Post on 12-Jan-2017
m Irwedia pustaka
Oleh: Murniaty
P: y:m €iM%5iM mimt y ^ V in
: i IJ :: • :::iiillisiii© Pustakawan diAsiaTenggara
Pendahuluan Indonesia akan menjadi tuan
rumah Kongres Pustakawan se-
Asia Tenggara ke-15 (CONSAL XV)
yang akan diadakan di Denpasar,
Bali pada tanggal 28 - 31 Mei
2012. Pada kongres tersebut
akan berkumpul pustakawan
se-Asia Tenggara untuk
menginformasikan berbagai hal
terbaru di dunia perpustakaan
dan kepustakawanan. Kegiatan
ini dapat dijadikan sebagai ajang
promosi bidang perpustakaan
di Indonesia sekaligus ajang
promosi kesenian dan budaya
Indonesia. Namun, sayangnya
pertemuan para pustakawan
biasanya luput dari perhatian
masyarakat umumnya dan media
massa khususnya. Padahal peran
pustakawan dan perpustakaan
bagi masyarakat sangat penting,
jika dibandingkan dengan profesi
lain, seperti dokter misalnya,
sehingga apabila terdapat
pertemuan Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) pasti akan banyak
dipublikasikan oleh media massa.
CONSAL {Congress of
Southeast Asian Librarians)
merupakan kongres pustakawan
se-Asia Tenggara yang diadakan
setiap 3 tahun sekali dan
diselenggarakan secara bergilir
di masing-masing negara
anggota, khususnya negara-
negara ASEAN seperti Indonesia,
Malaysia, Singapura, Thailand,
Filipina, Kamboja, Vietnam, Laos,
Myanmardan Brunei Darussalam.
Dalam setiap kongres yang
di adakan di masing-masing
negara anggota, biasanya yang
menjadi tuan rumah/panitia
adalah Perpustakaan Nasional
dan Ikatan/Asosiasi Profesi
Pustakawan yang ada pada
masing-masing negara anggota.
Di Indonesia sendiri kegiatan
ini ditangani oleh Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia
bersama-sama dengan Ikatan
Pustakawan Indonesia (IPI).
CONSAL sebagai ajang
pertemuan para pustakawan
di Asia Tenggara merupakan
sarana yang tepat untuk
mengadakan tukar pengalaman
dan tukar pikiran dalam
mengembangkan pengetahuan
tentang perpustakaan dan
profesi pustakawan serta
mengantisipasi perkembangan
dunia perpustakaan dan
kepustakawanan di masa
depan. Selain kegunaannya
bagi perkembangan dunia
perpustakaan dan profesi
pustakawan, kongres ini juga
dapat memberi sumbangan
kepada bertambah eratnya saling
pengertian dan persahabatan
serta kerjasama saling bermanfaat
antara bangsa-bangsa di kawasan
Asian Tenggara.
Sejakdi mulainya Kongres
Pustakawan se-Asia Tenggara
yang pertama di Singapura pada
tanggal 1 4 - 16Agustus 1970
sampai dengan yang terakhir
Kongres ke 14 yang diadakan
di Vietnam pada tanggal 19
- 22 April 2009, telah banyak
(Pustakawan Muda Pada Perpustakaan USU dan Pustakawan Berprestasi Harapan I tahun 2010)
Vol. 19 No. 1 Tahun 2012 2 3
masalah-masalah dan gagasan-
gagasan yang dibicarakan yang
berkaitan dengan kemajuan
dunia perpustakaan dan profesi
pustakawan di kawasan Asia
Tenggara, khususnya negara-
negara anggota CONSAL. Tetapi
mungkin kita perlu mengkaji
apakah setelah 14 kali CONSAL
melakukan kongres banyak
manfaat yang telah didapat
dari kegiatan kongres tersebut.
Tentunya yang diharapkan oleh
semua negara peserta CONSAL,
setelah kongres ada perubahan-
perubahan yang dilakukan
dalam hal pengembangan
dunia perpustakaan dan profesi
kepustakawan di masing-masing
negara peserta.
Berdasar latar belakang
di atas maka dalam tulisan
ini penulis ingin mengetahui,
setelah pelaksanaan CONSAL XIV
sejauhmana peran CONSAL dalam
mengembangkan profesionalisme
pustakawan di Asia Tenggara.
Dari CONSAL I Sampai CONSAL XIV
Sesuai dengan jadwal kongres
yang diadakan setiap 3 tahun
sekali dan dilakukan secara bergilir
di masing-masing negara anggota,
maka setiap negara anggota
CONSAL, khususnya negara-
negara ASEAN seperti Indonesia,
Malaysia, Singapura, Thailand,
Filipina, Kamboja, Vietnam, Laos,
Myanmar dan Brunei Darussalam
sudah pernah menjadi tempat
penyelenggaraan CONSAL.
Sejak di mulainya CONSAL
yang pertama di Singapura pada
tanggal 1 4 - 1 6 Agustus 1970
sampai dengan yang terakhir
CONSAL XIV di Vietnam pada
tanggal 19 - 22 April 2009, maka
negara-negara anggota CONSAL
sudah 14 kali melakukan kongres.
Selanjutnya pada tanggal 28 -
31 Mei 2012 akan dilaksanakan
CONSAL ke XV di Indonesia (Bali).
Untuk lebih jelasnya pelaksanaan
CONSAL I sampai CONSAL XIV
dengan masing-masing tema
yang dijadikan acuan pada setiap
kongres dapat diuraikan sebagai
berikut:
• CONSAL1 Tema : Prospek Baru Untuk
Kerjasama Asia Tenggara
Lokasi: Singapura
Tanggal: 14-16 Agustus 1970
• CONSAL II Tema: Pendidikan dan
Pelatihan Perpustakaan
Lokasi: Manila, Filipina
Tanggal: 1-14 Desember 1973
• CONSAL III Tema: Perpustakaan Terpadu
dan Jasa Dokumentasi dalam
Framework NATIS
Lokasi: Jakarta, Indonesia
Tanggal: 1-5 Desember 1975
• CONSAL IV Tema: Kerjasama Regional
Untuk Pengembangan
Layanan Informasi Nasional
Lokasi: Bangkok, Thailand
Tanggal: 5-9 Juni 1978
. CONSALV Tema: Akses Informasi
Lokasi: Kuala Lumpur, Malaysia
Tanggal: 25-29 Mei 1981
• CONSAL VI Tema: Perpustakaan dalam
Revolusi Informasi
Lokasi: Singapura
Tanggal: 30 May-3 Juni 1983
• CONSAL VII Tema: Perpustakaan untuk
Pembangunan Desa di Asia
Tenggara
Lokasi: Manila, Filipina
Tanggal: 12-21 Februari 1987
• CONSALVIII Tema :Tantangan Baru Layanan
Perpustakaan di Dunia
Berkembang
Lokasi: Jakarta, Indonesia
Tanggal: 11-14 Juni 1990
• CONSAL IX Tema : Dimensi Masa Depan dan
Pengembangan Perpustakaan
Lokasi: Bangkok,Thailand
Tanggal: 2-7 Mei 1993
• CONSALX Tema: Perpustakaan di
Pengembangan Nasional
Lokasi: Kuala Lumpur, Malaysia
Tanggal: 21-25 Mei 1996
• CONSAL XI Tema : Melangkah ke Dalam
Milenium Baru :Tantangan Bagi
Perpustakaan dan
Profesional Informasi
Lokasi: Suntec City, Singapura
Tanggal: 26-28 April 2000
• CONSALXII Tema: Pemberdayaan Informasi:
Meningkatkan Pengetahuan
Lokasi: Utama Konferensi
Hall, international Convention
Centre, Bandar Sri Begawan,
Brunei Darussalam
Tanggal: 20-23 Oktober 2003
• CONSALXII I Tema: CONSALdi Persimpangan:
Tantangan Bagi Kerjasama
Regional Yang Lebih Besar
Lokasi :The Edsa Shangri-La,
Manila, Filipina
Tanggal: 25-30 Maret 2006
• CONSAL XIV Tema: Menuju Perpustakaan
Dinamis dan Layanan
Informasidi Negara-negara Asia
Tenggara
Lokasi: Hanoi, Vietnam
Tanggal: 19-24 April 2009
Vol. 19 No. 1 Tahun 2012 24
pustakawan
(Sumber: http://www.consal.org/
index.php)
Bila dilihat dari tema-tema
yang digaungkan pada setiap
kongres sebenarnya telah banyak
masalah-masalah dan gagasan-
gagasan yang dibicarakan yang
berkaitan dengan kemajuan
dunia perpustakaan dan profesi
pustakawan di kawasan Asia
Tenggara, khususnya negara-
negara anggota CONSAL.
Tetapi apakah setiap tema dan
bahasan materi kongres tersebut
kemudian diimplementasikan
oleh pustakawan di setiap
perpustakaan dari masing-
masing negara anggota CONSAL,
hal inilah yang masih harus diteliti
lebih jauh lagi.
Profesiorialisme Pustakawan Pustakawan diakui sebagai
suatu jabatan profesi dan sejajar
dengan profesi-profesi lain
seperti profesi dokter, peneliti,
guru, dosen, hakim, dan Iain-
lain. Profesi secara umum
diartikan sebagai pekerjaan.
Menurut Sulistyo-Basuki (1991)
ada beberapa ciri dari suatu
profesi seperti (1) adanya sebuah
asosiasi atau organisasi keahlian,
(2) terdapat pola pendidikan
yang jelas, (3) adanya kode etik
profesi, (4) berorientasi pada jasa,
(5) adanya tingkat kemandirian.
Karena pustakawan merupakan
suatu profesi, maka untuk
menjadi pustakawan seseorang
harus tunduk kepada ciri-ciri
profesi tersebut.
Menurut Saleh (2004): "suatu
jabatan umumnya sangat terkait
dengan masalah profesionalisme.
Istilah profesionalisme biasanya
dikaitkan dengan penguasaan
pengetahuan, keterampilan,
dan perilaku dalam mengelola
dan melaksanakan pekerjaan/
tugas dalam bidang tertentu.
Profesionalisme pustakawan
tercermin pada kemampuan
(pengetahuan, pengalaman,
keterampilan) dalam mengelola
dan mengembangkan
pelaksanaan pekerjaan di
bidang kepustakawanan
serta kegiatan terkait lainnya
secara mandiri. Kualitas hasil
pekerjaan inilah yang akan
menentukan profesionalisme
mereka. Ini artinya bahwa di
dalam melaksanakan tugas
kepustakawanannya secara
profesional maka seorang
pustakawan harus memiliki
sejumlah kompetensi, yaitu
kemampuan untuk melaksanakan
suatu tugas/ pekerjaan yang
didasari atas pengetahuan,
keterampilan dan sikap sesuai
dengan unjuk kerja yang
dipersyaratkan. Pustakawan
profesional dituntut menguasai
bidang ilmu kepustakawanan,
memiliki keterampilan dalam
melaksanakan tugas/pekerjaan
kepustakawanan, melaksanakan
tugas/pekerjaannya dengan
motivasi yang tinggi yang
dilandasi oleh sikap dan
kepribadian yang menarik, demi
mencapai kepuasan pengguna".
Lebih lanjut Saleh (2004)
mengatakan:"apabila pustakawan
Indonesia ingin bersaing di
dalam memperebutkan pasar
kerja baik di ASEAN maupun di
dunia, mau tidak mau Indonesia
harus membuat standar
kompetensi bagi pustakawan.
Standar kompetensi ini sebaiknya
mengacu kepada standar
kompetensi pustakawan yang
berlaku di negara maju seperti
Inggris dan Amerika. Standar
tersebut kemudian dijadikan
acuan dalam melakukan
sertifikasi profesi". Jadi seorang
pustakawaan yang memiliki
sertifikat profesi sebagai
pustakawan pelayanan referensi/
reference librarian misalnya, dia
akan diakui sebagai reference
librarian dimanapun ia bekerja.
Dengan demikian maka pasar
kerja pustakawan Indonesia akan
menjadi lebih luas. Sebaliknya,
standar kompetensi pustakawan
ini akan menjadi filter untuk
tenaga kerja yang akan masuk
ke Indonesia. Pustakawan
dari negara lain tidak bisa
sembarangan masuk dan bekerja
di perpustakaan-perpustakaan di
Indonesia.
Berkaitan dengan hal
tersebut, menurut Saleh
(2004) konsekuensinya adalah
pustakawan di Indonesia harus
meningkatkan kualitasnya
sehingga standar kompetensi
yang akan dibuat dapat
mendekati standar kompetensi
yang berlaku di negara maju.
Jika tidak, ada dua hal yang
akan terjadi sebagai akibat
dari diberlakukannya standar
kompetensi ini. Pertama,
jika nilai-nilai pada standar
kompetensi dibuat dengan
standar rendah agar cukup
banyak pustakawan yang
bisa lolos dalam uji sertifikasi
kompetensi. Namun karena
standarnya rendah, maka
sertifikat kita mungkin tidak
diakui di tingkat internasional.
Jika ini terjadi maka pustakawan
Indonesia sulit masuk ke negara
lain, dan sebaliknya pustakawan
dari negara lain dengan
mudahnya masuk ke Indonesia.
Kedua, nilai-nilai pada standar
kompetensi dibuat tinggi. Namun
resikonya mungkin banyak
pustakawan Indonesia yang tidak
bisa lolos dalam uji sertifikasi.
Keuntungannya, pustakawan
Indonesia bisa"laku"di negara
lain, dan pustakawan dari negara
lain dapat difilter untuk masuk ke
Indonesia.
Vol. 19 No. 1 Tahun 2012 2 5
Peran Organisasi Profesi Pustakawan dan Manfaatnya Bagi Pustakawan dan Masyarakat
Melihat begitu pentingnya
kompetensi dan profesionalisme
kepustakawanan, maka perlu
kiranya kita melihat bagaimana
peran organisasi profesi
pustakawan pada pustakawan
itu sendiri serta sejauhmana
manfaatnya bagi masyarakat pada
umumnya.
Di Indonesia organisasi
kepustakawanan disebut
dengan IPI (baca: l-Pe-l) (Ikatan
Pustakawan Indonesia). IPI sudah
berdiri sejak tahun 1973dan
diakui keberadaannya oleh
pemerintah. Selain IPI pustakawan
memiliki ISIPII (Ikatan Sarjana
llmu Perpustakaan dan Informasi
Indonesia), ATPUSI (Asosiasi
Tenaga Perpustakaan Seluruh
Indonesia), apisi (Asosiasi Pekerja
Informasi Sekolah Indonesia),
dan CONSAL (Congress of
Southeast Asian Librarians)
sebagai organisasi pustakawan
pada tingkat regional serta
IFLA [International Federation of
Library Association) pada tingkat
internasional. Adapun peran dari
organisasi profesi pustakawan
menurut Zen (2009) adalah:
1. Menjamin kompetensi profesional pustakawan.
2. Meningkatkan status profesi dengan menentukan
persyaratan, standar, dan
norma minimal pustakawan.
3. Meningkatkan mutu profesi melalui berbagai kegiatan dan
aktifitas kepustakawanan.
4. Mengawasi kegiatan dan
prilaku pustakawan dengan
kode etik, tata tertib disertai
dengan sanksi-sanksinya.
5. Memonitor peraturan
perundang-undangan yang
mempengaruhi perpustakaan
dan layanan.
6. Menciptakan, memelihara
dan mendorong manajemen
layanan perpustakaan yang
memuaskan pemustaka.
7. Meningkatkan kajian
dan penelitian bidang
perpustakaan dan informasi.
8. Melakukan kerjasama dengan
asosiasi sejenis dan badan-
badan lain, nasional atau
internasional
Sedangkan manfaat organisasi
profesi pustakawan bagi
masyarakat menurut Zen (2009)
antara lain:
1. Mendapatkan layanan
bermutu.
2. Ikut memasyarakatkan
perpustakaan.
3. Memberikan apresiasi
terhadap pustakawan.
4. Mengenal perpustakaan dan
segala kegiatannya.
Melihat begitu besarnya
peran organisasi pustakawan
dalam dunia kepustakawanan
di Indonesia maka kita perlu
mengkaji apakah IPI sebagai
organisasi profesi pustakawan di
Indonesia sudah berperan seperti
apa yang dikatakan oleh Zulfikar
Zen tersebut bagi perkembangan
dunia kepustakawanan di
Indonesia dan sudah memiliki
banyak manfaat bagi masyarakat
Indonesia pada umumnya?
Sebagai organisasi profesi
pustakawan maka tentunya
IPI diharapkan oleh para
pustakawan di Indonesia dapat
dijadikan sebagai sarana untuk
meningkatkan kompetensi
pustakawan yaitu kemampuan
(pengetahuan, pengalaman,
keterampilan) dalam mengelola
dan mengembangkan
pelaksanaan pekerjaan di bidang
kepustakawanan serta kegiatan
terkait lainnya. IPI juga harus
dapat menunjukkan jalan bagi
pengembangan karir pustakawan,
baik di tingkat nasional,
regional, maupun internasional.
Organisasi pustakawan ini
juga yang menetapkan kode
etik profesi pustakawan dan
melaksanakan sanksi atas
pelanggaran etika pustakawan.
Dalam perkembangannya
organisasi ini belumlah tampil
sebagai organisasi profesi yang
berwibawa. IPI dirasakan oleh
sebagian orang belum mandiri,
keuangan IPI masih banyak
tergantung pada subsidi dan
bantuan instansi di bidang
perpustakaan di Indonesia
(Perpustakaan Nasional Rl)
dan Badan-badan lain, baik
pemerintah maupun swasta.
Di samping itu, keterlibatan
para anggota IPI belum dapat
dilaksanakan secara optimal.
Seharusnya pustakawan sebagai
anggota IPI harus benar-benar
diberdayakan. Adapun upaya-
upaya pemberdayaan anggota
yang perlu dilakukan adalah
peningkatan kualitas anggota
dengan jalan kaderisasi anggota,
akreditasi menjadi anggota,
pelatihan, dan pendidikan dalam
arti yang luas.
Pendidikan dalam pengertian
ini bukan semata-mata
pengajaran pada anggota,
melainkan lebih dari pada
itu yaitu menumbuhkan
kepercayaan diri anggota sesuai
dengan perkembangan zaman
dan dapat menjawab tantangan
zaman, terlebih untuk mampu
bersaing dalam era informasi
dan globalisasi sekarang ini
dan dalam skala yang lebih
luas yaitu regional ataupun
internasional. Di samping itu IPI
harus memberikan kenyakinan
untuk membuka peluang agar
anggota dapat lebih berkarya
dan berpartisipasi aktif dalam
era sekarang ini, dengan
segala aktivitas, kreatifitas dan
Vol. 19 No. 1 Tahun 2012 26
ea lm«fe pustakawan
berbagai inovasi yang dapat
diimplementasikan secara nyata.
Namun pantas juga
dicatat dalam kurun waktu
perkembangannya hingga
saat ini IPI juga telah berhasil
menyelesaikan berbagai
programnya, seperti (1)
Pembentukan Pengurus Daerah
maupun Cabang di beberapa
provinsi Indonesia: (2).Membantu
memperjuangkan profesi
pustakawan sebagai tenaga
fungsional (3)Mempromosikan
perpustakaan di kalangan
masyarakat dan pemerintahan,
(4) Melakukan kerjasama dengan
organisasi lain yang terkait
dengan profesi pustakawan
dan kegiatan perpustakaan
(5). Memberikan pembinaan
terhadap anggota dengan
berbagai kegiatan ilmiah,
(6). Memberikan pembinaan
terhadap lembaga pendidikan
pustakawan, baik pendidikan
formal, nonformal dan informal,
(7) Membina hubungan
dengan I FLA, dan CONSAL, (8)
Menyelenggarakan kongres 3
tahun sekali dan terakhir adalah
(9) usaha untuk membantu
pemerintah khususnya para ahli
di bidang ilmu perpustakaan
dalam melakukan sertifikasi
pustakawan agar profesi
pustakawan dapat diakui sebagai
tenaga yang profesional dalam
menjalankan tugasnya.
Mencermati perubahan
yang semakin besar, organisasi
profesi pustakawan Indonesia
hendaknya berupaya melakukan
berbagai perbaikan dan
pengembangan layanan
terbaiknya bagi kepentingan
masyarakat secara terencana
dan berkesinambungan. Dengan
demikian organisasi profesi ini
tidak akan kehilangan arah baik
dalam rangka pengambilan
keputusan, maupun dalam
rangka meningkatkan mutu
organisasi profesi.
Peran CONSAL Dalam Meningkatkan Profesionalisme Pustakawan Di Asia Tenggara
Peningkatan kualitas profesi
pustakawan memang perlu
mendapat dukungan banyak
pihak, terutama dari pemerintah
dan masyarakat. Dukungan
dapat diberikan tidak hanya
dalam bentuk perhatian dan
dana, tetapi juga dukungan
dalam berbagai bentuk kegiatan-
kegiatan kepustakawan, baik
yang bersifat nasional, regional,
maupun internasional. Salah satu
bentuk kegiatan pustakawan
yang bersifat regional adalah
CONSAL (Congress of Southeast
Asian Librarians). CONSAL
mengadakan kongres setiap tiga
tahun sekali secara bergiliran di
masing-masing negara anggota
peserta CONSAL.Indonesia sudah
pernah menjadi tuan rumah
penyelenggara, yakni CONSAL
III pada bulan Desember 1975di
Jakarta dan CONSAL VIII pada
bulan Juni 1990. Acara tersebut
dibuka oleh Presiden Rl Soeharto.
Untuk General Congress CONSAL
XV mendatang, juga akan
diadakan di Indonesia, tepatnya
di Denpasar Bali pada bulan Mei
2012. Rencananya kongres itu
akan dibuka oleh Presiden Rl
Soesilo Bambang Yudhoyono dan
diperkirakan sekitar lima ratus
sampai seribu orang pustakawan
akan hadir di sana pada acara
puncaknya.
Kongres menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2005)
adalah: pertemuan besar para
wakil organisasi (politik, sosial,
profesi) untuk mendiskusikan
dan mengambil keputusan
mengenai pelbagai masalah.
CONSAL sebagai wadah
pertemuan Pustakawan se-
Asia Tenggara muncul karena
adanya kebutuhan bersama dari
pustakawan-pustakawan di Asia
Tenggara dalam hal perlunya
melakukan kerjasama regional
di dalam mengembangkan
dunia perpustakaan dan
kepustakawanan di antara
negara-negara anggota. Dalam
kongres ini masing-masing
negara peserta mengirimkan
delegasinya, biasanya adalah
Kepala Perpustakaan, Ikatan atau
Asosiasi Pustakawan danwakil
pustakawandari berbagai
jenis perpustakaan, untuk
mendiskusikan dan mengambil
keputusan mengenai berbagai
masalah kepustakawanan yang
ada sesuai dengan tema dari
kongres pada saat itu.
Sebagai kongres yang
berskala regional, selama ini
relatif masih belum terlihat
peran CONSAL secara
maksimal, misalnya dalam
upaya meningkatkan kuantitas
dan kualitas kepustakawanan
di Asia Tenggara. Terlebih
lagi peran CONSAL pada
masyarakat di Asia Tenggara
pada umumnya khususnya di
Indonesia. Beberapa hal yang
dapat dijadikan catatan bahwa
CONSAL belum berperan secara
maksimal dalam meningkatkan
profesionalisme pustakawan di
Asia Tenggara misalnya:
1. CONSAL sebagai kegiatan
pertemuan akbar
pustakawan se-Asia Tenggara
belum tersentuh oleh
pustakawan-pustakawan
di lapisan bawah. Selama
ini CONSAL lebih banyak
dihadiri oleh kaum elite
pustakawan, yang notabene
adalah para pejabat-pejabat
pustakawan ataupun
kepala-kepala perpustakaan
yang terkadang bukan
pustakawan. Akibatnya
Vol. 19 No. 1 Tahun 2012 2 7
seringkali kegiatan kongres
yang diadakan setiap 3 tahun
sekali banyaktidakdiketahui
oleh pustakawan-pustakawan
di lapisan bawah. Demikian
juga dengan hasil-hasil
keputusan dari forum CONSAL
juga seringkali tidak diketahui
oleh para pustakawan di
lapisan bawah. Seharusnya
CONSAL dapat menjadi
jembatan perantara dalam
meningkatkan hubungan
dan komunikasi di antara
pustakawan-pustakawan pada
lapisan bawah tersebut.
2. Sebagai perhimpunan
pustakawan di AsiaTenggara,
CONSAL seharusnya dapat
menjadi motivator bagi
para pustakawan di Asia
Tenggara untuk sama-
sama maju, berkembang,
dan bekerjasama saling
menguntungkan satu sama
lain, karena masing-masing
negara anggota CONSAL
sama-sama memiliki ragam
budaya yang sangat unikyang
perlu diketahui oleh negara-
negara lain.
3. CONSAL juga perlu
mendukung terbentuknya
kerjasama dalam bidang
pengembangan pelayanan
perpustakaan, misalnya
dengan membentukjaringan
kerjasama yang berbasis
teknologi informasi karena
sekarang ini infrastruktur
yang ada di perpustakaan
sudah sangat mendukung,
misalnya jaringan internet
yang sudah semakin murah
dan mendunia. Juga perlu
diprakarsai pembuatan
"Katalog Induk" untuk negara-
negara di kawasan ASEAN.
4. "Standarisasi Perpustakaan
untuk Kawasan ASEAN"juga
belum ada. Seharusnya ada
upaya bagi negara-negara
anggota CONSAL untuk
membuat standar- standar
tertentu, sehingga setiap
negara memiliki target dan
berusaha untuk mencapai
standar-standar tersebut.
Misalnya di tahun 2020
perpustakaan-perpustakaan
di Asia Tenggara sudah
memiliki "Pangkalan Data
Bersama".
5. CONSALjuga perlu
memprakarsai penerbitan
"Jurnal CONSAL" sebagai
sarana komunikasi di antara
pustakawan-pustakawan di
Asia Tenggara. Bagaimana
mungkin setiap anggota
dari masing-masing negara
mempunyai'rasa memiliki
CONSAL'bila sarana
komunikasi antar anggota
seperti jurnal saja tidak
ada. Seperti kita ketahui
jurnal juga dapat berfungsi
sebagai media komunikasi
di antara para peneliti. Jika
CONSAL memiliki jurnal,
maka hasil-hasil penelitian
bidang perpustakaan dan
kepustakawanan akan dapat
diterbitkan dan diketahui
serta dibaca oleh seluruh
pustakawan dari masing-
masing negara peserta dan
juga negara-negara lainnya.
6. Delegasi CONSAL pada
tingkat 'nasional' harus
memiliki website tersendiri,
sehingga pustakawan di
Indonesia dapat menyalurkan
ide-idenya yang pada
akhirnya semua ide dan
gagasan-gagasan baru
tersebut dapat dibicarakan
sebagai isu nasional yang
akan dibawa ke pertemuan
CONSAL di tingkat
regional. Dengan demikian
pustakawan Indonesia akan
dapat berinteraksi secara
nasional tetapi berskala
regional (ASEAN). Hasil-hasil
keputusan dari pertemuan
kongres tersebut dapat di
publikasikan di website
CONSAL sehingga dapat
diketahui oleh seluruh
pustakawan dari negara-
negara peserta.
7. CONSALjuga diharapkan
dapat menjembatani
"PertukaranTenaga
Pustakawan"antar negara-
negara anggota, mencontoh
ide"Pertukaran Pelajar"
seperti yang selama ini
sudah sering dilakukan. Hal
ini akan dapat memotivasi
hubungan baikdi antara
pustakawan, mendekatkan
hubungan diantara mereka
dan menimbulkan perasaan
"senasib" sebagai pustakawan.
Juga dapat dijadikan sebagai
sarana berbagi informasi,
pengetahuan, keterampilan
dan menambah pengalaman
yang berbeda mengenai
bidang kerja kepustakawanan.
8. CONSALjuga seharusnya
dapat memberikan informasi
tentang "Job & Career" bagi
pustakawan-pustakawan
yang ingin berkiprah secara
regional/internasional.
Sebagai contoh: sebagai
Pustakawan Muda saya
tentunya memiliki harapan-
harapan untuk dapat
berkarir sebagai pustakawan
profesional di Asia Tenggara,
misalnya Malaysia. Ada
baiknya jika CONSAL dapat
membantu merealisasikan
hal-hal seperti ini.
Berdasarkan beberapa
catatan tersebut, kita dapat
melihat bahwa masih banyak
masalah-masalah penting yang
harus diperhatikan, ditangani
dan diselesaikan oleh CONSAL.
Beberapa masalah bahkan
28 Vol. 19 No. 1 Tahun 2012
pustaka an
sangat urgen untuk segera
direalisasikan, seperti misalnya
penerbitan jurnal CONSAL
sebagai media komunikasi
bagi setiap pustakawan di Asia
Tenggara dan sebagai media
publikasi terhadap berbagai
bentuk tulisan dan hasil-hasil
penelitian para pustakawan.
Karena media komunikasi seperti
website CONSAL yang selama
ini sudah ada, penulis menilai
masih belum diberdayakan
secara maksimal. Masih banyak
informasi-informasi penting
yang belum dimuat di website
CONSAL, misalnya tentang hasil-
hasil keputusan penting yang
harus dilakukan oleh setiap
pustakawan di setiap negara
peserta. Dengan adanya media
komunikasi seperti jurnal maka
keberadaan CONSAL akan lebih
memasyarakat di kalangan
pustakawan di Asia Tenggara,
bukan hanya sekedar dikenal
ketika kongres akbar akan
berlangsung.
Namun tidak dipungkiri
bahwa CONSALjuga sudah
memiliki beberapa prestasi,
misalnya sebagai organisasi
kepustakawanan yang telah
ada sejak tahun 1970 CONSAL
masih mampu untuk terus eksis
hingga saat ini. CONSALjuga
telah berhasil menyelenggarakan
kongres I sampai ke XIV.
CONSALjuga turut memberi
sumbangan kepada bertambah
eratnya saling pengertian
dan persahabatan serta
kerjasama saling bermanfaat
dalam dunia perpustakaan
dan kepustakawanan antara
bangsa-bangsa di kawasan Asian
Tenggara.
Penutup Di tahun 2012, Perpustakaan
Nasional Rl bersama Ikatan
Pustakawan Indonesia (IPI)
dipercaya menjadi tuan rumah
Kongres Pustakawan se-Asia
Tenggara (CONSAL) di Kuta, Bali.
Kesempatan ini hendaknya dapat
dijadikan sarana oleh IPI untuk
dapat lebih berperan secara
maksimal dalam memajukan
dunia perpustakaan dan profesi
pustakawan di Indonesia karena
IPI sebagai jembatan komunikasi
para pustakawan dalam setiap
pertemuan CONSAL.
Melalui organisasi IPI
diharapkan para pustakawan
dapat mereformasi diri demi
pengembangan kualitas
perpustakaan. Profesionalisme
para pustakawan turut mendukung
kualitas suatu perpustakaan. Jika
aneka aspek di atas teraktualisasi
secara baik maka visi dan misi
perpustakaan yakni wadah
penyedia informasi demi
kecerdasan masyarakat pun dapat
mencapai hasilnya. Pustakawan
yang bekerja secara profesional
juga dapat mengembangkan karir
pustakawannya ke tingkat regional/
internasional.
CONSAL sebagai wadah
pertemuan Pustakawan se-
Asia Tenggara muncul karena
adanya kebutuhan bersama dari
pustakawan-pustakawan di Asia
Tenggara dalam hal perlunya
melakukan kerjasama regional di
dalam mengembangkan dunia
perpustakaan dan kepustakawanan
di antara negara-negara anggota.
Namun sebagai kongres yang
berskala regional, selama ini relatif
masih belum terlihat peran CONSAL
secara maksimal, misalnya dalam
upaya meningkatkan kuantitas
dan kualitas kepustakawanan
di Asia Tenggara. Terlebih lagi
peran CONSAL pada masyarakat
di Asia Tenggara pada umumnya
khususnya di Indonesia. Hendaknya
setiap tema yang diusung dalam
setiap kongres CONSALjuga hasil-
hasil keputusan kongres dapat
diaplikasikan secara nyata di
setiap jenis perpustakaan. Jadi
bukan hanya sekedar slogan
semata.
Perpustakaan Nasional
Rl dan Ikatan Pustakawan
Indonesia sebagai delegasi
utama {Executive Board) pada
setiap penyelenggaraan
CONSAL hendaknya mampu
menyampaikan berbagai aspirasi
para pustakawan di Indonesia
dalam setiap pertemuan
CONSAL. Dengan demikian
CONSAL secara nyata akan
dapat berperan secara mak-
simal dalam mengembangkan
profesionalisme pustakawan
di Asia Tenggara, khususnya di
Indonesia, a
Corsgrees of Southeast As ian Librarians. 201 \. About CONSAL: Sonferences.Sumber: http://www. consai.org/index.php?o
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Batai Pustaka.
Masruroh. 2007. Organisasi Profesi dan Kode Etik Pustakawan Indonesia. Makajaft. D3 Perpustikaan Dan informasi Mam, Fakultas AdabUniversitas Islam Negeri Sunan KalifagaYogyarkarta.
Saleh, A. R. 2004. Manfaat Standar Kompetensi dan Etika profesi Dalam Peningkatan Profesionalisme Pustakawan.Sumber: http:// repository.ipb.ac.id/
Soeharto, 1990. Sambutan Presiden Pada Upacora Pembukaan Kongres Pustakawan Asia Tenggara Ke-8 Pada Tanggal 11 Juni 1990 Di tstana NegaraSumber: http:// ki-lembagaanfiTt". pnri.go.id/pdf/
Sutistyo-Basuki. 1991. Pengantar llrnu Perpustakaan. Jakarta: Gra media Pustaka Utama.
Zen, Z. 2009. Penfmgnya Asosiasi Profesional. Sumber: http^/staff. ui.ac.id/intemal/131408288/ publSkasi/ACEHIAINPRQFESI.ppt
Vol. 19 No. 1 Tahun 2012 29