Post on 30-Oct-2020
SKRIPSI
HUBUNGAN HYGIENE SANITASI DENGAN ANGKA KUMAN
PERALATAN MAKAN PADA PEDAGANG MAKANAN KAKI
LIMA DI ALUN-ALUN KOTA MADIUN
Oleh :
YUDA AGUSTININGRUM
NIM : 201403094
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
SKRIPSI
HUBUNGAN HYGIENE SANITASI DENGAN ANGKA KUMAN
PERALATAN MAKAN PADA PEDAGANG MAKANAN KAKI
LIMA DI ALUN-ALUN KOTA MADIUN
Diajukan untuk memenuhi
Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Oleh :
YUDA AGUSTININGRUM
NIM : 201403094
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
ii
i
ii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Sebelumnya saya mengucakan syukur Alhamdullilah atas rahmat dan
ridho dari Allah SWT yang Maha Rahman dan Rahim skripsi ini dapat
terselesaikan. Tidak ada perjuangan apapun yang penulis berikan apabila tidak
mendapat ridho dari Allah SWT, dan mungkin skripsi ini tidak dapat
terselesaikan.
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua Orang Tua saya, Bapak dan Ibu yang selalu membimbing dan
memberikan do’a serta semangat buat saya dengan tak pernah lelah
mendidik saya untuk mencari ilmu, belajar, ibadah dan berdo’a.
2. Dosen pembimbing skripsi Bapak Beny Suyanto, S.Pd.,M.Si dan Ibu
Avicena Sakufa Marsanti, S.KM.,M.Kes yang telah senantiasa
memberikan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Almamater saya, STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
4. Semua mahasiswa STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun Program Studi
Kesehatan Masyarakat Angkatan 2014 senasib, seperjuangan, terimakasih
atas solidaritas yang luar biasa, bersama-sama bahu membahu saling
membantu demi terselesaikan skripsi ini.
5. Untuk semua teman dekat, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu
terimakasih untuk segala support, motivasi, dan bantuannya sehingga saya
dapat menyelesaikan skripsi ini.
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Yuda Agustiningrum
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Madiun, 31 Agustus 1995
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kertomanis No. 18 RT. 34 RW. 09
Kelurahan Manisrejo Kecamatan Taman Kota
Madiun
Email : yudaagustiningrum@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. TK Nasional Kota Madiun 2001-2002
2. SD Negeri 01 Klegen Kota Madiun 2002-2008
3. SMP Negeri 7 Kota Madiun 2008-2011
4. SMA Negeri 5 Kota Madiun 2011-2014
5. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun 2014-2018
v
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2018
ABSTRAK
Yuda Agustiningrum
HUBUNGAN HYGIENE SANITASI DENGAN ANGKA KUMAN
PERALATAN MAKAN PADA PEDAGANG MAKANAN KAKI LIMA DI
ALUN-ALUN KOTA MADIUN
118 halaman + 18 tabel + 4 gambar + 10 lampiran
Kontaminasi makanan dapat terjadi dengan salah satu penyebabnya adalah
peralatan makan yang digunakan tidak memenuhi syarat kesehatan bahwa untuk
persyaratan peralatan makan tidak boleh terdapat kuman >100 koloni/cm2, pada
pedagang kaki lima perlu mendapat perhatian khusus pada hygiene sanitasi pada
peralatan makan karena angka kumannya yang melebihi baku mutu. Tujuan
penelitian untuk mengetahui hubungan antara hygiene sanitasi dengan angka
kuman peralatan makan pada pedagang makanan kaki lima di Alun-Alun Kota
Madiun.
Desain penelitian menggunakan pendekatan cros sectional. dalam
menentukan sampel dengan menggunakan teknik total sampling. Jumlah sampel
penelitian 49 responden. Uji statistik yang digunakan adalah Fisher’s Exact Test.
Variabel yang diteliti adalah personal hygiene, sanitasi peralatan makan, teknik
pencucian, dan sanitasi penyimpanan peralatan makan.
Menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sanitasi peralatan makan (p
value=0,005), teknik pencucian (p value=0,007), sanitasi penyimpanan peralatan
makan (p value=0,014) dengan angka kuman peralatan makan, variabel yang
tidak berhubungan yaitu personal hygiene (p value=0,683) dengan angka kuman
peralatan makan.
Kepada seluruh pedagang makanan diharapkan untuk menjaga kebersihan
peralatan makan, serta tetap memperhatikan dan meningkatkan kepedulian
terhadap hygiene sanitasi yang baik meliputi sanitasi peralatan makan,
penyimpanan, teknik pencucian mengganti air bilasan cucian peralatan makan jika
terlihat kotor dan menjaga kebersihan diri.
Kata Kunci : Hygiene sanitasi, angka kuman, peralatan makan
Kepustakaan : 69 (2001-2018)
vi
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAMS
HIGH SCHOOL OF HEALTH SCIENCE BHAKTI HUSADA MULIA
MADIUN 2018
ABSTRACT
Yuda Agustiningrum
THE RELATIONSHIP BETWEEN HYGIENE SANITATION WITH THE
GERM NUMBERS OF CUTLERY IN THE STREET VENDORS OF TOWN
SQUARE MADIUN
118 Page + 18 Table + 4 Picture + 10 Appendix
Food contamination could occur by the cutlery that used don’t qualify
the health standart that for cutlery requirements, the number of germs shouldn't
be > 100 colonies/m2, street vendors need to got special attention to the hygiene
sanitation of cutlery because the number of germs that exceeds the quality
standart. The purpose of this research was to know the relationship of hygiene
sanitation with the germ numbers of cutlery in street vendors in in Madiun Town
Square.
The design of this research was cross sectional approach. In
determinded the sample was using total sampling technique. The sample of this
research was 49 respondents. The statistic test was using Fisher’s Exact Test. The
variables that thoroughed were personal hygiene, sanitation of cutlery, washing
technique and sanitation of cutlery saving.
The result showed that there were relationship between sanitation of
cutlery (p value = 0,005), washing technique (p value 0,007), sanitation of cutlery
saving (p value 0,014), with the germ numbers of cutlery, the variable that hadn't
relationship was personal hygiene (p value = 0,683) with the germ number of
cutlery.
All street vendors expected to maintain the cleanliness of cutlery, still
pay attention and increase concerns for better hygiene sanitation, that are cutlery
sanitation, cutlery saving, washing technique replace rinse water of cutlery if it
looks dirty, and maintain personal hygiene.
Keywords: Hygiene sanitation, number of germs, cutlery
Literature : 69 (2001-2018)
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang
berjudul “Hubungan Hygiene Sanitasi Dengan Angka Kuman Peralatan Makan
Pada pedagang Makanan Kaki Lima di Alun Alun Kota Madiun”. Penelitian ini
disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan jenjang Sarjana di
Prodi Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu proses penulisan ini :
1. Bapak Zaenal Abidin, S.KM.,M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
2. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM.,M.Kes, selaku Ketua Prodi S1 Kesehatan
Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun dan selaku pembimbing II
yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Beny Suyanto, S.Pd.,M.Si, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Riska Ratnawati, S.KM.,M.Kes, selaku Ketua Dewan Penguji dalam
skripsi ini.
5. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti ucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, berbagai saran, tanggapan, dan kritik yang
viii
bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi
penelitian ini.
Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis serta orang-orang yang peduli dengan dunia kesehatan
masyarakat pada khususnya.
Madiun, 25 Agustus 2018
Penyusun
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
ABSTRACK ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvi
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 6
1.3 Tujuan ................................................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................................. 7
1.4 Manfaat ................................................................................................. 8
1.4.1 Manfaat Bagi Institusi Kesehatan.. ............................................. 8
1.4.2 Manfaat Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia.. ........................... 8
1.4.3 Manfaat Bagi Mahasiswa.. .......................................................... 8
1.4.4 Manfaat Bagi Pedagang Kaki Lima.. .......................................... 8
1.5 Keaslian Penelitian ................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hygiene Sanitasi.................................................................................... 11
2.1.1 Definisi Hygiene .......................................................................... 11
x
2.1.2 Definisi Sanitasi ............................................................................ 11
2.2 Personal Hygiene Pedagang ................................................................. 12
2.2.1 Macam-macam Personal Hygiene................................................. 14
2.2.2 Tujuan Personal Hygiene .............................................................. 14\
2.3 Sanitasi Peralatan Makan ...................................................................... 18
2.3.1 Persyaratan Peralatan Makan ........................................................ 19
2.3.2 Sanitasi Peralatan Makan .............................................................. 21
2.4 Makanan Dan Alat Makan Sebagau Media Penularan Penyakit .......... 22
2.4.1 Definisi Makanan .......................................................................... 25
2.4.2 Fungsi Makanan ............................................................................ 26
2.4.3 Kontaminasi Makanan .................................................................. 27
2.5 Teknik Pencucian Peralatan Makan ...................................................... 28
2.5.1 Maksud Pencucian ........................................................................ 34
2.5.2 Persyaratan Pencucian ................................................................... 36
2.6 Sanitasi Penyimpanan Peralatan Makan ............................................... 36
2.7 Angka Kuman ....................................................................................... 38
2.7.1 Jumlah Kuman .............................................................................. 39
2.7.2 Gangguan Kesehatan Akibat Kuman ............................................ 39
2.7.3 Pemeriksaan Swab Peralatan Makan ............................................ 39
2.8 Faktor Yang Mempengaruhi Tingginya Angka Kuman Pada
Peralatan Makan ................................................................................... 46
2.9 Pedagang Kaki Lima ............................................................................. 49
2.9.1 Sejarah Pedagang Kaki Lima ........................................................ 50
2.9.2 Makanan Jajanan ........................................................................... 51
2.9.3 Penyebab Munculnya Pedagang ................................................... 52
2.9.4 Pengelompokan Pedagang ............................................................ 52
2.9.5 Karakteristik Pedagang ................................................................. 53
2.9.6 Ciri-Ciri Pedagang ........................................................................ 54
2.10 Kerangka Teori.................................................................................... 55
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA
PENELITIAN
xi
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 56
3.2 Hipotesa Penelitian ............................................................................... 57
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian .................................................................................. 58
4.2 Populasi dan Sampel ............................................................................ 58
4.3 Teknik Sampling .................................................................................. 59
4.4 Kerangka Kerja Penelitian ................................................................... 61
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ....................... 62
4,6 Instrumen Penelitian............................................................................. 68
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 70
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ................................................................ 71
4.9 Teknik Analisis Data ............................................................................ 73
4.10 Etika Penelitian .................................................................................. 77
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... 78
5.2 Hasil Penelitian .................................................................................... 80
5.3 Pembahasan .......................................................................................... 89
5.4 Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 108
5.5 Rekomendasi Penelitian ....................................................................... 109
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 110
6.2 Saran ..................................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 113
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ....................................................................... 9
Tabel 4.1 Definisi Operasional .................................................................... 63
Tabel 4.2 Data Validitas ................................................................................ 69
Tabel 4.3 Data Reabilitas .............................................................................. 70
Tabel 4.4 Rencana Kegiatan ......................................................................... 71
Tabel 4.5 Coding ........................................................................................... 73
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
kelamin di Alun-Alun Kota Madiun ........................................... 80
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
di Alun-Alun Kota Madiun ......................................................... 80
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Tingkat Pendidikan di Alun-Alun Kota Madiun ........................ 81
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Personal Hygiene di Alun-Alun Kota Madiun ........................... 81
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Sanitasi Peralatan Makan di Alun-Alun Kota Madiun ............... 82
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Teknik Pencucian di Alun-Alun Kota Madiun ........................... 83
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Sanitasi Penyimpanan di Alun-Alun Kota Madiun .................... 83
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Angka Kuman Peralatan Makan di Alun-Alun Kota Madiun .... 84
Tabel 5.9 Tabulasi Silang antara Personal Hygiene dengan Angka
Kuman Peralatan Makan di Alun-Alun Kota Madiun ................ 85
Tabel 5.10 Tabulasi Silang antara Sanitasi Peralatan Makan dengan Angka
Kuman Peralatan Makan di Alun-Alun Kota Madiun ................ 86
xiii
Tabel 5.11 Tabulasi Silang antara Teknik Pencucian dengan Angka
Kuman Peralatan Makan di Alun-Alun Kota Madiun ................ 87
Tabel 5.12 Tabulasi Silang antara Sanitasi Penyimpanan Peralatan Makan
dengan Angka Kuman Peralatan Makan di Alun-Alun Kota
Madiun ........................................................................................ 88
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ............................................................ 55
Gambar 3 1 Kerangka Konsep ......................................................................... 56
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 61
Gambar 5.1 Peta Alun-Alun Kota Madiun ...................................................... 79
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 2 Informed Consent
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian dan Lembar Observasi
Lampiran 4 Lembar Bimbingan
Lampiran 5 Hasil Studi Pendahuluan Laboratorium
Lampiran 6 Output Validitas dan Reabilitas
Lampiran 7 Surat Izin Penelitian
Lampiran 8 Hasil Laboratorium Penelitian
Lampiran 9 Output SPSS
Lampiran 10 Dokumentasi
Lampiran 11 Form Revisi Skripsi
xvi
DAFTAR SINGKATAN
AKL : Akademi Kesehatan Lingkungan
PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan
WHO : World Health Organization
KEMENKES : Kementerian Kesehatan
RI : Republik Indonesia
SPSS : Statistical Product and Service Solutions
BPOM : Badan Penyelenggaraan Obat dan Makanan
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor
makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Kepmenkes RI, 2003).
Upaya pengamanan makanan dan minuman pada dasarnya meliputi orang
yang menangani makanan, tempat penyelenggaraan makanan, peralatan
pengolahan makan dan proses pengolahannya. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kontaminasi makanan, antara lain adalah hygiene
perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang tidak sehat dan
perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih (Chandra, 2007).
Agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang
terkontaminasi dapat mengakibatkan penyakit bawaan makanan (foodborne
disease) biasanya bersifat toksik atau infeksius. Kadang-kadang penyakit ini
disebut keracunan makanan (food poisoning) (WHO, 2005).
Penyakit bawaan makanan terjadi akibat makanan yang dikonsumsi
terkontaminasi dengan suatu mikroba. Kontaminasi dapat terjadi setiap saat,
salah satu penyebabnya adalah peralatan makan yang digunakan tidak
memenuhi syarat kesehatan. Agar tidak membahayakan kesehatan pada
masyarakat di Indonesia telah dibuat peraturan dalam bentuk Permenkes RI
No.1098/Menkes/SK/VII/2003, bahwa untuk persyaratan peralatan makan
2
tidak boleh terdapat kuman lebih dari 100 koloni/cm2. Tingginya angka
kesakitan penyakit bawaan makanan disebabkan oleh hygiene sanitasi yang
buruk. Salah satu prinsip hygiene sanitasi makanan yang perlu mendapat
perhatian khusus adalah hygiene sanitasi peralatan makan (Budiman Chandra,
2007). Peralatan makan dapat menyebabkan kontaminasi pada makanan
karena secara langsung kontak dengan. Kontaminasi pada peralatan makan
dapat disebabkan oleh praktek hygiene sanitasi peralatan makan yang tidak
tepat, baik melalui proses pencucian, pengeringan maupun penyimpanan
(Purnamawijayanti, 2006).
Sejumlah survei terhadap kejadian luar biasa (KLB) makanan
memegang peran penting dalam kasus penyakit. Hal tersebut karena
kesalahan penanganan pada saat penyiapan makanan tersebut baik dirumah,
pedagang, jasa katering, kantin, rumah sakit, sekolah, pangkalan militer, saat
jamuan makanan atau pesta yang menyebabkan munculnya penyakit (WHO,
2005).
Pada bulan Juli hingga September 2017, Sentra Informasi Keracunan
Nasional (SIKerNas) terdapat insiden keracunan makanan di berbagai
wilayah indonesia yang mendominasi produk makanan yaitu keracunan yang
disebabkan oleh makanan olahan jasaboga 9 insiden dengan 422 korban,
makanan olahan jajanan (PKL) sebanyak 6 insiden dengan 88 korban,
makanan olahan dalam kemasan 2 insiden 37 orang korban, serta penyebab
keracunan oleh makanan yang tidak diketahui sebanyak 1 insiden dengan 7
korban dan 1 diantaranya meninggal dunia (BPOM RI, 2017).
3
Peralatan makan yang kurang bersih dapat memicu berkembangnya
angka kuman serta menyebabkan penularan penyakit lewat makanan
(foodborne disease) yang akan menurunkan derajat kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu perlu diupayakan agar peralatan makan yang akan dipakai
harus memenuhi syarat kesehatan (Amaliyah Nur, 2017). Angka kuman pada
peralatan makan tersebut dapat diminimalisir dengan menggunakan detergen
ditambah dengan jeruk nipis dan abu gosok, dimana pada penelitian yang
dilakukan oleh Brilian dan Laily (2017) telah membuktikan bahwa
peggunaan abu gosok dan jeruk nipis efektif mengurangi jumlah koloni
kuman sehingga peralatan makan lebih bersih dan layak digunakan.
Kawasan Alun alun Kota Madiun salah satu tempat umum tempat yang
menarik dikunjungi di pusat Kota Madiun. Alun-Alun ini berfungsi sebagai
lokasi upacara, berolahraga, bersantai, berkumpul dan terdapat banyak
pedagang kaki lima yang berjualan. Alun-Alun berada di Jalan Kolonel
Marhadi No.12, Kotamadya Madiun Jawa Timur. Pedagang di sekeliling
Alun-Alun cukup banyak terdapat lebih dari 30 pedagang kaki lima dan
menyediakan menu makanan yang beragam untuk masyarakat seperti
batagor, siomay, tahu petis, bakso, mie ayam dan beraneka minuman, waktu
berjualan dimulai pukul 14.00-24.00 WIB. Harga yang ditawarkan cukup
terjangkau untuk masyarakat di sekitar Kota Madiun. Hanya saja bangunan
atau tenda pedagang kaki lima terkesan kumuh dan kurang tertata dengan
baik. Pengunjung mulai ramai ketika hari menjelang sore hari hingga malam
4
hari. Kawasan ini menjadi salah satu tempat berkumpul favorit bagi anak
muda di sekitar Kota Madiun.
Pedagang kaki lima merupakan salah satu orang yang menjalankan
usaha berjualan makanan yang umumnya mudah ditemui di pinggir jalan, di
emperan, ditoko dan trotoar yang memakai alat dagang lapak maupun
pedagang yang memakai gerobak atau pikulan, peralatan dagang yang
digunakan harus memenuhi kriteria mulai keutuhan peralatan, fungsi dan
kebersihan peralatan makan. Peranan peralatan makanan merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari prinsip-prinsip penyehatan makanan (Damayanti,
2011).
Kenyataan di lapangan masih banyak pedagang kaki lima di Alun-Alun
pada proses pencucian peralatan makan hanya menggunakan bilasan air yang
terdapat di bak pencucian, pedagang tersebut tidak mengganti air yang sudah
kotor dan tetap digunakan untuk mencuci peralatan hingga berkali-kali
pencucian, masih banyak ditemukan pedagang makanan yang teknik
pencucian peralatan makannya tidak menggunakan air yang mengalir
sehingga hal tersebut dapat meningkatkan tingginya angka kuman pada
peralatan makan sehingga dapat mengkontaminasi orang yang mengkonsumsi
makanan menggunakan peralatan tersebut. Setelah pedagang melakukan
proses pencucian, peralatan makan diletakkan dimeja tanpa ada penutup
maupun pelindung dari sumber pencemar. Untuk itu peran pembersihan atau
pecucian peralatan perlu diketahui secara mendasar dengan memperhatikan
tahap pencucian yang benar yaitu dengan membuang sisa kotoran,
5
merendamnya dengan air, mencuci dengan detergent, membilas dengan air
mengalir, mengeringkan dengan lap yang bersih (Nur Amaliyah, 2017).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rona, Sulistyani,
Nikie (2016) menyatakan bahwa, ada hubungan teknik pencucian peralatan
makan (p=0,002) dengan jumlah kuman di Lapas Wanita Kelas IIA
Semarang, karena teknik pencucian yang tidak memenuhi syarat mempunyai
risiko lebih besar angka kumannya daripada yang teknik pencucian yang
memenuhi syarat.
Hasil survey pendahuluan yang telah dilakukan dari 3 pedagang masih
banyak ditemukan penggunaan lap yang tidak bersih serta pemakaian yang
berulang-ulang untuk membersihkan peralatan makan dan meja penyajian,
setelah perlalata makan dicuci bersih diletakkan tanpa ada pelindung dari
sumber pencemar, banyak yang tidak menggunakan celemek dan tidak
mencuci tangan pada saat berjualan hanya mebersihkan tangan menggunakan
lap yang belum tentu bersih. Berdasarkan hasil Laboratorium pada 3
Pedagang dengan pemeriksaan usap peralatan makan angka kumannya
dengan standart Permenkes No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 yaitu : 173
koloni/cm2, 12 koloni/cm
2, 6 koloni/cm
2, terdapat 1 pedagang yang tidak
memenuhi persyaratan dan baku mutunya adalah <100 koloni/cm2
Keberadaan tingginya angka kuman pada peralatan makan pedagang
makanan kaki lima tersebutdiakibatkan karena kurangnya perilaku personal
hygiene pada pedagang, tingkat kebersihan peralatan makan yang tidak
memenuhi standart kesehatan, sarana tempat pencucian peralatan makan yang
6
masih kotor, tahapan proses teknik pencucian yang tidak sempurna karena air
pencucian yang digunakan tidak mengalir dan pemakaian berulang kali tanpa
memperhatikan kebersihannya, serta tempat untuk penyimpanan peralatan
makan yang tidak tertutup.
Melihat masalah di atas dan mengingat pentingnya pengawasan terhadap
penyehatan makanan dan peralatan makan maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian“Hubungan Hygiene Sanitasi Dengan Angka Kuman
Peralatan Makan Pada Pedagang Makanan Kaki Lima Di Alun-Alun Kota
Madiun”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian pada latar belakang di atas maka dapat
dirumuskan masalah penelitian yaitu “Apakah ada hubungan antara
hygiene sanitasi dengan angka kuman peralatan makan pada pedagang
makanan kaki lima di Alun-Alun Kota Madiun?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
hygiene sanitasi dengan angka kuman peralatan makan pada pedagang
makanan kaki lima di Alun-Alun Kota Madiun.
7
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi personal hygiene pedagang makanan kaki lima di
Alun-Alun Kota Madiun.
2. Mengidentifikasi sanitasi peralatan makan pedagang makanan kaki lima
di Alun-Alun Kota Madiun.
3. Mengidentifikasi teknik pencucian peralatan makan pedagang kaki lima
di Alun-Alun Kota Madiun.
4. Mengidentifikasi sanitasi penyimpanan peralatan makan pedagang
makanan kaki lima di Alun-Alun Kota Madiun.
5. Mengidentifikasi jumlah angka kuman peralatan makan pedagang
makanan kaki lima di Alun-Alun Kota Madiun.
6. Menganalisis hubungan personal hygiene dengan angka kuman
peralatan makan pada pedagang makanan kaki lima di Alun-Alun Kota
Madiun.
7. Menganalisis hubungan sanitasi peralatan makan dengan angka kuman
peralatan makan pada pedagang makanan kaki lima di Alun-Alun Kota
Madiun.
8. Menganalisis hubungan teknik pencucian peralatan makan dengan
angka kuman peralatan makan pada pedagang makanan kaki lima di
Alun-Alun Kota Madiun.
9. Menganalisis hubungan sanitasi penyimpanan peralatan makan dengan
angka kuman peralatan makan pada pedagang makanan kaki lima di
Alun-Alun Kota Madiun.
8
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Instansi Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan dan informasi
tambahan tentang keadaan hygiene sanitasi pedagang makanan kaki lima
di Alun-Alun Kota Madiun.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan/ STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Manfaat yang dapat diharapkan dalam penelitian ini sebagai
penerapan ilmu selama duduk di bangku perkuliahan serta dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan kesehatan lingkungan tentang
hubungan higiene sanitasi dengan angka kuman usap peralatan makan
pada pedagang makanan kaki lima di Alun-Alun Kota Madiun..
1.4.3 Bagi Pedagang Kaki Lima
Sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan pentingnya untuk
terus menjaga pentingnya kebersihan khususnya dalam mencuci peralatan
makan agarterhindar dari kuman yang dapat menyebabkan penyakit pada
masyarakat. Serta meningkatkan hygiene dan sanitasi lingkungan.
1.4.4 Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan
untuk memperluas wawasan tentang hubungan hygiene sanitasi dengan
angka angka kuman peralatan makan pada pedagang makanan kaki lima di
Alun-Alun Kota Madiun.
9
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No
Nama
Pengarang,
Tahun
Judul Metode Variabel Hasil
1. Rona,
Sulistyani,
Nikie (2016).
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
angka kuman
pada peralatan
makan di lapas
wanita kelas
IIA semarang
Observasi
wawancara
dengan
Pendekatan
Crossectional
Variabel bebas:
jenis bahan
peralatan makan,
cara pencucian
alat makan, cara
pengeringan
peralatan makan,
cara penyimpanan
peralatan makan
dan kualitas air.
Variabel terikat:
angka kuman
pada peralatan
makan
Ada hubungan
antara :
a.Teknik pencucian
peralatan makan
dengan jumlah
kuman dimana nilai
pvalue=0,002(pvalue
<0,05).
b.Tempat
penyimpanan
peralatan makan
dengan jumlah
kuman dimana nilai
pvalu=0,00 (p-
value<0,05)
3. Moh. Riezal,
Woodford,
Budi (2015)
Hubungan
antara tingkat
pengetahuan
pengelolaah
peralatan makan
dengan angka
kuman
peralatan makan
pada rumah
makan di
sepanjang jalan
malalayang kota
manado
Survey
analitik
dengan
desain
penelitian
croosectional
Variabel bebas:
pengetahuan
pengelola
peralatan makan
tentang sanitasi
dan pengelolaan
peralatan makan.
Variabel terikat:
angka kuman
peralatan makan
Dengan nilai
probabilitas (p
value) 0,010< 0,05
yang menunjukkan
bahwa terdapat
hubungan antara
pengetahuan
responden tentang
sanitasi peralatan
makan dengan angka
kuman peralatan
makan pada rumah
makan di sepanjang
jalan Malalayang
Kota Manado.
Hasil uji statistik
didapatkan nilai
probabilitas (p
value) 0,002< 0,05
menunjukkan bahwa
terdapat hubungan
10
antara sanitasi
pengelolaan
peralatan makan
dengan angka kuman
peralatan makan
pada rumah makan
di sepanjang jalan
Malalayang Kota
Manado.
4. Dyah
Suryani,
(2014).
Keberadaan
Angka Kuman
Ikan Bawal
Bakar Dan
Peralatan
Makan Bakar
observasional
analitik,
dengan
desain cross
sectional
Variabel bebas:
pencucian alat
makan, perilaku
penjamah,
pengolahan
makan.
Variabel terikat:
angka kuman
peralatan makan
Faktor yang
berhubungan dengan
jumlah angka kuman
peralatan makan
adalah fasilitas
sanitasi (p=0,004)
dan pencucian alat
makan (p=0,037)
Ada hubungan
fasilitas sanitasi dan
pencucian peralatan
makan dengan
jumlah angka kuman
peralatan makan
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian
sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Subjek Penelitian : Peralatan Makan Pedagang makanan Kaki Lima
2. Variabel Bebas : Personal Hygiene Pedagang
3. Tahun penelitian : Pada Tahun 2018
4. Tempat penelitian : Alun-Alun Kota Madiun yang berada di Jalan
Kolonel Marhadi No. 12, Nambangan Lor, Manguharjo.
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hygiene Sanitasi
2.1.1 Pengertian Hygiene
Hygiene adalah tindakan kesehatan masyarakat yang khusus
meliputi segala usaha untuk melindungi, memelihara dan mempertinggi
derajat kesehatan badan dan jiwa, baik untuk umum, maupun untuk
perseorangan, dengan tujuan memberi dasar-dasar kelanjutan hidup yang
sehat serta mempertinggi kesejahteraan dan dayaguna peri kehidupan
manusia Mundiatun dan Daryanto (2018). Sedangkan menurut Soeripto
(2008) higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari
pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia atau suatu
upaya untuk mencegah timbulnya penyakit karena suatu lingkungan.
2.1.2 Pengertian Sanitasi
Soemirat (2004) mengungkapkan bahwa sanitasi adalah usaha kesehatan
masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai
faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Sedangkan menurut Tuti Soenardi (2013) Sanitasi merupakan faktor yang
harus diperhatikan dalam penyelenggaraan makanan. Penanganan
makanan dan prosedur kerja yang kurang tepat dan dapur yang kotor dapat
menyebabkan penyakit dan ketidakpuasan pelanggan. Seseorang yang
12
pekerjaannya berhubungan dengan persiapan dan pelayanan makanan dan
minuman, tidak dapat menghindari tanggung jawab untuk tetap dalam
standart higienis perorangan yang tinggi untuk menyajikan makanan yang
bersih dan aman.
Jadi dari pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa sanitasi adalah
suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya
kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sedangkan
hygiene adalah bagaimana cara orang memelihara dan melindungi diri
agar tetap sehat.
2.2 Personal Hygiene Pedagang
Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yang berarti personal
yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseorang
adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto, 2004).
Sedangkan menurut Alimul (2006) personal hygiene adalah cara
perawatan diri seseorang untuk memelihara kesehatannya. Seseorang tidak
dapat melakukan perawatan diri sendiri dipengaruhi kondisi fisik atau
keadaan emosional.
Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk kenyamanan
individu, keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat maupun
memenuhi kebutuhan kesehatannya sendiri, pada orang sakit atau
tantangan fisik memerlukan bantuan untuk melakukan praktik kesehatan
13
yang rutin. Selain itu, beragam faktor pribadi dan sosial budaya
mempengaruhi praktik higiene (Erlina, Yuni, 2015)
Menurut Hastiningsih (2017) jika para pekerja memakai pakaian
kerja dan sarung tangan yang bersih selama bekerja akan mengurangi
terjadinya pengotoran terhadap makanan dan minuman maupun terhadap
alat-alat makan.
Menurut Permenkes RI No.942/Menkes/VIII/2003 tentang
pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan, penjamah
makanan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung
berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap
persiapan, pembersihan, pengolahan pengangkutan sampai dengan
penyajian. Kebersihan diri (personal hygiene) seseorang menjajakan
makanan adalah syarat yang harus dipenuhi. persyaratan personal hygiene
pedagang yaitu:
a. Tidak menderita penyakit mudah menular seperti: batuk, pilek,
influenza, diare, serta penyakit lainnya.
b. Jika terdapat luka atau bisul harus ditutup.
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian.
d. Memakai celemek dan tutup kepala.
e. Tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak berhias
(polos).
f. Mencuci tangan setiap kali menangani makanan.
g. Menjamah makanan dengan alat atau dengan alas tangan.
14
h. Tidak sambil merokok dan atau menggaruk anggota tubuh.
i. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan
atau tanpa menutup mulut atau hidung.
Pemeliharaan kebersihan penjamah makanan, penanganan
makanan secara higienisdan higiene perorangan dapat mengatasi masalah
kontaminasi makanan. Dengan demikian kebersihan penjamah makanan
adalah sangat penting untuk diperhatikan karena merupakan sumber
potensial dalam mata rantai perpindahan bakteri ke dalam makanan
sebagai penyebab penyakit (WHO, 2006).WHO juga menyebutkan
penjamah makanan menjadi penyebab potensial terjadinya kontaminasi
makanan apabila menderita penyakit tertentu, kulit, tangan, jari-jari dan
kuku banyak mengandung bakteri. Menderita batuk, bersin juga akan
menyebabkan kontaminasi silang apabila setelah memegang sesuatu
kemudian menyajikan makanan, dan memakai perhiasan.
2.2.1 Tujuan dari personal hygiene adalah :
Tujuan personal hygiene adalah sebagai berikut (Tarwoto, 2004) :
a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
b. Memelihara kebersihan diri
c. Memperbaiki personal hygiene yang kurang
d. Mencegah penyakit
e. Menciptakan keindahan
f. Meningkatkan rasa percaya diri
2.2.2 Macam-macam Personal hygiene
15
Menurut Potter dan Perry (2012) bahwa macam-macam personal
hygiene adalah sebagai berikut :
1. Kebersihan Kulit
Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama
memberikan kesan. Oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-
baiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari
kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup
sehari-hari. Dalam memelihara kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan
yang sehat harus selalu diperhatikan adalah mandi minimal 2 kali
sehari, mandi memakai sabun, menjaga kebersihan pakaian serta
menjaga kebersihan lingkungan.
2. KebersihanTangan, Kaki, dan Kuku
Kaki dan kuku seringkali memerlukan perhatian khusus untuk
mencegah infeksi, bau dan cedera pada jaringan. Perawatan dapat
digabungkan selama mandi atau pada waktu yang terpisah. Seringkali
orang tidak sadar akan masalah kaki dan kuku sampai terjadi nyeri
atau ketidaknyamanan. Masalah dihasilkan karena perawatan yang
salah atau kurang terhadap kaki dan tangan seperti menggigit kuku
atau pemotongan yang tidak tepat, sedangkan perawatan tangan kuku
dan kaki yang bersih menghindarkan kita dari berbagai penyakit. Kuku
dan tangan yang kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan
menimbulkan penyakit-penyakit tertentu. Untuk menghindari bahaya
16
kontaminasi maka harus membersihkan tangan sebelum makan,
memotong kuku secara teratur, membersihkan lingkungan.
3. KebersihanRambut
Penampilan dan kesejahteraan seseorang seringkali tergantung dari
cara penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Penyakit atau
ketidakmampuan mencegah untuk memelihara perawatan rambut
sehari-hari. Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat
bersih dan indah sehingga akan menimbulkan kesan bersih dan tidak
berbau. Dengan selalu memelihara kebersihan rambut sekurang-
kurangnya 2 kali seminggu, pada saat bekerja diharuskan
menggunakan penutup kepala atau jala rambut. Penutup kepala
membantu menceah rambut ke dalam makanan, membentu menyerao
keringat didahi, menjaga rambut bebas dari kotoran dapur. Setelah
tangan menggaruk, menyisir atau menyikat rambut harus segera dicuci
sebelum digunakan untuk menangani makanan maupun peralatan
makan (Siti Fathonah, 2005).
4. Mandi
Mandi merupakan bagian yang penting dalam menjaga kebersihan
kulit. Mandi dapat menghilangkan bau, menghilangkan kotoran,
memberikan kesegaran pada tubuh. Sebaiknya mandi dua kali sehari,
alasan utama ialah agar tubuh sehat dan segar bugar. Mandi membuat
tubuh kita segar dengan membersihkan seluruh badan kita.
17
5. Membersihkan Pakaian
Pakaian yang kotor akan menghalangi seseorang untuk terlihat sehat
dan segar walaupun seluruh tubuh sudah bersih. Pakaian banyak
menyerap keringat, lemak dan kotoran yang dikeluarkan badan. Dalam
sehari saja, pakaian berkeringat dan berlemak ini akan berbau busuk
dan menganggu. Untuk itu perlu mengganti pakaian dengan yang
bersih setiap hari.
6. Kebiasaan Cuci Tangan
Tangan adalah anggota tubuh yang paling banyak berhubungan dengan
apa saja. Kita menggunakan tangan untuk menjamah makanan setiap
hari. Selain itu, sehabis memegang sesuatu yang kotor atau
mengandung kuman penyakit, selalu tangan langsung menyentuh
mata, hidung, mulut, makanan minuman serta peralatan makan. Hal ini
dapat menyebabkan pemindahan sesuatu yang dapat berupa penyebab
terganggunya kesehatan karena tangan merupakan perantara penularan
kuman. Menurut Borja (2008) tidak mencuci tangan sebelum mencuci
peralatan makan yang digunakan dapat menimbulkan kontaminasi
pada peralatan makanan, karena kuman akan terkontaminasi melalui
tangan pedagang tersebut.
Langkah-langkah pencucian tangan yang memadai untuk
menjamin kebersihan :
a) Membasahi tangan dengan air yang mengalir denggan
menggunakan sabun.
18
b) Menggosok tangan secara menyeluruh selama sekurang-kurangnya
20 detik.
c) Menggunakan sikat kuku untuk membersihkan sekeliling dan
bagian di bawah kuku.
d) Pembilasan dengan air mengalir
e) Mengeringkan tangan dengan handuk kertas (tissue) atau lap
pengering
(Siti Fathonah, 2005 : 13).
2.3 Sanitasi Peralatan Makan
Peranan peralatan makan dan masak dalam higiene sanitasi
makanan sangat penting dan perlu juga dijaga kebersihannya. Untuk itu
perananpembersihan atau pencucian peralatan perlu diketahui secara
mendasar. Dengan membersihkan peralatan secara baik, akan
menghasilkan alat pengolahan makanan yang bersih dan sehat, peralatan
makan meliputi piring, gelas, mangkuk, cangkir, sendok, pisau dan garpu.
Peralatan dapat berupa peralatan kaca, logam atau tembikar. Peralatan
masak meliputi kuali, dandang pisau, telenan, oven dan sebagainya
(Depkes, 2004). Menurut Suryani, 2014 dalam Brilian dan Laily (2017)
menyatakan, kontaminasi dalam makanan dapat langsung terjadi melalui 2
cara yaitu kontaminasi langsung dan kontaminasi silang. Terjadinya
kontaminasi yang berasal dari peralatan makan disebabkan penanganan
peralatan makan yang tidak saniter, baik melalui proses pencucian,
pengeringan maupun penyimpanan.
19
Menurut Depkes (2004), peralatan makan yang digunakan harus
bersih, agar terhindar dari kemungkinan penularan penyakit. Oleh karena
itu perlu dilakukan uji sanitasi peralatan makan. Cara sederhana untuk
memastikanperalatan makan kita bersih atau tidak, bisa dilakukan dengan
uji kebersihan alat makan sebagai berikut. Menguji kebersihan secara fisik
dapat dilakukan dengan cara :
1. Menaburkan tepung pada piring yang sudah dicuci dalam kedaan
kering. Bila tepungnya lengket pertanda pencucian belum bersih.
2. Menaburkan garam pada piring yang kering, pertanda pencucian belum
bersih.
3. Penetesan air pada piring yang ekring. Bila air jatuh pada piring
ternyata menumpuk/atau tidak pecah pertanda pencucian belum bersih.
4. Penetesan dengan alkohol, jika terjadi endapan pertanda pencucian
belum bersih.
5. Penciuman aroma, bila tercium bau amis pertanda pencucian belum
bersih.
6. Penyiram. Bila peralatan kelihatannya kusam/tidak cemerlang berarti
pencucian belum bersih.
2.3.1 Persyaratan peralatan makan
Alat makan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan
di dalam menularkan penyakit, sebab alat makan yang tidak bersih dan
mengandung mikroorganisme dapat menularkan penyakit lewat makanan,
sehingga proses pencucian alat makan dengan penerapan metode
20
pencucian yang tepat sangat penting dalam upaya penurunan jumlah angka
kuman terutama pada peralatan makan (Purnawijayanti, 2001).
Sanitasi peralatan makan diperlukan untuk menunjang hygiene
sanitasi makanan dan minuman agar tidak terkontaminasi dengan kuman
ataupun bahan pencemar lainnya sebagaiman yang telah dijelaskan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1096/Menkes/SK/VI/2011 tentang Hygiene Sanitasi Jasa Boga.
Persyaratan peralatan dapat mencakup hal-hal di bawah ini :
1. Peralatan masak dan peralatan makan yang kontak langsung
denganmakanan harus terbuat dari bahan tara pangan (food grade)
yaituperalatan yang aman dan tidak berbahaya bagu kesehatan.
2. Lapisan permukaan peralatan yang kontak langsung dengan
makanantidak larut dalam suasana asam/basa atau garam yang lazim
terdapatdalam makanan dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan
logamberat beracun seperti :
a. Timah Hitam (Pb)
b. Arsenikum (As)
c. Tembaga (Cu)
d. Seng (Zn)
e. Cadmium (Cd)
f. Antimon (Stibium)Dan lain-lain
3. Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang
kontak langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut.
21
4. Kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Escherichia Coli
(E.Coli)dan kuman lainnya setelah dicuci.
5. Pemeriksaan laboratorium :
a. Cemaran kimia pada makanan negatif
b. Angka kuman E.coli pada makanan 0/gr contoh makanan
c. Angka kuman pada peralatan makan tidak melebihi batas.
d. Tidak diperoleh adanya carrier (pembawa kuman patogen) pada
penjamah makanan yang diperiksa (usap dubur/rectal swab)
6. Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak dan mudah
dibersihkan.
7. Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam
keadaan kering dan bersih, ruang penyimpanan peralatan tidak
lembab, terlindung dari sumber pengotoran/kontaminasi dan binatang
perusak (Pohan, 2009).
2.3.2 Sanitasi Peralatan Makan
Peralatan makan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
prinsip-prinsip penyehatan makanan (food hygiene), alat makan yang
terlihat bersih belum merupakan jaminan telah memenuhi persyaratan
kesehatan karena dalam alat makan yang telah tercemar oleh kuman
menyebabkan alat makan tersebut tidak memenuhi persyaratan kesehatan
(Bobihu, 2012).
Peralatan makan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan
makananjajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi
22
persyaratanhygiene sanitasi menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.942/Menkes/VIII/2003 :
a. Peralatan dapat berperan sebagai jalur atau media pengotoran terhadap
makanan, jika keadaannya tidak sesuai dengan ditetapkan atau tidak
memenuhi syarat kesehatan. Kelengkapan dari peralatan yang meliputi
peralatan masak dan peralatan makan juga berperan dalam menunjang
terciptanya makanan yang bersih dan higienis.
b. Kebersihan : peralatan terbuat secara visual bersih, tidak terdapat
bercak-bercak dan sisa-sisa makanan, dicuci dengan air bersih.
c. Kontruksi : mudah dibersihkan, permukaan halus dan tidak terlalu
banyak lekukan.
d. Keutuhan : hendaknya peralatan retak yang dapat menimbulkan
penimbunan sisa makanan.
e. Keamanan peralatan : tidak boleh mengandung bahan-bahan beracun
dan bahan larut oleh asam, seperti Cd, Cn, Pb, Cu dan Zn.
f. Peralatan dicuci dengan sabun dan atau sejenisnya.
g. Dikeringkan dengan pengering atau lap yang bersih.
h. Disimpan ditempat yang bersih dan bebas dari pencemar.
i. Lap / serbet selalu dicuci dan diganti setiap hari.
2.4 Makanan dan Alat Makan Sebagai Media Penularan Penyakit
Salah satu sumber penularan penyakit dan penyebab terjadinya
keracunan makanan adalah makanan dan minuman yang tidak memenuhi
syarat hygiene. Keadaan hygiene makanan dan minuman antara lain
23
dipengaruhi oleh hygiene alat masak dan alat makan yang dipergunakan
dalam proses penyediaan makanan dan minuman (Cahyaningsih, 2009).
Alat makan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan
di dalam menularkan penyakit, sebab alat makan yang tidak bersih dan
mengandung mikroorganisme dapat menularkan penyakit lewat makanan,
sehingga proses pencucian alat makan sangat berarti dalam membuang
sisa makanan dari peralatan yang menyokong pertumbuhan
mikroorganisme dan melepaskan mikroorganisme yang hidup
(Cahyaningsih, 2009).
Hukum alam membuktikan bahwa makanan yang kotor
mengakibatkan penyakit. Seseorang yang makan makanan kotor pada
hakikatnya melanggar perintah Tuhan, sehingga penyakit merupakan
siksa-Nya di dunia yang harus dihindari oleh orang yang bertakwa
(Shihab, 2007 dalam Eka Lestari, 2015).
Pada dasarnya peranan makanan sebagai perantara penyebaran
penyakit dan keracunan makanan, antara lain bahwa makanan dapat
berperan sebagai agent (penyebab), vehicle (pembawa) dan sebagai media
(Muslim 2010dalam Eka Lestari, 2015).
1. Peran makanan sebagai agent
Dalam hubungannya dengan penyakit/keracunan, makanan dapat
berperan sebagai agen penyakit, seperti jamur/bakteri/tumbuhan lain
yang secara alamiah telah mengandung zat beracun.
2. Peran makanan sebagai vehicle
24
Makanan juga dapat sebagai pembawa (vehicle) penyebab penyakit.
Seperti bahan kimia atau parasit yang ikut termakan bersama makanan,
juga mikroorganisme patogen dan bahan radioaktif. Makanan ini pada
awalnya tidak mengandung zat-zat yang membahayakan tubuh, tetapi
karena satu dan lain hal akhirnya mengandung zat yang membahayakan
kesehatan.
3. Peran makanan sebagai media
Makanan dapat menjadi media transmisi suatu penyakit melalui
kontaminasi silang, penjamah makanan, debu, serangga ataupun hewan
rumah. Kontaminasi silang merupakan kontaminasi makanan yang
sudah diolah oleh bahan mentah dengan kuman patogen. Kemudian
penjamah makanan juga mempunyai peranan penting dengan batuk,
bersin dan tangan yang tidak bersih dapat menularkan kuman. Sama
halnya dengan debu dan serangga yang dapat memindahkan kuman
patogen dari suatu tempat ke tempat yang lainnya.
Berikut beberapa tipe penyakit yang menyerang manusia berkaitan
dengan makanan (Chandra, 2007):
1. Foodborne disease
Foodborne disease (penyakit bawaan makanan) adalah suatu gejala
penyakit yang terjadi akibat mengonsumsi makanan yang
mengandung mikroorganisme atau toksin baik yang berasal dari
tumbuhan, bahan kimia, kuman maupun binatang (Chandra, 2007).
2. Food infection
25
Food infection adalah suatu gejala penyakit yang muncul akibat
masuk dan berkembangbiaknya mikroorganisme dalam tubuh (usus)
manusia melalui makanan yang dikonsumsinya (Chandra, 2007).
3. Food intoxication
Food intoxication adalah suatu gejala penyakit yang muncul akibat
mengonsumsi makanan yang mengandung racun atau mengonsumsi
racun yang ada dalam makanan (Chandra, 2007).
2.4.1 Makanan
Makanan merupakan sumber berbagai unsur gizi. Makhluk yang
menginginkannya bukan hanya manusia, mikroba pun demikian. Mikroba
patogen dapat berkembang biak di dalam makanan yang akan
menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya. Tak hanya itu,
makanan juga mengandung senyawa lemak, kolesterol, gula, dan
sebagainya. Meskipun dibutuhkan tubuh, jika berlebih akan menyebabkan
penyakit degeneratif. Oleh karena itu, pastikan makanan yang masuk ke
dalam tubuh sesuai kebutuhan dan bebas dari mikroba berbahaya.
(Mahani, 2008 : 20)
Makanan merupakan kebutuhan pokok sehari-hari yang berperan
penting untuk kelangsungan hidup manusia (UU No. 18 Tahun 2012).
Makanan berasal dari bahan pangan yang merupakan segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan,
perikanan, peternakan, perairan, baik yang diolah maupun tidak diolah
yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
26
manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan
bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan/atau pembuatan makanan atau minuman sehingga setiap orang perlu
dijamin untuk memperoleh pangan yang bermutu dan aman (Kristiana,
2010).
Berdasarkan definisi WHO, makanan adalah semua subtansi yang
dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan dan subtansi-
subtansi lain yang digunakan untu pengobatan. Makanan merupakan salah
satu bagian yang penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat
dapat saja terjadi penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh makanan
(Chandra, 2007).
2.4.2 Fungsi Makanan
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan
manusia, menurut Notoadmodjo (2011) ada empat fungsi pokok makanan
bagi kehidupan manusia (Mulia, 2005):
1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan
mengganti jaringan tubuh yang rusak.
2. Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari.
3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air,
mineral, dan cairan tubuh yang lain.
4. Berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai
penyakit.
27
Makanan tidak saja bermanfaat bagi manusia, tetapi juga sangat
baikuntuk pertumbuhan mikroba yang patogen, oleh karenanya, untuk
mendapatkeuntungan yang maksimun dari makanan, perlu dijaga sanitasi
makanan.Keracunan makanan ini dapat disebabkan oleh :
a) Racun asli yang berasal tumbuhan atau hewan itu sendiri
b) Racun yang ada di dalam panganan akibat pengotoran atau kontaminasi
(Slamet, 2006).
Secara umum, menurut (Nuris Dini, 2013:5) makanan dapat
dikelompokkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu:
1. Makanan pokok/makanan utama, misalnya beras, jagung, sagu, dan
singkong
2. Lauk-pauk, misalnya ikan, daging, tempe, tahu, dan telur
3. Sayur-sayuran dan buah-buahan misalnya bayam, kangkung, wortel,
pisang, jeruk, dan lain-lain.
2.4.3 Kontaminasi Makanan
Kontaminasi makanan adalah terdapatnya bahan atau organisme
berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja. Bahan atau organisme
berbahaya tersebut disebut kontaminan. keberadaan kontaminasi dalam
makanan kadang-kadang hanya mengakibatkan penurunan nilai estetis dari
makanan. Misalnya adanya sehelai rambut pada makanan. Meskipun
demikian kontaminan dapat pula menimbulkan efek yang lebih merugikan
antara lain sakit dan perlukaan akut, sakit kronis, bahkan kematian bagi
orang yang mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi.
28
Terdapatnya kontaminan dalam makanan dapat berlangsung
melalui 2 cara, yaitu kontaminasi langsung dan kontaminasi silang,
Kontaminasi langsung adalah kontaminasi yang terjadi pada bahan
makanan mentah baik tanamanan ataupun hewan, yang diperoleh dari
tempat hidup atau asal bahan makanan tersebut. Contoh kontaminasi jenis
ini misalnya terdapat mikrobiapada sayuran yang berasal dari tanah, air,
atau udara di sekitar tempat tumbuh tanaman, kontaminasi insektisida pada
buah-buahan, atau terdapatnya ganggang laut beracun pada kerang.
Sedangkan kontaminasi silang adalah makanan masak melalui
perantara. Bahan kontaminan dapat berada dalam makanan melalui
berbagai pembawa antara lain serangga, tikus, alat makan dan alat masak,
ataupun manusia yang menangani makanan tersebut, yang biasanya
merupakan perantara utama. Dengan demikian, kontaminasi silang dapat
terjadi selama makanan ada dalam tahap persiapan, pengolahan,
pemasakan, maupun penyajian.
Dalam hal terjadinya kontaminasi makanan tesebut, sanitasi
memegang 2 peran yang sangat penting, yaitu :
1) Mengatasi permasalahan terjadinya kontaminasi langsung;
2) Mencegah terjadinya kontaminasi silang selama penanganan makanan.
2.5 Teknik Pencucian Peralatan Makan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Brilian dan Laily (2017)
tingginya angka kuman peralatan disebabkan oleh faktor proses pencucian.
Proses pencucian yang tidak sempurna menjadi salah satu penyebab
29
tingginya angka kuman peralatan makan. Menurut Campell dkk, (2005)
Teknik pencucian merupakan faktor yang mempengaruhi bilangan bakteri
atau mikroorganisme pada peralatan makan, teknik pencucian yang salah
dapat meningkatkan resiko tercemarnya makanan. Akibat yang
ditimbulkan jika konsumen tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup
adalah dapat menyebabkan keracunan peralatan makan yang kontak
langsung dengan makanan yang siap disajikan, sesudah pencucian tidak
boleh mengandung angka kuman <100 koloni/cm2. Teknik pencucian yang
benar akan memberikan hasil akhir pencucian yang sehat dan aman. Maka
dari itu perlu diikuti tahapan-tahapan pencucian sebagai berikut (Nur
Amaliyah, 2017):
1. Scraping (Membuang sisa kotoran)
Yaitu pemisahan segala kotoran dan sisa-sisa makan yang terdapat pada
peralatan yang akan dicuci, seperti sisa makanan di atas piring, gelas,
sendok, panic dan lain-lain. Kotoran tersebut dikumpulkan di tempat
sampah disediakan (kaning plastic) selanjutnya diikat dan dibuang
bersama sampah dapur lainnya. Dapat pula dikumpulkan untuk
makanan ternak. Penanganan sampah sangat perlu diperhatikan karena
untuk mencegah pengotoran pada tempat pencucian yang akan
berakibat tersumbatnya saluran limbah.
2. Flushing (merendam dalam air)
Yaitu mengguyur air ke dalam peralatan yang akan dicuci sehingga
terendam seluruh permukaan peralatan yang akan dicuci telah
30
dibersihkan dari sisa makanan dan ditempatkan dalam bak yang
tersedia, sehingga perendaman dapat berlangsung dengan sempurna.
Perendaman peralatan dapat juga dilakukan tidak dalam bak, tetapi
menjadi kurang efektif, karena tidak seluruh bagian alat. Waktu
perendaman sangat tergantung dengan kondisi peralatan. Makanan yang
lama pada peralatan makan akan kuat menempelnya, perenndaman akan
menjadi lebih lama. Penggunaan perendaman dengan air panas (60C)
akan lebih cepat daripada air dingin. Minimal waktu perendaman
adalah 30 menit sampai 1 jam. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Azari (2013)yang menyatakan bahwa angka kuman
pada alat makan yang direndam terlebih dahulu dan dibasuh dengan air
mengalir lebih sedikit dibandingkan dengan alat makan yang setelah
dicuci menggunakan detergent kemudian dicelupkan ke dalam bak yang
berisi air.
3. Washing (mencuci dengan detergen)
Yaitu mencuci peralatan dengan cara menggosok dan melarutkan sisa
makanan dengan zat pencuci atau detergen. Detergen yang baik yaitu
terdiri dari detrgen cair atau bubuk. Karena detergent demikian sangat
mudah larut dalam air sehingga sedikit kemungkinan membekas pada
alat yang dicuci. Pada tahap ini dapat pula digunakan saput, tapas atau
zat pembaung bau yang dipergunakan seperti abu gosok, arang atau air
jeruk nipis. Penggunaan sabun biasa sebaiknya dihindarkan, karena
sabun biasa tidak dapat melarutkan lemak, sehingga membersihkan
31
lemak tidak sempurna dan kemungkinan masih terasa berbau. Sabun
biasa juga sukar larut dalam air dan bila menempel diperalatan akan
menimbulkan bekas (noda) bila peralatan sudah kering. Pada tahap
pengggosokan ini perlu dibersihkan dengan cermat, yaitu:
a. Bagian-bagian peralatan yang terkena makanan (permukaan tempat
makanan).
b. Bagian peralatan yang kontak dengan tubuh (bibir gelas) atau ujung
sendok.
c. Bagian-bagian yang tidak rata (bergerigi, berukir) atau berpori-pori
4. Rinsing (membilas dengan air bersih)
Yaitu mencuci peralatan yang telah digosok detergent sampai bersih
dengan cara dibilas dengan air bersih. Pada tahap ini penggunaan air
harus banyak, mengalir dan selalu diganti. Setiap alat yang dibersihkan
dibilas dengan cara menggosok-gosok dengan tangan atau tapas bersih
sampai terasa kesat (tidak licin). Bilamana masih tersisa detergent dan
kemungkinan masih mengandung bau amis (anyir). Bau amis adalah
merupakan hasil pemecahan dari asam amino yang berasal dari protein
makanan yang terlarut dalam lemak (minyak). Pembilasan sebaiknya
dilakukan dengan air bertekanan tinggi, yang cukup sehingga dapat
melarutkan sisa kotoran atau sisa bahan pencucian. Tekanan air yang
digunakan dianjurkan dengan tekanan 15 psi (pound pesquare inches),
atau tekanan air yang digunakan sama dengan 1,2kg/cm2. Kalau
32
menggunakan tekanan gravitasi air sama dengan menara tower setinggi
lebih kurang 10 m.
5. Sanitizing/Desinfection (membebas hama)
Yaitu tindakan sanitasi untuk membebaskan peralatan setelah proses
pencucian.peralatan yang selesai dicuci perlu dijamin aman dari
mikroba dengan cara sanitasi atau dikenal dengan istilah sanitasi
desinfeksi. Cara desinfeksi yang umum dilakukan ada beberapa macam
yaitu:
a. Dengan rendaman air panas 2 menit.
b. Dengan larutan Chlor aktif (50 ppm)
c. Dengan udara panas (oven)
d. Dengan sinar ultraviolet (sinar matahari pagi 09.00-11.00) atau
peralatan elektrik yang menghasilkan sinar ultraviolet
e. Dengan uap panas (steam) yang biasanya terdapat pada mesin cuci
piring (dishashing machieve).
Menurut Fatonah, (2005) Desinfektan adalah senyawa kimia
yang memiliki kemampuan untuk membunuh mikroorganisme.
Desinfektan tidak memiliki daya penetrasi sehingga tidak dapat
mematikan mikroorganisme dalam celah, lubang atau cemaran mineral.
Upaya sanitasi dengan menggunakan air panas dapat dilakukan dengan
merendam peralatan makan dalam air panas dengan suhu 80C selama
20 menit, energi panas diperkirakan menyebabkan denaturasi protein
dalam mikroorganisme yang menyebabkan kematiaannya. Fatonah
33
(2005) selain ini jugapenggunaan air panas ini dapat melarutkan lemak
atau minyak berlebihan yang menempel pada peralatan makan.
6. Toweling (mengeringkan)
Yaitu mengusap kain lap bersih atau mengeringkan dengan
menggunakan kain atau handuk (towel) dengan maksud untuk
menghilangkan sisa-sisa kotoran yang mungkin masih menempel
sebagai akibat proses pencucian seperti noda detergent, noda chlor dan
sebagainya. Jika proses pecuciannya berlangsung dengan baik maka
noda-noda tidak ada. Toweling ini dapat dilakukan dengan syarat
handuk yang digunakan harus steril dan bersih serta sering diganti
untuk sejumlah penggunaan. Yang paling baik adalah yang sekali pakai
(single use). Towel yang sudah digunakan dicuci dan disterilkan dengan
autoclap sehingga benar-benar steril setiap akan digunakan, dalam
pembersihan peralatan yang menggunakan tindakan sanitasi kering
(sinar atau oven) maka menggunakan towel sebaiknya tidak digunakan.
Bahan makanan atau makanan dapat terkontaminasi oleh alat dapur
yang kotor. Oleh karena itu, pencucian alat dapur seharusnya mendapatkan
perhatian yang sungguh– sungguh (Widyati dan Yuliarsih, 2002).Setelah
melalui tahap pencucian maka peralatan makan tersebut di angkat
ketempat penyimpanan peralatan makan. Dimana semua peralatan makan
yang digunakan sebaiknya disimpan ditempat penyimpanan yang dalam
keadaan tertutup (Yunus, 2011).
34
2.5.1 Maksud Pencucian
Maksud dari pencucian alat makan dan alat masak dengan
menggunakan sarana dan teknis pencucian dapat diuraikan sebagai berikut
(Nur Amaliyah, 2017) :
1. Untuk menghilangkan kotoran-kotoran kasar, dilakukan dengan cara:
a. Scraping, atau pemisahan ttidak menyumbat saluran pembuangan
limbah dari bak pencuci.
b. Pemakaian sabun, tapas atau abu gosok, agar kotoran keras yange
menempel dapat dilepaskan dari peralatan.
c. Penggunaan air bertekanan tinggi 15 (psi) dimaksudkan agar
dengan tekanan air yang kuat dapat membantu melepaskan
kotoran yang melekat.
2. Untuk menghilangkan lemak dan minyak, dilakukan dengan cara:
a. Direndam dalam air panas (60C) sampai larut dan segera dicuci,
jangan sampai dibiarkan kembali dingin, karena lemak akan
kembali membeku.
b. Direndam dengan larutan detergent dan bukan sabun, karena
sabun tidak melarutkan lemak.
3. Menghilangkan bau (amis, bau ikan dan sebagainya) dilakukan dengan
cara:
a. Melarutkan dengan air panas perasan jeruk nipis (lemon) dalam
larutan pencuci (asam jeruk untuk melarutkan lemak).
35
b. Menggunakan bau gosok, arang, atau kapur yang mempunyai
daya deodorant (anti bau).
c. Menggunakan deterjent yang baik (lemak yang larut akan
melarutkan bau amis).
4. Melakukan tindak sanitasi/desinfeksi untuk membebaskan hama,
dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Direndam dalam air panas dengan suhu :
- 80C selama 2 menit
- 100C selama 1 menit
b. Direndam dalam air mengandung Chlor 50 ppm selama 2 menit
atau air yang dibubuhi kaporit 2 (dua) sendok makan dalam 100
liter air
c. Ditempatkan pada sinar matahari sampai kering
d. Ditempatkan pada oven penyimpanan piring
5. Pengeringan peralatan yang telah selesai dicuci, dapat dilakukan
dengan menggunakan:
Handuk khusus yang bersih dan tidak menimbulkan pengotoran
ulang
Lap bersih sekali pakai yang tidak menimbulkan bekas
Ditiriskan sampai kering dengan sendirinya
36
2.5.2 Persyaratan Pencucian Peralatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No
1096/Menkes/SK/IV/2011tentang hygiene sanitasi jasaboga, persyaratan
tempat pencucian peralatan dan bahan makanan sebagai berikut:
1. Tersedia tempat pencucian peralatan, jika memungkinkan terpisah dari
tempat pencucian bahan pangan.
2. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen.
3. Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak atau dimakan mentah
harus dicuci dengan menggunakan larutan Kalium Permanganat
(KMn04) dengan konsentrasi 0,02% selama 2 menit atau larutan kaporit
dengan konsentrasi 70% selama 2 menit atau dicelupkan ke dalam air
mendidih (suhu 80oC-100
OC) selama 1-5 detik.
4. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam
tempat yang terlindung dari pencemaran serangga, tikus dan hewan
lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian Moh. Riezal, Woodford, Budi (2015)
yang dilihat secara langsung pada saat melakukan observasi hampir semua
pedagang makanan belum memiliki fasilitas pencucian peralatan makan
yang memenuhi standart.
2.6 Sanitasi Penyimpanan Peralatan Makan
Tempat penyimpanan peralatan makan harus diatur sedemikian rupa
sehingga memenuhi syarat dan terlindung dari kontaminasi bakteri atau
kuman setelah melalui tahap proses pencucian. Kualitas peralatan makan
37
tersebut sangat dipengaruhi oleh tempat penyimpanan peralatan makan
tersebut. Oleh karena itu, mutlak diperlukan teknik penyimpanan peralatan
makan yang ideal. Dimana penyimpanannya sebaiknya disesuaikan dengan
jenis peralatan makannya masing-masing dalam keadaan tertutup agar
peralatan tersebut tetap bersih dan terlindung dari jamahan tikus dan hewan
lainnya (Yunus, 2011).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah
Makan dan Restoran, pengeringan peralatan harus memenuhi ketentuan
dimana peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti
karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau sinar
buatan/mesin dan tidak boleh dibersihkan dengan kain. Serta penyimpanan
peralatan harus memenuhi ketentuan :
1. Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam
keadaan kering dan bersih.
2. Cangkir, mangkok, gelas dan sejenisnya cara penyimpanannya harus
dibalik.
3. Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak
aus/rusak.
4. Laci penyimpanan peralatan terpelihara kebersihannya.
5. Ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dari sumber
pengotoran/kontaminasi dan binatang perusak.
38
2.7 Angka Kuman
Kuman adalah organisme kecil seperti virus, bakteri, jamur,
protozoa mikroskopik jahat yang dapat menyebabkan suatu penyakit atau
gangguan kesehatan ringan maupun berat pada tubuh organisme inangnya
seperti manusia, hewan dan sebagainya. Angka kuman adalah perhitungan
jumlah bakteri yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel bakteri
hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah
diinkubasikan dalam media biakan dan lingkungan yang sesuai. Setelah
masa inkubasi jumlah koloni yang yang tumbuh dihitung dari hasil
perhitungan tersebut merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah dalam
suspensi tersebut. Angka kuman alat makan ini digunakan sebagai
indikator kebersihan peralatan makan yang telah dicuci (Nur Amaliyah,
2017).
Dengan membuktikan apakah lingkungan tempat penjualan
makanan dan hygiene perorangan dalam mengelola kebersihan alat makan
dalam kondisi yang baik maka perlu pemeriksaan angka kuman usap alat
makan di laboratorium dengan metode ALT (Angka Lempeng Total).
Sedangkan menurut penelitian Brilian dan Laily (2017) menyatakan
bahwa tingginya angka kuman dapat mengkontaminasi makanan yang
disajikan pada peralatan makan tersebut, mengingat peralatan sebagai
sumber kontaminan makanan yang menyebabkan makanan tidak aman
untuk dikonsumsi.
39
2.7.1 Jumlah Kuman
Menilai kebersihan peralatan makan ditentukan dengan angka
kuman pada peralatan makan. Berdasarkan hal tersebut telah ditetapkan
standart untuk perhitungan angka kuman yang dapat dijadikan parameter
kebersihan alat makan dan peralatan masak berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.1098/Menkes/SK/VII/2003 yaitu angka
kuman pada peralatan makan dan minum tidak lebih dari 100 koloni/cm2.
Jika hasil pemeriksaaan tidak sesuai dengan persyaratan tersebut maka
kondisi peralatan makan tersebut tidak memenuhi persyaratan kesehatan
untuk digunakan.
2.7.2 Gangguan Kesehatan Akibat Kuman
Beberapa penyakit/gangguan kesehatan akibat kuman yaitu seperti :
1. Infuenza
2. Batuk
3. Radang tenggorokan
4. Hepatitis
5. Diare
2.7.3 Pemeriksaan Swab Peralatan Makan
1. Metode Swab Alat Makan
Metode swabmenurut Lukman & Soejoedono (2009) merupakan
metode pengujian sanitasi yang dapat digunakan pada permukaan yang
rata, bergelombang, atau permukaan yang sulit dijangkau seperti
retakan, sudut dan celah. Swab tersusun dari tangkai atau gagang
40
(panjang 12-15 cm) degan kepala swaab terbuat dari kapas (diametr
0,5cm dan 2cm). Pengambilan sampel pada permukaan dilakukan
dengan cara mengusap permukaan alat yang akan di uji. Penggunaan
metode swab ini biasanya digunakan untuk mengetahui jumlah
mikroorganisme (per cm2) pada permukaan yang kontak dengan
pangan. Sedangkan menurut Fadila, 2001 dalam Sukinarsih
(2015)menyatakan, metode ini memerlukan swab atau alat pengoles
berupa lidi yang ujungnya diberi kapas steril dan larutan buffer fosfat
atau garam fisiologis, pertama-tama swab dimasukkan ke dalam larutan
pengencer kemudian diperas dengan cara menekankan pada dinding
tabung bagian atas sambil diputar-putar. Selanjutnya permukaan
peralatan yang diuji diusap dengan swab tertentu dengan luasan
tertentu. Penyekaan pada suatu area dilakukan sebanyak tiga kali.
Peralatan makan yang kita gunakan harus bersih, agar kita terhindar
dari kemungkinan penularan penyakit. Oleh karena itu perlu dilakukan
uji sanitasi alat makan lazimnya menggunakan uji ALT (Angka
Lempeng Total) untuk mengetahui jumlah kuman yang ada pada
peralatan makan tersebut.
2. Metode Uji Angka Lempeng Total
UjiAngka Lempeng Total (ALT) merupakan metode kuantitatif
yang digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba pada suatu sampel.
Angka Lempeng Total (ALT) menunjukkan jumlah mikroba dalam
suatu produk. ALT secara umum tidak terkait dengan bahaya keamanan
41
makanan, namun bermanfaat untuk menunjukkan kualitas, masa
simpan, kontaminasi, dan status higiene/sanitasi selama proses
produksi. Media plating (sumber energi) yang digunakan dalam
pengujian ALT dapat mempengaruhi jumlah dan jenis bakteri yang
diisolasi karena perbedaan persyaratan nutrisi dan garam pada tiap
mikroba (SNI 7388:2009).
3. Pemeriksaan Angka Kuman
1) Prosedur Alat dan Bahan :
a) Pipet ukur steril 10 ml, 5 ml dan 2 ml
b) Petridish steril
c) Tabung reaksi berisi aquadest steril @9 ml
d) Erlenmeyer 250 ml
e) Cotton bud / lidi kapas
f) Alkohol 75% dan sarung tangan steril
g) Media PCA steril
h) Lampu Spirtus
i) Mortar-Mortir
j) Kapas, kertas coklat
k) Usap alat makan / masak
2) Prosedur Pengambilan Sampel
a) Sarung tangan yang steril disiapkan untuk mulai mengambil
sampel.
42
b) Ambil alat makan yang akan diperiksa masing-masing diambil 5
buah tiapjenis yang diambil secara acak dengan menggunakan
sarung tangan steril dari tempat pengeringan/penirisan
Permukaan tempat peralatan makan yang diusap, yaitu :
Sendok: Permukaan bagian luar dan dalam seluruh sendok
Piring: Permukaan dalam tempat makanan diletakkan
Mangkok: Permukaan dalam tempat makanan diletakkan
c) Siapkan cacatan formulir pemeriksaan alat makan dalam
kelompok-kelompok.
d) Siapkan lidi steril, kemudian menutup botol yang berisi cairan
garam buffer phosphate.
e) Masukkan lidi kapas steril ke dalam botol, lalu ditekan ke
dinding botol untuk membuang airnya, kemudian diangkat dan
melakukan usapan.
f) Cara melakukan usapan : Piring; Usapan dilakukan pada bagian
permukaan dalam dengan cara melakukan 2 usapan yang satu
sama lainnya saling menyilang begitu pula dengan sendok dan
mangkok.
g) Setiap bidang permukaan yang diusap dilakukan 3 (tiga) kali
berturut-turut, dan satu lidi kapas atau 1 (satu) swab digunakan
untuk satu kelompok alat makan yang diperiksa.
h) Setiap selesai melakukan usapan pada 1 (satu) alat dari satu
kelompok jenis alat makan, lidi kapas steril harus dimasukkan
43
ke dalam botol berisi cairan garam buffer phosphat, diputar-
putar dan ditekankan ke dinding untuk membuang cairannya,
lalu diangkat dan digunakan untuk mengusap alat berikutnya.
Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai seluruh alat makan
dalam satu kelompok diambil usapnya. Dengan demikian maka
untuk satu jenis alat hanya menggunakan satu lidi kapas.
i) Setelah semua kelompok alat makan sudah diusap, lidi kapas
dimasukkan ke dalam botol, lidinya dipatah atau digunting.
Sebelum ditutup, bibir botol dan penutupnya disterilkan dengan
memanaskan pada api spritus.
j) Tempelkan kertas cellotape dan tulis etiket dengan spidol yang
menyatakan alat makan, tempat pengambilan contoh, dan diberi
kode sesuai dengan lembar formulir.
k) Masukkan botol sampel ke dalam termos dan kirim segera ke
laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut.
3) Prosedur Cara Kerja :
a) Ambil sampel 1 ml menggunakan pipet steril, dimasukkan
dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml aquadest steril (diperoleh
pengenceran 10-1
)
b) Ambil sample dari tabung reaksi 2 ml → 1 ml dimasukkan
petridish, dan 1 ml dimasukkan tabung reaksi yang berisi 9 ml
aquadest steril (diperoleh pengenceran 10-2
)
c) Lakukan tahap di atas sampai pengenceran yang diinginkan
44
d) Tuangkan PCA steril (45C-50C), kemudian petridish dipuar-
putar untuk mencampur sample dan media, dibiarkan membeku
e) Untuk kontrol, masukkan 1 ml aquadest steril dan dituangi PCA,
campurkan dengan cara memutar petridish
f) Masukkan dalam inkubator pada suhu 37C selama 2 x 24 jam
g) Amati koloni yang tumbuh dan hitung jumlah koloni pada tiap
petridish
4. Perhitungan Angka Kuman (Aerobic Plate Count)
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui populasi
kuman/bakteri dalam suatu bahan, misal : makanan, minuman,
peralatan makan, air minum, air kolam, dan lain-lain. Cara perhitungan
ini didasarkan pada anggapan bahwa sel-sel mikroorganisme yang
terdapat dalam bahan (sample) jika dicampur/dibiakkan masing-masing
akan membentuk koloni yang nampak dan terpisah. Jadi, yang terhitung
adalah kuman yang hidup (viable) dan dapat tumbuh membentuk koloni
dalam suasana inkubasi dan mediayang ditentukan. Hal ini disebabkan
oleh kebutuhan-kebutuhan tertentu untuk menunjang pertumbuhannya
yaitu : nutrisi, oksigen, suhu inkubasi dan faktor-faktor lain. Kadang
untuk mendapatkan perhitungan yang lebih baik diperlukan penanaman
bahan dengan menggunakan lebih dari satu jenis media selektif dan
inkubasi yang berlainan (Panduan Praktek Laboratorium, 2012).
45
Karena sedikitnya penyimpangan dari cara yang ditentukan banyak
mempengaruhi hasil perhitungan maka ketelitian dan kerapian kerja
sangat diharapkan. Populasi kuman dihitung (ditentukan) per ml untuk
bahan cairan atau per gr untuk bahan padat. Karena kandungan bakteri
per unit (gr/ml) sering lebih dari 300, maka perlu dibuat pengenceran
dengan perbandingan desimal sehingga diharapkan dari hasil
penanaman pengenceran diperoleh pertumbuhan bakteri dari 1 unit
pengenceran (1 ml) tidak boleh dari 300 koloni dalam 1 petridish.
Untuk perhitungan koloni dilakukan segera setelah masa inkubasi an
jika tidak mungkin dilakukan biakan harus disimpan pada suhu 0C-
4,4C maksimum 24 jam setelah masa inkubasi sudah dihitung. Hasil
percobaan sterilitas pada petridish kontrol juga dihitung jika ada
pertumbuhan digunakan untuk koreksi perhitungan, karena jika pada
petridish kontrol terdapat kontaminasi maka setiap petridish sample
harus dianggap terkontaminasi sebanyak koloni pada petridish kontrol.
Untuk penentuan angka kuman dihitung dari petridish yang mempunyai
koloni antara 30-300 dikalikan angka pengenceran pada petridish
tersebut. Sterilitas alat dan bahan serta cara kerja harus dijaga untuk
mendapatkan hasil yang baik. Dalam hal ini terdapat kemungkinan
(Buku Panduan Praktek Laboratorium, 2012) :
a. Semua petridish steril
b. Semua petridish dengan koloni kurang dari 30-300
c. Hanya terdapat satu petridish dengan koloni antara 30-300
46
d. Terdapat 2 petridish dengan koloni 30-300
e. Terdapat lebih dari 2 petridish dengn koloni 30-300
f. Semua petridish dengan koloni lebih dari 300
2.8 Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Angka Kuman Pada Peralatan
Makan
1. Air Pencucian
Menurut Jilfer, Henry, Sinolungan (2013) kontaminasi kuman pada pangan
dan peralatan makan biasanya berasal dari kontaminasi air cucian yang
digunakan. Hal ini dikarenakan air yang digunakan untuk mencuci peralatan
makan yaitu air yang tidak mengalir, dalam mencuci peralatan makan air
harus banyak dan cukup, menggunakan air yang mengalir dan selalu diganti
setiap kali untuk mencegah sisa-sisa kotoran dari peralatan makan.
2. Teknik Pencucian
Menurut Rara, Putri, Hesty (2017) faktor yang mempengaruhi bilangan
mikroorganisme pada peralatan makan, teknik pencucian yang salah dapat
mengakibatkan resiko tercemarnya makanan oleh bakteri mikroorganisme,
karena tidak memperhatikan proses pencucian peralatan makan pencucian
tidak dilakukan dengan air yang mengalir, serta tidak ada air pergantian
bilasan lagi sehingga air bilasan ersebut menjadi kotor. Proses pencucian
dianggap memenuhi syarat sanitasi memenuhi syarat sanitasi jika memiiki
tiga bak yaitu bak pertama disebut bak pencuci (wash), bak kedua disebut
dengan bak pembilas (detergent), bak ketiga disebut bak pembilas terakhir
dengan desinfektan (H. Anwar, dkk, 1987). Kegiatan pencucian akan lebih
47
maksimal dalam penurunan angka kuman jika dilakukan dengan kegiatan
sanitizing/desinfection.
3. Kondisi Peralatan Makan
Kondisi awal peralatan makan (mangkok, piring, sendok) adalah kondisi awal
dimana piring tersebut belum dibersihkan, sehingga masih terdapat kotoran
yang menempel pada peralatan makan tersebut. Kotoran yang dapat
menempel pada peralatan tersebut antara lain Karbohidrat (nasi, sayuran,
kentang), Lemak/minyak (antara lain sisa-sisa margarin dan mentega),
Protein (sisa daging, ikan, telur), serta mineral, susu, dan endapan kerak
sehingga dapat menjadi tempat berkembangbiaknya kuman, semakin lama
piring tersebut belum dicuci maka akan semakin tinggi angka kuman yang
ada pada peralatan makan tersebut.
4. Pengeringan Peralatan Makan
Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat
sampai kering dengan bantuan sinar matahari atau sinar buatan dan tidak
boleh dibersihkan menggunakan kain lap karena akan terjadi kontaminasi
(Kepmenkes, 2003). Peralatan makan yang melebihi baku mutu dapat
disebabkan (mangkok, piring, sendok) yang telah dicuci langsung
dikeringkan dengan kain lap, walaupun kain lap tersebut dimungkinkan masih
banyak terdapat kuman yang akan menempel pada peralatan makan tersebut.
Menurut Depkes RI (2006) prinsip penggunaan lap pada peralatan makan
yang telah dicuci bersih sebenarnya tidak boleh dilakukan karena akan terjadi
pencemaran oleh kuman. Toweling dapat dilakukan dengan syarat bahwa lap
48
yang digunakan harus steril dan sering diganti, penggunaan lap yang palig
baik adalah sekali pakai (single use).
Pengeringan Peralatan makan, cara pengeringan alat makan, yaitu :
a) Alamiah
b) Diletakkan dalam rak makan
c) Towelling
d) Menggunakan mesin pengering
5. Penyimpanan Peralatan Makan
Penyimpanan peralatan makan pada tempat yang lembab dan terbuat dari
bahan yang mudah berkarat, tidak rata, dan tidak mudah dibersihkan serta
dengan keadaan basah akan menimbulkan kontaminasi terhadap peralatan
makan tersebut (Kepmenkes, 2003)
Menurut Tohir (2015) faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya
angka kuman pada alat makan, antara lain: bahan pencuci, kualitas air
pencuci, cara pencucian, adanya sumber pencemar kuman, debu di udara,
adanya sinar matahari langsung yang masuk ke dalam tempat penirisan dan
kondisi rak/tempat penyimpanan peralatan makan yang kurang bersih.
Kuman terdapat hampir di semua tempat. Di udara mulai dari permukaan
tanah sampai pada lapisan atmosfir yang paling tinggi. Kuman terdapat di
tempat di mana manusia hidup. Terdapat di udara yang kita hirup, pada
makanan yang kita makan, juga terdapat pada permukaan kulit, pada jari
tangan, pada rambut, dalam rongga mulut, usus, dalam saluran pernafasan
dan pada seluruh permukaan tubuh yang terbuka dan dianggap sebagai flora
49
normal. Sejalan dengan hasil penelitian Neisa Nisatul (2010) menyimpulkan
bahwa sebagian besar kondisi kesehatan penjamah, kebersihan tangan,
kebersihan diri penjamah tidak baik, hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan bahwa perlatan makan mengandung angka kuman yang tinggi
sehingga tidak memenuhi syarat kesehatan.
2.9 Pedagang Kaki Lima
Pedagang adalah orang yang dengan modal yang relatif sedikit
berusaha dibidang produksi dan penjualan barang-barang (jasa-jasa) untuk
memenuhikebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat, usaha
tersebut dilaksanakan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam
suasana lingkungan yang informal (Susilo, 2011). Menurut Pedagang
adalah orang yang menjalankan usaha berjualan, usaha kerajinan, atau
usaha pertukangan kecil. Pedagang juga bisa di artikan orang yang dengan
modal relatif bervariasi yang berusaha di bidang produksi dan penjualan
barang atau jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan kelompok masyarakat
(Damayanti, 2011), sedangkan Menurut Damsar (2002) Pedagang Kaki
Lima (Sektor Informal) adalah mereka yang melakukan kegiatan usaha
dagang perorangan atau kelompok yang dalam menjalankan usahanya
menggunakan tempat-tempat fasilitas umum, seperti terotoar, pinggir-
pingir jalan umum, dan lain sebagainya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pedagang kaki
lima adalah pedagang yang berjualan di serambi muka (emper) toko atau
50
di tepi jalan. Pedagang kaki lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk
menyebut penjaja dagangan yang melakukan kegiatan komersial di atas
daerah milik jalan (DMJ/trotoar) yang (seharusnya) diperuntukkan untuk
pejalan kaki (pedestrian). Ada pendapat yang menggunakan istilah PKL
untuk pedagang yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan
demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut
adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" (yang sebenarnya adalah
tiga roda, atau dua roda dan satu kaki kayu). Menghubungkan jumlah kaki
dan roda dengan istilah kaki lima adalah pendapat yang mengada-ada dan
tidak sesuai dengan sejarah. Pedagang bergerobak yang 'mangkal' secara
statis di trotoar adalah fenomena yang cukup baru (sekitar 1980-an),
sebelumnya PKL didominasi oleh pedagang pikulan (penjual cendol,
pedagang kerak telor) dan gelaran (seperti tukang obat jalanan).
2.9.1 Sejarah Pedagang
Asal usul istilah pedagang kaki lima (PKL) sebenarnya masih
simpang siur dan banyak versi. Pedagang kaki lima atau disingkat dengan
PKL adlah istilah untuk menyebut pwnjaja dagangan yang menggunakan
gerobak, istilah itu sering ditafsirkan karena jumlah kaki pedagangnya ada
lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga “kaki”
gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki).
Jika berpatokan pada trotoar lima kaki luasnya (1,5 meter) salah satunya
yang dibuat pada masa penjajahan kolonial Belanda. Menurut, seorang
tokoh Indonesianis bernama William Liddie, aturan trotoar lima kaki
51
justru berasal dari bahasa inggris, five foot (lima kaki). Bapak Liddie
mempercayai bahwa yang membuat aturan tentang pembangunan trotoar
di Indonesia bukanlah Belanda, tetapi Inggris. Inggris memang pernah
mengambil alih kekuasaan atas Indonesia dari Belanda. Yang membuat
trotoar di Indonesia adalah gubernur jenderal asal Inggris, Sir Stamford
Raffles juga terkenal sebagai penemu bunga bangkai/rafflesia arnoldi
(Gilang Permadi, 2007).
2.9.2 Makanan Jajanan
Makanan merupakan kebutuhan dasar yang terkadang merupakan
kesenangan. Disamping itu, makanan dapat meningkatkan kesehatan atau
malah menyebabkan penyakit (Sunardi dan Soetardjo, 2001). Makanan
sambilan dan makanan jajanan adalah sejenis makananyang
keberadaannyatidak terlalu penting karena makanan tersebut makanan
pokok (Moertjipto, 1993). Makanan jajanan juga merupakan makanan
yang siap makanan atau dimasak terlebih dahulu di tempat berjualan
(Lindawati dkk, 2006).
Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
942/MENKES/VII/2003 tentang pedoman persyaratan hygiene sanitasi
makanan jajanan adalah makanan yang dijajakan sebagai makanan siap
santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasaboga, rumah
makan/restoran, dan hotel.
52
2.9.3 Penyebab Munculnya Pedagang
Menurut Gilang Permadi (2007) Jika dirangkum, penyebab banyak
munculnya PKL adalah :
1. Kesulitan Ekonomi. kalian tentu tahu istilah krisis moneter (krismon)
atau krisis ekonomi. Krisis keuangan yang terjadi sekitar tahun
1997-1999 itu menyebabkan harga-harga barang naik dengan begitu
cepatnya (drastis). Orang juga banyak yang kehilangan pekerjaan
atau menganggur. Banyak diantara mereka lalu memilih menjadi
PKL.
2. Sempitnya lapangan pekerjaan. Orang semakin banyak yang
menganggur karena tidak adanya lapangan kerja. Mereka lalu
memilih menjadi PKL karena modalnya kecil dan tidak perlu
memiliki kios atau toko yang penting yaitu dapat mencari nafkah
untuk menafkahi keluarganya.
3. Urbanisasi. Perpindahan orang dari desa ke kota. Orang-orang dari
desa berdatangan ke kota karena di desanya tidak ada pekerjaan dan
kehidupannya miskin. Mereka berangkat ke kota tanpa modal
pendidikan maupun keahlian. Akhirnya, banyak yang menjadi PKL.
2.9.4 Pengelompokan Pedagang
Sebenarnya ada banyak sekali pengelompokkan jika dilihat dari
sarana fisiknya, dibawah ini akan dijelaskan beberapa dari pedagang kaki
lima menurut sarana fisik untuk berdagang PKL menurut (Widjajanti,
2000), dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
53
1. Kios, jenis sarana ini biasanya dipsksi oleh PKL yang tergolong
menetap secara fisik tidak dapat dipindah-pindahkan, dengan bangunan
berupa papan-papan yang diatur.
2. Warung semi permanen, sarana fisik PKL ini berupa gerobak yang
diatur bederet ditambahi meja dan bangku panjang. Atap menggunakan
terpal yang tidak tembus air.
3. Gerobak/kereta, sarana ini ada dua jenis lagi, yaitu yang beratap
(sebagai perlindungan barang dagangan dari pengaruh
debu,panas,hujan) dan tidak beratap.
4. Jongko/meja, bentuk sarana ini ada yang beratap dan ada yang tidak
beratap. Biasanya dipakai oleh PKL yang lokasinya tergolong tetap.
5. Gelaran/alas, bentuk sarana ini adalah dengan menjajakan barang
dagangan di atas tikar atau alas yang digelar.
6. Pikulan/keranjang, biasanya digunakan oleh pedagang keliling (mobile
hawkers) atau PKL yang semi menetap. Dengan menggunakan satu
atau dua buah keranjang dengan cara dipikul. Bentuk sarana ini
bertujuan agar mudah dibawa dan dipindah-pindahkan.
2.9.5 Karakteristik Pedagang
Penelitian Kartono, 2000 dalam Susilo (2011) ada beberapa
karakteristik pedagang kaki lima diantaranya :
1. Kelompok pedagang yang kadang-kadang sebagai produsen, yaitu
pedagangmakanan dan minuman yang memasak sendiri.
2. Pedagang kaki lima pada umumnya menjual barang secara eceran
54
3. Pedagang kaki lima umumnya bermodal kecil. Bahkan sering
dimanfaatkan pemilik modal dengan memberikan komisi sebagai jerih
payah.
4. Pada umumnya kualitas barang yang dijual kualitasnya relatif rendah,
bahkan ada yang khusus menjual barang-barang dengan kondisi sedikit
cacat dengan yang lebih murah.
5. Pada umumnya waktu kerja tidak menunjukkan pola yang tetap, hal ini
menunjukkan seperti pada ciri perusahaan perorangan.
6. Barang yang ditawarkan PKL biasanya tidak berstandar, dan perubahan
jenis barang yang diperdagangkan sering terjadi.
2.9.6 Ciri-Ciri Pedagang Kaki Lima
Adapun ciri-ciri pedagang kaki lima Alma, 2011:157 dalam Didiek
(2013) memberikan ciri-ciri pedagang kaki lima sebagai berikut :
1. Kegiatan usaha, tidak terorganisir secara baik.
2. Tidak memiliki surat izin usaha.
3. Tidak teratur dalam kegiatan usaha, baik ditinjaudari tempat usaha
maupun jam kerja.
4. Bergerombol di trotoar atau di tepi-tepi jalan protokol, dan dipusat-
pusat dimana banyak orang ramai.
5. Menjajakan barang dagangannya sambil berteriak, kadang-kadang
berlari mendekati konsumen.
55
2.10 Kerangka Teori
Kerangka teori penelitian merupakan kumpulan teori yang mendasari topik
penelitian, yang disusun berdasar pada teori yang sudah ada dalam tinjauan teori,
yang mengikuti faedah input, proses dan output (Saryono, 2008).
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Teori Segitiga Epidemiologi
(Sumber: Nur Amaliyah 2017, Potter dan Perry 2012, Cahyaningsih 2009)
Host
Manusia
Agent
Environ
ment Kondisi Peralatan
Makan
Teknik Pencucian Peralatan
Makan
Debu
Air pencucian
Kuman
Udara
Angka
Kuman
peralatan
Makan
Pedagang
Kontaminasi
Makanan
Personal Hygiene
Sanitasi Peralatan Makan
Kebiasaan Cuci Tangan
Sanitasi Penyimpanan
Peralatan Makan
56
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep atau kerangka berfikir merupakan dasar pemikiran pada
penelitian yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi, dan tinjauan pustaka
(Muchson, 2017). Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 3.1. yaitu sebagai berikut :
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Mempengaruhi
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Angka Kuman Peralatan
Makan Pedagang Makanan
Kaki Lima
Sanitasi Peralatan Makan
Teknik Pencucian Peralatan Makan
Sanitasi Penyimpanan Peralatan Makan
Personal Hygiene Pedagang
Variabel Independen
Variabel Dependen
57
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara penelitian, patokan dugaan, atau dalil
sementara, yang kebenarannyaakan dibuktikan dalam penelitian tersebut
(Soekidjo Notoatmojo, 2012). Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut ini :
Ha: “Ada hubungan antara personal hygiene dengan angka kuman
peralatan makan pada pedagang makanan kaki lima di Alun-Alun
Kota Madiun”.
Ha: “Ada hubungan antara sanitasi peralatan makan dengan angka
kuman peralatan makan pada pedagang makanan kaki lima di
Alun-Alun Kota Madiun”.
Ha: “Ada hubungan antara teknik pencucian peralatan makan dengan
angka kuman peralatan makan pada pedagang makanan kaki lima
di Alun-Alun Kota Madiun”.
Ha: “Ada hubungan antara sanitasi penyimpanan peralatan makan
dengan angka kuman peralatan makan pada pedagang makanan
kaki lima di Alun-Alun Kota Madiun”.
58
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian
yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada
seluruh proses penelitian.Jenis penelitian analitik dengan desain penelitian
crossectional karena variabel sebab dan akibat yang terjadi pada obyek penelitian
diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan dan dilakukan pada situasi
saat yang sama (Notoatmodjo, 2012).
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti
(Notoatmodjo,2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pedagang
makanan kaki lima di Alun-Alun Kota Madiun yang menggunakan peralatan
makan sebanyak 49 pedagang.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian populasi dengan ciri-cirinya yang diselidiki atau
di ukur (Sumantri, 2011). Jenis sampel pada penelitian ini adalah total sampling
dimana seluruh populasi menjadi sampel dalam penelitian yaitu sebanyak 49
59
pedagang makanan yang menggunakan peralatan makan di Alun-Alun Kota
Madiun.
1. Kriteria Inklusi
Karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang
terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003: 96). Adapun kriteria inklusi dalam
penelitian ini antara lain :
a. Pedagang makanan yang berada di Alun-Alun Kota Madiun.
b. Pedagang yang mempunyai alat makan yang dapat di cuci kembali.
c. Pedagang makanan yang bersedia untuk diteliti.
2. Kriteria Eksklusi
Menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari
penelitian karena sebab-sebab tertentu (Nursalam, 2003: 97).Adapun kriteria
eksklusi dalam penelitian ini antara lain :
a. Pedagang makanan yang sudah tidak berjualan lagi di Alun-Alun Kota
Madiun.
b. Pedagang makanan yang tidak menggunakan alat makan yang di pakai
berulang.
4.3 Teknik Sampling
Sampling adalah salah satu bagian dari proses penelitian yang
mengumpulkan data dari target penelitian yang terbatas (Nursalam,
2008).Menurut Notoatmodjo (2012) Teknik sampling adalah cara atau teknik-
60
teknik tertentu dalam mengambil sampel penelitian sehingga sampel tersebut
sedapat mungkin mewakili populasinya. Teknik sampling sampel diambil dengan
menggunakan teknik total sampling. Total sampling yaitu semua anggota populasi
dijadikan sebagai sampel penelitian karena jumlah populasi yang kurang dari 100,
maka populasi dijadikan sampel penelitian. Sampel yang diambil dalam penelitian
ini adalah 49 pedagang.
4.4 Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja merupakan bagian kerja terhadap rancangan kegiatan
penelitian yang akan dilakukan, meliputi siapa yang akan diteliti, variabel yang
akan diteliti dan variabel yang mempengaruhi dalam penelitian (Hidayat, 2008).
61
Gambar 4.1. Kerangka kerja penelitian hubungan higiene sanitasi dengan angka
kuman peralatan makan pedagang makanan kaki lima di Alun-
Alun Kota Madiun.
Sampel :
Seluruh pedagang makanan kaki lima di Alun-Alun Kota Madiun yang
menggunakan peralatan makan yang berjumlah 49 pedagang.
Tehnik sampling :Total sampling
Desain Penelitian :
Jenis penelitian analitik yang dilakukan dengan pendekatan
cross sectional
Pengumpulan data :
Menggunakan Kuesioner dan
Observasi
Variabel bebas :
Personal hygiene
pedagang
Sanitasi peralatan
makan
Teknik pencucian
peralatan makan
Sanitasi
penyimpanan
peralatan makan
Variabel terikat :
Angka kuman
pada peralatan
makan pedagang
kaki lima
Pengolahan data :
Editing, coding, entry, cleaning, tabulating
Analisis data :
Menggunakan uji Chi square dengan taraf signifikan 0,05
0,05
Hasil dan Kesimpulan
Skripsi
Populasi :
Seluruh pedagang makanan kaki lima di Alun-Alun Kota Madiun yang
menggunakan peralatan makan yang berjumlah 49 pedagang.
62
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah sesuatu yang berbentuk apasaja yang ditetapkan
oleh seorang peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi mengenai hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya Sugiyono (2009 : 60). Variabel
penelitian terdiri dari.
1. Variabel Independen/Variabel Bebas
Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang nilainya
menntukan variabel lain (Nursalam, 2011). Variabel independen dalam dalam
penelitian ini adalah personal hygiene, sanitasi peralatan makan, teknik pencucian
peralatan makan, sanitasi penyimpanan peralatan makan.
2. Variabel Dependen/Variabel Terikat
Variabel terikat (dependent variable) menurut Nursalam (2011) adalah
variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lainnya. Dalam penelitian ini
variabel dependennya adalah angka kuman pada peralatan makan pedagang kaki
lima.
4.5.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah merupakan penjelasan semua variabel dan
istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga
akhirnya mempermudah pembacaan dalam pengartian makna penelitian (Setiadi,
2007 dalam Sukinarsih, 2015). Variabel penelitian dapat diukur dengan penjelasan
definisi operasional sebagai berikut:
63
Tabel 4.1. Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional Parameter Alat ukur Skala Data Skoring
Personal
Hygiene
Pedagang
Tindakan dalam
upaya kesehatan
dengan cara
memelihara dan
melindungi
kebersihan tiap
penjamah makanan
(pedagang) kaki lima
di Alun-Alun Kota
Madiun
Tidak menderita penyakit
mudah menular seperti:
batuk, pilek, influenza,
diare, serta penyakit
lainnya
Jika terdapat luka atau
bisul harus ditutup.
Menjaga kebersihan
tangan, rambut, kuku dan
pakaian
Memakai celemek dan
tutup kepala
Mencuci tangan setiap kali
menangani makanan.
Tidak sambil merokok dan
menggaruk anggota badan
(telinga, hidung, mulut).
Tidak batuk dan bersin
dihadapan makanan/ tanpa
menutup mulut atau
hidung.
(Permenkes
RINo.942/Menkes/VIII/2003)
Kuesioner
dan
Observasi
Nominal
Penilaian dengan memberi skor
kuesioner
Ya = 1
Tidak = 0
Dengan hasil penilaian :
Baik= ≥50% dari hasil jawaban
“Ya”
Kurang baik= <50%
(Sunyoto, Danang, 2013)
64
Variabel Definisi
Operasional Parameter Alat ukur Skala Data Skoring
Sanitasi
Peralatan
Makan
Kebersihan/kondisi
peralatan makan
pedagang yang
terbebas dari kotoran
/pencemar yang
digunakan
untukpenyajian
makanan.
Peralatan makan harus
dalam keadaan bersih
sebelum digunakan
Peralatan makan tidak
rusak, retak, dan mudah
dibersihkan
Peralatan makan tidak
boleh mengandung angka
kuman yang melebihi batas
setelah dicuci.
Peralatan yang suda
dipakai dicuci dengan air
bersih dan dengan sabun
atau sejenisnya
Dikeringkan dengan alat
pengering/lap yang bersih
dan diganti setiap hari
Peralatan makan yang
sudah bersih ditempatkan
bebas dari pencemaran
(Permenkes No
1098/Menkes/SK/VII/2003,
No.942/Menkes/VIII/2003)
Observasi
Nominal
Penilaian dengan memberi skor
kuesioner
Ya = 1
Tidak = 0
Dengan hasil penilaian :
Baik= ≥50% dari hasil jawaban
“Ya”
Kurang baik= <50%
(Sunyoto, Danang, 2013)
65
Variabel Definisi
Operasional Parameter Alat ukur Skala Data Skoring
Teknik
Pencucian
Peralatan
makan
Menjaga kebersihan
peralatan makan
pedagang dengan
Teknik pencucian
yang benar akan
memberikan hasil
akhir pencucian yang
sehat dan aman
Terbuat dari bahan yang
kuat, tidak berkarat, dan
mudah dibersihkan
Tersedianya tempat
pencucian peralatan makan
Scraping (pembuangan sisa
kotoran)
Flushing (merendam
dengan air)
Washing (mencuci dengan
detergent)
Rinsing (membilas dengan
air mengalir)
Sanitizing/Desinfection
(membilas hamakan)
Toweling (mengeringkan
dengan lap bersih)
(Permenkes RI No
1096/Menkes/SK/IV/2011,
Nur Amaliyah, 2017)
Observasi Nominal
Penilaian dengan memberi skor
kuesioner
Ya = 1
Tidak = 0
Dengan hasil penilaian :
Baik= ≥50% dari hasil jawaban
“Ya”
Kurang baik= <50%
(Sunyoto, Danang, 2013)
66
Variabel Definisi
Operasional Parameter Alat ukur Skala Data Skoring
Sanitasi
penyimpanan
peralatan
makan
Tempat
penyimpanan
peralatan makan
pedagang harus
diatur sedemikian
rupa sehingga
memenuhi syarat dan
terlindung dari
kontaminasi bakteri
atau kuman setelah
melalui tahap proses
pencucian.
Semua peralatan yang
kontak dengan makanan
harus disimpan dalam
keadaan kering dan bersih
Cangkir, mangkok, gelas
dan sejenisnya cara
penyimpanannya harus
dibalik.
Rak-rak penyimpanan
peralatan dibuat anti karat,
rata dan tidak aus/rusak.
Laci penyimpanan
peralatan terpelihara
kebersihannya
Ruang penyimpanan
peralatan tidak lembab,
terlindung dari sumber
pengotoran/kontaminasi
dan binatang perusak.
(Permenkes No
1098/Menkes/SK/VII/2003
Observasi Nominal
Penilaian dengan memberi skor
kuesioner
Ya = 1
Tidak = 0
Dengan hasil penilaian :
Baik= ≥50% dari hasil jawaban
“Ya”
Kurang baik= <50%
(Sunyoto, Danang, 2013)
67
Variabel Definisi
Operasional Parameter Alat ukur Skala Data Skoring
Angka
Kuman
Peralatan
Makan
Jumlah angka kuman
yang terdapat pada
peralatan makan
ditunjukkan dengan
nilai koloni/cm2pada
pemeriksaan
laboratorium.
Hasil pemeriksaan sesuai
dengan Permenkes RI No.
1098/Menkes/SK/VII/2003
tentang batas persyaratan
kesehatan untuk peralatan
makan, angka kuman pada
peralatan makan >100
koloni/cm2 dan pemeriksaan
laboratorium menggunakan
metode ALT (Angka
Lempeng Total).
Observasi
dan Hasil Uji
Laboratorium
usap
peralatan
makan di
Kampus
Akademi
Kesehatan
Lingkungan
Magetan
Nominal
0= Tidak memenuhi persyaratan
kesehatan (>100 koloni/gr).
1= Memenuhi persyaratan
kesehatan (<100 koloni/gr).
(Permenkes RI No
1098/Menkes/SK/VII/2003)
68
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah
(Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan sumber
data primer, pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui angka kuman pada
peralatan makan pedagang, data sekunder lembar kuesioner dan lembar observasi.
Lembar observasi yang digunakan berupa tabel. Lembar observasi ini untuk
mendapatkan data mengenai personal hygiene pedagang, sanitasi peralatan
makan, teknik pencucian peralatan makan, sanitasi penyimpanan peralatan makan
secara langsung, sedangkan lembar kuesioner untuk mendapatkan data tentang
personal hygiene pedagang.
4.6.1 Uji Validitas
Pada pengamatan dan pengukuran observasi, harus diperhatikan beberapa
hal yang secara prinsip sangat penting yaitu uji validitas, reabilitas dan ketepatan
fakta dan kenyataan hidup (data) yang dikumpulkan dari alat dan cara
pengumpulan data maupun kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada
pengamatan atau pengukuran oleh pengumpul data (Nursalam, 2013).Validitas
adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa
yang diukur (Notoatmodjo, 2012).Untuk mengukur validitas soal menggunakan
rumus korelasi product moment pearson. Hasil r hitung dibandingkan r
69
tabeldimana df=n2 dengan sig 5%. Jika r tabel < r hitung maka valid, dan jika r
tabel > r hitung maka tidak valid (Sujarweni, 2015).
Dengan menggunakan jumlah responden sebanyak 15 maka nilai r tabel
dapat diperoleh melalui tabel r product moment pearson dengan df (degree of
freedom) = n 2, sehingga df = 152 = 13, maka r tabel = 0,441. Butir pertanyaan
dikatakan valid jika r hitung > r tabel. Dapat dilihat dari Corrected Item Total
Correlation. Analisis output bisa dilihat dibawah ini:
Tabel 4.2 Data Validitas Instrumen Penelitian
No. Butir r hitung r tabel Keterangan
Pertanyaan 1 0,715 0,441 Valid
Pertanyaan 2 0,504 0,441 Valid
Pertanyaan 3 0,756 0,441 Valid
Pertanyaan 4 0,728 0,441 Valid
Pertanyaan 5 0,640 0,441 Valid
Sumber : Data Primer Validitas Instrumen Penelitian
Disimpulkan dari tabel diatas bahwa 5 butir pertanyaan dinyatakan valid
karena melebihi r tabel ≥0,441.
4.6.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Saryono, 2011). Hal ini berarti
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala
yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2012).
Uji reliabilitas dapat dilihat pada nilai -Cronbach, jika nilai -Cronbach
> 0,60 maka kontruk pertanyaan yang merupakan dimensi variabel adalah reliable
(Sujarweni, 2015). Analisis output bisa dilihat dibawah ini:
70
Tabel 4.3 Data Reliabilitas Instrumen Penelitian
Cronbach’s Alpha r tabel Keterangan
0,766 0,60 Reliabel
Sumber : Sumber Data Reliabilitas Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini telah dilakukan uji kuesioner pada tanggal 9 Juni 2018,
uji kuesioner dilakukan di tempat Lapangan Gulun kelurahan Kejuron kecamatan
Taman kota Madiun dengan jumlah responden 15 pedagang. Diperoleh r hitung >
r tabel maka dinyatakan valid. Berdasarkan uji reliabilitas didapatkan hasil
Cronbach’s Alpha sebesar 0,766 yang artinya reliabel.sehingga kuesioner
penelitian ini dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data pada sumber
penelitian.
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.7.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Alun-Alun Kota Madiun. Alasan memilih
lokasi tersebut karena memiliki jumlah angka kuman yang tinggi pada peralatan
makan pedagang makanan kaki lima.
71
4.7.2 Waktu Penelitian
Tabel 4.4 Rencana Kegiatan
KEGIATAN TANGGAL
ACC
1. Pembuatan dan konsul judul 10 Maret 2018
2. Penyusunan dan bimbingan
proposal 14 Maret - 24 Mei 2018
3. Ujian proposal 30 Mei 2018
4. Revisi proposal 1 Juni – 9 Juni 2018
5. Pengambilan data 12 Juli – 16 Juli 2018
6. Penyusunan dan konsul
skripsi 18 Juni – 8 Agustus 2018
7. Ujian skripsi 25 Agustus 2018
8. Revisi skripsi 27 Agustus 2018
4.8 Prosedur Pengumpulan Data
4.8.1 Cara Pengumpulan Data
1. Observasi
Adalah pengamatan dan pencatatan suatu obyek dengan sistematika
fenomena yang diteliti. Observasi di lapangan secara langsung mengenai,
personal hygiene pedagang, sanitasi peralatan makan, teknik pencucian
peralatan makan dan sanitasi penyimpanan peralatan makan.
2. Wawancara (Kuesioner)
Adalah suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data, dimana
peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari responden,
72
berhadapan atau tatap muka dengan orang tersebut (face to face). Wawancara
untuk memperoleh data tentang personal hygiene pedagang berupa kuesioner.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Melakukan uji swab peralatan makan dan analisis jumlah angka kuman pada
peralatan makan pedagang makanan kaki lima di Alun-Alun Kota Madiun di
Laboratorium Akademi Kesehatan Lingkungan Magetan dengan menggunakan
metode ALT (Angka Lempeng Total).
4.8.2 Jenis Data
1. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh dari peninjauan langsung ke
lapangan. Data primer diperoleh dari survei ke lokasi Alun-Alun Kota
Madiun dan wawancara langsung dengan responden dengan
menggunakan lembar kuesioner dan lembar observasi serta hasil
pemeriksaan angka kuman pada peralatan makan mengenai jumlah
koloni.
2. Data Sekunder
Merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara
tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh
pihak lain). Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari Ketua
Umum Paguyuban pedagang kaki lima Pertoalma, data yang diperoleh
mengenai gambaran umum Alun-Alun Kota Madiun yang meliputi
jumlah pedagang, jenis jualan pedagang.
73
4.9 Teknik Analisis Data
4.9.1 Teknik Pengumpulan Data
Setelah melakukan pengumpulan data, maka data yang diperoleh dalam
penelitian kemudian diolah dan dianalisis menggunakan SPSS for windows.
Teknik pengolahan data yang dilakukan pada penelitian yaitu meliputi:
1. Editing
Editing yaitu meneliti kelengkapan dan kebenaran data serta kuesioner
yang dilakukan sebelum meninggalkan tempat yang bertujuan untuk
mengurangi kekurangan data maupun kesalahan data pada saat data sudah
terkumpul.
2. Coding
Coding yaitu mengartikan data yang sudah terkumpul selama pelaksanaan
penelitian dengan menggunakan kode numerik (angka) agar dapat dengan
mudah dianalisis oleh peneliti.
Tabel 4.5Coding
No. Variabel Coding
1. Personal Hygiene Pedagang 1 = Baik
0 = Kurang Baik
2. Sanitasi Peralatan Makan 1 = Baik
0 = Kurang Baik
3. Teknik Pencucian Peralatan Makan 1 = Baik
0 = Kurang Baik
4. Sanitasi Penyimpanan Peralatan Makan 1 = Baik
0 = Kurang Baik
5. Jumlah Angka Kuman Peralatan Makan 1 = MS
0 = TMS
74
3. Entry
Mengisi masing-masing jawaban responden dalam bentuk “kode” (angka atau
huruf) dimasukkan ke dalam program atau “software” komputer (Notoatmodjo,
2012).
4. Cleaning
Cleaning yaitu Apabila semua data dari setiap sumber semua data atau
responden selesai dimasukkan, peneliti melakukan pengecekkan kembali untuk
melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode ketidaklengkapan dan
sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau korelasi.
5. Tabulating
Tabulating yaitu penyusunan data yang dilakukan peneliti dalam bentuk
tabel, diagram, narasi maupun histogram dengan tujuan mempermudah peneliti
untuk membaca hasil, sehingga peneliti mudah dalam pengambilan keputusan dan
perencanaan dalam sebuah penelitian.
4.9.1 Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisis dilakukan dengan pembuatan tabel distribusi frekuensi sehingga
dihasilkan distribusi dan presentase untuk mendeskripsikan masing-masing
variabel penelitian. Baik variabel bebas (personal hygiene pedagang, sanitasi
peralatan makan, teknik pencucian peralatan makan, sanitasi penyimpanan
peralatan makan), variabel terikat (Angka kuman peralatan makan pedagang
kaki lima) dan karakteristik (Jenis kelamin, umur, lama kerja, pendidikan).
75
2. Analisis Bivariat
Analisis dilakukan dengan uji statistik Chi square (x2) untuk mengetahui
hubungan yang signifikan antara masing-masing variabel bebas dengan
variabel terikatkriteria skala data kedua variabelnya adalah nominal, serta
menguji proporsi dua variabel. Data diambil berdasarkan kunjungan langsung
peneliti dengan kuesioner. Dalam penelitian ini menggunakan variabel
personal hygiene pedagang, sanitasi peralatan makan, teknik pencucian
peralatan makan, dan sanitasi penyimpanan peralatan makan. Uji statistik
menggunakan SPSS versi 16 for Windows, dasar pengambilan hipotesis
penelitian berdasarkan pada tingkat signifikan dengan derajat kepercayaan (,
<0,05), hubungan dikatakan bermakna apabila nilai p < 0,05 (Sugiyono, 2011).
Syarat Uji Chi Square adalah sebagai berikut :
1) Fisher’s exact digunakan untuk tabel 2 x 2 dengan expectedcount > 5.
2) Setiap sel paling sedikit berisi frekuensi harapan sebesar 1 (satu). Sel – sel
dengan frekuensi harapan kurang dari 5 tidak melebihi 20% dari total sel.
3) Besar sampel sebaiknya >40
Keterbatasan penggunaan Uji Chi Square adalah teknik Uji Chi Square
memakai data yang diskrit dengan pendekatan distribusi kontinu. Dekatnya
pendekatan yang dihasilkan tergantung pada ukuran berbagai sel dari tabel
kontingensi. Untuk menjamin pendekatan yang memadai digunakan aturan
dasar “frekuensi harapan tidak boleh terlalu kecil” secara umum dengan
ketentuan (Sopiyudin Dahlan, 2014). :
76
1) Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan lebih kecil dari 1
(satu).
2) Tidak lebih dari 20% sel mempunyai nilai harapan lebih kecil dari 5
(lima).
Hasil Uji Chi Square hanya dapat menyimpulkan ada/ tidaknya perbedaan
proporsi antar kelompok atau dengan kata lain hanya dapat menyimpulkan
ada/ tidaknya hubungan antara dua variabel kategorik. Dengan demikian Uji
Chi Square dapat digunakan untuk mencari hubungan dan tidak dapat untuk
melihat seberapa besar hubungannya atau tidak dapat mengetahui kelompok
mana yang memiliki resiko lebih besar (Sujarweni, 2015). Untuk mengetahui
derajat hubungan, dikenal ukuran Risiko Relatif (RR) dan Odds Ratio (OR).
Keputusan dari pengujian Chi Square:
1) Jika p-value ≤ 0,05 berarti H0 ditolak, sehingga antara
variabelindependen(bebas) dan variabel dependen(terikat) ada
hubungan yang bermakna.
2) Jika p-value > 0,05 berarti H0 diterima, sehingga antara variabel
independen(bebas) dan variabel dependen(terikat) tidak ada hubungan
yang bermakna.
Syarat Odds Ratio, sebagai berikut (Saryono, 2013) :
1) RP (Ratio Prevalens) < 1, artinya faktor yang diteliti tersebut justru
menurunkan terjadinya efek.
2) RP (Ratio Prevalens) > 1, artinya faktor yang diteliti merupakan faktor
resiko.
77
3) RP (Ratio Prevalens) = 1, artinya faktor yang diteliti bukan merupakan
faktor resiko.
4.10 Etika Penelitian
1) Informed consent (informasi untuk responden)
Informed consentmerupakan cara persetujuan antara peneliti dengan informan
dengan memberikan lembar persetujuan melalui inform consent,kepada
responden sebelum penelitian dilaksanakan. Setelah calon responden
memahami penjelasan peneliti terkait penelitian ini, selanjutnya peneliti
memberikan lembar Informed consentuntuk ditandatangani oleh sampel
penelitian.
2) Anonymity (Tanpa Nama)
Anonymitymerupakan usaha menjaga kerahasiaan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan data responen. Pada aspek ini peneliti tidak mencantumkan
nama responden melainkan inisial nama responden dan nomor responden
pada kuesioner.
3) Confidentiality (Kerahasiaan Informasi)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti. Pada aspek ini, data yang sudah terkumpul dari
responden bersifat rahasia dan penyimpanan dilakukan di file khusus milik
pribadi sehingga hanya peneliti dan responden yang mengetahuinya.
78
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Alun-Alun Kota Madiun
Wisata Alun Alun Kota Madiun adalah salah satu tempat wisata yang
berada di Jalan Alon-Alon Barat, Desa Pangongangan, Kecamatan Mangu
Harjo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Indonesia. Alun Alun Kota Madiun
adalah merupakan suatu lapangan terbuka yang luas dan berumput yang
dikelilingi oleh jalan dan dapat digunakan untuk kegiatan masyarakat yang
beragam. Tempat ini sangat indah dan dapat memberikan sensasi yang
berbeda dengan aktivitas kita sehari hari dan memiliki pesona keindahan yang
sangat menarik untuk dikunjungi oleh masyarakat Kota Madiun.
Pedagang kaki lima di sekeliling Alun-Alun Kota Madiun cukup
banyak dan menyediakan menu makanan yang sangat beragam seperti
batagor, tahu petis, pentol, sate ayam, bakso, mie ayam, ronde dan beraneka
minuman, tidak hanya itu pedagang yang berjualan baju, mainan anak dan
kaset atau cd dengan menggunakan tempat yang sudah menetap adapun
pedagang yang memakai gerobak pada saat berjualan.
Alun-Alun Kota Madiun adalah alun-alun yang sudah ada sejak ratusan
tahun yang lalu menjadi tempat penting dalam sejarah kuno madiun, serta
sebuah wisata alam yang dimanfaatkan sebagai sumber keramaian kota
seperti tempat berolahraga, tempat pertemuan, ataupun bazar, tempat
perlombaan, bahkan menjadi tempat para pedagang yang menjualkan
79
dagangannya. Menjelang sore hingga malam tempat ini ramai dikunjungi
terdapat taman, lapangan, wisata kuliner di sekitarnya, tempat bermain anak
dan Masjid Terbesar di Kota Madiun. Sekarang ini, terus dilakukan
pembenahan guna mempercantik lokasi dan pemerintah Kota Madiun sengaja
melepas ratusan burung merpati untuk menambah alami suasana, disamping
itu makanan yang disajikan lebih beragan dari makanan ringan ke makanan
berat. Kehigienisan makanan juga penting untuk menarik pengunjung lebih
banyak datang, tidak hanya enak makanan juga harus sehat. Batas-batas
wilayah Alun-Alun Kota Madiun sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Masjid Agung Baitul Hakim
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Gedung Pemerintah Kabupaten
Sebelah Selata : Berbatasan dengan Mall tertua Presiden Plaza
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Jalan Kutai
Gambar 5.1 Peta Alun-Alun Kota Madiun
80
5.2 Hasil Penelitian
5.2.1 Karakteristik Data Umum
Data umum akan menyajikan karakteristik responden yang diamati
dalam penelitian ini adalah karakteristik berdasarkan jenis kelamin,
umur, lama kerja, dan tingkat pendidikan responden. Karakteristik
responden yaitu dibawah ini :
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin di Alun-Alun Kota Madiun Bulan Juli 2018
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1 Laki-laki 26 53,1
2 Perempuan 23 46,9
Total 49 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian bulan Juli 2018
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 26 orang
(53,1%) sedangkan berjenis kelamin perempuan sebanyak 23 orng
(46,9%).
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di
Alun-Alun Kota Madiun Bulan Juli 2018
No Umur Jumlah Persentase (%)
1 18 – 25 tahun 4 8,2
2 26 – 35 tahun 6 12,2
3 36 – 45 tahun 19 38,8
4 46 – 55 tahun 13 26,5
5 56 – 65 tahun 7 14,3
Total 49 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian bulan Juli 2018
81
Berdasarkan tabel 5.2 di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden termasuk kelompok umur 36 – 45 tahun yaitu sebanyak
19 orang (38,8%).
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Tingkat Pendidikan di Alun-Alun Kota Madiun Bulan Juli
2018
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 Tidak Sekolah 2 4,1
2 Tamat SD 11 22,4
3 Tamat SMP 23 46,9
4 Tamat SMA 13 26,5
Total 49 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian bulan Juli 2018
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden memiliki tingkat pendidikan tamat SMP yaitu sebanyak
23 orang (46,9%). Sedangkan sebagian kecil responden memiliki
tingkat pendidikan tidak sekolah yaitu sebanyak 2 orang (4,1%).
5.2.2 Data Hasil Penelitian Univariate Variabel
1. Hasil Penilaian Personal Hygiene Pedagang
Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi responden berdasarkan
personal hygiene pedagang didapat hasil sebagai berikut :
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Personal Hygiene pedagang di Alun-Alun Kota Madiun
No Personal Hygiene
Pedagang
Jumlah Persentase (%)
1 Baik 28 57,1
2 Kurang Baik 21 42,9
Total 49 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian
82
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui dari 49 pedagang di Alun-
Alun Kota madiun sebagian besar memiliki personal hygiene dengan
kategori baik yaitu sebanyak 28 pedagang (57,1%) sedangkan
dengan kategori kurang baik sebanyak 21 pedagang (42,9%).
2. Hasil Penilaian Sanitasi Peralatan Makan Pedagang
Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi responden berdasarkan
sanitasi peralatan makan pedagang didapat hasil sebagai berikut :
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Sanitasi Peralatan Makan pedagang di Alun-Alun Kota
Madiun
No Sanitasi Peralatan
Makan
Jumlah Persentase (%)
1 Baik 32 65,3
2 Kurang Baik 17 34,7
Total 49 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui dari 49 pedagang di Alun-
Alun Kota madiun sebagian besar memiliki sanitasi peralatan makan
dengan kategori baik yaitu sebanyak 32 pedagang (65,3%)
sedangkan dengan kategori kurang baik sebanyak 17 pedagang
(34,7%).
3. Hasil Penilaian Teknik Pencucian Peralatan Makan Pedagang
Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi responden berdasarkan
teknik pencucian peralatan makan pedagang didapat hasil sebagai
berikut :
83
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Teknik Pencucian Peralatan Makan pedagang di Alun-
Alun Kota Madiun
No Teknik Pencucian
Peralatan Makan
Jumlah Persentase (%)
1 Baik 31 63,3
2 Kurang Baik 18 36,7
Total 49 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian
Berdasarkan tabel 5.6 di atas, dapat diketahui dari 49 pedagang di
Alun-Alun Kota madiun sebagian besar memiliki teknik pencucian
peralatan makan dengan kategori baik yaitu sebanyak 31 pedagang
(63,3%) sedangkan dengan kategori kurang baik sebanyak 18 orang
(36,7%).
4. Hasil Penilaian Sanitasi Penyimpanan Peralatan Makan Pedagang
Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi responden berdasarkan
sanitasi penyimpanan peralatan makan pedagang didapat hasil
sebagai berikut :
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
sanitasi penyimpanan Peralatan Makan pedagang di Alun-
Alun Kota Madiun
No Sanitasi Penyimpanan
Peralatan Makan
Jumlah Persentase (%)
1 Baik 29 59,2
2 Kurang Baik 20 40,8
Total 49 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui dari 49 pedagang di Alun-
Alun Kota madiun sebagian besar memiliki sanitasi penyimpanan
84
peralatan makan dengan kategori baik yaitu sebanyak 29 pedagang
(59,2%) sedangkan dengan kategori kurang baik sebanyak 20
pedagang (40,8%).
5. Hasil Penilaian Angka Kuman Pada Peralatan Makan
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Angka Kuman pada Peralatan Makan pedagang di Alun-
Alun Kota Madiun
No Angka Kuman Jumlah Persentase (%)
1 Memenuhi Persyaratan
<100 koloni 42 85,7
2 Tidak Memenuhi
Persyaratan >100 koloni 7 14,3
Total 49 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui dari 49 pedagang di Alun-
Alun Kota madiun sebagian besar angka kuman pada peralatan
makan pedagang dengan kategori memenuhi persyaratan yaitu
sebanyak 42 Pedagang (87,7%). Sedangkan yang tidak memenuhi
persyaratan >100 koloni/cm2 sebanyak 7 pedagang (14,3%).
5.2.3 Analisis Bivariat Variabel Penelitian
Pada analisis bivariat, variabel independen (Personal hygiene,
sanitasi peralatan makan, teknik pencucian peralatan makan, sanitasi
penyimpanan peralatan makan) dihubungkan dengan variabel dependen
(Angka kuman peralatan makan) yang diuji dengan Uji Chi Square.
Dari hasil uji silang antara variabel independen dengan variabel
dependen akan ditunjukkan sebagai berikut :
85
1. Hubungan Personal Hygiene Pedagang dengan Angka Kuman
Peralatan Makan
Tabel 5.9 Tabulasi Silang Hubungan antara Personal Hygiene dengan Angka
Kuman Pada peralatan Makan di Alun-Alun Kota Madiun
Personal
Hygiene
Pedagang
Angka Kuman RP
95% CI
P
Tidak
Memenuhi
persyarata
n
Memenuhi
persyarata
n
Total
N % N % F %
Kurang Baik 2 9,5 19 90,5 21 100,0 0,533
(0,114-2,486)
0,683
Baik 5 17,9 23 82,1 28 100,0
Total 7 14,3 42 85,7 49 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian bulan Juli 2018
Berdasarkan tabel 5.9 di atas,dapat diketahui bahwa responden
yang mempunyai angka kuman tidak memenuhi persyaratan >100
koloni/cm2 sebanyak 2 orang (9,5%) memiliki personal hygiene
yang kurang baik, sedangkan responden yang mempunyai angka
kuman tidak memenuhi persyaratan <100 sebanyak 5 orang (17,9%)
memiliki personal hygiene yang baik. Jadi, proporsi angka kuman
yang tidak memenuhi persyaratan lebih banyak pada pedagang yang
mempunyai personal hygine baik. Hasil Uji Chi-Square dengan
menggunakan Uji fisher exact hubungan antara jumlah angka kuman
peralatan makan dengan personal hygiene pedagang menunjukkan
bahwa nilai p = 0,683 lebih dari α = 0,05. Maka dapat diambil
kesimpulan bahwa secara statistik tidak ada hubungan antara angka
kuman pada peralatan makan dengan personal hygiene pedagang.
86
2. Hubungan Antara Sanitasi Peralatan Makan Dengan Angka Kuman
Peralatan Makan Pedagang
Tabel 5.10 Tabulasi Silang Hubungan antara Sanitasi Peralatan Makan dengan
Angka Kuman Pada peralatan Makan di Alun-Alun Kota Madiun
Sanitasi
Peralatan
Makan
Angka Kuman RP
95% CI
P
Tidak
Memenuhi
persyaratan
Memenuh
i
persyarat
an
Total
N % N % F %
Kurang Baik 6 35,3 11 64,7 17 100,0 11,294
(1,479-86,308) 0,005
Baik 1 3,1 31 96,9 32 100,0
Total 7 14,3 42 85,7 49 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian bulan Juli 2018
Berdasarkan tabel 5.10 di atas, memiliki sanitasi peralatan
makan yang kurang baik dengan angka kuman yang tidak memenuhi
syarat ada 6 (35,3%) memiliki sanitasi peralatan yang kurang baik,
sedangkan responden yang mempunyai angka kuman tidak
memenuhi persyaratan >100 koloni/cm2 sebanyak 1 orang (3,1%)
memiliki personal hygiene yang baik. Jadi, proporsi angka kuman
yang tidak memenuhi persyaratan lebih banyak pada pedagang yang
mempunyai sanitasi peralatan makan yang kurang baik.
Hasil Uji Chi-Square dengan menggunakan uji fisher exact
diperoleh nilai hasil analisis diperoleh p = 0,005 kurang dari α =
0,05. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara statistik ada
hubungan antara jumlah angka kuman dengan sanitasi peralatan
makan. Nilai RP = 11,294 > 1, maka secara statistik dapat diambil
kesimpulan bahwa responden dengan sanitasi peralatan makan yang
87
kurang baik meningkatkan risiko terhadap keberadaan angka kuman
pada peralatan makan sebesar 11,294 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden yang memiliki sanitasi peralatan makan yang
baik.
3. Hubungan Antara Teknik Pencucian Peralatan Makan Dengan
Angka Kuman Peralatan Makan Pedagang
Tabel 5.11 Tabulasi Silang Hubungan antara Teknik Pencucian Peralatan Makan
dengan Angka Kuman Pada peralatan Makan di Alun-Alun Kota
Madiun
Teknik
Pencucian
Peralatan
Makan
Angka Kuman RP
95% CI
P
Tidak
Memenuhi
persyaratan
Memenuh
i
persyarat
an
Total
N % N % F %
Kurang Baik 6 33,3 12 66,7 18 100,0 10,333
(1,349-79,134)
0,007
Baik 1 3,2 30 96,8 31 100,0
Total 7 14,3 42 85,7 49 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian bulan Juli 2018
Berdasarkan tabel 5.11 di atas,dapat diketahui bahwa proporsi
angka kuman yang tidak memenuhi syarat lebih banyak terjadi pada
peralatan makan yang teknik pencuciannya kurang baik yaitu
sebanyak 6 (33,3%) sedangkan angka kuman yang tidak memenuhi
persyaratan >100 koloni/cm2 dengan teknik pencucian yang baik
sebanyak 1 (3,2%). Jadi, proporsi angka kuman yang tidak
memenuhi persyaratan lebih banyak pada pedagang yang
mempunyai teknik pencucian peralatan makan yang kurang baik
88
Hasil Uji Chi-Square dengan menggunakan Uji fisher exact
hubungan antara jumlah angka kuman pada peralatan makan dengan
teknik pencucian menunjukkan bahwa nilai p = 0,007 kurang dari α
= 0,05. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara statistik ada
hubungan antara jumlah angka kuman dengan teknik pencucian
peralatan makan. Nilai RP = 10,333 > 1, maka secara statistik dapat
diambil kesimpulan bahwa responden dengan teknik pencucian
peralatan makan yang kurang baik meningkatkan risiko terhadap
keberadaan angka kuman pada peralatan makan sebesar 10,33 kali
lebih besar dibandingkan responden yang memiliki teknik pencucian
peralatan makan yang baik.
4. Hubungan Antara Sanitasi Penyimpanan Peralatan Makan Dengan
Angka Kuman Peralatan Makan Pedagang
Tabel 5.12 Tabulasi Silang Hubungan antara Sanitasi Penyimpanan Peralatan
Makan dengan Angka Kuman Pada peralatan Makan di Alun-Alun
Kota Madiun.
Sanitasi
Penyimpana
n Peralatan
Makan
Angka Kuman RP
95% CI
P
Tidak
Memenuhi
persyaratan
Memenuh
i
persyarat
an
Total
N % N % F %
Kurang Baik 6 30,0 14 70,0 20 100,0 8,700
(1,132-66,836)
0,014
Baik 1 3,4 28 96,6 29 100,0
Total 7 14,3 42 85,7 49 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian bulan Juli 2018
Berdasarkan tabel 5.12 di atas,dapat diketahui bahwa
responden yang mempunyai angka kuman tidak memenuhi
89
persyaratan >100 koloni/cm2 sebanyak 6 orang (30,0%) memiliki
sanitasi penyimpanan yang kurang baik, sedangkan responden yang
mempunyai angka kuman tidak memenuhi persyaratan >100
sebanyak 1 (3,4%) memiliki sanitasi penyimpanan peralatan makan
yang baik. Jadi, proporsi angka kuman yang tidak memenuhi
persyaratan lebih banyak pada pedagang yang mempunyai sanitasi
penyimpanan kurang baik.
Hasil Uji Chi-Square dengan menggunakan Uji fisher exact
hubungan antara jumlah angka kuman peralatan makan dengan
sanitasi penyimpanan menunjukkan bahwa nilai p = 0,014 kurang
dari α = 0,05. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara statistik
ada hubungan antara jumlah angka kuman dengan sanitasi
penyimpanan peralatan makan. Nilai RP =8,700 > 1, maka secara
statistik dapat diambil kesimpulan bahwa responden dengan sanitasi
penyimpanan peralatan yang kurang baik meningkatkan risiko
terhadap keberadaan angka kuman pada peralatan makan sebesar
8,700 kali lebih besar dibandingkan responden yang memiliki
sanitasi penyimpanan peralatan makan yang baik.
5.3 Pembahasan
5.3.1 Personal Hygiene Pedagang
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 49 responden,
diperoleh bahwa sebagian besar responden memiliki personal hygiene
yang baik sebanyak 28 pedagang (57,1%), sedangkan sebanyak 21
90
pedagang (42,9%) personal hygiene kurang baik. Sehingga dapat diketahui
bahwa personal hygiene pada pedagang di Alun-Alun Kota Madiun
termasuk dalam kategori baik.
Dari keterangan di atas frekuensi personal hygiene pedagang di alun-
alun kota madiun dengan kategori personal hygiene baik lebih tinggi
daripada kategori personal hygiene yang kurang baik, pedagang dengan
personal hygiene yang kurang baik masih kurangnya kesadaran untuk
mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir karena minimnya fasilitas
dan kemauan pedagang, oleh karena itu untuk menangani masalah
kesadaran pedagang akan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
seharusnya pedagang menyediakan tempat khusus yang berisikan air
bersih dan sabun untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
pekerjaan.
Berdasarkan hasil penelitian masih banyak responden yang tidak
menggunakan celemek pada saat berjualan (98,87%), tidak mencuci
tangan menggunakan dengan air bersih setiap hendak menangani peralatan
makan (32,65%). Tidak mencuci tangan menggunakan sabun (71,24%).
Hal ini dikarenakan para responden beranggapan bahwa apabila setiap
nanti menangani peralatan makanan mencuci tangan dapat menyita waktu.
5.3.2 Sanitasi Peralatan Makan
Sanitasi peralatan makan adalah kebersihan terhadap peralatan
makan agar tidak terjadi kontaminasi melalui peralatan makan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 49 responden, diperoleh
91
bahwa sebagian besar responden memiliki sanitasi peralatan makan yang
baik sebanyak 32 pedagang (65,3%), sedangkan sebanyaj 17 pedagang
(34,7%) sanitasi peralatan makannya kurang baik. Sehingga dapat
diketahui bahwa sanitasi peralatan makan pada pedagang di Alun-Alun
Kota Madiun termasuk dalam kategori baik.
Menurut (Lintogareng, 2013) setiap peralatan makan haruslah selalu
dijaga kebersihannya setiap saat digunakan. Alat makan yang kelihatan
bersih belum merupakan jaminan telah memenuhi persyaratan kesehatan,
karena didalam alat makan tersebut telah tercemar bakteri yang
menyebabkan alat makan tersebut tidak memenuhi kesehatan. dengan
menjaga kebersihan peralatan makan, berarti telah membantu mencegah
terjadinya pencemaran atau kontaminasi makanan yang dikonsumsi.
Berdasarkan hasil penelitian ini masih ada beberapa pedagang yang
menggunakan lap/serbet dalam keadaan kotor (32,65%), tidak mencuci
peralatan menggunakan air bersih (63,26%), dan pedagang kurang
memperhatikan kebersihan peralatan makan yang akan
digunakan(20,40%). Hal ini dikarenakan para pedagang makanan terbiasa
memakai lap yang sudah ada tanpa menggantinya jika sudah kotor. Selain
itu, para pedagang tidak mengganti lab mereka karena tidak membawa lab
lain yang masih bersih atau cadangan lap.
Dari hasil penelitian sanitasi peralatan makan pedagang di alun-alun
kota madiun dengan sanitasi peralatan makan baik lebih tinggi daripada
kategori sanitasi peralatan yang kurang baik, pedagang dengan sanitasi
92
peralatan makan yang kurang baik agar lebih memperhatikan kebersihan
peralatan makan karena peranan peralatan makan dan masak dalam
sanitasi makanan sangat penting, untuk itu peranan pembersihan peralatan
makan perlu diketahui secara mendasar. Pembersihan peralatan secara
baik akan menghasilkan alat pengolahan makanan yang bersih dan sehat,
seharusnya pedagang mencuci secara teratur lap/serbet yang telah
digunakan atau tidak lagi menggunakan lap yang tidak layak pakai.
5.3.3 Teknik Pencucian Peralatan Makan
Teknik Pencucian peralatan makan pada pedagang kaki lima
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 49 responden, diperoleh
bahwa sebagian besar responden memiliki teknik pencucian peralatan
makan yang baik sebanyak 31 pedagang (63,3%), sedangkan sebanyak 18
pedagang (36,7%) teknik pencucian peralatan makannya kurang baik.
Sehingga dapat diketahui bahwa teknik pencucian peralatan makan pada
pedagang di Alun-Alun Kota Madiun termasuk dalam kategori baik. Pada
hasil penelitian ini masih ada beberapa pedagang yang mencuci peralatan
dengan air yang tidak diganti dengan air bersih (51,02%) tidak
menggunakan teknik perendaman peralatan makan yang akan dicuci
(40,81%). Pada perendaman dimaksudkan untuk memberi kesempatan
peresapan air kedalam sisa makanan yang menempel atau mengeras
sehingga menjadi mudah untuk dibersihkan atau terlepas dari permukaan
alat (Depkes RI, 2006 dalam Cahyaningsih 2009).
93
Menurut Melawati (2010) air yang digunakan berulang-ulang untuk
proses pencucian peralatan makanan akan sangat mudah terkontaminasi
kuman yang menempel pada peralatan yang akan dicuci. Kondisi seperti
ini tidak memenuhi syarat higiene sanitasi bahwa peralatan hendaknya
langsung dicuci dibawah kran dengan air mengalir untuk menghindarkan
adanya bakteri pada air yang digunakan tersebut.
Dari hasil penelitian teknik pencucian peralatan makan pedagang di
Alun-Alun Kota Madiun dengan teknik pencucian peralatan makan baik
lebih tinggi daripada kategori sanitasi peralatan yang kurang baik
pedagang dengan teknik pencucian peralatan makan yang kurang baik agar
lebih memperhatikan perendaman peralatan makan karena pada
perendaman dimaksudkan untuk memberi kesempatan peresapan air
kedalam sisa makanan yang menempel atau mengeras sehingga menjadi
mudah untuk dibersihkan atau terlepas dari permukaan alat selain itu,
faktor kecepatan juga dapat menjadi alasannya dengan merendam kegiatan
pencucian menjadi lebih lama sementara pedagang harus membereskan
pekerjaan dengan cepat untuk melayani para pelanggan yang jumlahnya
terhitung banyak. Hal ini menunjukkan sifat ketergesa-gesaan pedagang
dalam melakukan pembersihan peralatan.
5.3.4 Sanitasi Penyimpanan Peralatan Makan
Sanitasi penyimpanan peralatan makan pada pedagang kaki lima
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 49 responden, diperoleh
bahwa sebagian besar responden memiliki sanitasi peralatan makan yang
94
baik sebanyak 29 pedagang (59,2%), sedangkan sebanyak 20 pedagang
(40,8%) sanitasi penyimpanan peralatan makannya kurang baik. Sehingga
dapat diketahui bahwa sanitasi penyimpanan peralatan makan pada
pedagang di Alun-Alun Kota Madiun termasuk dalam kategori baik.
Menurut Fadila (2015) Penyimpanan peralatan pada tempat yang
lembab dan berkarat dengan keadaan basah dan kurang bersih akan
menimbulkan kontaminasi terhadap peralatan makan tersebut.
Kontaminasi yang telah terjadi sebelum penyimpanan menyebabkan
kuman tetap tumbuh. Perlu diketahui secara mendasar penyimpanan
peralatan makan yang benar yaitu disimpan dalam keadaan kering, bersih
dan dalam keadaan terbalik, penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata
dan tidak aus/rusak, terjaga kebersihannya dan terlindung dari sumber
pencemar.
Pada hasil penelitian ini masih ada beberapa pedagang yang
peralatan makan disimpan dalam keadaan basah dan kurang bersih
(59,18%), penyimpanam peralatan makan tidak terbalik (71,42%) serta
tidak terpelihara kebersihannya (40,81%) dan tidak dalam keadaan tertutup
(61,22%). Sanitasi penyimpanan peralatan makan pedagang di alun-alun
kota Madiun dengan sanitasi penyimpanan peralatan makan baik lebih
tinggi daripada sanitasi penyimpanan peralatan yang kategorinya kurang
baik, Solusi yang ingin peneliti tawarkan adalah sebaiknya tempat
penyimpanan peralatan makan harus diatur sedemikian rupa sehingga
memenuhi syarat dan terlindung dari kontaminasi bakteri atau kuman
95
setelah melalui tahap proses pencucian. Kualitas peralatan makan sangat
dipengaruhi oleh tempat penyimpanan peralatan makan tersebut. Oleh
karena itu, mutlak diperlukan suatu teknik penyimpanan peralatan makan
yang ideal. Dimana penyimpanannya sebaiknya disesuaikan dengan jenis
peralatan makannya masing-masing dalam keadaan tertutup agar peralatan
tersebut tetap bersih dan terlindung dari jamahan tikus dan hewan lainnya.
5.3.5 Hubungan Antara Personal Hygiene Pedagang Dengan Angka Kuman
Pada Peralatan Makan Pedagang Kaki Lima
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang yang
memiliki personal hygiene yang kurang baik dan angka kuman memenuhi
persyaratan <100 koloni/cm2 (90,5%). Hal tersebut didukung hasil uji
fisher exact diperoleh nilai p value sebesar 0,683 serta nilai RP sebesar
0,533, hasil tersebut membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara
personal hygiene pedagang dengan jumlah angka kuman pada peralatan
makan pedagang. Pedagang di Alun-Alun Kota Madiun yang memiliki
jumlah koloni yang buruk pada peralatan makan mereka namun personal
hygiene mereka bagus (17,9%) dikarenakan terdapat beberapa faktor lain
yang mempengaruhi jumlah koloni pada peralatan makan pedagang
tersebut seperti, faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi seperti
udara, debu.
Responden yang memiliki personal hygiene yang kurang baik
sebanyak 90,5% tetapi angka kumannya memenuhi persyaratan <100
koloni/cm2. Hal tersebut disebabkan oleh faktor lain yaitu sanitasi
96
peralatan makan yang baik. Peralatan makan dicuci menggunakan sabun,
kemudian dikeringkan menggunakan lap, serta disimpan di tempat yang
tertutup atau dengan cara dibalik. Sedangkan responden yang memiliki
personal hygiene yang baik, sebanyak 17,9% diantaranya memiliki angka
kuman yang tidak memenuhi persyaratan >100 koloni/cm2. Hal tersebut
dikarenakan peralatan makan di letakkan di tempat yang terbuka, dan tidak
dibalik, sehingga kemungkinan dapat tercemar oleh polusi seperti debu
atau asap kendaraan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rara, Putri, dan Hesty
(2017) yang diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara personal
hygiene dengan jumlah koloni. Dari 18 orang pedagang yang memiliki
personal hygiene yang buruk 17 diantaranya (94,4%) memiliki jumlah
koloni pada piring dagangannya buruk dan hanya 1 memiliki jumlah
koloni yang baik (5,6%), sedangkan dari 12 orang pedangan yang
memiliki personal hygiene yang baik, seluruhnya 100% memiliki jumlah
koloni pada piring dagangannya buruk.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Juli, Sri, dan Retno (2017)
hasil analisis bivariat pada penelitian ini menunjukkan personal hygiene
tidak ada kaitannya dengan keberadaan kuman pada peralatan makan, serta
personal hygiene tidak ada kaitannya dengan total angka kuman pada
peralatan makan, walaupun tidak memiliki hubungan tetapi ada faktor lain
yang membuat kuman tersebut tumbuh. Seperti pada saat, pedagang tidak
memperdulikan akan kebersihan dirinya. Sebagian pedagang ada yang
97
berpakaian tidak bersih, kuku pedagang juga sudah terlihat panjang dan
kotor sehingga pada saat mengolah makanan bisa saja kuman tersebut
terkontaminasi oleh kotoran yang terdapat di kuku dan pakaian pedagang.
Adanya keberadaan kuman pada peralatan makan dengan personal
hygiene sejalan dengan penelitian Mirawati, Rico Januar, dan Hamzah
hasyim (2011) tentang perilaku yang kurang baik yang dilakukan
pedagang selama menjamah makanan masih kerap terlihat seperti bersih
dan batuk, menyentuh hidung, tidak menutup luka kulit terbuka/goresan,
kontak langsung peralatan makan dan makanannya dengan tubuh
penjamah secara langsung. Penelitian Lily Dianafitry Hasan (2016)
dimana kebersihan pedagang dilihat dari kebersihan diri yang terdiri dari
rambut, hingga kaku, mandi yang teraktur, serta dilihat dari apa yang
digunakan seperti topi, sepatu, dll. Penjamah yang tidak sehat dapat
menyebarkan penyakit ke konsumen melalui jumlah angka kuman yang
menumpuk pada permukaan peralatan makan.
Menurut Borja (2008), tidak mencuci tangan sebelum mencuci
peralatan makanan yang digunakan dapat menimbulkan kontaminasi pada
peralatan makan, karena kuman akan terkontaminasi melalui tangan
pedagang tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, pedagang yang memiliki
personal hygiene yang buruk memang tidak mencuci tangan pada saat
pencucian peralatan makanan, Hal tersebut dapat memperbesar
keterpaparan kuman dan mengakibatkan angka kuman yang tinggi pada
peralatan makan pedagang. Pada penelitian ini tidak semua pedagang kaki
98
lima melakukan cuci tangan sebelum mencuci peralatan makan bahkan
mencuci tangan memakai air seadanya yang belum tentu dijamin
kebersihannya maka dari itu jumlah kuman pada peralatan makan
pedagang melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) yang sudah ditetapkan
Permenkes 1098/Menkes/SK/2003.
5.3.6 Hubungan antara Sanitasi Peralatan Makan Pedagang dengan angka
kuman pada peralatan makan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang yang
memiliki saitasi peralatan yang kurang baik dan angka kuman tidak
memenuhi persyaratan >100 koloni/cm2 (35,3%). Hal tersebut didukung
hasil uji fisher exact diperoleh nilai p value sebesar 0,005 serta nilai RP
sebesar 11,294, hasil tersebut membuktikan bahwa ada hubungan antara
sanitasi peralatan makan dengan jumlah angka kuman pada peralatan
makan pedagang, dimana pedagang dengan sanitasi peralatan yang kurang
baik meningkatkan risiko terhadap keberadaan angka kuman pada
peralatan makan sebesar 11,294 kali lebih besar dibandingkan dengan
responden yang memiliki sanitasi peralatan makan yang baik.
Kebersihan peralatan makanan yang kurang baik akan mempunyai
peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangbiakan kuman,
penyebaran penyakit dan keracunan, untuk itu peralatan makanan haruslah
dijaga terus tingkat kebersihannya supaya terhindar dari kontaminasi
kuman patogen serta cemaran zat lainnya. Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas makanan jadi yaitu terjadinya kontaminasi
99
makanan oleh bakteri melalui kontaminasi peralatan makan yang tidak
bersih (Anonim, 2011).
Setiap peralatan makan haruslah selalu dijaga kebersihannya setiap
saat digunakan. Alat makan yang terlihat bersih belum merupakan jaminan
telah memenuhi persyaratan kesehatan, karena didalam alat makan
tersebut telah tercemar kuman yang menyebabkan peralatan makan
tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan. Dengan menjaga kebersihan
peralatan makan, berarti telah membantu mencegah terjadinya pencemaran
atau kontaminasi makanan yang dikonsumsi (Lintogareng, 2013).
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Vitria, Deny, dan Azrimaidaliza (2013) menyatakan bahwa p value 0,018
atau p <0,05, dengan demikian ada hubungan yang bermakna antara
sanitasi peralatan makan dengan angka kuman pada alat makan mie ayam.
Sanitasi peralatan yang diamati pada penelitian ini meliputi kondisi alat
dan mudah tidaknya alat dibersihkan. Distribusi frekuensi kategori sanitasi
peralatan yang didapat dari 35 responden lebih banyak (54,3 %) yang
masuk kategori buruk dibandingkan dengan kategori baik (45,7%).
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa angka kuman dengan kategori
buruk lebih tinggi terjadi pada sanitasi peralatan yang buruk (73,7%)
dibandingkan dengan sanitasi peralatan yang baik (31,3%).
Kenyataan di lapangan kain lap yang digunakan untuk
mengeringkan alat makan tersebut tidak selalu diganti. Kain lap yang
digunakan tidak sekali pakai untuk beberapa jenis dan jumlah alat makan,
100
sedangkan kain lap/serbet yang tidak sering diganti dapat menjadi titik
kritis cemaran bakteriologis pada peralatan makan tersebut, sehingga dapat
disimpulkan bahwa, keberadaan jumlah kuman pada peralatan makan yang
melebihi nilai ambang batas dapa disebabkan karena kontaminasi dari kain
lap tersebut selain itu pedagang tidak mencuci lap/serbet dikarenakan jika
lap belum terlalu kotor pedagang belum mencucinya, peralatan makan
yang digunakan tidak dalam keadaan bersih terlihat terdapat debu yang
menempel pada peralatan makan pada saat dilakukan observasi dan kurang
terjaga kebersihannya.
Responden yang memiliki Sanitasi peralatan makan yang kurang
baik sebanyak 64,7% tetapi angka kumannya memenuhi persyaratan <100
koloni/cm2. Hal tersebut disebabkan oleh faktor lain yaitu penyimpanan
peralatan makanan. Meskipun sanitasi peralatan makan kurang baik,
responden memiliki tempat penyimpanan peralatan makan yang baik,
yaitu tempat penyimpanannya bersih, tertutup, dan peralatan makan
disimpan dengan cara dibalik. Sehingga dapat meminimalisir kontaminasi
dari lingkungan. Sedangkan responden yang memiliki sanitasi peralatan
makan yang baik, sebanyak 3,1% diantaranya memiliki angka kuman yang
tidak memenuhi persyaratan >100 koloni/cm2. Hal tersebut dikarenakan
penyimpanan peralatan makan yang kurang baik. Meskipun proses sanitasi
peralatan makan baik, namun setelah dibersihkan peralatan makan
disimpan di tempat yang kotor dan terbuka. Sehingga peralatan makan
terkontaminasi kuman dari lingkungan.
101
5.3.6 Hubungan antara Teknik Pencucian Peralatan Makan dengan angka
kuman pada peralatan makan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang
dengan teknik pencucian yang kurang baik dan angka kuman tidak
memenuhi persyaratan >100 koloni/cm2 (33,3%). Hal tesebut didukung
dengan hasil uji fisher exact diperolehnilai p value sebesar 0,007 serta nilai
RP sebesar 10,333. Hal tersebut membuktikan bahwa ada hubungan antara
teknik pencucian peralatan makan dengan angka kuman pada peralatan
makan pedagang. Dimana pedagang dengan teknik pencucian yang kurang
baik meningkatkan risiko terhadap keberadaan angka kuman sebesar
10,333 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki
teknik pencucian peralatan makan yang baik.
Air yang digunakan untuk mencuci peralatan, apabila sudah terlihat
kotor segera diganti dengan air yang baru, karena jika air yang digunakan
berulang-ulang untuk proses pencucian peralatan makanan akan sangat
mudah terkontaminasi kuman yang menempel pada peralatan yang akan
dicuci. Kondisi seperti ini tidak memenuhi syarat hygiene sanitasi bahwa
peralatan hendaknya langsung dicuci dibawah kran dengan air mengalir
untuk menghindarkan adanya bakteri pada air yang digunakan tersebut.
Jumlah kuman pada peralatan makan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya adalah air yang digunakan, teknik pencucian dan
penyimpanan peralatan makan setelah dicuci (Melawati, 2010).
102
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bobihu
(2012) yang melakukan pemeriksaan angka kuman peralatan makan di
rumah makan kompleks pasar sentral kota Gorontalo, 11 rumah makan
berdasarkan hasil laboratorium tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan
Permenkes 1098/Menkes/SK/VII/2003 dari 14 rumah makan.yang diteliti
melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan yaitu 100 koloni/cm2.
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan di pedagang Alun-Alun Kota
Madiun menunjukkan bahwa dari 49 sampel yang diperiksa 7 sampel
angka kuman pada peralatan makan melebihi NAB (Nilai Ambang Batas)
ambang batas. Hal ini sebabkan karena proses pencucian yang tidak
melakukan kegiatan perendaman dan bak pencucian tidak dibersihkan
setiap hari.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Suryani bahwa ada hubungan antara metode pencucian terhadap
angka kuman peralatan makan dengan nilai p=0,037. Nilai Rasio
Prevalensi (RP) = 1,651 yang menunjukkan bahwa pencucian alat makan
yang tidak baik akan mempengaruhi jumlah angka kuman pada peralatan
makan sebesar 1,651 kali lebih besar dibanding dengan pencucian alat
makan yang baik. Kontaminasi dalam makanan dapat langsung terjadi
melalui 2 cara yaitu kontaminasi langsung dan kontaminasi silang.
Terjadinya kontaminasi yang berasal dari peralatan makan disebabkan
penanganan peralatan makan yang tidak saniter, baik melalui proses
pencucian, pengeringan maupun pada penyimpanan (Suryani, 2014).
103
Menurut Andi Sarifah (2013) Peralatan makan dapat terkontaminasi
oleh kuman berkemungkinan melalui air yang digunakan untuk mencuci
peralatan makanan dan teknik pencucian peralatan makan itu sendiri.
Teknik pencucian sangat berhubungan secara signifikan dengan jumlah
kuman pada peralatan makan (Surasean, 2006). Oleh sebab itu, perlu
diperhatikan pada tahap proses pencucian sebaiknya dilakukan sesuai
dengan prosedur yang ada agar menghasilkan peralatan makan yang
hygienis baik pada proses pencucian agar peralatan makan terhindar dari
kontaminasi kuman. Dengan penerapan metode pencucian peralatan
makan yang tepat sangat penting dalam upaya penurunan jumlah angka
kuman terutama pada peralatan makan (Purnawijayanti, 2001).
Pada pedagang kaki lima selalu tidak memperhatikan proses
pencucian peralatan yang higienis. Padahal dalam proses pencucian
peralatan makan perlu dilakukan secara hygienis pembersih dari sisa
makanan terlebih dahulu kemudian digosok menggunakan kain/busa
dengan memakai sabun lalu dibilas dalam sebuah baskom. Kenyataan di
lapangan pedagang tidak memperhatikan proses pencucian peralatan
makan, pencucian tidak dilakukan dengan air yang mengalir, tidak ada air
pergantian bilasan lagi sehingga air bilasan tersebut menjadi kotor.
Kondisi pencucian peralatan makan rata-rata mencuci hanya menggunakan
2 bak, satu ember berisi air sabun dan ember satunya lagi merupakan
pembilasan sehingga pembilasan hanya dilakukan satu kali dan tanpa air
mengalir, dan tidak tersedia sumber air secara langsung. Sarana pencucian
104
yang paling penting dan benar adalah urutan pecucian dengan 3 (tiga)
bagian antara lain bagian untuk pencucian, bagian untuk pembersihan,
bagian untuk desinfeksi, selain itu harus disertai dengan sarana air yang
cukup serta zat pembersih (detergent).
Responden yang memiliki teknik pencucian yang kurang baik
sebanyak 66,7% tetapi angka kumannya memenuhi persyaratan <100
koloni/cm2. Hal tersebut disebabkan oleh teknik pencucian yang baik
sesuai dengan prosedur, sanitasi peralatan makan yang baik, seperti
mengeringkan peralatan makan menggunakan lap, dan menyimpan
peralatan makan di tempat yang bebas pencemar. Sedangkan responden
yang memiliki teknik pencucian peralatan makan yang baik sebanyak
3,2% diantaranya memiliki angka kuman yang tidak memenuhi
persyaratan >100 koloni/cm2. Hal tersebut disebabkan oleh sanitasi
peralatan makan yang kurang baik. Peralatan makan dikeringkan
menggunakan lap yang kurang bersih, dan disimpan di tempat terbuka
yang rawan kontaminasi.
Berdasarkan hasil pengamatan/observasi, teknik pencucian peralatan
yang dilakukan oleh pedagang makanan kaki lima di Alun-Alun Kota
Madiun. Setiap pedagang melakukan pembuangan sisa kotoran dan sisa
makanan yang terdapat pada peralatan makan yang akan dicuci (100%).
Hal ini merupakan suatu kebiasaan yang baik dilakukan untuk tahap
pencucian peralatan makan. Setelah pembuangan sisa kotoran pada alat
makan, pedagang langsung melanjutkan proses pencucian peralatan makan
105
dengan cara menggosok dan melarutkan sisa makanan menggunakan
detergen tanpa didahului perendaman peralatan makan tahap perendaman
ini membutuhkan waktu sehingga sulit dilakukan oleh pedagang.
5.3.7 Hubungan antara Sanitasi Penyimpanan Peralatan Makan dengan
angka kuman pada peralatan makan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang
memiliki sanitasi penyimpanan peralatan makan yang kurang baik dan
angka kuman tidak memenuhi persyaratan >100 koloni/cm2 (30,0%). Hal
tersebut didukung hasil uji fisher exact diperoleh nilai p value sebesar
0,014 serta nilai RP 8,700, hasil tersebut membuktikan bahwa ada
hubungan antara sanitasi penyimpanan peralatan makan dengan jumlah
angka kuman pada peralatan makan pedagang, dimana pedagang dengan
sanitasi penyimpanan peralatan yang kurang baik meningkatkan risiko
terhadap keberadaan angka kuman pada peralatan makan sebesar 11,294
kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki sanitasi
penyimpanan peralatan makan yang baik.
Penyimpanan peralatan makan pada tempat yang lembab dan berkarat
dengan keadaan basah dan kurang bersih akan menimbulkan kontaminasi
terhadap peralatan makan tersebut karena kualitas peralatan makan
tersebut sangat dipengaruhi oleh tempat penyimpanan peralatan makan,
kontaminasi yang telah terjadi sebelum penyimpanan menyebabkan kuman
tetap tumbuh (Fadila, 2015).
106
Pada kenyataan dilapangan tetapi teknik penyimpanan alat makan
hanya ditumpuk dalam keadaan tidak terbalik diatas meja, tempat
penyimpanannya terbuka dan tidak terlindung, terbuat dari bahan yang
tidak anti karat. Tempat penyimpanannya tidak terlindung dari hewan
perusak seperti kecoa dan tikus, tidak terlindung dari debu atau kotoran
sehingga masih berpotensi terjadinya kontaminasi peralatan makan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rona, Sulistyani, dan Nikie
bahwa ada hubungan yang signifikan antara tempat penyimpanan dengan
jumlah kuman pada sendok di lapas wanita klas IIA Semarang responden
yang tempat penyimpanannya tidak baik mempunyai risiko 143,500 kali
lebih besar angka kumannya daripada responden yang tempat
penyimpanannya baik. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Mayvika, Nur, dan Yusniar (2015) yang menyatakan tidak ada
hubungan antara kondisi penyimpanan peralatan dengan jumlah kuman
pada alat makan.
Responden yang memiliki sanitasi penyimpanan peralatan makan
yang kurang baik sebanyak 70,0% tetapi angka kumannya memenuhi
persyaratan <100 koloni/cm2. Hal tersebut disebabkan oleh teknik
penyimpanan peralatan makan dengan cara dibalik. Meskipun peralatan
makan disimpan di tempat terbuka dan tidak terpelihara kebersihannya,
namun peralatan makan tersebut diletakkan dengan cara dibalik, sehingga
kemungkinan terhindar dari kontaminasi di lingkungan. Sedangkan
responden yang memiliki sanitasi penyimpanan peralatan makan yang
107
baik, sebanyak 3,4% diantaranya memiliki angka kuman yang tidak
memenuhi persyaratan >100 koloni/cm2. Hal tersebut disebabkan oleh
teknik pencucian peralatan makan yang kurang baik. Meskipun peralatan
makan disimpan di tempat tertutup atau dengan cara dibalik, namun teknik
pencucian peralatan makan sebelum disimpan tidak sesuai dengan
prosedur. Peralatan makan hanya dibilas satu kali, tanpa menggunakan air
mengalir, dan tidak dikeringkan terlebih dahulu sebelum disimpan.
Pada teknik pengeringan, peralatan makan tidak ditiriskan dalam rak
pengering, hanya diletakkan diatas meja di tempat yang terbuka dan dilap
dengan kain lap seadanya untuk mengeringkan. Pada teknik
penyimpanannya, peralatan makan tidak disimpan dalam rak
penyimpanan, dan dalam keadaan terbuka dan tidak terlindung baik dari
sumber pencemar, debu atau kotoran, dan asap kendaraan yang
beterbangan dan tidak terlindung dari hewan perusak seperti kecoa dan
tikus, sanitasi penyimpanannya sangat rendah sehingga jumlah angka
kuman pada peralatan makan melebihi 100 koloni/cm². Tidak disimpan
dalam keadaan kering atau masih basah sehingga kotoran atau debu akan
mudah mengkontaminasi peralatan makan tersebut.
Sanitasi penyimpanan peralatan makan pedagang di alun-alun kota
madiun, dengan kategori baik lebih tinggi daripada sanitasi penyimpanan
peralatan yang kurang baik, Solusi yang ingin peneliti tawarkan adalah
sebaiknya tempat penyimpanan peralatan makan harus diatur sedemikian
rupa sehingga memenuhi syarat dan terlindung dari kontaminasi bakteri
108
atau kuman setelah melalui tahap proses pencucian. Kualitas peralatan
makan sangat dipengaruhi oleh tempat penyimpanan peralatan makan
tersebut. Oleh karena itu, mutlak diperlukan suatu teknik penyimpanan
peralatan makan yang ideal. Dimana penyimpanannya sebaiknya
disesuaikan dengan jenis peralatan makannya masing-masing dalam
keadaan tertutup agar peralatan tersebut tetap bersih dan terlindung dari
jamahan tikus dan hewan lainnya
5.4 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang mungkin dapat
mempengaruhi hasil penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini untuk pemeriksaan peralatan makan pedagang hanya
sampai pada jumlah kuman saja, tanpa dilanjutkan pada pemeriksaan jenis
kuman yang terdapat pada peralatan makan pedagang tersebut.
2. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional yang mengacu pada
satuan waktu sehingga kurang memiliki hasil yang akurat terhadap kondisi
responden maupun lingkungan tempat penelitian berlangsung namun
untuk meminimalisir peneliti membuat pengamatan dengan menggunakan
lembar observasi untuk memperkuat hasil dari penelitian.
3. Semua pertanyaan positif pada kuesioner sehingga jawaban responden
akan terpola terarahkan sehingga informasi yang diinginkan oleh peneliti
tidak dapat menggambarkan kondisi yang sesungguhnya.
109
5.5 Rekomendasi Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini maka perlu direkomendasikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Mengingat masih ada keberadaan kuman dalam sanitasi peralatan makan,
teknik pencucian peralatan makan, saniyasi penyimpanan peralatan makan,
untuk itu diperlukan pengetahuan dan ketrampilan bagi pedagang makanan
kaki lima di Alun-Alun Kota Madiun.
b. Melalui Paguyuban Pertoalma dapat mengusulkan pelatihan dalam rangka
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan serta sistem bisnis melalui
instansi terkait (Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan).
110
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Pada bab ini akan dibahas berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
yang telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan dan saran dari hasil
penelitian tentang hubungan hygiene sanitasi dengan angka kuman peralatan
makan pada pedagang makanan kaki lima di Alun-Alun Kota madiun adalah
sebagai berikut :
1. Pedagang memiliki personal hygiene baik (57,1%) sedangkan personal
hygiene yang kurang baik (42,9%).
2. Pedagang memiliki sanitasi peralatan makan baik (65,3%) sedangkan
yang kurang baik (34,7%).
3. Pedagang memiliki teknik pencucian peralatan makan baik (63,3%)
sedangkan yang kurang baik (36,7%).
4. Pedagang memiliki sanitasi penyimpanan peralatan makan baik (59,2%)
sedangkan yang kurang baik (40,8%).
5. Pedagang memiliki jumlah angka kuman yang melebihi persyaratan
(14,3%) sedangkan yang memenuhi persyaratan (85,7%).
6. Tidak ada hubungan antara personal hygiene pedagang dengan angka
kuman karena nilai p value Sig. 0,683 <0,05, RP (95% CI = 533 (114-
2,486)
111
7. Ada hubungan yang signifikan antara sanitasi peralatan makan dengan
angka kuman pada peralatan makan dengan hasil p value Sig. 0,005 >0,05,
RP (95% CI = 11,294 (1,479-86,308)
8. Ada hubungan yang signifikan antara teknik pencucian dengan angka
kuman pada peralatan makan dengan hasil p value Sig. 0,007 >0,05, RP
(95% CI = 10,333 (1,349-79,134)
9. Ada hubungan yang signifikan antara sanitasi penyimpanan peralatan
makan dengan angka kuman pada peralatan makan dengan hasil p value
Sig. 0,014 >0,05, RP (95% CI = 8,700 (1,132-66,836)
6.2 Saran
1. Bagi Dinas Perdagangan
. Melakukan kerjasama dengan Dinas Kesehatan guna memberikan
penyuluhan mengenai pentingnya kebersihan pada peralatan
makan pedagang.
a. Meningkatkan pengawasan dan pembinaan yang baik kepada
pedagang makanan kaki lima yang ada disekitar Alun-Alun Kota
Madiun terkait kebersihan pedagang.
b. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pedagang kaki lima.
2. Bagi Pedagang Kaki Lima
. Diharapkan untuk pedagang makanan agar dapat menjaga
kebersihan peralatan makanannya dalam menyajikan makanan
kepada konsumen
112
a. Memperhatikan dan meningkatkan kepedulian terhadap hygiene
sanitasi yang baik meliputi sanitasi peralatan makan, penyimpanan,
teknik pencucian mengganti air bilasan cucian peralatan makan
jika terlihat kotor dan menjaga kebersihan diri.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Diharapkan yang berminat melakukan penelitian ulang mengenai
penelitian ini, dapat melakukan penelitian dengan variabel yang
lebih kompleks
b. Jumlah sampel yang lebih besar agar dapat mendapatkan hasil
yang lebih akurat tentang faktor lain seperti (kualitas air
pencucian, bak penucian, bahan pencucian) yang berhubungan
dengan keberadaan angka kuman pada peralatan makan pedagang.
4. Bagi Pemerintah Kota
a. Penyediaan sarana PAB, SPAL yang memenuhi persyaratan
kesehatan lingkungan.
113
DAFTAR PUSTAKA
A, Aziz Alimul Hidayat, 2008. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisa
Data. Jakarta : Salemba Medika
Alma. (2011). Didiek Tri Kurniawan 2013. Konsep pemberdayaan pedagang
makanan kaki lima sebagai potensi wisata kuliner (Studi kasus pedagang
makanan kaki lima di kawasan Universitas Jember).
Andik Sarifa Budon. 2013. “Studi Kualitas Bakteriologis Air Pencucian Dan
Peralatan Makan di Kantin Uin Alauddin Makassar Tahun 2013.” Skripsi.
Anonim, 2011. Peralatan Makan. http://repository.usu.ac.id, diakses tanggal 20
Juli 2018.
Anwar. H, dkk 1987, Sanitasi Makanan dan Minuman, Pusdiknakes, Jakarta
Arif Sumantri (2011) Metode Penelitian Kesehatan. Edisi pertama. Jakarta:
Kencana 2011
Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi).
Jakarta : Rineka Cipta
Azari, J. T. (2013). Studi Komparatif Pencucian Alat Makan Dengan Perendaman
Dan Air Mengalir Terhadap Jumlah Kuman Pada Alat Makan Di Warung
Makan Bu AM Gonilan.
Aziz Alimul.H. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Bobihu, Febriyani. 2012. Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada
Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota
Gorontalo Tahun 2012. Jurnal, Jurusan Kesehatan Masyarakat
FakultasIlmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri
Gorontalo [online], diakses dari http://ejurnal.fikk.ung.ac.id (18 Maret
2018)
Borja. (2008). Hygiene dan Sanitasi. Diakses pada tanggal 26 Juni 2015.
BPOM RI, 2017. http://ik.pom.go.id/v2016/berita-keracunan/berita-keracunan-
bulan-juli-september-2007(BPOM RI, 2017). Ditulis 2018-01-30
10:37:39diakses pada tanggal 8 maret 2018 pada pukul 12:45
Brilian dan Laily. (2017). Angka Kuman Pada Beberapa Metode Pencucian
Peralatan Makan. Skripsi. Kalimantan Selatan.
Cahyaningsih, Chairini, Tri. 2009. Hubungan higiene sanitasi dan perilaku
penjamah makanan dengam kualitas bakteriologis peralatan makan di
114
warung makan. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat Vol.25 No.4 halaman
180-188.
Campell, dkk. (2005). Biologi. Erlangga. Jakarta.
Chandra B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.
Dahlan, M. Sopiyudin. 2017. Statistik Untuk Kedokteran dan
Kesehatan:Deskriptif, Bivariat dan Multivariat (Edisi 6). Epidemilogi Indonesia:
Jakarta
Damayanti, Ifany. 2011, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tinggi
Rendahnya Pendapatan Pedagang Kaki Lima, (Skripsi Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakart
Damsar, 2002, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik. Yogyakarta : Gava
Media
Depkes RI, 2003. Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003.Tentang
Persyaratan Hygiene Sanitasi Ruma Makan dan Restoran.Depkes RI,
Jakarta.
---------------,2003. Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003.Tentang
PedomanPersyaratan Makanan Jajanan. Depkes RI, Jakarta
---------------, 2011. Kepmenkes RI No. 1096/Menkes/PER/VI/2011 Tentang
Hygiene Sanitasi Jasaboga. Kementeri Kesehatan. Jakarta
Depkes RI, 2004; Sukinarih, 2015 Hubungan Higiene Alat Makan Dengan
Kejadian Diare Pada Bayi Usia (6-12bulan) Di Wilayah Kerja Puskesmas
Sukomoro Kecamatan Sukomoro Kabupaten Magetan. Skirpsi
Dini Nuris Nuraini, S.Si, 2013.Terapi Makanan Upaya Pencegahan Penyakit
Melalui Pola Hidup Yang Sehat, Penerbit : GAVA MEDIA
Djajadiningrat, dan Amir, 1989, Penilaian Secara Cepat Sumber-Sumber
Pencemaran Air, Tanah dan Udara, 19, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Eka Putri Lestari, 2015, Analisis Personal Hygiene Pada Penjual Makanan
Tradisional Gado-Gado di kelurahan Pisangan Cempaka Putih dan
Cireundeu Ciputat Timur. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
Skripsi.
Erlina Yuni, 2015. Buku Saku Personal Hygiene. Yogyakarta : Nuha Medika
Fadila. (2001);Sukinarih, 2015 Hubungan Higiene Alat Makan Dengan Kejadian
Diare Pada Bayi Usia (6-12bulan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukomoro
Kecamatan Sukomoro Kabupaten Magetan. Skripsi
115
Fathonah, Siti 2005. Hygiene Sanitasi Makanan Semarang: UNNES press
Fatonah. (2005); Febriyani Bobihu. 2012. Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka
Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar
Sentral Kota Gorontalo. Skripsi.
Gangguan kesehatan akibat kuman (http://www.organisasi.org/1970/01/definisi-
pengertian-kuman-penyebab-penyakit-dan-gangguan-kessehatan.html?m=1)
diakses pada tangggal 4 april pukul 16:57 WIB
Hastiningsih, wahyu tri. 2017. Stewarding. Yogyakarta: CV Budi Utama
Henry, Jilfer, Sinolungan (2013). Hubungan Antara Perilaku Penjamah Makanan
Dengan Angka Kuman Pada Peralatan Makan di Warung Makan Kawasan
Pantai Malalayang Kota Manado. Jurusan Kesehatan Masyarakat
Universitas Negeri Gorontalo.
Tohir. 2015. Hati-Hati Alat Makan Agen Penularan Penyakit
http://chyrun.com/hati-hati-alat-makan-sebagai-agen-penularan-
penyakit/amp/ diakses pada tanggal 27 maret 2018 pada pukul 18:20 WIB.
Jimmy Tomam Azari 2013, “Studi Komperatif Pencucian Alat Makan Dengan
Perendaman Dan Air Mengalir Terhadap Jumlah Kuman Pada Alat Makan
Di Warung Makan Bu Am Gonilan. Skripsi Sarjana.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian pedagang kaki lima diakses
tanggal 18 maret 2018 pukul 15:34
(http://kamus.mitalom.com/kbbi/detail/kata/pedagang+kaki+lima/ )
Kartono (2000); Susilo. (2011). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pedagang
Kaki Lima Menempati Baku Jalan Di Kota Bogor
(Studi Kausus Pedagang Sembako Dijalan Dewi Sartika Utara, Tesis, Fakultas
Ekonomi, Program Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik Universitas
Indonesia.
Lindawati. Dkk. 2006. Isolasi dan Analisis Keragaman Genetik Escherichia Coli
pada Makanaan Jajanan Berdasarkan Sukuen Eric – PCR Jurnal. Atmanan
Jaya: majalah
Lintogareng, R. 2013. Hubungan Antara Pengetahuan Penjamah Makanan
Tentang Sanitasi dan Tindakan Pencucian Peralatan Makanan Dengan
Angka Kuman Peralatan Makan Pada Kantin di Lingkungan Universitas
Sam Ratulangi.Manado: UNSRAT (Skripsi).
Lukman & Soejoedono. 2009. Uji sanitasi dengan metode RODAC. Penuntun
praktikum hygiene pangan asal ternak. Bogor: bagian Kesehatan
Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.
116
Mahani. 2007. Keajaiban air sembuhkan penyakit. Jakarta : Puspa Swara.
Mirawati, Rico JS, Hasyim H.Analisis Personal Hygiene Dan Food HandlingPada
Penyelenggaraan Makanan Pasien Di RSUP Dr .Mohammad Hoesin
Palembang. 2011; 2 ; 45-53.
Mundiatun dan daryanto. 2018. Sanitasi Lingkungan Pendidikan Lingkungan
Hidup. Gava Media. Yogyakarta
Moertipto. 1993. Makanan: wujud, dan fungsinya serat cara penyajiannya pada
orang jawa Daerah Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional,
Proyek Penelitian, Pengkajian dan Pembinan Nilai-Nilai Budaya.
Moh. Riezal, Woodford, Budi (2015.Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan
Pengelolah Peralatan Makan Tentang Sanitasi Dan Pengelolaan Peralatan
Makan Dengan Angka Kuman Peralatan Makan Pada Rumah Makan Di
Sepanjang Jalan Malalayang Kota Manado: Jurnal Mahasiswa dan
Penelitian Kesehatan,
Muchson, 2017, Metode Riset Akuntansi, Jakarta: Media
Mulia, Ricki M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Nisatul. N. 2010. Hubungan Kondisi Sanitasi Dan Higiene Penjamah Dengan
Kualitas Bakteriologis Pada Peralatan Makan Di Kantin Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa. Serang. Skripsi
Notoadmodjo, Soekodjo. 2011. Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Seni. Jakarta:
Rineka Cipta
---------------------------- 2012. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Nur Amaliyah, 2017, Penyehatan Makanan dan Minuman. Yogyakartan : CV
Budi Utama
Nur Laila (2011): Hubungan Antara Higiene Penjamah Dan Sanitasi Makanan
Dengan Keberadaan Bakteri Escherichis Coli (Studi Pada Warung Jus
Buah Di Sekitar Kampus UNNES Sekaran Gunungpati Semarang Tahun
2011. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Skripsi.
Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu
keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Minarti, 2015. Hubungan Higiene Pedagang Kaki Lima Terhadap Keberadaan
Bakteri Eschericia Coli Pada Es Campur Di Wilayah Kabupaten Ngawi.
Prodi Kesehatan Masyarakat Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun.
117
Permadi, Gilang. 2007. Pedagang Kaki Lima : Riwayatmu Dulu, Nasibmu Kini.
Jakarta Yudhistira Ghalia Indonesia
Pohan, 2009. Pemeriksaan Escherichia Coli Pada Usapan Peralata Makan Yang
Digunakan Oleh Pedagang Makanan di Pasar Petisah Medan (online)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14698/1/09E02756.pdf
(diakses 18 maret 2018)
Potter, patricia A. Dan Anne Griffin perry. 2005. Buku ajar Fundamental
Keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC
Potter, P.A & Perry A.G. 2012. Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC
Purnawijayanti, H.A. 2006. Sanitasi Higiene Dan Keselamatan Kerja Dalam
Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta
Rara, Putri, Hesty (2017). Teknik Pencucian Alat Makan, Personal Hygiene
Terhadap Kontaminasi Bakteri Pada Alat Makan. Program Studi Kesehatan
Masyarakat STIKES Harapan Ibu Jambi.
Retno Widjajanti,2000,”Penataan Fisik Kegiatan Pedagang Kaki Lima Program
Magister Perencanaan Wilayah Dan Kota Program Pasca Sarjana Institut
Tekhnologi Bandung” , hlm 39-40
Rona, Sulistyani, Nikie. 2016. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Angka Kuman
Pada Peralatan Makan Di Lapas Wanita Klas Iia Semarang. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Slamet, JS, 2006. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Sri harti, Agnes. 2015. Mikrobiologi Kesehatan; Peran Mikrobiologi Dalam
Bidang Kesehatan : Penerbit CV Andi Offset. Yogyakarta
Standar Nasional Indonesia 7338. 2009. Batas maksimum cemaran mikroba
dalam pangan. Bogor : Badan Standar Nasional.
Soemirat. S, Kesehatan Lingkungan, UGM, Yogyakarta, 2004, h..10
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatifdan R&D, Bandung :
Alfabeta.
Sujarweni, Wiratna. 2015. Statistik untuk kesehatan. Yogyakarta : Gava Media
Sunardi, Tuti dan Susirah Soetardjo. 2001. Hidangan Sehat Untuk Mencegah
Kanker. Jakarta: Gramedia
Sunyoto, Danang. 2013. Teori, Kuesioner, dan Analisis Data Sumber Daya
Manusia (Praktik Penelitian). Yogyakarta : Center of Academic Publishing
Servise.
118
Suryani, D. (2014); dalam Brilian dan Laily. (2017). Angka kuman pada beberapa
metode pencucian peralatan makan. Skripsi. Kalimantan Selatan
Tarwoto dan Wartonah. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medik
Tuti Soenardi, 2013. Teori Dasar Kuliner. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
WHO. 2006. Penyakit Bawaan Makanan Fokus Pendidikan Kesehatan. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Widyawati, Retno dan Yuliarsih. 2002. Hygiene dan Sanitasi Umum dan
Perhotelan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta
Winarno. (2004). Keamanan Pangan. Bogor. M.Biro. Press Cet 1
Yunus, Ulfiah Muallifah. 2011. Studi Kaulitas Bakteriologis Peralatan Makan di
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2011.
SkripsiSarjana, Jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Alauddin, Makassar.
119
LAMPIRAN
120
Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
Assalamu’aikum Wr.Wb.
Saya Yuda Agustiningrum, mahasiswi jurusan Kesehatan Masyarakat
peminatan Kesehatan Lingkungan bermaksud akan melakukan penelitian tentang
“HUBUNGAN HYGIENE SANITASI DENGAN ANGKA KUMAN
PERALATAN MAKAN PADA PEDAGANG MAKANAN KAKI LIMA DI
ALUN-ALUN KOTA MADIUN”. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk
memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di STIKES
Bhakti Husada Mulia Madiun. Pada penelitian ini, peneliti akan bertanya
mengenai Personal hygiene, Sanitasi peralatan makan, teknik pencucian peralatan
makan dan sanitasi penyimpanan peralatan makan. Kuesioner ini berisikan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat diisi selama 2-5 menit. Responden diharapkan
menjawab setiap pertanyaan dengan sejujur-jujurnya. Setiap jawaban Anda akan
dijaga kerahasiannya dari siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian
terhadap kinerja Anda, kemudian kuesioner akan disimpan oleh peneliti.
Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih untuk kesediaan kerjasama
Anda menjadi responden pada penelitian ini.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Madiun, Juli 2018
Yuda Agustiningrum
Peneliti
121
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN TERTULIS SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONCENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Alamat :
Setelah saya membaca serta mengetahui manfaat penelitian, maka saya
menyatakan bersedia/tidak bersedia* untuk menjadi responden penelitian dengan
judul “HUBUNGAN HYGIENE SANITASI DENGAN ANGKA KUMAN
PERALATAN MAKAN PEDAGANG MAKANAN KAKI LIMA DI ALUN-
ALUN KOTA MADIUN TAHUN 2018”. Dengan catatan apabila sewaktu-waktu
dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan. Saya percaya
apa yang saya buat dijamin kerahasiaannya.
*Keterangan : Coret yang tidak perlu
Madiun,
Responden
(...............................)
122
Lampiran 3
LEMBAR KUESIONER DAN LEMBAR OBSERVASI
HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN ANGKA KUMAN
PERALATAN MAKAN PEDAGANG MAKANAN KAKI LIMA DI ALUN-
ALUN KOTA MADIUN
TAHUN 2018
Petunjuk Pengisian Lembar Kuesioner :
1. Jawaban diisi oleh pewawancara dengan menanyakan langsung kepada
responden
2. Jawablah pertanyaan ini dengan benar dan sejujur-jujurnya.
3. Berilah tanda centang (√) pada kolom pertanyaan yang sesuai.
I. Identitas responden
No. Responden :
Tanggal pengisian :
Nama :
Alamat :
II. Karakteristik responden
Jenis kelamin : Laki-Laki
Perempuan
Umur :
Pendidikan :
Tidak Tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP/sederajat
Tamat SMA/sederajat
123
III. LEMBAR KUESIONER DAN OBSERVASI PERSONAL HYGIENE
PEDAGANG
Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah bapak/ibu menderita penyakit mudah menular seperti:
batuk, pilek, influenza, diare, serta penyakit lainnya?
2. Apakah bapak/ibu bila terdapat luka terbuka/bisul harus ditutup?
3. Apakah bapak/ibu mencuci tangan setiap kali hendak
menangani makanan (setelah melakukan pekerjaan lain)?
4. Apakah bapak/ibu mencuci tangan menggunakan sabun?
5. Apakah bapak/ibu menutup mulut pada saat bersin dan batuk?
Subjek yang di Observasi Ya Tidak
6. Merokok pada saat menangani/menyajikan makanan
7. Tangan, rambut dan pakaian pedagang dalam keadaan bersih
8. Menggaruk anggota badan pada saat menangani makanan
9. Memakai celemek pada saat menangani/menyajikan makanan
10. Mencuci celemek yang digunakan untuk bekerja setiap hari
IV. LEMBAR OBSERVASI SANITASI PERALATAN MAKAN
Subjek yang di Observasi
Hasil
Observasi
Ya Tidak
1. Mencuci lap/serbet dan menggantinya
2. Mencuci peralatan yang sudah dipakai dengan air bersih dan
sabun/sejenisnya
3. Mengeringkan peralatan makan meggunakan lap yang bersih
4. Menempatkan peralatan makan bebas dari sumber pencemar
5. Peralatan makan pedagang dalam keadaan bersih sebelum
digunakan
6. Peralatan makan pedagang tidak rusak, retak, rata dan mudah
dibersihkan
124
V. LEMBAR OBSERVASI TEKNIK PENCUCIAN PERALATAN
MAKAN PEDAGANG
Subjek yang di Observasi
Hasil
Observasi
Ya Tidak
1. Tempat pencucian peralatan makan pedagang kuat, tidak berkarat
dan mudah dibersihkan?
2. Membuang sisa kotoran dan sisa-sisa makanan yang terdapat pada
peralatan yang akan dicuci.
3. Merendam peralatan dengan mengguyur air kedalam peralatan
yang akan dicuci sehingga terendam seluruh permukaan peralatan.
4. Mencuci peralatan makan dengan cara menggosok dan melarutkan
sisa makanan dengan zat pencuci atau detergen.
5. Menggunakan air yang bersih pada saat mencuci peralatan
makan?
6. Membilas peralatan yang telah digosok dengan detergen sampai
bersih dengan air bersih, setiap peralatan dibilas dengan cara
menggosok-gosok dengan tangan sampai terasa kesat dan tidak
licin.
7. Mengeringkan menggunakan kain lap dengan persyaratan harus
bersih dan selalu diganti.
IV. LEMBAR OBSERVASI SANITASI PENYIMPANAN PERALATAN
MAKAN
Subjek yang di Observasi
Hasil
Observasi
Ya Tidak
6. Tersedia tempat penyimpanan peralatan makan
7. Semua peralatan pedagang yang kontak dengan
makanan disimpan dalam keadaan kering dan bersih
8. Peralatan makan seperti cangkir, mangkok, gelas dan
sejenisnya cara penyimpanannya dibalik
9. Rak tempat penyimpanan peralatan makan terbuat dari
bahan anti karat, rata dan tidak aus/rusak
10. Penyimpanan peralatan maka pedagang terpelihara
kebersihannya
11. Tempat penyimpanan peralatan makan pedagang dalam
keadaan tertutup
Lampiran 4
125
126
127
Lampiran 5
128
Lampiran 6
HASIL OUTPUT VALIDITAS DAN RELIABILITAS
1. UJI VALIDITAS
NO RESPONDEN No Butir Pertanyaan
TOTAL 1 2 3 4 5
1 1 0 1 1 1 4
2 1 1 1 0 0 3
3 1 1 0 1 1 4
4 1 0 1 1 1 4
5 0 0 0 1 1 2
6 0 1 0 1 0 2
7 0 0 0 0 1 1
8 0 1 0 1 1 3
9 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 1 1 2
11 1 1 1 1 1 5
12 0 0 0 0 0 0
13 1 1 1 1 1 5
14 1 0 1 1 1 4
15 1 0 0 0 0 1
Hasil Uji Validitas Kuesioner dengan 5 butir pertanyaan:
Correlations
P1 P2 P3 P4 P5 TOTAL
P1 Pearson Correlation 1 .218 .764** .189 .189 .715
**
Sig. (2-tailed)
.435 .001 .500 .500 .003
N 15 15 15 15 15 15
P2 Pearson Correlation .218 1 .167 .289 .000 .504
Sig. (2-tailed) .435
.553 .297 1.000 .055
N 15 15 15 15 15 15
P3 Pearson Correlation .764** .167 1 .289 .289 .756
**
Sig. (2-tailed) .001 .553
.297 .297 .001
N 15 15 15 15 15 15
129
P4 Pearson Correlation .189 .289 .289 1 .700** .728
**
Sig. (2-tailed) .500 .297 .297
.004 .002
N 15 15 15 15 15 15
P5 Pearson Correlation .189 .000 .289 .700** 1 .640
*
Sig. (2-tailed) .500 1.000 .297 .004
.010
N 15 15 15 15 15 15
TOTAL Pearson Correlation .715** .504 .756
** .728
** .640
* 1
Sig. (2-tailed) .003 .055 .001 .002 .010
N 15 15 15 15 15 15
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari hasil analisis di dapat nilai skor item dengan skor total. Nilai ini kemudian
dibandingkan dengan nilai R tabel. R tabel dicari pada signifikann 5% dengan
n=15 (df=n2= 13), maka didapat R tabel sebesar 0,441. Peenentuan kevalidan
suatu instrumen diukur dengan membandingkan r-hitung dengan r-tabel. Adapun
penentuan disajikan sebagai berikut :
r-hitung ≤ r-tabel atau nilai sig r < 0,05 : Valid
r-hitung ≥ r-tabel atau nilai sig r > 0,05 : Tidak valid
Jika ada butir yang tidak valid, maka butir yang tidak valid tersebut dikeluarkan
dan roses analisis diulang untuk butir yang valid saja.
Tabel Ranguman Hail Uji Validitas
No. Butir r hitung r tabel Keterangan
Pertanyaan 1 0,715 0,441 Valid
Pertanyaan 2 0,504 0,441 Valid
Pertanyaan 3 0,756 0,441 Valid
Pertanyaan 4 0,728 0,441 Valid
Pertanyaan 5 0,640 0,441 Valid
130
2. UJI RELIABILITAS
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.766 6
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if Item
Deleted
Corrected Item-Total
Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
P1 4.80 9.029 .626 .724
P2 4.93 9.781 .378 .763
P3 4.93 8.924 .679 .716
P4 4.67 9.095 .647 .724
P5 4.67 9.381 .542 .740
TOTAL 2.67 2.810 1.000 .691
131
Lampiran 7
132
Lampiran 8
133
134
135
Lampiran 9
Frequency Table Karakteristik Responden
JENIS_KELAMIN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid LAKI-LAKI 26 53.1 53.1 53.1
PEREMPUAN 23 46.9 46.9 100.0
Total 49 100.0 100.0
kat_umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 18-25 tahun 4 8.2 8.2 8.2
26-35 tahun 6 12.2 12.2 20.4
36-45 tahun 19 38.8 38.8 59.2
46-55 tahun 13 26.5 26.5 85.7
56-65 tahun 7 14.3 14.3 100.0
Total 49 100.0 100.0
PENDIDIKAN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid TIDAK TAMAT SD 2 4.1 4.1 4.1
TAMAT SD 11 22.4 22.4 26.5
TAMAT SMP 23 46.9 46.9 73.5
TAMAT SMA 13 26.5 26.5 100.0
Total 49 100.0 100.0
136
Frequency Table
kategori_ph
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid kurang baik 21 42.9 42.9 42.9
baik 28 57.1 57.1 100.0
Total 49 100.0 100.0
kategori_sanitasi_peralatan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid kurang baik <50% 17 34.7 34.7 34.7
baik >= 50% 32 65.3 65.3 100.0
Total 49 100.0 100.0
kategori_teknik_pencucian
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid kurang baik 18 36.7 36.7 36.7
baik 31 63.3 63.3 100.0
Total 49 100.0 100.0
kategori_penyimpanan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid kurang baik 20 40.8 40.8 40.8
baik 29 59.2 59.2 100.0
Total 49 100.0 100.0
137
kategori_ph * kategori_angkum
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .681a 1 .409
Continuity Correctionb .170 1 .680
Likelihood Ratio .706 1 .401 Fisher's Exact Test .683 .346
Linear-by-Linear Association .667 1 .414 N of Valid Cases
b 49
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
kategori_angkum
Total
Tidak memenuhi syarat
>100 memenuhi syarat<100
kategori_ph kurang baik Count 2 19 21
Expected Count 3.0 18.0 21.0
% within kategori_ph 9.5% 90.5% 100.0%
baik Count 5 23 28
Expected Count 4.0 24.0 28.0
% within kategori_ph 17.9% 82.1% 100.0%
Total Count 7 42 49
Expected Count 7.0 42.0 49.0
% within kategori_ph 14.3% 85.7% 100.0%
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kategori_ph (kurang baik / baik)
.484 .084 2.783
For cohort kategori_angkum = Tidak memenuhi syarat >100
.533 .114 2.486
For cohort kategori_angkum = memenuhi syarat<100
1.101 .883 1.375
N of Valid Cases 49
138
kategori_sanitasi_peralatan * kategori_angkum
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kategori_sanitasi_peralatan (kurang baik <50% / baik >= 50%)
16.909 1.826 156.616
For cohort kategori_angkum = Tidak memenuhi syarat >100
11.294 1.478 86.308
For cohort kategori_angkum = memenuhi syarat<100
.668 .468 .954
N of Valid Cases 49
Crosstab
kategori_angkum
Total
Tidak memenuhi
syarat >100 memenuhi syarat<100
kategori_sanitasi_peralatan kurang baik <50% Count 6 11 17
Expected Count 2.4 14.6 17.0
% within kategori_sanitasi_peralatan
35.3% 64.7% 100.0%
baik >= 50% Count 1 31 32
Expected Count 4.6 27.4 32.0
% within kategori_sanitasi_peralatan
3.1% 96.9% 100.0%
Total Count 7 42 49
Expected Count 7.0 42.0 49.0
% within kategori_sanitasi_peralatan
14.3% 85.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 9.383a 1 .002
Continuity Correctionb 6.939 1 .008
Likelihood Ratio 9.217 1 .002 Fisher's Exact Test .005 .005
Linear-by-Linear Association 9.191 1 .002 N of Valid Cases
b 49
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,43.
b. Computed only for a 2x2 table
139
kategori_teknik_pencucian * kategori_angkum
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 8.430a 1 .004
Continuity Correctionb 6.151 1 .013
Likelihood Ratio 8.442 1 .004 Fisher's Exact Test .007 .007
Linear-by-Linear Association 8.258 1 .004 N of Valid Cases
b 49
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,57.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
kategori_angkum
Total Tidak memenuhi
syarat >100 memenuhi syarat<100
kategori_teknik_pencucian kurang baik Count 6 12 18
Expected Count 2.6 15.4 18.0
% within kategori_teknik_pencucian
33.3% 66.7% 100.0%
baik Count 1 30 31
Expected Count 4.4 26.6 31.0
% within kategori_teknik_pencucian
3.2% 96.8% 100.0%
Total Count 7 42 49
Expected Count 7.0 42.0 49.0
% within kategori_teknik_pencucian
14.3% 85.7% 100.0%
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kategori_teknik_pencucian (kurang baik / baik)
15.000 1.629 138.156
For cohort kategori_angkum = Tidak memenuhi syarat >100
10.333 1.349 79.134
For cohort kategori_angkum = memenuhi syarat<100
.689 .494 .961
N of Valid Cases 49
140
kategori_penyimpanan * kategori_angkum
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.815a 1 .009
Continuity Correctionb 4.819 1 .028
Likelihood Ratio 7.057 1 .008 Fisher's Exact Test .014 .014
Linear-by-Linear Association 6.676 1 .010 N of Valid Cases
b 49
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,86.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
kategori_angkum
Total
Tidak memenuhi
syarat >100 memenuhi syarat<100
kategori_penyimpanan kurang baik Count 6 14 20
Expected Count 2.9 17.1 20.0
% within kategori_penyimpanan 30.0% 70.0% 100.0%
baik Count 1 28 29
Expected Count 4.1 24.9 29.0
% within kategori_penyimpanan 3.4% 96.6% 100.0%
Total Count 7 42 49
Expected Count 7.0 42.0 49.0
% within kategori_penyimpanan 14.3% 85.7% 100.0%
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kategori_penyimpanan (kurang baik / baik)
12.000 1.314 109.616
For cohort kategori_angkum = Tidak memenuhi syarat >100
8.700 1.132 66.836
For cohort kategori_angkum = memenuhi syarat<100
.725 .540 .974
N of Valid Cases 49
141
Lampiran 10
DOKUMENTASI
Gambar 1. Kuesioner Gambar 2. Swab Peralatan Makan
Gambar 3. Melakukan Observasi Gambar 4. Melakukan Wawancara
Gambar 5. Wawancara Kuesioner Gambar 6. Observasi Alat Cuci
142
Lampiran 11
143