanganan agar dapat menumbuhkan
semangat korban dalam membangun kembali wilayahnya yang telah hancur dengan
partisipasi sosial masyarakat, dimana manusia (warga masyarakat) tidak boleh dipandang
dan diperlakukan sebagai objek pembangunan belaka, namun menjadi subjek terhadap
pembangunan daerahnya sendiri.23 Dengan melaksanakan aktivitas kemanusiaan baik itu
didalam maupun diluar lembaga pelayanan sosial, yang direkat tidak hanya oleh sikap
karitatif atau belas kasihan, melainkan dengan dasar pengetahuan (body of knowledge)
dan keterampilan (body of skill),24 untuk membantu individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat agar berfungsi sosial dalam memenuhi kebutuhan fisik, psikis dan sosial,
serta dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan peran dan situasi
sosialnya.25
Hal-hal tersebut diatas dapat diwujudkan melalui pelayanan-pelayanan sosial yang
pada prinsipnya mempunyai tiga unsur utama, yaitu: 1. Pelayanan sosial merupakan
aktivitas profesi pekerjaan sosial bersama dengan profesi lain (bukan monopoli profesi
pekerjaan sosial), 2. Pelayanan sosial ditujukan untuk membantu agar seseorang dapat
mengembangkan diri, tidak bergantung, memperkuat relasi keluarga dan juga
22 Syarif Muhidin, Pengantar Kesejahteraan Sosial (Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial,1997), h. 5.
23 Jusman Iskandar, Strategi Dasar Membangun Kekuatan Masyarakat (Bandung: KM STKS, 1993), h. 27. 24 Edi Suharto, M.Sc, Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Bandung: LSP-STKS, 1997),
h. 392. 25 Siti Napsiyah, Review: Konsep, Sejarah dan Peran Pekerja Sosial (Makalah), h. 1.
memperbaiki individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, 3. Pelayanan sosial diberikan
agar penerima pelayanan dapat berfungsi sosial dengan baik.26
Selama ini, umumnya banyak diantara kita yang bereaksi hanya pada waktu terjadi
bencana dan setelah itu dilupakan, baru ramai lagi saat terjadi bencana pada waktu dan
lokasi lain. Penanggulangan bencana sesaat (responsive) lebih terlihat dari pada upaya
antisipatif dan pencegahan (preventif) yang cenderung dilupakan.27 Penanggulangan
bencana harus dilakukan baik sebelum, pada saat maupun setelah terjadi bencana. Upaya
ini harus dilakukan secara terus menerus secara bersama, baik oleh pemerintah,
masyarakat serta dunia usaha yang merupakan segi tiga kekuatan yang harus solid dalam
penanggulangan bencana.
Bencana yang terjadi di Indonesia selalu menimbulkan bentuk simpatik dari
masyarakat baik secara nasional maupun internasional dari lembaga pemerintah, swasta,
organisasi-organisasi, partai politik dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).28 Kini
semakin banyak lembaga-lembaga terkait yang concern dan aware terhadap masalah
penanggulangan bencana, yang diwujudkan dengan penyediaan berbagai bentuk usaha
kesejahteraan sosial melalui berbagai program-program pelayanan sosial yang konkrit
(jelas).
PKPU sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional yang telah melakukan berbagai misi
kemanusiaan baik didalam maupun luar negeri, tetap konsisten dan kontinyu menjalankan
aksi-aksi kemanusiaannya. Bencana jebolnya tanggul Situ Gintung yang menyebabkan
terjadi banjir bandang beberapa waktu silam juga tak luput untuk ditangani. Beragam
rangkaian aksi program-program penanggulangan bencana untuk para korban bencana
26 Soetarso, MSW, Kesejahteraan Sosial, Pelayanan Sosial dan Kebijakan Sosial (Bandung: Koprasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, 1993), h. 103.
27 “Resiko Tinggal di Negeri Seribu Bencana,” Edisi 12/tahun V, h. 8. 28 Dedi Gunawan, “Upaya Pekerja Sosial dalam Menumbuhkan Semangat Membangun Kembali
Masyarakat Korban Bencana Gempa Bumi di Klaten (Jawa Tengah) pada Tahap Rehablitasi,” (Skripsi S1 Institut Imu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta, 2007), h. 2.
Situ Gintung digulirkan oleh PKPU secara bertahap dari awal terjadinya bencana hingga
proses pasca bencana/ recovery.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka kemudian mendorong
penulis untuk melakukan pembahasan dan penelitian secara lebih mendalam mengenai
“Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung Oleh PKPU.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat keterbatasan penulis dalam hal ilmu pengetahuan, waktu, dana dan
demi terfokusnya pikiran, maka peneliti membatasi masalah penanggulangan bencana
(disaster management) Situ Gintung pada “Tahapan Penanggulangan Bencana Situ
Gintung oleh PKPU.”
2. Perumusan Masalah
1.) Apa saja tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU untuk Situ
Gintung?
2.) Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam tahapan penanggulangan
bencana Situ Gintung oleh PKPU ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana bentuk aplikasi tahapan penanggulangan bencana
Situ Gintung oleh PKPU dilaksanakan.
b. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam program
penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah khasanah
ilmu pengetahuan bagi semua pihak dan juga diharapkan dapat menjadi
sumbangan pemikiran serta masukan bagi lembaga yang bergerak dalam bidang
penanggulangan bencana (disaster management).
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi bahan masukan
bagi masyarakat secara umum dan tentunya dapat menambah wawasan bagi
penulis.
D. Metodologi Penelitian
1. Unit Analisa
Pencatatan data penelitian ini menggunakan sampel yang bertujuan menjaring
informasi dari berbagai sumber. Teknik yang digunakan untuk penentuan subyek
dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling dimana informan dipilih
berdasarkan pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat
dalam memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.29 Menurut
Neuman konsep sampel dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan bagaimana
memilih informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi yang
mantap dan terpercaya mengenai elemen-elemen yang ada. Tidak ada ketentuan baku
29 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan
Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 63.
tentang jumlah informan minimal yang harus dipenuhi pada suatu penelitian
kualitatif.30
Dalam penelitian ini, yang menjadi unit analisis adalah keterwakilan unsur dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana oleh PKPU, yaitu 7 orang dari para korban
bencana Situ Gintung sebagai wakil dari unsur penerima/ peserta program. Kemudian
3 orang koordinator program, yaitu Koordinator Rescue, Koordinator Pemberdayaan
Ekonomi dan Koordinator Divisi Kesehatan sebagai unsur dari pemberi/ pelaksana
program.
Tabel 1 : Rancangan Penelitian
No. Informan Informasi yang dicari Jumlah
1. Koordinator Divisi Program
Perihal Program Penanganan Bencana untuk Situ Gintung, Faktor pendukung dan penghambat program
3 orang
2. Penerima Program (Korban Situ Gintung)
Perihal pelayanan sosial yang diterima 7 orang
2. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut
Nawawi pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses
menjaring informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek,
dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis
maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi-
30 Lawrence W. Neuman. Social Research Methods: Qualitative dan Quantitative Approaches (Needham Heights: Allyn & Bacon, 2000), h. 20-21.
informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi
yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.31
Kemudian menurut Bagdon dan Taylor dalam Syamsir menjelaskan bahwa
metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.32
Oleh sebab itu, penulis menggunakan pendekatan kualitatif untuk
menggambarkan tahapan-tahapan program yang dilakukan PKPU dalam upaya
melakukan penanggulangan bencana bagi para korban jebolnya tanggul Situ Gintung.
3. Sumber Data
a. Data primer yaitu berupa data yang diperoleh dari partisipan atau sasaran
penelitian. Data primer yang penulis gunakan adalah observasi dan interview atau
wawancara langsung kepada semua unsur terkait penyelenggaraan program.
b. Data sekunder yaitu berupa catatan atau dokumen yang diperoleh dari berbagai
sumber dan literatur, buku-buku, internet juga beragam sumber atau tulisan-
tulisan lainnya terkait dengan masalah dalam penelitian ini. Seperti laporan
praktikum Penanggulangan Bencana Situ Gintung PKPU dan brosur PKPU.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang
dilakukan adalah melalui:
a. Observasi
Yaitu pengamatan langsung pada suatu objek yang diteliti. Dimana penulis
melakukan pengamatan secara langsung, memperhatikan secara akurat, mencatat
31 Nawawi Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992), h. 209.
32 Syamsir Salam, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 30.
fenomena yang muncul dan mempertimbangkan antar aspek dari hasil rangkaian
tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU untuk korban bencana
Situ Gintung.
b. Interview atau wawancara
Yaitu suatu alat pengumpulan informasi secara langsung tentang beberapa
jenis data.33 Wawancara yang dilakukan oleh penulis untuk memperoleh data dari
berbagai narasumber. Alat yang digunakan dalam pencatatan data berupa alat tulis
dan tape recorder. Pencarian data dengan metode ini sangatlah penting untuk
mendapatkan berbagai informasi mengenai tahapan penanggulangan bencana Situ
Gintung oleh PKPU.
c. Dokumentasi
Yaitu suatu cara memperoleh data yang tidak diperoleh dengan observasi dan
interview, namun dengan melakukan penelusuran data melalui telaah buku,
majalah, surat kabar, jurnal, sumber internet, laporan hasil praktikum
penanggulangan bencana Situ Gintung PKPU dan sumber lain terkait dengan
masalah yang sedang diteliti.
5. Teknik Analisis Data
Setelah terkumpulnya data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan
permasalahan penelitian, maka selanjutnya penulis melakukan analisis terhadap data
dan informasi tersebut. Dalam menulis data tersebut penulis menggunakan analisis
deskriptif, yaitu mendeskripsikan hasil temuan penelitian secara sistematis, faktual
dan akurat yang disertai dengan petikan hasil wawancara.
33 Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h. 49.
Nasir mengemukakan bahwa analisa data merupakan bagian yang sangat penting
dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi data dan
makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.34
Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Data-data kualitatif
dari hasil wawancara mendalam yang berupa kalimat-kalimat atau pernyataan
pendapat atau sikap tersebut, dianalisa dan diinterpretasikan untuk mengetahui makna
yang terkandung didalamnya dan memahami keterikatan dengan permasalahan yang
sedang diteliti.
Data kualitatif dari hasil wawancara, observasi langsung dan dokumentasi,
selanjutnya disusun dalam catatan lapangan. Kemudian diringkas dan dipilih hal-hal
yang penting dan pokok, dikategorikan serta disusun secara sistematis dengan
mengacu pada perumusan masalah dan tinjauan teoritis yang berkaitan dengan
penelitian ini.
6. Keabsahan Data
Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memiliki kriteria, yaitu:
a. Kredibilitas dengan teknik triangulasi, yaitu memeriksa keabsahan data dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain.35 Misalnya membandingkan keadaan perspektif
seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain. Kemudian juga
membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan. Dalam hal ini
penulis melakukan perbandingan wawancara dari informan satu ke informan lain
dan juga melakukan wawancara terhadap hasil dari observasi yang penulis
lakukan.
34 Mohammad Nasir D, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), h. 405. 35 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 330.
b. Ketekunan/ keajegan pengamatan, dengan maksud menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang
sedang dicari. Kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
Dengan kata lain peneliti hanya memusatkan jawaban sesuai dengan rumusan
masalah saja. Dalam teknik keabsahan ketekunan ini, penulis melakukan
pengamatan hanya kepada masalah yang sedang diteliti yaitu tahapan
penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU.
7. Pedoman Penulisan Skripsi
Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi ini, maka peneliti menggunakan
teknik penulisan berdasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” yang
diterbitkan oleh CeQda UIN Jakarta, 2007.
8. Tinjauan Pustaka
Sebagai bahan perbandingan, maka penulis memaparkan beberapa skripsi sebagai
berikut:
1) Dalam skripsi yang berjudul: Upaya Pekerja Sosial dalam Menumbuhkan
Semangat Membangun Kembali Masyarakat Korban Bencana Gempa Bumi di
Klaten (Jawa Tengah) pada Tahap Rehablitasi.
Di susun oleh : Dedi Gunawan
Univ/ Prog Studi : Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta/
Kesejahteraan Sosial
Lulus : 1428 H/ 2007 M
Skripsi ini jelas berbeda dengan skripsi saya, adapun letak perbedaannya antara
lain:
a. Subjek dan objeknya: subjek skripsi ini adalah pekerja sosial di wilayah
Klaten (Jawa Tengah) dan objeknya adalah kegiatan rehabilitasi yang
dilaksanakan untuk korban bencana gempa bumi di Klaten (Jawa Tengah).
b. Adapun masalah yang dibahas dalam skripsinya yaitu, Pertama: Bagaimana
proses rehabilitasi untuk korban bencana gempa bumi di Klaten (Jawa
Tengah)? Kedua: Bagaimana kontribusi pekerja sosial dalam menumbuhkan
semangat membangun kembali masyarakat korban bencana gempa bumi di
Klaten (Jawa Tengah)?.
Dengan melihat skripsi diatas, maka skripsi saya berbeda materi yang dibahas,
yaitu tentang: “Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU”.
Adapun masalah yang penulis bahas adalah:
a. Apa saja tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU untuk Situ
Gintung ?
b. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam tahapan penanggulangan
bencana Situ Gintung oleh PKPU ?
9. Teknik Penulisan
Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitkan oleh UIN
Jakarta Press Tahun 2007.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan Skripsi ini berdasarkan sistematika penulisan, yaitu sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II Landasan Teori
Pengertian Bencana, Jenis-Jenis Bencana, Penyebab Bencana, Dampak-
Dampak Bencana, Pengelolaan Bencana (Disaster Management), Tahapan
Penanggulangan Bencana meliputi tahap Pra bencana yaitu Pencegahan
(prevention); Kesiapsiagaan (preparedness); Mitigasi (mitigation), Tanggap
Darurat (response), Pasca Bencana (Pemulihan/ recovery) yaitu Rehablitasi
(rehabilitation) dan Rekonstruksi (reconstruction).
BAB III Gambaran Umum PKPU
Sejarah Berdiri, Visi dan Misi, Tujuan, Nilai Budaya Organisasi, Aktivitas
Lembaga, Struktur Lembaga, Jaringan Kerja dan Profil Situ Gintung.
BAB IV Temuan dan Analisis
Analisis Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU, Analisis
Faktor Pendukung dan Penghambat Program Penanggulangan Bencana Situ
Gintung oleh PKPU.
BAB V Penutup
Kesimpulan dan Saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
B. Bencana
1. Pengertian Bencana
Istilah bencana dapat diartikan sebagai sesuatu yang menimbulkan kesusahan,
kerugian, penderitaan, malapetaka, kecelakaan dan mara bahaya.36 Bencana
merupakan kejadian yang luar biasa, diluar kemampuan normal seseorang
menghadapinya, menakutkan dan juga mengancam keselamatan jiwa. Akibatnya,
berbagai bangunan penting hancur, korban jiwa berjatuhan dan mempengaruhi
kondisi psikologis dari mereka yang terkena dampak bencana.37
Bencana adalah keadaan yang mengganggu kehidupan sosial ekonomi masyarakat
yang disebabkan oleh gejala alam atau perbuatan manusia. Bencana dapat terjadi
36 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 100.
37 Nani Nurrachman, ed., Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat Bencana Alam
(Jakarta, LPSP3 Fakultas psikologi UI, 2007), h. 3.
melalui proses yang panjang atau situasi tertentu dalam waktu yang sangat cepat tanpa
adanya tanda-tanda.38 Bencana merupakan sumber kesulitan dan kemalangan yang
potensial untuk sementara waktu, menjerumuskan kelompok-kelompok tertentu ke
bawah garis kemiskinan. Bencana dapat menimbulkan kehilangan jiwa, rumah dan
aset, mengganggu peluang penghidupan, pendidikan dan penyelenggaran pelayanan-
pelayanan sosial, menggerogoti tabungan dan menciptakan masalah-masalah
kesehatan, seringkali dengan konsekuensi-konsekuensi yang berjangka panjang.39
Bencana merupakan gangguan atau kekacauan pada pola normal kehidupan.
Gangguan atau kekacauan ini biasanya hebat, terjadi tiba-tiba, tidak disangka-sangka
dan wilayah cakupan cukup luas. Dampak kepada manusia seperti kehilangan jiwa,
luka-luka dan kerugian harta benda. Dampak ke pendukung utama struktur sosial dan
ekonomi seperti kerusakan infrastruktur berupa sistem jalan, air bersih, listrik,
komunikasi dan pelayanan penting lainnya.40
Dalam UU RI No. 24/ 2007 dikatakan bahwa bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau non-alam maupun faktor
manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.41
Dengan demikian, maka dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
pengertian bencana yaitu suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang dapat
menimbulkan ancaman dan gangguan terhadap keberfungsian suatu masyarakat
38 Deny Hidayati, Panduan Siaga Bencana Berbasis Mayarakat (Jakarta: LIPI Press. Vol. 8 no. 1, 2005), h. 65.
39 ProVention Consortium Secretariat, Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Resiko Bencana:
Catatan Panduan bagi Lembaga-Lembaga yang Bergerak dalam Bidang Pembangunan (Yogyakarta: Circle Indonesia, 2007), h. 40.
40 Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu (Jakarta: Yarsif Watampone, 2006), h. 67.
41 Sentosa Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana (Bandung: Nuansa Aulia, 2009), h. 10.
melebihi batas kemampuannya, sehingga mengakibatkan kerusakan, kerugian serta
penderitaan bahkan sampai jatuhnya korban jiwa, baik terjadi karena alam ataupun
non-alam (seperti oleh manusia) ataupun karena faktor keduanya.
C. Jenis - Jenis Bencana
Dalam UU RI No. 24/ 2007 berdasarkan jenis dan klasifikasinya, bencana yang
terjadi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Bencana Alam :
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
b. Bencana non-Alam :
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam
yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah
penyakit.
c. Bencana Sosial :
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa karena
manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas
masyarakat dan terror.42
Sedangkan jenis bencana menurut UU No. 7 tahun 2004 tentang sumber daya air
yaitu banjir, erosi dan sedimentasi, tanah longsor, banjir lahar dingin, tanah ambles,
perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologoi dan fisik air, terancam punahnya
jenis tumbuhan dan satwa, wabah penyakit, intrusi, perembesan dan kekeringan.
Kemudian dalam Disaster Management Handbook, jenis bencana yaitu gempa bumi,
42 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 11.
letusan gunung berapi, tsunami, angin topan, banjir, tanah longsor, kebakaran,
kekeringan, wabah/ epidemik, kecelakaan besar, kerusuhan massal.43
Bencana yang menimbulkan ancaman dan kerugian bagi umat manusia, juga dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: geologi (gempa bumi, tsunami, longsor, gerakan
tanah), hidro-meteorologi (banjir, topan, banjir bandang, kekeringan), biologi
(epidemi, penyakit tanaman, hewan), teknologi (kecelakaan transportasi, industri),
lingkungan (kebakaran, kebakaran hutan, penggundulan hutan), sosial (konflik,
terrorisme).44
D. Penyebab Bencana
Penyebab bencana dapat dibagi menjadi dua yaitu alam dan manusia (dapat juga
karena faktor keduanya). Secara alami bencana akan selalu terjadi di muka bumi,
misalnya tsunami, gempa bumi, gunung meletus, jatuhnya benda-benda dari langit ke
bumi, tidak adanya hujan pada suatu lokasi dalam waktu yang relatif lama sehingga
menimbulkan bencana kekeringan atau sebaliknya curah hujan yang sangat tinggi di
suatu lokasi menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor. Bencana oleh aktivitas
manusia adalah terutama akibat eksploitasi alam yang berlebihan, alih tata guna lahan
meningkat, pertumbuhan penduduk yang mengakibatkan kebutuhan pokok dan non-
pokok meningkat, kebutuhan infrastrukturpun meningkat.45 Bencana yang
dikarenakan ulah manusia, antara lain dapat pula disebabkan oleh gencarnya
43 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 5. 44 “Pengantar Bencana,” artikel diakses pada Jum’at, 07 Agustus 2009 dari http://www.pirba.hrdp-
network.com/e5781/e5795/e5809/e14422/eventReport14449/pengantar bencana(FILEminimizer).ppt 45 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 68.
pembangunan fisik terutama di kota, yang tidak atau kurang memperhatikan aspek
kelestarian dan keseimbangan alam.46
Salah satu hal yang sangat penting dalam pengelolaan bencana adalah penegakan
hukum (law enforcement). Peraturan perundangan telah banyak diterbitkan, namun
pada implementasinya sering dilanggar. Pelanggaran tidak diikuti dengan sanksi
maupun hukuman yang tegas walaupun sudah dinyatakan dalam aturan. Sehingga ada
istilah yaitu low law enforcement.47
Proses penggunaan lahan yang terus-menerus, lama kelamaan dapat menimbulkan
gerakan masa. Gerakan masa yang dapat menimbulkan bencana adalah gerakan masa
yang terjadi pada daerah yang berpenghuni, sehingga menimbulkan resiko kerugian
terhadap harta maupun jiwa. Penggunaan lahan bersifat dinamis, mempunyai
kecenderungan merubah faktor-faktor topografi, keadaan tanah, batuan dan vegetasi
alam, sehingga dapat mengganggu stabilitas.48
BAKORNAS PBP (Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan
Pengungsi) dalam “Panduan Pengenalan Karakter Bencana dan Upaya Mitigasi di
Indonesia” menjelaskan empat faktor utama yang dapat menimbulkan terjadinya
bencana, yaitu kekurangan pemahaman terhadap karakteristik bahaya (hazard), sikap
atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya alam
(vulnerability), kurangnya informasi atau peringatan dini (early warning) yang
menyebabkan ketidaksiapan dan ketidakmampuan/ ketidakberdayaan dalam
menghadapi ancaman bahaya.49
46 Warto dkk, Ujicoba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi
Daerah (Yogyakarta: Departemen Sosial RI, 2003), h. 11. 47 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 93. 48 Sutikno, dkk., “Dampak Penggunaan Lahan Terhadap Bencana Alam Akibat Gerakan Massa Tanah/
Batuan di Daerah Temanggung, Jateng” (Laporan Penelitian Fakultas Geologi Universitas Gajah Mada, 1992), h. 10.
49 A.B. Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan
Bencana (Jakarta: PT Aksara Grafika Pratama, 2006), h. 3.
E. Dampak - Dampak Bencana
Dampak bencana yaitu pengaruh atau segala sesuatu yang terjadi akibat bencana.
Berbagai dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana adalah kematian, luka-
luka, kerusakan, kehilangan dan kehancuran harta benda, sumber mata pencaharian
dan hasil pertanian, gangguan proses produksi, gangguan gaya hidup, kehilangan
tempat tinggal, kerusakan infrastruktur, gangguan sistem pemerintahan, kerugian
ekonomi, dampak psikologi, dll.50
Dampak bencana bervariasi tergantung pada kondisi, kerentanan lingkungan dan
masyarakat.51 Namun seiring dengan berjalannya waktu, dampak bencana secara fisik
perlahan teratasi dengan berbagai program bantuan dari berbagai organisasi, baik
pemerintah maupun LSM. 52
Para korban selamat saat terjadi bencana mengalami persoalan dalam penyesuaian
diri terhadap kondisi fisik, psikologis dan sosial yang ada setelah terjadinya bencana.
Seringkali kondisi tersebut memunculkan konflik batin bagi korban yang
bersangkutan untuk bisa menerima kenyataan bahwa kondisi kini sudah tidak seperti
dulu.53 Bencana sebagai suatu pengalaman traumatik, karena dalam waktu sekejap
perubahan di lingkungan dan diri sendiri terjadi secara sangat bermakna.54
Secara sederhana trauma bermakna pukulan atau luka yang mengacu pada
pengalaman-pengalaman mengagetkan dan menyakitkan, bahkan mengancam nyawa
50 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 146. 51 Hidayati, Panduan Siaga Bencana Berbasis Mayarakat, h. 65. 52 Nurrachman, Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat Bencana Alam, h. 11. 53 Saru Arifin, “Studi Model Kebijakan Mitigasi Difabel Korban Bencana Alam (Studi Kasus di Kabupaten
Bantul, Yogakarta),” (Laporan Penelitian Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2008), h. 5. 54 Nurrachman, Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat Bencana Alam, h. 4.
yang memukul dan menimbulkan luka, dimana situasinya melebihi situasi sulit yang
dialami manusia sehari-hari pada kondisi wajar.55
Reaksi terhadap trauma tidak dapat disamaratakan antara seseorang dengan
lainnya. Demikian pula dengan faktor yang melatarbelakangi perbedaan seseorang
dalam reaksi trauma. Sifat pengalaman traumatik, ciri/ kualitas diri seseorang yang
mengalami dan ada/ tidak adanya dukungan sosial juga mempengaruhi reaksi
seseorang terhadap trauma yang dialami.56
Bencana juga merupakan salah satu faktor besar yang dapat menghambat lajunya
pembangunan nasional. Dalam pembangunan terdapat fungsi-fungsi pembangunan,
dimana fungsi tersebut mempunyai tugas yang harus dilaksanakan yaitu peningkatan
pertumbuhan ekonomi (economic growth), perawatan masyarakat (community care)
dan pengembangan manusia (human development).57 Semua fungsi pembangunan
tersebut dapat terhambat atau bahkan hilang apabila terjadi suatu bencana. Bencana
juga merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya tingkat kesejahteraan
masyarakat. Untuk itu, berbagai unsur terkait harus menjadikan pengurangan resiko
bencana sebagai prioritas pembangunan nasional, sehingga bencana dapat dicegah
atau paling tidak dapat dikurangi dampaknya.58
F. Pengelolaan Bencana (Disaster Management)
Manajemen bencana membahas tentang bagaimana mengelola resiko bencana.
Meliputi persiapan, pemberian dukungan dan pembangunan kembali masyarakat
ketika bencana terjadi. Manajemen bencana adalah sebuah proses yang berkelanjutan
55 Kristi poerwandari, “Psikologi Korban Pasca Bencana,” Jurnal Perempuan no. 40, Maret 2005, h. 47. 56 Ibid., h. 38. 57 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Bandung: Refia Aditama, 2005), h. 5. 58 Syamsul Maarif, SIP, M.Si. “Indonesia Supermarket Bencana,” Komunika, Edisi 12/tahun V (Agustus
2009): h. 9.
dimana setiap individu, kelompok dan masyarakat mengelola bahaya dalam sebuah
usaha untuk menghindari dan mengatasi pengaruh bencana sebagai akibat dari
bencana tersebut. Manajemen bencana adalah sebuah proses yang terus-menerus
dimana pemerintah, dunia usaha dan masyarakat sipil merencanakan dan mengurangi
pengaruh bencana, mengambil tindakan segera setelah bencana terjadi dan mengambil
langkah-langkah untuk pemulihan. Prinsip manajemen bencana adalah bagaimana
mengatasi keterbatasan manusia dalam memprediksi dan menghadapi bencana, yang
kemudian dituangkan dalam strategi dan kebijakan dalam mengantisipasi, mencegah
dan menangani bencana melalui tahapan penanggulangan bencana.59
Ada beberapa substansi yang perlu dalam filosofi pengelolaan bencana, meliputi:
1. Bencana memberi dampak mulai yang sangat kecil sampai ke yang sangat besar,
tergantung dari antara lain jenis bencana, luas area yang terkena, land-use.
2. Kerugian baik jiwa maupun materi (harta) dialami oleh semua lapisan masyarakat,
stakeholders maupun pemerintah
3. Penanggung jawab utama pengelolaan bencana ada di Pemerintah yang berperan
dominan sebagai enabler
4. Pemerintah dibantu oleh stakeholder terkait.60
Pengelolaan bencana adalah suatu proses terpadu yang mempromosikan
koordinasi pengembangan dan pengelolaan bencana juga pengelolaan aspek lainnya
yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam rangka mengoptimalkan
kepentingan ekonomi dan kesejahteraan sosial dan untuk meningkatkan tindakan-
59 Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 10.
60 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 21.
tindakan (measures) yang terorganisir dan sistematis terkait dengan preventif,
mitigasi, persiapan, respon darurat dan pemulihan.61
Pengelolaan bencana dapat dikelompokan dalam 3 elemen penting, yaitu the
enabling environmental, peran-peran institusi (institutional roles) dan alat-alat
manajemen (management instruments).62
1. Enabling Environmental
Sebagai suatu pengkondisian yang memungkinkan terjadi terhadap hal-hal
utama atau substansi pokok yang membuat pengelolaan dilakukan dengan cara-
cara, strategi dan langkah-langkah ideal yang tepat sehingga tercapai tujuan
pengelolaan bencana yang optimal. Ada 3 hal substansi di dalam pengkondisian
tersebut, yaitu kebijakan, kerangka kerja legislatif dan finansial.
a. Kebijakan, Visi dan Misi
Pengelolaan bencana harus dibuat sesuai dalam tahapan siklus pengelolaan
bencana mulai dari pra bencana, saat bencana dan pasca bencana. Kebijakan
ditetapkan oleh pemerintah yang dapat dimengerti dan diterima oleh semua
lapisan masyarakat. Secara makro hal-hal yang perlu diakomodir dalam
penentuan kebijakan diantaranya:
1. Pengelolaan bencana harus dilihat dari multi aspek meliputi: teknik, sosial-
budaya, ekonomi, hukum, kelembagaan dan politik.
2. Semua stakeholder harus terlibat dengan masing-masing peran sebagai
pengelola bencana yang meliputi: penyedia pelayanan (service provider),
pengatur (regulator), perencana (planner), organisasi pendukung (support
organization), pelaksana kegiatan, pemakai (user) dari hasil pelaksanaan
61 Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 79.
62 Ibid, h. 105.
dari rencana tindak dan penerima dampak bencana baik langsung maupun
tidak langsung.
3. Keterkaitan kebijakan pengelolaan bencana dengan kebijakan-kebijakan
lainnya
4. Kebutuhan biaya untuk pengelolaan bencana
b. Kerangka kerja legislatif
Adalah kebijakan tentang bencana yang diterjemahkan dalam aspek
hukum. Perlu adanya peraturan perundangan tentang bencana sebagai acuan
hukum. Kerangka legislatif ini berperan sebagai rambu-rambu yang harus
dipatuhi oleh semua pihak.
1. Reformasi peraturan yang ada
a. Kerangka kerja institusi, meliputi peran legal dan tanggung jawab dari
institusi, interelasi antar institusi dan para pihak lainnya yang sesuai
dengan fungsi-fungsi penyedia pelayanan, pengatur, perencana,
pelaksana, organisasi pendukung dan pemakai (user).
b. Mekanisme para pihak untuk berpartisipasi dalam pengelolaan bencana
c. Mekanisme penyelesaian konflik
2. Peraturan tentang bencana
RUU tentang bencana telah disusun oleh DPR RI yang terdiri dari 10
bab dan 72 pasal.
3. Penegakan hukum
Salah satu hal yang sangat penting dalam pengelolaan bencana adalah
penegakan hukum. Peraturan perundangan telah banyak diterbitkan namun
sering dilanggar. Pelanggaran tidak diikuti dengan sanksi maupun
hukuman yang tegas.
c. Finansial
Pembiayaan untuk pengelolaan bencana meliputi semua biaya untuk
kegiatan struktural maupun non-struktural, baik yang berskala kecil, skala
kabupaten, skala propinsi maupun skala nasional. Substansi pentingnya adalah
menyangkut waktu terjadi bencana sesuai dengan siklus tahapan
penanggulangan bencana yaitu pada masa pra bencana, saat bencana dan pasca
bencana. Aspek-aspek finansial yang harus dikaji meliputi proses anggaran,
pengelolaan finansial, pengertian biaya, penentuan manfaat, hubungan
manfaat-biaya, ekonomi publik.
2. Peran Institusi
a. Penciptaan kerangka kerja organisasi-bentuk dan fungsi
Pengelolaan bencana adalah kompleks dan saling ketergantungannya sangat
tinggi, maka dalam kelembagaan perlu dibuat organisasi lintas batas, baik
secara nasional, propinsi maupun kabupaten kota. Untuk institusi nasional
resmi dan legal yang menangani adalah Bakornas PBP (Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi) yang bersifat
non struktural dan bertanggung jawab langsung pada Presiden.
b. Para pihak pengelolaan bencana
Meliputi unsur pemerintah (enabler), perguruan tinggi, lembaga swadaya
masyarakat (LSM), sukarelawan/ti (volunteer), swasta/ investor, kontraktor,
konsultan, masyarakat. Pada prinsipnya pihak-pihak ini dikelompokan menjadi
5 group, yaitu: pengatur (regulator), perencana (planner), pemakai (user),
organisasi pendukung (support organizations), penyedia pelayanan (service
provider).
c. Institutional Capacity Building
Adalah semua usaha usaha dan upaya untuk melatih, mendidik, mengajar,
mengembangkan kemampuan dan kecakapan sumber daya manusia.
Tujuannya agar sumber daya manusia dapat lebih efektif dan efisien bekerja di
bidangnya, dapat bekerja sama dan menjalin komunikasi secara lebih baik
dengan sumber daya manusia dibidang lainnya dalam konteks pengelolaan
bencana.
1) Kapasitas pengelolaan
Diperlukan pendidikan, pelatihan dan pengajaran yang sistematis baik
untuk jangka pendek, menengah dan panjang termasuk juga situasi dan
kondisi normal maupun darurat.
2) Kapasitas pengaturan
Building capacity yang menonjolkan keterampilan daripada alih ilmu
pengetahuan dapat dipakai untuk meningkatkan penampilan organisasi
yang terstruktur termasuk dalam organisasi pengelolaan bencana. Pelatihan
dapat meliputi pelatihan manajemen, pemberdayaan sumber daya manusia,
tindakan-tindakan terapan dalam pengelolaan bencana, pengenalan
bencana spesifik dan pengelolaannya.
3) Berbagai (Alih) ilmu pengetahuan
Karena bencana dapat dialami oleh semua orang maka pengertian alih
pengetahuan dan teknologi perlu dibuat secara tersistem dan terfokus
kepada SDM yang menerimanya. Dapat saja alih ilmu ini untuk substansi-
substansi yang canggih dan modern sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan namun perlu juga dilakukan transfer teknologi yang sederhana
dan tepat guna.
3. Alat-alat manajemen atau instrument-instrumen pengelolaan
Instrumen-instrumen pengelolaan bencana meliputi:
1. Analisis penilaian bencana
Terkait pemahaman tentang kebencanaan oleh para pihak. Analisis meliputi
kuantitas dan kualitas terhadap potensi bencana. Terkait dengan pertumbuhan
penduduk dan ekonomi, tata guna lahan, keseimbangan antara keberlanjutan
ekologi, ekonomi dan sosial, otonomi daerah, perpaduan sistem alam dan
sistem manusia, proses terjadinya, lokasi kejadian, penyebarannya, daerah
rawan, dll.
2. Perancangan dan perencanaan pengelolaan bencana terpadu
Pengelolaan bencana (disaster management) harus menyeluruh dan terpadu dan
merupakan proses, harus kontinyu dan bukan tindakan periodic (sesaat). Unsur
manajemennya antara lain: manusia (SDM), alam (SDA), infrastruktur,
institusi, keuangan, kebijakan, legalitas dan kemampuan pengelolaan.
3. Instrument perubahan sosial
Meliputi pendidikan, pelatihan, komunikasi, partisipasi dan kepedulian
4. Pengendalian perencanaan tata guna lahan dan perlindungan alam
Penentuan zona khusus dari pemakaian tanah dilarang, peraturan pembangunan,
standar aplikasi daerah konservasi dan suaka alam, peraturan pembuangan
sampah,dll.
5. Pengalihan dan pengelolaan data dan informasi
Meliputi sistem informasi, penyelenggaraan dan materi informasi, jaringan
informasi, penyelenggaraan informasi, pembagian data dan alih teknologi.
G. Tahapan Penanggulangan Bencana
Pengertian kata tahapan dapat diartikan sebagai suatu tingkatan ataupun jenjang.63
Sedangkan pengertian penanggulangan adalah suatu proses, perbuatan dan cara
menanggulangi.64 Penanggulangan bencana menurut UU RI No. 24/ 2007 adalah
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan
rekonstruksi.65
Upaya penanggulangan bencana merupakan usaha berkelanjutan yang
direncanakan dan dikoordinir untuk mereduksi atau meminimalisir dampak suatu
bencana dengan tujuan agar masyarakat daerah rawan bencana merasa aman dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, namun tetap mengerti dan memahami betul kondisi
lingkungannya sehingga selalu waspada.66
Penanganan bencana berangkat dari keterbatasan manusia dalam memprediksi dan
menghadapi bencana. Jadi pengertian ini justru berangkat dari sikap bahwa bencana
tidak sepenuhnya dapat dikendalikan.67
Para pihak yang terlibat untuk pengelolaan bencana meliputi unsur-unsur
pemerintah (enabler), perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM),
sukarelawan/ti (volunteer), swasta/ investor, kontraktor, konsultan, masyarakat dan
lain-lain. Pemerintah dibantu stakeholders lainnya sebagai mitra dalam pengelolaan
bencana secara terpadu. Para pihak dapat memberikan kontribusi sesuai dengan peran
masing-masing, mulai dari jauh sebelum bencana, saat bencana dan pasca bencana.68
63 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 884 64 Ibid., h. 898. 65 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 10. 66 Herryal Z. Anwar, “Penanggulangan Bencana di Daerah Rawan Bencana,” dalam Kompas, 20 Februari
2003, h. 9. 67 Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h.
3. 68 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 105.
Penanggulangan bencana tidak dapat dilaksanakan dengan mengandalkan suatu
instansi saja, melainkan mutlak diperlukan adanya kerja sama antar instansi. Karena
sebagai suatu sistem kerja sama, disini dapat secara langsung bersama-sama
menangani proyek tertentu. Namun juga dapat secara partial yaitu tidak langsung,
dimana saling melengkapi untuk penanggulangan bencana yang terjadi di suatu
daerah.69
Prinsipnya, manajemen bencana adalah bagaimana mengatasi keterbatasan
manusia dalam memprediksi dan menghadapi bencana, yang kemudian dituangkan
dalam strategi dan kebijakan dalam mengantisipasi, mencegah dan menangani
bencana.70
Sehingga tahapan penanggulangan bencana dapat diartikan sebagai suatu proses
berjenjang dan berkelanjutan yang bertujuan untuk meminimalisir dampak suatu
bencana, melalui serangkaian kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi, agar terciptanya suatu kondisi yang aman namun tetap
waspada terhadap bencana. Berikut tabel tahapan penanggulangan bencana:
Tabel 2: Siklus Penanganan Bencana
69 Soeladi, Manajemen Bencana Alam Tsunami (Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 1995), h. 9.
70 Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 18.
Saat Pra Bencana
Pasca Bencana
PENCEGAHAN
MITIGAS
TANGGAP DARURAT
REHABILITASI REKONSTRUKSI
KESIAPSIAGAAN
(Sumber: Depkes, 2007)
Jadi manajemen bencana bukanlah hanya sekedar memberikan pertolongan
kepada korban yang terkena bencana seperti yang selama ini dipahami. Penanganan
bencana harus dilakukan jauh sebelum bencana terjadi dan juga setelah terjadinya
bencana.71 Berikut tahapan penanggulangan bencana, yang meliputi kegiatan pra
bencana (pencegahan, kesiapsiagaan, mitigasi), tanggap darurat dan pasca bencana/
pemulihan (rehabilitas, rekonstruksi):
d. Pra Bencana
Bencana hampir seluruhnya datang mendadak, oleh karena itu perlu
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan apabila terjadi musibah. Apalagi
pada daerah yang tidak terduga akan terjadi bencana, karena tidak termasuk
daerah rawan bencana sebab sudah puluhan atau ratusan tahun tidak pernah ada
bencana didaerah tersebut.72
Persiapan menghadapi bencana yaitu berbagai kegiatan yang dipersiapkan
untuk menghadapi kemungkinan timbulnya bahaya dari bencana.73 Untuk itu
dalam masa pra bencana, dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
4) Pencegahan (prevention)
71 Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 9.
72 Soeladi, Manajemen Bencana Alam Tsunami, h. 44. 73 Warto, Ujicoba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi Daerah, h.
12.
Pencegahan bencana menurut UU RI No. 24/ 2007 adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan resiko
bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan
pihak yang terancam bencana.74 Fungsi pencegahan (prevention) disini adalah
mengidentifikasi penyebab-penyebab maupun akibat-akibat yang ditimbulkan
lebih dini. Dengan demikian beberapa tindakan dapat dilakukan untuk
meminimalisir kemungkinan tejadinya bencana.75
Tindakan pencegahan (prevention) menurut UU RI No. 24/ 2007, meliputi:
a. Identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau
ancaman bencana.
b. Kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang
secara tiba-tiba dan berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana.
c. Pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan berangsur
berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana.
d. Pengelolaan tata ruang dan lingkungan hidup.
e. Penguatan ketahanan sosial masyarakat.76
Dari penjelasan diatas, pencegahan bencana dapat diartikan sebagai suatu
upaya untuk mengelola dan mengidentifikasi penyebab-penyebab maupun
akibat-akibat bencana terhadap sumber-sumber yang berpotensi menjadi
sumber ancaman bencana, dengan tujuan agar dapat mengurangi atau
menghilangkan resiko bencana. Upaya pencegahan/ prevention yaitu seperti
pengelolaan dan perawatan tanggul, pengerukan endapan situ/ danau, kelola
tata kota.
74 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 12. 75 “Banjir,” artikel diakses pada jum’at, 16 Oktober 2009 dari http://climatecoolnetwork.n
ing.com/profilesnblogs/ banjir-1 76 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 28.
Namun dalam pelaksanaannya, berbagai permasalahan dalam pencegahan
bencana pada umumnya yaitu:
a. Terbatasnya dana dan biaya.
b. Prioritas nasional yang lain.
c. Aspek politik (kadang terjadi masalah bencana yang kurang populer atau
tidak menarik dari sudut pandang poitik, sehingga tidak dilakukan upaya-
upaya pengelolaan secara terpadu). Umumnya pencegahan bencana
menjadi perhatian yang besar dan yang penting tatkala bencana sudah
terlanjur terjadi.
d. Masalah pembangunan.
e. Keseimbangan pengelolaan bencana alam dengan pengelolaan yang lain.
f. Pandangan tradisional yang sudah melekat (sulit melakukan perubahan).
g. Pandangan bahwa program pengelolaan bencana adalah proyek
pemerintah semata.77
5) Kesiapsiagaan (preparedness)
Kesiapsiagaan (preparedness) menurut UU RI No. 24/ 2007 adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian dan langkah yang tepat guna serta berdaya guna.78
Kesiapsiagaan juga merupakan setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana
yang bertujuan untuk mengembangkan kapabilitas operasional dan
memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.79
77 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 142. 78 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 11. 79 “Disaster Management,” artikel diakses pada Selasa, 23 Februari 2010 dari http://
www.siagabencana.lipi.go.index/i php?q=node/17
Tindakan kesiapsiagaan (preparedness) menurut UU RI No. 24/ 2007,
meliputi:
a. Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana.
b. Pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistem peringatan dini.
c. Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar.
d. Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan dan gladi tentang mekanisme
tanggap darurat.
e. Penyiapan lokasi evakuasi.
f. Penyusunan data akurat, informasi dan pemutakhiran prosedur tetap
tanggap darurat bencana.
g. Penyediaan dan penyimpanan bahan, barang dan peralatan untuk
pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.80
Mitigation dan preparedness adalah aktivitas yang beririsan. Mitigasi/
mitigation dan juga planning (perencanaan) adalah elemen utama dalam
preparedness. Pendidikan kesiapsiagaan bencana dilakukan sebagai bagian
dari mitigation yang otomatis juga merupakan bagian dari preparedness.
Ragam pendidikan yang dilakukan dapat berupa konsep-konsep pencegahan
bencana ke dalam kurikulum pendidikan di sekolah. Baik di sekolah dasar,
menengah hingga tinggi. Dapat melalui training untuk siswa, guru ataupun
karyawan sekolah. Materinya dapat berupa peningkatan ketrampilan
menghadapi bencana (emergency response skill) ataupun perencanaan
menghadapi bencana (disaster preparedness planning). Bagi masyarakat
umum, dapat berupa penyuluhan secara reguler ataupun melaksanakan latihan
pencegahan bencana (disaster drill) secara rutin yang melibatkan unsur
80 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 29.
masyarakat umum, LSM, pemerintah, lembaga kesehatan, pemadam
kebakaran, palang merah, angkatan bersenjata hingga pekerja kantor dan para
profesional.81
Dengan demikian, kesiapsiagaan (preparedness) dapat diartikan sebagai
suatu upaya yang tepat guna dan berdaya guna menghadapi bencana, melalui
penyusunan perencanaan yang efektif dalam mengantisipasi bencana. Lingkup
preparedness ini seperti pemberian training emergency response, pelatihan
komunikasi dan koordinasi antar lembaga terkait untuk saling memberikan
bantuan seperti peralatan, informasi, personil dan bantuan keuangan selama
terjadinya bencana.
Sistem peringatan dini (early warning system) sebagai bagian dari
kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan pemberian tanda peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana di suatu tempat.82 Karena pada prinsipnya, dapat bencana tersebut
diatas/ dicegah lebih dini sehingga tidak perlu mengorbankan begitu banyak
harta benda dan jiwa yang tak ternilai harganya.
Beberapa contoh sistem peringatan dini yang dapat digunakan, seperti:
a. Alat pengukur curah hujan otomatis antara hulu dan poros bendungan,
yang akan mengirimkan data ke komputer pusat/ server (komunikasi/
pengiriman datanya bisa melalui radio/ seluler/ lainnya). Komputer pusat
akan mengolah dan menganalisa data, jika ada sesuatu parameter/ nilai
yang melewati ambang dan dianggap bahaya, maka komputer pusat secara
otomatis akan memberikan peringatan/ warning dan menyebarkan
informasinya ke pejabat-pejabat terkait (ke handphonenya misalnya),
81 “Disaster Management.” 82 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 11
instansi-instansi terkait maupun ke posko-posko dan masyarakat yang
berkepentingan dengan adanya alarm tanda bahaya.83
b. Mengadopsi teknologi georadar dan geolistrik. Georadar dapat memantau
kondisi ketebalan sedimentasi waduk atau situ hingga kedalaman 5 meter,
sedangkan dengan geolistrik bisa hingga kedalaman 100 meter.
c. Memasang jaring penyelamatan.
d. Sirene yang bisa didengarkan masyarakat sekitar.84
e. Memasang alat deteksi longsor yang ditanamkan sebagai pengukur tingkat
kejenuhan air.85
f. Penyediaan “informasi satu menit” (atau kurang), dengan lebih
menitikberatkan pada penyebaran informasi lewat Internet, yang cocok
untuk negara yang sudah memiliki tingkat pemakaian Internet tinggi dan
ini merupakan solusi alternatif yang lebih murah dan berbasis pada
khalayak pemakai teknologi informasi.86
3. Mitigasi (mitigation)
Mitigasi (penjinakan) yaitu segala kegiatan yang bertujuan memperkecil
kerugian yang timbul akibat peristiwa bencana, terutama terhadap jiwa raga
manusia, harta benda dan berbagai bangunan.87
83 Imam Marzuki Shofi, “Belajar dari Situ Gintung, Perlu Sistem Realtime Peringatan Dini Bahaya Jebolnya Bendungan”, artikel diakses pada Selasa, 23 Februari 2010 dari http://imamshofi.wordpress.com/2008/11/25/sistem-pemantau-curah-hujan-dengan-memanfaatkan
-teknologi-layanan-komunikasi-bergerak/ 84 MH Habib Shaleh, “Sekar Langit akan dipasangi Sistem Peringatan Dini,” artikel diakses pada Selasa, 23
Februari 2010 dari http://suaramerdeka.com/v1/ind ex.php/read/news/2010/02/15 /47084/Sekar-Langit-akan-Dipasangi-Sistem-Peringatan-Dini 85 Nugroho, “Faktor Curah Hujan hanya Pemicu.” 86 Ikhlasul Amal, “Sistem Peringatan Dini Bencana Alam,” artikel diakses pada Selasa, 23 Februari 2010
dari http://direktif.web.id/arc/2006/05/sistem-peringatan-dini 87 Warto, Ujicoba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi Daerah, h.
15.
Mitigasi (mitigation) menurut UU RI No. 24/ 2007 adalah serangkaian
upaya untuk mengurangi dan meminimalkan risiko serta dampak bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.88
Tindakan mitigasi (mitigation) menurut UU RI No. 24/ 2007, meliputi:
a. Pelaksanaan penataan tata ruang.
b. Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan dan
c. Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan. 89
Isu utama dalam mitigasi, yaitu :
a. Sasaran mitigasi: tentukan dampak terbesar
Prinsip utama dalam mitigasi adalah menyelamatkan jiwa dan harta.
Skala bencana dan jumlah korban yang mungkin ditimbulkan adalah
alasan utama yang mendasari pentingnya mitigasi.
b. Mengurangi bahaya atau kerawanan
Perlindungan terhadap ancaman terjadinya bencana dapat dicapai
dengan menyingkirkan penyebab ancaman ataupun dampaknya
(mengurangi tingkat kerawanannya). Misalnya kebijakan penetapan
Rencana Umum Tata Ruang (RUTR).
c. Peralatan, “Power” dan Anggaran
Pengurangan resiko bencana perlu dibangun melalui serangkaian
aktivitas yang dilakukan bersama. Misalnya, pemerintah dapat
memanfaatkan berbagai peralatan dan wewenang yang dimilikinya dalam
banyak cara untuk menjamin keselamatan masyarakat.
88 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 11. 89 Ibid., h. 30.
d. Timing
Kebijakan mitigasi sering dikatakan penerapannya sebelum terjadinya
bencana. Kenyataannya, waktu yang paling tepat untuk
mengimplementasikan kebijakan mitigasi adalah setelah terjadinya
bencana. Kesadaran masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan akibat
bencana menjadi tinggi dan kemauan politik untuk melaksanakannya
biasanya sedang tinggi. Misalnya, pembangunan sistem peringatan dini
(early warning system).90
Rangkaian aktivitas yang dapat dimanfaatkan untuk merancang
serangkaian mitigasi bencana yang tepat adalah: 91
1. Engineering
Mengacu kepada “memperkuat” fasilitas melawan kekuatan bahaya.
Teknik-teknik bangunan tahan bencana adalah kebijakan bersifat defensif
yang paling penting untuk menghasilkan struktur engineering yang lebih
kuat.
2. Perencanaan tata ruang
Dampak ancaman bencana dapat dikurangi secara signifikan bila
pemanfaatan area atau daerah yang berbahaya sebagai daerah pemukiman
dapat dihindari.
3. Kebijakan ekonomi
Ekonomi yang kuat adalah perlindungan yang terbaik terhadap
bencana. Ekonomi yang kuat berarti lebih banyak dana yang akan
dibelanjakan untuk bangunan yang lebih kokoh, tempat-tempat yang aman
90 Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 32.
91 Ibid., h. 38.
dan cadangan keuangan yang lebih besar dalam berurusan dengan
bencana.
4. Manajemen dan institusionalisasi mitigasi bencana
Institusionalisasi mitigasi bencana bertujuan untuk mengurangi resiko
bencana sebagai hal penting yang harus selalu berlanjut. Agar dapat
bertahan untuk jangka waktu yang cukup panjang terhadap perubahan
politik dan perubahan prioritas anggaran, seperti adanya BAKORNAS
PBP.
5. Kemasyarakatan
Mitigasi bencana hanya akan efektif bila terdapat kesadaran dalam
masyarakat bahwa memang hal tersebut benar-benar diperlukan.
Sebaliknya jika kesadaran ini rendah, proses mitigasi tidak akan berjalan
mulus. Dibutuhkan kesadaran masyarakat akan potensi bahaya dan siap
mendukung usaha yang bersifat protektif.
Dengan demikian, mitigasi (penjinakan) dapat diartikan sebagai suatu
upaya mengurangi dan meminimalkan risiko serta dampak bencana melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Baik melalui pembuatan dan perkuatan
bangunan-bangunan fisik maupun non fisik-struktural melalui peraturan/
perundangan dan pelatihan.
Kebijakan mitigasi dapat dikalisifikasikan dalam beberapa cara:
1. Aktif dan pasif
Untuk kebijakan yang aktif, pemerintah mendorong tindakan yang
diharapkan dengan memberikan insentif. Untuk kebijakan yang bersifat
pasif, pemerintah mencegah tindakan yang tidak diharapkan dengan
menggunakan pengendalian dan hukuman.
2. Struktural dan non struktural
Mitigasi struktural melibatkan kebijakan yang bersifat fisik, dengan
cara memanfaatkan teknologi, seperti pembuatan kanal khusus untuk
pencegahan banjir, bangunan tahan gempa, memberikan tambahan sistem
perkuatan tanggul ataupun sistem peringatan dini (early warning system).
Sedangkan kebijakan non-struktural lebih bersifat non teknis seperti
legalitas, asuransi, sosialisasi dan arahan yang tepat tentang potensi risiko
bencana yang mungkin terjadi. Kebijakan mitigasi, baik yang bersifat
struktural maupun non struktural harus saling mendukung antara satu
dengan yang lainya.92
3. Jangka pendek dan jangka panjang
Kebijakan jangka pendek adalah kebijakan yang diambil dengan cepat
dan dampaknya sangat singkat. Kebijakan jangka panjang memakan waktu
yang lama dan memerlukan waktu, seperti merubah perilaku masyarakat
melalui pendidikan.
4. Restriktif dan insentif
Kebijakan restriktif adalah kebijakan untuk meningkatkan keselamatan
dengan melarang pembangunan proyek-proyek tertentu. Kebijakan insentif
menyediakan atau memberikan insentif keuangan, hukum dan insentif
lainnya yang mendorong proses mitigasi.93
92 “Bencana Situ Gintung,” artikel diakses pada Selasa, 23 Februari 2010 dari http://www.christianpost.co.id/society/nation/20090329/4687/walhi- bencana-situ-gintung-akibat-arogansi/index.html
93 Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 41.
Mengurangi resiko bencana juga dapat dilakukan dengan memelihara,
mengelola serta memperhatikan aspek lingkungan secara bijaksana, sehingga
dapat menjamin generasi mendatang agar dapat menjalani kehidupan yang
layak. Penurunan kualitas lingkungan akibat ulah manusia yang semena-mena
adalah sumber dari berbagai macam bencana.94
e. Tanggap Darurat (response)
Penanganan saat terjadi bencana adalah semua kegiatan yang dilakukan ketika
bencana melanda, yang tujuannya adalah menyelamatkan korban manusia (jiwa-
raga) dan harta benda. Meliputi kegiatan evakuasi korban ke tempat penampungan
sementara, penyelenggaraan dapur umum, distribusi atau penyaluran bantuan
dalam bentuk pangan, sandang, obat-obatan, bahan bangunan, peralatan
ekonomis-produktif (seperti alat pertanian dan pertukangan) serta uang sebagai
modal awal hidup pasca bencana, pendataan korban dan jumlah kerugian material
(harta benda).95
Dalam UU RI No. 24/ 2007 dikatakan bahwa tanggap darurat bencana adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat terjadinya bencana
untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan.96
Tindakan tanggap darurat (response) menurut UU RI No. 24/ 2007, meliputi:
1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya.
2. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
3. Pemenuhan kebutuhan dasar.
4. Perlindungan terhadap kelompok rentan.
94 Ibid., h. 46. 95 Warto, Ujicoba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otnomi Daerah, h.
12. 96 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 11.
5. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.97
Tindakan respon (biasanya) terjadi dalam kondisi yang tidak normal,
misalnya: lokasi yang sulit dijangkau, kebutuhan alat berat yang besar namun
dengan transportasi jalan yang tak memadai (akses jalan sulit), cuaca yang tidak
menguntungkan, kondisi lahan bangunan yang bisa saja belum stabil, trauma dan
kepanikan masyarakat yang terkena bencana dan bisa menjadi potensi gangguan
tindakan respon. Yang termasuk tindakan pertolongan yaitu pencarian dan
penyelamatan (search and rescue/ SAR), pemenuhan kebutuhan dasar (basic
needs) bagi para korban seperti penampungan (shelter) sementara, air, bahan
makanan dan kesehatan.98
Rencana darurat harus dibangun untuk disesuaikan dengan konteks dimana
rencana darurat itu beroprasi, yang mencakup komunikasi, search and rescue,
mengkoordinasikan tugas-tugas emergency, sektor transportasi, kesejahteraan
sosial, kesehatan dan tenaga medis, polisi dan keamanan, militer dan tenaga
sukarelawan.99 Relawan adalah mereka yang bergerak dibidang kesejahteraan
sosial, tetapi bukan berasal dari (lulusan) atau tidak mendapatkan pendidikan
khusus dari sekolah pekerjaan sosal ataupun ilmu kesejahteraan sosial.100
Fase tanggap darurat yaitu dimana pemerintah bersama-sama masyarakat
melakukan langkah tanggap darurat, termasuk diantaranya mengumumkan status
bencana. Kemudian melakukan penyelamatan dokumen-dokumen negara,
menyediaan informasi kepada publik mengenai korban bencana, melakukan
prosesi pemakaman korban meninggal, menyediakan posko informasi,
97 Ibid., h. 31. 98 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 149. 99 Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h.
76. 100 Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Jakarta: FISIP UI Press, 2004),
h. 53.
menyediakan rumah sakit darurat, melakukan koordinasi antar lembaga terkait,
masyarakat dan instansi pemerintah.101
Berkaitan dengan kebutuhan, ada 3 macam kebutuhan yang meningkat akibat
bencana. Pertama, kebutuhan yang bersifat materi seperti makanan, pakaian,
tempat tinggal, obat-obatan dan uang. Kedua, kebutuhan yang bersifat sosial
seperti teman, sahabat, keluarga, masyarakat. Ketiga, kebutuhan yang bersifat
psikologis seperti perhatian, penghargaan, rasa aman, cinta kasih dan pandangan
hidup.102
Selain itu, keberadaan para kelompok rentan (vulnerable group) juga harus
menjadi prioritas utama dalam penanganan koban pada situasi bencana.103
Kelompok rentan yang dimaksud ialah bayi/ balita dan anak-anak, ibu yang
sedang mengandung atau menyusui, penyandang cacat dan lansia.104
Jangka waktu masa tanggap darurat beragam sesuai dengan besar kecilnya
skala bencana, umumnya adalah 2 (dua) minggu sampai dengan 1 (satu) bulan
setelah terjadinya bencana dan dapat diperpanjang berdasarkan keputusan dari
Presiden/ Kepala Daerah.105
Dengan demikian, tanggap darurat (response) dapat diartikan sebagai suatu
upaya penanganan segera saat terjadi bencana berupa penyelamatan (korban jiwa
dan harta benda), kegiatan evakuasi korban, pendataan (jumlah korban dan
kerugian) dan pemenuhan kebutuhan dasar untuk menangani dampak buruk yang
101 Arifin, “Studi Model Kebijakan Mitigasi Difabel Korban Bencana Alam (Studi Kasus di Kabupaten Bantul, Yogakarta),” h. 7.
102 Nurrachman, Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat Bencana Alam, h. 4. 103 Arifin, “Studi Model Kebijakan Mitigasi Difabel Korban Bencana Alam (Studi Kasus di Kabupaten
Bantul, Yogakarta),” h. 5. 104 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 33. 105 “Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penggunaan Dana Siap Pakai,” artikel diakses pada Selasa, 23 Februari 2010 dari http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:DHf0roEnOEMJ:bnpb.go.id/website/documents/produk_hukum/perkaBNPB/Pedoman%2520DSP.pdf+standar+jangka+waktu+masa+tanggap+darurat&hl=id
ditimbulkan akibat bencana. Dengan cara merespon yang berbeda setiap kondisi
darurat atau bencana, tergantung dari skala kejadiannya maupun jenis bencana
yang terjadi. Kualitas penanggulangan darurat, akan sangat bergantung pada
kualitas persiapan yang dilakukan.
Beberapa prinsip rencana darurat yaitu sebagai suatu proses yang
berkelanjutan, usaha untuk mengurangi ketidakpastian dalam situasi darurat,
mendorong tindakan sesegera mungkin, berdasarkan kepada apa yang mungkin
akan terjadi, berdasarkan pengetahuan dan fleksibel agar bisa disesuaikan dengan
berbagai macam situasi.106
Pemerintah perlu membuka peluang seluas-luasnya bagi partisipasi seluruh
komponen masyarakat.107 Karena dalam upaya penanganan segera setelah
terjadinya bencana, ciri gotong royong dan azas kekeluargaan yang dimiliki oleh
penduduk atau masyarakat Indonesia dapat dengan cepat memobilisasi bantuan
baik berupa tenaga sukarela maupun material.
Penyebab lambannya upaya penanggulangan bencana pada tahap tanggap
darurat, seperti bantuan logistik yang seharusnya sudah didistribusikan ke daerah
yang tertimpa bencana menumpuk di mana-mana, tidak ada upaya alternatif atas
kehancuran fisik dan sarana, lemahnya koordinasi dan pengorganisasian, tidak
adanya data yang memadai mengenai jumlah korban, pos-pos pengungsian serta
jenis bantuan yang diperlukan.108 Bantuan yang disalurkan dari berbagai fihak ke
lokasi bencana umumnya agak sulit dilakukan karena di lokasi bencana tidak
tersedia fasilitas cukup untuk penyimpanan bantuan, misalnya gudang, dapur
106 Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 86.
107 Ibid., h.13. 108 M. Djazuli Ambri, “Efektifitas Penanggulangan Bencana oleh Bulan Sabit Merah Indonesia (Kasus
Bencana Gempa dan Tsunami Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2004-2005),” (Tesis Program Studi Kajian Ketahanan Nasional UI, 2008), h. 6.
umum, balai kesehatan dan lokasi distribusi bantuan, dsb.109 Selain itu, belum
seluruh provinsi terbentuk BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah),
Satkorlak PB tingkat provinsi dan Satlak PB tingkat kabupaten/ kota adalah bukan
organisasi struktural yang tidak mempunyai anggaran, personil serta peralatan
yang cukup karena hanya bersifat kepanitiaan saja.110
Tindakan respon memang jelas sangat diperlukan, tetapi terdapat kesepakatan
diantara para praktisi bahwa penanganan bencana yang efektif terletak pada
penyusunan dan implementasi kebijakan mitigasi. Sehingga fase penyelamatan
korban dapat menjadi indikator gagalnya kebijakan proses mitigasi (mitigation).111
Kemudian tindakan respon juga harus mempertimbangkan dan
memperhitungkan sequence selanjutnya yaitu tindakan pemulihan (recovery).
Dengan kata lain, respon harus mendapatkan hasil yang optimal sehingga dapat
menjadi pendukung untuk tindakan pemulihan.112
f. Pasca Bencana (Pemulihan/ recovery)
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk
kegiatan yang dilaksanakan setelah terjadinya bencana, untuk secara berurut
menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan kemanusiaan yang
mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat, pembangunan hunian sementara, penyebaran informasi
109 Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 45.
110 Ir. Soetrisno, “Paradigma Responsif Sesaat Harus Diubah,” Komunika, Edisi 6/ Tahun V (April 2009): h. 8.
111 Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 81.
112 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 148.
publik, pendidikan kesehatan dan keselamatan, rekonstruksi, program konseling
dan studi mengenai dampak ekonomi yang ditimbulkan.113
Proses transfer tindakan respon ke tindakan pemulihan ini perlu dilakukan
karena situasi dan kondisi yang berbeda dari tindakan respon dan tindakan
pemulihan. Saat respon, maka tindakan harus cepat, urgent, darurat (jangka waktu
sangat pendek). Sedangkan situasi dan kondisi pemulihan, jangka waktu bisa
menengah maupun panjang.114
Pemulihan harus didukung oleh penilaian (assesment) tentang penyebab dan
dampak kerusakan yang akurat, serta perancangan dan implementasian kebijakan
mitigasi yang lebih baik.115
Penilaian dampak bencana (disaster asessment) adalah proses penghitungan
dampak bencana terhadap masyarakat. Prioritas utama adalah menentukan
kebijakan secepatnya untuk menyelamatkan dan mempertahankan kondisi
kesehatan korban yang jiwanya masih dapat tertolong. Prioritas kedua adalah
mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan untuk memfasilitasi dan
mempercepat pemulihan. Penilaian ini memperhitungkan kerugian langsung
maupun tidak langsung dan juga pengaruh yang ditimbulkan. Penilaian juga
mencakup rekomendasi yang berkaitan dengan perbaikan, rekonstruksi, usaha
pemulihan kegiatan ekonomi. Penilaian (asessment) harus direncanaan dan
dikelola dengan hati-hati. Serangkaian aktivitas yang dilakukan harus
direncanakan dengan detil.116
113 ProVention, Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Resiko Bencana: Catatan Panduan bagi
Lembaga-Lembaga yang Bergerak dalam Bidang Pembangunan, h. 212. 114 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 149. 115 Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana,
h. 115. 116 Ibid., h. 120.
Pemulihan (recovery) menurut UU RI No. 24/ 2007 adalah serangkaian
kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang
terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana dan
sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi.117
Fase jangka pendek merupakan aktivitas awal untuk pembersihan, juga
merupakan fase dimulainya perencanaan secara cermat dan teliti dalam fase
pemulihan (recovery) untuk jangka waktu yang lebih panjang.118
Dengan demikian, pemulihan/ recovery merupakan suatu upaya
memfungsikan kembali kegiatan, infrastruktur fisik, prasarana dan sarana (jalan,
listrik, air bersih, pasar, puskesmas, dll) serta pelayanan masyarakat melalui upaya
rehabilitasi dan rekonstruksi, dengan jangka waktu bisa menengah maupun
panjang.
3) Rehabilitasi (rehabilitation)
Rehabilitasi (memampukan kembali) adalah kegiatan yang tujuannya
memulihan kembali kemampuan baik kondisi fisik, psikis maupun kondisi
sosial masyarakat yang terkena bencana. Kegiatan rehabilitasi ini mencakup:
a. Bersifat fisik, misalnya pembenahan batas-batas pekarangan antar
ketetanggaan, perfungsian kembali lahan pekarangan atau perkebunan,
penggarapan kembali sawah dan ladang pertanian.
b. Bersifat non fisik, misalnya kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial
tentang kesetiakawanan dan kegotongroyongan, usaha kesejahteraan sosial
dan kesiapan mental psikologis apabila menghadapi bencana.119
117 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 12. 118 Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana,
h. 132.
Rehabilitasi menurut UU RI No. 24/ 2007 adalah perbaikan dan
pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat untuk normalisasi
semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.120
Tindakan rehabilitasi (rehabilitation) menurut UU RI No. 24/ 2007,
meliputi:
a. Perbaikan lingkungan daerah bencana.
b. Perbaikan prasarana dan sarana umum.
c. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat.
d. Pemulihan sosial psikologis.
e. Pelayanan kesehatan.
f. Pemulihan sosial ekonomi budaya.
g. Pemulihan keamanan dan ketertiban.
h. Pemulihan fungsi pemerintahan.
i. Pemulihan fungsi pelayanan publik.121
Rehabilitasi juga mencakup:
a. Melakukan pembersihan puing-puing dan pemugaran rumah-rumah yang
masih dapat digunakan serta bangunan-bangunan lainnya.
b. Penyediaan rumah atau penampungan sementara sejauh yang dibutuhkan.
c. Pemberian rehabilitasi fisik dan psikologis kepada masyarakat korban
bencana yang mengalami penderitaan serta traumatik akibat bencana.
d. Peletakan dasar bagi tindakan rekonstruksi, antara lain penggantian
bangunan dan infrastruktur yang hancur akibat bencana.122
119 Warto, Ujicoba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi Daerah, h. 12.
120 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 11. 121 Ibid., h. 33.
Fase rehabilitasi seperti membuka posko pusat krisis, mengambil alih
pengasuhan anak-anak korban bencana, menyediakan sarana dan prasarana
hiburan bagi korban bencana yang masih hidup.123
Dengan demikian, rehabilitasi (memampukan kembali) dapat dikatakan
sebagai suatu upaya mengembalikan kemampuan baik kondisi fisik, psikis
maupun kondisi sosial masyarakat pasca terjadinya bencana melalui
perbaikan-perbaikan dan pelayanan-pelayanan sosial. Kegiatannya meliputi
perbaikan rumah, fasilitas umum dan fasilitas sosial, pemulihan trauma pasca
bencana dan mulai menghidupkan kembali roda perekonomian.
4) Rekonstruksi (reconstruction)
Rekonstruksi (perbaikan kembali) yaitu kegiatan perbaikan dan
perfungsian kembali, baik kondisi fisik maupun kondisi sosial masyarakat
yang tertimpa bencana. Meliputi:
a. Bersifat fisik, misalnya pembangunan kembali seperti semula rumah
penduduk, gedung sekolah, tempat ibadah dan jalan yang putus ataupun
jembatan yang rusak.
b. Bersifat non fisik, yaitu kegiatan yang bersifat penyembuhan mental
psikologis para korban bencana. Misalnya bimbingan kerohanian dan
penyelengaraan konsultasi.124
122 Dedi Gunawan, “Upaya Pekerja Sosial dalam Menumbuhkan Semangat Membangun Kembali Masyarakat Korban Bencana Gempa Bumi di Klaten (Jawa Tengah) pada Tahap Rehablitasi,” (Skripsi S1 Institut Imu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta, 2007), h. 30.
123 Arifin, “Studi Model Kebijakan Mitigasi Difabel Korban Bencana Alam (Studi Kasus di Kabupaten Bantul, Yogakarta),” h. 30.
124 Warto, Ujicoba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi Daerah, h. 12.
Rekonstruksi menurut UU RI No. 24/ 2007 adalah pembangunan kembali
semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik
pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama yaitu
tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,
tegaknya hukum dan ketertiban masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pascabencana.125
Perlu didesain sebuah sistem pengembangan ekonomi bagi para korban
bencana yang bertumpu pada semangat kewirausahaan, dengan memanfaatkan
semaksimal mungkin potensi lokal yang dimiliki daerah. Oleh sebab itu,
pemberian bekal keterampilan untuk mengolah potensi lokal harus dilakukan
dan segera menghentikan pemberian bantuan yang bersifat karitatif. Karena
pemberian bantuan karitatif dalam jangka waktu lama hanya akan membuat
para korban menjadi tergantung dan tidak mandiri.126 Misalnya melalui usaha
mikro-kecil yaitu suatu kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil, termasuk
diantaranya sektor informal serta usaha keci tradisional yang menghidupi
sebagian besar masyarakat. Tujuan usaha mikro adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan menumbuhkan kapasitas serta kapabilitas untuk
tatanan masyarakat secara luas.127
Langkah-langkah dalam rekonstruksi juga meliputi pembangunan tanggul/
bendungan penahan/ pengendali sedimen, perkuatan tebing, penghijauan dan
125 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 12. 126 Arifin, “Studi Model Kebijakan Mitigasi Difabel Korban Bencana Alam (Studi Kasus di Kabupaten
Bantul, Yogakarta),” h. 7. 127Adriani S. Soemantri, “Psikologi Korban Pasca Bencana,” Jurnal Perempuan no. 40, Maret 2005, h. 83.
juga penyempurnaan kurikulum di sekolah-sekolah, peninjauan kembali tata
ruang kawasan.128
Sedangkan tindakan rekonstruksi (reconstruction) menurut UU RI No. 24/
2007, meliputi:
a. Pembangunan kembali prasarana dan sarana.
b. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat.
c. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat.
d. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
e. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang
lebih baik dan tahan bencana.
f. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia
usaha dan masyarakat.
g. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya.
h. Peningkatan fungsi pelayanan publik.
i. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.129
Dengan demikian, rekonstruksi (perbaikan kembali) dapat diartikan
sebagai suatu upaya pemulihan secara menyeluruh baik kondisi fisik maupun
kondisi sosial masyarakat yang tertimpa bencana melalui program jangka
menengah dan jangka panjang dengan sasaran utama yaitu tumbuh dan
berkembangnya segala aspek kehidupan bermasyarakat yang sama atau lebih
baik dari sebelumnya baik ekonomi, hukum, sosial dan budaya.
128 Warto, Ujicoba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi Daerah, h. 15.
129 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 34.
Masing-masing tahapan dalam upaya penanggulangan bencana tidak dapat
dipisah-pisah secara nyata (ketat dan kaku), tetapi diantara tahapan tersebut saling
berhubungan dan bergantung.130
130 Warto, Ujicoba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi Daerah, h. 15.
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil Lembaga PKPU
1. Sejarah Singkat
Peristiwa krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 mempengaruhi kondisi
perekonomian bangsa dan rakyat Indonesia. Menyikapi krisis yang berkembang (17
September 1998), sejumlah anak-anak muda melakukan aksi-aksi sosial disebagian
besar wilayah Indonesia seperti kegiatan sembako murah, kesehatan gratis,
penyuluhan gizi, konsultasi keluarga dan lain-lain.
Menindak lanjuti aksi-aksi tersebut, mereka kemudian menggagas entitas
kepedulian publik yang bisa bergerak secara sistematis dan independent. Maka pada
10 Desember 1999 lahirlah lembaga sosial bernama PKPU yang tumbuh menjadi
LSM Islam professional.
Dalam perkembangannya, PKPU menyadari bahwa potensi dana ummat yang
berasal dari Zakat, Infaq dan Shadaqah sangat besar. Sebagai negara berpenduduk
muslim terbesar di dunia, Indonesia dapat mengoptimalkan dana ZIS-nya untuk
memberdayakan masyarakat miskin.
Pada tanggal 8 Oktober 2001, PKPU mendapat pengukuhan sebagai Lembaga
Amil Zakat Nasional sesuai dengan SK Menteri Agama RI No. 441. Sehingga
memperoleh otoritas sebagai lembaga pengelola dana lokal (Zakat, Infak dan
Shadakoh). Dalam rangka memfasilitasi antara dermawan atau donator disatu fihak
dan dengan fakir miskin (dhuafa) dilain fihak. Sebagai suatu kerja amanah dan
professional, merupakan suatu keharusan bahkan tuntutan yang diwujudkan dalam
kultur dan etos kerja PKPU. Menunaikan dan menyampaikan kewajiban serta hak
sesuai amanah secara professional, adil dan transparan hingga kepercayaan donator
dan bantuan yang diberikan dapat meningkat, tentu menjadi harapan PKPU. PKPU
bertekad untuk berkiprah dalam operasi-operasi kemanusiaan dan peduli terhadap
kepentingan ummat.
2. Visi & Misi
a. Visi
Menjadi lembaga terpercaya dalam membangun kemandirian
b. Misi
1) Mendayagunakan program rescue, rehabilitasi dan pemberdayaan untuk
mengembangkan kemandirian.
2) Mengembangkan kemitraan dengan masyarakat, perusahaan, pemerintah dan
lembaga swadaya masyarakat didalam maupun luar negeri.
3) Memberikan pelayanan informasi, edukasi dan advokasi kepada masyarakat
penerima manfaat (beneficiaries).
3. Tujuan
a. Terdepan dalam memberikan solusi terhadap masalah kemanusiaan
b. Terbangunnya loyalitas atau mitra dalam dan luar negeri
c. Terciptanya pengembangan lembaga sesuai dengan dinamika dan perkembangan
masyarakat
d. Terbentuknya jaringan kerja dengan azas saling memberikan manfaat
e. Terbangunnya solidaritas dalam mengembangkan kemandirian masyarakat
4. Nilai Budaya Organisasi
a. Ukhwah, setiap langkah kerja pelayanan harus membangun suasana persaudaraan
b. Kreatif dan inovatif, mewujudkan kinerja yang produktif dalam berbagai aktifitas
kerja baik internal dan eksternal
c. Proaktif dan cepat, merespon permasalahan yang terjadi dan memberikan solusi
nyata secara tepat dan cepat
d. Inklusif, terbuka dan siap bekerjasama dengan berbagai pihak
5. Aktivitas Lembaga
Untuk merealisasikan visi dan misi tersebut, PKPU mempunyai 4 strategi
pemberdayaan ummat yaitu:
a. Pengumpulan dana dan bantuan masyarakat
1) Zakat, Infaq, Shodaqah (ZIS) dan Wakaf
2) Dana khusus bencana kemanusiaan
3) Pakaian, bahan makanan (sembako) dan obat-obatan.
4) Hewan qurban
b. Pendayagunaan
1) Misi penyelamatan kemanusiaan
a) Daerah-daerah konflik (Maluku, Maluku Utara, Poso, Aceh, dll)
b) Daerah-daerah bencana
c) Daerah kritis dan minus
2) Rehabilitasi kemanusiaan
a) Rehabilitasi fasilitas kesehatan dan air bersih
b) Rehabilitasi fasilitas pendidikan
c) Rehabilitasi fasilitas ibadah
d) Rehabilitasi fasilitas ekonomi
3) Pembangunan masyarakat
a) Pemberdayaan ekonomi ummat
b) Pendidikan alternatif
c) Pembangunan pelayanan kesehatan mandiri
d) Distribusi hewan qurban
Keseluruhan aktivitas tersebut didedikasikan pada ummat dan rakyat Indonesia
untuk bersama "Menggugah Nurani Menebar Peduli". Menggugah nurani siapa saja,
dimana saja dan kapan saja untuk peduli pada nasib sesama dalam amal ibadah yang
nyata.
6. Struktur Lembaga PKPU
Untuk dapat memenuhi tuntutan dan harapan masyarakat luas, maka PKPU
dikelola secara profesional oleh tim manajemen yang handal.
Berikut struktur lembaga PKPU:
Direktur Utama : Agung Notowiguno, SE
Deputi Dirut : Sri Adi Bramasetia
Direktur Pendayagunaan : Tomy Hendrajati
Direktur Keuangan & GA : Ecky Awal Mucharam
Direktur Penghimpunan : Wildhan Dewayana
Disamping itu, PKPU juga didukung pula oleh relawan yang cukup besar dan
cepat dalam bekerja, serta tanggap dalam merespon tuntutan lapangan.
Dalam rangka mewujudkan upaya meringankan beban ummat, PKPU dengan
sebelas cabang dan perwakilan di daerah, telah membuat program dengan
memperhatikan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah sehingga dapat
mengena pada sasaran. Berikut struktur lembaga PKPU:
Tabel 3: Struktur Lembaga PKPU
7. Jaringan Kerja PKPU
Dewan Pembina Dewan Pengawas Dewan Pengurus
CEO
SAHABUDIN
Deputi Dirut
SRI ADI
Corporate
DEDI SULARSO
14 Cabang PKPU Seluruh Indonesia
Empowerment
AGUNG
Fundraising
WILDHAN
Partnership
TOMY
Financial Director
DEDI SULARSO
PKPU dengan Kantor Pusat di Jakarta, memiliki mitra dan jejaring kerja meliputi
seluruh wilayah Indonesia dengan 14 Cabang, yaitu: Nangroe Aceh Darussalam,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta,
Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Maluku, Maluku Utara.
Dalam menjalankan aktivitasnya, PKPU didukung dengan mitra kerja di seluruh
wilayah Indonesia yang siap terjun langsung ke lapangan kapan saja dan dimana saja
diperlukan.
B. Profil Situ Gintung
Situ Gintung adalah danau buatan yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda pada
tahun 1933 dalam upaya mengatasi banjir (di musim hujan) maupun menahan air,
sehingga dimusim kemarau Batavia masih punya cadangan air dan sebagai sumber air
irigasi untuk persawahan. Namun seiring dengan perkembangan waktu, sejak tahun 1982
sudah mulai beralih fungsi dan berkembang menjadi permukiman yang padat.131
Waduk Situ Gintung terletak di sebelah selatan Kota Jakarta, masuk dalam wilayah
Desa Cirendeu, Kecamatan Ciputat, Tanggerang Selatan, Banten. Letaknya bersebelahan
dengan Kodya Jakarta Selatan dan dibelakang kampus Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.132 Waduk ini memiliki luas awal 31 hektare pada awalnya, kini
hanya seluas 21,4 hektare dengan kapasitas daya tampungnya mencapai 2,1 juta meter
131 http://www.ytbindonesia.org/ytbwebsite/baru/index.php?detail=News&id=295, artikel diakses pada Selasa, 12 Januari 2010
132 “Dampak dari Bencana Situ Gintung,” artikel diakses pada Kamis, 24 Februari 2010 dari http://putriraturetno.blogspot.com/2009/10/dampak-dari-bencana-situ-gintung.html
(Sumber: PKPU, 2009)
kubik dan kedalamannya di atas rata-rata yakni sekitar 10 meter,133 bahkan tercatat waduk
tersebut pernah memiliki luas sampai 70 hektar.134 Air waduk Situ Gintung ini umumnya
berasal dari mata air Gunung Salak dan Gunung Pangrango (Bogor).135 Jenis tanggul ini
adalah dari tanah yang ditimbun dan dikeraskan, namun belum pernah diturap.136 Situ
Gintung adalah sebuah bendungan dengan satu jenis tanah atau bendungan homogen. Di
sana juga dibangun celah yang disebut pelimpah atau spill way yang lebarnya 5 meter. Di
samping itu, di bendungan tersebut juga dibangun pintu air kecil untuk irigasi.
Banyak fasilitas yang tersedia di sana, antara lain restoran, taman rekreasi dan kolam
renang yang menghadirkan suasana pegunungan. Ada pula tempat bermain untuk anak-
anak, lapangan tenis dan olahraga, pemancingan, zona petualang, gazebo, area outbound,
motor ATV, waterboom, banana boat dan pemandangan danau. Situ Gintung juga
merupakan salah satu tempat wisata alternatif untuk warga Jakarta dan daerah wisata ini
tak begitu jauh dari Jakarta. Pada akhir pekan dan hari-hari libur, lokasi ini biasanya
ramai pengunjung.
Namun, pada hari Jumat dini hari tanggal 27 Maret 2009, pagi hari pukul 04.00 WIB,
Situ Gintung yang cukup dikenal dikalangan masyarakat Jakarta Selatan dan Ciputat ini
hancur lebur setelah tanggul danau Situ Gintung secara tiba-tiba jebol, yang dipicu oleh
hujan dalam waktu yang cukup lama karena melebihi kapasitas penampungan danau dan
tidak ada terusan aliran air danau yang berfungsi dengan baik, sehingga mengakibatkan
tanggul jebol dan banyak korban meninggal dunia, hilang, kerusakan rumah dan
133 “Situ Gintung,” artikel diakses pada Kamis, 24 Februari 2010 dari http://himatan06.wordpr ess.com/2009/03/28/bencana-situ-gintung//
134 Firman M. Hutapea, MUM, “Tinjauan Bencana Situ Gintung dari Sudut Pandang Penataan Ruang,”(artikel), h. 3
135 “Bencana Situ Gintung,” artikel diakses pada Kamis, 24 Februari 2010 dari http://www.su rya.co.id/2009/04/01/ situ-gintung.html
136 Sutopo Purwo Nugroho, “Faktor Curah Hujan Hanya Pemicu,” artikel diakses pada Selasa, 23 Februari 2010 dari http://majalah.tempointeraktif.com/id/cetak/2009/04/06/WAW/mbm. 20090406.WA W129968.id
bangunan lainnya, juga berbagai kerugian lainnya.137 Setelah berumur 76 tahun atau
sudah lebih dari tiga perempat abad, tanggul itu pun jebol selebar ± 65 m. Hal ini
merupakan tragedi kemanusiaan yang berdampak besar bagi kehidupan masyarakat di
sekitarnya.138 Posisi permukiman yang berada di bawah tanggul inilah yang membuat
banyak korban jatuh ketika tanggul tersebut jebol dan pemukiman dilanda banjir
bandang.139
137 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 20 138 “Bencana Situ Gintung: Kombinasi dari Respons yang Lemah,” artikel diakses pada Kamis, 24 Februari
2010 dari http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/28/04212810/kombinasi.dari respons.yang.lemah
139 “Situ Gintung.”
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS
Seluruh pihak dapat memberikan kontribusi terhadap proses penanggulangan bencana
sesuai dengan peran masing-masing, mulai dari tahap pra bencana (pencegahan,
kesiapsiagaan, mitigasi), tanggap darurat dan pasca bencana/ pemulihan (rehabilitasi dan
rekonstruksi). Berikut analisis terhadap tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan
oleh PKPU dalam upaya membantu dan memulihkan kembali kondisi masyarakat Situ
Gintung kepada suatu keadaan yang lebih ideal.
C. Analisis Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU
Berdasarkan hasil observasi, wawancara serta data dokumen yang dilakukan dan
diperoleh peneliti, didapatkan data dan informasi tentang serangkaian tahapan-tahapan
penanggulangan bencana Situ Gintung yang digulirkan oleh PKPU.
1. Pra Bencana
PKPU tidak ikut terlibat dalam upaya-upaya penanganan bencana pada masa pra
bencana/ sebelum terjadinya bencana. PKPU sebagai lembaga kemanusiaan, ikut
terlibat dalam tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung sesuai dengan kapasitas
dan peranannya, karena pada dasarnya tanggung jawab dan wewenang
penanggulangan bencana berada pada pemerintah dan pemerintah daerah (dalam pasal
5 UU RI No. 24/ 2007). Namun setiap orang, kelompok, lembaga masyarakat bahkan
masyarakat asingpun boleh dan harus perduli terhadap bencana. Karena baik
pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha, merupakan segi tiga kekuatan yang
harus solid dalam penanggulangan bencana.
Semua pihak dapat memberikan kontribusi sesuai dengan peran masing-masing
mulai dari jauh sebelum bencana, pra bencana, saat bencana dan pasca bencana.140
Dimana saling melengkapi satu sama lainnya untuk penanggulangan bencana yang
terjadi di suatu daerah.141
D. Tanggap Darurat
Berbagai upaya-upaya yang dilakukan PKPU untuk penanganan bencana Situ
Gintung pada masa tanggap darurat, yaitu:
1. Menurunkan Team Ekspedisi/ SAR
Ketika terjadinya suatu bencana, dibutuhkan respon yang cepat dan kesigapan
untuk melakukan penanganan terhadap bencana, khususnya tindakan evakuasi
korban dan pemenuhan kebutuhan dasar.
Team Ekspedisi atau SAR dari divisi Rescue PKPU yang dipimpin oleh Bapak
Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU), diturunkan segera setelah
terjadinya bencana untuk mencari dan menelusuri korban akibat jebolnya Tanggul
Situ Gintung pada terusan aliran air dari tumpahan danau. Kemudian juga sambil
mengamati dampak dari aliran sungai banjir bandang Situ Gintung.142
Seperti dikatakan dalam UU RI No. 24/ 2007 pasal 48, bahwa pada masa
tanggap darurat harus dilakukan pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,
kerusakan dan sumber daya, seperti mengidentifikasi cakupan lokasi bencana,
jumlah korban, kerusakan pra sarana dan sarana, gangguan terhadap fungsi
pelayanan umum serta pemerintahan dan kemampuan sumber daya alam maupun
140 Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu (Jakarta: Yarsif Watampone, 2006), h. 105.
141 Soeladi, Manajemen Bencana Alam Tsunami (Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 1995), h. 9.
142 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 62.
buatan. Kemudian juga tindakan pencarian dan evakuasi korban, serta pemenuhan
terhadap kebutuhan dasar.143
“Team Ekspedisi itu adalah kita melakukan perjalanan menelusuri
limpahan aliran air sampai dimana habisnya, nah berarti sepanjang jalur air
itulah kita fokuskan. Dengan tujuan kita bisa memetakan secara langsung
dimana titik-titik parahnya dan kemungkinan-kemungkinan titik-titik korban
yang masih tersangkut atau tertindih begitu. Dengan pendataan dan
assesment yang dilakukan juga sekaligus mencari korban, kita bisa
menentukan secara langsung titik-titik pengumpulan mayat, dimana posisi
yang tepat mendirikan posko dan kemungkinan-kemungkinan lainnya”.144
Tim ekspedisi menggali berbagai aspek sosial dan kemanusiaan serta
memotret sebaran pengungsi, kerusakan fisik, jumlah korban jiwa serta jenis
bantuan apa yang akan diberikan kepada para korban. Penelusuran ekspedisi Situ
Gintung ini dimulai dari depan tanggul yang jebol hingga Sekolah Polisi Wanita
(Sepolwan), Pasar Jumat, Jakarta Selatan.145 Luas jangkauan bencana ini yaitu
sampai dengan wilayah kali Pesanggrahan, Pasar Jum’at. Akibat jebolnya tanggul
Situ Gintung ini, selain memporak-porandakan bangunan rumah, tempat usaha,
fasilitas umum seperti masjid, posyandu, pemakaman umum, jembatan, kampus
UMJ (Universitas Muhammadiah Jakarta), pemancingan umum, juga
menyebabkan pemukiman yang berada di wilayah sekitar kali pesanggrahan
(terusan aliran air Situ Gintung) terendam air bercampur lumpur sampai dengan
ketinggian sekitar 2 m lebih, hal tersebut terlihat dari bekas batas air pada tembok-
tembok rumah penduduk.146
Pada masa tanggap darurat Situ Gintung, jenis penyakit yang diderita oleh
para korban yaitu seperti diare, penyakit kulit, luka ringan, ispa, nyeri sendi dan
143 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 31. 144 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009. 145 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 62. 146 Observasi Peneliti. Jakarta, 09 Oktober 2009.
otot, hipertensi (darah tinggi) dan dilakukan pula suntik tetanus. Kemudian dari
jenis kebutuhan yang diperlukan seperti pakaian, makanan, obat-obatan, air
bersih, alat MCK, alat tidur, penerangan. Selain itu, alat-alat berat juga dibutuhkan
untuk pembersihan. Untuk lokasi posko pengungsian korban pada masa tanggap
darurat yaitu Posko FK UMJ, Posko Balai Warga, Posko Depsos, Posko FH UMJ
dan Posko RW 02/ 03. Dan jumlah instansi yang terlibat pada masa tanggap
darurat Situ Gintung ± 343 instansi.147
Berdasarkan hasil pencarian dan penelusuran yang dilakukan, Team Ekspedisi
PKPU berhasil menemukan 3 sosok mayat yang terdiri atas 2 orang anak−anak
dan 1 orang wanita dewasa yang tersangkut dan kemudian dievakuasi untuk
selanjutnya dikirim ke rumah sakit terdekat.148
“Ya, yang dilakuin sama team SAR PKPU itu mencari korban-korban yang
bisa ditemuin, karena keadaannya kan penuh lumpur, jadi Team SAR itu
emang sangat dibutuhin lah saat kejadian banjir itu”.149
Dampak bencana Situ Gintung yang ditimbulkan secara lebih rinci, yaitu:
1. Jumlah korban yang ditemukan tewas dipastikan sudah mencapai angka 100
jiwa, jumlah korban yang hilang menjadi 5 orang dan jumlah pengungsi
adalah 902 orang (berdasarkan update terakhir pada 3 April 2009),150
memporak-porandakan 315 rumah penduduk.151
2. Kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) yang berada di tengah
perlintasan air bah, mengakibatkan rusaknya sebagian besar infrastruktur,
147 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 31. 148 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009. 149 Wawancara Pribadi dengan Supriyati (Penerima Program). Jakarta, 17 Desember 2009. 150 “Kabar Nasional: Total Jumlah Korban Situ Gintung,” artikel diakses pada Selasa, 23 Februari 2010 dari
http://nasional.tvone.co.id/berita/view/10696/20 09/04/01/total_jumlah korban_tewas_situ_gintung_100 orang/
151 Dian Yuliastuti, “Bekas Jalan Air Situ Gintung Akan di Lebarkan,” artikel diakses pada Kamis, 24 Februari 2010 dari http://tempointeraktif.com/2009/04/01/ situ gintung /
meninggalnya 3 orang mahasiswa dan 1 orang karyawan UMJ,
menghancurkan ribuan buku perpustakaan, alat kantor, komputer dan data
yang berada di lantai 1 Gedung Perintis 1 serta semua arsip FISIP dan
Fakultas Agama Islam (FAI) UMJ yang berada di lantai 1 Gedung Perintis II.
Gedung kuliah Fakultas Pertanian harus dirubuhkan karena kerusakannya
sudah sedemikian parah. Selain itu, 6 unit mobil dan 2 unit Bus rusak parah
karena terendam dan terbawa arus air hingga puluhan meter. Gedung TK
Labschool dan Fakultas Ilmu Pendidikan UMJ beserta isinya juga hancur
karena hantaman air yang sangat keras. Semua isi Koperasi Karyawan,
Laboratorium Komputer dan Baitul Mal Wa Al-tamwil UMJ juga musnah.
Infrastruktur di lingkungan kampus UMJ seperti jalan, jembatan dan pagar
juga mengalami kerusakan yang sangat signifikan.152
3. Dampak dari segi trauma yang dialami oleh anak-anak akibat kasus Situ
Gintung, dimana sekilas anak-anak seperti tak mengalami trauma dan mereka
tampak asyik bermain di lokasi pengungsian. Namun ternyata banyak diantara
mereka yang trauma melihat air. Pada saat lelap ada yang mengigau dan
ketakutan, lalu ketika terbangun berteriak minta dibuatkan kapal. Ada anak
yang tak berani mandi karena ketakutan melihat air. Banyak yang mengalami
kesulitan tidur dan ketakutan saat melihat hujan turun karena takut banjir itu
datang lagi.153 Ketika melihat genangan air atau mendengar suara gemuruh,
mereka tampaknya masih belum berani untuk menyentuh bahkan sempat
menutup kupingnya. Jika menyaksikan televisi yang menyajikan kejadian Situ
152 “Peran Universitas Muhammadiyah Jakarta di Tengah Tragedi Situ Gintung,” artikel diakses pada Kamis, 24 Februari 2010 dari http://suara-muhammadiyah.com/2009/?p=581
153 “Trauma Serang Anak Korban Situ Gintung,” artikel diakses pada Kamis, 24 Februari 2010 dari http://tangerangselatan.wordpress.com/2009/03/31/trauma-serang-anak-korban-situ-gintung/
Gintung, ada yang sampai keluar dan enggan menonton.154 Ada yang tidak
bisa konsentrasi, gelisah dan tidak bisa tidur.155 Selain itu, ada kondisi anak-
anak yang kesulitan melanjutkan sekolah karena tidak memiliki peralatan
sekolah, ada pula yang kehilangan ijazahnya. Banyak anak balita yang tidur di
pengungsian dengan alas seadanya. Sekitar 120 anak mengungsi ke kontrakan,
30 anak ke Wisma Kertamukti dan 80-an tersebar di wilayah sekitar.156
Menurut kak Seto (pemerhati anak yang juga menjadi korban bencana Situ
Gintung) mengatakan, sekitar 25 persen dari 286 anak korban bencana
mengalami depresi dan trauma berat. Dibutuhkan waktu minimal tiga bulan
untuk pemulihannya. Namun angka itu sudah mengalami penurunan tidak
seperti setelah bencana Situ Gintung yang pertama kali terjadi.157
Kemudian penyebab terjadinya banjir bandang (debris flow) Situ Gintung,
yaitu:
• Hujan lebat yang berlangsung lama dengan curah hujan tinggi sebagai pemicu
jebolnya tanggul, mengakibatkan volume air danau bertambah besar.
Sementara pintu air pembuang (outlet) dan saluran pembuangan tidak
berfungsi secara optimal, menyebabkan air melimpas melalui mercu
(permukaan) tanggul (over topping). Diperkirakan jumlah air yang melimpas
ke luar sungai mencapai 2 juta kubik, setara dengan 400.000 truk tangki BBM
yang berkapasitas 5.000 liter. Tanggul yang masih terbuat dari tanah dan
belum pernah diturap inipun menimbulkan kerawanan baru karena
154 “12 Bocah Situ Gintung Alami Trauma,” artikel diakses pada Kamis, 24 Februari 2010 dari http://www.kapanlagi.com/h/12-bocah-situ-gintung-alami-trauma.html
155 Eko Priliawito, “Beragam Kategori Trauma yang dialami Anak-anak Korban Situ Gintung,” artikel diakses pada Kamis, 24 Februari 2010 dari http://metro.vivanews.com/news/read/47384-110_anak_situ_gintung_trauma_berat
156 “12 Bocah Situ Gintung Alami Trauma.” 157 Priliawito, “Beragam Kategori Trauma yang dialami Anak-anak Korban Situ Gintung.”
dikhawatirkan ambruknya tanggul. Akibat jebolnya tanggul beberapa waktu
lalu, apabila ditambah hujan terus menerus, tanah dapat menjadi gembur di
sekitarnya dan rawan untuk bergerak. Untuk kedepannya direkomendasikan
agar masyarakat mewaspadai kemungkinan munculnya gerakan tanah atau
longsor di sekitarnya.158
• Erosi buluh, peluapan air atau overtopping, fondasi jebol dan longsor.159
• Adanya retakan-retakan pada tubuh tanggul sebelum terjadi bencana,
menyebabkan munculnya rembesan-rembesan air yang terjadi sebelum
bencana.
• Limpasan air pada mercu tanggul yang meresap ke dalam tubuh tanggul,
menyebabkan tanah tanggul menjadi jenuh air, tanah tanggul menjadi gembur
dan tahan geser menjadi berkurang.160
• Alih fungsi lahan di sekitar waduk dan di daerah aliran sungai yang
menyebabkan perubahan kondisi di bagian hulu dan hilir yang sudah berubah
dari fungsi awalnya, menjadi kawasan hunian padat dan berkembang seperti
tempat rekreasi, restoran, perumahan dan juga fasilitas pendidikan. 161
• Pintu air yang tak berfungsi baik
• Tidak adanya kontrol yang kuat dan tegas, juga tanpa adanya sanksi terhadap
pelanggaran-pelanggaran alih fungsi lahan.162
• Rendahnya manajemen resiko dan kurang tanggapnya aparatur negara melihat
berbagai resiko/ dampak yang mungkin terjadi. Ditambah lagi sebelumnya
158 “Bencana Situ Gintung: Kombinasi dari Respons yang Lemah,” artikel diakses pada Kamis, 24 Februari 2010 dari http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/28/04212810/ kombinasi.dari respons.yang.lemah
159 Nugroho, “Faktor Curah Hujan Hanya Pemicu.” 160 “Laporan Singkat Bencana Situ Gintung, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten,” artikel diakses pada
Senin, 22 Februari 2010 dari http://portal.vsi.esdm.go.id/joomla/ind\ex.php?op tion=com_content&task=view&id=459& Itemid=1
161 Rukmana, “Tinjauan Tata Ruang terhadap Bencana Situ Gintung.” 162 Hutapea, “Tinjauan Bencana Situ Gintung dari Sudut Pandang Penataan Ruang,” h. 4.
sudah ada laporan/ keluhan dari masyarakat atas kerusakan tanggul yang
berada di area Situ Gintung.163
• Sebagian rumah dibangun persis di punggung tanggul. Pembangunan rumah di
badan tanggul akan menambah beban bendungan dan ini jelas dilarang,
seharusnya jarak minimal permukiman dari tanggul adalah sekitar 100 meter.
164
Dalam team ekspedisi atau SAR ini, secara khusus mengambil relawan-
relawan ahli saja sebanyak 6 orang. Kemudian menggunakan 2 buah perahu karet,
1 mobil SAR dan 1 ambulan.165
Namun menurut beberapa korban bencana, aktivitas Team SAR pada
umumnya hanya terkonsentrasi lebih kepada korban meninggal dan bukan pada
hal yang lainnya seperti harta benda, karena pada dasarnya itu juga penting untuk
diperhatikan oleh semua team SAR yang ada dilokasi. Apabila ada kehilangan
tentu sulit untuk meminta pertanggungjawaban, sebab siapa saja dapat turun untuk
mengakses ke lokasi.166
Penghentian kegiatan oprasi SAR dalam PP RI No. 36/ 2006 pasal 13, karena
pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti seluruh korban telah berhasil
ditemukan dan dievakuasi. Kemudian tidak ada tanda-tanda korban akan
ditemukan kembali.167 Team Ekspedisi/ SAR PKPU sendiri mulai melaksanakan
163 “Pengungsi Korban Situ Gintung,” artikel diakses pada Selasa, 23 Februari 2010 dari http://www.surya.co.id/2009/04/01/pengungsi-korban-situ-gintung-akan-ditempatkan-ke-wisma-kerta-mukti.html
164 Nugroho, “Faktor Curah Hujan Hanya Pemicu.” 165 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009. 166 Wawancara Pribadi dengan Syaifal Kamal, SH (Penerima Program). Jakarta, 12 Desember 2009. 167 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 170.
aksinya pada tanggal 27 Maret 2009 (pada saat terjadinya bencana) sampai
dengan 5 (lima) hari kedepan.168
Gambaran kondisi wilayah Situ Gintung akibat bencana tersebut kini sebagian
besar berupa hamparan lumpur kering dengan sisa-sisa bangunan yang hancur
(terutama lokasi yang terdekat dengan tanggul) dan terendam oleh endapan
lumpur, berikut puing-puing material lainnya yang sudah mulai dilakukan
pembersihan secara kontinyu dilokasi. Lokasi terparah akibat bencana ini yaitu
pada wilayah yang dekat dengan jebolnya tanggul, karena banyak bangunan yang
rata dengan tanah. Selain itu, aktivitas warga korban bencana juga masih banyak
yang berada di pengungsian (Kertamukti I, Kertamukti II dan kontrakan-
kontrakan sekitar kampus UMJ) yang selalu mengecek kondisi rumahnya,
mengamankan barang-barangnya, melakukan pembersihan-pembersihan,
memperbaiki rumahnya/ tempat usahanya, memberikan batas-batas rumahnya
(bagi yang rumahnya habis/ rata dengan tanah).169
Tabel 4: Aktivitas Team Ekspedisi/ SAR PKPU
No. Waktu & Tempat Kegiatan Metode Hasil 1 Jum’at, 27 Maret
– Rabu, 8 April 2009
• Pencarian dan evakuasi korban
• Pengkajian dan penilaian terhadap bencana
Praktek
• Menemukan 3 sosok mayat (1 orang wanita dewasa dan 2 orang anak-anak)
• Memperoleh data tentang dampak bencana (luas lokasi bencana, jumlah korban, kerusakan pra sarana dan sarana,fasilitas umum, titik
168 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 62. 169 Observasi Peneliti. Jakarta, 25 September 2009.
terparah, lokasi pendirian posko, sebaran pengungsi, jenis penyakit yang sering timbul pada masa bencana, jenis kebutuhan korban, jumlah instansi yang terlibat, trauma), penyebab bencana
E. Penyediaan Posko Bantuan
Pembuatan posko dalam situasi bencana sangat diperlukan sebagai langkah
awal dalam memulai beragam aktivitas dan proses penanggulangan bencana.
Posko bantuan merupakan suatu upaya yang menitikberatkan pada kesiapsiagaan,
mengingat begitu banyak hal dan kemungkinan yang dapat terjadi ketika bencana
datang.
“Untuk posko itu pada hari 1 dan ke 2 kita arahkan langsung kepada
evakuasi, jadi kita sebut sebagai Posko Evakuasi, karena memang fokus pada
saat itu adalah evakuasi segera setelah terjadinya bencana. Nah kemudian
hari ke 3 sampai hari ke 6 kita sebut sebagai Posko Live Saving, yang mana
benar-benar memberikan suatu kepercayaan atau penguatan korban dalam
program-program kita, disini adalah proses pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
dasar bagi mereka para korban bencana yang memang sangat urgen untuk
diberikan. Kemudian hari ke 7 dan seterusnya itu kita sudah masuk kedalam
Posko Trauma, kita sebut posko trauma karena bekas-bekas yang tertinggal
akibat bencana itu harus kita hilangkan dan coba untuk kita hilangkan, seperti
bekas lumpur yang sukar sekali dibersihkan, bekas trauma akibat bencana
dan lain-lain. Kesemuanya bekas-bekas yang tertinggal itu kita coba untuk
hilangkan melalui program-program yang kita luncurkan.170
Posko PKPU terletak disamping tenda pengungsi Depsos, di daerah Kp.
Poncol, Cirendeu. Posko ini juga menjadi tempat untuk menaruh barang-barang
logistik dan menjadi pusat tempat kegiatan-kegiatannya PKPU. Dalam
170 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009.
pelaksanaanya, posko PKPU ini buka selama 24 jam yang di jaga secara
bergantian oleh relawan PKPU.171
“Posko PKPU ya untuk memudahkan kegiatan PKPU membantu warga
korban sini, kalo ngga ada posko coba, pasti ya ribet, susah untuk ngelakuin
kegiatan ini itu. Ya posko itu penting yang saya liat, jadi kalo ada apa-apa ya
kita bisa ke posko gitu untuk keperluan dan urusan ini itunya buat nanganin
bencana”.172
Posko peduli bencana PKPU sendiri sudah mulai beroprasi pada tanggal 27
Maret 2009 (pada saat terjadinya bencana) sampai dengan tanggal 8 April 2009
(penutupan posko bencana sesuai ketentuan dari pihak Satkorlap setempat) atau
sekitar 12 hari.173 Seperti dikatakan dalam UU RI No. 24/ 2007 pasal 29 tentang
peran lembaga usaha, dimana lembaga usaha menyesuaikan kegiatannya dengan
kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana.174
Selain itu, posko PKPU juga menjadi tempat transit berbagai kalangan terkait
penanggulangan bencana. Kemudian sebagai pusat sarana informasi dan juga
koordinasi antara satu pihak dengan pihak lainnya, baik instansi maupun individu
dalam memperlancar pelaksanaan.175 Sehingga tergambarkan begitu memiliki
posisi yang cukup sentral dan pentingnya keberadaan dari posko bencana.
Setelah beberapa bulan kedepan, kondisi wilayah sekitar UMJ yang pada masa
tanggap darurat dipenuhi oleh posko-posko darurat dari berbagai instansi terkait,
kini sudah bersih dari kegiatan posko bencana dan aktivitas tanggap darurat
171 Wawancara Pribadi dengan Dwiyono (Penerima Program). Jakarta, 12 Desember 2009. 172 Wawancara Pribadi dengan Saman (Penerima Program). Jakarta, 13 Desember 2009. 173 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana ( Disaster
Management ) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 63. 174 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 24. 175 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 63.
lainnya. Kegiatan belajar mengajar di sekitar kampus UMJ pun sudah berjalan
normal.176
Tabel 5: Aktivitas Penyediaan Posko Bantuan PKPU
No. Waktu & Tempat Kegiatan Metode Hasil
1 Jum’at, 27 Maret – Rabu, 8 April 2009
• Pendukung program penanggulangan bencana PKPU
• Sebagai tempat transit berbagai kalangan terkait penanggulangan bencana
• Sebagai tempat koordinasi antar pihak/ instansi
• Sebagai tempat menaruh barang-barang logistic
Praktek
• Terlaksananya berbagai program penanggulangan bencana PKPU
• Tersedianya tempat untuk transit, koordinasi dan menaruh barang-barang logistik
F. Program Dapur Air
“Pada dasarnya program ini adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar korban
yang sangat penting dan semua orang sudah tentu sangat membutuhkannya,
siapapun itu tanpa terkecuali, yaitu air, semua orang butuh air untuk minum.
Dengan cara, ente tahu, kita berikan suatu hiburan yang menarik dengan
kemasan entertain. Yang menarik adalah kita memberikan beragam air minum
dari kopi, kopi susu, teh dan air putih. Mereka bisa sambil ngobrol-ngobrol
atau berbincang-bincang relax dan santai dengan suguhan pilihan air minum
ini, yang suka ngopi ya ngopi, yang suka ngeteh ya ngeteh, yang suka kopi
susu ya silahkan, dan semuanya itu masih hangat tinggal tuang saja, sampai
air putih juga tak lupa kita sediakan”. 177
Seperti dalam UU RI No. 24/ 2007 pasal 48, dikatakan bahwa aktivitas pada
masa tanggap darurat diantaranya yaitu pemenuhan kebutuhan dasar bagi korban
bencana.178
176 Observasi Peneliti. Jakarta, 20 Oktober 2009. 177 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009. 178 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 31.
“Dari hasil riset kita, itu merupakan suatu kebutuhan dasar, yah air, itulah
salah satu kebutuhan dasar kita. Dan program ini selalu kita luncurkan
disetiap kejadian, mau itu kebakaran ke atau yang lainnya, dapur air selalu
kita gulirkan, karena merupakan kebutuhan dasar. Dan insya Allah di tahun
2010 kita berencana untuk membuat mobil dapur air, jadi ngga perlu repot-
repot untuk masak-masak air lagi, mudah-mudahan terwujud”.179
Program Dapur Air ini memberikan berbagai jenis minuman-minuman secara
gratis untuk para pengungsi, relawan-relawan yang bekerja dan juga kepada
orang-orang yang hanya sekedar lewat, sehingga siapa saja dapat mengaksesnya
secara gratis. Para pengungsi khususnya ibu-ibu juga turut berpartisipasi secara
bergantian dengan relawan untuk memasak dan menyeduh air, karena air minum
ini disajikan selama 24 jam setiap harinya.180 Kegiatan ini dilakukan selama masih
adanya posko bencana PKPU dilokasi bencana.181
“Pelayanan PKPU bagus, ama masyarakat deket, berbagi rasa sama para
korban bencana juga sama para pengungsi-pengungsi, sehingga kita juga
menjadi dekat dan akrab”.182
Program-program yang berdasarkan community need seperti yang dilakukan
PKPU memang harus menjadi prioritas utama, karena menjadi kebutuhan yang
harus segera dipenuhi pada saat itu. Dari situlah kemudian akan tercipta program-
program yang tepat sasaran.
179 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009. 180 Wawancara Pribadi dengan Rosidah (Penerima Program). Jakarta, 12 Desember 2009. 181 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 63. 182 Wawancara Pribadi dengan Syaifal Kamal, SH (Penerima Program). Jakarta, 12 Desember 2009.
Tabel 6: Aktivitas Program Dapur Air PKPU
No. Waktu & Tempat Kegiatan Metode Hasil
1 Jum’at, 27 Maret – Rabu, 8 April 2009
memberikan beragam air minum seperti kopi, kopi susu, teh dan air putih selama 24 jam
Praktek
Terpenuhinya salah satu kebutuhan dasar korban, yaitu air minum
G. Program Bersih Rumah
Terjadinya bencana Situ Gintung menyisakan endapan lumpur tebal. Karakter
lumpur yang sulit dibersihkan karena ketebalannya dan bercampur dengan
beragam material-material bangunan lainnya, menjadi kendala tersendiri bagi para
korban untuk membersihkannya. Untuk itu, PKPU menggulirkan program Bersih
Rumah PKPU.
“Program ini memberikan harapan kepada korban akan trauma banjir yang
begitu hebat. Kita berusaha secepat mungkin menghilangkan bekas-bekas
banjir, dengan cara kita semprot dengan steamer yang kita turunkan sebanyak
13 unit. Untuk menghilangkan lumpur dalam jumlah yang besar ini ditambah
dengan isi material-material yang semakin menyulitkan para korban, tentu
sangat sulit untuk dilakukan dengan swadaya sendiri”.183
Dalam UU RI No. 24/ 2007 pasal 48 mengenai masa tanggap darurat, salah
satu upaya yang harus segera dilakukan yaitu pemulihan pra sarana dan sarana
vital.184 Rumah merupakan sarana yang vital bagi warga korban bencana, karena
akan lebih baik jika para korban dapat kembali ke rumah.
Program Bersih Rumah ini dalam pelaksanaanya melibatkan banyak tenaga
relawan-relawan dan juga alat-alat bantu untuk mengatasi medan yang berat.
Selain mesin steam, juga ada alat−alat kebersihan lainnya seperti 1 unit mesin
penyedot air, 3 unit gergaji mesin, 5 unit alat semprot air (jet stream), 45 buah
183 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009. 184 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 31.
sepatu bot, 240 buah disinfektan, masker, 15 unit drum air, karet pel, cangkul,
sekop, sikat dan sebagainya, untuk menolong para korban dan warga masyarakat
lain yang rumahnya habis terendam lumpur danau Situ Gintung.185
“Program ini dalam 1 hari memakai 40 orang tenaga relawan yang
memegang alat dan bekerja sehari selama 8 jam. Untuk masalah air sendiri
tidak begitu bermasalah, hanya diawal-awal saja bermasalah, sehingga
terpaksa kita menggunakan air kali”.186
Program Bersih Rumah PKPU ini membantu mengurangi beban para korban
untuk membersihkan lumpur yang tebal sampai ke bagian dalam rumah. Karena
endapan lumpur ini bukan hanya berisi lumpur, tetapi juga bercampur dengan
puing-puing, pakaian-pakaian dan beragam material lainnya sehingga sangat
menyulitkan.187
Dalam pelaksanaannya, program ini dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2009
sampai 4 April 2009/ sekitar 6 (enam) hari. Dengan konsentrasi kegiatan 4
(empat) hari pertama di wilayah Kp. Poncol, 1 (satu) hari di Komplek Cirendeu
dan Kp. Poncol (terbagi dalam dua team) dan terakhir di BMT UMJ. Jumlah
rumah yang dibersihkan ± 45 rumah (total), akses jalan dan lingkungan sekitar
Kp. Poncol.188
“Bersih Rumah PKPU, ya disini sangat membantu ya, para warga disini
umumnyakan korban yang rumahnya juga habis terendam lumpur dan lumpur
juga harus dibersihkan tapi sulit. Jadi ya berguna sekali, terutama itu, mesin-
mesin steam yang banyak itu di bagi kebeberapa tempat, wah itu bisa bagus
sekali untuk bantu warga yang sulit bersihin rumahnya. Kita lihat itu bagus
ko”.189
185 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 65. 186 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009. 187 Wawancara Pribadi dengan Rosita (Penerima Program). Jakarta, 13 Desember 2009. 188 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 65. 189 Wawancara Pribadi dengan Saman (Penerima Program). Jakarta, 13 Desember 2009.
Kondisi sanitasi, listrik dan sarana prasana lainnya di sekitar lokasi musibah
yang hancur sehingga tidak berfungsi. Lalu kondisi cuaca yang tidak menentu dan
kondisi tenda pengungsian yang kurang layak karena banyak lumpur
disekitarnya.190 Sehingga akan menjadi lebih baik lagi jika memungkinkan warga
untuk kembali ke rumahnya masing−masing.
Lokasi yang menjadi tempat pelaksanaan program Bersih Rumah PKPU, yaitu
daerah Kp. Poncol, Komplek Cirendeu dan BMT UMJ, kini sudah sangat jauh
berbeda dari kondisi ketika masa tanggap darurat. Kondisinya kini sudah bersih
dari lumpur dan puing-puing yang tersisa akibat bencana. Keadaannya sudah jauh
berubah bahkan sudah mengalami perbaikan-perbaikan pada kondisi bangunan
maupun lingkungan sekitarnya. Akses jalan yang pada mulanya sangat sulit
dilewati akibat tebalnya lumpur bermaterial, kini sudah bersih dan diperbaiki.191
Program ini terselenggara atas kerjasama PKPU dengan ZIS Indosat, Keluarga
Muslim Citibank (KMC), JICT dan MTXL.192
Tabel 7: Aktivitas Program Bersih Rumah PKPU
No. Waktu & Tempat Kegiatan Metode Hasil 1 • Senin, 30 Maret
– Kamis, 2 April 2009 di Kp. Poncol
• Jum’at, 3 April 2009 di Komplek Cirendeu dan Kp. Poncol
• Sabtu, 4 April 2009 di BMT UMJ
Membersihkan rumah, akses jalan dan lingkungan daerah bencana
Praktek
45 rumah, akses jalan dan lingkungan sekitar Kp. Poncol, Komplek Cirendeu dan BMT UMJ dibersihkan dari lumpur bermaterial
190 Ibid., 191 Observasi Peneliti. Jakarta, 20 Oktober 2009. 192 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 41.
H. Program Steam Gratis
Pasca terjadinya bencana, ada banyak barang-barang perabotan rumah tangga
dan barang-barang lainnya yang ikut terendam, namun masih dapat diselamatkan
walau dalam kondisi penuh dengan lumpur. Untuk itu, PKPU memberikan
pelayanan melalui Program Steam Gratis.
“Dalam program ini, ya kita membantu itu satu atap, jadi masing-masing ada
bagiannya, ada yang membersihkan, ada yang memperbaiki, seperti itu kira-
kira. Dan kita disini dengan ketersediaan mesin-mesin steam yang kita miliki,
kita gunakan untuk membersihkan perabotan-perabotan rumah tangga,
elektronik, sampai dengan motor kita steam juga dan posko lain ada yang
memberikan pelayanan jasa perbaikan, reparasi dan lain-lainnya, kira-kira
seperti itu”.193
Pelaksanaan program Steam Gratis berbarengan dengan program Bersih
Rumah PKPU yang juga sedang berjalan, karena sama-sama menggunakan mesin
Steam dalam pengoprasiannya.194 Steam Gratis PKPU memberikan banyak
manfaat bagi para korban, agar mereka dapat membersihkan barang-barang milik
mereka, seperti motor juga perabotan-perabotan lainnya misalnya TV, kulkas,
lemari, kompor, VCD, dll dengan menggunakan mesin steam secara gratis yang
disediakan PKPU.195
“Mesin steam yang disediain itu ya manfaatnya emang banyak banget juga
untuk rumah dan barang-barang. Yah pokoknya apa aja yang kena lumpur
bisa dibersihin”.196
Program Steam Gratis ini digulirkan tepat disamping Posko PKPU, yang
disediakan bagi siapa saja korban Situ Gintung.197 Tujuan digulirkannya program
193 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009. 194 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 66. 195 Wawancara Pribadi dengan Saman (Penerima Program). Jakarta, 13 Desember 2009. 196 Wawancara Pribadi dengan Supriyati (Penerima Program). Jakarta, 17 Desember 2009. 197 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 66.
ini adalah memberikan dan mengembalikan senyum para korban bencana Situ
Gintung dengan membantu memberikan jasa yang sesuai dengan kebutuhan
mereka tepat pada waktunya.
Tabel 8: Aktivitas Program Steam Gratis PKPU
No. Waktu & Tempat Kegiatan Metode Hasil
1 Senin, 30 Maret – Sabtu, 4 April 2009 di samping posko PKPU
Membersihkan barang-barang yang terkena lumpur seperti perabotan rumah tangga, barang-barang elektronik dan kendaraan bermotor
Praktek
perabotan rumah tangga, barang-barang elektronik dan kendaraan bermotor seperti kasur, lemari, TV, kulkas, kompor, VCD, motor dibersihkan dari lumpur bermaterial
I. Paket-Paket Sumbangan
“Pelayanan PKPU untuk korban bencana Situ Gintung yang banyak
memberikan bantuan-bantuan bagi korban berupa barang-barang kebutuhan
sehari-hari dan materi-materi lainnya. Kalo kata gua mah baguslah untuk
bantu warga Situ Gintung”.198
Dalam UU RI No. 24/ 2007 pasal 53, dijelaskan bahwa pemenuhan kebutuhan
dasar yang dapat dilakukan untuk korban bencana diantaranya adalah bantuan
penyediaan sandang dan pangan.199
Dalam tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU segera setelah
terjadi bencana maupun pasca terjadinya bencana, ada beragam jenis bantuan
kebutuhan yang disalurkan kepada warga korban bencana Situ Gintung secara
kontinyu dan bertahap melalui lembaga kemanusiaan PKPU, diantaranya yaitu:200
198 Wawancara Pribadi dengan Syaifal Kamal, SH (Penerima Program). Jakarta, 12 Desember 2009. 199 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 32. 200 “PKPU untuk Situ Gintung,” artikel diakses pada Rabu, 16 Desember 2009 dari http://www.pkpu.co.id
1) Bantuan untuk Situ Gintung dari Muslim Indonesia di Korea Selatan.
Sebanyak 12 organisasi yang tergabung dalam Komunitas Muslim Indonesia
di Korea (KMI Korea) menyalurkan bantuan untuk korban Situ Gintung
sebesar Rp. 25.968.150,− melalui Lembaga Kemanusiaan Nasional PKPU.
2) Kerjasama Pramita Utama-PKPU, serahkan bantuan 200 paket Beras untuk
korban Situ Gintung, mendistribusikan beras sebanyak 1 ton dalam kemasan 5
kg sebanyak 200 paket. 200 paket beras tersebut didistribusikan untuk korban
Situ Gintung yang tersebar di Wisma Kertamukti, Ciputat, Tangerang
sebanyak 40 kepala keluarga. Di distribusikan juga untuk korban Situ Gintung
di RW 08 sebanyak 120 KK dan RT 004 sebanyak 40 KK.
3) Sebanyak 7 organisasi kemanusiaan dan keagamaan yang berada di luar
negeri, masing−masing pengajian ibu−ibu muslimah Indonesia di Dallas, Indo
Emirates Abu Dhabi, Isned Belanda, IMSA, KMII Jepang, FORKOM Jerman
dan Gema Peduli Bangsa−Dubai menyalurkan donasi Situ Gintung melalui
PKPU.
4) Siswa-siswi SDI Nurul Iman dan SMPIT Al Fatah salurkan bantuan untuk
korban Situ Gintung melalui PKPU.
5) Bantuan uang tunai sebesar Rp. 8.600.000 diberikan oleh siswa−siswi dan
guru SD Islam Nurul Iman Pondok Bambu Jakarta Timur. Tak ketinggalan
anak−anak TK Islam Nurul Iman dan guru turut menyalurkan bantuan uang
tunai sebesar Rp. 5.290.000.
6) LDK (Lembaga Dakwah Kampus) sampaikan bantuan bagi korban Situ
Gintung melalui PKPU
7) YPI Salman Al Farisi Kota Bandung, menyalurkan bantuan bagi korban Situ
Gintung. Pemberian bantuan yang berupa 5 karung beras, 1 dus susu kental
manis, 2 dus pakaian layak pakai dan 30 dus mie instan serta uang tunai
sebesar Rp 30 juta.
8) Pengajian Muslimah Indonesia di Dallas, TEXAS sumbang dana untuk Situ
Gintung sejumlah US$ 600 melalui PKPU guna penanggulangan bencana Situ
Gintung.
9) IKADI menggandeng PKPU untuk serahkan bantuan berupa alat rumah
tangga. IKADI berkesempatan menyerahkan bantuan tersebut langsung
kepada Satkorlap RW 08 yang warganya menjadi korban. Sebanyak 100 paket
rumah tangga yang terdiri dari 100 lusin piring, gelas dan sendok diterima
langsung oleh perwakilan korban, sisanya akan dibagikan berdasarkan data
yang dimiliki oleh Satkorlap.
10) PKPU menyalurkan Family Kits yang terdiri dari Hygiene Kits berupa sabun
mandi, pasta gigi, sikat gigi, betadine, obat anti nyamuk, paramex/ aspirin,
obat demam, salep gatal, cotton selama tahap tanggap bencana. Dan juga
mendistribusikan bantuan berupa bahan makanan seperti abon, air mineral,
kecap, beras serta kelengkapan lainnya seperti sarung, pembalut wanita,
handuk, paperbag serbaguna.
11) Nuskin Force serahkan bantuan melalui Dapur Umum PKPU. Adapun
bantuan yang diberikan berupa makanan bayi, susu, selimut dan peralatan
pembersih.
12) PKPU bekerjasama dengan Yayasan Baitul Hikmah (YBH) Elnusa
memberikan bantuan paket pendidikan berupa tas sekolah, buku tulis dan
perlengkapan sekolah. Bertempat di Musholla Al Huda RT 004 RW 08
Kelurahan Cirendeu, Tangerang Selatan. Paket pendidikan serta santunan
pendidikan sebesar Rp 5 juta diberikan kepada 20 anak korban bencana Situ
Gintung, dll.
Beragam bantuan datang kepada lembaga PKPU dari berbagai wilayah di
Indonesia bahkan sampai dari mancanegarapun tak luput menyalurkan bantuannya
melalui lembaga PKPU. Hal itu menunjukan bahwa kepercayaan masyarakat baik
itu masyarakat dalam negeri maupun mancanegara begitu besar terhadap lembaga
PKPU.
Beragam jenis bantuan yang diberikan PKPU, ada yang diserahkan secara
langsung melalui posko bencana PKPU dan ada pula yang disalurkan melalui
posko Satkorlap setempat dimana PKPU sebagai mediator.201
Setelah beberapa bulan kemudian pasca terjadinya bencana, terlihat bahwa
warga korban bencana Situ Gintung sudah memperoleh begitu banyak jenis
bantuan khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar mereka, seperti
kebutuhan rumah tangga, berbagai perlengkapan dan peralatan untuk kebutuhan
sehari-hari.202
J. Pasca Bencana (Pemulihan/ Recovery)
Berbagai upaya-upaya pemulihan yang dilakukan oleh PKPU untuk Situ Gintung
pada tahap recovery ini antara lain:
a. Rehabilitasi
1) Program Trauma Healing Anak-Anak
Bencana banjir bandang Situ Gintung yang terjadi juga menyisakan trauma
yang membekas bagi para korban. Salah satu kelompok yang paling rentan
201 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 63. 202 Observasi Peneliti. Jakarta, 11 November 2009
yaitu anak-anak. Sehingga diperlukan suatu upaya-upaya untuk dapat
mengobati rasa trauma berkelanjutan.
Ketidakseimbangan kondisi psikologis akibat bencana termanifestasi
dalam bentuk terganggunya fungsi-fungsi psikologis seseorang seperti fungsi
pikiran, perasaan, perilaku dan spiritual. Selain itu, fungsi fisik juga
terpengaruh akibat terganggunya fungsi psikologis. Bebeapa gejala yang
umumnya muncul adalah shock, sering teringat-ingat pada peristiwa yang
dialami meskipun tidak ingin mengingatnya, mimpi buruk, sulit
mengkonsentrasikan pikiran, cemas, waspada secara berlebihan dan mrasa
tidak aman. Selain itu, juga ditemui gejala berupa kesedihan yang mendalam,
merasa hampa, menutup diri atau engganm embina hubungan sosial,
menghindari hal-hal yang terkait dengan peristiwa yang dialami dan merasa
tak berdaya. 203
Dalam UU RI No. 24/ 2007 pasal 55 mengatakan bahwa, dilakukan
prioritas bagi kelompok rentan yang salah satunya adalah anak-anak.204
Kemudian dalam pasal 53 tentang pemenuhan kebutuhan dasar, dapat berupa
bantuan penyediaan pelayanan psikososial.205
Pemulihan kondisi psikologis akibat bencana merupakan sebuah proses
yang kadang memerluan waktu yang tidak singkat.Untuk mendukung proses
pemulihan tersebut diperlukan dua macam dukungan. Pertama, dukungan yang
besifat psikologis seperti mendengarkan dengan empatik keluhan-keluhan dan
masalah-masalah yang dialami penyintas, membantu mereka mengurangi
gejala-gejala yang mengganggu serta membantu mereka menemukan jalan
203 Nani Nurrachman, ed., Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat Bencana Alam
(Jakarta, LPSP3 Fakultas psikologi UI, 2007), h. 5. 204 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 33. 205 Ibid., h. 32.
keluar untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Kedua, dukungan yang
bukan bersifat psikologis namun memiliki efek psikologis seperti dukungan
dari berbagai pihak untuk memulihkan kondisi lingkungan, sosial dan
ekonomi, kehidupan kembali normal dan peluang kerja meningkat sehingga
memberikan kesempatan kepada mereka yang terkena bencana untuk dapat
bekerja kembali dan memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. 206
“Program ini berupaya untuk mengembalikan dunia anak dengan cara
mengembalikan mainannya. Prinsipnya seperti itu dan mainan yang kita
berikan itu haruslah mainan yang berwarna-warni, bergerak dan
berbunyi, kan cakep jadinya”.207
Program Trauma Healing anak-anak, merupakan suatu program yang
diluncurkan dengan memberikan dan menghadirkan berbagai kebahagiaan
serta keceriaan bagi anak-anak korban bencana Situ Gintung. Rangkaian
kegiatan yang dilakukan dalam trauma healing ini yaitu cerita anak−anak atau
dongeng yang dibawakan oleh Kak Yayan (pendongeng) dan menggambar
bersama. Selain itu, dalam program ini juga dimeriahkan oleh artis ibu kota
Cheche Kirani yang merupakan duta zakat PKPU, yang juga ikut membantu
memberikan seragam dan buku kepada anak-anak. Tak hanya itu, kegiatan ini
dihadiri pula oleh artis Yana Julio, yang juga ikut berdialog dan menyanyi
bersama. Pada kesempatan ini juga diberikan beragam mainan berupa
mobil−mobilan, masak−masakan, boneka, game watch, pistol mainan,
gelembung busa, bola karet, cincin air dan yoyo elektrik. Selain itu, dibagikan
pula 70 paket berisi paket mainan, tas ransel, buku gambar dan krayon.
Program ini berlangsung selama kurang lebih 2 jam.208
206 Nurrachman, ed., Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat Bencana Alam, h. 8. 207 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009. 208 Ibid.,
Dalam pelaksanaannya, dilakukan pada tanggal 11 April 2009 di Mushola
RT 004 RW 02 dekat Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta
(UMJ), dengan kapasitas 70 orang anak.209
Pemulihan sosial psikologis masyarakat yang terkena bencana dalam PP
RI No. 21/ 2008 Pasal 68, dikatakan bahwa untuk membantu memulihkan
kembali kehidupan sosial dan kondisi psikologis pada keadaan normal seperti
kondisi sebelum bencana, dapat dilakukan dengan memberikan pendampingan
pemulihan trauma.210
“Ya kegiatan yang menyenangkan kaya gini seperti mendongeng, cerita-
cerita, menggambar, terus juga dikasih hadiah-hadiah, mainan, apalagi
PKPU juga mengundang artis Yana Julio dan Cece Kirani untuk
bernyanyi bersama dan menghibur anak-anak pasti sangat ngebantu untuk
ngilangin trauma anak-anak kita”.211
Beragam rangkaian program acara menarik diciptakan, sehingga membuat
anak-anak terhibur dan sejenak melupakan kejadian yang menimpa mereka.
Program ini digulirkan untuk para anak-anak korban bencana Situ Gintung,
demi mengembalikan keceriaan mereka dan melupakan kejadian bencana
tersebut.
Namun para korban bencana juga merasakan bahwa sebenarnya yang
mengalami rasa trauma bukan saja kelompok sasaran anak-anak, tetapi yang
lainnya juga. Tetapi banyak pihak yang hanya terfokus pada anak-anak saja.
212
Ketika terjadi bencana Situ Gintung, terlihat gejala-gejala trauma pada
anak-anak akibat bencana seperti murung dan juga tidak merasa nyaman
dengan kondisi bencana. Kini setelah beberapa bulan pasca terjadinya
209 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 67.
210 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 92. 211 Wawancara Pribadi dengan Rosita (Penerima Program). Jakarta, 13 Desember 2009. 212 Wawancara Pribadi dengan Syaifal Kamal, SH (Penerima Program). Jakarta, 12 Desember 2009.
bencana, kondisi anak-anak korban bencana Situ Gintung sudah terlihat begitu
ceria dan banyak yang sudah kembali kerumah mereka masing-masing dan
juga kembali bersekolah. Mereka terlihat gembira bermain dengan beragam
jenis mainan dan juga telah memiliki berbagai perlengkapan lainnya seperti
alat tulis dan perlengkapan sekolah yang mereka peroleh.213
Program ini terselenggara atas kerjasama PKPU dengan ZIS Indosat,
MTXL, BDI CNOOC, Nuskin Force For Good Foundation, KMC (Keluarga
Muslim Citibank), Majelis Taklim TELKOMSEL, Tarbawi Foundation, PT
Satasti, Pengajian Ibu−ibu Muslimah Indonesia di Dallas, Majelis Taklim
Komplek Marinir Cilandak, RISKA, LAZIS PT PLN, PPDI JICT, Telaga
Golf, ISNED, IMSA America, IKADI dan TELKOMSEL−NetApp. 214
Tabel 9: Aktivitas Program Trauma Healing Anak PKPU
No. Waktu & Tempat Kegiatan Metode Hasil
1 Sabtu, 11 April 2009 di Mushola Al-Muhajirin RT 004 RW 02
• Mendongeng anak
• Menggambar
• Berdialog dan bernyanyi
• Pemberian paket hadiah berupa mainan (mobil−mobilan, masak−masakan, boneka, game watch, pistol mainan, gelembung busa, bola karet, cincin air dan yoyo elektrik), tas ransel, buku gambar dan krayon
• Pemberian paket seragam dan buku
Praktek
70 orang anak (korban Situ Gintung) mendapatkan paket hadiah dan terhibur
213 Observasi Peneliti. Jakarta, 8 Oktober 2009. 214 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 58.
2) Program Tag Sale
“Untuk ide awal terbentuknya program Tag Sale ini yaitu karena
pengalaman lapangan dan kebutuhan lapangan. Apapun yang diturunkan
dilapangan pada saat terjadi bencana pasti terjadi perebutan yang tidak
lagi memperhatikan asas manfaat dari bantuan yang ada, entah barang-
barang tersebut dibutuhkan ataupun tidak, yang terpenting mereka
mendapatkan barang sebanyak-banyaknya. Perebutan itu tidak bisa
dihindarkan karena tidak adanya mekanisme yang baik yang disiapkan
jauh hari sebelumnya, ditambah lagi kebutuhan yang mendesak saat itu.
Kebutuhan di lapangan tidak dapat dipungkiri dalam lapangan bencana
sudah bisa dipetakan dengan tepat kebutuhan mereka dan kapan mereka
memerlukan. Namun semua itu hanya bisa didapatkan dengan cara
membeli. Dari sisi lain ketersediaan bahan kebutuhan yang terbatas
memerlukan solusi yang tidak mudah”.215
Program Tag Sale PKPU pada dasarnya berkaitan erat dengan upaya
pemenuhan kebutuhan dasar dan pemulihan trauma korban bencana. Dalam
PP RI No. 21/ 2008 Pasal 85, dikatakan bahwa diperlukan pembangkitan
kembali kehidupan sosial budaya masyarakat diantaranya dengan
menghilangkan rasa traumatik masyarakat terhadap bencana.216
Peristiwa bencana mengakibatkan keseimbangan kondisi psikologis
seseorang terganggu. Ada 3 faktor yang mengakibatkan hal tersebut terjadi.
Pertama, peristiwa bencana itu sendiri yang “menakutkan dan mengancam
keselamatan jiwa”. Kedua, wafatnya orang-orang yang disayangi dan
hilangnya harta benda yang dimiliki dalam bencana tersebut. Ketiga,
kehilangan mata pencaharian dan kesulitan memenuhi kebutuhan dasar hidup.
217
“Kalau dari segi psikologis kegiatan ini sangat bermanfaat karena korban
bencana yang umumnya hanya nerima saja bantuan yang dikasih, dengan
kegiatan ini korban jadi merasa seperti hidup normal yang punya daya
215 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009. 216 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 102. 217 Nurrachman, ed., Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat Bencana Alam, h. 4.
beli dan bisa membeli, apalagi untuk ibu-ibu yang suka belanja, pas
belanja dan terjadi tawar menawar, nah disitulah poinnya untuk ngilangin
trauma”.218
Program ini tanpa disadari juga merupakan suatu kegiatan yang bersifat
trauma healing untuk keluarga dan khususnya bagi para ibu-ibu, karena
mengingat ibu-ibu merupakan kelompok sasaran yang paling suka berbelanja
barang-barang kebutuhan.219 Para Ibu sebagai korban bencana terlihat begitu
antusias mengikuti program ini. Dalam kondisi bencana, biasanya mereka
hanya dapat menerima pemberian begitu saja. Tetapi disini mereka dapat
memilih dan membeli barang-barang.220
Dukungan yang diberikan bagi korban bencana dapat mendorong mereka
yang terkena bencana untuk dapat bangkit kembali menjalani dan memulihkan
kehdupannya. Karena setiap orang memiliki ketangguhan yakni kemampuan
untuk kembali bangkit setelah ditimpa kesulitan hidup yang berat.
Ketangguhan ini bersumber dari apa yang mereka miliki, kemampuan yang
mereka kuasai dan juga keyakinan dan nilai-nilai yang ada di dalam hati.221
“Pelaksanaan kegiatan Tag Sale ini kita lakukan di beberapa lokasi titik
wilayah berbeda, yang terkena dampak dari aliran banjir tersebut dan
dilaksanakan pada Senin, 13 April 2009 hingga Rabu, 15 April 2009 atau
selama 3 hari. Pertama kita gelar di pengungsian korban Situ Gintung di
RW 02 dan RW 08, Cireundeu, Tanggerang. Dilanjutkan ke lokasi korban
bencana lainnya di Wisma Kertamukti, Ciputat Tangerang. Lalu kemudian
di IKPN, Pesanggrahan, Bintaro. Kita sendiri menyiapkan
barang−barang kebutuhan Tag Sale yang akan kita berikan berupa
sembako, piring, gelas, sapu, snack, sampo, baju layak pakai. Selain itu
seluruh kebutuhan rumah tangga, perlengkapan ibadah, kebersihan,
dapur, sekolah, alat kerja, kamar mandi dan mainan anak−anak.
Sebelumnya, pengungsi korban Situ Gintung sudah mendapatkan kupon
Tag Sale yang telah dibagikan PKPU kepada mereka sebelum acara
218 Wawancara Pribadi dengan Syaifal Kamal, SH (Penerima Program). Jakarta, 12 Desember 2009. 219 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009. 220 Wawancara Pribadi dengan Rosita (Penerima Program). Jakarta, 13 Desember 2009. 221 Nurrachman, ed., Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat Bencana Alam, h. 7.
digulirkan. Sehingga yang menerima bantuan memang benar merupakan
korban bencana Situ Gintung”.222
Lokasi pengungsian para korban yang tersebar dan wilayah penduduk
yang terkena dampak bencana juga tidak hanya pada satu lokasi, sehingga
program ini dirasa tepat dan cukup mengakomodir kebutuhan korban. Karena
sifatnya yang mobile dengan menggunakan truk angkle dari satu tempat ke
tempat yang lainnya seperti sebuah Toserba berjalan.223
Tabel 10: Aktivitas Program Tag Sale PKPU
No. Waktu & Tempat Kegiatan Metode Hasil
1 • Senin, 13 April 2009 di RW 08, Cireundeu, Tanggerang
• Selasa, 14 April 2009 di Wisma Kertamukti, Ciputat Tangerang
• Rabu, 15 April 2009 di IKPN, Pesanggrahan, Bintaro
Jual beli barang-barang kebutuhan rumah tangga seperti sembako, peralatan makan, perlengkapan mandi, pakaian, perlengkapan ibadah, kebersihan, dapur, sekolah, alat kerja dan mainan anak−anak dengan transaksi menggunakan uang kupon yang dibagikan sebelum kegiatan digulirkan
Praktek
945 orang (korban Situ Gintung) terpenuhi kebutuhan dasarnya dan terhibur (khususnya untuk kelompok sasaran ibu-ibu)
3) Program Wisata Keluarga
Korban bencana Situ Gintung pada dasarnya tidak hanya membutuhkan
bantuan secara fisik saja, tetapi juga dukungan psikologis. Yang menjadi
222 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009. 223 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana ( Disaster
Management ) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 68.
korban bencana Situ Gintung juga dari beragam kalangan seperti anak-anak,
orang dewasa dan orang tua. Untuk itu diperlukan suatu penanganan yang
bersifat mengakomodir semua kalangan.
“PKPU juga melakukan kegiatan trauma healing dengan kelompok
sasaran yang dituju yaitu keluarga. Program ini tidak hanya sekedar
kegiatan lepas saja, tetapi merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup
kegiatan kelompok maupun pendekatan individual. Pendekatan yang
massal seperti wisata keluarga diperuntukkan guna meningkatkan
kedekatan dan dukungan kelompok. Kegiatan Wisata Keluarga ini
membawa 25 keluarga untuk berwisata dan kegiatan dalam kelompok.
Ada berbagai games dilakukan guna mempererat hubungan dalam
keluarga dan perasaan kebersamaan diantara mereka dan kita”.224
Seperti dikatakan dalam PP RI No. 21/ 2008 Pasal 85 tentang
penghilangan rasa traumatik masyarakat terhadap bencana.225 Program wisata
keluarga ke Taman Safari juga merupakan bentuk layanan bagi korban untuk
menghilangkan rasa trauma melalui rangkaian kegiatan yang dilakukan seperti
lomba menggambar anak-anak. Kemudian dilanjutkan dengan berkeliling-
keliling Taman Safari. Program ini bagus sekali untuk menghilangkan rasa
trauma untuk sementara.226
“Wisata keluarga itu yang PKPU ngajak warga korban bencana untuk
rekreasi ke Taman Safari. Cuman sayangnya itu terbatas yah, yah tapi
sebenarnya bagus untuk korban bencana yang pada stress karena banyak
keilangan-keilangan, keilangan keluarga, barang-barang, harta benda
jadi abis, ya ia bagus dah”.227
Pelaksanaan kegiatan Wisata Keluarga dilakukan pada tanggal 16 Mei
2009. Program massal semacam ini membawa suatu kelompok sasaran
(keluarga) ke luar wilayah Situ Gintung untuk memberikan semacam hiburan
dalam rangka menghilangkan sejenak rasa trauma akibat bencana, dengan
224 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009. 225 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 102. 226 Wawancara Pribadi dengan Dalih Ihsan (Penerima Program). Jakarta, 13 Desember 2009. 227 Wawancara Pribadi dengan Dwiyono (Penerima Program). Jakarta, 12 Desember 2009.
bertamasya ke Taman Safari dan mengikuti permainan-permainan kelompok
seperti permainan bola lingkaran, serta kegiatan menggambar bersama untuk
anak-anak.228 Akibat terjadinya bencana, tentu menjadi sangat jarang
melewatkan waktu bersama dengan keluarga untuk rileks sejenak dan
menghadirkan kembali keceriaan dalam keluarga seperti pergi bersama-sama
menuju tempat hiburan. Akibat bencana juga mengakibatkan hilangnya
keceriaan dan merubah suasana dalam keluarga. Dengan adanya program ini,
setiap keluarga bisa kembali merasakan kebersamaan dalam kehangatan
keluarga yang pernah hilang akibat bencana Situ Gintung.
Program ini terselenggara atas kerjasama PKPU dengan Family Care
Institute (FCI). 229
Tabel 11: Aktivitas Program Wisata Keluarga
No. Waktu & Tempat Kegiatan Metode Hasil
1 Sabtu, 16 Mei 2009 di Taman Safari
• Tamasya/ wisata ke Taman Safari
• Games kelompok bola lingkaran
• Menggambar anak-anak
Praktek
Praktek
Praktek
• 25 keluarga korban Situ Gintung terhibur
• Terjalin keakraban di dalam keluarga
4) Program Gizi
“Program Budarzi (Ibu Sadar Gizi) seperti yang digulirkan di Situ
Gintung adalah program pembinaan dan pendampingan bagi ibu dan
balita diwilayah tertentu dalam rangka peningkatan wawasan, perilaku
dan keterampilan tentang gizi masyarakat”.230
228 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 73.
229 Ibid., h. 74. 230 Wawancara Pribadi dengan Ferry Suranto (Manager Divisi Kesehatan PKPU). Jakarta, 28 Desember
2009.
Dalam UU RI No. 24/ 2007 pasal 55, dikatakan bahwa kelompok rentan
yang harus diprioritaskan diantaranya yaitu bayi dan balita.231 Banyak bantuan
yang datang untuk korban bencana, tetapi lebih banyak hanya fokus pada
kebutuhan dasar orang dewasa, sedangkan untuk balita berkisar pada
perlengkapan balita, seperti baju, selimut, pampers dan lainnya. Padahal
Posyandu yang biasanya menjadi sentral pemantauan status gizi balita pun tak
tersentuh oleh banyak pihak.232 Banyaknya bantuan yang datang tidaklah
begitu berarti jika tidak ada kesadaran dari semua pihak terutama ibu dalam
memantau perkembangan gizi balitanya.
“Program gizi PKPU yang untuk balita itu membantu anak-anak balita
supaya sehat selalu walaupun suasananya itu lagi ngga stabil. Jadi
ngebantu orang tua supaya gizi anaknya tetep bagus lah gitu”.233
Kemudian dikatakan pula dalam UU RI No. 24/ 2007 pasal 58, bahwa
aktivitas dalam masa rehabilitasi diantaranya adalah kegiatan pelayanan
kesehatan bagi korban bencana.234
“Yang pertama itu kita melakukan assesment terlebih dahulu, pendataan-
pendataan, ya kita cari data dulu tentang kebutuhan-kebutuhan dasar
korban, apa yang menjadi kebutuhan dasarnya pada saat itu untuk bidang
kesehatannya. Kalau waktu itukan kita dengar bahwa untuk program
kesehatan seperti pengobatan gratis itu sudah ada, bahkan sepi sampai
harus menjemput bola lah begitu untuk menjemput orang-orang atau
korban yang ingin diobati karena minatnya memang kurang. Nah hal-hal
seperti itu yang menjadi dasar untuk penentuan program apa yang tepat
dan pada waktu itu terkait dengan kegiatan posyandu memang belum
tersentuh oleh instansi atau lembaga lainnya. Jadi kalau program gizi itu
kita cari data balitanya dulu, yang memang menjadi korban Situ Gintung
ataupun bukan korban Situ Gintung yang secara langsung tetapi
terpengaruh juga secara psikologis akibat bencana tersebut juga bisa kita
231 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 33. 232 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 70. 233 Wawancara Pribadi dengan Saman (Penerima Program). Jakarta, 13 Desember 2009. 234 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 33.
libatkan. Data itu kita dapatkan dari posyandu setempat. Setelah data itu
didapatkan lalu kemudian dicatat dan dianalisis, kemudian ditentukan
mana yang menjadi skala prioritas kita dan juga kesepakatan dengan para
stakeholder setempat terkait dengan program apa yang akan kita
gulirkan”.235
Program Budarzi (Ibu Sadar Gizi) merupakan program yang memberikan
pelayanan kesehatan secara gratis bagi korban bencana Situ Gintung dengan
kelompok sasarannya adalah balita sampai dengan usia 5 tahun. Program ini
digulirkan oleh team gizi dan kesehatan PKPU dengan menggelar kegiatan
Pondok Gizi. Pelaksanaannya sendiri dilakukan pada tanggal 8 Mei 2009 di 2
(dua) lokasi yang berbeda, pertama di wilayah RW 08 kemudian di
Pengungsian Kertamukti I. Program ini dilaksanakan 4 kali pertemuan pada
bulan-bulan berikutnya, disetiap minggu ke 3.236
“Kegiatan yang dilakukan dalam program Budarzi (Ibu Sadar Gizi) ini
yaitu penimbangan dan pencatatan status gizi balita. Kemudian setelah
mamperoleh data, lalu itu kita analisa lagi apakah balita khususnya yang
mengalami gizi buruk memerlukan PMT (Pemberian Makanan Tambahan)
atau tidak, mulai dari susu bubuk, buah, biscuit, telur dan madu juga.
Dengan program ini diharapkan gizi balita berada diatas BGM (Bawah
Garis Merah). Selain itu tujuan dari program ini juga yaitu membangun
kesadaran semua pihak terutama ibu akan pentingnya memantau
perkembangan gizi balitanya khususnya pasca terjadinya bencana.
Kegiatan ini juga sebagai perangsang agar Posyandu setempat yang
sebelumnya ada namun tidak berfungsi kembali akibat bencana, dapat
kembali difungsikan. Kemaren program ini digulirkan sebanyak 4 kali
karena memang alokasinya terkait dengan buget yang diberikan oleh
pihak donator, yaitu hanya cukup untuk menyelenggarakannya sebanyak
4 kali. Sebenarnya bisa saja dijadikan lebih dari itu, tetapi kita tetap
mempertahankan dan menjaga kualitas dari program ini sendiri”.237
235 Wawancara Pribadi dengan Ferry Suranto (Manager Divisi Kesehatan PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009.
236 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana (Disaster
Management) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 70. 237 Wawancara Pribadi dengan Ferry Suranto (Manager Divisi Kesehatan PKPU). Jakarta, 28 Desember
2009.
Jumlah anak (penerima program) dalam Program Budarzi (Ibu Sadar Gizi)
ini kurang lebih sekitar 50 anak. Kegiatannya meliputi pemeriksaan dan
pengecekan gizi balita warga korban Situ Gintung, apakah masuk kedalam
garis merah atau tidak. Apabila masuk kedalam garis merah berarti sudah
termasuk gizi buruk. Namun untuk anak-anak balita korban Situ Gintung tidak
sampai masuk BGM (bawah garis merah). Anak-anak balita disini juga
diberikan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) untuk memperbaiki gizi.
Kita tentunya berharap agar anak-anak balita korban Situ Gintung semakin
meningkat berat badannya.238
“Untuk mendukung bagusnya kualitas gizi anak, para ibu dan balita juga
mendapatkan penyuluhan dan praktek di setiap pertemuan kegiatannya
itu, yaitu materi seputar gizi seimbang bagi ibu dan balita, tentang
personal hygiene (Kesehatan Pribadi dan Lingkungan), lalu PHBS
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) seperti cuci tangan dan sikat gigi yang
baik dan benar, sekaligus juga mendapatkan paket hygiene pribadi seperti
sikat dan pasta gigi, sabun, bedak dan lainnya. Nah khusus bagi posyandu
setempat, diberikan pula seperangkat timbangan bayi dan timbangan
digital untuk menunjang sarana dan prasarana Posyandu setempat agar
memotivasi mereka untuk kembali menjalankan posyandunya”.239
Kegiatan yang dilakukan bersama-sama dengan PKPU seperti pemberian
praktek langsung bagi anak-anak sangat disenangi oleh ibu-ibu. Akan lebih
baik jika pesertanya tidak dibatasi hanya 50 peserta saja, karena banyak ibu-
ibu yang menyukai program ini. Untuk saat ini, kesulitan yang dialami yaitu
dari segi tenaga pengelolaan Posyandu yang hanya 3 orang saja, sehingga agak
kewalahan. Bulan depan rencananya ingin diupayakan perekrutan orang lagi
agar memperlancar kegiatan Posyandu. 240
238 Wawancara Pribadi dengan Supriyati (Penerima Program). Jakarta, 17 Desember 2009. 239 Wawancara Pribadi dengan Ferry Suranto (Manager Divisi Kesehatan PKPU). Jakarta, 28 Desember
2009. 240 Wawancara Pribadi dengan Supriyati (Penerima Program). Jakarta, 17 Desember 2009.
Setelah beberapa bulan kemudian pasca terjadinya bencana, kegiatan
Posyandu di wilayah RW 008 kini sudah berjalan normal kembali. Kegiatan
Posyandu dilakukan biasanya dilaksanakan dilokasi Posyandu RW 008 pada
minggu ke 3. Bantuan berupa timbangan digital yang diberikan oleh PKPU
untuk Posyandu setempatpun cukup bermanfaat karena selalu digunakan
setiap kegiatan Posyandu dilaksanakan. Balita yang mengikuti
penimbanganpun terlihat sehat dan tidak ada yang berada dalam kondisi BGM
(Bawah Garis Merah).241
Program ini terselenggara atas kerjasama PKPU dengan LAZIS PLN
Kantor Pusat, Sekolah Salman Al−Farisi dan Indosat Mega Media (IM2). 242
Tabel 12: Aktivitas Program Gizi
No. Waktu & Tempat Kegiatan Metode Hasil
1 Jum’at, 8 Mei 2009 di Pengungsian RW 08 dan Kertamukti 1
• Pelayanan penimbangan dan pencatatan status gizi
• Pemberian paket PMT yang lengkap mulai dari susu bubuk, buah, biskuit dan madu.
• Penyuluhan dan praktek PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) berupa cuci tangan dan sikat gigi yang baik dan benar
• Pemberian paket hygiene pribadi seperti sikat dan pasta gigi, sabun, bedak dan lainnya.
• Pemberian seperangkat timbangan
Praktek
Praktek
Dialog
Praktek
Praktek
• 46 balita (pengungsi Situ Gintung di RW 08, Kertamukti 1 dan 2) mendapat pemantauan, perbaikan gizi dan paket kesehatan
• Tidak ada balita yang berada dalam BGM (Bawah Garis Merah) atau gizi buruk
• Orang tua mendapatkan pengetahuan tentang gizi dan pola hidup yang bersih dan sehat bagi anak−anak
• Memotivasi dan merangsang aktifnya kembali Posyandu
241 Observasi Peneliti. Jakarta, 24 Oktober 2009. 242 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana ( Disaster
Management ) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 61.
bayi dan timbangan injak digital bagi Posyandu setempat
setempat
2 Selasa, 2 Juni 2009 di Pengungsian RW 08 dan Kertamukti 1
• Penimbangan dan pencatatan status gizi
• Pemberian makanan tambahan (PMT)
• Penyuluhan PHBS dan penyuluhan Pentingnya Datang ke Posyandu
• Lomba kebersihan dengan mengisi angket yang dibagikan untuk diberikan jawaban. Jika benar akan mendapatkan hadiah berupa paket kebersihan seperti sabun mandi, odol, shampo, sikat gigi dan handuk.
Praktek
Praktek
Dialog
Praktek
• 50 balita(pengungsi Situ Gintung di RW 08, Kertamukti 1 dan 2) mendapat pemantauan, perbaikan gizi dan paket kesehatan
• Tidak ada balita yang berada dalam BGM (Bawah Garis Merah) atau gizi buruk
• Orang tua mendapatkan pengetahuan tentang pola hidup yang bersih dan sehat bagi anak−anak dan pentingnya Posyandu. Juga paket kebersihan
3 Senin, 27 Juli 2009 di Pengungsian RW 08 dan Kertamukti 1
• Penimbangan dan pencatatan status gizi
• Pemberian makanan tambahan (PMT) yang lengkap mulai dari fresh milk, buah, biskuit dan madu.
Praktek
Praktek
• 50 balita(pengungsi Situ Gintung di RW 08, Kertamukti 1 dan 2) mendapat pemantauan dan perbaikan gizi
• Tidak ada balita yang berada dalam BGM (Bawah Garis Merah) atau gizi buruk
4 Selasa, 25 Agustus 2009 di Pengungsian RW 08 dan Kertamukti 1
• Penimbangan dan pencatatan terakhir status gizi
• Pemberian paket PMT yang lengkap mulai dari susu, buah, biskuit dan madu.
Praktek
Praktek
• 50 balita(pengungsi Situ Gintung di RW 08, Kertamukti 1 dan 2) mendapat pemantauan dan perbaikan gizi terakhir
• Tidak ada balita yang berada dalam BGM (Bawah Garis Merah) atau gizi buruk
b. Rekonstruksi
1) Program Ekonomi
Pasca terjadinya bencana, kondisi kehidupan dan penghidupan masyarakat
korban bencana Situ Gintung pun ikut terganggu. Untuk itu, diperlukan suatu
upaya pemulihan kembali geliat perekonomian setempat agar dapat berjalan
normal.
Dalam UU RI No. 24/ 2007 pasal 58, pasca bencana tepatnya masa
rekonstruksi yang diantaranya adalah kegiatan pemulihan sosial ekonomi
budaya.243
“Kita masuk dalam proses recovery bagi korban Situ Gintung dalam
program pemberdayaan ekonominya. Tujuannya yaitu untuk memulihkan
roda perekonomian korban Situ Gintung. Pemberian modal bergulir untuk
korban atau masyarakat Situ Gintung yang fokusnya adalah untuk
kelompok usaha mikro”.244
Dalam upaya normalisasi roda perekonomian di wilayah bekas bencana
Situ Gintung, PKPU menggelar kegiatan sosialisasi program pemberdayaan
ekonomi dengan membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
“KSM adalah program pemberdayaan masyarakat yang memberikan
pendampingan dan pinjaman modal dana bergulir dengan skema Syariah,
yaitu dengan Akad Qordul Hasan (Pinjaman Kebajikan) kepada kelompok
masyarakat yang berstatus Mustahik dari sudut pandang agama”.245
Kegiatan pemulihan sosial ekonomi budaya pasca bencana dikatakan
dalam PP RI No. 21/ 2008 Pasal 71, bahwa dalam membantu masyarakat
menghidupkan dan mengaktifkan kembali kegiatan sosial, ekonomi dan
243 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 34. 244 Wawancara Pribadi dengan Nurzaman (Manager PROSPEK PKPU). Jakarta, 30 Desember 2009. 245 Ibid.,
budaya diantaranya melalui bantuan stimulan aktivitas ekonomi dan
pelatihan.246
Para anggota KSM diberikan pendampingan dan pinjaman uang untuk
usaha tanpa bunga. Hal tersebut sangat positif untuk menutupi modal usaha
kembali setelah banjir ini, karena setelah banjir umumnya barang dagangan
pun juga ikut terkena imbasnya. Dengan modal yang diberikan semoga dapat
mengembalikan kondisi kembali.247
“Untuk tahapan yang kita lakukan dalam program ekonomi untuk Situ
Gintung ini sebenarnya proses awalnya sih kita sudah melakukan
penilaian, assesment dan pendataan terlebih dahulu diawal segera setelah
terjadinya bencana, bareng-bareng bersama Team Rescue dan yang
lainnya. Setelah masuk tahap recovery bencana itu, baru kita melakukan
sosialisasi terhadap program ekonomi ini. Kemudian setelah
disosialisasikan, dilanjutkan dengan pembentukan KSM (Kelompok
Swadaya Masyarakat), yang mana untuk Situ Gintung ini sendiri nama
KSMnya adalah KSM Gintung Barokah dan itu bukanlah kita yang
menamakan, tetapi mereka sendiri yang menentukan. Lalu pembentukan
pengurusnya”.248
Kemudian terkait dengan pemulihan geliat perekonomian dalam PP RI No.
21/ 2008 Pasal 88, dikatakan dapat dilakukan melalui upaya pembinaan
kemampuan keterampilan masyarakat yang terkena bencana, pemberdayaan
kelompok usaha bersama berbentuk bantuan atau barang dan mendorong
penciptaan lapangan usaha yang produktif.249
Dalam program ekonomi PKPU untuk Situ Gintung, para anggota KSM
juga kemudian kita berikan pelatihan-pelatihan dasar dan pokok seperti
tentang PD/ PRT (Pedoman Dasar/ Pedoman Rumah Tangga) dan juga tentang
pengelolaan ekonomi rumah tangga, sehingga setiap anggota mampu
246 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 94. 247 Wawancara Pribadi dengan Saman (Penerima Program). Jakarta, 13 Desember 2009. 248 Wawancara Pribadi dengan Nurzaman (Manager PROSPEK PKPU). Jakarta, 30 Desember 2009. 249 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 104.
mengelola aktivitas keuangan usahanya. Kemudian diberikan panduan
bagaimana cara membuat proposal pengajuan dana, karena nantinya mereka
pun harus membuat proposal pengajuan dana. Untuk persyaratan dari
penerima program ekonomi sendiri yaitu dari jenis usahanya lebih kepada
usaha mikro, kemudian tergolong mustahik. Kriteria mustahik yaitu seorang
yang penghasilannya dibawah 2 $ per hari. Persyaratan lainnya dari segi jenis
usahanya harus halal, bermanfaat dan mendidik. Program ini diperuntukan
bagi mereka yang sebelumnya sudah memiliki usaha.250
“Awalnya anggota KSM yang terbentuk itu 20 orang, tetapi setelah
diseleksi jadinya 14 orang. Seleksi tersebut berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan seperti misalnya jenis usaha apa yang ingin dilakukan,
kalau seperti rental PS begitu tidak diperbolehkan lah begitu, jadi
berdasarkan manfaat yang dirasakan juga begitu dari usaha yang ingin
dibuka itu. Nah sekarang ini saya sedang upayakan supaya menjadi 20
orang anggota KSM-nya di KSM Gintung Barokah ini. Pengucuran
dananya kalau tidak salah itu bulan Juli. Dan sebelum pengucuran
dananya juga ada semacam survey lah gitu oleh pihak PKPUnya. Syarat
lainnya juga yah yang standarlah kaya foto copy KTP, KK, terus juga
semacem surat keterangan dari RT setempatlah bahwa memang sebagai
korban begitu”.251
Untuk kegiatan pendampingannya sendiri, dilakukan pertemuan sebanyak
2 kali setiap bulan. Kegiatan pendampingannya sendiri itu terkait dengan
managemen KSM, managemen usaha, kemudian juga teknologi tepat guna
untuk mempercepat kearah pengolahan usaha seperti pelatihan pembuatan
empek-empek, pembuatan fried chicken, dll. Namun untuk Situ Gintung
belum sampai diberikan pelatihan-pelatihan seperti itu. Kemudian ada juga
pembekalan kemandirian dan motivasi.252
“Kita disini juga ada semacam pembinaan gitu dari PKPU. Pembinanya
sendiri berjumlah 2 orang. Pembinaannya sendiri itu sebulan 2 x di
250 Wawancara Pribadi dengan Nurzaman (Manager PROSPEK PKPU). Jakarta, 30 Desember 2009. 251 Wawancara Pribadi dengan Dalih Ihsan (Penerima Program). Jakarta, 13 Desember 2009. 252 Wawancara Pribadi dengan Nurzaman (Manager PROSPEK PKPU). Jakarta, 30 Desember 2009.
minggu 1 dan 3 di Mushola Al-Muhajirin, hari kamis dan jum’at. Terus
kemudian kalau tentang isi materi pas pembinaannya itu ya seputar
motivasi lah begitu, motivasi usaha, tentang pengelolaan keuangan.
Bahkan waktu pertama-tama itu yang diundang itu pembicara khusus.
Kalau sekarang itu paling tentang keluhan-keluhan anggota KSM
bagaimana dalam usahanya begitu”.253
Untuk program ini, pada dasarnya dana yang digulirkan berasal dari dana
ZIS (Zakat, Infaq dan Shodaqoh) yang dananya sebenarnya adalah untuk
mereka dan posisi PKPU adalah sebagai amil. Jadi kurang tepat kalau disebut
sebagai pinjaman, karena uang yang dikembalikan nantinya setelah terbayar
lunas akan menjadi milik mereka sebagai modal usaha, namun tidak
diberitahukan dahulu kepada mereka sampai waktu pelunasan. Ini dilakukan
untuk mendidik mereka. Sebelum para anggota KSM mendapatkan
pengucuran dana, mereka terlebih dahulu diminta kesediaannya untuk
membuka simpanan atau tabungan. Hal ini juga sebagai latihan bagi mereka
untuk bersedia berkorban sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab.
Kemudian setelah terlihat sikap keseriusan mereka kita anggap cukup, baru
setelah itu kurang lebih 2 bulan digulirkanlah modal usaha yang mereka
ajukan. Besarnya nilai modal usaha yang diberikan juga tergantung dari hasil
assessment dan observasi terhadap usahanya dan pertimbangan-pertimbangan
lainnya seperti omset juga skala usahanya. Itulah yang menjadi dasar terhadap
besarnya jumlah dana yang diberikan kepada masing-masing individu.254
“Menurut saya programnya baguslah, sangat membantu, karena
disamping memberikan modal, juga memotivasi kita ni para anggota KSM
untuk bangkit lah gitu, kita harus liat kedepan bagaimana. Ya Cuma
kadang dalam pertemuan itu semuannya gak lengkap gitu, ada aja yang
ngga hadir pertemuan. Terus kalo dari kita sih pertemuan rutin itu kalo
bisa harinya itu hari libur gitu, tapi dari pembimbing KSMnya ngga bisa.
Kemudian untuk mekanisme pengembaliannya itu per hari, tergantung
253 Wawancara Pribadi dengan Dalih Ihsan (Penerima Program). Jakarta, 13 Desember 2009. 254 Wawancara Pribadi dengan Nurzaman (Manager PROSPEK PKPU). Jakarta, 30 Desember 2009.
dari besarnya pinjaman. Dalam pengembaliannya ini enaknya ya dari
PKPUnya sendiri ngga terlalu saklek untuk harus bayar tepat waktu
begitu, masih ada kerengganganlah dan ngga merasa terkekang begitu.
Saya sebagai ketua jugakan harus keliling menagihnya untuk disetor ke
rekening KSM Gintung Barokah”.255
Untuk mekanisme pengembalian pinjaman dilakukan per hari dan
besarnya adalah tergantung dari jumlah modal yang kita berikan, jadi besarnya
pengembalian per harinya juga berbeda-beda satu sama lainnya. Dan untuk
batas waktu pelunasannya kita targetkan selama kurang lebih 1 tahun.256
Setelah beberapa bulan pelaksanaan program ekonomi PKPU dan akan
berakir pada bulan Juni 2010. Para peserta program KSM Gintung
Barokahpun sudah kembali menjalankan aktivitas usahanya dengan normal.
Dengan unit-unit usaha yang dijalankan itu seperti toko, warung sembako,
warung makan, bengkel las, voucher, rental internet/ komputer dan fotokopi.
Dimana setiap bulannya selalu intens dilakukan pertemuan dengan membahas
materi-materi seputar usaha yang sedang dijalankan yaitu seperti bagaimana
omset sehari-hari, kemudian materi-materi seputar rencana yang akan
dijalankan kedepannya setelah cicilan dilunasi, seperti rencana-rencana untuk
membuat koperasi simpan pinjam, dll, karena setelah nanti cicilan dilunasi,
uang tersebut akan dikembalikan lagi kepada para peserta KSM (Kelompok
Swadaya Masyarakat) Gintung Barokah. Dan kendala yang umumnya
dihadapi dalam program ini yaitu seputar pengembalian angsuran yang
terkadang terhambat karena omset tidak selalu stabil dan kehadiran peserta
dalam pertemuan-pertemuan setiap bulannya yang terkadang sulit untuk
255 Wawancara Pribadi dengan Dalih Ihsan (Penerima Program). Jakarta, 13 Desember 2009. 256 Wawancara Pribadi dengan Nurzaman (Manager PROSPEK PKPU). Jakarta, 30 Desember 2009.
mengumpulkan semua peserta. Selain itu, pelaksanaan pertemuan pun
seringkali hanya 1 bulan sekali.257
Program ini terselenggara atas kerjasama PKPU dengan Indosat Mega
Media (IM2), Sekolah Salman Al−Farizi, Yayasan Pendidikan Islam An−Nisa
dan Gerakan Peduli Bangsa (GPB). 258
Tabel 13: Aktivitas Program Ekonomi PKPU
No. Waktu & Tempat
Kegiatan Metode Hasil
1 Mei 2009 s/d Juni 2010 (1 tahun)
• Sosialisasi program pemberdayaan ekonomi PKPU
• Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat
• Pengarahan dan pelatihan awal KSM Gintung Barokah, diantaranya teknik pembuat proposal
• Pedoman KSM dan PERT (Pedoman Ekonomi Rumah Tangga)
• Pengajuan proposal pinjaman
• survey terhadap unit-unit usaha
• acc & pencairan dana
• Materi-materi pendampingan, bekal kemandirian dan motivasi
Dialog Dialog Dialog Dialog Praktek Dialog
Praktek
Dialog
• Terbentuknya KSM Gintung Barokah dengan 20 orang anggota dan pengurus
• Setiap anggota mengetahui cara pembuatan proposal pengajuan dana
• Setiap anggota mampu mencatat aktivitas keuangan usahanya
• Anggota termotivasi untuk menjalankan usahanya pembinaan
• Setiap anggota mendapatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai wirausaha dan pengelolaan keuangan
• Setiap anggota mendapatkan modal usaha
• Setiap anggota dapat menjalankan usahanya kembali
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berbagai program pelayanan sosial
yang diberikan oleh PKPU untuk korban bencana Situ Gintung sudah cukup efektif
257 Observasi Peneliti. Jakarta, 11 Maret 2010. 258 Laporan Praktikum II Kesejahteraan Sosial “Program Penanggulangan Bencana ( Disaster
Management ) Situ Gintung oleh PKPU” tahun 2009, h. 72.
dan efisien. Tercermin dari digulirkannya program-program yang berdasarkan
community need, sehingga bermanfaat dan tepat sasaran. Kemudian antusiasme
penerima program juga cukup baik. Selain itu, program-program yang digulirkan juga
didukung dengan ketersediaan sarana prasarana yang cukup memadai.
Dalam UU RI No. 24/ 2007 pasal 33, disebutkan bahwa penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi 3 tahap: pra bencana, tanggap darurat dan pasca
bencana.259 Dan program penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU meliputi
tahap tanggap darurat dan pasca bencana. Namun PKPU tidak ikut terlibat dalam
masa pra bencana. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, PKPU telah ikut
berpartisipasi dan berupaya membantu memulihkan kembali kondisi masyarakat
korban bencana Situ Gintung kepada suatu keadaan yang lebih ideal. Selain itu juga
membantu pihak pemerintah yang merupakan penanggung jawab dan yang memiliki
wewenang terhadap keseluruhan penyelenggaraan tahapan penanggulangan bencana.
Tahapan penanggulangan bencana tersebut direalisasikan melalui program-
program pelayanan yang digulirkan PKPU yaitu pada masa tanggap darurat
menurunkan team Ekspedisi/ SAR, membuat posko bantuan, program dapur air,
program bersih rumah, program steam gratis dan paket-paket sumbangan. Kemudian
pada masa pasca bencana meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi, menggulirkan
program trauma healing anak-anak, program tag sale, program wisata keluarga,
program gizi, program ekonomi. Berikut tabel analisis data:
259 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 25.
Tabel 14: Rangkuman Analisis Data
Dimensi Kondisi yang ada Kondisi yang diharapkan
Pra Bencana
1. Pencegahan : Tidak terlibat dalam
upaya-upaya pencegahan sebelum terjadinya bencana
2. Kesiapsiagaan : Tidak terlibat dalam
upaya-upaya kesiapsiagaan sebelum terjadinya bencana
1. Pencegahan : Identifikasi dan
pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana.
: Kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang secara tiba-tiba dan berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana.
: Pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana.
: Pengelolaan tata ruang dan lingkungan hidup.
: Penguatan ketahanan sosial masyarakat.
2. Kesiapsiagaan : Penyusunan dan uji coba
rencana penanggulangan kedaruratan bencana
: Pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistem peringatan dini
: Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar
: Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat
: Penyiapan lokasi evakuasi
: Penyusunan data akurat, informasi dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana
: Penyediaan dan
3. Mitigasi Bencana : Tidak terlibat dalam
upaya-upaya mitigasi sebelum terjadinya bencana
penyimpanan bahan, barang dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana
3. Mitigasi Bencana : Pelaksanaan Penataan
Tata Ruang. : Pengaturan
pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan dan
: Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan.
Tanggap Darurat
: Menurunkan Team Ekspedisi/ SAR PKPU (jangka waktu 5 hari), yang kemudian dilakukan pencarian, evakuasi serta penelusuran titik-titik kemungkinan korban-korban yang masih tersangkut atau tertindih. Dan berhasil menemukan 3 sosok mayat yang terdiri atas 2 orang anak−anak dan 1 orang wanita dewasa. Melalui Team Ekspedisi/ SAR PKPU, juga dilakukan pengamatan dampak aliran, yang kemudian menjadi dasar untuk menentukan jenis bantuan apa yang akan diberikan kepada para korban
: Penyediaan Posko Bantuan PKPU (jangka waktu 12 hari), yang menjadi pusat tempat kegiatan-kegiatan PKPU, penyimpanan logistik dan aktivitas pelayanan sosial lainnya terkait pemenuhan kebutuhan dasar dan perlindungan kelompok rentan
: Program Dapur Air (jangka waktu 12 hari), sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar korban Situ Gintung
: Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya
: Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
: Pemenuhan kebutuhan dasar : Perlindungan terhadap
kelompok rentan : Pemulihan dengan segera
prasarana dan sarana vital
: Program Bersih Rumah (jangka waktu 6 hari), mengupayakan pembersihan rumah-rumah dan jalan umum, sebagai langkah awal dalam pemulihan sarana prasarana dan perbaikan lingkungan daerah bencana
: Program Steam Gratis (jangka waktu 6 hari), berupaya memenuhi kebutuhan dasar korban yang sesuai dengan kebutuhan tepat pada waktunya
: Paket-paket Sumbangan, yang diberikan secara kontinyu dan bertahap sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar
Pasca Bencana/ Recovery
1. Rehabilitasi : Program Trauma Healing
Anak-anak (jangka waktu 1 hari), sebagai upaya untuk penghilangan trauma terhadap kelompok rentan yaitu anak-anak dan merupakan upaya pemulihan kondisi sosial psikologi
: Program Tag Sale
(jangka waktu 3 hari), sebagai upaya untuk penguatan dan penghilangan trauma dan pemenuhan kebutuhan dasar yang sesuai dengan kebutuhan, dengan kelompok sasaran yaitu ibu-ibu dan keluarga
: Program Wisata Keluarga (jangka waktu 1 hari), sebagai penguatan dan penghilang rasa trauma dengan kelompok sasaran yaitu keluarga
: Program Gizi (jangka waktu 4 bulan), sebagai suatu bentuk pelayanan
1. Rehabilitasi : Perbaikan lingkungan
daerah bencana : Perbaikan prasarana dan
sarana umum : Pemberian bantuan
perbaikan rumah masyarakat
: Pemulihan sosial psikologis
: Pelayanan kesehatan : Pemulihan sosial
ekonomi budaya : Pemulihan keamanan
dan ketertiban : Pemulihan fungsi
pemerintahan : Pemulihan fungsi
pelayanan publik
kesehatan bagi kelompok rentan yaitu bayi/ balita berupa pemantauan perkembangan gizi balita, pembinaan/ pendampingan bagi ibu dan balita dalam rangka memberikan peningkatan wawasan, perilaku dan keterampilan tentang gizi masyarakat. Melalui Program Gizi, ikut merangsang keaktifan kembali aktivitas pelayanan publik yaitu Posyandu, karena pelaksanaannya melibatkan unsur posyandu setempat
: Tidak terlibat dalam pemulihan keamanan dan ketertiban, juga pemulihan fungsi pemerintahan
2. Rekonstruksi : Program Ekonomi
(jangka waktu 1 tahun), dengan pemberian modal bergulir untuk korban Situ Gintung, pendampingan intens setiap bulannya, pelatihan dasar dan pembekalan pengelolaan usaha serta motivasi sebagai upaya pemulihan dan peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat pasca bencana
: Tidak terlibat dalam pembangunan kembali prasarana dan saran utama sosial masyarakat
2. Rekonstruksi : Pembangunan kembali
prasarana dan sarana : Pembangunan kembali
sarana sosial masyarakat : Pembangkitan kembali
kehidupan sosial budaya masyarakat
: Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana
: Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat
: Peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya
: Peningkatan fungsi pelayanan publik
: Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
Berdasarkan tabel diatas, tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU
sangat terkait satu sama lain antara masa tanggap darurat dengan masa pemulihan/
recovery pasca bencana.
Masing-masing tahapan upaya penangguangan bencana tidak dapat dipisah-pisah
secara nyata (ketat dan kaku), tetapi diantara tahapan tersebut saling berhubungan dan
bergantung.260
Dalam UU penanggulangan bencana RI No. 24/ 2007, bahwa penyelenggaraan
penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahapan yang meliputi tahapan pra bencana,
tanggap darurat dan pasca bencana. Pra Bencana meliputi kegiatan pencegahan;
kesiapsiagaan; mitigasi, Tanggap darurat dan Pasca Bencana yang meliputi rehablitasi
dan rekonstruksi. Berdasarkan tabel rangkuman analisis data tersebut diatas, dengan
mengacu kepada Undang-Undang Penanggulangan Bencana RI No. 24/ 2007, tahapan
penanganan bencana yang dilakukan oleh PKPU yaitu pada masa tanggap darurat dan
pasca bencana yang meliputi rehablitasi dan rekonstruksi. Sedangkan pada tahapan pra
bencana, PKPU tidak ikut terlibat dalam upaya-upaya penanganan bencana.
Rangkaian tahapan tersebut direalisasikan melalui berbagai program penanggulangan
bencana yaitu pada masa tanggap darurat dengan menurunkan Team Ekspedisi/ SAR,
membuat posko bantuan darurat, mengadakan program dapur air, program bersih rumah,
program steam gratis dan memberikan beragam paket-paket sumbangan yang disalurkan
bagi para korban bencana Situ Gintung. Pada masa pasca bencana/ recovery yaitu
rehabilitasi meliputi program trauma healing anak-anak, program tag sale, program
wisata keluarga dan program gizi. Dan rekonstruksi melalui program ekonomi (jangka
waktu 1 tahun).
260 Warto dkk, Ujicoba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi
Daerah (Yogyakarta: Departemen Sosial RI, 2003), h. 15.
PKPU sebagai lembaga kemanusiaan, ikut terlibat dalam tahapan penanggulangan
bencana Situ Gintung sesuai dengan kapasitas dan peranannya, karena pada dasarnya
tanggung jawab dan wewenang penanggulangan bencana berada pada pemerintah dan
pemerintah daerah (dalam pasal 5 UU RI No. 24/ 2007). Namun setiap orang, kelompok,
lembaga masyarakat bahkan masyarakat asingpun boleh dan harus perduli terhadap
bencana. Karena baik pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha, merupakan segi tiga
kekuatan yang harus solid dalam penanggulangan bencana.
Para pihak dapat memberikan kontribusi sesuai dengan peran masing-masing mulai
dari jauh sebelum bencana, pra bencana, saat bencana dan pasca bencana.261 Dan saling
melengkapi untuk penanggulangan bencana yang terjadi di suatu daerah.262
B. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Tahapan Penanggulangan Bencana Situ
Gintung oleh PKPU
Beberapa faktor pendukung dan faktor penghambat dari pelayanan sosial yang
diberikan oleh PKPU untuk korban bencana Situ Gintung, yaitu:
Faktor pendukung dalam Team Ekspedisi/ SAR PKPU diantaranya adalah tersedianya
sarana dan pra sarana yang memadai, relawan ahli dalam Ekspedisi dan SAR, serta
koordinasi yang baik dengan penyelenggara setempat seperti dalam pembagian lokasi
pencarian korban. Faktor penghambatnya diantaranya adalah kondisi medan yang berat
berisi lumpur bermaterial sehingga sulit mencari korban yang tertimbun, kesulitan akses
keluar masuk wilayah bencana karena ribuan orang datang untuk melihat.
Faktor pendukung dalam Posko Bantuan PKPU diantaranya adalah tersedianya sarana
dan pra sarana yang memadai, lokasi posko dekat dengan salah satu tenda pengungsian
261 Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu (Jakarta: Yarsif Watampone, 2006), h. 105.
262 Soeladi, Manajemen Bencana Alam Tsunami (Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 1995), h. 9.
sehingga memudahkan pelaksanaan program pelayanan sosial. Kemudian adanya relawan
yang selalu standby di posko selama 24 jam. Faktor penghambatnya diantaranya adalah
lokasi posko dan sekitarnya yang medannya cukup berlumpur sehingga menyulitkan
aktivitas diposko.
Faktor pendukung dalam Program Dapur Air PKPU diantaranya adalah tersedianya
sarana dan prasarana yang memadai, serta relawan yang kontinyu memberikan pelayanan.
Kemudian antusiasme warga masyarakat khususnya korban bencana yang cukup baik
terhadap program ini. Faktor penghambatnya diantaranya yaitu kontinuitas yang harus
dilakukan seperti memasak air dalam jumlah besar secara terus menerus sehingga agak
merepotkan.
Faktor pendukung dalam Program Bersih Rumah PKPU diantaranya adalah
tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dan jumlah tenaga relawan yang cukup
besar. Kemudian juga antusias warga korban bencana yang cukup baik terhadap program
ini, dimana mereka ikut terlibat dalam pelaksanaan program ini. Faktor penghambatnya
diantaranya adalah karakter lumpur yang sulit dibersihkan, karena bercampur dengan
beragam material-material bangunan lainnya.
Faktor pendukung dalam Program Steam Gratis PKPU diantaranya yaitu tersedianya
sarana dan prasarana yang memadai, adanya team relawan yang memberikan pelayanan.
Faktor penghambatnya diantaranya yaitu terkadang terjadi kerusakan pada alat mesin
steam misalnya seperti selang mesin steam yang mudah terlepas.
Faktor pendukung dalam peberian paket-paket sumbangan yaitu adanya mitra usaha
(donator/ dermawan) yang selalu mendukung dalam memberikan bantuan untuk korban
Situ Gintung melalui PKPU. Sedangkan faktor penghambatnya seperti lokasi
pengungsian korban yang tersebar, sehingga agak menyulitkan pemberian paket
sumbangan dan harus dilakukan secara mobile.
Faktor pendukung dalam Program Trauma Healing Anak-Anak adalah tersedianya
sarana dan pra sarana yang mendukung. Kemudian juga dimeriahkan oleh artis-artis ibu
kota yang menambah keceriaan dalam pelaksanaan program dan respon anak-anak yang
begitu antusias. Faktor penghambatnya diantaranya adalah jumlah peserta yang ternyata
lebih banyak dari perkiraan.
Faktor pendukung dalam Program Tag Sale adalah tersedianya sarana dan pra sarana
yang memadai. Kemudian ada beragam variasi barang-barang kebutuhan yang
disediakan. Faktor penghambatnya diantaranya yaitu lokasi pengungsian yang berbeda-
beda sehingga mengharuskan untuk dilakukan secara mobile.
Faktor pendukung dalam Program Wisata Keluarga adalah tersedianya sarana dan pra
sarana yang memadai, mitra kerja yang solid dalam bekerjasama mensukseskan program
ini. Kemudian antusias warga yang cukup baik. Faktor penghambatnya diantaranya yaitu
keterlambatan waktu pelaksanaan dan keterbatasan kapasitas jumlah peserta, sementara
banyak warga yang ingin ikut teribat.
Faktor pendukung dalam Program Gizi adalah tersedianya sarana dan pra sarana yang
memadai dan team gizi PKPU yang solid. Faktor penghambatnya diantaranya yaitu lokasi
pengungsian yang berbeda-beda sehingga kegiatan ini harus dilaksanakan di beberapa
lokasi pengungsian.
Faktor pendukung dalam Program Ekonomi adalah tersedianya sarana pra sarana yang
memadai, respon warga yang baik terutama bagi mereka yang sebelumnya memang sudah
memiliki usaha namun terhambat akibat bencana. Faktor penghambatnya diantaranya
yaitu tingkat kesadaran anggota masih kurang akan pentingnya program ini berikut juga
dengan prosesnya seperti dari jumlah kehadiran anggota yang tidak lengkap setiap
pertemuan, kemudian juga ada sedikit hambatan dalam cicilan pengembalian.
Secara umum, faktor pendukung dan penghambat dalam tahapan penanggulangan
bencana Situ Gintung oleh PKPU, yaitu:
1. Faktor Pendukung
Beberapa faktor yang sangat berperan sebagai pendukung dalam tahapan
penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU, yaitu:
a. Tersedianya sarana dan prasarana yang cukup memadai guna memperlancar
proses dalam tahapan penanggulangan bencana.263
b. Adanya mitra usaha yang sangat berpengaruh dalam mendukung jalannya
program penanggulangan bencana, seperti dari segi pendanaan oleh para donator
baik dari instansi maupun individu baik itu berupa uang ataupun barang.264
c. Adanya mitra kerja yang solid dalam melaksanakan tahapan demi tahapan yang
dilakukan, yaitu seperti team dari masing-masing divisi PKPU maupun mitra
dengan instansi lain.265
d. Para penerima program korban bencana Situ Gintung yang sangat menyambut
positif terhadap program-program dalam tahapan penanggulangan bencana yang
digulirkan PKPU.266
2. Faktor Penghambat
a. Kondisi medan yang berat berisi lumpur bermaterial sehingga munyulitkan
aktivitas penanggulangan bencana.267
b. Kesulitan akses keluar masuk wilayah bencana karena ribuan orang datang untuk
melihat.268
263 Wawancara Pribadi dengan Ferry Suranto (Manager Divisi Kesehatan PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009.
264 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009. 265 Ibid., 266 Wawancara Pribadi dengan Nurzaman (Manager PROSPEK PKPU). Jakarta, 30 Desember 2009. 267 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009.
c. Lokasi korban dan pengungsian yang terpencar sehingga agak menyulitkan
pelaksanaan program.269
268 Ibid., 269 Wawancara Pribadi dengan Ferry Suranto (Manager Divisi Kesehatan PKPU). Jakarta, 28 Desember
2009.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Rangkaian tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan oleh PKPU yaitu pada
masa tanggap darurat dengan menurunkan Team Ekspedisi/ SAR, membuat posko
bantuan darurat, mengadakan program dapur air, program bersih rumah, program
steam gratis dan memberikan beragam paket-paket sumbangan yang disalurkan bagi
para korban bencana Situ Gintung. Pada masa pasca bencana/ recovery yaitu
rehabilitasi meliputi program trauma healing anak-anak, program tag sale, program
wisata keluarga dan program gizi. Dan rekonstruksi melalui program ekonomi.
Sedangkan pada tahapan pra bencana, PKPU tidak ikut terlibat dalam upaya-upaya
penanganan bencana.
2. Faktor pendukung dalam tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU
yaitu tersedianya sarana dan prasarana yang cukup memadai guna memperlancar
proses dalam tahapan penanggulangan bencana, adanya mitra usaha yang sangat
berpengaruh dalam mendukung jalannya program penanggulangan bencana, seperti
dari segi pendanaan oleh para donator baik dari instansi maupun individu berupa uang
ataupun barang. Kemudian adanya mitra kerja yang solid dalam melaksanakan
tahapan demi tahapan yang dilakukan, yaitu seperti team dari masing-masing divisi
PKPU. Selain itu para penerima program korban bencana Situ Gintung yang sangat
menyambut positif terhadap program-program dalam tahapan penanggulangan
bencana yang digulirkan PKPU. Faktor Penghambat dalam tahapan penanggulangan
bencana Situ Gintung oleh PKPU yaitu kondisi medan yang berat berisi lumpur
bermaterial sehingga munyulitkan aktivitas penanggulangan bencana, kesulitan akses
keluar masuk wilayah bencana karena ribuan orang datang untuk melihat. Kemudian
lokasi pengungsian yang berbeda-beda sehingga agak menyulitkan pelaksanaan
program.
B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dipaparkan dalam skripsi ini,
maka ada beberapa saran-saran yang ingin peneliti sampaikan, yaitu:
1. Ditujukan untuk penelitian selanjutnya
a. Untuk penelitian lain yang ingin meneliti di lembaga ini, masih terbuka
kemungkinan untuk mendalami beragam bidang maupun program dalam lembaga
ini, khususnya mengenai penanggulangan bencana atau disaster management.
b. Dalam melakukan penelitian terkait penanggulangan bencana atau disaster
management, hendaknya dapat lebih bersifat aware terhadap lingkungan dan
situasi sosial yang kita hadapi, baik itu dari segi tempat (place), pelaku (actors)
dan aktivitas (activity) yang terkait satu sama lain.
2. Ditujukan untuk PKPU
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis menyarankan beberapa hal
yang diharapkan dapat membawa PKPU menjadi semakin terdepan dalam
memberikan pelayanan yang terbaik melalui tahapan penanggulangan bencana bagi
para penerima program. Saran-saran tersebut antara lain:
a. Agar ikut terlibat dalam upaya penanggulangan bencana pada masa pra bencana/
sebelum terjadinya bencana
b. Kuantitas jumlah penerima program PKPU lebih diperbesar lagi agar semakin
banyak orang atau korban yang dapat menerima dan merasakan program-program
pelayanan PKPU, namun tentunya juga disesuaikan dengan kapasitas program.
c. Pengembangan program-program pelayanan sosial terkait pemenuhan kebutuhan
dasar dan peningkatan fungsi sosial yang sudah cukup baik dan kreatif, agar lebih
beragam dan terus berinovasi dalam menciptakan program-program yang memang
berdasarkan community need dengan tampilan atau kemasan yang semakin
menarik.
d. Menciptakan program-program terkait dengan penyadaran masyarakat akan
pentingnya perilaku sadar bencana, sehingga menjadikan masyarakat kita sebagai
masyarakat yang mengerti akan pentingnya menjaga, memelihara dan
melestarikan lingkungan sekitar sehingga terhindar atau paling tidak
meminimalisir terjadinya suatu bencana.
e. Wilayah Indonesia yang begitu rawan terhadap bencana, baik itu bencana akibat
kejadian alam, ataupun dikarenakan ulah manusia atau bahkan karena keduanya,
sehingga tentu masih banyak membutuhkan kehadiran dari program-program
pelayanan PKPU diberbagai wilayah di Indonesia.
3. Ditujukan untuk Pemerintah terkait
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dipaparkan dalam skripsi
ini, maka ada beberapa saran-saran yang ingin peneliti sampaikan khususnya untuk
pihak pemerintah setempat, yaitu:
a. Pemerintah sebagai penanggung jawab dan yang memiliki wewenang terhadap
penyelenggaraan penanggulangan bencana, hendaknya menjalankan tahapan-
tahapan penanggulangan bencana secara konsisten dan menyeluruh, dimulai dari
tahap pra bencana, tanggap darurat hingga tahap pasca bencana.
b. Pemerintah hendaknya melakukan penegakan peraturan hukum (law enforcment)
terkait pendirian bangunan, tata ruang dan pendayagunaan alam sekitar dari
praktek-praktek yang dilarang, agar tidak menimbulkan dampak ancaman yang
buruk terhadap keselamatan publik.