Post on 03-Mar-2019
i
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
(Studi Kasus Tentang Perayaan Hari Besar Umat Beragama
Islam dan Agama Kong Hu Chu Di Kelurahan Kranggan
Kecamatan
Semarang Tengah Kota Semarang)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1)
Dalam Ilmu Ushuluddin
Jurusan Perbandingan Agama
Oleh:
INDAH NURHAYATI
4 1 0 4 0 0 3
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ii
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
(Studi Kasus Tentang Perayaan Hari Besar Umat Beragama
Islam dan Agama Kong Hu Chu Di Kelurahan Kranggan
Kecamatan
Semarang Tengah Kota Semarang)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi tugas dan melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana strata 1 (S1)
Dalam Ilmu Ushuluddin
Jurusan Perbandingan Agama
Oleh:
INDAH NURHAYATI
4 1 0 4 0 0 3
Disetujui Oleh :
Pembimbing II Pembimbing I
Drs. Parmudi, M.Si Drs. Tafsir, M.Ag.
NIP. 196904252000031001 NIP.1967807011993031002
iii
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
- Bapak tercinta Amin thohari (alm) yang selalu menjadi penyemangatku
- Ayah dan Bunda, tercinta yang senantiasa dengan tulus mencurahkan kasih dan
saying serta motivasi dengan penuh pengharapan dan do’anya, karena ketulusan
kalianlah penulis dapat mengenal agama Islam.
- Adek-adekku(Anik Nurcholilia, Ellida Nurzulaikha, Duta Nurmahmudi dan Dita
Nurmahmudia) yang senantiasa mendukung dan menyemangati untuk bisa
menyelesaikan skipsi ini.
- Sahabat-sahabatku satu atap “kost d2” (zahro, nurul, hani, ida, umi, emi, jeng choir,
nelly, ulin, alim, corina ) yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terima kasih atas
motivasinya selama ini.
- Kakak-kakakku (Mas Sholeh, Mas Muha, Mba Dewi, Mami Ria,) terima kasih atas
dukungan dan motivasinya selama ini.
- Sahabat-sahabatku (Desi, Cimut, Dewi,Cupliez, Tholib, Bullet, Subkhan, Romanah,)
takkan kulupakan kebersamaan kita.
v
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau
diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang
lain, kecuali informasi yang terdapat dalam refrensi yang diajukan bahan rujukan.
Semarang, Mei 2011
Deklarator
Indah nurhayati 4 1 0 4 0 0 3
vi
Motto :
Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah
kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang
jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puja dan puji syukur kita selalu panjatkan pada Allah yang
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita. Sehingga atas
rahmat dan hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat
dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda kita Nabi Besar Muhammad
SAW, yang selalu kita nantikan syafa’at-Nya di akhir nanti..
Skripsi yang berjudul “KONSEP KERUKUNAN ANTAR UMAT
BERAGAMA (Studi Kasus Tentang Perayaan Hari Besar Umat Beragama
Islam dan Agama Kong Hu Chu Di Kelurahan Kranggan Kecamatan
Semarang Tengah Kota Semarang) ” ini disusun guna memenuhi salah satu
syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1) pada jurusan Perbandingan
Agama Di Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri Walisongo
Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
saran-saran dari berbagai pihak, sehingga penyusun skripsi ini dapat terselesaikan.
Untuk itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Nasihun Amin, M.Ag. Dekan Fakultas Ushuluddin atas segala
kebijakan teknis di tingkat fakultas dan sekaligus sebagai bapak kami
2. Bapak Drs. Tafsir M.Ag. selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs.
Parmudi M.Si. selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
viii
3. Para dosen pengajar di lingkungan Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo
Semarang yang telah memberikan berbagai pengetahuan sehingga penulis
mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Yang terbaik dalam kehidupan ini, kedua orang tuaku atas do’a,
bimbingan, cinta dan kasih sayangnya sepanjang hayatku, serta seluruh
keluargaku yang telah mendukungku selama ini.
5. Sahabat-sahabatku yang selalu mensuport agar cepat menyelesaikan
skripsi ini.
6. Teman-teman Fakultas Ushuluddin Angkatan 2004 khususnya Jurusan
Pembandingan Agama yang selalu bercanda bersama di dalam kelas.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini belum mencapai
kesempurnaan dalam arti sebenarnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para pembaca pada umumnya.
Semarang, Mei 2011
Penulis
Indah Nurhayati 4 1 0 4 0 0 3
ix
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Konsep Kerukunan Antar Umat Beragama (Studi
Kasus Tentang Perayaan Hari Besar Umat Beragama Islam dan Agama Kong Hu
Chu Di Kelurahan Kranggan Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang) ” ini
merupakan penelitian lapangan (field research). Adapun perumusan masalah
adalah: a) Apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan antara warga
yang beragama kong hu chu dan warga muslim di Kelurahan Kranggan
Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang?, b) Apa faktor-faktor yang
menjadi penghambat terjadinya hubungan antara warga yang beragama kong hu
chu dan warga Muslim?.
Tujuan penelitian ini untuk: 1). Untuk mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya hubungan baik antara warga yang beragama kong hu chu
dan warga Muslim di Kelurahan Kranggan Kecamatan Semarang Tengah Kota
Semarang. 2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat
terrjadinya hubungan antara warga yang beragama kong hu chu dan warga
muslim.
Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Sumber data diperoleh
dari data primer (secara langsung) adalah hasil dari field research (penelitian
lapangan) yaitu wawancara dengan tanya jawab responden seperti tokoh agama
dan tokoh masyarakat di kelurahan Kranggan Kecamatan Semarang Tengah Kota
Semarang dan data sekunder (tidak langsung) yaitu literature lainnya yang relevan
dengan permasalahan yang dikaji. Adapun metode pengumpulan data yaitu
dengan interview, observasi dan dokumentasi. Sedangkan analisis data adalah
deskriptif analisis yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena atau keadaan
kerukunan masyarakat di kelurahan Kranggan Kecamatan Semarang Tengah Kota
Semarang. Hasil penelitian ini yaitu:
Terjadinya kerukunan umat di Kelurahan Kranggan tidak lepas dari
beberapa faktor di antannya:
1. Ajaran Agama
Karena dalam ajaran setiap agama yang dianut dan diyakini oleh
setiap umatnya masing-masing mengajarkan untuk saling menyayangi dan
menhormati satu dengan yang lain.
2. Peran pemerintah setempat
Dalam menjalakan roda pemerintahan di Kelurahan karanggan,
pemerintah setempat sangat mengutamakan untuk bias menjaga kerukuna
warganya. Sehingga dalam menjalankan roda pemerintakhan tidak mebeda-
bedakan warga yang satu dengan yang lain.
3. Peran pemuka agama setempat
Peran pemuka agama yang bisa menjaga kaumnya untuk bisa hidup
rukun dan berdampinga dengan warga yang lain. Memudahkan terbentuknya
proses kerukunan antar warga. Selain itu pemaksimalan peran pemuka agama
dalam menjaga, mengawasi dan mengayomi kaumnya mempunyai kontribusi
yang besar terjalinnya kerukunan tersebut.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….. I
PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………………… II
PERSEMBAHAN …………………………………………………………….. III
DEKLARASI …………………………………………………………………. IV
MOTTO ………………………………………………………………………. V
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. VI
ABSTRAK …………………………………………………………………… VII
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. IX
BAB I : PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah …………………………………………….1
B Pokok Masalah ……………………………………………............... 5
C Tujuan dan Manfaat Peneltian ……………………………………... 5
D Telaah Pustaka …………………………………………………….. 6
E Metode Penulisan ………………………………………………..... 7
F Sistematika Penulisan …………………………………………….. 10
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG KERUKUNAN ANTAR UMAT
BERAGAMA
A Pengertian Kerukunan dan Kerukunan Umat Beragama …………. 11
1. Pengertian kerukunan ………………………………………. 11
xi
2. Kerukunan umat beragama…………………………….. 14
B Faktor-Faktor Terjadinya Kerukunan Umat Beragama …………... 16
1. Toleransi menuju kerukunan ……………………………….. 16
2. Langkah-langkah strategis dalam memantapkan kerukunan
hidup umat beragama………………………………………. 21
C Faktor-Faktor Penghambat Kerukunan Umat Beragama ………… 22
D Kerukunan Umat Beragama dalam Islam ………………………... 23
E Pemahaman Konsep Toleransi……………………………………..27
BAB III : GAMBARAN UMUM KELURAHAN KRANGGAN DAN
BENTUK - BENTUK PERAYAAN HARI BESAR AGAMA
ISLAM DAN ETNIS TINGHOA
A Gambaran umum kelurahan Kranggan …………………………... 35
B Perayaan-perayaan hari besar Agama Islam dan Etnis Tionghoa
di kelurahan Kranggan …………………………………………… 39
1. Perayaan-perayaan hari besar Agama Islam …………………. 39
2. Perayaan-perayaan hari Besar Etnis Tionghoa ………………. 42
BAB IV : ANALISIS TERHADAP PERKEMBANGAN EMOSIONAL
A Pemahaman masyarakat tentang kerukunan ……………………. 50
B Faktor-faktor terjadinya kerukunan umat beragama di
Kelurahan Kranggan ……………………………………………. 51
xii
C Faktor-faktor yang menjadi penghambat kerukunan umat
beragama di Kelurahan Kranggan ……………………………... 53
BAB V : PENUTUP
A Kesimpulan …………………………………………………...... 58
B Saran-saran …………………………………………………...... 59
C Penutup ………………………………………………………… 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah bangsa yang komposisi etnisnya sangat beragam.
Begitu pula dengan agama, aliran kepercayaan, bahasa, adat istiadat, orientasi
kultur kedaerahan serta pandangan hidupnya. Jika diurai lebih terinci, bangsa
Indonesia memiliki talenta, watak, karakter, hobi, tingkat pendidikan, warna
kulit, status ekonomi, kelas sosial, pangkat dan kedudukan, varian
keberagamaan, cita-cita, perspektif, orientasi hidup, loyalitas organissasi,
tingkat umur, profesi dan bidang pekerjaan yang berbeda-beda. Tiap-tiap
kategori sosial, masing-masing memiliki “budaya” internal sendiri, sehingga
berbeda dengan kecenderungan “budaya” internal kategori sosial yang lain.
Bila dipetakan secara lebih teoritis, bangsa Indonesia dari segi kultural
maupun struktural memantulkan tingkat keberagaman yang tinggi.
Tingginya pluralisme bangsa Indonesia membuat potensi konflik
bangsa Indonesia juga tinggi. Potensi perpecahan dan kesalahpahaman juga
tinggi. Baik konflik dalam skala kecil maupun besar. Dalam skala kecil,
konflik tercermin pada komunikasi yang tidak tersambung atau tidak berjalan
sebagaimana mestinya, sehingga menyebabkan rasa tersinggung, marah,
frusatasi, kecewa, dongkol, bingung, bertanya-tanya dll. Sementara itu konflik
dalam skala besar mewujud dalam, misalnya kerusuhan sosial, kekacauan
multi budaya, perseturuan antar ras, etnis, dan agama dll.1
Pluralisme merupakan sebuah realitas sosial yang siapapun tidak
mungkin mengingkarinya, karena pluralisme juga merupakan hukum Allah
(sunatullah). Pluralisme harus disertai dengan kesadaran teologi bahwa
1 Riuh Beranda Satu : Peta Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia, Jakarta, Depag RI,
2003, hlm 1.
1
2
kehidupan, terutama kehidupan agama ini memang plural dan itu merupakan
kehendak Allah.2 Seperti yang terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 48:
Artinya: Untuk tiap-tiap umat diantara kamu , Kami berikan aturan dan
jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat , tetapi Allah hendak menguji kamu
terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan.(QS. Al-Maidah : 48)3
Ide tentang pluralitas di atas merupakan prinsip dasar ajaran Islam.
Ajaran ini harus diupayakan untuk ditransformasikan ke dalam masyarakat
modern supaya tercipta suasana yang kondusif bagi kehidupan manusia.
Sementara Harold Coward menyebutkan ada tiga temu yang berkaitan
dengan tantangan pluralisme, yaitu:
Pertama: Pluralisme dapat dipahami dengan baik dan paling logis, jika dapat
memakai yang satu terwujud dalam yang banyak, pada hakekatnya
Tuhan hanya satu dan sama bagi semua agama.
Kedua : Ada pengalaman bersama mengenai kualitas pengalaman agama
particular sebagai alat. Artinya agama merupakan alat kompetisi
sehat, alat pengendali kehidupan manusia dan alat untuk mencapai
Tuhan yang sama.
Ketiga : Spiritualitas dikenal dan diabsahkan melalui pengenaan kriteria
sendiri pada agama-agama lain. Sebab bagaimanapun, pluralisme
akan selalu menuntut saling membagi pemahaman particular kita
dan ini akan memperkaya rohani serta memperkuat keyakinan
terhadap agama sendiri.4
2 M. Imadadun Rahmat, et.al, Islam Pribumi Mendialogkan Agama, Membaca Realita,
Erlangga, Jakarta, 2003, hlm. 186-187. 3 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, op.cit, hlm. 168.
4 Ibid, hlm. 67-68.
3
Manusia dengan keterbatasannya mempunyai masalah yang serba
kompleks dan penuh dinamik dalam menjalin interaksi sosial. Dalam
memelihara keharmonisan hubungan antara sesamanya belum tentu berjalan
lancar. Untuk memelihara keharmonisan hubungan ini, Tuhan menurunkan
agama yang mengandung pedoman dasar dalam mengatur hubungan antara
sesama manusia itu sendiri.
Mewujudkan kerukunan dan toleransi dalam pergaulan hidup antar
umat beragama merupakan bagian usaha menciptakan kemaslahatan umum
serta kelancaran hubungan antara manusia yang berlainan agama, sehingga
setiap golongan antar umat beragama dapat melaksanakan bagian dari tuntutan
agama masing-masing.
Kerukunan yang berpegang kepada prinsip masing-masing agama
menjadi setiap golongan antar umat beragama sebagai golongan terbuka,
sehingga memungkinkan dan memudahkan untuk saling berhubungan. Bila
anggota dari suatu golongan umat beragama telah berhubungan baik dengan
anggota dari golongan agama-agama lain, akan terbuka kemungkinan untuk
mengembangkan hubungan dalam berbagai bentuk kerjasama dalam
bermasyarakat dan bernegara.5
Agama merupakan sebuah sistem keyakinan yang berisikan suatu
ajaran dan petunjuk bagi para penganutnya supaya selamat (dari api neraka)
dalam kehidupan setelah mati. Begitu juga agama sebagai suatu sarana
manusia untuk melakukan hubungan/komunikasi dari agama yang satu
kepada agama yang lainnya. Negara Indonesia ini telah memberikan
kebebasan untuk memilih/memeluk agama yang merupakan wujud dari
terselenggaranya demokrasi dan hidup saling menghormati satu dengan yang
lainnya.6
5. Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, Jakarta, Ciputat Press,
2005, hlm.22
6. Riuh beranda satu, Op.cit. hlm 139
4
Rasa kesadaranlah yang mampu memberikan solusi dalam diri
manusia dalam kehidupan beragama. Jadi, rasa saling butuhlah yang tidak
mempermasalahkan suatu agama satu sama lain dan secara sosiologis masalah
ini tidak terelakkan.7
Mengenai realita yang plural ini penulis ingin mencoba memberi suatu
gambaran tentang kerukunan antar umat beragama mengenai Perayaan Hari
Besar Agama Islam dan Agama Kong Hu Chu Di Kelurahan Kranggan
Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang.
Kehidupan yang multikultural ini bisa berdamai dan saling tolong
menolong dalam suka maupun duka, manusia adalah insan sosial dengan
demikian ia tidak bisa berdiri sendiri, satu sama lainnya saling membutuhkan.
Manusia yang satu dengan yang lainnya mempunyai corak yang berbeda,
kendati demikian keduanya mempunyai kepentingan yang sama dalam
menjalani kehidupannya.
Dalam mengejar kepentingan ada norma atau etika manusia sebagai
manusia yang berbudaya, contohnya manusia bergaul dengan sesamanya
dalam hal perayaan hari besar agama.
Dalam perayaan hari besar baik itu dari agama Islam atau etnis
Tionghoa (Budha dan Khong Hu Cu) di Kelurahan Kranggan berjalan dengan
sangat khidmat dan lancar seperti perayaan-perayaan hari besar agama pada
umumnya, yang menbedakan adalah adanya warga muslim pada perayaaan
Imlek atau Waisak yang diselenggarakan oleh orang-orang etnis tionghoa di
kelurahan Kranggan, atau sebaliknya orang-orang Tionghoa berada dalam
perayaan hari besar agama Islam. Apakah penyebab hal itu bisa terjadi? Faktor
apa yang menyebabkan terjalinnya hubungan antara warga muslim dan warga
Kong Hu Chu di Kelurahan Kranggan?
7. Fatimah usman, Dialog Pluralisme Agama, Yogyakarta, LKIS, 2002 hlm.66
5
Hari-hari yang menyentuh hati, perasaan dan sekaligus menyenangkan
adalah pada saat-saat kita menunggu datangnya hari raya atau hari besar
agama, begitu juga yang dirasakan oleh masyarakat di kelurahan Kranggan.
Sudah pasti setiap insan yang beriman merasakan indahnya hari raya,
dunia terasa damai dan tentram. Anak-anak menyanyi, menari dan tertawa
riang gembira. Begitu juga para remaja, pemuda dan pemudi, orang dewasa
bersiul dan bernyanyi melupakan hari-hari yang penuh dengan kesunyian dan
kesibukan. Bagi yang beragama Islam melantunkan menyebut asma Allah
Allahu Akbar dan mengucapkan takbir dan tahmid.
Pada perayaan hari besar etnis Tionghoa di Kelurahan Kranggan
dirayakan dengan meriah dan lengkap dengan pernak-pernik seperti lampion
yang digantung selama perayaan tahun baru Imlek sebagai makna
keberuntungan.
Di Indonesia perayaan hari-hari besar agama sudah menjadi bagian
dari masyarakat dan bangsanya, khususnya para pemeluk agama dan
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Perayaan hari-hari besar agama
telah mendapatkan tempat yang baik dalam hati dan sanubari bangsa
Indonesia, bahkan masyarakat. Perayaan hari besar agama tersebut menjadi
adat masyarakat karena perayaan tersebut dipandang mempunyai arti yang
penting bagi kemajuan hidup manusia.8
B. Rumusan Masalah
1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya hubungan antara warga
yang beragama Kong Hu Chu dan warga muslim di Kelurahan Kranggan
Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang?
2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat terjadinya hubungan antara warga
yang beragama Kong Hu Chu dan warga Muslim?
8 http ://www.edukasi.net/mol/mo_full.php, diunduh tanggal 8 November 2009
6
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan
baik antara warga yang beragama Kong Hu Chu dan warga Muslim di
Kelurahan Kranggan Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat terjadinya
hubungan antara warga yang baragama kong hu chu dan warga muslim.
D. Telaah Pustaka
Dalam penulisan skipsi, terlebih dahulu penulis akan melakukan telaah
pustaka sebagai rangkuman refrensi atau acuan yang akan dirujuk penulis
dengan membaca karya-karya ilmiah lain terlebih dahulu agar tidak terjadi
duplikasi penelitian diantaranya :
Riuh beranda satu : peta kerukunan umat beragama di Indonesia,
yang menjelaskan tentang demokrasi dalam memilih dan memeluk agama di
Negara Indonesia ini, dan hidup saling berdampingan satu sama lain.
Buku yang berjudul Cendikiawan dan religiusitas masyarakat serta
Islam doktrin dan peradaban yang keduanya adalah karya Nurcholis Majid.
Dalam kedua buku tersebut termuat nilai-nilai akulturasi budaya dan agama
dalam kehidupan keberagamaan. Hal ini sangat penting karena menjadi
pengetahuan awal dalam penelitian ini. Tidak lupa buku karangan Emile
Durkhem dengan judul The Elementary Forms of The Religiusitas Life yang
diterjemahkan oleh Inyak Ridawan Muzir dengan judul sejarah agama. Dalam
buku ini memuat bagaimana agama timbul dan proses sakraliasi terjadi dalam
budaya umat manusia. Yang dalam sejarahnya budaya tidak mampu
dipisahkan atas timbulnya suatu agama.
Skripsi karya M. Zainal Abidin pada tahun 2009 yang berjudul
Pluralitas Agama Di Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya ( Kajian
7
Symbol-Simbol Agama) yang membahas tentang nilai-nilai dasar ajaran agama
Islam bercanpur dengan agama Hindu dan Budha menjadi filosofi dasar
kehidupan massyarakat.
Skripsi karya Moh Jazid Yang Berjudul Pluralitas Agama Dalam
Perspektif pengamalan tarjumah yang menyatakan bahwa secara filosofis
masyarakat dibangun dari prinsip pluralitas yaitu sikap, pemahaman dan
kesadaran terhadap kenyataan adanya kemajemukan, keragaman sebagai
sebuah keniscayaan. Sekaligus ikut secara aktif memberi makna signifikasinya
dalam konteks pembinaan perwujudan kehidupan berbangsa dan bernegara
rukun serta menghormati dalam diri bangsa yang plural dalam budaya dan
agama.
Skripsi karya Caswiyono Rusdie CW yang berjudul Kebijakan Politik
Kerukunan Antar Umat Beragama Di Indonesia yang menyatakan bahwa
pluralitas dalam kehidupan masyarakat adalah sebuah keniscayaan.
E. Metodologi Penelitian
Untuk memepermudah dalam penulisan dan mendapatkan kesimpulan
yang tepat, maka proses penulisan skipsi ini menggunakan metode sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Skripsi ini menggunakan metode penelitian lapangan field research
yaitu penelitian lapangan yang dilakukan dalam kancah sebenarnya, yaitu
pengumpulan data yang dilakukan dengan penelitian di tempat yang
diteliti, penelitian ini pada hakekatnya merupakan metode untuk
menemukan secara khusus dari realitas yang terjadi di masyarakat.9
2. Sumber Data
Untuk memperoleh data digunakan sumber sebagai berikut :
9 Kartini Kartono, Pengantar Metodelogi Riset Sosial, Bandung, Mandar Maju, 1990,
hlm. 32
8
a. Sumber primer, yaitu data yang didapatkan langsung dari responden.
Seperti yang diperoleh dari anggota umat beragama atau warga
masyarakat yang ada di kelurahan Kranggan kecamatan Semarang
Tengah kota Semarang.
b. Sumber sekunder, yaitu data yang didapatkan bukan dari responden.
Misalnya dari buku-buku, dokumen, majalah, jurnal, dan pustaka lain
yang berkaitan dengan judul skripsi tersebut.
3. Tehnik pengumpulan data
Dalam tehnik pengumpulan data ini penulis menggunakan
beberapa metode, yaitu :
a. Metode Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui pengamatan, dengan disertai pencatatan terhadap keadaan atau
perilaku objek sasaran. 10
Metode ini digunakan untuk menggali data-data langsung dari
objek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti secara langsung
mengamati dan mencatat mengenai pemahaman dan realisasi tentang
konsep kerukunan antar umat beragama dalam hal ini berkaitan tentang
Perayaan Hari Besar Agama Islam Dan Etnis Tionghoa Di Kelurahan
Kranggan Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang
b. Metode Wawancara
Wawancara adalah tehnik pengumpulan data melalui proses
tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan
datang dari pihak yang mewancarai dan jawaban diberikan oleh yang
diwawancarai.11
Pada tehnik ini peneliti datang berhadapan muka
secara langsung dengan responden atau subyek yang akan diteliti.
10 Abdurrahman Fatoni, Metode Penelitian dan Tehnik Penyusunan Skripsi, PT. Rineka
Cipta, Jakarta, 2006 hlm. 104.
11 Ibid, hlm 105.
9
Peneliti menanyakan suatu hal yang telah direncanakan kepada
responden. Pada wawancara ini peneliti dimungkinkan melakukan
tanya jawab responden seperti tokoh agama dan tokoh masyarakat di
kelurahan Kranggan Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang.
c. Studi Dokumen
Studi dokumentasi ialah tehnik pengumpulan data dengan
mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi responden, seperti
yang dilakukan oleh seorang dalam meneliti perkembangan seorang
klien melalui catatan pribadinya.12
d. Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah
metode deskriptif analisis, yaitu penulis memberikan deskriptif
mengenai subyek peneliti berdasarkan data variabel yang diperoleh
dari kelompok subyek yang diteliti.
F. Sistematika Penulisan
Secara garis besar sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang memuat tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,
tinjuan pustaka dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KERUKUNAN ANTAR UMAT
BERAGAMA
Diuraikan tentang tinjauan umuum tentang kerukunan antar umat
beragama, meliputi pengertian kerukunan dan kerukunan umat beragama,
12 Ibid, hlm.112.
10
faktor-faktor terjadinya kerukunan umat beragama, factor-faktor penghambat
terjadinya kerukunan umat beragama dan kerukunan umat beragama dalam
Islam.
BAB III GAMBARAN UMUM KELURAHAN KRANGGAN DAN
BENTUK-BENTUK PERAYAAN HARI BESAR AGAMA
ISLAM DAN AGAMA KONG HU CHU
Berisi tentang a) gambaran umum Kelurahan Kranggan dari segi
geografis, budaya, keagamaan, ekonomi dan pendidikan. b) bentuk-bentuk
perayaan hari besar agama islam dan agama kong hu chu yang diadakan di
Klurahan Kranggan.
BAB IV ANALISIS TERHADAP TERJADINYA KERUKUNAN ANTAR
UMAT BERAGAMA
Pada bab ini menjelaskan analisis terhadap terjadinya kerukunan antar
umat beragama, meliputi: a). Pemahaman masyarakat tentang kerukunan b).
factor-faktor terjadinya keruunan umat beragama di Kelurahan Kranggan. c).
factor-faktor yang menjadi penghambat kerukunan umat beragama di
Kelurahan Kranggan.
BAB V KESIMPULAN
Kelima sebagai penutup berisi tentang kesimpulan, saran-saran dan
penutup.
11
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KERUKUNAN ANTAR UMAT
BERAGAMA
A. Pengertian Kerukunan dan Kerukunan Umat Beragama
1. Pengertian Kerukunan
Kata kerukunan berasal dari kata dasar rukun, berasal dari bahasa
Arab ruknun (rukun) jamaknya arkan berarti asas atau dasar, misalnya:
rukun islam, asas Islam atau dasar agama Islam. Dalam kamus besar
bahasa Indonesia arti rukun adalah sebagai berikut: Rukun (nomina): (1)
sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya pekerjaan, seperti: tidak sah
sembahyang yang tidak cukup syarat dan rukunnya; (2) asas, berarti:
dasar, sendi: semuanya terlaksana dengan baik, tidak menyimpang dari
rukunnya; rukun islam: tiang utama dalam agama islam; rukun iman: dasar
kepercayaan dalam agama Islam.
Rukun (a-ajektiva) berarti: (1) baik dan damai, tidak bertentangan:
kita hendaknya hidup rukun dengan tetangga: (2) bersatu hati, bersepakat:
penduduk kampng itu rukun sekali. Merukunkan berarti: (1)
mendamaikan; (2) menjadikan bersatu hati. Kerukunan: (1) perihal hidup
rukun; (2) rasa rukun; kesepakatan: kerukunan hidup bersama.1
Seperti yang sudah dijelaskan di atas kata “rukun” secara
etimologi, berasal dari bahasa Arab yang berarti tiang, dasar, dan sila.
Kemudian perkembangannya dalam bahasa Indonesia, kata “rukun”
sebagai kata sifat yang berarti cocok, selaras, sehati, tidak berselisih.
1. Imam Syaukani, Kompilasi Kebijakan Dan Peraturan Perundang-Undangan
Kerukunan Umat Beragama (Jakarta, Puslitbang, 2008) hlm. 5.
11
12
Dalam bahasa Inggris disepadankan dengan harmonious atau concord.
Dengan demikian, kerukunan berarti kondisi social yang ditandai oleh
adanya keselarasan, kecocokan, atau ketidak berselisihan (harmony,
concordance). Dalam literature ilmu sosial, kerukunan diartikan dengan
istilah intergrasi (lawan disintegrasi) yang berarti the creation and
maintenance of diversified patterns of interactions among outonomous
units. Kerukunan merupakan kondisi dan proses tercipta dan
terpeliharannya pola-pola interraksi yang beragam diantara unit-unit
(unsure / sub sistem) yang otonom. Kerukunan mencerminkan hubungan
timbal balik yang ditandai oleh sikap saling menerima, saling
mempercayai, saling menghormati dan menghargai, serta sikap saling
memaknai kebersamaan.2
Dalam pengertian sehari-hari kata rukun dan kerukununan adalah
damai dan perdamaian. Dengan pengertian ini jelas, bahwa kata kerukunan
hanya dipergunakan dan berlaku dalam dunia pergaulan.
Bila kata kerukunan ini dipergunakan dalam konteks yang lebih
luas, seperti antar golongan atau antar bangsa, pengertian rukun atau
damai ditafsirkan menurut tujuan, kepentingan dan kebutuhan masing-
masing, sehingga dapat disebut kerukunan sementara, kerukunan politis
dan kerukunan hakiki. Kerukunan sementara adalah kerukunan yang
dituntut oleh situasi seperti menghadapi musuh bersama. Bila musuh telah
selesai dihadapi, maka keadaan kembali seebagaimana sebelumnya.
Kerukunan politis sama dengan kerukunan sebenarnya karena ada
sementara pihak yang merasa terdesak. Kerukunan politis biasanya terjadi
dalam peperangan dengan mengadakan genjatan senjata untuk mengulur-
ulur waktu, sementara mencari kesempatan atau menyusun kekuatan.
Sedangkan kerukunan hakiki adalah kerukunan yang didorong oleh
kesadaran dan hasrat bersama demi kepentingan bersama. Jadi kerukunan
2. Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama, (Jakarta, Puslitbang, 2005) hlm : 7-8
13
hakiki adalah kerukunan murni, mempunyai nilai dan harga yang tinggi
dan bebas dari segla pengaruh dan hipokrisi.
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa kata kerukunan hanya
dipergunakan dan berlaku dalam dunia pergaulan. Kerukunan antar umat
beragama bukan berarti merelatifir agama-agama yang ada dan melebur
kepada satu totalitas (sinkretisme agama) dengan menjadikan agama-
agama yang ada itu sebagai mazhab dari agama totalitas itu, melainkan
sebagai cara atau sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan luar
antara orang yang tidak seagama atau antara golongan umat beragama
dalam kehidupan social kemasyarakatan.3
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kerukunan hidup umat beragama mengandung tiga unsur penting:
pertama, kesediaan untuk menerima adanya perbedaan keyakinan dengan
orang atau kelomppok lain. Kedua, kesediaan membiarkan orang lain
untuk mengamalkan ajaran yang diyakininya. Dan ketiga, kemampuan
untuk menerima perbedaan selanjutnya menikmati suasana kesahduan
yang dirasakan orang lain sewaktu mereka mengamalkan ajaran
agamanya. Adapun aktualisasi dari keluhuran masing-masing ajaran
agama yang menjadi anutan dari setiap orang . Lebih dari itu, setiap agama
adalah pedoman hidup umat manusia yang bersumber dari ajaran
ketuhanan.
Dalam terminologi yang digunakan oleh pemerintah secara resmi,
konsep kerukunan hidup umat beragama mencakup tiga kerukunan, yaitu:
(1) kerukunan intern umat beragama; (2) kerukunan antar umat beragama;
dan (3) kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Tiga
kerukunan tersebut biasa disebut dengan istilah “Trilogi Kerukunan”.
3. Said Agil Munawar, Fikih Hubungan Antar Umat Beragama (Jakarta, Ciputat Press,
2005) hlm : 4-5.
14
2. Kerukunan Umat Beragama
Dalam pasal 1 angka (1) peraturan bersama Mentri Agama dan
Menteri Dalam No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan
umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan
pendirian rumah ibadat dinyatakan bahwa:
Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat
beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati,
menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Mencermati pengertian kerukunan umat beragama, tampaknya
peraturan bersama di atas mengingatkan kepada bangsa Indonesia bahwa
kondisi ideal kerukunan umat beragama, bukan hanya tercapainya suasana
batin yang penuh toleransi antar umat beragama, tetapi yang lebih penting
adalah bagaimana mereka bisa saling bekerjasama.4
Membangun kehidupan umat beragama yang harmonis bukan
merupakan agenda yang ringan. Agenda ini harus dijalankan dengan hati-
hati menginngat agama sangat melibatkan aspek emosi umat, sehingga
sebagian mereka lebih cenderung pada “klaim kebenaran” dari pada
“mencari kebenaran”. Meskipun sejumlah pedoman telah digulirkan, pada
umumnya masih sering terjadi gesekan-gesekan ditingkat lapangan,
terutama berkaitan dengan penyiaran agama, pembangunan rumah ibadah,
4. Imam Syaukani, Opcit hlm. 6-7
15
perkawinan berbeda agama, bantuan luar negeri, perayaan hari-hari besar
keagamaan, kegiatan aliran sempalan, penodaan agama, dan sebagainya.5
Sedikitnya ada lima kualitas kerukunan umat beragama yang perlu
dikembangkan, yaitu: nilai religiusitas, keharmonisan, kedinamisan,
kreativitas, dan produktivitas.
Pertama, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus
merepresentasikan sikap religius umatnya. Kerukunan yang terbangun
hendaknya merupakan bentuk dan suasana hubungan yang tulus yang
didasarkan pada motif-motif suci dalam rangka pengabdian kepada Tuhan.
Oleh karena itu, kerukunan benar-benar dilandaskan pada nilai kesucian,
kebenaran, dan kebaikan dalam rangka mencapai keselamatan dan
kesejahteraan umat.
Kedua, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus
mencerminkan pola interaksi antara sesama umat beragama yang
harmonis, yakni hubungan yang serasi, “senada dan seirama,” tenggang
rasa, saling menghormati, saling mengasihi dan menyayangi, saling peduli
yang didasarkan pada nilai persahabatan, kekeluargaan, persaudaraan, dan
rasa sepenanggungan.
Ketiga, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan
pada pengembangan nilai-nilai dinamik yang direpresentasikan dengan
suasana yang interaktif, bergerak, bersemangat, dan bergairah dalam
mengembangkan nilai kepedulian, keaktifan, dan kebajikan bersama.
Keempat, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus
dioreintasikan pada penngembangan suasana kreatif. Suasana yang
dikembangkan, dalam konteks kreativitas interaktif, diantaranya suasana
5. Muhaimin AG, damai di dunia untuk semua perspektif berbagai agama, (Jakarta,
puslitbang, 2004) hlm ; 19.
16
yang mengembangkan gagasan, upaya, dan kreativitas bersama dalam
berbagai sector kehidupan untuk kemajuan bersama yang bermakna.
Kelima, kuallitas kerukunan hidup umat bergama harus diarahkan
pula pada pengembangan nilai produktivitas umat. Untuk itu, kerukunan di
tekankan pada pembentukan suasana hubungan yang mengembangkan
nilai-nilai social praktis dalam upaya mengentaskan kemiskinan,
kebodohan, dan ketertinggalan, seperti mengembangkan amal kebajikan,
bakti social, badan usaha, dan berbagai kerjasama social ekonomi yang
mensejahterakan umat.6
B. Faktor-Faktor Terjadinya Kerukunan Umat Beragama
1. Toleransi menuju kerukunan
Secara etimologi berasal dari kata tolerance (dalam bahasa Inggris)
yang berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan
orang lain tanpa memerlukan persetujuan. Di dalam bahasa Arab
menterjemahkan dengan tasamuh, berarti saling mengizinkan, saling
memudahkan.7
Dari dua pengertian di atas penulis menyimpulkan toleransi secara
etimologi adalah sikap saling mengizinkan dan menghormati keyakinan
orang lain tanpa memerlukan persetujuan.
Pada umumnya, toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan
kepada sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk
menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan
nasibnya masing-masing, selama di dalam menjalankan dan menentukan
6. Ridwan Lubis, op.cit hlm: 12-13
7 Prof. DR. H. Said Agil Husin Al-Munawar, MA., Fikih Hubungan Antar Agama,
Penerbit Ciputat Press, Jakarta, hlm. 13.
17
sikapnya itu tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas terciptanya
ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat.8
Secara terminologi banyak batasan yang diberikan oleh para ahli
sebagai berikut:
1. W.J.S Purwadarminta menyatakan
Toleransi adalah sikap atau sifat menenggang berupa
menghargai serta membolehkan suatu pendirian, pendapat, pandangan,
kepercayaan maupun yang lainnya yang berbeda dengan pendirian
sendiri.9
2. Dewan Ensiklopedi Indonesia
Toleransi dalam aspek sosial, politik, merupakan suatu sikap
membiarkan orang untuk mempunyai suatu keyakinan yang berbeda.
Selain itu menerima pernyataan ini karena sebagai pengakuan dan
menghormati hak asasi manusia.10
3. Ensiklopedi American
Toleransi memiliki makna sangat terbatas. Ia berkonotasi
menahan diri dari pelanggaran dan penganiayaan, meskipun demikian,
ia memperlihatkan sikap tidak setuju yang tersembunyi dan biasanya
merujuk kepada sebuah kondisi dimana kebebasan yang di
perbolehkannya bersifat terbatas dan bersyarat.11
Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa
toleransi adalah suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk membiarkan
kebebasan kepada orang lain serta memberikan kebenaran atas perbedaan
tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia.
8 Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar
Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1979, hlm. 22. 9 W.J.S Porwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986,
hlm. 1084. 10
Dewan Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedia Indonesia Jilid 6, Ikhtiar Baru Van Hoeve,
t.th, hlm. 3588. 11
Dewan Ensiklopde American, Ensiklopedi American
18
Pelaksanaan sikap toleransi ini harus didasari sikap kelapangan
dada terhadap orang lain dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang
dipegang sendiri, yakni tanpa mengorbankan prinsip-prinsip tersebut.12
Jelas bahwa toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat perbedaan
prinsip, dan menghormati perbedaan atau prinsip orang lain tanpa
mengorbankan prinsip sendiri.13
Dengan kata lain, pelaksanaannya hanya
pada aspek-aspek yang detail dan teknis bukan dalam persoalan yang
prinsipil.
Sebenarnya toleransi lahir dari watak Islam, seperti yang dijelaskan
dalam Al-Qur'an dapat dengan mudah mendukung etika perbedaan dan
toleransi. Al-Qur'an tidak hanya mengharapkan, tetapi juga menerima
kenyataan perbedaan dan keragaman dalam masyarakat. Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Hujarat ayat 13 yang berbunyi:
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.(QS. Al Hujarat : 13) 14
Ayat tersebut menunjukkan adanya ketatanan manusia yang
essensial dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan yang memisahkan
antara golongan yang satu dengan golongan yang lain, manusia merupakan
tiap keluarga besar.
12
H.M. Daud Ali, dkk., Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, Bulan
Bintang, Jakarta, 1989, hlm. 80. 13
Prof. DR. H. Said Agil Husin Al-Munawar, MA., op.cit., hlm. 13. 14
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
Departemen Agama, 1989, hlm. 847.
19
Dalam kenyataan sehari-hari seolah-olah tidak ada perbedaan
antara kerukunan dengan toleransi. Sebenarnya antara kedua kata ini,
terdapat perbedaan, namun saling memerlukan. Kerukunan
mempertemukan unsur-unsur yang berbeda, sedang toleransi merupakan
sikap atau refleksi dari kerukunan. Tanpa kerukunan, toleransi tidak
pernah ada, sedangkan toleransi tidak pernah tercermin bila kerukunan
belum terwujud.15
Istilah toleransi berasal dari bahasa Inggris, yaitu : “tolerance’
berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang
lain tanpa persetujuan. Bahasa arab menerjemahkan dengan “tasamuh”,
berarti saling mengizinkan, saling memudahkan.
Dalam percakapan sehari-hari, di samping kata toleransi juga
dipakai kata “tolerer”, kata ini adalah bahasa Belanda berarti
membolehkan, membiarkan; dengan pengertian membolehkan atau
membiarkan yang pada prinsipnya tidak perlu terjadi. Jadi toleransi
mengaandung konsesi. Artinya, konsesi ialah pemberian yang hanya
didasarkan kepada kemurahan dan kebaikan hati, dan bukan didasarkan
kepada hak. Jelas bahwa toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat
perbedaan prinsip, dan menghormati perbedaan atau prinsip orang lain itu
tanpa mengorbankan prinsip sendiri.
Toleransi dalam pergaulan hidup antara umat beragama, yang
didasarkan kepada; setiap agama menjadi tanggung jawab pemeluk agama
itu sendiri dan mempunyai bentuk ibadat (ritual) dengan system dan cara
tersendiri yang ditaklifkan (dibebankan) serta menjadi tanggung jawab
orang yang pemeluknya atas dasar itu, maka toleransi dalam pergaulan
hidup antar umat beragama bukanlah toleransi dalam masalah-masalah
keagamaan, melainkan perwujudan sikap keberagamaan pemeluk suatu
15
. Said Agil Husin Al Munawar, Opcit, hlm: 12.
20
agama dalam pergaulan hidup antara orang yang seagama, dalam masalah-
masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan umum.16
Dalam memantapkan kerukunan hidup umat beragama perlu
dilakukan suatu upaya-upaya yang mendorong terjadinya kerukunan hidup
umat beragama secara mantap dalam bentuk :
1) Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat
beragama, serta antar umat beragama dengan pemerintah.
2) Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk
upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk
hidup rukun dalam bingkai teologi dan implementasi dalam
menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.
3) Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam
rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta
pengamalan agama yang mendukung bagi pembinaan kerukunan
hidup intern dan antar umat beragama.
4) Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai
kemanusiaan dari seluruh keyakinan plural umat manusia yang
fungsinya dijadikan sebagai pedoman bersama dalam
melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu
sama lainnya dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan.
Dari sisi ini maka kita dapat mengambil hikmahnya bahwa nilai-
nilai kemanusiaan itu selalu tidak formal akan mengantarkan nilai
pluralitas kearah upaya selektifitas kualitas moral seseorang dalam
komunitas masyarakat mulya (Makromah), yakni komunitas
warganya memiliki kualitas ketaqwaan dan nilai-nilai solidaritas
sosial.
16
. Ibid hlm : 13-14.
21
5) Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif
bagi kemanusiaan yang mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan,
agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan nilai-nilai sosial
kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.
6) Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama
dengan cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk
agama lain, sehingga akan tercipta suasana kerukunan yang
manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
7) Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan
bermasyarakat, oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik
yang dapat memperindah fenomena kehidupan beragama.
2. Langkah-Langkah Strategis Dalam Memantapkan Kerukunan Hidup
Umat Beragama
Adapun langkah-langkah yang harus diambil dalam memantapkan
kerukunan hidup umat beragama, diarahkan kepada 4 (empat) strategi
yang mendasar yakni :
a) Para pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para pembina
non formal yakni tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan
komponen penting dalam pembinaan kerukunan antar umat beragama.
b) Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen perlu
ditingkatkan sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta
tingkat kedewasaan berfikir agar tidak menjurus ke sikap primordial.
c) Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat
beragama perlu dijabarkan dan disosialisasikan agar bisa dimengerti
oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian diharapkan tidak
terjadi kesalahpahaman dalam penerapan baik oleh aparat maupun oleh
22
masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling pengertian
diantara sesama umat beragama.
d) Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah
antar umat beragama untuk menjembatani kerukunan antar umat
beragama.
C. Faktor-Faktor Penghambat Kerukunan Umat Beragama
Dalam perjalanannya menuju kerukunan umat beragama selalu diiringi
dengan beberapa faktornya, ada yang beberapa diantaranya bersinggungan
secara langsung di masyarakat, ada pula terjadi akibat akulturasi budaya yang
terkadang berbenturan dengan aturan yang berlaku di dalam agama itu sendiri.
Faktor-Faktor Penghambat Kerukunan Umat Beragama antara lain:
1) Pendirian rumah ibadah: apabila dalam mendirikan rumah ibadah tidak
melihat situasi dan kondisi umat beragama dalam kacamata stabilitas
sosial dan budaya masyarakat setempat maka akan tidak menutup
kemungkinan menjadi biang dari pertengkaran atau munculnya
permasalahan umat beragama.
2) Penyiaran agama: apabila penyiaran agama bersifat agitasi dan
memaksakan kehendak bahwa agama sendirilah yang paling benar dan
tidak mau memahami keberagamaan agama lain, maka dapat
memunculkan permasalahan agama yang kemudian akan menghambat
kerukunan antar umat beragama, karena disadari atau tidak kebutuhan
akan penyiaran agama terkadang berbenturan dengan aturan
kemasyarakatan.
3) Perkawinan beda agama: perkawinan beda agama disinyalir akan
mengakibatkan hubungan yang tidak harmonis, terlebih pada anggota
keluarga masing-masing pasangan berkaitan dengan hukum perkawinan,
23
warisan, dan harta benda, dan yang paling penting adalah keharmonisan
yang tidak mampu bertahan lama di masing-masing keluarga.
4) Penodaan agama: yaitu melecehkan atau menodai doktrin suatu agama
tertentu. Tindakan ini sering dilakukan baik perorangan atau kelompok.
Meski dalam skala kecil, baru-baru ini penodaan agama banyak terjadi
baik dilakukan oleh umat agama sendiri maupun dilakukan oleh umat
agama lain yang menjadi provokatornya.
5) Kegiatan aliran sempalan: adalah suatu kegiatan yang menyimpang dari
suatu ajaran yang sudah diyakini kebenarannya oleh agama tertentu.17
Hal
ini terkadang sulit di antisipasi oleh masyarakat beragama sendiri,
pasalnya akan menjadikan rancu diantara menindak dan menghormati
perbedaan keyakinan yang terjadi didalam agama ataupun antar agama.
D. Kerukunan Umat Beragama dalam Islam
Pengertian kerukunan dalam islam diberi istilah ”tasamuh” atau
toleransi. Sehingga yang dimaksud dengan toleransi ialah kerukunan sosial
kemasyarakatan, bukan dalam aqidah islamiyah (keimanan), karena akidah
telah di jelaskan secara tegas dan jelas dalam alquran dan hadist.18
Agama Islam merupakan agama yang diturunkan untuk memberikan
rahmat bagi seluruh alam, termasuk didalamnya umat manusia. Islam
diturunkan bukan untuk tujuan perang atau memaksakan kehendak.
Islam yang hakiki adalah kepercayaan yang mendalam dan tanpa
sedikitpun keraguan pada tuhan. Islam adalah ketundukan, kepasrahan pada
tuhan dan kedamaian serta keselamatan. Sedangkan realisasi kebenaran adalah
17
. http://www.docstoc.com/docs/21541975/Aktualisasi-Kerukunan-Umat-
Beragama.18/Mei/2010. 18
. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama_islam/bab8-
kerukunan_antar_ummat_beragama.pdf.
24
bahwa “tiada tuhan selain Allah” dan tiga aspek kehidupan agama adalah
islam yaitu menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah; iman artinya percaya
dengan kebijaksanaan dan kearifan Allah, sedangkan Ihsan adalah berlaku
benar dan berbuat baik, karena tahu bahwa allah senantiasa mengawasi segala
perbuatan dan geerak-gerik pikiran manusia.
Sebagai manusia beragama, umat Islam diajarkan untuk saling
mengasihi, memberi kepada mereka yang membutuhkan, bukan untuk
kepentingan mereka, tetapi untuk kepentingan diri kita sendiri, untuk
kepentingan membersihkan hati dan jiwa, dan kepentingan mengosongkan
nurani kita dari perasaan tamak, sombong, tidak mau berbagi dan kikir.
Bila agama yang dipahami selama ini adalah agama yang menghina,
menyalahkan orang lain, dan menganggap diri kita yang paling benar, maka
itu bukanlah agama yang sesungguhnya. Kemungkinan besar adalah hanya
ego pada diri manusia yang kemudian agama sebagai pe-legalis-an atas ego
manusia itu sendiri. Keangkuhan dan sikap memandang rendah orang lain,
tidak pernah diajarkan oleh agama apapun. Di dalam Al-Quran secarra tegas
menyatakan sebagaimana yang dijelaskan pada surat Al-Hujarat: 11 yang
bebunyi:
…. ……
Artinya “Janganlah satu kaum menghina kaum lain, karena
mungkin yang dihina itu lebih baik dari pada yang menghina (QS.
Al-Hujarat: 11)
Harusnya kita lebih tahu tentang prinsip Islam yang dibawa
Muhammad Saw. Bahwa pengadilan dan hukuman adalah milik Allah, secara
eksplisit berhubungan dengan prinsip terdahulu, keinginan akan keragaman
keyakinan manusia, dalam Al-Quran surat Al_Baqarah: 272 disebutkan:
25
Artinya : “ Bukan tugasmu (hai rasul) memberi petunjuk kepada mereka.
Tetapi Tuhanlah yang memberi yang memberi petunjuk kepada
siapapun yang dikehendakiNya” (QS. Al-baqarah/2:272).
Jelaslah bahwa petunjuk adalah Allah dan dengan kehendak-Nya dan
Dialah yang menentukan untuk memberi petunjuk kepada orang tertentu dan
bukanlah kepada yang lainnya.
Al-Quran yang merupakan pedoman umat Islam sedangkan nabi
Muhammad SAW merupakan nabi yang diutus untuk mendakwahkan tentang
akhlaq al karimah. Sehingga tidak heran ketika Nabi Muhammad
mengembangkan agama Islam di Madinah (setelah Hijrah), Islam sudah
berada dalam kondisi yang pluralits atau majemuk. Kemajemukan ini tidak
hanyaada pada perbedaan namun juga budaya, suku, dan bahasa. Kenyataan
ini sangat jelas dalam al-quran surtat al-hujarat ayat 13, bahwa perbedaan
pandangan dan pendapat adalah sesuatu yang wajar bahkan akan memperkaya
pengetahuan dalam kehidupan umat manusia, sehingga tidak perlu ditakuti.
Kenyataan inilah yang mengiringi adanya perbedaan cultural (dan juga politik)
antara berbagai kelompok muslimin yang ada di kawasan-kawasan dunia.19
Perbedaan pendapat dalam segala aspek kehidupan manusia merupakan satu
fenomena yang telah lahir dan akan berkelanjutan sepanjang sejarah manusia.
Tidak terkecuali umat Islam. Perbedaan sudah terjadi sejak masa Rasul saw,
19
. Abdurrahman Wahid, Islam Ku Islam Anda Islam Kita, (Jakarta, The Wahid
Institute,2006) hlm. 351.
26
disamping juga tidak jarang dalam masalah-masalah keagamaan, Nabi
membenarkan pihak-pihakyang berbeda.20
Manusia beriman mempunyai dua dimensi hubungan yang harus selalu
dipelihara dan dilaksanakan, yakni hubungan vertikal dengan Allah SwT
melalui shalat dan ibadah-ibadah lainnya, dan hubungan horizontal dengan
sesama manusia di masyarakat dalam bentuk perbuatan baik. Mukmin niscaya
menjaga harmoni, keseimbangan, equilibrium antara intensitas hubungan
vertikal dan hubungan horizontal. Orientasi hubungan vertikal disimbolkan
oleh pencarian keselamatan dan kebaikan hidup di akhirat, sedangkan
hubungan horizontal diorientasikan pada perolehan kebaikan dan keselamatan
hidup di dunia.
Interaksi manusia dengan sesamanya harus didasari keyakinan
bahwa, semua manusia adalah bersaudara, dan bahwa anggota masyarakat
Muslim juga saling bersaudara. Ukhuwah mengandung arti persamaan dan
keserasian dalam banyak hal. Karenanya persamaan dalam keturunan
mengakibatkan persaudaraan, dan persamaan dalam sifat-sifat juga
membuahkan persaudaraan.
Persaudaraan sesama manusia dilandasi oleh kesamaan dan kesetaraan
manusia di hadapan Allah SwT.21
Dalam Al-Quran dinyatakan sebagai
berikut:
Artinya: Hai manusia! Kami ciptakan kamu dari satu pasang laki-laki dan
perempuan, dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku
20
. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran (Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat), (Jakarta, Mizan, 1992) hlm. 362. 21
. http://thepowerofsilaturahim.blogspot.com/2009/03/ukhuwah-dan-kerukunan-dalam-
al-quran.html.
27
bangsa, supaya kamu saling mengenal [bukan supaya saling
membenci, bermusuhan]. Sungguh, yang paling mulia di antara
kamu dalam pandangan Allah ialah yang paling bertakwa. Allah
Mahatahu, Maha Mengenal (Q.s. Al-Hujurat [49]: 13).
Faktor penunjang lahirnya persaudaraan adalah persamaan. Semakin
banyak persamaan, semakin kokoh pula persaudaraan. Persamaan dalam cita
dan rasa merupakan faktor yang sangat dominan yang menjadikan seorang
saudara merasakan derita saudaranya. Keberadaan manusia sebagai makhluk
sosial, perasaan tenang dan nyaman berada bersama jenisnya dan dorongan
kebutuhan ekonomi bersama juga menjadi faktor penunjang rasa persaudaraan
itu. Islam menganjurkan untuk mencari titik singgung dan titik temu, baik
terhadap sesama Muslim, maupun terhadap non-Muslim.
D. Pemahaman Konsep Toleransi
Pelaksanaan sikap toleransi ini harus didasari sikap kelapangan dada
terhadap orang lain dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang dipegang
sendiri, yakni tanpa mengorbankan prinsip-prinsip tersebut.22
Jelas bahwa
toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat perbedaan prinsip, dan
menghormati perbedaan atau prinsip orang lain tanpa mengorbankan prinsip
sendiri.23
Dengan kata lain, pelaksanaannya hanya pada aspek-aspek yang
detail dan teknis bukan dalam persoalan yang prinsipil.
Sebenarnya toleransi lahir dari watak Islam, seperti yang dijelaskan
dalam Al-Qur'an dapat dengan mudah mendukung etika perbedaan dan
toleransi. Al-Qur'an tidak hanya mengharapkan, tetapi juga menerima
kenyataan perbedaan dan keragaman dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT dalam surat Al-Hujarat ayat 13 yang berbunyi:
22
H.M. Daud Ali, dkk., Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, Bulan
Bintang, Jakarta, 1989, hlm. 80. 23
Prof. DR. H. Said Agil Husin Al-Munawar, MA., op.cit., hlm. 13.
28
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.( Surat Al Hujarat ayat 13)24
Ayat tersebut menunjukkan adanya ketatanan manusia yang essensial
dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan yang memisahkan antara golongan
yang satu dengan golongan yang lain, manusia merupakan tiap keluarga besar.
Di dalam memaknai toleransi ini terdapat dua penafsiran tentang
konsep tersebut. Pertama, penafsiran negatif yang menyatakan bahwa
toleransi itu cukup mensyaratkan adanya sikap membiarkan dan tidak
menyakiti orang atau kelompok lain baik yang berbeda maupun yang sama.
Sedangkan, yang kedua adalah penafsiran positif yaitu menyatakan bahwa
toleransi tidak hanya sekedar seperti pertama (penafsiran negatif) tetapi harus
adanya bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang lain atau kelompok
lain.25
Selain itu toleransi mempunyai unsur-unsur yang harus ditekankan
dalam mengekspresikannya terhadap orang lain. Unsur-unsur tersebut adalah:
1. Memberikan kebebasan atau kemerdekaan
Dimana setiap manusia diberikan kebebasan untuk berbuat,
bergerak maupun berkehendak menurut dirinya sendiri dan juga di dalam
memilih suatu agama atau kepercayaan. Kebebasan ini diberikan sejak
manusia lahir sampai nanti ia meninggal dan kebebasan atau kemerdekaan
24
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
Departemen Agama, 1989, hlm. 847. 25
Maskuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keagamaan, Penerbit
Buku Kompas, Jakarta, 2001, hlm. 13.
29
yang manusia miliki tidak dapat digantikan atau direbut oleh orang lain
dengan cara apapun. Karena kebebasan itu adalah datangnya dari Tuhan
YME yang harus dijaga dan dilindungi. Di setiap negara melindungi
kebebasan-kebebasan setiap manusia baik dalam undang-Undang maupun
dalam peraturan yang ada. Begitu pula di dalam memilih satu agama atau
kepercayaan yang diyakini, manusia berhak dan bebas dalam memilihnya
tanpa ada paksaan dari siapapun.26
2. Mengakui Hak Setiap Orang
Suatu sikap mental yang mengakui hak setiap orang di dalam
menentukan sikap perilaku dan nasibnya masing-masing. Tentu saja sikap
atau perilaku yang dijalankan itu tidak melanggar hak orang lain, karena
kalau demikian, kehidupan di dalam masyarakat akan kacau.
3. Menghormati Keyakinan Orang Lain
Landasan keyakinan di atas adalah berdasarkan kepercayaan,
bahwa tidak benar ada orang atau golongan yang berkeras memaksakan
kehendaknya sendiri kepada orang atau golongan lain. Tidak ada orang
atau golongan yang memonopoli kebenaran dan landasan ini disertai
catatan bahwa soal keyakinan adalah urusan pribadi masing-masing orang.
4. Saling Mengerti
Tidak akan terjadi, saling menghormati antara sesama manusia bila
mereka tidak ada saling mengerti. Saling anti dan saling membenci, saling
berebut pengaruh adalah salah satu akibat dari tidak adanya saling
mengerti dan saling menghargai antara satu dengan yang lain.27
Sedangkan toleransi dalam pergaulan hidup antara umat beragama
yang didasarkan pada tiap-tiap agama menjadi tanggung jawab pemeluk
agama itu sendiri, mempunyai bentuk ibadah (ritual) dengan sistem dan cara
tersendiri yang ditaklifkan (dibebankan) serta menjadi tanggung jawab orang
26
Ibid., hlm. 202. 27
Umar Hasyim, op.cit., hlm. 23.
30
yang pemeluknya atas dasar itu. Maka toleransi dalam masalah-masalah
keagamaan, melainkan perwujudan sikap keberagamaan pemeluk suatu agama
dalam pergaulan hidup antara orang yang tidak seagama, dalam masalah-
masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan umum.28
Toleransi beragama mempunyai arti sikap lapang dada seseorang
untuk menghormati dan membiarkan pemeluk agama untuk melaksanakan
ibadah menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang diyakini,29
tanpa ada yang mengganggu atau memaksakan baik dari orang lain maupun
dari keluarganya sekalipun.
Secara teknis pelaksanaan sikap toleransi beragama yang dilaksanakan
di dalam masyarakat lebih banyak dikaitkan dengan kebebasan dan
kemerdekaan menginterprestasikan serta mengekspresikan ajaran agama
masing-masing.
Masyarakat Islam memiliki sifat yang pluralistik dan sangat toleran
terhadap berbagai, kelompok sosial dan keagamaan karena hidup
bermasyarakat merupakan suatu kebutuhan dasar hidup manusia agar tujuan
hidup manusia dapat diwujudkan, karena bila terbentuk suatu kehidupan
berdasarkan persaudaraan, penuh kasih sayang dan harmoni.30
Toleransi pada kaum muslimin seperti yang diperintahkan oleh Nabi
Muhammad SAW, diantaranya sebagai berikut:
a. Tidak boleh memaksakan suatu agama pada orang lain.
Di dalam agama Islam orang muslim tidak boleh melakukan
pemaksaan pada kaum agama lainnya, karena memaksakan suatu agama
bertentangan dengan firman Allah SWT di dalam surat Al-Kafirun ayat
1-6.
28
Prof. DR. H. Said Agil Husin Al-Munawar, MA., op.cit., hlm. 14. 29
H.M. Daud Ali, op.cit., hlm. 83. 30
Abdul Munir, Pokok-pokok Ajaran NU, Ramdhani, Solo, 1989, hlm. 50-51.
31
Artinya: Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah
apa yang kamu sembah, Dan kamu bukan penyembah Tuhan
yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah menjadi penyembah
Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah,
agamaku". (QS. Al-Kafirun ayat 1-6) 31
Disitu dijelaskan bahwa orang-orang muslim tidak menyembah apa
yang di sembah oleh orang-orang kafir, begitu pula orang-orang kafir tidak
menyembah apa yang di sembah oleh orang muslimin. Disitu juga
dijelaskan bahwa bagi kita agama kita (orang muslim) dan bagi mereka
agama mereka (orang kafir).
b. Tidak boleh memusuhi orang-orang selain muslim atau kafir
Perintah Nabi untuk melindungi orang-orang selain muslim seperti
yang dilakukan oleh Nabi waktu berada di Madinah. Kaum Yahudi dan
Nasrani yang jumlahnya sedikit dilindungi baik keamanannya maupun
dalam beribadah. Kaum muslimin dianjurkan untuk bisa hidup damai
dengan masyarakat sesamanya walaupun berbeda keyakinan.
c. Hidup rukun dan damai dengan sesama manusia
Hidup rukun antar kaum muslimin maupun non muslimin seperti
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW akan membawa kehidupan yang
damai dan sentosa, selain itu juga dianjurkan untuk bersikap lembut pada
sesama manusia baik yang beragama Islam maupun yang beragama
Nasrani atau Yahudi.32
31
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, op.cit, hlm. 1112. 32
Yunus Ali Al-Mukhdor, Toleransi Kaum Muslimin, PT. Bungkul Indah, Surabaya,
1994, hlm. 5.
32
d. Saling tolong menolong dengan sesama manusia
Dengan hidup rukun dan saling tolong menolong sesama manusia
akan membuat hidup di dunia yang damai dan tenang. Nabi
memerintahkan untuk saling menolong dan membantu dengan sesamanya
tanpa memandang suku dan agama yang dipeluknya. Hal ini juga
dijelaskan dalam Al-Qur'an pada surat Al-Maidah ayat 2 sebagai berikut:
Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
(QS. Al-Maidah : 2)33
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa di dalam Al-Qur'an dijelaskan
dengan sikap tolong menolong hanya pada kaum muslimin tetapi
dianjurkan untuk tolong menolong kepada sesama manusia baik itu yang
beragama Islam maupun non Islam. Selain itu juga seorang muslim
dianjurkan untuk berbuat kebaikan di muka bumi ini dengan sesama
makhluk Tuhan dan tidak diperbolehkan untuk berbuat kejahatan pada
manusia. Disitu dikatakan untuk tidak mematuhi sesamanya. Selain itu
juga dilarang tolong menolong dalam perbuatan yang tidak baik
(perbuatan keji atau dosa).
Di dalam karya tulis ini, penulis ingin menekankan kerangka berfikir
yang berkaitan dengan terwujudnya suatu keyakinan antara lain:
a. Kebebasan beragama
Kebebasan memeluk suatu agama atau beragama sebagai salah satu
hak yang esensial bagi kehidupan manusia, karena kebebasan untuk
memilih agama datangnya dari hakekat manusia serta martabat sebagai
makhluk ciptaan Tuhan YME, bukan dari orang lain atau dari orang tua.
33
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, op.cit, hlm. 156.
33
Untuk itu di dalam menganut atau memilih suatu agama tidak bisa
dipaksakan oleh siapapun.
Di Indonesia dalam peraturan undang-undang disebutkan pada
pasal 29 ayat 2 yang berbunyi: "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agama dan kepercayaannya itu". Hal ini jelas bahwa negara
sendiri menjamin penduduknya dalam memilih dan memeluk agama atau
keyakinannya masing-masing serta menjamin dan melindungi
penduduknya di dalam menjalankan peribadatan menurut agama dan
kepercayaan masing-masing.
b. Penghormatan dan eksistensi agama lain
Etika yang harus dilakukan dari sikap toleransi setelah memberikan
kebebasan beragama adalah menghormati eksistensi agama lain, dengan
pengertian menghormati keragaman dan kepercayaan yang ada, baik yang
dilindungi oleh negara maupun yang tidak dilindungi dalam artian yang
pemeluknya sedikit.
Setiap agama mengandung ajaran klaim eksklusif yaitu mengaku
agama yang dipeluknya adalah suatu agama yang paling benar (truth
claim).34
Keyakinan tentang yang benar itu didasarkan kepada Tuhan
sebagai satu-satunya sumber kebenaran. Dalam tataran sosiologis, klaim
berubah menjadi simbol agama yang dipahami secara subjektif personal
oleh setiap pemeluk agama, ia tidak lagi utuh dan absolut. Pluralitas
manusia menyebabkan wajah kebenaran itu tampil beda ketika akan
dimaknai dan dibahasakan.35
Ketegangan-ketegangan dua kubu yang berbeda sering terjadi
sampai sekarang, hal ini disebabkan truth claim atau klaim kebenaran
34
Nurcholis Madjid, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan Pemikiran Nurcholis Muda,
Mizan, Bandung, 1993, hlm. 237. 35
Drs. Adeng Muchtar Ghazali, M.Ag., Agama dan Keberagamaan dalam Konteks
Perbandingan Agama, Pustaka Pelajar, Bandung, 2004, hlm. 199.
34
diletakkan bukan hanya sebatas ontologis metafisis saja tetapi melebar
memasuki wilayah sosial politik. Kenyataan ini menjadikan stagnasi bagi
peran agama untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Kondisi
semacam ini diperburuk oleh pemeluk agama yang menyibukkan diri pada
masalah eksoteris dan indentitas, lahirnya agama merupakan nilai-nilai
spiritual yang mendasar dari kandungan ajaran agama-agama.36
Masalah yang menyebabkan timbulnya benturan dan konflik
agama ialah "Double Standar" atau standar ganda. Dalam sejarah standar
ganda ini biasanya dipakai untuk menghakimi agama lain dalam derajat
keabsahan teologis di bawah agamanya. Lewat standar ganda inilah, kita
menyaksikan munculnya prasangka-prasangka teologis yang selanjutnya
memperkeruh suasana hubungan antar umat beragama.37
Agama Islam adalah agama yang membawa misi rakhmatan lil
alamin. Oleh karena itu ajarannya banyak yang toleran atau penuh dengan
tenggang rasa mendorong kebebasan berfikir dan kemerdekaan
berpendapat, serta saling memperhatikan kepentingan masing-masing dan
saling cinta kasih diantara sesama manusia.
36
M. Amin Abdullah, Teologi dan Filsafat dalam Perspektif Ilmu dan Budaya, dalam
Mukti Ali dkk., Agama dan Pergaulan Masyarakat Dunia, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta, 1997,
hlm. 268-269. 37
Drs. Adeng Muchtar Ghazali, M.Ag, op.cit., hlm. 201.
35
BAB III
GAMBARAN UMUM KELURAHAN KRANGGAN DAN
BENTUK - BENTUK PERAYAAN HARI BESAR AGAMA ISLAM
DAN AGAMA KONG HU CHU
A. Gambaran Umum Kelurahan Kranggan
1. Letak Geografis
Kelurahan Kranggan terletak di tengah-tengah Kota Semarang.
Dan menjadi salah satu daerah pusat perekonomian di Kota semarang.
Karena letaknya yang starategis, sehingga banyak terdapat tokok-
toko/grosir yang dijadikan tempat untuk menjual barang-barang yang
bernilai ekonomi. Mulai dari kebutuhan pokok sampai kebutuhan-
kebutuhan laiannya dalam rumah tangga, kantor dan industri.
Kelurahan Kranggan terletak di salah satu daerah pusat
perekonomian, maka sebagian besar masyarakatnya adalah pelaku bisnis
di daerah tersebut. Apalagi di Kelurahan Kranggan didomonasi warga
keturunan Tionghoa yang terkenal dengan kepandainnya menjalankan
dunia bisnis seperti yang ada di daerah tersebut.
Di Kelurahan Kranggan dipimpin oleh seorang lurah dan dibantu
oleh sejumlah staf-satfnya. Adapun struktur Pemerintahan Kelurahan
Kranggan adalah sebagai berikut:
a. Struktur Pemeritahan
Lurah : Agus Witanto, S.Sos.
Sekertaris : Amat Suparno
Bendahara : Marsiati, SE.
Staf-staf : Herry Mochtar
35
36
: Sudarti
: Mulyadi
: Haryanto
: Dadiono
b. Luas wilayah : 25,25 Ha
c. Batas wilayah
Sebelah Utara : Kelurahan Kauman
Sebelah Selatan : Kelurahan Gabahan
Sebelah Barat : Kelurahan bangunharjo
Sebelah Timur : Kelurahan Jagalan1
d. Jumlah Penduduk :
Laki-laki : 2 394 orang
Perempuan : 3 199 orang
2. Keadaan Budaya, Keagamaan, Ekonomi dan Pendidikan
a. Keadaan Budaya
Budaya yang ada di Kelurahan Kranggan sangat kompleks,
karena banyaknya penganut agama yang ada. Karena di Kelurahan
Kranggagn didominasi oleh Tionghoa, maka kebudayaan di kelurahan
tersebut tidak jauh dari agam yang dianut oleh warga Tionghoa. Selain
itu penganut agama yang lain juga menambah banyak kebudayaan di
Kelurahan Kranggan, contohnya umat Islam.
1. Demografi kelurahan Kranggan Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang
37
Adapun kegiatan-kegiatan yang ada di Kelurahan Kranggan
adalah sebagai berikut:
1) Pengajian yang diadakan di Masjid An-Nur yang dilakukan umat
Islam setiap malam jumat kliwon.
2) Pembagian sedekah pada peringatan hari sosial yang dilakukan
umat Tionghoa setiap tanggal 24 setiap bulan.
3) Arisan warga yang dilakukan setiap minggu ke-2 setiap bulan baik
tingkat RT atau RW.
b. Keagamaan
Di kelurahan Kranggan jumlah penganut agama Islam, Katolik,
dan Budha saling berimbang. Hal ini dapat dilihat dari data berikut ini.
1. Islam : 1.748 orang
2. Kristen : 321 orang
3. Katholik : 1.517 orang
4. Hindu : 33 orang
5. Budha dan kong hu chu : 1.974 Orang2
Dengan berimbangnya penganut agama yang ada, membuat
aktifitas keagamaan sangat padat dan komplek oleh masing-masing
penganutnya.
c. Tempat Ibadah
1. Masjid : 1
2. Klenteng : 7
3. Gereja : 1
2. Demografi kelurahan Kranggan Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang
38
Tempat ibadah yang ada untuk umat Islam dan Tionghoa di
kelurahan Kranggan yang biasa digunakan untuk beribadah dalam
kehidupan sehari-hari adalah: Klenteng Tay Kak Sie merupakan
Klenteng terbesar dan merupakan pusat untuk beribadah warga
Tionghoa di kelurahan Kranggan, sedangkan Masjid An-Nur
merupakan satu-satunya masjid yanag ada dikelurahan Kranggan yang
dugunakan umat Islam beribadah.3
d. Ekonomi
Kelurahan Kranggan merupakan daerah perekonomian. Oleh
karena itu di kelurahan tersebut banyak terdapat kegiatan-kegiatan
ekonomi, seperti pertokoan, grosir dan industri kecil. Sehingga
mempengaruhi kehidupan berekonomi penduduk di kelurahan
Kranggan. Hal ini dapat dilihat dari data penduduk menurut mata
pencahariannya:
1. Karyawan : 2.382 orang
2. Wiraswasta : 76 orang
3. Pertukangan : 49 orang
4. Pensiunan : 13 orang
5. Jasa : 478 orang4
e. Pendidikan
Karena Kelurahan Kranggan disokong oleh ekonomi yang
mapan, maka banyak dari penduduknya yang mengenyam pendidikan
yang memadai. Hal ini dapat dilihat dari data berikut ini:
3. Hasil wawancara denga Bapa Amat Suparno sebagai perangkat kelurahan Kranggan
Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang pada tanggal 29 April 2010. 4. Demografi kelurahan Kranggan Kecamatan Semarang tengah Kota Semarang
39
a. Perguruan Tinggi : 149 orang
b. Tamat Akademi : 59 orang
c. Tamat SLTA : 1.255 orang
d. Tamat SLTP : 190 0rang
e. Tamat SD : 1.380 orang
f. Belum Tamat SD : 386 orang
g. Tidak Tamat SD : 101 orang
h. Tidak Sekolah : 23 orang
B. Perayaan-Perayaan Hari Besar Agama Islam dan Agama Kong hu chu di
kelurahan Kranggan
1. Perayaan-Perayaan Hari Besar Agama Islam
a) Perayaan Idul Fitri
Perayaan Idul Fitri yang dirayakan oleh umat Islam
dilaksanaakan setelah Umat Islam menjalankan puasa selama sebulan
di bulan Ramadhan. Pada tanggal satu Syawal perayaan di mulai
dengan membayar zakat dan mejalankan shalat Iddul Fitri. kemudian
mereka bersalam-salaman dengan keluarga, tetangga dan kerabatnya
untuk saling bermaaf-maafan.
Dalam perayaan tersebut, semua warga merayakannnya
meskipun beda keyakinan. Hal itu dilakukan untuk menghormati umat
Islam yang sedang merayakan kemenanggan setelah berpuasa sebulan
penuh. Dalam rangka menghormati umat Islam yang sedang
merayakan kemenangan, umat yang lain merayakan hanya sebatas
penghormatan, misalnya dengan ikut bersilaturahmi dan membantu
kaum yang lemah. Karena dalam perayaan tersebut ada pembagian
40
zakat, maka umat yang lain menghormatinya dengan menyantuni kaum
yang lemah.5
b) Perayaan Idul Adha
Idul adha biasa disebut dengan Idul Qurban. Karena pada
perayaan tersebut, bagi umat Islam yang mampu diwajibkan untuk
menyembelih hewan kurban. Selain itu, pada bulan tersebut,
merupakan pelaksanaan ibadah Haji oleh Umat Islam di Kota Mekah
untuk menjalankan rukun Islam yang ke-5. dalam perayaan tersebut
umat Islam diajarkan untuk saling membantu kepada sesamanya yang
lebih lemah.
Selain umat Islam yang melakukan kurban, umat yang lain juga
ikut membantu dengan membantu memberikan hewan kurban untuk
disembelih dan dibagi-bagikan kapada kaum yang tidak mampu.
Tentunya yang melakukan penyembelihan adalah orang Islam.
Dengan hal tersebut, menambah rasa toleransi antar umat di Kelurahan
Kranggan.
Para warga non muslim baik dari agama kong huchu maupun
yang bukan kong huchu ikut melakukan kurban karena sebagai wujud
kerukunan antar umat beragama juga ikut meringankan beban mereka
orang-orang miskin. Hal yang menarik dari perayaam idul adha di sini
addalah mereka yang mendistribusikan daging kurban bukan dari
mereka yang beragama muslim saja tapi juga mereka yang bukan
beragama muslim.
5. Hasil wawancara denga Bapak Amat Suparno sebagai perangkat kelurahan Kranggan
Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang pada tanggal 29 April 2010.
41
c) Tahun Baru Islam
Perayaan tahun baru Islam diadakan setiap malam satu
Mukharam tahun baru Hijriyah. Pada perayaan ini biasanya umat Islam
mengadakan zikir dan doa bersama untuk mendapatkan keselamatan.
Pada malam tersebut umat Islam banyak yang mengadakan pengajian
di Masjid-Masjid untuk memeriahkan datangya tahun baru Islam.
Banyak diantara umat Islam yang menbaca surat Yasin tiga kali pada
malam tahun baru Islam. Mereka percaya dengan membaca surat
Yasin tiga kali akan mendapatkan berkah.
Selain kegiatan yang dilakukan di masjid pihak karangtaruna
mengadakan pawai keliling kelurahan untuk menyemarakkan pawai,
biasanya pawai di iringi dengan musik rebana dan barongsai. Setelah
melakukan pawai keliling para warga berkumpul di masjid untuk
melakukan makan bersama, yang tidak hanya di ikuti oleh orang
muslim saja tetapi oarang yang beragama kong huchu hal semacam ini
dinamakan makan besar.
d) Maulid Nabi
Maulid Nabi merupakan perayaan untuk menghormati lahirnya
Nabi Muhammad SAW. Pada perayaan tersebut umat islam melakukan
pembacaan riwayat hidup Nabi (Al-Barzanji), baik di Majlis, Mushola
Dan Masjid. Pembacaan Al-Barzanji biasanya dilaksanakan selama 12
hari sebelum peringatan atau lahirnya Nabi. Pada Maulid Nabi tersebut
banyak orang-orang yang mampu memberikan santunan kepada anak
yatim, karena dengan begitu mereka percaya akan mendapat
berkahnya.6 Dalam pemberian santunan ini tidak hanya dilakukan oleh
6. Hasil wawancara denga Bapa Amat Suparno sebagai perangkat kelurahan Kranggan
Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang pada tanggal 29 April 2010.
42
warga muslim saja tetapi meraka yang non muslim juga ikut berperan
di dalamnya, bahkan dari mereka yang menyumbang lebih banyak.
2. Perayaan-perayaan hari Besar Agama Kong Hu chu
a). Ritual Dewa Dapur Naik ke Langit
Ritual ini biasanya dilakukan seminggu sebelum imlek,
naiknya dewa dapur ini menemui tuhan, diantar dengan membakar
dupa, mempersembahkan sesajian, dan membakar petasan. Para
masyarakat tiong hoa percaya bahwa naiknya dewa dapur ke langit
adalah untuk melaporkan segala macam tidak tanduk keluarga
dalam rumah tersebut selama setahun.
b). Sembahyang Tahun Baru
Sembahyang tahun baru Imlek ini biasanya dilakukan di tempat
ibadah, namun sebelumnya mereka melakukan sembahyang di
rumah masing-masing, yaitu dengan melakukan Tiam hio atau
sembahyang menghadap ke pintu. Sembahyang menghadap ke
pintu atau ke alam terbuka ini maksudnya adalah sembahyang
kepada Tuhan.
c). Sembahyang King Thi Kon
Sembahyang besar kepada tuhan pada malam tanggal 8
menjelang tanggal 9 bulan cia gwee (bulan prunama) tahun baru
imlek. Upacara King Thi Kong dapat diselenggarakan secara
sederhana atau lengkap, yang terpenting adalah ketulusan dan
kesuciannya, bukan kemewahannya. Biasanya yang menjalankan
ritual King Thi Kong adalah orang yang sudah berpantang
makanan berjiwa atau vegetarian sejak beberapa hari sebelumnya.
Dalam ritual ini, segala perlengkapan harus khusus atau tidak
43
pernah dipergunakan untuk keperluan lainnya, bersih lahir dan
batin.
Ritual dilaksanakan dengan mendirikan meja tinggi didepan
pintu menghadap langit, bersembahyang mengucap syukur kepada
Yang Kuasa, berjanji untuk hidup lebih baik terhadap sesama dan
memenuh kewajiban sebagai mahluk ciptaanNya. Dipilih tanggal 9
bulan 1 adalah karena angka 1 berarti esa dan angka 9 adalah yang
tertinggi.
d). Upacara Cap Gomeh
Setiap hari raya atau upacara tradisi pasti ada asal usulnya, ini
di mulai pada dinasti zhou pada tanggal 15 bulan imlek para petani
memasang lampoin-lampion di sekeliling ladang untuk mengusir
hama dan menakut nakuti binatang perusak tanaman. Dan untuk
mengusir dan menakut nakuti binatang perusak tanaman mereka
menambah segala bunyi- bunyian dan bermain barongsai agar lebih
ramai dan bermanfaat bagi petani.kepercayaan dan tradisi budaya
ini berlanjut turun temurun sampai sekarang.
Di kelurahan Kranggan biasanya pawai cap gomeh di iringi
oleh alat musik rebana dari remaja masjid An-Nur ini di lakukan
untuk menumbuhkan rasa toleransi di masyarakat sekitar. Perayaan
ini berpusat di Klentang Tay Kak Sie selain dimeriahkan dengan
iring-iringan barongsai, liong dan rebana juga dimeriahkan dengan
upacara Taopehkong yang berarti mengelilingi lingkungan. Yaitu
dengan cara para dewa-dewi pelindung masyarakat diusung keluar
klenteng untuk meninjau masyarakat, guna memberi berkah serta
membersihkan lingkungan dari pengaruh negatif akibat ulah hantu
jejadian.
44
Upacara tahun baru imlek berakhir pada tanggal 15 bulan
pertama imlek, atau dikenal sebagai hari raya cap go meh
merupakan hari penutupan tahun baru.
e). Persembahyangan Para Dewa
Dibanding dengan klenteng lain, Tay Kak Sie setidaknya memiliki
lebih banyak dewa.
a. Tiam Hio: sembahyang sebagai bentuk syukur yang dilakukan
diwaktu pagi dan sore dan pada setiap bulan purnama.
b. Malam Gwan an: sembahyang di malam akhir tahun Imlek hingga
awal tahun baru Imlek.
c. King Thi Kong: sembahyang besar kepada Tuhan pada malam
tanggal 8 menjelang tanggal 9 bulan Cia Gwee (bulan pertama)
tahun baru Imlek.
d. Sembahyang besar Twan Yang: senbahyang syukur yang dilakukan
pada tanggal 5 bulan V Go Gwen tahun imlek.
e. Sembahyang Tiong Ciu: sembahyang syukur dan pengharapan
pada tanggal 15 bulan VIII tahun Imlek.
f. Sembahyang Tang Cik: sembahyang syukur yang dilakukan setiap
tanggal 22 Desember sebagai titik balik matahari di posisi paling
selatan dan mulaimusim dingin.7
2) Persembahyangan Bagi Nabi Khonghucu, meliputi:
a. Hari Sing Tan atau peringatan kelahiran Nabi Konghucu pada
tanggal 27 bulan VIII tahun Imlek.
b. Tang Cik atau hari raya Bok Tok memulai awal penugasan Nabi
Konghucu oleh Tuhanuntuk mnyebarkan ajaran-ajaran suci.
7. Hasil wawancara dengan perangkat kelurahan kranggan Kecamatan Semarang Tengah
Kota Semarang pada tanggal 29 April 2010.
45
c. Peringatan hari wafat Nabi Konghucu setiap tanggal 18 bulan II
Imlek.
3) Persembahyangan Bagi Para Suci, meliputi:
a. Hari Twan Yang, untuk memperingati wafatnya Khun Gwan
dilaksanakan pada tanggal 5 bulan V tahun Imlek.
b. Hari sembahyang Tiong Chiu tanggal 15 bukan VII tahun Imlek
c. Hari Persaudaraan Sosial pada tangal 24 bulan XII tahun imlek.
Dimana pada hari itu dianjurkan untuk beramal social, melakukan
dan amal, dan berbuat baik kepada orang lain.
4) Persembahyangan Kepada Arwah Leluhur (Cing Bing), meliputi:
a. Thian Hio, untuk mendoakan para arwah leluhur setiap tanggal 1
dan 15 tiap bulan Imlek.
b. Co Ki atau peringatan hari wafatnya leluhur.
c. Doa untuk leluhur setiap di ahir tahun Imlek.
d. Ching Bing, yakni berdoa dimakam leluhur.
e. Tiong Gwan atau Tiong yang dilakukan di altar keluarga pada
tanggal 15 bulan VII tahun Imlek.
f. King Hoa Ping atau sembahyang untuk arawah umum yang
dilakukan setiap tanggal 5 April.
g. Sembahyang untuk Dewi Bumi, dilaksanakan setiap bulan VII
tahun Imlek.
h. Sembahyang untuk Dewi Bulanatau Zhang Ue, sembahyang ini
dilakukan setiap bula VIII tahun Imlek.8
8. Hasil wawancara denga Bapa Haryanto pengurus Klenteng Tay Kak Sie di Kelurahan
Kranggan Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang pada tanggal 29 April 2010.
46
Selain upacara-upacara di atas orang-orang tionghoa baik
beragama kong hu chu atau budha merayakan tahun baru imlek.
Tahun baru Imlek adalah perayaan tahun baru China dimana
merupakan hari paling penting dalam masyarakat China. Istilah
tahun baru Imlek ini lebih dikenal di luar daratan China. Kata
Imlek (Im:bulan, Lek: penanggalan) berasal dari dialek
Hokkian yang berarti kalender bulan.
Hari raya Imlek merupakan momen pertemuan seluruh
anggota keluarga sekali dalam setahun. Pertemuan keluarga ini
menjadi sangat berati ketika anggota keluarga dan juga tetangga
saling bersilaturahmi, saling berbagi dan memberikan
pengalaman, menjalin kasih, saling mengayomi, dan memulai
lembaran baru (dengan pakaian baru).
Dalam merayakan Imlek, kegiatan yang dilakukan bukan
hanya pesta pora semata, melainkan juga ada rangkaian
aktivitas yang mengandung makna sesuai dengan tradisi.
Kegiatan tersebut mencakup hubungan antarmanusia dan
hubungan antara manusia dengan kekuatan supranatural. Faktor
hubungan antar manusia terlihat pada saat mereka menjadikan
hari besar itu sebagai momen untuk mengunjungi sanak saudara
dan handai tolan untuk bersilaturahmi.
Hal yang umum dilakukan adalah kunjungan dari anak-
anak pada orangtuanya, di mana si anak biasanya datang untuk
melakukan penghormatan pada orangtua atau orang yang lebih
tua. Sebaliknya, orang tua yang dikunjungi biasanya
memberikan hadiah berupa amplop merah (angpao) yang berisi
uang atau perhiasan pada sang anak ataupun mereka yang lebih
muda. Dalam tradisi orang Tionghoa di Indonesia, angpao
47
biasanya hanya diberikan kepada anakanak muda yang belum
menikah.
Kegiatan silaturahmi ini tidak hanya dilakukan oleh
sesama warga Tiong hoa saja tapi juga antara warga tiong hoa
dan warga muslim, hal ini di maksudkan untuk menumbuhkan
rasa saling menghormati antar sesama dan menjaga hubungan
baik antar warga tiong hoa dan non tiong hoa (Islam).9
Hal-hal yang dilakukan sebagai persiapan hari raya Imlek
adalah:
Tradisi Rapi dan Bersih. Membersihkan tempat usaha dan juga
tempat tinggal seminggu sebelum hari Imlek tiba dalam artian
untuk menghilangkan yang lama dan menyambut yang baru. Kalau
bersih-bersih dilarang dilakukan waktu hari Imlek karena diyakini
akan mengusir rejeki.
Menghiasi rumah dengan bunga-bungan dan pohon kecil, membeli
baju baru dan menggunting rambut, mencuci rambut yang diyakini
akan membawa keberuntungan. Baju warna merah yang sangat
disarankan.
Menghiasi rumah dengan kertas-kertas yang ditulisi dengan puisi
keberuntungan berpasangan dengan warna merah yang
melambangkan harapan baik.
Membayar semua hutang yang ada dan tidak boleh meminjam pada
hari itu.
Segala perilaku dan tindakan yang dilakukan pada hari
raya Imlek diyakini sangat menentukan tindakan orang tersebut
pada satu tahun yang akan dialaminya. Manusia yang beruntung
9. Hasil wawancara dengan bapak ahmad soleh moden kelurahan kranggan pada tanggal
30 april 2010
48
yakni manusia yang hari sekarangnya lebih baik dari hari
kemarin.
Perayaan tahun baru Imlek mempunyai ciri khas pada
ornamen-ornamen berwarna merah, kue keranjang, angpao,
petasan/mercon, lentera, dan barongsai.10
Menjelang tahun baru Imlek, di kawasan pecinan
biasanya menggelar keramaian rutin yaitu; pasar imlek semawis
yang di buka dari pukul 08.00 pagi sampai 22.00 WIB.
Penyelenggaraan pasar semawis ini juga di maksudkan untuk
menghidupkan kembali situs-situs budaya pecinan semarang.
Sebagai rentetan acara dilakukan ritual ketok pintu, ritual
ketok pintu dimulai dari Klenteng Kay Kak Sie berupa doa
bersama sejenak, dilanjutkan berjalan kaki bersama-sama
keliling pecinan dengan menuju Klenteng-Klenteng yang ada.
Acara ini dimaksudkan sebagai sikap permisi warga pecinan
akan menggelar keramaian di tempat umum.
Seminggu sebelum imlek biasanya para pengurus
klenteng memberikan angpau dan sembako kepada lebih dari
1.000 fakir miskin di sekitar klenteng khususnya dan wilayah
pecinan pada umumnya. Hari raya imlek biasanya jatuh pada
bulan kedua tarikh masehi, yaitu pada bulan februari.
Etnis Tionghoa merayakan Imlek di wihara dan
kelenteng bukan hanya menyembah Buddha, tetapi juga untuk
menyembah dewa-dewa dan orang suci untuk menyatakan rasa
syukur, berterima kasih, serta memohon perlindungan dan
kebaikan bagi keluarganya di tahun-tahun yang akan datang.
10
. Hasil wawancara dengan bapak harsono pengurus klenteng tay kak sie pada tanggal 20
mei 2010
49
Perayaan Imlek mempunyai makna pengucapan syukur
atas berkat dan kelimpahan yang sudah diterima pada tahun
yang baru lalu dan permohonan berkat dan pertolongan baik
dari Thian (Tuhan), dewa-dewa, maupun leluhur pada tahun
yang akan datang.11
11
Hasil wawancara dengan Bapak Dadiono Warga Tionghoa Kelurahan Kranggan Kecamatan
Semarang Tengah Kota Semarang
50
BAB IV
ANALISIS TERHADAP TERJADINYA KERUKUNAN ANTAR
UMAT BERAGAMA
A. Pemahaman Masyarakat Tentang Kerukunan
Proses terjadinya kerukunan di Kelurahan Kranggan tidak lepas
dari usaha pemerintah setempat untuk menyatukan warganya meskipun
berbeda suku, etnis dan keyakinan. Pada jajaran pemerintahan setempat
posisi yang ada ditempati oleh semua kalangan demi menjaga
kebersamaan dan kerukunan warganya. Jabatan dari tingkat RT, RW dan
Kelurahan ditempati oleh semua kalangan yang berkompenten. Dengan
demikian tidak terjadi diskriminasi golongan tertentu. Selain itu intensitas
pertemuan yang sering diadakan oleh pihak pemerintah setempat,
menambah erat hubungan antar warga Kranggan.
Ajaran agama yang dianut dan diyakini oleh setiap umatnya
masing-masing juga mengajarkan untuk saling menyayangi dan
menhormati satu dengan yang lain, sehingga terbentuknya kerukunan
sangat mudah terjalin. Karena masing-masing umat atau warga dapat
memahami dan mengamalkan ajaran agama yang mereka yakini. Dengan
demikian keharmonisan warga Kranggan akan tetap tejaga.1
Selain itu, terbentuknya kerukunan di Kranggan juga tak luput dari
peran pemuka agama masing-masing, yang bertindak sebagai pengayom,
pengawas dan penengah kaumnya dalam kehidupan bermasyarakt.
Sehingga lengkap sudah terbentuknya kerukuna di kelurahan Kranggan.
Karena semua elemen masyrakat saling bahu membahu mewujudkan
masyarakat Kranggan yang aman dan damai.
1. Hasil wawancara denga Bapa Mulyadi perangkat kelurahan kranggan Kecamatan
Semarang Selatan Kota Semarang pada tanggal 29 April 2010.
50
51
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari masyarakat di kelurahan
Kranggan sangat memegang dan menjaga kerukunan antar warga,
meskipun mereka berbeda keyakinan. Karena dengan mereka saling
menghormati satu dengan yang lain, maka kehidupan bermasrakat akan
terjaga keharmonisannya.
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, mereka saling menjaga
setabilitas kerukunan dengan menghomati perbedaan yang ada. Baik daam
menjalani ibadah menuru keyakinan mereka taupun merayakan hari besar
agama mereka masing-masing. Dengan demikian mereka tidak mersa
canggung dalam menjalankan ibadah mereka.
Selain itu, untuk mempererat tali silaturahmi di antara warga,
mereka mengadakan kegiatan yang bertujuan untuk menjaga kerukunan
diantara mereka. Misalnya pertemuan PKK dan arisan yang mereka
adakan setiap sebulan sekali.
Pada acara-acara perayaan tertentu yang diadakan oleh pemeluk
agama yang lain yang sekiranya warga yang lain biasa membantu
meskipun berbeda keyakinan, mereka akan saling bantu-membantu sesuai
dengan kemampuan. Misalnya dalam Islam ada pemberian zakat, warga
yang lain akan membantu menyumbang. Karena dengan begitu akan
menambah hubungan keharmonisan di antara mereka.
B. Faktor-faktor terjadinya kerukunan umat beragama di Kelurahan
Kranggan
Ada beberapa faktor yang membentuk terjadinya kerukunan antar
umat di kelurahan Kranggan, diantaranya:
52
1. Ajaran Agama
Ajaran agama yang dianut dan diyakini oleh setiap umatnya,
yang mengajarkan untuk saling menyayangi dan menhormati satu
dengan yang lain. Membuat terbentuknya kerukunan sangan mudah
terjalin. Karena masing-masing umat atau warga dapat memahami dan
mengamalkan ajaran agama yang mereka yakini. Dengan demikian
keharmonisan warga Kranggan akan tetap tejaga. Contohnya Agama
Islam yang mengajarkan umatnya untuk saling tolong menolong
meskipun beda keyakinan. Begitu juga umat ajaran yang di anut umat
Tionghoa
2. Peran Pemerintah Setempat
Dalam menjalankan roda pemerintahan, pemerintah setempat
sangat mengutamakan kerukunan warganya. Sehingga dalam
menjalankan roda pemerintahan tidak membeda-bedakan warga yang
satu dengan yang lain. Hal ini menyebabkan tidak terjadi kecemburuan
social dianta warganya. Selain itu dalam menyusun stuktur
pemerintahan juga tidan menempatkan orang-orang dari etnis tertentu.
Semua warga berhak mengisi posisi pemerintahan mulai dari RT, RW
dan kelurahan. Sehingga tidak mediskriminasikan satu golongan
tertentu. Conyohnya nyata ketika ada kegiatan yang diadakan oleh
Kelurahan. Semua warga elemen masyarakat yang berkompeten di
ikutsertakan tanpa memandang suatu golongan tertentu.
3. Peran Pemuka Agama Setempat.
Terbentuknya kerukunan di Kranggan juga tak luput dari peran
pemuka agama masing-masing, yang bertindak sebagai pengayom,
pengawas dan penengah kaumnya dalam kehidupan bermasyarakt.
Sehingga lengkap sudah terbentuknya kerukuna di kelurahan
Kranggan. Karena semua elemen masyrakat saling bahu membahu
53
mewujudkan masyarakat Kranggan yang aman dan damai. Contohnya
ketika ada perselisihan yang melibatkan satu golongan tertentu atau
beda golongan, tokoh agama beserta masyarakat berusaha
menyelesekan pemasalahan yang ada.
C. Faktor-faktor yang menjadi penghambat kerukunan umat beragama di
Kelurahan Kranggan
Adapun faktor-faktor yang menjadi penghambat kerukunan umat
beragama di Kelurahan Kranggan adalah sebagai berikut:
1) Pendirian Rumah Ibadah
Apabila dalam mendirikan tidak melihat situasi dan kondisi
umat beragama secara sosial dan budaya masyarakat setempat. Maka
sering menjadi konflik antar warga di Kelurahan Kranggan. Hal itu
terjadi karena tidak ada musyawarah terlebih dahulu ketika umat
yang lain mau mendirikan tempat ibadah.
2) Penyiaran Agama
Apabila penyiaran agama bersifat agitasi dan memaksakan
kehendak bahwa agama sendirilah yang paling benar dan tidak mau
memahami keberagamaan agama lain. Karena agama tidak bisa
dipaksakan. Apalagi seseorang yang sudah memiliki keyakinan
tertentu. Apabila dipaksakan akan menyebabkan konflik.
3) Perkawinan Beda Agama
Semua agama tidak mengizinkan umatnya menikah dengan
lain agama atau keyakinan. Karena perkawinan beda agama akan
54
mengakibatkan hubungan yang tidak harmonis, apalagi menyangkut
hukum perkawinan, warisan, dan harta benda.
4) Penodaan Agama
Melecehkan atau menodai doktrin suatu agam tertentu akan
menyebabkan konflik antar umat. Meskipun dilakukan baik
perorangan atau kelompok akan mencidrai umat yang lain.
5) Kegiatan Aliran Sempalan
Aliran-aliran yang muncul yang tidak selaras dari suatu
keyakina yang ada akan menimbulkan konflik. Suatu kegiatan yang
menyimpang dari suatu ajaran yang sudah diyakini kebenarannya
oleh agama tertentu. Apabila dibelokkan oleh aliran baru akan
memicu kekhawatiran bagi umat-umat yang lain.
Dalam masyarakat Kelurahan Kranggan telah banyak kesadaran
yang terjadi berkaitan dengan pluralisme dan kebersamaan dalam hidup,
saling berbagi tanpa ada pilah-pilah membedakan antara golongan satu
dengan yang lainnya khususnya yang berkaitan dengan masalah SARA.
Pluralisme merupakan sebuah realitas sosial yang siapapun tidak
mungkin mengingkarinya, karena pluralisme juga merupakan hukum Allah
(sunatullah). Pluralisme harus disertai dengan kesadaran teologi bahwa
kehidupan, terutama kehidupan agama ini memang plural dan itu
merupakan kehendak Allah.2 Seperti yang terdapat dalam surat Al-Maidah
ayat 48:
2 M. Imadadun Rahmat, et.al, Islam Pribumi Mendialogkan Agama, Membaca Realita,
Erlangga, Jakarta, 2003, hlm. 186-187.
55
Artinya: Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan
jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat , tetapi Allah hendak menguji kamu
terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan.(QS. Al-Maidah : 48) 3
Ide tentang pluralitas di atas merupakan prinsip dasar ajaran Islam.
Ajaran ini harus diupayakan untuk ditransformasikan ke dalam masyarakat
modern supaya tercipta suasana yang kondusif bagi kehidupan manusia.
Realitas dari seluruh pluralisme yang melanda kehidupan umat
manusia, dewasa ini yang paling berbobot dan pelaksanaannya pluralisme
agama. Sebab pluralisme ini sangat sensitif bagi kelangsungan hidup
beragama.4
Pluralisme secara bahasa berasal dari kata plural (Inggris) yang
berarti jamak, dalam arti ada keanekaragaman dalam masyarakat, ada
banyak hal lain di luar kelompok kita yang harus diakui. Pluralisme secara
istilah adalah suatu sikap yang mengakui dan sekaligus menghargai,
menghormati, memelihara dan bahkan mengembangkan atau memperkaya
keadaan yang bersifat plural, jamak dan banyak itu.5
Secara fenomenologis, istilah pluralisme beragama (religious
Pluralisme) menunjukkan pada fakta bahwa sejarah agama-agama
menampilkan suatu pluralitas tradisi dan berbagai varian tiap-tiap tradisi.
Secara filosofis, istilah pluralisme beragama menunjukkan pada suatu teori
dengan hubungan antar berbagai konsepsi, persepsi dan respon tentang
ultim yang satu, realitas ketuhanan yang penuh dengan misteri. Teori
hubungan antar agama itu paling tidak didekati melalui dua bentuk utama,
enklusivisme dan inklusivisme. Pluralisme tidak dapat dipahami hanya
3 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, op.cit, hlm. 168.
4 Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, Mizan, Bandung, 1997, hlm. 26.
5 Syamsul Ma'arif, M.Ag, Pendidikan Pluralisme di Indonesia, Logung Pustaka,
Yogyakarta, 2005, hlm. 11.
56
dengan menyatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam,
terdiri dari berbagai suku dan agama karena hanya menggambarkan kesan
fragmentasi, bukan pluralisme.6
Selama ini, jika berbicara soal pluralitas atau kemajemukan agama,
maka pertama sekali kita maksudkan sebagai usaha untuk menciptakan
hubungan dialogis antar umat beragama melalui dialog demi terciptanya
kerukunan umat beragama.7
Implikasi dari pluralisme tersebut seseorang (pemeluk agama)
harus dapat merubah sikap cara dan pola berfikirnya yakni dari berfikir
subjektif menuju ke objektif.8
Pluralisme agama merupakan kemajemukan yang didasari oleh
keutamaan. Oleh karena itu pluralisme tidak dapat terwujud atau
keberadaannya kecuali sebagai antitesis dan sebagai objek komparatif dari
keseragaman dan kesatuan kepada "situasi cerai berai" dan permusuhan
yang tidak mencakup tali persatuan yang mengikat semua pihak.9
Sementara itu Alwi Shihab memberikan pengertian tentang konsep
pluralisme, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang adanya
kemajemukan. Namun, yang dimaksud pluralisme adalah keterlibatan
aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Pluralisme agama
dan budaya dapat dijumpai dimana-mana, contohnya di kantor, di
sekolah atau di kampus-kampus. Dengan kata lain pengertian
pluralisme agama adalah bahwa tiap pemeluk agama dituntut bukan
saja mengakui keberadaan dan hak agama lain, tetapi terlibat dalam
6 Drs. Adeng Muctar Ghozali , M.Ag, Op.Cit, hlm. 123.
7 Victor I. Tanja M.Th, Ph.D, Pluralisme Agama dan Problem Sosial, Pustaka Ciderindo,
Jakarta, hlm. 8. 8 Kuntowijoyo, Loc.Cit., hlm. 26.
9 Muhammad Imaroh, Islam dan Pluralitas, Gema Insani Press, Jakarta, 1999, hlm. 9.
57
usaha memahami perbedaan dan persamaan guna tercapainya
kerukunan dalam kebhinekaan.
b. Pluralisme harus dibedakan dengan kosmopolitanisme.
Kosmopolitanisme menunjuk pada suatu realitas dimana aneka ragam
agama, ras dan bangsa hidup berdampingan di suatu lokasi. Misalnya
di kota New York, disitu tumbuh keragaman agama, namun interaksi
positif antar penduduk di bidang agama sangatlah minim atau sedikit.
c. Konsep pluralisme tidak dapat disamakan dengan relativisme.
Seorang relativisme berasumsi bahwa hal-hal yang menyangkut
kebenaran atau nilai-nilai ditemukan oleh pandangan hidup serta
kerangka berfikir seorang atau masyarakatnya. Sebagai
konsekuensinya adalah bahwa agama apapun harus dinyatakan benar
atau dengan kata lain semua agama adalah sama.
d. Pluralisme agama bukanlah sinkretisme, yaktu menciptakan suatu
agama baru dengan memasukkan unsur tertentu atau sebagian
komponen ajaran dari beberapa agama untuk dijadikan bagian integral
dari agama tersebut.10
Dengan pengertian-pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa
pluralisme agama bukanlah kenyataan yang mengharuskan orang saling
menjatuhkan, saling merendahkan, atau mencampuradukkan antara agama
yang satu dengan yang lain, tetapi justru menempatkannya pada posisi
saling menghormati, saling mengikuti dan bekerja sama. Oleh karena itu
pluralisme agama diakui sebagai dasar pijakan pengakuan eksistensial
pluralitas agama bagi pencarian titik temu antar agama berdasarkan adanya
kesamaan melalui nilai kemanusiaan universal dalam setiap agama.11
10
Alwi Shihab, Islam Inklusif, Mizan, Bandung, 1999, hlm. 41-42. 11
Syamsul Arifin, Islam Pluralisme Budaya dan Politik, Sipness, 1999, hlm. 6-7.
58
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan pembahasan-pembahasan tersebut di atas
mengenai “KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA (Studi Kasus
Tentang Perayaan Hari Besar Umat Beragama Islam Dan Agama Kong Hu
Chu di Kelurahan Kranggan Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang)”,
maka dapat penulis simpulkan bahwa, terjadinya kerukunan umat di
Kelurahan Kranggan tidak lepas dari beberapa faktor di antannya:
1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan antara etnis
Tionghoa dan warga Muslim di Kelurahan Kranggan Kecamatan
Semarang Tengah Kota Semarang
a. Ajaran Agama
Karena dalam ajaran setiap agama yang dianut dan diyakini
oleh setiap umatnya masing-masing mengajarkan untuk saling
menyayangi dan menhormati satu dengan yang lain
b. Peran pemerintah setempat
Dalam menjalakan roda pemerintahan di Kelurahan karanggan,
pemerintah setempat sangat mengutamakan untuk bias menjaga
kerukuna warganya. Sehingga dalam menjalankan roda pemerintakhan
tidak mebeda-bedakan warga yang satu dengan yang lain.
59
c. Peran pemuka agama setempat
Peran pemuka agama yang bisa menjaga kaunya untuk bisa
hidup rukun dan berdampinga dengan warga yang lain. Menmudahkan
terbentunya proses kerukunan antar warga. Selain itu pemaksimalan
peran pemuka agama dalam menjaga, mengawasi dan mengayomi
kaumnya mempunyai kontribusi yang bersar terjalinya kerukunan
tersebut.
2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat terjadinya hubungan antara etnis
tionghoa dan warga Muslim
a. Mendirikan tempat ibadah tidak melihat situasi dan kondisi umat
yang lain.
b. Penyiaran agama yang bersifat agitasi dan memaksakan kehendak.
Pernikahan deda agama.
c. Melecehkan atau menodai doktrin suatu agam tertentu.
d. Aliran-aliran yang muncul yang tidak selaras dari suatu keyakina yang
ada
B. Saran-saran
Dengan adanya beberapa uraian di atas, maka penulis memberikan
saran-saran untuk menjadi bahan pertimbangan yaitu sebagai berikut:
1. Kerukunan yany telah terjalin haruslah di jaga dengan baik, agar bias
hidup berdampingan selama bermasyarakat.
2. menumbuhkan rasa persaudaraan pada generasi muda agar selau terjaga
keharminsan yang telah terjalin.
60
3. hindari konflik-konflik yang mengakibatkan terjadinya perpecahan
masyarakat Kranggan.
C. Penutup
Alhamdulillah, puji syukur atas rahmat-Nya yang sempurna kepada
umat Islam khususnya dan kepada seluruh manusia serta alam pada umumnya
yang telah memberikan bantuan tiada kiranya baik berupa kasih sayang,
petunjuk, kesehatan, rizki, ilmu dan banyak lagi yang lainnya. Penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul. “KERUKUNAN ANTAR UMAT
BERAGAMA (Studi Kasus Tentang Perayaan Hari Besar Umat Beragama
Islam dan Etnis Tionghoa di Kelurahan Kranggan Kecamatan Semarang
Tengah Kota Semarang)”.
Penulis menyadari, sekalipun telah mencurahkan segala usaha dan
kemampuan dalam penyusunan skripsi ini, namun masih banyak kekurangan
dan banyak kesalahan baik dari segi penulisan maupun segi yang lain. Meski
penulis sudah berusaha semaksimal dan seoptimal mungkin dalam
menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
Semoga skripsi ini di terima untuk memperoleh, memenuhi dan
melengkapi syarat-syarat Sarjana Sastra I. Akhirnya harapan penulis semoga
skripsi ini dapat menambah khazanah keilmuan, bermanfaat sebagai tambahan
ilmu dan wawasan bagi para pembacanya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Maskuri, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keagamaan,
Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2001, hlm. 13.
Abdullah, M. Amin, Teologi dan Filsafat dalam Perspektif Ilmu dan Budaya,
dalam Mukti Ali dkk., Agama dan Pergaulan Masyarakat
Dunia, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta, 1997, hlm. 268-269.
Al Munawar, Said Agil Husin, Fikih Hubungan Antar Agama, Jakarta, Ciputat
Press, 2005, hlm.22
Al-Munawar, Said Agil Husin, Fikih Hubungan Antar Agama, Penerbit Ciputat
Press, Jakarta, hlm. 13.
Ali, H.M. Daud, dkk., Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, Bulan
Bintang, Jakarta, 1989, hlm. 80.
Al-Mukhdor, Yunus Ali, Toleransi Kaum Muslimin, PT. Bungkul Indah,
Surabaya, 1994, hlm. 5.
Arifin, Syamsul, Islam Pluralisme Budaya dan Politik, Sipness, 1999, hlm. 6-7.
Demografi kelurahan Kranggan Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang
Dewan Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedia Indonesia Jilid 6, Ikhtiar Baru Van
Hoeve, t.th, hlm. 3588.
Fatoni, Abdurrahman, Metode Penelitian dan Tehnik Penyusunan Skripsi, PT.
Rineka Cipta, Jakarta, 2006 hlm. 104.
Ghazali, Adeng Muchtar, Agama dan Keberagamaan dalam Konteks
Perbandingan Agama, Pustaka Pelajar, Bandung, 2004, hlm.
199.
Hasyim, Umar, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai
Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama, PT. Bina
Ilmu, Surabaya, 1979, hlm. 22.
Hasil wawancara denga Bapa Amat Suparno sebagai perangkat kelurahan
Kranggan Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang pada
tanggal 29 April 2010.
Hasil wawancara denga Bapa Amat Suparno sebagai perangkat kelurahan
Kranggan Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang pada
tanggal 29 April 2010.
Hasil wawancara denga Bapa Amat Suparno sebagai perangkat kelurahan
Kranggan Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang pada
tanggal 29 April 2010.
Hasil wawancara dengan bapak ahmad soleh moden kelurahan kranggan pada
tanggal 30 april 2010
Hasil wawancara dengan bapak harsono pengurus klenteng tay kak sie pada
tanggal 20 mei 2010
Hasil wawancara dengan perangkat kelurahan kranggan Kecamatan Semarang
Selatan Kota Semarang pada tanggal 29 April 2010.
Hasil wawancara denga Bapa Haryanto pengurus Klenteng Tay Kak Sie di
Kelurahan Kranggan Kecamatan Semarang Selatan Kota
Semarang pada tanggal 29 April 2010.
Hasil wawancara denga Bapa Mulyadi perangkat kelurahan kranggan Kecamatan
Semarang Selatan Kota Semarang pada tanggal 29 April 2010.
http ://www.edukasi.net/mol/mo_full.php, diunduh tanggal 8 November 2009
http://www.docstoc.com/docs/21541975/Aktualisasi-Kerukunan-Umat-
Beragama.18/Mei/2010.
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama_islam/bab8-
kerukunan_antar_ummat_beragama.pdf.
http://thepowerofsilaturahim.blogspot.com/2009/03/ukhuwah-dan-kerukunan-
dalam-al-quran.html.
Imaroh, Muhammad, Islam dan Pluralitas, Gema Insani Press, Jakarta, 1999, hlm.
9.
Kartono, Kartini, Pengantar Metodelogi Riset Sosial, Bandung, Mandar Maju,
1990, hlm. 32
Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, Mizan, Bandung, 1997, hlm. 26.
Lubis, Ridwan, Cetak Biru Peran Agama, (Jakarta, Puslitbang, 2005) hlm : 7-8
Ma'arif, Syamsul, Pendidikan Pluralisme di Indonesia, Logung Pustaka,
Yogyakarta, 2005, hlm. 11.
Madjid, Nurcholis, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan Pemikiran Nurcholis
Muda, Mizan, Bandung, 1993, hlm. 237.
Muhaimin AG, damai di dunia untuk semua perspektif berbagai agama, (Jakarta,
puslitbang, 2004) hlm ; 19.
Munawar, Said Agil, Fikih Hubungan Antar Umat Beragama (Jakarta, Ciputat
Press, 2005) hlm : 4-5.
Munir, Abdul, Pokok-pokok Ajaran NU, Ramdhani, Solo, 1989, hlm. 50-51.
Porwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
1986, hlm. 1084.
Rahmat, M. Imadadun, et.al, Islam Pribumi Mendialogkan Agama, Membaca
Realita, Erlangga, Jakarta, 2003, hlm. 186-187.
Riuh Beranda Satu : Peta Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia, Jakarta,
Depag RI, 2003, hlm 1.
Shihab, Alwi, Islam Inklusif, Mizan, Bandung, 1999, hlm. 41-42.
Shihab, Quraish, Membumikan Al-Quran (Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat), (Jakarta, Mizan, 1992) hlm. 362
Syaukani, Imam, Kompilasi Kebijakan Dan Peraturan Perundang-Undangan
Kerukunan Umat Beragama (Jakarta, Puslitbang, 2008) hlm. 5.
Tanja, Victor I.,Pluralisme Agama dan Problem Sosial, Pustaka Ciderindo,
Jakarta, hlm. 8.
Usman, Fatimah, Dialog Pluralisme Agama, Yogyakarta, LKIS, 2002 hlm.66
Wahid, Abdurrahman, Islam Ku Islam Anda Islam Kita, (Jakarta, The Wahid
Institute,2006) hlm. 351.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, op.cit, hlm. 168.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
Departemen Agama, 1989, hlm. 847.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
Departemen Agama, 1989, hlm. 847.
PEDOMAN WAWANCARA
1. Perayaan-perayaan hari besar apa saja yang diadakan di Kelurahan Kranggan?
2. Bagaimana cara masyarakat setempat merayakan hari besar agamanya masing-
masing?
3. Bagaimana tanggapan bapak/ibu terahadap perayaan hari besar yang ada (agama
kong hu chu/islam) di kelurahan kranggan?
4. Apa yang menyebebkan warga masyarakat Kranggan ini bisa saling menghormati
hari besar agama lain?
5. Bagaimana proses terjadinya kerukunan di kelurahan Kranggan?
6. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kerukunan umat beragama
di kelurahan Kranggan?
7. Factor-faktor apa saja yang menghambat terjadinya kerukunan umat beragama di
kelurahan Kranggan?