Post on 16-Nov-2015
description
BUKU PANDUAN SKILLAB
SEMESTER I
TIM SKILLAB :
1. dr. Mustofa, MSc.
2. dr. Mohamad Fakih, MM
3. dr. Tisna Sendy Pratama
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
No Topik Tujuan Pembelajaran Durasi
SEMESTER 1
1. Anamnesis dan
informasi kesehatan
saraf dan endokrin
(KONSELING)
Mahasiswa mampu menggali informasi dengan
menggunakan pertanyaan terbuka dan tertutup terkait
dengan kesehatan saraf dan endokrin
100
Mahasiswa mampu memberikan informasi mengenai
kesehatan saraf dan endokrin
2. Pemeriksaan kesadaran
(GCS & PCS)
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kesadaran,
meliputi:
- Glasgow Coma Scale
- Penilaian orientasi
- Penilaian kemampuan bicara dan bahasa
- Penilaian daya ingat/memori
100
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kesadaran
dengan menggunakan Pediatric Coma Scale
3. Pemeriksaan kepekaan
sensorik & kekuatan
motorik
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kepekaan
sensorik & kekuatan motorik, meliputi:
- Penilaian sensasi nyeri
- Penilaian sensasi suhu
- Penialaian sensai raba halus
- Penilaian rasa posisi
- Penilaian rasa diskriminatif
- Penilaian tonus otot
- Penilaian kekuatan otot
100
4. Pemeriksaan refleks
fisiologis
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refleks
fisiologis & patologis, meliputi:
- Refleks tendon (bisep, trisep, pergelangan, patella
dan tumit)
- Refleks abdominal
- Refleks kremaster
- Refleks anal
- Reflex bulbocavernosus
- Refleks Hoffman-tromner
- Respon plantar (grup babinski)
- Snout reflex
- Rooting reflex
- Grasp reflex
- Refleks glabela
- Refleks palmomental
- Deteksi kaku kuduk
100
5. Pemeriksaan saraf
kranial
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan saraf
cranial, meliputi:
- Pemeriksaan indera penciuman
- Inspeksi lebar celah palpebra
- Inspeksi pupil (ukuran dan bentuk)
- Penilaian reaksi pupil terhadap cahaya
- Penilaian gerak bola mata
- Penilaian diplopia
- Penilaian nistagmus
- Reflex kornea
- Penilaian kesimetrisan wajah
- Penilaian kekuatan otot temporal dan masseter
- Penilaian sensorik wajah
- Penilaian gerak wajah
- Pemeriksaan tanda chvostek
- Penilaian indera pengecapan
- Penilaian kemampuan menelan
- Inspeksi palatum
- Penialaian otot sternomastoid dan trapezius
- Inspeksi lidah saat diam dan bergerak (menjulurkan
lidah atau mengucapkan kata)
- Pemeriksaan reflex muntah
100
6. Pemeriksaan
keseimbangan &
koordinasi
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan
keseimbangan & koordinasi, meliputi:
- Inspeksi gait
- Shallow knee bend
- Tes Romberg/Romberg dipertajam
- Tes telunjuk hidung
- Tes tumit lutut
- Tes untuk disdiadokokinesis
100
7. Anamnesis dan
informasi kesehatan
mata dan THT
(KONSELING)
Menggali informasi dengan menggunakan pertanyaan
terbuka dan tertutup terkait dengan kesehatan mata dan
THT
100
Memberikan informasi mengenai kesehatan mata dan
THT
8. Pemeriksaan mata Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan mata,
meliputi:
- Pemeriksaan visus
- Inspeksi kelopak mata
- Inspeksi kelopak mata dengan eversi kelopak ke atas
100
- Inspeksi bulu mata
- Inspeksi konjungtiva, termasuk forniks
- Inspeksi sclera
- Inspeksi orifisium duktus lakrimalis
- Penilaian posisi bola mata
- Penilaian penglihatan binokuler
- Pemeriksaan gerak bola mata
- Inspeksi pupil
- Penilaian pupil dengan langsung/tidak langsung
terhadap cahaya dan konvergensi
- Inspeksi media refraksi dengan transilmuninasi
- Inspeksi kornea
- Tes sensivitivitas kornea
- Inspeksi bilik mata depan
- Inspeksi iris
- Inspeksi lensa
- Pemeriksaan lapang pandang dengan tes konfrontasi
Donders
- Pemeriksaan tekanan intraokuler dengan palpasi
- Pemeriksaan reflex fundus
- Funduskopi untuk melihat pembuluh darih, papil dan
macula
- Tes penglihatan warna
- Pemeriksaan herthel
9. Pemeriksaan THT Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik THT,
meliputi:
- Menggunakan lampu kepala
- Inspeksi aurikula, posisi telinga dan mastoid
- Pemeriksaan meatus auditorius eksternus dengan
otoskop
- Pemeriksaan membrane timpani dengan otoskop
- Tes pendengaran menggunakan garpu tala
- Tes berbisik
- Inspeksi bentuk hidung dan lubang hidung
- Rinoskopi anterior
- Transiluminasi sinus
100
10. Pemeriksaan fisik
kepala dan leher
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kepala dan
leher, meliputi:
- Inspeksi kepala dan leher
- Inspeksi dan palpasi kelenjar ludah
100
- Palpasi nodus limfatikus brakialis
- Palpasi kelenjar tiroid
11. Anamnesis dan
informasi kesehatan
kulit, otot dan tulang
(KONSELING)
Menggali informasi dengan menggunakan pertanyaan
terbuka dan tertutup terkait dengan kesehatan kulit, otot
dan tulang
100
Memberikan informasi mengenai kesehatan kulit, otot
dan tulang
12. Pemeriksaan postur dan
gerak tubuh
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan postur dan
gerak tubuh, meliputi:
- Inspeksi gait
- Inspeksi dan palpasi otot-otot punggung
- Inspeksi dan palpasi tulang belakang
saat berdiri, membungkuk dan berbaring
- Inspeksi fleksi dan ekstensi punggung
- Inspeksi postur tulang belakang dan pelvis
- Perkusi tulang belakang
- Penilaian gerak panggul (fleksi, ekstensi, abduksi,
adduksi, rotasi)
- Inspeksi dan palpasi posisi scapula
- Penilaian fungsi otot dan sendi bahu
- Inspeksi dan palpasi trofi otot ekstremitas
- Inspeksi dan palpasi tonus otot ekstremitas
- Inspeksi dan palpasi tendon dan sendi ekstremitas
- Penilaian fungdi sendi pergelangan tangan,
metacarpal dan jari-jari tangan
- Penilaian ligamen krusiatus dan kolateral lutut
- Inspeksi postur dan bentuk kaki
- Penilaian fleksi dorsal/plantar dan inversi-eversi kaki
- Penilaian ROM
- Pemeriksaan tanda Patrick-kontrapatrick
- Pemeriksaan tanda lasegue
100
I. Anamnesis Dan Informasi Kesehatan Saraf Dan Endokrin (Konseling)
Anamnesis berasal dari kata ana yang artinya hal-hal yang telah terjadi dan nesa artinya ingatan.
Dibedakan 2 anamnesis yaitu :
1. Auto anamnesis yang berasal dari penderita sendiri
2. Allo anamnesis yang berasal dari orang lain seperti keluarga, polisi, penduduk lain. Dikerjakan pada
keadaan sebagai berikut:
Pasien dengan penurunan atau perubahan kesadaran.
Pasien bayi, anak-anak atau orang sangat tua
Untuk konfirmasi auto anamnesis
Anamnesis awal
Identitas pasien merupakan data pokok yang harus dikaji lebih awal. Nama penderita
yang anda periksa, umur, jenis kelamin, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, tempat
tinggal, dokter yang merujuknya harus pula anda catat pada saat pemeriksaan dilakukan. Jika ini
bukan merupakan kunjungan yang pertama, maka jumlah serta tanggal kunjungan sebelumnya
harus juga anda catat. Tambahkan pula suatu pernyataan yang menerangkan sejauh mana
seluruh keterangan yang diberikan oleh penderita dan pelapor dapat dipercaya. Riwayat maupun
pemeriksaan tersebut harus pula ditandatangani dan diberi keterangan kedudukan orang yang
melakukan pemeriksaan.
Keluhan Utama
Keluhan utama adalah pernyataan dengan bahasa sendiri sebagai penyebab utama pasien
untuk mencari bantuan kesehatan. Keluhan utama dapat berupa nyeri (seperti nyeri perut), gejala
tidak enak (seperti kelelahan), kehilangan fungsi normal (seperti fungsi kandung kemih), perubahan
dari tubuh (seperti bengkak) atau keluhan kejiwaan (seperti cemas, depresi), yang tidak harus
merupakan masalah sebenarnya.
Keluhan utama yang dinyatakan oleh pasien merupakan dasar utama untuk memulai
evaluasi masalah pasien. Keluhan tersering yang membuat seseorang datang ke dokter adalah
nyeri atau yang erat hubungannya dengan ketidaknyamanan. Tulislah pernyataan singkat, sejauh
mungkin dengan mempergunakan kalimat yang dipakai oleh penderita itu sendiri, mengenai apa
sebenarnya yang tengah dialaminya, dengan mengemukakan gejala-gejala atau tanda-tanda serta
berapa lama semua gejala-gejala serta tanda-tanda tersebut sudah berlangsung. Hindarkan, jika
memungkinkan, penggunaan kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang menggambarkan suatu
diagnosis atau yang mempunyai kaitan diagnostik murni.
Lama waktu terjadinya keluhan utama harus ditanyakan. Apakah gangguan yang
dialaminya bersifat akut atau kronis? Beberapa penyakit timbul dan berakhir secara mendadak,
sedangkan penyakit lain mulai secara perlahan dan tidak nyata. Sudah pasti penting untuk
mengetahui dengan baik lokasi rasa nyeri atau perasaan tidak nyaman tersebut. Lokalisasi rasa
ANAMNESIS
nyeri atau ketidaknyamanan akan membantu memusatkan perhatian kita kepada organ atau
daerah tertentu. Apakah rasa nyeri tersebut tetap terlokalisir ataukah merambat atau memancar
ke daerah yang lain.
Perkembangan gejala-gejala berkaitan erat dengan lamanya penyakit. Apakah gangguan
berkembang cepat atau lambat? Apakah gejala bertambah baik pada waktu-waktu tertentu,
sedangkan waktu lain malah bertambah buruk? Perhatikan sifat rasa nyeri atau perasaan tidak
nyaman yang dikeluhkan oleh pasien. Apakah rasa nyeri bersifat tajam atau tumpul? Apakah
yang dikeluhkan benar-benar rasa nyeri atau perasaan tidak nyaman belaka. Tetapkan dengan
pasti pengaruh kegiatan-kegiatan normal terhadap gejala. Apakah pengaruh sikap tubuh terhadap
gejala tersebut? Tidur, makan dan istirahat apakah mempengaruhi rasa sakit/ ketidaknyamanan
tersebut?
Riwayat Penyakit Sekarang(RPS)
RPS adalah rincian gambaran dari keluhan utama pasien dengan sasaran untuk mendapatkan
hubungan dan gambaran umum bagaimana keluhan utama pasien terjadi. Yang paling penting
adalah fungsinya sebagai sumber informasi yang hakiki untuk membuat diagnosis.
Bila, mengapa dan bagaimana penderita sampai menjadi sakit? Rinci kronologis yang
disusun secara ringkas, semua keterangan yang berhasil dikumpulkan yang mempunyai kaitan
dengan permulaan timbulnya penyakit, maupun perjalanan penyakit. Bila mungkin, pancing
serta korek pengertian serta pemahaman yang dimiliki oleh penderita tentang penyakit yang
tengah dialaminya tersebut serta harapan-harapan yang terkandung dalam dirinya mengenai
kunjungan ini. Untuk membuat RPS ada 7 dimensi dari gejala klinik yang harus ditanyakan dalam
anamnesa, yaitu :
1. Lokasi : Dimana lokasi masalah tersebut? Apakah ada penjalaran? Contoh : Tolong tunjukkan
dengan satu jari dimana lokasi nyeri yang tepat?
2. Kualitas : Seperti apa keluhan tersebut dan bagamana rasanya ? Apakah tajam atau tumpul, hilang
timbul atau menetap?
3. Kuantitas/beratnya : Seberapa berat penyakitnya?. Misalnya beratnya nyeri dengan skala 1 sampai
10 dimana skala 1 tidak nyeri sedangkan 10 sangat nyeri.
4. Kronologis/waktu : Kapan gejala atau masalah mulai?.Bagaimana kejadiannya? Misalnya pada
nyeri dada perlu ditanyakan pertama kali terjadi atau sebelumnya pernah terjadi. Pada diare
ditanyakan berapa kali mencretnya.
5. Kejadian yang memperberat keluhan : Misalnya pada ulkus ventrikuli diperberat dengan makan
pedas, nyeri dada bertambah pada saat bekerja dan sebagainya
6. Kejadian yang memperingan keluhan : Misalnya pada gastritis nyeri uluhati berkurang dengan
makan dan sebagainya
7. Gejala klinik yang menyertai : Misalnya kolik ureter disertai dengan kesulitan defekasi
Teknik untuk mendapatkan Riwayat Penyakit Sekarang
1. Tipe pertanyaan :
Open ended, umumnya dipergunakan pada saat mulai wawancara sampai selesai.
Direct, artinya langsung menuju apa yang ditanyakan. Misalnya "kapan nyeri itu dimulai?",
" Berapa kali beraknya?
Design, merancang informasi spesifik tentang sesuatu yang khusus.
Multiple, hindari pertanyaan yang banyak namun tidak berhubungan. Misalnya "apakah ada
perubahan dalam kencing atau berak, darah dalam tinja atau nyeri perut?". Karena kita bisa
lupa tentang apa yang ditanyakan.
Laundry List, hindari pertanyaan seperti pada multipel sehingga pasien sulit untuk
menjelaskan gejala yang dialami. Misalnya " apakah nyeri tajam atau tumpul ". Seharusnya
ditanyakan seperti" seperti apa nyeri yang diderita ?"
2. Cara komunikasi :
Yakinkan pasien nyaman
Yakinkan pasien siap untuk mendengar
Perkenalkan diri anda
Hormati pasien dengan menyebut nama yang lengkap.
Fasilitasi bila cerita pasien terhenti.
Perlihatkan rasa empati.
Bangkitkan rasa kasihan terhadap penderitaan pasien.
Timbulkan suasana keheningan
Klarifikasikan cerita pasien bila kurang jelas.
Ulangi lagi cerita yang didengar untuk meyakinkan.
Pergunakan ringkasan.
Pergunakan pernyataan peralihan
Pergunakan pernyataan atau pertanyaan dari kesimpulan seperti "ada lagi yang bapak mau
kemukakan?, " ada hal-hal yang penting yang bapak mau kemukakan?".
Riwayat Penyakit Dahulu(RPD)
RPD adalah catatan tentang penyakit dan pengobatan yang dialami pasien pada masa lalu, merupakan
informasi yang dapat menambah keterangan penyakit sekarang dan atau yang berpengaruh terhadap
pengelolaan pasien.
Elemen inti dari RPD adalah :
1. Kelahiran dan perkembangan dini. Buatlah ikhtisar mengenai apa yang diketahui penderita
tentang kelahiran, makanan, pertumbuhan, tingkah laku dan lingkungannya, dengan
menekankan hubungan antar pribadi serta peristiwa-peristiwa penting pada masa kanak-
kanaknya.
2. Penyakit-penyakit yang diderita sebelumnya (masa kanak-kanak dan lain-lain). Catatlah
penyakit-penyakit menular serta gejala-gejala sisa yang dialaminya, imunisasi, reaksi-reaksi
alergi dan hipersenstiivitas dan reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh obat-obatan.
3. Pembedahan, cedera, kecelakaan dan masuk rumah sakit. Berikan tanggal-tanggal peristiwa
terjadinya dengan keadaan yang menyertai; pancing serta koreklah ulasan-ulasan penderita
mengenai anestesia, reaksi-reaksi obat dan hasil dari pengobatan yang diberikan kepadanya.
4. Obat-obatan, pengobatan dan kebiasaan. Tanyakan kepada penderita mengenai penggunaan
teh, kopi, alkohol, tembakau, obat-obat pencahar atau pengobatan lain yang dipergunakan
secara teratur.
5. Kesehatan/keadaan umum. Catatlah penilaian penderita anda tentang kesehatannya sebagai
baik, sedang ataupun buruk.
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
RPK adalah riwayat penyakit yang diderita keluarga sebagai informasi apakah merupakan penyakit
yang ditularkan atau penyakit keturanan.
Elemen inti RPK adalah :
1. Latar belakang keluarga. Usia kedua orangtuanya, keadaan kesehatan mereka, penyakit-
penyakit fisik dan emosional yang pernah mereka derita di masa lalu, kejadian-kejadian
penting yang berhubungan dengan umur penderita pada saat peristiwa itu terjadi. Cakup juga
pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut kakek serta neneknya dan anggota keluarga lainnya.
2. Saudara kandung. Jumlah kehamilan yang pernah dialami oleh ibunya; jumlah saudara laki-
laki dan saudara perempuannya, keadaan kesehatan mereka semua, penyakit-penyakit yang
pernah mereka derita.
3. Riwayat perkawinan. Suatu pernyataan tentang istri/suami serta anak-anak penderita, termasuk
umur mereka masing-masing, keadaan kesehatan mereka, penyakit-penyakit ataupun
persoalan-persoalan yang pernah dialami serta hubungan emosional yang terdapat antara
mereka.
4. Riwayat keturunan. insiden penyakit-penyakit tulang dan sendi, alergi, kanker, diabetes
melitus, gangguan perdarahan, hipertensi, epilepsi, penyakit ginjal, migren, gangguan saraf
dan jiwa, demam rematik, tukak lambung dan lain-lain pola penyakit yang dominan yang
terdapat di lingkungan keluarga penderita.
Riwayat obstetric dan aktivitas sexual. Apakah dia pernah melahirkan/ hamil? Jika ya, berapa
kali, bagaimana hasil kehamilannya? Aktivitas sexual merupakan masalah yang tidak nyaman
untuk ditanyakan, tetapi ini dapat memberikan informasi penting tentang penganiayaan,
kemampuan untuk mendapatkan keturunan dan lain-lain.
Riwayat Sosial dan Lingkungan
1. Pendidikan, dinas kemiliteran dan kegiatan keagamaan. Uraikan bila ada hubungannya.
2. Riwayat pekerjaan. Uraikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan penderita, baik di dalam,
maupun di luar rumah, termasuk contoh kegiatan sehari-hari yang khas.
3. Pengaturan kehidupan. Uraikan aspek-aspek fisik dan sosial rumah penderita.
4. Masalah-masalah yang mempunyai hubungan dengan penyakit yang diderita sekarang ini.
Perhatikan serta pertimbangkan masalah-masalah keuangan, perubahan-perubahan dalam
pekerjaan serta di rumah, penyaluran seksual yang dilakukannya serta penggunaan alkohol,
obat-obatan dan tembakau. Lakukan penilaian terutama mengenai reaksi emosional penderita
terhadap penyakit yang sekarang ini.
Tinjauan Sistem. Bagaimanakah cara anda melakukan tinjauan berbagai sistem? Bilakah hal itu
anda lakukan? Lakukan hal itu ketika anda sedang memeriksa penderita. Pada waktu anda tengah
memeriksa kepalanya, tanyakan apakah ia menderita sakit kepala. Ketika anda sedang melihat
matanya, tanyakan apakah penderita mengalami kesukaran dengan penglihatannya,
konjungtivitis dan gangguan-gangguan lainnya. Anda melihat tubuh penderita di hadapan anda.
Catatlah semua tanda, gejala dan nilai-nilai yang berhubungan. Gunakan tinjauan sistem-sistem
ini untuk memperoleh keterangan yang mungkin terabaikan sebelumnya.
1. Umum. Keletihan, penurunan berat badan, demam, dingin, menggigil, berkeringat, berat badan
waktu berusia 18 tahun, berat badan maksimal waktu dewasa.
2. Kulit. Ruam, gatal-gatal, tahi lalat, borok, kanker, rambut, pigmentasi.
3. Kepala dan leher. Sakit kepala, trauma, perasaan nyeri, kekakuan, pembengkakan.
Mata: kaca mata yang dipakai, perasaan nyeri, diplopia, skotoma, gatal gatal, kekeringan,
infeksi, kemerahan.
Telinga: Penurunan atau hilangnya pendengaran, infeksi, perasaan nyeri, tinitus, vertigo.
Hidung: Kekeringan, perdarahan, perasaan nyeri, kotoran yang dikeluarkan, penyumbatan,
penciuman, bersin-bersin.
Mulut: Luka-luka; perasaan nyeri, infeksi; ulkus, suara serak, kekeringan, keadaan gusi,
lidah, gigi dan gigi palsu; menelan.
4. Buah dada. Pengeluarannya, bongkol yang terdapat, perasaan nyeri, perdarahan, infeksi.
5. Pemafasan. Batuk, perasaan nyeri, sputum, asma, dispnea, hemoptisis, sianosis, kontai? akibat
pekerjaan, tuberkulosis, pneumonia, pleuritis.
6. Jantung. Angina, dispnea, ortopnea, paroksismal nokturnal dispnea, udema, palpitasi, bising,
kegagalan, infark, hipertensi, penyakit-penyakit jantung yang diketahui, demam rematik,
keterbatasan gerak badan.
7. Pembuluh darah. Klaudikasio, flebitis, ulkus, keadaan vena dan arteri.
8. Saluran cema. Nafsu ma-kan, menelan, anoreksia, mual, muntah, serdawa, darah, melena,
perasaan nyeri abdomen, diare, konstipasi, perubahan kebiasaan buang air besar, hemoroid,
hernia, pemakaian obat-obat pencahar atau antasida, ikterus, gangguan hati, hepatitis.
9. Ginjal dan saluran kemih. Disuria, hematuria, inkontinensia, nokturia, berapa kali berkemih,
batu, nefritis, infeksi.
10. Ginekologik. Sediaan hapus pap (tanggal pembuatan dan hasilnya), menarche (usia berapa),
siklus, menopause (usia), menoragia, metroragia, bercak-bercak, pengeluaran, gatal,
disparenia, penggunaan kontrasepsi, penyakit kelamin, tumor, jumlah kehamilan yang telah
dialami, kelahiran hidup, abortus.
11. Genitalia pria. Perasaan nyeri, pembengkakan, pengeluaran, penyakit kelamin, kemampuan
seksual, tumor, ulkus.
12. Muskuloskeletal. Perasaan nyeri, kepekaan yang berlebihan, kekejangan, kelemahan, trauma,
terkilir, patah tulang, nyeri pada perse.ndian, pembengkakan, kekakuan, nyeri punggung.
13. Hematologik. Anemia, perdarahan, kelebaman, keganasan, transfusi-transfusi yang pernah
diterima.
14. Endokrin dan metabolisme. Perubahan berat badan, diabetes, toleransi terhadap suhu,
polidipsia, perubahan pada rambut.
15. Susunan saraf. Sinkop, kejang, pusing, stroke, termor, gangguan koordinasi, gangguan
sensoris, perasaan nyeri, gangguan motoris, daya ingat.
16. Emosi. Kecemasan, tidur, depresi, keinginan bunuh diri, gambaran mengenai diri sendiri,
kepuasan dalam kehidupan.
Alat tulis dan kertas
Aturan
a. Satu kelompok yang terdiri dari 10 mahasiswa di bagi menjadi 5 pasang
subkelompok
b. Subkelompok kemudian mempelajari satu scenario kasus yang ada.
c. Subkelompok pertama mempelajari scenario pertama, subkelompok kedua
mempelajari scenario kedua, dan seterusnya (10 menit)
d. Kemudian masing-masing subkelompok mempraktekan anamnesis dan konseling
kesehatan secara bergantian di depan subkelompok lain, dan subkelompok lain
memperhatikan (kurang lebih 10 menit setiap subkelompok)
e. Selanjutnya setiap mahasiswa memberikan saran, masukan, dan pendapatnya
terhadap penampilan konseling mahasiswa lainnya (40 menit)
Skenario Endokrin dan Saraf
a. Ganis adalah seorang anak SMP kelas 1. Dia datang berkonsultasi ke klinik
tempat anda bekerja tentang perubahan pada dirinya, yaitu mulai timbulnya
rambut di beberapa bagian tubuh, berubahnya suara serta penonjolan dibagian
leher.
b. Susi merupakan seorang eksekutif muda yang cukup sukses. Dia mempunyai
klien dari jepang sehingga untuk menghormatinya Susi mencoba untuk mengikuti
tradisi kliennya saat menjamu makan siang yaitu dengan duduk bersimpuh.
Setelah beberapa lama kedua kakinya terasa kesemutan sehingga datang
berkonsultasi ke Anda yang merupakan dokter perusahaan.
c. Tn. Anto datang ke tempat praktek anda karena beberapa saat yang lalu siku
kanannya terbentur meja dan Tn. Anto merasakan sensasi seperti tersetrum
menjalah dari siku hingga ke jari-jari tangan kannannyanya. Tn. Anto ingin
berkonsultasi tentang sensasi yang dirasakannya tersebut.
d. Chibi merupakan mahasiswa tingkat awal di salah satu perguruan tinggi di
Purwokerto. Dia merasakan bahwa dirinya menjadi mudah marah setiap datang
bulan. Dia datang ke klinik Universitas untuk berkonsultasi dengan Saudara.
e. Miko merasakan tangannya kebas setelah memegang es dalam waktu lama
sehingga tidak dapat merasakan sensasi seperti saat tertusuk benda tajam ataupun
ALAT DAN BAHAN
menyentuh benda panas. Dia ingin berkonsultasi apakah hal yang dialaminya
normal.
PENILAIAN KETRAMPILAN ANAMNESIS
Nama :
No mahasiswa :
No Aspek yang dinilai Nilai
0 1 2
1 Persiapan diri, ruangan dan alat yang
diperlukan
2 Memberikan salam dan tersenyum pada
pasien
3 Memperkenalkan diri
4 Menanyakan nama panggilan kesukaan
5 Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
6 Memberi kesempatan pada pasien untuk
bertanya
7 Keluhan utama
8 Riwayat penyakit sekarang
9 Riwayat penyakit dahulu
10 Riwayat penyakit keluarga
11 Riwayat social dan lingkungan
12 Riwayat obstetric dan sexual
13 Meminta persetujuan jika ingin memeriksa
lebih detail
14 Pertanyaan berkaitan secara runtut
15 Melakukan wawancara sesuai rencana
16 Berhadapan, mempertahankan kontak mata
17 Membungkuk ke arah pasien dan
mempertahankan sikap terbuka
TOTAL SKOR
Keterangan :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi kurang sempurna
2 = dilakukan dengan sempurna
* = Critical point ( item yang harus dilakukan)
PENILAIAN KETRAMPILAN KONSELING
Nama :
Nim :
Keterangan:Berilahtandapadakolom yang sesuai
0 = tidakdilakukan
1 = dilakukantapitidakbenar/kadang kadangdilakukan
2 = dilakukantapitidaksempurna/ seringdilakukan
3 = dilakukandengansempurna/selaludilakukan
Nilaiakhir = nilai totalX 100 = X 100 = .
NO ASPEK YANG DINILAI NILAI
0 1 2 3
Keterampilan membuka konseling
1 Mengucapkan salam, menyapa nama klien
2 Memperkenalkan diri
3 Melemparkan obrolan kecil
Keterampilan menyampaikan informasi
4 Memberikan informasi mengenai keluhan
5 Meminta umpan balik dari klien
Keterampilan mengajukan pertanyaan
6 Mengunakan pertanyaan terbuka untuk menstimulasi
7 Mengajukan pertanyaan satu persatu ( tidak tumpang tindih )
Ketrampilan mendengar aktif
8 Menjaga kontak mata
9 Mengunakan bahasa tubuh yang tepat
10 Memberikan respon yang tepat
11 Menggunakan jembatan komunikasi ( ya.,he he,angguk, dsb)
Ketrampilan mendengar aktif
12 Mengklarifikasi problem utama
13 Mengidentifikasi kemungkinan solusi
Ketrampilan merangkum
15 Mengulangpembicaraanklientanpamengubaharti
16 Mengulangkalimatpenting
Ketrampilanmenutupkonseling
17 Menanyakan apakah masih ada yang belum jelas/ meragukan
18 Meminta klien membuat kesimpulan
19 Mempersilahkan klien membuat rencana singkat setelah sesi tsb
20 Mengucapkan kalimat perpisahan
NILAI TOTAL
60 60
BERIKAN CATATAN KHUSUS MENGENAI HASIL OBSERVASI DAPAT BERUPA
KRITIKAN DAN
SARAN
....................................
II. Pemeriksaan kesadaran (GCS & PCS)
:
Pada akhir kepaniteraan klinik muda,mahasiswa mampu
1. Definisi Glasgow Coma Scale dan Paediatric Coma Scale.
2. Indikasi pemeriksaan GCS dan PCS.
3. Melakukan prosedur pemeriksaan GCS dan PCS dengan baik dan benar.
4. Menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan GCS dan PCS.
5. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan GCS dan PCS.
Glasgow Coma Scale adalah parameter untuk pemeriksaan kesadaran kuantitatif pada orang
dewasa,sedangkan paediatric coma scale adalah parameter untuk pemeriksaan kesadaran secara
kuantitatif pada anak-anak.
Kesadaran adalah keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen (output) dan
aferen (input) di susunan saraf pusat. Dapat juga diartikan sebagai kemampuan untuk berespon
terhadap rangsangan dari luar.Kesadaran dapat diditentukan baik secara kualitas maupun
kuantitasnya. Derajat kesadaran (kuantitatif) ditentukan dari jumlah input susunan saraf
pusat,sedangkan cara pengolahan input tersebut sehingga menghasilkan pola-pola output susunan
saraf pusat menentukan kualitas kesadaran.Input susunan saraf pusat dapat dibedakan jadi 2 yaitu
:
a. Spesifik : berasal dari semua lintasan aferen impuls protopatik,propioseptif,dan perasaan
panca indera.Lintasan ini menghubungkan satu titik pada tubuh dengan suatu titik pada
kortek perseptif primer.
b. Non spesifik : merupakan sebagian dari impuls aferen spesifik yang disalurkan melalui aferen
non spesifik,menghantarkan setiap impuls dari titik manapun dalam tubuh ke titik-titik pada
seluruh kedua kortek serebri.
Tingkat kesadaran sangat penting pada pasien cedera kepala.Glasgow coma Scale sudah
digunakan secara luas untuk menentukan tingkat kesadaran penderita.Glasgow Coma Scale
meliputi :
1. Eye / Mata
Spontan membuka mata 4
Membuka mata dengan perintah(suara) 3
Membuka mata dengan rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsang
apapun
1
2. Verbal
Berorientasi baik 5
A. TUJUAN PEMBELAJARAN :
B. TINJAUAN PUSTAKA
Bingung (bisa membentuk kalimat tapi arti
keseluruhan kacau)
4
Bisa membentuk kata tapi tidak bisa
membentuk kalimat
3
Bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki
arti
2
Tidak bersuara 1
3. Motorik
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir rangsang nyeri 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak
(withdrawal)
4
Menjauhi rangsang nyeri 3
Ekstensi spontan 2
Tak ada gerakan 1
Kriteria :
kesadaran baik/normal : GCS 15
Koma : GCS < 7
Sedangkan Paediatric coma Scale merupakan modifikasi dari Glasgow Coma Scale karena pada
anak-anak yang belum bisa berbicara akan menyulitkan pemeriksa dalam menentukan skor
verbal-nya.
Paediatric Coma Scale meliputi :
1. Eyes opening / Respon membuka mata
spontaneously 4
to verbal stimuli 3
to pain 2
never 1
2. Non verbal children & Best verbal response / respon verbal terbaik
Non Verbal Children Best Verbal
Response
Score
smiles oriented to sound
follows objects interacts
oriented and
converses
5
consolable when crying and
interacts inappropriately
disoriented and
converses
4
inconsistently consolable
and moans; makes vocal
sounds
inappropriate
words
3
inconsolable irritable and
restless; cries
incomprehensible
sounds
2
no response no response 1
3. Best motor response/ respon motorik terbaik
obeys commands 6
localizes pain 5
flexion withdrawal 4
abnormal flexion (decorticate
rigidity)
3
extension (decerebrate rigidity) 2
no response 1
Children Coma Scale :
Skor membuka mata + respon verbal/nonverbal terbaik + respon motorik
Interpretasi :
1. Skor minimum adalah 3, prognosis sangat buruk
2. Skor maksimum adalah 15, prognosis baik
3. Skor 7 kesempatan untuk sembuh besar
4. Skor 3-5 berpotensi fatal
5. Anak-anak usia dibawah 5 tahun memiliki skor lebih rendah karena pengurangan terjadi pada
respon motorik dan verbal.
1. Usia 0-6 bulan :
Respon verbal terbaik pada usia ini adalah menangis, skor yang diharapkan adalah 2
2. Usia 6-12 bulan :
Pada usia ini bayi sudah dapat membentuk suara, skor yang diharapkan adalah 3.
Bayi akan melokalisir nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang diharapkan adalah 4.
3. Usia 12-24 bulan :
Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti, skor yang diharapkan adalah 4.
Bayi akan melokalisir nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang diharapkan adalah 4.
4. Usia 2-5 tahun :
Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti,skor yang diharapkan adalah 4.
Bayi sudah menuruti perintah,skor yang diharapkan adalah 5.
5. Usia diatas 5 tahun :
Orientasi baik bila pasien mengetahui bahwa ia di rumah sakit,skor verbal normal yang
diharapkan adalah 5.
Skor normal berdasarkan umur :
0-6 bulan 9
6-12 bulan 11
12-24 bulan 12
2-5 tahun 13
> 5 tahun 14
1. Alat : skor GCS dan PCS.
2. Bahan : tidak ada.
a. Pasien dibaringkan di atas tempat tidur
b. Nilai status pasien,adakah kelainan gawat yang harus ditangani terlebih dahulu/tidak.
c. Periksa kesadaran pasien dengan GCS (dewasa) dan PCS (anak-anak)
d. GCS :
d.1 Eye :
- saat dokter mendatangi pasien,pasien spontan membuka mata dan memandang dokter :
skor 4.
- pasien membuka mata saat namanya dipanggil atau diperintahkan untuk membuka mata
oleh dokter : skor 3.
- pasien membuka mata saat dirangsang nyeri (cubitan) : skor 2.
- pasien tidak membuka mata dengan pemberian rangsang apapun: skor 1.
d.2 Verbal :
- pasien berbicara secara normal dan dapat menjawab pertanyaan dokter dengan benar
(pasien menyadari bahwa ia ada di rumah sakit,menyebutkan namanya,alamatnya,dll) :
skor 5.
- pasien dapat berbicara normal tapi tampak bingung,pasien tidak tahu secara pasti apa yang
telah terjadi pada dirinya,dan memberikan jawaban yang salah saat ditanya oleh dokter :
skor 4.
- pasien mengucapkan kata jangan/stop saat diberi rangsang nyeri,tapi tidak bisa
menyelesaikan seluruh kalimat,dan tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan dari dokter :
skor 3.
- pasien tidak bisa menjawab pertanyaan sama sekali,dan hanya mengeluarkan suara yang
tidak membentuk kata (bergumam) : skor 2.
- pasien tidak mengeluarkan suara walau diberi rangsang nyeri (cubitan) : skor 1.
d.3 Motoric :
- pasien dapat mengikuti perintah dokter,misalkan Tunjukkan pada saya 2 jari! : skor 6.
- pasien tidak dapat menuruti perintah,tapi saat diberi rangsang nyeri (penekanan ujung
jari/penekanan strenum dengan jari-jari tangan terkepal) pasien dapat melokalisir nyeri :
skor 5.
- pasien berusaha menolak rangsang nyeri : skor 4.
C. ALAT DAN BAHAN :
D. PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN :
- saat diberi rangsang nyeri,kedua tangan pasien menggenggam dan di kedua sisi tubuh di
bagian atas sternum (posisi dekortikasi) : skor 3.
- saat diberi rangsang nyeri,pasien meletakkan kedua tangannya secara lurus dan kaku di
kedua sisi tubuh (posisi deserebrasi) : skor 2.
- pasien tidak bergerak walaupun diberi rangsang nyeri : skor 1.
e. PCS :
e.1 Eye :
pemeriksaan sama dengan GCS.
e.2 Non verbal :
- pasien tersenyum saat diberi obyek/mainan dan bisa mengikutinya saat digerakkan : skor 5.
- pasien dapat mengucapkan konsonan saat menangis,interaksi kurang baik : skor 4.
- pasien mengeluarkan suara yang tidak konsisten (konsonan),dan rintihan saat menangis :
skor 3.
- pasien gelisah,tidak bisa istirahat/diam,menangis : skor 2.
- pasien tidak memberikan respon terhadap rangsang apapun : skor 1.
e.3 Verbal :
sama dengan pemeriksaan GCS.
e.4 Motoric :
sama dengan pemeriksaan GCS.
1. Childrens Coma Scale (Modified Glasgow coma Scale, Adelaide Coma Scale). Algorithm.
Available at :
www.child-neuro.org.uk/content/publish/algorithms/article_211.shtml-51k. Accessed 22nd
March,2005.
2. Mackreth B. Glasgow coma scale training exercise. Matanuska-Susitna Borough Dept of
Public Safety. Available from : URL :
www.chems.alaska.gov/EMS/documents/GCS_Activity_2003.
Accessed 22nd
March,2005.
3. Mardjono M,Sidharta P. Neurologi klinis dasar. 6th ed. Jakarta : Dian Rakyat. 1997; 183-5.
E. Daftar Pustaka
http://www.child-neuro.org.uk/content/publish/algorithms/article_211.shtml-51khttp://www.chems.alaska.gov/EMS/documents/GCS_Activity_2003
Penilaian Keterampilan Pemeriksaan GCS dan PCS
Nama :
NIM :
No. Aspek yang dinilai Nilai
0 1 2
I Pemeriksaan GCS :
A. Pemeriksaan Eye/mata :
1. Pemeriksa mendekati pasien dan pasien spontan
membuka mata dan memandang pemeriksa : skor 4
2. Pemeriksa memanggil nama pasien/memerintahkan
pasien untuk membuka mata : skor 3
3. Pemeriksa memberi rangsang nyeri berupa
cubitan,pasien akan membuka mata : skor 2
4. Pemeriksa memberi rangsang apapun (suara
keras/cubitan) pasien tidak membuka mata : skor 1
B. Pemeriksaan Verbal :
5. Pemeriksa menanyakan orientasi pasien
(tempat,orang,waktu),pasien menjawab dengan
jelas,benar,dan cepat : skor 5
6. Pemeriksa menanyakan orientasi pada pasien,pasien
dapat menjawab tapi bingung,tidak tahu apa yang terjadi
pada dirinya : skor 4
7. Pemeriksa memberi pertanyaan tapi pasien tidak dapat
menjawab seluruh pertanyaan dan tidak dapat
menyelesaikan seluruh kalimat : skor 3
8. Pemeriksa memberi pertanyaan dan pasien hanya bisa
bergumam : skor 2
9. Pemeriksa memberikan rangsang tapi pasien tidak
mengeluarkan suara /tidak ada respon : skor 1
C. Pemeriksaan motorik
10. Pemeriksa memberi perintah dan pasien dapat
melaksanakannya : skor 6
11. Pemeriksa memberi perintah,tapi pasien
mangabaikannya,diberi rangsang nyeri pasien dapat
melokalisir nyeri : skor 5
12. Pemeriksa memberi rangsang nyeri dan pasien berusaha
menolaknya : skor 4.
13. Pemeriksa memberi rangsang nyeri,kedua tangan pasien
menggenggam dan di kedua sisi tubuh di bagian atas
sternum (posisi dekortikasi) : skor 3.
14. Pemeriksa memberi rangsang nyeri ,pasien meletakkan
kedua tangannya secara lurus dan kaku di kedua sisi
tubuh (posisi deserebrasi) : skor 2.
15. Pemeriksa memberi rangsang apapun pasien tidak
bergerak/tidak berespon : skor 1.
II Pemeriksaan PCS
A. Pemeriksaan mata/eye
16. Pemeriksa mendekati pasien dan pasien spontan
membuka mata dan memandang pemeriksa : skor 4
17. Pemeriksa memanggil nama pasien/memerintahkan
pasien untuk membuka mata : skor 3
18 Pemeriksa memberi rangsang nyeri berupa
cubitan,pasien akan membuka mata : skor 2
19. Pemeriksa memberi rangsang apapun (suara
keras/cubitan) pasien tidak membuka mata : skor 1
B. Pemeriksaan non verbal
20. Pemeriksa memberi rangsang berupa obyek/mainan yang
menarik perhatian pasien dan pasien tersenyum serta bisa
mengikutinya saat digerakkan : skor 5.
21. Interaksi pasien dengan pemeriksa kurang baik,pasien
dapat mengucapkan konsonan saat menangis: skor 4.
22. Pemeriksa mencoba berinteraksi dengan pasien tapi
pasien mengeluarkan suara yang tidak konsisten
(konsonan),dan rintihan saat menangis : skor 3.
23. Pasien gelisah,tidak bisa istirahat/diam,menangis : skor
2.
24. Pemeriksa memberi rangsangan tapi pasien tidak
memberikan respon terhadap rangsang apapun : skor 1.
C. Pemeriksaan verbal :
25. Pemeriksa menanyakan orientasi pasien
(tempat,orang,waktu),pasien menjawab dengan
jelas,benar,dan cepat : skor 5
26. Pemeriksa menanyakan orientasi pada pasien,pasien
dapat menjawab tapi bingung,tidak tahu apa yang terjadi
pada dirinya : skor 4
27. Pemeriksa memberi pertanyaan tapi pasien tidak dapat
menjawab seluruh pertanyaan dan tidak dapat
menyelesaikan seluruh kalimat : skor 3
28. Pemeriksa memberi pertanyaan dan pasien hanya bisa
bergumam : skor 2
29. Pemeriksa memberikan rangsang tapi pasien tidak
mengeluarkan suara /tidak ada respon : skor 1
D. Pemeriksaan motorik
30. Pemeriksa memberi perintah dan pasien dapat
melaksanakannya : skor 6
31. Pemeriksa memberi perintah,tapi pasien
mangabaikannya,diberi rangsang nyeri pasien dapat
melokalisir nyeri : skor 5
32. Pemeriksa memberi rangsang nyeri dan pasien berusaha
menolaknya : skor 4.
33. Pemeriksa memberi rangsang nyeri,kedua tangan pasien
menggenggam dan di kedua sisi tubuh di bagian atas
sternum (posisi dekortikasi) : skor 3.
34. Pemeriksa memberi rangsang nyeri ,pasien meletakkan
kedua tangannya secara lurus dan kaku di kedua sisi
tubuh (posisi deserebrasi) : skor 2.
35. Pemeriksa memberi rangsang apapun pasien tidak
bergerak/tidak berespon : skor 1.
Total Nilai
Keterangan :
0 : tidak dilakukan sama sekali
1 : dilakukan tapi tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna
III. Pemeriksaan kepekaan sensorik & kekuatan motorik
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sistem motorik:
- posisi tubuh
- trofi otot
- tonus otot
- kekuatan otot
Evaluasi sistem motorik dibagi menjadi :
- posisi tubuh
- gerakan involunter
- tonus otot
- kekuatan otot
Lesi UMN (upper motor neuron) ditandai oleh: kelemahan, kekakuan (spasticity), hiper
refleks, refleks primitif (meliputi grasp, suck,snout reflex). Lesi LMN (lower motor neuron
ditandai oleh kelemahan, hipotonus, hiporefleksi, atrofi dan fasikulasi.
Fasikulasi adalah gerakan halus otot dibawah kulit dan menandakan adanya LMN.
Fasikulasi disebabkan oleh denerfvasi pada seluruh motor unit yang diikuti oleh hiper sensitif
terhadaf asetilcolin pada otot yang mengalami denervasi. Atrofi otot yang timbul biasanya
bersamaan dengan fasikulasi. Fibrilasi adalah kontraksi spontan pada serabut otot secara individu
sehingga tidak teramati oleh mata telanjang.
Berikut ini pemerikaan tic, tremor dan fasikulasi. Catat lokasi
dan kualitasnya, catat pula jika ada hubungan dengan posisi
tubuh tertentu (spesifik) atau keadaan emosi. Periksalah secara
sistematik semua kelompok besar otot tubuh.
Catatlah untuk tiap kelompok otot:
1. Penampakan otot (wasted, highly developed, normal)
2. Rasakan adanya tonus otot (flaccid, clonic, normal)
3. Periksa kekuatan kelompok otot:
0 Tidak ada kontraksi otot
1 Kontraksi halus yang teraba saat paien berusa
kontraksi
2 Pasien mampu gerak aktif ketika tidak
melawan gravitasi
LEARNING OUTCOME:
TINJAUAN PUSTAKA
3 Pasien mampu melawan gravitasi, tapi tidak
mampu terhadap tahanan ringan dari
pemeriksa
4 Pasien mampu melawan tahanan ringan dari
pemeriksa
5 Pasien mampu melawan tahanan yang lebih
berat dari pemeriksa
Normal: 5
Beberapa klinisi membagi lagi dalam sub dengan: menambah +/- menjadi 3+, atau 5-
Dimulai dari deltoid,
minta pasien untuk
mengangkat ledua lengan
atas ke anterior simultan
dengan tahanan yang
diberikan pemeriksa.
Bandingkan kanan dan
kiri. m. Deltoid disarafi
oleh C5 melalui N.
Axillaris
Minta pasien untuk untuk
ekstensi
antebrachiumdan
anterofleksi seperti
membawa nampan
(supinasi). minta pasien
untuk memejamkan mata
dan bertrahan dalam
posisi tersibut selama 10
hitungan. Normal mampu
bertahan. Bila ada
kelemahan ekstremitas
superior, mata akan
pronasi (pronator drift)
dan jatuh.
Pronator drift merupakan indikator kelumpuhan/ kelemahan UMN. Pada UMN otot supinator
ekstemitas superior lebih lemah dari pronator, sehingga cenderung pronasi. Tes ini juga baik
untuk menguji konsistensi interna, sebab pasien yang pura-pura akan selalu menjatuhkan tangan
tanpa disertai pronasi.
Periksa kekuatan
fleksi lengan bawah
dengan memegang
pergelangan tangan
dan memberi tahanan
pada penderita dari
sisi atas, minta pasien
untuk fleksi lengan
bawah. Ulangi dan
bandingkan dengan
lengan yang lain. Tes
ini untuk memeriksa
m. biseps brachii
yang disarafi oleh
C5&6 melalui N
musculocutaneus.
Mintalah pasien
untuk ekstensi lengan
bawah melawan
tahan yang diberikan
pemeriksa. Mulailah
dari posisi fleksi
maksimal, posisi ini
sangat sensitif untuk
mengetahui
penurunan kekuatan.
Bandingkan dengan
sisi kontra lateral. Tes
ini untuk memeriksa
m. triseps brachii
yang disarafi oleh
C6&7 melalui nervus
radialis.
Periksa kekuatan
ekstensi tangan
dengan meminta
pasien ekstensi
perdelangan tangan
melawan tahanan dari
pemeriksa.
Bandingkan dengan
sisi kontralateral. Tes
ini untuk memeriksa
otot ekstensor lengan
bawah yang disarafi
oleh C6&7 melalui N
radialis. N radialis
nerupakan saraf otot
extensor lengan,
mensarai semua otot
ekstensor pada lengan
atas dan lengan
bawah.
Periksalah tangan
pasien, cari atrofi otot
intrinsik, thenar,
hipothenar.
Periksalah
genggaman pasien
dengan meminta
penderita
menggenggam jari
pemeriksa sekuatnya
dan tidak melepas
genggaman saak
memeriksa mencoba
menarik jarinya.
Normal pemeriksa
tida dapat menarik
jari dari genggaman
pasien. Bandingkan
dengan sisi kontra
lateral. Tes ini untuk
memeriksa kekuatan
otot fleksor lengan
bawah dan otot
intrinsik tangan.
Otot fleksor jari disarafi oleh C8 melalui N medianus.
Periksalah otot intrinsik
tangan sekali lagi,
dengan meminta pasien
abduksi pada semua
jari dan melawan
tekanan/ tahanan
pemeriksa. Normal
pasien dapat menahan
tekanan pemeriksa.
Otot abduksi jari
disarafi oleh T1 melalui
N ulnaris.
Periksalah kekuatan
oposisi ibujari dengan
meminta pasien
menyentuhkan ujung
ibujari dengan jari
jelunjuknya sendiri dan
melawan tahanan
pemeriksa.bandingkan
dengan sisi kontra
lateral.
Oposisi ibujari disarafi
oleh C8&T1 melalui N.
medianus.
Lanjutkan pemeriksaan pada tungkai
Periksalah fleksi sendi
panggul. Pasien dal
posisi berbaring.
Mintalah pasien
mengangkat tungkai
denga fleksi sendi
panggul melawan
tahanan pemeriksa.
Bandingkan dengan sisi
kontra lateral. Tes ini
memeriksa m. iliopsoas
Fleksi panggul disarafi
olef L2&3 melalui N
femoralis.
Periksalah adduksi
tungkai dengan
meletakkan tangan
pemeriksa pada sisi
dalam paha dan mintalah
penderita untuk adduksi
kedua tungkai.
Adduksi tungkai disarafi
oleh L2,3 dan 4
Periksalah abduksi
tungkai dengan
meletakkan tangan
pemeriksa pada sisi luar
paha dan mintalah
penderita untuk abduksi
kedua tungkai.
Abduksi tungkai disarafi
oleh L4,5dan S1
Periksalah ekstensi
panggul dengan meminta
pasienmenekan tungkai
kebawah melawan
tahanan tangan
pemeriksa yang ada di
bawah tungkai.
Bandingkan dengan sisi
kontra lateral. Tes ini
memeriksa m. gluteus
maksimus.
Ekstensi panggul disarafi
oleh L4&5 melalui N.
gluteus
Periksalah ekstensi lutut
dengan meletakkan
tangan pemeriksa di
bawah lutut dan
pergelangan kaki,
mintalah pasien ektensi
lutut melawan tahan
pemeriksa, bandingkan
dengan sisi kontra lateral.
Tes ini memeriksa m.
quadriseps femoris.
Ekstensi lutut oleh m.
quadriseps dan disarafi
oleh L3&4 melalui N
femoralis
Periksalah fleksi lutut
dengan memegang lutut
dan memberikan tahanan
pada pergelangan kaki.
Mintalah pasien menarik
tumit kearah pantat
sekuat mungkin (fleksi)
melawan tahanan
pemeriksa. Bandingkan
dengan sisi kontra lateal.
Tes ini memeriksa otot
hamstring, yang disarafi
oleh L5 &S1 melalui
Nsciatica
Periksalah dorsofleksi
dengan meminta pasien
dorsofleksi kaki sekuat
mungkin melawan
tahanan pemeriksa.
Bandingkan sisi kontra
lateral. Tes ini
memeriksa kompartemen
anterior cruris.
Dorsofleksi kaki disarafi
oleh L4&5 melalui N
peroneus.
Periksalah plantar fleksi
dengan meminta pasien
plantar fleksi sekuat
mungkin melawan
tahanan pemeriksa.
Bandingkan dengan sisi
kontra lateral. Tes ini
memeriksa m.
gastroknemius dan soleus
di kompartemen posterior
cruris.
Planta fleksi disarafi oleh
S1&2 melalui N. tibialis
Mintalah pasien ekstensi
ibu jari kaki melawan
tahanan pemeriksa. Tes
ini memeriksa m.
ekstensor halucis longus
yang disarafi oleh L5.
Pasien dengan kelainan otot primer (seperti: polymiositis), kelainan pada neuromuscula junction
(miastenia gravis), biasanya kelemahan/ kelumpuhan berkembang pada kelompok otot
proksimal. Kelemahan terberat pada otot gelang panggul dan gelang bahu. Kelemahan ini
tampak/ manifes pada kesulitan saat berdiri dari kursi tanpa bantuan otot lengan. Pasien
biasanya mengeluh kesulitan keluar dari mobil, atau sulit menyisir rambut.
PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN:
Ekstremitas
Superior:
Dekstra sinistra
Inspeksi: (wasted, highly
developed, normal)
(wasted, highly
developed, normal)
Palpasi
tonus:
(flaccid, clonic,
spastik normal)
(flaccid, clonic,
spastik normal)
Kekuatan : /./ //
Cantumkan otot spesifik yang mengalami kelainan:
Ekstremitas
Inferior:
Dekstra Sinistra
Inspeksi: (wasted, highly
developed, normal)
(wasted, highly
developed, normal)
Palpasi
tonus:
(flaccid, clonic,
spastik normal)
(flaccid, clonic,
spastik normal)
Kekuatan : /./ //
Cantumkan otot spesifik yang mengalami kelainan:
Adanya gangguan pada otak, medulla spinalis, dan saraf tepi dapat menimbulkan gangguan
sensorik. Gangguan ini tidak tampak seperti halnya pada gangguan motorik maupun trofi otot.
Gangguan sensorik dapat menimbulkan perasaan kesemutan atau baal (parestesi), kebas atau
mati rasa, kurang sensitif (hipestesi) dan ada pula yang sangat sensitif (hiperestesi). Pemeriksaan
sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit di antara pemeriksaan neurologik yang lain karena
sangat subjektif.
Sehubungan dengan pemeriksan fungsi sensorik maka beberapa hal berikut ini harus
dipahami dulu:
1. Kesadaran penderita harus penuh dan tajam. Penderita tidak boleh dalam keadaan lelah,
kelelahan akan mengakibatkan gangguan perhatian serta memperlambat waktu reaksi.
2. Prosedur pemeriksan harus benar-benar dimengerti oleh penderita, karena pemeriksaan
fungsi sensorik benar-benar memerlukan kerja sama yang sebaik-baiknya antara pemeriksa
dan penderita. Dengan demikian cara dan tujuan pemeriksaan harus dijelaskan kepada
penderita dengan istilah yang mudah dimengerti olehnya.
TINJAUAN PUSTAKA PEMERIKSAAN SENSORIK
3. Kadang-kadang terlihat adanya manifestasi obyektif ketika dilakukan pemeriksaan anggota
gerak atau bagian tubuh yang dirangsang, misalnya penderita menyeringai, mata berkedip-
kedip serta perubahan sikap tubuh.
4. Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga meliputi perbedaan-
perbedaan sensasi yang ringan, dengan demikian harus dicatat gradasi atau tingkat
perbedaannya.
5. Ketajaman persepsi dan interpretasi rangsangan berbeda pada setiap individu, pada tiap
bagian tubuh, pada individu yang sama tetapi dalam situasi yang berlainan. Dengan demikian
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulangan pada hari berikutnya.
6. Azas simetris: pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan dengan bagian kanan. Hal
ini untuk menjamin kecermatan pemeriksaan.
7. Pemeriksaan ini harus dikerjakan dengan sabar (jangan tergesa-gesa), menggunakan alat
yang sesuai dengan kebutuhan/ tujuan, tanpa menyakiti penderita, dan penderita tidak boleh
dalam keadaan tegang.
PRINSIP-PRINSIP UMUM
1. Mencari defisit sensibilitas (daerah-daerah dengan sensibilitas yang abnormal, bisa
hipestesi, hiperestesi, hipalgesia atau hiperalgesia)
2. Mencari gejala-gejala lain di tempat gangguan sensibilitas tersebut, misalnya atrofi,
kelemahan otot, refleks menurun/negative, menurut distribusi dermatom.
3. Keluhan-keluhan sensorik memiliki kualitas yang sama, baik mengenai thalamus, spinal,
radix spinalis atau saraf perifer. Jadi untuk membedakannya harus dengan distribusi
gejala/keluhan dan penemuan lain.
4. Lesi saraf perifer sering disertai berkurang atau hilangnya keringat, kulit kering,
perubahan pada kuku dan hilangnya sebagian jaringan di bawah kulit.
Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum berujung tajam dan tumpul (dapat digunakan jarum pentul atau jarum pada palu
refleks) untuk rasa nyeri superficial.
2. Kuas halus, kapas, bulu, tissue, atau bila terpaksa dengan ujung jari tangan yang disentuhkan
ke kulit secara halus sekali untuk rasa raba/taktil.
3. Tabung yang diisi air dingin atau air panas untuk sensasi suhu. Lebih baik menggunakan
tabung dari metal daripada tabung gelas karena gelas merupakan konduktor yang buruk.
Untuk sensai dingin menggunakan air bersuhu 5-10C dan sensasi panas diperlukan suhu 40-
45C. suhu kurang dari 5C dan lebih dari 45C dapat menimbulkan rasa nyeri.
PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORIK DAN POSISI
Alat dan Bahan
4. Garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz untuk sensasi getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif), seperti:
Jangka untuk two point tactile discrimination
Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan lain-lain) untuk pemeriksaan
stereognosis.
Pensil untuk pemeriksaan graphestesi.
6. Untuk pemeriksaan sensasi gerak dan posisi tidak diperlukan alat khusus.
CARA PEMERIKSAAN SENSORIK DAN POSISI:
A. Anamnesis
a. Apa yang dikeluhkan.
Keluhan dapat berupa:
kesemutan atau baal (parestesi)
rangsang yang tidak nyeri dirasakan sebagai nyeri (disestesi/painful parestesi)
kurang peka (hipestesi)
terlalu peka (hiperestesi)
gangguan keseimbangan dan gait (gaya berjalan)
modalitas sensorik normal tetapi tidak bias mengenal benda pada perabaan tangan
(astereognosis)
lain-lain keluhan
b. Kapan timbulnya keluhan.
c. Lokasi keluhan.
Keluhan positif semacam parestesi, disestesi dan nyeri biasanya dapat dilokalisir, tetapi
gejala-gejala negative seperti hipestesi dan anogsia sulit dilokalisir.
d. Sifat keluhan.
Penderita diminta menggambarkan sifat keluhan. Pada keluhan nyeri perlu juga diketahui
derajat rasa nyeri yang timbul.
e. Kejadian-kejadian tertentu yang berkaitan.
Apakah ada kejadian-kejadian yang memicu terjadinya keluhan. Misalnya pada HNP,
penderita merasakan ischialgia pada waktu mengangkat benda berat, dan nyeri meningkat
pada keadaan-keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, misalnya
batuk, mengejan, bersin), dan lain-lain.
f. Kelainan neurologis yang menyertai.
Dapat berupa kelemahan/gangguan motorik, gangguan bahasa, kejang, gangguan
defekasi dan miksi, dan gangguan saraf otonom.
B. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan modalitas
modalitas primer dari sensasi somatik (seperti rasa nyeri, raba, posisi, getar dan suhu)
diperiksa lebih dulu sebelum memeriksa fungsi sensorik diskriminatif/kortikal.
Pemeriksaan sensasi nyeri superfisial
Nyeri merupakan sensasi yang paling baik untuk menentukan batas gangguan
sensorik. Alat yang digunakan adalah jarum berujung tajam dan tumpul.
Cara pemeriksan:
a. Mata penderita ditutup
b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum pada dirinya sendiri.
c. Tekanan terhadap kulit penderita seminimal mungkin, jangan sampai
menimbulkan perlukaan.
d. Rangsangan terhadap terhadap kulit dilakukan dengan ujung runcing dan ujung
tumpul secara bergantian. Penderita diminta menyatakan sensasinya sesuai yang
dirasakan. Penderita jangan ditanya: apakah anda merasakan ini atau apakah ini
runcing?
e. Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral
tetapi sama (misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri)
f. Penderita juga diminta menyatakan apakah terdapat perbedaan intensitas
ketajaman rangsang di derah yang berlainan.
g. Apabila dicurigai daerah yang sensasinya menurun/meninggi maka rangsangan
dimulai dari daerah tadi ke arah yang normal.
Pemeriksaan sensasi nyeri tekan dalam
Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekan tendo Achilles, fascia antara jari tangan
IV dan V atau testis.
Pemeriksaan sensasi taktil/raba
Alat yang dipakai adalah kapas, tissue, bulu, kuas halus, dan lain-lain. Cara
pemeriksaan :
a. Mata penderita ditutup
b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba alat pada dirinya sendiri.
c. Stimulasi harus seringan mungkin, jangan sampai memberikan tekanan terhadap
jaringan subkutan. Tekanan dapat ditambah sedikit bila memeriksa telapak tangan
atau telapak kaki yang kulitnya lebih tebal.
d. Mulailah dari daerah yang dicurigai abnormal menuju daerah yang normal.
Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral
tetapi sama (misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri)
e. Penderita diminta untuk mengatakan ya atau tidak apabila merasakan adanya
rangsang, dan sekaligus juga diminta untuk menyatakan tempat atau bagian tubuh
mana yang dirangsang.
Pemeriksaan sensasi getar/vibrasi
Alat yang digunakan adalah garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz.
Cara pemeriksaan:
a. Garpu tala digetarkan dengan memukulkan pada benda padat/keras.
b. Kemudian pangkal garpu tala diletakkan pada daerah dengan tulang yang
menonjol seperti ibu jari kaki, pergelangan tangan, maleolus lateralis/medialis,
procc. spinosus vertebrae, siku, bagian lateral clavicula, lutut, tibia, sendi-sendi
jari dan lainnya. (Gambar 1)
c. Bandingkan antara kanan dan kiri.
d. Catat intensitas dan lamanya vibrasi.
e. Untuk penentuan lebih cermat, garpu tala kemudian dipindahkan pada bagian
tubuh yang sama pada pemeriksa. Apabila pemeriksa masih merasakan getaran,
berarti rasa getar penderita sudah menurun.
Gambar 1
Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi
Tujuannya adalah memperoleh kesan penderita terhadap gerakan dan pengenalan
terhadap arah gerakan, kekuatan, lebar atau luas gerakan (range of movement) sudut
minimal yang penderita sudah mengenali adanya gerakan pasif, dan kemampuan
penderita untuk menentukan posisi jari dalam ruangan. Tidak diperlukan alat khusus.
Cara pemeriksaan:
a. Mata penderita ditutup.
b. Penderita diminta mengangkat kedua lengan di depan penderita menghadap ke
atas.
c. Penderita diminta mempertahankan posisi tersebut. Pada kelemahan otot satu sisi
atau gangguan proprioseptik maka lengan akan turun dan menuju ke arah dalam.
Modifikasi dari tes ini adalah dengan menaik turunkan kedua tangan dan penderita
diminta menanyakan tangan mana yang posisinya lebih tinggi.
Kedua tes di atas dapat dikombinasi dengan modifikasi tes Romberg. Caranya:
penderita diminta berdiri dengan tumit kanan dan jari-jari kaki kiri berada pada satu
garis lurus dan kedua lengan ekstensi ke depan. Kemudian penderita diminta menutup
matanya. Bila ada gangguan proprioseptik pada kaki maka penderita akan jatuh pada
satu sisi.
Untuk tes posisi dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Penderita dapat duduk atau berbaring, mata penderita ditutup.
b. Jari-jari penderita harus benar-benar dalam keadaan relaksasi dan terpisah satu
sama lain sehingga tidak bersentuhan.
c. Jari penderita digerakkan secara pasif oleh pemeriksa, dengan sentuhan seringan
mungkin sehingga tekanan terhadap jari-jari tersebut dapat dihindari, sementara
itu jari yang diperiksa tidak boleh melakukan gerakan aktif seringan apapun.
d. Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada perubahan posisi jari atau adakah
gerakan pada jarinya.
Cara lain adalah dengan menempatkan jari-jari salah satu penderita pada posisi
tertentu dan meminta penderita diminta menirukan posisi tersebut pada jari yang lain.
Pemeriksaan sensasi suhu
Alat yang dipakai adalah tabung berisi air bersuhu 5-10C untuk sensasi dingin dan
air 40-45C untuk sensasi panas.
Cara pemeriksaan:
a. Penderita lebih baik pada posisi berbaring. Mata penderita ditutup.
b. Tabung panas/dingin lebih dahulu dicoba terhadap diri pemeriksa.
c. Tabung ditempelkan pada kulit penderita dan penderita diminta menyatakan
apakah terasa dingin atau panas.
2. Pemeriksan sensorik diskriminatif/kortikal
Syarat pemeriksaan ini adalah fungsi sensorik primer (raba, posisi) harus baik dan tidak
ada gangguan tingkat kesadaran, kadang-kadang ditambah dengan syarat harus mampu
memanipulasi objek atau tidak ada kelemahan otot-otot tangan (pada tes barognosis)
Macam-macam gangguan fungsi sensorik kortikal:
a. gangguan two point tactile discrimination
Gangguan ini diperiksa dengan dua rangsangan tumpul pada dua titik di anggota
gerak secara serempak, bisa memakai jangka atau calibrated two point
esthesiometer. Pada anggota gerak atas biasanya diperiksa pada ujung jari. Orang
normal bisa membedakan dua rangsangan pada ujung jari bila jarak kedua
rangsangan tersebut lebih besar dari 3 mm. Ketajaman menentukan dua
rangsangan tersebut sangat bergantung pada bagian tubuh yang diperiksa, yang
penting adalah membandingkan kedua sisi tubuh. (Gambar 2)
Gambar 2
b. gangguan graphesthesia
Pemeriksaan graphesthesia dilakukan dengan cara menulis beberapa angka pada
bagian tubuh yang berbeda-beda dari kulit penderita. Pasien diminta mengenal
angka yang digoreskan pada bagian tubuh tersebut sementara mata penderita
ditutup. Besar tulisan tergantung luas daerah yang diperiksa. Alat yang digunakan
adalah pensil atau jarum tumpul. Bandingkan kanan dengan kiri. (Gambar 3)
Gambar 3
Gambar 4
c. gangguan stereognosis = astereognosis
Diperiksa pada tangan. Pasien menutup mata kemudian diminta mengenal sebuah
benda berbentuk yang ditempatkan pada masing-masing tangan dan merasakan
dengan jari-jarinya. Ketidakmampuan mengenal benda dengan rabaan disebut
sebagai tactile anogsia atau astereognosis. Syarat pemeriksaan, sensasi proprioseptik
harus baik. (Gambar 4)
d. gangguan topografi/topesthesia = topognosia
Kemampuan pasien untuk melokalisasi rangsangan raba pada bagian tubuh tertentu.
Syarat pemeriksaan, rasa raba harus baik.
e. gangguan barognosis = abarognosis
Membedakan berat antara dua benda, sebaiknya diusahakan bentuk dan besar
bendanya kurang lebih sama tetapi beratnta berbeda. Syarat pemeriksaan, rasa gerak
dan posisi sendi harus baik.
f. sindroma Anton-Babinsky = anosognosia
Anosognosia adalah penolakan atau tidak adanya keasadaran terhadap bagian tubuh
yang lumpuh atau hemiplegia. Bila berat, pasien akan menolak adanya kelumpuhan
tersebut dan percaya bahwa dia dapat menggerakkan bagian-bagian tubuh yang lupuh
tersebut.
g. sensory inattention = extinction phenomenon
Alat yang digunakan adalah kapas, kepala jarum atau ujung jari. Cara pemeriksaan
adalah dengan merangsang secara serentak pada kedua titik di anggota gerak kanan
dan kiri yang letaknya setangkup, sementara itu mata ditutup. Mula-mula diraba
punggung tangan pasien dan pasien diminta menggenal tempat yang diraba.
Kemudian rabalah pada tititk yang satangkup pada sisi tubuh yang berlawanan dan
ulangi perintah yang sama. Setelah itu dilakukan perabaan pada kedua tempat
tersebut dengan tekanan yang sama secara serentak. Bila ada extinction phenomen
maka pasien hanya akan merasakan rangsangan pada sisi tubuh yang sehat saja.
3. Pemeriksaan sensorik khusus
Tinels sign
Umumnya digunakan untuk tes saraf medianus pada sindroma Carpal-Tunnel.
Tepukan ujung jari pada saraf medianus di tengah-tengah terowongan carpal akan
menimbulkan disesthesi (rasa paresthesi dan nyeri yang menjalar mulai dari tempat
rangsang ke jari-jari telunjuk, tengah dan manis yang mirip aliran listrik).
Perspiration test
Prinsip: adanya keringat akan bereaksi dengan amilum/tepung yang diberi yosium,
sehingga memberikan warna biru.
Cara pemeriksaan :
a. Bagian depan tubuh (leher ke bawah) disapu dengan tepung yang mengandung
yodium.
b. Kemudian tubuh penderita ditutup dengan semacam sungkup supaya cepat
berkeringat (bila perlu diberi obat antipiretik).
c. Setelah 1-2 jam sungkup dibuka dan dicatat bagian tubuh yang tetap putih (tidak
ada produksi keringat).
Tes ini adalah tes yang obyektif dan digunakan pada kasus-kasus paraplegia untuk
menentukan batas lesinya.
http://endeavor.med.nyu.edu/neurosurgery/
REFERENSI:
http://endeavor.med.nyu.edu/neurosurgery/
PENILAIAN KETRAMPILAN PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK
Nama :
NIM :
N
O
KETERANGAN SCORE
0 1 2
1 Memberi salam dan menyapa
dengan sopan
2 Inform konsen pemeriksaan
3 Meminta pasien duduk di meja
pemeriksaan
4 Inspeksi adakah kelainan posisi,
kelainan perkembangan otot, trofi
kedua ekstremitas
5 Palpasi tonus otot ke empat
ekstermitas
6 Periksalah fleksi ke dua sendi bahu
7 Periksalah fleksi ke dua lengan
bawah
8 Periksalah ekstensi ke dua lengan
bawah
9 Periksalah ekstensi ke dua tangan
10 Periksalah fleksi jari-jari ke dua
tangan
11 Periksalah abduksi jari-jari tangan
12 Periksalah oposisi ibu jari ke dua
tangan
13 Meminta pasien berbaring di meja
pemeriksaan
14 Periksalah fleksi ke dua panggul
15 Periksalah adduksi ke dua panggul
16 Periksalah abduksi ke dua panggul
17 Periksalah ekstensi ke dua panggul
18 Periksalah ekstensi ke dua tungkai
bawah
18 Periksalah fleksi ke dua tungkai
bawah
20 Periksalah dorsofleksi ke dua kaki
21 Periksalah plantarfleksi ke dua kaki
22 Periksalah ekstensi ibu jari ke dua
kaki
total
KET: 0 : bila tidak dikerjakan
1 : bila dikerjakan, tetapi tidak sempurna
2 : bila dikerjakan dengan sempurna
PENILAIAN KETRAMPILAN PEMERIKSAAN SENSORIK
Nama :
NIM :
A. Pemeriksaan Sensasi Taktil
No Aspek yang dinilai Nilai
0 1 2
1 Memberi salam dan memperkenalkan
diri
2 Melakukan anamnesis seperlunya
3 Menjelaskan prosedur dan tujuan
pemeriksaan
4 Memilih dengan benar alat yang akan
dipergunakan
5 Meminta penderita untuk relaks dan
memejamkan mata
6 Mencoba alat pada dirinya sendiri
7 Meminta penderita mengatakan ya
atau tidak apabila merasakan
adanya rangsang
8 Meminta penderita menyebutkan
tempat yang dirangsang
9 Memberikan rangsang pada penderita
pada daerah yang dicurigai abnormal
menuju ke daerah normal
10 Membandingkan daerah yang
diperiksa pada tempat setangkup
kontralateral.
11 Melaporkan hasil pemeriksaan
B. Pemeriksaan Sensasi Nyeri Superfisial
No Aspek yang dinilai Nilai
0 1 2
1 Memberi salam dan memperkenalkan
diri
2 Melakukan anamnesis seperlunya
3 Menjelaskan prosedur dan tujuan
pemeriksaan
4 Memilih dengan benar alat yang akan
dipergunakan
5 Meminta penderita untuk relaks dan
memejamkan mata
6 Mencoba alat pada dirinya sendiri
7 Meminta penderita untuk
menyebutkan apakan rangsangnya
tajam atau tumpul.
8 Menanyakan apakah ada perbedaan
intensitas ketajaman rangsangan.
9 Memberikan rangsang seminimal
mungkin tanpa menimbulkan
luka/perdarahan pada penderita pada
daerah yang dicurigai abnormal
menuju ke daerah normal.
10 Melakukan rangsangan dengan ujung
tajam dan tumpul secara bergantian
11 Membandingkan daerah yang
diperiksa pada tempat setangkup
kontralateral.
12 Melaporkan hasil pemeriksaan
C. Pemeriksaan Posisi
No Aspek yang dinilai Nilai
0 1 2
1 Memberi salam dan memperkenalkan
diri
2 MElakukan anamnesis seperlunya
3 Menjelaskan prosedur dan tujuan
pemeriksaan
4 Meminta penderita untuk duduk atau
berdiri
5 Meminta penderita memejamkan
mata
6 Meminta penderita untuk
mengistirahatkan jari-jari tangannya
dan memisahkan stu sama lain.
7 Menggerakkan jari penderita secara
pasif dengan sentuhan seringan
mungkin.
8 Meminta penderita menyatakan
adakah perubahan posisi atau adakah
gerakan pada jarinya.
9 Melaporkan hasil pemeriksaan
IV. Pemeriksaan Refleks Fisiologis
Pada akhir sesi, mahasiswa mampu :
1. Mengetahui definisi pemeriksaan reflek fisiologis.
2. Indikasi pemeriksaan reflek fisiologis.
3. melakukan prosedur pemerikdaan reflek fisiologis dengan baik dan benar.
4. menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan reflek fisiologis
5. melakukan interpretasi hasil pemeriksaan reflek fisiologis.
Reflek adalah jawaban terhadap suatu rangsang. Sedangkan reflek fisiologis adalah mucle
stretch reflexes sebagai jawaban atas perangsangan tendo, periosteum, tulang, sendi, fasia,
aponeurosis, kulit, semua impuls perseptif termasuk panca indera dimana respon tersebut muncul
pada orang normal. Semua gerakan yang bersifat reflektorik merupakan suatu usaha tubuh untuk
menyesuaikan diri bahkan membela diri. Gerakan reflektorik dapat dilakukan oleh semua otot
seran lintang.
Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi
lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan,
kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak, gangguan trofi otot anggota gerak,
nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom.
Interpretasi pemeriksaan reflek fisiologis tidak hanya menentukan ada/tidaknya tapi juga
tingkatannya. Adapun kriteria penilaian hasil pemeriksaan reflek fisiologis adalah sebagai berikut
:
i. Positif Normal
ii. Positif Meningkat
iii. Positif Menurun
Suatu reflek dikatakan meningkat bila daerah perangsangan meluas, dan respon gerak
reflektorik meningkat dari keadaan normal.
Rangsangan yang diberikan harus cepat dan langsung, kerasnya rangsangan tidak boleh
melebihi batas sehinggajustru melukai pasien. Sifat reaksi setelah perangsangan tergantung tonus
otot sehingga otot yang diperiksa sebaiknya dalam keadaan sedikit kontraksi, dan bila hendak
dibandingkan dengan sisi kontralateralnya maka posisi keduanya harus simetris.
B. Tinjauan Pustaka
C. Alat dan Bahan
A. Tujuan Pembelajaran
Palu reflek terbuat dari karet
- Penentuan lokasi pengetukan yaitu tendon, periosteum, dan kulit
- Anggota gerak yang akan diketuk harus dalam keadaan santai
- Dibandingkan dengan sisi lainnyha dalam posisi yang simetris
REFLEK FISIOLOGIS DI EKSTREMITAS ATAS :
1. Reflek bisep :
a. Pasien duduk santai
b. Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi, lengan diletakkan di atas
lengan pemeriksa
c. Ibu jari pemeriksa diletakkan diatas tendo bisep, lalu pukullah ibu jari tadi dengan palu reflek
d. Respon : fleksi ringan di siku.
2. Reflek trisep
a. Pasien duduk rileks
b. lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa
c. Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani
d. Respon : ekstensi lengan bawah di siku.
3. Reflek brakhioradialis :
a. Posisi pasien sama dengan pemeriksaan reflek bisep
b. Pukullah tendo brakhioradialis pada radius distal dengan palu reflek
c. Respon : muncul terakan menyentak pada lengan
4. Reflek periosteum radialis :
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit di pronasikan
b. Ketuk periosteum ujung distal os. Radialis
c. Respon : fleksi lengan bawah dan supinasi lengan
5. Reflek periosteum ulnaris :
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada siku, sikap tangan antara supinasi dan pronasi
b. Ketukan pada periosteum os. Ulnaris.
c. Respon : pronasi tangan.
REFLEK FISIOLOGIS DINDING PERUT
Reflek dinding perut:
a. Kulit dinding perut digores dengan bagian tumpul palu reflek dengan arah dari samping
ke garis tengah
b. Respon : kontraksi dinding perut
REFLEK FISIOLOGIS EKSTREMITAS BAWAH :
1. Reflek patella :
a. Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai
b. Raba daerah kanan-kiri tendo untuk menentukan daerah yang tepat
D. Prosedur Tindakan Pelaksanaan:
c. Tangan pemeriksa memegang paha pasien
d. Ketuk tendo patela dengan palu reflek menggunakan tangan yang lain.
e. Respon : pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadrisep, ekstensi tungkai bawah.
2. Reflek Achilles
a. Penderita berbaring terlentang
b. Kaki yang akan diperiksa ditumpangkan pada os. Tibia kaki lainnya
c. 1 tangan pemeriksa memegang jari-jari kaki yang akan diperiksa, sedangkan tangan yang
lain mengetuk tendo achilles
d. Respon : plantarfleksi kaki
3. Reflek Plantar :
a. Telapak kaki pasien digores dengan ujung tumpul palu reflek.
b. Respon : plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki.
1. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalan Neurologi. 4th ed. Jakarta : Dian Rakyat. 1999;
429-40.
2. Laboratorium Ketrampilan Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Skills Lab pendidikan ketrampilan keperawatan
program B semester I. Yogyakarta : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada. 2002; 28-38.
3. Neurologie examination Available at :
http://medinfo.ufl.edu/year1/bes/clist/neuro.html.Accessed 19th May, 2005.
E. Daftar Pustaka :
http://medinfo.ufl.edu/year1/bes/clist/neuro.html.Accessed
Penilaian Ketrampilan Pemeriksaan Reflek Fisiologis
Nama /:
N I M :
No. Aspek Yang Dinilai Nilai
1. Beri salam pada pasien * 0 1 2
2. Memperkenalkan diri pada pasien
3. Menjelaskan pada pasien pemeriksaan yang
akan dilakukan dan tujuannya.*
4. Pemeriksaan bisep:
a. Pasien duduk santai
b.Lengan rileks, posisi antara fleksi dan
ekstensi dan sedikit pronasi, lengan
diletakkan diatas lengan pemeriksa
c. Ibu jari pemeriksa diletakkan di atas tendo
bisep, lalu pukullah ibu jari tadi dengan palu
reflek.*
d.Respon : fleksi ringan disiku*
5. Pemeriksaan Reflek Trisep :
a. Pasien duduk rileks
b.Lengan pasien diletakkan diatas lengan
pemeriksa
c. Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani *
d.Respon : ekstensi lengan bawah di siku *
6. Pemeriksaan Reflek brachioradialis:
a. Posisi pasien sama dengan pemeriksaan
reflek bisep
b.Pukullah tendo brakhioradialis pada radius
distal dengan palu reflek *
c. Respon : muncul gerakan menyentak pada
tangan *
7. Pemeriksaan Reflek ulnaris :
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada
sikap tangan antara supinasi dan pronasi
b.Ketukan pada periosteum os. Ulnaris *
c. Respon : pronasi tangan *
8. Pemeriksaan Reflek radialis :
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada
sendi siku dan tangan sedikit di pronasikan
b. Ketuk periosteum ujung distal os. Radialis *
c. Respon : fleksi lengan bawah dan supinasi
lengan *
9. Pemeriksaan Reflek patella:
a. Pasien duduk santai dengan tungkai
menjuntai
b. Raba daerah kanan-kiri tendo untuk
menentukan daerah yang tepat
c. Tangan pemeriksa memegang paha pasien.
d. Ketuk tendo patela dengan palu reflek
menggunakan tangan yang lain *
e. Respon : pemeriksa akan merasakan
kontraksi otot kuadrisep, ekstensi tungkai
bawah.*
10. Pemeriksaan Reflek Achilles :
a. Penderita berbaring terlentang
b. Kaki yang akan diperiksa ditumpangkan
pada os. Tibia kaki lainnya
c. 1 tangan pemeriksa memegang jari-jari kaki
yang akan diperiksa, sedangkan tangan yang
lain mengetuk tendo achilles
d. Respon : plantarfleksi kaki *
11. Pemeriksaan Reflek dinding perut:
a. Kulit dinding perut digores dengan bagian
tumpul palu reflek dengan arah dari samping
ke garis tengah
b. Respon : kontraksi dinding perut *
12 Pemeriksaan Reflek Plantar :
a. Telapak kaki pasien digores dengan ujung
tumpul palu reflek
b. Respon : plantar fleksi kaki dan fleksi
semua jari kaki. *
Total Nilai
V. Pemeriksaan Saraf Cranial
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan saraf kranialis.
Saraf kranialis dibagi menjadi 12 jenis, yaitu :
1. Saraf I (N. Olfaktorius)
Pemeriksaan dapat secara subyektif dan obyektif. Subyektif hanya ditanyakan apakah
penderita masih dapat membaui bermacam-macam bau dengan betul.
Obyektif dengan beberapa bahan yang biasanya sudah dikenal oleh penderita dan biasanya
bersifat aromatik dan tidak merangsang seperti : golongan minyak wangi, sabun, tembakau, kopi,
vanili, dan sebagainya (3 atau 4 macam). Bahan yang merangsang mukosa hidung (alkohol,
amonia) tidak dipakai karena akan merangsang saraf V. Yang penting adalah memeriksa kiri,
kanan dan yang diperiksa dari yang normal. Ini untuk pegangan, sebab tiap orang tidak sama.
Kemudian abnormal dibandingkan dengan yang normal. Tetapi dalam pembuatan status
dilaporkan yang abnormal dahulu.
Cara Pemeriksaan :
Kedua mata ditutup
Lubang hidung ditutup
Dilihat apakah tidak ada gangguan pengaliran udara
Kemudian bahan satu persatu didekatkan pada lubang hidung yang terbuka dan penderita
diminta menarik nafas panjang, kemudian diminta mengidentifikasi bahan tersebut.
Yang harus diperhatikan pada pemeriksaan adalah :
Penyakit pada mukosa hidung, baik yang obstruktif (rinitis) atau atropik (ozaena) akan
menimbulkan positif palsu.
Pada orangtua fungsi pembauan bisa menurun (hiposmia).
Yang penting adalah gangguan pembauan yang sesisi (unilateral) tanpa kelainan intranasal
dan kurang disadari penderita (kronik), perlu dipikirkan suatu glioma lobus frontalis,
meningioma pada crista sphenoidalis dan tumor parasellar. Fungsi pembauan juga bisa hilang
pada trauma kapitis (mengenai lamina cribosa yang tipis) dan meningitis basalis (sifilis,
tuberkulosa).
Untuk membedakan hambatan pembauan karena penyebab psychic dengan organik,
pemeriksaan tidak hanya memakai zat yang merangsang N II, tapi juga yang merangsang N
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS
TINJAUAN PUSTAKA
LEARNING OUTCOME
V (seperti amoniak). Meskipun N I tidak dapat membau karena rusak, tetapi N V tetap dapat
menerima rangsangan amoniak. Bila dengan amoniak tetap tidak membau apa-apa maka
kemungkinan kelainan psycis.
2. Saraf II (N. Opticus)
Pemeriksaan meliputi :
2.1. Penglihatan sentral
Untuk keperluan praktis, membedakan kelainan refraksi dengan retina digunakan PIN HOLE
(apabila penglihatan menjadi lebih jelasmaka berarti gangguan visus akibat kelainan
refraksi). Lebih tepat lagi dengan optotype Snellen. Yang lebih sederhana lagi memakai jari-
jari tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 60 m dan gerakan tangan dimana
secara normal dapat dilihat pada jarak 300 m.
2.2. Penglihatan Perifer
diperiksa dengan :
a. Tes Konfrontasi.
Pasien diminta untuk menutup satu mata, kemudian menatap mata pemeriksa sisi lain.
Mata pemeriksa juga ditutup pada sisi yang lain, agar sesuai denganlapang pandang pasien.
Letakkan jari tangan pemeriksa atau benda kecil pada lapang pandang pasien dari 8 arah.
Pasien diminta untuk menyatakan bila melihat benda tersebut. Bandingkan lapang pandang
pasien dengan lapang pandang pemeriksa.
Syarat pemeriksaan tentunya lapang pandang pemeriksa harus normal.
b. Perimetri/Kampimetri
Biasanya terdapat di bagian mata dan hasilnya lebih teliti daripada tes konfrontasi.
2.3.Melihat warna
Persepsi warna dengan gambar stilling Ishihara. Untuk mengetahui adanya polineuropati
pada N II.
2.4.Pemeriksaan Fundus Occuli
Pemeriksaan ini menggunakan alat oftalmoskop. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat
apakah pada papilla N II terdapat :
1. Stuwing papil atau protusio N II
Kalau ada stuwing papil yang dilihat adalah papilla tersebut mencembung atau menonjol
oleh karena adanya tekanan intra cranial yang meninggi dan disekitarnya tampak pembuluh
darah yang berkelok-kelok dan adanya bendungan.
2. Neuritis N II
Pada neuritis N II stadium pertama akan tampak adanya udema tetapi papilla tidak
menyembung dan bial neuritis tidak acut lagi akan terlihat pucat.
Dengan oftalmoskop yang perlu diperhatikan adalah :
Papilla N II, apakah mencembung batas-batasnya.
Warnanya
Pembuluh darah
Keadaan Retina.
Papilledema. Note swelling of the disc, hemorrhages, and exudates, with preservation of the
physiologic cup.
Optic Atrophy. Note the chalky white disc with discrete margins. Optic atrophy is a late finding
with increased intracranial pressure.
Central Retinal Artery Occlusion. Note the diffusely pale retina and prominent central fovea
which is usually blended in with the normal, pink retina.
Central Retinal Vein Occlusion. The disc is massively swollen with diffuse hemorrhages and
cotton-wool spots.
Proliferative Diabetic Retinopathy. Note the multiple hemorrhages, exudates and
neovascularization throughout the retina. Chorioretinal striae extend towards the area of
fibrovascular proliferation in the lower portion of the photograph.
3. Saraf III (N. Oculo-Motorius)
Pemeriksaan meliputi :
1. Retraksi kelopak mata atas
Bisa didapatkan pada keadaan :
Hidrosefalus (tanda matahari terbit)
Dilatasi ventrikel III/aquaductus Sylvii
Hipertiroidisme
2. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat kedepan, maka batas kelopak mata atas akan
memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Bila salah satu kelopak mata atas
memotong iris lebih rendah daripada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepala
ke belakang/ ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara
kronik dapat dicurigai sebagai ptosis.
Penyebab Ptosis adalah:
False Ptosis : enophtalmos (pthisis bulbi), pembengkakan kelopak mata (chalazion).
Disfungsi simpatis (sindroma horner).
Kelumpuhan N. III
Pseudo-ptosis (Bells palsy, blepharospasm)
Miopati (miastenia gravis).
3.Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
Bentuk dan ukuran pupil.
Bentuk yang normal adalah bulat, jika tidak maka ada kemungkinan bekas operasi mata.
Pada sifilis bentuknya menjadi tidak teratur atau lonjong/segitiga. Ukuran pupil yang
normal kira-kira 2-3 mm (garis tengah). Pupil yang mengecil disebut Meiosis, yang
biasanya terdapat pada Sindroma Horner, pupil Argyl Robertson( sifilis, DM, multiple
sclerosis). Sedangkan pupil yang melebar disebut mydriasis, yang biasanya terdapat pada
parese/ paralisa m. sphincter dan kelainan psikis yaitu histeris
Perbandingan pupil kanan dengan kiri
Perbedaan diameter pupil sebesar 1 mm masih dianggal normal. Bila antara pupil kanan
dengan kiri sama besarnya maka disebut isokor. Bila tidak sama besar disebut anisokor.
Pada penderita tidak sadar maka harus dibedakanapakah anisokor akibat lesi non
neurologis(kelainan iris, penurunan visus) ataukah neurologis (akibat lesi batang otak,
saraf perifer N. III, herniasi tentorium.
Refleks pupil
Terdiri atas :
- Reflek cahaya
Diperiksa mata kanan dan kiri sendiri-sendiri. Satu mata ditutup dan penderita disuruh
melihat jauh supaya tidak ada akomodasi dan supaya otot sphincter relaksasi. Kemudian
diberi cahaya dari samping mata. Pemeriksa tidak boleh berada ditempat yang cahayanya
langsung mengenai mata. Dalam keadaan normal maka pupil akan kontriksi. Kalau tidak
maka ada kerusakan pada arcus reflex (mata---N. Opticus---pusat---N. Oculomotorius)
-
- Reflek akomodasi
Penderita disuruh melihat benda yang dipegang
pemeriksa dan disuruh mengikuti gerak benda
tersebut dimana benda tersebut digerakkan
pemeriksa menuju bagian tengah dari kedua mata penderita. Maka reflektoris pupil akan
kontriksi.
Reflek cahaya dan akomodasi penting untuk melihat pupil Argyl Robetson dimana reflek
cahayanya negatif namun reflek akomodasi positif.
- Reflek konsensual
Adalah reflek cahaya disalah satu mata, dimana reaksi juga akan terjadi pada mata yang
lain. Mata tidak boleh langsung terkena cahaya, diantara kedua mata diletakkan selembar
kertas. Mata sebelah diberi cahaya, maka normal mata yang lain akan