Post on 02-Mar-2019
Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN
835
PETA POTENSI KAWASAN PETERNAKAN BERBASIS DAYA DUKUNG
LOKAL DI JAWA BARAT
Hasni Arief, Lizzah Khaerani, dan Romi Zamhir Islami
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor - Sumedang, Jawa Barat
40363 Surel: hasni.arief@unpad.ac.id dan hasnihf@yahoo.com.sg
ABSTRAK
Daya dukung lokal, dalam hal ini sumber daya pakan lokal, sangat penting untuk
pengembangan peternakan berbasis kawasan, yang pada akhirnya akan berimplikasi
terhadap keunggulan komparatif maupun kompetitif, terutama dalam menghadapi
kompetisi produk peternakan pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Tujuan dari
studi ini adalah untuk menganalisis fakta dan informasi aktual yang berkaitan dengan
penyebaran dan pengembangan komoditas peternakan yang didasari oleh kondisi agro-
ekosistem (sumber daya.pakan lokal). Data dan informasi yang dikumpulkan adalah
data-data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Dinas
Peternakan, serta instansi lainnya yang terkait dengan penelitian ini, berupa: data
populasi ternak yang ada pada saat ini dan tingkat pertumbuhannya; luas wilayah
pertanian dan produksinya, terdiri dari: lahan sawah, lahan kering, dan lahan hutan; dan
data sekunder lainnya terkait dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: 1) Potensi kawasan peternakan di Jawa Barat adalah sebagai berikut:Ruminasi
besar (sapi potong, sapi perah, dan kerbau)- a) Indeks daya dukung >2, memiliki potensi
pengembangan tertinggi berada pada Kabupaten Indramayu, Kabupaten Garut,
Karawang, Subang, Indramayu dan Majalengka, b) Indeks daya dukung >1, memiliki
potensi yang relatif cukup berada pada Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan Cirebon, dan
c)Indeks daya dukung ≤1, wilayah yang sangat kritis untuk pengembangan kawasan
peternakan ruminansia besar berada pada daerah perkotaan dan daerah sub-urban
(Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bekasi); Ruminansia kecil (domba dan
kambing)- a) Indeks daya dukung >2: Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Garut,
Tasikmalaya, Bogor dan Ciamis, b) Indeks daya dukung >1: Kabupaten Bandung,
Kuningan, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang,
Kabupaten Bekasi, Bandung Barat, dan c) Indeks daya dukung ≤1: Cirebon diikuti oleh
kota-kota yang ada di Jawa Barat; Unggas (ayam ras pedaging, petelur, dan itik)- a)
Indeks daya dukung > 2: Kabupaten Garut, Majalengka, dan Sumedang, b) Indeks daya
dukung >1, yaitu Kabupaten Bandung, Tasikmalaya, Cirebon, Indramayu, Kabupaten
Bekasi dan Bandung Barat, dan c) Indeks daya dukung ≤1, yaitu Kabupaten Karawang;
2) Terkait dengan poin (1) dengan berdasar pada PERDA No. 22 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan, maka kawasan peternakan yang
ada di Jawa Barat dikategorikan ke dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu: a) Kawasan
khusus/komoditas, kawasan yang relatif homogen yang didominasi dengan satu pakan
ternak. Kawasan peternakan ini diberi nama sesuai dengan nama komoditas ternak
yang dikembangkan; dan b) Kawasan terpadu/terintegratif.
Kata kunci: Daya Dukung Lokal, Kawasan, Keunggulan Komparatif dan
Kompetitif, Indeks Daya Dukung, Ruminansia Besar, Ruminansia
Kecil, Unggas
Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN
836
PENDAHULUAN
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki
letak yang sangat stategis. Hal ini beralasan karena provinsi ini terletak di antara pusat
konsumsi (Jabodetabek) dan pusat produksi (Jawa Tengah). Posisi strastegis ini
tentunya berimplikasi terhadap karakteristik masyarakatnya dalam menjalankan
usahaternak yang ada.Tipologi usahaternak yang ada di provinsi ini sebagian besar telah
mengarah pada komersialisasi usaha, yang mana hal ini lebih nyata terlihat pada
komoditas sapi potong dengan banyaknya usaha penggemukkan yang berkembang pada
wilayah ini.
Secara empirik, tipologi peternakan pada wilayah ini lebih didasari oleh kondisi
agro-ekosistem yang ada. Daya dukung lokal (agro-ekosistem), dalam hal ini sumber
daya pakan lokal, sangat penting untuk pengembangan peternakan berbasis kawasan,
yang pada akhirnya akan berimplikasi terhadap keunggulan komparatif maupun
kompetitif, terutama dalam menghadapi kompetisi produk peternakan pasar Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). Sebagai contoh, wilayah Keresidenan Cirebon: Indramayu,
Majalengka, dan Kuningan: berkembang usahaternak itik, karena kondisi ekologi dan
limbah tanaman pangan yang relatif banyak mendorong aktivitas peternakan tersebut
terbentuk; wilayah Keresidenan Priangan Timur: Tasikmalaya, dan Ciamis, berkembang
usahaternak ayam broiler; wilayah Lembang dan Pangalengan (Bandung selatan)
merupakan wilayah sentra komoditas sapi perah; dan wilayah-wilayah lainnya dengan
kondisi agro-ekosistem yang ada melahirkan usaha peternakan yang khas (komoditas
ternak disesuaikan).
Terlepas dari hal tersebut, yang menjadi permasalahan sekarang adalah daya
tampung wilayah yang bersangkutan terkait dengan ketersediaan pakan terhadap ternak
yang dikembangkan. Atas hal tersebut, pemerintah setempat berupaya membuka dan
mengembangkan wilayah-wilayah baru sebagai kawasan peternakan yang didasari pada
sebatas ketersediaan pakan dan karakteristik sosial masyarakat wilayah setempat.Kajian
Peta Potensi Kawasan Peternakan ini merupakan salah satu upaya untuk menganalisis
fakta dan informasi aktual yang berkaitan dengan penyebaran dan pengembangan
komoditas peternakan yang didasari oleh kondisi agro-ekosistem.
METODE PENELITIAN
Objek dan Subjek Penelitian
Objek penelitian adalah variabel penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian, sedangkan subjek penelitian adalah wadah atau tempat di mana
variabel penelitian atau titik perhatian itu melekat (Arikunto, 1998).
Sejalan dengan pengertian di atas, maka objek dalam penelitian ini adalah
pemetaan potensi kawasan peternakan. Adapun data yang diperlukan sesuai dengan
tujuan dari kajian ini adalah data mengenai populasi ternak yang ada pada saat ini dan
tingkat pertumbuhannya; luas wilayah pertanian dan produksinya, terdiri dari: lahan
sawah, lahan kering, dan lahan hutan; dan data sekunder lainnya terkait dengan
penelitian ini.
Metode Penelitian
Desain Penelitian Sekaran (2006) mendefinisikan bahwa penelitian sebagai penyelidikan atau
investigasi yang terkelola, sistematis, berdasarkan data, kritis, objektif dal ilmiah
terhadap suatu masalah spesifik, yang dilakukan dengan tujuan menemukan jawaban
Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN
837
atau solusi terkait. Lebih lanjut, Nazir (2002) menyatakan bahwa penelitian adalah
pencarian atas sesuatu (inquiry) secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian
ini dilakukan terhadap masalah–masalah yang dapat dipecahkan. Penelitian ini
dilakukan untuk memperoleh informasi tentang peta potensi kawasan yang ada di Jawa
Barat dan rumusan dasar penilaian kawasan yang terbentuk sehingga dapat dijadikan
panduan atau pedoman untuk menilai kelayakan suatu kawasan.
Teknik Penarikan Sampel Terkait dengan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
maka penelitian ini tidak melakukan teknik penarikan sampel.
Data Penelitian
Data dan informasi yang dikumpulkan adalah data-data sekunder yang diperoleh
dari Biro Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Dinas Peternakan,diperoleh dari Biro
Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Dinas Peternakan.
Model Analisis Statistik Bertitik tolak dari tujuan kegiatan yang dilakukan pada tahun ini, maka metode
analisis yang digunakan adalah analisis ketersediaan dan daya dukung pakan.Bertitik
tolak dari tujuan kegiatan yang dilakukan pada tahun ini, maka metode analisis yang
digunakan adalah analisis ketersediaan dan daya dukung pakan.Oleh karena itu, analisis
daya dukung pakan/daya tampung adalah sebagai berikut:
a. Ternak Ruminansia Kecil
Kapasitas tampung ternak ruminansia kecil (domba dan kambing) didasarkan
pada estimasi produksi bahan kering (yang selanjutnya disingkat BK) rumput yang
dihitung berdasarkan perkiraan ketersediaan rumput pada berbagai jenis ekologi lahan
dengan rumus sebagai berikut (Fitriani, dkk., 2007):
Lahan sawah = (0,77591 x luas lahan x 0,06 x 6,083) ton BK/tahun
Lahan Kering = (1,062 x luas lahan x 0,09785 x 6,083) ton BK/tahun
Lahan Pangonan = (1,062 x luas lahan x 6,083) ton BK/tahun
Lahan Hutan = (2,308 x luas lahan x 0,05875 x 6,083) ton BK/tahun
Ketersediaan BK rumput akan digunakan untuk mengestimasi kapasitas
tampung ternak ruminansia kecil, dengan rumus sebagai berikut:
WKj = - 0.065(Ydb + Ykb)
Keterangan:
WK = Kemampuan wilayah kabupaten ke-j menampung satuan ternak
KH = Kebutuhan hijauan setiap satuan ternak per tahun
(3 ton BK/tahun)
Li = Luas tiap-tiap jenis ekologi lahan (i = 1, 2, 3, dan 4)
Ri = Produktivitas rumput dari setiap jenis ekologi lahan per tahun
Ydb, Ykb= populasi domba dan kambing (dalam satuan ekor)
Faktor koreksi populasi dari ekor ke animal unit (satuan ternak) adalah 0.065
Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN
838
b. Ternak Ruminansia Besar
Kapasitas tampung ternak ruminansia besar (sapi potong, sapi perah, dan
kerbau) didasarkan pada estimasi produksi BK jerami padi dan palawija. Pengukuran
produksi BK jerami padi dan palawija didasari pada luas panen, produksi jerami setiap
jenis tanaman, dan perkiraan pemanfaatan jerami dengan rumus sebagai berikut:
PiJj =Luas panen (Ha/th) x prod.BK (ton/Ha) x pemanfaatan (%)
Tabel 1 Pemanfaatan Berbagai Jerami sebagai Makanan Ternak Ruminansia
Jenis Tanaman Prod. Bahan Kering*)
(ton/Ha)
Pemanfaatan**)
(%)
1. Jagung 6.0 30—40
2. Padi 2.5 16—60
3. Kacang tanah 2.5 17—45
4. Kacang kedele 2.5 26—44
5. Ubi jalar 1.5 -
6. Ubi kayu 1.0 10—76
7. Pucuk tebu 4.0 25—42
Keterangan: *) Muller&Ellemberg(1974) dalam Hadiana, dkk. (2004)
**) Fapet UGM dan Dirjenak (2002) dalam Hadiana, dkk. (2004)
Analisis daya tampung wilayah dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
WKj = - 0.8(Ysh + Ykrb) + 0.7(Ysp)
Keterangan:
WK = Kemampuan wilayah kabupaten ke-j menampung satuan ternak
KH = Kebutuhan hijauan setiap satuan ternak per tahun (3 ton BK/tahun)
Pi = Luas panen dari tiap-tiap jenis tanaman (i = 1, 2, 3, 4,....7), yang terdiri dari
tanaman jagung, padi, kacang kedele, kacang tanah, ubi jalar, ubi kayu, dan
pucuk tebu
Jj = Produktivitas jerami dari setiap hektar jenis tanaman i per tahun
Ysh, Ykrb, Ysp = populasi sapi perah, kerbau dan sapi potong (dalam satuan ekor)
Faktor koreksi populasi dari ekor ke animal unit (satuan ternak) untuk sapi perah dan
kerbau adalah 0.8 dan sapi potong adalah 0.7.
c. Ternak Unggas Kapasitas tampung ternak unggas dan babi didasarkan pada estimasi produksi
biji-bijian (jagung dan kedele) dan limbah processing hasil usahatani (dedak padi).
Proyeksi ketersediaan dedak dihitung dari konversi produksi padi dengan asumsi
produksi dedak sebesar 10% dari produksi padi (Rahayu, 2008). Untuk itu, analisis daya
dukung/kapasitas tampung berdasarkan rumus sebagai berikut:
Indeks daya dukung =
Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN
839
Berdasarkan analisis daya dukung diperoleh kriteria status daya dukung sebagai berikut:
Tabel 2 Kriteria Status Daya Dukung
No. Indeks Daya
Dukung Kriteria Keterangan
1. ≤1 Sangat kritis Ternak tidak mempunyai pilihan dalam
memanfaatkan sumberdaya yang tersedia
2. >1—1.5 Kritis
Ternak telah mempunyai pilihan untuk
memanfaatkan sumberdaya tetapi belum
terpenuhi aspek konservasi
3. >1.5—2 Rawan Pengembalian bahan organik ke alam pas-
pasan
4. >2 Aman
Ketersediaan sumberdaya pakan secara
fungsional mencukupi kebutuhan
lingkungan secara efisien
Sumber: Kriteria Sumanto dan Juarini (2006)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan ruminasia besar, ruminansia kecil dan unggas di Jawa Barat
sangat jelas tergantung kepada kemampuan wilayah dalam menampung ternak tersebut,
Kemampuan tersebut sangat dipengaruhi oleh daya dukung potensi rumput/hijauan dan
potensi limbah pertanian lokal yang dimiliki oleh wilayah kabupaten/kota yang
berjumlah 26 di Jawa Barat.Berdasarkan karakteristik yang ada dirancang strategi
pengembangan peternakan dengan3 (tiga) kategori, yaitu: 1) ruminansia besar, meliputi
sapi perah,kerbau, dan sapi potong; 2) ruminansia kecil meliputi domba dan kambing;
dan 3) unggas meliputi ayam pedaging, ayam petelur, itik dan ayam buras.
Peningkatan populasi ternak khususnya ternak ruminansia sangat perlu didukung
dengan ketersediaan hijauan pakan ternak, baik kuantitas maupun kualitasya sepanjang
tahun. Salah satu masalah yang dihadapi peternak ruminansia adalah terbatasnya
sumber hijauan yang tersedia. Umumnya hijauan pakan yang digunakan di Jawa Barat
berasal dari berbagai jenis tumbuhan rumput-rumputan, leguminosa dan limbah-limbah
pertanian. Oleh karena itu, kajian ini diarahkan untuk mengetahui potensi hijauan pakan
dan kapasitas tampung ternak sapi di kabupaten/kota di Jawa Barat, komposisi botanis
dan produksi hijauan, dan satuan ternak (ST) yang dapat dikembangkan dalam luasan
tanah tertentu secara efesien tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan.
Pengembangan Ruminansia Besar di Jawa Barat Pengembangan peternakan pada ternak ruminasia besar sangat dipengaruhi oleh
keberadaan rumput dan hijauan serta jerami dari beberapa tanaman pangan yang
daunnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ruminansia besar. Kuantitas, kualitas dan
kontinuitas pakan salah satunya didukung oleh ketersediaan limbah pertanian, seperti:
jerami padi, jerami kedelai, jerami jagung, jerami kacang tanah, jerami kacang hijau,
daun ubi jalar dan daun ubi kayu.
Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN
840
Tabel 3. Produksi Sisa-sisa Pertanian sebagai Pakan Ternak di Jawa Barat (per tahun)
Sumber : BPS Jawa Barat, 2012 (diolah)
Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa di Jawa Barat sisa-sisa
pertanian yang memberikan kontribusi terhadap pakan ternak ruminansia besar berturut-
turut dari yang tertinggi sampai yang terendah yaitu jerami padi, jerami jagung, jerami
ubi kayu, jerami kacang tanah, jerami ubi jalar, jerami kacang kedelai dan pucuk tebu.
Pakan ternak potong (ruminansia) yang berbasis tanaman ubi kayu, jagung, kacang
tanah, ubi jalar produksinya perlu ditingkatkan karena ketersediaan limbahnya cukup
banyak, sehingga palatabilitas ternak terhadap limbah hasil pertanian ini sangat tinggi,
yaitu 30—90%. Adapun produksi hijauan/jerami padi meskipun produksinya cukup
tinggi namun pemanfaatannya sebagai pakan ruminasia besar masih rendah.Jerami
jagung dan kacang tanah cukup tinggi produksinya dan sangat disukai ternak
ruminansia; sedangkan potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal adalah jerami
padi dan pucuk daun tebu.
Berdasarkan kajianterhadap produktivitas sisa limbah tersebut maka kami
menyusun sebuah kapasitas tampung ternak ruminansia besar yang merupakan unsur
penyusunan tata ruang peternakan berbasis ruminansia besardengan berdasar pada daya
dukung lokal, yaitu ketersediaan hijauan makanan ternak dan juga potensi limbah
pertanian. Kapasitas tampung ternak ruminansia besar dalam suatu kabupaten/ kota
menunjukkan populasi maksimum suatu jenis ternak ruminansia yang ada di wilayah
tersebut yang berhubungan dengan kemampuan wilayah dalam menyediakan pakan
hijauan dan potensi ketersediaan limbah pertanian yang dibagi konsumsi bahan kering
Padi Jagung Ubi KayuKacang
KedelaiKacang Tanah Ubi Jalar Pucuk Tebu
1 Kab. Bogor 80941 1575 37017 32 1115 5886
2 Kab.Sukabumi 123796 15349 4929 2547 2702 2228
3 Kab.Cianjur 132935 11330 3644 5686 7319 2388
4 Kab.Bandung 74022 20773 3632 38 979 3525
5 Kab.Garut 145535 127193 11043 8273 13769 9939 287
6 Kab.Tasikmalaya 129120 19100 7043 1924 2217 2160
7 Kab.Ciamis 109341 16930 2324 3134 1265 1394
8 Kab.Kuningan 59645 6342 1122 524 989 6744 1139
9 Kab.Cirebon 80789 113 68 634 111 198 8302
10 Kab.Majalengka 93375 33730 561 1325 761 1007 5138
11 Kab.Sumedang 75895 27548 5048 2933 3610 2820 168
12 Kab.Indramayu 219436 95 68 1904 48 38 4357
13 Kab.Subang 167551 3070 717 200 935 243 6019
14 Kab.Purwakarta 36121 7346 2594 658 777 1715
15 Kab.Karawang 179331 1197 133 396 233 32
16 Kab.Bekasi 93645 0 96 5 57 26
17 Kab.Bandung Barat 37048 14828 2001 655 377 858
18 Kota Bogor 1487 0 181 0 73 222
19 Kota Sukabumi 3423 139 22 2 12 53
20 Kota Bandung 936 139 25 0 16 35
21 Kota Cirebon 664 11 11 0 9 18
22 Kota Bekasi 809 97 32 0 5 33
23 Kota Depok 814 256 146 0 149 158
24 Kota Cimahi 526 0 24 0 33 50
25 Kota Tasikmalaya 12588 504 234 228 29 30
26 Kota Banjar 6470 1357 156 117 108 102
………………………………..……………………………………….ton……………………………………………….………………………………………..
No Kabupaten/ Kota
Produksi Jerami
Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN
841
Sapi
PerahKerbau
Sapi
Potong
ST ST ST
1 Kab. Bogor 8960 27366 33220 42189 52315 -10126 Kritis
2 Kab.Sukabumi 5859 11587 18772 50517 27097 23420 Aman
3 Kab.Cianjur 1920 10967 28023 54434 29926 24508 Aman
4 Kab.Bandung 36403 3640 36849 34323 57829 -23506 Kritis
5 Kab.Garut 21858 17372 28378 105346 51249 54098 Aman
6 Kab.Tasikmalaya 2072 13937 50662 53855 48271 5584 kritis
7 Kab.Ciamis 442 4334 36389 44796 29293 15503 kritis
8 Kab.Kuningan 5920 7285 26406 25502 29048 -3547 Kritis
9 Kab.Cirebon 78 4202 3515 30072 5885 24187 Aman
10 Kab.Majalengka 1010 2924 10880 45299 10763 34536 Aman
11 Kab.Sumedang 9610 4886 41614 39340 40727 -1386 Kritis
12 Kab.Indramayu 406 1523 9931 75315 8495 66820 Aman
13 Kab.Subang 1202 3677 31933 59578 26256 33322 Aman
14 Kab.Purwakarta 18 9470 10679 16403 15066 1338 kritis
15 Kab.Karawang 6 741 12949 60440 9662 50778 Aman
16 Kab.Bekasi 108 1166 25477 31276 18853 12423 kritis
17 Kab.Bandung Barat 40818 3405 5189 18589 39011 -20422 Kritis
18 Kota Bogor 833 202 331 654 1060 -406 Kritis
19 Kota Sukabumi 279 84 574 1217 692 524 Kritis
20 Kota Bandung 570 81 1216 383 1372 -989 Kritis
21 Kota Cirebon 33 327 237 255 -18 Kritis
22 Kota Bekasi 28 178 2299 325 1774 -1449 Kritis
23 Kota Depok 671 204 2912 508 2738 -2231 Kritis
24 Kota Cimahi 776 27 45 211 674 -463 Kritis
25 Kota Tasikmalaya 95 781 3375 4537 3063 1474 kritis
26 Kota Banjar 28 85 1044 2770 821 1949 kritis
No Kabupaten/ Kota
…………….ekor……..……
PopulasiKapasitas
Tampung
Populasi
Ruminansia
Besar
Kemampuan
wilayah
menambah
satuan
Indeks
Daya
Dukung
Wilayah
ruminansia besar selama satu tahun.Berikut adalah tabel kapasitas tampung wilayah
untuk ruminansia besar.
Tabel 4. Kapasitas Tampung Ternak Ruminasia Besar di Jawa Barat (per tahun)
Sumber: BPS Jawa Barat 2012 (diolah)
Berdasarkan Tabel 4.di atas dapat diketahui bahwa daerah Kabupaten Garut
memiliki kapasitas tampung tertinggi. Hal tersebut dimungkinkan karena produktivitas
jerami jagung, ubi kayu dan jerami padinya sangat tinggi dibanding daerah lain. Kami
mencoba membandingkan dengan populasi ternak ruminansia yang eksisting ternyata
Kabupaten Indramayu memiliki potensi pengembangan tertinggi diikuti oleh daerah
Kabupaten Garut, Karawang, Subang, Indramayu dan Majalengka yang nota bene
merupakan daerah penghasil beras yang tinggi, sehingga ketersediaan jerami padi nya
sangat besar. Daerah lain yang cukup berpotensi adalah daerah Kabupaten Cianjur,
Sukabumi dan Cirebon untuk dikembangkan karena masih memungkinkan untuk
dikembangkan dalam populasi yang cukup besar.
Informasi lainnya dari tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi trend
peningkatan populasi ternak seperti di Kabupaten Bogor dengan populasi yang cukup
tinggi dengan kapasitas tampung yang tetap sehingga terjadi over populasi. Hal ini juga
terlihat pada daerah Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bandung. Daerah-daerah
yang lain sangat memungkinkan di tambah populasi ternaknya bahkan secara angka
Jawa Barat masih dapat menampung ternak besar sebanyak 200 ribu unit ternak yang
dapat disebar di Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Indramayu, Karawang, Subang,
Majalengka dan Cirebon. Khusus daerah dengan status perkotaan (kotamadya), tidak
memiliki daya dukung lahan pertanian yang cukup sehingga pengembangan peternakan
Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN
842
akan menemui hambatan ketersediaan pakan, sehingga kota-kota tersebut cukup jenuh
atau kepadatan ternaknya sangat tinggi dan dilihat dari populasi berbanding dengan
luasan lahan yang tersedia, kepadatannya dapat kurang dari1 (satu) unit ternak per
hektar. Kota-kota tersebut lebih cocok sebagai daerah pengembangan perdagangan dan
konsumsi daging ternak besar.
Daerah-daerah potensial yang telah disebutkan sebelumnya ternyata belum
mampu merealisasikan peningkatan populasi ternaknya.Hal tersebut sepertinya
terkendala oleh terbatasnya informasi dan hasil penelitian mengenai potensi wilayah dan
pengembangan ternak besar di Propinsi Jawa Barat menjadikan perkembangan ternak
besar tidak pesat. Berdasarkan hal tersebut maka perencanaan pengembangan ternak
besar di Jawa Barat harus lebih terarah dan dapat dilakukan pada beberapa wilayah
potensial.Beberapa faktor lain yang menjadi bahan pertimbangannya diantaranya adalah
faktor biologis, sosial ekonomis, dan adat istiadat atau budaya beternak. Pendekatannya
tidak cukup dengan bantuan fisik saja baik ternak maupun infrastruktur tetapi juga di
perlukan pendekatan-pendekatan huminiora dan tentu saja pembentukan karakter
peternak yang ulet dan tahan banting.
Dalam upaya mendukung kegiatan tersebut perlu direncanakan kegiatan sebagai
berikut:
a. Penyebaran tenak ruminasia besar terutama sapi potong ke daerah yang potensial
b. Pemanfaatan hijauan pakan lokal
c. Penyediaan bibit unggul melalui kontes ternak
d. Perbaikan reproduksi melalui inseminasi buatan
e. Optimalisasi daya dukung lahan
f. Penyusunanbuku panduan pengembangan wilayah pengembangan
g. Pemberdayaan kelompok peternak
h. Peningkatan kerjasama dengan lembaga keuangan
Pengembangan Ruminansia Kecil di Jawa Barat
Potensi ketersediaan rumput/hijauan sangat berhubungan dengan luasan wilayah
lahan sawah, lahan kering, pangonan dan lahan hutan. Berdasarkan data yang diperoleh
dari BPS Provinsi Jawa Barat, potensi rumput dan limbah pertanian yang dihasilkan di
Jawa Barat cukup besar. Hal ini didasarkan hasil perhitungan yang dilakukan terdapat
potensi pakan tersebut. Perhitungan potensi pakan ini dimaksudkan untuk menghitung
potensi lainnya, yaitu kapasitas tampung ruminansia kecil yang mampu ditampung di
wilayah tersebut. Untuk mengitung daya tampung ternak harus diketahui luas lahan dan
produksi hijauan tiap penggunaan lahan/tahunnya. Berikut kami sajikan produktivitas
pakan di berbagai tipe lahan.
Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN
843
Tabel 5. Produktivitas Pakan di Berbagai Tipe Lahan (ton BK per tahun) serta Populasi
Ruminansia Kecil di Jawa Barat
Sumber : BPS Jawa Barat, 2012 (diolah)
Berdasarkan data pada Tabel 5 diketahui bahwa produktivitas pakan pada
beberapa tipe lahan menunjukkan bahwa Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut,
Tasikmalaya, Ciamis, Bogor memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan ternak
ruminansia kecil. Daerah-daerah tersebut memiliki areal lahan kering dan produksi
pakan yang tinggi melebihi 50 ribu ton bahan kering/tahunnya serta lahan hutan yang
cukup luas dengan produksi hijauan lebih dari 40 ribu ton bahan kering per
tahunnya.Untuk daerah penghasil lumbung padi ternyata tidak terlalu besar
kontribusinya terhadap perkembangan ruminansia kecil.Hal ini beralasan karena limbah
sisa padi tersebut sulit di manfaatkan oleh ternak ruminansia kecil.Hijauan merupakan
bahan pakan pokok untuk ternak ruminansia kecil.Rata-rata ternak ruminasia kecil
memerlukan hijauan sebanyak 10% dari bobot tubuhnya per hari sehingga ketersediaan
hijauan menjadi prioritas utama bagi usaha ternak ruminansia kecil.Namun, tidak semua
potensi rumput dan hijauan tersebut tidak dapat diakses semuanya oleh peternak karena
kendala topografi, kontur lahan, jarak yang jauh antara sumber pengembangan
ruminansia kecil dengan sumber pakan hijauan dan sebagainya.Oleh karena itu,
diasumsikan kemampuan kapasitas tampung ruminansia kecil di Jawa Barat hanya
Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN
844
sebesar 40% dari total kapasiatas tampung maksimum.Berikut kami sajikan kapasitas
tampung ternak ruminansia kecil di Jawa Barat.
Tabel 6. Kapasitas Tampung Ruminasia Kecil di Jawa Barat
Sumber : BPS Jawa Barat 2010-2012 (diolah)
Berdasarkan Tabel 6 di atas di ketahui bahwa kapasitas tampung setiap daerah
pada kondisi yang realtif stabil. Daerah yang memiliki kapasitas tampung yang tinggi
berada di daerah Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Bogor dan Ciamis
dengan kapasitas tampung di atas 40.000 satuan unit ternak atau hampir setara dengan
280 000 ekor ternak ruminansia kecil. Daerah lain memiliki kapasitas tampung 10.000 -
30.000 satuan ternak di Daerah Kabupaten Bandung, Kuningan, Majalengka,
Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Kabupaten Bekasi, Bandung
Barat. Sedangkan pada Kabupaten Cirebon memiliki kapasitas tampung yang rendah
diikuti oleh kota-kota yang ada di Jawa Barat.
Daya dukung lingkungan yang digambarkan oleh kapasitas tampung ternak
merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui.Kapasitas tampung
mengindikasikan sejauh mana peningkatan populasi ternak tersebut mampu
ditingkatkan secara optimal.Berdasarkan Tabel 4.12 kemampuan wilayah menambah
ternak ruminansia kecil diketahui bahwa beberapa daerah dapat meningkatkan kapasitas
tampungnya melebihi 30.000 satuan ternak yaitu daerah Kabupaten Bogor, Sukabumi,
Cianjur, Tasikmalaya, Ciamis. Daerah tersebut dapat dijadikansebagai wilayah prioritas
pertama dalam pengembangan ruminansia kecil di Jawa Barat, yakni wilayah yang
potensial dikembangkan dengan percepatan dan kapasitas tinggi.
Penetapan wilayah ini sebagai wilayah pengembangan peternakan sangat tepat
mengingat wilayah ini merupakan basis penyediaan sumberdaya lokal, yang mana hal
Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN
845
ini akan mendukung produksi peternakan secara efisien dan berkesinambungan.Oleh
karena itu, dalam rangka mewujudkan swasembada daging maka sebaiknya wilayah ini
merupakan prioritas utama dalam mengakselerasi peningkatan populasi ruminansia
besar.Sedangkan daerah yang dapat mengakselerasi penambahan populasi 10.000-
20.000 satuan ternak dapat dilakukan di daerah Kabupaten Bandung, Garut, Kuningan,
Sumedang, dan Subang.Daerah tersebut dapat dijadikan sebagai wilayah prioritas kedua
untuk pengembangan ruminansia kecil di Jawa Barat.
Pada beberapa daerah ternyata mengalami over populasi seperti Purwakarta dan
Karawang yang menjadi sentra ternak potong diikuti oleh beberapa kota yang memang
memilik daya dukung wilayah yang kurang untuk memenuhi hijauan untuk ruminansia
kecil. Faktor yang mempengaruhi rendahnya kapasitas tampung disebabkan
keterbatasan lahan sebagai sumber ketersediaan pakan untuk ruminansia kecil.Daerah-
daerah tersebut mengalami situasi yang melebihi kapasitasnynya karena perkembangan
populasi ruminansia kecil cukup besar atau mengalami kejenuhan. Khusus daerah-
daerah ini yang perlu dikembangkan adalah peningkatan produktivitas lahan yang
dimiliki atau dikembangkan sitem pemenuhan kebutuhan pakannya dengan input pakan
dari luar wilayahnya. Hal lain yang bisa dilakukan d daerah ini adalah dengan
Optimalisasi Daya Dukung Lahan melalui Penataan Kebun Bibit Hijauan Makanan
Ternak dengan tahap awalinventarisasai kebun rumput/hijauan untuk mengetahui
keberadaan kebun HMT yang berada di kabupaten/kotamadya. Dari hasil inventarisasi
dapat ketahui rumput yang banyak ditanam dan mengintroduksi rumput lokal yang
sesuai dengan lahan didaerah tersebut. Dengan demikian dapat ditingkatkan
produksinya dan kandungan nutrisinya.
Pengembangan Ternak Unggas di Jawa Barat
Pakan unggas sangat dipengaruhi oleh daya dukung dari pertanian padi, tanaman
jagung dan kedelai.Berikut disajikan produktivitas potensi daya dukung dari dedak,
jagung dan kedelai sebagai pakan unggas di kabupaten/kotamadya di Jawa Barat serta
kebutuhan pakan dan nilai indeks daya dukungnnya.
Tabel 7. Potensi Produksi Pakan Unggas (ton per tahun) dan Indeks Daya Dukung di
Jawa Barat
Sumber : BPS Jawa Barat 2010-2012 (diolah)
Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN
846
Berdasarkan tabel produksi dan indeks daya dukung Kota/kabupaten di Jawa
Barat di atas terlihat yang memiliki indeks daya dukung > 2 adalahKabupaten Garut,
Majalengka, Sumedang dan Indramayu.Kabupaten pada tahun 2011 dapat masuk dalam
kategori daya dukung yang baik disebabkan adanya peningkatan produktivitas pakan
yang dapat dihasilkan dan adanya sedikit penurunan populasi ternak unggasnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan kesesuaian agroekosistem daya dukung tanaman makanan ternak,
maka potensi kawasan peternakan di Jawa Barat adalah sebagai berikut:
Ruminasi besar (sapi potong, sapi perah, dan kerbau)
a. Indeks daya dukung >2, memiliki potensi pengembangan tertinggi berada pada
Kabupaten Indramayu, Kabupaten Garut, Karawang, Subang, Indramayu dan
Majalengka
b. Indeks daya dukung >1, memiliki potensi yang relatif cukup berada pada
Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan Cirebon
c. Indeks daya dukung ≤1, wilayah yang sangat kritis untuk pengembangan kawasan
peternakan ruminansia besar berada pada daerah perkotaan dan daerah sub-urban:
Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bekasi.
Ruminansia kecil (domba dan kambing)
a. Indeks daya dukung >2: Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya,
Bogor dan Ciamis
b. Indeks daya dukung >1: Kabupaten Bandung, Kuningan, Majalengka, Sumedang,
Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Kabupaten Bekasi, Bandung Barat
c. Indeks daya dukung ≤1: Cirebon diikuti oleh kota-kota yang ada di Jawa Barat
Unggas (ayam ras pedaging, petelur, dan itik)
a. Indeks daya dukung > 2: Kabupaten Garut, Majalengka, dan Sumedang
b. Indeks daya dukung >1, yaitu Kabupaten Bandung, Tasikmalaya, Cirebon,
Indramayu, Kabupaten Bekasi dan Bandung Barat
c. Indeks daya dukung ≤1, yaitu Kabupaten Karawang
Saran
1. Kawasan peternakan yang ada di Jawa Barat sebaikya ditata ulang dengan tetap
berdasar pada daya dukung lokal, yaitu:
(i) Kawasan pesisir, kawasan peternakan yang terpadu dengan perikanan.
Umumnya lahan yang ada bergaram dengan tekstur kasar. Pengembangan
peternakan pada kawasan ini adalah ternak itik;
(ii) Kawasan padang rumput/lahan kering, kawasan yang ditumbuhi berbagai jenis
rumput alam dan tanaman semak jenis Leguminosa yang dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak ruminansia;
(iii) Kawasan tanaman pangan dan hortikultura, kawasan peternakan yang
dikembangkan bersamaan dengan agribisnis tanaman pangan dan hortikultura.
Pengembangan peternakan pada kawasan ini adalah ternak ruminansia, ayam
ras, dan kelinci;
(iv) Kawasan perkebunan, kawasan peternakan yang diusahakan di kawasan
perkebunan: teh, karet, kelapa, dan kelapa sawit.
Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN
847
(v) Kawasan kehutanan, kawasan peternakan yang diusahakan di dalam kawasan
kehutanan, apakah hutan rakyat atau hutan industri (Perhutani)
2. Gunapengembangan kawasan peternakan rakyat yang lebih terarah maka perlu
diklasifikasikanke dalam kelompok: kawasan baru, binaan, dan madiri. Oleh
karena itu, perlu ditetapkan indikator penilaian kawasan peternakan sebagai dasar
penilaian kelayakan suatu kawasan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak, diantaranya kepada:
Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat beserta para stafnya atas segala bantuan
dan kerjasamanya menfasilitasi segala kebutuhan penelitian inisehingga dapat berjalan
dengan lancar, dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah
memberikan kepercayaan kepada kami untuk menjadi staf ahli dalam pekerjaan
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1998. Manajemen Penelitian (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
BPS Jawa Barat. 2012. Jawa Barat dalam Angka. Bandung: BPS Jawa Barat.
BAPPEDAJawa Barat. 2013. “Penentuan Kawasan Tematik”. Musrembang Provinsi
Jawa Barat 2013.
Fitiriani, Anita., Hasni Arief, dan Sondi Kuswaryan. 2007. “Analisis Potensi Wilayah
dalam Pengembangan Populasi Ternak Domba di Kabupaten Garut”. Laporan
Penelitian Peneliti Muda Universitas Padjadjaran.
Mueller-Dombois, D., dan Ellemberg, H. 1974. Aims and Method of Vegetation
Ecology. New York: Jhon Wiley & Sons. dalam Hadiana, Hasan., Sondi
Kuswaryan, Achmad Firman, dan Cecep Firmansyah. 2004. “Kawasan
Peternakan di Indramayu, Majalengka, dan Cirebon”. Laporan Penelitian
Kerjasama Fakultas PEternakan - Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat.
Bandung.
Fapet UGM dan Dirjenak. 2002. Metode Ekologi. Yogyakarta: UGM. dalam Hadiana,
Hasan., Sondi Kuswaryan, Achmad Firman, dan Cecep Firmansyah. 2004.
“Kawasan Peternakan di Indramayu, Majalengka, dan Cirebon”. Laporan
Penelitian Kerjasama Fakultas PEternakan - Dinas Peternakan Provinsi Jawa
Barat. Bandung.
Nasir, Moh. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Sumanto. E., dan Juarini. 2006. “Potensi Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan
Ternak Ruminansia di Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Iptek Sebagai Motor Penggerak
Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis Peternakan. Bogor 4-5 Agustus
2004. Puslitbangnak, Balitbangtan. Bogor.