Post on 28-Aug-2015
description
Farhad Etezadi, Kourosh Karimi Yarandi, Aylar Ahangary, Hajar Shokri, Farsad Imani, Saeid Safari, Mohammad Reza Khajavi
CITRA KUSUMA PUTRI, S.KED
07711061
Insidensi TNS stlh anestesi spinal byk ditemukan terutama dengan agen lidokain.
Gejala TNS: LBP, yg menjalar ke ekstremitas bawah dan bokong, mrpkn komplikasi neurologi mayor.
Nyeri biasanya muncul 24-48 jam post operasi.
Penelitian prospektif klinis ini mengetahui insidensi kejadian TNS pada pasien yang menjalani anestesi spinal dengan dua jenis jarum yang berbeda, pada dua posisi pembedahan yang berbeda.
250 kandidat pasien pembedahan elektif dari Januari 2011 sampai Desember 2011.
Berusia 18-60 tahun dengan skor ASA I atau II.
Eksklusi: penyakit neuromuskular, stenosis kanal spinal atau penyakit diskus vertebra, fraktur femur, atau fraktur pelvis, diabetes melitus, obesitas, dan mereka yang pernah
mengalami komplikasi setelah anestesi spinal
Informed consent tertulis pd semua pasien
Semua kasus secara acak di bagi menjadi 4 kelompok berdasarkan tipe jarum (25 Sprotte atau Quincke) dan anestetik lokal (lidokain atau bupivakain). 1,5-2 mL lidokain 5% hiperbarik (Orion Pharma)
digunakan untuk anestesi spinal dan 2,5-3 mL bupivakain 0,5% isobarik (MYLAN) untuk
tujuan sama.
Berdasarkan tipe jarum Sprotte: 62 pasien dg lidokain 62 pasien dg bupivakain
Menggunakan jarum Quincke: 63 pasien dg bupivakain 63 pasien dg lidokain
Pada penelitian ini, insidensi gejala neurologi yang merugikan dengan lidokain signifikan lebih besar dibandingkan dengan bupivakain.
Temuan ini konsisten dengan laporan sebelumnya. 39,6% dari total kasus yang dianestesi dengan lidokain atau bupivakain bertahan dari TNS dalam penelitian ini. Insidensi tinggi jika dibandingkan dengan yang dilaporkan dari literatur sebelumnya. Berdasarkan laporan sebelumnya, munculnya gejala neurologi 10-40% pasien setelah anestesi spinal dengan lidokain.
Solusio lidokain yang berbeda (1%, 2%, dan 5%) digunakan untuk anestesi spinal dan semuanya dilaporkan menginduksi TNS. Mekanisme pasti gejala ini belum bisa dijelaskan
Dari 112 operasi yang dilakukan dengan posisi litotomi, 82 kasus bertahan dari LBP dan parestesia pada ekstremitas bawah, dimana angka LBP lebih rendah pada pembedahan dengan posisi supine.
Posisi pembedahan masih merupakan faktor resiko independen untuk munculnya TNS setelah analisis multivariat. Lordosis spinal normal diatur menggunakan prosedur
yang dilakukan dengan posisi supine, sementara lordosis lumbal menurun pada posisi litotomi dan bagian lumbal kolum spinal diluruskan selama operasi. Otot, tendon, sendi, dan saraf kauda ekuina secara signifikan tertarik dengan posisi ini.
Hal ini kemudian meningkatkan resiko LBP pada periode post operasi.