Post on 06-Mar-2019
1
PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENINGKATK AN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA PESERTA DIDIK KELAS VIII A
DI MTs. MUSLIMAT NU PALANGKA RAYA TAHUN PELAJARAN 2015/2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Di Susun Oleh
MARIANA 11.21.12491
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
TAHUN 2016
2
ABSTRAK
Mariana. 2015. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Meningkatkan Kemandirian Belajar Pada Peserta Didik Kelas VIII A di MTs. Muslimat NU Palangka Raya Tahun Pelajaran 2015/2016. Program Studi Bimbingan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Pembimbing : (I) Drs. M. Fatchurahman, M.Pd, M.Psi (II) Heru Nurrohman, M.Pd.
Kata Kunci : Guru BK, Kemandirian Belajar
Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui peran guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan kemandirian belajar peserta didik.
Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah metode
kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data penelitian menggunakan reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan/verifikasi.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa 1) peserta didik yang
terlihat tidak memperhatikan penjelasan gurunya, kurang percaya diri, mengeluh saat diberi tugas, dan kurang aktif dalam belajar, 2) Upaya guru BK dalam menangani peserta didik yang kurang mandiri dalam belajar yaitu dengan memberikan bimbingan dan motivasi.
i
3
ABSTRACT
Mariana. 2015. Role of Teacher of Guidance and Counseling in Enhancing Independence of Students Studying In Class VIII A in MTs. NU's Palangkaraya academic year 2015/2016. Study Program Guidance Counseling the Faculty of Education, University of Muhammadiyah Palangkaraya. Advisors: (I) Drs. M. Fatchurahman, Pd, M.Psi (II) Heru Nurrohman, M.Pd. Keywords: Teacher BK, Independence Learning The research was conducted in order to determine the role of guidance and counseling teachers in improving the independence of learners. The method used in conducting this study is a qualitative method. The data collection techniques used were observation, interviews and documentation. Research data analysis using data reduction, data presentation, and draw conclusions / verification. Based on the results of the study found that 1 ) the learners are seen not pay attention to the explanation of his teacher, lack of confidence, complaining when given the task , and less active in the study , 2 ) Efforts BK teachers in dealing with students who are less independent in learning is to provide guidance and motivation.
ii
4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat taufik-Nya kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Meningkatkan Kemandirian Belajar Pada Peserta Didik Kelas VIII A di MTs. Muslimat NU Palangka Raya Tahun Pelajaran 2015/2016”.
Dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih
sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan berupa arahan, bimbingan dan motivasi selama peneliti menyusun skripsi ini. Oleh karena itu peneliti menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada yang terhormat :
1. Bapak Drs. H. Bulkani, M.Pd selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Palangka Raya. 2. Bapak Drs. M. Fatchurahman, M.Pd, M.Psi selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya dan selaku Dosen Pembimbing I dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Heru Nurrohman, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini.
4. Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, Inovasi dan Teknologi Kota Palangka Raya, Kepala Sekolah, Guru-guru beserta Peserta Didik MTs. Muslimat NU Palangka Raya yang telah membantu kelancaran selama penelitian.
5. Teman-teman Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya dan berbagai pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu atas dukungan moril sehingga peneliti selesai studi. Semoga amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapat pahala yang
berlipat ganda dari Allah SWT. dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin.
Palangka Raya, Januari 2016
MARIANA NIM 11.21.12491
vi
5
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ………………………………………………………………….... i ABSTRACT ...................................................................................................... ii HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………….. iii LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………… iv LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………. v KATA PENGANTAR ………………………………………………………. vi DAFTAR ISI …………………………………………………………………. vii DAFTAR TABEL …………………………………………………………… ix DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… x BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………. 1 B. Fokus Penelitian……………………………………………... 6 C. Kegunaan Penelitian………………………………………… 6 D. Tujuan Penelitian……………………………………………. 7 E. Definisi Operasional…………………………………………. 8
BAB II KAJIAN TEORI
A. Analisis Teoritis……………………………………………... 9 1. Peran Guru Bimbingan dan Konseling……………........... 9
a. Pengertian Guru Bimbingan dan Konseling………….. 9 b. Syarat-syarat Guru Bimbingan dan Konseling……….. 10 c. Peran dan Fungsi Guru Bimbingan dan Konseling…… 14 d. Tugas dan Tanggung jawab Guru Bimbingan dan
Konseling……………………………………………...
15 e. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam
Meningkatkan Kemandirian Belajar Peserta Didik…....
17 2. Kemandirian Belajar……………………………………... 19
a. Pengertian Kemandirian Belajar……………………… 19 b. Ciri-ciri Kemandirian Belajar………………………… 20 c. Tujuan Kemandirian Belajar………………………….. 21 d. Aspek-aspek Kemandirian Peserta Didik dalam
Belajar…………………………………………………
21 e. Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian……………. 23 f. Tahapan Perkembangan Kemandirian………………... 26 g. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Belajar…………………………………………………
28 B. Penelitian yang Relevan……………………………………... 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian……………………………… 32 1. Waktu Penelitian…………………………………………… 32 2. Tempat Penelitian………………………………………...... 32
vii
6
B. Alur Penelitian………………………………………………. 32 C. Metode dan Prosedur Penelitian…………………………… 33
1. Pendekatan Penelitian…………………………………….. 33 2. Jenis Penelitian…………………………………………….. 33
D. Subjek dan Sumber Data Penelitian……………………….. 34 1. Subjek Penelitian…………………………………………... 34 2. Sumber Data……………………………………………….. 35
E. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data…………………. 35 F. Prosedur Analisis Data……………………………………… 39 G. Pemeriksaan Keabsahan Data……………………………… 40
1. Kredibilitas ………………………………………………... 40 2. Transferability……………………………………………... 42 3. Dependability ……………………………………………… 42 4. Konfirmability.…………………………………………….. 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum………………………………………………. 43 B. Temuan Penelitian……………………………………………… 53 C. Pembahasan Penelitian…………………………………………. 66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………... 69 B. Saran……………………………………………………………. 70
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
viii
7
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Waktu Penelitian……………………………………………….. 32
Tabel 2. Subjek Penelitian……………………………………………….. 34
Tabel 3. Kisi-kisi Observasi……………………………………………... 36
Tabel 4. Kisi-kisi Wawancara…………………………………………… 37
ix
8
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Wawancara dengan Kepala Sekolah………………………… 38
Gambar 2. Wawancara dengan Guru BK……………………………….. 39
Gambar 3. Wawancara dengan Peserta Didik FR…...…………………... 40
Gambar 4. Wawancara dengan Peserta Didik PA ………………………. 41
Gambar 5. Wawancara dengan Peserta Didik WM……………………… 42
Gambar 6. Wawancara dengan Peserta Didik AS……………………….. 43
Gambar 7. Wawancara dengan Peserta Didik RR……………………….. 44
Gambar 8. Observasi Kegiatan Belajar Peserta Didik…………………... 45
Gambar 9. Lingkungan Sekolah MTs. Muslimat NU…………………… 46
Gambar 10. Ruangan BK………………………………………………... 47
Gambar 11. Ruangan UKS………………………………………………. 48
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Setiap bentuk aspek kehidupan manusia baik pribadi,
keluarga, kelompok maupun dalam berbangsa dan bernegara yang sedang
membangun banyak ditentukan oleh kemajuan pendidikan.
Kualitas manusia yang dihasilkan oleh pendidikan merupakan
andalan bagi tercapainya tujuan pendidikan nasional. Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak anak didik
agar menjadi anak didik yang bermartabat dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan, yakni mengembangkan potensi anak didik ke arah yang lebih
baik sesuai dengan harapan dan cita-cita pendidikan.
Salah satu operasionalisasi pelaksanaan tujuan pendidikan adalah
pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar di sekolah yang
dilaksanakan oleh tenaga pendidik. Proses pembelajaran yang dilakukan
oleh tenaga pendidik di kelas merupakan salah satu mesin penggerak yang
utama dalam pendidikan di sekolah. Seorang guru terutama guru
bimbingan dan konseling juga berperan dalam mengembangkan potensi
peserta didiknya karena layanan bimbingan dan konseling merupakan
bagian yang cukup penting dalam proses pendidikan.
1
2
Menurut Prayitno dan Amti (2009: 99), bimbingan adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang
atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa;
agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya
sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana
yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang
berlaku, sedangkan konseling adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut
konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah
(disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi
oleh klien.
Bimbingan dan konseling sangat diperlukan di sekolah, dalam
rangka membantu peserta didik menyelesaikan masalahnya. Sehingga
peserta didik merasa terbantu dan dapat meningkatkan potensi dirinya.
Salah satu masalah yang dihadapi peserta didik adalah kurangnya
kemandirian.
Parker (2006:226) menyatakan bahwa:
Kemandirian (self-reliance) adalah kemampuan untuk mengelola semua milik kita, tahu bagaimana mengelola waktu, berjalan dan berpikir secara mandiri, disertai dengan kemampuan untuk mengambil resiko dan memecahkan masalah. Dengan kemandirian, tidak ada kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan orang lain ketika hendak melangkah atau melakukan sesuatu yang baru.
Lebih lanjut Parker (2006:227) mengatakan bahwa:
kemandirian memiliki pengertian yang lebih luas dari kepercayaan diri. Kepercayaan diri berkaitan dengan apa yang bisa kita lakukan
3
dan keahlian-keahlian spesifik. Kemandirian berkenaan dengan pribadi yang mandiri, kreatif dan mampu berdiri sendiri.
Pentingnya kemandirian bagi peserta didik, dapat dilihat dari situasi
kompleksitas kehidupan dewasa ini, yang secara langsung atau tidak
langsung memengaruhi kehidupan peserta didik. Pengaruh kompleksitas
kehidupan terhadap peserta didik terlihat dari berbagai fenomena yang
sangat membutuhkan perhatian dunia pendidikan. Dalam konteks belajar,
terlihat adanya fenomena peserta didik yang kurang mandiri dalam belajar,
kebiasaan belajar yang kurang baik seperti tidak betah belajar lama atau
belajar hanya menjelang ujian, membolos, menyontek, dan mencari
bocoran soal-soal ujian.
Kemandirian belajar merupakan salah satu hal yang penting dalam
suatu proses pembelajaran. Karena kemandirian belajar peserta didik
diperlukan agar mereka mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan
mendisiplinkan dirinya, selain itu dalam mengembangkan kemampuan
belajar atas kemauan sendiri. Sikap-sikap tersebut perlu dimiliki oleh
seorang peserta didik karena hal tersebut merupakan ciri dari kedewasaan
orang terpelajar.
Konsep Belajar Mandiri (Self-directed Learning) sebenarnya berakar
dari konsep pendidikan orang dewasa. Namun demikian berdasarkan
beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli seperti Garrison tahun
1997, Schilleref tahun 2001, dan Scheidet tahun 2003 ternyata belajar
mandiri juga cocok untuk semua tingkatan usia. Dengan kata lain, belajar
mandiri sesuai untuk semua jenjang sekolah baik untuk sekolah menengah
4
maupun sekolah dasar dalam rangka meningkatkan prestasi dan
kemampuan siswa. Belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang di
dorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna
mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau
kompetensi yang dimiliki. Pencapaian kompetensi sebagai tujuan belajar,
dan cara penyampaiannya baik penetapan waktu belajar, tempat belajar,
irama belajar, tempo belajar, cara belajar, maupun evaluasi belajar
dilakukan oleh siswa sendiri. Disini belajar mandiri lebih dimaknai
sebagai usaha siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang didasari
niatnya untuk menguasai suatu kompetensi tertentu.
Seorang peserta didik dikatakan memiliki nilai kemandirian apabila
ia telah mampu melakukan semua tugas-tugasnya secara mandiri tanpa
tergantung pada orang lain, percaya kepada diri sendiri, mampu
mengambil keputusan, menguasai keterampilan sesuai dengan
kemampuannya, bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya, dan
menghargai waktu. Sesuai seperti yang dikemukakan oleh Umar
Tirtarahardja dan La Sulo (2005:50) yang menyebutkan bahwa
“kemandirian belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang
berlangsungnya lebih didorong oleh kemampuan sendiri, pilihan sendiri
dan tanggung jawab sendiri dari pembelajar”. Dengan kata lain
kemandirian belajar merupakan suatu aktivitas individu yang menekankan
untuk bersikap sendiri dalam segala kegiatan tanpa bantuan orang lain
yang didorong dengan kemampuan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung
5
jawab sendiri. Dengan demikian siswa yang memiliki kemandirian yang
tinggi akan mempengaruhi prestasi belajar yang baik juga. Karena dengan
kemandirian yang dimiliki siswa bisa menyebabkan siswa terbiasa
melakukan segala sesuatunya dengan kemampuannya sendiri, tidak
tergantung orang lain, percaya diri, memiliki inisiatif yang tinggi,
tanggung jawab, dan kebebasan berkreasi dan berinovasi.
Menjadi pribadi yang mandiri tentunya tidak mudah, apalagi
kemandirian belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi siswa untuk
menjadi mandiri dalam belajar, di antaranya faktor internal dan eksternal
siswa, teman sebaya, genetik atau keturunan dari orang tua, pola asuh
orang tua, sistem pendidikan di sekolah serta sistem kehidupan di
masyarakat. Apabila siswa tidak bisa menyaring kondisi lingkungan yang
akan berdampak negatif, maka kondisi itu akan berakibat buruk kepada
siswa, sehingga kemandirian belajar siswa tidak akan tercipta dengan
sendirinya, atau menjadi lebih buruk lagi, siswa tidak akan memiliki
kemandirian belajar. Ketidakmandirian ini akan berakibat pada rendahnya
motivasi belajar siswa, ketidakmampuan dalam mengambil keputusan,
rendahnya nilai hasil belajar serta ketidak berfungsian siswa tersebut
dalam masyarakat.
Fenomena yang ditemukan dari hasil observasi di MTs. Muslimat
NU Palangka Raya, yaitu ada beberapa peserta didik yang terlihat tidak
memperhatikan penjelasan gurunya, kurang percaya diri, mengeluh ketika
diberi tugas, mengobrol dengan teman sebangku saat guru menjelaskan,
6
kurang aktif dalam belajar, ketika tidak ada guru mereka lebih memilih
bermain di kelas dari pada belajar sendiri. Oleh karena itu, perlu diadakan
penelitian untuk mengetahui bagaimana peran guru bimbingan dan
konseling dalam memberikan pengarahan serta dorongan atau motivasi
kepada peserta didik untuk meningkatkan kemandirian belajarnya.
Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul : “Peran Guru Bimbingan dan
Konseling dalam Meningkatkan Kemandirian Belajar pada Peserta Didik
Kelas VIII A di MTs. Muslimat NU Palangka Raya Tahun Pelajaran
2015/2016”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, maka fokus penelitian ini adalah
Bagaimana peran guru bimbingan dan konseling di MTs. Muslimat NU
Palangka Raya dalam meningkatkan kemandirian belajar pada peserta
didik kelas VIII A?
C. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam
meningkatkan kemandirian belajar peserta didik.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Kepala Sekolah
7
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan untuk membantu guru bimbingan dan konseling
dalam meningkatkan kemandirian belajar peserta didik.
b. Bagi Guru BK
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh guru
bimbingan dan konseling untuk memberikan dorongan atau
motivasi kepada peserta didik untuk meningkatkan kemandiriannya
dalam belajar.
c. Bagi Wali Kelas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh wali
kelas, sebagai masukan dalam membantu guru mata pelajaran dan
guru bimbingan konseling dalam meningkatkan kemandirian
belajar peserta didik
d. Bagi Peserta Didik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu
mengembangkan pengetahuan peserta didik tentang kemandirian
mereka dalam proses belajar mengajar.
e. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar bagi
penelitian selanjutnya yang lebih mendalam.
D. Tujuan Penelitian
Dalam pelaksanaan setiap penelitian pasti ada tujuan yang ingin
dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran guru
8
bimbingan dan konseling dalam meningkatkan kemandirian belajar peserta
didik.
E. Definisi Operasional
1. Peran Guru Bimbingan dan Konseling
Peran guru bimbingan dan konseling adalah membantu peserta didik
mengatasi masalahnya dan membantu peserta didik untuk
mengembangkan potensi dirinya secara optimal.
2. Kemandirian Belajar
Kemandirian belajar adalah melakukan aktivitas belajar atas dasar
kemauan dan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi atau
mata pelajaran tertentu.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Analisis Teoritis
1. Peran Guru Bimbingan dan Konseling
a. Pengertian Guru Bimbingan dan Konseling
Menurut Salahudin (2010:193), “konselor adalah seseorang
yang karena kewenangan dan keahliannya memberi bantuan kepada
konseli”.
Isjoni (2007:40) mengemukakan bahwa:
Konselor berhubungan erat dengan adanya proses bimbingan. Bimbingan sendiri memiliki beberapa pengertian dasar. Guru pembimbing terdiri dari dua kata Guru dan Pembimbing. Guru diartikan sebagai orang yang pekerjaaannya mengajar dan dimaknai sebagai tugas profesi.
Selanjutnya Lubis (2011:21) menyatakan bahwa:
Konselor adalah pihak yang membantu konseli dalam proses konseling. Sebagai pihak yang paling memahami dasar teknik dan konseling secara luas, konselor dalam menjalankan perannya bertindak sebagai fasilitator bagi konseli. Selain itu konselor juga bertindak sebagai penasihat, guru, konsultan yang mendampingi konseli sampai konseli dapat menemukan dan mengatasi masalah yang dihadapinya.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
konselor adalah seorang guru yang bertugas memberikan bimbingan
dan konseling kepada individu atau peserta didiknya dalam rangka
membantu mengentaskan masalah yang dihadapinya.
9
10
b. Syarat-syarat Guru Bimbingan dan Konseling
Menurut Arifin dan Eti Kartikawati (Tohirin, 2013:115-119)
petugas bimbingan dan konseling/konselor di sekolah dipilih atas
dasar kualifikasi kepribadian, pendidikan, pengalaman dan
kemampuan yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1). Syarat yang berkenaan dengan kepribadian
Seorang guru pembimbing atau konselor harus memiliki
kepribadian yang baik. Pelayanan bimbingan dan konseling
berkaitan dengan pembentukan perilaku dan kepribadian klien.
Melalui konseling diharapkan terbentuk perilaku positif (akhlak
baik) dan kepribadian yang baik pula pada diri klien. Upaya ini
akan efektif apabila dilakukan oleh seseorang yang memiliki
kepribadian baik pula. Selain itu, praktik bimbingan dan konseling
berlandaskan atas norma-norma tertentu. Dengan kepribadian
yang baik, diharapkan tidak terjadi pelanggaran terhadap norma-
norma yang bisa merusak citra pelayanan bimbingan dan
konseling.
2). Syarat yang berkenaan dengan pendidikan
Seorang guru pembimbing atau konselor selayaknya memiliki
pendidikan profesi yatu jurusan bimbingan dan konseling strata
satu (S1), S2 maupun S3. Atau sekurang-kurangnya pernah
mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan
konseling. Syarat pendidikan berkenaan dengan keilmuwan yang
11
dimiliki oleh guru pembimbing atau konselor. Guru pembimbing
atau konselor tidak saja harus memiliki ilmu bimbingan dan
konseling tetapi juga harus memiliki ilmu-ilmu tentang manusia
dengan berbagai macam problematikanya, ilmu psikologi, dan lain
sebagainya. Kepemilikan ilmu-ilmu tersebut akan membantu
penguasaan terhadap konsep-konsep, teori-teori, tentang manusia
dan problematika serta upaya pembimbingannya juga konsep-
konsep, teori-teori, dan praktik pelayanan bimbingan dan
konseling.
3). Syarat yang berkenaan dengan pengalaman
Pengalaman memberikan pelayanan bimbingan dan konseling
berkontribusi terhadap keluasan wawasan pembimbing atau
konselor yang bersangkutan. Sarjana bimbingan dan konseling
strata satu (S1) yang belum memiliki pengalaman luas dalam
bidang bimbingan, mungkin tidak akan lebih baik dalam
menjalankan tugasnya sebagai pembimbing apabila dibandingkan
dengan alumni Diploma III, tetapi telah berpengalaman 10 atau 15
tahun menjadi guru bimbingan konseling. Syarat pengalaman bagi
calon guru bimbingan konseling setidaknya pernah diperoleh
melalui praktik mikro konseling, yaitu praktik bimbingan
konseling dalam laboratorium bimbingan konseling dan makro
konseling, yakni praktik pengalaman lapangan (PPL) bimbingan
konseling. Setidaknya calon guru bimbingan konseling di sekolah
12
madrasah pernah berpengalaman memberikan pelayanan
bimbingan konseling kepada para siswa.
4). Syarat berkenaan dengan kemampuan
Kepemilikan kemampuan atau kompetensi dan keterampilan oleh
guru pembimbing atau konselor merupakan suatu keniscayaan.
Tanpa kepemilikan kemampuan (kompetensi) dan keterampilan,
tidak mungkin guru pembimbing atau konselor dapat
melaksanakan tugas secara baik. Guru pembimbing atau konselor
harus mampu mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-
sifat seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang, merasakan
kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang berbuat dan
mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnya
mengembangkan potensi individu secara positif.
Menurut Umar dan Sartono (Salahudin, 2010:198) syarat-syarat
untuk menjadi seorang konselor atau guru pembimbing adalah
sebagai berikut :
1). Seorang guru bimbingan dan konseling harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik segi teori maupun segi praktik.
2). Dalam segi psikologik, seorang pembimbing dapat mengambil tindakan yang bijaksana.
3). Seorang pembimbing harus sehat fisik maupun psikisnya. Bila fisik dan psikisnya tidak sehat maka hal ini akan mengganggu tugasnya.
4). Seorang pembimbing harus mempunyai sikap kecintaan terhadap pekerjaannya dan juga terhadap anak atau individu yang dihadapinya.
5). Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang cukup baik, sehingga dapat memperoleh kemajuan di dalam usaha bimbingan dan konseling kearah yang lebih sempurna.
13
6). Seorang pembimbing harus bersifat supel, ramah-tamah, sopan santun di dalam segala perbuatannya, sehingga dia akan mendapat kawan yang sanggup bekerja sama dan memberikan bantuan secukupnya untuk kepentingan peserta didik.
7). Seorang pembimbing diharapkan mempunyai sifat-sifat dapat menjalankan prinsip-prinsip serta kode-kode etik dalam bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya.
Walgito (2010:40-41) menyatakan bahwa supaya pembimbing
dapat menjalankan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya, maka
pembimbing harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
1). Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik dari segi teori maupun segi praktik.
2). Dari segi psikologis, seorang pembimbing harus dapat mengambil tindakan yang bijaksana jika pembimbing telah cukup dewasa secara psikologis, yang dalam hal ini dimaksudkan sebagai adanya kemantapan atau kestabilan di dalam psikis, terutama dalam hal emosi.
3). Seorang pembimbing harus sehat jasmani dan psikisnya. Apabila jasmani dan psikis tidak sehat maka hal itu akan mengganggu dalam menjalankan tugasnya.
4). Seorang pembimbing harus mempunyai kecintaan terhadap pekerjaannya dan juga terhadap anak atau individu yang dihadapinya. Sikap ini akan menimbulkan kepercayaan pada anak. Tanpa adanya kepercayaan dari pihak anak maka tidaklah mungkin pembimbing dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.
5). Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang baik sehingga usaha bimbingan dan konseling dapat berkembang ke arah keadaan yang lebih sempurna untuk kemajuan sekolah.
6). Karena bidang gerak dari pembimbing tidak terbatas pada sekolah saja maka seorang pembimbing harus supel, ramah tamah, dan sopan santun di dalam segala perbuatannya sehingga pembimbing dapat bekerja sama dan memberikan bantuan secukupnya untuk kepentingan anak-anak.
7). Seorang pembimbing diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dapat menjalankan prinsip-prinsip, serta kode etik bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya.
14
Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa syarat-syarat
menjadi guru bimbingan dan konseling adalah mempunyai latar
belakang pendidikan bimbingan dan konseling, berpengalaman, sehat
fisik maupun psikisnya, berkepribadian baik, dan mampu memiliki
sifat-sifat yang dapat menjalankan kode etik bimbingan dan
konseling.
c. Peran dan Fungsi Guru Bimbingan dan Konseling
Menurut Umar dan Sartono (Aqib, 2012:110) tanggung jawab
seorang konselor atau guru bimbingan konseling di sekolah berperan
membantu kepala sekolah beserta stafnya dalam menyelenggarakan
kesejahteraan sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut seorang
konselor mempunyai peran sebagai berikut :
1). Mengadakan penelitian ataupun observasi terhadap situasi atau keadaan sekolah, baik mengenai peralatan, tenaga, penyelenggara maupun aktivitas-aktivitas lainnya.
2). Berdasarkan hasil penelitian dan observasi tersebut, guru bimbingan konseling berkewajiban memberikan saran-saran atau pendapat-pendapat kepada kepala sekolah ataupun staf pengajar lain demi kelancaran dan perbaikan sekolah.
3). Menyelenggarakan bimbingan terhadap peserta didik, baik yang bersifat preventif, preservatif maupun yang bersifat korektif atau kuratif.
Menurut Lubis (2011:33) peran konselor yaitu:
Berperan untuk mencapai sasaran interpersonal dan intrapersonal, mengatasi divisit pribadi dan kesulitan perkembangan peserta didik, membuat keputusan dan rencana tindakan perubahan dan pertumbuhan, dan meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan.
Corey (Lubis, 2011:32) menyatakan bahwa:
15
Fungsi utama seorang konselor adalah membantu konseli menyadari kekuatan-kekuatan atau potensi mereka sendiri, menemukan hal-hal apa yang merintangi mereka menemukan potensi tersebut, dan memperjelas pribadi seperti apa yang mereka harapkan, dan membantu konseli untuk dapat mengatasi masalah yang dialaminya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka disimpulkan
bahwa peran guru bimbingan konseling adalah membantu kepala
sekolah beserta stafnya dalam menyelenggarakan kesejahteraan
sekolah dan memberikan bantuan kepada peserta didik untuk
mengembangkan potensi dirinya secara optimal.
d. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Bimbingan dan Konseling
Menurut Prayitno dan Amti (2009:242-243), tanggung jawab
konselor kepada siswa, yaitu bahwa konselor :
1). memiliki kewajiban dan kesetiaan utama dan terutama kepada siswa yang harus diperlakukan sebagai individu yang unik
2). memperhatikan sepenuhnya segenap kebutuhan siswa (kebutuhan yang menyangkut pendidikan, jabatan/pekerjaan, pribadi, dan sosial) dan mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi setiap siswa
3). memberi tahu siswa tentang tujuan dan teknik layanan bimbingan dan konseling, serta aturan ataupun prosedur yang harus dilalui apabila ia menghendaki bantuan bimbingan dan konseling
4). tidak mendesakkan kepada siswa (klien) nilai-nilai tertentu yang sebenarnya hanya sekedar apa yang dianggap baik oleh konselor saja
5). menjaga kerahasiaan data tentang siswa 6). memberi tahu pihak yang berwenang apabila ada petunjuk
kuat sesuatu yang berbahaya akan terjadi 7). menyelenggarakan pengungkapan data secara tepat dan
memberi tahu siswa tentang hasil kegiatan itu dengan cara sederhana dan mudah dimengerti
8). menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan professional
16
9). melakukan referal kasus secara tepat
Menurut Sukardi (2008:97) tugas dan tanggung jawab guru
pembimbing/konselor sebagai suatu profesi yang berbeda dengan
bentuk tugas sebagai guru mata pelajaran, maka beban tugas atau
penghargaan jam kerja guru pembimbing ditetapkan 36 jam/minggu,
beban tugas tersebut meliputi:
1). Kegiatan penyusunan program pelayanan dalam bidang bimbingan pribadi-sosial, bimbingan belajar, bimbingan karier, serta semua jenis layanan, termasuk kegiatan pendukung yang dihargai sebanyak 12 jam.
2). Kegiatan melaksanakan pelayanan dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, bimbingan karier serta semua jenis layanan termasuk kegiatan pendukung yang dihargai sebanyak 18 jam.
3). Kegiatan evaluasi pelaksanaan pelayanan dalam bidang bimbingan pribadi-sosial, bimbingan belajar, bimbingan karier, serta semua jenis layanan termasuk kegiatan pendukung yang dhargai sebanyak 6 jam.
4). Sebagaimana guru mata pelajaran, guru pembimbing/konselor yang membimbing 150 orang siswa dihargai sebanyak 18 jam, selebihnya dihargai sebagai bonus dengan ketentuan sebagai berikut: (a) 10-15 siswa = 2 jam (b) 16-30 siswa = 4 jam (c) 31-45 siswa = 6 jam (d) 46-60 siswa = 8 jam (e) 61-75 siswa = 10 jam (f) 76- atau lebih = 12 jam
Menurut Umar dan Sartono (Salahudin, 2010:206) tugas guru
bimbingan dan konseling atau konselor sekolah yaitu:
1). Mengadakan penelitian ataupun observasi terhadap situasi atau keadaan sekolah, baik mengenai peralatan, tenaga, penyelenggara maupun aktivitas-aktivitas lainnya.
2). Kegiatan penyusunan program pelayanan dalam bidang bimbingan pribadi-sosial, bimbingan belajar, bimbingan karier, serta semua jenis layanan, termasuk kegiatan pendukung yang dihargai sebanyak 12 jam.
17
3). Kegiatan melaksanakan pelayanan dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, bimbingan karier serta semua jenis layanan termasuk kegiatan pendukung yang dihargai sebanyak 18 jam.
4). Kegiatan evaluasi pelaksanaan layanan dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan sosial, bimbingan belajar, bimbingan karier serta semua jenis layanan termasuk kegiatan pendukung yang dihargai sebanyak 6 jam.
5). Menyelenggarakan bimbingan terhadap peserta didik, baik yang bersifat preventif, preservatif maupun yang bersifat korektif atau kuratif.
6). Sebagaimana guru mata pelajaran, guru pembimbing atau konselor yang membimbing 150 orang siswa dihargai sebanyak 18 jam, selebihnya dihargai sebagai bonus.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
tugas dan tanggung jawab guru bimbingan dan konseling adalah tidak
hanya berhubungan dengan peserta didik saja sebagai sasaran utama
layanan dengan berbagai tugas yang telah diprogramkan, melainkan
juga dengan berbagai pihak yang dapat bekerja sama menunjang
pencapaian tujuan layanan.
e. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Meningkatkan
Kemandirian Belajar Peserta Didik
Keberhasilan belajar peserta didik dalam belajar menjadi
dambaan banyak pihak, yaitu peserta didik itu sendiri, orangtua,
guru, sekolah, masyarakat, bahkan negara. Namun, untuk mencapai
prestasi belajar yang bagus diperlukan sebuah proses. Kesulitan
belajar yang dialami peserta didik selama proses belajar berlangsung,
adalah realitas yang tidak bisa dihindari. Salah satu diantara kesulitan
belajar siswa yaitu pada aspek kemandirian belajar.
18
Dalam meningkatkan kemandirian belajar peserta didik, guru
bimbingan konseling dapat memberi arahan kepada peserta didik
untuk menghargai waktu pada saat belajar di sekolah maupun di
rumah, dan dapat bertanggung jawab pada tugas yang diberikan guru
di sekolah.
Menurut Triyono (2008:21) upaya-upaya yang dapat dilakukan
oleh konselor dalam meningkatkan kemandirian belajarnya adalah:
1) Melakukan identifikasi siswa yang belum mandiri dalam bidang belajar Caranya mengembangkan alat pengumpul data berupa angket. Pengembangan angket, disusun berdasarkan indikator kemandirian belajar, masing-masing indikator dikembangkan menjadi sub indikator. Langkah selanjutnya menyusun pedoman kisi-kisi, dan penyusunan instrument angket kemandirian belajar .
2) Pengambilan data siswa Angket yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya dapat digunakan sesuai kebutuhan dan hasil isian angket siswa dianalisis untuk menentukan siswa yang belum mandiri dalam belajar.
3) Melaksanakan treatment bagi siswa yang belum mandiri dalam belajar. Strategi yang dapat digunakan adalah, bimbingan klasikal, bimbingan kelompok, konseling individual, bibliokonseling, kolaborasi dengan guru bidang study, dan melakukan penelitian tindakan bimbingan konseling. Penggunaan masing-masing strategi mempertimbangkan kesesuaian materi, metode, instrumen, jumlah siswa, efesiensi dan efektifitas.
Upaya – upaya tersebut dapat dilakukan oleh konselor dengan
dukungan semua pihak dan pemenuhan fasilitas yang dibutuhkan
dalam meningkatkan kemandirian belajar peserta didik menjadi faktor
lain bagi keberhasilan layanan yang diberikan. Meningkatnya
kemandirian belajar peserta didik dapat mendorong terwujudnya
19
kemauan, inisiatif, kreatifitas, kepercayaan diri, disiplin, dan
tanggung jawab pada diri peserta didik untuk belajar atas
kemauannya sendiri.
2. Kemandirian Belajar
a. Pengertian Kemandirian Belajar
Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang
sangat penting bagi individu. Seseorang dalam menjalani kehidupan
ini tidak pernah lepas dari cobaan dan tantangan. Individu yang
memiliki kemandirian tinggi relatif mampu menghadapi segala
permasalahan karena individu yang mandiri tidak tergantung pada
orang lain, selalu berusaha menghadapi dan memecahkan masalah
yang ada. Menurut Darmayanti, dkk. (2004: 36) “kemandirian belajar
sebagai bentuk belajar yang memiliki tanggung jawab utama untuk
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi usahanya”.
Desmita (2012:185) menyatakan bahwa:
Kemandirian adalah suatu kondisi di mana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya, serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005:50) “kemandirian dalam
belajar adalah aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong
oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari
pembelajaran”.
20
Berdasarkan pengertian di atas, disimpulkan bahwa kemandirian
belajar adalah kemampuan peserta didik dalam mewujudkan
kehendak dan keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung
pada orang lain. Dalam hal ini peserta didik mampu melakukan
belajar sendiri atas kemauannya sendiri, dan mampu melakukan
aktivitas belajar secara mandiri.
b. Ciri-ciri Kemandirian Belajar
Menurut Yohanes Babari (2012:145) “membagi ciri-ciri ke
dalam lima jenis, yaitu: (1) percaya diri, (2) mampu bekerja sendiri,
(3) menguasai keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan
kerjanya, (4) menghargai waktu, (5) bertanggung jawab”.
Menurut Fatimah (2010:143) ciri-ciri kemandirian adalah (1). Keadaan seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya, (2). Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, (3). Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, (4). Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.
Selanjutnya menurut Arikunto (Nurjanah, 2010 : 33) ciri-ciri
belajar mandiri adalah :
1). Tanggung jawab dalam belajar, hal ini terlihat dari adanya rasa percaya diri sendiri atas kemampuannya, tidak tergantung secara terus menerus pada orang lain dan menentukan sendiri arah belajarnya.
2). Tegas dalam mengambil keputusan, dalam hal ini terlihat adanya kebebasan dan keberanian dalam mengambil keputusan,selalu mengandalkan diri sendiri dan mampu mengatasi atau memecahkan masalah.
3). Memburu minat baru dalam hal ini bertindak kreatif, keberanian mencoba hal baru dan mampu menyatakan buah pikiran.
21
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa kemandirian belajar merupakan belajar yang didasarkan
kepada disiplin terhadap diri sendiri yang dimiliki oleh siswa dan
disesuaikan dengan keadaan siswa yang berbeda-beda, masing-
masing siswa memiliki minat, kemauan, motivasi, kemampuan dan
sifat-sifat dan gaya belajar yang dapat dipilih oleh siswa tersebut.
c. Tujuan Kemandirian belajar
Menurut Baumgartner (2003), ada 3 tujuan utama dari belajar
secara mandiri. Tujuan tersebut terdiri dari :
a. Meningkatkan kemampuan dari pelajar untuk menjadi siswa yang dapat belajar secara mandiri.
b. Mengembangkan system belajar tranformasional sebagai komponen utama dalam kemandirian belajar.
c. Mengarahkan pembelajaran emansipatoris dan perilaku sosial sebagai bagian integral dari kemandirian belajar.
Selanjutnya Kusuma (2013:9) menyatakan bahwa:
Tujuan kemandirian belajar merupakan salah satu model pembelajaran yang memiliki manfaat agar tujuan pembelajaran tercapai melalui kegiatan belajar mandiri dan peserta didik mampu menjelaskan temuannya kepada pihak lain.
Berdasarkan pendapat diatas, disimpulkan bahwa tujuan
kemandirian belajar adalah agar peserta didik dapat meningkatkan
kemampuannya dan menjadi individu yang mandiri.
d. Aspek-aspek Kemandirian Peserta Didik dalam Belajar
Menurut Steiberg (Desmita, 2012:186) “membedakan
karakteristik kemandirian atas tiga bentuk, yaitu kemandirian
22
emosional (emotional autonomy), kemandirian tingkah laku
(behavioral autonomy), kemandirian nilai (value autonomy)”.
Adapun penjelasan dari pendapat tersebut diatas adalah sebagai
berikut:
1). Kemandirian emosional (emotional autonomy)
Aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan
hubungan emosional antar individu, seperti hubungan emosional
peserta didik dengan guru atau orang tuanya.
2). Kemandirian tingkah laku (behavioral autonomy)
Suatu kemampuan untuk membuat keputusan tanpa tergantung
pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab.
3). Kemandirian nilai (value autonomy)
Kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan
salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting.
Menurut Robert Havighurst (Fatimah, 2006:143) menambahkan
bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu:
1). Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak bergantung kepada orang tua.
2). Ekonomi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak bergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua.
3). Intelektual, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
4). Sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung atau menunggu aksi dari orang lain.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa kemandirian belajar siswa merupakan suatu bentuk belajar
23
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan tujuan
belajar, perencanaan belajar, sumber-sumber belajar, mengevaluasi
belajar, dan menentukan kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhannya
sendiri. Aspek yang menunjukkan kemandirian belajar siswa dalam
penelitian ini, yaitu personal attributes, processes, dan learning
context. Selain itu, juga terdiri beberapa aspek dalam kemandirian
seperti emosi, ekonomi, intelektual, dan sosial.
e. Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian
Menurut Kartadinata (Ali dan Asrori, 2010:114-116)
mengemukakan tingkatan kemandirian beserta ciri-ciri sebagai
berikut:
1). Tingkatan pertama, adalah tingkat impulsif dan melindungi diri.
Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
(a) peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh
dari interaksinya dengan orang lain
(b) mengikuti aturan secara oportunistik dan hedonistik
(c) berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu
(stereotype)
(d) cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sion game
(e) cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta
lingkungannya
2). Tingkatan kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-ciri tingkatan
ini adalah:
24
(a) peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial
(b) cenderung berpikir stereotype dan klise
(c) peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal
(d) bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh
pujian
(e) menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya
introspeksi
(f) perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal
(g) takut tidak diterima kelompok
(h) tidak sensitif terhadap keindividualan
(i) merasa berdosa jika melanggar aturan
3). Tingkatan ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-ciri tingkatan ini
adalah:
(a) mampu berpikir alternatif
(b) melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi
(c) peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada
(d) menekankan pada pentingnya pemecahan masalah
(e) memikirkan cara hidup
(f) penyesuaian terhadap situasi dan peranan
4). Tingkatan keempat, adalah tingkat saksama (conscientious). Ciri-
ciri tingkatan ini adalah:
(a) bertindak atas dasar nilai-nilai internal
25
(b) mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku
tindakan
(c) mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri
sendiri maupun orang lain
(d) sadar akan tanggung jawab
(e) mampu melakukan kritik dan penilaian diri
(f) peduli akan hubungan mutualistik
(g) memiliki tujuan jangka panjang
(h) cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial
(i) berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis
5). Tingkatan kelima, adalah tingkat individualistis. Ciri-ciri tingkatan
ini adalah:
(a) peningkatan kesadaran individualitas
(b) kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan
ketergantungan
(c) menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain
(d) mengenal eksistensi perbedaan individual
(e) mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam
kehidupan
(f) membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar
dirinya
(g) mengenal kompleksitas diri
(h) peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial
26
6). Tingkatan keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-ciri tingkatan ini
adalah:
(a) memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan
(b) cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri
maupun orang lain
(c) peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial
(d) mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan
(e) toleran terhadap ambiguitas
(f) peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment)
(g) ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal
(h) responsive terhadap kemandirian orang lain
(i) sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain
(j) mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan
dan keceriaan.
Berdasarkan pendapat diatas, disimpulkan bahwa kemandirian
terdiri atas beberapa tingkatan seperti tingkat impulsif dan melindungi
diri, tingkat konformistik, tingkat sadar diri, tingkat saksama, tingkat
individualistis, dan tingkat mandiri.
g. Tahapan Perkembangan Kemandirian
Kemandirian semakin berkembang pada setiap masa
perkembangan seiring pertambahan usia dan pertambahan
kemampuan. Perkembangan kemandirian tersebut diidentifikasikan
27
pada usia 0 – 2 tahun; usia 2 – 6 tahun; usia 6 – 12 tahun; usia 12 – 15
tahun dan pada usia 15 – 18 tahun.
1). Usia 0 sampai 2 tahun
Sampai usia dua tahun, anak masih dalam tahap mengenal
lingkungannya, mengembangkan gerak-gerik fisik dan memulai
proses berbicara. Pada tahap ini anak masih sangat bergantung
pada orang tua atau orang dewasa lainnya dalam memenuhi
kebutuhan dan keinginannya.
2). Usia 2 sampai 6 tahun
Pada masa ini anak mulai belajar untuk menajdi manusia sosial
dan belajar bergaul. Mereka mengembangkan otonominya seiring
dengan bertambahnya berbagai kemampuan dan keterampilan
seperti keterampilan berlari, memegang, melompat, memasang
dan berkata-kata. Pada masa ini pula anak mulai dikenalkan pada
toilet training, yaitu melatih anak dalam buang air kecil atau air
besar.
3). Usia 6 sampai 12 tahun :
Pada masa ini anak belajar untuk menjalankan kehidupan sehari-
harinya secara mandiri dan bertanggung jawab. Pada masa ini
anak belajar di jenjang sekolah dasar. Beban pelajaran
merupakan tuntutan agar anak belajar bertanggung jawab dan
mandiri.
28
4). Usia 12 sampai 15 tahun :
Pada usia ini anak menempuh pendidikan di tingkat menengah
pertama (SMP). Masa ini merupakan masa remaja awal di mana
mereka sedang mengembangkan jati diri dan melalui proses
pencarian identitas diri. Sehubungan dengan itu pula rasa
tanggung jawab dan kemandirian mengalami proses
pertumbuhan.
5). Usia 15 sampai 18 tahun
Pada usia ini anak sekolah di tingkat SMA. Mereka sedang
mempersiapkan diri menuju proses pendewasaan diri. Setelah
melewati masa pendidikan dasar dan menengahnya mereka akan
melangkah menuju dunia Perguruan Tinggi atau meniti karier,
atau justru menikah. Banyak sekali pilihan bagi mereka. Pada
masa ini mereka diharapkan dapat membuat sendiri pilihan yang
sesuai baginya tanpa tergantung pada orangtuanya. Pada masa
ini orangtua hanya perlu mengarahkan dan membimbing anak
untuk mempersiapkan diri dalam meniti perjalanan menuju masa
depan
h. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar
Menurut Thoha (Esnaeni, 2006:40) “faktor-faktor yang
mempengaruhi kemandirian dapat di bedakan menjadi dua faktor,
yakni: (1) faktor internal dan (2) faktor eksternal”.
29
Meichenbaum (Tarmidi dan Rambe, 2010:217) menyatakan
bahwa:
Pembentukan kemandirian pada siswa ditentukan oleh dua hal.Pertama adalah sumber sosial, yaitu orang dewasa yang berada di lingkungan siswa seperti orangtua, pelatih, anggota keluarga dan guru. Sumber yang kedua adalah mempunyai kesempatan untuk melatih kemandirian belajar.
Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi kemandirian belajar dapat berasal dari dalam diri
individu sendiri maupun dari luar dirinya seperti lingkungan keluarga,
guru, dan masyarakat.
B. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian Arif Ismunandar (2009) tentang “Peran Guru Bimbingan dan
Konseling dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII di
SMP Ma’arif Sultan Agung, Segeyan, Sleman Yogyakarta”. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara kritis tentang
peran bimbingan dan konseling dalam meningkatkan motivasi belajar
siswa kelas VIII di SMP Ma’arif Sultan Agung, Seyegan, Sleman,
Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat lapangan,
pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan observasi, interview,
dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data
kualitatif, dengan menggunakan tiga langkah yaitu reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa
hasil yang didapat dari peran guru bimbingan dan konseling dalam
meningkatkan motivasi belajar peserta didik kelas VIII sudah baik.
30
Dengan ditandai peningkatan pada peserta didik kelas VIII yang kembali
bersemangat dalam belajar.
2. Penelitian Syafrina Dariza (2011) tentang “Peran Guru Bimbingan dan
Konseling dalam Meningkatkan Disiplin Siswa di SMP Al-Ghozali
Bogor”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran guru bimbingan
dan konseling dalam meningkatkan disiplin siswa. Penelitian ini adalah
penelitian lapangan dengan pendekatan kuantitatif yang bersifat deskriptif.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa peran yang dilakukan guru
bimbingan dan konseling dalam pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan
dan konseling dalam meningkatkan disiplin siswa di SMP Al-Ghozali,
guru bimbingan konseling mampu menjadi pembimbing, contoh teladan,
pengawas, dan pengendali dalam mengarahkan perilaku peserta didik.
3. Penelitian Ninil Elfira (2013) tentang “Peningkatan Kemandirian Belajar
Siswa Melalui Layanan Bimbingan Kelompok”. Tujuan penelitian ini
untuk mengungkapkan perbedaan kemandirian belajar siswa pada kelas
eksperimen saat pre-test dan post-test, kelas kontrol pre-test dan post-test
(tanpa bimbingan kelompok) serta pada post-test kelas eksperimen dengan
post-tetst kelas control. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen
dengan pemberian tes awal dan tes akhir (Pre-test-Posttest Control Group
Desain). Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa layanan bimbingan
kelompok bermanfaat dalam upaya meningkatkan kemandirian belajar
siswa.
31
Berdasarkan penelitian yang relevan diatas, disimpulkan bahwa
guru bimbingan konseling tidak hanya berperan dalam membantu peserta
didik menyelesaikan atau mengatasi masalahnya dan mengarahkan
perilaku peserta didik kearah yang lebih baik, tetapi juga memotivasi
belajarnya untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik dengan
layanan yang ada dalam bimbingan konseling.
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai
dengan bulan Januari 2016. Adapun rencana penelitian diuraikan
sebagaimana terlampir.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di MTs. Muslimat NU
Palangka Raya, yang beralamat di Jalan Jati No. 41 Kecamatan
Pahandut Kota Palangka Raya Kode Pos 73111, No Telepon (0536)
3227665.
B. Alur Penelitian
Alur penelitian ini dimulai dari melakukan observasi, konsultasi
kepada dosen pembimbing, pengajuan permohonan surat penelitian dari
Fakultas untuk disampaikan ke Dinas Pendidikan Kota, menyerahkan surat
ijin penelitian ke sekolah MTs. Muslimat NU tempat dilakukannya
penelitian, setelah surat ijin penelitian diterima oleh pihak sekolah peneliti
mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian dan observasi. Penelitian ini
dilaksanakan dengan persetujuan dari pihak sekolah, wali kelas, guru BK
dan peserta didik yang akan diteliti. Setelah penelitian berjalan dengan
baik dan penelitian selesai, peneliti mendapatkan surat selesai penelitian
32
33
yang selanjutnya diserahkan ke kantor Dinas Pendidikan Kota dan
Fakultas Program Studi Bimbingan Konseling Universitas
Muhammadiyah Palangkaraya.
C. Metode dan Prosedur Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian merupakan keseluruhan kegiatan yang
dilakukan peneliti dalam melaksanakan suatu penelitian mulai dari
merumuskan masalah sampai dengan menarik kesimpulan. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif yang datanya dinyatakan dalam
bentuk kata, kalimat dan gambar.
Sugiyono (2014:9), menyatakan bahwa:
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
Peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif yang memandu
peneliti untuk mengeksplorasi dan memotret situasi sosial yang
berkaitan dengan subjek dan objek penelitian untuk mengetahui Peran
Guru Bimbingan Konseling dalam Meningkatkan Kemandirian Belajar
pada Peserta Didik Kelas VIII A di MTs. Muslimat NU Palangka
Raya.
34
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan
penelitian studi kasus.
Rahardjo dan Gudnanto (2013:249) menyatakan bahwa:
Studi kasus adalah suatu metode untuk memahami individu yang dilakukan secara integratif dan komprehensif agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu tersebut beserta masalah yang dihadapinya dengan tujuan masalahnya dapat terselesaikan dan memperoleh perkembangan diri yang lebih baik.
Berdasarkan pendapat diatas, disimpulkan bahwa studi kasus
adalah suatu metode yang dilakukan secara integratif dan
komprehensif agar diperoleh pemahaman yang menyeluruh terhadap
individu beserta masalahnya dengan tujuan masalahnya dapat
terselesaikan.
D. Subjek dan Sumber Data Penelitian
1. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MTs. Muslimat NU Palangka
Raya yang mana subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru
bimbingan konseling, dan peserta didik kelas VIII A MTs. Muslimat
NU Palangka Raya tahun pelajaran 2015/2016.
35
Tabel 2 Subjek Penelitian
No Subjek Penelitian Jumlah
1. Kepala Sekolah MTs. Muslimat NU
Palangka Raya 1 orang
2. Guru Bimbingan dan Konseling
MTs. Muslimat NU Palangka Raya 1 orang
3. Peserta didik kelas VIII A MTs.
Muslimat NU Palangka Raya 5 orang
Jumlah 7 orang
2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Menurut Sugiyono (2014:225) “sumber primer adalah
sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul
data”. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kepala
sekolah, guru bimbingan konseling, dan peserta didik di MTs.
Muslimat NU Palangka Raya.
b. Sumber Data Sekunder
Menurut Sugiyono (2014:225) “sumber sekunder merupakan
sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul
data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen”. Dokumen
tersebut dapat berupa buku-buku atau literatur-literatur lainnya
yang berkaitan serta berhubungan dengan masalah yang diteliti,
data ini digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui
observasi, wawancara serta dokumentasi”.
36
E. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang obyektif dan dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah, diperlukan metode yang mampu mengungkap
data seperti melalui observasi, wawancara, dokumentasi, dan sebagainya.
Tiap-tiap metode memiliki kelebihan maupun kekurangan sehingga dalam
pengumpulan data perlu dipilih metode yang sesuai dengan kebutuhan dan
permasalahan.
1. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2014:224) “teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena
tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data”. Dalam
penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah observasi, wawancara (interview) dan
dokumentasi.
a. Observasi
Rahardjo dan Gudnanto (2013:47) menyatakan bahwa:
Metode observasi sebagai alat pengumpul data adalah kegiatan pengamatan (secara indrawi) yang direncanakan, sistematis, dan hasilnya dicatat serta dimaknai (diinterpretasikan) dalam rangka memperoleh pemahaman tentang subjek yang diamati.
Indriantoro (Sangadji dan Sopiah, 2010:152) menyatakan
bahwa:
Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subyek (orang), obyek (benda), atau kegiatan yang sistematis tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti.
37
Nasution (Sugiyono, 2014:226) menyatakan bahwa “observasi
adalah dasar semua ilmu pengetahuan”.
Berdasarkan pendapat diatas, disimpulkan bahwa observasi
adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati subyek maupun obyek yang ingin diteliti. Observasi ini
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peran guru bimbingan dan
konseling dalam meningkatkan kemandirian belajar peserta didik
kelas VIII A di MTs. Muslimat NU Palangka Raya
b. Wawancara
Menurut Esterberg (Sugiyono, 2014:231) “wawancara
adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi
dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan
makna dalam suatu topik tertentu”.
Mulyana (2007:180), mengemukakan bahwa: Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.
Selanjutnya Umar (2013:51), menyatakan bahwa:
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang lain. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara langsung berhadapan dengan yang diwawancarai, tetapi dapat juga secara tidak langsung seperti daftar pertanyaan untuk dijawab pada kesempatan lain, instrument dapat berupa pedoman wawancara dengan check list.
Berdasarkan pendapat diatas, disimpulkan bahwa
wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang
38
dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada
seseorang dengan tujuan untuk memperoleh informasi.
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
wawancara terstruktur yang digunakan sebagai teknik pengumpulan
data melalui percakapan atau tanya jawab mengenai hal atau sesuatu
kepada kepala sekolah, guru bimbingan konseling, dan peserta didik
di MTs. Muslimat NU Palangka Raya yang didasari dengan
pedoman wawancara yang telah dibuat sebelumnya sebagai garis
besar tentang hal-hal yang hendak ditanyakan kepada mereka.
c. Dokumentasi
Menurut Arikunto (2006:231) “dokumentasi adalah salah
satu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, dan sebagainya”.
Hasan (2002:87), menyatakan bahwa:
Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen. Dokumen yang digunakan dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat, catatan khusus dalam pekerjaan sosial dan dokumen lainnya. Menurut Sugiyono (2014:240) “dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang”.
Berdasarkan pendapat diatas, disimpulkan bahwa
dokumentasi merupakan suatu catatan peristiwa yang bisa
berbentuk notulen, buku, maupun gambar. Studi dokumen
39
merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif.
Dokumentasi ini dilakukan sebagai pendukung pengumpulan
data dalam penelitian dan melengkapi hasil penelitian untuk
mengetahui bagaimana peran guru bimbingan dan konseling dalam
meningkatkan kemandirian belajar pada peserta didik kelas VIII A di
MTs. Muslimat NU Palangka Raya.
2. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam
penelitian ini adalah :
a. Waktu Peneliti Melakukan Perekaman Data
Pada saat merekam data segala sesuatu apa yang dilihat,
didengar serta diamati dicatat oleh peneliti mengenai peranan guru
bimbingan dan konseling dalam meningkatkan kemandirian belajar
peserta didik kelas VIII A di MTs. Muslimat NU Palangka Raya.
Perekaman data lapangan selama penelitian berlangsung dicatat
dalam catatan lapangan.
b. Pada Waktu Peneliti Kembali
Berdasarkan data di lapangan serta informasi yang didapat
peneliti menganalisa kembali tentang apa yang dilihat, didengar,
dicatat untuk dianalisis atau dikoreksi kembali agar dapat dipelajari
peristiwa-peristiwa yang dialami di lapangan atau yang menjadi
peran guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan
40
kemandirian belajar peserta didik kelas VIII A di MTs. Muslimat
NU Palangka Raya.
F. Prosedur Analisis Data
Prosedur analisa data dalam penelitian ini dilakukan secara terus-
menerus dari awal sampai akhir penelitian, baik di lapangan maupun di
luar lapangan. Analisa di lapangan meliputi penafsiran sementara terhadap
berbagai informasi yang diperoleh pada setiap langkah kegiatan penelitian.
Analisa di luar lapangan merupakan kelanjutan secara lengkap
terhadap seluruh data yang terkumpul, baik melalui observasi, wawancara
dan dokumentasi.
Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini pada dasarnya
mengacu pada penelitian kualitatif seperti yang dikemukakan oleh Miles
dan Huberman (Sugiyono, 2014: 246) menyatakan bahwa:
Aktivitas dalam analisis data kulitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu (1) data reduction, (2) data display, (3) dan conclusion drawing/verification.
Sejalalan dengan analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan
Huberman (Sugiyono, 2014:247-252) menyatakan bahwa teknik analisis
data dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
2. Penyajian data, alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data yang membatasi pada satu “penyajian” sebagai sekumpul informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan.
3. Menarik kesimpulan/verifikasi, kegiatan analisis ketiga yang penting adalah menarik kesimpulan/verifikasi. Dari permulaan
41
pengumpulan data, mulai arti benda-benda mencatat keteraturan, pola-pola penjelasan konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat, dan proporsisi, sehingga makna-makna yang muncul dari data dapat diuji kebenarannya, kekokohan dan kecocokannya.
G. Pemeriksaan Keabsahan Data
1. Kredibilitas
a. Perpanjangan Pengamatan
Dalam perpanjangan pengamatan, peneliti mengecek kembali
data yang diberikan sebelumnya apakah selama ini datanya sudah
benar atau tidak.
b. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan
secara lebih cermat dan berkesinambungan. Melalui cara tersebut
maka data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti
dan sistematis.
c. Triangulasi
Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
cara dan berbagai waktu. Bila penelitian melakukan pengumpulan
data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan
data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek
kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan
berbagai sumber data.
d. Mengadakan Bahan Referensi
Peneliti mengumpulkan data dengan observasi, wawancara
dan dokumentasi. Agar hasil penelitian dapat dipercaya maka
42
peneliti memberi bukti seperti foto-foto, wawancara dengan kepala
sekolah, guru bimbingan konseling, dan peserta didik.
e. Mengadakan Member Check
Member Check yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian
ini dimaksudkan untuk melakukan pengecekan ulang terhadap
informasi yang telah diperoleh oleh peneliti dari lapangan
sekaligus konfirmasi dalam menarik kesimpulan dari informasi
yang telah diperoleh oleh peneliti.
2. Transferabilities
Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian
kuantitatif. Supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian
kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil
penelitian tersebut, maka peneliti dalam membuat laporannya harus
memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya.
3. Dependabilities
Defendability disebut reliabilitas dalam penelitian kuantitatif.
Suatu penelitian yang paling reliabel adalah apabila orang lain dapat
mengulangi proses penelitian tersebut. Dalam penelitian kualitatif, uji
defendability dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan
proses penelitian.
4. Konfirmabilitas
Konfirmabilitas dalam penelitian kuantitatif disebut dengan uji
obyektifitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif apabila hasil
43
penelitian telah disepakati banyak orang. Dalam penelitian kualitatif
uji konfirmabilitas mirip dengan uji defendability, sehingga
pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji
konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan
proses yang dilakukan
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum MTs. Muslimat NU Palangka Raya
Berikut merupakan paparan hasil penelitian yang dilakukan di MTs.
Muslimat NU Palangka Raya :
1. Data MTs. Muslimat NU Palangka Raya
a. Nama Sekolah/Madrasah : MTs MUSLIMAT NU Palangka Raya
b. Alamat : Jalan Pilau. No. 41
Kecamatan : Pahandut
Kota : Palangka Raya
Provinsi : Kalimatan Tengah
Nomor Telepon : (0536) 3227665
Kode Pos : 73111
E-Mail : mtsmusliamatnu2013@yahoo.com
c. Status Sekolah :Swasta
Jenjang Akreditasi : “A”
Tahun 2007 s.d. 2012
Tanggal Akreditasi terakhir 15 Juli 2007
Tahun Berdiri : 1994
d. Nama Yayasan/Pengelola : Yayasan Pendidikan Muslimat NU
e. N.S.M : 212157101006
No. SK Ijin Pendirian : C/MTs/5/PP.03.2/05/1994
44
45
f. Luas tanah : 917 m2.
Luas bangunan lantai bawah: 606 m2.
Status tanah dan bangunan : Milik sendiri
g. Jumlah ruang belajar : 9 lokal kelas
h. Waktu belajar : Pagi, pukul 06.30 s.d. 13.50 wib.
i. Jenis muatan lokal :
1) Praktik Pengamalan Ibadah (PPI)
2) Baca Tulis Al-Qur’an (BTA)
3) Ke – NU – an
j. Jenis kegiatan pengembangan diri dan ekstra kurikuler
1) Pramuka
2) Sepak Bola (Futsal)
3) Bola Voli
4) Qosidah Rebana
5) Seni Hadrah
6) Seni Tari
7) Muhadharah
8) Penyejuk Kalbu
9) Pidato Bahasa Inggris
10) LCT
11) Kegiatan Ilmiah Remaja
12) Palang Merah Remaja (PMR)
13) Puisi dan Drama
46
k. Di lokasi ini, terdapat juga TK/MI/MA yang dikelola oleh Yayasan
yang sama
2. Identitas Kepala Sekolah/Madrasah
a. Nama Kepala Sekolah : Rita Sukaesih, S.Pd., M.Si
b. NIP : 19740521 199903 2 003
c. Tempat/Tanggal Lahir : Lampeong, 21 Mei 1974
d. Alamat Rumah : Jl. Bandeng V Gg. 5 No.08 RT 002
RW 008 Palangka Raya
e. Nomor Telepon/HP : 081349214343
f. Tanggal pengangkatan
kepala di sekolah/madrasah
:
20 Juli 2012
g. Jabatan Sebelumnya : Guru IPA MTsN 2 Palangka Raya
(1999-2012)
h. Pertama kali diangkat
sebagai kepala sekolah di
:
MTs. Muslimat NU Palangka Raya
i. Pengalaman Mengajar : MTsN 2 Palangka Raya
3. Sarana dan Prasarana
a. Sarana / Ruangan Penunjang
1) Ruang Kepala Sekolah
2) Ruang Guru
3) Ruang Tata Usaha
4) Ruang BK
5) Ruang UKS
6) Ruang Ibadah/ Mushola
7) Perpustakaan
8) Lapangan Upacara
47
9) Ruang Tamu
10) Kantin
11) Toilet/ WC
b. Prasarana
1) Instalasi Air
2) Jaringan Listrik
3) Jaringan Telpon
4) Internet
5) Akses Jalan
4. Tata Tertib MTs. Muslimat NU Palangka Raya
a. Kehadiran
1) Peserta didik wajib hadir di madrasah pukul 06.25 – 12.50 WIB.
2) Peserta didik yang tidak bisa menunjukkan surat keterangan
dokter atau surat keterangan orang tua/wali atau tidak
menghadirkan orang tua/wali dianggap absen/alpa.
3) Peserta didik yang tidak hadir selama 2 - 3 hari, maka orang
tua/wali wajib menghadap kepada wali kelas/guru BK.
4) Jika peserta didik tidak hadir lebih dari 3 hari, maka orang
tua/wali wajib menghadap kepada Kepala Madrasah/Wakil
Kepala Madrasah Bidang Kesiswaan.
5) Jika dalam 1 minggu peserta didik absen/alpa 2 hari atau lebih,
maka orang tua/wali akan diundang untuk hadir ke madrasah
bertemu dengan wali kelas dan atau guru BK.
48
6) Jika dalam 1 bulan peserta didik absen/alpa 5 hari atau lebih,
maka orang tua/wali akan diundang untuk hadir ke madrasah
bertemu dengan wakil kepala madrasah bidang kesiswaan.
7) Jika dalam 3 bulan peserta didik absen/alpa 10 hari atau lebih,
maka orang tua/wali akan diundang untuk hadir ke madrasah
bertemu dengan kepala madrasah.
8) Jika dalam 1 semester peserta didik absen/alpa 15 hari atau lebih,
maka peserta didik tersebut akan dikembalikan kepada orang
tua/wali.
b. Pakaian dan Tata rias
1) Mengenakan pakaian seragam dengan ketentuan :
a) Hari Senin
Peserta didik Laki-laki
Mengenakan celana panjang biru, baju putih polos lengan
pendek dimasukkan ke dalam lengkap dengan atribut madrasah
dan rompi serta memakai ikat pinggang warna hitam, sepatu
hitam dan kaos kaki putih.
Peserta didik Perempuan
Mengenakan rok panjang warna biru, baju putih polos lengan
panjang dimasukkan ke dalam lengkap dengan atribut
madrasah dan rompi, sepatu hitam dan kaos kaki putih serta
jilbab madrasah warna putih.
b) Hari Selasa
49
Peserta didik Laki-laki
Mengenakan celana panjang biru, baju putih polos lengan
pendek dimasukkan ke dalam lengkap dengan atribut madrasah
serta memakai ikat pinggang warna hitam, sepatu hitam dan
kaos kaki putih.
Peserta didik Perempuan
Mengenakan rok panjang warna biru, baju putih polos lengan
panjang dimasukkan ke dalam lengkap dengan atribut
madrasah serta ikat pinggang warna hitam, sepatu hitam dan
kaos kaki putih serta jilbab madrasah warna putih.
c) Hari Rabu dan Kamis
Peserta didik Laki-laki
Mengenakan celana panjang warna putih polos, baju batik
madrasah lengan pendek dimasukkan ke dalam dan dengan ikat
pinggang warna hitam serta memakai sepatu dan kaos kaki.
Peserta didik Perempuan
Mengenakan rok panjang warna putih polos, baju batik
madrasah lengan panjang di masukkan ke dalam dan dengan
ikat pinggang warna hitam serta memakai sepatu dan kaos kaki.
d) Hari Jum’at
Peserta didik Laki-laki
Mengenakan pakaian olah raga lengkap, memakai sepatu dan
kaos kaki.
50
Peserta didik Perempuan
Mengenakan pakaian olah raga lengkap, jilbab pramuka atau
jilbab olah raga madrasah, memakai sepatu dan kaos kaki.
e) Hari Sabtu
Peserta didik Laki-laki
Mengenakan pakaian pramuka lengan pendek dimasukkan ke
dalam, mengenakan ikat pinggang warna hitam, sepatu hitam
dan kaos kaki hitam.
Peserta didik Perempuan
Mengenakan pakaian pramuka lengan panjang dimasukkan ke
dalam mengenakan ikat pinggang warna hitam, sepatu hitam,
kaos kaki hitam dan jilbab pramuka madrasah.
2) Bagi peserta didik laki-laki rambut pendek rapi (tidak melebihi
alis mata, tidak menutup daun telinga, tidak mengenai kerah baju,
tidak diwarnai), kuku pendek, tidak mengenakan kalung, cincin
dan gelang, kuping tidak ditindik, dan tidak bertato.
3) Bagi peserta didik perempuan rambut tidak diwarnai, tidak
mencukur alis mata, tidak menggunakan make up, tidak bertato,
tidak menindik tubuh selain di telinga dan lebih dari sewajarnya,
tidak mengenakan perhiasan berlebihan (hanya diperbolehkan
memakai anting-anting, cincin dan jam tangan).
4) Dilarang memberikan gambar atau coretan apapun kecuali atribut
madrasah pada pakaian seragam.
51
c. Kegiatan Belajar Mengajar
1) Kegiatan Belajar Mengajar dimulai pukul 06.30 WIB dan
diakhiri pukul 12.50 WIB,, kecuali hari Jum’at dimulai pukul
06.30 WIB dan diakhiri pukul 10.10 WIB.
2) Pukul 06.25 WIB Kelas dan lingkungan di sekitarnya sudah
dalam keadaan bersih dan rapi.
3) Sebelum memulai pelajaran pertama diwajibkan membaca do’a
yang dipimpin oleh salah seorang peserta didik.
4) Peserta didik diwajibkan mengikuti seluruh KBM dengan
memelihara ketenangan dan ketertiban di ruang kelas dan di
lingkungan sekolah.
5) Pada saat jam KBM peserta didik diwajibkan berada di dalam
ruang kelas, kecuali pembelajaran khusus yang dilaksanakan di
luar ruang kelas.
6) Peserta didik yang akan meninggalkan kelas pada waktu KBM,
diwajibkan meminta izin kepada guru yang mengajar saat itu.
7) Peserta didik yang akan meninggalkan madrasah pada saat KBM,
diwajibkan meminta izin kepada Guru piket.
8) 5 menit setelah jam pelajaran dimulai Pengurus Kelas wajib
melaporkan kepada Guru Piket, jika guru mata pelajaran yang
bersangkutan belum hadir di kelas.
9) Pada saat pelajaran Penjaskes, peserta didik diwajibkan
menggunakan pakaian olah raga MTs Muslimat NU.
52
10) Sebelum pulang wajib membaca do’a dengan dipimpin oleh salah
seorang peserta didik.
d. Jenis-jenis Larangan
1) Dilarang membawa Handphone selama proses pembelajaran.
2) Membuang sampah tidak pada tempatnya.
3) Memakai perhiasan emas dan sejenisnya
4) Mengenakan topi atau jaket di dalam ruang kelas.
5) Memakai sandal atau sepatu sandal tidak pada tempatnya.
6) Membawa buku-buku dan alat-alat yang tidak ada kaitannya
dengan pelajaran seperti novel, majalah, komik, kaset, CD dan
sejenisnya, gitar dan lain-lain.
7) Mengambil/ merusak/ mencoret dinding, tembok, kursi, meja dan
sarana prasarana madrasah lainnya.
8) Membawa dan atau menggunakan rokok, korek api, mercon dan
sejenisnya.
9) Membawa senjata tajam tanpa ada perintah dari madrasah.
10) Berkelahi.
11) Tidak berlaku sopan kepada Kepala Madrasah, Guru, TU dan
penjaga madrasah.
12) Memalak / mencuri.
13) Berjudi serta membawa kartu remi dan sejenisnya.
14) Membawa Foto, buku dan atau VCD porno.
53
15) Membawa / mengkonsumsi minuman beralkohol dan obat-obatan
terlarang.
16) Melakukan pergaulan bebas.
5. Visi dan Misi MTs. Muslimat NU Palangka Raya
a. Visi MTs. Muslimat NU Palangka Raya
Terwujudnya Warga Madrasah yang Beriman, Berilmu, dan Beramal
b. Misi MTs. Muslimat NU Palangka Raya
1) Terwujudnya warga madrasah yang memiliki ilmu agama islam
dan teguh dalam iman.
2) Terbiasa taat beribadah dan beramal sholeh.
3) Terciptanya lingkungan madrasah yang islami, penuh kasih
sayang antar sesama.
4) Terlaksananya proses pembelajaran yang optimal.
5) Terlaksananya tata tertib Madrasah bagi guru dan peserta didik.
6) Unggul dalam persaingan masuk kejenjang MA/SMA/SMK.
7) Unggul dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
terutama dalam bidang Sains dan Matematika.
8) Unggul dalam lomba olah raga, kesenian, PMR dan Pramuka.
9) Unggul dalam kegiatan keagamaan dan kepedulian Madrasah.
10) Unggul dalam memperoleh nilai Ujian Nasional (UN).
11) Unggul dalam kebersihan dan penghijauan Madrasah.
54
B. Temuan Penelitian Sebelum Pemberian Layanan BK
Hasil dari penelitian ini diperoleh dengan cara melakukan observasi,
wawancara dan dokumentasi. Observasi dilakukan untuk mengamati
keadaan lingkungan sekolah, sarana dan prasarana yang ada di sekolah,
keadaan ruang belajar peserta didik, serta mengamati kegiatan belajar
mengajar di sekolah tersebut. Wawancara dilakukan untuk mengetahui
bagaimana peran guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan
kemandirian belajar peserta didik di kelas VIII A. Wawancara dilakukan
kepada kepala sekolah, guru bimbingan dan konseling, dan kepada peserta
didik. Sedangkan dokumentasi dilakukan untuk pengumpulan data berupa
foto-foto, dokumen-dokumen mengenai peserta didik, serta pengumpulan
data tentang sekolah.
Pada awal penelitian, peneliti terlebih dahulu meminta persetujuan
dari pihak sekolah dengan meminta izin untuk melakukan penelitian di
MTs. Muslimat NU Palangka Raya. Setelah mendapat izin dari pihak
sekolah, peneliti melakukan koordinasi dengan subjek penelitian
diantaranya dengan kepala sekolah, guru bimbingan dan konseling, dan
dengan peserta didik. Setelah melakukan koordinasi dengan subjek
penelitian, peneliti memulai kegiatan dengan melakukan observasi di
sekolah yang dimulai pada tanggal 18 Nopember 2015 sampai tanggal 28
Nopember 2015. Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti maka
dapat dipaparkan sebagai berikut:
55
1. Hasil Observasi
a. Terhadap Lingkungan
MTs. Muslimat NU terletak satu komplek dengan RA/TK,
MIS, dan MA Muslimat NU dengan yayasan yang sama. Sekolah
tersebut dipagari dengan pagar besi, dan dijaga oleh satu orang
security. Tempat parkir peserta didik terletak di belakang pos
security, sedangkan tempat parkir guru terletak tepat di depan ruang
kelas VIII B dan VIII A di samping perpustakaan. Keadaan
lingkungan sekolah MTs. Muslimat NU Palangka Raya cukup
kondusif, dimana bangunan sekolah terlihat cukup bersih dengan
halaman yang dipaving, serta ditanami dengan pohon-pohon palem
dan terdapat taman kecil di depan setiap ruang kelas yang dilengkapi
dengan wastafel disetiap sisi taman dan air dari wastafel dialirkan ke
taman tersebut melalui pipa.
Disamping tempat parkir guru terdapat perpustakaan yang di
dalamnya terdapat ruang bimbingan konseling dan UKS. Di ruang
bimbingan konseling dilengkapi dengan meja dan kursi untuk guru
BK memberikan layanan kepada peserta didik. Disamping ruang BK
adalah UKS yang dilengkapi ranjang, dan lemari untuk menyimpan
obat-obatan. Ruangan belajar peserta didik juga dilengkapi dengan
CCTV untuk memudahkan mengamati bagaimana kegiatan belajar
mengajar peserta didik di dalam kelas. Di dekat sekolah juga terdapat
mushola yang biasa digunakan untuk sholat berjamaah dan berbagai
56
kegiatan lain oleh peserta didik. Lalu di belakang mushola terdapat 6
buah kantin yang selalu dipadati oleh peserta didik pada jam
istirahat, mulai dari MI, MTs, hingga MA.
b. Terhadap Peserta Didik
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap peserta didik, dapat
diuraikan sebagai berikut:
1). FR
Berdasarkan hasil observasi, peserta didik FR terlihat tidak
memperhatikan saat guru menjelaskan dan mengobrol dengan
teman sebangkunya. Misalnya, saat guru sedang menjelaskan
materi di depan kelas, FR mengobrol dengan teman sebangkunya
sehingga tidak memperhatikan penjelasan guru.
2). PA
Berdasarkan hasil observasi, peserta didik PA terlihat kurang
percaya diri dalam mengungkapkan pendapat. Misalnya ketika
guru bertanya, PA terlihat gugup dalam menjawab pertanyaan.
3). WM
Berdasarkan hasil observasi, peserta didik WM mengeluh saat
diberi tugas. Misalnya, saat guru menyuruh untuk mengerjakan
tugas, WM terlihat mengeluh.
57
4). AS
Berdasarkan hasil observasi, peserta didik AS juga terlihat
kurang aktif dalam belajar. Misalnya ketika ada diskusi dalam
kelas, AS terlihat pasif.
5). RR
Berdasarkan hasil observasi, peserta didik RA juga terlihat tidak
memperhatikan penjelasan guru, dan mengobrol dengan teman
sebangku ketika guru mengajar.
Berdasarkan hasil observasi diatas, disimpulkan bahwa ada
peserta didik yang terlihat tidak memperhatikan saat guru
menjelaskan, mengobrol dengan teman, tidak percaya diri dalam
mengungkapkan pendapat, mengeluh saat diberi tugas, dan kurang
aktif dalam belajar
c. Terhadap Guru Bimbingan dan Konseling
Selain mengamati keadaan sekolah dan peserta didik, peneliti
juga melakukan pengamatan terhadap guru bimbingan konseling.
Dari pengamatan yang dilakukan, peneliti melihat guru bimbingan
konseling di sekolah tersebut dalam memberikan layanan BK dengan
cara memanggil peserta didik ke ruang bimbingan konseling dan
melaksanakan layanan bimbingan kelompok.
Setelah melakukan pengamatan kemudian peneliti melakukan
kegiatan wawancara dengan subjek penelitian. Proses wawancara di
mulai pada tanggal 25 Nopember 2015 dengan mewawancarai kepala
58
sekolah, dilanjutkan pada tanggal 30 Desember 2015 wawancara
dengan satu guru BK, dan pada tanggal 03 hingga 05 Desember 2015
wawancara dengan 5 orang peserta didik kelas VIII A MTs.
Muslimat NU palangka Raya.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada kepala
sekolah, guru bimbingan konseling, dan peserta didik kelas VIII A di
MTs. Muslimat NU Palangka Raya maka dapat dipaparkan sebagai
berikut:
2. Hasil Wawancara
a. Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan
kepala sekolah MTs. Muslimat NU Palangka Raya pada tanggal 25
Nopember 2015 adalah sebagai berikut:
1) Layanan bimbingan konseling ini menurut saya sangat bagus dan harus ada di suatu sekolah atau madrasah, kalau ada permasalahan berarti ada yang menanganinya. Kemudian lagi siswanya untuk pengembangan dan karirnya, jadi harus ada dalam suatu lembaga pendidikan itu yang namanya bimbingan dan konseling. 2) Pelaksanaan layanan bimbingan ini di MTs. Muslimat menurut saya sudah cukup bagus, suah ada kerjasama antara BK, kepala sekolah, guru, wali kelas, serta kesiswaan. 3) Kalau program khusus selama ini guru BK itu membuat jadwal khusus. Jadi ada jadwal untuk layanan konsultasi dan bimbingan. Selain itu yang memang masuk ke dalam kelas hanya untuk kelas IX, untuk kelas VII dan kelas VIII itu ada jadwal khusus yang dibuat oleh guru BK nya di dalam ruangan yang sudah ditentukan. 4) Yang terasa sekali manfaatnya pada saat siswa bermasalah. Jadi selama ini siswa-siswa yang bermasalah misalnya merokok atau berkelahi langsung ditangani oleh guru BK, lalu biasanya dibantu oleh waka kesiswaan.
59
5) Untuk layanan bimbingan mengenai potensi peserta didik ini rasanya yang perlu ditingkatkan. Tapi memang beberapa sudah dilakukan oleh guru BK, tetapi ini memang harus ditingkatkan lagi. Mungkin ada terobosan baru bagaimana caranya meningkatkan. 6) Saya sebagai kepala sekolah biasanya hanya memberikan masukan-masukan dari program yang telah dibuat oleh guru BK. Jadi guru BK membuat program, kami lihat kalau programnya sudah bagus laksanakan. Kalau perlu perbaikan saya berikan masukan-masukan, baru bisa dilaksanakan. 7) Kerjasamanya saya hanya memberikan saran dan masukan kepada guru BK. 8) Kalau pendapat saya ada ya, banyak siswa yang kurang mandiri. Biasanya lebih banyak mintanya dari gurunya, dia belajar sendiri itu sangat kurang. Namun untuk siswa-siswa yang memang rajin, tanpa ada guru dia bisa melakukan sendiri dalam proses belajar itu. 9) Meningkatkan kemandirian belajar itu kan salah satunya dengan menasehati, kemudian yang kedua memberikan reward. Misalnya kalau ada yang rengking 1 bebas biaya komite 3 bulan, akhirnya dia menjadi termotivasi untuk belajar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah MTs.
Muslimat NU Palangka Raya di atas dapat disimpulkan bahwa ada
banyak peserta didik yang kurang mandiri dalam belajar, dan cara
untuk meningkatkan kemandiriannya salah satunya dengan
menasehati dan memberikan reward agar peserta didik termotivasi
untuk belajar.
b. Hasil Wawancara dengan Guru Bimbingan dan Konseling
1) Wawancara Pertama
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan dan
konseling yang pertama, peneliti mewawancarai pada tanggal 30
Nopember 2015 sebagai berikut:
a) Ya, ada peserta didik yang ingin bersaing dalam belajar untuk menjadi juara dan menjadi yang terbaik.
60
b) Faktor itu kan ada 2, faktor dari dalam dan dari luar. Kalau faktor dari luar. Kalau faktor dari luar contohnya lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga. Kalau faktor dari dalamnya seperti motivasi belajar, cita-cita dan minat. cita-cita mereka ini kan tergantung mereka, mereka bakatnya dimana. c) Peserta didik dapat mengikuti pelajaran dengan baik tergantung pada waktu mereka sendiri, maksudnya sikonnya. Apabila dia sikonnya baik, berarti baik juga. d) Ya jelas ada, kan dia mau menjadi yang terbaik. e) Waktu pelaksanaannya kurang dan peserta didik tidak terbuka sepenuhnya atas persoalan yang dihadapi f) Pastinya dia berani maju dan tampil di depan kelas, tidak takut bertanya saat mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran. g) Pertama caranya dengan memotivasi mereka, kedua dengan mendorong mereka untuk percaya pada dirinya sendiri. h) Pertama kita lihat dalam mereka belajar dengan aktif, tidak mencontek, disiplin dalam menjalani tata tertib, dan mengerjakan tugas madrasah yang diberikan atau tugas dari gurunya yang diberikan. i) Sama seperti tadi, memberikan motivasi kepada peserta didik bahwa belajar itu penting dan untuk kebaikan mereka sendiri dan masa depan mereka sendiri.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK di atas, maka
dapat dijelaskan bahwa guru BK memberikan motivasi kepada
peserta didik agar menjadi bersemangat dalam mengikuti pelajaran
di kelas dan mengingatkan peserta didik bahwa belajar itu penting
dan untuk kebaikan mereka dan masa depan mereka sendiri.
2) Wawancara Kedua
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan dan
konseling yang kedua, peneliti mewawancarai pada tanggal 07
Januari 2016 adalah sebagai berikut:
a) Keadaan kegiatan bermacam-macam, saat proses belajar berlangsung. ada peserta didik yang dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Tetapi ada juga peserta didik yang diam, melamun,
61
kurang percaya diri, dan tidak mendengarkan penjelasan gurunya.
b) Mencari data terlebih dahulu dari guru, setelah itu memanggil peserta didik ke ruang BK untuk mengklarifikasi data, setelah tahu permasalahannya baru diberikan layanan. Jika belum berubah, maka akan diberi tindakan atau tindak lanjut.
c) Dengan memberikan layanan bimbingan kelompok. d) Diskusi kelompok, karena disitu mereka terlibat aktif dalam
kelompok. Jadi setiap anggota mempunyai kesempatan untuk berbicara dan menyumbangkan pemikirannya.
e) Di ruangan yang ada ini atau di ruangan BK, bisa juga di tempat yang lain yang disukai mereka.
f) Sesuai kebutuhan peserta, sampai tujuan dari layanan itu tercapai.
g) Ya, peserta didik menjadi lebih mandiri dalam belajar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK di atas, maka
dapat dijelaskan bahwa dalam meningkatkan kemandirian belajar
peserta didik guru bimbingan dan konseling memberikan layanan
bimbingan kelompok dengan teknik diskusi kelompok.
c. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik
1). Peserta didik “FR”
Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta didik yang
peneliti wawancara pada tanggal 03 Desember 2015 sebagai
berikut:
a) Kalau pelajaran yang saya suka, saya perhatikan. Tapi kalau tidak suka saya ngobrol saja bu, tidak terlalu memperhatikan penjelasan.
b) Saya dikerjakan aja bu c) Bisa bu d) Kadang-kadang saya tanyakan bu e) Awalnya gugup, tapi lama-lama biasa aja bu. f) Tidak bu, malu. g) Sebenarnya bisa saja bu, tapi malu. h) Iya bu, saya selalu mengerjakannya i) Tidak bu, saya cuma mendengarkan teman-teman saja.
62
Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta didik MTs.
Muslimat NU dapat disimpulkan bahwa peserta didik dalam
pembelajaran kurang memperhatikan saat guru sedang menjelaskan
materi pelajaran di depan kelas.
2). Peserta Didik “PA”
Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta didik yang
peneliti wawancara pada tanggal 04 Desember 2015 sebagai
berikut:
a). Memperhatikan guru menjelaskan, kalau ada yang penting bisa dicatat
b) Saya kerjakan bu c) Berpikir dulu, kalau tidak bisa menjawab diam d) Saya tanyakan kalau tidak mengerti e) Malu, apalagi kalau diliatin teman-teman. Saya tambah malu f) Sulit bu, sulit mengungkapkan yang ada dipikiran. g) Ya sulit aja bu. Mengutarakan pendapat sering gugup jadi yang
mau di jawab hilang. h) Ya, saya selalu mengerjakan tugas dari guru i) Tidak bu, saya tidak ikutan
Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta didik MTs.
Muslimat NU dapat disimpulkan bahwa peserta didik kurang
percaya diri dalam mengungkapkan pendapat yang ada
dipikirannya.
3). Peserta Didik “WM”
Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta didik yang
peneliti wawancara pada tanggal 04 Desember 2015 sebagai
berikut:
a) Mendengarkan guru menjelaskan, kadang ijin ke WC bu kalau bosan di kelas
63
b) Kurang senang sebenarnya bu, udah di kelas dikasih tugas. Pulangnya dikasih PR juga c) Lumayan bu d) Saya tanyakan kalau memang benar-benar tidak mengerti. e) Biasa saja bu kalau maju ke depan kelas f) Kadang-kadang bisa bu g) Cuma gugup bu, grogi. h) Saya kerjakan bu i) Ikut bu, kadang-kadang juga.
Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta didik MTs.
Muslimat NU dapat disimpulkan bahwa peserta didik mengeluh saat
diberi tugas oleh gurunya, kadang ijin ke WC kalau sudah merasa
bosan di kelas.
4). Peserta Didik “AS”
Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta didik yang
peneliti wawancara pada tanggal 05 Desember 2015 sebagai
berikut:
a). Mendengarkan guru menjelaskan, melamun kalau bingung dengan penjelasan guru.
b) Saya kerjakan bu c) Kadang-kadang bisa, kadang-kadang tidak bu d) Saya pura-pura mengerti saja bu e) Malu bu, kadang baru berdiri dari kursi saja sudah disorakin.
apalagi waktu sudah berdiri didepan kelas. f) Tidak bisa bu g) Bingung bu kalo disuruh ngungkapin pendapat h) Iya bu, saya selalu mengerjakannya i) Saya tidak pernah ikut bu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta didik MTs.
Muslimat NU dapat disimpulkan bahwa peserta didik tidak bertanya
saat belum paham dengan materi pelajaran dan kurang aktif dalam
belajar.
64
5). Peserta Didik “RR”
Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta didik yang
peneliti wawancara pada tanggal 04 Desember 2015 sebagai
berikut:
a) Saya perhatikan bu, tapi teman disebelah saya ngajak ngobrol jadi saya ikut ngobrol juga.
b) Ya dikerjakan bu c) Saya jawab kalau tahu jawabannya, kalau tidak yakin dengan
jawabannya tidak saya jawab. d) Saya tanyakan juga sama gurunya e) Gugup bu f) Bisa sih sedikit-sedikit g) Iya nanti diketawain bu, malah dibilang sok pintar sama teman-
teman. h) Saya kerjakan kok bu i) Nggak juga bu
Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta didik MTs.
Muslimat NU dapat disimpulkan bahwa peserta didik tidak
memperhatikan saat guru menjelaskan karena diajak ngobrol oleh
teman sebangkunya
C. Temuan Penelitian Setelah Pemberian Layanan BK
Secara rinci, hasil dari pemberian layanan bimbingan dan konseling
masing-masing sebagai berikut:
1. Hasil Observasi
a. Peserta Didik FR
Berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa peserta didik FR
memperhatikan guru saat menjelaskan dan tidak mengobrol seperti
sebelumnya.
65
b. Peserta Didik PA
Berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa peserta didik PA sudah
mulai percaya diri dalam mengungkapkan pendapatnya, dan tidak
gugup seperti sebelumnya.
c. Peserta Didik WM
Berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa peserta didik WM tidak
mengeluh lagi saat diberikan tugas untuk dikerjakan.
d. Peserta Didik AS
Berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa peserta didik AS mulai
aktif dalam belajar, walaupun hanya ikut memberikan masukan
sedikit tetapi sudah menunjukkan kemajuan daripada sebelumnya
yang hanya terlihat pasif dan diam.
d. Peserta Didik RR
Berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa peserta didik RR mulai
memperhatikan guru di depan kelas dan tidak mengobrol saat guru
sedang menjelaskan.
Berdasarkan hasil observasi dari kelima peserta didik, dapat
disimpulkan bahwa kemandirian peserta didik sudah mulai
meningkat setelah diberikan layanan bimbingan kelompok oleh guru
bimbingan konseling.
66
2. Hasil wawancara
a. Peserta Didik FR
Hal ini sebagaimana penuturan peserta didik FR yang
mengatakan:
“Sangat membantu bu, bisa intropeksi diri, belajar menghargai
dan mendengarkan penjelasan guru yang mengajar”.
b. Peserta Didik PA
Hal ini sebagaimana penuturan peserta didik FR yang
mengatakan:
“Sangat membantu bu, jadi tidak ragu lagi untuk mengungkapkan
pendapat saya”.
c. Peserta Didik WM
Hal ini sebagaimana penuturan peserta didik FR yang
mengatakan:
“Membantu sekali bu, saya menjadi tahu kalau belajar tidak boleh
dianggap sebagai sebuah beban”
d. Peserta Didik AS
Hal ini sebagaimana penuturan peserta didik FR yang
mengatakan:
“Pelaksanaannya rame, saya juga sudah tidak banyak diam”
e. RR
Hal ini sebagaimana penuturan peserta didik FR yang
mengatakan:
67
“Sangat membantu bu, saya belajar untuk mendengarkan dan
tidak ngobrol kalau guru menjelaskan”
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa
layanan bimbingan kelompok sangat membantu bagi peserta didik
yang kurang mandiri dalam belajar.
D. Pembahasan Penelitian
1. Permasalahan peserta didik
Keadaan peserta didik yang mempunyai sikap yang berbeda-beda
dan bermacam-macam membuat wali kelas, guru mata pelajaran, guru
bimbingan konseling mengawasi karakteristik peserta didik di MTs.
Muslimat NU Palangka Raya. Sikap maupun perilaku peserta didik
yang nampak yaitu ada beberapa peserta didik yang terlihat tidak
memperhatikan penjelasan gurunya, kurang percaya diri dalam
mengungkapkan pendapat, mengeluh ketika diberi tugas, mengganggu
teman yang sedang belajar, mengobrol dengan teman sebangku saat
guru menjelaskan, dan kurang aktif dalam belajar. Peserta didik yang
mengalami permasalahan demikian, mendapat bimbingan dari guru
bimbingan konseling dan wali kelas agar tercipta suasana yang nyaman
dan tenang pada saat kegiatan proses belajar berlangsung.
2. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam meningkatkan
kemandirian belajar peserta didik
Menangani peserta didik yang kurang mandiri dalam belajar, guru
BK menggunakan bimbingan kelompok dengan tahap sebagai berikut:
68
a. Tahap awal
Berdasarkan hasil observasi peneliti dalam masalah peserta
didik, guru BK mengumpulkan data peserta didik yang kurang
memiliki kemandirian dalam belajar dari guru.
b. Tahap Inti (Tahap Kerja)
Setelah melakukan pengumpulan data dan menyiapkan rencana
pelaksanaan layanan, guru BK memanggil peserta didik ke ruang BK
untuk melakukan klarifikasi data yang sudah didapat. Setelah
mengetahui permasalahan pada peserta didik, guru BK baru
mengadakan layanan dengan mengumpulkan beberapa peserta didik
yang mempunyai permasalahan yang sama dengan membuat janji
terlebih dahulu mengenai waktu dan tempat untuk melakukan
layanan, setelah disepakati maka pelaksanaan layanan diberikan.
c. Tahap Akhir (Tindak Lanjut)
Berdasarkan hasil observasi peneliti dalam penanganan
masalah peserta didik ini, jika pelaksanaan bimbingan kelompok
sudah berjalan, guru BK melihat apakah ada perubahan pada peserta
didik yang melakukan bimbingan. Jika peserta didik ada yang
perubahannya belum sesuai dengan target yang diinginkan, maka
akan diberikan tindak lanjut.
Upaya guru BK dalam meningkatkan kemandirian belajar peserta
didik dengan melakukan pengumpulan data, klarifikasi, dan
memberikan bimbingan. Hal ini bertujuan agar peserta didik dapat
69
mengubah sikapnya dengan lebih memperhatikan dan menghargai pada
saat guru memberikan penjelasan pada saat proses belajar.
3. Kendala dalam Pemberian Layanan Bimbingan dan Konseling
Pelaksanaan untuk melakukan pemberian layanan bimbingan dan
konseling mengalami kendala yaitu waktu pelaksanaannya kurang,
karena tidak ada waktu khusus untuk guru bimbingan konseling masuk
kelas. Kendala yang kedua adalah peserta didik tidak terbuka
sepenuhnya kepada guru bimbingan konseling. Dan hal itu menjadi
kendala bagi guru bimbingan konseling dalam memberikan layanan
yang dibutuhkan oleh peserta didik.
70
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, pada akhir penulisan ini
akan dijabarkan beberapa kesimpulan dan beberapa saran yang kiranya dapat
bermanfaat. Berikut merupakan penjabaran kesimpulan dan saran dari
penulisan ini:
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV
tentang peran guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan
kemandirian belajar peserta didik kelas VIII A di MTs. Muslimat NU
Palangka Raya tahun pelajaran 2015/2016, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Peran guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan
kemandirian belajar peserta didik adalah dengan memberikan layanan
bimbingan kelompok melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap Awal
Guru BK mengumpulkan data peserta didik yang kurang memiliki
kemandirian belajar dari guru
2. Tahap Inti (Tahap Kerja)
Setelah melakukan pengumpulan data dan menyiapkan rencana
pelaksanaan layanan, guru BK melakukan klarifikasi data yang sudah
didapat, setelah itu baru dilakukan layanan.
70
71
3. Tahap Akhir (Tindak Lanjut)
Jika pelaksanaan layanan sudah berjalan, guru BK melihat apakah ada
perubahan pada peserta didik. Jika belum sesuai dengan target yang di
inginkan, maka akan diadakan tindak lanjut.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di MTs. Muslimat NU
Palangka Raya peneliti memberikan saran yaitu:
1. Bagi Kepala Sekolah
Bagi kepala sekolah hendaknya dapat meningkatkan kerjasamanya
dengan guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan
kemandirian peserta didik dalam belajar.
2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling
Bagi guru bimbingan konseling hendaknya dapat memberikan
pelayanan bimbingan konseling kepada semua peserta didik untuk
meningkatkan kemandirian belajarnya.
3. Bagi Wali Kelas
Bagi wali kelas hendaknya lebih meningkatkan kerjasama dengan guru
bimbingan konseling dan guru mata pelajaran untuk membantu
meningkatkan kemandirian belajar peserta didik.
4. Bagi Peserta Didik
Bagi peserta didik yang telah mengikuti layanan bimbingan kelompok
yang mengalami peningkatan dalam kemandirian belajarnya,
72
diharapkan untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan
kemandirian tersebut.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan karya
ilmiah dengan fokus penelitian yang lebih menarik sehingga dengan
penelitian yang sudah ada ini dapat memperoleh pemahaman yang
diperlukan dimana guru bimbingan konseling disini berperan dalam
meningkatkan kemandirian belajar peserta didik di MTs. Muslimat NU
Palangka Raya.
73
DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. dan Asrori, Muhammad. (2010). Psikologi Remaja
Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara Aqib, Zainal. (2012). Ikhtisar Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung:
Yrama Widya. Arikunto, Suharsimi. (2006). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Babari, Yohanes. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Dariza, Syafrina. (2011). Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam
Meningkatkan Disiplin Siswa di SMP Al-Ghozali Bogor. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Darmayanti, dkk. (2004). Pendidikan Tinggi Jarak Jauh: Kemandirian Belajar
pada PTJJ. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Desmita. (2012). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Elfira, Ninil. (2013). Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa Melalui Layanan
Bimbingan Kelompok. Jurnal Ilmiah Konseling. Vol (2) (1) 279-282. Esnaeni, Tri Yanar. (2005). Efektifitas layanan pembelajaran bidang Bimbingan
Belajar dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas di SMP Negeri Semarang tahun Pelajaran 2004/2005. Http://YanarTriEsnaeni.blogspot.com2006/09efektifitas-Layanan-Pembelajaran-Bidang-Bimbingan-Belajar.Diunduh pada hari Jumat tanggal 18 September 2015, pukul 14.00 WIB.
Fatimah, Enung. (2006). Psikologi Perkembangan (perkembangan peserta didik).
Bandung: CV PUSTAKA SETIA. Hasan, M. Iqbal. (2002). Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Isjoni. (2007). Dilema Guru Ketika Pengabdian Menuai Kritikan. Bandung: Sinar
Baru Algesindo. Ismunandar, Arif. (2009). Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam
Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII di SMP Ma’arif Sultan Agung, Segeyan, Sleman Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
74
Lubis, Namora Lumongga. (2011). Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Prenada Media Group.
Mulyana, Deddy. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya. Nurjanah, Siti. (2010). Peran Pendidikan Pesantren Dalam Membentuk
Kemandirian Belajar Santri. Surakarta: UMS Unpublished. Parker, Deborah K. (2006). Menumbuhkan Kemandirian dan Harga Diri Anak.
Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya. Prayitno, dan Amti, Erman. (2009). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.
Jakarta: RinekaCipta. Rahardjo, Susilo. dan Gudnanto.(2013). Pemahaman Individu Teknik Nontes.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Salahudin, Anas. (2010). Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV. Pustaka Setia. Sangadji, Mamang Erta. & Sopiah. (2010). Metodologi Penelitian Pendekatan
Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta: ANDI. Sugiyono.(2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D, Bandung : ALFABETA. Sukardi, Dewa Ketut. (2008). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Susanti, Dewi Ary. (2015). Hubungan Kemandirian Belajar Dengan Prestasi
Belajar Matematika Peserta Didik Di SDN 1 Selat Tengah Tahun Pelajaran 2014/2015.Skripsi Tidak Dipublikasikan Palangka Raya:Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Muhammadiyah Palangka Raya.
Tarmidi, dan Rambe, Ade Riza Rahma. (2010). Korelasi Antara Dukungan Sosial
Orang Tua dan Self‐Directed Learning pada Siswa SMA. Jurnal Psikologi. Vol (37) (2) 216-223.
Tohirin. (2013). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis
Integrasi). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Triyono. (2008). Upaya Konselor Untuk Meningkatkan Kemandirian
Belajar Siswa.https://dinamikaguru.wordpress.com/2012/11/27/upaya-konselor-untuk-meningkatkan-kemandirian-belajar-siswa/. Diunduh pada hari Jumat tanggal 18 September 2015, pukul 13.45 WIB.
75
Umar, Husein. (2013). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
USU Institutional Respository.(2011).Kemandirian Belajar
.http://respository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30170/4/chapter%2011.pdf.Diunduh pada hari Jumat 18 September 2015, pukul 14.15 WIB.
Walgito, Bimo. (2010). Bimbingan dan Konseling (Studi & Karier). Yogyakarta:
ANDI
1
LAMPIRAN
2
j
Gerbang MTs. Muslimat NU Palangka Raya
Tempat Parkir Siswa MTs. Muslimat NU Palangka Raya
3
Halaman Sekolah MTs. Muslimat NU Palangka Raya
4
ushola MTs. Muslimat NU Palangka Raya
erpustakaan MTs. Muslimat NU Palangka Raya
5
Ruang BK MTs. Muslimat NU palangka Raya
UKS MTs. Muslimat NU Palangka Raya
6
Tempat Parkir Guru MTs. Muslimat NU Palangka Raya
Kantin MTs. Muslimat NU Palangka Raya
7
Wawancara dengan Kepala Sekolah MTs.Muslimat NU Palangka Raya
8
Wawancara dengan Guru Bimbingan dan Konseling MTs.Muslimat NU Palangka Raya
9
Wawancara dengan Peserta Didik FR dan PA
10
Wawancara dengan Peserta Didik WM dan AS
11
Wawancara dengan Peserta Didik RR
12
Foto Kegiatan Observasi Saat Kegiatan Belajar Mengajar Berlang