Post on 22-Dec-2015
description
STANDAR PELAYANAN MEDIK
NEURO EMERGENCY
STROKE
STROKE
DEFINISI
STROKE suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke perdarahan).
MENINGITIS TUBERKULOSA
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesa Didahului oleh gejala prodromal berupa nyeri kepala, anoreksia, mual/muntah, demam subfebris, disertai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset subakut, riwayat penderita TB atau adanya fokus infeksi sangat mendukung.
Pemeriksaan fisik Tanda-tanda rangsangan meninggal berupa kaku kuduk dan tanda lasegue dan kernig.
Kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai.
DIAGNOSIS BANDING
Meningoensefalitis karena virus
Meningitis bakterial yang pengobatannya tidak sempurna
Meningitis oleh karena infeksi jamur/parasit (Cryptococcus neoformans atau Toxoplasma gondii), Sarkoid meningitis.
Tekanan selaput yang difus oleh sel ganas, termasuk karsinoma, limfoma, leukemia, glioma, melanoma, dan meduloblastoma.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda tanda peninggian tekanan intrakranial), pemeriksaan darah rutin kimia, elektrolit.
Pemeriksaan sputum BTA (+) Pemeriksan Radiologik : Foto polos paru, CT-Scan kepala atau MRI dibuat sebelum dilakukan pungsi lumbi bila dijumpai peninggian tekanan intrakranial.
Pemeriksaan penunjang lain: IgG anti TB (Untuk mendapatkan antigen bakteri diperiks counter- immunoelectrophoresis, radioimmunoassay atau teknik ELISA) dan PCR
Pada Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial) Pelikel (+) / Cobweb Appearance (+) Pleiositosis 50-500/mm3, dominan set mononuklear, protein meningkat 100-200 mg%, glukosa menurun < 50% - 60% dari GDS, kadar laktat, kadar asam amino, bakteriologis Ziehl Nielsen (+), kultur BTA (+). Pemeriksaan penunjang lain seperti IgG anti-TB atau PCR
PENATALAKSANAAN
Umum Terapi kausal : Kombinasi Obat Anti Tuberkulosa (OAT).
INH Pyrazinamida Rifampisin Etambutol
Kortikosteroid
Penyulit Hidrosefalus
Lama perawatan Minimal 3 minggu, tergantung respon pengobatan.
MENINGITIS BAKTERIAL
DEFINISI
Meningitis bakterial (disebut juga meningitis piogenik akut atau meningitis purulenta) adalah suatu infeksi cairan likuorserebrospinalis dengan proses peradangan yang melibatkan piamater, arakhnoid, ruangan subarakhnoid dan dapat meluas ke permukaan otak dan medula spinalis.
Etiologi: Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, H. Influenzae, Staphylococci, Listerio monocytogenes, basil gram negatif.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesa Gejala timbul dalam 24 jam setelah onset, dapat juga
subakut antara 17 hari. Gejala berupa demam tinggi, menggigil, sakit kepala, fotofobia, mialgia, mual, muntah, kejang, perubahari status mental sampai penurunan kesadaran.
Pemeriksaan fisik Tanda-tanda rangsang meningeal Papil edema biasanya tampak beberapa jam setelah
onset Gejala neurologis fokal berupa gangguan saraf kranialis Gejala lain: infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis
media, mastoiditis, pneumonia, infeksi saluran kemih, arthritis (N. Meningitidis).
DIAGNOSIS BANDING
Meningitis virus
Perdarahan Subarakhnoid
Meningitis khemikal
Meningitis TB
Meningitis Leptospira
Meningoensefalitis fungal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Lumbal pungsi Pemeriksaan Likuor Pemeriksaan kultur likuor dan darah Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati) dan elektrolit darah
Radiologis Foto polos paru CT-Scan kepala
Pemeriksaan penunjang lain: Pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reactive Protein atau PCR (Polymerase Chain Reaction).
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DIPEROLEH :
Lumbal pungsi: Mutlak dilakukan bila tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan Likuor : Tekanan meningkat>180 mmH20,Pleiositosis lebih dari 1.000/mm3 dapat sampai 10.000/mm3 terutama PMN, Protein meningkat lebih dari 150 mg/dLdapat>1.000 mg/dL, Glukosa menurun < 40% dari GDS. Dapat ditemukan mikroorganisme dengan pengecatan gram.
Pemeriksaan darah rutin: Lekositosis, LED meningkat.
Pemeriksaan penunjang lain
Bila hasil analisis likuor serebrospinalis mendukung, tetapi pada pengecatan gram negatif maka untuk menentukan bakteri penyebab dapat dipertimbangakn pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reactive Protein atau PCR (Polymerase Chain Reaction).
PENATALAKSANAAN
Bila bakteri penyebab tidak dapat diketahui, maka terapi antibiotik empiris sesuai dengan kelompok umur, harus segera dimulai : Terapi tambahan : Dianjurkan hanya pada penderita
risiko tinggi, penderita dengan status mental sangat terganggu, edema otak atau TIK meninggi yaitu dengan Deksametason 0,15 mg/ kgBB/ 6 jam/ IV selama 4 hari dan diberikan 20 menit sebelum pemberian antibiotik.
Penanganan peningkatan TIK : Meninggikan letak kepala 30º dari tempat tidur Cairan hiperosmoler : manitol atau gliserol Hiperventilasi untuk mempertahankan pC02 antara
27-30 mmHg
PENYULIT
Gangguan serebrovaskuler
Edema otak
Hidrosefalus
Perdarahan otak
Shock sepsis
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
Disseminated Intravascular Coagulation
Efusi subdural
SIADH
Lama perawatan 1-2 bulan di ruang perawatan intermediet
MENINGITIS KRIPTOKOKKUS /
JAMUR
KRITERIA DIAGNOSIS
DEFINISI : meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus.
Diagnosis pasti : pemeriksaan sediaan langsung dan kultur dari CSS.
Predisposisi : gangguan imunitas berat (AIDS, penerima transplantasi jaringan atau sedang dalam terapi keganasan)
Diagnosis banding : Meningitis serosa sebab lain
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pungsi Lumbal : Profit LCS menyerupai MTB Pengecatan Tinta India / Gram terhadap CSS
Pemeriksaan serologis.
Kultur Sabauraud.
PENATALAKSANAAN
Terapi kausal : Amfoterisin B dan 5 Floro-sitosin IV (2 minggu) dilanjutkan Flukonazol 200 mg/hari
Terapi simtomatik / suportif : Disesuaikan keadaan pasien
Penyulit Herniasi
KOMA
KOMADEFINISI
Keadaan tidak sadar, di mana pasien tidak bisa dibangunkan Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali (unarousable unresponsiveness)
ANAMNESIS
Kejadian terakhir Trauma Riwayat medis pasien Riwayat psikiatrik Obat-obatatan (Penyalah gunaan obat-obatan atau alkohol)
Dan lain lain
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda vital : hipertensi berat dapat disebabkan oleh lesi intrakranial dengan peningkatan TIK atau ensefalopati karena hipertensi.
Kulit : Tanda trauma,Turgor, neddle track, rash pada meningitis, cherry redness ( keracunan CO), sianosis, atau kuning
Nafas : bau alkohol, ketosis, uremia, atau fetor hepaticus dapat menjadi petunjuk
Kepala : tanda fraktur, hematoma, dan laserasi, Panda Eyes,bocornya CSF yang keluar melalui telinga dan hidung serta tanda gigitan lidah, Pupil
Leher : Cedera Vertebra cervikalis (jangan manipulasi bila ada kecurigaan fraktur dari cervival spine) kekakuan disebabkan oleh meningitis, meningoensefalitis atau perdarahan subarakhnoid.
Opistotonus untuk khas tetanus
Paru-paru : apakah ada collapse atau edema pulmo atau wheezing menandakan asma serta pola pernafasan cheyne stoke, hiperventilasi ataupun apneu
Abdomen : Periksa apakah ada ascites tanda hati yang rusak, organomegali, peritonism
Tanda Infeksi seperti abses, OMA yang bisa merupakan sumber awal penyebaran infeksi ke meningens
Pemeriksaan refleks patologis penting untuk mengetahui adanya kelainan struktur otak
Kriteria Diagnostik GCS <9
Diagnosis Kerja Koma sesuai penyebabnya
Diagnosis Banding : stroke, penyakit jantung Ensefalitis hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, dan
koma hepatikum Tumor otak Intoksikasi (berbagai macam obat atau bahan kimia) Trauma kapitis Epilepsi (pasca serangan grand mal atau pada status
epileptikus )
PEMERIKSAANPENUNJANG
Rontgen Dada
Analisa Gas Darah Arteri
Pemeriksaan kadar glukosa(hipoglikemi)
Kultur darah(sepsis Pneumonia)
Darah Lengkap,Ureum, Creatinin, Elektrolit,Fungsi Hati, Ethanol, Narkoba
PENATALAKSANAAN
Tangani ABC
IV access
Stabilisasi cervical spine
Periksa gula darah
Obati penyebab dengan antidotum
5B: brain, blood, breathing, bowel, bladder
EDUKASI( HOSPITAL HEALTH PROMOTION) Memberi tahu ke keluarga tentang keadaan pasien
yang terus memburuk
Memb eri edukasi lama koma yang terjadi berengaruh pada prognosis
PROGNOSIS
Advitam:bonam
Adsanationam: bonam
Adfungsionam: bonam
SPINAL CORD INJURY
DEFINISI
cedera pada bagian tulang belakang atau pada medulla spinalis, umumnya menyebabkan gangguan permanen pada fungsi tubuh. Syok spinal adalah suatu keadaan disorganisasi fungsi medulla spinalis yang fisiologis dan berlangsung sementara waktu, keadaan ini timbul segera setelah cedera dan dapat berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa minggu.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesa Riwayat trauma pada tulang belakang Apabila penderita sadar mengeluhkan hilangnya kemampuan untuk menggerakan lengan atau tungkai, atau keduanya
Pemeriksaan fisik Hilangnya fungsi motorik pada saat injury – tetraplegia dengan lesi C4 – C5 atau di atasnya dan paraplegia dengan lesi T1 – T10.
Hilangnya gerakan otonom langsung kandung kemih dan usus. Lambung mengalami atoni.
Hilangnya fungsi sensorik di bawah tingkat yang sesuai dengan lesi medulla spinalis
FASE SYOK SPINAL
0 – 1 hari : arefleksia/ hiporefleksia
1 – 3 hari : kembalinya beberapa refleks superficial
1 – 4 minggu : hiper refleksia (awal)
1 – 12 bulan : hiper refleksia, spastisitas Lesi UMN menimbulkan gejala arefleksi dan flaccid
pada fase awal yang kemudian dilanjutkan dengan fase hiperrefleksia dan spastis.
Kondisi arefleksia atau flaccid belum tentu merupakan gejala lesi LMN namun dapat merupakan fase 1 syok spinal pada lesi UMN.
CEDERA MEDULLA SPINALIS SERVIKAL
Defisit berat pada C1 biasanya berakibat fatal. Pasien – pasien dengan cedera ini memiliki sedikit atau tidak memiliki kontrol motorik pada kepala sehingga bergantung pada ventilator.
Penderita dengan cedera C2 atau C3 masih dapat mengendalikan lehernya. Persarafan otot – otot pernapasan tambahan (sternokleidomastoideus dan skalenus) sebagian masih dapat dipertahankan sehingga penderita tetap bergantung pada ventilator tetapi kadang mampu bertahan tidak memakai ventilator untuk beberapa saat (kuadriplegia respiratorius).
Penderita dengan cedera C4 akan membutuhkan ventilator karena pusat pernapasan pada medulla spinalis terletak di C4.
Penderita pada C5 dapat mengendalikan kepala, leher, bahu, diafragma, dan kadang – kadang dapat mengendalikan siku.
Penderita pada C6 pengendalian pergelangan tangan masih dapat dipertahankan sebagian. C7 penderita dapat melakukan ekstensi siku dengan sempurna, fleksi pergelangan tangan. C8 – T1 dapat mengendalikan jari tangannya dengan cukup baik.
CEDERA MEDULLA SPINALIS TORAKAL – LUMBAL – SAKRAL Penderita dengan cedera setinggi T2 – T12 tetap dapat mengendalikan anggota gerak atas dengan sempurna.
Pada cedera setinggi L1 – L5 penderita mungkin masih dapat mengendalikan tungkainya dengan sempurna, bergantung pada tingkat cederanya, penderita ini dapat mengendalikan panggul, lutut, pergelangan kaki, dan kaki, sehingga penderita dapat berjalan dengan bantuan tongkat.
Pada cedera setinggi S1 – S5 penderita dapat cukup mengendalikan kaki tetapi mengalami disfungsi kandung kemih dan usus.
DIAGNOSIS BANDING
Paraparese
Tetraparese
Hemiparese
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto polos vertebra/ CT Scan/ MRI untuk mengetahui letak lesi
Konsultasi Sp.BS apabila memungkinkan untuk dilakukan operasi
Perawatan Rumah sakit rawat inap
PENATALAKSANAAN DI IGD
Management pertama di IGD adalah dimulai dengan A, B, C. Pada lesi cervical bagian atas ventilasi spontan akan hilang sehingga perlu intubasi. Atasi syok bila ada kemudian teliti apakah ada cedera medulla spinalis. Bila dicurigai adanya cedera cervical maka lakukan imobilisasi, imobilisasi dapat dilakukan dengan memasang collar neck.
Penangan awal pada curiga medulla spinalis adalah pada jalan napas, ventilasi, oksigenasi, dan dukungan sirkulasi sebelum resusitasi dan evaluasi neurologik. Jaw trust telah dirancang untuk memperkecil gerakan leher sewaktu dilakukan resusitasi. Prioritas utama adalah untuk membuka jalan napas yang efektif.
Pemeriksaan radiologi diawali dengan foto polos cervical kemudia lakukan CT scan atau MRI.
Bila cedera terjadi sebelum 8 jam pemberian steroid dengan dosis tinggi (seperti metil prednisolon 30 mg/KgBB) intra vena perlahan selama 15 menit, kemudian disusul infus 5 - 4 mg/KgBB/jam selama 24 jam.
Untuk mengobati edema medulla spinalis dapat diberikan manitol 0,25-1,0 gr/KgBB
Jika tonus kandung kemih menghilang oleh karena syok spinal, lakukan pemasangan kateter foley guna observasi fungsi ginjal.
Penyulit Gagal napas Sepsis
CIDERA KEPALA
DEFINISI
cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi secara langsung (kerusakan primer/ primary effect) maupun tidak langsung (kerusakan sekunder/ secondary effect). Cedera otak yang terjadi sebagian besar adalah cedera otak tertutup, akibat kekerasan (rudapaksa), karena kecelakaan talu lintas, dan sebagian besar (84%) menjalani terapi konservatif dan sisanya sebanyak 16% yang membutuhkan tindakan operatif
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis
Tergantung berat ringannya cedera otak yang terjadi, dibagi dalam:
Minimal = Simple Head Injury (SHI) nilai Skala Koma Glasgow 15 (normal) kesadaran baik tidak ada amnesia
Cedera Otak Ringan (COR) / Cidera Kepala Ringan (CKR) nilai Skala Koma Glasgow 14 atau nilai Skala Koma Glasgow 15, dengan amnesia pasca cedera < 24 jam, atau hilang kesadaran < 10 menit dapat disertai gejala klinik lainnya, misalnya : mual, muntah,
sakit kepala atau vertigo
Cedera Otak Sedang (COS) / Cidera Kepala Sedang (CKS) nilai Skala Koma Glasgow 9 – 13 hilang kesadaran > 10 menit tetapi kurang dari 6 jam dapat atau tidak ditemukan adanya defisit neurologist amnesia pasca cedera selama kurang lebih 7 hari (bisa
positif atau negatif)
Cedera Otak Berat (COB)/ Cidera Kepala Berat (CKB) nilai Skala Koma Glasgow 5-8 hilang kesadaran > 6 jam ditemukan defisit neurologist amnesia pasca cedera > 7 hari
Kondisi Kritis nilai Skala Koma Glasgow 3-4 hilang kesadaran > 6 jam ditemukan defisit neurologist Perdarahan Epidural lusid interval anisokori pupil hemiparesis yang terjadi kemudian refleks Babinski yang terjadi kemudian
Fraktur Basis Kranii keluar cairan otak lewat hidung (rinorea) atau telinga (otorea) hematoma 'kacamata' atau hematoma retroaurikular (Battle's
sign)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Darah Perifer Lengkap Gula Darah Sewaktu Ureum / Kreatinin Analisa Gas Darah
(ASTRUP)
Radiologi Foto Kepala Polos, posisi
AP/Lat/Tangensial (sesuai indikasi)
Skening Kepala, gambaran bisa normal, kontusio, perdarahan, edema, fraktur tulang
kepala
Patologi Anatomi Normal, tidak ada
kerusakan hanya gangguan fungsional (Simple Head Injury dan Komosio)
Kontusio Perdarahan Edema Iskemia Infark Fraktur tulang tengkorak
PENATALAKSANAAN
Tergantung derajat beratnya cedera.
Minimal tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat - istirahat
dirumah diberi nasehat agar kembali ke rumah sakit bila ada tanda
tanda perdarahan epidural, seperti orangnya mulai terlihat mengantuk (kesadaran mulai turun-gejala lucid interval)
Cedera Otak Ringan (Komosio Serebri) tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat observasi di rumah sakit 2 hari keluhan hilang, mobilisasi simptomatis : anti vertigo, anti emetik, analgetika antibiotika (atas indikasi)
Cedera Otak Sedang dan Berat (Kontusio Serebri)
Terapi Umum Untuk kesadaran menurun Lakukan Resusitasi Bebaskan jalan nafas (Airway), jaga fungsi pernafasan (Breathing), Circulation (tidak boleh terjadi hipotensi, sistolik sama dengan atau lebih dari 90 mmHg), nadi, suhu (tidak boleh sampai terjadi pireksia)
Keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi yang cukup, dengan kalori 50% lebih dari normal
Jaga keseimbangan gas darah
Jaga kebersihan kandung kemih, kalau perlu pasang kateter
Jaga kebersihan dan kelancaran jalur intravena
Rubah rubah posisi untuk cegah dekubitus Posisi kepala ditinggikan 30 derajat Pasang selang nasogastrik pada hari ke 2, kecuali kontra indikasi yaitu pada fraktur basis kranii
Infus cairan isotonis Berikan Oksigen sesuai indikasi
Terapi Khusus
Medikamentosa Mengatasi tekanan tinggi intrakranial, berikan Manitol 20% Simptomatis : analgetik, anti emetik, antipiretik Antiepilepsi diberikan bila terjadi bangkitan epilepsi pasca
cidera Antibiotika diberikan atas indikasi Anti stress ulcer diberikan bila ada perdarahan lambung
Operasi bila terdapat indikasi
Rehabilitasi:
Mobilisasi bertahap dilakukan secepatnya setelah keadaan klinik stabil
Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi diberikan sesuai dengan kebutuhan
PENYULIT Perawatan dan konsistensi neurorehabilitasi yang
kurang cermat dapat menimbulkan gejala sisa yang sangat variatif tergantung berat dan lokasi kerusakan otak
LAMA PERAWATAN tergantung beratnya, dari 2 hari sampai 1 bulan terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala
sisa dan membutuhkan perawatan
EPILEPSI
STATUS EPILEPTIKUS
GUILLAINE – BARRE
SYNDROME
DEFINISI
merupakan kondisi polineuropati akut, dimana terjadi paralisis ascendence, akibat proses autoimun dengan respon inflamasi pada radiks (akar saraf) dan saraf tepi (poliradikulopati dan polineuropati).
KRITERIA DIAGNOSIS
AnamnesaKelemahan anggota gerak bersifat ascendence (gangguan dari bawah ke atas yang terdiri dari poliradikulopati), simetris kanan kiri, progresif cepat
Terdapat “glove stocking phenomone”Diawali dengan parestesi yang diikuti kelemahan pada kaki
Tidak ada panas
Pemeriksaan fisik Kehilangan atau penurunan refleks tendo Lesi bersifat LMN Gangguan saraf kranial, terutama saraf fasialis bilateral
Arefleksia Kelemahan pada kedua tungkai dan lengan Oftalmoplegi Disfungsi otonom : aritmia, hipotensi, retensi urin, pupil anisokor
telah terkena maka akan terjadi distress respiratory yang ditandai dengan penurunan respiratory rate.
KRITERIA DIAGNOSIS MENURUT ASBURY & CORNBLATH (GOLD STANDARD)
Tanda yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis Kelemahan kedua lengan dan tungkai Arefleksia
Tanda yang menyokong diagnosis Progresifitas gelaja dalam beberapa hari sampai 4 minggu Gejala relatif simetri, gangguan sensorik ringan, disfungsi
autonomik Gangguan saraf kranial, terutama saraf fasialis bilateral Perbaikan dalam 2 – 4 minggu setelah masa progresif Saat awitan tanpa panas Kenaikan protein LCS tanpa kenaikan sel (< 10 sel/mm3) Gangguan elektrofisiologik yang tipikal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : kenaikan LCS tanpa kenaikan sel (<10 sel/mm3)
CT Scan : CT Scan mungkin terlihat normal
DIAGNOSIS BANDING
Myelitis transversa : Perjalanan penyakit akut, ekstremitas melemah, disertai gangguan sensibilitas dan fungsi otonom.
Porfiria intermitten akut : neuropati berat, herediter (autosomal dominan), kelumpuhan ascendence, kadang asimetri. Gangguan sensibilitas pada 50% penderita. Saraf kranial dapat terkena.
Periodik paralisis hipokalemia : EKG terdapat T wave yang flat dan T inversi, U wave meninggi dan ST elevasi.
PENATALAKSANAAN
Suportif : Oksigen 3-4 L/menit Jika terjadi gagal napas dilakukan intubasi
Kausal Kortikosteroid : metil prednisolon 500 mg/hari selama 5
hari. Diberikan dalam dosis tinggi dan diturunkan secara perlahan.
Plasma exchange : mengganti komponen darah yang terlarut termasuk komplemen imunoglobulin, kompleks imun, sitokin, interleukin.
Intravenous Immune Globulin (IVIG) : dosis 0,4 mg/kgBB/hari selama 5 hari dimana setiap dosis diberikan dengan selang waktu 3 – 4 jam didahului oleh IV dimenhidramin dan ibuprofen oral.
Kecepatan infus : 0 – 15 menit : 8 tetes/menit = 30 ml/jam 15 – 30 menit : 16 tetes/ menit = 60 ml/jam Sesudahnya 32 tetes/ menit = 120 ml/jam Pada keganasan dan infeksi kronik tidak boleh lebih dari 60 ml/jam.
Pemantauan Keadaan umum Sesak nafas
Penyulit Gagal nafas Sepsis
Lama perawatan Untuk penyembuhan total memerlukan waktu 3 bulan.
MIASTENIA GRAVIS
DEFINISI
gangguan otot skelet yang bersifat kronik yang mengenai otot – otot yang ditandai dengan kelemahan dan mudan lelah akibat proses autoimun yang bersifat mendestruksi reseptor asetilkolin di post sinaps membran pada neuromuskular junction.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesa Penderita mengeluh mata tidak bisa membuka ketika beraktivitas dan membaik ketika beristirahat.
Diplopia dan penglihatan kabur Kesulitan menelan atau mengunyah (penderita tidak dapat makan dalam porsi yang banyak)
Bicara tidak jelas Suara hilang/ sengau
Pemeriksaan fisik Droopy eye : mata yang tidak bisa naik akibat ptosis
Senyum yang datar Respon pupil terhadap cahaya berkurang Kelemahan pada otot ekspirasi Kelemahan yang bersifat fokal Tidak dapat menutup mulut disebut dengan tanda rahang menggantung (hanging jaw sign)
Penderita diminta untuk bersuara yang keras kemudian apabila suara makin menghilang penderita disuruh istirahat
Tanda khas Miastenia GravisKelemahan otot voluntar berfluktuasi, terutama otot wajah dan ekstraikular
Kelemahan otot meningkat dengan aktivitas
Kekuatan otot meningkat setelah istirahat
Kekuatan otot meningkat sebagai respon terhadap pengobatan (antikolinesterase)
Krisis pada Miastenia Krisis miastenik : keadaan ketika pasien membutuhkan
lebih banyak obat antikolinesterase. Bila terjadi krisis miastenik pasien dipertahankan dengan respirator. Obat anti kolinesterase tidak dapat diberikan karena obat itu meningkatkan sekresi pernapasan dan dapat mencetuskan krisis kolinergik. Pemberian obat dimulai lagi bertahap dan seringkali dosis dapat diturunkan setelah krisis.
Krisis kolinergik : keadaan yang terjadi akibat kelebihan obat antikolinesterase. Pada krisis ini pasien mungkin telah meminum obat secara berlebihan karena kesalahan atau dosisnya berlebihan karena terjadi remisi spontan. Pada krisis kolinergik pasien dipertahankan dengan ventilasi buatan. Obat anti kolinergik tidak dapat diberikan dan 1 mg atropin diberikan secara intravena dan dapat diulang bila perlu
DIAGNOSIS BANDING
Congenital myastenic syndromes
Drug – induced myastenia penicillamine
Lambert – Eaton syndrome
Hipertiroid
Grave’s disease
Botulism
Progressive esternal ophtalmoplegia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji Tensilon : terdapat kelemahan pada otot mata (ptosis) yang akan hilang dengan sendirinya
Uji prostigmin (neostigmin) : terdapat kelemahan otot yang akan hilang dengan sendirinya
Uji klinin : terdapat kelemahan otot yang akan hilang dengan sendirinya
PENATALAKSANAAN
Obat antikolinesterase : Meningkatkan respon otot terhadap impuls saraf → memperbaiki kekuatan otot
Neostigmin : 7,5 mg – 45 mg (2 – 6 jam sekali)
Piridostigmine (mestinon) : 60 mg – 180 mg (2 – 4 kali sehari)
Ambenonium (mytelase) : 5 – 25 mg (3 – 4 jam sekali)
Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan dengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi mampu menghambat terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita.
Jika terjadi krisis kolinergik terapi dengan atropin.
Pemantauan Keadaan umum Vital sign (respiratory rate)
Penyulit Gagal napas
NYERI KEPALA
DEFINISI
Nyeri pada bagian kepala yang sering dijumpai di lapangan
Anamnesis :
Riwayat Infeksi
Riwayat trauma
Riwayat nyeri kepala sebelumnya
Riwayat kelemahan anggota tubuh
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda awal
Pemeriksaan kesadaran dan keadaan umum serta TTV
Kaku kuduk
Kekuatan otot
Pemeriksaan jejas di cranium
Pemeriksaan funduskopi papil edema atau tidak
Brudzinski, kernig dan laseque
KRITERIADIAGNOSTIK
Nyeri pada bagian kepala dengan dugaan meningitis, trauma, stroke atau tumor
Diagnosis Kerja Observasi Cephalgia
Diagnosis Banding : Meningitis, tumor, stroke, pasca trauma
PEMERIKSAANPENUNJANG
Lumbar Punksi
CT scan
Pemeriksaan Darah lengkap
Kultur darah(sepsis Pneumonia)
Angiografi
Dupleks USG
TERAPI
Pemberian antibiotic cephalosporin / vancomicyn / Ampisilin dan antibiotic sesuai organism penyebab meningitis atau penyakit kepala lain
Agen hiperosmotik/manitol untuk kasus cedera kepala/post trauma guna mengurangi edema otak
Pemberian neuroprotektan untuk melindungi fungsi otak
Terapi simtomatis
EDUKASI( HOSPITAL HEALTH PROMOTION) Kesadaran menurun dirawat intensif
Mobilisasi pasien minimal
Edukasi jika keadaan akan makin memburuk
Pemberian bantuan moril dari keluarga
PROGNOSIS
Advitam:bonam
Adsanationam: bonam
Adfungsionam: bonam