Post on 09-Aug-2019
K
Program
SEBAKETERLIB
PAROK
Diaj
M
m Studi Ilm
PRKEKHU
FAKULT
SUMBANAGAI UPAYBATAN UM
DI STKI MARIA
KABU
jukan untu
Memperole
mu Pendidi
Didi
ROGRAM USUSAN P
JURUSATAS KEGUUNIVERS
Y
i
NGAN KATYA UNTUK
MAT DALATASI MANBUNDA KUPATEN N
S K R I P
uk Memenu
h Gelar Sa
ikan Kekhu
Olehimus MathNIM: 1111
STUDI ILMENDIDIKA
AN ILMU PURUAN DASITAS SANYOGYAKA
2015
TEKESE UK MENING
AM HIDUPNSALONG
KARMEL MNUNUKAN
P S I
uhi Salah Sa
arjana Pend
ususan Pen
: eus Nurak
124010
MU PENDAN AGAMPENDIDIKAN ILMU
NATA DHAARTA
5
UMAT GKATKANP MENGG
G MANSALON
atu Syarat
didikan
ndidikan A
IDIKAN MA KATOLKAN PENDIDIK
ARMA
N EREJA
ONG
gama Kato
LIK
KAN
olik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur skripsi ini saya persembahkan
Kepada Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus
Kepada Bunda Maria
Untuk Ayah dan Ibu yang selalu mendoakan saya
Untuk Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong
Kabupaten Nunukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”
(Mat 6:33)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Judul skripsi SUMBANGAN KATEKESE UMAT SEBAGAI UPAYA
UNTUK MENINGKATKAN KETERLIBATAN UMAT DALAM HIDUP MENGGEREJA DI STASI MANSALONG, PAROKI MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG, KABUPATEN NUNUKAN dipilih berdasarkan kenyataan bahwa pemahaman umat stasi Mansalong akan hidup menggereja perlu ditingkatkan. Stasi Mansalong merupakan satu-satunya stasi yang berada di pusat paroki yang memiliki tanggungjawab besar dalam mengembangkan paroki. Untuk itu stasi Mansalong mempunyai harapan besar pada keterlibatan umat dalam hidup menggereja. Namun kenyataannya keterlibatan umat tersebut masih sangat kurang. Umat stasi Mansalong mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di basis, stasi, maupun paroki hanya sekedar rutinitas belaka tanpa ada dampak positif yang ditimbulkan dari kegiatan-kegiatan yang diikuti. Dan yang lebih memprihatinkan adalah jumlah umat yang terlibat dalam kegiatan tersebut sangat sedikit sekitar 10-15 orang dari ± 200 jiwa jumlah umat stasi Mansalong.
Persoalan pokok pada skripsi ini adalah bagaimana umat stasi Mansalong bisa dibantu dalam upaya meningkatkan keterlibatan hidup menggerejanya melalui katekese umat. Umat stasi Mansalong sebagai stasi induk mempunyai kewajiban untuk mengembangkan Gerejanya melalui suatu bentuk pendampingan iman secara terus menerus yang dapat membantu perkembangan iman mereka. Oleh karena itu, untuk mengkaji lebih lanjut persoalan yang dihadapi umat stasi Mansalong, penulis melakukan studi pustaka yang bersumber dari Kitab Suci, dokumen-dokumen Gereja, dan juga pandangan para ahli mengenai katekese umat guna mengetahui peran katekese umat dalam hidup menggereja umat. Kemudian, untuk memperoleh gambaran kehidupan menggereja umat stasi Mansalong maka penulis melakukan penelitian dengan cara pengamatan, penyebaran kuesioner, dan wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa keterlibatan umat dalam hidup menggereja sangat kurang oleh karena berbagai alasan, mulai dari pekerjaan, urusan pribadi, kurangnya pengetahuan, pengaruh teknologi, dan ada pula yang beranggapan bahwa kegiatan gereja tidak mendatangkan materi. Namun demikian, umat stasi Mansalong memiliki harapan melalui kegiatan katekese demi peningkatan hidup menggereja mereka. Maka dari itu, penulis dalam skripsi ini mengusulkan program pendampingan iman melalui katekese umat model SCP (Shared Christian Praxis) sebagai upaya untuk meningkatkan keterlibatan umat dalam hidup menggereja baik di basis, stasi, paroki, maupun di masyarakat. Dengan demikian cita-cita stasi Mansalong dapat tercapai dan nilai-nilai Kerajaan Allah dapat terwujud di tengah-tengah masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
The thesis title is THE CONTRIBUTION OF COMMUNITY CATECHESIS AS AN EFFORT TO IMPROVE CATHOLIC COMMUNITY PARTICIPATION IN THE CHURCH LIFE IN MANSALONG DISTRICT, MARY MOTHER OF CARMEL PARISH IN MANSALONG, NUNUKAN REGENCY was chosen based on the fact that Catholic community of Mansalong district understanding about the church life needs to be improved. Mansalong district which located at the parish center to is the only district which has great responsibility in parish development. Hence, Mansalong district have great expectations on the Catholic community involvement in the church life. In fact the involvement of Catholic community is still very less. The Catholic community of Mansalong district only follows activities at the base, district, and parish as routinity without any positive impact. And the more concern is the number of Catholic community who involved in these activities is very few only about 10-15 people from ± 200 souls the number Catholic community of Mansalong district.
Basic problem in this thesis is how the Catholic community of Mansalong district could be assisted in order to increase the involvement of the church life through community catechesis. The Catholic community of Mansalong district as district parent has an obligation to develop his Church through a constantly faith assistance that can help the development of their faith. Therefore, to further examine the problem which is faced by the Catholic community of Mansalong district, the author conducted a literature that comes from Scripture, Church documents, and also the views of experts on community catechesis to determine the role of community catechesis in the church life. Then, to obtain a picture of the church life in Catholic community of Mansalong district the author conducted research by observation, questionnaires, and interviews.
Based on the research, the author found that the involvement of Catholic community in the church life very less by various reasons, starting from works, personal affairs, the lack of knowledge, the influence of technology, and some opinions say that the church doesn’t bring matters. But the Catholic community of Mansalong district has hope through the activities of catechesis for improving the church life. Therefore, the author is proposing a mentoring program faith through community catechesis model SCP (Shared Christian Praxis) as an effort to improve the involvement of Catholic community in the church life within at the base, district, parish, and in the society. Thus, the aims of Mansalong district can be achieved and the Kingdom of God values can be achieved in the midst of the socities.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah atas rahmat dan kasih-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul SUMBANGAN KATEKESE UMAT
SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERLIBATAN UMAT
DALAM HIDUP MENGGEREJA DI STASI MANSALONG PAROKI
MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG KABUPATEN NUNUKAN.
Skripsi ini diajukan guna memberikan sumbangan pemikiran, gagasan, dan
inspirasi bagi siapapun yang memilki kerinduan dalam mengembangkan Gereja
Katolik di manapun berada.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mengalami pendampingan,
dukungan, motivasi, serta perhatian. Di mana semuanya ini, penulis yakini
sebagai karya Tuhan dalam membimbing serta memampukan penulis hingga pada
tahap akhir dengan penuh kesetiaan. Pada kesempatan ini, penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed., selaku dosen pembimbing
utama dan dosen penelitian yang telah setia membimbing, mengarahkan, dan
selalu memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi dari awal hingga akhir.
2. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J., selaku dosen pembimbing akademik dan dosen
penguji II yang telah meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberi
masukan sehubungan dengan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
3. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd., selaku dosen penguji III dan sekretaris
panitia penguji yang telah meluangkan waktu untuk mempelajari dan
memberikan masukan demi semakin baiknya skripsi ini.
4. Para dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama
Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang setia membagikan cinta kasih, pengetahuan serta
pengorbanan selama penulis menjalani masa studi.
5. Staf dan karyawan Prodi IPPAK yang turut memberi perhatian dan dukungan
bagi penulis.
6. Romo Yulius Dainang Waja, Pr., Romo Paulus Wirasmohadi Soerjo, Pr., dan
Romo Agustinus Darwanto, Pr yang telah memberikan dukungan materi dan
pengetahuan selama penulis menjalani studi.
7. Ibu Haryati sebagai donatur utama dan Ibu Emil sebagai sekretaris yang telah
berkenan membantu membiayai penulis dalam hal pembayaran uang kuliah
selama studi.
8. Romo Dionesius Adi Tejo Saputra, Pr selaku Romo paroki Maria Bunda
Karmel Mansalong yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melakukan penelitian.
9. Bapak Meleanus, S.Ag dan Bapak Yohanes Pera, S.S. sebagai ketua stasi
Mansalong dan bendahara yang telah berkenan memberikan izin kepada
penulis untuk menjalankan penelitian serta informasi berkaitan dengan
kehidupan menggereja umat stasi Mansalong.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
9. Umat stasi Mansalong yang telah meluangkan waktu memberikan jawaban
dan mencurahkan perasaan sewaktu penulis melakukan penelitian.
10. Mama, papa, kakak, dan adik yang selalu mendukung, mendoakan dan
berkorban bagi penulis selama menjalani masa studi.
11. Sayang dan cintaku Agnes Garlosi Kusumaningrum yang selalu setia
menemani dan menyemangati penulis serta memberikan dukungan sarana dan
prasarana selama studi dan proses penyelesaian skripsi ini.
12. Saudara dan sahabat Bonny Prima Saputra yang telah memberikan ide,
gagasan maupun motivasi selama penulis studi dan menyelesaikan skripsi.
13. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 yang telah berjuang bersama-sama
dan turut membentuk pribadi serta menjadi bagian dalam hidup penulis.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang selama ini
dengan ketulusan hati memberikan motivasi, doa maupun kerjasama sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Oleh karena itu, dengan rendah hati dan penuh ketulusan, penulis menerima
segala kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap agar skripsi ini dapat
bermanfaat bagi siapa pun, terkhusus umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda
Karmel.
Yogyakarta, 16 November 2015
Penulis
Didimus Matheus Nurak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
MOTTO ......................................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................. vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................................... vii
ABSTRAK .................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR .................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................ xiii
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 7
C. Tujuan Penulisan .......................................................................... 7
D. Manfaat Penulisan ........................................................................ 8
E. Metode Penulisan ......................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan ................................................................... 9
BAB II KATEKESE UMAT SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERLIBATAN UMAT DALAM HIDUP MENGGEREJA ................................................. 11
A. Katekese Umat .............................................................................. 12
1. Sejarah Katekese Umat ............................................................ 12
2. Arti Katekese Umat .................................................................. 13
3. Tujuan Katekese Umat ............................................................. 15
4. Proses Katekese Umat .............................................................. 17
5. Kekhasan Katekese Umat ........................................................ 18
6. Pendamping Katekese Umat .................................................... 20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
a. Kepribadian dan Spiritualitas Pendamping Ketekese Umat .................................................................................... 21
b. Pengetahuan Seorang Pendamping Katekese Umat ............ 23
c. Keterampilan Seorang Pendamping Katekese Umat ........... 25
7. Shared Christian Praxis (SCP) sebagai Salah Satu Model Katekese Umat .............................................................. 27
a. Shared Christian Praxis sebagai Model Katekese Umat ..... 27
1) Pengertian Shared Christian Praxis (SCP) ..................... 28
2) Langkah-langkah Shared Christian Praxis (SCP) .......... 31
B. Sumbangan Katekese Umat sebagai Upaya Meningkatkan Keterlibatan Umat dalam Hidup Menggereja melalui Empat Tugas Gereja ......................... 38
1. Membangun Persaudaraan (Koinonia) ..................................... 40
2. Mengembangkan Pewartaan Kabar Gembira (Kerygma) ......... 41
3. Menghidupkan Peribadatan yang Menguduskan (Leiturgia) ... 43
4. Memajukan Karya Cinta Kasih/Pelayanan (Diakonia) ............ 44
C. Rangkuman Peran Katekese Umat dalam Hidup Menggereja ....... 46
BAB III GAMBARAN KETERLIBATAN UMAT STASI MANSALONG PAROKI MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG KABUPATEN NUNUKAN DALAM HIDUP MENGGEREJA ............................................... 47
A. Gambaran Situasi Umum Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan ................ 48
1. Situasi Geografis Stasi Mansalong ........................................... 48
2. Sejarah Singkat Stasi Mansalong ............................................. 48
3. Situasi Umat Stasi Mansalong ................................................. 52
a. Mata Pencaharian Umat ...................................................... 52
b. Segi-segi Kehidupan Umat ................................................. 53
4. Karya-karya Pastoral Stasi Mansalong .................................... 54
a. Bidang Persekutuan (Koinonia) ........................................... 55
b. Bidang Pewartaan (Kerygma) ............................................. 56
c. Bidang Liturgi/Perayaan (Leiturgia) ................................... 56
d. Bidang Pelayanan (Diakonia) .............................................. 57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
5. Visi, Misi, dan Strategi Stasi Mansalong .................................. 58
a. Visi ...................................................................................... 58
b. Tantangan-tantangan yang Harus Dihadapi ........................ 60
c. Misi ...................................................................................... 60
d. Strategi ................................................................................ 61
B. Penelitian mengenai Keterlibatan Hidup Menggereja Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan ..................................................................... 61
1. Persiapan Penelitian ................................................................. 62
a. Latar Belakang Penelitian ................................................... 62
b. Tujuan Penelitian ................................................................. 63
c. Jenis Penelitian .................................................................... 64
d. Instrumen Pengumpulan Data ............................................. 65
e. Responden Penelitian .......................................................... 66
f. Tempat Penelitian dan Alokasi Waktu ................................ 67
g. Variabel yang Diteliti dan Kisi-kisi ..................................... 68
h. Definisi Konseptual ............................................................. 68
i. Definisi Operasional ............................................................ 68
2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian .............................. 70
a. Identitas Responden ............................................................ 72
b. Pemahaman akan Keterlibatan Hidup Menggereja ............. 73
c. Keterlibatan Umat dalam Hidup Menggereja ..................... 76
d. Kesulitan Umat untuk Terlibat dalam Kegiatan Gereja ....... 80
e. Kegiatan Katekese yang Diharapkan Umat ......................... 83
3. Pendalaman Lebih Lanjut terhadap Hasil Penelitian menurut masing-masing Variabel ........................... 87
a. Identitas Responden ............................................................ 88
b. Pemahaman akan Keterlibatan Hidup Menggereja ............. 89
c. Keterlibatan Umat dalam Hidup Menggereja ..................... 90
d. Kesulitan Umat untuk Terlibat dalam Kegiatan Gereja ....... 94
e. Kegiatan Katekese yang Diharapkan Umat ......................... 95
4. Kesimpulan Hasil Penelitian .................................................... 98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
BAB IV UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA UMAT STASI MANSALONG PAROKI MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG KABUPATEN NUNUKAN ......................................................... 100
A. Pentingnya Keterlibatan dalam Hidup Menggereja bagi Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan ................................................... 101
B. Upaya Meningkatkan Keterlibatan Hidup Menggereja Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan melalui Katekese Umat ............ 103
1. Alasan Pemilihan Bentuk Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP) ............................................................. 103
2. Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP) ............ 104
a. Tujuan Kegiatan .................................................................. 104
b. Waktu, Tempat, dan Peserta ................................................. 106
C. Usulan Program Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP) untuk Meningkatkan Hidup Menggereja Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan ..................................................................... 107
1. Latar Belakang Program ........................................................... 107
2. Tema dan Tujuan Program ....................................................... 108
3. Matriks Usulan Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP) ........................................................................................ 111
4. Contoh Satuan Pendamping Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP) ............................................................ 115
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 130
A. Kesimpulan ................................................................................... 130
B. Saran ............................................................................................. 132
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 134
LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian ................................... (1)
Lampiran 2: Surat Keterangan Selesai Penelitian ................................ (2)
Lampiran 3: Kuesioner Tertutup dan Semi Terbuka ........................... (3)
Lampiran 4: Contoh Jawaban Responden ........................................... (12)
Lampiran 5: Transkip Hasil Wawancara 1 Dengan Pengurus Stasi ..... (21)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
Lampiran 6: Transkip Hasil Wawancara 2 Dengan Pengurus Stasi ..... (24)
Lampiran 7: Daftar Lagu-lagu Pendalaman Iman Model SCP ............ (27)
Lampiran 8: Cerita Daun-daun dan Orang .......................................... (28)
Lampiran 9: Teks Kitab Suci ............................................................... (29)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Teks Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab
Indonesia.
Kis : Kisah Para Rasul
Mat : Matius
Yoh : Yohanes
Yeh : Yehezkiel
B. Singkatan Dokumen Gereja
AA : Apostolicam Actuositatem
Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam. Tanggal 18
November 1965.
CT : Catechesi Tradendae
Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup,
klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini.
Tanggal 16 Oktober 1979.
EG : Evangelii Gaudium
Seruan Apostolik Paus Fransiskus tentang Sukacita Injil. Tanggal
24 November 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
KGK : Katekismus Gereja Katolik
Terjemahan Indonesia dikerjakan berdasarkan edisi Jerman oleh
P. Herman Embuiri, SVD. Tahun 2007.
LG : Lumen Gentium
Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja. Tanggal
21 November 1964
SC : Sacrosanctum Concilium
Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi Suci. Tanggal 4
Desember 1963
C. Singkatan Lain
Alm : Almarhum
APP : Aksi Puasa Pembangunan
BKSN : Bulan Kitab Suci Nasional
D III : Diploma III
HP : Hand Phone
KBG : Komunitas Basis Gereja
KK : Kepala Keluarga
KomKat : Komisi Kateketik
KomSos : Komisi Komunikasi Sosial
KU : Katekese Umat
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
OMI : Oblat Maria Imaculata
OMK : Orang Muda Katolik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
PAK : Pendidikan Agama Katolik
PIA : Pembinaan Iman Anak
PKK : Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia
SCP : Shared Christian Praxis
SD : Sekolah Dasar
SEKAMI : Serikat Kepausan Anak-anak Misioner
SK : Surat Keputusan
SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMP : Sekolah Menengah Pertama
Sr : Suster
SSpS : Congregatio Missionalis Servarum Spiritus Sancti atau
Kongregasi Suster Misi Abdi Roh Kudus
S1 : Sarjana
TNI : Tentara Nasional Indonesia
TV : Televisi
WKRI : Wanita Katolik Republik Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Iman Katolik sejati adalah iman yang berdasarkan pada Kitab Suci dan
Tradisi Gereja yang telah dihidupi oleh Jemaat Perdana sejak dahulu. Mereka
telah mewarisi iman akan Yesus Kristus dengan bertekun dalam pengajaran dan
dalam persekutuan. Mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa
(Kis 2:42). Mereka bersekutu dan saling berbagi. Inilah bagian dari iman kita
sampai saat ini. Dengan beriman berarti manusia menyerahkan dirinya kepada
Allah (DV, a. 5 dan KWI, 1996: 127). Penyerahan diri ini mengandung
konsekuensi nyata bahwa manusia itu terlibat penuh dalam segala aspek hidup
demi tercapai tujuan hidupnya. Orang beriman tidak cukup hanya dengan rajin
beribadat dan hidup baik tetapi ia dituntut lebih daripada itu. Orang beriman
berarti ia harus mau dipanggil Allah, mau dipakai Allah sebagai alat-Nya dan mau
menerima Allah sebagai satu-satunya penyelamat sampai pada kehidupan kekal.
Oleh karena itu, iman juga perlu diwujudnyatakan dalam hidup sehari-hari lewat
suatu bentuk cinta kasih yang aktif. Di sinilah iman mampu mencapai
kesempurnaan itu. Sebab tanpa cinta kasih iman tidaklah menjadi sempurna.
“Iman adalah rasional bukan karena dibuktikan, tetapi karena
dipertanggungjawabkan” (KWI, 1996: 131). Iman orang Katolik
dipertanggungjawabkan melalui wujud hidup menggereja. Dalam arti apa hidup
menggereja tersebut? Dalam arti hidup yang senantiasa berpusat pada Yesus
Kristus. Di mana setiap sikap, kegiatan dan aktivitas yang dilakukan seseorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
dalam hidup menggerejanya selalu menampakkan iman akan Yesus Kristus.
Dapat dilihat juga melalui tindakan seseorang apabila ia menunjukkan imannya
dalam hidup bermasyarakat, maka ia menggereja dalam lingkup masyarakat dan
sebaliknya jika ia menunjukkan imannya di dalam lingkup Gereja maka ia
menggereja dalam lingkup Gereja. Perlu diingat bahwa batasan hidup menggereja
tidak hanya terbatas pada lingkup wilayah teritorial paroki saja. Melainkan hidup
menggereja perlu dipahami dalam arti luas dan universal terlebih bukan hanya
pada Gereja Katolik saja, tetapi bagi masyarakat umumnya.
Sacrosanctum Consilium (SC) artikel 48, Konstitusi tentang Liturgi Suci
menyinggung keterlibatan aktif kaum beriman dalam menghadiri misteri iman
(misalnya, perayaan Ekaristi, Ibadat Sabda, dan doa bersama) dan tidak
menganggap hanya sebatas rutinitas belaka. Umat dituntut untuk aktif ikut ambil
bagian dalam perayaan itu, sebagai pemimpin maupun pendukung (koor, lektor,
misdinar, pemazmur), sehingga umat benar-benar memahami misteri itu dengan
baik dan penuh khidmat. Dengan demikian umat semakin mampu
mempersembahkan diri mereka dalam hidup sehari-hari demi kemuliaan Allah.
Selain itu, Dekrit Apostolicam Actuositatem (AA) artikel 2, tentang
Kerasulan Awam juga menyinggung keterlibatan umat dalam hidup menggereja.
Kaum awam dipanggil untuk merasul sesuai dengan kemampuannya melalui
Gereja dengan pelbagai cara. Sebagai Umat Allah yang berpusat pada Yesus
Kristus, mereka dituntut berperan aktif dalam hidup menggereja, baik dalam
lingkup Gereja maupun lingkup masyarakat.
Gereja adalah Umat Allah yang hidup di tengah-tengah dunia, maka dari
itu Gereja tidak terpisahkan dari dunia. Gereja dan dunia masing-masing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
mengambil bagiannya sendiri untuk saling bahu-membahu mewujudkan Kerajaan
Allah di dalam kehidupannya. Dunia adalah tempat tinggal manusia dan di situlah
manusia sebagai subyek otonom dunia menyatakan apa yang diimaninya bersama
Gereja. Untuk menata dunia menuju pada kesejahteraan umum, Gereja dipanggil
oleh Allah sebagai partner kerja dengan semua orang tanpa batas. Artinya
mencakup segala aspek hidup manusia dari lingkup kecil hingga lingkup yang
paling besar sekalipun. Buku Iman Katolik (KWI, 1996: 452) memberikan
gambaran bahwa “Gereja adalah suatu lembaga keagamaan yang mempunyai
tempat dan peranannya dalam masyarakat, sehingga sebagai keseluruhan, Gereja
juga dituntut memperlihatkan sikap pelayanan Kristus”. Artinya, jika Gereja ingin
memperlihatkan sikap pelayanan Kristus kepada masyarakat, Gereja semestinya
tampil sebagai Gereja yang memasyarakat. Visi ini perlu direalisasikan oleh
Gereja sebagai Umat Allah dalam bentuknya yang konkret yakni dalam hidup
menggereja itu sendiri di tengah-tengah masyarakat.
Berbicara mengenai Gereja yang memasyarakat tentu tidak lepas dari
keberadaan sebuah paroki. Mengapa demikian? Karena paroki itu sendiri berada
di dalam masyarakat dan di situlah Gereja tersebut mampu mewujudnyatakan jati
diri sesungguhnya. Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong merupakan salah satu
paroki yang berada di wilayah Keuskupan Tanjung Selor Kabupaten Nunukan
dengan jumlah stasi terbanyak (ada 24 stasi) yang jaraknya cukup jauh dari satu
stasi ke stasi yang lainnya. Sebagai paroki yang memiliki banyak stasi, paroki ini
ditantang mewujudkan Gereja yang sesuai dengan visi Gereja Indonesia. Gereja
tidak hanya mengusahakan perkembangan secara internal tetapi juga ditantang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
untuk memberikan kesaksian demi perkembangan hidup bersama di tengah-
tengah masyarakat.
Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong hingga sekarang telah berusia 25
tahun, namun selama usia ini tidak banyak mengalami perkembangan, khususnya
dalam hal iman yang tampak dalam perwujudan nyata. Selama tinggal di paroki
ini, penulis mendapat kesan bahwa pemahaman umat mengenai keterlibatan
dalam hidup menggereja masih sangat terbatas. Kegiatan hidup menggereja hanya
sebatas kegiatan Gereja yang kudus, khususnya bidang intern gerejani. Kesan ini
penulis jumpai dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh umat stasi Mansalong
yang juga menjadi pusat paroki. Dapat dibayangkan, jika di stasi yang berada satu
wilayah dengan pusat paroki saja keadaannya seperti itu, apalagi di stasi-stasi lain
yang letaknya lebih jauh dari pusat paroki. Di stasi Mansalong, kehidupan umat
masih berorientasi pada kegiatan-kegiatan di sekitar altar, antara lain: doa
Rosario, Misa Mingguan hanya sekali, Misa pada hari-hari besar saja, dan
pendalaman iman hanya pada saat Bulan Kitab Suci Nasional. Corak kehidupan
umat seperti ini menunjukkan bahwa bentuk hidup menggereja umat belum
mengarah pada pembangunan Gereja yang memasyarakat.
Stasi Mansalong merupakan stasi yang letaknya ada di pusat paroki,
tentunya stasi ini memiliki tanggungjawab yang besar. Stasi ini harus mampu
memberikan teladan bagi stasi-stasi lain karena faktor letaknya yang satu wilayah
dengan paroki dan dianggap sebagai stasi tuan rumah. Oleh karena itu, stasi ini
ditantang untuk menjadi ragi di tengah-tengah masyarakat. Masalah ekonomi,
pendidikan, perbedaan etnis pribumi dan pendatang, kemiskinan, lingkungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
hidup, pengangguran, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
menjadi tantangan bagi hidup menggereja umat setempat.
Melihat permasalahan di atas, maka perlu dilakukan sebuah usaha guna
meningkatkan pemahaman umat di stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel
Mansalong berkaitan dengan hidup menggereja. Hidup menggereja tidak hanya
sebatas terlibat di dalam gereja melainkan secara nyata dalam hidup menggereja
yang terbuka bagi “masyarakat luas”. Jika kedua hal berjalan dengan seimbang
maka apa yang menjadi harapan Gereja dapat terwujud.
Peningkatan kualitas hidup menggereja umat dapat dilakukan melalui
katekese sebagai salah satu bentuk pembinaan iman demi menjawab keprihatinan
tersebut. Tujuan katekese bukan hanya membantu umat memiliki dasar iman yang
kuat, memperkembangkan hidup spiritual umat, dan membangun communio umat.
Memang ketiga aspek di atas penting tetapi yang lebih dari itu, yakni mengarah
pada reformasi dan transformasi sosial di tengah-tengah hidup umat dan
masyarakat demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah.
Dalam tugas pembinaan iman, katekese merupakan salah satu pokok yang
menjadi proses pembinaan iman itu sendiri. Katekese yang menjadi tonggak
utama meluasnya Gereja di tengah dunia ini, muncul dan hidup di tengah-tengah
umat, di mana katekese adalah dari umat, oleh umat dan untuk umat. Katekese ini
sering disebut sebagai katekese umat yang juga menjadi proses yang terus
berkelanjutan dalam PKKI (Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia).
Hal ini juga menjadi kelanjutan dari gambaran Gereja masa kini yang di
antaranya adalah Gereja sebagai Umat Allah. Umat Allah dipanggil dan dipilih
untuk Tuhan dan dunia (Lalu, 2007: 70). Dan dalam katekese umat diwujudkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
secara konkret persekutuan umat yang berbeda status sosial, budaya, fungsi, tetapi
sama dalam martabatnya (Lalu, 2007: 71). Katekese umat merupakan katekese
yang berbicara tentang umat yang menjadi subyek dalam proses katekese dan
semua peserta katekese adalah sederajat. Artinya bahwa tidak ada yang
diunggulkan ataupun yang direndahkan. Oleh karena itu, diharapkan dalam
katekese umat ini terjadi suatu komunikasi iman dari tiap umat yang pada
akhirnya akan semakin memperteguh dan memperdalam iman serta
menjadikannya sebagai saksi Kristus. Inilah yang perlu diperhatikan dengan
sungguh-sungguh agar proses katekese selalu mengarah pada perwujudan iman
umat dalam keterlibatan hidup menggereja.
Selama tinggal di stasi Mansalong, kesan penulis bahwa pelaksanaan
katekese di stasi Mansalong kurang mendapat tempat. Pelaksanaan katekese
dilaksanakan pada saat Bulan Kitab Suci Nasional saja. Tema yang diangkat tidak
sesuai dengan kondisi hidup umat setempat melainkan mengikuti tema yang
disiapkan oleh Keuskupan. Sarana yang digunakan sangat terbatas. Tenaga
maupun pengetahuan akan katekese pun masih terbatas. Padahal kita tahu bahwa
suksesnya pelaksanaan katekese umat tergantung pada beberapa aspek yang
disebutkan di atas.
Berdasarkan latar belakang dan keprihatinan yang ada, penulis tertarik
untuk menyumbangkan sebuah pemikiran demi meningkatkan arah hidup
menggereja umat agar lebih memasyarakat melalui penulisan skripsi ini dengan
judul “SUMBANGAN KATEKESE UMAT SEBAGAI UPAYA UNTUK
MENINGKATKAN KETERLIBATAN UMAT DALAM HIDUP
MENGGEREJA DI STASI MANSALONG PAROKI MARIA BUNDA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
KARMEL MANSALONG KABUPATEN NUNUKAN”. Penulis ingin
memberikan sumbangan pemikiran bagi pelaksanaan katekese di stasi Mansalong.
Penulis berharap pelaksanaan katekese dapat membawa perubahan sikap umat
yang diwujudkan melalui keterlibatan umat dalam hidup menggereja sesuai
dengan visi dan misi Gereja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa permasalahan yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa sumbangan katekese umat untuk hidup menggereja umat?
2. Sejauh mana umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong
Kabupaten Nunukan terlibat dalam hidup menggereja?
3. Bagaimana katekese model Shared Christian Praxis (SCP) digunakan sebagai
jalan untuk meningkatkan keterlibatan umat stasi Mansalong paroki Maria
Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan dalam hidup menggereja?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan permasalahan yang diungkapkan di atas, maka ada
beberapa rumusan tujuan:
1. Menguraikan sumbangan katekese umat untuk hidup menggereja umat.
2. Mengungkapkan permasalahan yang dihadapi umat stasi Mansalong paroki
Maria Bunda Karmel Mansalong dalam hidup menggerejanya.
3. Memberi sumbangan pemikiran melalui katekese umat model Shared
Christian Praxis (SCP) untuk membantu meningkatkan keterlibatan umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan
dalam hidup menggereja.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Praktis
Skripsi ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Secara akademis, skripsi ini memberikan kontribusi bagi pengetahuan dan
pengembangan ilmu yang berkaitan dengan katekese umat yang nantinya
akan membawa dampak positif terhadap keterlibatan umat dalam hidup
menggereja.
b. Skripsi ini sebagai masukan bagi paroki khususnya para katekis untuk
memacu mereka dalam usaha meningkatkan keterlibatan umat dalam hidup
menggereja.
c. Paroki diharapkan mampu mempergunakan hasil-hasil pemikiran dalam
skripsi ini yaitu sebagai bahan untuk memperluas wawasan para katekis
sehingga memiliki kemampuan lebih dalam berkatekese.
d. Sebagai calon katekis, penulis semakin diperkaya sehingga mampu
mendesain katekese umat yang sungguh kontekstual dan menarik.
2. Manfaat Teoritis
Skripsi ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Berguna untuk penelitian lebih lanjut mengenai katekese umat guna
meningkatkan keterlibatan umat dalam hidup menggereja
b. Sebagai sumbangan pustaka ilmiah, khususnya dalam bidang katekese umat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
E. Metode Penulisan
Dalam penulis ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis yang
bertujuan untuk memaparkan cara hidup menggereja secara umum yang diangkat
melalui studi pustaka. Penulis juga akan mengungkapkan situasi umat stasi
Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong dalam keterlibatan hidup
menggereja. Guna mengetahuinya, penulis akan melaksanakan penelitian di stasi
Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong. Melalui data yang diperoleh
tersebut, penulis mencoba menganalisis dan merumuskan sumbangan pemikiran
mengenai katekese umat yang dapat membantu umat guna meningkatkan
keterlibatan dalam hidup menggereja mereka.
F. Sistematika Penulisan
Pada bab I, penulis akan menguraikan latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
Bab II membahas ketekese umat sebagai upaya meningkatkan keterlibatan
umat dalam hidup menggereja. Bab ini berisi sejarah katekese umat, arti katekese
umat, tujuan katekese umat, proses katekese umat, kekhasan katekese umat,
pendamping katekese umat, Shared Christian Praxis (SCP) sebagai salah satu
model katekese umat, dan sumbangan katekese umat untuk hidup menggereja
umat melalui pembangunan persaudaraan (koinonia), mengembangkan pewartaan
Kabar Gembira (kerygma), menghidupkan peribadatan yang menguduskan
(leiturgia), dan memajukan karya cinta kasih/pelayanan (diakonia). Kemudian,
rangkuman peran katekese umat dalam hidup menggereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Bab III memberikan gambaran keterlibatan umat stasi Mansalong dalam
hidup menggereja. Bab ini berisi gambaran situasi umum umat stasi Mansalong,
penelitan mengenai cara hidup menggereja umat stasi Mansalong paroki Maria
Bunda Karmel Mansalong, penelitian mengenai keterlibatan hidup menggereja
umat stasi Mansalong, laporan dan pembahasan hasil penelitian, pendalaman lebih
lanjut terhadap hasil penelitian menurut masing-masing variabel, dan kesimpulan
hasil penelitian.
Bab IV membahas upaya meningkatkan keterlibatan hidup menggereja
umat stasi Mansalong yang dibagi dalam tiga bagian. Bagian pertama mendalami
pentingnya keterlibatan dalam hidup menggereja. Bagian kedua menguraikan
upaya meningkatkan keterlibatan hidup menggereja melalui katekese umat.
Bagian ketiga berisi usulan program katekese umat model SCP untuk
meningkatkan hidup menggereja umat stasi Mansalong, yang di dalamnya
terdapat latar belakang program, tema dan tujuan program, matriks usulan
katekese umat model SCP, dan contoh satuan pendampingan katekese umat model
SCP.
Bab V berisikan penutup yang mencakup dua bagian. Bagian pertama
membahas kesimpulan untuk menjawab rumusan permasalahan, tujuan penulisan
skripsi serta didukung oleh data hasil penelitian. Bagian kedua berisikan saran
yang ditujukan kepada pihak stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel
Mansalong.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
BAB II
KATEKESE UMAT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN UMAT DALAM HIDUP MENGGEREJA
Pada bab II ini, penulis akan menguraikan mengenai katekese umat
sebagai upaya meningkatkan keterlibatan umat dalam hidup menggereja. Pokok
permasalahan yang akan diangkat dalam bab II ini adalah apa sumbangan
katekese umat untuk hidup menggereja umat.
Bab II merupakan kajian pustaka. Penulis pada bab ini membagi menjadi
tiga pokok bahasan, yakni pada pokok bahasan pertama menjelaskan tentang
katekese umat. Pokok bahasan kedua menjelaskan tentang fungsi katekese umat,
dan ketiga rangkuman peran katekese umat dalam hidup menggereja.
Pokok bahasan pertama berisi penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan katekese umat, yakni sejarah katekese umat, arti, tujuan, proses, kekhasan,
peserta, pendamping, dan Shared Christian Praxis (SCP) sebagai salah satu model
katekese umat beserta pengertian dan langkah-langkahnya. Pokok bahasan kedua,
penulis akan menjelaskan sumbangan katekese umat mencakup empat tugas
Gereja, yakni menghadirkan dan membangun persekutuan (koinonia),
mengembangkan pewartaan Kabar Gembira (kerygma), menghidupkan
peribadatan yang menguduskan (leiturgia), serta memajukan karya cinta kasih
atau pelayanan (diakonia). Dan ketiga menguraikan rangkuman peran ketekese
umat dalam hidup menggereja umat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
A. Katekese Umat
1. Sejarah Katekese Umat
Gagasan utama yang menyertai pemikiran tentang katekese yang
dibicarakan pada rapat MAWI 1976 adalah “Kayakinan, bahwa iman kita pada
hakikatnya adalah jawaban manusia kepada tawaran serta tindakan penyelamatan
Allah” (Setyakarjana, 1997: 1). Pernyataan ini mengandung arti bahwa dalam
setiap keadaan hidup manusia selalu menerima tawaran penyelamatan dari Allah
yang mengharapkan jawaban manusia. Keadaan hidup masyarakat, dalam setiap
masa terus berganti, baik di masa silam, kini, dan akan datang. Oleh karena itu,
sudah menjadi tugas Gereja, umat beriman seluruhnya untuk terus-menerus
memupuk dan membina iman saudara-saudaranya agar betul-betul merupakan
jawaban terhadap tawaran dan tindakan penyelamatan Allah yang selalu bermakna
dan memadai. Usaha pelayanan iman seperti itu dilaksanakan oleh Gereja melalui
katekese sebagai karya pendidikan iman.
Majelis Agung Waligereja Indonesia mengajak seluruh Umat Allah di
Indonesia bersama-sama memikirkan mengenai katekese yang dipahami sebagai
pendidikan iman Kristiani. Para bapak dan ibu, pemuda dan pemudi, para imam,
para katekis, guru agama dan saudara-saudari Katolik semuanya, tidak ada yang
dikecualikan, semua diajak untuk bertukar pikiran mengenai pendidikan iman
Kristiani. Maka, pada tahun 1977 diselenggarakan oleh Komisi Kateketik MAWI
pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia pertama (PKKI I), guna
mencari dan membahas arah katekese yang cocok sesuai dengan konteks hidup
Gereja di Indonesia. Pertemuan ini dihadiri oleh para utusan dari masing-masing
keuskupan di Indonesia dan dilaksanakan di Sindanglaya. Lewat diskusi-diskusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
yang hangat dari para peserta, akhirnya mulai muncul gagasan tentang suatu
bentuk katekese yang melibatkan seluruh umat “katekese oleh umat, dari umat,
dan untuk umat” (Lalu, 2007: 10). Dengan kata lain bentuk katekese yang
melibatkan seluruh umat. Umatlah yang menjadi penggagas, pelaksana, dan
sekaligus penikmat hasilnya.
Hasil dari pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia pertama
(PKKI I) ini, kemudian mulai digalakkan di masing-masing Keuskupan, namun
belum sampai menemukan kejelasan arti katekese itu sendiri. Segala hal yang
berkaitan dengan pendidikan iman semuanya disebut katekese umat.
Oleh karena itu, pada tahun 1980 diadakan pertemuan Kateketik antar
Keuskupan se-Indonesia kedua (PKKI II) di Klender demi memperjelas arti
katekese umat itu sendiri. Dari hasil pertemuan PKKI II ini, disepakati rumusan
katekese untuk Indonesia yakni “Katekese Umat” yang diartikan sebagai
komunikasi iman atau tukar menukar pengalaman iman antar anggota
jemaat/kelompok. Dalam katekese umat tekanan terutama diletakan pada
penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan.
2. Arti Katekese Umat
Kesepakatan tentang arti katekese umat yang dijadikan arah katekese di
Indonesia ditegaskan dalam Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan se-Indonesia
II di Klender 29 Juni – 5 Juli 1980 (KomKat KWI, 1993: 9). Dalam pertemuan
ini, katekese umat dimengerti sebagai: “Komunikasi iman atau tukar pengalaman
iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat atau kelompok. Melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-
masing diteguhkan dan dihayati semakin sempurna”.
Rumusan di atas menegaskan bahwa katekese umat merupakan
komunikasi iman. Komunikasi iman ini bukan saja antara pembimbing dengan
peserta, tetapi lebih-lebih komunikasi antar peserta itu sendiri. Yang
dikomunikasikan dalam katekese umat adalah penghayatan iman, bukan
pengetahuan akan rumusan iman yang sering kali tidak relevan dengan keadaan
atau situasi umat pada saat itu.
Arti katekese umat di atas juga menunjukkan bahwa yang berkatekese itu
adalah umat, artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus
saling percaya dan menghargai. Katekese umat merupakan komunikasi iman atau
pengamalam hidup umat yang saling bersaksi satu sama lain akan iman mereka,
dan di situ diharapkan peserta berdialog dalam suasana penuh keterbukaan, saling
mendengarkan dan menghargai.
Rumusan katekese umat dalam PKKI II tersebut, dikembangkan lagi oleh
Afra Siauwarjaya melalui buku Membangun Gereja Indonesia II sebagai berikut:
“Usaha umat secara terencana untuk saling menolong mengartikan hidup nyata
dalam terang Yesus Kristus sebagaimana telah dihayati dalam Tradisi Gereja, agar
kelompok makin mampu mengungkapkan dan mewujudkan imannya dalam hidup
nyata” (Siauwarjaya, 1987: 38-39)
Katekese umat itu sendiri adalah usaha umat. Dalam arti mengajak umat
untuk saling tolong menolong, bersikap bebas, terbuka dan jujur menyadari
kehadiran Tuhan dalam kehidupan mereka yang konkret. Iman personal yang
dikembangkan dalam katekese umat adalah iman yang dihayati Gereja dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Tradisi. Maka dari itu, dalam usaha saling tolong menolong, secara bebas, terbuka
dan jujur mengartikan hidup nyata, Kitab Suci perlu mendapat tempat yang
sentral. Katekese umat juga mengajak peserta untuk saling tolong menolong
menyadari kehadiran Allah maupun kehendak Allah dalam hidup konkret. Hidup
konkret ini merupakan medan penghayatan iman kalau dimaknai dengan terang
iman arahnya jelas yakni menuju pada perwujudan iman. Dengan demikian iman
yang dihayati Gereja dalam Tradisi Gereja semakin bermakna dan berkembang
baik secara pribadi maupun secara bersama dalam masyarakat (Siauwarjaya,
1987: 40)
Pada dasarnya, di dalam katekese umat hidup konkret diartikan sebagai
penghayatan relasi umat dengan Yesus Kristus. Relasi itu sekaligus menuntut
keterlibatan umat dalam pelaksanaan pengutusan Allah dalam segala dimensi
hidup manusia (Siauwarjaya, 1987: 42). Berangkat dari relasi itu, umat diajak
untuk senantiasa memusatkan perhatian dan solider dengan kaum tertindas,
miskin serta mampu menegakkan keadilan bagi mereka dengan perkataan dan
tindakan. Melalui keterlibatan konkret itulah umat menjadi tanda keselamatan
bagi semua orang.
3. Tujuan Katekese Umat
Katekese umat yang dipahami sebagai komunikasi iman atau tukar
pengalaman iman memiliki tujuan yang dirumuskan pada saat pelaksanaan PKKI
II. Tujuan katekese umat (KomKat KWI, 1993: 10) tersebut adalah sebagai
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
1) Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari;
2) Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari;
3) Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap mengamalkan cinta kasih, dan semakin dikukuhkan hidup Kristiani kita;
4) Pula kita semakin bersatu dengan Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta;
5) Sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat.
Rumusan tujuan di atas merupakan rumusan yang memiliki sorotan
pandangan tujuan katekese umat dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Jika
dilihat dengan saksama maka akan nampak tiga bagian penting alur tujuan yang
hendak dikembangkan. Pada bagian pertama dan poin satu sampai tiga lebih
menyoroti iman peserta secara pribadi. Kemudian pada bagian kedua poin empat
menyoroti perkembangan iman dalam komunitas. Dan bagian ketiga atau poin
lima lebih menegaskan tujuan Gereja berpuncak pada hidup di tengah-tengah
masyarakat.
Dengan demikian, tujuan katekese umat bukan hanya bersifat personal
tetapi juga bersifat eklesial yakni demi kepentingan bersama dan Gereja universal.
Dan yang menjadi tugas orang Kristiani adalah mewujudnyatakan suatu tindakan
konkret di tengah-tengah dunia yang didasari oleh sikap dan tindakan Yesus
Kristus sebagai pusatnya. Tindakan umat diharapkan juga sampai pada suatu
perubahan atau transformasi sosial sehingga nilai-nilai Kerajaan Allah yang
diperjuangkan oleh Yesus sebagai pusat iman umat benar-benar nyata di dunia. Ini
adalah sebuah tugas dan tanggungjawab sebagai saksi Kristus di tengah-tengah
masyarakat yang serba kompleks. Dengan demikian umat diharapkan semakin
sadar dalam menempatkan pengalaman religius ke dalam hidupnya sebagai bagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
sejarah penyelamatannya. Selain itu, umat juga disadarkan untuk senantiasa
terlibat dalam pembangunan Gereja. Betul melakukan tugas pewartaan mengenai
Kristus yakni dengan melaksanakan tugas-tugas Gereja tetapi ingat bahwa Gereja
sendiri bukanlah tujuan itu sendiri, melainkan sebagai sarana bagi umat untuk
memberi kesaksian tentang Kristus. Yang terpenting adalah tercapainya cita-cita
surgawi di dunia yakni terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah.
Tujuan katekese umat juga ditegaskan oleh Afra Siauwarjaya (1987: 42),
sebagai usaha umat untuk saling menolong agar semakin mampu mengungkapkan
dan melaksanakan imannya dalam hidup nyata. Penghayatan iman tidak hanya
dinyatakan dalam ungkapan saja, tetapi lebih-lebih dilaksanakan dalam tindakan
konkret. Iman yang sungguh-sungguh dihayati semakin membuat orang terdorong
untuk ambil bagian dalam hidup menggereja juga sekaligus dalam setiap usaha
mewujudkan keadilan, perdamaian, cinta kasih dan kerukunan. Iman betul-betul
real jika iman tersebut dilaksanakan dalam hidup nyata dengan demikian cita-cita
akan pembangunan hidup beriman jemaat berdasarkan nilai-nilai injili baik secara
personal maupun bersama akan tercapai.
4. Proses Katekese Umat
Proses katekese umat mengikuti siklus pastoral yang ada pada umumnya
yakni lebih pada mengolah pengalaman umat yang diharapkan menjadi
pengalaman iman yang luar biasa, yang dapat menguatkan dan meneguhkan satu
sama lain. Pengalaman iman umat ini kemudian diwujudkan dalam hidup sehari-
hari selanjutnya. Menurut Yosef Lalu ada tiga langkah besar dalam pelaksanaan
katekese umat yakni: pemetaan masalah, merefleksikan dengan terang Injil; dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
terakhir mengusahakan aksi (Lalu, 2007: 98-100). Untuk lebih jelasnya ketiga
langkah tersebut akan dibahas di bawah ini.
a. Langkah Pertama
Langkah ini bertujuan mengamati dan menyadari fenomena yang telah terjadi
dalam masyarakat atau pengalaman konkret umat. Pengalaman konkret ini
hendaknya diamati, didalami dan dianalisis supaya sungguh-sungguh disadari
secara utuh.
b. Langkah Kedua
Langkah ini bertujuan menyadari dan merefleksikan fenomena tersebut atau
pengalaman konkret dan menganalisis dalam terang Injil.
c. Langkah Ketiga
Langkah ini bertujuan memikirkan dan merencanakan suatu aksi atau
tindakan nyata untuk dilaksanakan setelah menganalisis melalui terang Injil.
Ketiga langkah di atas tentunya menyangkut proses katekese umat itu
sendiri. Sifat dari proses itu adalah dinamis. Artinya proses tersebut berjalan
dengan mantap, penuh semangat, mengalir dan tidak ada yang sia-sia tetapi penuh
makna. Jadi, proses akan berkembang apabila tetap mengikuti langkah-langkah
yang ada secara bertahap. Antara tahap pertama dan seterusnya akan saling
berhubungan serta mempunyai relasi dengan tahap yang lain dan juga tidak dapat
dipisahkan antara tahap yang satu dengan lainnya.
5. Kekhasan Katekese Umat
Telah diuraikan dengan jelas di atas bahwa katekese umat merupakan
komunikasi iman. Komunikasi iman adalah salah satu kekhasan katekese umat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Ini merupakan usaha umat untuk saling mengarahkan, mengembangkan, dan
menumbuhkan imannya. Komunikasi iman seperti apakah itu? Tentu komunikasi
iman yang melibatkan peserta (umat). Melalui sharing pengalaman, peserta yang
hadir saling berbagi dan melengkapi pengalaman iman mereka sehingga iman
mereka semakin diteguhkan dan diperkaya. Mereka berkumpul bersama-sama
untuk menggali dan menanggapi pengalaman hidupnya. Pengalaman hidup inilah
yang dihayati sebagai pengalaman iman akan Yesus Kristus.
Katekese umat memiliki kekhasan tersendiri yakni komunikasi iman dari
umat, oleh umat, dan untuk umat. Hasil PKKI II merumuskan bahwa “yang
berkatekse adalah umat itu sendiri...” (KomKat KWI, 1993: 9), ini berarti bahwa
yang menjadi kekhasan katekese umat maupun pesertanya adalah umat itu sendiri.
Kedua hal tersebut sama-sama menempatkan umat sebagai subjek utama dalam
katekese. Umat harus terlibat aktif dan memiliki inisiatif, sehingga proses
katekese umat menjadi lebih hidup dan menarik. Tentunya, sebagai pelaku utama
dalam katekese umat, umat ditantang mengolah dan menanggapi persoalan yang
dihadapi. Melalui komunikasi, situasi yang dihadapi akan ditanggapi bersama
dalam iman yang Kristosentris. Peserta katekese saling membantu manggali
makna hidup dalam terang Kitab Suci dan diperkaya melalui sharing pengalaman.
Dengan demikian setiap umat semakin dapat menemukan karya keselamatan
Allah yang nampak dalam diri Yesus Kristus melalui pengalaman konkret mereka.
PKKI II merumuskan “yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang
beriman yang secara pribadi memilih Kristus; Kristus menjadi pola hidup pribadi,
pun pula pola kehidupan kelompok; jadi seluruh umat baik yang berkumpul dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
kelompok-kelompok basis maupun di sekolah atau perguruan tinggi” (KomKat
KWI, 1993: 9).
Rumusan di atas memperjelas siapa peserta katekese umat itu. Semua
orang beriman sama artinya dengan seluruh Gereja, yang mana kita pun tahu
bahwa katekese itu sendiri tidak ditujukan hanya kepada sebagian umat saja.
Tetapi katekese ditujukan kepada semua umat yang terpanggil untuk mendalami
imannya secara terus-menerus. Dan di dalam katekese umat, umat mengambil
perannya masing-masing, baik sebagai peserta maupun pendamping yang bertugas
mengarahkan jalannya proses katekese umat tersebut. Tentu peran pendamping
katekese umat ini tidak bisa dikesampingkan begitu saja, sebab tanpa pendamping
proses katekese umat tidak akan berjalan dengan lancar.
Selain itu, rumusan peserta katekese umat tidak selalu menuntut adanya
pengelompokan tertentu, tetapi dalam setiap kesempatan umat berkumpul dalam
lingkup apapun itu, di situ dapat dilakukan katekese umat. Jadi ditegaskan
kembali bahwa peserta katekese umat adalah siapa saja tanpa terkecuali yakni
seluruh umat yang telah memilih Kristus sebagai pola hidupnya dan ingin
memperkembangkan imannya, mereka dapat mengambil bagian dalam katekese
umat itu sendiri. Penekanan pada seluruh umat ini justru merupakan salah satu
unsur yang memberi arah pada katekese sekarang (KomKat KWI, 1993: 9).
6. Pendamping Katekese Umat
PKKI II menyampaikan hal yang berhubungan dengan pendamping
katekese umat demikian: “yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang
beriman yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
lebih memahami Kristus” (Lalu, 2007: 94). Dalam katekese umat, yang bertugas
sebagai pendamping adalah umat itu sendiri yang dipilih sebagai pendamping,
pemimpin, pengarah atau sering juga disebut sebagai fasilitator guna menciptakan
pelayanan katekese umat yang komunikatif.
Lokakarya “Pembinaan Pembina Katekese Umat” yang dilaksanakan di
Wisma Kinasih, Caringin Jawa Barat, pada tanggal 16-21 Februari 1998
membahas tiga unsur pokok yang harus dimiliki seorang pendamping katekese
umat, yaitu kepribadian dan spiritualitas pembina katekese umat, pengetahuan
pembina katekese umat, dan keterampilan pembina katekese umat (Lalu, 2007:
148). Memang, unsur keterampilan menjadi penting tetapi alangkah baiknya
pendamping ketekese umat memiliki keseluruhan hal-hal yang berkaitan dengan
pasionnya sebagai seorang pendamping katekese umat. Tiga hal pokok yang
ditekankan bagi seorang pendamping katekese umat adalah:
a. Kepribadian dan Spiritualitas Pendamping Katekese Umat
Kepribadian yang baik dari seorang pendamping katekese umat merupakan
cerminan bagi umat. Kepribadian merupakan modal dasar bagi pendamping
katekese umat dalam menjalankan tugas perutusannya. Yosef Lalu dalam buku
“Katekese Umat” mengatakan bahwa ada 5 hal yang berkaitan dengan
kepribadian seorang pendamping katekese umat, yaitu: 1) Terhadap diri sendiri,
seorang pendamping katekese umat hendaknya bersikap jujur, menerima diri
seadanya, tidak angkuh, tetapi juga tidak rendah diri. Ia harus mampu menahan
diri, misalnya tidak terlalu banyak berbicara supaya umat bisa lebih banyak
berbicara. 2) Terhadap sesama, seorang pendamping katekese umat hendaknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
terbuka, jujur dan rendah hati, memiliki kepekaan dan komitmen, suka membantu
sesama, suka mendengar, penuh pengertian, ramah, komunikatif, dan tahu
membawa diri. 3) Terhadap situasi, hendaknya kritis tidak terbawa arus, tetapi
terbuka, mampu menyesuaikan diri, cekatan membaca tanda zaman, tahan
bantingan pada situasi kritis dan sulit. 4) Terhadap tugas, hendaknya mencintai
tugas dan merasa terpanggil untuk itu, senantiasa loyal (setia) dan terlibat pada
tugas, dan berusaha untuk menjadi professional dalam menjalankan tugas. 5)
Terhadap Tuhan, hendaknya percaya pada Tuhan dalam situasi apa saja, akrab
dengan Kitab Suci dan kekayaan iman Gereja, senantiasa bersyukur kepada Tuhan
dalam untung dan malang, senantiasa berharap pada Tuhan dan penuh semangat
optimisme (Lalu, 2007: 149-150).
Lokakarya “Pembinaan Pembina Katekese Umat” yang dilaksanakan di
Caringin Jawa Barat, tanggal 16-21 Februari 1998, merumuskan spiritualitas
pendamping katekese umat sebagai “Roh (semangat) membantu sesama peserta
katekese umat melalui pewartaan iman yang komunikatif, agar bersama-sama
mampu mewujudkan Kerajaan Allah, karena kepedulian terhadap Allah dan
terhadap sesama” (Lalu, 2007: 154).
Semangat yang dimiliki oleh pendamping katekese umat harus senantiasa
dikembangkan secara terus-menerus sehingga mempunyai kedekatan relasi
dengan Allah yang nampak dalam diri Putra-Nya Yesus Kristus. Melalui misteri
Paskah yang setiap kali ia rayakan dalam kurban Ekaristi kudus, pendamping
katekese umat dilahirkan kembali oleh Roh. Dengan dilahirkan kembali ia
memperoleh semangat baru untuk melayani Tuhan dan sesamanya. Maka
spiritualitas seorang pendamping katekese umat senantiasa mengikuti jejak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Kristus, yaitu keterlibatan pada dunia demi membangun Kerajaan Allah (Lalu,
2007: 154).
“Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya
bagi domba-dombanya;......” (Yoh 10:11-15). Ayat ini mengandung arti bahwa di
dalam jiwa seorang pendamping katekese umat tertanam sikap melayani seperti
yang diteladankan oleh Yesus sebagai Gembala yang baik terhadap domba-
dombanya, seperti mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran demi umat,
meninggalkan kepentingan pribadi dan mengutamakan kepentingan umat yang
dilayani, dan dekat dengan yang dibimbing sampai-sampai tahu persis apa yang
menjadi keluhannya. Dengan demikian sikap-sikap seperti inilah yang dapat
membuat seorang pendamping katekese umat menjadi sahabat umat di dalam
peziarahan hidup.
“Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka
akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan
Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya” (Yeh
34:16). Kutipan ayat ini memberikan gambaran seorang pendamping katekese
umat sebagai pelayan yang betul-betul memiliki relasi mendalam.
b. Pengetahuan Seorang Pendamping Katekese Umat
Hal yang kedua berkaitan dengan pengetahuan seorang pendamping
katekese umat. Ini merupakan dasar yang memang harus dimiliki oleh seorang
pendamping katekese umat. Bagaimana mungkin ia dapat mendampingi katekese
umat sedangkan ia sama sekali tidak memiliki pengetahuan yang menunjang
pendampingan proses katekese umat dengan benar. Jadi setidak-tidaknya seorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
pendamping katekese umat memiliki juga pengetahuan yang menyangkut isi,
metode, peserta dan konteks peserta katekese umat (Lalu, 2007: 155). Artinya
bahwa pendamping betul-betul menguasai segala segi yang berkaitan dengan
katekese umat itu sendiri. Dari segi isinya ia dituntut memiliki pengetahuan
berkaitan ajaran iman Katolik, misalnya pengetahuan akan isi katekese umat
seperti Kitab Suci, Kristologi, Eklesiologi (Gereja), dan Ajaran Sosial Gereja.
Namun tidak semua pokok menyangkut iman Katolik direfleksikan tetapi dapat
dipilih salah satunya saja yang memang berkaitan dengan konteks hidup umat.
Kemudian, dari segi pengetahuan yang menyangkut metode seperti kreatif dalam
memilih metode yang bisa digunakan dalam berkatekese, mampu menganalisis
situasi, mampu menafsirkan Kitab Suci, dan dapat menyusun rencana tindak
lanjut. Dari segi pengetahuan menyangkut peserta katekese umat seperti mampu
melihat apa yang menjadi kebutuhan umat sehingga dalam proses ketekese, umat
menjadi tertarik mendalaminya. Kemudian, bagaimana daya nalar, perasaan dan
intuisi umat ketika menghadapi suatu persoalan hidup, apakah mereka mampu
atau tidak? Di sini pendamping harus tanggap sehingga dapat membantu dan
mengarahkan umat sampai benar-benar paham akan persoalan yang dihadapi.
Kemudian, pendamping juga perlu melihat bagaimana latar belakang kehidupan
status sosial, ekonomi, dan budaya umat. Apabila beberapa hal menyangkut
peserta ini benar-benar dimiliki oleh pendamping katekese umat maka jelas proses
katekese umat akan menjadi sesuatu yang menarik bagi umat. Dan terakhir
pengetahuan menyangkut konteks hidup yang bersifat nasional dan global yang
memang membawa dampak negatif bagi perkembangan iman umat, seperti
pengaruh globalisasi dalam wujud sikap materialisis, konsumerisis, individualisis,
dan sebagainya (Lalu, 2007: 158). Pendamping katekese umat harus mampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
memaknai konteks hidup umat dan yang terpenting senantiasa membangun relasi
serta dekat dengan umat sehingga umat merasa tersapa dan menjadi teman
seperjuangan dalam iman.
c. Keterampilan Seorang Pendamping Katekese Umat
Hal ketiga berkaitan dengan keterampilan pendampingan Katekese Umat:
1) Keterampilan Berkomunikasi
Komunikasi yang terjadi dalam sebuah proses katekese umat adalah
komunikasi antar pribadi dengan pengalaman tertentu pada situasi tertentu
yang dilatarbelakangi kebudayaan tertentu. Maka yang perlu ditekankan
antara lain: keterampilan berkomunikasi dan berelasi sehingga katekis
mampu mengumpulkan, menyatukan dan mengarahkan kelompok sampai
kepada suatu tindakan nyata, keterampilan mengungkapkan diri berbicara dan
mendengarkan, kemampuan menciptakan suasana yang memudahkan peserta
untuk mengungkapkan diri dan mendengarkan pengalaman orang lain (Lalu,
2007: 158-159).
Keterampilan berkomunikasi tidak dapat dipandang sepele oleh pendamping.
Keterampilan ini merupakan daya kekuatan untuk mengolah proses katekese
umat sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancar dan sampai pada tujuan
yang hendak dicapai bersama.
2) Keterampilan Berefleksi
Komunikasi yang terjadi dalam katekese umat adalah komunikasi iman yang
adalah suatu kesaksian iman. Diartikan bahwa seorang pendamping katekese
umat mampu merefleksikan pengalaman imannya yang berpusat pada Yesus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Kristus kemudian mensharingkan kepada peserta lainnya. Seorang
pendamping yang terampil membaca dan merefleksikan serta memaknai
pengalaman sehari-harinya menjadi pengalaman iman, tentu mampu
menuntun peserta bagaimana berefleksi yang baik. Maka dari itu,
pendamping katekese umat dilatih untuk terampil menemukan nilai-nilai
manusiawi dalam pengalaman hidup sehari-hari, terampil menemukan nilai-
nilai Kristiani dalam Kitab Suci, ajaran Gereja dan Tradisi Kristiani lainnya,
terampil memadukan nilai-nilai Kristiani dengan nilai-nilai manusiawi dalam
pengalaman hidup sehari-hari (Lalu, 2007: 159).
3) Keterampilan yang lebih spesifik berkaitan dengan langkah-langkah proses
katekese umat. Misalnya sadar akan situasi dengan topik yang diangkat,
menafsirkan kenyataan hidup umat menurut terang Kitab Suci, dan
membulatkan tekat guna rencana aksi.
4) Kemampuan atau keterampilan mengekspresikan diri, bertutur kata dan
bertindak, berbicara dan mendengarkan orang lain.
5) Kemampuan dan keterampilan dalam menciptakan suasana yang mendukung
proses katekese sehingga peserta merasakan kenyamanan dalam
mengikutinya.
Jika ketiga hal pokok di atas betul-betul telah dimiliki oleh seorang
pendamping, niscaya setiap pelaksanaan katekese umat yang dilakukan akan
menjadi hal yang membahagiakan bagi siapa saja yang ikut berproses di dalamnya
dan bahkan manfaatnya pun dapat dialami bersama, baik yang dilayani maupun
yang melayani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
7. Shared Christian Praxis (SCP) sebagai Salah Satu Model Katekese Umat
Model merupakan sebuah kontruksi teoritis dan skematis yang
menawarkan pokok-pokok pemikiran realitas. Model ini juga menawarkan suatu
bentuk analisa untuk memahami realita yang menerangkan dan menelusuri suatu
tindakan manusia.
Katekese umat memiliki berbagai model dengan kekhasannya masing-
masing. Model-model ini biasanya kita temukan dalam pendalaman iman yakni
dalam buku panduan APP, Adven dan pada BKSN yang dibuat oleh keuskupan
untuk dipakai sebagai bentuk pelaksanaan katekese umat. Oleh karena itu,
bertolak dari mana awal model katekese umat pada umumnya terdapat satu model
yang cocok dengan katekese umat, yakni model Shared Christian Praxis (SCP).
Pada bagian awal telah dibahas bahwa katekese umat adalah komunikasi
iman umat. Apa yang dikomunikasikan? Tentu yang dikomunikasikan adalah
pengalaman hidup umat itu sendiri yang sudah direfleksikan dan dimaknai
menjadi pengalaman iman. Berkaitan dengan pengalaman hidup maka sangat
cocok digunakan model katekese umat Shared Christian Praxis (SCP), sebab
model ini juga berpusat pada pengalaman hidup atau selalu bermula dari
pengalaman menuju refleksi iman dan sampai pada pengalaman baru. Maka dari
itu, di bawah ini akan dibahas secara lengkap apa itu Shared Christian Praxis
(SCP), komponen, dan langkah-langkahnya.
a. Shared Christian Praxis sebagai Model Katekese Umat
Katekese dengan model Shared Christian Praxis ini pertama kali
diperkenalkan oleh Thomas H. Groome. Ia adalah seorang ahli katekese yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
berusaha mencari pendekatan katekese yang handal dan efektif, yaitu suatu model
yang sungguh-sungguh mempunyai dasar teologis yang kuat, mampu
memanfaatkan perkembangan ilmu pendidikan dan memiliki keprihatinan pastoral
yang aktual. Model ini ditawarkan untuk menjawab kebutuhan para katekis dalam
membantu umat demi perkembangan iman mereka. Untuk memahami lebih dalam
tentang katekese umat model SCP ini serta langkah-langkahnya, maka secara
khusus akan diuraikan di bawah ini lima langkah yang saling beruntun (Heryatno
WW, 1997: 5), sebagai berikut:
1) Pengertian Shared Christian Praxis (SCP)
Model SCP merupakan salah satu model katekese umat yang menekankan
proses yang bersifat dialogis partisipatif. Tujuan dari proses ini adalah agar dapat
mendorong peserta untuk mampu mengomunikasikan antara Tradisi dan visi
hidup peserta dengan Tradisi dan visi Kristiani. Dan pada akhirnya, peserta baik
secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan penegasan dan pengambilan
keputusan demi makin terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah.
Model katekese ini dapat dikatakan sebagai model praksis, karena
bermula, berproses dan berakhir dari praksis hidup peserta. Pengalaman hidup
peserta tersebut, direfleksikan secara kritis sehingga peserta mampu menemukan
maknanya, kemudian dikonfrontasikan dengan Tradisi atau visi Kristiani supaya
muncul pemahaman sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi pada
praksis baru. Orientasi model SCP ini adalah praksis peserta sebagai subyek yang
bebas dan bertanggungjawab (Heryatno WW, 1997: 1).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Model SCP ini memiliki tiga komponen yaitu praksis, Kristiani dan
sharing. Untuk memahami lebih dalam model ini, maka akan dijelaskan masing-
masing komponen itu sebagai berikut:
a) Praksis
Praksis adalah suatu tindakan manusia yang sudah direfleksikan. Sebagai
tindakan, praksis meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam dunia yang
mampunyai tujuan untuk mencapai perubahan hidup yang meliputi kesatuan
antara praktek dan teori, antara refleksi kritis dan kesadaran historis. Proses
kesatuan antara praktek dan teori akan membentuk suatu kreatifitas, sedangkan
refleksi dan kesadaran historis akan mengarah pada keterlibatan baru.
Praksis mempunyai tiga unsur yaitu: aktifitas, refleksi dan kreatifitas.
Ketiga unsur ini memiliki fungsi yakni mampu membangkitkan berkembangnya
imajinasi, meneguhkan kehendak dan mendorong praksis baru yang dapat
dipertanggungjawabkan secara etis dan moral. Berikut ini penjelasan mengenai
ketiga unsur tersebut, sebagai berikut:
Unsur pertama, aktifitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran,
tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik yang merupakan
medan untuk perwujudan diri sebagai manusia. Kedua, refleksi menekankan
refleksi kritis terhadap tindakan historis pribadi dan sosial terhadap kehidupan
bersama serta terhadap “Tradisi” dan “visi” iman Kristiani sepanjang sejarah.
Ketiga, kreatifitas merupakan perpaduan antara aktifitas dan refleksi yang
menekankan transendensi manusia dalam dinamika menuju masa depan yang
terus berkembang sehingga melahirkan praksis baru (Heryatno WW, 1997: 2).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
b) Kristiani
Maksud dari Kristiani dalam Shared Christian Praxis adalah
mengusahakan agar kekayaan iman Kristiani sepanjang sejarah dan visinya makin
terjangkau dan relevan untuk kehidupan umat. Namun jangan lupa bahwa yang
ditekankan di sini mengenai kekayaan iman Kristiani adalah pengalaman iman
Tradisi Kristiani sepanjang sejarah dan visinya.
Tradisi Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat yang hidup dan
sungguh dihidupi. Sedangkan visi Kristiani menegaskan tuntutan dan janji Allah
yang terkandung di dalam Tradisi, tanggung jawab dan pengutusan orang
Kristiani sebagai jalan untuk menghidupi semangat dan sikap kemuridan. Artinya
bahwa Tradisi Kristiani mengungkapkan tanggapan manusia terhadap Allah yang
terlaksana dalam hidup mereka sebagai realitas iman, Tradisi senantiasa
mengundang keterlibatan praktis. Sedangkan visi Kristiani menegaskan tuntutan
dan janji Allah yang terkandung dalam Tradisi, tanggung jawab dan pengutusan
orang Kristiani sebagai jalan untuk menghidupi semangat dan sikap kemuridan.
Visi Kristiani yang paling hakiki adalah terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di
dalam kehidupan manusia (Heryatno WW, 1997: 3).
c) Sharing
Istilah shared atau sharing mengandung pengertian komunikasi timbal
balik, partisipasi aktif dan kritis dari semua peserta. Istilah ini juga merupakan
proses katekese yang menekankan unsur dialog-partisipatif peserta yang ditandai
dengan suasana kebersamaan, persaudaraan, keterbukaan, keterlibatan, dan
solidaritas. Dalam sharing semua peserta diharapkan untuk ikut aktif, terbuka, siap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
mendengarkan dengan hati pengalaman orang lain dan berkomunikasi dengan
kebebasan hati juga (Heryatno WW, 1997: 4).
Dalam sharing orang dapat berbagi rasa, pengetahuan serta saling
mendengarkan pengalaman orang lain. Tentu, ada dua hal penting di dalamnya
yakni membicarakan dan mendengarkan. Membicarakan di sini lebih menekankan
pada menyampaikan atau mengungkapkan pengalaman hidup yang didasari
oleh sikap keterbukaan, kerendahan hati, kepercayaan satu dengan lainnya dalam
mengungkapkan pengalaman dan pengetahuan yang nyata dalam dirinya.
Sedangkan mendengarkan berarti mendengarkan dengan hati tentang apa yang
disharingkan oleh para peserta. Mendengarkan berarti juga melibatkan
keseluruhan diri untuk menangkap pesan atau intisari dari apa yang
disharingkan peserta sehingga dalam mendengarkan timbullah gerak hati,
empati terhadap apa yang dikomunikasikan oleh orang lain (Sumarno Ds,
2014: 17).
2) Langkah-langkah Shared Christian Praxis (SCP)
Menurut Thomas H. Groome, SCP merupakan suatu model berkomunikasi
tentang makna pengalaman hidup antar peserta, yang mana dalam prosesnya
terdapat lima langkah pokok. Namun sebelumnya didahului langkah awal atau
pendahuluan sebagai berikut:
a) Langkah Awal: Pemusatan Aktivitas
Tujuan dari langkah ini adalah mendorong peserta sebagai subyek utama
menemukan topik pertemuan yang bertolak pada kehidupan konkret berkaitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
dengan tema dasar pertemuan. Dengan demikian, tema dasar tersebut dapat
mewakili pokok-pokok permasalahan dalam hidup, keprihatinan, serta kebutuhan
peserta. Dalam memilih tema, perlu juga diperhatikan situasi konkret peserta,
tujuannya, dinamika pendekatan yang bersifat dialogis, dan sumber-sumber iman
Kristiani (Heryatno WW, 1997: 10). Tema dasar harus sungguh-sungguh
menggerakkan peserta agar aktif terlibat dalam pertemuan, menekankan
partisipasi dan dialog, dan tidak bertentangan dengan iman Kristiani. Maka
seorang pendamping harus mampu membantu peserta merumuskan prioritas tema
yang tepat dengan konteks hidup umat.
Perlu juga diperhatikan bahwa pada tahap ini, pendamping dapat
menggunakan sarana-sarana seperti simbol, foto, cerita, film, video, poster,
cergam dan lain-lain yang dapat mendukung dalam pemilihan tema bersama.
Maka dengan itu, seorang pendamping harus dapat memilih sarana yang tepat. Di
samping itu pendamping harus dapat menciptakan lingkungan psikososial dan
fisik yang mendukung supaya peserta dapat berpartisipasi aktif dan kreatif dalam
suasana dialog dan kebersamaan (Heryatno WW, 1997: 10).
b) Langkah I: Pengungkapan Praksis Faktual
Langkah ini bertujuan membantu peserta agar mengungkapkan
pengalaman hidup faktual. Peserta menyadari pengalaman hidupnya,
membahasakan dan mengomunikasikannya pada peserta lain. Pengungkapan
pengalaman hidup faktual ini bisa berupa pengalaman peserta sendiri, atau
kehidupan dan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, ataupun gabungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
keduanya yang dia pandang cocok dengan tema yang sudah digali bersama
(Heryatno WW, 1997: 11).
Langkah ini diawali dengan tuntunan pertanyaan sesuai dengan tema.
Perumusan pertanyaan pun harus jelas, terarah dan tidak terkesan menyinggung
perasaan peserta lain, sesuai dengan situasi peserta dan bersifat terbuka dan
obyektif. Setelah itu, peserta membagikan pengalamannya dan pada saat ini tidak
boleh ada komentar atau tanggapan. Selain dari itu, peserta juga diberi kebebasan
untuk mengungkapkan pengalamannya dengan gaya dan pilihannya. Mereka dapat
mengemukakannya melalui puisi, nyanyian, tarian, gambar, lambang, atau simbol,
dll (Heryatno WW, 1997: 12).
Penekanan pada langkah ini adalah proses dan kehidupan konkret yang
menjadi pokok penting dalam proses katekese. Oleh karena itu, pendamping perlu
menyadari tujuan dan pokok pemikiran dasarnya. Pokok pemikiran dasar perlu
diajukan secara jelas dan terbuka serta berhubungan dengan tema utama dan
menggaris bawahi aspek-aspek pokok dari praksis keterlibatan faktual peserta.
Pada langka ini, pendamping berperan sebagai fasilitator dengan tujuan
menciptakan suasana hangat dan mendukung sehingga peserta dengan hati
gembira mau membagikan pengalamannya tanpa merasa tertekan. Pendamping
perlu bersikap ramah, bersahabat dan meyakinkan peserta bahwa komunikasi
pengalaman mereka sangat penting untuk seluruh proses katekese (Heryatno WW,
1997: 13).
c) Langkah II: Refleksi Kritis pada Komunikasi Praksis Faktual
Langkah ini bertujuan membantu peserta supaya berdasar pengalaman
hidupnya sampai pada tingkat kesadaran terdalam guna mengolah dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
menemukan makna baru hingga ia terdorong melangkah pada praksis baru. Ada
beberapa perspektif yang perlu diperhatikan dalam langkah ini yaitu refleksi kritis
pada pengalaman peserta, interpretasi kritis dan kreatif pada komunikasi
pengalaman faktual, serta komunikasi Tradisi dan visi oleh para peserta (Heryatno
WW, 1997: 14).
Refleksi kritis pada tahap ini dimaksudkan agar peserta berpikir secara
sungguh-sungguh akan setiap pengalamannya. Kemudian peserta dapat
menemukan atau mengambil nilai-nilai apa yang mau dilaksanakan dan dengan
demikian dapat mengarah pada perubahan sikap yang konkret. Pada hakekatnya
ingin membantu peserta merefleksikan secara kritis praksis faktual apa yang
mereka komunikasikan dengan memperdalam, mempertajam dan mengolah
pengalaman mereka yang menekankan segi pemahaman, kenangan, dan imajinasi.
Sedangkan interpretasi bertujuan memberi arti dan nilai pada praksis faktual,
menanamkan unsur-unsur yang dapat memperteguh, serta yang harus ditolak dan
dikembangkan lebih lanjut.
Pada langkah ini, pendamping dituntut agar dapat menciptakan suasana
pertemuan yang saling menghormati dan mendukung setiap gagasan dari peserta.
Pendamping harus dapat mendorong peserta untuk mengadakan dialog dan
penegasan bersama yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman,
kenangan dan imajinasi peserta. Setiap peserta diajak untuk mengomunikasikan
pengalamannya, namun jangan sampai menimbulkan kesan pemaksaan. Oleh
karena itu, pendamping perlu menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
analitis dan tidak mengganggu harga diri peserta. Pendamping perlu juga
menyadari keadaan peserta karena refleksi merupakan tahap yang sulit yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
membutuhkan kesabaran dan keterampilan untuk memperkembangkannya
(Heryatno WW, 1997: 18).
d) Langkah III: Mengusahakan Tradisi dan Visi Kristiani lebih Terjangkau
Langkah ini menekankan agar Tradisi dan visi Kristiani menjadi lebih
terjangkau dan lebih mengena untuk kehidupan peserta yang konteks dan latar
belakang kebudayaannya berbeda. Tradisi Kristiani mengungkapkan iman jemaat
Kristiani sepanjang sejarah pewahyuan Ilahi. Tradisi hadir dalam Kitab Suci,
liturgi, adat-kebiasaan Jemaat Perdana, doa, credo, dogma, teologi, sakramen,
bahasa religius, seni, dan kepemimpinan kehidupan jemaat. Visi Kristiani
merupakan suatu konsekuensi dari janji dan tanggungjawab yang muncul pada
Tradisi. Visi Kristiani mengungkapkan janji keselamatan dan kepenuhan yang
mendorong peserta pada tanggungjawab mereka untuk menjadi partner Allah
dalam mewujudkan kehendak-Nya yaitu menyelamatkan manusia (Heryatno WW,
1997: 20).
Pada langkah ini, pendamping menginterpretasikan dan
mengomunikasikan aspek Tradisi dan visi Kristiani kepada peserta. Dalam
menginterpretasikan dan mengomunikasikan nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani,
pendamping perlu memiliki latar belakang yang cukup dalam hal penafsiran,
menghormati Tradisi dan visi Kristiani yang otentik dan normatif, kritis
mengambil nilai-nilai yang terkandung dalam Tradisi dan visi Kristiani,
menggunakan metode interpretasi yang sifatnya menegaskan, meneguhkan,
mempertanyakan dan mengundang keterlibatan peserta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Pada tahap ini, pendamping dapat berfungsi sebagai “guru” dan sekaligus
sebagai “murid”. Sebagai guru pendamping bukanlah pengajar tetapi sebagai
patner, yang bersama peserta berusaha menyadari kehendak Allah. Sedangkan
sebagai murid, pendamping siap belajar dan maju untuk segala ilmu. Sementara
dalam memberikan penafsiran, pendamping perlu mengikutsertakan kesaksian
iman, harapan dan cinta pada nilai Tradisi dan visi Kristiani. Maka dari itu,
sebelum melaksanakan proses katekese, pendamping sungguh-sungguh membuat
persiapan yang matang demi suksesnya langkah ini.
e) Langkah IV: Hermeneutik yang dialektik antara Tradisi dan Visi Kristiani
dengan “Tradisi dan Visi” Peserta
Langkah ini lebih menekankan interpretasi yang dialektis antara Tradisi
dan visi faktual peserta dengan Tradisi dan visi Kristiani yang akan melahirkan
kesadaran sikap dan niat baru sebagai jemaat Kristiani. Jadi, dalam langkah ini
mempunyai tujuan untuk mengajak peserta, berdasar nilai Tradisi dan visi
Kristiani menemukan sikap dan nilai hidup yang hendak dikembangkan. Di satu
pihak peserta mengintegrasikan nilai-nilai hidup mereka ke dalam Tradisi dan visi
Kristiani, di lain pihak mempersonalisasikan dan memperkaya dinamika Tradisi
dan visi Kristiani (Sumarno Ds, 2014: 21).
Pada langkah ini, peserta saling dialog tentang hasil pengolahan mereka
pada langkah pertama dan kedua dengan isi pokok pada langkah ketiga. Peserta
diberi kebebasan mempertimbangkan dan menilai mengenai nilai Tradisi dan visi
Kristiani berdasar situasi konkret. Peserta dapat mengemukakan apa yang
sungguh-sungguh mereka pikirkan serta mengungkapkan perasaan, sikap intuisi,
persepsi, penegasan dan lain-lain (Heryatno WW, 1997: 32).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Pada tahap ini juga, pendamping perlu menghormati kebebasan dan hasil
penegasan peserta dengan meyakinkan mereka bahwa mereka mampu
mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan nilai Tradisi dan
visi Kristiani. Oleh karena itu, pendamping hendaknya mendorong peserta untuk
merubah sikap dari pendengar menjadi pihak aktif. Selain itu, pendamping perlu
menyadari bahwa tafsiran pendamping bukan kata mati dan bukan merupakan
kebenaran satu-satunya (Sumarno Ds, 2014: 22).
f) Langkah V: Keterlibatan Baru demi Terwujudnya Kerajaan Allah
Langkah ini bertujuan mendorong peserta sampai pada keterlibatan baru
dengan harapan juga peserta dapat mengambil keputusan sendiri untuk mengalami
pertobatan terus-menerus (metanoia). Maka dari itu, keputusan yang diambil
dalam langkah ini haruslah praktis, mudah dilaksanakan dan menyemangati agar
mereka setia melaksanakannya. Tentu keputusan yang dibuat peserta dapat
beranekaragam bentuknya dan tingkatannya. Pada umumnya keputusan dapat
dikategorikan dalam empat kelompok : (a). yang bersifat kognitif, afektif, dan
praktikal; (b). level personal, interpersonal, dan sosial; (c). berkenaan dengan
aktivitas pribadi dan kelompok; (d). menjadi operasional dalam kelompok sendiri
atau di luar kelompok (Heryatno WW, 1997: 35).
Pada langkah ini hendaknya pendamping sungguh-sungguh mengusahakan
agar peserta dapat sampai pada keputusan hidup yang akan dilakukan baik pribadi
maupun bersama. Pendamping tidak hanya merangkum hasil dari langkah ini
tetapi dapat menambah juga dengan hasil rangkuman langkah keempat agar dapat
memperkaya dan lebih membantu peserta mengambil keputusan. Pendamping
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
perlu juga memberi semangat kepada peserta, menaruh sikap optimis dan realistis
terhadap masa depan peserta yang lebih baik dengan harapan bahwa Allah
senantiasa menyertai hidup umatnya dalam keadaan apapun.
Berdasarkan uraian di atas, penulis memilih Shared Christian Praxis
sebagai model katekese umat yang akan dipakai dalam penulisan skripsi ini.
Sebab model ini sangat cocok digunakan berkaitan dengan kehidupan menggereja
umat di stasi Mansalong, paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong,
Kabupaten Nunukan.
B. Sumbangan Katekese Umat sebagai Upaya Meningkatkan Keterlibatan
Umat dalam Hidup Menggereja melalui Empat Tugas Gereja
Katekismus Gereja Katolik merumuskan Gereja sebagai “himpunan orang-
orang, yang dipanggil oleh Sabda Allah, supaya mereka membentuk suatu Umat
Allah, dan dipelihara oleh Tubuh Kristus, menjadi Tubuh Kristus sendiri” (KGK,
No. 777). Artinya bahwa Gereja adalah paguyuban atau himpunan Umat Allah
yang mengimani pribadi Yesus Kristus dalam melanjutkan dan mewujudnyatakan
keselamatan Allah di dunia ini. Dalam mengarungi peziarahan hidupnya, Gereja
sebagai Umat Allah mengemban kewajiban untuk mengembangkan kehidupan
beriman umat dan mengembangkan dunia terus-menerus agar menjadi lingkungan
hidup yang layak serta selaras dengan nilai-nilai Kerajaan Allah. Kedua kewajiban
ini merupakan tugas pastoral Gereja, yakni dalam usaha membimbing dan
mengembangkan iman umat serta pelayanan untuk dunia demi meneruskan nilai-
nilai Kerajaan Allah yang diperjuangkan Yesus, bertolak dari situasi konkret umat
dan dunia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Sebagai paguyuban orang-orang yang mengimani Kristus, Gereja
merupakan persaudaraan yang dibangun berdasarkan Injil Yesus Kristus (Lalu,
2007: 77). Tentunya persaudaraan yang dimaksud bukan persaudaraan yang
tertutup sebab Kristus bukan milik eksklusif Gereja. Yesus Kristus datang ke
dunia dengan keprihatinan pokok mewartakan Kerajaan Allah kepada semua
orang. Jikalau pewartaan Kabar Gembira tentang Kerajaan Allah tersebut
diterima, maka akan dirayakan di dalam liturgi. Dan apabila liturgi itu dirayakan
dengan baik, maka akan menggerakan paguyuban tersebut untuk terlibat dalam
pelayanan, untuk masuk dalam gerakan Kerajaan Allah, Kerajaan damai dan
keadilan, kebenaran dan kasih semakin dirasakan (Lalu, 2007: 77).
Gereja sebagai Umat Allah dalam membimbing dan mengembangkan
iman umat serta meneruskan nilai-nilai Kerajaan Allah menggunakan katekese
umat. Sebab katekese umat adalah salah satu bentuk eksplisitasi dari Gereja Umat
Allah (Lalu, 2007: 71). Eksistensi himpunan Umat Allah ini diwujudkan secara
lokal dalam hidup berparoki. Di dalam paroki inilah himpunan Umat Allah
mengambil bagian dan terlibat dalam karya pastoral melalui empat bidang
pastoral. Keempat bidang pastoral itu tidak terpisah antara yang satu dengan yang
lain. Namun demikian empat bidang itupun tidak bisa disamakan begitu saja,
mengingat masing-masing mempunyai ruang lingkup serta kekhasan tersendiri.
Maka, di bawah ini akan dijelaskan sumbangan katekese umat terhadap
keempat bidang karya pastoral Gereja yaitu menghadirkan dan membangun
persaudaraan (koinonia), mengembangkan pewartaan Kabar Gembira (kerygma),
menghidupkan peribadatan yang menguduskan (leiturgia), serta memajukan karya
cinta kasih/pelayanan (diakonia) (Lalu, 2007: 77).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
1. Membangun Persaudaraan (Koinonia)
Gereja adalah persekutuan dan persaudaraan murid-murid Kristus
(Siauwarjaya, 1987: 25). Hidup persaudaraan berarti membina persekutuan hidup
yang saling mengasihi, sehati-sejiwa atas dasar relasi dengan Yesus Kristus.
Persaudaraan yang dicita-citakan adalah persaudaraan yang tertuju bagi
keselamatan semua orang (Siauwarjaya, 1987: 25). Sebagai orang beriman, kita
dipanggil dalam persatuan erat dengan Allah Bapa dan sesama manusia melalui
Yesus Kristus, Putera-Nya, dalam kuasa Roh Kudus. Maka, berkaitan dengan ini
katekese umat menjadi sarana untuk membentuk paguyuban yang berpusat dan
menampakkan kehadiran Kristus sesuai dengan tujuan KU nomor 4. Hal ini
berhubungan dengan ‘cura anima’ (pemeliharaan jiwa-jiwa) dan menyatukan
umat sebagai Tubuh Mistik Kristus. Oleh karena itu, melalui katekese diharapkan
umat dapat menciptakan kesatuan: antar umat, umat dengan paroki dan umat
dengan warga masyarakat. Paguyuban ini diwujudkan dalam menghayati hidup
menggereja baik secara teritorial (paroki, stasi/lingkungan, keluarga) maupun
dalam kelompok-kelompok kategorial yang ada dalam Gereja dan masyarakat.
Dalam komunitas Kristiani itu katekese umat ikut menciptakan dan membangun
kebersamaan dan kerjasama yang baik antar umat untuk saling melayani. Di mana
dalam kebersamaan umat bersama-sama juga mengusahakan perdamaian, cinta
kasih, kerukunan dan kebenaran baik di dalam komunitas itu sendiri maupun
dengan komunitas lain, lebih-lebih dalam masyarakat luas.
Gereja dalam menghayati dan mewujudkan hidup persaudaraan di tengah
masyarakat, pada dasarnya merupakan jawaban kerinduan manusia akan
persaudaraan, perdamaian, persatuan, dan komunikasi di antara umat manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
secara sehat dan mendalam. Oleh sebab itu, Gereja tak henti-hentinya berusaha
untuk memberikan kesaksian akan adanya suatu kemungkinan kehidupan yang
didasari persaudaraan dan persatuan dalam persekutuan dengan Allah.
2. Mengembangkan Pewartaan Kabar Gembira (Kerygma)
Seruan Apostolik Paus Fransiskus tentang sukacita Injil “mengajak dan
mendorong umat Kristiani untuk mengawali bab baru evangelisasi yang ditandai
oleh sukacita.....” (EG, a. 1). Artinya bahwa pewartaan bukan menjadi hal yang
sekedar memberitakan Injil tetapi lebih dari pada itu. Pewartaan harus benar-benar
dilihat secara baru agar Kabar Gembira dapat memenuhi hati dan hidup semua
orang yang menjumpai Yesus. Setiap orang dapat merasakan kasih Yesus yang
sungguh tak terkira, kasih yang tak ada batasnya bagi umat manusia.
Dalam arti luas pewartaan menyangkut seluruh hidup Gereja. Gereja
seluruhnya merupakan pewartaan dan kesaksian tentang Yesus Kristus, Sabda,
dan Wahyu Allah (KWI, 1996: 383). Hal ini menegaskan bahwa sudah menjadi
tugas Gereja untuk membawa Kabar Gembira bahwa Allah telah menyelamatkan
dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, Putera-Nya. Gereja
melaksanakan pewartaan (pelayanan Sabda) yang menggembirakan,
membebaskan, menerangi, dan menafsirkan hidup manusia sehingga bermakna di
hadapan Allah tentu melalui katekese. Sebab katekese berhubungan erat dengan
pewartaan. Keduanya saling berintegrasi dan saling melengkapi. Gereja dipanggil
untuk menjadi saksi dan pembawa harapan dengan mewartakan Yesus Kristus
yang memulai serta menjamin terwujudnya karya keselamatan Allah di dunia ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Karya pewartaan Injil yang merupakan tugas perutusan dasar Gereja ini terus
berlangsung tak henti-hentinya sejak Gereja Perdana hingga akhir jaman nanti.
Perhatian pokok dalam pewartaan Gereja adalah demi iman umat dan demi
hubungan dengan Kristus yang semakin mendalam. Hal ini merupakan perhatian
pokok pewartaan yang mana selalu tertuju pada penghayatan dan perwujudan
iman umat dalam hidup sehari-hari (Siauwarjaya, 1987: 26). Untuk itu katekese
umat menyumbangkan perannya dengan proses saling meneguhkan,
mengarahkan, dan mengoreksi kondisi iman aktual umat. Melalui katekese,
pewartaan Kabar Gembira benar-benar menjadi kegembiraan yang menguatkan
bagi iman umat dan menjadi miliknya sehingga semakin mampu membagikan
kegembiraan tersebut kepada semua orang yang mereka jumpai.
Dalam katekese umat selalu diusahakan terjadinya komunikasi iman.
Lewat komunikasi iman itu dicapailah pengertian dan penghayatan iman yang
lebih mendalam. Dengan demikian umat semakin akrab dengan Sabda Allah dan
berani menafsirkan Sabda Allah dalam hidup konkretnya. Komunikasi iman yang
terjadi selalu dalam keterarahan pada pertobatan (metanoia) secara terus-menerus,
sehingga diharapkan umat mencapai kehidupan Kristiani yang penuh.
Melalui katekese umat, Kabar Gembira diwartakan secara baru dan
diharapkan dapat membantu Umat Allah untuk semakin mendalami kebenaran
Firman Allah, menumbuhkan semangat untuk menghayati hidup berdasarkan
semangat injili yang menggembirakan bagi siapa saja, dan mengusahakan
pengenalan yang semakin mendalam akan pokok iman Kristiani supaya tidak
mudah goyah dan tetap setia. Artinya pewartaan Kabar Gembira yang
menggambarkan bahwa Yesus Kristus begitu mencintai kita; Ia menyerahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
hidup-Nya untuk menyelamatkan kita dan sekarang Ia tinggal dalam diri kita
untuk menerangi, mendampingi, menguatkan, dan membebaskan.
3. Menghidupkan Peribadatan yang Menguduskan (Leiturgia)
Dalam kehidupan menggereja, liturgi merupakan perayaan iman akan
Yesus Kristus. Dalam liturgi umat mengungkapkan imannya akan kasih Allah
(Siauwarjaya, 1987: 26). Melalui bidang karya ini, setiap anggota menemukan,
mengakui, dan menyatakan identitas Kristiani mereka dalam kesatuan Gereja
Katolik. Hal ini dinyatakan dengan doa, simbol, lambang-lambang, dan dalam
kebersamaan umat. Partisipasi aktif dalam bidang ini diwujudkan dalam
memimpin perayaan liturgis tertentu, seperti memimpin ibadat sabda/doa
bersama, membagi komuni; menjadi lektor, pemazmur, organis, misdinar, paduan
suara, penghias Altar, dan Sakristi; dan mengambil bagian secara aktif dalam
setiap perayaan dengan berdoa bersama, menjawab aklamasi, bernyanyi, dan
sikap badan.
Pernyataan identitas maupun partisipasi aktif umat yang telah diungkapkan
di atas mendapat wujudnya tentu didasari oleh katekese itu sendiri. Sebab
“Katekese mempunyai hubungan batin dengan seluruh kegiatan liturgis dan
sakramental.....” (CT, a. 23). Artinya ada kedekatan relasi antara katekese dan
liturgi maupun sakramen. Katekese akan bersifat konseptual belaka jikalau tidak
dihidupkan dengan praksis sakramental. Begitu juga kehidupan sakramental akan
menjadi hampa dan sekedar ritual, apabila tidak didasari oleh pemaknaan yang
sungguh mengenai sakramen-sakramen melalui katekese. Maka katekese
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
diharapkan mampu membantu umat untuk semakin memaknai dan menghayati
liturgi dan sakramen-sakramen dalam hidup konkret mereka.
Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa Gereja dibentuk “karena perpaduan
unsur manusiawi dan ilahi” (LG, a. 8 dan KWI, 1996: 392). Artinya bahwa
kesatuan Gereja bukan hanya karya Roh Kudus, tetapi juga hasil komunikasi antar
manusia, khususnya perwujudan komunikasi iman di antara para anggota Gereja.
Komunikasi ini terjadi terutama dalam perayaan iman dalam liturgi. Maka
penampilan Gereja yang istimewa terdapat dalam keikutsertaan penuh dan aktif
seluruh Umat Allah dalam liturgi. Ada kesamaan cara komunikasi seperti yang
telah diungkapkan di atas dengan cara komunikasi yang terjadi dalam katekese
umat. Dalam katekese umat, umat saling mengomunikasikan iman dalam segala
pengalaman hidup dan komunikasi tersebut mengantarkan umat menuju pada
sebuah komunikasi iman yang lebih luas yakni dalam memaknai liturgi sebagai
“sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani” (LG, a. 11), sehingga liturgi
sungguh menjadi bagian dari pengungkapan iman dan sekaligus mengembangkan
iman (Siauwarjaya, 1987: 26).
4. Memajukan Karya Cinta Kasih/Pelayanan (Diakonia)
Katekese sebagai pendidikan iman mempunyai tugas membangkitkan dan membina pengungkapan dan perwujudan iman umat dalam pelbagai macam bentuknya: pendidikan dalam kehidupan doa dan sakramen, pendidikan dalam kehidupan moral, pendidikan dalam gerakan ekumenis, pendidikan dalam kepedulian akan masyarakat terutama dalam memperjuangkan perdamaian, keadilan, kebenaran dan lingkungan hidup (Adisusanto, 2000: 12). Hal ini berarti bahwa dalam kaitannya dengan tugas pelayanan Gereja
katekese umat mempunyai tugas untuk membangkitkan, mendorong serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
membina perwujudan iman umat dalam berbagai macam bentuk. Misalnya ikut
serta dalam melaksanakan karya karitatif cinta kasih melalui aneka kegiatan amal
kasih Kristiani, khususnya kepada mereka yang kecil, miskin, telantar, tersingkir,
difabel, memperjuangkan keadilan, kebenaran, perdamaian, lingkungan hidup,
terlibat dalam kegiatan sosial serta politik dan sebagainya.
Melalui katekese umat, umat semakin menyadari akan tanggungjawab
pribadi mereka terhadap kesejahteraan sesamanya dalam segi-segi kehidupan
masyarakat seperti; pendidikan, sosial, politik, ekonomi, kesehatan, kebudayaan
dan sebagainya. Sebab katekese umat selalu mengangkat masalah-masalah aktual
untuk direfleksikan dalam terang Injil lalu bermuara pada tindakan nyata untuk
hidup bermasyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu dibutuhkan adanya
kerjasama dalam kasih, keterbukaan yang penuh empati, partisipasi dan keiklasan
hati untuk berbagi satu sama lain demi kepentingan seluruh umat manusia seperti
yang diteladankankan oleh Jemaat Perdana (Kis 4:32-35). Dengan demikian
katekese umat semakin berdaya transformatif, dan Kerajaan Allah semakin
dirasakan oleh seluruh umat manusia di dunia.
Tugas pelayanan Gereja merupakan sebuah relasi antara Gereja dengan
Kristus sebab tindakan Yesus adalah bagian integral dari pengutusan-Nya.
Demikian juga Gereja dipanggil Kristus dan diutus oleh Allah melaksanakan
kehendak Allah bukan hanya dengan pemberitaan melulu tetapi juga melalui
keterlibatan konkret dalam hidup nyata (Siauwarjaya, 1987: 27). Iman yang
dimiliki umat akan menjadi iman yang mati apabila tanpa perwujudan konkret
dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Diakonia merupakan suatu
bentuk pelayanan Gereja untuk mewujudkan iman dalam masyarakat. Gereja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
dipanggil menjadi pelopor pelayanan, hadir pada orang lain sebagai sesamanya.
Itulah hidup Kristus, itulah panggilan Gereja (KWI, 2006: 450).
C. Rangkuman Peran Katekese Umat dalam Hidup Menggereja
Katekese umat merupakan salah satu strategi yang digunakan untuk
membantu mengembangkan iman umat, khususnya dalam perwujudan iman yang
konkret yakni dengan terlibat dalam hidup menggereja, baik di basis, stasi,
maupun paroki. Katekese umat juga dapat membantu umat supaya semakin kritis
merefleksikan setiap pengalaman hidupnya berdasarkan Kitab Suci. Pengalaman
hidup yang direfleksikan adalah pengalaman hidup menggereja itu sendiri.
Dengan demikian, pengalaman tersebut dapat menggerekkan umat pada sebuah
aksi baru yang nyata.
Melalui katekese umat, umat semakin menyadari bahwa mereka adalah
subjek utama katekese itu sendiri. Segala proses dalam katekese umat selalu
berasal dari umat, oleh umat dan hasilnya pun untuk umat. Maka perlulah
keterlibatan nyata dari umat dalam setiap aspek hidup menggereja, yang meliputi
koinonia, kerygma, leiturgia, dan diakonia. Pada prinsipnya katekese umat
semakin membantu umat menemukan bentuk-bentuk keterlibatan baru mereka
sesuai dengan kemampuan masing-masing. Selain itu, bukan hanya umat saja
yang dapat menemukan bentuk-bentuk keterlibatan baru sebagai wujud atau hasil
dari katekese umat tetapi katekese umat pun harus menemukan bentuknya yang
lebih kontekstual sesuai dengan corak kehidupan umat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
BAB III
GAMBARAN KETERLIBATAN UMAT STASI MANSALONG PAROKI MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG KABUPATEN NUNUKAN
DALAM HIDUP MENGGEREJA
Pada bab III ini, penulis akan menguraikan gambaran umum situasi stasi
Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan. Situasi
yang penulis paparkan adalah hasil dari pengamatan penulis sendiri serta
wawancara dengan Bapak Yohanes Pera sebagai bendahara dan Bapak Meleanus
sebagai ketua stasi Mansalong sekaligus sebagai katekis paroki melalui email
pada tanggal 10 Juni 2015. Juga wawancara dengan mantan Romo paroki Maria
Bunda Karmel Mansalong P. Yulius Dainang, Pr pada tanggal 16 Juni 2015.
Pokok permasalahan yang akan diangkat dalam bab III ini adalah sejauh mana
umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten
Nunukan terlibat dalam hidup menggereja.
Pada bab III ini, penulis membagi menjadi dua pokok bahasan. Pokok
bahasan pertama memaparkan situasi umum stasi Mansalong paroki Maria Bunda
Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan. Kemudian, pokok bahasan kedua
membahas penelitian mengenai keterlibatan hidup menggereja umat stasi
Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan
Pokok bahasan pertama berisi gambaran umum situasi geografis, sejarah,
situasi umat, karya-karya pastoral, visi, misi, dan strategi stasi Mansalong paroki
Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan. Kemudian, pokok bahasan
kedua mengenai persiapan penelitian, laporan dan pembahasan hasil penelitian,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
pendalaman lebih lanjut hasil penelitian menurut masing-masing variabel, dan
kesimpulan penelitian.
A. Gambaran Situasi Umum Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel
Mansalong Kabupaten Nunukan
1. Situasi Geografis Stasi Mansalong
Stasi Mansalong terletak di wilayah Kecamatan Lumbis, Kabupaten
Nunukan. Stasi Mansalong juga merupakan pusat paroki Maria Bunda Karmel
Mansalong. Letak stasi Mansalong dipisahkan menjadi dua bagian oleh sungai
Sembakung yang hulunya ada di Malaysia dan bermuara di hilir Kecamatan
Sembakung. Stasi Mansalong juga sebagai ibu kota Kecamatan Lumbis dengan
batas-batas geografisnya:
a. Barat : Perkebunan sawit, ladang ubi, padi dan kebun buah milik
masyarakat.
b. Utara : Desa Intin/Stasi Intin.
c. Timur : Perkebunan sawit, ladang ubi, padi dan kebun buah milik
masyarakat.
d. Selatan : Desa Kalampising.
2. Sejarah Singkat Stasi Mansalong
Penulisan sejarah singkat perkembangan stasi Mansalong ini mengacu
pada buku Jejak Langkah Keuskupan Tanjung Selor karya Komisi Komunikasi
Sosial Keuskupan Tanjung Selor. Pada tahun 1977, tujuh orang Misionaris OMI
mulai berkarya di Keuskupan Samarinda wilayah Utara, yakni paroki Tarakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
dengan Pastor kepala P. Yosef Rebussi Aman Dopogon, OMI. Pemekaran
parokipun dimulai. Ada 4 paroki, yaitu Sungai Kayan, Malinau, Berau, dan
Tarakan sendiri. Setelah pemekaran paroki Malinau, P. Antonio Bocchi, OMI
(Alm) dan P. Mario Bartoli, OMI (Alm) berusaha untuk mengembangkan misi ke
Sei Sembakung. Pada tanggal 18 Juni 1979 umat Binter menyatakan diri untuk
menjadi Katolik. Maka Bapak Niko Boro sebagai katekis diutus ke Binter untuk
mengadakan pendampingan dan pembekalan bagi umat. Namun dalam
perkembangannya P. Antonio Bocchi, OMI (Alm) dan para simpatisan Katolik di
Binter mendapat tekanan dari Pemerintah Kecamatan dan Danramil maka Pastor
Antonio Bocchi, OMI (Alm) memilih mundur dari pelayanan pastoral hingga
awal tahun 1986 (Komsos Keuskupan Tanjung Selor, 192).
Akhir tahun 1986 pelayanan pastoral dimulai lagi di wilayah Lumbis-
Sembakung. Ada satu Desa yang menyatakan diri masuk menjadi Katolik, yaitu
Desa Liang (Beringin) yang diketuai oleh Bapak Luda, Ladika dan Balabatu.
Pastor Yosef Rebussi Aman Dopogon, OMI dari Malinau dan katekis Niko Boro,
I Made Kerta, dan Aleks Kawang melayani umat di Desa Beringin (Komsos
Keuskupan Tanjung Selor, 193).
Pada akhir tahun 1987, Desa Tujung dengan ketua Bapak Kapulin
menyatakan diri masuk menjadi Katolik. Mereka menghadap Pastor Carlo
Bertolini Yalai, OMI di Tarakan. Mulai tanggal 2 Februari 1987 umat Tujung
dilayani dari paroki Malinau. Awal tahun 1988, Tanjung Matol yang diketuai oleh
Bapak Gabriel (Alm) menghadap Pastor Yosef Rebussi Aman Dopogon, OMI
untuk menyatakan diri masuk Katolik. Pada waktu itu, katekis hanya satu orang,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
yaitu Bapak Hendrik. Pada bulan September 1988, katekis bertambah satu di
Malinau, yaitu Bapak Meleanus. Kemudian Bapak Meleanus diperbantukan di
Lumbis- Sembakung dan melayani Beringin, Tanjung Matol, Tujung, dan Patal.
Pada tahun 1989, masyarakat Suyadon menyatakan diri menjadi Katolik dengan
perantaraan Bapak Bakumpul. Kemudian disusul dua Desa dari Sukamaju yang
dipelopori oleh Bapak Bulinti dan Jawangin (Komsos Keuskupan Tanjung Selor,
194).
Pada tahun 1989 wilayah Sembakung-Lumbis mulai bertambah jumlah
umat Katoliknya. Melihat keadaan bahwa wilayah pastoral semakin meluas maka
pada tanggal 24 September 1989 sesuai dengan SK dari Uskup Keuskupan
Samarinda tentang pembentukan paroki Maria Bunda Karmel Mansalong,
Mansalong ditetapkan sebagai stasi dan juga sekaligus menjadi pusat paroki
dengan alasan pertama stasi Mansalong menjadi ibu kota Kecamatan Lumbis
sehingga mempermudah urusan antara Gereja dan Pemerintah Kecamatan. Kedua,
pada waktu itu Mansalong dapat dijangkau dengan mudah dari paroki Malinau,
melalui kendaraan darat dan sebagai pertengahan antara stasi-stasi di wilayah hilir
dan hulu sungai Sembakung.
Pada awalnya stasi Mansalong hanya terdiri dari 3 kepala keluarga Katolik
yang dengan Pastor Pancrazio di Grazia, OMI sebagi Pastor paroki dan katekis
Bapak Meleanus dan Bapak Viktor. Perkembangan umat sangat maju, khususnya
segi jumlah yang semakin banyak. Maka persiapan katekumen serta Ajaran-ajaran
Gereja menjadi fokus utama pastoral. Proses perkembangan Gereja Mansalong
terus berlangsung. Pada tahun 1993-2001 tenaga pastoral bertambah banyak, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
P. Nikolaus Ola Paokuma, OMI, P. Tarsisius Eko Saktio, OMI, dan P. Simon
Heru Supriyanto, OMI. Tenaga katekis juga bertambah, yaitu Bapak Nikodemus
Pehan, Bapak Risaldi, Ibu Maria, dan Bapak Marson. Kegiatan-kegiatan pastoral
sudah mulai terprogram dengan baik (Komsos Keuskupan Tanjung Selor, 194).
Pada tanggal 29 September 2011, stasi Mansalong mendapat bantuan
tenaga pastoral suster dari Kongregasi SSpS Provinsi Kalimantan. Mereka
membuka komunitas baru di Mansalong, yaitu Komunitas Santo Mikael. Secara
khusus membantu di bidang pastoral, kesehatan, dan asrama putra-putri “Ago
Onsoi”. Ada 3 suster yang ditugaskan di komunitas Santo Mikael Mansalong,
yaitu Sr. Yustina Daiman Djemumut, SSpS, Sr. Ermilinda Agata Too, SSpS, dan
Sr. Maria Fetilandia Dangur, SSpS.
Tahun ke tahun jumlah umat di stasi Mansalong terus bertambah dan
menyebar ke berbagai desa yang ada di Kecamatan Lumbis. Pertambahan jumlah
umat itu karena baptisan baru dan jumlah umat pendatang dari luar Mansalong.
Kebanyakan dari mereka adalah para pekerja yang bekerja di perusahaan-
perusahaan kayu dan sawit di sekitar wilayah Mansalong Kecamatan Lumbis.
Sejak stasi Mansalong dibentuk hingga sekarang posisi sebagai ketua stasi belum
tergantikan. Masih dengan Bapak Meleanus, S.Ag sebagai ketua stasi, Bapak
Yohanes Pera, S.S. sebagai bendahara, Sr. Albina. S, SSpS sebagai seksi liturgi,
Sr. Aplonia. S, SSpS sebagai seksi pewarta, dan Saudari Maya Hestiyanti sebagai
seksi kepemudaan. Dan sampai sekarang jarak tempat tinggal umat maupun
pelayanan semakin berkembang maka pada tahun 2012 dibentuk 3 basis yaitu (a)
basis Santo Yosef yang berada di bagian hilir stasi, (b) basis Santa Maria yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
berada di bagian tengah stasi, dan (c) basis Santo Yohanes yang berada di bagian
hulu dan seberang Desa Mansalong.
25 tahun sudah perjalanan stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel.
Ada banyak perkembangan yang membawa harapan kepada Gereja yang lebih
hidup dan ada juga tantangan yang mendampinginya, yaitu budaya lokal yang
sering tidak sesuai dengan arah Gereja. Tantangan ini dimaknai sebagai proses
yang semakin menumbuhkembangkan Gereja Mansalong demi terwujudnya
Kerajaan keselamatan-Nya.
3. Situasi Umat Stasi Mansalong
Jumlah penduduk stasi Mansalong berdasarkan data yang diperoleh
melalui wawancara dengan ketua stasi tahun 2015 berjumlah ± 200 jiwa dengan
40 kepala keluarga. Usia dewasa 132 jiwa dan anak-anak berjumlah 68 jiwa yang
tersebar di tiga basis yakni Santa Maria, Santo Yosef, dan Santo Yohanes.
Mayoritas umat stasi Mansalong adalah suku Dayak Agabag, Tahol, dan sisanya
adalah pendatang dari luar Kalimantan seperti Flores, Toraja, dan Jawa.
a. Mata Pencaharian Umat
Mata pencarian umat stasi Mansalong bervariasi mulai dari guru, pegawai,
pengusaha, pedagang toko, TNI, buruh, dan petani. Mayoritas mata pencarian
umat Mansalong adalah petani, pengusaha, dan pegawai. Yang bekerja sebagai
pegawai adalah umat yang tinggal di dekat pusat Kecamatan sedangkan yang
bekerja sebagai pedagang dan petani adalah umat yang tinggal di sekitar pinggiran
sungai Sembakung dan wilayah pasar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
b. Segi-segi Kehidupan Umat
1) Segi Ekonomi
Kehidupan ekonomi umat stasi Mansalong sebagian besar termasuk
golongan menengah dan bawah. Hal ini terlihat dari pemukiman penduduk dengan
rumah panggung dari kayu dengan kualitas bagus dan tidak bagus. Yang termasuk
golongan menengah adalah pegawai, guru, pedagang, pengusaha, dan TNI.
Sedangkan untuk golongan bawah adalah buruh dan petani. Golongan menengah
ke bawah sangat membutuhkan perhatian dari paroki. Perbedaan sosial kehidupan
dalam bidang sosial ekonomi itu bukan menjadi penghalang dalam kebersamaan
untuk membangun Gereja. Ada sedikit hambatan dengan adanya cara hidup umat
di daerah pinggiran stasi khususnya umat yang tinggal di pinggir sungai
Sembakung. Pada umumnya mereka sibuk dengan urusannya masing-masing.
Sementara sisa waktu yang ada biasanya digunakan untuk berkumpul dengan
keluarga.
2) Segi Pendidikan
Tingkat sosial ekonomi umat mempunyai pengaruh pada tingkat
pendidikan. Ada yang mendapat pendidikan tinggi, adapula yang hanya sampai
pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMA saja. Pengaruh itu disebabkan karena
perbedaan pendapatan ekonomi rumah tangga. Yang memiliki pendapatan lebih
tinggi dapat memberikan pendidikan kepada anak-anaknya sampai ke jenjang
perguruan tinggi. Sementara rumah tangga yang berpenghasilan rendah merasa
berat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Menurut
hasil wawancara dengan ketua stasi Mansalong umat stasi Mansalong 70% sampai
80% tamatan SD dan SMP sisanya tamatan perguruan tinggi. Dengan demikian
tingkat pendidikan di stasi Mansalong masih tergolong rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Dalam menanggapi kesulitan itu, dari pihak Pemerintah Daerah berusaha
untuk mengadakan Universitas Terbuka. Begitu juga pihak Gereja Mansalong
mempunyai perhatian yang sama. Salah satunya dengan memberikan beasiswa
bagi yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih
tinggi. Selain itu pihak Gereja juga menyediakan asrama yang menampung siswa-
siswi SLTP atau SLTA yang berasal dari kampung pedalaman. Selain menjadi
tempat tinggal selama menjalani pendidikan, di asrama mereka juga didampingi
sehingga ketika pulang kampung bisa menjadi aktivis di lingkungan atau stasi
mereka (Komsos Keuskupan Tanjung Selor, 27).
3) Segi Kebudayaan
Seperti kita ketahui, suku Dayak merupakan suku terbesar yang menjadi
nenek moyang orang Kalimantan (Komsos Keuskupan Tanjung Selor, Tahun :
21). Umumnya penduduk stasi Mansalong adalah masyarakat yang berada di hulu
dan berpindah ke Mansalong untuk menetap di Mansalong dengan suku asli
Dayak Agabag dan Tahol. Hanya sebagian kecil saja merupakan perantau dari
luar Kalimantan maka budaya yang masih kuat di sini adalah budaya Dayak
Agabag dan Tahol. Namun dalam keadaan seperti ini kerukunan umat sangat baik.
Baik penduduk asli maupun pendatang dapat hidup berbaur satu dengan lainnya.
Budaya gotong royong pun sangat terjaga dengan baik. Dialek bahasa yang
digunakan sehari-hari merupakan campuran dari Indonesia dan Melayu serta
bahasa “Murut” (bahasa daerah Dayak Agabag).
4. Karya-karya Pastoral Stasi Mansalong
Karya-karya pastoral Gereja yang diselenggarakan stasi sangat beragam.
Pada umumnya karya pastoral itu diselenggarakan dalam rangka mengembangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
keempat fungsi Gereja. Keempat fungsi Gereja yang dimaksud adalah bidang
persekutuan (koinonia), bidang pewartaan (kerygma), bidang perayaan (leiturgia),
dan bidang pelayanan (diakonia). Karya-karya pastoral yang akan penulis
paparkan di sini merupakan karya-karya yang termuat dalam struktur
kepengurusan stasi Mansalong.
a. Bidang Persekutuan (Koinonia)
Bagi umat Kristiani, koinonia merupakan fungsi dasariah yang amat
penting. Koinonia merupakan pangkal dan tujuan Gereja karena umat Kristiani
merupakan persekutuan orang-orang yang percaya akan Allah dalam diri Kristus.
Sebagai pangkal dan tujuan Gereja koinonia bukan hanya untuk dirinya sendiri
tetapi juga bagi dunia demi kepentingan semua orang. Keterlibatan umat dalam
usaha mewujudkan diri sebagai persekutuan para murid di tengah masyarakat
menjadi tugas semua orang beriman.
Segi koinonia pertama-tama lahir dalam keluarga-keluarga Katolik
khususnya di stasi Mansalong sebagai persekutuan terkecil. Mereka menghayati
keluarga sebagai Gereja mini seperti kata Santo Yohanes Christotomus sebagai
Gereja rumah tangga adalah tempat Yesus Kristus hidup dan berkarya untuk
keselamatan manusia dan berkembangnya Kerajaan Allah. Sebagai Gereja mini,
keluarga juga menghayati 4 fungsi Gereja yang senantiasa memberikan bekal
iman yang mendalam bagi setiap anggotanya, seperti membangun persekutuan
cinta di antara pribadi-pribadi dalam keluarga, memberikan pendidikan iman yang
baik kepada anak-anak, mempersiapkan, memelihara dan melindungi berbagai
panggilan yang ditumbuhkan Allah, dan berperan serta dalam kehidupan dan misi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Gereja universal. Berangkat dari keluarga, kini seksi komunitas basis stasi
Mansalong terus mengembangkan ke persekutuan yang lebih besar yang secara
khusus mengupayakan persekutuan dalam Gereja dan masyarakat, seperti OMK,
ibu-ibu WKRI, SEKAMI, dan KBG. Dan diharapkan akan terus berkembang
hingga tercapainya visi Gereja universal.
b. Bidang Pewartaan (Kerygma)
Tugas mewartakan Kabar Gembira merupakan tugas seluruh umat
Kristiani. Panggilan tersebut diemban sejak penerimaan sakramen baptis.
Pewartaan di sini bukan dimengerti sebagai bentuk kegiatan mempertobatkan
orang lain menjadi Katolik tetapi pewartaan sebagai usaha yang terus menerus
memperbaharui dan memperdalam hubungan umat beriman akan Kristus. Jadi
maksud pewartaan di sini lebih pada memperdalam penghayatan iman umat akan
Kristus. Adapun bentuk kegiatan pewartaan di stasi Mansalong antara lain:
pendalaman Kitab Suci pada bulan September, masa Adven dan masa Prapaskah,
pendampingan calon baptis, pendampingan calon komuni pertama, pendampingan
pasangan yang mau menikah maupun pemberesan perkawinan. Pemberesan
perkawinan maksudnya ada orang yang sudah lama menikah secara adat maka
harus dibereskan dengan pendampingan sampai kepada pengukuhan perkawinan
mereka dalam sakramen pernikahan dan lain-lain.
c. Bidang Liturgi/Perayaan (Leiturgia)
Fungsi Gereja dalam bidang liturgi adalah merayakan karya penyelamatan
Allah terhadap manusia yang terwujud dalam diri Yesus Kristus. Dalam liturgi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
umat mengungkapkan imannya akan karya Allah sekaligus bersyukur atas segala
rahmat yang diterimanya. Bagi umat Kristiani liturgi mempunyai tujuan untuk
mengungkapkan dan memperkembangkan iman akan Yesus Kristus.
Adapun bentuk kegiatan antara lain: setiap hari minggu ada ibadat atau
misa kalau ada pastor, doa Rosario di basis-basis selama bulan Mei dan Oktober,
pendalaman Kitab Suci pada bulan September, masa Adven dan masa Prapaskah,
doa di rumah-rumah apabila diminta seperti syukuran rumah, kesembuhan dari
penyakit, keberhasilan dalam belajar, keberhasilan dalam usaha dan ulang tahun
anggota keluarga.
d. Bidang Pelayanan (Diakonia)
Gereja sebagai persekutuan orang-orang beriman yang percaya akan
Kristus dituntut untuk mengikuti sikap dan semangat hidup Kristus. Kristus
datang ke dunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. Dengan
demikian, umat Kristiani dituntut juga untuk melaksanakan tugas pelayanan
Kristus. Pelayanan di sini bukan sebatas pelayanan dalam lingkup intern Gereja
saja tetapi juga untuk umum.
Umat stasi Mansalong sungguh-sungguh mengambil peran dalam hal
pelayanan baik dalam Gereja maupun di luar Gereja. Bentuk kegiatan yang
mengarah pada Gereja seperti dana solidaritas seribu rupiah per kepala keluarga
tiap bulan, aksi puasa paskah (APP), aksi Natal, lima puluh persen kolekte untuk
operasional pastor paroki dan lain-lain. Bahkan ada umat dari stasi Mansalong
yang tiap minggu mendapat tugas membantu memimpin ibadat minggu di stasi-
stasi pedalaman yang belum memiliki tenaga atau pemimpin ibadat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Kemudian kegiatan pelayanan di luar Gereja yang telah berjalan beberapa
tahun terakhir, seperti bekerjasama dengan para suster SSpS khususnya dalam
pelayanan kesehatan dengan membuka Balai Pengobatan bagi masyarakat
setempat dan bahkan masyarakat dari pedalaman dengan biaya yang sedikit murah
dibandingkan dengan Rumah Sakit Umum. Bahkan sesekali mereka mengadakan
pengobatan gratis di daerah-daerah pedalaman yang belum terjangkau oleh
pelayanan kesehatan dari Pemerintah. Selain itu, umat stasi Mansalong
bekerjasama dengan pihak paroki dan para suster SSpS menyediakan sebuah
asrama yang digunakan untuk menampung siswa-siswi dari pedalaman yang ingin
melanjutkan sekolah di Kecamatan. Anak-anak asrama pun bukan hanya yang
beragama Katolik saja tetapi ada juga dari Kristen Protestan. Asrama sungguh
membantu masyarakat pedalaman dalam mengenyam pendidikan yang layak.
Sebab di asrama anak-anak juga mendapat pelajaran tambahan dari pembimbing
asrama.
5. Visi, Misi dan Strategi Stasi Mansalong
a. Visi
Rumusan visi dan misi yang akan penulis uraikan di bawah ini belum ada
sumber buku sebagai bahan referensinya tetapi penulis memperolehnya
berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Yohanes Pera sebagai bendahara dan
Bapak Meleanus sebagai ketua stasi Mansalong sekaligus sebagai katekis paroki
melalui email pada tanggal 10 Juni 2015.
Dalam wawancara Bapak Meleanus mengatakan bahwa Visi Gereja Stasi
Mansalong adalah: “Gereja Katolik stasi Mansalong menjadi pelaksana kehendak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Allah yang memahami, mengungkapkan dan menghayati imannya sebagai saksi
Kristus di tengah masyarakat demi terwujudnya kerajaan keselamatan-Nya”. Visi
ini dirumuskan berdasarkan hasil rapat kerja pengurus stasi Mansalong yang akan
digunakan sebagai titik tolak dalam membangun dan menumbuhkan Gereja stasi
Mansalong.
Rumusan visi di atas mengandung arti bahwa seluruh umat Katolik stasi
Mansalong tanpa terkecuali, tanpa membedakan status, suku, ras dan tingkat
kedalaman menghayati iman Kristiani mengambil peran dalam membangun
Gereja sebagai Umat Allah sesuai dengan fungsinya masing-masing. Semuanya
tanpa terkecuali memiliki “sense of belonging” terhadap Gereja dengan demikian
kehidupan dan perjalanan Gereja terus berkembang.
Umat Katolik stasi Mansalong disatukan dalam satu paguyuban umat
beriman untuk melaksanakan kehendak Allah yang sifatnya universal. Maksud
dari kehendak Allah adalah kejujuran, kesucian, kerendahan hati, cinta kasih,
keadilan, perdamaian, mengutamakan kepentingan orang lain, hilangnya egoisme
dan tumbuh sikap terbuka pada siapapun serta penghargaan terhadap orang lain.
Tentunya semuanya didasari oleh sikap dan semangat Yesus Kristus sebagai pola
hidup sehari-hari. Selain itu juga Gereja stasi Mansalong diharapkan dalam
penghayatan imannya sungguh-sungguh berakar pada nilai-nilai injili serta
kebudayaan setempat. Menyadari bahwa Gereja bagian dari hidup masyarakat,
maka Gereja dipanggil untuk terlibat dalam hidup masyarakat. Gereja ikut peduli
terhadap persoalan-persoalan yang ada di masyarakat.
Dengan menghidupi apa yang dikehendaki Allah maka Kerajaan
keselamatan-Nya dapat terwujud di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Gereja Katolik stasi Mansalong mampu berperan lebih banyak dalam menjaga dan
memperbaiki kehidupan alam ciptaan. Gereja tidak lagi bergerak pada hal-hal
liturgis belaka tetapi juga berperan secara nyata dalam segala segi kehidupan
manusia.
b. Tantangan-tantangan yang Harus Dihadapi
Gereja stasi Mansalong sebagai perpanjangan dari Gereja paroki
Mansalong dituntut untuk memenuhi harapan Keuskupan Tanjung Selor. Gereja
stasi Mansalong dituntut mewujudkan kehendak Allah yakni nilai-nilai Kerajaan
Allah seperti memperjuangkan dan menghayati nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Meleanus dan Bapak Yohanes Pera.
Mereka berdua mengatakan bahwa ada beberapa tantangan Gereja stasi
Mansalong antara lain:
1) Kurangnya pemahaman umat tentang iman kekatolikannya.
2) Kurangnya kesadaran umat akan pengungkapan iman.
3) Masih kuat budaya Dayak yaitu menjodohkan anak yang masih di bawah
umur.
4) Kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan.
c. Misi
Misi adalah gambaran menyeluruh agenda yang harus dirumuskan untuk
menjadi langkah dalam terwujudnya visi. Berdasarkan wawancara dengan Bapak
Meleanus sebagai ketua stasi dan Bapak Yohanes Pera sebagai bendahara. Mereka
berdua mengatakan bahwa ada enam misi Gereja stasi Mansalong antara lain:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
1) Meningkatkan katekese umat tentang iman.
2) Meningkatkan katekese tentang tradisi Katolik dan keluarga.
3) Memberdayakan basis sebagai persekutuan persaudaraan dan pembinaan.
4) Menyadarkan umat tentang pentingnya pendidikan.
5) Meningkatkan kesadaran dan usaha untuk melestarikan lingkungan hidup.
6) Memberdayakan ekonomi rumah tangga.
d. Strategi
Maksud dari strategi di sini adalah pengutamaan langkah kinerja.
Pengutamaan langkah diambil dengan perhitungan adanya kekuatan pengaruh.
Strategi yang diambil dalam mewujudkan misi untuk mencapai visi stasi
Mansalong berdasarkan wawancara dengan Bapak Meleanus dan Bapak Yohanes
Pera adalah:
1) Melakukan pendalaman iman umat di basis-basis yang didampingi oleh
suster, frater, katekis, atau guru Agama.
2) Mengajak umat untuk aktif dalam berliturgi baik sakramentali maupun
nonsakramentali.
3) Melakukan pelatihan untuk petugas-petugas liturgi seperti pemimpin
sembayang dan lektor.
4) Mengajak umat untuk menanam tanaman-tanaman produktif seperti karet dan
gaharu.
B. Penelitian mengenai Keterlibatan Hidup Menggereja Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan
Gambaran umum stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong
Kabupaten Nunukan yang telah diuraikan pada pokok bahasan pertama akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
dilengkapi dalam pokok bahasan yang kedua ini. Pokok bahasan kedua ini
mengungkapkan penelitian mengenai hidup menggereja umat stasi Mansalong
paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan. Dan secara khusus
akan dipaparkan mengenai persiapan penelitian, laporan dan pembahasan hasil
penelitian, pendalaman lebih lanjut hasil penelitian menurut masing-masing
variabel, dan kesimpulan penelitian.
1. Persiapan Penelitian
Berikut penulis akan menguraikan gambaran penelitian yang akan penulis
lakukan. Gambaran tersebut meliputi latar belakang penelitian, tujuan, jenis,
instrument pengumpulan data, responden, tempat dan alokasi waktu, kemudian
variabel yang diteliti dan kisi-kisi.
a. Latar Belakang Penelitian
Selama berdomisili di stasi Mansalong, penulis mendapat kesan bahwa
hidup menggereja umat stasi Mansalong memprihatinkan. Umat yang datang atau
terlibat dalam kegiatan yang diadakan oleh stasi, misalnya pendalaman iman,
BKSN, doa Rosario, kerja bakti, ataupun kegiatan-kegiatan besar seperti ulang
tahun paroki, kegiatan kemasyarakatan lainnya hanya sedikit. Sebagian besar
anak-anak asrama, 2 atau 3 orang bapak dan ibu, suster, frater serta katekis,
sedangkan yang lainnya tidak terlibat. Melihat keadaan ini, penulis berpendapat
bahwa masih banyak umat stasi Mansalong yang tidak terlibat aktif.
Rendahnya keterlibatan umat dalam dinamika kegiatan Gereja
menimbulkan kesan kurangnya kepedulian dan tanggungjawab dalam diri umat
terhadap perkembangan Gereja. Memang di tingkat paroki maupun di stasi-stasi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
beberapa umat cukup aktif dalam kegiatan-kegiatan rutin, seperti doa Rosario,
ibadat dan lain-lain. Akan tetapi yang hadir dalam kegiatan-kegiatan tersebut
hanya orang-orang tertentu dan jumlahnya sangat minim.
Sebagai bagian dari umat stasi Mansalong, penulis merasa prihatin dengan
permasalahan yang ada di stasi tersebut. Apakah karena faktor tingkat pemahaman
umat akan hidup menggereja masih kurang ataukah ada faktor lain yang ikut
mempengaruhinya. Penulis belum mengetahui secara benar faktor apa yang
menyebabkan keprihatinan tersebut. Oleh karena itu, untuk mengetahui faktor
tersebut penulis perlu melakukan sebuah penelitian. Penelitian ini berusaha
memperoleh data mengenai bentuk penghayatan iman umat dalam hidup
menggereja dan tingkat pemahaman umat akan arti hidup menggereja, kesulitan-
kesulitan yang dihadapinya serta harapan hidup menggereja umat. Kemudian dari
hasil tersebut penulis mencoba memahami dan menjawab persoalan-persoalan
yang dialami berkaitan dengan hidup menggereja umat. Dengan demikian, umat
stasi Mansalong diharapkan semakin meningkatkan kualitas dalam hidup
menggereja dan semakin dapat hidup serta berkembang menjadi “garam” dan
“terang” di tengah-tengah masyarakat yang majemuk.
b. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diangkat di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui tingkat kedalaman pemahaman umat mengenai arti hidup
menggereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
2) Menemukan kesulitan-kesulitan yang dialami umat Katolik stasi Mansalong,
paroki Maria Bunda Karmel Mansalong untuk terlibat aktif dalam hidup
menggereja.
3) Mendapat gambaran harapan umat guna meningkatkan kualitas hidup
menggereja.
Ketiga tujuan di atas perlu diletakan dalam konteks hidup menggereja.
Sebab pertama-tama perlu diketahui bahwa pengalaman hidup umat adalah hidup
menggereja itu sendiri dan hidup menggereja adalah hasil atau wujud dari
katekese umat. Pada pokok bahasan sebelumnya telah dikatakan bahwa katekese
umat tidak lain adalah pengalaman hidup umat. Maka dengan katekese umat
diharapakan semakin mampu meningkatkan hidup menggereja umat itu sendiri,
khususnya umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong
Kabupaten Nunukan. Dan juga semakin aktif ikut ambil bagian dalam
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan baik di tingkat stasi, paroki maupun di
masyarakat.
c. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah jenis penelitian kualitatif
yang didukung oleh data-data kuantitatif. Sebab bukan data statistik atau
sebagainya tetapi dalam penelitian ini penulis ingin mendapatkan gambaran data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati (Moleong, 2007: 6), yang benar-benar terjadi dan dialami oleh umat
stasi Mansalong. Dari hasil penelitian nantinya akan didapat data berupa angka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
dalam bentuk persentase, tetapi hal ini bukan berarti jenis penelitian ini termasuk
dalam kategori penelitian kuantitatif.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Moleong melalui bukunya Metodologi
Penelitian Kualitatif bahwa pendekatan kuantitatif dan kualitatif dapat pula
digunakan secara bersama apabila desainnya adalah memanfaatkan satu
paradigma sedangkan paradigma lainnya hanya sebagai pelengkap saja (Moleong,
1991: 22). Berdasarkan uraian di atas maka tidak ada salahnya apabila pada hasil
penelitian nantinya penulis menggunakan data berupa angka dalam bentuk
persentase.
d. Instrumen Pengumpulan Data
Pada penelitian ini penulis menggunakan kuesioner sebagai metode
pengumpulan data. Kuesioner dipergunakan karena pertimbangan banyaknya
responden yang tersebar di beberapa tempat. Berdasakan cara menjawab
kuesioner dibedakan menjadi kuesioner terbuka, tertutup, dan semi terbuka
(Dapiyanta, 2011: 23).
Bentuk kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian ini ada dua
bentuk yaitu pertama bentuk tertutup dengan daftar pertanyaannya diajukan
kepada responden dalam bentuk pilihan. Kedua bentuk semi terbuka yaitu
pertanyaannya atau daftar isiannya sebagian sudah disediakan jawaban dan
sebagian lain diserahkan kepada responden. Alasan menggunakan kedua
kuesioner ini adalah untuk membatasi persoalan serta mengarahkan pandangan
dan keyakinan responden ke arah persoalan yang dikehendaki peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Selain itu, penulis juga menggunakan wawancara secara tidak langsung
melalui email sebagai metode pengumpulan data. Hal ini dikarenakan jarak yang
jauh dan memerlukan biaya yang besar jikalau harus mengadakan wawancara
secara langsung (face to face). Wawancara ini digunakan untuk melihat kembali
informasi data penelitian yang menimbulkan pertanyaan.
e. Responden Penelitian
Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah
purposive sampel. Teknik ini dipilih guna mengambil beberapa dari keseluruhan
responden objek penelitian berdasarkan pertimbangan tertentu di dalam
pengambilan sampelnya (Riduwan, 2011: 63) sehingga dapat menghemat waktu
dan tidak memerlukan biaya yang besar. Dalam purposive sampling ini, penulis
memilih responden berdasarkan daerah tempat tinggal yang terdiri dari pusat
kecamatan, pinggiran kecamatan serta responden yang berdomisili di wilayah
seberang sungai. Selain itu, penulis menggunakan teknik ini dengan alasan bahwa
setiap perwakilan responden yang terpilih dari masing-masing basis merupakan
orang-orang yang dianggap mampu memberikan informasi yang akurat mengenai
data-data yang diperlukan.
Penentuan ukuran sampel menurut Surakhmad (dalam Riduwan, 2004: 65)
apabila ukuran populasi sebanyak kurang lebih dari 100, maka pengambilan
sampel sekitar 50% dari ukuran populasi. Apabila ukuran populasi sama dengan
atau lebih dari 1000, ukuran sampel diharapkan sekurang-kurangnya 15% dari
populasi. Penentuan sampel dirumuskan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
S = 15% + 1000 – n . (50%-15%)
1000-100
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 132 orang usia dewasa umat stasi
Mansalong, maka
S = 15% + 1000 – 132 . (50%-15%)
1000-100
S = 15% + 868 . (35%)
900
S = 15% + 0,964 . (35%)
S = 15% + 33,74%
S = 48,74%
Jadi, sampel sebesar 132 x 48,74% = 64,33 (dibulatkan) menjadi 64
responden. Sampel sebanyak 64 responden dipilih secara acak melalui program
SPSS.
Adapun responden yang dipilih secara acak adalah umat yang tinggal di
basis Santo Yosep, Santa Maria dan Santo Yohanes yang berusia dewasa. Dengan
demikian jumlah responden seluruhnya adalah 64 orang. Kriteria yang diambil
penulis dalam memilih responden adalah berdasarkan jenis pekerjaan umat.
f. Tempat Penelitian dan Alokasi Waktu
Mengacu pada judul skripsi yang penulis ambil maka penelitian akan
dilaksanakan di stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong
Kabupaten Nunukan. Waktu penelitian akan dimulai awal bulan Juli 2015 dan
berakhir selama satu bulan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
g. Variabel yang Diteliti dan Kisi-kisi
Variabel merupakan segala sesuatu atau faktor-faktor yang menunjukkan
variasi, baik dalam jenis maupun tingkatannya terhadap peristiwa atau gejala yang
menjadi sasaran penelitian (Sutrisno Hadi, 1982: 224). Variabel yang akan
diungkapkan dalam penelitian mengenai cara menggereja umat adalah:
1) Identitas responden.
2) Tingkat pemahaman hidup menggereja.
3) Keterlibatan dalam kegiatan Gereja.
4) Kesulitan-kesulitan yang dialami untuk terlibat dalam kegiatan Gereja.
5) Harapan hidup menggereja umat.
h. Definisi Konseptual
1) Katekese umat adalah usaha kelompok/umat secara terencana untuk saling
tolong menolong, terbuka, bebas dan jujur mangartikan hidup nyata atau
pengalamannya dalam terang iman akan Yesus Kristus sebagaimana telah
dihayati dalam Tradisi Gereja sehingga mereka semakin mampu
mengungkapkan imannya dalam hidup konkret.
2) Hidup menggereja yang dimaksudkan di sini adalah segala pengalaman hidup
umat dalam hidup menggereja yang mana mencakup empat unsur koinonia,
leiturgia, kerygma, dan diakonia.
i. Definisi Operasional
1) Katekese umat berupa pendalaman iman dengan menggunakan model Shared
Christian Praxis (SCP).
2) Hidup menggereja termasuk dalam empat unsur yakni:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
a) Unsur koinonia seperti: selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan
oleh komunitas-komunitas di gereja maupun di masyarakat. Mengunjungi
keluarga-keluarga yang sakit, membantu melaksanakan kegiatan PIA,
pembinaan kepada remaja, dan juga ikut ambil bagian dalam kegiatan
pastoral.
b) Unsur kedua yakni leiturgia seperti: selalu berdoa bersama dalam keluarga
ketika makan atau doa malam, doa Rosario, selalu mengikuti misa harian
maupun hari Minggu. Ambil bagian dalam peribadatan di basis maupun saat
misa hari Minggu di gereja, misalnya menjadi pemimpin ibadat, lektor,
misdinar, pemazmur, dan koor.
c) Unsur ketiga yakni kerygma seperti: di dalam keluarga ketika doa malam dan
doa pagi selalu mendengarkan dan merenungkan sabda Tuhan dari Kitab
Suci. Dalam komunitas-komunitas pun selalu mendengarkan dan
merenungkan sabda Tuhan. Selalu mengikuti kegiatan pendalaman iman di
paroki, stasi maupun di basis-basis yang ada bahkan di dalam keluarga.
d) Unsur keempat yakni diakonia seperti: mengikuti kegiatan pelayanan di
masyarakat misalnya badan amal, poliklinik, pelayanan kesehatan untuk
warga kurang mampu, mengumpulkan dana solidaritas membantu warga yang
terkena musibah, membantu biaya pendidikan anak-anak tidak mampu,
menampung anak yatim, mengumpulkan dana bagi kaum papa, dan donor
darah.
Jika keempat unsur ini terpenuhi maka dapat dikategorikan bahwa tingkat
pemahaman umat dalam hidup menggereja sangat mendalam. Tetapi jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
mencakup tiga unsur maka dapat dikategorikan bahwa tingkat pemahaman umat
dalam hidup menggereja mendalam. Apabila hanya dua unsur maka dikategorikan
cukup dan jika hanya satu unsur maka dapat dikategorikan kurang.
Kisi-kisi dalam penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1. Kisi-kisi Penelitian
No Variabel No item Jumlah 1. Identitas responden 1 s/d 4 4 2. Pemahaman hidup menggereja 5 s/d 8 4 3. Keterlibatan dalam kegiatan Gereja 9 s/d 16 8 4. Kesulitan untuk terlibat dalam kegiatan
Gereja 17 s/d 22 6
5. Kegiatan katekese yang diharapkan umat 23 s/d 30 8 Jumlah 30
2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian
Pada bagian ini penulis akan menyajikan hasil penelitian dan
pembahasannya berkaitan dengan hidup menggereja umat di stasi Mansalong
paroki Maria Bunda Karmel Mansalong berdasarkan data-data yang diperoleh
melalui kuesioner. Data penelitian diolah penulis dengan cara membuat tabel
distribusi frekwensi relatif dengan maksud menghitung jumlah jawaban yang
dipilih responden dibagi jumlah total responden yang diteliti, dan dikalikan
seratus (Sutrisno Hadi, 1986: 229).
Rumus yang digunakan dalam penghitungan kuesioner semi terbuka dan
tertutup adalah:
f X 100% N
f = Frekwensi atau banyaknya responden yang memilih alternatif jawaban
tertentu pada setiap item.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
N = Jumlah Responden
100 = Bilangan Konstanta
Berikut akan penulis sajikan data frekwensi jawaban yang diberikan para
responden terhadap setiap pertanyaan yang ada pada kuesioner. Dari tabel data
yang ada, penulis mencoba menafsirkan dalam bentuk deskripsi untuk
mengungkapkan fakta yang diperoleh di lapangan. Namun terlebih dahulu penulis
ingin menyampaikan beberapa hal, khususnya pada kuesioner nomor 5, 6, 11, 12,
14, 16, 17, 19, 20, 22, dan 30. Pada item nomor-nomor tersebut, setiap responden
boleh memilih lebih dari satu jawaban yang disediakan dalam kuesioner. Nomor
5, 6, 11, 12, 14, dan 16 digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman dan
keterlibatan umat dalam hidup menggereja, sesuai dengan aspek yang telah
diungkapkan pada pokok bahasan sebelumnya seperti koinonia, leiturgia,
kerygma, dan diakonia. Artinya, selain umat memahami dan terlibat dalam satu
aspek seperti koinonia juga memahami dan terlibat pada aspek lainnya seperti
leiturgia, kerygma, dan diakonia. Nomor 17, 19, 20, dan 22 digunakan untuk
mengukur tingkat kesulitan apa saja yang membuat umat sulit terlibat dalam
hidup menggereja. Artinya, di sisi lain umat tidak hanya mengalami satu kesulitan
saja tetapi ada juga kesulitan lain yang memang ikut mempengaruhi
keterlibatannya. Sedangkan untuk nomor 30 digunakan untuk mengetahui harapan
apa saja yang ingin umat usulkan berkaitan dengan hidup menggereja umat. Maka
jumlah jawaban pada nomor yang telah disebutkan di atas tentu lebih dari jumlah
responden sebenarnya yakni 64 dan persentasenya lebih dari 100 %.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
a. Identitas Responden
Tabel 2. Identitas Responden (N=64)
No. Item Pernyataan Jumlah Persentase
(%) 1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki b. Perempuan
34 30
53,125 46,875
2. Usia sekarang a. Di bawah 30 tahun b. 30 tahun – 35 tahun c. 36 tahun – 40 tahun d. Di atas 40 tahun
22 26 5 11
34,375 40,625 7,8125 17,1875
3. Penddikan terakhir a. SD b. SLTP c. SLTA d. Perguruan Tinggi
29 7 16 12
45,3125 10,9375 25 18,75
4. Pekerjaan a. Pegawai Negeri b. Pedagang c. Petani d. Pengusaha e. Jawaban lain
- Ibu Rumah Tangga - Pegawai Honor - Tukang Kayu
12 1 19 8 19 4 1
18,75 1,5625 29,6875 12,5 29,6875 6,25 1,5625
Item 1 adalah jenis kelamin responden. Melihat tabel di atas jumlah
responden laki-laki 53,125 % memiliki selisih angka yang tidak terlalu menyolok
dengan responden perempuan 46,875 %. Berdasarkan data yang terungkap,
penulis berpendapat bahwa perbedaan jumlah laki-laki dan perempuan tidak
begitu besar.
Item 2 adalah usia responden. Berdasarkan tabel di atas, mayoritas
responden 40,625 % berusia 30 sampai 35 tahun. 34,375 % berusia di bawah 30
tahun. Dan sisanya mereka yang berusia 36 tahun ke atas. Melihat data di atas,
penulis berpendapat bahwa perbedaan usia umat tidak terlalu menyolok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Item 3 adalah tingkat pendidikan responden. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar dari responden 45,3125 % tamat SD. 18,75 % responden
tamat perguruan tinggi (DIII dan S1). Sisanya adalah tamat SLTP dan SLTA.
Berdasarkan data yang terungkap, penulis berpendapat bahwa banyak umat
memiliki tingkat pendidikan rendah dibanding dengan tamat perguruan tinggi.
Tetapi dari data tersebut dapat pula dikatakan rata-rata umat telah mengenyam
pendidikan formal dari tingkat pendidikan dasar sampai pada jenjang perguruan
tinggi.
Item 4 adalah jenis pekerjaan responden. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas 29,6875 % responden bekerja sebagai petani dan ibu rumah
tangga. Responden lainnya bekerja sebagai pegawai negeri, pengusaha, pegawai
honor, pedagang, dan tukang kayu. Berdasarkan data yang telah dipaparkan di
atas, penulis berpendapat bahwa umat stasi Mansalong pada umumnya memiliki
pekerjaan tetap.
b. Pemahaman Umat dalam Keterlibatan Hidup Menggereja
Tabel 3. Pemahaman Umat dalam Hidup Menggereja (N=64)
No. Item Pernyataan Jumlah Persentase
(%) 5. Pengertian hidup menggereja
a. Terlibat secara aktif dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam Gereja
b. Suatu kegiatan yang menampakkan hidup doa dan liturgi dalam Gereja
c. Setiap kegiatan yang menampakkan iman Kristiani di manapun berada
d. Suatu kegiatan yang menampakkan segi pewartaan dan persekutuan Gereja
46 21 28 18
71,875 32,8125 43,75 28,125
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
6. Hidup menggereja dihayati sebagai a. Partisipasi orang Kristiani untuk ambil bagian
dalam kegiatan intern Gereja b. Panggilan umat Kristiani untuk terlibat aktif
dalam setiap kegiatan di stasi, wilayah maupun paroki
c. Keterlibatan orang Kristiani di tengah-tengah masyarakat
d. Perwujudan iman Kristiani dalam lingkup Gereja maupun masyarakat
20 46 23 35
31,25 71,875 35,9375 54,6875
7. Sikap dalam hidup menggereja a. Melaksanakan karena merupakan kewajiban
orang Kristiani b. Melaksanakan dengan penuh kesetiaan c. Tergantung dari suasana hati d. Melaksanakan dengan senang hati
19 29 3 13
29,6875 45,3125 4,6875 20,3125
8. Perasaan dalam hidup menggereja a. Senang b. Biasa-biasa saja c. Bingung d. Tidak tahu
62 2 - -
96,875 3,125 - -
Melihat kembali uraian pada bab sebelumnya, telah dikatakan bahwa
hidup menggereja mencakup 4 unsur yakni koinonia, leiturgia, kerygma, dan
diakonia. Item 5 membicarakan arti hidup menggereja yang dipahami umat. Tabel
di atas menunjukkan bahwa 71,875 % responden memahami bahwa arti hidup
menggereja adalah terlibat secara aktif dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan
dalam Gereja baik di tingkat paroki, stasi maupun basis. 43,75 % memahami
bahwa hidup menggereja adalah setiap kegiatan yang menampakkan iman
Kristiani di manapun berada. Sedangkan yang lainnya memahami hidup
menggereja adalah suatu kegiatan yang menampakkan hidup doa dan liturgi
dalam Gereja serta suatu kegiatan yang menampakkan segi pewartaan dan
persekutuan Gereja. Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas, penulis
berpendapat bahwa umat lebih banyak memahami arti hidup menggereja sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
bentuk keterlibatan secara aktif dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam
Gereja baik di tingkat paroki, stasi maupun basis.
Item 6 berbicara tentang penghayatan hidup menggereja umat. Hasil
penelitian di atas menunjukkan bahwa 71,875 % responden menghayati hidup
menggereja sebagai panggilan umat Kristiani untuk terlibat aktif dalam setiap
kegiatan di stasi, wilayah maupun paroki. 54,6875 % telah menghayati hidup
menggereja sebagai perwujudan iman Kristiani dalam lingkup Gereja maupun
masyarakat. Sedangkan yang lainnya menghayati hidup menggereja sebagai
keterlibatan orang Kristiani di tengah-tengah masyarakat serta partisipasi orang
Kristiani untuk ambil bagian dalam kegiatan intern Gereja. Berdasarkan aspek
yang terungkap dalam penelitian, dapat dikatakan bahwa penghayatan hidup
menggereja sebagai bentuk perwujudan iman Kristiani dalam lingkup Gereja
maupun masyarakat telah ada di kalangan umat stasi Mansalong. Namun bentuk
penghayatan itu perlu ditingkatkan lagi agar secara umum umat betul-betul
menghayati hidup menggereja bukan hanya terlibat dalam lingkup Gereja tetapi
lebih dari itu yakni terlibat di dalam masyarakat.
Item 7 mengungkapkan sikap dalam hidup menggereja. Hasil penelitian
menunjukkan sebagian besar 45,3125 % responden melaksanakan dengan penuh
kesetiaan. 29,6875 % menjawab melaksanakan karena merupakan kewajiban.
Yang lainnya memilih melaksanakan dengan senang hati dan tergantung dari
suasana hati. Dari aspek yang terungkap, penulis dapat mengatakan bahwa secara
umum umat stasi Mansalong telah melaksanakan hidup menggereja dengan penuh
kesetiaan. Hal ini tentu membanggakan dan perlu ditingkatkan lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Item 8 membicarakan tentang perasaan dalam hidup menggereja. Hasil
penelitian di atas 96,875 % menunjukkan perasaan senang dan 3,125 %
menunjukkan perasaan biasa-biasa saja. Berdasarkan data di atas maka dapat
dikatakan bahwa umat stasi Mansalong hampir semuanya senang ketika terlibat
dalam kegiatan menggereja. Ini menjadi kekuatan tersendiri bagi umat stasi
Mansalong untuk semakin giat terlibat dalam hidup menggereja.
c. Keterlibatan Umat dalam Hidup Menggereja
Tabel 4. Keterlibatan dalam Hidup Menggereja (N=64)
No. Item Pernyataan Jumlah Prosentase
(%) 9. Terlibat dalam kegiatan stasi/wilayah
a. Selalu terlibat b. Kadang-kadang terlibat c. Tidak pernah terlibat
36 27 1
56,25 42,1875 1,5625
10. Terlibat dalam kegiatan di paroki a. Selalu terlibat b. Kadang-kadang terlibat c. Tidak pernah terlibat
28 34 2
43,75 53,125 3,125
11. Bentuk kegiatan yang diikuti a. Kegiatan liturgi, misalnya koor, mazmur, dan
lektor b. Kegiatan persekutuan, misalnya kelompok
OMK, kelompok Ibu-ibu WKRI, SEKAMI dan KBG
c. Kegiatan pewartaan, misalnya pendalaman iman, Adven, dan Prapaskah
40 27 29
62,5 42,1875 45,3125
12. Faktor yang mendorong untuk terlibat dalam kegiatan menggereja a. Terpanggil untuk mengembangkan Gereja b. Merupakan tugas dan kewajiban anggota
Gereja c. Daripada tidak terlibat
42 44 5
65,625 68,75 7,8125
13. Keterlibatan dalam kegiatan bermasyarakat a. Selalu terlibat b. Kadang-kadang terlibat c. Tidak pernah terlibat
47 17 -
73,4375 26,5625 -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
14. Bentuk kegiatan yang diikuti di masyarakat a. Kerja bakti b. PKK c. Pengurus kampung d. Sesuai permintaan masyarakat
47 25 20 18
73,4375 39,0625 31,25 28,125
15. Keterlibatan dalam kegiatan bermasyarakat membantu penghayatan iman a. Membantu penghayatan iman b. Tidak membantu penghayatan iman c. Tidak merasakan apa-apa
60 - 4
93,75 - 6,25
16. Alasan atas pilihan jawaban pada nomor 15 a. Membantu penghayatan iman
- Iman Kristiani diwujudkan juga dalam hidup sehari-hari
- Menjadi saksi Kristus, garam dan terang masyarakat
- Menjalankan ajaran cinta kasih Kristus dengan berbuat baik terhadap sesama
b. Tidak membantu penghayatan iman c. Tidak merasakan apa-apa
- Belum mewujudkannya - Sibuk dengan pekerjaan
46 17 41 - 2 2
71,875 26,5625 64,0625 - 3,125 3,125
Item 9 mengungkapkan keterlibatan dalam kegiatan stasi. Hasil penelitian
menunjukkan 56,25 % responden selalu terlibat dalam kegiatan yang dilaksanakan
di stasi. 42,1875 % responden menjawab kadang-kadang terlibat. Sisanya
menjawab tidak pernah terlibat. Dari hasil penelitian ini, penulis berpendapat
bahwa umat stasi Mansalong pada umumnya terlibat dalam kegiatan yang
dilaksanakan oleh stasi.
Item 10 berbicara mengenai keterlibatan dalam kegiatan paroki. Tabel di
atas menunjukkan bahwa paling besar 53,125 % responden kadang-kadang
terlibat dalam kegiatan paroki dan lainnya memilih terlibat serta tidak pernah
terlibat. Melalui data ini, dapat dikatakan bahwa umat stasi Mansalong kurang
terlibat dalam kegiatan yang dilaksanakan di paroki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Item 11 membicarakan tentang bentuk kegiatan yang biasa diikuti. Hasil
penelitian menunjukkan 62,5 % responden mengikuti kegiatan liturgi seperti koor,
mazmur dan lektor. 42,1875 % mengkuti kegiatan persekutuan, misalnya
kelompok OMK, kelompok ibu-ibu WKRI, SEKAMI dan KBG dan lainnya
memilih kegiatan pewartaan, misalnya pendalaman iman, Adven, dan Prapaskah.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis berpendapat bahwa umat lebih
tertarik dengan kegiatan liturgi dan persekutuan. Sementara bentuk kegiatan
pewartaan kurang diminati.
Item 12 mengungkapkan faktor yang mendorong umat terlibat dalam
kegiatan menggereja. Melihat tabel di atas, lebih banyak 68,75 % umat terdorong
aktif oleh karena tugas dan kewajiban sebagai anggota Gereja. Hanya selisih
beberapa angka dari umat yang memilih terpanggil untuk mengembangkan
Gereja. Penulis berpendapat bahwa tingkat kesadaran umat untuk terlibat aktif
hampir seluruhnya sudah baik dan ini menjadi kekuatan tersendiri bagi umat stasi
Mansalong. Sedangkan lainnya memilih jawaban daripada tidak terlibat. Tentu
menjadi keprihatinan bersama sebab masih ada umat yang sekedar ikut-ikutan
saja. Perlunya dukungan serta motivasi dari berbagai pihak agar tidak ada lagi
umat semata-mata sekedar ikut-ikut dalam kegiatan.
Item 13 berbicara mengenai keterlibatan umat dalam kegiatan
bemasyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 73 % responden selalu
terlibat dalam kegiatan bermasyarakat dan 27 % responden kadang-kadang
terlibat. Berdasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa umat stasi Mansalong
pada umumnya terlibat dalam kegiatan yang dilaksanakan di masyarakat. Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
sungguh membanggakan dan perlu dipertahankan agar semakin memotivasi umat
lain untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan di masyarakat.
Item 14 mengungkapkan bentuk kegiatan yang diikuti di masyarakat. Data
yang diperoleh 73,4375 % responden memilih mengikuti kegiatan kerja bakti.
Lainnya terlibat dalam kegiatan PKK, pengurus kampung dan ada juga sesuai
permintaan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa umat lebih tertarik pada kegiatan
kerja bakti oleh karena kegiatan ini tidak terlalu menuntut keahlian tertentu.
Namun dapat dikatakan bahwa rata-rata umat sungguh terlibat dalam berbagai
kegiatan masyarakat.
Item 15 berbicara mengenai keterlibatan di masyarakat membantu
penghayatan iman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya 93,75 %
menjawab membantu penghayatan iman dan hanya sebagian kecil tidak
merasakan apa-apa. Dari data tersebut, penulis berpendapat bahwa hampir
keseluruhan umat yang terlibat dalam kegiatan di masyarakat sungguh-sungguh
menyadari bahwa dengan terlibat dalam setiap kegiatan di masyarakat sungguh
membantu penghayatan iman mereka dan hal ini perlu dikembangkan lagi.
Item 16 memaparkan alasan terbantunya penghayatan iman. Data
penelitian yang diperoleh menujukkan 71,875 % responden beralasan bahwa iman
Kristiani diwujudkan juga dalam kehidupan sehari-hari. 64,0625 % beralasan
bahwa mereka menjalankan ajaran cinta kasih Kristus dengan berbuat baik
terhadap sesama. 26,5625 % beralasan menjadi saksi Kristus dengan menjadi
garam dan terang masyarakat dan hanya sebagian kecil belum mewujudkan serta
sibuk dengan pekerjaan. Dapat dikatakan bahwa umat stasi Mansalong pada
umumnya telah memahami alasan mereka harus terlibat di masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
d. Kesulitan untuk Terlibat dalam Kegiatan Gereja
Tabel 5. Kesulitan Terlibat dalam Kegiatan gereja (N=64)
No. Item Pernyataan Jumlah Prosentase
(%) 17. Kesulitan terlibat dalam kegiatan stasi/wilayah
a. Urusan keluarga b. Sibuk dengan pekerjaan c. Kurang cocok dengan bentuk kegiatannya d. Jawaban lain
- Kegiatan Stasi bersamaan dengan kegiatan lain
- Usulan atau ide tidak ditanggapi - Tidak ada
41 44 9 1 1 1
64,0625 68,75 14,0625 1,5625 1,5625 1,5625
18. Berupaya mengatasi kesulitan untuk terlibat dalam kegiatan stasi/wilayah a. Ya b. Tidak c. Masih dalam rencana d. Tidak ada hambatan
52 5 5 2
81,25 7,8125 7,8125 3,125
19. Alasan atas pilihan jawaban pada nomor 18a. Ya
- Bila ada kesempatan (waktu dan biaya) - Mengorbankan pekerjaan/kesibukan bila
sangat dibutuhkan - Mohon bimbingan pastor - Mengatur jadwal kegiatan
b. Tidak - Sudah tua - Memberi kesempatan yang lain - Sudah tidak memungkinkan/perlu waktu
yang lama
21 24 11 20 2 1 2
32,8125 37,5 17,1875 31,25 3,125 1,5625 3,125
c. Masih dalam rencana- Membagi waktu/membuat jadwal - Bergantian dengan istri/suami - Mengajak anak dalam kegiatan
d. Tidak ada hambatan
4 3 2 2
6,25 4,6875 3,125 3,125
20. Kesulitan yang menghalangi untuk aktif dalam kegiatan di paroki a. Sibuk dengan pekerjaan b. Jarak yang jauh c. Lebih memperhatikan stasi
45 33 9
70,3125 51,5625 14,0625
21. Berupaya mengatasi kesulitan untuk terlibat dalam kegiatan paroki a. Ya b. Tidak c. Masih dalam rencana
52 5 7
81,25 7,8125 10,9375
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
22. Alasan atas pilihan jawaban pada nomor 21 a. Ya
- Mengatur jadwal - Mengusahakan sarana, bila paroki sangat
membutuhkan - Berupaya mengenal anggota lain di
Paroki b. Tidak
- Jaraknya yang jauh - Sibuk - Bukan pengurus paroki - Stasi masih membutuhkan - Malas terlibat di paroki - Kesehatan sudah tidak memungkinkan
c. Masih dalam rencana - Membagi waktu - Tergantung kepentingannya
41 28 14 2 4 - - - - 3 4
64,0625 43,75 21,875 3,125 6,25 - - - - 4,6875 6,25
Item 17 berbicara mengenai kesulitan untuk terlibat dalam kegiatan di
stasi. Hasil penelitian menunjukkan 64,0625 % responden mengalami kesulitan
karena urusan keluarga. 68,75 % responden mengalami kesulitan oleh karena
sibuk dengan pekerjaan. Dan lainnya kurang cocok dengan bentuk kegiatannya,
mengatakan bahwa kegiatan stasi bersamaan dengan kegiatan lain, usulan atau ide
tidak ditanggapi serta tidak ada hambatan atau kesulitan. Dari data tersebut,
penulis berpendapat bahwa hampir sebagian umat masih sibuk dengan urusan
pribadi masing-masing.
Item 18 berkaitan dengan upaya mengatasi kesulitan yang dialami. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya responden sudah ada upaya untuk
mengatasi hambatan tersebut. Lainnya memilih masih dalam rencana, tidak
berupaya, dan tidak ada hambatan. Dari data di atas penulis berpendapat bahwa
umat telah memiliki etikat baik untuk berusaha mengatasi kesulitan. Namun
hendaknya lebih ditekankan pada bentuk tindakan konkretnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Item 19 berbicara mengenai usaha konkret mengatasi kesulitan. Hasil
penelitian mengungkapkan bahwa sebagian besar responden mau mengorbankan
pekerjaan atau kesibukan bila sangat dibutuhkan, bila ada kesempatan (waktu dan
biaya), masih memohon bimbingan dari Pastor, dan mau mengatur jadwal
kegiatannya. Dapat dikatakan bahwa hampir sebagian umat memiliki niat yang
baik sebagai usaha konkret mengatasi kesulitan terlibat dalam kegiatan stasi. Ada
juga sebagian kecil umat yang tidak lagi berusaha mengatasi kesulitan oleh karena
berbagai alasan, seperti sudah tua, memberi kesempatan kepada yang lain, dan
perlu waktu yang lama. Kemudian umat lainnya memilih masih dalam rencana
untuk mengatasi kesulitan, membagi waktu atau membuat jadwal, bergantian
dengan istri atau suami, mengajak anak dalam kegiatan serta tidak mengalami
hambatan. Berdasarkan data yang diungkapkan di atas, dapat pula dikatakan
bahwa umat stasi Mansalong hampir seluruhnya memiliki niat baik guna kembali
terlibat dalam kegiatan di stasi. Hal ini harus mendapat dukungan dari berbagai
pihak khususnya pengurus stasi.
Item 20 mengungkapkan kesulitan yang dialami untuk aktif dalam
kegiatan di paroki. Hasil penelitian menunjukkan kebanyakan 70,3125 %
responden mengalami kesulitan oleh karena sibuk dengan pekerjaan. 51,5625 %
sulit karena jarak yang jauh dan lainnya lebih memperhatikan stasi. Berdasarkan
uraian di atas, penulis berpendapat bahwa umat masih menempatkan pekerjaan
atau urusan pribadi sebagai prioritas utama dibandingkan dengan terlibat dalam
kegiatan di paroki.
Item 21 berbicara mengenai upaya mengatasi kesulitan terlibat dalam
kegiatan di paroki. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar umat berupaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
mengatasi kesulitan. Yang lainnya tidak berupaya mengatasi kesulitan dan masih
dalam rencana. Pendapat penulis bahwa pada umumnya umat mempunyai
keinginan untuk mengatasi kesulitan terlibat dalam kegiatan di paroki dan hal ini
perlu dukungan dari berbagai pihak baik stasi maupun paroki.
Item 22 membicarakan tentang usaha konkret mengatasi kesulitan terlibat
dalam kegiatan di paroki. Hasil penelitian memberi gambaran bahwa sebagian
besar umat berusaha mengatur jadwal pribadinya, mengusahakan sarana bila
paroki sangat membutuhkan dan berupaya mengenal anggota lain di paroki.
Kemudian sebagian kecil responden tidak ada usaha untuk mengatasi kesulitan
oleh karena jarak yang jauh, sibuk dengan pekerjaan, masih membagi waktu, dan
tergantung kepentingannya. Data di atas menunjukkan bahwa umat stasi
Mansalong pada umumnya telah memiliki upaya konkret sebagai wujud
mengatasi kesulitan terlibat dalam kegiatan di paroki. Hal ini menjadi kabar baik
bagi paroki dan perlu dukungannya.
e. Kegiatan Katekese yang Diharapkan Umat
Tabel 6. Kegiatan Katekese yang Diharapkan Umat (N=64)
No. Item Pernyataan Jumlah Prosentas
e (%) 23. Selalu terlibat dalam mengiikuti katekese yang
dilaksanakan di stasi/basis a. Selalu mengikuti b. Kadang-kadang mengikuti c. Tidak pernah mengikuti
26 35 3
40,625 54,6875 4,6875
24. Pelaksanaan katekese dilaksanakan di basis a. Dilaksanakan setiap hari b. Sekali dalam seminggu c. Sekali dalam sebulan d. Tidak pernah dilaksanakan
2 17 43 2
3,125 26,5625 67,1875 3,125
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
25. Metode katekese yang digunakan a. Metode bervariasi b. Tidak ada variasi c. Biasa saja d. Membosankan
38 3 22 1
59,375 4,6875 34,375 1,5625
26. Sarana yang digunakan dalam katekese a. Banyak alternatif yang digunakan b. Biasa saja c. Tidak menggunakan sarana
23 35 6
35,9375 54,6875 9,375
27. Bahan katekese yang digunakan a. Mengena pada konteks hidup umat b. Kurang mengena pada konteks hidup umat c. Biasa saja
44 7 13
68,75 10,9375 20,3125
28. Model yang digunakan dalam katekese a. Bervariasi b. Hanya satu model c. Terlalu sulit untuk dipahami
27 32 5
42,1875 50 7,8125
29. Sosok katekis dalam melaksanakan katekese di stasi/basis a. Sangat professional b. Menguasai materi c. Mampu menghidupkan jalannya proses
katekese d. Biasa saja
9 24 21 10
14,0625 37,5 32,8125 15,625
30. Usul/saran terhadap pelaksanaan katekese a. Pemberian materi yang menarik, sesuai
dengan permasalahan yang ada dan pertanyaanya jangan yang sulit-sulit
b. Cara penyampaian yang bervariasi c. Diutamakan pada penggalian pengalaman
dan bila ceramah jangan panjang-panjang sehingga tidak membosankan
d. Pemimpin jangan menyinggung kekurangan-kekurangan umat
e. Pemimpin harus siap dan professional agar renungan yang disampaikan berkaitan dengan tafsiran Kitab Suci dapat dipahami
f. Dilaksanakan rutin sebulan sekali kecuali bulan Kitab Suci, masa Adven dan masa Prapaskah
g. Jumlah pemimpin perlu diperbanyak h. Tidak ada usul
36 28 24 34 44 28 28 3
56,25 43,75 37,5 53,125 68,75 43,75 43,75 4,6875
Item 23 berbicara mengenai terlibat dalam kegiatan katekese yang
dilaksanakan di stasi atau basis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
besar responden menjawab kadang-kadang mengikuti. Kemudian lainnya
menjawab selalu mengikuti kagiatan katekese dan tidak pernah mengikuti.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa umat stasi Mansalong pada
umumnya kurang terlibat dalam kegiatan katekese.
Item 24 berkaitan dengan pelaksanaan katekese di basis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden lebih banyak memilih kegiatan katekese
dilaksanakan sekali dalam sebulan. Sedangkan lainnya memilih dilaksanakan
setiap hari, sekali dalam seminggu, dan tidak pernah dilaksanakan. Berdasarkan
hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa kegiatan katekese di stasi
Mansalong pada umumnya dilaksanakan sebulan sekali dan ada tempat atau basis
tertentu dilaksanakan seminggu sekali. Hal ini sudah cukup baik dan perlu
dikembangkan lagi.
Item 25 berbicara mengenai metode yang digunakan dalam kegiatan
katekese. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa 59,375 % responden memilih
metode yang digunakan bervariasi. 34,375 % responden mengatakan biasa saja
dan lainnya menjawab membosankan serta tidak ada variasi. Dari data di atas,
penulis berpendapat bahwa pada umumnya metode yang digunakan dalam
kegiatan katekese bervariasi.
Item 26 membicarakan sarana yang digunakan dalam kegiatan katekese.
Dari hasil penelitian terungkap 54,6875 % responden menjawab biasa saja dan
35,9375 % banyak alternatif yang digunakan. Lainnya menjawab tidak
menggunakan sarana. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar
sarana yang digunakan dalam kegiatan katekese biasa saja yakni hanya
berpatokan pada buku panduan yang diberikan oleh Keuskupan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Item 27 berkaitan dengan bahan katekese yang digunakan. Dari hasil
penelitian diperoleh data 68,75 % responden menjawab bahan yang digunakan
mengena pada konteks hidup umat. Sedangkan responden lainnya menjawab
kurang mengena dan biasa saja. Dari data tersebut di atas, penulis berpendapat
bahwa sebagian besar bahan yang digunakan dalam berkatekese sungguh
menyentuh konteks hidup umat.
Item 28 berbicara tentang model yang digunakan dalam kegiatan katekese.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menjawab
hanya satu model. Sedangkan responden lainnya menjawab model yang
digunakan dalam kegiatan katekese bervariasi dan terlalu sulit untuk dipahami.
Melihat data di atas, penulis berpendapat bahwa pada umumnya model yang
digunakan dalam kegiatan katekese di stasi Mansalong hanya satu model.
Item 29 berkaitan dengan katekis dalam berkatekese. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar responden menjawab katekis menguasai
materi dan sebagian kecil menjawab katekis mampu menghidupkan jalannya
proses katekese. Kemudian sisanya menjawab sangat professional dan biasa saja.
Dari data yang telah dipaparkan di atas dapat dikatakan bahwa sebagian besar
katekis sungguh menguasai materi dan mampu menghidupkan jalannya proses
katekese.
Item 30 adalah usul/saran terhadap pelaksanaan katekese. Hasil penelitian
mengungkapkan 56,25 % responden menyarankan agar pemberian materi yang
menarik, sesuai dengan permasalahan yang ada dan pertanyaannya jangan yang
sulit-sulit. 43,75 % menyarankan agar cara penyampaian dalam berkatekese harus
bervariasi. 37,5 % diutamakan pada penggalian pengalaman dan bila ceramah
jangan terlalu panjang-panjang sehingga tidak membosankan. 53,125 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
mengusulkan agar pemimpin jangan menyinggung kekurangan-kekurangan umat.
68,75 % responden mengusulkan agar pemimpin harus siap dan professional
sehingga renungan yang disampaikan berkaitan dengan tafsiran Kitab Suci dapat
dipahami. Kemudian 43,75 % responden menyarankan agar jumlah pemimpin
perlu diperbanyak dan kegiatan katekese dilaksanakan rutin sebulan sekali kecuali
pada Bulan Kitab Suci Nasional, masa Adven serta masa Prapaskah dan 4,6875 %
lainnya memilih tidak memberikan usul ataupun saran. Berdasarkan uraian di atas,
penulis berpendapat bahwa umat stasi Mansalong mempunyai harapan besar
berkaitan dengan pelaksanaan katekese yang lebih baik. Hal ini tentu perlu adanya
tindak lanjut dari pihak stasi maupun paroki sehingga kegiatan katekese semakin
baik dan iman umat pun semakin tumbuh, berkembang serta berbuah limpah.
3. Pendalaman Lebih Lanjut terhadap Hasil Penelitian menurut Masing-
masing Variabel
Kerangka pendalaman terhadap hasil penelitian ini pertama-tama mengacu
pada pokok-pokok katekese umat yang telah dibahas pada bab II, seperti
pengalaman hidup umat, pertobatan yang menyadarkan bahwa Allah senantiasa
hadir dalam hidup sehari-hari, membantu hidup beriman umat semakin sempurna
secara pribadi maupun dalam komunitas, dan akhirnya menuju pada tindakan
konkret dalam hidup bermasyarakat. Kerangka pendalaman di atas mengartikan
bahwa hidup menggereja berasal dari pengalaman hidup umat sendiri. Kemudian
pengalaman itu diolah oleh umat dan hasilnya pun untuk umat baik pribadi,
komunitas maupun yang lebih besar yakni masyarakat.
Berkaitan dengan penjelasan di atas maka hasil penelitian yang telah
disajikan sebelumnya akan dibahas lebih lanjut agar semakin memperjelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
gambaran hidup menggereja umat stasi Mansalong. Pembahasan berikut akan
mengungkapkan pendapat penulis terhadap tiap-tiap variabel yang telah
disebutkan yang meliputi identitas responden, pemahaman hidup menggereja
umat, keterlibatan umat dalam hidup menggereja, kesulitan yang dialami umat
dalam hidup menggereja dan harapan hidup mengggereja umat stasi Mansalong
paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan.
a. Identitas Responden
Responden penelitian hidup menggereja umat terdiri dari 34 laki-laki dan
30 perempuan. Sebagian besar mereka berusia 30 tahun sampai 35 tahun dan di
bawah 30 tahun. Melihat dari tingkat usia yang ada, dapat dikatakan usia umat
stasi Mansalong tergolong usia produktif. Mereka sibuk dengan pekerjaan
masing-masing demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Hasil jawaban dalam penelitian mengungkapkan bahwa jumlah terbesar
tingkat pendidikan umat adalah di tingkat sekolah dasar. Hal ini sangat berbeda
dengan jumlah umat yang mengenyam pendidikan SLTP, SLTA dan perguruan
tinggi. Perbedaan tingkat pendidikan tersebut dapat menimbulkan banyak
permasalahan. Umat yang berpendidikan rendah merasa minder oleh karena
kurangnya pengetahuan, misalnya sulit dalam membaca, kurang memiliki
keterampilan atau pengetahuan. Selain itu, umat yang berpendidikan tinggi pun
sangat minim. Tentunya, hal ini mempengaruhi tingkat keterlibatan dalam setiap
kegiatan. Misalnya yang aktif hanya orang-orang yang dianggap mampu seperti
frater, suster, katekis, guru agama, ketua stasi, pengurus stasi serta sebagian anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
asrama yang memang dibekali dengan keterampilan khususnya dalam hal kegiatan
menggereja.
Dilihat dari jenis pekerjaan umat, hasil penelitian mengungkapkan bahwa
jumlah umat yang berprofesi sebagai petani dan ibu rumah tangga lebih besar.
Kemudian disusul dengan beberapa umat yang bekerja sebagai pegawai negeri.
Sementara sebagian kecil umat mencari nafkah dengan berdagang, pengusaha,
pegawai honorer, dan tukang kayu. Berdasarkan pemahaman penulis bahwa jenis
pekerjaan petani banyak menyita waktu dan tenaga. Hal ini dialami oleh penulis
ketika menyebarkan kuesioner. Sulit bertemu dengan umat sebab banyak di antara
mereka yang tinggal di ladang menjaga tanaman mereka dari ancaman hama (babi
hutan, monyet, burung dan belalang). Begitu juga dengan umat yang bekerja
sebagai pengusaha, sibuk dengan urusan-urusan proyek dan sebagainya.
b. Pemahaman akan Keterlibatan Hidup Menggereja
Data yang penulis peroleh dari penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar responden memahami arti hidup menggereja sebagai bentuk keterlibatan
aktif dalam setiap kegiatan Gereja. Pemahaman seperti ini kurang begitu
mendalam sebab masih berkutat pada lingkup Gereja saja. Telah disebutkan pada
pokok bahasan sebelumnya bahwa pengertian hidup menggereja adalah setiap
kegiatan yang menampakkan iman Kristiani di manapun ia berada baik dalam
lingkup Gereja maupun masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian hanya 28
responden yang sungguh memahami pengertian hidup menggereja tersebut.
Sehubungan dengan penghayatan umat dalam hidup menggereja, hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden menghayati hidup menggereja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
sebagai panggilan umat Kristiani untuk terlibat aktif di setiap kegiatan yang
dilaksanakan di basis, stasi maupun paroki. Menurut penulis pemahaman
semacam ini masih sebatas pada lingkup dalam Gereja. Bentuk penghayatan ini
perlu dikembangkan. Tingkat penghayatan hidup menggereja lebih mendalam
adalah perwujudan iman Kristiani dalam lingkup Gereja maupun masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan hanya 35 responden yang sungguh menghayati
hidup menggereja secara lebih mendalam. Dari beberapa aspek yang terungkap di
atas, secara umum tingkat penghayatan hidup menggereja umat cukup mendalam.
Dilihat dari segi sikap, mayoritas umat melaksanakan hidup menggereja
dengan penuh kesetiaan. Menurut penulis sikap semacam ini sudah baik, artinya
umat melaksanakannya dengan senang hati. Sikap tersebut lebih mendalam karena
berkaitan dengan perasaan hati seseorang yang melaksanakannya. Hasil penelitian
menunjukkan 32 orang yang memiliki sikap seperti itu. Berkaitan dengan
perasaan umat, hasil penelitian menunjukkan secara umum bahwa responden
merasa senang apabila dapat terlibat aktif dalam kegiatan hidup menggereja.
Melihat seluruh aspek yang sudah terungkap, penulis dapat mengatakan
bahwa tingkat kedalaman pemahaman umat stasi Mansalong akan keterlibatan
hidup menggereja sudah cukup mendalam. Tingkat pemahaman keterlibatan itu
perlu ditindaklajuti agar umat semakin memahami dan menghayati hidup
menggereja dengan demikian dapat diwujudkan dalam hidup sehari-hari.
c. Keterlibatan dalam Hidup Menggereja
Jawaban umat mengenai keterlibatannya dalam setiap kegiatan yang
dilaksanakan di basis atau stasi mengungkapkan bahwa mereka selalu terlibat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Responden yang selalu terlibat mencapai 36 orang. Jumlah mereka hampir
seimbang dengan umat yang kadang-kadang terlibat. Sementara jumlah responden
yang selalu terlibat dalam kegiatan di tingkat paroki hanya sebagian kecil saja
yakni mencapai 28 orang. Jumlah ini pun hampir sama dengan umat yang kadang-
kadang terlibat di paroki. Perbedaan jumlah umat yang terlibat di tingkat basis
atau stasi dengan terlibat di tingkat paroki cukup besar. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa umat sudah cukup memiliki “sense of belonging” akan stasinya
namun belum sepenuhnya pada paroki. Oleh karena itu, perlu adanya
pendampingan lebih lanjut agar visi stasi maupun paroki dapat terwujud.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa bentuk kegiatan yang amat diminati
oleh kebanyakan umat adalah kegiatan liturgi, misalnya koor, mazmur, dan lektor.
Sementara umat yang lain mengikuti bentuk kegiatan persekutuan seperti
kelompok OMK, kelompok WKRI, SEKAMI, KBG dan kegiatan pewartaan
seperti pendalaman iman Bulan Kitab Suci Nasional, Adven serta Prapaskah.
Berdasarkan pemahaman penulis bahwa kegiatan persekutuan dan pewartaan
dapat meningkatkan persaudaraan sejati seperti yang terungkap dalam misi stasi
Mansalong. Bentuk kegiatan ini merupakan salah satu bagian dari pemberdayaan
komunitas basis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan agar bentuk kegiatan
persekutuan dan pewartaan perlu digemakan lagi di kalangan umat.
Hasil penelitian menunjukkan beberapa faktor yang mendorong umat
terlibat dalam kegiatan Gereja. Faktor terbesar yaitu merupakan tugas dan
kewajiban anggota Gereja. Beberapa di antaranya sadar akan panggilannya
mengembangkan Gereja dan hanya sedikit yang memilih daripada tidak terlibat.
Menanggapi jawaban di atas, penulis berpendapat bahwa pada umumnya umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
stasi Mansalong sudah menyadari pentingnya keterlibatan mereka dalam kegiatan
Gereja.
Hasil penelitian berkaitan dengan keterlibatan dalam kegiatan masyarakat
menunjukkan umat stasi Mansalong selalu terlibat dalam kegiatan masyarakat. 47
responden mengungkapkan hal ini dan 17 responden kadang-kadang terlibat baik
dalam bentuk kerja bakti, PKK, sebagai pengurus kampung maupun sesuai
permintaan masyarakat. Dengan demikian, menurut pemahaman penulis umat
Kristiani stasi Mansalong dapat hidup di tengah-tengah masyarakat dan juga ikut
mempengaruhi penghayatan iman mereka. Penghayatan iman yang mereka
lakukan melalui keterlibatan di masyarakat menampakkan iman Kristiani dalam
hidup sehari-hari. Mereka berusaha menjadi saksi Kristus, garam dan terang
masyarakat dan dapat menjalankan ajaran cinta kasih Kristus dengan berbuat baik
terhadap sesama.
Melihat jawaban responden mengenai keterlibatannya dalam hidup
menggereja di atas, penulis merasa kurang yakin akan jawaban responden.
Mereka kurang terbuka dan takut dianggap sebagai umat yang kurang menghayati
imannya, karena kurang terlibat dalam kegiatan menggereja. Berdasarkan
pengalaman dan pengamatan penulis selama berdomisili di stasi Mansalong,
tingkat keterlibatan umat dalam setiap kegiatan sangat kurang. Hanya orang-orang
tertentu saja yang terlibat aktif, misalnya dalam kegiatan doa Rosario, pendalaman
iman, perayaan Ekaristi, koor, dan lainnya. Dapat dilihat wajah-wajah yang sama
di berbagai kegiatan menggereja.
Menanggapi permasalahan di atas, maka penulis mangadakan wawancara
guna mencari kebenaran hipotesis penulis, apakah benar adanya atau sebaliknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Wawancara ditujukkan kepada pengurus stasi, seperti ketua stasi Bapak Meleanus
dan Bapak Yan Pera sebagai bendahara melalui email, tanggal 20 September
2015. Hasil wawancara dengan pengurus stasi diperoleh data bahwa dari 40 kepala
keluarga yang ada, sebanyak 10 kepala keluarga kadang-kadang terlibat, 15
kepala keluarga jarang terlibat dan 5 kepala keluarga tidak pernah terlibat. Artinya
hanya 10 kepala keluarga yang selalu terlibat sedangkan yang lainnya dapat
dikatakan kurang terlibat. Dan apabila 25 kepala keluarga yang kadang-kadang
serta jarang terlibat hadir dalam kegiatan, itu pun hanya sekedar hadir saja.
Sejauh terlibat dalam beberapa kegiatan di basis dan stasi, penulis
menjumpai bahwa keterlibatan umat dirasa masih kurang. Dari beberapa bentuk
kegiatan yang ada, jumlah umat yang terlibat masih sangat minim yaitu sekitar 10-
15 orang. Misalnya pendalaman iman, doa Rosario, kerja bakti membersihkan
lingkungan gereja dan lainnya. Umat yang hadir hanya pemimpin (biasanya frater,
suster atau katekis, guru agama, pengurus stasi), tuan rumah dan beberapa anak
asrama Katolik yang kebetulan tinggal dan bersekolah di wilayah stasi
Mansalong.
Bertitik tolak dari aspek yang telah terungkap, dapat dikatakan bahwa
keterlibatan umat dalam kegiatan menggereja masih kurang. Keterlibatan itu perlu
ditingkatkan kembali begitu juga dengan keterlibatan dalam hidup bermasyarakat.
Kedua-duanya harus mendapatkan prioritas yang sama. Oleh karena itu
pembinaan umat guna peningkatan kesadaran dalam hidup menggereja perlu
mendapat perhatian khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
d. Kesulitan yang Dialami untuk Terlibat dalam Kegiatan Gereja
Hasil penelitian mengungkapkan lebih dari separuh jumlah umat
mengalami kesulitan terlibat dalam kegiatan Gereja karena sibuk dalam pekerjaan.
Kesibukan umat dalam bekerja memenuhi kebutuhan hidup keluarga
menyebabkan umat kurang memiliki waktu untuk terlibat. Kesulitan ini dialami
oleh umat yang mayoritas bekerja sebagai petani dan pengusaha. Ditambah lagi
dengan umat lain yang juga mengalami kesulitan oleh karena sibuk dengan urusan
keluarga.
Di samping jawaban responden di atas, menurut pendapat penulis ada hal
lain yang ikut mempengaruhi umat sulit terlibat dalam kegiatan Gereja seperti
kegiatan di stasi bersamaan dengan kegiatan lainnya, ide atau usulan tidak pernah
ditanggapi, dan kurang cocok dengan bentuk kegiatannya. Bertolak dari jawaban
di atas, penulis berpendapat bahwa umat stasi Mansalong memang cukup aktif
hanya saja ada urusan-urusan pribadi dan pekerjaan yang mendadak dan terpaksa
akhirnya mau tak mau meninggalkan kegiatan Gereja.
Mengenai kesulitan yang dialami umat untuk terlibat di paroki dan di stasi
ada sedikit persamaan. Contohnya kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan
gereja atau persiapan ulang tahun paroki, pendalaman iman, doa Rosario dan
lainnya. Umat yang terlibat sangat minim karena berbagai alasan seperti sibuk
dengan pekerjaan, jarak yang jauh, dan lebih memperhatikan stasi. Menanggapi
kesulitan-kesulitan tersebut, hasil penelitian mengungkapkan sebagian besar umat
telah berupaya mengatasi kesulitan tersebut. Hal ini tentu sangat menggembirakan
sebab umat mempunyai perhatian besar bagi perkembangan stasi maupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
parokinya. Hal semacam ini perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak
pengurus Gereja baik stasi maupun paroki sebab mereka adalah satu kesatuan
sebagai Umat Allah yang mana perkembangan Gereja menjadi tugas dan
tanggungjawab mereka.
e. Kegiatan Katekese yang Diharapkan Umat
Hasil penelitian menyebutkan bahwa lebih banyak umat kadang-kadang
mengikuti katekese yang diadakan di stasi sedangkan yang memilih jawaban
selalu mengikuti hanya beberapa orang saja. Hal ini cukup memprihatinkan bagi
segenap umat stasi Mansalong bahwa katekse masih menjadi sesuatu yang asing
bagi mereka. Padahal pada bab sebelumnya, penulis telah memaparkan bagaimana
pentingnya katekese. Katekese menjadi salah satu bentuk kegiatan pastoral paling
ampuh guna membentuk karakter umat untuk semakin menghayati dan
mewujudkan imannya dalam hidup sehari-hari baik dalam Gereja maupun di
masyarakat.
Berkaitan dengan pelaksanaan katekese, hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebanyak 43 responden memilih jawaban kegiatan katekese lebih banyak
dilakukan sekali sebulan. Penulis berpendapat bahwa kegiatan katekese sudah
cukup baik dilaksanakan setiap bulan namun perlu ada pengembangan lagi. Dan
jika boleh, kegiatan katekese dilaksanakan sekali seminggu di masing-masing
basis sehingga umat semakin akrab dengan katekese dan iman mereka dapat
berkembang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 38 responden memilih
metode yang digunakan dalam katekese bervariasi. Sedangkan 22 orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
menjawab biasa saja, begitu juga dengan sarana yang digunakan dalam katekese.
Tentu uraian di atas menimbulkan kesan bahwa data yang ada dari kedua item
tidak terlalu jauh berbeda. Penulis berpendapat bahwa adanya perbedaan cara
fasilitator atau pendamping dalam memproses materi katekese di masing-masing
basis. Oleh karena itu, perlu juga adanya suatu pelatihan bersama bagi para
pendamping katekese guna meningkatkan keterampilan mereka dalam memproses
materi katekese sehingga tidak terkesan membosankan.
Berkaitan dengan bahan yang digunakan dalam katekese lebih banyak
responden memilih mengena pada konteks hidup umat. Hal ini terbukti sebanyak
44 responden memilih jawaban tersebut dan hanya 13 responden memilih biasa
saja, sedangkan 7 responden memilih kurang mengena pada konteks hidup umat.
Dengan data tersebut, dapat dikatakan bahwa bahan katekese memang mengena
pada konteks hidup umat sebab telah dirancang sedemikian rupa oleh tim
Keuskupan dengan melihat konteks hidup umat di wilayah Keuskupannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memilih sosok
katekis menguasai materi sebanyak 24. Sosok katekis sangat professional
sebanyak 9 responden. Mampu menghidupi jalannya proses katekese sebanyak 21
responden dan yang memilih biasa saja sebanyak 10 orang. Sesuai dengan pokok
bahasan pada bab sebelumnya yang secara khusus membahas mengenai
pembinaan pembina katekese, maka penulis berpendapat beberapa aspek yang
harus dimiliki oleh pendamping katekese di stasi Mansalong sudah cukup baik
hanya saja perlu ada pengembangan lebih lanjut. Dan diharapkan bukan saja
katekis, suster, frater saja yang dapat memimpin tetapi lebih daripada itu yakni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
umat lainnya. Sebab yang berkatekese adalah umat, artinya yang memimpin juga
umat.
Berkaitan dengan model yang digunakan dalam katekese, hasil penelitian
memberikan gambaran bahwa responden yang memilih hanya satu model
sebanyak 32 orang. Sebanyak 27 responden memilih bervariasi dan 5 responden
memilih terlalu sulit untuk dipahami. Melihat data yang telah terungkap di atas,
penulis berpendapat bahwa benar hanya satu model yakni mengikuti buku
panduan yang telah disediakan oleh Keuskupan dan setiap tahun modelnya sama.
Terhadap pelaksanaan katekese, umat stasi Mansalong memberikan
beberapa usulan/saran. Berdasarkan hasil penelitian, penulis membagi jawaban
responden menjadi beberapa bagian. Ditinjau dari segi materi atau bahan, mereka
menghendaki agar materi katekese lebih menarik dan lebih mendalam sesuai
dengan kenyataan yang dialami umat (kontekstual). Dari segi cara penyampaian,
mereka mengusulkan agar metode lebih bervariasi, tidak membosankan sehingga
mampu menggerakkan umat untuk terlibat aktif dalam proses tersebut. Mereka
juga mengusulkan dalam proses katekese lebih diutamakan penggalian
pengalaman dan bila memberi ceramah tidak terlalu panjang atau lama. Ada juga
usulan dari umat mengenai sosok katekis agar jangan terlalu menyinggung
kekurangan umat ketika berkatekese supaya tidak membuat umat segan untuk
hadir dan aktif. Selain itu, pemimpin atau katekis juga harus lebih siap dan
professional agar pokok renungan yang disampaikan sungguh-sungguh dapat
dipahami dan sesuai dengan tafsiran Kitab Suci. Umat juga mengusulkan agar
pelaksanakan katekese seharusnya dilaksanakan sebulan sekali kecuali Bulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Kitab Suci Nasional, Adven, dan Prapaskah dan usulan yang terkahir yaitu jumlah
pemimpin katekese perlu diperbanyak sehingga tidak terkesan pendamping
katekese hanya orang yang itu-itu saja dan tidak ada variasinya.
4. Kesimpulan Hasil Penelitian
Pada bagian ini penulis akan menyampaikan beberapa kesimpulan
berdasarkan pembahasan hasil penelitian. Pertama, pemahaman dan penghayatan
hidup menggereja umat di stasi Mansalong sudah baik. Hanya saja pada
prakteknya kurang maksimal dan ini perlu ditingkatkan lagi.
Kedua, umat stasi Mansalong mengalami kesulitan untuk terlibat dalam
hidup menggereja baik di stasi maupun di paroki. Hampir semua umat
memberikan jawaban bahwa mereka sulit terlibat oleh karena pekerjaan dan sibuk
dengan urusan pribadi (kuesioner nomor 17 dan 20). Sedangkan yang lainnya
menjawab sudah tua, memberikan kesempatan pada yang muda, kurang cocok
dengan kegiatannya, kegiatan stasi atau paroki selalu bertabrakan dengan kegiatan
yang lain, serta usulan tidak ditanggapi. Selain itu, adapula kesan bahwa umat
yang terlibat hanya sekedar ikut-ikutan. Mereka merasa tidak memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang cukup oleh karena pendidikan yang rendah.
Berkaitan dengan itu, hasil wawancara dengan pengurus stasi mengenai kesulitan
lainnya yakni oleh karena pengaruh teknologi seperti TV, HP (Hand Phone) dan
internet; kegiatan gereja bukan yang terpenting karena tidak mendatangkan
materi; masih dangkalnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai Kristiani.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa umat kurang terlibat dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
hidup menggereja oleh karena kurangnya semangat persekutuan sehati dan sejiwa
dalam membangun stasi.
Ketiga, umat stasi Mansalong memiliki harapan besar berkaitan dengan
kegiatan katekese demi peningkatan hidup menggereja umat. Harapan itu
sehubungan dengan metode katekese, proses, sarana, materi, cara penyampaian,
pelaksanaan yang rutin, sosok katekis sebagai pendamping atau fasilitator
katekese.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
BAB IV
UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA UMAT STASI MANSALONG
PAROKI MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG KABUPATEN NUNUKAN
Pada bab III penulis telah memaparkan hasil penelitian mengenai
keterlibatan umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong
Kabupaten Nunukan dalam hidup menggereja. Berdasarkan penelitian dapat
dilihat bahwa: pertama, tingkat kedalaman pemahaman dan penghayatan hidup
menggereja umat stasi Mansalong sudah baik. Kedua, umat stasi Mansalong
mengalami kesulitan untuk terlibat dalam kegiatan menggereja oleh karena
berbagai macam alasan sehingga mereka kurang terlibat dalam hidup menggereja.
Ketiga umat stasi Mansalong memiliki harapan besar berkaitan dengan kegiatan
katekese, khususnya metode katekese, proses, sarana, materi, cara penyampaian,
pelaksanaan yang rutin, hingga khususnya bagi sosok katekis atau pemandu
katekese.
Pada bab IV ini, penulis memaparkan upaya yang diharapkan dapat
semakin meningkatkan keterlibatan hidup menggereja umat stasi Mansalong
berdasarkan kajian pustaka pada bab II dan hasil penelitian bab III. Upaya yang
penulis ajukan pada bab ini lebih terfokus pada 4 aspek hidup menggereja yakni
koinonia, leiturgia, kerygma, dan diakonia. Sebab berdasarkan hasil penelitian, 4
aspek tersebut sangat diperlukan guna meningkatkan keterlibatan hidup
menggereja umat stasi Mansalong. Penulis akan membagi bab IV ini dalam tiga
bagian: pertama, pentingnya keterlibatan dalam hidup menggereja bagi umat stasi
Mansalong. Kedua, contoh program yang dapat mendukung upaya tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Ketiga, penjelasan lebih rinci mengenai usulan program dalam bentuk satuan
program ketekese umat model Shared Christian Praxis (SCP).
A. Pentingnya Keterlibatan dalam Hidup Menggereja bagi Umat Stasi
Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan
Keempat fungsi dasariah Gereja (koinonia, kerygma, leiturgia, dan
diakonia) dapat disebut juga empat usaha pokok pastoral dalam membangun
Gereja (Siauwarjaya, 1987: 34). Keempat fungsi ini menjadi kekuatan Gereja
dalam membangun pertumbuhan iman umat lewat pengalaman umat dalam hidup
menggereja.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa keempat fungsi ini menunjukkan hasil
yang kurang maksimal. Buktinya dapat dilihat pada hasil wawancara dengan
pengurus stasi khususnya pertanyaan wawancara 2 nomor 1 dalam tabel
keterlibatan.
Fungsi koinonia atau persaudaraan Kristiani adalah persaudaraan oleh
karena Kristus, demi Kristus dan dalam Kristus terarah ke hidup nyata dalam
dunia (Siauwarjaya, 1987: 35). Artinya bahwa persaudaraan yang nampak di
dunia senantiasa berdasarkan pada Kristus semata-semata dan dicurahkan bagi
keselamatan banyak orang. Kis. 2:44 mengungkapkan persekutuan hidup antar
umat menjadi kunci utama perkembangan Gereja. Di mana mereka yang telah
menjadi percaya tetap bersatu dalam Kristus oleh karena bimbingan Roh Kudus.
Mereka bersatu dalam segala hal baik doa, mendengarkan sabda Tuhan, makan
bersama dan memecahkan roti serta bersatu untuk saling berbagi.
Sebuah komunitas umat beriman akan semakin hidup jika aspek koinonia
betul-betul dihayati oleh setiap anggotanya. Sebab aspek yang pertama ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
menjadi pintu gerbang bagi aspek-aspek lainnya seperti kerygma, leiturgia, dan
diakonia. Ia menjadi sarana bagi ketiga fungsi lainnya demi perkembangan dan
kemajuan Gereja itu sendiri.
Stasi Mansalong telah mengembangkan bentuk persekutuan atau koinonia
melalui berbagai kegiatan seperti, OMK, WKRI, SEKAMI, KBG. Namun pada
kenyataannya bahwa fungsi koinonia sangat kurang dikarenakan umat yang
terlibat hanya 25 %. Begitu juga dengan ketiga fungsi lainnya. Hal ini didukung
oleh hasil wawancara 2 nomor 1, khususnya dalam tabel keterlibatan serta kesan
penulis selama terlibat di stasi Mansalong. Bagaimana hendak membentuk satu
persekutuan Umat Allah dan masuk ke dalam tiga fungsi dasariah lainnya jika dari
40 KK yang selalu terlibat hanya 10 KK. Tentu ini kenyataan yang sangat
memprihatinkan.
Dari keterangan di atas, dapat dikatakan bahwa keempat fungsi dasariah
yakni koinonia, kerygma, leiturgia, dan diakonia perlu ditingkatkan. Maka, guna
mengusahakan berkembangnya keempat fungsi tersebut diperlukan suatu bentuk
kegiatan katekese sebagai upaya untuk menanamkan nilai-nilai Kristiani dalam
hidup menggereja. Tentunya kegiatan ini harus mengambil inspirasi dari cara
hidup Jemaat Perdana (Kis. 2:41-47). Sebab dari sanalah lahir empat fungsi
dasariah Gereja tersebut.
Cara hidup Jemaat Perdana sangat kaya akan makna hidup menggereja.
Oleh karena mereka hidup atas dasar cinta kasih dalam persekutuan sehati dan
sejiwa antara yang satu dengan lainnya dalam komunitas. Dengan adanya
semangat persekutuan sehati dan sejiwa memampukan umat stasi Mansalong
semakin memiliki “sense of belonging” akan Gerejanya. Maka benar pula
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
pendapat Gromme dalam makalah PAK III (FX. Heryatno W.W. SJ.) “bahwa
iman umat berkembang dalam komunitas dan karena relasi dan partipasi mereka
dalam hidup komunitas”. Artinya sebagai orang Katolik tidak dapat terpisahkan
dari kesatuan dalam komunitas. Ia menjadi satu dan senantiasa menghidupkan
komunitas tersebut demi perkembangan iman pribadi maupun bersama. Hal ini
tentu erat kaitannya dengan hidup menggereja umat stasi Mansalong sebagai satu
komunitas beriman.
Pada bagian ini, penulis lebih memfokuskan pada sebuah kegiatan
katekese yang mampu menanamkan nilai-nilai Kristiani akan keterlibatan hidup
menggereja bagi umat stasi Mansalong. Hal ini sesuai dengan visi dan misi Gereja
stasi Mansalong. Di mana stasi Mansalong menjadi pelaksana kehendak Allah
yang menghayati imannya sebagai saksi Kristus di tengah-tengah masyarakat.
B. Upaya Meningkatkan Keterlibatan Hidup Menggereja Umat Stasi
Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan melalui Katekese Umat
Setelah menyadari akan pentingnya terlibat dalam kegiatan
menggereja guna meningkatkan keterlibatan hidup menggereja, kini penulis
akan memaparkan contoh upaya untuk menanggapi hal tersebut. Maka
penulis mengajukan sebuah upaya, yaitu katekese umat model Shared
Christian Praxis (SCP).
1. Alasan Pemilihan Bentuk Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP).
Upaya yang penulis ajukan, yaitu: katekese umat model Shared
Christian Praxis (SCP) merupakan hasil pemikiran penulis pada bab II dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
hasil penelitian pada bab III. Hal ini juga didukung dengan usul dari
pengurus stasi ketika wawancara dengan Bapak Meleanus sebagai ketua
stasi dan Bapak Yan Pera sebagai bendahara (wawancara 2 nomor 4.a).
Usulan kegiatan ini diperoleh setelah penulis menyampaikan hasil penelitian
dan wawancara melalui email tanggal 20 September 2015.
Selain itu, kegiatan katekese merupakan salah satu kegiatan yang
menjadi harapan umat agar dilaksanakan sekali dalam sebulan kecuali pada
Bulan Kitab Suci Nasional, Adven maupun Prapaskah (kuesioner nomor
30). Kemudian, didukung oleh kenyataan bahwa selama ini katekese hanya
menggunakan satu model (kuesioner nomor 28). Maka, tepat sekali jika
ketekese model ini dipilih guna meningkatkan keterlibatan hidup menggereja
umat stasi Mansalong. Selain merupakan suatu bentuk pelayanan pastoral
yang paling berpengaruh terhadap perkembangan iman umat khususnya stasi
Mansalong, katekese ini juga diharapkan semakin membantu menumbuhkan
iman umat dalam hidup menggereja. Sebab kagiatan ini pada intinya
mengutamakan pengalaman umat atau praksis (pengalaman hidup
menggereja) yang konkret.
2. Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP)
a. Tujuan Kegiatan
Katekese umat dengan model SCP, menurut Heryatno WW (1997: 1)
merupakan:
“suatu pendekatan, model ini menekankan proses berkatekese yang bersifat dialogis-partisipatif supaya dapat mendorong peserta, berdasarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
komunikasi antara “tradisi” dan visi hidup mereka dengan “tradisi” dan visi Kristiani, sehingga baik secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan penegasan dan pengambilan keputusan demi makin terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia.”
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa katekese umat model SCP
sangat berpengaruh dalam membentuk pribadi maupun bersama dan menjadi
sarana yang tepat dalam mengembangkan aspek koinonia, kerygma, leiturgia, dan
diakonia. Untuk mewujudkan keempat aspek tersebut, maka perlu adanya
kemampuan akan penghargaan atas peran-keberadaan peserta sebagai subyek
yang bebas dan bertanggungjawab (Heryatno WW, 1997: 1). Kemampaun ini pun
sungguh dikembangkan dalam kegiatan katekese ini.
Katekese umat model SCP memiliki tiga komponen yaitu: pertama, praksis
merupakan tindakan manusia yang telah direfleksikan dan meliputi seluruh
keterlibatan manusia dalam setiap kegiatan demi mencapai perubahan hidup.
Kedua, Kristiani merupakan pengalaman iman Kristiani sepanjang sejarah dan
visinya. Artinya tradisi Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat yang
sungguh-sungguh dihidupi dan visi Kristiani menegaskan tuntutan dan janji Allah
dalam Tradisi. Dengan demikian manusia menanggapi Allah melalui hidup
mereka sebagai realitas iman. Ketiga, sharing merupakan komunikasi timbal
balik, partisipasi aktif dan kritis dari semua peserta yang ditandai dengan suasana
kebersamaan, persaudaraan, keterlibatan, dan solidaritas. Peserta ikut aktif dan
siap mendengarkan dengan hati dan mengomunikasikan dengan hati pula akan
pengalaman orang lain.
Selain itu, katekese model SCP ini juga memiliki kelebihan yakni
merupakan sebuah katekese yang efektif yang sungguh memiliki dasar teologis,
mampu memanfaatkan perkembangan ilmu pendidikan dan memiliki keprihatinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
pastoral yang jelas. Tentu yang perlu digarisbawahi dari katekese model ini adalah
sifatnya yang dialogis partisipatif.
Dengan katekese model ini, umat diharapkan dengan bebas dan terbuka
semakin mampu merefleksikan secara kritis akan pengalaman hidupnya yang
selalu ada kaitannya dengan situasi konkret hidup menggereja di mana saja.
Pengalaman hidup umat ini dikomunikasikan dengan tradisi Kristiani dan visi
Gereja dan melalui komunikasi ini umat dapat mengambil suatu keputusan
konkret sehingga pengahayatan imannya dapat semakin terwujud dalam hidup
sehari-hari dan dengan demikian nilai-nilai kerajaan Allah sungguh-sungguh
nyata di dunia.
b. Waktu, Tempat dan Peserta
Ketekese umat model SCP ini, pertama-tama bertujuan untuk
mengembangkan iman serta nilai-nilai Kristiani dalam hidup menggereja.
Kegiatan ini diharapkan tidak hanya berkembang untuk iman pribadi tetapi lebih
dari itu yakni iman bersama dalam komunitas. Dan semua pihak diharapkan ikut
terlibat. Maka diperlukan waktu yang tepat untuk melaksanakan kegiatan ini.
Berdasarkan kebiasaan di stasi Mansalong, waktu pelaksanaan yang tepat adalah
pada minggu pertama awal bulan September bertepatan dengan Bulan Kitab Suci
Nasional (BKSN) hingga awal minggu pertama bulan Oktober. Sebab pada bulan
ini kegiatan pendalaman iman pasti dilaksanakan sedangkan pada bulan-bulan lain
bisa dikatakan jarang.
Berkaitan dengan tempat dan waktu pelaksanaan dapat ditentukan secara
bersama dan dapat dilakukan secara bergilir dari rumah umat. Peserta yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
terlibat adalah semua pihak khususnya umat stasi Mansalong yang terbagi dalam
komunitas-komunitas basis.
C. Usulan Program Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP) untuk Meningkatkan Hidup Menggereja Umat Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan
1. Latar Belakang Program
Katekese umat merupakan suatu bentuk pelayanan pastoral yang menitik
beratkan pada sharing pengalaman iman antar peserta sehingga mampu
memperteguhkan iman peserta masing-masing. Biasanya katekese umat
dilaksanakan pada bulan Maret pada masa Prapaskah, Oktober pada masa BKSN,
dan Desember pada masa Adven. Bahkan pihak Keuskupan telah menyediakan
bahan dalam bentuk buku panduan demi memudahkan umat dalam berkatekese.
Dengan adanya katekese umat, umat diharapkan semakin dewasa dalam iman
sehingga dapat menjadi saksi Kristus di tengah-tengah masyarakat. Adanya
katekese umat menjadikan umat semakin akrab dengan sabda Tuhan sebagai
pedoman dalam kehidupan. Umat juga diarahkan untuk peduli dengan keadaan
sekitarnya serta mampu berbuat sesuatu demi sebuah transformasi sosial.
Berdasarkan keprihatinan yang terjadi di stasi Mansalong maka penulis
mengusulkan untuk melaksanakan katekese umat model SCP demi membantu
meningkatkan keterlibatan umat stasi Mansalong dalam hidup menggereja. Umat
juga dapat merefleksikan secara kritis setiap pengalaman yang terjadi dalam hidup
mereka. Selain itu, umat pun dapat sampai pada pertobatan diri pribadi maupun
bersama dan menyadari karya Allah dalam hidup mereka. Dengan demikian,
mereka mampu menjadi penggerak atau motivator bagi yang lain demi
tercapainya cita-cita Kerajaan Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
2. Tema dan Tujuan Program
Penulis mengusulkan katekese umat model SCP dengan tema:
“Pemberdayaan Paguyuban Umat Stasi Mansalong Menjadi Jalan Perwujudan
Nilai-nilai Kerajaan Allah”. Artinya komunitas-komunitas yang ada baik
kategorial maupun teritorial yang telah terbentuk baik di tingkat basis, stasi
maupun paroki mampu mewujudkan paguyuban yang memberdayakan setiap
anggotanya (intern), melaui 4 aspek dasariah Gereja yakni koinonia, kerygma,
leiturgia, dan diakonia sebagai jalan terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah. Dan
pada gilirannya umat mampu memberdayakan paguyuban lain atau masyarakat
sekitar (ekstern) dengan teladan sikap sebagai bentuk kesaksian hidup seperti
saling menolong, cinta kasih, kedamaian, keadilan, suka cita, persaudaraan,
solidaritas, dan lain-lain. Inilah nilai-nilai Kerajaan Allah yang dicita-citakan.
Tema ini dipilih sesuai dengan fokus masalah yang mau diangkat yaitu keempat
aspek dalam hidup menggereja, yakni koinonia, kerygma, leiturgia, dan diakonia.
Tujuan yang hendak dicapai melalui katekese umat model SCP adalah
bersama pendamping peserta dapat menyadari bahwa baptisan menjadi pintu
gerbang menuju persekutuan dalam komunitas yang kuat demi
menumbuhkembangkan semangat pewartaan melalui kesaksian hidup yang dapat
membawa peserta untuk semakin menghayati makna liturgi dan akhirnya mampu
mengungkapkan imannya melalui tindakan konkret dalam hidup sehari-hari
sebagai wujud pelayanan diri bagi sesama.
Tema dan tujuan umum tersebut akan diuraikan lebih rinci menjadi 5 tema
dan tujuan khusus yang akan digunakan dalam 5 pertemuan, sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
a. Tema : Karena Baptisan Aku Menjadi Warga Gereja.
Tujuan : Bersama pendamping, peserta dapat memahami dan menyadari
bahwa baptisan yang ia terima merupakan pintu masuk menjadi
warga Gereja sehingga kita semakin mampu membangun
paguyuban murid-murid Kristus dan dapat menumbuhkan sikap
hormat dan gembira antar sesama umat demi semakin terlibat dalam
dinamika hidup menggereja.
b. Tema : Membangun Persekutuan Sehati dan Sejiwa Dalam Hidup
Menggereja.
Tujuan : Bersama pendamping, peserta dapat menyadari pentingnya
membangun persekutuan dalam sebuah komunitas sehingga kita
dapat saling berbagi satu sama lain dalam kehidupan menggereja
sehari-hari dan menjadi teladan bagi yang lain.
c. Tema : Semangat Pewartaan Menjadikanku Saksi Kristus.
Tujuan : Bersama pendamping, peserta dapat memahami bahwa dirinya
dipilih dan diutus mewartakan Injil oleh karena rahmat Allah dan
bukan hanya menjadi pendengar tetapi sebagai pelaksana
sehingga kita semakin mampu mengembangkan panggilan
mewartakan Injil dan terlibat aktif di dalamnya.
d. Tema : Liturgi Menjadi Sumber Kekuatanku.
Tujuan : Bersama pendamping, peserta dapat memahami bahwa liturgi
merupakan sumber kekuatan iman oleh karena rahmat Allah dan
bukan sebagai penikmat saja sehingga kita semakin mampu
mengembangkan panggilan tersebut dan semakin terlibat aktif di
dalamnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
e. Tema : Satu Hati Satu Cinta Peduli Sesama Sebagai Wujud Pelayanan.
Tujuan : Bersama pendamping, peserta dapat menyadari bahwa melayani
dengan cinta kasih adalah pemberian diri bagi yang lain sehingga
dapat membangun sikap mencintai dengan tulus dan dapat
menumbuhkan sikap peduli kepada orang lain tanpa mementingkan
diri sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
3. Matriks Usulan Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP)
Tema Umum : Pemberdayaan Paguyuban Umat Stasi Mansalong Menjadi Jalan Perwujudan Nilai-nilai Kerajaan Allah.
Tujuan Umum : Bersama pendamping peserta dapat menyadari bahwa baptisan menjadi pintu gerbang menuju persekutuan dalam
komunitas yang kuat demi menumbuhkembangkan semangat pewartaan melalui kesaksian hidup yang dapat
membawa peserta untuk semakin menghayati makna liturgi dan akhirnya mampu mengungkapkan imannya
melalui tindakan konkret dalam hidup sehari-hari sebagai wujud pelayanan diri bagi sesama.
No Tema Tujuan Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Karena
Baptisan Aku Menjadi Warga Gereja
Bersama pendamping, peserta dapat memahami dan menyadari bahwa baptisan yang ia terima merupakan pintu masuk menjadi warga Gereja sehingga kita semakin mampu membangun paguyuban murid-murid Kristus dan dapat menumbuhkan sikap hormat dan
- Pengalaman hidup umat
- Menyadari kembali baptisan
- Baptisan membuat kita bersatu dengan Kristus
- Bersyukur karena baptisan
- Ikut ambil bagian dalam
- Sharing - Tanya
jawab - Informasi - Renungan - Peneguhan
- Teks Kitab Suci 1 Kor 12:12-31
- Teks lagu MB No. 427 “Sykur kepada-Mu Tuhan” dan No. 794 “Kita Dipanggil”
- Gambar-gambar mengenai pembaptisan
- Laptop - LCD - Lilin dan salib
- 1 Kor 12:12-31 - Dianne Bergant, CSA.
Dan Robert J. Karris, OFM. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 300-301
- KomKat Keuskupan Purwokerto. 2014. Pedoman Sakramen Inisiasi. Hal. 13
- Madah Bakti
111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
gembira antar sesama umat demi semakin terlibat dalam dinamika hidup menggereja
seluruh karya Kristus
2. Membangun Persekutuan Sehati dan Sejiwa Dalam Hidup Menggereja
Bersama pendamping, peserta dapat menyadari pentingnya membangun persekutuan dalam sebuah komunitas sehingga kita dapat saling berbagi satu sama lain sebagai satu komunitas dalam kehidupan menggereja sehari-hari dan menjadi teladan bagi yang lain
- Pengalaman hidup umat
- Panggilan untuk menjadi orang Katolik
- Manusia adalah mahkluk sosial
- Persekutuan dalam komunitas
- Unsur-unsur kehidupan dalam komunitas
- Sharing - Tanya
jawab - Informasi - Renungan - Peneguhan
- Teks Kitab Suci Kis 2:41-47
- Teks lagu “Dalam Yesus Kita Bersaudara” dan “Hari Ini Ku Rasa Bahagia”
- Teks cerita Daun-daun dan Orang
- Speaker aktif - Laptop - Lagu MP3
instrumental (Bapa Sentuh Hatiku)
- Lilin dan salib
- Kis 2:41-47 - Dianne Bergant, CSA.
Dan Robert J. Karris, OFM. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 218
- Darmawijaya. 2006. Hal 42-47
- LBI, 2002: 218 - LBI, 2011: 143 - Mihalic, 2008a: 182-
183
3. Semangat Pewartaan Menjadikanku Saksi Kristus
Bersama pendamping, peserta dapat memahami bahwa dirinya dipilih dan diutus mewartakan Injil oleh karena
- Pengalaman hidup umat
- Hal-hal baik yang dijumpai dalam pewartaan Injil
- Sharing - Tanya
jawab - Diskusi - Informasi - Renungan
- Teks Ajaran Gereja LG. No. 5
- Teks lagu MB. No. 522 “Pantang Mundur” dan
- LG. No. 5 “keterlibatan kaum awam dalam tugas kenabian Kristus”
- Madah Bakti - KWI. 1996. Iman
Katolik Buku Informasi
112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
rahmat Allah dan bukan hanya pendengar tetapi sebagai pelaksana sehingga kita semakin mampu mengembangkan panggilan mewartakan Injil dan terlibat aktif di dalamnya
- Menemukan keprihatinan dalam pewartaan Injil
- Menimba Ajaran Gereja
- Harapan dalam pewartaan Injil
- Refleksi - Peneguhan
MB. No. 455 “Jadilah Saksi Kristus”
- Laptop - Lilin dan salib
dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 382-392
4. Liturgi Menjadi Sumber Kekuatanku
Bersama pendamping, peserta dapat memahami bahwa liturgi merupakan sumber kekuatan iman oleh karena rahmat Allah dan bukan sebagai penikmat saja sehingga kita semakin mampu mengembangkan panggilan tersebut dan semakin terlibat aktif di dalamnya
- Pengalaman hidup umat
- Hal-hal baik yang ditemukan dalam tugas Gereja menguduskan dunia
- Keprihatinan apa saja dari tugas Gereja menguduskan dunia
- Bagaimana ajaran Gereja mengenai diutus menguduskan dunia
- Sharing - Tanya
jawab - Diskusi - Informasi - Renungan - Refleksi - Peneguhan
- Teks Ajaran Gereja SC. No. 48
- Teks lagu PS. No. 381 “Semoga Roti dan Anggur” dan PS. No. 481 “Hanya Debulah Aku”
- Laptop - Lilin dan salib
- SC. No.48 “keterlibatan aktif kaum beriman”
- Puji Sykur - KWI. 1996. Iman
Katolik Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 392-444
113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
- Apa yang menjadi harapan Gereja
5. Satu Hati Satu Cinta Peduli Sesama Sebagai Wujud Pelayanan
Bersama pendamping, peserta dapat menyadari bahwa melayani dengan cinta kasih adalah pemberian diri bagi yang lain sehingga dapat membangun sikap mencintai dengan tulus dan dapat menumbuhkan sikap peduli kepada orang lain tanpa mementingkan diri sendiri.
- Pengalaman hidup umat
- Sikap dasar untuk melayani bukan dilayani
- Gereja dan Masyarakat
- Gereja dan Kaum Miskin
- Katolik sejati harus peduli dan berbagi
- Sharing - Refleksi - Tanya
jawab - Informasi - Peneguhan
- Teks Kitab Suci Luk 10:25-37
- Teks lagu MB. No. 533 “Tingkatkan Karya serta Karsa” dan MB. No. 325 “Fajar Telah Menyingsing”
- Video chicken a la carte
- Laptop - LCD - Speaker - Lilin dan salib
- Luk 10:25-37 - Dianne Bergant, CSA.
Dan Robert J. Karris, OFM. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 135-136
- KWI. 1996. Iman Katolik Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 444-460
- Madah Bakti
114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
4. Contoh Satuan Pendampingan Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP).
a. Identitas
1) Tema Pertemuan : Membangun Persekutuan Sehati dan Sejiwa Dalam
Hidup Menggereja.
2) Tujuan : Bersama pendamping, peserta dapat menyadari
pentingnya membangun persekutuan dalam sebuah
komunitas sehingga kita dapat saling berbagi satu sama
lain dalam kehidupan menggereja sehari-hari dan
menjadi teladan bagi yang lain.
3) Peserta : Orang dewasa.
4) Tempat : Salah satu rumah umat.
5) Waktu : 60-90 menit.
6) Metode : Sharing, tanya jawab, informasi, renungan, dan
peneguhan
7) Model : SCP (Shared Christian Praxis)
8) Sarana : Teks Kitab Suci Kis 2:41-47; teks lagu “Dalam Yesus
Kita Bersaudara” dan “Hari Ini Ku Rasa Bahagia”; teks
cerita “Daun-daun dan Orang”; speaker aktif; laptop,
lagu MP3 instrumental (Bapa Sentuh Hatiku); lilin; dan
salib
9) Sumber bahan : Kis 2:41-47; Dianne Bergant, CSA. Dan Robert J.
Karris, OFM. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru.
Yogyakarta: Kanisius. Hal. 218; Darmawijaya. 2006. Hal
42-47; LBI, 2002: 218; dan LBI, 2011: 143
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
b. Pemikiran Dasar
Dewasa ini sungguh masih relevan bahwa persekutuan antar umat sangat
diperlukan demi mempererat hubungan satu dengan lainnya. Suatu komunitas
terbentuk karena adanya persekutuan antar anggota-anggotanya. Tetapi pada
kenyataannya persekutuan tersebut semakin larut oleh karena termakan
perkembangan zaman itu sendiri. Pada zaman sekarang, kita dapat melihat sendiri
di berbagai tempat, lingkungan, stasi maupun paroki. Banyak umat yang tidak
peduli dengan lingkungan di mana mereka berdomisili. Banyak umat kurang
memahami pentingnya membangun sebuah persekutuan dalam komunitas.
Penyebab lunturnya semangat persekutuan tersebut oleh karena pengaruh
perkembangan teknologi yang begitu cepat. Umat disibukkan dengan pekerjaan,
tawaran-tawaran duniawi yang menyenangkan, semakin acuh tak acuh dengan
keadaan sekitar, bahkan rasa egois pun tumbuh dengan subur dalam diri mereka.
Tidak jarang sering dijumpai banyak umat hanya memanfaatkan semangat
persekutuan tersebut jikalau itu bermanfaat baginya.
Kisah Para Rasul menguraikan tentang persekutuan sehati dan sejiwa
dalam sebuah komunitas yang percaya kepada Kristus. Kita semua merupakan
pribadi-pribadi yang percaya kepada Kristus dan hidup dalam suatu komunitas
yang membuat kita selalu kuat. Melalui baptisan yang telah kita terima
menjadikan kita istimewa untuk hidup bersama Yesus. Dan oleh karena kita hidup
dalam komunitas yang membutuhkan semangat persekutuan sehati dan sejiwa,
maka Yesus mengajak kita untuk tekun dalam pengajaran dan berkumpul
merayakan Ekaristi atau ibadat bersama, tekun dalam doa, bersuka cita,
bersyukur, dan saling berbagi satu dengan lainnya. Ajakan Yesus tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
menuntun kita untuk semakin percaya dan yakin akan kuasa Kristus dalam hidup
dan dengan demikian semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam komunitas
pun dapat dibangun bersama tanpa ada rasa kekuatiran bahwa Yesus membiarkan
kita berusaha sendiri.
Pada pertemuan kali ini, kita diajak untuk membangun semangat
persekutuan dalam komunitas Gereja, serta melibatkan Yesus di dalamnya.
Semangat persekutuan dalam komuntas harus selalu dijaga dan dikembangkan
agar suka cita hidup bersama Yesus selalu dirasakan. Dengan membangun
persekutuan dalam komunitas kita semakin mampu merasakan kasih Tuhan untuk
saling berbagi satu sama lain. Perwujudan persekutuan sehati dan sejiwa dalam
komunitas tersebut dapat berupa melibatkan diri dalam kegiatan menggereja,
tekun berdoa, menghadiri perayaan Ekaristi, saling berbagi pengalaman,
pengetahuan, bekerjasama membersihkan ligkungan Gereja, melibatkan diri
dalam tugas koor, OMK, SEKAMI, WKRI, KBG, dan lain-lain. Membangun
persekutuan sehati dan sejiwa berarti berani untuk berkorban dan bekerjasama
serta berani keluar dari keamanan diri sendiri untuk memberikan diri seutuhnya
bagi orang lain.
c. Pengembangan Langkah-langkah
1) Pembukaan
a) Kata pengantar
Bapak/ibu dan saudara-saudariku yang terkasih dalam Yesus Kristus, pada
kesempatan kali ini, kita berkumpul bersama-sama untuk belajar bagaimana kita
bersama Yesus dapat membangun semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
komunitas. Pada saat ini semangat persekutuan yang ada di stasi Mansalong
semakin hari semakin luntur. Banyak hal yang kita jumpai, seperti umat yang
terlalu sibuk dengan pekerjaan, urusan pribadi, kurang peduli dengan lingkungan
sekitar, kurang tanggap akan situasi dan kondisi yang terjadi di sekitar kehidupan.
Persekutuan dalam komunitas menjadi sangat penting dan mendapat maknanya
apabila dijalankan seturut kehendak Yesus. Dalam Kis 2:41-47, mengajak kita
untuk selalu membangun sikap tersebut dalam komunitas beriman yang kita
hidupi. Semangat persekutuan tidak hanya sebatas merasakan kebahagiaan akan
tetapi juga membutuhkan pengorbanan guna mencapai cita-cita bersama. Dalam
membangun semangat persekutuan sehati dan sejiwa juga membutuhkan
kerjasama, saling peduli, dan berbagi satu sama lain. Melalui hal itu kita belajar
berkomunikasi dan akrab dengan sesama.
b) Lagu pembukaan: “Dalam Yesus Kita Bersaudara”
c) Doa pembukaan
Allah Bapa yang mahapemurah, kami bersyukur dan berterima kasih
kepada-Mu, karena penyertaan-Mu kami semua dapat berkumpul di tempat ini
untuk bersama-sama mendalami sabda-Mu. Ya Bapa, kami mohon dampingi kami
semua yang hadir di sini agar dapat membuka hati kami merenungkan,
mendalami, dan masharingkan pengalaman hidup kami dalam membangun
persekutuan komunitas. Kami juga memohon agar semakin menyadari pentingnya
membangun semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam hidup berkomunitas
sehingga kami dapat saling peduli, berbagai kasih dan cinta. Ya Bapa, kami
mohon semoga Engkau memberkati seluruh pertemuan malam ini, dari awal
hingga akhir. Dengan demikian kami sungguh-sungguh semakin memahami arti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
persekutuan yang sebenarnya menurut teladan-Mu. Demi Kristus, Tuhan dan
pengantara kami. Amin.
2) Langkah I: Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta
a) Pendamping membagikan teks cerita yang berjudul “Daun-daun dan Orang”
kepada peserta dan menunjuk salah satu peserta untuk membacakan
sedangkan umat lain memperhatikan dan mendengarkan.
b) Pendamping memberikan waktu kepada umat untuk membaca secara pribadi
cerita tersebut dalam hati.
c) Pendamping meminta salah satu peserta mencoba menceritakan kembali
dengan singkat cerita tersebut.
d) Inti sari cerita “Daun-daun dan Orang.”
Hidup dalam sebuah komunitas seperti halnya sebuah pohon yang terdiri
dari daun, batang pohon, cabang, dan akar. Daun memiliki peran penting demi
berkembang dan bertumbuhnya pohon tersebut. Satu lembar daun bagaikan satu
pribadi dalam komunitas tersebut. Jika satu lembar daun tidak dapat bekerja
dengan baik maka akan menghambat pertumbuhan pohon. Jika tidak ada rasa
persekutuan sehati dan sejiwa antara daun, batang, cabang, dan akar maka pohon
tidak akan tumbuh dengan baik. Pohon sangat membutuhkan air melalui akarnya
dan sinar matahari melalui daunnya. Begitu juga dengan batang dan cabang yang
memilki fungsinya masing-masing demi pertumbuhan dan perkembangan pohon
tersebut.
e) Pengungkapan pengalaman hidup: peserta diajak mendalami cerita tersebut
dengan tuntunan beberapa pertanyaan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Ceritakanlah hambatan apa saja yang terjadi jika sebuah pohon tumbuh
tanpa ada persekutuan antara batang, daun, cabang maupun akar!
Ceritakanlah pengalaman bapak/ibu dalam menghadapi hambatan ketika
hendak membangun sebuah persekutuan dalam komunitas!
f) Suatu contoh arah rangkuman pendamping
Berdasarkan analogi cerita tadi, hambatan apa yang terjadi jika bagian-
bagian dari pohon tersebut tidak memiliki rasa persekutuan atau saling memiliki
antara satu dengan yang lain dalam komunitasnya. Tentu pohon tidak akan
tumbuh dan berkembang dengan baik. Misalnya daun tidak menerima sinar
matahari oleh karena terhalang sesuatu, akar tidak menerima air dari tanah, dan
batang tidak mau menjadi penyanggah berdirinya pohon. Maka banyak hal akan
terjadi, seperti daun-daun mulai kering, pertumbuhan pohon menjadi lambat,
pohon akan cepat roboh ketika ditiup angin kencang, dan akhirnya pohon tersebut
mati.
Dalam pengalaman hidup kita sehari-hari hambatan-hambatan yang sering
dihadapi dalam membangun sebuah komunitas dapat terjadi oleh karena tidak
adanya rasa memiliki maupun persekutuan antara satu dengan lainnya. Misalnya
tidak mau bekerja sama satu sama lain, tidak saling percaya akan kemampuan
orang lain, tidak mau berkorban, selalu egois, saling menyalahkan, tidak mau
peduli pada orang lain, dan lain-lain. Hambatan-hambatan tersebut akan
senantiasa mengganggu kehidupan dalam komunitas. Akan tetapi semua
hambatan dapat diatasi jika anggota satu dengan lainnya saling bekerjasama,
punya rasa memiliki, punya rasa persekutuan sehati sejiwa serta senantiasa
melibatkan Yesus di dalamnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
3) Langkah II: Merefleksikan secara Kritis Pengalaman Hidup Peserta
a) Peserta diajak merefleksikan sharing pengalaman hidup yang telah
diungkapkan pada langkah I dengan panduan pertanyaan sebagai berikut:
Bagaimana sikap bapak/ibu dalam menghadapi hambatan-hambatan yang
terjadi dalam membangun sebuah komunitas baik di basis, stasi maupun di
paroki dan di masyarakat?
b) Pendamping memberikan arah rangkuman singkat atas jawaban-jawaban
peserta yang telah diungkapkan, misalnya sebagai berikut:
Bapak/ibu serta saudara-saudariku yang terkasih setelah merefleksikan
pengalaman hidup kita, ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk
mengahadapi hambatan-hambatan guna membangun semangat persekutuan dalam
komunitas. Setiap dari kita tentu memiliki caranya masing-masing dalam
menghadapi hambatan-hambatan tersebut. Ada orang yang memberikan perhatian
dan kepedulian tanpa pamrih misalnya dalam kegiatan ia memilih dirinya sendiri
sebagai pengurus konsumsi atau bagian acara atau bahkan sebagai pemimpin guna
melayani yang lain. Begitu juga dengan anggota lainnya mengambil peran dan
tugasnya dengan senang hati tanpa perlu mengomentari dan menjatuhkan orang
lain. Dan masih banyak cara lain yang dapat dilakukan dalam membangun
semangat persekutuan dalam sebuah komunitas. Tentu segalanya memerlukan
ketekunan, keberanian dan saling percaya serta senantiasa mengandalkan Tuhan
agar mendapatkan kekuatan. Hanya Yesuslah yang dapat diandalkan dalam
mengahadapi berbagai hambatan dan tantangan demi membangun rasa
persekutuan dalam sebuah komunitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
4) Langkah III: Mengusahakan Pengalaman Kristiani Menjadi Relevan untuk
Umat Zaman Sekarang.
a) Salah satu peserta dimohon membacakan teks Kitab Suci yang diambil dari
Kis 2:41-47.
b) Peserta dibagi dalam beberapa kelompok kecil (dapat disesuaikan dengan
keadaan) guna keefektifan sharing.
c) Peserta diberi waktu secara pribadi merenungkan dan menanggapi bacaan
Kitab Suci dalam kelompok dengan bantuan beberapa pertanyaan, yaitu:
Ayat-ayat mana yang mengesan bagi bapak/ibu berkaitan dengan
membangun rasa persekutuan di dalam komunitas? Mengapa ayat tersebut
mengesan bagi bapak/ibu?
Apa pesan inti yang mau disampaikan Paulus dalam membangun
persekutuan di dalam komunitas?
d) Peserta diajak terlebih dahulu mengungkapkan hasil renungan pribadi
sehubungan dengan pertanyaan di atas.
e) Pendamping menyampaikan tafsiran dari bacaan Kitab Suci Kis 2:41-47 dan
menghubungkan pesan inti dengan tanggapan dan hasil renungan pribadi
peserta sesuai dengan tema dan tujuan pertemuan sebagai berikut:
Teks Kis 2: 41-47 merupakan salah satu perikop yang membicarakan
tentang persekutuan dalam komunitas dan sekaligus mengajak kita untuk
merenungkan cara hidup dalam sebuah komunitas. Hampir semua ayat dalam
perikop ini sungguh mengesan dan dapat menjadi teladan bagi hidup kita. Ayat
41, mengingatkan kita akan panggilan hidup mengikuti Yesus melalui baptisan
yang kita terima. Ayat 42 menjelaskan cara hidup dalam komunitas yakni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
bertekun dalam pengajaran, dan berkumpul untuk berdoa bersama. Ayat 44,
banyak orang yang percaya kepada-Nya tetap bersatu dan kepunyaan mereka
adalah kepunyaan bersama. Ayat 45, saling berbagi satu sama lain. Ayat 46, selalu
berkumpul bersama dengan sepenuh hati, bertekun, memecahkan roti secara
bergilir dan makan bersama dengan gembira dan tulus hati. Dan pada ayat 47
dikatakan bahwa mereka selalu memuji Allah sehingga hidup mereka disukai
banyak orang dan semakin bertambah jumlahnya oleh karena rahmat Tuhan selalu
menyertai mereka.
Perikop Kis 2:41-47 ingin menyampaikan pesan inti bahwa orang-
orang yang percaya kepada Kristus semakin banyak oleh karena
terbentuknya gaya hidup jemaat yaitu persekutuan untuk saling berbagi,
melayani, berdoa, sukacita, dan selalu memuji Allah. Seperti pada ayat 44,
menggambarkan sebuah persekutuan sehati dan sejiwa dalam komunitas
sehingga mereka menyadari bahwa komunitas itu adalah milik mereka serta
bertanggungjawab secara tulus hati mengembangkannya. Segalanya menjadi
milik bersama tanpa ada yang perlu disembunyikan atau ditutup-tutupi demi
kepentingan sendiri.
Unsur kehidupan dalam berkomunitas adalah bertekun dalam ajaran,
membangun keluarga baru, memecahkan roti, berdoa bersama, berbagi
dengan tulus hati dan dicintai banyak orang. Berbagi dengan tulus hati
dalam komunitas bukan berarti hanya makanan saja tetapi segalanya. Apa
saja termasuk segala kepunyaan yang ada dalam komunitas, seperti, ide,
gagasan, pemikiran, pendapat, pelayanan, talenta, pengetahuan, kemampuan,
keterampilan, kepedulian dan juga cinta kasih yang senantiasa disatukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
dalam doa bersama kepada Yesus sebagai kekuatan demi keberlangsungan
hidup komunitas beriman sehingga kita mampu tampil sebagai saksi Kristus
di tengah-tengah masyarakat.
5) Langkah IV: Menemukan Kesadaran Sikap Baru yang Mau Dijalankan
a) Pendamping memulai langkah ini dengan mengajak peserta menerapkan
pesan inti Kitab Suci dalam pengalaman, kebutuhan, dan situasi hidup sesuai
dengan tema dan tujuan pertemuan, misalnya sebagai berikut:
Bapak/ibu serta saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus.
Setelah kita mendalami bersama-sama pengalaman akan hidup dalam sebuah
komunitas dengan dasar persekutuan sehati dan sejiwa. Kita tentu menemukan
pesan yang berguna untuk diterapkan dalam hidup sehari-hari. Bersama Yesus
kita diajak membangun komunitas yang penuh dengan semangat persekutuan
sehati dan sejiwa akan satu sama lain. Tentu semuanya itu dibutuhkan ketulusan
hati serta semangat berbagi dalam diri yang besar demi perkembangan dan
kemajuan komunitas tersebut. Bersama Yesus kita semakin mampu menjalani
kehidupan dalam komunitas. Tidak mudah untuk hidup dalam komunitas yang di
dalamnya berkumpul orang-orang dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda.
Akan tetapi kita tetap yakin bahwa dengan semangat dan tujuan yang dibangun
bersama, kita dapat berproses menjadi orang beriman yang tetap berpegang teguh
pada Yesus Kristus. Dan justru dalam perbedaanlah kita dapat melihat kesatuan
yang sesungguhnya. Kita semakin diperkaya untuk mengenal satu sama lain,
saling melengkapi, dan saling membantu. Dengan demikian, perbedaan tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
menjadi indah dan semakin bermakna, khususnya bagi kita umat stasi Mansalong
sebagai satu komunitas Umat Allah.
b) Sebagai bahan refleksi untuk semakin mendalami arti persekutuan sehati dan
sejiwa dalam komunitas dan dalam suasana yang hening peserta diajak
merenungkan hasil renungan langkah I-III dengan panduan pertanyaan
sebagai berikut:
Menurut bapak/ibu, berbagi seperti apakah yang dapat meningkatkan serta
membangun persekutuan dalam hidup berkomunitas di basis, stasi maupun
paroki?
c) Peserta diberi kesempatan merenungkan pertanyaan tersebut dengan diiringi
musik instrumental “Bapa Sentuh Hatiku.” Setelah itu peserta diberi
kesempatan mengungkapkan hasil renungan pribadi. Pada langkah ke IV,
pendamping dapat memberikan arah rangkuman singkat sesuai dengan hasil-
hasil renungan pribadi peserta, misalnya:
Bersama Yesus kita mampu melakukan banyak hal termasuk membangun
semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam komunitas. Dengan melibatkan
Yesus, kita dikuatkan bahwa pentingnya bantuan Yesus dalam hidup kita. Sikap
dan tindakan Kristus dapat menjadi teladan kita dalam membangun sebuah
komunitas.
Berbagi dalam persekutuan hidup berarti mau memberikan segalanya yang
dimilki kepada siapa saja yang membutuhkan. Berbagi berarti mau berkorban bagi
orang lain tanpa mengharapkan balasan apapun. Dengan berbagi kita pun belajar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
untuk hidup dalam sebuah komunitas terlebih membangun semangat persekutuan
sehati dan sejiwa. Misalnya berbagi pengetahuan, perhatian, kepedulian, materi,
cinta kasih, mau terlibat dalam kegiatan komunitas seperti mengikuti Ekaristi
dengan penuh penghayatan, ibadah bersama, pendalaman iman, doa bersama,
kerja bakti, koor, lektor, OMK, SEKAMI, WKRI, dan sebagainya.
6) Langkah V: Mengambil Keputusan Konkret ke Arah Aksi yang Baru demi
Terwujud Nilai-nilai Kerajaan Allah
a) Pengantar
Bapak/ibu serta saudara-saudariku dalam Tuhan kita Yesus Kristus. Pada
kesempatan ini kita telah bersama-sama menggali pengalaman hidup dalam
komunitas melalui cerita “Daun-daun dan Orang.” Hidup berkomunitas ibarat
sebuah pohon yang terdiri dari daun, ranting, batang serta akar. Demi
pertumbuhan sebuah pohon diperlukan matahari sebagai sumber tenaga dan air
yang cukup untuk mengolah bahan makanan sehingga pohon tersebut dapat
tumbuh dan menghasilkan buah. Satu lembar daun ibarat satu pribadi yang
memiliki peran dalam pertumbuhan komunitas. Demikian pula dengan
pengalaman hidup membangun persekutuan sehati dan sejiwa dalam komunitas.
Tentu banyak hambatan yang terjadi seperti malas terlibat, tidak adanya rasa
memiliki, egois, sibuk dengan pekerjaan dan sebagainya. Namun semua itu dapat
diatasi secara bersama dengan melibatkan Yesus sebagai sang teladan. Hal-hal
baik yang telah dibangun dapat dipertahankan dan dikembangkan khususnya
dalam berkomunitas dengan meniru cara hidup Jemaat Perdana. Tekun dalam doa,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
tekun dalam pengajaran, menghadiri Ekaristi dengan penuh syukur, saling berbagi
dengan tulus hati dalam segala hal, saling percaya, terlebih semakin
menumbuhkan rasa memiliki. Tindakan serta sikap-sikap tersebut merupakan
wujud dari persekutuan sehati dan sejiwa dalam sebuah komunitas. Berdasarkan
pengalaman iman dalam Kisah Para Rasul, kita semakin menyadari bahwa
membangun semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam komunitas merupakan
hal yang terpenting. Sebab dari sanalah akan lahir nilai-nilai Kristiani yang akan
tumbuh dan berbuah limpah bagi orang lain.
Berdasarkan hasil refleksi, kita seakan ditegur, disapa, diteguhkan serta
dikuatkan dalam hal berdoa, berbagi segalanya, mengikuti Ekaristi, membangun
rasa memiliki, menaruh cinta kasih, dan sebagainya. Maka alangkah baiknya nilai-
nilai Kristiani yang sudah kita dapatkan dalam pertemuan ini perlu dipraktekkan
dalam hidup sehari-hari. Baik secara pribadi maupun bersama demi terwujudnya
sebuah komunitas yang mampu memberikan kesaksian hidup kepada orang lain.
b) Peserta diajak memikirkan tindakan/kegiatan apa yang akan dilakukan
(kegiatannya boleh jangka pendek maupun jangka panjang) guna mendukung
terwujudnya semangat persekutuan sehati dan sejiwa di stasi Mansalong ini
dengan panduan pertanyaan sebagai berikut:
Tindakan apa saja yang harus diperhatikan guna terwujudnya persatuan
sehati dan sejiwa dalam komunitas basis, stasi, maupun paroki?
c) Peserta diberi kesempatan mengungkapkan dan mensharingkan
tindakan/kegiatan pribadi maupun bersama yang akan dilakukan dalam
kehidupan. Kemudian peserta diajak mendiskusikan dan mengambil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
keputusan bersama tindakan/kegiatan yang akan dilakukan sebagai umat
beriman stasi Mansalong. Setelah itu, tindakan/kegiatan pribadi mapun
bersama yang telah diambil dipersembahkan dalam doa umat agar mendapat
rahmat dari Tuhan.
7) Penutup
a) Sebelum doa dimulai, pendamping mengambil salib dan lilin lalu meletakkan
di tengah-tengah peserta sehingga semua peserta dapat melihatnya. Kemudian
pendamping mengajak peserta hening sejenak sambil menghadap ke salib,
merenungkan serta menyatukan segala doa dan permohonan pada Yesus yang
disalib sebagai simbol kekuatan. Setelah itu, pendamping memulai dengan
doa umat spontan guna mengawalinya lalu umat lainnya mengikuti dengan
mengajukan doa-doa umat kepada Tuhan Yesus.
b) Kemudian pendamping mengakhiri doa umat tersebut dengan doa Bapa Kami
secara bersama. Lalu ditutup dengan doa penutup yang dihubungkan dengan
tema dan tujuan pertemuan.
c) Doa penutup
Allah Bapa dan Ibu, kami mengucap syukur kepada-Mu atas segala
penyertaan-Mu pada pertemuan saat ini sehingga dapat berjalan dengan baik.
Banyak hambatan dan tantangan yang kami hadapi demi membangun semangat
persekutuan sehati dan sejiwa dalam hidup berkomunitas. Tetapi kami percaya
semuanya ini dapat dilalui dengan ketekunan dan kesabaran. Kami berterima
kasih karena dengan sabda-Mu, Engkau telah menyadarkan betapa pentingnya
membangun semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam hidup berkomunitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
melalui semangat berbagi yang diajarkan oleh Para Rasul serta senantiasa
melibatkan Putera-Mu dalam setiap langkah hidup kami. Ya Bapa, kami mohon
bantulah umat-Mu stasi Mansalong agar berkat teladan-Mu kami semakin mampu
mewujudkan semangat persekutuan sehati dan sejiwa dalam hidup berkomunitas.
Saling berbagi kasih, cinta, perhatian, peduli, waktu, tenaga, pengetahuan dan
sebagainya kepada sesama sesuai dengan kebutuhan. Semoga berkat kasih-Mu
selalu dan senantiasa menyertai setiap langkah hidup kami khususnya dalam
hidup berkomunitas. Demi Kristus, Tuhan kami, kini dan sepanjang masa. Amin.
d) Lagu penutup: “Hari ini Ku Rasa Bahagia”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
BAB V
PENUTUP
Pada bagian akhir dari karya tulis ini, penulis mencoba melihat secara
keseluruhan berdasarkan rumusan permasalahan dan tujuan penulisan ini, dengan
dikuatkan oleh hasil penelitian dan wawancara. Kemudian pada bagian berikutnya
berisi saran bagi semua pihak yang terkait dengan penulisan karya tulis ini.
A. Kesimpulan
Sumbangan katekese umat untuk hidup menggereja umat meliputi 4 aspek
yaitu: koinonia, kerygma, leiturgia, dan diakonia. Di dalam 4 aspek tersebut
katekese umat membantu umat untuk meneruskan nilai-nilai Kerajaan Allah.
Keempat aspek tersebut yakni: pertama, katekese umat membantu
mengembangkan semangat persekutuan umat sebagai suatu paguyuban umat
beriman yang mengimani Kristus (koinonia). Kedua, katekese umat mengambil
peran membantu umat mewartakan Kabar Gembira, mendalami kebenaran Firman
Allah, menumbuhkan semangat untuk menghayati hidup dan melaksanakannya
berdasarkan semangat injili sebagai saksi Kristus bagi dunia (kerygma). Ketiga,
katekese umat membantu menghidupkan kembali perayaan ibadat resmi yang
dilakukan Yesus Kristus dalam Gereja-Nya kepada Allah Bapa sehingga
peribadatan menjadi sumber dan pusat hidup beriman (leiturgia). Dan yang
keempat, katekese umat menyadarkan tanggungjawab pribadi sebagai umat
beriman terhadap kesejahteraan sesamanya atas dasar cinta kasih, saling melayani
dan berbagi satu sama, sehingga cita-cita Kerajaan Allah dapat terwujud di dunia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
(diakonia). Tentunya katekese umat mempunyai sumber inspirasi untuk hidup
menggereja umat dari kehidupan Jemaat Perdana (Kis 2:41-47). Gambaran
kehidupan Jemaat Perdana menjadi cerminan bagi hidup menggereja umat yang
sangat relevan dengan situasi umat zaman sekarang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemahaman dan penghayatan
hidup menggereja umat di stasi Mansalong sudah baik. Hanya saja pada
prakteknya kurang maksimal sehingga perlu ditingkatkan. Dari segi keterlibatan,
dapat dikatakan bahwa keterlibatan umat stasi Mansalong dalam hidup
menggereja sangat kurang. Sebab penghayatan aspek koinonia (persekutuan) dan
ketiga aspek lainnya belum nampak dalam hidup menggereja umat stasi
Mansalong. Permasalahan lain adalah kesulitan umat untuk terlibat misalnya
urusan pribadi, keluarga serta pekerjaan, kurang cocok dengan kegiatannya
maupun usulan atau ide tidak diterima, menganggap bahwa kegiatan Gereja tidak
menghasilkan materi dan sebagainya. Permasalahan dari segi pelaksanaan
katekese seperti tenaga pemandu kurang, sarana, materi, cara penyampaian dan
sebagainya.
Keseluruhan permasalahan di atas perlu ditanggapi dalam suatu bentuk
kegiatan pendampingan iman umat yang sesuai dengan corak kehidupan umat.
Maka penulis menawarkan bentuk pendampingan iman umat melalui katekese
umat model SCP (Shared Christian Praxis) demi menjawab kebutuhan mereka.
Sebab katekese umat model ini dapat masuk ke dalam segi-segi kehidupan umat
(petani, pedagang, dan lain-lain) dan dapat dilaksanakan pula sesuai corak
kehidupan umat. Katekese model SCP tidak harus dilaksanakan di dalam gereja
atau dalam komunitas basis, stasi, maupun paroki, tetapi dapat pula dilaksanakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
di tempat lain sesuai dengan konteksnya. Misalnya di dalam keluarga, di ladang,
dalam perkumpulan para pengusaha, dan lain sebagainya. Di sinilah katekese
umat tersebut menemukan bentuk-bentuk-bentuk barunya demi meningkatkan
pertumbuhan iman umat dan hal ini juga menjadi harapan kita bersama sebagai
Umat Allah.
Penulis melihat bahwa program ini bukan sekedar program pribadi penulis
tetapi program ini adalah milik bersama, kepunyaan umat stasi Mansalong. Maka
tepatlah bahwa katekese umat dari umat, oleh umat dan untuk umat. Umatlah
yang menggagas, mengarahkan dan melaksanakan katekese umat ini sekaligus
penikmat hasilnya. Dengan program ini umat semakin menyadari tugas dan
tanggungjawabnya dalam kegiatan-kegiatan Gereja dan masyarakat sebagai wujud
iman Kristianinya demi tercapainya Kerajaan Allah di dunia.
B. Saran
Berdasarkan beberapa kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa
saran sebagai hasil refleksi selama ini bagi umat stasi Mansalong. Pihak pengurus
stasi harus menindaklanjuti program yang telah penulis usulkan yaitu katekese
umat model Shared Christian Praxis (SCP). Program ini diyakini mampu
memotivasi umat untuk sungguh-sungguh terlibat aktif dan bertanggungjawab
dalam berbagai kegiatan stasi, paroki maupun di masyarakat. Hal ini didasari
bahwa pertumbuhan dan perkembangan Gereja tergantung dari keterlibatan umat
dalam dinamika kehidupan Gereja itu sendiri. Maka Gereja harus berani keluar
dari kenyamanannya dan pergi ke luar mencari dan menemukan sesuatu yang baru
demi menghidupkan kembali iman umat yang padam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Bagi pihak pengurus stasi maupun paroki perlu menyadari pentingnya
pendampingan umat dan melibatkan diri dalam usaha pendampingan tersebut.
Selain itu, pihak pengurus stasi juga diharapkan untuk senantiasa membangun
kerjasama dengan pihak paroki serta kerjasama dengan umat baik di basis, stasi
maupun paroki. Wujud kerjasama guna menindaklanjuti program tersebut bisa
dengan kegiatan sarasehan atau pembinaan pembina katekese umat dan lain
sebagainya. Dan tidak lupa bahwa pihak pengurus stasi perlu membuat suatu
pendampingan khusus bagi anak-anak dan orang muda (SEKAMI dan OMK)
seperti rekoleksi atau retret berkaitan dengan pemahaman serta penghayatan
dalam hidup menggereja.
Berkaitan dengan katekese yang dilaksanakan di stasi Mansalong,
hendaknya pihak stasi mengkader pendamping katekese lebih banyak lagi
sehingga katekese dapat dilaksanakan secara rutin dan terprogram. Dan perlu
diingat bahwa katekese dilaksanakan dalam suasana hati yang penuh
kegembiraan, terbuka dan bukan keterpaksaan sehingga masing-masing orang
dapat mengungkapkan pengalaman imannya secara bebas.
Pengurus stasi maupun paroki perlu mengevaluasi dan merefleksikan
kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan. Apakah kegiatan-kegiatan tersebut
sungguh berdayaguna dan berdampak positif atau tidak. Di sisi lain umat stasi
Mansalong pun perlu meningkatkan kesadaran diri dalam memberikan prioritas
dan totalitas pada Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
DAFTAR PUSTAKA
Adisusanto, FX., Drs., SJ. (2000). Katekese Sebagai Pendidikan Iman (Seri Puskat no 372). Yogyakarta: LPKP.
Afra Siauwarjaya. (1987). Membangun Gereja Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius.
Dapiyanta (2011). Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di Sekolah. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Sanata Dharma.
DokPen KWI. (2013). Dokumen Konsili Vatikan II. (R. Hardawiryana, SJ. Penterjemah dalam angka tahun 1993). Jakarta: Obor.
Fransiskus, Paus. (2013). Evangelii Gaudium (Sukacita Injil): Seruan Apostolik Paus Fransiskus kepada para uskup, imam dan diakon, kaum religius dan segenap umat beriman tentang pewartaan Injil kepada dunia dewasa ini (24 November 2013). Seri Dokumen Gerejawi no. 94. Diterjemahkan oleh F.X. Adisusanto, SJ. Jakarta: DOKPEN KWI.
Heryatno Wono Wulung, FX., SJ. (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese (Seri Puskat no. 356). (Saduran bebas dari Thomas H. Groome, Sharing Faith: A Comprehensive Approach to Religious Education and Pastoral Ministry, New York: Harper Collins, 1990, hal 133-197). Yogyakarta: LPKP.
___________________ (2014) “Katekese Umat: Katekese demi Pembangunan Iman Jemaat” Makalah PAK III, Bahan Kuliah semester VII. Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Komisi Kateketik KWI. (1993). Arah Katekese Gereja Indonesia: Perkembangan dari Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan se Indonesia (PKKI I-V 1977-1992), Malang: Dioma.
Komsos Keuskupan Tanjung Selor. Jejak Langkah Keuskupan Tanjung Selor, Gerak Membangun Gereja yang Hidup dan Mengakar, Yogyakarta: Kanisius.
Konferensi Waligereja Regio Nusa Tenggara. (2007). Katekismus Gereja Katolik, Ende: Nusa Indah.
KWI. (1996). Iman Katolik. Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius. Lalu, Yosef Pr. (2007). Katekese Umat. Jakarta: Komisi Kateketik KWI; kerja
sama dengan Yogyakarta: Kanisius. Moleong (1991). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit PT. Remaja
Rosdakarya. ____________. (2007). Dasar Penelitian Kualitatif. Perbedaan Antara Penelitian
Kualitatif dan Kuantitatif, (Seri Pastoral no 393), Yogyakarta: Puspas. Riduwan, Dr. MBA. 2011. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan
Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Setyakarjana, JS., SJ. (1997). Arah Katekese di Indonesia, (dari Mencari Arah
Katekese 1976 sampai dengan Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia VI 1996),Yogyakarta: Puskat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Sumarno Ds, M, Drs., MA., SJ. (2014). “Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki”. Diktat Mata Kuliah PPL PAK Paroki bagi semester VI, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Sutrisno Hadi, Prof., Drs., MA. (1982). Metodologi Research 1. Yogyakarta: Andi Offset.
Yohanes Paulus II, Paus. (1979). Catechesi Tradendae (Penyelenggaraan Katekese): Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini (16 Oktober 1079). Seri Dokumen Gerejawi no. 28. Diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, SJ. Jakarta: DOKPEN KWI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI