Post on 11-Dec-2015
BAB I
PENDAHULUAN
Disfagia merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di orofaring
dan esofagus. Disfagia didefinisikan sebagai kesulitan dalam mengalirkan
makanan padat atau cair dari mulut melalui esofagus1. Keluhan ini akan timbul
bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi
makanan dari rongga mulut ke lambung. Manifestasi klinik yang sering
ditemukan ialah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika
menelan.2
Proses menelan terbagi dalam 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal, dan
fase esofageal.2 Disfagia dapat terjadi bila ada gangguan pada masing-masing fase
menelan.1 Disfagia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor mekanik,
motorik, dan psikologik berupa gangguan emosi.2
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan di bidang kedokteran, angka
harapan hidup untuk usia tua semakin besar. Menurut The National Research
Council of the National Academies (USA), angka harapan hidup untuk usia >65
tahun mencapai 80%.3 Pelayanan kesehatan yang baik merupakan faktor yang
berperan dalam peningkatan angka harapan hidup terutama untuk pasien pasca
stroke atau penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sistem saraf lainnya.3
Penyakit-penyakit ini dapat meninggalkan gejala sisa pada pasien seperti disfagia.
Angka kejadian disfagia di Asia mencapai ....Di Indonesia angka kejadian disfagia
adalah…. Kalo ada di RSMH?
Kemampuan untuk makan dan minum adalah hal esensial bagi kehidupan.
Disfagia dapat menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi dan berbagai gangguan
lain dalam tubuh bahkan kematian. Karena hal tersebut, etiologi, manifestasi, dan
penatalaksaan disfagia perlu dibahas lebih lanjut dalam referat ini.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI FARING DAN ESOFAGUS
QuickTime™ and a decompressor
are needed to see this picture.
Gambar 1. Anatomi faring4
2.1.1 Anatomi Orofaring
Batas-batas orofaring adalah ujung bawah dari palatum mole dan
superior tulang hyoid inferior. Batas anterior dibentuk oleh inlet
orofaringeal dan pangkal lidah, dan perbatasan posterior dibentuk oleh
otot-otot konstriktor superior dan media dan mukosa faring.5
Orofaring berhubungan dengan rongga mulut melalui saluran
masuk orofaringeal, yang menerima bolus makanan. Inlet orofaringeal
terbuat dari lipatan palatoglossal lateral, tepat di anterior tonsil palatina.
Lipatan itu sendiri terbuat dari otot palatoglossus, yang berasal dari
palatum mole itu sendiri dan mukosa diatasnya. 5
Di inferior, terdapat sepertiga posterior lidah, atau pangkal lidah,
meneruskan perbatasan anterior orofaring. Valekula, yang merupakan
ruang antara pangkal lidah dan epiglotis, membentuk perbatasan inferior
dari orofaring. Ini biasanya setara dengan tulang hyoid. 5
2
Pada dinding-dinding lateral orofaring terdapat sepasang tonsil
palatina di fosa anterior yang dipisahkan oleh lipatan palatoglossal dan
posterior oleh lipatan palatopharyngeal. Tonsil adalah massa jaringan
limfoid yang terlibat dalam respon imun lokal untuk patogen oral. 5
Otot-otot yang membentuk dinding posterior orofaring adalah otot
konstriktor faring superior dan menengah dan membran mukosa diatasnya
yang saling tumpang tindih. Saraf glossopharingeus dan otot faring
stylopharyngeus memasuki faring pada perbatasan antara konstriktor
superior dan tengah.5
2.1.2 Anatomi Hipofaring
Perbatasan hipofaring adalah di bagian superior terdapat tulang
hyoid dan sfingter esofagus atas (Upper Esophagus Sphincter/UES), dan
otot krikofaringeus di bagian inferior. 5
Batas anterior hipofaring sebagian besar terdiri dari inlet laring,
yang meliputi epiglotis dan kedua lipatan aryepiglottic dan tulang rawan
arytenoid. Permukaan posterior dari kartilago arytenoid dan pelat posterior
kartilago krikoid merupakan perbatasan anteroinferior dari hipofaring.
Lateral kartilago arytenoid, hipofaring terdiri dari kedua sinus piriformis,
yang dibatasi oleh tulang rawan lateral tiroid. 5
Dinding posterior faring terdiri dari otot konstriktor tengah dan
inferior dan selaput lendir diatasnya. Di bawahnya, sejajar dengan
kartilago krikoid, otot cricopharyngeus membentuk UES. Otot ini
kontraksi tonik selama istirahat dan relaksasi saat menelan untuk
memungkinkan bolus makanan masuk ke esofagus. 5
2.1.3 Anatomi Esofagus
Esofagus adalah tabung muskular yang menghubungkan faring
dengan lambung. Esophagus berukuran panjang sekitar 8 inci dan dilapisi
oleh jaringan merah muda yang lembab disebut mukosa. Esophagus
3
berjalan di belakang trakea dan jantung, dan di depan tulang belakang.
Tepat sebelum memasuki lambung, esofagus melewati diafragma.6
QuickTime™ and a decompressor
are needed to see this picture.
Gambar 2. Anatomi Esofagus4
Sfingter esofagus bagian atas (UES) adalah sekumpulan muskulus
di bagian atas esofagus. Otot-otot UES berada di bawah kendali sadar
(involunter), digunakan ketika bernapas, makan, bersendawa, dan muntah.6
Sfingter esophagus bagian bawah (Lower esophageal
sphincter/LES) adalah sekumpulan otot pada akhir bawah dari esofagus,
yang mana berbatasan langsung dengan gaster. Ketika LES ditutup, dapat
mencegah asam dan isi gaster naik kembali ke esofagus. Otot-otot LES
tidak berada di bawah kontrol volunter.6
2.1.4 Vaskularisasi Faring dan Esofagus
Pasokan arteri ke faring berasal dari 4 cabang dari arteri karotis
eksternal. Kontribusi utama adalah dari arteri faring asenden, yang berasal
dari arteri karotis eksternal yang tepat berada diatas bifurkasio
(percabangan) karotis dan melewati posterior selubung karotis,
memberikan cabang ke faring dan tonsil.5
Cabang arteri palatina memasuki faring tepat diatas dari muskulus
konstriktor faring superior. Arteri fasialis juga bercabang menjadi arteri
palatina asenden dan arteri tonsilaris, yang membantu pasokan untuk
muskulus konstriktor faring superior dan palatum. Arteri maksilaris
bercabang menjadi arteri palatina mayor dan cabang pterygoideus, dan
4
arteri lingualis dorsalis berasal dari arteri lingual memberi sedikit
kontribusi.5
QuickTime™ and a decompressor
are needed to see this picture.
Gambar 3. Vaskularisasi dan persarafan faring
Darah mengalir dari faring melalui pleksus submukosa interna dan
pleksus faring eksterna yang terkandung dalam fasia buccopharyngeal
terluar. Pleksus mengalir ke vena jugularis interna dan, sesekali, vena
fasialis anterior. Hubungan yang luas terjadi antara vena yang terdapat di
tenggorokan dan vena-vena pada lidah, esofagus, dan laring.5
Esofagus mendapat perdarahan dari arteri secara segmental.
Cabang-cabang dari arteri tiroid inferior memberikan pasokan darah ke
sfingter esofagus atas dan esofagus servikal. Kedua arteri aorta esofagus
atau cabang-cabang terminal dari arteri bronkial memperdarahi esofagus
bagian toraks. Arteri gaster sinistra dan cabang dari arteri frenikus sinistra
memperdarahi sfingter esophagus bagian bawah dan segmen yang paling
distal dari esofagus. Arteri yang memperdarahi akhir esofagus dalam
5
jaringan sangat luas dan padat di submukosa tersebut. Suplai darah
berlebihan dan jaringan pembuluh darah yang berpotensi membentuk
anastomosis dapat menjelaskan kelangkaan dari infark esofagus.7
QuickTime™ and a decompressor
are needed to see this picture.QuickTime™ and a
decompressorare needed to see this picture.
Gambar 4. Vaskularisasi esofagus. Aliran darah arteri (kiri) dan aliran darah vena
(kanan).
Vaskularisasi vena juga mengalir secara segmental. Dari pleksus
vena submukosa yang padat darah mengalir ke vena cava superior. Vena
esofagus proksimal dan distal mengalir ke dalam sistem azygos. Kolateral
dari vena gaster sinistra, cabang dari vena portal, menerima drainase vena
dari mid-esofagus. Hubungan submukosa antara sistem portal dan sistem
vena sistemik di distal esofagus membentuk varises esofagus pada
hipertensi portal. Varises submukosa ini yang merupakan sumber
perdarahan GI utama dalam kondisi seperti sirosis.7
2.1.5 Persarafan Faring dan Esofagus
Pleksus saraf faring memberi pasokan saraf eferen dan aferen
faring dan dibentuk oleh cabang dari nervus glossopharingeus (saraf
kranial IX), nervus vagus (saraf kranial X), dan serat simpatis dari rantai
6
servikal. Selain muskulus stylopharyngeus, yang dipersarafi oleh saraf
glossopharingeus, semua otot-otot faring dipersarafi oleh nervus vagus.5
Semua otot-otot intrinsik laring dipersarafi oleh nervus laringeus,
cabang nervus vagus, kecuali untuk otot krikotiroid, yang menerima
persarafan dari cabang eksternal dari nervus laringeus superior, juga dari
cabang nervus vagus.5
Pleksus faring menerima cabang-cabang nervus vagus dan
glossopharingeus untuk persarafan sensorik faring. Sepertiga lidah
posterior, di orofaring, menerima baik sensasi rasa dan sensasi somatik
dari nervus glossopharingeus. Otot krikofaringeus (UES) menerima
persarafan parasimpatis untuk relaksasi dari nervus vagus dan persarafan
simpatis untuk kontraksi dari serabut post ganglionik dari ganglion
servikalis superior.5
QuickTime™ and a decompressor
are needed to see this picture.
Gambar 5. Persarafan esofagus.
Persarafan motor esophagus didominasi melalui nervus vagus.
Esophagus menerima persarafan parasimpatis dari nucleus ambiguus dan
inti motorik dorsal nervus vagus dan memberikan persarafan motor ke
7
mantel otot esofagus dan persarafan secretomotor ke kelenjar. Persarafan
simpatis berasal dari servikal dan rantai simpatis torakalis yang mengatur
penyempitan pembuluh darah, kontraksi sfingter esofagus, relaksasi
dinding otot, dan meningkatkan aktivitas kelenjar dan peristaltik.7
Pleksus Auerbach, yaitu ganglia yang terletak antara lapisan
longitudinal dan melingkar dari tunika muskularis myenteric bekerja
mengatur kontraksi lapisan otot luar. Pleksus Meissner, yaitu ganglia yang
terletak dalam submukosa bekerja mengatur sekresi dan kontraksi
peristaltik dari mukosa muskularis.7
2.1.6 Aliran Limfatik Faring dan Esofagus
Gambar 6. Aliran limfatik kepala dan leher.
Aliran limfatik faring mengalir ke KGB servikalis profunda (deep
cervical lymph node) sepanjang selubung karotis. Aliran limfatik pada
hipofaring juga dapat mengalir ke KGB paratrakeal. Pembuluh limfatik
laring mengalir ke kelenjar servikalis profunda, nodus pretracheal, dan
nodus prelaryngeal.5
Limfatik dari sepertiga proksimal esofagus mengalir ke kelenjar
getah bening servikal profunda, dan kemudian menjadi duktus toraksikus.
Limfatik dari sepertiga tengah esofagus mengalir ke nodus mediastinum
8
QuickTime™ and a decompressor
are needed to see this picture.
superior dan posterior. Limfatik sepertiga distal esofagus mengikuti arteri
gaster kiri ke kelenjar getah bening gaster dan celiac.7
QuickTime™ and a decompressor
are needed to see this picture.
Gambar 7. Aliran limfatik esofagus.
Ada interkoneksi yang cukup besar antara ketiga wilayah drainase
terutama karena asal embryologic ganda jalur limfatik dari branchiogenic
dan mesenkim tubuh. Aliran getah bening dua arah di daerah ini
bertanggung jawab untuk penyebaran keganasan dari esofagus bawah ke
kerongkongan bagian atas.7
2.2 FISIOLOGI MENELAN
Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu fase oral, fase faringeal
dan fase esofagal.2
9
Gambar 8. Proses menelan2
Fase oral
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan
bercampur dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini
10
bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah
akibat kontraksi otot intrinsik lidah.2
Kontraksi m. levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan
dorsum lidah diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding
posterior faring akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena
lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring
sebagai akibat kontaksi m. levator veli palatini. Selanjutnya terjadi
kontraksi m. palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup,
diikuti oleh kontraksi m. palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan
berbalik ke rongga mulut.2
Fase faringeal
Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu
perpindahan bolus makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring
bergerak keatas oleh kontraksi m. stilofaring, m. salpingofaring, m.
tirohioid dan m. palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglotis,
sedangakan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika
ventrikularis dan plika vokalis tertutup oleh kontraksi m. ariepiglotika dan
m. aritenoid obligus.2
Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian udara ke laring karena
refleks yang menghambat menghambat pernapasan, sehingga bolus
makanan tidak akan masuk ke dalam saluran nafas. Selanjutnya bolus
makanan akan meluncur kearah esofagus, karena valekula dan sinus
piriformis sudah dalam keadaan lurus.2
Fase esofagal
Fase esofagal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke
lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertututp.
Dengan adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka
terjadi relaksasi m. krikofaring, sehingga introitus esofagus terbuka dan
bolus makanan masuk ke dalam esofagus. Setelah bolus makanan lewat,
maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus
11
esofagus pada waktu istirahat sehingga makanan tidak akan kembali ke
faring dengan demikian refluks dapat dihindari.2
Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh
kontraksi m. konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal.
Selanjutnya bolus makanan akan didorong ke distal oleh gerakan
peristaltik esofagus.2
Dalam keadaan istirahat, sfingter esofagus bagian bawah selalu
tertutup dengan tekanan rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan di dalam
lambung, sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung.2
Pada akhir fase esofagal, sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika
dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan
ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, maka sfingter ini akan
menutup kembali.2
2.3 DISFAGIA
2.3.1 Definisi
Disfagia adalah kesulitan dalam mengalirkan makanan padat atau
cair dari mulut melalui esofagus.1
2.3.2 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas:
Disfagia mekanik
Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen
esophagus. Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan
lumen esophagus oleh massa tumor dan benda asing. Penyebab lain
adalah akibar peradangan mukosa esophagus, striktur lumen
esophagus, serta akibat penekanan lumen esophagus dari luar,
misalnya pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelemjar
getah bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi
aorta.2
Disfagia motorik
12
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan
neuromuscular yang berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat
menelan di batang otak, kelainan saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X
dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan
peristaltic esophagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab
utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus
esophagus, kelumpuhan otot faring dan skleroderma esophagus.2
Disfagia oleh gangguan emosi
Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan
emosi atau tekanan jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai
globus histerikus.2
Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas:
Disfagia orofaringeal
Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan
dari orofaring ke dalam kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh
fungsi abnormal dari proksimal ke kerongkongan. Pasien mengeluh
kesulitan memulai menelan, regurgitasi nasal, dan aspirasi trakea
diikuti oleh batuk.8
Disfagia esophageal
Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke
kerongkongan. Hal ini diakibatkan oleh gangguan motilitas baik
atau obstruksi mekanis.8
2.3.3 Patogenesis
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur
yang berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari
beberapa faktor, yaitu ukuran bolus makanan, diameter lumen esophagus
yang dilalui bolus, kontraksi peristaltik esophagus, fungsi sfingter
esophagus bagian atas dan bagian bawah, kerja otot-otot rongga mulut dan
lidah.
13
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem
neuromuscular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan
sensorik dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esophagus serta
persarafan intrinsic otot-otot esophagus bekerja dengan baik, sehingga
aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pusat menelan dapat
menyebabkan kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik
esophagus dan sfingter esophagus bagian atas. Oleh karna otot lurik
esophagus dan sfingter esophagus bagian atas juga mendapat persarafan
dari inti motor n. vagus, maka aktivitas peristaltic esophagus masih
tampak pada kelainan di otak. Relaksasi sfingter esophagus bagian bawah
terjadi akibat perenggangan langsung dinding esophagus.2
2.3.4 Diagnosis
Pasien yang memiliki disfagia dapat datang dengan berbagai tanda
dan gejala. Mereka biasanya mengeluhkan batuk atau tersedak atau sensasi
abnormal menempel makanan di belakang tenggorokan atau dada bagian
atas ketika mereka mencoba menelan, namun, beberapa kasus bisa dengan
keluhan yang sangat minimal atau bahkan tidak ada keluhan.
Anamnesis pada disfagia merupakan hal yang penting dalam
penegakan diagnosis. Pada disfagia mekanik mula-mula kesulitan menelan
hanya terjadi pada waktu menelan makanan padat. Bolus makanan kadang
perlu didorong dengan air dan pada sumbatan yang lebih lanjut cairanpun
akan sulit ditelan. Bila progresif dalam beberapa bulan perlu dicurigai
suatu keganasan di esofagus. Sebaliknya, pada disfagia motorik yaitu pada
pasien akalasia dan spasme difus esofagus, keluhan sulit menelan makanan
padat dan cairan terjadi pada waktu yang bersamaan.2
Disfagia yang hilang dalam beberapa hari mungkin disebabkan
peradangan. Disfagia yang terjadi dalam beberapa bulan disertai dengan
penurunan berat badan yang cepat dicurigai sebagai keganasan esofagus.
Bila disfagia terjadi bertahun-tahun perlu dicurigai suatu kelainan yang
14
bersifat jinak atau di esofagus bagian distal (lower esophageal muscular
ring).2
Pemeriksaan fisik untuk disfagia meliputi:9
Selama pemeriksaan fisik, mencari mekanisme oral-motor dan
laring. Pengujian n.V tengkorak dan n.VII-XII sangat penting
untuk menentukan apakah bukti fisik disfagia orofaringeal ada
Pengamatan langsung penutupan bibir, penutupan rahang,
mengunyah dan pengunyahan, mobilitas lidah dan kekuatan,
elevasi palatal dan laring, air liur, dan kepekaan oral
diperlukan.
Periksa tingkat kewaspadaan dan status kognitif pasien, karena
dapat berdampak pada keselamatan menelan dan kemampuan
untuk belajar langkah-langkah kompensasi.
Disfonia dan disartria adalah tanda-tanda disfungsi motor
struktur yang terlibat dalam mulut dan faring menelan.
Periksa rongga mulut dan faring untuk integritas mukosa dan
gigi.
Periksa langit-langit lunak untuk posisi dan kesimetrisan
selama fonasi dan beristirahat.
Evaluasi elevasi faring dengan menempatkan 2 jari di laring
dan menilai gerakan selama menelan volunter. Teknik ini
membantu untuk mengidentifikasi ada atau tidak adanya
hambatan mekanisme pelindung laring.
Refleks muntah yang ditimbulkan oleh menyentuh mukosa
faring dengan spatula lidah. Pengujian untuk refleks muntah
sangat membantu, tetapi tidak adanya refleks muntah tidak
selalu menunjukkan bahwa pasien tidak mampu menelan
dengan aman. Memang, banyak orang dengan tidak ada refleks
muntah memiliki kemampuan menelan yang normal, dan
beberapa pasien dengan disfagia memiliki refleks muntah yang
normal.
15
Auskultasi servikal menjadi bagian dari evaluasi klinis pasien
disfagia. Menilai kekuatan dan kejelasan suara, waktu episode
apneic, dan kecepatan menelan.
Menilai fungsi pernafasan juga sangat penting. Jika kekuatan
pernapasan batuk atau kliring tenggorokan tidak memadai,
risiko aspirasi meningkat.
Langkah terakhir dalam pemeriksaan fisik adalah pengamatan
langsung dari tindakan menelan. Minimal, menonton pasien
sementara dia minum air. Jika memungkinkan, menilai makan
pasien berbagai tekstur makanan. Sialorrhea, inisiasi menelan
tertunda, batuk, atau kualitas suara serak basah atau mungkin
menunjukkan masalah. Setelah menelan, mengamati pasien
selama 1 menit atau lebih untuk melihat apakah respon batuk
tertunda hadir.
Berbagai tes dapat digunakan untuk disfagia:10
Endoskopi atau esophagoscopy, tabung dimasukkan ke
kerongkongan untuk membantu mengevaluasi kondisi
kerongkongan, dan mencoba untuk membuka bagian-bagian
yang mungkin tertutup.
Manometry esofagus, tabung dimasukkan ke dalam perut untuk
mengukur perbedaan tekanan di berbagai daerah.
X-ray leher, dada, atau perut dapat diambil.
Barium x-ray, gambar bergerak atau video x-ray diambil dari
kerongkongan saat menelan barium, yang terlihat pada x-ray.
2.4 DISFAGIA OROFARINGEAL
Disfagia orofaringeal (Oropharyngeal dysphagia/OPD) terjadi ketika
mekanisme orofaringeal dalam proses menelan yang dalam keadaan normal
menjamin perjalanan lengkap bolus dari mulut ke kerongkongan dan secara
bersamaan melindungi jalan napas, menjadi terganggu. Aspirasi pneumonia,
malnutrisi, dan kualitas hidup berkurang dapat terjadi akibat OPD. Walaupun
16
terdapat banyak penyebab OPD, kecelakaan serebrovaskular merupakan penyebab
kasus terbanyak, dan pneumonia aspirasi merupakan penyebab umum kematian
pada pasien ini. Kondisi neurologis lain seperti penyakit Parkinson bertanggung
jawab atas sejumlah kasus OPD, dengan gangguan miopati dan lesi struktural
yang menjadi sebagian besar penyebab lainnya. Meskipun segudang penyebab
OPD, hasil akhir patofisiologis jatuh ke salah satu dari dua kategori yang saling
terkait: 1) kelainan transfer bolus, dan 2) kelainan perlindungan jalan napas.
Kelainan transfer bolus dapat dikelompokkan lagi ke dalam yang disebabkan oleh:
1) Kegagalan pompa orofaringeal, 2) gangguan koordinasi oral/faring, dan 3)
obstruksi aliran keluar faring.11
Gangguan menelan dapat terjadi pada ketidaknormalan setiap organ yang
berperan dalam proses menelan. Dampak yang timbul akibat ketidaknormalan
fase oral antara lain:2
1. Keluar air liur (drooling = sialorrhea) yang disebabkan gangguan sensori
dan motorik pada lidah, bibir dan wajah.
2. Ketidaksanggupan membersihkan residu makanan di mulut dapat
disebabkan oleh defisiensi sensori pada rongga mulut dan/atau gangguan
motorik lidah.
3. Karies gigi yang mengakibatkan gangguan distribusi saliva dan
meningkatkan sensitivitas gigi terhadap panas, dingin dan rasa manis.
4. Hilangnya rasa pengecapan dan penciuman akibat keterlibatan langsung
dari saraf kranial.
5. Gangguan proses mengunyah dan ketidaksanggupan memanipulasi bolus.
6. Gangguan mendorong bolus ke faring.
7. Aspirasi cairan sebelum proses menelan dimulai yang terjadi karena
gangguan motorik dari fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke faring
sebelum refleks menelan muncul.
8. Rasa tersedak oleh batuk pada saat fase faring.
Sedangkan dampak ketidaknormalan pada fase faringeal adalah chocking,
coughing dan aspirasi.2
17
Gejala disfagia orofaringeal adalah ketidakmampuan untuk menjaga bolus
dalam rongga mulut, kesulitan mengumpulkan bolus di belakang lidah, ragu-ragu
atau ketidakmampuan untuk memulai menelan, makanan menempel di
tenggorokan, regurgitasi nasal, ketidakmampuan untuk mendorong bolus
makanan ke dalam faring, kesulitan menelan makanan padat, sering menelan
berulang-ulang, sering membersihkan tenggorokan, suara berkumur (gargly voice)
setelah makan, suara serak, suara bindeng (nasal speech) dan disartria, batuk saat
menelan: sebelum, selama, atau setelah menelan, menghindari makan bersama
orang lain, berat badan menurun dan pneumonia berulang.11
Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase oral dan
fase faring adalah:2
Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS)
Pemeriksaan ini dikenal sebagai Modified Barium Swallow (MBS)
adalah pemeriksaan yang sering dilakukan dalam mengevaluasi disfagia
dan aspirasi. Pemeriksaan ini menggambarkan struktur dan fisiologi
menelan rongga mulut, faring, laring dan esofagus bagian atas.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan bolus kecil dengan berbagai
konsistensi yang dicampur dengan barium. VFSS dapat untuk panduan
dalam terapi menelan dengan memberikan bermacam bentuk makanan
pada berbagai posisi kepala dan melakukan beberapa manuver untuk
mencegah aspirasi untuk memperoleh kondisi optimal dalam proses
menelan.2
Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing ( FEES)
Pemeriksaan evaluasi fungsi menelan dengan menggunakan
nasofaringoskop serat optik lentur. Pasien diberikan berbagai jenis
konsistensi makanan dari jenis makanan cair sampai padat dan dinilai
kemampuan pasien dalam proses menelan.2
2.5 DISFAGIA ESOFAGEAL
18
Disfagia esofagus mengacu pada sensasi makanan menempel atau
mendapatkan digantung di pangkal tenggorokan atau dada. Penyebab umum dari
disfagia esofagus meliputi:
Akalasia. Hal ini terjadi ketika otot esophagus bawah (sfingter) tidak
benar-benar rileks untuk membiarkan makanan masuk ke lambung.
Otot-otot di dinding esofagus sering lemah juga. Hal ini dapat
menyebabkan regurgitasi makanan belum tercampur dengan isi perut,
kadang-kadang menyebabkan untuk membawa makanan kembali ke
dalam tenggorokan.
Proses penuaan. Dengan usia, kerongkongan cenderung kehilangan
beberapa kekuatan otot dan koordinasi yang diperlukan untuk
mendorong makanan ke dalam perut.
Spasme difus. Kondisi ini menghasilkan beberapa, tekanan tinggi,
kontraksi kurang terkoordinasi kerongkongan biasanya setelah
menelan. Spasme difus pada esofagus adalah gangguan langka yang
mempengaruhi otot polos di dinding esofagus bawah secara involunter.
Kontraksi sering terjadi sesekali, dan mungkin menjadi lebih parah
selama periode tahun.
Striktur esofagus. Penyempitan kerongkongan (striktur) menyebabkan
potongan besar makanan tidak dapat lewat. Persempitan lumen ini
mungkin akibat dari pembentukan jaringan parut, sering disebabkan
oleh penyakit gastroesophageal reflux (GERD), atau dari tumor.
Tumor. Kesulitan menelan cenderung untuk mendapatkan semakin
buruk ketika terdapat tumor esofagus.
Benda asing. Terkadang, makanan, seperti sepotong besar daging, atau
objek lain dapat menjadi tersangkut di tenggorokan atau
kerongkongan. Orang dewasa dengan gigi palsu dan orang-orang yang
mengalami kesulitan mengunyah makanan mereka dengan baik
mungkin lebih cenderung memiliki gangguan pada tenggorokan atau
kerongkongan. Anak-anak mungkin akan menelan benda-benda kecil,
19
seperti peniti, koin atau potongan mainan, yang dapat menjadi
terjebak.
Cincin esofagus. Pada daerah ini terdapat penyempitan di esofagus
bagian bawah yang dapat menyebabkan kesulitan menelan makanan
padat.
Gastroesophageal reflux disease (GERD). Kerusakan jaringan
esofagus dari asam lambung yang naik (refluks) ke dalam
kerongkongan dapat menyebabkan spasme atau jaringan parut dan
penyempitan kerongkongan bawah membuat sulit menelan.
Eosinofilik esofagitis. Kondisi ini, disebabkan oleh kelebihan populasi
sel yang disebut eosinofil di kerongkongan, dapat menyebabkan
kesulitan menelan. Ini mungkin terkait dengan alergi makanan, tetapi
sering tidak ada penyebab yang ditemukan.
Scleroderma. Penyakit ini ditandai oleh perkembangan bekas luka-
seperti jaringan, menyebabkan kekakuan dan pengerasan jaringan. Hal
ini dapat melemahkan lower esophageal sphincter, sehingga asam
lambung dapat refluks ke kerongkongan dan menyebabkan gejala dan
komplikasi mirip dengan GERD.
Terapi radiasi. Hal ini pengobatan kanker dapat menyebabkan
peradangan dan jaringan parut pada kerongkongan, yang dapat
menyebabkan kesulitan menelan.
2.6 TATALAKSANA
Terapi menelan, baik prosedur terapi langsung maupun kompensatori,
dapat memperbaiki fungsi menelan pada pasien dengan disfagia orofaring,
mengurangi risiko pneumonia aspirasi, dan memperbaiki status gizi pasien.
Tujuan dari terapi rehabilitatif adalah untuk keamanan dari proses menelan
(misalnya mencegah aspirasi) dan efektivitas (misalnya meningkatkan kecepatan
menelan dan mengurangi residu makanan di rongga mulut dan faring).15
2.6.1 Compensatory Treatment Procedures
20
Teknik terapi ini dirancang untuk melancarkan aliran bolus
melewati rongga mulut dan faring. Terdiri atas :
Postur (chin tuck, head back, head rotation)
Peningkatan input sensoris (bolus dengan rasa berbeda, suhu
dan tekstur yang berbeda)
Modifikasi volume bolus dan kecepatan makan (volume kecil
dan kecepatan yang perlahan)
Modifikasi viskositas/tekstur makanan ( konsistensi cair atau
lunak)
Intraoral prosthetics (Palatal lift, obturator dan
augmentation)15,16
2.6.2 Prosedur Terapi Langsung
Prosedur Terapi Langsung dirancang untuk mengubah fisiologi
menelan dengan cara mengubah komponen spesifik dari fase oral maupun
faringeal. Antara lain dengan latihan untuk memperbaiki kekuatan,
gerakan, kemampuan kontrol otot-otot menelan, dan memperbaiki
integrasi sensori-motor.
Latihan gerak, resistensi, dan kontrol
Latihan gerak memperbaiki gerakan rahang, bibir, lidah dan
dasar lidah, konstriktor faringeal, laring, dan hyoid. Latihan ini
berguna terutama memperbaiki oropharyngeal swallow efficiency
(OPSE) untuk pasien dengan pengobatan kanker rongga mulut,
pasien Parkinson, multipel sklerosis, dan amyotrophic lateral
sclerosis.
Latihan kekuatan melibatkan teknik resistensi aktif dan
targetnya biasanya adalah otot-otot lidah, bibir, rahang, dan
suprahyoid. Kekuatan lidah biasa berkurang pada orang lanjut usia,
pasien stroke, traumatic brain injury (TBI), amyotrophic lateral
sclerosis (ALS), Parkinson, dan kanker rongga mulut yang
diradioterapi.
21
Latihan kontrol lidah memperbaiki kontrol bolus pada saat
mengunyah. Latihan Shaker adalah latihan untuk memperbaiki
pembukaan upper esophageal sphincter (UES) saat menelan.
Prosedur Integrasi Sensori-motor
Stimulasi termal-taktil digunakan sebagai mekanisme inisiasi
untuk menstimulasi susunan saraf pusat. Dilakukan pijatan pada
arkus faucial anterior dengan kaca laring 00 yang dingin dan pasien
diperintahkan untuk menelan. Jika dikombinasikan dengan
rangsangan asam dapat mengurangi waktu laten dari proses
menelan.
Manuver
Manuver dirancang untuk mengubah fisiologi menelan,
khususnya fase faringeal dengan menjadikan fase faringeal
dibawah kontrol volunter.
o Supraglotis swallow dirancang untuk meningkatkan
penutupan jalan nafas sebelum dan selama menelan pada
level glottis. Pasien diinstruksikan untuk menahan nafas,
menelan, dan batuk.
o Super supraglotis swallow untuk meningkatkan penutupan
jalan nafas sebelum dan selama menelan pada level
laringeal vestibulum dan glottis. Pasien diinstruksikan
untuk menahan nafas dalam agar arytenoid sampai ke dasar
epiglotis sehingga laringeal vestibulum tertutup, menelan
lalu batuk.
o The effortful swallow dirancang untuk meningkatkan
gerakan dasar lidah posterior selama menelan dan
memperbaiki bersihan bolus yang melewati dasar lidah.
Manuver ini berguna pada pasien dengan penurunan gerak
dasar lidah posterior, residu pada dasar lidah, valekula, dan
dinding faringeal atas. Pasien diinstruksikan
menghancurkan makanan dengan lidah dan otot
22
tenggorokan selama menelan yang akan meningkatkan
pembersihan bolus melewati dasar lidah dan melalui faring
atas. Manuver ini sering dikombinasikan dengan postur
chin tuck.
o The Mendelsohn maneuver dirancang untuk meningkatkan
perpanjangan elevasi laring dan gerakan anterior selama
menelan, dengan demikian meningkatkan luas dan durasi
pembukaan cricofaringeal selama menelan. Manuver ini
juga dapat meningkatkan koordinasi faringeal selama fase
faringeal. Pasien diinstruksikan menelan seperti biasa dan
saat setengah menelan (saat laring terangkat) tahan selama
2 detik kemudian relaksasi.
o The tongue-hold maneuver (Masako manuver) dirancang
untuk meningkatkan gerakan anterior dinding faring
posterior. Gerakan dinding faring posterior lebih besar
sehingga terdapat kontak dengan dasar lidah selama
menelan. Teknik ini digunakan pada pasien dengan
penurunan kontak dasar lidah dengan dinding faring dan
penurunan pembersihan bolus melewati dasar lidah. 15,16
BAB III
KESIMPULAN
23
Keluhan kesulitan menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala
kelainan atau penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini timbul bila
terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi
makanan dari rongga mulut ke lambung.
Disfagia adalah kesulitan dalam mengalirkan makanan padat atau cair dari
mulut melalui esofagus
Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas: disfagia mekanik, disfagia
motorik dan disfagia oleh gangguan emosi. Disfagia mekanik timbul bila
terjadi penyempitan lumen esophagus. Disfagia motorik disebabkan oleh
kelainan neuromuscular yang berperan dalam proses menelan. Keluhan
disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa
yang berat yang dikenal sebagai globus histerikus.
Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas: disfagia orofaringeal dan
disfagia esophageal. Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan
bahan dari orofaring ke dalam kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh
fungsi abnormal dari proksimal ke kerongkongan. Disfagia esophagus
adalah kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan. Hal ini
diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi mekanis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis kelainan disfagia fase oral
dan fase faring, yaitu Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS) dan
Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing ( FEES).
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Scrib
2. FK UI
3. Julie
4. Sobbota
5.
6. Dysphagia. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/324096-
overview#showall. Pada tanggal 25 Juli 2011, pukul 17.45 WIB
7. Throat anatomy. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1899345-overview#showall. Pada
tanggal 24 juli 2011, pukul 20.30 WIB
8. Digestive Disorders Health Center: Human Anatomy. Diunduh dari
http://www.webmd.com/digestive-disorders/picture-of-the-esophagus.
Pada tanggal 27 juli 2011, pukul 14.00 WIB
9. Esophagus - anatomy and development. Diunduh dari
http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo6.html. Pada tanggal
27 juli 2011, pukul 14.30 WIB
10. Soepardi EA. Disfagia. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Editor: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke 6. Jakarta: FKUI. 2007. h. 276-302.
11. Dysphagia.
http://www.merckmanuals.com/professional/sec02/ch012/ch012b.html#v8
91324. Pada tanggal 25 Juli 2011, pukul 17.45 WIB
12. Dysphagia. (internet) 2014. (diunduh 6 September 2015) dari
http://emedicine.medscape.com.
13. Dysphagia. (internet) 2015. (diunduh 6 September 2015) dari
http://www.umm.edu.
14. Saeian K, Shaker R, editor. Oropharyngeal Dysphagia. USA: Current
Science; 2000. Diunduh dari
25
http://www.sld.cu/galerias/pdf/sitios/rehabilitacion-logo/disfagia_orofarin
gea.pdf.
15. Lazarus, Cathy L. Management of Dysphagia, Head & Neck Surgery -
Otolaryngology, 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006:
Philadelphia.
16. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of patients with
stroke: identification and management of dysphagia, a National clinical
guideline. June 2010.
[internet] 2008. [cited 2010 Feb 14] Available from:
TATA LAKSANA DISFAGIA
-
Sumber
1. Lazarus, Cathy L. Management of Dysphagia, Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006: Philadelphia.
2. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of patients with stroke: identification and management of dysphagia, a National clinical guideline. June 2010.
26