Post on 03-Jan-2016
description
CHAPTER 1
BACKGROUND
Supply Chain Management memang memegang peran penting dalam industri ritel.
Terlebih bagi peritel besar sekelas Carrefour, yang memiliki 75 gerai dengan lokasi tersebar di
berbagai tempat (30 gerai Carrefour di bawah PT Carrefour Indonesia dan 45 gerai Carrefour
Express di bawah PT Alfa Retailindo Tbk.) dan bekerja sama dengan lebih dari 4 ribu pemasok.
Tanpa adanya SCM yang efisien, mengelola magnitude sebesar itu, sudah tidak mungkin. Jadi
dengan adanya SCM yang efisien, maka jaminan pasokan barang selalu ada dan harga untuk
konsumen akan selalu terkelola dengan baik. Oleh karena itu, penerapan Supply Chain
Management yang efektif seperti yang terjadi di PT. Carrefour Indonesia menjadi alasan penulis
untuk dijadikan topik kasus dalam pembahasan paper Manajemen Operasional ini.
Carrefour merupakan peritel besar dunia kedua setelah Wal-Mart. Berkantor pusat di
Prancis dan telah beroperasi sejak tahun 1957. Didirikan oleh Marcel Fournier dan Louis
Deforey dan mampu mendunia dengan cakupan wilayah operasi meliputi Benua Amerika,
Benua Asia, dan Benua Eropa.
Carrefour Indonesia memulai sejarahnya di Indonesia pada bulan Oktober 1998 dengan
membuka unit pertama di Cempaka Putih. Pada saat yang sama, Continent, yang juga sebuah
hypermarket dari Perancis, membuka unit pertamanya di Pasar Festival. Pada penghujung 1999,
Carrefour dan Promodes (Induk perusahaan Continent) sepakat untuk melakukan
penggabungan atas semua usahanya di seluruh dunia. Penggabungan ini membentuk suatu
grup usaha ritel terbesar kedua di dunia dengan memakai nama Carrefour. Seiring berjalannya
waktu komposisi saham Carrefour Indonesia berubah. Sejak April 2010 komposisi saham
tunggal terbesar dikuasai perusahaan Indonesia yaitu Trans Corp dengan komposisi saham
keseluruhan sebagai berikut:
Trans Corp (40%)
Carrefour SA (39%)
Onesia BV (11,5%)
Carrefour Netherland BV (9,5%)
Dengan terbentuknya Carrefour baru ini, maka segala sumber daya yang dimiliki kedua
group tadi menjadi difokuskan untuk lebih memenuhi dan memuaskan kebutuhan pelanggan.
Penggabungan ini memungkinkan Carrefour indonesia untuk meningkatkan kinerja gerai-gerai
yang ada di seluruh indonesia, mendapat manfaat dari keahlian karyawan-karyawan Carrefour
di Indonesia dan di dunia, dan mengantisipasi terjadinya evolusi ritel dalam skala nasional dan
global.
Fokus terhadap konsumen ini diterjemahkan dalam 3 pilar utama yang diyakini akan
dapat membuat Carrefour menjadi pilihan tempat belanja bagi para konsumen Indonesia.
Ketiga pilar utama tersebut adalah sebagai berikut :
Harga bersaing
Pilihan yang lengkap
Pelayanan yang memuaskan
Di bulan Januari 2008 PT.Carrefour Indonesia berhasil menyelesaikan proses akuisisi
terhadap PT. Alfa Retailindo Tbk. Saat ini, Carrefour Indonesia memiliki lebih dari 60 (enam
puluh) gerai yang tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Yogyakarta, Semarang,
Medan, Palembang dan Makasar yang didukung lebih dari 11,000 (sebelas ribu) karyawan
profesional yang siap untuk melayani para konsumen.
Konsep toko serba ada merupakan konsep perdagangan eceran yang diciptakan oleh
Carrefour yang dirancang untuk memuaskan para konsumen. Di Indonesia, terutama di Jakarta,
Carrefour, dengan cepat, menjadi suatu alternatif belanja pilihan bagi seluruh keluarga.
Ditambah dengan adanya fasilitas-fasilitas pelengkap seperti snack corner, food court, parkir
gratis di gerai-gerai tertentu, bahkan dengan adanya garansi harga dan garansi kualitas, maka
paserba Carrefour benar - benar merupakan tempat belanja keluarga.
CHAPTER 2
LITERATURE REVIEW
2.1. Pengertian Supply Chain Management
Supply Chain merupakan suatu rantai pasok yang menghubungkan berbagai organisasi
yang mempunyai tujuan sama, dimana mereka saling bekerjasama dalam pengadaan dan
penyaluran barang pasokan. Keuntungan Supply Chain didapat dari meminimasi biaya
manajemen disepanjang rantai aliran.
Manajemen Rantai Suplai (Supply chain management) adalah sebuah ‘proses payung’ di
mana produk diciptakan dan disampaikan kepada konsumen dari sudut struktural. Sebuah
supply chain (rantai suplai) merujuk kepada jaringan yang rumit dari hubungan yang
mempertahankan organisasi dengan rekan bisnisnya untuk mendapatkan sumber produksi
dalam menyampaikan kepada konsumen. (Kalakota dan Robinson, 2000)
Hanfield dalam bukunya Supply Chain Redesign (2002) mendefinisikan SCM sebagai
berikut:". merupakan integrasi dan organisasi pengelolaan rantai suplai dan kegiatan melalui
hubungan organisasi koperasi, proses bisnis yang efektif, dan tingkat tinggi berbagi informasi
untuk menciptakan sistem nilai berkinerja tinggi yang memberikan organisasi anggota
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan "
Tujuan yang hendak dicapai dari setiap rantai suplai adalah untuk memaksimalkan nilai
yang dihasilkan secara keseluruhan (Chopra and Meindl 2001, h5). Rantai suplai yang
terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai suplai tersebut.
2.2. Komponen-komponen Utama dalam Manajemen Rantai Pasok
Manajemen rantai pasok dipandang sebagai suatu bagian terintegrasi yang
menghubungkan bagian hulu (upstream) dan hilir (downstream) dalam suatu proses yang
menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi tuntutan pelanggan. Integrasi harus dicapai
untuk seluruh mata rantai yang terlibat dalam pengadaan barang, mulai dari hulu (pemasok)
sampai ke hilir (konsumen). Oleh karena itu manajemen rantai pasok lebih fokus kepada
pengaturan aliran barang antar perusahaan yang terkait, sampai barang dalam bentuk produk
jadi diterima oleh end user (pengguna yang sebenarnya).
Ada beberapa pemain utama dalam Supply chain yang terdiri dari pemasok,
manufacturer, distribution, retail outlets, dan customer, sebagaimana dijelaskan berikut ini
(Indrajit dan Djokopranoto,2002,hal:6).
Chain 1: Pemasok
Jaringan bermula dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama,
dimana mata rantai penyaluran barang akan mulai. Bahan pertama ini bisa dalam bentuk bahan
baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, subassemblies, suku cadang, dan
sebagainya.
Chain 1-2: Pemasok > Manufacturer
Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufacturer atau plants atau
assembler atau fabricator atau bentuk lain yang melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi,
mengasembling, merakit, mengkonversikan, ataupun menyelesaikan barang (finishing).
Hubungan dengan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan
penghematan. Misalnya, inventori bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi yang
berada di pihak pemasok, manufacturer, dan tempat transit merupakan target untuk
penghematan ini. Tidak jarang penghematan sebesar 40%-60%, bahkan lebih, dapat diperoleh
dari inventory carrying cost di mata rantai ini. Dengan menggunakan konsep pemasok
partnering misalnya, penghematan ini dapat diperoleh.
Chain 1-2-3: Pemasok > Manufacturer > Distribution
Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufacturer sudah harus disalurkan kepada
pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk penyaluran barang ke pelanggan, yang umum
adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar supply chain. Barang
dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang
besar dalam jumlah besar, dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam
jumlah yang lebih kecil kepada retailers atau pengecer.
Chain 1-2-3-4: Pemasok > Manufacturer > Distribution > Retail Outlet
Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa
dari pihak lain. Gudang ini berguna dalam menyimpan barang sebelum disalurkan lagi ke pihak
pengecer. Disini terdapat kesempatan untuk melakukan penghematan dalam bentuk jumlah
inventories dan biaya gudang, dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman
barang baik dari gudang manufacturer maupun ke toko pengecer.
Chain 1-2-3-4-5: Pemasok > Manufacturer > Distribution > Retail Outlet > Customers
Dari rak-raknya, para pengecer ini menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan
atau pembeli atau pengguna barang tersebut. Yang termasuk outlets adalah toko, warung, toko
serba ada, pasar swalayan, toko koperasi, mal, dan sebagainya. Mata rantai supply baru benar-
benar berhenti apabila barang sampai pada end user (pemakai yang sebenarnya).
2.3. Integrated Supply Chain
Semua perusahaan memerlukan sesuatu yang sangat ekonomis guna melakukan
kegiatan memproduksi untuk memperoleh keuntungan. Untuk mencapai keinginan
tersebut, kelancaran arus material yang diperlukan pasti melibatkan lebih dari satu rantai
pasokan. Faktor kritis dalam rantai pasokan yang efisien adalah pembelian, karena tugas
pembeliaan untuk menyeleksi pemasok (berikut materialnya) dan kemudian membangun
hubungan yang saling menguntungkan. Tanpa pemasok yang baik dan tanpa pembelian
yang memadai, rantai pasokan tidak akan memiliki peran untuk kondisi pasar pada masa
seperti sekarang ini.
SCM diperlukan oleh perusahaan yang sudah mengarah pada pengelolaan dengan
sistem just in time, karena konsep just in time sangat menekankan ketepatan waktu
kedatangan material dari pemasok sampai ke tangan konsumen sesuai dengan yang
ditetapkan. Artinya, kedisiplinan dan komitmen seluruh mata rantai harus benar-benar
dilaksanakan, karena sistem just in time tidak menekankan pada persediaan atau zero
inventory. Sehingga apabila terjadi penyimpangan pada salah satu mata rantai saja, maka
akan mengganggu pasokan material secara keseluruhan dan menghambat kelancaran
tugas dari mata rantai yang lain, karena tidak adanya persediaan. Untuk kondisi di
Indonesia sistem just in time akan berhasil kalau mata rantai terkait berada dalam satu
cluster.
Bagi perusahaan yang masih mementingkan persediaan karena karakteristik
material (misalnya faktor musiman) atau sebagai langkah antisipatif untuk menyiasati
lingkungan industri yang tidak stabil, SCM juga diperlukan. Peran SCM untuk jenis
perusahaan ini adalah menekan biaya persediaan, karena persediaan yang tidak optimal
akan menimbulkan dampak biaya penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya backorder
(apabila terjadi stockout).
Baik perusahaan yang menerapkan sistem just in time maupun yang masih
mementingkan persediaan, SCM yang dilaksankan akan lebih optimal apabila diterapkan
secara terintegrasi oleh seluruh mata rantai pasokan yang terkait.
Menerapkan konsep SCM secara menyeluruh dan terintegrasi tentu bukan
merupakan hal yang mudah dilakukan perusahaan. Kesulitan akan banyak dialami dalam
kaitan dengan lingkungan eksternal yaitu hubungan dengan supplier dan distributor serta
konsumen akhir. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan eksternal relatif berada di luar
kendali perusahaan, sehingga perlu upaya kedua belah pihak untuk mencapai komitmen
menjadi mata rantai yang saling berkoordinasi untuk menyalurkan seluruh kebutuhan
material sesuai yang dibutuhkan.
Sekilas konsep SCM memiliki kesamaan dengan manajemen logistik, karena
keduanya mengelola arus barang dan jasa melalui pembelian, pergerakan, penyimpanan,
adminitrasi, dan penyaluran barang. Selain itu baik SCM maupun manajemen logistik juga
memiliki kesamaan dalam hal peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan
barang. Perbedaan SCM dengan manajemen logistik terletak pada orientasinya. SCM
mengusahakan hubungan dan koordinasi antar proses dari perusahaan-perusahaan lain
dalam business pipelines, mulai dari suppliers sampai kepada pelanggan juga
mengutamakan arus barang antar perusahaan, sejak paling hulu sampai paling hilir.
Sedangkan manajemen logistik berorientasi pada perencanaan dan kerangka kerja yang
menghasilkan rencana tunggal arus barang dan informasi di seluruh perusahaan, jadi lebih
terfokus pada pengelolaan termasuk arus barang dalam perusahaan.
Dalam perkembangannya, SCM telah banyak mengalami evolusi yang dapat
digambarkan dalam 4 (empat) tahap sebagai berikut (Indrajit dkk, 2002):
1. Tahap 1, dalam tahap 1 ada semacam kesendirian dan ketidak-saling-tergantungan
fungsi produksi dan fungsi logistik. Mereka menjalankan program-program sendiri yang
terlepas satu sama lain (in-complete isolation). Contohnya adalah bagian produksi yang
hanya memikirkan bagaimana membuat barang sesuai dengan mutu dan yang telah
ditetapkan, dan sama sekali tidak mau ikut memikirkan penumpukan inventory dan
penggunaan ruang gudang yang menimbulkan biaya persediaan yaitu biaya simpan.
2. Tahap 2, dalam tahap 2 perusahaan sudah mulai menyadari pentingnya integrasi
perencanaan walaupun dalam bidang yang masih terbatas, yaitu di antara fungsi
internal yang paling berdekatan, misalnya produksi dengan inventory control dan
functional integration yang lain.
3. Tahap 3, dalam tahap 3 integrasi perencanaan dan pengawasan atas semua fungsi yang
terkait dalam satu perusahan (internal integration).
4. Tahap 4, dalam tahap 4 menggambarkan tahap sebenarnya dari suplly chain integration,
yaitu integrasi total dalam konsep perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
(manajemen) yang telah dicapai dalam tahap 3 dan diteruskan ke upstreams yaitu
suppliers dan downsterams sampai ke pelanggan.
Evolusi SCM yang telah mencapai tahap keempat tersebut menunjukkan suatu
integrasi yang menyeluruh di antara seluruh komponen terkait sehingga menuntut adanya
transparansi arus informasi. Strategi kemitraan dapat digunakan untuk mewujudkan
kelancaran arus pasokan material dari pemasok sampai distributor hingga ke tangan
konsumen. Dengan startegi kemitraan maka perlu mengembangkan komunikasi di antara
semua pihak terkait, sehingga komunikasi arus informasi maupun data yang dibutuhkan
akan lebih lancar.
2.4. Penerapan Teknologi Informasi
Manajemen rantai pasok tidak terlepas dari penerapan teknologi informasi dalam setiap
proses bisnis disepanjang rantai supply. Secara umum penerapan teknologi informasi dalam
manajemen rantai pasok dapat dilihat dalam dua persfektif besar yaitu sebagai berikut
(Indrajit,Djokopranoto, 2002,hal:140):
1. Perspektif teknis
Terdapat dua fungsi yang harus dipenuhi oleh teknologi informasi yaitu:
a. Fungsi penciptaan
Teknologi informasi harus mampu menjadi medium yang mampu mengubah fakta-fakta
dan kejadian sehari-hari yang dijumpai dalam bisnis perusahaan kedalam format data
kuantitatif. Ada dua cara umum yang biasa digunakan yaitu secara manual dan
otomatis. Cara manual dengan melibatkan user untuk melakukan data entry, misalnya
catatan pengeluaran, keluhan konsumen dll. Cara otomatis jika melibatkan penggunaan
berbagai teknologi sebagai alat untuk merekam data, misalnya barcode untuk kode
barang.
b. Fungsi penyebaran
Terhadap entiti-entiti fakta, informasi, data dan lain sebagainya, teknologi informasi
memiliki fungsi seperti:
1. Gathering : Teknologi informasi harus mempunyai fasilitas-fasilitas untuk
mengumpulkan dan menyimpan entiti-entiti tersebut.
2. Organising : Teknologi informasi harus memiliki mekanisme baku dalam
mengorganisasikan penyimpanan entiti-entiti tersebut dalam media penyimpanan.
3. Selecting : Teknologi informasi harus menyediakan fasilitas untuk memudahkan
pencarian dan pemilihan
4. Synthesizing : Teknologi informasi harus mampu mengintegrasikan beberapa entiti
menjadi satu kesatuan sehingga memudahkan dalam pengambilan keputusan.
5. Distributing : Teknologi informasi harus dapat menyalurkan berbagai entiti tersebut
kepihak-pihak yang membutuhkan.
2. Persfektif Manajerial
Terdapat empat peranan yang diharapkan dari penerapan teknologi informasi ini yaitu:
a. Meminimasi resiko
Pada umumnya resiko berasal dari berbagai ketidakpastian dalam berbagai hal dan
aspek eksternal lainnnya yang berada diluar kontrol perusahaan. Contohnya adalah
jadual pasokan barang yang tidak tepat waktu, jumlah permintaan yang tidak menentu,
dll. Hal ini dapat diantisipasi melalui penerapan teknologi informasi dengan tersedianya
berbagai aplikasi perangkat lunak, sehingga dapat meminimasi resiko yang akan
dihadapi oleh perusahaan.
b. Mengurangi biaya
Teknologi informasi sebagai katalisator dapat mengurangi biaya-biaya operasional
perusahaan yang akan berpengaruh pada pendapatan perusahaan itu sendiri. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara mengeliminasi proses, simplifikasi proses, integrasi proses,
dan otomatisasi proses.
c. Menambah value
Peranan teknologi informasi disini adalah dalam menciptakan value bagi pelanggan
perusahaan, dengan menghasilkan produk yang murah, lebih baik, lebih cepat (cheaper,
better, faster) dan berkualitas.
d. Penggunaan teknologi internet
Perkembangan teknologi internet, mampu menciptakan arena bersaing baru bagi
perusahaan yaitu didunia maya. Berbagai konsep e-business seperti e-commerce, e-
procurement, e-customers, dan lain sebagainya merupakan cara baru memandang
mekanisme bisnis dalam era globalisasi informasi.
CHAPTER 3
PENERAPAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PT. CARREFOUR INDONESIA
Supply Chain Management adalah suatu konsep atau mekanisme untuk meningkatkan
produktivitas total perusahaan dalam rantai suplai melalui optimalisasi waktu, lokasi dan aliran
kuantitas bahan. Manufakturing, dalam penerapan SCM, perusahaan-perusahaan diharuskan
mampu memenuhi kepuasan pelanggan, mengembangkan produk tepat waktu, mengeluarkan
biaya yang rendah dalam bidang persediaan dan penyerahaan produk, mengelola industri
secara cermat dan fleksibel. Sekarang ini konsumen semakin kritis, mereka menuntut
penyediaan produk secara tepat tempat, tepat waktu. Sehingga menyebabkan perusahaan
manufaktur yang antipasif akan hal ini akan mendapatkan pelanggan sedangkan yang tidak
antipasif akan kehilangan pelanggan. Supply Chain Management menjadi satu solusi terbaik
untuk memperbaiki tingkat produktivitas antara perusahaa-perusahaan yang berbeda. Guna
memberi jaminan ketersediaan berbagai produk bagi ribuan pelanggannya setiap hari, serta
menciptakan efisiensi bagi dirinya dan para pemasok, Carrefour membenahi sistem rantai
pasokannya.
Barang tak tersedia memang kerap terjadi di gerai modern. Kalau pun ada, biasanya
harga barang itu melonjak mengikuti tingginya permintaan. Salah satunya penyebabnya adalah
karena rantai pasokan (supply chain) ada yang terganggu. Bisa saja, barang yang dipasok telat
dikirim atau bisa jadi pemasok tidak mampu memenuhi service level yang disepakati dengan
peritel. Misalnya, semula disepakati supplier bisa memasok 100 unit barang ke peritel setiap
minggunya, tapi kenyataannya hanya sanggup memasok 50 unit. Menurut Direktur Corporate
Affairs PT Carrefour Indonesia, di Carrefour barang tidak ada atau langka sudah tidak pernah
terjadi lagi dimana jaminan pasokannya selalu ada.
Supply Chain Management sebenarnya sudah dikembangkan di perusahaan PT
Carrefour Indonesia sejak lama ketika Carrefour baru memiliki beberapa gerai. Ketika itu, SCM
yang dikembangkan masih sangat sederhana. Fungsinya hanya untuk membantu proses
penerimaan barang di gerai. Selain itu, fokusnya masih pada barang pangan siap saji. Kemudian
SCM serius dikembangkan pada Juli 2007 ketika mulai dilakukan investasi di bidang teknologi
informasi (TI) untuk mengembangkan model rantai pasokan yang berbeda, sehingga
memudahkan pemasok dan gerai. Pengembangan TI tersebut dilakukan dengan membeli
sebuah aplikasi ternama khusus untuk rantai pasokan dan sekaligus mampu menjalankan
warehouse management system, yakni InfoLog. Dengan InfoLog, semua proses dalam rantai
pasokan bisa diintegrasikan. Selain itu, sistem ini memudahkan kolaborasi Carrefour dengan
para pemasok walaupun belum semua pemasok terintegrasi. Namun dalam hal ini Carrefour
lebih memfokuskan pada efisiensi yang bisa diberikan, sehingga bisa dinikmati oleh pelanggan
berupa keberadaan produk berkualitas dengan harga yang kompetitif.
Rantai pasokan yang dibangun Carrefour ini berdasarkan perhitungan tingkat optimasi
dari pabrik atau pemasok sampai ke rak (shelf) gerai. Hal ini membutuhkan analisis dari setiap
jenis produk dan supply chain pemasok. Metode yang dipakai Carrefour untuk SCM ini dengan
menerapkan proses just-in-time (JIT) di pusat distribusi (Distribution Center/DC), yang disebut
Cross Dock. Tujuannya untuk mengefisienkan proses sehingga tidak diperlukan adanya stok di
pusat distribusi. Jadi ketika pemasok mengirim barang hari ini ke DC Carrefour di Pondok Ungu
dan Lebak Bulus, maka keesokan harinya barang itu sudah terkirim ke gerai-gerai. Singkatnya,
metode Cross Dock memungkinkan prosesnya lebih transparan dalam distribusi produk karena
tidak ada produk yang terdegradasi (tertinggal) di gudang. Pada dasarnya fungsi DC untuk
meredistribusi produk, bukan untuk menyimpan produk. Jadi melalui Cross Dock Carrefour
mengembalikan DC ini ke fungsi sebenarnya.
Gambar 1. Skema sistem Cross Dock Carrefour Indonesia
Keunikan cara tersebut (dibanding bila pemasok mengirimkan langsung) bahwa produk-
produk tadi sudah dikonsolidasi ketika dikirim ke gerai. Misalnya, bila biasanya sebuah gerai
menerima 30 truk yang berbeda, kini cukup menerima 5 truk saja. Pasalnya, para pemasok bisa
mengirimkan ke DC Carrefour. Selanjutnya, barang dari berbagai pemasok itu akan dipilah-pilah
sesuai permintaan gerai. Sebagai contoh, kini sebuah truk yang datang ke gerai Carrefour Ratu
Plaza, hanya perlu membawa produk-produk yang dibutuhkan khusus oleh gerai itu.
Rantai pasokan yang dikembangkan Carrefour bukan hanya berdasarkan proses
pergerakan fisik produk, melainkan memperhatikan pula aliran informasi. Selain itu juga
mempertimbangkan penyederhanaan dokumentasi untuk penagihan dari pemasok dan
pembayaran oleh Carrefour. Tentunya keberhasilan rantai pasokan di peritel sangat ditentukan
oleh aliran informasi dari gerai sampai ke pemasok, dan sebaliknya, disertai sinkronisasi data
kedua pihak. Carrefour membangun rantai pasokan dengan mengandalkan dukungan pemasok
terhadap efisiensi yang diciptakan dalam rantai pasokan ini.
Untuk kebutuhan dalam proses aliran order, Carrefour mengembangkan Central Order
Pool (COP), di mana proses pengorderan dilakukan secara otomatis dan terpusat berdasarkan
posisi stok di gerai dan parameter-parameter lain. Untuk melakukan pemesanan barang dengan
seluruh pemasok, Carrefour menggunakan sistem Electronic Data Interchange (EDI). Jika order
sudah diterima, pemasok bisa menerimanya melalui Web. Ada pula pemasok yang sudah
mengintegrasikannya dengan sistem ERP mereka. Selanjutnya, mereka menyampaikan (submit)
order itu ke pabriknya, lalu barang pun dikirim ke DC Carrefour.
Mengingat kunci sukses atau tulang punggung proses order tersentralisasi adalah
akurasi data stok di gerai dan pusat distribusi Carrefour, pihak Carrefour menerapkan proses
cycle count (alias penghitungan stok menggunakan sampling setiap hari). Dengan begitu,
akurasi data di pusat distribusi diklaim hampir selalu 100%, walaupun mengelola puluhan ribu
jenis produk.
Rantai pasokan yang tersentralisasi itu memberi beberapa keuntungan, baik bagi
Carrefour maupun pemasok :
o Bagi Carrefour, keuntungan utamanya perbaikan ketersediaan produk di gerai.
Hal itu sebenarnya juga merupakan keuntungan bagi pemasok, karena
menghilangkan lost of sales yang diakibatkan produk tidak tersedia.
o Bagi Pemasok, keuntungan utamanya adalah proses yang lebih sederhana,
karena hanya memproses satu order. Pemasok juga hanya perlu mengirim
produk ke satu titik, sehingga lebih menghemat biaya dibanding mengirim
produk ke seluruh gerai. Pemasok pun akan merasakan penghematan biaya
pengiriman, ketersediaan produk yang lebih terjamin, dan terjaganya kinerja
pemasok di Carrefour dalam hal service level.
Tingkat partisipasi para pemasok Carrefour untuk bergabung dengan sistem DC masih
kurang. Padahal, service level para pemasok itu masih di bawah ekspektasi Carrefour. Saat ini,
rata-rata pemasok yang mengantar langsung ke gerai Carrefour memiliki service level 50%.
Misalnya, kalau pihak Carrefour memesan 100 unit, mereka hanya mampu memasok 50 unit.
Sementara pemasok yang sudah menggunakan jasa logistik, service level-nya sudah 70%-75%.
Pihak Carrefour sendiri memberi toleransi untuk service level ini minimum 85%. Keberadaan
DC dalah untuk membantu para pemasok. Dengan begitu, para pemasok hanya fokus untuk
memproduksi barang. Karenanya, Carrefour mengajak pemasok untuk bergabung ke pusat
distribusi Carrefour.
Olehkarena itu, orientasi Carrefour ke depan bukan pada pengembangan sistem TI.
Pasalnya, sistem TI yang ada diklaim sudah bisa memenuhi kebutuhan. Sasaran utamanya
sekarang meningkatkan para pemasok yang masih memiliki service level rendah. Alasannya,
kondisi itu menyebabkan lost of sales, baik bagi pemasok maupun Carrefour sendiri. Target
Carrefour meningkatkan service level sehingga bisa mengirim barang secara on time dan
mengetahui permintaan (demand) Carrefour.
CHAPTER 4
CONCLUSION AND RECOMMENDATION
4.1. Kesimpulan
Carrefour telah ada di Indonesia sejak Tahun 1998 dengan konsep hypermarket. Saat ini
telah memiliki lebih dari 60 gerai di Indonesia. Kepemilikan sahamnya dimiliki mayoritas oleh
sebuah perusahaan Indonesia yaitu Trans Corp. Carrefour berbisnis dengan tiga pilar utama
yaitu harga yang bersaing, pilihan yang lengkap, dan pelayanan yang memuaskan.
Carrefour mulai menerapkan e-business secara serius pada bulan Juli 2007. Diawali
dengan investasi perangkat lunak infolog untuk memperbaiki supply chain management
Carrefour Indonesia. Penerapannya berdampak pada perubahan sistem distribusi tersentralisasi
dengan dibangunnnya distribution center (DC) Lebak Bulus dan Pondok Ungu.
Rantai pasokan yang tersentralisasi itu memberi beberapa keuntungan, baik bagi
Carrefour maupun pemasok. Bagi Carrefour, keuntungan utamanya perbaikan ketersediaan
produk di gerai. Hal itu sebenarnya juga merupakan keuntungan bagi pemasok, karena
menghilangkan lost of sales yang diakibatkan produk tidak tersedia. Keuntungan lain bagi
pemasok adalah proses yang lebih sederhana, karena hanya memproses satu order. Pemasok
juga hanya perlu mengirim produk ke satu titik, sehingga lebih menghemat biaya dibanding
mengirim produk ke seluruh gerai. Pemasok pun akan merasakan penghematan biaya
pengiriman, ketersediaan produk yang lebih terjamin, dan terjaganya kinerja pemasok di
Carrefour dalam hal service level.
4.2. Saran
Penerapan SCM seharusnya masih bisa lebih dioptimalkan. Syaratnya, pihak Carrefour
harus mengintegrasikan sistem SCM-nya itu lewat jaringan komunikasi online dengan gerai-
gerai yang mempunyai nilai 80% dari seluruh nilai transaksi Carrefour. Selain itu, perlunya
diperhatikan performance management tool di masing-masing gerai yang bisa dianalisis oleh
manajer gerai untuk kepentingan forecast atau estimasi. Tim SCM dan manajer gerai harus bisa
membaca dan menginterpretasi hasil performance management tool untuk keputusan
berikutnya. Lalu, sistem penerimaan barang (goods receipt) di gudang masing-masing gerai
disarankan bisa menggunakan sistem barcoding (untuk Top 20 gerai sebaiknya malah dengan
teknologi Radio Frequency Identification (RFID)) sehingga pergerakan barang/stok langsung
termonitor atau terdeteksi. Tingkat akurasi di masing-masing gerai minimum juga harus 95%.
REFERENCES
Chopra, Sunil and Meindl, Peter. (2001). “Supply Chain Management: Strategy, Planning and Operations.” Prentice Hall.
Handfield, Robert B. and Ernest L. Nichols, Jr. (2002). “Supply Chain Redesign: Transforming Supply Chains Into Integrated Value Systems.” Prentice Hall, Inc., Upper Saddle River: New Jersey.
Indrajit, R. E., dan R. Djokopranoto. (2002). “Konsep Manajemen Supply Chain: Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang”. PT Grasindo: Jakarta.
Indrajit, Ricardus Eko dan Djokopranoto. (2002). “Konsep Manajemen Supply Chain: Strategi Mengelola Manajemen Rantai Pasokan bagi Perusahaan Modern di Indonesia.” PT. Gramedia Widiasarana Ind: Jakarta.
Kalakota, R., and Robinson, M. (2001). “e-Business 2.0: Roadmap for Success.” Addison-Wesley, Upper Saddle River: NJ.
SWA.(2009). Majalah Online. Muluskan Distribusi Jutaan Barang. http://swa.co.id/listed-articles/muluskan-distribusi-jutaan-barang
TUGAS PAPER INDIVIDU
Lecture :
Dr. Fahmy Radhi, MBA
IMPLEMENTASI SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
DI PT. CARREFOUR INDONESIA
FERAWATI
PARUH WAKTU ANGKATAN 32 B
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
JAKARTA
2013