Post on 01-Dec-2021
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 19
STABILISASI TANAH LEMPUNG PADALARANG MENGGUNAKAN VERMIKULIT DAN SEMEN
UNTUK MENINGKATKAN DAYA DUKUNG (UCS)
Hendry1, Dewi Amalia
2
1,2 Dosen Program Studi Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung
E-mail: hendrytkd3@yahoo.com
Abstrak
Stabilisasi merupakan salah satu metode perbaikan tanah yang sering digunakan untuk meningkatkan kualitas
suatu tanah baik dari segi peningkatan daya dukung, peningkatan stabilitas, maupun dari segi pengurangan
penurunan. Banyak sekali penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan kadar campuran yang pas digunakan untuk
stabilisasi baik dengan menggunakan semen, kapur, flyash, maupun bahan stabilizer lainnya, tetapi untuk bahan
stabizer vermikulit belum/sangat sedikit dilakukan.
Vermikulit merupakan bahan yang steril porositas tinggi yang mampu menyerap air dalam jumlah banyak
dengan cepat dan mudah juga dikeringkan secara cepat. Mineral tersebut selanjutnya dijadikan bahan pengisi (filler)
untuk timbunan tanah yang kemudian dikombinasikan dengan semen. Hal ini karena semen dapat mengeras jika
bereaksi dengan air atau berfungsi sebagai perekat hidrolis.
Penelitian dilakukan pada tanah daerah Padalarang yang memiliki kurang stabil karena memiliki kadar air
yang cukup tinggi. Tahapan pertama yang dilakukan adalah pengambilan sampel tanah, dilanjutkan dengan
pengujian awal untuk mendapatkan parameter tanah asli, kemudian proses pencampuran material tanah dengan
semen dan vermikulit, dan terakhir pengujian kuat tekan dengan menggunakan UCS. Dari penelitian didapatkan
campuran bahan stabisisasi, vermikulit dan semen, dapat meningkatkan daya dukung tanah.
Kata-kata kunci: stabilisasi, vermikulit, UCS.
1. LATAR BELAKANG
1.1. Latar Belakang
Tanah memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan konstruksi, yaitu selain sebagai
landasan bangunan juga sebagai bahan bangunan. Banyak permasalahan tanah yang sering ditemukan
pada pekerjaan tanah, khususnya pada tanah yang memiliki kadar air tinggi seperti pada tanah lempung.
Permasalahan tersebut terjadi mengingat lempung memiliki sifat-sifat antara lain cenderung sangat
compressible (mudah memampat), tahanan geser tanah rendah, permeabilitas yang rendah, dan
mempunyai daya dukung yang rendah. Beban berlebih yang bertumpu di atas tanah lempung dapat
mengakibatkan terganggunya keseimbangan tanah yang akhirnya dapat menimbulkan deformasi atau
perubahan bentuk tanah (penurunan). Besarnya penurunan (settlement) tersebut tergantung dari jenis
tanah dan besarnya beban konstruksi yang bekerja di atas tanah. Sebagaimana dengan tanah yang berada
di daerah Kota Baru Parahyangan Padalarang, dimana secara umum merupakan tanah Lempung
kelanauan A-7-5 atau CH. Tanah lempung ini digunakan juga selain sebagai landasan bangunan (lapisan
tanah dasar) konstruksi jalan, juga digunakan sebagai bahan bangunan (timbunan untuk lapisan tanah
dasar) Gambar 1.
Dalam pelaksanaannya (pekerjaan timbunan tanah) timbul beberapa masalah, dimana setelah
dipadatkan dan kemudian diguyur hujan kepadatan tanah berubah dan cenderung turun. Hal ini terlihat
dari kondisi fisiknya (Gambar 2). Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan suatu perlakuan khusus
pada tanah, baik mengganti material tanah, mencampur tanah dengan material lain, ataupun dengan
memberi perkuatan agar tanah dapat menopang besarnya beban dari konstruksi yang akan dibangun di
atasnya. Semua tindakan tersebut merupakan bagian dari upaya stabilisasi tanah.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 20
Gambar 1. Pekerjaan tanah pada daerah Kota Baru Parahyangan Padalarang
Gambar 2. Perubahan kondisi tanah Padalarang setelah diguyur hujan
Salah satu yang menarik pada penelitian kali ini adalah dilakukannya suatu upaya stabilisasi tanah
berupa pencampuran dua material tambahan lain dengan tanah. Material tersebut berupa mineral
vermikulit dan semen. Vermikulit merupakan salah satu bahan additive atau bahan tambah yang dapat
menyerap air, sedangkan semen merupakan salah satu mineral yang memiliki fungsi sebagai perekat
hidrolis. Melihat sifat kedua material tersebut maka hal ini menarik bila kedua material tersebut secara
bersamaan digunakan sebagai bahan tambahan tanah pada pekerjaan timbunan. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh bahan vermikulit terhadap daya dukung tanah, dan optimalisasi tanah lempung
sebagai timbunan yang baik untuk mendukung bangunan sipil di atasnya.
1.2. Perumusan Masalah
Sifat fisik suatu tanah sangat penting khususnya dalam pelaksanaan pekerjaan timbunan tanah. Hal
ini disebabkan oleh komposisi setiap tanah yang berbeda, sehingga menyebabkan suatu tanah memiliki
daya dukung yang berbeda pula disetiap daerah. Tanah terdiri dari butiran mineral, mineral organik, dan
pori tanah. Butiran mineral pada tanah ini biasanya berupa butiran padat yang tidak seragam. Mineral
organik merupakan bahan yang berasal dari jaringan tumbuhan dan hewan baik yang hidup atau telah
mati dan pori tanah merupakan ruang akibat susunan mineral tanah yang tidak seragam dengan mineral
organik yang saling mengisi tetapi tidak terpadatkan sehingga menghasilkan ruang kosong yang dapat
diisi oleh air dan udara.
Ruang pori menjadi salah satu penyebab rendahnya daya dukung tanah. Hal ini dikarenakan ruang
pori dalam tanah dapat menimbulkan pergeseran tanah bila tanah tersebut mengalami pembebanan. Maka
untuk menghindari hal tersebut, sebelum membangun suatu struktur diatas suatu tanah haruslah dilakukan
pengujian terlebih dahulu. Salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui daya dukung tanah itu sendiri.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 21
Dalam penimbunan tanah, daya dukung tanah dasar yang tinggi sangat dibutuhkan untuk menopang
beban timbunan diatasnya. Untuk itu ruang pori dalam tanah harus dapat diminimalkan dengan berbagai
cara, salah satu caranya dengan pemadatan. Pemadatan ini dilakukan agar memperkecil jarak antar
butiran hingga seminimal mungkin. Dengan demikian tanah yang dilakukan pemadatan akan memiliki
daya dukung yang tinggi.
Dengan dilakukanya pemadatan terlebih dahulu terhadap suatu tanah, maka daya dukung tanah
tersebut akan meningkat. Hal ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu tanah.
Dalam penelitian ini daya dukung diketahui dengan pengujian kuat tekan bebas (Unconfined
Compression Strength/ UCS). Pengujian UCS dimaksudkan untuk menentukan sifat dan kekuatan teknis
tanah ketika menerima tegangan.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Dari penelitian ini diharapkan akan didapatkan suatu gambaran baru tentang cara perbaikan tanah
dengan menambahkan material vermikulit. Hal ini dikarenakan fungsi dari mineral vermikulit dapat
menyimpan air pada tanah sehingga hal ini dapat mengurangi jumlah pori yang ada pada tanah. Dengan
demikian kepadatan dan kekuatan pada tanah akan meningkat. Hasil dari penelitian ini akan
dipublikasikan agar dapat menambah pengetahuan dan informasi bagi dunia teknologi serta dapat
digunakan sebagai acuan penelitian-penelitian berikutnya, khususnya bidang geoteknik.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sifat Tanah
Secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat mineral-mineral padat
yang tidak tersementasi satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk disertai dengan
zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut.
Tanah merupakan kumpulan butir kasar maupun halus yang saling berhubungan, dan memiliki
ruang diantaranya. Ruang ini sering disebut dengan pori tanah. Terdapat dua pori tanah yang berada
disekitar partikel tanah, yaitu pori air (water void) dan pori udara (air void). Hubungan antara partikel
tanah (solid), air (water), dan udara (air) menunjukkan kekuatan tanah di dalam menumpu beban di
atasnya.
Untuk klasifikasi tanah itu sendiri, terdapat empat jenis tanah diantaranya lempung (clay) dengan
ukuran butir 0,002 mm, lanau (silt) dengan ukuran butir 0,075 mm. Lanau dan lempung tergolong jenis
tanah yang halus, sedangkan jenis tanah kasar yaitu kerikil, dan pasir (sand) dengan ukuran butir
4,75_mm.
Setiap jenis tanah memiliki karakteristik tanah yang berbeda sehingga setiap tanah pasti memiliki
kelebihan serta kekurangannya masing-masing. Misalnya tanah lempung, tanah jenis ini terbentuk dari
banyak jenis material. Mineral pembentuk tanah dapat menentukan sifat dari tanah tersebut, karena jika
mineral pembentuknya berbeda, tentu berbeda pula sifatnya. Perbedaan ini meliputi perilakunya terhadap
penambahan atau pengurangan kadar air, perubahan kimiawi, dan perubahan fisis akibat adanya
pembebanan dan gangguan. Contohnya, jika tanah yang diremas akan memiliki karakteristik berbeda
dengan keadaan aslinya di lapangan (insitu) termasuk kekuatan sensitivitas tanah.
Dari berbagai macam karakteristik tanah, sensitivitas tanah adalah salah satu karakteristik tanah
yang sangat berpengaruh dalam pekerjaan timbunan. Karena dengan memeroleh nilai sensitivitas tanah,
dapat diketahui apakah tanah tersebut mempunyai potensi bahaya longsor atau tidak. Jika tanah tersebut
memiliki nilai sensitivitas yang rendah maka kemungkinan bahaya akan longsor rendah, sedangkan jika
tanah tersebut memiliki nilai sensitivitas tinggi maka potensi bahaya akan longsornya pun tinggi. Cara
untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya bahaya longsor adalah dengan meningkatkan kekuatan
tanah, salah satunya dengan mencampurkan mineral lain terhadap tanah. Selain itu dapat digunakan
perkuatan khususnya pada pekerjaan dinding penahan tanah seperti menggunakan geotextile, soil nailing,
geogrid, geofoam, dan lain-lain.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 22
2.2. Perbaikan Tanah
Bangunan sipil mempunyai hubungan yang erat dengan tanah. Dengan beraneka ragamnya
permasalahan pada tanah, maka sebelum mendirikan bangunan sipil, diharuskan melakukan penyelidikan
tanah. Penyelidikan ini dimaksudkan mencegah terjadinya beberapa permasalahan yang sering
disebabkan oleh permasalahan tanah, seperti penurunan vertikal yang besarnya tergantung dari jenis tanah
dan besarnya beban bangunan yang bekerja diatasnya.
Setiap perubahan sifat fisik atau teknik dari massa tanah akan membutuhkan penyelidikan dari
alternatif-alternatif ekonomis seperti relokasi tempat bangunan atau jalan, jika hal ini masih
memungkinkan. Jika kondisi dimana alternatif pemindahan lokasi tidak memungkinkan karena lahan
yang ada merupakan lapisan tanah yang jelek atau bahkan tanah gambut maka dibutuhkan modifikasi atau
stabilisasi terhadap tanah yang akan digunakan sebagai landasan bangunan atau badan jalan. Suatu
penyelesaian yang secara ekonomis menguntungkan adalah suatu tantangan bagi kita para insinyur
geoteknik.
Stabilisasi tanah yang akan dikerjakan disini adalah perbaikan dengan menggunakan bahan campur
semen dan vermikulit dengan suatu komposisi yang divariasikan. Setelah diketahui jenis tanah yang diuji
maka selanjutnya dapat dilakukan pengujian kekuatan tekan bebas (unconfined compression strength)
tanah. Hal yang ingin diketahui pada penelitian ini adalah apakah ada peningkatan kepadatan dan
kekuatan tanah setelah diperbaiki dengan bahan campuran, dan pada komposisi berapa campuran yang
ideal didapatkan. Lokasi tanah yang diambil adalah tanah di daerah Kota Baru Parahyangan Padalarang.
2.3. Bahan Pendukung Stabilisasi
Bahan yang digunakan untuk meningkatkan daya dukung tanah selain semen adalah vermikulit.
Vermikulit dikenal sebagai atau merupakan lapisan mineral silika yang telah mengalami proses
pemanasan pada suhu tinggi. Dengan pemanasan yang tinggi tersebut mengakibatkan mineral mengalami
pengembangan seperti pada jagung (pop corn) lihat Gambar 3. Hasilnya adalah bahan yang steril
porositas tinggi yang mampu menyerap air dalam jumlah banyak dengan cepat serta mudah juga
dikeringkan secara cepat.
Gambar 3. Vermikulit dengan berbagai gradasi
Vermikulit telah digunakan di berbagai industri selama lebih dari 80 tahun. Material ini digunakan
dalam bidang konstruksi pertanian, pasar hortikultura, dan industri. Vermikulit digunakan untuk
meningkatkan volume, drainase, dan aerasi dari media perakaran. Vermikulit terdiri dari magnesium
aluminium silikat yang terhidrasi, mengelupas (mengembang) bila dipanaskan hingga membentuk agregat
ringan. Vermikulit dibuat dengan berbagai macam gradasi, dari mulai gradasi kecil, sedang, hingga besar.
Sifat yang dimilikinya antara lain adalah ringan, tidak mudah terbakar, kompresibel, berdaya serap tinggi,
tidak reaktif, dan tidak berbau.
Secara umum kimia tipikal yang dianalisa yang terkandung dalam mineral vermikulit adalah
sebagai terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 23
Tabel 1. Kandungan Kimia Tipikal Vermikulit
SIO2 34.46 % Mn3O4 0.15 %
MgO 20.96 % V2O5 < 0.05 %
Al2O3 12.79 % Cr2O3 < 0.05 %
Fe2O5 8.98 % BaO < 0.05 %
TiO2 1.59 % ZrO2 < 0.05 %
CaO 0.54 % ZnO < 0.05 %
K2O 0.29 % SrO < 0.05 %
P2O3 0.29 % Carbon 0.03 %
Na2O 0.07 % Fluorine 0.44 %
Sumber : Dupre Minerals Ltd
Sedangkan sifat fisiknya adalah sebagai terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat Fisik Vermikulit
Berat Jenis 2.5
Berat isi / density 0.55 – 0.75 t/m3
Kadar air permukaan < 6 %
Kapasitas Penyerapan air 337 % dari berat
Sumber : Dupre Minerals Ltd
2.4. Daya Dukung Tanah Dasar
Daya dukung tanah dasar (DDT) dapat diperoleh dengan mengukur nilai CBR.Sesuai persyaratan,
nilai CBR subgrade minimum 3 %.Jika CBR lapisan tanah dasar kurang dari 3 %, maka diperlukan usaha
untuk memperbaiki kualitas tanah tersebut agar nilai CBRnya meningkat. Jika tetap dipertahankan CBR
yang < dari 3 % maka usia jalan tidak akan bertahan lama, selain perlu mutu dan tebal perkerasan atas
yang cukup besar. Salah satu cara peningkatan CBR tanah dasar adalah dengan cara menstabilkannya.
Pemadatan tanah dasar ini harus dilakukan secara teratur, yaitu kadar airnya harus sedemikian rupa
sehingga berat isi keringnya tidak kurang dari suatu angka tertentu. Batas-batas kadar air dan berat isi
kering dapat ditentukan dari hasil percobaan laboratorium, yaitu percobaan pemadatan.
Kekuatan tanah dasar tentu banyak tergantung kepada kadar airnya. Makin tinggi kadar airnya,
semakin kecil kekuatan nilai CBR dari tanah tersebut. Walaupun demikian, hal itu tidak berarti bahwa
sebaiknya tanah dasar dipadatkan dengan kadar air rendah supaya mendapat CBR yang tinggi, karena
kadar air tidak akan tahan konstan pada nilai yang rendah. Sebagai gambaran dalam menentukan
perlakukan terhadap tanah dasar yaitu dengan mensyaratkan nilai minimal CBR dari lapisan tanah dasar
tersebut seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tipikal Perkiraan Nilai CBR Disain
Pemerian Lapisan Tanah Dasar Tipikal Nilai CBR (%)
Material USCS Drainase
Baik
Drainase
Buruk
Lempung dengan plastisitas tinggi
Lanau
CH
ML
5 2-3
Lempung Lanauan
Lempung Pasiran
CL
SC
6-7 4-5
Pasir SW, SP 15-20
Sumber: Pavement Disain, NAASRA, 1987
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 24
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Data Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini menggunakan pendekatan teori, pendekatan lapangan dengan
mengidentifikasi ciri khusus atau parameter umum untuk mengetahui jenis tanah, dan dilanjutkan dengan
serangkaian pengujian di laboratorium. Pendekatan teori dengan membaca literatur yang berkaitan
dengan sifat tanah yang akan dilakukan pengujian sebagai referensi dan menjalankan standar-standar
yang berlaku untuk pengujian di laboratorium.
Pendekatan lapangan dilakukan dengan melakukan survey dan pengambilan sampel di lokasi yang
menjadi pilihan. Lokasi yang menjadi pilihan adalah daerah Kota Baru Parahyangan Padalarang. Secara
fisik kondisi tanah yang akan diuji berupa tanah sudah terganggu (disturbed sample). Pengambilan
sampel tanah di daerah tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan sampel tanah yang memiliki kadar air
yang tinggi. Pekerjaan lapangan adalah melakukan survey dan pengampilan sampel tanah di lokasi yang
dipilih yang dalam hal ini adalah di Kotabaru Parahyangan. Tanah/sampel tanah yang dibawa adalah pada
kondisi asli (undisturbed sample) dan kondisi terganggu (disturbed).
Pengujian laboratorium meliputi pengujian sifat fisik dan teknik, dilanjutkan studi stabilisasi tanah
dengan campurun semen. Pengujian laboratorium dilakukan dengan mengacu pada standar-standar yang
berlaku sesuai dengan parameter-parameter tanah yang diinginkan. Selanjutnya adalah dengan pengujian
laboratorium meliputi pengujian index properties dan engineering properties. Pengujian tersebut
dilakukan untuk mendapatkan parameter-parameter tanah.
Pengujian sifat fisik dilakukan dan diamati pada kondisi awal tanah sebelum dicampur vermikulit
dengan pengujian indeks properties seperti menentukan kadar air dan Batas Atterberg. Untuk
mendapatkan engineering properties, maka dilakukan pengujian UCS yang dijadikan sebagai data
pembanding dengan pengujian tanah setelah dicampur vermikulit.
Pengujian sifat fisik dan teknik dilakukan untuk mendapatkan parameter-parameter pokok
tanah.Semua pengujian dilakukan dengan mengacu kepada “1989 Annual Book of ASTM Standard
Volume 04.08”.
3.2. Pengujian Sifat Fisik
Pengujian sifat fisik yang merupakan parameter pokok tanah bertujuan untuk keperluan klasifikasi
tanah dengan pengujian:
1. Pengujian Kadar Air ( ) ASTM D 2974 – 87,
2. Pengujian Berat Isi ( ) mengacu kepada ASTM D 4531 – 86,
3. Pengujian Berat Jenis (specific gravity = Gs) mengacu kepada ASTM D 854 – 83,
4. Pengujian analisa gradasi mengacu kepada ASTM D 421 - 85 dan ASTM D 422 – 63,
5. Pengujian Atterberg Limit mengacu kepada ASTM D - 4318 – 89.
3.2. Pengujian Sifat Teknik
Pengujian sifat teknik merupakan pengujian yang akan banyak dilakukan dalam penelitian ini,
karena sifat teknik merupakan sifat kekuatan tanah dalam memikul beban konstruksi. Adapun pengujian
yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pengujian Pemadatan mengacu kepada ASTM D 1557 dan AASHTO T-180, yang bertujuan untuk
mendapatkan nilai berat isi kering maksimum (Maxsimum Dry Density/MDD = dmax) dan kadar air
optimum (Optimum Moistre Content/OMC = opt).
2. Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compresion Strength), mengacu kepada ASTM D 2166-
85, yang bertujuan untuk mendapatkan nilai qu dan cu tanah. Pengujian dilakukan terhadap tanah hasil
pemadatan dan pengujian CBR.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 25
3.3. Uji Stabilisasi
Uji stabilisasi adalah merupakan inti dari penelitian ini yang merupakan kelanjutan dari pengujian
UCS. Disini tanah disiapkan dan dirancang dalam suatu komposisi tertentu untuk dilakukan pemadatan
dan dilanjutkan dengan pengujian UCS.
Stabilisai kemudian dilakukan dengan cara mencampurkan semen dengan persentase yang tetap
yaitu sebesar 8 % berat ke dalam tanah dan kemudian ditambahkan/dicampur dengan vermikulit dengan
variasi mulai 2 %, 4%, 6%, 8%, dan 10% terhadap volume jadi. Komposisi volume jadi untuk kebutuhan
vermikulit dipakai karena bahannya mempunyai masa jenis yang rendah.
Masing-masing campuran dengan kadar semen yang tetap dan variasi tambahan/kadar vermikulit
dirawat dengan masa peram (curing time) yang berbeda, yaitu masa peram selama 0 hari, 3 hari, 7 hari,
14 hari, dan 28 hari (Tabel 4). Pengujian UCS dilakukan pada akhir dari masa peram, dan akhir masa
perendaman.
Untuk kondisi basah didapatkan dengan cara melalukan perendaman selalam 4 x 24 jam, setelah
tanah diperam dalam masa peram yang sama, kemudian baru dilakukan pengujian UCS. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat Tabel 4.
Tabel 4. Rancangan Uji Stabilisasi
Kadar Vermikulit Waktu Peram Perendaman Kondisi
(Gram) (%) (hari) (jam)
0 0 0 4 x 24 Kering & Basah
10 0.22 0, 7, 14,21,28 4 x 24 Kering & Basah
20 0.44 0, 7, 14,21,28 4 x 24 Kering & Basah
30 0.67 0, 7, 14,21,28 4 x 24 Kering & Basah
40 0.89 0, 7, 14,21,28 4 x 24 Kering & Basah
50 1.11 0, 7, 14,21,28 4 x 24 Kering & Basah
3.4. Analisa Data
Analisa data hasil pengujian meliputi pengaruh dan perubahan perilaku tanah lempung terhadap
penambahan bahan stabilisasi terhadap kekuatannya. Analisa ini meliputi pengamatan terhadap
penambahan kekuatan tekan bebas terhadap persentase campuran bahan stabilisasi, peningkatan usia
ikatan.
Dari hasil pencampuran dan pengujian UCS dapat dilakukan pengamatan dan penelitian tentang :
1. Hubungan antara nilai UCS dengan waktu peram untuk variasi jumlah penambahan kadar vermikulit,
baik kondisi kering maupun kondisi basah.
2. Hubungan antara nilai UCS dengan penambahan kadar vermikulit pada beberapa masa peram, baik
kondisi kering maupun kondisi basah.
4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengamatan Lapangan
Maksud pengamatan lapangan disini adalah berupa survey langsung ke lapangan berupa
pengamatan di lokasi pekerjaan penggalian dan penimbunan tanah, dilanjutkan dengan mengambil
sampel dan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pengujian. Berikut dapat dilihat foto dokumentasi
situasi lapangan seperti Gambar 4.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 26
Gambar 4. Beberapa foto lapangan tempat pengambilan sampel tanah Sumber: Dokumentasi Bimbingan TA Angkatan 2010 Teknik Konstruksi Sipil
Pengambilan sampel tanah di lapangan dilakukan untuk mengetahui lebih jauh parameter tanah
yang akan diteliti. Sampel dari lapangan langsung dibawa ke laboratorium untuk dilakukan beberapa
pengujian sifat fisis tanah seperti kadar air (w), berat jenis (Gs), batas konsistensi tanah (Atterberg
Limits), serta analisa ukuran butir, dan juga dilakukan pengujian mekanis yaitu pemadatan dan kuat tekan
bebas (UCS).
4.2. Hasil Pengujian Sifat Fisik
Dari pengujian sifat fisik yang dilakukan yaitu pengujian untuk mendapatkan parameter fisik tanah
yang meliputi berat jenis, batas cair, batas plastis, dan gradasi tanah dengan hasil seperti terlihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji Sifat fisik tanah
No. Properties Keterangan Symbol Satuan Nilai
1. Berat Jenis Gs - 2.64
2. Batas Plastis PL % 30.06
Batas Cair LL % 58.09
Indek Plastis PI % 28.03
3. Gradasi Kerikil G % 0.00
Pasir S % 13.88
Lanau M % 42.13
Lempung C % 43.99
Dari hasil uji fisik yang digunakan untuk mendapatkan gradasi dan nilai Atterberg Limit,
didapatkan jenis tanah berdasarkan klasifikasi AASHTO dan berdasarkan klasifikasi USCS. Dari hasil
pengujian terlihat bahwa tanah tersebut memiliki berat jenis (Gs) sebesar 2.64. Pada pengujian konsistensi
tanah terlihat bahwa tanah tersebut memiliki nilai batas cair (LL) lebih besar dari 50%. Hal ini
menunjukkan pada grafik indeks plastisitas tanah terletak pada atau diatas garis A. Dengan nilai indeks
plastisitas yang lebih dari 4% pula dapat ditarik kesimpulan bahwa bahan organik pada tanah tidak
mempengaruhi terhadap lempung, sehingga tanah ini dapat diklasifikasikan sebagai lempung non-
organik.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 27
Pengklasifikasian tanah yang diperoleh dari pengujian analisa saringan dan hidrometer menyatakan
bahwa tanah dalam sistem AASTHO termasuk golongan A-7-5 (28) dengan indeks grup 28, dan pada
sistem USCS termasuk ke dalam jenis tanah CH, yang berupa lempung dengan plastisitas tinggi
dikategorikan sebagai fat clay. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tanah tidak disarankan untuk
dapat digunakan langsung sebagai bahan timbunan dan jika memang masih ingin digunakan harus
dilakukan beberapa pekerjaan perbaikan tanah, salah satunya yaitu dengan mencampur tanah dengan
bahan lain, dalam hal ini akan dicoba dengan campuran berupa semen dan vermikulit seperti yang akan
dilakukan pada penelitian kali ini.
4.3. Hasil Pengujian Sifat Teknis
Pengujian sifat teknis dimulai dengan melakukan pengujian pemadatan untuk mendapatkan nilai
kepadatan maksimum (Maximum Dry Density) dan kadar air optimum (Optimum Moisture Content) dan
saat yang bersamaan juga dibuatkan benda uji untuk pengujian kuat tekan bebas tanah. Dari hasil
pemadatan dengan melakukan 5 (lima) variasi penambahan kadar air dan dibuatkan grafik hubungan
antara kadar air dan berat isi kering. Dari Gambar 5 didapatkan nilai MDD = 1.409 t/m3 dan kadar air
optimum OMC = 29.81%.
Benda uji kuat tekan bebas diambil dengan cara memasukkan cetakkan UCS ke dalam tanah hasil
pemadatan. Selanjutnya, benda uji dikeluarkan dari cetakan dan dilakukan pengujian UCS untuk
mendapatkan nilai kuat tekan bebas dari tanah hasil pemadatan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6.
Dari dua grafik (pemadatan dan kuat tekan bebas) memperlihatkan keidentisan hasil antara
kepadatan tanah dan kekuatan tanah, sehingga pengujian dapat dikatakan memenuhi syarat. Nilai MDD
dan OMC diperlukan sebagai acuan dasar untuk pengujian selanjutnya, karena tanah yang dicampur
dengan semen dan vermikulit, penambahan airnya berdasakan nilai ini. Untuk kadar air ada toleransi
sebesar lebih kurang 5 % sehingga kadar air untuk CBR menjadi OMC ± 5%.
Dari Gambar 7 dan Gambar 8, dapat dilihat nilai CBR disain pada kondisi kering didapat 4.42%
masih memenuhi syarat untuk lapisan tanah dasar, tetapi pada kondisi basah nilainya turun menjadi
1.16%, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai lapisan tanah dasar jalan. Selanjutnya dilakukan
pencampuran tanah dengan semen, dimana kadar semen diambil sebesar 8%. Gambar 9 dan Gambar 10
memperlihatan bahwa pada saat kering menghasilkan nilai CBR 7.07% dan kondisi basah turun menjadi
4.03 %. Hasil ini memperlihatkan bahwa tanah sudah cukup memenuhi syarat sebagai lapisan tanah dasar
jalan.
Gambar 5. Kurva pemadatan Gambar 6. Kurva kuat tekan bebas terhadap kadar air
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 28
Gambar 7. Hasil Uji CBR tanah saja kondisi kering (unsoaked)
Gambar 8. Hasil Uji CBR tanah saja kondisi basah (soaked)
Gambar 9. Hasil Uji CBR campuran tanah dengan Semen 8% kondisi kering (unsoaked)
MDD = 1.409 gr/cm 3 OMC = 29.81 % CBRdesign = 4.42 %
1.20
1.25
1.30
1.35
1.40
1.45
1.50
22 24 26 28 30 32 34 36 38
d[g
r/cm
3]
Water content [%]
Compaction curve
1.20
1.25
1.30
1.35
1.40
1.45
1.50
2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0
d[g
r/cm
3]
CBR [%]
CBR curve
100 % MDD
CBRdesign
MDD = 1.409 gr/cm 3 OMC = 29.81 % CBRdesign = 1.16 %
1.20
1.25
1.30
1.35
1.40
1.45
1.50
22 24 26 28 30 32 34 36 38
d[g
r/cm
3]
Water content [%]
Compaction curve
1.20
1.25
1.30
1.35
1.40
1.45
1.50
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
d[g
r/cm
3]
CBR [%]
CBR curve
100 % MDD
CBRdesign
MDD = 1.409 gr/cm 3 OMC = 29.81 % CBRdesign = 7.07 %
1.20
1.25
1.30
1.35
1.40
1.45
1.50
22 24 26 28 30 32 34 36 38
d[g
r/cm
3]
Water content [%]
Compaction curve
1.20
1.25
1.30
1.35
1.40
1.45
1.50
3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0
d[g
r/cm
3]
CBR [%]
CBR curve
100 % MDD
CBRdesign
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 29
Gambar 10. Hasil Uji CBR capuran tanah dengan Semen 8% kondisi basah (soaked)
4.4. Hasil Uji Campuran
Setelah mendapatkan parameter-parameter tanah baik fisis maupun mekanis, tahap selanjutnya
langsung dilakukan persiapan stabilisasi tanah. Stabilitas tanah pada penelitian kali ini dilakukan dengan
cara menyiapkan tanah dengan kadar air optimum, kemudian tanah tersebut dicampur dengan semen 8%
dan variasi vermikulit 0%, 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10% dari volume tanah. Pencampuran ini menggunakan
nilai perbandingan terhadap volume tanah, karena berat isi dari vermikulit yang relative kecil kurang dari
0.5 t/m3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh vermikulit pada peningkatan daya dukung tanah
dilakukan pengujian kuat tekan bebas seperti Tabel 6.
Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Uji UCS
Kondisi
Pengujian
Waktu
Peram Kadar Vermikulit (%)
(hari) 0 2 4 6 8 10
Kondisi Kering
(unsoaked)
0 7.65 9.00 12.53 11.16 10.49 10.29
3 12.89 14.55 17.25 16.92 15.57 16.02
7 17.15 18.57 32.02 27.51 21.04 24.35
14 16.37 17.19 27.92 21.69 19.00 25.22
28 20.13 22.65 30.59 25.28 23.52 21.84
Kondisi Kering
(soaked) 0 1.53 2.07 4.01 3.35 3.67 3.29
3 2.58 3.78 6.04 6.60 4.83 5.13
7 3.43 4.27 10.25 8.25 6.52 7.79
14 3.27 3.95 8.93 6.51 5.89 8.07
28 4.03 5.21 9.79 7.58 7.29 6.99
Pada pengujian kuat tekan bebas benda uji disiapkan dalam 2 (dua) kondisi, yaitu pengujian dalam
kondisi kering dan pengujian dalam kondisi basah. Kondisi kering dilakukan dengan melakukan
pengujian langsung kuat tekan bebas setelah selesai pemadatan, sedangkan kondisi basah dilakukan pada
tanah hasil CBR rendaman yang dicetak untuk kemudian dilakukan pengujian UCS. Hasil pengujian UCS
dapat dibuatkan beberapa grafik hubungan antara niali UCS dengan variasi kadar vermikulit dan masa
peram, seperti terlihat pada Gambar 11.
MDD = 1.409 gr/cm 3 OMC = 29.81 % CBRdesign = 4.03 %
1.20
1.25
1.30
1.35
1.40
1.45
1.50
22 24 26 28 30 32 34 36 38
d[g
r/cm
3]
Water content [%]
Compaction curve
1.20
1.25
1.30
1.35
1.40
1.45
1.50
1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0
d[g
r/cm
3]
CBR [%]
CBR curve
100 % MDD
CBRdesign
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 30
Gambar 11.Grafik hubungan UCS dengan kadar vermikulit (%) pada berbagai variasi masa peram, kondisi kering
Gambar 11 dan Gambar 12 memperlihatkan hubungan nilai kuat tekan bebas qu terhadap kadar
vermikulit untuk beberapa masa peram. Niali qu menunjukan nilai yang relatif tinggi pada kadar
vermikulit 4% untuk kedua kondisi, dimana cenderung turun pada kadar vermikulit 6% sampai 8% dan
sedikit naik lagi pada kadar 10%. Nilai qu tertinggi adalah 32.02 kg/cm2 pada kondisi kering dan kondisi
basah nilai qu = 10.25 kg/cm2. Nilai tertinggi ini diperloleh pada penambahan kadar vermikulit 4%.
Gambar 12.Grafik hubungan UCS dengan kadar vermikulit (%) pada berbagai variasi masa peram, kondisi basah
Jika nilai UCS diplot terhadap masa peram sesuai variasi kadar vermikulit maka akan mendapatkan
hasil seperti yang terlihat pada Gambar 13 dan Gambar 14. Gambar 13 dan Gambar 14 memperlihatkan
perubahan nilai UCS berdasarkan masa peram. Pada masa peram 7 hari nilai UCS menunjukkan nilai
yang tinggi dan kemudin turun pada usia peram 14 hari dan sedikit menaik kembali pada usia 28 hari.
Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa sifat vermikulit pada campuran tanah sangat mempengaruhi
kekuatan tanah. Hal ini terlihat oleh kenaikan dan penurunan yang terjadi pada nilai qu pada kondisi
masing-masing pemeraman.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 31
Gambar 13.Grafik hubungan UCS dengan masa peram (hari) pada berbagai variasi kadar vermikulit (%), kondisi kering Gambar 14.Grafik hubungan UCS dengan masa peram (hari) pada berbagai variasi kadar vermikulit (%), kondisi kering
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari pengujian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai beikut:
1. Tanah Padalarang yang diambil sebagai objek penelitian adalah Lempung kelanauan yang jika
dikalsifikasikan menurut AASHTO adalah A-7-5 dan secara USCS adalah CH.
2. Ketika dilakukan penguujian awal pemadatan didapatkan nilai berat isi kering maksimum MDD
sebesar 1.409 t/m3 dengan kadar air optimum OMC adalah sebesar 29.81%.
3. Untuk pengujian kuat tekan bebas juga menghasilkan nilai maksimum pada penambahan kadar
vermikulit 4% dan saat pemeraman selama 7 hari dengan nilai qu = 32.02 kg/cm2 pada kondisi kering
dan kondisi basah nilai qu = 10.25 kg/cm2.
4. Pencampuran vermikulit pada tanah yang akan distabilisasi dengan semen memberikan kontribusi
yang cukup besar terhadap peningkatan kekuatan dan daya dukung tanah, sehingga jika digunakan
sebagai lapisan tanah dasar jalan dan dipadatkan sesuai dengan kepadatan standar akan mampu
memikul beban perkersana dan lalu lintas dan akan memberikan usia pemakaian jalan yang lama.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 32
5.2. Saran
Untuk penelitian lanjutan dapat dilakukan dalam skala lapangan.
6. DAFTAR PUSTAKA
American Society for Testing and Material, “Annual Books of ASTM Standard, Section 4, Volume 04-
08”, Easton, M.D., United State of America.
Das, Braja M., (1985), “Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknik) Jilid 1”, alih bahasa Noor
Endah, Indrasurya B. Mochtar, Penerbit Erlangga.
Bowless, J.E., (1984) “Sifat-sifat fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah), alih bahasa Johan
Kelanaputra Hainin, Ir., Penerbit Erlangga, Jakarta.
Hendry, (1998), “Perbaikan Tanah Gambut Pulau Padang dengan Campuran Semen-Renolith dalam
Kaitannya sebagai Lapisan Dasar Konstruksi Jalan”, Tesis Magister, Bandung.
Hendry, (1999), “Pengaruh Siklus Basah Kering terhadap Plastisitas dan Aktivitas Tanah Ekspansif”,
Laporan Penelitian, Politeknik Negeri Bandung.
Hendry, (2006), “Stabilisasi Tanah Lempung Padalarang sebagai Subgrade Jalan (Stabilization of
Padalarang Clay Soil as Subgrade)”, Laporan Penelitian, Politeknik Negeri Bandung.
Hendry, (2011), “Evaluasi Perilaku Pemadatan dan Plastisitas Tanah Wayang Windu Pangalengan
Sebagai Bahan Timbunan”, Laporan Penelitian, Politeknik Negeri Bandung.