Post on 03-Mar-2019
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
skripsi
PENGARUH MEDIA PENDINGIN DAN TEMPERATUR PEMANASAN TERHADAP NILAI KEKERASAN GRINDING BALL HASIL
PENGECORAN
Oleh:
Danang Saputro X25 06 012
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSIAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
Skripsi
PENGARUH MEDIA PENDINGIN DAN TEMPERATUR PEMANASAN TERHADAP NILAI KEKERASAN GRINDING BALL HASIL
PENGECORAN
Oleh :
Danang Saputro
X25 06 012
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan
gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Teknik Mesin
Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dosen Pembimbing,
Pembimbing I Pembimbing II
Suharno, S.T, M.T Budi Harjanto,S.T,M.Eng NIP.19710603 200604 1 001 NIP.19790116 200501 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan menurut sepengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali mengacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 18 Desember 2010 Penulis,
Danang Saputro X25 06 012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari : Selasa
Tanggal : 18 januari 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Danang Saputro. PENGARUH MEDIA PENDIGIN DAN TEMPERATUR PEMANASAN TERHADAP NILAI KEKERASAN GRINDING BALL HASIL PENGECORAN. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Ada tidaknya perbedaan pengaruh media pendingin / quenching terhadap nilai kekerasan grinding ball hasil pengecoran. (2) Ada tidaknya perbedaan pengaruh temperatur pemanasan terhadap nilai kekerasan grinding ball hasi pengecoran. (3) Ada tidaknya perbedaan pengaruh interaksi antara mdia pendingin / quenching dan temperatur pemanasan terhadap nilai kekerasan grinding ball hasil pengecoran. (4) interaksi variasi media pendingin / quenching dan temperatur pemanasan yang menghasilkan nilai kekerasan yang paling optimal pada grinding ball hasil pengecoran.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material D3 Teknik Mesin UGM sebagai tempat pengujian tingkat kekerasan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi yang dipakai adalah grinding ball hasil pengecoran. Sampel diambil dengan teknik “Purposive Sampling”, dengan sembilan spesimen uji dan pengujian kekerasan dilakukan di lima titik untuk setiap spesimen. Teknik analisis data pada penelitian ini adalah ANAVA dua jalan.
Hasil penelitian ini adalah: (1) Hasil uji Anava dua jalan adalah ada pengaruh perbedaan temperatur pemanasan terhadap nilai kekerasan dilihat pada hasil uji analisis data yang menyatakan bahwa Fobs = 11,98123 lebih besar daripada Ftabel = 5,25 (Fobs > Ft). (2) Tidak ada pengaruh perbedaan media quenching terhadap nilai kekerasan dapat dilihat pada hasil uji analisis data yang menyatakan bahwa Fobs = 0,60868 lebih kecil daripada Ftabel = 5,25 (Fobs < Ft). (3) Tidak ada pengaruh perbedaan interaksi antara temperatur pemanasan dan media quenching terhadap nilai kekerasan dapat dilihat pada hasil uji analisis data yang menyatakan bahwa Fobs = 1,14433 lebih kecil daripada Ftabel = 3,89 (Fobs < Ft). (4) Kombinasi variasi temperatur pemanasan 8000C dan media quenching SAE 40 W yang memghasilkan rerata kekerasan paling kecil 360,94 VHN. Dan kombinasi variasi temperatur pemanasan 8500C dan media quenching SAE 40 W yang memghasilkan rerata kekerasan paling besar 777,24 VHN.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Hai manusia, sesungguhnya hanya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali
janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaiton
yang pandai menipu,memperdayakan kamu tentang Allah. (QS. Fathir :2)
(Ingatlah) ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabb-mu, lalu
diperkenankannya bagimu. (QS. Al-Anfal :9)
Kalau semua yang kita ingini harus kita miliki darimana kita belajar keikhlasan.
Kalau semua yang kita mau harus terpenuhi darimana kita belajar kesabaran. Kalau
do’a kita dikabulkan dengan cepat darimana kita memaksimalkan kemampuan yang
diberikan pada kita. Kalau kehidupan kita selalu bahagia dari mana kita mengenal
Allah lebih dekat. (Arief Ramadhan)
Manusia dinilai berdasarkan kadar lelahnya dan biarkan kelelahan lelah mengikuti
kita. No pain, No again. (Wahyu AR)
Baik belum tentu benar, benar belum tentu baik. Baik dalam hal yang benar, itu akan
lebih baik dan benar. (M. Wicaksana)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada :
Allah SWT, yang selalu melimpahkan kemudahan dan kelancaran
Ibu dan Bapak tersayang,
Teman- teman PTM 2006
Adik – AdikKu
Almamaterku tercinta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
Rahmat, Hidayah serta Innayah-Nya sehingga penulisan laporan skripsi ini dapat
diselesaikan. Penulisan laporan ini untuk memenuhi sebagian persyaratan
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Teknik Mesin
Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penulisan laporan ini penulis banyak mengalami kesulitan dan
hambatan, namun atas bantuan dari berbagai pihak penulis dapat mengatasi setiap
kesulitan dan hambatan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih atas
segala bentuk bantuannya kepada yang terhormat :
1. Dekan FKIP UNS yang telah memberikan ijin menyusun skripsi.
2. Ketua Jurusan PTK FKIP UNS yang telah memberikan ijin penyusunan
skripsi ini.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Teknik Mesin JPTK FKIP UNS, yang telah
memberikan persetujuan atas penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Suharno.S.T,M.T selaku Dosen Pembimbing I, yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun proposal skripsi.
5. Bapak Budi Harjanto.S.T,M.Eng selaku dosen pembimbing II, yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusu proposal skripsi.
6. Teman - teman mahasiswa Program Teknik Mesin angkatan tahun 2006.
7. Ibu, Bapak dan Keluargaku tercinta yang telah memberikan semangat,
dorongan dan sumbangan baik moril maupun materil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Dalam penulisan laporan ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan. Dengan demikian skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
penulis khususnya, serta bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di
masa sekarang dan yang akan datang.
Surakarta, Desember 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iii
HALAMAN SURAT PERNYATAAN .................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ v
HALAMAN ABSTRAK......................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ............................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. viii
KATA PENGANTAR ............................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................. 3
C. Pembatasan Masalah .............................................................. 4
D. Perumusan Masalah ................................................................ 4
E. Tujuan Penelitian .................................................................... 4
F. Manfaat Penelitian ................................................................. 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB II LANDASAN TEORI 7
A. Tinjauan Pustaka ................................................................... 6
1. Grinding Ball ................................................................... 6
2. Besi Cor ............................................................................ 7
3. Perlakuan Panas ................................................................ 23
4. Kekerasan Bahan .............................................................. 27
B. Kerangka Pemikiran .............................................................. 28
C. Hipotesisn Penelitian .............................................................. 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 33
B. Metode Penelitian ...................................................................... 33
C. Populasi dan Sempel .................................................................. 34
D. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 35
E. Teknik Analisis Data .................................................................. 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Diskripsi Data ............................................................................. 49
B. Analisis Hasil Pengujian kekerasan ............................................ 49
C. Hasil Uji Anava ........................................................................... 55
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpilan .................................................................................. 62
B. Implikasi ..................................................................................... 62
C. Saran............................................................................................ 63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jenis – Jenis Besi Tuang, Struktur Mikro Proses Pembuatan Dan
Karakteristik Umumnya ..................................................................... 8
Tabel 2. Komposisi Kimia Besi Cor ................................................................ 12
Tabel 3. Komposisi Kimia Ball Mill Lokal Hasil Pengecoran Diameter 30 mm
......................................................................................................... 37
Tabel 4. Pengumpulan Data ............................................................................. 42
Tabel 5. Harga – harga yang perlu untuk uji bartlett ....................................... 44
Tabel 6. Rangkuman Anava Dua Jalur ............................................................ 48
Tabel 7. Hasil Pengujian Kekerasan Raw Material ........................................ 51
Tabel 8. . Hasil Pengujian Kekerasan Dengan Pemanasan 800°C Media Quenching
Oli Sae 20 ........................................................................................... 51
Tabel 9. . Hasil Pengujian Kekerasan Dengan Pemanasan 800°C Media Quenching
Oli Sae 20 ........................................................................................... 51
Tabel 10. . Hasil Pengujian Kekerasan Dengan Pemanasan 800°C Media Quenching
Oli Sae 20 ........................................................................................... 52
Tabel 11. Hasil Pengujian Kekerasan Dengan Pemanasan 850°C Media Quenching
Oli Sae 20 ........................................................................................ 52
Tabel 12. Hasil Pengujian Kekerasan Dengan Pemanasan 850°C Media Quenching
Oli Sae 30 ........................................................................................ 52
Tabel 13. Hasil Pengujian Kekerasan Dengan Pemanasan 850°C Media Quenching
Oli Sae 40 ........................................................................................ 52
Tabel 14. Hasil Pengujian Kekerasan Dengan Pemanasan 900°C Media Quenching
Oli Sae 20 ....................................................................................... 53
Tabel 15. Hasil Pengujian Kekerasan Dengan Pemanasan 900°C Media Quenching
Oli Sae 30 ........................................................................................ 53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Tabel 16. Hasil Pengujian Kekerasan Dengan Pemanasan 900°C Media Quenching
Oli Sae 40 ........................................................................................ 53
Tabel 17. Hasil Pengujian Nilai Kekerasan Grinding Ball Hasil Pengecoran . 56
Tabel 18. Hasil Rata – Rata Pengujian Kekerasan .......................................... 57
Tabel 19. Hasil Uji Normalitas Dengan Metode Liliefors ............................... 60
Tabel 20. Hasil Uji Homogenitas Dengan Metode Bartlet .............................. 61
Tabel 21. Ringkasahn Hasil Uji F Untuk Anava Dua Jalan ............................. 61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Grinding Ball Import ............................................................. 6
Gambar 2. Mesin Cement Mill ................................................................ 7
Gambar 2a. Skema Struktur Mikro Besi Tuang Kelabu ......................... 8
Gambar 2b. Skema Struktur Mikro Besi Tuang Putih ............................ 9
Gambar 2c. Skema Srtuktur Mikro Besi Tuang Mampu Tempa ............ 9
Gambar 2d. Skema Struktur Mikro Besi Tuang Nodular ....................... 10
Gambar 2e. Skema Struktur Mikro Besi Tuang Grafit ........................... 11
Gambar 3. Bentuk Utama Sel Satuan Dari Sistem Kristal Logam ......... 16
Gambar 4. Diagram Fasa Besi – Karbon ................................................ 17
Gambar 5. Stuktur Kristal BCC .............................................................. 19
Gambar 6. Struktur Kristal FCC ............................................................. 19
Gambar 7. Stuktur Kristal Sementit ........................................................ 20
Gambar 8. Diagram CCT ........................................................................ 21
Gambar 9. Kurva Pendinginan Pada Diagram TTT ................................ 22
Gambar 10. Bagan Aliran Proses Eksperimen ........................................ 38
Gambar 11. Alat Penguji Struktur Mikro................................................ 40
Gambar 12. Lokasi Pengujian Kekerasan ............................................... 41
Gambar 13. Mesin Uji Kekerasan Vikers ............................................... 42
Gambar 14.Diagram Histogram Variasi Media Pendingin Dengan Temperatur
Pemanasan .............................................................................................. 54
Gambar 15. Grafik Hubungan Variasi Media Pendingin / Quenching Dengan
Temperatur Pemanasan Terhadap Nilai Kekerasan ................................ 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Gambar 16. Diagram Hubungan Variasi Media Pendingin / Quenching Dengan
temperatur pemanasan terhadap nilai kekerasan ..................................... 58
Gambar 17. Grafik Hubungan Variasi Temperatur Pemanasan Dengan Media
Pendingin / Quenching Terhadap Nilai Kekerasan ................................ 59
Gambar 18. Diagram Hubungan Variasi Temperatur Pemanasan Dengan Media
Pendingin / Quenching Terhadap Nilai Kekerasan ................................ 59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil pengujian nilai kekerasan .......................................... 65
Lampiran 2A. Uji Normalitas ................................................................. 66
Lampiran 2B. Uji Homogenitas .............................................................. 72
Lampiran 3. Uji Analisis Variasi Dua Jalan ........................................ 75
Lampiran 4. Hasil Uji Kekerasan spesimen grinding ball diameter 30 mm,
treatment 800°C ..................................................................................... 76
Lampiran 5. Hasil Uji Kekerasan spesimen grinding ball diameter 30 mm,
treatment 850°C ................................................................................... 77
Lampiran 6. Hasil Uji Kekerasan spesimen grinding ball diameter 30 mm,
treatment 900°C ................................................................................... 78
Lampiran 7. Standart martensitic white cast iron A 532Class II Type B
from Mat Web ....................................................................... 79
Lampiran 8. Standart specification for abrasion-resistant cast iron ........ 80
Lampiran 9. Pengajuan Judul Skripsi ..................................................... 81
Lampiran 10. Presensi Seminar Skripsi .................................................. 82
Lampiran 11 Surat Keputusan Dekan FKIP UNS ................................... 83
Lampiran 12. Permihonan Ijin Menyusun Skripsi .................................. 84
Lampiran 13. Permohonan Ijin Research dari JPTK ............................. 85
Lampiran 14. Permohonan Ijin Research di Lab. Teknik Mesin D3 UGM
........................................................................................... 86
Lampiran 15. Dokumentasi Penelitian .................................................... 87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki beberapa pabrik semen yang selain mencukupi
kebutuhan semen dalam negeri juga untuk diekspor ke manca negara. Ekspor semen
tersebut menjadi salah satu sektor yang memberikan devisa non-migas yang cukup
besar. Permintaan semen yang terus meningkat harus dapat diantisipasi oleh kalangan industri
semen seiring dengan terus meningkatnya biaya produksi akibat kenaikan tarif dasar listrik dan
harga bahan bakar minyak di dalam negeri yang tidak sebanding dengan kenaikan harga jual
semen di pasaran. Kenaikan biaya produksi yang cukup tinggi secara langsung berimbas pada
kenaikan harga semen di pasaran sehingga perlu dilakukan peningkatan efisiensi di semua lini,
khususnya dalam proses produksi agar harga jual semen dapat tetap terjangkau oleh konsumen
di dalam negeri dan dapat bersaing dengan produk semen dari luar negeri.
Efisiensi yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan komponen lokal
dalam proses pembuatan semen, antara lain penggunaan Grinding ball (bola penggiling) pada
berbagai peralatan di pabrik semen, seperti Crusher dan Cement Mill. Salah satu komponen
penting pada cement mill adalah Grinding ball yang terdiri dari berbagai ukuran tergantung
pada tahapan mana Grinding ball tersebut digunakan pada proses pembuatan semen. Grinding
ball tersebut terbuat dari logam yang disyaratkan mempunyai karakteristik keras (tahan aus)
sekaligus tangguh (tidak mudah pecah) dan tahan korosi untuk menanggung beban dan
lingkungan selama proses penggilingan batuan. Kebutuhan industri semen akan Grinding ball
cukup besar, sehingga biaya produksi terpengaruh oleh pengadaan Grinding ball secara cukup
signifikan. Sampai saat ini semua pabrik semen di Indonesia masih menggunakan Grinding
ball import sebagai penggiling bahan baku pada proses pembuatan semen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Penggunaan grinding ball pada pabrik semen terdapat pada beberapa peralatan, seperti
Cement Mill. Cement Mill digunakan pada proses finishing pembuatan semen. Dalam Cement
Mill, Grinding ball berfungsi sebagai bahan pengisi yang berfungsi untuk menghancurkan
bahan baku semen. Pada Cement Mill dilakukan penambahan additive, seperti gypsum atau
trash sebagai retarder agent yang berfungsi untuk memperlambat waktu pengikatan dan
pengerasan semen dan dimaksudkan untuk mendapatkan semen dengan kehalusan yang telah
dipersyaratkan dalam Standard Nasional Indonesia.
Untuk mendapatkan bahan dengan persyarat-an kekuatan yang harus dipenuhi oleh
Grinding ball, maka bahan baku yang sesuai adalah logam yang mengandung Fe, yaitu besi dan
baja. Besi dan baja memiliki sifat yang bervariasi, mulai.dari sifat yang paling lunak hingga
paling keras serta memiliki sifat mampu bentuk yang baik dalam proses pengecoran sehingga
berbagai macam bentuk coran dapat dibuat dengan pengecoran
Menurut Granata, baja adalah logam paduan antara unsur Besi (Fe) dengan
Karbon (C) dengan kadar karbon mencapai 2%. Disamping kedua unsur dalam baja
terdapat pula unsur-unsur dalam jumlah kecil, seperti Mangan (Mn), Silicon (Si),
Fosfor (P), Belerang (S). Dapat juga dipadu dengan unsur-unsur paduan seperti
Chromium (Cr), Nikel (Ni), Wolfram (W), Molibden (Mo) dan sebagainya, dan dapat
divariasi menurut kebutuhan. Baja dapat dibentuk melalui pengecoran, pencanaian
atau penempaan. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari PITRUS SIGIT
NUGROHO SKRIPSI TAHUN 2010 PTM UNS yang bertujuan untuk merumuskan proses
pembuatan Grinding Ball skala laboratorium dengan melakukan perlakuan panas untuk
mendapatkan karakteristik yang sesuai dengan Grinding Ball Import dengan hasil uji
komposisi kimia yaitu 1,65 C, 11,608 Cr dan 0,223 Mo dan hasil uji distribusi
kekerasan menunjukkan bagian permukaan lebih keras dibandingkan bagian pusat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
dengan nilai kekerasan tertinggi 720,82 kg/mm² sedang nilai kekerasan terendah
631,2 kg/mm². Dari referensi tahap pertama telah dibuat di POLMAN Bandung
dengan komposisi bahan yang sesuai dengan karakteristik dari Grinding Ball Impor
yang telah diteliti pada penelitian sebelumnya yang termasuk dalam jenis besi cor
ASTM A532 CLAS II TYPE A yakni Martensit With Cash Iron dengan diameter 30
mm. Dalam peneletian ini difokuskan dalam perumusan proses pembuatan Grinding
Ball Lokal dengan perlakuan panas.
Bagi industri pengecoran logam di Indonesia diharapkan mendapatkan informasi
tentang cara pembuatan Grinding ball dengan kualitas yang sama dengan Grinding Ball import
sehingga dapat memenuhi kebutuhan Grinding ball untuk industri semen di dalam negeri.
Apabila Grinding Ball tersebut dapat dibuat di Indonesia diharapkan harganya dapat lebih
murah sehingga biaya produksi semen dapat diturunkan dan terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat. Di samping itu, jika industri pengecoran logam di Indonesia dapat memproduksi
Grinding ball untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun eksport, maka hal ini akan
memberikan nilai tambah bagi industri tersebut serta mengurangi ketergantungan industri dalam
negeri terhadap pihak asing.
B. Identifikasi Masalah
Penelitian ini dapat diidentifikasikan berbagai permasalahan yang timbul
berkaitan dengan faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat kekerasan pada besi cor
ASTM A532 CLASS II TYPE A dan B Martensit With Cash Iron. Faktor - faktor
tersebut sebagai berikut :
1. Semakin meningkatnya kebutuhan industri semen akan grinding ball import
yang cukup besar.
2. Harga Grinding Ball Import yang mahal.
3. Mengurangi ketergantungan terhadap produk dari luar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
4. Merumuskan proses pembuatan Ball Mill skala laboratorium dengan perlakuan
panas untuk mendapatkan nilai kekerasan yang optimal.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tidak menyimpang dari permasalahan yang diteliti, maka
penelitian hanya dibatasi pada :
1. Bahan yang digunakan grinding ball hasil pengecoran Jenis perlakuan panas /
heat treatment adalah hardening dengan quencing (pendinginan cepat ).
2. Media quencing OLI SAE 20W,30W dan 40W.
3. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian distribusi kekerasan.
D. Perumusan Masalah
Adapun masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai beikut :
1. Adakah pengaruh media pendingin / quenching terhadap nilai kekerasan?
2. Adakah pengaruh temperatur pemanasan terhadap nilai kekerasan?
3. Adakah interaksi antara media quenching dan temperatur terhadap nilai
kekerasan?
4. Manakah interaksi variasi media quenching dan temperatur pemanasan yang
menghasilkan nilai kekerasan yang optimal.
E. Tujuan Penelitian
Berdasrkan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini memiliki tujuan
yaitu :
1. Mengetahui pengaruh variasi media quenching terhadap nilai kekerasan.
2. Mengetahui pengaruh variasi temperatur pemanasan terhadap nilai kekerasan.
3. Mengetahui pengaruh interaksi media quenching dan temperatur pemanasan
terhadap nilai kekerasan.
4. Mengetahui interaksi variasi media quenching dan temperatur pemanasan yang
menghasilkan nilai kekerasan yang optimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
F Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah pengetahuan tenteng kemajuan teknologi di bidang metalurgi.
b. Bagi pihak Universitas Sebelas Maret sebagai bahan referensi untuk penelitian
relevan selanjutnya.
c. Membangkitkan minat mahasiswa lain untuk melanjutkan penelitian tenteng
pembuatan Grinding Ball.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dilakukan untuk memberi bantuan mengenai data referensi data uji
pembuatan Grinding Ball Import lokal untuk mewujudkan swasembada
kebutuhan Grinding Ball sebagai salah satu komponen penting dalam proses
produksi semen.
b. Membantu dalam usaha pengembangan kemajuan teknologi khususnya di bidang
industri.
c. Menumbuhkan motivasi bagi para peneliti metallurgy khususnya perlakuan
panas untuk mengoptimalkan penelitian - penelitian di bidang yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Grinding Ball
Grinding ball merupakan bola penggiling yang digunakan dalam proses
pembuatan semen yang disyaratkan mempunyai karakteristik keras (tahan aus)
sekaligus tangguh (tidak mudah pecah) dan tahan korosi. Penggunaan grinding ball
pada pabrik semen terdapat pada beberapa peralatan, seperti Cement Mill. Cement
Mill digunakan pada proses finishing pembuatan semen. Dalam Cement Mill,
Grinding ball berfungsi sebagai bahan pengisi yang berfungsi untuk menghancurkan
bahan baku semen. Pada Cement Mill dilakukan penambahan additive, seperti
gypsum atau trash sebagai retarder agent yang berfungsi untuk memperlambat waktu
pengikatan dan pengerasan semen dan dimaksudkan untuk mendapatkan semen
dengan kehalusan yang telah dipersyaratkan dalam Standard Nasional Indonesia.
Bahan yang sesuai dan memenuhi persyaratan grinding ball adalah logam
yang mengandung Fe, yaitu besi dan baja. Besi dan baja memiliki sifat yang
bervariasi, mulai dari sifat yang paling lunak hingga paling keras serta memiliki sifat
mampu bentu yang baik dalam proses pengecoran sehingga berbagai macam bentuk
coran dapat dibuat dengan pengecoran( Tata Surdia & Saito, 2000) .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Gambar 1. grinding ball diameter 30 mm dan 40 mm
Gambar 2. mesin cement mill
2. Besi cor
Besi cor merupakan paduan antara unsur besi yang mengandung carbon ( C
), silikon ( Si ), mangan ( Mg ), phospor ( P ) dan sulfur ( S ). Pada besi cor carbon
biasanya antara 2% sampai 6,67%, sedang pada baja kandungan carbon hanya
mencapai 2%. Semakin tinggi kadar carbon yang ada pada besi cor akan
mengakibatkan besi cor rapuh / getas. Selain dari carbon besi cor juga mengandung
silicon ( Si ) ( 1 – 3% ), mangan ( Mg ) ( 0,25 – 15% ) dan phosphor ( P ) ( 0,05 –
15% ) selain itu juga terdapat unsur – unsur lain yang ditambahkan untuk
mendapatkan sifat – sifat tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Selain unsur – unsur yang ditambahkan dalam besi cor, juga terdapat faktor – faktor
penting lainnya yang dapat mempengaruhi sifat – sifat besi cor tersebut antara lain
proses pembekuan, laju pendinginan dan perlakuan panas yang dilakukan. Besi cor
mempunyai keuntuan yaitu mampu tuang ( castability ) yang baik, kemudahan proses
produksi dan rendahnya temperatur ruang, selain itu besi cor juga mempunyai sifat
yang sulit dilakukan drawing atau diubah bentuk pada temperatur kamar, akan tetapi
besi cor mempunyai titik lebur yang relative rendah yakni 1150°C - 1500°C dan
dapat di tuang ke dalam bentuk – bentuk yang sulit. Hal ini merupakan keuntungan
dari besi cor karena untuk mendapatkan.
bentuk benda yang diinginkan hanya diperlukan sedikit proses pemanasan.
Dan juga besi cor mempunyai kekerasan, ketahanan aus dan ketahanan terhadap
korosi yang cukup baik.
a) Klasifikasi Besi Cor
Besi cor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan
karakteristik struktur mikro menjadi besi tuang kelabu (gray iron), besi tuang nodular
(nodular cast iron), besi tuang grafit kompak (compacted graphite cast iron), besi
tuang putih (white cast iron), dan besi tuang mampu tempa (malleable cast iron) .
Gambar skematis jenis-jenis besi tuang tersebut diperlihatkan tabel berikut ini.
Tabel 1. Jenis-jenis Besi Tuang, Struktur Mikro, Proses Pembuatan, dan
Karakteristik Umumnya.
Nama Skema Stuktur Mikro Proses Pembuatan
Karakteristik Umum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Besi Tuang Kelabu (Grey Cast Iron) *diberi nama kelabu (grey) karena patahannya berwarna kelabu.
( 2.a )
Biasanya memiliki kadar karbon 2,54%. Jumlah silikon yang relatif tinggi (13%) diperlukan untuk mempromosikan pembentukan grafit. Kecepatan pembekuan sangat penting untuk mengatur jumlah grafit yang terbentuk (biasanya lambat hin gga sedang). Laju solidfikasi berperan pula di dalam menentukan matriks yang terbentuk.
Grafit berbentuk serpihan-serpihan panjang (flakes) Memiliki kekuatan dan keuletan rendah. Memiliki mampu mesin yang baik pada kekerasannya. Memiliki ketahanan aus (wear resistance) yang baik, tahan terhadap galling pada pelumasan terbatas serta memiliki kemampuan untuk menahan getaran (damping capacity) sangat baik.
Besi Tuang Putih (White Cast Iron) *diberi nama putih karena patahannya berwarna putih
( 2b )
Struktur karbida diperoleh dengan menjaga kandungan karbon (2,0-3,0%) dan silikon (0,51,5%) pada kadar rendah dan kecepatan pembekuan yang tinggi pada proses solidifikasi.
Memiiki struktur karbida (cementite) di dalam matriks pearlite. Keras, getas, dan tidak dapat dimesin. Memiliki ketahanan terhadap keausan (wear resistance) dan abrasi sangat baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Besi Tuang Mampu Tempa (Malleable Cast Iron).
( 2c )
Bahan baku yang digunakan adalah besi tuang putih. Perlakuan panas untuk menghasilkan besi tuang mampu tempa terdiri atas: grafitisasi dan pendinginan. Pembentukan grafit dilakukan pada temperature di atas temperature eutectoid. Karbida akan berubah menjadi gafit (tempered carbon) dan austenite. Selanjutnya asutenite dapat didekomposisi menjadi ferrite, pearlite, atau martensite.
Koloni grafit berbentuk bulat tidak teratur. Memiliki kekuatan, keuletan, dan ketangguhan lebih baik. Memiliki struktur uniform.
Besi Tuang Ulet atau Nodular (Ductile Iron, Nodular Cast Iron). * nama mengacu pada sifat dan bentuk grafit-nya.
( 2d )
Kandungan karbon (3,0-4,0%) dan silikonnya (1,82,8%) sama dengan besi tuang. Kandungan sulfur (S) dan fosfor (P) sangat rendah kira-kira
Partikel-partikel grafit berbentuk bola (speroid). Memiliki sifat-sifat yang hampir sama dengan malleable cast iron . Memiliki mampu mesin sangat baik dan ketahanan aus baik. Memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
10 kali lebih rendah dari besi tuang kelabu. Nodule berbentuk bola terbentuk pada proses solidikasi karena kandungan beleran (Sulfur) dan oksigen ditekan ke tingkat yang sangat rendah dengan menambahkan Magnesium (Mg) beberapa saat sebelum penuangan.
sifat-sifat yang mirip dengan baja (kekuatan, ketangguhan, keuletan, mampu bentuk panas, dan kemampukerasan).
Besi Tuang Grafit Kompak (Compacted Graphite Iron)
( 2e )
Grafit berbentuk vernicular memiliki struktur antara gray iron dan ductile iron.
( http://staff.ui.ac.id/internal/132128628/material/pengetahuan bahan babketga/.pdf ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Menurut Walton, karbida-karbida utama dalam struktur mikro Besi tuang
Putih memberikan kekerasan yang sangat tinggi yang diperlukan untuk memecahkan
(crushing) dan menghancurkan (grinding) material lain tanpa terjadinya degradasi.
Dukungan struktur matriks yang diatur oleh unsur paduan atau heat treatment
menjaga keseimbangan antara ketahanannya terhadap keausan abrasi dan
ketangguhan yang diperlukan untuk menanggung beban impak. Besi tuang putih
paduan tinggi siap di cetak dalam berbagai bentuk yang diperlukan untuk
memecahkan dan menghancurkan atau menangani material abrasive.
a) Komposisi Kimia Besi Cor
Seperti yang telah dijelaskan diatas, kadar karbon ( C ) di dalam besi cor
diantara 2% - 6,67% kadar karbon ( C ) tinggi tersebut dapat menyebabkan besi cor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
menjadi rapuh atau getas maka pada pembuatan besi cor tersebut secara komersial
dibatasi antara 2,25% sampai 4% selain itu besi cor juga mengandung silicon ( S ) 1%
- 3%. Unsur – unsur paduan logam dan non logam ditambah untuk menghasilkan sifat
– sifat mekanik sesuai tuntutan desain. Kandungan unsur besi cor dapat dilihat dari
tabel sebagai berikut :
Tabel 2. Komposisi Kimia Besi Cor
Elament Gray Iron % White Iron Hight
Strenght Gray
Nodular Iron %
Karbon 2,5 – 4,0 1,8 – 3,6 2,8 – 3,3 3,0 – 4,0
Silikon 1,0 – 3,0 0,5 – 1,0 1,4 – 2,0 1,8 – 2,6
Mangan 0,4 – 1,0 0,06 – 0,80 0,5 – 0,8 0,15 – 2,6
Sulfur 0,05 – 0,25 0,06 – 0,20 0,12 0,03
Phosphor 0,05 – 1,5 0,06 – 0,18 0,15 0,02
Seperti yang terlihat dalam tabel diatas bahwa karbon ( C ), silikon ( S ) akan
mempengaruhi sifat dan aplikasi dari besi cor termasuk juga dalam proses grafitasi.
Hal ini dapat terjadi karena karbon dan silikon akan mempromosikan terbentuknya
grafit dalam besi karbida kadarnya ditinggikan. Didalam besi cor karbon bersenyawa
dengan besi berbentuk karbida atau berada dalam keadaan bebas sebagai grafit.
Grafitasi adalah proses dimana karbon yang terikat dalam besi disebut sementit
berubah menjadi karbon bebas. Grafitasi akan mudah terjadi apabila kadar karbon di
dalam besi cor diatas 2% dan juga disebabkan adanya silikon ( Si ) dan silikon ini
dapat menyebabkan sementit kurang stabil sehingga cenderung menjadi grafit.
b) Struktur Mikro Besi Cor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Struktur dari besi cor akan mempengaruhi pada sifar – sifat mekanik dan
juga sifat fisik dari besi tersebut. Beberapa struktur yang ada dalam besi cor adalah
sebagai berikut :
1) Grafit
Grafit adalah kumpulan karbon yang dihasilkan selama proses pembekuan
dan pendinginan lambat. Grafit mempunyai kekerasan sekitar 1 HB, kekuatan
tariknya sekitar 2 kgf/mm² (N/mm²) dan masa jenisnya kira – kira 2,2 Kg/dm². Grafit
memberikan pengaruh dangat besar terhadap sifat – sifat mekanik besi cor kelabu.
Grafit dalam besi cor dapat berada dalam keadaan bebas sebagai grafit.
Grafit ini merupakan suatu bentuk kristal karbon yang lunak dan rapuh. Dalam
struktur besi cor jumlahnya dapat mencapai 85% dari sebuah bentuk kandungan
karbon, tetapi kira – kira 6% - 17% dari volume total besi sebagai akibat dari berat
jenisnya yang rendah. Sifat sifat mekanik besi cor banyak dipengaruhi oleh bentuk,
ukuran, distribusi dan banyaknya grafit didalamnya. Besi cor bergrafit bulat memiliki
keuletan yang baik dibandingkan dengan besi cor bergrafit serpih. Hal ini
bisebabkan karena serpih grafit akan mengalami pemusatan tegangan pada
ujung – ujungnya bila mendapatkan gaya akan bekerja tegak lurus arah serpih.
2) Simentit
Kadar karbon besi cor dapat berkaitan denagn besi membentuk simentit atau
Fe3C yang mengandung 6,67 karbon. Simentit merupakan senyawa intersisi yang
sangat getas, namun mempunyai kekeuatan kompresi yang tinggi. Karbon akan
membentuk Fe3C sebanyak kurang lebih 15 kali proses beratnya dalam besi. Dengan
demikian besi tuang putih denagn kadar karbon 2,5% akan mengandung sekitar 3,7%
sementit sehingga akan menjadi sangat keras dan getas. Sementit dalam besi cor
bersifat tidak stabil, tetapi dapat di stabilkan dengan penambahan paduan tertentu.
Sebaliknya bila sementit dipanaskan misalkan dengan temperatur tinggi, sementit
akan terurai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Sementit biasanya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sementit primer dan
sementit sekunder. Sementit primer adalah sementit yang terbentuk sesudah
pembekuan dari reaksi eutectoid dari larutan pudar ferit atau austenit.
3) Austenit
Pada temperatur kira – kira 912 °C – 1394 °C besi murni akan berubah
struktut kristalnya, fase yang terbentuk disebut austenite. Dengan laju pendinginan
yang lambat maka austenit akan berubah menjadi pearlit. Ferrit atau gabungan
keduanya. Austenit dapat dibuat stabil pada temperatur ruang dengan penambahan
nikel atau mangan yang akan menurunkan temperature kritis dimana akan terjadi
perubahan fase γ ke fasa α.
4) Ferrit dan pearlit
Ferrit adalah larutan pudar besi dengan kadar karbon dalam jumlah yang
kecil. Memiliki sifat relative lunak dan kekuatan mekanik yang cukup baik. Ferrit
dalam besi cor mengandung silikon dan dapat menaikkan kekerasan dan kekuatan
tarik. Ferrit dalam besi cor dapat berupa ferrit bebas atau berkaitan dengan sementit
membentuk pearlit. Ferrit bebas merupakan komponen yang dominan dalam besi cor
mampu tempa dan nodular dengan kekuatan maksimum sedangkan dalam besi cor
kelabu ferrit terutama didapat sebagai struktur pearlit. Jika proses pengaktifan yang
terjadi kurang sempurna, struktur besi cor akan terdiri dari grafit dan pearlit atau
campuran dari ferrit atau pearlit dalam sementit.
Ferrit atau larutan pada Fe – alpha pada sistem Fe – C. Kelarutan karbon
didalam ferrit sangat kecil max. 0,02% sehingga struktur mikro ini mempunyai
kekerasan hanya sekitar 60 HB, mampu tarik sekitar 200 N/mm², titik luluhnya 100
N/mm² denagn regangan patah 80%.
5) Bainit
Bainit adalah salah stu produk yang dihasilkan dari hasil transformasi
austenite. Struktur mikro bainit terjadi pada fase ferrit atau sementit. Proses difusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
dilibatkan dalm bentuk bainit yang berbentuk jarum atau lapisa yang sangat
tergantung pada temperatur trasformasi.
Srtuktur halus non – lamellar bainit pada umumnya terdiri dari ferrit dan
sementit. Ia mirip keadaan pearlit tapi dengan bentuk ferrit yang mempunyai sifat
seperti bentuk martensit yang biasanya akibat pengedapan karbida dari supersaturasi
ferrit atau austenite. Pembentukan selama pendinginan berlanjut, kecepatan
pendinginan untuk menghasilkan bainit lebih cepat dibandingkan untuk menghasilkan
pearlit, tetapi lebih lambat dari bentuk martensit pada baja dengan paduan yang sama.
Bainit secara umum lebih kuat dan lebih ulet dibanding pearlit.
Temperatur berlebih diatas 540 °C – 727 °C untuk perlakuan isotermit
temperatur 215 °C sampai 540 °C. Bainit adalah produk hasil transformasi.
Transformasi pearlitik dan bainitik adalah sebenarnya terpengaruh satu terhadap yang
lain. Beberapa bgaian pada pduan transformasi pada salah satu bagian pearlit atau
bainit. Transformasi untuk kandungan struktur mikro yang lain tidak mungkin tanpa
dilakukan pemanasan ulang untuk membentuk austenit.
6) Martensit
Martensit terbentuk oleh pendinginan cepat austenit dimana atom karbon
terperangkap sehingga tidak punya waktu untuk berdifusi dari struktur kristal.
Martensit terbentuk pada suhu diatas suhu ruang, atau dibawah temperatur uetektoid
dimana struktur austenit menjadi tidak stabil. Martensit mempunyai struktur kristal
yang sama denagn austenit dengan komposisi yang hampir sama. Martensit sebagai
fasa metastabil yang mengandung larutan padat dalam struktur. Tidak mengubah
bentuk diagram besi – karbida. Pada suhu dibawah eutektoid setelah waktu tertentu,
larutan lewat jenuh karbon dalam besi terus berubah sehingga membentuk ferrit dan
karbida yang lebih cepat.
Pada logam atom-atomnya tersusun teratur menurut suatu pola tertentu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
dinamakan kristal. Pada umumnya kristal logam mempunyai susunan atom tertentu,
salah satu dari beberapa system kristal yang mungkin terjadi. Ada yang kristalnya
tersusun dari mutiplikasi bentuk sel satuan Body Cwntered Cubic (BCC), Face cubic
(FCC) dan Hexagonal Closed Pack (HCP) atau bentuk lain (Gambar 4).
Gambar 3. Tiga Bentuk Utama Sel Satuan Dari Sistem Kristal Logam (a). Body
Centered Cubic (b). Face Centered Cubic; (c). Hekxagonal Closed Pack
(B.H. Amstead, Phillip F. Ostwald, Myron L. Begeman, 1997: 20).
Struktur semua logam terdiri atas kristal-kristal butiran yang bergandengan
satu sama lain dalam wujud dan ukuran yang berlainan. Kristal-kristal itu terdiri atas
bagian-bagian terkecil dari suatu unsur atau atom-atom. Tinggi rendahnya kadar
karbon mempengaruhi tinggi rendahnya suhu kritis (batas zona struktur logam).
a) Diagram Fasa
Diagram fasa merupakan diagram untuk perlakuan panas bagi logam, dan
diagram
fasa besi
– karbon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
diberlakukan untuk baja. Memahami diagram fasa menjadi sebuah tuntutan bahwa
terdapatnya hubungan struktut mikro dengan sifat – sifat mekanis suatu material,
yang semuanya berhubungan dengan karakteristik diagram fasanya. Diagram fasa
juga memberi informasi penting tentang titik lelah, titik kristalisasi dan fenomena
lainya.
Gambar 4. Diagaram Fasa Besi – Karbon (Amstead, 1989)
Dari diagram fasa yang ditunjukkan pada gambar.5 terlihat bahwa suhu
sekitar 723 °C merupakan suhu transformasi austenit menjadi fasa pearlit ( yang
merupakan gabungan fasa ferrit dan sementit ). Transformasi fasa ini dikenal sebagai
reaksi eutectoid dan merupakan dasar proses perlakuan panas dari baja. Sedangkan
daerah fasa yang prosentase larutan karbon hingga 2% yang terjadi di temperatur
1.147 °C merupakan daerah besi gamma ( γ ) atau disebut austestabnit. Pada kondisi
ini biasanya austenit bersifat stabil, lunak, ulet, mudah dibentuk, tidak ferro magnetis
dan memeiliki struktur kristal Face Centered Cubic.
Besi murni pada suhu dibawah 910 °C mempunyai struktur kristal Body
Centered Cubic ( BCC ). Besi BCC dapat melarutkan karbon dalam jumlah sangat
rendah, yaitu sekitar 0,02 % maksimum pada suhu 723 °C. Larutan pada intensitas
dari karbon didalam besi ini disebut juga besi alpha ( α ) atau fasa ferrit. Pada suhu
diantara 910 °C sampai 1.390 °C, atom – atom besi menyusun diri menjadi bentuk
kristal Face Centered Cubic ( FCC ) yang juga disebut besi gamma ( γ ) atau fasa
austenit. Besi gamma ini dapat melarutkan karbon dalam jumlah besar yaitu sekitar
2,06 % maksimum pada suhu sekitar 1.147 °C. Penambahan karbon ke dalam besi
FCC ditransformasikan kedalam struktur BCC dari 910 °C menjadi 723 °C pada
kadar karbon sekitar 0,8 %. Diantara temperatur 1.390 °C dan suhu cair 1.534 °C,
besi gamma berubah menjadi susunan BCC yang disebut besi delta ( δ ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam diagram Fe – Fe3C yaitu,
perubahan fasa ferrit atau besi alpha ( α ), austenit atau besi gamma ( γ ), sementit
atau karbida besi, pearlit dan sementit akan diuraikan dibawah ini :
a) Ferrit atau besi alpha ( α )Merupakan modifikasi besi murni pada suhu
ruang, dimana ferrit menjadi lunak dan ulet karena ferrit memiliki
struktur BCC, maka ruang antar atom – atomnya adalah kecil dan padat
sehingga atom karbon yang dapat tertampung hanya sedikit kecil.
Gambar 5. Struktur Kristal BCC http://www.geocities.jp/ohba_lab_ob_page/Structure/BCC.jpg
a) Austenit atau besi gamma ( γ )
Merupakan modifikasi dari besi murni dengan struktur FCC yang memiliki
jarak atom lebih besar dibandingkan dengan ferrit. Meski demikian rongga – rongga
pada struktur FCC hampir tidak dapat menampung atom karbon dan penyisipan atom
karbon akan mengakibatkan tegangan dalam stuktur sehingga tidak semua rongga
dapat terisi, dengan kata lain daya larutnya terbatas.
Gambar 6. Struktur Kristal FCC
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
http://www.geocities.jp/ohba_lab_ob_page/Structure/FCC.jpg b) Karbida besi atau sementit
Adalah paduan besi karbon, dimana pada kondisi ini karbon melebihi batas
larutan sehingga membentuk fasa kedua atau karbida besi yang memiliki komposisi
Fe3C. Hal ini tidak berarti bila karbida besi membentuk molekul Fe3C, akan tetapi
kisi kristal yang membentuk atom besi dan karbon mempunyai pendinginan 3 : 1.
Karbida pada ferrit akan meningkatkan kekerasan pada baja sifat sementit adalah
sangat keras.
Gambar 7. Struktur Kristal http://www.materia.coppe.ufrj.br/sarra/artigos/artigo10308/10308_arquivos/image01
2.jpg
a) Pearlit
Merupakan campuran khusus yang terjadi atas dua fasa yang terbentuk
austenisasi, dengan komposisi eutectoid bertrasformasi menjadi ferrit dan karbida. Ini
dikarenakan ferrit dan karbida terbentuk secara bersamaan dan keluarnya saling
bercampur. Apabila laju pendinginan dilakukan secara perlahan – lahan maka atom
karbon dapat berdifusi lebih lama dan dapat menempuh jarak lebih jauh, sehingga
diperoleh bentuk peralit besar. Dan apabila laju pendinginan lebih dipercepat lagi
maka difusi akan terbatas pada jarak yang dekat sehingga akhirnya menghasilkan
lapisan tipis lebih banyak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
b) Martensit
Adalah suatu fasa yang terjadi karena pendinginan yang sangat cepat sekali,
dan terjadi pada suhu dibawah eutectoid tetapi masih diatas suhu kamar. Karena
struktur austenite FCC tidak stabil maka akan berubah menjadi struktur BCT secara
serentak. Pada reaksi ini tidak terjadi difusi tetapi terjadi pengerasan ( dislokasi ).
Semua atom bergerak serentak dan perubahan ini langsung dengan sangat cepat
dimana semua atom yang tinggal tetap berada pada larutan padat karena terperangkap
dalam kisi sehingga sukar menjadi slip, maka martensit akan. menjadi kuat dan keras
tetapi sifat getas dan rapuh menjadi tinggi. Martensit dapat terjadi bila austenit
didinginkan dengan cepat sekali ( celup ) hingga dibawah pembentukkan bainit.
Martensit terbentuk karena transformasi tanpa difusi sehingga atom – atom
karbon seluruhnya terperangkap dalam larutan super jenuh. Keadaan ini yang
menimbulkan distorsi pada struktur kristal martensit dan membentuk BCT. Tingkat
distorsi yang terjadi sangat tergantung pada kadar karbon. Karena itu martensit
merupakan fasa yang sangat keras namun getas.
b) Diagram TTT dan CCT
Untuk mrndapatkan hubungan antara kecepatan pendinginan dan struktur
mikro ( fasa ) yang terbentuk biasanya dilakukan dengan menggabungkan diagram
kcepatan pendinginan kedalam diagram TTT yang dikenal dengan CCT ( Continous
Cooling Trasformation ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Gambar 8. Diagram CCT ( Continous Cooling Transformation )
http://www.msm.cam.ac.uk/phase-trans/2000/practicals/AP3/Image5.gif.
Pada contoh gambar diatas menjelaskan bahwa bila kecepatan pendinginan
naik berarti bahwa waktu pendinginan dari suhu austenit turun, struktur akhir yang
terjadi berubah dari campuran ferrit – pearlit ke campuran ferrit – pearlit – bainit –
martensit, ferrit – bainit – martensit, kemudian bainit – martensit dan akhirnya pada
kecepatan yang tinggi sekali struktur yang terjadi adalah martensit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Gambar 9. Kurva Pendinginan Pada Diagram TTT
http://www.cashenblades.com/info/steel/1080ttt.jpg
Dari diagram pendinginan diatas dpat dilihat bahwa dengan pendinginan
cepat ( kurva 6 ) akan menghasilkan struktur martensit karena garis pendingina lebih
cepat dari pada kurva 7 yang merupakan laju pendinginan kritis ( critical
cooling rate ) yang nantinya akan tetap terbentuk fase austenit (unstabil ).
Sedangkan pada kurva 6 lebih cepat dari pada kurva 7, sehingga terbentuk
struktur martensit yang keras, tetapi bersifat rapuh karena tegangan dalam
yang besar.
3. Perlakuan Panas (heat treatment)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Perlakuan panas (heat treatment) adalah suatu proses pemanasan dan
pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis logam
tersebut. Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan,
besar butiran dapat diperbesar atau diperkecil, ketangguhan dapat ditingkatkan atau
dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet (Iqbal H.M.,
2006).Dapat disimpulkan bahwa perakuan panas adalah suatu cara untuk
meningkatkan sifat-sifat bahan agar lebih sempurna dengan cara memanaskan bahan
sampai suhu tertentu kemudian didinginkan dengan cara tertentu pula.
Tujuan dari perlakuan panas adalah untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih
baik, dan diinginkan sesuai dengan batas-batas kemampuanya. Maksud dan tujuan
perlakuan panas tersebut meliputi:
a. Meningkatkan kekuatan dan kekerasan
b. Mengurangi tegangan
c. Melunakkan
d. Mengembalikan pada kondisi normal akibat pengaruh pengajaran sebelumnya.
e. Menghaluskan butir kristal yang akan berpengaruh terhadap keuletan bahan, serta
beberapa maksud yang lain.
Proses perlakuan panas ada dua kategori, yaitu :
1) Softening ( Pelunakan ) adalah usaha untuk menurunkan sifat
mekanik agar menjadi lunak dengan cara mendinginkan material
yang sudah dipanaskan didalam tungku ( anneling ) atau
mendinginkan dalam udara terbuka ( normalizing ). Contoh :
anneling, normalizing dan tempering.
2) Hardening ( pengerasan ) : adalah usaha untuk meningkatkan sifat
material terutama kekerasan dengan cara celup cepat ( quencing )
material yang sudah dipanaskan kedalam suatu media quencing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
berupa air, air garam maupun oli. Contoh : surfae hardening,
quencing.
a) Hardening
Hardening adalah perlakuan panas terhadap baja / besi dengan sasaran
meningkatkan kekerasan alami baja / besi. Perlakuan panas menuntut pemanasan
benda kerja menuju suhu pengerasan didaerah atau di atas suhu kritis dan
pendinginan berikutnya secara cepat dengan kecepatan pendinginan kritis. Akibat
penyejukan dingin dari daerah duhu pengerasan ini dapat dicapailah suatu keadaan
paksa bagi struktur besi yang membentuk kekerasan. Oleh karena itu maka proses
pengerasan ini di sebut juga pengerasan kejut atau pencelupan langsung kekerasan
yang tercapai pada kecepatan pendinginan kritis ( martensit ) ini di iringi kerapuhan
yang besar dan tegangan pengejutan. Pada setiap operasi perlakuan panas, laju
pemanasan merupakan faktor yang penting. Panas merambat dari luar kedalam
dengan kecepatan tertentu bila pemanasan terlalu cepat, bagian luar akan jauh lebih
panas dari bagian dalam oleh karena itu kekerasan dibagian dalam benda akan lebih
rendah dari pada di bagian luar, dan ada nilai batas tertentu. Namun, air garam atau
air akan menurunkan permukaan dengan cepat, yang diikuti dengan penurunan suhu
di dalam benda tersebut sehingga diperoleh lapisan keras dengan ketebalan tertentu.
b) Quenching
Quenching adalah proses pendinginan setelah mengalami pemanasan. Media
quenching dapat berupa oli, air, air garam, dan lain – lain sesuai dengan material yang
diquenching. Dimana kondisi sangat mempengaruhi tingkat kekerasan. Pada
quenching proses yang paling cepat akan menghasilkan kekerasan tinggi.
c. Media Pendingin
Untuk quenching kita memerlukan pendingin secara cepat dengan
menggunakan media oli. Semakin cepat logam didinginkan maka akan semakin keras
sifat logam itu. Karbon yang dihasilkan dari pendinginan cepat lebih banyak dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
pada pendinginan lambat. Hal ini disebabkan karena atom karbon sempat dapat
berdifusi keluar dan terjebak dalam struktur kristsl dan membentuk struktur tetagonal
yang ruang kosong antar atomnya kecil, sehingga kekerasannya meningkat.
Untuk mendinginkan bahan di kenal berbagai macam bahan. Dimana untuk
memperoleh pendinginan yang merata maka bahan pendinginan tersebut hampit
semuanya di sirkulasi, contohnya yaitu :
1. Air
Air memberi pendinginan yang sangat cepat. Untuk memperbesar
pendinginan air, maka kedalam air tersebut dilarutkan garam dapur dari 5 – 10%.
2. Minyak / Oli
Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan panas
adalah yang dapat memberi lapisan karbon pada kulit ( pemukaan ) benda kerja yang
diolah. Selain minyak yang khusus digunakan sebagai bahan pendingin pada proses
perlakuan panas, dapat juga digunakan minyak bakar atau solar.
3. Udara
Udara memberikan pendinginan perlahan – lahan. Udara tersebut ada yang
disirkulasi dan ada pula yang tidak disirkulasi.
4. Garam
Garam menberikan pendinginan yang cepat dan merat. Garam tersebut
terutama digunakan digunakan untuk proses hardening. Bahan ynag didinginkan di
dalam cairan garam yang akan mengakibatkan ikatannya menjadi lebih keras karena
pada permukaan benda kerja tersebut akan meningkat zat arang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Kemampuan suatu jenis media dalam mendinginkan spesimen bisa berbeda
– beda, perbedaan kemampuan media pendingin disebabkan oleh temperatur,
kekentalan, kadar larutan dan bahan dasar media pendingin. Pelumas adalah minyak
yang mempunyai sifat untuk selalu melekat dan menyebar pada permukaan –
permukaan yang bergeser, sehingga membuat penguasaan dan kenaikan suhu kecil
sekali ( Soedjono, 1978 ). Viskositas Oli, dan bahan dasar Oli membawa
pengaruhdalam mendinginkan spesimen. Bahan dasar minyak dapat dibdakan
menjadi tiga jenis yaitu minyak yang berasal dari hewan diperoleh dengan cara
merebus atau memasak tulang belulang atau lemak babi, minyak pelumas dari
tumbuhan dan minyak pelumas mineral diperoleh dengan cara penyulingan ( destilasi
) minyak bumi secara bertahap. Minyak pelumas mineral merupakan campuran
beberapa organik, terutama hidro karbon. Dalam minyak bumi mengandung parafin ( 輈ōǴ2 ⴰ挠 ), siklik parafin naftena 纵輈ōǴ挠ō ) dan aromatik ( CnHn ), jumlah susunan
tergantung jumlah minyaknya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi viskositas, yaitu
komposisi, suhu dan tekanan. Angka viskositas biasanya ditinjau dengan SAE (
Society of Automotive Engine ) dan disertai angka. Angka menunjukkan pada
kelompok mana viskositas itu termasuk.
Dalam perdagangan ada dua macam viskositas, misalnya SAE 10W dan 40.
SAE 10W tidak begitu peka terhadap temperatur, sedangkan Oli SAE 40 peka
terhadap kekentalan. Indek kekentalan diikuti huruf W yang menunjukkan kekentalan
pada suhu 20°C, sedangkan kekentalan yang tidak diikuti huruf W menyatakan
kekentalan pada suhu 100°C, dengan adanya perkembangan teknologi lebih dari satu
tingkat klasifikasi viskositasnya yang dikenal dengan minyak pelumas multigrade.
Penulisan angka viskositas misalnya SAE 10W – 40 dengan maksud standar Olinya
SAE 10 pada suhu 10°C dan standar sampai SAE 40 pada suhu 100°C, sehingga
minyak pelumas ini bila digunakan dilingkungan suhu dingin akan bersikap sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
pelumas SAE 10W sedangkan bila digunakan dilingkungan suhu panas akan bersikap
suhu minyak pelumas SAE 50W.
4. Kekerasan Bahan
Pengertian umum kekerasan ialah penolakan suatu bahan atau material
melawan desakan suatu bahan lain. (Schonmetz, 1990: 195). Pengujian kekerasan
adalah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai, karena dapat dilaksanakan
pada benda uji yang relatif kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasi.
Ada beberapa cara untuk mengukur kekerasan suatu material, diantaranya
adalah pengujian kekerasan Brinell, Vickers dan Rockwell:
a. Pengujian Kekerasan Vickers (HV)
Dalam pengujian kekerasan vickers peran sebagai badan pendesak
dimainkan oleh pucuk sebuah piramid intan yang bertekanan tanpa kejutan pada
segenap benda uji yang benar – benar rata dan polos. Beban normal: 3,5; 10; 30; dan
60 dan, lama pembebanan 30 detik. Semakin tipis benda uji, maka semakin kecil pula
beban yang dipilih.
Dampak tekan yang berbentuk bujur sangkar tersebut didalam mesin uji
diperesar dan ditamplkan dalam layar. Ukuran sisi – sisi miringnya dapat dibaca
dengan sebuah alat ukur halus dengan ketepatan 0,001 mm. dari nilai rata – ratanya
dan besar beban, dicari angka kekerasan dari tabel yang telah distandarisasi dalam
DIN 50.133 (Schonmetz, 1990: 197).
Nilai kekerasan dari suatu bahan dinyatakan dengan angka kekerasan yang
berlainan untuk setiap pengujian. Ada beberapa cara untuk mengukur nilai kekerasan
bahan biasanya digunakan metode pengukuran ketahanan terhadap penetrasi bola
kecil, kerucut atau piramida. Pengujian kekerasan dengan cara penekanan
(Indentation Test) ialah pengujian kekerasan terhadap bahan (logam), dimana dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
menentukan kekerasannya dilakukan dengan menganalisis indentasi atau bekas
penekanan pada benda uji (Test piece) sebagai reaksi dari pembebanan tekan. Proses
ini dilakukan antara lain dengan sistem Brinell, Rockwell dan sistem Vickers.
Pengujian dengan sistem ini paling banyak digunakan terutama di laboratorium
pengujian logam atau industri manufaktur yang memproduksi benda-benda berukuran
kecil (Komponen), hal ini dikarenakan proses serta prosedur pengujiannya yang
sederhana dan cepat memperoleh data kekerasan yang dihasilkan dari pengujian.
Pengujian kekerasan sistem Vickers ini ialah pemakaian Indentornya
menggunakan piramida intan dengan sudut puncak piramida adalah 136°, Bentuk
indentor yang relative tajam dibanding dengan Brinell yang menggunakan bola baja,
Vickers mamberikan pembebanan yang sangat kecil yakni dengan tingkatan beban 5;
10; 20; 30; 50 dan 120 kg, bahkan untuk pengujian microstruktur hanya ditentukan 10
g, sehingga pengujian kekerasan Vickers cocok digunakan pada bahan yang keras dan
tipis.
B. Kerangka Pemikiran
Grinding ball merupakan bola penggiling yang digunakan dalam proses pembuatan
semen yang disyaratkan mempunyai karakteristik keras (tahan aus) sekaligus tangguh (tidak
mudah pecah) dan tahan korosi. Grinding ball berfungsi sebagai bahan pengisi yang berfungsi
untuk menghancurkan bahan baku semen. Untuk mendapatkan bahan dengan persyarat-an
kekuatan yang harus dipenuhi oleh Grinding ball, maka bahan baku yang sesuai adalah logam
yang mengandung Fe, yaitu besi dan baja. Besi dan baja memiliki sifat yang bervariasi,
mulai.dari sifat yang paling lunak hingga paling keras serta memiliki sifat mampu bentuk yang
baik dalam proses pengecoran sehingga berbagai macam bentuk coran dapat dibuat dengan
pengecoran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Tingkat kekerasan grinding ball hasil pengecoran dapat ditentukan dengan media
pendingin dan temperatur pemanasan. Pada penelitian ini digunakan benda kerja bahan logam
hasil pengecoran.
Untuk mengetahui secara pasti ada tidaknya pengaruh media pendingin oli dan
temperatur pemanasan terhadap tingkat kekerasan grinding ball hasil pengecoran, maka
dilakukan pengujian kekerasan.
Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran ini dapat digambarkan dalam paradigma
berikut :
Keterangan : A : variasi media pendingain B : variasi temperatur pemanasan X : tingkat kekerasan
C. Hipotesis Penelitian
A
A.
A挠
Aظ.
B
B.
B挠
Bظ
X
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran dapat diambil
hipotesis sebagai berikut :
1. Adakah pengaruh variasi media pendingin oli terhadap tingkat
kekerasan grinding ball hasil pengecoran.
2. Adakah pengaruh variasi temperatur pemanasan terhadap tingkat
kekerasan grinding ball import.
3. Adakah pengaruh interaksi bersama variasi media pendingin oli dan
temperatur pemanasan terhadap tingkat kekerasan grinding ball hasil
pengecoran.
4. Didapat nilai kekerasan yang optimal dari interaksi antara media
pendingin dan temperatur pemanasan pada grinding ball hasil
pengecoran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bahan Mekanik D3 Teknik Mesin
UGM Yogyakarta untuk pelaksanaan heat treatment hardening, pengujian distribusi
kekerasan dan struktur mikro. Tempat tersebut dipilih dengan alasan bahwa proses
konsultasi dan pengujian dapat dilakukan dengan baik sehingga apabila dikaitkan
dengan pokok permasalahan yang akan diteliti telah memenuhi syarat.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan kurang lebih 5 bulan, dari bulan Juli 2009
sampai bulan Oktober 2009. Adapun jadual pelaksanaan kegiatan sebagai berikut:
1. Pengajuan judul : 27 Agustus 2010
2. Pembuatan proposal : 01 September –02 Oktobe 2010
3. Seminar proposal : 9 November 2010
4. Revisi Proposal : 10 November –15 november 2010
5. Perijinan : 16 – 20 November 2010
6. Penelitian : 22 November – 6 Desember 2010
7. Analisis data : 8 Desember – 20 Desember 2010
8. Penulisan laporan : 22 Desember – 5 Januari 2010
B. Metode Penelitian
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode eksperimen.
Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan
manipulasi terhadap obyek penelitian serta adanya kontrol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Metode eksperimen yang digunakan adalah metode eksperimen desain acak
sempurna model tetap eksperimen faktorial. Desain acak sempurna adalah desain ini
dimana perlakuan dilakukan sepenuhnya secara acak kepada unit – unit eksperimen
atau sebaliknya. Dimana syarat yang harus dipenuhi dalam desain ini adalah
mempunyai data yang homogen. (Sujana, 1991 : 15). Desain model tetap yaitu desain
yang digunakan apabila peneliti hanya mempunyai a buah taraf faktor A dan b buah
faktor B dan semuanya digunakan dalam eksperimen yang dilakukan. (Sujana, 1991 :
116). Eksperimen faktorial adalah eksperimen yang semua (hampir semua) taraf
sebuah faktor tertentu dikombinasikan atau disilangkan denagn semua (hampir
semua) taraf tiap faktor lainnya yang ada dalam eksperimen itu. (Sujana, 1991 : 190)
Pada penelitian ini untuk pengukuran tingkat kekerasan digunakan desain
eksperimen faktorial 3 x 3. Terhadap dua variabel bebas yang kemudian pada desain
eksperimen ini disebut faktor. Faktor pertama mempunyai tiga taraf yaitu variasi
media pendingin oli SAE 20W, SAE 30W dan SAE 40W. Sedangkan faktor kedua
mempunyai tiga taraf, yaitu variasi temperatur pemanasan 800°C, 850°C dan 900°C.
Sehingga pada eksperimen ini diperoleh desain eksperimen faktorial 3 x 3. Denagn
demikian diperlukan 9 kondisi eksperimen atau 9 kombinasi perlakuan yang berbeda
– beda. Pada masing – masing perlakuan dilakukan 1 kali replikasi dan di ambil 5
titik pengujian kekerasan, sehingga total data yang diperoleh 45 data.
C. Populasi dan Sempel
1. Populasi Penelitian
Populasi menurut Suharsimi Arikunto (1992 :115) menyatakan bahwa
”Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah
besi cor hasil percobaan skala laboratorium.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
2. Sampel Penelitian
Tujuan digunakan teknik sampling adalah untuk menentukan seberapa
banyak sempel yang diambil. Teknik sampling yang digunakan untuk mengumpulkan
data dari berbagai sumber data adalah purposive sampling. Yaitu apa dan siapa yang
harus memberikan data ditentukan secara subjektif sesuai dengan keperluan dalam
rangka mencapai tujuan yang talah ditentukan karena data yang dikumpulkan dari
pihak yang berkait langsung dengan permasalahan yang diteliti.
Pengujian dilakukan dengan permukaan datar bulat berbentuk silinder
dengan variabel tiga media pendingin oli dan tiga variasi temperatur pemanasan.
Sembilan spesimen masing – masing dihitung kekerasannya dengan pengujian vikers
sehingga didapat 45 data kekerasan.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Identifikasi Variabel
Definisi variabel penelitian adalah sebagai objek penelitian, atau apa yang
mejadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi Arikunto, 1993 : 91). Di dalam
variabel terdapat satu atau lebih gejala, yang mungkin pula terdiri dari berbagai aspek
atau unsur sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Dari pengertian diatas secara garis
besar variabel dalam penelitian ini ada tiga variabel. Yang secara lengkap dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki berbagai
aspek atau unsur, yang berfungsi mempengaruhi atau menentukan munculnya
variabel lain yang disebut variabel terikat. Demikian dapat pula terjadi bahwa jika
variabel bebas berubah, maka akan mucul variabel terikat yang berbeda atau yang
lani. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah
1) Variasi media pendingin oli SAE 20W, Sae 30W dan SAE 40W.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
2) Variasi temperatur pemanasan 800°C, 850°C dan 900°C.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki pula
sejumlah aspek atau unsur di dalamnya, yang berfungsi menerima atau menyesuaikan
diri dengan kondisi lain, yang disebut dengan variabel bebas. Dalam penelitian ini
variabel terikatnya adalah tingkat kekerasan grinding ball hasil pengecoran.
c. Variabel Kontrol
Variabel kontrol adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki berbagai
aspek atau unsur di dalamnya, yang berfungsi untuk mengendalikan agar variabel
terikat yang muncul bukan karena variabel lain, tetapi benar – benar karena variabel
bebas yang tertentu. Pengendalian variabel ini dimaksudkan agar tidak merubah atau
menghilangkan variabel bebas yang akan diungkap pengaruhnya.
Demikian pula pengendalian variabel ini dimaksudkan agar tidak menjadi
variabel yang mempengaruhi / menentukan variabel terikat. Dengan mengendalikan
pengaruhnya berarti variabel ini tidak ikut menentukan ada atau tidaknya variabel
terikat. Dengan kata lain kontrol yang dilakukan terhadap variabel ini, akan
menghasilkan variabel terikat yang murni.
Dalam penelitian ini vriabel kontrolnya adalah
1) Jenis bahan uji bessi cor
2) Jenis mesin penguji vikers hardness tester Controlab.
3) Ukuran spesimen yang digunakan adalah panjang = 25 mm, diameter
30 mm.
4) Identor yang digunakan diamond.
5) Media pendingin OLI SAE 20, SAE 30 dan SAE 40
6) Temperatur suhu 800°C, 850°C dan 900°C
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
2. Pelaksanaan Eksperimen
a. Bahan penelitian
Bahan yang digunaan dalam penelitian ini adalah :
1. Besi cor skala laboratorim
2. Resin untuk mounting
3. Katalis
4. Autosol untuk poles
5. Alkohol
6. HNO 35 % untuk etsa
7. Kertas amplas dari grid #100, #400, #600, #800, #1000
8. Hair dryer
b. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Alat uji distribusi kekerasan Vickers di Laboratorium Bahan Mekanik D3
Teknik Mesin, Fakultas Teknik UGM Yogyakarta.
b. Alat uji struktur mikro mikroskop optik milik laboratorium mechanic of
material teknikmmesin D3
c. Media pendingin oli SAE untuk proses Heat treatment Hardening.
d. Alat mounting
e. Mesin poles di laboratorium Fakultas Teknik D3 UGM Yogyakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
f. Tahap Eksperimrn
Gambar 10. Bagan Aliran Proses Eksperimen
Temperatur Pemanasan 850°C
Temperatur Pemanasan 900°C
Temperatur Pemanasan 800°C
Med
ia P
endi
ngin
O
li SA
E 4
0
Med
ia P
endi
ngin
O
li SA
E 3
0
Med
ia P
endi
ngin
O
li SA
E 2
0
Med
ia P
endi
ngin
O
li SA
E 4
0
Med
ia P
endi
ngin
O
li SA
E 3
0
Med
ia P
endi
ngin
O
li SA
E 20
Med
ia P
endi
ngin
O
li SA
E 4
0
Med
ia P
endi
ngin
O
li SA
E 3
0
Med
ia P
endi
ngin
O
li SA
E 2
0
Pengukuran Nilai kekerasan
Data Penelitian
Analisis Data
Kesimpulan
Ball Mill As Cast Diameter 30 mm
Preparasi Spesimen
Heat treatment
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
a. Besi Cor
Dalam penelitian ini unsur – unsur komposisi kimia material yang
terkandung di dalam grinding ball hasil pengecoran sebagai berikut:
Tabel 3. Komposisi Kimia grinding Ball Hasil Pengecoran
No Ball mill lokal hasil pengecoran diameter 30 mm
Unsur kimia Kandungan (%) 1 C 2,18 2 Si 0,27 3 S 0,01 4 P 0,015 5 Mn 0,52 6 Ni 0,35 7 Cr 11,30 8 Mo 0,11 9 V 0,03 10 Cu 0,31 11 Fe 89,90
b. Persiapan Spesimen
Didalam sebuah penelitian apapun hal yang pertama kali dilakukan sebelum
dilakukan pengujian adalah tahap preparasi / persiapan spesimen.
Langkah – angkah persiapan spesimen :
a. Mengamplas menggunakan mesin poles dengan grid kertas amplas dari #100,
#400, #600, #800, #1000
b. Memoles dengan menggunakan kain bludru dan pasta poles autosol.
c. Membersihkan spesimen dengan sabun cuci.
d. Mengeringkan spesimen dengan hair dryer.
e. Membersihkan permukaan spesimen dengan alkohol.
f. Menyimpan spesimen dalam desikator.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
b. Heat Treatment
Perlakuan panas adalah proses pada saat bahan dipanaskan hingga suhu
tertentu dan selanjutnya didinginkan dengan cara tertentu pula. (Bagyo Sucahyo,
1995: 192).
Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam
dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis dan mekanis logam tersebut.
Baja dapat dikeraskan sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat,
atau baja dapat dilunakkan untuk memudahkan pemesinan lebih lanjut. (B.H.
Amstead Philip F. Ostwald dan Myron L. Begeman, 1997: 135).
Dapat disimpulkan bahwa perakuan panas adalah suatu cara untuk
meningkatkan sifat-sifat bahan agar lebih sempurna dengan cara memanaskan bahan
sampai suhu tertentu kemudian didinginkan dengan cara tertentu pula.
Tujuan dari perlakuan panas adalah untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih
baik, dan diinginkan sesuai dengan batas-batas kemampuanya.
Maksud dan tujuan perlakuan panas tersebut meliputi:
f. Meningkatkan kekuatan dan kekerasan
g. Mengurangi tegangan
h. Melunakkan
i. Mengembalikan pada kondisi normal akibat pengaruh pengajaran sebelumnya.
j. Menghaluskan butir kristal yang akan berpengaruh terhadap keuletan bahan, serta
beberapa maksud yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Dalam penelitian ini perlakuan yang dipakai adalah hardening pada setiap
spesimen, yang terbagi dalam 3 variabel suhu 800°C, 850°C, 900°C dan setiap
variabel suhu terdapat 4 spesimen dengan waktu tahan selama 15 menit yang
selanjutnya dilakukan proses quencing dengan media pendingin oli sae 20W, 30W,
40W dan 30 – 40W.
d. Pengujian
1. Pengujian Struktur Mikro
Pengujian struktur mikro dilakukan untuk mengetahui struktur mikro ball
mill skala laboratorium yang mengalami proses heat treatment hardening media
quencing oli SAE, tujuanya adalah untuk mengetahui berbagai fase yang ada dari
proses hardening ball mill skala laboratorium. Pengujian struktur mikro dilakukan
menggunakan mikroskop optik dengan berbagai perbesaran yang dimiliki oleh
laboratorium D3 Teknik Mesin UGM.
Gambar 11. Penguji Struktur Mikro
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
2. Pengujian Kekerasan Vikers
Pengujian distribusi kekerasan dilakukan pada ball mill skala laboratorium
yang sudah dipotong melintang dan telah melalui tahap persiapan spesimen.
Pengujian kekerasan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kekerasan yang harus
dimiliki oleh ball mill skala laboratorium yang telah mengalami heat tretament,
distribusi kekerasan dilakukan untuk mengetahui kemungkinan perbedaan tingkat
kekerasan di bagian permukaan dan bagian dalam ball mill skala laboratorium.
Langkah-langkah pengujian distribusi kekerasan ball mill skala labortorium:
a Memasang identor piramida intan dengan beban 40 kg dan memilih waktu uji
5 detik dengan cara menekan tombol ’enl’. Melepaskan identor dengan
menekan tombol ’cl’.
b Mengganti identor dengan lensa obyektif yang mempunyai perbesaran 10
kali, sehingga perbesaran totalnya 450 kali.
c Mengamati jejak menggunakan mikroskop dan menetapkan posisi dua buah
garis sejajar pada ujung-ujung diagonal jejak.
d Menekan tombol ’read’ untuk menampilkan angka kekerasan mikro pada
digital display data.
e Menekan tombol load untuk membersihkan data angka kekerasan
sebelumnya.
Posisi Titik Pengujian Kekerasan
1
2
3
4
5
Gambar 12. Lokasi Pengujian
Dari pengambilan titik
tersebut diharapkan
mendapatkan nilai
kekerasan yang merata
dari setiap pemukaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Gambar13. Mesin Uji Kekerasan Vikers.
1. Desain Eksperimen
Desain eksperimrn adalah langkah – langkah lengkap yang perlu diambil
jauh sebelum eksperimen dilakukan supaya data yang semestinya diperlukan dapat
diperoleh, sehingga akan membawa kepada analisa obyektif dan kesimpulan yang
berlaku untuk persoalan – persoalan yang sedang dibahas. (Sudjana, 1995:1)
Kombinasi perlakuan dilakukan dengan mengkombinasikan masing –
masing taraf faktor A dengan taraf pada faktor B. Faktor A ( media pendingin),
terdiri dari tiga buah taraf yaitu Oli SAE 20, SAE 30 dan SAE 40. Faktor B
(temperatur pemanasan), terdiri dari tiga buah taraf yaitu 800°C, 850°C dan 900°C.
Dengan demikian, dapat diperoleh dari hasil eksperimen yang kemudian ditabelkan.
Berikut ini tabel pengumpulan data eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tabel 4. Pengumpulan Data
Faktor B
Jumlah
Keseluruhan
Rata – rata
Keseluruhan
Taraf
Temperatur Pemanasan
800°C 850°C 900°C
Fak
tor
A (
Med
ia Q
uenc
hing
)
SAE 20
Y111 Y121 Y131
Y112 Y122 Y132
Y113 Y123 Y133
Jumlah J110 J120 J130 J100
Rata-rata 촠呻110 촠呻 120 촠呻130 촠呻130
SAE 30
Y211 Y221 Y231
Y212 Y222 Y232
Y213 Y223 Y233
Jumlah J210 J220 J230 J200
Rata-rata 촠呻210 촠呻210 촠呻230 촠呻200
SAE 40
Y311 Y321 Y331
Y312 Y322 Y332
Y313 Y323 Y333
Jumlah Y310 Y320 Y330 J300
Rata-rata 촠呻310 촠呻320 촠呻330 촠呻300
Jumlah
Keseluruhan J010 J020 J030
J000
Rata-rata
Keseluruhan 촠呻010 촠呻020 촠呻030 촠呻000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini untuk menganalisa data digunakan analisis varian (Anava) dua
jalan. Namun sebelum dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis yaitu uji
normalitas dan uji homogenitas.
1. Uji Persyaratan Analisis Data
a. Uji Normalitas
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah data pada variabel-variabel penelitian
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak, Uji normalitas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah uji normalitas Liliefors (S).
Adapun prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Tentukan hipotesis
Ho = Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.
Hi = Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal.
2) Tentukan taraf nyata a = 0,01
3) Menentukan harga S dengan rumus :
Keteranagan :
SD : Simpangan baku atau Deviasi Standar
n : Jumlah baris
Xi2 : Jumlah keseluruhan kolom pangkat dua
SXi2 : Hasil pangkat dua Xi
2 kemudian dijumlahkan keseluruhan
4) Pengamatan X1, X2, …., Xn dijadikan bilangan Z1, Z2, …., Zn dengan
menggunakan rumus : Zi =
( )( )1nn
XXnSD
2
i2
i2
-
-= å å
SD
XX i -
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
5) Statistik uji yang digunakan L = Maks.
Dengan F(Zi) = P(Z£ Zi); Z ~ N(0,1);
6) Daerah kritik uji DK = {L½L > La;n}
Ho ditolak apabila Lo mak > L tabel.
Hi diterima apabila Lo mak < L tabel.
(Sumber: Budiyono, 2000:169)
b. Uji Homogenitas
Untuk menguji persyaratan homogenitas digunakan uji Bartlet, adapun prosedur
yang harus ditempuh adalah sebagai berikut:
1) Tentukan hipotesis
Ho : S12 = S2
2 …. = Sk2 ; Hi : Tidak demikian
2) Tentukan taraf nyata a = 0,01
3) Tabel 5. Harga-harga yang perlu untuk uji Bartlett
Sampel ke Dk 1/dk Si2 Log Si2 (dk) Log Si2
1
2
Kekeliruan
N1-1
N2-1
Nk-1
1/ N1-1
1/ N2-1
1/ N3-1
Si2
Si2
Si2
Log Si2
Log Si2
Log Si2
(N1-1) Log Si2
(N1-1) Log Si2
(N1-1) Log Si2
Jumlah S(Ni-1) S(1/ Ni-1) S (NI-1) Log Si2
( ) ( )ZiSZiF -
( )n
ZiZZZZbanyaknyaZiS N £
=,,, 321
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
3. Untuk uji Bartlet digunakan statistik chi kuadrat
X2 = (Ln 10) { B - S(ni – 1) log Si2 };
Dimana:
B = Koefisien Bartlet = ( log S2 ) S (ni –1)
S2 = Variasi gabungan dari semua sampel= {S(Ni-1) Si2 / S(Ni-1)}
Si2 =
4) Daerah kritik ( Daerah penolakan Ho )
Ho ditolak apabila X2 ³ X2t ( 1 - a )( k – 1 )
Ho diterima apabila X2 £ X2t ( 1 - a )( k – 1 )
(Sumber: Sudjana, 1996: 261).
2. Analisis Data
a. Uji Hipotesis dengan Anava Dua Jalan
Dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis setelah diperoleh data dengan
metode eksperimen yang berdistribusi normal dan memiliki varian yang homogen. Maka
digunakan analisis varian dua jalan. Dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesis
1.
2.
3.
2) Memilih taraf signifikasi tertentu (a = 0,01)
3) Menetapkan kriteria pengujian, yaitu:
a).
( )1n
nYiYi
i
i22
-S-S /)(
perbedaan. satu salahAdaHiσHo 11 :;: 02A =
perbedaan. satu salahAdaHiσHo 2B :;: 022 =
perbedaan. satu salahAdaHiσHo 33 :;: 02C =
( )1)-(nab,1-aFαF apabila diterimaHa1 £
( )1)-(nab,1-aFαF apabiladitolak Ho1 ³
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
b).
c).
4) Menentukan besarnya F
Rumus-rumus yang digunakan untuk menganalisa data guna menentukan jumlah kuadrat (JK), derajat kebebasan (dk), mean kuadrat (KT) dan F observasi
adalah:
Ji00 = Jumlah nilai pengamatan yang ada dalam taraf ke i faktor A
=
J0j0 = Jumlah nilai pengamatan yang ada dalam taraf ke j faktor B
=
Jij0 = Jumlah pengamatan yang ada dalam taraf ke i faktor A dalam taraf ke J faktor B.
=
J000 = Jumlah nilai semua pengamatan.
=
Rx =
( )1)-(nab,1-bFαF apabila diterimaHa 2 £
( )1)-(nab,1-bFαF apabiladitolak Ho2 ³
( )1)-(nab,1)-1)(b-(aFαF apabila diterimaHa 3 £
( )1)-(nab,1)-1)(b-(aFαF apabila diterimaHo3 ³
abn dk dengan ,1 1 1
22 ==å ååå= = =
a
i
b
j
n
kijkYY
åå= =1 1j
b
kijkY
åå= =
a
i
n
kijkY
1 1
å=
n
kijkY
1
ååå= = =
a
i
b
j
n
k
ijkY1 1 1
2
1dk dengan ,2
000 =abn
J
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Ax = Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk semua taraf faktor A
= ( )å=
-a
i
i XXbn1
200000
= RxbnJa
i
-÷øöç
èæå
=
2000
1
dengan dk = (a – 1).
Bx = Jumlah kuadrat (JK) untuk semua taraf faktor B.
= ( )2000001
XXan i
a
i
-å=
= RxnJb
i
-å=
2000
1
( dengan dk = (b – 1).
Jab = Jumlah kuadrat – kuadrat (JK) untuk semua sel untuk daftar a x b.
= ( )200000
11
XXn j
b
j
a
i
-åå==
.
= RxnJ j
b
j
b
i
-÷øöç
èæåå
==
200
11
ABx = Jumlah kuadrat – kuadrat untuk interaksi antara faktor A dan faktor B.
= n åå= =
---a
i
b
j
jij XXXX1 1
2000000000 )(
= Jab – Ax – Bx dengan dk = (a-1)(b-1)
Ex = å Y2 – Rx – Ax – Bx – ABx dengan dk = ab (n-1)
A = Mean kuadrat untuk faktor A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
= Ax / (a-1)
B = Mean kuadrat untuk faktor B
= Ax / (b-1)
AB = Mean kuadrat untuk A dan B.
= ABx / (a-1)(b-1)
E = Ex / ab(n-1)
Setelah perhitungan selesai, hasilnya dimasukkan ke dalam daftar anava
sebagai berikut:
Tabel 6. Rangkuman Anava Dua Jalan.
Sumber Variasi dk JK RK F
Rata-rata perlakuan
A
B
AB
Kekeliruan (E)
1
a-1
b-1
(a-1)(b-1)
ab(n-1)
Rx
Ax
Bx
ABx
Ex
KTA=Ax/dkA
KTB=Bx/dkA
KTE =ABx/dkAB
Ex/dkE
FA=KTA/KTE
FB=KTB/KTE
FAB=KTAB/K
TE
Jumlah abn å X2 - -
Keterangan:
A : Variasi temperatur pemanasan
B : Variasi media quenching
AB : Interaksi antara Variasi temperatur pemanasan dan media quenching
dk : derajat kebebasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
JK : Jumlah Kuadrat
RK : Mean Kuadrat
F : Notasi Anava
Karena dalam penelitian ini ada 3 buah taraf faktor A dan tiga buah taraf faktor
B, yang semuanya digunakan dalam eksperimen, maka untuk menghitung statistik F,
digunakan model tetap, yaitu:
Ha1 dipakai statistik F = A/E
Ha2 dipakai statistik F = B/E
Ha3 dipakai statistik F = AB/E
5) Menetapkan kesimpulan.
Keputusan uji:
a) FA > Ft 1% Ha diterima
b) FB > Ft 1% Ha diterima
c) FAB > Ft 1% Ha diterima
(Sumber: Sudjana, 1995: 116)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Seperti telah diuraikan pada Bab III, penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen yang melibatkan dua faktor. Faktor A adalah media pendingin /
Quenching yaitu: Oli SAE 20, SAE 30 dan SAE 40 sedangkan faktor B adalah variasi
temperatur pemanasan yaitu: 800°C, 850°C dan 900°C, faktor A dan faktor B ini
merupakan variabel bebas. Dan sebagai variabel terikatnya adalah tingkat kekerasan
logam. Sehingga data dapat dideskripsikan seperti pada tabel 10.
Data hasil pengukuran nilai kekerasan material grinding ball hasil
pengecoran seperti telah ditunjukkan dalam Tabel 10 di atas, diperoleh atas dasar
pengujian kekerasan dengan menggunakan alat vikers hardess tester controlab di
Laboratorium Material D3 Teknik Mesin UGM.
B. Analisisa Hasil Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan makro menggunakan metode vickers, alat yang
digunakan adalah Macro Hardness Tester dengan penetrator piramida intan. Beban
penekanan 40 kg dengan waktu 10 detik. Pengujian dilakukan pada 5 lokasi titi uji
dari bagian inti ke tepi dengan variasi jarak 3 mm antara titik. Untuk menghitung
nilai kekerasan vikers digunakan rumus persamaan kekerasan vikers, dimana : ꐸǴ棺实1ノ8544贯 官圭挠纵诡 /桂桂挠邹
P = 40 (kg)
D = 0.345 (mm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Penyelasaian :
Hv = 1,854 x 2345,040
= 623,3 kg/mm2
Keterangan :
Hv : nilai kekerasan
P : beban identor
D : dimeter jejak pengujian
Tabel 7. Hasil pengujian kekerasan Raw Material Grinding Ball hasil pengecoran.
No Posisi titik
d. d挠 d㦀030能㦀030 Kekerasan ( VHN )
Kekerasan rata - rata
1 Tepi 0,36 0,33 0,345 623,2 600,12 2 Tengah 0,36 0,35 0,355 588,6
3 Tepi 0,37 0,34 0,355 588,6 Tabel 8. Hasil pengujian kekerasan Makro Grinding Ball hasil pengecoran dengan pemanasan 800°C media quenching oli SAE 20.
No Posisi titik dari sumbu
d. d挠 d㦀030能㦀030 Kekerasan ( VHN )
Kekerasan rata - rata
1 0 mm 0,48 0,41 0,445 374,6
428,0 2 3 mm 0,42 0,40 0,410 441,3 3 6 mm 0,42 0,40 0,410 441,3 4 9 mm 0,41 0,40 0,405 452,2 5 12 mm 0,43 0,40 0,415 430,7
Tabel 9. Hasil pengujian kekerasan Makro Grinding Ball hasil pengecoran dengan pemanasan 800°C media quenching oli SAE 30.
No Posisi titik dari sumbu
d. d挠 d㦀030能㦀030 Kekerasan ( VHN )
Kekerasan rata - rata
1 0 mm 0,50 0,54 0,520 274,3
416,6 2 3 mm 0,40 0,41 0,405 452,2 3 6 mm 0,41 0,40 0,405 452,2 4 9 mm 0,40 0,41 0,405 452,2 5 12 mm 0,41 0,40 0,405 452,2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Tabel 10. Hasil pengujian kekerasan Makro Grinding Ball hasil pengecoran dengan pemanasan 800°C media quenching oli SAE 40.
No Posisi titik dari sumbu
d. d挠 d㦀030能㦀030 Kekerasan ( VHN )
Kekerasan rata - rata
1 0 mm 0,85 0,86 0,885 101,5
360,9 2 3 mm 0,43 0,42 0,425 410,7 3 6 mm 0,41 0,41 0,410 441,3 4 9 mm 0,41 0,42 0,415 430,7 5 12 mm 0,42 0,42 0,420 420,5
Tabel 11. Hasil pengujian kekerasan Makro Grinding Ball hasil pengecoran dengan pemanasan 850°C media quenching oli SAE 20.
No Posisi titik dari sumbu
d1 d2 d rata-rata Kekerasan
(VHN) Kekerasan rata - rata
1 0 mm 0,32 0,32 0,320 724,4
729,0 2 3 mm 0,31 0,32 0,315 747,6 3 6 mm 0,32 0,32 0,320 724,4 4 9 mm 0,32 0,32 0,320 724,4 5 12 mm 0,32 0,32 0,320 724,4 Tabel 12. Hasil pengujian kekerasan Makro Grinding Ball hasil pengecoran dengan pemanasan 850°C media quenching oli SAE 30.
No Posisi titik dari sumbu
d1 d2 d rata-rata Kekerasan
(VHN) Kekerasan Rata - rata
1 0 mm 0,88 0,83 0,855 101,5
586,5 2 3 mm 0,32 0,33 0,325 702,3 3 6 mm 0,31 0,33 0,320 724,4 4 9 mm 0,32 0,33 0,325 702,3 5 12 mm 0,31 0,34 0,325 702,3 Tabel 13. Hasil pengujian kekerasan Makro Grinding Ball hasil pengecoran dengan pemanasan 850°C media quenching oli SAE 40.
No Posisi titik dari sumbu d1 d2 d rata-rata
Kekerasan (VHN)
Kekerasan Rata - rata
1 0 mm 0,31 0,31 0,310 771,9
777,2 2 3 mm 0,32 0,31 0,315 747,6 3 6 mm 0,31 0,31 0,310 771,9 4 9 mm 0,30 0,31 0,305 797,4 5 12 mm 0,30 0,31 0,305 797,4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Tabel 14. Hasil pengujian kekerasan Makro Grinding Ball hasil pengecoran dengan pemanasan 900°C media quenching oli SAE 20.
No Posisi titik dari sumbu
d1 d2 d rata-rata Kekerasan
(VHN) Kekerasan Rata – rata
1 0 mm 0,60 0,50 0,550 245,2
561,0 2 3 mm 0,61 0,63 0,620 193,0 3 6 mm 0,31 0,30 0,305 797,4 4 9 mm 0,31 0,30 0,305 797,4 5 12 mm 0,30 0,32 0,310 771,9
Tabel 15. Hasil pengujian kekerasan Makro Grinding Ball hasil pengecoran dengan pemanasan 900°C media quenching oli SAE 30.
No Posisi titik dari sumbu
d1 d2 d rata-rata Kekerasan
(VHN) Kekerasan Rata – rata
1 0 mm 0,70 0,74 0,720 143,1
656,3 2 3 mm 0,31 0,31 0,310 771,9 3 6 mm 0,30 0,31 0,305 797,4 4 9 mm 0,30 0,31 0,305 797,4 5 12 mm 0,31 0,31 0,310 771,9
Tabel 16. Hasil pengujian kekerasan Makro Grinding Ball hasil pengecoran dengan pemanasan 900°C media quenching oli SAE 40.
No Posisi titik dari sumbu
d1 d2 d rata-rata Kekerasan
(VHN) Kekerasan Rata – rata
1 0 mm 0,32 0,33 0,325 702,3
729,2 2 3 mm 0,31 0,32 0,315 747,6 3 6 mm 0,32 0,32 0,320 724,4 4 9 mm 0,31 0,32 0,315 747,6 5 12 mm 0,32 0,32 0,320 724,4
Dari data tabel hasil kekerasan diatas dapat diketahui nilai kekerasan pada
tiap spesimen yang mengalami perlakuan Hardening dengan media pendingin (
Quenching ) Oli . Maka untuk lebih jelas dalam pembacaan hasil nilai kekerasan
dibuatlah diagram batang histogram, seperti terlihat pada gambar diagram dibawah
ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Gambar 14. Diagram Histogram variasi media pendingin / Quenching dengan
temperatur pemanasan.
Hasil pengujian diperoleh dari alat penguji kekerasan dengan menggunakan
metode kekerasan Vikers dengan beban 40 kg/mm² pada benda uji menunjukkan
bahwa tanpa proses Heat Tretment nilai kekerasannya 600,1 kg/mm². Proses Heat
Treatment pada spesimen uji pemanasan sampai 800°C dan ditahan selama ¼ jam,
kemudian dilanjutkan dengan pencelupan ( Quenching ) dalam media Oli SAE 20 =
428,0 kg/mm², SAE 30 = 416,6 kg/mm², SAE 40 = 360,9 kg/mm²
Sedangkan pada proses heat treatment pada spesimen uji pemanasan sampai
850°C dan ditahan selama ¼ jam, kemudian dilanjutkan dengan pencelupan (
Quenching ) dalam media Oli SAE 20 = 729,0 kg/mm², SAE 30 = 586,5 kg/mm²,
SAE 40 = 777,2 kg/mm²
428
729
561
416.6
586.5
656.3
360.9
777.2 729.2
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
800°C 850°C 900°C
Nila
i Kek
eras
an (
VH
N)
Diagram Histogram Hasil Pengujian Kekerasan
SAE 20
SAE 30
SAE 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Dan pada proses heat treatment pada spesimen uji pemanasan sampai 900°C
dan ditahan selama ¼ jam, kemudian dilanjutkan dengan pencelupan
( Quenching ) dalam media Oli SAE 20 = 561,0 kg/mm², SAE 30 = 656,3
kg/mm², SAE 40 = 729,2 kg/mm² dan SAE 30 – 40 = 573,7 kg/mm².
Dari hasil pengujian kekerasan tersebut bahwa dengan heat treatment
sebagian besar dapat meningkatkan kekerasan pada spesimen benda uji. Dan dari data
diatas nilai kekerasan tertinggi terjadi pada pemanasan 850°C yang ditahan selama ¼
jam dengan pencelupan ( Quenching ) dalam media Oli SAE 40 = 777,2 kg/mm²,
kekerasan terendah pada suhu 800°C yang ditahan selama ¼ jam dengan pencelupan
( Quenching ) dalam media Oli SAE 40 = 360,9 kg/mm² pada besi tuang putih
martensitik ASTM A532 – 75a class II type A.
Pengaruh laju pendinginan yang cepat, suhu yang sesuai dan nilai kekentalan
yang tinggi maka spesimen akan semakin keras, dilihat dari struktur martensit besi
tuang putih martensitik ASTM A532 – 75a class II type A, karena semakin banyak
struktur martensit maka nilai kekerasannya semakin tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
C. Hasil Uji Anava
Tabel 17. Hasil pengujian nilai kekerasan grinding ball hasil pengecoran
Taraf
Faktor A Jumlah keseluruhan
Rata-rata keseluruhan Temperatur Pemanasan
8000C 8500C 9000C
Fakt
or B
(M
edia
Que
nchi
ng)
SAE 20 W
374.6 724.4 245.2 441.3 747.6 193.0 441.3 724.4 797.4 452.2 724.4 797.4 430.7 724.4 771.9
Jumlah 2140.1 3645.2 2804.9 8590.2 Rata-rata 428.02 729.04 560.98 1718.04
SAE 30 W
274.3 101.5 143.1 452.2 702.3 771.9 452.2 724.4 797.4 452.2 702.3 797.4 452.2 702.3 771.9
Jumlah 2083.1 2932.8 3281.7 8297.6 Rata-rata 416.62 586.56 656.34 1659.52
SAE 40 W
101.5 771.9 702.3 410.7 747.6 747.6 441.3 771.9 724.4 430.7 797.4 747.6 420.5 797.4 724.4
Jumlah 1804.7 3886.2 3646.3 9337.2 Rata-rata 360.94 777.24 729.26 1867.44
Jumlah keseluruhan 6027.9 10464.2 9732.9 26225
Rata-rata keseluruhan 1205.58 2092.84 1946.58 5245
Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa data pengaruh variasi media pendingin / quenching terhadap nilai kekerasan material grinding ball hasil pengecoran disusun berdasarkan baris, sedangkan pengaruh variasi temperatur pemanasan terhadap nilai kekerasan grinding ball hasil pengecoran disusun berdasarkan kolom, untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Tabel 18. Hasil pengujian nilai kekerasan grinding ball pengecoran
Variasi temperatur pemanasan
Variasi media pendingin / Quenching
SAE 20 SAE 30 SAE 40
800°C
850°C
900°C
428.0
729.0
560.98
416.62
586.56656.34
360.94
777.24729.26
Dari tabel di atas didapat bahwa nilai kekerasan paling optimal terjadi pada
interaksi media pendingin /Quenching SAE 40 dan temperatur pemanasan 850°C
yaitu sebesar 777,24 kg/mm² sedangkan nilai kekerasan paling rendah terjadi pada
interaksi media pendingin / Quenching SAE 40 dan temperatur pemanasan 800°C
yaitu sebesar 360,94 kg/mm².
Untuk memahami lebih jelas perbandingan pengaruh dari masing – masing
variasi media pendingin / quenching maupun variasi temperatur pemanasan, dapat
kita lihat pada grafik sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Gambar 15. Grafik hubungan variasi media quenching dengan temperature
pemanasan terhadap nilai kekerasan
Gambar 16. Grafik hubungan variasi media quenching dengan temperature
pemanasan terhadap nilai kekerasan
428.02 416.62 360.94
729.04
586.56
777.24
560.98
656.34 729.26
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
SAE 20 W SAE 30 W SAE 40 W
Nila
i Kek
eras
an (
VH
N)
Media Quenching
800°C
850°C
900°C
428.02 416.62 360.94
729.04
586.56
777.24
560.98
656.34 729.26
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
SAE 20 W SAE 30 W SAE 40 W
Nila
i Kek
eras
an (
VH
N)
Media Quenching
800°C
850°C
900°C
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Gambar 17. Grafik hubungan variasi temperature pemanasan dengan media qunching
terhadap nilai kekerasan
Gambar 18. Grafik hubungan variasi temperature pemanasan dengan media qunching
terhadap nilai kekerasan.
428.02
729.04
560.98
416.62
586.56 656.34
360.94
777.24 729.26
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
800°C 850°C 900°C
Nila
i Kek
eras
an (
VH
N)
Temperatur Pemanasan
SAE 20 W
SAE 30 W
SAE 40 W
428.02
729.04
560.98
416.62
586.56 656.34
360.94
777.24 729.26
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
800°C 850°C 900°C
Nila
i Kek
eras
an (
VH
N)
Temperatur Pemanasan
SAE 20 W
SAE 30 W
SAE 40 W
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Uji Normalitas dipakai untuk menguji apakah data hasil penelitian yang didapatkan mempunyai distribusi yang normal atau tidak. Untuk uji ini dilakukan.
dengan menggunakan uji normalitas Lilliefors, dengan taraf signifikansi 1 %.
Selanjutnya mencari harga Lmaks { |F(Zi) - S(Zi)| } pada masing-masing kelompok
perlakuan. Kemudian harga Lmaks dikonsultasikan dengan harga LTabel yang
didapatkan pada Tabel dengan N = 9 dan diperoleh LTabel sebesar 0,311. Jika hasil
perhitungan mendapatkan harga Lmaks lebih kecil dari harga LTabel, maka data
berdistribusi normal. Adapun keputusan uji normalitas data selengkapnya adalah
tersebut dalam Tabel 13.
Tabel 19. Hasil Uji Normalitas dengan Metode Liliefors
Sumber Perlakuan Data Hasil Uji Keputusan
Baris A1 (SAE 20) Lobs= 0.227 < L0.01; 15 = 0,257 Sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal
Baris A2 (SAE 30) Lobs= 0.199 < L0.01; 15 = 0,257 Sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal
Baris A3 (SAE 40) Lobs= 0.217 < L0.01; 15 = 0,257 Sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal
Kolom B1 (8000C)
Lobs= 0.269 < L0.01; 15 = 0,257 Sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi tidak normal
Kolom B2 (8500C)
Lobs= 0.374 < L0.01; 15 = 0,257 Sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi tidak normal
Kolom B3 (9000C)
Lobs= 0.32 < L0.01; 15 = 0,257 Sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi tidak normal
Uji Homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan beberapa buah rata-
rata. Pada penelitian ini, digunakan metode Bartlett untuk uji homogenitas. Dan
pengambilan kesimpulan dengan taraf signifikansi 1 %. Jika didapatkan harga X2Hitung
lebih besar dari harga X2Tabel {X2
(0,99)(8) = 20,1}, berarti data yang didapatkan berasal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
dari sampel yang tidak homogen. Namun bila didapatkan harga X2Hitung lebih kecil
dari harga X2Tabel {X2
(0,99)(8) = 20,1}, berarti data yang didapatkan berasal dari sampel
yang homogen. Data hasil pengujian homogenitas dengan Metode Bartlet yang telah
dilakukan adalah terlihat seperti dalam Tabel 14.
Tabel 20. Hasil Uji Homogenitas dengan Metode Bartlet
Sumber Variasi X2 X2 (1-α)(k-1) Keputusan Uji
Baris
Kolom
10,54173
0,339977
20,1
20,1
Ho diterima
Ho diterima
Table rangkuman rata-rata nilai kekerasan
Media Quenching (Oli)
Temperatur Pemanasan
8000C 8500C 9000C
SAE 20 W
SAE 30 W
SAE 40 W
428,02 416,62 360,94
729,04 586,56 777,24
560,98 656,34 729,26
Tabel 21. Ringkasan Hasil Uji F Untuk Anava Dua Jalan
Sumber Variasi Dk JK RK Fobs Ftabel P Rata-rata perlakuan
A B
AB Kekeliruan(E)
1 2 2 4
36
15283347,22 754279,6 38319,82 144082,8 1133191,6
15283347,22 377139,8 19159,91 36020,72 31477,54
- 11,98123 0,60868 1,14433
-
- 5,25 5,25 3,89
-
- 0.01 0.01 0.01
Jumlah 45 - -
Berdasarkan rangkuman hasil Uji F untuk anava dua jalan pada Tabel 15
dapat diambil keputusan uji sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
a. Perbedaan Variasi Temperatur pemanasan Terhadap Nilai Kekerasan.
Tabel 15 menunjukkan bahwa Fobservasi = 11,98123 dan dengan taraf
signifikasi 1%, Ftabel = 5,25 sehingga Fobservasi > Ftabel. Jadi dapat disimpulkan bahwa
temperatur pemanasan berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kekerasan.
b. Perbedaan Variasi Media quenching Terhadap Nilai Kekerasan.
Tabel 15 terlihat bahwa Fobservasi = 0,60868 dan dengan taraf signifikasi 1%,
Ftabel = 5,25 sehingga Fobservasi < Ftabel. Jadi dapat disimpulkan bahwa gerak
pemakanan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kekerasan.
c. Perbedaan Interaksi Variasi Temperatur pemanasan dan Variasi Media quenching
Terhadap Nilai Kekerasan.
Tabel 15 terlihat bahwa Fobservasi = 1,14433 dan dengan taraf signifikasi 1%,
Ftabel = 3,89 sehingga Fobservasi < Ftabel. Jadi dapat disimpulkan bahwa variasi
temperatur pemanasan dan variasi media quenching tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap nilai kekerasan.
d. Rangkuman Tabel 12 Hasil Pengukuran Nilai Kekerasan.
Kombinasi variasi temperatur pemanasan 8000C dan media quenching SAE
40 W yang memghasilkan rerata kekerasan paling kecil 360,94 VHN. Dan kombinasi
variasi temperatur pemanasan 8500C dan media quenching SAE W 40 yang
memghasilkan rerata kekerasan paling besar 777,24 VHN.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada BAB IV dengan
mengacu pada perumusan masalah, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :
1. Hasil uji Anava dua jalan adalah ada pengaruh perbedaan temperatur
pemanasan terhadap nilai kekerasan dilihat pada hasil uji analisis data yang
menyatakan bahwa Fobs = 11,98123 lebih besar daripada Ftabel = 5,25 (Fobs >
Ft).
2. Tidak ada pengaruh perbedaan media quenching terhadap nilai kekerasan
dapat dilihat pada hasil uji analisis data yang menyatakan bahwa Fobs =
0,60868 lebih kecil daripada Ftabel = 5,25 (Fobs < Ft).
3. Tidak ada pengaruh perbedaan interaksi antara temperatur pemanasan dan
media quenching terhadap nilai kekerasan dapat dilihat pada hasil uji analisis
data yang menyatakan bahwa Fobs = 1,14433 lebih kecil daripada Ftabel = 3,89
(Fobs < Ft).
4. Kombinasi variasi temperatur pemanasan 8000C dan media quenching SAE
40 W yang memghasilkan rerata kekerasan paling kecil 360,94 VHN. Dan
kombinasi variasi temperatur pemanasan 8500C dan media quenching SAE 40
W yang memghasilkan rerata kekerasan paling besar 777,24 VHN.
B. Impliksi
Berdasarkan hasil penelitian yang didukung oleh landasan teori yang
dikemukakan, tentang kekerasan dan struktur mikro grinding ball hasil pengecoran
yang nantinya digunakan sebagai reverensi dalam proses pembuatan grinding ball
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
skala laboratorium, dapat diterapkan kedalam beberapa implikasi yang dikemukakan
sebagai berikut :
1. Implikasi Teoritis
Dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar pembuatan
grinding ball skala laboratorium ( dalam negeri ), yang relevan dengan masalah yang
dibahas dalam penelitian ini. Dengan perlakuan panas / heat tretment jenis quenching
yang menggunakan media pendingin oli dapat meningkatkan kekerasan grinding ball
hasil pengecoran / skala laboratorium ( dalam negeri ).
2. Implikasi Praktis
Penelitian ini dilakukan untuk mewujudkan swasembada kebutuhan
grinding ball sebagai salah satu komponen penting dalam proses produksi semen
Indonesia. Penelitian ini bisa menjadi rujukan teknis dalam rekayasa ulang grinding
ball oleh industri – industri baja dalam negeri dengan pertimbangan hasil analisa data,
uji kekerasan dan uji struktur mikro dalam penelitian ini.
C. Saran
Untuk lebih menyempurnakan penelitian ini diwaktu yang akan datang maka dapat
disarankan sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan proses heat treatment dengan waktu tahan / holding time yang
lebih lama minimal 1 jam.
2. Perlu dilakukan pengujian impact untuk mengetahui ketanggguhan pada
grinding ball hasil pengecoran.