Post on 07-Feb-2016
description
Borang Portofolio Kasus Medis
No. ID dan Nama Peserta dr. Lorensia Fitra Dwita
No. ID dan Nama Wahana RSUD Kota Lubuk Basung
Topik Sindroma Nefrotik Relaps Jarang
Tanggal (kasus) 21 Januari 2015
Nama Pasien An.MZ No. RM 142253
Tanggal Presentasi Februari 2015 Pendamping dr. Budiawati
Tempat Presentasi Ruang Konfrens RSUD Kota Lubuk Basung
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ DeskripsiPasien anak laki-laki, usia 7 tahun, dibawa dengan keluhan sembab pada
seluruh tubuh sejak 5 hari SMRS
□ TujuanMenegakkan diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan dan penatalaksanaan awal
dan jangka panjang.
Bahan
Bahasan□ Tinjauan Pustaka □ Riset
□ Kasus□ Audit
Cara
Membahas □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Data Pasien Nama : An. MZ No. Registrasi : 142253
Nama RS : RSUD Kota Lubuk Basung Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Sindroma Nefrotik Relaps Jarang
2. Riwayat Pengobatan : Pasien sudah pernah berobat akibat penyakit yang sama sebelumnya
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama 6 bulan
sebelumnya, dan pulang dalam keadaan membaik.
4. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini
5. Riwayat Pekerjaan : -
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tinggal bersama ayah dan ibu, rumah semi permanen
1
7. Riwayat Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap menurut umur
8. Lain-lain : -
Daftar Pustaka :
1. Bergstein JM. Sindrom Nefrotik. Dalam: Behrman, Kliegman, Arvin, penyunting, Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Volume 3. Edisi 15.Jakarta : Saunders; 2000, halaman 1728-1832.
2. Wila Wirya IGN. Sindroma Nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihartono PP, dkk,
penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2002,
halaman 381-426.
3. Husein A, Tatalan T, Partini PT, Sudung OP. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik
Idiopatik Pada Anak. Jakarta: IDAI; 2005.
4. Noer MS. Sindrom Nefrotik resisten steroid dan permasalahannya. Dalam: IDAI. Simposium
Nasional Nefrologi Anak IX. Hemato-onkologi anak. Batu IDAI; 2003, halaman 16-37.
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Sindroma Nefrotik
2. Protokol pengobatan Sindrom Nefrotik berdasarkan klasifikasinya
3. Edukasi mengenai pengobatan jangka panjang Sindrom Nefrotik
4. Edukasi mengenai factor risiko terjadinya Sindrom Nefrotik
2
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
Subjektif :
Sembab hampir pada seluruh tubuh sejak 5 hari SMRS
Sembab awalnya pada kelopak mata, kedua tungkai dan perut, dan
akhirnya seluruh tubuh.
Sembab menetap baik pada pagi maupun malam hari
Keluhan sembab tidak disertai sesak nafas saat tidur ataupun
beraktivitas.
Riwayat demam sejak 1 minggu SMRS, tidak tinggi,hilang timbul,
tidak berkeringat, tidak menggigil dan tidak disertai kejang.
Batuk-batuk sejak 2 hari SMRS, berdahak, darah tidak ada
Muntah tidak ada
Riwayat alergi makanan dan obat-obatan tidak ada.
Buang air kecil dan buang air besar jumlah dan frekuensi biasa
Riwayat penurunan nafsu makan tidak ada
Riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama tidak ada
Anak telah dirawat pertama kali 6 bulan SMRS dengan keluhan yang
sama di RSUD Lubuk Basung dan ditegakkan serta ditatalaksana
sebagai Sindroma Nefrotik baru dikenal. Selama rawatan 2 minggu,
sembab semakin berkurang, dan pasien diperbolehkan pulang dalam
keadaan membaik dan diwajibkan untuk control teratur ke rumah sakit,
namun pasien tidak control ke rumah sakit.
Objektif :
a. Vital sign
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : cmc
Frekuensi nadi : 100 x/menit
Frekuensi nafas : 22 x /menit
Suhu : 37,0 0C
Berat Badan : 17 kg
sianosis(-), pucat(-), ikterik(-)
3
b. Pemeriksaan sistemik
Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
edem palpebra (+/+)
Hidung: Tidak ditemukan kelainan
Mulut : T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi : simetris, normochest
Palpasi : fremitus simetris
Perkusi : sonor kedua lapang paru
Auskultasi : vesicular, Ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada
Abdomen
Inspeksi : perut tampak membuncit, distensi (-)
Palpasi : hepar dan lien sukar dinilai, turgor baik
Perkusi : timpani, shifting dullness (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Alat kelamin : tidak ada kelainan
Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik, edema pretibial +/+
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin
- Hb : 13,8 gr/dl
- Leukosit : 19.200/mm3
- Ht : 42 %
- Trombosit : 450.000/mm3
- Total Cholest : 490 mg/dL
4
- Trigliserida : 175 mg/dL
- Total protein : 3,4 gr/dL
- Alb/glob : 1,3/2,1 gr/dL
- Ur/Cr : 13/0,3 mg/dL
Urinalisa
- pH : 6,0
- Protein : +3
- Sedimen erit : +10-15/LPB
- Sedimen leuko: +2-5/LPB
Assesment (penalaran klinis) :
Telah dilaporkan suatu kasus seorang pasien anak laki-laki berumur 7 tahun
dengan diagnosis kerja : Sindroma Nefrotik Relaps Jarang. Dasar diagnosis pada
pasien ini adalah dari anamnesis adanya sembab pada hampir seluruh tubuh yang
perlahan semakin menyebar dari kelopak mata, perut hingga kedua tungkai sejak 5
hari SMRS. Selain itu pasien 6 bulan sebelumnya sudah dirawat dengan keluhan yang
sama dan sudah ditatalaksana sebagai sindroma nefrotik. Oleh karena itu SN kali ini
dikategorikan sebagai SN Relaps Jarang yange berarti dalam jangka 6 bulan pertama
setelah respon awal, pasien mengalami keluhan yang sama (relaps) sebanyak < 2x.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya edema pada kedua palpebral, perut
yang tampak membuncit disertai adanya shifting dullness, dan adanya edema pretibial
pitting. Serta ditunjang dari pemeriksaan laboratorium yang merupakan kriteria
diagnostic dari Sindroma Nefrotik, yaitu proteinuria massif ( dipstick ≥ +2) ,
hipoalbuminemia ( < 2,5 gr/dL) dan dapat disertai hiperkolesterolemia ( >200 mg/dL).
Pasien ditatalaksana dengan IVFD D5%: NaCl (3:1) = 20tts/I, Amoxicillin
2500mg/8jam (IV), Furosemid 1x40 mg (IV), Prednison 3-2-2 (2mg/kgBB/hari) PO,
Ambroxol 3x10 mg (PO), Calnic syr 2cth1 (PO), Captopril 3x6mg (PO), diet nefrotik
MB 1400 kkal (protein 2 gr/kg/hari, garam 2 gr/hari), balance cairan (folley catheter).
5
Plan :
Diagnosis klinis : Sindroma Nefrotik Relaps Jarang
Diagnosis banding : -
Pengobatan :
Istirahat
IVFD D5%: NaCl (3:1) = 20tts/I,
MB Diet Nefrotik 1400 kkal
Protein 2gr/kg/hari
Garam 2gr/hari
Amoxicillin 2500mg/8jam (IV)
Furosemid 1x40 mg (IV)
Prednison 3-2-2 (2mg/kgBB/hari Full Dose) PO
Ambroxol 3x10 mg (PO)
Calnic syr 2cth1 (PO)
Captopril 3x6mg (PO)
Balance cairan (folley catheter).
Follow Up
22/1/2015
S/ Kedua mata tampak bertambah sembab
Batuk ada,berdahak
Sesak nafas tidak ada
Sembab masih ada
Demam tidak ada
Mual muntah tidak ada
BAK dan BAB biasa
O/
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Frekuensi denyut nadi : 100x / menit
Frekuensi nafas : 22 x / menit
6
Suhu : 37o C
Kulit : teraba hangat
Mata : edem palpebra +/+ meningkat ,konjunctiva tidak
anemis,sklera tidak ikterik,
Thorak : retraksi (-)
cor: irama teratur, bising tidak ada
Pulmo: vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada, shifting dulness (+),BU (+) normal
Genitalia : edema skrotum +/+
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik,edem pretibila +/+
Kesan : edema palpebra bertambah dan edema skrotum
Th/
IVFD D5%: NaCl (3:1) = 20tts/I,
MB Diet Nefrotik 1400 kkal
Protein 2gr/kg/hari
Garam 2gr/hari
Amoxicillin 2500mg/8jam (IV)
Furosemid 1x40 mg (IV)
Prednison 3-2-2 (2mg/kgBB/hari) PO
Ambroxol 3x10 mg (PO)
Calnic syr 2cth1 (PO)
Captopril 3x6mg (PO)
23 Januari 2015
S/ Sembab pada mata berkurang
Batuk ada berdahak
Sesak nafas tidak ada
Sembab masih ada
Demam tidak ada
Mual muntah tidak ada
BAK dan BAB biasa
O/
Keadaan Umum : sakit sedang
7
Kesadaran : sadar
Frekuensi denyut nadi : 93x / menit
Frekuensi nafas : 22x / menit
Suhu : 37o C
Kulit : teraba hangat
Mata : edem palpebra +/+ berkurang ,konjunctiva tidak
anemis,sklera tidak ikterik,
Thorak : retraksi (-)
cor: irama teratur, bising tidak ada
Pulmo: vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada, shifting dulness (+),BU (+) normal
Genitalia : edema skrotum +/+
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik,edem pretibila
Kesan : stabil
Th/
IVFD D5%: NaCl (3:1) = 20tts/I,
MB Diet Nefrotik 1400 kkal
Protein 2gr/kg/hari
Garam 2gr/hari
Amoxicillin 2500mg/8jam (IV)
Furosemid 1x40 mg (IV)
Prednison 3-2-2 (2mg/kgBB/hari) PO
Ambroxol 3x10 mg (PO)
Calnic syr 2cth1 (PO)
Captopril 3x6mg (PO)
24 Januari 2015
S/ Sembab pada mata tidak ada
Batuk ada dan berkurang, berdahak
Sesak nafas tidak ada
Sembab masih ada
Demam tidak ada
Mual muntah tidak ada
8
BAK dan BAB biasa
O/
Pemeriksaan Fisis :
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Frekuensi denyut nadi : 88x / menit
Frekuensi nafas : 22x / menit
Suhu : 36,8o C
Kulit : teraba hangat
Mata :edem palpebra -/-, konj tidak anemis
Thorak : retraksi (-)
cor: irama teratur, bising tidak ada
Pulmo: vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada, shifting dulness (+),BU (+) normal
Genitalia : edema skrotum berkurang
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik,edem pretibila +/+
Kesan : edema berkurang
Hasil lab :
Protein total : 4,3 g/dl
Albumin : 1,7 g/dl
Globulin :2,6 g/dl
Kesan : Peningkatan albumin dari sebelumnya
Urinalisa :
Protein : +2
Glukosa : -
Leukosit : 1-2/LPB
Eritrosit : 2-3/LPB
Kesan proteinuria berkurang, sedimen leukosit dan eritrosit berkurang
Th/
IVFD D5%: NaCl (3:1) = 20tts/I,
9
MB Diet Nefrotik 1400 kkal
Protein 2gr/kg/hari
Garam 2gr/hari
Amoxicillin 2500mg/8jam (IV)
Furosemid 1x40 mg (IV)
Prednison 3-2-2 (2mg/kgBB/hari)
Ambroxol 3x10 mg (PO)
Calnic syr 2cth1 (PO)
Captopril 3x6mg (PO)
26 Januari 2015
S/ sembab pada mata tidak ada
Batuk tidak ada
Sembab masih ada
Demam tidak ada
Mual muntah tidak ada
BAK dan BAB biasa
O/
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Frekuensi denyut nadi : 88x / menit
Frekuensi nafas : 22x / menit
Suhu : 36,9o C
Kulit : teraba hangat
Mata : edem palpebra -/- ,konj tidak anemis
Thorak : retraksi (-)
cor: irama teratur, bising tidak ada
Pulmo: vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada, shifting dulness (+),BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik,edem pretibila +/+
Kesan : edema berkurang
Th/
10
IVFD D5%: NaCl (3:1) = 20tts/I,
MB Diet Nefrotik 1400 kkal
Protein 2gr/kg/hari
Garam 2gr/hari
Amoxicillin 2500mg/8jam (IV)
Furosemid 1x40 mg (IV)
Prednison 3-2-2 (2mg/kgBB/hari)
Ambroxol 3x10 mg (PO)
Calnic syr 2cth1 (PO)
Captopril 3x6mg (PO)
Hasil Urinalisa
Protein : -
Glukosa : -
Leukosit : 0-1/LPB
Eritrosit : 0-1/LPB
Kesan tidak ada proteinuria
27 Januari 2015
S /Sembab berkurang
Batuk tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Demam tidak ada
Mual muntah tidak ada
BAK dan BAB biasa
O/
Keadaan Umum : sakit ringan
Kesadaran : sadar
Frekuensi denyut nadi : 88x / menit
Frekuensi nafas : 21x / menit
Suhu : 36,8o C
Kulit : teraba hangat
Mata : edem palpebra -/- ,konjunctiva tidak anemis
11
Thorak : retraksi (-)
cor: irama teratur, bising tidak ada
Pulmo: vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada, shifting dulness (+),BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik,edem pretibila +/+
Kesan : stabil
Th/
IVFD D5%: NaCl (3:1) = 20tts/I,
MB Diet Nefrotik 1400 kkal
Protein 2gr/kg/hari
Garam 2gr/hari
Amoxicillin 2500mg/8jam (IV)
Furosemid 1x40 mg (IV)
Prednison 3-2-2 (2mg/kgBB/hari)
Calnic syr 2cth1 (PO)
Captopril 3x6mg (PO)
Hasil Urinalisa
Protein : -
Glukosa : -
Leukosit : 0-1/LPB
Eritrosit : 0-1/LPB
Silinder : -
Kesan tidak ada proteinuria
28 Januari 2015
S /Sembab tidak ada
Batuk tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Demam tidak ada
Mual muntah tidak ada
BAK dan BAB biasa
O/
12
Keadaan Umum : sakit ringan
Kesadaran : sadar
Frekuensi denyut nadi : 89x / menit
Frekuensi nafas : 22x / menit
Suhu : 36,8o C
Kulit : teraba hangat
Mata : edem palpebra -/- ,konjunctiva tidak anemis
Thorak : retraksi (-)
cor: irama teratur, bising tidak ada
Pulmo: vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada, shifting dulness (-),BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik,edem pretibila -/-
Kesan : stabil
Th/
IVFD D5%: NaCl (3:1) = 20tts/I,
MB Diet Nefrotik 1400 kkal
Protein 2gr/kg/hari
Garam 2gr/hari
Amoxicillin 2500mg/8jam (IV)
Furosemid 1x40 mg (IV)
Prednison 3-2-2 (2mg/kgBB/hari)
Calnic syr 2cth1 (PO)
Captopril 3x6mg (PO)
Hasil Urinalisa
Protein : -
Glukosa : -
Leukosit : 1-2/LBP
Eritrosit : 0-1/LPB
Silinder : -
Kesan tidak ada proteinuria
13
29 Januari 2015
S /Sembab tidak ada
Batuk tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Demam tidak ada
Mual muntah tidak ada
BAK dan BAB biasa
O/
Keadaan Umum : sakit ringan
Kesadaran : sadar
Frekuensi denyut nadi : 90 x / menit
Frekuensi nafas : 22x / menit
Suhu : 37o C
Kulit : teraba hangat
Mata : edem palpebra -/- ,konjunctiva tidak anemis
Thorak : retraksi (-)
cor: irama teratur, bising tidak ada
Pulmo: vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada, shifting dulness (-),BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik,edem pretibila -/-
Kesan : stabil
Hasil Urinalisa
Protein : -
Glukosa : -
Leukosit : 0-1/LBP
Eritrosit : 0-1/LPB
Silinder : -
Kesan tidak ada proteinuria
Th/
IVFD D5%: NaCl (3:1) = 20tts/I,
MB Diet Nefrotik 1400 kkal
14
Protein 2gr/kg/hari
Garam 2gr/hari
Prednison 1x5 tablet ganti hari (1,5mg/kgBB/hari Alternating Dose)
Calnic syr 2cth1 (PO)
30 Januari 2015
S /sembab tidak ada
Batuk tidak ada
Demam tidak ada
Mual muntah tidak ada
BAK dan BAB biasa
O/
Keadaan Umum : sakit ringan
Kesadaran : sadar
Frekuensi denyut nadi : 89x / menit
Frekuensi nafas : 22 x / menit
Suhu : 37o C
Kulit : teraba hangat
Mata : edem palpebra -/- ,konjunctiva tidak anemis
Thorak : retraksi (-)
cor: irama teratur, bising tidak ada
Pulmo: vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada, shifting dulness (-),BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik,edem pretibila -/-
Kesan : stabil
Hasil Urinalisa
Protein : -
Glukosa : -
Leukosit : 0-1/LBP
Eritrosit : 0-1/LPB
Silinder : -
Kesan tidak ada proteinuria
Th/
15
IVFD D5%: NaCl (3:1) = 20tts/I,
MB Diet Nefrotik 1400 kkal
Protein 2gr/kg/hari
Garam 2gr/hari
Prednison 1x5 tablet ganti hari
Calnic syr 2cth1 (PO)
31 Januari 2015
S /sembab tidak ada
Batuk tidak ada
Demam tidak ada
BAK dan BAB biasa
O/
Keadaan Umum : sakit ringan
Kesadaran : sadar
Frekuensi denyut nadi : 85x / menit
Frekuensi nafas : 23x / menit
Suhu : 36,8o C
Kulit : teraba hangat
Mata : edem palpebra -/- ,konjunctiva tidak anemis
Thorak : retraksi (-)
cor: irama teratur, bising tidak ada
Pulmo: vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada, shifting dulness (-),BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik,edem pretibila -/-
Kesan : stabil
Hasil Urinalisa
Protein : -
Glukosa : -
Silinder : -
Kesan tidak ada proteinuria
Th/
IVFD D5%: NaCl (3:1) = 20tts/I,
16
MB Diet Nefrotik 1400 kkal
Protein 2gr/kg/hari
Garam 2gr/hari
Prednison 1x5 tablet ganti hari (1,5mg/kgBB/hari)
Calnic syr 2cth1 (PO)
Kesan :
Pasien dibolehkan pulang dengan control tiap minggu ke Poli Anak. Pasien
diberi obat pulang :
- Prednison 1x5tablet ganti hari
- Calnic syrup 2xcth1
Pendidikan :
Kepada keluarga pasien terutama orangtuanya dijelaskan mengenai penyakit
sindroma nefrotik ini yang membutuhkan pengobatan jangka panjang yang
teratur dan pengaturan dosis yang tepat, sehingga sangatlah penting untuk
rutin control ke Spesialis untuk pengobatan tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Sindrom merupakan suatu kumpulan gejala-gejala. Sindrom nefrotik ditandai
dengan proteinuria, hipoproteinemia, edema dan hiperlipidemia. Kebanyakan (90
%) anak yang menderita sindroma nefrotik mempunyai beberapa bentuk sindroma
idiopatik; penyakit lesi minimal ditemukan pada sekitar 85%, proliferasi
mesangium pada 5%, dan sklerosis setempat 10%.1
Sindrom nefrotik (SN) yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut
sindrom nefrotik primer atau idiopatik. Penyakit ini ditemukan 90 % pada kasus
anak. Apabila penyakit ini timbul sebagai bagian daripada penyakit sistemik atau
berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut sindroma nefrotik sekunder.
Insiden penyakit sindroma nefrotik primer ini 2-4 kasus per tahun tiap 100.000
17
anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 tiap
100.000 anak. Insiden di Indonesia diperkirakan 6 kasus per tahun tiap 100.000
anak kurang dari 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan perenpuan pada anak sekitar
2 : 1. Laporan dari luar negeri menunjukkan dua pertiga kasus anak dengan
sindom nefrotik dijumpai pada umur kurang dari 5 tahun.2,3
Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun. Jadi, merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Keberhasilan
awal dalam mengendalikan sindroma nefrotik dengan obat-obatan
”imunosupresif” memberi kesan bahwa penyakitnya diperantarai oleh mekanisme
imunologis, tetapi bukti adanya mekanisme jelas imunologis yang klasik belum
ada, dan sekarang agaknya jelas bahwa obat-obatan ”imunosupresif” mempunyai
banyak pengaruh selain dari penekanan antibodi. Sebagian kecil penderita
mempunyai bukti bahwa penyakit ini diperantarai oleh IgE, tetapi bukti semakin
banyak mengesankan bahwa sindrom ini mungkin diakibatkan dari kelainan
fungsi limfosit yang berasal dari timus (sel-T), mungkin melalui produksi faktor
yang meningkatkan permeabilitas vaskuler.1
1.1 Definisi
Sindroma nefrotik (SN) merupakan suatu sindrom klinis dengan gejala
proteinuria masif (≥40 mg/ m2 LPB/jam atau rasio protein kreatinin pada urin
sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥2+),hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dl, edema dan
dapat disertai hiperkolesterolemia. 1,3
1.2 Etiologi
Penyebab SN masih belum diketahui dengan pasti. Kelainan ini dianggap
sebagai suatu penyakit autoimun, dimana timbul sebagai reaksi antigen-antibodi.
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi :
1. Sindroma nefrotik bawaan
Bentuk bawaan ditemukan sejak lahir atau segera sesudahnya. Diturunkan
secara resesif autosomal atau karena reaksi fetomaternal dan resisten
terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus.
Pencangkokan ginjal telah dicoba tapi tidak berhasil. Prognosisnya buruk
dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupan.1,4
18
2. Sindroma nefrotik sekunder (apabila penyakit dasarnya adalah penyakit
sistemik karena obat-obatan, alergen, toksin,dan lain-lain)2
3. Sindroma nefrotik primer/idiopatik
1.3 Klasifikasi Histopatologis
Klasifikasi kelainan histopatologi glomerulus pada SN digunakan
sesuai dengan rekomendasi Komisi Internasional (1982). Kelainan glomerulus
ini sebagian besar ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskop cahaya,
ditambah dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi.2
Sebagian besar gambaran sindrom nefrotik idiopatik pada anak
mempunyai gambaran patologi anatomi berupa sindrom nefrotik kelainan
minimal (SNKM). Gambaran patologi anatomi lainnya adalah
glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif difus
(MPD) 1,9-3%, glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 6,2% dan
nefropati membranosa (GNM) 1,3%.3
1.4 Patofisiologis
Sindrom nefrotik ditandai dengan :
1. Proteinuria
Proteinuria umumnya diterima sebagai kelainan utama pada SN, sedangkan
gejala klinis lainnya dianggap sebagai manifestasi sekunder. Eksresi protein
sama atau lebih besar dari 40mg/jam/m2 permukaan badan, dianggap
proteinuria berat.1,2 Jenis protein yang keluar pada SN bervariasi tergantung
pada kelainan dasar glomerulus.
2. Hipoalbuminemia
Jumlah albumin dalam tubuh ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar
dan pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan
gastrointestinal. Dalam keadaan seimbang, laju sintesis albumin dan
degradasi serta hilangnya dari tubuh adalah seimbang. Pada anak dengan SN
terdapat hubungan terbalik antara laju eksresi protein urin dan derajat
hipoalbuminemia.Satu penelitian pada anak ditemukan kenaikan laju sintesis
dua kali pada SN menunjukkan bahwa kapasitas meningkatkan sintesis hati
19
terhadap albumin tidak cukup untuk mengkompensasi laju kehilangan
albumin yang abnormal.2
3. Kelainan metabolisme lipid
Seperti pada hipoalbuminemia, hiperlipidemia dapat disebabkan oleh
sintesis yang meningkat atau degradasi yang menurun. Meningkatnya
produksi lipoprotein di hati, diikuti dengan meningkatnya sintesis albumin
dan sekunder terhadap lipoprotein, melalui jalur yang berdekatan. Namun
meningkatnya kadar lipid dapat pula terjadi pada laju sintesis albumin yang
normal. Menurunnya degradasi ini rupanya berpengaruh terhadap
hiperlipidemia karena menurunnya aktifitas lipase lipoprotein. Menurunnya
aktivitas ini mungkin sekunder akibat hilangnya alfa glikoprotein asam
sebagi perangsang lipase. Apabila albumin serum kembali normal, maka
umumnya kelainan lipid ini menjadi normal kembali. 2
4. Edema
Teori klasik mengenai pembentukan edema (underfilled theory) adalah
menurunnya tekanan onkotik intravaskuler yang menyebabkan cairan
merembes ke ruang intersisial. Dengan meningkatnya permeabilitas kapiler
glomerulus, albumin keluar menimbulkan albuminuria dan
hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya tekanan
onkotik plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya
cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang
interstisial yang menyebabkan terbentuknya edema. 1,2,4
1.5 Diagnosis
1.5.1 Gambaran Klinis
Manifestasi klinis SN biasanya muncul sebagai edema, yang pada mulanya
ditemukan pada kedua kelopak mata. Edema dapat menetap atau bertambah, baik
lambat atau cepat atau dapat menghilang dan timbul kembali. Lamban laut edema
menjadi menyeluruh, yaitu ke pinggang, perut dan tungkai. Orang tua pada saat
ini sering mengeluhkan berat badan anak tidak mau naik, namun kemudian
20
mendadak berat badan bertambah namun tidak diikuti oleh nafsu makan yang
meningkat.1,2
Edema dapat berpindah dengan perubahan posisi dan akan lebih jelas di
kelopak mata dan muka saat bangun tidur sedangkan pada tungkai tampak dalam
posisi berdiri. Edema pada anak pada awal perjalanan penyakit SN dinyatakan
sebagai lembek dan pitting. kadang pada edema yang masif terjadi robekan pada
kulit secara spontan dengan keluarnya cairan. Pada keadaan ini, edema telah
mengenai semua jaringan dan menimbulkan asites, pembengkakan skrotum atau
labia, bahkan efusi pleura. 2
Diare sering dialami pasien dalam keadaan edema yang masif dan keadaan ini
rupanya tidak berkaitan dengan infeksi namun diduga penyebabnya adalah edema
di mukosa usus. Selain itu oleh karena adanya distensi abdomen dengan atau
tanpa efusi pleura maka pernafasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang
menjadi gawat. 1,2
1.5.2 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain : 3
1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin
2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin
pada urin pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah :
a. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit,
hematokrit, LED)
b. Kadar albumin dan kolesterol plasma
c. Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik
d. Kadar komplemen C3;bila dicurigai lupus eritematosus sistemik
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4,ANA (anti nuclear
antibody), dan anti ds-DNA.
Analisis urin menunjukkan adanya proteinuria dengan intensitas bervariasi.
Hematuria mikroskopis mungkin ada, tapi jarang ada gross hematuria. Fungsi
ginjal mungkin normal atau menurun. Ekskresi protein melebih 2gr/24jam,
21
kadar kolesterol dan trigliserida serum kadang naik, kadar albumin serum
biasanya kurang dari 2g/dl, dan kadar kalsium serum total menurun, karena
penurunan fraksi terikat albumin. Pemeriksaan sedimen urin sering ditemukan
sedikit eritrosit dan leukosit.4
1.6 Penatalaksanaan
Diitetik
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang
dianggap kontra indikasi karena akan menambah beban
glomerulus untuk mengeluarkan sisa metbolisme protein dan
menyebabkan terjadinya sklerosis glomerulus. Jadi cukup diberikan
diet protein normal sesuai dengan RDA yaitu 2 g/kgBB/hari. Diet
rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak mengalami
edema. 3
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya
diberikan loop duiretic seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan spironolakton 2-3 mg/kgBB/hari. Pada
pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu dilakukan
pemantauan elektrolit darah. 3 Bila pemberian diuretik tidak berhasil
mengurangi edema (edema refrakter), biasanya disebabkan oleh
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat ( kadar albumin ≤1 g/dL),
dapat diberikan infus albumin 20-25 % dengan dosis 1 g/kgBB selama
4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial, dan diakhiri
dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB. Bila pasien tidak
mampu dari segi biaya,dapat diberikan plasma sebanyak 20
ml/kgBB/hari secara perlahan-lahan 10 tetes/menit untuk mencegah
terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, albumin
dan plasma dapat diberikan selang sehari untuk memberi kesempatan
pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites semakin
berat sehingga mengganggu pernafasan dapat dilakukan pungsi asites
berulang.3
Antibiotik profilaks
22
Di beberapa negara, pasien SN dengan edema dan asites diberikan
antibiotik profilaksis dengan penisilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari,
sampai edema berkurang. Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian
antibiotik profilaksis, tetapi perlu dipantau secara berkala, dan bila
ditemukan tanda infeksi segera beri antibiotik. Biasanya diberikan
jenis amoksisilin, eritromisin, atau sefaleksin. 3
Imunisasi
Pasien SN yang sedang dalam pengobatan kortikosteroid atau dalam 6
minggu setelah steroid dihentikan, hanya boleh mendapatkan vaksin
mati,. Setelah lebih dari 6 minggu penghentian streroid dapat diberikan
vaksin hidup.3
Pengobatan dengan kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan pengobatan SN idiopatik pilihan pertama,
kecuali bila ada kontraindikasi. Dapat diberikan prednison atau
prednisolon. Untuk menggambarkan respon terapi terhadap steroid
pada anak dengan sindroma nefrotik digunakan istilah-istilah sebagai
berikut :3
Remisi : proteinuria negatif atau proteinuria <4mg/m2/jam selama 3
hari berturut- turut.
Relaps : proteinuria ≥2+ atau proteinuria > 40mg /m2/jam selama
3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.
Relaps jarang : kambuh < 2x dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali
dalam periode 12 bulan.
Relaps sering : kambuh ≥2x dalam 6 bulan pertama setelah respon
awal, atau ≥4x kambuh pada setiap periode 12 bulan.
Responsif steroid : remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.
Dependen steroid : terjadi 2x kambuh berturut-turut selama masa
tappering terapi steriod atau dalam 14 hari terapi steroid
dihentikan.
Resisten steroid : gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan
terapi prednison 60mg/m2/hari selama 4 minggu.
Protokol pengobatan 3
23
a. Pengobatan inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study of Kidney Disease in
Children) pengobatan inisial SN dimulai dengan pemberian prednison dosis
penuh 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari), dibagi
3 dosis, untuk menginduksi remisi. Prednison dosis penuh inisial diberikan
selama 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4 minggu pertama, maka steroid
dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/ m2 LPB/hari secara
alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4
minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien
dinyatakan sebagai resisten steroid. 3
b. Pengobatan relaps
Pada pengobatan relaps diberikan prednison dosis penuh sampai remisi
(maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednison dosis alternating selama 4
minggu. Pada SN yang mengalami proteinuria ≥2+ kembali tetapi tanpa
edema, sebelum dimulai pemberian prednison terlebih dulu cari penyebabnya,
biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila ada infeksi diberikan antibiotik 5-7
hari . Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥2+ disertai edema, maka
didiagnosis sebagai relaps dan diberikan pengobatan relaps.3
c. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid
1. Steroid jangka panjang
Bila telah dinyatakan sebagai SN relaps sering / dependen steroid, setelah
mencapai remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid
alternating dengan dosis yang diturunkan bertahap 0,2 mg/kgBB sampai
dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5
mg/kgBb alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat
diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan.
Bila terjadi relaps pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgBB alternating,
tetapi < 1 mg.kgBB alternating tanpa efek samping yang berat dapat
dicoba dikombinasikan dengan levamisol dosis 2,5 mg/kgBB, selang
sehari, selama 4-12 bulan atau atau langsung diberikan CPA
(siklofosfamid). 3
2. Levamisol
24
Pemakaian levamisol pada SN masih terbatas karena efeknya masih
diragukan. Efek samping levamisol antara lain mual, muntah, dan
neutropenia reversibel. Levamisol diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgBB
dosis tunggal selang sehari selama 4-12 bulan.3
3. Sitostatik
Obat sitostatika yang sering dipakai pada pasien SN adalah siklofosfamid
(CPA) 2-3 mg/kgBB atau klorambusil dosis 0,2-0,3 mg/kgBB/hari selama
8 minggu. Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai dosis total 180
mg/kgBB, dan dosis ini aman bagi anak.3
4. Siklosporin (CyA)
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau
sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 5
mg/kgBB/hari. Pada SN relaps sering /dependen steroid,CyA dapat
menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian steroid
dapat dikurangin atau dihentikan. Tetapi bila CyA dihentikan biasanya
akan relaps kembali.3
d. Pengobatan SN resisten steroid
1. Siklofosfamid (CPA)
Pemberian CPA pada SNRS dilaporkan dapat menimbulkan remisi pada
20% pasien. Bila terjadi relaps kembali setalah pemberian CPA, meskipun
sebelumnya merupakan SN resisten steroid,dapat dicoba lagi pengobatan
relaps dengan prednison, karena SN yang resisten steroid dapat menjadi
sensitif kembali. 3
2. Siklosporin (CyA)
CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total sebanyak 20% pada 60
pasien dan remisi parsial 13 %. 3
3. Metil-Prednisolon Puls
Mendoza dkk(1990) melaporkan bahwa pengobatan SNRS dengan metil
prednisolon puls selama 82 minggu bersama dengan prednison oral dan
siklofosfamid atau klorambusil selama 8-12 minggu pada pengamatan
selama 6 tahun, 21 dari 32 penderita tetap menunjukkan remisi total dan
gagal ginjal terminal hanya ditemukan pada 5 % dibandingkan 40%
kontrol.
25
1.7 Komplikasi
Komplikasi pada SN dapat terjadi sebagai bagian dari penyakitnya sendiri atau
sebagai akibat pengobatan :
1. Perubahan hormon dan mineral
Gangguan hormon timbul karena protein pengikat hormon hilang dalam
urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada pasien SN
dan laju ekskresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya
proteinuria. Pada pasien SN juga mengalami penurunan absorpsi kalsium
gastrointestinal, dengan ekskresi kalsium dalam feses sehari-harinya sama
atau lebih besar dari pemasukan lewat makanan. Meningkatnya reabsorpsi
kalsium dalam tubulus ginjal mungkin sebagai akibat sedikitnya reabsorpsi
natrium.1,2
2. Pertumbuhan abnormal dan nutrisi
Penyebab utama retardasi pertumbuhan pada pasien dengan SN tanpa
diberikan steroid adalah malnutrisi protein, kalori, kurang nafsu makan,
hilangnya protein dalam urin, dan malabsorpsi karena edema traktus
gastrointestinal.Namun,sekarang penyebab utama adalah karena
pengobatan dengan steroid. Pengobatan steroid dosis tinggi dan waktu
lama memperlambat maturasi tulang dan berhentinya pertumbuhan linier,
terutama apabila dosis melampaui 5 mg/m2/hari.2
3. Infeksi
Beberapa sebab meningkatnya kerentanan terhadap infeksi adalah kadar
imunoglobulin yang rendah, defisiensi protein secara umum, gangguan
opsonisasi terhadap bakteri, hipofungsi limpa dan akibat penobatan
imunosupresif.2
4. Anemia
Anemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada pasien SN.
Anemianya hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang tipikal,
namun resisten terhadap pengobatan besi. Pada pasien dengan volume
vaskuler yang bertambah anemianya terjadi karena pengenceran. Pada
beberapa pasien terdapat transferin serum yang sangat menurun, karena
hilangnya protein ini di urin dalam jumlah besar.2
1.8 Prognosis
26
Umumnya baik,kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
Menderita untuk pertama kalinya pada umur dibawah 2 tahun atau
diatas 5 tahun.
Disertai oleh hipertensi
Disertai hematuria
Termasuk jenis sindroma nefrotik sekunder
Gambaran histopatologis yang bukan kelainan minimal.3,4
DAFTAR PUSTAKA
1. Bergstein JM. Sindrom Nefrotik. Dalam: Behrman, Kliegman, Arvin, penyunting,
Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3. Edisi 15.Jakarta : Saunders; 2000, halaman
1728-1832.
2. Wila Wirya IGN. Sindroma Nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihartono
PP, dkk, penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2002, halaman 381-426.
3. Husein A, Tatalan T, Partini PT, Sudung OP. Konsensus Tatalaksana Sindrom
Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Jakarta: IDAI; 2005.
4. Noer MS. Sindrom Nefrotik resisten steroid dan permasalahannya. Dalam: IDAI.
Simposium Nasional Nefrologi Anak IX. Hemato-onkologi anak. Batu IDAI; 2003,
halaman 16-37.
27