Post on 21-Feb-2016
description
Geodesi
Sejak zaman dahulu, Ilmu Geodesi digunakan oleh manusia untuk keperluan navigasi. Secara signifikan,
kegiatan pemetaan bumi sebagai bidang ilmu Geodesi telah dimulai sejak banjir sungai nil (2000 SM)
oleh kerajaan Mesir Kuno. Perkembangan Geodesi yang lebih signifikan lagi pada saat manusia
mempelajari bentuk bumi & ukuran bumi lebih dalam oleh tokoh Yunani, Erastotenes yang dikenal
sebagai bapak geodesi. Hingga teknik geodesi dijadikan sebagai disiplin ilmu akademis hampir disetiap
negara. Saat ini, dikarenakan kemajuan teknologi informasi, cakupan ilmu geodesi semakin luas.
Geodesi berasal dari bahasa Yunani, Geo (γη) = bumi dan daisia / daiein (δαιω) = membagi, kata
geodaisia atau geodeien berarti membagi bumi. Geodesi menurut pandangan awam adalah cabang ilmu
geosains yang mempelajari tentang pemetaan bumi. Geodesi adalah salah satu cabang keilmuan tertua
yang berhubungan dengan bumi. Sedangkan arti Geodesi dilihat dari berbagai definisi, yaitu:
1. Defenisi Klasik
Menurut Helmert dan Torge (1880), Geodesi adalah Ilmu tentang pengukuran dan pemetaan
permukaan bumi yang juga mencakup permukaan dasar laut
2. Defenisi Modern
Menurut IAG (International Association Of Geodesy, 1979), Geodesi adalah Disiplin ilmu yang
mempelajari tentang pengukuran dan perepresentasian dari Bumi dan benda-benda langit
lainnya, termasuk medan gaya beratnya masing-masing, dalam ruang tiga dimensi yang berubah
dengan waktu. Dalam bahasa yang berbeda, geodesi adalah cabang dari ilmu matematika
terapan, yang dilakukan dengan cara melakukan pengukuran dan pengamatan untuk
menentukan posisi yang pasti dari titik-titik di muka bumi, ukuran dan luas dari sebagian besar
muka bumi, bentuk dan ukuran bumi serta variasi gaya berat bumi
Definisi ini mempunyai dua aspek, yakni:
1. Aspek ilmiah (aspek penentuan bentuk), berkaitan dengan aspek geometri dan fisik bumi serta
variasi medan gaya berat bumi.
2. Aspek terapan (aspek penentuan posisi), berhubungan dengan pengukuran dan pengamatan
titik-titik teliti atau luas dari suatu bagian besar bumi. Aspek terapan ini yang kemudian dikenal
dengan sebutan survei dan pemetaan atau teknik geodesi. Kini teknik geodesi tidak lagi hanya
berhubungan dengan survei dan pemetaan. Perkembangan teknologi komputer dijital telah
memperluas ruang lingkup keilmuan dan keahlian teknik geodesi. Peta telah dikelola sebagai
informasi geografis berkomputer. Itu sebabnya dunia internasional telah mengadopsi
terminologi baru: Geomatika atau Geoinformatika.
Kebutuhan akan data spasial sangat kompleks, mulai dari pilihan format data analog, data vektor,data
raster, cara mendapatkan data dengan sistem beli, dibuat sendiri, diturunkan dari yang ada,
Representasi sistem koordinat global dan lokal, sistem proyeksi peta, datum dan ellipsoid, dan
sebagainya. Sehingga perlu memahami properties dari data spasial melalui seputar konsep geodesi.
Pembahasan mengenai bentuk bumi, ellipsoid, datum geodesi, sistem koordinat dan proyeksi tidak
dapat dipisahkan dr ilmu geodesi. Geodesi adalah bidang ilmu yang mempelajari bentuk dan ukuran
permukaan bumi, menentukan posisi (koordinat) titik-titik, panjang, dan arah garis permukaan bumi,
termasuk mempelajari medan gravitasi bumi. Ilmu geodesi, mencakup:
1. Geodesi geometris: membahas bentuk & ukuran bumi
2. Geodesi fisik: membahas masalah medan gaya berat bumi juga menentukan bentuk bumi)
Terminologi datum, proyeksi, dan sistem koordinat yangg dikembangkan, digunakan untuk
mendeskripsikan bentuk permukaan bumi beserta posisi dan lokasi geografis unsur-unsur permukaan
bumi yg menarik perhatian bagi manusia, untyk keperluan survei, pemetaan dan navigasi.
“Gambaran” atau geometrik bumi telah berevolusi dari abad-ke-abad hingga menjadi lebih baik
(mendekati bentuk fisik sebenarnya), mulai dari model bumi sebagai bidang datar seperti cakram hingga
ellips putar (ellipsoid), seperti berikut:
1. Tiram / oyster atau cakram yang terapung di permukaan laut (konsep bumi dan alam
semesta menurut bangsa Babilon 2500 tahun SM).
2. Lempeng datar (Hecateus, bangsa Yunani kuno pada 500 SM).
3. Kotak persegi panjang (anggapan para Geograf Yunani kuno pada 500 SM – awal 400 SM)
4. Piringan lingkaran atau cakram (bangsa Romawi)
5. Bola (bangsa Yunani kuno: Pythagoras (495 SM), Aristoteles membuktikan bentuk bola bumi
dgn 6 argumennya (340 SM), Archimedes (250 SM), Erastothenes (250 SM).
6. Buah jeruk asam / lemon (J. Cassini (1683 – 1718))
7. Buah jeruk manis / orange (ahli fisika: Hyugens (1629 – 1695) dan
8. Isac Newton (1643 – 1727)
9. Ellips Putar (french academy of sciences (didirikan pd 1666)
Hasil pengamatan terakhir ini yang membuktikan bahwa model geometrik yangg paling tepat untuk
merepresentasikan bentuk bumi adalah ellipsoid (ellips putar). Hasil ini banyak terbukti sejak abad 19
hingga 20 (oleh Everest, Bessel, Clarke, Hayford, hingga U.S Army Map Service). Model bumi ellipsoid ini
sangat diperlukan untuk perhitungan jarak dan arah (sudut jurusan) yang akurat dengan jangkauan yang
sangat jauh, contohnya receiver GPS. Bentuk bumi ellipsoid ini bukanlah bentuk bentuk bumi yang
teratur, tapi bentuk dan ukuran dilihat dari permukaan air laut rata-rata (Geoid).
Gambar 1 Kita menganggap bentuk bumi itu bulat (sphere)
Gambar 2 Sebenarnya bentuk bumi adalah spheroid (ellipsoid), radius pada equator sedikit lebih
besar dari kutub-kutub
Geodesi geometris berfungsi untuk menentukan koordinat titik-titik, jarak, dan arah di permukaan bumi.
Sehingga diperlukan adanya suatu bidang sebagai referensi hitungan karena permukaan bumi yang tidak
rata/teratur, maka tidak dapat dijadikan sebagai bidang (referensi) hitungan geodesi. Agar bisa untuk
kebutuhan hitungan, maka permukaan fisik bumi diganti dengan permukaan yang teratur, dengan
bentuk dan ukuran yang mendekati bumi, dalam hal ini dipilih bidang permukaan yang mendekati
bentuk dan ukuran geoid, karena memiliki bentuk yang sangat mendekati geometri ellips-putar dengan
sumbu pendek sebagai sumbu putar yang berimpit dengan sumbu putar bumi. Geoid adalah bentuk dan
ukuran permukaan bumi yg diambil dari permukaan air laut rata-rata dalam keadaan tenang.
Geodesi (Geodesy) adalah ilmu untuk menentukan ukuran dan bentuk bumi (termasuk variasi
sementara) menggunakan parameter utama dari jarak, waktu dan gravitasi. Geodesi juga adalah salah
satu ilmu tertua, dengan sejarah lebih dari dua ribu tahun yang lalu, pengukuran konvensional sebagian
besar berhubungan dengan pengukuran tanah (jarak dan pengukuran arah) dan pengamatan gravitasi
(untuk menentukan geoid, sebagai referensi ketinggian).
Perkebangan teknologi satelit, radio, dan komputer telah membawa berubah besar sehingga
memungkinkan Geodesi masuk ke cabang ilmu-ilmu bumi lainnya, dengan pengukuran presisi dan
akurat dapat penentuan variasi tinggi muka laut, deformasi kerak, gerakan lempeng tektonik, lapisan
ketinggian es, variasi rotasi bumi, dan fenomena geodynamical lainnya dengan detail yang belum pernah
terjadi sebelumnya.
Geodesi Kontemporer dengan memanfaatkan pemodelan matematika untuk: penelitian fisika,
astrometri, ilmu komputer, dan analisis statistik untuk membantu dalam pemahaman tentang arus laut,
kenaikan permukaan laut, siklus hidrologi di dunia, kondisi atmosfer, perubahan iklim global, post-glacial
rebound, dan deformasi kerak lainnya, particuarly yang berkaitan dengan bencana alam, seperti gempa
bumi, gunung berapi, dan banjir. Dalam aplikasi ilmu bumi ini, akurat koordinat referensi, model
gravitasi global (referensi tinggi), dan waktu yang tepat adalah hal yang sangat penting dan mendasar.
Geodesi, melanjutkan tradisi untuk menentukan semua datums nasional dan internasional dan sistem
rujukan yang diperlukan untuk membangun kontrol posisi tiga dimensi jaringan regional dan global poin
terestrial . Beberapa prinsip dan teknik geodesi juga menemukan aplikasi dalam studi tentang Bulan dan
planet-planet lainnya.
Proyeksi Universal Tranverse Mercator (UTM)
Peta merupakan gambaran permukaan bumi dalam skala yang lebih kecil pada bidang datar. Suatu peta
‘idealnya’ harus dapat memenuhi ketentuan geometric sebagai berikut :
1. Jarak antara titik yang terletak diatas peta harus sesuai dengan jarak sebenarnya di permukaan
bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta).
2. Luas permukaan yang digambarkan di atas peta harus sesuai dengan luas sebenarnya di
permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta).
3. Besar sudut atau arah suatu garis yang digambarkan di atas peta harus sesuai dengan besar
sudut atau arah sebenarnya di permukaan bumi.
4. Bentuk yang digambarkan di atas peta harus sesuai dengan bentuk yang sebenarnya
dipermukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta).
Skala peta ialah perbandingan jarak antara dua titik peta dengan jarak yang sebenarnya di
lapangan secara mendatar. Skala peta berfungsi sebaik memberi keterangan mengenai besarnya
pengecilan atau redusi peta tersebut dari yang sesungguhnya.
Pada daerah yang relatif kecil (30km x 30 km) permukaan bumi diasumsikan sebagai bidang datar,
sehingga pemetaan daerah tersebut dapat dilakukan tanpa proyeksi peta dan tetap memenuhi semua
persyaratan geometrik. Namun karena permukaan bumi secara keseluruhan merupakan permukaan
yang melengkung, maka pemetaan pada bidang datar tidak dapat dilakukan dengan sempurna tanpa
terjadi perubahan (distorsi) dari bentuk yang sebenarnya sehingga tidak semua persyaratan geometrik
peta yang ‘ideal’ dapat dipenuhi.
1. Pengertian Proyeksi Peta
Proyeksi Peta adalah prosedur matematis yang memungkinkan hasil pengukuran yang dilakukan di
permukaan bumi fisis bisa digambarkan di atas bidang datar (peta). Karena permukaan bumi fisis
tidak teratur maka akan sulit untuk melakukan perhitungan-perhitungan langsung dari pengukuran.
Untuk itu diperlukan pendekatan secara matematis (model) dari bumi fisis tersebut. Model
matematis bumi yang digunakan adalah ellipsoid putaran dengan besaran-besaran tertentu. Maka
secarama tematis proyeksi peta dilakukan dari permukaan ellipsoid putaran ke permukaan bidang
datar.
Gambar 1 Proyeksi peta dari permukaan bumi ke bidang datar
Gambar 2 Koordinat Geografis dan Koordinat Proyeksi
Proyeksi peta diperlukan dalam pemetaan permukaan bumi yang mencakup daerah yang cukup luas
(lebih besar dari 30 km x 30 km) dimana permukaan bumi tidak dapat diasumsikan sebagai bidang datar.
Dengan sistem proyeksi peta, distorsi yang terjadi pada pemetaan dapat direduksi sehingga peta yang
dihasilkan dapat memenuhi minimal satu syarat geometrik peta ‘ideal’.
2. Klasifikasi dan Pemilihan Proyeksi Peta
Proyeksi peta dapat diklasifikan menurut bidang proyeksi yang digunakan,posisi sumbu simetri
bidang proyeksi, kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi, dan ketentuan geometric yang
dipenuhi.
2.1 Menurut Bidang Proyeksi yang Digunakan
Bidang proyeksi adalah bidang yang digunakan untuk memproyeksikan gambaran permukaan
bumi. Bidang proyeksi merupakan bidang yang dapat didatarkan. Menurut bidang proyeksi yang
digunakan, jenis proyeksi peta adalah:
1. Proyeksi Azimuthal
Bidang proyeksi yang digunakan adalah bidang datar. Sumbu simetri dari proyeksi ini adalah
garis yang melalui pusat bumi dan tegak lurus terhadap bidang proyeksi.
2. Proyeksi Kerucut (Conic)
Bidang proyeksi yang digunakan adalah kerucut.Sumbu simetri dari proyeksi ini adalah
sumbu dari kerucut yang melalui pusat bumi.
3. Proyeksi Silinder (Cylindrical)
Bidang proyeksi yang digunakan adalah silinder. Sumbu simetri dari proyeksi ini adalah
sumbu dari silinder yang melalui pusat bumi.
Gambar 3 Jenis bidang proyeksi peta
2.2 Menurut Posisi Sumbu Simetri Bidang Proyeksi yang Digunakan
Menurut posisi sumbu simetri bidang proyeksi yang digunakan, jenis proyeksi peta adalah:
1. Proyeksi Normal (Polar)
Sumbu simetri bidang proyeksi berimpit dengan sumbu bumi.
2. Proyeksi Miring(Oblique)
Sumbu simetri bidang proyeksi membentuk sudut terhadap sumbu bumi .
3. Proyeksi Transversal (Equatorial)
Sumbu simetri bidang proyeksi tegak lurus terhadap sumbu bumi.
Tabel 1 Jenis Proyeksi Peta Menurut Bidang Proyeksi dan Posisi Sumbu Simetrinya
2.3 Menurut Kedudukan Bidang Proyeksi Terhadap Bumi
Ditinjau dari kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi, proyeksi peta dibedakan menjadi :
1. Proyeksi Tangent (Menyinggung)
Apabila bidang proyeksi bersinggungan dengan permukaan bumi
2. Proyeksi Secant (Memotong)
Apabila bidang proyeksiberpotongan denganpermukaan bumi
Gambar 4 Kedudukan Bidang Proyeksi Terhadap Bumi
2.4 Menurut Ketentuan Geometrik yang Dipenuhi
Menurut ketentuan geometrik yang dipenuhi, proyeksi peta dibedakan menjadi :
1. Proyeksi Ekuidistan
Jarak antara titik yang terletak diatas peta sama dengan jarak sebenarnya dipermukaan
bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta).
2. Proyeksi Konform
Besar sudut atau arah suatu garis yang digambarkan di atas peta sama dengan besar sudut
atau arah sebenarnya di permukaan bumi, sehingga dengan memperhatikan faktor skala
peta bentuk yang digambarkan di atas peta akan sesuai dengan bentuk yang sebenarnya di
permukaan bumi.
3. Proyeksi Ekuivalen
Luas permukaan yang digambarkan di atas peta sama dengan luas sebenarnya di permukaan
bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta).
3. Pemilihan Proyeksi Peta
Dalam pemilihan proyeksi peta yang akan digunakan, terdapat beberapa hal yang harus
dipertimbangkan, yaitu:
1. Tujuan penggunaan dan ketelitian peta yang diinginkan.
2. Lokasi geografis dan luas wilayah yang akan dipetakan.
3. Ciri-ciri asli yang ingin dipertahankan atau syarat geometrik yang akan dipenuhi.
Dalam melakukan pemilihan proyeksi peta sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Pemetaan topografi suatu wilayah memanjang dengan arah barat-timur, umumnya
menggunakan proyeksi kerucut, normal, konform, dan menyinggung di titik tengah wilayah yang
dipetakan. Proyeksi seperti ini dikenal sebagai proyeksi LAMBERT.
2. Pemetaan dengan wilayah yang memanjang dengan arah utara-selatan, umumnya menggunakan
proyeksi silinder, transversal, konform, dan menyinggung meridian yang berada tepat di tengah
wilayah pemetaan tersebut. Proyeksi ini dikenal dengan proyeksi Tranverse Mercator (TM) atau
Universal Tranverse Mercator (UTM).
3. Pemetaan wilayah di sekitar kutub, umumnya menggunakan proyeksi azimuthal, normal,
konform. Proyeksi ini dikenal sebagai proyeksi stereografis.
4. Proyeksi Peta yang Umum Dipakai di Indonesia
4.1 Proyeksi Polyeder
Proyeksi Polyeder adalah proyeksi kerucut normal konform. Pada proyeksi ini, setiap bagian
derajat dibatasai oleh dua garis paralel dan dua garis meridian yang masing-masing berjarak 20 .′
Diantara kedua paralel tersebut terdapat garis paralel rata-rata yang disebut sebagai paralel
standar dan garis meridian rata-rata yang disebut meridian standar. Titik potong antara garis
paralel standar dan garis meridian standar disebut sebagi ‘titik nol’ (ϕ0, λ0) bagian derajat
tersebut. Setiap bagian derajat proyeksi Polyeder diberi nomor dengan dua digit angka. Digit
pertama yang menggunakan angka romawi menunjukan letak garis parallel standar (ϕ0)
sedangkan digit kedua yang menggunakan angka arab menunjukan garis meridian standarnya
(λ0). Untuk wilayah Indonesia penomoran bagian derajatnya adalah :
1. Paralel standar : dimulai dari I (ϕ0=6°50 LU) sampai LI (ϕ0=10°50 LU) ′ ′2. Meridian standar : dimulai dari 1(λ0=11°50 BT) sampai 96 (λ0=19°50 BT) ′ ′Proyeksi Polyeder beracuan pada Ellipsoida Bessel 1841 dan meridian nol Jakarta
(λjakarta=106°48 27 ,79 BT)′ ′′
Gambar 5 Bagian derajat Proyeksi Polyeder
4.2 Proyeksi Tranverse Mercator
Proyeksi Tranverse Mercator adalah proyeksi yang memiliki ciri-ciri silinder, tranversal, conform
dan menyinggung. Pada proyeksi ini secara geografis silindernya menyinggung bumi pada
sebuah meridian yang disebut meridian sentral. Pada meridian sentral, faktor skala (k) adalah 1
(tidak terjadi distorsi). Perbesaran sepanjang meridian akan semakin meningkat pada meridian
yang semakin jauh dari meridian sentral ke arah timur maupun kearah barat. Perbesaran
sepanjang parallel semakin akan meningkat pada lingkaran paralel yang semakin mendekati
equator. Dengan adanya distorsi yang semakin membesar, maka perlu diusahakan untuk
memperkecil distorsi dengan membagi daerah dalam zone-zone yang sempit (daerah pada
muka bumi yang dibatasi oleh dua meridian).
Lebar zone proyeksi TM biasanya sebesar 3º. Setiap zone mempunyai meridian sentral sendiri.
Jadi seluruh permukaan bumi tidak dipetakan dalam satu silinder.
4.3 Proyeksi Universal Tranverse Mercator (UTM)
Universal Transverse Mercator sistem koordinat dikembangkan oleh Amerika Serikat Army
Corps of Engineers pada 1940-an. Sistem ini didasarkan pada model yang ellipsoidal Bumi. Untuk
daerah di Amerika Serikat berbatasan , yang Clarke 1866 ellipsoid digunakan. Untuk daerah sisa
Bumi, termasuk Hawaii, ellipsoid Internasional digunakan. Saat ini, WGS84 ellipsoid digunakan
sebagai model yang mendasari Bumi dalam sistem koordinat UTM.
Sebelum pengembangan sistem Transverse Mercator koordinat Universal, beberapa negara
Eropa menunjukkan utilitas berbasis grid peta konformal dengan pemetaan wilayah mereka
selama periode antar perang. Menghitung jarak antara dua titik pada peta ini dapat dilakukan
lebih mudah di lapangan (dengan menggunakan teorema Pythagoras ) daripada yang dinyatakan
mungkin menggunakan rumus trigonometri yang diperlukan dalam sistem graticule berbasis
lintang dan bujur . Dalam pasca-perang, konsep-konsep ini diperluas ke Universal Transverse
Mercator / Universal Polar stereografik (UTM / UPS) sistem koordinat, yang merupakan sistem
(atau universal) global berbasis grid peta. Melintang proyeksi Mercator adalah varian dari
proyeksi Mercator , yang awalnya dikembangkan oleh Flemish geografer dan kartografer
Gerardus Mercator , pada tahun 1570. Proyeksi ini konformal , sehingga mempertahankan sudut
dan mendekati bentuk tetapi selalu mendistorsi jarak dan daerah. UTM melibatkan non-linear
scaling di kedua Easting dan Northing untuk memastikan peta proyeksi ellipsoid adalah
konformal.
Proyeksi UTM adalah proyeksi peta yang terkenal dan sering digunakan. UTM merupakan
proyeksi silinder yang mempunyai kedudukan transversal, serta sifat distorsinya conform.
Bidang silinder memotong bola bumi pada dua buah meridian yang disebut meridian
standar dengan faktor skala 1. Lebar zone 6° dihitung dari 180° BT dengan nomor zone 1
hingga ke 180°BT dengan nomor zone 60. Tiap zone mempunyai meridian tengah sendiri.
Perbesaran di meridian tengah = 0,9996. Batas paralel tepi atas dan tepi bawah adalah 84°
LU dan 80° LS.
Perbedaan proyeksi UTM dengan proyeksi lainnya terletak pada koordinatnya. Proyeksi lain
mengenal koordinat negatif sedangkan proyeksi UTM tidak mengenal koordinat negatif.
Dengan dibuatnya koordinat semu, maka semua koordinat dalam sistem proyeksi UTM
mempunyai angka positif. Koordinat semu di (0, 0) adalah + 500.000 m dan + 0 m untuk
wilayah di sebelah utara ekuator atau + 10.000.000 m untuk wilayah disebelah ekuator.
Keunggulan sistem UTM adalah
1. Setiap zone memiliki proyeksi simetris sebesar 6°,
2. Rumus proyeksi UTM dapat digunakan untuk transformasi zone diseluruh dunia,
3. distorsi berkisar antara 40 cm/ 1.000 m dan 70 cm/ 1.000 m
Sifat-sifat graticule dalam Proyeksi UTM:
1. Garis melengkung yang berarah utara-selatan adalah garis proyeksi meridian.
2. Garis proyeksi meridian tengah (central meridian) berupa garis lurus.
3. Garis proyeksi meridian lainnya akan melengkung ke arah meridian tengah.
4. Garis melengkung yang berarah barat-timur adalah garis proyeksi paralel.
5. Garis proyeksi paralel yang berada di sebelah utara ekuator akan melengkung ke arah
proyeksi kutub utara.
6. Garis proyeksi paralel yang berada di sebelah selatan ekuator akan melengkung ke arah
proyeksi kutub selatan.
7. Garis proyeksi lingkaran ekuator berupa garis lurus berarah barattimur.
8. Jarak antara dua garis proyeksi meridian yang berurutan adalah tetap untuk suatu lintang
tertentu, tetapi berubah-ubah untuk setiap perubahan lintang.
9. Jarak antara dua garis proyeksi paralel yang berurutan tidak tetap.
10. Semua koordinat geodetis dihitung terhadap meridian Greenwich sebagai bujur nol dan
terhadap lingkaran ekuator sebagai lintang nol.
1. Lembar Peta Global
Penomoran setiap lembar bujur 6° dari 180° BB 180° SBT menggunakan angka 1-60.
Penomoran setiap lembar arah paralel 80°-84° LU menggunakan huruf C X dengan
tidak menggunakan huruf I dan O. Selang setiap 8° mulai 8°LS 72° LU atau C W.
2. Lembar Peta UTM di Indonesia
Aplikasi UTM untuk Indonesia adalah dengan membagi Indonesia ke dalam sembilan
zone UTM. Dimulai dari meridian 90° BT hingga 144° BT, mulai dari zone 46 (meridian
sentral 93° BT hingga zone 54 (meridian sentral 141°).
3. Lembar Peta UTM Skala 1 : 25.000 di Indonesia
Ukuran satu lembar peta skala 1 : 25.000 adalah 7 1/2 x 7 1/2.
Satu lembar peta skala 1 : 50.000 dibagi menjadi empat
Bagian lembar pada skala 1 : 25.000.
Penomoran menggunakan huruf kecil a, b, c, d dimulai dari pojok kanan atas searah
jarum jam.
Aplikasi UTM untuk Indonesia adalah dengan membagi Indonesia kedalaman 9 zone
UTM, dimulai dari meridian 90°BT hingga 144°, mulai dari zone 46 (Meridian
sentral 93°BT) hingga zone 54 (meridian sentral 141°BT).
Proyeksi UTM adalah proyeksi yang memiliki mercator yang memiliki sifat-sifat khusus. Sifat-
sifat khusus yang dimiliki oleh proyeksi UTM adalah:
1. Proyeksi : Transvere Mercator dengan lebarzone 6°.
2. Sumbu pertama (ordinat/ Y): Meridiansentraldari tiap zone
3. Sumbu kedua (absis / X) : Ekuator
4. Satuan : Meter
5. Absis Semu (T) : 500.000 meterpada Meridian sentral
6. Ordinat Semu (U) : 0 meter di Ekuator untuk belahan bumi bagian Utara dan 10.000.000
meterdi Ekuator untuk belahan bumi bagian Selatan
7. Faktor skala : 0,9996 (pada Meridian sentral)
8. Penomoran zone : Dimulai denganzone1 dari 180°BB s/d 174° BB,Tzone 2 dari
174°BBs/d168° BB, dan seterusnya sampai zone 60 yaitu dari 174°B s/d 180°BT.
9. Batas Lintang : 84°LUdan80°LS dengan lebar lintanguntuk masing-masing zoneadalah 8°,
kecuali untuk bagian lintang X yaitu 12°.
10. Penomoran bagian derajat lintang : Dimulai dari notasi C , D, E, F sampai X (notasi huruf I
dan O tidak digunakan).
Proyeksi Mercator merupakan proyeksi silinder normal konform, dimana seluruh muka bumi
dilukiskan pada bidang silinder yang sumbunya berimpit dengan bola bumi, kemudian silindernya dibuka
menjadi bidang datar.
Gambar 6 Proyeksi UTM
Alasan mengapa kita tetap mempertahankan dan mengembangkan proyeksi Mercator dapat dilihat
dari sifat-sifat yang dimiliki oleh sistem proyeksi tersebut. Sifat-sifat graticule dalam proyeksi
Mercator yaitu:
1. Garis proyeksi meridian dan parallel berupa garis lurus
2. Interval jarak antara 2 garis meridian yang berurutan adalah sama/tetap sehingga pada
proyeksi mercator tidak terdapat konvergensi meridian dan pada ekuator pembagian vertikal
benar menurut skala.
3. Interval jarak antara 2 garis paralel tidak sama, yaitu interval jarak membesar semakin
menjauh dari ekuator, baik ke arah kutub selatan maupun utara,.
4. Hasil proyeksi adalah baik dan betul untuk daerah dekat ekuator, tetapi distorsi makin
membesar bila makin dekat dengan kutub.
5. Proyeksi meridian Jakarta sebagai meridian nol
6. Semua koordinat geodetic yang dihitung terhadap meridian Jakarta akan diberi notasi BJ
(Barat Jakarta) dan TJ (Timur Jakarta) di belakang nilai bujur serta lintang.
Dari sifat-sifat tersebut dapat diketahui bahwa proyeksi Mercator sangat baik untuk
menggambarkan daerah equator, dengan kondisi geografi negara Indonesia yang membujur di
sekitar Garis Katulistiwa atau garis lingkar Equator dari Barat sampai ke Timur yang relatif
seimbang sehingga sistem proyeksi Mercator adalah yang paling ideal karena memberikan hasil
dengan distorsi minimal. Selain itu, seluruh wilayah Indonesia dapat dipetakan dalam suatu sistem
koordinat, yaitu :
1. Sumbu X : Ekuator
2. Sumbu Y : Meridian Jakarta (bujur jakarta = 106° 48’ 27,79” timur Greenwich)
3. Titik Nol : Perpotongan meridian Jakarta dengan Ekuator
4. Absis X : Positif, di sebelah Timur Jakarta
5. Ordinat Y : Positif, di sebelah Utara Jakarta
6. Faktor skala di equator : 1
7. Satuan : meter
Sistem proyeksi ini lebih mudah digunakan untuk menggambarkan wilayah Indonesia karena
menggunakan meridian Jakarta sebagai meridian nol dan satuan yang digunakan meter sehingga kita
dapat mengetahui lokasi dan jarak dengan lebih mudah. Dengan factor skala di equator sama dengan 1
maka distorsi yang terjadi kecil sehingga dapat menggambarkan daerah dengan lebih baik karena
Indonesia terletak di sekitar equator.
Sistem proyeksi yang secara resmi dipakai di Indonesia adalah sistem Proyeksi Universal Tranvers
Mercator (UTM). Proyeksi UTM ini merupakan pengembangan dari proyeksi yang dikemukakan oleh
Mercator. Proyeksi UTM ini hampir sama dengan proyeksi Mercator, yakni sama-sama menggunakan
bidang proyeksi silinder dengan posisi sumbu tegak lurus dengan sumbu Bumi dan baik untuk
menggambarkan daerah equator. Perbedaan UTM dengan Mercator antara lain, dari persinggungannya
proyeksi UTM memotong bidang proyeksi (secantial)sehingga daerah kutub utara maupun selatan tidak
tergambarkan, garis proyeksi meridiannya berupa garis lengkung yang menghadap ke meridian tengah,
garis proyeksi parallel berupa garis lengkung yang menghadap ke arah proyeksi kutub utara untuk yang
berada di belahan Bumi utara dan menghadap ke proyeksi kutub selatan untuk yang berada di Bumi
belahan selatan, dan semua koordinat geodetic dihitung terhadap Meridian Greenwich sebagai bujur nol
dan terhadap lingkaran equator sebagai lintang nol. Proyeksi UTM ini sudah berlaku universal. Sistem
proyeksi ini telah dibakukan oleh BAKOSURTANAL sebagai sistem Proyeksi Pemetaan Nasional. Proyeksi
UTM ini digunakan karena beberapa faktor, yaitu:
1. Kondisi geografi negara Indonesia membujur disekitar Garis Katulistiwa atau garis lingkar
Equator dari Barat sampai ke Timur yang relatif seimbang.
2. Untuk kondisi seperti ini, sistim proyeksi Tranvers Mercator/Silinder Melintang Mercator adalah
paling ideal (memberikan hasil dengan distorsi minimal).
3. Dengan pertimbangan kepentingan teknis maka dipilih sistim proyeksi Universal Transverse
Mercator yang memberikan batasan luasan bidang 6º antara 2 garis bujur di elipsoide yang
dinyatakan sebagai Zone.
Ciri dari Proyeksi UTM adalah :
1. Proyeksi bekerja pada setiap bidang Elipsoide yang dibatasi cakupan garis meridian dengan
lebar 6º yang disebut Zone.
ZONE : Penomoran Zone merupakan suatu kesepakatan yang dihitung dari Garis Tanggal
Internasional (IDT) pada Meridian 180º Geografi ke arah Barat - Timur, Zone 1 = (180ºW
sampai dengan 174ºW). Wilayah Indonesia dilingkup oleh Zone 46 sampai dengan Zone 54
dengan kata lain dari Bujur 94º E(ast) sampai dengan 141 E(ast)
2. Proyeksi garis Meridian Pusat (MC) merupakan garis lurus vertical pada tengah bidang
proyeksi.
3. Proyeksi garis lingkar Equator merupakan garis lurus horizontal di tengah bidang Proyeksi.
4. Grid merupakan perpotongan garis-garis yang sejajar dengan dua garis proyeksi pada butir 2
dan 3 dengan interval sama. Jadi, garis pembentuk grid bukan hasil proyeksi dari garis
Bujur atau garis Lintang Elipsoid (kecuali garis Meridian Pusat dan Equator).
5. Faktor skala garis (scale factor) di Pusat peta adalah 0.9996, artinya garis horizontal di tanah
pada ketinggian muka air laut, sepanjang 1 km akan diproyeksikan sepanjang 999.6 m pada
Peta. Catatan : Faktor skala tidak sama dengan skala peta.
6. Penyimpangan arah garis meridian terhadap garis utara Grid di Meridian Pusat = 0º, atau
garis arah Meridian yang melalui titik diluar Meridian Pusat tidak sama dengan garis arah
Utara Grid Peta, simpangan ini disebut Konfergensi Meridian. Dalam luasan dan skala tertentu
tampilan simpangan ini dapat diabaikan karena kecil (tergantung posisi terhadap garis
Ekuator).
Sebagai ciri hasil proyeksi UTM ini pada sebuah peta, yaitu terdapatnya garis lintang (Latitude) dan garis
bujur (Longitude). Keuntungan peta ini adalah menggunakan sistem koordinat global (seluruh dunia)
sehingga apabila kita menggambarkan suatu daerah yang diketahui Latitude dan Longitude-nya maka
apabila kita mau menggabungkan satu peta dengan peta yang lainnya tidak akan sulit. Berikut akan
dijelaskan mengenai sistem proyeksi ini.
Pada sistem proyeksi ini didefinisikan posisi horizontal dua dimensi (x,y) utm dengan menggunakan
proyeksi silinder, transversal, dan konform yang memotong bumi pada dua meridian standard. Seluruh
permukaan bumi, dalam sistem koordinat ini, dibagi menjadi 60 bagian yang disebut sebagai zone UTM.
Setiap zone ini dibatasi oleh dua meridian sebesar 6° dan memiliki meridian tengah sendiri. Sebagai
contoh, zone 1 dimulai dari 180° BB hingga 174°BB, zone 2 dari 174°BB hingga 168°BB, terus ke arah
timur hingga zone 60 yang dimulai dari 174°BT hingga 180°BT. Batas lintang di dalam sistem koordinat
ini adalah 80° LS hingga 84° LU. Setiap bagian derajat memiliki lebar 8° yang pembagiannya dimulai dari
80° LS ke arah utara. Bagian derajat dari bawah (LS) dinotasikan dimulai dari C,D,E,F, hingga X (tetapi
huruf I dan O tidak digunakan). Jadi, bagian derajat 80° LS hingga 72° LS diberi notasi C, 72° LS hingga 64°
LS diberi notasi D, 64° LS hingga 56° LS diberi notasi E, dan seterusnya.
Gambar 7 Universal Transverse Mercator (UTM) System
Setiap zone UTM memiliki sistem koordinat sendiri dengan titik nol sejati pada perpotongan antara
meridian sentralnya dengan ekuator. Dan, untuk menghindari koordinat negatif, meridian tengah diberi
nilai awal absis (x) 500.000 meter. Untuk zone yang terletak di bagian selatan ekuator (LS), juga untuk
menghindari koordinat negatif, ekuator diberi nilai awal ordinat (y) 10.000.000 meter. Sedangkan untuk
zone yang terletak dibagian utara ekuator, ekuator tetap memiliki nilai ordinat 0 meter.
Gambar 8 Salah Satu Zona UTM
Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, mulai dari meridian 90° BT hingga meridian 144° BT
dengan batas paralel (lintang) 11° LS hingga 6°LU. Dengan demikian, wilayah Indonesia dimulai dari zone
46 (meridian sentral 93° BT) hingga zone 54 (meridian sentral 141° BT).
Gambar 9 Satuan Ukuran UTM
4.4 Proyeksi Tranverse Mercator 3°(TM-3°)
Proyeksi TM-3°adalah proyeksi yang memiliki mercator yang memiliki sifat-sifat khusus. Sifat-
sifat khusus yang dimiliki oleh proyeksi TM-3°adalah:
1. Proyeksi : Transverse Mercatordengan lebar zone 3°
2. Sumbu pertama (ordinat/ Y) : Meridiansentraldari tiap zone
3. Sumbu kedua (absis / X) : Ekuator
4. Satuan : Meter
5. Absis Semu (T) : 200.000 meter + X
6. Ordinat Semu(U) : 1.500.000 meter + Y
7. Faktor skala : 0,9999 (pada Meridian sentral)
8. Penomoran zone : Dimulai dengan zone 46.2dari 93°BT s/d 96°BT, zone 47.1 dari
96°BTs/d 99°BT, zone 47.2 dari 99°BT s/d 102°BT, zone 48.1dari 102°BT s/d 105° BT dan
seterusnya sampai zone 54.1 dari 138°BT s/d 141°BT
9. Batas Lintang : 6°LUdan 11°LS
10. Proyeksi TM-3°digunakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Proyeksi ini beracuan pada
Ellipsoid World GeodeticSystem1984 ( WGS ‘84) yang kemudia disebut sebagai Datum
Geodesi Nasional 1995(DGN ‘95)
Tabel 2 Daftar Zone Proyeksi UTMdan TM-3° untuk Wilayah Indonesia