Post on 28-Dec-2015
description
ANAK JALANAN DI MARGONDA DAN UPAYA PERLINDUNGAN DIRI MEREKA
Disusun sebagai Tugas Ujian Akhir Semeseter Mata Kuliah Perlindungan Anak
Disusun Oleh:
Fadhlul Hamid
1106082546
DEPARTEMEN KRIMINOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Anak sebagai individu yang masih berada di dalam tahap perkembangan dan
pertumbuhan memerlukan bantuan dari keluarga di dalam menjalani proses tersebut. Orang
tua sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak
menjadi sosok penting ketika anak menjalani tahapan tersebut di dalam kehidupannya. Anak
membutuhkan orang tua untuk membimbing mereka di dalam proses tumbuh kembangnya,
menanmkan nilai dan norma yang menjadi panutan di dalam masyarakatnya, dan menjadi
pelindung bagi anak selama menjalani kehidupan di masa kanak-kanaknya.
Sebagai pelindung bagi anak, keberadaan orang tua dan keluarga menjadi hal yang
utama. Hal ini mengingat anak belum bisa hidup dengan mandiri dengan kemampuan yang ia
miliki pada saat masih menjadi anak-anak. Selama belum dikategorikan dewasa, anak masih
belum memiliki pola pikir yang matang sehingga belum bisa menentukan apa yang baik dan
benar serta mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan yang ia lakukan. Selain itu anak
juga masih rentan untuk menjadi sasaran tindak kejahatan seperti penculikan, human
trafficking¸ bullying¸dan aksi-aksi kekerasan lainnya. Untuk itulah orang tua dan keluarga
dibutuhkan oleh anak terutama sebagai pelindung di masa kanak-kanaknya.
Situasi dan kondisi setiap anak di masa pertumbuhan dan perkembangannya tidak
selalu sama. Ada anak yang terlahir dengan kedua orang tua, ada yang hanya salah satu dari
mereka, atau tidak ada di antara keduanya. Pilihan-pilihan seperti itu sebagian besar
merupakan takdir yang tidak dapat dielakkan oleh anak dan harus ia terima di dalam
hidupnya. Selain itu juga ada anak yang memilih untuk tidak hidup dan tinggal bersama
keluarga dan orang tua mereka selama mereka menjalani proses tumbuh kembang sebelum
beranjak dewasa. Salah satu contoh dari anak-anak yang tidak bersama keluarga mereka
adalah anak-anak yang memilih untuk hidup di jalanan atau lebih sering diebut dengan anak
jalanan.
Anak jalanan sebagai bagian dari anak-anak tidak luput dari resiko menjadi korban
suatu tindak kekerasan. Kehidupan mereka yang dihabiskan di jalanan menjadikan mereka
lebih rentan mengalami perlakuan kasar dan aksi kejahatan dibandingkan dengan anak-anak
yang hidup di rumah bersama keluarga mereka. Di jalanan mereka lebih sering terpapar
dengan masyarakat luas, apalagi jika mereka tidak lagi tinggal bersama dengan keluarga
mereka. Salah satu kasus anak jalanan yang menjadi korban aksi kejahatan adalah yang
terjadi di Depok, di mana anak jalanan menjadi korban pelecehan seksual dari orang dewasa.1
Selain itu pada 2009 lalu terjadi kasus penculikan terhadap seorang anak jalanan yang
dilaporkan oleh rekan-rekannya ke polisi.2 Kerentanan menjadi meningkat dikarenakan tidak
ada upaya perlindungan yang ada dari pihak-pihak terutama keluarga mereka.
I.2 Permasalahan
Tingginya resiko untuk menjadi korban kekerasan atau aksi kejahatan bagi anak-anak
jalanan menyebabkan mereka harus berjuang menghadapi resiko tersebut. Pilihan untuk
hidup di jalanan yang telah mereka ambil menyebabkan mau tak mau mereka harus
menghadapi tantangan untuk hidup di jalanan terutama bagi mereka yang tidak lagi tinggal
bersama keluarga mereka. Mereka harus berjuang untuk mencari makan, mengembangkan
diri, sekaligus mempertahankan diri dari ancaman yang dapat membahayakan mereka. Untuk
itu mereka harus mendapatkan perlindungan yang tidak lagi mereka dapatkan dari keluarga
dan orang tua mereka.
I.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, pertanyaan penelitian yang diajukan pada penelitian
ini adalah bagaimana cara anak jalanan yang ada di kawasan Margonda Depok mendapatkan
perlindungan terhadap diri mereka selama mereka hidup di jalanan dan tidak bersama
keluarga mereka ?
I.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui
bagaimana cara anak jalanan yang ada di kawasan Margonda Depok mendapatkan
perlindungan terhadap diri mereka selama mereka hidup di jalanan dengan kondisi tidak
bersama keluarga mereka.
1 http://www.indopos.co.id/2014/05/anak-jalanan-korban-pelecehan-seksual.html2 http://metro.news.viva.co.id/news/read/64321-anak_jalanan_laporkan_kasus_penculikan
BAB II
KAJIAN LITERATUR DAN KERANGKA PIKIR
II.1 Kajian Literatur
The Influence of Social Organization among Street Children on Their Survival on the
Streets
Peter Gutwa Oino, Bernard Mwori Sorre, Eric Kiprono Bor
International Journal of Science and Research (IJSR), India Online Vol. 2, No. 7, July
2013
Organisasi sosial merupakan bentuk interaksi sosial yang beruoa kelompok dengan
ekspektasin yang lebih jelas yang di dalamnya para aktor sepakat untuk untuk terlibat di
dalam interaksi dan mengendalikan diri mereka sehingga muncul kerja sama di dalam
kelompok tersebut. Untuk lebih jauh lagi, ada beberapa mekanisme yang didapat oleh anak
jalanan dari kelompok sosial mereka di dalam mempertahankan kehidupan mereka.
1. Sosialisasi
Sosialisasi merupakan mekanisme sosial utama bagi anak jalanan untuk bertahan hidup
di jalanan. Sosialisasi di dalam konteks ini merupakan proses pembelajaran akan norma
sosial dan aturan yang diharapkan oleh masyarakat baik itu yang bermoral ataupun tidak.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, tidak ada anak yang meninggalkan rumahnya untuk
hidup sendirian di jalanan yang mampu bertahan. Mereka membutuhkan suatu kelompok
untuk dapat bertahan dan melindungi diri mereka. Setidaknya mereka harus bergabung
dengan organisasi sosial yang ada di jalanan yang memiliki base tersendiri. Di base ini
mereka harus beadaptasi dan bersosialisasi dengan anak jalanan lain, berbagi makanan dan
praktik seperti ini menjadi mekanisme perlindungan tersendiri bagi mereka.
2. Informal Leadership
Setiap base yang ada di jalanan memeiliki seorang pemimpin yang menjadi sumber
panutan dan secara tidak langsung menjadi penanggung jawab dan pelindung setiap anggota
dari base tersebut. Setiap kali anak turun ke jalan, pemimpin tersebut haruslah memberikan
instruksi dan anak tersebut harus menurutinya untuk agar tetap diterima sebagai anggota dari
base tersebut. Pemimpin base ini selalu aktif dalam merekrut dan melepaskan anak jalanan.
Sekali seorang anak jalanan menjadi anggota dari base, maka ia akan mendapatkan
perlindungan dengan mendapatkan identitas sosial, perlindungan, dan keamanan serta
pemenuhan kebutuhan hidup mereka.
3. Networks of Relations
Hubungan dan jaringan yang dibangun oleh anak jalanan memastika bahwa mereka
bukanlah sosok yang sendirian di tengah kerasnya kehidupan di jalanan. Dengan bergabung
ke dalam suatu base seorang anak secara otomatis akan dibawa untuk memasuki suatu
jaringan yang ada di jalanan. Di sinilah letak ketergantungan mereka untuk dapat bertahan
dan memperoleh perlindungan yang berkaitan dengan jaringan yang mereka miliki.
Pertahanan dan perlindungan mereka bergantung pada jaringan yang mereka ciptakan yang
mampu membawa mereka untuk tetap ada di jalanan dan memperoleh dukungan dari jalanan
tersebut.
4. Resilience
Resilience merupakan mekanisme organisasi sosial yang melibatkan anak di dalam
kondisi perkotaan. Konsep ini diartikan sebagai proses dinamin di mana individu
memerankan perilaku positif ketika mereka berhadapan dengan trauma dan perlakuan
lainnya. Ketika berada di jalanan, anak-anak rentan berhadapan dengan kekerasan dan
perkelahian, perkosaan, dan bentuk anarkis dari rekan-rekan mereka yang dapat melukai
mereka. Di sinilah mereka harsu bsia beradaptasi dengan ligkungan sosial yang ada di sekitar
mereka dan mereka harus mengerti bagaimana kerasnya kehidupan di jalanan. Mereka juga
harus bisa mendapatkan perlindungan dari lingkungan lain selain kelompok sosial mereka.
5. Norma, aturan dan regulasi
Bagi sebagian anak jalanan, mentaati aturan dan norma yang dianut oleh kelompok
merekaakan menyebabkan mereka lebih mendapatkan dukungan dan penerimaan dari
kelompok anak jalanan. Hal ini akan mempengaruhi ikatan yang ada pada merek dengan
terjadinya penguatan ikatan. Secara positif, penguatan ini akan memberikan mereka
perlindungan yang lebih selama berada di jalanan dan mampu mempertahankan diri mereka
secara lebih baik lagi.
6. Deviance Control
Untuk dapat bertahan hidup dan memperoleh perlindungan di jalanan, anak-anak harus
dapat mengendalikan diri mereka untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap aturan yang
ditegakkan oleh kelompok mereka. Jika ada anak yang melakukan pelanggaran, pemimpin
mereka akan memberikan hukuman berupa denda atau pengambilan jatah makan mereka.
Selain itu jika pelanggaran terus-terusan dilakukan, pemimpin akan memberi tahu base lain
akan kelakuan si pelanggar, dengan demikian ketika ia meninggalkan base, tidak ada yang
mau menerima anak tersebut.
7. Mekanisme Keamanan
Kehidupan jalanan yang keras dan menantang mengharuskan anak jalanan untuk
mengembangkan sendiri mekanisme pertahanan mereka agar mendapatkan perlindungan
dengan cara hidup bersama di dalam suatu kelompok. Mereka biasanya harus bisa
menghadapi bahaya yang mengancam seperti oleh anak-anak jalanan yang lebih dewasa dari
kelompok lain, masyarakat yang tidak menyenangi mereka, dan petugas kepolisian setempat.
Cara terbaik bagi mereka untuk dapat bertahan dan berlindung adalah dengan membentuk
base dan memiliki sosok pemimpin yang mampu mengawasi dan melindungi mereka.
8. Aktivitas Keseharian
Aktivitas sehari-hari yang dijalankn juga mempengaruhi kehidupan mereka, untuk
dapat bertahan dan terlindungi, anak-anak jalanan harus mengahbiskan waktu mereka di
jalanan dari pagi hingga malam dan memastikan bahwa waktu tersebut merupakan waktu
yang produktif
Coming of Age on the Streets: An Exploration of Livelihoods on Street Youth in
Durban
Michael Scherthaner
The Struggle to Belong, Dealing with Diversity in 21st Century urban Settings,
Amsterdam 2011
Jurnal ini mengkaji fenomena anak jalanan yang semakin meningkat di berbagai
belahan dunia jarang dengan melihat bagaimana realitas kehidupan di jalanan Durban dan
bagaimana anak jalanan tumbuh dan berkembang di jalanan menuju kedewasaan. Diesbutkan
bahwa penyebab anak meninggalkan rumah dan memilih kehidupan jalanan akan bervariasi
dengan mayoritas disebabkan oleh faktor kemiskinan dan struktur keluarga yang tidak
berjalan dengan baik.
Anak jalanan memiliki akses yang terbatas untuk mendapatkan pekerjaan di bidang
formal serta jauh dari perhatian dan kasih sayang orang tua. Di jalanan anak harus dapat
bertahan hidup dengan bekerja mencari makan dan sekaligus melindungi diri mereka dari
ancaman bahaya. Mereka dalam bekerja tidak hanya untuk mencari uang namun juga
mendapatkan makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Mereka harus memenangkan hati warga
untuk mendapatkan perhatian dan perlindungan dan dari situlah mereka diberikan lahan
untuk tempat tinggal
Menjadi bagian dari suatu kelompok anak jalanan merupakan kunci utama di dalam
kehidupan jalanan. Dengan adanya jaringan yang mendukung makanan, tempat tinggal, dan
keamanan, mereka bisa bertahan hidup dan mendapatkan perlindungan. Selain itu mereka
juga mendapatkan kepuasan terhadap kebutuhan mereka untuk bersosialisasi, berteman,
perlindungan, dan identitas. Kelompok memberikan mereka perasaan solidaritas,
mendapatkan perhatian, dan mendapatkan kekuatan untuk melawan diskriminasi dan
marjinalisasi.
Pada waktu-waktu tertentu kehidupan di dalam kelompok tidak selalu harmonis. Akan
ada momen untuk pertengkaran, konflik, dan perbedaan pendapat di anggota kelompok.
Kondisi seperti ini memberikan mereka pelajaran dan pengalaman untuk merubah sikap dan
perilaku di dalam proses tumbuh kembang mereka sebagai seorang anak. Meskipun
mendekatkan diri sedekat mungkin dengan kelompok menyebabkan mereka lebi terlindungi,
namun sekali-kali mereka tetap mempertimbangkan untuk agak menjauh dari kelompok
untuk menghilangkan image sebagai anak jalanan.
Children Facing Insecurity: New Strategies for Survival in a Global Area
Theresa Stichick, Claude Bruderlein
Harvard Program on Humanitarian Policy and Conflict Research, Paper for Canadian
Departemen of Foreign Affaris and International Trade, May 2001
Jurnal ini mengkaji bagaimana keamanan anak-anak pada saat ini di dalam menghadapi
globalisasi dan bentuk lain dari peperangan. Meskipun membahas mengenai peperagan,
namun perlindungan anak yang ada di dalam pembahasan ini juga dapat diaplikasikan untuk
anak yang berada di dalam pengungsian, anak jalanan, dan anak yang hidup di bawah garis
kemiskinan. Keamanan anak-anak pada saat ini mengalami kerentanan dikarenakan
permasalahan ekonomi, konflik, dan kemiskinan. Selain itu anak-anak juga harus berhadapan
dengan ancaman lain untuk mendapatkan sumber daya pemenuhan kebutuhan hidup.
Anak-anak yang hidup dan tinggal di area yang tidak stabil seperti lokasi peperangan
dan jalanan memiliki resiko yang tinggi terkait perasalahan keamanan mereka. Mereka harus
memainkan peran ganda sebagai anak-anak dan sebagai pencari nafkah. Peranan ini
dihasilkan oleh kemisikinan yang semakin parah dan ketidakstabilan kondisi negara dan
lingkungan masyarakat. Dengan situasi seperti ini, anak mau tak mau dihadapkan langsung
dengan ancaman terhadap keselamatan diri mereka sendiri. Mereka juga harus berkonfrontasi
dengan kemungkinan kehilangan barang-barang mereka, jauh dari keluarga dan teman-teman
mereka, dan kehilangan lingkungan sosial yang baik untuk pertumbuhan mereka.
Untuk mendefinisikan anak-anak tidak serta merta bisa dikategorikan sebagai
kelompok yang rentan, namun juga harus dipertimbangkan sebagai individu dengan
kebutuhan tertentu, memiliki hak dan kemampuan untuk bertindak dan menentukan pilihan
sesuai dengan proses tumbuh kembangnya. Kebutuhan yang dimiliki oleh anak-anak juga
berbeda dengan orang dewasa. Ada beberapa bentuk kebutuhan anak yaitu kebutuhan
aktualisasi diri, kebutuhan penghargaan, kebutuhan sosial, kebutuhan keamanan, dan
kebutuhan psikologis.
Selain kebutuhan-kebutuhan di atas, anak juga memiliki kebutuhan untuk mendapatkan
hubungan dengan linkungan sosialnya dan butuh perasaan dimiliki oleh lingkungan tersebut.
Bagi anak-anak, hubungan dengan pemberi perhatian merupakan hal yang mereka butuhkan
untuk tetap bertahan dan tumbuh berkembang. Kebutuhan akan hubungan dan saling terkait
dengan yang lain merupakan dimensi utama bagi anak di dalam aspek keamanan hidupnya.
Di dalam kehidupan yang dijalani di area yang tidak kondusif, anak akan berusaha
membentuk keluarga mereka jika mereka memang tidak tinggal bersama dengan
keluarganya. Dengan pembentukan relasi seperti keluarga itu, anak berhubungan dan
berinteraksi satu sama lain untuk mendapatkan perlindungan, saling berbagi sumber daya,
dan meminimalisir resiko yang mereka hadapi selama tinggal di tempat yang tidak kondusif.
Anak-anak yang tinggal di jalanan yang lari dari keluarga mereka akan membangun
jaringan mereka sendiri untuk menggantikan peranan keluarga tersebut. Pengembangan
jaringan ini ditujukan untuk menyediakan dukungan terhadap perkembangan emosional
mereka dan kebutuhan mereka untuk bertahan hidup. Usaha mereka ini seringkali bertolak
belakang dengan pemahaman masyarakat terhadap definisi anak yang sama sekali tidak
tergambarkan dari diri mereka. Akibatnya mereka sering dianggap masalah sosial bukan
sebagai pemegang hak yang berusaha untuk menyatu dan beradaptasi dengan tekanan sosial
dan kekurangan akan kasih sayang keluarga.
Social Networks and Livelihood of Street Children in Ibadan, Nigeria
Olutola Omiyinka Faloore, Asami Festus F.
The Journal of International Social Research, Vol. 3, No. 10, 2010
Jurnal ini membahas mengenai hbungan sosial yang dijalin oleh anak-anak jalanan
yang ada di Ibadan, Nigeria. Kajian yang dilakukan berfokus pada keterkaitan kemiskinan
dengan kehidupan jalanan yang mereka pilih serta bagaimana hubungan sosial yang mereka
jalani berpengaruh terhadap pertahanan mereka selama hidup di jalanan. Penelitian yang
dilakukan di dalam jurnal dilakukan dengan metode FGD, pemberian kuesioner terstruktur,
dan studi kasus.
Dari hasil penelitian didapati bahwa sebagian besar anak jalanan memiliki hubungan
yang tidak harmonis dengan keluarga mereka. Umumnya mereka tidak lagi kembali ke rumah
semenjak mereka memutuskan untuk hidup di jalanan dan bergabung bersama anak-anak
lainnya. Sebagian kecil di antara mereka mengaku masih menjalani kontak atau sekali-sekali
berkunjung ke keluarga mereka.
Temuan lain yang didapat pada penelitian ini yaitu adanya kecenderungan bagi anak
jalanan perempuan untuk tidur bersama dengan anak jalanan laki-laki yang sudah dewasa dan
memberikan mereka akomodasi. Anak laki-laki ini telah menghabiskan waktu mereka di
jalanan dengan waktu yang sudah lama dan selalu bergaul secara bersahabat dengan anak-
anak yang usianya lebih muda. Bagi anak-anak jalanan yang masih mudia, keberadaan
mereka yang sudah lebih tua digambarkan sebagai godfather bagi mereka dan beberapa di
antaraya selalu mengajak untuk terlibat di dalam aksi kenakalan.
Dari hasil survey yang dilakukan, didapati bahwa 10% dari anak-anak yang disurvey
mendapatkan pertolongan dari sesama anak jalanan meskipun yang lainnya juga
mendapatkan pertolongan dalam bentuk yang berbeda. Namun seluruh responden mengaku
mendapatkan bantuan dari lingkungan sekitarnya dalam jumlah besar. Bantuan tersebut
seperti upah untuk memarkir kendaraan, membantu mengangkut barang bawaan, bantuan dari
organisasi yang berbasis sosial, dan lain sebagainya.
Hal penting lain yang didapat dari penelitian ini adalah kontribusi dari anggota
kelompok lain terutama anggota yang lebih tua. Anggota lain terutama yang lebih tua
memerankan posisi sebagai orang tua bagi anak-anak jalanan lain pada situasi-situasi yang
dibutuhkan oleh mereka. Setidaknya mereka sesekali selalu berkumpul untuk membahas
bagaimana memberikan perhatian kepada anggota lain terutama yang masih kecil. 94% dari
responden menilai keberadaan anggota yang lebih dewasa berpengaruh signifikan terhadap
kesejahteraan dan keselamatan diri mereka.
Street Children in the Developing World: A Review of Their Condition
Lewis Aptekar
Cross Cultural Research, 28: 195-224, Agustus 1994
Anak jalanan benar-benar hidup dan tinggal di jalanan. Mereka harus berjuang dan
belajar untuk dapat mandiri sejak masih kanak-kanak dengan lingkungan yang sama sekali
tidak kondusif bagi mereka. Bagi anak-anak jalanan, kehidupan yang ditawarkan oleh
lingkungan luar setidaknya mampu membawa mereka ke tingkatan yang lebih baik dari sisi
perekonomian. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa anak-anak miskin yang hidup
di jalanan leih sejahtera dibandingkan dengan anak-anak miskin lain yang hanya berdiam diri
di rumah mereka.
Anak-anak yang hidup dan tinggal di jalanan merupakan anak-anak dengan sikap yang
tabah. Dari hasil tes kesehatan mental anak jalanan yang ada di Brazil, anak-anak jalanan
diketahui memiliki karakter tabah seperti kemampuan intelegensi yang baik, perhatian
terhadap sesama, lebih rendah dalam penyalahgunaan obat-obatan, dan penghargaan terhadap
diri yang jauh lebih baik. Penilaian terhadap mereka sebagai anak-anak yang nakal atau
penyalahguna obat-obatan dianggap tidak tepat karena hanya berdasarkan gambaran secuil
kecil dari mereka.
Selain itu di Bogota, Colombia, anak-anak jalanan yang ada di sana diketahui memiliki
tingkat kemandirian yang tinggi. Mereka juga meimiliki kemampuan mendefinisikan
kehidupan berdasarkan keinginan mereka sendiri dan dalam konterk pemahaman mereka.
Anak-anak jalanan juga lebih kreatif dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Mereka lebih
peduli dengan sesamanya, dengan jaringannya, dan selalu mendukung pertemanan yang
mereka bangun.
II.2. Kerangka Konsep
II.2.a. Anak Jalanan
Anak jalanan dapat didefinisikan sebagai anak baik itu laki-laki maupun perempuan
yang belum mencapai masa kedewasaan yang hidup di jalanan. Setidaknya ada tiga kriteria
yang menjadi pedoman di dalam pendefinisian anak jalanan yaitu menghabiskan sebagian
besar waktunya di jalanan, aktivitas tersebut kemudian menjadi gaya hidup bagi anak
tersebut, dan pengawasan yang tidak memadai terhadap mereka.3 Anak jalanan merupakan
anak yang tidak memiliki rumah, tidur dan tinggal di jalanan, hidup dengan kemandirian dan
kemampuan sendiri bersama dengan anak-anak lainnya.4
Anak-anak yang hidup di jalanan ada yang tinggal bersama dengan keluarga mereka di
jalanan dan ada yang memang melepaskan diri dari keluarga mereka untuk dapat hidup di
jalanan. Di dalam situasi jalanan mereka akan membentuk dunia subjektif mereka sendiri
dengan menjalin hubungan interpersonal dengan tempat lain dan orang-orang lain sehingga
ketika mereka berada di jalanan, mereka merasa berada bersama dengan keluarga sedangkan
pada sisi lain mereka bersama keluarga namun merasa hidup dengan kelompok lain.5
Berdasarkan beberapa pemikiran mengenai konsep anak jalanan yang ada di atas maka
untuk penelitian kali ini yang dimaksud anak jalanan adalah individu yang masih
dikategorikan sebagai anak-anak yang masih berada pada proses tumbuh kembang, yang
kemudian tidak tinggal bersama dengan keluarga mereka dan memilih untuk hidup di jalanan
untuk mendapatkan kebebasan dan pemenuhan kebutuhan mereka.
II.2.b Kelompok Sosial
3 Eliana Susanna Harju, Growing Big in the Streets: Lusaka’s Street Youths’ Voices of Poverty in the Streets, (Helsinki: University of Helsinki, 2013). Hal. 64 UINCEF, A Study on Street Chidldren in Zimbabwe, (Orphans and Other Vulnerable Children and Adolescents in Zimbabwe, 2001), hal. 895 Terre des Hommes, Childreen in Street Situations, (Sectoral Policy, January 2010), Hal. 8
Kelompok sosial menurut Astrid Soesanti merupakan kesatuan dari dua atau lebih
individu yang mengalami interaksi psikologis satu sama lain. Reobert K. Merton mengartikan
kelompok sosial sebagai sekelompok orang yang saling berinteraksi sesuai dengan poa-pola
yang telah mapan. Sedangkan Soerjono Soekanto mendefinisikan kelompok sebagai
himpunan manusia yang saling bersama di mana antaranggotanya saling berhubungan, saling
mempengaruhi, dan miliki kesadaran untuk saling menolong.6 Dari berbagai definisi yang
dikemukakan oleh para ahli di atas dapat dilihat ada beberapa unsur pembentuk kelompok
sosial yaitu individu yang berjumlah lebih dari dua orang, ada interaksi antar individu di
dalamnya, ada pola-pola hubungan di antara anggotanya, ada unsur saling mempengaruhi dan
ada kesadaran bagi mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.
Tidak semua orang mau bergabung dan menjalin hubungan dengan orang lain untuk
membangun sebuah kelompok sosial. Hal ini tergantung pada pandangan individu terkait
hubungan yang ada di dalam kelompok tersebut apakah akan mengutungkan mereka atau
tidak. Thibaut dan Kelly memformulasikan teori yang dinamakan level komparasi dan level
komparasi alternatif. Berdasarkan teori ini, level komparasi merupakan level yang dijadikan
patokan bagi individu dalam mengevaluasi hubungan dengan sesamanya. Jika hasil evaluasi
berada di atas level komparasi, maka hubungan tersebut akan menjadi pilihan bagi individu,
dan jika hasil evaluasi berada di bawah level komparasi, maka individu tidak berkeinginan
untuk menjalin hubungan di dalam suatu kelompok.7 Sedangkan level komparasi alternatif
menjadi pertimbangan bagi individu untuk memasuki bergabung atau tetap melanjutkan
hubungan dengan suatu kelompok, atau tidak melanjutkan atau keluar dari hubungan yang
dijalin dengan suatu kelompok.
II.2. c. Anak Jalanan dan Resiko Viktimisasi
Lifestyle Exposure Theory
Dengan hidup di tempat yang tidak kondusif dengan pengawasan dari keluarga yang
sangat kurang dan luasnya paparan yang didapat oleh anak jalanan dari dunia luar
mengakibatkan mereka sagat rentan untuk mendapatkan berbagai macam bentuk tindak
kekerasan. Teori Lifestyle Exposure yang dikemukakan oleh Hindelang, Gottfredson dan
Garofalo memperlihatkan bahwa aspek demografis seseorang mempengaruhi resiko orang
6 Bagja Waluya, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, (Bandung: Setia Purna Inves, 2007). Hal. 877 Marvin E. Shaw, Group Dynamics: The psychology of Small Group Behavior Third Edition, (New York, McGraw-Hill Book Company, 1981). Hal. 82
tersebut untuk menjadi korban suatu tindak kejahatan.8 Remaja rentan menjadi korban
kejahatan karena banyak waktu yang mereka habiskan di tempat yang terpapar alkhol dan
obat-obatan terlarang. Anak jalanan dengan lingkungan yang jauh lebih tidak kondusif dan
tidak ada pengawasan dari keluarga menjadi lebih rentan untuk mengalami kekerasan dan
sebagainya.
Anak-anak yang hidup di jalanan lebih memungkinkan terpapar resiko berbagai bentuk
aksi kejahatan dan kekerasan. Mereka terpapar resiko dengan skala yang lebih besar dan
mempengaruhi kesehatan fisik dan mental, serta keselamatan diri mereka. Dengan kondisi
kehidupan jalanan yang keras dan berbahaya mereka rentan terpapar kekerasan fisik, verbal,
seksual, dan psikologis, yang berasal dari para pekerja, pengawas, dan dari anak-anak jalanan
lainnya.9 Kondisi jalanan yang tidak bersahabat kemudian diperparah dengan makin jauhnya
jarak antara kaum kelas atas dengan kaum kelas bawah serta jarangnya anak-anak
mendapatkan dukungan sosial untuk perlindungan mereka dan yang menyebabkan makin
rentannya anak-anak yang hidup di jalanan untuk mendapatkan perlakuan semena-mena.10
Routine Activity Theory
Dalam terjadinya kejahatan menuruti teori aktivitas rutin setidaknya selalu ada 3 unsur
yang harus terpenuhi. Ketiga unsur itu yaitu pelanggar, target yang sesuai, dan ketiadaan
guardian.11 Posisi pelanggar dapat dijalankan oleh siapapun di dalam konteks ini. Namun
kandidat terbaik bisa diperoleh oleh seseorang yang di dalam kehidupan sehari-harinya telah
mencapai potensinya untuk melakukan aksi kejahatan. Target yang sesuai merupakan orang
ataupun benda yang memancing pelanggar untuk melakukan aksinya. Misalnya kendaraan
yang terparkir di suatu jalanan yang sepi akan mengundang orang untuk mencurinya. Contoh
lainnya yaitu orang yang berperawakan lemah, lebih memancing untuk dihajar. Guardian
merupakan pihak yang seharusnya berada di lokasi kejadian ketika suatu tindak kejahatan
terjadi. Semua orang bisa menjadi guardian seperti bagi diri sendiri, ataupun rekan-rekan
yang ada di sekitar.
Felson berdasarkan segitiga kejahatan yang dikembangkannya berpendapat bahwa
dengan semakin berkembangnya masyarakat, urbanisasi dan penyebaran kota-kota modern
8 T.M Lutya, Lifestyle and Routine Activities of South African Teenagers at Risk of being Trafficked for Involuntary Prostitutions, (Pretotia, University of Pretoria, 2010). Hal. 99 UNICEF, Children in the Street: The Palestinian Case, (Defense for Children International Palestine Section, 2007). Hal. 1610 Michael Ungar, Handbook for Working with Children and Youth: Pathways to Resilience Across Cultures and Contexts, (London: Sage Publications, 2005). Hal. 7711 Marcus Felson, Rachel Boba, Crime and Everyday Life, (London: Sage Publicaton, 2010). Hal. 28
semua ini dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan angka kejahatan.12 Masyarakat
yang konsumtif dikategorikan sebagai target atraktif yang semakin berkembang sedangkan
perkembangan kendaraan pribadi dan pertumbuhan transportasi publik menyebabkan
guardianship menjadi lebih sulit karena semakin intensnya pergerakan manusia.
12 Adam Sutton, Adrian Cherney, Rob White, Crime Prevention: Principles, Perspectives, and Practices, (New York: Cambridge University Press, 2008). Hal 18
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan pendekatan kualitaitf. Penelitian kualitatif
mendasarkan pada wawancara mendalam dengan informan peneltian untuk mendalami
pemahaman terhadap realitas kehidupan sosial dan permasalahan yang diangkat di dalam
peneltian ini. Informan yang ada di dalam penelitian merupakan pihak yang terlibat di dalam
permasalahan yang diangkat. Data hasil wawancara dengan informan akan diolah menjadi
kata-kata atau teks yang kemudia dikaitkan dan dikombiasikan dengan konsep yang
digunakan.
III.2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkn untuk penelitian mengenai bagaimana cara
anak jalanan mendapatkan perlindungan selama hidup di luar dan jauh dari keluarga mereka,
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
III.2.a. Studi Lapangan
Peneliti melakukan wawancara terhadap seorang anak jalanan yang sudah sejak kecil
hidup di luar terpisah dari kedua orang tuanya. Peneliti juga mewawancarai seorang anak
jalanan yang sudah senior untuk mendapatkan gambaran mengenai perlakuan terhadap
sesama anak jalanan. Selain itu peneliti juga mewawancarai seorang ketua sanggar anak
jalanan yang menjadi pemimpin bagi anak-anak jalanan yang diteliti. Wawancara
mendalam dilakukan dalam rangka mendapatkan data primer yang dibutuhkan di dalam
penelitian, sehingga dapat diperoleh data yang bersifat objektif dengan pemahaman yang
baik dari informan penelitian.
III.2.b. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang berupa literatur
dan berperan sebagai penunjang dalam memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap
kehidupan anak jalanan. Peneliti juga memperoleh data dari buku-buku dan jurnal yang
membahas mengenai perlindungan anak dan kehidupan anak jalanan secara teoritis untuk
menunjang penelitian ini.
III.3. Teknik Analisis Data
Data yang telah ditemukan dari penelitian kemudian akan dianalisis dengan cara
disajikan. Di sini akan dipaparkan mengenai pemahaman apa yang terjadi di dalam penelitian
sehingga akan ada kemudahan untuk melakukan analisis data. Data yang berhasil
dikumpulkan akan diinterpretasikan sesuai dengan konsep mengenai cara anak jalanan
mendapatkan perlindungan dari resiko kehidupannya yang ada di kerangka pikir. Data akan
diseleksi dan dipilah sesuai dengan kebutuhan penelitian lalu kemudian akan diinterpretasi
dan disesuaikan dengan kerangka pikir untuk kemudian ditarik kesimpulannya.
III.4. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada akhir semester genap tahun ajaran 2013-2014 dengan
waktu selama lima hari, mulai dari tanggal 6 Juni hingga 10 Juni 2014. Penelitian ini
dilangsungkan di Depok Jawa Barat dengan pengambilan data lapangan di depan Kampus D
Universitas Gunadarma.
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
IV.1. Deskripsi Temuan Data
Pada lokasi Penelitian yang berada di Depan Kampus Gunadarma Margonda, peneliti
bertemu dengan sekelompok anak jalanan yang terdiri dari 4 orang anak. Dari sejumlah anak
yang berada di sana, peneliti mewawancarai salah seorang di antara mereka yang berinisial
HR. Informan HR merupakan anak jalanan yang hidup terpisah dari kedua orang tuanya.
Ayah HR berada di Depok dan merupakan seorang pedagang. Dalam rentang waktu tertentu,
HR menenmui ayahnya yang berada tidak jauh darinya. Kakak HR sekolah di PGRI Depok.
Sedangkan ibu HR sama sekali tidak ia kenali. HR mengaku tidak pernah bertemu ibunya
semenjak ia lahir. Setelah lahir, HR mengaku dibawa oleh ayahnya dan sejak saat itu ia tidak
pernah bertemu dengan sosok ibunya lagi. Usaha untuk bertemu dengan ibu telah berkali-kali
ia lakukan. Mulai dari bertanya pada ayahnya hingga bertanya pada kerabat-kerabatnya,
namun ayahnya sama sekali tidak pernah memberi tahu keberadaan ibu HR dan kerabat-
kerabatnya yg lain juga tidak mengetahuinya. Hanya ayahnya yang mengetahui alamt dari
ibunya.
HR hidup di jalanan semenjak berusia 5 tahun. Ia memilih hidup di jalanan karena tidak
betah dan bosan tinggal di rumahnya. Pilihan hidup di jalanan murni karena keinginan
terdalam dari diri HR yang ingin mendapatkan kebebasan. Selama berada di jalanan, HR
tidak pernah mendapatkan sekolah formal. Pendidikan yang ia dapatkan hanyalah pendidikan
non formal yang diterimanya di Sekolah Master yang berada di terminal Depok. Di sana ia
bertemu dengan anak-anak jalanan lain yang kemudian menjadi rekan-rekannya. Namun
karena bosan dengan kehidupan di Master, HR memutuskan untuk meninggalkan sekolah itu
dan hidup sepenuhnya di jalanan. Untuk tempat tinggal saat ini, HR mengaku tinggal di
kawasan kampus Universitas Gunadarma yang ada di Margonda. Di sana ia tidur dan
beraktivitas dengan mengamen dan menjadi juru parkir dadakan. Dari usahanya itulah ia
berusaha mencari makan bersama dengan teman-teman anak jalanan lain yang ada di sana.
Di kawasan kampus Universitas Gunadarma ini, HR hidup bersama sejumlah anak
jalanan lainnya. Di situ ia da anak-anak jalanan lainnya berusaha untuk beradaptasi dengan
lingkungan sekitarnya agar tidak dianggap menjadi pengacau. Untuk bisa hidup
berdampingan dengan masyarat yang ada di sekitar wilayah itu, cara terbaik yang dilakukan
oleh HR dan rekan-rekannya adalah dengan menghargai dan menghormati setiap orang.
Ungkap mereka, jika hormat dan bisa menghargai orang lain, orang lain tentu akan
menghargai mereka. Dengan saling menghargai dan menghormati, mereka mengklaim
mendapatkan simpati masyarakat untuk membiarkan mereka tinggal dan beraktivitas di
kawasan tersebut. Terkadang mereka juga mendapatkan hasil yang positif sebagai bentuk
penghormatan mereka terhadap orang lain seperti diberikan makanan dan sebagainya.
Setelah mendapatkan perhatian dari masyarakat dan memperoleh kebebasan untuk
tinggal di kawasan tersebut, HR mengaku mendapatkan perasaan nyaman dan tentram selama
berada di sana. Selama itu ia tidak pernah mendapatkan perlakuan kasar dari orang-orang
yang ada di sekitarnya terutama warga masyarakat yang ada di kawasan tersebut. Secara tidak
langsung, dengan keberadaan masyarakat yang ada di sekitarnya, mereka tidak merasa
kesepian dan terisolir dari kehidupan. Mereka juga merasakan adanya perlindungan secara
tidak langsung terhadap mereka yang diberikan oleh masyarakat sekitar karena hubungan
yang dijaga dengan baik. Perlindungan tersebut berupa perasaa nyaman dan aman selama
menetap di kawasan tersebut.
Dalam hubungan antar sesama mereka, HR menganggap rekan-rekannya sudah seperti
saudara dan keluarga sendiri. Bersama dengan rekan-rekannya mereka saling berbagi dan
melindungi serta memberikan kepedulian satu sama lain. Bentuk-bentuk nyata dari rasa
kekeluargaan tersebut dicontohkan oleh HR dengan membelikan obat jika ada yang sakit,
berbagi makanan dan saling menjaga komunikasi. HR menganggap hidup bersama rekan-
rekannya jauh memberikan rasa aman dan nyaman dibandingkan dengan hidup sendiri
dengan kebebasan. Meskipun ada tanggung jawab terhadap rekan-rekan yang lain namun HR
mengaku sangat menikmati kehidupan bersama rekan-rekannya dan di situlah letak
kebersamaan dan kekeluargaan yang mereka dapatkan
PA seorang anak jalanan yang sudah berusia 20 tahun membenarkan bahwasanya
kehidupan bersama jauh lebih memberikan rasa aman bagi mereka. Sebagai salah seorang
anak jalanan yang sudah senior, PA menyebutkan bahwa di antara sesama mereka harus
saling menjaga dan melindungi terutama anak-anak jalanan yang usianya masih belasan
tahun seperti HR. Ketika ada di antara mereka yang kesusahan, anak-anak yang lain harus
membantu terutama bagi yang dewasa karena yang lebih muda merupakan tanggung jawab
mereka. Meskipun tidak ada ikatan yang jelas antara mereka namun jalanan-lah yang
membuat mereka harus bersatu dan mengikat mereka ke dalam persaudaraan. Patungan
dalam membeli obat merupakan salah satu bentuk konkrit yang dipaparkan oleh PA dalam
kehidupan mereka.
Setelah berbincang panjang lebar dengan HR dan PA, peneliti berkesempatan bertemu
dan berbincang langsung dengan WB yang merupakan ketua dari salah satu sanggar anak
jalanan yang ada di Depok. WB-lah yang menjadi pimpinan bagi anak-anak jalanan yang ada
di beberapa lokasi termasuk kelompok HR. WB juga mengaku merupakan salah seorang
pengurus Sekolah Master. WB dalam kesehariannya merupakan seorang pengamen dan biasa
beroperasi di wilayah Depok dan jakarta Selatan. Di sela-sela kesibukannya mengamen, WB
selalu menyediakan waktu untuk bertemu dengan anak-anak jalanan yang berada di
wilayahnya. Dengan memanfaatkan beberapa tempat tongkrongan yang ada di jalanan, WB
menjadikannya sebagai tempat perhentiannya ketika sedang mengamen. Dengan demikian
setelah turun dari angkot, ia langsung bisa bertemu dan mengontrol anak-anak jalanan
lainnya.
Untuk memberikan perlindungan terhadap anak-anak jalanan yang ada di wilayahnya,
WB melakukannya dengan cara menjaga komunikasi dengan mereka. Dengan menjaga
komunikasi dan tetap berinteraksi, WB dapat mengontrol dan mengawasi anak-anak jalanan
terutama yang masih kecil. Ungkapnya ia selalu mengirim sms kepada anak-anak jalanan lain
untuk memonitor aktivitas mereka. Tujuannya hanyalah untuk tetap dapat memberikan anak-
anak tersebut pengawasan dan perlindungan dari lingkungan jalanan. WB juga mengimbau
agar anak-anak jalanan yang ada untuk tidak beraktivitas sendirian terutama jika masih kecil.
Mereka harus diberi pendampingan oleh anak-anak yang lebih tua dan hal ini bertujuan untuk
melindungi mereka dan membimbing mereka. Namun demikian WB tidak mengharuskan
anak-anak untuk tetap berada di wilayahnya atau untuk selalu bersama. Jika ada anak-anak
yang lebih nyaman hidup sendiri, WB dan rekan-rekan yang lain mempersilahkan mereka
untuk mencari cara yang terbaik untuk hidup mereka.
Selama di jalanan, WB mengaku anak-anak jalanan sangat jarang diganggu oleh
masyarakat ataupun mendapatkan perlakuan yang buruk. Satu-satunya piak yang menurut
mereka sering mengganggu adalah Satpol PP. WB menyebutkan bahwa seringkali ketika
mereka mengamen, Satpol PP menangkap mereka. Padahal menurut WB penangkapan
tersebut tidak beralasan. Mereka sebagai anak-anak jalanan juga memiliki hak asasi dan
berhak untuk hidup mencari makan di jalanan. Penangkapan tersebut juga dirasa cuma-cuma
karena setelah ditangkap, mereka dibebaskan begitu saja. Mereka juga disuruh untuk mencari
pekerjaan lain tapi mereka tidak memiliki apapun terutama ijasah untuk mencari pekerjaan.
Satpol PP juga sering memarahi mereka karena mengamen dengan bergelantungan di pintu
angkot beresiko untuk terjadinya kecelakaan. Menurut WB, setiap pekerjaan ada resikonya
dan bagi anak jalanan dan pengamen, resiko jatuh dari angkot merupakan hal yang biasa dan
mereka siap menghadapinya.
IV.2 Analisis Data
Anak jalanan yang hidup terpisah dari keluarga dan orang tua mereka merupakan anak
yang rentan mengalami tindak kejahatan dan kekerasan. Keberadaan mereka juga seringkali
dianggap mengganggu oleh pemerintah sehingga tidak banyak bantuan yang mereka
dapatkan untuk bertahan hidup dan melindungi diri mereka. Untuk mengurangi resiko
terpapar kekerasan dan menjadi korban berbagai tindak kejahatan, anak-anak jalanan harus
berjuang demi kehidupan dan diri mereka masing-masing. Dengan kehidupan di jalanan yang
tidak terkendali dan tanpa batas, anak-anak jalanan harus menciptakan mekanisme
perlindungan diri mereka sendiri karena tidak keluarga sebagai pelindung utama mereka pada
masa perkembangan dan pertumbuhan mereka. Untuk menyiasati keamanan diri, mereka
membentuk suatu kelompok untuk hidup bersama dan bekerja bersama.
HR sebagai seorang anak jalanan memilih untuk hidup bersama dengan beberapa anak
jalanan lainnya. Selain untuk hidup, HR juga bekerja tidak secara mandiri melainkan bersama
dengan teman-temannya di dalam mengamen dan menjadi tukang parkir. Di dalam aktivitas
pekerjaan yang mereka lakukan, ada dua alasan mengapa mereka bekerja di dalam kelompok
yaitu karena alasan ekonomi dan karena alasan sosial dan psikologis.13 Untuk alasan
ekonomi, anak-anak bekerja secara berkelompok agar hasil yang mereka dapatkan jauh lebih
banyak dibandingkan dengan bekerja sendiri. Dengan berkelompok, mereka bisa
menggunakan strategi di dalam upaya mengamen, meminta-minta, dan pekerjaan kasar
13 Phillip Kilbride, Collette Suda, Enos Njeru, Street Children in Kenya: Voices of Children in Search of a Childood, (United States of America: Greenwood Publishing Group, 2000). Hal. 74
lainnya sehingga upah yang mereka dapatkan bisa lebih banyak. Untuk alasan sosial dan
psikologis, HR hidup berkelompok agar mendapatkan pemenuhan akan kebutuhan sosial dan
emosional mereka. Dengan menjalin hubungan persahabatan, mereka berusaha menutupi
kekurangan kasih sayang yang mereka dapatkan dari keluarga mereka selama mereka berada
di jalanan. Mereka juga mendapatkan motivasi yang lebih untuk terus berusaha di dalam
kehidupan sulit yang mereka jalani di jalanan.
Di dalam kehidupan sehari-hari dan bekerja, HR tidak pernah jauh dari kelompoknya.
Meskipun sedang bekerja namun keberadaan anggota kelompok lain yang melakukan
aktivitas yang sama yang masih menjadi bagian dari sanggarnya tetap ada dan selalu bersama
mereka. Rasa dan sikap solidaritas ini menggabarkan adanya upaya saling melindungi dari
terpaan lingkungan luar dan dari ancaman yang dapat membahayakan mereka. Mereka saling
menjaga dan memberika perhatian satu sama lain dan tetap menjaga komunikasi untuk dapat
menjaga keamanan diri mereka masing-masing dan keamanan anggota kelompok lain.
Upaya HR dan rekan-rekannya untuk terus bersama merupakan bentuk peningkatan
fungsi capable guardian. Peningkatan fungsi guardian ini tentu diperuntukkan demi
keamanan dan ketentraman mereka sendiri. Tujuannya agar setiap anak jalanan yang ada di
dalam kelompok itu dapat diawasi dan dikontrol pergerakannya. Guardian bisa dilakukan
oleh diri sendiri dan juga oleh rekan-rekan yang ada di sekitar lingkungan sosial (Felson &
Boba, 2010). Dengan menjadi guardian bagi rekan-rekan yang ada di dalam kelompok,
mereka akan merasa lebih aman dan tentram dan lebih rendah terpapar resiko aksi kejahatan.
Penegasan keberadaan guardian juag tercermin dari peranan anak jalanan yang lebih
tua dan ketua kelompok anak jalanan. Dengan keberadaan mereka di lingkungan anak
jalanan, perlindungan terhadap diri anak jalanan menjadi berjalan dengan lebih baik. WB
yang selalu menjaga komunikasi dengan kelompok anak jalanan yang menjadi tanggung
jawabnya berusaha untuk melindungi dan mengawasi anak jalanan yang ada di wilayahnya.
Dengan menjaga komunikasi dan memerankan peran sebagai ketua kelompok, WB
memperkuat pertahanan dan perlindungan yang dibentuk oleh kelompok tersebut dan hal ini
menjadi nilai positif yang dapat memberikan gambaran yang baik mengenai kelompok
tersebut.
Pemilihan untuk bergabung bersama kelompok anak jalanan merupakan pilihan HR
bersama dengan rekan-rekannya. Mereka melihat ada keuntungan yang didapat dengan
menjalin hubungan bersama dengan kelompok anak jalanan. Menurut HR, menjalin
hubungan dengan anak jalanan memberikan mereka rasa solidaritas dan kebersamaan yang
tinggi. Mereka mendapatkan perasaan kekeluargaan yang tidak mereka dapatkan jika
menjalani kehidupan di jalanan sendiri. Dengan bergabung bersama kelompok, mereka bisa
saling berbagi dan saling menjaga satu sama lain.
Berdasarkan penilaian HR terhadap hubungan yang ia jalin dengan kelompoknya, dapat
dilihat bahwa HR melihat adanya keuntungan yang lebih tinggi bagi dirinya jika menjalin
hubungan dengan kelompoknya dibandingkan dengan hidup sendirian di jalanan. Dengan
menjalin hubungan dengan kelompok HR mendapatkan berbagai keuntungan dan kemudahan
yang tidak ia dapat di lingkungan lainnya. Keuntungan tersebut berupa rasa kekeluargaan dan
solidaritas yang diberikan oleh kelompok mereka. Dengan bergabung bersama kelompok
anak jalanan, ia juga mendapatkan bantuan jika mengalami kesulitan dan dibantu
memecahkan masalah yang ia hadapi.
Pilihan HR untuk hidup bersama dengan kelompok anak jalanan merupakan gambaran
dari adanya penilaian dan pertimbangan yang dilakukan oleh HR untuk menjalin hubungan
dengan suatu kelompok sosial. Dengan berbagai keuntungan yang didapat jika bergabung
dengan suatu kelompok sosial melebihi ekspektasi yang diharapkan individu maka ia akan
bergabung atau tetap menjalin hubungan dengan kelompok sosial tersebut (Shaw, 1981).
Berdasarkan pertimbangan ini, HR yang melihat adanya keuntungan yang didapat dari
hubungannya dengan kelompok sosial memutuskan untuk bergabung dan tetap berada di
kelompoknya.
Dengan bergabung bersama kelompok, HR mendapatkan perlindungan dan rasa aman
yang tidak akan ia dapatkan di luar kelompoknya. Rasa aman dan perlindungan terhadap diri
ini yang kemudian menjadi pertimbangan utama bagi HR di dalam memutuskan untuk
berinteraksi dengan kelompoknya. Pertimbangan ini didasarkan pada kondisi kehidupan di
jalanan yang tidak kondusif dan menuntut anak-anak jalanan untuk dapat bertahan hidup dan
menjalani kehidupan tanpa bantuan dari keluarga mereka.
IV.3 Diskusi
Berdasarkan jurnal The Influence of Social Organization aming Street Children on
Their Survival on the Street, ada beberapa mekanisme yang didapat oleh anak jalanan dalam
mempertahankan diri mereka yaitu sosialisasi, memiliki pemimpin informal, menjalin
jaringan, resilience, mematuhi aturan dan norma yang berlaku, tidak melakukan
penyimpangan, membentuk mekanisme keamanan, dan memanfaatkan waktu dengan baik.
Apa yang digambarkan di dalam jurnal ini dilakukan dengan baik oleh HR di dalam
kelompok anak jalanan yang ada bersamanya. HR bersosialisasi dengan sesama anak jalanan
dan juga masyarakat yang ada di sekitarnya. HR mengimplementasikan makna sosialisasi
dengan bergabung bersama kelompok anak jalanan dan membangun base untuk pertahanan
dan perlindungan diri mereka di jalanan.
HR dan kelompoknya juga memiliki seorang pemimpin bagi kelompoknya yang
didapat dari sosok WB yang selalu mengatur dan mengawasi mereka dari waktu ke waktu.
WB selalu menyediakan waktunya untuk berkomunikasi dengan anak-anak jalanan untuk
memonitor perkembangan dan kondisi keseharian mereka. HR juga harus melakukan hal-hal
yang terbaik yang dapat ia lakukan di lingkungannya. Dengan memberikan hormat dan
mengharagai setiap orang yang ada di sekelilingnya, ia berusaha membangun jaringan dan
image yang positif untuk mendapatkan perlindungan dari lingkungan sekitarnya. Dengan
demikian ia mengharapkan lingkungan sekitarnya untuk dapat menghargai dirinya dan dapat
memberikan perlindungan yang ia butuhkan. HR juga menghabiskan waktunya untuk bekerja
dan mencari aktivitas lain sehingga ia tetap prodkutif di kesehariannya.
Berdasarkan jurnal Coming of Age on the Streets: An Exploration of Livelihoods of
Street Youths in Durban, disebutkan bahwa anak jalanan harus memenangkan hati warga
untuk memperoleh perhatian dan perlindungan. Selain itu anak jalanan juga harus menjadi
bagian dari suatu kelompok sosial sebagai kunci utama dalam menjalani kehidupan di
jalanan. HR melakukan kedua hal tersebut untuk dapat memberikan perlindungan terhadap
dirinya. Ia berusaha menghargai dan menghormati orang-orang yang ada di sekitarnya.
Dengan melakukan hal ini, ia mendapatkan umpan balik dari masyarakat yang ada di
sekitarnya seperti diberikan makanan, diberikan pakaian, dan diberi tempat untuk tinggal. HR
juga bergabung dengan kelompok anak jalanan lainnya untuk melindungi dirinya serta
memperoleh teman, bersosalisasi, dan identitas. Dengan bergabung bersama kelompok, HR
memperoleh rasa solidaritas, mendapatkan dukungan dan kekuatan untuk terus bertahan
menjalani kehidupan di jalanan dan melawan marjinalisasi.
Di dalam jurnal Children Facing Insecurity: New Strategies for Survival in a Global
Area, Anak jalanan disebutkan rentan mengalami resiko yang menyangkut permasalahan
keamanan mereka. Dengan hidup di area yang tidak kondusif, anak jalanan dituntut untuk
bisa mencari makanan sendiri sekaligus mempertahankan dirinya. HR yang hidup di jalanan
dapat dikategorikan tinggal di kawasan yang tidak stabil dan kondusif. Hal ini dikarenakan
jalanan sama sekali tidak memberikan perlindungan bagi anak-anak karena tidak ada
mekanisme pengawasan yang jelas bagi kelangsungan hidup mereka. Selain itu juga tidak ada
akses yang pasti mengenai pemenuhan kebutuhan mereka seperti pendidikan, kesehatan, dan
sebagainya. Di dalam menjalani kehidupannya, HR memang dituntut untuk mandiri, apalagi
ia sudah hidup di jalanan sejak berusia 5 tahun. Untuk kebutuhan-kebutuhannya, memang ada
kesulitan untuk merealisasikannya karena kehidupan jalanan lebih sulit dan menantang.
Namun dengan berada di dalam kelompok, beberapa kebutuhan dapat dipenuhi oleh HR
seperti perlindungan, kasih sayang, solidaritas, dan perhatian. Bersama kelompok, HR
membangun relasi yang kemudian menjadi pengganti peranan keluarga yang telah lama ia
tinggalkan.
Jurnal Social Networks and Livelihood of Street Children in Ibadan, Nigeria
menggambarkan banyak anak-anak jalanan yang tidak lagi kembali ke keluarganya setelah
lama mereka tinggalkan. Selain itu keberadaan anak-anak yang lebih tua menjadi
pendamping bagi anak-anak lainnya dan memberikan mereka perlindungan dari kondisi
kehidupan jalanan yang penuh resiko. Mereka memerankan status orang tua bagi anak-anak
jalanan di dalam situasi-situasi tertentu. HR menjadi bagian dari sebagian kecil dari anak
jalanan yang tetap menjaga komunikasi dengan keluarga dan sesekali mengunjungi
keluarganya. Meskipun keluarganya tidak lengkap namu HR tetap berinteraksi dengan
keluarganya yang tersisa. Ia juga tidak berhenti untuk mencari tahu keberadaan ibunya yang
sampai saat ini tidak ia ketahui keberadaannya. WB dan PA yang merupakan anak jalanan
yang lebih tua dari anak-anak lainnya menjadi pembimbing dan pendamping bagi anak-anak
lainnya. WB yang menjadi ketua sesekali memainkan peran sebagai orang tua dengan
memonitor kondisi anak-anak jalanan yang ada di daerahnya. WB juga selalu menjaga
komunikasi dengan anak jalanan sehingga ada hubungan yang terjalin dan ada pemenuhan
akan perlindungan, kasih sayang, dan perhatian.
Di dalam jurnal Street Children in the Developing World: A Review of Their Condition,
disebutkan bahwa sebagian anak-anak akan hidup lebih sejahtera ketika berada di jalanan
dibandingkan dengan hidup di rumah. Hal ini tidak terlihat di dalam diri HR yang hanya bisa
memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan pas-pasan. Jika dibandingkan dengan ayahnya
dan kakaknya, kehidupan HR berada di bawah mereka karean ayahnya seorang wirausaha
sedangkan kakaknya bersekolah di PGRI Depok. Anak-anak yang hidup di jalanan juga
digambarkan sebagai anak yang tabah, perhatian terhadap sesama, dan memiliki penghargaan
terhadap diri mereka. HR merepresentasikan hal-hal ini di dalam dirinya di mana ia bersama
anak-anak jalanan lainnya saling memberikan perhatian, tabah di dalam menjalani kehidupan
jalanan dengan tetap bersama dengan kelompoknya, dan menghargai diri mereka sendiri yang
tercermin dari penghargaan yang mereka berikan kepada orang lain.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Untuk mempertahankan diri dan memperoleh perlindungan dalam menjalani kehidupan
jalanan yang menjadi pilihan anak-anak jalanan, mereka membentuk suatu kelompok sosial
yang di dalamnya berisikan anak-anak jalanan yang senasib dengan mereka. Dengan
bergabung bersama di dalam suatu kelompok, banyak keuntungan yang didapatkan seperti
pemenuhan kebutuhan untuk perlindungan dan pertahanan diri, perasaan solidaritas, rasa
kekeluargaan, rasa saling perhatian, berbagi, dan saling memiliki satu sama lain. Di dalam
kelompok tersebut ada sosok pemimpin yang menjadi pembimbing dan pengawas mereka.
Pemimpin ini di dalam situais tertentu berperan sebagai orang tua mereka yang memonitor
kegiatan mereka dan memberikan perlindungan bagi mereka. Dengan bergabung bersama
kelompok yang memiliki sosok pemimpin, HR sebagai anak jalanan mendapatkan
mekanisme perlindungan bagi dirinya dari terpaan lingkungan luar dan aksi kejahatan.
Saran:
1. Organisasi sosial dan tempat-tempat pendidikan informal yang menjadi rumah
penampungan anak jalanan agar dapat berbenah diri sehingga anak-anak jalanan betah
untuk tinggal di sana
2. Peninjauan kembali kebijakan penangkapan anak jalanan oleh Satpol PP karena anak
jalanan yang pernah tertangkap sama sekali tidak jera dengan perlakuan yang mereka
terima. Mereka juga menuntut kebebasan karena sama-sama punya hak untuk hidup dan
mencari nafkah
3. Pemerintah agar menyediakan program pembinaan keterampilan bagi anak-anak jalanan.
Program keterampilan tersebut juga harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman
dan ilmu pengetahuan.
Daftar Pustaka
Buku:
Alissi, Albert S. 1980. “Perspectives on Social Group Work Practice: A Book of Redings”,
New York: The Free Press
Felson, Marcus, Rachel Boba. 2010. “Crime and Everyday Life”, London: Sage Publicaton
John, Mary. 1996. “Children in Charge: The Child’s Right to a Fair Hearing”, London:
Jessica Kingsley Publishers
Kilbride, Phillip, Collette Suda, Enos Njeru. 2000. “Street Children in Kenya: Voices of
Children in Search of a Childood”, United States of America: Greenwood Publishing
Group
Lutya, T.M. 2010. “Lifestyle and Routine Activities of South African Teenagers at Risk of
being Trafficked for Involuntary Prostitutions”, Pretotia, University of Pretoria
Shaw, Marvin E. 1981. “Group Dynamics: The psychology of Small Group Behavior Third
Edition”, New York, McGraw-Hill Book Company
Susanna Harju, Eliana. 2013. “Growing Big in the Streets: Lusaka’s Street Youths’ Voices of
Poverty in the Streets”, Helsinki: University of Helsinki
Sutton, Adam, Adrian Cherney, Rob White. 2008. “Crime Prevention: Principles,
Perspectives, and Practices”, New York: Cambridge University Press
Ungar, Michael. 2005. “Handbook for Working with Children and Youth: Pathways to
Resilience Across Cultures and Contexts”, London: Sage Publications
Waluya, Bagja. 2007. “Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat”, Bandung:
Setia Purna Inves, 2007
Dokumen Lembaga:
UINCEF. 2001. “A Study on Street Chidldren in Zimbabwe”, Orphans and Other Vulnerable
Children and Adolescents in Zimbabwe
UNICEF. 2007. “Children in the Street: The Palestinian Case”, Defense for Children
International Palestine Section
Jurnal:
Aptekar, Lewis. 1994. “Street Children in the Developing Wolrd: A Review of Their
Condition”, Cross Cultural Research, 28: 195-224
Oino, Peter Gutwa, Bernard Mwori Sorre, Eric Kiprono Bor. 2013. “The Influence of Social
Organization among Street Children on Their Survival on the Streets”, International
Journal of Science and Research (IJSR), India Online Vol. 2, No. 7
Omiyinka Faloore, Olutola, Asami Festus F. 2010. “Social Networks and Livelihood of Street
Children in Ibadan, Nigeria”, The Journal of International Social Research, Vol. 3, No.
10
Scherthaner, Michael. 2011. “Coming of Age on the Streets: An Exploration of Livelihoods o
Street Youth in Durban”, The Struggle to Belong, Dealing with Diversity in 21st
Century urban Settings, Amsterdam
Stichick, Theresa, Claude Bruderlein. 2001. “Children Facing Insecurity: New Strategies for
Survival in a Global Area”, Harvard Program on Humanitarian Policy and Conflict
Research, Paper for Canadian Departemen of Foreign Affaris and International Trade
Sumber Elektronik:
http://www.indopos.co.id/2014/05/anak-jalanan-korban-pelecehan-seksual.html diakses pada
07 Juni 2014
http://metro.news.viva.co.id/news/read/64321-anak_jalanan_laporkan_kasus_penculikan
diakses pada 07 Juni 2014