Post on 12-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
Apendisitis adalah salah satu penyakit yang paling umum pada bedah akut
abdomen. Apendisitis mempengaruhi sekitar 6% dari populasi. Apendiks adalah
inflamasi yang terjadi di dalam vermiform appendiks yang menyebar ke bagian
lain. Penyakit ini adalah salah satu dari kebanyakan kegawatdaruratan bedah dan
salah satu dari banyaknya penyebab nyeri pada abdomen.
Salah satu tujuan dokter adalah untuk mendiagnosa dan mengobati
apendisitis sebelum penyakit berkembang menjadi perforasi dan peritonitis.
Tujuan lainnya adalah untuk menghindari operasi yang tidak perlu pada pasien
yang tidak memiliki kondisi yang memerlukan intervensi bedah. Karena perforasi
menyebabkan morbiditas dan kadang-kadang kematian, tujuan klinis adalah
diagnosis dini.
Diagnosis apendisitis, mungkin tidak jelas dan bermasalah, terutama pada
pasien sangat muda atau sangat tua. Charles McBurney menulis, "Seseorang tidak
bisa dengan akurasi menentukan dari gejala luas dan keparahan penyakit." Bahkan
clinicans luar biasa kadang-kadang mengalami kesulitan mendeteksi apendisitis
akut. Pasien mungkin memiliki beberapa gejala, bahkan ketika mereka memiliki
gangren atau perforatif apendisitis. Sebaliknya, pasien mungkin menunjukkan
tanda-tanda peritonitis difus tetapi mungkin hanya awal. Tanda dan gejala atipikal
dapat menyebabkan kebingungan. Diagnosis apendisitis akut memiliki tiga
komponen: gejala klinis; pemeriksaan fisik; dan temuan laboratorium yang
mendukung temuan fisik. Dua dari tiga komponen cukup menentukan diagnosis
atau setidaknya membenarkan intervensi bedah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI APPENDIKS
Appendiks berasal dari mid gut, bersama dengan ileum dan kolon
ascenden. Appendiks pertama kali muncul pada minggu ke-8 kehamilan
sebagai outpouching dari sekum dan secara bertahap berputar ke lokasi yang
lebih medial menuju katup ileocecal mengikuti perputaran sekum, dan
menjadi tetap di kuadran kanan bawah.1
Appendiks menerima pasokan darah arteri cabang apendikular arteri
ileokolika dari arteri mesenterika superior. Arteri ini berasal dari posterior
ileum terminal, memasuki mesoapendiks dekat dengan dasar apendiks.
Cabang arteri kecil berjalan pada arteri cecal. Drainase limfatik apendiks
mengalir ke kelenjar getah bening yang terletak di sepanjang arteri ileokolika.
Persarafan apendiks berasal dari saraf simpatik pleksus mesenterika (T10-
L1), parasimpatis aferen dibawa melalui saraf vagus. Struktur appendiks
mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler), dan serosa.
Pemeriksaan histologi appendiks menunjukkan adanya folikel limfoid pada
lapisan submukosa.1,2,4
Appendiks pada dewasa memiliki panjang 2-22 cm dengan rata-rata 9 cm,
diameter luar antara 3-8 mm dan diameter lumen 1-3 mm. Ujung appendiks
memiliki berbagai lokasi. Secara umum lokasinya berada di retrocecal kavum
peritoneum (65%). Lokasi lain berada di pelvis (30%), retroperitoneal (2%)
dan bisa juga ditemukan di preileal atau postileal.1
2
B. FISIOLOGI APPENDIKS
Selama bertahun-tahun, appendiks dipandang sebagai organ sisa dengan
fungsi yang tidak diketahui. Sekarang telah diakui bahwa appendiks
merupakan organ imunologi yang secara aktif berpartisipasi dalam sekresi
imunoglobulin, terutama imunoglobulin A. Imunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini
sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Jaringan limfoid pertama
muncul pada appendiks sekitar 2 minggu setelah kelahiran. Jumlah jaringan
limfoid meningkat pada usia pubertas, tetap stabil untuk dekade berikutnya,
kemudian mulai menurun dengan bertambahnya usia. Setelah usia 60 tahun,
hampir tidak ada jaringan limfoid yang tersisa dalam appendiks.3,4
C. DEFINISI APPENDISITIS
Appendisitis adalah inflamasi pada appendiks vermiformis dan merupakan
penyebab akut abdomen yang paling sering.
D. EPIDEMIOLOGI APPENDISITIS
Appendisitis akut adalah salah satu penyakit bedah terbanyak. Insiden
paling sering terjadi pada usia dekade kedua sampai keempat, dengan usia
rata-rata 31,3 tahun dan median 22 tahun. Frekuensi angka kejadian lebih
3
tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Rasio laki-laki :
perempuan sekitar 1,2 - 1,3 : 1. Appendektomi adalah prosedur bedah yang
paling sering dilakukan (84%).3,4
E. ETIOLOGI APPENDISITIS
1. Obstruksi
Penyebab obtruksi lumen adalah hiperplasia limfoid, fecalith, benda
asing, striktur (tumor), dan parasit.1,4
2. Infeksi Bakteri3
Table 30-1 Common Organisms Seen in Patients with Acute
Appendicitis
Aerobic and Facultative Anaerobic
Gram - negative bacilli
Escherichia coli
Pseudomonas aeruginosa
Klebsiella species
Gram - positive cocci
Streptococcus anginosus
Other Streptococcus species
Enterococcus species
Gram - negative bacilli
Bacteroides fragilis
Other Bacteroides species
Fusobacterium species
Gram - positive cocci
Peptostreptococcus species
Gram - positive bacilli
Clostridium species
F. PATOGENESIS APPENDISITIS3,4
- Appendiks obstruksi
Obstruksi appendiks merupakan kejadian awal yang paling sering pada
appendisitis. Hiperplasia dari folikel limfoid submukosa sekitar 60%
penyebab obstruksi (paling sering pada remaja). Pada orang dewasa yang
lebih tua dan anak-anak, fecalith adalah penyebab paling sering (35%).
- Tekanan intraluminal
Meningkatnya tekanan intraluminal akibat obstruksi lumen appendiks
menyebabkan sekresi mukosa meningkat, pertumbuhan bakteri yang
4
Obstruksi
Distensi appendiks
Tekanan intraluminal
Obstruksi limfatik Kongesti vena
Edema
Bakterial diapedesisMucosal ulcers
Invasi bakterial Inflamasi serosa yang melekat pada peritoneum parietal
Thrombosis vena
Compromise of arterial b.s.GangrenPerforasi
Bakteri lolos Peritonitis
berlebihan, dinding appendiks menipis karena terjadi distensi dan terjadi
obstruksi limfatik dan vena.
- Nekrosis dan Perforasi
Nekrosis dan perforasi terjadi ketika aliran arteri terganggu.
G. MANIFESTASI KLINIS APPENDISITIS3,4
Symptoms
- Nyeri abdomen diffus di epigastrium bawah atau regio umbilicalis
kemudian terlokalisasi di kuadran kanan bawah (RLQ)
- Mual muntah
- Anoreksia
- Konstipasi atau diare
Signs
- Direct rebound tenderness (Mc.Burney’s point)
5
- Rovsing’s sign
Nyeri di kuadran kanan bawah ketika tekanan palpatory diberikan pada
kuadran kiri bawah dan juga menunjukkan tempat iritasi peritoneal.
- Iliopsoas sign
Iliopsoas sign positif apabila pelvis nyeri ketika paha kanan di
ekstensikan.
- Obturator sign
Obturator sign positif jika hipogastrikus nyeri pada peregangan m.
obturatorius internus dan ini menunjukkan iritasi di panggul. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan gerakan rotasi internal pasif dari paha kanan
tertekuk dengan posisi pasien terlentang.
- Dunphy sign
Dunphy sign positif jika nyeri abdomen bertambah ketika pasien batuk.
Alvarado Scale for the Diagnosis of Appendicitis
Symptoms
Signs
Laboratory values
Manifestations
Migration of pain
Anorexia
Nausea and/or vomiting
Right lower quadrant tenderness
Rebound
Elevated temperature
Leukocytosis
Left shift in leukocyte counts
Value
1
1
1
2
1
1
2
1
- Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita appendisitis. Pasien ini dapat
langsung diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut.
Kemudian perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi
anatomi.
- Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis.
Pasien ini sebaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos
abdomen ataupun CT scan.
6
- Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini
tidak perlu untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan
dengan catatan tetap dilakukan follow up pada pasien ini.
H. DIAGNOSIS APPENDISITIS
Diagnosis apendisitis ditegakkan dengan evaluasi klinis, meskipun tes
laboratorium dan prosedur pencitraan dapat membantu.1,3
- Manifestasi Klinis
Apendisitis biasanya dimulai dengan progresif, ketidaknyamanan
midabdominal persisten yang disebabkan oleh obstruksi dan distensi
appendiks merangsang saraf aferen visceral otonom (tingkat T8-T10).
Kadang terjadi anorexia dan demam ringan (<38,5°C). Distensi appendiks
menyebabkan kongesti vena yang dapat menyebabkan rangsangan gerak
peristaltik usus, menyebabkan sensasi kram yang segera diikuti dengan
mual dan muntah. Gejala termasuk anoreksia (90%), mual dan muntah
(70%), dan diare (10%). Setelah peradangan meluas secara transmural ke
peritoneum parietal, serat-serat nyeri somatik dirangsang dan rasa sakit
terlokalisasi di RLQ. Iritasi peritoneal dikaitkan dengan nyeri pada
gerakan, demam ringan, dan takikardi. Timbulnya gejala biasanya kurang
dari 24 jam untuk apendisitis akut.
Bila appendiks retrocecal atau di belakang ileum, maka dapat
dipisahkan dari peritoneum perut anterior dan tanda-tanda lokalisasi perut
bisa tidak ada. Iritasi struktur berdekatan dapat menyebabkan diare,
frekuensi kencing, pyuria, atau hematuria mikroskopis tergantung pada
lokasi. Bila appendisitis terletak di panggul, mungkin mensimulasikan
gastroenteritis akut, dengan rasa sakit menyebar, mual, muntah, dan diare.
Diagnosis mungkin dicurigai jika pemeriksaan rektal digital menghasilkan
rasa sakit.
- Pemeriksaan Fisik
Assessing the patient's abdomen. Pemeriksaan dimulai dengan
memeriksa perut pasien di daerah lain dari tenderness yang dicurigai.
Lokasi appendisitis adalah variabel. Namun, biasanya ditemukan di
7
tingkat vertebral S1, lateral linea tepat pada titik McBurney (dua pertiga
jarak dari umbilikus ke spina iliaka anterosuperior). Rovsing sign
mengindikasikan iritasi peritoneal. Tenderness kuadran-kanan-bawah
langsung dinilai. Tingkat ketahanan otot untuk palpasi sama dengan
beratnya proses inflamasi. Hyperesthesia cutaneous sering ada di atas
regio tenderness maksimal. Iliopsoas menyiratkan tanda appendisitis
retrocecal. Sebuah appendisitis panggul dapat menghasilkan tanda
obturatorius positif.
Rectal Examination dilakukan untuk mengevaluasi keberadaan
tenderness lokal atau massa peradangan di daerah pararectal. Hal ini
paling berguna untuk presentasi atipikal sugestif dari appendisitis panggul
atau retrocecal.
Pada wanita, pemeriksaan panggul dilakukan untuk menilai
tenderness gerak rahim dan rasa sakit atau massa pada adnexal. Massa
teraba di RLQ menunjukkan abses periappendiceal atau phlegmon.
I. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS APPENDISITIS
Differensial diagnosis appendisitis akut tergantung pada empat faktor
utama yaitu lokasi anatomi dimana terjadinya peradangan appendiks, tahap
proses (sederhana atau perforasi), umur pasien dan jenis kelamin.3,5
- Gastrointestinal Disease
Gastroenteritis ditandai dengan mual dan emesis sebelum
timbulnya sakit perut, bersama dengan malaise umum, demam tinggi,
diare, sakit perut dan nyeri. Meskipun diare adalah salah satu tanda-tanda
kardinal radang lambung, dapat terjadi pada pasien dengan usus buntu.
Selain itu, jumlah WBC seringkali normal pada pasien dengan
gastroenteritis.
Mesenterika Limfadenitis biasanya terjadi pada pasien lebih
muda dari 20 tahun dan nyeri RLQ, sakit perut tapi tanpa tenderness
rebound atau kekakuan otot. Nodal histologi dan biakan yang diperoleh
pada operasi dapat mengidentifikasi etiologi, terutama Yersinia dan
8
Shigella spesies dan Mycobacterium tuberculosis. Mesenterika
limfadenitis diketahui terkait dengan infeksi saluran pernapasan atas.
Meckel Diverticulitis hadir dengan gejala dan tanda-tanda tidak
bisa dibedakan dari appendisitis, tapi khas terjadi pada bayi.
Ulkus Peptikum, Diverticulitis, dan Kolesistitis dapat
menyajikan gambar klinis yang mirip dengan appendisistis.
Typhlitis, ditandai dengan peradangan pada dinding sekum atau
ileum terminal, dikelola nonoperatively. Hal ini paling sering terlihat pada
pasien imunosupresi menjalani kemoterapi untuk leukemia dan pada
pasien HIV-positif. Sebelum operasi sulit untuk membedakan antara
typhlitis appendisitis.
- Urologic diseases
Pielonefritis menyebabkan demam tinggi, kaku, nyeri
costovertebral, dan tenderness. Diagnosa dikonfirmasi oleh urinalisis
dengan cultur.
Kolik saluran kemih. Passage batu ginjal menyebabkan nyeri
panggul menjalar ke selangkangan tapi tenderness lokal sedikit.
Hematuria menunjukkan diagnosis yang dikonfirmasi oleh pyelography
intravena atau CT noncontrast. foto polos sering menunjukkan batu ginjal.
- Gynecologic diseases
Pelvic inflammatory disease dapat hadir dengan gejala dan tanda-
tanda tidak bisa dibedakan dari appendisitis akut, tetapi sering dapat
dibedakan berdasarkan beberapa faktor. Tenderness gerak serviks dan
keputihan seperti susu memperkuat diagnosis PID. Pada pasien dengan
PID, rasa sakit biasanya bilateral, dengan intens menjaga pada
pemeriksaan perut dan panggul. USG transvaginal dapat digunakan untuk
memvisualisasikan ovarium dan untuk mengidentifikasi abses Tubo-
ovarium.
Kehamilan ektopik. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada
semua pasien wanita usia subur dengan keluhan perut. Kista ovarium
terbaik terdeteksi oleh USG transvaginal atau transabdominal.
9
Torsi ovarium. Peradangan mengelilingi ovarium iskemik sering
dapat teraba pada pemeriksaan panggul bimanual. Pasien-pasien ini dapat
mengalami demam, leukositosis, dan nyeri RLQ konsisten dengan
appendisitis. Sebuah viskus twisted, bagaimanapun, berbeda karena
memproduksi tiba-tiba, rasa sakit akut dengan emesis sering dan berlanjut
simultan. torsi ovarium dapat dibuktikan dengan Doppler USG.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG2,3,5
- Evaluasi Laboratorium
Complete blood cell count. Jumlah leukosit yang lebih dari
10.000 sel / uL, dengan dominasi sel polymorphonuclear (> 75%),
membawa sensitivitas 77% dan spesifisitas 63% untuk appendisitis.
Jumlah leukosit dan proporsi bentuk mature meningkat jika ada perforasi
appendiks. Pada orang dewasa yang lebih tua, jumlah leukosit dan
diferensial lebih sering normal daripada pada orang dewasa muda. Wanita
hamil biasanya memiliki jumlah WBC yang tinggi dapat mencapai 15.000
hingga 20.000 selama proses kehamilan.
Complete Blood Count (CBC)
Leukocytosis (10.000-18.000/mm3) dengan polymorphonuclear
(PMN) predominan
Jika white blood count (WBC) > 18.000/mm3 pikirkan adanya
perforasi dengan atau tanpa abses
Serum elektrolit, nitrogen urea darah, dan kreatinin serum
diperoleh untuk mengidentifikasi dan memperbaiki kelainan elektrolit
yang disebabkan oleh dehidrasi sekunder untuk muntah atau asupan oral
yang buruk.
Urinalysis. Urinalysis abnormal pada 25% sampai 40% dari pasien
appendisitis. Pyuria, albuminuria, dan hematuria sering terjadi. Jumlah
bakteri yang banyak dapat dipikirkan ISK sebagai penyebab sakit perut.
Urine menunjukkan lebih dari 20 leukosit per bidang daya tinggi atau
lebih dari 30 sel darah merah per bidang daya tinggi menunjukkan ISK.
Hematuria yang signifikan harus dipikirkan pertimbangan urolithiasis.
10
WBCs atau RBCs mungkin ditemukan jika adanya iritasi VU atau
ureter karena inflamasi appendiks
Bakteriuria
Evaluasi Radiologi. Diagnosis appendisitis biasanya dapat dibuat
tanpa evaluasi radiologis pada kasus yang kompleks.
X-ray jarang membantu dalam mendiagnosis appendisitis. Pada sebuah
studi menunjukkan bahwa appendicolith atas hanya 1,14% dari sinar-x
dilakukan pada pasien dengan pembedahan terbukti appendisitis. Temuan
lain radiologis yang sugestif termasuk sekum menggelembung dengan
tingkat kecil-usus yang berdekatan udara-cairan, kehilangan bayangan
psoas kanan, scoliosis ke kanan, dan gas dalam lumen apendiks. Sebuah
apendiks perforasi jarang menyebabkan pneumoperitoneum.
USG sangat berguna pada wanita usia subur dan pada anak-anak karena
penyebab lain dari keluhan perut dapat didemonstrasikan. Temuan terkait
dengan appendisitis akut termasuk appendiks diameter lebih besar dari 6
mm, kurangnya kompresibilitas luminal, dan kehadiran sebuah
appendicolith. Appendiks diperbesar dilihat pada USG memiliki
sensitivitas 86% dan spesifisitas 81%. appendiks berlubang lebih sulit
untuk didiagnosis dan ditandai oleh hilangnya submucosa echogenic dan
kehadiran koleksi cairan loculated periappendiceal atau panggul. Pada
wanita, patologi ovarium mungkin diidentifikasi atau dikecualikan.
Kualitas dan ketepatan sangat bergantung pada operator.
CT scan, awalnya direkomendasikan hanya dalam kasus-kasus klinis
yang kompleks atau diagnosa tidak pasti, merupakan tes yang paling
umum digunakan dalam diagnostik radiografi. Hal CT scan lebih unggul
dalam mendiagnosis appendisitis dengan sensitivitas 94% dan spesifisitas
95%. Pada CT scan dapat ditemukan distensi, appendiks berdinding tebal
dengan lapisan inflamasi sekitar lemak, phlegmon pericecal atau abses,
appendicolith, atau udara RLQ bebas intra-abdomen yang merupakan
sinyal perforasi. CT scan sangat berguna dalam membedakan antara abses
periappendiceal dan phlegmon.
11
MRI merupakan alternatif ketika satu kebutuhan pencitraan cross-
sectional untuk menghindari radiasi pengion. Hal ini terutama berguna
pada pasien hamil yang apendiks tidak divisualisasikan.
Imaging
Abdominal X Ray (AXR) terlihat Appendicolith/fecalith
CT scan abdominal
(+) Bila ditemukan dilatasi appendix > 6 mm, penebalan appendix
(+) palsu jika terlihat inflamasi periappendix, dilatasi tuba fallopi,
insipissated stool, overlying fat
(-) palsu jika inflamasi terbatas diatas appendix, retrocecal ceacum,
appendix besar, perforasi (appendix compressible).
Diagnostik Laparoskopi. Laparoskopi diagnostik sangat berguna
untuk mengevaluasi wanita berovulasi dengan tegas untuk pemeriksaan
appendisitis. Pada subkelompok ini, sepertiga perempuan terbukti
memiliki patologi ginekologi primer. appendiks ini juga bisa dihapus
melalui pendekatan laparoskopi. Oleh karena itu, beberapa ahli bedah
menganjurkan pendekatan laparoskopi awal pada semua wanita
berovulasi yang diduga appendisitis.
K. PENATALAKSANAAN1,3,4
- Preoperative
Isotonik pengganti cairan intravena harus dimulai untuk mencapai
output kemih cepat dan untuk memperbaiki kelainan elektrolit. Suction
nasogastrik sangat membantu, terutama pada pasien dengan peritonitis.
Suhu yang tinggi ditatalaksana dengan acetaminophen dan selimut
pendingin. Anestesi tidak boleh diinduksi pada pasien dengan suhu yang
lebih tinggi dari 39°C.
- Antibiotik
Antibiotik profilaksis umumnya efektif dalam pencegahan
komplikasi infeksi pascabedah (luka infeksi, abses intra-abdomen).
Preoperative inisiasi lebih disukai, meskipun beberapa menyarankan
bahwa hal itu dapat ditunda. Untuk appendisitis akut, cakupan biasanya
12
terdiri dari sefalosporin generasi kedua. Pada pasien dengan appendisitis
nonperforated akut, dosis tunggal antibiotik cukup. Terapi Antibiotik
dalam apendisitis perforasi atau gangren harus dilanjutkan selama 3
sampai 5 hari.
- Appendectomy
Dengan beberapa pengecualian, pengobatan appendisitis adalah
appendektomy. Pasien dengan peritonitis difus atau diagnosis
dipertanyakan harus dieksplorasi melalui insisi garis tengah. Mortalitas
setelah appendektomi tinggi pada pasien usia lanjut. Pada kebanyakan
pasien, irisan melintang memberikan penampilan terbaik kosmetik dan
memungkinkan kemudahan perpanjangan secara medial untuk eksposur
yang lebih besar. Lapisan otot transversus abdominis dan lapisan otot
obliqus abdominis eksternal dan internal dapat dibagi dalam arah
seratnya. Setelah masuk ke rongga peritoneal, didapatkan cairan purulent
untuk gram stain dan cultur. Setelah sekum diidentifikasi, taenia anterior
dapat diikuti ke dasar appendiks. appendiks dengan lembut dilepaskan
dari luka dan sekitarnya dengan hati-hati pada setiap perlekatan yang
mengganggu. Jika appendiks normal pada inspeksi (5% sampai 20% dari
eksplorasi), tersebut akan dihapus dan diagnosis alternatif yang sesuai
akan dipikirkan. Sekum, kolon sigmoid, dan ileum secara hati-hati
diperiksa untuk perubahan indikasi divertikular (termasuk divertikulum
Meckel), infeksi, iskemik, atau penyakit inflamasi usus (misalnya,
penyakit Crohn). Bukti limfadenopati mesenterika dicari. Pada wanita,
ovarium dan saluran tuba diperiksa untuk bukti PID, pecah kista folikel,
kehamilan ektopik, atau patologi lainnya. cairan peritoneal empedu
menunjukkan ulkus peptikum atau perforasi kandung empedu.
- Laparoskopi Appendektomi
Laparoskopi appendektomi merupakan alternatif untuk pendekatan
terbuka. Hal ini paling berguna ketika diagnosis tidak pasti atau bila
ukuran pasien akan memerlukan sayatan besar. Walaupun studi terbaru
menunjukkan bahwa panjang pasca operasi mungkin tinggal sedikit
singkat sebagian besar pasien yang menjalani appendektomi rutin dapat
13
dengan aman keluar dari rumah sakit pada hari pertama pasca operasi.
Terlepas dari pilihan pendekatan, perhatian harus dilakukan untuk
memastikan ligasi aman ujung appendiks.
- Drainage of Periappendiceal Abscess
Pengelolaan abses appendiks masih kontroversial. Pasien yang
memiliki abses periappendiceal baik lokal dan pada awalnya terlihat
ketika gejala yang mereda dapat diobati dengan antibiotik sistemik dan
dipertimbangkan untuk drainase kateter perkutan, diikuti oleh
appendektomi elektif 6 sampai 12 minggu kemudian. Strategi ini berhasil
di lebih dari 80% pasien. Appendiks harus dibuang karena pasien
memiliki risiko 60% terkena appendisitis kembali dalam waktu 2 tahun.
Antibiotik sistemik yang diberikan selama minimal 5 hari atau sampai
pasien menyelesaikan afebrile dan leukositosis. Sebuah studi baru-baru ini
membandingkan appendektomy langsung (antibiotik, operasi) dengan
manajemen hamil (antibiotik, drainase perkutan, dan usus buntu interval)
pada pasien dengan abses appendiks menemukan bahwa kelompok
langsung-appendektomi memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi
dan lebih lama tinggal di rumah sakit.
- Incidental Appendectomy
Insidental appendektomi adalah pengangkatan appendiks normal
pada laparotomi untuk kondisi lain. appendiks harus mudah diakses
melalui sayatan perut ini, dan pasien harus secara klinis cukup stabil
untuk mentolerir waktu tambahan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
prosedur. Karena sebagian besar kasus appendisitis terjadi awal
kehidupan, manfaat appendektomi insidental berkurang secara substansial
sekali orang yang lebih tua dari 30 tahun. penyakit Crohn yang
melibatkan sekum itu, radiasi pengobatan hingga ke kekebalan, sekum,
dan cangkok vaskular atau bioprostheses lain merupakan kontraindikasi
untuk appendektomi insidental karena peningkatan risiko komplikasi
infeksi atau kebocoran tunggul appendiks.
14
15
L. KOMPLIKASI APENDISITIS AKUT2,4
- Perforasi
Perforasi disertai dengan nyeri hebat dan demam. Hal ini biasa
dalam waktu 12 jam pertama dari appendisitis tetapi hadir dalam 50%
pasien apendisitis lebih muda dari 10 tahun dan lebih tua dari 50 tahun.
Konsekuensi akut perforasi termasuk demam, takikardia, peritonitis
umum, dan pembentukan abses. Pengobatan appendisitis, irigasi
peritoneal, dan antibiotik spektrum luas intravena selama beberapa hari.
Selama kehamilan, perforasi secara substansial meningkatkan risiko
kematian ibu dari diabaikan sampai 4%. Angka kematian janin naik dari
0% menjadi 1,5% pada appendisitis uncompicated untuk 20% hingga
35% dalam pengaturan perforasi.
- Risiko Infeksi Luka Pascaoperasi
Resiko infeksi luka pascaoperasi dapat dikurangi dengan antibiotik
intravena yang sesuai diberikan sebelum sayatan kulit. Kejadian luka
infeksi meningkat dari 3% pada kasus apendisitis nonperforated menjadi
4,7% pada pasien dengan usus buntu yang berlubang atau gangren.
penutupan primer tidak dianjurkan dalam pengaturan perforasi (Bedah
2000; 127:136). luka infeksi dikelola dengan membuka, pengeringan, dan
pengemasan luka untuk memungkinkan penyembuha. Antibiotik
intravena yang ditunjukkan untuk selulitis atau sepsis sistemik.
16
- Intra-abdominal dan abses panggul
Abses Intra-abdominal dan panggul terjadi paling sering dengan perforasi
apendiks. Pascaoperasi abses intra-abdomen dan pelvis yang paling baik
ditangani dengan drainase dengan panduan CT-atau USG perkutan. Jika
abses tidak bisa diakses atau resisten terhadap drainase perkutan, drainase
operasi diindikasikan. Terapi antibiotik dapat menutupi tetapi tidak
signifikan untuk mengobati atau mencegah abses.
- Komplikasi Lain
Pyelephlebitis adalah thrombosis septik vein portal disebabkan oleh
Escherichia coli dengan gejala klinis demam tinggi, sakit kuning, dan
akhirnya abses hati. CT scan menunjukkan thrombus dan gas di vena
portal. perlakuan Prompt (operasi atau percutaneous) dari infeksi primer
sangat penting, bersama dengan antibiotik spektrum luas intravena.
Fistula Enterocutaneous dari kebocoran pada penutupan ujung
appendiks kadang-kadang memerlukan penutupan bedah, tetapi sering
menutup secara spontan.
Small-Bowel Obstruction. Obstruksi usus kecil adalah empat kali lebih
umum setelah pembedahan pada kasus apendisitis perforasi daripada di
appendisitis tanpa komplikasi.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Townsend, Courtney M. 2007. Sabiston Textbook of Surgery, 18th ed.
Saunders, An Imprint of Elsevier.
2. Debas, Haile T. 2003. Gastrointestinal Surgery : Pathofisiology and
Management. New York : Springer. Hal : 311-318
3. Brunicardi, F. Charles. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery, ninth edition.
The McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America.
4. Stead, G. Latha. 2003. Firts Aid for the Surgery Clerkship. McGraw-Hill
Companies, Inc. United States of America.
5. Klingensmith, Mary E dkk. 2008. Washington Manual of Surgery, 5th
Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
18