Post on 22-Jul-2019
i
SIKAP MASYARAKAT DESA HUTAN TERHADAP PROGRAM
PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI
KABUPATEN KEBUMEN BKPH GOMBONG UTARA
KPH KEDU SELATAN PERUM PERHUTANI
UNIT 1 JAWA TENGAH
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan / Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Oleh :
Resza Prihantoro H0404055
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
HALAMAN PENGESAHAN
SIKAP MASYARAKAT DESA HUTAN TERHADAP PROGRAM
PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI
KABUPATEN KEBUMEN BKPH GOMBONG UTARA
KPH KEDU SELATAN PERUM PERHUTANI
UNIT 1 JAWA TENGAH
Yang dipersiapkan dan disusun oleh
Resza Prihantoro
H0404055
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal :
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Ketua Anggota I Anggota II
Surakarta,
Mengetahui Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS NIP. 195512171982031003
Ir. Sugihardjo, MS NIP. 195903051985031004
Arip Wijianto, SP. Msi NIP. 197712262005011002
Ir. Supanggyo, MP NIP. 194710071981031001
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga Penulis
dapat menyelesaikan Skripsi dengan Judul ” SIKAP MASYARAKAT DESA
HUTAN TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA
MASYARAKAT DI KABUPATEN KEBUMEN BKPH GOMBONG
UTARA KPH KEDU SELATAN PERUM PERHUTANI UNIT 1 JAWA
TENGAH”.
Penyelesaian Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak mulai
awal penelitian sampai akhir pembuatan Skripsi ini. Berkaitan dengan itu maka
pada penulisan Skripsi ini, Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. dr. Much Syamsulhadi, Sp.KJ, selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
3. Dr. Ir. Kusnandar, MSi, selaku Ketua Program Studi Penyuluhan dan
Komunikasi Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Ir. Supanggyo, MP, selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing
Utama yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam studi
penulis maupun dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Arip Wijianto, SP. MSi, selaku Pembimbing Pendamping yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Ir. Sugihardjo, MS, selaku Dosen Tamu yang telah memberikan masukan dan
saran dalam perbaikan skripsi ini.
7. Kepala Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah yang telah memberikan izin
penelitian ini.
8. Admistratur/KKPH Kedu Selatan yang telah memberikan izin penelitian ini.
9. Asper BKPH Gombong Utara yang telah memberikan izin penelitian dan
memberikan data dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Bapak Supriyadi (Mantri BKPH Gombong Utara) yang telah membantu
mencarikan data dan memberikan masukan dalam penelitian ini.
iv
11. Bapak dan Ibu serta adikku tercinta yang telah memberikan dukungan moril
dan spirituil dalam penyelesaian skripsi ini.
12. Sri Hesti Hastuti yang telah memberikan waktu, motivasi serta do’anya.
13. Keluarga Bapak Sudaryo Gombong yang telah memberikan izin tempat
tinggal untuk penyelesaian skripsi ini, (Bude Ribut, Mas Wahyu, Mbak Tanti,
Ridho, Mbak Ndaru, Mas Andi, Mbak Damar, Riyon) yang telah memberikan
dukungan dan motivasi serta do’anya.
14. Keluarga Danang Dwi Nugroho yang telah memberikan izin tempat tinggal
untuk penyelesaian skripsi ini dan memberikan dukungan, motivasi serta
do’anya.
15. Ketua dan anggota LMDH Redisari atas kerjasamanya dalam penyelesaian
skripsi ini.
16. Ketua dan anggota LMDH Ngudi Lestari atas kerjasamanya dalam
penyelesaian skripsi ini.
17. Ketua dan anggota LMDH Enggal Maju atas kerjasamanya dalam
penyelesaian skripsi ini.
18. Wayan, Iwan, Widi, Doni, Aziz, Indra, Henry, dan Teman-teman PKP 2004
yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta do’anya.
19. Semua Pihak yang belum Penulis sebut satu persatu yang telah memberikan
bantuannya dalam Penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam isi skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu, Penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga Skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca
umumnya. Amin.
Surakarta, April 2010
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... ii
KATA PENGANTAR..................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... ix
RINGKASAN .................................................................................................. x
SUMMARY ..................................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
D. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 4
II. LANDASAN TEORI......................................................................... 5
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 5
B. Kerangka Berpikir......................................................................... 42
C. Hipotesis........................................................................................ 44
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel............................ 45
E. Pembatasan Masalah ..................................................................... 50
III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 51
A. Metode Dasar Penelitian ............................................................... 51
B. Metode Penentuan Lokasi ............................................................. 51
C. Populasi dan Teknik Sampling ..................................................... 52
D. Jenis dan Sumber Data.................................................................. 54
E. Metode Pengumpulan Data........................................................... 54
F. Metode Analisi Data ..................................................................... 55
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN................................ 57
A. Keadaan Alam............................................................................... 57
B. Keadaan Penduduk........................................................................ 59
vi
C. Keadaan Pertanian......................................................................... 63
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 65
A. Faktor Pembentuk Sikap ............................................................... 65
B. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat .......................................................... 75
C. Hubungan Sikap Dengan Program Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat ..................................................................... 80
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 86
A. Kesimpulan ................................................................................... 86
B. Saran.............................................................................................. 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pengukuran Variabel, Indikator, Kriteria dan Skor Penelitian .... 47
Tabel 2. Nama RPH, LMDH dan Jumlah Anggota LMDH di BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.................................................................................. 52
Tabel 3. Sampel Penelitian di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah . 53
Tabel 4. Jenis dan Sumber Data yang digunakan ....................................... 54
Tabel 5. Luas Wilayah LMDH Binaan BKPH Gombong Utara................. 58
Tabel 6. Jenis dan Luas Tanaman di BKPH Gombong Utara..................... 59
Tabel 7. Keadaan Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Sempor pada
tahun 2008..................................................................................... 59
Tabel 8. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Sempor pada tahun 2008............................................................... 60
Tabel 9. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan
Sempor pada tahun 2008............................................................... 61
Tabel 10. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan Sempor
pada tahun 2008 ............................................................................ 62
Tabel 11. Keadaan Tanaman, Luas Panen, Hasil Ubinan, dan Hasil
Produksi di Wilayah Kecamatan sempor tahun 2008 ................... 63
Tabel 12. Jenis dan Jumlah Ternak yang diusahakan di Kecamatan Sempor tahun 2008..................................................................................... 64
Tabel 13. Pengalaman Pribadi Responden sebagai Petani dan Pengalaman
Pribadi responden Bekerjasama dengan Perum Perhutani............ 65
Tabel 14. Frekuensi Berkomunikasi dengan Tokoh Panutan dan Pengaruh Tokoh Panutan dalam Program PHBM ........................................ 66
Tabel 15. Pengaruh Kebudayaan Setempat................................................... 67
Tabel 16. Frekuensi Memperoleh Informasi dan Pengaruh PPL dalam Program PHBM ............................................................................ 68
Tabel 17. Frekuensi Memperoleh Informasi dan Pengaruh Teman LMDH dalam Program PHBM.................................................................. 69
Tabel 18. Frekuensi Memperoleh Informasi dan Pengaruh Suami/Istri dalam Program PHBM.................................................................. 70
viii
Tabel 19. Frekuensi Memperoleh Informasi dan Pengaruh Tetangga dalam Program PHBM ............................................................................ 71
Tabel 20. Jumlah Media Massa, Frekuensi Menyimak Informasi, dan Isi Materi yang terkandung dalam Program PHBM .......................... 72
Tabel 21. Jenjang Pendidikan yang Ditempuh atau Ditamatkan .................. 74
Tabel 22. Frekuensi Responden Mengikuti Kegiatan Penyuluhan/Pelatihan 74
Tabel 23. Pemahaman Responden terhadap Konsep Program...................... 75
Tabel 24. Pemahaman Responden Terhadap Program PHBM ..................... 76
Tabel 25. Pemahaman Responden Terhadap Tujuan Program ..................... 77
Tabel 26. Sikap Responden Terhadap Pelaksanaan Program ....................... 78
Tabel 27. Sikap Responden Terhadap Hasil program................................... 79
Tabel 28. Kemanfaatan Program Bagi Responden ....................................... 80
Tabel 29. Hubungan Antara Sikap Dengan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ..................................................................... 80
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Mengenai Sikap Dengan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah...................... ................................ 43
x
RINGKASAN
Resza Prihantoro. H0404055. “ SIKAP MASYARAKAT DESA HUTAN TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI KABUPATEN KEBUMEN BKPH GOMBONG UTARA KPH KEDU SELATAN PERUM PERHUTANI UNIT 1 JAWA TENGAH ”. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing Ir. Supanggyo, MP dan Arip Wijianto, SP. MSi.
Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat sebagai obyek dari masyarakat desa hutan tentunya memperoleh respon evaluatif. Artinya bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan yang kemudian membentuk potensi reaksi terhadap obyek sikap.
Penelitian ini bertujuan Mengkaji sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM, Mengkaji faktor pembentuk sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM, dan Mengkaji hubungan antara sikap dengan program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
Metode dasar penelitian menggunakan metode Kuantitatif dengan teknik survey. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja di BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah yang ada di Kabupaten Kebumen yang telah membentuk LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota dan pengurus LMDH yang ada di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Pengambilan sampel dengan teknik proposional random sampling. Untuk mengetahui hubungan antara faktor pembentuk sikap dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah digunakan uji korelasi Rank Spearman (Rs).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faktor pembentuk sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah termasuk dalam median gabungan skor 3 dengan kategori sedang. Sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah termasuk dalam median gabungan skor 4 dengan kategori tinggi.
Dari analisis Rs dan uji signifikansi pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pengalaman pribadi dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM, terdapat hubungan yang signifikan serta arah hubungan yang positif antara pengaruh tokoh panutan, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang lain yang di anggap penting, media massa, pendidikan formal dan pendidikan non formal dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM.
xi
SUMMARY
Resza Prihantoro. H0404055. " PUBLIC ATTITUDES TOWARD FOREST VILLAGE JOINT FOREST MANAGEMENT PROGRAMME IN COMMUNITY DISTRICT NORTH KEBUMEN BPKH GOMBONG KEDU PERUM PERHUTANI KPH UNIT 1 SOUTH CENTRAL JAVA." Faculty of Agriculture University of Surakarta Eleven March. Under guidances Ir. Supanggyo, MP and Arip Wijianto, SP. MSI.
Joint Forest Management Program Society as objects village forest communities should obtain evaluative response. It means that the shape of the reaction expressed as the emergence of this attitude is based on the evaluation process in the individual who gives the conclusion of the stimulus in the form of good and evil, positive-negative, pleasant-unpleasant that later formed as a reaction to a potential attitude objects.
This research aims to review the attitudes forest village community towards the PHBM program, the evaluation of the factors that make up the social attitude towards the peoples of the PHBM forest programmes and a review of the relationship between the factors that make up the attitude towards the public attitude towards the peoples of the forests in Kebumen PHBM BPKH North Gombong KPH South Kedu Perum Perhutani unit 1 Central Java program
The basic method of research using quantitative methods with survey techniques. Research a specific location in North Gombong BPKH deliberately KPH South Kedu Perum Perhutani Unit 1, Central Java, which has formed in Kebumen LMDH (Forest Village Community Institution). The population in this study are all members and staff from the existing LMDH in Kebumen BPKH North Gombong KPH South Kedu Perum Perhutani Unit 1, Central Java. Proportional sampling with random sampling. To determine the relationship between the factors that shape attitudes to the attitude of society towards the forest villages in Kebumen PHBM program BPKH North Gombong KPH South Kedu Perum Perhutani Unit 1 Central Java used Spearman's rank correlation test (Rs).
The results showed that the factors that shape public attitudes toward forest villages with community forest management programs in North Gombong KPH Kebumen BPKH South Kedu Perum Perhutani Unit 1, Central Java is included in the combined average score of 3 with the medium category. Forest village community attitudes towards forest management programs with the community in North Gombong KPH Kebumen BPKH South Kedu Perum Perhutani Unit 1, Central Java is included in the combined average score of 4 with a higher category.
From Rs analysis and test of significance at 95% confidence level showed no significant correlation between personal experience with forest villagers' attitudes toward the program PHBM. There is a relationship and positive correlation between the influence of role models, cultural influences, the influence of other people deem important in the mass media, formal and non formal education with public attitudes towards community forest program PHBM.
xii
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya hutan dengan beragam isi yang ada di dalamnya bukanlah
sesuatu yang tidak boleh disentuh, melainkan harus dimanfaatkan untuk
kemakmuran umat manusia, terutama yang tinggal di dalam dan di sekitar
hutan. Hal ini sangat penting agar pengelolaan hutan harus dijaga agar tidak
menimbulkan kecemburuan sosial terutama dikalangan masyarakat desa
hutan. Sesuai dengan pernyataan Simon (1993), konsep pembangunan hutan
harus lebih banyak melibatkan masyarakat setempat. Kekuatan yang sifatnya
merusak harus diarahkan menjadi kekuatan yang sifatnya membangun yaitu
dengan menjadi mitra yang sejajar antara kehutanan dan masyarakat sehingga
dapat saling menguntungkan dalam suatu sistem pengelolaan hutan.
Pemanfaatan sumber daya hutan secara maksimal untuk kesejahteraan
seluruh rakyat merupakan tujuan yang luhur dan patut untuk didukung
pencapaiannya. Indonesia memiliki sumber daya yang berlimpah, akan tetapi
kekeliruan pemanfaatannya dimasa lampau membuat negara ini harus
menerima kerusakannya. Pemanfaatan dengan tetap memperhatikan prinsip
kelestarian merupakan batasan yang harus benar-benar kita patuhi. Dengan
memperhatikan prinsip kelestarian, generasi mendatang tetap dapat
mengambil manfaat dari sumber daya tersebut (Arief, 1994).
Prinsip kelestarian dari segi ekonomi, bahwa kegiatan pembangunan
tersebut dapat mendukung kebutuhan ekonomi dari pelakunya. Lestari dari
segi lingkungan, bahwa kegiatan pembangunan tersebut tidak menimbulkan
kerusakan lingkungan, misalnya menyebabkan erosi yang tinggi, aliran
permukaan yang tinggi sehingga menimbulkan banjir, dan sebagainya. Dan
lestari dari segi sosial bahwa kegiatan pembangunan tersebut dapat diterima
masyarakat, tidak bertentangan dengan agama, kepercayaan dan nilai budaya
masyarakat (Warsito, 2006).
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) ditempuh dalam
rangka meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat
xiii
dalam pemanfaatan sumber daya hutan. Dalam PHBM masyarakat dilibatkan
secara aktif pada pengelolaan hutan baik itu dalam hal perencanaan maupun
pelaksanaan kegiatan kehutanan. Masyarakat setempat yang dimaksud adalah
masyarakat yang tinggal di dalam atau sekitar hutan yang merupakan kesatuan
komunitas sosial didasarkan pada mata pencaharian yang bergantung pada
hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal serta pengaturan tata tertib
kehidupan bersama dalam wadah kelembagaan. Program pengelolaan hutan
bersama masyarakat merupakan suatu sistem pengelolaan sumber daya hutan
yang dilakukan bersama dengan Perum Perhutani, Lembaga Masyarakat Desa
Hutan (LMDH) dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan jiwa berbagi,
yang artinya berbagi ruang, berbagi waktu, berbagi kegiatan dan berbagi hasil.
Dalam setiap program ataupun kegiatan yang dilaksanakan di suatu
tempat tentunya akan mendapat respons atau sikap oleh sasaran. Menurut
Azwar (1995), sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respons hanya
akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang
menghendaki adanya reaksi individual. Sikap mempunyai arah, artinya sikap
terpilih pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah
mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak
terhadap sesuatu atau seseorang sebagai obyek.
Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sendiri
dikatakan berhasil apabila tidak merugikan semua pihak (Stakeholders). Untuk
mencapai keberhasilannya sangat diperlukan sikap yang baik dari masyarakat
desa hutan terhadap program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ini.
Maka penulis ingin mengkaji sikap masyarakat desa hutan terhadap program
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat yang dipimpin oleh Perum Perhutani.
B. Perumusan Masalah
Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat sebagai kegiatan
dari masyarakat desa hutan tentunya memperoleh respon evaluatif. Artinya
bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh
proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap
stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak
xiv
menyenangkan yang kemudian membentuk potensi reaksi terhadap obyek
sikap.
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu sistem
pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani
dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (Stakeholders)
dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai
keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan yang diwujudkan secara
optimal dan proporsional.
Sikap masyarakat desa hutan sebagai sasaran program Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) perlu untuk dikaji karena untuk
mengetahui berhasil tidaknya suatu program dapat dilihat melalui sikap
masyarakat desa hutan tersebut. Menurut Ahmadi (2002), apabila individu
memiliki sikap yang positif terhadap suatu obyek ia akan siap membantu,
memperhatikan, berbuat sesuatu yang menunjukkan persetujuannya adanya
obyek itu. Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu
obyek, maka ia akan mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan
obyek itu.
Dari uraian diatas maka timbul beberapa permasalahan yang nantinya
akan dikaji dalam penelitian ini, antara lain :
1. Bagaimana sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di
Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum
Perhutani Unit 1 Jawa Tengah?
2. Faktor apa saja yang membentuk sikap masyarakat desa hutan mengikuti
program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH
Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah?
3. Bagaimana hubungan antara sikap masyarakat desa hutan dengan program
PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu
Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah?
xv
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang
ingin dicapai adalah :
1. Mengkaji sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di
Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum
Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
2. Mengkaji faktor pembentuk sikap masyarakat desa hutan terhadap
program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH
Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
3. Mengkaji hubungan antara sikap masyarakat desa hutan dengan program
PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu
Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian tentang sikap masyarakat desa hutan terhadap
program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Kabupaten Kebumen
BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa
Tengah ini adalah :
1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih
mendalam tentang sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM
dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, diharapkan dapat menjadi sumber
informasi dalam mengembangkan program PHBM menjadi lebih baik.
3. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan referensi informasi untuk meneliti lebih
lanjut tentang sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM.
4. Bagi masyarakat, melalui penelitian ini diharapkan dapat mengetahui
bagaimana sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM dan
penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai acuan dalam setiap mengambil
sikap untuk mengikuti program PHBM.
xvi
5
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembangunan Kehutanan
Pembangunan kehutanan merupakan bagian dari Pembangunan
Nasional dengan tujuan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan pengelolaan sumber daya alam yang berupa hutan.
Pemanfaatan sumber daya alam hutan bila dilakukan sesuai dengan fungsi
yang terkandung di dalamnya, seperti adanya fungsi lindung, fungsi suaka,
fungsi produksi, dan fungsi wisata dengan dukungan kemampuan
pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi,
akan dicapai baik terukur maupun yang dapat diukur berupa produksi,
jasa, energi, dan perlindungan lingkungan (Pamulardi, 1999).
Hutan merupakan salah satu landasan ekosistem yang sangat besar
peranannya dalam menjaga keseimbangan ekosistem dunia. Hutan
menyerap, menyimpan dan mengeluarkan air. Hutan merupakan paru-paru
dunia yang menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen. Hutan
menjaga dan melindungi tanah dari gerusan air dan sapuan angin. Hutan
pun menyediakan bahan makanan, obat-obatan, bahan bakar, bahan
bangunan dan memberi kehidupan bagi seluruh manusia di muka bumi ini.
Pendeknya seluruh fungsi dan kegunaan hutan tidak terbatas dan ternilai
bagi kelangsungan hidup manusia (Gunawan, et al, 1998).
Hutan merupakan salah satu bentuk tata guna lahan yang lazim
dijumpai di daerah tropis, sub tropis, di dataran rendah maupun
pegunungan, bahkan di daerah kering sekalipun. Pengertian hutan di sini
adalah suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup dalam
lapisan permukaan tanah, yang terletak pada suatu kawasan dan
membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan
(Arief, 1994).
Mardikanto (2002), mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumber daya hayati yang
xvii
didominasi pepohonan dalam persekutuan lingkungan alam yang satu
dengan yang lainnya yang tidak dapat dipisahkan. Dari kedua pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa hutan adalah hamparan lahan berisi
tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup dipermukaan tanah, membentuk
suatu kesatuan ekosistem dalam keseimbangan yang dinamis.
Hutan bagi Bangsa Indonesia merupakan satu kesatuan utuh dalam
sistem kehidupan bangsa sejak zaman dahulu, pada saat ini dan untuk
masa yang akan datang. Para leluhur Bangsa Indonesia telah sejak lama
mengenal, merasakan dan menggunakan hutan untuk memenuhi berbagai
kebutuhan kehidupannya dengan berlandaskan kepada nilai-nilai dan
norma-norma budaya yang penuh kearifan, kebijakan, serta kesadaran dan
rasa hormat atas hak seluruh mahluk hidup untuk mendapatkan manfaat
dari hutan. Hutan Indonesia yang terdiri atas hutan alam dan hutan
tanaman, sebagian besar berbentuk hutan alam hujan tropis yang selalu
hijau sepanjang tahun dan memilki kekayaan ekonomis, ekologis dan
sosial-budaya yang tak ternilai besarnya. Keseluruhan hutan tersebut
diharapkan berfungsi sebagai ekosistem hutan secara utuh yang berperan
sangat penting dalam penyangga sistem kehidupan dan secara bersama-
sama dapat memenuhi kebutuhan terhadap manfaat-manfaat ekonomis,
ekologis dan sosial budaya secara berkelanjutan (Warsito, 2006).
Menurut Sagala (1994), hutan adalah lahan yang ditumbuhi pohon
yang cukup rapat sehingga tajuknya bertaut satu sama lain. Hutan
dibedakan atas hutan boreal di bagian utara bumi, hutan tropika di bagian
khatulistiwa, dan hutan temporer di antara hutan boreal dan hutan tropika
pada daerah dengan curah hujan lebih kecil dari 1000 mn pertahun.
Menurut surat keputusan dewan pengawas Perum Perhutani nomor
136/KPTS/DIR/2001 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Pengertian hutan menurut pemerintah
berdasarkan Undang-Undang Pokok Kehutanan No. 5 Tahun 1976 adalah
xviii
suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan
merupakan persekutuan hidup alam hayati, alam lingkungannya dan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan.
Hutan mempunyai beraneka ragam fungsi bagi kehidupan manusia.
Fungsi produksi kayu adalah salah satu fungsi hutan yang telah memberi
sumbangan devisa bagi negara selain migas. Fungsi lain dari hutan yang
sangat penting disamping produksi kayu adalah fungsi sosial bagi
masyarakat, terutama Hutan menurut Ramdan (2001) sebagai sumber daya
alam dengan kekayaan hayatinya bagi masyarakat sekitar hutan.
Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang
nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat
ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis.
Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan
secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik
generasi sekarang maupun yang akan datang. Dalam kedudukannya
sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah
memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus
dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan
penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia
internasional menjadi sangat penting, dengan tetap mengutamakan
kepentingan nasional (Pambudiarto, 2005).
Rencana dan program kegiatan pembangunan hutan mulai
mengalami pergeseran paradigma serta penyesuaian dalam hal kebijakan.
Kebijakan yang semula dititik-beratkan pada pertumbuhan ekonomi yang
cenderung ke arah eksploitatif, kini diarahkan pada 1) pelestarian fungsi-
fungsi lingkungan hidup, 2) keuntungan ekonomi bergeser menjadi
mengutamakan keuntungan sosial, 3) kelestarian produksi bergeser
menjadi kelestarian lingkungan hidup, dan 4) produksi kayu bergeser
menjadi mengutamakan produksi non kayu (Suwarno, 2007).
Untuk menuju pengelolaan hutan berdasarkan forest resource and
total ecosystem management (hutan dipandang sebagai kesatuan yang utuh
xix
dan integral dari suatu ekosistem), maka diperlukan pula tata aturan yang
mengatur, baik yang bersifat pemantapan aturan yang sudah ada maupun
pembuatan yang baru. Demikian pula halnya dengan kelembagaan
terutama kelembagaan yang mendorong peran aktif masyarakat lokal agar
manfaat produksi/ekonomi, ekologi dan sosial budaya dapat dirasakan
keadilannya baik oleh masyarakat maupun negara dan yang tidak kalah
pentingnya adalah tersedia informasi data yang akurat, komunikatif, dan
transparan. Informasi ini baik yang menyangkut potensi hutan : biofisik,
ekonomi dan sosial budaya maupun informasi yang menyangkut kebijakan
lokal, nasional maupun global (Suwarno, 2007).
Pembangunan kehutanan di Indonesia dewasa ini sudah memasuki
dasa warsa ke 4, terhitung sejak ditetapkannya Undang-undang Pokok
Kehutanan No. 5 tahun 1967 yang kemudian pada Era Reformasi
diperbaharui dengan Undang-undang Kehutanan No. 41/ 1999. Selama
kurun waktu itu, salah satu keberhasilan yang mudah dilihat adalah
tercapainya industrialisasi di sektor kehutanan, lepas dari berbagai macam
persoalan ekologi dan sosial yang ditinggalkannya. Industrialisasi adalah
sebuah keniscayaan dari strategi pembangunan kehutanan yang semasa
Orde Baru memang diarahkan untuk menggenjot perolehan devisa negara.
Hutan adalah sumber devisa yang dicadangkan untuk pengembalian
hutang luar negeri. Melalui sistem HPH (Hak Pengusahaan Hutan),
sumber daya hutan kemudian diserah kelolakan kepada para pemodal
besar untuk melakukan berbagai penetrasi dan ekspansi pasar kayu
utamanya kayu lapis di tingkat internasional. Saat ini setidaknya terdapat
500 HPH (dari yang semula 650), menguasasi kurang lebih 70 juta Ha
hutan produksi di luar Jawa. Sementara itu di Jawa, hutan produksi seluas
kurang lebih 2 juta Ha dimonopolikan kepada satu BUMN, untuk
memproduksi kayu-kayu pertukangan, terutama jati, dan hasil hutan non
kayu lainnya seperti getah pinus dan dammar (Santoso, 2002).
Pembangunan sektor kehutanan sedikit banyak telah ikut memberi
konstribusi yang nyata dalam keseluruhan proses pembangunan.
xx
Konstribusi ini dihasilkan melalui produksi berbagai hasil hutan dan
berbagai jasa yang dihasilkan oleh sumber daya hutan antara lain untuk
sektor pertanian, perindustrian, dan pariwisata. Visi pembangunan
kehutanan adalah terwujudnya kelestarian fungsi hutan sebagai sistem
penyangga kehidupan, memperkuat ekonomi rakyat serta mendukung
perekonomian nasional bagi kesejahteraan masyarakat
(Departemen Kehutanan, 2003).
Bagi Indonesia pembangunan dan pengelolaan hutan tanaman sudah
dimulai sejak akhir abad yang lalu yaitu untuk hutan jati di pulau Jawa.
Dalam dekade 1980-an dimulai pembangunan hutan tanaman industri di
luar pulau Jawa. Departemen kehutanan telah menetapakan strategi dan
kebijaksanaan jangka panjang dalam membangun dan mengelola sumber
daya hutan yang berupa pergeseran-pergeseran dalam prioritas dan bobot
penanganannya antara lain :
1) Pergeseran dari kelestarian produksi ke kelestarian ekosistem.
2) Pergeseran dari orientasi laba perusahaan ke orientasi laba sosial.
3) Pergeseran ke arah fungsi dan peran hutan milik rakyat.
4) Memberikan peranan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam
rangka lebih berhasilnya pembangunan hutan dan kehutanan
(Pamulardi, 1999).
Kehutanan atau penggolongan hutan adalah aplikasi teknik
pengusahaan dan prinsip-prinsip teknik kehutanan untuk mengoperasikan
sifat-sifat hutan. Kehutanan dapat didefinisikan secara lebih luas sebagai
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia untuk
kepentingan manusia, yang terdapat di dalam dan berasosiasi dengan
kawasan hutan dan kawasan lain yang dikelola secara keseluruhan atau
sebagian untuk tujuan serupa (Simon, 1993).
Tujuan pembangunan kehutanan Indonesia adalah membagi habis
lahan kehutanan Indonesia ke dalam unit pengelolaan yang terdiri atas unit
pengelolaan hutan konservasi, unit pengelolaan hutan produksi, dan unit
xxi
pengelolaan kebun kayu. Sedangkan kegiatan pengelolaan lahan
kehutanan Indonesia terbagi manjadi tiga tingkatan yaitu :
1. Penetapan luas dan fungsi hutan di tiap propinsi
2. Penunjukan unit pengelolaan pemasangan batas luar dan pengukuhan
3. Membuat unit pengelolaan tertata penuh dan lestari
Berdasarkan tujuan dan jenis kegiatannya, organisasi pengelolaan lahan
kehutanan disusun menjadi tiga tingkat yaitu tingkat nasional, tingkat
regional dan tingkat unit pengelolaan (Sagala, 1994).
Arah dan kebijaksanaan pembangunan kehutanan dari Pemerintah
secara jelas dan terinci telah dirumuskan dalam tiap Pola Umum
Pembangunan Lima Tahun. Pembangunan kehutanan tidak lepas dari
keseluruhan bidang pembangunan ekonomi, agama, sosial budaya, politik,
hukum, media massa, pertahanan dan keamanan. Azas pembangunan
kehutanan adalah kelestarian. Tujuan dari pembangunan kehutanan adalah
memberi manfaat sebesar-besarnya secara serbaguna, turut membangun
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasar pancasila
(Pamulardi, 1999).
Pelaksanaan pembangunan kehutanan dilakukan melalui berbagai
kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Departemen kehutanan, yang antara
lain dapat dilihat dari lima kebijakan prioritas Departemen Kehutanan,
yaitu :
a. Pemberantasan illegal logging
b. Penanggulangan kebakaran hutan
c. Restrukturisasi sektor kehutanan
d. Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan
e. Memperkuat pelaksanaan otonomi daerah
Keberhasilan pembangunan kehutanan antara lain ditentukan oleh sejauh
mana penguasaan terhadap teknologi pembangunan kehutanan yang
meliputi teknologi pengelolaan, budidaya, pengelolaan hasil, konservasi
dan perlindungan sumber daya hutan (Departemen Kehutanan, 2003).
xxii
Dari pengalaman pelaksanaan pengelolaan hutan yang telah
dilakukan selama ini dapat diperoleh pelajaran bahwa pemanfaatan hutan
yang lebih mengutamakan manfaat ekonomis sempit untuk memenuhi
kebutuhan devisa, pendekatan yang bersifat terpusat tanpa memperhatikan
keragaman karakteristik biofisik hutan dan keadaan sosial budaya
masyarakatnya, tidak demokratis dan mengabaikan hak-hak masyarakat
adat dan masyarakat lokal atas sumberdaya hutan, serta kaidah-kaidah
keilmuan yang mengakar pada norma-norma dan nilai-nilai kearifan
budaya lokal, telah menghantarkan hutan Indonesia kepada keadaan hutan
yang sangat memprihatinkan sebagaimana keadaan pada saat ini. Oleh
karena itu, guna mempertahankan keberadaan dan meningkatkan kualitas
hutan, maka perlu adanya paradigma baru dalam pengelolaan hutan yang
berlandaskan kepada : pengakuan terhadap sistem nilai ekosistem hutan
yang bersifat utuh, pendekatan yang bersifat adaptif dengan
memperhatikan karakteristik biofisik hutan, keragaman sosial budaya dan
kepentingan masyarakat di sekitar hutan, serta menggunakan kaidah-
kaidah keilmuan yang mengakar kepada norma-norma dan nilai-nilai
kearifan budaya lokal dan dengan melakukan pengurusan hutan yang
berlandaskan kepada prinsip-prinsip : manfaat dan lestari, kerakyatan,
keadilan termasuk kesetaraan gender, kebersamaan, keterbukaan,
keterpaduan, mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat
hukum adat dan terhadap hak-hak azasi manusia (Warsito, 2006).
2. Sikap
Sikap didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan
seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek
tertentu dalam lingkungannya. Komponen-komponen sikap adalah
pengetahuan, perasaan-perasaan dan kecenderungan untuk bertindak.
Lebih mudahnya, sikap adalah kecenderungan evaluatif terhadap suatu
obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi, yakni bagaimana
seseorang berhadap-hadapan dengan obyek sikap (Hawkins, et al, 1999).
xxiii
Attitude are acquired from other persons through social learning. A process that playes a role in many aspect of social comparison. A basic process that influences man aspects of social behavior.
Sikap diperoleh dari tiap-tiap orang melalui proses pembelajaran sosial.
Sikap juga dibentuk dengan perubahan sosial. Proses dasar yang
dipengaruhi oleh banyak aspek perilaku social
(Baron dan Byrne, 1994 : 120).
Sikap adalah pengorganisasian yang relatif berlangsung lama dari
proses motivasi, persepsi dan kognitif yang relatif menetap pada diri
individu dalam berhubungan dengan aspek kehidupannya. Sikap individu
ini dapat diketahui dari beberapa proses motivasi, emosi, persepsi dan
proses kognitif yang terjadi pada diri individu secara konsisten dalam
berhubungan dengan obyek sikap (Ramdhani, 2008).
Menurut Rahmat (2001), sikap didefinisikan dalam beberapa hal :
1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan
merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai sikap bukan
perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan
cara-cara tertentu terhadap obyek sikap. Obyek sikap boleh berupa
benda, orang, tempat, gagasan atau situasi dan kelompok.
2. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi.
3. Sikap relatif lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan bahwa sikap
politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami
perubahan.
4. Sikap mengandung aspek evaluatif artinya mengandung nilai
menyenangkan, sehingga sikap didefinisikan sebagai attitudes are like
an dislike.
5. Sikap timbul dari pengalaman tidak dibawa dari sejak lahir, tetapi
merupakan hasil belajar sehingga dapat diperteguh atau diubah.
Sikap mental (attitude) biasanya didefinisikan sebagai konsep
evaluatif yang telah dipelajari dan dikaitkan dengan pola pikiran perasaan
dan perilaku kita. Misalkan saja unsur pikiran (kognitif atau intelektual).
xxiv
Pikiran seseorang tentang obyek dari sikap. Mereka biasanya terpengaruh
oleh pengalaman dan informasi (Davidoff, 1991). Sedangkan menurut
Kinnear dan Taylor (1995), sikap adalah proses berorientasi tindakan,
evaluatif, berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, dan persepsi awet dari
individu yang berkenaan dengan suatu obyek atau fenomena.
Attitude is a mental and neural state of readiness, organized through experience, exerting a directive or dynamic influence upon the individuals response to all object and situations with which it is related.
Sikap adalah suatu mental dan neural status dari kesiap siagaan, yang
diorganisir melalui pengalaman, menggunakan suatu arahan atau pengaruh
dinamis atas setiap tanggapan kepada semua obyek dan situasi yang terkait
(Sears, et all, 1997).
Menurut Allport (1935) dalam Azwar (1998) sikap merupakan
semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap sesuatu obyek dengan cara
tertentu. Kesiapan dalam definisi ini sebagai suatu kecenderungan
potensial untuk bereaksi apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus
yang menghendaki adanya respon. Sedangkan menurut Mar’at (1984),
sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi
sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Jika sikap mengarah pada
obyek tertentu, berarti bahwa penyesuaian diri terhadap obyek tersebut
dipengeruhi oleh lingkungan sosial dan kesediaan untuk bereaksi dari
orang tersebut terhadap obyek.
Attitude means an outlook and a tendency, preparedness or readiness to respond in a favourable manner to particular people, onjects concept or situations.
Sikap berarti sebuah pandangan dan kecenderungan, kesiapan atau
ketersediaan untuk merespon baik atau tidak baik kebiasaan seseorang,
obyek, konsep, paham atau situasi (Mates, 1971).
xxv
Attitude is a psychological tendency that is expressed by evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor.
Sikap adalah suatu kecenderungan yang psikologis yang dinyatakan
dengan, mengevaluasi kesatuan tertentu dengan beberapa derajat tingkat
dari kebaikan atau keburukan (Eagly and Chaiken, 1993).
Pengertian sikap menurut Gerungan (1996), diterjemahkan dengan
kata sikap terhadap obyek tertentu yang dapat merupakan sikap,
pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap dimana disertai oleh
kecenderungan untuk bertindak sesuatu dengan sikap terhadap obyek tadi.
Jadi sikap lebih diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan bereaksi
terhadap sesuatu hal.
Attitude is a favourable of favourable evaluative reaction to something or someone, exhibited in one’s belief, feelings or intended behaviour.
Sikap adalah suatu reaksi baik atupun tidak baik pada sesuatu atau
seseorang, kepercayaan yang diperlihatkan dalam satu perasaan atau
perilaku yang diharapkan (Myers, 1983).
Attitude is a disposition to respond favourably or unfavourably to on object, person, institution or even.
Sikap adalah suatu disposisi untuk menggapai dengan baik atau tidak baik
terhadap suatu obyek, orang, istitusi atau peristiwa (Azjen, 1988).
Sikap adalah suatu bangun psikologis. Membangun adalah cara-cara
mengkonseptualisasikan unsur-unsur yang tidak mudah dipahami daerah
yang diselidiki oleh suatu ilmu tertentu. Para ilmuwan sosial menyelidiki
keyakinan dan perilaku orang dalam usahanya untuk menarik kesimpulan-
kesimpulan mengenai keadaan mental dan proses mental. Sikap tidak
dapat diobservasikan atau diukur secara langsung. Keberadaannya harus
ditarik kesimpulan dari hasil-hasilnya (Mueller, 1996).
Menurut Mar’at (1984), menarik beberapa dimensi arti sikap yang
dipandang sebagai karakteristik sikap dapat diuraikan sebagai berikut :
xxvi
1. Sikap didasarkan pada konsep evaluasi berkenaan dengan obyek
tertentu, menggugah motif untuk bertingkah laku. Ini berarti bahwa
sikap mengandung unsur penilaian dan reaksi afektif yang tidak sama
dengan motif, akan tetapi menghasilkan motif tertentu. Motif inilah
yang kemudian menentukan tingkah laku nyata dan terbuka (overt
behavior), sedangkan reaksi afektifnya merupakan reaksi tertutup
(cover). Pada konsep evaluasi ini kemampuan afeksi seakan-akan
menentukan arah dan tingkah laku, namun dinamikanya sendiri
terselubung.
2. Sikap digambarkan pula dalam berbagai kualitas dan intensitas yang
berbeda dan bergerak secara kontinyu dari positif, dari areal netral ke
arah negatif. Variasi kualifikasi ini digambarkan sebagai valensi positif
dan negatif sebagai hasil penilaian terhadap obyek tertentu. Intensitas
sikap digambarkan dalam kedudukan ekstrim positif atau ekstrim
negatif. Dalam hal ini terlihat bahwa kualitas dan invensitas sikap
menggambarkan konotasi dari komponen afeksi, sehingga terjadi
kecenderungan untuk dapat bertingkah laku berdasarkan kualitas
emosional.
3. Sikap lebih dipandang sebagi hasil belajar daripada sebagi hasil
perkembangan atau sesuatu yang diturunkan. Ini berarti bahwa sikap
diperoleh melalui interaksi dengan obyek sosial atau peristiwa sosial
sebagia hasil belajar sikap dapat diubah, diacuhkan atau dikendalikan
seperti semula, walaupun memerlukan waktu yang cukup lama.
4. Sikap memiliki sasaran tertentu. Sasaran dalam hal ini tidak perlu
konkrit akan tetapi dapat bersifat abstrak atau dapat bersifat langsung
dan tidak langsung.
5. Tingkat keterpaduan sikap adalah berbeda-beda. Sikap yang sangat
berpautan akan membentuk suatu kelompok (cluster) yang merupakan
subsistem sikap. Tiap subsistem berpautan satu dengan yang lainnya,
sehingga dapat dijumlahkan dan menunjukkan keseluruhan sistem
sikap dari individu yang dapat dinilai.
6. Sikap bersifat relatif menetap dan tidak berubah.
xxvii
Menurut Gerungan (1996), menyatakan ciri-ciri sikap sebagai
berikut :
1. Sikap bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk atau
dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya
dengan obyeknya.
2. Sikap itu dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari orang atau
sebaliknya, sikap-sikap itu dapat berubah pada orang-orang bila
terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu.
3. Sikap itu tidak dapat berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung
relasi tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain. Sikap itu
terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu
obyek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
4. Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap dapat berkenaan
dengan satu obyek saja, tetapi juga berkenaan sederetan obyek-obyek
serupa.
5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat
inilah yang membedakan sikap dari kecakapan atau pengetahuan-
pengetahuan yang dimiliki orang.
Sikap dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi terhadap obyek sikap,
yang diekspresikan ke dalam proses-proses kognitif, afektif, dan perilaku.
Sebagai hasil evaluasi, sikap yang disimpulkan dari berbagai pengamatan
terhadap obyek diekspresikan dalam bentuk respon kognitif, afektif
(emosi), maupun perilaku. Respon evaluatif dalam bentuk kognitif
meliputi keyakinan yang dimiliki individu terhadap obyek sikap dengan
berbagai atributnya. Sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk
merespon secara konsisten, baik positif maupun negatif terhadap suatu
obyek. Dalam pandangan ini, respon yang diberikan individu diperoleh
dari proses belajar terhadap berbagai atribut berkaitan dengan obyek.
Sikap adalah tendensi psikologis yang diekspresikan oleh evaluasi
terhadap entitas tertentu dengan derajat suka atau tidak suka
(Ramdhani, 2008).
xxviii
Sikap yang terbentuk pada diri seseorang terhadap suatu obyek,
tergantung secara langsung dari informasi yang ada pada diri orang itu
mengenai ciri-ciri dari obyek tersebut. Struktur sikap terdiri atas tiga
komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, komponen
afektif, dan komponen konatif. Komponen kognitif merupakan
representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen
afektif merupakan perasaan yang menyangkut emosional. Komponen
konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai
dengan sikap yang dimiliki seseorang (Azwar, 1995).
Psycology ofter describe attitudes as having three components what we think or believe about something (the cognitive component), how we feel about it (the emotional component) and how we act to ward it (the behaviord component). Sometimes these three components are consistent with are another.
Psikologi biasanya menggambarkan sikap mempunyai tiga komponen
yaitu apa yang kita pikirkan atau percaya tentang suatu hal (komponen
kognitif), bagaimana kita merasakan tentang hal tersebut (komponen
emosional) dan bagaimana kita bereaksi terhadap hal itu (komponen
perilaku). Sering kali tiga komponen itu berkaitan antara satu dengan yang
lainnya (Wortman, et al, 1999 : 570).
Reaksi tersebut dapat meliputi rasa suka dan tidak suka, mendekati
atau menghindari situasi, benda, orang, kelompok dan aspek lingkungan
yang dapat dikenal lainnya, termasuk gagasan abstrak dan kebijakan
sosial. Sikap sangat terkait dengan kognisi khususnya dengan keyakinan
tentang sifat benda. Lebih lanjut, sikap juga berkaitan dengan tindakan kita
ambil karena sifat benda tadi. Oleh karena itu, para pakar psikologi sosial
khususnya selalu mengkaji sikap sebagai komponen dari sistem yang
terdiri dari atas tiga bagian. Keyakinan afektif dan tindakan mencerminkan
komponen perilaku (Atkinson, et al, 1991)
xxix
A person’s attitude may always be characterized as pro or con for or against the object. The means that attitude scale have region where thesigh changes. Thi is the neutral region of the scale. The one side of this regionh attitudes grow more positive, to the other side they grow more negative. A score falling within this region most indicate the absence of any attitude, since as we said, attitudes are always positive or negative in some degree.
Sikap setiap orang akan selalu ditandai dengan pro atau kontra/mendukung
atau melawan terhadap suatu obyek. Ini berarti bahwa terdapat skala pada
sikap yang mempunyai daerah masing-masing perubahan tanda yang
disebut skala netral. Pada satu sisi skala ini akan menumbuhkan sikap
positif, disisi laian dapat menumbuhkan sikap negatif. Nilai terendah
dalam wilayah ini pasti mengindikasikan tidak adanya sikap selalu positif
ataupun negatif tergantung dari tingkatannya (Krech, et al, 1962 : 155).
Tindakan sosial individu mencerminkan sikapnya, yakni sistem
yang selalu ada mengenai evaluasi, perasaan emosional, dan
kecenderungan tindakan pro dan kontra dalam kaitannya dengan obyek
sosial. Sasaran suatu sikap dapat berupa apa saja, jadi seseorang dapat
mempunyai suatu kumpulan sikap yang banyak sekali terhadap obyek
dalam dunia fisik yang ada disekelilingnya, namun jumlah sikap seseorang
terbatas. Ia dapat mempunyai sikap hanya dalam kaitannya dengan obyek-
obyek yang ada di alam psikologisnya. Sejauh alam psikologisnya terbatas
maka jenis sikap yang dimilikinya terbatas. Untuk menghadapi berbagai
masalah dalam upaya mencoba memenuhi keinginannya, individu
mengembangkan sikapnya. Ia mengembangkan sikap yang menyukai
obyek dan orang yang memuaskan keinginannya. Perubahan sikap
ditimbulkan melalui terpaan informasi tambahan, perubahan dalam afiliasi
kelompok individu. Pengupayaan modifikasi perilaku ke arah sasaran dan
melalui prosedur yang mengubah kepribadian (Rochmah, 1996).
Sax (1980) dalam Azwar (1998) menunjukkan beberapa
karakteristik sikap yang meliputi :
xxx
a. Arah
Sikap akan menunjukkan apakah seseorang menyetujui akan tidak
menyetujui, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah
memihak atau tidak memihak terhadap suatu obyek sikap.
b. Intensitas
Intensitas atau kekuatan sikap pada setiap orang belum tentu sama.
Dua orang yang sama-sama mempunyai sikap positif terhadap sesuatu,
mungkin tidak sama interaksinya dalam arti yang satu bersikap positif
akan tetapi yang lain bersikap lebih positif lagi daripada yang pertama.
Demikian juga sikap negatif mempunyai derajat kekuatan yang
bertingkat-tingkat.
c. Keluasan
Pengertian keluasan sikap menunjuk kepada luas tidaknya cakupan
aspek obyek sikap yang disetujui atau tidak disetujui oleh seseorang.
Seseorang dapat mempunyai sikap favorabel terhadap obyek sikap
secara menyeluruh, yaitu terhadap semua semua aspek yang ada pada
obyek sikap.
d. Konsistensi
Ditunjukkan oleh kesesuaian antara pernyataan sikap yang
dikemukakan oleh subyek dengan responnya terhadap obyek sikap
juga ditunjukkan oleh tidak adanya kebimbangan dalam bersikap.
e. Spontanitas
Yaitu sejauh mana kesiapan subyek untuk menyatakan sikapnya secara
spontan. Sikap dinyatakan mempunyai spontanitas yang tinggi apabila
sikap dinyatakan tanpa perlu mengadakan pengungkapan atau desakan
agar subyek menyatakan sikapnya.
Faktor-faktor penentu utama dari sikap adalah karakteristik sikap
sebelumnya, kepribadian individu, dan afiliasinya dengan berbagai
kelompok. Lebih mudahnya perubahan kongruen dibanding perubahan
inkongruen adalah karena pengaruh keekstrimannya, multipleksitasnya,
konsistensinya, saling keterkaitannya, konsonansinya, dan pengaruh fungsi
xxxi
sikap itu dalam memuaskan keinginan serta kaitannya dengan nilai.
Modifiabilitas sebagian tergantung pada tingkat inteligensi individu. Di
samping itu, individu tertentu mempunyai sifat mudah terbujuk, cenderung
mudah terpengaruh oleh segala jenis komunikasi yang persuasif;
sedangkan individu lainnya lebih bersifat resisten terhadap komunikasi
persuasif. Kebutuhan kognitif dan gaya individu mempengaruhi
kesiapannya untuk menerima perubahan. Sikap yang mempunyai
dukungan sosial yang kuat melalui afiliasi individu dengan kelompok sulit
berubah. Jika seorang individu menghargai keanggotaannya dalam
kelompok, dia akan cenderung berpegang pada sikap yang dianut oleh
kelompoknya demi mempertahankan statusnya (Tarsidi, 2008).
Dalam penelitian ini ukuran Sikap masyarakat desa hutan terhadap
program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dimaksud
meliputi :
1. Konsep Program
Konsep rencana program pengelolaan hutan bersama masyarakat
meliputi : menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan
sebaran yang proporsional, mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang
meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi untuk
mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang
seimbang dan lestari, meningkatkan kemampuan untuk
mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara
partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga
menciptakan ketahan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap
akibat perubahan eksternal (Sabarudi, 2001).
2. Program PHBM
Program pengelolaan hutan bersama masyarakat berdasarkan
penggunaan kawasan hutan. Di dalam kawasan hutan meliputi :
pengembangan agroforestri, pengamanan hutan melalui pola berbagi
hak, kewajiban dan tanggung jawab, tambang galian, wisata,
pengembangan flora & fauna, pemanfaatan sumber air. Di luar
xxxii
kawasan hutan, meliputi : Pembinaan masyarakat desa hutan
(pemberdayaan kelompok tani, pemberdayaan kelembagaan hutan,
pengembangan ekonomi kerakyatan) & perbaikan biofisik desa hutan
(pengembangan hutan rakyat, bantuan sarana-prasarana desa). Ruang
lingkup kegiatan PHBM berdasar objek kegiatan. Usaha produktif
berbasis lahan, meliputi : agroforestry, silvofishery, silvopastural,
agrosilvopastural. Usaha produktif bukan lahan, meliputi : pengelolaan
(wisata, tambang galian, sumber mata air), pengembangan peternakan,
dan industri pengelolaan hasil hutan (Sianturi, 2007).
3. Tujuan Program
Tujuan program pengelolaan hutan bersama masyarakat yaitu :
meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas
ekonomi dan sosial masyarakat, meningkatkan peran dan tanggung
jawab Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang
berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan,
meningkatkan mutu sumberdaya hutan, produktivitas dan keamanan
hutan, mendorong dan menyelaraskan pengelolaan sumberdaya hutan
sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah dan sesuai kondisi
dinamika sosial masyarakat desa hutan, dan menciptakan lapangan
kerja, meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan
pendapatan masyarakat dan negara (Perum Perhutani, 2001).
4. Pelaksanaan Program
Pelaksanaan PHBM di bidang pengelolaan hutan, meliputi program-
program sebagai berikut : penyusunan perencanaan petak hutan
pangkuan secara partisipatif dengan melibatkan semua pihak terkait,
perencanaan disusun oleh LMDH, Perum Perhutani dan para pihak
yang berkepentingan dengan pendekatan desa melalui kajian
sumberdaya yang ada di masing-masing desa, Pembinaan Sumberdaya
Hutan, dan Pertisipasi LMDH dalam pengamanan hasil tebangan dan
pengangkutan kayu dari hutan ke Tempat Penimbunan Kayu (TPK)
(Anonim, 2007).
xxxiii
5. Hasil Program
Kegiatan berbagi dalam PHBM ditujukan untuk meningkatkan nilai
dan keberlanjutan fungsi serta manfaat sumberdaya hutan. Nilai dan
proporsi berbagi dalam PHBM ditetapkan sesuai dengan nilai dan
proporsi masukan faktor produksi yang dikontribusikan oleh masing-
masing pihak (Perum Perhutani, masyarakat desa hutan, dan pihak
yang berkepentingan). Nilai dan proporsi berbagi ditetapkan oleh
Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan
masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan pada saat
penyusunan rencana yang dilakukan secara partisipatif. Ketentuan
mengenai nilai dan proporsi berbagi dituangkan dalam perjanjian
PHBM antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum
Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang
berkepentingan (Perum Perhutani, 2001).
6. Manfaat Program
Manfaat Program PHBM adalah : Pola tanaman yang sesuai dengan
karakteristik wilayah akan bermanfaat bagi kelanjutan fungsi dan
manfaat sumber daya hutan itu sendiri, Melalui pemanfaatan berbagi
yang jelas akan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat desa
hutan melalui pembagian hasil hutan, dan Memberikan manfaat sosial
khususnya dalam menciptakan lapangan kerja serta peningkatan
tekhnologi bagi masyarakat (Perum Perhutani, 2001).
3. Faktor Pembentuk Sikap
Pembentukan sikap senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia
dan berkenaan dengan obyek tertentu. Interaksi sosial dalam kelompok
maupun di luar kelompok dapat mengubah attitude atau membentuk
attitude yang baru. Tapi pengaruh dari luar diri manusia karena interaksi di
luar kelompoknya itu sendiri belum cukup untuk menyebabkan
berubahnya attitude atau terbentuknya attitude baru (Gerungan, 1996).
xxxiv
Orang tidak dilahirkan dengan membawa sikap tertentu. Kita akan
membentuk sikap melalui proses pengamatan, conditioning operant,
conditioning respondent, dan jenis belajar kognitif. Biasanya pengaruh-
pengaruh yang datang itu tercampur ke dalam pengalaman. Meskipun
manusia selalu berusaha untuk mengubah sikap orang lain, ternyata sikap
itu selalu terbentuk agak sukar dirubah. Sikap mental yang sudah
berkembang dengan sangat baik dalam diri seseorang akan memberikan
bentuk pengalaman orang itu terhadap obyek sikap mereka. Hal tersebut
akan mempengaruhi pemilihan informasi yang ada disekeliling individu
tersebut, mana yang akan diperhatikan dan mana yang akan diabaikan.
Meskipun sikap berubah dengan sangat perlahan, ternyata sikap dapat
berganti-ganti bila orang dihadapkan pada informasi dan pengalaman yang
baru (Davidoff, 1991).
Menurut Ahmadi (2002), sikap tumbuh dan berkembang dalam
basis sosial yang tertentu, misalnya : ekonomi, politik, agama dan
sebagainya. Di dalam perkembangannya sikap banyak dipengaruhi oleh
lingkungan, norma-norma atau group. Hal ini akan menyebabkan
perbedaan sikap antara individu yang satu dengan yang lain karena
perbedaan pengaruh atau lingkungan yang diterima. Sikap tidak akan
terbentuk tanpa interaksi manusia, terhadap obyek tertentu atau suatu
obyek. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap meliputi
:
a. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu
sendiri. Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk
menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang dating dari luar.
Pilihan terdapat pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan dengan
motif dan sikap di dalam diri manusia, terutama yang menjadi minat
perhatiannya.
b. Faktor ekstern, yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia.
Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok.
xxxv
Ramdhani (2008), mengemukakan bahwa sikap dipengaruhi oleh
proses evaluatif yang dilakukan individu. Oleh karena itu, mempelajari
sikap berarti perlu juga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi
proses evaluatif, yaitu:
a. Faktor-faktor Genetik dan fisiologik: Sebagaimana dikemukakan
bahwa sikap dipelajari, namun demikian individu membawa ciri sifat
tertentu yang menentukan arah perkembangan sikap ini.
b. Pengalaman Personal : Faktor lain yang sangat menentukan
pembentukan sikap adalah pengalaman personal atau orang yang
berkaitan dengan sikap tertentu. Pengalaman personal yang langsung
dialami memberikan pengaruh yang lebih kuat daripada pengalaman
yang tidak langsung.
c. Pengaruh orang tua : Orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap
kehidupan anak-anaknya. Sikap orang tua akan dijadikan role model
bagi anak-anaknya.
d. Kelompok sebaya atau kelompok masyarakat memberi pengaruh
kepada individu. Ada kecenderungan bahwa seorang individu berusaha
untuk sama dengan teman sekelompoknya.
e. Media massa adalah media yang hadir di tengah-tengah masyarakat.
Menurut Ahmadi (2002), sikap seseorang tidak selamanya tetap. Ia
dapat berkembang manakala mendapat pengaruh, baik dari dalam maupun
dari luar yang bersifat positif dan mengesan. Pembentukan dan perubahan
sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap terbentuk dalam hubungannya
dengan suatu obyek, orang, kelompok, lembaga, nilai, melalui hubungan
antar individu, hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat kabar,
buku, poster, radio, televisi dan sebagainya. Lingkungan yang terdekat
dengan kehidupan sehari-hari banyak memiliki peranan. Keluarga yang
terdiri dari : orang tua, saudara-saudara di rumah memiliki perasaan yang
penting.
Menurut Azwar (1995) dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi
membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang
xxxvi
dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan
sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap
penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga
agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
a. Pengalaman Pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan
akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat
mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai
pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis. Apakah
penghayatan itu kemudian membentuk sikap positif ataukah sikap
negatif, akan tergantung pada berbagai faktor lain. Pembentukan kesan
atau tanggapan terhadap obyek merupakan proses kompleks dalam diri
individu yang melibatkan individu yang bersangkutan, situasi dimana
tanggapan itu terbentuk, dan atribut atau ciri-ciri obyektif yang
memilki stimulus.
b. Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting
Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen
sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap
penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap
gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita
kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita (significant
others), akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap
sesuatu. Diantara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu
adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman
sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, isteri atau suami, dll. Pada
umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis
atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Menurut
Haryadi (2007), kinerja penyuluh pertanian lapang (PPL) memiliki
peranan dan dampak yang penting terhadap pengembangan dan
pendayagunaan potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam
xxxvii
yang tersedia dalam tatanan paradigma baru sistem pertanian
berkelanjutan.
c. Pengaruh Kebudayaan
Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap
kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap
anggota masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi
corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota masyarakat
asuhannya. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuatlah
yang dapat memudarkan domonasi kebudayaan dalam pembentukan
sikap individual.
d. Media Massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah, dll mempunyai pengaruh besar
dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa
membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai
sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru lagi terbentuknya sikap
terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi
tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar efektif dalam menilai
sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tersebut.
e. Pengaruh Tokoh Panutan
Dalam proses perubahan, masyarakat memegang peran utama. Sebagai
sub sistem sosial, masyarakat mempunyai sub sistem sosial perorangan
yang penting untuk menemukan pemuka masyarakat yang diteladani
oleh banyak orang. Di dalam kemajemukan budaya bangsa Indonesia,
karakteristik pemuka masyarakat pun akan beragam dari satu tempat
ke tempat lain. Untuk menentukan strategi diseminasi inovasi yang
patut, prasyarat informasi yang harus diketahui penyuluh ialah
memahami mekanisme sosial dan tatanan budaya setempat. Untuk
mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama islam, figur
xxxviii
perorangan yang berkemampuan mempengaruhi banyak orang di
antaranya adalah habib, kyai, ustadz, dan ajengan. Selain itu pemuka
agama keyakinan lain pun perlu ditelusuri., misalnya pastur, pendeta
dan sebagainya. Pendidikan masyarakat melalui pemuka agama
dengan menyampaikan berbagai dimensi informasi pembangunan
dapat mempercepat proses penyadaran masyarakat tentang inovasi
pembangunan (Vitalaya, 1992).
f. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri
individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara
sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari
pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Apabila
terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang
akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau
mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam
hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan
atau dari agama seringkali menjadi determinan tinggal yang
menentukan sikap.
1. Pendidikan Formal
Menurut Ahmadi (2002), orang berpendapat bahwa mengajarkan
sikap adalah merupakan tanggung jawab orang tua atau lembaga-
lembaga keagamaan. Tetapi tidaklah demikian halnya lembaga
sekolah pun memilki tugas pula dalam membina sikap ini. Tujuan
pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah adalah
mempengaruhi, membawa, membimbing anak didik agar memiliki
sikap seperti yang diharapkan oleh masing-masing tujuan
pendidikan. Dengan demikian lembaga pendidikan formal dalam
hal ini sekolah memilki tugas untuk membina dan mengembangkan
sikap anak didik menuju kepada sikap yang kita harapkan. Pada
xxxix
hakekatnya tujuan pendidikan adalah merubah sikap anak didik ke
arah tujuan pendidikan. Peranan sekolah itu jauh lebih luas di
dalamnya berlangsung beberapa bentuk-bentuk dasar daripada
kelangsungan pendidikan pada umumnya ialah, pembentukan
sikap-sikap dan kebiasaan yang wajar.
2. Pendidikan Non Formal
Penyuluhan pertanian merupakan suatu sistem pendidikan non
formal yang tidak sekedar memberikan penerangan atau
menjelaskan, tetapi berupaya untuk mengubah perilaku sasarannya
agar memilki pengetahuan pertanian dan berusahatani yang luas,
memiliki sikap progresif untuk melakukan perubahan dan inovatif
terhadap sesuatu (informasi) baru, serta terampil melaksanakan
bebagai kegiatan. Sebagai suatu sistem pendidikan non formal,
penyuluhan pertanian adalah suatu pendidikan bagi orang dewasa
yang lebih mengutamakan terciptanya dialog (Mardikanto, 2006).
4. Masyarakat Desa Hutan
Desa Hutan menurut Surat Keputusan Dewan Pengawasan Perum
Perhutani No 136/KPTS/DIR/2001 adalah wilayah desa yang secara
geografis dan administratif berbatasan dengan kawasan hutan atau di
sekitar kawasan hutan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang
ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah (pemerintah pusat) untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Hutan Negara adalah
hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
Sedangkan Desa PHBM adalah desa hutan yang minimal telah
melaksanakan salah satu tahapan di lapangan meliputi implementasi
PHBM. Masyarakat desa hutan adalah kelompok orang yang bertempat
tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan
sumber daya hutan untuk mendukung kehidupannya.
Menurut Mardikanto, et al (1996) masyarakat desa hutan adalah
masyarakat yang memiliki kartakteristik sebagai berikut :
xl
a. Kelompok masyarakat ini tinggal di dalam dan di sekitar kawasan
hutan.
b. Hidup dan kehidupannya menggantungkan dari hasil hutan, baik
meramu (mengambil dan mengumpulkan hasil hutan yang berupa
daun-daunan, buah-buahan atau berburu hewan dan menangkap ikan)
maupun membudidayakan beragam komoditi kayu maupun non kayu.
c. Hidup berkelompok, berpindah-pindah dan sangat teguh memegang
nilai-nilai, norma-norma adapt nenek moyang.
d. Hidup relatif tertutup dan terisolir dari lingkungan masyarakat lain dan
relatif tidak terjangkau informasi dari dunia luar.
Gambaran tentang masyarakat desa hutan seperti yang dikemukakan di
atas memang masih sering dijumpai tetapi sudah banyak yang mengalami
perubahan.
Menurut Surat Keputusan Dewan Pengawasan Perum Perhutani No
136/KPTS/DIR/2001 hutan pangkuan desa adalah kawasan hutan negara
yang berada dalam wilayah administratif desa tertentu dan menjadi
wilayah kerja sama antara Perhutani dan LMDH setempat dalam kerangka
sistem PHBM. Dalam kasus-kasus tertentu, batas hutan pangkuan desa
bisa tidak identik dengan batas administratif. Namun demikian
penetapannya harus didasarkan pada kesepakatan segenap pihak, termasuk
desa-desa yang berbatasan. Penetapan batas hutan pangkuan desa harus
diikuti dengan pemasangan tanda batas dan berita acara pembatasan hutan
pangkuan desa.
Menurut Surat Keputusan Dewan Pengawasan Perum Perhutani No
136/KPTS/DIR/2001 Lembaga desa adalah perkumpulan masyarakat yang
ada di pedesaan yang sudah terstruktur dan mempunyai kepengurusan
seperti pemerintah desa, BPD, LPPMD, kelompok tani hutan, PKK, RT,
RW dan karang taruna. Sedangkan pengertian dari Lembaga Masyarakat
Desa Hutan (LMDH) adalah lembaga masyarakat desa yang
berkepentingan dalam kerjasama pengelolaan sumber daya hutan bersama
masyarakat, yang anggotanya berasal dari unsur lembaga desa atau unsur
xli
masyarakat yang ada di desa tersebut yang mempunyai kepedulian
terhadap sumber daya hutan.
5. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
Sumber daya hutan akan memainkan peranan penting dalam
mendifersivikasi ekonomi pedesaan dan menyediakan komoditas maupun
kebutuhan kultural untuk masyarakat modern khususnya di wilayah
dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Hutan dalam keadaan teratur
baik (Fully-Regulated Forest) dapat menyediakan banyak kemungkinan
untuk pembangunan pedesaan, bermanfaat untuk menahan arus urbanisasi,
mengawali pembangunan industri pedesaan, meningkatkan taraf hidup,
menciptakan lapangan kerja di bidang non pertanian dan menyumbang
pendapatan nasional (Gunawan, et al, 1998).
Menurut surat keputusan dewan pengawas Perum Perhutani No.
136/KPTS/DIR/2001 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah
suatu sistem pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama oleh
Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang
berkepentingan (Stakeholders) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan
bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya
hutan yang diwujudkan secara optimal dan proporsional.
Menurut surat keputusan dewan pengawas Perum Perhutani No.
136/KPTS/DIR/2001 pihak yang berkepentingan (Stakeholders) adalah
pihak-pihak yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses
optimalisasi serta berkembangnya PHBM, selain Perhutani dan
masyarakat desa hutan, yaitu pemerintah, lembaga swadaya masyarakat,
lembaga ekonomi masyarakat, lembaga sosial masyarakat, usaha swasta,
lembaga pendidikan dan lembaga donor.
Visi Perhutani adalah pengelolaan sumber daya hutan sebagai
ekosistem di Pulau Jawa secara adil, demokratis, efisien dan professional
guna menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaatnya untuk kesejahteraan
masyarakat.
xlii
Misi Perhutani adalah :
a. Melestarikan dan meningkatkan mutu sumber daya hutan dan mutu
lingkungan hidup.
b. Menyelenggarakan usaha di bidang kehutanan berupa barang dan jasa
guna memupuk keuntungan perusahaan dan memenuhi hajad hidup
orang banyak.
c. Mengelola sumber daya hutan sebagai ekosistem secara partisipatif
sesuai dengan karakteristik wilayah untuk mendapatkan manfaat yang
optimal bagi perusahaan dan masyarakat.
d. Memberdayakan sumber daya manusia melalui lembaga perekonomian
masyarakat untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian.
5.1. Maksud dan tujuan PHBM
Pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat
dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumber daya hutan
dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi dan sosial serta
proporsional guna mencapai visi dan misi perusahaan.
Pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat bertujuan
untuk :
a. Meningkatkan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa
hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan
fungsi dan manfaat sumber daya hutan.
b. Meningkatkan peran Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan
pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumber daya
hutan.
c. Menselaraskan kegiatan pengelolaan sumber daya hutan sesuai
dengan kegiatan pembangunan wilayah sesuai kondisi dan
dinamika sosial masyarakat desa hutan.
d. Meningkatkan mutu sumber daya hutan sesuai karakteristik
wilayah.
e. Meningkatkan pendapatan Perum Perhutani, masyarakat desa hutan
dan pihak yang berkepentingan secara simultan.
xliii
5.2. Ruang lingkup kegiatan PHBM
1. Ketentuan Kegiatan
a. Penanaman jenis tanaman pokok hutan disesuaikan dengan
kelas perusahaan dengan memperhatikan fungsi dan ekosistem.
b. Jenis tanaman pagar, sisipan, sela, pengisi dan tanaman tepi
ditetapkan berdasarkan musyawarah.
c. Budidaya dan pengusahaan tanaman semusim dalam kawasan
hutan yang dilaksanakan dengan melibatkan pihak ketiga (yang
dikerjasamakan) harus melibatkan PT. Perhutani (Persero).
d. Penanaman tanaman semusim atau tanaman lain pada lahan
hutan atau lahan di bawah tegakan tidak diperkenankan
mengganggu tanaman kehutanan.
e. Penentuan pola tanam dilaksanakan berdasarkan musyawarah
dengan mempertimbangkan kaidah pembuatan tanaman hutan
dan sosial ekonomi setempat.
2. Obyek dan Jenis Kegiatan
a. Obyek kegiatan pengelolaan sumber daya hutan bersama
masyarakat (PHBM) dapat dilakukan baik di dalam kawasan
hutan yang hak pengelolaannya berada pada Perhutani maupun
di luar kawasan hutan, yaitu sebagai satu kesatuan Daerah
aliran Sungai (DAS) atau Sub Daerah Aliran Sungai (Sub
DAS) beserta isinya melalui pendekatan wilayah administratif
desa.
b. Jenis Kegiatan
1. Dalam kawasan hutan
a) Kegiatan penguasaan hutan yang meliputi bidang
perencanaan, penanaman, pemeliharaan, perlindungan
dan pemanenan hasil hutan.
xliv
b) Usaha produktif yang berbasis lahan antara lain :
1. Agrisilvikultur
2. Silvofishery
3. Silvopastural
4. Agrosilvopastural
c) Usaha produktif yang berbasis bukan lahan antara lain :
1. Pengelolaan wisata
2. Pengelolaan tambang galian
3. Pengelolaan sumber mata air
4. Pengembangan dan pengusahaan flora
5. Pengembangan dan pengusahaan fauna
6. Pemborongan barang dan jasa
2. Usaha produktif di luar kawasan hutan antara lain :
a. Pengembangan hutan rakyat
b. Pengembangan peternakan
c. Aneka usaha kehutanan seperti perlebahan dan
persuteraan alam
d. Industri pengelolaan hasil hutan
e. Industri kecil/industri rumah tangga
c. Setiap kegiatan pemanfaatan atau penggunaan tanah kawasan
hutan maupun tanah perusahaan dilaksanakan sesuai dengan
prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Ketentuan kemitraan dalam sistem PHBM pada dasarnya
adalah “kemitraan sejajar” yang masing-masing pihak mempunyai
peran, tanggung jawab dan hak secara proposional, antara lain :
a. Pola kerjasama dalam PHBM adalah :
1. Perhutani bersama lembaga masyarakat desa hutan
2. Perhutani bersama lembaga masyarakat desa hutan serta
pihak lain yang berkepentingan
b. Lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) yang bekerjasama
dalam pengelolaan hutan diutamakan yang telah berbadan
hukum, dan direkomendasikan serta diajukan oleh
xlv
pemerintahan desa dengan surat permohonan kerjasama kepada
Perhutani.
c. Perjanjian kerjasama ditandatangani oleh Administratur dengan
lembaga MDH, diketahui oleh Kepala Desa atau pejabat
pemerintah yang lebih tinggi dengan dikuatkan oleh Notaris
setempat.
Pihak-pihak yang bekerjasama dalam pengelolaan hutan
bersama masyarakat adalah :
a. Ada 3 (tiga) unsur yang bekerjasama dalam PHBM yaitu :
1. PT. Perhutani (Persero)
2. Lembaga MDH (LMDH)
3. Pihak lain yang berkepentingan (stakeholder), antara lain :
Pemerintah, Lembaga swadaya masyarakat, Lembaga
ekonomi masyarakat, Lembaga sosial masyarakat, Usaha
swasta, Lembaga pendidikan dan Lembaga donor.
b. Pihak lain yang berkepentingan, dapat berperan langsung
(sebagai investor) maupun tidak langsung (sebagai motivator,
dinamisator atau fasilitator) untuk bekerjasama dalam kegiatan
pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat (PHBM).
5.3. Ketentuan Berbagi
Pembagian peran, tanggung jawab dan hasil kegiatan ditetapkan
berdasarkan musyawarah dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan
yang berlaku dan dituangkan dalam perjanjian.
a. Berbagi Peran dan Tanggung Jawab
Berbagi peran dan tanggung jawab masing-masing unsur yang
terlibat dalam kerjasama PHBM diatur dalam hak dan kewajiban
Perhutani, LMDH dan Pihak yang berkepentingan.
b. Berbagi Hasil Kegiatan
1. Hasil hutan kayu
Hasil hutan kayu yang menjadi obyek berbagi adalah kayu
perkakas (jati dan non jati) dan kayu bakar (jati dan non jati)
dari kawasan hutan produksi yang dikelola secara PHBM.
xlvi
Kayu perkakas dan kayu bakar tersebut adalah kayu yang
berasal dari tebangan yang direncanakan meliputi tebang akhir,
tebangan penjarangan, dan tebangan force majeur (tebangan tak
sangka dan tebangan hutan yang dihapuskan).
2. Hasil hutan bukan kayu
Hasil hutan bukan kayu yang menjadi obyek berbagi adalah
getah pinus, kopi, cengkeh, dan getah damar yang dikelola
secara PHBM.
3. Hasil kegiatan produktif
Pembagian hasil usaha produktif dapat berupa barang atau uang
berdasarkan hasil kesepakatan berbagai pihak yang melakukan
kerjasama.
c. Kewajiban Kepada Negara
Kewajiban kepada Negara (PBB, PSDH, Pajak dan retribusi
lainnya) atas pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat
menjadi hak Negara, yang proporsinya untuk Pemerintah Pusat,
Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten/Kota dan lain-lain ditentukan
berdasarkan peraturan yang berlaku.
5.4. Kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
1. Penyusunan, Penilaian dan Pengesahan Rencana
a. Dilakukan secara terintegrasi dan terpadu mulai dari
inventarisasi sumber daya hutan pada penataan ulang, atau pada
saat dilakukan penyusunan rencana tahunan, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
b. Dilakukian bersama-sama antara Perum Perhutani dengan
masyarakat melalui perencanaan partisipatif.
c. Pada saat kegiatan penataan hutan dikoordinasikan oleh Kepala
Seksi Perencanaan Hutan (KPSH) dalam bentuk Rencana
Pengaturan Kelestarian Hutan (RKPH).
d. Diintegrasikan dalam pembangunan wilayah.
xlvii
e. Pada saat penyusunan Rencana Tahunan dikoordinasikan oleh
Administratur/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan
(Adm/KKPH).
f. Dalam kondisi mendesak penyusunan rencana PHBM
disesuaikan dengan kebutuhan. Ketentuan berbagi dalam
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dapat dirumuskan
yaitu :
1. Ditujukan untuk meningkatkan nilai dan keberlanjutan
fungsi serta manfaat sumber daya hutan.
2. Nilai dan proporsinya diterapkan sesuai dengan nilai
proporsi masukan faktor produksi yang dikontribusikan
masing-masing pihak.
3. Nilai dan proporsi ditentukan masing-masing pihak pada
saat penyusunan rencana.
4. Penetapan mengenai nilai dan proporsi berbagi seperti
dimaksud di atas, dituangkan dalam perjanjian PHBM
antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan
pihak yang berkepentingan.
2. Pelaksanaan
a. Tahap pelaksanaan PHBM meliputi :
1. Pengenalan program (sosialisasi internal dan eksternal)
2. Inventarisasi potensi desa (situasi, kondisi dan petak
pangkuan)
3. Persiapan pra kondisi sosial (Dialog multistakeholder,
Pembentukan kelembagaan, Forum komunikasi, dan
Perjanjian kerjasama)
4. Pelaksanaan kegiatan (Renstra)
5. Pemberdayaan masyarakat
6. Pemantauan, penilaian dan pelaporan
b. Tahap pembentukan desa model
1) Pengenalan program (sosialisasi) internal dan eksternal
xlviii
2) Inventarisasi potensi, situasi, dan kondisi desa
3) Inventarisasi potensi petak pangkuan desa
4) Persiapan pra kondisi sosial :
a. Membangun kesepakatan melalui dialog berdasar potret
desa dan potret hutan pangkuannya
b. Pembentukan kelembagaan MDH
c. Pembentukan forum komunikasi PHBM
d. Penyusunan perjanjian kerjasama
5) Pelaksanaan kegiatan
a. Penyusunan rencana kegiatan 5 tahunan
b. Penyusunan rencana tahunan
c. Penilaian dan pengesahan rencana
d. Penerapan rencana kegiatan
6) Pemberdayaan masyarakat
a. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan
b. Pengembangan ekonomi kerakyatan
7) Pemantauan, penilaian, dan pelaporan
5.5. Kelembagaan dan Pemberdayaan
Perusahaan memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada
Kepala Unit untuk mengkoordinasikan PHBM di tingkat Unit dan
Administratur/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (Adm/KKPH)
untuk pelaksanannya di tingkat Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH).
Guna mendorong proses optimalisasi dan berkembangnya
PHBM dengan menselaraskan kepentingan Perusahaan, Masyarakat
Desa Hutan dan pihak yang berkepentingan dibentuk tim kerja PHBM
dan forum komunikasi PHBM.
Tim kerja PHBM dibentuk di tingkat Unit dan di tingkat
Kesatuan Pemangkuan hutan. Susunan tim kerja PHBM sebagai
berikut :
xlix
A. Tim Kerja PHBM Tingkat Unit
- Penanggung jawab : Kepala Unit
- Ketua : Wakil Kepala Unit
- Sekretaris : Karo Pembinaan SDH
- Anggota : Semua Kepala Biro dan jajarannya
B. Tim Kerja PHBM Tingkat KPH
- Penanggung jawab : Administratur/KKPH
- Ketua : Ajun Administratur/KSKPH
- Sekretaris I : Ajun Adm/KTKU
- Sekretaris II : Asper Penyuluh
- Anggota : Asper/KBKPH beserta jajarannya
C. Forum Komunikasi PHBM Propinsi Jawa Tengah
Ditetapkan oleh Gubernur (berdasar SK Gubernur Jawa Tengah
No. 522/21/2002 tanggal 18 Mei 2002 tentang Pembentukan
Forum Komunikasi Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama
Masyarakat di Jawa Tengah) dengan susunan sebagai berikut :
- Penanggung jawab : Gubernur
- Ketua : Asisten II Sekwilda
- Wakil Ketua : Kepala PT Perhutani (Persero) Unit I
- Wakil Ketua : Kepala Kantor Dinas Kehutanan
- Sekretaris : Kepala Biro Perekonomian Daerah
- Wakil Sekretaris : Kepala Biro Pembinaan SDH
- Anggota : Dinas/Instansi terkait Propinsi
D. Forum Komunikasi PHBM Kabupaten
Ditetapkan oleh Bupati dengan susunan sebagai berikut :
- Penanggung jawab : Bupati
- Ketua : Asisten II Sekwilda
- Sekretaris : PT Perhutani
- Anggota : Dinas/Instansi terkait Tk. II, LSM
l
E. Forum Komunikasi PHBM Kecamatan
Ditetapkan oleh Camat dengan susunan sebagai berikut :
- Penanggung jawab : Camat
- Ketua : Sekretaris Camat
- Sekretaris : Asper/KBKPH atau KRPH
- Anggota : Instansi terkait dan Lembaga Masyarakat
F. Forum Komunikasi PHBM Desa
Ditetapkan oleh Kepala Desa dengan susunan sebagai berikut :
- Penanggung jawab : Kepala Desa
- Ketua : Sekretaris Desa/Carik
- Sekretaris : KRPH/Mandor
- Anggota : Tokoh dan lembaga masyarakat, Pamong
Desa serta lembaga lain yang ada di desa
tersebut
5.6. Hak dan Kewajiban
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah lembaga
masyarakat desa yang berkepentingan dalam kerjasama pengelolaan
sumber daya hutan bersama masyarakat, yang anggotanya berasal dari
unsur lembaga desa atau unsur masyarakat yang ada di desa tersebut
yang mempunyai kepedulian terhadap sumber daya hutan.
1. Hak LMDH
a. Bersama Perhutani dan pihak yang berkepentingan menyusun
rencana, melaksanakan, memantau dan menilai pelaksanaan
PHBM.
b. Memperoleh manfaat dari hasil kegiatan sesuai dengan nilai
dan proporsi serta faktor produksi yang dikontribusikan.
2. Kewajiban LMDH
a. Bersama Perhutani dan pihak yang berkepentingan melindungi
dan melestarikan sumber daya hutan untuk keberlanjutan
fungsi dan manfaatnya.
li
b. Memberikan kontribusi faktor produksi sesuai dengan
kemampuannya.
3. Hak Perhutani
a. Memperoleh manfaat dari hasil kegiatan sesuai nilai dan
proporsi faktor produksi yang dikontribusikan.
b. Memperoleh dukungan masyarakat desa hutan dan pihak yang
berkepentingan dalam perlindungan sumber daya hutan untuk
keberlanjutan fungsi dan manfaatnya.
4. Kewajiban Perhutani
a. Bersama LMDH dan pihak yang berkepentingan menyusun
rencana, melaksanakan, memantau dan menilai pelaksanaan
PHBM.
b. Memberikan kontribusi faktor produksi sesuai dengan rencana.
c. Mempersiapkan sistem, struktur dan budaya perusahaan yang
kondusif.
d. Bekerjasama dengan Masyarakat Desa Hutan pihak yang
berkepentingan dalam rangka mendorong proses optimalisasi
dan berkembangnya kegiatan.
5. Hak Pihak yang berkepentingan
a. Bersama Perhutani dan pihak yang berkepentingan menyusun
rencana, melaksanakan, memantau dan menilai pelaksanaan
PHBM.
b. Memperoleh manfaat dari hasil kegiatan sesuai dengan nilai
dan proporsi serta faktor produksi yang dikontribusikan.
6. Kewajiban Pihak yang berkepentingan
a. Bersama Perhutani dan pihak yang berkepentingan melindungi
dan melestarikan sumber daya hutan untuk keberlanjutan
fungsi dan manfaatnya.
b. Memberikan kontribusi faktor produksi sesuai dengan
kemampuannya.
lii
7. Hak Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota
Memperoleh PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), PSDH (Provisi
Sumber Daya Hutan) pajak dan retribusi lainnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
8. Kewajiban Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota
a. Membimbing dan memberdayakan Masyarakat Desa Hutan
b. Ikut mengamankan sumber daya hutan
c. Memfasilitasi kegiatan PHBM
d. Bersama-sama PT Perhutani (Persero), MDH dan pihak yang
berkepentingan, mendorong proses optimalisasi dan
berkembangnya kegiatan.
5.7. Pemantauan, Penilaian dan Pelaporan
a. Pemantauan proses pelaksanaan PHBM dilakukn oleh Perhutani,
LMDH dan pihak yang berkepentingan dengan PHBM.
b. Penilaian terhadap PHBM dilakukan minimal 6 bulan sekali oleh
tim kerja dan forum komunikasi pada tiap-tiap tingkatan.
c. Sasaran penilaian adalah :
1. Perkembangan penerapan PHBM
2. Mutu sumber daya hutan
3. Pendapatan MDH
4. Kinerja Perhutani
5. Kontribusi terhadap keuangan daerah
6. Peran dan tanggung jawab Perhutani, LMDH dan pihak yang
berkepentingan dalam PHBM.
d. Dari hasi pemantauan dan penilaian disusun pelaporannya yang
akan diatur mekanismenya mengacu pada pedoman pelaporan dan
penilaian PHBM.
liii
B. Kerangka Berpikir
Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan
timbul apabila individu dihadapkan pada suatau stimulus yang menghendaki
adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang
dinyatakan sebagai timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri
individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-
buruk, positif-negatif, menyenagkan-tidak menyenangkan, yang kemudian
mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap (Azwar, 1998).
Dalam penelitian ini, sikap masyarakat desa hutan terhadap Program
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Desa Hutan di Kabupaten Kebumen
BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa
Tengah didefinisikan sebagai respon masyarakat desa hutan terhadap program
tersebut. Sikap masyarakat desa hutan terhadap Program Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat Desa Hutan di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong
Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah dapat dilihat
dari pengetahuan masyarakat desa hutan terhadap program tersebut meliputi :
konsep program, program PHBM, tujuan program, pelaksanaan program, hasil
program dan manfaat program. Hasil akhir dari proses pemikiran masyarakat
desa hutan dalam merespon program tersebut adalah masyarakat desa hutan
akan bersifat sangat positif, positif, netral, negatif dan sangat negatif.
Menurut Azwar (1998), diantara berbagai faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang
dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan
lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. Adapun variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pengalaman pribadi, pengalaman tokoh
panutan, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting,
media massa, pendidikan formal dan pendidikan non formal.
liv
Dari uraian diatas, maka secara sistematis kerangka berpikir dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Mengenai Hubungan Antara Sikap Dengan
Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Kabupaten
Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani
Unit 1 Jawa Tengah.
Sikap Sangat Positif Petani memiliki pengetahuan, tanggapan dan kecenderungan bertindak yang sangat setuju terhadap konsep, program PHBM, tujuan, pelaksanaan, hasil, dan manfaat program
Sikap Negatif Petani memiliki pengetahuan, tanggapan dan kecenderungan bertindak tidak setuju terhadap konsep, program PHBM, tujuan, pelaksanaan, hasil, dan manfaat program
Sikap Sangat Negatif Petani memiliki pengetahuan, tanggapan dan kecenderungan bertindak yang sangat tidak setuju terhadap konsep, program PHBM, tujuan, pelaksanaan, hasil, dan manfaat program
Faktor Pembentuk Sikap : 1. Pengalaman
Pribadi 2. Pengalaman
Tokoh Panutan 3. Pengaruh
Kebudayaan 4. Pengaruh Orang
Lain Yang Di Anggap Penting
5. Media Massa 6. Pendidikan
Formal 7. Pendidikan Non
Formal
Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) : 1. Konsep Program 2. Program PHBM 3. Tujuan Program 4. Pelaksanaan
Program 5. Hasil Program 6. Manfaat
Program
Sikap Positif Petani memiliki pengetahuan, tanggapan dan kecenderungan bertindak yang setuju terhadap konsep, program PHBM, tujuan, pelaksanaan, hasil, dan manfaat program
Sikap Netral Petani memiliki pengetahuan, tanggapan dan kecenderungan bertindak netral terhadap konsep, program PHBM, tujuan, pelaksanaan, hasil, dan manfaat program
lv
C. Hipotesis
1. Hipotesis Mayor
Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan Program
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Kabupaten Kebumen
BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa
Tengah.
2. Hipotesis Minor
a. Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman pribadi
dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di
Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan
Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
b. Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh tokoh
panutan dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM
di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan
Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
c. Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh
kebudayaan dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program
PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu
Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
d. Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh orang lain
yang di anggap penting dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap
program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH
Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
e. Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara media massa dengan
sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di Kabupaten
Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani
Unit 1 Jawa Tengah.
f. Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal
dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di
Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan
Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
lvi
g. Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan non
formal dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM
di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan
Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Definisi Operasional
a. Faktor Pembentuk Sikap (Variabel Bebas)
Merupakan faktor dalam diri responden yang dapat membentuk
sikap responden terhadap Program PHBM di Kabupaten Kebumen
BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1
Jawa Tengah yang meliputi :
1. Pengalaman pribadi adalah pengalaman responden menjadi petani
dan pengalaman responden bekerjasama dengan Perum Perhutani
dalam mengikuti program pengelolaan hutan bersama masyarakat
selama 1-15 tahun diukur dengan skala ordinal.
2. Pengaruh tokoh panutan adalah informasi atau acuan yang
diperoleh dari tokoh panutan (Asper Perhutani dan Pamong Desa)
yang berkaitan dengan program pengelolaan hutan bersama
masyarakat dan dijadikan dasar pengambilan keputusan dalam 1
bulan diukur dengan skala ordinal.
3. Pengaruh kebudayaan adalah adat istiadat tradisional masyarakat
setempat yang mempengaruhi pola pikir masyarakat desa hutan
dalam hal mengikuti program pengelolaan hutan bersama
masyarakat, diukur dengan skala ordinal.
4. Pengaruh orang lain yang dianggap penting adalah saran atau
perintah dari orang-orang yang dianggap penting seperti PPL,
teman dalam LMDH, suami/istri, dan tetangga mengenai semua hal
yang berkaitan dengan program pengelolaan hutan bersama
masyarakat dalam kurun waktu 1 tahun, diukur dalam skala
ordinal.
lvii
5. Media massa adalah saluran komunikasi (media cetak dan media
elektronik) yang menyampaikan pesan-pesan atau informasi
kepada masyarakat desa hutan tentang program pengelolaan hutan
bersama masyarakat, diukur dengan skala ordinal.
6. Pendidikan formal adalah jenjang pendidikan dibangku sekolah
yang pernah dicapai oleh responden dari tidak sekolah/tidak tamat
SD sampai dengan perguruan tinggi, diukur dengan skala ordinal.
7. Pendidikan non formal adalah pendidikan yang diperoleh
masyarakat desa hutan di luar bangku sekolah (pelatihan,
penyuluhan) dalam 1 tahun, diukur dengan skala ordinal.
b. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program PHBM di Kabupaten
Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani
Unit 1 Jawa Tengah (Variabel Terikat)
Sikap masyarakat desa hutan diukur dengan memberikan
rangsangan berupa pernyataan positif maupun negatif yang disusun
dan dikembangkan dari aspek-aspek Program Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat, meliputi konsep program, program PHBM,
tujuan program, pelaksanaan program, hasil program, dan manfaat
program. Selanjutnya responden diminta memberikan respons berupa
sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju atau sangat tidak setuju
terhadap pernyataan-pernyataan yang diajukan kepada responden yang
kemudian diukur dengan menggunakan skala Likert. Menurut Faisal
(1992), pada skala Likert, subyek penelitian dihadapkan pada
pernyataan positif dan negatif (dalam jumlah yang berimbang) dan
mereka diminta untuk menyatakan apakah sangat setuju, setuju, tidak
punya pilihan, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Dengan skala
Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator
variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau
pertanyaan. Jawaban setiap instrumen yang menggunakan skala Likert
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Sikap
lviii
masyarakat desa hutan terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH
Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah didekati dengan
variabel yaitu :
1. Konsep program adalah pemahaman mengenai program
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
2. Program PHBM adalah pemahaman suatu sistem pengelolaan
sumber daya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani
dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan
(Stakeholders) untuk jenis kegiatan dalam program Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
3. Tujuan program adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam program
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
4. Pelaksanaan program adalah pemahaman terhadap realisasi dari
keseluruhan rencana yang ada dalam program Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM).
5. Hasil program adalah pemahaman terhadap sesuatu yang telah
dicapai dari program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM).
6. Manfaat program adalah sesuatu keadaan akhir program yang
dapat dinikmati dan bermanfaat terhadap masyarakat desa hutan.
2. Pengukuran Variabel
Tabel 1. Pengukuran Variabel, Indikator, Kriteria dan Skor Penelitian No Variabel Indikator Kriteria Skor 1.
Faktor Pembentuk Sikap : a. Pengalaman pribadi b. Pengaruh tokoh panutan
Lamanya responden sebagai petani. Lamanya responden bekerja sama dengan Perum Perhutani. Frekuensi berkomunikasi dengan tokoh panutan (berapa kali/bulan).
> 14 tahun 11 bulan 11 tahun – 14 tahun 11 bulan 6 tahun – 10 tahun 11 bulan 1 tahun – 5 tahun 11 bulan < 1 tahun > 3 tahun 11 bulan 3 tahun 11 bulan 2 tahun 11 bulan 1 tahun 11 bulan < 1 tahun > 3 kali 3 kali 2 kali 1 kali Tidak pernah
5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1
lix
c. Pengaruh kebudayaan d. Pengaruh orang lain yang
dianggap penting : 1. Pengaruh PPL
2. Pengaruh teman dalam lembaga masyarakat desa hutan
3. Pengaruh suami/istri
4. Pengaruh tetangga
e. Media massa
Seberapa besar tokoh panutan memberikan pengaruh dalam program PHBM. Seberapa besar pengaruh kebudayaan setempat. Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun. Seberapa besar pengaruh PPL dalam program PHBM. Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun. Seberapa besar pengaruh teman dalam lembaga masyarakat desa hutan terhadap program PHBM. Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun. Seberapa besar pengaruh suami/isteri dalam program PHBM. Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun. Seberapa besar pengaruh tetangga dalam program PHBM.
Jumlah media massa yang dimanfaatkan responden (radio, TV, koran, majalah, jurnal ilmiah) dalam 1 bulan. Frekuensi menyimak tentang informasi yang
Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil > 12 kali 9-12 kali 5-8 kali 1-4 kali Tidak pernah Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil > 12 kali 9-12 kali 5-8 kali 1-4 kali Tidak pernah Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil > 9 kali 7-9 kali 4-6 kali 1-3 kali Tidak pernah Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil > 9 kali 7-9 kali 4-6 kali 1-3 kali Tidak pernah Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil > 3 jenis 3 jenis 2 jenis 1 jenis Tidak menggunakan > 9 kali 7-9 kali
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4
lx
2.
f. Pendidikan formal g. Pendidikan non formal Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program PHBM : a. Konsep program b. Program PHBM c. Tujuan program d. Pelaksanaan program e. Hasil program
berkaitan dengan kehutanan dalam 1 bulan. Isi materi yang terkandung dalam informasi yang diakses dari media massa. Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh/ditamatkan oleh responden. Frekuensi responden mengikuti kegiatan penyuluhan/pelatihan dalam 1 tahun. Pemahaman responden terhadap konsep.
Pemahaman responden terhadap program. Pemahaman responden terhadap tujuan program. Sikap responden terhadap pelaksanaan program. Sikap responden terhadap hasil program.
4-6 kali 1-3 kali Tidak pernah menyimak Sangat bermanfaat Bermanfaat Kurang bermanfaat Tidak bermanfaat Sangat tidak bermanfaat Akademi/PT Tamat SLTA Tamat SLTP Tamat SD Tidak sekolah-Tidak tamat SD > 12 kali 9-12 kali 5-8 kali 1-4 kali Tidak pernah Menjawab dan benar > 2 Menjawab dan benar 2 Menjawab dan benar 1 Menjawab tidak ada yang benar Tidak bisa menjawab Bisa menyebutkan > 5 isi program Bisa menyebutkan 4-5 isi program Bisa menyebutkan 2-3 isi program Bisa menyebutkan 1 isi program Tidak bisa menyebutkan Bisa menyebutkan 5 tujuan Bisa menyebutkan 4 tujuan Bisa menyebutkan 2-3 tujuan Bisa menyebutkan 1 tujuan Tidak bisa menyebutkan Aktif membantu dan melaksanakan seluruh tugas Aktif membantu dan melaksanakan sebagian tugas Kurang aktif membantu dan menjalankan sebagian tugas Kurang aktif membantu dan mengabaikan tugas Tidak aktif dan mengabaikan tugas Jika hasil program sangat sesuai dengan harapan responden Jika hasil program sesuai dengan harapan responden Jika hasil program cukup sesuai dengan harapan responden
3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2
1
5
4
3
2
1
5 4 3 2 1
5
4
3
2
1
5
4
3
lxi
f. Manfaat program
Kemanfaatan program bagi responden.
Jika hasil program kurang sesuai dengan harapan responden Jika hasil program tidak sesuai dengan harapan responden Jika program sangat bermanfaat bagi responden Jika program bermanfaat bagi responden Jika program cukup bermanfaat bagi responden Jika program kurang bermanfaat bagi responden Jika program tidak bermanfaat bagi responden
2
1
5
4
3
2
1
E. Pembatasan Masalah
1. Masyarakat desa hutan yang diambil sebagai sampel adalah masyarakat
yang menjadi pengurus dan anggota lembaga masyarakat desa hutan yang
ada di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan
Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
2. Faktor pembentuk sikap yang diteliti dalam penelitian ini dibatasi pada
faktor pengalaman pribadi, pengalaman tokoh panutan, pengaruh
kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa,
pendidikan formal dan pendidikan non formal.
lxii
51
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kuantitatif. Metode kuantitatif adalah metode yang memusatkan pada
pengumpulan data kuantitatif yang berupa angka-angka untuk kemudian
dianalisis dengan menggunakan alat-alat analisis kuantitatif yang berupa
analisis statistika (deskriptif, parametrik, dan non parametrik) maupun dengan
menggunakan perhitungan matematika (Mardikanto, 2006).
Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
survei. Teknik survei adalah penelitian yang dilaksanakan dengan mengambil
sampel dari satu populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat
pengumpul data dan menjelaskan hubungan kausal antar variabel
(Singarimbun dan Effendi, 1995). Sedangkan menurut Daniel, et al (2005),
survei adalah pengamatan yang kritis untuk mendapatkan penjelasan dari
masalah tertentu dalam daerah atau lokasi tertentu.
B. Metode Penentuan Lokasi
Teknik penentuan atau pemilihan lokasi pada penelitian ini dilakukan
secara sengaja (purposive) dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi,
1995). Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah BKPH Gombong
Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah yang ada di
Kabupaten Kebumen yang telah membentuk LMDH (Lembaga Masyarakat
Desa Hutan), menandatangani MoU (Kesepakatan Kerjasama) nomor :
223/042.3/SPSDH/Can/I dan telah mengadakan kerjasama dengan pihak
Perhutani. Perjanjian kerjasama LMDH Redisari dilaksanakan pada tanggal 29
September 2005, LMDH Enggal Maju dilaksanakan pada tanggal 26 April
2005, dan perjanjian kerjasama LMDH Ngudi Lestari dilaksanakan pada
tanggal 14 Januari 2004. Ketiga hal tersebut sangat diperlukan dalam
pelaksanaan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
lxiii
Kabupaten Kebumen ini juga dipilih karena terdapat tiga Resort
Pemangkuan Hutan (RPH) yaitu RPH Sempor, RPH Giyanti dan RPH
Kedungbulus. Sedangkan di Kabupaten Banyumas dan Kabupaten
Banjarnegara hanya terdapat satu Resort Pemangkuan Hutan (RPH).
Kelebihan dari RPH Sempor, RPH Giyanti dan RPH Kedungbulus
dibandingkan dengan RPH yang lainnya adalah adanya pengelolaan lahan di
bawah tegakan (PLDT) tanaman kapulaga, PLDT tanaman jenitri, PLDT
tanaman kopi luas 15 Ha, PLDT tanaman cengkeh luas 83 Ha, PLDT tanaman
jarak pagar, dan tanaman pinus dijadikan sebagai hutan lindung karena
lokasinya dekat dengan waduk Sempor. Sehingga tanaman pinus yang sudah
tua/sudah tidak berproduksi getahnya tidak boleh ditebang.
Tabel 2. Nama RPH, LMDH dan Jumlah Anggota LMDH di BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah
No Kabupaten RPH LMDH Jumlah Anggota 1. 2. 3.
Banyumas Kebumen Banjarnegara
Bogangin Sempor Giyanti Kedungbulus Kalimandi
Sapto Argo Sekar Sari Wana Guna Wana Mukti Redisari Alam Lestari Enggal Maju Rejeki Agung Rimba Sari Wono Lestari Ngudi Makmur Ngudi Lestari Reksa Wana Makmur Abadi Mulya Wana Cipta Setia Kawan
614 437 599 177 238 145 625 420 431 397 212 345 336 72 163 76
Sumber : Data Administratif Petak BKPH Gombong Utara Tahun 2008
C. Populasi dan Teknik Sampling
1. Populasi
Menurut Mardikanto (2002) populasi adalah keseluruhan individu,
keadaan atau gejala yang dijadikan obyek penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh anggota dan pengurus LMDH yang ada di
lxiv
Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum
Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
2. Teknik Sampling
Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
proposional random sampling yaitu cara pengambilan sampel secara acak
dari tiap-tiap sub populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya sub-
sub populasi tersebut (Narbuko dan Achmadi, 2003).
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebanyak 60 orang masyarakat desa hutan yang diambil dari LMDH yang
ada di masing-masing RPH yaitu LMDH Redisari (RPH Sempor), LMDH
Enggal Maju (RPH Giyanti) dan LMDH Ngudi Lestari (RPH
Kedungbulus) karena LMDH tersebut jumlah masyarakat desa hutan yang
mengikuti program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
lebih banyak dibandingkan dengan LMDH yang lainnya. Untuk penentuan
jumlah sampel dari masing-masing LMDH tersebut dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
xnNnk
ni =
Dimana, ni : Jumlah sampel dari masing-masing LMDH
nk : Jumlah anggota LMDH dari masing-masing LMDH
N : Jumlah anggota LMDH dari seluruh sampel
n : Jumlah sampel yang diambil
Tabel 3. Sampel Penelitian di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah
No RPH LMDH Jumlah Anggota Jumlah Responden
1.
2.
3.
Sempor
Giyanti
Kedungbulus
Redisari
Enggal Maju
Ngudi Lestari
238
625
345
12
31
17
Jumlah 1208 60
Sumber : Analisis Data Sekunder Tahun 2008
lxv
D. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data pokok dan data
pendukung. Agar lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini :
Tabel 4. Jenis dan Sumber Data Yang Digunakan Sifat Data No Data Yang Digunakan
Pr Sk Kn Kl Sumber Data
1. 2. 3.
Data Pokok Identitas Responden a. Nama Responden b. Umur Faktor Pembentuk Sikap a. Pengalaman Pribadi b. Pengaruh Tokoh Panutan c. Pengaruh Kebudayaan d. Media Massa e. Pendidikan Formal f. Pendidikan Non Formal Sikap Petani Terhadap Program PHBM a. Konsep Program b. Program PHBM c. Tujuan Program d. Pelaksanaan Program e. Hasil Program f. Manfaat Program g. Korbanan Masyarakat Data Pendukung 1. Keadaan Alam 2. Keadaan Penduduk 3. Keadaan Pertanian
X X
X X X X X X
X X X X X X X
X X X
X
X X X
X X X
X X
X X
X X X X X X X
X X X
Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan BKPH Gombong Utara Kecamatan Sempor Kecamatan Sempor
Keterangan : Pr = Primer Kn = Kuantitatif Sk = Sekunder Kl = Kualitatif
E. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode :
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
gejala-gejala yang diteliti di lapangan yang meliputi pengamatan daerah
penelitian dan pencatatan informasi di daerah penelitian tersebut.
2. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan antara dua orang atau lebih secara langsung dengan
menggunakan kuisioner sebagai panduannya.
lxvi
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang diperoleh
melalui dokumen-dokumen dari instansi terkait. Dari metode ini diperoleh
data mengenai jumlah penduduk sebagai masyarakat desa hutan,
pendidikan, umur dan hal-hal yang berhubungan dengan responden.
F. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk dapat mengetahui sikap dari masyarakat desa hutan terhadap
program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) digunakan
skala Likert. Menurut Faisal (1992), pada skala Likert, subyek penelitian
dihadapkan pada pernyataan positif dan negatif (dalam jumlah yang
berimbang) dan mereka diminta untuk menyatakan apakah sangat setuju,
setuju, tidak punya pilihan, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Untuk
menganalisis sikap masyarakat desa hutan terhadap program Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) menggunakan metode tabulasi
silang. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), analisa tabulasi silang
atau teknik elaborasi adalah metode analisa yang paling sederhana tetapi
memiliki daya menerangkan cukup kuat untuk menjelaskan hubungan
antar variabel.
2. Skala yang digunakan adalah skala ordinal sehingga untuk mengetahui
pusat-pusat kecenderungan adalah pada nilai tengah atau median
(Mardikanto, 2006). Dengan demikian faktor-faktor pembentuk sikap
diperoleh dari nilai tengah (median) jawaban-jawaban dari setiap
pertanyaan.
3. Sedangkan untuk mengetahui derajat hubungan antara faktor pembentuk
sikap dengan sikap petani terhadap program Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH
Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah digunakan uji korelasi
Rank Spearman (Rs) dengan rumus Siegel (1997) sebagai berikut:
NN
dirs
N
i
--=å=3
1
261
lxvii
Dimana : rs = koefisien korelasi rank spearman
N = banyaknya sampel
di = selisih antara ranking dari variabel
Jika N besar (lebih dari 10), uji signifikansi terhadap nilai yang diperoleh
dengan menggunakan besarannya nilai t dengan taraf signifikansi 95%
dengan rumus:
21
2
rs
Nrst
--
=
Kriteria uji :
1. Apabila t hitung ≥ t tabel, maka Ho ditolak, berarti ada hubungan yang
signifikan antara sikap dengan program Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara
KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
2. Apabila t hitung < t tabel, maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan
yang signifikan antara sikap dengan program Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM) di Kabupaten Kebumen BKPH
Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa
Tengah.
lxviii
57
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Keadaan Alam
1. Letak Geografis dan Toppgrafis
Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Giyanti, RPH Sempor dan RPH
Kedungbulus merupakan wilayah dari bagian kesatuan pemangkuan hutan
(BKPH) Gombong Utara yang termasuk ke dalam wilayah Kesatuan
Pamangkuan Hutan (KPH) Kedu Selatan, Perum Perhutani Unit 1 Jawa
Tengah. Secara administrativ BKPH Gombong Utara Terletak di wilayah
Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Banjarnegara.
Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gombong Utara
merupakan salah satu Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Selatan
di bawah PT. Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Secara administrasi bagian
kesatuan pemangkuan hutan Gombong Utara berbatasan dengan:
- Sebelah Utara : BKPH Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara
- Sebelah Selatan : BKPH Gombong Selatan Kabupaten Kebumen
- Sebelah Timur : BKPH Karanganyar Kabupaten Kebumen
- Sebelah Barat : BKPH Banyumas Kabupaten Banyumas
BKPH Gombong Utara mempunyai ketinggian tempat di atas 2000
m dpl keadaan topografi secara umum adalah terjal, curam, berbatu dan
berbukit sehingga dapat diklasifikasikan dalam kelas kelerengan terjal
(>40%). Jenis tanah di BKPH Gombong Utara meliputi Grumusol, latusol
dan aluvial. Kepekaan terhadap erosi cukup tinggi, kesuburan tanah tinggi.
Lembaga masyarakat Desa Hutan (LMDH) Enggal Maju, LMDH
Ngudi Lestari, dan LMDH Redisari terletak di kecamatan Sempor dengan
keadaan tanah berbukit-bukit atau pegunungan mempunyai batas wilayah
sebagai berikut:
- Sebelah Barat : Kecamatan Buayan, Kecamatan Rowokele
- Sebelah Timur : Kecamatan Karanganyar, Kecamatan Karanggayam
- Sebelah Utara : Kabupaten Banjarnegara
- Sebelah Selatan : Kecamatan Kuwarasan, Kecamatan Gombong
lxix
Wilayah kecamatan Sempor terletak antara 7o-8o Lintang Selatan
dan 109o—110o Bujur Timur. Dengan luas wilayah 10.244 Ha. Menurut
penggungannya terdiri dari tanah sawah 1.244 Ha, tanah kering 4.838 Ha
dan 3.933 Ha hutan Negara. Kecamatan Sempor terbagi menjadi 16 desa,
terdiri dari 6 desa wilayah pegunungan, 4 desa pegunungan dan daratan, 5
desa dataran atau perkotaan, dan 1 desa dataran atau pedesaan.letak desa
yang ada di kecamatan Sempor ini dikelilingi hutan dan jauh dari pusat
pemerintahan. Mengenai jarak desa tersebut dengan kota kecamatan yaitu
± 15 Km dan jarak desa dengan kota kabupaten ± 45 Km.
2. Keadaan Iklim
Wilayah BKPH Gombong Utara pada kecamatan Sempor
mempunyai suhu minimum 24,6oC dan suhu maximumnya 27,2oC, dengan
curah hujan 2.589 mm/tahun dan jumlah hari hujan 112 mm/hari. Tekanan
udara rata-rata tiap tahunnya 1.019,3 mm, rata-rata tiap tahun lembab nisbi
83% dan rata-rata tiap tahun kecepatan angin 1,35.
3. Luas dan Panggunaan Hutan
Luas wilayah hutan BKPH Gombong Utara adalah 6.945,8 Ha. Dari
luas wilayah hutan tersebut, BKPH Gombong Utara terdiri dari 5 resort
pemangkuan hutan dan 16 lembaga masyarakat desa hutan. Wilayah
binaan BKPH Gombong Utara dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5. Luas Wilayah LMDH binaan BKPH Gombong Utara Wilayah Administratif No RPH LMDH
Desa Kecamatan Kabupaten
Akta Notaris
Luas (Ha)
1 Bogangin Sapto Argo Banjar Panepen Sumpyuh Banyumas 27-11-2002 943 2 Bogangin Sekar Sari Bogangin Sumpyuh Banyumas 27-02-2007 506,9 3 Bogangin Wana Guna Watu Agung Tambak Banyumas 27-02-2007 1.014,4 4 Bogangin Wana Mukti Kemawi Somogede Banyumas 10-10-2003 311,6 5 Sempor Redisari Bonosari Sempor Kebumen 28-09-2005 311,2 6 Sempor Alam Lestari Sempor Sempor Kebumen 15-12-2007 246,1 7 Giyanti Enggal maju Sampang Sempor Kebumen 07-04-2005 495,4 8 Giyanti Rejeki Agung Wonoharjo Rowokele Kebumen 28-09-2005 244,2 9 Giyanti Rimba sari Giyanti Rowokele Kebumen 28-09-2005 222,8 10 Giyanti Wono lestari Wagirpandan Rowokele Kebumen 28-09-2005 164,5 11 Kedungbulus Ngudi Makmur Semali Sempor Kebumen 13-01-2004 469,3 12 Kedungbulus Ngudi Lestari Kedung Wringin Sempor Kebumen 13-01-2004 519,1 13 Kedungbulus Reksa Wana Donorejo Sempor Kebumen 13-01-2004 1.067,5 14 Kalimandi Makmur Abadi Kebenaran Mandiraja Banjarnegara 15-12-2007 117,1 15 Kalimandi Mulya Wana Cipta Kaliwungu Mandiraja Banjarnegara 15-12-2007 122,4 16 Kalimandi Setia Kawan Somowangi Mandiraja Banjarnegara 28-05-2008 19,9
Jumlah 6.495,8
Sumber: Data Administratif Petak BKPH Gombong Utara tahun 2009
lxx
Penggunaan lahan hutan di BKPH Gombong Utara dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 6. Jenis dan Luas Tanaman di BKPH Gombong Utara No Jenis Tanaman Luas (Ha) 1. Pinus 5996,2 2. RBC 120,6 3. Mahoni 113,3 4. Jati 153,1 5. Sengon 65,8 6. Albasia 37,8 7. Lapangan dengan tujuan istimewa (LDTI) 9
Jumlah 6.495,8
Sumber: Laporan Kemajuan Pekerjaan BKPH Gombong Utara tahun 2008
Tabel 6 menunjukkan bahwa jenis tanaman yang ada di BKPH Gombong
Utara paling banyak adalah tanaman pinus luas 5996,2 Ha. Sedangkan untuk
tanaman RBC, mahoni, jati, sengon, albasia dan LDTI merupakan tanaman sela
dan pengisi. Tanaman pinus yang ada di BKPH Gombong Utara merupakan
tanaman pokok yang dapat menghasilkan getah.
B. Keadaan Penduduk
1. Keadaan Penduduk Menurut Umur
Keadaan penduduk menurut umur di kecamatan Sempor dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 7. Keadaan Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Sempor pada tahun 2008
No Kelompok umur Jumlah penduduk (Orang) Prosentase (%) 1. 0-14 18719 28,45 2. 15-64 42194 64,13 3. >65 4879 7,42
Jumlah 65792 100
Sumber: BPS Kecamatan Sempor Dalam Angka Tahun 2008
Pada tabel 7 menunjukan bahwa banyaknya penduduk yang
tergolong belum produktif 18.719 jiwa dan penduduk produktif sebesar
42.194 jiwa sedangkan penduduk tidak produktif sebesar 4.879 jiwa.
Dengan melihat angka tersebut maka Angka Beban Tanggungan (ABT)
atau Dependency Ratio dengan rumus sebagai berikut :
lxxi
Dependency Ratio = x 100% (usia 0-14 tahun) + (usia ≥65 tahun)
(usia 15-64 tahun)
= x 100%
(18.719) + (4.879)
(42.194)
= 55,93%
Dari angka beban tanggungan sebesar 55,93% berarti bahwa 100 orang
produktif menanggung beban 56 orang penduduk non produktif. Hal ini
menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Sempor berusia
produktif yang merupakan penopang penyelenggaran kegiatan
perekonomian di kecamatan tersebut. Dengan banyaknya penduduk di
Kecamatan Sempor yang termasuk kelompok penduduk berusia produktif
akan sangat berdampak pada kegiatan perekonomian di kecamatan
tersebut. Hal ini dikarenakan penduduk termasuk golongan produktif
merupakan tenaga kerja yang potensial dalam penyelenggaraan kegiatan
ekonomi dalam bidang pertanian maupun bidang yang lainnya.
2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Keadaan penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Sempor
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 8. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Sempor tahun 2008
No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) 1. Laki-laki 33.283 2. Perempuan 32.509
Jumlah 65.792
Sumber: BPS Kecamatan Sempor Dalam Angka Tahun 2008
Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki di
Kecamatan Sempor pada tahun 2008 adalah 33.283 jiwa dan jumlah
penduduk perempuan adalah sebesar 32.509 jiwa. Dari data tersebut dapat
dicari sex ratio yang merupakan perbandingan antara jumlah penduduk
laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan.
lxxii
Sex Ratio = Jumlah penduduk perempuan x 100% Jumlah penduduk laki-laki
= 33.283 x 100% 32.509
= 102,38% Dari sex ratio di Kecamatan Sempor yaitu 102,38% mempunyai arti bahwa
dalam 100 perempuan terdapat 102 laki-laki, berarti jumlah penduduk
laki-laki lebih banyak dari pada jumlah penduduk perempuan. Dengan
melihat keadaan penduduk menurut sex ratio diatas, penduduk Kecamatan
Sempor mempunyai perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan cukup berimbang sehingga ketersediaan tenaga kerja laki-laki
sebanding dengan tenaga kerja perempuan. Dengan keadaan tersebut,
diharapkan kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat lebih
produktif, karena kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat banyak
menggunakan tenaga kerja laki-laki
3. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Sempor
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 9. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Sempor tahun 2008
No Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Prosentase (%) 1. PNS 553 3,6 2. ABRI 108 0,6 3. Swasta 1.572 10,1 4. Pensiunan 321 2,1 5. Pertanian Tanaman Pangan 9.405 60,5 6. Perkebunan 185 1,2 7. Perikanan 19 0,1 8. Perhutanan 47 0,3 9. Peternakan 6 0,1 10. Pertanian Lainnya 3.255 21 11. Penggilingan padi 25 0,2 12. Traktor 37 0,2
Jumlah 15.533 100
Sumber: BPS Kecamatan Sempor Dalam Angka Tahun 2008
Tabel 9 menunjukkan bahwa mata pencaharian terbesar penduduk di
Kecamatan Sempor adalah pertanian tanaman pangan yaitu 60,5% atau
lxxiii
9.405 jiwa, pertanian lainnya 21% atau 3.255 jiwa dan swaata 10,1% atau
1.572 jiwa. Sedangkan untuk mata pencaharian yang lain menyebar secara
merata. Banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian disebabkan
karena adanya sumberdaya alam yang potensial, yang mampu mendukung
pelaksanaan kegiatan usahatani wilayah kecamatan tersebut. Selain itu
juga disebabkan oleh adanya budaya dan sikap mental penduduk yang
menganggap bahwa petani adalah mata pencaharian yang sudah lama
mereka lakukan dan mereka tidak mempunyai keahlian selain bercocok
tanam. Sedangkan mata pencaharian sebagai swasta (pedagang, tukang
kayu, dan tukang batu) yang dimiliki oleh sebagian penduduk sangat
dipengaruhi oleh ketrampilan dan modal yang dimiliki. Jadi tanpa modal
atau ketrampilan yang memadai akan sulit untuk menjalani profesi ini.
4. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan
Pendidikan akan memberikan pengaruh yang besar pada
pembangunan dan usaha peningkatan sumber daya manusia yang
merupakan pelancar pembangunan. Keadaan penduduk menurut
pendidikan di Kecamatan Sempor dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 10. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan Sempor tahun 2008
No. Pendidikan Jumlah (Orang) Prosentase (%) 1. Tidak tamat SD-belum sekolah 18.924 28,8 2. Tamat SD 29,008 44,1 3. Tamat SLTP 10.216 15,5 4. Tamat SLTA 6.758 10,3 5. Tamat DI/DII 411 0,6 6. Tamat DIII 195 0,3 7. Tamat DIV/SI 280 9,4
Jumlah 65.792 100
Sumber: BPS Kecamatan Sempor Dalam Angka Tahun 2008
Tabel 10 menunjukkan bahwa penduduk di Kecamatan Sempor
berdasarkan pendidikannya terbesar adalah tamat SD yaitu sebanyak 29.008
jiwa atau 44,1% kemudian tidak tamat SD - belum sekolah sebanyak 18.924
jiwa atau 28,8%. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat
pendidikan yang pernah dicapai oleh penduduk Kecamatan Sempor
tergolong masih rendah. Hal ini disebabkan karena kesadaran penduduk
lxxiv
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi masih kurang
dan keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan. Dengan tingkat
pendidikan yang masih rendah tersebut, sebagian besar penduduk
Kecamatan sempor banyak bekerja di sektor informal yang tidak
memerlukan tingkat pendidikan yang tinggi dan sesuai dengan kondisi alam
lingkungannya. Sektor pekerjaan informal tersebut seperti : petani dan
swasta (pedagang, tukang kayu, dan tukang batu). Pekerjaan tersebut lebih
lebih banyak mencurahkan tenaga dibandingkan dengan pikirannya.
C. Keadaan Pertanian
Kegiatan pertanian yang diusahakan di wilayah Kecamatan Sempor
meliputi pertanian dan dibidang perternakan. Tanaman pertanian yang
diusahakan meliputi: padi, jagung, kedelai, kacang hijau dan ketela pohon.
Secara rinci keadaan pertanian di Kecamatan Sempor dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 11. Keadaan Tanaman, Luas Panen, Hasil Ubinan, dan Hasil Produksi di Wilayah Kecamatan Sempor tahun 2008
No Tanaman Luas Panen (Ha)
Hasil Ubinan (Kw/Ha)
Hasil Produksi (ton)
1. Padi sawah dan padi ladang 2459 170,32 15.489,76 2. Jagung 148 42,91 605,57 3. Kedelai 10 11,72 11,72 4. Kacang hijau 397 42,91 258,66 5. Ketela pohon 1309 112.04 14.666,26
Sumber: BPS Kecamatan Sempor Dalam Angka Tahun 2008
Tabel 11 menunjukkan bahwa tanaman padi merupakan tananam yang
mempunyai areal panen terluas yaitu 2.459 Ha dengan hasil produksi
15.489,76 ton. Selanjutnya ketela pohon luas panen 1309 Ha dengan hasil
produksi 14.666,26 ton. Kemudian tanaman kacang hijau luas panen 397 Ha
dengan hasil prosuksi 268,66 ton. Tanaman jagung luas panen 148 Ha dengan
hasil produksi 605,57 Ton. Tanaman kedelai luas panen 10 Ha dengan hasil
produksi 11,72 ton. Pada musim kemarau banyak lahan sawah yang tidak
memungkinkan untuk ditanami padi karena ketersediaan airnya terbatas dan
merupakan sawah tadah hujan. Dengan demikian petani beralih menanam
lxxv
tanaman palawija seperti jagung, kedelai, kacang hijau dan ketela pohon.
Tanaman palawija ini lebih tahan oleh keadaan kering.
Keadaan peternakan yang diusahakan di wilayah Kecamatan Sempor
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 12. Jenis Dan Jumlah Ternak Yang Diusahakan di Kecamatan Sempor tahun 2008
No Jenis Ternak Jumlah (ekor) 1. Sapi 743 2. Kerbau 279 3. Kambing 6.670 4. Ayam buras 46.868 5. Itik 2.072 6. Angsa 90
Sumber: BPS Kecamatan Sempor Dalam Angka Tahun 2008
Tabel 12 menunjukkan bahwa ayam buras merupakan jenis ternak
terbanyak yang ada di wilayah kecamatan Sempor selanjutnya kambing, itik,
sapi, kerbau dan angsa juga merupakan jenis ternak yang diusahakan di
Kecamatan Sempor. Jumlah ternak kerbau 279 ekor lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah ternak sapi 743 ekor karena ternak sapi lebih
menguntungkan dan lebih cepat menghasilkan daripada ternak kerbau.
lxxvi
65
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Faktor Pembentuk Sikap
Faktor pembentuk sikap masyarakat desa hutan terhadap pengelolaan
hutan bersama masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara
KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah yang digunakan
dalam penelitian ini adalah : pengalaman pribadi, pengaruh tokoh panutan,
pengaruh kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media
massa, pendidikan formal dan pendidikan non formal.
1. Pengalaman Pribadi
Pengalaman pribadi dalam penelitian ini adalah pengalaman
responden menjadi petani dan bekerjasama dengan Perum Perhutani dalam
mengikuti program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk
mengetahui pengalaman pribadi dapat dilihat tabel di bawah ini :
Tabel 13. Pengalaman Pribadi Responden sebagai Petani dan Pengalaman Pribadi Responden Bekerjasama dengan Perum Perhutani
No Uraian Kriteria Kategori Skor S (orang)
Prosentase (%)
Me
1. Lamanya responden sebagai petani
>14thn 11bln 11thn-14thn 11bln 6thn-10thn 11bln 1thn-5thn 11bln
<1thn
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
46 2
10 2 -
76,7 3,3
16,7 3,3 0
5
Jumlah 60 100 2. Lamanya
responden kerjasama dengan Perhutani
>3thn 11bln 3thn 11bln 2thn 11bln 1thn 11bln
<1thn
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
29 18 13 - -
48,3 30
21,7 0 0
4
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa pengalaman responden sebagai
petani termasuk dalam median skor 5 dengan kategori sangat tinggi
sebanyak 46 orang (76.7%). Hal ini disebabkan karena sebagian besar
responden sejak dari kecil sudah belajar dari orang tua mereka menjadi
petani. Pengalaman responden sebagai petani dalam kategori tinggi
sebanyak 2 orang (3,3%), kategori sedang sebanyak 10 orang (16,7%) dan
pengalaman responden sebagai petani dalam kategori rendah sebanyak 2
orang (3,3%). Pengalaman responden sebagai petani dalam kategori
lxxvii
rendah karena responden bekerja sebagai non petani maka dengan adanya
program PHBM responden beralih pekerjaan/mencari pekerjaan
sampingan dengan mengelola lahan hutan dan belajar sebagai petani.
Tabel 13 dapat dilihat bahwa pengalaman responden bekerjasama
dengan Perum Perhutani termasuk dalam median skor 4 dengan kategori
tinggi sebanyak 18 orang (30%). Hal ini disebabkan karena dengan
dibentuknya LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) yang bekerjasama
dengan Perum Perhutani kehidupan keseharian responden akan lebih
terjamin, karena responden beranggapan bahwa dengan adanya LMDH
tersebut responden dapat memperoleh lapangan pekerjaan yang baru atau
juga mendapatkan pekerjaan sampingan dengan mengelola dan
memanfaatkan hasil hutan misalnya : mengelola lahan hutan dan
menyadap getah pinus.
2. Pengaruh Tokoh Panutan
Pengaruh tokoh panutan dalam penelitian ini adalah informasi atau
acuan yang diperoleh dari tokoh panutan (Asper Perhutani dan Pamong
Desa) yang berkaitan dengan program pengelolaan hutan bersama
masyarakat dan dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Untuk
mengetahui pengaruh tokoh panutan dapat dilihat tabel di bawah ini :
Tabel 14. Frekuensi berkomunikasi dengan tokoh panutan dan pengaruh tokoh panutan dalam program PHBM
No Uraian Kriteria Kategori Skor S (orang)
Prosentase (%)
Me
1. Frekuensi berkomunikasi dengan tokoh panutan dalam 1 bulan
>3 kali 3 kali 2 kali 1 kali
Tidak pernah
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
6 - 3
22 29
10 0 5
36,67 48,33
2
Jumlah 60 100 2. Seberapa besar pengaruh
tokoh panutan memberikan pengaruh dalam program PHBM
Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
10 21 - -
29
16,67 35 0 0
48,33
4
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
Dari tabel 14 dapat dilihat bahwa frekuensi berkomunikasi dengan
tokoh panutan dalam 1 bulan termasuk dalam median skor 2 dengan
kategori rendah sebanyak 22 orang (36,67%). Hal ini disebabkan karena
lxxviii
pertemuan/rapat rutin Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang
diadakan 35 hari sekali anggota sering tidak hadir dan tokoh panutan yang
di undang juga sering tidak hadir, ini disebabkan pengaruh tempat atau
lokasi serta jarak yang kurang mendukung untuk mengadakan komunikasi
antara masyarakat desa hutan dengan tokoh panutan.
Dari tabel 14 dapat dilihat bahwa tokoh panutan memberikan
pengaruh dalam program PHBM termasuk dalam median skor 4 dengan
kategori tinggi sebanyak 21 orang (35%). Hal ini disebabkan karena
masyarakat desa hutan dapat mengambil keputusan untuk mengikuti
program PHBM yang bekerjasama dengan pihak Perhutani. Dengan
adanya informasi dan pengaruh dari tokoh panutan, maka masyarakat desa
hutan mengetahui program PHBM tersebut. Sehingga dapat menciptakan
lapangan pekerjaan yang baru bagi masyarakat desa hutan, menjaga
kelestarian hutan dan memanfaatkan lahan hutan yang ada.
3. Pengaruh Kebudayaan
Pengaruh kebudayaan dalam penelitian ini adalah adat istiadat
tradisional masyarakat setempat yang mempengaruhi pola pikir
masyarakat desa hutan dalam mengikuti program PHBM. Untuk
mengetahui pengaruh kebudayaan dapat dilihat tabel di bawah ini :
Tabel 15. Pengaruh Kebudayaan Setempat No Uraian Kriteria Kategori Skor S
(orang) Prosentase
(%) Me
1. Seberapa besar pengaruh kebudayaan setempat
Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
43 17 - - -
71,67 28,33
0 0 0
5
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
Dari tabel 15 dapat dilihat bahwa pengaruh kebudayaan dalam
mengikuti program PHBM termasuk dalam median skor 5 dengan kategori
sangat tinggi sebanyak 43 orang (71,67%). Hal ini disebabkan karena
kebudayaan yang melekat pada masyarakat desa hutan seperti kegiatan
Berkah Bumi dapat membantu keselamatan masyarakat desa hutan dalam
mengikuti program PHBM dan meningkatkan hasil hutan. Kegiatan
lxxix
Berkah Bumi dilakukan dengan cara memberikan sebagian hasil bumi
mereka untuk mengadakan syukuran yang diadakan setiap Rojab dan Suro.
Dengan adanya kegiatan tersebut maka masyarakat desa hutan akan
percaya bahwa kegiatan Berkah Bumi ini merupakan kegiatan positif dan
tidak merugikan bagi masyarakat desa hutan. Selain kegiatan Berkah
Bumi, terdapat kegiatan kebudayaan yang lainnya seperti karawitan,
wayang, qosidahan, tayub dan kuda lumping sebagai sarana hiburan bagi
masyarakat desa hutan.
4. Pengaruh Orang Lain Yang Di Anggap Penting
Pengaruh orang lain yang dianggap penting dalam penelitian ini
adalah saran atau perintah dari orang-orang yang dianggap penting seperti
PPL, teman dalam LMDH, suami/istri, dan tetangga mengenai semua hal
yang berkaitan dengan program PHBM.
a) Pengaruh PPL
Pengaruh PPL (Penyuluh Pertanian Lapang) adalah saran atau
perintah dari PPL untuk mendapatkan informasi, petunjuk, serta
nasehat mengenai program pengelolaan hutan bersama masyarakat.
Untuk mengetahui pengaruh dari PPL dapat dilihat tabel di bawah ini :
Tabel 16. Frekuensi memperoleh informasi dan Pengaruh PPL dalam program PHBM
No Uraian Kriteria Kategori Skor S (orang)
Prosentase (%)
Me
1. Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun
>12 kali 9-12 kali 5-8 kali 1-4 kali
Tidak pernah
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
- - 6
22 32
0 0
10 36,67 53,33
1
Jumlah 60 100 2. Seberapa besar
pengaruh PPL dalam program PHBM
Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
- - 6
22 32
0 0
10 36,67 53,33
1
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
Dari tabel 16 dapat dilihat bahwa frekuensi memperoleh
informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1
tahun termasuk dalam median skor 1 dengan kategori sangat rendah
sebanyak 32 orang (53,33%). Hal ini disebabkan karena masyarakat
lxxx
desa hutan kurang aktif untuk datang ke acara rapat rutin LMDH dan
datang ke kecamatan untuk mendapatkan informasi-informasi seputar
pertanian dalam arti luas, ini disebabkan pengaruh tempat atau lokasi
serta jarak yang kurang mendukung untuk mengadakan komunikasi
antara masyarakat desa hutan dengan PPL (Penyuluh Pertanian
Lapang).
Dari tabel 16 dapat dilihat bahwa pengaruh PPL (Penyuluh
Pertanian Lapang) dalam program PHBM termasuk dalam median skor
1 dengan kategori sangat rendah sebanyak 32 orang (53,33%). Hal ini
disebabkan karena masyarakat desa hutan jarang bertemu dengan PPL
bahkan tidak pernah bertemu dengan PPL. Ini disebabkan karena pihak
Perhutani juga tidak menyediakan PPL. Pihak Perhutani hanya
menyediakan mandor produksi, mandor transportasi, mandor tanam,
dan mandor sadap. Sehingga masyarakat desa hutan lebih sering
mendapatkan informasi, petunjuk, serta nasehat dari mandor produksi,
mandor transportasi, mandor tanam, dan mandor sadap.
b) Pengaruh Teman Dalam LMDH
Pengaruh teman dalam LMDH adalah saran atau perintah dari
teman dalam LMDH untuk mendapatkan informasi, petunjuk, serta
nasehat mengenai program pengelolaan hutan bersama masyarakat.
Untuk mengetahui pengaruh dari teman dalam LMDH dapat dilihat
tabel di bawah ini :
Tabel 17. Frekuensi memperoleh informasi dan Pengaruh teman LMDH dalam program PHBM
No Uraian Kriteria Kategori Skor S (orang)
Prosentase (%)
Me
1. Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun
>12 kali 9-12 kali 5-8 kali 1-4 kali
Tidak pernah
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
- 13 -
47 -
0 21,67
0 78,33
0
2
Jumlah 60 100 2. Seberapa besar
pengaruh teman dalam LMDH terhadap program PHBM
Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
12 48 - - -
20 80 0 0 0
4
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
lxxxi
Tabel 17 dapat dilihat bahwa frekuensi memperoleh informasi,
petunjuk serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun
termasuk dalam median skor 2 dengan kategori rendah sebanyak 47
orang (78,33%). Hal ini disebabkan karena masyarakat desa hutan
kurang aktif menghadiri pertemuan/rapat rutin LMDH yang diadakan
setiap 35 hari sekali. Anggota LMDH lebih menggantungkan atau
mengandalkan pengurus LMDH saja sehingga pada waktu
pertemuan/rapat rutin yang hadir paling banyak pengurus LMDH.
Dari tabel 17 dapat dilihat bahwa pengaruh teman dalam LMDH
terhadap program PHBM termasuk dalam median skor 4 dengan
kategori tinggi sebanyak 48 orang (80%). Hal ini disebabkan karena
dengan adanya LMDH dan pengaruh teman LMDH maka informasi,
petunjuk serta nasehat dari teman LMDH dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dan program PHBM
ini juga merupakan kegiatan positif serta tidak merugikan bagi
masyarakat desa hutan.
c) Pengaruh Suami/Istri
Pengaruh suami/istri adalah saran atau perintah dari suami/istri
untuk mendapatkan informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai
program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk mengetahui
pengaruh dari suami/istri dapat dilihat tabel di bawah ini :
Tabel 18. Frekuensi memperoleh informasi dan Pengaruh suami/istri dalam program PHBM
No Uraian Kriteria Kategori Skor S (orang)
Prosentase (%)
Me
1. Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun
>9 kali 7-9 kali 4-6 kali 1-3 kali
Tidak pernah
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
19 3
10 -
28
31,66 5
16,67 0
46,67
3
Jumlah 60 100 2. Seberapa besar
pengaruh suami/istri dalam program PHBM
Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
- 32 - -
28
0 53,33
0 0
46,67
4
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
lxxxii
Tabel 18 dapat dilihat bahwa frekuensi memperoleh informasi,
petunjuk serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun
termasuk dalam median skor 3 dengan kategori sedang sebanyak 10
orang (16,67%). Hal ini disebabkan karena suami/istri jarang
berkomunikasi mengenai program PHBM, mereka lebih sering
berkomunikasi tentang kebutuhan atau kehidupan sehari-hari
keluarganya. Kadang-kadang suami/istri juga sempat memberikan
petunjuk atau nasehat mengenai program PHBM, misalnya : menjaga
kelestarian hutan dan memanfaatkan hasil hutan.
Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa pengaruh suami/istri terhadap
program PHBM termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi
sebanyak 32 orang (53,33%). Hal ini disebabkan karena suami/istri
saling membantu dan mendukung adanya program PHBM ini,
sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang baru bagi
mereka. Program PHBM ini juga dapat menambah pengahasilan bagi
keluarganya.
d) Pengaruh Tetangga
Pengaruh tetangga adalah saran atau perintah dari tetangga untuk
mendapatkan informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program
pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk mengetahui pengaruh
dari tetangga dapat dilihat tabel di bawah ini :
Tabel 19. Frekuensi memperoleh informasi dan Pengaruh tetangga dalam program PHBM
No Uraian Kriteria Kategori Skor S (orang)
Prosentase (%)
Me
1. Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun
>9 kali 7-9 kali 4-6 kali 1-3 kali
Tidak pernah
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
43 - 9 5 3
71,67 0
15 8,33
5
5
Jumlah 60 100 2. Seberapa besar
pengaruh tetangga dalam program PHBM
Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
4 53 - - 3
6,67 88,33
0 0 5
4
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
Tabel 19 dapat dilihat bahwa frekuensi memperoleh informasi,
petunjuk serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun
lxxxiii
termasuk dalam median skor 5 dengan kategori sangat tinggi sebanyak
43 orang (71,67%). Hal ini disebabkan karena sebagian besar tetangga
responden juga ikut anggota LMDH. Walaupun tetangga dan
responden jarang/kadang-kadang mengikuti rapat rutin anggota
LMDH, mereka lebih sering berkomunikasi dan bertukar pendapat di
rumah maupun di lahan atau di hutan.
Dari tabel 19 dapat dilihat bahwa pengaruh tetangga terhadap
program PHBM termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi
sebanyak 53 orang (88,33%). Hal ini disebabkan karena dengan
adanya program PHBM ini, sehingga dapat menciptakan lapangan
pekerjaan yang baru bagi mereka. Program PHBM ini dapat
menambah pengahasilan bagi masyarakat desa hutan dan program
PHBM ini juga merupakan kegiatan positif serta tidak merugikan bagi
masyarakat desa hutan.
5. Media Massa
Media massa dalam penelitian ini adalah saluran komunikasi yang
menyampaikan pesan-pesan atau informasi kepada masyarakat desa hutan
tentang program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk
mengetahui media massa yang digunakan responden dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 20. Jumlah media massa, Frekuensi menyimak informasi, dan Isi materi yang terkandung dalam program PHBM
No Uraian Kriteria Kategori Skor S (orang)
Prosentase (%)
Me
1. Jumlah media massa yang dimanfaatkan responden (radio, TV, koran, majalah, jurnal ilmiah) dalam 1 bulan
> 3 jenis 3 jenis 2 jenis 1 jenis
Tidak menggunakan
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
6 4
20 17 13
10 6,67 33,33 28,33 21,67
2
Jumlah 60 100 2. Frekuensi menyimak
tentang informasi yang berkaitan dengan kehutanan dalam 1 bulan
> 9 kali 7-9 kali 4-6 kali 1-3 kali
Tidak pernah menyimak
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
- -
14 33 13
0 0
23,33 55
21,67
2
Jumlah 60 100 3. Isi materi yang
terkandung dalam informasi yang diakses dari media massa
Sangat bermanfaat Bermanfaat Kurang bermanfaat Tidak bermanfaat Sangat tidak bermanfaat
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
6 41 13 - -
10 68,33 21,67
0 0
4
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
lxxxiv
Tabel 20 dapat dilihat bahwa jumlah media massa yang
dimanfaatkan masyarakat desa hutan (radio, TV, koran, majalah, jurnal
ilmiah) dalam 1 bulan termasuk dalam median skor 2 dengan kategori
rendah sebanyak 17 orang (28,33%). Hal ini disebabkan karena
masyarakat desa hutan menganggap media massa yang digunakan
hanya berfungsi sebagai sarana hiburan. Untuk memperoleh informasi
tentang kehutanan melalui media massa sangat jarang/kadang-kadang.
Dari tabel 20 dapat dilihat bahwa frekuensi menyimak tentang
informasi yang berkaitan dengan kehutanan dalam 1 bulan termasuk
dalam median skor 2 dengan kategori rendah sebanyak 33 orang
(55%). Hal ini disebabkan karena masyarakat desa hutan tidak
mempunyai waktu luang untuk mengakses media massa dan
jarang/kadang-kadang memperoleh informasi tentang kehutanan atau
program PHBM.
Dari tabel 20 dapat dilihat bahwa isi materi yang terkandung
dalam informasi yang diakses dari media massa termasuk dalam
median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak 41 orang (68,33%).
Hal ini disebabkan karena masyarakat desa hutan mengaku bahwa
walaupun jarang memanfaatkan media massa, sekali mendapatkan
informasi tentang kehutanan atau program PHBM yang didapatkan
dari media massa dapat menambah pengetahuan. Sehingga informasi
yang didapat oleh masyarakat desa hutan dapat diterapkan di lapang/di
hutan, misalnya : pencegahan kebakaran hutan, longsor, illegal loging
(pencurian kayu), pelatihan pembibitan tanaman, sistem tanam, sistem
sadap, dan sistem tumpang sari.
6. Pendidikan Formal
Pendidikan formal dalam penelitian ini adalah jenjang pendidikan
dibangku sekolah yang pernah dicapai oleh masyarakat desa hutan dari
tidak sekolah/tidak tamat SD sampai dengan perguruan tinggi. Untuk
mengetahui pendidikan formal dari masyarakat desa hutan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
lxxxv
Tabel 21. Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh atau ditamatkan No Uraian Kriteria Kategori Skor S
(orang) Prosentase
(%) Me
1. Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh atau ditamatkan oleh responden
Akademi/PT Tamat SLTA Tamat SLTP Tamat SD Tidak sekolah-Tidak tamat SD
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
2 6 8
27 17
3,33 10
13,34 45
28,33
2
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
Tabel 21 dapat dilihat bahwa pendidikan formal masyarakat desa
hutan termasuk dalam median skor 2 dengan kategori rendah sebanyak 27
orang (45%). Hal ini disebabkan karena keterbatasan ekonomi rumah
tangga pada jaman dahulu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
masyarakat desa hutan hanya dapat mengenyam pendidikan pada tingkat
SD/sederajat. Untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi diperlukan
pengorbanan biaya yang cukup besar.
7. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal dalam penelitian ini adalah pendidikan yang
diperoleh masyarakat desa hutan di luar bangku sekolah (pelatihan,
penyuluhan). Untuk mengetahui pendidikan non formal dari masyarakat
desa hutan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 22. Frekuensi responden mengikuti kegiatan penyuluhan/pelatihan No Uraian Kriteria Kategori Skor S
(orang) Prosentase
(%) Me
1. Frekuensi responden mengikuti kegiatan penyuluhan/ pelatihan dalam 1 tahun
> 12 kali 9-12 kali 5-8 kali 1-4 kali Tidak pernah
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
- - 2
27 31
0 0
3,33 45
51,67
1
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
Tabel 22 dapat dilihat bahwa pendidikan non formal masyarakat
desa hutan termasuk dalam median skor 1 dengan kategori sangat rendah
sebanyak 31 orang (51,67%). Hal ini disebabkan karena responden kurang
aktif bahkan tidak hadir dalam mengikuti kegiatan penyuluhan/pelatihan
yang diadakan bersamaan dengan rapat rutin LMDH setiap 35 hari sekali.
Ketidakhadiran responden tersebut disebabkan oleh kondisi geografis,
topografis, jarak tempuh ke lokasi cukup jauh, sarana transportasi tidak
lxxxvi
ada, dan waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan waktu luang yang dimiliki
responden.
B. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat
Sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan
bersama masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH
Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah : konsep program, program PHBM, tujuan program,
pelaksanaan program, hasil program, dan manfaat program.
1. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Konsep Program
Konsep program dalam penelitian ini adalah pemahaman mengenai
program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk mengetahui
konsep program dari masyarakat desa hutan dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 23. Pemahaman responden terhadap konsep program No Uraian Kriteria Kategori Skor S
(orang) Prosentase
(%) Me
1. Pemahaman responden terhadap konsep program
Menjawab dan benar > 2 Menjawab dan benar 2 Menjawab dan benar 1 Menjawab tidak ada yang benar Tidak bisa menjawab
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2
1
23 12 9 7
9
38,33 20 15
11,77
15
4
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
Tabel 23 dapat dilihat bahwa pemahaman responden terhadap konsep
program termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak
12 orang (20%). Hal ini berarti bahwa responden bersikap positif terhadap
konsep program PHBM yang telah disosialisasikan dari pihak BKPH dan
Perum Perhutani. Responden yang aktif mengikuti rapat rutin LMDH,
sering berkomunikasi dengan mandor tanam serta mandor sadap, dan
sering berkomunikasi/tukar pendapat dengan tetangga/teman LMDH maka
responden mampu memahami, mengerti, dan tanggapan yang menyetujui
tentang konsep program PHBM tersebut. Pemahaman responden terhadap
konsep program dalam kategori sangat rendah disebabkan karena
lxxxvii
responden kurang aktif mengikuti rapat rutin LMDH, jarang
berkomunikasi dengan mandor sadap serta mandor tanam, dan jarang
berkomunikasi dengan tetangga/teman LMDH.
2. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program PHBM
Program PHBM dalam penelitian ini adalah pemahaman suatu
sistem pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama oleh
Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang
berkepentingan (Stakeholders) untuk jenis kegiatan dalam program
pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk mengetahui program
PHBM dari masyarakat desa hutan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 24. Pemahaman responden terhadap program PHBM No Uraian Kriteria Kategori Skor S
(orang) Prosentase
(%) Me
1. Pemahaman responden terhadap program PHBM
Bisa menyebutkan > 5 isi program Bisa menyebutkan 4-5 isi program Bisa menyebutkan 2-3 isi program Bisa menyebutkan 1 isi program Tidak bisa menyebutkan
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5
4
3
2
1
28
10
22 - -
46,67
16,66
36,67
0
0
4
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
Tabel 24 dapat dilihat bahwa pemahaman responden terhadap
program PHBM termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi
sebanyak 22 orang (36,67%). Hal ini berarti bahwa responden bersikap
positif terhadap program PHBM. Responden mampu memahami dan
melaksanakan jenis kegiatan program PHBM. Jenis kegiatan yang
dilakukan responden seperti : penananaman tanaman pokok (pinus),
tanaman pagar (secang), tanaman tepi (salam dan johar), tanaman sela
(kaliandra dan rumput gajah), tanaman di bawah tegakan (kapulaga,
jenitri, kopi, dan cengkeh), tanaman semusim (padi, jagung, dan
budin/singkong), serta penyadapan getah pinus.
lxxxviii
3. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Tujuan Program
Tujuan program dalam penelitian ini adalah sesuatu yang ingin
dicapai dalam program PHBM. Untuk mengetahui tujuan program dari
masyarakat desa hutan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 25. Pemahaman responden terhadap tujuan program No Uraian Kriteria Kategori Skor S
(orang) Prosentase
(%) Me
1. Pemahaman responden terhadap tujuan program
Bisa menyebutkan 5 tujuan Bisa menyebutkan 4 tujuan Bisa menyebutkan 2-3 tujuan Bisa menyebutkan 1 tujuan Tidak bisa menyebutkan
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5
4
3
2
1
15
5
21
14
5
25
8,33
35
23,34
8,33
3
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
Tabel 25 dapat dilihat bahwa pemahaman responden terhadap tujuan
program termasuk dalam median skor 3 dengan kategori sedang sebanyak
21 orang (35%). Hal ini berarti bahwa mayoritas responden bersikap netral
terhadap tujuan program. Mereka mengungkapkan bahwa program PHBM
ini penting untuk dapat melestarikan kelangsungan hutan dan masyarakat
yang ada di dalamnya. Mereka menyadari bahwa program PHBM mampu
memberikan imbal balik yang baik bagi masyarakat desa hutan.
Peningkatan kesejahteraan tampaknya ditanggapi secara berlebihan
dengan berharap mereka dapat langsung melihat dampaknya secara nyata.
Padahal pada kenyataannya tidaklah demikian. Peningkatan kesejahteraan
pada program PHBM sesungguhnya dibutuhkan kesadaran penuh
masyarakat tentang fungsi dan manfaatnya dalam jangka panjang.
4. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Pelaksanaan Program
Pelaksanaan program dalam penelitian ini adalah pemahaman
terhadap realisasi dari keseluruhan rencana yang ada dalam program
pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk mengetahui pelaksanaan
program dari masyarakat desa hutan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
lxxxix
Tabel 26. Sikap responden terhadap pelaksanaan program No Uraian Kriteria Kategori Skor S
(orang) Prosentase
(%) Me
1. Sikap responden terhadap pelaksanaan program
Aktif membantu dan melaksanakan seluruh tugas Aktif membantu dan melaksanakan sebagian tugas Kurang aktif membantu dan menjalankan sebagian tugas Kurang aktif membantu dan mengabaikan tugas Tidak aktif dan mengabaikan tugas
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5
4
3
2
1
21
10
23
6 -
35
16,66
38,34
10
0
4
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
Tabel 26 dapat dilihat bahwa sikap responden terhadap pelaksanaan
program termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak
10 orang (16.66%). Hal ini berarti bahwa responden bersikap positif
terhadap pelaksanaan program. Sebagian besar responden memiliki
pemikiran dan tanggapan yang menyetujui terhadap pelaksanaan program
PHBM. Responden juga mendukung dan mau dilibatkan secara aktif
dalam program PHBM tersebut walaupun hanya melaksanakan sebagian
tugas saja. Ini disebabkan karena responden mempunyai keperluan lain
yang tidak bisa mereka tinggalkan, misalnya mereka harus membantu
tetangga yang punya kerja dan mendapatkan pekerjaan yang lainnya.
Pelaksanaan program PHBM tersebut meliputi : pengenalan
program/sosialisasi, pembentukan kelembagaan masyarakat desa hutan,
perjanjian kerjasama, penyusunan rencana srategis, pembentukan desa
model, dan pemberdayaan masyarakat.
5. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Hasil Program
Hasil program adalah pemahaman terhadap sesuatu yang telah
dicapai dari program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk
mengetahui hasil program dari masyarakat desa hutan dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
xc
Tabel 27. Sikap responden terhadap hasil program No Uraian Kriteria Kategori Skor S
(orang) Prosentase
(%) Me
1. Sikap responden terhadap hasil program
Jika hasil program sangat sesuai dengan harapan responden Jika hasil program sesuai dengan harapan responden Jika hasil program cukup sesuai dengan harapan responden Jika hasil program kurang sesuai dengan harapan responden Jika hasil program tidak sesuai dengan harapan responden
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5
4
3
2
1
22
26
12 - -
36,67
43,33
20
0
0
4
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
Tabel 27 dapat dilihat bahwa sikap responden terhadap hasil program
termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak 26 orang
(43,33%). Hal ini berarti bahwa responden bersikap positif terhadap hasil
program. Sebagian besar responden mengatakan bahwa hasil program
PHBM sesuai dengan harapan mereka. Hasil yang dapat dirasakan dari
responden misalnya : mendapatkan hasil kegiatan usaha produktif dalam
bentuk uang atau barang berdasarkan hasil kesepakatan, selama mengikuti
program PHBM ini relasi dengan pemerintah maupun swasta menjadi
dekat karena sering dilibatkan dalam kerjasama, ikut melindungi dan
menjaga kelestarian sumber daya hutan. Hasil dari program PHBM ini
akan berguna apabila masyarakat desa hutan dapat mengelola dengan baik.
6. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Manfaat Program
Manfaat program adalah sesuatu keadaan akhir program yang dapat
dinikmati dan bermanfaat terhadap masyarakat desa hutan. Untuk
mengetahui manfaat program dari masyarakat desa hutan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
xci
Tabel 28. Kemanfaatan program bagi responden No Uraian Kriteria Kategori Skor S
(orang) Prosentase
(%) Me
1. Kemanfaatan program bagi responden
Jika program sangat bermanfaat bagi responden Jika program bermanfaat bagi responden Jika program cukup bermanfaat bagi responden Jika program kurang bermanfaat bagi responden Jika program tidak bermanfaat bagi responden
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5
4
3
2
1
23
28
9
-
-
38,33
46,67
15
0
0
4
Jumlah 60 100
Sumber : Analisis Data Primer 2009
Tabel 28 dapat dilihat bahwa manfaat program bagi responden
termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak 28 orang
(46,67%). Hal ini berarti bahwa responden bersikap positif terhadap
manfaat program. Sebagaian besar responden mengatakan bahwa program
PHBM bermanfaat bagi kehidupan mereka. Manfaat yang dirasakan
responden dalam mengikuti program PHBM ini misalnya : mampu
menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa hutan, pendapatan
serta kesejahteraan keluarga responden meningkat, dan setiap usaha yang
responden lakukan untuk mengembangkan program PHBM ini malah
menguntungkan bagi masyarakat desa hutan.
C. Hubungan Antara Sikap Masyarakat Desa Hutan Dengan Program
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
Hasil analisis hubungan sikap masyarakat desa hutan dengan program
pengelolaan hutan bersama masyarakat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 29. Hubungan Antara Sikap Masyarakat Desa Hutan Dengan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
Program PHBM (Y) Faktor Pembentuk Sikap (X) rs t hitung t tabel Keterangan
a. Pengalaman Pribadi (X1) b. Pengaruh Tokoh Panutan (X2) c. Pengaruh Kebudayaan (X3) d. Pengaruh Orang Lain (X4) e. Media Massa (X5) f. Pendidikan Formal (X6) g. Pendidikan Non Formal (X7)
0,071 0,749** 0,338** 0,729** 0,863** 0,694** 0,796**
0,542 8,609 2,735 8,304 13,015 7,344 10,02
2,001 2,001 2,001 2,001 2,001 2,001 2,001
NS SS SS SS SS SS SS
Sumber : Analisis Data Primer 2009
xcii
Keterangan :
NS : tidak signifikan SS : sangat signifikan α : 0,01
1. Hubungan Antara Pengalaman Pribadi Dengan Sikap Masyarakat Desa
Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
Berdasarkan tabel 29 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang
tidak signifikan antara pengalaman pribadi dengan sikap masyarakat desa
hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal ini
dilihat dari nilai t hitung < t tabel (0,542<2,001) pada taraf signifikansi
95% dengan α=0,01 dengan nilai rs sebesar 0,071. Hal ini berarti bahwa
sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama
masyarakat tidak sepenuhnya ditentukan oleh tinggi rendahnya
pengalaman responden mengikuti program PHBM.
Pada kenyataannya lamanya responden sebagai petani dan lamanya
responden bekerjasama dengan Perum Perhutani dalam kategori tinggi,
tetapi apabila responden jarang aktif dan kurang aktif dalam mengikuti
program PHBM maka responden kurang mendapatkan informasi,
petunjuk, serta nasehat tentang program PHBM. Meskipun responden
jarang dan kurang aktif mengikuti program PHBM mereka tetap berpikir
positif terhadap program PHBM tersebut.
2. Hubungan Antara Pengaruh Tokoh Panutan Dengan Sikap Masyarakat
Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
Berdasarkan tabel 29 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara pengaruh tokoh panutan dengan sikap masyarakat
desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal
ini dilihat dari nilai t hitung > t tabel (8,609>2,001) pada taraf signifikansi
95%, α=0,01 dengan nilai rs sebesar 0,749 serta arah hubungan yang
positif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengaruh tokoh panutan
maka mereka semakin dapat menentukan arah pembentukan sikap
xciii
masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama
masyarakat.
Dengan adanya informasi dan pengaruh dari tokoh panutan, maka
masyarakat desa hutan dapat mengetahui program PHBM tersebut.
Sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang baru bagi
masyarakat desa hutan, menjaga kelestarian hutan dan memanfaatkan
lahan hutan yang ada. Semakin sering tokoh panutan memberikan
informasi tentang program PHBM kepada responden maka responden
akan lebih bersikap positif terhadap program PHBM tersebut.
3. Hubungan Antara Pengaruh Kebudayaan Dengan Sikap Masyarakat Desa
Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
Berdasarkan tabel 29 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara pengaruh kebudayaan dengan sikap masyarakat
desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal
ini dilihat dari nilai t hitung > t tabel (2,735>2,001) pada taraf signifikansi
95%, α=0,01 dengan nilai rs sebesar 0,354 serta arah hubungan yang
positif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengaruh kebudayaan maka
semakin dapat menentukan arah pembentukan sikap masyarakat desa
hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat.
Responden menganggap pengaruh dari kebudayaan yang melekat
pada masyarakat desa hutan seperti kegiatan Berkah Bumi dapat
membantu keselamatan masyarakat desa hutan dalam mengikuti program
PHBM dan meningkatkan hasil hutan. Dengan adanya kegiatan tersebut
maka masyarakat desa hutan akan percaya bahwa kegiatan Berkah Bumi
ini merupakan kegiatan positif dan tidak merugikan bagi masyarakat desa
hutan. Semakin tinggi pengaruh kebudayaan maka responden akan
bersikap positif terhadap program PHBM tersebut.
xciv
4. Hubungan Antara Pengaruh Orang Lain Yang Di Anggap Penting Dengan
Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat
Berdasarkan tabel 29 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara pengaruh orang lain yang di anggap penting
dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan
bersama masyarakat. Hal ini dilihat dari nilai t hitung > t tabel
(8,304>2,001) pada taraf signifikansi 95%, α= 0,01 dengan nilai rs sebesar
0,729 serta arah hubungan yang positif.
Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengaruh orang lain yang di
anggap penting maka mereka semakin dapat menentukan arah
pembentukan sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan
hutan bersama masyarakat. Orang-orang yang di anggap penting meliputi:
PPL, teman dalam LMDH, suami/isteri, dan tetangga. Semakin sering
orang-orang yang di anggap penting memberikan informasi tentang
program PHBM kepada responden maka responden akan lebih bersikap
positif terhadap program PHBM tersebut.
5. Hubungan Antara Media Massa Dengan Sikap Masyarakat Desa Hutan
Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
Berdasarkan tabel 29 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara media massa dengan sikap masyarakat desa hutan
terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal ini dilihat
dari nilai t hitung > t tabel (13,015>2,001) pada taraf signifikansi 95%,
α=0,01 dengan nilai rs sebesar 0,863 serta arah hubungan yang positif. Hal
ini berarti bahwa semakin banyak responden mengakses media massa yang
digunakan maka semakin banyak juga informasi, petunjuk, serta nasehat
tentang program PHBM yang didapatkan oleh responden.
Mayoritas responden mengaku bahwa jumlah media massa dan
frekuensi menyimak informasi tentang kehutanan atau program PHBM
yang diakses rendah. Meskipun demikian informasi tentang kehutanan
xcv
atau program PHBM yang didapatkan dari media massa dapat menambah
pengetahuan. Sehingga informasi yang didapat oleh responden dapat
diterapkan di lapang/di hutan, misalnya : pencegahan kebakaran hutan,
longsor, illegal loging (pencurian kayu), pelatihan pembibitan tanaman,
sistem tanam, sistem sadap, dan sistem tumpang sari. Hal ini menunjukkan
bahwa meskipun jumlah media massa dan frekuensi menyimak informasi
tentang kehutanan atau program PHBM yang diakses rendah tetapi
responden bersikap positif terhadap program PHBM tersebut.
6. Hubungan Antara Pendidikan Formal Dengan Sikap Masyarakat Desa
Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
Berdasarkan tabel 29 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara pendidikan formal dengan sikap masyarakat desa
hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal ini
dilihat dari nilai t hitung > t tabel (7,344>2,001) pada taraf signifikansi
95%, α=0,01 dengan nilai rs sebesar 0,694 serta arah hubungan yang
positif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendidikan formal responden
maka semakin positif pula sikap responden terhadap program PHBM.
Mayoritas responden mengaku bahwa pendidikan formal responden
adalah tamat SD. Hal ini disebabkan karena keterbatasan ekonomi rumah
tangga pada jaman dahulu merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan masyarakat desa hutan hanya dapat mengenyam pendidikan
pada tingkat SD/sederajat. Untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi
diperlukan pengorbanan biaya yang cukup besar. Namun demikian,
mereka mempunyai respon ataupun sikap yang sangat setuju atau sangat
positif terhadap program PHBM. Dengan bantuan pengaruh dari tokoh
panutan dan pengaruh orang lain yang di anggap penting maka mereka
dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan bahwa program
PHBM ini merupakan kegiatan positif dan tidak merugikan bagi
masyarakat desa hutan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pendidikan
xcvi
formal rendah tetapi responden bersikap positif terhadap program PHBM
tersebut.
7. Hubungan Antara Pendidikan Non Formal Dengan Sikap Masyarakat
Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
Berdasarkan tabel 29 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara pendidikan non formal dengan sikap masyarakat
desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal
ini dilihat dari nilai t hitung > t tabel (10,02>2,001) pada taraf signifikansi
95%, α=0,01 dengan nilai rs sebesar 0,796 serta arah hubungan yang
positif. Hal ini berarti bahwa semakin sering responden menghadiri
penyuluhan atau pelatihan maka semakin positif pula sikap responden
terhadap program PHBM.
Mayoritas responden mengaku bahwa pendidikan non formal
responden sangat rendah. Hal ini disebabkan karena responden kurang
aktif bahkan tidak hadir dalam mengikuti kegiatan penyuluhan/pelatihan
yang diadakan bersamaan dengan rapat rutin LMDH setiap 35 hari sekali.
Ketidakhadiran responden tersebut disebabkan oleh kondisi geografis,
topografis, jarak tempuh ke lokasi cukup jauh, sarana transportasi tidak
ada, dan waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan waktu luang yang
dimiliki responden. Walaupun responden kurang aktif bahkan tidak hadir
dalam mengikuti kegiatan penyuluhan/pelatihan, responden di lapang atau
di hutan lebih sering bertemu, bertanya dan mencari informasi dari
mandor tanam, mandor sadap, dan teman LMDH. Waktu di rumah pun
responden juga bertanya dan mencari informasi dari tetangganya yang
mengikuti kegiatan penyuluhan/pelatihan. Hal ini menunjukkan bahwa
meskipun pendidikan non formal sangat rendah rendah tetapi responden
berusaha bersikap positif terhadap program PHBM tersebut.
xcvii
86
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian tentang Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Di Kabupaten Kebumen BKPH
Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Faktor pembentuk sikap masyarakat desa hutan terhadap program
pengelolaan hutan bersama masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH
Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah
termasuk dalam median gabungan skor 3 dengan kategori sedang. Hal ini
berarti bahwa informasi, petunjuk, serta nasehat yang didapat dari
masyarakat desa hutan mengenai program pengelolaan hutan bersama
masyarakat dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil
keputusan mengikuti program PHBM.
2. Sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama
masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu
Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah termasuk dalam median
gabungan skor 4 dengan kategori tinggi. Hal ini berarti bahwa masyarakat
desa hutan bersikap positif terhadap program pengelolaan hutan bersama
masyarakat. Mereka mengungkapkan bahwa program PHBM ini penting
untuk dapat melestarikan kelangsungan hutan dan mampu memberikan
imbal balik yang baik bagi masyarakat desa hutan.
3. Hubungan Antara Sikap Masyarakat Desa Hutan Dengan Program
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah sebagai berikut :
a. Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pengalaman pribadi
dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM.
b. Terdapat hubungan yang signifikan serta arah hubungan yang positif
antara pengaruh tokoh panutan, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang
lain yang di anggap penting, media massa, pendidikan formal dan
xcviii
pendidikan non formal dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap
program PHBM.
B. Saran
1. Diharapkan intensitas pengaruh tokoh panutan, pengaruh orang lain yang
di anggap penting, dan pihak Perhutani dalam memberikan informasi lebih
ditingkatkan lagi. Selain itu, masyarakat desa hutan juga diharapkan untuk
mengakses media massa sehingga dapat memperoleh informasi, petunjuk,
serta nasehat lebih banyak lagi mengenai program PHBM.
2. Sikap masyarakat desa hutan terhadap pelaksanaan program pengelolaan
hutan bersama masyarakat hendaknya lebih ditingkatkan agar masyarakat
semakin sadar dengan tujuan program yang ingin dicapai sehingga
masyarakat desa hutan dapat terlibat secara aktif dan melaksanakan
seluruh tugas dalam program PHBM.
3. Hubungan antara sikap masyarakat desa hutan dengan program PHBM
sangat signifikan, maka perlu ditingkatkan lagi agar pengaruh tokoh
panutan dan pengaruh orang lain yang di anggap penting lebih aktif lagi
dalam memberikan informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program
PHBM sehingga masyarakat desa hutan dapat mengambil keputusan untuk
mengikuti program PHBM yang bekerjasama dengan pihak Perhutani.
xcix
88
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. 2002. Psikologi Sosial. Rieneke Cipta. Jakarta. Anonim. 2007. Kolaborasi Antara Masyarakat Desa Hutan dengan Perum
Perhutani dalam Pengelolaan Sumber daya Hutan di Jawa. http://www.cifor.cgiar.org/lpf/docs/java/LPF_Flyer_PHBM.pdf.. Diakses pada Senin, 30 November 2009 Pukul 08.14.
Anoraga. 1992. Psikologi Sosial. Rieneke Cipta. Bandung.
Arief, A. 1994. Hutan, Hakekat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Atkinson, R.L, et al. 2005. Pengantar Psikologi. Erlangga. Jakarta.
Azjen, I. 1988. Attitudes, Personality and Behavior. Chicago. Dorssey.
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Palajar. Yogyakarta.
------------. 1998. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Palajar. Yogyakarta.
Baron, R. A dan Byrne, D. 1994. Social Psycology. Viacom Company. America.
Daniel, M, et al. 2005. PRA (Participatory Rural Appraisal) : Pendekatan Efektif Mendukung Penerapan Penyuluhan Partisipatif dalam Upaya Percepatan Pembangunan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.
Davidoff, L.L. 1991. Psikologi Sosial. Suatu Pengantar Erlangga. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2003. Paradigma Penyuluhan Kehutanan. Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan. Jakarta.
Eagly, A. H. & Chaiken, S. 1993. The Psycology Of Attitudes. Javanovich College. Ny. Pub.
Faisal, S. 1992. Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta.
Gerungan, P. 1996. Psikologi Sosial. PT. Eresco Bandung. Bandung.
Gunawan, Rimbo, Juni Thamrin dan Endang Suhendar. 1998. Industrialisasi Kehutanan dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Adat. Yayasan AKATIGA. Bandung.
Hariyadi, R. 2007. Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian. http://ppsub.ub.ac.id/perpustakaan/abstraksi/tesis/ribut-haryadi-pengaruh-motivasi-terhadap-kinerja-penyuluh-pertanian-di-kabupaten-musi-banyuasin.pdf. Diakses pada Rabu, 26 Mei 2010 Pukul 20.14.
Hawkins, H.S. dan A. W. Van den Ban. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
c
Kinnear, T.C dan Taylor, J.R. 1995. Riset Pemasaran. Erlangga. Jakarta.
Krech, D, et al. 1962. Individual In Society. Mc-Grow Hill Book Company, Inc. New York.
Mar’at. 1984. Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta.
Mardikanto, T., E. Lestari., A. Sudrajat., Supanggyo., Sutarto dan S. Anantanyu. 1996. Penyuluhan Pembangunan Kehutanan. Pusat Penyuluhan Kehutanan Departemen Kehutanan RI dan Fakultas Pertanian UNS Surakarta. Jakarta.
-----------------. 2002. Perhutanan Sosial : Konsep Penerapan. Pusat Pengembangan Agrobisnis dan Perhutanan Sosial. Surakarta.
-----------------. 2006. Prosedur Penelitian : Untuk Kegiatan Penyuluhan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Prima Theresia Pressindo. Surakarta.
Mates, B. 1971. Psycology. Monarch Press. Columbia.
Mueller, D. 1996. Mengukur Sikap Sosial Pegangan Untuk Peneliti dan Praktisi. Bumi Aksara. Jakarta.
Myers, D. G. 1983. Social Psycology. Ny. Mc Grow Hill.
Narbuko, C dan Achmadi, A. 2003. Metodologi Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta.
Pambudiarto. 2005. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan. http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=815. Diakses pada Kamis, 19 Maret 2009 Pukul 16.47.
Pamulardi, B. 1999. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Perum Perhutani. 2001. Surat Keputusan Dewan Pengurus Nomor 136/KPTS/DIR/2001.
Rahmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosda Karya. Bandung.
Ramdan, H. 2001. Model Agroforestry dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Dalam Duta Rimba 2500/XXV.
Ramdhani, Neila. 2008. Sikap dan Beberapa definisi Untuk Memahaminya. http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content. Diakses pada Jumat, 03 Maret 2009 Pukul 19.22.
Rochmah, S. 1996. Sikap Sosial. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sabarudi. 2001. Konsep Rencana Social Forestry : Kunci Sukses Menuju Sistem Pengelolaan Hutan Lestari. http://puslitsosekhut.web.id/download.php? Diakses pada Kamis, 30 Maret 2009 Pukul 12.14.
ci
Sagala, P. 1994. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Santoso, Hery. 2002. PHBM Dalam Konstelasi Pembangunan Kehutanan. http://www.fkkm.org/PusatData/index.php?action=sosialForestry&lang. Diakses pada Jumat, 27 Maret 2009 Pukul 18.58.
Sears. 1997. Social Psycology. University Of California. Loss Angeles.
Sianturi. 2007. Kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. http://agrokaltim.blogspot.com/2007/05/phbm-poliagro-kalimantan-timur.html. Diakses pada Kamis, 15 Mei 2008 Pukul 12.33.
Siegel. 1997. Statistik Non Parametrik. Gramedia Utama. Jakarta.
Simon, H. 1993. Hutan Jati dan Kemakmuran. Aditya Media. Yogyakarta.
Singarimbun, M dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES Indonesia. Jakarta.
Suwarno, Eno. 2007. Alternatif Sistem Pengelolaan Indonesia. http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com./ Diakses pada Kamis, 19 Maret 2009 Pukul 17.38.
Tarsidi, Didi. 2008. Perubahan Sikap. http://d-tarsidi.blogspot.com. Diakses pada Jumat, 03 Maret 2009 Pukul 19.17.
Vitalaya, Aida. 1992. Penyuluhan Pembangunan Di Indonesia Menyongsong Abad XXI. PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta.
Warsito, Sofyan. 2006. Kesepahaman Tentang Hutan Indonesia. http://www.perumperhutani.com/index.php?Itemid=&option=com_search&searchword=phbm. Diakses pada Jumat, 27 Maret 2009 Pukul 19.24.
Wortman, Camille, et al. 1999. Psychology. The Mc-Grow Hill Companiees. The United States.