Post on 30-Dec-2015
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 74 tahun
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Bugis / Indonesia
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat :
No. Register : 02 52 77
Tanggal pemeriksaan : 21 Januari 2014
II. ANAMNESIS
KU: Penglihatan kabur pada mata kiri
AT : Dialami sejak ± 4 bulan yang lalu. 3 hari yang lalu pasien
sering melihat kilatan cahaya pada mata kiri. Rasa mengganjal
pada mata kanan. Mata merah (-), kotoran mata berlebih (-), air
mata berlebih (-), nyeri, gatal pada mata (-). Riwayat operasi
katarak pada mata kiri pada tahun 2011, dan riwayat operasi
katarak pada mata kanan pada tahun 2013. Riwayat trauma (-).
Riwayat sakit kepala sebelah (-) . Riwayat diabetes melitus
disangkal. Riwayat hipertensi (-). Riwayat penyakit sama pada
keluarga (-). Riwayat berobat sebelumnya (-). Riwayat memakai
kacamata (-).
III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
1
A. Inspeksi
PEMERIKSAAN OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Silia Normal Normal
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Bola mata Normal Normal
Mekanisme muscular
- ODS
- OD
- OS
Normal ke segala arah : Normal ke segala arah :
Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Normal Normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC (+)
Lensa Jernih Jernih
B. Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tensi okuler Tn Tn
Nyeri tekan (-) (-)
Massa tumor (-) (-)
Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
C. Tonometri
OD : 17 mmHg
OS : 16 mmHg
D. Slit Lamp
2
SLOD : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, bilik mata depan kesan
normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat sentral, RC (+), lensa
jernih
SLOS : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, bilik mata depan kesan
normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat sentral, RC (+), lensa
jernih.
E. Oftalmoskopi
FOD : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, CDR 0,3, arteri : vena = 2 :
3, refleks fovea (+), retina perifer kesan normal
FOS : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, CDR 0,3, arteri:vena = 2 :
3, refleks fovea (+), retina perifer tampak ablasio retina di
superotemporal
F. Visus
VOD = 5/15
VOS = 1/60
G. Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kornea Jernih Jernih
BMD Normal Normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Bulat, sentral, RC(+) Bulat, sentral, RC(+)
Lensa Jernih Jernih
H. CT-Scan kepala
Tidak dilakukan pemeriksaan
I. Pemeriksaan Laboratorium
3
Tidak dilakukan pemeriksaan
IV. DIAGNOSIS
OS Ablasio Retina Regmatogenosa
VI. ANJURAN TERAPI
Laser Fotokoagulasi + Skleral buckling
VII. PROGNOSIS
Quoad vitam : bonam Quoad sanationem : dubia Quoad visam : dubia Quoad cosmeticam : bonam
VI. RESUME
Seorang wanita datang ke poli mata dengan penglihatan kabur pada mata kiri,
dialami sejak ± 4 bulan yang lalu. 3 hari yang lalu pasien sering melihat
kilatan cahaya pada mata kiri. Rasa mengganjal pada mata kanan. Riwayat
operasi katarak pada mata kiri pada tahun 2011, dan riwayat operasi katarak
pada mata kanan pada tahun 2013. Pemeriksaan visus VOD = 5/15 , VOS =
1/60. Pada pemeriksaan tekanan bola mata normal, pemeriksaan tonometri
menunjukkan hasil TOD 17 mmHg dan TOS 16 mmHg. Pada pemeriksaan
funduskopi didapatkan FOS tampak refleks fundus (+) dan terdapat ablasio
retina di superiotemporal.
VII. DISKUSI
4
Berdasarkan hasil anamnesa didapatkan adanya keluhan pasien dengan
defek lapangan pandang mata kiri yang dialami sekitar kurang lebih 4 bulan
yang lalu. Riwayat seperti melihat kilatan cahaya (+). Gejala yang dirasakan
pasien merupakan gejala yang khas yang dapat dijumpai pada ablasio retina.
Dari pemeriksaan ophthalmology berupa pemeriksaan funduskopi
didapatkan kesan OS Ablasio retina (retinal detachment), yaitu suatu keadaan
terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina.
Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran
Bruch.
Ablasio retina terdiri dari 3 yaitu regmatogenosa (primer), dan non
regmatogenosa (sekunder) yang terbagi menjadi 2 jenis, yaitu ablasio retina
traksi dan eksudatif. Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio ini adalah
ablasio retina regmatogenosa. Karakteristik dari ablasio retina ini adalah
adanya pemutusan total suatu rhegma di retina sensorik, traksi korpus vitreum
dengan derajat yang bervariasi dan mengalirnya korpus vitreum cair melalui
defek retina sensorik kedalam ruang subretina. Gejala yang sering dikeluhkan
penderita adalah adanya floaters (terlihatnya benda-benda yang melayang-
layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah,
pigmen retina yang lepas, atau degenerasi vitreus itu sendiri. Fotopsia atau
kilatan cahaya tanpa adanya sumber cahaya disekitarnya yang umumnya
terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam
keadaan gelap. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh separuh
lapangan pandangnya terganggu.
Pasien ini dapat dianjurkan untuk vitrektomi dan sclera buckling serta
injeksi gas dengan tujuan untuk melekatkan kembali bagian retina yang lepas.
Dengan melekatnya retina pada koroid diharapkan dapat memperbaiki
prognosis pasien, yaitu terjadi peningkatan visus. Selain itu tindakan ini untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut, yaitu peninggian tekanan bola mata bila
telah terjadi neovaskular glaukoma pada ablasi yang telah lama.
5
Prinsip bedah pada ablasio retina yaitu :
1. Menemukan semua bagian yang terlepas
2. Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah
retina yang terlepas.
3. Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup
untuk menghasilkan adhesi dinding korioretinal yang permanen
pada daerah subretinal.
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya
ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Terapi yang cepat
prognosisnya lebih baik. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil
melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika
makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan
sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.
ABLASIO RETINA
6
A. PENDAHULUAN
Retina adalah jaringan neurosensoris yang tipis, semitransparan dan berlapis-
lapis yang terletak pada dua per tiga dinding sebelah dalam bola mata. Retina
manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari lapisan-
lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak
sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum,
retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina
diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung
di korteks. Pengolahan informasi di retina berlangsung dari lapisan fotoreseptor
melalui akson sel ganglion menuju ke saraf optikus dan otak.1
Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan lapisan
ketiga bola mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan jaringan uvea yang
merupakan jaringan vaskuler yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Retina
berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina. Antara retina dan epitel
pigmen retina terdapat rongga potensial yang bisa mengakibatkan retina terlepas dari
epitel pigmen retina. Hal ini yang disebut sebagai ablasio retina.2
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, berlapis-lapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan berakhir di
tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang
garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal.
Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina
sehingga juga bertumbuk dengan membrane Bruch, koroid dan sklera. Retina dan
epitelium pigmen retina mudah terpisah sehingga cairan vitreous masuk ke ruang
subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora
serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat sehingga membatasi
7
perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang
subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan sklera yang meluas ke taji sklera.
Dengan demikian ablasi koroid meluas melewati ora serrata, dibawah pars plana dan
pars plikata. Lapisan - lapisan epitel permukaan dalam korpus siliare dan permukaan
posterior iris merupakan perluasan ke anterior retina dan epitelium pigmen retina.
Permukaan dalam retina menghadap ke vitreous.1
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut: 1, 3-5
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu
lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti di
basal. Daerah basal sel melekat erat membran Bruch dari koroid.
Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan pada proses
penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen
luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta
membentuk sawar selektif antara koroid dan retina.
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan
cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras
penglihatan ke korteks penglihatan occipital. Fotoreseptor tersusun sehingga
kerapatan sel-sel kerucut meningkat di di pusat makula (fovea), dan kerapatan
sel batang lebih tinggi di perifer. Pigmen fotosensitif di dalam sel batang
disebut rodopsin. Sel kerucut mengandung tiga pigmen yang belum dikenali
sepenuhnya yang disebut iodopsin yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi
bagi tiga warna (merah,hijau,biru) untuk penglihatan warna. Sel kerucut
berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik). Subgrup sel kerucut
responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan panjang (biru,
hijau merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam (skotopik).
Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini terlihat beragam corak abu-abu,
8
tetapi warnanya tidak dapat dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai
oleh kombinasi sel kerucut dan batang.
3. Membran limitans eksterna
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti dari batang dan kerucut.
5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel
bipolar dan sel horisontal dengan fotoreseptor.
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horisontal
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan–sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar.
8. Lapisan sel ganglion
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang
berjalan menuju ke nervus optikus.
10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan memisahkan
retina dari vitreous. Membran ini terbentuk oleh persatuan ekspansi terminal
dari serat yang Muller, dan pada dasarnya adalah dasar membran.
Gambar 1. Lapisan retina dari luar ke dalam3
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Di tengah – tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula
dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh
9
pigmen luteal (xantofil) yang berdiameter 5-6 mm. Secara histologis makula
merupakan bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis
sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang dibatasi oleh arkade – arkade pembuluh
darah retina temporal. Di tengah makula sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus
optikus terdapat fovea yang secara klinis jelas – jelas merupakan suatu cekungan
yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Fovea
merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Secara histologi,
fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan – lapisan
parenkim karena akson – akson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik
dan pergeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam
retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah
sel kerucut dan bagian retina yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini
memberikan diskriminasi visual yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang
normalnya kosong potensial paling besar di makula dan penyakit yang menyebabkan
penumpukan bahan di ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal sekali. 1,4,6
Gambar 2. Anatomi makula3
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada
tepat diluar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina termasuk lapisan
10
pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina
serta cabang – cabang dari arteri sentralis retinae yang mendarahi dua pertiga sebelah
dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena
kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah
retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah
retina. Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah
luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina. 1,3
C. DEFINISI
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel
kerucut dan sel batang retina dengan dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini
sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara
sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural dengan
koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk
lepas secara embriologis. Pada mata normal, retina sensorik yang utuh tertahan
melekat ke epitel pigmen oleh adanya tarika oleh epitel terhadap ruang kedap air
diantara keduanya. Apabila terdapat robekan retina, gerakan bola mata yang cepat
dan rotasi bola mata mendadak dapat menimbulkan gaya inersi yang cukup besar
untuk menimbulkan pelepasan retina.1,2,7
D. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian ablasio retina adalah 1 dari 15.000 orang. paling umum di
seluruh dunia yang terkait dengan ablasio retina adalah miop, afakia, pseudofakia,
dan trauma. Sekitar 40-50% dari semua pasien dengan ablasio memiliki miop tinggi
(> 6 dioptri), 30-35% pernah menjalani operasi pengangkatan katarak, dan 10-20%
pernah mengalami trauma okuli. ablasio retina yang terjadi akibat trauma lebih
sering terjadi pada orang muda, dan miop terjadi paling sering pada usia 25-45 tahun.
Meskipun tidak ada penelitian yang menunjukkan untuk terjadinya ablasio retina
yang berhubungan dengan olahraga tertentu (misalnya, tinju dan bungee jumping)
tetapi olahraga tersebut meningkatkan resiko terjadinya ablasio retina.9,10
11
Kejadian ini tidak berubah ketika dikoreksi, meningkat pada pria dengan
trauma okuli.Ablasio retina pada usia kurang dari 45 tahun, 60% laki-laki dan 40%
perempuan.9,10
Ablasio retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-70 tahun. Namun,
cedera paintball pada anak-anak dan remaja merupakan penyebab umum dari cedera
mata, yang termasuk ablasio retina traumatik.9,10
E. KLASIFIKASI
Berdasakan penyebabnya ablasio retina dibagi menjadi:
1. ABLASIO RETINA REGMATOGENOSA
Ablasio regmatogenosa berasal dari kata Yunani rhegma, yang berarti
diskontuinitas atau istirahat. Pada ablasi retina regmatogenosa dimana ablasi
terjadi adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara
sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca
cair (fluid vitreus) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke
rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel
pigmen koroid. Ablasio regmantogenosa spontan biasanya didahului atau
disertai oleh pelepasan korpus vitreum posterior. 1,3,11
Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmantosa antara lain: 1,3
1. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun. Namun,
usia tidak menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang
mempengaruhi
2. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki dengan
perbandingan laki : perempuan adalah 3 : 2.
3. Miopia. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa adalah
seseorang yang menderita rabun jauh.
4. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada
yang fakia.
5. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi
12
6. Senile posterior vitreous detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio
retina dalam banyak kasus.
7. Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti Lattice
degeneration, Snail track degeneration, White-with-pressure and white-
without or occult pressure, acquired retinoschisis
Berbagai factor resiko akan menyebabkan terjadinya robekan pada retina,
yang menyebabkan cairan vitreous dapat masuk ke ruang subretina melalui
robekan tersebut dan akan memisahkan retina dari epitel pigmen retina.3
Ablasi retina akan memberikan gejala prodromal berupa gangguan
penglihatan yang kadang–kadang terlihat sebagai adanya tabir yang menutupi
di depan mata (floaters) akibat dari degenerasi vitreous secara cepat dan
terdapat riwayat fotopsia (seperti melihat kilasan cahaya) pada lapangan
penglihatan karena iritasi retina oleh pergerakan vitreous.3,10
Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah superotemporal sangat
berbahaya karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara
akut bila lepasnya retina mengenai makula lutea. Pada pemeriksaan
funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan
pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.
Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang.
Kadang – kadang terdapat pigmen didalam badan kaca. Pada pupil terdapat
adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata
rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskuler glaucoma pada
ablasi yang telah lama.3,6,7
13
Gambar 3. Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe
tear7
2. ABLASIO RETINA NON REGMATOGENOSA
A. ABLASIO RETINA EKSUDATIF
Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan eksudat
di bawah retina (subretina) dan mengangkat retina hingga terlepas.
Penimbunan cairan subretina terjadi akibat ekstravasasi cairan dari pembuluh
retina dan koroid. Penyebab ablasio retina eksudatif yaitu penyakit sistemik
yang meliputi Toksemia gravidarum, hipertensi renalis, poliartritis nodos dan
karena penyakit mata yang meliputi inflamasi (skleritis posterior, selulitis
orbita), penyakit vaskular (central serous retinophaty, and exudative
retinophaty of coats), neoplasma (melanoma maligna pada koroid dan
retinoblastoma), perforasi bola mata pada operasi intraokuler.1-3
Ablasio retina eksudatif dapat dibedakan dengan ablasio retina regmatogenosa
dengan:3
a. Tidak adanya photopsia, lubang/sobekan, lipatan dan undulasi
b. Ablasio retina eksudatif halus dan konveks. Bagian atasnya biasa
bulat dan bisa menunjukkan gangguan pigmentari
c. Kadang-kadang, pola pembuluh darah retina mungkin terganggu
akibat adanya neovaskularisasi.
d. Pergeseran cairan ditandai dengan perubahan posisi daerah
terpisah karena pengaruh gravitasi merupakan ciri khas yang dari
ablasio retina eksudatif.
e. Pada tes transilluminasi, ablasio retina regmatogenosa nampak
transparan sedangkan ablasio retina eksudatif lebih opak.
14
Gambar 4. Ablasio retina eksudatif3
B. ABLASIO RETINA TRAKSI
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan
parut. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan
diabetes mellitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat
bedah atau infeksi.1
Ablasio retina traksi dihubungkan dengan kondisi-kondisi seperti,
retraksi jaringan parut post trauma terutama akibat trauma penetrasi,
retinopati diabetik proliferatif, retinitis proliferans post hemoragik,
retinopati prematuritas, retinopati sel sabit.3
Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio retina
regmatogensa. Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama
akan membuat retina semakin halus dan tipis sehingga dapat menyebabkan
terbentuknya proliferatif vitreotinopathy (PVR). Pada PVR juga dapat
terjadi kegagalan dalam penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada
PVR, epitel pigmen retina, sel glia, dan sel lainya yang berada di dalam
maupun di luar retina pada badan vitreus akan membentuk membran.
Kontraksi dari membran tersebut akan menyebabkan retina tertarik ataupun
menyusut, sehingga dapat mengakibatkan terdapatnya robekan baru atau
berkembang menjadi ablasio retina traksi.1,3,7
15
Gambar 5. Ablasio retina traksi3
C. DIAGNOSIS
Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi
dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah: 9,10,11
- Floaters (terlihatnya benda melayang – laying) yang terjadi karena adanya
kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi
vitreous.
- Fotopsi (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di sekitarnya, yang
umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam
keadaan gelap.
- Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian
seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas. Pada keadaan yang telah
lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.
Pada ablasio regmatogenosa, pada tahap awal masih relatif terlokalisir, tetapi
jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka akan berkembang menjadi
lebih berat jika berlangsung sedikit sedikit demi sedikit menuju ke arah makula.
Keadaan ini juga tidak menimbulkan rasa sakit. Kehilangan penglihatan dapat tiba-
tiba terjadi ketika kerusakannya sudah parah. Pasien biasanya mengeluhkan adanya
awan gelap atau tirai di depan mata.1,3
16
Selain itu perlu dianamnesa adanya faktor predisposisi yang menyebabkan
terjadinya ablasio retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan
sebelumnya seperti ekstraksi katarak, pengangkatan corpus alienum intraokuler,
riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, ambliopia, glaukoma,
dan retinopati diabetik). Riwayat keluarga dengan sakit mata yang sama serta riwayat
penyakit yang berhubungan dengan ablasio retina (diabetes mellitus, tumor, sickle
cell leukimia, eklamsia, dan prematuritas.1,3
Pemeriksaan Oftalmologi
Adapun tanda – tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini antara lain:1,3,7
1. Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat
terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang
menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula
lutea ikut terangkat.
2. Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih tinggi, normal, atau rendah
3. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk
mendiagnosa ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskop inderek binokuler.
Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio tampak sebagai membran
abu – abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat
akumulasi cairan pada ruang subretina, didapatkan pergerakan undulasi retina
ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya
berwarna gelap, berkelok – kelok dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina
yang terjadi ablasio telihat lipatan – lipatan halus. Satu robekan pada retina
terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya.
4. Electroretinography (ERG) adalah dibawah normal atau tidak ada
5. Ultrasonography mengkonfirmasikan diagnosis.
D. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Pada pembedahan
ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :
17
Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa terutama
tanpa disertai komplikasi lainnya. Tujuan skleral buckling adalah untuk
melepaskan tarikan vitreous pada robekan retina, mengubah arus cairan
intraokuler, dan melekatkan kembali retina ke epitel pigmen retina. Prosedur
meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe,
dan selanjutnya dengan skleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari
spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan
tergantung posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama – tama dilakukan
cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan
epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera dengan jahitan tipe
matras pada sklera, sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga
terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan
menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2
hari. Komplikasi dari skleral buckling meliputi myopia, iskemia okuler anterior,
diplopia, ptosis, ulitis sel orbital, perdarahan subretina, inkarserasi retina.3,5
Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan metode yang sering digunakan pada ablasio
retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian
superior retina.Tujuan dari retinopeksi pneumatik adalah untuk menutup
kerusakan pada retina dengan gelembung gas intraokular dalam jangka waktu
yang cukup lama hingga cairan subretina direabsorbsi. Teknik pelaksanaan
prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas (SF6 atau C3F8) ke
dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan
mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat
ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2
hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum
gelembung disuntikkan. Parasentesis ruang anterior bisanya dibutuhkan untuk
menurunkan tekanan intraokuler yang dihasilkan oleh injeksi gas. Pasien harus
mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan
18
gelembung terus menutupi robekan retina. Untuk pasien ablasio retina dengan
durasi < 14 hari yang melibatkan makula, prosedur retinopeksi traumatic lebih
baik daripada skleral buckling. Komplikasi dari prosedur ini meliputi migrasi
gas ke subretina, migrasi gas ke ruang anterior, endoftalmitis, katarak, dan
ablasio retina rekurens dengan terbentuknya kerusakan retina yang baru 3,5
Gambar 6. Retinopeksi traumatik5
Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes,
dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau
perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil
pada dinding bola mata kemudian memasukkan instrumen pada ruang vitreous
melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk
menghilangkan berkas badan kaca (vitreuos stands), membran, dan
perlengketan – perlengketan. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung
tipe dan penyebab ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan
kembali dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang
diperlukan lebih dari satu kali operasi.3,5,6
E. PROGNOSIS
Penatalaksanaan bedah berhasil pada 80% pasien ablasio retina. Hasil akhir
perbaikan pada penglihatan tergantung dari beberapa factor, misalnya keterlibatan
macula. Dalam keadaan di mana ablasio telah melibatkan makula, ketajaman
19
penglihatan jarang kembali normal. Lubang, robekan, atau tarikan baru mungkin
terjadi dan menyebabkan ablasio retina yang baru. Suatu penelitian telah melaporkan
bahkan setelah pemberian terapi preventif pada robekan retina, 5% - 9% pasien dapat
mengalami robekan baru pada retina
DAFTAR PUSTAKA
1. Hardy RA, Shetlar DJ. Retina. In: Riordan P, Whitcher JP. editors. Vaughan
and Asbury’s General Ophthalmology. 16th ed. New York: McGraw-
Hill.2004. p. 190, 200-201
2. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Masa edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-6
20
3. Khurana AK. Diseases of The Retina. In: Comprehensive Ophthalmology. 4th
edition. New Age International Limited Publisher: India. 2007. p. 250-2, 275-
9.
4. Carneiro J, Junqueira LC. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta:
EGC. 2007. Hal. 470-475
5. American Academy of Ophthalmology. Retina and Vitreous: Section 12
2011-2012. Singapore: LEO. 2011. p. 360-4
6. Cassidy L, Olver, J. Ophthalmology at a Glance. 2005. Blackwell Science:
USA. 2005. p. 84-6.
7. Lang, GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition.
2006.Stuttgart: Thieme. 2007. p. 305-322, 339- 344.
8. James, Bruce, dkk. Oftalmologi Lecture Notes. 2003. Erlangga: Jakarta. p.
117-22
9. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment. 2010. [cited 14th April 2013].
Available from : http//emedicine.medscape.com/article/1226426
10. Swierzewski SJ. Retinal Detachment. 2011. [cited 14th April 2013]. Available
from : http://www.healthcommunities.com/retinal-detachment/retinal-
detachment-overview.shtml
11. Dahl AA. Retinal Detachment. 2010. [cited 14th April 2013]. Available from :
http://www.medicinenet.com/retinal_detachment/article.htm
12. Sidarta I. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Ilmu Penyakit Mata
Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.p.200-11
13. Khurana, AK. Diseases of the Lens In: Comprehensive Ophthalmology.
Fourth edition. New Age International: New Delhi; 2007.p.167-202
14. Holmes J. Phacoemulsification. 2011. [cited 15th April 2013]. Available from: http://www.medisurg.com/Pages/BlogDetail.aspx?PageID=17&BlogID=5
21