Post on 01-Feb-2016
description
FARING
A. ANATOMI FARING
Faring mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra
servikal ke-6. Di belakang mukosa dinding belakang faring, terdapat dasar tulang sfenoid dan
dasar tulang oksiput di sebelah atas. Nasofaring membuka ke arah hidung melalui koana
posterior. Pada bagian superior, terdapat adenoid pada mukosa atas nasofaring. Di samping,
terdapat muara tuba eustachius kartilaginosa di depan fosa Rosenmuller. Orofaring ke arah
depan berhubungan dengan rongga mulut. Terdapat otot tensor veli palatine, yang
menegangkan palatum dan membuka tuba eustachius. Otot tensor velipalatini dipersarafi
oleh saraf mandibularis melalui ganglion optik1.
Tonsila faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa dinding lateral rongga mulut.
Di depan tonsil, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus, dan dibelakang dari
arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus, yang berfungsi menutup orofaring
bagian posterior. Semua dipersyarafi oleh pleksus faringeus1.
Tonsil disusun oleh jaringan limfoid yang diliputi oleh epitel skuamosa yang berisi
beberapa kripta. Hipofaring terbuka kearah depan masuk ke introitus laring. Epiglotis
dilekatkan pada dasar lidah oleh dua frenulum lateral dan satu frenulum di garis tengah, yang
1
menyebabkan terbentuknya dua valekula di setiap sisi. Di bawah valekula adalah permukaan
laryngeal dari epiglotis1.
Esofagus bagian servikal terletak pada garis tengah leher di belakang trakea dan di
depan korpus vertebra. Saraf laringeus rekurens terdapat diantara esofagus dan trakea. Arteri
karotis komunis terletak dilateral esofagus1.
Faring merupakan daerah yang dilalui udara dari hidung ke laring dan dilalui oleh
makanan dari rongga mulut ke espfagus. Aliran darah faring berasal dari beberapa cabang
system karotis eksterna. Persarafan sensorik nasofaring dan orofaring, terutama melalui
pleksus faringeal dari saraf glosofaringeal. Pada bagian bawah faring, terdapat persarafan
sensorik yang berasal dari saraf vagus melalui saraf laringeus superior. Aliran limfe faringeal
meliputi rantai retrofaringeal dan faringeal lateral masuk nodus servikalis profunda.
Keganasan nasofaring seringkali bermetastasis ke rantai servikalis profunda. 1
Gambar : Faring
1. Nasofaring
Sepertiga bagian atas, atau nasofaring adalah bagian pernapasan dari faring dan tidak
dapat bergerak kecuali palatum mole bagian bawah. Ruang nasofaring relative kecil dan
terdiri dari beberapa struktur.
2
a. Pada dinding posterior meluas ke arah atas adalah jaringan adenoid.
b. Terdapat jaringan limfoid pada dinding faringeal lateral dan resus faringeus, yaitu
fosa Rosenmuller.
c. Torus tubarius – refleksi mukosa faringeal di atas bagian kartilago saluran tuba
eustachius yang berbentuk bulat ke dinding dinding lateral nasofaring tepat di atas
perlekatan palatum mole.
d. Koana posterior rongga hidung.
e. Foramina kranial, yang terletak berdekatan dan dapat terkena akibat perluasan dari
penyakit nasofaring, termasuk foramen jugularis yang dilalui oleh saraf kranial
glosofaringeus, vagus, dan asesorius spinalis.
f. Struktur pembuluh darah yang letaknya berdekatan termasuk sunus oetrosus inferior,
vena jgularis interna, cabang-cabang meningeal dari oksipitaldan arteri faringeal
asenden, dan foramen hipoglosus yang dilalui saraf hipoglosus.
g. Tulang temporalis bagian petrosa dan foramen laserum yang terletak dekat bagian
lateral atap nasofaring.
h. Ostium dari sinus-sinus sfenoid.
Penyakit pada nasofaring dapat berupa atresia koana kongenital, tumor-tumor
nasofaring, angiofibroma nasofaring juvenile, tumor-tumor ganas, dan hipertrofi adenoid.
2. Orofaring
Bagian tengah faring, meluas dari batas bawah palatum mole sampai permukaan
lingual epiglottis, termasuk tonsila palatina dengan arkusnya dan tonsila lingualis yang
terletak di dasar lidah. Pada bagian anterior terdapat tonsil lingual, tonsil palatine di
lateral, dan faringeal tonsil atau adenoid di posterior dan superior daricincin di jaringan
limfoid yang dikenal sebagai cincin Waldeyer. Orofaring termasuk cincin jaringan
limfoid yang sirkumf erensial disebut cincin Waldeyer. Bagian cincin lain termasuk
jaringan limfoid dan tonsila palatine atau fausial, tonsila lingual, dan folikellimfoid
dinding pada dinding posterior faring mempunyai struktur dasar yang sama: masa limfoid
ditunjang oleh kerangka retinakulum jaringan penyambung. Adenoid (tonsila faringeal)
mempunyai struktur limfoidnya tersusum dalam lipatan tonsila dalam lipatan: tonsila
palatina yang mempunyai susunan limfoidnya sekitar pembentukannya seperti kripta.
3
Penyakit orofaring berupa faringitis akut, tonsillitis akut, tonsillitis lingualis,
faringitis membranosa, selulitis peritonsilaris dan abses, faringitis atrofika, tonsillitis
kronis.
3. Hipofaring
Bagian bawah faring, dikenal dengan hipofaring atau laringofaring, daerah jalan
nafas bagian atas yang terpisah dari saluran percernaan bagian atas. Epiglottis berfungsi
sebagai pembagi antara orofaring dan hipofaring, hipofaring, termasuk sinus piriformis,
dinding faring posterior, dan kartilago postkrikoid, berbentuk corong. Waktu lidah
mendorong makanan ke hipofaring, otot krikofaringeal berelaksasi sehingga bolus
makanan dapat lewat.
Fungsi faring terutama untuk pernapasan, menelan, resonansi suara dan artikulasi.
B. PEMERIKSAAN
Tonsil dan faring dapart dilihat dengan menekan sepertiga tengah lidah dan menariknya
ke depan sementara menekan ke bawah. Lakuakan pemeriksaan dengan melihat tonsil dan
fossa tonsilaris, arkus anterior dan posterior, dinding posterior dan lateral faring, sebagian
pangkal lidah.
Pemeriksaan nasofaring yang lebih lengkap dilakukan dengan cermin nasofaring.
Cermin dihangatkan, biasanya di atas suatu lampu alkohol. Pemeriksa memeriksa suhu
cermin dengan menempelkannya pada punggung tangan sebelum memasukkannya ke dalam
mulut pasien. Lidah ditekan, dan cermin diletakkan di dalam faring. Sepertiga posterior lidah
sebaiknya tidak tersentuh untuk menghindari refleks muntah.
Pasien diminya untuk bernapas melalui hidung. Palatum mole akan turun dan
nasofaring dapat diteliti dengan cermin. Hanya sebagian kecil nasofaring yang dapat dilihat
pada sekali lihat. Lebih mudah bila pemeriksa mula-mula memeriksa pada batas posterior
septum nasi dan konka. Cermin selanjutnya diputar ke lateral untuk melihat konka media dan
superior, torus, dan muara tuba eustakius.
Selain itu dapat digunakan nasofaringoskop, yaitu nasofaringoskop fleksibel atau yang
nonfleksibel secara langsung melalui hidung ke nasofaring, yang memberikan gambaran dan
pembesaran yang lebih baik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan dengan CT dan radiografi.
4
LARING
A. ANATOMI LARING
1. Struktur Penyangga
Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan beberapa kartilago yang
berpasangan ataupun tidak. Di sebelah superior terdapat os hioideum, struktur yang
berbentuk U dan dapat dipalpasi di leher depan. Tendon dan otot-otot lidah, mandibular,
dan cranium melekat pada permukaan superior korpus dan kedua prosesus. Dibagian
bawah os hioid ini bergantung ligamentum tirohioid yang terdiri dari dua sayap / alae
kartilago tiroid.
Kartilago krikoidea mudah teraba dibawah kulit yang melekat pada kartilago
tiroidea lewat kartilago krikotiroid yang berbentuk lingkaran penuh dan tidak mampu
berkembang. Permukaan posterior atau lamina krikoidea cukup lebar, sehingga tampak
seperti signet ring.
Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritinoidea,
mempunyai dua buah prosesus yakni prosesus vokalis anterior dan prosesus muskularis
lateralis. Bagian laring atasnya disebut supraglotis dan di bawahnya subglotis.
5
2. Otot-Otot Laring
Otot-otot laring dibagi menjadi dua bagian. Otot ekstrinsik yang bekerja pada
laring secara keseluruhan, dan otot intrinsik menyebabkan gerakan antara berbaga
struktur-struktur laring sendiri. Otot ekstrinsik dapat digolongkan menurut fungsinya.
Otot depresor atau otot-otot leher (omohioideus, sternotiroideus, sternohioideus) berasal
dari bagian inferior. Otot elevator meluas dari os hioideum ke mandibular, lidah, dan
prosesus stiloideus pada cranium.
6
3. Persarafan, Perdarahan, dan Drainase Limfatik
Persarafan pada laring, yaitu saraf sensorik dan motoric. Dua saraf laringeus
superior dan dua inferior atau laringeus rekurens, saraf laringeus merupakan cabang-
cabang saraf vagus.
Saraf laringeus superior meninggalkan trunkus vagalis tepat di bawah ganglion
nodosum, melengkung ke anterior dan medial di bawah arteri karotis eksterna dan
interna, dan bercabang dua menjadi suatu cabang sensorik interna dan cabang motorik
eksterna. Cabang interna menpersarafi sensorik valekula, epiglottis, sinus piriformis, dan
seluruh mukosa laring superior interna. Masing-masing cabang eksterna mensuplai otot
krikotiroideus.
Safar rekuren mempersarafi motorik semua otot instrinsik laring, kecuali
krikotiroideus; sensasi jaringan di bawah korda vokalis (regio subglotis) dan trakea
superior.
Arteri dan vena laringea superior merupakan cabang-cabang arteri dan vena tiroidea
superior. Arteri dan vena laringea inferior berasal dari pembuluh tiroidea inferior dan
masuk ke laring bersama saraf laringeus rekurens.
Terdapat dua system drainase limfatik, yaitu superior dan inferior yang dipisahkan
oleh korda vokalis sejati. Di sebelah superior, aliran limfe menyertai pedikulus
neurovaskular superior yang bergabung dengan nodu limfatisi superiors dari servikalis
profunda setinggi os hioideus. Drainase subglotis ke nodu limfatisi pretrakeales, kelenjar
getah bening servikalis profunda inferior, nodu suraklavikularis, dan nodi mediastinal
superior.
4. Struktur Laring Dalam
Sebagian besar laring dilapisi oleh mukosa toraks bersilia, yaitu epitel respiratorius,
yang banyak ditemukan kelenjar penghasil mukus. Tiga pita mukosa (plika
glosoepiglotika mediana, dua plika glosoepiglotika lateralis) meluas dari epiglotis ke
bawah. Di antara pita mediana dan pita lateralis terdapat valekula. Di tepi bawah
epiglottis, terdapat arytenoid, yang disebelah lateralnya terdapat plika ariepiglotika.
7
Disebelah lateral plika ariepiglotika terdaoat sinus atau resesus piriformis. Di sebelah
posteriornya berlajut sebagai hipofaring.
Di dalam laring terdapat pita horizontal. Pita superior adalah korda vokalis palsu
atau pita ventricular dan lateral terhadap korda vokalis sejati. Korda vokali palsu terletak
tepat di inferior membrane kuadrangularis. Ujung korda vokalis sejati (plika vokalis)
adalah batas superior konus elastikus. Korda vokalis palsu dan sejati dipisahkan oleh
ventrikulus laringis.
5. Struktir di Sekitarnya
Di sebelah anterior terdapat ismus kelenjar tiroid yang menutup beberapa cincin
trakea pertama, lobus tiroid terletak di atas dinding lateral trakea dan meluas hingga ke
alae tiroid. Otot-otot leher menutupi laring dan kelenjar tiroid, kecuali di garis tengah.
Dilateral dan posterior laring adalah selubung karotis yang berisia arteri karotis, vena
jugularis dan saraf vagus.
B. PEMERIKSAAN LARING
Anamnesis pasien dengan penyakit laring biasanya memiliki gejala suara serak, nyeri,
batuk, stridor, atau disfagia.
Laringoskopi Indirek
8
1) Pasien harus duduk tegak dan agak membungkuk ke depan. Leher sedikit fleksi pada
dada dan kepala ekstensi.
2) Pasien diminta untuk membuka mulutnya dan menjulurkan lidah.
3) Lidah dipegang dan dipertahankan dengan jari-jaritangan kiri menggunakan sepotong
kasa (hampir tidak ada gunanya menarik lidah lebih jauh dari yang dapat dijulurkan
pasien).
4) Punggung cermin laring dihangatkan diatas lampu alcohol atau alat lainnya. Suhunya
diperiksa pada punggung tangan pemeriksa sebelum digunakan.
5) Cermin kemudian ditempatkan menempel pada palatum mole, diangkat ke atas dengan
hati-hati (dengan mengangkat cermin ke atas maka akan terhindar dari menyentuh lidah
dan faring posterior yang mengaktifkan reflex muntah).
6) Pemeriksaan dilakukan secara sistematik mulai dari pangkal lidah terus ke bawah.
7) Minta pasien untuk mengucapkan “eeee” dan menarik nafas dalam beberapa kali untuk
melihat dan menilai gerakan pita suara dan tulang rawan aritenoidea.
Bila tidak mungkin dilakukan laringoskopi indirek, dapat dilakukan pemeriksaan
langsung dengan anastesi umum atau local. Auskultasi laring, yaitu mendengarkan dengan
stetoskop langsung diatas laring dan untuk menentukan volume udara yang digerakkan tiap
kali respirasi. Selain itu, dapat dilakukan foto dada, CT-Scan, atau MRI untuk mengevaluasi
massa.
9
DAFTAR PUSTAKA
Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. PenerbitBuku
Kedokteran EGC. Jakarta. 1997
10