Post on 11-Apr-2019
1 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
ii Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
KATA PENGANTAR Tahun 2016 merupakan seminar tahunan ke VI yang diselenggarakan oleh FPIK
UNDIP. Kegiatan seminar ini telah dimulai sejak tahun 2007 dan dilaksanakan secara
berkala. Tema kegiatan seminar dari tahun ketahun bervariatif mengikuti perkembangan
isu terkini di sektor perikanan dan kelautan.
Kegiatan seminar ini merupakan salah satu bentuk kontribusi perguruan tinggi
khususnya FPIK UNDIP dalam upaya mendukung pembangunan di sektor perikanan dan
kelautan. IPTEK sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan sehingga tujuan
pembangunan dapat tercapai dan bermanfaat bagi kemakmuran rakyat.
Dalam implementasi pembangunan selalu ada dampak yang ditimbulkan. Untuk itu,
diperlukan suatu upaya agar dampak negatif dapat diminimalisir atau bahkan tidak terjadi.
Oleh karena itu, Seminar ini bertemakan tentang Aplikasi IPTEK Perikanan dan
Kelautan dalam Mitigasi Bencana dan Degradasi Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau-
Pulau Kecil. Pada kesempatan kali ini, diharapkan IPTEK hasil penelitian mengenai
pengelolaan, mitigasi bencana dan degradasi wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil
dapat terpublikasikan sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembangunan yang
berkelanjutan dan dapat menjaga kelestarian lingkungan. Seminar Tahunan Hasil
Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI merupakan kolaborasi FPIK UNDIP dan Pusat
Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir (PKMBRP) UNDIP.
Pada kesempatan ini kami selaku panitia penyelenggara mengucapkan terimakasih
kepada pemakalah, reviewer, peserta serta Pertamina EP Asset 3 Tambun Field yang telah
mendukung kegiatan Seminar Tahunan Penelitian Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan
VI sehingga dapat terlaksana dengan baik. Harapan kami semoga hasil seminar ini dapat
memberikan kontribusi dalam upaya mitigasi bencana dan rehabilitasi pesisir, laut dan
pulau-pulau kecil.
Semarang, Juni 2017
Panitia
iii Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
SUSUNAN PANITIA SEMINAR
Pembina : Dekan FPIK Undip
Prof. Dr. Ir. Agus Sabdono, M.Sc
Penanggung jawab : Wakil Dekan Bidang IV
Tita Elvita Sari, S.Pi., M.Sc., Ph.D
Ketua : Dr.Sc. Anindya Wirasatriya, ST, M.Si., M.Sc
Wakil Ketua : Dr.Ir. Suryanti, M.Pi
Sekretaris I : Faik Kurohman, S.Pi, M.Si
Sekretaris II : Wiwiet Teguh T, SPi, MSi
Bendahara I : Ir. Nirwani, MSi
Bendahara II : Retno Ayu K, S.Pi., M.Sc
Kesekretariatan : 1. Dr. Agus Trianto, ST., M.Sc
2. Dr. Denny Nugroho, ST, M.Si
3. Kukuh Eko Prihantoko, S.Pi., M.Si
4. Sigit Febrianto, S.Kel., M.Si
5. Lukita P., STP, M.Sc
6. Lilik Maslukah, ST., M.Si
7. Ir. Ria Azizah, M.Si
Acara dan Sidang : 1. Dr. Aristi Dian P.F., S.Pi., M.Si
2. Dr. Ir. Diah Permata W., M.Sc
3. Ir. Retno Hartati, M.Sc
4. Dr. Muhammad Helmi, S.Si., M.Si
Konsumsi : 1. Ir. Siti Rudiyanti, M.Si
2. Ir. Sri Redjeki, M.Si
3. Ir. Ken Suwartimah, M.Si
Perlengkapan : 1. Bogi Budi J., S.Pi., M.Si
2. A. Harjuno Condro, S.Pi, M.Si
iv Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
DEWAN REDAKSI PROSIDING
SEMINAR NASIONAL TAHUNAN KE-VI HASIL-HASIL PENELITIAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
Diterbitkan oleh : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
bekerjasama dengan Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir serta Pertamina EP Asset 3 Tambun Field
Penanggung jawab : Dekan FPIK Undip (Prof. Dr. Ir. Agus Sabdono, M.Sc) Wakil Dekan Bidang IV (Tita Elvita Sari, S.Pi., M.Sc., Ph.D)
Pengarah : 1. Dr. Denny Nugroho, ST, M.Si (Kadept. Oceanografi) 2. Dr. Ir. Diah Permata W., M.Sc (Kadept. Ilmu Kelautan) 3. Dr. Ir. Haeruddin, M.Si (Kadept. Manajemen SD. Akuatik) 4. Dr. Aristi Dian P.F., S.Pi., M.Si (Kadept. Perikanan Tangkap 5. Dr. Ir. Eko Nur C, M.Sc (Kadept. Teknologi Hasil Perikanan 6. Dr. Ir. Sardjito, M.App.Sc (Kadept. Akuakultur)
Tim Editor : 1. Dr. Sc. Anindya Wirasatriya, ST, M.Si., M.Sc 2. Dr. Ir. Suryanti, M.Pi 3. Faik Kurohman, S.Pi, Msi 4. Wiwiet Teguh T, S.Pi., M.Si 5. Ir. Nirwani, Msi 6. Retno Ayu K, S.Pi., M.Sc 7. Dr. Aristi Dian P.F., S.Pi., M.Si 8. Dr. Ir. Diah Permata W., M.Sc 9. Ir. Retno Hartati, M.Sc 10. Dr. Muhammad Helmi, S.Si., M.Si
Reviewer : 1. Dr. Agus Trianto, ST., M.Sc 2. Dr. Denny Nugroho, ST, M.Si 3. Sigit Febrianto, S.Kel., M.Si 4. Lukita P., STP, M.Sc 5. Ir. Ria Azizah, M.Si 6. Lilik Maslukah, ST., M.Si 7. Ir. Siti Rudiyanti, M.Si 8. Ir. Sri Redjeki, M.Si 9. Ir. Ken Suwartimah, M.Si 10. Bogi Budi J., S.Pi., M.Si 11. A. Harjuno Condro, S.Pi, M.Si
Desain sampul : Kukuh Eko Prihantoko, S.Pi., M.Si Layout dan tata letak : Divta Pratama Yudistira Alamat redaksi : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Jl. Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang 50275 Telpn/ Fax: 024 7474698
v Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
SUSUNAN PANITIA SEMINAR ........................................................................ iii
DEWAN REDAKSI ............................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
Aplikasi IPTEK Perikanan dan Kelautan dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil (Pemanfaatan Sumberdaya Perairan)
1. Research About Stock Condition of Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis) in Gulf of Bone South Sulawesi, Indonesia .............................. 1
2. Keberhasilan Usaha Pemberdayaan Ekonomi Kelompok Perajin Batik Mangrove dalam Perbaikan Mutu dan Peningkatan Hasil Produksi di Mangkang Wetan, Semarang .............................................. 15
3. Pengelolaan Perikanan Cakalang Berkelanjutan Melalui Studi Optimalisasi dan Pendekatan Bioekonomi di Kota Kendari ................ 22
4. Kajian Pengembangan Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi sebagai Kampung Wisata Bahari ......... 33
5. Kajian Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove di Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi .................................. 47
6. Studi Pemetaan Aset Nelayan di Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi ...................................................... 55
7. Hubungan Antara Daerah Penangkapan Rajungan (Portunus pelagicus) dengan Parameter Oseanografi di Perairan Tegal, Jawa Tengah ........................................................................................................ 67
8. Komposisi Jenis Hiu dan Distribusi Titik Penangkapannya di Perairan Pesisir Cilacap, Jawa Tengah ................................................... 82
9. Analisis Pengembangan Fasilitas Pelabuhan yang Berwawasan Lingkungan (Ecoport) di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pengambengan, Jembrana Bali ................................................................ 93
10. Anallisis Kepuasan Pengguna Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pengambengan, Jembrana Bali .................................................... 110
11. Effect of Different Soaking Time in Coconut Shell Liquid Smoke to The Profile of Lipids Cats Fish (Clarias batrachus) Smoke ................... 124
vi Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
Rehabilitasi Ekosistem: Mangrove, Terumbu Karang dan Padang Lamun
1. Pola Pertumbuhan, Respon Osmotik dan Tingkat Kematangan Gonad Kerang Polymesoda erosa di Perairan Teluk Youtefa Jayapura Papua ......................................................................................... 135
2. Pemetaan Pola Sebaran Sand Dollar dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat di Pulau Menjangan Besar, Taman Nasional Karimun Jawa ........................................................................................... 147
3. Kelimpahan dan Pola Sebaran Echinodermata di Pulau Karimunjawa, Jepara ............................................................................... 159
4. Struktur Komunitas Teripang (Holothiroidea) di Perairan Pulau Karimunjawa, Taman Nasioanl Karimunjawa, Jepara ........................ 173
Bencana Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil: Ilmu Bencana dan Dampak Bencana
1. Kontribusi Nutrien N dan P dari Sungai Serang dan Wiso ke Perairan Jepara ......................................................................................... 183
2. Kelimpahan, Keanekaragaman dan Tingkat Kerja Osmotik Larva Ikan pada Perairan Bervegetasi Lamun dan atau Rumput Laut di Perairan Pantai Jepara ............................................................................. 192
3. Pengaruh Fenomena Monsun, El Nino Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) Terhadap Anomali Tinggi Muka Laut di Utara dan Selatan Pulau Jawa .................................................... 205
4. Penilaian Pengkayaan Logam Timbal (Pb) dan Tingkat Kontaminasi Air Ballast di Perairan Tanjung Api-api, Sumatera Selatan ................ 218
5. KajianPotensi Energi Arus Laut di Selat Toyapakeh, Nusa Penida Bali .............................................................................................................. 225
6. Bioakumulasi Logam Berat Timpal pada Berbagai Ukuran Kerang Corbicula javanica di Sungai Maros ........................................................ 235
7. Analisis Data Ekstrim Tinggi Gelombang di Perairan Utara Semarang Menggunakan Generalized Pareto Disttribution ................... 243
8. Kajian Karakteristik Arus Laut di Kepulauan Karimunjawa, Jepara 254 9. Cu dan Pb dalam Ikan Juaro (Pangasius polyuronodon) dan
Sembilang (Paraplotosus albilabris) yang Tertangkap di Sungai Musi Bagian Hilir, Sumatera Selatan ................................................................ 264
10. Kajian Perubahan Spasial Delta Wulan Demak dalam Pengelolaan Berkelanjutan Wilayah Pesisir ................................................................. 271
11. Biokonsentrasi Logam Plumbum (Pb) pada Berbagai Ukuran Panjang Cangkang Kerang Hijau (Perna viridis) dari Perairan Teluk Semarang .................................................................................................... 277
vii Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
12. Hubungan Kandungan Bahan Organik Sedimen dengan Kelimpahan Sand Dollar di Pulau Cemara Kecil Karimunjawa, Jepara ......................................................................................................... 287
13. Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen, dan Jaringan Lunak Kerang Hijau (Perna viridis) di Perairan Sayung, Kabupaten Demak ..................................................................................... 301
Bioteknologi Kelautan: Bioremidiasi, Pangan, Obat-obatan ............................
1. Pengaruh Lama Perendaman Kerang Hijau (Perna virdis) dalam Larutan Nanas (Ananas comosus) Terhadap Penurunan Kadar Logam Timbal (Pb) ................................................................................... 312
2. Biodiesel dari Hasil Samping Industri Pengalengan dan Penepungan Ikan Lemuru di Muncar ........................................................................... 328
3. Peningkatan Peran Wanita Pesisir pada Industri Garam Rebus ......... 339 4. Pengaruh Konsentrasi Enzim Bromelin pada Kualitas Hidrolisat
Protein Tinta Cumi-cumi (Loligo sp.) Kering ......................................... 344 5. Efek Enzim Fitase pada Pakan Buatan Terhadap Efisiensi
Pemanfaatan Pakan Laju Pertumbuhan Relatif dan Kelulushidupan Ikan Mas (Cyprinus carpio) ....................................................................... 358
6. Subtitusi Silase Tepung Bulu Ayam dalam Pakan Buatan Terhadap Laju Pertumbuhan Relatif, Pemanfaatan Pakan dan Kelulushidupan Benih Ikan Nila Larasati (Oreochromis niloticus) .................................. 372
7. Stabilitas Ekstrak Pigmen Lamun Laut (Enhalus acoroides) dari Perairan Teluk Awur Jepara Terhadap Suhu dan Lama Penyimpanan .............................................................................................. 384
8. Penggunaan Kitosan pada Tali Agel sebagai Bahan Alat Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan ................................................. 401
9. Kualitas Dendeng Asap Ikan Tongkol (Euthynnus sp.), Tunul (Sphyraena sp.) dan Lele (Clarias sp.) dengan Metode Pengeringan Cabinet Dryer .............................................................................................. 408
Aplikasi IPTEK Perikanan dan Kelautan dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil (Manajemen Sumberdaya Perairan)
1. Studi Karakteristik Sarang Semi Alami Terhadap Daya Tetas Telur Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Paloh Kalimantan Barat ...... 422
2. Struktur Komunitas Rumput Laut di Pantai Krakal Bagian Barat Gunung Kidul, Yogyakarta ...................................................................... 434
3. Potensi dan Aspek Biologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Perairan Waduk Cacaban, Kabupaten Tegal ......................................... 443
viii Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
4. Morfometri Penyu yang Tertangkap secara By Catch di Perairan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat ....................................... 452
5. Identifikasi Kawasan Upwelling Berdasarkan Variabilitas Klorofil-A, Suhu Permukaan Laut dan Angin Tahun 2003 – 2015 (Studi Kasus: Perairan Nusa Tenggara Timur) ................................................. 463
6. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton di Perairan Pesisir Yapen Timur Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua ................. 482
7. Analisis Hubungan Kandungan Bahan Organik dengan Kelimpahan Gastropoda di Pantai Nongsa, Batam ..................................................... 495
8. Studi Morfometri Ikan Hiu Tikusan (Alopias pelagicus Nakamura, 1935) Berdasarkan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap, Jawa Tengah ............................................................. 503
9. Variabilitas Parameter Lingkungan (Suhu, Nutrien, Klorofil-A, TSS) di Perairan Teluk Tolo, Sulawesi Tengah saat Musim Timur ..... 515
10. Keanekaragaman Sumberdaya Teripang di Perairan Pulau Nyamuk Kepulauan Karimunjawa ......................................................................... 529
11. Keanekaragaman Parasit pada Kerang Hijau (Perna viridis) di Perairan PPP Morodemak, Kabupaten Demak ..................................... 536
12. Model Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Ekoregion di Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah ......................................... 547
13. Ektoparasit Kepiting Bakau (Scylla serrata) dari Perairan Desa Wonosari, Kabupten Kendal .................................................................... 554
14. Analisis Sebaran Suhu Permukaan Laut, Klorofil-A dan Angin Terhadap Fenomena Upwelling di perairan Pulau Buru dan Seram ... 566
15. Pengaruh Pergerakan Zona Konvergen di Equatorial Pasifik Barat Terhadap Jumlah Tangkapan Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis) Perairan Utara Papua – Maluku .............................................................. 584
16. Pemetaan Kandungan Nitrat dan Fosfat pada Polip Karang di Kepulauan Karimunjawa ......................................................................... 594
17. Hubungan Kandungan Bahan Organik dengan Distribusi dan Keanekaragaman Gastropoda pada Ekosistem Mangrove di Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang ......................................................... 601
Aplikasi IPTEK Perikanan dan Kelautan dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil (Budidaya Perairan)
1. Pengaruh Suplementasi Lactobacillus sp. pada Pakan Buatan Terhadap Aktivitas Enzim Pencernaan Larva Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) ........................................................................... 611
2. Inovasi Budidaya Polikultur Udang Windu (Penaeus monodon) dan Ikan Koi (Cyprinus carpio) di Desa Bangsri, Kabupaten Brebes: Tantangan dan Alternatif Solusi .............................................................. 621
ix Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
3. Pertumbuhan dan Kebiasaan Makan Gelondongan Bandeng (Chanos chanos Forskal) Selama Proses Kultivasi di Tambak Bandeng Desa Wonorejo Kabupaten Kendal ......................................... 630
4. Analisis Faktor Risiko yang Mempengaruhi Serangan Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) pada Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) secara Intensif di Kabupaten Kendal ............. 640
5. Respon Histo-Biologis Pakan PST Terhadap Pencernaan dan Otak Ikan Kerapu Hibrid (Epinephelus fusguttatus x Epinephelus polyphekaidon) ............................................................................................ 650
6. Pengaruh Pemberian Pakan Daphnia sp. Hasil Kultur Massal Menggunakan Limbah Organik Terfermentasi untuk Pertumbuhan dan Kelulushidupan ikan Koi (Carassius auratus) ................................. 658
7. Pengaruh Aplikasi Pupuk NPK dengan Dosis Berbeda Terhadap Pertumbuhan Gracilaria sp. ..................................................................... 668
8. Pengaruh Vitamin C dan Highly Unsaturated Fatty Acids (HUFA) dalam Pakan Buatan Terhadap Tingkat Konsumsi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) ............................. 677
9. Pengaruh Perbedaan Salinitas Media Kultur Terhadap Performa Pertumbuhan Oithona sp. ........................................................................ 690
10. Mitigasi Sedimentasi Saluran Pertambakan Ikan dan Udang dengan Sedimen Emulsifier di Wilayah Kecamatan Margoyoso, Pati .............. 700
11. Performa Pertumbuhan Oithona sp. pada Kultur Massal dengan Pemberian Kombinasi Pakan Sel Fitoplankton dan Organik yang Difermentasi ............................................................................................... 706
12. Respon Osmotik dan Pertumbuhan Juvenil Abalon Haliotis asinina pada Salinitas Media Berbeda .................................................................. 716
13. Pengaruh Pemuasaan yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ................................ 728
Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
Bioteknologi Kelautan: Bioremidiasi, Pangan, Obat-obatan
408 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
KUALITAS DENDENG ASAP IKAN TONGKOL (EUTHYNNUS SP), TUNUL (SPHYRAENA SP) DAN LELE (CLARIAS SP) DENGAN METODE
PENGERINGAN CABINET DRYER
Apri Dwi Anggo*, Muhammad Zainuri**, Fronthea Swastawati*, A. Suhaeli Fahmi* *: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNDIP
**: Program Studi Oseanografi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNDIP Alamat korespondensi: apri_anggo@yahoo.com
ABSTRAK Telah dilakukan percobaan tentang pembuatan dendeng dari ikan tongkol (Euthinus sp), dan tunul (Sphyraena sp) dan lele (Clarias sp) dengan penambahan aroma asap menggunakan metode pengeringan cabinet dryer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan kualitas dari masing-masing ikan yang dibuat menjadi produk dendeng asap serta membandingkan kualitas dari ikan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental laboratories dengan rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Alat pengering yang digunakan adalah cabinet dryer berbentuk kotak vertikal. Suhu proses yang dipakai adalah 65oC. Bahan baku ikan dan bumbu diperoleh dari pasar lokal Semarang. Asap yang digunakan adalah asap cair tempurung kelapa yang diredestilasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai organoleptik dari dendeng asap ikan tongkol, tunul dan lele berturut-turut adalah 3,66<µ<4,11; 3,35<µ<3,85 dan 3,98<µ< 4,38. Penurunan kandungan lisin pada masing-masing ikan berturut-turut adalah 27,84%, 43,81% dan 35,08%. Rendemen yang dihasilkan berturut-turut sebesar 40,98%, 35,19% dan 42,16%. Kandungan proksimat pada masing-masing ikan mengalami perubahan nyata. Kadar protein (dry base) mengalami penurunan berturut-turut dari masing-masing ikan 10,13%, 3,96% dan 6,03%. Kadar lemak (dry base) juga mengalami penurunan berturut-turut sebesar 14,76%, 14,41% dan 39,45% sedangkan kadar abu mengalami kenaikan berturut-turut 13,64%, 2,97% dan 46,15%. Kesimpulan yang bisa diambil adalah semua produk dendeng yang dihasilkan dapat diterima konsumen dengan baik terutama dendeng ikan lele. Perubahan yang paling banyak terjadi pada pembuatan dendeng ikan lele untuk parameter rendemen, kadar lemak, kadar abu. Penurunan kadar lisin dan kadar air terbanyak pada dendeng ikan tunul. Penurunan kadar protein terbanyak pada dendeng ikan tongkol. Kata kunci: dendeng, ikan, tongkol, tunul, lele, asap cair, cabinet dryer, lisin
I. PENDAHULUAN
Salah satu bentuk produk awetan daging ikan adalah dendeng. Dendeng adalah
makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging segar yang
diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng mempunyai sifat plastis dan tidak terasa kering.
Bumbu yang ditambahkan pada dendeng bisa berperan sebagai pemberi citarasa,
anti mikroba, bahan pengawet, antioksidan atau peran lainnya. Flavour yang kuat berasal
dari bumbu dan daging yang dikeringkan. Hal ini memberikan karakteristik flavour yang
berbeda dari bahan pangan atau makanan tradisional lainnya. Walaupun demikian,
dendeng mempunyai citarasa yang berbeda-beda. Sebagian produsen memberikan flavor
asap kedalam produk untuk memberikan citarasa khas. Pemberian flavor asap pada
409 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
dendeng, selain sebagai citarasa, juga bisa berperan sebagai pengawet karena asap cair
mengandung fenol yang bersifat anti mikroba (Swastawati, et al., 2012).
Dendeng tergolong dalam bahan makanan semi basah (intermediate moisture food)
dengan kandungan air dendeng antara 15 sampai 50 persen. Adanya proses pengeringan,
mengakibatkan penurunan kadar air produk sehingga aktivitas mikroba terhambat,
akibatnya daya awet produk lebih lama. Pada kadar air 15% sampai 20% dan pH 4,5 – 5,1,
dendeng mempunyai daya simpan lebih dari 6 bulan (Soeparno, 2005), sedangkan menurut
SNI (Standar Nasional Indonesia) SNI 01-2908-1992, kadar air dendeng sapi kering
maksimal 12%. Kualitas pengeringan dendeng sangat dipengaruhi oleh tingkat
ketebalannya, semakin tinggi tingkat ketebalan bahan maka semakin sedikit lama air keluar
dari bahan pangan.
Pengeringan dendeng dapat dilakukan dengan bantuan sinar matahari atau dengan
menggunakan alat pengering buatan (artificial dryier) seperti cabinet dryier. Menurut
Desroiser dan Nourman, (1998), dibandingkan dengan pengeringan secara alami, produk
hasil pengeringan buatan lebih bersih karena terhindar dari kontaminasi (serangga, debu)
dan proses dapat dikontrol dengan baik karena tidak tergantung kepada keadaan cuaca.
Pada proses pengeringan dendeng, terik matahari atau suhu alat pengering tidak boleh
terlalu panas karena permukaan dendeng akan menjadi retak-retak. Sebaliknya, bila suhu
kurang panas dan tidak terus-menerus akan menyebabkan kapang mudah tumbuh.
Hampir semua jenis ikan dari berbagai perairan dapat dibuat menjadi dendeng,
kecuali ikan yang terlalu banyak mengandung lemak. Dendeng ikan merupakan pilihan
makanan sehat dan banyak diantaranya yang diproses dari daging fillet, (Sampels, 2015).
Beberapa jenis ikan yang bisa dibuat menjadi dendeng adalah ikan tongkol, ikan tunul dan
ikan lele. Ketersediaan bahan dari ketiga ikan tersebut cukup melimpah di Indonesia. Ikan
tongkol dan ikan tunul berasal dari perairan laut sedangkan ikan lele berasal dari perairan
tawar. Jenis daging yang dipunyai ikan tersebut berbeda, ikan tongkol merupakan ikan
berdaging merah sedangkan ikan tunul dan ikan lele merupakan ikan berdaging putih.
Perbedaan karakteristik dari ketiga jenis ikan tersebut, akan menghasilkan karakteristik
produk dendeng yang berbeda.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan membandingkan
kualitas dendeng dari ikan tongkol, ikan tunul dan ikan lele yang diberikan flavor asap cair
serta dikeringkan dengan cabinet dryer. Kualitas dendeng diamati dari parameter
organoleptik, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar air, kandungan lisin serta
rendemen yang dihasilkan.
410 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
MATERI DAN METODE
1. Bahan dan alat
Materi utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol, ikan tunul
dan ikan lele. Ikan diperoleh dari pasar Rejomulyo, Semarang. Ikan tongkol dan tunul
diperoleh dalam kondisi segar dan dihandling dengan suhu dibawah 4oC, sedangkan ikan
lele diperoleh dalam keadaan hidup dan langsung dimatikan. Ketiga jenis ikan
mempunyai ukuran berkisar 30 cm. Bumbu yang digunakan mengacu pada penelitian El
Husna et al, (2014) yaitu terdiri dari garam (5%), gula merah (20%), bawang merah (5%),
bawang putih (7%), jahe (1%), lengkuas (3%), asam jawa (4%) ketumbar (10%) dan
ditambahkan asap cair (3% v/v) sebagai flavor tambahan. Asap cair yang digunakan adalah
asap cair tempurung kelapa yang diredestilasi. Bahan-bahan kimia juga digunakan dalam
penelitian ini untuk uji kimiawi produk dendeng.
Peralatan yang digunakan adalah seperangkat peralatan rumah tangga untuk
mengolah dendeng. Alat pengering yang digunakan berupa cabinet driyer atau disebut
dengan oven pengering. Spesifikasi oven pengering yang digunakan dalam penelitian ini
adalah berbahan stainless steel, bentuk kotak vertikal dengan dimensi 72x68x135 cm,
kapasitas 6 rak dengan sumber panas berupa gas LPG. Oven dilengkapi dengan thermostat
untuk mengatur suhu secara otomatis. Glassware dan beberapa peralatan laboratorium
dipakai untuk analisa kimia produk dendeng yang dihasilkan.
2. Prosedur penelitian
Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) satu faktor
perlakuan yaitu jenis ikan yang berbeda. Perlakuan penelitian dilakukan ulangan sebanyak
3 kali. Batasan penelitian diberikan pada perlakuan alat pengering yang sama yaitu cabinet
driyer. Prosedur penelitian dimulai dengan pembuatan dendeng ikan. Bahan baku ikan
dibersihkan dari kotoran insang dan isi perut, disiangi, kemudian difillet. Daging ikan yang
diperoleh kemudian dipotong dengan ukuran yang sama yaitu 7 cm x 2 cm x 0.5 cm,
kemudian direndam dalam larutan garam 20% (w/v) selama 15 menit.
Bahan bumbu dihaluskan dan ditambah dengan 500ml air. Air bumbu kemudian
dimasak +30 menit atau sampai mendidih dan cukup kental, kemudian didinginkan. Asap
cair dimasukkan dan dicampur secara merata, selanjutnya daging ikan direndam dalam
bumbu selama + 12 jam. Dipastikan bahwa semua daging ikan terendam oleh bumbu.
Daging ikan kemudian dikeringkan dengan mengunakan cabinet driyer pada suhu 65oC.
Produk dendeng diangkat apabila sudah kering atau maksimal 10 jam pengeringan.Lama
waktu pengeringan berdasarkan penelitian dari Banaout et al., (2012). Dendeng siap diuji.
411 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
3. Analisa produk dendeng ikan
Analisa produk yang dilakukan adalah nilai rendemen dimana ditentukan dengan
cara berat akhir dibagi berat awal dikalikan 100%. Rendemen yang dimaksud dihitung dari
berat daging setelah difillet. Uji kadar lisin ditentukan dengan metode dari Kakade dan
Ellinger (1989) dalam Hadiwiyoto et al., (1999). Uji kadar air, kadar protein, kadar lemak
dan kadar abu sesuai dengan SNI 01-2354.1-4-2006.
Score uji sensori yang diberikan adalah 1-5. Kriteria sensori yang dinilai adalah
kenampakan (5. coklat tua; 4. coklat gelap; 3.coklat; 2. coklat kemerahan; 1. Coklat muda),
bau (5. sangat khas dendeng; 4. khas dendeng; 3. khas dendeng cukup; 2. khas dendeng
kurang; 1. khas dendeng tidak ada), rasa (5. manis dan gurih kuat; 4. manis dan gurih; 3.
manis dan gurih cukup; 2. manis dan gurih kurang; 1. manis dan gurih tidak ada), dan
daging/tekstur (5. daging lunak; 4. cukup lunak; 3. kurang lunak; 2. agak liat; 1. Liat).
Kriteria panelis yang menguji adalah panelis semi terlatih sebanyak 15 orang.
4. Analisa data
Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan analisis ragam (ANOVA).
Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata maka diteruskan dengan uji lanjut
beda nyata terkecil (BNJ).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produk dendeng yang dihasilkan dari penelitian ini terlihat cukup bagus. Warna
dendeng mentah berwarna coklat tua. Jika dibandingkan dengan ikan kering tawar, warna
dendeng yang dihasilkan jauh lebih coklat. Apalagi jika dilakukan proses penggorengan,
maka warna dendeng akan terlihat berwarna coklat gelap. Terlihat sekali pengaruh dari
penambahan gula jawa dalam produk dendeng. Selain gula jawa sudah memberikan warna
coklat, secara kimiawi akan bereaksi dengan asam amino yang ada di daging ikan
membentuk reaksi maillard yang menghasilkan warna coklat pada bahan. Reaksi maillard
adalah reaksi-reaksi antara karbohidrat khususnya gula preduksi dengan gugus amino
primer. Menurut Sasea et al. (2005), pada keadaan panas, gula dan asam amino dari protein
bereaksi dengan gugus aldehida atau keton dari gula pereduksi dan menghasilkan warna
coklat. Ditambahkan oleh Winarno (2004), bahwa tahap-tahap reaksi maillard yaitu adanya
suatu gugus aldosa bereaksi bolak-balik dengan asam amino atau dengan suatu gugus
amino dari suatu protein sehingga menghasilkan basa sschiff yang menghasilkan warna
coklat. Semakin dikatalis oleh panas, maka pencoklatan akan semakin efektif sehingga
warna akan semakin coklat. Dari sisi lain, ketika dipanaskan, gula akan mengalami proses
412 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
karamelisasi (Hajar dan Handayani, 2013) yang semakin membuat warna dendeng semakin
coklat. Dalam hal ini, gula dianggap memberikan peran yang cukup besar karena
prosentase pemberian gula pada produk yang cukup banyak yaitu mencapai 20%. Setiap
bumbu yang ditambahkan akan memberikan peran masing-masing pada produk.
1. Hasil uji rendemen
Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa rendemen paling rendah adalah
dendeng ikan tunul, kemudian ikan tongkol dan paling tinggi adalah rendemen ikan lele.
Data ini sekaligus menunjukkan urutan banyaknya bahan yang hilang dari dendeng yang
dikeringkan. Ikan tunul kehilangan bahan sebanyak 64,81 %, ikan tongkol kehilangan
59,02% dan ikan lele kehilangan sebanyak 57,84%. Dalam proses pengeringan, bahan
yang paling banyak hilang adalah air, sedangkan senyawa lain akan mengikuti perubahan
tersebut. Seperti disampaikan oleh Toledo (2007) bahwa proses pengeringan ditujukan
untuk menghilangkan air yang ada di dalam bahan dengan atau tanpa kandungan padatan.
Tabel 1. Hasil perhitungan rendemen dendeng fillet daging ikan tongkol, tunul dan lele
selama penelitian
Jenis ikan Rendemen (%) Ikan tongkol 40,98a Ikan tunul 35,19a Ikan lele 42,16a Keterangan: Notasi dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05).
Dengan hilangnya air, maka yang tertinggal adalah sebagian padatan pada dendeng
ikan. Setelah ditimbang maka perubahan berat yang terjadi adalah seperti pada tabel 1.
Dari hasil uji statistik, perbedaan jenis ikan tidak memberikan perbedaan yang nyata pada
jumlah rendemen yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa alat pengering cabinet
driyer memberikan proses pengeringan yang sama untuk setiap jenis ikan perlakuan
penelitian ini. Data menunjukkan bahwa setiap jenis ikan terjadi proses evaporasi dimana
jumlah air yang diuapkan maupun padatan yang ditinggalkan adalah sama, walaupun jika
dilihat dari nilai yang dihasilkan terjadi perbedaan hasil perhitungan.
2. Hasil uji kadar lisin
Dalam penelitian ini, lisin dijadikan salah satu parameter karena lisin sensitive
terhadap panas. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Basmal et al., (1997), bahwa lisin
sebagai salah satu komponen penyusun protein yang mudah rusak selama pengolahan
karena senyawa tersebut peka terhadap perubahan pH, oksigen, cahaya, panas, atau
kombinasinya. Disamping itu, lisin dapat pula rusak selama perebusan dan sterilisasi,
413 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
mudah teroksidasi, juga dapat rusak karena adanya aktivitas bakteri atau karena aktivitas
maillard yakni lisin akan bereaksi dengan gula-gula pereduksi membentuk lisinoalanin.
Penelitian ini menggunakan suhu pengeringan 65oC sehingga dimungkinkan akan
berpengaruh terhadap ketersediaan lisin dalam dendeng ikan. Hasil analisa kandungan lisin
seperti terdapat pada tabel 2.
Tabel 2. Kadar lisin pada dendeng ikan tongkol, tunul dan lele hasil penelitian.
Jenis ikan Kadar lisin (mg/g) Ikan segar Dendeng ikan
Ikan tongkol 36,06+1,19 26,02+1,30c Ikan tunul 14,16+1,03 7,95+0,57a Ikan lele 21,61+0,46 14,03+0,25b
Keterangan: Notasi dengan huruf yang berbeda menunjukkan data berbeda nyata (P>0,05).
Data hasil penelitian menunjukkan perbedaan jumlah kandungan lisin pada daging
ikan segar maupun pada produk dendeng ikan yang dihasilkan. Dari data statistik, terlihat
terjadi perbedaan yang nyata antar jenis ikan dari kualitas kandungan lisin pada dendeng
ikan tongkol, tunul dan lele. Perbedaan nilai tersebut, diduga karena efektifitas penyerapan
panas pada produk yang berbeda serta komposisi kimiawi bahan yang berbeda juga.
Untuk melihat seberapa besar pengaruh pengolahan ikan segar menjadi dendeng
terhadap kandungan lisin, maka dicari selisih nilainya. Penurunan lisin terbanyak pada ikan
tunul mencapai 43,85%, kemudian ikan lele sebesar 35,08% dan yang terendah adalah ikan
tongkol sebanyak 27,84%. Penurunan ini tentunya akan menurunkan kualitas ikan sebagai
akibat dari proses pengolahan yang diberikan. Menurut Ekop, (2008), penurunan asam
amino lebih dari 10% akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan
mutu bahan pangan.
Penurunan kandungan lisin dalam produk dendeng, bisa disebabkan karena adanya
faktor pemanasan saat pengeringan dendeng. Penggunaan suhu diatas suhu ruang yaitu
65oC, dianggap bisa merusak asam amino lisin ditambah dengan waktu proses yang
berlangsung selama 10 jam. Hal ini sesuai dengan Sikorski (2004), bahwa pemanasan
yang berlangsung lama dengan suhu yang tinggi dapat menyebabkan hilangnya beberapa
asam amino yang mengandung sulfur dan residu lisin dalam protein.
Penurunan kandungan lisin bisa juga disebabkan akibat dari reaksi maillard. Reaksi
maillardterjadi akibat adanya gula reduksi yang bereaksi dengan asam amino. Gula yang
cukup banyak dalam bumbu, akan memicu terjadinya reaksi dengan asam amino
membentuk reaksi maillard, sehingga kandungan asam amino pada dendeng akan
berkurang. Ditegaskan oleh Brestensky et al., (2014), bahwa lisin adalah asam amino
414 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
essensial yang menjadi asam amino pembatas protein nabati dimana reaksi maillard
menjadi salah satu penyebab turunnya kandungan lisin. Selama proses pemanasan produk
protein dan adanya gula pereduksi dapat menyebabkan pembentukkan reaksi maillard pada
kelompok-kelompok epsilon-amino (ε-amino). Selama reaksi maillard yang terjadi
crosslinking antara kelompok ε-amino dan gula pereduksi yang dibentuk sehingga lisin
menjadi tidak tersedia. Ditambahkan oleh Susanti (2008), bahwa lisin merupakan jenis
asam amino yang sangat mudah rusak baik oleh perlakuan fisik dan adanya reaksi maillard.
Selain perlakuan fisik pengeringan yang melibatkan proses pemanasan, dendeng
ikan perlu ditambahkan garam sebagai bumbu. Perendaman garam dua kali selama proses
pembumbuan, akan berpengaruh terhadap kandungan lisin dendeng ikan. Garam
mengandung banyak ion-ion logam seperti tembaga, potasium, besi, mangan, natrium yang
dapat mengkatalis terbentuknya radikal bebas. Dijelaskan oleh Basmal et al., (1997),
bahwa dampak adanya radikal bebas baik yang terbentuk dari aoutooksidasi maupun yang
dipercepat oleh ion-ion logam, akan bereaksi dengan dengan asam amino lisin, kemudian
hasil reaksinya bisa bereaksi dengan asam amino lain membentuk lisinoalanin sehingga
menyebabkan kandungan lisinnya menurun. Penyebab turunnya kandungan lisin pada
bahan pangan selain yang sudah tersebut diatas, bisa juga disebabkan karena adanya
aktivitas bakteri, perubahan pH, oksigen, dan cahaya atau kombinasinya tetapi tidak
diamati dalam penelitian ini.
3. Hasil uji kadar air
Hasil uji kadar air pada produk dendeng hasil penelitian ini, terdapat pada tabel 3.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air dari ikan tongkol, tunul dan lele
mengalami penurunan selama proses pembuatan dendeng. Jumlah air yang menguap atau
hilang seperti dalam tabel, terbanyak terjadi pada ikan tongkol dan terendah adalah pada
proses pengeringan ikan tunul. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar air pada
produk dendeng ikan tersebut tidak terjadi perbedaan yang nyata antar jenis ikan. Hal ini
menunjukkan bahwa efektifitas penetrasi panas pada bahan berlangsung hampir sama,
sehingga penguapan air dari bahan bisa dikatakan sama.
Pengurangan kadar air tertinggi terjadi karena perbedaan massa antara bahan
dengan lingkungannya, dalam hal penelitian ini adalah alat pengering yaitu cabinet driyer.
Dijelaskan oleh Winarno (2004), bahwa panas akan menyebabkan ikatan hidrogen antara
molekul-molekul air terputus dan suhu yang dipanaskan lebih tinggi, menyebabkan
molekul-molekul air akan bergerak cepat dan akan menguap. Keluarnya air dari bahan
akan menyebabkan bahan mengalami dehidrasi akibatnya bahan menjadi kering.
415 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
Penurunan kadar air bahan pada ikan tongkol sebanyak 63,67%, kemudian ikan tunul
sebanyak 57,27% dan ikan lele sebanyak 61,30%. Beberapa hal yang mempengaruhi
kecepatan pengeringan menurut Dewi dan Ibrahim (1998) diantaranya sifat fisik dan kimia
produk, pengaturan bahan pada saat pengeringan, suhu, karakteristik dan alat pengeringan.
Dalam hal ini karakteristik yang dimaksud adalah tebal tipisnya permukaan bahan.
Semakin tebal suatu bahan, maka akan memperlambat penetrasi panas.
Tabel 3. Hasil uji kadar air dari ikan segar dan dendeng ikan tongkol, tunul dan lele.
Jenis ikan Kadar air (%) Ikan segar Dendeng ikan
Ikan tongkol 73,50+1,26 26.70+2,35a Ikan tunul 76,42+2,24 32.65+0,78a Ikan lele 75,37+0,85 29.17+3,52a Catatan: Notasi dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05).
Kadar air dendeng ikan hasil penelitian, jika dibandingkan dengan kadar air
dendeng sapi kering berdasarkan SNI 01-2908-1992 yaitu maksimum 12 %, maka kadar
air dendeng ikan hasil penelitian dalam bentuk fillet tipis ini termasuk lebih tinggi. Hal ini
sangat dimungkinkan karena perbedaan fisik dendeng sapi yang berbentuk serat daging,
sedangkan dendeng ikan dalam penelitian ini berbentuk fillet. Sebenarnya kadar air yang
rendah bisa dicapai dengan memperlama waktu pengeringan dendeng fillet. Tetapi hasil
yang dikehendaki dari penelitian ini adalah dendeng yang bersifat semi basah. Seperti yang
disampaikan oleh Peranginangin, (1983 dalam Dewi dan Ibrahim, (1998) bahwa dendeng
adalah pangan semi basah yang mempunyai kadar air 15%-50%. Kadar air ini bisa
memberikan sifat plastis dan stabil dalam penyimpanannya tetapi perlu dimasak,
sedangkan dendeng yang berkadar air 20%-40% dapat dimakan tanpa rehidrasi dan tidak
memberikan rasa kering pada produk
4. Hasil uji kadar protein
Protein merupakan suatu zat yang penting bagi tubuh manusia karena disamping
sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pengatur dan pembangun.
Dendeng diuji nilai proteinnya dalam bentuk mentah. Hasil pada tabel 4 menunjukkan
bahwa nilai protein total terjadi penurunan dari ikan segar menjadi dendeng untuk semua
jenis ikan. Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar protein pada produk dendeng
ikan tersebut terjadi perbedaan yang nyata antar jenis ikan.
Tabel 4. Hasil uji kadar protein dari ikan segar dan dendeng ikan tongkol, tunul dan lele. Jenis ikan Kadar protein (%, bk)
Ikan segar Dendeng ikan Ikan tongkol 78,17+2,63 70,25+4,33a
416 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
Jenis ikan Kadar protein (%, bk) Ikan segar Dendeng ikan
Ikan tunul 79,91+0,73 76,74+0,53c Ikan lele 77,60+3,34 72,92+1,53b
Catatan: Notasi dengan huruf yang berbeda menunjukkan data berbeda nyata (P>0,05).
Nilai protein yang hilang atau rusak pada produk dendeng yang paling besar tejadi
pada ikan tongkol mencapai 10,13 %, kemudian ikan lele sebanyak 6,03%, dan terendah
terjadi pada ikan tunul yaitu 3,96%. Turunnya kadar protein dalam dendeng disebabkan
karena rusaknya protein bahan yang biasa disebut dengan denaturasi protein. Seperti
dijelaskan oleh Ghozali et al., (2004), kadar protein dapat menurun karena adanya proses
pengolahan, diantaranya terjadinya denaturasi protein selama pemanasan. Protein yang
terdenaturasi akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50°C atau lebih.
Protein bisa dikatakan mengalami denaturasi apabila terjadi perubahan susunan
rantai polipeptida suatu molekul protein. Kurniati (2009), menjelaskan bahwa terjadinya
denaturasi protein tahap awal pada saat protein dikenai suhu pemanasan sekitar 50oC,
protein tersebut belum bisa dikatakan rusak, hanya mengalami perubahan struktur
sekunder, tersier, kuartener. Dalam penelitian ini, suhu yang digunakan adalah 65oC,
sehingga sangat dimungkinkan sebagian protein sudah mengalami perubahan strukturnya
atau terdenaturasi. Apalagi, pemanasan berlangsung selama 10 jam, semakin lama
diberikan pemanasan, maka perubahan struktur protein akan terjadi semakin banyak.
5. Hasil uji kadar lemak
Lemak dalam pangan dapat memberikan rasa yang gurih sehingga disukai oleh
konsumen. Disamping itu lemak dapat memperbaiki tekstur dan citarasa bahan pangan,
tetapi kandungan lemak yang berlebih dapat menyebabkan oksidasi lemak hingga akhirnya
yang menyebabkan ketengikan, penguraian lemak akan menghasilkan bau dan rasa yang
tidak disukai.
Tabel 5. Hasil uji kadar lemak dari ikan segar dan dendeng ikan tongkol, tunul dan lele. Jenis ikan Kadar lemak (%, bk)
Ikan segar Dendeng ikan Ikan tongkol 8,39+0,93 7,15+0,23a Ikan tunul 8,80+0,48 7,54+0,58a Ikan lele 15,81+4,45 9,57+0,81b
Catatan: Notasi dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05).
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan lemak pada ikan tongkol,
tunul dan lele adalah beragam baik pada ikan segar maupun pada produk dendeng ikan.
Berdasarkan hasil uji statistik, kandungan lemak pada ikan lele berbeda nyata dengan
kandungan lemak dendeng ikan tongkol dan tunul. Dari data terlihat bahwa kadar lemak
417 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
tertinggi dipunyai oleh ikan lele. Hal ini diduga terkait dengan makanan ikan tersebut. Lele
adalah ikan air tawar yang dibudidayakan sehingga komposisi pakan yang diberikan akan
sangat mempengaruhi tingginya kadar lemak didalam daging ikan lele tersebut, sedangkan
ikan tongkol dan tunul adalah ikan laut dimana makanan diperoleh secara alami.
Nilai lemak yang hilang selama proses pengolahan dendeng paling tinggi terjadi
pada ikan lele yaitu 39,45%, sedangkan ikan tongkol dan tunul hampir sama yaitu 14,76%
dan 14,41%. Suhu yang digunakan saat proses pengeringan dendeng sangat mempengaruhi
penurunan kadar lemak ini. Pada saat dikeringkan dengan cabinet driyer bersuhu 65oC,
sebagian lemak terlihat mengalami pelelehan dan keluar dari daging ikan. Hal ini berbeda
dengan pemanasan dengan cahaya matahari dimana tidak terlihat adanya pelelehan lemak
dari daging ikan. Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Pratama et al., (2013) bahwa proses
pengolahan dengan menggunakan prinsip pemanasan seperti pengeringan, pengasapan
akan menyebabkan sebagian lemak meleleh keluar dari bagian-bagian daging ikan.
Keluarnya lemak dari daging ikan pada suhu 65oC, dimungkinkan karena pada suhu
tersebut, sebagian lemak sudah mencapai titik lelehnya. Seperti disampaikan oleh Akoh
and Min (2002) bahwa titik leleh dari lemak sangat bervariasi. Panjang pendek rantai atom
C sangat mempengaruhi titik leleh lemak tersebut. Disamping itu, kombinasi proses
kimiawi yang lain seperti berkurangnya air dan denaturasi protein, juga akan
mempengaruhi lepasnya lemak dari daging ikan.
6. Hasil uji kadar abu
Abu merupakan residu organik dari pembakaran senyawa organik bila bahan bakar
sempurna dalam tungku pengabuan. Kandungan abu total sebagai parameter nilai nutrisi
dari makanan. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik, kadar abu pada
dendeng ikan terlihat tidak berbeda nyata antar jenis ikan baik itu ikan tongkol, tunul
maupun lele. Walaupun demikian, jumlah abu dalam dendeng mengalami perubahan
jumlah dari kadar abu dibandingkan pada saat dalam kondisi ikan segar. Kalau kandungan
nutrien lain seperti protein dan lemak mengalami penurunan, kadar abu dalam dendeng
justru mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi terjadi pada ikan lele yaitu naik
46,15%, kemudian ikan tongkol naik sebesar 13,64% dan terendah pada ikan tunul yaitu
naik 2,97%.
Tabel 6. Hasil uji kadar air dari ikan segar dan dendeng ikan tongkol, tunul dan lele. Jenis ikan Kadar abu (%, bk)
Ikan segar Dendeng ikan Ikan tongkol 4,59+2,06 5,22+0,79a Ikan tunul 4,83+0,37 4,97+1,39a
418 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
Jenis ikan Kadar abu (%, bk) Ikan segar Dendeng ikan
Ikan lele 3,92+1,97 5,73+0,73a Catatan: Notasi dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05).
Disampaikan oleh Fennema (1996) bahwa dalam keberadaannya, mineral tidak bisa
dihancurkan sampai pada suhu tertentu sehingga jumlah mineral dalam bahan pangan tetap
tersedia. Adanya peningkatan kadar abu dalam dendeng ini, dimungkinkan karena adanya
penambahan bumbu-bumbu untuk membuat dendeng. Garam yang digunakan untuk
merendam daging akan menambah jumlah kadar abu dalam daging. Seperti dikatakan oleh
deMan, (1999) bahwa mineral yang ada dalam bahan pangan terdiri dari garam organik
maupun anorganik seperti potasium, sodium, kalsium, magnesium, klorida, sulfat,
phosphat, dan bikarbonat, serta trace element seperti Fe, Cu, I, Co dan lain-lain.
Masuknya garam yang mengandung banyak komponen mineral didepan pada daging ikan
akan menambah jumlah kadar abu pada dendeng ikan. Begitu juga masuknya gula dan
bumbu-bumbu yang lain dalam daging juga akan menambah jumlah kandungan mineral
pada dendeng.
Tingginya kenaikan kadar abu pada ikan lele (46,15%) diduga karena pengaruh
perubahan bahan nutrien lain seperti berkurangnya kadar lemak. Data diatas menunjukkan
bahwa pada dendeng ikan lele terjadi pengurangan lemak yang paling tinggi tetapi juga
terjadi peningkatan kadar abu paling tinggi.
7. Hasil Uji sensori
Dari data hasil uji sensori penelitian terlihat bahwa tingkat sensori konsumen
terhadap dendeng fillet yang dihasilkan adalah diatas kecukupan. Overall, nilai sensori
yang diberikan adalah diatas 3 dari selang nilai 1-5, ini berarti bahwa ketiga dendeng
tersebut mempunyai nilai yang cukup baik. Nilai sensori terbaik diberikan pada dendeng
ikan lele, kemudian ikan tongkol dan terakhir adalah ikan tunul. Dari hasil uji statistik
terlihat bahwa dari parameter kenampakan, bau dan tekstur tidak terjadi perbedaan yang
nyata pada dendeng fillet yang dihasilkan, tetapi terjadi perbedaan yang nyata pada
parameter rasa.
Tabel 6. Hasil uji nilai sensori dendeng ikan tongkol, tunul dan lele hasil penelitian. Jenis ikan Nilai rerata parameter Selang
kepercayaan kenampakan bau rasa tekstur overall Tongkol 4,2a 3,8a 3,5b 4,0a 3,88 3,66<µ<4,11 Tunul 3,7a 3,6a 3,3a 3,7a 3,60 3,35<µ<3,85 Lele 4,3a 3,9a 4,3c 4,3a 4,18 3,98<µ<4,38 Keterangan: Notasi dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05).
419 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
-Kenampakan
Hasil pengujian kenampakan memberikan tanggapan sensori berkisar 3,7 sampai 4,3
dengan skor tertinggi adalah dendeng ikan lele, tetapi secara statistik tidak terjadi
perbedaan yang nyata. Hal ini berarti bahwa panelis menyukai warna dendeng dari
perlakuan yang telah diberikan. Selang nilai tersebut menandakan bahwa kenampakan
warna dendeng yang dihasilkan berwarna coklat kearah gelap. Secara kimiawi, daging ikan
kering yang disimpan akan mengalami perubahan metmioglobin yang semakin gelap
(Sindelar et al., 2010). Warna pada dendeng kering juga banyak dipengaruhi oleh adanya
gula saat pemberian bumbu. Sampel yang diuji adalah sampel yang masih mentah,
perubahan warna lebih lanjut juga terjadi apabila diberikan proses tambahan seperti proses
penggorengan. Tetapi dalam hal ini tidak dilakukan.
- Bau
Hasil penilaian sensori terhadap bau menunjukkan kisaran nilai dari 3,6- 3,9 dengan
skor tertinggi pada bau dendeng ikan lele. Selang nilai tersebut menandakan bahwa panelis
menyukai bau dendeng yang dihasilkan karena skor nilai tersebut menunjukkan dendeng
yang dihasilkan mempunyai bau khas dendeng. Bumbu yang diberikan dirasakan sudah
mencukupi untuk menimbulkan bau yang khas pada dendeng.
- Rasa
Sampel dendeng untuk uji sensori adalah sampel yang sudah digoreng. Berdasarkan
penilaian para panelis terhadap sensori rasa, terlihat bahwa terjadi perbedaan yang nyata
antar dendeng ikan. Data menunjukkan bahwa rasa yang paling disukai adalah dendeng
ikan lele dengan nilai 4,3, kemudian baru dedeng ikan tongkol dan tunul. Rasa manis dan
guring yang dihasilkan dirasakan cukup oleh panelis. Rasa yang paling disukai adalah rasa
dendeng ikan lele sedangkan yang paling rendah nilainya adalah dendeng ikan tunul.
-Tekstur daging
Hasil penilaian sensori tekstur daging ikan diberikan kisaran nilai 3,7 sampai 4,3 dan
tidak terjadi perbedaan yang nyata. Nilai ini diartikan bahwa dendeng yang dihasilkan
mempunyai tingkat tekstur daging yang cukup lunak. Lunak yang dimaksudkan disini
adalah lunaknya daging karena masih adanya kadar air yang masih cukup banyak dalam
daging. Dibandingkan dengan ikan kering atau dendeng daging sapi, dendeng daging fillet
ikan ini memang cenderung masih terlihat semi basah. Nilai yang paling tinggi diberikan
pada dendeng ikan lele.
420 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah semua produk dendeng yang
dihasilkan dapat diterima konsumen dengan baik terutama yang paling disukai adalah
dendeng ikan lele. Perubahan parameter terjadi paling banyak pada pembuatan dendeng
ikan lele yaitu untuk parameter rendemen, kadar lemak, kadar abu. Penurunan kadar lisin
dan kadar air terbanyak pada dendeng ikan tunul. Penurunan kadar protein terbanyak pada
dendeng ikan tongkol.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih kepada Universitas Diponegoro atas dibiayainya penelitian ini
dengan dana PNBP UNDIP melalui kegiatan PKUM tahun anggaran 2016.
DAFTAR PUSTAKA
Akoh,C C. and David, M B. 2002. Food Lipids; Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. Second Edition, Revised and Expanded. ISBN: 0-8247-0749-4. Marcel Dekker, Inc. Madison Avenue, New York.
Anonymous. 2006. Mengawetkan daging tanpa formalin terhadap pengolahan. http://www.pengawetan.net/pengawetan daging/index.html. Diakses Desember 2016.
Banaout, J., Kucerova, I., and marek S. 2012. Using a double pass solar drier for jerky drying. SciVerse Science Direct. Energy Procedia 30 (2012) 738-744.
Basmal, J., Utomo, B S B., dan Taylor, K D A. 1997. Pengaruh perebusan, penggaraman, dan penyimpanan terhadap penurunan lisin yang terdapat dalam ikan pindang. Jurnal Perikanan Indonesia Vol. III No. 2. Universitas of Humberside, England, 54-62 hlm.
Brestensky, M., Nitrayova, S., Heger, J., Patras P., Rafay, J., dan Sirotkin, A. 2014. Methods for determination reactive lysine in heat-treated foods and feeds. Journal Microbiol Biotech, Vol 4 No. 1. Institute of Nutrition, 13-15 hlm.
deMan,John M. 1999. Principles of Food Chemistry.. A Chapman & Hall Food Science Book. Copyright © 1999 by Aspen Publishers, Inc.
Dewi, E N., dan Ibrahim, R. 1998. Pengaruh penambahan konsentrasi gula pasir dan gula jawa yang berbeda terhadap mutu dendeng ikan nila merah (Oreochromis niloticus). Majalah Penelitian No.41. Bulan Maret Volume XI. Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro. Semarang.
Desroiser, W. dan Nourman.1998. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah Muhdi Muljoharjo. Universitas Indonesia. Jakarta. 614.
El Husna, N., Asmawati dan Suwarjana G. 2014. Dendeng ikan leubiem (Canthidermis maculates) dengan variasi metode pembuatan, jenis gula dan metode pengeringan. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. Vol. 6, No.03, 2014.
Ekop, A S. 2008. Changes in amino acid composition of African yam beans (Sphenostylis stenocarpas) and African locust beans (Parkia filicoida) on cooking. Pakistan Journal of Nutrition 5(3):254-256.
Fennema, Owen R.1996. Food Chemistry. University of Wisconsin- Madison. Wisconsin. Marcel dekker, inc. New york . Basel. Hong kong. 3rd ed.
421 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip
Ghozali, T. Muchtadi D, dan Yaroh. 2004. Peningkatan daya tahan simpan sate bandeng (Chanos chanos) dengan cara penyimpanan dingin dan pembekuan. Jurnal Infotek. Vol. 6 No.1.
Hadiwiyoto, Naruki, S., Satyanti, S., Hastini dan Diana. 1999. Perubahan kelarutan protein, kandungan lisin (available), metionin, dan histidin bandeng presto selama penyimpanan dan pemasakan ulang. Jurnal Agritech. Vol. 19 No. 2.
Hajar, U dan Handayani, S. 2013. Pengaruh proporsi ikan tongkol (Auxis sp.) dan jantung pisang klutuk (Musa sp.)) pada hasil dendeng lumat. Ejournal boga. Volume 2, nomor 1, tahun 2013, edisi yudisum periode Februari 2013, hal. 211 – 218.
Kurniati, E. 2009. Pembuatan konsentrat protein dari biji kecipir dengan penambahan HCl. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik, Vol. 9 No. 2, UPN Veteran, Jatim, 155-122 hlm.
Pratama, R I., Rostini, I., dan Awaluddin, M Y. 2013. Komposisi kandungan senyawa flavor ikan mas (Cyprinus carpio) segar dan hasil pengukusannya. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjajaran. Bandung. Jurnal Akuatika Vol. IV No. 1/Maret 2013 (55-67). ISSN 0853-2523.
Pundoko, S S., Onibala, H., dan Agustin, A T. 2014. Perubahan komposisi zat gizi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) selama proses pengolahan ikan kayu. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan, Vol. 2 No. 1, Universitas Sam Ratulangi, Manado, 9-14 hlm.
Sampels, Sabine. 2015. The effect of processing technologies and preparation on the final quality of fish product. Elsevier. Trend in Food & Technology 44 (2015) 131-146.
Sipahutar, Y., dan Arpan, S. 2005. Pengaruh cara pengeringan dan bumbu yang berbeda terhadap dendeng ikan layang (Decapterus macrosoma). Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.
Sindelar, J J., Mattew J, Tems, Elizabeth Meyn and Jane A Boles. 2010. Development of a methode to manufacture uncured, no-nitrate/nitrit-added whole muscle jerky. Meat Science. 86 (2010) 298-303.
Swastawati, F., Aryanti, I S., dan Sumardianto. 2012. Quality changes of smoked little tuna (Euthynnus Affinis) processed by using different liquid smoke. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang. Journal Of Coastal Development. Volume 16, Number 1, October 2012 : 25-31. ISSN : 1410-5217.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-2908-1992. Dendeng Sapi. Dewan Standardisasi
Nasional. Jakarta. Standar Nasional Indonesia .2006. SNI 01-2354.4-2006. Analisis Kadar Protein pada
Produk Perikanan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. .2006. SNI 01-2354.3-2006. Analisis Kadar Lemak pada Produk Perikanan. Badan
Standardisasi Nasional. Jakarta. .2006. SNI 01-2354.2-2006. Analisis Kadar Air pada Produk Perikanan. Badan
Standardisasi Nasional. Jakarta. _______________________ . 2006. SNI. 01-2354.1.2006. Tentang Penentuan Kadar Abu.
DirektoratJendral Perikanan. Jakarta. Susanti, M. 2008. Mikroenkapsulasi Oleoresin daun sirih (Piper betle L) untuk produksi
bandeng (Chanos chanos Forsk) tinggi lisin pada proses pengasapan cair. Jurnal Litbang. Vol. 6 No. 1. Universitas Diponegoro.Semarang, 38-44.
Toledo, R T. 2007. Fundamentals of Food Process Engineering. Third edition. Department of Food Science and Technology University of Georgia. Athens, GA 30602 USA. © 2007 Springer Science+Business Media, LLC.
Winarno, F G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
611 Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir, Undip