Post on 12-Jan-2016
description
TETANUSKEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE 27 JULI 2015 – 29 AGUSTUS 2015RS. MARDI WALUYO METRO
LAMPUNG
DEFINISI
Penyakit klinis yang ditandai dengan onset akut hipertonia dan kontraksi otot yang nyeri (biasanya otot rahang dan leher) dan spasme otot general tanpa penyebab medis lain yang tampak dengan/tanpa bukti laboratoris C. tetani atau toksinnya dengan atau tanpa riwayat trauma.
ETIOLOGI
Tetanus disebabkan oleh toksin bakteri Clostridium tetani yang memiliki dua bentuk, yaitu bentuk vegetatif dan spora.
Bentuk vegetatif C. tetani adalah basil, Gram positif, tidak berkapsul, motil, dan bersifat obligat anaerob. Bentuk vegetatif rentan terhadap efek bakterisidal dari proses pemanasan, desinfektan kimiawi, dan antibiotik. Bentuk ini merupakan bentuk yang dapat menimbulkan tetanus
Spora C. tetani relatif resisten terhadap desinfeksi kimiawi dan pemanasan. Spora tahan terhadap paparan fenol, merbromin, dan bahan kimia lain yang efektif untuk desinfeksi. Pemanasan di dalam air mendidih selama 15 menit dapat membunuh hampir semua spora.
Spora bersifat non-patogenik di dalam tanah atau jaringan terkontaminasi sampai tercapai kondisi yang memadai untuk transformasi ke bentuk vegetatif. Transformasi terjadi akibat penurunan lokal kadar oksigen akibat: (a) terdapat jaringan mati dan benda asing, (b) crushed injury, dan (c) infeksi supuratif
PEWARNAAN GRAM C.tetani
Germinasi spora dan produksi toksin terjadi pada kondisi anaerobik. Bentuk vegetatif C. tetani menghasilkan dua macam toksin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.
PATOGENESIS
Luka Spora C. Tetani masuk kedalam tubuh Spora mengalami germinasi pada luka anerob Spora berubah menjadi bentuk vegetatif Menghasilkan tetanospasmin Awalnyaterdiri dari polipeptida tunggal yang tidak aktif Dibagi menjadi 2 oleh enzim protease menjadi Rantai Berat dan Rantai Ringan Ujung karboksil dari rantai berat berikatan dengan membran neural dan ujung amino menciptakan pori untuk masuknya rantai ringan kedalam sitosol
PATOGENESIS
Setelah masuk ke motorneuron, senyawa ditransfer akson secara intraaksonal dari tempat infeksi ke korda spinalis Transport awalnya motorik, sensorik lalu otonom Jika toksin jumlahnya besar, masuk ke sirkulasi dan berikatan dengan seluruh ujung saraf Ketika di korda spinalis, rantai ringan masuk ke neuron inhibitor sentral dan memecah sinaptobrevin Tetanospasmin menginhibisi α motor neuron Vesikel yang mengandung GABA dan glisin tidak dilepas Hilang aksi inhibitor motorik dan otonom Kontraksi otot terus menerus
MANIFESTASI KLINIS
Tetanus biasanya terjadi setelah luka dengan penetrasi yang dalam dimana pertumbuhan bakteri anaerob dapat terjadi.
Tempat infeksi yang paling umum adalah luka pada ekstremitas bawah, infeksi uterus post-partum atau post-abortus, injeksi intramuskular nonsteril, dan fraktur terbuka.
Tetanus lokal
Spasme dan peningkatan tonus otot terbatas pada otot-otot di sekitar tempat infeksi tanpa tanda-tanda sistemik.
Kontraksi dapat bertahan selama beberapa minggu sebelum perlahan-lahan menghilang.
Tetanus sefalik
Bentuk khusus tetanus lokal yang mempengaruhi otot-otot nervus kranialis terutama di daerah wajah.
Tetanus sefalik dapat timbul setelah otitis media kronik maupun cidera kepala (kulit kepala, mata dan konjungtiva, wajah, telinga, atau leher).
Manifestasi klinis yang dapat timbul dalam 1-2 hari setelah cidera antara lain fasial palsi akibat paralisis nervus VII (paling sering), disfagia, dan paralisis otot-otot ekstraokuler serta ptosis akibat paralisis nervus III.
Tetanus general
Tanda khas dari tetanus general adalah trismus (lockjaw) yaitu ketidakmampuan membuka mulut akibat spasme otot maseter.
Kekakuan leher, kesulitan menelan, rigiditas otot abdomen, dan peningkatan temperatur 2-4°C di atas suhu normal.
Spasme otot-otot wajah menyebabkan wajah penderita tampak menyeringai dan dikenal sebagai risus sardonicus (sardonic smile).
Spasme otot-otot somatik yang luas menyebabkan tubuh penderita membentuk lengkungan seperti busur yang dikenal sebagai opistotonus dengan fleksi lengan dan ekstensi tungkai serta rigiditas otot abdomen yang teraba seperti papan
Kejang otot yang akut, paroksismal, tidak terkoordinasi, dan menyeluruh merupakan karakteristik dari tetanus general. Kejang tersebut terjadi secara intermiten, ireguler, tidak dapat diprediksi, dan berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit
Udara dingin, suara, cahaya, pergerakan pasien, bahkan gerakan pasien untuk minum dapat memicu spasme paroksismal. Sianosis dan bahkan kematian mendadak dapat terjadi akibat spasme tersebut.
Overaktivitas autonom dapat menyebabkan fluktuasi ekstrim tekanan darah yang bervariasi dari hipertensi ke hipotensi serta takikardia, berkeringat, hipertermia, dan aritmia jantung.
Spasme berlanjut selama 2-3 minggu, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan transpor toksin yang sudah berada intraaksonal, setelah antitoksin diberikan.
Risus Sardonikus
Opistotonus
Nyeri Saat Kontraksi
Tetanus neonatorum
Tetanus neonatorum disebabkan infeksi C. tetani yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan.
Gambaran klinis tetanus neonatorum serupa dengan tetanus general. Gejala awal ditandai dengan ketidakmampuan untuk menghisap 3-10 hari setelah lahir. Gejala lain termasuk iritabilitas dan menangis terus menerus (rewel), risus sardonikus, peningkatan rigiditas, dan opistotonus
DIAGNOSIS
Lebih sering ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dibandingkan berdasarkan penemuan bakteriologis.
Selain trismus, pemeriksaan fisik menunjukkan hipertonisitas otot-otot, refleks tendon dalam yang meningkat, kesadaran yang tidak terganggu, demam derajat rendah, dan sistem saraf sensoris yang normal.
Spasme paroksismal dapat ditemukan secara lokal maupun general. Sebagian besar pasien memiliki riwayat luka dalam 2 minggu terakhir dan secara umum tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus toksoid yang jelas
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis sedang.
Skor Phillips, Dakar, Ablett, dan Udwadia.
PHILLIPS SCORE
INTERPRETASI
Skor dari keempat parameter tersebut dijumlahkan dan interpretasinya sebagai berikut: (a) skor < 9 tetanus.
Phillips Score Selama Masa Perawatan
INTERPRETASI
Interpretasinya sama dengan skor Phillips sebelumnya yaitu: 1) skor < 9 tetanus ringan, 2) skor 9-18 tetanus sedang, dan 3) > 18 tetanus berat.
Diagnosis banding Tetanus
Penyakit Gambaran Differensial
INFEKSIMeningoensefalitis
Polio
Rabies
Lesi orofaring
PeritonitisKELAINAN METABOLIK
Tetani
Keracunan strikninReaksi fenotiazin
PENYAKIT SISTEM SARAF PUSATStatus epileptikusPerdarahan atau tumor (SOL)
KELAINAN PSIKIATRIKHisteria
KELAINAN MUSKULOSKELETAL Trauma
Demam, trismus ridak ada, penurunan kesadaran, cairan serebrospinal abnormal.Trismus tidak ada, paralisis tipe flasid, cairan serebrospinal abnormal.Gigitan binatang, trismus tidak ada, hanya spasme orofaring.Bersifat lokal, rigiditas atau spasme seluruh tubuh tidak ada.Trismus dan spasme seluruh tubuh tidak ada.
Hanya spasme karpo-pedal dan laringeal,hipokalsemia.Relaksasi komplit diantara spasme.Distonia, menunjukkan respon dengan difenhidramin.
Penurunan kesadaran.Trismus tidak ada, penurunan kesadaran.
Trismus inkonstan, relaksasi komplit antara spasme.
Hanya lokal.Sumber: Ritarwan, 2004
Penatalaksanaan Prioritas awal dalam manajemen penderita tetanus yaitu:
1. Kontrol jalan napas
2. Mempertahankan ventilasi yang adekuat
Ruangan khusus untuk merawat pasien tetanus
Pemberian cairan IV, pemeriksaan elektrolit dan Analisa Gas Darah
Penatalaksanaan berikutnya memiliki 3 tujuan utama, yaitu:
1. Menetralisir toksin dalam sirkulasi
2. Menghilangkan sumber tetanospamin
3. Memberikan terapi suportif sampai tetanospasmin yang terfiksir pada neuron
dimetabolisme
Pengaturan diet yang adekuat
Penatalaksanaan
Netralisasi toksin dalam sirkulasi dilakukan dengan memberikan HTIG dosis tunggal 3000-6000 IU secara IM, sedangkan dosis yang disarankan dalam formularium nasional Inggris 5000-10.0000 IU. Apabila HTIG tidak tersedia dapat menggunakan ATS dengan dosis 40.000 IU, cara pemberiannya yaitu 20.000 IU dimasukkan ke dalam 200 ml NaCl dan diberikan secara IV dalam 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa(20.000 IU) diberikan secara IM pada daerah sekitar luka. HTIG dan ATS hanya berguna terhadap tetnospamin yang belum memasuki sistem saraf.
Penatalaksanaan
Eradikasi sumber toksin dilakukan dengan pemberian antibiotik dan debridemen luka.
Penggunaan antibiotik Metronidazole 500 mg setiap 6 jam melalui jalur IV atau per oral selama 10-14 hari. Antiobiotik alternatif terhadap metronidazole adalah Doksisiklin 100 mg tiap 12 jam selama 7-10 hari.
Pada perawatan luka dilakukan debridemen luka dengan membuang benda asing, eksisi jaringan nekrotik serta irigasi luka. Larutan H2O2 dapat digunakan dalam
perawatn luka. Perawatan luka dilakukan 1-2 jam setelah pemberian HTIG atau ATS dan Antibiotik.
Perawatan suportif meliputi sedasi, blokade neuromuskular dan manajemen instabilitas autonomik. Dosis benzodiazepin dapat mencapai 100 mg/jam IV. Penggunaan antikonvulsan yang meningkatkan aktivitas GABA jg dapat memberikan efek sedasi dengan dosis awal 1,5-2,5 mg/kgBB untuk anak atau 100-150 mg untuk dewasa diberikan IM.
Penatalaksanaan
Pengaturan diet yang adekuat
Kebutuhan energi pada tetanus meningkat karena spasme berulang dan overaktivitas sistemik.
Pemberian nutrisi harus dimulai sejak dini, idealnya melalui jalur enteral untuk mempertahankan integritas gastrointestinal.
Pada penderita tetanus diberikan diet cukup kalori dan protein melalui jalur enteral maupun parenteral. Bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Selama pasase usus baik diberikan nutrisi enteral. Apabila ada trismus makanan dapat diberikan lewat pipa lambung maupun gastrostomi
Komplikasi
Sistem organ KomplikasiJalan napas Aspirasi, spasme laring, obstruksi terkait
penggunaan sedatif.Respirasi Apneu, hipoksia, gagal napas tipe I dan II,
ARDS, komplikasi akibat ventilasi mekanis jangka panjang (misalnya pneumonia), komplikasi trakeostomi.
Kardiovaskular Takikardia, hipertensi, iskemia, hipotensi,
bradikardia, aritmia, asistol, gagal jantung.Renal Gagal ginjal, infeksi dan stasis urin.
Gastrointestinal Stasis, ileus, perdarahan.
Muskuloskeletal Rabdomiolisis, myositis ossificans circumscripta, fraktur akibat spasme.
Lain-lain Penurunan berat badan, tromboembolisme, sepsis, sindrom disfungsi multiorgan.
Sumber: Ang, 2003
Prognosis
Faktor yang mempengaruhi mortalitas pasien tetanus adalah masa inkubasi,
periode awal pengobatan, status imunisasi, lokasi fokus infeksi, penyakit lain
yang menyertai, serta penyulit yang timbul.
Berbagai sistem skoring yang digunakan untuk menilai berat penyakit juga
bertindak sebagai penentu prognostik. Sistem skoring yang dapat digunakan
antara lain skor Phillips, Dakar, Udwadia, dan Ablett.
Tingkat mortalitas mencapai lebih dari 50% di negara-negara berkembang
dengan gagal napas menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas.
Mortalitas lebih tinggi pada kelompok usia neonatus dan > 60 tahun
Pencegahan
Tindakan pencegahan merupakan usaha yang sangat penting dalam
menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat tetanus. Ada dua cara
mencegah tetanus, yaitu
1. Perawatan luka yang adekuat
2. Imunisasi aktif dan pasif
Klasifikasi Luka menurut American College of Surgeon Committe on
Trauma
Tampilan klinis Luka rentan tetanus Luka tidak rentan tetanus
Usia luka > 6 jam < 6 jam
Konfigurasi Bentuk stellate, avulsi Bentuk linier, abrasi
Kedalaman > 1 cm ≤ 1 cm
Mekanisme cidera Misil, crush injury, luka bakar, frostbite
Benda tajam (pisau, kaca)
Tanda-tanda infeksi Ada Tidak ada
Jaringan mati Ada Tidak ada
Kontaminan (tanah, feses, rumput, saliva, dan lain-lain)
Ada Tidak ada
Jaringan denervasi/iskemik Ada Tidak ada
Sumber: American College of Surgeon Comitte on Trauma (1995)
Panduan pemberian profilaksis tetanus pada pasien trauma
Riwayat Imunisasi Tetanus sebelumnya
(dosis)
Luka rentan tetanus Luka tidak rentan tetanus
TT HTIG TT HTIG
Tidak diketahui atau < 3 Ya Ya Ya Tidak
≥ 3 dosis Tidak
(kecuali ≥ 5 tahun sejak dosis terakhir)
Tidak Tidak
(kecuali ≥ 10 tahun sejak dosis terakhir)
Tidak
Sumber: American College of Surgeon Comitte on Trauma (1995)
THANKYOU