Post on 08-Aug-2020
i
NILAI-NILAI PENDIDIKAN
DALAM KITAB NASHAIHUL ‟IBAD
KARYA IMAM NAWAWI AL-BANTANI
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Disusun Oleh:
MUHAMMAD CHOIRUL UMAM
NIM 111 09 112
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2015
ii
iii
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Faks. 323433 Salatiga 50721
http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail : administrasi@iainsalatiga.ac.id
NOTA PEMBIMBING
Lamp : -
Hal : Naskah skripsi
Saudara Muhammad Choirul Umam
Kepada:
Yth. Ketua IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka
bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara :
Nama : Muhammad Choirul Umam
NIM : 111 9 112
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Judul : Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kitab Nashaihul
„Ibad Karya Imam Nawawi Al-Bantani
Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut diatas supaya segera
dimunaqosahkan.
Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Salatiga, 11 Maret 2015
Pembimbing
Muh. Hafidz, M. Ag.
NIP. 19730801 200312 1002
iv
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Faks. 323433 Salatiga 50721
http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail : administrasi@iainsalatiga.ac.id
SKRIPSI
NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB
NASHAIHUL ‟IBAD KARYA IMAM NAWAWI AL-BANTANI
DISUSUN OLEH
MUHAMMAD CHOIRUL UMAM
NIM : 111 09 112
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga pada tanggal 11 April 2015, dan telah dinyatakan
memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 kependidikan Islam.
Susunan Panitia Ujian
Ketua Penguji : Rasimin, S.Pd.I, M.Pd. __________________
Sekretaris Penguji : Muh. Hafidz, M.Ag. __________________
Penguji I : Prof. Dr.H. Mansur, M.Ag. __________________
Penguji II : Muna Erawati, M.Si. __________________
Salatiga, 11 April 2015
Dekan
FTIK IAIN Salatiga
Suwardi, M.Pd.
NIP: 19670121 199903 1 002
v
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Faks. 323433 Salatiga 50721
http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail : administrasi@iainsalatiga.ac.id
DEKLARASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Muhammad Choirul Umam
NIM : 111 09 112
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)
Judul : Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kitab Nashaihul ‟Ibad Karya
aaaaaaaaaaaaaaaaaImam Nawawi Al-Bantani
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa
skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan atau
karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam
skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah..
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 11 Maret 2015
Penulis
Muhammad Choirul Umam
NIM: 111 09 112
vi
MOTTO
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka
mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (Q.S. Ar-Ra‟d: 11).
“Manusia Berusaha dan berdo‟a, Tuhan yang menentukan”
Barang Siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah
sampai ia kembali.(H.R. Tirmidzi)
vii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk:
1. Ibuku Siti Aisyah dan Bapakku Asmudi yang selalu sabar dalam mendidik,
memberi motivasi dan merawat serta membesarkanku dengan keringatnya
hingga sampai pada titik ini. Semoga tetesan keringat ibu dan bapak dibalas
oleh Allah dengan balasan yang lebih baik.
2. Keluargaku di kampung halaman, Bani Sajad Yasir. Terutama kedua adikku
Al-Istianah dan Sayyidatus Syarifah, kalian adalah semangatku.
3. Abah Cholid Ulfi Fatkhurrohman, Abah As‟ad Haris N.F., Abah
Taufiqurrohman, Ibunda Fatichah Ulfah dan Ummah Chusnul Halimah serta
seluruh keluarga besar kepengasuhan Yayasan Al-Manar. yang senantiasa
memberikan ilmu pengetahuan hingga saat ini.
4. Teman-teman seperjuangan Keluarga besar pondok pesantren Al-Manar,
jajaran kepengurusan, Dewan Asatidz MADIN Al-Manar dewan guru
Madrasah Aliyah dan Dewan Guru MTs serta seluruh santri yang selalu
membagi tawanya kepadaku.
5. Almamaterku tercinta, IAIN Salatiga, tempatku menimba pengetahuan .
teman teman PAI-D angkatan 2009. Kalian luar biasa.
6. Seluruh sahabat terbaikku yang telah meluangkan waktunya dalam hal
apapun. Pakdhe Ilzamsyah Am., Sobet Rieadie Ijah, Tumbrok, Gembel, Cah
Ayu, Tante nafi‟ teteh Lutfi dan Bunda kamal serta siapa saja yang aku lupa
namanya.
viii
7. Calon pendampingku, Tulang rusukku yang akan menemaniku kelak, ibu dari
anak-anak Kita semoga kau setia menungguku.
8. Seluruh Umat Islam di belahan dunia manapun yang bersedia membaca karya
kecil ini.
ix
KATA PENGANTAR
Asslamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah INSTITUTAGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Allah SWT tuhan yang tiada duanya dan Rosulullah SAW seorang
Nabi yang menjadi suri tauladan yang baik bagi umatnya.
2. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
3. Bapak Rasimin, S.Pd.I., M.Pd. , selaku ketua program studi
Pendidikan Agama Islam (PAI).
4. Bapak M. Hafidz, M.Ag., sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan
waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan
tugas ini.
5. Bapak M. Ghufron, M.Ag., selaku pembimbing akademik
6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
x
7. Mu‟allif kitab Nashaihu „Ibad, Imam Nawawi Al-Bantany
8. Seluruh keluarga besar Yayasan Al-Manar Bener, Tengaran,
Semarang.
9. Bapak dan ibu serta saudara-sadaraku di rumah yang telah mendoakan
dan membantu dalam bentuk materi untuk membiayai penulis dalam
menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan penuh kasih sayang dan
kesabaran.
Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang
setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT.
Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca umumnya.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Salatiga, 11 Maret 2015
Penulis
Muhammad Choirul Umam
xi
ABSTRAK
Umam, Muhammad Choirul. 2015 Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kitab Nashaihul
„Ibad Karya Imam Nawawi Al-Bantani. Skripsi Jurusan Tarbiyah
Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: M. Hafidz, M.Ag.
Kata kunci: Nilai Pendidikan, Nashaihul „Ibad
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Imam Nawawi al-Bantani
merupakan seorang ulama‟ salaf pemikir yang menghasilkan karya-karya besar
yang cukup fundamental.Beliau merasa bahwa sangat pentingnya sebuah pribadi
yang memiliki keimanan yang kuat, kesempurnaan akidah dan akhlak serta
pendidikan yang unggul dan memadai harus dimiliki oleh setiap hamba dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan mengkaji apa saja nilai pendidikan dalam kitab nashaihul „ibad
karya imam nawawi al bantani. Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian
ini adalah: 1) Bagaimana sistematika penulisan dalam kitab nashaihul „ibad?, 2)
Bagaimana nilai pendidikan menurut Imam Nawawi di dalam kitab nashaihul
„ibad?, 3) Bagaimana implikasi pendidikan menurut Imam Nawawi dalam
kehidupan sehari-hari?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini
menggunakan pendekatan kepustakaan. Metode penelitian yang digunakan yaitu
dengan jenis penelitian kepustakaan(Library Research), sedangkan sumber data
primer dari penelitian ini adalah kitab nashaihul „ibad dan sumber sekundernya
adalah buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian.
Adapun teknis analisis data menggunakan metode deduktif dan metode
induktif dan temuan penelitian ini menunjukkan bahwa nilai pendidikan dalam
kitab Nashaihul „Ibad karya Imam Nawawi ini sangat dibutuhkan bagi peserta
didik dan pendidik dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Karakter pemikiran
beliau dapat digolongkan dalam corak praktis yang tetap berpegang teguh dengan
al Qur‟an dan Hadits serta atsar para ulama‟. Beliau menyatakan bahwa ilmu itu
sesuatu yang suci dan hanya akan dapat diserap oleh jiwa yang suci pula.
Pendidikan tidak hanya didapat dari bangku sekolah saja, namun kita bisa
mendapatkannya melalui siapa saja dan apa saja. Ilmu dapat diperoleh dengan
cara berkumpul dengan orang saleh, menjaga diri dari perbuatan yang dilarang
agama dan senantiasa mendekatkan diri pada Allah. Sikap kita kepada sesama
manusia dan makhluk lain juga akan berpengaruh dalam pendidikan. Menghargai
orang lain, menjaga lisan rendah hati serta sikap-sikap yang seharusnya kita
lakukan kepada makhluk lain akan menjadikan kita sebagai hamba yang santun
dan bijak dalam mengarungi bahtera kehidupan. Kecenderungan lain dalam
pemikiran beliau adalah mengetengahkan nasihat-nasihat kepada para hamba
sebagai bekal dalam menjalani kehidupan dan kebahagiaan yang hakiki.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN BERLOGO ............................................................................. ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ........................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv
DEKLARASI ................................................................................................ v
MOTTO........................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. ix
ABSTRAK ................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................ xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 5
D. Kegunaan Penelitian.................................................................... 5
E. Penegasan Istilah......................................................................... 7
F. Metode Penelitian....................................................................... 9
G. Sistematika Penulisan Skripsi.................................................... 11
BAB II. BIOGRAFI
A. Latar Belakang Penulisan Kitab Nashaihul „Ibad..................... 13
B. Sistematika Penulisan Kitab Nashaihul „Ibad........................... 13
C. Riwayat Hidup Imam Nawawi................................................... 16
D. Pendidikan Imam Nawawi Al-Bantani....................................... 17
xiii
E. Nasionalisme............................................................................. 19
F. Gelar-gelar................................................................................ 21
G. Karya-karya.............................................................................. 22
H. Nasab Imam Nawawi............................................................... 25
I. Silsilah Guru Imam Nawawi.................................................... 27
BAB III. NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB NASHAIHUL „IBAD
A. Pengertian Pendidikan............................................................. 30
B. Pemikiran Imam Nawawi tentang Nilai Pendidikan dalam Kitab
Nashaihul „Ibad........................................................................ 32
BAB IV. ANALISIS NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB NASHAIHUL
„IBAD
A. Nilai Pendidikan dalam Nashaihu „Ibad................................ 41
B. Implikasi Nilai Pendidikan Dalam Kehidupan...................... 61
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................... 70
B. Saran..................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan Agama rahmatan lil‟alamin yang dibawa oleh
Rasulullah Muhammad SAW sebagai pedoman hidup umat manusia dan
pendidikan bagi manusia dan seluruh alam. Islam sangat memperhatikan
segala aspek yang dikerjakan manusia, mulai dari hal-hal yang kecil
sampai pada hal yang besar. Baik masalah tersebut berhubungan dengan
Allah maupun dengan sesama manusia. Tidak heran jika hal itu sangat
menjadi topik utama dalam kehidupan ini. Menjadi awal dan dasar
kehidupan seseorang untuk menjadi bahagia di dunia dan akhirat.
Dasar utama dalam Islam adalah mengakui keberadaan-Nya dan
para utusannya. Dengan mengakui bahwa:” Aku mengakui, bahwa tiada
Ilah selain Allah SWT, tunggal Maha sendiri-Nya,tiada sekutu bagi-Nya,
demikian tinggi Dia dengan ketinggian yang Maha Agung. Dia
menciptakan seluruh langit dan bumi serta segala apa yang ada diantara
keduanya dalam kurun wangsa waktu enam periode hari, kemudian Dia
bersemayam di Arasy al Rahman” (Soedjarwo, 1990: 27).
Islam juga sangat menjunjung tinggi ilmu. Begitu tingginya orang
yang memiliki ilmu, hingga dalam sebuah ayat, Allah berfirman:
......
2
Artinya: Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. (Q.S. Al-Mujadalah. 11). (http//www.alquran-digital.com).
Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa derajat
para ahli ilmu dan orang mukmin yang lain sejauh 700 derajat. Satu derajat
sejauh perjalanan 500 tahun (Ihya‟ Ulum Al-Din)
Dalam keseharian manusiapun, seorang yang memiliki illmu akan
lebih dihormati dibanding orang-orang biasa. Sebagai contoh konkrit,
seorang yang memiliki pemahaman dan kearifan dalam ilmu agama,
terkait dengan akidah, fikih, dan lain sebagainya, di masyarakat akan
dijadikan panutan oleh masyarakat. Selain itu, perkataan yang beliau
ucapkanpun akan lebih dipatuhi dibanding orang pada umumnya.
Begitulah Allah mengangkat derajat hamba-Nya yang memiliki
ilmu. Bahkan, tidak terbatas dalam ilmu agama semata, dalam bidang
keilmuan umumpun Allah akan mengangkat derajat hamba-Nya yang
berilmu. Sebagai contoh orang yang memiliki kepandaian dalam bidang
ilmu hitung atau matematika, masyarakat juga tidak akan sungkan-
sungkan menimba ilmu dengannya, atau jika memang memungkinkan,
ketika orang tersebut membuka sebuah wadah pembelajaran berbentuk les
privat, masyarakat tidak akan segan-segan mengarahkan putra-putrinya
untuk menimba ilmu padanya.
Disisi lain, manusia semakin cerdas dan mendayagunakan
fikirannya untuk menemukan konsep dan metode yang benar-benar
3
relevan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan pendidikan berkembang
dari konsep pedagogi, andragogi dan education. Dalam konsep paedagogi,
kegiatan pendidikan ditujukan hanya kepada anak yang belum dewasa.
Tujuannya mendewasakan anak. Namun, karena banyak hasil didikan
yang justru menggambarkan perilaku yang tidak dewasa, maka sebagai
anti tesis dari kenyataan itu, muncullah gerakan andragogi. Selanjutnya
gerakan modern memunculkan konsep education yang berfungsi ganda,
yakni “transfer of knowledge” dan “ making scientific attitude” pada sisi
yang lain.
Ketiga hal tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hal ini
dikarenakan kaidah-kaidah tersebut menunjukkan bahwa dalam proses
pendidikan ada pendidikan yang berfungsi sebagai pelatih, pengembang,
pemberi atau pewaris. Kemudian terdapat pula bahan yang dilatihkan,
dikembangkan, diberikan serta diwariskan yakni berupa pengetahuan,
keterampilan, berfikir, karakter yang berupa bahan ajar, serta ada murid
yang menerima latihan, pengembangan, pemberian dan pewarisan
pengetahuan, keterampilan pikiran dan karakter.
Ilmu juga berkaitan erat dengan kecerdasan. Pembicaraan
mengenai kecerdasan sangatlah luas. Teori-teori kecerdasan terus
berkembang, mulai dari Plato, Aristoteles, Darwin, Alfred Binet, Stanberg,
Piaget, sampai Howard Gardner. Perkembangan ini mengerucut pada pola
yang sama, yaitu makna kecerdasan banyak ditentukan oleh faktor situasi
dan kondisi (konteks) yang terjadi pada saat teori tersebut muncul. Pada
4
akhirnya, makna kecerdasan sangatlah tergantung pada banyaknya
kepentingan eksternal dari hakikat kecerdasan itu sendiri. Kepenitingan
ekstenal tersebut meliputi kepentingan politik, eugenic (keturunan),
keunggulan ras, dan banyak lagi.
Dari uraian di atas, penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang nilai
pendidikan pada pemikiran Imam Nawawi Al-Bantani melalui sebagian
karya-karyanya yang cukup fundamental yaitu kitab Nashaihul „Ibad yang
di dalamnya terdapat beberapa uraian tentang pendidikan. Untuk itu, maka
penulis mencoba untuk menyusun sebuah skripsi yang berjudul: NILAI-
NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB NASHAIHUL ‟IBAD KARYA
IMAM NAWAWI AL-BANTANI, dengan harapan semoga dapat
memberikan kontribusi dan manfaat terutama bagi penulis dan umumnya
bagi pembaca.
5
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sistematika penulisan kitab Nashaihul „Ibad?
2. Bagaimana nilai pendidikan menurut Imam Nawawi di dalam kitab
Nashaihul „Ibad?
3. Bagaimana implikasi pendidikan menurut Imam Nawawi dalam dunia
pendidikan?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui sistematika penulisan kitab Nashaihul „Ibad.
2. Mengetahui nilai pendidikan menurut Imam Nawawi di dalam kitab
Nashaihul „Ibad.
3. Mengetahui implikasi pendidikan menurut Imam Nawawi dalam dunia
pendidikan.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis,
berupa pengetahuan tentang nilai pendidikan yang terkandung dalam
6
karya Imam Nawawi serta bermanfaat sebagai kontribusi pemikiran
bagi dunia pendidikan khususnya dunia pendidikan Islam.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai nilai
pendidikan untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman dalam
aktifitas sehari-hari
b. Bagi Lembaga Pendidikan
1) Dapat menjadi masukan yang membangun guna
meningkatkan kualitas lembaga pendidikan terutama
pendidikan Islam, termasuk para pendidik yang ada di
dalamnya dan penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan
serta pemerintah secara umum.
2) Sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia
pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di
Indonesia terutama pendidikan Islam (seperti Madrasah
Diniyah, Pondok Pesantren) sebagai solusi terhadap
permasalahan pendidikan yang ada.
c. Bagi Ilmu Pengetahuan
1) Menambah khazanah mengenai nilai pendidikan yang
terdapat dalam kitab Nashaihul „Ibad sehingga mengetahui
betapa pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian seorang mukallaf akan berusaha
7
memperbaiki diri agar semakin meningkatkan mutu kualitas
diri menjadi yang lebih baik dihadapan Allah dan dihadapan
manusia.
2) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama
ilmu pendidikan Islam, sehingga dapat memperkaya dan
menambah wawasan dibidang tersebut khusunya dan bidang
ilmu pengetahuan yang lain pada umumnya.
E. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas judul di atas serta menghindari kesalahan
dalam memahami istilah, maka penulis perlu membatasi istilah yang
berkaitan dengan permasalahan tersebut. Adapun tujuannya agar asumsi
yang akan muncul nantinya akan dapat diartikan secara tepat sesuai
dengan yang dikehendaki penulis, antara lain:
1. Nilai-Nilai Pendidikan
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga
prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-
perbuatannya (Ensiklopedi Pendidikan, 2009: 106)
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
8
kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
bangsa dan negara (Ensiklopedi Pendidikan, 2009: 130).
2. Nashaihul ‟Ibad
Adalah sebuah karya Muhammad Nawawi Bin „Umar Al-
Bantani Al-Jawi yang disajikan untuk seorang hamba sebagai pedoman
dan rujukan berperilaku sesuai tuntunan islami yang dapat membawa ke
arah kebaikan dan menjadikan seseorang berbudi pekerti santun dan
berjiwa lembut. Kandungannya begitu dalam dan hakikatnya begitu
tinggi, sehingga bila difahami dengan ikhlas dalam kehidupan sehari-
hari dapat menghantarkan kita pada kebersihan hati, kesucian jiwa dan
kesantunan budi pekerti serta dapat mengingatkan kita akan pentingnya
mrmahami makna hidup hakiki dan mempersiapkan diri menghadap
Sang Maha Kuasa dengan membawa berbagai amal kebaikan dan budi
pekerti yang baik (Kauma, 2005: 5)
Kitab ini terdiri dari 11 bab pembahasan, dimulai dari Khutbatul
Kitab dilanjutkan dengan bab satu, dua, tiga, sampai dengan sebelas
pada akhir kitab. Kitab ini juga disertai dengan fahrasat (daftar isi).
3. Imam Nawawi
Adalah Abu Abdul Mu‟ti Muhammad Nawawi bin „Umar bin
„Arabi bin „Ali At-Tanari Al-Bantani Al-Jawi. Beliau dilahirkan di desa
Tanar, Banten, Jawa Barat, pada tahun 1230 H bertepatan dengan 1813
M, didalam keluarga yang mulia yang terkenal dengan dakwah
islamiyahnya. Sejak kecil beliau hidup dan menimba ilmu di Makkatul
9
Mukarromah dan berbagai daerah seperti: Madinah, Syiria, dan Mesir.
Kemudian menetap kembali di Makkah. Beliau dikenal dengan “sayid
ulama hijaz”, syeikh yang terkemuka, dermawan, bertakwa, zuhud,
rendah hati, lembut hatinya, pecinta fakir miskin. Beliau wafat pada
tahun 1314 H bertepatan dengan tahun 1897 M di Makkatul
Mukarromah (Al-Qof, 2008:183).
F.Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kepustakaan (library research), karena semua yang digali adalah
bersumber dari pustaka (Hadi, 1990: 3). Dan yang dijadikan obyek
kajian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran.
2. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
(library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur.
Adapun referensi yang menjadi sumber data primer adalah kitab
Nashaihul ‟Ibad karya imam Nawawi.
Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah terjemah
Nashaihul ‟Ibad, kitab Risalatul Mu‟awwanah, Kapita Selekta
Pendidikan Islam serta kitab-kitab dan buku-buku lainnya yang ada
relevansinya dengan obyek pembahasan penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data
10
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam
penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang
menjadi sumber data primer yakni kitab Nashaihul ‟Ibad dan data
sekunder yakni terjemah Nashaihul ‟Ibad, kitab Risalatul
Mu‟awwanah, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan buku-buku serta
kitab yang relevan lainnya. Setelah data terkumpul, maka dilakukan
penelaahan secara sistematis dalam hubunganya dengan masalah yang
diteliti, sehingga diperoleh data/informasi untuk bahan penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan
jalan memilah-milah antara pengertian satu dengan pengertian yang
lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.
Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis
masalah adalah sebagai berikut:
a. Metode Deduktif
Yaitu apa yang dipandang benar dalam peristiwa dalam
suatu kelas atau jenis, berlaku pada hal yang benar pada semua
peristiwa yang termasuk dalam kelas atau jenis. Hal ini adalah
suatu proses berfikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan
beragkat dari pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengetahuan yang
khusus (Hadi, 1990: 26). Metode ini digunakan oleh penulis untuk
menganalisis data tentang konsep yang akan dibahas yaitu nilai
pendidikan.
11
b. Metode Induktif
Yaitu metode yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus,
peristiwa-peristiwa konkrit, kemudian dari fakta-fakta dan
peristiwa yang konkrit ditarik dalam generalisasi yang bersifat
umum (Hadi, 1990:26). Metode ini penulis gunakan untuk
menganalisis data tentang kebahagiaan yang hakiki dalam kitab
Nashaihul ‟Ibad, sehingga dapat diketahui nilai pendidikan yang
terkandung didalamnya.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika
penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan
agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan
skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,
Metode Penelitian, Penegasan Istilah, dan sistematika Penulisan
sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
BAB II : Latar Belakang penulisan kitab Nashaihul ‟Ibad, Sistematika
penulisan kitab Nashaihul ‟Ibad, Biografi dan pemikiran imam
Nawawi, menguraikan tentang: Biografi imam Nawawi yang
meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual, dan
12
perjalanan karirnya. Selain itu dalam bab ini juga membahas
perkembangan intelektual, karya-karyanya, silsilah nasab dan
silsilah gurunya.
BAB III : Deskripsi pemikiran imam Nawawi.
BAB IV : Pembahasan, menguraikan signifikansi pemikiran, relevansi,
pemikiran, dan implikasi.
BAB V : Penutup, menguraikan kesimpulan dan saran.
13
BAB II
BIOGRAFI
A. Latar Belakang Penulisan Kitab Nashailul „Ibad
Mushanif, yakni imam Nawawi, merasa penting sekali dalam
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan nasehat-nasehat dalam
menjalani kehidupan agar dapat menjadi manusia yang lebih baik
dihadapan Tuhan dan manusia. Melihat konteks kehidupan yang sangat
dibutuhkannya ilmu ini, maka beliau menulis kitab yang dirasa cukup
memuat pembahasan tentang nasehat-nasehat para orang terdahulu, kitab
tersebut merupakan syarah yang disusun guna mensyarahi sebuah kitab
yang berisi nasehat-nasehat, karya Al-Allamah Al-Hafizh Syaikh
Syihabuddin Ahmad bin „Ali bin Muhammad bin Ahmad Asy-Syafi‟iy
yang terkenal dengan nama Ibnu Hajar Al-Asqalani Al-Mishri. dan beliau
beri nama kitab tersebut dengan Nashaihul „Ibad yang berisikan
penjelasan terhadap kalimat-kalimat yang ada dalam kitab Al-Munabbihaat
„alal Isti‟daad Li Yaumil Ma‟ad (Peringatan dan nasehat untuk melakukan
persiapan menghadapi hari Kiamat) (Kauma, 2005: 19).
B. Sistematika Penulisan Kitab Nashailul „Ibad
Sistematika yang dipakai dalam penulisan kitab Nashaihul „Ibad
adalah tematik, yang penulisannya dari satu bab ke bab yang lain
berdasarkan jumlah nasehat dan pokok masalah yang terkandung
didalamnya. Mulai dari dua pokok masalah, tiga pokok masalah, dan
seterusnya sampai sepuluh pokok masalah. Jumlah pembahasannya ada
14
214 yang didasarkan pada 45 Hadits dan sisanya merupakan atsar
(perkataan sahabat dan tabi‟in). Adapun rincian bab yang terdapat dalam
kitab ini yaitu:
1. Bab I, khutbatul kitab yang berisi kata pengantar dan sambutan dari
penulis.
2. Bab II, dalam bab ini terdapat 30 nasehat yang masing masing terdiri
dari 2 poin. Empat diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya
berupa atsar. Adapun urutannya adalah:
a. Dua hal yang sangat utama
b. Dua perintah Nabi agar bergaul dengan ulama‟
c. Dua perumpamaan masuk kubur tanpa bekal
d. Dua kemuliaan
e. Dua kesedihan
f. Dua pencarian
g. Dua sikap orang mulia dan bijaksana
h. Dua modal yang berbeda hasilnya
i. Dua dasar kemaksiatan
j. Dua jenis tangisan
k. Larangan meremehkan dosa kecil
l. Dua jenis dosa
m. Dua aktivitas utama
n. Dua bukti belum mengenal Allah dan dirinya sendiri
o. Dua kerusakan
15
p. Dua nasehat tentang nafsu dan sabar
q. Dua pengendalian akal
r. Dua keuntungan menjauhi keharaman
s. Dua wahyu Allah kepada Nabinya
t. Dua kesempurnaan akal
u. Dua perbedaan antara yang berilmu dan yang bodoh
v. Dua ciri orang yang taat kepada Allah
w. Dua aktivitas inti
x. Dua sumber dosa dan fitnah
y. Dua pengakuan kelemahan diri
z. Dua perbuatan tercela
3. Bab III, dalam bab ini terdapat 55 nasehat yang masing masing terdiri
dari 3 poin. Tujuh diantaranya berupa Hadits Nabi, sedang sisanya
berupa atsar.
4. Bab IV, dalam bab ini terdapat 37 nasehat yang masing masing terdiri
dari 4 poin. Delapan diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya
berupa atsar.
5. Bab V, dalam bab ini terdapat 27 nasehat yang masing masing terdiri
dari 5 poin. Enam diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya
berupa atsar.
6. Bab VI, dalam bab ini terdapat 17 nasehat yang masing masing terdiri
dari 6 poin. Dua diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa
atsar.
16
7. Bab VII, dalam bab ini terdapat 10 nasehat yang masing masing terdiri
dari 7 poin. Lima diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa
atsar.
8. Bab VIII, dalam bab ini terdapat 5 nasehat yang masing masing terdiri
dari 8 poin. Satu diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa
atsar.
9. Bab IX, dalam bab ini terdapat 5 nasehat yang masing masing terdiri
dari 9 poin. Satu diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa
atsar.
10. Bab X, dalam bab ini terdapat 28 nasehat yang masing masing terdiri
dari 10 poin. Sebelas diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya
berupa atsar.
C. Riwayat hidup Imam Nawawi
Beliau adalah seorang yang memiliki nama Abu Abdul Mu‟ti
Muhammad bin „Umar bin „Arabi bin „Ali at-Tanari al-Bantani al-Jawi.
Beliau dilahirkan di desa Tanar, Banten, Jawa Barat pada tahun 1230 H
/1813 M dalam keluarga yang terkenal dengan dakwah islamiahnya.
Kedua orang tua beliau memberi nama dengan Muhammad Nawawi.
Nama pada bagian awal diambil dari nama pemimpinya para Nabi dan
Rasul yang memiliki risalah yaitu Muhammad bin Abdullah SAW. Dan
nama pada bagian dua diambil dari nama syaikhul Islam waliyullah
Mukhyiddin Abi Zakaria Yahya bi Syarif an-Nawawi. Beliau wafat di
Makkah pada tahun 1314 H diakhir bulan ayawal bertepatan dengan tahun
17
1897 M. Beliau dimakamkan di pemakaman Mi‟la dekat dengan makam
sayyidah Asma‟ binti Abu Bakar as-Sidiq, dan dekat dengan ulama‟ ahli
tahqiq yaitu Ibnu Hajar al-Haitami (Al-Qof, 183-184).
Ayah beliau bernama K. H „Umar bin „Arabi, seorang pejabat
penghulu yang memimpin sebuah masjid. Dilacak dari segi silsilah, imam
Nawawi merupakan keturunan ke-11 dari Maulana Syarif Hidayatullah
(Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu cucu dari Maulana Hasanuddin
(Sultan Banten I) yang bernama Sunyaratas (Tajul Arsy). Nasabnya
bersambung dengan Nabi Muhammad SAW. Melalui jalur imam Ja‟far
ash-Shadiq, imam Muhammad al-Baqir, imam Ali Zainal Abidin,
Sayyidina Husain, Fatimah az-Zahra (Ghofur, 2008:189). Beliau
bersaudara tiga orang yaitu Nawawi, Tamim dan Ahmad (Syamsu,
1996:271).
D. Pendidikan
Imam Nawawi adalah pecinta ilmu agama yang mengamalkan
ilmunya, yang mencintai sampai dilubuk hatinya (Al-Qof, 2008:183).
Semenjak kecil beliau terkenal cerdas, otaknya dengan mudah menyerap
pelajaran yang diberikan ayahnya sejak umur 5 tahun. Pertanyaan-
pertanyaan kritisnya sering membuat ayahnya bingung. Melihat potensi
yang begitu besar pada putranya, pada usia 8 tahun sang ayah
mengirimkannya keberbagai pesantren di Jawa. Beliau mula-mula
mendapat bimbingan langsung dari ayahnya, kemudian berguru kepada
18
kiyai Sahal banten, setelah itu mengaji kepada kiyai Yusuf Purwakarta
(http://id.Wikipedia.org).
Pada usia 15 tahun, Imam Nawawi bersama dua saudaranya
berangkat ke Makkah untuk menunaikan haji. Namun selepas musim haji,
ia enggan kembali ke Indonesia. Dahaga keilmuan yang mencekik telah
meneguhkan keinginannya untuk tetap menetap di Makkah. Di tanah suci
ini beliau mencerap pelbagai pengetahuan. Ilmu kalam (teologi), bahasa
dan sastra arab, ilmu hadis, tafsir dan terutama ilmu fiqih adalah sederet
pengetahuan yang dikajinya dari para ulama besar di sana (Ghofur,
2008:190). Beliau berguru kepada para ulama‟ terkenal di Makkah, seperti:
syeikh Khatib al-Sambasi, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni,
„Abdul Hamid Dhagestani, Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, Syeikh
Muhammad Khatib Hambali, dan Syeikh Junaid al-Betawi. Akan tetapi
guru yang paling berpengaruh adalah Syeikh Sayyid Ahmad Nahrawi,
Syeikh Juneid al-Betawi, dan Syeikh Ahmad Dimyati ulama‟ terkemuka di
Makkah, lewat karakter ketiga syeikh inilah karakter beliau terbentuk.
Selain itu juga ada dua ulama‟ lain yang berpengaruh besar mengubah
alam pikirannya, yaitu Syeikh Muhammad Khatib al-Sambasi dan Syeikh
Ahmad Zaini Dahlan, ulama‟ besar Madinah (http://id.Wikipedia.org).
Setelah beliau menggali ilmu di Madinah, kemudian beliau
mengembara jauh dari tempat tinggalnya di Makkah, menuju ke daerah
Kinanah, Mesir, yang menjadi kota sekaligus gudangnya ilmu, dan menuju
universitas Al-Azhar yang menjadi kiblat ilmu dan ulama‟. Beliau di sana
19
berkeinginan berjumpa dengan pembesar para ulama‟. Dan akhir
perjalanannya menuju ke kota Syam (Syiria) untuk mencari jati dirinya
(Al-qof, 2008:183).
E. Nasionalisme
Tiga tahun lamanya Imam Nawawi bermukim di Makkah. Setelah
merasa cukup, beliau kembali ke tanah air untuk menyebarkan ilmu dan
hukum yang ia peroleh, terhadap putra-putri atau generasi tanah air dan
para pecintanya. Beliau melakukannya dengan nasehat dan menguatkan
para tokoh mereka dengan jalan dakwah, dan berperan aktif dalam
membangun serta membina masyarakat Islam (Al-Qof, 2008:184). Ketika
beliau pulang ke tanah air, dan menyebarkan ilmunya, beliau melihat
praktik-praktik ketidak adilan, kesewenang-wenangan, dan penindasan
dari Pemerintah Hindia Belanda. Beliau melihat itu semua lantaran
kebodohan yang masih menyelimuti umat. Tak ayal, semangat jihad pun
berkobar. Beliau keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap
penjajah. Tentu saja pemerintah belanda membatasi gerak geriknya. Beliau
dilarang berkhutbah di masjid-masjid. Bahkan belakangan beliau dituduh
sebagai pengikut pangeran Diponegoro yang ketika itu sedang
mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan belanda
(http://id.wikipedia.org).
Sebagai intelektual yang memiliki komitmen tinggi terhadap
prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran, apa boleh buat, Imam Nawawi
terpaksa kembali ke negeri Makkah, tepat ketika perlawanan Pangeran
20
Diponegoro padam pada tahun 1830 M. Ulama besar ini di masa mudanya
juga menularkan semangat Nasionalisme dan Patriotisme di kalangan
Rakyat Indonesia. Begitulah pengakuan Snouck Hourgronje. Begitu
sampai di Makkah beliau segera kembali memperdalam ilmu agama
kepada guru-gurunya. Beliau tekun belajar selama 30 tahun, sejak tahun
1830 hingga 1860 M. Ketika itu memang beliau berketepatan hati untuk
mukim di tanah suci, satu dan lain hal untuk menghindari tekanan kaum
penjajah Belanda. Nama beliau mulai masyhur ketika menetap di Syi'ib
„Ali, Makkah (http://id.wikipedia.org).
Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma
puluhan, tapi makin lama makin jumlahnya kian banyak. Mereka datang
dari berbagai penjuru dunia. Maka jadilah Syeikh Nawawi al-Bantani al-
Jawi sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama
tentang tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf (http://id.wikipedia.org).
Seorang orientalis kenamaan yang pernah berkunjung ke Makkah pada
1884-1885, Snouck Hourgronje, menuturkan bahwa Imam Nawawi setiap
hari sejak pukul 07.30-12.00 menyampaikan tiga perkuliahan sesuai
dengan kebutuhan jumlah muridnya. Di antara muridnya yang berasal dari
Indonesia adalah K.H. Asnawi dari Kudus, K.H. Tubagus Bakri, K.H.
Arsyad Thawil dari Banten, K.H. Hasyim Asy‟ari dari Jombang, dan K.H.
Kholil dari Madura. Merekalah yang kelak menjelma sebagai ulama besar
dan berpengaruh di Indonesia (Ghofur, 2008:191).
F. Gelar-gelar
21
Untuk kedua kalinya Imam Nawawi tinggal di Makkah.
Kesempatan ini tidak disia-siakannya. Bahkan, lantaran ketajaman
otaknya, ia tercatat sebagai salah satu murid terpandang di Masjidil
Haram. Sewaktu Syeikh Ahmad Khatib Sambas uzur sebagai Imam
Masjidil Haram, Imam Nawawi ditunjuk sebagai pengganti. Sejak saat itu,
ia dikenal dengan sebutan Syekh Nawawi al-Jawi (Ghofur, 2008:191).
Ketika berada di Mesir, para ulama‟ Mesir memuliakan
kedudukannya dan derajatnya karena ketakjubannya pada beliau, dan
mereka memberikan gelar sebagai “Sayyid Ulama‟ Hijaz” yaitu tokoh
ulama‟ hijaz (jazirah arab), atau sekarang lebih dikenal dengan Arab
Saudi, karena kesemangatannya yang tinggi di dalam meraih ilmu agama
dan kedudukan yang mulia dalam berilmu. Beliau merupakan seorang
syeikh yang terkemuka, dermawan, bertakwa, zuhud, rendah hati, lembut
hatinya, dan pecinta para fakir miskin. Semoga Allah merahmati beliau
dan memberi ampunan (Al-Qof, 2008:104). Itulah sebabnya ketika
Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya, Mesir negara yang pertama-
tama mendukung atas kemerdekaan Indonesia (http://id.wikipedia.org).
Kemudian Snouck Hourgronje mengelarinya sebagai “Doktor
Ketuhanan”, karena memiliki ilmu yang dalam, rendah hati, tidak congkak,
bersedia berkorban demi kepentingan bangsa dan negara. Di kalangan
intelektual masa itu juga mengelarinya sebagai al-Imam wa al-Mudaqqiq
(Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam). Sementara
22
para ulama‟ Indonesia mengelarinya sebagai “Bapak Kitab Kuning
Indonesia” (http://id.wikipedia.org).
G. Karya-karya
Kurang lebih 15 tahun sebelum wafat, Imam Nawawi sangat subur
dalam membuahkan kitab. Waktu mengajarnya pun sengaja dikurangi
untuk menambah kesempatan menulis. Maka tak heran jika Nawawi
mampu melahirkan puluhan, bahkan menurut sebuah sumber ratusan karya
tulis meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tauhid, ilmu teolog, sejarah,
syari‟ah, tafsir dan lainnya. Paling tidak, Yusuf alias Sarkis mencatat 34
karya Imam Nawawi dalam Dictionary of Arabic Printed Books (Ghofur,
2008:192).
Sedangkan ulama mesir Syeikh „Umar „Abdul Jabbar dalam
kitabnya “al-Durus min Madhi al-Ta‟lim wa Hadrilih bi al-Masjidil al-
Haram” (beberapa kajian masa lalu dan masa kini tentang pendidikan di
Masjidil Haram) menulis bahwa syeikh Nawawi sangat produktif dalam
menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih, meliputi berbagai
disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar
terhadap kitab-kitab klasik (http://id.wikipedia.org).
Sebagian diantara karya-karya Imam Nawawi diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Bidayah al-Hidayah
2. Sullam Munajah syarah Safînah al-Shalâh
3. Tanqihul al-Qoul al-Hasis syarah Lubab al-Hadits
23
4. Salalim al-Fudala syarah Mandhumah Hidayah al-Azkiya
5. As-Simar al-Yani‟ah fi Riyadh al-Badi‟ah
6. Al-„Aqd al-Tsamin syarah Fath al-Mubin
7. Bahjah al-Wasail syarah al-Risalah al-Jami‟ah bayn al-Usul wa al-
Fiqh wa al-Tasawwuf
8. Al-Tausyih/Quwt al-Habib al-Gharib syarah Fath al-Qarib al-Mujib
9. Nihayah al-Zayyin syarah Qurrah al-„Ain bi Muhimmah al-Din
10. Maraqi al-„Ubudiyyah syarah Matan Bidayah al-Hidayah
11. Nashaih al-„Ibad syarah al-Manbahatu „ala al-Isti‟dad li yaum al-
Mi‟ad
12. Qami‟u al-Thugyan syarah Mandhumah Syu‟bu al-Iman
13. Kasyf al-Maruthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah
14. Fath al-Ghafir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah
musamma al-Kawakib al-Jaliyyah
15. Nur al-Dhalam „ala Mandhumah al-Musammah bi „Aqîdah al-
„Awwam
16. Madarij al-Shu‟ud syarah Maulid al-Barzanji
17. Targhib al-Mustaqin syarah Mandhumah Maulid al-Barzanji
18. Fath al-Shamad al „Alam syarah Maulid Syarif al-„Anam
19. Fath al-Majid syarah al-Durr al-Farid
20. Tîjan al-Darary syarah Matan al-Baijury
21. Fath al-Mujib syarah Mukhtashar al-Khathib
22. Muraqah Shu‟ud al-Tashdiq syarah Sulam al-Taufiq
24
23. Kasyifah al-Saja syarah Safinah al-Naja
24. Al-Futuhah al-Madaniyyah syarah al-Syu‟b al-Imaniyyah
25. „Uqud al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain
26. Qathr al-Ghais syarah Masail Abi al-Laits
27. Naqawah al-„Aqidah Mandhumah fi Tauhid
28. Al-Nahjah al-Jayyidah syarah Naqawah al-„Aqidah
29. Suluk al-Jadah syarah Lam‟ah al-Mafadah fi bayan al-Jumu‟ah wa
almu‟adah
30. Hilyah al-Shibyan syarah Fath al-Rahman
31. Al-Fushush al-Yaqutiyyah „ala al-Raudlah al-Bahiyyah fi Abwab
al-Tashrifiyyah
32. Mishbah al-Dhalam‟ala Minhaj al-Atamma fi Tabwib al-Hukm
33. Dzariyy‟ah al-Yaqin „ala Umm al-Barahin fi al-Tauhid
34. Al-Ibriz al-Daniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-
Adnany
35. Baghyah al-„Awwam fi Syarah Maulid Sayyid al-Anam
36. Al-Durrur al-Bahiyyah fi syarah al-Khashaish al-Nabawiyyah
37. Lubab al-bayyan fi „Ilmi Bayyan
38. Al-Tafsir al-Munir li al-Mu‟alim al-Tanzil al-Mufassir „an wujuh
mahasin al-Ta΄wil musamma Murah Labid li Kasyafi Ma‟na Qur΄an
Majid
25
Kitab yang disebut terakhir ini bahkan telah ditetapkan sebagai
buku wajib di dunia pesantren. Popularitasnya hanya diungguli oleh Tafsir
Jalalain karya Jalaludin as-Suyuthi dan Jalaludi al-Mahalli. Lantaran
karyanya yang bergaung luas dengan bahasa yang mudah dicerna tanpa
mengurangi kepadatan isi, nama Nawawi termasuk dalam barisan ulama
besar abad ke-14 H/ 19 M. Karena keilmuannya ia dikaruniai gelar: al-
Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhmah al-Mudaqqiq dan Sayyid Ulama al-
Hijaz (Ghofur, 2008:192).
Karya-karya di atas itulah merupakan sebagian dari karya Imam
Nawawi yang penulis sebutkan hanya sebagian saja, masih banyak karya-
karya beliau yang belum bisa disebutkan di sini dikarenakan terbatasnya
sumber yang penulis dapatkan. Dan memang dari sumber yang penulis
dapatkan, banyak dari karya-karya beliau yang belum diterbitkan oleh
penerbit-penerbit.
H. Nasab Imam Nawawi
Telah disebutkan di atas, bahwa nasab Imam Nawawi bersambung
sampai pada baginda Nabi Muhammad SAW. Adapun urutan nasab beliau
adalah sebagai berikut:
1. Sayyiduna Muhammad SAW
2. Sayyiduda „Ali bin Abi Tholib Karomawallahu wajh wa Sayyidatuna
Hababah Fatimah Azzahro al-Batul Ra.
3. Sayyiduna Imam Maulana Husain Ra.
4. Sayyiduna Imam „Ali Zainal „Abidin Assajad Ra.
26
5. Sayyiduna Imam Muhammad Baqir Ra.
6. Sayyiduna Imam Ja‟far Shodiq Ra.
7. Sayyiduna Imam „Ali „Uroidhi Ra.
8. Sayyiduna Imam Muhammad Naqib Ra.
9. Sayyiduna Imam Isa Syakir Arrumi Ra.
10. Sayyiduna Imam Ahmad al-Muhajir Ra.
11. Sayyiduna Imam Ubaidullah Ra.
12. Sayyiduna Imam Alawi Ra.
13. Sayyiduna Imam Muhammad Ra.
14. Sayyiduna Imam Alawi Ra.
15. Sayyiduna Imam „Ali Kholi Qosam Ra.
16. Sayyiduna Imam Muhannad Shohib Marbath Ra.
17. Sayyiduna Imam „Ali Hadroh Maut (yaman) Ra.
18. Sayyiduna Imam Abdul Malik Ra.
19. Sayyiduna Imam Abdullah Khon Ra.
20. Sayyiduna Imam Ahmad Syah Jalaliddin Ra.
21. Sayyiduna Imam Jmaluddin al-Akbar Ra.
22. Sayyiduna Imam „Ali Nurril „Alim Siyam Ra.
23. Sayyiduna Imam Abdullah Umdataddin Ra.
24. Sunan Gunung Jati Raden Syarif Hidayatullah Cirebon Ra.
25. Maulana Hasanuddin Banten Ra.
26. Maulana Yusuf Banten Ra.
27. Maulana Muhammad Nashriddin Banten Ra.
27
28. Maulana Abul Mafakhir Muhammad Abdil Qadir Ra.
29. Maulana Abul Ma‟ali Ahmad Kanari Banten Ra.
30. Maulana Abul Fath Abdil Fattah Tirtayasa Banten Ra.
31. Maulana Mangsuruddin Cikaduen Banten Ra.
32. Maulana Nawawi Ra.
33. Maulana „Ali Ra.
34. Maulana „Umar Attanar al-Bantani Ra.
35. Syaikhul Kabir wa „Alim Hijaz Abdul Mu‟thi Muhammad Nawawi
Ra.
Demikianlah runtunan nasab beliau yang sampai pada baginda
Nabi Muhammad melalui jalur sayyiduna Husain ra
(http//id.wikipedia.org).
I. Silsilah Guru-guru Imam Nawawi
Guru Imam Nawawi yang paling berpengaruh terhadap beliau yang
mampu mengubah alam pikirnya adalah syeikh Khatib as-Sambasi yang
pada waktu uzur Imam Nawawi mengantikan beliau menjadi imam
masjidil haram sehingga menjadikan beliau masyhur dan terkenal sebagai
syekh Nawawi al-Jawi. Adapun silsilah guru-guru beliau melalui syeikh
Khatib as-Sambasi adalah sebagai berikut:
1. Allah SWT.
2. Malaikat Jibril
3. Nabi Muhammad SAW.
4. Sayyiduna „Ali bin Abi Thalib Karromawallahu Wajh.
28
5. Sayyiduna Imam Maulana Husain Ra.
6. Sayyiduna Imam Ali Zainal Abidin Ra.
7. Sayyiduna Imam Muhammad Baqir Ra.
8. Sayyiduna Imam Ja‟far Shodiq Ra.
9. Sayyiduna Imam Musal Khazim Ra.
10. Sayyiduna Imam Ali Ridho Ra.
11. Sayyiduna Syeikh Abu Mahfuzh Ma‟ruf al-Kharkhi Ra.
12. Sayyiduna Syeikh Abul Hasan Sirriddin Assaqathi Ra.
13. Sayyiduna Syeikh Abul Qasimil Junaidi al-Baghdadi Ra.
14. Sayyiduna Syeikh Abu Bakar Dullaf bin Juhdur Asy-Syibli Ra.
15. Sayyiduna Syeikh Abdul Aziz at-Tamimi Ra.
16. Sayyiduna Syeikh Abu Fadl Abdil Wahid bin Abdil Aziz at-Tamimi
Ra.
17. Sayyiduna Syeikh Abul Faraj Ath-Thartusi Ra.
18. Sayyiduna Syeikh Abul Hasan Ali bin Yusuf al-Qirusyi al-Hankari
Ra.
19. Sayyiduna Abu Said Mubarrok bin Ali al-Makhzumi RA.
20. Sayyiduna Imam Ghoutsul A‟zhom Abu Muhammad Abdil Qadir
Jailani Ra.
21. Sayyiduna Imam Abdul Aziz bin Abdil Qadir jailani Ra.
22. Sayyiduna Syeikh Muhammad Hattak Ra.
23. Sayyiduna Syeikh Samsuddin Ra.
24. Sayyiduna Syeikh Syarofuddin Ra.
29
25. Sayyiduna Syeikh Nuruddin Zainiddin Ra.
26. Sayyiduna Syeikh Waliyuddin Ra.
27. Sayyiduna Syeikh Nuruddin Hisyamiddin Ra.
28. Sayyiduna Syeikh Yahya Ra.
29. Sayyiduna Syeikh Abu Bakar Ra.
30. Sayyiduna Syeikh Abdur Rohim Ra.
31. Sayyiduna Syeikh Utsman Ra.
32. Sayyiduna Syeikh Abdul Fattah Ra.
33. Sayyiduna Syeikh Muhammad Murad Ra.
34. Sayyiduna Syeikh Syamsuddin Ra.
35. Sayyiduna Syeikh Ahmad Khatib Syambasi bin Abdil Ghaffar Ra.
36. Syeikhul kabir wa Alimul Hijaz Abu Abdil Mu‟thi Muhammad
Nawawi Ra.
Demikian silsilah guru-guru beliau melalui jalur syeikh khatib as-
Sambasi yang wusul pada Allah SWT. yang mana telah kita ketahui di
atas, bahwasannya syeikh khatib merupakan guru beliau yang memberikan
kontribusi yang sangat besar bagi diri pribadi Imam Nawawi, sehingga diri
beliau lebih terbentuk dan termotivasi dengannya. Dengan demikian,
Semoga dapat memberikan kefahaman dan pengetahuan kepada para
pembaca.
30
BAB III
NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB NASHAIHUL „IBAD
KARYA IMAM NAWAWI
A. Pengertian pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Dalam buku kapita selekta pendidikan islam, bahwa untuk
memahami pengertian pendidikan dengan benar, pendidikan dapat
dibedakan dari dua pengertian, pengertian yang bersifat filosofis, dan
pengertian yang bersifat pendidikan dalam arti praktis (Nata, 2003:210).
Pengertian pendidikan dalam arti teoritik filosofis adalah pemikiran
manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan
menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan pada pemikiran normatif,
spekulatif, rasional empirik, nasional filosofis, maupun historis filosofik
(Nata, 2003: 210).
Pendidikan dalam arti praktis adalah suatu proses pemindahan
pengetahuan ataupun pengembangan-pengembangan potensi-potensi yang
dimiliki subyek didik untuk mencapai perkembangan secara optimal serta
membudayakan manusia melalui proses transformasi nilai-nilai utama
(Nata, 2003: 211).
Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional (UUSPN, bab 1
pasal 1) pendidikan diartikan sebagai “usaha sadar untuk mempersiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan,
bagi perannya di masa yang akan datang” (Nata, 2003:211).
31
Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani
sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat (Indar, 1994:16).
Dikatakan dalam kitab „Izhotun Nasyi‟in, bahwa anak-anak itu
dikemudian hari akan menjadi generasi, jadi ketika telah terbiasa
berperilaku baik yang bisa meningkatkan derajatnya, dan menghasilkan
ilmu yang manfaat bagi negaranya (Al-Ghulayaini, 2009:69).
Anak-anak itu akan menjadi pondasi kokoh yang akan menjadi
landasan umat, ketika membiasakan budi pekerti yang baik, dan
meninggalkan ilmu yang dapat merusak negara yang ditempati umat itu
sendiri. (Al-Ghulayaini, 2009:69).
Pendidikan bagi kaum muslimin itu merupakan hal yang wajib,
sebagaimana dikatakan imam Ghozali bahwa, mendidik anak adalah suatu
kewajiban bagi kedua orang tuanya, sebab anak adalah amanah bagi kedua
orang tuanya, hati anak yang bersih itu merupakan hal yang paling
berharga dibanding berlian, karena anak yang dididik dan terbiasa berbudi
baik dan ia menjadi ahli kebaikan, maka orang yang mendidik dan kedua
orang tuanya dapat pahala dari amal yang akan dikerjakan oleh anak
tersebut (Al-Ghulayaini, 2009:70).
Mendidik anak itu adalah menanamkan pekerti yang baik dihatinya
para pemuda, sehingga dapat menciptakan generasi yang ikhlas beramal,
lebih mementingkan maslahah umat, dan akan menjadikan negara yang
makmur dan diridhai Allah SWT (Al-Ghulayaini, 2009:70).
32
Jadi, pendidikan itu merupakan sesuatu yang mendasar bagi
manusia yang harus diberikan, karena pendidikan kunci kesuksesan dalam
menjalankan kehidupan ini, baik berkeluarga, bermasyarakat, maupun
berbangsa dan bernegara.
Seseorang yang dididik akan menimbulkan suatu talenta tersendiri
yang dapat dilihat dalam perilaku atau moralitasnya setiap memberikan
keputusan, setiap bertindak, dan bersosialisasi dengan masyarakat.
B. Pemikiran Imam Nawawi tentang Nilai Pendidikan dalam Kitab
Nashaihul „Ibad
Salah satu karya Imam Nawawi yang sudah dikenal dalam dunia
pesantren adalah kitab Nashaihul „Ibad. Karya beliau yang satu ini
mengajak kita terutama para pemuda untuk menjadi hamba yang santun
dan bijak dalam mencari ilmu. Dengan harapan agar dalam mencari ilmu
tidak hanya memperoleh pemahaman saja, namun juga keberkahan dari
ilmu yang dicari tersebut.
Islam menekankan pendidikan yang berorientasi pada pencapaian
kebaikan bagi individu dengan menawarkan amal saleh sebagai simbol
orientasi baru. Dengan amal saleh akan lahir manusia baru yang berhak
memperoleh kebaikan, sebab amal saleh yang dilakukannya akan
membuatnya berbeda dari sebelum memperoleh pendidikan dan amal saleh
(Aly, 2008: 80).
Kebahagiaan hakiki bukan terletak pada meteri, jabatan, status
sosial, dan kedudukan-kedudukan yang lain, melainkan terletak pada
33
kebersihan dan kesucian hati dalam bertawajjuh kepada Allah (Kauma,
2005: 17).
Berangkat dari pengertian pendidikan di atas, selanjutnya akan kita
bahas dan ketahui bagaimana penjabaran tentang nilai pendidikan menurut
imam Nawawi dalam kitab Nashaihul „Ibad di bawah ini.
1. Bab 2 Perkara
a. Perintah Bergaul dengan Ulama‟
ن هللا ت ل ل يي اق ب إ ا ال ا ا ا م ا ا ت بن ور ا يي
ا ا مل .ر مل
“Hendaklah kalian duduk bersama ulama dan mendengarkan
perkataan hukama‟ (orang bijak). Karena sesungguhnya Allah Ta‟ala
menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana
menghiduplan bumi yang mati dengan hujan.”(Nawawi, tt: 2)
b. Dua Pencarian
من ن ف ط ب ال نت جلن ف ط بو من ن ف ط اب ا لص . نت ان ر ف ط بو
“Barang siapa mencari ilmu, Berarti ia sedang mencari surga dan
barang siapa mencari kemaksiatan, berarti ia sedang mencari
neraka.”
Yang dimaksud ilmu disini adalah ilmu yang bermanfaat, yang
wajib diketahui dan dipelajari oleh setiap orang yang baligh dan
berakal sehat.
c. Perbedaan Antara yang Berilmu dan yang Bodoh
. ب ا ل ا طن ا ى :
34
“ Orang yang berpengetahuan tidak akan merasa asing dimanapun ia
berada dan orang yang tidak berpengetahuan akan merasa terasing
dimanapun ia berada.”
Artinya seseorang yang bersifat memiliki ilmu dan amal maka
sesungguhnya ia akan dihormati diantara manusia di mana saja
berada. Oleh karena itu di mana saja berada layaknya mereka seperti
di negeri sendiri dan dihormati. Sebaliknya orang yang bodoh adalah
kebalikannya meskipun di negeri sendiri mereka merasa asing
(Kauma, 2005: 36)
2. Bab 3 Perkara
a. Umar R.A. Berkata:
ح ن ا ودد إل ان س نصف الق ح ن ا ؤ ل نصف ال ح ن . ا ب نصف ا ل
“Bersikap simpatik dengan orang lain adalah bagian dari kecerdasan
akal, Bertanya dengan cara yang baik adalah bagian dari ilmu, dan
kepandaian memanage adalah bagian dari penghidupan.”
b. Tiga Nasehat
ن ه ر ى أن رج من بن إا ئ خ ج إل ط ب ال ف ب غ ذاك ب ه اي ف ب لث إا و فأت ه ف ق ل او ي ف ت إن أ ظك بث ث خص ل ف آلخ ين خف هللا ف ا ال ن أم ك ا نك ن خل ق تذ ى إ ب نظ خب زك اذى تأ و حت ي ون من ا ل ف م نع الت ن
. خل ج
“Diceritakan dalam suatu riwayat bahwa ada seorang lelaki
dari kalangan Bani Israil yang hendak pergi menuntut ilmu dan berita
itu sampai kepada Nabi mereka, lalu ia dipanggil untuk menghadap.
35
Setelah datang , Sang Nabi berkata kepadanya: Wahai anak muda,
Camkanlah! aku akan memberimu beberapa wejangan dari ilmu
orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian,
yaitu: Takutlah kepada Allah baik sewaktu berada ditempat sepi
maupun ditempat ramai, jaga lisanmu jangan sampai engkau berkata
sembarangan kepada orang lain, kecuali hal-hal yang baik, dan
perhatikan makananmu jangan sampai kau memakannya kecuali dari
hasil yang halal. Karena beratnya pesan tersebut, sedang tiada
kemampuan bagi pemuda itu untuk menunaikannya bila jauh dari
Nabinya, akhirnya dia mengurungkan niatnya mecari ilmu ke negri
lain.”
c. Tiga Azas Agar Ilmu Bermanfaat
ر ى أن رج من بن إا ئ مجع مث ني ت بوت من ال ل ين لع بل و فأ حي هللا ت ل ل إل نب ه أن ل لذ جل مع او مجلت ث من ال ل ؤمني
للك إ أن ت ل بث ث أش ا تب ا ن ف ت ب ر مل ي ن .تص حب ا ن ف س ب ف ق ملؤمني تؤذ أح ف س حب ف ملؤمني
“Diceritakan dalam suatu riwayat bahwa dahulu pada masa
kaum Bani Israil terdapat seorang lelaki yang mempunyai 80 peti
yang penuh dengan kitab-kitab ilmu yang telah dibacanya, namun ia
tidak beroleh manfaat dari ilmunya, Allah pun menurunkan wahyu
kepada Nabi-Nya untuk menyampaikan kepada lelaki tersebut:
“Meskipun engkau mengumpulkan ilmu yang banyak niscaya ilmu itu
tidak akan memberi manfaat bagimu, kecuali engkau mengerjakan
tiga hal berikut: Jangan engkau mencintai dunia, karena dunia bukan
tempat orang-orang beriman menerima pahala-Nya, Jangan berteman
dengan setan, karena setan bukan teman orang-orang beriman,
Jangan mengganggu seseorang, Karena mengganggu orang lain
bukanlah pekerjaan orang-orang beriman.”
3. Bab 4 Perkara
a. Empat Penentu Tegaknya Agama dan Dunia
Ali R.A. Berkata
36
ن ئ ي م د مت أرب ل : ن راي هللا نو ي ز ل ا ين ا أش ا م د م ن ا ي بخ ون خول م د م ال ا ي ل ون و
لون م د م جله ا ي ب ن ل ي ل و م د م الق ا يب . خ ت ه ب ن ى
“Agama dan dunia akan selalu tegak selama empat golongan berfungsi
dengan baik, yaitu selama orang kaya tidak bakhil, selama para ulama‟
mengamalkan ilmunya, selama orang-orang bodoh tidak takabbur dari
sesuatu yang tidak mereka ketahui dan selama orang-orang fakir tidak
menjual akhirat mereka dengan duniawi.”
b. Empat Perkara Tempat Terdapatnya Empat Perkara Lainnya
ن ى ف أرب ل فأح أن ط ه : ن ح م ا لف ررو هللا أنو ل أرب ل ط ب ن ن اغن ف ا ل ف وج ن ف اقن ط ب ف وج ن ى ف أرب ل أخ ى ط ب
ن ا ذ ت ف انل ف وج ن ى ا ح ف اث ة ف وج ن ى ف ا ل ط ب ن ال ف ب ن شبع فوج ن ه ف ب ن ج ئع .ف اب ن اص ط ب
“Hamid Al-Lafaf berkata: “Aku telah mencari empat hal dalam empat
hal yang lain, tetapi ternyata aku salah, kemudian aku baru
menemukannya dalam empat hal yang lainnya lagi, yaitu:
- Aku mencari kecukupan dalam harta, namun aku temukan dalam
sikap qana‟ah
- Aku mencari ketenangan dalam banyaknya harta, namun aku
temukan dalam harta yang sedikit
- Aku mencari kenikmatan dalam kesenangan, namun aku temukan
pada badan yang sehat
- Aku mencari ilmu dengan keadaan perut kenyang, namun aku
temukan dalam keadaan perut lapar.”
4. Bab 5 Perkara
a. Lima Larangan Meremehkan
Sabda Rasulullah:
37
من أى ن خ خ خ من : ر ن ان هللا و ا ن من ا خف ب ال ا خ ا ين من ا خف ب م ا خ ا ا خف ب جل ن خ ا ن فع من ا خف ب ب ا خ اودة من
. ا خف بأى و خ ط ب ا ل “Barang siapa meremehkan lima golongan, maka ia rugi dalam lima
hal, yaitu:
- Barang siapa meremehkan ulama‟, maka ia akan rugi dalam
urusan agama.
- Barang siapa meremehkan pemerintah, maka ia akan rugi dalam
urusan dunia.
- Barang siapa meremehkan tetangga, maka ia akan rugi dalam
beberapa hal yang ia perlukan.
- Barang siapa meremehkan kaum kerabat, maka ia akan rugi
dalam urusan kasih sayang.
- Barang siapa meremehkan istrinya, maka ia akan rugi dalam
urusan kenikmatan hidup.
5. Bab 6 Perkara
a. Enam Nasehat Yahya bin Mu‟adz Ar-Razi
ال دا ال اله ا ال : ن ي بن مل ذ ا زى ررو هللا ن ين ا ن وب ا ل رد ا ا ب الق ئ ا خ لوى م ب ا ذ
.او آلخ ة Yahya bin Mu‟adz Ar-Razi berkata: “Ilmu itu pembimbing amal,
pemahaman itu wadahnya ilmu, Akal itu penuntun pada kebaikan,
hawa nafsu itu kendaraan dosa, harta itu pakaian orang-orang takbur
dan dunia itu pasarnya akhirat.”
6. Bab 8 Perkara
a. Delapan Hal Yang Tidak Pernah Kenyang
38
مث ن أش ا ت بع من مث ن الي من انظ : ل انب و ا م ر من ا ن ث من اذ ال ل من ال ا ئ من ا ئ
ا ان ر من ا ب . ا ي من جل ع اب من مل
“Ada delapan hal yang tidak pernah kenyang dari delapan hal, yaitu:
Mata tidak akan pernah kenyang dari memandang, bumi tidak akan
pernah kenyang dari menerima hujan, wanita tidak akan pernah
kenyang dari laki-laki, Ulama tidak akan pernah kenyang dari
menuntut ilmu, pengemis tidak akan pernah kenyang dari meminta-
minta, orang serakah tidak akan pernah kenyang dari mengumpulkan
harta benda, lautan tidak akan pernah kenyang dari menampung air
dan api tidak akan pernah kenyang dari memakan kayu bakar.
b. Delapan Perhiasan
يق راي هللا نو : مث ن أش أ ىن زي ن اث ن ش ا : ل أب و ب اص الل زي ن الق ا زي ن انل اصب زي ن اب ا ا و اع زي ن ا ب ا زي ن ال ا ذا زي ن ا ل ت ك ا ن زي ن إلح ن
. خل وا زي ن اص ة
“Ada delapan perkara yang merupakan perhiasan bagi delapan
perkara yang lain, Yaitu:
- Memelihara diri dari meminta-minta merupakan perhiasan bagi
kefakiran.
- Bersyukur kepada Allah merupakan perhiasan bagi nikmat yang
telah diberikan-Nya
- Sabar adalah perhiasan bagi musibah
- Tawadhu‟ adalah perhiasan bagi (kemuliaan) nasab
- Santun adalah perhiasan bagi ilmu
- Rendah hati adalah perhiasan bagi seorang pelajar
- Tidak menyebut-nyebut pemberian merupakan perhiasan bagi
kebaikan
- Khusyu‟ adalah perhiasan bagi sholat.”
7. Bab 10 Perkara
39
a. Sepuluh Hal yang Sia-Sia
ل ي ئ نو : أا ع ش ا ة : ل ث ن راي هللا نو ي ل بو رأ و ب ي قب ا ح ي ل م يص لق منو خ ت ب ازى ف ف و مص ف ي ق أ ف و م ل ي ن
ن طوي ي ز د ف و ا ل ه .ب ن من ي ي ا
“Utsman bin „Affan berkata: Ada sepuluh hal yang sungguh sia-sia,
yaitu:
- Orang alim yang tidak ditanyai tentang ilmunya
- Ilmu yang tidak diamalkan
- Pendapat benar yang tidak diterima
- Senjata yang tidak dipakai
- Masjid yang tidak dipakai sholat
- Al-Qur‟an yang tidak dibaca
- Harta yang tidak diinfaqkan
- Kuda (kendaraan) yang tidak ditunggangi
- Ilmu zuhud di hati orang yang cinta keduniaan
- Umur panjang yang tidak digunakan untuk mencari bekal (ke
akhirat).
b. Sepuluh Hal Terbaik
م ث دب خ ح ف ا قوى : ل راي هللا نو ال خ ئ ح ن خل ق خ بض ال اص ا خ خ ز د الب دة خ ون ا وت خ ين ا خ زي اقن خ ن ا وف ق خ
.مؤدب
“Ali R.A. berkata: Ilmu adalah sebaik-baik harta warisan, sopan
santun adalah sebaik-baik perolehan, Taqwa adalah sebaik-baik ke
akhirat, ibadah adalah sebaik-baik harta perniagaan, amal shalih
adalah sebaik-baik penuntun (ke surga), budi pekerti yang mulia
adalah sebaik-baik teman, sifat hilm (santun) adalah sebaik-baik
pembantu, Qana‟ah adalah sebaik-baik kekayaan, taufiq adalah sebaik-
40
baik pertolongan, mati adalah sebaik-baik pendidik (menuju kebaikan
akhlak).
c. Sepuluh Aneka Kesentausaan
ال ف ة أ جو خ ف : ل راول هللا هللا و ا ن ال الب دة ا ز من ا ل ن خ ف آلخ ة فأم ات ف ا ا ة ا انل أم ات ف آلخ ة فإنو يأت و م ك اصب ا ا وت ب ا ر ا ف ي و من ن ف اقب ي ون من ف الز ا مع ف خ ب ت ا أتو ت قب ح ن تو ي اص ط اب ا
. جلن ف ا م
“Rasulullah SAW bersabda: Kesentosaan (orang beriman) itu ada
sepuluh macam, lima diberikan di dunia dan lima lagi diberikan di
akhirat. Adapun yang diberikan di dunia adalah:
- Memiliki ilmu
- Bisa beribadah
- Memperoleh rizqi yang halal
- Sebar ketika menerima musibah
- Bisa mensyukuri nikmat Allah.
Adapun lima macam kesentosaan yang diberikan di akhirat adalah:
- Malaikat izroil datang kepadanya dengan kasih sayang dan
lembut (sewaktu mencabut ruhnya)
- Malaikat Munkar dan Nakir tidak akan mengejutkan dan
membentak dirinya dalam pertanyaan kuburnya
- Dia akan merasa aman dari ketakutan yang maha dahsyat
- Ketika segala keburukannya dihapus dan diterima segala amal
shalihnya
- Ketika melintas shirat bagaikan kilat sehingga bisa masuk surga
dengan selamat.
41
BAB IV
ANALISIS NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB
NASHAIHUL „IBAD
A. Nilai Pendidikan dalam Nashaihul „Ibad
Nabi Muhammad merupakan uswatun hasanah terbaik di dunia ini,
beliaun adalah sebaik-baik umat, sumber pendidik sepanjang zaman.
Beliau adalah Nabi dan Rosul terakhir yang tidak ada keraguan perihal
keimanannya. Tetapi, beliau tetap terus berusaha menambah keimanan
setiap hari, walaupun kehidupan akhirat beliau telah dijamin masuk surga.
Banyak para sahabat sampai ulama‟ yang mengikuti jejak beliau baik
dalam hal keilmuan maupun akhlaknya. Termasuk yang berusaha
mengikuti jejak beliau adalah Imam Nawawi Al-Bantani. Seorang ulama‟
indonesia yang namanya kini mendunia.
Kita sebagai umat beliau tentu harus dengan semaksimal mungkin
meniru perilaku beliau dalam hal keilmuan dan akhlak. Manusia diberi
keutamaan lebih daripada makhluk lain. Manusia dilantik menjadi khalifah
di bumi untuk memakmurkannya. Untuk itu dibebankan kepada manusia
amanah. Diberikan pula kebebasan dan tanggung jawab memiliki serta
memelihara nilai-nilai keutamaan. Keutamaan yang diberikan bukan
karena bangsanya, bukan juga karena warna, kecantikna perwatakan,
harta, derajat, jenis profesi dan kasta sosial atau ekonominya. Tetapi
semata-mata karena iman, takwa, akhlak, ketinggian akal dan amalnya.
42
Selain itu karena kesediaan insan menimba ilmu pengetahuan yang
berbagai jenis (Al-Syaibany, 1983: 107)
Manusia harus mempunyai pendidikan sebagai pembeda dari makhluk
lain. Utamanya pendidikan dalam masalah agama. Dalam kaitan ini Malik
Fajar mengatakan bahwa hubungan antara Islam dengan pendidikan
bagaikan dua sisi dari sekeping mata uang, artinya Islam dan pendidikan
mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar. Namun demikian,
upaya menghubungkan antara Islam dengan pendidikan dan masalah
lainnya dalam peta pemikiran Islam, masih dijumpai adanya perdebatan
yang hingga kini masih belum tuntas (Nata, 2003:222).
Menuntut ilmu hukumnya wajib. Sebagaimana dalam sabda
Rasulullah SAW:
ط ب ال ف يض ي م
Artinya:”Menuntut ilmu itu wajib atas semua orang Islam.” (H. R.
Baihaqi) (Kitab Sunan Ibnu Majah, Juz 1, halaman 98).
Begitu pentingnya Ilmu pengetahuan hingga seorang pelajar rela
mengeluarkan biaya yang besar untuk sebuah ilmu. Namun tidak cukup itu
saja. Para pelajar tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat
mengambil manfaatnya tanpa mau menghormati guru. Karena ada yang
mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil, mereka ketika masa
mencari ilmu sangat menghormati ilmu dan gurunya, dan orang-orang
43
yang tidak berhasil dalam menuntut ilmu karena mereka tidak mau
menghormati ilmu dan gurunya (Al-Zarnuji, tt:16).
Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu,
yaitu: pertama, bagi murid hendaknya berniat suci untuk menuntut ilmu,
jangan berniat untuk hal-hal duniawi, dan jangan melecehkan dan
menyepelekannya. Kedua, bagi guru dalam mengerjakan ilmu hendaknya
meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata-
mata. Di samping itu, yang diajarkan hendaknya sesuai dengan tindakan-
tindakan yang diperbuat.
Dalam kitab Nashaihul „Ibad karya Imam Nawawi menjelaskan
perihal nilai pendidikan bagi seorang pelajar dalam meraih ilmu
pengetahuan. Adapun analisis yang dapat ditarik dari pembahasannya,
yaitu:
1. Berperilaku Takwa
Banyak sekali definisi takwa yang dikemukakan para ahli,
antara lain:
a. Takwa ialah melaksanakan segala perintah Allah SWT dan
menjauhi segala yang dilarang-Nya, baik secara lahiriah
maupun batiniah dengan cara mensyiarkan agama Allah
SWT dan mencintai-Nya dengan penuh keikhlasan.
b. Takwa adalah ketaatan seorang hamba kepada Allah SWT
semata.
44
c. Barang siapa yang ingin takwanya diterima, tinggalkanlah
maksiat dan perbuatan dosa.
Perilaku takwa harus ditanamkan dalam jiwa seorang pelajar
agar ilmu yang diperoleh dapat memberi manfaat bagi dirinya sendiri
maupun kepada orang lain dengan tidak melupakan Allah sebagai
sumber seluruh ilmu pengetahuan. Seorang berilmu yang tertanam
takwa dalam dirinya akan merasa takut unutk melakukan larangan-
larangan Allah serta senantiasa melaksanakan apa yang telah
diperintah-Nya.
Dalam Al-Qur‟an dijelaskan:
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kalaian
kepada Allah dan katakan perkataan yang benar, niscaya Allah akan
memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa
kalian. Dan barangsiapa yang menta‟ati Allah dan Rosulnya maka
sungguh dia telah mendapat kemenangan yang besar. (Q.S. Al-Ahzab
70-71) (Http//www.alquran-digital.com).
Jelas janji Allah dalam ayat tersebut bahwa jika kita bertakwa
denga sebenar-benarnya takwa maka Allah akan memperbaiki amal dan
mengampuni dosa kita.
Takwa adalah membuat perlindungan dari siksa Allah, yaitu
dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan menjauhi larangan-
45
larangan-Nya. Inilah yang disebut takwa. Dan ini adalah batasan yang
terbaik untuk mengartikan kata “takwa”.
Bertakwalah kepada Allah SWT di mana pun engkau berada,
yakni di tempat mana pun engkau berada. Engkau tidak hanya bertakwa
kepada Allah SWT di tempat yang disana orang-orang melihatmu saja.
Seperti bertakwa hanya saat berada di masjid, kantor, rumah dan
jalanan saja. Bertakwa juga tidak hanya di bulan ramadhan, tapi juga di
waktu-waktu yang lain karena semua waktu adalah milik Allah SWT.
Dan tidak hanya bertakwa kepada-Nya di tempat-tempat yang engkau
tidak dilihat oleh seorang pun, karena Allah SWT senantiasa
melihatmu, di tempat manapun engkau berada. Oleh karena itu,
bertakwalah di manapun engkau berada.
2. Berperilaku syukur
Syukur berarti berterima kasih atas segala nikmat yang telah
diberikan Allah. Dan perilkau ini yang harus ada dalam diri seorang
pelajar. Karena setiap nafas yang kita hirup merupakan kuasa-Nya.
Syukur menurut (Al-Raghib Tt, 265) terbagi dalam 3 macam. Pertama
syukur hati yaitu dengan mengingat-ingat nikmat yang telah diberikan
Allah dengan perasaaan hati. Kedua syukur lisan yaitu bentuk syukur
yang diucapkan dengan lisan, baik kepada Allah atau kepada sesama
manusia. Diantara syukur lisan adalah dengan mengucap
Alhamdulillah. Ketiga adalah syukur anggota badan yaitu bentuk
46
syukur yang dilakukan dengan membalas nikmat atau kebaikan dengan
kepatutan atau kepantasan yang layak.
Seorang hamba tentulah harus selalu bersyukur kepada
Tuhannya. Terkadang saat mendapat nikmat dan kebahagiaan kita lalai
dalam mensyukuri nikmat tersebut namun saat mendapatkan cobaan
atau musibah mengaku bahwa kita sedang diuji oleh-Nya padahal saat
sedang bahagia tidak mengingatNya. Padahal Allah selalu ada untuk
kita dalam keadaan apapun.
Begitu penting dan besarnya manfaat syukur dalam kehidupan
hingga Allah berfirman dalam Al-Qur‟an:
Artinya: Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti aku akan menambah
nikmat-Ku kepadamu dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku ,
sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.(Q.S. Ibrahim: 7).
(Http//www.alquran-digital.com).
3. Khusyu‟
Khusyu adalah dengan kerendahan hati atau dengan sungguh-
sungguh. Sebagai peserta didik haruslah mengetahui tentang tujuannya
mencari ilmu, memalingkan diri dari ilmu yang dapat mendatangkan
kebingungan terhadap dirinya sendiri. Al-Ghazali berkata, ilmu-ilmu
yang semata-mata mementingkan khilafiyyat (perbedaan pendapat
dalam ilmu fiqih) atau mujadalat (perdebatan) dalam ilmu kalam, atau
pengetahuan tentang cabang-cabang yang amat rinci, maka pemusatan
pikiran tentangnya sambil memalingkan diri dari selainnya, tidak akan
47
berakibat lain kecuali kekerasan hati, kelalaian akan Allah SWT.
keterlibatan dalam kesesatan yang berlanjut serta menguatnya ambisi
untuk meraih kedudukan dalam masyarakat. Kecuali siapa-siapa yang
diselamatkan oleh Allah SWT. dengan rahmat-Nya, atau
mencampurinya dengan pelbagai ilmu keagamaan (Al-Baqir,
1996:192). Untuk itu peserta didik haruh memfokuskan diri pada
pencapaian suatu keberhasilan dalam ilmu, amal dan akhlak yang baik.
Sedangkan bagi seorang pendidik sendiri maka harus
merendahkan hati dalam menyampaikan ilmu dan bersungguh-sungguh
terhadap pencapaian sebuah ilmu, mencerdaskan dan membentuk
karakter perilaku pada peserta didik. Hendaknya ia tidak mengabaikan
apapun untuk menasehati muridnya. Kemudian, hendaknya ia selalu
mengingatkan bahwa tujuan sebenarnya dari upaya mencari ilmu adalah
demi ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, bukan demi
meraih jabatan, kepemimpinan atau untuk bersaing dengan rekan
sesamanya.
4. Sabar
Sabar adalah menahan hawa nafsu agar tetap berada pada batas-
batas yang telah ditentukan oleh agama. Sabar merupakan salah satu
sifat keutamaan yang sangat dibutuhkan oleh seorang muslim, baik
dalam kehidupan dunianya maupun dalam kehidupan agamanya. Antara
sabar dan syukur ada keterkaitan seperti keterkaitan yang ada antara
nikmat dan cobaan dimana manusia tidak bisa terlepas dari keduanya.
48
Karena syukur dengan amal perbuatan menuntut adanya kesabaran
dalam beramal.
Ulama‟ membagi sabar menjadi tiga:
a. Sabar dalam musibah, yaitu kerelaan menerima kehendak Allah
yang pad awalnya terasa tidak nyaman seperti sakit, kurang harta,
ketakutan, kelaparan , bencana alam dan sebagainya.
b. Sabar dalam ibadah, kerelaan melakukan kehendak Allah yang
wujud dalam perintah-perintah-Nya.
c. Sabar dalam maksiat, kerelaan diri menerima ujian melakukan
hal-hal yang menjadi larangan-Nya (Sultoni, 2007: 153)
Oleh karena itu, sabar adalah separuh iman, sebab tidak satupun
maqam iman kecuali disertai kesabaran (Hawa, 2004:370). Bahkan
Allah akan memberikan derajat yang tinggi dan kebaikan, dan
menjadikannya sebagai buah dari kesabaran. Firman-Nya:
“Dan sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepada orang-
orang dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
perbuat” (QS. An-Nahl:96). (http//www.alquran-digital.com).
Untuk itu, seorang guru harus sabar dalam menyampaikan ilmu,
pelan-pelan dalam menyampaikannya dan memahami karakter setiap
murid agar para murid tetap antusias dalam menerima pelajaran.
Sedangkan murid sendiripun juga harus sabar dalam menerima ilmu,
dan bersabar pula terhadap kekerasan seorang guru. Murid harus
49
berfikir terhadap hal yang ditujukan kepadanya, dengan fikiran yang
positif, bahwa hal yang demikian itu untuk kebaikan dirinya.
5. Zuhud
Sederhana disini yaitu menggunakan segala sesuatu yang
tersedia baik berupa benda dan lain-lain menurut keperluan dan tidak
berlebih-lebihan. Baik guru maupun murid senantiasa berperilaku
sederhana dalam segala hal, tidak berlebihan dan tidak pula kikir. Hidup
sederhana tidaklah berarti hidup melarat atau hidup serba kekurangan.
Hidup sederhana adalah hidup yang wajar yang terletak diantara hidup
kekurangan dan hidup yang mewah, atau dengan kata lain hidup secara
seimbang.
Zuhud merupakan pertanda kebahagiaan, manifestasi penjagaan
Allah, apabila cinta dunia merupakan pangkal kekeliruan, maka
membencinya merupakan pangkal segala ketaatan dan kebaikan.
Mengenai zuhud ini, kita bisa menyimak ayat al-Qur‟an yang menyifati
dunia dengan mata‟ul ghurur (kesenangan yang menipu). Allah
berfirman:
50
Artinya: “ Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya
mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan
kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat
(nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-
Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang
menipu. (QS. Al-Hadid:20) (Http//www.alquran-digital.com).
Kehidupan yang dihimbaukan oleh Islam adalah kehidupan
yang seimbang antara dunia dan akhirat, seimbang kehidupan jasmani
dan rohani. Orang yang semata-mata mendasarkan kehidupan untuk
menuntut kesenangan duniawi biasanya lupa pada kehidupan ukhrawi.
Sehari-hari pikirannya tertuju bagaimana supaya hartanya bertambah
dan menjadi banyak, dan hanya memenuhi keinginan-keinginan
nafsunya.
Tingkatan terendah zuhud adalah tidak meninggalkan ketaatan
karena dunia atau tidak mengerjakan maksiat karenanya. Sedangkan
tingkatan tertinggi zuhud adalah tidak mengambil sedikit pun dari dunia
ini, kecuali bila yakin bahwa mengambilnya lebih disenangi oleh Allah
daripada meninggalkannya. Di antara derajat tersebut, terdapat derajat
lainnya. Zuhud yang benar ditandai oleh tiga hal: tidak merasa senang
dengan pa yang kita miliki, tidak merasa sedih tatkala harta kita sirna,
dan tidak menyibukkan diri mencari dunia dan bersenang-senang
dengannya (Al-Husaini, 1999:202). Seorang guru dan murid senantiasa
membiasakan perilaku zuhud ini, karena akhlak ini untuk membentengi
51
dari sifat pemborosan dan bakhil, serta tidak terlalu memikirkan dunia
yang menjadi penghambat terhadap tercapainya keberhasilan ilmu dan
akhlakul karimah.
6. Menjaga dari hal yang haram (wira‟i)
Berperilaku wira‟i disini merupakan sikap kehati-hatian
terhadap perkara yang syubhat bahkan haram dalam segala aspek
perilaku kehidupan. Baik guru maupun murid harus berperilaku wirai
terhadap makanan, minuman, tempat dan segala sesuatau yang
dibutuhkan dalam pencapaian ilmu. Dengan akhlak ini hati akan mudah
menangkap ilmu, cahaya dan kemanfaat ilmu.
Menghindarkan diri dari suatu yang syubhat bahkan haram ini
dapat memperkokoh keberagamaan dan merupakan kebiasaan para
ulama‟ yang mengamalkan ilmunya. Rasulullah SAW. bersabda:
من ن ه مور م به ت ي ل هن ث ب ن ا م ب ي ن ا ل ب ي ب ه ت ب ه ت ف ق ا ب أ ا ينو او من ع ف ا ان س ف ن ت ق ا
.(ر ه ابخ رى م ) ع ف ا م
Artinya: “Sesungguhnya yang halal itu sudah jelas, demikian pula yang
haram. Antara keduanya terdapat sesuatu syubhat yang sebagian besar
manusia tidak mengetahuinya. Siapa saja yang berhati-hati darinya,
selamatlah agamanya dan dirinya. Sebaliknya siapa yang tergelincir ke
dalamnya, ia akan jatuh ke dalam keharaman. (HR. Bukhari dan
Muslim). (An-Nawawi, tt:9).
Perlu diketahui sesungguhnya makanan yang haram atau
syubhat tidak akan mendorong pemakannya untuk melakukan amal
saleh. Apabila ia melakukan amal saleh tersebut, ia tidak akan terhindar
52
dari penyakit hati, seperti ujub dan riya‟. Jelasnya, amal orang yang
memakan harta haram akan ditolak. Sebab, Allah adalah dzat yang baik
dan hanya menerima yang baik. Setiap amal perbuatan pasti dilakukan
oleh anggota badan. Sedangkan gerakan badan didorong oleh daya yang
dihasilkan oleh makanan, jika makanannya haram maka daya yang akan
dihasilkannyapun akan jelek (A-Husaini, 1999:128). Untuk itu, sikap
wirai ini perlu diperhatikan baik bagi guru maupun murid. Dengan
berhati-hati maka tidak akan cenderung untuk menuruti hawa nafsu dan
syahwat yang nantinya akan menimbulkan keburukan dan kejahatan.
Syaikh al-Zarnuji berkata bahwa seorang murid yang
berperilaku wirai, maka ilmunya akan lebih bermanfaat, dan belajarnya
lebih mudah. Termasuk perilaku wirai adalah menghindari rasa
kenyang, banyak tidur, dan banyak bicara. (al-Zarnuji, tt:39).
7. Qona‟ah
Qona‟ah yakni menerima segala sesuatu yang telah diberikan
oleh Allah. Guru dan murid senantiasa harus berperilaku qonaah dalam
segala aspek kehidupan. Dengan menerima segala yang telah diberikan
Allah, maka pendidikan ini akan lebih mempermudah dalam
pencapaian keluasan ilmu dan amal, karena pendidikan ini dapat
membentengi pecahnya hati dan akal terhadap hal-hal yang kurang
bermanfaat dan akan menimbulkan semangat pencapaian sebuah ilmu.
Dengan berakhlak qona‟ah maka akan muncul berbagai sumber
hikmah.
53
Imam Syafi‟i berkata:
ل ا ن من ط بو بذا , ي ل من ط ب ال بلزة ان لس ال مل . ان لس ا ق ال خ م ال ا أف
Artinya: “Tidak akan beruntung bagi orang yang mencari ilmu dengan
memulyakan dirinya dan berlebihan dalam kebutuhannya, akan tetapi
orang yang beruntung itu adalah orang yang merendahkan diri,
mencukupkan kebutuhan dan melayani ulama” (Asy‟ari, tt:26).
8. Rendah Hati (tawadhu‟)
Tawadhu‟ bukanlah merendahkan maupun menghinakan diri.
Melaikan tawadhu‟ adalah akhlak yang luhur dan sifat yang tinggi,
sedangkan kesombongan bukan termasuk akhlaknya dan tidak patut
bersanding dengannya. Seorang muslim bertawadhu‟ adalah untuk
dimuliakan dan tidak mau sombong agar tidak dicampakkan, sebab
Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang tawadhu‟ dan
merendahkan orang-orang yang sombong.
Rasulullah SAW bersabda,
م ت و اع أح , م ز د هللا ب بللو إ ز , م ن قصت من م ل (ر ح مل ). إ رف لو هللا
Artinya: Shadaqah tidak mengurangi harta dan Allah tidak menambah
hamba yang memaafkan kecuali kemuliaan, dan seseorang tidak
bertawadhu‟ karena Allah kecuali Allah mengangkat derajatnya” (H.R.
Muslim : 2588).
9. Berperilaku Kasih Sayang
54
Salah satu sifat yang dianugrahkan Allah kepada makhluknya
adalah sifat kasih sayang, tidak hanya kepada sesama manusia
melainkan juga kepada semua makhluk yang bernyawa. Bukan hanya
manusia saja yang diberi sifat kasih sayang oleh Allah, akan tetapi
binatang pun juga diberi oleh-Nya. Allah memerintahkan kepada umat
Islam agar mengasihi sesama manusia, terlebih terhadap sesama
mukmin. Allah berfirman:
Artinya: “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab
itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu
dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS.
Al-Hujarat:10). (http//www.alquran-digital.com).
Bersikap saling mengasihi dan menyayangi merupakan suatu
kewajiban bagi seorang murid dan guru guna mencapai suatu tujuan.
Guru adalah penyebab kehidupannya di alam yang baka. Dan sekiranya
bukan karena pendidikan sang guru, niscaya apa yang diperoleh dari
ayah akan menjerumuskannya ke dalam kebinasaan yang terus-
menerus. Sedangkan apa yang diperolehnya dari guru, itulah yang akan
berguna baginya untuk kehidupan ukhrawinya yang langgeng. Yang
dimaksud tentunya adalah guru yang mengajarkan ilmu-ilmu akhirat,
atau ilmu-ilmu duniawi untuk digunakan sebagai sarana untuk akhirat,
bukan untuk dunia saja (Al-Baqir, 1996:188).
Dengan berperilaku kasih sayang maka akan muncul sifat saling
menghormati antar sesama. Sikap menghormati sesama manusia ini
55
sangat ditekankan, karena merupakan suatu bentuk tindakan menjaga
hak-hak sesama manusia. Termasuk menghormati sesama manusia
adalah ramah tamah, berbicara dengan sopan, tidak menyinggung
perasaan, dan mengucapkan salam ketika bertemu baik di jalan maupun
dalam suatu majlis.
10. Menjaga Lisan
Lidah tak bertulang dan lentur namun memiliki efek yang luar
biasa ketika digunakan.sehingga begitu penting kita menjaga lisan.
Allah mengingatkan agar kita berhati-hati dalam menggunakannya. Jika
kita tidak bisa berkata baik maka lebih baik diam. Allah SWT
berfirman:
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kalaian
kepada Allah dan katakan perkataan yang benar. (Q.S. Al-Ahzab 70).
(Http//www.alquran-digital.com).
Jika kita tidak hati-hati dalam menggunakan lisan akan bisa
menimbulkan bencana dan musibah. Dua orang yang asalnya berteman
bisa saling membenci hanya karena salah perkataan. Maka dapat
dibenarkan apabila ada perkataan bahwa lisan itu lebih tajam daripada
pedang.
Imam Al-Syafii mengatakan, apabila seseorang ingin berbicara,
hendaklah berfikir dulu. Bila jelas maslahatnya maka berbicaralah, dan
56
jika dia ragu maka janganlah dia berbicara hingga nampak maslahatnya
(http://inilah.com)
11. Mengekang Hawa Nafsu
Ibnu Abbas mengatakan “dinamakan dengan hawa karena
menjatuhkan pelakunya kepada neraka”. Adapun Nafs maknanya
adalah jiwa atau ruh.namun kata nafs ini telah menjadi kalimat yang
berkonotasi negatiff, yaitu yang bermakna selalu mengajak kepada
keburukan. Begitu juga dengan hawa. Hali ini juga sebagaimana telah
dijelaskan dalam al-Qur‟an yang memang pada asalnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada keburukan (http//muaraiman.blogspot.com)
Firman Allah:
Artinya: “Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan),
karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,
kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya
tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Yusuf: 53)
(http//www.alquran-digital.com).
Melihat ayat di atas bahwasanya seorang hamba harus
membersihkan diri dari hawa nafsu, karena sudah jelas bahwa nafsu itu
cenderung pada hal-hal yang bersifat negatif. Maka kebersihan batin itu
harus selalu berusaha untuk dilatih. Sedangkan kebersihan batin dapat
dilakukan dengan membersihkan hati dari akhlak-akhlak yang tercela.
57
Seperti sombong, riya‟, hasud, dengki, cinta keduniaan dan lain-lain.
Serta menghiasinya dengan budi pekerti yang terpuji, seperti tawadhu‟,
mempunyai rasa malu, ikhlas, dermawan, dan sifat terpuji lainnya. Agar
memperoleh akhlaqul karimah yang telah disampaikan oleh Imam al
Ghazali dalam kitabnya Ihya „Ulumuddin juz II.
12. Berkumpul dengan Ulama‟
Ulama‟ atau adalah pewaris para Nabi. Bukan harta, kedudukan
ataupun kejayaan namun ilmu pendidikan yang diwariskan kepada para
ulama‟. Berkumpul dengan mereka akan mendapatkan banyak
pengetahuan terutama tentang ilmu agama. Dapat mendidik tingkah
laku menjadi baik berkat pengaruh kebiasaan-kebiasaan mereka yang
tentunya jauh lebih baik.
Ulama‟ itu terbagi menjadi 3 macam,
1. Ulama‟ yang sangat menguasai dan memahami hukum-
hukum Allah. Mereka itulah yang memiliki fatwa.
2. Ulama‟ yang sangat dalam kemampuannya tentang ma‟rifat
kepada dzat Allah. Ulama seperti ini disebut Hukama‟.
Golongan ulama‟ ini senantiasa menitikberatkan pada upaya
memperbaiki tingkah laku dan akhlaq, baik untuk diri
sendiri maupun umatnya.
3. Ulama-ulama besar yang disebut dengan Al-Kubara‟.
Ulama‟ seperti ini senantiasa melakukan hal-hal yang terpuji
untuk kepentingan makhluk Allah, terutama ahli ibadah.
58
Lirikannya lebih memberi manfaat daripada ucapannya
(kauma, 2005: 29)
13. Tholabul „Ilmi
Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi umat Islam. Karena
jika seseorang tidak berilmu maka tak akan dapat menjalankan ketaatan
yang difardhukan Allah SWT, menjauhi kemaksiatan yang diharamkan
Allah SWT, apalagi ibadah sunnah yang berfungsi mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
Dengan ilmu, maka akan dapat mengetahui hal yang wajib,
sunnah dan haram. Maka menuntut ilmu dan mengamalkan wajib
hukumya. Karena begitu besar peranan ilmu, dengan mengamalkan
ilmu maka akan diperoleh kebahagiaan dan kesuksesan dunia dan
akhirat.
Nabi bersabda: barang siapa menempuh jalan mencari ilmu
maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. (HR.
Bukhori) (Abi Jamrah, 2005: 30)
Ilmu yang wajib dituntut oleh setiap muslim yaitu ilmu yang
menjelaskan tentang ketentuan yang diwajibkan oleh Allah SWT dan
keharaman yang diharamkan-Nya.
14. Keutamaan Ilmu
Mencari ilmu merupakan kewajiban setiap hamba. Tanpa ilmu
kita tidak bisa menjalani hidup ini dengan baik. Orang yang tidak
memiliki ilmu biasanya akan dimanfaatkan orang lain. Mudah
diperdaya karena kebodohannya, tidak dapat tegak didalam memenuhi
59
apa yang difardhukan Allah dan tidak dapat taat didalam menjauhi
larangan-Nya.serta tidak dapat menjalankan apa yang disyari‟atkan-
Nya. Ilmu yang barokah adalah ilmu yang memberikan kemanfaatan
kepada kita sehingga menunjukkan jalan yang diridhoi oleh Allah. Ilmu
juga termasuk amalan yang tidak terputus pahalanya. Apabila kita
mengajarkan satu ilmu kebaikan kemudian terus digunakan maka satu
ilmu itu bisa menjadi tabungan kita kelak di akhirat.
Perlu diketahui, bahwa orang yang beribadah tanpa berdasarkan
ilmu, maka bahayanya akan mengancam dirinya. Sebab, ibadah
ibadahnya akan banyak bermanfaat padanya, jika ia mengerti ilmunya.
Banyak orang yang banyak beribadah, kaan tetapi hanyalah
menyusahkan dirinya, karena dia jatuh dalam kemaksiatan. Dia
menganggap taat sebagai maksiat, sedangkan maksiat dianggap bukan
maksiat (Suchaimi, Tt: 73).
Ilmu mengungguli amal, sebab dengan adanya ilmu sekalipun
amal kecil dapat dirasakan manfaatnya, tetapi tanpa ilmu sekalipun
amal besat/ banyak tiada manfaatnya. Maka dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan bahwa: “Nilai ilmu lebih berharga daripada amal
ibadah, dan sudah menjadi ketentuan wajib bagi orang yang beramal
ibadah, dibarengi dengan ilmunya, pelanggaran ketentuan tersebut
berakibat sia-sia amal ibadahnya, bagai debu berhambur ditiup angin
(Ramadlan, 1987: 59).
15. Manajemen Waktu
60
Waktu sangatlah penting bagi guru dan murid. Untuk itu harus
mengoptimalkan waktu yang dimilikinya, baik di waktu malam maupun
siang dengan menggunakan kesempatan yang ada dari sisa-sisa
umurnya. Umur yang tersisa adalah harga yang dimilikinya, dengan
begitu senantiasa pergunakanlah untuk berdiskusi, mengarang,
mengulang pelajaran dan menghafal. Agar waktu tersebut tidak
terbuang secara percuma.
Seorang murid harus menunjukkan perhatiannya yang sungguh-
sungguh kepada tiap-tiap disiplin ilmu agar mengetahui tujuannya
masing-masing. Jika ia masih ada kesempatan, sebaiknya ia berusaha
untuk mendalaminya. Mengurangi segala keterkaitan dengan
kesibukan-kesibukan duniawi. Sebab keterkaitan akan memalingkan
dari tujuan yang hendak dicapai.
Selain itu juga harus mengisi waktu dengan segala aktivitas
ibadah hingga tak ada waktu sedikit pun, baik siang maupun malam,
kecuali untuk mengabdi kepada Allah SWT. Dengan demikian akan
tampak keberkahan waktu, memperoleh faedah umur dan senantiasa
menghadapkan diri pada-Nya. Demikian pula sediakan waktu khusus
untuk mengerjakan kebiasaan sehari-hari, seperti makan, minum, dan
mencari nafkah.
Hujjatul Islam, Imam al Ghazali mengatakan bahwa:
“Hendaklah engkau membagi waktumu, mengatur wiridmu dan
menetapkan waktumu dengan segala aktivitas yang tidak akan engkau
langgar dan janganlah engkau terpengaruh dengan hal lain dalam
masalah waktu ini. Barangsiapa menelantarkan dirinya dari aktivitas,
61
maka ia laksana orang yang tersesat di jalan, bermaksud untuk
menyibukkan diri, tetapi ia sendiri selalu menyia-nyiakan waktunya.
Ketahuilah, waktu itu adalah umurmu dan umur adalah modal untuk
investasi (ibadahmu). Dengan umur itu pula engkau dapat memperoleh
kenikmatan abadi di sisi Allah SWT. Setiap nafasmu bagaikan mutiara
yang tak ternilai harganya, dan bila hilang percuma engkau tak
mungkin mampu mengembalikannya.”
Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan sehari-hari diantaranya:
1) Shalat witir
2) Shalat Dhuha
3) Shalat Awabin
4) Shalat Sunnah Malam
5) Membaca al Qur‟an
6) Mempelajari Ilmu yang bermanfaat
7) Dan aktivitas lainnya yang bermanfaat
B. Implikasi Nilai Pendidikan Dalam Dunia Pendidikan
Individu manusia lahir tanpa memiliki pengetahuan apapun, tetapi
ia telah dilengkapi dengan fitrah yang memungkinkannya untuk
menguasai berbagai pengetahuan dan peradaban. Dengan memfungsikan
fitrah itulah ia belajar dari lingkungan dan masyarakat oeang dewasa yang
mendirikan institusi pendidikan (Aly, 2008: 1). Kondisi awal individu dan
proses pendidikannya tersebut diisyaratkan oleh Allah di dalam firman-
Nya sebagai berikut:
Dan Allah mengelurakan kamu dari perut ibumu dalam keadaaan
tidak mengetahui sesuatu pun, dan dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur. (Q.S. An-Nahl :78)
(http//www.alquran-digital.com).
62
Sedangkan menengok arti pendidikan itu sendiri adalah usaha
sadar dan sistematis yang dilakukan tidak hanya untuk memanusiakan
manusia tetapi juga agar manusia menyadari posisinya sebagai
kholifatullah fil ardhi, yang pada gilirannya akan semakin meningkatkan
dirinya untuk menjadi manusia yang bertakwa, beriman, berilmu dan
beramal saleh. Di dalam islam, manusia yang beriman, berilmu dan
beramal saleh memang memiliki derajat yang tinggi. Dalam konteks ini
juga menjadi terkenal kredo dalam agama islam tentang perlunya ilmu
yang amaliyah dan amal yang ilmiah (TPIP FIP-UPI, 2007: ix)
Untuk menjadikan sebuah umat yang berilmu, berakhlak dan
berbudi pekerti yang baik serta berpendidikan yang berkualitas, maka
peran orang tua dalam masalah ini harus lebih mengedepankannya dari
msalah-masalah yang lain. Terlebih perhatian orang tua kepada anak-
anaknya. Maka sudah semestinya semenjak dini orang tua harus sudah
mengenalkan anaknya terhadap hal-hal yang positif dan bernilai luhur,
menjauhkannya dari sifat negatif yang dapat merusak kesucian fitrah
seorang anak. Karena kesucian fitrah inilah yang dapat menentukan
karekteristiknya dimasa mendatang.
Kita bisa menengok bahwa Imam Al-Ghazali, seorang filosof
terbesar sejak dari zamannya dulu hingga saat kini, mengatakan demikin:
“Seseorang anak, sejak ia dilahirkan itu adalah merupakan amanat atau
titipan dari Tuhan kepada kedua orang tuanya. Kalbu anak itu masih bersih
dan suci, bagaikan suatu permata yang maha berharga, sunyi dari segala
63
macam lukisan dan gambaran. Manakala anak itu dibiasakan kepada hal-
hal yang baik, diperlihatkan kepadanya hal-hal yang bagus dan sekaligus
diajarkan serta diperintah mengamalkannya, maka anak itu akan tumbuh
menjadi manusia, makin hari makin besar dan makin tertancap serta makin
meresaplah kebaikan –kebaikan itu dalam jiwanya. Dengan demikian tidak
perlu disangsikan lagi bahwa anak itu akan memperoleh kebahagiaan di
dunia dan akhirat” (Ghulayaini, 1967: 314).
Pembelajaran dan pendidikanlah yang mampu mengantarkan
seseorang memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, terlebih dalam
menjadikan masyarakat yang berperadaban dan beradab. Melalui proses
belajar dengan mengikuti pola-pola dan norma-norma sosial, mengikatkan
diri pada ideologi dan sistem nilai, serta terlibat dalam aktivitas saling
menukar pengetahuan dan pengalaman, mereka kemudian menjadi
masyarakat yang berperadaban dan beradab. Memang pendidikan
merupakan alat unutk memajukan peradaban, mengembangkan
masyarakat, dan membuat generasi mampu berbuat banyak bagi
kepentingan mereka.
Melihat penjelasan pendidikan di atas, karya Imam Nawawi yang
tertuang dalam kitab Nashaihul „Ibad dapat membimbing kita untuk
menjadi seseorang yang santun dan bijak. Baik terhadap Allah, Rasul-Nya,
maupun sesama manusia. Maka analisis pendidikan yang dapat ditarik
adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Akhlak
64
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya „ulumuddin
mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
خ ىي ل ر اخ ف اق ب تص ر نه و ل فل ل ب هوا من ف رؤي
Artinya: “Akhlak dalah suatu sifat yang tertanam dalam hati, yang
dapat diwujudkan atau dilahirkan dalam bentuk perkataan maupun
perbuatan dengan mudah tanpa dipikir atau diangan-angan terlebih
dahulu.
Dari pengertian tersebut dapat kita simpulkan bahwa akhlak itu
terjadi begitu saja tanpa ada rencana sebelumnya. Sifat bawaan yang
akan muncul dengan sendirinya tanpa direkayasa atau difikir terlebih
dahulu. Dengan demikian untuk meraih kesempurnaan akhlah ,
seseorang harus melatih diri dan membiasakannya dalam hidup sehari-
hari. Seseorang harus berlatih dan membiasakan diri berfikir dan
berkehendak, serta membiasakan mewujudkan pemikiran dan
kehendaknya itu dalam hidup sehari-hari. Dengan demikia seseorang
akan meraih kesempurnaan akhlak. Sebab akhlak seseorang bukanlah
tindakan yang direncanakan pada saat-saat tertentu saja, namun akhlak
merupakan keutuhan kehendak dan perbuatan yang melekat pada
seseorang yang akan tampak pada perilaku sehari-hari.
Akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dan
menunjukkan jalan unutk melakukan apa yang harus diperbuat. Akhlak
merupakan sifat yang dekat hubungannya dengan iman (Siroj, 2009: 2).
65
Baik buruknya akhlak menjadi salah satu syarat sempurna atau tidaknya
keimanan seseorang. Orang yang beriman kepada Allah akan
membenarkan dengan seyakin-yakinnya akan keesaan Allah. Meyakini
bahwa Allah mempunyai sifat dengan segala sifat kesempurnaannya.
Seseorang akan dinilai baik oleh orang lain bukan pada tinggi
ilmunya, berbagai macam prestasi yang dia raih atau tinggi pangkatnya.
Namun seorang muslim akan dipandang melalui akhlaknya. Bahkan
Rasulullah diutus ke dunia bukan untuk kedudukan, kekayaan apalagi
politik namun tidak lain hanya untuk menyempurnakan Akhlah.
Sebagaimana sabda Nabi SAW:
ت م رم ح (ر ح أر )إمن بلثت Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak-
akhlak mulia.” (HR. Ahmad).
2. Pendidikan Ikhlas
Ikhlas adalah perbuatan yang dilakukan terus menerus karena
melaksanakan perintak Allah SWT tidak supaya dihormati oleh orang
lain. Perbuatan bisa diumpamakan sebagai jasad dan yang menjadi
ruhnya adalah ikhlas. Jasad sewaktu ditinggal oleh ruh yang dapat
menyebabkan jasad bisa hidup tegak, pasti akan berubah menjadi
bangkai dan tidak bisa bergerak dan akan berubah menjadi bangkai
yang tidak ada manfaatnya. Begitu juga dengan perbuatan yang
dipisahkan dari ruh (Siroj, 2009: 8)
Allah berfirman:
66
Artinya: ”Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama. (QS. Az-Zumr:11) (http//www.alquran-
digital.com).
Ayat di atas memerintahkan kepada kita untuk melandasi segala
aktivitas dengan keikhlasan. Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak
ada motivasi yang membangkitkannya kecuali mencari taqarrub kepada
Allah (Hawa: 2004:320). Keikhlasan hati kepada Allah itulah yang akan
mengangkat derajat amal duniawi semata-mata menjadi amal ibadah
yang diterima oleh Allah.
Keikhlasan yang mendalam adalah masalah yang sangat penting
dalam dunia ilmu pengetahuan. Sebab ilmu adalah nilai tertinggi yang
oleh Allah dijadikan alat penentu orang-orang mulia di antara hamba-
hambanya. Sesungguhnya ilmu dengan berbagai cabangnya, duniawi
ataupun yang bersifat ukhrawi itu tidak akan bercahaya dan sampai
pada suatu derajat tertinggi, melainkan harus didasari dengan
keikhlasan dan tujuan yang mulia (Masy‟ari, 2008:56). Untuk itu setiap
manusia janganlah berniat kesebalikannya dalam melaksanakan amal
perbuatan dan beribadah, yang bertujuan untuk meraih keduniawiaan
semata. Baik untuk mencari kedudukan, mencari kekayaan, dan
berperilaku untuk mengungguli terhadap manusia. Karena setiap amal
yang di dasari dengan nafsu, tanpa adanya keikhlasan dan niat yang
67
tulus karena Allah justru akan mengeruhkan kejernihan dari amal itu
sendiri.
3. Pendidikan Tawadhu‟
Tawadhu‟ merupakan sikap merendahkan hati, tidak
memandang pada diri sendiri lebih dari orang lainnya, dan tidak
menonjolkan diri sendiri, yang mana sikap ini perlu dimiliki oleh
seorang hamba. Tawadhu‟ merupakan suatu bentuk perilaku yang mulia
hingga Allah memerintahkan utuk bersikap tawadhu‟ melalui firman-
Nya:
Artinya: “Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang
beriman.” (al-Hijr:88) (http//www.alquran-digital.com).
Bagi seorang pelajar hendaknya tidak bersikap angkuh terhadap
ilmu dan tidak pula menonjolkan kekuasaan terhadap guru yang telah
mengajarinya, tetapi menyerahkan sepenuhnya kendali dirinya dan
mematuhi segala nasihatnya. Pelajar sudah sepatutnya bersikap
demikian dihadapan gurunya, dan mengharapkan pahala serta
kemuliaan dengan berkhidmat kepadanya.
Sedangkan bagi seorang hamba, sikap tawadhu‟ perlu
ditamankan dalam hati. Dengan cara menundukkan dirinya dari sikap
sombang, riya, dan angkuh terhadap orang lain yang memiliki kapasitas
keilmuan, derajat maupun pangkat dibawahnya.
4. Pendidikan Tekun
68
Tekun adalah rajin atau bersungguh-sungguh. Dengan kata lain
tekun adalah kesungguhan tekad dalam melakukan (mencapai) sesuatu.
Tekun merupakan suatu sifat terpuji yang harus dipeganggi oleh setiap
hamba, dan tidak boleh berputus asa dalam menekuni setiap ibadah dan
beramal. Untuk mencapai apa yang di cita-citakan, seseorang harus
menanamkan kesadaran diri untuk senantiasa tekun. Orang akan sukses
apabila tekun dalam melakukan apapun dan tidak bermalas-malasan.
Allah telah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri”.(QS. Ar-Ra‟du:11). (http//www.alquran-digital.com).
Ayat di atas mengajarkan kepada kita bahwa manusia haruslah
mengusahakan segala hal untuk kehidupannya. Tidak sekedar
menunggu apapun itu dari Allah dengan berpangku tangan. Dengan
ketekunan akan meninggkatkan kesejahteraan diri, mewujudkan cita-
cita dan mengapai tujuan hidup. Terlebih dalam pembelajaran, peserta
didik bersungguh-sungguh dalam belajarnya maka kesejahteraan hidup
di dunia dan akhirat akan dapat diraih.
5. Pendidikan Tawakal
Tawakal adalah kesadaran diri bahwa apapun upaya yang kita
lakukan maka hasilnya adalah terserah Allah SWT (Siroj, 2009: 17).
Orang yang bertawakal selalu dapat mensyukuri rezeki yang
diterimanya dan dapat menerima dengan rela bila tidak mempunya apa-
69
apa. Orang yang bertawakal tetap saja taat dan melaksanakan ibadah
kepada Allah dalam keadaaan kaya maupun miskin. Karena perubahan
keadaannya tidak pernah mengubah ketaatannya terhadap Sang
Pencipta.
Barangsiapa bertawakal dan pasrah kepada Allah SWT, maka ia
akan dicukupi, ditolong dan selalu dikasihi-Nya. Tawakal tumbuh dari
buah tauhid yang mantap dan sudah mendarah daging dalam hati dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Allah SWT berfirman:
Artinya:”Bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang
yang bertawakal.” (QS. Ali Imran: 159). (http//www.alquran-
digital.com).
Inti tawakal kepada Allah adalah sadarnya hati bahwa segala
sesuatu berada di tangan-Nya, baik yang bermanfaat, bermudharat,
yang menyusahkan serta yang membahagiakan. Sangat meyakini bahwa
seandainya seluruh makhluk dikumpulkan untuk memberi kemanfaatan
ataupun kemudharatan, maka mereka sedikit pun tidak akan mampu
melaksanakannya kecuali dengan adanya ketetapan dan ketentuan dari
Allah (Al-Hadad, Tt: 206).
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pembahasan penelitian yang dilakukan oleh
penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bagaimana sistematika penulisan dalam kitab Nashaihul „Ibad.
Sitematika yang dipakai dalam penulisan kitab ini adalah
tematik, yang penulisannya dari satu bab ke bab yang lain berdasarkan
jumlah nasehat dan pokok masalah yang terkandung didalamnya.
Mulai dari dua pokok masalah, tiga pokok masalah, dan seterusnya
sampai sepuluh pokok masalah. Jumlah pembahasannya ada 214 yang
didasarkan pada 45 Hadits dan sisanya merupakan atsar (perkataan
sahabat dan tabi‟in).
2. Bagaimana nilai pendidikan dalam kitab Nashaihul „Ibad karya Imam
Nawawi Al-Bantani.
Dalam kitab Nashaihul „Ibad beliau memaparkan betapa
pentingnya pendidikan pada segala sendi kehidupan. Manusia harus
memiliki pendidikan sebagai pembeda dari makhluk lain. Bahkan
pentingnya pendidikan dalam islam sampai diibaratkan seperti dua sisi
dari sekeping mata uang, artinya Islam dan pendidikan mempunyai
hubungan filosofis yang sangat mendasar dan tidak dapat dipisahkan.
Sangat penting bagi pelajar untuk mengetahui sikap yang harus
dilakukan agar ilmu yang didapatkan dapat memberi manfaat bagi
71
dirinya sendiri dan orang lain. Beliau menyatakan bahwa ilmu itu
sesuatu yang suci dan hanya akan dapat diserap oleh jiwa yang suci
pula. Pendidikan tidak hanya didapat dari bangku sekolah saja, namun
kita bisa mendapatkannya melalui siapa saja dan apa saja. Dengan
cara berkumpul dengan orang saleh, menjaga diri dari perbuatan yang
dilarang agama dan senantiasa mendekatkan diri pada Allah. Sikap
kita kepada sesama manusia dan makhluk lain juga akan berpengaruh
dalam pendidikan. Menghargai orang lain, menjaga lisan rendah hati
serta sikap-sikap yang seharusnya kita lakukan kepada makhluk lain
akan menjadikan kita sebagai hamba yang santun dan bijak dalam
mengarungi bahtera kehidupan.
3. Implikasi nilai pendidikan kitab Nashaihul „Ibad dalam dunia
pendidikan.
Pendidikan yang telah dipaparkan kitab Nashaihul „Ibad
memberikan penekanan pada sikap yang harus diambil oleh seorang
hamba dalam memperoleh pendidikan dan mengamalkan pendidikan.
Dari pemaparan beliau, implikasi pendidikan yang dapat diterapkan
dalam kehidupan adalah pendidikan akhlak, pendidikan ikhlas,
tawdhu‟, tekun dan tawakal. Dengan pendidikan tersebut seorang
pelajar akan mampu mengarungi bahtera kehidupannya dengan baik.
.
72
B. Saran
Pendidikan menjadi sangat penting dalam kehidupan kita
sebagai manusia terutama pendidikan agama. Baik dalam
hubungannya kepada Sang Pencipta maupun makhluk-Nya. Seseorang
akan ditinggikan derajatnya apabila dia berilmu pengetahuan luas.
Dalam hal „ubudiyah misalnya, kita harus mengtahui ilmu cara sholat,
syarat dan rukunnya agar ibadah kita tidak sia-sia dan diterima Allah.
Oleh karena itu hendaknya pendidikan lebih di prioritaskan daripada
apapun agar nantinya dapat menjadi orang yang memiliki
kesempurnaan akal fikiran.
73
DAFTAR PUSTAKA
Abi Jamrah, Ibnu. 2005. Khosiyah Abi „Ala Mukhtshar Ibnu „Abi Jamrah lil
Bukhori. Indonesia: Haromain.
Al-Ghazali, Muhammad. Tt. Ihya „Ulumuddin. Indonesia: Al-Haromain
…………… Tt. Al-„Ilm. Terjemah oleh Al-Baqir, Muhammad. 1996. Bandung:
Karisma.
Al-Ghulayaini, Musthafa. Tt. Izhatun Nasyi‟in. Terjemah jilid 2 oleh Siroj,
Zainuri, Hadi Nur. 2009. Jakarta: PT. Albama.
…………………………. Tt. Izhatun Nasyi‟in. Terjemah oleh Moh Abdai
Rathomy. 1976. Semarang: C.V. Toha Putra.
Al-Hadad, Sayyid Abdullah bin Alwi Bin Muhammad. Tt. Risalatul Mua‟awanah.
Terjemah oleh Ihsan dan Suchaimi, Ainul Ghoerry. Jalan Menempu
Ridho Allah. Tt. Surabaya: Al-Hidayah.
Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Toumy. Tt. Falsafatut Tarbiya Al-Islamiyah.
Terjemah Oleh Hasan Langgulung. Falsafah Pendidikan Islam. 1983.
Jakarta: Bulan Bintang.
Aly, Hery Noer dan Munzier S. 2008. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska
Agung Insani.
Az-Zarnuji. Tt. Ta‟limul Muta‟alim. Surabaya. Darul Ilmi.
Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1990. Jakarta: Cipta Adi Pustaka.
Ghofur, Saiful Amin. 2008. Profil Para Mufassir Al-Qur‟an. Yogyakarta. Pustaka
Insan Madani.
Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta. Andi Offset.
Hawa, Sa‟id bin Muhammad Daib. Tt. Al-Musthalakh fii Tazkiyatil Anfus.
Terjemah oleh Tamhid dan Aunur Rafiq Shaleh. 2004. Jakarta: Robbani
Press.
Indar, Djumberansyah. 1994. Filsafat Pendidikan. Surabaya. Karya Abditama.
Nata, Abuddin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa.
Nawawi, Muhammad. Tt. Nashaihul „Ibad. Semarang: Karya Putra.
...................................... Nashaihul ‟Ibad. Terjemah oleh Kauma, Fuad. 2005.
Bandung: Irsyad Baitus Salam.
Ramadlan, Abu HF. 1987. Tarjamah Duratun Nasihin. Surabaya: Mahkota.
Siroj, Zaenuri dan Al-Arif, Adib. 2009. Hebatnya Akhlak di atas Ilmu dan Tahta
Jilid 2 . Surabaya: Bintang Books.
Sultoni, Ahmad. 2007. Sang Maha-Segalanya Mencintai Sang Mahasiswa.
Salatiga: STAIN Salatiga press.
74
Syamsu, Muhammad. 1996. Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya.
Jakarta: Lentera.
Tim Pengambang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan
bagian III. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama.
http//www.alquran-digital.com.
http//muaraiman.blogspot.com/2010/05/wasapadalah-terhadap-hawa-
nafsu.html?m=1
http://inilah.com/news/detail/2145055/keutamaan-menjaga-lisan-1.
Wikipedia.org/wiki/nawawi-al-bantani.
75
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Muhammad Choirul Umam Jurusan : Tarbiyah
Nim : 111 09 112 Progdi : PAI
No Nama kegiatan Tanggal Keterangan Nilai
1 OPAK “ Sentralisasi Paradigma Gerak
Menuju Mahasiswa Ideal Dalam Menghadapi
Situasi Global” (DEMA)
20 Agustus 2009 Peserta 3
2 Pelatihan Emosional Spiritual Intelligence
Quotient (ESIQ) (STAIN Salatiga)
21 Agustus 2009 Peserta 3
3 User Education (UPT Perpustakaan) 29 Agustus 2009 Peserta 3
4 Seminar Lingkungan Hidup Mapala Mitapasa
Event Fusion 2010 (MAPALA)
24 Mei 2010 Peserta 3
5 Audisi MC & Qori‟ Haflah Akhirussanah ke
63 Pon-Pes Al-Manar
10 Juli 2010 Peserta 2
6 Khotmil Qur‟an Binnadzor Pondok Pesantren
Al-Manar
01 Agustus 2010 Peserta 2
7 Basic Training LK 1 “Mewujudkan
Mahasiswa Islami yang Ideal Demi
Terwujudnya Kader yang Militan
(HMI)
28 Oktober 2010
Peserta
3
8 Praktikum Baca Tulis Al- Qur‟an (BTA) 02 November 2010 Peserta 2
9 Seminar Nasional Pendidikan
“Membudayakan sebuah Pendidikan
Berkarakter Ke-Indonesia-an dakam
Pendidikan Formal” (HMJ Tarbiyah)
06 November 2010 Peserta 3
10 Praktikum Etika Profesi Keguruan 25 November 2010 Peserta 2
11 Praktikum Metodologi Pendidikan Agama
Islam
23 September 2011 Peserta 2
12 Seminar Pendidikan “Menuju Pendidikan
Indonesia Yang Ideal” (HMI)
28 Desember 2011 Panitia 2
13 Training Senoir Course (SC) Se-Jateng dan
DIY “Tranformasi Nilai-nilai Pengkaderan
Menuju Kompetensi Pendidik yang
Berkualitas” (HMI)
20 Februari 2012 Panitia 3
14 Praktikum Telaah Kurikulum Pendidikan
Agama Islam (STAIN Salatiga)
13 Maret 2012 Peserta 2
76
15 Seminar “Peran Mahasiswa dalam Mengawal
BLSM BLT Tepat Sasaran” (DEMA)
03 Mei 2012 Peserta 4
16 Bedah Buku “Ketika Cinta Bertasbih” (HMI) 13 Mei 2012 Peserta 2
17 Sertifikat Ujian Praktek Pengalaman dan
Keilmuan Lapangan (PPKL) (Pondok
Pesantren Al-Manar)
13 Juli 2012 Peserta 3
18 Musabaqoh Lughoh „Arobiyah “Mewujudkan
Potensi Berbahasa dengan Musabaqoh
Lughoh „Arobiyah” (ITTAQO)
17 Oktober 2012 Peserta 3
19 Workshop Penelitian “Reaktualisasi
Perwujudan Amanah Tri Darma Perguruan
Tinggi dalam Memecahkan Problematika di
Masyarakat” LPM DinamikA)
26 November 2012 Peserta 3
20 Basic Training LK 1”Membangun Paradigma
Mahasiswa yang Berintelektual dan Berjiwa
Nasionalis Religius dalam Perwujudan Insan
Paripurna” (HMI)
03 Desember 2012 Panitia 3
21 Seminar Nasional Kebangsaan “Menggagas
Menasionalismekan Ber-Agama; Upaya
Membingkai Perbedaan keberagamaan dalam
Ke-Indonesiaan” (IPNU)
27 Desember 2012 Peserta 6
22 Dies Natalis HMI ke 66 “66 Tahun HMI
untuk Umat Islam dan bangsa Indonesia”
(HMI)
06 Februari 2013 Panitia 2
23 Follow Up Mission HMI “Membangun Kader
HMI yang Militan” (HMI)
18 Februari 2013 Peserta 2
24 Bedah Buku “Sholat Ngebut Bikin Benjut”
(HMI)
13 Mei 2013 Peserta 2
25 Haflah Akhirussanah dan Haul KH. Djalal
Suyuthi ke 66 Pondok Pesantren Al-Manar
29 Juni 2013 Panitia 2
26 Lomba Cerdas Cermat Ilmu Agama di Pondok
Pesantren Al-Manar
29 Juni 2013 Panitia 2
27 Sosialisasi Empat Pilar (MPR-RI) 23 September 2013 Peserta 6
28 Sarasehan Akbar HMI Komisariat Walisongo
“Merajut Ukhuwah Memperkokoh
Kebersamaan” (HMI)
11 Oktober 2013 Panitia 2
29 Bedah Film “Tanah Surga Katanya” (HMI) 29 Desember 2013 Peserta 2
30 Bahsul Masa‟il Kubro Pondok Pesantren Al-
Mas‟udiyah Blater
28 Januari 2014 Peserta 3
31 Sarasehan Akbar Bersama Tokoh Nasional
“Komitmen Politik Islam dalam Menata Arah
Masa Depan Bangsa Indonesia” )LDMI PB
15 Maret 2014 Peserta 3
77
HMI)
32 Haflah Akhirussanah dan Haul KH. Djalal
Suyuthi ke 67 Pondok Pesantren Al-Manar
21 Juni 2014 Sekretaris 2
33 Gebyar Rebana Dalam Rangka Haflah
Akhirussanah 7 Haul Pon Pes Al-Manar
21 Juni 2014 Panitia 2
34 Kilatan Ramadhan 1435 H Pondok Pesantren
Al-Manar
19 Juli 2014 Sekretaris 2
78
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Muhammad Choirul Umam
Nim : 111 09 112
Fakultas : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Tempat,tanggal,lahir : Kab. Semarang, 07 Agustus 1991
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Gentan, Rt 07/08, Truko, Kec. Bringin, Kab. Semarang,
__________Jawa Tengah (50772)
No Hp. : 085 727 001 955
Riwayat Pendidikan :
1) SD Negeri Banding 02
2) MTs Sudirman Truko
3) MA Al-Manar
4) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Program Studi
Pendidikan agama Islam (PAI) strata 1
Demikian daftar riwayat hidup (pendidikan) ini penulis susun dengan sebenar-
benarnya.
Wonosobo, 11 April 2015
Penulis
M. Choirul Umam
79