Post on 18-Oct-2021
STUDI KOMPARASI SISTEM STRUKTUR SMRF PROFIL BAJA WF DAN CFST MENGGUNAKAN ANALISIS PUSHOVER DAN
MEMPERHITUNGKAN RIGIDITAS SAMBUNGAN DENGAN MENINJAU SENDI PLASTIS PADA PANEL ZONE
Axel Ivanda Tanjung, Henki Wibowo Ashadi
1. Civil Engineering Department, Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat 16424,
Indonesia 2. Civil Engineering Department, Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat 16424,
Indonesia
Email : axel.tanjung@gmail.com
Abstrak
Indonesia merupakan daerah yang dikelilingi oleh aktivitas seismik yang paling aktif dan memiliki lempeng konvergen yang paling rumit. Untuk itu diperlukan bangunan yang memiliki ketahanan terhadap gempa.
Ketahanan tersebut dapat digambarkan dari sifat daktilitas serta kekuatan struktur. Special Moment Resisting Frame merupakan salah satu sistem rangka yang digunakan dalam struktur tahan gempa. Dalam SMRF, properti sambungan dan panel zone akan mempengaruhi perilaku struktur. Penelitian dilakukan menggunakan aplikasi
computer Drain-2DX untuk memodelkan struktur bangunan secara 2 dimensi untuk melakukan analisis pushover. Sedangkan material yang digunakan adalah baja Wide Flange dan Concrete Filled Steel Tubes.
Dengan perbandingan pemodelan terbukti bahwa panel zone mempengaruhi perlemahan kekuatan dan daktilitas struktur. Selain itu, rigiditas sambungan mempengaruhi kekakuan struktur secara umum dengan struktur WF
memiliki daktilitas yang lebih ditinggi.
Comparison Study of Special Moment Resisting Frame Behavior with Wide Flange and Concrete-Filled Steel Tube Profile Using Pushover Analysis and Rigidity of Connection
Considering Plastic Hinge in Panel Zone
Abstract
Indonesia is an area surrounded by the most active seismic activity and has the most complicated convergent plates. So, building has some requirement to resist earthquake. Resistance can be described from the property of ductility and structural strength. Special Moment Resisting Frame is one of the frame system used in earthquake resistant structure. In SMRF, connection properties and zone panels will affect the behavior of the structure. The study was conducted using Drain-2DX computer application to modeling the building structure in 2 dimension
and perform pushover analysis. Wide flange steel and concrete-filled steel tubes are used to compare the behavior of both structure. The comparison all of model become the evident that the zone panels affect the
strengthening and ductility of structures. In addition, the rigidity of the connections affects the stiffness of the structure in general with the WF structure have a higher ductility.
Kata Kunci: Panel Zone, Special Moment Resisting Frame, Wide Flange, CFST, Drain-2DX, pushover analysis
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
Pendahuluan
Indonesia merupakan daerah yang dikelilingi oleh aktivitas seismik yang paling aktif
dan memiliki lempeng konvergen yang paling rumit. Ibrahim (1989) menemukan paling tidak
terdapat 460 gempa dengan magnitude lebih dari 4.0 skala Richter terjadi setiap tahun terdiri
dari 61% gempa dangkal, 34% gempa menengah, dan 5% gempa dalam dan kebanyakan
berasal dari bawah laut. Hal tersebut terjadi karena Indonesia termasuk kedalam zona Ring of
Fire dimana sekitar 90% gempa bumi di dunia dan 80% gempa terbesar di dunia terdapat
pada zona ini. Menurut USGS, terdapat 10 gempa bumi lebih yang memiliki magnitude 6.0
skala Richter setiap tahunnya di Indonesia. Gempa tersebut menyebabkan pergerakan tanah
dimuka bumi yang disebut dengan ground motion dan berdampak pada kerusakan bangunan.
Hal ini mempengaruhi desain dari bangunan terutama gedung bertingkat yang dibangun di
kota-kota Indonesia.
Untuk mendesain bangunan diperlukan perhitungan terhadap faktor gempa.
Bangunan akan menerima beban gempa berupa gaya lateral. Saat gempa terjadi struktur
bangunan tersebut diharapkan tidak mengalami kerusakan yang berarti dan tidak terjadi
keruntuhan sehingga penghuni dapat meninggalkan bangunan ataupun menyelamatkan diri
sebelum bangunan runtuh.
Sifat dari material bangunan yang memiliki kondisi elastis dan inelastis dimana pada
kondisi elastis bangunan akan kembali seperti kondisi awal sebelum terjadi deformasi.
Namun, struktur akan melewati batas elastisnya dan mencapai batas inelastis menuju kepada
fase keruntuhannya atau kondisi failure. Struktur yang baik akan berada pada zona inelastik
lebih lama sebelum batas keruntuhan terjadi. Hal ini disebut dengan daktilitas atau
kemampuan dari suatu struktur bangunan untuk berdeformasi pada daerah inelastiknya
sebelum menuju keruntuhannya. Batas dari kondisi elastis menuju kondisi plastis adalah batas
yang disebut dengan titik leleh.
Material umum yang digunakan sebagai bahan pembuatan bangunan adalah baja dan
beton. Material baja memiliki daktilitas yang lebih baik dibanding dengan beton. Baja
memiliki berat yang cukup ringan dibanding dengan kuat yang mampu dipikul dan memiliki
kekakuan yang tinggi sehingga cukup efektif dalam menahan beban khususnya beban-beban
lateral yang dihasilkan oleh gempa bumi. Sedangkan beton memiliki sifat yang getas dimana
daktilitas yang dimiliki beton rendah. Itulah yang menyebabkan bangunan baja lebih dipilih
untuk menahan gaya gempa dibandingkan dengang bangunan beton.
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
Sistem yang digunakan untuk menahan beban gempa umumnya adalah sistem
Moment Resisting Frame. Sistem ini dapat menahan gaya lateral gempa dan mendisipasikan
energi menuju kondisi inelastik. Balok, kolom, dan sambungan balok kolom pada Moment
Resisting Frame akan menahan aksi lentur, aksial, dan geser pada sebuah bangunan yang
terjadi karena goncangan gedung pada siklus displacement inelastik selama ground shaking
pada gempa berlangsung. Terdapat tiga tipe dari Moment Resisiting Frame yaitu Special
Moment Resisting Frame, Intermediate Moment Resisting Frame, dan Ordinary Moment
Resisting Frame.
Pada sambungan dari komponen balok baja dan kolom baja apabila terdapat gaya
akibat gempa akan terjadi sendi plastis diujung elemen-elemen struktur. Asumsi awal sebelum
beban gempa diberikan elemen struktur akan bersifat kaku (rigid) akan berubah menjadi sendi
apabila baja telah melewati batas lelehnya. Kelelehan dari elemen struktur dapat terjadi pada
ujung dari balok, kolom ataupun daerah panel zone (sambungan antara kolom dan balok)
berdasarkan gaya gempa yang terjadi dan desain dari struktur yang dibuat. Daerah panel zone
ini memiliki karakteristik menerima gaya geser dan mempengaruhi perilaku dari struktur
secara keseluruhan sehingga diperlukan perhatian khusus terhadap komponen struktur
tersebut. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengevaluasi perilaku
dari struktur Momen Resisting Frame dengan material komposit berupa Concrete Filled Tube
untuk menahan gaya lateral yang terjadi akibat gempa secara plastis dengan meninjau
mekanisme sendi plastis yang terjadi. Pengaruh pemodelan sambungan pada struktur juga
menjadi faktor yang ditinjau. Selain itu, fokus penelitian ditujukan terhadap respons struktur
secara global pada struktur yang dimodelkan dengan panel zone.
Tinjauan Teoritis
Gempa adalah hasil dari pelepasan energi yang tersimpan pada lapisan kulit bumi
dan menyebabkan gelombang seismik. Dalam mendesain struktur diperlukan perhitungan
terhadap beban gempa pada wilayah tersebut. Di Indonesia, pembebanan gempa terhadap
bangunan diatur dalam SNI 1726:2012. Peraturan tersebut didasarkan pada beberapa
parameter seperti situs tanah, dan penggunaan kategori desain seimik untuk mendapatkan
grafik respon spektrum desain. Sistem struktur yang digunakan untuk menahan gaya lateral
gempa juga berpengaruh terhadap kemampuan struktur menahan gaya lateral. Sistem penahan
lateral struktur diatur dalam ANSI/AISC 341-05 dimana pada penelitian ini difokuskan pada
penggunaan Special Moment Resisting Frame.
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
Dalam konsep desain, untuk mencari sistem yang cocok dengan mekanisme penahan
gaya gempa ditentukan dengan nilai Response Modification Factor (R) yang menentukan
daktilitas dan kuat lebih dari struktur. Berdasarkan ASCE 7-10, nilai Response Modification
Factor dari Special Moment Resisting Frame adalah 8. Spesial Moment Resisting Fame
diharapkan dapat menahan deformasi inelastik secara signifikan saat diberikan gaya gempa
sesuai dengan desainnya. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi adalah sambungan balok
dan kolom yang disyarakatkan memenuhi kriteria berikut:
• Sambungan harus mampu menahan sudut interstory drift minimal 0.04 radian.
• Ketahan lentur yang diukur pada sambungan ditentukan pada muka kolom harus
sama atau kurang dari 0.80 Mp pada kolom yang disambung pada sudut interstory
drift 0.04 radian.
• Terdapat hubungan yang harus dipenuhi untuk sambungan balok dan kolom dimana
jumlah momen nominal pada kolom atas dan bawah sambungan harus lebih besar
dibanding jumlah dari momen nominal pada balok baja atau beton komposit pada
perpotongan antara balok dan garis tengah kolom.
Apabila ditinjau dari komponen sistem rangka, selain balok dan kolom terdapat
daerah yang disebut panel zone. Daerah ini dideskripsikan sebagai elemen yang menerima
tegangan geser dan umumnya mencapai keadaan failure dengan mekanisme leleh terhadap
geser. Menurut studi dari Tsai (1995), terdapat pengaruh signifikan pada panel zone oleh
perilaku dari sambungan dan hal tersebut menunjukan kapasitas deformasi inelastik
sambungan dapat diperbesar jika panel zone dirancang sesuai dengan proporsinya. Dalam
memodelkan panel zone terdapat 2 model yang dapat digunakan yaitu model Krawinkler dan
model Scissor. Pada penelitian ini, panel zone dimodelkan dengan model Scissor karena
mekanisme yang sederhana dan tidak membutuhkan memori yang banyak.
Penggunaan material CFST memiliki beberapa keuntungan diantaranya sebagai
berikut:
• Local buckling dapat dicegah oleh beton yang berada didalam dan penurunan
kekuatan setelah local buckling sedang.
• Baja dari penampang CFT mengalami mekanisme plastis selama beban lentur berada
di luar penampang.
• Tidak menggunakan formwork sehingga lebih ramah terhadap lingkungan.
• Beton akan menyerap panas apabila terjadi kebakaran.
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap mekanisme sendi plastis. Sendi plastis
adalah bagian dimana momen ultimate kapasitas suatu bagian dari struktur secara signifikan
mencapai zona inelastiknya. Sendi memiliki mekanisme tidak dapat menahan momen,
sehingga sendi plastis berperilaku seperti sendi yang mengijinkan terjadinya putaran sudut.
Analisis sendi plastis mempertimbangkan hal berikut:
• Beban hingga mencapai keruntuhan.
• Jumlah kemungkinan terjadinya sendi plastis yang dibutuhkan untuk terjadinya
keruntuhan.
• Kemungkinan letak dari sendi plastis.
• Mekanisme keruntuhan bebas dan hubungan dengan nilai Mp.
• Kemungkinan kombinasi mekanisme yang saling bebas untuk mendapatkan nilai Mp
terbesar yang dibutuhkan.
Untuk mendapatkan mekanisme sendi plastis dilakukan analisis statik non-linier
pushover. Dalam tulisan ini, digunakan displacement control atau kontrol lendutan yaitu
untuk mendapatkan lendutan yang diinginkan dengan gaya gempa yang telah dikonversi
menjadi pola beban statik ekivalen berdasarkan FEMA-356. Sedangkan gaya dorong yanh
diberikan pada struktur mengikuti pola pembebanan lateral pada FEMA 273 dengan
redistribusi gaya pada tiap lantai sesuai dengan gaya statik ekivalen.
Metode Penelitian Berdasarkan diagram, tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mendefinisikan Batasan Masalah
Batasan masalah adalah batasan dari penulis dalam melakukan penelitian
sehingga terdapat beberapa variabel yang tidak diikutsertakan atau diasumsikan.
Batasan masalah yang digunakan dalam merancang bangunan adalah sebagai berikut:
• Sistem Rangka yang digunakan dalam struktur tahan gempa adalah Special Moment
Resisting Frame.
• Seluruh komponen balok dan kolom menggunakan material Concrete Steel Filled
Tube serta untuk mendapatkan perbandingan digunakan profil baja WF
• Sistem sambungan yang digunakan dalam perencanaan bangunan adalah sambungan
semi-rigid
• Perancangan bangunan dilakukan setinggi 15 lantai
• Panel zone didefinisikan menggunakan model scissor
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
• Panel zone hanya dimodelkan pada kolom dan balok interior struktur
b. Melakukan Tahapan Preliminary menggunakan ETABS
Tahapan ini merupakan tahap dimana dimensi dari profil ditentukan. Selain
dimensi, material dari profil juga ditentukan pada tahap ini. Data profil WF yang telah
didapatkan dari referensi gedung bertingkat diganti menggunakan profil CFST.
c. Melaksanakan Perancangan Sesuai dengan Kriteria Desain
Pada bagian ini didefinisikan terlebih dahulu kriteria desain berdasarkan studi
literatur yang telah dilakukan. Kriteria desain yang telah ditentukan adalah
menggunakan sistem SMRF yang dimodelkan pada lokasi dari portal tersebut.
d. Modelisasi Struktur
Modelisasi struktur dibuat sesuai dengan bentuk struktur yang terdapat pada
kondisi yang ingin dibangun. Untuk mendapatkan analisis dari penampang yang dibuat
maka digunakan program ETABS untuk mendapatkan kuat dari penampang. Saat
memodelkan struktur, bagian kolom dan balok saling menyambung yang menghasilkan
portal.
e. Mendefinisikan beban gravitasi dan gempa
Sebelum dilakukan langkah selanjutnya, pembebanan terhadap struktur harus
didefinisikan. Beban yang terdapat pada struktur adalah beban mati, beban gravitasi dan
beban gempa. Adapun persyaratan dari pembebanan gempa terdapat pada SNI Gempa
1726:2012 dan tentang pembebanan terhadap gedung terdapat pada SNI Gedung
1727:2013.
a. Pengecekan terhadap Desain
Setelah beban dan kombinasinya diinputkan didalam software, maka akan
didapatkan analisis dari kekuatan penampang. Untuk menentukan kekuatan penampang
dilihat dari momen maksimum dan geser yang terjadi. Selain itu dilakukan juga
pengecekan terhadap lendutan yang diizinkan. Apabila hasil dari pengecekan
menunjukan profil tidak memiliki penampang yang memadai, maka dilakukan kembali
tahapan preliminary design untuk mendapatkan penampang yang sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan.
b. Melakukan Analisis Pushover
Setelah penampang yang didapatkan sesuai kriteria pembebanan yaitu mampu
menahan beban mati, gravitasi, dan gempa, penulis melakukan analisis statik non-linier
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
menggunakan beban dorong statis. Untuk melakukan analisis digunakan bantuan
software Drain 2DX. Software ini mengharuskan mengkonversi bangunan 3D menjadi
2D untuk mendapatkan perilaku dari bangunan. Selanjutnya, setelah didapatkan pola
beban dorong dari pembebanan diberikan beban lateral sesuai dengan pola beban
dorong untuk mendapatkan deformasi yang telah di desain (kontrol terhadap deformasi).
Analisis pushover akan menghasilkan kurva kapasitas (gaya-perpindahan) yang
menggambarkan nilai dari batas kerja struktur terhadap beban gempa. Analisis pushover
akan memberikan mekanisme dari keruntuhan struktur dengan tahapan yang diharapkan
para perencana struktur.
c. Mendapatkan output analisis pushover
Hasil dari analisis pushover adalah nilai dari gaya-perpindahan, momen-rotasi,
geser-distorsi, dan mekanisme sendi plastis dari bangunan. Output tersebut akan
dianalisis dan dibandingkan antara hasil penggunaan dari material CFST dengan
material baja untuk mendapatkan kelebihan dan kekurangan masing-masing struktur.
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
Mulai
Mendefinisikan Batasan Masalah
Melakukan Tahapan
Preliminary Design
menggunakan ETABS
Modelisasi Struktur
Mendefinisikan Pembebanan Gravitasi dan
Gempa
Melaksanakan Perancangan Sesuai Kriteria
Desain
Melakukan Pengecekan Terhadap Desain
Memenuhi
Melakukan Analisis Pushover
Mendapatkan Output Analisis
Pushover
Grafik Momen dan Rotasi
Grafik Gaya dan Defleksi
Letak Terjadinya Sendi Plastis
Melakukan Analisis Hasil
Output
Selesai
Tidak Memenuhi
Berdasarkan SNI 1726:2012SNI 1727:2013
1. Sistem Rangka SMRF2. Material Infilled Concrete dan Baja WF3. Sambungan Semi Rigid4. >15 Lantai
Drain 2DX
Gambar 1 Diagram Alir Tahapan Penelitian
(Sumber: Olahan Penulis 2017) Hasil Penelitian
Setelah bangunan dimodelkan dengan Drain-2DX dilakukan analisis pushover
terhadap bangunan. Adapun komparasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
• Struktur dengan sambungan Extended End Plate dan struktur rigid tanpa
memodelkan elemen 4.
• Struktur baja Wide Flange dengan panel zone dan tanpa panel zone.
• Struktur CFST dengan panel zone dan tanpa panel zone.
• Struktur baja Wide Flange dengan CFST
Untuk struktur yang dimodelkan dengan panel zone menggunakan elemen 4 atau
dilakukan permodelan terhadap sambungan yaitu tipe extende end plate. Sedangkan saat
struktur baja Wide Flange dan CFST dibandingkan sambungan tidak dimodelkan atau
diasumsikan hubungan antara balok dan kolom rigid. Selain itu, mekanisme sendi plastis yang
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
terjadi pada struktur wide flange dan CFST dianalisis dan dilakukan komparasi berdasarkan
kenaikan displacement pada nodal kontro yaitu nodal paling atas bangunan.
1. Rigiditas Sambungan
Gambar 2 Kurva pushover pada WF dengan extended end plate dan tanpa elemen 4 (kiri) dan hubungan momen rotasi pada elemen 18 balok yang meleleh (kanan)
(Sumber: Olahan Penulis 2017)
Gambar 3 Nilai story drift (kiri) dan story shear (kanan)
(Sumber: Olahan Penulis 2017)
0
1000
2000
3000
4000
0 1 2 3 4
Load Factor x Base Shear (kN
)
Displacement (m)
Load vs Displacement
WF dengan Sambungan
WF tanpa Sambungan
0
500
1000
1500
-‐0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 Mom
en (kNm)
Rotasi (radian)
Momen Rotasi
WF dengan Sambungan
WF tanpa Sambungan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
Lantai ke
Story DriN (m)
Story DriN
DriN WF dengan Sambungan
DriN WF tanpa Sambungan
0 1000 2000 3000 4000 1 3 5 7 9
11 13 15
Shear Story (kN)
Lantai ke-‐
Story Shear
WF tanpa Sambungan WF dengan Sambungan
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
Gambar 4 Story displacement (Sumber: Olahan Penulis 2017)
2. Panel Zone pada Wide Flange
Gambar 5 Kurva Pushover, Story Displacement, Story Drift, Story Shear
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Load Factor x Base Shear (kN
)
Displacement (m)
Load vs Displacement
WF dengan Panel Zone
WF tanpa Panel Zone
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
Lantai ke-‐
Story DriN (m)
Story DriN
DriN WF dengan Panel Zone
DriN Wf tanpa Panel Zone
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15
0 100 200 300 400
Lantai ke-‐
Story Displacement (cm)
Story Displacement
Displacement WF tanpa Panel Zone
Displacement WF dengan Panel Zone
0 2000 4000 6000 8000
1 3 5 7 9 11 13 15
Story Shear (kN)
Lantai ke-‐
Story Shear
WF tanpa Panel Zone WF dengan Panel Zone
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
0 50 100 150 200 250 300 350
Lantai ke-‐
Story Displacement (cm)
Story Displacement
Displacement WF dengan Sambungan
Displacement WF tanpa Sambungan
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
Sumber: (Olahan Penulis (2017) 3. Panel Zone pada CFST
Gambar 7 Kurva Pushover, Story Displacement, Story Drift, Story Shear (Sumber: Olahan Penulis 2017)
4. Struktur WF dan CFST
0
1000
2000
3000
4000
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Load Factor x Base Shear (kN
)
Displacement (m)
Load vs Displacement
Struktur CFST Struktur WF
0 500
1000 1500 2000 2500 3000 3500
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Load Factor x Base Shear (kN
)
Displacement (m)
Load vs Displacement
CFST Tanpa Panel Zone
CFST dengan Panel Zone
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15
0 100 200 300 400
Lantai ke-‐
Story Displacement (cm)
Story Displacement
Displacement CFST dengan Panel Zone
Displacement CFST tanpa Panel Zone
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
0 0.1 0.2 0.3
Lantai ke-‐
Story DriN (m)
Story DriN
DriN CFST dengan Panel Zone
DriN CFST tanpa Panel Zone
0 1000 2000 3000 4000 1
4
7
10
13
Geser Lantai kN
Lantai ke-‐
Story Shear
CFST tanpa Panel Zone CFST dengan Panel Zone
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
Gambar 8 Kurva Pushover CFST dan WF (Sumber: Olahan Penulis 2017)
Gambar 9 Story Drift dan Gaya Geser Lantai (Sumber: Olahan Penulis 2017)
Tabel 1 Faktor Daktilitas Struktur Nama Struktur Faktor Daktilitas
WF dengan Panel Zone 27.67 WF tanpa Panel Zone 16.17
WF dengan Sambungan 20.75 WF tanpa Sambungan 19.69
CFST dengan Panel Zone 8.36 CFST tanpa Panel Zone 8.09
(Sumber: Olahan Penulis 2017)
0 200 400 600
1
3
5
7
9
11
13
15
Gaya Geser (kN) Lantai ke-‐
Geser Lantai WF vs CFST
WF 3 Bay
CFST 3 Bay
0 0.5 1 1.5 2
1 3 5 7 9 11 13 15
Lantai ke-‐
Story DriN (m
)
Story DriN
DriN CFST Grav DriN WF Grav
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
5. Mekanisme Sendi Plastis
Gambar 9 Story Drift dan Gaya Geser Lantai (Sumber: Olahan Penulis 2017)
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
Pembahasan
Pada perbandingan rigiditas sambungan karena asumsi pada struktur yang
dimodelkan tanpa sambungan adalah rigid, maka nilai dari stiffness struktur secara global
lebih besar dengan nilai 5418.78 kN/m pada step ke-10 atau sering disebut dengan initial
stiffness. Sedangkan struktur yang dimodelkan dengan Extended End Plate memiliki
kekakuan awal sebesar 4706.89 kN/m. Nilai kekakuan struktur secara global dapat dicari
menggunakan hubungan kurva pushover dimana kekakuan dari struktur adalah gradient dari
kurva tersebut. Oleh karena itu, kekakuan dari struktur bervariasi sesuai dengan hubungan
base shear dan perpindahannya. Selain itu, struktur dengan sambungan memiliki faktor
daktilitas sebesar 20.75 sedangkan 19.6875 untuk nilai daktilitas struktur tanpa sambungan.
Hal tersebut membuktikan bahwa nilai daktilitas dari struktur dengan sambungan lebih tinggi.
Dari hubungan momen-rotasi pada elemen 18 yaitu saat elemen pertama balok
meleleh, dapat dilihat hubungan momen dan rotasi pada struktur tanpa sambungan berada
sedikit diatas bangunan yang dimodelkan dengan sambungan. Hal tersebut membuktikan
bahwa tanpa memodelkan sambungan membuat perilaku struktur menjadi rigid. Untuk
perbandingan dari story drift struktur tiap-tiap lantai, struktur dengan sambungan extended
end plate mengalami story drift lebih besar dibandingkan dengan tanpa sambungan dimana
drift yang terjadi semakin besar pada bagian tengah lantai. Hal tersebut berhubungan dengan
nilai gaya geser lantai dimana pada 1 pada struktur tanpa sambungan bernilai 3785.6 kN
sedangkan untuk struktur dengan sambungan bernilai 3553 kN. Nilai geser lantai yang terjadi
pada struktur tanpa sambungan lebih besar dibandingkan struktur dengan sambungan. Hal
tersebut terjadi karena struktur tanpa desain sambungan membutuhkan gaya geser yang lebih
besar untuk meningkatkan nilai perpindahannya.
Untuk perbandingan struktur panel zone pada wide flange, Struktur yang dimodelkan
dengan panel zone mengalami keruntuhan pada step ke 332 dengan nilai base shear 3536.48
kN sedangkan struktur tanpa panel zone runtuh pada step ke 291 dengan nilai base shear
6644.587 kN. Nilai dari initial stiffness pada struktur tanpa panel zone berada diatas struktur
panel zone dengan kekakuan 5904.2375 kN/m pada step ke 24. Struktur panel zone memiliki
nilai initial stiffness sebesar 3523.36 kN/m pada step ke 24. Kekakuan struktur tanpa panel
zone secara signifikan menurun pada step ke 28 dengan nilai kekakuan 3431.391 kN/m.
Berdasarkan nilai dari daktilitas struktur, WF dengan panel zone memiliki nilai daktilitas
sebesar 27.67 sedangkan WF tanpa panel zone memiliki nilai daktilitas sebesar 16.17. Hal
tersebut menunjukan bahwa pendefinisian panel zone dapat meningkatkan daktilitas struktur.
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
Simpangan antar lantai yang terjadi pada struktur dengan panel zone lebih besar
dibanding struktur tanpa panel zone. Hal tersebut terjadi dikarenakan panel zone yang lemah
sehingga mengalami leleh pada step awal analisis pushover. Pada kedua grafik simpangan
antar lantai, drift terbesar terjadi pada lantai 6 dan 7. Hal tersebut terjadi karena geser lantai
yang terjadi pada struktur meningkat dari lantai atas ke lantai bawah, sedangkan pada lantai 6
dan 7 terjadi pergantian penampang balok dan kolom menjadi lebih kecil sehingga simpangan
yang terjadi menjadi lebih besar. Kenaikan nilai simpangan juga terjadi pada lantai ke 11 dan
12 karena perubahan penampang.
Untuk struktur panel zone pada CFST memiliki kecenderungan yang sama dengan
wide flange. Berdasarkan grafik kurva pushover dari bangunan dengan panel zone yang
dimodelkan (Struktur 1) berada di bawah bangunan tanpa panel zone yang dimodelkan
(Struktur 2). Namun, Struktur 2 dapat didorong lebih jauh dibanding Struktur 1. Struktur 2
mengalami keruntuhan pada displacement ke 284 cm sedangkan Struktur 1 mengalami
keruntuhan pada displacement ke 301 cm yang menunjukan bahwa Struktur 1 lebih daktail
dibanding struktur 2 dimana struktur 2 mengalami keruntuhan pada nilai base shear 3193.3
kN. Sedangkan Struktur 1 mengalami keruntuhan pada nilai base shear 2273.8 kN. Sedangkan
apabila dilihat dari nilai daktilitas, struktur CFST dengan panel zone memiliki daktilitas lebih
tinggi yaitu bernilai 8.36 sedangkan untuk struktur CFST yang didefinisikan tanpa panel zone
memiliki faktor daktilitas sebesar 8.09.
Apabila dilihat dari nilai drift, pola persebaran simpangan antar lantai pada kedua
struktur berbeda. Pada struktur tanpa panel zone drift yang terjadi pada lantai 11 dan 12
mengalami kenaikan siginifikan. Drift terbesar model panel zone terjadi di lantai ke 6 dengan
nilai 25 cm sedangkan model tanpa panel zone terjadi pada lantai ke 12 dengan nilai drift
20.31 cm. Nilai dari gaya geser lantai meningkat dari lantai 1 hingga lantai 15. Sebagai
perbandingan, untuk struktur tanpa panel zone memiliki nilai geser lantai pada lantai 1
sebesar 3042.7 kN sedangkan yang dimodelkan dengan panel zone memiliki nilai gaya geser
sebesar 2273.1 kN. Hal tersebut menandakan bahwa struktur tanpa panel zone memiliki
kekuatan yang lebih tinggi.
Untuk melakukan perbandingan pada struktur WF dan CFST, periode kedua
bangunan disamakan. Struktur CFST memiliki periode 1.394 sekon dan WF memiliki nilai
1.396 sekon. Struktur CFST mengalami keruntuhan pada step ke 301 sedangkan struktur WF
mengalami keruntuhan pada step ke 315. Karena grafik pushover dari struktur WF berada
diatas struktur CFST, profil WF menerima lebih besar gaya sehingga energi disipasi struktur
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
lebih besar dibanding CFST. Pada struktur CFST, nilai kekakuan geser awal struktur adalah
1789.09 kN/m sedangkan pada WF kekakuan awal struktur mencapai 5456.006 kN/m.
Apabila ditinjau dari nilai gaya geser yang terjadi pada tiap lantai, struktur CFST
menerima gaya geser lebih kecil dibandingkan struktur WF. Walaupun simpangan yang
terjadi pada struktur CFST lebih besar dibanding struktur WF, kemampuan disipasi energi
struktur WF lebih tinggi dibandingkan struktur CFST sehingga gaya geser yang diterima
struktur WF lebih besar. Sedangkan drift terbesar pada struktur CFST terjadi pada lantai 6
dengan nilai 1.89 cm dan pada struktur WF terjadi pada lantai ke 3 dengan nilai 0.59471 cm.
Selisih perpindahan pada nodal paling atas adalah 14.45 cm dimana kecenderungan nilai drift
CFST lebih besar.
Untuk mekanisme sendi plastis, kejadian sendi plastis pada struktur wide flange
komponen panel zone mengalami mekanisme sendi plastis paling awal yaitu pada step ke-11
yang terjadi pada elemen 43 dengan load factor 1.3727 dan nilai base shear 645.95 kN.
Elemen 43 merupakan komponen panel zone pada lantai ke-6. Kelelehan panel zone
selanjutnya terjadi pada elemen 41 yang berada diseberang elemen 43 dan terus berlanjut
secara runtun hingga step ke-28 pada elemen 15 dengan load factor 3.1401 atau base shear
1295.1 kN. Mekanisme sendi plastis pada balok mulai terjadi pada step ke 31 di elemen 18
dengan load factor 3.4011. Elemen tersebut berada pada sisi eksterior dari struktur dan
dilanjutkan dengan sendi plastis yang terjadi pada sisi ekterior lainnya. Balok eksterior
mengalami sendi plastis lebih awal dikarenakan pemodelan panel zone yang hanya
dimodelkan pada bagian interior. Panel zone mendisipasi energi yang diberikan oleh gaya
beban dorong sehingga sendi plastis pada balok interior tertunda. Selanjutnya, sendi plastis
pada kolom terjadi secara beriringan pada sisi ekterior yang berseberangan. Mekanisme
kelelehan ujung balok eksterior dan panel zone terus terjadi hingga step ke 77. Balok interior
pada lantai 5 mulai mengalami sendi plastis pada kedua ujung nodalnya pada step ke 100
yaitu pada elemen 14 dengan load factor 5.5461.
Pada step ke-81, kolom dasar bagian eksterior mengalami sendi plastis pada load
factor ke 5.1363 atau nilai base shear 2111.2 kN. Sedangkan kolom dasar bagian interior baru
mengalami kelelehan pada step ke 100 dengan nilai base shear 2297.1 kN. Selanjutnya,
secara berseling terjadi mekanisme sendi plastis pada panel zone, balok ekterior dan kolom
interior. Panel zone terakhir yang mengalami sendi plastis adalah elemen ke 18 dan 20 pada
step ke 119. Sendi plastis pada kolom mulai terjadi di elemen ke 2 pada lantai 2 bagian
ekterior pada step ke 158 dengan nodal I yang mengalami kelelehan saat nilai base shear
2736.3 kN. Mekanisme sendi plastis pada kolom tersebut belum menyebabkan terjadinya
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
mekanisme soft story karena sendi plastis belum terjadi pada kedua nodal pada ujung elemen
dan kolom lain belom mengalami sendi plastis. Kolom lain yang mengalami sendi plastis
adalah elemen 17 pada nodal I dimana terjadi pada step ke 172.
Tabel 2 Jumlah Sendi Plastis WF
Jumlah Sendi Plastis
Balok Kolom Panel Zone Step 1-20 - - 24
Step 21-40 18 - 8 Step 41-60 6 - 15
Step 61-100 6 3 6 Step 101-120 6 - 2 Step 121-160 14 1 - Step 161-200 8 1 - Step 201-332 27 9 -
(Sumber: Olahan Penulis 2017)
Tabel 3 Step Sendi Plastis WF
(Sumber: Olahan Penulis 2017)
Mekanisme sendi plastis pada struktur Concrete Filled Steel Tube terjadi pada step
ke-38. Karena kurva hubungan momen rotasi dari panel zone yang cukup kuat dengan nilai
momen leleh yang tinggi, maka panel zone pada struktur CFST tidak mengalami kelelehan
pada step awal. Balok elemen 13 yang terletak pada bagian eksterior lantai 5 mengalami
kelelehan terlebih dahulu pada load factor 1.3648 dengan nilai base shear sebesar 696.78 kN.
Balok eksterior terus mengalami mekanisme sendi plastis hingga step 69.
Pada step tersebut, kolom eksterior struktur mengalami kelelehan pada nilai base
shear 1001.139 kN. Balok eksterior terus mengalami kelelehan diselingi dengan mekanisme
sendi plastis pada nodal I kolom intrior lantai dasar saat step ke 74. Mekanisme sendi plastis
yang terjadi pada struktur CFST lebih sedikit dibanding struktur WF. Hal tersebut ditandai
dengan jumlah step dan load factor yang terus meningkat tanpa mekanisme sendi plastis.
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
Pada step ke 207, panel zone lantai 11 mengalami sendi plastis dengan nilai base shear
1818.114 kN. Pada step 222 panel zone lantai 12 mengalami kelelehan.
Panel zone pada struktur CFST terus mengalami kelelehan hingga menjelang
keruntuhan. Hal tersebut berlawanan dengan hasil analisis beban dorong pada struktur WF
dimana mekanisme sendi plastis panel zone terjadi pada step awal. Selain itu, struktur CFST
lebih banyak terjadi sendi plastis pada kolom dibandingkan struktur WF. Keruntuhan struktur
terjadi pada step ke 301 dimana terjadi keruntuhan pada balok elemen 39 dan 45 ditandai
dengan munculnya event code 20.
Tabel 4 Jumlah Sendi Plasti CFST
Jumlah Sendi Plastis
Balok Kolom Panel Zone Step 1-40 4 - -
Step 41-60 14 - - Step 61-100 12 2 -
Step 101-210 2 6 2 Step 211-250 2 4 2 Step 251-300 9 6 7
(Sumber: Olahan Penulis 2017)
Tabel 5 Step Sendi Plastis WF
(Sumber: Olahan Penulis 2017)
Secara umum, mekanimse sendi plastis yang terjadi pada struktur WF lebih banyak
dibandingkan pada struktur CFST. Hal tersebut menunjukan perilaku struktur WF yang lebih
daktail. Selain itu, panel zone pada struktur WF mengalami kelelehan terlebih dahulu
dikarenakan struktur WF memiliki panel zone yang lemah yang berakibat kelelehan pada
step-step awal. Hal tersebut dapat diatasi dengan penggunaan stiffener pada panel zone WF.
Sedangkan untuk CFST memiliki panel zone yang kuat sehingga yield terjadi pada step akhir.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahapan pembuatan pada
proses penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa :
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
• Struktur yang dimodelkan dengan panel zone mengalami simpangan antar lantai
yang lebih besar dibandingkan tanpa panel zone.
• Pemodelan panel zone yang lemah berdampak pada low strength dan plastifikasi
pada panel zone akan berdampak pada pelemahan kekuatan dan kekakuan dari
struktur secara global.
• Pada struktur Wide Flange, mekanisme sendi plastis pada panel zone lebih
cenderung terjadi dibandingkan pada Concrete Filled Steel Tube dikarenakan
material dan konfigurasi penampang
• Profil Concrete Filled Steel Tube memiliki nilai kekakuan yang lebih rendah
dibandingkan profil Wide Flange dan daktilitasnya lebih rendah dibanding Wide
Flange.
• Pengaruh dari luasan baja yang digunakan pada kedua struktur adalah pada properti
daktilitas. Profil Wide Flange memiliki luasan baja yang lebih besar sehingga
struktur Wide Flange lebih daktail dibandingkan Concrete Filled Steel Tube.
• Rigiditas sambungan mempengaruhi perilaku struktur secara global. Daktilitas
struktur secara global meningkat dibandingkan pemodelan tanpa penginputan
sambungan karena struktur dapat bergerak lebih bebas. Tanpa penginputan
sambungan model bangunan dapat diasumsikan rigid. Penginputan sambungan
menyebabkan penurunan momen leleh pada sambungan dibawah daerah rigid
sehingga kekakuan dari struktur berkurang.
• Nilai dari efek dari P Delta yang diabaikan menyebabkan nilai dari perpindahan
nodal lebih jauh. Saran
Berdasarkan pada hasil penelitian, maka terdapat beberapa saran untuk penelitian ini
antara lain :
• Pemodelan panel zone pada struktur SMRF perlu dikaji lagi dengan memodelkan
daerah tersebut menggunakan eksperimen full scale agar perilaku panel zone dapat
digambarkan secara lebih baik
• Pada pemodelan struktur sebaiknya dilakukan pengecekan terhadap kapasitas panel
zone karena perilaku struktur secara global berpengaruh dan sebaiknya didesain kuat
• Perlu dilakukan pemodelan panel zone menggunakan program finite element untuk
menggambarkan perilaku panel zone secara lebih spesifik.
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
• Efek komposit dari struktur CFST tidak secara mendetail dilakukan. Pengaruh mutu
bahan, poisson ratio,
• Pengembangan software Drain-2DX agar dapat melakukan analisis terhadap panel
zone yang di definisikan pada seluruh nodal pertemuan balok dan kolom.
• Pengujian terhadap struktur 3 dimensi perlu dilakukan untuk melihat perilaku
bangunan secara real yaitu pengaruh dari beban dorong arah X, Y dan Z.
• Sambungan yang dimodelkan menggunakan Frye-Morris perlu divariasi dengan tipe
selain Extended End Plate untuk melihat perilaku rigiditas sambungan lain terhadap
struktur.
• Pemodelan sambungan dari struktur CFST yang perlu dikaji secara eksperimental.
• Analisis beban dorong menggunakan software ETABS atau SAP2000 sebagai
pembanding dari hasil penelitian.
• Penggunaan Performance Based Design sesuai ATC-40 dan FEMA 356 untuk
mendapatkan target deformasi dan perilaku struktur pada daerah performance point-
nya
• Perlu dilakukan penelitian mengenai studi kelayakan atau feasibilitas penggunaan
profil CFST dari segi manajemen konstrukti seperti analisis biaya dan metode
konstruksi yang digunakan. Daftar Referensi American Institue of Steel Construction, Inc. (2005). Prequlified Connections for Special and
Intermediate Steel Moment Frames for Seismic Applications. American Institute of Steel Construction, Inc. (2005). Seismic Provision for Structural Steel
Building Including Supplement No. 1. Chicago. Aziz, A. (2012). Studi Perilaku Sistem Rangka Baja K-Split EBF (Eccentrically Braced
Frames) Terhadap Beban Gempa Dengan Analisis Pushover. Universitas Indonesia. Badan Standardisasi Nasional. (2012). Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung. Jakarta. Charney, F., & Downs, W. (2004). Modeling Procedures for Panel Zone Deformations in
Moment Resisting Frames. Connection in Steel Structures V. Davilla-Arbona, F. J. (2007). Panel Zone Behaviour in Steel Moment Resisting Frames.
Istituto Universitario di Studi Siperiori. Earthquake Resistant Design of Steel Structures. (t.thn.). Eurocode 3. (1993). Design of Steel Structures. Brussels. FEMA 356 Prestandard. (2000). Prestandard and Commentary for the Seismic Rehabilitation
of Buildings. Virginia.
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017
Fukomoto, T., & Morita, K. (2005). Elastoplastic Behavior of Panel Zone in Steel Beam-to-Concrete Filled Steel Tube Column Moment Connections. Journal of Civil Engineering (ASCE).
Guevara-Perez, L. T. (2012). "Soft Story" and "Weak Story" In Earthquake Resistant Design: A Multidisciplinary Approach. 15 WCEE.
Hamburger, R., Krawinkler, H., Malley, J., & Adan, S. (2009). Seismic Design of Steel Special Moment Frames: A Guide of Practicing Engineers. NEHRP Seismic Design Technical Brief.
Hu, J. W. (2008). Seismic Performance Evaluations and Analyses for Composite Moment Frames with Smart SMA PR-CFT Connections. Dissertation.
Inai, E., Mukai, A., Kai, M., Tokinoya, H., Fukumoto, Toshiyuki, . . . Kori. (2004). Behavior of Concrete-Filled Steel Tube Beam Coloums. Journal of Structural Engineering.
Kartal, M. (2010). Effect of Semi-Rigid Connection on Structural Responses. Electronic Journal of Structural Engineering.
Prakasa Adhi, C. (2013). Studi Perilaku Rangka Baja Sistem Ganda Antara SIstem Rangka Pemikul Momen dengan Sistem Rangka Bresing Terhadap Beban Gempa dengan Analisis Pushover. Skripsi Universitas Indonesia.
Prakasa, A. C. (2013). Studi Perilaku Rangka Baja Sistem Ganda Antara Sistem Rangka Pemikul Momen dengan Sistem Rangka Bresing Konsenstris Terhadap Gempa dengan Analisis Pushover. University of Indonesia.
Purwadi, A. (2011). Perilaku Non-Linier Penampang Komposit Baja dan Beton pada Sambungan Interior. Universitas Indonesia.
Ramezansefat, H., Aghakouchack, A., & Shahbeyk, S. (2012). Behavior of Steel Intermediate Moment Frames Designed According to Iranian National Building Code under Lateral Load. 15 WCEE.
Tsuda, K., & Morino, S. (2006). Design and Construction of Concrete-Filled Steel Tube Coloumn System in Japan.
Tuna, M., & Topkaya, C. (2015). Panel Zone Deformation Demand in Steel Moment Resisting Frame. Journal of Constructional Steel Research.
University of California Berkerley. (1993). Drain-2DX Element Description and User Guide for Element Type01, Type02, Type04, Type06, Type09, and Type15. California.
Varghese, V., & Borkar, Y. R. (2013). Comperative Study of S.M.R.F Building Over O.M.R.F. Building With Seismic and Wind Effect. International Journal of Engineering Research and Applications (IJERA).
Studi Komparasi ..., Axel Ivanda Tanjung, FT UI, 2017